STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

23
PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUMBER ALTERNATIF SILIKA YANG DAPAT TERBAHARUI, MURAH, DAN RAMAH LINGKUNGAN DALAM PEMBUATAN SEMEN Disusun oleh: 1. Sri Wuning 24030111120001 2. Mei Viantikasari 24030110130055 UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

description

penggunaan limbah semen padi

Transcript of STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

Page 1: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUMBER ALTERNATIF SILIKA YANG DAPAT TERBAHARUI, MURAH, DAN RAMAH

LINGKUNGAN DALAM PEMBUATAN SEMEN

Disusun oleh: 1. Sri Wuning 24030111120001 2. Mei Viantikasari 24030110130055

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2012

Page 2: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

ii

DAFTAR ISI

Daftar Isi.......................................................................................................... ii Daftar Grafik.................................................................................................... iii Daftar Tabel...................................................................................................... iv Daftar Gambar.................................................................................................. v Abstrak............................................................................................................. vi Pendahuluan..................................................................................................... 1 Latar Belakang................................................................................................. 1 Tujuan............................................................................................................... 2 Manfaat............................................................................................................. 2 Batasan.............................................................................................................. 2 Gagasan............................................................................................................. 3 Kesimpulan....................................................................................................... 15 Daftar Pustaka................................................................................................... 16

Page 3: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

iii

DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Spektrum FT-IR abu sekam padi setelah pemanasan 1.000oC............... 11 Grafik 2. Difraktogram Abu Sekam Padi Yang Diabukan Pada Suhu 8000C........ 12

Page 4: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

iv

DAFTAR TABEL Tabel 1. Komposisi Kimia Sekam Padi .................................................................. 3

Tabel 2. Komponen kimia Abu dari hasil pembakaran sekam padi ....................... 3

Tabel 3. Unsur-unsur yang terkandung dalam abu sekam padi ............................. 12

Page 5: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

v

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema proses pengambilan silika dari abu sekam................... 9

Page 6: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

vi

Pemanfaatan Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Alternatif Silika Yang Dapat Terbaharui, Murah, Dan Ramah Lingkungan Dalam Pembuatan Semen

Sri Wuning, Mei Viantikasari

Universitas Diponegoro, Semarang

Abstrak Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris, termasuk

Indonesia. Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi yang selama ini hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran batu merah atau dibuang begitu saja. Adapun kandungan kimia pada sekam padi salah satunya yaitu silika (SiO2) yang dapat mencapai 90-99% dan sejumlah kecil alkali dan logam pengotor. Dengan demikian, abu sekam padi dapat dijadikan inovasi untuk menghasilkan material konstruksi penyusun komposisi semen yang murah mengingat sumber silika semen dari pasir yang tidak dapat diperbaharui.

Judul karya tulis ini adalah “Pemanfaatan Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Alternatif Silika Yang Dapat Terbaharui, Murah, Dan Ramah Lingkungan Dalam Pembuatan Semen”. Tujuannya untuk memberikan sumbangan pengetahuan dan sebagai solusi sumber silika alternatif guna pengganti bahan dasar semen yang lebih murah , ramah lingkungan, dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Sehingga dapat menekan biaya produksi semen berkualitas sama dengan semen yang berbahan dasar pasir sebagai sumber silika.

Metode yang digunakan dalam mensintesis silika yaitu pengabuan sekam pada temperatur 800oC selama 4 jam dengan mengkarakterisasi silika abu sekam padi menggunakan Color Reader, spektrofotometer, FTIR, X-Ray Fluorence (XRF MiniPal4), serta X-Ray Difraction (XRD Philips X’Pert).

Dengan demikian didapatkan hasil bahwa tingkat kecerahan warna dari abu sekam padi semakin tinggi sebesar 6,65, kadar air abu sekam padi dari hasil pengabuan sebesar 0,296 %. Kadar karbon (termasuk kontribusi kadar air) sebesar 0,037%, jumlah kualitatif SiO2 dengan FT-IR terdapat puncak yang sangat khas pada daerah 1.110 cm-1

hingga 467 cm-1, untuk komposisi kimia Si pada sekam padi mencapai 91,2 %. Difraktogram menunjukkan pola difraksi sinar X dengan kristalinitas yang rendah dan cenderung amorf. Dengan keunggulan bahwa abu sekam padi dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan, mengurangi biaya bahan, sehingga dapat menghasilkan semen yang murah dan berkualitas.

Kata Kunci : Abu Sekam Padi, Silika, Semen, Spektrofotometer, X-Ray.

Page 7: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

vii

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris, termasuk

Indonesia. Penggilingan padi menghasilkan 72% beras, 5-8% dedak, dan 20-22% sekam (Prasad, dkk., 2001). Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi, selama ini hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran batu merah, pembakaran untuk memasak atau dibuang begitu saja. Penanganan sekam padi yang kurang tepat akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Sedangkan sekam padi mengandung 78-80% bahan organik yang mudah menguap (lignin, selulosa, gula) jika sekam dibakar dan dihasilkan sisa pembakaran 20-22% abu sekam padi (Yalqin dan Selvina, 2001). Krishnarao, dkk., (2001), melaporkan bahwa kandungan abu dalam sekam padi bervariasi dari 13 sampai 29% tergantung dari variasi padi, iklim dan lokasi geografisnya. Nilai paling umum kandungan silika (SiO2) dalam abu sekam padi adalah 90-99% dan sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Prasad, dkk., 2001).

Semen merupakan salah satu bahan material penting dalam proses pembangunan. Semen adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara manghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis), bahan baku pembuatan semen adalah bahan-bahan yang mengandung silika, alumina,oksida besi, dan oksida-oksida lain (Wuryati samekto, M.Pd, Dr 2001). Semakin meningkatnya kebutuhan semen maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan bakunya. Sumber silika pada pembuatan semen sering kali menggunakan pasir atau lempung yang merupakan bahan yang tidak terbaharui. Mengingat terbatasnya bahan baku dan kondisi lingkungan hidup yang makin merosot, maka diperlukan inovasi untuk menghasilkan material konstruksi yang murah dan lebih ramah lingkungan.

Adapun cara untuk mendapatkan silika, dapat dilakukan dengan mencuci abu sekam, direaksikan dan dipanaskan dengan suhu tertentu sehingga didapat ukuran partikel dengan struktur amorf. Silika yang dihasilkan bisa berbentuk amorf dan juga kristalin tergantung pada suhu pemanasan yang digunakan. Namun, pada penelitian ini digunakan pengabuan sekam pada temperatur 800oC selama 4 jam akan menghasilkan abu sekam yang optimum dengan karbon teroksidasi secara maksimal. Sedangkan pengakarakterisasi abu sekam padi yang dihasilkan meliputi analisa warna dengan Color Reader, penentuan kadar karbon dengan spektrofotometer, identifikasi kualitas jumlah silika dengan FTIR, komponen kimia dari abu sekam padi menggunakan X-Ray Fluorence (XRF MiniPal4), serta kristalisasi dari abu sekam padi dikarakterisasi dengan X-Ray Difraction (XRD Philips X’Pert). Adapun kekurangan dari pengajuan gagasan ini adalah sintesis silika dari sekam padi yang agak rumit dan dibutuhkan ketelitian. Sedangkan kelebihannya yaitu abu sekam padi memiliki aktivitas pozzolanic yang sangat tinggi sehingga lebih unggul dari SCM lainnya seperti fly ash, slag, dan silica fume, penggunaan abu sekam padi dengan kombinasi campuran yang sesuai pada semen akan menghasilkan semen yang lebih baik (Singh et al., 2002), penggunaan 10 % abu sekam padi dapat meningkatkan kekuatan tekan concrete yang menggunakan agregat pasir setelah 28 hari curing period sebesar 99,45 MPa dan kekuatan tarik pisah sebesar 7 MPa (Silva et al., 2008), abu sekam padi dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan, serta mengurangi biaya bahan.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mencari solusi alternatif berupa substitusi sumber silika dari pasir dengan sumber silika alternatif dari sekam padi yang melimpah

1

Page 8: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

viii

sebagai bahan dasar pembuatan semen. Sehingga dapat menekan biaya produksi semen dengan harapan dapat menghasilkan semen yang berkualitas yang mempunyai daya perekat kuat, lebih murah, dan lebih ramah lingkungan.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan karya tulis ini adalah diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan dan sebagai solusi sumber silika alternatif guna pengganti bahan dasar semen yang lebih murah , ramah lingkungan, dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Sehingga dapat menekan biaya produksi semen dengan kualitas yang sama dengan semen yang berbahan dasar pasir sebagai sumber silika.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi mahasiswa a. Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan serta menambah pengetahuan

mahasiswa dibidang pemanfaatan material limbah sekam padi yang melimpah sebagai sumber silika alternatif yang lebih murah dan terjangkau, sintesis tanpa templat organik dapat menekan biaya produksi dan mengurangi dampak negatif;

b. Menambah khasanah berpikir mahasiswa dalam pemanfaatan sekam padi sebagai sumber silika pembuatan semen.

2. Bagi masyarakat a. Terciptanya pemanfaatan sekam padi sebagai sumber silika, sehingga

menguntungkan para petani beras; b. Terjangkaunya harga semen sehingga tidak meresahkan warga dalam upaya

pembangunan rumah, jalan, maupun ruko.

D. Pembatasan Masalah Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Objek Penelitian : mensintesis silika dari abu sekam padi dengan pengabuan temperatur 800oC selama 4 jam dan mengkarakterisasi silika abu sekam padi menggunakan Color Reader, spektrofotometer, FTIR, X-Ray Fluorence (XRF MiniPal4), serta X-Ray Difraction (XRD Philips X’Pert).

2. Subjek Penelitian : abu sekam padi.

2

Page 9: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

ix

GAGASAN Abu Sekam Padi

Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah, terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang paling bertautan (Aina, 2007). Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan gabah akan dihasilkan 16,3-28% sekam (Nugraha dan Setiawati, 2006). Sekam padi jenis IR 64 merupakan kategori varietas unggul nasional yang tahan terhadap wereng coklat dan wereng hijau, agak tahan bakteri busuk daun, dan tahan virus kerdil rumput (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2008).

Komposisi kimia sekam padi menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengandung beberapa unsur kimia penting yaitu sebagai berikut.

Tabel 1. Komposisi Kimia Sekam Padi Komponen Kandungan (%)

Menurut Suharno (1979) Kadar air 9,02 Protein Kasar 3,03 Lemak 1,18 Serat Kasar 15,68 Abu 17,71 Karbohidrat Kasar 33,71 Menurut DTC-IPB Karbon (arang) 1,33 Hidrogen 1,54 Oksigen 33,64 Silika 16,78

Sumber : badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2009) Sekitar 20% dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari

komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1986). Menurut Sarkawi (2003) sekam padi terdiri dari 34-44 % selulosa, 23-30 % lignin, 13-39% abu, dan 8-15% air. Abu dari hasil pembakaran sekam padi memiliki komponen kimia sebagai berikut.

Tabel 2. Komponen kimia Abu dari hasil pembakaran sekam padi Komponen Kandungan (%) SiO2 86.90 – 97.30 K2O 0.58 – 2.50 Na2O 0.00 – 1.75 CaO 0.20 – 1.50 MgO 0.12 – 1.96 Fe2O3 ~ 0,54 P2O5 0.2 – 2.85 SO3 0.1 – 1.13 Cl ~ 0.42

Sumber : Wen-Hwei (1986) dalam Jaya (2002) Abu sekam padi limbah pembakaran memiliki unsur yang bermanfaat untuk

peningkatan mutu semen. Abu sekam padi apabila dibakar secara terkontrol pada suhu

3

Page 10: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

x

tinggi (500-6000C) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai proses kimia (Putro, 2007). Aina (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kristalitas β-Ca2SiO4 dari abu sekam padi yang diabukan pada temperatur 6000C, 7000C, dan 8000C lebih tinggi dibandingkan dengan kristalitas β-Ca2SiO4 dari abu sekam padi yang diabukan pada temperatur 9000C. Pemanfaatan dan aplikasi dari abu sekam padi sebagai sumber silika sangat luas seperti dalam pembuatan semen, keramik, dan lain sebagainya.

Adapun persyaratan jenis jerami yang baik untuk digunakan: 1. Memiliki tingkat kekeringan yang cukup (kandungan air hanya 14-16% saja).

Idealnya digunakan jerami hasil panen saat musim kering dan langsung dijemur. Jangan sampai terkena hujan atau percikan air sekalipun. Jerami yang mengandung terlalu banyak air potensial untuk tempat hidup jamur dan serangga kecil.

2. Nampak cemerlang pada kulitnya sebagai pertanda memiliki kekuatan yang cukup dan belum mengempis rongga udaranya. Memiliki warna kuning cerah, sebagai pertanda belum lama dipanen. Bila terlalu lama disimpan warnanya berubah menjadi pucat atau lebih tua, tergantung pada cara penyimpanan. Masa penyimpanan yang lama dapat menyebabkan rongga udara mengempis. Untuk mengetahui apakah jerami masih baru saja dipanen atau lama disimpan, selain dengan jalan menunggui proses pemanenan juga dapat diketahui melalui bau yang ditimbulkan jerami. Jerami baru panen tidak berbau dan bila telah lama disimpan menghasilkan bau yang kurang sedap. Cek kepadatan jerami dapat juga dilakukan dengan menumpuknya kemudian diinjak, bila segera mengempis berarti kualitasnya kurang baik. Namun bila mengempis sesaat kemudian kembali lagi, berarti kualitasnya baik.

3. Ketebalan (diameter rongga) jerami secara rata-rata adalah sama, oleh karenanya yang perlu dipilih adalah panjang batang utama. Diperkirakan dibutuhkan panjang batang utama sekitar 20 cm, setelah dibersihkan dari cabang-cabangnya.

4. Memiliki berat yang secara rata-rata sama. Pengujian dapat dilakukan dengan mengambil kira-kira 20-30 batang kemudian ditimbang, demikian ambil lagi 20-30 batang yang lain kemudian ditimbang. (Mediastika,C.E, 2007)

Semen

Semen adalah hasil industri dari paduan bahan baku kapur atau gamping sebagai bahan utama dan lempung atau tanah liat sebagai bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk. Bila semen dicampurkan dengan air, maka terbentuklah beton (Desilia, 2011).

Fungsi semen secara umum adalah untuk merekatkan butiran-butiran agregat agar terjadi suatu massa yang padat. Kandungan silikat dan aluminat pada semen merupakan unsur utama pembentuk semen yang mana apabila bereaksi dengan air akan menjadi media perekat. Media perekat ini kemudian akan memadat dan membentuk massa yang keras (Tjokrodimuljo, 1996).

Semen yang beredar di pasaran harus memenuhi standar tertentu untuk menjamin konsisten mutu dan kualifikasi produk. SNI merupakan standar yang wajib dijadikan acuan untuk semen yang dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia. Jenis semen yang beredar di pasaran meliputi semen Portland Putih, semen Portland mengacu

4

Page 11: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xi

pada SNI 15-2049-2004, semen Portland Komposit mengacu pada SNI 15-7064-2004 dan semen Portland Pozolan mengacu pada SNI 15-0302-2004 (Tri Mulyono, 2005).

Batu kapur atau gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung atau tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa silika oksida (SiO2), alumunium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3), dan magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg (Desilia, 2011).

Komposisi Bahan Baku Sesuai dengan fungsinya, bahan mentah dalam industri semen dibagi atas tiga kelompok yaitu sebagai berikut.

1. Bahan mentah utama (Raw Materials) Bahan mentah ini merupakan bahan yang tidak bisa diganti kedudukannya dengan bahan lain, karena semen sebagian besar tersusun dari bahan ini, yaitu batu gamping dan batu lempung. Kedua bahan ini memegang peranan yang sangat pentig karena pada bahan ini mineral calcareous (CaCO3 > 75%) dan mineral argillaceaus (CaCO3 < 75%) terdapatnya atau berupa CaO. Pada adonan semen batu gampingmempunyai komposisi 70%-75% dan batu lempung 15%-20%.

2. Bahan korektif (Corrective Materials) Bahan korektof untuk pembuatan semen yaitu pasir besi (Fe2O3) dan pasir kuarsa (SiO2). Komposisi untuk adonan semen dari kedua bahan ini termasuk unsur minor karena berjumlah paling kecil. Pasir kuarsa mempunyai komposisi 0,5%-1,0%. Sedangkan pasir besi 0,0%-0,5% dari keseluruhan adonan semen. Bahan ini dipakai apabila terjadi kekurangan salah satu komponen pada pencampuran bahan-bahan mentah utama, misalnya kekurangan unsur CaO, SiO2 atau Al2O3 dalam adonan. Sedangkan pasir besi kadang-kadang dapat diganti atau bahkan tidak dipergunakan sama sekali, apabila unsur yang terkandung di dalamnya sudah tersedia.

3. Bahan tambahan (Additive Materials) Bahan tambahan yaitu gipsum, yang ditambahkan pada saat pembuatan semen sedang berlangsung, dicampurkan pada klinker atau ditambahkan pada raw-mix. Komposisi gipsum dalam semen yaitu sekitar 4%-6% dari keseluruhan bahan semen dan bahan ini dapat mengandung sulfat (SO4). Pada umumnya komposisi bahan pembentuk semen menurut Edy (2008) terdiri atas : a. Batu gamping = 70%-75% b. Batu lempung = 15%-20% c. Gipsum = 4%-6% d. Pasir kuarsa = 0,5%-1% e. Pasir besi = 0,0%-0,5% Batu gamping dengan kadar CaCO3 antara 80%-85% sangat baik sebagai bahan

baku semen karena lebih mudah digiling untuk menjadi homogen. Batu gamping sebagai bahan baku utama semen harus memenuhi syarat kimiawi tertentu yaitu CaO = 49%-55%; Al2O3 + Fe2O3 = 5%-12%; SiO2 = 1%-15%; MgO = <5%.

5

Page 12: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xii

Faktor kejenuhan batu gamping yang baik yaitu lebih dari 1,02 dan tidak boleh kurang dari 0,66. Faktor kejenuhan (Fk) dihitung dengan memakai persamaan sebagai berikut.

Faktor kejenuhan (Fk) = ������������ ���

����� ��������������������������

Batu lempung yang akan dipakai seagai bahan baku semen sebaiknya mempunyai kadar SiO2 lebih besar dari 70% dan Al2O3 lebih kecil dari 10%. Kedua unsur pembentuk batu lempung ini berfungsi sebagai bahan pengoreksi. Jika kadar Fe2O3 dalam batu lempung lebih kecil dari 10% maka perlu memakai bahan pengoreksi yaitu berupa pasir besi.

Gipsum (CaSO4.2H2O) dipergunakan sebagai bahan tambahan (additve material) pada pembuatan semen portland dengan jumlah antara 4%-6%. Fungsi gipsum disini sebagai redater, yaitu bahan yang dapat mengendalikan waktu pengerasan semen dan juga untuk menentukan kualitas semen. Komposisi kimia gipsum untuk bahan baku semen portland disyaratkan CaO= 30%-35% (sekitar 2/3 dari berat minimum SO3); SO3 = 40%-45%; H2O = 15%-25%; garam Mg dan Na = 0,1%; Hilang pilar = 9%; Ukuran partikel = 95%.

Dalam industri semen pasir kuarsa diipakai sebagai bahan koreksi bersama pasir besi, pyrite, bauxite, laterit, atau kaolin. Komposisi kimia yang disyaratkan adalah kadar SiO2 = 95%-99%; kadar Al2O3 = 3%-4%; kadar Fe2O3 = 0%-1%.

Pasir besi termasuk pada bahan korektif bersama pasir kuarsa. Untuk bahan baku semen portland komposisi pasir besi harus memnuhi kriteria SiO2 = 30%-45%; Fe2O3= 20%-35%; TiO2= 1%-3%; CaO= 7%-10%; H2O= 0%-1% (Julian bagus, 2010).

Sifat – Sifat Semen

Sifat fisika dan kimia masing-masing jenis semen menurut Julian Bagus (2010) memiliki karakteristik yang berbeda-beda yang harus memenuhi syarat kimia dan fisika. Untuk menjaga tetap terjaminnya mutu semen Portland maka syarat kimia dan fisika harus terus diperhatikan.

Syarat mutu tersebut antara lain kandungan senyawa dalam semen Portland, kehalusan semen, residu, hilang pijar dan lain-lain. Syarat utama kimia dan fisika. Sifat Fisika a) Pengikatan dan Pengerasan ( Setting Time dan Hardening ).

Mekanisme terjadinya setting dan hardening yaitu ketika terjadi pencampuran dengan air, maka akan terjadi air dengan C3A membentuk 3CaO.Al2O3.3H2O yang bersifat kaku dan berbentuk gel. Maka untuk mengatur pengikatan perlu ditambahkan gypsum dan bereaksi dengan 3CaO.Al2O3.3H2O, membentuk lapisan etteringete yang akan membungkus permukaan senyawa tersebut.

Namun karena ada peristiwa osmosis lapisan etteringete akan pecah dan reaksi hidarsi C3A akan terjadi lagi, namun akan segera terbentuk lapisan etteringete kembali yang akan membungkus 3CaO.Al2O3.3H2O kembali sampai gypsum habis. Proses ini akhirnya menghasilkan perpanjangan setting time. Peristiwa diatas mengakibatkan reaksi hidarsi tertahan, periode ini disebut Dormant Periode yang terjadi selama 1-2 jam, dan selama itu pasta masih dalam keadaan plastis dan mudah dibentuk, periode ini berakhir dengan pecahnya coating dan reaksi hidrasi terjadi kembali dan initial set mulai terjadi.

Selama periode ini beberapa jam, reaksi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan menghasilkan C–S–H (3CaO.SiO2) semen dan akan mengisi rongga dan membentuk

6

Page 13: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xiii

titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Pada tahap berikutnya terjadi pengikatan konsentrasi C–S–H yang akan menghalangi mobilitas partikel – partikel semen yang akhirnya pasta menjadi kaku dan final setting tercapai, lalu proses pengerasan mulai terjadi. b) Ketahanan Terhadap Sulfat dan asam

Beton atau mortar dari Portland semen dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh asam dari sekitarnya, yang umumnya serangan asam tersebut yaitu dengan merubah kontruksi-kontruksi yang tidak larut dalam air. Misalnya, HCl merubah C4AF menjadi FeCl2 Serangan asam tersebut terjadi karena CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dari semen yang terhidrasi membentuk kalsium karbonat yang tidak larut dalam air .pembentukan kalsium karbonat, sebenarnya tidak menimbulkan kerusakan pada beton tetapi proses berikutnya yaitu CO2 dalam air akan bereaksi dengan kalsium karbonat yang larut dalam air.

Reaksi : Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O CaCO3 + CO2 + H2O Ca (HCO3)2 Berbagai macam sulfat umumnya dapat menyerang beton ataupun mortar. Sulfat

bereaksi dengan (Ca(OH)2 dan kalsium aluminat hidrat, dan reaksi yang terjadi dapat mengahsilkan pengembangan volume sehingga akan terjadi keretakan pada beton.

Reaksi yang terjadi : 2(CaO.SiO2) + 6 H2O 3CaO.2SiO2.3 H2O + Ca(OH)2 2(CaO.SiO2) + 4 H2O 3CaO.2SiO2.3 H2O + Ca(OH)2 Ca(OH)2 + MgSO4 + 2 H2O Ca SO4. 2H2O + Mg(OH)2 3CaO.Al2O3.6H2O+3(CaSO4.2H2O)+2H2O 3CaO.Al2O3.3CaSO4. 2H2O

c) Kehalusan Kehalusan dapat mewakili sifat-sifat fisika lainnya terutama terhadap kekuatan,

bertambahnya kehalusan pada umumnya akan bertambah pula kekuatan, mempercepat reaksi hidarsi begitu pula waktu pengikatannya semakin singkat. d) Kuat Tekan ( Compressive Strength )

Kuat tekan merupakan sifat yang paling penting bagi mortar ataupun beton. Kuat tekan dimaksud sebagai kemampuan suatu material untuk menahan suatu beban tekan. Kuat tekan dipengaruhi oleh komposisi mineral utama. C2S memberikan kontribusi yang besar pada perkembangan kuat tekan awal, sedangkan C2S memberikan kekuatan semen pada umur yang lebih lama. C3A mempengaruhi kuat tekan sampai pada umur 28 hari dan selanjutnya pada umur berikutnya pengaruh ini semakin kecil. e) Panas Hidrasi

Panas hidrasi yaitu panas yang dihasilkan selama semen mengalami reaksi hidarsi. Reaksi hidarsi atau reaksi hidrolisis sendiri adalah reaksi yang terjadi ketika mineral-mineral yang terkandung didalam temperatur, jumlah air yang digunakan dan bahan-bahan lain yang ditambahkan. Hasil reaksi hidrasi, tobermorite gel merupakan jumlah yang terbesar, sekitar 50% Dari jumlah senyawa yang dihasilkan. Reaksi tersebut dapat dikemukakan secara sederhana, sebagai berikut :

2(CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2 2(3CaO.SiO2) + 6 H2O 3CaO.2SiO2.3 H2O + 3Ca(OH) 2 3CaO.Al2O3 + 6 H2O 3CaO.Al2O3.6 H2O 3CaO.Al2O3 + 6 H2O + 3CaSO4.2H2O 3CaO.Al2O3.3CaSO4.12H2O 4 CaO.Al2O3.Fe2O3 + XH2O 3CaO.Al2O3.6H2O + 3CaO.Fe2O3.6H2O

7

Page 14: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xiv

Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3 A akan bersifat mempunyai panas hidrasi yang lebih tinggi. Sifat Kimia a) Lime saturated Factor (LSF)

Batasan agar semen yang dihasilkan tidak tercampur dengan bahan-bahan alami lainnya. b) Magnesium oksida (MgO)

Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan persamaan reaksi sbb :

MgO + H2O Mg(OH)2 Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O Menjadi

magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar. c) SO3

Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat setting time (pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk kuat tekan. Karena kalau pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak digunakan adalah gypsum. d) Hilang Pijar (Loss On Ignition)

Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk mencegah adanya mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran. Kristal mineral-mineral tersebut pada umumnya dapat mengalami metamorfosa dalam waktu beberapa tahun, dimana metamorfosa tersebut dapat menimbulkan kerusakan. e) Residu tak larut

Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika mortar. f) Alkali (Na2O dan K2O)

Kandungan alkali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton maupun pada mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen tidak menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard mensyaratkannya. g) Mineral compound (C3S, C2S, C3A , C4AF)

Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral compound tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan mikroskopik yang mahal. Mineral compound tersebut dapat di estimasi melalui perhitungan dngan rumus, meskipun perhitungan tidak teliti. Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk jenis-jenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen type IV dan type V.

Salah satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan C3A dalam semen pada dasarnya adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan semen dan beton. Tetapi karena C3A bereaksi terhadap sulfat, maka untuk pemakaian di daerah yang mengandung sulfat dibatasi. Karena reaksi antara C3A dengan sulfat dapat menimbulkan korosi pada beton.

8

Page 15: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xv

Menurut Shinroku Saito (1985) semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Semen non-hidrolik, tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengikat dan mengeras di udara. Contoh : kapur tohor, aspal, dan gypsum.

2. Semen hidrolik, mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh : semen Portland, semen Terak, semen alam. Semen Portland merupakan campuran Silikat Kalsium dan Alumunium Kalsium yang dapat berhidrasi bila terdapat air (semen tidak mengeras karena pengeringan tetapi oleh reaksi hidrasi kimia yang melepaskan panas). Adapun reaks hidrasi kimia : Aluminium Kalsium : Ca

3Al

2O

6 + 6H

2O → Ca

3Al

2(OH)

12

Silikat Kalsium : Ca2SiO

4 + x H

2O → Ca

2SiO

4 . x H

2 O

(Ferdinan L.S and Andrew.P, 1985). Material semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan kohesif

yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa yang padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Apabila semen dicampur dengan air dan membentuk suatu adukan yang halus, bahan tersebut lambat laun akan mengeras sampai menjadi padat. Proses ini dikenal sebagai proses pemadatan dan pengerasan. Semen dikatakan telah memadat apabila telah mencapai kekakuan yang cukup untuk memikul suatu tekan tertentu yang diberikan, setelah itu ia akan berproses terus untuk suatu jangka waktu yang cukup lama hingga mengeras, yaitu untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar. Air didalam adukan melarutkan material pada permukaan butir-butir semen dan membentuk suatu koloida yang secara berangsur-angsur bertambah volume dan kekakuannya (Tjokrodimuljo, 1996). Cara Kerja

1. Proses pengambilan silika dari abu sekam

Gambar 1. Skema proses pengambilan silika dari abu sekam

sekam padi kotor

- dibersihkan dari pengotor- pencucian dengan air- pembilasan dengan aquades- pengkeringan

sekam padi kering

- pembakaran dalam drum pada suhu 3000C selama 60 menit- pengabuan pada suhu 8000C selama 4 jam- pendinginan selama 24 jam- pengerusan dan pengayakan sekam

Hasil

9

Page 16: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xvi

Sekam padi dibersihkan dari pengotor seperti jerami dan kerikil, kemudian dicuci dengan air, dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Sekam padi yang telah bersih dan kering ini dibakar dengan nyala api sehingga diperoleh arang sekam padi yang berwarna hitam. Pembakaran sekam menjadi arang dimaksudkan untuk menurunkan temperatur pengabuan. Jika sekam padi langsung diabukan tanpa melalui proses pembakaran menjadi arang terlebih dahulu maka panas yang diperlukan untuk menghasilkan abu akan sangat tinggi. Pengarangan sekam ini bertujuan untuk mendekomposisi senyawa organik dalam sekam. Warna hitam pada sekam mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa organik belum teroksidasi sempurna. Selanjutnya arang sekam ini diabukan dalam tanur pada temperatur 800oC selama 4 jam untuk menghilangkan komponen organik yang masih ada dan mengoksidasi karbon secara sempurna. Berdasarkan penelitian yang dilakukan hasil pengabuan yang akan diperoleh adalah abu sekam berwarna putih. Menurut Onggo dkk., (1988) dalam Bolle (2010) abu sekam yang berwarna putih menunjukkan kandungan silika yang tinggi. Dipilihnya temperatur 700oC untuk pengabuan karena berdasarkan penelitian Sayidatul, dkk(2010), pengabuan sekam pada temperatur 800oC akan menghasilkan abu dengan silika berstruktur amorf daripada pengabuan pada temperatur 600 dan 700oC yang menghasilkan abu dengan silika berstruktur kristal. Abu dengan struktur amorf lebih mudah dilebur dan mengoptimalkan silika yang dihasilkan. Abu sekam yang diperoleh kemudian digerus dan diayak dengan ayakan 250µm.

Karakterisasi abu sekam padi yang dihasilkan meliputi analisa warna dengan Color Reader, penentuan kadar karbon dengan spektrofotometer, identifikasi kualitas jumlah silika dengan FTIR, komponen kimia dari abu sekam padi menggunakan X-Ray Fluorence (XRF MiniPal4), serta kristalisasi dari abu sekam padi dikarakterisasi dengan X-Ray Difraction (XRD Philips X’Pert). Karakterisasi Abu Sekam Padi Berdasarkan Berbagai Penelitian yang Telah Dilakukan

1. Warna Analisa warna pada abu sekam padi pada suhu 8000C dilakukan dengan color

Reader (CR 10). Parameter L pada Color Reader menunjukkan tingkat kecerahan dari sampel dan nilainya berkisar 0= gelap dan 100 = terang. a* menunjukkan warna jingga sampai merah sedangkan b* menunjukkan warna kuning sampai biru. Berdasarkan hasil pengabuan tersebut didapatkan tingkat kecerahan L : 66,5, a* : 13,8 , b* : 7,5.

Menurut Yusmaniar (2007) pengabuan pada temperatur 6000C hingga 8000C menunjukkan sekam padi masih terbentuk struktur amorf. Namun, pada pemanasan 9000C terjadi transformasi fasa yaitu terbentuk kristal kristobaltit.

2. Kadar karbon

Penentuan kadar karbon dengan spektrofotometer dari abu sekam padi pada panjang gelombang 561 dimana 0,125 g dari hasil pengabuan ditambahkan reagen 1,25 mL dikromat yang berwarna jingga, 1,75 mL H2SO4 dimana karbon yang terdapat pada sekam padi mampu mereduksi Cr6+ menjadi Cr3+ dalam suasana asam sehingga diperoleh kadar sebesar 0,037%, berdasarkan persamaan di bawah ini :

Kadar C(%) = ppm kurva x L ekstra x 100% x mg sampel-1x fk Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh kadar karbon dari abu sekam padi

lebih sedikit. Penentuan kadar karbon dipengaruhi dari koreksi faktor kadar air,

10

Page 17: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xvii

dimana semakin besar kadar air maka semakin besar pula kadar karbonnya. Hal ini dimungkinkan air yang terdapat pada abu sekam padi bereaksi dengan karbondioksida yang terlarut pada air membentuk asam karbonat sehingga kadar karbon yang terhitung merupakan kadar karbon semu atau tidak sesungguhnya (Rompas, 1998). Adapun reaksinya:

Semakin besar kadar karbon pada abu sekam padi menunjukkan proses

pengabuan yang gagal karena pada proses pengabuan merupakan proses pembakaran sempurna dimana karbon akan bereaksi dengan oksigen membentuk karbondioksida dan diperoleh abu yang berwarna pytih dengan kandungan silika yang dominan, sehingga apabila kadar karbon pada abu sekam padi lebih banyak menunjukkan sedikit silika yang terbentuk (Sayidatul, 2010).

3. Identifikasi Kualitas Jumlah Identifikasi kualitatif jumlah silika (SiO2) dengan FTIR dari abu sekam padi.

Grafik 1. Spektrum FT-IR abu sekam padi setelah pemanasan 1.000oC (Yusmaniar,2007)

Dari hasil pengukuran FT-IR diperoleh data yang berupa spektrum yang dapat dilihat pada Gambar diatas puncak-puncak yang muncul merupakan puncak yang sangat khas untuk SiO2 yaitu pada daerah bilangan gelombang 3.440 cm-1 dan 1.630 cm-1merupakan puncak vibrasi dari gugus –OH dan puncak pada daerah 1.110 cm-1 hingga 467 cm-1merupakan puncak yang khas untuk gugus silan (Si-O-Si). Pada spektrum di atas muncul puncak yang sangat lemah pada daerah 3.472,06 cm-1 yang merupakan puncak untuk vibrasi dari gugus –OH. Puncak pada daerah 1.559,79 cm-1 merupakan vibrasidari ikatan hidrogen. Kemunculan dua puncak gugus –OH dan ikatan hidrogen ini menunjukkan adanya adsorpsi air selama proses sintesis. Intensitas gugus –OH yang sangat lemah menunjukkan bahwa SiO2 yang dihasilkan bersifat sangat hidrofobik. Meskipun mampu mengalami adsorpsi air, namun kemampuannya sangat kecil. Puncak-puncak daerah 1.095,67 cm-1, 792,79 cm-1, 620,12 cm-1 dan 471,08 cm-1merupakan puncak yang khas dari gugus (Si-O-Si). Adanya pergeseran-pergeseran puncak pada daerah bilangan gelombang tertentu disebabkan kondisi yang berbeda dari setiap senyawa. Namun kemunculan puncak-puncak khas ini tidak akan jauh dari jangkauan daerah khas untuk puncak gugus fungsi tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada suhu 8000C bahan-bahan organik diuraikan secara sempurna sehinga semakin banyak silika yang dihasilkan.

CO2 + H2O H2CO3

11

Page 18: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xviii

4. Kristalinitas Karakteristik abu sekam padi dilakukan dengan metode difraksi sinar-X

untuk mengetahui tingkat kristalinitas abu. Karakterisasi dengan difraksi sinar-X dapat memberikan informasi struktur kristal dalam abu sekam padi, kristalinitas silica dalam abu sekam padi tergantung pada temperatur dan lama pengabuannya.

Hasil difraktogram abu sekam padi yang diabukan pada suhu 8000C menunjukkan pola difraksi sinar – X dengan intensitas maksimum pada 2θ dari abu sekam yang diabukan pada suhu 8000C adalah 21,87 – 26,81 (d = 4,06 – 3,32).

Grafik 2. Difraktogram Abu Sekam Padi Yang Diabukan Pada Suhu 8000C

Pola difraksi sinar – X dari abu sekam padi yang diabukan menunjukkan

puncak yang melebar dan cenderung amorf, hal ini karena sekam padi merupakan polimer dengan rantai karbon yang panjang sehingga difrakrogram tidak menunjukkan puncak yang tajam atau kristal. Hal ini diperkuat pada penelitian Aina (2002: 11) dari hasil difraktogram abu sekam padi yang diabukan pada suhu 5000C, 6000C, 7000C dan 8000C menunjukkan kristalinitas yang rendah dan cenderung amorf, sedangkan sekam padi yang diabukan pada suhu 9000C menunjukkan puncak yang tajam dengan intensitas yang tinggi diidentifikasikan sebagai kristobalit. Sehingga kristalinitas dari abu sekam padi dipengaruhi oleh waktu dan suhu pengabuan yang optimum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa abu sekam padi yang diabukan pada suhu 8000C menunjukkan susunan kisi yang lebih rapat daripada abu sekam padi yang diabukan pada suhu 7000C dan 6000C.

5. Identifikasi Komponen Kimia Abu Sekam padi

Hasil pengukuran dengan X-Ray Fluoresence (MiniPal4) untuk mengetahui komponen kimia dari abu sekam padi dapat diketahui bahwa abu sekam padi tersebut mengandung unsur – unsur yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 3. Unsur-unsur yang terkandung dalam abu sekam padi Unsur Komponen Si 91.23% K 4.27 % Ca 2.786% Mn 0,58% Fe 0,283% Cu 0,068% Eu 0,256% Ni 0,02% Zn 0,007% Re 0,115%

12

Page 19: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xix

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa abu sekam padi mengandung komponen utama silikon (Si) hingga mencapai 91,2 %. Menurut Wen-Hwei (1986) dalam Jaya (2002) menyebutkan bahwa komponen kimia abu sekam padi (tabel 2.3) dominan adalah silika (SiO2) dengan jumlah sekitar 86,90 – 97,30 %. Nilai paling umum kandungan silika dari abu sekam adalah 94 - 96 % dan apabila nilainya mendekati atau di bawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi dengan zat lain yang kandungan silikanya rendah (Houston, 1972: 33).

Keuntungan Penggunaan Sekam Padi Sebagai Pembuatan Komposit Semen Silika amorphous yang dihasilkan dari abu sekam padi merupakan sumber

penting untuk menghasilkan silikon murni, karbid silikon, dan tepung nitrid silikon (Katsuki et al., 2005). Konversi sekam padi menjadi abu silika setelah mengalami proses karbonisasi juga merupakan sumber pozzolan potensil sebagai SCM (Supplementary Cementitious Material). Abu sekam padi memiliki aktivitas pozzolanic yang sangat tinggi sehingga lebih unggul dari SCM lainnya seperti fly ash, slag, dan silica fume.

Beberapa hasil ikutan industri dan pertanian seperti slag, fly ash, dan rice husk ash (abu sekam padi) ternyata merupakan polutan potensil yang dapat digunakan sebagai bahan subtitusi atau bahan tambahan semen. Penggunaan bahan pengganti sebagian semen (SCM) melalui komposisi campuran yang inovatif akan mengurangi jumlah semen yang digunakan sehingga secara ekologis dapat mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dan penggunaan konsumsi energi fosil bumi pada industri semen.

Penggunaan abu sekam padi dengan kombinasi campuran yang sesuai pada semen akan menghasilkan semen yang lebih baik (Singh et al., 2002). Abu sekam padi telah digunakan sebagai bahan pozzolan reaktif yang sangat tinggi untuk meningkatkan mikrostruktur pada daerah transisi interfase antara pasta semen dan agregat beton yang memiliki kekuatan tinggi. Penggunaan abu sekam padi pada komposit semen dapat memberikan beberapa keuntungan seperti meningkatkan kekuatan dan ketahanan, mengurangi biaya bahan, mengurangi dampak lingkungan limbah bahan, dan mengurangi emisi karbon dioksida (Bui et al., 2005).

Penggantian sebagian semen oleh abu sekam padi sebesar 40 % dalam pembuatan mortar dapat menghasilkan kekuatan yang baik dan ketahanan terhadap sulfat sehingga akan mengurangi semen yang digunakan, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan meningkatkan masa pakai mortar (Chindaprasirt et al., 2007). Penggunaan 10 % abu sekam padi dapat meningkatkan kekuatan tekan concrete yang menggunakan agregat pasir setelah 28 hari curing period sebesar 99,45 MPa dan kekuatan tarik pisah sebesar 7 MPa (Silva et al., 2008). Pembuatan sandcrete block yang dilakukan oleh Oyetola and Abdullahi (2006) menunjukkan bahwa penggantian optimum oleh abu sekam padi pada semen adalah 20 % untuk menghasilkan kekuatan tekan sebesar 36,5 MPa setelah 28 hari curing period. Penggantian 20 % abu sekam padi pada semen untuk mortar yang menggunakan agregat pasir menghasilkan kekuatan tekan mortar sebesar 54 MPa setelah 28 hari curing period (Chindaprasirt et al., 2007). Hasil-hasil penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan abu sekam padi sebagai pengganti sebagian semen efektif menaikkan kekuatan tekan komposit semen pada rasio abu sekam padi terhadap semen (abu sekam padi/semen + abu sekam padi) sebesar 20 % pada agregat batuan tidak reaktif. DTI (2003) menjelaskan bahwa penggunaan abu sekam padi/semen

13

Page 20: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xx

sampai 35 % masih dapat dilakukan untuk mencapai kekuatan tekan maksimum sedangkan penggunaan abu sekam padi/semen + abu sekam padi sebesar 50 % masih cukup efektif tetapi kekuatan komposit semen akan berkurang setelah 28 hari curing period. Ganesan et al. (2008) mengemukakan bahwa penggantian semen sebesar 30 % oleh abu sekam padi tidak menghasilkan efek menurun pada kekuatan mortar.

14

Page 21: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xxi

Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :

Tingkat kecerahan warna dari abu sekam padi semakin tinggi seiring kenaikan suhu pengabuan 8000C sebesar 66,5. Kadar air abu sekam padi dari hasil pengabuan pada 8000C sebesar 0,296 %. Kadar karbon (termasuk kontribusi kadar air) dari abu sekam padi 0,037%, jumlah kualitatif SiO2 dari abu sekam padi hasil pengabuan pada suhu pengabuan 8000C dengan FT-IR terdapat puncak yang sangat khas untuk SiO2 adalah puncak pada daerah 1.110 cm-1 hingga 467 cm-1, untuk komposisi kimia dari abu sekam padi yang dominan adalah Si hingga mencapai 91,2 %. Difraktogram dari abu sekam padi menunjukkan pola difraksi sinar X dengan kristalinitas yang rendah dan cenderung amorf.

Adapun keuntungan menggunakan sekam padi sebagai sumber silika yaitu abu sekam padi memiliki aktivitas pozzolanic yang sangat tinggi sehingga lebih unggul dari SCM lainnya seperti fly ash, slag, dan silica fume, penggunaan abu sekam padi dengan kombinasi campuran yang sesuai pada semen akan menghasilkan semen yang lebih baik (Singh et al., 2002), penggunaan 10 % abu sekam padi dapat meningkatkan kekuatan tekan concrete yang menggunakan agregat pasir setelah 28 hari curing period sebesar 99,45 MPa dan kekuatan tarik pisah sebesar 7 MPa (Silva et al., 2008), abu sekam padi dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan, mengurangi biaya bahan, serta mengurangi dampak terhadap lingkungan.

15

Page 22: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xxii

DAFTAR PUSTAKA Aina, H. Nuryono, dan Tahir, I. 2007. Sintesis Aditif Semen β-Ca2SiO4 Dari Abu

Sekam Padi Dengan Variasi Temperatur Pengabuan. Seminar Nasional “Aplikasi Sains dan Matematika Dalam Industri”UKSW. Salatiga: Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Sekam Padi Sebagai Sumber Energi Alternatif dalam Rumah Tangga Petani. Departemen Pertanian.

Bagus, Julian H.2010.Pengaruh Perbedaan Karakteristik Type Semen Ordinary Portland Cement (OPC) dan Portland Composite Cement (PCC) terhadap Kuat Tekan Mortar.Universitas Gunadarma.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008. Deskripsi Padi Varietas IR 64. Departemen Pertanian.

Bolle, T.C.M., 2010, Sintesis Silika Gel Terimobilisasi Dithizon Dari Abu Sekam Padi, Skripsi, Universitas Nusa Cendana, Kupang.

Bui, D. D., Hu, J. and Stroeven, P. 2005. Particle Size Effect on the Strength of Rice Husk Ash Blended Gap-Graded Portland Cement Concrete. Cement & Concrete Composites. 27: 357–366

Chindaprasirt, P., Kanchanda, P., Sathonsaowaphak, A., and Cao, H.T. 2007. Sulfate Resistance of Blended Cements Containing Fly Ash and Rice Husk Ash. Construction and Building Materials Journal. 21: 1356 – 1361.

Desilia.2011. Bahan Bangunan Beton dan Semen. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang.

DTI. 2003. Rice Husk Ash Market Study. DTI/Pub URN 03/668. United Kingdom: Brozeoak Ltd (Contractor).

Ferdinand L. Singer and Andrew Pytel,1985, Kekuatan Bahan, edisi ketiga, Erlangga,Jakarta.

Ganesan, K., Rajagopal, K., and Thangavel, K. 2008. Rice husk ash blended cement: Assessment of Optimal Level of Replacement for Strength and Permeability Properties of Concrete. Construction and Building Materials. 22 (8): 1675– 1683.

Hara. 1986. Utilization of Agrowastes for Buildinng Materials. Japan: International Research and Development Cooperation Division, AIST, MITI.

Houston, D.F, 1972, Rice Chemistry and Technology, American Association of Cereal Chemist Inc, Minnesota.

Jaya, A.T., Ariwibowo, D.S. 2002. Pengaruh Penambahan Abu Sekam Padi Pada Tanah Ekspansif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Katsuki, H., Furuta, S., Watari, T. and Komarneni, S.2005. ZSM-5 zeolite/porous carbon composite: Conventional- and Microwave-Hydrothermal Synthesis from Carbonized Rice Husk. Microporous and Mesoporous Materials. 86: 145–151.

Mulyono, Tri, 2004, Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta. Nugraha, S. dan Setiawati, J., 2006, Peluang Bisnis Arang Sekam, Balai Penelitian

Pascapanen Pertanian, Jakarta. Nuryono, 2004, Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Destruksi Silika Abu Sekam Padi

Carah Basa, Proseding Seminar Nasional MIPA diselenggarakan oleh FMIPA UNDIP, 4 Desember 2004

16

Page 23: STR Writing Competition (Sri Wuning & Mei Viantikasari)

xxiii

Putro, A.L. dan Prasetyoko, D. 2007. Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Silika Pada Sintesis Zeolit ZSM-5 Tanpa Menggunakan Templat Organik. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Sarkawi, S.S., Aziz, Y. 2003. Ground Rice Husk As Filler In Rubber Compounding. Jurnal Teknologi, 39(A) Keluaran Khas. Dis. 2003: 135–148. Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia.

Silva, F. G. da., Liborio, J. B. L., and Helene, P. 2008. Improvement of Physical and Chemical Properties of Concrete with Brazilian Silica Rice Husk (SRH). Revista Ingeniería de onstrucción Journal. 23 (1): 18 – 25.

Singh, N. B., Rai. S., and Chaturvedi, S. 2002. Hydration of Composite Cement. Progress in Crystal Growth and Characterization of Materials. 171-174.

Surdia, Tata dan Saito, Shinroku. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Tjokrodimuljo, K., 1996, Teknologi Beton, Nafiri, Yogyakarta. Umah, Saiyidatul. 2010. Kajian penambahan abu sekam padi dari berbagai Suhu

pengabuan terhadap plastisitas kaolin. Malang : Universitas Islam Negeri (Uin) Maulana Malik Ibrahim.

Yusmaniar and B.Soegijono. 2007. Pengaruh Suhu Pemanasan pada Sintesis Silika dari Abu Sekam Padi. Depok : UNJ.

17