stomatitis.docx

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stomatitis berasal dari bahasa yunani, stoma yang berarti mulut dan itis yang berarti inflamasi(radang). Stomatitis adalah inflamasi lapisan mukosa dari struktur apapun pada mulut, seperti pipi, gusi, lidah, bibir, dan atap dasar mulut. Peradangan dapat disebabkan oleh kondisi mulut itu sendiri, seperti kebersihan mulut yang buruk, kekurangan protein, penggunaan gigi palsu, atau karena mengkonsumsi makanan dan minuman yang terlalu panas, tanaman beracun atau kondisi yang mempengaruhi seluruh tubuh seperti penggunaan obat, reaksi alergi, terapi radiasi atau gangguan faktor sistemik. Anemia defisiensi besi yang parah juga dapat menyebabkan stomatitis. Dimana zat kekurangan zat besi akan mengakibatkan menurunnya kemampuan tubuh untuk regenerasi epitel terutama di mulut dan bibir. Kondisi ini juga lazim pada orang yang memiliki kekurangan vitamin B 2 (Riboflavin), B 3 (Niasin), B 6 (Piridoksin), B 9 (Asam Folat), B 12 (Cyanocobalamin). Tanda pada Stomatitis yaitu terjadi kemerahan, pembengkakan, dan kadang-kadang terjadi perdarahan pada daerah yang terkena. Bau mulut (halitosis) juga mungkin menyertai keadaan ini. Stomatitis terjadi semua kelompok umur dari bayi hingga dewasa. Stomatitis biasa kecil (diameter kurang dari 1cm ) sering mucul dalam satu

Transcript of stomatitis.docx

Page 1: stomatitis.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stomatitis berasal dari bahasa yunani, stoma yang berarti mulut dan itis yang

berarti inflamasi(radang). Stomatitis adalah inflamasi lapisan mukosa dari struktur

apapun pada mulut, seperti pipi, gusi, lidah, bibir, dan atap dasar mulut.

Peradangan dapat disebabkan oleh kondisi mulut itu sendiri, seperti kebersihan

mulut yang buruk, kekurangan protein, penggunaan gigi palsu, atau karena

mengkonsumsi makanan dan minuman yang terlalu panas, tanaman beracun atau

kondisi yang mempengaruhi seluruh tubuh seperti penggunaan obat, reaksi alergi,

terapi radiasi atau gangguan faktor sistemik.

Anemia defisiensi besi yang parah juga dapat menyebabkan stomatitis. Dimana

zat kekurangan zat besi akan mengakibatkan menurunnya kemampuan tubuh untuk

regenerasi epitel terutama di mulut dan bibir. Kondisi ini juga lazim pada orang yang

memiliki kekurangan vitamin B2 (Riboflavin), B3 (Niasin), B6 (Piridoksin), B9 (Asam

Folat), B12 (Cyanocobalamin).

Tanda pada Stomatitis yaitu terjadi kemerahan, pembengkakan, dan kadang-

kadang terjadi perdarahan pada daerah yang terkena. Bau mulut (halitosis) juga

mungkin menyertai keadaan ini. Stomatitis terjadi semua kelompok umur dari bayi

hingga dewasa. Stomatitis biasa kecil (diameter kurang dari 1cm ) sering mucul

dalam satu kelompok dan terdiri dari 2- 3 luka terbuka; biasanya akan menghilang

dengan sendirinya dalam 10 hari dan tidak meninggalkan jaringan parut.

Stomatitis dibagi menjadi 4 tipe :

1. Mycotic stomatitis.

2. Gingivo stomatitis.

3. Denture stomatitis.

4. Apthous stomatitis, dibagi menjadi 3 sub tipe, diantaranya :

Stomatitis aphtosa minor (MiRAS).

Stomatitis aphtosa major (MaRAS).

Ulserasi herpetiformis (HU).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja etiologi dari stomatitis?

2. Apa diagnosis dari stomatitis?

Page 2: stomatitis.docx

3. Bagaimanakah terapi stomatitis?

4. Bagaimana cara mencegah/pencegahan dari stomatitis?

1.3 Tujuan

Page 3: stomatitis.docx

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Mycotic stomatitis

2.1.1 Etiologi

Mycotic Stomatitis ialah kandidiasis selaput lendir mulut, biasanya mukosa, bukal,

dan lidah, dan kadang-kadang Palatum, Gusi (Gingiva), serta dasar mulut. Penyakit ini

biasanya menyerang bayi yang sakit atau lemah, individu dengan kondisi kesehatan yang

buruk, pasien dengan tanggap imun lemah, serta yang lebih jarang, pasien yang telah

menjalani pengobatan dengan antibiotik. Mycotic Stomatitis disebut juga acute

pseudomembranous dan oral candidiasis.

2.1.2 Diagnosis

Diagnosis klinis dapat berupa Stomatitis Aftosa Rekurens atau Oral Thrush yang

dapat dilihat dengan adanya infeksi mulut yang terlihat pada pemeriksaan makroskopis seperti

adanya plak putih berupa bahan lembut menyerupai gumpalan susu yang dapat dikelupas,

yang meninggalkan permukaan dengan perdarahan segar. Namun ada juga lesi yang berwarna

kombinasi merah dan putih

Komplikasi yang terjadi berupa gangguan makan, menelan serta penurunan berat

badan. Pertumbuhan candida di dalam mulut akan lebih subur bila disertai penggunaan

kortikosteroid, antibiotika, kadar glukosa tinggi dan imunodefisiensi.Sebagai bukti,

dianjurkan diadakan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan bahan pada rongga mulut

secara mikroskopik. Secara mikroskopik akan terlihat adanya sel-sel dan pseudomiselium

yang bertunas.

2.1.3 Pencegahan

a. Hindari mengkonsumsi makanan dan minuman yang menyebabkan iritasi pada mulut

b. Konsumsi cukup makanan bergizi terutama sayuran dan buah-buahan yang mengandung

vitamin c dan asam folat.

c. Menjaga kebersihan mulut dengan menyikat gigi 3 kali sehari

d. Perbanyak minum air putih

e. Kurangi atau jauhi aktivitas yang menyebabkan stress

f. Menjaga pola makan, pola hidup dan pergaulan sehat

g. Tidak menggunakan antibiotik atau kortikosteroid semaunya. Penggunaan antibitoik atau

kortikosteroid harus dengan anjuran dokter.

Page 4: stomatitis.docx

2.1.4 Terapi

a. Pemberian nistatin dan klotrimazol lokal di mulut tanpa diabsorpsi usus. Tidak boleh

disertai makan atau kumur-kumur agar didapat kontak yang maksimum.

b. Gentian Ungu paling baik digunakan untuk mycotic stomatitis (sariawan yang disebabkan

oleh jamur)

c. Ketokonazol menimbulkan respon terapeutik pada mycotic stomatitis yang sistemik

terutama apabila terjadi pada daerah mukokutan.

d. Amfoterisin B per IV adalah obat pilihan yang efektif apabila sudah mengenai organ

dalam.

e. Obat kumur lainnya yaitu Peridex dan Liserin

f. Terapi penyakit ini harus disertai dengan terapi penyebab penyakit penyebabnya apabila

kandidiasis disebabkan oleh suatu penyakit misalnya HIV/AIDS.

2.2 Gingivo Stomatitis

2.2.1 Etiologi

Gingivo stomatitis merupakan infeksi virus pada gusi dan bagian mulut lainnya, yang

menimbulkan nyeri. Gusi tampak berwarna merah terang dan terdapat banyak luka terbuka

yang berwarna putih atau kuning di dalam mulut. Penyebab utama gingivo stomatitis adalah

Borella Vincenti (bentuk seperti spiral) dan Bacillus Fusiformis (bentuk seperti lisong).

Gejala-gejala kinis terbagi dua :

1. Akut :

Onset yang cepatdan diawali dengan deman-deman (3-5 hari) panas atau suhu tubuh

tinggi sekali sehingga dapat menurun darahnya.

Rasa nyeri terbakar yang hebat.

Hipersalivasi.

Metalic taste ( rasa logam )

Tepi bebas gusi muda berdarah.

Nafsu merokok berkurang (bagi yang merokok)

Rasa pengecap terganggu

Merasa giginya extruded

Nyeri tekan pada giginya

Gigi terasa agak goyang.

Kelenjar regloner agak membesar

Page 5: stomatitis.docx

2. Kronis :

Adanya erosi dari gingiva dan interdental papil

Ada perdarahan sedikit

Hiperplasi dari jaringan gingiva

Bil gusi ditekan keras merasa sedikit sakit

2.2.2 Diagnosa

a. Sel darah putih (WBC) biasanya menurun

b. Pemeriksaan kultur bakteri dan virus.

c. Pemeriksaan fisik:

Inflamasi

Perdarahan

Retraksi

Perubahan warna

d. Pemeriksaan penunjang tidak terlalu dibutuhkan, jika pasien mengalami batuk, demam

dan nyeri otot

e. Biopsy dari lesi kulit.

2.2.3 Terapi

a. Antibiotik dosis tinggi.

b. Kumur-kumur H2O2 1,5% .

c. Kumur-kumur Na-bicarbonat 10%.

d. Jaringan di atas marginal gingival dan interdental papil harus di angkat dengan hati-hati

memekai kapas yang dibasahi dengan H2O2 3%.

2.2.4 Pencegahan

a. Istirahat total

b. Menghentikan minuman alkohol/ menghisap rokok

c. Jangan menggosok gigi dulu, sampai keadaan mereda, jadi cukup dengan kumur-kumur

saja

d. Makan yang lunak-lunak

e. Menghindari makanan yang pedas-pedas.

2.3. Denture stomatitis atau Chronic stomatitis

2.3.1 Etiologi

Denture stomatitis adalah suatu proses inflamasi pada mukosa mulut dengan bentuk

utama atropik dengan lesi erythematous dan hiperplastik. Suatu istilah yang digunakan untuk

Page 6: stomatitis.docx

menjelaskan perubahan-perubahan patologik pada mukosa penyangga gigi tiruan di dalam

rongga mulut.Perubahan-perubahan tersebut ditandai dengan adanya eritema di bawah gigi

tiruan lengkap atau sebagian baik di rahang atas maupun di rahang bawah. Budtz-Jorgensen

mengemukakan bahwa denture stomatitis dapat disebabkan oleh bermacam- macam faktor

yaitu: trauma, infeksi, pemakaian gigi tiruan yang terus-menerus, oral hygiene jelek, alergi,

dangan gangguan faktor sistemik. Oleh karena itu, gambaran klinis maupun gambaran

histopatologis juga bervariasi, sehingga perawatannyapun perlu dilakukan dengan berbagai

cara sesuai dengan kemungkinan penyebabnya.

2.3.2 Diagnosis

Pada umumnya diagnosis ditegakkan berdasarkan tampilan klinis dan swab dari

daerah gigi palsu yang dilekatkan pada gigi. Biopsi jaringan tidak biasa di indikasikan

namunakan menunjukan bukti histologis dari respon proliferasi atau degeneratf, serta

penurunan keratninisasi dan atrofi epitel.

2.3.3 Pencegahan

Aspek paling penting dari penanganan stomatitis dentura adalah menjaga dan

meningkatkan kebersihan gigi palsu, seperti melepas gigi palsu sebelum tidur pada malam

hari, melekukan desinfeksi dan pembersihan, dan di simpan dalam larutan antiseptik,

larutanya dapat berupa alkalin hipoklorit.

2.3.4 Terapi

Sedangkan untuk resolusi dari infeksi mukosa daapt digunakan obat-obatan anti fungi

topikal seperti nystatin, amphotericin, miconazole, fluconazole atau itraconazole. Sering juga

di anjurkan obat kumur anti mikroba seperti chlorhexidine.

2.4. Apthous Stomatits

Stomatitis aphtosa adalah suatu ulserasi soliter atau multipel yang terasa nyeri yang

terjadi pada mukosa bibir, mulut atau lidah dan pada mukosa sublingual, palatum atau

ginggiva. Lesi dapat muncul pada awalnya sebagai papula berindurasi, eritamosa yang mudah

mengalami erosi menjadi ulkus nekrotil berbatas tegas dengan eksudat fibrinosa kelabu dan

dan halo eritematosa.

2.4.1 Etiologi

Etiologi dari stomatitis aphthosa sampai sekarang belum dapat dipastikan. Ada yang

berpendapat oleh karena peradangan micro-organisme dalam mulut misalnya micrococcus

catarrhalis. Ulser pada SAR bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang

memungkinkannya berkembang menjadi ulser. Keadaan ini mungkin menggambarkan

Page 7: stomatitis.docx

manifestasi oral dari sejumlah keadaan. Peraturan sistem imun seluler lokal yang berubah,

setelah aktivasi dan akumulasi sel T sitotoksik, dapat turut menyebabkan kerusakan mukosa

setempat.

Faktor-faktor predisposisi juga mempengaruhi antara lain:

1. Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS

Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandung SLS yaitu agen berbusa

paling banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang dapat

berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SLS

yang dapat menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap

iritasi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa peserta yang menggunakan pasta gigi

yang bebas SLS mengalami sariawan yang lebih sedikit. Penurunan ini ditemukan setinggi

81% dalam satu penelitian. Studi yang sama juga melaporkan bahwa subjek penelitian merasa

bahwa sariawan yang mereka alami kurang menyakitkan daripada pada saat mereka

menggunakan pasta gigi yang menggandung SLS.

2. Trauma

Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma.

Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah

adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat

berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau

minuman terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan

dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan

sebagai faktor pendukung.

3. Genetik

Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang

menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human

leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang

sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke

epitelium. Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar

kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan

menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga

SAR.

Page 8: stomatitis.docx

4. Gangguan imunologis.

Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya

disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian

mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien SAR sehingga

menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari

limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui. Menurut

Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya SAR.

Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran IgA, total

protein, dan aliran saliva. Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik

sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR.9

Stress

Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan

lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres

dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser

stomatitis rekuren ini.

5. Defisiensi nutrisi

Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita

defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13%

defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi

dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam

folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami

perbaikan.

Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2 dan

B6. Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-

vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi

ketiganya. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang

cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.

Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi

dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR yang persisten

sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun. Beberapa peneliti lain juga

mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink pada pasien SAR karena pemberian

preparat Zink pada pasien SAR menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink

pada pasien SAR pada umumnya normal

Page 9: stomatitis.docx

6. Hormonal

Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang

mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal.

Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron. Dua hari sebelum

menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara mendadak. Penurunan

estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke

perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut,

memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap

jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron

dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut.

7. Infeksi bakteri

Graykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966 pertama kali menemukan adanya

hubungan antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan lesi SAR dengan penelitian lebih

lanjut ditetapkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai penyebab SAR. Donatsky dan

Dablesteen mendukung pernyataan tersebut dengan melaporkan adanya kenaikan titer

antibodi terhadap Streptokokus sanguis 2A pada pasien SAR dibandingkan dengan kontrol.

Alergi dan sensitivitas

Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas)

terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini

dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi

tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok

yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau

bahan tambalan serta bahan makanan., Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang

sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang

timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan

pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.

8. Obat-obatan

Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen

kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada

resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR.

Page 10: stomatitis.docx

9. Penyakit Sistemik

Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi

pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan

adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh

dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut

adalah penyakit Behcet’s, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS,

dan sindroma Sweet’s.

10. Merokok

Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang

menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang

lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok.

Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok.

Klasifikasi

Stomatitis aphthosa berdasarkan klasifikasinya dibagi menjadi 3:

1. Stomatitis aphtosa minor

Tipe minor mengenai sebagian besar pasien SAR yaitu 75% sampai dengan 85% dari

keseluruhan SAR, yang ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat dan oval, dangkal,

dengan diameter 1-10 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematous.

Ulserasi dari tipe minor cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti

mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi biasa tunggal atau merupakan

kelompok yang terdiri atas 4-5 ulser dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa

meninggalkan bekas jaringan parut.

Page 11: stomatitis.docx

2. Stomatitis aphtosa mayor

Tipe mayor diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah dari tipe minor.

Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar 1-3 cm, berlangsung selama 2

minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk

daerah-daerah berkeratin.

Ulser yang besar, dalam serta bertumbuh dengan lambat biasanya terbentuk dengan

bagian tepi yang menonjol serta eritematous dan mengkilat, yang menunjukkan bahwa terjadi

edema. Selalu meninggalkan jaringan parut setelah sembuh dan jaringan parut tersebut terjadi

karena keparahan dan lamanya ulser.

Stomatitis Aphtosa Rekuren tipe mayor

3. . Ulserasi Herpetiformis

Ulserasi Herpetiformis adalah suatu ulkus yang memiliki vesikel yang berkelompok.

Istilah herpetiformis pada tipe ini dipakai karena bentuk klinisnya (yang dapat terdiri dari 100

ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetic primer, tetapi

dalam hal ini virus herpes tidak mempunyai peran etiologi pada SAR tipe herpetiformis. SAR

tipe herpetiformis ini jarang terjadi yaitu sekitar 5% - 10% dari kasus SAR. Sekitar sepertiga

penderita dengan stomatitis aftosa kambuhan memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini.

Page 12: stomatitis.docx

Suatu ulkus berkelompok dengan rasa nyeri yang dikelilingi oleh bagian tepi yang

eritematous, yang berbentuk bulat atau oval, lesi timbul dengan kelompok sedikit sampai

banyak, berdiameter 1-2 mm yang cenderung bergabung menjadi plak dan bila ulser

bergabung bentuknya menjadi tidak teratur. Setiap ulser berlangsung selama satu hingga dua

minggu dan biasanya sembuh dalam 7-10 hari. Ketika sembuh tidak akan meninggalkan

jaringan parut. Terapi dengan pemberian suspensi oral tetrasiklin dapat mengurangi intensitas

ulkus herpetiformis.

Stomatitis tipe herpetiformis

2.4.2 Diagnosa

Page 13: stomatitis.docx

Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser. Biasanya

pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan terbakar pada mulutnya, lokasi ulser

berpindah-pindah dan sering berulang. Harus ditanyakan sejak dari umur berapa terjadi, lama

(durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan faktor 18 predisposisi juga harus

dicatat. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulser pada bagian mukosa mulut dengan

bentuk yang oval dengan lesi ±1 cm yang jumlahnya sekitar 2-6. Pemeriksaan tambahan

diperlukan seperti pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung sembuh.

2.4.3 Terapi

Terapi stomatitis aftosa rekuren tidak memuaskan dan tidak ada yang pasti. Terapi

dilakukan secara siptomatik. Telah banyak obat yang dicoba menanggulangi stomatitis namun

tidak ada yang efektif. Penatalaksanaan stomatitis aftosa rekuren ditujukan untuk mengurangi

rasa sakit, atau mencegah timbulnya lesi baru. Rasa sakit dapat dikurangi dengan cara

menghindari makanan yang berbumbu, asam, atau minuman beralkohol. Anastetikum topikal

merupakan obat yang umumnya digunakan dalam pengobatan stomatitis. Pengolesan

anastetikum sebelum makan dapat mengurangi rasa sakit.

Faktor predisposisi yang berperan perlu ditelusuri agar dapat meringankan penderitaan

pasien. Tujuan dari pengobatan adalah untuk meringankan penderitaan pasien yang harus

berdampingan engan ulserasi sepanjang hidupnya. Pasien perlu diyakinkan bahwa stomatitis

aftosa rekuren bukan suatu penyakit yang berbahaya walaupun merepotkan. Dengan adanya

keyakinan tersebut kemungkinan tidak diperlukan pengobatan sistemik, covering agent atau

kumur antiseptik.

Masa perjalanan dapat dipersingkat dengan pemberian kortikosteroid topikal, seperti

triamcinolone acetonide 0,1% dalam orabase yang bersifat adesif. Contoh lain adalah

fluocinonide gel yang lebih kuat dan rasanya lebih enak. Obat dioleskan pada ulserasi 4–8 kali

sehari. Untuk lesi yang parah dapat diberikan kortikosteroid sistemik. Lesi akan segera

sembuh sehingga memperpendek perjalanan lesi selama obat digunakan. Penggunaan secara

sistemik perlu berhati–hati karena apabila terlalu lama digunakan dapat menimbulkan efek

samping. Beberapa ahli ada yang mencoba tetrasiklin yang dipakai secara topikal atau

sistemik. Penggunaan secara topikal dilakukan dengan melarutkan obat dalam 30 mL air dan

digunakan sebagai obat kumur.

Page 14: stomatitis.docx

Obat–obat sistemik seperti levamisole, inhibitor monoamine oksidase, thalidomide

atau dapsone digunakan untuk penderita yang sering mengalami ulserasi oral yang serius.

Tetapi, penggunaan obat–obat ini harus dipertimbangkan efektifitas serta efek sampingnya.

Untuk pasien dengan gangguan hematologi maka terapi yang diberikan kepada pasien

anemia karena kekurangan zat besi adalah tablet zat besi yang berisi ferrous sulfate, ferrous

gluconate, dan ferrous fumarate yang diberikan peroral. Respon tubuh pada terapi biasanya

cepat, sel darah merah akan kembali normal setelah 1-2 bulan. Oleh sebab itu pasien

diberikan sulemen yang berisi zat besi 2x1 sehari yang diminum selama dua minggu.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa lidah buaya memiliki khasiat bagi kesehatan

terutama untuk mukosa mulut antara lain sebagai analgesik, antiseptik, dan antiinflamasi

karena bahan yang terkandung antara lain aloktin A dan asam salisilat.

Page 15: stomatitis.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. http://Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27287/4/chapter

%2011.pdf

2. Buku harrison.

3. Handout gigi.

4. http://en.m.wikipedia.org/wiki/Denture-related_stomatitis.