STOMATITIS

50
STOMATITIS Radang mulut atau stomatitis adalah gangguan yang berupa radang pada selaput lendir rongga mulut. Radang pada alat terterntu dalam rongga mulut mungkin diberi istilah khusus, misalnya radang lidah (glositis), radang gusi (gingivitis), radang langit-langit (palatitis), secara klinis gangguan pada mulut ditandai dengan anoreksia, partial atau total, hipersalivasi dan sering diikuti dengan penutupan bibir agak kuat (smacking). Proses radang bias bersifar primer atau sekunder, sebagai akibat ikutan dari penyakit sistemik II. Kejadian Penyakit Radang mulut hampir terjadi setiap waktu. Proses radang mungkin terjadi dan lolos dari pengamatan pemilik hewan penderita III. Etiologi Secara primer kejadian yang terbanyak disebabkan oleh penyebab yang bersifat fisik, misalnya benda asing yang ikut termakan seperti potongan kayu kawat duri dan sebagainya. Juga penggunakan alat-alat kedokteran seperti pembuka mulut, dapat menyebabkan radang traumatic bila tidak hati-hti menggunakannya. Gigi yang salah arah tumbuhnya dapat menyebabkan radang pad gusi, lidah dan pipi. Secara teori apabila termakan atau sengaja diberikan bahan kimia juga dapat menyebabkan iritasi jaringan selaput lender yang mungkin berlanjut dapat menyebabkan radang pada mulut. Radang sekunder timbul sebagai kelanjutan dari penyakit menular maupun tidak menular yang disebabkan oleh kuman virus dan jamur. Virus akan mengakibatkan lesi jaringan yang beraneka ragam manifestasinya. Infeksi jamur terjadi setelsh keadaan setempat bersifat mendukung untuk pertumbuhan jamur. Kondisi tubuh yang menurun, infeksi viral dan penggunaan antibiotic yang berlebihan sering merupakan factor prediposisi untuk bertumbuhnya jamur IV. Patogenesis Pada kejadian primer oleh kerjaan agen penyebab radang, akan berbentuk lesi pada selaput lendir mulut. Karena adanya radang

description

tugas

Transcript of STOMATITIS

Page 1: STOMATITIS

STOMATITIS

Radang mulut atau stomatitis adalah gangguan yang berupa radang pada selaput lendir rongga mulut. Radang pada alat terterntu dalam rongga mulut mungkin diberi istilah khusus, misalnya radang lidah (glositis), radang gusi (gingivitis), radang langit-langit (palatitis), secara klinis gangguan pada mulut ditandai dengan anoreksia, partial atau total, hipersalivasi dan sering diikuti dengan penutupan bibir agak kuat (smacking). Proses radang bias bersifar primer atau sekunder, sebagai akibat ikutan dari penyakit sistemik

II. Kejadian PenyakitRadang mulut hampir terjadi setiap waktu. Proses radang mungkin terjadi dan lolos dari

pengamatan pemilik hewan penderita

III. EtiologiSecara primer kejadian yang terbanyak disebabkan oleh penyebab yang bersifat fisik,

misalnya benda asing yang ikut termakan seperti potongan kayu kawat duri dan sebagainya. Juga penggunakan alat-alat kedokteran seperti pembuka mulut, dapat menyebabkan radang traumatic bila tidak hati-hti menggunakannya. Gigi yang salah arah tumbuhnya dapat menyebabkan radang pad gusi, lidah dan pipi. Secara teori apabila termakan atau sengaja diberikan bahan kimia juga dapat menyebabkan iritasi jaringan selaput lender yang mungkin berlanjut dapat menyebabkan radang pada mulut.

Radang sekunder timbul sebagai kelanjutan dari penyakit menular maupun tidak menular yang disebabkan oleh kuman virus dan jamur. Virus akan mengakibatkan lesi jaringan yang beraneka ragam manifestasinya. Infeksi jamur terjadi setelsh keadaan setempat bersifat mendukung untuk pertumbuhan jamur. Kondisi tubuh yang menurun, infeksi viral dan penggunaan antibiotic yang berlebihan sering merupakan factor prediposisi untuk bertumbuhnya jamur

IV. PatogenesisPada kejadian primer oleh kerjaan agen penyebab radang, akan berbentuk lesi pada

selaput lendir mulut. Karena adanya radang terjadi kebengkaan yang diertai dengan nyeri. Hal tersebut akan merangsang keluarnya air liur yang berlebihan. Juga karena rasa nyeri nafsu makan akan tertekan. Pada radang yang bersifat sekunder, patogenesisnya belum diketahui secara pasti

V. Pemeriksaan patologis anatomisPerubahan yang dijumpai pada radang mulut bervariasi tergantung dari macam dan

derajat radang. Secara umum perubahan tersebut meliputi kongesti jaringan yng bersifat difus hingga selaput lender jadi bengkak; apabila terdapat lepuh, vesikula dengan cairan jernih di dalamnya. Lepuh yang pecah akan segera diikuti dengan kematian jaringan. Dapat pula setelah pecah lepuh berbentuk tukak, ulsera hingga terjadi radang yang sifatnya ulceratif. Pada radang papulosa biasanya melanjut dengan pembentukan jaringan granulomatosa. Proses radang yang meluas yang disertai dengan pembusukan jaringan akan dijumpai pada radang flegmonosa.

Page 2: STOMATITIS

VI. GejalaGejala klinis yang ditemukan bervariasi tergantung jenis radang maupun penyebabnya.

Secara garis besar gejala tersebut berupa, hilangnya nafsu makan, rasa sakit waktu mengunyah, penderita berulang kali membuka mulut, hipersalivasi, mulut berbau busuk disertai dengan kenaikan suhu. Apabila disertai dengan kenaikan suhu, biasanya kenaikan tersebut tidak begitu menyolok. Pada radang yang disebabkan oleh infeksi kuman, tidak jarang suhu akan naik sesuai dengan derajat infeksi serta reaksi tubuh

VII. PrognosaDalam keadaan ringan, radang primer dapat sembuh, baik dengan atau tanpa pengobatan.

VIII. TerapiMeskipun tidak selalu mudah perlu diusahakan membersihkan mulut dengan air atau

larutan antiseptik. Secara lokal dapat digunakan larutan antiseptik Tembaga sulfat 2 %, Borax gliserin 1%, Iodium tincture 5 – 10 %. Dengan menghebatnya proses radang, yang berarti terjadi mobilisasi seluler, pada akhirnya kesembuhan preimer dapat dipercepat. Pada kejadian infeksi yang berat, penggunaan preparat Sulfonamide atau antibiotik sangat dianjurkan. Pemberian preparat antihistamin dapat pula diberikan. Pada kejadian radang mulut mikotk, biasanya memngenai 1 – 5% dari kolompok hewan yang diberi pakan yang sama, perlu diatasi dengan penggantian pakan. Selanjutnya pengobatan topikal juga dianjurkan, juga dapat diberikan Povidon Iodine yang diberikan dengan cara dioleskan pada mulut pada bagian yang mengalami keradangan, dan sebagai antibiotiknya dapat diberikan Cotrimoxazole 2 kali sehari seperempat sendok teh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam pemeriksaan pasien untuk menentukan suatu diagnosa, perlu diperhatikan hal-hal yang penting seperti: signalemen, anamnesa, status praesens, yang didapat melalui pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus. Signalemen berisi tentang data pasien yaitu nama, spesies, ras, kelamin, umur, bulu dan warna, berat badan, tanda-tanda lain yang penting, dan data klien yaitu nama dan alamat. Anamnesa merupakan riwayat atau sejarah kejadian penyakit yang dapat berupa immediate history atau sejarah pada waktu kejadian atau sekarang, dan post history atau riwayat yang terjadi sebelumnya. Pemeriksaan umum dapat dilakukan dengan inspeksi atau melihat, palpasi atau meraba, dan perkusi serta auskultasi.

Berdasarkan anamnesa dan status praesens yang didapat setelah dilakukan pemeriksaan terhadap seekor ular ternyata diperoleh diagnosa bahwa ular tersebut menderita stomatitis, Stomatitis merupakan suatu keadaan dimana hewan menjadi susah atau tidak mau makan karena adanya keradangan pada rongga mulut (Subronto,1985). Stomatitis ditunjukkan dengan adanya bintik- bintik warna merah pada rongga mulut dan adanya rasa sakit pada waktu menelan disertai dengan rasa nyeri, dan dari anamnesa yaitu tidak mau makan selama 1 bulan, ular tersebut habis ganti kulit, ada luka pada bibir bawah konsistensi feses normal. Stomatitis disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri dan jamur juga disebabkan karena adanya benda asing yang masuk ke dalam mulut juga pertumbuhan gigi yang tidak teratur, malformasi gigi, adanya infeksi atau iritasi mulut atau oleh adanya masukntya benda asing pada mulut.

Page 3: STOMATITIS

Penanganan yang dilakukan untuk ular adalah dengan Povidon Iodine 10 % pemberiannya dengan cara dioleskan pada bagian mulut yang mengalami keradangan. Penanganan juga diberikan Cotrimoxozole yang berbentuk sirup, diberikan 2kali sehari 0,25 sendok tea dengan menggunakan spuit. Pemberian Povidone Iodine bertujuan untuk mengurangi rasa sakit. Sedangkan pemberian Cotrimoxazole bertujuan untuk menghindari terjadinya infeksi yang berlanjut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesa dan satus praesens dapat disimpulkan bahwa ular menderita stomatitis.

DAFTAR PUSTAKA

Harsini. S., dkk, 2002, Diktat Kuliah Farmakologi, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.Hoskins. P., dkk, 1966, Second Edition, American Veterinary Publications, Inc.Subronto, M. Sc. Prof. Dr., 1985, Ilmu Penyakit Ternak I, Penerbit Gadjah Mada University Press Jogjakarta.

BAB IIKONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KEADAAN PRE

DAN POST OPERATIF

2.1 Pengertian dan Jenis Komunikasi

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan

individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry

(1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik.

Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik.

Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau

dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat

memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan

personal.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984) dan Tappen (1995)

ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara

terapeutik.

Page 4: STOMATITIS

2.2 Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien

(Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah

proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar,

bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi

interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien.

Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya rasa saling membutuhkan antara

perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat

dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.

Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan

pada pertumbuhan klien meliputi :

a         Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.

b        Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

c         Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dengan

kapasitas untuk mencintai dan dicintai.

d        Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan

personal yang realistik.

2.2.1 Komponen Komunikasi Terapeutik

Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut

(Hamid,1998) :

a)      Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.

b)      Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.

c)      Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.

d)     Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.

e)      Konteks tatanan di mana komunikasi terjadi.

Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen

struktur ini maka masalah – masalah  yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat

diidentifikasi. Menurut Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat

memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.

Karakteristik tersebut antara lain : (Suryani, 2005)

Page 5: STOMATITIS

a.       Kejujuran (Trustworthy)

Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai

terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan

terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat

dapat dipercaya.

b.      Tidak Membingungkan dan Cukup Ekspresif

Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata–kata  yang mudah

dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang

disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.

c.       Bersikap Positif

Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan

penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan,

ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.

d.      Empati Bukan Simpati

Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan karena dengan sikap ini

perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan

dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan

masalah bagi klien karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya,

tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang

dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat

permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.

e.       Mampu Melihat Permasalah Klien dari Kacamata Klien

Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien (Taylor

dkk, 1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien

perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat

harus menggunakan teknik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien.

Jika perawat menyimpulkan secara tergesa–gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan

ungkapan klien akibatnya dapat fatal karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak

sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu

bahkan merusak klien.

f.       Menerima Klien Apa Adanya

Page 6: STOMATITIS

Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam

menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan

nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.

g.      Sensitif Terhadap Perasaan Klien

Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika

tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung

perasaan klien.

h.      Tidak Mudah Terpengaruh oleh Masa Lalu Klien ataupun Diri Perawat Sendiri.

Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak

akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika

ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.

2.3 Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik

Struktur dalam komunikasi terapeutik menurut Stuart G.W.,1998, terdiri dari empat fase

yaitu :

1.      Fase Preinteraksi

Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas

perawat pada fase ini yaitu :

a)      Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasannya.

b)      Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk

memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu

belajar kembali, diskusi teman kelompok.

c)      Mengumpulkan data tentang klien sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi.

d)     Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan

klien.

2.      Fase Orientasi

Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali

bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan

langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini

adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan serta membantu

Page 7: STOMATITIS

klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini

antara lain :

a)      Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka.

Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas,

menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien.

b)      Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah

interaksi. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu tempat, waktu dan topik

pertemuan.

c)      Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien

mengekspresikan perasaannya, maka teknik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.

d)     Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila

tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi

(Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005). Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara

lain :

                                                i.          Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan.

                                              ii.          Memperkenalkan diri perawat.

                                            iii.          Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk

berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.

                                            iv.          Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi

penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.

                                              v.          Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau

kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan

fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan

utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi atau validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan

kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.

                                            vi.          Menyepakati masalah. Dengan teknik memfokuskan perawat bersama klien

mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.

Page 8: STOMATITIS

Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi

adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan

mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.

3.      Fase Kerja

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap ini perawat

bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien. Perawat dan klien mengeksplorasi

stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi,

perasaan dan perilaku klien. Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah

ditetapkan. Teknik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain

mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan

menyimpulkan (Geldard, D, 1996. dikutip dari Suryani, 2005).

4.      Fase Terminasi

Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah

terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.

Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien

akan pulang. Perawat dan klien bersama – sama meninjau kembali proses keperawatan yang

telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik,

perawat menggunakan konsep kehilangan.

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:

a)      Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;

b)      Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara

menyeluruh.

Tugas perawat pada fase ini adalah :

a)      Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan. Evaluasi ini disebut evaluasi

objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan

tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat

berguna pada tahap terminasi (Suryani, 2005).

b)      Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi

atau setelah melakukan tindakan tertentu.

c)      Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut

pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi

Page 9: STOMATITIS

yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut

klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.

d)     Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati yaitu topik, waktu

dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir adalah bahwa

pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.

2.4 Sikap Komunikasi Terapeutik

Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi

komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :

1.      Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.

2.      Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan

menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

3.      Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau

mendengar sesuatu.

4.      Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk

berkomunikasi.

5.      Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam

memberi respon kepada klien. Selain hal – hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi

melalui perilaku non verbal.

Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :

1.      Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya

tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.

2.      Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.

3.      Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang

seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.

4.      Ruang, memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan

pada norma-norma social budaya yang dimiliki.

5.      Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling

personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar

belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.

2.5 Teknik Komunikasi Terapeutik

Page 10: STOMATITIS

Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen, 1998)

yaitu :

1.      Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.

2.      Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum

memberikan saran, informasi maupun masukan.

Hubungan kerjasama Perawat – Klien yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan,

pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Jarak yang baik untuk

komunikasi terapeutik adalah 50 – 120 cm, tidak dibatasi oleh meja.   

Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai

berikut :

1.      Mendengarkan dengan penuh perhatian

Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang

disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar

perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara.

Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.

2.      Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang

lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.

3.      Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa

yang disampaikan oleh klien.

4.      Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata – kata  sendiri

Melalui pengulangan kembali kata – kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa

perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.

5.      Mengklasifikasi

Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata – kata ide atau

pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.

6.      Memfokuskan

Page 11: STOMATITIS

Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi

lebih spesifik dan dimengerti.

7.      Menyatakan hasil observasi

Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.

8.      Menawarkan informasi

Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien

yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.

9.      Diam

Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam

memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan

memproses informasi.

10.  Meringkas

Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.

11.  Memberi penghargaan

Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien

berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas

perbuatannya.

12.  Memberi kesempatan klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.

13.  Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh

pembicaraan.

14.  Menempatkan kejadian secara berurutan

Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya

dalam suatu perspektif.

15.  Memberikan kesempatan klien untuk menguraikan persepsinya.

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari

perspektif klien

16.  Refleksi

Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide

dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

Page 12: STOMATITIS

2.6 Hambatan Dalam Berkomunikasi

1)      Resisten

Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang

dialaminya. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika

kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien

selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.

2)      Transferens

Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap

terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu.

Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan

mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi

bermusuhan dan tergantung.

3)      Kontertransferens

Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Kontertransferens

merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi

maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini

biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan

atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten

klien.

Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk

mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat – klien

(Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi

terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang

perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan

dampak negative pada proses terapeutik.

2.7 Tolak Ukur Keberhasilan Komunikasi

1)      Kepercayaan penerima pasien

2)      Daya tarik pesan dan kesesuaian kebutuhan

3)      Pemahaman yang sama

4)      Kemampuan komunikan menafsirkan pesan

5)      Setting komunikasi yang kondusif

Page 13: STOMATITIS

6)      Metode dan media penyampaian yang sesuai

2.8 Tinjauan Tentang Kecemasan

2.8.1 Pengertian

Kecemasan (anxietas) merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak

menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari – hari. Tindakan

operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai

kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan pasien. Maka tak heran jika

sering kali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan

yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam

prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat

prosedur pembedahan dan pembiusan.

2.8.2 Penyebab Kecemasan

1. Faktor Predisposisi

a)      Teori Psikoanalitik

Menurut Freud, struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen yaitu id, ego, dan super ego.

Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani

seseorang dan dikendalikan oleh norma – norma budaya seseorang, sedangkan ego digambarkan

sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego. Kecemasan merupakan konflik emosional

antara id dan super ego yang berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang

perlu diatasi.

b)      Teori Interpersonal

Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal, hal ini juga dihubungkan

dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan

seseorang menjadi tidak berhahaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat

mudah untuk mengalami kecemasan.

c)      Teori Perilaku

Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan

seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan para ahli perilaku menganggap kecemasan

Page 14: STOMATITIS

merupakan suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan dorongan, keinginan untuk

menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupanya

dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan kecemasan yang

berat pada kehidupan yang berat dan pada kehidupan masa dewasanya.

d)     Teori Biologis

Dari penyelidikan – penyelidikan telah dibuktikan bahwa kemampuan untuk mengalami

suatu emosi tidak hanya tergantung dari kadar adrenalin yang meningkat tetapi jenis emosi yang

dialami dan diperhatikan tergantung dari faktor – faktor dan stimulus dalam lingkungan.

2. Faktor Presipitasi

a         Ancaman Integritas Diri

Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar. Hal ini

dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi infeksi virus dan bakteri,

polusi lingkungan, sampah. rumah dan makanan juga pakaian dan trauma fisik. Faktor internal

meliputi kegagalan mekanisme fisiologi seperti sistem kekebalan, pengaturan suhu dan jantung,

serta perubahan biologis.

b        Ancaman Sistem Diri

Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri dan hubungan interpersonal,

kehilangan serta perubahan status atau peran. Faktor eksternal yang mempengaruhi harga diri

adalah kehilangan, dilematik, tekanan dalam kelompok sosial maupun budaya.

3. Karakteristik Tingkat Kecemasan

A.    Kecemasan Ringan

         Fisik          : Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, gejala ringan berkeringat.

         Kognitif    : Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsang kompleks, konsentrasi pada

masalah, menyelesaikan masalah aktual.

         Perilaku dan emosi           : Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan, suara

kadang-kadang meninggi.

B.     Kecemasan Sedang

         Fisik          : Sering nafas pendek, nadi ekstra sistole, tekanan darah meningkat, mulut kering,

anoreksia, diare atau kontipasi, dan gelisah.

         Kognitif    : Lapang persepsi meningkat, tidak mampu menerima rangsang lagi, berfokus pada

apa yang menjadi perhatiannya.

Page 15: STOMATITIS

         Perilaku dan emosi           : Gerakan tersentak – sentak, meremas tangan, bicara lebih banyak dan

cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman.

C.     Kecemasan Berat

         Fisik          : Nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala,

penglihatan kabur dan ketegangan.

         Kognitif    : Lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.

         Perilaku dan emosi           : Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat.

D.    Panik

         Fisik        : Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi

motorik rendah.

         Kognitif : Lapang persepsi sangat menyempit tidak dapat berpikir logis.

         Perilaku dan emosi: Agitasi, mengamuk, marah ketakutan, berteriak, blocking, kehilangan

kontrol diri, persepsi datar.

4. Ukuran Skala Kecemasan

Ukuran skala kecemasan rentang respon kecemasan dapat ditentukan dengan gejala yang

ada dengan menggunakan Hamilton anxietas rating scale (Stuart & Sundeen, 1991) dengan skala

HARS terdiri dari 14 Komponen yaitu :

a)      Perasaan cemas meliputi takut, mudah tersinggung dan firasat buruk.

b)      Ketegangan meliputi lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah, mudah terkejut dan mudah

menangis.

c)      Ketakutan meliputi akan gelap, ditinggal sendiri, orang asing, binatang besar, keramaian lalu

lintas, kerumunan orang banyak.

d)     Gangguan tidur meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidak puas, bangun lesu, sering

mimpi buruk dan mimpi menakutkan.

e)      Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk.

f)       Perasaan depresi meliputi kehilangan minat , sedih, bangun dini hari, berkurangnya kesenangan

pada hobi, perasaan berubah – ubah sepanjang hari.

g)      Gejala somatic meliputi nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi gemertak, suara tidak stabil.

h)      Gejala sensorik meliputi tinnitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemas,

perasaan di tusuk – tusuk.

Page 16: STOMATITIS

i)        Gejala kardiovakuler meliputi tachicardi , berdebar – debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras,

rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang sekejap.

j)        Gejala pernapasan meliputi rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, merasa napas pendek atau

sesak, sering menarik napas panjang.

k)      Gejala saluran pencernaan makanan meliputi sulit menelan, mual, muntah, eneg, konstipasi,

perut melilit, defekasi lembek, gangguan pemcernaan, nyeri lambung sebelum dan sesudah

makan, rasa panas di perut, berat badan menurun, perut terasa panas atau kembung.

l)        Gejala urogenital meliputi sering kencing, tidak dapat menahan kencing.

m)    Gejala vegetatif atau otonom meliputi mulut kering, muka kering, mudah berkeringat, sering

pusing atau sakit kepala, bulu roma berdiri.

n)      Perilaku sewaktu wawancara meliputi gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau

kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah.

2.9              Landasan Teoritis Keperawatan Perioperatif

1.         Definisi

Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata

perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra

operatif dan post operatif.

2.         Etiologi

Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner dan Suddarth ) seperti :

a.         Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi

b.        Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang inflamasi

c.         Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek

d.        Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah

e.         Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh ketika

selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan

makanan.

3.         Tahap dalam Keperawatan Perioperatif

Page 17: STOMATITIS

1.        Fase Pre operatif

Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai

ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke

meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.

Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup

penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan

menyiapkan pasien untuk anasthesi yang diberikan pada saat pembedahan.

Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi

baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).

a.         Persiapan Psikologi

Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil. Hal

ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keadaan sosial

ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan untuk

mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan

sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah,

ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan

latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.

b.        Persiapan Fisiologi, meliputi :

1)        Diet (puasa) : pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi pasien tidak

diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum. Pada operasai

dengan anaesthesi lokal/spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Tujuannya supaya

tidak aspirasi pada saat pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya operasi.

2)        Persiapan Perut : Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran

pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah konstipasi

dan mencegah infeksi.

3)        Persiapan Kulit : Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut.

4)        Hasil Pemeriksaan : Hasil laboratorium, foto rontgen, ECG, USG dan lain-lain.

5)        Persetujuan Operasi/Informed Consent : Izin tertulis dari pasien/keluarga harus tersedia.       

2.        Fase Intra operatif

Page 18: STOMATITIS

Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah dan

berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.

Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian

medikasi intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur

pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis

selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien

di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan tubuh.

Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi karena

posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis

pasien.

a.       Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :

1.        Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.

2.        Umur dan ukuran tubuh pasien.

3.        Tipe anaesthesia yang digunakan.

4.        Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).

b.      Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :

Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien,

buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.

Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan

kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :

-            Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub Nurse /

Perawat Instrumen

-            Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi dan

anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).

3. Fase Post operatif

Page 19: STOMATITIS

Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra operatif

yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room)/pasca anaestesi dan

berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.

Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama

periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anaestesi dan memantau fungsi

vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan

penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang

penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah.

                        Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :

a)        Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anaestesi (recovery room).

b)        Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah,

perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi

yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi ke

ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan diberikan

pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko

injury. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anaestesi

dengan koordinasi dari dokter anaestesi yang bertanggung jawab.

c)        Perawatan post anaestesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anaestesi

Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang pulih

sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anaestesi (PACU: post anaesthesia care

unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat

untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).

PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan

untuk mempermudah akses bagi pasien untuk  :

a.         Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anaestesi)

b.        Ahli anaestesi dan ahli bedah

c.         Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.

4.      Klasifikasi Perawatan Perioperatif

Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat

diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :

Page 20: STOMATITIS

a.       Kedaruratan/Emergency : Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin

mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat,

obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar

sangat luas.

b.      Urgen : Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam.

Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.

c.       Diperlukan : Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam

beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih.

Gangguan tyroid, katarak.

d.      Elektif : Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan

pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana,

perbaikan vaginal.

e.       Pilihan : Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien.

Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh :

bedah kosmetik.

Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :

a.         Minor : Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim.

Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi

b.        Mayor : Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total

abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.

5.      Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya

a.         Syok

Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-tanda

syok adalah : Pucat, kulit dingin, basah, pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah,

nadi cepat, lemah dan bergetar, penurunan tekanan darah, urine pekat.

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait

dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan, memberikan dukungan

psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi pasien terhadap pengobatan, dan

peningkatan periode istirahat.

Page 21: STOMATITIS

b.      Perdarahan

Penatalaksanaannya  pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki

membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijaga tetap lurus. Kaji

penyebab perdarahan, luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.

c.       Trombosis vena profunda

Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena

bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan

sindrom pasca flebitis.

d.      Retensi urin

Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan

vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih.  Intervensi keperawatan

yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membantu mengeluarkan urine dari

kandung kemih.

e.       Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)

Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi pada saat

operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan

dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.

f.       Sepsis

Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak.

Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ.

g.      Embolisme Pulmonal

Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang

terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat

arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak

nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat

mengurangi resiko embolus pulmonal.

h.      Komplikasi Gastrointestinal

Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang mengalami pembedahan

abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen

Page 22: STOMATITIS

2) Status Nutrisi Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian. 3) Keseimbangan cairan dan elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa. 4) Kebersihan lambung dan kolon

Page 23: STOMATITIS

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube). 5) Pencukuran daerah operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.

Page 24: STOMATITIS

6) Personal Hygine

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene. 7) Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan. 8) Latihan Pra Operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain: a) Latihan Nafas Dalam

Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Letakkan tangan di atas perut, hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat. Tahan

Page 25: STOMATITIS

nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali). Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif. b) Latihan Batuk Efektif

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara : Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang di atas incisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali) Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. Ulangi lagi sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk. c) Latihan Gerak Sendi

Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien

Page 26: STOMATITIS

yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri. Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi. b. Persiapan Penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan bahwa pasien harus

Page 27: STOMATITIS

operasi maka dokter anestesi berperan untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anestesi juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG. Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain : 1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll. 2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah. 3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja. 4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD). 5) Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).

Page 28: STOMATITIS

c. Pemeriksaan Status Anestesi

Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. d. Informed Consent

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi). Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan. Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan,

Page 29: STOMATITIS

pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga. e. Persiapan Mental/Psikis

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system. Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain : Pengalaman operasi sebelumnya, Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi, Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang, Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi., Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi), Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll. Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu.

Page 30: STOMATITIS

Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien. Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi. Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental menurut Taylor ( 1997 ), dapat dilakukan dengan berbagai cara: 1) Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll.

Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien. 2) Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.

3) Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.

Page 31: STOMATITIS

4) Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.

5) Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.

Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi. f. Obat-Obatan Premedikasi

Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya diberikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali ( Sjamsuhidayat dan Dejong, 2004 ). 3. Jenis – jenis Tindakan Keperawatan Preoperatif

Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif antara lain mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi resiko pelaksanaan operasi, mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis dan memfasilitasi persiapan fisik dan psikologis selama masa pra pembedahan (Taylor, 1997 ). Menurut Chitty Kay. K ( 1997), Peran perawat dalam perawatan klien adalah pemberi pelayanan, pendidik, konselor, manager, peneliti, dan kolaborator. Adapun implementasi ( tindakan) keperawatan yang diselenggarakan dapat berupa melakukan tindakan, mendelegasikan tindakan, melakukan pengajaran, memberikan konseling, melakukan pencatatan dan pelaporan serta tetap menjalankan pengkajian berkelanjutan.

Page 32: STOMATITIS

Pengkajian terhadap kondisi fisik, psikologis, sosiokultural dan dimensi spiritual pada klien penting karena pembedahan merupakan stressor utama psikologis, mempengaruhi pola koping, support system dan kebutuhan sosiokultural. Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal yang sangat penting selama masa pre operatif karena stress emosional ditambah dengan stress fisik meningkatkan resiko pembedahan (Taylor, 1997 ). Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif antara lain : a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi

b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian

c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi

d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi

e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam

f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan

g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi

h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi.

Sehari sebelum operasi : i. Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan dan memberikan dukungan spiritual bila diperlukan

j. Melakukan pembatasan diet pre operasi

k. Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah pembedahan

l. Mencukur dan menyiapkan daerah operasi

Hari pembedahan : m. Mengecek bahwa bahan dan obat – obatan telah lengkap

n. Mengecek tanda – tanda vital

o. Mengecek inform consent

p. Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi

q. Melepaskan protese dan kosmetik

r. Melakukan perawatan mulut

s. Mengosongkan blas dan bowel

t. Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi

u. Memberikan obat –obatan yang perlu diberikan ( sesuai order dokter )

Page 33: STOMATITIS

Sedangkan tindakan preoperasi menurut Kozier dan Erb ( 2009 ), diantaranya: 1) Menjelaskan perlunya dilakukan pemeriksaan preoperasi ( misalnya laboratorium, sinar –X, dan elektrokardiogram )

2) Mendiskusikan persiapan usus bila diperlukan.

3) Mendiskusikan persiapan kulit termasuk daerah yang akan dilakukan operasi dan mandi ( shower preoperasi ).

4) Mendiskusikan pengobatan preoperasi bila diprogramkan.

5) Menjelaskan terapi individu yang diprogramkan oleh dokter seperti terapi intravena, pemasangan kateter urin, atau selang nasogastrik, penggunaan spirometer, atau stoking anti emboli.

6) Menjelaskan kunjungan ahli anestesi

7) Menjelaskan perlunya pembatasan makanan atau minuman oral minimal 8 jam sebelum pembedahan.

8) Menyediakan table waktu yang umum untuk periode preoperasi termasuk periode pembedahan.

9) Mendiskusikan perlunya melepas perhiasan, menghapus make up dan melepas semua prosthesis ( misalnya kaca mata,gigi palsu, wig ) segera sebelum pembedahan.

10) Menginformasikan kepada klien mengenai area operasi serta beritahu lokasi ruang tunggu bagi individu pendukung.

11) Mengajarkan latihan nafas dalam dan batuk, latihan tungkai, cara mengubah posisi dan gerak.

12) Melengkapi daftar tilik preoperasi.

Adapun tindakan keperawatan yang perlu diberikan pada pasien preoperatif menurut Potter & Perry ( 2005 ), pada hari pembedahan diantaranya: a. Memeriksa isi rekam medis dan melengkapi pencatatan, seperti pemeriksaan penunjang dan inform consent

b. Melakukan pengukuran tanda – tanda vital

c. Melakukan pembersihan pasien

d. Melakukan pemeriksaan rambut dan kosmetik

e. Melakukan pemeriksaan prostese

f. Mempersiapkan usus dan kandung kemih

g. Melakukan pemasangan stoking anti emboli atau alat kompresi sekuensial

Page 34: STOMATITIS

h. Meningkatkan martabat pasien dengan memberikan privasi terhadap klien

i. Melakukan prosedur khusus seperti pemasangan NGT

j. Menyimpan barang – barang berharga pasien

k. Memberikan obat preoperatif

Page 35: STOMATITIS

2.9    Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan medis untuk mengatasi stomatitis adalah sebagai berikut:

a.        Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabaib.       Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinyac.        Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama makanan

yang mengandung vitamin 12 dan zat besid.       Hindari stresse.        Pemberian Atibiotik

Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 – 3 ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.

f.        TerapiPengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan

antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam (jangan menggunakan antiseptik karena menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor pencetus. Terapi yang dianjurkan yaitu:

1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi bawah.

2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.

2.10 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Penunjang yang digunakan adalah sebagai berikut:

a.       Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.

b.      Pemeriksaan laboratorium :1)      WBC menurun pada stomatitis sekunder2)      Pemeriksaan kultur virus: cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis3)      Pemeriksaan cultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincent’s stomatitis

2.11 PencegahanCara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila kita mengetahui

penyebabnya diharapkan kepada kita untuk menghindari timbulnya sariawan ini diantaranya dengan :

1.      Menjaga kebersihan mulut2.      Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12, vitamin C dan zat

besi3.      Menghadapi stress dengan efektif

Page 36: STOMATITIS

4.      Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makananMenghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin

5.      Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.