step 1-6 GGK (2)
Transcript of step 1-6 GGK (2)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIS
URINARY SYSTEM
TUTOR 1
1. Fatia Huriati 220110090001
2. Annisa Martiana 220110090002
3. Pisca Octiany Poetri 220110090003
4. Twenty Simanjutak 220110090004
5. Riva Safitri 220110090005
6. Melawati 220110090006
7. Yuli Wahyuni 220110090007
8. Mimin Minkhatul Maula 220110090008
9. Devi Shahifatun Hasanah 220110090009
10. Azizah Nurrohmah 220110090010
11. Annisa Nur Pratiwi 220110090137
12. Ajeng Cahyaningtyas 220110090017
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2012
CHAIR : MIMIN MINKHATUL MAULA (008)
SCIBER 1 : FATIA HURIATI (001)
SCIBER 2 : PISCA OCTIANY POETRI (003)
Case 5
Tn. K berusia 45 tahun datang ke unit hemodialisis (HD) untuk melakukan HD
rutinnya yang dilakukan 2 kali seminggu. Saat dating muka klien tampak pucat, edema
anasarka. Saat dikaji perawat, klien cepat cape dan napasnya sesak saat aktivitas dan diikuti
dengan tremor, gatal-gatal seluruh tubuh, kadang-kadang keluar darah dari hidung, kulit
tampak kering dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahan. Dari
pemeriksaan didapat hasil BB : 56 kg, TB : 152 cm, BP : 170/100 mmHg, HR: 96 x/menit.
Untuk lab : HB : 8 gr%, ureum 312, kreatinin : 3,1. Dari riwayat sebelumnya, Tn. K bekerja
diruangan ber AC dan minum kurang dari 4 gelas sehari, mempunyai riwayat hipertensi 15 th
lalu dan tidak terkontrol. Dan dia telah melakukan HD sejak 2 tahun lalu. Saat akan
dilakukan HD, Tn.K mengatakan kepada dokter dan perawat bahwa HD ini HD terakhir yang
akan dilakukan karena merasa benci akan proses HD dan tidak ingin hidup seperti it uterus
menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti hidupnya tergantung pada dialysis. Dian
berencana ke China untuk mencari alternative penanganan penyakitnya. Terapi :
direncanakan transfusi TRC 2 labu, diet Rendah garam, protein dan kolesterol, Hemapo 50
iu/kg menggunakan IV.
STEP 1
1. PRC (Devi) : Packed Red Cell
2. Dialisis ( Anisa Nur P) : cuci darah ( Yuli)
3. Hemapo ( azizah) : -
4. Tremor ( mela) : bergetar ( twenty), biasanya pada ujung ekstremitas ( devi)
STEP 2
1. Mekanisme dari tiap gejala ? (twenty)
2. Diagnosa medis ? ( anisa nur p)
3. Hubungan gagal ginjal dengan hipertensi ? (ajeng)
4. Penyebab tremor ? (ajeng)
5. Pengaruh ruangan ber AC dengan penyakit ? (yuli)
6. Prosedur hemodialisis ? (mela)
7. Hemodialisis seumur hidup atau tidak ?(devi)
8. Tindakan perawat mengatasi rasa putus asa klien? (devi)
9. Mengapa kulit klien
10. Prognosis ketika meninggalkan hemodialisis? (azizah)
11. Pengobatan alternatif? (ripa) Terapi komplementer?
12. Kenapa edema anasarka ? (mimin)
13. Stage penyakit ? (ajeng)
14. Faktor resiko ?(anisa martiana)
15. Setelah HD apakah manklin menghilang?(twenty)
16. Mekanisme tubuh saat kurang cairan dan hubungannya dengan penyakit gagal ginjal?
(devi)
17. Diet yang baik untuk klien gagal ginjal?(azizah)
18. Penyebab utama ?(ripa)
19. Komplikasi ?(ripa)
20. Ciri khas untuk menegakan diagnosis?(mela)
21. Insidensi ?(devi)
22. Prognosis ? (Pisca)
23. Kenapa klien cepat cape dan sesak nafas? (Anisa nur P)
24. Perbandingan penanganan medis dan alternatif?(Anisa M)
25. Epidemiologi ? (Devi)
26. Fungsi dari pemberian hemapo? (azizah)
27. Penyebab kreatinin meningkat? (mela)
28. Perbedaan gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis? (Pisca)
29. Patogenesis penyakit? (mimin)
30. Pemeriksaan diagnostik? (ajeng)
31. Pendidikan kesehatan dan pencegahan? (twenty)
32. Prioritas asuhan keperawatan? (mela)
33. Jarak dari gagal ginjal biasa ke gagal ginjal kronis? (Pisca)
34. Nilai normal pemeriksaan laboratoriu m? (ripa)
STEP 3
1. Karena ruptur (anisa nur p)
TD meningkat → pembuluh darah tipis, sedangkan tekanan tinggi→ pembuluh darah
pecah (yuli)
2. –Gagal ginjal kronis karena dilihat dari kreatinin dan sudah dilakukan HD selama 2
tahun
3. - Hipertensi → perfusi ke ginjal ↓ →kerusakan nefron →filtrasi kurang. Sedangkan
nefron tidak dapat diperbaiki (ajeng)
- Hipertensi → aliran ke ginjal ↓ → kerja ginjal ↑ → kerusakan ginjal (mela)
4. LO
5. A C (dingin)→ kompensasi tubuh dengan menghangatkan (BAK)→ jadi output
banyak sedangkan output sedikit
6. LO
7. – seumur hidup apabila fungsi ginjal rusak (yuli)
- Kecuali apabila melakukan transplantasi ginjal (fatia)
8. - peningkatan spiritual (anisa nur p)
- Inform consent (yuli)
9. - Fungsi ginjal rusak → darah membawa nutrisi → nutrisi ke kulit berkurang →kulit
kering (ajeng)
- Efek HD yang dilakukan sejak 2 tahun yang lalu ( mimin)
10. – Prognosis buruk, fungsi HD untuk menyaring darah
11. LO
12. Ginjal rusak → fungsi ginjal terganggu → shift cairan
13. LO
14. Rokok, makanan, DM, obesitas, kolesterol, asupan minum (all)
15. – iya, berkurang kembali normal
- Pucat bisa hilang, tapi gejala lain tidak akan hilang (manklin di kulit) (Azizah)
16. LO
17. Diet rendah natrium, asupan cairan (minum), asupan garam harus dikurangi( ½
sendok sehari)
18. LO
19. LO
20. Kondisi kulit dan kreatinin
21. Laki –laki dan pola hidup
22. LO
23. Edema
24. LO
25. LO
26. LO
27. Penurunan fungsi glomerulus
28. Penyaringan darah terganggu
29. LO
30. LO
31. Banyak minum dan hindari alkohol
32. Intoleransi aktivitas
33. LO
34. Kreatinin : 0,5 – 1,5
BUN : 5 – 15
STEP 4 MIND MAP
Gagal Ginjal Kronis
Konsep : Definisi
Etiologi
Epidemiologi
Insidensi
Klasifikasi
Manklin
Komplikasi
Penanganan :
1. Pembedahan2. Farmakologi3. Non-
farmakologi
Patofisiologi NCP
1. Pengkajian2. Tes diagnostik3. Analisa data4. Rencana asuhan
keperawatan
Peran perawat dan aspek legal etik
STEP 5 LO
Step 1 no :3
Step 3 no : 4, 6, 11, 13, 16, 18, 19, 22, 24, 25, 26, 29, 30 dan 33
STEP 6 SELF STUDY
STEP 7 REPORTING
A. DEFINISI GAGAL GINJAL KRONIK
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal
yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).
B. ETIOLOGI
Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi
dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa,
Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan Infeksi yang berulang dan
nefron yang memburuk. Obstruksi saluran kemih Destruksi pembuluh darah akibat
diabetes dan hipertensi yang lama Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
Selain itu, menurut ( SmeltzerC, Suzanne, 2002) etiologi dari Gagal Ginjal Kronis adalah :
Diabetus mellitus
Glumerulonefritis kronis
Pielonefritis
Hipertensi tak terkontrol
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Gangguan vaskuler
Lesi herediter
Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
C. Epidemiologi
Dari data yang didasarkan atas kreatinin serum abnormal, saat ini diperkirakan pasien
GGK adalah sekitar 2000 per juta penduduk (PJP).
Insidensinya berkisar antara 77-283 per juta penduduk sedangkan pravelensinya yang
menjalani dialysis antara 476-1150 PJP. Data dan studi epidemiologis di Indonesia
tentang GGK dapat dikatakan tidak ada. Yang ada tetapi langka, adalah studi atau
data epidemiologis klinis.
D. Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan
riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga
(National Kidney Foundation, 2009).
E. Manifestasi Klinis
Gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi
kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar,
2006).
1. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml
per menit.
2. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah
masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora
usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau
rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
3. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan
saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan
retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium
pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
4. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost
5. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
6. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada
pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
7. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
F. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Gagal Ginjal Kronik sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang, atau berat.
Gagal ginjal taap akhir (end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang dapat
mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti. Insufisiensi ginjal
kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun tetapi lebih ringan dari GGK.
Pembedaan ini tidak selalu sama di seluruh dunia, tetapi ada baiknya dibedakan satu
sama lain untuk mencegah kesimpangsiuran. Istilah azotemia menunjukan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan tetapi belum ada gejala gagal
ginjal yang nyata. Sedangkan uremia adalah fase simtomatik gagal ginjal dimana
gejala gagal ginjal dapat dideteksi dengan jelas.
Tabel. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Tahapan Gagal Ginjal LFG (ml/menit) Manifestasi
Fungsi ginjal berkurang 80-50 Tidak ada
Ringan 50-30 Hipertensi, hiperparatiroidisme sekunder
Sedang 10-29 s.d.a. + anemia
Berat < 10 s.d.a. + retensi air dan garam, mual, muntah,
anoreksia, penurunan fungsi mental
Terminal (Tahap Akhir) < 5 s.d.a. dengan edema paru, koma, kejang,
asidosis metabolik, hiperkalemia, kematian
Menurut : Suhardjono, Alda Lydia, E.J. Kapojos, R.P. Sidabutar
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium :
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling
ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan
gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam
batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea
Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal
mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti
tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun.
Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang
bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan
tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat
diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari
kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat
melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun.
Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang
bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan
tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat
diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari
kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat
melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter /
hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % -
25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah,
tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat
melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain
mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih
berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur.
Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10
ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai
merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun
proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus
gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom
uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. URIN
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. DARAH
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah
- Kalium: meningkat
- Magnesium : Meningkat
- Kalsium ; menurun
- Protein (albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
e. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
f. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
1. Radiologi
Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi
gagal ginjal kronik
2. Foto polos abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen ini sebaiknya dilakukan tanpa puasa, karena
dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan
apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai tomogram
memberikan keterangan yang lebih baik.
3. Pielografi intra vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, menilai sistem
pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal
pada keadan tertentu, misalnya pada: usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati
asam urat.
4. USG
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
5. Renogram
Dilakukan untuk menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vaskular,
parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan radiologi jantung
Mencari adanya kardiomegali dan efusi pericardial.
7. Pemeriksaan radiologi tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falanx atau jari) dan kalsifikasi metastatik.
8. Pemeriksaan radiologi paru
Mencari uremic lung, yang belakangan ini dianggap disebabkan oleh adanya
bendungan pada paru.
9. Pemeriksaan pielografi retrograde
Pemeriksaan ini dilakukan apabila dicurigai adanya obstruksi yang reversibel. EKG
dilakukan untuk melihat kemungkinan:
a. Hipertropi ventrikel kiri
b. Tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah)
c. Aritmia
d. Gangguan elektrolit (hiperkalemia)
10. Biopsi ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan diagnostik gagal ginjal kronik atau
perlu diketahui etiologi dari penyakit ini.
11. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya gagal ginjal kronik,
menetukan ada tidaknya kegawatdaruratan, menentukan derajat gagal ginjal kronik,
menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.
Dalam menetukan ada tidaknya gagal ginjal, yang lazim diuji adalah laju filtrasi
glomerulus. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tes klirens
kreatinin (TKK). TKK memerlukan pemeriksaan kreatin serum. Pemeriksaan
kreatin serum ini sangat memadai untuk menilai faal glomerulus. Kreatin
diproduksi di otot dan dikeluarkan melalui ginjal. Bila ada peninggian kreatin
dalam serum berarti faal pengeluaran di glomerulus berkurang. Hanya bila ada
penyakit otot dan hipermetabolisme, kreatin akan meningkat karena produksi yang
berlebihan. Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan untuk menguji faal
glomerulus adalah pemeriksaan ureum darah atau nitrogen urea darah.
H. Penatalaksanaan
Tindakan konservatif
a. Deteksi dan obat penyakit gagal ginjal (control DM, terapi hipertensi)
b. Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga mengurangi
asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hydrogen yang berasal dari
protein . Pembatasan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan
memperlambat terjadinya gagal ginjal (Zeller dan Jacobus, 1989). Jumlah kebutuhan
protein biasanya dilonggarkan sampai 60 -80 gr/hari. Diet teratur rendah protein
dengan asam amino esensial untuk meminimalkan keracunan uremia dan cegah
limbah serta malnutrisi
c. Diet rendah kalium
Diet yang dianjurkan : 40 -80 mEq/hari
d. Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan : 40 – 90 mEq/hari (1 – 2 gr Na)
e. Pengobatan keadaan yang berhubungan dengan peningkatan dinamika ginjal.
Anemia : rekombinan dan human eritropoetin
Eigen : pengganti hormone ginjal
Asidosis : ganti bikarbonat dengan infuse sodium bikarbonat/oral
Hiperkalemia : diet ketat potassium-kation pengganti rennin
Retensi fosfat: kurangi diet fosfat (bayam, susu, dan karbonat dalam saluran
pencernaan)
Lakukan dialysis atau transplantasi ginjal (ketika ginjal dapat dikontrol dalam waktu
singkat). (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006)
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan
pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang membutuhkan.
Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar pasien dengan gagal
ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir. Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Ginjal transplan biasanya tidak ditempatkan di tempat asli ginjal yang sudah rusak,
kebanyakan di fossa iliaka, sehingga diperlukan pasokan darah yang berbeda,
seperti arteri renalis yang dihubungkan ke arteri iliaka eksterna dan vena renalis yang
dihubungkan ke vena iliaka eksterna. Terdapat sejumlah komplikasi (penyulit) setelah
transplantasi, seperti rejeksi (penolakan), infeksi, sepsis, gangguan proliferasi limfa
pasca-transplantasi, dan ketidakseimbangan elektrolit.
Transplantasi ginjal dapat dilakukan secara "cadaveric" (dari seseorang yang telah
meninggal) atau dari donor yang masih hidup (biasanya anggota keluarga). Ada
beberapa keuntungan untuk transplantasi dari donor yang masih hidup, termasuk
kecocokan lebih bagus, donor dapat dites secara menyeluruh sebelum transplantasi
dan ginjal tersebut cenderung memiliki jangka hidup yang lebih panjang.
Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan transplan :
Faktor yang berkaitan dengan donor :
Transplantasi ginjal tidak bisa terlaksana tanpa ginjal dobnor. Walaupun perhatian
sering lebih banyak dicurahkan pada penanganan resipien pascatransplantasi,
identifikasi masalah dan persiapan donor sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
transplantasi.
a. Donor Hidup
Yang dimaksud dengan donor hidup ialah donor yang masih hidup. Golongan
darah ABO-nya harus sama antara resipien dan pendonor. Calon donor tidak
dipakai jika mengidap penyakit ginjal atau jika diprediksi terdapat peninggian
risiko morbiditas dan mortilitas saat operasi.
Semakin tua umur seseorang semakin kecil cadangan fungsi ginjalnya sehingga
ginjal yang berasal dari donor yang berasal dari donor yang lebih tua akan
menghasilkan fungsi ginjal transpalan yang lebih rendah. Ginjal yang bearasal
dari donor yang sangat muda, 0-5tahun, juga sangat peka terhadap waktu iskemik
dingin dan cenderung menghasilkan kegagalan imunologik yang lebih tinggi.
b. Donor Jenazah
Transplantasi donor jenazah bertujuan memanfaatkan organ tubuh pasien yang
akan meninggal.
Ketahanan hidup ginjal dari donor jenazah yang meninggal karena penyakit
serebrovaskular iskemik tidak sebaik ketahanan hidup ginjal transpalan dari donor
jenazah yang meninggal karena perdarahan subaraknoid.
c. Donor ginjal Xenogenik
Alasan yang kuat untuk mengembangkan xenotransplantasi adalah kurangnya
jumlah organ donor untuk transplantasi pada manusia. Xenotransplantasi adalah
transplantasi jaringan atau organ diantara dua spesies berbeda, misalnya dari
hewan ke manusia. Namun kendala non-munologik, berupa resiko transmisi
infeksi, kecocokan fisiologik, dan masalah etika dan agama yang berkaitan dengan
pemanfaatan organ berasal dari hewan untuk manusia.
Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan Epogen (Eritropoetin manusia
rekombinan). Terapi epogen diberikan secara Intravena atau subkutan sebanyak tiga
kali dalam seminggu. Terapi ini diberikan untuk memperoleh nilai hematokritsebesar
33% sampai 38% yang biasanya memulihkan gejala anemia. Biasanya dibutuhkan
waktu 2 sampai 6 minggu untuk menaikkan hematokrit, sehingga Epogen tidak
diindikasikan untuk pasien yang memerlukan koreksi anemia dengan segera. Efek
samping terapi epogen ini mencakup hipertensi (terutama selama tahap awal
penanganan), peningkatan bekuan pada tempat akses vascular, kejang dan penipisan
cadangan besi tubuh. (Brunner and Sudarth. 2006)
DIALISIS
Definisi
1. Dialysis adalah pertukaran beberapa fungsi eksresi ginjal tetapi tidak
mengganti fungsi endokrin dan metabolic ginjal. (Nursalam & Fransisca,
B.B. 2006)
2. Dialisis merupakan suatu proses yag digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut. (Brunner and Sudarth. 2006)
Tujuan
1. Membantu kehidupan dan kenyamanan pasien. (Nursalam & Fransisca, B.B.
2006)
2. Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. (Brunner and Sudarth. 2006)
Metode Dialisis meliputi ;
1. Dialisis Peritoneum
a. Dialisis peritoneum intermiten (pada gagal ginjal akut atau kronis)
b. Dialisis peritoneum ambulatory kontinu
c. Dialisis peritoneum siklus kontinu
2. Hemodialisis
3. Terapi pengganti renal kontinu
(Nursalam & Fransisca, B.B. 2006)
HEMODIALISIS
1. Definisi
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.
Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat. (Nursalam &
Fransisca, B.B. 2006)
Hemodialisis didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien
melewati membrane semipermeabel (alat dialisis) ke dalam dialisat. (C. Craig Tisher
& Christopher S. Wilcox. 1997)
Hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali dalam seminggu selama paling sedikit 3 atu 4
jam per kali terapi
2. Indikasi
Relatif :
a. Azotemia simtomatis berupa ensefalopati
b. Toksin yang dapat didialisis (keracunan obat)
Absolut:
a. Perikarditis uremia
b. Hiperkalemia berat
c. Kelebihan cairan yang tidak responsive degan diuretic (edema pulmonum)
Asidosis yang tidak dapat ditangani. (C. Craig Tisher & Christopher S. Wilcox.
1997)
3. Kontraindikasi
Hipotensi yang tidak responsive terhadap presor
Penyakit stadium terminal
Sindrom otak organik . (C. Craig Tisher & Christopher S. Wilcox. 1997)
Ketidakstabilan hemodinamik
4. Tujuan
Untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air
yang berlebihan, dan menyimpan kembali bahan kimia dan menjaga keseimbangan
elektrolit. (Brunner and Sudarth. 2006)
Fungsi cairan dialisat
Mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolism tubuh
Mencegah kehilangan zat vital tubuh selama dialisa
Kandungan cairan dialisit
Nacl
Cacl2 atau calium clorida
Mgcl2 atau magnesium clorida
Bikarbonat
Kcl
Dextrose
5. Prinsip Kerja
Prinsip kerja hemodialisis melalui tiga tahapan, yaitu:
a. Difusi : merupakan proses awal hemodialisis dengan fungsi mengeluarkan
toksisn dan zat-zat limbah di dalam darah. Perjalanannya bergerak dari
konsentrasi tinggi ke rendah
b. Osmosis : pengeluaran air yang berlebihan dari tekanan yang tinggi
menuju tekanan rendah
c. Ultrafiltrasi : penambahan tekanan negatif
6. Peran perawat
Peran perawat dalam perawatan hemodialisis adalah memantau proses hemodialisis
sampai selesai, memberikan dukungan kepada klien dari ketakutan, kecemasan, atau
pesimistis di setiap tindakan keperawatan, dan memberikan pendidikan terkait semua
informasi yang dibutuhkan klien dan keluarga.
7. Prosedur
I. Pra Hemodialisa
A. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyiapkan mesin HD :
Mesin diperiksa harus dalam keadaan siap pakai.
Hubungkan mesin dengan aliran listrik.
Hubungkan mesin dengan saluran air.
Drain line ditempatkan di saluran pembuangan tidak dalam keadaan
tersumbat.
Jerigen tempat cairan dialisat terisi sesuai jumlah yang dibutuhkan untuk satu
kali dialisa.
B. Menyiapkan dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan pada proses HD, terdiri dari campuran air
dan elektrolit yang mempunyai konsentrasi hampir sama dengan serum normal
dan mempunyai tekanan osmotic yang sama dengan darah.
Fungsi Dialisat :
Mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metabolisme dari tubuh.
Mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
Jenis Dialisat :
Dialisat konsentrat
Berisi larutan pekat, sebelum dipakai harus dicampur kontinyu dalam
perbandingan tertentu oleh mesin. Mudah pemakaiannya. Kesalahan
pengenceran sangat kecil. Sulit transport dan penyimpanan. Bentuk kering
atau puyer. Mudah menyimpan. Sulit mendapatkan komposisi yang benar.
Kandungan Cairan Dialisat :
Dialisat mengandung macam-macam garam / elektrolit / zat antara lain :
1. NaCl / Sodium Chloride.
2. CaCl2 / Calium Chloride.
3. Mgcl2 / Magnesium Chloride.
4. NaC2H3O2 3H2O / acetat atau NaHCO3 / Bilkarbonat.
5. KCl / potassium chloride, tidak selalu terdapat pada dialisat.
6. Dextrose.
Menyiapkan / mencampur Dialisat
1. Batch Sistem
Sebelum HD dimulai, dialisat disiapkan dulu dalam suatu tempat dengan jumlah
tertentu sesuai kebutuhan.
2. Proportioning system
Adalah system penyediaan dialisat dimana dialisat dibuat / dicampur secara
otomatis oleh mesin selama HD berlangsung.
DBC / Dialysate Batch Concentrate dan air dicampur dengan perbandingan
tertentu.
Biasanya perbandingan air : DBC adalah 34 : 1.
C. Menyiapkan Air
Air untuk dialisat seharusnya tidak mengandung zat / elektrolit / mikroorganisme
dan benda asing lainnya karena itu untuk mendapatkan air yang ideal untuk dialysis
maka dilakukan tindakan pengolahan air / water treatment.
Pengolahan air / water treatment :
Saringan / filter
a. Penyaring sedimen, untuk menyaring partikel.
Pre filter (100 U)
Sebelum masuk ke mesin HD (5 U)
Sebelum masuk selang dialyzer (1 U)
b. Penyaring penyerap / adsorption filter
Arang / carbon : untuk menyerap zat-zat chlorine bebas, chloraming,
bahan organic atau pyrogen.
Besi : untuk menyerap besi dan mangan.
Alat ini harus sering dibersihkan atau diganti secara berkala.
Sistem Reverse Osmosis
Air dengan tekanan cukup tinggi dialirkan melalui alat yang mempunyai
membran semi permeable sehingga dihasilkan air yang murni bebas
(kesadahan / CaCO kurang dari 1,8 mg/L). Sistem pengolahan air ini
cukup mahal, sehingga tidak semua unit HD dapat memilikinya.
D. Menyiapkan Alat-alat dan Obat-obatan
1. Peralatan Kedokteran
- Tensimeter dan stetoscope
- Timbangan berat badan
- Tabung oksigen lengkap
- Alat KG
- Slym Zuiger
- Tromol (duk, kassa, klem)
- Bak spuit, kom kecil
- Korentang dan tempatnya
- Klem-klem (besar dan kecil)
- Gunting
- Bengkok
- Gelas ukuran
- Zeil / karet untuk alas tangan
- Sarung tangan
- Kassa
- Plester / band aid
- Verband
2. Alat-alat khusus
Dyalizer :
· Blood line
· AV fistula
· Dialisat pekat
· Infus set
· Spuit 1 cc, 3 cc, 20 cc.
· Conducturty meter
3. Obat-obatan
· Lidocain, novocain
· Alcohol, betadin
· Heparin, protamin
· Sodium bikarbonat
· Obat-obatan penyelamat hidup
4. Lain-lain
· Surat izin dialysis
· Formulir hemodialisa
· Treveling hemodialisa
· Traveling dialysis
· Formulir-formulir : laboratorium, radiology dan lain-lain
E. Menjalankan Mesin HD
1. Periksa saluran listrik dan saluran air
2. Hubungkan slang water inlet ke kran air dan slang water outlet ke lubang
pembuangan
3. Hubungkan kabel power dengan stop kontak
4. Siapkan cairan dialisat dalam jerigen sebanyak yang dibutuhkan,
perhatikan cairan yang diperlukan apakah standar atau free potassium
5. Hidupkan mesin dengan posisi rinse selama 15 menit, bila mesin
mengandung formalin, maka posisi rinse lebih lama (30 menit)
6. Setelah rinse selesai, masukan slang untuk concentrate ke dalam jerigen
dialisat.
7. Lampu temperatur, lampu conductivity dan lampu concentrate di mesin
akan warna merah, tunggu lampu 2 tersebut sampai warna hijau.
8. Pindahkan tombol ke posisi dialisa bila lampu sudah berwana hijau.
9. Mesin HD siap digunakan.
F. Menyiapkan Sirkulasi Darah
Yaitu menyiapkan dialyzer dan blood lines pada mesin HD. Hal-hal yang
harus dilakukan :
1. Soaking yaitu melembabkan dialyzer (hubungkan dialyzer dengan
sirkulasi dialisat).
2. Rinsing yaitu membilas dialyzer dan blood lines
3. Priming yaitu dialyzer dan blood lines.
G. Menyiapkan pasien
1. Persiapan mental
- Memberitahu pada pasien bahwa akan dilakukan HD
- Memberi penjelasan dan motivasi mengenai proses HD dan
komplikasi yang mungkin terjadi selama HD.
2. Persiapan fisik
- Menimbang berat badan
- Observasi keadaan umum
- Observasi tanda-tanda vital
- Mengatur posisi
3. Mengisi izin hemodialisa
- Izin / persetujuan HD
- Harus tertulis
- Pasien dan keluarga harus mendapatkan infomasi yang jelas tentang
HD
- Izin HD merupakan dasar pertanggung jawaban yang sah bagi dokter
kepada pasien dan keluarga.
- Surat izin HD disimpan pada rekam medis
II. Proses Pelaksanaan Hemodialisa
1. Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi
Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan sirkulasi
sistemik dilakukan dengan :
a. Cara Sementara
Yaitu punksi V femoralis untuk inlet dan untuk outlet dapat dipilih
salah satu vena di tangan.
b. Cara permanent
Yaitu dengan membuat shunt antara lain
- c mino shunt
- seribner shunt
2. Antikoagulansia
Yaitu obat yang diperlukan untuk mencegah pembekuan darah selama HD.
Obat yang digunakan adalah heparin.
Pemakaian heparin :
Intermiten : diberikan selama 1 jam
Continous : terus-terusan selama HD berjalan
Minimal : diberikan pada waktu menyiapkan sirkulasi darah
Regional : pada ABL diberikan heparin pada BL diberikan protamin
Dosis heparin : 1000 unit / jam. Dosis awal : diberikan pada waktu
punksi ke sirkulasi sisemik dan pada waktu darah mulai ditarik. Dosis
selanjutnya diberikan ke sirkulasi ekstra corporeal
III. Post Hemodialisa
1. Persiapan Untuk mengakhiri HD
a. Alat/obat yang
disiapkan
b. Deppers
c. Bethadin
d. Plester
e. Alat penekan
f. Sarung tangan
g. Ember
2. Hal-hal yang dilakukan setelah HD selesai
Setelah HD selesai maka mesin harus dibersihkan baik bagian diluar maupun
dalam. Cara membersihkan :
a. Bagian luar mesin
Seluruh permukaan dan slang dialisat bagian luar dilap dengan larutan
chlorine 0,5 % lalu dilap basah dan dikeringkan.
b. Bagian dalam mesin
Disesuaikan dengan protocol pembersihan masing-masing tipe mesin
8. Metode Akses Sirkulasi
Fistula arterivena (AVF), hubungan vascular melalui vena langsung ke arteri:
a. Biasanya, arteri radial dan vena cephalika yang terletak pada lengan
nondominan,. Pembuluh darah pada lengan atas dapat digunakan
b. Sesudah prosedur , system vena superficial lengan dilatasi
c. Dengan menggunakan dua jarum berlubang besar, masukkan kedalam system
vena dilatasi dan darah akan mengalir melalui dialiser.ujung arteri digunakan
sebagai aliran arteri dan ujung distal diinfuskan kembali ke darah dialysis
d. Graf-penghubung arteri-vena mengandung graf selang yang terbuat dari vena
savenous autologus atau dari politetraflouroethyline (PTEE)
e. Kanula tetap vena pusat (CVC) langsung dari vea (subklavikula, jugular
internal, atau femoral). (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006)
9. PERAWATAN HEMODIALISA
Pada pasien yang baru pertama kali hemodialisis, jika kondisi pasien
memungkinkan, pasien diorientasikan pada ruangan paviliun II dan alat-alat yang
ada. Selain itu pasien diberikan penjelasan ringkas tentang prosedur yang akan
dijalankan, prinsip hemodialisis, diet, pembatasan cairan, perawatan cimino, hal-
hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama hemodialisis dan efek dari
hemodialisis.
Pada pre hemodialisis, kegiatan perawatan meliputi : menghidupkan mesin,
meyediakan alat-alat, memasang alat pada mesin, sirkulasi cairan NaCl pada
mesin, mengawasi penimbangan berat badan pasien, mengukur suhu badan,
mengukur tekanan darah dan menghitung denyut nadi.
Pada tahap pemasangan alat dan selama pemasangan, kegiatannya meliputi :
desinfeksi daerah penusukan, pemberian anestesi lokal (kalau perlu), penusukan
jarum, pemasukan heparin (bolus), selanjutnya menyambung jarum pada arteri
blood line. Lalu menekan tombol BFR, membuka klem venous dan arteri blood
line, memprogram penurunan berat badan, waktu pelaksanaan, venous pressure,
kecepatan aliran heparin dan UFR. Kemudian menghubungkan heparin contnous
ke sirkulasi, monitoring pernafasan, makan dan minum, pengaturan posisi tubuh,
monitoring alat-alat dan kelancaran sirkulasi darah, mengukur tekanan darah dan
menciptakan suasana ruangan untuk mengisi kegiatan pasien selama hemodialisis
berlangsung.
Pada tahap penghentian hemodialisis meliputi : penghentian aliran darah,
mencabut jarum inlet dan menekan bekas tusukan sambil menunggu sampai aliran
darah pada venous blood line habis. Langkah selanjutnya adalah mencabut jarum
out line dan menekan bekas tusukan, mengganti gaas bethadine dan fiksasi dengan
plester. Setelah penghentian hemodialisis, dilakukan pengukuran tekanan darah,
mengukur suhu, mengawasi penimbangan berat badan, membereskan alat-alat dan
dilanjutkan dengan desinfeksi alat.
Semua kegiatan baik pada tahap pre hemodialisis selama pemasangan dan
penghentian hemodialisis dilakukan oleh perawat kecuali penimbangan berat
badan dan minum yang pada beberapa pasien dilakukan sendiri. Disamping itu
beberapa pasien telah dapat melaporkan pada perawat apabila ada ketidakberesan
pada mesin atau akses vaskular, setelah mencoba mengatasi sendiri.Sistem
pencatatan dan pelaporan yang dijalankan dalam bentuk lembaran observasi
pasien yang berisi tentang : TTV sebelum atau selama dan sesudah HD, BB
sebelum dan sesudah HD, dosis heparin, program penurunan BB , priming dan
keluhan pasien setelah HD.
10. Komplikasi Akses Vaskular
- Infeksi
- Penjepit tetap
- Thrombosis vena pusat atau striktur
- Stenosis atau thrombosis
- Iskemia pada tangan
- Aneurisma atau pseudoneurisma. (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006)
- Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialysis ketika cairan dikeluarkan
- Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika
udara memasuki system vaskuler pasien
- Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh
- Pruritus dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produ akhir metabolism
meninggalkan kulit
- Gangguan keseimbangan dialysis terjadi karena perpindahan cairan serebral
dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadi
lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat
- Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel
- Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi. (Brunner and
Sudarth. 2006)
Pemantauan selama hemodialisis
1. Monitor status hemodinamik, elektrolit, dan keseimbangan asam-basa, demikian
juga sterilisasi dan system tetutup
2. Biasanya dilakukan oleh perawat yang terlatih dan familiar dengan protocol dan
peralatan yang digunakan. (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006)
Pengelolaan Hemodialisis Kronis
1. Penatalaksanaan diet ketat (protein, sodium, dan potasium) dan pembatasan cairan
masuk
2. Pantau kesehatan secara terus-menerus meliputi penatalaksanaan terapi hingga
eksresi ginjal normal
3. Komplikasi survailana:
a. Penyakit kardiovaskular arterosklerosis, CHF, gangguanmetabolisme lipid
(hipertrigliserida), penyakit jantung coroner, atau stroke.
b. Infeksi kambuhan.
c. Anemia dan kelelahan
d. Ulkus lambung dan masalah lainnya
e. Masalah tulang (ostedistropi ginjal dan nekrosis aseptic pinggul) akibat
gangguan metabolism kalsium
f. Hipertensi
g. Masalah psikososial ; depresi, bunuh diri, dan disfungsi seksual
4. Dukungan dari lembaga, misalnya organisasi ginjal. (Nursalam & Fransisca,
B.B. 2006)
HAL-HAL PENTING LAIN YANG
PERLU DIKETAHUI SEPUTAR
HEMODIALISIS
- HD harus dilakukan teratur setiap 2-
3 hari sekali
- HD tidak dapat dilakukan pada
pasien yang tidak kooperatif dan
pasien dengan hemodinamik sistem sirkulasi yang tidak stabil, misal tekanan
darah mudah turun (drop) tiba-tiba ke level yang berbahaya selama proses HD.
- HD tidak dapat menggantikan fungsi endokrin ginjal seperti: fungsi ginjal sebagai
organ pembentuk berbagai substansi dan hormon diantaranya: erythropoietin
(hormon yang mengatur pembentukan sel darah merah). Oleh karena itu pasien
CRF stadium akhir akan mengalami anemia berat (kurang darah) dimana Hb turun
hingga dibawah 10 g/dl walaupun sudah melakukan HD teratur.
PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGI
Terapi sengat lebah atau Apipuntur
Telah diakui oleh WHO (Organisasi Kesehatan dunia) pada konferensi ke II terapi
akupungtur lebah dan apiterapi di Nanjing Cina tahun 1993, sebagai alternatif
pengobatan. Terapi pengobatan sengat lebah dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah maupun medis. terapi ini telah dikenal ribuan tahun lalu dan jutaan orang telah
terbantu dengan pengobatan ini.
Terapi sengat lebah dipercaya bisa mengatasi sejumlah penyakit. Antara lain darah
tinggi, jantung, stroke, diabetes, sakit kepala, rematik, hingga susah memperoleh
keturunan.
Cara pengobatannya adalah satu lebah diambil menggunakan sumpit. Kemudian,
lebah disengatkan di titik-titik syaraf tubuh pasien. Sengatan lebah tersebut akan
mengalirkan racun melalui peredaran darah ke seluruh tubuh. Racun itu akan bekerja
mengatasi masalah yang dihadapi pasien.
Terapi sengat lebah hanya menggunakan lebah penghasil madu jenis Apis mellyfera.
Lebah jenis itu dipercaya mengeluarkan racun yang mengandung venon. “Venon
mengandung lebih dari 40 zat dan zat ini bisa menormalkan syaraf-syaraf yang
terganggu”.
Penyakit Rematik dan Asam Urat adalah penyakit yang umum di jumpai pada
masyarakat Indonesia terutama memasuki usia tua. Gejala yang biasa dijumpai adalah
nyeri, bengkak sendi, kaku ketika bangun tidur, otot nyeri dan kesemutan, kepala
pusing, badan pegal-pegal, lemah/lesu, dll.
PENATALAKSANAAN PRAOPERATIF
Tujuan praoperatif adalah mengembalikan status metabolik pasien ke kadar normal
sedekat mungkin. Pemeriksaan fisik lengkap dilakukan untuk mendeteksi dan
menangani setiap kondisi yang kemungkinan dapat menyebabkan komplikasi akibat
transplantasi. Sampel jaringan, sampel darah, dan skrining antibodi dilakukan untuk
menentukan kecocokan jalam sel dan sel dari donor dan resipien.
Pasien harus bebas dari infeksi pada saat menjalani transplantasi ginjal karena pasien
ini mengalami imunosupresi dan beresiko terhadap infeksi. Oleh karena itu pasien
harus dievaluasi dan ditangani terhadap penyakit gingiva dan karies gigi.
Evaluasi psikososial diarahkan untuk mengkaji kemampuan pasien dalam
menyesuaikan diri dengan transplan, pola koping, riwayat sosial, ketersediaan
dukungan sosial, dan sumber finansial. Riwayat penyakit psikiatrik juga sangat
penting untuk dikaji, karena kondisi psikiatrik sering diperburuk oleh kortikosteroid
yang diperlukan untuk imunosupresi pada transplantasi.
Hemodialisis sering dilakukan sehari sebelum jadwal prosedur transplantasi untuk
meyakinkan status fisik pasien.
PENATALAKSANAAN PASCAOPERASI
Tujuan perawatan setelah transplantasi ginjal adalah untuk memperthankan
homeostasis sampai ginjal transpalan berfungsi dengan baik. Ginjal yang dapat
berfungsi segera merupakan kabar prognosis yang baik.
a. Terapi imunosupresif
Kelangsungan ginjal transplan bergantung pada kemampuan tubuh untuk menyekat
respon imun terhadap ginjal transplan. Untuk mengatasi atau mengurangi mekanisme
pertahanan tubuh, medikasi imunosupresif seperti Azatriophine (Imuran),
kortikosteroid (prednisone), siklosporin, dan OKT-3 (antibodi monoloklonal) dapat
diberikan. Globulin antilimfosit (ALG) kadang – kadang digunakan untuk
memodifikasi respon imun.
Dosis agen imunosupresif ditingkatkan secara bertahap selama beberapa minggu
lebih, bergantung pada respon imunologis pasien terhadap transpalan. Namun
demikian pasien akan mengkonsumsi medikasi anti-rejeksi seumur hidup.
b. Rejeksi tandur
Rejeksi tandur ginjal dankegagalan dapat terjadi dalam waktu 24 jam (hiperakut),
dalam 3-114 hari (akut), atau setelah beberapa tahun (kronik). Rejeksi akut jarang
terjadi pada tahun pertama setelah transplantasi. Ultrasound dapat digunakan untuk
mendeteksi pembesaran ginjal, sedangkan biopsi renal dan teknik radiografik
digunakan untuk mengevaluasi rejeksi transplan. Jika transplan ditolak pasien akan
kembali menjalani dialisis. Ginjal yang ditolak tersebut akan kembali diangkat atau
tidak bergantung pada kapan penolakan tersebut terjadi (akut vs kronik) dan risiko
infeksi jika ginjal dibiarkan ditempat.
I. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2000), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron.
Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastro intestinal.
Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.
J. Pengelolaan dan Pencegahan
Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal, adanya penyakit penyerta,
derajat penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal, faktor
risiko untuk penurunan fungsi ginjal, dan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular.
Pengelolaan meliputi:
b. terapi penyakit ginjal
c. pengobatan penyakit penyerta
d. penghambatan penurunan fungsi ginjal
e. pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular
f. pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal
g. terapi pengganti ginjal dengan dialisis atau transplantasi jika timbul gejala dan
tanda uremia
Stadium dini penyakit ginjal kronik dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium.
Pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan dengan penghitungan laju filtrasi
glomerulus dapat mengidentifikasi pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal.
Pemeriksaan ekskresi albumin dalam urin dapat mengidentifikasi pada sebagian
pasien adanya kerusakan ginjal.
Sebagian besar individu dengan stadium dini penyakit ginjal kronik terutama di
negara berkembang tidak terdiagnosis. Deteksi dini kerusakan ginjal sangat penting
untuk dapat memberikan pengobatan segera, sebelum terjadi kerusakan dan
komplikasi lebih lanjut.
Pemeriksaan skrinning pada individu asimtomatik yang menyandang faktor risiko
dapat membantu deteksi dini penyakit ginjal kronik. Pemeriksaan skrinning seperti
pemeriksaan kadar kreatinin serum dan ekskresi albumin dalam urin dianjurkan untuk
individu yang menyandang faktor risiko penyakit ginjal kronik, yaitu pada:
a. pasien dengan diebetes melitus atau hioertensi
b. individu dengan obesitas atau perokok
c. individu berumur lebih dari 50 tahun
d. individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit
ginjal dalam keluarga.
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah
terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular adalah:
a. pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin kecil risiko
penurunan fungsi ginjal
b. pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
c. penghentian merokok
d. peningkatan aktivitas fisik
e. pengendalian berat badan f. obat penghambat sistem renin angiotensin seperti
penghambat ACE (angiotensin converting enzyme) dan penyekat reseptor
angiotensin telah terbukti dapat mencegah dan menghambat proteinuria dan
penurunan fungsi ginjal.
K. Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronis umumnya buruk. Umumnya terjadi karena komplikasi
penyakit. 6 juta – 20 juta individu di AS diperkirakan mengalami GGK (gagal ginjal
kronis) fase awal. Dan itu cenderung tanpa berhenti
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. K dengan GAGAL GINJAL KRONIK
A. PENGKAJIAN
ANAMNESA
1. Biodata Klien
Nama : Tn K
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : (tidak teridentifikasi)
Alamat : (tidak teridentifikasi)
1. Keluhan Utama: Tn.K mengeluh lemas
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh lemas, cepat cape, dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas, dan
diikuti tremor, gatal-gatal di seluruh tubuhnya, dan kadang-kadang suka keluar
darah dari hidungnya
Provoking Inadent (P)
Tanyakan pada klien apakah ada peristiwa yang menjadi faktor predisposisi
dan faktor presipitasi terjadinya lemas pada klien.
Quality and Quantity (Q)
Tanyakan pada klien bagaimana lemas yang dirasakan. Kuantitasnya seperti
lemas dirasakan terus menerus atau pada saat tertentu saja dan akan mereda
atau menjadi berat saat melakukan kegiatan seperti apa?
Region, Radiation, Relief (R)
Tidak teridentifikasi
Scale and Severity (S)
Tanyakan pada klien seberapa parah lemas yang dirasakan. Apakah lemas
tersebut sampai mengganggu aktivitas klien?
Time (T)
Tanyakan pada klien kapan lemas mulai dirasakan.
3. Riwayat Masa Lalu
Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi 15 tahun yang lalu dan tidak
terkontrol. Klien juga telah melakukan HD sejak 2 tahun yang lalu. Tanyakan
pada klien apakah ia pernah didiagnosis penyakit ginjal sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga
Tanyakan pada klien apakah ada riwayat penyakit ginjal dalam keluarga,
misalnya penyakit ginjal polokistik atau nefropati refluks.
5. Riwayat Obat-obatan
Tanyakan pada klien apakah ia sedang mengunakan obat-obatan yang bisa
menyebabkan gagal ginjal (misalnya OAINS, ACE inhibitor, atau antibiotic),
terapi tertentu untuk gagal ginjal (misalnya eritropoietin), atau obat-obatan
yang bisa terakumulasi dan menyebabkan toksisitas (misalnya digoksin).
6. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Tanyakan kepada klien apakah klien memiliki kebiasaan untuk menahan
berkemih.
Tanyakan kepada klien apakah asupan makanan klien tinggi protein, kopi
dan natrium yang dapat mempengaruhi jumlah urin yang dibentuk
Tanyakan kepada klien apakah klien sedang mengalami stress psikologis
yang dapat meningkatkan frekuensi berkemih
Tanyakan tingkat aktivitas klien
ASPEK PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
1) Psikologis
Stress emosional
Apakah klien mengalami stress emosional akibat proses penyakitnya yang
dapat menyebabkan perubahan sikap klien? Pada kasus tidak teridentifikasi.
Support system
Perlu ditanyakan adakah anggota keluarga klien dan orang-orang terdekat
yang sangat berperan dalam proses kesembuhan klien. Pada kasus, tidak
teridentifikasi.
Hubungan social
Perlu ditanyakan adakah hubungan sosial yang baik antara klien dengan
keluarga, atau lingkungan disekitarnya yang dapat mendukung kesembuhan
klien. Pada kasus, tidak teridentifikasi.
Coping pattern
Saat akan dilakukan HD, Tn.K mengatakan pada dokter dan perawat bahwa
ini HD terakhir yang akan ia lakukan karena merasa benci dengan proses HD
dan ia tidak ingin hidup seperti itu terus-menerus. Dia juga mengatakan bahwa
dia mengerti bahwa hidupnya tergantung pada dialisis.
2) Spiritual
Beliefe
Perlu ditanyakan kepada klien dan keluarga apakah klien dan keluarga
menganggap sakit tersebut merupakan ujian dari Tuhan dan percaya bahwa
Tuhan juga lah yang punya kuasa untuk menyembuhkan penyakitnya.
Religious Practices
Tidak teridentifikasi dalam kasus.
3) Sosio-cultural
Norms
Tidak teridentifikasi. Perlu ditanyakan apakah klien menaati dan
melaksanakan norma yang ada dalam lingkungannya.
Value
Tidak teridentifikasi.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
TD : 170/100 mmHg
HR : 96x/mnt
RR : 24x/mnt
T : (tidak teridentifikasi)
BB : 56 Kg
TB : 152 cm
1. Inspeksi : saat datang klien tampak pucat, edema anasarka, dan terlihat lemas,
sesak nafas, klien terlihat tremor,kulit tampak kering dan banyak yang
mengelupas,rambut tampak kusam dan kemerahan.
2. Palpasi : tidak teridentifikasi
3. Perkusi : tidak teridentifikasi
4. Auskultasi : tidak teridentifikasi
Pengkajian per sistem
a. Neurology : kaji gejala keletihan, kelemahan otot, malaise, penurunan
kesadaran, kesulitan memfokuskan perhatian, disorientasi, tremor, dan kejang.
Pada kasus ditemukan adanya tremor dan keletihan.
b. System integument : kaji adanya perubahan warna kulit, kulit yang kering,
gatal-gatal, dan rambut yang kusam. Pada kasus ditemukan adanya gatal-gatal
di seluruh tubuh, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas, dan
rambut tampak kusam dan kemerahan
c. System cardiovascular : kaji adanya hipertensi, pitting edema, periorbital
edema, pericardial friction rub, peningkatan JVP, perikarditis, efusi
pericardial, hiperkalemia dan hiperlipidemia. Pada kasus ditemukan adanya
hipertensi dan edema anasarka.
d. System respirasi : kaji adanya crackles, penurunan reflex batuk, peningkatan
RR. Pada kasus ditemukan sesak nafas dengan RR 24 x/menit.
e. System gastrointestinal : kaji adanya ulcerasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual dan muntah, dan perdarahan dari saluran pencernaan.
f. System hematologi : kaji adanya anemia dan trombositopenia. Pada kasus,
klien sering mengeluarkan darah dari hidung
g. System musculoskeletal : kaji adanya kram otot, kehilangan kekuatan otot,
nyeri tulang, dan patah tulang. Pada kasus, klien mengeluh lemas.
Perbandingan Data
Data Kasus Normal Interpretasi
Berat Badan 56 Kg BMI: 56/1.522 = 24.24
BMI normal :18-24
Kelebihan berat badan
Tinggi
Badan
152 Cm
Blood
Pressure
170/100 mmHg 100-120/60-80 mmHg Hipertensi
Heart Rate 96x/menit 60-80x/menit takikardia
Respiration
Rate
24x/menit 12-20x/menit takipnea
Hemoglobi
n
8.00 gr% 14-16 mg/dl Abnormal (turun)
Ureum 312 10-50 mg/dl Abnormal (tinggi)
Creatinine 3.1 0.5-0.9 mg/dl Abnormal (tinggi)
Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
1. Urine, meliputi volume, warna, sedimen, berat jenis, kreatinin, dan protein
2. Darah, meliputi BUN / kreatinin, hitung darah lengkap, sel darah merah, natrium
serum, kalium, magnesium fosfat, protein, dan osmolaritas serum
3. Pielografi intravena : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
Pielografi retrograd : Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, massa.
4. Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks
kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologist
7. Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
8. EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.
B. Analisa Data
Data yang ada Etiologi Dx keperawatan
DS : Cepet cape Nafas sesak Tremor
DO : Tampak pucat TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/mt RR : 24 x/mt Hb : 8 gr%
↓ fungsi ginjal↓
Produksi eritropoetin ↓↓
Stimulus eritroid pd sumsum tulang ↓
↓Proeritroblas ↓
↓Pematangan SDM ↓
↓Produksi darah ↓
↓SDM dan Hb ↓
↓Anemia
↓Suplai O2 ke jaringan dan
makanan sel ↓↓
↓ metabolism sel↓
↓ ATP↓
Fatigue↓
Intoleran aktivitas
Intoleran aktivitas berhubungan dengan fungsi ginjal yang menurun ditandai dengan fatigue
DS : -
DO : Edema anasarka Ureum 312 Kreatinin 3,1
COP ↓↓
Aliran darah ke ginjal ↓↓
Merangsang produksi renin↓
Angiotensin I dan II↓
Retensi Na+ dan H2O↓
Edema↓
Kelebihan volume cairan
Kelebihan volume cairan berhunbungan dengan COP yang menurun ditandai dengan edema
DS : Gatal-gatal d seluruh
tubuh
DO : Kulit tampak kusam
dan kemerahan
Sekresi protein terganggu↓
Perpostamia (sindrom uremia)
↓Toksin uremik
↓Pruritis (gatal-gatal)
↓gg. integritas kulit
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sekresi protein yang terganggu ditandai dengan gatal-gatal
Diagnosa keperawatan
o Intoleran aktivitas berhubungan dengan fungsi ginjal yang menurun ditandai dengan
fatigue.o Kelebihan volume cairan berhunbungan dengan COP yang menurun ditandai dengan
edema. o Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sekresi protein yang terganggu
ditandai dengan gatal-gatal.
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Intoleran aktivitas
berhubungan dengan
kelelahan, anemia dan
retensi produk
sampah
Tujuan Jangka Pendek:
Dalam 2x24 jam klien
diharapkan berpartisipasi
dalam aktivitas yang
dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
Berkurangnya
keluhan lelah
Peningkatan
keterlibatan pada
aktifitas sosial
Laporan perasaan
lebih berenergi
Frekuensi
pernapasan dan
frekuensi jantung
kembali dalam
rentang normal
setelah penghentian
aktivitas.
Tujuan Jangka
Panjang:
Tidak ada keluhan saat
beraktivitas.
Kaji faktor yang
menimbulkan keletihan:
Anemia
Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
Retensi produk sampah
Depresi
Menyediakan informasi
tentang indikasi tingkat
keletihan.
Tingkatkan kemandirian
dalam aktivitas perawatan
diri yang dapat ditoleransi,
bantu jika keletihan terjadi.
Meningkatkan aktivitas
ringan/sedang dan
memperbaiki harga
diri.
Anjurkan aktivitas alternatif
sambil istirahat.
Mendorong latihan dan
aktivitas dalam batas-
batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat
yang adekuat.
Anjurkan untuk beristirahat
setelah dialisis.
Istirahat yang adekuat
dianjurkan setelah
dialisis, yang bagi
banyak pasien sangat
melelahkan.
Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan penurunan
haluaran urine, diet
berlebihan dan retensi
cairan serta natrium.
Tujuan Jangka
Pendek:
Setelah 3x24 jam
perawatan klien dapat
mempertahankan berat
tubuh ideal tanpa
kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Menunjukkan
pemasukan dan
pengeluaran
mendekati
seimbang.
Turgor kulit baik
Membran mukosa
lembab
Berat badan dan
tanda vital stabil
Elektrolit dalam
batas normal.
Tujuan Jangka
Panjang:
Keseimbangan cairan
tubuh seimbang.
Kaji status cairan :
Timbang berat badan
harian.
Keseimbangan masukan
dan haluaran.
Turgor kulit dan adanya
edema.
Distensi vena leher.
Tekanan darah, denyut
dan irama nadi.
Pengkajian merupakan
dasar dan data dasar
berkelanjutan untuk
memantau perubahan
dan mengevaluasi
intervensi.
Batasi masukan cairan. Pembatasan cairan
akan menentukan berat
badan ideal, haluaran
urine dan respons
terhadap terapi.
Sumber kelebihan
cairan yang tidak
diketahui dapat
diidentifikasi.
Jelaskan pada pasien dan
keluarga rasional
pembatasan.
Pemahaman
meningkatkan
kerjasama pasien dan
keluarga dalam
pembatasan cairan.
Anjurkan pasien / ajari
pasien untuk mencatat
penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran.
Untuk mengetahui
keseimbangan input
dan output.
Pantau kreatinin dan BUN
serum.
Perubahan ini
menunjukkan
kebutuhan dialisa
segera.
Kerusakan integritas
kulit berhubungan
dengan uremia dan
pengendapan kalsium
di bawah kulit.
Tujuan Jangka
Pendek:
Dalam 1 x 24 jam
integritas kulit pasien
membaik dengan
kriteria hasil:
Mempertahankan
kulit utuh.
Menunjukan
perilaku / teknik
untuk mencegah
kerusakan kulit.
Tujuan Jangka
Panjang:
Integritas kulit dapat
terjaga.
Inspeksi kulit terhadap
perubahan warna, turgor,
vaskuler, perhatikan
kadanya kemerahan.
Menandakan area
sirkulasi buruk atau
kerusakan yang dapat
menimbulkan
pembentukan dekubitus
/ infeksi.
Pantau masukan cairan dan
hidrasi kulit dan membran
mukosa.
Mendeteksi adanya
dehidrasi atau hidrasi
berlebihan yang
mempengaruhi
sirkulasi dan integritas
jaringan..
Ubah posisi sesering
mungkin.
Menurunkan tekanan
pada edema, jaringan
dengan perfusi buruk
untuk menurunkan
iskemia.
Pertahankan linen kering. Menurunkan iritasi
dermal dan risiko
kerusakan kulit.
Anjurkan pasien
menggunakan kompres
lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada
area pruritis.
Menghilangkan
ketidaknyamanan dan
menurunkan risiko
cedera dengan
menggaruk.
Anjurkan memakai pakaian
katun longgar.
Mencegah iritasi
dermal langsung dan
meningkatkan
evaporasi lembab pada
kulit.
Daftar Pustaka
Smeltzer & Bare. 2001. “Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner
&Suddarth”. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran,
EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1995. Nursing Diagnosis: Application to Clinical Practice (6th ed).
Philadelphia: J.B Lipincott
Stein, Jay H.2001. Panduan klinik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:EGC
FKUI.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001