Stemi Lapkas Kardio [REVISI] 26 Juli 2015

download Stemi Lapkas Kardio [REVISI] 26 Juli 2015

of 38

description

kardiologi

Transcript of Stemi Lapkas Kardio [REVISI] 26 Juli 2015

LAPORAN KASUSSTEMI ANTEROSEPTAL ONSET 15 JAM KILLIP I TIMI 3/14

PEMBIMBING:dr. Hilfan Ade Putra Lubis, Sp.JP

PENYUSUN: Arifah Abriana Nasution(110100090) Rosa Yulise Putri(110100117) Khalis Hamdani(110100336)

KEPANITERAAN KLINIK RSUP HAJI ADAM MALIKDEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN VASKULARFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARAMEDAN2015

LEMBAR PENGASAHANTelah dibacakan pada tanggal : 24 Juli 2015Nilai :

(dr. Hilfan Ade Putra Lubis, Sp.JP)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul ST Elevation Myocardial Infarct.Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dokter pembimbing, dr. Hilfan Ade Putra Lubis, Sp.JP, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 23 Juli 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Lembar Pengasahan2Kata Pengantar3Daftar Isi4Daftar Tabel5Daftar Gambar5BAB 1 Pendahuluan6BAB 2 Laporan Kasus8BAB 3 Pembahasan..21Kesimpulan..36Daftar Pustaka.......................................................................................37

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Killip14Tabel 2.2. TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST14Tabel 2.3. Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI untuk memprediksiangka mortalitas dalam 30 hari14Tabel 3.1. Tanda dan Gejala Pada Infark Miokard24Tabel 3.2. Penilaian ST-elevasi27Tabel 3.3. Kontraindikasi fibrinolitik32

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Manajemen dan strategi reperfusi STEMI32

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada masyarakat merupakan epidemi di seluruh dunia.1 Pada tahun 2012, diperkirakan bahwa PJK bertanggung jawab terhadap 7,4 juta (13,2%) kematian di seluruh dunia.2 Di Amerika Serikat, prevalensi penderita penyakit jantung koroner mencapai 15,5 juta jiwa (6,2%).3 Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab 1 dari 7 kematian di Amerika Serikat pada tahun 2011.3 Di negara-negara Eropa, PJK merupakan penyebab kematian utama, yaitu 1,8 juta kematian setiap tahunnya.4 Sedangkan di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013, prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.5Sekitar 935.000 penduduk Amerika Serikat menderita infark miokard akut (IMA) setiap tahun, dimana sepertiganya disebabkan oleh ST-elevation Myocardial Infarction (STEMI).6 STEMI merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner dan merupakan salah satu spektrum sindroma koroner akut yang paling berat, dimana keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya.7 Saat ini, STEMI meliputi sekitar 25% sampai 40% dari presentasi infarct miokard.8 Menurut perkiraan dari American Heart Association, angka kematian jangka pendek pasien dengan STEMI juga telah menurun secara signifikan, berkisar dari 5% sampai 6% selama rawat inap awal dan dari 7% sampai 18% pada 1 tahun.8 Menurut Lloyd-Jones , et al. (2009) insiden AMI telah menurun dalam 2 dekade terakhir dari 244 per 100.000 penduduk di 1975 menjadi 162 per 100.000 penduduk pada tahun 2006.6 Krumholz, et al. juga menyatakan bahwa angka kematian di rumah sakit juga telah menurun dari 18% pada tahun 1975 menjadi 10% pada tahun 2006.9 Meskipun perbaikan ini, AMI terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama, dan telah diperkirakan bahwa jumlah tahun hidup yang hilang karena suatu AMI adalah 15 tahun, dan biaya (baik langsung dan tidak langsung) mencapai 164,5 miliar dollar per tahun.Pengelolaan pasien STEMI kompleks, multidisiplin, dan melibatkan empat tahapan perawatan berbeda berikut: (1) perawatan pra-rumah sakit, (2) gawat darurat, (3) laboratorium kateterisasi jantung, dan (4) unit perawatan koroner.10Pada laporan kasus kali ini akan dibahas tentang diagnosis dari STEMI anteroseptal onset 15 jam Killip I TIMI Risk 3/14 dan bagaimana manajemen penatalaksaannya.

BAB 2STATUS PASIENKepaniteraan Klinik SeniorDepartemen Kardiologi dan Kedokteran VaskularFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Rekam Medik No : 00.45.75.53Tanggal : 07 Juli 2015Hari : Selasa

Nama Pasien : Japiner ManulangUmur : 57 tahunSeks : Lk

Pekerjaan : WiraswastaAlamat : Jl. Trikora no 72 Kec. Sidikalang Agama : Kristen

Tlp : -Hp : -

Keluhan utama: Nyeri DadaAnamnesa: Hal ini dialami os sejak 2 hari sebelum masuk ke rumah sakit. Nyeri dirasakan os pada dada sebelah kiri, terasa berat dan seperti ditusuk, menjalar hingga tembus ke punggung bagian belakang dengan durasi nyeri > 1 jam. Nyeri dirasakan os hilang timbul, terutama dirasakan pada malam hari. Nyeri dada disertai keringat dingin dan nyeri ulu hati, selain itu os juga merasa kebas pada tangan sebelah kiri. Mual (-), muntah (-). Os dibawa keluarga ke RSUD Sidikalang dan diberi obat bawah lidah, 2 tablet obat kunyah, dan 4 tablet sekaligus. Setelah diberi obat os mengaku nyeri agak berkurang. Riwayat sakit darah tinggi dan sakit gula disangkal oleh os Riwayat merokok (+), minum tuak (+) Riwayat keluarga yang menderita keluhan serupa (-)Faktor risiko PJK: laki-laki, usia > 45 tahun, smoker, obesitasRiwayat penyakit terdahulu: tidak jelas Riwayat pemakaian obat: Aspilet 160 mg, Clopidogrel 300 mg, ISDN 5 mg Status Presens:KU: LemahKesadaran: Compos MentisTD: 110/80 mmHgHR: 68 x/mRR: 20 x/mSuhu: 36,8CSianosis:(-)Orthopnoe:(-)Dispnoe:(-)Ikterus:(-)Edema:(-)Pucat:(-)

Pemeriksaan Fisik :Kepala : Mata: anemia (-/-), ikterik (-/-)Telinga/hidung/mulut : dalam batas normalLeher : JVP : R+2 cmH2ODinding toraks: Inspeksi: Simetris Fusiformis Palpasi: Stem Fremitus kiri = kanan, kesan normalPerkusi: Sonor pada kedua lapangan paruBatas Jantung : Atas : ICR II-III sinistra Bawah: Diagfragma Kanan : ICS III LSD Kiri : ICS V LMCSAuskultasiJantung :S1 (N)S2 (N)S3 (-)S4 (-): RegulerMurmur (-)Tipe :-Grade : - Radiasi : -Grade: -Punctum Maximum :-Radiasi : -Suara Pernafasan : VesikulerSuara tambahan : Ronki (-)Wheezing : (-)

Abdomen: Soepel, BU(+) N, H/L/R tidak teraba Asites : (-)Ekstremitas :Superior: Sianosis (-)Clubbing (-)Inferior: Edema (-)Pulsasi arteri (+)Akral: Hangat

Elektrokardiografi IGD RSUP HAM (7 Juli 2015)

Interpretasi rekaman EKG :Sinus Ritme; QRS rate: 68 x/i; QRS axis: normoaxis; gelombang p: normal; interval PR: 0, 12 s; durasi kompleks QRS: 0,08 s; Q patologis dengan ST elevasi, T inversi di V1-V3; T inverted di V4-V5, I-aVL.Kesan EKG : Sinus Ritme + STEMI anteroseptal

Foto Toraks

Interpretasi Foto ToraksCTR 52%, Segmen aorta normal, Segmen pulmonal normal, Pinggang jantung mendatar, Apex downward, infiltrat (-), kongesti (+).Kesan : Kardiomegali dan kongesti.

Hasil Laboratorium: (tanggal 7 Juli 2015)Hemoglobin : 17.60 g%( 13,2 17,3)Eritrosit : 5.32x 106/mm3(4,20 4,87)Leukosit: 10.78x 103/mm3(4,5 11,0)Hematokrit: 49.40% (43 49)Trombosit: 177x 103/mm3(150 450)MCV: 92.9 fL(85 95)MCH: 33.10 pg(28 32)MCHC: 35.60%(33 35)RDW: 13.00%(11,6 14,8)MPV: 9,2 fL(7 10,2)PCT: 0,16%PDW: 10.3 fLHitung jenis: Neutrofil: 76.9% (37 80) Limfosit: 15.30 % (20-40) Monosit: 7.10 % (2-8) Eosinofil: 0,4 % (1-6) Basofil: 0,3 % (0-1)Ginjal Ureum: 19.70mg/dL ( 4 jam1

Skor risiko = total poin (0-14)3/14

Tabel 2.3. Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI untuk memprediksi angka mortalitas dalam 30 hariSkor TIMI (Poin)Mortalitas 30 hari (%)

00,8

11,6

22,2

34,4

47,3

512,4

616,1

723,4

826,8

9-1435,9

Follow Up Pasien Divisi KardiologiNama: JMUmur: 46 Tahun 11 BulanJenis Kelamin: Laki-laki

Hari/TanggalSOAP

7/7/2015IGDNyeri dada(+)Sens: CMTD: 140/70mmHgHR:64x/iRR:20x/iKepala: Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)Leher:TVJ (R+2 cmH20)Thorax: Cor : S1S2 NMurmur (-),Gallop (-)Pulmo: SP: vesikuler, ST: (-)Abdomen: simetris, soepel, H/L tidak terabaExtremitas : edema (-/-), akral hangatSTEMI anteroseptal Onset 15 jam Killip I TIMI risk 3/14 Tirah baring Diet jantung 1700 kkal O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) Inj lovenox 0,6cc/12 jam Clopidogrel 1 x 75 mg Aspilet 1 x 80 mg ISDN 3 x 5 mg Simvastatin 1 x 40 mg

8/7/15CVCUNyeri dada(+) Skala nyeri 1/10Sens: CMTD: 150/90mmHgHR:70x/iRR:20x/iKepala:Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)Leher: TVJ (R+2 cmH20)Thorax: S1 S2 NMurmur (-), Gallop (-)Pulmo: SP vesikuler, ST: (-)Abdomen: simetris, soepel, H/L tidak terabaExtremitas : edema (-/-), akral hangatSTEMI anteroseptal Onset 15 jam Killip I TIMI risk 3/14

Hipertensi stage I Tirah baring O2 2-4 L/i nasal canul IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) Inj lovenox 0,6 cc/12jam Aspilet 1 x 80 mg Clopidogrel 1 x 75 mg ISDN 3 x 5 mg Simvastatin 1 x 40 mg Captopril 3 x 25 mg Diazepam 3 x 5 mg Laxadyn Syr 1 x CI

Hasil Lab ( tanggal 8 Juli 2015)GDP : 112 mg/dL ; GD 2 jam PP: 138 mg/dL ; HbA1c : 5.9% ; Kolesterol total : 258 mg/dL ; Trigliserida 145 mg/dL ; HDL 44mg/dL ; LDL 146 mg/dL ; CKMB 115 U/L ; Troponin T : 0.37 g/L

Interpretasi rekaman EKG (8 Juli 2015, pukul 04.43):Sinus Ritme; QRS rate:70 x/i; durasi gel. P: 0,08 s; bentuk gelombang P: normal; interval PR: 0,16 s; durasi kompleks QRS: 0,08 s; normoaxis; ST elevasi di V1-V4; T inversi di lead I, aVL, V1-V5; ST depresi (-); Q patologi: V1-V4; LVH(-), RVH (-), VES(-)Kesan EKG : Sinus Ritme + STEMI anteroseptal

9/7/15CVCUNyeri dada (-), Sesak napas (-)

Sens: CMTD : 130/90 mmHgHR : 88x/iRR : 20x/iKepala:Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)Leher:TVJ (R+2 cmH20)Thorax:Cor: S1S2 NMurmur (-), Gallop (-)Pulmo: SP: vesikuler ST: (-)Abdomen: simetris, soepel, H/L tidak terabaExtremitas : edema (-/-), akral hangatSTEMI Anteroseptal Onset 15 jam Killip I TIMI risk 3/14

Hipertensi stage I

Tirah baring O2 2-4 L/i nasal canul IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) Inj lovenox 0,6cc/12jam Aspilet 1 x 80 mg Clopidogrel 1 x 75 mg ISDN 3 x 5mg Simvastatin 1x40mg Captopril 3x 25 mg Diazepam 3 x 5mg Laxadyn Syr 1 x CI

Elektrokardiografi ( tanggal 9 Juli 2015)

Interpretasi rekaman EKG :Sinus ritme; QRS rate : 70 x/i; durasi gelombang p: 0,08 s; bentuk gelombang p: normal; interval PR: 0,16 s; durasi kompleks QRS: 0,08 s; normoaxis; ST elevasi (-); ST depresi (-); T inversi: lead I, aVL, V1-V6; Q patologi: V1-V4, aVL ; LVH (-); RVH (-); VES(-).Kesan EKG : Sinus Ritme + AMI anteroseptal

10/7/15RIC lt. 4Nyeri dada(-), tidak BAB 3 hari

Sens: CMTD : 100/60mmHgHR : 72x/iRR : 20x/iKepala:Mata:anemis (-/-) ikterik (-/-)Leher: TVJ (R+2 cmH20)Thorax:Cor: S1S2 NMurmur (-), Gallop (-)Pulmo: SP vesikuler, ST: (-)Abdomen: simetris, soepel, H/L tidak terabaExtremitas : edema (-/-), akral hangatSTEMI Anteroseptal Onset 15 jam Killip I TIMI 3/14

Tirah baring O2 2-4 L/i nasal canul IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) Inj lovenox 0,6 cc/12jam Aspilet 1x80 mg Clopidogrel 1 x 75 mg ISDN (k/p) Simvastatin 1x 40 mg Captopril-> ditunda Diazepam-> ditunda Laxadyn Syr 1xCI

Hasil Elektrokardiogram ( tanggal 10 Juli 2015)

Interpretasi rekaman EKG:Sinus ritme; QRS rate : 67 x/i; durasi gelombang P: 0,08 s; bentuk gelombang P: normal; interval PR: 0, 16 s; durasi kompleks QRS: 0,08 s; normoaxis; ST elevasi (-); ST depresi (-); T inversi: lead I, aVL, V2-V5; Q patologi: V1-V4; LVH (-); RVH (-); VES(-).Kesan EKG : Sinus Ritme + AMI anteroseptal

13/7/15RIC lt 4Nyeri dada(-)Sens: CMTD : 100/70mmHgHR : 65x/iRR : 20x/iKepala:Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)Leher:TVJ (R+2 cmH20)Thorax: S1S2 NMurmur (-), Gallop (-)Pulmo: SP vesikuler, ST: (-)Abdomen: simetris, soepel, H/L tidak terabaExtremitas : edema (-/-), akral hangatSTEMI Anteroseptal Onset 15 jam Killip I TIMI 3/14 Tirah baring O2 2-4 L/i nasal canul IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) Inj lovenox 0,6 cc/12jam Aspilet 1x80 mg Clopidogrel 1 x 75 mg Simvastatin 1x 40 mg Laxadyn Syr 1xCI

Rencana Angiografi koroner

Hasil Elektrokardiogram ( tanggal 13 Juli 2015)

Interpretasi rekaman EKG:Sinus ritme; QRS rate : 64 x/I; durasi gelombang P: 0,08 s; bentuk gelombang P: normal; interval PR: 0, 16 s; durasi kompleks QRS: 0,06 s; normoaxis; ST elevasi (-); ST depresi (-); T inversi: lead I, aVL, V1-V4; Q patologi: V1-V3; LVH (-); RVH (-); VES(-).Kesan EKG : Sinus Ritme + AMI anteroseptal

22

BAB 3DISKUSI KASUS

3.1 AnamnesisSindroma koroner akut (SKA) merupakan sekumpulan gejala klinis yang terjadi karena adanya sumbatan pada arteri koroner akibat ruptur plak aterosklerosis dan diikuti dengan agregasi platelet serta pembentukan trombus intrakoroner. Trombus ini menyebabkan penyempitan pada arteri koroner baik secara parsial ataupun total. Keadaan ini akan menurunkan aliran darah ke miokardium, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Jenis dari sindroma koroner akut tergantung pada derajat sumbatan pada arteri koroner, yaitu Angina Pektoris tidak Stabil, Infark miokard tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI), Infark miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI). Ketiga jenis sindroma koroner akut ini memiliki karakteristik nyeri dada (angina) yang sama dan merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang memerlukan penanganan yang adekuat untuk menghindari terjadinya kematian mendadak.7,11Sindroma koroner akut biasanya terjadi karena adanya faktor pencetus seperti aktivitas fisik, tekanan emosional, dan irama sirkadian. Aktivasi sistem saraf simpatis pada keadaan ini akan meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan tekanan kontraksi ventrikuler yang dapat mengganggu stabilitas kedudukan plak atherosklerosis. Pada umumnya pasien akan mengeluhkan gejala iskemia pada saat selesai melakukan aktivitas fisik dan pada waktu pagi dini hari karena irama sirkadian mencapai puncaknya.11Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada terlebih dahulu harus diidentifikasi apakah nyeri yang dialaminya merupakan nyeri dada kardiak atau non-kardiak. Keluhan nyeri dada kardiak pada pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) ataupun atipikal. Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.7Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Diagnosis SKA akan menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien laki-laki, memiliki riwayat penyakit aterosklerosis non-koroner (penyakit arteri perifer / karotis), memilliki PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah pintas koroner (CABG), atau intervensi koroner perkutan (PCI), dan mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education Program). 7

Pada Pasien:Ditemukan gejala angina tipikal infark, yaitu terasa berat dan seperti ditusuk pada dada dengan durasi > 20 menit, menjalar hingga ke punggung, lengan kiri, ulu hati, dan disertai keringat dingin (diaphoresis). Sesak nafas (-), Mual (-), Muntah (-).

3.2 Faktor Risiko3.2.1 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasia. UsiaRisiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur, diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Pasien usia lanjut lebih sering mengalami perubahan abnormalitas anatomi dan fisiologi kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta yang terbatas, peningkatan afterload jantung karena penurunan compliance arteri dan hipertensi arterial, hipotensi ortostatik, hipertrofi jantung, dan disfungsi ventrikular terutama disfungsi diastolik dibandingkan dengan pasien yang masih muda.10b. Jenis kelaminLaki-laki memiliki risiko lebih tinggi dari pada perempuan.Walaupun setelah menopause angka kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki-laki akibat penyakit jantung.10c. Riwayat keluargaRiwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor risiko, termasuk penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun.103.2.2 Faktor risiko yang dapat dimodifikasia. MerokokPeran rokok dalam penyakit jantung koroner antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meninkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan risiko 2-3 kali dibandingkan yang tidak merokok.10b. HipertensiHipertensi menyebabkan meningkatnya afterload yang secara tidak langsung meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan oksigen jantung.10

c. DislipidemiaKolesterol merupakan prasyarat menjadi penyakit koroner pada jantung. Kolesterol dapat berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika lemak berakumulasi terus berlangsung, akan membentuk plak sehingga pembuluh arteri koroner yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak akan mengalami aterosklerosis.12d. ObesitasBeberapa perubahan metabolisme lemak sering dijumpai pada individu dengan obesitas. Perubahan-perubahan ini berkaitan erat dengan jumlah lemak viseral dibandingkan dengan total lemak tubuh. Pada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar kolesterol total dan trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Meskipun kolesterol LDL tetap meningkat sedikit atau normal, partikel small dense LDL yang aterogenik cenderung meningkat, terutama pada pasien dengan resistensi insulin yang berkaitan dengan adipositas viseral.Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis.12e. Diabetes melitusDiabetes mellitus sudah dikenal sebagai faktor resiko utama penyakit kardiovaskular. Data dari penelitian klinis menunjukkan sebagian besar pasien DM meninggal karena penyakit kardiovaskular dan lebih dari tiga perempat pasien DM yang meninggal penyebabnya dikaitkan dengan aterosklerosis, yang mana sebagian besar kasus (75%) karena PJK.12

Pada Pasien:- Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: Laki-laki, Usia>45 tahun- Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: Smoker, Obesitas

3.3 Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.7Tabel 3.1. Tanda dan Gejala yang bisa ditemui pada Infark Miokard11

1. Karakteristik nyeriBerat, persisten, berlokasi di substernal

2. Efek simpatisDiaphoresis

Ekstremitas dingin

3. Parasimpatis (efek vagal)Mual, muntah

Kelemahan

4. Respon inflamatorikDemam dengan derajat rendah

5. Temuan pada jantungS4 (dan S4 jika gangguan sistolik terjadi) gallop

Penonjolan diskinetik (infarct miokard dinding anterior)

Mumur sistolik

5. LainnyaRonki basah basal pada paru-paru

Distensi vena jugular (gagal jantung atau infark ventrikel kanan)

Pada Pasien:Dari pemeriksaan fisik dijumpai diaphoresis.

3.4 Pemeriksaan Penunjanga. Marka Jantung TroponinTroponin merupakan protein regulator pada sel otot yang mengontrol interaksi antara aktin dan myosin. Terdiri dari tiga subunit yaitu TnC, TnT, TnI. Troponin lebih spesifik dan sensitif dibandingkan makra jantung lainnya seperti CK-MB dan myoglobulin. Peningkatan troponin menunjukkan kerusakan selular dari otot jantung. Pada pasien dengan infark miokard, troponin meningkat 4 jam setelah onset gejala muncul, puncaknya pada 18-36 jam. Troponin akan tinggi hingga 2 minggu dikarenakan proteolisis dari aparatus kontraktil.11,13 Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 sampai 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan ini akan menetap hingga 2 minggu.7Peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi pada keadaan yang bukan sindroma koroner akut seperti : disfungsi ginjal akut atau kronik, gagal jantung akut atau kronik, krisis hipertensi, emboli paru (hipertensi pulmonal), inflamasi (myocarditis), kelainan neurologis (stroke atau perdarahan subarakhnoid), hipotiroidisme, apical balooning syndrome (tako-tsubo cardiomyopathy), penyakit infiltratif (amyloidosis, haemochromatosis, sarcoidosis, scleroderma), toksisitas obat (adryamicin, 5-fluorouracil, herceptin, bisa ular), rhabdomyolisis, luka bakar (jika melibatkan >30% luas permukaan tubuh), pasien gagal nafas atau sepsis.13 CK-MBCK-MB merupakan protein yang dominan ditemukan di jantung, tetapi 1-7% berada pada otot skeletal, dan di usus halus, lidah, diafragma, uterus dan prostat. Sehingga menyebabkan spesifisitas yang lebih rendah. CK-MB akan meningkat 3-6 jam setelah onset dari gejala dan puncaknya pada24 jam dan menetap sampai 2 hari. CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infrak berulang) maupun infark periprosedural.7,14Penyebab lain yang meningkatkan kadar CK-MB, seperti : cardioversi atau defibrilasi (dosis tinggi >400 Joule), myocardial contusion, kelainan otot skeletal (Duchenne muscular dystrophy), Reye syndrome, hipotiroidisme, postpartum, hipokalemi berat, heavy binge drinking and delirium termors, gangrene atau iskemi berat pada ekstrimitas, resuscitative chest compression, moderately severe exercise.14Pada pasien :Dengan onset STEMI 15 jam dijumpai peningkatan marka jantung, sebagai berikut:CK-MB: 115 U/L (7-25)Troponin T: 0,37 g/L(0,0-0,1)b. ElektrokardiografiPada semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah pada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat dan sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.7Terjadi evolusi gambaran EKG pada infark miokard. Pada stadium awal biasanya EKG terlihat normal, kemudian dalam fase akut akan muncul ST elevasi, dalam beberapa jam diikuti dengan T inversi dan terakhit termbentuk gelombang P patologis. Karakteristik pola EKG ini dapat diminimalisasi atau hilang oleh intervensi terapi awal.11,15ST elevasi pada infrak miokard dinilai pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan. Pada sadapan V1-V3 nilai ambang yang beragam untuk mendiagnosis ST elevasi, bergantung pada usia dan jenis kelamin seperti yang terlihat pada tabel 4.1. Pasien dengan infark miokard inferior disarankan untuk pemasangan lead prekordial kanan (V3R-V4R) untuk melihat ada tidaknya ST elevasi.7,15Tabel 3.2. Penilaian ST-elevasi7SadapanVariabelNilai ambang elevasi segmen ST

V1-V3Pria usia < 40 tahun 0,25 mV

Pria usia 40 tahun 0,2 mV

Perempuan tanpa memandang usia 0,12 mV

V3R-V4RPria dan wanita 0,05 mV

Pria < 30 tahun 0,1 mV

V7-V9 0,5 mV

Pada pasien :Dari hasil EKG dapat disimpulkan dengan STEMI anteroseptal (ST elevasi pada lead V1-V3). Kemungkinan pembuluh darah yang terlibat adalah LAD.c. Foto ThoraksTujuan pemeriksaan foto toraks adalah utnuk membuat diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.7Pada pasien :CTR: > 52%, kesan kardiomegalid. EkokardiografiEvaluasi ekokardiografi pada pasien selama infark miokard bervariasi bergantung pada aliran darah koroner. Kelainan gerakan dinding jantung terjadi apabila stenosis arteri koroner >85% saat istirahat atau >50% saat latihan atau hiperemia. Ekokardiografi dua dimensi dan dopler dapat menilai lokasi dan tingkat kerusakan miokard yang terkait atau yang sudah ada sebelumnya seperti disfungsi katup, tekanan ventrikel dan tekanan arteri pulmonalis. Marka jantung dan elektrokardiogram merupakan penentu kasar ukuran dan lokasi infark.16Obstruksi pada Left Anterior Descending Artery (LAD) menyebabkan kelainan pergerakan dinding yang parah pada dinding septum, anterior dan apeks. Obstruksi pada Left Circumflex Artery (LCX) biasanya mempengaruhi perfusi pada segmen anterolateral dan inferolateral. Pada sekitar 20% pasien (left dominant system), LCX memasok aliran darah ke bagian posterior.16Obstruksi pada Right Coronary Artery (RCA) dapat menyebabkan infark dari ventrikel kanan. Posterior Descending Artery (PDA) yang merupakan cabang dari RCA pada 80% pasien (right dominant system), memasok aliran darah pada bagian posterior.16Pada pasien :Belum dilakukan ekokardiografi

e. Angiografi KoronerAngiografi koroner merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dilakukan dinamakan angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Terkadang akan ditempatkan stent atau pipa kecil yang berpori dalam arteri.17Pada pasien :Belum dilakukan angiografi koroner.

3.5 PenatalaksanaanPenatalaksanaan, termasuk diagnosis dan pengobatan infark miokard akut, dimulai pada saat First Medical Contact (FMC), diartikan sebagai titik di mana pasien baik pada awalnya dinilai oleh paramedis atau dokter atau tenaga medis lainnya dalam pengaturan pra-rumah sakit, atau saat pasien tiba di instalasi gawat darurat rumah sakit. Diagnosis kerja infark miokard harus ditentukan dahulu pada FMC. Hal ini biasanya didasarkan pada riwayat nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih, tidak berkurang dengan pemberian nitrogliserin. Petunjuk yang penting adalah riwayat PJK dan penjalaran rasa sakit pada leher, rahang bawah atau lengan kiri. Rasa sakit mungkin tidak parah. Beberapa pasien datang dengan gejala yang kurang khas, seperti mual/muntah, sesak nafas, kelelahan, jantung berdebar atau sinkop. Penelitian menunjukkan bahwa sampai dengan 30% pasien STEMI datang dengan gejala yang tidak khas.Pemantauan EKG harus dimulai sesegera mungkin pada semua pasien yang diduga STEMI untuk mendeteksi aritmia yang mengancam kehidupan dan memungkinkan defibrilasi cepat jika diindikasikan. Hasil EKG harus diperoleh dan diinterpretasikan sesegera mungkin pada saat FMC. Bahkan pada tahap awal, EKG jarang normal. Biasanya, ST-segmen elevasi pada infark miokard akut, pada J-point dan harus ditemukan minimal pada 2 lead yang bersebelahan.3.5.1 Penatalaksanaan umuma. OksigenSuplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri 60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.10f. ACE InhibitorACE Inhibitor harus segera diberikan jika tekanan darah stabil dan tetap di atas 100 mmHg. Keuntungan ACE Inhibitor terutama terlihat pada pasien dengan gagal jantung, infark miokard, disfungsi ventrikel kiri. ACE Inhibitor seperti captopril 6,25 mg diberikan 3 dosis, target 25-50 mg.7

g. Antagonis KalsiumTidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis kalsium secara rutin. Namun golongan obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita dengan nyeri dada iskemik yang berlanjut walaupun telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta.7h. AntikoagulanHeparin dapat diberikan dalam bentuk unfractionated heparin atau low molecular weight heparin. Unfractionated heparin diberika 5000 unit bolus dilanjutkan dengan 1000 unit/jam. Dosis heparin kemudian diteruskan sesuai pemeriksaan aPTT (target aPTT 1,5-2 x nilai normal).10i. Antagonis Reseptor Glykoprotein IIb/IIIaGolongan obat ini sedang diuji pada uji klinik sebagai terapi adjuvant fibrinolitik. Penggunaannya pada primary PTCA terbukti memperbaiki angka harapan hidup.3.5.2 Terapi reperfusiTerapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru.Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat.Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.

Gambar 3.1. Manajemen dan strategi reperfusi STEMI15Pemberian terapi fibrinolitik tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim jantung, karena penundaan yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium yang seharusnya dapat terselamatkan. Jika keluhan pasien sesuai dengan IMA dan kadar enzim jantung yang meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi pada EKG, maka diagnosisnya adalah infark non ST elevasi (NSTEMI). Pasien harus mendapat terapi heparin, aspirin, dan obat-obat anti-angina. Terapi fibrinolitik tidak boleh diberikan pada infark non ST-elevasi.Pemberian fibrinolitik harus dilakukan sesegera mungkin, karena semakin cepat diberikan semakin banyak miokardium yang terselamatkan. Sebaiknya dicapai dalam waktu kurang dari 30 menit.10Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.Indikasi terapi fibrinolitik adalah sebagai berikut:10 Gejala yang sesuai dengan IMA. Perubahan EKG berupa ST elevasi > 0,1 mm pada minimal 2 sandapan yang berdekatan, gambaran bundle branch block baru. Onset nyeri dada:< 6 jam: sangat bermanfaat6-12 jam: bermanfaat>12 jam: tidak bermanfaat, kecuali dengan penderita dengan iskemia lanjut, yang terbukti berlanjutnya nyeri dada dan ST elevasi pada EKG.Jenis obat fibrinolitika. StreptokinaseRegimen 1,5 juta unit dalam 100 NaCl 0,9% atau dekstrose 5% diberikan dalam 1 jam.7

b. Tissue Plasminogen Activator (tPA)Penggunaan tPA harus dipertimbangkan pada pasien-pasien yang telah mendapatkan streptokinase dalam 2 tahun terakhir, alergi terhadap streptokinase, hipotensi (TDS < 90 mmHg).

Kontraindikasi fibrinolitikMenurut Bottiger et al., tahun 2008, keberhasilan resusitasi tidak dikontraindikasikan dengan terapi fibrinolitik. Akan tetapi, pada keadaan yang tidak efektif dimana dapat terjadi peningkatan perdarahan yang merugikan, pemberian fibrinolitik tidak diindikasikan.Tabel 3.3. Kontraindikasi fibrinolitik15Kontra Indikasi Absolut Kontra Indikasi Relative

Stroke hemoragik atau stroke yang belum diketahui , dengan awitan kapanpun.Transient Ischaemic Attack (TIA) dalam 6 bulan.

Stroke iskemik 6 bulan terakhir.Pemakaian antikoagulan oral

Kerusakan system saraf sentral dan neoplasma.Kehamilan atau dala 1 minngu post partum.

Trauma operasi/ trauma kepala yang berat dalam 3 minggu terakhir.Tempat tusukan yang tidak dapat dikompresi.

Perdarahan saluran cerna dalam 1 bulan terakhir.Resusitasi traumatic

Penyakit perdarahan Hipertensi refrakter (tekanan darah sistolik > 180mm Hg

Diseksi aortaPenyakit hati lanjut

Ulkus peptikum yang aktif.

Kegagalan fibrinolitikDitandai dengan berlanjutnya nyeri dada dan menetapnya ST elevasi. Komplikasi berupa gagal jantung, aritmia lebih banyak terjadi, untuk itu rescue PTCA harus dipertimbangkan. Jika tidak memungkinkan, sebaiknya fibrinolitik diulangi dengan dosis yang sama.10

pada pasien: Tirah baring + Diet Jantung 1700 kkal O2 2-4 L/i nasal kanul IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) Clopidogrel 1 x 75 mg Aspilet 1 x 80 mg ISDN 3 x 5 mg Simvastatin 1 x 40 mg Laxadine syr. 1 x CI Inj Lovenox 0,6cc/12jamBAB 4KESIMPULANJM, laki-laki, usia 57 tahun, didiagnosa STEMI anteroseptal onset 15 jam Killip I TIMI Risk 3/14 dan diberi pengobatan : Tirah baring + Diet Jantung 1700 kkal O2 2-4 L/i nasal kanul IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) Clopidogrel 1 x 75 mg Aspilet 1 x 80 mg ISDN 3 x 5 mg Simvastatin 1 x 40 mg Laxadine syr. 1 x CI Inj Lovenox 0,6cc/12jam

Dengan rencana pemeriksaan lanjutan : Echocardiography Angiografi koroner

DAFTAR PUSTAKA1. Murray CJ, Vos T, Lozano R, et al. Disability-adjusted life years (DALYs) for 291 diseases and injuries in 21 regions, 19902010: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010. Lancet. 2012; 380(9859):21972223.2. WHO Factsheet No310, updated May 2014, http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/3. Mozaffarian D, et al. Heart Disease and Stroke Statistics - 2015 Update : A Report From the American Heart Assoociation. Circulation. 2015; 131:e29-e322.4. Nichols M, et al. European Cardiovascular Disease Statistics. 2012. European Heart Network and European Society of Cardiology.5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.6. Lloyd-Jones D, Adams R, Carnethon M, et al. Heart disease and stroke statistics 2009 update: a report from the American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation. 2009;119:e21-e181.7. PERKI. Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. Edisi ketiga. Jakarta : Centra communications 2014:hlm 1-72.8. OGara PT, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-elevation Myocardial Infarction : A Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation. 2013; 127:e362-e425.9. Krumholz HM, Wang Y, Chen J, et al. Reduction in acute myocardial infarction mortality in the United States: risk-standardized mortality rates from 1995-2006. JAMA. 2009;302:767-773.10. Fuster V, et al. Hursts: The Heart. 13th, 2011, Mc Graw Hill Publisher.11. Rhee J, Sabatine MS dan Lilly LS. Acute Coronary Syndrome. In: Lilly LS, ed. Pathophysiology of heart disease: A collaborative project of medical students and faculty. Baltimore, MD: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins, 2011:161-89.12. Gaziano, T.A, Gaziano, J.M, 2008. Epidemiology of Cardiovascular Disease. In : Loscalzo, J. ed. Harrisons Cardiovascular Medicine. United State of America: The McGraw-Hill Companies.13. Hamm CW, Bassand J, Agewall S, et al. ESC Guideline for the management of acute coronary syndrome in patients presenting without persistent ST-segment elevation. European Heart Journal 2011;32:2999-3054.14. Shapiro BP, Babuin L dan Jaffe AS. Cardiac Biomarkers. In: Murphy JG dan Lloyd MA, eds. Mayo Clinic Cardiology. Canada: Mayo Clinic Scientific Press, 2007:773-80.15. Steg G, James SK, Atar D, et al. ESC Guideline for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. European Heart Journal 2012;33:2569-619.16. Coulter SA. Echocardiographic Evaluation of Coronary Artery Disease. In: Willerson JT, Cohn JN, Wellens HJJ, Holmes DR, eds. Cardiovascular medicine. London: Springer, 2007:811-40.17. Werf FV, Bax J, Betriu A, et al. Management of acute myocardial infarction in patients presenting with persistent ST-segment elevation. European Heart Journal 2008;29:2909-45.