Status Ujian Dm Tipe 1 Fix

46
BAB I LAPORAN KASUS STATUS PEDIATRIK I. IDENTIFIKASI a. Nama : An. MA b. Umur : 14 tahun c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Nama Ayah : Tn. A e. Nama Ibu : Ny. F f. Bangsa :Indonesia, Suku g. Alamat :Jl. Lemabang h. Dikirim oleh : - i. MRS Tanggal : 09 Maret 2015 II. ANAMNESIS (Subjektif/S) Tanggal : 12 Maret 2015 Diberikan oleh : Ibu pasien dan pasien (Allo dan autoanamnesis) A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG 1. Keluhan Utama : Sesak napas 2. Keluhan Tambahan :Muntah, nyeri perut di regio epigastrium, poliuri. 3. Riwayat Perjalanan Penyakit: ± 5 tahun yang lalu, anak mengeluh badan lemas dan lesu, anak sering kencing pada malam hari, sering makan, dan sering minum. Anak juga mengalami demam yang berlangsung selama 4 hari dirasakan tidak terlalu tinggi pada hari pertama, dan tinggi keesokan harinya, dan tidak diberikan pengobatan antipiretik. Anak langsung dibawa ke RSMH dan dirawat selama 1 bulan. Anak didiagnosis menderita Diabetes Melitus Tipe 1. Anak masih 1

description

Dm

Transcript of Status Ujian Dm Tipe 1 Fix

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PEDIATRIKI. IDENTIFIKASI

a. Nama

: An. MAb. Umur

: 14 tahun

c. Jenis Kelamin: Perempuan

d. Nama Ayah: Tn. Ae. Nama Ibu: Ny. Ff. Bangsa

:Indonesia, Suku g. Alamat

:Jl. Lemabangh. Dikirim oleh: -i. MRS Tanggal: 09 Maret 2015II. ANAMNESIS(Subjektif/S)

Tanggal

: 12 Maret 2015

Diberikan oleh: Ibu pasien dan pasien (Allo dan autoanamnesis)A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

1. Keluhan Utama

: Sesak napas2. Keluhan Tambahan:Muntah, nyeri perut di regio epigastrium, poliuri.3. Riwayat Perjalanan Penyakit:

5 tahun yang lalu, anak mengeluh badan lemas dan lesu, anak sering kencing pada malam hari, sering makan, dan sering minum. Anak juga mengalami demam yang berlangsung selama 4 hari dirasakan tidak terlalu tinggi pada hari pertama, dan tinggi keesokan harinya, dan tidak diberikan pengobatan antipiretik. Anak langsung dibawa ke RSMH dan dirawat selama 1 bulan. Anak didiagnosis menderita Diabetes Melitus Tipe 1. Anak masih mengalami demam sejak awal dirawat di RSMH, demam turun setelah diberi paracetamol dan demam tinggi lagi diikuti menggigil, keringat disangkal. Anak diberi insulin botol novorapid 3 kali dan levemir 1 kali. Penyuntikan insulin dilakukan tidak teratur.

2 tahun yang lalu, anak mengalami sesak napas dan muntah. Sekitar 1 tahun yang lalu, anak kembali mengalami sesak napas dan muntah. Sesak dirasakan pada saat bangun tidur (+), dipengaruhi aktifitas(-), dipengaruhi posisi (-), dipengaruhi cuaca atau suhu (-). Muntah isi apa yang di makan(+), darah (-). Anak mengeluh sakit di regio suprapubik, ditekan keras, nyeri saat berkemih, dan hilang timbul. Terdapat lesi pada ekstremitas superior et inferior dan kepala. Lesi berupa vesikula, kecil, merah, dan gatal. Lesi diobati dengan salep, terdapat lesi yang sembuh dan ada yang tidak sembuh.

5 hari SMRS, anak mengalami trauma di regio parietal kepala setelah jatuh dari tempat tidur, benjolan (+), nyeri (+).

Anak kembali masuk ke RSMH pada tanggal 09 Maret 2015 dengan keluhan sesak napas sejak 4 jam SMRS. Sesak dirasakan setelah anak bangun tidur dan tidak berkurang setelah memakai 2 bantal, mengi (-), ronkhi (-),dipengaruhi aktifitas(-), dipengaruhi posisi (-), dipengaruhi cuaca atau suhu (-), setiap kali anak mengalami sesak dengan gejalan yang sama seperti sebelum nya maka si ibu akan memberikan minuman manis ( ai gula) dan memberikan minyak kayu putih. Anak juga mengalami muntah 3 kali, anak memuntahkan apa yang dimakan dan diminum, muntah menyembur, tidak ada diberi pengobatan, batuk (-), pilek (-). Anak tampak pucat, bibir kering, mata cekung, dan mau minum jika diberi minum. Anak juga mengeluh nyeri di bagian abdomen regio epigastrium, diare (-). Anak juga mengeluh buang air kecil terus. B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT

1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa Kehamilan : 9 bulan 10 hariPartus

: NormalTempat

: Rumah SakitDitolong oleh : BidanTanggal

: 07 desemberr 2000BB

: 2900 gramPB

: 48 cmLingkar kepala: -2. Riwayat MakananASI

: 0-1,5 tahun

Susu botol: 8 bulan

Bubur Nasi: usia 4 7 bulan

Nasi Tim/lembek: 6 bulan

Nasi Biasa: > 7 bulan3. RIWAYAT IMUNISASI

IMUNISASI DASARULANGAN

UmurUmurUmurUmur

BCG

DPT 1DPT 2DPT 3

HEPATITIS B 1HEPATITIS B 2HEPATITIS B 3

Hib 1Hib 2Hib 3

POLIO 1POLIO 2POLIO 3

CAMPAKPOLIO 4

KESAN : imunisasi tidak lengkap4. RIWAYAT KELUARGA

Perkawinan

: Pertama

Umur

: Ayah : 24 th / Ibu : 23 th

Pendidikan

: SMA

Penyakit yang pernah diderita: Ayah : Hepatitis

Nenek : Diabetes Melitus

5. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Gigi Pertama

: 4 bulanBerdiri

: tahun

Berbalik

: 3 bulanBerjalan: 1,2 tahun

Tengkurap

: bulanBerbicara: 1,5 bulan

Merangkak

: 4 bulanKesan

:

Duduk

: bulan6. RIWAYAT PERKEMBANGAN MENTAL

Isap Jempol

: (-)

Ngompol

: (-)

Sering Mimpi

: (-)

Aktivitas

: (-)

Membangkang

: (-)

Ketakutan

: (-)

Kesan

: Baik8. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Terkena lesi berupa vesikula, merah, menjalar ke bagian thoraks belakang. Setelah diberikan pengobatan, anak sembuh. 3 tahun yang lalu anak mengalami bengkak dan membesar pada lutut kaki sebelah kanan, nyeri (+), kaku (tidak bisa digerakn (+) dan di diagnosa rhematik atritis. III.PEMERIKSAAN FISIK ( Objektif / O)

A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Keadaan Umum: Tampak baik

Kesadaran: Compos mentis

BB: 26 Kg

PB atau TB: 145 Cm

Status gizi

BB/U: 26/49,5 100%= 52,52% = Severe wasting TB (PB)/U: 145/160100%=90,625%= mild stunting BB/TB (PB): 26/38100%= 89,47% = Gizi kurangLingkar kepala: 48,7 cmEdema ( - / - ), sianosis ( - / - ), dispnue ( - / - ), anemia ( - / - ), ikterus ( - / - ), dismorfik ( - / + )

Suhu: 36,0oC = NormotermiRespirasi: 28 x/menit = Normal, Tipe Pernapasan : torakoabdominal

Tekanan Darah: 110/80 mmHg= Normotensi

Nadi: 107 x/ menit = Takikardi, Isi/kualitas: cukup, Regularitas: teratur

Kulit: Warna sawo matang, tampak lesi di paha, lutut, dan tungkai kiri dan kanan. Lesi awalnya terbentuk sebagai vesikula, warna merah dan gatal, lesi sudah sembuh dan menyisahkan gambaran hiperpigmentasi.B. PEMERIKSAAN KHUSUS

KEPALA :

MATA : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

MULUT: Sianosis (-), cheilosis (-), anemis (-)

GIGI: Gigi molar 2 dan 3 regio mandibula sinistra mengalami pulpitis.

Terdapat tambalan pada kaninus maxilla. Kebersihan gigi kurang. LIDAH : Normal

FARING/TONSIL

HIPEREMIS : -

BESLAG : T1 / T1LEHER

INSPEKSI: Statis simetris, struma (-)

PALPASI: JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)

THORAX

INSPEKSI : Statis simetris, bentuk dada normal.

PALPASI: Normal, strempremitus sama di kedua lapang paruA. PARU

PERKUSI : Sonor di kedua lapang paru

AUSKULTASI

Vesikuler: Normal

Ronkhi : -

Wheezing: -

B. JANTUNG

PERKUSI: Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra, batas pinggang jantung ICS II, batas jantung kiri ICS V linea midklavikularis sinistra

AUSKULTASI:

Bunyi jantung I

Mitral: Normal

Trikuspid: Normal

Bunyi jantung II

Pulmonal: Normal

Aorta: Normal

Bising jantung: -ABDOMEN

INSPEKSI:Datar, terdapat bekas lesi berwarna hipopigmentasi di regio

umbilikus, lesi menyebar ke bagian thoraks belakang regio lumbar sinistra posterior, nyeri (+).

PALPASI : LemasPERKUSI: Tympani, shifting dullness (-)

AUSKULTASI: Bu (+), normal

HEPAR: Tidak teraba

LIEN

: Tidak teraba

GINJAL

: Ballotemen (-), Nyeri (-)EKSTREMITAS INSPEKSI

Bentuk: Normal

Deformitas: Tidak ada

Edema: Tidak adaTrofi: Tidak ada

Pergerakan: Normal

Tremor: Tidak ada

Chorea: Tidak ada

Akral : Pucat (+), dingin (-)Lain-lain: Tidak ada

INGUINAL

Kelenjar Getah Bening: Tidak membesar

Lain-lain

: Tidak ada

GENITALIA

LAKI-LAKI :

Phimosis

: -

Testis

: -

Scrotum

: -

PEREMPUAN

Labia mayora

: normal

Labia minora

: normal

Vagina

: normal

STATUS PUBERTAS

: Tanner stage 1-2STATUS NEUROLOGIS

Lengan

Tungkai

Kanan

kiri

Kanan

Kiri

Fungsi motorik

Gerakan

N

N

N

NKekuatan

5

5

5

5Tonus

N

N

N

NKlonus

-

-

-

-Reflex fisiologis +

+

+

+Reflex patologis -

-

-

-Gejala rangsang meningeal --

-

-Fungsi sensorikN

N

N

NNervi cranialesN

N

N

NReflex primitive -

-

-

-V. RESUME

Seorang anak perempuan, umur 15 tahun datang dengan keluhan demam tinggi disertasi eritem di kulit, nyeri sendi, dan kaku. Pasien didiagnosis penyakit jantung rematik. Pasien dirawat di RSMH sampai saat ini sudah 22 hari. Pasien telah mengalami perbaikan.

Pemeriksaan fisik:

Sensorium: compos mentis

Nadi

: 108 x/menit

RR

: 21 x/menit

TD

: 120/70 mmHg

Suhu

: 36,2 C

Kepala

: tidak ada kelainan

Leher

: JVP 5+0 cmH2O

Thoraks

Paru: tidak ada kelainan

Jantung: ictus cordis terlihat dan teraba di ICS IV LMC, murmur diastolik (+) grade

2/6 di ICS III/IV, gallop (-)

Abdomen: tidak ada kelainan

Ekstrimitas: tampak bekaseritem marginatum di paha, lutut, dan tungkai kiri dan kanan.

VI. DAFTAR MASALAH

1. Demam 2. Nyeri sendi3. Eritem marginatum4. SesakVII. DIAGNOSIS BANDING

Juvenil remathoid arthtritis

Systemik Lupus EritematosusVIII. DIAGNOSIS KERJA

Remathoid hearth disease (RHD)IX. TATALAKSANA (Planning / P)

a. PEMERIKSAAN ANJURAN Pemeriksaan darah rutin, CRP, LED Pemeriksaan ASTO dan kultur apusan tenggorokan Rontgen

EKG Echocardiografib. TERAPI ( SUPORTIF SIMPTOMATIS-CAUSATIF) FARMAKOLOGIS Benzatin penisilin B 1,2 juta unit jika terbukti infeksi streptokokus Aspirin 2x850 mg (PO) Paracetamol 3 500 mg (PO) jika demam >38,5Cc. DIET

Kalori untuk 1600 kalori dengan perbandingan karbohidrat:protein:lemak=55:15:30d. MONITORING

Tanda vital

Cek darah rutin, CRP, LED

e. EDUKASI Minum obat secara teratur untuk mencegah kekambuhan dimana pengobatan penyakit jantung rematik biasanya berlangsung bertahun-tahun. Mengurangi aktifitas fisik dan stress, istirahat total selama empat minggu. Menjaga personal hygiene, terutama kebersihan gigi dan mulutX. PROGNOSIS

a. Qua ad vitam : dubia ad bonam

b.Qua ad functionam : dubia ad bonam

c. Qua ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Demam Rematikdan Penyakit Jantung Rematik

Definisi

Katup-katup jantung rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Group A -hemolytic streptococcus (GABHS) (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam rematik.

Streptococcus merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik dapat membentuk pasang atau rantai selama pertumbuhannya. Streptococcus termasuk kelompok bakteri yang heterogen.

Sebagian besar dari streptococcus group A,B, dan C memiliki kapsul yang terdiri dari asam hialuronat, yang menghalangi fagositosis. Dinding sel terdiri dari protein ( antigen M, T, dan R ), karbohidrat (kelompok spesifik), dan peptidoglikan. Pili terdapat pada grup A, yang berisi sebagian dari protein M dan dilindungi oleh asam lipoteichoic, merupakan komponen penting untuk perlekatan streptococcus pada sel epithelial.

Protein M. Merupakan faktor utama S.pyogenes grup A, yang menjadikan bakteri virulen dan akan menolak fagositosis oleh PMN. Terdapat lebih dari 80 jenis protein M, sehingga menyebabkan seseorang dapat terinfeksi berkali-kali. Memiliki molekul berbentuk seperti batang yang menggulung yang memisahkan fungsi utamanya. Struktur seperti ini memungkinkan terjadinya perubahan urutan yang bessar ketika mempertahankan fungsinya, dengan 2 kelas struktur utama pada protein M yaitu kelas I dan kelas II.

Protein M dan antigen dinding sel bakteri streptococcus yang lain memiliki peranan penting dalam patogenesis pada demam rematik. Komponen dinding sel pada jenis M tertentu yang dapat mengakibatkan antibodi bereaksi denga jaringan otot jantung.

Gambar 1: Struktur permukaan sel Streptococcus pyogenes dan sekresi produk yang berperan dalam virulensi.

Epidemiologi

Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun, paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.

Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit (impetigo) adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh Group A -hemolytic streptococcus (GABHS), yang merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak pada anak usia 5-15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan diantara orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per tahun, dimana 15-20% disebabkan oleh Group A -hemolytic streptococcus (GABHS) dan hampir 80% oleh virus patogen.

Penyakit Jantung Rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral stenosis dengan 60% mitral stenosis murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens terjadi lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang, penyakit ini memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk gejala penyakit ini memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi. Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni insufisiensi.

Gambar 2: Prevalensi Penyakit Jantung Rematik (cases per 1000).

Patofisiologi

Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan Group A -hemolytic streptococcus (GABHS). Reaksi autoimun terhadap infeksi Streptococcus secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai berikut

1. Group A -hemolytic streptococcus (GABHS). akan menyebabkan infeksi pada faring

2. Antigen GABHS akan menyebabkan pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun

3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen GABHS, dan dengan jaringan hospes yang secara antigenik sama seperti GABHS ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan antara antigen GABHS dengan antigen jaringan jantung),

4. Autoantibodi tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.

Patogenesis yang dimediasi imun pada demam rematik akut dan PJR diduga adanya reaksi silang antara komponen GABHS dan sel mamalia.4 Diperkirakan terjadi reaksi silang oleh karena adanya kemiripan molekul (molekul mimikri) antara protein M ( subtipe 1,3,5,14,18,19 dan 24 )5 dari GABHS dengan antigen glikoprotein jantung, sendi dan jaringan lainnya.

M protein pada GABHS (M1, M5, M6, dan M19) bereaksi silang dengan glikoprotein pada jantung seperti miosin dan tropomiosin, dan endotelium katup.

Antibodi antimiosin mengenali laminin, sebuah matriks ekstraseluler alfa-heliks koil protein yang adalah bagian dari struktur membran katup. Katup yang paling sering terkena secara urutan mulai dari yang tersering adalah mitral, aorta, trikuspid, dan pulmonal. Dalam banyak kasus katup mitral diikuti 1 atau 3 katup lainnya.

Sel T yang responsif terhadap protein M menginfiltrasi katup melewati endotelium katup diaktivasi oleh ikatan antistreptokokal kabohidrat dengan pelepasan TNF dan Interleukin.

Selama demam rematik akut fokal inflamasi ditemukan pada berbagai jaringan yang terutama dapat dibedakan di dalam jantung yang disebut badan Aschoff. Badan Aschoff ini terdiri dari fokus-fokus eosinofil yang menelan kolagen dikelilingi limfosit, terutama sel T terkadang plasma sel dan makrofag besar yang disebut sel Anitschkow, yang merupakan patognomonik dari demam rematik. Sel yang berbeda ini memiliki sitoplasma yang berlimpah dan nuklei semtral bulat-panjang dimana kromatin ditengah, ramping, seperti pita bergelombang yang disebut caterpillar cell.Selama fase akut, inflamsi difus dan badan Aschoff dapat ditemukan pada ketiga lapisan dari jantung, perikardium, miokardium dan endokardium yang disebut sebagai pankarditis.

Pada perikardium, inflamasi diikuti oleh eksudat fibirinous atau serofibrinous sehingga diistilahkan perikarditis bread and butter yang biasanya akan bersih tanpa sekule. Pada miokarditis, badan Aschoff tersebar luas pada jaringan intersitial dan sering juga perivaskulat. Keterlibatan terus menerus endokardium dan katup sisi kiri oleh fokus-fokus inflamasi menghasilkan nekrosis fibrinoid didalam cusps atau sepanjang korda tendinae dimana terletak vegetasi kecil berukuan 1-2mm yang disebut veruka di sepanjang garis penutupan. Proyeksi ieregular seperti kutil ini mungkin timbul dari presipitasi fibrin pada daerah erosi, berhubungan dengan inflamasi yang terjadi dan degenrasi kolagen dan menyebabakan gangguan kecil fungsi jantung.

Secara mikroskopis terdapat fibrosis difus dan sering terdapat neovaskularisasi yang menguranig lapisan awal dan susunan daun katup avaskular. Badan Aschoff digantikan oleh jaringan parut fibrosis sehingga bentuk diagnostik dari lesi ini jarang ditemukan pada spesimen jaringan autopsi dari pasien dengan PJR kronik.

PJR kronik secara keseluruhan adalah penyebab tersering dari stenosis mitral (99% kasus). Dengan adanya mitral stenosis, atrium kiri berdilatasi secara progresif dan mungkin terdapat trombus mural apakah pada tepi atau sepanjang dinding. Kongestif paru yang lama memulai perubahan vaskular paru dan perubahan parenkimal dan menuju kepada hipertrofi ventrikel kanan.

Gambar 3 Patofisiologi penyakit jantung rematik

Diagnosis

Penegakan diagnosis dahulu berdasarkan kriteria Jones, tetapi saat ini telah ada kriteria yang diperbaharui oleh AHA dan WHO tahun 2002-2003. Dimana melalui kriteria yang terlah diperbaharui ini dapat dilakukan diagnosis :

1. Episode pertama demam rematik

2. Serangan berulang demam rematik pada pasien tanpa PJR

3. Serangan berulang demam rematik pada pasien dengan PJR

4. Reumatik Chorea

5. Onset awal Karditis Rematik

6. PJR Kronik

Tabel 1: Kriteria WHO untuk diagnosis demam rematik dan penyakit jantung rematik tahun 2002-2003.Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones. Kriteria tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2) empat gejala minor, dan (3) bukti pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi GABHS.

Gejala Mayor Karditis

Poliartritis

Khorea

Eritema marginatum

Nodul subkutan

Gejala MinorTemuan klinis :

Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik

Poliarthralgia

Demam

Temuan laboratorium:

Peningkatan reaktan fase akut ( laju pengendapan eritrosit, protein C-reaktif, leukositosis)

Pemanjangan interval PR (elektrokardiogram)

Bukti yang mendukung adanya infeksi Group A -hemolytic streptococcus (GABHS) Peningkatan titer antistreptolisin O (ASTO) atau titer antibodi streptococcus lainnya

Kultur tenggorok Group A beta-hemolytic streptococci atau pemeriksaan antigen streptokokus hasilnya (+)

Rapid direct Group A strep carbohydrate antigen test (+)

Riwayat Scarlet fever baru-baru ini.

Tabel2 : Kriteria Jones

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis pada mereka yang menderita PJR adalah untuk mengeliminasi faringitis SGA (bila masih ada), mensupresi inflamasi dari respon autoimun, dan memberikan tatalakasana suportif bagi penderita gagal jantung.

Pada tahap resolusi episode akut, terapi ditujukan mencegah kekambuhan PJR pada anak dan memonitoring komplikasi dan sequele dari PJR pada orang dewasa.

Medika Mentosa

1. AntibiotikPenisilin V oral dalah obat pilihan untuk terapi infeksi GABHS faringitis. Dengan dosis: 250mg tablet 2 kali sehari untuk anak-anak. 500mg tablet 2 kali sehari untuk dewasa. Pengobatan selama 10 hari.

Bila penisilin oral tidak ada, dosis tunggal intramuskular benzathine penisilin G atau benzathine/prokain penisilin kombinasi adalah terapinya. Dengan dosis: 1,200,000 U jika berat badan lebih 20kg atau 600,000 U jika berat badan kurang 20kg.

Pada pasien yang alergi dengan penisilin, pemberian eritromisin atau serfalopsporin generasi pertama, pilihan lainnya meliputi claritromisin selama 10 hari, azitromisin selama 5 hari, atau spektrum sempit (generasi pertama) sefalosporin selama 10 hari. Untuk grup rekurren GABHS faringitis, 10 hari kedua dengan antibiotik yang sama dapat diulang. Obat pilihan lainnya meliputi sefalosporin spektrum sempit, amoksisilin-klavulanat, dicloxacillin, eritromisin, dan makrolid lainnya.

Tabel 3: Antibiotic regimens for treatment of group A streptococcal pharyngeal infections.

AntibiotikDosisDurasi

Penicillin V250 mg by peroral 2 to 3 kali sehari (27 kg) atau 500 mg peroral 2 to 3 kali sehari (>27 kg)10 hari

Benzathine penicillin G600,000 units intramuscular (27 kg) atau1,200,000 units intramuscular (>27 kg)1x

Amoxicillin50 mg/kg peroral setiap hari10 hari

Cephalosporina (first generation)Drug-dependent10 hari

Clindamycina

20 mg/kg/hari terbagi 3 dosis peroral 10 hari

Clarithromycina15 mg/kg/hari terbagi 2 dosis peroral 10 hari

Azithromycina12 mg/kg peroral setiap hari5 hari

2. Anti-Inflamasi untuk Arthritis, Athralgia dan Karditis

Agen anti-inflamasi yang digunakan adalah dari golongan salisilat iaitu Aspirin. Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 4-8g/hari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis.Untuk arthritis, terapi aspirin selama 2 minggu dan dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung arthritis pada demam rematik akut. Setelah perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut.Pemberian prednisone diindikasikan hanya pada kasus karditis berat. 3. Sydenham Chorea

Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan emosional karena chorea adalah self-limiting. Jika chorea dengan gejala yang parah chorea dapat diberikan antikonvulsi, seperti asam valproik atau carbamazepine.4. Demam

Demam tidak memerlukan tertentu rawatan khusus. Demam biasanya akan bertindak balas dengan baik terhadap terapi aspirin.

5. Carditis

Pasien dengan demam rematik akut dan gagal jatung mendapat terapi meliputi digoxin, diuretik, reduksi afterload, suplemen oksigen, tirah baring dan retriski cairan dan natirum.

Glucocorticoids: Bila terdapat karditis sedang hingga berat di indikasikan adanya kardiomegali, gagal jantung kongestif, blok jatung derajat III, ganti salisilat dengan prednison per oral. Pemberian prednison selama 2-6 minggu bergantung tingkat keparahan karditis dan tapering prednisone selama minggu terakhir. Prednison diberikan dengan dosis 1-2mg/kg/hari maksimal 80mg/hari dalam pemberian tunggal atau dalam dosis terbagi. Diberikan selama 2-3 minggu kemudia diturunkan 20-25% setiap minggunya. Digoxin: Digoxin peroral atau IV dengan dosis 125-250mcg/hari. Diuretics:Furosemid peroral atau IV dengan dosis 20-40mg/jam selama 12-24 jam jika terdapat indikasi. Agen pengurang afterload: ACE inhibitor-captopril mungkin efektif untuk memperbaiki curah jantung, terutama dengan adanya insufisiensi mitral dan aorta. Mulai dengan dosis initial yang kecil dan berikan hanya bila telah dilakukan koreksi hipovolemia

6. Profilaksis Sekunder

Injeksi benzathine penisilin G intramuskular setiap 3-4 minggu direkomendasikan untuk profilaksis sekunder. Injeksi diberikan sebanyak 13 kali harus diberikan setiap tahun nya bila di resepkan setiap 4 minggu, dan 17 kali bila diresepkan 3 minggu.

Pasien dengan demam rematik dan gangguan katup memerlukan dosis tunggal antibiotik 1 jam sebelum prosedur bedah dan prosedur gigi untuk mencegah endokarditis bakterial. Pasien demam rematik tanpa masalah katup tidak memerlukan profilaksis endokartiditis

AntibioticDose

Benzathine penicillin G600,000 units intramuscular (27 kg) or 1,200,000 units intramuscular (>27 kg) Every 4 weeks (3 weeks in high-risk areas/populations)

Penicillin V250 mg by mouth twice daily

Sulfadiazine0.5 g by mouth daily (27 kg) or1 g by mouth daily (>27 kg)

MacrolideaDrug-dependent

Jangan menggunakan penisilin, ampisilin atau amoksisilin untuk profilaksis endokarditis pada pasien yang sudah menerima penisilin sebagai profilaksis sekunder demam rematik. Pilihan obat lain yang direkomendasikan oleh AHA meliputi klindamisin (20mg/kg untuk anak-anak dan 600 mg untuk orang tua) dan azitromisin atau claritromisin (15mg/kg untuk anak-anak dan 500mg untuk orang dewasa)

Tabel 4 Antibiotic regimen for secondary prophylaxis of acute rheumatic fever.

Non Medika Mentosa

1. Diet

Diet bernutrisi dan tanpa restriksi kecuali pada pasien dengan gagal jantung, yang mendapat pembatasan cairan dan asupan garam. Suplemen kalium mungkin diperlukan bila digunakan steroid dan diuretik.

2. Aktivitas

Pasien tirah baring dan melakukan aktivitas didalam rumah sebelum diperbolehkan bersekolah kembali. Aktivitas sepenuhnya tidak diperbolehkan sampai fase akut reaktan kembali normal.

3. Edukasi

Ketika diagnosis demam rematik akut ditegakkan, diperlukan edukasi kepada pasien dan orang tuanya tentang perlunya pemakaian antibiotik secara berkelanjutan untuk mencegah infeksi streptokokus berikutnya. Adanya keterlibatan jantung, diperlukan pemberian profilaksis untuk menangani endokarditis infektif.Penatalaksanaan Operatif

1. Mitral stenosisPrinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit, tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III ke atas. Intervensi dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat sub valvular, kommisurotomi atau penggantian katup.

2. Insufisiensi MitralTindakan bedah hendaknya dilakukan sebelum timbul disfungsi ventrikel kiri. Jika mobilitas katup masih baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan katup (valvuloplasti, anuloplasti). Bila daun katup kaku dan terdapat kalsifikasi mungkin diperlukan penggantian katup (mitral valve replacement). Katup biologik (bioprotese) digunakan terutama digunakan untuk anak dibawah umur 20 tahun, wanita muda yang masih menginginkan kehamilan dan penderita dengan kontra indiksi pemakaian obat-obat antikoagulan. Katup mekanik misalnya Byork Shiley, St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan antikoagulan untuk selamanya.

3. Stenosis AortaPasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan operatif. Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta follow up untuk menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan stenosis dengan pelebaran katup aorta memakai balon masih diteliti. Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus dioperasi walaupun tanpa gejala. Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang dari 75 mmhg harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila pasien menunjukkan gejala terjadi pembesaran jantung, peningkatan tekanan sistolik aorta yang diukur denagn teknik Doppler. Pada pasien muda bisa dilakukan valvulotomi aorta sedangkan pada pasien tua membutuhkan penggantian katup. Risiko operasi valvulotomi sangat kecil, 2% pada penggantian katup dan risiko meningkat menjadi 4% bila disertai bedah pintas koroner. Pada pembesaran jantung dengan gagal jantung, risiko naik jadi 4 sampai 8%. Pada pasien muda yang tidak bisa dilakukan valvulotomi penggantian katup perlu dilakukan memakai katup sintetis. Keuntungan katup jaringan ini adalah kemungkinan tromboemboli jarang, tidak diperlukan antikoagulan, dan perburukan biasanya lebih lambat bila dibandingkan dengan memakai katup sintetis.

4. Insufisiensi AortaPilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, kontra indikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup jaringan, baik porsin atau miokardial mungkin tidak membutuhkan penggunaan antikoagulan jangka panjang. Risiko operasi kurang lebih 2% pada penderita insufisiensi kronik sedang dengan arteri koroner normal. Sedangkan risiko operasi pada penderita insufisiensi berta dengan gagal jantung, dan pada penderita penyakit arteri, bervariasi antara 4 sampai 10%. Penderita dengan katup buatan mekanis harus mendapat terapi antikoagulan jangka panjang.Pencegahan

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan terapi penisilin selama 10 hari untuk faringitis karena streptokokus. Namun, 30% pasien berkembang menjadi subklinis faringitis dan oleh karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30% pasien lainnya berkembang menjadi demam rematik akut tanpa keluhan dan tanda klinis faringitis streptokokus.2. Pencegahan sekunder

Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala khorea dan pada pasien dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan pasien menderita demam rematik akut harus diberikan profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima profilaksis dalam jangka waktu tidak terbatas.

KategoriDurasi

Demam rematik tanpa karditisMinimal selama 5 tahun atau sampai usia 21 tahun, yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis tetapi tanpa penyakit jantung residual (tidak ada kelainan katup)Minimal 10 tahun atau hingga dewasa, yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis dan penyakit jantung residual (kelainan katup persisten)Minimal 10 tahun sejak episode terakhir dan minimal sampai usia 40 tahun, kadang-kadang selama seumur hidup

Tabel 5: Durasi profilaksis untuk demam rematik

Prognosis

Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik akut diperngaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya kerusakan jantung pada saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih besarnya kemungkinan insiden penyakit jantung residual.

2. Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan katup meningkat pada setiap kekambuhan.

3. Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung pada serangan awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup sering membaik ketika diikuti dengan terapi profilaksis.

Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang.

Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. Penyakit Katup Jantung Akibat Demam Rematik

Gambar 2.2. Katup-katup Jantung

Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toksin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

Stenosis Mitral

Patofisiologi

Stenosis mitral reumatik adalah akibat fibrosis cincin mitral, perlekatan komisura, dan kontraktur daun katup, korda dan muskulus papilare selama periode waktu yang lama. Stenosis ini biasanya 10 tahun atau lebih agar lesi betul-betul bisa tegak, walauun prosesnya kadang-kadang bisa dipercepat. Stenosis mitral reumatik jarang ditemukan sebelum remaja dan biasanya tidak dikenali sampai umur dewasa. Stenosis mitral secara klinis diketahui jika lubang katup mengurang aampai 25% atau kurang dari lubang katup yang diharapkan normal. Pengurangan demikian berakibat kenaikan tekanan dan pembesaran serta hipertrofi atrofi kiri. Kenaikan tekanan menyebabkan hipertensi vena pulmonalis, kenaikan tahanan vaskuler pulmonal dan hipertensi pulmonal. Dilatasi ventrikel dan atrium kanan, dan terjadi hipertrofi dengan disertai gagal jantung sisi kanan.

Gambar 2.4. Stenosis Mitral

Manifestasi Klinis

Biasanya ada korelasi yang baik antara gejala dan keparahan obstruksi. Penderita dengan lesi ringan tidak bergejala. Derajat obstruksi yang lebih berat disertai dengan tidak tahan kerja dan dispnea. Lesi berat dapat ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, dan edema paru yang nyata. Gejala-gejala ini dapat dipercepat oleh takikardia yang tidak terkendali, fibrilasi atrium, atau infeksi paru. Gagal jantung kongestif biasanya ada tetapi tidak selalu disertai dengan hipertensi pulmonal berat. Dilatasi ventrikel kanan dapat menyebabkan insufisiensi trikuspidal fungsional, hepatomegali, asites dan edema. Hemoptisis karena robekan vena bronkhial atau vena pleurohilus, dan kadang-kadang dapat terjadi infark paru. Sputum dengan bercak darah tampak selama episode edema paru. Pada stenosis mitral berat kronis, tampak sianosis dan kemerahan pipi.

Tekanan vena jugularis naik bila ada gagal jantung kongestif, penyakit katup trikuspidalis atau penyakit hipertensi pulmonal berat. Ukuran jantung normal pada penyakit minimal. Kardiomegali sedang biasanya ada pada stenosis mitral berat dan irama sinus, tetapi pembesaran jantung dapat masif terutama bila timbul fibrilasi atrial dan gagal jantung. Impuls apeks normal, tetapi kuat angkat ventrikel kanan parasternal dapat diraba bila tekanan pulmonal tinggi. Tanda auskultasi utama adalah bunyi jantung pertama keras, opening snap katup mitral, dan bising diastolik mitral rumbel, panjang, nada rendah dengan pergeseran presistolik pada apeks. Bising diastolik mitral sebenarnya mungkin tidak ada pada penderita yang dalam keadaan gagal jantung kongestif. Bising holosistolik karena insufisiensi trikuspidal mungkin juga dapat didengar. Bila ada hipertensi pulmonal, komponen pulmonal bunyi jantung ke-2 keras. Bising diastolik awal dapat disebabkan oleh insufisiensi aorta yang terkait atau insufisiensi katup pulmonal sekunder (bising Graham Steell).

Elektrokardiogram dan roentgenogram normal jika lesi ringan; bila keparahan bertambah, ada gelombang P berlekuk dan mencolok dan berbagai tingkat hipertrofi ventrikel kanan. Fibrilasi atrium merupakan manifestasi lambat yang sering. Lesi sedang atau berat yang disertai dengan tanda-tanda roentgenografi pembesaran atrium kiri, penonjolan arteria pulmonalis dan ruang jantung sisi kanan, dan aorta serta ventrikel kiri normal atau kecil; mungkin ada kalsifikasi yang tampak pada daerah katup mitral. Obstruksi berat disertai dengan pembagian kembali aliran darah pulmonal sehingga apeks paru mempunyai perfusi lebih besar (kebalikan normal). Garis sekat pada sudut kostofrenikus mungkin juga ada. Ekokardiografi menampakkan penyempitan lubang mitral yang nyata selama diastole dan pembesaran atrium kiri.

Penatalaksanaan

Pembedahan terindikasi bila ada tanda-tanda klinis dan bukti hemodinamik obstruksi berat tetapi sebelum manifestasi berat tampak lebih awal. Valvotomi mitral balon kateter atau pembedahan biasanya menghasilkan hasil yang baik; penggantian katup dihindari kecuali kalau sangat diperlukan. Valvuloplasti balon terindikasi pada katup penderita yang tidak mengapur, lunak, stenotik bergejala tanpa aritmia atrium atau trombus.

Regurgitasi Trikuspid

Etiologi dan Patologi

Regurgitasi tricuspid adalah suatu keadaan kembalinya sebagian darah ke atrium kanan pada saat sistolik. Keadaan ini dapat terjadi primer akibat kelainan organic katup, ataupun sekunder karena hipertensi pulmonal, perubahan fungsi maupun geometri ventrikel berupa dilatasi ventrikel kanan maupun annulus tricuspid.

Tabel 6. Penyebab Regurgitasi Trikuspid

Anatomis katup abnormal

Penyakit jantung reumatik

Bukan reumatik :

Endokarditis infektif

Anomali Ebsteins

Prolaps katup tricuspid

Kongenital, Defak kanan atrio-ventrikular

Karsinoid (dengan hipertensi pulmonal)

Infark miokard, iskemi/rupture muskulus papilaris

Trauma

Kelainan jaringan ikat (sindrom Marfan)

Artritis rheumatoid

Radiasi, dengan akibat gagal jantung

Fibrosis endomiokard

Anatomis katup normal

Kenaikan tekanan sistolik ventrikel kanan oleh berbagai sebab (dilatasi annulus)

Lain lain

Kawat pacu jantung (jarang)

Hipertiroidisme

Endokarditis Loeffler

Aneurisma sinus valsava

Penyakit jantung reumatik, dapat mengenai katup tricuspid secara langsung walupun lebih sering disertai dengan katup jantung lain. Biasanya bila penyebabnya penyakit jantung reumatik, selain regurgitasi disertai pula dengan stenosis.

Hemodinamik

Pada regurgitasi tricuspid baik organic maupun sekunder, akan terjadi kenaikan tekanan akhir diastolic pada atrium dan ventrikel kanan. Tekanan atrium kanan akan meningkat mendekati tekanan ventrikel kanan sesuai dengan kenaikan tekanan ventrikel kanan, yaitu sesuai dengan kenaikan derajat regurgitasi tricuspid.

Tekanan sistolik arteri pulmonalis dan ventrikel kanan dapat dipakai sebagai petunjuk kasar terhadap regurgitasi primer atau sekunder. Bila tekanan kurangg dari 40 mmHg, lebih menunjukkan kelainan primer dibandingkan bila tekanan lebih dari 40 mmHg. Curah jantung biasanya sangat menurun.

Manifestasi Klinis

Regurgitasi tricuspid tanpa hipertensi pulmonal biasanya tidak memberikan keluhan dan dapat ditoleransi dengan baik. Rasio wanita terhadap pria adalah 2 : 1, dengan rata rata umur 40 tahun. Oleh karena lebih sering bersamaan dengan stenosis mitral, maka symptom oleh stenosis mitral biasanya lebih dominant. Riwayat sesak napas pada latihan yang progresif, mudah lelah dan juga timbul batuk darah. Bila keadaan lebih berat dan timbul keluhan bengkak tungkai, perut membesar, maka kelelahan/fatig dan anoreksia merupakan keluhan yang paling mencolok. Adanya asites dan hepatomegali akan menimbulkan keluhan kurang enak pada perut kanan atas dan timbul pulsasi pada leher, akibat pulsasi regurgitasi vena. Pada keadaan ini justru pasien dapat tidur berbaring dengan rata.

Pemeriksaan Fisis

Pada inspeksi selalu terlihat adanya gambaran penurunan berat badan, kakeksia, sianosis dan ikterus. Biasanya selalu dijumpai pelebaran vena yugularis, gambaran gelombang x dan x1 yang normal akan menghilang, sedangkan y descent akan menjadi nyata, terutama pada inspirasi. Akan terlihat juga impuls ventrikel kanan yang mencolok hiperdinamik. Pada saat sistolik juga dapat teraba impuls atrium kanan pada garis sternal kiri bawah. Biasanya pada fase awal dapat teraba pulsasi sistolik pada permukaan hati, namun pada keadaan sirosis kongestif pulsasi menghilang karena hati menjadi tegang dan keras. Selain itu terlihat juga asites dan edema.

Pada auskultasi dapat terdengar S3 dari ventrikel kanan yang terdengar lebih keras pada inspirasi, dan bila disertai hipertensi hipertensi pulmonal suara P2 akan mengeras. Bising pansistolik dengan nada tinggi terdengar paling keras di sela iga 4 garis parasternal kiri dan dapat pula sampai ke subsifoid. Bila regurgitasi ringan, bising sistolik pendek, tetapi bila ventrikel kanan sangat besar bising dapat sampai ke apeks dan sulit dibedakan dengan regurgitasi mitral. Perlu diingat bahwa derajat bising pada regurgitasi tricuspid akan meningkat pada inspirasi (Rivero-Carvellos sign). Adanya kenaikan aliran melalui katup tricuspid dapat menimbulkan bising diastolic pada daerah parasternal kiri.

Gambaran Radiologis

Adanya kardiomegali yang mencolok akibat pembesaran ventrikel kanan. Kadang kadang akibat tingginya tekanan ventrikel kanan yang akan berlangsung lama dapat terjadi kalsifikasi pada annulus trikuspidalis. Dapat terjadi gambaran hipertensi pulmonal, dan pada fluoroskopi terlihat pulsasi sistolik pada atrium kanan.

Elektrokardiogram

Biasanya tidak spesifik, dapat berupa blok cabang bundle kanan, tanda pembesaran atrium dan ventrikel kanan, dan sering juga terjadi fibrilasi atrium.

Ekokardiografi

Pulsed color doppler echocardiography, merupakan sarana yang mempunyai akurasi, sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam menentukan adanya regurgitasi tricuspid. Disini dapat dilihat morfologi katup mitral, sehingga dapat diketahui berbagai penyebab yang mendasari regurgitasi tricuspid ini. Demikian pula dapat dilakukan pemeriksaan semikuantitatif terhadap tekanan ventrikel kanan, maupun arteri pulmonalis.

Kateterisasi

Dengan kateterisasi berupa ventrikulografi ventrikel kanan dapat diketahui adanya regurgitasi, namun adanya kateter pada katup dapat juga menimbulkan regurgitasi positif palsu

Pengobatan

Konservatif

Ditujukan terutama bila terdapat tanda tanda kegagalan fungsi jantung, berupa istirahat, pemakaian diuretitk dan digitalis.

Pembedahan

Tanpa suatu tanda hipertensi pulmonal biasanya tidak diperlukan suatu tindakan pembeda han. Tetapi pada keadaan tertentu dapat dilakukan tindakan anuloplasti dan pada yang lebih berat dilakukan penggantian katup dengan prostesis.BAB III

ANALISIS KASUS

Keluhan utama pada pasien ini yakni demam tinggi sejak 2minggu SMRS. Demam tinggi dapat dipengaruhi oleh adanya suatu infeksi di dalam tubuh. Hal ini didukung dari anamnesis yang didapatkan, yaitu adanya keluhan lain seperti nyeri menelan dan batuk. Selain itu, anak juga mengeluh sesak nafas. Sesak nafas dapat dipengaruhi oleh oksigenasi jaringan menurun, kebutuhan oksigen meningkat, kerja pernapasan meningkat, rangsangan pada sistem saraf pusat. Untuk penyebabnya, sesak na7fas bisa disebabkan oleh berbagai hal, yakni penyakit jantung dengan gagal jantung kongestif yang terlihat tanda-tanda bendungan paru sehingga terjadi hambatan pada respiratory dan ventilatory work, penyakit saluran pernapasan, terutama pada paru-paru yang mengalami hambatan ventilasi dalam rongga dada (cavity ventilation) dan hambatan difusi udara pernapasan (actual ventilation), kelainan dinding dada, otot pernapasan atau gangguan persarafan pada otot pernapasan sehingga menyebabkan hambatan mekanis pada pernapasan (restrictive work yang menghambat), gangguan psikologis, misalnya pada keadaan neurosis atau keadaan cemas, intoksikasi, asidosis dan gangguan metabolisme yang lain, serta gangguan hematologi seperti anemia, hipoksia dan lain lain. Dari anamesis didapatkan sesak yang dipengaruhi aktivitas yang diawali dengan gangguan pada aktifitas berat-sedang lalu seiring waktu sesak timbul bahkan saat melakukan aktivitas ringan. Sesak ini khas pada sesak yang disebabkan oleh organ jantung. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, dapat disimpulkan bahwa sesak tidak berasal dari reaksi alergi pada saluran pernafasan seperti pada asma bronchial. Terlebih lagi ditambah dengan penjelasan bahwa tidak terdapat mengi semakin dapat menyingkirkan kemungkinan asma bronkial. Selain itu tidak terdapat keluhan pada BAK yang menunjukkan tidak ada keterlibatan ginjal.

Dari anamnesis diperoleh informasi bahwa pasien sesak timbul saat beraktivitas (dyspneu deffort), kemudian sesak timbul saat berbaring (ortopneu) dan anak sering terbangun pada malam hari karena sesak (paroxysmal nocturnal dyspneu). Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tekanan darah dan nadi dalam batas normal, regular, isi dan tegangan cukup, serta pernafasan dalam batas normal. Benjolan pada leher tidak teraba. Kemudian didapatkan peningkatan JVP (5+0) cmH20 yang menandakan adanya bendungan vena jugularis.Pada inspeksi statis dan dinamis simetris kanan dan kiri, tidak ada spider nevi yang merupakan tanda sirosis hati. Pada auskultasi jantung ditemukan murmur diastolik grade 3/6 di ICS III-IV, gallop S3(-). Ictus kordis terlihat dan teraba di ICS IV LMC sinistra.Berdasarkan kriteria Framingham, kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas untuk mendiagnosis gagal jantung kongestif, diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria mayor dan minor dari Framingham untuk gagal jantung kongestif adalah: Kriteria mayor berupa paroxysmal nocturnal dyspneu, ronkhi basah halus, bunyi jantung S3, refluks hepatojugular, edema paru, kardiomegali, peninggian tekanan vena jugularis dan kriteria minor berupa batuk malam hari, edema ekstremitas, dyspnea deffort, hepatomegali, takikardi, efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis kerja kasus ini adalah RHD (Rheumatic Heart Disease). Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang dimodifkasi oleh AHA, yaitu kriteria mayor berupa poliartritis migrans, karditis, korea, nodul subkutaneus, eritema marginatum dan kriteria minor berupa suhu tinggi, atralgia, dan riwayat pernah menderita DR/PJR.

Dari kriteria di atas, ditemukan 3 kriteria mayor yaitu poliarthritis migrans, eritem marginatum, serta carditis dimana ditemukannya murmur pada katup jantung. Kriteria minor yaitu pasien sering mengalami demam yang hilang timbul, sakit tenggorokan, dan batuk yang berulang-ulang sejak kecil.Dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita RHD.Terapi pada pasien ini terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Pada terapi non farmakologis, pasien disuruh istirahat. Oksigen diberikan bila anak sesak. Tatalaksana farmakologis pada pasien ini diberikan. Pada pasien yang telah terkena penyakit jantung rematik sebaiknya dilakukan pencegahan sekunder agar tidak terjadi kekambuhan. Pencegahan tersebut dalam bentuk pemberian Benzatin Penisilin G IM (1,2 juta unit untuk BB>27 kg, 600ribu-900ribu unit BB 27kg). Lama pemberian berdasarkan kondisi penderita. Pada penderita dengan demam rematik yang disertai penyakit katup jantung persisten diberikan terapi selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun atau seumur hidup. Penderita dengan demam rematik yang disertai karditis tanpa disertai penyakit jantung diterapi selama 10 tahun atau sampai 21 tahun. Pasien dengan riwayat demam rematik saja diterapi selama 5 tahun atau sampai usia 21 tahun. Pasien pada kasus ini anak direncanakanuntuk diberikan Benzatin Penisilin G IM 1,2 juta unit karena berat pasien >27kg. Pemberian antibiotic ini diberikan satu bulan satu kali. Pilihan obat lain yang direkomendasikan oleh AHA (American Heart Association) meliputi klindamisin, eritromisin, sulfadiazin, dan azitromisin atau laritromisin. Untuk mengurangi nyeri sendi, diberikan aspirin 2x850 mg (PO).Prognosis pada pasien ini baik vitam adalah dubia functionam dubia ad bonam karena belum mengalami komplikasi lanjut. DAFTAR PUSTAKA1. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta, 2002.2. Hanafi,Idrus Alwi, Muin Rahman,S Harun. Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta: FKUI, 2006, hal 1606-1633.3. Panggabean MM. Gagal Jantung.Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FK UI: Jakarta, 2006, 1503-1504.

4. Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta, 2005.5. Gray, HH., Dawkins, KD., Morgan, JM., Simpson, IA. Lecture Notes Kardiologi. Alih bahasa : Azwar Agoes & Asri Dwi Rachmawati. Edisi 4. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2005. 6. Madiyono, B. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak di Akhir Milenium Kedua dalam Penyakit Kardiovaskular dari Pediatrik Sampai Geriatrik. Editor : Kaligis RWM., Kalim H., Yusak M., et al. Jakarta. Balai Penerbit Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. 2001.7. Harimurti, GM. Demam Reumatik dalam Buku Ajar Kardiologi. Editor : Lily Ismudiati Rilantono, Faisal Baraas, Santoso Karo Karo, & Poppy Surwianti Roebiono. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001.

8. Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC. Farmakologi Ulasan Bergambar. Alih bahasa: Azwar Agoes. Edisi 2. Jakarta. Widya Medika. 2001.9. Prabowo, P. Gagal Jantung dalam Ilmu Penyakit Jantung. Editor : Boedi Soesetyo Joewono. Surabaya. Airlangga University Press. 2003.10. Price, SA. & Wilson, LM. Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 1. Edisi 6. Alih bahasa : Brahm U. Pendit, dkk. Jakarta. EGC. 2006.

11. Soemantri, D. & Atmoko, R. Demam Rheuma Akut dalam Ilmu Penyakit Jantung. Editor : Boedi Soesetyo Joewono. Surabaya. Airlangga University Press. 2003.12. Stollerman GH. Rheumatic Fever As We Enter The 21st Century. Available from: http://www/rheumatic%20fever%20as%20we%20enter%20the%2021st% 20century.htm13. Yusak, M. Stenosis Mitral dan Insufisiensi Mitral dalam Buku Ajar Kardiologi. Editor : Lily Ismudiati Rilantono, Faisal Baraas, Santoso Karo Karo, & Poppy Surwianti Roebiono. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001.

16