Analisis Aspek Teknis Unit Penangkapan Pole and Line Di Perairan Teluk Bone Kab. Luwu
Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
-
Upload
syarif-prasetyo-adyuta -
Category
Documents
-
view
364 -
download
28
Transcript of Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
1/147
STATUS PERAIRAN TELUK LAIKANG DAN STRATEGIPENGELOLAANNYA DI SULAWESI SELATAN
THE STATUS OF LAIKANG BAY WATERS AND ITS
MANAGEMENT STRATEGY AT SOUTH SULAWESI
FATMA
P0303211002
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
2/147
STATUS PERAIRAN TELUK LAIKANG DAN UPAYA
PENGELOLAANNYA DI SULAWESI SELATAN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Disusun dan Diajukan oleh
FATMA
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
3/147
TESIS
STATUS PERAIRAN TELUK LAIKANG DAN UPAYAPENGELOLAANNYA DI SULAWESI SELATAN
Disusun dan diajukan oleh
FATMA
Nomor Pokok P0303211002
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
Pada tanggal 29 Januari 2014
dan telah dinyatakan memenuhi syarat
Menyetujui,
Komisi Penasehat
Prof. Dr. Ir.Sharifuddin Bin Andy Omar, M.ScKetua
Prof. Dr. Ir. Budimawan, DEA Anggota
Ketua Program StudiPengelolaan Lingkungan Hidup,
Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc
Direktur Program PascasarjanaUniversitas Hasanuddin,
Prof. Dr. Ir. Mursalim
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
4/147
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Fatma
Nomor mahasiswa : P0303211002
Program studi : Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila ditemukan
dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau
keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Februari 2014
Yang menyatakan
Fatma
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
5/147
PRAKATA
Doa dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa atas berkat-Nya dengan selesainya tesis ini.
Gagasan yang melatar belakangi tesis ini timbul yaitu dari
minimnya kajian mengenai Status Perairan Teluk Laikang dan Strategi
Pengelolaannya di Sulawesi Selatan, dimana wilayah perairan Teluk
Laikang memiliki sumberdaya yang cukup luas untuk dikembangkan.
Seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas manusia dapat memberikan
hal negatif terhadap kualitas perairan itu sendiri. Oleh karena itu, penulis
bermaksud untuk menyumbangkan beberapa konsep penelitian tentang
kondisi perairan Teluk Laikang pada saat ini serta bagaimana arah
pengelolaannya itu sendiri.
Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka
penyusunan tesis ini, namun dengan tekad yang sungguh-sungguh, doa
motivasi serta bantuan dari berbagai pihak, maka tesis ini selesai pada
waktunya.
Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Sharifuddin Bin Andy Omar, M.Sc. sebagai Ketua
Komisi Penasihat dan Prof. Dr. Ir. Budimawan, DEA sebagai
Anggota Komisi Penasihat atas bantuan dan bimbingannya sejak
awal penelitian sampai penyusunan tesis ini.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
6/147
2. Prof. Dr. Ir. H. M. Natsir Nessa M.Si, Dr. Ir. M. Farid Samawi, M.Si.,
Dr. Eng. Amiruddin S.Si sebagai Anggota Komisi Penguji atas
saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan tesis ini.
3. Prof. Dr. Ir. Chair Rani M.Si atas bantuannya dalam pengolahan
data penelitian.
4. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Anwar Pidani, BE. dan Ibunda
Hj. Baeha, serta bapak mertua Dr. H. Andi Abu Ayyub Saleh SH,
MH dan ibu mertua dr. Hj. Nursiah B. Ayyub atas limpahan kasih
sayang, do’a, Suami tercinta H. Fachrie Rezka Ayyub S. Kel dan
anakda Fadhil Aufarezka Ayyub perhatian dan dukungan baik
secara spiritual maupun materil. Saudara-saudaraku Evrianti ST.
MT, Indri S.Pi, Bobby Indrawan SE, Moh. Faiz Abadi Ayyub SH.
MH, Irma Ponglabba SE, M.Si atas dukungan, bantuan dan
perhatiannya.
5. Pimpinan dan para staf PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan
Hidup) Puntondo di Kabupaten Takalar serta pimpinan dan para
staf PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di Kabupaten
Jeneponto, yang telah memberikan kesempatan dan membantu
penulis untuk melakukan penelitian di perairan kabupaten Takalar
dan Jeneponto.
6. Teman-teman PLH 2011: Andi Arman, Hendra Leikatopessy,
iswandi Al Junaid, Andi Arham, Arfan, Jufri, Iswandi, Petrus, Tomi,
Abi, Andi cahyadi, Azry, Hasan, Indah, Sitti Zamrud intani, Siti
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
7/147
Adibatul zaini, Zulfiah, Nurahmi, Waode nurmila dan Sri atas
kebersamaanya selama menimba ilmu di Pasca Sarjana UNHAS
dan teman-temanku yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu,
terima kasih atas bantuannya.
Makassar, Februari 2014
Fatma
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
8/147
ABSTRAK
Fatma. Status Perairan Teluk Laikang dan Strategi Pengelolaannya DiSulawesi Selatan (dibimbing oleh Sharifuddin Bin Andy Omar danBudimawan).
Salah satu wilayah pesisir yang cukup strategis di KabupatenTakalar dan Kabupaten Jeneponto adalah wilayah Teluk Laikang dimanawilayah pesisir ini memiliki sumberdaya yang cukup luas dan potensialuntuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya rumput laut,penangkapan ikan, transplantasi karang, wisata pantai (snorkling ) dankonservasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Melihat kondisipencemaran berdasarkan kondisi fisik dan kimia serta indeks ekologi
komunitas makrozoobentos di Teluk Laikang, 2) Mengetahui hubunganantara makrozoobentos dan karakteristik lingkungan di Teluk Laikang, 3)Menyusun strategi pengelolaan pencemaran lingkungan di Perairan TelukLaikang.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Takalar dan KabupatenJeneponto Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel dilakukan pada bulanMei 2013 sampai bulan Juli 2013. Metode penelitian untuk kualitasperairan Teluk Laikang menggunakan parameter fisika, kimia dan biologi. Analisis data untuk kualitas perairan menggunakan Indeks Pencemaran,Indeks Ekologi, penilaian tingkat pencemaran menggunakan metode ABC( Abundance-Biomass Comparison) yaitu model kurva K-Dominance,hubungan parameter fisik kimia perairan dan struktur komunitasmakrozoobentos menggunakan analisis canonical corespondenceanalysis (CCA).
Hasil penelitian status perairan Teluk Laikang berdasarkan IndeksPencemaran menunjukkan kisaran nilai 1,6480 –2,8044. Hal inimenunjukkan status lingkungan perairan Teluk Laikang pada semuastasiun berada dalam kondisi tercemar ringan. Kisaran indekskeanekaragaman antara 1,89 –3,14. Kisaran indeks keseragaman antara1,06 –1,47. Kisaran indeks dominansi antara 0,08 –0,43. Berdasarkanmetode ABC perairan Teluk Laikang tidak mengalami gangguan/tidak
tercemar. Berdasarkan analisis CCA terdapat lima kelompok titikpengamatan. Strategi pengelolaan yang dapat dilakukan antara lainadalah dengan mengurangi beban pencemar secara biologi denganmembuat taman rawa dan memanfaatkan tanaman rawa untukmenurunkan kandungan limbah cair domestik, memisahkan sampah padatorganik dan non organik untuk dapat di daur ulang kembali, penangananceceran batubara disesuaikan dengan standar operasional perusahaan.
Kata Kunci: Teluk Laikang, canonical corespondence analysis (CCA),
Parameter, Pengelolaan.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
9/147
ABSTRACT
FATMA. The Status of laikang Bay Waters and Its Management Strategyat South Sulawesi (Supervised by Sharifuddin Bin Andy Omar danBudimawan)
One of the strategic coastal areas in Takalar and Jeneponto isLaikang Bay region and the coastal region has a fairly extensiveresources and potential to be developed as an area of seaweed farming,fishing, coral transplantation, shore excursions (snorkeling) andconservation. This study aims of the research were (1) Scrutinize pollutionlevel based on the chemical and physical conditions as well as theecological index of the macrozoobenthos communities at Laikang Baywaters, (2) Knowing the relationship between macrozoobenthos andenvironmental at Laikang Bay waters, 3) to design strategy of environmentpollution management at the waters of Laikang Bay.
This research was conducted at Takalar and Jeneponto Regencyof South Sulawesi. The research samples were collected during the periodbetween May to July 2013. Interviews and questionnaires were used todesign manangement strategies. The research methods for water qualityog Laikang Bay employ physics, chemical and biology parameters. Dataanalysis for waters employs Index rating and ecological index and levelof pollution assessment employed ABC (Abundance-Biomass
Comparison) method ,i.e K-Dominance curva model, the corellationbetween chemical physical parameters of waters and themacrozoobenthos community structure employed canonicalcorespondence analysis (CCA) was used to analize the parametriccorrelation of the water physics and chemistry with macrozoobenthoscommunity.
The results of the research indicated that the status of Laikang Baywaters based on pollution index is 1,6480 –2,8044. Which means that theenvironment status was lightly polluted. The rate of variability index isbetween 1,89 –3,14. The rate of uniformity index is between 1,06 –1,47,the rate of domination index is between 0,08 –0,43. Based on ABC
analysis revealed, that Laikang Bay waters was not polluted. The resultof CCA revealed five observation groups. Management strategies whichcould be done were among others reducing the biological pollutant load bycreating a bog garden using the bog plants in order to reduce the domesticliquid wastes, separating the organic solid wastes from the non organicbefore they were recycled, and handling the split coal as prescribed in thecompany’s operational standards.
Keywords: Laikang Bay, canonical corespondence analysis (CCA),
parameters, management .
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
10/147
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN vii
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1B. Masalah Penelitian 3C. Tujuan Penelitian 4D. Kegunaan Penelitian 4E. Ruang Lingkup/ Batasan Penelitian 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Ekosistem Pesisir 6B. Kriteria Baku Mutu Air 7C. Pencemaran Air 8D. Sumber Pencemaran 9E. Strategi Pengelolaan Lingkungan Perairan 11F. Makrozoobentos 12G. Peranan Makrozoobentos 14H. Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologis Perairan 17I. Parameter Lingkungan yang Mempengaruhi 19
Keberadaan MakrozoobentosJ. Indeks Ekologi 32
K. Indeks Pencemaran 36 L. Kerangka Pikir Penelitian 37
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
11/147
III. METODE PENELITIAN 40
A. Waktu dan Tempat 40B. Alat dan Bahan 39C. Prosedur Penelitian 41D. Analisis Data 49E. Bagan Alir Penelitian 53
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 54
A. Kondisi Perairan Berdasarkan Kondisi Fisik Kimia 54B. Indeks Pencemaran 74
C. Komposisi Jenis dan Kepadatan Makrozoobentos 76D. Indeks Ekologi 79E. Penilaian Tingkat Pencemaran 87F. Hubungan Kondisi Fisik Kimia Terhadap Struktur
Komunitas Makrozoobentos 89G. Strategi pengelolaan perairan Teluk Laikang 94
V. KESIMPULAN DAN SARAN 99
DAFTAR PUSTAKA 101
LAMPIRAN 106
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
12/147
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Skala Wenworth untuk mengklasifikasi partikel-partikel sedimen 21
2. Konsentrasi padatan tersuspensi dan kategori kualitas lingkunganperairan 23
3. Standar baku Total Organic Carbon (TOC) untuk biota perairan 24
4. Kriteria pencemaran berdasarkan kandungan oksigen terlarut 29
5. Kriteria kesuburan perairan berdasarkan nilai pH 30
6. Evaluasi terhadap Indeks Pencemaran (Pij) 37
7. Posisi stasiun penelitian di Teluk Laikang berdasarkan GPS
(Global Positioning System) 41
8. Indeks Pencemaran pada setiap stasiun penelitian 74
9. Sebaran jenis makrozoobentos pada setiap stasiun 79
10. Ringkasan interpretasi canonical corespondences analysis 91
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
13/147
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
11. Makrozoobentos yang hidup di atas dan dibawah substrat dasarperairan 12
12. Kurva ABC atau K –Dominance Curves 35
13. Kerangka pikir penelitian 39
14. Peta lokasi penelitian 42
15. Bagan alir penelitian 53
16. Nilai rata-rata kecepatan arus di setiap stasiun penelitian 55
17. Nilai rata-rata suhu di setiap stasiun penelitian 56
18. Nilai rata-rata substrat/sedimen di setiap stasiun penelitian 58
19. Nilai rata-rata padatan tersuspensi total/total suspended solid (TSS)
di setiap stasiun penelitian 60
20. Nilai rata-rata kecerahan di setiap stasiun penelitian 62
21. Nilai rata-rata Karbon Organik Total /Total Organic Carbon (TOC) ditiap stasiun penelitian 63
22. Nilai rata-rata Kebutuhan Oksigen BioKimiawi/Biochemical OxygenDemand (BOD) di tiap stasiun penelitian 65
23. Nilai rata-rata kebutuhan oksigen kimiawi/chemical oxygen demand
(COD) di setiap stasiun penelitian 67
24. Nilai rata-rata kebutuhan oksigen terlarut /disolved oksigen (DO) disetiap stasiun penelitian 68
25. Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) di setiap stasiun penelitian 70
26. Nilai rata-rata salinitas di setiap stasiun penelitian 72
27. Nilai rata-rata potensial redoks sedimen (eH) di setiap stasiunpenelitian 73
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
14/147
28. Komposisi jenis makrozoobentos pada stasiun pengamatan 77
29. Nilai indeks rata –rata kepadatan makrozoobentos 82
30. Nilai rata –rata indeks keanekaragaman (H’) pada setiap stasiun 83
31. Nilai rata –rata indeks keseraragaman (J’) pada setiap stasiun 85
32. Nilai rata –rata indeks Dominansi (D’) pada setiap stasiun 87
33. Grafik metode ABC setiap stasiun 88
34. Hasil canonical corepondences analysis. Distribusi spasial temporal
makrozoobentos dan peubah lingkungan pada sumbu 1 dan sumbu4 89
35. Hasil canonical corespondences analysis. Distribusi spasialtemporal makrozoobentos dan peubah lingkungan pada sumbu 2dan sumbu 3 90
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
15/147
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
36. Parameter lingkungan pada stasiun pengamatan 107
37. Perhitungan indeks pencemaran pada setiap stasiun penelitian diTeluk Laikang 108
38. Klasifikasi jenis makrozoobentos yang ditemukan selama penelitiandi Teluk Laikang 110
39. Perhitungan komposisi jenis makrozoobentos 111
40. Indeks ekologi makrozoobentos 112
41. Input analisis multivarian Canonical Correspondence Analysis (CCA) 115
42. Hasil SPSS dengan menggunakan one way anova terhadapkepadatan makrozoobentos dan faktor fisika kimia perairan 118
43. Kepadatan dan biomassa makrozoobentos 124
44. Kuisioner masyarakat di Teluk Laikang 126
45. Kep-MENLH No. 115 tahun 2003 tentang pedoman penentuanstatus mutu air 130
46. Kep-MENLH No.51 tahun 2004 tentang bakumutu air laut 136
47. Lampiran peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 tentangpengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air 142
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
16/147
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu wilayah pesisir yang cukup strategis di Kabupaten
Takalar dan Kabupaten Jeneponto adalah wilayah Teluk Laikang. Wilayah
pesisir ini memiliki sumberdaya yang cukup luas dan potensial untuk
dikembangkan sebagai kawasan budidaya rumput laut, penangkapan
ikan, transplantasi karang, wisata pantai (snorkling ) dan konservasi.
Selain itu, di wilayah Teluk Laikang juga terdapat tiga ekosistem yakni
ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun dan ekosistem hutan
mangrove.
Perairan Teluk Laikang hampir seluruhnya dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat sebagai lokasi budidaya rumput laut dan sebagian
kecil dijadikan sebagai areal keramba jaring apung (KJA). Masyarakat di
sekitar Teluk Laikang menjadikan budidaya rumput laut tersebut sebagai
mata pencaharian utama selain sebagai nelayan.
Perairan Teluk Laikang merupakan salah satu perairan yang
berpotensi mengalami pencemaran. Beberapa aktivitas di perairan
tersebut dapat menghasilkan limbah dimana hasil buangan tersebut dapat
terbawa oleh arus dan kembali ke daratan serta terakumulasi di daerah pesisir
sehingga terjadi degradasi lingkungan pesisir yang dapat menyebabkan biota
di daerah pesisir terganggu.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
17/147
Husnah et al . (2006) mengatakan limbah yang terakumulasi, baik
berupa organik maupun anorganik, ke dalam perairan akan mengubah
susunan kimia di dalam air dan akan mempengaruhi sifat biologi perairan.
Kualitas perairan kemungkinan dapat mengalami penurunan akibat
berkembangnya aktivitas di area perairan Teluk Laikang. Hal ini
menyebabkan semakin banyaknya limbah yang masuk ke perairan
sehingga terjadi peningkatan kadar logam berat dan bahan pencemar
lainnya yang dapat berdampak terhadap produksi rumput laut.
Kekhawatiran lain dari masuknya limbah ke perairan Teluk Laikang
yaitu kerusakan biota perairan. Salah satu dugaan akan adanya limbah di
Teluk Laikang yaitu terjadinya pencemaran minyak seperti aspal yang
mencemari teluk sepanjang 10 km, bukan hanya di Kabupaten Takalar
tetapi di sepanjang pesisir Kabupaten Jeneponto
(http://news.okezone.com/).
Komponen biologi yang dijadikan dasar kajian adalah
makrozoobentos. Organisme ini mempunyai peranan penting sebagai
salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus materi
dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi (Bengen et al., 1995).
Selain itu, makrozoobentos sangat mudah terpengaruh oleh perubahan
suatu lingkungan perairan, hidupnya relatif menetap dengan daur hidup
yang relatif lama, mudah dianalisa dan prosedur pengambilan relatif
mudah. Oleh karena itu, makrozoobentos dapat digunakan sebagai
indikator kualitas perairan.
http://news.okezone.com/http://news.okezone.com/http://news.okezone.com/http://news.okezone.com/
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
18/147
Adanya gangguan akibat aktivitas manusia dapat memberikan
dampak negatif terhadap kualitas perairan dan selanjutnya dapat
berdampak pada perubahan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk melihat penurunan kualitas lingkungan perairan di
perairan Teluk Laikang, yang memerlukan kajian studi yang lebih
mendalam dalam rangka melihat kondisi lingkungan serta strategi
pengelolaannya.
B. Masalah Penelitian
1. Bagaimana Melihat kondisi pencemaran perairan berdasarkan
keadaan fisik dan kimia perairan serta indeks ekologi komunitas
makrozoobentos di perairan Teluk Laikang.
2. Bagaimana hubungan antara makrozoobentos dengan karakteristik
lingkungan di Teluk Laikang.
3. Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan perairan di Teluk
Laikang.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
19/147
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Melihat kondisi pencemaran berdasarkan keadaan fisik dan kimia
serta indeks ekologi komunitas makrozoobentos di Teluk Laikang.
2. Mengetahui hubungan antara makrozoobentos dan karakteristik
lingkungan di Teluk Laikang.
3. Menyusun strategi pengelolaan lingkungan di perairan Teluk
Laikang.
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitan di atas, penelitian ini diharapkan
dapat memberi manfaat :
1. Sebagai bahan informasi tentang kualitas lingkungan dan status
terkini lingkungan di perairan Teluk Laikang.
2. Sebagai bahan informasi tingkat pencemaran dimana
makrozoobentos sebagai bioindikator lingkungan wilayah di perairan
Teluk Laikang.
3. Sebagai informasi dasar dan bahan alternatif kebijakan untuk
membantu strategi pengelolaan wilayah di perairan Teluk Laikang.
4. Sebagai bahan informasi dan bahan pembanding untuk penelitian
lebih lanjut.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
20/147
E. Ruang Lingkup /Batasan Penelitian
1. Penelitian ini dibatasi pada kajian tentang kondisi kualitas lingkungan
di perairan Teluk Laikang, berdasarkan indeks ekologi
makrozoobentos.
2. Stasiun penelitian diambil berdasarkan keterwakilan wilayah dan
aktivitas yang diindikasikan menjadi sumber pencemar di perairan
Teluk Laikang.
3. Parameter lingkungan sebagai parameter pendukung yang diukur
antara lain: parameter fisika (kecepatan arus, suhu,
substrat/sedimen, padatan tersuspensi total/total suspended solid
(TSS), kecerahan dan parameter kimia (karbon organik total /total
organic carbon (TOC), kebutuhan oksigen biokimiawi/biochemical
oxygen demand (BOD), kebutuhan oksigen kimiawi/chemical oxygen
demand (COD), oksigen terlarut/disolved oxygen (DO), derajat
keasaman (pH), salinitas, eH redoks sedimen.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
21/147
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekosistem Pesisir
Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang
sangat produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem
yang dinamik dan unik, karena pada mintakat ini terjadi pertemuan tiga
kekuatan yaitu yang berasal dari daratan, perairan laut dan udara.
Kekuatan dari darat dapat berwujud air dan sedimen yang terangkut oleh
sungai dan masuk ke perairan pesisir. Kekuatan dari darat ini sangat
beraneka ragam dimana kekuatan yang berasal dari perairan dapat
berwujud tenaga gelombang, pasang surut dan arus. Sebaliknya, yang
berasal dari udara berupa angin yang mengakibatkan gelombang dan
arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah hujan (Davies, 2011).
Menurut Bengen (2004), wilayah pesisir menyediakan sumberdaya
alam yang produktif, baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan
energi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, wilayah ini
juga memiliki aksesibilitas yang sangat baik untuk berbagai kegiatan
ekonomi, seperti transportasi dan kepelabuhanan, industri dan
pemukiman. Namun demikian, seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk dan intensitas pembangunan, daya dukung ekosistem pesisir
dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan
terancam rusak.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
22/147
B. Kriteria Baku Mutu Air
Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi
atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air. Untuk itu, agar kualitas air tetap
terjaga maka setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair yang akan
dibuang ke perairan umum atau sungai harus memenuhi standar baku
mutu atau kriteria mutu air yang akan menjadi tempat pembuangan limbah
cair tersebut, sehingga kerusakan air atau pencemaran di perairan dapat
dihindari atau dikendalikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
menyebutkan klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat kelas yaitu:
1. Kelas Satu: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku
air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas Dua: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain
yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas Tiga: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,
dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
23/147
4. Kelas Empat: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang sama dengan
kegunaan tersebut.
C. Pencemaran Air
Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal,
bukan dari kemurniannya (Fardiaz, 1992). Keadaan normal air berbeda-
beda tergantung pada faktor penentunya, yaitu kegunaan air dan asal
sumber air. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang
dimaksud dengan pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia. Akibatnya kualitas air menurun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.
Bahan pencemar atau polutan adalah bahan-bahan yang bersifat
asam bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang
memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan
ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan,
polutan dikelompokkan menjadi dua yaitu polutan alamiah dan polutan
antropogenik (Effendi, 2000). Polutan alamiah adalah polutan yang
memasuki suatu lingkungan (badan air) secara alami, misalnya akibat
letusan gunung api, tanah longsor, banjir dan fenomena alam lainnya.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
24/147
Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke dalam badan air
akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga),
kegiatan (urban) perkotaan maupun kegiatan industri. Intensitas polutan
antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang
menyebabkan timbulnya polutan tersebut.
Berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya, polutan air dapat
dikelompokkan menjadi sembilan kelompok yaitu: (1) padatan; (2) bahan
buangan yang membutuhkan oksigen (oxygen-demanding waste); (3)
mikroorganisme; (4) komponen organik sintetik; (5) nutrien tanaman; (6)
minyak; (7) senyawa anorganik dan mineral; (8) bahan radio aktif; dan (9)
panas. Pengelompokan tersebut bukan merupakan pengelompokan yang
baku, karena suatu jenis polutan dapat dimasukkan ke dalam lebih dari
satu kelompok (Fardiaz, 1992).
D. Sumber Pencemaran
Pencemaran adalah proses masuknya zat-zat atau energi ke
dalam lingkungan oleh aktifitas manusia secara langsung yang
mengakibatkan terjadinya pengaruh yang merugikan sedemikian rupa
sehingga pada akhirnya akan membahayakan manusia, merusak
lingkungan hayati (sumberdaya hayati) dan ekosistem serta mengurangi
atau menghalangi kenyamanan dan penggunaan lain yang semestinya
dari suatu sistem lingkungan (Romimohtarto, 1991). GESAMP (1976),
mendefinisikan pencemaran merupakan masuknya atau dimasukkannya
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
25/147
zat atau energi oleh manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung, ke dalam lingkungan laut yang menyebabkan efek merugikan
karena merusak sumberdaya hayati, membahayakan kesehatan manusia,
menghalangi aktifitas di laut termasuk perikanan, menurunkan mutu air
laut yang digunakan dan mengurangi kenyamanan di laut.
Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang
dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber
limbah nondomestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari
daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah nondomestik berasal
dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan, perikanan dan
pertambakan atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman.
Berdasarkan sumbernya, jenis limbah cair yang dapat mencemari
air dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu:
1. Limbah cair domestik yaitu limbah cair yang berasal dari pemukiman,
tempat-tempat komersial (perdagangan, perkantoran, industri) dan
tempat-tempat rekreasi. Air limbah domestik (berasal dari daerah
pemukiman) terutama terdiri atas tinja, air kemih, dan buangan limbah
cair (kamar mandi, dapur, cucian yang kira-kira mengandung 99,9%
air dan 0,1% padatan). Zat padat yang ada tersebut terdiri sekitar
70% berupa zat organik terutama pasir, air limbah, garam-garam dan
logam.
2. Limbah cair industri merupakan limbah cair yang dikeluarkan oleh
industri sebagai akibat dari proses industri. Limbah cair ini dapat
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
26/147
berasal dari air bekas pencuci, bahan pelarut ataupun air pendingin
dari industri –industri tersebut. Pada umumnya limbah cair industri
lebih sulit dalam pengolahannya. Hal ini disebabkan karena zat-zat
yang terkandung di dalamnya berupa bahan atau zat pelarut, mineral,
logam berat, zat-zat organik, lemak, garam-garam, zat warna,
nitrogen, sulfida, amoniak, dan lain-lain yang bersifat toksik.
3. Limbah pertanian yaitu limbah yang bersumber dari kegiatan
pertanian, seperti penggunaan pestisida, herbisida, fungisida dan
pupuk kimia yang berlebihan.
4. Infiltration/inflow yaitu limbah cair yang berasal dari perembesan air
yang masuk ke dalam atau luapan dari sistem pembuangan kotor
(Yuliastuti, 2011).
F. Makrozoobentos
Bentos adalah organisme yang hidup di permukaan atau dalam
substrat dasar perairan yang meliputi organisme nabati yang disebut
fitobentos dan organisme hewani yang disebut zoobentos. Menurut
Cummins (1975), pada umumnya zoobentos adalah avertebrata makro
yang meliputi: Insekta, Moluska, Oligochaeta, Krustasea, dan Nematoda
(Gambar 1).
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
27/147
Gambar 1. Makrozoobentos yang hidup di atas dan di dalam substratdasar perairan (Cummins, 1975).
Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus
hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun
menggali lubang (Odum, 1998). Berdasarkan tempat hidupnya, zoobentos
terdiri atas dua kelompok, epifauna yaitu organisme bentik yang hidup dan
berasosiasi dengan permukaan substrat, dan infauna yaitu organisme
bentik yang hidup di dalam sedimen (substrat) dengan cara menggali
lubang (Nybakken, 1992).
Vernberg et al . (1981) menggolongkan bentos berdasarkan
ukurannya ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Makrobentos adalah bentos yang tersaring oleh saringan 1,0 mm x
1,0 mm atau 2,0 mm x 2,0 mm, yang pertumbuhan dewasanya
berukuran 3 mm –5 mm .
2. Meiobentos adalah bentos yang berukuran antara 0,1 mm –1 mm.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
28/147
misalnya golongan Protozoa yang berukuran besar, Cnidaria, dan
cacing berukuran kecil.
3. Mikrobentos adalah bentos yang berukuran kurang dari 0,01 mm –0,1
mm, misalnya Protozoa.
Supriharyono (2007) menyatakan kebiasaan organisme bentos
dalam cara memakan makanannya (feeding habit ), dibedakan sbb:
a. Phytophagus (misal: Gastropoda, Crustacea)
b. Filter feeding (misal: zooplankton, teritip, Bivalvia)
c. Sediment feeding (misal: Polychaeta, Oligochaeta)
d. Detritus feeding (misal: Gastropoda, Isopoda, dan larva Amphipoda)
e. Carnivorous (misal: zooplankton, Polychaeta, Gastropoda, Krustasea,
larva serangga air tawar, dan ikan).
Berdasarkan pola makannya, bentos dapat dibedakan atas tiga
kelompok (Barnes, 1978). Pertama, suspension feeder yang memperoleh
makanannya dengan menyaring partikel-partikel yang melayang di
perairan. Kedua, deposit feeder yang mencari makanan pada sedimen
dan mengasimilasikan material organik (detritus) yang dapat dicerna dari
sedimen. Ketiga, detritus feeder yang khusus hanya memakan detritus
saja.
Kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di
dasar lunak terbagi dalam empat kelompok: Polychaeta,
Krustasea, Echinodermata dan Moluska. Cacing Polychaeta banyak
terdapat sebagai spesies pembentuk tabung dan penggali. Krustasea yang
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
29/147
dominan adalah Ostracoda, Amfipoda, Isopoda, Tanaid, Misid yang
berukuran besar dan beberapa Decapoda yang lebih kecil. Umumnya
mereka menghuni permukaan pasir dan lumpur. Moluska biasanya
terdiri dari berbagai spesies Bivalvia penggali dengan beberapa
Gastropoda di permukaan. Echinodermata biasanya sebagai bentos
subtidal, terutama terdiri dari binatang mengular dan ekinoid (bulu
babi dan dollar pasir) (Nybakken, 1992).
G. Peranan Makrozoobentos
Odum (1971) menyatakan bahwa organisme bentik mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan sumber daya perikanan melalui
hubungan rantai makanan. Hubungan ini berdasarkan atas rantai
makanan detritus yang dimulai dari organisme mati diuraikan oleh
mikroorganisme. Mikroorganisme beserta hancurannya dimakan oleh
detrivor. Detrivor ini selanjutnya akan dimakan oleh beberapa jenis ikan
dan udang.
Bengen et al. (1995) menambahkan bahwa organisme bentos
mempunyai peranan yang penting dalam komunitas perairan. Peranan
tersebut antara lain dibutuhkan dalam proses mineralisasi dan
pendaurulangan organik. Di samping itu, dalam rantai makanan di
perairan, khususnya pada rantai kedua dan ketiga, sejumlah
makrozoobentos larva Insekta, merupakan sumber makanan yang penting
bagi ikan kecil.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
30/147
Chessman (2003), mengungkapkan beberapa alasan keuntungan
penggunaan makrozoobentos untuk pendugaan kualitas air dibanding
biota air lainnya, antara lain sebagai berikut:
1. Struktur komunitas dari makrozoobentos seringkali dapat digunakan
sebagai bioindikator lingkungan yang mewakili kondisi lokalnya,
karena banyak dari hewan tersebut bersifat sessile. Dengan
keterbatasan tersebut, maka hewan ini sangat cocok untuk digunakan
dalam penilaian pengaruh aktivitas antropogenik pada tempat spesifik.
2. Makrozoobentos mampu mengintegrasikan adanya perubahan variasi
lingkungan yang relatif singkat. Banyak spesies makrozoobentos
mempunyai waktu siklus hidup yang relatif kompleks, mulai dari satu
tahun hingga lebih. Sensitivitas pada siklus hidup akan merespon
stres lebih cepat.
3. Identifikasi relatif mudah, dan banyak dari taksa yang tergolong
toleran dapat diidentifikasi sampai pada level genus. Beberapa indeks
telah disusun secara sederhana hanya dengan menggunakan tingkat
famili, sehingga memudahkan dalam pendugaan status pencemaran
atau gangguan pada ekosistem perairan.
4. Respon stres yang dihasilkan makrozoobentos dapat ditunjukkan
pada tingkatan tropik dan kisaran toleransi yang berbeda terhadap
polusi, sehingga memungkinkan untuk menggabungkan informasi
tersebut ke dalam interpretasi kumulatif.
5. Pengambilan sampel relatif mudah, peralatan yang relatif murah, dan
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
31/147
dapat dikerjakan tanpa banyak membutuhkan tenaga manusia.
6. Makrozoobentos di lingkungan perairan merupakan komponen utama
penyusun aktivitas diversitas biologi perairan. Pengertian tentang
hubungan pengaruh dan dampak dari aktivitas manusia terhadap
kehidupan makrozoobentos akan membantu dalam menemukan cara
untuk konservasi biota tersebut.
7. Distribusi makrozoobentos yang luas dengan bermacam-macam tipe
badan air.
8. Kemampuan untuk mengakumulasi bahan polutan yang bermacam-
macam, sehingga dapat digunakan untuk mempelajari suatu polutan
yang dipaparkan pada biota air melalui studi bioakumulasi.
H. Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologis Perairan
Respon komunitas makrozoobentos terhadap perubahan
lingkungan digunakan untuk menduga pengaruh dari berbagai kegiatan,
seperti kegiatan industri, perminyakan, pertanian dan tata guna lahan
lainnya yang akan mempengaruhi badan air. Masukan bahan organik,
perubahan substrat dan bahan kimia beracun dapat mempengaruhi
komunitas makrozoobentos (APHA, 1992).
Komponen biotik (organisme) akan berkembang sebagai respon
dari setiap perubahan faktor abiotik. Organisme yang mampu bertahan
hidup dalam kondisi tersebut dikenal dengan istilah organisme indikator
(bioindikator). Bioindikator dapat digunakan dalam monitoring perubahan
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
32/147
kualitas lingkungan (Tugiyono, 2006). Bioindikator dapat dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu:
1. Indikator secara ekologi yang membuktikan adanya pengaruh
ekosistem yang tergambarkan dalam struktur komunitas atau yang
sederhana ada atau tidak adanya spesies.
2. Monitoring organisme yang mengukur kualitas dan kuantitas dari efek
negatif bahan kimia dalam lingkungan dan menduga pengaruhnya.
Organisme indikator, baik berada dalam ekosistem (lingkungannya)
(monitoring secara pasif) maupun organisme diujikan dalam pengujian
ekotoksikologi yang baku (monitoring secara aktif).
3. Tes organisme yang menggunakan prosedur laboratorium yang baku,
seperti penelitian ekotoksikologi secara laboratorium.
Bioindikator (indikator biologi) adalah spesies atau mikroorganisme,
yang kehadiran dan responsnya berubah karena kondisi lingkungan.
Setiap spesies merespons perubahan lingkungan sesuai dengan stimulus
yang diterimanya. Respons yang diberikan mengindikasikan perubahan
dan tingkat pencemaran yang terjadi di lingkungannya. Respons yang
diberikan oleh masing-masing spesies terhadap perubahan yang terjadi di
lingkungannya dapat sangat sensitif, sensitif atau resisten (Suana, 2001).
Berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar, Gauffin
(1958) membagi makrozoobentos menjadi tiga golongan yaitu: intoleran,
fakultatif, dan toleran. Organisme intoleran adalah organisme yang
tumbuh dan berkembang dalam kisaran toleransi lingkungan yang sempit
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
33/147
terhadap pencemaran, dan tidak tahan terhadap tekanan lingkungan
sehingga hanya hidup pada perairan yang belum tercemar dan miskin
bahan organik. Organisme fakultatif adalah organisme yang dapat hidup
pada kisaran toleransi yang agak luas, meskipun dapat hidup dalam
perairan yang kaya bahan organik dan perairan yang tercemar ringan
sampai dengan sedang, namun tidak dapat mentolerir tekanan
lingkungan. Organisme toleran adalah organisme yang tumbuh dan
berkembang pada kisaran toleransi lingkungan yang luas sehingga
mampu berkembang mencapai kepadatan tertinggi dalam perairan yang
tercemar sedang maupun tercemar berat. Oleh karena itu, untuk
mengetahui kehadiran atau ketidakhadiran organisme pada lingkungan
perairan digunakan indikator yang menunjukkan tingkat atau derajat
kualitas suatu habitat.
I. Parameter Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaaan
Makrozoobentos
a. Parameter Fisika
1. Kecepatan Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat
disebabkan oleh tiupan angin, karena perbedaan dalam densitas air
laut, atau disebabkan oleh gerakan gelombang (Nontji, 2002). Selanjutnya
dikatakan bahwa pada dasar perairan dangkal, dimana terdapat arus
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
34/147
yang tinggi, hewan yang mampu hidup adalah organisme perifitik atau
bentos.
Menurut Nybakken (1992), organisme akuatik yang hidup
menetap pada suatu substrat membutuhkan arus yang dapat
membawa makanan, oksigen, dan lain sebagainya. Arus yang kuat
dapat mengakibatkan ketidakseimbangan dasar perairan yang lunak
seperti dasar perairan berpasir atau berlumpur. Pergerakan air yang
cukup lambat di daerah berlumpur menyebabkan partikel –partikel
halus mengendap dan detritus melimpah. Hal ini merupakan media
yang tidak baik bagi pemakan deposit (deposit feeder ) tapi pergerakan
air pada daerah berpasir cenderung tidak ada, sehingga fauna yang
memanfaatkan daerah ini adalah filter feeder .
Pergerakan air yang ditimbulkan oleh gelombang dan arus juga
memiliki pengaruh yang penting terhadap bentos. Arus mempengaruhi
lingkungan sekitar seperti ukuran sedimen, kekeruhan dan banyaknya
fraksi debu juga stres fisik yang dialami organisme –organisme dasar.
Pada daerah sangat tertutup dimana kecepatan arusnya sangat lemah,
yaitu kurang dari 10 cm dtk
-1
, organisme bentos dapat menetap,
tumbuh dan bergerak bebas tanpa terganggu, sebaliknya pada perairan
terbuka dengan kecepatan arus sedang yaitu 10 –100 cm dtk-1
menguntungkan bagi organisme dasar; terjadi pembaruan antara bahan
organik dan anorganik dan tidak terjadi akumulasi (Wood, 1987).
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
35/147
2. Suhu
Suhu merupakan pengatur utama proses fisika dan kimia yang
terjadi di perairan. Suhu secara tidak langsung akan mempengaruhi
kelarutan oksigen dan secara langsung mempengaruhi proses kehidupan
organisme seperti pertumbuhan, reproduksi, dan persebarannya. Suhu
dapat berperan sebagai faktor pembatas utama bagi banyak makhluk
hidup dalam mengatur proses fisiologinya, selain faktor lingkungan
lainnya.
Menurut Sukarno (1981), suhu dapat membatasi sebaran hewan
makrobentos secara geografik dan suhu yang baik untuk pertumbuhan
hewan makrobentos berkisar antara 25 –310C. Welch (1980)
menyatakan bahwa suhu antara 35-400C merupakan lethal
temperature bagi makrozoobentos, artinya pada suhu tersebut
organisme bentos telah mencapai titik kritis yang dapat menyebabkan
kematian.
3. Substrat /Sedimen
Ukuran partikel substrat merupakan salah satu faktor ekologis
utama dalam mempengaruhi struktur komunitas makrobentik seperti
kandungan bahan organik substrat. Pada Tabel 1 tercantum klasifikasi
sedimen berdasarkan ukuran partikel.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
36/147
Tabel 1. Skala Wenworth untuk mengklasifikasi partikel-partikel sedimen
(Holme dan McIntyre, 1984)
Keterangan Ukuran (mm)Batu besar (boulder )Bongkahan batu (cobble)Kerakal ( pebble)Kerikil (granule)Pasir sangat kasar (very coarse sand )Pasir kasar (coarse sand )Pasir agak kasar (medium sand ) Pasir halus (fine sand )Pasir sangat halus (very fine sand )
Lanau (silt )Lempung (clay )
>256256 –64
64 –44 –22 –1
1 –0,50,5 –0,25
0,25 –0,1250,125 –0,625
0,625 –0,0039< 0,0039
Meningkatnya buangan sedimen ke dalam ekosistem perairan
pesisir akibat semakin tingginya laju erosi tanah yang disebabkan oleh
kegiatan –kegiatan, pengusahaan hutan, pertanian, dan pembangunan
saran dan prasarana, dapat membahayakan kehidupan di lingkungan
pesisir. Efek dari sedimen ini sangat dirasakan oleh komunitas dasar
dalam kisaran kedalaman yang memungkinkan bagi komunitas tersebut
untuk hidup (Dahuri et al., 2001).
4. Padatan Tersuspensi Total (Total Susp ended Sol id ,TSS)
Padatan tersuspensi total atau total suspended solid (TSS) adalah
bahan-bahan tersuspensi (diameter 1 µm) yang tertahan pada kertas
saring millipore dengan ukuran diameter pori –pori 0,45 µm. Penyebab
TSS utama adalah kikisan tanah atau erosi tanah seperti lumpur, pasir
halus, dan jasad – jasad renik. Kondisi tersebut terjadi pada musim
penghujan, sehingga sungai mengalami limpasan air hujan.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
37/147
Apabila jumlah dan ukuran partikel yang tersuspensi cukup besar
dan aliran air tidak terlalu deras, maka partikel –partikel tersebut akan
mengendap di dasar perairan. Sedimentasi yang terjadi akan melapisi
substrat tempat hidup makrozoobentos sehingga keanekaragaman dan
kelimpahannya menurun (Hawkes, 1979).
Nilai TSS ini erat kaitannya dengan kekeruhan perairan. Nilai TSS
yang sangat tinggi berefek negatif bagi organisme makrozoobentos.
Effendi (2000) menyatakan peningkatan TSS dapat meningkatkan
kekeruhan air, menghambat penetrasi cahaya dan berpengaruh terhadap
proses fotosintesis. Nilai kekeruhan yang masih memenuhi kehidupan
biota air yang diinginkan adalah tidak lebih dari 10 mg l -1. Untuk melihat
Konsentrasi padatan tersuspensi dan kategori kualitas lingkungan
perairan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Konsentrasi padatan tersuspensi dan kategori kualitas lingkunganperairan (Canter dan Hill, 1981)
KonsentrasiPadatan Tersuspensi (Mg/L)
Kategori KualitasLingkungan perairan
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
38/147
tersuspensi di perairan baik plankton, lumpur maupun bahan organik.
Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya
dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan merupakan faktor penting bagi
proses fotosintesa dan produksi primer dalam suatu perairan.
b. Parameter Kimia
1. Karbon Organik Total (Total Organic Carbon ,TOC)
Karbon organik total adalah jumlah karbon yang terkandung di
dalam senyawa organik dan digunakan sebagai salah satu indikator
kualitas air (air bersih maupun air limbah). TOC dalam sumber air berasal
dari pembusukan bahan organik alami (NOM : natural organic matter) dan
dari sumber sintetis. Humik asam, fulvic asam, amina, dan urea
merupakan jenis NOM. Nilai ini dalam sumber air berasal dari
pembusukan bahan organik alami (natural organic matter, NOM) dan dari
sumber sintetis. Deterjen, pestisida, pupuk, herbisida, kimia industri, dan
diklorinasi organik adalah contoh sumber sintetis. Karbon organik total
memberikan peran penting dalam mengukur jumlah bahan organik alami
pada sumber air dan sedimen (Sharp, 1985).
Untuk penilaian parameter TOC digunakan standar berdasarkan The
Norwegian Pollution Control Authority tahun 2000 seperti disajikan pada
Tabel 3.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
39/147
Tabel 3. Standar baku Total Organic Carbon (TOC) untuk biota perairan
Level Kualitas Lingkungan Sedimen Perairan TOC (mg/g)
Sangat BaikBaik
Kurang BaikTercemar SedangTercemar Berat
41
2. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (Biochemica l OxygenDemand , BOD)
Kebutuhan oksigen biokimiawi atau biochemical oxygen demand
(BOD) merupakan ukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh
mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam
air. Nilai BOD umumnya digunakan sebagai bioindikator kelimpahan
bahan organik dalam air. Aktivitas mikroorganisme yang tinggi
mengakibatkan semakin besar nilai BOD untuk menguraikan bahan
organik (Fardiaz, 1992).
Nilai konsentrasi BOD suatu perairan apabila konsumsi oksigen
selama 5 hari berkisar antara 5 mg.l-1, maka perairan tersebut tergolong
baik. Apabila konsumsi oksigen berkisar antara 10 mg.l-1 – 20 mg.l-1, akan
menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi. Limbah
industri yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah nilai BOD
maksimum 100 mg.l-1 (Brower et al., 1990). Selanjutnya dijelaskan bahwa
semakin rendah nilai BOD dalam suatu perairan, maka semakin tinggi
pula keanekaragaman biota (makrozoobentos) dalam perairan tersebut.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
40/147
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan
organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan
bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan
makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Parameter BOD,
secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air
buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran
pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD
merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran
banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organism
tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan,
pada kondisi yang hampir sama dengan kondisi yang ada di alam.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan penduduk, industri dan untuk mendesain
system-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut.
Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, kalau suatu badan air
dicemari oleh zat organik bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut
dalam air selama proses oksidasi tersebut yang dapat mematikan
organism dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat
menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Pemeriksaan BOD
didasarkan atas reaksi zat organic dengan oksigen di dalam air dan
proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik, sebagai
hasil oksidasi akan terbentuk karbondioksida, amoniak dan air. Reaksi
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
41/147
biologis pada uji BOD dilakukan pada temperature inkubasi 200C dan
dilakukan selama 5 hari (Alaerts, 1987).
BOD merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada
suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD tinggi mengindikasikan bahwa
air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan
secara biologic dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi
aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan
kandungan oksigen terlarut diperairan sampai pada tingkat terendah,
sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan
kematian organisme akuatik. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa tingkat
pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD nya.
3. Kebutuhan Oksigen Kimiawi ( Chemical Oxyg en Demand ,COD)
Menurut (Hutagalung dan Rozak, 1997), dalam perairan laut yang
masih alami, kadar COD umumnya sekitar 1,5 –2 kali lebih tinggi
dibandingkan kadar BOD. Bahan organik mudah urai yang masuk ke
lingkungan laut umumnya berasal dari limbah domestik atau pemukiman,
sedangkan yang sukar urai umumnya berasal dari limbah industri,
pertambangan atau pertanian, sehingga parameter COD merupakan
indikator untuk pencemaran limbah industri, pertambangan atau pertanian.
COD berbanding terbalik dengan Dissolved Oxygen (DO). Artinya,
semakin sedikit kandungan udara di dalam air maka angka COD akan
semakin besar. Besarnya angka COD tersebut menunjukkan bahwa
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
42/147
keberadaan zat organik di air berada dalam jumlah yang besar. Organik-
organik tersebut mengubah oksigen menjadi karbondioksida dan air
sehingga perairan tersebut menjadi kekurangan oksigen. Hal inilah yang
menjadi indikator seberapa besar pencemaran di dalam limbah cair oleh
pembuangan domestik dan industri. Semakin sedikit kadar oksigen di
dalam air berarti semakin besar jumlah pencemar (organik) di dalam
perairan tersebut. Karena itu secara logika kita dapat berkata bahwa air
yang kita konsumsi harus memiliki kadar COD yang sangat rendah.
Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari
aktivitas rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas ( pulp),
pabrik kertas, dan industri makanan. Perairan yang memiliki nilai COD
tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai
COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter,
sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter,
sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan
pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter
(UNESCO/WHO/UNEP, 1992).
4. Oksigen Terlarut (Disso lved Oxygen,DO)
Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air
dan meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi
oleh proses respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik
oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
43/147
oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat organik (buangan
organik).
Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen
terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota.
Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam suatu
perairan adalah adanya bakteri aerob dari bahan –bahan buangan yang
mengkonsumsi oksigen (Fardiaz, 1992).
Pada tingkatan spesies, masing –masing biota mempunyai respon
yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut dan perbedaan
kerentanan biota terhadap tingkat oksigen terlarut yang rendah. Capitella
sp. (kelas Polychaeta) dapat hidup dan mengalami peningkatan
biomassa walaupun nilai konsentrasi oksigen terlarut nol (Connel dan
Miller, 1995).
Untuk penilaian kriteria pencemaran berdasarkan kandungan
oksigen terlarut berdasarkan Lee et al ., (1979) seperti disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria pencemaran berdasarkan kandungan oksigen terlarut
Kadar oksigen terlarut (ppm) Kriteria
> 6,54,5 –6,52,4 –4,4
< 2
Belum tercemarTercemar ringan Tercemar
sedangTercemar berat
Pada daerah dengan polutan bahan organik, terdapat dua
kelompok yang sensitif terhadap penurunan oksigen. Kedua kelompok
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
44/147
tersebut diantaranya Bivalvia berukuran kecil, Theora lubrica dan
beberapa Polychaeta seperti Paraprionospio sp., Prionospio cirrifera dan
Sigambra tentaculata (Kikuchi, 1982).
5. Derajat Keasaman (pH)
pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion-ion hydrogen yang
terlepas dalam suatu cairan dan merupakan indikator baik buruknya
suatu perairan (Sastrawijaya, 1991). pH di suatu perairan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain aktivitas fotosintesa, suhu, dan salinitas.
Effendi (2000) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 –8,5.
Makrozoobentos memiliki kisaran toleransi terhadap pH yang berbeda-
beda. Gastropoda lebih banyak ditemukan pada perairan dengan pH di
atas 7. Bivalvia didapatkan pada kisaran yang lebih lebar yaitu 5,6 –8,3.
Dalam kelompok Insekta, Coleoptera mewakili taksa dengan kisaran pH
yang lebar. Sebagian besar famili Chironomidae mewakili kelompok
serangga terdapat pada pH di atas 8,5 dan di bawah pH 4,5 (Hawkes,
1979).
Perairan dengan nilai pH lebih kecil dari 4 merupakan perairan
yang sangat asam sehingga dapat menyebabkan kematian mahkluk
hidup, sedangkan pH yang lebih dari 9,5 merupakan perairan yang
sangat basa dapat pula menyebabkan kematian dan mengurangi
produktivitas. Sebaliknya perairan dengan kisaran pH 7,5 –8,5 merupakan
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
45/147
perairan yang sangat produktif. Selanjutnya Presscatt (1970),
mengatakan bahwa pH yang ideal untuk kehidupan alami dalam perairan
adalah 6,5 – 8,0. Namun pada pada umumnya air laut bersifat alkalis (pH
berkisar 8,2) kecuali dekat pantai (Dojlijo dan Best, 1993).
Kriteria kesuburan perairan berdasarkan nilai pH (Effendi, 2003)
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria kesuburan perairan berdasarkan nilai pH
Nilai pH Kriteria Kesuburan
5,5 –6,5 dan > 8,5 Tidak produktif
6,5 –7,5 Produktif
7,5 –8,5 Sangat produktif
6. Salinitas
Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang
membedakannya dengan air tawar. Biota yang mampu hidup pada
kisaran yang sempit disebut sebagai biota stenohaline dan sebaliknya
biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota
euryhaline (Supriharyono, 2000). Menurut Gross (1972, menyatakan
bahwa hewan benthos umumnya dapat mentoleransi salinitas
berkisar antara 25‰–40‰.
Organisme yang cukup adaptif dan mampu bertahan dengan baik
terhadap perubahan salinitas adalah yang berasal dari kelas Polychaeta,
Gastropoda, Bivalvia, dan Krustasea (Nybakken, 1992). Menurut Budiman
dan Dwiono (1986), Gastropoda mempunyai kemampuan untuk bergerak
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
46/147
guna menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun Bivalvia yang
bersifat sessile akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar
berlangsung lama. Selain itu, reproduksi dari jenis – jenis Gastropoda
seperti Littorina scabra sangat dipengaruhi oleh salinitas.
7. Redoks Potensial (Eh) Sedimen
Redoks potensial (Eh) adalah besarnya aktivitas elektron dalam
proses oksidasi reduksi yang dinyatakan dalam milivolt (mV). Redoks
potensial dapat dijadikan sebagai ukuran kandungan oksigen dalam
sedimen (Bengen et al ., 1995).
Oksidasi atau redoks potensial diukur dengan ukuran millivolt yang
disebut skala Eh yang kira –kira sama dengan pH, hanya saja Eh
mengukur aktivitas elektron sedangkan pH mengukur aktivitas proton.
Pada wilayah redoks yang terputus, Eh akan menurun dengan cepat dan
menjadi negatif pada wilayah yang sepenuhnya kosong (Odum, 1993).
Menurut Bengen et al. (1995), sedimen dasar suatu perairan dibagi
menjadi tiga zona yang didasarkan pada nilai redoks potensial dan reaksi-
reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Ketiga zona tersebut adalah zona
oksidasi (nilai Eh > 200 mV), zona transisi (nilai Eh berkisar 0 –200 mV)
dan zona reduksi (nilai Eh
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
47/147
J. Indeks Ekologi
Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi serta biomassa
menurut Odum (1998), selain menunjukkan kekayaan jenis, juga
menunjukkan keseimbangan dalam pembagian jumlah individu tiap jenis.
1. Indeks Keanekaragaman
Untuk menggambarkan keadaan jumlah spesies atau genera yang
mendominasi dan bervariasi maka digunakan indeks keanekaragaman.
Semakin kecil nilai keanekaragaman maka keseragaman populasi
semakin kecil, artinya persebaran jumlah individu setiap spesies tidak
merata serta ada kecenderungan suatu spesies untuk mendominasi
populasi tersebut. Sebaliknya, semakin besar nilai keragaman maka
populasi menunjukkan keseragaman tinggi dimana jumlah individu setiap
spesies atau genera sama atau hampir sama (Odum, 1971).
Keanekaragaman merupakan sifat komunitas yang ditentukan oleh
banyaknya jenis serta kemerataan kelimpahan individu tiap jenis yang
didapatkan (Odum, 1998).
Wardoyo (1974) mengemukakan bahwa keanekaragaman yang
mempunyai nilai tinggi berarti kondisi ekosistem perairan cukup baik.
Indeks keanekaragaman yang rendah cenderung mengindikasikan
kualitas perairan yang buruk. Namun pernyataan di atas tidak selamanya
berlaku, sebab pada keadaan tertentu indeks keragaman yang rendah
didapatkan di daerah aliran air yang berkualitas baik. Hal ini dikarenakan
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
48/147
dasar perairan yang keras dan berbatu seperti di wilayah pegunungan,
namun tidak menguntungkan bagi hewan makrobentos.
Keanekaragaman (H’) mempunyai nilai terbesar jika semua individu
berasal dari genus atau spesies yang berbeda –beda. Sebaliknya, nilai
terkecil didapat jika semua individu berasal dari satu genus atau satu
spesies saja.
2. Indeks Keseragaman
Dahuri (1994) menyatakan bahwa indeks keseragaman (E)
digunakan untuk melihat apakah di dalam komunitas jasad akuatik yang
diamati, terdapat pola dominansi oleh suatu atau beberapa kelompok jenis
jasad. Apabila nilai E mendekati 1, maka sebaran individu –individu antar
jenis (spesies) relatif merata, sebaliknya jika nilai E mendekati 0, terdapat
sekelompok jenis tertentu yang jumlahnya relatif berlimpah (dominan) dari
pada jenis lainnya.
Odum (1998) menyatakan bahwa indeks keseragaman merupakan
suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya berkisar antara 0 –1.
Semakin kecil keseragaman suatu populasi, berarti ada spesies
mendominir populasi tersebut. Sebaliknya, semakin besar nilai indeks
keseragaman yang berarti bahwa jumlah individu tiap spesies boleh
dikatakan sama atau tidak jauh berbeda dan tidak ada dominansi spesies.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
49/147
3. Indeks Dominansi
Dominansi jenis organisme dalam suatu komunitas ekosistem
perairan diketahui dengan cara menghitung indeks dominansi dari
organisme tersebut. Nilai indeks dominansi berkisar antara nol dan satu.
Nilai yang semakin mendekati satu menunjukkan ada organisme yang
mendominasi ekosistem perairan. Sebaliknya, jika nilai mendekati nol
tidak ada jenis organisme yang dominan (Odum, 1998). Selanjutnya
dikatakan bahwa hubungan antara keragaman, keseragaman dan
dominansi terkait satu sama lain, dimana apabila organisme
beranekaragam berarti organisme tersebut tidak seragam dan tentu tidak
ada yang mendominasi.
4. Biomassa
Data kelimpahan dan biomassa species yang terdiri dari komunitas
benthik dapat dieksploitasi secara luas, yang bertujuan untuk menaksir
tingkatan kondisi perairan yang dianggap terganggu dapat digambarkan
dalam kurva ABC. Kurva ABC atau k -dominance curves yang
mengindikasikan perairan tersebut dalam kondisi masih baik dan layak
atau tidak untuk kehidupan hewan makrozoobentos.
Menurut (Warwick dan Clarke, 1994), jika kurva biomassa terletak
di atas kurva kelimpahan individu, maka perairan tersebut terindikasi tidak
terganggu (tidak tercemar). Sebaliknya, apabila perairan tersebut
terindikasi tercemar berat ditunjukkan dengan kurva kelimpahan individu
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
50/147
diatas kurva biomassa, biasanya sebagian besar komunitas terganggu
dihuni oleh sejumlah besar individu kecil. Jika perairan terindikasi
tercemar sedang (terganggu), maka kedua kurva ini bersinggungan atau
saling memotong. Dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Keterangan: (A) tidak terganggu, (B) terganggu, (C) tercemar
Gambar 2. Kurva ABC atau k-dominance curves
K. Indeks Pencemaran
Metode Indeks Pencemaran (IP) merupakan salah satu metode
analisis kualitas air yang diaplikasikan di Indonesia. Metode ini merupakan
perhitungan relatif antara hasil pengamatan terhadap baku mutu yang
berlaku. Sebagai metode indeks komposit, Indeks Pencemaran (IP) terdiri
atas indeks rata-rata dan indeks maksimum. Indeks maksimum dapat
memberikan indikator unsur kontaminan utama penyebab penurunan
kualitas air. Unsur utama dapat dihubungkan dengan sumber pencemar,
apakah dari domestik maupun non domestik (industri). Pengelolaan
kualitas air atas dasar perhitungan Indeks Pencemaran (IP) dapat
memberikan masukan untuk menilai kualitas badan air untuk suatu
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
51/147
peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika
penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar.
Perhitungan indeks untuk indikator kualitas air dilakukan
berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115
Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Dalam
pedoman tersebut dijelaskan antara lain mengenai penentuan status mutu
air dengan metoda indeks pencemaran (Pollution Index –PI).
Menurut definisinya PIj adalah indeks pencemaran bagi peruntukan
j yang merupakan fungsi dari Ci/Lij, dimana Ci menyatakan konsentrasi
parameter kualitas air i dan Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas
air i yang dicantumkan dalam baku peruntukan air j. Dalam hal ini
peruntukan yang akan digunakan adalah klasifikasi mutu air kelas III
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Evaluasi
terhadap Indeks Pencemaran (Pij) tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Evaluasi terhadap Indeks Pencemaran (Pij)
Nilai indeks Keterangan0 ≤ PIj ≤ 1,0 kondisi baik
1,0 < PI j ≤ 5,0 Tercemar ringan
5,0 < PI j ≤ 10,0 Tercemar sedang
PIj > 10,0. Tercemar berat
Sumber : Kep-MENLH No. 115 tahun 2003
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
52/147
L. Kerangka Pikir Penelitian
Perairan Teluk Laikang di Kabupaten Takalar dan Kabupaten
Jeneponto merupakan salah satu lokasi dimana terdapat beberapa
aktivitas seperti kawasan budidaya rumput laut, kawasan pemukiman,
pertambakan dan industri. Aktivitas –aktivitas tersebut di atas, baik secara
langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap
keseimbangan ekosistem di perairan Teluk Laikang.
Penurunan kualitas lingkungan ini dapat diidentifikasi dari perubahan
komponen fisik, kimia dan biologi perairan di sekitar pantai. Perubahan
komponen fisik dan kimia tersebut selain menyebabkan menurunnya
kualitas perairan juga menyebabkan bagian dasar perairan (sedimen)
menurun, yang dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan terutama
pada struktur komunitasnya. Salah satu biota laut yang diduga akan
terpengaruh langsung akibat penurunan kualitas perairan dan sedimen di
lingkungan pantai adalah hewan makrozoobentos. Oleh karena itu,
diperlukan tindak lanjut berupa upaya pengelolaan pesisir di daerah
tersebut. Sehingga dapat diketahui kualitas perairan di perairan Teluk
Laikang.
Untuk mencapai tujuan penelitian sebagaimana diuraikan pada
BAB 1, maka secara sistematis pendekatan masalah penelitian mengikuti
kerangka pikir penelitian dengan pendekatan sistem yang dapat dilihat
pada Gambar 3.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
53/147
Gambar 3. Kerangka pikir penelitian
Pemanfaatan
Tingginya aktivitas antropogenik (perikanan,
pertanian, industri, pemukiman, transportasi)
Limbah
Degradasi lingkungan perairan
Indikasi dampak pada
Wilayah tidak tercemar Wilayah tercemar
Strategi pengelolaan
Sumber
Indeks pencemaran Indeks ekologi Metode ABC Analisis CCA & SPSS
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
54/147
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2013 yang
meliputi studi literatur, survei awal lokasi penelitian, pengambilan data
lapangan, analisa sampel, pengolahan data, analisa data dan penyusunan
laporan hasil penelitian.
Lokasi penelitian dilaksanakan di Perairan Teluk Laikang, Kabupaten
Takalar dan Kabupaten Jeneponto. Untuk analisis kualitas air dilakukan di
Laboratorium Kualitas Air, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian yaitu: (a).
penentuan stasiun: perahu motor sebagai alat transportasi untuk
mengambil data dan sampel; GPS (Global Positioning System) sebagai
penentu posisi titik pengambilan sampel (b). pengambilan sampel
makrozoobentos: Eckman Grabb 20 x 20 cm2, ayakan bentos 0.5 mm,
kantong sampel, alkohol 70%, kertas label secukupnya dan lup yang
digunakan pada saat identifikasi (c). pengukuran parameter lingkungan:
Eh – pH meter; sieve net untuk mengetahui jenis dan ukuran sedimen.
Pengukuran suhu, salinitas, pH, Oksigen terlarut (DO) menggunakan alat
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
55/147
Water Quality Cheker (WQC); layang –layang arus dan kompas untuk
menentukan arah dan kecepatan arus; TOC analyzer untuk menghitung
Total Organik Carbon pada sedimen. Sebaliknya analisis COD dan BOD
dari sampel air yang diambil menggunakan Kemmerer Water Sampler
pada kolom air untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium.
C. Prosedur Penelitian
1. Stasiun
Pengambilan sampel dilakukan pada 6 stasiun di perairan Teluk
Laikang (Gambar 4). Untuk posisi masing-masing stasiun penelitian dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Posisi stasiun penelitian di Teluk Laikang berdasarkan GPS(Global Positioning System)
Stasiun Posisi Keterangan
S E
I 050 33’ 248 ” 1190 30’ 648 ” Depan muara sungai Allu
II 05 35’ 692 ” 199 33’ 132 ” Depan muara sungai Ujung Bori
III 05 36’ 874 ” 199 32’ 834 ” Sebelah kiri jetty PLTU Bosowa
IV 050 36’ 780 ” 1990 32’ 949 ” Sebelah kanan Jetty PLTU Bosowa
V 05 35’ 386 ” 199 28’ 862 ” Perairan dekat pemukiman wargaPuntondo
VI 050 34’ 784 ” 1990 28’ 176 ” Depan muara sungai kecil Puntondo
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
56/147
Gambar 4. Peta lokasi penelitian di Teluk Laikang
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
57/147
2. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada masing –masing
stasiun yang telah ditentukan yaitu enam stasiun. Pengambilan sampel
dilakukan sebanyak tiga kali dan periode sampling selama dua bulan.
Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan dengan
menggunakan Eckman Grabb. Sampel yang didapat disortir dengan
menggunakan Hand Sortir Method, dibersihkan dengan air dan direndam
dengan formalin 4% selama satu hari. Sampel kemudian dicuci dengan akuades
dan dikering anginkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi
alkohol 70% sebagai pengawet lalu diberi label. Identifikasi diusahakan sampai
tingkat spesies dengan menggunakan buku-buku petunjuk Dharma
(1988), Pennak (1978), Webb et al., (1978), dan sumber acuan lainnya
yang representatif.
Pengukuran beberapa parameter oseanografi dilakukan bersamaan
dengan pengambilan sampel makrozoobentos. Pengambilan sampel air
untuk dianalisa menggunakan Kemmerer Water Sampler pada kolom air.
Sampel disimpan dalam cool box dan dianalisa di laboratorium.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
58/147
Adapun parameter yang diukur yaitu:
c. Parameter Fisika
Pengukuran suhu, salinitas, pH menggunakan alat Water Quality
Cheker (WQC).
1. Kecepatan Arus
Kecepatan arus ditentukan dengan menggunakan kompas,
stopwatch dan layang –layang arus. Secara teknis alat ini dilepaskan di
perairan dan dibiarkan hanyut hingga tali menegang. Kecepatan arus
dihitung dengan membandingkan antara panjang tali dan waktu yang
dibutuhkan hingga tali menegang. Selisih waktu pada saat pelepasan alat
dan pada saat tali dilepas dihitung dengan menggunakan stopwatch.
Untuk menghitung kecepatan arus yang diukur di lapangan
menggunakan persamaan : V = s/t, dimana V = kecepatan arus (m. detik-
1), s = panjang tali (m), t = waktu pengamatan (detik).
2. Kecerahan
Alat yang digunakan untuk mengukur kecerahan yaitu Secchi disk .
Setiap stasiun diukur kecerahannya dengan menurunkan Secchi disk ke
dalam perairan, data dicatat ketika Secchi disk pertama kali tidak terlihat
dan ketika pertama kali terlihat dari kolom perairan. Data yang diperoleh
kemudian dirata –ratakan.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
59/147
3. Potensial Redoks Sedimen (Eh)
Pengukuran potensial redoks dari sampel sedimen dilaksanakan di
laboratorium dengan mengunakan Eh-pH meter (Hariyadi, 2003).
4. Jenis dan Ukuran Sedimen
Untuk mengklasifikasi substrat pasir dan lumpur dilakukan prosedur
sebagai berikut: sampel sedimen yang telah kering ditimbang sebanyak ±
100 gram, lalu diayak menggunakan sieve net bertingkat selama 15 menit
dengan gerakan konstan sehingga didapatkan pemisahan partikel
sedimen berdasarkan masing-masing ukuran ayakan (2 mm, 1 mm, 0,5
mm, 0,063 mm dan < 0,063 mm). Sampel kemudian dipisahkan dari
masing –masing ukuran ayakan hingga bersih lalu ditimbang. Untuk
menghitung persentase berat sedimen pada metode ayakan kering
digunakan rumus sebagai berikut:
%berat = %100xayakan hasil total berat
ayakan hasil berat
d. Parameter Kimia
1. Kebutuhan Oksigen BioKimiawi/Biochemica l Oxygen Demand (BOD5)
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan DO meter. Sampel air yang
diambil dari dalam air dimasukkan ke dalam botol gelap dan diinkubasi
dalam inkubator pada suhu 20 0C, lalu diukur oksigen terlarutnya dengan
menggunakan DO meter. Nilai BOD5 yaitu DO yang diukur saat hari
pertama dikurangi dengan nilai DO setelah hari kelima.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
60/147
2. Kebutuhan Oksigen Kimiawi/Chemical Oxygen Deman d (COD)
Pengukuran COD dilakukan dengan metode titrimetri (Hariyadi,
2003) dan dilaksanakan di laboratorium. Langkah –langkah pengukuran
terdiri dari: erlenmeyer 125 mL dicuci bersih hingga bebas bahan organik
kemudian 5 mL air sampel dipipet ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan
2,5 mL K2Cr 2O7, diaduk lalu ditambahkan lagi 7,5 mL H2SO4 pekat.
Erlenmeyer ditutup dan dibiarkan selama sekitar 30 menit kemudian
ditambahkan 5 mL akuades, diaduk lalu ditambahkan lagi 2 –3 tetes
indikator Ferroin, lalu dititrasi dengan FAS hingga terjadi perubahan warna
dari kuning –oranye atau biru kehijauan menjadi merah kecoklatan.
Selanjutnya, membuat larutan blangko.
Adapun perhitungan COD menggunakan rumus:
sampelmL
1000x8xNxS)-(B(mg/l)COD
keterangan: B = Volume FAS yang digunakan dalam larutan blangko (ml);
S = Volume FAS yang digunakan dalam sampel (ml); N = Normalitas FAS
3. Oksigen terlarut/Disso lved Oxygen (DO)
Pengambilan sampel air untuk penentuan oksigen terlarut
menggunakan alat Kemmerer water sampler . Jika kedalaman lebih dari
tiga meter data diambil pada kedalaman ± 50 cm dari permukaan dan ± 50
cm di atas dasar substrat perairan. Namun jika kedalaman kurang dari tiga
meter maka sampel air hanya diambil pada kedalaman ± 50 cm dari
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
61/147
permukaan perairan. Langkah selanjutnya sampel air dimasukkan ke
dalam botol BOD5 ukuran 125 ml tanpa adanya bubbling . Dimasukkan
sebanyak 20 tetes MnSO4 dan NaOHKI sebanyak 20 tetes kemudian
biarkan beberapa menit sampai terbentuk endapan. Langkah selanjutnya
adalah H2SO4 pekat dimasukkan sebanyak 20 tetes kemudian dikocok
secara bolak –balik. Sampel tersebut diambil sebanyak 25 ml dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 125 ml untuk dititrasi dengan Na-
tiosulfat sampai warna kuning muda. Amilum dimasukkan sebanyak tiga
tetes kemudian titrasi dengan Na-tiosulfat hingga warna sampel berubah
dari biru menjadi bening. Dicatat banyaknya ml titran Na-tiosulfat yang
digunakan dan dimasukkan ke dalam rumus perhitungan oksigen terlarut.
Analisis oksigen terlarut menggunakan metode titrasi Winkler (Hariyadi et
al. 1992).
4. Padatan Tersuspensi Total/Total Susp ended Sol id (TSS)
Penentuan total padatan tersuspensi dari sampel air akan
dilaksanakan di laboratorium dengan prosedur kerja yaitu: terlebih dahulu
kertas saring dikeringkan dengan tungku pada suhu 105
0
C dan cawan
pada suhu 500 0C selama 2 jam. Selanjutnya mendinginkan cawan dan
kertas saring di dalam desikator selama 15 menit. Berat awal cawan dan
kertas saring ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Kemudian
sampel diambil sebanyak 500 ml dalam erlenmeyer dan dibiarkan selama
sekitar 30 menit. Langkah selanjutnya sampel disaring dengan
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
62/147
menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan. Lalu kertas saring
dikeringkan dengan oven pada suhu 1050
C dan cawan pada suhu 5000
C
selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator. Terakhir, berat
akhir kertas saring ditimbang dengan menggunakan neraca analitik, dan
diulangi tiga kali hingga diperoleh berat tetap.
Adapun perhitungan TSS sebagai berikut:
c
1000xb)-(a
(ppm)TSS
Keterangan, a = Berat kertas saring setelah penyaringan; b = Berat kertas
saring sebelum penyaringan; c = ml sampel air.
5. Karbon Organik Total /Total Organic Carbon (TOC)
Untuk mengukur TOC dipakai alat TOC analyzer dan untuk
menghitung Total Organik Carbon pada sedimen adalah: TOC = (TC-IC) x
fp, dimana TC = Total karbon hasil pengukuran (mg l -1), IC = Karbon
Anorganik hasil pengukuran (mg l-1), fp = Faktor pengenceran.
D. Analisis Data
1. Indeks Pencemaran
Analisis kualitas air dilakukan dengan membandingkan kualitas air
hasil pengukuran dengan Baku mutu kualitas air sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air. Penentuan status mutu air dengan
menggunakan metode indeks pencemaran ( pollution index ) sesuai
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
63/147
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003. Perhitungan
indeks pencemaran dilakukan dengan menggunakan persamaan :
Pij= √
Dimana :
Pij = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j)
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air hasil pengukuran
Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan
dalam baku mutu peruntukan air (j)
(Cij/Lij)M = Nilai Cij/Lij maksimum
(Cij/Lij)R = Nilai Cij/Lij rata-rata
2. Struktur Komunitas Makrozoobentos
a. Kepadatan
Kepadatan makrozoobentos dihitung berdasarkan rumus Bengen et
al ., (2004), sebagai berikut:
b
a10000Y
Keterangan, Y= Kepadatan individu (ind.m-2); a= Jumlah makrozoobentos
yang tersaring (ind); b= Luas bukaan grab (cm2) x jumlah ulangan.
b. Komposisi Jenis
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
64/147
Jenis – jenis yang didapatkan dikelompokkan menurut kelas dan
dihitung persentase masing –masing kelas.
c. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Indeks keanekaragaman dihitung berdasarkan indeks Shannon-
Wiener (Brower et al ., 1990):
H’ = - ∑Pi log2 Pi atau
N
nilog
N
ni'H
2
Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman; ni = Jumlah individu untuk
setiap jenis; N = Jumlah total individu.
Indeks keseragaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Shannon – Wiener (Brower et al ., 1990):
s2
logH'
max'H
H'J'
Keterangan: H’= Indeks keanekaragaman; J’= Indeks keseragaman;
S = Jumlah jenis
d. Indeks Dominasi
Indeks dominasi dihitung dengan menggunakan formula menurut
Brower et al . (1990) sebagai berikut :
1)N(N
1)ni(niD
Keterangan: D = Indeks dominansi; ni= Jumlah Individu setiap jenis
N = Jumlah individu dari seluruh jenis
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
65/147
Penyajian data nilai indeks ekologi dikelompokkan menurut stasiun
dan disajikan dalam bentuk grafik atau tabel dan dianalisis secara
deskriptif.
3. Penilaian Tingkat Pencemaran
Penentuan tingkat pencemaran perairan digunakan metode ABC
( Abundance-Biomass Comparison) yaitu model kurva K-dominance
(Warwick, 1986). Nilai persentase kumulatif dari biomassa dan jumlah
individu dari setiap spesies dimasukkan sebagai sumbu Y (% dominansi
kumulatif) dan dari jumlah individu dan biomassa setiap spesies yang
telah diurut/dirangking, dimasukkan sebagai sumbu X (log rangking
spesies).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, apabila kurva K-dominance untuk
biomassa terletak di atas kurva untuk jumlah invidu spesies, maka
perairan dikatakan tidak tercemar. Bila kurva K-dominance untuk
biomassa dan jumlah individu spesies saling berhimpitan maka perairan
dikatakan tercemar sedang dan sebaliknya jika kurva K-dominance untuk
jumlah individu spesies berada di atas kurva biomassa spesies maka
perairan dikatakan tercemar berat.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
66/147
4. Hubungan Parameter Fisik Kimia Perairan dengan StrukturKomunitas Makrozoobentos
Untuk mengetahui hubungan parameter fisika kimia perairan dengan
komunitas makrozoobentos digunakan analisis multivariat dengan teknik
Canonical Correspondence Analysis (CCA).
Analisis korespondensi kanonikal/canonical correspondency
analysis (CCA) merupakan suatu metode multivariat yang dapat
menjelaskan hubungan antara biologi dari spesies dan parameter
lingkungannya. Metode ini dibuat untuk mengekstraksi tiruan gradien
lingkungan dari data ekologis. Gradien tersebut merupakan dasar untuk
menggambarkan perbedaan habitat dari suatu taksa pada suatu diagram
ordinasi dengan singkat dan jelas. Hasil utama dari CCA adalah diagram
ordinasi yaitu sebuah grafik dengan sistem kordinat yang dibentuk oleh
aksis ordinasi. Diagram ordinasi CCA berisikan poin dari spesies, lokasi
dan pengkelasan dari kualitatif variabel lingkungan serta tanda panah
untuk kuantitatif variabel lingkungan (ter Braak, 1995). Matrik data terdiri
dari komunitas makrozoobentos dan peubah lingkungan sebagai individu
statistik (kolom) dan waktu pengamatan sebagai baris. Adapun proses
penghitungan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Biplot dan
penilaian hubungan parameter fisik kimia pada tiap stasiun dianalisis
dengan Anova dan proses penghitungannya digunakan bantuan
perangkat lunak SPSS.
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
67/147
E. Bagan Alir Penelitian
Gambar 5. Bagan alir penelitian
TABULASI DATA
ANALISIS DATA
PEMBAHASAN
MENARIK
KESIMPULAN
MENYUSUN
LAPORAN
INTERPRETASI
PENGUMPULAN
DATA PRIMER
PERSIAPAN
SURVEY
PENDAHULUAN
PENGUMPULAN
DATA SEKUNDER
PARAMETERLINGKUNGAN
KUISIONERMASYARAKAT
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
68/147
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Perairan Berdasarkan Kondisi Fisik Kimia
Parameter yang diamati selama penelitian meliputi parameter kimia
dan parameter fisika (Lampiran 1). Parameter fisika antara lain lingkungan
yang diamati dalam penelitian seperti yaitu parameter fisika antara lain
yaitu kecepatan arus, suhu, substrat/sedimen, TSS, kecerahan.
Sebaliknya parameter kimia antara lain yaitu TOC, BOD5, COD, DO, pH,
Air, salinitas, eH (potensial redoks sedimen), akan diuraikan satu persatu.
a. Parameter Fisika
1. Kecepatan Arus
Kecepatan arus yang diperoleh di seluruh stasiun (Gambar 6)
berada pada kisaran 0,042 cm/dtk –0,148 cm/dtk atau < dari 10 cm/dtk
yang dikategorikan dalam kecepatan arus yang relatif rendah.
Kecepatan arus tertinggi pada stasiun II dikarenakan tidak adanya
penghalang/barrier sehingga mempengaruhi tingginya kecepatan arus
di stasiun tersebut. Sebaliknya kecepatan arus terendah pada stasiun
V hal ini disebabkan karena daratan yang berbentuk tanjung sehingga
menghalangi laju arus laut dari luar untuk masuk ke wilayah tersebut.
Dari nilai tersebut, tidak ada perbedaan kecepatan arus yang sangat
menonjol di tiap stasiunnya.
Menurut Mason (1993) bahwa perairan yang mempunyai arus > 1
-
8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel
69/147
m/dtk dikategorikan dalam perairan yang berarus sangat deras,
kecepatan perairan dengan arus > 0,5 –1 m/dtk dikategorikan sebagai
arus deras, kecepatan arus 0,25-0,5 m/dtk dikategorikan sebagai arus
sedang, kecepatan arus 0,1-0,25 m/dtk dikategorikan arus lambat dan
kecepatan arus < 0,1 m/dtk dikategorikan sebagai arus sangat lambat.
Berdasarkan kategori tersebut maka nilai rata –rata kecepatan arus
pada lokasi penelitian termasuk dalam kategori arus lambat –arus
sangat lambat.
Menurut Wood (1987), menyatakan bahwa pada daerah sangat
tertutup dimana kecepatan arusnya sangat lemah, yaitu kurang dari 10
cm/dtk, organisme bentos dapat menetap, tumbuh dan bergerak bebas
tanpa terganggu.