Status Pasien Orto Dinda
-
Upload
dinda-kartika-dwiandita-kartika -
Category
Documents
-
view
202 -
download
4
Transcript of Status Pasien Orto Dinda
Laporan Kasus Orthopedi
OPEN FRACTURE METATARSAL
Pembimbing :
Dr. Johan Bastian, Sp.OT
Disusun oleh :
Dinda Kartika D
2061210024
LABORATORIUM ILMU PENYAKIT BEDAH SUBBAGIAN ORTHOPEDI
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2011
STATUS PASIEN
1
Kata Pengantar
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “ Open fracture
metatarsal” tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit
Orthopaedi, untuk menambah wawasan mengenai penyakit orthopaedi. Penulis menyadari bahwa
dalam laporan ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran untuk penyempurnaan semoga
telaah ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Kepanjen, April 2012
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur yang terjadi pada anak berbeda dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan anatomi, biomekanik, serta fisiologi tulang pada anak-anak.
Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia
sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat
menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan
rumah tangga.
Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, fraktur
yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius
distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai
faktur type green-stick. Daerah metafisis pada anak relatif masih lemah sehingga fraktur
banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri
(transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang.
Terjadinya fraktur akan berpengaruh besar terhadap aktifitas penderita khusunya
yang berhubungan dengan gerak dan fungsi anggota yang mengalami cidera akibat
fraktur. Berbagai tingkat gangguan akan terjadi sebagai suatu dampak dari jaringan yang
cedera, baik yang disebabkan karena patah tulangnya maupun dikarenakan kerusakan
jaringan lunak disekitar fraktur atau karena luka bekas infeksi saat dilakukan
pembedahan.
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang
yang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis. Sehingga penanganan
yang tepat akan sangat membantu penyembuhan pasien
B. RUMUSAN MASALAH
3
Bagaimana etiologi, patogenesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan
penatalaksanaan Open fracture metatarsal ?
C. TUJUAN
Mengetahui etiologi, patogenesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan
penatalaksanaan Open fracture metatarsal.
D. MANFAAT
1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya Open fracture
metatarsal
2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah orthopedi.
4
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. H
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan Ayah : Buruh tani
Pekerjaan Ibu : Buruh tani
Agama : Islam
Alamat : Tumpang
Tanggal masuk : 12 april 2012
Tanggal Pemeriksaan : 16 april 2012
No. RM : 286850
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dari auto anamnesis dari penderita sendiri tanggal 16 april 2012.
1. Keluhan Utama : luka pada punggung kaki kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan luka pada punggung kaki kanan dirasakan sejak tanggal 12 April 2012.
Sebelumnya sekitar satu setangah jam yang lalu pasien mengalami kecelakaan sepeda
motor. Saat itu pasien mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 60 km/jam,
kemudian dari arah berlawanan sebuah mobil melaju dengan kecepatan kurang lebih
70 km/jam yang sedang menyalip mobil lainnya sehingga memakan jalan pasien
sehingga pasien membanting kearah bahu jalan dan terjatuh. Kaki pasien sebelah
kanan tertindih sepeda motor, akibatnya punggung kaki kanan bawah pasien
mengalami luka terbuka dan dari luka tersebut dapat terlihat tulang kakinya. Namun
5
saat kejadian pasien masih sadar. Setengah jam dari kejadian kemudian pasien di
bawa oleh warga di sekitar tempat kejadian ke puskesmas tumpang, dan mendapatkan
perawatan luka saja, satu jam kemudian pasien dirujuk ke UGD RSUD kanjuruhan
pada tanggal 12 April 2012.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya
4. Riwayat pengobatan
Selama sakit pasien tdak mengkonsumsi obat-obatan
penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama tidak ditemukan
5. Riwayat operasi
Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya
6. Riwayat keluarga
Tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. PRIMARY SURVEY
Airway : tidak ada gangguan jalan nafas
Breathing : Pernafasan 18 x/mnt
Circulation : tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 82 x/mnt
Disability : GCS E4 V5 M6, pupil isokor
Exposure : Suhu 36,6oC
B. SECONDARY SURVEY
Status Lokalis : Regio pedis
• Look : Tampak luka lecet, tampak luka terbuka ,ukuran ± 2x3 cm, hiperemis (+),
oedem (+), deformitas (-) , angulasi (-), tak tampak sianosis pada bagian
distal lesi.
6
• Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (-), sensibilitas (+), suhu rabaan
normal, kapiler refil time <2 detik, arteri dorsalis pedis teraba (+) kuat.
•Move : Gerakan aktif dan pasif tidak terhambat, gerakan dorsoflexi dan plantar
flexi tidak terhambat, sakit bila digunakan berjalan (+)
IV. RESUME
Sdr H, laki-laki umur 20 tahun datang dengan keluhan luka pada punggung kaki
kanan bawah setelah mengalami kecelakaan, dan 1 jam setelah kecelakaan, pasien sempat
dibawa ke puskesmas tumpang dan mendapat perawatan luka. Kemudian ±30 menit
kemudian pasien dirujuk ke UGD RSUD kanjuruhan kepanjen.
Pada pemeriksaan fisik, pada regio metacarpal II dan III dextra didapatkan luka
terbuka (+) ± 2x3 cm, nyeri tekan setempat (+), edema (+), hiperemis (+), suhu teraba
normal, kapilary refil < 2 detik, sensibilitas (+), gerakan aktif dan pasif tidak terhambat,
sakit bila digunakan berjalan.
V. DIAGNOSA KERJA
Suspect Open fraktur metatarsal
VI. PLANNING DIAGNOSA
• Planning pemeriksaan
– Foto rontgen regio pedis dextra AP, Lateral
– Lab : DL, CT, BT
• Planning Terapi
1. Non operatif
a. Medikamentosa
Analgetik
Antibiotik
ATS
b. Non medikamentosa
Edukasi pasien tentang sakit yang dialami pasien
2. Operatif
Reposisi terbuka dan debridement
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi Regio Pedis
Skeleton Pedis terdiri dari tiga bagian : tarus, metatatarsus dan phalanges. Metatarsus
terdiri atas lima buah tulang disebut mulai dari sisi medial, dengan os metatarsale I, II, III, IV
dan V; os metatarsal merupakan os longum, yang masing-masing tulang dapat dibedakan atas
basis, corpus dan caput.
Os metatarsale I atau os metatarsal dari hallux, menarik perhatian oleh karena tebal dan
pendek diantara tulang metatarsal lainnya. Corpusnya seperti prisma, kuat; pada basisnya
memperlihatkan faset non artikuler pada sisi-sisinya, tetapi pada sisi lateralnya terdapat faset
oval untuk bersendi dengan os metatarsale II.
Os metatarsal II merupakan os metatarsale yang terpanjang, menjorok ke proximal sesuai
dengan cekungan yang dibentuk oleh ketiga ossa cuneiformia. Basisnya membesar ke dorsal,
sempit dan kasar.
Os metatarsale III pada bagian proximalnya terdapat facies articularis berbentuk
triangular untuk bersendi dengan sisi os cuneiforme laterale; di sisi medial terdapat dua facies
articularis untuk bersendi dengan os metatarsale II, dan di sisi lateralnya terdapat facies
articularis tunggal untuk bersendi dengan os metatarsale IV; facies articularis terakhir ini
terdapat di sudut dorsal basis.
8
Os metatarsale IV lebih kecil disbanding dengan os metatarsale terdahulu; pada basisnya
terdapat facies articularis berbentuk quadrilateral untuk bersendi dengan os cuboideum; facies
articularis halus di sisi medial dibagi oleh rigi menjadi bagian anterior untuk bersendi dengan os
metatarsale III.
Os metatrasale V mempunyai tonjolan yang kasar disebut tuberositas ossis metatarsalis
V, yang terletak di sebelah lateral basis. Basisnya akan bersendi kea rah posterior dengan os
cuboideum, dan ke sisi mediale dengan os metatarsale IV.
3.2. Fraktur
3.2.1 Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan
yang disebabkan karena rudapaksa (Jong&Sjamsuhodajat,2005)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh
tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam
derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Trauma yang menyebabkan tulang patah
9
dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung,
apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan
lunak tetap utuh.
Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma
yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya sering terjadi benturan pada
ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula.
3.2.2 Penyebab Fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena
kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti
rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada
atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor)
atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang
berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada
tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus
kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda
motor adalah penyebab yang paling lazim.
10
Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko komplikasinya
berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan lunak. Tscherne (1984) menekankan
pentingnya menilai dan menetapkan tingkat cedera jaringan lunak:
C0 = kerusakan jaringan lunak sedikit dengan fraktur biasa
C1 = abrasi dangkal atau kontusio dari dalam
C2 = abrasi dalam, kontusio jaringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur berat
C3 = kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman sindroma kompartemen.
3.2.3 Klasifikasi fraktur tulang
1) Klasifikasi klinis
a. fraktur tertutup
disebut juga closed fracture. Tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan lingkungan luar.
b. fraktur terbuka
disebut juga compound fracture. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk
from within (dari dalam) atau from without (dari luar). Klasifikasi fraktur terbuka
menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990):
Grade I
- Panjang luka < 1 cm
- Biasanya berupa tusukan dari dalam kulit menembus ke luar
- Kerusakan jaringan lunak sedikit
- Fraktur biasanya berupa fraktur simpel, transversal, oblik pendek atau
sedikit komunitif
Grade II
- Laserasi kulit > 1 cm
- Tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit
- Kerusakan jaringan sedang
- Sedikit kontaminasi dari fraktur
Grade III
- Kerusakan jaringan lunak hebat
11
- Kontaminasi hebat
- Dibadi menjadi 3 subtipe:
IIIA : Jaringan lunak cukup untuk menutup fraktur , Fraktur bersifat segmental
atau komunitif hebat
IIIB: Trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan, pendorongan
periosteum, tulang terbuka, kontaminasi hebat , Fraktur bersifat komunitif
hebat
IIIC: Fraktur terbuka yang disertai kerusakan arteri dan saraf tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
c. Fraktur dengan komplikasi
Fraktur yang disertai komplikasi seperti infeksi, mal-union, delayed union, non-union.
2) Klasifikasi Radiologis
a. Berdasarkan Lokasi
Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat pada tulang seperti pada diafisis, metafisis,
epifisis, atau intra artikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi,
maka dinamakan fraktur dislokasi.
b. Berdasarkan konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal(mendatar), oblik (miring),
atau spiral (berpilin). Jika terdapat lebih darisatu garis fraktur, maka dinamakan
kominutif.
3.2.4 Fraktur metatarsal
Fraktur Metatarsal merupakan kasus yang sering didapatkan. Kecelakaan kendaraan
bermotor dan kecelakaan kerja yang semakin meningkat juga mempunyai peranan pada semakin
meningkatnya jumlah kasus fraktur metatarsal. Kelima metatarsal pada kaki mempunyai fungsi
yang berbeda sehingga membutuhkan penatalaksanaan yang berbeda pula. Metatarsal dibagi
menjadi tiga bagian Metatarsal 1,metatarsal 5 dan metatarsal 2-4.
Mekanisme yang paling sering didapatkan adalah trauma langsung seperti crush injury
Atau twisting dan juga akibat gaya langsung yang bersifat kronis sehingga menyebabkan Stress
fracture.
12
OTA mengklasifikasi fraktur metatarsal secara detail mengenai bentuk frakturnya tetapi
tidak berdasarkan stabilitas ataupun penatalaksanaannya Identifikasi huruf untuk menunjukan
metatarsalyang terkena, yaitu
T = Metatarsal 1
N = Metatarsal 2
M = Metatarsal 3
R = Metatarsal 4
L= Metatarsal 5
Lalu dilanjutkan dengan kompleksitas dari fraktur
A = diafiseal fraktur simpel dan bentuk baji
B = Parsial artikular dan diafiseal bentuk baji
C= Fraktur intraartikular yang kompleks
Diikuti dengan area yang terkena
1 = metafisis proksimal
2 = diafiseal
3 = metafisis distal
Kemudian diikuti dengan nomor yang sesuai dengan bentuk fraktur dan tergantung pada
grup dari nomor yang pertama. Penatalaksanaan untuk fraktur metatarsal adalah non operatif dan
operatif . Penatalaksanaan disesuaikan dengan tipe fraktur yang didapatkan, bila didapatkan tipe
fraktur yang cenderung tidak stabil, gagal dalam reduksi tertutup, maka disarankan untuk reduksi
terbuka dan pemasangan fiksasi internal (ORIF).
3.2.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap dan
melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan
denganmelakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan
danmenilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.
A. Anamnesa
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak.
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah
13
trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa
benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga.
Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
Syok, anemia atau perdarahan.
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).
Pada pemeriksaan fisik dilakukan:
Look (Inspeksi)
Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
Bengkak atau kebiruan.
Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan
fraktur, cedera itu terbuka (compound).
Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.
14
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.
Move (pergerakan)
Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
3. Pemeriksaan Penunjang
Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta
eksistensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.
Untuk konfirmasi adanya fraktur.
Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya.
Untuk mengetahui teknik pengobatan.
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
Untuk melihat adanya benda asing.
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:
Dua pandangan
15
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP &
Lateral/Oblique).
Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau
angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain
juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di
bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto
pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat.
Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto
sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu,
sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian
dapat memudahkan diagnosis.
Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan
apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya,
apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi
fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya
penyembuhan fraktur transversal lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang
kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X
biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT
atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu,
sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara
tepat pada tempat yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis
fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.
16
3.2.6 Teknik Penanganan
Penatalaksanaan Fraktur :
Non Operatif
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam 7-10 hari,
atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8
minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot
kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal
Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
a. Absolut
- Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi dalam
penyembuhan dan perawatan lukanya.
- Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya darah di
tungkai.
- Fraktur dengan sindroma kompartemen.
- Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga mengurangi
nyeri.
b. Relatif, jika adanya:
- Pemendekan
- Fraktur tibia dengan fibula intak
- Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Fiksasi eksternal
a. Standar
17
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan luka
terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil, sehingga
menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan
penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal tipe standar.
b. Ring Fixators
Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis cincin dan
kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk fraktur ke
arah proksimal atau distal. Cara ini baik digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di
bawah ini merupakan gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia.
c. Open reduction with internal fixation (ORIF)
18
Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke metafisis.
Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan sendinya menjadi lebih
stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi komplikasi pada penyembuhan luka
operasi. Berikut ini merupakan gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.
d. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau tertutup.
Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang cidera dan
menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah ini adalah gambar dari penggunaan
intramedullary nailing.
19
2. Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia dan pada
crush injury dari tibia.
3.2.6 Komplikasi
1) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal fiksasi yang
dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak steril.
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi terhambat
yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen.
3) Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan mungkin
disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada tempat fraktur.
4) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi suplay
darah.
5) Mal union
Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti adanya
angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.
6) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
7) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.
3.2.7 Prognosis
Menurut Soeharso (1993), fraktur dapat disembuhkan atau disatukan kembali fragmen-
fragmen tulangnya melalui operasi. Namun ada sebagian jenis fraktur yang sulit disatukan
kembali fragmen-fragmen yaitu fraktur pada tulang ulna, tulang radius, tulang fibula dan tulang
tibia. Fraktur pada daerah elbow, caput femur dan cruris dapat menyebabkan kematian karena
pada daerah tersebut dilewati saraf besar yang sangat berperan dalam kehidupan seseorang.
Prognosis fraktur tergantung dari jenis fraktur, usia penderita, letak, derajat keparahan, cepat dan
20
tidaknya penanganan. Prognosis pada pasca operasi fraktur cruris 1/3 tengah tergantung pada
jenis dan bentuk fraktur, bagaimana operasinya, dan peran dari fisioterapi.
Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke rumah sakit sesaat
setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang diderita ringan, bentuk dan jenis perpatahan
simple, kondisis umum pasien baik, usia pasien relative
muda, tidak terdapat infeksi pada fraktur dan peredaran darah lancar. Penanganan yang diberikan
seperti operasi dan pemberian internal fiksasi juga sangat mempengaruhi terutama dalam
memperbaiki struktur tulang yang patah. Setelah operasi dengan pemberian internal fiksasi
berupa plate and screw, diperlukan terapi latihan untuk mengembalikan aktivitas fungsionalnya.
Pemberian terapi latihan yang tepat akan memberikan prognosis yang baik bilamana (1) quo ad
vitam baik jika pada kasus ini tidak mengancam jiwa pasien, (2) quo ad sanam baik jika jenis
perpatahan ringan, usia pasien relative muda dan tidak ada infeksi pada fraktur, (3) quo ad
fungsionam baik jika pasien dapat melakukan aktivitas fungsional, (4) quo ad cosmeticam yang
disebut juga dengan proses remodeling baik jika tidak terjadi deformitas tulang. Dalam proses
rehabilitasi, peran fisioterapi sangat penting terutama dalam mencegah komplikasi dan melatih
aktivitas fungsionalnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C. J, 1992; Outline of Fracture Including Joint Injuries; Tenth edition, Churchill
Livingstone.
Appley, A. Graham, Louis Solomon, 1995; Terjemahan Ortopedi, dan Fraktur Sistem Appley;
Edisi Ketujuh, Widya Medika, Jakarta.
Anonymous. Fraktur Tibia Fibula. http://www.docstoc.com/docs/54980966/Case-Bedah-Fraktur-
Tibia-Fibula-FK-UNSRI. Diakses pada tanggal 7 November 2011.
Basmajian, John, 1978; Therapeutic Exercise.; Third edition, The William and Wilkins, London.
Chusid, JG, 1993; Neuro Anatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Edisi empat, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
De Wolf, A,N, 1994; Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh. Cetakan Kedua, Hauten
Zeventen.
Data RSO Dr. Soeharso Surakarta, 2005; Jurnal Penderita Fraktur Cruris; RSO Dr.Soeharso
Surakarta.
Bucholz R.W.HJD, Brown C.C.Rockwood and Green's Fractures In Adults 6ed. Early JS,
editor.Philadelphia: Lippicott Williams and Wilkins;2006
Veillette C.Metatarsal Fracture - 1st and 5th.Orthopaedia;2010[updatedJune 06,2010; cited
20109/29/2010]
Sarrafian.Anatomy of the Foot and Ankle.Philadelphia: JB Lippincott;; 1993
22
Schenck R.H.Fractures and dislocations of the forefoot: operative and nonoperative treatment.J
Am Acad OrthopSurg.1995;3:70-8
Solomon W, Nayagam.Injuries of the Ankle and Foot.In: Bowyer.G, editor. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures.London: Hachette UKCompany;2010.p.907-35
Saraiya MJ.First Metatarsal Fracture.PubMed.1995;12(4):749-58
Salter R.B., 1982.Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System.Baltimore :Williams & Wilkins
Miller, Mark D. 2004.Section2Upper and Lower Extremities Injuries.Review of rthopaedics
4thed.Philadelphia: Saunders
23