Status Paraplegia Inferior

34
PRESENTASI KASUS PARAPLEGIA INFERIOR Disusun oleh : ANDISTY SWANDHANI KANDIPADA ATE (11-2011-019) Pembimbing : Dr. Sasmoyohadi, Sp.S Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSPAD GATOT SOEBROTO Fakultas Kedokteran UKRIDA 23 April 2012 - 26 Mei 2012 JAKARTA 1

Transcript of Status Paraplegia Inferior

Page 1: Status Paraplegia Inferior

PRESENTASI KASUS

PARAPLEGIA INFERIOR

Disusun oleh :

ANDISTY SWANDHANI KANDIPADA ATE

(11-2011-019)

Pembimbing :

Dr. Sasmoyohadi, Sp.S

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf

RSPAD GATOT SOEBROTO

Fakultas Kedokteran UKRIDA

23 April 2012 - 26 Mei 2012

JAKARTA

1

Page 2: Status Paraplegia Inferior

LEMBAR PENGESAHAN

Case dengan Judul :

PARAPLEGIA INFERIOR

disusun oleh

ANDISTY SWANDHANI KANDIPADA ATE (11-2011-019)

telah diterima dan disetujui oleh pembimbing

sebagai syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu

Penyakit Saraf di RSPAD GATOT SOEBROTO

periode 23 April 2012 - 24 Mei 2012

Disetujui & disahkan di

Jakarta, 14 Mei 2012 oleh pembimbing :

Dr. Sasmoyohadi, Sp.S

2

Page 3: Status Paraplegia Inferior

STATUS PASIEN NEUROLOGI

IDENTITAS :

Nama / Umur : Tn.H / 37 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Staff management lalu lintas Departemen Perhubungan

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum Menikah

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal masuk : 25 April 2012

Dirawat ke : 1

Tgl pemeriksaan : 11 Mei 2012

ANAMNESA

Autoanamnesis dan Alloanamnesis 11 Mei 2012, pukul 11.00 WIB .

KELUHAN UTAMA

Lumpuh pada kedua kaki sejak pertengahan bulan Maret 2012 .

KELUHAN TAMBAHAN

Tidak bisa merasakan dan menahan BAB dan BAK.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:

1 bulan SMRS OS mengalami kecelakaan motor. Pada saat mengendarai motor

OS tiba-tiba ditabrak dari belakang. Saat kejadian pasien langsung pingsan dan sadar di

RS Pelabuhan jakarta. Saat sadar, pasien tidak dapat menggerakkan atau merasakan

kedua kaki sehingga sempat menyangka bahwa kakinya hilang dan pasien merasakan

sakit di seluruh tubuh kecuali pada pinggang kebawah, sehingga OS tidak dapat

bergerak. Pada saat OS dirawati di RS Pelabuhan, OS di diagnosis patah tulang

punggung sehingga dilakukan operasi pemasangan pen internal plate. Setelah operasi

keadaan pasien berangsur membaik dan memar pada sekujur tubuh pun membaik.

Setelah operasi pemasangan pen internal plate, OS mengaku tidak bisa merasakan

3

Page 4: Status Paraplegia Inferior

kedua kaki dan tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK (keluar

dengan sendirinya) sehingga OS harus dipasang kateter dan pampers.

2 minggu SMRS, OS mengaku bahwa keadaannya tidak membaik, OS mengaku

bahwa kakinya masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar

sampai kaki. OS tidak bisaberdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus

dibantu. . OS masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK .OS

masih menggunakan kateter dan pampers. OS tidak ada keluhan penurunan nafsu

makan.

1 hari SMRS keadaan OS masih belum membaik. OS mengaku bahwa kakinya

masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar sampai kaki. OS

masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK.. OS masih belum

bisa berdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus dibantu. . OS mengaku

sakit pada punggung tempat pemasangan pen internal plate terutama pada saat OS

batuk .Sakit kepala tidak dirasakan, demam tidak dirasakan., rasa kesemutan pada

tangan dan kaki tidak dirasakan, penurunan nafsu makan tidak dirasakan sehingga OS

memutuskan untuk dirawat di RSGS.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:

Hipertensi : Disangkal

Diabetes mellitus : Disangkal

Sakit jantung : Disangkal

Trauma kepala : Disangkal

Sakit kepala sebelumnya : Disangkal

Kegemukan : Disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada riwayat penyakit keluarga

RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN:

Tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN FISIK

4

Page 5: Status Paraplegia Inferior

STATUS INTERNUS

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Gizi : Baik

Tanda vital

TD kanan : 100/60 mmHg

TD kiri : 100/60 mmHg

Nadi kanan : 80x/menit

Nadi kiri : 80x/menit

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 36,2°C

Limfonodi : Tidak ada pembesaran limfonodi

Jantung : BJ I-II reguler, gallop(-), murmur (-)

Paru : Suara dasar vesikuler, rhonki-/-, whezzing -/-

Hepar : Tidak teraba membesar

Lien : Tidak teraba membesar

Ekstremitas : Akral hangat,edema(-)

STATUS PSIKIATRI

Tingkah laku : Wajar

Perasaan hati : Tenang

Orientasi : Baik

Jalan pikiran : Normal

Daya ingat : Baik

STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran : Compos Mentis / E4M6V5 GCS = 15

Sikap tubuh : Berbaring

Cara berjalan : Tidak dapat berjalan

Gerakan abnormal: Tidak ada

Kepala

Bentuk : Normocephali

5

Page 6: Status Paraplegia Inferior

Simetris : Simetris

Pulsasi : Teraba pulsasi A.Temporalis dextra dan sinistra

Nyeri tekan : Tidak ada

Leher

Sikap :Normal

Gerakan :Bebas ke segala arah

Vertebra :Dalam batas normal

Nyeri tekan :Tidak ada

GEJALA RANGSANGAN MENINGEAL

Kanan Kiri

Kaku kuduk : (-)

Laseque : (-) (-)

Kerniq : (-) (-)

Brudzinsky I : (-) (-)

Brudzinsky II : (-) (-)

NERVI CRANIALIS

N.I ( Olfaktorius)

Daya penghidu : Normosmia Normosmia

N II (Opticus)

Ketajaman penglihatan: Baik Baik

Pengenalan warna : Baik Baik

Lapang pandang : Tidak dilakukan

Funduscopy : Tidak dilakukan

N III, IV, VI (Oculamotorius,Trochlearis,Abducens)

Ptosis : (-) (-)

Strabismus : (-) (-)

Nistagmus : (-) (-)

6

Page 7: Status Paraplegia Inferior

Exophtalmus : (-) (-)

Enophtalmus : (-) (-)

Gerakan bola mata:

Lateral : (+) (+)

Medial : (+) (+)

Atas lateral : (+) (+)

Atas medial (+) (+)

Bawah lateral : (+) (+)

Bawah medial : (+) (+)

Atas : (+) (+)

Bawah : (+) (+)

Pupil

Ukuran pupil : Ǿ3 mm Ǿ3mm

Bentuk pupil : bulat bulat

Isokor/anisokor: isokor

Posisi : sentral sentral

Rf cahaya langsung: (+) (+)

Rf cahaya tdk langsung: (+) (+)

Rf akomodasi/konvergensi: (+) (+)

N V (Trigeminus)

Menggigit : (+)

Membuka mulut : Simetris

Sensibilitas Atas : (+) (+)

Tengah : (+) (+)

Bawah : (+) (+)

Rf masester : tak dilakukan

Rf zigomatikus : tak dilakukan

Rf cornea : tak dilakukan

Rf bersin : Dalam batas normal

N VII (Facialis)

Pasif

7

Page 8: Status Paraplegia Inferior

Kerutan kulit dahi : simetris kanan dan kiri

Kedipan mata : simetris kanan dan kiri

Lipatan nasolabial : simetris kanan dan kiri

Sudut mulut : simetris kanan dan kiri

Aktif

Mengerutkan dahi : simetris kanan dan kiri

Mengerutkan alis : simetris kanan dan kiri

Menutup mata : simetris kanan dan kiri

Meringis : simetris kanan dan kiri

Menggembungkan pipi : simetris kanan dan kiri

Gerakan bersiul : dapat melakukan

Daya pengecapan lidah 2/3 depan : tidak dilakukan

Hiperlakrimasi : tidak ada

Lidah kering : tidak ada

N. VIII ( Acusticus )

Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)

Mendengar detik arloji : (+) (+)

Tes Schawabach : tidak dilakukan

Tes Rinne : tidak dilakukan

Tes Weber : tidak dilakukan

N. IX ( Glossopharyngeus )

Arcus pharynk : simetris

Posisi uvula : Di tengah

Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan

Refleks muntah : tidak dilakukan

N.X ( Vagus )

Denyut nadi : teraba,reguler

Arcus faring : simetris

Bersuara : normal

Menelan : tidak ada gangguan

8

Page 9: Status Paraplegia Inferior

N. XI ( Accesorius )

Memalingkan kepala : normal

Sikap bahu : simetris

Mengangkat bahu : dapat dilakukan

N.XII ( Hipoglossus )

Menjulurkan lidah : tidak ada deviasi

Kekuatan lidah : dalam batas normal

Atrofi lidah : tidak ada

Artikulasi : jelas

Tremor lidah : tidak ada

MOTORIK bebas bebas

Gerakan :

- -

Kekuatan : 5555 5555

0000 0000

Tonus

normotonus pada kedua ekstremitas atas dan hipotonus pada kedua ekstremitas

bawah

Trofi

Eutrofi pada kedua ekstremitas atas dan Atrofi pada kedua ekstremitas bawah

REFLEKS FISIOLOGIS

Refleks Tendon : Kanan Kiri

Refleks Biseps : (+) (+)

Refleks Triseps : (+) (+)

Refleks Patella : (-) (-)

Refleks Archilles : (-) (-)

9

Page 10: Status Paraplegia Inferior

Refleks Periosteum : tidak dilakukan

Refleks Permukaan :

Dinding perut :

Pada dinding perut setinggi ± 5 cm dibawa pusat,OS tidak bisa merasakan nyeri.

Cremaster : tidak dilakukan

Spinchter Anii : tidak dilakukan

Refleks Patologis : kanan kiri

Hoffmann Tromner : (-) (-)

Babinzki : (-) (-)

Chaddock : (-) (-)

Oppenheim : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Schaefer : (-) (-)

Rosolimo : (-) (-)

Mendel Bechterew : (-) (-)

Klonus patella : (-) (-)

Klonus achilles : (-) (-)

SENSIBILITAS

Eksteroseptif :

Nyeri : Tidak dapat merasakan nyeri setinggi ± 5cm dibawah pusat-

ekstremitas inferior

Suhu : akral hangat pada kedua ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

Taktil : tidak dilakukan

Propioseptif :

Vibrasi : tidak dilakukan

Posisi : tidak dilakukan

Tekan dalam : tidak dilakukan

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN

Tes romberg : Tidak dilakukan

10

Page 11: Status Paraplegia Inferior

Tes Tandem : Tidak dilakukan

Tes Fukuda : Tidak dilakukan

Disdiadokenesis : Tidak dilakukan

Rebound phenomen : Tidak dilakukan

Dismetri : Tidak dilakukan

Tes telunjuk hidung : Dalam batas normal

Tes telunjuk telunjuk : Dalam batas normal

Tes tumit lutut : Tidak dilakukan

FUNGSI OTONOM

Miksi

Inkotinensia : (+)

Retensi : Tidak ada

Anuria : Tidak ada

Defekasi

Inkotinensi : (+)

Retensi : Tidak ada

FUNGSI LUHUR

Fungsi bahasa : Baik

Fungsi orientasi : Baik

Fungsi memori : Baik

Fungsi emosi : Baik

Fungsi kognisi : Baik

Hasil Lab darah tanggal 25 April 2012

No DARAH RUTIN HASIL NILAI NORMAL

1 Hemoglobin 12.4 13 – 18 g/dL

2 Hematokrit 39 40 – 52 %

3 Eritrosit 4.5 4.3 – 6.0 juta/uL

4 Leukosit 9400 4800 – 10800 / uL

11

Page 12: Status Paraplegia Inferior

5 Trombosit 301000 150000-400000/uL

6 MCV 85 80-96 fl

7 MCH 27 27-32 pg

8 MCHC 32 32-36 g/dL

NO KIMIA HASIL NILAI NORMAL

1 Ureum 16 20-50 mg/dL

2 Kreatinin 0.6 0.5-1.5 mg/dL

3 Natrium 137 135-145 mEq/L

4 Kalium 4.0 3.5-5.3 mEq/L

5 Klorida 100 9.7-107 mEq/L

6 Glukosa sewaktu 106 < 140 mg/dL

No IMUNOSEROLOGI HASIL NILAI NORMAL

1 CD 4 1159 410-1590 Cel/uL

Hasil pemeriksaan Thorak Foto tanggal 22 Maret 2012

- Os Costae normal

- Pulmo/ cor normal

- Ujung kateter CVP setinggi vertebrae thorakal VII

Hasil Pemeriksaan foto Thoraco-Lumbal 26 Maret 2012

-Tampak terpasang fiksasi internal plate mulai vertebrae thoracal 9- vertebrae lumbal 2

- Fraktur kompresi corpus vertebrae thoracal 12

Hasil Pemeriksaan Thorax Top Lordotik 11 April 2012

Pada foto top lordotik, apex dan lapangan atas paru kanan serta kiri tampak bersih /

normal. Radiologi tak tampak kelainan pada foto top lordotik

RESUME :

1 bulan SMRS OS mengalami kecelakaan motor. Pada saat mengendarai motor

OS tiba-tiba ditabrak dari belakang. Saat kejadian pasien langsung pingsan dan sadar di

RS Pelabuhan jakarta. Saat sadar, pasien tidak dapat menggerakkan atau merasakan

kedua kaki sehingga sempat menyangka bahwa kakinya hilang dan pasien merasakan

12

Page 13: Status Paraplegia Inferior

sakit di seluruh tubuh kecuali pada pinggang kebawah, sehingga OS tidak dapat

bergerak. Pada saat OS dirawati di RS Pelabuhan, OS di diagnosis patah tulang

punggung sehingga dilakukan operasi pemasangan pen internal plate. Setelah operasi

keadaan pasien berangsur membaik dan memar pada sekujur tubuh pun membaik.

Setelah operasi pemasangan pen internal plate, OS mengaku tidak bisa merasakan

kedua kaki dan tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK (keluar

dengan sendirinya) sehingga OS harus dipasang kateter dan pampers.

2 minggu SMRS, OS mengaku bahwa keadaannya tidak membaik, OS mengaku

bahwa kakinya masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar

sampai kaki. OS tidak bisaberdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus

dibantu. . OS masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK .OS

masih menggunakan kateter dan pampers. OS tidak ada keluhan penurunan nafsu

makan.

1 hari SMRS keadaan OS masih belum membaik. OS mengaku bahwa kakinya

masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar sampai kaki. OS

masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK.. OS masih belum

bisa berdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus dibantu. . OS mengaku

sakit pada punggung tempat pemasangan pen internal plate terutama pada saat OS

batuk .Sakit kepala tidak dirasakan, demam tidak dirasakan., rasa kesemutan pada

tangan dan kaki tidak dirasakan, penurunan nafsu makan tidak dirasakan sehingga OS

memutuskan untuk dirawat di RSGS.

Pemeriksaan:

Status internis :Dalam batas normal

Keadaan umum:Tampak sakit sedang

Gizi : Baik

Kesadaran : Compos mentis

TD kanan : 100/60 mmH

TD kiri : 100/60mmHg

Nadi kanan : 80x/meit

13

Page 14: Status Paraplegia Inferior

Nadi kiri : 80x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36,2ºC

Status psikiatri: Baik

Status neurologis

Kesadaran:Compos mentis GCS =15 (E4M6V5 )

Rangsangan meningeal: (-) negatif

Reflek fisiologi :

Refleks Biseps : (+) (+)

Refleks Triseps : (+) (+)

Refleks Patella : (-) (-)

Refleks Archilles : (-) (-)

Relek patologis : (-)

SENSIBILITAS

Eksteroseptif :

Nyeri : Tidak dapat merasakan nyeri setinggi ±5 cm dibawah pusat-

ekstremitas inferior

Suhu : akral hangat pada kedua ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

Taktil : tidak dilakukan

Propioseptif :

Vibrasi : tidak dilakukan

Posisi : tidak dilakukan

Tekan dalam : tidak dilakukan

FUNGSI OTONOM

Miksi

Inkotinensia : (+)

Retensi : Tidak ada

Anuria : Tidak ada

Defekasi

14

Page 15: Status Paraplegia Inferior

Inkotinensi : (+)

Retensi : Tidak ada

MOTORIK bebas bebas

Gerakan :

- -

Kekuatan : 5555 5555

0000 0000

Tonus

normotonus pada kedua ekstremitas atas dan hipotonus pada kedua ekstremitas

bawah

Trofi

Eutrofi pada kedua ekstremitas atas dan Atrofi pada kedua ekstremitas bawah

Nervus kranialis : Tidak di temukan kelainan

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinik : Paraplegia inferior tipe LMN

Diagnosis topik : Medula spinalis setinggi Thoracal 10-lumbal 2

Diagnosis etiologi : Trauma

THERAPY

Medikamentosa :

Mecobalamin 3x500 mg (IV)

Non medikamentosa :

Fisioterapi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT scan daerah lumbo-sacral

PROGNOSA

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad Fungsionam : ad malam

Ad sanam : ad malam

Ad cosmeticum : Dubia ad malam

15

Page 16: Status Paraplegia Inferior

ANALISA KASUS

Pasien Tn.H usia 37 tahun di diagnosis paraplegia inferior tipe LMN ec Trauma

pada medula spinalis.

Diagnosis didasarkan atas definisi Paraplegia adalah penurunan fungsi motor

atau sensorik dari ekstremitas bawah. Hal ini biasanya akibat dari cedera sumsum

tulang belakang yang mempengaruhi elemen-elemen saraf dari kanal tulang belakang.

Daerah kanal tulang belakang yang terkena pada paraplegia adalah baik, daerah lumbal

toraks, atau sakral.Pasien paraplegia banyak tergantung pada kursi roda atau tindakan

pendukung lainnya. Impotensi dan berbagai tingkat inkontinensia urin dan tinja sangat

umum di terjadi pada pasien dengan paraplegia inferior. Dikatakan tipe LMN karena

sifat kelumpuhan bersifat :

Flaksid (lemas)

Refleks Patologis (-)

Reflkes Fisiologis (-)

Atrofi otot (+)

Pemeriksaan fisik : ditemukan adanya tidak ada tanda-tanda rangsang meningeal,

fungsi saraf-saraf kranial tidak ditemukan kelainan, fungsi sarat otonom yang tidak

berfungsi terbukti dengan OS menggunakan kateter untuk BAK dan pampers untuk

BAB dikarenakan OS tidak dapat menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK,

sensibilitas pada ±5 cm dibawah pusat – ekstremitas inferior sangat menurun terbukti

dengan OS tidak dapat merasakan sensasi nyeri pada saat diperiksa.

MOTORIK bebas bebas

Gerakan :

- -

Kekuatan : 5555 5555

0000 0000

Tonus

16

Page 17: Status Paraplegia Inferior

normotonus pada kedua ekstremitas atas dan hipotonus pada kedua ekstremitas

bawah

Trofi

Eutrofi pada kedua ekstremitas atas dan Atrofi pada kedua ekstremitas bawah

Pemeriksaan anjuran

CT Scan daerah lumbal-sacral

Untuk melihat apakah ada kelainan seperti edema,hematoma, iskemia dan

infark atau fraktur di daerah lumbal-sacral.

Terapi

Medika Mentosa

Mecobalamin merupakan salah satu homolog vitamin B12, dan secara biokimia

terdapat dalam darah. Mecobalamin dapat memperbaiki gangguan metabolisme

asam nukleat dan protein di dalam jaringan saraf, dengan cara mempermudah

sintesis asam nukleat dan protein di dalam sel-sel saraf, serta memperbaiki

gangguan saraf sensoris dan motoris.

Non Medika Mentosa

Fisioterapi

Metode untuk mengembalikan atau membantu pasien yang mengalami

kehilangan fungsi gerak yang disebabkan oleh Spinal Cord Injury (SCI) atau

Cerebrovascular disease. FES memanfaatkan arus listrik yang rendah untuk diberikan

pada otot atau syaraf tepi untuk menghasilkan kontraksi otot.

Pemberian FES yang terkontrol memberikan efek sensasi pada otot sehingga

berkontraksi dan menciptakan gerak yang selain bermanfaat sebagai pelatihan bagi

pasien, juga dilaporkan bahwa pasien yang mendapat terapi dengan FES mengalami

perbaikan pada sambungan neuron sinapsis pada syaraf motoriknya.

Ad Vitam → bonam (keadaan umum, tanda-tanda vital & kesadaran pasien

dalam keadaan stabil).

Ad Fungsionam → ad malam ( tidak ditemukan defisit neurologis pada nervus

cranialisnya → kemungkinan fungsi organnya tidak dapat kembali seperti

semula ).

17

Page 18: Status Paraplegia Inferior

Ad Sanam → ad malam (pasien tidak dapat melakukan kebutuhan hidup dasar

sehari-hari).

Ad Comestikum → dubia ad malam (pasien tergantung pada pemakaian kateter

dan pamper karena fungsi saraf otonom yang tidak berfungsi).

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Trauma medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi

saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Selain

struktur saraf, vaskular juga dapat dikenai. Kelainan yang lebih banyak dijumpai

pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di

tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.

B. ETIOLOGI

18

Page 19: Status Paraplegia Inferior

Diantara berbagai penyebab trauma spinal, yang tersering dikemukakan

adalah kecelakaan lalu lintas, olahraga, tembakan senapan, serta bencana alam,

misalnya gempa bumi. Semua penyebab tadi dapat mengakibatkan destruksi secara

langsung pada medulla spinalis; kompresi oleh pecahan tulang, hematom, diskus

atau komponen vertebrae lainnya; atau dapat juga mengakibatkan iskemia akibat

kerusakan atau penjepitan arteri.

C. PATOFISIOLOGI

Gambar 1. Mekanisme trauma pada medulla spinalis.

Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung.

Selain itu, trauma dapat pula menimbulkan fraktur dan instabilitas tulang belakang

sehingga mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara tidak langsung.

Cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh darah

yang terjadi beberapa saat setelah trauma. Iskemia mengakibatkan pelepasan

eksitotoksin, terutama glutamat, yang diikuti influks kalsium dan pembentukan

radikal bebas dalam sel neuron di medula spinalis. Semua ini mengakibatkan

kematian sel neuron karena nekrosis dan terputusnya akson pada segmen medula

spinalis yang terkena. Deplesi ATP (adenosin trifosfat) akibat iskemia akan

menimbulkan kerusakan mitokondria. Selanjutnya, pelepasan sitokrom c akan

mengaktivasi ensim kaspase yang dapat merusak DNA (asam deoksiribonukleat)

19

Page 20: Status Paraplegia Inferior

sehingga mengakibatkan kematian sel neuron karena apoptosis. Edema yang terjadi

pada daerah iskemik akan memperparah kerusakan sel neuron.

Beberapa minggu setelah itu, pada daerah lesi akan terbentuk jaringan parut

yang terutama terdiri dari sel glia. Akson yang rusak akan mengalami pertumbuhan

(sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut. Akan

tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya kembali akson yang terputus,

karena terhalang oleh jaringan parut yang terdiri dari sel glia. Kondisi demikian ini

diduga sebagai penyebab terjadinya kecacatan permanen pada trauma medulla

spinalis.

D. KLASIFIKASI

Trauma pada medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet

berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.

KARAKTERISTIK LESI KOMPLET LESI INKOMPLET

Motorik Hilang di bawah lesi Sering (+)

Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+)

Propioseptik (joint

position, vibrasi)

Hilang dibawah lesi Sering (+)

Rontgen vertebrae Sering fraktur, luksasi

atau listesis

Sering normal

Sedangkan menurut American Spinal Cord Injury Association, terdapat 5

sindrom pada lesi inkomplet, yaitu :

Karakteristik

Klinik

Central Cord

Syndrome

Anterior Cord

Syndrome

Brown Sequard

Syndrome

Posterior Cord

Syndrome

Kejadian Sering jarang jarang sangat jarang

Biomekanik hiperekstensi hiperfleksi penetrasi hiperekstensi

Motorik Gangguan

variasi, jarang

paralisis

komplet

Paralisis

komplet,

biasanya

bilateral

Kelemahan

anggota gerak

ipsilateral lesi

Gangguan

variasi

Protopatik Gangguan Sering hilang Sering hilang Gangguan

20

Page 21: Status Paraplegia Inferior

variasi, tidak

khas

total, bilateral total,

kontralateral

variasi,

biasanya ringan

Propioseptik Jarang

terganggu

utuh Hilang total

ipsilateral

terganggu

Perbaikan Nyata dan

cepat

Paling buruk Fungsi buruk,

namun

indepedensi

baik

nyata

E. GAMBARAN KLINIS

Trauma Medula spinalis akut dapat mengakibatkan renjatan spinal

(spinal shock). Renjatan spinal (RS) merupakan sindrom klinik yang sering

dijumpai pada sebagian besar kasus TMS di daerah servikal dan torakal. RS

ditandai oleh adanya gangguan menyeluruh fungsi saraf somatomotorik,

somatosensorik, dan otonomik simpatik. Gangguan somatik berupa paralisis

flaksid, hilangnya refleks kulit dan tendon, serta anastesi sampai setinggi distribusi

segmental medula spinalis yang terganggu. Sedangkan gangguan otonomik berupa

hipotensi sistemik, bradikardia, dan hiperemia pada kulit. RS dapat berlangsung

selama beberapa hari sampai beberapa bulan. Semakin hebat trauma MS yang

terjadi, semakin lama dan

semakin hebat pula RS yang

terjadi.

Sebagian besar

trauma MS terjadi di daerah

servikal. Akan tetapi yang

paling sering mengakibatkan

cedera berat adalah trauma

di daerah torakal. Hal ini

berkaitan dengan

penampang melintang

kanalis spinalis di daerah

torakal yang lebih sempit

dibanding servikal. Trauma

21

Page 22: Status Paraplegia Inferior

MS di segmen torakal dapat mengakibatkan paraplegia, disertai kelemahan otot

interkostal yang dapat mengganggu kemampuan inspirasi dan ekspirasi. Semakin

tinggi segmen medula spinalis yang terkena, semakin berat pula gangguan fungsi

respirasi yang terjadi. Cedera setinggi segmen servikal (C4-C8) dapat

mengakibatkan tetraplegia dan kelemahan otot interkostal yang lebih berat,

sehingga otot diafragma harus bekerja lebih keras. Cedera servikal di atas segmen

C4 dapat mengakibatkan pentaplegia, yaitu tetraplegia disertai kelumpuhan otot

diafragma dan otot leher. Pada keadaan terakhir ini, diperlukan ventilator untuk

membantu kelangsungan hidup penderita.

F. TATALAKSANA

Terapi pada cidera medulla spinalis terutama ditujukan untuk

meningkatkan dan mempertahankan funsi sensorik dan mototrik. Pasien dengan

cidera medulla spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal.

Lesi medulla spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam

pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medulla spinalis

inkomplet cenderung memiliki prognosis yg lebih baik. Apabila fungsi sensorik di

bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari

50%.

22

Page 23: Status Paraplegia Inferior

Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk

cidera medulla spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of

Health di Amerika Serikat. Sesegera mungkin (sebelum 8 jam) diberikan

methylprednisolone 30 mg/kgbb bolus intravena sebagai loading dose, diikuti 5,4

mg/kgbb/jam. dosis diturunkan (tapper) setelah 72 jam. Kajian oleh Braken dalam

Cochrane Library menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis tinggi merupakan

satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3

sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis

traumatika.

Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan

pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training

pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk

mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan

memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome /

CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik

sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak.

Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan

memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup

sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah

seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan

pasien.

Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program

rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan

gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai

status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.

G. PROGNOSIS

Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-

rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi

normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera.

Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu :

pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal

23

Page 24: Status Paraplegia Inferior

Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis

traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa

pasien dengan cedera medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan

motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan pertama.

Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula spinalis tanpa

kelainan radiologik (5 menderita Central Cord Syndrome). Sebagian besar

menunjukkan hipo/isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, mengindikasikan

adanya edema. Seluruh pasien dikelola secara konservatif, dengan hasil: 1 orang

meninggal dunia, 15 orang mengalami perbaikan, dan 1 orang tetap tetraplegia.

Pemulihan fungsi kandung kemih baru akan tampak pada 6 bulan

pertama pasca trauma pada cedera medula spinalis traumatika. Curt dkk

mengevaluasi pemulihan fungsi kandung kemih 70 penderita cedera medula

spinalis; hasilnya menunjukkan bahwa pemulihan fungsi kandung kemih terjadi

pada 27% pasien pada 6 bulan pertama.

DAFTAR PUSTAKA

Price SA,Wilson LM.  Patofisiologi : konsep klinis proses-proses

penyakit.  vol.2.  ed.6. cet.1. Jakarta : EGC; 2006. p.1177-1180.

Satyanegara.Ilmu Bedah Saraf. Ed 4. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama ;2010. p.393-403.

24

Page 25: Status Paraplegia Inferior

Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi Fisiologi Tanda

Gejala. Ed 2. EGC :1996.

Paraplegia – Spinal Cord Injury. Di unduh dari www.spinal-

injury.net/paraplegia.htm

25