Status Ortodonti Drg Denny

27
STATUS ORTODONTI Disusun oleh: Haniyah Kamal Bahasuan 160110080032 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

description

status makalah

Transcript of Status Ortodonti Drg Denny

STATUS ORTODONTI

Disusun oleh:

Haniyah Kamal Bahasuan

160110080032

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2012

PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL

1. Tipe Muka

(a) Berdasarkan analisis frontal perbandingan panjang dan lebar dengan menggunakan

perhitungan

Indeks Morfologi Fasial = Tinggi Morfologi Wajah/ Lebar Bizigomatik

Tinggi morfologi fasial adalah tinggi nasion sampai gnation

Lebar bizigomatik adalah lebar antara kedua arkus zigomatikus

Klasifikasi tipe muka yaitu ;

i) Hypereuryprosop : x – 78,9

ii) Euryprosop : 79 – 83,9

iii) Mesoprosop Skeletal Fasial Normal :84 – 87,9

iv) Leptoprosop : 88 – 92,9

v) Hyperleptoprosop : 93 – x

(b) Berdasarkan analisis frontal arah vertikal dan transversal dengan garis patokan:

i) Garis vertikal : facial midsagital plane (nasion sampai subnasal)

ii) Garis horizontal atas : bipupilary plane

iii) Garis horizontal bawah : pada stomion, sejajar bipupilary plane

Klasifikasi tipe muka :

Simetris

Asimetris

Skeletal Fasial Lebar

Skeletal Fasial Sempit

2. Profil Muka

Profil muka ditentukan berdasarkan titik :

(a) Jaringan lunak : glabela, ujung terluar bibir atas, dan pogonion (Rakosi), atau

(b) Jaringan keras : nasion, subnasion, dan pogonion (Profit)

Klasifikasinya :

(a) Datar : jika garis yang dibentuk titik acuan relatif lurus

(b) Cembung/ konveks : jika garis yang dibentuk titik acuan membentuk sudut

lebih ke belakang (posterior divergen, kelas II hubungan rahang)

(c) Cekung/ konkaf : jika garis yang dibentuk titik acuan membentuk sudut

lebih ke depan (anterior divergen, kelas III hubungan rahang)

Pemeriksaan profil wajah didapatkan dari analisis gambaran radiografi lateral sepalometri

melalui titik glabela, sulkus nasolabial anterior dan pogonion. Terdapat tiga tujuan dalam analisis

profil wajah yang didapat melalui tahapan berikut :

(1) Pemeriksaan dilakukan pada arah sagital. Tegakkan rahang, posisi badan dalam keadaan

duduk tegak atau berdiri. Pada keadaan tersebut catat hubungan antara dua garis, yaitu

satu garis dari titik terluar dahi lalu bagian terdalam hidung hingga batas bibir atas dan

yang kedua perpanjangan dari titik tadi ke bawah dagu. Sudut yang terbentuk

mengindikasikan profil konveks (rahang atas terletak lebih depan dari dagu) atau profil

konkav ( rahang atas terletak di belakang dagu ). Profil konveks mengindikasikan relasi

kelas II skeletal, sedangkan profil konkav mengindikasikan relasi kelas III skeletal. Jika

profil hampir tegak, tidak masalah jika terdapat kecondongan lebih anterior (divergen

anterior) atau ke posterior (divergen posterior). Kecembungan muka dapat dipengaruhi

oleh latar belakang ras dan etnik pasien. Orang Indian Amerika dan oriental anterior

divergen, sedangkan orang Eropa Utara posterior divergen, dan orang Eropa Timur

profil muka sangat tegak.

(2) Evaluasi postur bibir dan kecenderungan gigi incisive. Deteksi peningkatan protusif

incisive (sering) atau retrusi (jarang) sangat penting sebab berpengaruh terhadap

lengkung gigi. Jika gigi incisive protusif, lengkung rahang akan menjadi lebih besar dan

tempat yang tersedia cukup luas. Sedangkan pada kasus retrusi tidak ada tempat yang

cukup. Pada kasus ekstrim, protusi incisive akan menyebabkan adanya crowding parah

incisive hingga ke bibir fungsi berlebih protusi dentoalveolar bimaksiler. Protusi

dentoalveolar bimaksiler adalah suatu kondisi dimana kedua rahang mengalami gigi

protusi (divergen anterior). Protusi gigi akan meningkat jika dua kondisi bertemu 1. Bibir

kedepan (lip prominence) dan gerakan bibir dari dalam ke luar, 2. Bibir terpisah saat

istirahat > 3-4 mm (bibir incompetent).

Evaluasi postur bibir dan kecembungan gigi incisive adalah dengan melihat bibir pasien

dalam keadaan istirahat. Dilakukan dengan menarik garis vertikal melewati dasar mulut

dan dengan menghubungkan bibir bawah ke dagu. Jika bibir lebih depan dari garis, maka

dapat dipastikan prominent, jika bibir dibelakang garis retrusi. Jika bibir prominent

dan incompetent protrusive berlebihan

(3) Evaluasi proporsi wajah vertikal dan sudut bidang mandibula. Proporsi wajah yang benar

dapat dibagi menjadi 3 bagian vertikal. Pada pemeriksaan klinis, inklinasi bidang

mandibula secara horizontal. Hal ini penting karena tingginya sudut bidang mandibula

berhubungan dengan panjang dimensi vertikal anterior wajah dan maloklusi open bite

anterior. Terkadang sudut bidang mandibula yang datar berhubungan dengan lebar wajah

yang sempit dan maloklusi deep bite.

3. Bibir

Konfigurasi bibir dilihat melalui beberapa kriteria yaitu : lebar, panjang, dari keadaan otot

bibir. Dalam keadaan normal panjang bibir atas adalah 1/3 (diukur dari subnasal sampai

dengan stomion), bibir bawah dan dagu 2/3 panjang wajah bagian bawah.

A B C

A. Tonus normal : bibir menutup dengan mudah tidak ada kontraksi berlebih.

B. Hipotonus : keadaan bibir yang pendek sehingga harus berkontraksi jika akan

menutup bibir

C. Hipertonus : keadaan bibir yang panjang dimana pada saat menutup tonus otot

berlebih

4. Relasi Bibir

Pada pemeriksaan bibir, pasien harus dalam keadaan rileks

Competent lips : bibir kontak saat otot dalam keadaan istirahat

Incompetent lips : bibir tidak dapat berkontak saat otot dalam keadaan

istirahat. Bibir akan bertemu jika otot orbikularis oris dan mentalis kontraksi.

Postur bibir saat biasa : secara anatomis bibir pendek dengan adanya celah yang

lebar antara bibir atas dan bawah pada posisi istirahat.

Potentially incompetent lips : keadaan bibir sebenarnya normal, hanya

penutupan bibir terhalang oleh gigi incisive yang protusif. Untuk menutup rongga

mulut. Ujung lidah akan kontak dengan bibir bawah. Kontak bibir akan terjadi

tanpa adanya kontraksi otot perioral.

Everted lips : bibir hipertrofi dengan jaringan yang berlebih tetapi

kekuatan ototnya lemah . otot lemah dapat terlihat dengan ronsen cepalometri.

Biasanya terjadi pada pasien protrusive bimaksiler (Rakosi, 1993).

5. TMJ

Pemeriksaan klinis TMJ dapat dilakukan dengan auskultasi dan palpasi. Penemuan klinis

dapat berupa :

(a) sakit saat ditekan

(b) clicking pada joint :

i) inisial

ii) intermedia

iii) terminal

iv) resiprokal

(c) krepitasi

(d) pergerakan kondilus yang tidak sama

Pemeriksaan TMJ :

(a) Auskultasi TMJ

Suara dapat didengar menggunakan stetoskop. Lamanya kliking selama membuka dan

menutup mulut harus dicatat apakah inisial, intermedia, terminal, atau resiprokal.

(b) Palpasi

i) TMJ lateral : gunakan tekanan pada prosesus kondiloid dengan jari telunjuk.

Palpasi kedua sisi secara bersamaan. Catat jika terdapat rasa sakit saat TMJ

dipalpasi dan jika terdapat perbedaan pergerakan kondilus selama gerakan

membuka dan menutup mulut.

ii) TMJ posterior : posisikan jari kelingking di meatus auditorius eksternus dan

palpasi permukaan posterior kondilus selama pergerakan membuka dan menutup

mandibula. Palpasi harus dilakukan hati-hati karena kondilus akan memindahkan

posisi jari kelingking saat menutup dengan oklusi penuh.

iii) Otot pterigoid lateral : proyeksi daerah sakit pada otot pterigoid lateral adalah

dengan palpasi daerah proksimal leher kondilus dan kapsul joint dibelakang

tuberositas maksilaris. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan mulut terbuka dan

mandibula dan mandibula bergerak secara lateral. Pada tahapan inisial disfungsi

TMJ, otot akan terasa sakit saat dipalpasi hanya pada satu sisi. Pada tahap

selanjutnya, sakit biasanya bilateral.

iv) Otot temporal : otot temporal dipalpasi secara ekstraoral dan bilateral. Otot

anterior, media, dan posterior diperiksa secara terpisah. Palpasi dilakukan ketika

otot kontraksi secara bersamaan. Perlekatan otot temporal pada prosesus

koronoideus, yaitu pada regio postolateral pada vestibulum atas, juga dipalpasi.

Posisi mulut saat diperiksa harus terbuka setengah.

v) Otot masseter ; permukaan otot masseter dipalpasi dibawah mata, inferior sampai

arkus zigomatikus. Bagian dalam dipalpasi pada tingkat yang sama, kira-kira

lebar 2 jari di depan tragus. Selama otot berkontraksi secara bersamaan, luas

permukaan otot masseter dan arah yang menonjol di sekitar sudut gonial

diperiksa. Perlekatan otot ini harus diperiksa untuk mengetahui adanya rasa sakit

atau tidak saat dipalpasi. Sesekali daerah tersebut terasa sakit.

(c) Mengukur jarak interincisal dalam keadaan mulut terbuka maksimum : pada pembukaan

maksimal rahang, jarak antara incisal edge atas dan bawah gigi incisive sentral diukur

dengan alat ukur Boley. Pada kasus overbite, jumlah ini ditambah dengan nilai yang

diperoleh pada saat gigitan terbuka. Besarnya pembukaan maksimal mulut antar incisal

edge biasanya 40-45 mm. Pada kasus disfungsi TMJ, hipermobiliti biasanya terjadi pada

tahap inisial dan keterbatasan membuka mulut akan terjadi pada tahap lanjut (Rakosi,

1993).

PEMERIKSAAN INTRA ORAL

1. Kebersihan Mulut

(a) Oral Hygiene Index menurut Green dan Vermillion (1964)

Dikenal juga sebagai simple OHI (OHI-S). OHI-S juga memiliki dua komponen

perhitungan yaitu indeks debris dan indeks kalkulus. Enam gigi yang digunakan dalam

pemeriksaan terdiri dari empat gigi posterior dan dua gigi anterior. Gigi tersebut dipilih

berdasarkan gigi pertama yang erupsi sempurna pada distal gigi premolar kedua. Jadi

yang bisa dihitung adalah gigi molar pertama namun kadang molar kedua atau ketiga

juga dapat dihitung. Pada bagian anterior, bagian labial gigi 11 diperiksa. Untuk rahang

bawah diperiksa bagian labial gigi 41.

Gigi yang diperiksa :

Outline hijau : diperiksa pada bagian bukal

Outline merah : diperiksa pada bagian lingual

Kriteria penilaian debris :

0 : tidak ada debris atau stain

1 : debris lunak menutupi < 1/3 permukaan gigi

2 : debris menutupi 1/3 -2/3 permukaan gigi

3 : debris lunak menutupi > 2/3 permukaan gigi

Klasifikasi indeks kalkulus :

0 : tidak ada kalkulus

1 : kalkulus supragingiva menutupi < 1/3 permukaan gigi

2 : kalkulus supragingiva menutupi 1/3 – 2/3 permukaan gigi dan tampak kalkulus

subgingiva pada sekeliling serviks gigi atau keduanya.

3 : kalkulus supragingiva menutupi > 2/3 permukaan gigi atau tampak kalkulus

subgingiva pada sekeliling serviks gigi atau keduanya.

1

1

6

6

6

6

Nilai indeks debris = jumlah total nilai setiap gigi / jumlah permukaan yang diperiksa

Derajat kebersihan mulut :

Baik : 0 – 1,2

Sedang : 1,3 – 3

Buruk : 3,1 – 6

(b) Indeks Plak Loe dan Silness (1964)

Pemeriksaan dilakukan pada seluruh permukaan gigi (labial, lingual, mesial, dan distal),

gigi yang hilang tidak dihitung.

Kriteria penilaian :

0 : tidak ada plak di daerah gingiva

1 : plak tipis di sekitar daerah gingiva

2 : plak cukup tebal yang dapat dilihat oleh mata telanjang

3 : plak sangat tebal dan dapat langsung dilihat

Nilai Indeks Plak= jumlah nilai per gigi dibagi 4 kemudian dijumlahkan seluruh gigi

yang diperiksa / jumlah gigi yang diperiksa

2. Gingiva / Mukosa

Pemeriksaan mukosa gusi mencakup beberapa kriteria, yaitu :

(a) Tipe atau jenis dari mukosa gusi

(b) Inflamasi yang terjadi

(c) Lesi mukogingiva

Pada kasus anak, gingivitis umumnya disebabkan akibat akumulasi plak dan hanya bisa

diatasi dengan perbaikan kebersihan mulut. Sedangkan pada kasus gingivitis yang terjadi

pada orang dewasa, perawatan periodontal harus diberikan seperti skeling, kuret, atau

bedah mukogingival, sebelum dilakukan perawatan ortodontik. Lesi gusi lokal

kemungkinan merupakan suatu gejala dari kelainan seperti bernapas lewat mulut, oklusi

abnormal, atau akibat penggunaan obat seperti epilepsy (mengakibatkan hyperplasia

gusi).

Gingivitis dan kebersihan mulut yang jelek merupakan suatu kontraindikasi bagi

perawatan ortodontik. Perawatan baru bisa dilaksanakan apabila kebersihan mulut sudah

sempurna dan terjadinya peningkatan kesehatan gigi dan gusi (Rakosi, 1993).

Gusi Sehat Gingivitis Hiperplasia Gingiva

Gusi sehat : tidak terdapat inflamasi gingiva

Gingivitis : dapat disebabkan karena oral hygiene buruk. Bentuk odem, warna

terlihat merah, interdental papil membulat, konsistensi lunak, pitting test positif, dan

permukaan licin.

Periodontitis : ditandai dengan hilangnya perlekatan, kadang disertai dengan tes perkusi

positif, terdapat kegoyangan gigi, dan penurunan tulang alveolar.

3. Frenulum Labii

Frenulum labii adalah ikatan yang menghubungkan bibir dengan mukosa yang meliputi

dengan mukosa yang meliputi tulang alveolar. Pemeriksaan frenulum dapat dilakukan

dengan Blach test. Blach test dilakukan dengan cara menarik bibir ke atas kemudian

dipertahankan sehingga regio tersebut menjadi pucat. Frenulum normal 2-3 mm dari

puncak papila incisivum.

Di antara kelainan frenulum, frenulum labialis rahang atas pada gigi campuran memiliki

kekhususan tersendiri. Frenulum labial yang tebal dapat menyebabkan diastema sentral.

Indikasi frenektomi tergantung dari diferensial diagnosis. Hal itu hanya diindikasikan

ketika perlekatan dalam dengan perluasan jaringan fiber ke interdental papil. Pada

frenulum labialis jarang menyebabkan diastema, hanya saja menyebabkan resesi gusi

anterior (Rakosi, 1993).

Macam-macam kelainan frenulum labial :

(a) Frenulum labial yang melekat dalam pada gigi sulung. Pada tahap ini tidak

diindikasikan frenektomi sampai incisive permanennya erupsi.

(b) Frenulum labial rahang atas yang melekat dalam. Eksisi dengan membedah tidak

hanya jaringan lunak tetapi juga serat interosesus.

(c) Anomaly frenulum labial rahang bawah. Frenulum labialis yang dalam

menimbulkan tarikan yang kuat pada perlekatan mukosa gigi rahang bawah anterior

dan memicu timbulnya lesi mukogingiva.

Frenulum rendah rahang atas

4. Lidah

Bentuk, warna, dan konfigurasi dilihat saat pemeriksaan klinis. Lidah dapat kecil, panjang,

atau luas. Penemuan ini tidak memberikan kesimpulan mengenai ukuran relative lidah.

Lidah yang panjang dan luas tidak berarti makroglosia. Perubahan posisi lidah dan

mobilitas kemungkinan berkaitan dengan kelainan frenulum lingual. Penilaian kasar

mengenai ukuran lidah dalam hubungannya dengan ukuran rongga mulut dapat terlihat dari

mempelajari foto sepalometrik lateral. Diagnosis makroglosia membutuhkan pemeriksaan

diagnostik yang lebih detail dan dapat dilakukan setelah analisis yang tepat dari posisi

lidah dan mobilitas lidah, dan pengamatan fungsi fisiologis (bicara dan menelan).

Lidah yang besar akan meluas sampai ke arkus dental. Adanya cetakan gigi pada margin

lateral lidah mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara lebar arkus dentalis dan lebar

lidah.

5. Palatum

Kedalaman palatum dapat diukur dengan menggunakan kaca mulut nomer 3 yang

diletakkan di dasar palatum, jika kedalaman kurang dari setengah kaca mulut maka

palatum tersebut dangkal dan jika lebih dari setengah kaca mulut maka palatum tersebut

tinggi. Palatum normal setinggi setengah kaca mulut.

Kedalaman palatum menurut Korkhaus didefinisikan sebagai garis vertikal yang tegak

lurus dengan midpalatal raphe yang berjalan dari permukaan bidang oklusal. Hal ini diukur

antara titik referensi pada Indeks Pont untuk lebar lengkung posterior. Tinggi palatal

diukur pada bidang midsagital gigi molar pertama, dalam oklusal plane. Ketinggiannya

merupakan jarak yang tegak lurus yang diukur dari garis tengah dari fisur molar pertama

kanan dan kiri ke permukaan palatal. Korkhaus (1939) mengevaluasi bentuk palatal

melalui indeks :

Indeks Tinggi Palatal : tinggi palatal x 100 / lebar arkus posterior

Nilai rata-rata indeks adalah 42%. Indeks bertambah pada palatal tinggi dan berkurang

pada palatal dangkal. Palatal yang dalam memberikan gambaran prosesus alveolar yang

sempit, dimana terlihat pada kasus bernapas melalui mulut, rakhitis, dan pada kebiasaan

menghisap jari.

6. Tonsil

Pemeriksaan tonsil dilakukan dengan cara membuka mulut lebar-lebar, lidah bagian medial

ditekan ke bawah hingga terlihat tonsil. Pasien diminta mengatak “A” kemudian lihat

tonsil. Memeriksa besar tonsil :

T0 : tonsil di dalam fossa tonsil atau sudah diangkat

T1 : bila besarnya ¼ jarak arkus anterior ke uvula

T2 : bila besarnya ½ jarak arkus anterior ke uvula

T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior ke uvula

T4 : bila besarnya mencapai uvula atau lebih

Ukuran dan derajat inflamasi dari tonsil harus diperiksa terutama pemeriksaan spasia

orofaringeal. Kelainan tonsil dapat berefek dari posisi lidah dan bernapas lewat mulut.

7. Garis Median

Garis median merupakan pertengahan diantara lengkung rahang kanan dan kiri.

Pemeriksaan garis median dapat dilakukan secara intraoral dan ekstra oral. Garis median

pada model rahang atas dimulai dari frenulum labial rahang atas kemudian dihubungkan

dengan garis yang dibentuk dari papila incisivum dengan digabungkan lagi dengan dua

titik anatomi di bagian palatum rahang atas. Titik ini dibagi menjadi dua, yaitu titik

anterior yang ada di cross section rugae palatine kedua dengan palatinal raphe. Titik

posterior yaitu batas antara palatum lunak-keras di pertengahan foveola. Garis median

rahang bawah merupakan proyeksi dari garis median rahang atas.

Garis median ini sangat penting untuk analisis simetris transversal. Analisis dan

pengukuran garis median di model dapat dilakukan dengan menggunakan simentrograf dan

ortokros dengan bidang orientasi pada midpalatal raphe dan bidang tuberositas. Setelah

didapat garis median rahang atas dan bawah , dapat dilihat apakah garis median tersebut :

(a) Rahang atas dan bawah sesuai atau tidak

(b) Rahang atas bergeser ke kanan atau ke kiri

(c) Rahang bawah bergeser ke kanan atau kekiri

8. Overbite

Over bite adalah jarak vertikal antara ujung incisal gigi incisive rahang atas dengan ujung

incisal gigi incisive rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik.

(a) Normal

Overbite normal dimana permukaan gigi akan menutupi ½ - ⅓ incisal gigi incisive

rahang bawah.

(b) Dalam

Deep bite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian incisal incisivus

maksila terhadap incisal incisivus mandibula dalam arah vertikal melibihi ⅓. Ada

dua jenis deep bite, yaitu :

(1) Incomplete deep bite : bila hubungan incisivus mandibula tidak beroklusi

dengan incisivus maksila

(2) Complete deep bite : hubungan incisivus mandibula berkontak dengan

permukaan palatal incisivus maksila atau jaringan palatal ketika gigi dalam

oklusi sentrik.

(c) Openbite

Open bite adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau incisal dari gigi saat rahang

atas dan rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Open bite terbagi dua jenis,

yaitu :

(1) Openbite dental

Terjadi akibat infraposisi anterior atau supra posisi gigi molar

Pada masa transisi gigi sulung ke gigi tetap akan mengalami

perbaikan spontan tanpa perawatan

(2) Openbite skeletal

Terdapat kelainan pertumbuhan dalam arah vertikal

Antero inklinasi basis maksila

Perawatan sulit dilakukan dengan alat lepasan

Pada kasus yang parah diperlukan tindakan pembedahan

Jenis lain dari openbite adalah openbite anterior dan lateral.

(d) Edge to edge

Permukaan incisal incisive rahang atas berkontak dengan incisive rahang bawah.

9. Overjet

Overjet adalah jarak horizontal antara incisal edge gigi incisive sentral rahang atas dengan

permukaan labial gigi incisive sentral rahang bawah. Nilai rata-rata overjet pada oklusi

normal kurang lebih sebesar 2 mm atau 1-3 mm.

(a) Normal

(b) Besar

Overjet lebih dari 3 mm.

(c) Edge to edge

Overjet nol atau permukaan incisal gigi incisive rahang atas berkontak dengan

permukaan incisive rahang bawah.

Besarnya overjet ditentukan oleh posisi gigi anterior maksila dan mandibula. Iregularitas

pada overjet dikaitkan dengan fungsi lidah dan bibir yang abnormal atau ada

ketidaksesuaian ukuran gigi antara lengkung anterior maksila dan mandibula.

10. Crossbite

Crossbite adalah suatu keadaan jika rahang dalam keadaan relasi sentrik terdapat kelainan-

kelainan dalam arah transversal dari gigi geligi maksila terhadap gigi geligi mandibula

yang dapat mengenai seluruh atau setengah rahang, sekelompok gigi, atau satu gigi saja.

Berdasarkan lokasinya crossbite dibagi menjadi dua, yaitu :

(a) Crosbite anterior

Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik namun terdapat satu atau beberapa gigi

anterior maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior

mandibula.

(b) Crosbite posterior

Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior

mandibula. bonjol bukal P/M rahang atas terletak lebih ke palatal dari bonjol bukal

P/M rahang bawah.

11. Diastema

Diastema adalah suatu keadaan adanya ruang di antara gigi geligi yang seharusnya

berkontak. Diastema ada dua macam :

(a) Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi , dapat disebabkan karena gigi

supernumerer, frenelum labii yang abnormal, gigi yang tidak ada, kebiasaan jelek,

dan persistensi.

(b) Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh faktor

keturunan, lidah yang besar, dan oklusi yang traumatis.

12. Kurva Spee

Kurva Spee adalah kurva yang dibentuk oleh garis oklusi bila dilihat dari lateral. Kurva

Spee normal adalah 1,5 mm. Cara pemeriksaan kurva Spee yaitu dengan menempatkan

ujung instrument pada permukaan incisal gigi incisive rahang bawah dan bagian distal cups

pada gigi molar paling belakang. Pengukuran dilakukan pada masing masing rahang.

Normal Dalam Terbalik Datar

13. Erupsi

Erupsi gigi adalah proses berkesinambungan meliputi perubahan posisi gigi melalui

beberapa tahap mulai pembentukan sampai muncul ke arah oklusi dan kontak dengan gigi

antagonisnya.

14. Jumlah Gigi

Jumlah gigi normal pada orang dewasa adalah 28-32. Perhatikan apakah terdapat

supernumerer atau agenesis gigi.

15. Penutupan Mandibula

Gerakan mandibula dari posisi istirahat sampai dengan oklusi sentrik berupa suatu

lengkung atau gerakan yang kontinu dan tidak terpatah-patah. Dalam keadaan normal

misalnya karena adanya premature kontak akan menyebabkan gangguan dalam gerak

penutupan mandibula sehingga terjadi deviasi mandibula baik ke anterior maupun ke

lateral. Cara pemeriksaan yaitu pasien diinstruksikan untuk membuka mulut lebar, lalu

pasien menutup meulut dengan perlahan. Perhatikan gerakan mandibula dengan teliti.

(a) Normal

(b) Deviasi

(c) Defleksi