STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

58
STATUS EPILEPTIKUS MAKALAH Diajukan kepada Hippocrates Emergency Team Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Anggota Khusus Oleh : WICI SEPTIYENI HET 11-XXII-337 HIPPOCRATES EMERGENCY TEAM FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Transcript of STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

Page 1: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

STATUS EPILEPTIKUS

MAKALAH

Diajukan kepada Hippocrates Emergency Team Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Anggota Khusus

Oleh :

WICI SEPTIYENI

HET 11-XXII-337

HIPPOCRATES EMERGENCY TEAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2012

1

Page 2: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

STATUS EPILEPTIKUS

MAKALAH

Oleh :

WICI SEPTIYENI

HET 11-XXII-337

Telah disetujui oleh pembimbing makalah Hippocrates Emergency Team BEM KM Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Pembimbing Makalah

Nama Jabatan Tanda Tangan

Dr.Rila Rivanda

HET 08-XIX-273 LB

Pembimbing I

Louisa Ivana Utami, S.Ked

HET 09-XX-300

Pembimbing II

2

Page 3: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

STATUS EPILEPTIKUS

MAKALAH

Oleh :

WICI SEPTIYENI

HET 11-XXII-337

Telah dipertahankan di depan penguji makalah Hippocrates Emergency Team BEM KM Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Penguji Makalah

Nama Jabatan Tanda Tangan

Dr.IGM Afridoni,Sp.A

HET 91-II-015 LB

Penguji

3

Page 4: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan

karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul

“Status Epileptikus”. Salawat beriringan salam kita sampaikan kepada junjungan kita

Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang

terang benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat seperti saat

ini. Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar anggota khusus pada Hippocrates Emergency Team Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas.

Keberhasilan dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari peran serta

berbagai pihak, baik itu bantuan, bimbingan, maupun semangat yang tidak pernah

henti-hentinya diberikan kepada penulis. Oleh sebab itu pada kesempatan ini, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kesempatan untuk

menyelesaikan makalah ini dan tidak lupa pula kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW.

2. Ayahanda (Zamrudi), Ibunda (Desliati), Kakak dan Adik tercinta yang selalu

memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.

4

Page 5: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

3. Kakanda Dr. IGM Afridoni,Sp.A dan Dr. Putra Setiawan sebagai penguji

yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi

kesempurnaan makalah ini.

4. Kakanda Dr. Rila Rivanda dan Louisa Ivana Utami, S.Ked sebagai

pembimbing yang selalu memberikan masukan serta meluangkan waktunya

untuk membatu kelancaran penulisan makalah ini.

5. Ketua HET Revi Naldi dan ketua Ketua Pantia Pengondisian Khusus Dian

Rahma beserta seluruh panitia pengondisian Khusus angkatan XXII yang

telah mengangkatkan acara ini serta kesabaran dalam menghadapi setiap

masalah maupun kendala yang timbul selama acara berlangsung.

6. Rekan-rekan seperjuangan saat suka dan duka angkatan XXII tercinta

“Headpunch” (Mailia Ulfa, Bagus Sedayu, Wahyu TNS , Aldi Andika

Nugratama, Ilhami Fadhila, Dhia Afra, Utari Gestini Rahmi , Reza Ekatama

Rajasa , Akbara Pradana , Mutia Dwi Putri, Amanda Besta Rizaldy, Dhini

Datu Oktariani, Aghnia Jolanda Putri, Roza Aulia, Hasnal Laily Yarza ,

M.Ihsan F ) atas persahabatan, semangat, dukungan serta perjuangan yang

akan tetap saling menguatkan.

7. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Semoga semua bantuan, bimbingan,saran, dan doa ataupun semua amal

kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan pahala dan rahmat

dari Allah SWT. Dengan keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki, penulis

5

Page 6: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

menyadari sepenuhnya makalah ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, kritik

dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap

semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kemajuan HET kedepan

khususnya maupun ilmu pengetahuan umumnya.

Wici Septiyeni ( HET 11-XXII-337)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar.................................................................................................... i

Daftar Isi............................................................................................................. iii

BAB 1. Pendahuluan.......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1

1.2 Batasan Masalah............................................................................... 2

1.3 Tujuan............................................................................................... 2

1.3.1 Tujuan Umum................................................................. 2

1.3.2 Tujuan Khusus................................................................ 2

1.4 Manfaat............................................................................................ 3

BAB 2. Tinjauan Pustaka.................................................................................. 4

2.1 Definisi............................................................................................. 4

2.2 Klasifikasi.………………………………………………………….. 4

2.3 Epidemiologi………........................................................................ 5

2.4 Etiologi dan faktor risiko…............................................................. 5

6

Page 7: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

2.5 Patogenesis...................................................................................... 6

2.6 Manifestasi Klinis........................................................................... 9

2.7 Diagnosis........................................................................................ 13

2.7.1 Anamnesis………...…………………………………… 13

2.7.2 Pemeriksaan Fisik.…………………………………….. 13

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang...…………………….……….. 14

2.8 Diagnosis Banding....................................................................... . 15

2.9 Tatalaksana.................................................................................. 19

2.9.1 Tindakan Umum…………………………………….. 19

2.9.2 Tindakan spesifik……………………………….…… 21

2.10 Komplikasi.......................................................................... 24

2.11 Prognosis………………………………..…………………. 24

BAB 3 Penutup.............................................................................................. 26

3.1 Kesimpulan.................................................................................. 26

3.2 Saran............................................................................................ 26

Lampiran Algoritma Penatalaksanaan Status Epileptikus.............................. 27

Daftar Pustaka................................................................................................. 28

7

Page 8: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status Epileptikus (SE) merupakan masalah kesehatan umum yang diakui

meningkat akhir-akhir ini terutama di negara Amerika Serikat. Ini berhubungan

dengan mortalitas yang tinggi dimana pada 152.000 kasus yang terjadi tiap tahunnya

di USA mengakibatkan kematian.1 Secara definisi, SE adalah bangkitan epilepsi yang

berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselingi oleh

masa sadar. 2

Status epileptikus dapat disebabkan oleh beberapa hal, tetapi penyebab paling

sering adalah penghentian konsumsi obat antikonvulsan secara tiba-tiba. Sedangkan

penyebab lainnya adalah infark otak mendadak, anoksia otak, gangguan metabolisme,

tumor otak, serta menghentikan kebiasaan meminum minuman keras secara

mendadak.2,3

Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius karena terjadi terus-

menerus tanpa berhenti dimana terdapat kontraksi otot yang sangat kuat, kesulitan

bernapas dan muatan listrik di dalam otak menyebar luas. Apabila status epileptikus

tidak dapat ditangani dengan segera, maka kemungkinan besar dapat terjadi

kerusakan jaringan otak permanen dan kematian.2,4

Di Indonesia, data mengenai status epileptikus masih belum jelas karena SE

juga berhubungan dengan epilepsi yang sampai saat ini masih belum ada penelitian

secara epidemiologi.5 Sedangkan data secara global sendiri menunjukkan bahwa SE

8

Page 9: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

terjadi pada 10-41 kasus per 100.000 orang per tahun dan paling sering terjadi pada

anak-anak.2

Lebih dari 15 % pasien dengan epilepsi memiliki setidaknya satu episode SE.

Risiko lainnya yang meningkatkan frekuensi terjadinya SE adalah usia muda, genetik

serta kelainan pada otak. Angka kematian pada penderita status epileptikus pada

dewasa sebesar 15 %- 20 % dan 3%-15% pada anak-anak. Kemudian, SE dapat

menimbulkan komplikasi akut berupa hipertermia, edema paru, aritmia jantung serta

kolaps kardiovaskular. Sedangkan untuk komplikasi jangka panjang dari SE yaitu

epilepsi (20% - 40%), ensefalopati (6% -15%) dan defisit neurologis fokal (9%

sampai 11%).6 Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana cara

penatalaksanaan status epileptikus dengan tepat agar dapat menekan angka morbiditas

dan mortalitasnya.

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulisan makalah ini dibatasi pada “

penatalaksanaan status epileptikus “.

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

Mengetahui penatalaksanaan status epileptikus

1.3.2 Khusus

1. Mengetahui dan memahami definisi dan klasifikasi status epileptikus

2. Mengetahui dan memahami epidemiologi status epileptikus

3. Mengetahui dan memahami etiologi dan Faktor Risiko status epileptikus

9

Page 10: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

4. Mengetahui dan memahami patogenesis status epileptikus

5. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis status epileptikus

6. Mengetahui dan memahami diagnosis dan diagnosis banding status

epileptikus

7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan status epileptikus

8. Mengetahui dan memahami komplikasi status epileptikus

9. Mengetahui dan memahami prognosis status epileptikus

1.4 Manfaat Makalah

1. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang status epileptikus

2. Memberikan kontribusi untuk HET dalam menambah pengetahuan anggota

tentang status epileptikus

10

Page 11: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Epilepsi adalah manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi

namun dengan gejala tunggal yang khas, yakni serangan berkala yang disebabkan

oleh lepasnya muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dan paroksismal.5

Sedangkan menurut Epilepsion Foundation , status epileptikus (SE) didefinisikan

sebagai dua atau lebih rangkaian kejang yang berurutan dimana tidak ada pemulihan

kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang terus-menerus selama lebih dari

30 menit. 7,8

2.2 Klasifikasi SE

Berdasarkan lokasi, awal bangkitan status epileptikus terjadi dari area tertentu

di korteks ( Partial Onset ) atau kedua hemisfer otak ( Generalized onset ) sedangkan

jika berdasarkan pengamatan klinis, status epileptikus terbagi atas konvulsif

(bangkitan umum tonik-klonik) dan non-konvulsif (bangkitan bukan umum tonik-

klonik).8

Banyak pendekatan klinis yang diterapkan untuk mengklasifikasikan status

epileptikus yaitu status epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik,

akinetik) dan status epileptikus parsial (sederhana dan kompleks).8

11

Page 12: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

2.3 Epidemiologi SE

Status Epileptikus terjadi pada 10-41 kasus per 100.000 orang per tahun, di

Amerika Serikat tercatat ada 65.000 kasus per tahunnya.9 SE konvulsif umum

merupakan jenis SE yang paling sering muncul dibandingkan dengan jenis SE lain.8

Sedangkan SE parsial kompleks merupakan SE yang paling jarang terjadi

dibandingkan dengan yang lain bahkan di pusat-pusat rujukan epilepsi anak.8

SE tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, pada pria dan wanita sama. SE juga

diyakini tidak memiliki kecenderungan untuk kelompok ras atau etnis tertentu.

Frekuensi usia SE mungkin mengikuti kurva sama dengan kejadian kejang pada

umumnya. Kurva berbentuk J mencerminkan frekuensi tinggi pada usia muda dan

meningkatnya insiden dengan bertambahnya umur. Sampai dengan 70% kasus SE

terjadi pada anak. Namun, kejadian SE tertinggi pada populasi lebih tua yaitu usia

lebih dari 60 tahun pada 83 kasus per 100.000 penduduk.8

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko SE

SE dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Selain itu, SE juga dapat mewakili

eksaserbasi dari gangguan kejang yang sudah ada sebelumnya, manifestasi awal dari

gangguan kejang, atau hal berat lain selain gangguan kejang.8

Penyebab paling umum pada pasien dengan riwayat epilepsi sebelumnya adalah

perubahan dalam pengobatan. Banyak kondisi lain yang juga dapat menimbulkan SE

termasuk penyebab toksik atau metabolik dan apa pun yang mungkin menghasilkan

kerusakan struktur kortikal yaitu stroke, cedera akibat hipoksia, tumor, subarachnoid

hemorrahage, trauma kepala, obat-obatan ( misalnya kokain,teofilin ); isoniazid

12

Page 13: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

(INH) dapat menyebabkan kejang dan memiliki keunikan dengan memiliki

antidotumnya, piridoksin(vitamin B-6), penghentian konsumsi alkohol secara tiba-

tiba, kelainan elektrolit (misalnya hiponatremia, hipernatremia, hiperkalsemia,

ensefalopati hepatik), neoplasma, infeksi SSP (misalnya meningitis, abses otak,

ensefalitis) dan zat toksik khususnya yang bersifat simpatomimetik.8

Dalam penelitian terbaru, infeksi HIV dan penggunaan narkoba juga dapat

menyebabkan terjadinya SE. Hal ini sesuai dengan meningkatnya frekuensi

kejadiannya.8

Penyebab SE bervariasi secara signifikan dengan usia. DeLorenzo dkk

melaporkan bahwa pada pasien dibawah usia 16 tahun, penyebab paling umum

adalah demam atau infeksi(36%) sebaliknya ini hanya terjadi sebesar 5% pada orang

dewasa. Pada orang dewasa, penyebab paling umum adalah penyakit serebrovaskular

(25%), sedangkan faktor ini disebabkan hanya 3% pada kasus pediatrik.8

Pasien dengan riwayat epilepsi sebelumnya mempunyai risiko lebih tinggi

terjadinya SE. Hal ini termasuk juga pasien yang cenderung mengalami epilepsi

berulang serta ketidakteraturan dalam meminum obat antikonvulsan.8

2.5 Patogenesis SE

Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah

kejang. Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang (Neurotransmiter

eksitatori: glutamat, aspartat dan asetilkolin) melebihi kemampuan hambatan intrinsik

(GABA) atau mekanisme hambatan intrinsik tidak efektif.8

13

Page 14: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

Pada lebel neurokimia, bangkitan terjadi akibat ketidakseimbangan antara

eksitasi berlebihan dan kurangnya inhibisi. Neurotransmitter eksitasi yang terbanyak

ditemukan adalah glutamat dan juga turut dilibatkan disini adalah reseptor subtipe

NMDA ( N-methyl-D-aspartat ). Neurotransmiter inhibisi yang terbanyak ditemukan

adalah gamma-aminobutyric acid ( GABA ). Kegagalan proses inhibisi merupakan

mekanisme utama pada status epileptikus. 8

Inhibisi yang diperantarai oleh reseptor GABA berperanan dalam

terminasi bangkitan. Aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat sebagai

neurotransmitter eksitasi dibutuhkan dalam perambatan bangkitan.

Aktivasi reseptor NMDA meningkatkan kadar  kalsium intraseluler yang

menyebabkan cedera sel saraf pada status epileptikus. Sejumlah penelitian

menyimpulkan bahwa semakin lama durasi status epileptikus maka semakin sulit

dikontrol. Hal ini dikatakan sebagai akibat peralihan dari transmisi

GABAergik inhibisi yang inadekuat ke transmisi NMDA eksitasi yang

berlebihan.8

S u a t u l e p a s a n m u a t a n s i m p a t i s a k a n m e n y e b a b k a n

n a i k n y a t e k a n a n d a r a h d a n  bertambahnya denyut jantung.

Autoregulasi peredaran darah otak hilang mengakibatkan turunnya resistensi

serebrovaskuler. Aliran darah ke otak sangat bertambah didorong oleh tingginya

tekanan darah dan tidak adanya mekanisme autoregulasi. Sebaliknya

tekanan darah sistemik akan turun bila kejang berlangsung terus dan

mengakibatkan turunnya tekanan perfusi yang selanjutnya menyebabkan

iskemik pada otak. Hal ini dan berbagai faktor  lain akan menyebabkan

14

Page 15: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

hipoksia pada sel-sel otak. Kejang otot yang luas dan melibatkan

otot pernafasan selain mengganggu pernafasan secara mekanis juga menyebabkan

inhibisi pada pusat pernafasan di medula oblongata. Disamping itu pelepasan muatan

saraf otonom menyebabkan sekresi bronkus berlebihan dan aspirasi

mengakibatkan gangguan difusi oks igen me la lu i d ind ing a lveo lu s .

Pe rubahan f i s i o log i s l a i n yang pa l i ng pen t i ng i a l ah adanya

penggunaan ene rg i yang s anga t banyak .Neuron yang t e ru s

mene rus t e rpacu menyebabkan bertambahnya metabolisme otak secara

berlebihan sehingga persediaan senyawa fosfat energi tinggi terkuras. Hipotensi

dan hipoksia akan memperburuk keadaan yang berakhir dengan kematian sel-

sel neuron. Selanjutnya hal ini dapat mengakibatkan a r i tm ia j an tung ,

h ipoks i a o t ak yang be ra t dan kema t i an . Ke j ang o to t dan gangguan

autoregulasi lain juga menimbulkan komplikasi kerusakan otot, edema

paru dan nekrosis tubuler mendadak.8

Status epileptikus yang berlangsung lama menimbulkan kelainan yang sama

dengan apa yang terjadi pada hipoglikemia berat atau hipoksia. Sel-sel

neuron yang mengalami iskemik selalu terdapat di daerah sektor Sommer

hipokampus, lapisan 3, 4 dan 6 korteks serebri, kornu Ammon, amigdala, talamus dan

sel-sel Purkinje.8

Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase,

yaitu :

a. Fase pertama : Pada fase pertama terjadi mekanisme kompensasi,

seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac

15

Page 16: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

output ,p en ingka t an oks igenase j a r i ngan o t ak , pen ingka t an

t ekanan da rah ,  peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan

penurunan pH yang diakibatkan oleh asidosis laktat dan terjadi perubahan

saraf yang bersifat reversibel pada tahap ini.8

b. Fase Kedua : Setelah 30 menit ada perubahan ke fase kedua yaitu

kemampuan tubuh beradaptasi menjadi berkurang dimana tekanan

darah , pH dan glukosa serum kembali normal. Kemudian, terjadilah

kerusakan saraf  yang bersifat irreversibel pada tahap ini.8

c. Fase ketiga : Pada fase ketiga, aktivitas kejang berlanjut mengarah

pada terjadinya hipertermia ( s u h u m e n i n g k a t ) , p e r b u r u k a n

p e r n a f a s a n d a n p e n i n g k a t a n k e r u s a k a n s a r a f

y a n g irreversibel.8

d. Fase keempat : Ak t i v i t a s ke j ang yang be r l an ju t d i i ku t i o l eh

miok lonus s e l ama t ahap keempa t , ke t i ka  peningkatan pernafasan

yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi.8

e. Fase kelima : Keadaan pada fase keempat diikuti oleh penghentian dari

seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kerusakan

saraf dan kerusakan otak berlanjut.8

2.6 Manifestasi Klinis SE

Manifestasi klinis status epileptikus berbeda tergantung pada masing-masing

jenisnya. Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk

mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-

16

Page 17: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari

survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga

terjadi.8

A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status

Epilepticus)

Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi

dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan

tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik

klonik umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial

kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran di antara serangan dan

peningkatan frekuensi.8

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang

melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus.

Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hiperpnea dengan retensi

karbondioksida. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah,

hiperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat

serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis

respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam

pertama pada kasus yang tidak tertangani.8

B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status

Epilepticus)

Ada kalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum

mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.8

17

Page 18: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epilepticus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan

kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjadi pada ensefalopati kronik

dan merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.8

D. Status Epileptikus Mioklonik

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselopati. Sentakan

mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin

memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya

pada enselofati anoksia berat dengan prognosis yang buruk, tetapi dapat

terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.8

E. Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia

pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status

presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang

lambat seperti menyerupai slow motion movie dan mungkin bertahan dalam

waktu periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau

kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz

monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Status epileptikus

memberikan respon yang baik terhadap Benzodiazepin intravena.8

F. Status Epileptikus Non Konvulsif

Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial

kompleks karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-

konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai

18

Page 19: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

perubahan kepribadian dengan paranoid, delusional, cepat marah, halusinasi,

tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada

beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike

wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.8

G. Status Epileptikus Parsial Sederhana

a. Status Somatomotorik

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan

jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi

dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang

mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Variasi

dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermiten atau

gangguan berbahasa (status afasik).8

b. Status Somatosensorik

Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala

sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian

march.8

H. Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi

yang cukup untuk mencegah pemulihan di antara episode. Pada SE parsial

kompleks juga dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara dan keadaan

kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada

lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering

menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG,

19

Page 20: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan

status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.8

2.7 Diagnosis SE

2.7.1 Anamnesis

Pada anamnesis, tenaga medis dapat menanyakan kepada pasien ataupun

keluarga tentang adanya riwayat epilepsi berulang, riwayat penyakit sistemik atau

SSP, riwayat putus obat atau gagalnya pengobatan yang sudah berjalan dan

riwayat trauma pada pasien tersebut. Selain itu, dari anamnesis dapat digali

informasi tentang bagaimana gambaran serangan, berapa lama durasinya, tingkat

kesadaran selama ataupun antara kejang,sifat kejang dan sejak kapan serangan

terjadi.4

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Cara yang paling penting untuk membedakan status epileptikus dari

suatu bangkitan umum biasa adalah dengan memeriksa aktivitas

susunan saraf s impa t i s .Mene t apnya t ak ika rd i , h i pe r t ens i ,

ke r i nga t be r l eb ihan , h ipe r sa l i va s i merupakan gambaran umum status

epileptikus. Papilledema, tanda peningkatan tekanan intrakranial menunjukkan

kemungkinan adanya lesi ,massa atau infeksi otak. Fitur neurologis juga tampak

seperti tonus yang meningkat dan refleks asimetris.

Ekstensor berulang cepat atau sikap fleksor dapat membingungkan dengan

aktivitas kejang lainnya oleh pengamat biasa. Mioklonus berulang pada pasien

koma setelah cedera otak hipoksia difus dapat mensimulasikan kejang umum.

20

Page 21: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

Asal fisiologis tersentak mioclonic mungkin tidak kortikal,myoclonus biasanya

hanya terbatas dalam durasi beberapa jam.8

Pasien dengan status epileptikus halus tidak menunjukkan peningkatan

kesadaran pada 20-30 menit setelah aktivitas kejang umum. Ekspresi motor

aktivitas listrik abnormal kortikal dapat berubah sehingga terlihat kedipan kelopak

mata atau kedutan ekstremitas yang merupakan satu-satunya tanda dari pelepasan

listrik umum yang berkelanjutan. Aktivitas motorik mungkin tidak ada walaupun

adanya aktivitas listrik pada status epileptikus. Trauma dapat juga ditemukan pada

pasien dengan kejang termasuk luka lidah (biasanya lateral), dislokasi bahu,

trauma kepala, dan trauma wajah.8

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kadar obat antikonvulsan :

- Y a n g h a r u s d i p a n t a u u n t u k m e n j a m i n k o n s e n t r a s i

s e r u m y a n g adekuat.9

- Sege ra s e t e l ah s t a t u s ep i l ep t i kus dapa t d ikenda l i kan ,

pa s i en dengan epilepsi yang sudah ada sebelumnya dapat diberikan

kembali regimen antikonvulsan oral yang biasa dipakai.9

b. Lumbal Punksi

Lumbal punksi harus dilakukan pada pasien yang demam walaupun tidak

ada tanda-tanda adanya meningitis.9

c. Kimia darah rutin

Meliputi kadar Mg, Ca, dan kadar zat kimia darah lainnya.9

21

Page 22: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

2. EEG

- Untuk mengkonfirmasi diagnosis terutama pada kasus refrakter

yang mungkin fungsional yaitu pseudostatus dan tidak menunjukkan

kelainan EEG.4

- Un tuk meman tau pengoba t an , me l akukan t i t r a s i oba t

ane s t e s i sampai pola burst-suprpresion dicapai.4

3. Brain Imaging

Brain imaging dengan menggunakan CT Scan dapat menentukan tempat lesi

di otak. Jika pemeriksaan CT menunjukkan keadaan yang normal, maka

dilanjutkan dengan pemeriksaan MRI untuk lebih mengkonfirmasi adanya lesi

di otak.9

2.8 Diagnosis Banding SE

Diagnosis banding SE adalah sebagai berikut :

1. Ensefalitis

Ensefalitis ialah radang parenkim otak, hadir sebagai disfungsi

neuropsikologi difus dan/atau fokal. Meskipun terutama melibatkan otak, meningen

juga sering terlibat (meningoensefalitis).8 Gejalanya selain nyeri kepala, demam,

gejala ISPA, kesadaran menurun sampai koma, serta dapat terjadi kejang fokal atau

umum.5

2. Heat stroke

Heat stroke dalah suatu bentuk hipertermia dimana suhu tubuh meningkat

secara dramatis. Gambaran klinis dari heat stroke adalah suhu tubuh yang meningkat,

22

Page 23: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

tidak adanya keringat, kulit kering kemerahan, denyut nadi yang cepat,kesulitan

bernapas, perilaku aneh, berhalusinasi, kebingungan, gelisah, disorientasi, kejang

bahkan sampai koma. 8

3. Hipernatremia dalam Kegawatdaruratan

Hipernatremia didefinisikan sebagai tingkat natrium serum lebih dari

145mEq/L. Gejala hipernatremia cenderung non spesifik. Anoreksia, gelisah, mual,

dan muntah terjadi lebih awal. Gejala-gejala ini diikuti oleh perubahan status mental

dan akhirnya pingsan atau koma. Gejala mungkin juga termasuk otot berkedut,

hiperefleksi, ataksia, atau tremor. Gejala neurologis umumnya non fokal (misalnya

perubahan status mental, ataksia, kejang) namun defisit fokal seperti hemiparesis juga

dilaporkan terjadi. 8

4. Hipokalsemia dalam Kegawatdaruratan

Kadar kalsium serum kurang dari 8,5mg/dL atau tingkat kalsium terionisasi

kurang dari 1,0 mmol/L dianggap hipokalsemia. Pasien mungkin mengeluh kram

otot, sesak nafas sekunder akibat bronkospasme, kontraksi berhubung dengan tetanus,

mati rasa pada ekstremitas distal, dan sensasi kesemutan. Manifestasi kronik

termasuk katarak, kulit kering,rambut kasar,kuku rapuh, psoriasis, pruritus kronik dan

gigi yang buruk. Hipokalsemia akut dapat menyebabkan sinkop, gagal jantung

congestive (CHF) dan angina karena efek kardiovaskular ganda. 8

5. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah situasi klinis yang ditandai dengan penurunan

konsentrasi glukosa plasma ke tingkat yang dapat menyebabkan gejala atau tanda-

23

Page 24: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

tanda seperti perubahan status mental dan atau stimulasi sistem saraf simpatik.

Tingkat glukosa seorang individu menimbulkan gejala sangat bervariasi, meskipun

kadar glukosa plasma kurang dari 50 mg / dL umumnya dianggap sebagai ambang

batas. Gejala aktivasi simpatoadrenal termasuk berkeringat, takikardia, kecemasan,

dan rasa lapar. Gejala neuroglikopenik termasuk kelemahan, kelelahan, atau pusing,

perilaku yang tidak pantas (kadang-kadang dianggap mabuk), sulit berkonsentrasi,

kebingungan, penglihatan kabur dan dalam kasus yang ekstrim, koma dan kematian. 8

6. Hiponatremia

Hiponatremia didefinisikan sebagai tingkat natrium serum kurang dari

135mEq/L dan dianggap parah ketika tingkat serum di bawah 125mEq/L. Gejala

berupa mual dan malaise dengan pengurangan ringan pada natrium serum, lesu,

penurunan tingkat kesadaran, sakit kepala, dan jika parah kejang dan koma. Gejala

neurologis yang jelas paling sering adalah karena sangat rendahnya kadar natrium

serum (biasanya <115 mEq/L), sehingga terjadi pergeseran cairan osmotik

intraserebral dan menyebabkan terjadinya edema otak. Kompleks gejala neurologis

dapat menyebabkan herniasi tentorial dengan kompresi batang otak dan pernapasan

berikutnya mengakibatkan kematian dalam kasus yang paling parah.8

Tingkat keparahan gejala neurologis berkorelasi baik dengan tingkat dan

derajat penurunan natrium serum. Penurunan bertahap natrium serum, bahkan untuk

tingkat yang sangat rendah, dapat ditoleransi dengan baik jika terjadi selama beberapa

hari atau minggu, karena adaptasi saraf. Kehadiran penyakit neurologis yang

mendasari, seperti gangguan kejang, atau kelainan metabolik non neurologik, seperti

24

Page 25: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

hipoksia, hiperkapnia, atau asidosis, juga mempengaruhi tingkat keparahan gejala

neurologis.8

7. Medication-Induced Dystonic Reactions

Medication-Induced Dystonic Reactions yang merugikan sering terjadi tak

lama setelah mulai terapi obat neuroleptik. Reaksi-reaksi ini dapat terjadi karena

berbagai macam obat-obatan. Reaksi distonik (yaitu diskinesia) ditandai dengan

kontraksi intermiten spasmodik atau berkedutnya otot di wajah, leher, panggul, dan

ekstremitas. Reaksi distonik jarang mengancam kehidupan, namun sangat tidak

nyaman dan sering menghasilkan kecemasan yang signifikan dan kesusahan bagi

pasien. Untungnya, pengobatan sangat efektif, dan gangguan motorik dapat diatasi

dalam beberapa menit.8

8. Sindrom neuroleptik maligna

Sindrom neuroleptik maligna (NMS) mengacu pada kombinasi hipertermia,

kekakuan, dan disregulasi otonom yang dapat terjadi sebagai komplikasi serius dari

penggunaan obat antipsikotik. Adapun gejala klinis dari NMS yaitu diaforesis,

disfagia, tremor, inkontinensia, delirium yang dapat berkembang menjadi lesu,

pingsan dan koma,tekanan darah yang tidak stabil, pucat, dispnea,agitasi psikomotor,

kekakuan, hipertermia, takikardia serta cara jalan menyeret.8

9. Ensefalopati Uremikum

Uremia menggambarkan tahap akhir dari insufisiensi ginjal progresif dan

kegagalan multiorgan yang dihasilkan. Ini merupakan hasil dari akumulasi metabolit

protein dan asam amino dan kegagalan seiring proses katabolik, metabolisme, dan

endokrinologik ginjal. Tidak ada metabolit tunggal telah diidentifikasi sebagai satu-

25

Page 26: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

satunya penyebab uremia. Ensefalopatiuremik (UE) adalah salah satu dari banyak

manifestasi gagal ginjal (Renal Failure). Gejala dapat berkembang perlahan atau

cepat. Perubahan sensoris termasuk kehilangan memori, gangguan konsentrasi,

depresi, delusi, lesu, lekas marah, kelelahan, insomnia, psikosis, stupor, katatonia,

dan koma. Pasien mungkin mengeluh bicara cadel, pruritus, otot berkedut, atau kaki

resah.8

10. Withdrawal Syndromes

Withdrawal syndromes merupakan sindrom penarikan diri setelah

penghentian konsumsi bahan-bahan kimia termasuk obat-obatan dan alkohol. Gejala

terdiri dari persecutori, pendengaran, atau paling sering halusinasi visual dan taktil,

namun, sensoris pasien dinyatakan jelas. Pada tahap awal, pasien jujur mengakui

telah mengalami halusinasi tetapi dalam stadium lanjut, halusinasi dianggap nyata

dan dapat menimbulkan ketakutan dan kecemasan yang ekstrim. Pasien dapat terlihat

menarik benda-benda imajiner, pakaian, dan lembaran kertas. Sekitar 23-33% pasien

dengan withdrawal alcohol signifikan mengalami kejang akibat penarikan alkohol

(Rum fits).8

2.9 Penatalaksanaan SE

2.9.1 Tindakan umum

Prioritas awal untuk penatalaksanaa SE adalah menstabilkan airway,

breathing and circirculation. Tempatkan pasien pada posisi pemulihan dan pasang

endotrakeal tube jika airway terganggu. Kemudian, tanyakan dengan hati-hati

kepada keluarga ataupun saksi yang membawa pasien tentang hal-hal yang dapat

26

Page 27: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

mengarahkan ke etiologi seperti overdosis obat-obatan ataupun perubahan terbaru

pemakaian obat antikonvulsan pada pasien.10,11

Ketidakseimbangan elektrolit harus ditemukan dan lakukan tes ginjal, tes

fungsi hati, kadar kalsium, gas darah arteri dan konsentrasi glukosa. Jika

hipoglikemia dicurigai atau ketika ada gambaran hipoglikemia, berikan glukosa

intravena (50 ml glukosa 50%), dengan 100 mg Thiamine intravena terlebih

dahulu untuk mengurangi kemungkinan ensefalopati Wernicke. Suntikan glukosa

rutin tidak disarankan karena dapat menimbulkan hiperglikemia yang mungkin

memperburuk kerusakan saraf. Periksa kadar obat anti-epilepsi atau penarikan obat

yang merupakan penyebab penting dari SE. Kemudian, lakukan pemeriksaan

gambaran darah, darah dan kultur urin untuk mencari bukti infeksi sistemik.

Asidosis pernapasan dan atau metabolik yang umum tidak boleh diterapi kecuali

pH telah turun sampai dibawah 7,0. Selama paruh awal satu jam dari SE, sebagian

besar pasien mengalami hipertensi. Tekanan darah rendah adalah umum terjadi

setelah fase ini terutama karena sebagian besar obat menginduksi hipotensi dan

karena itu dokter harus siap untuk memulai pengobatan dengan agen vasopressor.

Setelah pasien stabil dan kejang dikontrol , tahap kedua investigasi harus dimulai.

Lakukan pemeriksaan pencitraan pada otak seperti CT Scan cukup untuk

mengidentifikasi perdarahan intrakranial, hernia dan tumor. Jika dicurigai infeksi

SSP sedangkan pungsi lumbal tidak dapat dilakukan dengan segera,berikan

antimikroba segera setelah hasil kultur darah diperoleh. Perhatikan bahwa demam

ringan merupakan efek dari SE itu sendiri. Penurunan suhu secara pasif harus

27

Page 28: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

dimulai jika pasien mengalami demam. Hidrasi Liberal dengan salin normal

dianjurkan untuk mengurangi risiko dehidrasi dan rhabdomiolisis. 10,11

2.9.2 Tindakan spesifik

Terapi lini pertama terdiri dari benzodiazepin. Obat ini meningkatkan

penghambatan GABAergic dengan mengikat kompleks BZD -GABA-

fenobarbital. Sebagai awal, pemberian Lorazepam intravena paling efektif untuk

mengatasi konvulsif SE. 10,11

Dalam penelitian multisenter secara acak dan terkontrol pada 570 pasien,

terutama laki-laki veteran AS yang memenuhi kriteria untuk SE yang terdaftar ke

dalam penelitian dan secara acak dibagi menjadi empat kelompok menerima

lorazepam, phenobarbitone, diazepam ditambah fenitoin atau fenitoin saja.

Lorazepam adalah yang paling sukses sebagai obat yang dapat menghentikan

kejang. Pada penelitian lainnya membandingkan khasiat dari benzodiazepin dan

plasebo diberikan di luar lingkungan rumah sakit di antara 205 pasien, kejang

dapat dihentikan pada 60% pasien yang diberikan lorazepam dan 43% diazepam.

Lorazepam memiliki distribusi volume yang lebih rendah dibandingkan dengan

diazepam dan karenanya memiliki efek dengan durasi yang lebih lama. 10,11

Diazepam sangat larut dalam lemak dan akan mendistribusikan ke bagian

lemak tubuh lainnya, dua puluh menit setelah dosis awal, konsentrasi plasma dari

diazepam turun menjadi 20% dari konsentrasi maksimal. Permulaan tindakan dan

tingkat depresi kardiorespirasi (sekitar 10%) dari lorazepam adalah sama, di

samping injeksi arteri menyebabkan kejang arteri dan mungkin gangren pada

kasus berat. Midazolam sebesar 0,2 mg / kg / jam intravena telah digunakan,

28

Page 29: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

tetapi memiliki keuntungan karena dapat diberikan secara intramuskular atau

bukal berangsur-angsur. Bukal midazolam 10 mg ditanamkan antara pipi dan

gusi, sama-sama berkhasiat seperti diazepam rektal. Hal ini dapat dilakukan

apabila akses intravena tidak dapat segera dilakukan. Menggunakan

antikonvulsan long-acting harus diberikan secara simultan dengan benzodiazepin.

Fenitoin diberikan pada 18-20 mg / kg pada dosis tidak lebih dari 50 mg / hr

dengan iv lambat atau infus. Pemuatan dosis lebih lanjut dari 5-10 mg / kg dapat

ditambahkan jika kejang yang terjadi berulang. Efek samping meliputi hipotensi

(28 - 50%) dan aritmia jantung (2%) dan lebih umum pada orang tua. Fenitoin

Parental mengandung propilen glikol, alkohol dan natrium hidroksida. Obat ini

harus disuntikan dengan jarum ukuran besar diikuti oleh siraman garam untuk

menghindari iritasi lokal seperti thrombophlebitis dan "sindrom sarung tangan

ungu". Dekstrosa tidak boleh digunakan untuk mengencerkan fenitoin karena

akan membentuk mikrokristal. Fosphenytoin (Cerebyx) adalah prodrug yang

larut dalam air dengan konversi 15 menit paruh untuk fenitoin. Setelah konversi

enzimatik, 150 mg fosphenytoin menghasilkan 100 mg fenitoin sehingga dosis

150 fosphenytoin diberi label setara sebagai 100 mg fenitoin. Meskipun valproate

dapat diberikan secara intravena terdapat pengalaman yang terbatas bila diberikan

dengan indikasi . Satu studi observasional menunjukkan bahwa valproate efektif

dalam 19 dari 23 kasus SE dan tidak memiliki efek yang signifikan terhadap

kardiorespirasi.10,11

Keputusan untuk memulai anti-epilepsi oral dalam waktu lama tergantung

pada masing-masing pasien. Pasien dengan kelainan otak secara struktural harus

29

Page 30: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

diberikan pengobatan antikonvulsan, tetapi pasien yang mengalami SE karena

hiponatremi tidak memerlukan terapi maintenance karena dapat sembuh dengan

sekali koreksi. 10,11

Protokol penatalakasanaan status epileptikus

a. 0-5 menit

Berikan O2 , kontrol ABC, buka akses intra vena, mulai monitoring

EKG, periksa kimia darah, seperti Mg, Ca, CBC (Complete Blood

Count), AED level (Anti epileptic drugs level ), ABG ( arterial blood

gas ).9

b. 6-10 menit

- Berikan thiamin 100 mg IV : 50 ML Dextrose 50 % IV, jika kadar glukosa

diketahui.9

- Lorazepam (Ativan) 4 mg IV selama 2 menit, ulangi sekali pada 8-10

menit bila diperlukan.9

- Atau diazepam (Valium) 10 mg IV selama 2 menit, ulangi sekali pada 3-5

menit bila diperlukan.9

c. 10-20 menit

Jika status bertahan atau jika dapat berhenti dengan diazepam, segera

mulai pemberian fosphenitoin (Cerebryx ) 20 mg/kg IV dengan 150

mg/min, dengan monitoring EKG dan tekanan darah.9

d. 20-30 menit

Jika status tetap bertahan, beri tambahan 5 mg/kg fosphenitoin

sebanyak dua kali ( total 30 mg/kg ).9

30

Page 31: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

e. > 30 menit

Jika status tetap bertahan, intubasi dan berikan satu dari berikut,

dengan monitoring EEG.9

- Phenobarbital 20 mg/kg IV dengan 50-100 mg/min. Tambahkan 5 mg/kg

bolus dapat diberikan sesuai kebutuhan.

- Atau dilanjutkan dengan memasang infus midazolam 0.2 mg/kg, bolus

lambat, kemudian 0.1-2.0 mg/kg/jam.

- Atau memasang infus profolol, bolus 1-5 mg/kg selama 5 menit,

kemudian 2-4 mg/kg/jam.

2.10 Komplikasi SE

Komplikasi status epileptikus bervariasi. Komplikasi sistemik meliputi

hipertermia, asidosis , hipotensi, kegagalan pernapasan , rabdomiolisis, serta

aspirasi. 8

2.11 Prognosis SE

Prognosis berhubungan paling kuat dengan proses yang mendasari

menyebabkan SE. Misalnya, jika etiologinya adalah meningitis, perjalanan

penyakit yang menentukan hasil. Pasien dengan SE dari ketidakteraturan

antikonvulsan atau pasien kejang yang berhubungan dengan alkohol

umumnya memiliki prognosis yang baik jika pengobatan dimulai dengan

cepat dan komplikasi akan dapat dicegah.8

31

Page 32: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

Tingkat mortalitas terkait dengan SE telah menurun selama 60 tahun

terakhir, mungkin ada hubungannya dengan diagnosis cepat dan perawatan

yang lebih agresif. Probabilitas kematian erat berkorelasi dengan usia. Dalam

studi berbasis populasi prospektif, DeLorenzoetal menemukan tingkat

kematian sebesar 13% untuk orang dewasa muda,38% untuk orang tua,dan

lebih dari 50% untuk mereka yang lebih tua dari 80 tahun.8

Prognosis SE sendiri juga tergantung kepada respon terhadap

pengobatan. Dalam studi yang dilakukan oleh Koperasi SE Veteran Affairs

menunjukkan bahwa sebesar 56% dari pasien yang terdiagnosis jelas

mengalami GCSE (General Convulsive Status Epilepticus) yang memberikan

respon terhadap pengobatan tahap awal. Sedangkan untuk jenis SE Halus

(Subtle SE) hanya 15% pasien yang menanggapi pengobatan awal. Sehingga

jelas terlihat bahwa prognosis juga tergantung terhadap baik buruknya respon

pasien terhadap pengobatan yang diberikan. Semakin rendah respon terhadap

pengobatan, semakin buruk prognosis.8

32

Page 33: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Status epileptikus (SE) adalah bangkitan epilepsi yang berlangsung terus

menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselingi oleh masa sadar. Status

Epileptikus merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang harus ditangani segera

dan secepat mungkin karena melibatkan proses fisiologis pada sistem homeostasis

tubuh, kerusakan saraf dan otak yang dapat mengakibatkan kematian. Penanganannya

tidak hanya menghentikan kejang yang sedang berlangsung, tetapi juga harus

mengidentifikasi penyakit dasar dari status tersebut. Umur, jenis kejang, etiologi,

jenis kelamin perempuan, durasi dari status epileptikus dan lamanya dari onset

sampai penanganan merupakan faktor prognostik penting.

3.2 Saran

Dengan memahami dasar dari patofisiologi status epileptikus dan adanya

konsensus mengenai penatalaksanaan status epileptikus, maka diharapkan prognosis

pasien yang mengalami kasus ini dapat menjadi lebih baik.

33

Page 34: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

Algoritma penatalaksanaan kejang akut dan status konvulsif 12

34

Page 35: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

Daftar Pustaka

1. Shorvon,Simon. 2001.J Neurol Neurosurg Psychiatry; The Management of

status epilepticus.Volume 70(suppl II):ii22–ii27.

2. Manno,Edward M. April 2003. Mayo Clin Proc. Symposium On Seizures New

Management Strategies in the Treatment of status epilepticus. Vol 78 508-

518.

3. Fountain,Nathan B. 2000. Lippincott Williams & Wilkins, Inc., Baltimore

International League Against Epilepsy. Epilepsia. Vol 41(Suppl. 2):S23-S30.

4. Harsono, Endang Kustiowati, Suryai Gunadarma. 2008. Pedoman dan

Tatalaksana Epilepsi edisi 3. Jakarta : PERDOSSI.

5. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologis Klinis. Yogyakarta :Gadjah Mada

University Press

6. ACF Hui, CY Man, HC Wong. 2002. Hongkong journal medicine.

Management of status epilepticus. Vol 9:206-212

7. Dorland. 2002. Kamus Kedokteran . Jakarta : EGC.

8. Medscape Reference. May 26, 2011. Status Epileptikus .

http://emedicine.medscape.com diakses pada 30 Juni 2012 20.29 WIB.

9. Rowland, Lewis P. dan Timothy A Pedley. 2010. Merritt’s Neurology 12th.

New York : Wolters Kluwer.

10. Hauser,Stephen L. 2010.Harrison’s Neurology 2nd. New York. Mc Graw Hill

Medical.

35

Page 36: STATUS EPILEPTIKUS-makalah Wici Septiyeni-HET FK UNAND.docx

11. Paul E. Marik and Joseph Varon. 2004. Chestjournal.chestpubs.org.

Management of Status epilepticus. Vol 126;582-591.

12. Majalah Farmacia . Edisi April 2011 . Segera Atasi Kejang .

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=2078

diakses pada 5 Oktober 2012 21.20 WIB.

36