Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

110
7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014 http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 1/110 Katalog BPS : 1101002.34 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta  2014

Transcript of Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Page 1: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 1/110

Katalog BPS : 1101002.34

BADAN PUSAT STATISTIK 

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

StatistikDaerah Istimewa Yogyakarta 

 2014

Page 2: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 2/110

Page 3: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 3/110

StatistikDaerah Istimewa Yogyakarta 

2014

Page 4: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 4/110

STATISTIK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014

ISBN : 978-602-1392-05-8

No. Publikasi : 34.553.14.13

Katalog BPS : 1101002.34

Ukuran Buku : 17,6 cm X 25 cm

Jumlah Halaman : 110

Naskah :

Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik 

Gambar kulit :Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik 

Diterbitkan oleh :

Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Page 5: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 5/110

STATISTIK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab : Y. Bambang Kristianto, MA

Editor : Mainil Asni, SE, ME

  Mutijo, S.Si, M.Si

Naskah : Waluyo, SST, SE, M.Si

Pengolah Data : Gita Oktavia, S.Si

  Waluyo, SST, SE, M.Si

Layout : Waluyo, SST, SE, M.Si

Page 6: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 6/110

Page 7: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 7/110

 vii

Kata PengantarPuji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku

Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014 oleh Badan Pusat Statistik ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta. Publikasi ini memuat berbagai informasidan indikator terpilih seputar Daerah Istimewa Yogyakarta yang dianalisis

secara sederhana untuk membantu pengguna data dalam memahamiperkembangan pembangunan serta potensi yang ada di wilayah Daerah

Istimewa Yogyakarta.

Buku Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014 diterbitkan secara rutinsetiap tahun untuk melengkapi publikasi-publikasi statistik yang sudah terbit

sebelumnya. Berbeda dengan publikasi-publikasi yang sudah ada, publikasiini lebih menekankan pada aspek analisis dalam membaca dan memahami

data BPS.

Materi yang disajikan dalam buku Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta

2014 berupa informasi dan indikator terpilih yang terkait denganpembangunan di berbagai sektor. Diharapkan informasi tersebut dapat

menjadi rujukan/kajian dalam perencanaan maupun evaluasi kegiatanpembangunan.

Kritik dan saran konstruktif berbagai pihak kami harapkan untuk

penyempurnaan penerbitan di masa mendatang. Semoga publikasi ini

mampu memenuhi tuntutan kebutuhan data statistik, baik oleh institusipemerintah, swasta, akademisi, maupun masyarakat luas.

Yogyakarta, Oktober 2014

Badan Pusat Statistik 

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Kepala

Y. Bambang Kristianto, MA

Page 8: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 8/110

Page 9: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 9/110

ix

Kata Pengantar v

Daftar Isi vii

1. Geografi dan Iklim 2

2. Pemerintahan 4

3. Penduduk 10

4. Ketenagakerjaan 14

5. Pendidikan 20

6. Kesehatan 267. Pembangunan Manusia 30

8. Kemiskinan 34

9. Pertanian 40

10. Pertambangan dan Energi 50

11 . Industri Pengolahan 54

12. Konstruksi 58

13 Hotel dan Pariwisata 60

14. Perbankan dan Investasi 66

15. Harga-harga 72

16. Pengeluaran Penduduk 76

17. Perdagangan 80

18 PDRB 82

19. Perbandingan Regional 86

Lampiran 90

Daftar Isi

Page 10: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 10/110

Page 11: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 11/110

Page 12: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 12/110

2 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

KONDISI GEOGRAFIS

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan wilayah setingkat provinsi yang memilikiluas wilayah administrasi terkecil kedua di Republik Indonesia, setelah Provinsi DKI Jakarta.Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80 km2, atau 0,17 persen dari seluruh wilayahdaratan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara astronomis, wilayah DIY terletakpada posisi 7o.33’- 80.12’ Lintang Selatan dan 110o.00’-110o.50’ Bujur Timur. Posisi geografisDIY berada di bagian tengah Pulau Jawa, tepatnya sisi selatan. Seluruh wilayah daratan DIYdikelilingi oleh wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah, yakni Kabupaten Purworejo di sisibarat, Kabupaten Magelang dan Boyolali di sisi utara; serta Kabupaten Klaten dan KabupatenWonogiri di sisi timur. Wilayah selatan DIY berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia.

GEOGRAFI DAN IKLIM

DIY merupakan wilayah setingkat provinsi yang memiliki luas wilayah administrasiterkecil kedua di Republik Indonesia dengan luas 0,17 persen dari wilayahNKRI

Sumber: Bakosurtanal, elantowow.wordpress.com

Gambar 1.1. 

Peta Wilayah AdministrasiDaerah Istimewa Yogyakarta

Bentang alam wilayah DIY merupakan kombinasi antara daerah pesisir pantai, datarandan perbukitan/pegunungan yang dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi.Pertama, satuan fisiografi Gunung Merapi dengan ketinggian antara 80 m sampai 2.911m di atas permukaan laut. Wilayah ini terbentang mulai dari kerucut gunung api hinggadataran fluvial gunung api serta bentang lahan vulkanik di wilayah Kabupaten Sleman, KotaYogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul. Kedua, satuan fisiografi Pegunungan Selatan

dengan ketinggian 150 m sampai 700 m. Wilayah ini menjadi bagian dari jalur PegununganSeribu yang terletak di wilayah Kabupaten Gunungkidul dan bagian timur Kabupaten Bantul.Kawasan ini didominasi oleh wilayah perbukitan batu kapur dan karst yang tandus dankekurangan air permukaan, sehingga kurang potensial untuk kegiatan budidaya komoditaspertanian semusim.

Ketiga, satuan fisiografi Pegunungan Kulonprogo yang terletak di bagian utaraKulonprogo. Kawasan ini menjadi bentang lahan dengan topografi wilayah berupaperbukitan, sehingga cukup potensial untuk pengembangan komoditas perkebunan.Keempat, satuan fisiografi Dataran Rendah dengan ketinggian 0-80 m di atas permukaan

laut. Kawasan ini membentang di bagian selatan wilayah DIY mulai dari daerah pesisir diKabupaten Kulonprogo sampai wilayah Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu.Kawasan ini sangat subur, sehingga cukup potensial untuk kegiatan budidaya komoditaspertanian semusim.

Page 13: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 13/110

3Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

KONDISI IKLIM DAN CUACA

Wilayah DIY berada di sekitar garis khatulistiwa tepatnya pada posisi 7o.33’- 80.12’ LS,sehingga termasuk daerah yang beriklim tropis atau memiliki dua musim dalam setahunyakni musim penghujan dan kemarau. Secara umum, karakteristik cuaca di wilayah DIYbertemperatur tinggi atau memiliki suhu udara yang panas serta memiliki kelembaban udaradan curah hujan yang cukup tinggi. Ringkasan perkembangan kondisi cuaca di wilayah DIYberdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Geofisika KelasI Yogyakarta selama beberapa tahun terakhir disajikan dalam Tabel 1.1.

Wilayah DIY termasuk dalam daerah yang beriklim tropis, sehingga memiliki curah

hujan dan kelembaban udara yang cukup tinggi 

Rata-rata hari hujan juga meningkat dari 9 kali per bulan menjadi 15 kali di tahun 2013.Curah hujan yang tertinggi selama tahun 2013 terjadi di bulan Januari dengan intensitassebesar 442 mm selama 21 hari dan bulan Desember dengan intensitas 358 mm selama20 hari. Sementara, intensitas hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dan September.Bahkan, di kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kota Yogyakarta tidak terjadi hujan selamadua bulan tersebut.

Rata-rata kelembaban udara pada tahun 2013 tercatat sebesar 86 persen dancenderung meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 80 persen.Kelembaban udara minimum tercatat sebesar 44 persen yang terjadi pada bulan Oktober,sementara kelembaban maksimum mencapai 98 persen yang terjadi pada bulan Februari,Juni dan September. Secara rata-rata, kelembaban terendah terjadi pada bulan Oktobersebesar 80 persen dan kelembaban tertinggi di bulan Juni sebesar 90 persen. Tekanan udararata-rata selama tahun 2013 tercatat sebesar 1.015 milibars dan mengalami peningkatandibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 1.014 milibars. Tekanan udara terendahtercatat sebesar 1.010 milibars yang terjadi di bulan Februari dan Juni, sementara tekanan

udara tertinggi sebesar 1.019 milibars yang terjadi selama bulan September. Selama bulanJanuari-Juni 2013, angin lebih banyak bergerak dari arah barat dengan rata-rata kecepatantertinggi sebesar 5,4 m/s pada bulan Januari dan kecepatan terendah sebesar 2,7 m/s padabulan Mei. Pada bulan Agustus-November angin lebih banyak bergerak dari arah selatan.

Tabel 1.1. 

Ringkasan Kondisi Cuaca di Wilayah DIY, Tahun 2010-2013Rata-rata suhu udara

di wilayah DIY selama tahun2013 berada pada kisaran 260 

Celsius. Suhu udara tertinggimencapai 360 Celsius dan terjadipada bulan Oktober. Sementara,suhu udara terendah tercatatsebesar 180 Celsius dan terjadi dibulan Agustus. Intensitas hujanyang diukur dari rata-rata curahhujan per bulan pada tahun2013 tercatat sebesar 230 mmdan mengalami kenaikan yang

signifikan dibandingkan dengantahun 2012 yang sebesar 122mm.Sumber: Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Geofisika

Kelas I Yogyakarta, diolah

Indikator Satuan 2010 2011 2012 2013

Suhu Udara Terendah 0C 22 18 17 18

Suhu Udara Tertinggi 0C 35 40 35 36

Rata-rata Suhu Udara 0C 27 26 27 26

Curah Hujan Maksimum mm 512 405 409 442

Rata-rata Curah Hujan/Bulan mm 254 173 122 230

Rata-rata Hari Hujan kali 17 14 9 15

Kelembaban Udara Minimum % 41 42 47 44

Kelembaban Udara Maksimum % 97 96 100 98

Rata-rata Kelembaban Udara % 74 78 80 86

Tekanan Udara Minimum milibars 1.005 990 1.006 1.010

Tekanan Udara Maksimum milibars 1.015 1.000 1.021 1.019Rata-rata Tekanan Udara milibars 1.010 995 1.014 1.015

Page 14: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 14/110

4 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PEMERINTAHANSecara administratif, DIY terbagi menjadi lima kabupaten/kota dengan pusatpemerintahan berada di Kota Yogyakarta 

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi wilayah yang memiliki keistimewaankhusus dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka NKRI. Keistimewaanyang dimaksud tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 yang mengatur tentang

kedudukan hukum DIY berdasarkan sejarah dan hak asal usul untuk mengatur danmengurus kewenangan istimewa. Kewenangan dalam urusan keistimewaan meliputi tatacara pengisian jabatan, kedudukan, tugas dan wewenang Gurbernur dan Wakil Gubernur;kelembagaan pemerintah daerah; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang. Dasar filosofipenyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di DIY adalah Hamemayu HayuningBawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakatYogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.

Secara administratif, wilayah DIY terbagi menjadi empat kabupaten dan satu kota,yakni Kabupaten Kulonprogo, Bantul, Gunungkidul, Sleman dan Kota Yogyakarta. Pusat

pemerintahan DIY berada di Kota Yogyakarta. Berbeda dengan provinsi lain yang banyakmengalami pemekaran wilayah sejak pemberlakuan otonomi daerah pada tahun 2001, jumlah kabupaten/kota di DIY tidak mengalami perubahan. Demikian pula dengan jumlahkecamatan dan desa/kelurahan, dalam beberapa tahun terakhir juga tidak mengalamiperubahan. Jumlah kecamatan pada tahun 2013 sebanyak 78 kecamatan yang terbagimenjadi 438 desa/kelurahan.

Tabel 2.1. 

Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan di

DIY menurut Kabupaten/Kota, 2013

Daerah yang memiliki wilayahadministrasi yang terluas adalahKabupaten Gunungkidul dengan luas1.485,36 km2  atau 46,62 persen dari

luas daratan DIY. Sementara, KotaYogyakarta memiliki luas administratifyang terkecil sebesar 32,5 km2 atau0,01 persen dari luas wilayah DIY.Meskipun demikian, dengan statussebagai ibukota provinsi kehidupansosial dan ekonomi di Kota Yogyakartalebih majemuk dan lebih dinamisdibandingkan dengan keempatkabupaten lainnya.

 Sumber : BPS DIY

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

Penyelenggara pemerintahan di DIY terdiri dari pemerintah daerah dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemerintah daerah berfungsi eksekutif yang dipimpinoleh seorang Gubernur dan dibantu oleh seorang Wakil Gubernur dalam melaksanakantugas dan wewenangnya. Dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan, Gubernur jugadibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari Sekretaris Daerah (Sekda) dan Lembaga Teknis Daerah seperti Dinas-dinas, Badan-badan dan Kantor-kantor.

Tahukah Anda ? DIY adalah provinsi tertua kedua di NKRI setelah Jawa Timur yangmemiliki keistimewaan khusus dalam penyelenggaraan pemerintahan 

Perkotaan Perdesaan

Kulonprogo 586,27 12 88 13 75

Bantul 506,85 17 75 47 28

Gunungkidul 1485,36 18 144 5 139

Sleman 574,82 17 86 59 27

Yogyakarta 32,50 14 45 45 -

DIY 3185,80 78 438 169 269

Luas

Wilayah

(km2)

JumlahKecamatan

Status Desa/Kelurahan

Jumlah

Desa/

Kelurahan

Kabupaten/Kota

Page 15: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 15/110

5Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Berbeda dengan provinsi lainnya, Gubernur dan Wakil Gubernur di DIY tidak dipilihmelalui mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkadal), namun melaluiproses penetapan Sultan Yogyakarta yang bertahta menjadi Gubernur dan Adipati Paku

Alam yang bertahta menjadi Wakil Gubernur sebagai salah satu wujud keistimewaan DIY.Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai pembantu gubernur dalam pelaksanaan pemerintahan,membawahi tiga asisten. Pertama, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat yangmembawahi Biro Tata Pemerintahan; Biro Hukum; serta Biro Administrasi KesejahteraanRakyat dan Kemasyarakatan. Kedua, Asisten Perekonomian dan Pembangunan yangmembawahi Biro Administrasi Perekonomian dan SDA serta Biro Administrasi Pembangunan.Ketiga, Asisten Administrasi Umum yang membawahi Biro Organisasi dan Biro Umum Humasdan Protokol.

DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPRD)

DPRD merupakan lembaga legislatif yang merepresentasikan perwakilan rakyat yangdipilih melalui mekanisme Pemilu yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Komposisianggota DPRD DIY periode 2009-2014 hasil Pemilu Legislatif 2009 berjumlah 55 orang,terdiri dari 42 anggota laki-laki (76,36 %) dan 13 anggota perempuan (23,64 %). Sementara,komposisi hasil Pemilu Legislatif 2014 terdiri dari 48 anggota laki laki ( 87,27 persen) dan 7anggota perempuan (12,73 persen). Komposisi hasil Pemilu 2014 tersebut mengindikasikanproporsi keterwakilan perempuan dalam parlemen yang semakin menurun.

Komposisi anggota DPRD DIY hasil Pemilu Legislatif 2014 berdasarkan partai politikpengusungnya didominasi oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDIP berhasilmenempatkan wakilnya sebanyak 14 orang (25 persen anggota) atau meningkat 3 orangdibandingkan hasil Pemilu 2009. Berikutnya adalah Partai Amanat Nasional (PAN) dan PartaiGolkar yang menempatkan wakil masing-masing sebanyak 8 anggota, diikuti oleh PartaiGerindra dan Partai keadilan Sejahtera (PKS) menempatkan wakil masing-masing sebanyak 7dan 6 anggota. Sebaliknya, perolehan kursi Partai Demokrat mengalami kemerosotan tajamdari 10 kursi menjadi 2 kursi.

Gambar 2.1. 

Komposisi Anggota DPRD DIY Periode 2009-2014 dan 2014-2019 menurut Partai Politik 

 Sumber : Sekretariat DPRD DIY

Gubernur dan wakil gubernur DIY tidak dipilih melalui mekanisme Pemiilukada, tetapimelalui proses penetapan sebagai salah satu wujud keistimewaan DIY 

Tahukah Anda ?

  Keterwakilan perempuan dalam parlemen DIY Hasil Pemilu legislatif2014 semakin berkurang dibanding dengan Pemilu 2009

Page 16: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 16/110

6 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Struktur birokrasi kepegawaian di lingkungan pemerintahan DIY didominasi oleh pegawaiyang berpendidikan sarjana dan mayoritas memiliki kepangkatan pada golongan III

  Sebagai mitra kerja kepala daerah, DPRD memiliki tiga fungsi yakni fungsi legislasiyang berkaitan dengan pembentukan Peraturan Daerah (Perda), fungsi pengawasan untukmengontrol pelaksanaan perda, peraturan lain serta kebijakan pemerintah daerah, dan fungsi

anggaran untuk menyusun dan mengesahkan Rencana Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah (RAPBD) bersama pemerintah daerah. Untuk mendukung fungsi tersebut, strukturDPRD DIY dibagi menjadi empat komisi yang terdiri dari Komisi A (pemerintahan), KomisiB (ekonomi dan keuangan), Komisi C (pembangunan) dan Komisi D (kesejahteraan rakyat)serta alat kelengkapan dewan yang lain seperti fraksi dan pimpinan dewan. Selama tahun2013, DPRD DIY mampu menghasilkan sebanyak 12 Perda. Jumlah ini sedikit berkurangdibandingkan dengan tahun 2012 dan 2011 yang menghasilkan sebanyak 14 dan 16 Perda.

PEGAWAI NEGERI SIPIL

Komposisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di lingkungan pemerintahan DIY

terdiri dari pegawai daerah dan pegawai pusat. Pegawai daerah mencakup semua PNSyang sistem penggajiannya dicover oleh dana APBD, sementara pegawai pusat mencakupsemua PNS yang bekerja di institusi vertikal (perwakilan pemerintah pusat) dan sistempenggajiannya dicover oleh dana APBN. Jumlah PNS daerah di DIY pada tahun 2013 tercatatsebanyak 56.369 orang yang terdiri dari 28.118 pegawai laki laki (49,88 persen) dan 28.251pegawai perempuan (50,12 persen). Fakta ini menggambarkan telah tercapainya kesetaraangender dari sisi komposisi dalam lingkungan birokrasi pemerintahan DIY.

Berdasarkan golongan kepangkatan, mayoritas PNS daerah DIY merupakan pegawaigolongan III dengan proporsi 43,09 persen. Komposisi selanjutnya adalah pegawai golonganIV dan II dengan proporsi masing-masing sebesar 37,86 persen dan 16,16 persen. Jumlahpegawai pada golongan I juga masih cukup banyak dengan porsi sebesar 2,88 persen. Darisisi pendidikan tertinggi yang ditamatkan, struktur PNS daerah didominasi oleh merekayang berpendidikan Sarjana/S1 (41,36 %). Komposisi berikutnya adalah pegawai yangberpendidikan SLTA sederajat dan Diploma I/II/III/IV dengan porsi masing-masing sebesar25,33 persen dan 25,69 persen. Sementara, jumlah pegawai yang berpendidikan SLTP kebawah memiliki proporsi sebesar 4,5 persen. Berdasarkan daerah penempatannya, makaproporsi pegawai yang terbanyak ditempatkan di Pemda kabupaten Sleman dan Bantuldengan jumlah masing-masing sebesar 20,93 persen dan 19,84 persen.

Gambar 2.1. Komposisi PNS Daerah di DIY Berdasarkan Golongan Kepangkatan dan Pendidikan

 Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Regional I Jawa Tengah dan DIY

Page 17: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 17/110

7Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

KEUANGAN DAERAH

Penerimaan daerah untuk pembiayaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan yangdikelola oleh pemerintah DIY berasal dari beberapa sumber, yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD),

dana perimbangan (dana bagi hasil pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum/DAU dan DanaAlokasi Khusus/DAK), serta penerimaan lain yang sah. Sampai saat ini, komponen PAD yangbersumber dari pajak daerah dan komponen DAU menjadi sumber penerimaan terpenting bagi

pendapatan daerah DIY.

 Berdasarkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DIY 2013, jumlahnominal pendapatan yang direncanakan mencapai Rp 2,287 triliun dan meningkat sebesar

18,16 persen dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar Rp1,94 triliun. Selama empattahun terakhir, nilai nominal pendapatan daerah yang direncanakan semakin meningkat secara

signifikan terutama pasca disahkannya Undang-undang No 13 Tahun 2012 tentang KeistimewaanDIY yang salah satunya memuat tentang alokasi dana keistimewaan DIY yang mulai direalisasikan

pada tahun 2012. Dalam RAPBD 2013, semua sumber pendapatan yang baik PAD, danaperimbangan maupun penerimaan lainnya yang sah mengalami peningkatan. Sumber utama

pendapatan dalam RAPBD 2013 berasal dari komponen PAD dengan proporsi sebesar 44,34persen, sementara komponen dana perimbangan dan penerimaan lainnya yang sah masing-

masing memiliki proporsi sebesar 42,03 persen dan 13,62 persen. Kondisi ini berbeda denganRAPBD tahun 2012 dimana komponen dana perimbangan memiliki proporsi yang lebih besar

dibandingkan dengan komponen PAD.

Secara nominal, nilai PAD dalam RAPBD 2013 mencapai Rp 1,01 triliun dengan sumberpenerimaan terbesar berasal dari pajak daerah dengan nilai nominal sebesar Rp 885,22 miliar.

Nilai penerimaan pajak daerah dalam RAPBD 2013 meningkat sebesar Rp 196 miliar dari tahun

sebelumnya dengan sumber utama dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraanbermotor. Komponen terbesar dana perimbangan berasal dari DAU dengan nilai Rp 828 milyaratau 36,22 persen, sementara sumber utama penerimaan lainnya yang sah berasal dari dana

penyesuaian dan otonomi khusus atau dana keistimewaan dengan nilai Rp 302,76 milyar.

Tabel 2.2. 

Rencana Anggaran Pendapatan Daerah DIY menurut Sumber Penerimaan, 2010-2013 (Rp Milyar)

 Sumber : BPS DIY Cat : Angka dalam kurung menunjukkan persentase

Sumber utama pendapatan daerah dalam RAPBD DIY 2013 berasal dari Pendapatan AsliDaerah khususnya pajak daerah dan dana perimbangan khususnya Dana Alokasi Umum 

Page 18: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 18/110

8 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Struktur belanja daerah dalam RAPBD DIY 2013 didominasi oleh belanja pegawai,sementara dari fungsinya sebagian besar digunakan untuk pelayanan umum 

Pengeluaran/belanja daerah dalam RAPBD DIY 2013 direncanakan sebesar Rp 2,45triliun. Secara nominal, nilai tersebut meningkat sebesar Rp 330,78 miliar atau naik 15,57persen dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar Rp 2,12 triliun. Komposisi pengeluaran

daerah untuk belanja langsung sebesar Rp 1,03 triliun (41,85 %) atau meningkat 19,83 persendibandingkan dengan rencana pengeluaran 2012 yang sebesar Rp 587,26 milyar. Belanjalangsung yang terbesar digunakan untuk belanja barang dan jasa serta belanja modaldengan nilai masing-masing sebesar Rp 609,74 miliar (24,84 %) dan Rp 292,51 miliar (11,92%). Sementara, jumlah belanja tidak langsung direncanakan sebesar Rp 1,43 triliun (58,15%) atau meningkat 12,68 persen dibandingkan dengan tahun 2012. Komposisi belanja tidaklangsung yang terbesar digunakan untuk belanja pegawai dengan nilai Rp 503,34 miliar(20,50 persen) dan diikuti oleh belanja hibah dan bagi hasil dengan proporsi masing-masingsebesar 19,04 persen dan 306,12 persen. Nilai belanja pegawai secara nominal meningkatnamun proporsinya justru menurun, sementara nilai nominal maupun proporsi dari belanja

hibah, bagi hasil, serta belanja modal justru semakin meningkat. Perubahan komposisidalam belanja daerah ini menunjukkan pengelolaan keuangan yang semakin berorientasipada pelayangan publik. Secara umum, RAPBD DIY tahun 2013 mengalami defisit sebesarRp 168,06 milyar.

Berdasarkan fungsinya, pengeluaran terbesar dalam RAPBD 2013 digunakan untukpelayanan umum dengan nilai sebesar Rp 1.318,08 miliar (53,69 %). Proporsi terbesarselanjutnya adalah pengeluaran bidang ekonomi (12,89 %), pendidikan (10,24 %), perumahandan fasilitas umum (9,90 %) serta kesehatan (6,89 %). Sementara, porsi pengeluaran untukkegiatan pariwisata dan budaya, perlindungan sosial, ketertiban dan ketentraman, serta

lingkungan hidup berada di bawah 5 persen.

Tabel 2.3. 

Rencana Pengeluaran/Belanja Daerah dalam RAPBD DIY, 2010-2013 (Rp Milyar)

 Sumber : DIY dalam Angka 2010-2013, BPS DIY Cat : Angka dalam kurung menunjukkan persentase

Tahukah Anda ?

Dengan semakin meningkatnya sumber penerimaan daerah dari sumberpendapatan asli daerah maka derajad ketergantungan fiskal DIYsemakin menurun.

Page 19: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 19/110

9Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

 Sumber : DIY dalam Angka 2013, BPS DIY

Gambar 2.2. 

Rencana Pendapatan Daerah menurut Sumber

dan Kabupaten/Kota di DIY, 2013 (Rp Milyar)

Gambar 2.3. 

Rencana Pendapatan dan Belanja Daerah menurut

Kabupaten/Kota di DIY, 2013 (Rp Milyar)

Struktur pendapatan dan belanja dalam RAPBD tahun 2013 kabupaten/kota di DIYcukup bervariasi. Dari sisi pendapatan, Kabupaten Sleman menjadi daerah yang memilikirencana pendapatan yang tertinggi sebesar Rp 1,67 triliun dan diikuti oleh Kabupaten Bantul

dengan rencana pendapatan sebesar Rp 1,34 triliun. Sementara, Kabupaten Kulonprogomenjadi daerah yang memiliki rencana pendapatan yang terendah sebesar Rp 918,78 miliar.Dari sisi pengeluaran atau belanja daerah juga memiliki pola yang sama. Kabupaten Slemanmenjadi daerah yang memiliki belanja yang tertinggi sebesar Rp 1,73 triliun, sementarakabupaten Kulonprogo menjadi daerah dengan belanja terendah sebesar Rp 935,37 miliar.Dalam RAPBD 2013, semua kabupaten/kota mengalami defisit anggaran atau memiliki nilaibelanja yang lebih besar dibandingkan dengan nilai pendapatan. Nilai defisit anggaranyang terbesar dialami oleh Kabupaten Gunungkidul sebesar Rp 93,92 miliar dan diikuti olehKota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman dengan defisit sebesar Rp 63,44 milyar dan Rp 63,06milyar. Sementara, nilai defisit Kabupaten Bantul dan Kulonprogo masing-masing sebesar

Rp 17,44 milyar dan Rp 16,59 milyar.

Komposisi pendapatan daerah dalam RAPBD 2013 kabupaten/kota DIY berdasarkansumbernya didominasi oleh komponen dana perimbangan terutama Dana Alokasi Umum(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan proporsi antara 59,41-74,96 persen. Proporsidana perimbangan yang tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Gunungkidul, sementara yangterendah dimiliki oleh Kabupaten Sleman. Semakin tinggi proporsi dana perimbangan dalamstruktur APBD kabupaten/kota menunjukkan derajat ketergantungan yang semakin besarterhadap dana transfer dari pemerintah pusar sekaligus menunjukkan derajat kemandirianyang semakin rendah. Sementara, komponen pendapatan asli daerah memberi andil antara

5,69-28,45 persen. Kota Yogyakarta menjadi daerah yang memiliki rasio PAD terhadap totalpenerimaan yang terbesar, sehingga menjadi daerah yang kemandirian fiskalnya palingbaik. Sementara, Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo memiliki rasio PAD terhadaptotal penerimaan yang terendah atau derajat ketergantungan fiskal terhadap transfer danadari pemerintah pusat tinggi. Dari sisi belanja, komponen yang terbesar digunakan untukbelanja pegawai. Komponen pengeluaran untuk belanja barang dan jasa berkisar antara 12-29 persen, sementara pengeluaran untuk belanja modal berkisar antara 10-15 persen.

Kota Yogyakarta dan Sleman menjadi daerah dengan kemandirian fiskal tertinggi, sementararasio belanja modal/infrastruktur dalam RAPBD kabupaten/kota di DIY masih rendah.

Page 20: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 20/110

10 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PENDUDUKLaju pertumbuhan penduduk per tahun di DIY pada periode 2000-2010 kembali meningkat diatas 1 persen, setelah dua dekade sebelumnya yang selalu di bawah 1 persen 

 JUMLAH PENDUDUK DAN PERTUMBUHANNYA

Hasil Sensus Penduduk 2010 mencatat jumlah penduduk yang tinggal di wilayahDIY mencapai 3.457.491 jiwa, dengan komposisi 49,43 persen laki-laki dan 50,57 persenperempuan yang tersebar di lima kabupaten/kota. Jumlah penduduk DIY semakinbertambah setiap tahun dengan laju pertumbuhan yang berfluktuasi, namun masih cukupterkendali. Hasil Sensus Penduduk tahun 1971 mencatat jumlah penduduk DIY sebanyak2,49 juta jiwa dan terus meningkat menjadi 3,46 juta jiwa di tahun 2010. Laju pertumbuhanpenduduk selama periode 1971-1980 tercatat sebesar 1,10 persen per tahun. Laju inimelambat menjadi 0,58 persen per tahun di periode 1980-1990 dan 0,72 persen per tahun diperiode 1990-2000 sebagai dampak keberhasilan pemerintah dalam pelaksanaan programKeluarga Berencana (KB) maupun program perbaikan taraf kesehatan masyarakat lainnya.Peningkatan taraf kesehatan masyarakat ditandai oleh membaiknya kesehatan ibu, anak danbalita sehingga terjadi penurunan angka kematian bayi secara signifikan dan berpengaruhterhadap menurunnya fertilitas (tingkat kelahiran). Meskipun demikian, dalam sepuluhtahun terakhir (2000-2010) laju pertumbuhan penduduk kembali meningkat menjadi 1,04persen per tahun. Fenomena ini berkaitan dengan semakin menurunnya angka kematiandan meningkatnya angka harapan hidup serta semakin bertambahnya migrasi masuk ke DIYdengan tujuan untuk bersekolah maupun bekerja.

Laju pertumbuhan penduduk yang tercepat selama empat dekade terakhir terjadi diKabupaten Sleman dan Bantul. Selama periode 2000-2010 kedua daerah ini memiliki lajupertumbuhan penduduk per tahun masing-masing sebesar 1,92 persen dan 1,55 persen.Sebaliknya, Kota Yogyakarta justru mengalami pertumbuhan penduduk negatif sebesar

0,21 persen. Sebagai pusat perekonomian dan pemerintahan, Kota Yogyakarta pada tahun2010 dihuni oleh 388.627 jiwa penduduk. Selama beberapa tahun terakhir, wilayah KotaYogyakarta sudah semakin jenuh untuk menampung penduduk akibat meningkatnyaaktivitas perekonomian, pemerintahan dan sosial. Hal ini membawa konsekuensi terhadapperkembangan kawasan pemukiman dan peningkatan jumlah penduduk di wilayahpenyangganya, terutama di Kabupaten Sleman dan Bantul.

Tabel 3.1. 

Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan di DIY menurut Kabupaten/Kota, 2013

 Sumber : Data Sensus Penduduk, BPS DIY

Tahukah Anda ?

Laju pertumbuhan penduduk DIY per tahun pada periode 2000-2010 sebesar 1,04 persen, sehingga

tahun 2020 jumlah penduduk diproyeksikan mencapai 3,88 juta jiwa.

1971 1980 1990 2000 2010 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010

Kulonprogo 370.629 380.685 372.309 370.944 388.869 0,29 -0,22 -0,04 0,48

Bantul 568.618 634.442 696.905 781.013 911.503 1,21 0,94 1,19 1,57

Gunungkidul 620.085 659.486 651.004 670.433 675.382 0,68 -0,13 0,3 0,07

Sleman 588.304 677.323 780.334 901.377 1.093.110 1,56 1,43 1,5 1,96

Yogyakarta 340.908 398.192 412.059 396.711 388.627 1,72 0,34 -0,39 -0,21

DIY 2.488.544 2.750.128 2.912.611 3.120.478 3.457.491 1,10 0,58 0,72 1,04

Kabupaten/

Kota

Jumlah Pe nduduk (jiwa) Laju Pe rtumbuhan pe r Tahun (%)

Page 21: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 21/110

11Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PERSEBARAN PENDUDUK DAN KEPADATANNYA

Distribusi penduduk DIY selama empat dekade terakhir terpusat di Kabupaten Sleman,

Bantul dan Gunungkidul. Kabupaten Sleman dan Bantul menjadi dua daerah yang memilikidistribusi penduduk terbesar dan memiliki pola yang cenderung meningkat dari waktuke waktu. Jumlah penduduk di Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul juga semakinmeningkat dalam empat dekade terakhir, namun laju pertumbuhannya relatif lebih lambatdibandingkan dengan kedua daerah sebelumnya sehingga andil distribusi penduduknyasemakin menurun. Sementara, Kota Yogyakarta menjadi potret wilayah yang populasipenduduknya sudah jenuh dan semakin berkurang akibat terbatasnya wilayah administasiyang digunakan untuk pemukiman dan tempat tinggal.

Kepadatan penduduk DIY pada tahun 2010 sebesar 1.085 jiwa per km2, artinya setiap1 km2 wilayah DIY dihuni oleh 1.085 jiwa penduduk. Kepadatan penduduk ini berada pada

urutan ketiga secara nasional setelah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang masing-masingmemiliki kepadatan penduduk 14.469 jiwa per km2 dan 1.217 jiwa per km2. Dibandingkandengan kepadatan penduduk pada tahun 2000 yang mencapai 979 jiwa per km2, kepadatanpenduduk pada tahun 2010 meningkat cukup tajam dengan selisih 106 jiwa per km 2. Halini berarti, selama rentang sepuluh tahun jumlah penduduk di setiap 1 km2  wilayah DIYbertambah sebanyak 106 jiwa.

Berdasarkan wilayah, kepadatan penduduk yang tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta.Setiap 1 km2 wilayah Kota Yogyakarta dihuni oleh 11.958 jiwa penduduk. Tingginya kepadatanpenduduk di Kota Yogyakarta berkaitan dengan statusnya sebagai ibukota pemerintahan

provinsi maupun sebagai pusat perekonomian dan pendidikan yang menuntut ketersediaansarana dan infrastruktur sosial ekonomi yang lebih memadai. Faktor ini menjadi daya tarikbagi sebagian penduduk dari luar daerah untuk bermigrasi dan melakukan aktivitas ekonomimaupun aktivitas pendidikan di Kota Yogyakarta. Di sisi lain, luas wilayah administrasi KotaYogyakarta relatif terbatas untuk menampung kelebihan populasi penduduk sehinggabanyak di antara mereka yang tinggal di daerah pinggiran perkotaan yang menjadipenyangga perkembangan kota Yogyakarta.

Tabel 3.2. 

Distribusi Penduduk DIY menurut Kabupaten/Kota Hasil SP Tahun 1971-2010 (Persen)

Tabel 3.3. 

Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk DIY menurutKabupaten/Kota Hasil SP 1971-2010 ( jiwa/km2)

 Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY

Kepadatan penduduk DIY di tahun 2010 mencapai 1.085 jiwa/km 2 dan ssebaran pendudukyang terbesar terdapat di Kabupaten Sleman dan Bantul 

1971 1980 1990 2000 2010

Kulonprogo 14,89 13,84 12,78 11,89 11,25

Bantul 22,85 23,07 23,93 25,03 26,36

Gunungkidul 24,92 23,98 22,35 21,48 19,53

Sleman 23,64 24,63 26,79 28,89 31,62

Yogyakarta 13,7 14,48 14,15 12,71 11,24

Jumlah 100 100 100 100 100

Tahun Sensus Penduduk

Kab/Kota

Km2 % 1971 1980 1990 2000 2010

Kulonprogo 586 18,4 632 649 635 633 663

Bantul 507 15,91 1.122 1.252 1.375 1.541 1.798

Gunungkidul 1.486 46,63 418 444 438 451 455

Sleman 575 18,04 1.024 1.178 1.358 1.568 1.902

Yogyakarta 32 1 ,02 10.490 12.252 12.679 12.206 11.958

DIY   3.186 100 781 863 914 979 1.085

Kepadatan Penduduk (Jiwa per Km2)

Kab/Kota

Luas Wilayah

Page 22: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 22/110

12 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

  Kabupaten Sleman dan Bantul menjadi dua daerah yang memiliki peningkatankepadatan penduduk tercepat dengan dengan tingkat kepadatan masing-masing sebesar1.902 jiwa/km2 dan 1.798 jiwa/km2 pada tahun 2010. Sementara itu, Gunungkidul menjadi

daerah dengan kepadatan penduduk terendah yakni 445 jiwa/km2. Rendahnya kepadatanpenduduk di Gunungkidul berkaitan dengan karakteristik wilayah yang berupa pegunungankering dengan dukungan infrastruktur yang kurang memadai untuk dijadikan sebagai tempattinggal maupun tempat untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga ada kecenderungankaum terdidik dari daerah ini yang justru bermigrasi keluar dengan motif mencari pekerjaandan penghidupan yang lebih layak.

KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT USIA DAN JENIS KELAMIN

  Komposisi penduduk DIY menurut kelompok usia berdasarkan hasil SP 2000 dan SP2010 masih didominasi oleh kelompok penduduk berusia muda (15-34 tahun). Namundemikian, komposisi penduduk selama kedua periode menunjukkan pergeseran secarasignifikan. Populasi penduduk berusia muda (kelompok usia 15-24 tahun) pada piramidapenduduk tahun 2000 terlihat cukup dominan, namun pada piramida penduduk tahun 2010populasi penduduk yang dominan terdapat pada kelompok usia 15-44 tahun. Pendudukpada kelompok umur rendah (0-9 tahun) di piramida penduduk tahun 2010 terlihatmeningkat, sementara pada kelompok usia produktif (25-54) terjadi penambahan populasiyang cukup signifikan. Fenomena ini menunjukkan perkembangan kelompok pendudukusia muda yang cukup progresif dan mendorong peningkatan jumlah angkatan kerja. Hal inimenjadi sebuah potensi manakala penduduk yang mulai masuk pasar kerja memiliki keahlianyang mumpuni dan didukung oleh tersedianya kesempatan kerja yang luas. Namun, jikakesempatan kerja yang tersedia terbatas fenomena peningkatan penduduk berusia ini perludiantisipasi agar tidak berdampak pada peningkatan tingkat pengangguran. Secara umum juga terjadi peningkatan populasi penduduk berusia tua (>64 tahun) dan hal ini menandakanadanya perbaikan kualitas kesehatan yang mendorong meningkatnya usia harapan hiduppenduduk.

Gambar 3.1. 

Piramida Penduduk DIY Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000 dan 2010 (Ribu Jiwa)

SP 2000 SP 2010

 Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY

Komposisi penduduk DIY menurut usia hasil Sensus Penduduk 2010 didominasi olehpenduduk berusia muda (usia produktif)

Page 23: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 23/110

13Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

 Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY

  Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk laki-laki di DIY tercatatsebanyak 1.708.910 jiwa dan perempuan 1.748.581 jiwa, sehingga nilai seks rasionya sebesar97,73. Artinya, terdapat 98 penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan

atau jumlah penduduk perempuan 2,27 persen lebih banyak dari penduduk laki-laki.Dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, seks rasio tahun 2010 mengalamipenurunan dari 98,3 menjadi 97,73. Seks rasio di hampir semua kabupaten/kota memilikinilai kurang dari 100, artinya jumlah penduduk perempuan lebih dominan dibandingkandengan penduduk laki-laki. Namun demikian, Kabupaten Sleman justru memiliki seks rasiolebih dari 100 yang berarti jumlah penduduk laki-lakinya lebih banyak dari perempuan.Hampir semua kabupaten/kota juga mengalami penurunan seks rasio, kecuali Bantul yangmeningkat dari 99 persen pada tahun 2000 menjadi 99,45 persen pada tahun 2010.

Seks rasio berdasarkan kelompok umur menunjukkan pola yang semakin menurun

seiring dengan meningkatnya kelompok umur. Nilai seks rasio penduduk DIY mulai darilahir sampai umur 29 tahun berada di atas 100, artinya jumlah penduduk laki-laki pada usiatersebut lebih dominan dari perempuan. Mulai usia 30 tahun, jumlah penduduk perempuancenderung lebih dominan dari laki-laki yang ditunjukkan oleh nilai sex rasio yang kurang dari100. Namun, pada kelompok umur 55-59 nilai sex rasio berada di atas 100. Pada kelompokumur 60 tahun ke atas, jumlah penduduk perempuan jauh lebih dominan. Fenomena initerjadi karena angka harapan hidup perempuan yang relatif lebih tinggi dari laki-laki yangdisebabkan oleh kecenderungan penduduk laki-laki untuk melakukan pekerjaan danaktivitas yang sifatnya lebih berat, kasar dan memiliki resiko lebih tinggi.

  Rasio beban ketergantungan (Dependency Ratio) dihitung dari perbandingan antara

banyaknya penduduk yang belum/tidak produktif secara ekonomi (usia dibawah 15 tahundan 65 tahun ke atas) dengan banyaknya penduduk yang berusia produktif (usia 15-64tahun). Rasio ketergantungan penduduk DIY pada tahun 2010 tercatat sebesar 45,9 persen.Secara kasar, hal ini berarti setiap 100 penduduk produktif menanggung sekitar 46 orangyang belum produktif dan sudah tidak produktif. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkandengan tahun 2000 yang sebesar 44,7 persen. Semakin tinggi rasio ketergantunganmenunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk usia produktif.

Tabel 3.4. 

Sex Ratio  Penduduk DIY menurut Kabupaten/

Kota Hasil SP 2000 dan 2010

Gambar 3.2. 

Sex Ratio  Penduduk DIY menurut Kelompok

Umur Hasil SP 2010

Rasio jenis kelamin penduduk DIY selama dua dekade terakhir didominasi oleh pendudukperempuan, sementara rasio beban ketergantungannya berada pada level 45,9 persen 

Page 24: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 24/110

14 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

 Tenaga kerja menjadi salah satu faktor produksi yang memiliki peran sentral dalammenggerakkan aktivitas perekonomian. Sebagai faktor produksi, tenaga kerja merupakanunsur manusia yang memiliki tingkat keahlian dan perilaku yang berbeda-beda. Setiap

pekerja akan berharap mendapat balas jasa yang memadai sesuai pekerjaan yang telahdilakukannya. Namun, sistem dan struktur upah dalam pasar tenaga kerja ditentukanberdasarkan banyak pertimbangan seperti besarnya kebutuhan hidup minimum di wilayahyang bersangkutan maupun variabel individu dari angkatan kerja seperti pendidikan yangditamatkan, masa kerja, jenis dan resiko pekerjaan, produktivitas, lokasi kerja, pengalamankerja, usia, posisi/jabatan yang bersangkutan di tempat kerja maupun kemampuanperusahaan dalam membayar upah.

Pertumbuhan jumlah angkatan kerja setiap tahun sebanding dengan pertumbuhanpenduduk, sementara kesempatan kerja yang tersedia relatif terbatas. Terbatasnyakesempatan kerja yang tersedia ini menyebabkan tidak semua angkatan kerja dapat terserapoleh pasar kerja atau terjadi ketidakseimbangan antara supply   dan demand   tenaga kerja,sehingga terjadi pengangguran. Penyebab lain dari pengangguran lebih bersifat strukturalseperti kebijakan penetapan upah minimum maupun bersifat friksional akibat adanya jeda atau lama waktu menunggu kesempatan kerja yang sesuai dengan pendidikan danketerampilan yang dimiliki. Beberapa aspek ketenagakerjaan yang dikaji dalam sub bab inimenyangkut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)serta karakteristik penduduk bekerja.

Konsep ketenagakerjaan yang digunakan oleh BPS merujuk pada rekomendasi dariInternational Labor Organization  (ILO) yang membagi penduduk berusia produktif (15

tahun ke atas) berdasarkan aktivitas utamanya menjadi dua kelompok yakni angkatankerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari dua bagian yakni bekerja danpengangguran, sementara bukan angkatan kerja mencakup bersekolah, mengurus rumahtangga dan lainnya. Komposisi penduduk berusia kerja hasil Sakernas di DIY dalam beberapatahun terakhir disajikan dalam Tabel 3.4. Jumlah penduduk berusia kerja meningkat dari 2,70 juta jiwa di bulan Agustus 2010 menjadi 2,83 juta jiwa di bulan Februari 2014.

KETENAGAKERJAANTerbatasnya penciptaan kesempatan kerja yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlahangkatan kerja menyebabkan terjadinya pengangguran 

Tabel 4.1. 

Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama di DIY, 2010-2013

Sumber : Sakernas, BPS DIY

2010 2014

Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8)

A ngkat an Ke rja 1 .8 82 .2 96 1 .9 91 .3 50 1 .9 33 .9 17 1 .9 70 .2 00 1 .9 88 .5 39 1 .9 58 .0 84 1 .9 49 .2 43 2 .0 32 .8 96

Be ke rja 1.775.148 1.881.310 1.850.436 1.892.303 1.911.720 1.885.040 1.886.071 1.988.912

Pengangguran 107.148 110.040 83.481 77.897 76.819 73.044 63.172 43.984

Bukan Angkatan Kerja 815.838 7 39.052 8 13.549 7 93.422 7 91.920 8 38.726 8 63.845 7 96.887

Sekolah 279.420 262.569 269.226 324.537 280.427 306.151 201.760 349.639

Me ngurus Ruma h Ta ngga 437.630 365.924 433.602 360.161 404.800 466.843 479.109 352.183

Lainnya 98.788 110.559 110.721 108.724 106.693 65.732 182.976 95.065

Jumlah 2.698.134 2.730.402 2.747.466 2.763.622 2.780.459 2.796.810 2.813.088 2.829.783

Kegiatan

2011 2012 2013

Page 25: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 25/110

Page 26: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 26/110

16 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Gambar 4.2. 

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) DIY menurut Wilayah dan Jenis Kelamin, 2005-2014 (Persen)

Sumber : Sakernas, BPS DIY

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)

Bagian dari angkatan kerja yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja termasuk dalamkategori pengangguran terbuka (TPT). TPT DIY selama periode Februari 2005-Februari 2014

memiliki pola yang berfluktuasi pada kisaran 2,16-7,59 persen dan memiliki kecenderunganyang semakin menurun. Pada bulan Februari 2005, TPT DIY tercatat sebesar 5,05 persen danmeningkat tajam hingga mencapai 7,59 persen di bulan November sebagai dampak darikeputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM di tahun 2005 yang memberi tekanannegatif terhadap kondisi perekonomian DIY secara makro. Pada periode berikutnya, secarabertahap angka TPT di DIY semakin menurun hingga mencapai level 2,16 persen di bulanFebruari 2014.

  Perkembangan TPT menurut wilayah perkotaan dan perdesaan menunjukkan polayang hampir sama dan terdapat kecenderungan TPT di daerah perkotaan selalu lebih tinggi

dibandingkan TPT di daerah perdesaan. Meskipun demikian, gap atau selisih antara keduawilayah menunjukkan pola yang semakin mengecil. Secara kasar, fenomena ini menunjukkanbahwa penduduk berusia kerja di daerah perdesaan yang lebih mudah terserap dalam pasarkerja karena pada umumnya mereka akan menerima jenis pekerjaan apa saja termasuk disektor informal maupun bekerja dengan status sebagai pekerja keluarga atau pekerja takdibayar, meskipun pasar tenaga kerja di daerah perdesaan relatif terbatas dengan strukturhomogen dan dominan pada sektor pertanian. Sebaliknya, penduduk di daerah perkotaanlebih selektif dalam memilih lapangan usaha dan jenis pekerjaan yang sesuai denganpendidikan maupun upah. Lamanya waktu dalam mencocokkan jenis pekerjaan inilahyang mendorong TPT daerah perkotaan menjadi lebih tinggi. Level TPT yang tertinggi di

daerah perkotaan terjadi pada bulan Agustus 2005 dengan nilai TPT mencapai 10,37 persen,sementara level TPT tertinggi di daerah perdesaan terjadi di bulan Februari 2011 dengannilai sebesar 4,90 persen. Pada bulan Februari 2014, TPT di daerah perkotaan dan perdesaanmengalami penurunan dengan nilai masing-masing mencapai 2,68 persen dan 1,24 persen.

Perbandingan TPT menurut jenis kelamin tampak lebih dinamis dan polanya juga lebihberfluktuasi, meski secara umum keduanya terlihat memiliki kecenderungan yang semakinmenurun. Mulai periode Februari 2005 sampai Agustus 2008 TPT penduduk perempuantercatat lebih tinggi, namun di periode Februari 2009-Februari 2011 TPY penduduk laki-lakitercatat lebih tinggi. Pada kondisi Februari 2014, TPT laki-laki tercatat sebesar 2,67 persendan TPT perempuan tercatat sebesar 1,62 persen.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di DIY selama sepuluh tahun terakhir menunjukkanpola yang semakin menurun dan terdapat kecenderungan TPT di perkotaan lebih tinggi dariperdesaan, sementara TPT menurut jenis kelamin lebih berfluktuasi 

7,06

8,36   8,41   8,42

7,627,42

5,86

4,84

4,45

2,68

2,63

3,643,11

3,03

4,03 4,21

4,90

2,36   2,47

1,24

5,05

6,256,08   6,04   6,00   6,02

5,53

3,95 3,73

2,16

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Feb'05 Feb'06 Feb'07 Feb'08 Feb'09 Feb'10 Feb'11 Feb'12 Feb'13 Feb'14

K D K+D

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Feb'05 Feb'06 Feb'07 Feb'08 Feb'09 Feb'10 Feb'11 Feb'12 Feb'13 Feb'14

L P L+P

Page 27: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 27/110

17Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

STRUKTUR ANGKATAN KERJA MENURUT PENDIDIKAN

Struktur angkatan kerja di DIY berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yangditamatkan menunjukkan bahwa mayoritas telah mengenyam pendidikan sampai tingkat

menengah baik SLTA umum maupun kejuruan. Pada kondisi bulan Februari 2014, komposisiangkatan kerja yang berpendidikan SLTA mencapai 36,30 persen yang terdiri dari SLTA umumsebesar 16,27 persen dan kejuruan 20,03 persen. Sementara, komposisi angkatan kerja yangberpendidikan SLTP dan Diploma/Universitas masing-masing mencapai 17,54 persen dan16,57 persen. Di sisi lain, masih terdapat komposisi angkatan kerja yang berpendidikan SD kebawah dalam jumlah yang cukup besar yakni mencapai 29,59 persen. Komposisi angkatankerja ini didominasi oleh penduduk yang tinggal di daerah perdesaan dan berjenis kelaminperempuan. Perkembangan struktur angkatan kerja menurut pendidikan dalam beberapaperiode terakhir menunjukkan pola yang cukup dinamis. Komposisi angkatan kerja yangberpendidikan SD ke bawah cenderung berkurang, sementara yang berpendidikan SLTP

relatif stabil dan yang berpendidikan SLTA ke atas cenderung meningkat dari waktu kewaktu. Secara kasar, hal ini menunjukkan adanya peningkatan kualitas angkatan kerja darisisi pendidikan.

Komposisi penduduk bekerja di DIY secara umum juga memiliki pola yang sama dengankomposisi angkatan kerja. Mayoritas penduduk yang bekerja telah menamatkan pendidikanpada jenjang SLTA, namun masih cukup banyak pekerja yang berpendidikan SD ke bawah.Pola perkembangan komposisi jumlah pekerja yang berpendidikan SLTA ke atas dalambeberapa tahun terakhir juga menunjukkan peningkatan, sementara yang berpendidikanSD ke bawah cenderung menurun. Persoalan ketenagakerjaan yang cukup serius adalahsemakin meningkatnya komposisi penganggur atau pencari kerja yang berpendidikan tinggiatau penganggur terdidik. Berdasarkan hasil Sakernas, komposisi jumlah penganggur padabulan Februari 2014 didominasi oleh mereka yang berpendidikan SLTA sederajat dengan jumlah mencapai 55,28 persen. Sementara, jumlah penganggur yang berpendidikanDiploma/Universitas tercatat sebanyak 26,17 persen dan sisanya adalah penganggur yangberpendidikan SLTP ke bawah dengan jumlah 18,55 persen. Fenomena tersebur berkaitandengan persoalan pertumbuhan jumlah angkatan kerja baru yang berpendidikan tinggimelebihi pertumbuhan kesempatan kerja yang tercipta serta persoalan friksional dimanaangkatan kerja baru yang berpendidikan tinggi cenderung lebih selektif dalam memilihpekerjaan yang sesuai dengan bidang pendidikannya.

Tabel 4.2. 

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) DIY menurut Wilayah dan Jenis Kelamin, 2005-2014 (Persen)

Sumber : Sakernas, BPS DIY

Struktur angkatan kerja di DIY menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan didominasioleh mereka yang berpendidikan menengah, namun komposisi yang berpendidikan kurang dari

SD juga masih cukup besar meskipun proporsinya semakin berkurang 

Feb'12 Ags'12 Feb'13 Ags'13 Feb'14 Feb'12 Ags'12 Feb'13 Ags'13 Feb'14

SD ke Bawa h 35,93 36,49 31,85 35,20 29,99 35,27 35,45 31,22 34,27 29,59

SLTP 17,30 17,68 17,12 17,78 17,78 17,27 17,73 16,57 17,67 17,54

SLTA Umum 14,78 16,74 16,93 15,85 16,41 15,27 16,89 16,89 16,01 16,27

SLTA Kejurua n 17,45 16,06 18,52 16,94 19,47 17,46 16,63 18,45 17,68 20,03

Diploma I/II/III 4,58 3,49 4,72 4,15 4,21 4,72 3,61 5,02 4,05 4,23

Universitas 9,96 9,53 10,86 10,08 12,14 10,01 9,69 11,85 10,30 12,34

Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Bekerja Angkatan KerjaPendidikan

Page 28: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 28/110

18 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Struktur penduduk bekerja di DIY didominasi oleh lapangan usaha pada sektor perdagangan,hotel dan restoran serta sektor pertanian 

STRUKTUR PENDUDUK BEKERJA MENURUT LAPANGAN USAHA

Pasar tenaga kerja di DIY didominasi oleh empat lapangan usaha, yakni sektorperdagangan, hotel dan restoran; sektor pertanian; sektor jasa-jasa; dan sektor industripengolahan. Sektor pertanian yang pada awalnya paling dominan dalam menyerap angkatankerja secara berangsur-angsur perannya mulai tergantikan oleh sektor perdagangan, hoteldan restoran yang mampu menyerap angkatan kerja sebesar 26,64 persen di bulan Februari2014. Meskipun peranannya semakin menurun, sektor pertanian masih menjadi andalanutama untuk menyerap angkatan kerja terutama di daerah perdesaan dan di bulan Februari2014 mampu menyerap angkatan kerja sebesar 25,42 persen. Sektor jasa-jasa dan sektorindustri pengolahan masing-masing menyerap angkatan 20,75 persen dan 14,91 persen.Kedua sektor ini mengalami peningkatan peranan yang cukup signifikan dalam menyerapangkatan kerja. Keempat sektor yang lainnya (pertambangan, listrik, gas dan air bersih;konstruksi; angkutan dan komunikasi; dan keuangan) memiliki peranan yang relatif rendah,tetapi perkembangan andilnya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan status dalam pekerjaan utama, mayoritas penduduk bekerja di DIYmelakukan kegiatan kerja sebagai buruh/karyawan. Pada bulan Februari 2014, komposisipekerja yang berstatus sebagai buruh/karyawan mencapai 41,81 persen dan selamabeberapa tahun terakhir proporsinya cenderung meningkat. Proporsi pekerja yang statusnyaberusaha mencapai 36,21 persen, terdiri dari berusaha sendiri (12,14 %), berusaha dibantuburuh tidak tetap/buruh tidak dibayar (19,97 %) dan berusaha dibantu buruh tetap (4,1 %).Perkembangan proporsi pekerja yang berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh tidaktetap/tidak dibayar selama lima tahun terakhir menunjukkan pola yang semakin menurun.

Proporsi penduduk bekerja yang berstatus sebagai pekerja bebas/lepas di sektorpertanian selama lima tahun terakhir semakin menurun hingga menjadi 1,28 persen,sementara proporsi pekerja bebas non pertanian juga menurun hingga sebesar 3,85 persen.Secara kasar, penurunan proporsi pekerja bebas di sektor pertanian menggambarkan kondisisektor pertanian yang semakin jenuh untuk menampung kelebihan angkatan kerja karenalambatnya peningkatan produktivitas dan penyempitan lahan pertanian. Akibatnya, terjadiperpindahan status dari pekerja bebas di sektor pertanian menjadi pekerja lepas di sektorlainnya atau berubah menjadi pekerja tetap/buruh/pegawai atau pekerja tak dibayar.

Gambar 4.3. 

Komposisi Penduduk Bekerja di DIY menurutStatus Pekerjaan Utama, Februari 2014 (Persen)

Gambar 4.4. 

Komposisi Penduduk Bekerja di DIY menurutLapangan Usaha, Februari 2014 (Persen)

12,14

19,97

4,10

41,81

1,28

3,85

16,85

Berusaha Sendiri

Berusaha Dibantu BuruhTidak Tetap/Tidak DibayarBerusaha Dibantu BuruhTetap/Buruh DibayarBuruh/ Karyawan

Pekerja Bebas Pertanian

Pekerja Bebas non

PertanianPekerja Tak Dibayar

25,42

0,29

14,91

4,8426,64

3,78

3,37

20,75

Pertanian

Penggalian dan LGA

Industri Pengolahan

Konstruksi

Perdagangan, Hotel danRestoranTransportasi dan

KomunikasiKeuangan, Real Estat danJasa Perusahaan

Sumber : Sakernas Februari 2014, BPS DIY

Page 29: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 29/110

19Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Hal lain yang cukup menarik untuk dicermati adalah struktur pekerja menurut jamkerja per minggu. Jumlah pekerja dengan jumlah jam kerja di atas jam kerja normal (35 jam per minggu) hasil Sakernas Februari 2014 tercatat sebesar 71,10 persen. Sementara,

 jumlah pekerja dengan jam kerja kurang dari jam kerja normal tercatat sebesar 28,90persen yang terdiri dari 1-14 jam sebanyak 7,36 persen dan 15-34 jam 21,54 persen. Halini mengindikasikan masih cukup banyak pekerja yang termasuk dalam kategori setengahpengangguran (under unemployment ) karena memiliki jumlah jam kerja kurang dari jamkerja normal. Dalam beberapa tahun terakhir ada kecenderungan proporsi pekerja yangmemiliki jumlah jam kerja lebih dari 35 jam per minggu semakin berkurang, sementaraproporsi yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu justru semakin meningkat. Fenomenaini menunjukkan tingkat setengah pengangguran yang semakin meningkat meskipun TPTmenurun secara signifikan. Artinya, penduduk yang berubah status dari pengangguranterbuka menjadi bekerja sebagian besar masih memiliki jam kerja di bawah jam kerja normal.

UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP)

UMP merupakan standar upah minimal yang harus dibayarkan oleh pengusaha/perusahaan kepada karyawan/ buruh/pegawai sesuai dengan tingkat kebutuhan hidupminimum yang layak (KHL) yang berlaku di provinsi yang bersangkutan. Tujuan utamapenetapan upah minimum adalah untuk menjaga daya beli penduduk akibat adanyakenaikan harga atau inflasi. Penentuan UMP dilakukan oleh Dewan Pengupahan Daerahyang terdiri dari perwakilan birokrat, akademisi dan serikat pekerja melalui survei kebutuhanhidup minimum yang dilakukan setiap tahun. UMP DIY diambil dari nilai Upah MinimumKabupaten (UMK) yang terendah di DIY yakni UMK Kabupaten Gunungkidul.

UMP menjadi isu yang sensitif karena dalam realita tidak semua perusahaan mau danmampu melakukan pembayaran upah sesuai dengan ketentuan, sementara nilai UMP yangditetapkan dinilai masih jauh dari kebutuhan hidup minimum yang layak dari sisi pekerja.Pada tahun 2013, UMP DIY secara nominal ditetapkan sebesar Rp 947 ribu per bulan danmeningkat menjadi Rp 989 ribu di tahun 2014. Secara nominal UMP dalam beberapa tahunterakhir menunjukkan peningkatan, meskipun dari sisi KHL cenderung berfluktuasi dansangat tergantung pada tingkat harga yang berlaku.

Gambar 4.5. 

Komposisi Penduduk Bekerja di DIY menurutJumlah Jam Kerja per Minggu, 2011-2014 (Persen)

Sumber : Sakernas Februari 2011-2014, BPS DIY

Gambar 4.6. 

Perkembangan Nilai Upah Minumum Provinsi

(UMP) DIY , 2007-2014 (Rp 000)

Tingkat pengangguran terbuka di DIY dalam beberapa tahun terakhir cenderung menurun,sementara tingkat setengah penganggurannya justru meningkat 

5,90   7,68   7,84 6,69   6,59

13,32

7,36

18,05

26,06

18,80  21,65

17,68

26,4921,54

76,05

66,27

73,35 71,6675,73

60,18

71,10

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Feb'11 Ags'11 Feb'12 Ags'12 Feb'13 Ags'13 Feb'14

1-14 Jam 15-34 Jam 0 dan 35+ Jam

500

586

700746

808

893947

989

0

200

400

600

800

1000

1200

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Page 30: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 30/110

20 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PENDIDIKANPerkembangan beberapa indokator pendidikan di DIY menggambarkan kondisi pendidikanpenduduk yang semakin meningkat, baik dari sisi capaian maupun partisipasi 

 Salah satu tujuan negara yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945 adalahuntuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Langkah yang ditempuh oleh pemerintah untukmewujudkannya adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur

pendidikan baik pendidikan di dalam sekolah (formal) maupun di luar sekolah (non formal).Dalam beberapa kurun waktu terakhir, pembangunan pendidikan yang dilaksanakan telahmenunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Program Wajib Belajar Sembilan Tahun,yang didukung dengan pembangunan infrastruktur sekolah dan penyediaan tenagapendidik yang mencukupi serta pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persendari APBN/APBD menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam melaksanakan amanah UUD1945. Beberapa indikator pendidikan yang dikaji dalam sub-Bab ini diantaranya adalah rasiomurid-guru, rasio murid-kelas, angka partisipasi sekolah menurut tingkatan, angka melekhuruf dan rata-rata lama bersekolah penduduk.

RASIO MUDIR GURU DAN RASIO MURID KELASRata-rata jumlah murid dan guru per sekolah semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya jenjang pendidikan. Pada tahun ajaran 2013/2014, setiap sekolah pada levelSD rata-rata menampung sebanyak 151 murid, level SLTP 290 murid, level SLTA 302 muriddan level SMK 368 murid. Rasio murid-guru memiliki pola yang semakin menurun seiringdengan meningkatnya jenjang pendidikan, sehingga rasio murid-guru pada tingkat SDlebih tinggi dari SLTP dan rasio murid-guru di tingkat SLTP lebih tinggi dari SLTA dan SMK.Pada tahun ajaran 2013/2014, seorang guru SD rata-rata memiliki beban untuk mengajarsebanyak 13 murid. Sementara, pada tingkat SLTP; SLTA dan SMK masing masing memilikibeban mengajar sebanyak 12, 9 dan 9 murid. Perkembangan rasio murid guru pada semua

tingkatan pendidikan selama delapan tahun terakhir masih berada dalam kondisi ideal danhal ini menjadi indikasi yang baik karena ketersediaan tenaga pendidik masih tercukupi.

Rasio murid-kelas pada tingkat SD berada pada kisaran 21 murid per kelas dan angka inimenggambarkan daya tampung kelas pada tingkat SD yang masih lebih rendah dibandingdengan tingkat SLTP maupun SLTA. Sementara, daya tampung pada tingkat SLTP, SLTA danSMK di tahun 2013/2014 berada pada kisaran 26 murid per kelas. Secara umum, rasio murid-kelas pada semua tingkatan kelas masih cukup ideal, karena berada pada kisaran 20-30murid per kelas.

Tabel 5.1. 

Rata-rata Murid dan Guru per Sekolah, Rasio Murid-Guru dan Murid-Kelas menurut Tingkat Pendidikan

Sumber : Diolah dari data Dinas Pendidikan DIY

Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru

2013/2014 151 11 13 21 290 24 12 27 302 33 9 26 368 39 9 26

2012/2013 153 12 13 21 283 24 12 29 300 32 9 26 378 39 10 27

2011/2012 153 12 13 18 284 25 11 28 299 34 9 27 388 40 10 29

2010/2011 153 12 13 21 294 26 11 29 297 35 9 28 395 41 10 30

2009/2010 153 12 13 22 296 26 11 30 288 34 8 28 387 41 9 302008/2009 152 12 13 21 295 26 11 33 292 35 8 29 347 38 9 30

2007/2008 152 11 13 22 292 26 11 33 300 35 9 30 327 35 9 31

Rata-rata per

SekolahRasio

Murid

Guru

SD/MI (Negeri+Swasta) SLTP/MTS (Negeri+Swasta) SLTA/MA (Negeri/Swasta) SMK (Negeri/Swasta)

Tahun

AjaranRasio

Murid

Guru

Rasio

Murid

Kelas

Rata-rata per

SekolahRasio

Murid

Guru

Rasio

Murid

Kelas

Rasio

Murid

Kelas

Rata-rata per

SekolahRasio

Murid

Guru

Rasio

Murid

Kelas

Rata-rata per

Sekolah

Page 31: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 31/110

21Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH

Angka partisipasi sekolah (APS) merupakan ukuran daya serap sistem pendidikanterhadap penduduk usia sekolah yang dihitung dari rasio antara jumlah penduduk padakelompok usia tertentu sekolah yang bersekolah pada berbagai tingkatan dengan jumlahpenduduk pada kelompok usia yang sesuai. Indikator ini berguna untuk mengetahuiseberapa besar akses penduduk usia sekolah terhadap institusi pendidikan yang tersedia.Semakin tinggi nilai APS maka secara kasar mencerminkan semakin besar pula penduduk usiasekolah yang mendapat kesempatan bersekolah. APS memperhitungkan adanya perubahankomposisi penduduk terutama pada kelompok usia muda. Selain APS, partisipasi sekolah juga dapat diukur dengan angka partisipasi sekolah kasar (APK) dan murni (APM). Angkapartisipasi sekolah kasar (APK) mencerminkan tingkat partisipasi penduduk secara umumpada suatu tingkat pendidikan. Sama halnya dengan APK, angka partisipasi sekolah murni(APM) juga menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikantertentu, namun angka APM lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompokusia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut.

Berdasarkan Gambar 5.1, APS di DIY selama periode 2003-2013 memiliki pola yangmenurun seiring dengan meningkatnya kelompok umur, sehingga partisipasi sekolahpenduduk berusia 7-12 tahun > APS 13-15 tahun > APS 16-18 tahun>19-24 tahun. APSpenduduk berusia 7-12 tahun selama satu dekade terakhir sudah stabil mendekati 100persen dan nilai pada tahun 2013 mencapai 99,96 persen. Fenomena ini mengindikasikanmasih terdapat 0,04 persen penduduk pada usia 7-12 tahun yang belum/tidak mendapatkesempatan untuk mengenyam bangku sekolah atau sudah putus sekolah.

APS penduduk berusia 13-15 tahun (usia SLTP) dalam beberapa tahun terakhir jugasemakin meningkat mendekati 100 persen. Pada tahun 2013, masih terdapat sekitar 3persen penduduk berusia 13-15 tahun yang tidak/belum pernah bersekolah atau sudahputus sekolah karena berbagai alasan, meskipun kebijakan wajib belajar sembilah tahuntelah dicanangkan sejak tahun 2004. Berbagai permasalahan seperti biaya pendidikan, jarakke sekolah, membantu ekonomi keluarga atau tidak mau bersekolah karena alasan tidakmampu mengikuti menjadi alibi bagi mereka yang tidak berpartisipasi dalam sekolah.

Gambar 5.1. 

Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Kelompok Penduduk Berusia

Sekolah di DIY, 2003-2013 (Persen)

Sumber : BPS RI

Tahukah Anda ?

Tidak ada perbedaanyang signifikan dalamhal partisipasi sekolahantara penduduk laki-laki dan perempuan

pada semua jenjangpendidikan di DIY 

98,67   98,77   99,05   99,35   99,29   99,62 99,65   99,69   99,46   99,77   99,96

95,10   95,02   95,1690,55

  92,62   92,91   93,42   94,0297,59   98,32 96,71

73,58  75,96 74,86

71,18   71,82   72,46   72,26   73,06  75,85

80,22   81,50

42,2947,00

41,21 39,7143,38   43,47   43,30   44,03

41,73  44,32

  46,73

20

40

60

80

100

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

7-12 13-15 16-18 19-24

Angka partisipasi sekolah pada berbagai kelompok usia mencerminkan akses dan kesempatanpenduduk berusia sekolah terhadap institusi pendidikan sesuai dengan kelompok usianya 

Page 32: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 32/110

22 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

APS penduduk berusia 16-18 tahun selama satu dekade terakhir menunjukkan polapeningkatan lebih tajam dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, meskipun dari sisilevel masih jauh di bawah kelompok usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Pada tahun 2003, APS

penduduk berusia 16-18 tahun tercatar sebesar 73,58 persen dan secara bertahap meningkatmenjadi 81,50 persen di tahun 2013. Hal ini berarti masih terdapat sekitar 19,50 persenpenduduk berusia 16-18 tahun yang tidak berpartisipasi atau berkesempatan mengenyampendidikan sekolah pada berbagai tingkatan. Tingginya angka ini lebih banyak berkaitandengan persoalan ekonomi seperti mahalnya biaya pendidikan pada tingkat SLTA/SMK danbelum adanya mekanisme BOS maupun keterbatasan ekonomi keluarga yang menuntutperan penduduk pada kelompok usia tersebut untuk berpartisipasi sebagai aset produksidalam membantu ekonomi rumah tangga. Adanya pandangan dalam rumah tangga yangmenganggap bahwa bersekolah sampai jenjang pendidikan dasar sembilan tahun sudahcukup juga menjadi penyebab lain. Di samping itu, persoalan aksibilitas seperti terpusatnya

infrastruktur pendidikan tingkat menengah (SMA/SMK) di pusat kecamatan atau daerahperkotaan sehingga masih ada penduduk yang kesulitan untuk mengakses karena faktor jarak maupun sarana transportasi menuju sekolah juga menjadi sebab masih banyaknyapenduduk pada kelompok usia ini yang tidak berpartisipasi sekolah. Sementara, level APSpenduduk berusia 19-24 tahun tercatat pada kisaran 45 persen.

 Tingkat partisipasi sekolah juga dapat dikaji dari angka partisipasi murni yang dihitungberdasarkan jumlah penduduk yang sedang bersekolah pada jenjang sekolah yang sesuaidengan usianya dibagi dengan jumlah penduduk pada kelompok usia yang sama. Indikatorini berguna untuk melihat proporsi penduduk sekolah yang tepat waktu. Secara umum,nilai APM lebih rendah dari APK, karena APK mencakup penduduk di luar kelompok usiapada jenjang pendidikan yang bersangkutan. APM penduduk berusia SD pada tahun2013 mencapai 98,72 persen, artinya jumlah penduduk yang berusia SD (7-12 tahun) yangsedang bersekolah pada tingkat SD mencapai 98,72 persen. Sisanya, sebanyak 1,28 persenkemungkinan belum bersekolah pada tingkat SD atau sudah bersekolah pada tingkatSLTP atau sudah putus sekolah. Selama satu dekade terakhir APM penduduk berusia SDcenderung meningkat, meskipun terlihat ada penurunan di tahun 2011 sebagai akibat dariperubahan metodologi dalam pengumpulan data Susenas dari tahunan menjadi triwulanan.

Gambar 5.1. 

APM Penduduk DIY menurut Tingkatan, 2003-2013 (Persen)

Sumber : BPS RI

Tahukah Anda ?

Partisipasi sekolahmurni penduduk usiaSDdi DIY menjadi yang

tertinggi secara nasional,sementara pada usia

SLTA berada di

peringkat kedua setelahProvinsi Bali 

91,98   92,55  95,46 94,38   93,53   94,32   94,38   94,76

91,9896,03

  98,72

79,06 77,37

83,27

72,30  74,94   75,31 75,34   75,55

69,1572,64

75,82

59,77   61,51   62,45

55,85  57,88   58,96   58,69   59,35   59,68

64,02   64,92

20

40

60

80

100

20 02 2 003 2 004 20 05 2 006 2 007 2 008 20 09 2 010 2 011 20 12 20 13 2 014

SD SLTP SLTA

Kesetaraan gender dalam hal mengakses pendidikan yang diukur dari angka partisipasi sekolahsampai tingkat menengah semakin mendekati harapan 

Page 33: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 33/110

23Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

APM pada tingkat SLTP dan SLTA di tahun 2013 masing-masing sebesar 75,82 persendan 64,92 persen. Secara umum, nilai APM semakin menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan sehingga APM SD>SLTP>SLTA. Berdasarkan jenis kelamin, APM di semua

tingkatan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini mencerminkan telahtercapainya kesetaraan jender dalam hal memperoleh kesempatan pendidikan sampai levelpendidikan menengah di DIY.

ANGKA MELEK HURUF

Angka Melek Huruf (AMH) menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunanpendidikan di masa lampau yang sekaligus mencerminkan kualitas pencapaian stokmodal manusia di suatu wilayah. Indikator ini menggambarkan tingkat kecerdasan dankemampuan dasar penduduk suatu wilayah dalam berkomunikasi baik secara lisan (verbal)dan secara tertulis maupun kemampuan untuk menyerap informasi dari berbagai media.

AMH diukur dari proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulissebuah kalimat sederhana baik dalam huruf latin maupun huruf lainnya.

 Perkembangan AMH di DIY selama periode 2003-2013 menunjukkan pola yangsemakin meningkat. Pada tahun 2003, AMH tercatat sebesar 85,75 persen dan secarabertahap meningkat hingga menjadi 92,86 persen di tahun 2013. Hal ini berarti sebanyak 93persen penduduk berusia 15 tahun ke atas telah memiliki kemampuan baca tulis, sementarasisanya sebesar 7 persen masih berstatus buta huruf (tidak memiliki kemampuan baca tulis).Berdasarkan jenis kelaminnya, secara umum AMH penduduk laki-laki selalu lebih tinggidibandingkan dengan AMH wanita. AMH penduduk laki laki pada tahun 2012 mencapai96 persen, sementara AMH penduduk wanita baru mencapai 86,7 persen. Secara tidaklangsung, fenomena tersebut menggambarkan adanya gap atau ketimpangan antar jenderdalam memperoleh kesempatan pendidikan pada masa lampau. Namun demikian, selamaperiode satu dekade terakhir besarnya gap antara kedua kelompok sudah semakin mengecil.

Dibandingkan dengan AMH secara nasional, maka AMH di DIY selama satu dekadeterakhir selalu lebih rendah. Pada tahun 2003, AMH DIY tercatat sebesar 85,75 persen danAMH nasional sebesar 89,79 persen sehingga terjadi gap sebesar 4,04 persen. Sementara,

Sumber : BPS RI

Tabel 5.2 

Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas di DIY dan Nasional, 2003-2013 (Persen)

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

DIY 85,75 8 5,78 8 6,72 8 6,43 8 7,78 8 9,45 9 0,18 9 0,84 9 1,49 9 2,02 9 2,86

Indonesia 89,79 90,38 90,91 91,45 91,87 92,19 92,58 92,91 92,81 93,25 94,14

DIY 97,54 9 7,79 9 7,90 9 7,71 9 8,47 9 9,26 9 9,33 9 9,38 9 9,40 9 9,67 9 9,80

Indonesia 96,12 96,70 96,91 97,11 97,04 98,05 98,20 98,29 97,70 98,00 98,39

DIY 64,93 6 5,49 6 8,72 6 8,66 7 1,24 7 5,13 7 7,19 7 8,05 7 9,51 8 0,44 8 2,18

Indonesia 74,57 75,13 77,17 78,91 81,06 80,41 81,32 81,75 82,11 82,80 84,7645+

Kelompok Umur

(1)

15+

15-44

Masih tingginya tingkat buta huruf di DIY dipengaruhi oleh tingginya tingkat melek hurufpada kelompok penduduk di atas 45 tahun, sementara pada kelompok usia 15-45 tahun sudah

mendekati nol persen 

Page 34: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 34/110

24 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

AMH DIY pada tahun 2013 tercatat sebesar 92,86 persen dan AMH nasional sebesar 94,14persen atau terjadi gap sebesar 1,28 persen. Fenomena tersebut menggambarkan secara

level AMH di DIY memang lebih rendah tetapi gap dari waktu ke waktu menunjukkan polayang semakin menurun.

Jika dilihat berdasarkan kelompok usia, maka terlihat cukup jelas penyebab tingginyaAMH di DIY adalah andil dari AMH pada kelompok penduduk tua (>45 tahun). Pada tahun2013, AMH pada kelompok ini tercatat sebesar 82,18 persen dan jauh lebih rendah dari AMHnasional pada kelompok umur yang sama yang sebesar 84,76 persen. Sementara, AMHpenduduk DIY pada kelompok usia15-44 tahun tercatat sebesar 99,80 persen dan lebih tinggidibandingkan dengan AMH nasional pada kelompok umur yang sama yang sebesar 98,39persen. Jadi persoalan tingginya tingkat buta huruf di DIY lebit terkait dengan komposisipenduduk berusia tua. Di satu sisi komposisi penduduk berusia tua cukup besar sebagai

hasil dari angka harapan hidup yang tinggi, sementara di sisi yang lain sebagian besar daripenduduk tersebut berstatus belum melek huruf sebagai akibat program pendidikan yangbelum menjangkau mereka pada masa lalu. Secara alamiah, komposisi penduduk berusiatua tersebut akan semakin berkurang sehingga nilai AMH secara umum akan semakinmeningkat.

RATA-RATA LAMA SEKOLAH

Kualitas modal manusia juga dapat dilihat dari Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yangditempuh oleh penduduk berusia produktif (15 tahun ke atas). Semakin tinggi RLS disuatu daerah menggambarkan kualitas modal manusia yang semakin membaik, sehingga

produktivitas perekonomian daerah juga bisa meningkat.Perkembangan RLS penduduk berusia 15 tahun ke atas di DIY selama periode 2004-

2013 menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Pada tahun 2004, RLS tercatatsebesar 8,22 tahun atau setara dengan kelas 8 SLTP. Angka tersebut meningkat hinggamencapai 9,33 tahun atau setara dengan lulus jenjang SLTP sederajad pada tahun 2013.Angka tersebut menggambarkan secara-rata-rata penduduk berusia produktif di DIY telahmenyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun.

Sumber : Data IPM, BPS RI

Gambar 5.2 

Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas di DIY dan

Nasional, 2004-2013 (Tahun)

Tahukah Anda ?

Rata-rata lama sekolahpenduduk DIY beradadi peringkat keempat

secara nasional setelahProvinsi DKI Jakarta,Kepulauan Riau dan

Kalimantan Timur 

8,228,38

  8,50   8,59  8,71   8,78

9,07  9,20   9,21

  9,33

7,24   7,30  7,40   7,47   7,52

7,727,92   7,94

  8,08   8,14

6

7

8

9

10

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

DIY Nasional

Pencapaian rata-rata lama sekolah penduduk berada pada level 9,38 tahun. sehingga secararata-rata penduduk telah menyelesaikan pendidikan setingkat lulus SLTP

Page 35: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 35/110

25Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Selama periode 2004-2013, RLS penduduk DIY cenderung lebih tinggi dibandingkandengan RLS penduduk pada level nasional. RLS penduduk pada level nasional di tahun 2004tercatat sebesar 7,24 tahun, sehingga gap dengan RLS penduduk DIY sebesar 0,98 tahun.

Selama tahun 2013, RLS penduduk pada level nasional meningkat hingga 8,14 tahun. Namunpeningkatan RLS penduduk nasional tersebut masih lebih lambat dibandingkan peningkatanRLS penduduk DIY sehingga gapnya meningkat hingga sebesar 1,19 tahun. Fenomena inisecara kasar menggambarkan kualitas modal manusia di DIY yang lebih baik dibandingkandengan kualitas modal manusia secara nasional. Dibandingkan dengan provinsi-provinsilain, RLS penduduk DIY di tahun 2013 berada diperingkat keempat tertinggi setelah ProvinsiDKI Jakarta, Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur.

 

Sumber : www.cimpa2011.ugm.ac.id

Gambar 5.3 

Universitas Gajah Mada (Institusi Pendidikan Tinggi Kebanggaan Masyarakat DIY)

Sumber : wradarsuperindo.wordpress.com

Capaian rata-rata lama sekolah penduduk DIY yang lebih tinggi dari level nasionalmenggmbarkan kualitas modal manusia di DIY yang lebih baik 

Page 36: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 36/110

Page 37: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 37/110

27Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

 Tidak semua orang yang sakit mampu dilayani oleh rumah sakit akibat keterbatasansarana maupun tingkat penyebarannya yang tidak merata. Untuk mengurangi beban rumahsakit dalam memberikan fasilitas pelayanan kesehatan dasar pemerintah mendirikan fasilitas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di daerah setingkat kecamatan. Sementara, untukmelayani penduduk di daerah yang terpencil juga didirikan puskesmas pembantu danpuskesmas keliling serta mengaktifkan peran posyandu pada level pedukuhan.

Pada tahun 2013, terdapat 579 unit puskesmas/puskestu/puskesling yang tersebar dilima kabupaten/kota di DIY dengan rincian puskesmas sebanyak 121 unit, puskestu sebanyak321 unit dan puskesling sebanyak 137 unit. Kemudahan dalam mengakses puskesmasdapat dilihat dari nilai rasio puskesmas/puskestu/puskesling per 100.000 penduduk. Padatahun 2013, nilai rasionya mencapai 16,11 yang berarti setiap satu unit sarana yang tersediamemiliki beban untuk melayani penduduk sebanyak 6.209 jiwa penduduk. Dibandingkandengan beberapa tahun sebelumnya ketersediaan saran puskesmas semakin tercukupi danbeban pelayanannya juga masih tercukupi.

ANGKA KEMATIAN BAYI

Selain infrastruktur kesehatan, Indikator lain yang sering digunakan untuk mengkajiderajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi/AKB (Infant Mortality Rate /IMR)dan angka harapan hidup (AHH). Nilai kedua indikator tersebut paling ideal dihitung darihasil sensus penduduk, namun sensus penduduk dilakukan sepuluh tahun sekali sehinggapenghitungan kedua indikator dapat dilakukan melalui metode tidak langsung. Indikatorlain yang dapat digunakan untuk mengkaji perkembangan di bidang kesehatan adalahkondisi persalinan, pola pemberian ASI, imunisasidan angka kesakitan (morbidity rate).

Perkembangan angka kematian bayi selama kurun waktu satu dekade terakhirmenunjukkan tren yang semakin menurun. Secara tidak langsung, fenomena inimengindikasikan adanya peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama ibu dan bayi.Penurunan tren kematian bayi sangat berkaitan dengan meningkatnya pengetahuan ibutentang kehamilan, kesehatan serta gizi bayi dan balita maupun fasilitas dan kualitas tenagapenolong persalinan. Hasil SP 2010 mencatat angka kematian bayi di DIY sebesar 16, artinyaterdapat 16 kasus kematian bayi dari setiap 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut lebih

Gambar 6.1. 

Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidupdi DIY, 2000-2010 (Jiwa)

Sumber : Sensus Penduduk, BPS Sumber : Susenas, BPS

Gambar 6.2. 

Penolong Persalinan Pertama di DIY, 2009-2013(Persen)

24

2019

16

0

5

10

15

20

25

30

SP 2000 SDKI 2002 SDKI 2007 SP 2010

95,90   97,22   97,81   96,53   99,60

4,10   2,78   2,19   3,47   0,40

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2009 2010 2011 2012 2013

Non Medis Tenaga Medis

Angka kematian bayi yang semakin menurun dan harapan hidup yang semakin meningkatmenggambarkan derajat kesehatan penduduk terutama ibu dan anak yang semakin meningkat 

Page 38: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 38/110

28 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

rendah dibandingkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yangsebanyak 19 per 1000 kelahiran hidup maupun hasil SP 2000 yang sebanyak 24 per kelahiranhidup. Sebagian besar kasus kematian bayi tersebut terjadi pada bulan pertama setelah bayi

tersebut lahir (kematian neonatal) dengan jumlah mencapai 79 persen (SDKI 2007). Hal inimembawa implikasi pentingnya penanganan persalinan oleh tenaga penolong persalinanyang terdidik serta peningkatan pengetahuan ibu tentang tata cara perawatan bayi pascakelahiran maupun pada masa kehamilan.

Berdasarkan hasil Susenas, mayoritas proses persalinan di DIY ditangani oleh tenagamedis, seperti dokter, bidan dan tenaga medis lainnya (Gambar 6.2). Sampai dengan tahun2013, proses persalinan pertama telah mendekati seratus persen ditangani oleh tenagamedis baik dokter, bidan maupun tenaga medis lain. Sementara, proses persalinan yangditangani oleh tenaga non medis atau tenaga tradisional seperti dukun, keluarga dan lainnya jumlahnya sebesar 0,4 persen. Perubahan preferensi masyarakat dalam memilih tenagapenolong persalinan menjadi salah satu sebab penurunan angka kematian bayi dan hal ini juga mengindikasikan adanya kemajuan dalam pelayanan kesehatan dasar di wilayah DIY.

Peran pendidikan ibu dalam menunjang kesehatan bayi dan balita juga dapat dikajimenggunakan indikator lamanya menyusui balita. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makananterbaik bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi karena mengandung nilai gizi yang tinggiserta zat pembentuk kekebalan tubuh, sehingga semakin lama seorang bayi mendapatasupan ASI maka daya tahan tubuhnya menjadi semakin baik. Selama periode 2009-2013,sebagian besar balita berusia 2-4 tahun di DIY telah mendapat asupan ASI lebih dari 24 bulan(2 tahun) dan porsinya juga semakin meningkat dari 53,71 persen di tahun 2009 menjadi

62 persen di tahun 2013. Semakin besarnya porsi balita berusia 2-4 tahun yang mendapatasupan ASI lebih dari 24 bulan menjadi fenomena yang sangat baik dan secara tidak langsungmencerminkan peningkatan pengetahuan ibu menyusui terkait dengan manfaat ASI bagibayi mereka. Porsi terbesar selanjutnya adalah mereka yang mendapat asupan ASI antara 18-23 bulan, jumlahnya sebesar 20,40 persen. Hal yang harus menjadi perhatian adalah masihterdapat balita berusia 2-4 tahun yang mendapat asupan ASI kurang dari 5 bulan denganporsi sebesar 5,18 persen.

5,97   6,59   4,93   7,15   5,184,20   5,91 5,86   5,26 4,86

15,78   12,08 11,91   12,297,55

20,35 19,76 20,51   20,53

20,40

53,71   55,66   56,78   54,7762,00

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2009 2010 2011 2012 2013

<=5 6-11 12-17 18-23 >=24

16,50   16,73

19,9021,19

4,33   4,48   4,52   4,81

12,17   12,25

15,3816,39

0

5

10

15

20

25

2010 2011 2012 2013

Lamanya Diberi ASI ASI Eksklusif ASI dengan Makanan Pendamping

Gambar 6.3. 

Komposisi Balita Berusia 2-4 Tahun di DIY menurut

Lamanya Disusui, 2009-2013 (Bulan)

Sumber : Diolah dari Data Susenas, BPS Sumber : Diolah dari Data Susenas, BPS

Gambar 6.4. 

Rata-rata Pemberian ASI dan Makanan TambahanBalita Berusia 2-4 Tahun di DIY, 2010-2013 (Bulan)

Turunnya angka kematian bayi di DIY didorong oleh perbaikan kualitas persalinan, gizi balita,imunisasi dan meningkatnya pengetahuan ibu terkait dengan perawatan balita 

Page 39: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 39/110

Page 40: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 40/110

Page 41: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 41/110

Page 42: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 42/110

Page 43: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 43/110

Page 44: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 44/110

Page 45: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 45/110

Page 46: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 46/110

36 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Tabel 8.3. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P

1) dan Keparahan Kemiskinan (P

2) di DIY menurut Wilayah

 Sumber : BPS, Beberapa Terbitan

Berdasarkan penyebarannya, selama lebih dari satu dekade terakhir tingkat kemiskinan(persen) di daerah perdesaan selalu lebih dominan dibandingkan dengan kemiskinan didaerah perkotaan. Hal ini terlihat dari persentase penduduk miskin di daerah perdesaaan

yang selalu lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan, meskipun dari sisi jumlahpenduduk miskin (jiwa) di daerah perkotaan sudah melampaui daerah perdesaan sejak tahun2005. Perkembangan kemiskinan di daerah perkotaan mencapai level tertinggi pada tahun2000 sebesar 24,58 persen dan menurun secara bertahap hingga menjadi 13,73 persen dibulan September 2013. Dalam rentang waktu 2000-2013 kemiskinan perkotaan mengalamikenaikan sebanyak tiga kali, yakni tahun 2002/2003 sebagai akibat dari meningkatnya hargapangan dunia di tahun 2002, pada tahun 2005/2006 sebagai dampak kenaikan harga BBMdi akhir tahun 2005 dan di tahun 2013 sebagai dampak kenaikan harga BBM di pertengahantahun 2013.

 Tingkat kemiskinan daerah perdesaan mencapai level tertinggi pada tahun 2000

sebesar 45,17 persen dan menurun secara bertahap hingga mencapai 23,65 persen di tahun2004. Dampak kenaikan harga BBM di tahun 2005 memiliki pengaruh yang cukup signifikandalam meningkatkan level kemiskinan di daerah perdesaan hingga mencapai 27,4 persendi tahun 2006. Pada periode berikutnya, secara bertahap tingkat kemiskinan menunjukkanpola penurunan hingga mencapai level 17,62 persen di tahun 2013.

PERKEMBANGAN INDEKS KEDALAMAN DAN KEPARAHAN KEMISKINAN

Persoalan kemiskinan tidak sekedar mencakup urusan jumlah dan persentase pendudukmiskin, tetapi juga menyangkut dimensi kedalaman ( poverty gap index ) dan keparahan( poverty severity index ) dari kemiskinan maupun sifatnya baik persisten maupun transitory.

Secara sederhana, indeks kedalaman kemiskinan (P1) menggambarkan sejauh manapendapatan kelompok penduduk miskin menyimpang dari garis kemiskinan. Sementara,indeks keparahan kemiskinan (P

2) menyatakan ketimpangan pendapatan di antara penduduk

miskin. Semakin tinggi nilai indeks kedalaman dan keparahan menunjukkan persoalankemiskinan yang semakin kronis.

Berdasarkan data series selama 2007-2014, terdapat kecenderungan penurunan indekskedalaman dan indeks keparahan kemiskinan secara rata-rata maupun di daerah perkotaan

dan perdesaan. Penurunan ini menjadi sinyal yang cukup mengembirakan bagi pengentasan

Mar'07 Mar '08 Mar '09 Mar '10 Mar '11 Sep'11 Mar '12 Sep'12 Mar '13 Sep'13 Mar '14

Perkotaan (K)   3,08 2,72 2,84 2,27 1,93 1,93 3,56 2,29 2,08 2,18 2,22

Perde saan (D)   5 ,08 4,49 4,74 3,89 3,67 3,54 3,29 4,07 3,02 2,03 2,11

K+D   3,80 3,35 3,52 2,85 2,51 2,48 3,47 2,89 2,40 2,13 2,19

Perkotaan (K)   0,88 0,71 0,81 0,56 0,50 0,48 1,32 0,58 0,50 0,52 0,53

Perde saan (D)   1 ,55 1,29 1,46 1,02 0,93 0,81 0,79 1,09 0,63 0,34 0,40

K+D   1,12 0,92 1,04 0,73 0,65 0,59 1,14 0,75 0,55 0,46 0,48

Tahun

Indeks

Kedalaman

Kemiskinan

(P1, %)

Indeks

Keparahan

Kemiskinan

(P2, %)

Sebaran populasi penduduk miskin di DIY sebagian besar terdapat di kawasan perdesaanterutama di Kabupaten Gunungkidul, Kulonprogo dan Bantul 

Page 47: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 47/110

37Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

kemiskinan. Meskipun demikian, nilai kedua indeks sedikit meningkat di bulan Maret 2009

dan 2012. Penyebabnya adalah naiknya nilai kedua indeks di daerah perkotaan, sementara di daerah perdesaan cenderung menurun. Selama periode tersebut, indeks kedalaman dan

keparahan kemiskinan di daerah perdesaan selalu lebih tinggi dari daerah perkotaan, tetapipada bulan Maret 2012, September 2013 dan maret 2014 nilai kedua indeks di daerah perdesaan

 justru lebih rendah. Secara umum, fenomena tingginya nilai kedua indeks di daerah perdesaanmenjadi gambaran kemiskinan di perdesaan yang jauh lebih kompleks. Nilai indeks kedalamankemiskinan dan keparahan kemiskinan DIY pada bulan Maret 2014 masing-masing mencapai

2,19 dan 0,48. Nilai ini menurun cukup signifikan dibandingkan periode bulan yang sama ditahun 2013, sehingga secara rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis

kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin semakin menyempit.

SEBARAN DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN MENURUT KABUPATEN/KOTA

Distribusi penduduk miskin menurut wilayah kabupaten/kota di DIY menunjukkanpola yang tidak merata. Ketidakmerataan ini ditunjukkan oleh jumlah penduduk miskin(HC) maupun persentasenya (HCI) yang sangat bervariasi. Berdasarkan jumlahnya, sebaranpenduduk miskin sebagian besar terdapat di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul dengan jumlah masing-masing sebesar 152,2 ribu dan 156,6 ribu jiwa. Sementara populasi pendudukmiskin yang terendah terdapat di Kota Yogyakarta sebesar 35,6 ribu jiwa. Berdasarkanpersentasenya, maka Kabupaten Gunungkidul (21,70 persen) dan Kulonprogo (21,39 persen)menjadi daerah dengan persentase penduduk miskin tertinggi. Sementara, Kota Yogyakarta(8,82 %) dan Sleman (9,68 %) menjadi dua daerah dengan persentase kemiskinan terendah.

Secara umum, perbedaan tersebut merepresentasikan tingkat kesejahteraan

penduduk antar wilayah yang cukup heterogen. Perbedaan kuantitas infrastruktur terutamapendidikan, kesehatan serta infrastruktur perekonomian seperti pasar, baik dari sisiketersediaan maupun kemudahan dalam mengakses menjadi penjelas perbedaan kualitaskesejahteraan masyarakat yang cukup mencolok tersebut. Perkembangan kemiskinan dikabupaten/kota selama lima tahun terakhir secara umum menunjukkan pola yang menurun.Penurunan jumlah penduduk miskin terbesar terjadi di Kabupaten Gunungkidul, sementaradari sisi persentase penurunan yang terbesar terjadi di Kabupaten Kulonprogo.

GK (Rp)  HC

(Jiwa)  HCI (%) GK (Rp)

  HC

(Jiwa)  HCI (%) GK (Rp)

  HC

(Jiwa)  HCI (%) GK (Rp)

  HC

(Jiwa)  HCI (%) GK (Rp)

  HC

(Jiwa)  HCI (%)

Kulonprogo 205.585 89,9 24,65 225.059 90,0 23,15 240.301 92,8 23,62 256.575 93,2 23,31 259.945 86,5 21,39

Bantul 224.373 158,5 17,64 245.626 146,9 16,09 264.546 159,4 17,28 284.923 159,2 16,97 292.639 156,6 16,48

Gunungkidul 186.232 163,7 24,44 203.873 148,7 22,05 220.479 157,1 23,03 238.438 157,8 22,71 238.056 152,2 21,70

Sleman 226.256 117,5 11,45 247.688 117,0 10,7 267.107 117,3 10,61 288.048 118,2 10,44 297.170 110,8 9 ,68

Yogya ka rt a 2 65 .1 68 45 ,3 1 0,05 2 90 .28 6 3 7,8 9 ,7 5 3 14 .3 11 37 ,7 9 ,6 2 3 40 .3 24 3 7,4 9 ,3 8 3 53 .6 02 35 ,6 8,8 2

DIY 2 20 .8 30 5 74 ,9 1 6,8 6 2 34 .2 82 5 40 ,4 1 5,6 3 2 57 .9 09 5 64 ,3 1 6,1 4 2 70 .1 10 5 65 ,7 1 5,8 8 3 03 .8 43 5 41 ,9 1 5,0 3

2013

Kab/Kota

2009 2010 2011 2012

Tabel 8.4. 

Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P

2) di DIY menurut Wilayah

 Sumber : BPS, Beberapa Terbitan

Lambatnya pengentasan kemiskinan menyebabkan indeks kedalan dan indeks keparahankemiskinan juga turun secara lambat 

Page 48: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 48/110

38 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Upaya Penurunan Kemiskinan

Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan disuatu wilayah, antara lain adalah kenaikan pendapatan atau upah riil, kesempatan kerja yanglebih luas dan pendapatan masyarakat yang semakin merata. Kenaikan upah buruh yangdiindikasikan dengan upah minimum provinsi (UMP) pada tahun 2013 meningkat sebesar6,05 persen. Jika dibandingkan dengan laju inflasi Kota Yogyakarta yang sebesar 7,32 persen,kenaikan upah masih jauh lebih rendah. Tingginya inflasi selama 2013 sangat dipengaruhioleh kenaikan harga BBM dipertengahan tahun serta kenaikan tarif dasar listrik. Denganasumsi bahwa penetapan UMP tersebut diikuti oleh sebagian besar perusahaan DIY, makarata-rata pendapatan riil penduduk tidak meningkat secara signifikan. UMP yang meningkatsecara nominal tidak menjadi gambaran yang baik bagi pekerja manakala laju inflasi barangdan jasa meningkat tak terkendali.

 Tingkat kesempatan kerja (TKK) sebagai gambaran persentase angkatan kerjayang terserap di pasar kerja pada bulan September 2013 meningkat sangat signifikandibandingkan bulan yang sama pada tahun 2012, yakni dari 96,17 persen menjadi 96,46persen. Penyerapan angkatan kerja yang besar ini akan berdampak tidak langsung terhadapberkurangnya persentase penduduk miskin, meskipun dari sisi produktivitas jam kerja masihbanyak yang termasuk kategori underunemployment.

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

Kebijakan pemerintah untuk mendorong dan mengejar akselerasi pertumbuhanekonomi di satu sisi berdampak baik bagi peningkatan kesejahteraan penduduk secara rata-

rata, namun di sisi lain juga membawa trade off  berupa meningkatnya ketimpangan dalamdistribusi hasil pertumbuhan yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena distribusi aset dan skillyang tidak tersebar secara merata antar penduduk, sehingga pendapatan yang diperoleh punsangat bervariasi. Beberapa indikator yang sering digunakan untuk mengukur ketimpangandalam distribusi pendapatan (distribusi ukuran) adalah ukuran Bank Dunia, Rasio Kuznetsdan Gini Rasio.

Berdasarkan data Susenas tahun 2009-2013, distribusi pendapatan yang diterimapenduduk menunjukkan perkembangan ke arah yang semakin tidak merata/timpang. Pada

15,00

8,70

17,20

19,45

6,57

8,31

10,52

6,05

14,98

10,4

7,99

9,88

2,93

7,38

3,88   4,31

7,32

0

5

10

15

20

25

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

UMP Inflasi

92,41

93,69  93,90

94,62

94,00   94,31

95,68

96,14

96,76

90

91

92

93

94

95

96

97

98

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Gambar 8.1. 

Pertumbuhan Upah Minimum Provinsi (UMP) danInflasi DIY, 2005-2013

 Sumber : BPS

Gambar 8.2. 

Perkembangan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK)DIY, 2005-2013

 Sumber : BPS

Lambatnya penurunan kemiskinan di DIY disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomiyang tidak dikompensasi oleh aspek pemerataan dalam distribusi pendapatan 

Page 49: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 49/110

Page 50: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 50/110

40 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PERTANIANPemanfaatan lahan pertanian di DIY sebagian besar digunakan untuk budidaya komoditastanaman bahan makanan, khususnya padi, palawija dan hortikultura 

PENGGUNAAN LAHAN

Faktor penting yang menopang kelangsungan dan keberlanjutan budidaya komoditaspertanian adalah ketersediaan lahan. Sampai tahun 2013, pemanfaatan lahan di DIY sebagianbesar digunakan untuk lahan pertanian dengan luas 240.066 hektar atau 75,36 persen.Lahan pertanian terdiri dari lahan sawah seluas 56.327 hektar (17,69 persen) dan lahanbukan sawah seluas 183.739 hektar (52,72 persen). Dibandingkan dengan tahun 2012, lahanpertanian sawah berkurang sebesar 37 hektar dan lahan bukan sawah berkurang sebesar139 hektar. Lahan pertanian tersebut berubah status penggunaannya menjadi lahan bukanpertanian seperti pemukiman, pertokoan, maupun infrastruktur yang lain. Pada tahun 2013,lahan yang peruntukannya bukan untuk lahan pertanian mencapai 78.514 hektar atau 24,64persen dari luas wilayah DIY.

Berdasarkan wilayahnya, distribusi lahan sawah yang terbesar terdapat di Kabupaten

Sleman dan Bantul dengan luas masing masing mencapai 22,62 ribu hektar dan 15,47 ribuhektar. Untuk lahan bukan sawah, distribusi terbesar terdapat di Kabupaten Gunungkiduldengan luas mencapai 117,83 ribu hektar. Sebagai catatan, sekitar 79 persen wilayahGunungkidul merupakan lahan pertanian bukan sawah. Sementara, area pertanian terkecilterdapat di Kota Yogyakarta dengan luas 8,06 persen dari seluruh wilayah.

Pola perkembangan lahanpertanian di DIY selama tahun2008-2013 menunjukkan tren yangsemakin menurun. Pada tahun2008 persentase lahan pertanianmencapai 76,60 persen dan terusmenurun menjadi 75,36 persendi tahun 2013 akibat alih fungsimenjadi lahan bukan pertanian.Hal yang perlu mendapat perhatianserius dari pemerintah adalahsemakin berkurangnya lahanpertanian produktif terutamalahan sawah yang berpengairanirigasi dan beralih fungsi menjadilahan bukan pertanian sepertipemukiman maupun tempatusaha. Selama periode 2008-2013,luas lahan sawah di DIY berkurangsebanyak 763 hektar atau setiaptahun berkurang dengan rata-ratasebesar 153 hektar. Jika konversilahan sawah produktif terusberlangsung dalam jangka waktuyang lama, maka akan menganggustabilitas dan ketahanan pangan dimasa yang akan datang.

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Lahan Pertanian 76,60 76,80 7 6,31 76,21 7 5,41 75,36 240.066

Lahan Sawah 17,92 17,80 17,75 17,73 17,69 17,68 56.327

Berpengairan 15,04 14,91 14,89 14,85 14,76 14,73 46.926

Tadah Hujan 2,88 2,89 2,86 2,88 2,93 2,95 9.401

Buka n la ha n Sawa h 58,68 59,00 58,56 58,48 57,72 57,67 183.739

Tegal/Kebun 30,15 30,06 29,94 29,77 29,69 31,67 100.896

Sementara Tida k Dius aha ka n 0,36 0,34 0,32 0,32 0,25 0,29 922

Lainnya (Hutan Rakyat, Perkebunan,

Tambak, Kolam, Empang, dll)28,17 28,60 28,30 28,39 27,78 25,71 81.921

Lahan Bukan Pe rtani an 23 ,4 0 23,21 23 ,71 2 3,79 2 4,59 2 4,6 4 78.51 4

Jumlah 100 100 100 100 100 100 318.580

Penggunaan LahanLuas2013

(Ha)

Persentase Luas

 Sumber : SP-VA, Dinas Pertanian DIY

 Sumber: Dinas Pertanian DIY Cat: Angka dalam kurung menunjukkan %

Tabel 9.2. 

Komposisi Penggunaan Lahan di DIY, 2008-2013 (Persen)

Tabel 9.1. 

Luas Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian di DIY, 2013 (Ha)

Kulonprogo 10.297 (17,56) 35.027 (59,75) 13.303 (22,69) 58.627

Bantul 15.471 (30,52) 14.125 (27,87) 21.089 (41,61) 50.685

Gunungkidul 7.865 (5,30) 117.829 (79,33) 22.842 (15,38) 148.536

Sleman 22.623 (39,36) 16.567 (28,82) 18.292 (31,82) 57.482

Yogyakarta 71 (2,18) 191 (5,88) 2.988 (91,94) 3.250

DIY 56.327 (17,68) 183.739 (57,67) 78.514 (24,64) 318.580

Kabupaten/KotaLahan Pertanian Lahan Bukan

Pertanian  Jumlah

Sawah Bukan Sawah

Page 51: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 51/110

41Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

TANAMAN BAHAN MAKANAN

 Tanaman bahan makanan terdiri dari komoditas padi, palawija dan hortikultura. Tanaman padi terdiri dari padi sawah dan padi ladang, sementara palawija terdiri dari jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, dan cantel.Dari kedelapan komoditas tersebut, tanaman padi menjadi komoditas paling dominan diDIY karena merupakan bahan makanan pokok penduduk. Tanaman hortikultura mencakupsayur-sayuran dan buah-buahan, baik yang berupa tanaman semusim maupun tanamantahunan.

Produksi Tanaman Padi

Sampai saat ini, beras menjadi komoditas yang memiliki nilai sangat strategis dalamkehidupan maupun perekonomian. Hal ini tidak lepas dari peran beras yang menjadisumber makanan pokok bagi sebagian besar penduduk DIY. Akibatnya, output tanamanpadi ini mempunyai bobot yang tinggi dalam penghitungan angka inflasi yaitu sebesar3,29 persen. Apabila terjadi gejolak harga beras, akan berdampak pada inflasi atau deflasiyang berpengaruh terhadap perekonomian DIY secara umum. Kenaikan harga beras dapatmendongkrak inflasi barang dan jasa lainnya, sehingga stabilitas harga beras harus terjagadan terkendali. Jaminan ketersediaan dan kestabilan harga beras menjadi bidang intervensipemerintah baik menyangkut aspek produksi, aspek konsumsi maupun distribusi.

Produksi beras atau padi tidak terlepas dari peran pelaku usaha tanaman padi,ketersediaan lahan maupun peran pemerintah. Pelaku utama atau produsen padi adalahrumah tangga yang mengusahakan tanaman padi. Rumah tangga usaha tanaman padi inilah

yang memegang peran penting dalam proses produksi tanaman padi. Dalam pelaksanaanproses tersebut petani tentu saja dihadapkan berbagai keterbatasan faktor produksi. Peranpemerintah dalam meningkatkan produksi padi dilakukan dengan cara ekstensifikasi danintensifikasi padi secara terus-menerus.

Produksi padi DIY selama dua puluh tahun terakhir menunjukkan pola yang cukupberfluktuasi. Secara umum, produksi sampai tahun 2007 berfluktuasi di bawah 700 ribu ton.Produksi ini kemudian meningkat secara bertahap hingga mencapai 946.244 ton di tahun2012. Peningkatan yang cukup signifikan ini disebabkan oleh bertambahnya luas panen

Tahun  Luas

Panen (Ha)

Produktivitas

(Ku/Ha)

Produksi

(Ton)  Tahun

  Luas

Panen (Ha)

Produktivitas

(Ku/Ha)

Produksi

(Ton)  Tahun

  Luas

Panen (Ha)

Produktivitas

(Ku/Ha)

Produksi

(Ton)

1993 136.534 47,21 644.642 2000 137.849 47,46 654.289 2007 133.369 53,18 709.294

1994 135.838 47,36 643.266 2001 137.259 48,22 661.802 2008 140.167 56,95 798.232

1995 135.346 47,44 642.120 2002 134.848 48,47 653.577 2009 145.424 57,62 837.930

1996 137.402 48,12 661.179 2003 130.681 49,91 652.280 2010 147.058 56,02 823.887

1997 134.204 48,22 647.198 2004 132.869 53,05 692.998 2011 150.827 55,89 842.934

1998 137.771 45,12 621.605 2005 130.973 51,21 670.703 2012 152.912 61,88 946.224

1999 134.570 45,51 612.393 2006 132.374 53,5 708.163 2013 159.266 57,88 921.824

 Sumber : BPS

Tabel 9.3. 

Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi di DIY, 1993-2013

Perkembangan produksi padi DIY selama dua dekade terakhir menunjukkan peningkatanyang cukup signifikan, meskipun terjadi sedikit penurunan di tahun 2013 sebagai akibat dari

penurunan produktivitas

Page 52: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 52/110

Page 53: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 53/110

Page 54: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 54/110

44 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Produksi Tanaman Sayur-sayuran

Komoditas tanaman sayuran semusim yang cukup potensial dikembangkan di wilayahDIY adalah cabe merah dan bawang merah. Kedua komoditas ini menjadi produk unggulanyang banyak dibudidayakan di sepanjang Pesisir Selatan Kabupaten Bantul dan Kulonprogo.Produksi bawang merah selama tahun 2013 mencapai 96.406 kuintal dengan luas panensebanyak 893 hektar. Dibandingkan dengan tahun 2012, produksi bawang merah turunsebesar 18,68 persen. Penyebab utama penurunan produksi adalah berkurangnya luas panendari 1.180 hektar menjadi 893 hektar di tahun 2013 karena pengalihan lahan untuk budidayakomoditas hortikultura lainnya terutama cabe merah. Meskipun demikian, produktivitasbawang merah di DIY justru meningkat dari 100,47 kw/ha menjadi 107,96 kw/ha.

Berbeda dengan bawang merah yang produksinya turun, produksi tanaman cabe baikcabe besar maupun cabe rawit justru semakin meningkat. Produksi tanaman cabe besar

selama tahun 2013 mencapai 171.335 kuintal, sementara cabe rawit mencapai 32.288 kuintal.Dibandingkan dengan tahun sebelumnya produksi keduanya masing-masing meningkatsebesar 4,11 persen dan 39,23 persen. Peningkatan produksi cabe besar dan cabe rawit terjadikarena meningkatnya luas tanam/panen masing-masing sebesar 135 hektar dan 181 hektar.Dari sisi produktivitas, cabe merah mengalami sedikit penurunan akibat faktor musim/cuacadengan curah hujan tinggi pada saat budidaya dilakukan sehingga banyak tanaman yangrusak, sementara produktivitas cabe rawit masih mampu mengalami peningkatan yangcukup signifikan.

 Tanaman sayuran lainnya yang mengalami peningkatan produksi adalah kacangpanjang, terung, kangkung dan bayam. Sementara, produksi tanaman sawi justrumengalami

penurunan. Dibandingkan dengan bawang merah dan cabe, luas area budidaya kelimatanaman tersebut memang jauh lebih kecil. Pada tahun 2013, luas panen tanaman kacangpanjang sebesar 462 hektar dengan produksi mencapai 24.311 kuintal. Luas panen tanamansawi tercatat sebesar 525 hektar dengan produksi mencapai 64.470 kuintal. Luas panen danproduksi beberapa tanaman sayuran yang lainnya (terung, kangkung dan bayam) disajikandalam Tabel 9.5.

Luas

Panen

(Ha)

Produkt

ivitas

(Kw/Ha)

Produksi

(Kw)

Luas

Panen

(Ha)

Produkt

ivitas

(Kw/Ha)

Produksi

(Kw)

Luas

Panen

(Ha)

Produkt

ivitas

(Kw/Ha)

Produksi

(Kw)

Luas

Panen

(Ha)

Produkt

ivitas

(Kw/Ha)

Produksi

(Kw)

Bawang Merah 2.027 98,42 199.503 1.271 113,36 144.086 1.180 100,47 118.550 893 107,96 96.406

Cabe Besar 2.239 58,28 130.489 2.541 56,71 144.101 2.683 61,34 164.574 2.818 60,80 171.335

Cabe Rawit 613 33,72 20.673 746 28,98 21.620 708 32,76 23.191 889 36,32 32.288

Ka ca ng Pa nja ng 677 44,82 30.342 557 38,88 21.655 451 41,28 18.616 462 52,62 24.311

Sawi 613 110,22 67.562 635 112,72 71.580 604 109,32 66.029 525 122,80 64.470

Terung 160 109,59 17.535 237 55,47 13.146 203 54,44 11.052 393 92,89 36.507

Kangkung 377 74,51 28.092 335 78,65 26.347 275 77,11 21.205 321 97,50 31.296

Bayam 566 43,46 24.600 396 36,43 14.425 323 38,91 12.568 376 41,28 15.521

2012 2013

Komoditas

2010 2011

 Sumber : BPS

Tabel 9.5. 

Luas Panen (Ha), Produktivitas (Ku/Ha) dan Produksi (Kuintal) Beberapa Tanaman Sayuran di DIY, 2010-2013

Cabai merah dan bawang merah menjadi komoditas sayuran semusim unggulan yang sangatpotensial dibudidayakan di sepanjang pesisir Pantai Selatan Kulonprogo dan Bantul 

Page 55: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 55/110

45Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN

Beberapa tanaman perkebunan yang cukup berpotensi dan banyak dibudidayakan diDIY antara lain adalah kelapa, cengkeh, jambu mete, coklat, tembakau rakyat dan tebu rakyat.Berdasarkan luas tanamannya selama tahun 2013, kelapa merupakan tanaman perkebunanyang paling banyak diusahakan dengan luas tanaman mencapai 41.591 hektar dan luaspanen mencapai 34.207 hektar. Produksi kelapa selama tahun 2013 mencapai 55.751 tonatau turun 1,50 persen dibandingkan dengan produksi tahun 2012 yang mencapai 56.600ton. Penyebab penurunan produksi kelapa adalah berkurangnya produktivitas, meskipundari sisi luas panen sedikit meningkat.

 Tanaman tembakau rakyat yang sebagian besar diusahakan di wilayah KabupatenSleman dan Bantul selama tahun 2013 mampu menghasilkan produksi sebesar 560 ton.Produksi ini mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 60 persen dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Penurunan produksi secara tajam di 2013 disebabkan olehpenurunan luas tanam dan luas panen sebagai akibat faktor musim yang sesuai sertakurangnya rangsangan berupa kenaikan harga tembakau yang mengurangi minat petaniuntuk membudidayakannya.

Produksi tanaman tebu rakyat yang banyak diusahakan di Kabupaten Sleman danBantul selama tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 5,72 persen dibandingkandengan tahun sebelumnya yang mencapai 16.928 ton. Jika dikaitkan dengan kebutuhankonsumsi gula oleh masyarakat yang cukup tinggi dan masih tergantung pada produkimpor, seharusnya produksi tanaman tebu dapat ditingkatkan melalui tata niaga yang lebihbaik. Permasalahan keterbatasan lahan untuk budidaya tebu harus diintervensi dengan

memperhatikan nilai ekonomis dalam pemanfaatan lahan untuk budidaya tanaman lainnya.Beberapa tanaman perkebunan juga mengalami penurunan produksi, seperti cengkeh, jambu mete dan jarak pagar. Produksi cengkeh di tahun 2013 mencapai 364 ton atau turun37 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Produksi jambu mete menurun 23,65persen dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 484 ton. Sementara, komoditas yangmengalami kenaikan produksi adalah kopi dari 362 ton di tahun 2011 menjadi 736 ton ditahun 2013.

Luas

Tanaman

(ha)

Luas

Panen

(ha)

Produksi

(ton)

Rata-rata

Produksi

(ton/ha)

Luas

Tanaman

(ha)

Luas

Panen

(ha)

Produksi

(ton)

Rata-rata

Produksi

(ton/ha)

Luas

Tanaman

(ha)

Luas

Panen

(ha)

Produksi

(ton)

Rata-rata

Produksi

(ton/ha)

Kela pa 42.904 33.467 56.149 1,68 43.371 32.314 56.600 1,75 41.591 34.207 55.753 1,63

Jambu mete 19.349 6.427 577 0,09 19.197 6.161 484 0,08 15.015 4.343 261 0,06

Coklat 4.693 3.078 1.143 0,37 4.811 2.902 1.367 0,47 4.812 2.859 1.124 0,39

Tebu rakyat 3.621 3.576 15.812 4,42 3.613 3.613 16.928 4,69 3.585 3.604 15.961 4,43

Cengkeh 2.818 1.656 395 0,24 3.241 1.813 667 0,37 3.058 1.569 364 0,23

Jarak pagar 1.921 319 70 0,22 1.779 1.004 793 0,79 1.597 243 43 0,18

Tembakau 2.155 2.163 1.268 0,59 2.210 2.210 1.384 0,63 1.293 1.235 560 0,45

Kopi 1.407 867 362 0,42 1.859 1.386 77 0,06 1.726 1.037 736 0,71

201320122011

Komoditas

 Sumber : BPS

Tabel 9.6. 

Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Komoditas Perkebunan di DIY, 2011-2013

Beberapa komoditas perkebunan unggulan DIY seperti kelapa, tebu, tembakau rakyat dankakao mengalami penurunan produksi selama tahun 2013

Page 56: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 56/110

46 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Jenis Ternak 2009 2010 2011 2012 2013

Kuda 1.222 1.360 1.508 1.626   1.776

Sapi 283.043 290.949 385.370 358.387   272.794

Sapi perah 5.495 3.466 3.888 3.934   4.326

Kerbau 4.312 4.277 1.238 1.143   980

Ka mbing 308.353 3 31.147 3 43.647 3 52.223   369.730

Domba 132.872 136.657 147.773 151.772   156.860

Babi 12.038 12.695 13.056 12.782   13.579

Ayam kampung 3.916.636 3.861.676 4.019.960 4.060.722   3.274.886

Ayam ras 8.501.005 8.234.703 8.931.529 9.161.499   9.320.591

Itik 446.704 498.237 516.525 542.209   524.887

PRODUKSI TERNAK DAN UNGGAS

Beberapa jenis hewan ternak besar dan kecil yang cukup banyak dibudidayakan diwilayah DIY adalah sapi, kambing dan domba. Sampai saat ini, sapi masih menjadi komoditasternak unggulan di DIY yang dibudidayakan oleh rumah tangga usaha peternakan. Namundemikian, jumlah populasi sapi dalam dua tahun terakhir justru semakin menurun. Padatahun 2009, populasi sapi tercatat mencapai 283.043 ekor dan secara bertahap meningkatmenjadi 385.370 ekor pada tahun 2011. Pada saat itu, capaian ke arah swasembada dagingsemakin mendekati harapan sehingga keran impor sapi secara bertahap mulai dikurangi.Namun, persoalan menjadi cukup rumit manakala impor daging dikurangi sementarapermintaan daging cukup tinggi menyebabkan permintaan jauh melebihi supplainyasehingga harga melambung tinggi. Akibatnya, selama tahun 2011-2012 banyak sapi lokalyang dipotong termasuk sapi betina sehingga terjadi penurunan jumlah populasi secarasignifikan di tahun 2012 dan 2013 hingga menjadi 272.794 ekor.

 Sumber : BPS

Tabel 9.7. 

Populasi Ternak Besar, Ternak Kecil dan Unggas di DIY,

2009-2013 (Ekor)

Pada tahun 2013, jumlah populasi sapi perah di DIY mencapai 4.326 ekor dan meningkatsebesar 9,96 persen dibandingkan dengan populasi pada tahun 2012. Populasi ternak besarlainnya yang semakin bertambah adalah kuda dengan jumlah populasi 1.776 ekor dan

meningkat 9,23 persen dari tahun 2012, sementara populasi kerbau dalam beberapa tahunterakhir justru semakin berkurang.

Populasi ternak kecil terutama kambing dan domba dalam tiga tahun terakhir jugasemakin meningkat dengan jumlah masing-masing sebanyak 369.730 ekor dan 156.860ekor di tahun 2013. Dibandingkan dengan tahun 2012, populasi kedua jenis ternaktersebut masing-masing meningkat sebesar 4,97 persen dan 3,35 persen. Demikian puladengan populasi babi, setelah menurun di tahun 2012 hingga menjadi 12.782 ekor jumlahpopulasi di tahun 2013 bertambah menjadi 13.579 ekor. Dari tiga jenis unggas yang banyakdibudidayakan di DIY, ayam ras memiliki populasi terbesar dengan jumlah mencapai 9,32 juta ekor. Sementara populasi ayam kampung dan itik masing-masing mencapai 3,27 juta

ekor dan 524,89 ribu ekor. Populasi ayam ras mengalami peningkatan dibandingkan dengantahun 2012, sementara populasi ayam kampung (bukan ras) dan unggas justru menurunsebesar 19,35 persen dan 3,19 persen.

Sampai tahun 2013, KabupatenGunungkidul masih menjadi daerahutama untuk kegiatan budidaya sapi,diikuti oleh Kabupaten Bantul danKulonprogo. Lebih dari 50 persenpopulasi sapi di DIY terdapat diGunungkidul. Sementara, budidayasapi perah terpusat di KabupatenSleman dengan populasi mencapai

91 persen. Kegiatan budidaya sapidi Kabupaten Sleman yang sempatterganggu oleh aktivitas erupsiGunung Merapi secara perlahan jugamulai menunjukkan peningkatan,termasuk budidaya sapi perah.

Sapi menjadi komoditas ternak besar unggulan yang banyak dibudidayakan di wilayahGunungkidul, namun jumlah populasinya mengalami penurunan yang cukup signifikan selamatahun 2013

Page 57: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 57/110

Page 58: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 58/110

Page 59: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 59/110

49Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Penurunan produktivitas perikanan laut di DIY secara umum dipengaruhi olehkondisi iklim dan cuaca. Kondisi cuaca yang buruk menyebabkan gelombang Laut Selatanmenjadi cukup tinggi, sehingga banyak nelayan yang terpaksa tidak melaut. Di samping itu,

kurangnya sumber daya manusia yang terampil dan mumpuni, keterbatasan alat tangkapyang representatif serta mitos yang berlaku di masyarakat seputar penguasa laut selatancukup membatasi produktivitas perikanan laut. Berdasarkan data dari Dinas Perikanandan Kelautan DIY, pemanfaatan potensi perikanan laut sampai saat ini masih sangat kecil,yaitu hanya sebesar 0,4 persen dari seluruh potensi yang ada. Sarana penangkapan ikanlaut yang masih sangat terbatas baik dari sisi armada penangkapan maupun alat tangkapmenyebabkan nelayan hanya dapat menangkap beberapa jenis ikan tertentu saja, sepertibawal, layur, kakap, tigawaja, pari, kembung dan lobster.

Gambar 9.4. Armada Penangkapan Ikan Laut di DIY, 2004-2013 (Ton)

Tahukah Anda ?

Produksi perikanan laut di DIY sebagian besar disumbang oleh hasil

penangkapan ikan di Kabupaten Gunungkidul 

Rendahnya produktivitas perikanan laut DIY dipengaruhi oleh faktor cuaca dan gelombangyang besar serta armada dan alat penangkapan yang masih tradisional 

Page 60: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 60/110

50 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PERTAMBANGAN

Sektor pertambangan dan penggalian mencakup kegiatan pertambangan migas dannon migas serta kegiatan penggalian batu, pasir dan tanah. DIY tidak memiliki pertambanganmigas atau non migas, namun memiliki potensi sebagai produsen batu, pasir atau bahangalian yang tergolong dalam golongan C. Potensi barang galian golongan C tersebutdisebabkan oleh sebagian wilayah DIY yang terletak di lereng Gunung Merapi, gunungberapi cukup aktif dan senantiasa mengeluarkan material dalam bentuk pasir maupunbebatuan lainnya.

Nilai tambah yang diciptakan oleh sektor pertambangan dan penggalian di DIY selamaperiode 2000-2013 semakin meningkat hingga mencapai Rp 416,53 milyar. Namun demikian,nilai andil terhadap total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DIY justru semakin menurundari 0,87 persen di tahun 2000 menjadi 0,65 persen di 2013. Penurunan ini secara umum

disebabkan oleh laju pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian yang relatif lebihlambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor lainnya. Laju pertumbuhan sektor inimencapai puncaknya di tahun 2011 pasca erupsi Merapi di akhir tahun 2010 dengan lajusebesar 11,96 persen. Namun, di tahun 2012 pertumbuhannya sedikit melambat denganlaju sebesar 1,98 persen dan kembali menguat menjadi 4,92 persen di tahun 2013.

Kendati andil terhadap PDRB relatif kecil, sektor ini menjadi tumpuan hidup bagisebagian penduduk terutama yang tinggal di lereng Gunung Merapi dan daerah yangmenjadi aliran materialnya. Hal ini terkait dengan kualitas bahan galian yang dihasilkandikenal baik untuk mendukung kegiatan produksi sektor lainnya, seperti konstruksi danindustri pendukung konstruksi seperti ubin, bus beton, dan lainnya.

LISTRIK 

Sama seperti sektor pertambangan dan penggalian, sumbangan nilai tambah sektorlistrik, gas dan air bersih dalam struktur PDRB DIY juga tidak terlalu besar. Sektor ini hanyamencakup subsektor listrik dan subsektor air bersih karena tidak tersedianya produsen gasdi wilayah DIY. Pada tahun 2013, nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor ini mencapai

PERTAMBANGAN DAN ENERGIPotensi kegiatan pertambangan dan penggalian di wilayah DIY merupakan kegiatanpenggalian Golongan C yang mayoritas bersumber dari hasil erupsi Merapi 

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Penggalian NTB ADHB (Rp Milyar) 117,39 130,22 152,57 170,10 182,52 198,34 218,17 258,76 280,11 293,98 304,66 361,79 379,95 416,53

NTB ADHK 2000 (Rp Milyar) 138,36 118,13 118,32 119,43 120,44 122,33 126,14 138,36 138,33 138,75 139,97 156,71 159,81 167,67

Andil (Persen) 0,87 0,86 0,87 0,87 0,83 0,78 0,74 0,79 0,74 0,71 0,67 0,70 0,67 0,65

Pertumbuhan (Persen) -14,62 0,16 0,94 0,84 1,57 3,11 9,69 -0,02 0,30 0,88 11,96 1,98 4,92

Listrik NTB ADHB (Rp Milyar) 90,33 121,10 167,43 215,75 250,28 310,80 355,81 398,57 461,85 531,45 576,25 642,76 690,77 756,43

NTB ADHK 2000 (Rp Milyar) 90,33 101,03 117,53 122,62 131,78 140,03 140,19 152,78 162,22 172,77 179,87 187,99 200,98 214,40

Andil (Persen) 0,67 0,80 0,96 1,10 1,14 1,23 1,21 1,21 1,21 1,28 1,26 1,24 1,21 1,19

Pertumbuhan (Persen) 11,86 16,33 4,33 7,47 6,26 0,11 8,98 6,18 6,51 4,11 4,52 6,91 6,67

Ai r B ersih N TB ADHB (Rp Mi lyar ) 9 ,3 6 1 0,58 1 3,96 1 5,95 1 7,82 1 9,33 2 1,19 2 4,80 2 6,48 2 8,87 3 0,82 3 3,15 3 6,80 4 0,27

NTB ADHK 2 00 0 (Rp Mi ly ar ) 9 ,3 6 9 ,6 7 1 1,40 1 2,76 1 3,07 1 3,09 1 2,68 1 2,99 1 2,71 1 2,83 1 3,16 1 3,25 1 4,56 1 5,24

Andil (Persen) 0,99 1,02 1,14 1,10 1,02 0,87 0,74 0,71 0,65 0,65 0,64 0,59 0,59 0,58

Pertumbuhan (Persen) 3,32 17,89 11,92 2,43 0,15 -3,15 2,50 -2,14 0,88 2,58 0,71 9,89 4,70

Sektor/Sub Sektor

 Sumber : BPS DIY

Tabel 10.1. 

Nilai Tambah Bruto ADHB dan ADHK 2000, Andil dan Pertumbuhan Sub Sektor Penggalian, Listrik dan AirBersih di DIY, 2000-2013

Page 61: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 61/110

51Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Rp 796,90 milyar dengan rincian subsektor listrik sebesar Rp 756,43 milyar dan sub sektor airbersih Rp 40,27 milyar. Dari sisi kontribusi, sektor listrik dan air hanya memiliki andil sebesar1,77 persen terhadap PDRB DIY tahun 2013 yang terdiri dari 1,19 persen sub sektor listrik dan

0,58 persen sub sektor air bersih. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, nilai tambahsubsektor listrik selama tahun 2013 mampu tumbuh sebesar 6,67 persen dan nilai tambahsubsektor air bersih mampu tumbuh 4,70 persen.

Energi listrik yang didistribusikan oleh PT PLN Divisi Regional DIY tidak diproduksi/dibangkitkan di wilayah DIY, tetapi berasal dari pembangkit listrik di provinsi lain terutamaJawa Tengah. Setiap tahun, volume daya yang didistribusikan semakin meningkat seiringdengan pertumbuhan jumlah rumah tangga maupun perkembangan kegiatan ekonomiyang membutuhkan listrik sebagai sumber energinya. Pada tahun 2013, jumlah pelangganlistrik di DIY tercatat sebanyak 935,82 ribu dan meningkat 4,93 persen dibandingkan dengantahun sebelumnya. Sementara, daya listrik yang terpasang dan dan terjual selama tahun2013 masing-masing 1234,193 juta Kwh dan 2046,22 juta Kwh. Dibandingkan dengan tahun2012, jumlah daya listrik yang terjual meningkat sebesar 0,12 persen.

Secara umum, perkembangan jumlah energi listrik yang terpasang (Kwh) selama tahun1994-2013 juga memiliki pola semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlahpelanggan. Jumlah listrik terpasang (Kwh) maupun jumlah pelanggan sempat mengalamipenurunan di tahun 2006 akibat terganggunya jaringan listrik sebagai dampak bencanagempa bumi pada bulan Mei 2006, namun dalam tujuh tahun terakhir polanya terusmeningkat. Pola perkembangan daya listrik yang terjual hampir sama dengan daya listrikyang terjual, namun dari sisi kuantitas daya jauh lebih besar.

Komposisi pelanggan pengguna layanan listrik dikategorikan menjadi beberapa jenis,yakni rumah tangga, usaha, industri dan umum (pemerintah, kegiatan sosial, rumah sakit,lembaga pendidikan, tempat ibadah dan lainnya). Sampai dengan tahun 2013, jumlahterbesar pelanggan listrik di DIY adalah kelompok rumah tangga dengan proporsi mencapai

0

500

1000

1500

2000

2500

1   9    9    4  

1   9    9    5  

1   9    9    6   

1   9    9    7  

1   9    9    8   

1   9    9    9   

2    0    0    0   

2    0    0   1  

2    0    0   2   

2    0    0    3   

2    0    0    4  

2    0    0    5  

2    0    0    6   

2    0    0    7  

2    0    0    8   

2    0    0    9   

2    0   1   0   

2    0   1  1  

2    0   1  2   

2    0   1   3   

Daya Terpasang (juta Kwh)

Daya Terjual (juta Kwh)

Jumlah Pelanggan (000)

 Sumber : PLN Yogyakarta

Gambar 10.1. 

Jumlah Pelanggan (000 unit), Daya Listrik Terpasang dan Terjual (Juta Kwh) di DIY, 1994-2013

Kebutuhan konsumsi energi listrik semakin meningkat pesar seiring dengan pertumbuhan rumahtangga dan aktivitas perekonomian 

Page 62: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 62/110

52 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

92,41 persen dan sedikit menurun dibandingkan dengan komposisi tahun 2012 yangsebesar 92,51 persen. Meskipun mendominasi dari sisi jumlah pelanggan, jumlah daya(energi) listrik yang dikonsumsi oleh rumah tangga hanya sebesar 55,77 persen dari total

daya listrik yang terjual. Konsumen/pelanggan terbanyak kedua adalah kegiatan usahayang mencakup perdagangan, hotel, restoran, perkantoran dan lainnya dengan proporsisebesar 4,16 persen. Total daya listrik yang dikonsumsi kegiatan usaha selama tahun 2012mencapai 19,95 persen dan dalam beberapa tahun terakhir proporsinya semakin meningkat.Pelanggan dari kelompok umum mencapai 3,39 persen dengan total konsumsi mencapai14,07 persen. Jumlah pelanggan dari kelompok industri relatif kecil hanya 0,05 persen,tetapi kelompok ini mengkonsumsi daya listrik sebesar 10,21 persen dari total daya listrikyang terjual di wilayah DIY.

Sampai dengan tahun 2013 rumah tangga menjadi pelanggan utama energi listrik PLN denganproporsi 92,41 persen dengan proporsi jumlah energi listrik yang dikonsumsi sebesar 55,77 persen 

 Sumber : PLN Yogyakarta

Gambar 10.2. 

Distribusi Pelanggan dan Daya Listrik Terjual menurut Jenis Pelanggan di DIY, 2010-2013

55,77

19,95

10,21

14,07

Listrik Terjual

92,414,14

0,05

3,39

Pelanggan

Rumah Tangga

Usaha

Industri

Umum

AIR BERSIH

Kebutuhan pokok penduduk mencakup tersedianya air bersih, baik untuk konsumsimaupun keperluan sehari-hari. Permasalahannya adalah tidak semua penduduk mampumenyediakan dan memenuhi kebutuhan air sendiri dengan berbagai pertimbangan dan

alasan, sehingga membutuhkan peran pemerintah maupun swasta untuk memproduksinya.Dari enam unit perusahaan air bersih yang beroperasi di DIY, lima diantaranya berstatussebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau sebagian besar dari sahamnya dimiliki olehpemerintah daerah dan hanya satu yang berstatus perusahaan swasta.

Page 63: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 63/110

53Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Potensi kapasitas produksi air bersih di DIY pada tahun 2013 tercatat 2.500 liter/detik,namun baru efektif digunakan sebesar 1.789 liter/detik atau 71,56 persen. Dibandingkandengan tahun 2012, kapasitas produksi potensial maupun kapasitas produksi efektif

mengalami penurunan sebesar 45,37 persen dan 12,09 persen. Sumber air bersih yangselama ini diolah berasal dari sungai, waduk, mata air, serta air tanah dan lainnya (air hujan,dan sebagainya). Dari keempat sumber air minum tersebut, sebanyak 60,99 persen atausebesar 26.409 ribu m3 diantaranya berasal dari air tanah dan lainnya. Sumber dari mata airdan sungai masing-masing mencapai 8.506 ribu m3 atau 19,64 persen dan 7.770 ribu m3 atau17,94 persen. Sementara, air yang diolah dari sumber waduk mencapai 619 ribu m3 atausebesar 1,43 persen.

Berdasarkan data dari perusahaan air minum, volume air bersih yang terbesar selamatahun 2013 disalurkan ke konsumen rumah tangga dengan jumlah mencapai 18.234 m3 atau69,65 persen dari total volume air yang disalurkan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnyakonsumsi air bersih oleh rumah tangga turun sebesar 12,51 persen. Instansi pemerintahmengkonsumsi air bersih dengan volume mencapai 942 ribu m3 atau 3,60 persen. Kelompokniaga dan industri serta institusi sosial mengkonsumsi air bersih dengan porsi masing-masingsebesar 1,77 persen dan 0,55 persen. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,konsumsi kelompok niaga dan jasa cenderung menurun tetapi kelompok institusi sosial justrumeningkat. Hal yang perlu mendapat perhatian serius dalam persoalan distribusi air bersihadalah berkurangnya volume air bersih (susut) akibat kualitas infrastruktur penyaluran airyang semakin memburuk karena faktor rusak maupun pemakaian illegal. Volume air bersihyang susut pada tahun 2013 sebesar 21,81 persen dan cenderung menurun dibandingkandengan tahun 2012.

Nilai produksi atau pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan air bersih dari tahunke tahun terus meningkat sebagai akibat dari kenaikan volume maupun kenaikan harga.Pada tahun 2012, besarnya nilai produksi air bersih yang tersalurkan mencapai 83,49 milyarrupiah dan menurun sebesar 3,17 persen menjadi 80,48 milyar rupiah di tahun 2013 akibatberkurangnya volume aier yang terjual. Dari total pendapatan tahun 2013, 83,31 persennyaberasal dari konsumen rumah tangga sebagai pengguna terbesar. Sementara, nilai volumeair bersih dari pengguna niaga dan industri serta jasa sedikit meningkat akibat kenaikanharga, meskipun volume penjualannya turun.

17,94

1,43

19,64

60,99

Sungai Waduk Mata Air Air Tanah/Lainnya

 Sumber : BPS DIY

Gambar 10.2. Sumber Air Bersih yang Diolah Peru-sahaan Air Bersih di DIY, 2013 (%)

 Sumber : BPS DIY

Tabel 10.2. Distribusi Penyaluran Air Bersih menurut Jenis Pengguna di DIY,2010-2013 (000 m3)

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Rumah Tangga 19.548 49,93 19.597 49,93 20.841 51,98 18.234 69,65

Ins ta ns i Pemerintah 1.040 2,66 1.080 2,66 1.043 2,6 942 3,60

Niaga dan Industri 837 2,14 691 2,14 708 1,77 684 2,61

Sosial 720 1,84 720 1,84 894 2,23 464 1,77

Lainnya 321 0,82 302 0,82 185 0,46 145 0,55

Susut 16.683 42,61 17.388 42,61 13.722 40,96 5.710 21,81

Jumlah   39 .14 9 10 0 39.77 8 10 0 3 7.3 93 1 00 26 .1 79 1 00

Pengguna

2010 2011 2012 2013

Belum efesiennya perusahaan air minum di DIY dipengaruhi oleh masih besarnya proporsiair bersih yang susut dalam proses distribusi 

Page 64: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 64/110

54 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

INDUSTRI PENGOLAHANPopulasi usaha industri pengolahan di DIY didominasi oleh industri kecil dan mikrodenganjumlah 90,62 persen.

Sektor industri pengolahan selama tahun 2012 memberikan sumbangan nilai tambahsebesar 13,35 persen terhadap perekonomian DIY. Struktur usaha industri (manufacture) diDIY berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2006 didominasi oleh industri berskala mikro (90,62

%) dan industri kecil (8,49 %). Sementara, populasi usaha yang berskala menengah danbesar hanya mencapai 0,89 persen.

Makanan

0,12

Tembakau

0,02

Tekstil

0,07

Pakaian

0,11

Kulit

0,03

Kayu

0,13Percetakan

0,05

Batu Bara

0,03

Karet

0,02

Barang Galian

0,14

Barang Logam

0,03

Mesin

0,02

Furniture

0,16

Lainnya

0,08

 JUMLAH PERUSAHAAN DAN TENAGA

KERJA INDUSTRI BESAR DAN SEDANG

Berdasarkan hasil Survei IndustriBesar Sedang (IBS) yang dilakukan secaraberkala oleh BPS DIY, jumlah perusahaan IBSyang beroperasi di DIY selama tahun 2012sebanyak 391perusahaan. Komposisi jumlah

perusahaan IBS berdasarkan golonganusahanya menunjukkan bahwa industrifurnitur memiliki populasi yang terbesardengan jumlah 62 perusahaan atau 16persen. Populasi terbesar selanjutnya secaraberturut-turut adalah golongan industribarang galian bukan logam (54 unit); industrikayu, barang dari kayu dan anyaman (49unit); industri makanan dan minuman (46unit); pakaian jadi (43 unit); dan tekstil (29).

Salah satu indikator yang dapatdigunakan untuk mengklasifikasikan besaratau kecilnya suatu perusahaan adalahbanyaknya tenaga kerja. Tenaga kerjamenjadi faktor produksi terpenting bagikelangsungan proses produksi selain inputbahan baku. Semakin banyak tenaga kerjayang digunakan akan semakin besar pulaskala output yang dihasilkan perusahaan.Berdasarkan hasil survei tahunan IBS tahun

2012, jumlah tenaga kerja pada perusahaanIBS di DIY mencapai 52.884 orang terdiridari 25.286 pekerja laki-laki (47,81 %) dan27.598 pekerja perempuan (52,19 %).Jika dibandingkan dengan tahun 2011, jumlah tenaga kerja perusahaan IBS selamatahun 2012 mengalami sedikit penurunanakibat berkurangnya jumlah perusahaanyang berubah status menjadi industrikecil. Sementara, nilai total balas jasa yang

dibayarkan kepada para pekerja selamatahun 2013 mencapai Rp 1,522 triliun danmenurun 1 persen dari tahun 2011.

 Sumber : BPS DIY

Gambar 11.1. 

Distribusi Populasi Perusahaa Industri Besar Se-

dang di DIY menurut Golongan Industri, 2013 (%)

Laki-laki Perempuan Jumlah

Makanan 4.951 2.173 7.124 446,31

Tembakau 335 4.162 4.497 72,20

Tekstil 3.360 3.727 7.087 108,34

Pakaian 1.696 10.351 12.047 249,59

Kulit 629 425 1.054 19,59

Kayu 755 761 1.516 27,40

Percetakan 1.276 601 1.877 44,44

Batu Bara 652 378 1.030 24,03

Karet 1.520 867 2.387 80,65

Barang Galian 2.180 394 2.574 53,70

Barang Logam 410 31 441 14,82

Mesin 2.335 488 2.823 134,69

Furniture 4.177 1.026 5.203 165,08

Lainnya 1.010 2.214 3.224 81,42

Jumlah 25.286 27.598 52.884 1.522,24

Jumlah Tenaga Kerja Total

Upah

Golongan

Industri

 Sumber : BPS DIY

Tabel 11.1. 

Jumlah Pekerja Perusahaan IBS di DIY menurut

Golongan Industri dan Jenis Kelamin, 2013 (Jiwa)

Page 65: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 65/110

Page 66: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 66/110

56 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Produktivitas pekerja yang diukur darirasio output pekerja selama tujuh tahunterakhir menunjukkan perkembanganpositif hingga mencapai level Rp 219,27 juta per pekerja selama setahun. Hal inimenjadi sinyal yang baik, namun dari

sisi rasio input terhadap output justrusemakin meningkat yang artinya prosenproduksi menjadi kurang efisien. Secaraumum, fenomena ini menggambarkankenaikan output yang lebih didorong olehpeningkatan kapasitas modal.

Berdasarkan golongannya, industrimakanan dan minuman, pakaian jadi dantekstil menjadi penyumbang terbesarterhadap total nilai output yang dihasilkan

oleh perusahaan IBS selama tahun 2008-2010. Pada tahun 2012, ketiganya memilikisumbangan sebesar 46,45 persen, 12,60persen dan 8,40 persen terhadap total nilaioutput perusahaan IBS. Hal ini juga searahdengan sumbangan perusahaan padaketiga golongan industri terhadap totalnilai tambah bruto yang dihasilkan. Padatahun 2012 andil ketiganya terhadap nilaitambah bruto mencapai 29,90 persen,

16,54 persen dan 8,40 persen.Komposisi andil dari setiap golongan

industri terhadap output maupun nilaitambah bruto pada tahun 2012 relatifsama dengan tahun 2011, meskipun darisisi level ada perbedaan. Andil outputindustri makanan dan minuman menurun,tetapi andil nilai tambah brutonya relatiftetap. Andil industri pakaian jadi terhadapoutput maupun nilai tambah bruto relatif

stabil, sementara golongan industri tekstil justru memiliki andil output dan nilaitambah bruto yang semakin meningkat.

Tahun

Rata-rata

Jumlah

Pekerja

(Orang)

Rata-rata

Upah

Pekerja

(Juta)

Produk

tivitas

Pekerja

(juta)

Rasio

Input

terhadap

Output

Nilai

Tambah

Bruto

(Triliun)

2006 108 9,34 60,10 0,58 1,47

2007 120 10,47 29,27 0,67 1,59

2008 128 11,56 87,33 0,66 1,86

2009 127 12,14 109,67 0,65 1,97

2010 132 12,31 120,70 0,59 2,64

2011 145 26,12 185,44 0,65 3,79

2012 135 28,78 219,27 0,67 3,77

 Sumber : BPS DIY

Tabel 11.4. 

Distribusi Output dan Nilai Tambah Bruto Perusahaan

IBS DIY menurut Golongan Industri (Persen)

 Sumber : BPS DIY

Tabel 11.3. 

Rata-rata Jumlah Pekerja, Upah per Tahun, Produktivi-

tas, Rasio Input Output dan NTB Perusahaan IBS di DIY

Perkembangan indikator perusahaan IBS DIY selama 2006-2012 disajikan dalam Tabel11.3. Rata-rata jumlah pekerja per perusahaan IBS pada tahun 2013 tercatat sebesar 135orang . Rata-rata ini sedikit menurun setelah tahun sebelumnya meningkat hingga 145

tenaga kerja per perusahaan. Meskipun demikian, rata-rata upah pekerja per tahun justrumeningkat secara signifikan hingga mencapai Rp 28,78 juta per tahun. Peningkatan inisecara kasar merefleksikan tingkat kesejahteraan pekerja yang semakin membaik.

Output NTB Output NTB

Makanan 52,01 39,46 46,45 39,70

Tembakau 3,18 5,75 7,11 8,15

Tekstil 6,75 6,34 8,95 8,40

Pakaian 13,61 16,83 12,60 16,54

Kulit 1,66 1,18 1,54 1,57

Kayu 1,12 1,77 0,83 0,95

Percetakan 2,65 3,08 2,25 2,72

Batu Bara 0,90 1,35 1,35 1,29

Karet 2,99 3,28 2,61 1,13

Barang Galia 3,91 4,42 4,05 4,43

Barang Loga 0,31 0,22 0,46 0,57

Mesin 4,47 8,34 5,61 6,70

Furniture 5,00 5,89 3,17 4,04

Lainnya 1,45 2,10 3,02 3,80

Jumlah 100 100 100 100

2011 2012Golongan

Industri

Indikator rata-rata jumlah pekerja, output per pekerja nilai tambah bruto pada perusahaanindustri besar dan sedang dalam beberapa tahun terakhir semakin meningkat, di sisi lain rasioinput output juga meningkat 

Page 67: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 67/110

57Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

STATUS PERMODALAN PERUSAHAAN iNDUSTRI BESAR SEDANG

Status permodalan perusahaan industri bisa berasal dari penanaman modal dalamnegeri (PMDN), penanaman modal asing (PMA), dan non fasilitas. Berdasarkan hasilpendataan Survei Industri Besar Sedang, mayoritas perusahaan IBS yang beroperasi di DIYselama lima tahun terakhir memiliki status modal non fasilitas, jumlahnya berada padakisaran atau 84 persen.

Status Permodalan 2008 2009 2010 2011 2012

PMDN 10,34 8,19 8,75 9,34 8,95

PMA 5,77 6,95 6,75 7,13 6,65

Non Fa silitas 83,89 84,86 84,50 83,54 84,40

Jumlah 100 100 1 00 1 00 1 00

Proporsi perusahan yang berstatusmodal PMDN dan PMA masing-masingsebanyak 8,95 persen dan 6,65 persen. Halyang patut diperhatikan adalah kebijakanuntuk merangsang masuknya investastorasing di satu sisi dapat memacu pertumbuhan

ekonomi, namun di sisi lain membawapengaruh terhadap persoalan distribusipendapatan, kesejahteraan masyarakat dankualitas lingkungan.

INDUSTRI MIKRO DAN KECIL

Selain industri yang berskala besar dan sedang, struktur industri di DIY juga didominasioleh industri yang berskala kecil dan mikro (rumah tangga). Hasil Sensus Ekonomi 2006menunjukkan populasi industri mikro kecil di DIY mencapai 90,62 persen. Kelompok industrimikro kecil ini terbukti memiliki daya tahan yang kuat terhadap krisis ekonomi yang melandaIndonesia, namun perkembangannya sering terkendala oleh faktor modal dan strategipemasaran.

Berdasarkan hasil pendataan Survei Industri Mikro Kecil (IMK) yang dilaksanakansecara periodik setiap triwulan dapat disajikan perkembangan indeks produksi triwulananmaupun pertumbuhan produksinya. Perkembangan nilai indeks produksi triwulanan(2010=100) di DIY secara umum berada di bawah level nasional, bahkan di triwulan Idan II 2012 nilai indeks produksi DIY berada di bawah 100. Artinya terjadi penurunan

Sumber : BPS DIY

Tabel 11.5. 

Distribusi Perusahaan IBS di DIY menurut Status

Permodalan, 2008-2012 (Persen)

107,42105,66

106,46   106,68

99,3396,35

102,16

105,91   106,37

115,45   114,96  116,83 115,83

101,26  102,76

105,03

109,8 108,57

104,93

110,48  111,88

  113,83

121,25

115,85  117,68   118,85

60

70

80

90

100

110

120

130

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

DIY Nasional

 Sumber : BPS DIY

Gambar 11.2. 

Perkembangan Indeks Produksi Triwulanan Industri Mikro dan Kecil

di DIY dan Nasional, 2011-2014 (2010=100)

produksi selama dua triwulantersebut. Nilai rata-rata

indeks produksi tahunan2011 tercatat sebesar 106,56,artinya selama tahun 2011terjadi kenaikan produksi6,56 persen. Pada tahun 2012,rata-rata indeks produksitercatat sebesar 100,94sehingga produksi tahun2012 masih tumbuh positifnamun melambat. Kondisi

tahun 2013, indeks produksimencapai 113,40, sehinggaproduksi naik 12,35 persen.

Perkembangan indeks triwulanan produksi industri kecil dan mikro di DIY semakinmeningkat, meskipun terjadi penurunan di triwulan I dan II 2012

Page 68: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 68/110

58 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

KONSTRUKSIJenis kegiatan konstruksi yang cukup dominan di wilayah DIY adalah konstruksi bangunansipil seperti jalan raya, fasilitas industri, jembatan dan lainnya 

PERKEMBANGAN KEGIATAN PERUSAHAAN KONSTRUKSI

Sektor konstruksi mencakup lapangan usaha/kegiatan di bidang konstruksi yangberupa pekerjaan baru/pembangunan, perbaikan, penambahan dan perubahan. Kegiatankonstruksi terdiri dari konstruksi bangunan gedung, bangunan sipil dan konstruksi khusus.Kegiatan konstruksi bangunan gedung berupa konstruksi bangunan tempat tinggal,bangunan kantor, pertokoan, dan bangunan lainnya. Sedangkan konstruksi bangunansipil terdiri dari jalan kendaraan bermotor, jalan raya, jembatan, terowongan, rel keretaapi, lapangan udara, pelabuhan dan bangunan air lainnya, sistem irigasi, sistem limbah,fasilitas industri, jaringan pipa dan jaringan listrik, fasilistas olahraga, dan lain-lain. Kegiatankonstruksi khusus mencakup penyiapan lahan, instalasi gedung dan penyelesaian gedungdan lain-lain. Pekerjaan konstruksi dapat dilakukan atas nama sendiri atau atas dasar balas jasa/kontrak.

Kegiatan konstruksi dalam perkembangannya senantiasa tumbuh dan memberikanandil yang cukup signifikan dalam perekonomian DIY. Pada tahun 2013, sumbangan sektorkonstruksi terhadap PDRB DIY mencapai 10,85 persen. Selama kurun waktu 2000-2013,sektor konstruksi di DIY mengalami pertumbuhan nilai tambah rata-rata di atas 8 persenper tahun. Jumlah perusahaan konstruksi yang beroperasi di DIY dan melakukan kegiatankonstruksi pada tahun 2012 tercatat sebanyak 1.080 unit perusahaan. Dibandingkan dengantahun 2010 yang, jumlah perusahaan yang beroperasi di tahun 2012 mengalami penurunansebanyak 79 unit. Peningkatan maupun penurunan jumlah perusahaan konstruksi tidakselalu menjamin adanya peningkatan kegiatan konstruksi di wilayah DIY. Hal ini disebabkanoleh tidak adanya ketentuan bahwa kegiatan konstruksi di suatu wilayah tertentu harus

dilakukan oleh perusahaan konstruksi di daerah yang sama. Sudah banyak terjadi bahwaperusahaan konstruksi yang berdomisili di wilayah DIY mendapat order proyek di luarwilayah DIY dan sebaliknya.

Sumber : BPS

Tabel 12.1. 

Jumlah Perusahaan Konstruksi, Tenaga Kerja Tetap dan Nilai Konstruksi di DIY, 2004-2013

Jumlah tenaga kerja tetap yang bekerjadi perusahaan konstruksi pada tahun 2013sebanyak 9.525 pekerja. Sementara, nilaipekerjaan konstruksi yang diselesaikan olehperusahaan konstruksi selama tahun 2012mencapai Rp 5.001 milyar. Jenis konstruksi yangpaling dominan dari sisi nilai adalah konstruksi

bangunan sipil dengan proporsi 57,50 persen,diikuti oleh konstruksi bangunan gedung dankonstruksi khusus dengan proporsi masing-masing sebesar 22,36 persen dan 20,14 persen.

PDRB sektor konstruksi dihitungberdasarkan nilai bangunan yang dibangun diwilayah yang bersangkutan dan tidak tergantungdi mana posisi perusahaan konstruksinya. Halini bisa memberi implikasi pada perbedaannilai tambah yang yang dicatat, karena adanya

pembangunan di wilayah tersebut dapatberbeda dengan nilai konstruksi yang dibangunoleh perusahaan setempat.

Tahun

Jumlah

Perusahaan

(Unit)

Jumlah

TK Tetap

(Orang)

Nilai

Konstruksi

(Rp Milyar)

2004 1.239 5.127 888

2005 1.155 4.780 1.184

2006 1.081 3.335 1.082

2007 1.033 3.419 1.236

2008 1.098 3.738 1.122

2009 1.234 3.312 1.531

2010 1.159 3.312 4.061

2011 1.039 9.280 4.466

2012 1.080 9.525 5.001

Page 69: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 69/110

Page 70: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 70/110

Page 71: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 71/110

Page 72: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 72/110

62 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Jumlah kunjungan wisata ke DIY selama periode 2005-2013 cukup berfluktuasi dansangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian makro maupun faktor eksternal sepertibencana alam dan lainnya. Tercatat sebanyak dua kali jumlah kunjungan wisata mengalami

penurunan pada tahun 2006 sebagai dampak dari gempa bumi dan tahun 2010 sebagaidampak dari erupsi Merapi. Dalam tiga tahun terakhir, jumlah kunjungan wisatawan ke DIYmenunjukkan peningkatan secara signifikan. Selama tahun 2013, jumlah wisatawan yangberkunjung ke DIY mencapai 3,81 juta, terdiri dari 3,60 juta wisatawan domestik dan 207,28ribu wisatawan asing. Jumlah wisatawan domestik jauh lebih dominan dibanding wisatawanasing dengan porsi sekitar 94,56 persen.

Perkembangan kunjungan wisata selama sembilan tahun terakhir menunjukkan bahwasetiap tahun jumlah kunjungan rata-rata meningkat sebesar 7,83 persen. Jumlah kunjunganwisatawan asing mampu tumbuh di atas 20 persen per tahun, sementara wisatawandomestik tumbuh 7,40 persen per tahun. Peran strategis pemerintah dalam mendorongdan meningkatkan arus kunjungan wisata dapat dilakukan melalui strategi kebijakanpengembangan destinasi wisata (mencakup daya tarik, prasarana dan fasilitas), industripendukung, serta promosi kegiatan wisata. Perkembangan kunjungan wisatawan terutamadomestik juga sangat dipengaruhi oleh faktor musiman. Kunjungan akan meningkat tajampada saat musim liburan sekolah, libur panjang akhir pekan, libur hari raya keagamaanmaupun akhir tahun. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu dasar bagi institusti yangterkait dalam menyusun dan menentukan kalender kegiatan wisata di DIY.

Berdasarkan negara asalnya, wisatawan asing yang berkunjung ke DIY selama tahun2013 didominadi oleh wisatawan dari Belanda, Jepang, dan Malaysia. Pangsa jumlah

wisatawan dari negara-negara tersebut secara berturut-turut adalah 11,30 persen dan9,42 persen. Peta negara asal wisatawan dalam beberapa tahun relatif tidak berubah, tapidari sisi persentase semakin homogen. Jumlah wisatawan yang berasal dari Belanda danJepang dalam beberapa tahun terakhir selalu yang terbanyak. Fenomena ini terjadi karenaadanya ikatan historis, dimana Belanda dan Jepang pernah menduduki Indonesia khususnyaYogyakarta dalam kurun waktu yang cukup lama. Sampai saat ini, di wilayah DIY masih banyaktempat dan benda peninggalan yang memiliki nilai historis dan masih tetap terpelihara.

 Sumber : BPS DIY

Gambar 13.2. 

Pangsa Wisatawan Asing yang Berkunjung ke DIY Berdasarkan Negara Asal dan Kawasan, 2013 (Persen)

Belanda; 11,30

Jepang; 10,73

Malaysia; 9,42

Perancis; 6,33

Singapura; 5,33

Jerman; 5,02

Amerika

Serikat; 4,72

Australia; 4,06

Thailand; 2,70

RRC; 2,40

Belgia; 2,38

Italia; 2,34

Inggris; 2,23Korea Selatan;

2,05

Lainnya; 28,99

Eropa; 38,35

ASEAN; 24,83

Asia Lainnya;

25,12   US, Canada,

Amerika Latin;

6,54

Australia dan

Oceania; 4,82

Afrika; 0,34

Wisatawan domestik yang berkunjung ke DIY masih mendominasi dari sisi jumlah, sementarawisatawan asing yang berkunjung sebagian besar berasal dari negara-negara di kawasan Asiadan Eropa terutama dari negara Belanda dan Jepang 

Page 73: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 73/110

63Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Pantai Baron

Gambar 13.3. Jumlah Wisatawan Domestik dan Asing yang Menginap di DIY, 2004-2013 (000 Jiwa)

Pangsa wisatawan asing yang berkunjung berdasarkan kawasan negara asal selama2013 menunjukkan sebanyak 49,95 persen wisatawan berasal dari kawasan Asia denganrincian 24,83 persen negara-negara Asean dan 25,12 persen negara di kawasan Asia lainnya.

Sementara, kawasan Eropa yang cukup mendominasi kunjungan wisata asing ke DIY ditahun 2012 (52,87 persen) mengalami penurunan proporsi menjadi 38,35 persen. Secaraabsolut, jumlah wisatawan dari kawasan Eropa justru meningkat, tetapi pertumbuhannyalebih rendah dibandingkan dengan wisatawan dari kawasan Asia. Pemetaan distribusinegara dan kawasan asal wisatawan asing sangat penting bagi perencanaan kegiatanpromosi dan pemasaran wisata di luar negeri. Potensi pasar yang dapat digarap lebih seriusmelalui kegiatan promosi adalah kawasan Timur Tengah, Australia dan Oceania, serta Asia Timur (Jepang, Korea, China, Taiwan), serta Amerika Latin.

Pantai Kukup

RATA-RATA LAMA MENGINAP 

Kinerja sektor pariwisata juga dapat diukur menggunakan indikator rata-rata lamamenginap (Long of Stay  /LOS) wisatawan di hotel. Semakin tinggi nilai LOS secara rata-ratamenunjukkan semakin lama wisatawan tinggal di wilayah DIY, sehingga akan semakin besarpula pengeluaran konsumsinya. Dari sisi supply, semakin besar konsumsi wisatawan akan

semakin menggerakkan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang terkait terutamasektor hotel, restoran, industri kreatif, transportasi dan jasa lainnya.

Kendati volume wisatawan asing yang menginap di hotel/akomodasi lainnya di DIYproporsinya lebih sedikit dibanding wisatawan domestik, rata-rata lama menginapnya justrulebih panjang. Selama tahun 2013, rata-rata lama menginap wisatawan asing mencapai1,97 malam dan sedikit menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar2,23 malam, sementara rata-rata lama menginap wisatawan domestik hanya 1,38 malam.Secara umum, rata-rata lama menginap wisatawan asing menunjukkan pola yang semakinmenurun dari 3,49 malam di tahun 2002 menjadi 1,97 malam di tahun 2013. Sementara,perkembangan rata-rata lama menginap wisatawan domestik dalam sepuluh tahun terakhir

relatif stabil pada kisaran 1,5 malam dan pada tahun 2013 polanya terlihat semakin menurun.Dalam rentang sepuluh tahun terakhir perbedaan (gap) rata-rata lama menginap antarawisatawan asing dan domestik menunjukkan pola yang semakin mengecil.

Meskipun jumlah kunjungan wisatawan semakin meningkat, namun rata-rata lama menginap(Long of Stay) wisatawan domesti dan Asing justru semakin menurun 

Page 74: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 74/110

64 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Perkembangan rata-rata lama menginap selama tahun 2010-2013 menurut bulanmenunjukkan adanya pola musiman, meskipun tidak ada relasi yang sistematis antara jumlahkunjungan dan rata-rata lama menginap. Pada tahun 2013, rata-rata lama menginap tertinggi

terjadi selama bulan Januari sebesar 1,59 malam yang bersamaan dengan momentumperayaan tahun baru. Pada tahun 2012, rata-rata lama menginap tertinggi terjadi pada bulanJanuari dan Maret masing-masing sebesar 1,77 dan 1,78 bersamaan dengan momentumpergantian tahun dan liburan cuti bersama. Pada tahun 2011, rata-rata yang tertinggi terjadiselama bulan Agustus sebesar 1,87 malam bersamaan dengan momentum liburan hari rayaIdul Fitri. Sementara, rata-rata tertinggi selama tahun 2010 terjadi selama bulan Novemberyang bersamaan dengan momentum pasca erupsi Merapi.

Berdasarkan jenis akomodasinya, rata-rata lama menginap pada hotel bintang dalambeberapa tahun terakhir selalu lebih tinggi dibandingkan dengan hotel non bintang. Padatahun 2013, rata-rata lama menginap di hotel bintang mencapai 1,67 malam dan hotel nonbintang mencapai 1,29 malam.

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) 

Selain rata-rata lama menginap, kinerja pariwisata juga dapat diukur dengan indikator Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel/ akomodasi lainnya. TPK hotel mencerminkan tingkatproduktivitas hotel, semakin tinggi nilainya maka semakin produktif. TPK dihitung dalampersen dengan cara membagi jumlah kamar yang terjual dengan jumlah kamar yang tersediadikalikan 100 persen.

Perkembangan TPK hotel di DIY selama sembilan tahun terakhir menunjukkan

kecenderungan yang semakin meningkat, namun terjadi sedikit penurunan di tahun 2013.Pada tahun 2005, TPK hotel tercatat sebesar 29,11 persen. Artinya, jumlah malam kamar yangterisi selama tahun 2005 mencapai 29,11 persen. Angka TPK secara bertahap meningkathingga mencapai 40,72 persen di tahun 2012, sebagai imbas dari semakin bergairahnyaaktivitas pariwisata di DIY yang diindikasikan oleh peningkatan jumlah kunjungan wisata.Namun, angka ini sedikit menurun hingga menjadi 35,41 persen di tahun 2013 sebagaiakibat dari meningkatnya populasi hotel bintang dan non binang di DIY.

 Sumber : BPS DIY

Gambar 13.4. 

Rata-rata Lama Menginap Wisatawan di Hotel/

Akomodasi DIY, 2002-2013 (malam)

3,49

3,81

2,89

2,00

2,62   2,67

2,312,17   2,13

  2,24   2,23

1,97

1,75   1,791,59

1,25  1,35

  1,44   1,45   1,43   1,401,61   1,58

1,38

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Asing Domestik

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

2,00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust S ep Okt Nop Des

2010 2011 2012 2013

 Sumber : BPS DIY

Gambar 13.5. 

Rata-rata Lama Menginap Wisatawan di Hotel

menurut Bulan, 2010-2013 (malam)

Tingkat Penghunian Kamar (TPK) di tahun 2013 mengalami penurunan dibandingkan dengantahun sebelumnya, dan terdapat kecenderungan TPK hotel berbintang selalu lebih tinggi dariTPK hotel non bintang 

Page 75: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 75/110

65Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Berdasarkan golongannya, TPK hotel bintangcenderung lebih tinggi dibandingkan dengan hotelnon bintang. Pada tahun 2013, TPK hotel bintang

mencapai 56,20 dan meningkat dibandingkan dengantahun 2012 yang sebesar 55,19 persen. Sementara, TPK hotel non bintang tercatat sebesar 30,02 persendan cenderung menurun dibandingkan dengantahun 2012 yang sebesar 36,72 persen. Fenomenaini menggambarkan perkembangan kecenderunganwisatawan untuk menginap di hotel bintang yanglebih tinggi sekaligus menunjukkan tingkat persainganantara hotel bintang dan non bintang dalam merebutpengunjung.

Minat para wisatawan yang semakin tinggi untukmengunjungi DIY mendorong peningkatan TPK hotel.Pola perkembangan TPK bulanan selama tahun 2010-

 Sumber : BPS DIY

Tahun  Hotel

Bintang

Hotel non

Bintang  Jumlah

2005 40,99 21,50 26,13

2006 37,86 19,51 23,07

2007 45,85 24,18 29,29

2008 49,26 30,97 35,73

2009 49,44 57,15 55,54

2010 48,83 31,59 35,34

2011 50,65 34,55 37,82

2012 55,19 36,56 40,72

2013 56,20 30,02 36,41

 Sumber : BPS DIY

Tabel 13.5. 

 TPK Hotel di DIY menurut JenisHotel, 2005-2013 (Persen)

2013 cukup berfluktuasi. TPK 2010 mencapai puncaknya selama bulan Juli berkaitandengan liburan masa sekolah, dan mencapai level terendah pada bulan Agustus bersamaandengan momentum bulan Ramadhan dan bulan November pasca peristiwa erupsi Merapi.Sementara, TPK 2011 dan 2012 mencapai puncaknya di bulan Desember bersamaan denganmomentum liburan akhir tahun dan mencapai level terendah di bulan Agustus bersamaandengan momentum bulan Puasa. Pada tahun 2013, TPK mencapai puncaknya di bulanDesember bersamaan dengan momentum liburan pergantian tahun dan mencapai levelterendah di bulan Agustus bersamaan dengan momentum bulan Puasa. Fluktuasi TPKhotel bintang cenderung lebih tajam dibandingkan dengan TPK hotel non bintang, namunkeduanya memiliki pola musiman yang hampir sama.

48,60   48,33

51,46  52,91

63,7166,48

49,45

51,37

58,66  60,26

  61,90   62,29

31,91

27,42   28,6325,66

31,1533,56

23,77

30,00 28,69   28,17   27,73

33,73

37,46

33,88   34,48 33,54

39,34

42,36

30,96

36,17   36,30 36,25   35,96

40,25

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des

Hotel Bintang Hote l non Bintang Jumlah

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

45,00

50,00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust S ep Okt Nop De s

2010 2011 2013

Gambar 13.6. 

 Tingkat Penghunian Kamar di DIY menurut Jenis Hotel dan Bulan, 2010-2013 (Persen)

Tahukah Anda ?

TPK dan rata-rata lama menginap wisatawan di DIY dipengaruhi oleh faktor musiman dan

mencapai puncak bersamaan dengan momentum liburan sekolah, perayaan Idul Fitri dan

pergantian tahun 

TPK bulanan hotel bintang dan non bintang di DIY dipengaruhi oleh faktor musiman danakan mencapai level tinggi bersamaan dengan liburan sekolah, libur akhir tahun dan perayaan

hari raya idul Fitri 

Page 76: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 76/110

Page 77: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 77/110

67Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Struktur dana pihak ketiga yang dihimpun dari masyarakat selama tahun 2013 sebagianbesar berasal dari tabungan dengan nilai mencapai Rp 21,56 triliun atau sebesar 54,16 persen.Sementara, yang berasal dari simpanan berjangka (deposito) dan giro masing-masing

sebesar Rp 13,21 triliun (33,18 %) dan Rp 5,04 triliun (12,67 %). Dari ketiga jenis simpanan,peningkatan yang tertinggi terjadi pada kelompok simpanan berjangka (deposito).

Dari sisi aktiva, peningkatan aset didorong oleh kenaikan jumlah kredit yang disalurkanyang mampu tumbuh sebesar 18,60 persen. Jumlah nominal kredit yang tersalurkanselama tahun 2013 mencapai Rp 26,28 triliun. Distribusi kredit berdasarkan penggunaannyamenunjukkan bahwa sebagian besar kredit dilakukan untuk kegiatan konsumsi. Pada tahun2013 besarnya kredit untuk konsumsi mencapai Rp 10,38 triliun dengan porsi mencapai41,53 persen dari total jumlah kredit yang tersalur.

2007 3.723 (41,10) 1.219 (13,46) 4.116 (45,44) 9.059 (100)

2008 4.450 (42,48) 1.280 (12,22) 4.745 (45,30) 10.475 (100)

2009 4.642 (39,60) 1.486 (12,68) 5.595 (47,73) 11.723 (100)

2010 5.488 (38,95) 1.809 (12,84) 6.793 (48,21) 14.090 (100)

2011 7.277 (40,57) 2.386 (13,30) 8.276 (46,13) 17.939 (100)

2012 8.996 (41,19) 3.193 (14,62) 9.651 (44,19) 21.840 (100)

2013 9.499 (37,99) 4.756 (19,03) 10.382 (41,53) 24.998 (100)

JumlahModal Kerja Investasi Konsumsi

TahunJenis Penggunaan

Pemanfaatan kredit untuk modalkerja dan investasi masing-masingmencapai Rp 9,50 triliun (37,99 %) danRp 4,76 triliun (19,03 %). Selama 2007-2013, semua jenis penggunaan kredit(modal kerja, investasi dan konsumsi)semakin meningkat dengan besaranyang bervariasi. Pemanfaatanuntuk kegiatan konsumsi selalumendominasi jenis kredit yang

disalurkan dan diikuti oleh kreditmodal kerja dan kredit investasi.

Tabel 14.3. 

Perkembangan Jumlah Kredit menurut Jenis Penggunaandi DIY, 2007-2013 (Rp Milyar)

 Sumber : Bank Indonesia Yogyakarta

Secara sektoral, pemanfaatan kredit perbankan terbesar disalurkan ke sektor bukanlapangan usaha (40,11 %), terutama kredit konsumsi dan diikuti oleh kredit pada sektorperdagangan besar dan eceran dengan porsi 26,99 persen. Posisi selanjutnya secaraberturut-turut adalah kredit sektor serta real estate dan usaha persewaan; sektor industripengolahan; dan sektor penyediaan akomodasi dan restoran dengan proporsi masingmasing sebesar 7,80 persen, 6,53 persen dan 4,94 persen.

Kinerja perbankan juga dapat diukur dari nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yang dihitungdari rasio antara jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah dana yang dihimpun darimasyarakat. LDR di DIY selama tahun 2013 mencapai 65,25 persen dan lebih meningkatdibandingkan dengan LDR 2012 yang sebesar 62,61 persen. Peningkatan ini menunjukkanperan dan fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan menjadi semakin baikatau semakin optimal terlebih jika pemanfaatan kreditnya untuk kegiatan yang sifatnyaproduktif tentu akan mampu menggerakkan perekonomian. Di sisi yang lain, meningkatnyaaktivitas ekonomi yang ditandai oleh pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi jugadisinyalir menjadi penyebab meningkatnnya permintaan volume kredit oleh para pelakuekonomi.

Meskipun nilai LDR selama 2007-2012 semakin meningkat, secara umum nilai tersebutmasih berada di bawah ketentuan minimum LDR yang sebesar 78 persen. Belum optimalnyaLDR salah satunya disebabkan oleh persoalan rendahnya penyaluran kredit terutama daribank umum yang dihimpun di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Dengan share dana

Struktur dana yang dihimpun dari masyarakat didominasi oleh tabungan, sementara kredityang disalurkan sebagian besar terserap untuk kegiatan konsumsi

Page 78: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 78/110

68 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

pihak ketiga yang berhasil dihimpun sebesar 18,74 persen dan 71,19 persen, pangsa kredityang tersalurkan di kedua daerah hanya mencapai 14,79 persen dan 68,98 persen. Akibatnya,LDR di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta selama tahun 2013 menjadi yang terendah

dengan nilai masing-masing sebesar 47,98 persen dan 58,89 persen. LDR yang tertinggiterjadi di Kabupaten Gunungkidul dengan nilai 134,18 persen, artinya dana dari pihak ketigayang berhasil dihimpun oleh bank umum belum mampu untuk mencukupi permintaankredit oleh masyarakat dan pelaku usaha sehingga harus dicukupi dari daerah lainnya.Meskipun demikian, dibandingkan dengan tahun 2012 nilai LDR di semua kabupaten/kotamengalami kenaikan kecuali Kabuapten Bantul turun 3,50 poin.

Non Performing Loans  (NPLs) merupakan indikator yang menunjukkan tingkat resikokredit perbankan. Nilai NPLs selama tahun 2007-2013 menunjukkan pola yang cukupberfluktuasi. NPLs mencapai level terendah pada tahun 2012 dengan nilai 2,35 persen,meskipun terlihat meningkat kembali di tahun 2013 dengan level sebesar 2,79 persen.Secaraumum, kenaikan angka NPLs ini menunjukkan resiko perbankan dalam menyalurkan kreditmenjadi semakin tinggi atau tingkat pembayaran/pengembalian cicilan menjadi kuranglancar. Resiko kredit perbankan di DIY dalam empat tahun terakhir masih di bawah bataskategori aman karena memiliki nilai NPLs di bawah 5 persen.

55,07

58,14

55,7357,45

62,34

62,61

65,25

5,05

2,54

3,20   3,19

2,41

2,352,79

0

1

2

3

4

5

6

48

50

52

54

56

58

60

62

64

66

68

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

LDR NPL

Aset DPK Kredit 2010 2011 2012 2013

Kulonprogo 2,83 3,04 4,33 94,84 84,73 83,11 86,47

Bantul 4,00 4,33 5,94 91,16 81,57 86,77 83,27

Gunungkidul 3,29 2,70 5,96 153,04 134,82 127,86 134,18

Sleman 16,71 18,74 14,79 59,69 47,16 46,94 47,98

Yogyakarta 73,17 71,19 68,98 52,40 56,26 57,09 58,89

DIY 100,00 100,00 100,00 59,45 58,68 59,24 60,77

Kabupaten/

Kota

Pangsa (Persen) LDR

 Sumber : Bank Indonesia Yogyakarta

Gambar 14.1. 

Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) dan non

Performing Loans (NPL) di DIY, 2007-2013 (Persen)

Tabel 14.4. 

Pangsa Aset, Dana Pihak Ketiga, Kredit dan LDR Bank

Umum menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2010-2013

 Sumber : Bank Indonesia Yogyakarta

NILAI TUKAR VALUTA ASING

Nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing menjadi salah satu variabelekonomi yang sangat perlu dipantau perkembangan maupun fluktuasinya. Ketika nilai tukarmenguat (terapresiasi) maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya volume impor luarnegeri dan menurunnya volume ekspor, karena harga barang impor menjadi lebih murahdan harga barang ekspor menjadi lebih mahal di luar negeri. Sebaliknya, ketika nilai tukarmelemah (terdepresiasi) maka akan berpengaruh terhadap penurunan impor luar negerikarena harga barang impor menjadi lebih mahal dan mampu mendorong ekspor luar negeri.karena harga komoditas ekspor di luar negeri menjadi lebih murah.

Perkembangan rata-rata nilai tukar rupiah dalam setahun terhadap valuta asing secararingkas disajikan dalam tabel 14.5. Data yang disajikan bersumber dari beberapa sampelperusahaan valas. Secara umum, nilai jual beberapa mata uang asing yang diperdagangkanoleh perusahaan valas selalu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai mata uang yang dibeli.

Perkembangan LDR semakin meningkat sehing fungsi intermediasi bank semakin berjalanoptimal, namun secara level masih berada di bawah taraf yang ditentukan (78 persen)

Page 79: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 79/110

69Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli

2 00 7 9 .2 26 9 .1 10 6 .9 38 6 .8 15 1 .2 32 1 .1 47 16 .9 12 16 .6 55 1 0 9 10 7 3 .3 79 3 .2 53 8 .4 62 8 .3 69 13 .9 18 13 .8 30

2 00 8 9 .1 93 9 .0 81 7 .7 04 7 .5 86 1 .2 20 1 .1 44 18 .3 46 18 .1 08 1 19 1 1 7 3 .0 88 2 .9 86 7 .5 87 7 .4 80 12 .1 32 12 .0 06

2 00 9 9 .7 60 9 .5 82 8 .2 71 7 .9 26 1 .2 98 1 .2 03 17 .8 75 17 .3 02 1 11 1 0 9 2 .9 08 2 .8 09 7 .0 48 6 .9 38 12 .2 65 12 .1 30

2010 10.515 10.336 8 .236 8 .047 1 .417 1 .301 16.333 15.726 105 102 2 .860 2 .746 6 .732 6 .611 12.111 11.940

2 01 1 8 .8 47 8 .7 34 9 .1 07 8 .9 80 1 .1 84 1 .1 05 14 .2 23 13 .9 55 1 31 1 0 9 3 .1 05 2 .9 45 7 .2 43 7 .0 76 14 .5 30 14 .2 56

2 01 2 9 .4 69 9 .3 67 9 .7 88 9 .6 64 1 .5 95 1 .5 18 1 5.03 7 1 4.77 5 9 6 9 2 2 .9 45 2 .8 02 6 .8 95 6 .7 29 1 4.22 0 1 3.96 7

2013 10.576 10.434 10.224 10.069 1 .410 1 .324 16.630 16.299 79 77 2 .697 2 .592 6 .120 6 .010 12.559 12.432

Bulan

Yen

Jepang (Y)

Ringgit

Malaysia (MYR)

Dolar Singapura

(SGD)

  EURODolar Amerika

(USD)

Dolar Australia

(AUD)

Dolar Hongkong

(HKD)

Poundsterling

Inggris (GBP)

 Sumber: BPS DIY

Tabel 14.5. 

Rata-rata Nilai Tukar Jual dan Beli Valuta Asing menurut Jenis Valuta Asing di DIY, 2007-2013

Nilai tukar beberapa mata uang asing terhadap rupiah memiliki pola yang sama dengan nilaitukar Dolar Amerika (USD), karena sampai saat ini USD menjadi mata uang rujukan dalamtransaksi internasional. Pola nilai tukar rupiah terhadap USD terlihat melemah sampai tahun

2010, kemudian menguat di tahun 2011 dan kembali melemah di tahun 2012-2013. Polayang sedikit berbeda terjadi pada nilai tukar mata uang rupiah terhadap PoundsterlingInggris (GBP) yang mengalami pelemahan di tahun 2008 kemudian kembali menguat sampaitahun 2012. Demikian pula dengan nilai tukar rupiah terhadap Yen Jepang terlihat memilikipola yang semakin menguat.

INVESTASI

Investasi adalah pengorbanan materi maupun non materi pada masa sekaranguntuk memperoleh pendapatan di masa yang akan datang. Menurut pelakunya investasidikelompokkan menjadi 3, yaitu pemerintah, perusahaan (terdiri dari perusahaan yangdifasilitasi dan tidak difasilitasi), serta rumah tangga. Data investasi perusahaan yang tersediadan dapat digunakan sebagai bahan perencanaan adalah rencana dan realisasi penanamanmodal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) yang merupakan kelompokinvestasi yang difasilitasi yang dilaporkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah.

Sektor PMDN PMA Jumlah

27,57 16,21 43,78

(0,96) (0,31) (0,54)

1.165,41 1.165,01 2.330,42

(40,68) (22,50) (28,97)

1.672 3.998 5.669

(58,36) (77,19) (70,48)2.864,65 5.178,81 8.043,46

(100) (100) (100)Jumlah

Tersier

Sekunder

Primer

Tabel 14.4. 

Realisasi Komulatif PMA dan PMDM menurut ke-lompok Sektor di DIY, 2013 (Milyar)

 Sumber : BKPM DIY

Realisasi penanaman modal di DIYsecara kumulatif tahun 2013 mencapai Rp8,04 triliun. Realisasi PMDN mencapai Rp2,64 triliun atau mencapai 92,01 persendari investasi yang direncanakan padatahun yang sama. Sementara, realisasiPMA mencapai nilai Rp 5,18 triliun ataumencapai 115,77 persen dari investasiyang direncanakan. Berdasarkan sektornya,realisasi investasi baik PMDN maupun

PMA sebagian besar terjadi pada sektortersier dengan nilai mencapai 70,48 persen.Sementara realisasi pada sektor primermasih belum terlihat secara signifikan.

Perkembangan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika di tahun 2013 mengalamidepresiasi, sementara terhadapmata uang Euro justru menguat (Terapresiasi)

Page 80: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 80/110

Page 81: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 81/110

71Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

karya seni tradisional Indonesia. Investasi jasa lainnya yang berkembang di DIY terutamaterkait jasa pendukung perkembangan dunia pendidikan.

Realisasi kumulatif penanaman modal asing (PMA) pada tahun 2013 mencapai Rp5,18 triliun. Realisasi kumulatif PMA tersebut dilaksanakan oleh 114 perusahaan denganserapan tenaga kerja domestik sebanyak 17.842 orang dan tenaga kerja asing sebanyak 149orang. Jika dibandingkan dengan perencanaannya, maka realisasi PMA selama tahun 2013mencapai 115,77 persen artinya nilainya lebih sekitar 16 persen dari yang direncanakan.

Distribusi realisasi PMA terbesar terjadi pada kelompok sektor tersier dengan porsimencapai 77 persen. Sementara porsi kelompok sektor primer dan sekunder masing-masingsebesar 0,31 persen dan 22,50 persen. Sektor yang porsinya terbesar secara berturut-turutadalah sektor perdagangan dan reparasi; sektor hotel dan restoran; dan sektor industrimakanan dengan porsi masing-masing sebesar 30,53 persen; 21,55 persen; dan 13,78

persen. Senada dengan investor dalam negeri, para investor asing pun lebih berminatuntuk berinvestasi di sektor-sektor yang berbasis pariwisata. Kinerja pariwisata yang terusmenunjukkan peningkatan dari sisi jumlah kunjungan menjadi daya tarik investasi di sektor-sektor tersebut. Fakta ini menjadi sebuah persoalan, karena pada umumnya investasi sektorpariwisata terpusat di daerah perkotaan sehingga membutuhkan intervensi pemerintahuntuk mengalihkan investasi di daerah perdesaan.

 Berdasarkan lokasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) tahun 2013, realisasi diKota Yotyakarta dan Kabupaten Sleman memiliki nilai yang terbesar dengan porsi mencapai46 persen dan 43 persen. Sementara, realisasi di Kabupaten Bantul memiliki porsi sebesar8 persen. Bahkan, realisasi di Kulonprogo dan Gunungkidul memiliki porsi kurang dari

dua persen. Pola yang hampir serupa juga terjadi pada penanaman modal asing (PMA).Realisasi terbesar dicapai Kabupaten Sleman (52 %) dan Kota Yogyakarta (41%), diikuti olehKabupaten Bantul dengan porsi mencapai 4 persen. Fenomena ini sangat berkaitan denganketersediaan infrastruktur publik yang relatif lebih lengkap dan memiliki kualitas lebih baik.Di samping, itu, resiko pengembalian, resiko keamanan, stabilitas sosial, serta kemudahandalam perizinan juga turut berpengaruh terhadap volume penanaman modal.

Kulonprogo

0,01

Bantul

0,08

Gunungkidul

0,01

Sleman

0,43

Yogyakarta

0,46

PMDN

Kulonprogo

0,00Bantul

0,04

Gunungkidul

0,02

Sleman

0,52

Yogyakarta

0,41

PMA

Gambar 14.2. 

Realisasi PMDM dan PMA di DIY menurut Kabupaten/Kota, 2013 (Persen)

 Sumber : BKPM DIY

Realisasi investasi PMDN dan PMA menurut wilayah sebagian besar terjadi di wilayahperkotaan, terutama di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta 

Page 82: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 82/110

Page 83: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 83/110

73Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

IHK yang terendah terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangandengan nilai indeks sebesar 123,40 persen. Artinya, kelompok pengeluaran ini sejak tahun2007 hanya mengalami kenaikan harga sebesar 23,40 persen. Selama tahun 2013, IHK semua

kelompok pengeluaran menunjukkan peningkatan dan peningkatan terbesar terjadi padakelompok bahan makanan sebesar 20,50 poin dibandingkan dengan IHK tahun 2012.

Pola perkembangan IHK umum bulanan di Kota Yogyakarta selama periode 2010-2013menunjukkan tren yang semakin meningkat, meskipun terlihat ada penurnan indeks dibulan Maret-Mei 2013 (Gambar 15.1). Secara umum, peningkatan indeks harga yang cukuptajam terjadi selama tahun 2013. Sementara, selama 2011 dan 2012 pola perkembangan IHKterlihat lebih datar. IHK tahun 2011 meningkat sebesar 4,86 poin dari IHK 2010, sementaraIHK tahun 2012 meningkat 5,61 poin dibandingkan dengan tahun 2011. Fenomena inimenunjukkan tingkat harga selama tahun 2011 dan 2012 relatif lebih stabil dibandingkandengan tahun 2010 maupun 2013.

Perubahan IHK antar periode digambarkan oleh besaran angka inflasi/deflasi. Tabel 15.1menyajikan perkembangan angka inflasi menurut kelompok pengeluaran selama tiga tahunterakhir. Secara umum, level inflasi yang tertinggi terjadi pada tahun 2013 dengan nilai

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

   J   a   n

   A   p   r

   J   u    l

   O    k   t

   J   a   n

   A   p   r

   J   u    l

   O    k   t

   J   a   n

   A   p   r

   J   u    l

   O    k   t

   J   a   n

   A   p   r

   J   u    l

   O    k   t

   J   a   n

   A   p   r

   J   u    l

   O    k   t

   J   a   n

   A   p   r

   J   u    l

   O    k   t

   J   a   n

   A   p   r

   J   u    l

   O    k   t

   J   a   n

   A   p   r

   J   u    l

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1  9  9  0 

1  9  9 1 

1  9  9 2 

1  9  9  3 

1  9  9  4 

1  9  9  5 

1  9  9  6 

1  9  9  7 

1  9  9  8 

1  9  9  9 

2  0  0  0 

2  0  0 1 

2  0  0 2 

2  0  0  3 

2  0  0  4 

2  0  0  5 

2  0  0  6 

2  0  0  7 

2  0  0  8 

2  0  0  9 

2  0 1  0 

2  0 1 1 

2  0 1 2 

2  0 1  3 

DIY Nasional

sebesar 7,32 persen yangdidorong oleh kenaikan hargapada kelompok bahan makanandan kelompok transportasi dankomunikasi dengan besaranmasing-masing 12,31 persen dan

10,45 persen. Fenomena yangmendorong kenaikan harga inisalah satunya adalah keputusanpemerintah menaikkan hargabahan bakar minyak dan elpijidi pertengahan tahun 2013.

Pola perkembangan inflasiKota Yogyakarta selama periode1990-2013 sangat berfluktuasi(Grafik 15.2). Secara umum,

terdapat pola yang hampir miripantara inflasi Kota Yogyakarta danNasional. Inflasi Kota Yogyakartamaupun nasional mencapai leveltertinggi pada tahun 1998 denganlevel di atas 77 persen sebagaidampak dari krisis ekonomi1997/1998. Dalam sepuluh tahunterakhir, inflasi Kota Yogyakartamencapai level tertinggi di

tahun 2005 sebesar 14,98 persensebagai dampak dari kebijakanpemerintah menaikkan harga BBMsebanyak dua kali di tahun 2005Sumber : BPS DIY

Gambar 15.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta, 2017-2014 (%)

 Sumber : BPS DIY

Gambar 15.2. 

Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Kota Yogyakarta danNasional, 1990-2013 (Persen)

Perkembangan harga barang dan jasa selama 2013 yang diukur dengan perubahan IHKmencapai 7,32 persen dan lebih tinggi dari tahun 2012 (4,31 persen)

Page 84: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 84/110

74 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

dengan besaran kenaikan di atas 100 persen. Kebijakan ini memicu kenaikan harga barangdan jasa pada kelompok transportasi dan secara tidak langsung juga mendorong inflasi padakelompok pengeluaran yang lainnya.

Pada tahun 2006 dan 2007 tingkat harga secara umum juga tetap meningkat meskipundari sisi besaran inflasinya sedikit menurun hingga mencapai 10,40 persen di tahun 2006 dan7,99 persen di tahun 2007. Selama tahun 2008 inflasi tercatat sebesar 9,88. Tingginya inflasiini dipicu oleh kenaikan harga BBM yang terjadi di akhir bulan Mei 2008 serta kebijakankonversi minyak ke elpiji yang mendorong meningkatnya harga-harga jasa transportasi danenergi. Laju inflasi selama tahun 2009 di Kota Yogyakarta mencapai 2,93 persen dan angka inimenjadi inflasi yang terkecil sejak 20 tahun terakhir. Penyebabnya adalah adanya kebijakanpemerintah yang menurunkan harga BBM hingga 2 kali, yaitu pada bulan Desember 2008dan Januari 2009, sehingga berakibat pada turunnya tarif angkutan umum dan stabilnyaharga kebutuhan pokok masyarakat.

Pada tahun 2010 laju inflasi kembali mengalami kenaikan yaitu mencapai 7,38 persen.Melonjaknya harga bahan makanan pokok sebagai akibat anomali musim di tahun 2010merupakan pemicu utama terjadinya inflasi di kota Yogyakarta. Komoditas beras dan cabemerupakan komoditas yang memberikan andil yang cukup besar terhadap inflasi umum dikota Yogyakarta pada kurun waktu tersebut. Laju inflasi tertinggi pada tahun 2010 terjadipada kelompok bahan makanan yang mencapai 18,86 persen, kemudian diikuti olehkelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 5,57 persen dan kelompokperumahan sebesar 5,49 persen. Sedangkan laju inflasi terendah terjadi pada kelompokkesehatan dengan angka sebesar 1,97 persen. Selama tahun 2011, gejolak harga barang

dan jasa kebutuhan rumah tangga relatif stabil. Hal ini ditunjukkan oleh laju inflasi yangsebesar 3,88 persen. Kenaikan harga yang tertinggi terjadi pada kelompok sandang (9,4 %)dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (7,07 persen). Kondisi harga-harga komoditas selama 2012 relatif lebih stabil dan diindikasikan oleh inflasi tahunan yangmencapai 4,51 persen. Pada tahun 2013 laju inflasi kembali menguat hingga mencapailevel 7,32 persen, namun dalam beberapa tahun terakhir tingkat inflasi di Kota Yogyakarta

cenderung lebih rendah dari level nasinal.

Perkembangan inflasi bulanan Kota Yogyakarta selama tahun 2007-2013 menunjukkanadanya pengaruh pola musiman yang cukup kuat. Hal ini terlihat dari nilai inflasi yangmencapai level tertinggi selama tahun 2007-2013 selalu berkaitan dengan momentum

perayaan hari raya keagamaan, liburan sekolah dan akhir tahun maupun akibat kebijakanpemerintah dengan menaikkan harga komoditas strategis seperti BBM.

NILAI TUKAR PETANI

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator yang berguna untukmengukur tingkat kesejahteraan petani, yaitu dengan mengukur kemampuan tukar produk(komoditas) yang dihasilkan/dijual petani dibandingkan dengan produk yang dibutuhkanpetani baik untuk proses produksi (usaha) maupun untuk konsumsi rumah tangga petani.NTP menunjukkan daya tukar (term of trade) antara produk pertanian yang dijual olehpetani dengan barang dan jasa yang dibutuhkan petani dalam proses produksi maupun

untuk konsumsi rumah tangga. Sebagai salah satu indikator yang menggambarkan tingkatkesejahteraan petani, NTP dihitung dari rasio antara indeks yang diterima dan indeks yangdibayar oleh petani.

Perkembangan indeks harga konsumen bulanan di Kota Yogyakarta sangat dipengaruhi olehpola musiman dan mencapai level tinggi saat peringatan hari raya, liburan sekolah liburanakhir tahun

Page 85: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 85/110

75Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Dengan membandingkan keduanya maka dapat diketahui apakah peningkatan pengeluaranuntuk kebutuhan petani dapat dikompensasi dengan pertambahan pendapatan petanidari hasil pertaniannya. Sebaliknya, apakah kenaikan harga jual produksi pertanian dapat

menambah pendapatan petani yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan parapetani juga dapat diukur dengan kedua indikator ini. Semakin tinggi nilai NTP, semakin kuatpula tingkat daya beli petani yang berarti pula kesejahteraannya semakin meningkat.

Perkembangan indeks harga yang diterima petani (It), indeks harga yang dibayar(Ib) dan NTP di Provinsi DIY selama tahun 2008-2013 menunjukkan pola yang semakinmeningkat. Secara umum, nilai It rata-rata selama periode 2008-2013 selalu lebih tinggidari nilai Ib. Kenaikan indeks yang tertinggi terjadi pada kelompok tanaman pangan dankelompok perkebunan rakyat. Sementara, kelompok peternakan dan perikanan memilikikenaikan indeks terendah. Dari sisi level, nilai It tertinggi dimiliki kelompok hortikulturaterutama pada komoditas sayur-sayuran dan buah-buahan. Kenaikan It yang lebih tinggidari kenaikan Ib akan berakibat pada peningkatan NTP. Perkembangan NTP rata-rata di DIYselama periode 2008-2013 (2007=100) semakin menunjukkan peningkatan dari 105,28 ditahun 2008 menjadi 116,39 di bulan November 2013. Secara kasar, hal ini merepresentasikankesejahteraan petani yang meningkat, karena dengan indeks harga yang diterima lebihtinggi dari harga yang dibayar nilai produksi hasil pertanian menjadi lebih besar denganasumsi komoditas yang harganya meningkat banyak dibudidayakan oleh petani di DIY.

Pola perkembangan NTP bulanan di DIY cukup berfluktuasi dengan nilai di atas 100 danada kecenderungan yang semakin meningkat. Pada tahun 2010, nilai NTP mencapai puncakselama bulan Agustus dan terendah di bulan Februari. Pola selama tahun 2011 dan 2012

sedikit mengalami perubahan dan mencapai puncak selama bulan Oktober dan terendah dibulan Maret berkaitan dengan nilai inflasi barang-dan jasa yang cukup tinggi. Hal ini sangatironis, karena bulan Maret masih menjadi bulan puncak panen tanaman padi dan palawija.Pola di tahun 2013, nilai rata-rata It tercatat sebesar 163,16, sementara nilai Ib tercatat sebesar139,59 sehingga nilai NTP 2013 tercatat sebesar 116,89. Nilai NTP yang berada di atas 100menggambarkan kesejahteraan penduduk secara kasar yang meningkat.

Indeks harga yang diterima petani dalam beberapa periode selalu lebih tinggi dibandingkandengan indeks yan dibayar petani, sehingga nilai tukar petani juga semakin meningkat dan

memberi gambaran kasar kesejahteraan petani yang meningkat

60

80

100

120

140

160

180

 J    a n

 M a r 

 M e i   

 J    u l    i   

 S   e  p

 N o v 

 J    a n

 M a r 

 M e i   

 J    u l    i   

 S   e  p

 N o v 

 J    a n

 M a r 

 M e i   

 J    u l    i   

 S   e  p

 N o v 

 J    a n

 M a r 

 M e i   

 J    u l    i   

 S   e  p

 N o v 

2010 2011 2012 2013

It Ib NTP

 Sumber : BPS DIY

Gambar 15.4. 

Perkembangan Indeks Diterima, Indeks Dibayar dan NTP Bulanan di DIY, 2010-2013 (Persen)

Page 86: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 86/110

76 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PENGELUARAN RUMAH TANGGA

Pengeluaran atau konsumsi penduduk/rumah tangga menjadi salah satu komponenpermintaan terpenting yang menentukan aktivitas perekonomian di suatu wilayah.Pengeluaran rumah tangga secara riil juga menjadi salah satu indikator kesejahteraan,semakin meningkat pengeluaran penduduk secara rata-rata maka semakin tinggi pulatingkat kesejahteraannya. Pengeluaran penduduk/rumah tangga dibagi menjadi duakategori, pengeluaan makanan dan non makanan. Pergeseran dalam pola pengeluaranterjadi seiring dengan peningkatan pendapatan, artinya ketika pendapatan meningkatmaka porsi pengeluaran untuk makanan akan semakin menurun dan sebaliknya porsipengeluaran untuk non makanan akan semakin meningkat.

Nilai nominal pengeluaran per kapita penduduk DIY selama tahun 2013 tercatat sebesarRp 765.714, terdiri dari pengeluaran makanan sebesar Rp 359.522 dan non makanan sebesar

Rp 406.192. Dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar Rp 700.297, pengeluaranper kapita tahun 2013 meningkat sebesar 9,34 persen. Peningkatan ini didorong olehpeningkatan pengeluaran untuk kelompok makanan sebesar 9,86 persen dan kelompoknon makanan sebesar 8,88 persen. Konsep pengeluaran disajikan dalam bentuk nominalatas dasar harga pasar yang berlaku, sehingga peningkatan pengeluaran per kapita selaindisebabkan oleh peningkatan kuantitas barang juga dipengaruhi oleh kenaikan hargabarang dan jasa (inflasi). Kondisi ini belum mencerminkan kenaikan kesejahteraan secara riil.

Secara umum, pengeluaran per kapita penduduk perkotaan cenderung lebih tinggidibandingkan dengan pengeluaran penduduk perdesaan, sehingga tingkat kesejahteraanpenduduk perkotaan secara rata-rata lebih baik dibanding penduduk perdesaan. Pada tahun

2013, pengeluaran per kapita penduduk perkotaan mencapai Rp 879.835 atau tumbuh 9,77persen dibandingkan dengan tahun 2012. Secara nominal, pengeluaran per kapita pendudukperdesaan tahun 2013 sebesar Rp 543.268 dan tumbuh 8,12 persen dibandingkan dengantahun 2012. Tingginya pertumbuhan pengeluaran per kapita di perkotaan didorong olehpeningkatan pengeluaran kelompok non makanan yang tumbuh sebesar 12,77 persen,terutama pengeluaran untuk komoditas pada kelompok perumahan dan bahan bakar.

POLA KONSUMSI PENDUDUKPola konsumsi atau pengeluaran penduduk dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh levelpendapatan yang diterima dan tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi)

Makanan  Non

Makanan  Jumlah

P er kota a n (K ) 270. 886 385. 305 656. 191

Perdesaan (D) 195.603 174.305 369.908

K+D 244.003 309.963 553.966

P er kota a n (K ) 302. 958 399. 829 702. 787

Perdesaan (D) 223.946 248.219 472.165

K+D 276.322 348.722 625.044

P er kota a n (K ) 361. 214 440. 296 801. 510

Perdesaan (D) 260.840 241.638 502.478

K+D 327.242 373.055 700.297

P er kota a n (K ) 383. 303 496. 532 879. 835

Perdesaan (D) 313.167 230.101 543.268

K+D 359.522 406.192 765.714

Tahun Dae rah

Pengeluaran/Konsumsi

2010

2011

2012

2013

41,28

52,8844,05   43,11   47,43 44,21   45,07

  51,9146,73 43,57

57,6546,95

58,72

47,1255,95   56,89   52,57 55,79   54,93

  48,0953,27 56,43

42,3553,05

0

20

40

60

80

100

K D K+D K D K+D K D K+D K D K+D

2010 2011 2012 2013

Makanan non Makanan

 Sumber : BPS DIY

Tabel 16.1. 

Pengeluaran Perkapita Sebulan di DIYmenurut Kelompok, 2010-2013 (Rupiah)

 Sumber : BPS DIY

Gambar 16.1. 

Pangsa Pengeluaran engeluaran Perkapita Sebulan di DIY

menurut Kelompok, 2010-2013 (Persen)

Page 87: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 87/110

Page 88: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 88/110

78 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN

 Tingkat kecukupan gizi yang diukur dari konsumsi kalori dan protein menjadi salah satuindikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Jumlahkonsumsi kalori dan protein dihitung berdasarkan jumlah dari hasil kali antara kuantitassetiap makanan yang dikonsumsi dengan besarnya kandungan kalori dan protein dalamsetiap makanan tersebut. Angka kecukupan konsumsi energi dan protein berdasarkanWidyakarya Pangan dan Gizi ke-8 tahun 2004 masing-masing sebesar 2.000 kkal dan 50gram protein per kapita per hari.

Rata-rata kalori yang dikonsumsi oleh penduduk DIY selama periode 2002-2013 cukupberfluktuasi dengan besaran antara 1.766 kkal sampai 1.996 kkal per kapita per hari. Jikamengacu pada standar kecukupan kebutuhan minimum energi yang sebesar 2.000 kkal perkapita per hari, maka rata-rata konsumsi kalori penduduk DIY masih di bawah standar yang

ditentukan. Angka tertinggi yang pernah dicapai adalah 1.996 kkal per kapita per hari ditahun 2013. Angka ini meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan beberapa periodesebelumnya.

1.904

1.836

1.915

1.766  1.803

1.852 1.8321794,06

1996,08

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

2.200

2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

K D K+D

50,76   51,04

55,30

49,56  51,35

  52,89   53,8152,08

61,65

0

10

20

30

40

50

60

70

2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

K D K+D

Secara umum, selamasepuluh tahun terakhir konsumsikalori per kapita per haripenduduk perdesaan selalu lebihtinggi dibandingkan denganpenduduk perkotaan. Pada tahun2012, konsumsi per kapita per haripenduduk kota tercatat sebesar

1.823 kkal, sementara konsumsiper kapita per hari pendudukperdesaan tercatat sebesar 1.867kkal. Fenomena ini terjadi karenaadanya kecenderungan pendudukperkotaan terutama mereka yangberstatus pelajar/mahasiswadalam mengkonsumsi makanandan minuman jadi, sementarapenduduk desa cenderungmengkonsumsi bahan makananyang diolah terlebih dahulu.

Konsumsi protein pendudukDIY selama periode 2002-2013 juga cukup berfluktuasi danmencapai puncak di tahun 2003dengan nilai 55,30 gram per kapitaper hari. Meskipun konsumsiprotein menurun selama tahun

2008 hingga mencapai 61,65 gram,dalam lima tahun terakhir polanyasemakin meningkat menjadi 53,13gram per kapita per hari di tahun

 Sumber : BPS DIY

Gambar 16.2. 

Rata-rata Konsumsi Kalori Perkapita Sehari di DIY, 2002-2013 (kkal)

Gambar 16.3. 

Rata-rata Konsumsi Protein Perkapita Sehari, 2002-2013 (gram)

 Sumber : BPS DIY

Pola konsumsi energi/kalori perkapita per hari penduduk DIY dalam satu dasawarsa terakhirmasih berada dibawah angka kecukupan energi (2.000 kilo kalori)

Page 89: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 89/110

79Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

2012, konsumsi per kapita per hari penduduk kota tercatat sebesar 1.823 kkal, sementarakonsumsi per kapita per hari penduduk perdesaan tercatat sebesar 1.867 kkal. Fenomenaini terjadi karena adanya kecenderungan penduduk perkotaan terutama mereka yang

berstatus pelajar/mahasiswa dalam mengkonsumsi makanan dan minuman jadi, sementarapenduduk desa cenderung mengkonsumsi bahan makanan yang diolah terlebih dahulu.

Konsumsi protein penduduk DIY selama periode 2002-2013 juga cukup berfluktuasi danmencapai puncak di tahun 2003 dengan nilai 61,65 gram per kapita per hari. Jika mengacupada kebutuhan minimum protein yang sebesar 50 gram per kapita per hari, maka konsumsiprotein penduduk DIY sudah melebihi kebutuhan minimum yang ditentukan. Berdasarkanpola konsumsi protein per kapita per hari menurut wilayah selama sepuluh tahun terakhir,penduduk perkotaan masih lebih tinggi dalam mengkonsumsi protein dibandingkan denganpenduduk perdesaan. Hal ini terjadi karena sumber-sumber protein yang dikonsumsipenduduk perkotaan sudah lebih bervariasi dibandingkan dengan penduduk perdesaan.Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir pola konsumsi protein penduduk perdesaan masihberada di bawah angka kecukupan protein yang ditentukan.

Perkembangan konsumsi kalori dan protein per kapita berdasarkan kelompok makananselama tahun 2010-2013 disajikan dalam Tabel 16.3. Berdasarkan kelompok makanan,konsumsi kalori dan protein yang tertinggi bersumber dari kelompok padi-padian danmakanan jadi. Selama tahun 2013, kedua kelompok tersebut memiliki pangsa sebesar 36,85persen dan 27,00 persen dari total konsumsi kalori penduduk DIY. Sementara, pangsa proteinkedua kelompok tersebut masing-masing mencapai 28,01 persen dan 34,44 persen dandiikuti oleh kelompok kacang-kacangan dengan porsi 11,21 persen. Porsi konsumsi kalori

dan protein yang berasal dari kelompok buah-buahan, umbi-umbian, kelompok ikan dankelompok daging masih relatif rendah sehingga pemerintah perlu mendorong masyarakatuntuk lebih banyak konsumsi energi dan protein yang bersumber dari kelompok-kelompokmakanan tersebut.

Padi-padia n 701 (37,85) 700 (38,23) 708 (38,51) 736 (36,85) 16,45 (31,11) 16,44 (30,55) 16,60 (31,24) 17,27 (28,01)

Umbi-umbian 33 (1,79) 26 (1,41) 21 (1,16) 34 (1,71) 0,24 (0,45) 0,19 (0,35) 0,17 (0,32) 0,25 (0,41)

Ikan 15 (0,80) 14 (0,76) 17 (0,91) 20 (0,98) 2,36 (4,46) 2,1 (3,90) 2,58 (4,86) 3,00 (4,87)

Da ging da n Ha si lnya 4 0 (2 ,15 ) 4 1 (2,26) 48 (2,6 2) 47 (2 ,36 ) 2,4 8 (4,69) 2 ,64 (4,9 1) 2,84 (5 ,35 ) 2,9 7 (4 ,82)

Te lur, Sus u d an Ha si lnya 6 3 (3 ,3 8) 6 2 (3 ,3 8) 5 7 (3 ,0 9) 6 8 (3 ,4 1) 3 ,4 8 (6 ,5 8) 3 ,4 6 (6 ,4 3) 3 ,1 8 (5 ,9 9) 3 ,8 2 (6 ,2 0)

Sayur-s ayuran 44 (2,35) 41 (2,26) 44 (2,40) 44 (2,22) 2,9 (5,48) 2,8 (5,20) 2 ,90 (5,46) 2 ,91 (4,72)

Ka ca ng-ka ca nga n 7 9 ( 4,2 4) 7 2 ( 3,9 1) 7 3 ( 3,9 5) 7 6 ( 3,8 1) 6 ,8 6 (1 2, 97 ) 6 ,9 2 (1 2,8 6) 6 ,7 9 (1 2,7 8) 6 ,9 1 (1 1,2 1)

Buah-bua han 41 (2,24) 43 (2,35) 48 (2,63) 50 (2,51) 0,46 (0,87) 0,45 (0,84) 0,52 (0,98) 0,49 (0,79)

Lemak dan Minyak 211 (11,39) 201 (10,98) 203 (11,03) 207 (10,35) 0 ,49 (0 ,93) 0 ,43 (0 ,80) 0 ,39 (0 ,73) 0 ,35 (0 ,57)

Ba ha n Minuma n 11 9 (6,42) 118 (6,4 6) 1 02 (5,53 ) 11 1 (5 ,54 ) 1,0 1 (1,9 1) 0 ,97 (1,8 0) 0,77 (1 ,45 ) 0,9 4 (1,52)

Bumbu-bumbuan 10 (0,53) 12 (0,64) 9 (0,50) 10 (0,51) 0,38 (0,72) 0,44 ( 0,82) 0,36 (0,68) 0,40 (0,65)

Kons ums i La innya 6 0 (3,21) 54 (2,9 7) 55 (2 ,98 ) 5 5 (2,77) 1,22 (2,3 1) 1 ,12 (2,08 ) 1,0 9 (2 ,05 ) 1,1 1 (1,8 0)

Ma ka na n Jadi 438 (23,66) 447 (24,38) 454 (24,69) 539 (27,00) 14,55 (27,52) 15,85 (29,46) 14,94 (28,12) 21,23 (34,44)

Jumlah 1852 (100) 1832 (100) 1838 (100) 1996 (100) 52,88 (100) 53,81 (100) 53,13 (100) 61,65 (100)

2013

Protein (Gram)

2013

Kalori (kkal)

2010 2011 2012Kelompok Makanan

2010 2011 2012

 Sumber : BPS DIY

Gambar 16.3. 

Rata-rata Konsumsi Protein dan Kalori Perkapita Sehari menurut Jenis Pengeluaran, 2010-2013

Konsumsi protein per kapita per hari penduduk DIY dalam lima tahun terakhir sudahmelebihi standar yang ditentuka (50 gram), namun untuk penduduk perdesaan masih di bawah

standar

Page 90: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 90/110

80 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PERDAGANGANNilai ekspor komoditas asarl DIY dalam dselama tahun 2013 semakin meningkat akibatpeningkatan volume 

 Terjaminnya ketersediaan/stok berbagai komoditas kebutuhan masyarakat merupakanhal yang sangat penting untuk dijaga. Untuk menjaga stabilitas perdagangan, baikperdagangan dalam negeri maupun luar negeri, perlu adanya aktivitas perdagangan

yang mencakup diantaranya adalah ekspor dan impor beberapa komoditas barang untukkebutuhan masyarakat di DIY. Sumber data ekspor dan impor luar negeri yang disajikanberasal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY.

0

50

100

150

200

250

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Volume (Ribu Ton) Nilai (Juta US$)

Kinerja ekspor luar negeri komoditasasal DIY dalam enam tahun terakhircukup berfluktuasi. Dari sisi volume adakecenderungan semakin menurun dari36,62 ribu ton di tahun 2007 menjadi 26,67ribu ton di tahun 2011, meskipun kembali

meningkat menjadi 34,04 ribu ton ditahun 2013. Krisis finansial yang melandabeberapa negara tujuan ekspor sepertiAmerika Serikat dan Uni Eropa sejak akhirtahun 2007 cukup berpengaruh terhadappenurunan volume ekspor asal DIY.

Pengaruh tersebut juga sangat terlihat jelas dari sisi nilei ekspor yang melorottajam hingga menjadi US$ 108,7 juta ditahun 2009. Namun demikian, dalam

tiga tahun terakhir nilai nominal eksporkomoditas asal DIY meningkat secarabertahap menjadi US$ US$ 211,76 juta ditahun 2013. Peningkatan nilai ekspor inilebih disebabkan oleh pengaruh kenaikanharga dan menguatnya nilai mata uang,karena dari sisi volume hanya naik sedikit.Sebagai catatan, nilai ekspor masih dalambentuk nominal dan dihitung atas dasarharga pasar yang berlaku.

Berdasarkan volumenya, komoditasasal DIY selama tahun 2013 sebagian besardiekspor ke negara-negara Uni Eropadengan porsi 39,86 persen. Negara-negaraUni Eropa tujuan utama ekspor komoditasasal DIY terdiri dari Jerman, Perancis danInggris. Dibandingkan dengan tahun 2012,nilai ekspor ke beberapa negara Uni Eropaseperti Jerman, Belgia, Belanda dan Italiaselama tahun 2013 mengalami peningkatan

yang cukup signifikan. Porsi selanjutnyaadalah ekspor ke Amerika Serikat danKanada dengan porsi 24,79 persen.

Amerika

Serikat dan

Kanada;

(10,93)

Uni Eropa;

(42,71)

Asia; (22,91)

Australia;

(10,16)

Lainnya;

(13,28)

Amerika

Serikat dan

Kanada;

(24,79)

Uni Eropa;

(39,86)

Asia; (23,48)

Australia;

(2,91)

Lainnya;

(8,97)

Gambar 17.1. 

Volume dan Nilai Ekspor DIY, 2007-2013

 Sumber : BPS DIY

Gambar 17.2. 

Pangsa Volume Ekspor DIY menurut Negara, 2013

 Sumber : BPS DIY

Gambar 17.2. 

Pangsa Volume Ekspor DIY menurut Negara, 2013

 Sumber : BPS DIY

Page 91: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 91/110

81Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

China 0,73 (38,62) 2,50 (1,61)

Kore a Se la ta n 0,50 (26,46) 2,5 5 (1,65)

Selandia baru - - - -

Hongkong 0,02 (1,06) 0,40 (0,26)

Taiwan 0,35 (18,52) 3,49 (2,25)

Amerika Serikat 0 ,06 (3 ,17) 0 ,53 (0 ,34)

Jepang 0,10 (5,29) 144,62 (93,31)

Malaysia - - - -

Singapura 0,01 (0,53) 0,17 (0,11)

Vietnam 0,02 (1,06) 0,05 (0,03)

Lainnya 0,10 (5,29) 0,68 (0,44)

Jumlah 1,89 (100) 154,99 (100)

Negara Asal Nilai (US$ Juta)Volume (000 Kg)

Negara

Amerika Serikat   3,29 (9,67) 47,32 (22,35)

Jerman   3,36 (9,87) 27,91 (13,18)

Korea Selatan   0, 79 ( 2, 32) 13, 68 ( 6, 46)

Jepang   2, 26 ( 6, 64) 20, 73 ( 9, 79)

India   0,48 ( 1,41) 3,14 ( 1,48)

Perancis   2,30 ( 6,76) 6,75 ( 3,19)

Inggris   1,00 ( 2,94) 5,84 ( 2,76)

Turki   1,01 ( 2,97) 4,76 ( 2,25)

China   1,81 ( 5,32) 4,76 ( 2,25)

Belanda   2,89 ( 8,49) 8,15 ( 3,85)

Belgia   1,78 ( 5,23) 3,93 ( 1,86)

Australia   3, 46 ( 10, 16) 6, 16 ( 2, 91)

Spanyol   0,85 ( 2,50) 3,50 ( 1,65)

Italia   1,34 (3,94) 23,52 (11,11)

Kanada   0,43 ( 1,26) 5,17 ( 2,44)

Thailand   0,23 ( 0,68) 1,04 ( 0,49)

Uni Emirat Arab   0,61 (1,79) 1,85 (0,87)

Malaysia   1,53 ( 4,49) 4,40 ( 2,08)

Iran   0,09 ( 0,26) 0,12 ( 0,06)

Portugal   0,01 ( 0,03) 0,04 ( 0,02)

Lainnya   4,52 (13,27) 18,99 (8,95)

Jumlah   34, 04 ( 100) 211, 76 ( 100)

Volume (000 Kg) Nilai (US$ Juta)

Tabel 17.1. 

Volume dan Nilai Ekspor DIY Menurut Negara

 Tujuan , 2013

 Sumber : BPS DIY

Tabel 17.2. 

Volume dan Nilai Impor DIY Menurut Negara

Asal , 2013

 Sumber : BPS DIY

Pangsa volume ekspor ke negara-negara di kawasan Asia selama 2013 mencapai 22,91persen, sementara pangsa nilainya mencapai 23,48 persen. Negara-negara di kawasan Asiayang menjadi tujuan ekspor utama komoditas asal DIY adalah Jepang dan China dengan

pangsa volume ekspor mencapai 6,64 persen dan5,32 persen. Sementara pangsa nilaiekspor tertinggi di negara Asia adalah Jepang dan Korea Selatan dengan pangsa sebesar9,79 persen dan 6,46 persen. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya volume maupun nilaiekspor ke kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara semakin meningkat. hal ini mengindikasikan

potensi kedua kawasan ini menjadi pasar alternatifbagi pemasaran komoditas ekspor asal DIY.

Komoditas ekspor unggulan DIY berdasarkannilai ekspornya adalah tekstil dan pakaian jadidengan pangsa sebesar 30,74 persen. Berikutnyasecara berturut-turut adalah komoditas mebelkayu, sarung tangan kulit, dan sarung tangansintetis dengan pangsa nilai ekspor masing-masing sebesar 16,89 persen; 13,20 persen; dan10,61 persen. Komoditas ekspor yang lainnyamemiliki pangsa nilai di bawah 5 persen.

Perkembangan kegiatan impor di DIY relatifsulit untuk dicatat dengan kondisi sebenarnya.Hal ini disebabkan oleh pelabuhan bongkar danpelaku impor umumnya berada di luar DIY. Di

samping itu, tidak semua importir melaporkanrealisasi impornya, sehingga yang tercatatadalah realisasi dari importir yang secara rutinmelaporkan ke Dinas Perindagkop DIY. Meskipundemikian, dapat dipastikan bahwa barang yangdiimpor dari luar negeri semuanya merupakanbahan baku produksi, bukan barang konsumtif.Barang-barang tersebut diantaranya adalahtekstil, bahan baku susu, kulit disamak, sparepartmesin pertanian, kapas, label dan asesoris garmen.

Realisasi impor luar negeri yang tercatatmasuk ke DIY selama tahun 2013 mencapai US$154,99 juta dan meningkat di atas 1000 persendibandingkan dengan tahun 2012. Dari sisivolume, impor yang masuk tercatat sebanyak 1,89ribu ton yang didominasi oleh komoditas tekstildan sparepart mesin pertanian.

Distribusi persentase volume impor keDIY selama tahun 2013 didominai oleh barangasal China (38,62 persen), Korea Selatan (26,46

persen)dan Jepang (5,29 persen). Sementara, nilaiimpor yang tertinggi berasal dari Jepang denganproporsi sebesar 93,31 persen.

Impor luar negeri DIY dilakukan untuk mencukupi kebutuhan bahan baku industri, terutamatekstil, kulit sintetis, kapas, aksesoris dan bahan baku susu 

Page 92: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 92/110

82 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTOKinerja perekonomian DIY yang diukur dengan pertumbuhan ekonomi menunjukkanperkembangan positif, meskipun levelnya cenderung berfluktuasi 

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) beserta turunannya merupakan salah satuindikator kemajuan kegiatan perekonomian dalam suatu wilayah. Secara umum, PDRBdidefinisikan sebagai penjumlahan nilai tambah bruto (selisih antara nilai output denganbiaya antara) yang timbul dari seluruh aktivitas perekonomian dalam suatu wilayah tertentutanpa memperhatikan dari mana asal faktor produksi yang digunakan. Penghitungan PDRBdapat dilakukan menggunakan tiga pendekatan, pendekatan produksi, pendapatan danpengeluaran, namun sampai saat ini yang lazim digunakan adalah pendekatan produksi(PDRB sektoral) dan pendekatan pengeluaran (PDRB penggunaan).

Pola perkembangan nilai PDRB DIY selama satu dasa warsa terakhir menunjukkankecenderungan yang semakin meningkat. Atas dasar harga pasar berlaku, PDRB meningkatsecara bertahap dari Rp 13,48 triliun di tahun 2000 menjadi Rp 63,69 triliun di tahun 2013.

Sementara, atas dasar harga konstan tahun 2000 PDRB meningkat secara bertahap dari13,48 triliun menjadi Rp 24,57 triliun di tahun 2013. Selama periode 2000-2013, kinerjaperekonomian DIY yang diukur dari pertumbuhan ekonomi mampu tumbuh dengan rata-rata 4,73 persen per tahun.

Laju pertumbuhan ekonomi DIY selama periode 2000-2013 memiliki pola yang cukupberfluktuasi dengan level antara 3,70 sampai 5,40 persen. Setelah mengalami kontraksiyang cukup besar di tahun 1998, secara bertahap perekonomian DIY mulai pulih yangditunjukkan oleh laju pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 5,12 persen di tahun 2004.Meskipun masih tumbuh positif, perekonomian DIY kembali mengalami perlambatan danhanya mampu tumbuh 3,7 persen di tahun 2006 sebagai imbas dari kenaikan harga BBM

di tahun 2005 dan dampak bencana gempa bumi yang melanda DIY pada bulan Mei 2006.Selama tahun 2009, perekonomian juga mengalami perlambatan dari 5,03 persen menjadi4,43 persen sebagai imbas dari krisis finansial yang melanda beberapa negara tujuan eksporterutama Amerika Serikat dan Eropa. Krisis ini cukup memukul sektor industri pengolahanyang berbasis ekspor. Selama tahun 2010 sampai 2013 perekonomian secara perlahankembali membaik yang ditandai oleh laju pertumbuhan ekonomi yang mencapai level 5,40persen. Angka ini menjadi level pertumbuhan yang tertinggi yang mampu dicapai DIYselama lehih dari satu dasawarsa terakhir.

4,26

4,50  4,58

5,12

4,73

3,70

4,31

5,03

4,43

4,88

5,175,32

  5,40

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

2  0  0 1 

2  0  0 2 

2  0  0  3 

2  0  0  4 

2  0  0  5 

2  0  0  6 

2  0  0  7 

2  0  0  8 

2  0  0  9 

2  0 1  0 

2  0 1 1 

2  0 1 2 *  )  

2  0 1  3 * *  )  

13,48  15,23

17,5219,61

22,02

25,34

29,42

32,92

38,10

41,41

45,63

51,79

57,03

63,69

14,06   14,69   15,36   16,15   16,91  17,54   18,29   19,21   20,06   21,04   22,13   23,31   24,57

0

10

20

30

40

50

60

70

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012*) 2013**)

ADHB (Triliun)

ADHK (Triliun)

 Sumber : BPS DIY

Gambar 17.1. 

PDRB DIY Atas Dasar harga Berlaku dan Konstan Tahun 2000, 2000-2013 (Rp Triliun)

 Sumber : BPS DIY

Gambar 17.2. 

Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY,2001-2013 (Persen)

Page 93: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 93/110

Page 94: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 94/110

84 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Struktur perekonomian DIY dalam beberapa tahun terakhir didominasi oleh sektor tersier,terutama sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 

sampai tahun 2013 didominasi oleh empat lapangan usaha, yakni sektor perdagangan,

hotel dan restoran; sektor jasa-jasa; sektor industri pengolahan; dan sektor pertanian. Sektorperdagangan, hotel dan restoran memberi sumbangan terbesar dengan nilai andil sebesar20,65 persen. Selama periode 2000-2013, andil sektor perdagangan,hotel dan restoran relatifstabil pada kisaran 19,5 sampai 20,65 persen. Andil terbesar kedua dalam struktur PDRB2013 dihasilkan oleh sektor jasa-jasa dengan nilai andil 20,16. Andil terbesar dari sektor inidihasilkan oleh sub sektor jasa pemerintahan umum, sehingga besarnya peranan sektor jasa-jasa juga menunjukkan peran dan kinerja pemerintahan yang semakin besar. Selamatiga belas tahun terakhir andil sektor jasa-jasa meningkat dari 17,98 persen menjadi 20,16persen. Sebagai salah satu destinasi pariwisata di Indonesia, DIY memiliki potensi pariwisatayang luar biasa baik wisata alam maupun wisata budaya yang mampu mendorong danmenopang perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasamelalui kegiatan promosi wisata.

Sumbangan sektor industri pengolahan dan sektor pertanian dalam strukturperekonomian tahun 2013 juga cukup dominan dengan nilai andil sebesar 13,77 persendan 13,91 persen. Berdasarkan data series selama tiga belas tahun terakhir, peranan sektorpertanian dalam perekonomian menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun dari20,56 persen di tahun 2000 menjadi 13,91 persen di tahun 2013. Sementara, peranan sektorindustri pengolahan juga menunjukkan pola yang menurun dan relatif stagnan dengan andilsekitar 14 persen dalam tujuh tahun terakhir. Fenomena industrialisasi yang digagas sejakakhir periode 70’an kurang menunjukkan hasil yang signifikan, karena dari sisi nilai tambahmaupun dalam menyerap tenaga kerja justru mengalami stagnasi. Sektor perekonomian

yang mengalami peningkatan andil adalah sektor jasa-jasa. Fenomena ini menunjukkanperubahan struktural dalam perekonomian di DIY lebih bergeser dari sektor agraris (sektorprimer) menuju sektor jasa-jasa (tersier).

Struktur PDRB DIY dari sisi penggunaan didominasi oleh komponen konsumsi rumahtangga dan diikuti oleh konsumsi pemerintah serta PMTB. Kontribusi pengeluaran rumahtangga dalam PDRB mencapai 52,27 persen, sehingga setiap perubahan pada komponenkonsumsi rumah tangga akan memiliki pengaruh terbesar terhadap laju pertumbuhanekonomi DIY.

Sektor 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Perta nia n 20,56 19,43 18,57 17,02 16,50 15,75 15,55 15,01 15,73 15,38 14,56 14,24 14,65 13,91

Perta mba nga n & Pe ngga lia n 0,87 0,86 0,87 0,87 0,83 0,78 0,74 0,79 0,74 0,71 0,67 0,70 0,67 0,65

Industr i Pengolahan 16,07 15,34 15,47 15,65 15,18 14,16 13,86 13,60 13,29 13,35 14,02 14,36 13,34 13,77

Listrik, Gas & Air Bersih 0,74 0,86 1,04 1,18 1,22 1,30 1,28 1,29 1,28 1,35 1,33 1,31 1,28 1,25

Konstruksi 6,99 6,82 6,96 7,40 7,92 8,80 9,75 10,54 10,70 10,70 10,59 10,78 10,85 10,85

Perdagangan, Hotel & Restoran 19,53 19,75 19,13 19,21 18,90 19,21 19,03 19,22 19,22 19,72 19,74 19,79 20,09 20,65

Pengangkutan & Komunikasi 8,55 8,75 9,63 9,71 9,72 10,22 10,37 10,08 9,82 9,20 9,03 8,83 8,60 8,48

Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan 8,71 8,66 9,38 9,90 9,93 9,95 9,37 9,69 9,77 9,88 9,98 9,96 10,30 10,27

Ja sa -J asa 17,98 19,54 18,96 19,06 19,80 19,81 20,05 19,79 19,46 19,71 20,07 20,05 20,23 20,16

PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

 Sumber : BPS DIY

Tabel 17.1. 

Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar harga berlaku DIY menurut Lapangan Usaha, 2000-2013 (Persen)

Page 95: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 95/110

85Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PDRB PERKAPITA

PDRB per kapita dihitung dari hasil bagi antara nilai PDRB dengan jumlah pendudukpada pertengahan tahun. Indikator ini menjadi salah satu ukuran kesejahteraan penduduksecara kasar dalam suatau wilayah. Semakin tinggi nilai PDRB per kapita maka mencerminkantingkat kesejahteraan penduduk di wilayah yang bersangkutan secara rata-rata yangsemakin tinggi pula. Meskipun demikian, indikator ini memiliki kelemahan karena masihmengabaikan transfer faktor produksi antar wilayah atau asal kepemilikan faktor produksidan mengandung komponen pajak tak langsung serta penyusutan.

Perkembangan PDRB per kapita DIY dalam satu dasa warsa terakhir menunjukkan polayang semakin meningkat. Pada tahun 2000 PDRB per kapita DIY atas dasar harga pasar yangberlaku mencapai Rp 4,32 juta per tahun dan meningkat secara bertahap menjadi Rp 17,98 juta per tahun pada tahun 2013. Meskipun demikian, angka tersebut masih mengandung

komponen perubahan harga (inflasi/deflasi) sehingga belum mencerminkan nilai riilnya.Secara riil atau dihitung atas dasar harga konstan tahun 2000, nilai PDRB per kapita DIYmeningkat secara bertahap hingga mencapai level Rp 6,94 juta per tahun pada tahun 2012atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,64 persen per tahun. Secara kasar, faktaini menunjukkan terjadinya perbaikan kesejahteraan penduduk DIY secara rata-rata denganasumsi semuan penduduk menerima manfaat yang sama dari haril pertumbuhan.

Pertumbuhan pendapatan perkapita riil secara umum memiliki pola yang searahdengan pertumbuhan ekonomi. Pendapatan perkapita dalam tiga belas tahun terakhirmampu tumbuh secara positif, meskipun terjadi perlambatan di tahun 2005-2006 akibatkenaikan harga BBM dan bencana gempa bumi serta melambat kembali di tahun 2009

akibat krisis finansial yang terjadi di negara-negara Amerika dan Eropa yang menjadi tujuanekspor komoditas asal DIY.

4,45  4,60

  4,76  4,95

  5,14   5,27  5,44   5,66   5,86

  6,096,35

6,636,94

4,264,50   4,58

5,12

4,73

3,70

4,31

5,03

4,43

4,885,17

  5,32   5,40

3,01

3,41   3,50

4,04

3,67

2,65

3,27

3,99

3,41

3,954,27

  4,50   4,59

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012*) 2013**)

   P   D   R   B   P   e   r    k   a   p    i   t   a    (   R   p    j   u   t   a    )

   P   e   r   t   u   m    b   u    h   a   n    (    %    )

PDRB Perkapita Riil (Rp juta)

Pertumbuhan Ekonomi (%)

Pertumbuhan PDRB Perkapita Riil (%)

 Sumber : BPS DIY

Gambar 17.2. 

Perkembangan Pendapatan Perkapita, Laju Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Riil, PertumbuhanEko-

nomi DIY, 2001-2013 (Persen)

PDRB perkapita atas dasar harga konstan (riil) dalam satu dasa warsa terakhir semakinmeningkat, sehingga secara rata-rata kesejahteraan penduduk DIY juga semakin meningkat 

Page 96: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 96/110

86 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

PERBANDINGAN REGIONAL

Kontribusi DIY dalam perekonomian nasional masih sangat kecil, hanya 0,86 persen danberada di peringkat kedua puluh 

Bab perbandingan regional menyajikan perbandingan pencapaian beberapa indikatorstrategis antara DIY dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Beberapa indikator yangdiperbandingkan diantaranya adalah PDRB, PDRB perkapita dan IPM.

PDRB

Nilai PDRB ADHB DIY tahun 2013 berada di peringkat kedua puluh secara nasional setelahProvinsi Kalimantan Selatan dan sebelum Provinsi Kalimantan Tengah. Peringkat ini tidakmengalami perubahan sejak tahun 2010. Jika dibandingkan dengan lima provinsi lainnyadi Pulau Jawa, nilai PDRB DIY selama tahun 2013 baik atas dasar harga pasar yang berlakumaupun atas harga konstan tahun 2000 berada di posisi yang terkecil. Kontribusi PDRB DIYterhadap total PDRB 33 provinsi (PDB nasional) atas dasar harga yang berlaku mencapai 0,84persen. Dibandingkan dengan nilai andil tahun 2011 dan 2012 yang mencapai 0,86 persendan 0,85 persen, andil tahun 2013 sedikit mengalami penurunan.

Sumber : BPS DIY

Tabel 19.1. 

Perbandingan PDRB, Pertumbuhan dan Kontribusi

PDRB menurut Provinsi di Indonesia, 2013 (Triliun)

ADHB ADHK

NAD 103,05 38,01 13 4,18 1,36

Sumut 403,93 142,54 7 6,01 5,33

Sumbar 127,10 46,64 12 6,18 1,68

Riau 522,24 109,07 5 2,61 6,89

Jambi 85,56 21,98 17 7,88 1,13Sumsel 231,68 76,41 9 5,98 3,06

Bengkulu 27,39 10,05 29 6,21 0,36

Lampung 164,39 46,12 11 5,97 2,17

Kep. Babel 38,93 12,91 28 5,29 0,51

Kep. Riau 100,31 49,67 14 6,13 1,32

DKI Jak arta 1. 255,93 477,29 1 6,11 16,57

Jabar 1.070,18 386,84 3 6,06 14,12

Jateng 623,75 223,10 4 5,81 8,23

DIY 63,69 24,57 20 5,40 0,84

Jatim 1.136,33 419,43 2 6,55 14,99

Banten 244,55 105,86 8 5,86 3,23

Bali 94,56 34,79 15 6,05 1,25

NTB 56,28 20,42 23 5,69 0,74

NTT 40,47 14,75 27 5,56 0,53

Kalbar 84,96 36,08 18 6,08 1,12

Kalteng 63,52 23,00 21 7,37 0,84

Kalsel 83,36 36,20 19 5,18 1,10

Kaltim 425,43 121,99 6 1,59 5,61

Sulut 53,40 22,87 24 7,45 0,70

Sulteng 58,64 22,98 22 9,38 0,77

Sulsel 184,78 64,28 10 7,65 2,44

Sultra 40,77 15,04 26 7,28 0,54

Gorontalo 11,75 3,65 32 7,76 0,16

Sulbar 16,18 6,11 30 7,16 0,21

Maluku 13,25 5,11 31 5,14 0,17

Malut 7,73 3,66 33 6,12 0,10

Papbar 50,91 15,06 25 9,30 0,67

Papua 93,14 24,62 16 14,84 1,23

Indonesia 7.578 2.661 5,90 100

PDRB Pering

kat

Pertum

buhan

Kontri

busiProvinsi

Kontribusi PDRB seluruh provinsi diPulau Jawa terhadap total PDRB 33 provinsi(PDB nasional) mencapai 57,99 persen danrelatif tidak berubah dibandingkan denganandil pada tahun sebelumnya. Fenomenaini menunjukkan kegiatan perekonomiannasional masih terkonsentrasi di PulauJawa, meskipun secara bertahap dalamsepuluh tahun terakhir levelnya semakin

berkurang.Kontribusi PDRB DIY masih rendah

 juga diikuti level pertumbuhan yangmenempati peringkat terendah. Secararata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi-provinsi di Pulau Jawa mencapai 6,25persen, sementara di level pertumbuhanDIY hanya 5,40 persen. Hal ini terkaitdengan luas wilayah yang relatif lebihsempit dan jumlah penduduk yang relatif

lebih sedikit maupun ketiadaan kawasanperekonomian/industri yang berskala besarmaupun rendahnya kontribusi nilai tambahdari sektor migas. Kegiatan perekonomianDIY masih berorientasi pada sektor jasaterutama jasa pendidikan dan kegiatan jasayang berbasis pariwisata dan kebudayaandan masih bertumbu pada usaha mikro,kecil dan menengah. Namun demikian,selama tahun 2013 DIY menjadi satu-

satunya wilayah yang pertumbuhannyamenguat disaat semua provinsi lain diPulau Jawa mengalami perlambatan.

Page 97: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 97/110

Page 98: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 98/110

88 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

 Sumber : BPS DIY

Gambar 19.2. 

IPM 33 Provinsi di Indonesia, 2013

Kualitas pembangunan manusia DIY yang diukur dari nilai IPM berada di peringkat keduasecara nasional, dimensi kesehatan dan daya beli menjadi keunggulan DIY 

Pencapaian angka melek huruf di DIYpada tahun 2013 mencapai 92,86 persen

dan relatif lebih rendah dibandingkandengan provinsi lainnya. Meskipundemikian, dari sisi rata-rata lama sekolahpenduduk DIY yang sebesar 9,33 tahunberada di peringkat keempat sesudah DKIJakarta (11 tahun), Kepulauan Riau (9,91tahun) dan Kaltim (9,39 tahun).

Aspek kehidupan yang layak yangdiukur dari daya beli (pengeluaranperkapita riil yang disesuaikan) penduduk

DIY menduduki peringkat ke-2 sesudahRiau, dengan nilai pengeluaran per kapitayang disesuaikan sebesar Rp 656,19 riburupiah. Fenomena tingginya daya beli initerkait dengan tingkat harga relatif barangdan jasa yang lebih rendah dari provinsilainnya, sehingga nilai nominal uang yangsama ketika dibelanjakan di wilayah DIYbisa mendapatkan barang atau jasa dalamkuantitas yang lebih banyak.

Provinsi AHH AMH RLS PPP IPM

NAD 69,40 97,04 9,02 621,40 73,05

Sumut 69,90 97,84 9,13 646,83 75,55

Sumba r 70,09 9 7,38 8,63 644,59 7 5,01

Riau 71,73 98,48 8 ,78 657,26 77,25

Jambi 69,61 96,85 8,32 644,05 74,35

Sumsel 70,10 97,55 8,04 641,35 74,36

Bengkulu 7 0,4 4 9 6,55 8,5 5 63 7,5 0 7 4,41

La mpung 7 0,0 9 9 5,92 7,8 9 62 8,2 4 7 2,87

K ep. Ba be l 6 9,4 6 9 6,4 4 7 ,7 3 65 1,2 2 7 4,2 9

Kep. Ria u 6 9,9 7 98 ,07 9,9 1 65 1,3 7 76 ,56DKI Jakart a 73,56 99,22 11,00 637,92 78,59

Jabar 68,84 96,87 8,11 641,63 73,58

Jateng 71,97 91,71 7,43 646,44 74,05

DIY 73,62 92,86 9,33 656,19 77,37

Jatim 70,37 90,49 7,53 654,02 73,54

Ba nten 65,47 96,87 8,61 639,28 71,90

Bali 71,20 91,03 8,58 643,78 74,11

NTB 63,21 85,19 7,20 648,66 67,73

NTT 68,05 90,34 7,16 612,88 68,77

Kalbar 67,40 91,70 7,17 641,41 70,93

Ka lteng 71,47 9 7,99 8,17 646,01 7 5,68

Kalsel 64,82 97,18 8,01 646,77 71,74

Kaltim 71,78 97,95 9,39 653,70 77,33

Kalut 69,70 96,40 8,52 647,51 74,72

Sulut 72,62 99,56 9,09 646,19 77,36

Sulteng 67,21 9 6,22 8,22 640,69 7 2,54

Sulsel 70,60 89,69 8,01 646,71 73,28

Sultra 68,56 92,59 8,44 628,77 71,73

Goronta lo 6 7,5 4 9 6,8 7 7 ,5 2 6 33 ,1 4 7 1,7 7

Sulbar 68,34 90,54 7,35 642,66 71,41

Ma luku 67,88 98,25 9,20 622,59 72,70

Ma lut 66,97 97,45 8,72 609,26 70,63

Papua Barat 69,14 94,14 8 ,53 604,82 70,62Papua 69,13 75,92 6,87 616,76 66,25

Indone sia 7 0,0 7 9 4,1 4 8 ,1 4 6 43 ,3 6 7 3,8 1

usia harapan hidup penduduk saat lahir yang merepresentasikan indikator kesehatan. Rata-rata usia harapan hidup DIY menjadi yang tertinggi secara nasional dan hal ini menunjukkantingkat kesehatan penduduk DIY secara rata-rata yang relatif lebih baik dibandingkan provinsi

lainnya di Indonesia. Seperti yang sudah diuraikan dalam Bab 7, angka harapan hidup yangtinggi memiliki relasi dengan rendahnya angka kematian bayi dan balita yang dipengaruhioleh ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta kemudahan dalammengaksesnya. Selain itu, gaya hidup penduduk DIY yang dikenal  low profile  serta tingkatkeamanan dan kenyamanan berdomisili di DIY cukup tinggi yang ditunjukkan oleh preferensipenduduk untuk menghabiskan masa tuanya juga berkontribusi terhadap tingginya angkaharapan hidup penduduk.

Page 99: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 99/110

Lampiran

Page 100: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 100/110

90 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Tabel 1  Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah DIY, 2010-2013 (Rp 000)

 Sumber : BKPD DIY

2010 2011 2012 2013

(2) (3) (4) (5)

A. 621.738.060 700.339.192 800.156.498 1.014.089.544

1. Pajak Daerah 526.658.538 592.498.872 689.572.065 885.217.610

2. Retribusi Daerah 35.839.076 37.709.418 36.228.288 41.436.703

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 25.376.334 30.557.391 31.863.499 36.328.245

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 33.864.112 39.573.511 42.492.646 51.106.986

B. 615.334.816 714.542.343 850.513.085 961.190.992

1. Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 76.479.469 74.240.415 74.403.649 98.360.324

2. Dana Alokasi Umum 527.471.247 620.812.328 757.056.696 828.334.768

3. Dana Alokasi Khusus 11.384.100 19.489.600 19.052.740 34.495.900

C. 4.056.726 4.593.565 284.778.165 311.574.558

1. Hibah 4.056.726 4.593.565 5.496.225 8.815.476

2. Dana Darurat - - - -

3. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemda Lainnya - - - -

4. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus - - 279.281.940 302.759.082

5. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemda Lainnya - - - -

6. Dana Tunjangan Pendidikan - - - -

1.241.129.602 1.419.475.100 1.935.447.748 2.286.855.094

A. 793.215.967 849.118.418 1.267.028.063 1.427.652.116

1. Belanja Pegawai 357.054.577 443.439.504 490.659.484 503.342.635

2. Belanja Bunga 19.464 - - -

3. Belanja Subsidi - - - -

4. Belanja Hibah 79.964.292 7.618.834 355.793.657 467.336.914

5. Belanja Bantuan Sosial 94.390.428 105.752.387 94.674.768 15.955.857

6. Belanja Bagi Hasil Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemerintah Desa 195.720.206 215.127.693 251.788.474 306.120.014

7. Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemerintah Desa 60.067.000 67.180.000 54.111.680 124.470.680

8. Belanja Tidak Terduga 6.000.000 10.000.000 20.000.000 10.426.016

B. 601.230.133 741.667.293 857.260.645 1.027.267.313

1. Belanja Pegawai 91.305.152 90.164.079 111.508.041 125.019.271

2. Belanja Barang dan Jasa 378.233.586 501.329.695 527.793.940 609.742.631

3. Belanja Modal 131.691.395 150.173.519 217.958.664 292.505.411

1.394.446.100 1.590.785.711 2.124.288.708 2.454.919.429

-153.316.498 -171.310.611 -188.840.960 -168.064.335

Belanja Tidak Langsung

Belanja Langsung

Jumlah Belanja Daerah

Surplus/Defisit

Rincian

(1)

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dana Perimbangan

Penerimaan Lainnya yang Sah

Jumlah Pendapatan Daerah

Page 101: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 101/110

Page 102: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 102/110

92 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

 D.I. Yogyakarta 72,60 72,90 73,00 73,10 73,11 73,16 73,22 73,27 73,33 73,62

 Kul onprogo 72,60 73,07 73,20 73,47 73,79 74,09 74,38 74,48 74,58 75,03

 Bantul 70,80 70,87 70,90 70,95 71,11 71,21 71,31 71,33 71,34 71,62

 Gunungki dul 70,40 70,44 70,60 70,75 70,79 70,88 70,97 71,01 71,04 71,36

 Sleman 72,70 72,70 73,80 74,10 74,43 74,74 75,06 75,18 75,29 75,79

 Kota Yogya ka rta 72,90 72,90 73,10 73,14 73,27 73,35 73,44 73,48 73,51 73,71

Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

 D.I. Yogyakarta 85,78 86,69 86,69 87,78 89,46 90,18 90,84 91,49 92,02 92,86

 Kulonprogo 86,41 86,50 87,53 88,69 88,72 89,52 90,69 92 92,04 93,13

 Bantul 85,76 86,38 86,38 88,46 88,6 89,14 91,03 91,23 92,19 92,81

Gunungkidul 83,80 84,50 84,50 84,5 84,5 84,52 84,66 84,94 84,97 85,22

 Sleman 89,70 90,50 90,50 91,49 91,49 92,19 92,61 93,44 94,53 95,11

 Kota Yogyakarta 96,69 97,08 97,08 97,55 97,7 97,94 98,03 98,07 98,10 98,43

Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

 D.I. Yogyakarta 8,22 8,38 8,50 8,59 8,71 8,78 9,07 9,20 9,21 9,33

 Kulonprogo 7,40 7,70 7,80 7,80 7,80 7,89 8,20 8,37 8,37 8,37

 Bantul 7,91 8,00 8,00 8,36 8,55 8,64 8,82 8,92 8,95 9,02

 Gunungki dul 7,40 7,60 7,60 7,60 7,60 7,61 7,65 7,70 7,70 7,79

 Sleman 9,79 10,07 10,10 10,10 10,10 10,18 10,30 10,51 10,52 10,55

 Kota Yogya ka rta 10,69 10,82 10,80 10,95 11,42 11,48 11,48 11,52 11,56 11,56

Tabel 5  Angka Harapan Hidup Penduduk Saat Lahir (e0) menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2004-2013

(Tahun)

 Sumber : BPS

Tabel 6  Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/Kota di DIY,

2004-2013 (Persen)

 Sumber : BPS

Tabel 7  Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/Kota di DIY,

2004-2013 (Tahun)

 Sumber : BPS

Page 103: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 103/110

9393Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Tabel 8  Pengeluaran Perkapita Riil per Bulan yang Disesuaikan (PPP) menurut Kabupaten/Kota di DIY,

2004-2013 (Rp)

 Sumber : BPS

Tabel 9  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2004-2013 (Persen)

 Sumber : BPS

Tabel 10 Reduksi Shortfall IPM per Tahun menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2004-2013 (Tahun)

 Sumber : BPS

Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

 D.I. Yogyakarta 636,74 638,03 638,77 639,88 643,25 644,67 646,56 650,16 653,78 656,19

 Ku lo np ro go 616,94 617,92 619,65 624,09 628,29 629,5 630,38 631,42 634,34 635,96

 Ba ntul 634,48 637,07 637,07 637,79 642,19 643,89 646,08 651,17 654,06 656,07

 Gun ungki du l 613,62 614,63 615,67 617,7 621,67 623,09 625,2 628,73 631,91 634,88

 Sl ema n 638,04 639,06 639,37 640,6 645,15 646,08 647,84 650,27 654,11 656,00

 Kota Yogyakarta 637,93 639,11 639,23 640,55 645,1 647,59 649,71 653,79 657,65 658,76

Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

 D.I. Yogyakarta 72,91 73,50 73,70 74,15 74,88 75,23 75,77 76,32 76,75 77,37

 Kul onprogo 70,92 71,50 72,01 72,76 73,26 73,77 74,49 75,04 75,33 75,95

 Bantul 71,50 71,95 71,96 72,78 73,38 73,75 74,53 75,05 75,51 76,01

 Gunungki dul 68,86 69,27 69,44 69,68 70,00 70,17 70,45 70,84 71,11 71,64

 Sleman 75,10 75,57 76,22 76,70 77,24 77,70 78,20 78,79 79,39 79,97

 Kota Yogya ka rta 77,42 77,70 77,81 78,14 78,95 79,28 79,52 79,89 80,24 80,51

Kabupaten/Kota   2004-2005

2005-2006

2006-2007

2007-2008

2008-2009

2009-2010

2010-2011

2011-2012

2012-2013

2004-2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

 D.I. Yogyakarta 2,18 0,75 1,71 2,82 1,39 2,18 2,27 1,82 2,67 1,37

 Kulonprogo 1,99 1,79 2,68 1,84 1,91 2,74 2,16 1,16 2,51 1,37

 Bantul 1,58 0,04 2,92 2,20 1,39 2,97 2,04 1,84 2,04 1,36

 Gunungkidul 1,32 0,55 0,79 1,06 0,57 0,94 1,32 0,93 1,83 1,28

 Sleman 1,89 2,66 2,02 2,32 2,02 2,24 2,71 2,83 2,81 1,39

 Kota Yogyakarta 1,24 0,49 1,49 3,71 1,57 1,16 1,81 1,74 1,37 1,34

Page 104: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 104/110

94 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Partisipasi

Sekolah

Kelompok

Usia  2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

7-12 98,67 98,77 99,05 99,35 99,29 99,62 99,65 99,69 99,46 99,77 99,96

13-15 95,10 95,02 95,16 90,55 92,62 92,91 93,42 94,02 97,59 98,32 96,71

16-18 73,58 75,96 74,86 71,18 71,82 72,46 72,26 73,06 75,85 80,22 81,50

19-24 42,29 47,00 41,21 39,71 43,38 43,47 43,30 44,03 41,73 44,32 46,73

SD 102,83 107,36 106,60 107,97 112,20 115,03 111,10 108,16 104,52 107,13 108,31

SLTP 100,57 97,29 98,21 91,30 102,35 104,81 92,47 93,47 89,40 88,99 83,54

SLTA 75,32 77,48 78,05 72,57 75,87 79,04 78,33 79,29 86,50 83,09 89,74

SD 91,98 92,55 95,46 94,38 93,53 94,32 94,38 94,76 91,98 96,03 98,72

SLTP 79,06 77,37 83,27 72,30 74,94 75,31 75,34 75,55 69,15 72,64 75,82

SLTA 59,77 61,51 62,45 55,85 57,88 58,96 58,69 59,35 59,68 64,02 64,92

AngkaPartisipasi

Sekolah

(APS)

Angka

Partisipasi

Kasar

(APK)

Angka

PartisipasiMurni

(APM)

Tabel 11 Angka Partisipasi Sekolah, Kasar dan Murni menurut Kelompok Usia di DIY, 2004-2013 (Persen)

 Sumber : BPS

Garis

Kemiskinan

(Rp/Kapita/

Bulan)

Jumlah

Penduduk

Miskin

(000 J iwa)

Persentase

Penduduk

Miskin

Garis

Kemiskinan

(Rp/Kapita/

Bulan)

Jumlah

Penduduk

Miskin

(000 J iwa)

Persentase

Penduduk

Miskin

Garis

Kemiskinan

(Rp/Kapita/

Bulan)

Jumlah

Penduduk

Miskin

(000 Jiwa)

Persentase

Penduduk

Miskin

Kulonprogo 197.507 97,9 26,85 205.585 89,9 24,65 225.059 90,0 23,15

Bantul 196.509 164,3 18,54 224.373 158,5 17,64 245.626 146,9 16,09

Gunungkidul 157.071 173,5 25,96 186.232 163,7 24,44 203.873 148,7 22,05

Sleman 212.031 125,1 12,34 226.256 117,5 11,45 247.688 117,0 10,7

Yogyakarta 263.996 48,1 10,81 265.168 45,3 10,05 290.286 37,8 9,75

DIY 202.362 608,9 18,02 220.830 574,9 16,86 234.282 540,4 15,63

2008 2009 2010

Kab/Kota

Garis

Kemiskinan

(Rp/Kapita/

Bulan)

Jumlah

Penduduk

Miskin

(000 Jiwa)

Persentase

Penduduk

Miskin

Garis

Kemiskinan

(Rp/Kapita/

Bulan)

Jumlah

Penduduk

Miskin

(000 Jiwa)

Persentase

Penduduk

Miskin

Garis

Kemiskinan

(Rp/Kapita/

Bulan)

Jumlah

Penduduk

Miskin

(000 Jiwa)

Persentase

Penduduk

Miskin

Kulonprogo 240.301 92,8 23,62 256.575 92,4 23,32 259.945 86,5 21,39

Bantul 264.546 159,4 17,28 284.923 158,8 16,97 292.639 156,6 16,48

Gunungkidul 220.479 157,1 23,03 238.438 156,5 22,72 238.056 152,2 21,7

Sleman 267.107 117,3 10,61 288.048 116,8 10,44 297.170 110,8 9,68

Yogyakarta 314.311 37,7 9,62 340.324 37,6 9,38 353.602 35,6 8,82

DIY 257.909 564,3 16,14 270.110 562,1 15,88 303.843 541,9 15,03

2008 2009 2010

Kab/Kota

Tabel 12 Perkembangan Angka Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2008-2013

 Sumber : BPS

Lanjutan

Page 105: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 105/110

9595Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

 Sumber : BPS

Wilayah Bulan/ Tahun

Garis

Kemiskinan

(Rp/Kapita/

Bln)

Jumlah

Penduduk

Miskin (000)

Persentase

Penduduk

Miskin (P0)

Indeks

Kedalaman

Kemiskinan

(P1)

Indeks

Keparahan

Kemiskinan

(P2)

Mar 2002 123,902 303,8 16,17

Mar 2003 137,132 303,3 16,44

Mar 2004 148,247 301,4 15,96

Mar 2005 160,690 340,3 16,02

Mar 2006 196,406 346,0 17,85

Mar 2007 200,855 335,3 15,63 3,08 0,88

Mar 2008 208,655 324,2 14,99 2,72 0,71

Mar 2009 228,236 311,5 14,25 2,84 0,81

Mar 2010 240,282 308,4 13,98 2,27 0,56

Mar 2011 265,752 304,3 13,16 1,93 0,50

Sep 2011 273,678 298,9 12,88 1,93 0,48

Mar 2012 274,662 305,9 13,13 3,56 1,32Sep 2012 284,549 306,5 13,10 2,29 0,58

Mar 2013 297,391 315,5 13,43 2,08 0,50

Sep 2013 317,925 325,5 13,73 2,18 0,52

Mar 2014 327,273 333,0 13,81 2,22 0,53

Mar 2002 103,012 331,9 25,96

Mar 2003 106,801 333,5 24,48

Mar 2004 114,671 314,8 23,65

Mar 2005 130,807 285,5 24,23

Mar 2006 148,523 302,7 27,64

Mar 2007 156,349 298,2 25,03 5,08 1,55

Mar 2008 169,934 292,1 24,32 4,49 1,29

Mar 2009 182,706 274,3 22,60 4,74 1,46

Mar 2010 195,406 268,9 21,95 3,89 1,02

Mar 2011 217,923 256,6 21,82 3,67 0,93

Sep 2011 226,770 265,3 22,57 3,54 0,81

Mar 2012 231,855 259,4 21,76 3,29 0,79

Sep 2012 241,975 255,6 21,29 4,07 1,09

Mar 2013 256,558 234,7 19,29 3,02 0,63

Sep 2013 275,786 209,7 17,62 2,03 0,34

Mar 2014 286,137 211,8 17,36 2,11 0,40

Mar 2002 112,995 635,7 20,14

Mar 2003 127,089 636,8 19,86

Mar 2004 134,371 616,2 19,14Mar 2005 148,476 625,8 18,95

Mar 2006 170,720 648,7 19,15

Mar 2007 184,965 633,5 18,99 3,80 1,12

Mar 2008 194,830 616,3 18,32 3,35 0,92

Mar 2009 211,978 585,8 17,23 3,52 1,04

Mar 2010 244,258 577,3 16,83 2,85 0,73

Mar 2011 249,629 560,9 16,08 2,51 0,65

Sep 2011 257,909 564,2 16,14 2,48 0,59

Mar 2012 260,173 565,3 16,05 3,47 1,14

Sep 2012 270,110 562,1 15,88 2,89 0,75

Mar 2013 283,454 550,2 15,43 2,40 0,55

Sep 2013 303,843 535,2 15,03 2,13 0,46

Mar 2014 313,452 544,9 15,00 2,19 0,48

Perdesaa n (D)

Perkotaan (K) +

Perdesaa n (D)

Perkotaan (K)

Tabel 13 Perkembangan Indikator Kemiskinan menurut Wilayah di DIY, 2002-2014

Page 106: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 106/110

96 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

Kelompok Komoditas 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Bahan Makanan 15,62 13,30 14,92 3,91 18,86 1,82 8,10 12,31

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 13,85 7,33 9,01 7,50 5,47 7,07 6,90 8,15

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 6,68 6,17 13,78 1,40 5,49 3,01 2,99 5,18

Sandang 8,04 9,34 9,90 5,81 5,41 9,40 3,56 0,00

Kesehatan 16,09 4,37 8,19 1,86 1,97 5,64 1,93 3,08

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 15,36 12,57 5,62 2,26 4,25 1,73 1,43 3,17

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,50 2,97 6,12 -1,23 5,57 2,40 1,30 10,45

Umum 10,40 7,98 10,80 2,93 7,38 3,88 4,31 7,32

Kelompok Komoditas 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Bahan Makanan 127,24 151,24 154,00 166,48 186,98

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 120,37 126,96 135,94 145,32 157,17

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 118,34 124,84 128,60 132,44 139,30

Sandang 119,19 125,64 137,45 142,34 142,34

Kesehatan 112,27 114,48 120,94 123,28 127,08

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 114,49 119,36 121,42 123,16 127,07

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 102,03 107,71 110,29 111,72 123,40

Umum 116,64 125,25 130,11 135,72 145,65

 Sumber : BPS

Tabel 14 Laju Inflasi Tahunan Kota Yogyakarta menurut Kelompok Komoditas, 2006-2013 (Persen)

Tabel 15 IHK Bulan Desember Kota Yogyakarta menurut Kelompok Komoditas, 2009-2013 (Persen)

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25)

Januari 0,44 0,74 1,19 2,94 0,47 1,32 1,23 0,17 6,23 2,46 0,78 -0,08 1,44 0,88 0,60 1,20 2,50 0,89 1,25 0,09 0,57 0,84 0,25 0,96 1,05

Februari 0,96 0,29 0,61 2,05 1,56 1,36 1,10 0,88 14,58 0,31 -0,34 1,31 0,75 0,10 -0,20 0,14 0,21 0,54 1,01 0,32 0,31 0,10 0,10 0,93 0,07

Maret 0,13 0,20 0,67 1,10 1,29 1,59 -0,37 0,53 5,38 0,28 0,09 1,26 0,33 -0,02 0,44 0,95 -0,17 0,42 0,56 0,18 0,13 0,21 0,36 0,79 0,14

April 1,56 1,66 0,17 -0,17 -0,72 1,64 -1,05 0,01 4,11 -0,51 0,30 0,48 -0,25 0,22 0,75 0,30 0,64 0,02 0,21 -0,34 0,25 -0,28 0,11 -0,30 0,07

Mei 0,31 0,34 -0,34 0,32 0,53 0,08 -0,07 -0,40 3,57 -0,14 0,37 0,90 1,53 0,11 0,86 0,47 1,05 0,07 1,08 0,27 0,14 0,13 0,05 -0,29 0,05

Juni 1,20 -0,08 0,62 0,41 -0,31 -0,41 0,10 -0,11 4,75 -0,46 0,65 1,16 0,40 0,67 0,31 0,66 0,83 0,08 2,51 0,18 1,26 0,26 0,75 0,84 0,43

Juli 1,01 1,33 -0,02 0,62 1,46 1,21 0,60 0,95 8,60 -0,61 1,30 1,75 1,38 1,06 0,55 1,09 0,60 0,77 1,31 0,32 1,40 0,90 0,76 2,58 0,85

Agustus 1,32 1,23 -0,53 -0,06 1,29 0,73 -0,66 1,24 7,53 -0,10 0,36 0,32 0,82 0,06 0,54 0,87 0,84 1,40 0,67 0,77 0,43 0,63 0,42 0,87 0,09

September 0,83 0,53 0,35 0,17 0,49 0,64 0,15 1,76 4,43 -0,39 0,30 1,08 1,56 0,53 0,26 1,06 1,07 0,96 1,15 0,80 1,06 0,19 0,19 -0,24 0,49

Oktober 2,29 1,27 0,02 0,48 0,87 0,34 0,66 1,67 -0,14 -0,05 0,72 0,67 0,51 0,75 0,50 6,53 0,79 1,09 0,62 -0,03 0,28 0,04 0,38 0,61

Nopember 0,44 0,62 0,70 1,21 1,38 0,30 1,03 2,81 -0,24 0,47 1,20 1,49 1,68 0,67 1,08 1,40 0,43 1,01 0,07 0,09 0,62 0,33 0,20 0,20

Desember 0,24 0,23 1,34 0,94 0,24 0,84 0,33 3,21 0,83 2,51 1,37 1,57 1,27 0,57 1,05 -0,45 1,17 0,47 -0,11 0,24 0,72 0,48 0,66 0,17

Jan-Des 10, 73 8 ,38 4 ,78 10 ,01 8 , 55 9 ,64 3 ,05 12 ,72 77, 46 2 ,51 7 ,32 12 ,56 12, 01 5 ,73 6 ,95 14 ,98 10, 40 7 ,99 9 ,88 3 ,60 7 ,38 3 ,88 4 ,31 7 ,32

Bulan

 Sumber : BPS

Tabel 16 Perkembangan Laju Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta, 1990-2014 (Persen)

Page 107: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 107/110

9797Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

 1 . PERTANIAN 3.6 34 .90 3 3 .9 91 .03 5 4 .57 4.1 64 4 .9 41.8 00 5.9 93.7 81 6.3 66 .77 1 6 .6 44 .69 5 7 .37 3.8 52 8 .35 5.3 26 8.8 61.2 81

  a . Tan aman Bah an Makanan 2 .6 61 .2 01 2 .9 36 .8 78 3 .4 38 .4 64 3 .6 10 .6 06 4 .4 19 .0 13 4 .6 52 .2 57 4 .8 17 .9 85 5 .3 48 .3 88 6 .1 36 .6 38 6 .3 04 .0 00

  b. Ta na man Perkebunan 79.108 88.736 99.492 118.189 149.666 139.878 147.300 173.453 188.126 207.577

  c . P et er na ka n d an H as il -h as il nya 5 51 .0 44 6 01 .8 98 6 24 .1 90 7 42 .1 76 8 89 .9 11 9 87 .8 58 1 .0 67 .7 08 1 . 20 4. 85 3 1 .3 35 .5 96 1 . 58 7. 66 2

  d. Kehutanan 274.907 273.205 315.671 350.341 385.215 419.458 430.726 450.657 462.997 480.884

  e. Perikanan 68.643 90.319 96.347 1 20.487 1 49.976 1 67.320 1 80.976 1 96.501 2 31.969 2 81.157

 2 . PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 1 82 .52 2 19 8.33 7 21 8.1 70 2 58.7 61 2 80.1 06 2 93 .98 3 3 04 .66 0 36 1.7 93 3 79.9 51 4 16.5 31

  a. Minyak dan Gas Bumi - - - - - - - - - -

  b. Pertambangan tanpa Migas - - - - - - - - - -

  c. Penggalian 182.522 198.337 218.170 258.761 280.106 293.983 304.660 361.793 379.951 416.531

 3 . IND USTRI P ENGOL AH AN 3 .3 42 .1 79 3 .5 88 .2 01 4 .0 78 .2 14 4 .4 75 .6 80 5 .0 62 .2 75 5 .5 28 .8 56 6 .3 96 .6 39 7 .4 34 .0 20 7 .6 09 .3 37 8 .7 71 .1 88

  a. Industri Migas - - - - - - - - - -

  1. Pengilangan Minyak Bumi - - - - - - - - - -

  2. Gas Alam Cair - - - - - - - - - -

  b. In dus tr i Ta np a Mi ga s 3 .3 42 .1 79 3 .5 88 .2 01 4 .0 78 .2 14 4 .4 75 .6 80 5 .0 62 .2 75 5 .5 28 .8 56 6 .3 96 .6 39 7 .4 34 .0 20 7 .6 09 .3 37 8 .7 71 .1 88

  1. Makanan, Minuman dan Tembakau 1.337.982 1.463.452 1.718.484 1.858.825 2.379.204 2.650.343 3.385.042 4.237.759 4.278.424 5.032.769

  2. Te ks ti l, Br g. K uli t & Al as ka ki 6 73 .0 19 6 94 .18 4 76 3.94 0 81 5.4 15 7 78.1 89 8 77 .4 51 8 43 .17 3 97 2.03 3 1 .03 9.0 11 1 .2 18.0 83

  3. Brg. K ayu & Ha si l Huta n l ai nnya 3 85 .03 0 41 3.08 7 46 8.7 37 5 47.5 73 5 12 .3 38 4 55 .00 6 46 9.29 1 41 6.0 66 3 79.5 07 4 11.2 98  4. Ke rta s da n Ba ra ng Ce ta ka n 161.652 168.987 183.392 207.421 217.375 236.405 245.159 235.655 233.788 254.388

  5 . P upuk, Ki mia & Brg. da ri Ka re t 13 3.0 31 1 43.5 27 1 65 .3 41 1 96 .20 3 23 2.74 9 28 2.3 26 3 51.5 37 3 69.1 69 3 91 .61 4 40 1.97 6

  6 . Se me n & Brg. Ga li an buka n l oga m 1 55.5 60 1 69 .5 96 1 81 .52 9 21 4.57 1 23 2.5 62 2 49.4 11 2 83.2 81 3 13 .55 8 31 8.34 8 37 3.0 86

  7. Logam Dasar Besi & Baja - - - - - - - - - -

  8. Al at Angk., Me si n & P era la ta nnya 2 80 .88 0 30 4.55 7 32 3.4 93 3 39.8 12 3 62.2 43 3 91 .77 4 4 35 .99 5 46 5.9 67 4 90.2 44 4 98.3 37

  9. Barang lainnya 215.024 230.812 273.298 295.859 347.616 386.139 383.161 423.814 478.401 581.252

 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 268.095 330.133 377.002 423.370 488.334 560.316 607.072 675.912 727.574 796.704

  a. Listrik 250.279 310.802 355.810 398.572 461.850 5 31.446 5 76.248 642.759 690.775 756.432

  b. Gas - - - - - - - - - -

  c. Air Bersih 17.816 19.332 21.192 24.798 26.484 28.870 30.824 33.153 36.799 40.272

 5 . BANGUNAN 1 .7 43 .78 6 2 .23 0.6 86 2 .86 6.9 22 3.4 70.7 11 4.0 75 .6 06 4 .4 31 .41 1 4 .83 3.4 23 5 .58 0.5 99 6 .1 86.3 22 6.9 08 .3 81

 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 4.162.506 4.866.927 5.597.603 6.326.700 7.321.299 8.165.613 9.008.181 10.246.578 11.457.201 13.152.524

  a . Perdagangan Besar & Eceran 1 .7 75 .6 43 2 .0 86 .7 87 2 .3 79 .5 63 2 .7 01 .5 33 3 .1 50 .4 28 3 .4 97 .0 28 3 .8 84 .7 21 4 .3 95 .6 08 4 .8 84 .8 31 5 .5 10 .5 33

  b . Hot el 4 89 .0 97 5 05 .9 60 4 54 .9 50 5 49 .1 30 7 17 .1 79 8 01 .8 73 8 67 .9 22 1 .0 52 .3 24 1 .2 62 .8 69 1 .4 65 .0 09

  c . Re stora n 1.8 97 .7 67 2 .2 74 .18 0 2 .76 3.09 0 3 .07 6.0 36 3 .4 53.6 93 3.8 66 .7 13 4.2 55 .53 8 4 .79 8.64 6 5 .30 9.5 00 6 .1 76.9 82

 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 2.141.731 2.589.587 3.050.036 3.318.453 3.739.697 3.809.094 4.119.970 4.572.928 4.903.522 5.400.530

  a. Pengangkutan 1.465.321 1.845.410 2.240.253   2.416.332 2.793.303 2.840.046 3.052.517 3.368.744 3.606.797 4.024.160

  1. Angkutan Rel 58.080 65.265 79.534 84.774 100.512 108.273 116.488 92.322 102.630 103.477

  2. Angkutan Jalan Raya 1.211.465 1.540.736 1.905.134 2.042.214 2.326.738 2.325.993 2.479.466 2.714.321 2.845.463 3.144.722

  3. Angkutan Laut - - - - - - - - - -

  4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. - - - - - - - - - -

  5. Angkutan Udara 129.867 163.820 174.972 197.837 255.865 279.763 307.392 379.594 453.148 555.115

  6. Ja sa Penunja ng Angkuta n 65.908 75.588 80.612 91.508 110.188 126.016 149.172 182.508 205.555 220.846

  b. Komunika si 676.410 744.177 809.783 902.120 946.393 969.048 1.067.453 1.204.184 1.296.725 1.376.370

  1 . Pos d an Teleko mu ni kas i 6 11 .5 40 6 71 .6 96 7 30 .4 61 8 15 .6 43 8 56 .5 84 8 77 .0 87 9 69 .1 35 1 .0 92 .8 73 1 .1 76 .2 53 1 .2 48 .4 85

  2. Jas a Penunjang Komunika si 64.869 72.481 79.322 86.477 89.809 91.961 98.318 111.312 120.472 127.885

 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 2.188.049 2.522.222 2.755.734 3.188.428 3.724.285 4.090.675 4.552.667 5.158.229 5.876.203 6.543.153

  a. Bank 303.813 391.025 340.276 491.845 695.720 735.275 875.831 1.044.942 1.286.608 1.568.864

  b. L em ba ga Ke ua nga n ta npa Ba nk 2 31 .8 38 2 57 .30 0 33 5.80 1 33 3.0 72 3 95.7 21 4 30 .1 02 4 87 .04 7 62 0.52 9 68 7.3 69 7 63.3 05  c. Jasa Penunjang Keuangan 5.862 6.538 7.666 8.208 9.471 11.505 11.993 14.531 15.583 16.555

  d. Se wa B an gu na n 1 .5 61 .5 28 1. 77 0. 04 0 1 .9 54 .1 71 2. 21 9. 80 8 2 .4 67 .0 57 2. 74 2. 48 3 2 .9 80 .6 46 3.2 64 .4 91 3. 65 9. 33 4 3 .9 64 .4 43

  e. Jasa Perusahaan 85.009 97.320 117.820 135.495 156.316 171.310 197.151 213.736 227.309 229.988

 9 . J ASA -J ASA 4 .3 60 .1 10 5 .0 20 .4 74 5 .8 99 .5 04 6 .5 12 .8 34 7 .4 16 .3 03 8 .1 60 .3 29 9 .1 58 .2 83 1 0.3 81 .2 38 1 1.5 36 .3 20 1 2.8 40 .0 26

  a . P em er int ah an Um um 3 .1 08 .7 86 3 .5 82 .3 12 4 .2 13 .6 35 4 .5 98 .1 74 5 .2 38 .2 91 5 .7 62 .6 23 6 .4 90 .4 09 7 .3 76 .9 08 8 .2 76 .6 12 9 .3 07 .8 31

  1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 1.931.848 2.221.385 2.607.401 2.843.030 3.225.149 3.515.340 3.950.219 4.494.533 5.047.312 5.672.360

  2 . Jasa Pemerin tah l a in nya 1 .1 76 .9 38 1 .3 60 .9 27 1 .6 06 .2 34 1 .7 55 .1 44 2 .0 13 .1 42 2 .2 47 .2 83 2 .5 40 .1 90 2 .8 82 .3 75 3 .2 29 .3 00 3 .6 35 .4 71

  b. Swa sta 1.251.324 1.438.162 1.685.869 1.914.660 2.178.012 2.397.706 2.667.874 3.004.330 3.259.708 3.532.195

  1 . S os ia l K em as ya ra ka ta n 6 18 .6 99 7 12 .2 43 8 45 .4 49 9 47 .1 48 1. 07 9.6 43 1. 17 4. 71 3 1 .2 93 .7 36 1. 45 4. 80 5 1 .5 46 .7 58 1. 67 0. 54 8

  2. Hibura n & Rekrea si 89.947 95.231 106.095 116.859 121.786 132.694 147.827 172.353 191.224 209.274

  3 . P er or anga n & R um aht an gga 5 42 .6 78 6 30 .6 88 7 34 .3 25 8 50 .6 52 9 76 .5 82 1 .0 90 .2 99 1 .2 26 .3 12 1 .3 77 .1 71 1 .5 21 .7 26 1 .6 52 .3 73

PDRB 22.023.880 25.337.603 29.417.349 32.916.736 38.101.684 41.407.049 45.625.589 51.785.150 57.031.755 63.690.318

 Sumber : BPS

Tabel 17 Produk Domestik Regional Bruto DIY Atas Dasar Harga Berlaku, 2004-2013 (Rp Milyar)

Page 108: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 108/110

98 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

 Sumber : BPS

Tabel 18 Produk Domestik Regional Bruto DIY Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2004-2013 (Rp Milyar)

LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

 1 . PERTANIAN 3 .0 52 .9 35 3 .1 85 .7 71 3 .3 06 .9 28 3 .3 33.3 82 3 .5 23 .94 3 3 .6 42 .6 96 3 .6 32 .6 81 3 .5 57 .8 65 3.7 06 .9 23 3 .73 0.2 97

  a. Tanaman Bahan Makanan 2.291.776 2.418.374 2.528.699 2.492.372 2.673.405 2.773.292 2.757.165 2.654.468 2.773.919 2.779.245

  b. Tanaman Perkebunan 71.736 76.846 81.354 86.905 88.807 93.429 95.772 97.405 99.200 102.371

  c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 452.277 453.098 452.490 483.795 484.151 493.162 492.699 518.141 536.505 545.115

  d. Kehutanan 180.003 166.046 174.236 186.281 190.344 190.273 190.177 190.700 191.589 192.710

  e. Perikanan 57.142 71.406 70.148 84.029 87.236 92.539 96.868 97.152 105.709 110.856

 2 . PERTAM BA NGAN & PENGGAL IAN 1 20 .4 41 1 22 .3 32 1 26 .1 37 1 38 .3 58 1 38.3 28 1 38 .74 8 1 39 .9 67 1 56 .7 11 1 59 .8 08 1 67 .6 69

  a. Minyak dan Gas Bumi - - - - - - - - - -

  b. Pertambangan tanpa Migas - - - - - - - - - -

  c. Penggalian 120.441 122.332 126.137 138.358 138.328 138.748 139.967 156.711 159.808 167.669

 3 . I NDUSTRI P ENGOL AHA N 2 .4 00 .7 76 2 .4 63 .2 30 2 .4 81 .1 67 2 .5 28 .0 20 2 .5 62 .5 49 2 .6 10 .7 60 2 .7 93 .5 80 2 .9 83 .1 67 2 .9 15 .1 17 3 .1 42 .8 36

  a. Industri Migas - - - - - - - - - -

  1. Pengilangan Minyak Bumi - - - - - - - - - -

  2. Gas Alam Cair - - - - - - - - - -

  b. Industri Tanpa Migas 2.400.776 2.463.230 2.481.167 2.528.020 2.562.549 2.610.760 2.793.580 2.983.167 2.915.117 3.142.836

  1. Makanan, Minuman dan Tembakau 800.848 845.594 860.186 854.291 965.586 1.020.655 1.173.572 1.345.071 1.273.390 1.395.234

  2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 508.391 510.219 511.559 505.206 452.315 477.007 446.259 476.534 479.031 525.188

  3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 323.944 323.919 336.147 367.545 321.518 267.691 270.040 237.464 213.889 223.938

  4. Kertas dan Barang Cetakan 124.966 129.735 129.201 138.467 139.745 143.755 147.619 141.058 138.820 145.329

  5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 112.353 114.892 117.393 130.505 144.582 163.472 197.749 205.690 214.368 213.977

  6. Semen & Brg. Galian bukan logam 126.292 129.566 126.765 134.743 136.179 137.245 151.233 161.558 160.023 175.528

  7. Logam Dasar Besi & Baja - - - - - - - - - -

  8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 225.654 226.719 220.145 218.330 217.340 220.616 237.318 244.152 246.895 241.772

  9. Barang lainnya 178.328 182.586 179.771 178.932 185.285 180.317 169.791 171.639 188.701 221.869

 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 144.845 153.115 152.862 165.772 174.933 185.599 193.027 201.243 215.542 229.640

  a. Listrik 131.776 140.027 140.186 152.779 162.218 172.772 179.870 187.992 200.981 214.396

  b. Gas - - - - - - - - - -

  c. Air Bersih 13.069 13.088 12.676 12.993 12.715 12.827 13.157 13.251 14.561 15.244

 5. BANGUNA N 1 .2 84.4 71 1 .3 95 .07 9 1 .5 80 .3 12 1 .7 32 .9 45 1 .8 38 .4 29 1.9 23 .7 20 2 .04 0.3 06 2 .1 87 .8 05 2 .3 18 .4 48 2 .4 59 .1 73

 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 3.279.424 3.444.828 3.569.622 3.750.365 3.947.662 4.162.116 4.383.851 4.611.402 4.920.045 5.225.056

  a. Perdagangan Besar & Eceran 1.374.914 1.462.659 1.534.974 1.613.884 1.698.740 1.791.892 1.889.077 1.971.863 2.090.487 2.211.703

  b. Hotel 340.362 319.188 259.896 287.901 342.329 364.119 376.543 421.779 487.361 530.389

  c. Restoran 1.564.148 1.662.981 1.774.752 1.848.580 1.906.592 2.006.105 2.118.231 2.217.759 2.342.196 2.482.964

 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 1.582.194 1.673.352 1.761.672 1.875.307 2.008.919 2.128.594 2.250.664 2.430.696 2.581.620 2.744.146

  a . Pengangkutan 1.128.495 1.190.805 1.235.199 1.286.540 1.351.435 1.416.841 1.458.821 1.530.366 1.608.411 1.704.159

  1. Angkutan Rel 35.099 34.766 35.935 36.850 39.517 44.028 45.785 34.378 37.466 35.938

  2. Angkuta n Ja la n Ra ya 905.201 954.830 996.814 1.041.603 1.073.134 1.104.480 1.129.742 1.169.792 1.194.788 1.240.135

  3. Angkutan Laut - - - - - - - - - -

  4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. - - - - - - - - - -

  5. Angkutan Udara 146.685 156.444 156.490 159.105 185.357 209.573 222.471 260.228 304.650 352.728

  6. Jasa Penunjang Angkutan 41.510 44.765 45.960 48.982 53.427 58.759 60.823 65.968 71.507 75.358

  b . Komunikasi 453.699 482.547 526.473 588.767 657.484 711.754 791.843 900.330 973.209 1.039.988

  1. Pos dan Telekomunikasi 410.188 435.548 474.903 532.306 595.092 643.590 715.123 812.899 882.793 943.357

  2. Jasa Penunjang Komunikasi 43.511 46.999 51.570 56.460 62.393 68.164 76.720 87.431 90.416 96.630

 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 1.500.542 1.623.210 1.591.885 1.695.163 1.793.789 1.903.411 2.024.368 2.185.221 2.402.718 2.552.445

  a. Bank 211.425 246.688 187.811 250.720 318.858 329.114 372.961 421.524 499.447 571.716  b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 166.142 177.143 201.707 184.786 181.372 202.655 218.339 250.365 264.153 275.124

  c. Jasa Penunjang Keuangan 4.521 4.852 4.990 5.330 5.534 6.027 6.264 6.775 6.745 6.716

  d. Sewa Bangunan 1.060.204 1.131.199 1.130.299 1.181.982 1.210.446 1.284.735 1.338.835 1.412.809 1.530.192 1.594.592

  e. Jasa Perusahaan 58.250 63.328 67.078 72.346 77.579 80.880 87.969 93.749 102.181 104.297

 9. JASA-JASA 2.780.796 2.849.959 2.965.164 3.072.200 3.223.929 3.368.614 3.585.598 3.817.665 4.088.337 4.316.214

  a. Pemerintahan Umum 1.949.903 1.979.282 2.049.433 2.121.210 2.230.824 2.332.559 2.491.965 2.642.246 2.843.023 2.995.720

  1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 1.241.683 1.259.262 1.301.166 1.345.636 1.409.288 1.460.885 1.557.187 1.652.758 1.779.933 1.874.323

  2. Jasa Pemerintah lainnya 708.220 720.020 748.267 775.574 821.536 871.674 934.778 989.488 1.063.090 1.121.397

  b. Swasta 830.892 870.677 915.731 950.990 993.105 1.036.055 1.093.633 1.175.419 1.245.314 1.320.495

  1. Sosial Kemasyarakatan 387.807 405.129 425.402 429.787 450.616 470.494 493.810 525.092 547.505 581.085

  2. Hiburan & Rekreasi 65.442 67.681 70.717 76.936 79.678 83.729 88.685 97.039 105.334 112.894

  3. Perorangan & Rumahtangga 377.643 397.867 419.612 444.267 462.811 481.832 511.138 553.288 592.475 626.516

PDRB 16.146.424 16.910.877 17.535.749 18.291.512 19.212.481 20.064.257 21.044.042 22.131.774 23.308.558 24.567.476

Page 109: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 109/110

Page 110: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

7/23/2019 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014

http://slidepdf.com/reader/full/statistik-daerah-istimewa-yogyakarta-2014 110/110

D A T A MENCERDASKAN BANGSA