Standar Pengembangan Profesional Untuk Guru Sains
Transcript of Standar Pengembangan Profesional Untuk Guru Sains
PROFESI KEPENDIDIKAN
STANDAR PENGEMBANGAN PROFESIONAL UNTUK GURU SAINS
CREATED BY:
Ni Made R Mareta Dewi (0913021072)
I Gede Okta Sutiada (0913021085)
Karisma Aribuana (0913021083)
Ni Luh Putu Widiasih (0913021086)
Made Krisna Wisesa Yuda (0913021087)
PHYSIC DEPARTEMENT
FACULTY OF MATHEMATIC AND SCIENCE
GANESHA UNIVERSITY OF EDUCATION
SINGARAJA
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi
Wasa karena atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Standar
Pengembangan Profesional untuk Guru Sains di Indonesia dan Internasional ”.
Dalam makalah ini dijelaskan mengenai bagaimana standar pengembangan profesional
untuk guru Sains di Indonesia dan Internasional beserta dengan perbandingan antara kedua
standar tersebut.
Makalah Proses penyusunan makalah ini tentunya tidak luput dari berbagai hambatan dan
permasalahan yang dihadapi. Berkat bantuan, saran maupun kritik yang bersifat konstruktif dari
berbagai pihak sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat waktu. Oleh karena itu,
sebagai rasa syukur dan hormat, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd selaku dosen pengajar mata kuliah Profesi
Kependidikan
2. Teman-teman mahasiswa kelas II/A di Jurusan Pendidikan Fisika yang telah memberikan
bantuan maupun semangat dalam penyusunan makalah ini.
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan baik secara material maupun nonmaterial dalam merampungkan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak hal yang harus dilengkapi. Sehingga, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan
Singaraja, Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ..........................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH .............................................................................. ........2
1.3. TUJUAN ...............................................................................................................2
1.4. MANFAAT ...........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. STANDAR PENGEMBANGAN PROFESIONAL UNTUK ...........................4
GURU SAINS INTERNASIONAL
2.1.1. Pengembangan Profesional untuk Guru Sains secara ..............................5
Berkelanjutan sebagai Proses Seumur Hidup
2.1.2. Perbedaan Klasik antara "Sasaran", "Sumber", .......................................6
dan "Pendukung" Pembangunan Guru dari Aktivitas
yang Artifisial
2.1.3. Pandangan Konvensional Pengembangan Profesional ............................7
bagi Guru Perlu Bergeser untuk Pelatihan Teknis
Keterampilan Khusus untuk Kesempatan-Kesempatan
dalam Pertumbuhan Profesional Intelektual
2.1.4. Proses Transformasi Sekolah Mewajibkan Kesempatan .........................7
Pengembangan Profesional Secara Jelas dan Tepat
Terhubung dengan Guru Bekerja dalam Konteks Sekolah
2.2. STANDAR ..........................................................................................................8
2.2.1. Pengembangan Professional Standar A ...................................................8
2.2.1.1. Pengetahuan dan Pemahaman Tentang Sains ............................9
2.2.1.2. Belajar Sains ..............................................................................10
2.2.2. Pengembangan Profesional Standar B ....................................................11
2.2.2.1. Pengajaran Sains .......................................................................11
2.2.2.2. Belajar Mengajarkan Sains .......................................................13
2.3. STANDAR PENGEMBANGAN PROFESIONAL .........................................14
UNTUK GURU SAINS INDONESIA
2.3.1. Pengembangan Profesionalisme Guru .....................................................14
2.3.2. Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru ....................17
2.3.3. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru ...........................................19
2.3.4. Tabel Perbedaan Standar Profesionalisme Guru .....................................21
Di Indonesia Dan Amerika
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN ..................................................................................................22
3.2. SARAN ..............................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kita telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal
masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi
landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan
merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan
spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan
kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat
pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi,
dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia
terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen,
serta perubahan pola hubungan antar mereka.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad
21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat. Tibalah saatnya menoleh
sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan
semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis
pengetahuan.
Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, dimana
kurikulum berkali-kali dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya
mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti
lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan
bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan
keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam
melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang
meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana
prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan
tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya
guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa
Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu
dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas
dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan
dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga
pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar
profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan khususnya
dalam bidang sains.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimanakah perbedaan standar professional untuk guru sains internasional
dengan standar professional guru sains di Indonesia?
2. Bagaimanakah relevansi standar professional untuk guru sains internasional
terhadap standar professional guru sains di Indonesia?
3. Apakah syarat yang harus dimiliki untuk menjadi guru professional di Indonesia?
4. Apakah faktor-faktor penyebab rendahnya profesionalisme guru pada kondisi
Pendidikan Nasional Indonesia?
5. Bagaimanakah upaya peningkatan professional guru sains di Indonesia?
1.3. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui perbedaan standar professional untuk guru sains internasional dengan
standar professional guru sains di Indonesia
2. Mengetahui relavansi standar professional untuk guru sains internasional terhadap
standar professional guru sains di Indonesia
3. Menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi guru professional di
Indonesia
4. Menguraikan faktor-faktor penyebab rendahnya profesionalisme guru pada kondisi
Pendidikan Nasional di Indonesia
5. Menjelaskan upaya peningkatan proesional guru sains di Indonesia
1.4. MANFAAT
Makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk meningkatkan profesionalisme
guru sains di Indonesia dengan mengetahui standar pengembangan professional guru sains
Internasional. Hal ini dapat membantu proses refleksi untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya profesionalisme guru di Indonesia serta upaya-upaya yang dilakukan
untuk mengatasi hal tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. STANDAR PENGEMBANGAN PROFESIONAL UNTUK GURU SAINS
INTERNASIONAL
Standar pengajaran dalam bab ini dimaksudkan untuk memberitahukan semua orang
yang mempunyai peran dalam pengembangan profesionalisme. Standar tersebut merupakan
kriteria untuk fakultas pendidikan dalam perguruan tinggi dan universitas yang memiliki
tanggung jawab utama untuk persiapan awal guru sains serta bagi para guru yang memilih dan
mendesain
Upaya reformasi saat ini memerlukan perubahan substantif dalam cara pengajaran
sains; perubahan substantif yang sama diperlukan dalam praktek pengembangan profesional.
kegiatan pengembangan profesional untuk pribadi dan untuk semua orang yang
merancang serta memimpin kegiatan-kegiatan pengembangan profesional.
Standar-standar ini juga sebagai kriteria untuk negara dan para pembuat kebijakan
nasional yang menentukan kebijakan penting dan prakteknya, seperti persyaratan sertifikasi bagi
guru dan anggaran untuk pengembangan profesional. Dalam visi pendidikan sains, kebijakan
harus berubah, sehingga terus-menerus efektivitas pengembangan profesional guru menjadi
sentral dalam kehidupan.
Saat ini upaya reformasi di bidang pendidikan sains memerlukan perubahan substantif
dalam cara pengajaran sains. Yang tersirat dalam reformasi ini juga merupakan perubahan
substantif dalam praktek pengembangan profesional di semua tingkatan. Saat ini banyak
melibatkan pengembangan profesional kuliah yang tradisional untuk menyampaikan konten
sains dan penekanan pada pelatihan teknis tentang mengajar. Sebagai contoh, pendidikan sarjana
ilmu pengetahuan lebih dianggap sebagai sekumpulan fakta dan aturan-aturan untuk dihafalkan,
daripada sebagai suatu cara untuk mengetahui tentang alam. Bahkan sebagian besar laboratorium
ilmu di perguruan-perguruan tinggi gagal untuk mengajarkan ilmu pengetahuan sebagai
penyelidikan.
Visi ilmu pengetahuan dan bagaimana pembelajaran berlangsung seperti yang
dijelaskan dalam standar akan hampir mustahil untuk menyampaikan kepada siswa di sekolah
jika para guru sendiri tidak pernah mengalaminya. Secara sederhana, dalam preservice program
dan kegiatan pengembangan professional, guru harus berlatih menjadi model pengajaran ilmu
yang baik, seperti yang dijelaskan dalam standar pengajaran dalam bab 3.
Empat asumsi tentang sifat pengembangan profesional pengalaman dan konteks di
mana dikenal sebagai standar pengembangan profesi:
1. Pengembangan profesional untuk guru sains secara berkelanjutan sebagai proses
seumur hidup.
2. Perbedaan-perbedaan tradisional antara "target", "sumber", dan "pendukung" dari
kegiatan pengembangan guru buatan.
3. Pandangan konvensional pengembangan profesional bagi guru perlu bergeser dari
pelatihan teknis keterampilan khusus menuju pada kesempatan-kesempatan untuk
pertumbuhan profesionalisme intelektual.
4. Proses transformasi sekolah wajib ditujukan pada kesempatan pengembangan
profesional secara jelas dan tepat, dengan guru bekerja dalam konteks sekolah.
2.1.1. Pengembangan Profesional untuk Guru Sains secara Berkelanjutan sebagai
Proses Seumur Hidup
Konten sains selalu meningkat dan berubah, sehingga pemahaman guru sains harus
tetap bertahan, bahkan mengalami peningkatan. Pengetahuan tentang proses pembelajaran
juga terus berkembang, yang menuntut bahwa guru tetap terinformasi (ter-upgrade). Lebih
jauh lagi, kita hidup dalam kondisi lingkungan dan masyarakat yang selalu berubah, yang juga
sangat mempengaruhi kegiatan di sekolah-sekolah. Perubahan sosial mempengaruhi apa yang
mereka butuhkan. Selain itu, guru harus terlibat dalam pengembangan dan penyempurnaan
terhadap pendekatan baru untuk proses mengajar, penilaian, dan kurikulum.
Guru sains membangun keterampilannya secara bertahap, dimulai pada tahun-tahun
pendidikan sarjana mereka. Kemudian mereka menerapkan secara real profesionalismenya
pada saat tahun-tahun pertama mereka di dalam kelas, bekerja dengan guru lain, mengambil
keuntungan dari penawaran pengembangan profesional, dan belajar dari usaha mereka sendiri
dan orang-orang dari rekan-rekan mereka.
Sains konten meningkat dan perubahan, dan pemahaman guru sains harus tetap
bertahan.
sekolah, disertai dengan kolaborasi di antara mereka yang terlibat dalam kegiatan
pengembangan profesional.
2.1.2. Perbedaan Klasik antara "Sasaran", "Sumber", dan "Pendukung"
Pembangunan Guru dari Aktivitas yang Artifisial
Dalam visinya, pendidikan sains dapat diwujudkan dengan standar pelatihan guru
yang secara nasional ditujukan bagi pengembangan professional memiliki kesempatan
menjadi sumber pertumbuhan mereka sendiri serta pendukung pertumbuhan pertumbuhan
lain. Calon guru harus memiliki kesempatan untuk menjadi peserta aktif dalam sekolah
melalui program magang, studi klinis, dan penelitian. Guru harus memiliki kesempatan untuk
refleksi
Tantangan pengembangan profesional untuk guru ilmu pengetahuan adalah untuk
menciptakan situasi belajar kolaboratif yang optimal di mana saat ini dipandang sebagai
kebutuhan guru.
terstruktur dalam praktek mengajar mereka dengan rekan kerja, untuk perencanaan
kurikulum kolaboratif, dan untuk partisipasi aktif dalam profesional mengajar dan jaringan
ilmiah. Tantangan pengembangan profesional guru adalah menciptakan situasi pembelajaran
kolaboratif yang optimal di mana sumber keahlian terbaik dihubungkan dengan pengalaman
dan kebutuhan guru saat ini.
Kepala sekolah dan anggota masyarakat yang memenuhi syarat juga harus
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pengembangan profesional untuk meningkatkan
pemahaman mereka sendiri tentang proses pembelajaran sains bagi siswa serta pemahaman
mengenai peran dan tanggung jawab guru.
2.1.3. Pandangan Konvensional Pengembangan Profesional bagi Guru Perlu Berubah
dari Pelatihan Teknis Keterampilan Khusus menuju Kesempatan-Kesempatan
dalam Pertumbuhan Profesional Intelektual
Asumsi ini menyoroti perlunya pergeseran dari melihat pengajaran sebagai suatu
kegiatan teknis menjadi sesuatu memerlukan teoritis maupun pemahaman dan kemampuan
praktis. Pengembangan profesional lebih terjadi dalam banyak cara daripada pengiriman
informasi dalam khas universitas, institut, atau guru lokakarya. Cara lain untuk mempelajari
lebih lanjut tentang pengajaran sains untuk melakukan riset berbasis kelas, dan cara yang
berguna untuk mempelajari isi ilmu adalah untuk berpartisipasi dalam penelitian di
laboratorium ilmiah. Dalam segala hal kegiatan pengembangan profesional harus
dipertahankan, kontekstual, dan membutuhkan partisipasi dan refleksi. Standar dewan
menganggap konsep bagaimana dalam format apa, dan dalam kondisi apa pengembangan
profesional dapat terjadi.
2.1.4. Proses Transformasi Sekolah Mewajibkan Kesempatan Pengembangan
Profesional Secara Jelas dan Tepat Terhubung dengan Guru Bekerja dalam
Konteks Sekolah
Bila memungkinkan pengembangan profesional guru harus terjadi dalam konteks di
mana pemahaman dan kemampuan guru akan digunakan. Walaupun belajar sains dapat terjadi
di laboratorium sains, belajar untuk mengajarkan ilmu pengetahuan perlu terjadi melalui
interaksi dengan para praktisi di tempat-tempat belajar siswa ilmu pengetahuan, seperti ruang
kelas sekolah.
2.2. STANDAR PENGEMBANGAN PROFESIONAL
Tiga standar pertama pengembangan profesi dapat diringkas sebagai belajar ilmu
pengetahuan, belajar untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, dan belajar untuk belajar. Masing-
masing diawali dengan sebuah deskripsi tentang apa yang harus dipelajari diikuti oleh sebuah
deskripsi tentang bagaimana kesempatan untuk belajar didesain terbaik. Standar keempat
menandakan karakteristik kualitas program-program pengembangan profesional di semua
tingkatan.
2.2.1. Pengembangan Professional Standar A:
Pengembangan profesional untuk guru sains memerlukan pembelajaran isi sains
yang penting melalui perspektif dan metode penyelidikan. pengalaman belajar sains bagi para
guru harus:
1. Melibatkan guru dalam penyeledikan akif terhadap fenomena yang dapat dipelajari
secara ilmiah dalam menafsirkan hasil dan membuat rasa temuan konsisten dengan
pemahaman ilmiah yang diterima saat ini.
2. Isu-isu, peristiwa, masalah, atau topik yang signifikan dalam sains dan menarik
bagi peserta.
3. Guru memperkenalkan literatur ilmiah, media, dan sumber daya teknologi yang
mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemampuan mereka untuk mengakses
pengetahuan lebih lanjut
4. Membangun pada pemahaman, kemampuan dan sikap guru sains saat ini.
5. Memasukkan refleksi berkelanjutan terhadap proses dan hasil dari pengertian sains
melalui penyelidikan
6. Mendorong dan mendukung para guru dalam upaya untuk berkolaborasi.
2.2.1.1. Pengetahuan dan Pemahaman Tentang Sains
Pembahasan berikut ini berfokus pada sifat dari kesempatan untuk belajar ilmu
pengetahuan yang diperlukan oleh para guru, bukan pada jam kredit. Dalam hal ini
diasumsikan bahwa guru-guru ilmu pengetahuan akan terus belajar ilmu pengetahuan
sepanjang karier mereka.
Untuk memenuhi standar, semua guru sains harus memiliki wawasan ilmiah yang
cukup luas dan memiliki dasar pengetahuan yang kuat. Karena pengetahuan tersebut
nantinya dapat digunakan untuk:
1) Memahami sifat penelitian ilmiah
2) Memahami fakta fundamental dan konsep dalam disiplin ilmu utama serta
matematika, teknologi dan mata pelajaran sekolah lain.
3) Mampu hubungan-hubungan yang konseptual dengan prinsip-prinsip sains
sebagai mana yang ada dalam matematika, tekhnologi atau mata pelajaran
yang lainnya.
4) Gunakan pemahaman ilmiah dan kemampuan ketika berhadapan dengan
masalah-masalah pribadi dan sosial
Menyiratkan luasnya wawasan sains yang berfokus pada ide-ide dasar ilmu
pengetahuan dan merupakan pusat ilmu pengetahuan guru untuk mengajar di semua
tingkatan kelas. Kedalaman wawasan tidak hanya mengacu pada pemahaman ide-ide dasar
dalam suatu disiplin ilmu pengetahuan, tetapi juga beberapa pendukung eksperimental dan
teoritis pengetahuan. Ide cara interkoneksi dan membangun satu sama lain di dalam dan di
seluruh wilayah konten aspek-aspek penting lainnya kedalaman pemahaman. Kedalaman
pemahaman tentang isi sains yang diperlukan bervariasi sesuai dengan tingkat kelas
tanggung jawab mengajar.
Guru-guru memiliki tugas untuk meletakkan pengalaman, konseptual, dan sikap
dasar untuk belajar masa depan dalam ilmu pengetahuan dengan membimbing siswa melalui
berbagai kegiatan penyelidikan. Untuk mencapai hal ini, guru ilmu pengetahuan dasar harus
memiliki kesempatan untuk mengembangkan konten dari ilmu pengetahuannya di samping
beberapa pengalaman yang pernah didapat. Seperti pengalaman mendalam akan
memungkinkan guru untuk mengembangkan pemahaman tentang penyelidikan serta struktur
dan produksi ilmu pengetahuan. Pengalaman sains memerlukan keterampilan penalaran
yang lebih canggih serta memerlukan peralatan tekhnologi yang memadai. Persyaratan ini
diperlukan ole guru sains tingkat menengah.
Di tingkat menengah, guru yang efektif memiliki ilmu pengetahuan yang luas dari
semua disiplin ilmu dan pemahaman mendalam dari disiplin ilmu yang mereka ajarkan. Ini
berarti menjadi cukup akrab dengan disiplin ilmu untuk ambil bagian dalam kegiatan
penelitian di lingkungan yang disiplin.
Guru harus memiliki keahlian yang diperlukan untuk membimbing siswa bertanya
berdasarkan pertanyaan. Ujian penting dari tingkat pemahaman yang sesuai untuk semua
kemampuan guru untuk menentukan apa yang siswa mengerti tentang ilmu pengetahuan dan
untuk menggunakan data ini untuk merumuskan kegiatan yang membantu pengembangan
ide-ide ilmiah mahasiswa mereka.
2.2.1.2. Belajar Sains
Calon guru dalam mempraktikkan ilmu mereka memperoleh banyak ilmu
pengetahuan formal melalui pelatihan yang didapat dari pergutuan tinggi tempat mereka
belajar. Semua guru, yang telah memiliki predikat sebagai sarjana dalam bidang sains faktor
utama dalam mendefinisikan apa sajakonten dalam belajar sains. Mereka menyediakan
model untuk bagaimana ilmu harus diajarkan. K-4 guru dan guru dengan 5-8 sertifikasi
umum, pengantar sarjana program studi ilmu pengetahuan seringkali merupakan satu-
satunya program studi ilmu pengetahuan diambil.
Belajar sains melalui penyelidikan harus juga menyediakan kesempatan bagi guru
untuk menggunakan literatur ilmiah, media, dan teknologi untuk memperluas pengetahuan
mereka di luar lingkup langsung bertanya. Penataran sains harus memungkinkan guru untuk
mengembangkan pemahaman tentang penalaran logis yang ditunjukkan dalam makalah
penelitian dan bagaimana penelitian spesifik yang dapat mengakumulasi ilmu pengetahuan
mereka. Penataran yang dilaksanakan juga harus mendukung para guru dalam menggunakan
berbagai peralatan teknologi, seperti komputerisasi database dan alat-alat laboratorium
khusus.
Fakultas keilmuan juga perlu didesain sebagai pelatihan bagi calon guru dengan
sara melibatkan mereka dalam aspek-aspek kolaboratif penyelidikan ilmiah. Beberapa aspek
upaya penyelidikan secara individual, tetapi banyak yang tidak, dan pengalaman guru perlu
nilai dan manfaat dari koperasi bekerja sebagai perjuangan dan ketegangan yang dapat
menghasilkan.
2.2.2. Pengembangan Profesional Standar B:
Pengembangan profesional untuk guru sains memerlukan pengintegrasian
pengetahuan sains, pembelajaran, pedagogi, dan mahasiswa; ini juga memerlukan
menerapkan ilmu pengetahuan itu untuk mengajar. Pengalaman belajar bagi para guru ilmu
pengetahuan harus:
1. Menghubungkan dan mengintegrasikan semua aspek yang berhubungan ilmu
pengetahuan dan pendidikan sains
2. Terjadi dalam berbagai tempat-tempat pengajaran ilmu pengetahuan yang efektif
dapat digambarkan dengan model; memungkinkan para guru untuk berjuang
dengan situasi nyata dan mengembangkan keterampilan dalam konteks yang sesuai.
3. Gunakan pertanyaan, refleksi, interpretasi penelitian, dan model, untuk membangun
pemahaman dan keterampilan sains mengajar.
2.2.2.1. Pengajaran Sains
Mengajar sains yang efektif adalah lebih daripada mengetahui isi ilmu
pengetahuan dan beberapa strategi pengajaran. Guru terampil sains memiliki pemahaman
dan kemampuan khusus yang mengintegrasikan sains mereka tentang konten, kurikulum,
belajar, mengajar dan mahasiswa. Pengetahuan semacam itu memungkinkan guru untuk
menyesuaikan situasi belajar dengan kebutuhan individu dan kelompok. Ini merupakan
pengetahuan khusus, yang disebut "isi pedagogi pengetahuan", membedakan ilmu
pengetahuan dari guru-guru dari ilmuwan. Ini adalah salah satu unsur yang mendefinisikan
guru profesional sains.
Selain ilmu pengetahuan yang kokoh, guru sains harus memiliki landasan
perusahaan-teori belajar untuk memahami bagaimana belajar terjadi dan difasilitasi. Belajar
adalah sebuah proses aktif dimana siswa secara individual dan bersama-sama mencapai
pemahaman. Pengajaran yang efektif menuntut agar guru tahu sebatas mana kemampuan
siswa untuk memahami serta menangkap materi yang ia ajarkan sesuai dengan umur
mereka. Guru ilmu pengetahuan perlu untuk mengantisipasi kesalahpahaman dan khas
menilai kelayakan konsep untuk tingkat perkembangan siswa mereka. Selain itu, guru-guru
sains harus mengembangkan pemahaman tentang bagaimana siswa dengan berbagai latar
belakang, pengalaman, motivasi, gaya belajar, kemampuan dan minat belajar sains yang
berbeda. Guru menggunakan semua pengetahuan itu untuk membuat keputusan yang efektif
tentang tujuan belajar, strategi mengajar, penilaian tugas, dan bahan-bahan kurikulum.
Melalui kolaborasi dengan rekan kerja, guru harus menyelidiki praktek mereka
sendiri dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti berikut:
1) Bagaimana seharusnya disusun jurnal laboratorium?
2) Apakah percobaan ini sesuai dengan pemahaman dan kemampuan siswa?
3) Apa jenis penelitian dilakukan para mahasiswa perlu dilakukan untuk
memperluas pemahaman mereka?
4) Apakah studi tertentu memungkinkan siswa cukup kesempatan untuk
merancang percobaan mereka sendiri?
5) Apakah semua partisipasi siswa sama?
Guru yang efektif adalah guru yang memiliki pengetahuan tentang berbagai tujuan
pendidikan untuk penilaian dan tahu bagaimana menerapkan dan menafsirkan berbagai
strategi penilaian.
Guru terampil ilmu juga tahu bagaimana membuat dan mengelola fisik, sosial, dan
lingkungan intelektual di komunitas kelas sains pelajar.
2.2.2.2. Belajar Mengajarkan Sains
Isi pedagogi yang mengembangkan ilmu pengetahuan mensyaratkan bahwa guru-
guru ilmu memiliki kesempatan untuk membawa bersama-sama pengetahuan yang
dijelaskan di atas dan mengembangkan pandangan yang terpadu. Standar pengajaran dalam
Bab 3 ini dirancang untuk membimbing guru 'keputusan mengenai masing-masing kegiatan
yang kompleks yang terlibat dalam pengajaran ilmu pengetahuan. Dalam visi yang
digambarkan oleh Standar, guru juga mengembangkan konsep dan bahasa untuk terlibat
dalam wacana dengan teman sebaya mereka tentang konten, kurikulum, pengajaran,
pembelajaran, penilaian, dan mahasiswa.
Pengembangan isi pedagogi pengetahuan oleh para guru mencerminkan apa yang
kita ketahui tentang belajar oleh para mahasiswa itu dapat berkembang sepenuhnya hanya
melalui pengalaman terus-menerus. Tetapi pengalaman saja tidak cukup. Guru juga
memiliki kesempatan untuk terlibat dalam analisis masing-masing komponen isi pedagogi
pengetahuan sains.
Dalam visi, orang yang bertanggung jawab untuk pengembangan profesional
adalah dengan bekerja sama dengan satu sama lain dan dengan sesama guru ketika mereka
mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman mereka. Misalnya, pendidikan tinggi ilmu
pengetahuan dan pendidikan fakultas harus belajar untuk bekerja sama: Seorang instruktur
sains di universitas saja bisa mengundang anggota fakultas pendidikan sains untuk
berpartisipasi dalam diskusi rutin waktu dirancang untuk membantu siswa merefleksikan
bagaimana mereka datang untuk belajar konsep-konsep sains . Tidak hanya departemen
dalam institusi pendidikan tinggi bekerja sama, tetapi sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga
pendidikan tinggi harus masuk ke dalam kolaborasi benar.
2.3. STANDAR PENGEMBANGAN PROFESIONAL UNTUK GURU SAINS
INDONESIA
2.3.1. Pengembangan Profesionalisme Guru
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997)
mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen
tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan
hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang
dipersyaratkan.
Memperhatikan kualitas guru di Indonesia saat ini yang memang jauh berbeda
dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat
pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan
Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar- standar pengembangan
profesi guru yaitu;
1. Standar pengembangan profesi A merupakan pembelajaran sains melalui
perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini
melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan
dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam.
2. Standar pengembangan profesi B merupakan pengintegrasian pengetahuan sains,
pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke
pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga
tahu bagaimana mengajarkannya. Mereka juga memahami bagaimana siswa
mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu
dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan.
3. Standar pengembangan profesi C merupaka pembentukan pemahaman dan
kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu
bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar
sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan
terus untuk belajar.
4. Standar pengembangan profesi D yaitu program-program profesi untuk guru
sains harus koheren dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal
kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan
tidak berkelanjutan.
Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru seperti yang
berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia akan semakin
membaik. Selain memiliki standar profesional guru seperti yang diuraian di atas, di Amerika
Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi
1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima
hal yaitu:
1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya,
2. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta
cara mengajarnya kepada siswa,
3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui evaluasi,
4. Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya,
5. Guru sekiranya merupakan bagian dari masyarakat pebelajar dalam lingkungan
profesinya.
Arifin (2000) mengemukakan bahwa guru Indonesia yang profesional harus
memenuhi beberapa syarat yaitu:
1. Dasar ilmu yang kuat sebagai pesnyesuaian terhadap masyarakat teknologi dan
masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21
2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu
pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.
Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta
riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat
Indonesia;
3. Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru
merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara
LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan
disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan
birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan demikian maka paradigma baru sangat diperlukan untuk dapat mencetak
atau melahirkan guru di Indonesia yang professional di abad 21 ini, paradigma tersebut yaitu:
1. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang
2. Penguasaan ilmu yang kuat
3. Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi
4. Pengembangan profesi secara berkesinambungan.
Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan
dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang
profesional.
Selain keempat dimensi di atas juga perlu dikembangkan dimensi lain dari pola
pembinaan profesi guru yaitu:
1. Hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA
2. Meningkatkan bentuk rekrutmen calon guru
3. Program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan
4. Meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik
5. Pelaksanaan supervise
6. Peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management
(TQM)
7. Melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match
8. Pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang
9. Pengakuan masyarakat terhadap profesi guru
10. Perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan
11. Kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu dapat terpenuhi, maka hal ini
akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini
sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional
akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi dinamis
dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang kondusif dan inovatif. Dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator,
motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor,
evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru
memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan
dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era
hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi
terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya.
Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual,
sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru
harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus
mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
2.3.2. Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru
Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju.
Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun
masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup
mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-
bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian
yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem
pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati
nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak
sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak
dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian
atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi
instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali.
Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran
(SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun
sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali
mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang
terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang
memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan
beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin
kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2)
profesionalisme guru masih rendah.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru
disebabkan oleh antara lain;
1. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan
oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan
diri tidak ada;
2. Belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara
maju;
3. Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak
guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan
sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi
keguruan;
4. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak
dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan
tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya
profesionalisme guru;
1. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,
2. Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan,
3. Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum
mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,
4. Masih belum adanya titik terang dari perbedaan pendapat tentang proporsi materi
ajar yang diberikan kepada calon guru,
5. Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI
bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure
group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di
masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para
anggo-tanya.
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan
profesi guru.
2.3.3. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya
meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga
pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma
II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru
SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut
secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah
adalah program sertifikasi. Program sertifikasi untuk guru-guru MI dan MTs telah dilakukan
oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek
Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI
dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001). Sedangkan untuk
guru-guru sekolah dasar dan menengah dilakukan oleh Rektorat perguruan tinggi negeri
(PTN)
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan
profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru), dan KKG (Kelompok Kerja
Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan
masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).
Selain hal itu, untuk meningkatkan profesionalisme guru juga dapat dilakukan
dengan pemberian penataran atau pelatihan secara berkesinambung, agar pengetahuan guru-
guru terus berkembang dan ter-upgrade.
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses
ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari
organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan,
penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara
bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung
jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal
ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling
penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan
banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah
tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari
pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara
maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru
sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk
meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru
diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku
sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara
ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah
memasuki jaman orde baru semua ber ubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru
menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dll.
2.3.4. Tabel Perbedaan Standar Profesionalisme Guru Di Indonesia Dan Amerika
No Indonesia Amerika
1. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan itu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep dasar
Pembelajaran sains melalaui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri
2. Pengembangan kemampuan professional berkesinambungan, profesi guru merupakanb profesi yang berkembang secara terus-menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan aspek pendidikan
Merupakan pengintegrasian standar sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa juga menanamkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
1. Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya
kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme
menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen
beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan
teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang
tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
2. Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada
tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara
intelektual maupun pada kondisi yang prima.
3.2. SARAN
1. Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan
bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru
menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut
adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa
pendidikan.
2. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha
meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara
LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini
Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
B, Hamzah. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I);
Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17.
Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum.
Sumber: http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898
Diaktivasi pada Senin, 14 Maret 2010.
Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan.
Sumber: http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd
Diaktivasi pada Rabu, 10 Maret 2010.
Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi.
Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
Sumber: http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd
Diaktivasi pada Jumat, 12 Maret 2010.