Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

13
Stadium Sumbatan Nafas saat Tidur : Sebuah Pedoman untuk Pengobatan yang Sesuai Michael Friedman, MD; Hani Ibrahim, MD; Ninos J. Joseph, BS Objektif : Beberapa studi terdahulu yang dilakukan oleh Friedman dan lainnya menunjukkan mengenai pentingnya stadium sumbatan napas saat tidur pada pasien untuk memprediksi kesuksesan dari uvulopalatofaringoplasti (UPPP). Tujuan dari studi ini adalah untuk menguji pentingnya sistem stadium ini untuk studi ke depan. Rancangan studi : Studi ini merupakan studi prospektif dari dua kohort pada pasien : satu diterapi dengan keuntungan sistem stadium secara klinis dan satunya tidak. Metode : Pasien dengan gejala sumbatan jalan napas telah diperiksa dengan polisomnografi dan telah distadiumkan berdasarkan sistem stadium sebelumnya. Sistem stadium ini berdasarkan pada posisi palatum, ukuran tonsil dan indeks masa tubuh (IMT). Grup control diterapi tanpa keuntungan dari stadium. Semua pasien dalam grup kontrol diterapi hanya dengan UPPP. Pasien pada grup percobaan diterapi berdasarkan stadium klinisnya. Pasien pada stadium I diterapi hanya dengan UPPP tanpa memperhatikan tingkat keparahan penyakit. Pasien pada stadium II dan III diterapi dengan UPPP sebagai terapi tambahan pada reduksi basis lidah yang menggunakan teknik radiofrekuensi (TBRF). Hasil : Follow up selama 6 bulan menunjukkan perkembangan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok yang diterapi tanpa keuntungan dari sistem stadium ini. Kesuksessan pengobatan pada pasien dengan stadium II meninkat dari 37.9% menjadi 74.0%. Secara keseluruhan perkembangan kesuksesan meningkat dari 40% menjadi 59.1%. Kesimpulan : Pasein pada stadium I memiliki tingkat kesuksessan terbaik, tetapi secara keseluruhan stadium klinis menunjukkan peningkatan.

Transcript of Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

Page 1: Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

Stadium Sumbatan Nafas saat Tidur : Sebuah Pedoman untuk Pengobatan yang SesuaiMichael Friedman, MD; Hani Ibrahim, MD; Ninos J. Joseph, BS

Objektif : Beberapa studi terdahulu yang dilakukan oleh Friedman dan lainnya menunjukkan mengenai pentingnya stadium sumbatan napas saat tidur pada pasien untuk memprediksi kesuksesan dari uvulopalatofaringoplasti (UPPP). Tujuan dari studi ini adalah untuk menguji pentingnya sistem stadium ini untuk studi ke depan. Rancangan studi : Studi ini merupakan studi prospektif dari dua kohort pada pasien : satu diterapi dengan keuntungan sistem stadium secara klinis dan satunya tidak. Metode : Pasien dengan gejala sumbatan jalan napas telah diperiksa dengan polisomnografi dan telah distadiumkan berdasarkan sistem stadium sebelumnya. Sistem stadium ini berdasarkan pada posisi palatum, ukuran tonsil dan indeks masa tubuh (IMT). Grup control diterapi tanpa keuntungan dari stadium. Semua pasien dalam grup kontrol diterapi hanya dengan UPPP. Pasien pada grup percobaan diterapi berdasarkan stadium klinisnya. Pasien pada stadium I diterapi hanya dengan UPPP tanpa memperhatikan tingkat keparahan penyakit. Pasien pada stadium II dan III diterapi dengan UPPP sebagai terapi tambahan pada reduksi basis lidah yang menggunakan teknik radiofrekuensi (TBRF). Hasil : Follow up selama 6 bulan menunjukkan perkembangan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok yang diterapi tanpa keuntungan

dari sistem stadium ini. Kesuksessan pengobatan pada pasien dengan stadium II meninkat dari 37.9% menjadi 74.0%. Secara keseluruhan perkembangan kesuksesan meningkat dari 40% menjadi 59.1%. Kesimpulan : Pasein pada stadium I memiliki tingkat kesuksessan terbaik, tetapi secara keseluruhan stadium klinis menunjukkan peningkatan. Sebagai tambahan, hal ini dapat mengeliminasi kandidat pasien yang akan menjalankan operasi yang mempunyai kemungkinan gagal secara prosedur. Kata kunci : gangguan pernapasan saat tidur, uvulopalatofaringoplasti, bedah palatum, sumbatan nafas saat tidur/sindrom hipopnea.Laryngoscope, 114:454–459 , 2004

PENDAHULUANUvulopalatofaringoplasti (UPPP)

mengandung secara garis besar prosedur operasi sebagai pengobatan sumbatan nafas saat tidur/sindrom hipopnea (OSAHS). Banyak pasien yang tidak dapat mentoleransi terapi tekanan udara positif terus-menerus (CPAP) dan karena itu mencari pengobatan secara pembedahan untuk menghilangkan gejala dan gejala sisa dari penyakit ini. Walaupun dapat mnegobati banyak pasien, tetapi prosedur ini mempunyai tingkat kegagalan yang sangat tinggi sehingga menimbulkan banyak pertanyaan atas validitasnya. Studi tunggal yang dilakukan

Page 2: Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

oleh Sher memperlihatkan meta analisis dari hasil laporan prosedur UPPP yang mengungkapkan tingkat keberhasilannya hanya 40%. Untuk meningkatkan tingkat keberhasilan dari prosedur operasi, banyak klinisi membatasi pengaplikasian dari UPPP hanya pada pasien dengan tingkat penyakit ringan sampai sedang. Bagaimanapun juga pengalaman secara klinis menunjukkan tingkat bahaya penyakit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk memilih pasien agar dapat sukses. Faktanya, Senior telah menunjukkan bahwa dengan menggunakan tingkat penyakit yang ringan sebagai kriteria, kesuksesan hanya mencapai 40%. Kami telah menunjukkan pada studi sebelumnya bahwa sistem stadium berdasarkan posisi palatum, ukuran tonsil dan indeks masa tubuh merupakan indicator terbaik untuk mengukur tingkat kesuksessan atau kegagalan dari UPPP pada studi retrospektif. Stadium I pasien memiliki tingkat kesuksesan 80%, stadium II 40%, dan stadium III hanya 8%.

Tujuan dari studi yang dilakukan sekarang ini adalah untuk mengesahkan sistem stadium pada studi prospektif. Sistem stadium yang valid harus mengobati pasien dan untuk itu dilakukan prosedur operasi agar meningkatkan tingkat kesuksesan secara keseluruhan. Hasil secara subjektif dan objektif pada pasien kelompok prospektif dibandingkan dengan data yang serupa yang dikumpulkan pada studi sebelumnya dimana pasien dengan OSAHS dimasukkan dalam stadium secara retropspektif setelah menjalani UPPP sebagai satu-satunya prosedur koreksi.

BAHAN DAN METODESistem Stadium

Studi sebelumnya yang dilakukan oleh Friedman memperkenalkan sistem

stadium berdasarkan pada tiga penemuan secara fisik dan tidak berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit. Sistem stadium berdasarkan skor posisi palatum oleh Friedman, ukuran tonsil, dan indeks masa tubuh. Kunci dari sistem tersebut diilustrasikan pada Gambar 1 dan 2 dan Tabel 1. Sistem stadium telah dimodifikasi, dan jumlah stadium diperbanyak dari tiga menjadi empat. Kebutuhan memperbanyak stadium ini menjadi jelas ketika satu kali sistem stadium ini digunakan pada tujuan prospektif karena beberapa pasien tidak dapat dijadikan kandidat untuk operasi faring.

Kriteria EksklusiPada studi ini, dipilih 140 pasien

untuk dilakukan kombinasi terapi dengan UPPP dan reduksi dasar lidah dengan menggunakan teknik radiofrekuensi (TBRP). Secara teori, sebagian besar dari kelompok ini sudah diterapi hanya dengan UPPP klasik beberapa waktu sebelumnya. Hanya beberapa pasien yang ingin melakukan CPAP di rumah untuk uji coba dipertimbangkan untuk operasi. Pasien stadium I diekslusi dari terapi kombinasi karena studi sebelumnya yang kami lakukan menunjukkan bahwa terapi tunggal UPPP memberikan tingkat

Page 3: Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

kesuksesan lebih dari 80%. Maka dari itu, hanya pasien pada stadium II dan stadium III yang termasuk untuk diterapi kombinasi. Beberapa pasien stadium II dan III memiliki palatum yang tipis dan kecil yanga dinilai memiliki dengkuran palatum atau palatum sebagai sumber obstruksi pada pemeriksaan klinis klasik, nasofaringoskopi, dan hipofaringoskopi dengan maneuver Muller. Yang termasuk dalam pemeriksaan ini adalah observasi palatum saat pasien yang menimbulkan suara dengkur. Pasien ini terdiri dari kelompok pasien yang sangat kecil, dan tidak ada kriteria baku untuk menggabungkan mereka ke dalam sistem stadium. Pasien yang telah menjalani operasi UPPP sebelumnya dieklusikan dari terapi kombinasi. Pasien ini diterapi hanya dengan TBRF. Tujuan dari sistem stadium ini adalah untuk mentargetkan pasien yang membutuhkan terapi langsung ke dasar lidah dengan atau tanpa dengan operasi palatum. Stadium IV diekslusikan pada dua criteria. Eksklusi pada pasien dengan IMT > 40 kg/m2

didasarkan pada alasan klinis pasien tersebut

tidak dapat diterapi dengan pelebaran jalan nafas secara local tetapi ahrus dengan terapi bariatric atau trakeostomi. IMT 40 kg/m2

merupakan batasan yang ditetapkan tanpa studi khusus atau pembuktian sebelumnya. Pada akhirnya, beberapa pasien yang mempunyai “mikrognathia yang jelas” dieksklusi. Hal ini bukan merupakan deskripsi yang jelas, tetapi penilaian secara klinis dari pasien seharusnya lebih diutamakan dari sistem stadium yang memberikan suatu petunjuk untuk terapi. Setelah periode studi, hanya dua sampai tiga pasien yang dieksklusi berdasarkan penemuan ini. Mereka dirujuk ke bedah mulut untuk operasi memperbesar mandibula atau bimaksilar. Tinjuan instusional menyetujui dan didapatkan informed consents.

Pengumpulan dataData subjektif diperoleh dari hasil

wawancara pasien teman sekamar pasien sebelumnya selama paling sedikit 6 bulan setelah pengobatan. Faktor kunci meneliti tingkat dengkuran (dianalogikan dari 1-10)

Page 4: Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

dan Skala Tidur Epworth (ESS). Data objektif didapatkan dari data polisomnografi sebelum dan sesudah operasi (paling sedikit 6 bulan setelah operasi). Hasil dari kelompok ini dibandingkan dengan 134 pasien yang tidak dimasukan dalam stadium yang telah diterapi dengan UPPP saja sebelumnya.

PolisomnografiPenelitian komperhensif tentang tidur

dilakukan sepanjang malam dengan menggunakan poligraf komputerisasi untuk memonitor rekaman kepala (C3-A2, C4-A1), rekaman pergerakan mata, rekaman jantung, rekaman otot tibialis anterior dan dagu, perut, dan pergerakan dada oleh pletismograf, aliran udara dari hidung dan mulut, saturasi okesigen dengan oksimetri nadi (SpO2), dan sonogram tenggorokan. Apnea didefinisikan sebagai henti napas sedikitnya selama 10 detik. Hipopnea adalah menurunnya upaya bernapas minimal 50% lebih rendah dari seharusnya dan dengan penurunan saturasi oksigen paling sedikit 4%. Indeks sumbatan napas – The Apnea-hypopnea index (AHI) dihitung sebagai jumlah dari peristiwa total per jam. Polisomnogram diperolah sebelum perawatan bedah dan diulangi pasca operasi di laboratorium tidur yang sama dan dibandingkan dengan studi pra operasi. Polisomnogram pasien yang tidur kurang dari 6 jam pasca operasi diangap tidak memiliki studi lengkap dan karenanya dieksklusi.

Teknik bedahUPPP dilakukan berdasarkan teknik

operasi sebelumnya yang telah dimodifikasi. TBRF dilakukan dengan menggunakan sistem somnoplasti. Bersamaan dengan UPPP, 1500-4500 joule dialirkan ke beberapa titik di dasar lidah. Setelah UPPP selesai, lidah ditandai secara vertikal untuk

mengidentifikasi garis tengah dan untuk menghindari terjadinya distorsi in situ dan pipa endotrakeal. Garis horizontal digunakan untuk mengidentifikasi persimpangan sepertiga tengah dan dasar lidah. Sebuah double probe handpiece digunakan berpusat di garis tengah. Setiap tempat diberi 1500 J untuk kedua pemeriksaan. Dua atau tiga tempat yang kembali dari papilla circumvallata sedapat mungkin diobati. Pada semua pasien dipasangkan nasopharyngeal airways untuk kedaruratan dari anestesi dan sampai pasien benar-benar sadar dan dapat bernafas dengan baik. Penatalaksanaan berikutnya dilakukan dengan jarak waktu 1 bulan (atau lebih lama tergantung dari kehendak pasien). Pengobatan dilakukan dengan anestesi lokal di tempat rawat jalan. Double proba digunakan untuk menghantarkan 1500 J pada setiap pengobatan. Pengobatan dilanjutkan sampai gejala tidak ada dan data polisomnografinya normal, atau sampai pasien menolak perawatan lebih lanjut. Semua pasien mendapatkan antibiotik postoperatif dan steroid setiap setelah diterapi.

Analisis StatistikStudent t dan Mann-Whitney U test

digunakan untuk mengevaluasi perbedaan yang signifikan antara pasien yang diterapi dengan UPPP dan UPPP+TBRF. Sepasang Student t test digunakan untuk membandingkan nilai rata-rata pra operatif dan post operatif pada tiap kelompok. The one way analysis of variance (ANOVA) dan Student Newman-Keuls test digunakan untuk membandingkan tingkat keberhasilan pada pasien yang diterapi dengan UPPP saja. Signifikansi statistik diterima jika P<0.05.

Page 5: Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

HASILSebanyak 274 pasien dengan OSAHS

yang sebelumnya gagal pengobatan CPAP dan menjalani perbaikan perawatan bedah dipelajari. Grafik dari 134 pasien sebelum 1 Juni 2000 dan diterapi dengan UPPP saja (n _ 134) dipelajari secara retrospektif, sedangkan 140 pasien setelah 1 Juni 2000 dialokasikan ke tahap II atau III dan diterapi dengan UPPP dan TBRF dan tambahan perawatan dari TBRF (hingga 6) diperlukan untuk mewakili kejelasan penelitian prospektif. Secara keseluruhan, 247 TBRF ditampilkan (Tabel II). Data demografi untuk kedua kelompok termasuk usia, jenis kelamin, posisi palatum menurut Friedman, ukuran tonsil, dan IMT dapat dilihat pada Tabel III. Peningkatan subjektif gejala OSAHS dinilai berdasarkan ESS dan tingkat mendengkur. Kami mempertimbangkan adanya perbaikan subjektif ketika pasca operasi ESS dan penurunan tingkat mendengkur bila dibandingkan dengan tingkat pra operasi. Hasilnya diilustrasikan dalam Tabel IV. Data subjektif tingkat keparahan gejala tidak dikumpulkan pada saat dilakukan UPPP-hanya pasien yang diterapi. Dengan demikian, data hanya tersedia untuk UPPP prospectif + pasien TBRF. Penilaian pascaoperasi untuk ESS dan tingkat mendengkur berkurang secara signifikan setelah perawatan untuk kedua tahap II dan III. Peningkatan subjektif keparahan gejala diperoleh pada 96,0% dari pasien stadium II dan 86,0% pasien pada stadium III.

Tujuan indeks efektivitas pengobatan seperti penurunan indeks apnea pasca operasi (Apnea Indeks –AI) dan AHI dan peningkatan minimum saturasi oksigen (SpO2) dibandingkan dengan nilai preoperatif yang ditunjukkan pada UPPP stadium I dan baik UPPP dan UPPP+ pasien

tahap II TBRF (Tabel V). Perkembangan objektif yang sama juga terlihat pada pasien yang menjalani UPPP +TBRF tahap III tetapi tidak pada mereka yang diobati dengan UPPP saja. Selain itu, pasca operasi AI (tahap II) dan AI dan AHI (stadium III) lebih rendah pada pasien yang diobati dengan UPPP +TBRF bila dibandingkan dengan pasien pada tahap pengobatan yang sama dengan UPPP saja.

Gambar 3 membandingkan pengukuran objektif tingkat kesuksesan pengobatan dengan sistem stadium antara pasien yang diobati hanya dengan UPPP saja dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan UPPP+TBRF. Tujuan keberhasilan dinilai menggunakan kriteria klasik: 50% atau reduksi AHI dan AHI postoperatif kurang dari 20. Seperti yang dilaporkan sebelumnya, UPPP menunjukkan tingkat keberhasilan 80,6% pada pasien stadium I, 37.9% pada pasien dalam stadium II, dan 8.1% pada pasien stadium III. Semua penilaian berbeda satu sama lain (P<0.0001). Pada pasien tahap II dan tahap III yang diobati dengan UPPP+TBRF, tingkat kesuksesannya adalah 74.0% dan 43.8%, berurutan. Tingkat keberhasilan objektif untuk pasien tahap II dan III secara signifikan lebih baik setelah pengobatan dengan UPPP+TBRF dibandingkan dengan pasien stadium II dan III yang diobati dengan UPPP saja (P<0.0001).

Page 6: Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

KomplikasiTidak ada komplikasi yang signifikan yang terjadi. Semua pasien yang diekstubasi dan,  dengan menggunakan  nasopharyngeal airways, tidak ada obstruksi jalan napas yang terjadi. Tidak ada perdarahan intraoperatif atau pasca operasi yang terjadi. Enam pasien mengalami peningkatan nyeri 7 sampai 10 hari setelah pengobatan, kemungkinan infeksi di dasar lidah, tetapi dapat dengan pengobatan antibiotik.  Satu pasien mengalami  drainase spontan abses. Tidak diperlukan pengembalikan pasien ke ruang operasi untuk drainase abses juga tidak ada

pasien mengalami gangguan jalan napas postoperatif.

PEMBAHASANUPPP adalah satu-satunya prosedur

bedah yang paling umum dan dilakukan oleh dokter THT untuk terapi OSAHS. Banyak penelitian telah mendokumentasikan tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam merekomendasikan prosedur bedah untuk pasien: 1) metaanalisis pasien yang tidak terpilih untuk diterapi dengan UPPP menunjukkan bahwa hanya 40,8% pasien telah "sukses" operasi, didefinisikan oleh pengurangan AHI 50% dan AHI postoperatif kurang dari 20 atau AI berkurang 50% dan AI pasca operasi kurang dari 10 2) meskipun beberapa data menunjukkan bahwa kriteria seleksi preoperatif dapat mengidentifikasi pasien yang ada kemungkinan gagal, sebelum ada perkembangan sistem stadium, temuan fisik yang reproduktif yang telah terbukti secara konsisten membantu dalam proses seleksi, 3) penelitian yang diterbitkan oleh Senior menunjukkan bahwa UPPP tidak hanya tidak mengobati OSAHS dalam 60% kasus tetapi juga sering kali membuat menjadi buruk. Ini telah menjadi kesalahpahaman yang mengasumsikan bahwa meskipun UPPP hanya memiliki tingkat keberhasilan 40% tapi dengan gangguan ringan. Oleh karena itu, prosedur

Page 7: Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

ini sering direkomendasikan untuk pasien dengan OSAHS yang ringan dan sedang. Senior telah mendemonstrasikan bahwa dalam subkelompok ini risiko kegagalan dan risiko yang memperburuk penyakit sangat tinggi. Temuan ini sesuai dengan pengamatan kami sendiri dan data. Temuan serupa tampak pada pasien yang diobati dengan laser assisted uvulopalatoplasty. Prosedur ini tidak hanya gagal 60%, tetapi sering memperburuk kondisi.

Terapi bedah dengan tingkat keberhasilan 40% jelas kurang ideal. Tujuan utama kami adalah, tentu saja untuk mengembangkan pengobatan dengan tingkat keberhasilan tinggi. Dengan tidak adanya terapi, bagaimanapun juga tujuan kami adalah untuk mengidentifikasi pasien yang mungkin memperoleh manfaat dari UPPP, yang merupakan prosedur penting untuk pasien yang bisa disembuhkan dengan itu. Proses identifikasi yang ideal akan mengidentifikasi pasien dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi dari UPPP

dibandingkan dengan mereka yang memiliki kemungkinan kegagalan yang tinggi dan, karenanya, memerlukan pengobatan dari daerah lain di saluran napas atas. Dalam studi tertentu, kami menggunakan TBRF sebagai cara memperluas untuk saluran udara hipofaring. Studi ini tidak dirancang untuk menyokong TBRF sebagai satu-satunya atau sarana pengobatan terbaik untuk hipofaring. Hal itu akan memerlukan sebuah studi perbandingan prosedur penanganan yang berbeda mengenai dasar lidah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hipotesis bahwa sistem stadium klinis dapat langsung diobati untuk meningkatkan hasil subjektif dan objektif. meskipun hasilnya kurang sempurna, mereka jelas menunjukkan bahwa secara statistik derajat pengobatan lebih baik dari UPPP saja.

Studi ini adalah satu upaya awal pada setiap derajat untuk perawatan langsung OSAHS pada lokasi anatominya. Secara spesifik, pada hipotesis ini menyimpulkan bahwa pasien dengan derajat II dan derajat III membutuhkan terapi perawatan dasar lidah.

Page 8: Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

Pada penelitian ini terdapat banyak keterbatasan. Kelemahan yang paling signifikan adalah bahwa penelitian ini tidak sesuai dengan kasus kontrol. Hal itu juga tidak dapat diteliti dengan cara apapun. Sebuah kasus kontrol, bagaimanapun caranya, tidak bisa digunakan untuk penelitian karena hasil UPPP klasik hanya bisa dilakukan pada pasien derajat II dan derajat III yang sudah diperiksa (masing-masing 40,9% dan 8%) ini akan menjadi masalah dan tidak efektif dalam pemberian terapi apabila pengobatan yang diberikan tidak sesuai dengan derajat yang seharusnya didapatkan oleh mereka. Selain itu, beberapa kriteria pengecualian juga masih belum jelas. secara khusus, penelitian ini berdasarkan kombinasi pengobatan dari palatum dan lidah. Pada hipotesis kami, biasanya pasien dengan derajat II dan III sudah mengalami obstruksi lidah. Dalam penelitian ini, pada kebanyakan pasien yang dirawat harus menjalani pemeriksaan klinis dan observasi klinis. Pembagian derajat OSAHS digunakan sebagai pedoman saat dilakukan pemeriksaan klinik dan rencana pengobatan, tetapi tidak boleh diandalkan sebagai satu-satunya kriteria.Meskipun pengecualian khusus pada pasien dengan "micrognathia" dan pasien "tanpa obstruksi palatal" tidak sesuai dengan kriteria,dan hanya sebagian kecil persentase pasien yang mengalaminya. Lebih dari 95% pasien yang tanpa operasi sebelumnya masuk ke dalam standart pembagian derajat dan termasuk dalam penelitian ini.

Dalam penelitian kami, sama seperti penelitian lain yang berhubungan dengan OSAHS, tingkat penyembuhannya sesuai dengan pemeriksaan objektif dan penggabungan dengan pemeriksaan subjektif. Meskipun idealnya, kita akan lebih memilih pengobatan yang menghasilkan polysomnogram normal, kita tidak dapat

mengabaikan pentingnya gejala umum yang ada. Kebanyakan pasien mencari pengobatan untuk gejala-gejala umum seperti mendengkur dan mengantuk siang hari. Banyak gejala lainnya yang berhubungan dengan OSAHS tetapi tidak dipelajari dengan rinci karena mereka lebih sulit untuk diukur. Saat ini, kebanyakan pasien menyelesaikan kuesioner kualitas hidup, tetapi ini tidak tersedia untuk pasien kami dalam kelompok kontrol.

Gambar.3. Tujuan keberhasilan dalam pengobatan apnea tidur obstruktif / Hypopnea syndrome (OSAHS) pada pasien yang diobati dengan uvulopalatopharyngoplasty (UPPP) hanya (n134) dan UPPP lidah-basa pengurangan menggunakan teknik frekuensi radio (TBRF) (n 143) bertingkat ke tahap berdasarkan sistem pementasan Friedman untuk OSAHS.

Kami menggunakan kriteria subjektif untuk mengatasi dengkuran dan mengantuk pada siang hari. Meskipun kita memerlukan perbaikan pada keduanya,namun kita tidak perlu menghilangkan gejala lengkap. Oleh karena itu, peningkatan mendengkur dari tingkat 10 sampai tingkat 8 dan peningkatan ESS 24-22 akan dianggap sebagai perbaikan "Positif". Ini menjelaskan cara perbaikan

Page 9: Stadium Sumbatan Nafas Saat Tidur

subjektif pada kelompok eksperimen kita. Pembagian derajat yang digunakan untuk penelitian ini telah dimodifikasi dari sistem yang asli diterbitkan pada tahun 2002,2003 Karena Tujuan dari pembagian derajat ini adalah untuk mengarahkan pengobatan, menjadi jelas bahwa tahap keempat harus ditambahkan. Pasien dengan derajat II dan derajat III diobati dengan operasi palatum. Beberapa pasien dianggap tidak menjadi kandidat untuk jenis pengobatan, dan karena itu, mereka menjadi pasien derajat IV. Dalam sebuah studi prospektif, menjadi jelas bahwa pasien dengan obesitas morbid yang parah (BMI > 40 kg/m2) dan pasien dengan kelainan bentuk tulang seperti micrognathia dan midface hipoplasia tidak bisa manjadi kandidat untuk operasi palatal atau dasar lidah. Pasien obesitas diarahkan pada pengobatan bariatrik, dan pasien dengan kelainan bentuk tulang diarahkan pada pengobatan tulang (maxillary mandibular advancement or others). Identifikasi pasien

stadium IV juga diarahkan pada pengobatan definitif, meskipun studi ini tidak memiliki data untuk mendukung klaim itu.

KESIMPULANPenelitian ini mendukung

penggunaan stadium klinis sistem yang telah dijelaskan sebelumnya oleh kami. Pementasan-diarahkan pengobatan jelas meningkatkan subyektif dan obyektif keberhasilan dalam studi prospektif. Pasien dengan penyakit derajat I memiliki kesempatan keberhasilan 80% ketika diobati dengan UPPP. Pasien dengan derajat II dan derajat III memiliki statistik signifikan angka kesembuhan meningkat ketika diobati dengan UPPP + TBRF. Perbaikan Subjektif derajat II adalah hingga 96%, dan tujuan keberhasilan meningkat dari 37.9% menjadi 74%. Derajat III pasien mengalami perbaikan subjektif dari 85,4%, dan tujuan angka kesembuhan meningkat menjadi 43.8% bila dibandingkan 8.1% jika dengan UPPP saja.