spondio
-
Upload
niken-aryani -
Category
Documents
-
view
69 -
download
4
Transcript of spondio
1
BAB I
PENDAHULUAN
Spondilosis servikal merupakan suatu penyakit yang menyerang usia pertengahan dan usia lanjut,
dimana diskus dan tulang belakang di leher mengalami kemunduran (degenerasi).
Nyeri leher atau dikenal juga sebagai nyeri servikal, nyeri tengkuk atau cervical syndrome
merupakan keluhan yang sering di jumpai di praktik klinik. Tiap tahun 16,6% populasi dewasa mengeluh
rasa tidak enak di leher, bahkan 0,6% berlanjut menjadi nyeri leher yang berat. Incidence nyeri leher
meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih sering mengenai pria daripada Wanita dengan perbandingan
1,67:1. Meskipun dapat sebagai akibat adanya proses patologis pada jaringan lunak, namun lebih sering
akibat kondisi yang berhubungan dengan cervical spine. Sumber nyeri leher yang berhubungan dengan
cervical spine antara lain cervical spondylosis, radiculapathy atau kompresi pada radix saraf, myelopathy
atau kompresi pada medulla spinalis cervical, cedera, iritasi pada otot-otot paraspinal.
Spondilosis servikal disebabkan karena proses penuaan. Perubahan radiologis ditemukan pada 75%
pasien diatas 50 tahun yang tidak mempunyai keluhan spontan yang berkaitan dengan leher. Karena
perubahan tampaknya lebih dini pada pria, diperkirakan sebagian berhuhungan dengan cedera kerja, namun
jarang ditemukan adanya kejadian yang berhubungan langsung. Namun cedera jelas merupakan faktor yang
mempresipitasi gejala pada pasien penderita spondilosis.
Pengobatan atau perawatan pada spondilosis servikalis biasanya konservatif, yang yang paling sering
digunakan adalah obat anti inflamasi (NSAIDs), modalitas fisik, dan modifikasi gaya hidup. Untuk tindakan
pembedahan kadang- kadang dilakukan. Tindakan pembedahan dianjurkan untuk radikulopaty servikal
pasien dengan klinis yang berat, gejala progresif, atau kegagalan dengan terapi konservatif.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1 DEFINISI
Spondilosis servikalis merupakan suatu penyakit yang menyerang usia pertengahan dan usia lanjut,
dimana diskus dan tulang belakang di leher mengalami kemunduran (degenerasi).
II.2 ANATOMI
SPONDILOSIS SERVIKALIS
2
Cervical spine terdiri atas 7 vertebra dan 8 saraf servikal. Fungsi utama leher adalah menghubungkan
kepala dengan tubuh. Stabilitas kepala tergantung pada 7 buah vertebra servikal. Hubungan antara vertebra
servikal melalui suatu susunan persendian yang cukup rumit. Gerakan leher dimungkinkan karena adanya
berbagai pensendian, facet joint yang ada di posterior memegang peranan penting.Sepertiga gerakan fleksi
dan ekstensi dan setengah dari gerakan laterofleksi terjadi pada sendi atlantooccipitalis (dasar tengkorak
dengan VC1).Sendi atlantoaxialis (VC1-VC2) memegang peranan pada 50% gerakan rotational. VC2
hingga VC7 memegang peranan pada dua per tiga gerakan fleksi dan ekstensi, 50% gerakan rotasi dan 50%
gerakan laterofleksi.
Delapan saraf servikal berasal dari medulla spinalis segmen servikal, 7 saraf servikal keluar dari
medula spinalis di atas vertebra yang bersangkutan, namun saraf servikal ke 8 keluar dari medulla spinalis di
bawah VC7 dan di atas VTh1 serta costa pertama. Saraf-saraf ini memberikan layanan saraf sensorik pada
tubuh bagian atas dan ekstremitas superior berdasarkan pola dermatom. Sedangkan layanan motoris dan
refleks dapat dilihat pada table di bawah ini
Tabel 1. Layanan innervasi motorik dan refleks dari akar saraf servikal
Cervical spine dalam kehidupan sehari-hari bekerja sangat berat, tidak terhitung jumlah gerakan yang harus
dilakukan dalam proses menunjang fungsi kepala. Fungsi kepala antara lain berbicara, melihat, membau,
mendengar, makan / minum dan menahan keseimbangan sewaktu tubuh bergerak. Setiap gerakan dari
bagian tubuh tertentu harus diimbangi gerakan servikal, maka tidak mengherankan nyeri servikal sering
timbul.
II.3 PENYEBAB NYERI SERVIKAL
Struktur ini bila terkena proses penyakit dapat menimbulkan rasa nyeri termasuk di antaranya adalah
otot, ligamentum, facet joint, periosteum, jaringan fibrous, discus intervertebralis, osteofit. Penyakit yang
mendasarinya (underlying disease) antara lain : rheumatoid arthritis, spondyloarthritis, polymyalgia
rheumatica, metastasis tumor ke tulang, diffuse idiopahtic skeletal hyperostosis, ankylosing spondylitis,
reactive cervical strain, osteoporosis, diabetes mellitus, alergi. infeksi oleh virus atau bakteri, stress
psikologis, kebiasaan tidur yang jelek.
Selain itu dapat pula berhubungan dengan salah sikap : hiperekstensi pada usia lanjut, trauma akut :
whiplash injury akibat tabrakan mobil, olahraga kontak badan. trauma menahun : tukang cat plafon,
overuse / penyalahgunaan : menoleh terlalu lama saat memundurkan mobil.
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan nyeri servikal :
Saraf Innervasi motorik Refleks
VC 3-5 Diafragma
VC5 otot deltoid, biceps
VC6 ekstensor wrist, abduktor dan
ekstensor thumb
VC 5-6 biceps, brachioradialis
VC7 triceps, fleksor wrist, ekstensor jari
VC 6-7 Tricpes
VC8 fleksor jari
VTh1 otot-otot intrinsik tangan
3
1. Degeneratif arthritis
Merupakan salah satu kondisi yang sangat sering mengenai leher pada orang setelah umur pertengahan dan
menimbulkan rasa nyeri, dikenal juga sebagai CERVICAL SPONDYLOSIS. Termasuk di antaranya adalah
OA pada facet joint, degenerasi discus intervertenralis. Keluhan yang sangat sering diungkapkan pada
kondisi ini adalah kaku kuduk (neck stiffness) atau rasa nyeri, yang timbul akibat kapsul sendi yang
mengandung serabut saraf sangat sensitif terhadap peregangan atau distorsi, selain itu ligamentum dan
tendon di leher sensitif juga terhadap regangan dan torsi oleh gerakan yang keras atau overuse leher atau
bagian atas punggung, juga osteofit dapat menekan akar saraf atau medulla spinalis.
Radiologis tampak perubahan discus intervertebralis, pembentukan osteofitparavertebral dan facet joint serta
perubahan arcus laminalis posterior.Osteofit yang terbentuk seringkali menonjol ke dalam foramen
intervertebrale dan mengadakan iritasi atau menekan akar saraf. Ekstensi servikal dapat meningkatkan
intensitas rasa nyeri. Perubahan-perubahan ini sering tampak di antrara VC5 dan VTh1, yang menyebabkan
timbulnya gejala kaku (stiffness) pada cervical spine bawah dan tidak jarang menimbulkan hipermobilitas
kompensatorik cervical spine atas..
2. Cervical radiculopathy
Merupakan nyeri neurogenik. Nyeri terasa tajam dengan intensitas tinggi atau terasa panas seperti terbakar.
Pasien mengatakan seperti terkena setrom listrik yang menjalar ke lengan sesuai dengan dermatom akar
saraf.
Disebabkan oleh adanya kompresi satu atau lebih akar saraf, 70 – 90% akibat penyempitan foramen
intervertebralis, sisanya akibat kompresi oleh HNP, 0,1% radiculopathy akibat spinal stenosis kongenital.
Foramen intervertebrale menyempit akibat membesarnya osteofit paravetebral dan facet joint. Bila ukuran
lubang foramen perlahan-lahan mengecil, hanya butuh strain cervical yang ringan saja sudah dapat
membangkitkan gejala radikuler berapa nyeri atau rasa kebas, yang menjalar dari lateral leher, turun menuju
bahu, lengan dan pergelangan tangan. Tergantung akar saraf mana yang mengalami kompresi, tangan sisi
radial atau ulnar juga dapat merasakan. Biasanya gejala berlangsung singkat dan dapat muncul pada posisi
tertentu. Banyak pasien merasakan peredaan keluhan bila tangan yang terkena diletakkan di belakang kepala
(the arm abduction sign).
Gejala yang timbul akibat iritasi atau kompresi pada akar saraf akan berbeda-beda sesuai dengan akar saraf
mana yang terkena :
a. VC1 & VC2 : menimbulkan nyeri kepala oksipital. Nyeri terasa tumpul dan difus. Nyeri dapat sangat
hebat sampai kepala dipegang dengan dua tangan, hal ini disebabkan goyangan kepala sedikit saja akan
menambah rasa nyeri.
b. VC3 : terasa tebal / kesemutan di pipi posterior dan daerah temporal. VC4 : nyeri
meliputi tengah sevikal ke bahu, spina scapula, tengah deltoid dan clavicula.
c. VC3 & VC4 : nyeri terasa tumpul dan dalam, merujuk ke bahu. Rasa nyeri bertambah karena gerakan
spinal atau perubahan cairan serebrospinal sewaktu batuk atau bersin.
d. VC5: nyeri servikal yang berasal dari iritasi akar saraf VC5 hanya 5%
VC5 - VTh1 : dapat melibatkan traktus piramidal.
VC6 - VC8 : paling sering terjadi dan umumnya dicetuskan oleh keadaan tertentu berdasarkan adanya
spondilosis. Rasa nyeri dapat merujuk ks dada depan dan disangka nyeri akibat adanya iskemia miokard.
4
3. Cervical disk herniation (HNP cervical)
Biasanya ditemukan pada usia muda. Herniasi terjadi akibat adanya kelainan diskus intervertebralis, nucleus
pulposus yang berupa material gelatinous yang ada di bagian dalam mengalami prolaps melalui lapisan
annulus fibrosus yang serupa ligamentum yang ada di luarnya. Protrusi ini dapat menekan akar saraf dan
menimbulkan inflamasi (melibatkan interleukin dan substance P) yang mendasari terjadinya radiculopathy.
Herniasi terjadi melalui lesi yang timbul pada annulus posterior di samping kanan dan kiri ligamentum
longitudinale posterior. Herniasi ke anterior dan lateral jarang terjadi. Penyebab HNP umumnya karena
trauma. Kelainan bawaan annulus jarang ditemukan.
Rasa nyeri terasa tumpul dan dalam atau ngilu.dirujuk ke scapula medial, bahu atas / belakang,
bagian posterior lengan bawah, siku, hingga pergelangan tangan. Fleksi servekal ke depan menambah rasa
nyeri. Rasa nyeri dapat unilateral atau bilateral tergantung lokasi dan luasanya protrusi. Sebagian besar HNP
cervical timbul di antara VC5 dan VTh1, akar saraf VC7 yang paling sering terkena. Khas ditemukan
kelemahan otot triceps dan penurunan atau hilangnya refleks disertai nyeri pada sisi medial lengan bawah,
serta rasa kebas pada dua jari sisi ulnar.
Pada beberapa kasus, gejala radikuler dapat disertai rasa berat pada kedua tungkai, kesulitan berjalan
melalui garis lurus (barefoot heel-to-toe walking), gangguan fine motor skills (memasang kancing baju,
memanipulasi benda-benda kecil), Lhermitte phenomenon (fleksi – ekstensi leher diikuti timbulnya rasa
nyeri tajam seperti tersengat listrik turun melalui spinal menuju ke lengan dan tungkai). Dapat pula
ditemukan penurunan tonus otot-otot tungkai, hiperrefleksi, clonus pergelangan kaki dan refleks patologis
(Hoffmann sign dan Babinsky sign), gejala-gejala ini mirip dengan gejala-gejala akibat adanya spinal
stenosis yang disertai myelopathy.
Tabel 2. Temuan klinik pada HNP sesuai dengan letaknya
Level HNP Temuan klinikVC 5 – 6 Nyeri : puncak bahu; otot trapezius, dengan
radiasi ke bagian anterior lengan atas; sisi radial lengan bawah; ibu jari tangan.Gangguan sensorik : area yang sama di atas.Kelemahan : fleksi lengan bawahRefleks : menurun atau hilangnya refleks biceps dan supinator
VC 6 – 7 Nyeri : scapula; area pectoral, medial axilla, dengan radiasi ke posterolateral lengan atas; dorsal siku dan lengan bawah; jari telunjuk dan jari tengah (atau seluruh jari-jari).Gangguan sensorik : area sama di atas.Kelemahan : ekstensi lengan bawah, kadang-kadang pergelangan tangan.Refleks : menurun atau hilangnya refleks triceps.
VC7 – VTh1 (saraf ke 8) Nyeri : sisi medial lengan bawah.Gangguan sensorik : medial lengan bawah dan sisi ulnar tangan.Kelemahan : otot-otot intrinsic tangan.
5
4. Myelopathy
Menimbulkan nyeri mielogenik. Rasa nyeri terasa seperti gelombang shock merujuk ke bagian bawah
spinal, adakalanya merujuk ke keempat ekstremitas. Myelopathy timbul akibat adanya HNP dan servikal
spondylosis yang menekan medulla spinalis. Myelopathy pada umumnya berkembang lambat dan gejala
memburuk secara perlahan-lahan. Namun pada beberapa kasus dapat berkembang progresif cepat. Tanpa
pembedahan, dua per tiga akan memburuk, secara bertahap akan terjadi gangguan BAB dan BAK, pasien
akan hidup di atas kursi roda akibat gangguan koordinasi, kelemahan dan sering jatuh. Adanya HNP,
osteofit, sklerosis dan hipertrofi kapsul, jaringan lunak dan ligamentum flavum dapat menyempitkan kanalis
servikalis, hal ini dapat menekan medulla spinalis secara langsung atau menekan arteri spinalis anterior dan
posterior dengan akibat timbul mielopati.
II.4 PATOFISIOLOGI
Spondilosis servikal merupakan hasil dari degenerasi diskus intervertebralis. Umur diskus, fragmen
dan fraktur. Awalnya terjadi dalam nucleus pulposus yang menyebabkan lamella annular pusat tekuk
kedalam sedangkan band luar konsentris tonjolan luar annulus fibrosis. Hal ini menyebabkan peningkatan
stress mekanik pada kartilago vertebral.
Pembentukan tulang subperiosteal terjadi berikutnya, membentuk bar osteofit yang memperpanjang aspek
ventral dari kanal tulang belakang kadang dapat juga melewati batas jaringan saraf. Ini kemungkinan besar
untuk menstabilkan vertebra yang berdekatan, yang pergerakkannya berlebihan sebagai hasil dari hilangnya
material diskus. Selain itu hipertropi dari proses uncinate terjadi, sering melewati dibagian ventrolateral dari
foramina intervertebralis. Iritasi saraf dapat juga terjadi sebagai proteoglikan diskus intervertebralis yang
terdegradasi.
Patologi
yang mengenai Lesi primer mungkin kolapsnya diskus dengan protrusi anuler sekitar kelilingnya.
Ligamen terdorong dari perlekatannya pada tepi badan ruas tulang belakang, terbentuk osteofit reaktif,
dan ligamennya sendiri menebal. Bersamaan dengan protrusi anuler, osteofit dan ligament megurangi
diameter anteroposterior kanal spinal. Perubahan osteoartritik pada sendi neuro-sentral, yang berdekatan
dengan foramina C3 hingga C7, menyebabkan proliferasi tulang selanjutnya, yang mempersempit foramina
intervertebral yang sudah sempit oleh protrusi diskus dan osteofit. Mobilitas tulang belakang sendiri juga
terganggu, terbatas karena perubahan diskus memberat dan meluas pada tingkat yang tidak terkena diatas
dan dibawahnya. Beberapa faktor berperan pada terbentuknya tanda dan gejala. Kord spinal, terletak
terikat pada kanal spinal yang menyempit, terancam akan tambahan kompresi bahkan saat gerak leher
normal. Misalnya pada ekstensi, ligamen flava melipat dan dapat menjadi penyebab kompresi posterior.
Karena gerakan ekstrem yang mencapai kord merupakan bahaya yang besar, gejala mendadak bisa terjadi
setelah fleksi atau ekstensi berlebihan akibat kecelakaan atau endoskopi dengan anesthesia
Myelopathy spondylotik servikal terjadi akibat dari beberapa faktor patofisiologi penting. Ini merupakan
statis-mekanis, dinamis-mekanis, iskemia saraf tulang belakang. Pada osteofit, saraf servikal menjadi
menyempit yang cenderung untuk mengembangkan terjadinya myelopathy spondylotic servikal.
II.5GEJALA
Spondilosis servikalis menyebabkan menyempitnya kanal spinalis (tempat lewatnya medula spinalis) di
leher dan menekan medula spinalis atau akar saraf spinalis, sehingga menyebabkan Kelainanfungsi.
6
Gejalanya bisa menggambarkan suatu penekanan medula spinalis maupun kerusakan akar sarafnya. Jika
terjadi penekanan medula spinalis, maka pertanda awalnya biasanya adalah
· perubahan pada cara berjalan.
· Gerakan kaki menjadi kaku dan penderita berjalan dengan goyah.
· Leher terasa nyeri, teutama jika akar sarafnya terkena.
· Abnormalitas reflex
· Mati rasa dan kelemahan pada lengan, tangan, dan kaki
· Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus atau retensi urin
Kelemahan dan penciutan otot pada salah satu atau kedua lengan bisa terjadi sebelum maupun sesudah
timbulnya gejala penekanan medula spinalis. Pasien biasanya berumur 40 tahun, mengeluh nyeri leher dan
kekakuan. Gejala timbul perlahan – lahan dan sering semakin buruk pada saat bangun tidur. Nyeri dapat
menjalar luas kebelakang kepala, otot scapula dan turun kesalah satu atau kedua lengan. Parestesia,
kelemahan dan kekakuan kadang- kadang timbul. Secara khas terjadi eksaserbasi gangguan yang semakin
berat, dan terdapat periode reda yang relatif lama. Penampilan pasien adalah normal. Nyeri tekan terasa pada
otot leher posterior dan daerah scapula, semua gerakan terbatas dan nyeri. Pada salah satu atau kedua lengan
kadang-kadang dapat ditemukan baal atau kelemahan dan salah satu refleknya dapat tertekan.
Tanda-tanda Radiologi
1. Penyempitan ruang diskus, hanya mengenai satu ruang pada 40%, dua ruang pada 40 %, dan lebih dari
pada sisanya. Lebih sediikit dari sepertiga mengenai C5/C6 dan sedikit kurang dari sepertiganya mengenai
C6/C7 atau C4/C5, jarang pada C3/C4 terkena dan C7/T1 jarang terjadi.
2. Perubahan kurva normal, umumnya hilangnya lordosis normal, mungkin terbatas hingga dua tulang
belekang berdekatan, dan mobilitas yang terbatas harus dibandingkan saat pengambilan posisi fleksi dan
ekstensi.
3. Osteofit lebih nyata dianterior, namun pertumbuhan berlebihan diposterior lebih penting, penyempitan
foraminal tampak hanya pada tampilan oblik.
4. Indentasi mielografik dura anterior tidak selalu mendukung tingkat maksimal kolaps diskus dan osteofit.
Indentasi posterior akibat ligament flava tampak bila film diiambil saat ekstensi. Blok total jarang, naamun
bila terjadi bisa berarti proolaps diskus akut.
5. CT scan yang dilakukan dalam beberapa jam setelah mielogram bisa lebih tepat menentukan tempat dan
perluasan kompresi. Perubahan serupa dapat tampak pada MRI scan sagital.
Pada pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri leher, tanda-tanda radicular, dan tanda-tanda myelopathi. Pasien
dengan nyeri leher dari spondilosis sering hadir dengan leher kaku. Ini merupakan tanda spesifik dan
penyebab lain dari nyeri leher dan kekakuan (misalnya nyeri miopasial, patologi bahu intrinsik) harus
dipertimbangkan.
· Uji kompresi leher, jika positif sangat berguna untuk menilai pasien dengan radikulopati servikal
Tes ini sebaiknya dilakukan dengan memiliki pasien aktif, mengikuti intruksi untuk menegakkan leher,
lateral fleksi, dan memutar ke sisi yang sakit.selanjutnya pada kompresi perlu kehati-hatian dalam
memberikan beban aksial. Maneuver ini bekerja dengan mempersempit foramina syaraf ipsilateral selama
fleksi dan rotasi sedangkan ekstensi menyebabkan awal diskus posterior menonjol.
7
· Dalam myelopathy spondilosis servikal, temuan pemeriksaan yang paling khas adalah disfungsi motorik
atas, termasuk hiperaktif reflex tendon dalam, pergelangan kaki dan atau klonus patella, kelenturan
( terutama bagiab bawah kaki), tanda babizki, tanda tanda Hoffman
· Sebuah tes lain kadang – kadang berguna seperti tes otot pectoralis reflexs.
-Hal ini dilakukan dengan menekan tendon pectoralis dialur deltopektoralis, yang menyebabkan adduksi dan
internal rotasi bahu jika hiperaktif. Hasil yang positif menunjukkan kompresi ditulang belakang leher bagian
atas (C2-C4).
II.6 FAKTOR RISIKO
Penuaan dan keausan pada tulang belakang adalah faktor risiko utama untuk spondylosis
servikal. Selain usia dan jenis kelamin, beberapa faktor risiko untuk spondilosis servikalis adalah Trauma
yang berulang – ulang ( membawa beban aksial, menari professional,senam dll)
II.7 PEMERIKSAAN PENCITRAAN
Poto polos tulang belakang leher yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosa adanya spondilosis
servikal namun pencitraan pilihan tetap MRI karena MRI membantu menunjukkan lokasi penyempitan
kanalis spinalis, beratnya penekanan dan penyebaran akar saraf yang terlibat.
§ Foto polos dapat membantu menilai kontribusi aligment tulang belakang dan spondylolisthesis degeneratif
stenosis kanal.
§ MRI adalah prosedur non – invasive dan bebas radiasi yang menyediakan pencitraan yang sangat baik dari
sumsum tulang belakang dan ruang subarachnoid dan merupakan metode yang sangat sensitive untuk
menentukan keterlibatan patologi extradural.
II.8 KOMPLIKASI
spondilosis servikal merupakan penyebab paling umum dari disfungsi saraf tulang belakang pada
orang dewasa yang lebih tua. Pada sejumlah kecil kasus, spondilosis servikal dapat memampatkan satu atau
lebih saraf tulang belakang - sebuah kondisi yang disebut radikulopati servikal. Taji tulang dan
penyimpangan lain yang disebabkan oleh spondilosis servikal juga dapat mengurangi diameter kanal yang
saraf tulang belakang. Ketika saluran spinalis menyempit ke titik yang menyebabkan cedera tulang
belakang, kondisi yang dihasilkan disebut sebagai myelopathy serviks. Kedua radikulopati servikalis dan
myelopathy serviks dapat mengakibatkan cacat permanen.
a.Radikulopati Spondilotik Servikal
Nyeri merupakan keluhan utama,tumpul dan sakit pada leher dan bahu dengan nyeri menjalar dari
lengan kesiku atau pergelangan. Walau hanya satu akar terkena, nyeri menyebar kesekitar distribusi
dermatom, mungkin karena nyeri juga terjadi didalam otot yang dicatu akar bersangkutan. Nyeri mungkin
juga timbul dari diskus sendiri, menyebabkan nyeri pada leher, daerah trapezius dan skapuler. Spasme dan
nyeri otot menambah penyebaran nyeri sekunder, terutama kedaerah oksipital, yang dikeluhkan sebagai
nyeri kepal. Parestesia sering dialami pada lengan dan ujung jempol (akar C6 akibat lesi C5/6) atau pada
jari tengah(C7 akibat lesi C6/7). Gangguan sensori, kelemahan, pengecilan otot dan perubahan refleks
biasanya ringan.Keluhan mungkin tampil relatif mendadak, terkadang dipresipitasi oleh trauma, atau dapat
terjadi perlahan- lahan; serangan berulang nyeri akut terjadi pada beberapa pasien. Terkadang nyeri
8
berhubungan dengan pergerakan dan posisi. Keadaan ini harus dibedakan dari neuritis brakhial postviral,
kompresi pintu torasik terhadap pleksus brakhial, dan jeratan perifer saraf median atau ulnar. Yang
terakhir ini terkadang tampak bersamaan dengan spondilosis, sindroma 'double crush'.
Tindakan
Mengistirahatkan bagian yang terkena merupakan dasar dari semua metoda. Gerakan yang memperparah
harus dicegah, walaupun ini.merupakan kasus yang individual. Lengan harus disangga dari bahu yang sehat
dengan saling disertai dengan analgesik; pemanasan lokal dan diatermi gelombang pendek mungkin cukup
memberikan perbaikan. Fisioterapi aktif dikontra-indikasikan, selain latihan penguatan gelang bahu. Anti-
inflamatori non- steroidal mungkin bermanfaat. Kolar memberikan immobilisasi yang lebih efektif, terbaik
menggunakan kolar jenis Philadelphia dengan penyangga oksipital dan mental. Kolar cincin sederhana
dapat dipakai, namun kolar lembut hanya membuang waktu. Agar efektif, kolar harus dipakai dengan
benar dan konsisten. Bila terjadi perbaikan, pemakaian kolar bisa dihentikan secara bertahap. Pasien bisa
dianjurkan kembali bekerja dengan kolar terpasang, dan ini akan bermanfaat karena immobilisasi harus
diteruskan hingga 3 atau 4 minggu setelah nyeri berkurang; pergerakaan normal yang dilakukan secara
prematur sering berakibat kambuhnya penyakit.
b. Mielopati Spondilotik Servikal
Timbulnya spastisitas tungkai secara perlahan adalah bentuk onset yang paling sering, diketahui
pertama-tama bisa berupa kelambatan atau kekakuan dalam berjalan. Kelemahan kurang parah bila
dibanding peninggian tonus dan peninggian refleks dalam. Lebih dari duapertiga mengalami gangguan
sensori, namun kecuali mielopati memburuk, jarang mencapai tingkat yang jelas, dan sering terjadi pada
torasik sebelah atas dari pada servikal; defisit lain adalah jenis radikuler, dan terkadang dijumpai kelainan
yang menyerupai siringo- mielia. Banyak yang mengeluh nyeri dan kaku leher, dengan kekakuan tangan
serta parestesia pada osteofit C3/4.Perburukan mendadak mielopati servikal, atau bahkan tampilnya
sindroma kord spinal mendadak untuk pertama kalinya, mungkin timbul setelah trauma. Cedera
hiperekstensi yang tidak cukup untuk menyebabkan fraktura atau dislokasi adalah yang paling
bertanggung jawab untuk mempresipitasi lesi spinal transversa pada pasien dengan spondilosis servikal,
bahkan walau tetap asimtomatis. Tergelincir atau jatuh pada kepala (dengan akibat abrasi frontal) adalah
mekanisme yang umum, tapi juga hiperekstensi pada saat tindakan bedah seperti tonsilektomi,
bronkhoskopi dan esofagoskopi; bahkan manipulasi untuk memasang pipa endotrakheal oleh ahli anestesi
dapat membahayakan kord, terutama ketika semua spasme otot protektif dihilangkan oleh obat relaksan.
Sindroma kord sentral yang terjadi menimbulkan lesi neuron motor bawah pada tangan serta
spastisitas tungkai. Setelah berjalan 18 bulan, sekitar 50 % membaik.
Tindakan
Riwayat sebenarnya, tidak akan mengarahkan perjalanan biasanya lambat. Sekali gejala tampil,
dekompresi beda harus dipertimbangkan, baik mewlalui jalur anterior maupun posterior. Pada pendekatan
anterior dilakukan pengangkatan disk bersangkutan bersama dengan batang osteofit. Dekompresi harus
diperluas kelateral yaitu keproksimal kanal akar. Pasak tulang allograf atau tulang yang disterilkan
dengan cara radiasi serta diliofilisasi dipakai menggantikan lubang jaringan dengan ukuran yang sama,
mengisi badan ruas tulang belakang berseberangan dan disk yang berdegenerasi diantaranya (operasi
9
Cloward). Ini bisa dilakukan pada dua atau tiga tingkat bila diperlukan. Terkadang fiksasi anterior
tambahan dengan memakai pelat metal diperlukan. Dengan seleksi yang teliti, 70-80 % pas membaik.
II.9PENATALAKSANAAN
Tanpa pengobatan, tanda-tanda dan gejala spondilosis servikalis biasanya menurun atau stabil. Kadang –
kadang ada yang memburuk. Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi nyeri, membantu untuk
mempertahankan kegiatan yang biasa dilakukan dan mencegah ke sumsum tulang belakang dan saraf.
Ada 3 jenis penanganan :
- Ringan
- Serius
- Operasi
· Penanganan kasus – kasus ringan
- Memakai penjepit leher ( collar neck) untuk membantu membatasi gerakan leher dan mengurangi iritasi
saraf.
- Minum obat penghilang rasa sakit seperti aspirin, ibuprofen, (advil, Motrin) atau asetaminofen.
- Melakukan latihan yang diintruksi oleh ahli terapi fisik untuk merengangkan leher dan bahu. Latihan
oerobik juga dapat dilakukan seperti berjalan dll.
· Pengobatan kasus yang lebih serius
Untuk kasus yang lebih berat, perawatan nonsurgical mungkin termasuk:
- Traksi pada leher untuk satu atauu dua minggu untuk mengurangi tekanan pada saraf tulang belakang.
- Modifikasi latihan dengan istirahat berselang. Orang- orang yang tetap aktif dianjurkan tetap istirahat
dalam posisi yang nyaman agar tidak memperburuk rasa sakit dan pulih lebih cepat.
- Mengambil relaksan otot, saraf atau pil penghilang rasa sakit (methocarbaamol/ robaxin atau
cyslobenzaprine terutama jika terjadi kekejangan otot leher.
- Penyuntikan obat kortikosteroid di sekitar diskus dan saraf antara tulang belakang. Injeksi kortikosteroid
mengkombinasikan obat dengan obat bius local untuk mengurangi rasa sakit dan perandangan. Obat- obat
ini dapat membantu mencegah kebutuhan operasi.
- Rawat inap untuk mengontrol rasa nyeri intravena mungkin diperlukan dalam kasus-kasus yang jarang
terjadi ketika perawatan nonsurgigal lain gagal.
· Operasi
Jika pengobatan konservatif gagal atau jika tanda-tanda dan gejala neurologis ada seperti kelemahan di
lengan atau kaki yang semakin memburuk, perlu pembedahan. Prosedur bedah akan tergantung pada kondisi
yang mendasari seperti tulang menonjol atau stenosis tulang belakang. Pilihan bedah yang paling umum
mencakup:
· Pendekatan frontal (anterior).
Dokter bedah akan membuat sebuah irisan di bagian depan leher dan bergerak kesamping tenggorokan
(trakea) dan kerongkongan untuk mengekpos tulang belakang leher. Ini dilakukan agar dapat mencabut
diskus hernia atau tonjolan tulang, tergantung masalah yang mendasarinya.
10
· Pendekatan posterior
Dokter bedah dapat melakukan pembedahan dari belakang, terutama jika beberapa bagian sarat telah
menyepit. Operasi ini disebut laminectomy, untuk mrnghilangkan bagian tulang belakang diatas kanal tulang
belakang melalui insisi belakang leher.
Risiko operasi
Resiko dari prosedur ini termasuk infeksi, pendarahan, gumpalan darah di vena kaki dan kerusakan saraf.
Selain itu, operasi tidak mungkin menghilangkan semua masalah yang terkait dengan kondisi, karena
beberapa saraf pada medulla spinalis mengalami kerusakan yang menetap.
BAB III
KESIMPULAN
· Spondilosis servikalis merupakan suatu penyakit yang menyerang usia pertengahan dan usia lanjut,
dimana diskus dan tulang belakang di leher mengalami kemunduran (degenerasi).
· Cervical spine terdiri atas 7 vertebra dan 8 saraf servikal. Fungsi utama leher adalah menghubungkan
kepala dengan tubuh. Stabilitas kepala tergantung pada 7 buah vertebra servikal.
· Spondilosis servikalis menyebabkan menyempitnya kanal spinalis (tempat lewatnya medula spinalis) di
leher dan menekan medula spinalis atau akar saraf spinalis, sehingga menyebabkan Kelainan fungsi.
Gejalanya bisa menggambarkan suatu penekanan medula spinalis maupun kerusakan akar sarafnya. Jika
terjadi penekanan medula spinalis, maka pertanda awalnya biasanya adalah
o perubahan pada cara berjalan.
o Gerakan kaki menjadi kaku dan penderita berjalan dengan goyah.
o Leher terasa nyeri, teutama jika akar sarafnya terkena.
o Abnormalitas reflex
o Mati rasa dan kelemahan pada lengan, tangan, dan kaki
o Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus atau retensi urin
· Faktor risiko spndilosis adalah penuaan dan keausan pada tulang belakang . Selain usia dan jenis kelamin,
ada beberapa faktor risiko untuk spondilosis servikalis seperti Trauma yang berulang – ulang ( membawa
beban aksial, menari professional)
· Pemeriksaan yang digunakan selain foto polos, MRI juga menjadi modalitas karean MRI membantu
menunjukkan lokasi penyempitan kanalis spinalis, beratnya penekanan dan penyebaran akar saraf yang
terlibat.
· Pengobatan pada spondilosis servikal berupa tindakan konservatif, Jika pengobatan konservatif gagal atau
jika tanda-tanda dan gejala neurologis ada seperti kelemahan di lengan atau kaki yang semakin memburuk,
perlu pembedahan.
11
SPONDILOSIS LUMBALIS
1. Definisi
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat
diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus
intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan
berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang
posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, sponsylosis adalah
kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra .
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Spondylosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan degeneratif. Spondylosis lumbal
banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang
pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah :
a. Kebiasaan postur yang jelek
b. Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat,
twisting dan membawa/memindahkan barang.
c. Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal yaitu:
a. Faktor usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan
faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian
otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% -
72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan
sekitar 98% pada usia 70 tahun.
b. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu.
Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa tubuh, beban pada
lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi
seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
spondylosis dan keparahan spondylosis.
c. Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian
Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan
dengan faktor herediter. Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif
yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan
lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training.
d. Adaptasi fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif pada
diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam proses
degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat
terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra
lumbar.
12
3. Patofisiologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
a. Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi.
b. Nucleus pulposus kehilangan cairan
c. Tinggi diskus berkurang
d. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan
adanya tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang disebabkan
oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus
fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush
fracture.
Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang
sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk suatu
selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis
intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada
osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan bersama-sama dengan penebalan
kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen
intervertebralis.
4. Gejala klinis
Gambaran klinis yang terjadi tergantung pada lokasi yang terjadi baik itu cervical, lumbal dan
thoracal. Untuk spondylosis daerah lumbal memberikan gambaran klinis sebagai berikut:
a. Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak menjadi suatu masalah sampai beberapa
bulan. Nyeri akut biasanya ditimbulkan dari aktivitas tidak sesuai.
b. Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint. Dan mungkin menjalar ke bawah
(gluteus) dan aspek lateral dari satu atau kedua hip. Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5, S1.
c. Referred pain:
1) Nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya iritasi pada akar persarafan. Ini cenderung
pada area dermatomnya
2) Paha (L1)
3) Sisi anterior tungkai (L2)
4) Sisi anterior dari tungkai knee (L3)
5) Sisi medial kaki dan big toe (L4)
6) Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)
7) Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior kaki (S1)
8) Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)
d. Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit dan tertusuk, suatu sensasi
”kesemutan” atau rasa kebas (mati rasa).
13
e. Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan m. quadratus lumborum. Seringkali
terdapat tonus yang berbeda antara abduktor hip dan juga adductor hip. Kadang-kadang salah satu otot
hamstring lebih ketat dibanding yang lainnya.
f. Keterbatasan gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung terbatas. Gerakan hip biasanya terbatas
secara asimetrical. Factor limitasi pada umumnya disebabkan oleh ketetatan jaringan lunak lebih dari spasm
atau nyeri.
g. Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot gluteal. Kelemahan mungkin terjadi karena
adanya penekanan pada akar saraf myotomnya. Otot-otot pada tungkai yang mengalami nyeri menjalar
biasanya lebih lemah dibandingkan dengan tungkai satunya.
h. Gambaran radiografi, terdapat penyempitan pada jarak discus dan beberapa lipping pada corpus vertebra.
5. Pemeriksaan pencitraan
X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan komplikasi. Pemeriksaan densitas
tulang (misalnya dual-energy absorptiometry scan [DEXA]) memastikan tidak ada osteofit yang terdapat di
daerah yang digunakan untuk pengukuran densitas untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit
menghasilkan gambaran massa tulang yang bertambah, sehingga membuat hasil uji densitas tulang tidak
valid dan menutupi adanya osteoporosis.
Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk menunjukkan
lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina intervertebralis dan facet joint, menunjukkan
spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau
stenosis recessus lateralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini.
CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat yang sama juga
nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk canalis spinalis, recessus
lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum
clavum juga terlihat.
MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus dan saat ini
merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis. Disamping itu, di luar dari penampakan
degradasi diskus pada T2 weighted image, biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk diagnosis
stenosis spinalis lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan pemakaian MRI yang cepat
yang merupakan metode non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan bertambah.
Khususnya kemungkinan untuk melakukan rangkaian fungsional spinal lumbalis akan sangat bermanfaat.
Sangat penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-gejala, karena
penyempitan asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering ditemukan baik stenosis dari segmen
yang asimptomatik atau pasien yang sama sekali asimptomatik dan seharusnya tidak diperhitungkan.
6. Komplikasi
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung
bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu memposisikan tubuhnya kearah yang lebih
nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra
yang sakit.
14
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Terdiri dari pengobatan konservatif dan pembedahan. Pada pengobatan konservatif, terdiri dari
analgesik dan memakai korset lumbal yang mana dengan mengurangi lordosis lumbalis dapat memperbaiki
gejala dan meningkatkan jarak saat berjalan. Percobaan dalam 3 bulan direkomendasikan sebagai bentuk
pengobatan awal kecuali terdapat defisit motorik atau defisit neurologis yang progresif.
Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejala-gejala permanen
khususnya defisit motorik. Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa komplikasi. Terapi
pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian karena pendekatan yang berbeda
terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur operasi yang dapat dilakukan anatara lain:
Operasi dekompresi,Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil, dan Operasi
stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil
b. Penatalaksanaan Fisioterapi
Tujuan tindakan fisioterapi pada kondisi ini yaitu untuk meredakan nyeri, mengembalikan gerakan,
penguatan otot, dan edukasi postur. Pada pemeriksaan (assessment) yang perlu diidentifikasi adalah:
1) gambaran nyeri
2) factor pemicu pada saat bekerja dan saat luang
3) ketidaknormalan postur
4) keterbatasan gerak dan faktor pembatasannya.
5) Hilangnya gerakan accessories dan mobilitas jaringan lunak dengan palpasi.
Program intervensi fisioterapi hanya dapat direncanakan setelah melakukan assessment tersebut. Adapun
treatment yang bias digunakan dalam kondisi ini, adalah sebagai berikut:
1) Heat , heat pad dapat menolong untuk meredakan nyeri yang terjadi pada saat penguluran otot yang
spasme.
2) Ultrasound, sangat berguna untuk mengobati thickening yang terjadi pada otot erector spinae dan
quadratus lumborum dan pada ligamen (sacrotuberus dan saroiliac)
3) Corsets, bisa digunakan pada nyeri akut
4) Relaxation, dalam bermacam-macam posisi dan juga pada saat istirahat, maupun bekerja. Dengan
memperhatikan posisi yang nyaman dan support.
5) Posture education, deformitas pada postur membutuhkan latihan pada keseluruhan alignment tubuh.
6) Mobilizations, digunakan untuk stiffness pada segment lumbar spine, sacroiliac joint dan hip joint.
7) Soft tissue technique, pasif stretching pada struktur yang ketat sangat diperlukan, friction dan kneading
penting untuk mengembalikan mobilitas supraspinous ligament, quadratus lumborum, erector spinae dan
glutei.
8) Traction, traksi osilasi untuk mengurangi tekanan pada akar saraf tetapi harus dipastikan bahwa otot
paravertebral telah rileks dan telah terulur.
9) Hydrotherapy, untuk relaksasi total dan mengurangi spasme otot. Biasanya berguna bagi pasien yang takut
untuk menggerakkan spine setelah nyeri yang hebat.
10) Movement, hold relax bisa diterapkan untuk memperoleh gerakan fleksi. Bersamaan dengan mobilitas,
pasien melakukan latihan penguatan untuk otot lumbar dan otot hip.
15
11) Advice , Tidur diatas kasur yang keras dapat menolong pasien yang memiliki masalah sakit punggung dan
saat bangun, kecuali pada pasien yang nyeri nya bertambah parah pada gerakan ekstensi. Jika pasien
biasanya tidur dalam keadaan miring, sebaiknya menggunakan kasur yang lembut.