Spondilitis TB
description
Transcript of Spondilitis TB
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. R
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl. Sunter jaya RT 009 RW 6 No.15
II. ANAMNESA
Autoanamnesa : Tanggal 17 September 2007
Keluhan Utama : Nyeri pada benjolan di punggung sejak 5 bulan
SMRS
Keluhan tambahan : Muntah, demam sejak 1 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli RSUD Koja tanggal 1 September 2007
dengan keluhan benjolan di punggung bagian tengah sejak kurang
lebih 5 bulan SMRS. Awalnya benjolan kecil dan nyeri, lama-
kelamaan semakin membesar dan nyeri yang dirasakan mendadak dan
terus-menerus. Konsistensi lunak dengan ukuran awal kurang lebih 1x
1 cm dikatakan teraba oleh pasien. Warna pada benjolan sama dengan
warna kulit, panas hanya dirasakan pada daerah benjolan. Pasien juga
merasa lemas pada kedua tungkai sehingga menyebabkan pasien sering
tiba-tiba terjatuh setelah beraktivitas. Lemas juga dirasakan pada kedua
tangan secara tiba-tiba. Pasien mengatakan keluhan ini muncul setelah
pasien menjalani operasi usus buntu pada bulan Maret 2007. Pasien
juga merasakan nafsu makannya menurun dan badannya terasa
mengurus. Pasien mengatakan nyeri pada benjolan meningkat pada
malam hari.
Pasien mengatakan bahwa terdapat benjolan pada leher sebelah
kiri sebesar uang logam seribu rupiah sejak kurang lebih 1 tahun
SMRS, dan pasien merasa nyeri bila menengok ke sebelah kiri. Saat ini
benjolan di daerah leher sudah mengecil sebesar uang logam seratus
rupiah dan tidak dirasakan nyeri lagi bila menengok ke kiri.
Pasien menyangkal menderita batuk-batuk yang lama, keringat
dingin pada malam hari, trauma pada tulang belakang juga disangkal.
Mual, muntah dan sesak pada ulu hati juga disangkal.
Nyeri pada pinggang tidak pernah dirasakan oleh pasien. BAK
normal, warna kuning jernih, tidak ada darah, tidak terputus-putus,
tidak nyeri dan frekuensi 4-5 x perhari.
Pasien mengaku tidak pernah menstruasi lagi sejak benjolan itu
timbul. Sebelumnya siklus haid 20 hari, lama haid kurang lebih 5 hari,
tidak pernah nyeri saat haid. Pasien mengaku tidak pernah mersakan
sakit seperti itu. Pasien dirawat di RSUD Koja pada tanggal 1
september 2007.
Riwayat Penyakit Dahulu : Appendisitis akut
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Riwayat Alergi Obat : Tidak Ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 17 September 2007
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Berat Badan : 47 kg
Tinggi badan : 157 cm
Gizi : Baik
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5˚C
STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata.
Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik, reflek cahaya langsung +/+, Refleks
cahaya tidak langsung +/+.
Telinga : Normotia, serumen -/-, membrane timpani intak, nyeri
tekan mastoid -/-
Hidung : septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-),
oedem mukosa (-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang
Leher : Trakea lurus di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar, KGB sebelah kiri membesar dan ukuran
1x1 cm, konsistensi padat, immobile, warna kulit
sama dengan sekitar, nyeri tekan -
Thoraks :
Pulmo : Inspeksi : gerak napas simetris
Palpasi : vocal fremitus paru simetris dikedua
hemithoraks
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara Napas vesikuler, Rhonki -/-,
Wheezing-/-
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis
sinistra
Batas kiri jantung : ICS V 1 jari medial linea
midclavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Auskultasi : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Abdomen datar, benjolan (-)
Palpasi : Supel, massa (-), Nyeri tekan epigastrium(-),
Defans muskuler (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Hipertympani, Shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : BU + normal
Ekstremitas: Akral hangat, sianosis (-), Oedem (-)
STATUS LOKALIS
Regio Thorakolumbal
Look : Deformitas (+) kifosis vertebra thorakal
Benjolan (+) Thorakal XI-XII
Tanda radang (-), warna benjolan sama dengan warna kulit
Cicatriks (-), tanda bekas luka (-), tidak ada fistel.
Feel : Suhu benjolan lebih hangat dari sekitarnya
Benjolan berbentuk lonjong ukuran 12x2x2 cm
Konsistensi lunak, batas tegas, mobile, fluktuasi (+)
Tidak melekat pada tulang. Nyeri tekan (+).
Move : ROM terbatas ketika bungkuk dan nyeri.
STATUS NEUROLOGIS
- GCS : E4V5M6
Tanda rangsang Meningeal :
Tes kaku kuduk : (-)
Tes Laseque : (-)
Tes Kernig : (-)
Tes Brudzinski I : (-)
Tes Brudzinski II : (-)
Pemeriksaan Motorik
1. Pergerakan
Ekstremitas atas dekstra : (+)
Ekstremitas atas sinistra : (+)
Ekstremitas bawah dekstra : (+)
Ekstremitas bawah dekstra : (+)
2. Derajat kekuatan otot :
3. Trofik : tidak terdapat atrofi otot
4. Pergerakan spontan :
5 5 5 5 4 4 4 4
5 5 5 5 4 4 4 4
- Twiching : (-)
- Tremor : (-)
- Fasikulasi : (-)
Pemeriksaan sensibilitas
Dilakukan pemeriksaan pada daerah umbilicus, pasien
merasakan perangsangan sensoris berkurang bila dibandingkan dengan
daerah tangan.
Refleks Fisiologis
Dilakukan pemeriksaan refleks fisiologis tendon dalam :
- Refleks Patella : (+) meningkat
- Refleks Achilles : (+) meningkat
Refleks Patologis
Dilakukan pemeriksaan refleks patologis :
- Refleks Babinski : (+)
- Refleks Chaddock : (+)
- Refleks Oppenheim : (+)
- Refleks Gordon : (+)
- Refleks Schaefer : (+)
- Klonus kaki : (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tgl 29 Agustus 2007
Darah
- Hb : 9,3 g/dL
- Ht : 30 %
- LED : 135 mm/jam
- Leukosit : 9.600 /uL
- Trombosit : 623.000 /uL
- Masa pembekuan : 14 menit
- Masa perdarahan : 3 menit
Sputum
- BTA 3x negatif
- TBEIA (IgG) negative
Laboratorium tanggal 18 September 2007
Darah
- Hb : 10,1 g/dL
- Ht : 33%
- Leukosit : 6.200 /uL
- Trombosit : 520.000 /uL
- Masa perdarahan : 10 menit
- Masa pembekuan : 3 menit
Faal Hati
- SGOT : 60 u/L
- SGPT : 41 u/L
Faal Ginjal
- Ureum : 24 mg/l
- Kreatinin : 0,6 mg/dL
Pemeriksaan thoraks (PA), 28 Agustus 2007
- Sinus costophrenicus dan diafragma normal
- Pulmo kanan dan kiri bersih
- Cor : bentuk dan besar normal
Pemeriksaan thorakolumbal (AP/Lateral)
- Tampak destruksi dari corpus Th XI dan XII serta intervertebralis
space Th XI-XII menghilang
- Tampak terdapat bayangan abses paravertebral setinggi vertebra Th
X –XII
- Vertebra thorakolumbal lainnya intact/normal
- Kesan : Spondilitis TB vertebra Th XI-XII
IV. RESUME
Pasien wanita umur 19 tahun datang ke poli RSU KOJA pada tanggal 1
September 2007 dengan keluhan benjolan pada punggung belakang
sebelah kiri kurang lebih sejak 5 bulan SMRS. Benjolan yang
dirasakan awalnya kecil yang lama-kelamaan menjadi besar dan nyeri.
Benjolan juga terdapat pada daerah leher sebelah kiri dan nyeri pada
saat pasien menengoke sebelah kiri. Pasien merasakan badan dan kaki
terasa lemas sehingga sering tiba-tiba terjatuh. Nafsu makan menurun
dan BB menurun. Pasien dirawat di RSU KOJA sejak tanggal 1
September 2007.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
Leher : terdapat pembesaran KGB.
Derajat kekuatan otot :
STATUS LOKALIS
Regio Thorakolumbal
Look : Deformitas (+) kifosis vertebra thorakal
Benjolan (+) Thorakal XI-XII
Tanda radang (-), warna benjolan sama dengan warna kulit
Cicatriks (-), tanda bekas luka (-), tidak ada fistel.
Feel : Suhu benjolan lebih hangat dari sekitarnya
Benjolan berbentuk lonjong ukuran 12x2x2 cm
Konsistensi lunak, batas tegas, mobile, fluktuasi (+)
Tidak melekat pada tulang. Nyeri tekan (+).
Move : ROM terbatas ketika bungkuk dan nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
LED : 135 mm/jam
Hb : 9,3 g/dL
5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4
Ht : 30%
Trombosit : 623.000/uL
Faal Hati
SGOT : 60 u/L
SGPT : 41 u/L
Tes Sensitivitas : Uji Mantoux (+)
Pemeriksaan thorakolumbal (AP/Lateral)
- Tampak destruksi dari corpus Th XI dan XII serta intervertebralis
space Th XI-XII menghilang
- Tampak terdapat bayangan abses paravertebral setinggi vertebra Th
X –XII
- Vertebra thorakolumbal lainnya intact/normal
- Kesan : Spondilitis TB vertebra Th XI-XII
V. DIAGNOSIS KERJA
Susp. Spondilitis TBC Thorakal XI-XII dengan abses paravertebral
Frankel D
VI. PENATALAKSANAAN
- Diet TKTP
- OAT
Rifampisin 300 g
Etambutol 300 g
Pirazinamid 500 g
INH 300 g
- Inj Ranitidin 2 x 1 amp I.V
- Methycobal 3 x 1 tab
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungtionam: dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
VIII. FOLLOW UP
Tgl 1 Oktober 2007
S : Nyeri sudah berkurang, pipi kiri-kanan bengkak
O : Keadaan umum : Baik
Status Generalis Baik
TD : 100/70 mmHg S : 37˚C
Nadi: 100x/menit P : 20 x/menit
Status Lokalis
- Regio Colli Sinistra
Look: tampak benjolan, warna tidak merah, warna kulit
sama dengan sekitar
Feel : Konsistensi padat, nyeri tekan -, dapat digerakkan
- Regio Thorakolumbal
L : tampak luka tertutup verband, tidak ada rembesan
darah, drain sudah dilepas
F : tidak dapat diraba, karena belum bisa bangun
M :
Motorik:
Refleks Fisiologis :
Refleks Patella : (+) meningkat
Refleks Achilles : (+) meningkat
Refleks Patologis
- Refleks Babinski : (+)
- Refleks Chaddock : (+)
- Refleks Oppenheim : (+)
- Refleks Gordon : (+)
- Klonus kaki : (+)
5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4
ROM: kedua kaki dapat digerakkan ke segala arah,
gerakan cukup baik
A : Post op debridement, laminektomi, dekompresi, stabilisasi hari ke-
6 e. c. spondilitis TB vertebra Th. XI-XII Frankle D
P : Diet TKTP
Bladder training, cateter terpasang
IVFD RL 20 tetes/menit
Ranitidin tab 2x1 tab
Asam Mefenamat 3x500mg
OAT teruskan
Methycobal tab 2x500mg
OBH 3x1 sendok makan
Paracetamol diberikan bila pasien demam
Tgl 2 Oktober 2007
S : Nyeri pada daerah punggung (daerah operasi) bila belajar
duduk
O : Keadaan umum : Baik
Status Generalis Baik
TD : 100/70 mmHg S : 36,8˚C
Nadi: 92x/menit P : 28 x/menit
Status Lokalis
- Regio Colli Sinistra
Look: tampak benjolan, warna tidak merah, warna kulit
sama dengan sekitar
Feel : Konsistensi padat, nyeri tekan -, dapat digerakkan
- Regio Thorakolumbal
L : tampak luka tertutup verband, tidak ada rembesan
darah, drain sudah dilepas
F : nyeri tekan (+) pada daerah operasi
M :
Motorik:
Refleks Fisiologis :
Refleks Patella : (+) meningkat
Refleks Achilles : (+) meningkat
Refleks Patologis
- Refleks Babinski : (+)
- Refleks Chaddock : (+)
- Refleks Oppenheim : (+)
- Refleks Gordon : (+)
- Klonus kaki : (+)
Pemeriksaan sensibilitas: hipoestesi setinggi vertebra
thoracal X
ROM: kedua kaki dapat digerakkan ke segala arah,
gerakan cukup baik
A : Post op debridement, laminektomi, dekompresi, stabilisasi hari ke-
7 e. c. spondilitis TB vertebra Th. XI-XII Frankle D
P : Aff infus
Aff kateter
Belajar duduk (dengan korset/TLSO)
Miring kanan-kiri tiap 2 jam
Diet TKTP
Ciprofloxacin 2x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg
OAT teruskan
Kalk 2x1 tab
Methycobal tab 2x500mg
OBH 3x1 sendok makan
5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4
Tgl 3 Oktober 2007
S : Tangan sedikit membengkak
O : Keadaan umum : Baik
Status Generalis Baik
TD : 100/70 mmHg S : 36,7˚C
Nadi: 96x/menit P : 20x/menit
Status Lokalis
- Regio Colli Sinistra
Look: tampak benjolan, warna tidak merah, warna kulit
sama dengan sekitar
Feel : Konsistensi padat, nyeri tekan -, dapat digerakkan
- Regio Thorakolumbal
L : tampak luka tertutup verband, tidak ada rembesan
darah
F : nyeri tekan (+) pada daerah operasi, sudah mulai
berkurang
M :
Motorik:
Refleks Fisiologis :
Refleks Patella : (+) meningkat
Refleks Achilles : (+) meningkat
Refleks Patologis
- Refleks Babinski : (+)
- Refleks Chaddock : (+)
- Refleks Oppenheim : (+)
- Refleks Gordon : (+)
- Klonus kaki : (+)
ROM: kedua kaki dapat digerakkan ke segala arah,
gerakan cukup baik
5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4
A : Post op debridement, laminektomi, dekompresi, stabilisasi hari ke-
8 e. c. spondilitis TB vertebra Th. XI-XII Frankle D
P : Belajar duduk (dengan korset/TLSO)
Miring kanan-kiri tiap 2 jam
Ganti balutan
Diet TKTP
Ciprofloxacin 2x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg
OAT teruskan
Kalk 2x1 tab
Methycobal tab 2x500mg
OBH 3x1 sendok makan
TINJAUAN PUSTAKA
S P O N D I L I T I S T U B E R K U L O S I S
(P O T T ’ S D I S E A S E)
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga spondilitis tuberculosis
merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh
Mikobakterium tuberculosis. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan
infeksi sekunder dari focus di tempat lain dari tubuh. Percivall Pott (1973)
yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatak tulang belakang
yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit pott.
Spondilitis tuberculosis paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3, paling
jarang pada vertebra C1-C2. Spondilitis tuberkulosa biasanya mengenai
korpus vertebra, tetapi jarang mengenai arcus vertebra.
Spondilitis corpus vertebra dibagi menjadi 3 bentuk. Pada bentuk
sentral, destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra. Bentuk ini sering
ditemukan pada anak. Bentuk paradiskus terletak di bagian korpus vertebra
yang bersebelahan dengan discus intervertebra. Bentuk ini sering ditemukan
pada orang dewasa. Bentuk anterior dengan lokus awal pada korpus vertebra
di bagian anterior, merupakan penjalaran perkontinuitatum dari vertebra di
atasnya. Proses radang spesifik di tulang ini berlangsung sperti dijelaskan pada
tuberculosis.
Nekrosis dengan perkijuan membentuk nanah yang menjadi abses
dingin. Destruksi tulang mengakibatkan patah tulang kompresi.
Insidens
Spondilitis tuberculosa merupakan 50% dari seluruh tuberculosis
tulang dan sendi yang terjadi. Di Ujung pandang insidens spondilitis
tuberkulosa ditemukan sebanyak 70% dan sanmugasundram juga menemukan
presentase yang sama dari seluruh tuberculosis tulang dan sendi. Spondilitis
tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2-10 tahun dengan
perbandingan yang sama antara wanita dan pria.
Etiology
Tuberkulosis tulang merupakan infeksi sekunder dari infeksi tempat
lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberculosis tipik (2/3
dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium
atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama sering pada daerah vertebra
torakal baeah dan lumbal atas (T8-L3), sehingga diduga adanya infeksi
sekunder dari suatu tuberculosis traktus urinarius, yang penyebarannya
melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis. Dan paling jarang pada
vertebra C1-C2. Spondilitis tuberkulosa biasanya mengenai korpus vertebra,
jarang mengenai arcus vertebra.
Patofisiologi
Penyakit ini umumnya mengenai lenih dari satu Vertebra. Infeksi
berawal dari bagian sentral, bagian depan atau baian efifisial korpu vertebra.
Kemudian terjadi hiperemis dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis , discus
intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian korpus ini
akan menyebabkan terjadinya kifosis. Kemudian eksudat (yang terdiri dari
serum, leukosit,kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa)
menyebar ke depan, di bawah ligamentum dan berekspansi berbagai arah di
sepanjang garis ligamen yang lemah.
Pada daerah servical, eksudat terkumpul di belakang fasia
paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus
sternokleidomatoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan
menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses ini
dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus atau kavum
pleura.
Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks
setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol
dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga
timbul paraplegia
Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti uskulus
psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada daerah medial paha.
Eksudat juga dapat menyebar ke daerah Krista iliaca dan mungkin dapat
mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonu scarpei atau region glutea.
Kuman membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium :
1. Stadium Implantasi , setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan
tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang
berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah
paradiskus, yang sering ditemukan pada orang dewasa dan pada anak-anak
umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal , setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi
destruksi korpus vertebra serta penyampitan yang ringan pada discus. Proses
ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut . Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif,
kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold
abses (abses dingin), yang terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.
Selanjutnya dapat terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging
anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yng menyebabkan terjadinya
kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis . Gangguan neurologist tidak berkaitan dengan
beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke
kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi
spondilitis tuberkulosaVertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang
lebih kecil sehingga gangguan neurologist lebih mudah terjadi pada daerah ini.
Bila terjadi gangguan neurologid, maka perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia, yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensorik.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita
masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang
membatasi gerak/aktivitas penderita setelah
hiperestesia/anesthesia.
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi.
Tuberkulosis paraplegia atau Pott’s paraplegia dapat terjadi
secara dini atau lambat tergantung dari penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi terjadi oleh karena
tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung
sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.
Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan
jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan
dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler
vertebra.
Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai
paraplegia.
5. Stadium deformitas residual . Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah
timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanent oleh
karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.
Gambaran klinis
Gambaran klinis hanya berupa nyeri pinggang atau punggung. Nyeri
ini terjadi akibat reaksi inflamasi di vertebra dan sukar dibedakan dengan
nyeri akibat penyebab lain seperti kelainan degeratif karena biasanya keadaan
umum penderita masih baik. Pada foto rontgen belum didapat kelainan. Bila
proses berlanjut terjadi destruktif vertebra yang akan terlihat pada foto
rontgen.
Secara klinis gejala tuberculosis tulang belakang hamper sama dengan
gejala tuberculosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama
pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai
menangis pada malam hari (night cries).
Bentuk sentral terjadi osteoporosis dan destruksi mengakibatkan
kompresi vertebra spontan/akibat jatuh yang ringan. Jika terjadi kompresi
maka pada pemeriksaan klinis didapati gibus. Jika terjadi destruksi korpus
vertebra yang bersebelahan dengan discus akan mengakibatkan iskemia
sehingga menyebabkan nekrosis discus. Pada gambaran rontgen terdapat
penyempitan discus intervertebra terjadi osteoporosis, kemudian menyebar ke
seluruh korpus vertebra menyebabkan kompresi vertebra dan terjadi gibus.
Beda gibus TBC dengan gibus traumatic adalah tidak didapatkan penyempitan
sela discus pada gibus traumatic.
Pada tuberculosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah
belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya
abses retrofaring. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses pada
daerah paravertebral,abdominal, inguinal, poplitea, atau bokong, adanya pada
daerah paravertebral atau penderita datang dengan gejala paraparesis, gejala
paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang belakang akibat spasme atau
gibus. Abses akan berkumpul dan mendesak ke arah belakang sehingga
menekan medulla spinalis menyebabkan paraplegi pott (paraplegi awal).
Paraplegi awal selain dari tekanan abses, dapat juga disebabkan oleh
kerusakan medulla spinalis akbat gangguan vaskuler dan akibat regangan yang
terus-menerus pada gibus.
Gejala awal paraplegi pada TBC tulang belakang dimulai dengan
keluhan kaki terasa kaku dan lemah dengan penurunan koordinasi tungkai.
Proses ini dimulai dengan penurunan daya kontraksi otot tungkai dan
peningkatan tonusnya menyebabkan spasme otot fleksor dan terjadi
kontraktur. Gangguan pada paraplegi ini kebanyakan terbatas pada traktus
motorik.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai lekositosis.
2. Uji mantoux positif
3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium.
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5. pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberculosis paru.
Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi
korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang
berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya
massa abses paravertebral.
Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal membentuk
sarang burung (bird’s nets), di daerah torakal berbentuk bulbus dan
pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform.
Pemeriksaan foto dengan zat kontras
Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala
penekanan sumsum tulang.
Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi
Pemeriksaan MRI
Diagnosis
Diagnosis spondilitis tuberkulosa, ditentukan berdasarkan gejala klinik dan
pemeriksaan radiologist. Gejala yang mendukung diagnosis adalah nyeri yang
meningkat pada malam hari makin lama makin berat, terutama pada
pergerakkan. Anak kecil dapat berteriak sewaktu tidur nyenyak pada malam
hari. Keadaan ini terjadi karena otot erektus trunkus mengendur sehingga
terdapat pergerakan kecil antara vertebra yang sangat nyeri. Kemudian
terbentuk gibus dan laju endap darah meninggi. Pada foto rontgen tampak
pemyempitan sela discus dan gambaran abses paravertebral. Reaksi tuberculin
biasanya positif. Untuk melakukan pemeriksaan bakteriologis, dapat dilakukan
pungsi abses atau dari debris yang didapat melalui pembedahan.
Untuk melengkapi pemeriksaan, dibuatlah standar pemeriksaan TBC tulang
dan sendi, yaitu :
1. Pemeriksaan klinik dan neurology yang lengkap.
2. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral
3. Foto polos toraks posisi AP
4. Uji mantoux
5. Biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa.
Diagnosis banding
Fraktur kompresi traumatic/akibat tumor (biasanya tumor metastatik
dan granuloma eosinofilik)
Infeksi kronik non tuberculosis
Osteitis piogenik, lebih cepat timbul demam
Polimielitis
Metastasis tulang belakang, tidak mengenai discus, adakah karsinoma
prostate
Kifosis senilis, kifosis tidak local, osteoporosis seluruh kerangka.
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan tuberculosis tulang belakang harus
dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta
mencegah paraplegi.
Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa :
a. Tirah baring (bed rest), untuk mencegah paraplegia dengan
pemberian tuberkulostik.
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun
yang tidak dioperasi
d. Pemberian obat antituberkulosa
e. Dilakukan pencegahan untuk menghindari dekubitus dan kesulitan
miksi dan defekasi.
Umumnya penderita akan sembuh dalam waktu terbatas. Bila
gangguan neurologik berubah menjadi lebih baik, penderita dapat
dimobilisasi dengan alat penguat tulang belakang. Pada awal paraplegi
kadang dianjurkan pembedahan.
2. Terapi operatif
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utam
bagi penderita tuberculosis tulang belakang, namun tindakan operatif
masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bias terdapat
cold abses, lesi tuberkulosa, paraplegi dan kifosis.
Abses dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak tidak memerlukan tindakan operatif oleh
karena dapat terjadi resorpsi spontan dengan pemberian obat
tuberkulostatik.
Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah :
Ada 3 cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu :
a. Denridement fokal
b. Kosto-tranversektomi
c. Debridement fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegi
Pada paraplegi, terapi ini dilakukan untuk dekompresi Medula
Spinalis. Penanganan yang dapat dilakukan yaitu :
Pengobatan dengan kemoterapi
Laminektomi
Kosto-transversektomi
Operasi radikal
Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
Indikasi operasi
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau
malah demam berat. Biasanya 3 mg sebelum tindakan operasi dilakukan,
setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara
terbuka, debridement serta bone graft.
Pada pemeriksaan radiologist baik dengan foto polos, mielografi
ataupun pemeriksaan ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla
spinalis.
Operasi Kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis
mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.
Tindakan opertaif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.
Keuntungan tindakan bedah yaitu dapat menentukan diagnosis dengan
pemeriskan mikrobiologis dan patologis serta mengintensifkan terapi medis.
Untuk menghindari koplikasi timbulnya tuberculosis miliar sesudah atau
selama pembedahan, masa prabedah perlu diberikan antituberkulosis selama
satu sampai dua minggu.
Prognosis
Prognosis spondilitis tuberculosis bergantung pada cepatnya dilakukan
terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologik. Untuk spondilitis dengan
paraplegi awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik sedangkan
spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Bila
paraplegi disebabkan oleh mielitis tuberculosis, prognosis ad fungtionan juga
buruk.
P R E S E N T A S I K A S U S
Pembimbing:
Dr. Arsanto T. Sp. OT
Disusun Oleh:
Ayu Wulandari
030.02.032
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
RSUD KOJA
JAKARTA
2007