Spondilitis TB

35
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. R Umur : 19 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Karyawan Alamat : Jl. Sunter jaya RT 009 RW 6 No.15 II. ANAMNESA Autoanamnesa : Tanggal 17 September 2007 Keluhan Utama : Nyeri pada benjolan di punggung sejak 5 bulan SMRS Keluhan tambahan : Muntah, demam sejak 1 minggu SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli RSUD Koja tanggal 1 September 2007 dengan keluhan benjolan di punggung bagian tengah sejak kurang lebih 5 bulan SMRS. Awalnya benjolan kecil dan nyeri, lama-kelamaan semakin membesar dan nyeri yang dirasakan mendadak dan terus-menerus. Konsistensi lunak dengan ukuran awal kurang lebih 1x 1 cm dikatakan teraba oleh pasien. Warna pada benjolan sama dengan warna kulit, panas hanya dirasakan pada daerah benjolan.

description

Spondilitis TB

Transcript of Spondilitis TB

Page 1: Spondilitis TB

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. R

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Karyawan

Alamat : Jl. Sunter jaya RT 009 RW 6 No.15

II. ANAMNESA

Autoanamnesa : Tanggal 17 September 2007

Keluhan Utama : Nyeri pada benjolan di punggung sejak 5 bulan

SMRS

Keluhan tambahan : Muntah, demam sejak 1 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli RSUD Koja tanggal 1 September 2007

dengan keluhan benjolan di punggung bagian tengah sejak kurang

lebih 5 bulan SMRS. Awalnya benjolan kecil dan nyeri, lama-

kelamaan semakin membesar dan nyeri yang dirasakan mendadak dan

terus-menerus. Konsistensi lunak dengan ukuran awal kurang lebih 1x

1 cm dikatakan teraba oleh pasien. Warna pada benjolan sama dengan

warna kulit, panas hanya dirasakan pada daerah benjolan. Pasien juga

merasa lemas pada kedua tungkai sehingga menyebabkan pasien sering

tiba-tiba terjatuh setelah beraktivitas. Lemas juga dirasakan pada kedua

tangan secara tiba-tiba. Pasien mengatakan keluhan ini muncul setelah

pasien menjalani operasi usus buntu pada bulan Maret 2007. Pasien

juga merasakan nafsu makannya menurun dan badannya terasa

mengurus. Pasien mengatakan nyeri pada benjolan meningkat pada

malam hari.

Pasien mengatakan bahwa terdapat benjolan pada leher sebelah

kiri sebesar uang logam seribu rupiah sejak kurang lebih 1 tahun

SMRS, dan pasien merasa nyeri bila menengok ke sebelah kiri. Saat ini

Page 2: Spondilitis TB

benjolan di daerah leher sudah mengecil sebesar uang logam seratus

rupiah dan tidak dirasakan nyeri lagi bila menengok ke kiri.

Pasien menyangkal menderita batuk-batuk yang lama, keringat

dingin pada malam hari, trauma pada tulang belakang juga disangkal.

Mual, muntah dan sesak pada ulu hati juga disangkal.

Nyeri pada pinggang tidak pernah dirasakan oleh pasien. BAK

normal, warna kuning jernih, tidak ada darah, tidak terputus-putus,

tidak nyeri dan frekuensi 4-5 x perhari.

Pasien mengaku tidak pernah menstruasi lagi sejak benjolan itu

timbul. Sebelumnya siklus haid 20 hari, lama haid kurang lebih 5 hari,

tidak pernah nyeri saat haid. Pasien mengaku tidak pernah mersakan

sakit seperti itu. Pasien dirawat di RSUD Koja pada tanggal 1

september 2007.

Riwayat Penyakit Dahulu : Appendisitis akut

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada

Riwayat Alergi Obat : Tidak Ada

III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 17 September 2007

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan Umum : Sakit sedang

Berat Badan : 47 kg

Tinggi badan : 157 cm

Gizi : Baik

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,5˚C

STATUS GENERALIS

Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata.

Page 3: Spondilitis TB

Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva tidak anemis, sclera

tidak ikterik, reflek cahaya langsung +/+, Refleks

cahaya tidak langsung +/+.

Telinga : Normotia, serumen -/-, membrane timpani intak, nyeri

tekan mastoid -/-

Hidung : septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-),

oedem mukosa (-)

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang

Leher : Trakea lurus di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba

membesar, KGB sebelah kiri membesar dan ukuran

1x1 cm, konsistensi padat, immobile, warna kulit

sama dengan sekitar, nyeri tekan -

Thoraks :

Pulmo : Inspeksi : gerak napas simetris

Palpasi : vocal fremitus paru simetris dikedua

hemithoraks

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara Napas vesikuler, Rhonki -/-,

Wheezing-/-

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi :

Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis

sinistra

Batas kiri jantung : ICS V 1 jari medial linea

midclavikularis sinistra

Batas kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra

Auskultasi : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : Abdomen datar, benjolan (-)

Palpasi : Supel, massa (-), Nyeri tekan epigastrium(-),

Defans muskuler (-), hepatosplenomegali (-)

Perkusi : Hipertympani, Shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : BU + normal

Ekstremitas: Akral hangat, sianosis (-), Oedem (-)

Page 4: Spondilitis TB

STATUS LOKALIS

Regio Thorakolumbal

Look : Deformitas (+) kifosis vertebra thorakal

Benjolan (+) Thorakal XI-XII

Tanda radang (-), warna benjolan sama dengan warna kulit

Cicatriks (-), tanda bekas luka (-), tidak ada fistel.

Feel : Suhu benjolan lebih hangat dari sekitarnya

Benjolan berbentuk lonjong ukuran 12x2x2 cm

Konsistensi lunak, batas tegas, mobile, fluktuasi (+)

Tidak melekat pada tulang. Nyeri tekan (+).

Move : ROM terbatas ketika bungkuk dan nyeri.

STATUS NEUROLOGIS

- GCS : E4V5M6

Tanda rangsang Meningeal :

Tes kaku kuduk : (-)

Tes Laseque : (-)

Tes Kernig : (-)

Tes Brudzinski I : (-)

Tes Brudzinski II : (-)

Pemeriksaan Motorik

1. Pergerakan

Ekstremitas atas dekstra : (+)

Ekstremitas atas sinistra : (+)

Ekstremitas bawah dekstra : (+)

Ekstremitas bawah dekstra : (+)

2. Derajat kekuatan otot :

3. Trofik : tidak terdapat atrofi otot

4. Pergerakan spontan :

5 5 5 5 4 4 4 4

5 5 5 5 4 4 4 4

Page 5: Spondilitis TB

- Twiching : (-)

- Tremor : (-)

- Fasikulasi : (-)

Pemeriksaan sensibilitas

Dilakukan pemeriksaan pada daerah umbilicus, pasien

merasakan perangsangan sensoris berkurang bila dibandingkan dengan

daerah tangan.

Refleks Fisiologis

Dilakukan pemeriksaan refleks fisiologis tendon dalam :

- Refleks Patella : (+) meningkat

- Refleks Achilles : (+) meningkat

Refleks Patologis

Dilakukan pemeriksaan refleks patologis :

- Refleks Babinski : (+)

- Refleks Chaddock : (+)

- Refleks Oppenheim : (+)

- Refleks Gordon : (+)

- Refleks Schaefer : (+)

- Klonus kaki : (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tgl 29 Agustus 2007

Darah

- Hb : 9,3 g/dL

- Ht : 30 %

- LED : 135 mm/jam

- Leukosit : 9.600 /uL

- Trombosit : 623.000 /uL

- Masa pembekuan : 14 menit

- Masa perdarahan : 3 menit

Page 6: Spondilitis TB

Sputum

- BTA 3x negatif

- TBEIA (IgG) negative

Laboratorium tanggal 18 September 2007

Darah

- Hb : 10,1 g/dL

- Ht : 33%

- Leukosit : 6.200 /uL

- Trombosit : 520.000 /uL

- Masa perdarahan : 10 menit

- Masa pembekuan : 3 menit

Faal Hati

- SGOT : 60 u/L

- SGPT : 41 u/L

Faal Ginjal

- Ureum : 24 mg/l

- Kreatinin : 0,6 mg/dL

Pemeriksaan thoraks (PA), 28 Agustus 2007

- Sinus costophrenicus dan diafragma normal

- Pulmo kanan dan kiri bersih

- Cor : bentuk dan besar normal

Pemeriksaan thorakolumbal (AP/Lateral)

- Tampak destruksi dari corpus Th XI dan XII serta intervertebralis

space Th XI-XII menghilang

- Tampak terdapat bayangan abses paravertebral setinggi vertebra Th

X –XII

- Vertebra thorakolumbal lainnya intact/normal

- Kesan : Spondilitis TB vertebra Th XI-XII

Page 7: Spondilitis TB

IV. RESUME

Pasien wanita umur 19 tahun datang ke poli RSU KOJA pada tanggal 1

September 2007 dengan keluhan benjolan pada punggung belakang

sebelah kiri kurang lebih sejak 5 bulan SMRS. Benjolan yang

dirasakan awalnya kecil yang lama-kelamaan menjadi besar dan nyeri.

Benjolan juga terdapat pada daerah leher sebelah kiri dan nyeri pada

saat pasien menengoke sebelah kiri. Pasien merasakan badan dan kaki

terasa lemas sehingga sering tiba-tiba terjatuh. Nafsu makan menurun

dan BB menurun. Pasien dirawat di RSU KOJA sejak tanggal 1

September 2007.

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis :

Leher : terdapat pembesaran KGB.

Derajat kekuatan otot :

STATUS LOKALIS

Regio Thorakolumbal

Look : Deformitas (+) kifosis vertebra thorakal

Benjolan (+) Thorakal XI-XII

Tanda radang (-), warna benjolan sama dengan warna kulit

Cicatriks (-), tanda bekas luka (-), tidak ada fistel.

Feel : Suhu benjolan lebih hangat dari sekitarnya

Benjolan berbentuk lonjong ukuran 12x2x2 cm

Konsistensi lunak, batas tegas, mobile, fluktuasi (+)

Tidak melekat pada tulang. Nyeri tekan (+).

Move : ROM terbatas ketika bungkuk dan nyeri.

Pemeriksaan Penunjang

LED : 135 mm/jam

Hb : 9,3 g/dL

5 5 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4

Page 8: Spondilitis TB

Ht : 30%

Trombosit : 623.000/uL

Faal Hati

SGOT : 60 u/L

SGPT : 41 u/L

Tes Sensitivitas : Uji Mantoux (+)

Pemeriksaan thorakolumbal (AP/Lateral)

- Tampak destruksi dari corpus Th XI dan XII serta intervertebralis

space Th XI-XII menghilang

- Tampak terdapat bayangan abses paravertebral setinggi vertebra Th

X –XII

- Vertebra thorakolumbal lainnya intact/normal

- Kesan : Spondilitis TB vertebra Th XI-XII

V. DIAGNOSIS KERJA

Susp. Spondilitis TBC Thorakal XI-XII dengan abses paravertebral

Frankel D

VI. PENATALAKSANAAN

- Diet TKTP

- OAT

Rifampisin 300 g

Etambutol 300 g

Pirazinamid 500 g

INH 300 g

- Inj Ranitidin 2 x 1 amp I.V

- Methycobal 3 x 1 tab

VII. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Fungtionam: dubia ad bonam

Page 9: Spondilitis TB

Ad sanationam : dubia ad bonam

VIII. FOLLOW UP

Tgl 1 Oktober 2007

S : Nyeri sudah berkurang, pipi kiri-kanan bengkak

O : Keadaan umum : Baik

Status Generalis Baik

TD : 100/70 mmHg S : 37˚C

Nadi: 100x/menit P : 20 x/menit

Status Lokalis

- Regio Colli Sinistra

Look: tampak benjolan, warna tidak merah, warna kulit

sama dengan sekitar

Feel : Konsistensi padat, nyeri tekan -, dapat digerakkan

- Regio Thorakolumbal

L : tampak luka tertutup verband, tidak ada rembesan

darah, drain sudah dilepas

F : tidak dapat diraba, karena belum bisa bangun

M :

Motorik:

Refleks Fisiologis :

Refleks Patella : (+) meningkat

Refleks Achilles : (+) meningkat

Refleks Patologis

- Refleks Babinski : (+)

- Refleks Chaddock : (+)

- Refleks Oppenheim : (+)

- Refleks Gordon : (+)

- Klonus kaki : (+)

5 5 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4

Page 10: Spondilitis TB

ROM: kedua kaki dapat digerakkan ke segala arah,

gerakan cukup baik

A : Post op debridement, laminektomi, dekompresi, stabilisasi hari ke-

6 e. c. spondilitis TB vertebra Th. XI-XII Frankle D

P : Diet TKTP

Bladder training, cateter terpasang

IVFD RL 20 tetes/menit

Ranitidin tab 2x1 tab

Asam Mefenamat 3x500mg

OAT teruskan

Methycobal tab 2x500mg

OBH 3x1 sendok makan

Paracetamol diberikan bila pasien demam

Tgl 2 Oktober 2007

S : Nyeri pada daerah punggung (daerah operasi) bila belajar

duduk

O : Keadaan umum : Baik

Status Generalis Baik

TD : 100/70 mmHg S : 36,8˚C

Nadi: 92x/menit P : 28 x/menit

Status Lokalis

- Regio Colli Sinistra

Look: tampak benjolan, warna tidak merah, warna kulit

sama dengan sekitar

Feel : Konsistensi padat, nyeri tekan -, dapat digerakkan

- Regio Thorakolumbal

L : tampak luka tertutup verband, tidak ada rembesan

darah, drain sudah dilepas

F : nyeri tekan (+) pada daerah operasi

M :

Page 11: Spondilitis TB

Motorik:

Refleks Fisiologis :

Refleks Patella : (+) meningkat

Refleks Achilles : (+) meningkat

Refleks Patologis

- Refleks Babinski : (+)

- Refleks Chaddock : (+)

- Refleks Oppenheim : (+)

- Refleks Gordon : (+)

- Klonus kaki : (+)

Pemeriksaan sensibilitas: hipoestesi setinggi vertebra

thoracal X

ROM: kedua kaki dapat digerakkan ke segala arah,

gerakan cukup baik

A : Post op debridement, laminektomi, dekompresi, stabilisasi hari ke-

7 e. c. spondilitis TB vertebra Th. XI-XII Frankle D

P : Aff infus

Aff kateter

Belajar duduk (dengan korset/TLSO)

Miring kanan-kiri tiap 2 jam

Diet TKTP

Ciprofloxacin 2x500mg

Asam Mefenamat 3x500mg

OAT teruskan

Kalk 2x1 tab

Methycobal tab 2x500mg

OBH 3x1 sendok makan

5 5 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4

Page 12: Spondilitis TB

Tgl 3 Oktober 2007

S : Tangan sedikit membengkak

O : Keadaan umum : Baik

Status Generalis Baik

TD : 100/70 mmHg S : 36,7˚C

Nadi: 96x/menit P : 20x/menit

Status Lokalis

- Regio Colli Sinistra

Look: tampak benjolan, warna tidak merah, warna kulit

sama dengan sekitar

Feel : Konsistensi padat, nyeri tekan -, dapat digerakkan

- Regio Thorakolumbal

L : tampak luka tertutup verband, tidak ada rembesan

darah

F : nyeri tekan (+) pada daerah operasi, sudah mulai

berkurang

M :

Motorik:

Refleks Fisiologis :

Refleks Patella : (+) meningkat

Refleks Achilles : (+) meningkat

Refleks Patologis

- Refleks Babinski : (+)

- Refleks Chaddock : (+)

- Refleks Oppenheim : (+)

- Refleks Gordon : (+)

- Klonus kaki : (+)

ROM: kedua kaki dapat digerakkan ke segala arah,

gerakan cukup baik

5 5 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4

Page 13: Spondilitis TB

A : Post op debridement, laminektomi, dekompresi, stabilisasi hari ke-

8 e. c. spondilitis TB vertebra Th. XI-XII Frankle D

P : Belajar duduk (dengan korset/TLSO)

Miring kanan-kiri tiap 2 jam

Ganti balutan

Diet TKTP

Ciprofloxacin 2x500mg

Asam Mefenamat 3x500mg

OAT teruskan

Kalk 2x1 tab

Methycobal tab 2x500mg

OBH 3x1 sendok makan

TINJAUAN PUSTAKA

S P O N D I L I T I S T U B E R K U L O S I S

(P O T T ’ S D I S E A S E)

Page 14: Spondilitis TB

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga spondilitis tuberculosis

merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh

Mikobakterium tuberculosis. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan

infeksi sekunder dari focus di tempat lain dari tubuh. Percivall Pott (1973)

yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatak tulang belakang

yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit pott.

Spondilitis tuberculosis paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3, paling

jarang pada vertebra C1-C2. Spondilitis tuberkulosa biasanya mengenai

korpus vertebra, tetapi jarang mengenai arcus vertebra.

Spondilitis corpus vertebra dibagi menjadi 3 bentuk. Pada bentuk

sentral, destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra. Bentuk ini sering

ditemukan pada anak. Bentuk paradiskus terletak di bagian korpus vertebra

yang bersebelahan dengan discus intervertebra. Bentuk ini sering ditemukan

pada orang dewasa. Bentuk anterior dengan lokus awal pada korpus vertebra

di bagian anterior, merupakan penjalaran perkontinuitatum dari vertebra di

atasnya. Proses radang spesifik di tulang ini berlangsung sperti dijelaskan pada

tuberculosis.

Nekrosis dengan perkijuan membentuk nanah yang menjadi abses

dingin. Destruksi tulang mengakibatkan patah tulang kompresi.

Insidens

Spondilitis tuberculosa merupakan 50% dari seluruh tuberculosis

tulang dan sendi yang terjadi. Di Ujung pandang insidens spondilitis

tuberkulosa ditemukan sebanyak 70% dan sanmugasundram juga menemukan

presentase yang sama dari seluruh tuberculosis tulang dan sendi. Spondilitis

tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2-10 tahun dengan

perbandingan yang sama antara wanita dan pria.

Etiology

Tuberkulosis tulang merupakan infeksi sekunder dari infeksi tempat

lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberculosis tipik (2/3

dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium

atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama sering pada daerah vertebra

Page 15: Spondilitis TB

torakal baeah dan lumbal atas (T8-L3), sehingga diduga adanya infeksi

sekunder dari suatu tuberculosis traktus urinarius, yang penyebarannya

melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis. Dan paling jarang pada

vertebra C1-C2. Spondilitis tuberkulosa biasanya mengenai korpus vertebra,

jarang mengenai arcus vertebra.

Patofisiologi

Penyakit ini umumnya mengenai lenih dari satu Vertebra. Infeksi

berawal dari bagian sentral, bagian depan atau baian efifisial korpu vertebra.

Kemudian terjadi hiperemis dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan

perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis , discus

intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian korpus ini

akan menyebabkan terjadinya kifosis. Kemudian eksudat (yang terdiri dari

serum, leukosit,kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa)

menyebar ke depan, di bawah ligamentum dan berekspansi berbagai arah di

sepanjang garis ligamen yang lemah.

Pada daerah servical, eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus

sternokleidomatoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan

menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses ini

dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus atau kavum

pleura.

Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks

setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol

dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga

timbul paraplegia

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti uskulus

psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada daerah medial paha.

Eksudat juga dapat menyebar ke daerah Krista iliaca dan mungkin dapat

mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonu scarpei atau region glutea.

Page 16: Spondilitis TB

Kuman membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium :

1. Stadium Implantasi , setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan

tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang

berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah

paradiskus, yang sering ditemukan pada orang dewasa dan pada anak-anak

umumnya pada daerah sentral vertebra.

2. Stadium destruksi awal , setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi

destruksi korpus vertebra serta penyampitan yang ringan pada discus. Proses

ini berlangsung selama 3-6 minggu.

3. Stadium destruksi lanjut . Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif,

kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold

abses (abses dingin), yang terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.

Selanjutnya dapat terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging

anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yng menyebabkan terjadinya

kifosis atau gibus.

4. Stadium gangguan neurologis . Gangguan neurologist tidak berkaitan dengan

beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke

kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi

spondilitis tuberkulosaVertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang

lebih kecil sehingga gangguan neurologist lebih mudah terjadi pada daerah ini.

Bila terjadi gangguan neurologid, maka perlu dicatat derajat kerusakan

paraplegia, yaitu :

Page 17: Spondilitis TB

Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan

aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi

gangguan saraf sensorik.

Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita

masih dapat melakukan pekerjaannya.

Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang

membatasi gerak/aktivitas penderita setelah

hiperestesia/anesthesia.

Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan

defekasi dan miksi.

Tuberkulosis paraplegia atau Pott’s paraplegia dapat terjadi

secara dini atau lambat tergantung dari penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi terjadi oleh karena

tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung

sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.

Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh

karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan

jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan

dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler

vertebra.

Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai

paraplegia.

5. Stadium deformitas residual . Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah

timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanent oleh

karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.

Gambaran klinis

Gambaran klinis hanya berupa nyeri pinggang atau punggung. Nyeri

ini terjadi akibat reaksi inflamasi di vertebra dan sukar dibedakan dengan

nyeri akibat penyebab lain seperti kelainan degeratif karena biasanya keadaan

umum penderita masih baik. Pada foto rontgen belum didapat kelainan. Bila

proses berlanjut terjadi destruktif vertebra yang akan terlihat pada foto

rontgen.

Page 18: Spondilitis TB

Secara klinis gejala tuberculosis tulang belakang hamper sama dengan

gejala tuberculosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan

berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama

pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai

menangis pada malam hari (night cries).

Bentuk sentral terjadi osteoporosis dan destruksi mengakibatkan

kompresi vertebra spontan/akibat jatuh yang ringan. Jika terjadi kompresi

maka pada pemeriksaan klinis didapati gibus. Jika terjadi destruksi korpus

vertebra yang bersebelahan dengan discus akan mengakibatkan iskemia

sehingga menyebabkan nekrosis discus. Pada gambaran rontgen terdapat

penyempitan discus intervertebra terjadi osteoporosis, kemudian menyebar ke

seluruh korpus vertebra menyebabkan kompresi vertebra dan terjadi gibus.

Beda gibus TBC dengan gibus traumatic adalah tidak didapatkan penyempitan

sela discus pada gibus traumatic.

Pada tuberculosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah

belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya

abses retrofaring. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses pada

daerah paravertebral,abdominal, inguinal, poplitea, atau bokong, adanya pada

daerah paravertebral atau penderita datang dengan gejala paraparesis, gejala

paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang belakang akibat spasme atau

gibus. Abses akan berkumpul dan mendesak ke arah belakang sehingga

Page 19: Spondilitis TB

menekan medulla spinalis menyebabkan paraplegi pott (paraplegi awal).

Paraplegi awal selain dari tekanan abses, dapat juga disebabkan oleh

kerusakan medulla spinalis akbat gangguan vaskuler dan akibat regangan yang

terus-menerus pada gibus.

Gejala awal paraplegi pada TBC tulang belakang dimulai dengan

keluhan kaki terasa kaku dan lemah dengan penurunan koordinasi tungkai.

Proses ini dimulai dengan penurunan daya kontraksi otot tungkai dan

peningkatan tonusnya menyebabkan spasme otot fleksor dan terjadi

kontraktur. Gangguan pada paraplegi ini kebanyakan terbatas pada traktus

motorik.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai lekositosis.

2. Uji mantoux positif

3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium.

4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional

5. pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberculosis paru.

Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi

korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang

berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya

massa abses paravertebral.

Page 20: Spondilitis TB

Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal membentuk

sarang burung (bird’s nets), di daerah torakal berbentuk bulbus dan

pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform.

Pemeriksaan foto dengan zat kontras

Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala

penekanan sumsum tulang.

Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi

Pemeriksaan MRI

Diagnosis

Diagnosis spondilitis tuberkulosa, ditentukan berdasarkan gejala klinik dan

pemeriksaan radiologist. Gejala yang mendukung diagnosis adalah nyeri yang

meningkat pada malam hari makin lama makin berat, terutama pada

pergerakkan. Anak kecil dapat berteriak sewaktu tidur nyenyak pada malam

hari. Keadaan ini terjadi karena otot erektus trunkus mengendur sehingga

terdapat pergerakan kecil antara vertebra yang sangat nyeri. Kemudian

terbentuk gibus dan laju endap darah meninggi. Pada foto rontgen tampak

pemyempitan sela discus dan gambaran abses paravertebral. Reaksi tuberculin

biasanya positif. Untuk melakukan pemeriksaan bakteriologis, dapat dilakukan

pungsi abses atau dari debris yang didapat melalui pembedahan.

Untuk melengkapi pemeriksaan, dibuatlah standar pemeriksaan TBC tulang

dan sendi, yaitu :

1. Pemeriksaan klinik dan neurology yang lengkap.

2. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral

3. Foto polos toraks posisi AP

Page 21: Spondilitis TB

4. Uji mantoux

5. Biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa.

Diagnosis banding

Fraktur kompresi traumatic/akibat tumor (biasanya tumor metastatik

dan granuloma eosinofilik)

Infeksi kronik non tuberculosis

Osteitis piogenik, lebih cepat timbul demam

Polimielitis

Metastasis tulang belakang, tidak mengenai discus, adakah karsinoma

prostate

Kifosis senilis, kifosis tidak local, osteoporosis seluruh kerangka.

Penatalaksanaan

Pada prinsipnya pengobatan tuberculosis tulang belakang harus

dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta

mencegah paraplegi.

Pengobatan terdiri atas :

1. Terapi konservatif berupa :

a. Tirah baring (bed rest), untuk mencegah paraplegia dengan

pemberian tuberkulostik.

b. Memperbaiki keadaan umum penderita

c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun

yang tidak dioperasi

d. Pemberian obat antituberkulosa

e. Dilakukan pencegahan untuk menghindari dekubitus dan kesulitan

miksi dan defekasi.

Umumnya penderita akan sembuh dalam waktu terbatas. Bila

gangguan neurologik berubah menjadi lebih baik, penderita dapat

dimobilisasi dengan alat penguat tulang belakang. Pada awal paraplegi

kadang dianjurkan pembedahan.

2. Terapi operatif

Page 22: Spondilitis TB

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utam

bagi penderita tuberculosis tulang belakang, namun tindakan operatif

masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bias terdapat

cold abses, lesi tuberkulosa, paraplegi dan kifosis.

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak tidak memerlukan tindakan operatif oleh

karena dapat terjadi resorpsi spontan dengan pemberian obat

tuberkulostatik.

Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah :

Ada 3 cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu :

a. Denridement fokal

b. Kosto-tranversektomi

c. Debridement fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

Paraplegi

Pada paraplegi, terapi ini dilakukan untuk dekompresi Medula

Spinalis. Penanganan yang dapat dilakukan yaitu :

Pengobatan dengan kemoterapi

Laminektomi

Kosto-transversektomi

Operasi radikal

Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau

malah demam berat. Biasanya 3 mg sebelum tindakan operasi dilakukan,

setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara

terbuka, debridement serta bone graft.

Pada pemeriksaan radiologist baik dengan foto polos, mielografi

ataupun pemeriksaan ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla

spinalis.

Operasi Kifosis

Page 23: Spondilitis TB

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis

mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.

Tindakan opertaif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.

Keuntungan tindakan bedah yaitu dapat menentukan diagnosis dengan

pemeriskan mikrobiologis dan patologis serta mengintensifkan terapi medis.

Untuk menghindari koplikasi timbulnya tuberculosis miliar sesudah atau

selama pembedahan, masa prabedah perlu diberikan antituberkulosis selama

satu sampai dua minggu.

Prognosis

Prognosis spondilitis tuberculosis bergantung pada cepatnya dilakukan

terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologik. Untuk spondilitis dengan

paraplegi awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik sedangkan

spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Bila

paraplegi disebabkan oleh mielitis tuberculosis, prognosis ad fungtionan juga

buruk.

P R E S E N T A S I K A S U S

Page 24: Spondilitis TB

Pembimbing:

Dr. Arsanto T. Sp. OT

Disusun Oleh:

Ayu Wulandari

030.02.032

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

RSUD KOJA

JAKARTA

2007