SPI Kelompok 8 sukses

download SPI Kelompok 8 sukses

of 41

Transcript of SPI Kelompok 8 sukses

PEMIKIRAN PENDIDIKAN KH. AHMAD DAHLAN MAKALAHdiajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Dosen pengempu: Dr. H. Syahidin, M.Pd. Iman Firmansyah, M.Ag. disusun oleh: Aan Sopian Enggi Pramudia Fikri Haekal Anwar M. Sofwan Nugraha 1001578 1005766 1003390 1001741

ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2012

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, yang telah memberikan nikmat iman dan islam sehingga kita masih dapat berjihad di jalan-Nya dalam rangka menuntut ilmu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad ialah utusan Allah. Salawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Rasulullah SAW, kepada keluarga, para sahabat, tabiin tabiutnya dan seluruh umatnya sampai akhir zaman. Amien. Disusunnya Makalah ini, ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang membahas tentang Pemikiran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Syahidin, M.Pd. dan Iman Firmansyah, M.Ag atas bimbingannya, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Disadari sepenuhnya, bahwa penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, baik dalam penyajiannya, maupun penguraianya. Oleh karena itu, besar harapan penulis, semoga pembaca khususnya dosen pembina, dapat memaklumi kekurangan yang terdapat pada makalah ini, karena penulis masih dalam tahap proses pembelajaran. Karena segala kebenaran dan kesempurnaan hanya milik Allah semata.

Bandung, April 2012

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................................................................................2 DAFTAR ISI................................................................................................................3 BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................1 Rumusan Masalah....................................................................................................2 Tujuan Penyusunan..................................................................................................2 Metode Penyusunan.................................................................................................2 BAB 2 KH. AHMAD DAHLAN DAN PEMIKIRAN PENDIDIKANNYA ........................3 Biografi Singkat KH. Ahmad Dahlan......................................................................3 Pemikiran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan...........................................................12 Peran KH. Ahmad Dahlan dalam Dunai Pendidikan Indonesia...........................26 Analisis Pemikiran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan ...........................................29 Kesimpulan.............................................................................................................32 Kritik dan Saran.....................................................................................................34

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, yang memiliki dua potensi yang ada dalam dirinya yang tidak diberikan kepada makhluk lain, yaitu akal dan nafsu. Akal merupakn potensi yang diberikan Tuhan untuk mengetahui dan mempelajari setiap hal yang ada di alam semesta ini. Dari akallah kita dapat mengetahui dan mempelajari berbagai ilmu dan pegetahuan, termasuk dunia pendidikan. Di setiap negara, memiliki perkembangan dan konsep yang tak jauh berbeda dalam dunia pendidikannya. Masa penjajahan, pendidikan di Indonesia terkesan sekuler memisahkan antara ilmu umum dan ilmu agama, bahkan di lembaga-lembaga pendidikan pada masa itu tidak ada mata pelajaran agama. Dewasa ini dunia pendidikan di Indonesia sudah meninggalkan sistem sekulernya, dan dalam tujuan pendidikan Nasional pun Indonesia hendak melahirkan pribadi-pribadi yang beriman dan beratakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia dan sebagainya. Dari sinilah kita bisa melihat bahwa dunia pendidikan di Indonesia tidak sekuler lagi. Bahkan dalam tujuan pertama dari pendidikan itu iman dan bertaqwa kepada Tuhan yang merupakan konsep dari agama. Semua ini, tidak dapat terwujud dengan sendirinya. Setiap peristiwa dan setiap perubahan pasti ada tokoh atau pahlawan di dalamnya. Sebut saja KH. Ahmad Dahlan merupakan seorang Kiayi yang memiliki pemikian yang terbuka dan luar biasa dalam memperjuangkan dunia pendidikan yang terkesan sekuler pada waktu itu. Beliau memberikan dobrakan besar dalam duani pendidikan, termasuk pendidikan Islam yang mendapat berbagai pertentangan dari pihak penjajah bahkan dari pribumi sendiri. Berkat jasanya dunia pendidikan Indonesia tidak sekuler lagi, bahkan dewasa ii banyak lembaga-lembaga pendidikan yang bernuansa islami. Oleh karena itu, kami tertarik untuk melakukan pengkajian mengenai profil KH. Ahmad Dahlan, pengalaman beliau, dan yang terpenting konsep atau pemikiran pendidikan yang memberikan pencerahan dalam dunia pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan islam.

Rumusan Masalah Masalah-masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini di antaranya sebagai berikut. 1. Siapakah KH. Ahmad Dahlan? 2. Bagaimana pemikiran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan? 3. Bagaimana konsep pendidikan islam KH. Ahmad Dahlan? 4. Bagaimana peran KH. Ahmad Dahlan dalam dunia pendidikan di Indonesia? 5. Apa pengaruh dari pemikiran KH. Ahmad Dahlan dunia pendidikan di Indonesia? Tujuan Penyusunan Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, untuk menjawab semua rumusn masalah-masalah yang akan dibahas, di antaranya sebagai berikut. 1. Mengetahui biografi singkat KH. Ahmad Dahlan? 2. Mengetahui dan memahami pemikiran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan? 3. Mengetahui dan memahami konsep pendidikan islam KH. Ahmad Dahlan? 4. Mengetahui dan memahami peran KH. Ahmad Dahlan dalam dunia pendidikan di Indonesia? 5. Mengetahui dan memahami pengaruh dari pemikiran KH. Ahmad Dahlan dunia pendidikan di Indonesia? Metode Penyusunan Penyusunan makalah ini, menggunakan metode pengumpulan data dengan melakukan kajian pustaka dengan menggali sumber-sumber dari berbagai literatur baik yang berupa artikel, maupun yang berbentuk buku-buku dan beberapa sumber dari internet.

BAB 2 KH. AHMAD DAHLAN DAN PEMIKIRAN PENDIDIKANNYA Biografi Singkat KH. Ahmad Dahlan 1. Kelahiran KH. Ahmad Dahlan Pendirian persyarikatan Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan, dilahirkan pada tahun 1285 H bertepatan dengan 1868 M di kampung Kauman Yogyakarta. Beliau merupakan putra keempat dari KH Abu Bakar bin Sulaiman KH Sulaiman yang pernah menjabat sebagai Khatib Mesjid Besar Mataram Yogyakarta. (Yahya, 2003 : 27) Silsilah lengkapnya ialah Muhammad Darwisy bin KH Abu Bakar bin KH Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gibrig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlulllah (Prapen) bin Maulana Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim. (Hidayat, 2011 : 15) KH Abu Bakar memberi nama putranya itu Muhammad Darwisyi, masih merupakan keturunan ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim salah seorang dari sembilan Wali Songo yang telah berjasa menyebarkan Islam di Jawa. Ibu Muhammad Darwisy yang terkenal dengan sebutan Nyai Abu Bakar, adalah puti KH Ibrahim bin KH Hasan dengan nama Siti Aminah. KH Ibrahim sendiri menjabat sebagai penghulu keraton. Dengan demikian jelaslah bahwa Muhammad Darwisy dari sisi ayah dan ibu dilahirkan dalam keadaan muslim yang taat. (Yahya, 2003 : 27) Pada saat Darwisy berusia 21 tahun, beliau menikahi putri dari KH Muhammad Fadlil yang bernama Siti Walidah yang kelak kemudian dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan pada bulan Dzulhijjah tahun 1889 dan pasangan ini kemudian dikaruniai enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj

Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah. (Hidayat, 2011 : 16) Di samping itu KHA Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Rum, Adik Kyai Munawwir Krapyak. KhA Dahlan juga mempunyai putra dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. (Hidayat, 2011 : 17) 2. Kampung Kelahiran KHA Dahlan Kauman terletak di sekitar Masjid Besar Mataram Yogyakarta, yang pada awal mulanya dihuni oleh para ulama yang bertugas memakmurkan mesjid sebagai khatib, imam, muadzin, serta kyai penghulu atau Kadli keraton dengan segala staff dan pegawainya. Jumlah khatib ada 12 orang dan salah seorang diantaranya adalah KH Abu Bakar dengan gelar Khatib Amin, atau dalam logat Jawa Ketib Amin. (Yahya, 2003 : 27) Setelah KH Abu Bakar wafat maka gelar khatib dilanjutkan oleh putranya KHA Dahlan. Para Kyai dan ulama penduduk Kauman itu kemudian saling berbesanan diantara anak-anak dan cucu-cucu mereka, dan mereka semua menghuni kampung Kauman. Dengan demikian jelaslah bahwa Muhammadiyah itu terlahir di tengah-tengah masyarakat yang tebal keislamannya. (Yahya, 2003 : 28)

3. Masa Kecil KHA Dahlan Sewaktu masih kanak-kanak, Muhammad Darwisy bergaul akrab dengan kawan-kawan dan tetangganya. Beliau dikenal sebagai anak yang rajin, jujur dan suka menolong, dia memiliki banyak kelebihan yaitu pandai membuat kerajinan-kerajinan tangan dan barang-barang mainan. Oleh karena itu

beliau begitu disenangi oleh teman-temannya dan tetangga sekampungnya. (Yahya, 2003 : 28)

4. Pendidikan KHA Ahmad Dahlan Di kalangan masyarakat Kauman saat itu, ada suatu pendapat umum yang mengatakan bahwa barang siapa yang memasuki sekolah Gubernement ( sekolah Pemerintah Belanda), akan dianggap kafir atau kristen. Oleh sebab itu ketika menginjak usia sekolah, pendidikan Muhammad Darwisy pertama-tama diberikan oleh ayahnya sendiri dan setelah meningkat dewasa beliau belajar mengenai ilmu Fiqih kepada KH Muhammad Shaleh dan belajar ilmu nahwu-sharaf kepada KH Muhsin, yang keduanya adalah kakak ipar beliau sendiri. Guru-gurunya yang lain adalah KH Muhammad Nur dari Kauman dan KH Abdul Hamid dari Lempuyangan. Ilmu Qiraatul Quran dipelajarinya dari Syekh Amin dan Sayyid Bakri Syata. Tentang ilmu falak dan hisab beliau dapat dari KH Dahlan dari Semarang dan dari Syekh Muhammad Jamil Jambek sewaktu keduanya sedang bermukim di Mekkah. Dari Syekh Mahfud dan Syekh Khayat, beliau mempelajari ilmu hadits. Bahasa Melayu (Indonesia) beliau pelajarinya dari R. Ngabehi Sosrosoegondo, seorang guru bahasa melayu di Kweekschool gubernement Yogyakarta saat itu. Bahkan beliau pernah pula belajar ilmu pengobatan untuk luka karena serangan-serangan binatang berbisa dari Syekh Hasan. (Yahya, 2003 : 29) Sejak Kecil Muhammad Drwisy diasuh dalam lingkungan pesantren, yang membekalinya pengetahuan agama dan bahasa arab. Pada usia 15 tahun 1833, ia sudah menunaikan ibadah haji, yang kemudian dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Mekkah selama lima tahun. Ia pun semakin Intens berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibnu

Taimiyah. Interaksi dengan tokoh-tokoh tersebut sangat berpengaruh pada semangat, jiwa dan pemikiran Darwisy. (Hidayat, 2011 : 14)

5. Perjuangan KHA Ahmad Dahlan Sebelum mendirikan Muhammadiyah KHA Dahlan pernah bergabung dalam perkumpulan Djamiatul-Khair, Boedi Utomo, maupun Sarikat Islam. Pernah pula menjadi pengurus Komite Tentara Pembela Kemerdekaan. KHA Dahlan selain gemar membaca dan mendidik para pemuda, beliau termasuk ulama yang mengajar Isslam di sekolah negri, beliau memberi pelajaran agama Islam untuk para siswa sekolah guru(Kweekschool) di Jetis Yogyakarta dan sekolah pamong praja (Mosvia) di Magelang. Tak jarang beliau juga selalu berdagang dan bertabligh ke berbagai daerah. (Yahya, 2003 : 30) Adapun puncak dari semua itu, akhirnya beliau mendirikan

Muhammadiyah. Tidak sedikit halangan dan rontangan yang beliau jumpai manakala persyarikatan Muhammadiyah mulai berdiri, baik dari pihak keluarga ataupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai cacian banyak yang tertuju pada beliau, beliau dituduh sebagai kyai palsu yang akan mendirikan agama baru, yang meniru-niru kristen, bahkan pula ada orang yang hendak membunuhnya. (Yahya, 2003 : 31) Meskipun kelahiran Muhammadiyah sebagai realisasi dari ide pembaharuan yang diidam-idamkan, beliau tidaklah serta merta diterima oleh masyarakat luas, namun dengan tekad, keyakinan dan ketabahannya, akhirnya titik terang telah mulai bermunculan, banyak masyarakat yang mulai tertarik dan menerima pembaharuan-pembaharuan yang beliau perjuangkan. Dan akhirnya organisasi Muhammadiyah mulai melebar sayapnya ke berbagai pelosok. (Yahya, 2003 : 31)

Pada tanggal 23 Februari 1923 KHA Dahlan wafat dalam usianya ke-55 tahun. Kini Muhammadiyah telah dapat kita rasakan. Oleh karena itu tidaklah berlebihan ketika pemerintah negara Indonesia berdasarkan surat keputusan Presiden nomor 637 tahun 1961 telah mengangkat dan memberi penghargaan putra bangsanya : KHA Dahlan sebagai pahlawan Kemerdekaan Nasional. (Yahya, 2003 : 32)

Berikut beberapa hasil perjuangan KHA Dahlan (Farid, 2012): a. Tahun 1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Ketib Amin. Satu tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat. b. Tahun 1922. Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama yang bertujuan untuk mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat yang juga membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada Islam melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu. c. Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di rumah Kiai Ahmad Dahlan. Keanggotaannya di Boedi Oetomo memberikan kesempatan luas berdakwah kepada para anggota Muhammadiyah dengan mengajar agama Islam kepada siswa-siswa yang

belajar di sekolah Belanda. Antara lain Kweeck School di Jetis. OSVIA (Opleiding School Voor Indlandsch Amtenaren), Sekolah Pamong Praja (Magelang). Selain dakwah yang diadakan di rumahnya di Kauman. d. Tahun 1908-1909, Kiai Dahlan mendirikan sekolah yang pertama yaitu Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah (setingkat SD). Kegiatan belajar mengajarnya diadakan di ruang tamu rumahnya yang berukuran 2,5 x 6 meter. Meskipun demikian sudah dikelola secara modern dengan menggunakan metode dan kurikulum. Dengan menggunakan papan tulis, meja, dan kursi. Sistem pengajarannya secara klasikal. Waktu merupakan sesuatu yang sangat asing bagi sekolah pribumi. Untuk pertama kali muridnya hanya 6 orang. Dan setengah tahun kemudian meningkat menjadi 20 orang. e. Tahun 1914 besluit pengakuan sah Muhammadiyah keluar dari pemerintah Belanda, Kiai Ahmad Dahlan pun mendirikan perkumpulan kaum ibu yaitu Sapatresna. yang tahun 1920, kemudian diubah namanya jadi Aisiyah. Tugas pokoknya mengadakan pengajian khusus bagi kaum wanita. Dengan ciri khusus peserta pengajian Sapatresna diwajibkan memakai kerudung dari kain sorban berwarna putih. Perkumpulan ini pertama kali dipimpin Nyai Ahmad Dahlan. f. Tahun 1920 didirikan Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah. Tahun 1922 didirikan Nasyiatul Asiyiyah (NA), yang semula bagian dari Aisyiyah kalangan muda. Sedangkan tahun 1918 didirikan kepanduan Hizwul Wathan (HW) diketuai Haji Muhtar. Diantara alumni HW (yang juga berkembang di Banyumas) adalah Jenderal Sudirman. Tahun 1917 Kiai Ahmad Dahlan mendirikan pengajian Malam Jumat sebagai forum dialog dan tukar pikiran warga Muhammadiyah dan masyarakat simpatisan. Dari forum ini kemudian lahir Korps Mubaligh keliling, yang bertugas menyantuni dan memperbaiki kehidupan yatim piatu, fakir miskin, dan yang sedang dilanda musibah.

g. Tahun 1918 didirikan sekolah Al Qism Al Arqa, yang dua tahun kemudian menjadi Pondok Muhammadiyah di Kauman. Tahun 1921 berdiri badan yang membantu kemudahan pelaksanaan ibadah haji bagi orang Indonesia, yakni Penolong Haji. Selain itu mendirikan pula mushala yang pertama di Indonesia untuk kaum wanita Untuk mendukung aktivitasnya, Kiai Dahlan menyerahkan harta benda dan kekayaannya sebagai modal bagi perjuangan dan gerak langkah Muhammadiyah. Kiai seringkali melelang perabot rumah tangganya untuk mencukupi keperluan dana bagi gerakan Muhammadiyah. h. Tahun 1922 Muhammadiyah sudah memiliki 9 sekolah dengan 73 orang guru dan 1019 siswa. Yaitu Opleiding School di Magelang, Kweeck School (Magelang), Kweeck School (Purworejo), Normal School (Blitar), NBS (Bandung), Algemeene Midelbare School (Surabaya), Hoogers Kweeck School (Purworejo). Pada tahun 1921 Muhammadiyah sudah memiliki 5 cabang yaitu: Srandakan (Yogyakarta), Imogiri (Yogyakarta), Blora (Jawa Tengah), Surakarta (Jawa Tengah), Kepanjen, Malang (Jawa Timur). Tahun 1922 menyusul berdiri cabang Muhammadiyah di: Solo, Purwokerta, Pekalongan, Pekajangan, Jakarta, Garut (Jawa Barat), dan Sungai Liat (Bangka). Selain itu Muhammadiyah sudah menerbitkan majalah yaitu Suara Muhammadiyah (SM) sejak tahun 1914. Kemudian Muhammadiyah pun mendirikan Perpustakaan pada tahun 1922, untuk para anggota dan Umat Islam pada umumnya. Hubungan pergaulan Kiai Ahmad Dahlan sangat luas. Selain di Muhammadiyah dan Boedi Oetomo, Kiai Dahlan merupakan komisariat Central Sarekat Islam (SI) dan Adviseur (Penasehat Pusat) SI. Sekaligus ahli propaganda dari aspek dakwah bagi SI. Bahkan kiai ini termasuk rombongan yang mewakili pengurusan pengeshan Badan Hukum Sarekat Islam, bersama Cokroaminoto. Aktivitasnya di SI sejak tahun 1913. Selain di SI, Muhammadiyah, dan Boedi Oetomo, jauh sebelum mendirikan

Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan pun menjadi anggota perkumpulan Jamiatul Khair (1905) dari kalangan pribumi, bersama Husein Jayadiningtrat. Luasnya hubungan Kiai Ahmad Dahlan bisa dilihat dari donatur Muhammadiyah yang terdiri dari bermacam kalangan. Antara lain para pemimpin SI, organisasi Islam di pulau Jawa dan luar Jawa. Juga para politisi dan Birokrat seperti Pegawai Jawatan Kereta Api dan Irigasi.

6. KHA Dahlan dan Muhammadiyah Suatu ketika KHA Dahlan ditaya oleh murid-muridnya perihal nama apa yang akan diberikan kepada organisasi yang akan beliau dirikan, maka Kyai menjawab : Muhammadiyah, nama itu beliau pilih sebagai hasil dari shalat istikharah yang berulang kali beliau lakukan, waktu itu KH. Suja, salah seorang murid dan kadernya bertanya kepada beliau apa sebab diberi nama Muhammadiyah, seperti nama perempuan ? pertanyaan tersebut oleh beliau jawab : Muhammadiyah itu bukanlah nama seorang perempuan, melainkan artinya ummat Muhammad, pengikut Muhammad, utusan terakhir Tuhan. (Yahya, 2003 : 6) Adapun arti Muhammadiyah selain itu (Yahya, 2003 : 6): a. Arti Bahasa Secara Lughawy, Muhammadiyah berasal dari bahasa

arabMuhammad, yaitu nabi dan rasul terakhir., kemudian mendapat tambahanYa nisbiah yang berfungsi menisbikan b. Arti Istilah Adapun secara istilahy, Muhammadiyah adalah persyarikatan yang didirikan oleh KHA, Dahlan yang erupakan gerakan Islam dan Dakwah Amr Maruf Nahyi Munkar, berasaskan Islam dan bersumber pada AlQuran dan As-Sunnah (AD psal 1) dengan maksud dan tujuan

menegaskan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. (AD pasal 2)

Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oelh pendirinya karena dengan nama itu berharap agar dapat mencontoh segala jejak perjuangan dan pengabdian Nabi Muhammad. Juga dimaksudkan agar semua anggota Muhammadiyah benar-benar menjadi seorang muslim yang penuh pengabdian dan tanggungjawab terhadap agamanya serta bangga dengan kesilamannya. Dengan Muhammadiyah beliau ingin mengadakan suatu pembaharuan di Indonesia dalam cara berfikir dan beramal menurut tuntunan K-Quran dan As-Sunnah. (Yahya, 2003 ; 7) Ia pun menidirikan Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan. (Hidayat, 2011 : 17) Semangat, jiwa dan pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, yang diperoleh KHA Dahlan dari tokoh-tokoh pembaharu Islam seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, Ibnu Taimiyah dan laim-lain selama belajar di Mekkah, diwujudkannya dengan menampilkan corak keagamaan yang sama dengan tokoh pembaharu Islam tersebut di atas, melalui Muhammadiyah yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan(ke-Islaman) di sebagian besar dunia Isslam di Indonesia saat itu yang masih bersifat ortodoks(kolot). (Hidayat, 2011 : 18) Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan ajaran Islam, stagnansi, dan dekadensi (keterbelakangan) ummat yang diubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembai kepada al-Quran dan al Hadits. (Hidayat, 2011 : 18) Atas jasa-jasa KHA Dahlan dalam rangka membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka pemerintah

Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional didasarkan pada empat pokok penting yaitu (Hidayat, 2011 : 18): a. KHA Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat. b. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya., telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam. c. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam. d. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori pendidikan. kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap

Pemikiran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan 1. Kiprah di Dunia Pendidikan Membaca kisah hidupnya, KH. Ahmad Dahlan adalah seorang pendidik, muballigh, dan organisatoris sejati. Namun dalam masalah ide dan pemikiran, tampaknya Ahmad Dahlan tidak sehebat yang digambarkan oleh warga Muhammadiyah yang hampir-hampir mengultuskannya. Mungkin dikarenakan kesibukannya yang luar biasa dalam berdakwah dan mengajar, sepengetahuan kami tidak ada satu buku pun yang ditulis oleh Ahmad Dahlan sebagai peninggalan karya ilmiah intelektualnya.

Prof. Abuddin berkata, Ahmad Dahlan bukan seorang penulis sebagaimana Muhammad Natsir. Oleh karena itu, gagasan-gagasan pemikirannya ia sampaikan secara lisan dan karya nyata. Untuk itu ia lebih dikenal sebagai pelaku dibanding sebagai pemikir. Sebagaimana kata Prof. Abuddin, Ahmad Dahlan memang seorang pelaku atau praktisi. Dia mendirikan sendiri model lembaga pendidikan yang diinginkannya, sekolah yang menerapkan pengajaran ilmu agama Islam sekaligus ilmu pengetahuan umum. Pada tahun 1910, bertempat di ruang tamu rumahnya sendiri yang berukuran 2,5 m x 6 m, sekolah itu pun terwujud. Sekolah pertama itu dimulai dengan delapan orang siswa di mana Ahmad Dahlan sendiri bertindak sebagai guru. Semula, proses belajar mengajar belum berjalan lancar. Selain ada pemboikotan masyarakat sekitar, para siswa yang hanya delapan orang tersebut juga sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasinya, Ahmad Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk kembali. Dan pada tahun 1911, sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan diresmikan dan diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa, dan enam bulan bertambah menjadi 62 orang. Ini adalah sekolah pertama yang didirikan Ahmad Dahlan sekaligus cikal bakal sejumlah sekolah yang di kemudian hari juga beliau dirikan bersama Muhammadiyah. Kemudian, pada tanggal 1 Desember 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar di lingkungan Keraton Yogyakarta. Di sekolah ini, pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen. Sekolah ini barangkali merupakan sekolah Islam swasta pertama yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi pemerintah. Selanjutnya, pada tahun 1913 Ahmad Dahlan mendirikan sekolah di Karangkajen, Yogyakarta. Lalu, pada tahun 1915 mendirikan sekolah di Lempuyangan, Yogyakarta. Tahun 1916 mendirikan sekolah di Pasargede (sekarang Kotagede). Dan pada tahun 1918 mendirikan sekolah bernama AlQismul Arqa di Kauman Yogyakarta. Sekolah terakhir ini selanjutnya pindah ke

Patangpuluhan dan berganti nama menjadi Hogere Muhammadijah School, kemudian berubah lagi menjadi Kweekschool Islam, dan menjadi Kweekschool Muhammadijah, yang akhirnya pada tahun 1941 berganti nama menjadi Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah sampai sekarang. Berikutnya, pada tahun 1920, Ahmad Dahlan mendirikan gerakan kepanduan bernama Padvinders Muhammadiyah, di mana kemudian atas usul KRH Hadjid, nama pandu itu diganti menjadi Hizbul Wathon. Namun demikian, sekalipun Ahmad Dahlan banyak mendirikan sekolah, bukan berarti Ahmad Dahlan "mewajibkan" warga Muhammadiyah agar bersekolah di lembaga pendidikan yang dia dirikan. Justru Ahmad Dahlan mengatakan, "Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Jadilah guru, kepada Muhammadiyah. Jadilah meester, insinyur, dan lain-lain dan kembalilah kepada Muhammadiyah." 2. Pendidikan Tak Sekadar Teori Memberikan teladan bagi pendidik adalah suatu keniscayaan. Tak ada pendidikan yang berhasil tanpa contoh dari si pendidik. Demikian yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan demikian pula yang hendak dipraktikkan oleh KH. Ahmad Dahlan. KRH. Hadjid menuturkan bahwa Ahmad Dahlan membagi pelajaran menjadi dua bagian, yaitu [1] belajar ilmu, yakni pengetahuan atau teori; dan [2] belajar amal, yakni mengerjakan atau mempraktikkan. Menurut Ahmad Dahlan, semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat. Demikian pula dalam belajar amal, harus dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan, tidak perlu ditambah. Ada cerita yang cukup terkenal di kalangan Muhammadiyah dan sering diceritakan ulang, berkenaan dengan cara KH. Ahmad Dahlan mengajarkan surat Al-Maun kepada para muridnya. Diceritakan bahwa KH. Ahmad Dahlan berulang-ulang mengajarkan surat Al-Maun dalam jangka waktu yang lama

dan tidak mau beranjak kepada ayat berikutnya, meskipun murid-muridnya sudah mulai bosan. Dihimpit oleh rasa bosan karena sang guru terus-menerus mengajarkan surat Al-Maun, akhirnya salah seorang muridnya, H. Syuja, bertanya mengapa Kyai Dahlan yang tidak mau beranjak untuk mempelajari pelajaran selanjutnya. Namun Kyai Dahlan balik bertanya, Apakah kamu benar-benar memahami surat ini? H. Syuja menjawab bahwa ia dan teman-temannya sudah paham betul arti surat tersebut dan menghafalnya di luar kepala. Kemudian Kyai Dahlan bertanya lagi, Apakah kamu sudah mengamalkannya? H. Syuja menjawab, Ya, kami sering membaca surat ini sewaktu shalat. Kyai Dahlan lalu menjelaskan bahwa maksud mengamalkan surat Al-Maun bukan menghafal atau membaca, tapi lebih penting dari itu semua, adalah melaksanakan pesan surat Al-Maun dalam bentuk amalan nyata. Lalu Ahmad Dahlan berkata, Oleh karena itu, setiap orang harus keliling kota mencari anakanak yatim, bawa mereka pulang ke rumah, berikan sabun untuk mandi, pakaian yang pantas, makan dan minum, serta berikan mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu pelajaran ini kita tutup, dan laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada kalian. Menurut Ahmad Dahlan, istilah mengamalkan bukan saja sebatas menghafal dan menjadikan surat pendek dalam al-Qur`an itu dibaca dalam setiap shalat, melainkan menjadikannya sebagai pedoman dan sekaligus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Cerita tentang bagaimana Ahmad Dahlan mengajarkan para santrinya, rasanya masih sangat relevan dengan tuntutan sekarang ini, di mana pada saat ini betapa sudah semakin semarak ayat-ayat Al-Qur`an dijadikan bahan pelajaran, didiskusikan dan bahkan juga dijadikan bahan kajian di kampuskampus. Tetapi setelah acara usai digelar, tak tampak adanya gerakan yang signifikan tersebut. 3. Pendidikan Tauhid untuk mengimplementasikannya. Misalnya, dalam bentuk pengentasan kemiskinan sebagaimana dilakukan oleh Kyai Ahmad Dahlan

Tauhid di atas segalanya. Demikianlah seharusnya. Allah menciptakan manusia dan jin tak lain hanya untuk menyembah-Nya. Menyembah Allah harus mentauhidkan-Nya. Manusia sama sekali tak menyertakan makhluk lain selain-Nya dalam beribadah kepada-Nya. Ini adalah syirik, di mana pelakunya tak diampuni oleh-Nya jika belum bertaubat hingga ajal menjemput. Segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang hamba, harus ikhlas hanya diperuntukkan kepada-Nya. KH. Ahmad Dahlan mengatakan, bahwa manusia dilarang menghambakan diri kepada siapa pun atau benda apa pun juga, kecuali hanya kepada Allah semata. Barangsiapa yang menghambakan diri kepada hawa nafsunya, artinya mengerjakan apa saja yang diinginkan dengan didorong oleh hawa nafsu, itu musyrik namanya. Barangsiapa yang mengikuti kebiasaan yang menyalahi hukum Allah Yang Maha Agung, itulah yang disebut menyembah hawa nafsunya. Padahal kita manusia, tidak diperbolehkan menaruh rasa cinta kepada siapa pun juga melebihi rasa cinta kasihnya terhadap Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. 4. Pendidikan Kepribadian Memisalkan dengan Sayyid Ahmad Khan (tokoh pembaru Islam di India), Prof. Abuddin menyebutkan bahwa Ahmad Dahlan mempunyai pandangan yang sama dalam hal pentingnya pembentukan kepribadian dalam pendidikan. Menukil dari H. Suja'i, Prof. Abuddin berkata, Sebagaimana halnya Ahmad Khan, Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan kepribadian sebagai target penting dari tujuan-tujuan pendidikan. Ia berpendapat bahwa tak seorang pun dapat mencapai kebesaran di dunia ini dan di akhirar kecuali orang yang memiliki kepribadian yang baik. Seorang yang berkepribadian baik adalah orang yang mengamalkan ajaranajaran Al-Qur`an dan Hadits. Maka, dalam proses pembentukan kepribadian siswa harus diperkenalkan pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi." 5. Pembekalan Keterampilan Ahmad Dahlan berpandangan, bahwa untuk mencapai tujuan materil, bekal ketrampilan juga merupakan hal yang penting dimiliki oleh siswa didik, selain ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan

yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di mana siswa itu hidup. Dengan demikian, secara tak langsung sesungguhnya Ahmad Dahlan telah mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman. 6. Pemikiran Pendidikan Menurut Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Untuk mengaktualisasikan gagasan besarnya dalam dunia pendidikan tersebut, Ahmad Dahlan langsung mengaplikasikannya sebagai praktisi dalam tindakan dan karya nyata (Akaha, 2010). Adapun kunci bagi meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada Al-Quran dan hadits, mengarahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara konprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan (Syarifah, 2011) Jika ditelisik sepak terjang Ahmad Dahlan dalam dunia pendidikan, setidaknya ada tiga poin penting dalam konsep pemikiran pendidikannya berkait dengan lembaga pendidikan: a.Landasan Pendidikan Pelaksanaan pendidikan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis dalam merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (Al-Khaliq) maupun horizontal (makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai abdullah (hamba Allah) dan khalifah fil ardh (pemimpin di bumi). Dalam proses kejadiannya, manusia dikaruniai ruh dan akal oleh Allah. Untuk itu, pendidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Khaliqnya. Di sini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan

metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptaannya. Meskipun dalam banyak tempat, Al-Qur`an senantiasa menekankan pentingnya penggunaan akal, tetapi Al-Quran juga mengakui akan keterbatasan kemampuan akal. Hal ini memiliki dua dimensi, yaitu fisika dan metafisika. Manusia merupakan integrasi dari kedua dimensi tersebut yaitu dimensi ruh dan jasad. b.Tujuan Pendidikan Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaruan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu, yakni pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi, pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang saleh dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekular yang di dalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Akibat dualisme pendidikan tersebut, lahirlah dua kutub intelektual: lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan alumni sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama. Melihat ketimpangan tersebut Ahmad Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh, menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi Ahmad Dahlan, kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual, dan duniaakhirat) merupakan hal yang integral, tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah. c.Materi pendidikan Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:

1) 2)

Pendidikan akhlaq, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh lagi berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelektual serta antara dunia dengan akhirat.

3)

Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.

d.Model Mengajar Dalam menyampaikan pelajaran agama, KH. Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual melainkan kontekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi. 1) Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem weton dan sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem klasikal seperti sekolah Belanda. 2) Bahan pelajaran di pesantren diambil dari kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum. 3) Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kyai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab. e. Ijtihad Sistem Pengajaran Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut bukan merupakan hal yang mudah, terutama bila dikaitkan dengan kondisi objektif lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional waktu itu. Dalam hal ini, Ahmad Dahlan melihat bahwa problem epistemologi dalam pendidikan Islam tradisional disebabkan karena ideologi ilmiahnya hanya terbatas pada dimensi relijius yang membatasi diri pada pengkajian kitab-kitab klasik para mujtahid terdahulu, khususnya dalam madzhab Syafii. Sikap ilmiah yang demikian

menyebabkan lahirnya pemikir yang tidak mampu mengolah dan menganalisa secara kritis ilmu pengetahuan yang diperoleh, sehingga produktif dan kreatif terhadap perkembangan peradaban kekinian. Untuk itu diperlukan kerangka metodologis yang bebas, sistematis, dan mengacu pada nilai universal ajaran Islam. Proses perumusan kerangka ideal yang demikian, menurut Ahmad Dahlan disebut sebagai proses ijtihad, yaitu mengarahkan otoritas intelektual untuk sampai pada suatu konklusi tentang berbagai persoalan. Dalam konteks ini, pendidikan merupakan salah satu bentuk artikulasi tajdid (modernisasi) yang strategis dalam memahami ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur`an dan Sunnah secara proporsional. 7. Konsepsi Penyelenggaraan Pendidikan Muhammadiyah Keberhasilan yang dicapai Muhammadiyah dalam menempatkan pendidikan sebagai wahana mencapai tujuan-tujuannya dalam membentuk suasana ideal dalam pendidikan, baik kualitas maupun nilai-nilainya, mengalami perkembangan dinamis, yaitu mampu menggiring dan mengantisipasi perubahan zaman (Malik Fadjar, 1998: 26). Kemampuan Muhammadiyah menggiring dan mengantisipasi perubahan zaman disebabkan Muhammadiyah menggiring dan terjebak ke dalam satu paham atau aliran dan bersikap inklusif serta progresif dalam merumuskan tujuantujuan yang akan dicapainya (Hamdan, 2009: 115). Menurut KH. Ahmad Dahlan pendidkan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai abd maupun khalifah fi al-ardh. Untuk mencapai tujuan ini, proses pendidikan Islam hendaknya mengkomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama, untuk mempertajam daya intelektualitas dan memperkokoh spritualitas peserta didik. Untuk menciptakan sosok peserta didik yang demikian, maka epistemologi Islam

hendaknya dijadikan landasan metodologis dlam kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan. (Syarifah, 2011) Inklusivisme dan progresivisme yang ditampilkan Muhammdiyah,

utamanya dalam bidang pendidikan, perlu diapresiasi, sebab keterbukaan sistem pendidikan Muhammadiyah tidak mengubah identitas Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar maruf nahi munkar yang bersumber kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Karena itu, inklusivisme dan progesivisme pengelolaan lembaga pendidikan Muhammdiyah yang tidak meninggalkan identitasnya dapat kita lihat melalui kurikulum, manajemen, pedagogik, dan evaluasi yang dilaksanakan pada lembaga-lembaga pendidikannya (Hamdan, 2009: 116). a. Kurikulum Kurikulum berarti suatu kegiatan yang mencangkup berbagi rencana aktivitas peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar-mengajar, peraturan-peraturan program agar dapat ditetapkan, dan hal-hal yang mencangkup pada kegiatanyang bertujuan mencapai target dan sasaran tujuan yang diinginkan yang didasarkan pada dasar agama (religi) dasar filsafah, psikologis, dan dasar sosiologis (Fathurrahman, 2004: 221). Dalam desain kurikulum pendidikan Muhammadiyah harus bersifat futuristik dengan memperhatikan kebutuhan yang mendasari masyarakat dan tidak lepas dari identitasnya sebagai lembaga yang berorientasi pada amar maruf nahi munkar yang bersumberkan pada Al-Quran dan As-Sunnah (Hamdan, 2009: 120). Kurikulum sekolah perserikatan Muhammadiyah berbeda dengan kurikulum sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Perbedaannya, di sekolah Perserikatan Muhammadiyah ada mata pelajaran Al-Quran (Suryanegara, 2009: 434). Oleh karena itu, penyusunan kurikulum Muhammadiyah mengikuti perundang-undangan yang didasarkan kepada asas-asas sebagai berikut: 1) Asas Filosofis

Sebagai organisasi pembaruan keagamaan, Muhammadiyah berpandangan bahwa kunci kemajuan kaum Muslimin terletak pada perbaikan pendidikan (Shihab, 1998: 105), karena itu sejak berdiri hingga saat ini bidang pendidikan merupakan prioritas amal usaha organisasi Muhammadiyah. Karena secara kuantitas lembaga sekolah Muhammdiyah begitu banyak, mulai Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan yang maju di bidang amal usaha. Pencapaian kuantitas lembaga pendidkan ini tidak diiringi meningkatnya kulitas sumber daya manusia di tubuh Muhammadiyah (Hamdan, 2009: 121). 2) Asas Psikologis Muhammadiyah dalam menyusun kurikulum pendidikannya perlu

memperhatikan aspek psikologis anak didiknya. Dalam hal ini, Al-Syaibani mengemukakan pentingnya aspek psikologis menjadi salah satu pertimbangan dalam menyususn kurikulum sebagai berikut: Dasar psikologis bersangkut paut dengan perkembangan pelajar, tahap kematangannya, bakat-bakat jasmani, intelektual bahasa, emosi, dan sosial, kebutuhan kebutuhan, keinginan-keinginan, minat, kecakapan yang bermacam-masam, perbedaan perseorangan di antara mereka, faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan, proses belajar, pengamatan mereka terhadap sesuatu, pemikiran mereka, dan lain-lain perkara-perkara psikologis atau mempunyai hubungan dengan segi-segi psikologis pada pribadi pelajar yang pada keseluruhannya membentuk dasar psikologis bagi kurikulum dan proses pendidikan sebagai keseluruhan (Al-Syaibani: 529-530). Dalam penyusunan kurikulum, Muhammadiyah perlu memerhatikan aspek metode belajar sebagai bagian dari psikologi belajar yang merupakan salah satu asas dari penyususnan kurikulum dan hal itu tidak boleh terlepas dari tujuan belajar yang ada pada siswa. Karena itu, peranan psikologi belajar dipakai dan menjadi salah satu pertimbangan dalam penyususnan kurikulum, sebab antara kurikulum

dan psikologi belajar harus sejalan dengan materi yang akan diajarkan kepada anak didik sehingga mencapai hasil yang diharapkan sebagaimana tujuan dan sebuah kurikulum pendidikan (Hamdan, 2009: 125-126). 3) Asas Sosiologis Dalam konteks ini, kurikulum didesain berdasarkan the ligimate demands of society (sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat) yang tidak telepas dari kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kurikulum. Hal ini terjadi karena berlainannya setiap corak nilai masyarakat yang dianutnya dan setiap anak berbeda latar belakang kebudayaannya. Karena itu, perbedaan latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan kemampuan psikologis harus menjadi pertimbangan dalam penyusunan kurikulum (Hamdan, 2009: 127). 4) Asas Organisasi Kurikulum pendidikan Muhammadiyah bertujuan untuk merealisasikan citacita Ahmad Dahlan agar supaya lahir manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai ulama-intelek atau intelek-ulama, yaitu seorang Muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas. Dengan sistem pendidikan semacam ini, ia berusaha membentuk Muslim yang alim dan intelek sekaligus, seperti yang ia sering pesankan pada murid-muridnya; Dadiyo Kyai sing kemajuan, aja kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah (Jadilah seorang kyai/ulama yang dapat mengikuti perkembangan zaman, melengkapi dengan ilmu umum, di samping ilmu agama yang dimiliki (Sahlan Rosidi: 49). b. Manajemen Hakikat manajemen pendidikan Muhammadiyah berdasarkan Pedoman Badan Pengurus Komplek Pendidikan Muhammadiyah yang diputuskan oleh PP Muhammdiyah No. 19/SK. MPDM-PPM/III.A/8c./1999 pada Bab II pasal $ yang berbunyi sebagai berikut: Dalam kedudukan sebagai pengurus, BKPM merupakan representasi dari penyelenggara yang khusus mengurus pengadaan, pemeliharaan,

dan pengembangan sarana fisik kompleks pendidikan (MP. Dikdasmen. PP. Muhammdiyah, 2002: 66) c. Pedagogik Sebagai lembaga transformasi sosial yang bergerak di bidang dakwah dan tajdid, Muhammadiyah turut prihatin dengan kondisi yang dialami umat Islam di Indonesia. Sebgaio wujud dari keprihatinan Muhammadiyah yang dipelopori oleh Ahmad Dahlan, maka direalisasikanlah pembentukan dan pendirian sekolahsekolah Muhammadiyah mulai dari tingkat pras-sekolah (TK) hingga perguruan tinggi (PT) sebgai wujud menjawab kebutuhan masyarakat. (Hamdan, 2009: 140). d. Evaluasi Tujuan evaluasi pendidikan Muhammadiyah sebagai langkah untuk mengetahui sejauh mana capaian program yang telah ditetapkan. Memang evaluasi pendidikan yang dikemukakan sebagai tolak ukur keberhasilan siswa dan mengetahui efisiensi program dan metode yang telah ditetapkan dalam jangka waktu telah ditentukan. Namun, evaluasi pendidikan Muhammadiyah mencakup keseluruhan dari progran pelaksanaan pendidikannya baik kurikulum, manajemen, kelembagaan, dan prestasi serta mutu lulusannya. Keterkaitannya dengan menejemen kelembagaan dan mutu mengacu pada sistem pengawasan pendidikan PP. Muhammadiyah. No. 166/Sk-PPM PDM/III. A/1.b/1996 pada Bab I ayat 1, yang berbunyi: Pengawasan pendidikan Muhammadiyah adalah upaya memberikan bimbingan dan petunjuk ke arah perbaikan pengelolaan pendidikan penyelenggaraan proses belajar mengajar (PP. Muhammadiyah, 2002: 69). Manajemen Pendidikan di Lembaga Pendidikan Islam Sebelum dan Sesudah Munculnya Gerakan Pembaruan Pendidikan Ahmad Dahlan & M. Natsir (Munandar, 2011) No Komponen Sebelum Sesudah Manajemen Pendidikan Manajemen -Sumber belajar utama Kiyai -Guru juga memanfaatkan Pengajaran dan buku-buku klasik (kitab sumber belajar lain termasuk

1.

kuning). -Tidak adanya TIK TIU dll(RPP) -Tidak mempelajari ilmu umum -Sistem sorogan, halaqah. 2. Manajemen Personalia -Kiyai merangkap manajer -Santri terbaik bisa diangkat oleh kyai sbg asisten membantu PBM -Kegiatan admin TU biasanya ditangani Kyai dan keluarganya -Santri/siswa sebagai obyek didik

buku ( Barat) -Mulai dibuat RPP setiap pelajaran -Belajar ilmu umum dan juga agama -Sistem klasikal (bangku, media dll) - Kepsek adalah manajer sekolah -Terdapat sejumlah guru sesuai dgn kompetensi mengajarnya masing2 -Administrasi TU sekolah ditangani oleh karyawan yang menanganinya -Sttudent centered, keunikan siswa diperhatikan (bimbingan konseling)

3

Manajemen Kesiswaan

4.

Manajemen Humas

5

Manajemen Keuangan

6

Manajemen Supervisi Sarana Prasarana Tujuan Pendidikan

7 8

-Sistem absensi & raport prestasi belajar santri tidak -Berlaku absensi, raport, OSIS tersistem dll -Berlangsung secara -Menggunakan media kehumasan tradisional dari mulut ke mulut seperti surat kabar, TV, Radio dll dan referensi alumni dan (ditangani secara khusus) lingkungan pondok -Tidak dikelola secara -Menggunakan sistem akutansi akutansi -Dana pemerintah, RAPB -Bantuan dana dari masyarakat Sekolah -Kyai menjadi supervisor yang -Supervisi dilakukan secara mengendalikan PBM dan berkala dan incidental oleh lainnya Kepala Sekolah, Guru, dll -Tidak terstruktur -Terstruktur seperti perpustakaan, media, dll -Tujuan pendidikan disusun - Tujuan pendidikan meliputi pada penguasaan materi sang tujuan kurikuler, institusi dan Kyai Nasional

Peran KH. Ahmad Dahlan dalam Dunai Pendidikan Indonesia Untuk mengetahui peran KH. Ahmad Dahlan dalam dunia pendidikan Indonesia kita lihat saja sepak terjang organisasi yang di gagas oleh KH. Ahmad Dahlan dalam dunia pendidikan yaitu Muhammadiyah. Dalam bukunya Zuhairini, dkk (2010) dikatakan bahwa Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 bertepatan pada tanggal 18 Zulhijah 1330 H, oleh KH. Ahmad Dahlan atas saran yang di ajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota budi utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen. Organsasi ini mempunyai maksud menyebarkan pengajaran kangjeng Nabi Muhammad saw kepada penduduk bumi putra dan memajukan hal agama islam kepada anggota-anggotanya. Untuk mencapai ini organisasi itu bermaksud mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tablig di mana dibicarakan masalah-masalah islam, mendirikan rapat dan mendirikan masjid-masjid serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur suratsurat kabar dan majalah-majalah. Usaha lain untuk mencapai maksud dan tujuan itu ialah dengan : 1. Mengadakan dakwah islam 2. Memajukan pendidikan dan pengajaran 3. Menghidup-suburkan masyarakat tolong menolong 4. Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf 5. mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda, supaya kelak menjadi orang islam yang berarti 6. Berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran islam

7. Berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya ke hendak dan peraturan islam berlaku dalam masyarakat. (Zuhairini, dkk, 2010: 172) Menurut Rustam (2010) yang di kutip oleh Mochammad Arif Hidayat dalam Skripsinya mengatakan terlihat bahwa lebih dalam jelas lagi. bidang Karena pendidikan, strategi peran gerakan muhammadiyah

muhammadiyah di awali dengan perintisan dan pengembangan kader lewat jalur pendidikan formal dan non formal. Kemudian pada aspek perkembangan pemikiran keagamaan, muhammadiyah berada di garda depan. Di zaman Belanda muhammadiyah berhasil melakukan de-mistifikasi (penghancuran berfikir mistik) dengan gerakan rasionalisasinya dengan tetap berpijak pada konsep Al-Quran dan As-Sunnah. Muahammadiyah pun mendobrak ketaqaklidan yang membabi buta berfikir feodal seperti pengkultusan individu yang bisa memastikan ijtihad dan keterbukaan pikir. Muhammadiyah turut pula mendobrak kefeodalan dengan mengubah kebiasaan kurang baik, dalam proses pembelajaran Al-Quran. Misalnya turut mempelopori usaha penerjemahan AlQuran, yang di zaman Belanda diharamkan. Muhammadiyah mempelopori ibadah hari raya di lapangan pada tahun 1930-an, yang menggemparkan. Bahkan belanda khawatir akan bergeser pada aksi masa. Dengan pola pikir yang rasional tetapi tetap mengedepankan jiwa kemanusiaan (kecerdasan emosional), Muhammadiyah berhasil membawa umat sedikit demi sedikit untuk mempergunakan nalar rasional dengan inspirasi ajaran Al-Quran dan sunah. Dari pola pemikiran rasional tersebut gerakan Muhammadiyah telah menumbuhkan kesadaran umat Islam yang sebelumnya lebih terkesan tertinggal dan menjauhi kemajuan modern dalam pengembangan sains dan teknologi. Sehingga perlahan muhammadiyah bisa membawa umat dan bangsa untuk mensejajarkan umat dan bangsa ini dengan umat dan bangsa lainnya. (Hidayat, 2011: 41) Menurut Mochammad Arif Hidayat dalam Skripsinya mengatakan bahwa peranan Muhammadiyah sampai kini tetap menjadi harapan umat dan bangsa selain ormas Islam lainnya seperti NU, Persis, SI dan lain-lain. Terlebih dalam

menyikapi isu-isu nasional dan Internasional selalu tampil di depan sebagai pelopornya. Baik secara kelembagaan ataupun yang diperankan individu kaderkadernya. Dalam usia satu abad, muhammadiyah telah, sedang dan akan terus menghasilkan kader-kader intelektual bagi umat dan bangsa. (Hidayat, 2011: 41) Kegiatan cabang Muhammadiyah dalam bentuk kelembagaan yang berada di bawah oraganisasi Muhammadiyah ialah : 1) PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) yang bergerak dalam usahamembantu orang-orang miskin, yatim piatu, korban bencana alam dan mendirikan klik-klinik kesehatan; (2) Aisyah, organisasi wanita Muhammadiyah, dan menitik beratkan perhatiannya kepada kedudukan wanita sebagai ibu dan pendidik, yang mempunyai tanggung jawab besar untuk kemajuan masyarakat melalui asuhan dan didikan anak, dan mengkordinir kegiatan remaja putri didalam nasyiatul Aisyah; (3) Hizbul watan, berupa gerakan kepanduan muhammadiyah yang dibentuk pada tahun 1918 oleh K.H. Ahmad Dahlan. (Zuhairini, dkk, 2010: 176) Menurut Hamdan (2009) mengatakan bahwa sebagai salah satu wahana untuk berperan aktif mencerdaskan kehidupan bangsa, muhammadiyah telah merumuska visi, misi, tujuan dan kelembagaan pendidikannya. 1. Visi dan misi pendidikan Muhammadiyah Bagi Muhammadiyah, pendidikan memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam pencapaian maksud dan tujuan Muhammadiyah, yakni menegakkan dan menjungjung agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Menurut Muhammadiyah tujuan itu dapat dicapai dengan melaksanakan dakwah yang salah satunya melalui pendidikan. 2. Tujuan Pendidikan Muhammadiyah Sejak awal berdirinya, organisasi Muhammadiyah merupakan gerakan furifikasi pemikiran Islam dan sekaligus memosisikan diri dari sebagai

gerakan dakwah dan pendidikan. Sebagai organisasi keagamaan yang concern dengan dunia pendidikan, Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai jenis lembaga pendidikan yang tercakup dalam kegiatan pendidikan formal, non formal dan informal. Analisis Pemikiran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan Pada masanya KH. Ahmad Dahlan merupakan seorang anak mudadari keturunan Kiayi yang terkemuka di Keraton Yogyakarta, yang senantiasa mempelajari agama secara mendalam tanpa dibarengi dengan ilmu umum yang lainya, karena kesan mempelajarinya merupakan perbuatan yang mengikuti orang kafir, sehingga setiap orang yang mempelajarinya juga termasuk pada golongan kafir. Menurut Khozin yang di kutip dari skripsi Mochamad Arif Hidayat ( 2011: 55) menyebutkan bahwa sistem pendidikan Indonesia pada masa itu masih dikotomik yang terbagi kepada dua sistem yang keduanya sama-sama ekstrim. Sistem yang satu hanya menekankan pada sisi religiusitas dan sistem yang lainnya hanya menekankan pada sisi duniawi saja. Sehingga keduanya hanya mampu melahirkan manusia cacat yang sempit dalam religiusitasnya atau manusia-manusia sekuler yang tak mengenal agama. Dari masa mudanya, KH. Ahmad Dahlan sudah mempunyai teka-teki mengenai permasalahan dan kebiasan yang ada pada masyarakat waktu itu. Namun ketika itu ia belum memberikan pendapat dan gebrakan mengenai semua itu. Sampai setelah ia menimba ilmu ke Mekkah dan mendapatkan inspirasi mengenai pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. , ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. (Wikipedia) Dari berbagai latar belakang pendidikan yang telah ia jalani, KH. Ahmad Dahlan memberikan gebrakan yang positif bagi pemahaman dan pemikiran masyarakat. Mulai dari pemikiran, pemahaman sampai pembaharuan dalam

islam dan pendidikan islam. Dalam dunia pendidikan ia menberikan gebrakan mengenai pendidikan yang senantiasa menyeluruh, tidak fokus terhadap ilmu agama saja tapi disertai ilmu umum. Sehinga dari sistem pendidikan integral ini mampu melahirkan ulama yang intelek atau melahirkan orang yang intelek dan mengerti agama. Gebrakan yang dikemukakan KH. Ahmad Dahlan dalam berbagai bidang, terutama pendidikan Islam pertama-tama mendapatkan berbagi pertentangan dari para Kiyai dan masyarakat, namun berkat kepiawaiannya, ia bisa memberikan pengertian dan pemahaman mengenai gebrakan pemikirannya. Hingga ia pun membuat lembaga pendidikan Muhammadiyah yang berkembang sampai sekarang di seluruh Indosia bahkan sampai keluar negri yang senantiasa menggunakan sistem pendidikan integralistik. Berkat jasanya dalam dunia pendidikan Islam yang memberikan pencerahan bagi sistem pendidikan di Indonesia. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Berkat jasa beliau pula pelajaran atau pendidikan agama bisa dijadikan prioritas utama dalam mendidik anak bangsa, hal ini dapat kita lihat dari pengaruh pemikiran pendidikan KH. Ahmad Dahlan dalam perkembangan pendidikan Indonsia dalam tujuan pendidikan Nasional yang terdapat pada Undang-Undang Sisdiknas no. 20 tahun 2003 yang berisikan bahwa tujuan pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangas dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu: 1. Beriman dan Bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa. 2. Berbudi pekerti luhur. 3. Memiliki pengetahuan dan keterampilan. 4. Kesehatan jasmani dan rohani. 5. Kepribadian yang mantap dan mandiri. 6. Memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

BAB 3 PENUTUP Kesimpulan Kyai Haji Ahmad Dahlan, dilahirkan pada tahun 1285 H bertepatan dengan 1868 M di kampung Kauman Yogyakarta. Beliau merupakan putra keempat dari KH Abu Bakar bin Sulaiman KH Sulaiman yang pernah menjabat sebagai Khatib Mesjid Besar Mataram Yogyakarta. (Yahya, 2003 : 27) Silsilah lengkapnya ialah Muhammad Darwisy bin KH Abu Bakar bin KH Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gibrig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlulllah (Prapen) bin Maulana Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim. (Hidayat, 2011 : 15) Sebagaimana kata Prof. Abuddin, Ahmad Dahlan memang seorang pelaku atau praktisi. Dia mendirikan sendiri model lembaga pendidikan yang diinginkannya, sekolah yang menerapkan pengajaran ilmu agama Islam sekaligus ilmu pengetahuan umum. Pada tahun 1910, bertempat di ruang tamu rumahnya sendiri yang berukuran 2,5 m x 6 m, sekolah itu pun terwujud. Sekolah pertama itu dimulai dengan delapan orang siswa di mana Ahmad Dahlan sendiri bertindak sebagai guru. Memberikan teladan bagi pendidik adalah suatu keniscayaan. Tak ada pendidikan yang berhasil tanpa contoh dari si pendidik. Demikian yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan demikian pula yang hendak dipraktikkan oleh KH. Ahmad Dahlan. KRH. Hadjid menuturkan bahwa Ahmad Dahlan membagi pelajaran menjadi dua bagian, yaitu [1] belajar ilmu, yakni pengetahuan atau teori; dan [2] belajar amal, yakni mengerjakan atau mempraktikkan. Menurut Rustam (2010) yang di kutip oleh Mochammad Arif Hidayat dalam Skripsinya mengatakan bahwa dalam bidang pendidikan, peran

muhammadiyah

terlihat

lebih

jelas

lagi.

Karena

strategi

gerakan

muhammadiyah di awali dengan perintisan dan pengembangan kader lewat jalur pendidikan formal dan non formal. Kemudian pada aspek perkembangan pemikiran keagamaan, muhammadiyah berada di garda depan. Di zaman Belanda muhammadiyah berhasil melakukan de-mistifikasi (penghancuran berfikir mistik) dengan gerakan rasionalisasinya dengan tetap berpijak pada konsep Al-Quran dan As-Sunnah. Muahammadiyah pun mendobrak ketaqaklidan yang membabi buta berfikir feodal seperti pengkultusan individu yang bisa memastikan ijtihad dan keterbukaan pikir. Muhammadiyah turut pula mendobrak kefeodalan dengan mengubah kebiasaan kurang baik, dalam proses pembelajaran Al-Quran. Misaln ya turut mempelopori usaha penerjemahan Al-Quran, yang di zaman Belanda diharamkan. Muhammadiyah mempelopori ibadah hari raya di lapangan pada tahun 1930-an, yang menggemparkan. Bahkan belanda khawatir akan bergeser pada aksi masa. Dengan pola pikir yang rasional tetapi tetap mengedepankan jiwa kemanusiaan (kecerdasan emosional), Muhammadiyah berhasil membawa umat sedikit demi sedikit untuk mempergunakan nalar rasional dengan inspirasi ajaran Al-Quran dan sunah. Dari pola pemikiran rasional tersebut gerakan Muhammadiyah telah menumbuhkan kesadaran umat Islam yang sebelumnya lebih terkesan tertinggal dan menjauhi kemajuan modern dalam pengembangan sains dan teknologi. Sehingga perlahan mihammadiyah bisa membawa umat dan bangsa untuk mensejajarkan umat dan bangsa ini dengan umat dan bangsa lainnya. (Hidayat, 2011: 41)

Kritik dan Saran Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan mengenai konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan yang menjadi pahlawan dalam dunia pendidikan di Indonesia, terutama perkembangan pendidikan Islam. Kami sadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangu dari berbagai pihak sebagai perhatian kami selanjutnya dalam menyusun dan membuat makalah yang lebih baik lagi. Kami pun berharap semoga makalah ini dapat menjadi acuan untuk pengembangan makalah selanjutnya dan memeberikan hasil yang lebih baik dari apa yang telah kami susun ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akaha, A. Z. (2010, Juli 22). Pemikiran Pendidikan KH Ahmad Dahlan. Dipetik April 30, 2012, dari Beranda Muhasabah: http://abduhzulfidar.blogspot.com/2010/07/pemikiran-pendidikan-khahmad-dahlan.html Farid. (2012, April 13). Napak Tilas Kehidupan KHA Dahlan. Dipetik April 30, 2012, dari Vivasocio: http://forum.vivanews.com/sejarah-danbudaya/72676-napak-tilas-kehidupan-k-h-ahmad-dahlan.html Hidayat, M. A. (2011). Konsep Pendidikan Integralistik Menurut KH.Ahmad Dahlan . Bandung: UPI Bandung. Hamdan. (2009). Paradigma Baru Pendidikan Muhammadiyah. Jogjakarta: ArRuzz Media. Munandar, A. (2011, November 5). Pemikiran M. Natsir dan A. Dahlan tentang Pendidikan (Bagian 1). Dipetik April 30, 2012, dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang: http://www.uin-malang.ac.id/index.php? option=com_content&view=article&id=2653:pemikiran-pendidikan-mnatsir-dan-ahmad-dahlan-bagian-1&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210 Pemikiran M. Natsir dan A. Dahlan tentang Pendidikan (Bagian 1) Pemikiran Pendidikan KH Ahmad Dahlan Suryanegara, A. M. (2009). Api Sejarah. Bandung: Salamadani Pustaka Semesta. Syarifah. (2011, Juli 21). Pemikiran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan. Dipetik April 30, 2012, dari Ambiya: http://ambiya1990.blogspot.com/2011/07/heroin.html. Wikipedia. (t.thn.). Ahmad Dahlan. Dipetik April 24, 2012, dari Wikipedia Indonesia: http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan Zuhairini, dkk . (2010). Sejarah Pendidikan Islam . Jakarta : PT Bumi Aksara.