SP-Yusita Permana Sari.pdf

73
UNIVERSITAS INDONESIA DETEKSI HEPATOTOKSISITAS DINI PAJANAN AKUT TOLUENA PADA TIKUS WISTAR JANTAN TUGAS AKHIR YUSITA PERMANA SARI NPM : 1006769083 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 KEDOKTERAN OKUPASI JAKARTA JANUARI 2014 Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Transcript of SP-Yusita Permana Sari.pdf

Page 1: SP-Yusita Permana Sari.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

DETEKSI HEPATOTOKSISITAS DINI PAJANAN AKUT TOLUENA PADA TIKUS WISTAR JANTAN

TUGAS AKHIR

YUSITA PERMANA SARI

NPM : 1006769083

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 KEDOKTERAN OKUPASI

JAKARTA JANUARI 2014

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 2: SP-Yusita Permana Sari.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

DETEKSI HEPATOTOKSISITAS DINI PAJANAN AKUT TOLUENA PADA TIKUS WISTAR JANTAN

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kedokteran Okupasi dalam Program Profesi Doter Spesialis-1 Kedokteran Okupasi pada Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

YUSITA PERMANA SARI

NPM : 1006769083

FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1

KEDOKTERAN OKUPASI JAKARTA

JANUARI 2014

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 3: SP-Yusita Permana Sari.pdf

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 4: SP-Yusita Permana Sari.pdf

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 5: SP-Yusita Permana Sari.pdf

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Yang Maha Cendekiawan

karena atas kasih dan sayangNya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang

merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis Kedokreran Okupasi

dalam Program Profesi Dokter Spesialis-1 Kedokteran Okupasi pada Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak

atas dukungannya, sejak saya menjalani perkuliahan sampai dengan penyusunan

tugas akhir ini.

1. Dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, Sp.Ok, PhD yang telah menyediakan

waktu, tenaga dan pikiran, membimbing saya dalam penyusunan tugas

akhir ini dan membimbing saya selama menjalani pendidikan.

2. Dr. Ening Krisnuhoni, Ms, SpPA yang telah menyediakan waktu, tenaga

dan pikiran, membimbing saya dalam penyusunan tugas akhir ini dan

dalam pembacaan preparat histopatologi anatomi.

3. DR.Dr. Astrid Sulistomo, MPH, Sp.Ok, DR. Joedo Prihartono, MPH, Dr.

Sutjahjo Endardjo, MSc, SpPA (K) selaku dosen penguji yang telah

memberikan banyak masukan untuk penyempurnaan tugas akhir ini.

4. Ibu Ambar W.Roestam, SKM, MOH, Dr. Nuri Purwito Adi, MKK, PhD,

yang telah memberi masukan dalam pengolahan data.

5. Departemen Patologi Anatomi FK.UI yang telah memberikan izin untuk

menggunakan Laboratorium Eksperimental Hewan sebagai tempat

berlangsungnya penelitian ini.

6. Dra. Puspita Eka Wuyung, MS dan stafnya Bapak Slamet yang dengan

tulusnya telah membimbing dalam pelaksanaan penelitian dengan hewan

coba tikus dan pembuatan preparat patologi anatomi.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 6: SP-Yusita Permana Sari.pdf

iv

7. Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler atas kerjasamanya untuk

pemeriksaan Malondialdehid darah dan hati.

8. Teman-teman seperjuangan Steven, Ferdi, Helena, Dewi, Lukas, Albert,

Dyah dan Ilyas yang telah bersama-sama melaksanakan penelitian ini dan

selama menjalani pendidikan bersama-sama dalam suka dan duka.

9. Seluruh karyawan di tata usaha Departemen Okupasi Mas Pras, Ibu Anin,

Mbak Ami, Mas Vanto, Mbak Fath, Mbak Ade, Mbak Evri, Mbak Yanti,

Ibu Yuni, Pak Hendi yang telah membantu saya hal-hal yang tidak ternilai

selama saya menjalani pendidikan.

10. Orangtua, Ibu Andi Marwah dan Bapak A.M. Yunus Nur (alm), yang telah

membesarkan, mendidik, dan mendoakan untuk keberhasilan saya, suami

Andi Lukman dan kakak Yunan Jaya serta adik-adik saya Linda, Aco atas

dukungan baik moril maupun materil kepada saya selama ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu. Semoga tugas akhir ini membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu.

Jakarta, 20 Januari 2014

Yusita Permana Sari

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 7: SP-Yusita Permana Sari.pdf

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 8: SP-Yusita Permana Sari.pdf

vi

(Yusita Permana Sari)

ABSTRAK

Nama : Yusita Permana Sari

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1

Kedokteran Okupasi

Judul : Deteksi Hepatotoksisitas Dini Pajanan Akut Toluena Pada Tikus

Wistar Jantan

Latar Belakang : Pelarut organik, Toluena luas digunakan dalam industri dan

dapat menyebabkan gangguan pada berbagai organ termasuk hati. Tujuan dari

studi ini untuk meneliti efek pajanan inhalasi akut toluena pada berbagai dosis

rendah terhadap hati tikus Wistar jantan.

Metode : Tiga puluh ekor hewan coba dibagi menjadi lima kelompok. Satu

kelompok sebagai kelompok kontrol dan empat kelompok diberikan pajanan

toluena masing-masing 1,6 cc, 3,2 cc, 6,4 cc, 12,8 cc selama 4 jam/hari selama 14

hari terus menerus. Pada hari ke 14, hewan coba didekapitasi, untuk pemeriksaan

Malondialdehid (MDA) Hati, MDA Plasma (metode Will’s) dan Histopatologi

Hati (pewarnaan Hematoxilin Eosin).

Hasil : Rerata kadar MDA Hati antar kelompok pajanan berbeda bermakna

(p=0,009). Perbedaan bermakna terlihat pada kelompok pajanan 6,4 cc dan 12,8

cc dibandingkan dengan kelompok pajanan 1,6 cc dan 3,2 cc. Perbedaan

bermakna juga terlihat pada kelompok 6,4 cc dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Rerata kadar MDA Plasma antar kelompok pajanan tidak berbeda

bermakna (p=0,118). Rerata skor gambaran Histopatologi Hati antar kelompok

pajanan berbeda bermakna (p<0,001). Perbedaan bermakna terlihat pada

kelompok pajanan 3,2 cc, 6,4 cc dan 12,8 cc dibandingkan dengan kelompok

kontrol dan kelompok pajanan 1,6 cc. Perbedaan bermakna juga terlihat pada

kelompok pajanan 6,4 cc dibandingkan dengan kelompok pajanan 3,2 cc dan pada

kelompok pajanan 12,8 cc dibandingkan kelompok pajanan 6,4 cc. Pajanan

toluena berkorelasi bermakna positif dengan kadar MDA Hati, kadar MDA

Plasma dan gambaran Histopatologi Hati (r=0,415: p=0,025, r=0,416: p=0,025,

r=0,719: p<0,001).

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 9: SP-Yusita Permana Sari.pdf

vii

Kesimpulan : Pajanan akut toluena dosis rendah pada tikus Wistar jantan

menunjukkan kerusakan sel yang ditandai dengan kenaikan kadar MDA Hati,

skor gambaran Histopatologi Hati yang bermakna masing-masing mulai pada

dosis pajanan 6,4 cc (setara dengan 50 ppm), 3,2 cc (setara dengan 25 ppm) dan

menunjukkan korelasi positif kuat antara pajanan toluena dengan skor gambaran

Histopatologi Hati.

Kata Kunci : toluena, malondialdehid hati, gambaran histopatologi hati,

malondialdehid plasma

ABSTRACT

Name : Yusita Permana Sari

Study Program : Occupational Medicine Residency Program

Title : Early Hepatotoxicity Detection of Toluene Acute Exposure on

Male Wistar Rat

Background: An organic solvent, Toluene is widely used in industry and can

cause disordes in various organs including the liver. The aim of the study was to

investigate the effects of acute inhalation exposure to toluene at various low doses

of the male Wistar rat liver.

Methods: Thirty male Wistar rats were divided into five groups. One group as a

control group and four groups were exposed to toluene 1.6 cc, 3.2 cc, 6.4 cc, 12.8

cc respectively for 4 hours/day for 14 days continuously. On the 14th

day, the

animals were decapitated, for examination of Liver Malondialdehyde, Plasma

Malondialdehyde (Will's method) and Liver Histopathology (Haematoxylin-eosin

staining).

Results: The mean Liver MDA levels between exposure groups were significant

differences (p=0,009). The significant differences were observed in the 6,4 cc and

12,8 cc exposured group compared to the 1,6 cc and 3,2 cc exposure group. The

significant differences were observed in the 6,4 cc exposure group compared to

the control group also. The mean Plasma MDA levels between groups were not

significant differences (p=0.118).. The mean Liver Histopathology feature

between groups were significant differences (p<0,001). The significant

differences were observed in the 3,2 cc, 6,4 cc and 12,8 cc exposure group

compared to the control group and 1,6 cc exposure group. The significant

differences were observed in the 6,4 cc exposure group compared to 3,2 cc and in

the 12,8 cc exposure group compared to 6,4 cc exposure group also. Toluene

exposure was positively significantly correlated with Liver Malondialdehyde

level, Plasma Malondialdehyde level and Liver Histopathology feature (r = 0.415:

p = 0.025, r = 0.416: p = 0.025, r = 0.719: p <0.001).

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 10: SP-Yusita Permana Sari.pdf

viii

Conclusions: Low doses toluene acute exposure in male Wistar rats showed cell

damage characterized by increased Liver Malondialdehyde level, Liver

Histopathology feature score that statistically significant started at exposure dose

of 6.4 cc (equivalent with 50 ppm), 3.2 cc (equivalent with 25 ppm), respectively

and showed strong positive correlation between toluene exposure and Liver

Histophatology feature score.

Keywords : toluene, liver malondialdehyde, plasma malondialdehyde, liver

histopathology feature

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS i

HALAMAN PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR SINGKATAN xiii

1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Pertanyaan Penelitian 4

1.4 Hipotesis Penelitian 4

1.5 Tujuan Penelitian 5

1.6 Manfaat Penelitian 6

2. TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Toluena 7

2.2 Toksikokinetik toluena pada manusia dan mamalia 8

2.3 Toksisitas zat kimia pada sel 11

2.4 Hati 15

2.5 Hati tikus 19

2.6 Pola Morfologi dari Cedera hepatik 19

3. METODE PENELITIAN 23

3.1 Desain Penelitian 23

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 11: SP-Yusita Permana Sari.pdf

ix

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 23

3.3 Subjek Penelitian (hewan coba) 24

3.4 Estimasi Besar Sampel 25

3.5 Proses Eksperimen 25

3.6 Definisi Operasional 31

3.7 Etik Penelitian pada Hewan Coba Tikus 32

3.8 Analisis Statistik 32

3.9 Alur Penelitian 33

4. HASIL PENELITIAN 35

4.1 Data Penelitian 35

4.2 Karakteristik Hewan Coba 35

4.3 Perbedaan rerata kadar MDA Hati, gambaran Histopatologi

Hati dan kadar MDA Plasma antar kelompok pajanan

36

4.4 Korelasi antara pajanan toluena dengan kadar MDA Hati,

MDA Plasma dan gambaran Histopatologi Hati tikus Wistar

jantan

38

4.5 Pengaruh volume toluena dengan analisis faktor perancu suhu

dan kelembaban dalam chamber terhadap kadar MDA Hati,

gambaran Histopatologi Hati dan kadar MDA Plasma

40

5. PEMBAHASAN 41

5.1 Berat Badan Tikus Wistar Jantan, Suhu dalam Chamber, dan

Kelembaban dalam Chamber

41

5.2 Malondialdehid Hati dan Malondialdehid Plasma tikus Wistar

Jantan

41

5.3 Gambaran Histopatologi Hati Tikus Wistar Jantan 43

6. KESIMPULAN DAN SARAN 45

6.1 Kesimpulan 45

6.2 Saran 45

DAFTAR REFERENSI 47

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 12: SP-Yusita Permana Sari.pdf

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kelompok hewan coba dengan Pajanan Toluena 26

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik hewan coba 35

Tabel 4.2 Rerata Kadar MDA Hati, gambaran Histopatologi Hati, kadar

MDA Plasma tikus Wistar jantan

36

Tabel 4.3 Uji post hoc (LSD) kadar MDA Hati 37

Tabel 4.4 Uji post hoc (LSD) skor gambaran Histopatologi Hati 38

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 13: SP-Yusita Permana Sari.pdf

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Metabolisme toluena pada manusia dan mamalia 10

Gambar 2.2 Kerangka Teori 21

Gambar 2.3 Kerangka Konsep 22

Gambar 3.1 Alur Penelitian 34

Gambar 4.1 Rerata Kadar MDA Hati 37

Gambar 4.2 Rerata Kadar MDA Plasma 37

Gambar 4.3

Gambar 4.4

Rerata Skor Gambaran Histopatologi Hati

Korelasi antara pajanan toluena dengan Skor Gambaran

Histopatologi Hati tikus Wistar jantan

37

39

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 14: SP-Yusita Permana Sari.pdf

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Teknik Percobaan

Lampiran 2. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

Lampiran 3. Data Hasil Penelitian

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 15: SP-Yusita Permana Sari.pdf

xiii

DAFTAR SINGKATAN

ACGIH : American Conference Governmental Industrial Hygiene

ALDH-1 : Aldehyde Dehidrogenase-1

ALDH-2 : Aldehyde Dehidrogenase-2

ATP : Adenosine Triphospate

CYP : Cytochrome P450

DNA : Deoxy Nucleotide Acid

EPA : Environmental Protection Agency

FasL : Fas Ligand

FK UI : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

HE : Hematoxilin Eosin

Hiperkes : Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 16: SP-Yusita Permana Sari.pdf

xiv

4-HNE : 4-Hydroxynonenal

IL-1 : Inter Leukin-1

LC : Lethal Concentration

Litbangkes : Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

MDA : Malondialdehid

MENAKER: Menteri Tenaga Kerja

μl : Mikroliter

NAB : Nilai Ambang Batas

NIOSH : National Institute for Occupational Safety and Health

Nmol : Nanomol

OSHA : Occupational Safety and Health Administration

PEL : Permissible Exposure Limits

ppm : part per million

ROS : Reactive Oxigen Spesies

SE : Surat Edaran

SNI : Standar National Indonesia

TBARS : Thiobarbituric acid-recative substance

TLV : Threshold Limit Value

TNF : Tumor Necrosis Factor

TWA : Time Weighted Average

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 17: SP-Yusita Permana Sari.pdf

xv

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 18: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hati adalah organ utama yang bertanggung jawab untuk metabolisme xenobiotik,

terutama rentan dengan injury atau cedera dari obat-obat dan toksin-toksin di

lingkungan. Variasi yang luas dari zat yang menyebabkan toksisitas pada hati

meliputi toksin hati alami seperti produk dari tanaman (jamur atau metabolit

bakteri) dan mineral, produk dari zat kimia atau industri farmasi, atau produk hasil

industri dan bahan-bahan buangan yang menyebabkan polusi di lingkungan.

Zat kimia menyebabkan cedera pada hati dengan tiga pola umum :

- Cedera sitotoksik

- Cedera kolestatik

- Campuran dari keduanya 1

Salah satu zat kimia berbahaya adalah toluena. Dari beberapa penelitian toluena

berbahaya bagi kesehatan dan mempunyai efek toksik terhadap sistem organ.

Salah satu efek toksik zat kimia toluena adalah gangguan pada hati.2,3

Kerusakan

atau cedera pada hati yang disebabkan oleh paparan toluena dalam pekerjaan,

gejalanya bervariasi tergantung pada tingkat paparan. Kerusakan hati ringan dapat

menyebabkan beberapa gejala sedangkan kerusakan parah pada akhirnya dapat

mengakibatkan kegagalan hati. Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, ras,

kondisi kesehatan secara keseluruhan dan masalah hati yang mendasari juga dapat

mempengaruhi risiko seseorang dalam berkembangnya masalah hati dan

keparahan gejala.4

Toluena sering digunakan sebagai pelarut dalam industri pada pabrik-pabrik cat,

zat kimia, farmasi, pestisida, industri plastik dan karet. Toluena didapatkan pada

bensin, pernis, thinner cat, perekat, lem, pengkilap sepatu, cat kuku. Toluena

digunakan pada percetakan dan proses penyamakan kulit.2,5

Data yang ada saat

ini, di dunia penggunaan toluena berkisar lima juta sampai 10 juta ton.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 19: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

Diperkirakan pekerja yang terpajan toluena 4-5 juta orang setiap tahunnya.6

Sedangkan di Indonesia penggunaan toluena di industri datanya tidak ada.

Apabila tubuh mengalami pajanan zat kimia, maka perubahan sel yang terdeteksi

pertama kali, adalah perubahan biomolekuler, kemudian diikuti oleh perubahan

histopatologi. Pada tingkat biomolekuler, toluena yang bersifat lipofilik dapat

mengubah struktur lipid membran sel dan meningkatkan peroksidase lipid. Salah

satu penanda biologis dari adanya peningkatan peroksidase lipid tersebut adalah

Malondialdehid (MDA).7,8,9,10,11

Perubahan histopatologi pada hati akibat cedera pada sel yang dapat diidentifikasi

di bawah mikroskop cahaya adalah pembengkakan sel, perubahan lemak

khususnya pada sel parenkim yang dimanifestasikan dengan munculnya vakuola

lipid di sitoplasma. Hal ini terlihat pada hampir semua sel yang berhubungan

dengan metabolisme lemak, seperti hepatosit dan sel miokard. Selain itu pada hati

juga terjadi kerusakan jaringan penunjang yaitu pelebaran vena, adanya sel-sel

radang dan fibrosis.12

Penelitian oleh Guzelian et al 1988 pada 289 pekerja percetakan yang terpajan

toluena kurang dari 200 part per million (ppm) untuk 8 jam/hari, 8 pekerja

mempunyai peningkatan yang bermakna enzim-enzim serum aspartat

aminotransferase (AST), serum alanine aminotransferase (ALT), rasio

ALT/AST, rata-rata = 1.61 yang merupakan indikasi dari kerusakan hati. Pada

kasus ini, biopsi hati menunjukkan perubahan lemak sentrilobular ringan.2,13

Penelitian dengan pajanan intermediate toluena yang dilakukan oleh U.Tas et.al 14

Februari tahun 2011 pada tikus Wistar jantan dewasa dengan pajanan 3000 ppm,

satu jam per hari selama empat minggu menunjukkan peningkatan serum AST,

peningkatan ALT, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya terdapat degenerasi

masif hepatosit, degenerasi balloning, fibrosis ringan pada perisentral,

pemeriksaan imunohistokimia pada jaringan hati terdapat apoptosis, dan kadar

MDA meningkat.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 20: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

Penelitian oleh Ungravy et al. 1982 pada mencit, tikus dengan pajanan akut

toluena melalui inhalasi 795 ppm selama tujuh hari, didapatkan peningkatan berat

hati.2

Penelitian dengan toluena pajanan akut inhalan oleh Tiiu Hansson et al.

198515

pada tikus yang baru lahir hari 1-7, dengan pajanan 80, 500, 1000 ppm,

mempengaruhi berat badan dan berat hati, pada umur 8 hari.

Hewan coba dan manusia berbeda dalam merespons suatu dosis. Untuk

mengekstrapolasi dosis dari hewan coba ke dosis manusia diperlukan suatu cara

perhitungan yang memungkinkan diperolehnya efek yang hampir sama.

Perhitungan dosis ekstrapolasi berdasarkan luas permukaan tubuh menghasilkan

dosis pada manusia yang lebih rendah dibandingkan bila ekstrapolasi tersebut

menggunakan berat bandan sebagai dasar perhitungan. Sebagai contoh dosis

untuk tikus dengan berat badan 200 gram bila diekstrapolasikan dengan

menggunakan berat badan, maka dosis pada manusia dengan berat badan 70 kg

adalah 350 kali dosis tikus, sedangkan bila menggunakan luas permukaan tubuh

maka dosis yang diperlukan hanya 56 kali dari dosis tikus. Perhitungan

ekstrapolasi berdasarkan luas permukaan tubuh dianjurkan digunakan untuk

memperkirakan dosis bahan uji yang sama sekali belum pernah diberikan kepada

manusia.16

Nilai Ambang Batas Toluena di Indonesia untuk manusia adalah 50 ppm, nilai ini

jika diekstrapolasi dengan menggunakan berat badan sebagai dasar perhitungan

dari manusia dengan perkiraan berat badan 50 kilogram ke tikus dengan perkiraan

berat badan 200 gram adalah 70 ppm.16

1.2 Rumusan masalah

Toluena banyak digunakan di industri dan dapat menyebabkan gangguan pada

berbagai organ tubuh termasuk hati. Pada tahap biomolekuler, toluena yang

bersifat lipofilik dapat mengubah struktur lipid membran sel, menyebabkan

peroksidase lipid sehingga terjadi peningkatan kadar Malondialdehid (MDA).

Perubahan histopatologi pada sel hati akibat pajanan toluena dapat terjadi

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 21: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

pembengkakan sel-sel hati (reversible), perlemakan hati dan kerusakan pada

jaringan penunjang.

Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus Wistar jantan untuk mengetahui

efek pajanan akut toluena dosis rendah yang sudah menyebabkan kerusakan pada

organ hati, dengan pemeriksaan biomarker kadar Malondialdehid (MDA) Hati dan

pemeriksaan gambaran Histopatologi Hati, serta pemeriksaan biomarker kadar

Malondialdehid (MDA) Plasma (oleh peneliti lain) sehingga penelitian ini dapat

mendeteksi pajanan akut toluena pada hati tikus Wistar jantan dan pada plasma

tikus Wistar jantan. Yang dimaksud pajanan akut adalah pajanan selama 14 hari

atau kurang, pajanan intermediate adalah pajanan selama 15 hari sampai 364 hari,

sedangkan pajanan kronik adalah pajanan 365 hari atau lebih.2

Penelitian mengenai toksisitas hati akibat pajanan akut toluena dosis rendah

masih terbatas, yang dimaksud pajanan toluena rendah adalah di bawah nilai

ambang batas. Pada penelitian ini dilakukan pajanan akut toluena di bawah nilai

ambang batas pada tikus Wistar jantan dengan berbagai tingkat pajanan rendah

dan dilakukan pemeriksaan kadar Malondialdehid (MDA) Hati tikus Wistar jantan

dan pemeriksaan gambaran Histopatologi Hati tikus Wistar jantan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apakah pada pajanan akut inhalasi toluena pada dosis kurang dari Nilai

Ambang Batas telah terjadi peningkatan kadar MDA Hati dan kadar MDA

Plasma pada tikus Wistar jantan?

2. Apakah terjadi pembengkakan sel-sel hati, perlemakan hati dan kerusakan

jaringan penunjang pada gambaran Histopatologi Hati tikus Wistar jantan

akibat inhalasi pajanan akut toluena pada berbagai dosis rendah?

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan rerata kadar MDA Hati tikus Wistar jantan antar

kelompok pajanan toluena.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 22: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

2. Terdapat perbedaan rerata gambaran Histopatologi Hati tikus Wistar

jantan antar kelompok pajanan toluena.

3. Terdapat perbedaan rerata kadar MDA Plasma tikus Wistar jantan antar

kelompok pajanan toluena.

4. Terdapat korelasi antara pajanan toluena dengan kadar MDA Hati tikus

Wistar jantan toluena.

5. Terdapat korelasi antara pajanan toluena dengan gambaran Histopatologi

Hati tikus Wistar jantan toluena.

6. Terdapat korelasi antara pajanan toluena dengan kadar MDA Plasma tikus

Wistar jantan toluena.

7. Terdapat korelasi antara kadar MDA Hati tikus Wistar jantan dengan

gambaran histopatologi Hati tikus Wistar jantan yang dipajan toluena.

8. Terdapat korelasi antara kadar MDA Hati tikus Wistar Jantan kadar

dengan MDA Plasma tikus Wistar jantan yang dipajan toluena.

9. Terdapat korelasi antara gambaran Histopatologi Hati tikus Wistar jantan

dengan kadar MDA plasma yang dipajan toluena.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan umum :

Mengetahui efek inhalasi pajanan akut toluena pada berbagai dosis rendah

terhadap hati tikus Wistar jantan.

Tujuan khusus :

1. Mengetahui efek inhalasi pajanan akut toluena pada berbagai dosis rendah

terhadap tikus Wistar jantan dengan memeriksa kadar MDA Hati dan

kadar MDA Plasma tikus Wistar jantan.

2. Mengetahui efek inhalasi pajanan akut toluena pada berbagai dosis rendah

terhadap hati tikus Wistar jantan dengan melihat gambaran Histopatologi

Hati tikus Wistar jantan.

3. Mengetahui korelasi antara tingkat pajanan toluena dengan kadar MDA

Hati, antara tingkat pajanan toluena dengan gambaran Histopatologi Hati,

antara pajanan toluena dengan kadar MDA Plasma tikus Wistar jantan.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 23: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

4. Mengetahui korelasi antara kadar MDA Hati dengan gambaran

Histopatologi Hati tikus Wistar jantan.

5. Mengetahui korelasi antara kadar MDA Hati dengan kadar MDA Plasma

tikus Wistar jantan.

6. Mengetahui korelasi gambaran Histopatologi Hati dengan kadar MDA

Plasma tikus Wistar jantan.

1.6 Manfaat Penelitian :

1. Diperoleh tingkat inhalasi pajanan akut toluena dalam dosis rendah yang

telah menyebabkan gangguan pada hati tikus Wistar jantan.

2. Dapat memberikan sumbangsih kepada dunia kedokteran okupasi

mengenai efek pajanan akut toluena pada organ hati dengan berbagai dosis

rendah.

3. Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan sehingga

ke depannya dapat dilakukan penelitian-penelitian terkait dan

berkelanjutan.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 24: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Toluena

Toluena adalah cairan bening, tidak berwarna dan berbau harum seperti benzena.

Toluena ini cairan yang mudah terbakar, mudah menguap.2,3,17,18,19

Uap toluena

lebih berat daripada udara dan dapat menyebar jarak jauh. Toluena dapat mulai

tercium di udara pada konsentrasi 8 ppm dan terasa di air pada konsentrasi 0,04

sampai 1 ppm.2

Toluena termasuk golongan hidrokarbon aromatik dengan rumus bangun

C6H5CH3.. Nama lain dari toluena adalah toluol, metilbenzena, metilbenzol, penil

metan.2,3,17

Toluena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Dari banyak penelitian

tentang toluena sebelumnya sudah terbukti bahwa toluena dapat menyebabkan

kematian dan menimbulkan efek kesehatan yang luas di tubuh manusia, yang

antara lain berupa kematian dan gangguan efek sistemik (organ pernafasan,

jantung, mata, liver, ginjal, muskuloskeletal, sistem hemato-imunologi, endokrin,

kulit, neurologi, reproduksi, dan penurunan berat badan).2,3,17,18,19

Faktor-faktor

yang mempengaruhi toksisitas hati akibat pajanan toluena adalah umur, jenis

kelamin, komposisi tubuh dan status kesehatan.

Toluena terjadi secara alami dalam minyak mentah. Toluena adalah pelarut yang

baik. Zat ini ditambahkan ke bensin bersama dengan benzena dan xilena. Toluena

digunakan dalam pembuatan cat, pengencer cat, cat kuku, perekat, karet, dalam

proses percetakan, penyamakan kulit, dan desinfektan.2

Nilai Ambang Batas Toluena di Indonesia adalah 50 ppm ini hasil dari

standarisasi oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-0232, pada tahun 2005.20

Nilai Ambang Batas di Indonesia tidak diperoleh melalui peneltian atau percobaan

binatang maupun percobaan manusia, namun diperoleh dengan mengadopsi

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 25: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

Threshold Limit Value (TLV) yang ditetapkan oleh American Conference

Governmental Industrial Hygiene (ACGIH) tahun 1996, yang menetapkan TLV

50 ppm.21

Saat ini American Conference Governmental Industrial Hygiene

(ACGIH) menetapkan TLV Toluena 50 ppm (2009) 22

, Occupational Safety and

Health Administration (OSHA) menetapkan Permissible Exposure Limits (PEL)

200 ppm, sedangkan National Institute for Occupational Safety and Health

(NIOSH) menetapkan Time Weighted Average (TWA) 100 ppm.2,3,17,18,19

Nilai

Ambang Batas (NAB) rata-rata selama jam kerja, yaitu kadar bahan-bahan kimia

rata-rata di lingkungan kerja selama 8 jam perhari atau 40 jam perminggu dimana

hampir semua tenaga kerja dapat terpajan berulang-ulang, sehari-hari dalam

melakukan pekerjaannya, tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan maupun

penyakit akibat kerja (SE-01/MENAKER/1997).20

2.2 Toksikokinetik toluena pada manusia dan mamalia

2.2.1 Absorbsi Toluena

Absorbsi Toluena paling utama melalui saluran pernafasan, kemudian saluran

pencernaan, dan sedikit yang terabsorbsi lewat kulit. Di tubuh manusia dan

hewan, toluena akan terdeteksi dalam pembuluh darah arteri dalam waktu 10 detik

sehabis permulaan inhalasi. Absorbsi melalui kulit jumlahnya kurang lebih

adalah 1% dari jumlah yang diabsorbsi melalui paru-paru, ketika sedang terpajan

oleh uap toluena. Apabila bentuk toluena yang terpajan di kulit berbentuk cair,

maka proses absorbsinya lewat kulit akan lebih besar lagi. Karena sifat toluena

yang mudah dan segera sekali menguap, maka masuk melalui jalur kulit akan

lebih susah. Aktivitas fisik yang hebat akan meningkatkan jumlah toluena yang

diabsorbsi.2

2.2.2 Distribusi Toluena

Setelah diabsorbsi toluena akan menyebar ke seluruh tubuh. Toluena tersebut di

dalam tubuh akan terakumulasi di jaringan adipose, jaringan yang memiliki kadar

lemak yang tinggi, dan jaringan yang memiliki vaskularisasi yang tinggi. Kadar

toluena sudah pernah ditemukan pada jaringan otak dan hati pada seorang pekerja

pabrik lem yang meninggal (pada waktu diotopsi). Pada penelitian-penelitian

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 26: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

menggunakan tikus, ditemukan bahwa segera setelah terpajan toluena secara

inhalasi, maka akan ditemukan kadar toluena yang tinggi di lemak tubuh, sumsum

tulang, spinal nerves, spinal cord, dan substantia putih di otak. Pada seseorang

yang meninggal setelah 30 menit ingestion toluena, maka hatinya akan

mempunyai konsentrasi yang paling tinggi, diikuti oleh pankreas, otak, jantung,

darah, lemak tubuh, dan cariran cerebrospinal. Karena waktu retensi dari toluena

kurang dari 24 jam, maka bioakumulasi dari toluena adalah tidak mungkin

terjadi.2

2.2.3 Metabolisme Toluena

Jika sejumlah toluena masuk melalui inhalasi, maka 25%-40% akan dikeluarkan

kembali tanpa merubah struktur toluena melalui paru-paru. Sekitar 60%-75% akan

dimetabolisme menjadi Benzyl Alcohol (yang disebut sebagai rute primer), dan

0.1%-1% akan dimetabolisme menjadi senyawa Cresol (merupakan jalur

minor).2,15,22

Route primer pertama metabolisme toluena adalah dengan merubah toluena

menjadi Benzyl Alkohol melalui reaksi hidroksilasi. Reaksi ini dilakukan oleh

anggota-anggota dari cytochrome P450 (CYP) yang ada di hati. Ada lima anggota

dari CYP tersebut dalam hal ini, yaitu : CYP1A1, CYP1A2, CYP2B6, CYP2C8,

CYP2E1.2,15,22

Kemudian, Benzyl Alkohol itu akan dimetabolisme menjadi Benzaldehyda oleh

CYP dan Enzim Alkohol Dehidrogenase (melalui reaksi oksidasi). Dalam hal ini,

CYP lebih berperan banyak dibandingkan Enzim Alkohol Dehidrogenase. Dari

Benzaldehyda sendiri, ada sebagian kecil yang diubah menjadi Benzylmercapturic

Acid . Dan sebagian besar lainnya, diubah menjadi Benzoic Acid, oleh Aldehyde

Dehidrogenase-2 (ALDH-2) dan Aldehyde Dehidrogenase-1 (ALDH-1). Benzoic

Acid sendiri nanti akan dimetabolisme menjadi Hippuric Acid. Hippuric Acid

merupakan hasil metabolik toluena primer yang dikeluarkan dalam urin. Ekskresi

dari Hippuric acid ini biasanya selesai dalam waktu 24 jam setelah terpapar oleh

toluena.2,15,22

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 27: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

Route lain adalah dengan menggunakan Ring hidroksilasi, dengan hasil akhir

adalah Cresol (terdiri dari dua, yaitu : p-Cresol dan o-Cresol). Jalur metabolisme

ini merupakan jalur minor dari metabolisme toluena di tubuh manusia.

Kebanyakan dari Cresol itu, nantinya akan dikeluarkan dalam bentuk yang tidak

berubah di dalam urin, walaupun ada beberapa dari p-Cresol dan o-Cresol yang

diekskresikan dalam bentuk konjugasinya. Pada banyak penelitian yang sudah

dilakukan di tikus, membuktikan bahwa p-Cresol pada saat diekskresikan, banyak

dikonjugasikan dengan Glucuronide untuk menghasilkan p-cresylglucuronide,

karena itu, ini tidak boleh diaplikasikan kepada manusia dalam mengukur kadar

toluena di darah. O-cresol sendiri diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah

di urine. Oleh karena itu, o-Cresol banyak dipakai sebagai alat ukur.2,15,22

Benzylmercapturic Acid dalam akhir-akhir tahun belakangan ini, banyak

diusulkan oleh para ahli (setelah melalui banyak penelitian) untuk menjadi

biomarker dalam tubuh karena Benzylmercapturic acid tidak terdeteksi pada

subjek yang tidak terpajan oleh toluena. Ia juga lebih sensitif dari Hippuric acid

pada konsentrasi yang rendah. Ia juga tidak dipengaruhi oleh makanan atau

minuman. Ia dapat mendeteksi pajanan toluena yang rendah sampai dengan 15

ppm.2,15,22

Secara ringkas metabolisme toluena pada manusia dan mamalia dapat dilihat

pada gambar 2.1.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 28: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

Gambar 2.1 Metabolisme toluena pada manusia dan mamalia

Sumber : International Programme on Chemical Safety Geneva, 198523

2.3 Toksisitas zat kimia pada sel

Apabila tubuh mengalami pajanan zat kimia, maka perubahan sel yang terdeteksi

pertama kali, adalah perubahan secara biomolekuler, lalu diikuti oleh perubahan

histopatologi. Pada tahap awal, sel yang terkena pajanan zat kimia akan

mengalami cedera atau luka. Cedera ini dapat membuat sel kembali menjadi

keadaan semula (reversible) atau tidak kembali ke keadaan semula (irreversible),

yang nantinya berlanjut ke arah kematian sel (baik nekrosis atau apoptosis).11

Pada tahap biomolekuler, zat kimia dapat mengubah struktur membran sel,

sehingga mengganggu integritas dan fluiditas membran tersebut. Perubahan

morfologik ini berhubungan dengan penurunan Adenosine Triphospate (ATP),

gangguan sintesis protein, kerusakan sitoskeletal, dan kerusakan Deoxy

Nucleictida Acid (DNA) mengakibatkan terjadinya peningkatan Reactive Oxygen

Spesies (ROS). ROS sendiri dapat menyebabkan oksidasi dari protein, DNA, dan

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 29: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

asam lemak yang dapat meningkatkan lipid peroksidase, sehingga mengganggu

plasma membran. Penanda biologis dari adanya peningkatan lipid peroksidase

adalah : 4-Hydoxynonenal (4-HNE), 8-iso-Prostaglandin F2A, Malondialdehyde

(MDA), dan Thiobarbituric Acid-Reactive Substance (TBARS).7,8,9,10,11

Pada pemeriksaan histopatologi cedera pada sel, yang dapat diidentifikasi di

bawah mikroskop cahaya adalah pembengkakan sel, perubahan lemak khususnya

pada sel parenkim (misalnya : hati) yang dimanifestasikan dengan munculnya

vakuola lipid di sitoplasma dan kerusakan jaringan penunjang. Hal ini terlihat

pada hampir semua sel yang berhubungan dengan metabolisme lemak, seperti

hepatosit dan sel miokard. Sedangkan pada pembuluh darah sendiri, akan terjadi

peningkatan protein plasma dan jumlah leukosit, terutama neutrofil pada keadaan

akut. Apabila proses cedera sel berlangsung terus menerus, dapat mengakibatkan

sel-sel tersebut mengalami nekrosis dan apoptosis.11

Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organisme hidup oleh karena

kegagalan integritas membran sel. Pada sel yang mengalami cedera yang berat

(dalam hal ini, terkena pajanan toluena di luar kemampuan sel), maka zat toluena

tersebut akan merusak membran sel. Membrane sel yang rusak menyebabkan ion

Ca2+

dari extraselular akan masuk ke dalam intraselular (sitoplasma), akibatnya di

intraselular (sitoplasma), kadar ion Ca2+

akan meningkat. Peningkatan kadar ion

Ca2+

pada intraselular menyebabkan permeabilitas membran mitokondria dan

retikulum endoplasma halus meningkat, yang berakibat akan terjadi kebocoran ion

Ca2+

dari kedua organel sel tersebut ke dalam sitoplasma. Hal tersebut akan

semakin meningkatkan kadar ion Ca2+

di sitoplasma sel.11,12

Peningkatan kadar ion Ca2+

sendiri di sitoplasma akan menyebabkan pengaktifan

enzim-enzim intraselular, seperti Phospholipase, Protease, Endonuklease, dan

ATPase. Enzim Phospolipase dan Protease yang aktif akan menyebabkan

kerusakan pada membran sel, karena enzim-enzim ini memetabolisme struktur

phopolipid dan protein yang terdapat di membran sel. Sedangkan Enzim

Endonuklease akan menyebabkan kerusakan inti sel. Enzim ATPase akan

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 30: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

menyebabkan penurunan pembentukan ATP. Penurunan ATP sendiri, selain

disebabkan oleh Enzim ATPase, juga disebabkan oleh kegagalan mitokondria

dalam melakukan proses fosforilasi oksidatif, yang akhirnya membuat sel tersebut

akan mati (nekrosis). Enzim yang mencerna sel-sel yang nekrosis, berasal dari

lisosom sel itu sendiri dan lisosom leukosit yang kemudian akan mengaktifkan

reaksi inflamasi.11,12

Pada reaksi inflamasi terjadi : perubahan diameter pembuluh darah yang bertujuan

untuk meningkatkan aliran darah, peningkatan permeabilitas pembuluh darah

yang membuat protein plasma dan leukosit (netrofil) dapat meninggalkan

pembuluh darah menuju tempat di mana sel tersebut mengalami injury atau luka.

Netrofil yang keluar dari pembuluh darah dinamakan sebagai makrofag.

Makrofag-makrofag tersebut kemudian akan menghasilkan Mediator Cytokine

yang terdiri dari Tumor Necrosis Factor (TNF) dan Inter Leukin 1 (IL-1). TNF

dan IL-1 ini kemudian akan menstimulasi pengeluaran mediator-mediator lain

yang ada di pembuluh darah dan membuat reaksi inflamasi semakin berlanjut.11,12

Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram, di mana sel yang terprogam

tersebut akan mengaktifkan enzim-enzim untuk mendegradasi DNA inti, protein

inti, dan protein sitoplasmik. Pada sel yang mengalami apoptosis, akan terpecah

menjadi fragmen-fragmen yang disebut sebagai badan apoptotik (apoptotic

bodies). Membran plasma pada sel yang mengalami apoptosis akan tetap intak

dan akan menjadi target fagositosis oleh makrofag. Pada proses apoptosis, tidak

akan memicu terjadinya reaksi inflamasi.11,12

Perubahan morfologi dan biokimia yang terjadi pada apoptosis adalah :

penyusutan sel, pemadatan kromatin, terbentuknya kuncup sitoplasmik,

(cytoplasmic blebs) dan badan apoptotik (apoptotic bodies), dan proses fagositosis

oleh makrofag. Pada tingkat biokimia, apoptosis akan mengaktifkan Enzim

Cystein aspartic acid-specific proteases (Caspase). Secara umum, keluarga Enzim

Caspase, terbagi menjadi 2 group, yaitu Caspase Inisiator (Initiator) yang terdiri

dari Caspase 8 dan Caspase 9 dan Caspase Pelaksana (Executioner) yang terdiri

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 31: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

dari Caspase 3 dan Caspase 6. Caspase pada keadaan inaktif berbentuk proenzim

atau zymogen di mana harus mengalami pembelahan enzimatik untuk menjadi

aktif. Adanya bentuk aktif dari Caspase merupakan marker bahwa sel tersebut

mengalami apoptosis.11,12

Mekanisme apoptosis terdiri dari 2 yaitu melalui jalur intrinsik (disebut juga jalur

mitokondria) dan jalur ekstrinsik (melalui inisiasi reseptor kematian (Death

Receptor)). Pada jalur intrinsik, akan terjadi pengaktifan protein Bim, Bid, dan

Bad (ketiga protein ini disebut sebagai Protein BH3). Protein BH3 sendiri

merupakan antagonis dari B-cell limphoma-2 (Bcl-2) dan B-cell limphoma-x (Bcl-

x) yang merupakan anti apoptotik. Protein B Homology 3 (BH3) kemudian akan

mengaktifkan efektor proapoptotik, yaitu Bax dan Bak, yang akan membentuk

oligomer dan masuk ke dalam membran mitokondria dan membuat channel

(saluran). Pembuatan channel (saluran) di membran mitokondria akan membuat

membran mitokondria menjadi bocor. Membran mitokondria yang bocor ini akan

mengakibatkan pelepasan protein proapoptotik (dari mitokondria) dan

Cytochrome C ke dalam sitoplasma. Protein proapoptotik dan Cytochrome C yang

ada di dalam sitoplasma akan mengaktifkan Caspase Inisiator, yang kemudian

akan mengaktifkan Caspase Pelaksana. Caspase Pelaksana akan mengaktifkan

Enzim Endonuklease, yang nantinya akan mendegradasi DNA inti dan protein

inti, dan merusak sitoskeleton. Akibatnya sel tersebut akan terpecah menjadi

fragmen-fragmen (yang disebut sebagai badan apoptotik) yang nantinya akan

dimakan oleh makrofag.11,12

Pada jalur ekstrinsik, diinisiasi oleh pengikatan reseptor kematian (Death

Receptor) di membran plasma pada berbagai sel. Reseptor kematian (Death

Receptor) merupakan anggota dari keluarga reseptor TNF yang mengandung

bagian sitoplasma yang terlibat pada interaksi protein. Reseptor TNF ini sangat

penting karena perannya dalam mengirim apoptotic signals. Beberapa reseptor

TNF yang tidak berperan dalam hal ini, akan berperan dalam mengaktifkan reaksi

inflamasi. Reseptor kematian yang paling terkenal adalah reseptor TNF type 1

dan protein yang berhubungan yang disebut Fas. Mekanisme apoptosis pada jalur

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 32: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

ekstrinsik ini diinduksi oleh penempelan Fas Ligand (FasL) yang dihasilkan oleh

sel T dengan reseptor kematian Fas dan TNF. Interaksi antara reseptor dan ligand

tersebut akan mengaktifkan Adapter Protein. Adapter Protein kemudian akan

mengaktifkan Caspase Initiator, yang selanjutnya akan mengaktifkan Caspase

Pelaksana, yang membuat proses apoptosis berjalan. Proses apoptosis yang terjadi

pada jalur ekstrinsik (setelah pengaktifan Caspase Pelaksana) akan menghasilkan

hasil yang sama dengan proses apoptosis yang terjadi pada jalur intrinsik.11,12

2.4 Hati

2.4.1 Anatomi dan histologi hati

Hati adalah organ terbesar kedua di tubuh, dengan berat sekitar 1,5 kg. Organ ini

terletak dalam rongga perut di bawah diafragma. Hati merupakan organ tempat

pengolahan dan penyimpanan nutrien yang diserap oleh bagian tubuh lainnnya.

Komponen struktural utama hati adalah sel-sel hati, atau hepatosit. Pada sediaan

mikroskop cahaya, tampak satuan struktural yang disebut lobulus hati. Lobulus

hati dibentuk oleh massa poligonal jaringan. Pada daerah perifer tertentu, lobuli

dipisahkan oleh jaringan ikat, daerah ini, yaitu celah portal, dijumpai pada sudut-

sudut lobulus. Hepatosit pada lobulus hati tersusun radier, lempeng sel ini

tersusun dari perifer lobulus ke pusatnya. Celah di antara lempeng ini

mengandung kapiler, yaitu sinusoid hati, sinusoid mengandung makrofag yang

dikenal sebagai sel Kupffer. Sel-sel Kupffer mencakup 15% dari populasi sel hati.

Hati menjadi perantara antara sistem pencernaan dan darah.24

2.4.1.1 Sistem vena porta

Vena porta bercabang-cabang dan menjadi venula porta kecil ke dalam celah

portal. Venula portal bercabang ke dalam vena pendistribusi yang berjalan di

tepian lobulus. Dari vena pendistribusi, venula inlet kecil bermuara ke dalam

sinusoid. Sinusoid berjalan radier, berkonvergensi ke pusat lobulus untuk

membentuk vena sentralis atau vena sentrolobuler. Akhirnya, vena sentralis

meninggalkan lobulus dari dasarnya dan menyatu dengan vena sublobularis yang

lebih besar. Vena sublobularis secara berangsur berkonvergensi dan menyatu,

yang membentuk dua atau lebih vena hepatika besar yang bermuara ke dalam

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 33: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

vena kava inferior. Sistem portal mengangkut darah dari pankreas dan limpa dan

darah dengan nutrien yang diserap di usus. Nutrien dikumpulkan dan diolah di

hati. Zat-zat toksik juga dinetralisir dan dihancurkan di hati.24

2.4.1.2 Sistem arteri

Arteri hepatika bercabang berulang kali dan membentuk arteri interlobularis.

Sebagian arteri ini mendarahi struktur-struktur portal, dan lainnya membentuk

arteriol (arteriol inlet) yang berakhir langsung ke dalam sinusoid pada jarak-jarak

tertentu dari celah portal sehingga sinusoid mendapat campuran darah arteri dan

darah vena porta. Fungsi utama sistem arteri adalah memasok cukup oksigen

kepada hepatosit.24

Darah mengalir dari tepi ke pusat lobulus hati. Akibatnya, oksigen dan metabolit,

serta substansi toksik maupun nontoksik lain yang diserap di usus sampai di sel-

sel bagian tepi lebih dulu dan kemudian baru tiba di sel-sel bagian pusat lobulus.

Arah aliran darah ini menjelaskan mengapa sel-sel perifer lobulus “berperilaku”

lain dari sel-sel sentrolobular.23

2.4.2 Fisiologi hati.

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi

tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa

fungsi hati yaitu :

2.4.2.1 Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat 25

Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling

berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari

usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu

ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi

glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenolisis.

Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh,

selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan

terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:

Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid, ATP, dan

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 34: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

membentuk/ biosintesis senyawa 3 carbon (3C) yaitu piruvic acid yang

diperlukan dalam siklus krebs.

2.4.2.2 Fungsi hati sebagai metabolisme lemak 25

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan

katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – keton bodies

2. Senyawa 2 karbon – active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan

gliserol)

3. Pembentukan kolesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kolesterol.

Dimana serum kolesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.

2.4.2.3 Fungsi hati sebagai metabolisme protein 25

Hati mensintesis banyak jenis protein dari asam amino. dengan proses deaminasi,

hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses

transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan nonnitrogen. Hati

merupakan satu-satunya organ yang membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin

dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan hasil akhir metabolisme

protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan

sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung

± 584 asam amino dengan BM 66.000.

2.4.2.4 Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah 25

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V,

VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah

faktor ekstrinsik, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah

faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah

dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin

dan beberapa faktor koagulasi.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 35: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

2.4.2.5 Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin 25,26

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K. Vitamin-

vitamin ini larut dalam lemak. Vitamin A berfungsi dalam pertumbuhan sel

epitel, mengatur rangsang sinar pada saraf mata. Vitamin D meningkatkan

penyerapan kalsium dari saluran gastrointestinal dan membantu kontrol

penyimpanan kalsium di tulang. Vitamin E berperan dalam meningkatkan

Fertilitas. Vitamin K (AntiHemoragi) berfungsi dalam pembentukan

protrombin. Dibuat dalam kolon dengan bantuan bakteri Escherichia coli.

2.4.2.6 Fungsi hati sebagai detoksikasi 1,25

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses

oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi terhadap berbagai jenis bahan seperti

zat racun, obat kelebihan dosis. Banyak zat organik dan xenobiotik adalah larut

dalam lemak, untuk diekskresikan ke urin, harus dibuat lebih polar atau larut

dalam air. Reaksi ini dibagi menjadi dua rangkaian set reaksi : phase I, reaksi

yang membuat molekul jadi lebih polar dengan oksidasi, reduksi dan hidrolisis,

phase II, reaksi memodifikasi komponen umumnya dengan reaksi konjugasi yang

membuat komponen lebih mudah diekskresikan dan beberapa kasus membuat

produk jadi kurang toksik. Hepatik toksisitas dari banyak xenobiotik berlangsung

pada biotransformasi phase I (kadang-kadang phase II). Metabolisme zat toksik

dapat menghasilkan tiga keluaran : bisa jadi kurang toksik, dimetabolisme jadi

lebih toksik intermediate yang mana kemudian didetoksifikasi, dapat dibioaktifasi

menjadi metabolik yang lebih toksik yang dapat menyebabkan kerusakan seluler.

Reaksi phase I terjadi lebih menonjol di smooth retikulum endoplasmik hati pada

zone III tetapi tidak terbatas pada lokasi itu. Reaksi phase I membiotransformasi

banyak zat kimia. Jika metabolit toksik dihasilkan oleh metabolisme phase I dan

koadministrasi dari penyebab akan meningkat menghasilkan metabolit toksik.

Reaksi phase II terjadi di retikulum endoplasmik dan sitosol. Mereka

membutuhkan energi, biasanya adenosin triphospapat dan tambahan grup

fungsional, yang mana meningkatkan berat molekular. Dalam banyak kasus,

mereka membuat toksik intermediate yang dibentuk pada phase I menjadi tidak

aktif.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 36: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

2.4.2.7 Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas 25,27

Liver mempunyai banyak sel pemangsa seperti fagosit yang disebut sel kupffer.

Letak sel kupffer adalah di antara sistem vena portal dan sistem sistemik. Sel ini

berfungsi sebagai penapis yang efektif. Apabila darah mengalir melalui liver, sel

pemangsa ini membersihkan darah dengan memusnahkan bahan toksid, bakteri,

virus parasit sel tumor dan partikel asing yang bisa membahayakan tubuh. Selain

itu sel kupffer juga ikut memproduksi ∂-globulin sebagai imun livers mechanism.

2.4.2.8 Fungsi hemodinamik 25

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500

cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri

hepatica ± 25% dan di dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.

Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan

hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.

Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah. Kebanyakan

darahnya (70-80%) berasal dari vena usus tiba di hati melalui vena porta.

2.5 Hati tikus

Hati tikus beratnya sekitar 4,1-5,2 gram, terdiri dari 4 lobus yaitu kanan, tengah,

kiri dan ekor, sedangkan aliran darah hati pada tikus sama dengan manusia.

Gambaran mikroskopik hati tikus dan fungsi hati pada tikus sama dengan

manusia.28,29

2.6 Pola morfologi dari cedera hepatik

Pada pemeriksaan histopatologi, cedera pada sel (cell injury), yang dapat

diidentifikasi di bawah mikroskop cahaya adalah pembengkakan sel. Selain itu

cedera hepatik dari zat kimia dapat memperlihatkan steatosis, nekrosis,

kolestasis, fibrosis/sirosis. Steatosis atau fatty liver, seringkali merupakan tanda

awal dari hepatotoksisitas. Ini dihubungkan dengan penurunan dari konsentrasi

lipid plasma dan lipoprotein plasma. Zat kimia yang menyebabkan steatosis

termasuk aromatik hidrokarbon. Nekrosis kelihatannya langkah akhir

irreversible, dalam nekrosis gangguan homeostasis kalsium. Influks ion kalsium

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 37: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

sebagai hasil dari kerusakan membran plasma dan struktur vital sel lain. Influks

dari ion kalsium membuat mitokondria tidak aktif, menghambat enzim dan

mengubah struktur protein. Peroksidase lipid pada retikulum endoplasmik yang

mana termasuk ion kalsium dan ekskresi trigliserida, menyebabkan nekrosis.

Kolestasis adalah terjadi perubahan aliran empedu, permeabilitas empedu, atau

disfungsi dari mikrofilamen termasuk dalam transport empedu. Ini mungkin

disebabkan oleh kerusakan membran atau kerusakan imun yang disebabkan oleh

zat kimia atau metabolitnya. Ini dapat akut dideteksi dengan peningkatan serum

bilirubin dan alkalin fosfatase. Fibrosis dan sirosis adalah hasil akhir dari cedera

hati yang lanjut. Kolagen septate tertimbun di seluruh hati, menyebabkan distorsi

dari sirkulasi hati. Gangguan sirkulasi ini menyebabkan portal hipertensi dan

sindrom klinik berhubungan dengan tahap akhir penyakit hati.1

Penelitian-

penelitian terdahulu pada pajanan akut didapatkan peningkatan berat hati,

sedangkan steatosis terjadi pada pajanan intermediate dan kronik.2

Gambar 2.2 berikut adalah kerangka teori dari inhalasi toluena apabila masuk ke

dalam tubuh melalui inhalasi kemudian menimbulkan efek pada sel-sel hati

(hepatosit) yang mana pada sel-sel hati dapat terjadi kerusakan yang reversible

atau irreversibel.

Kemudian Gambar 2.3 adalah kerangka konsep dimana inhalasi toluena akan

mengganggu membran lipid sel sehingga menyebabkan peroksidase lipid dan

terjadi peningkatan malondialdehid (yang diperiksa pada penelitian ini)

selanjutnya pajanan inhalasi toluena ini akan menyebabkan kerusakan morfologi

hati (yang diperiksa pada penelitian ini).

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 38: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

INHALASI TOLUENA

(1,6cc, 3,2cc, 6,4cc, 12,8cc)

Paru-paru

DARAH

Jantung

HATI

(Hepatosit)

Permeabilitas membran mitokondria

dan retikulum endoplasma meningkat

Ion Ca2+

bocor ke sitoplasma

,

Enzim-enzim

Phospholipase Protease Endonuklease ATP-ase

Kerusakan membran Kerusakan inti ATP menurun

sel sel

NEKROSIS Reaksi Inflamasi

Gambar 2.2 Kerangka teori

Membran sel terganggu

ROS

Membran sel rusak

Lipid peroksidase

Ion Ca2+

ekstraseluler masuk ke

intraseluler

*Degenerasi Sel*Kerusakan Jaringan Penunjang *Perlemakan

*4-HNE*8-iso PG F2A*MDA*TBARS

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 39: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

INHALASI TOLUENA

(1,6cc, 3,2cc, 6,4cc, 12,8cc)

DARAH MDA PLASMA

(diperiksa dengan

metode Will’s)

HATI MDA HATI

(Hepatosit) (diperiksa dengan

metode Will’s)

PEMBENGKAKAN SEL

KERUSAKAN JARINGAN PENUNJANG

PERLEMAKAN

(diperiksa dengan mikroskop cahaya dengan

pewarnaan Hematoksilin Eosin)

Gambar 2.3 Kerangka konsep

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 40: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31 Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian bersama pada Program Pendidikan Dokter

Spesialis Okupasi tentang efek toluena pada berbagai organ. Penelitian bersama

meliputi efek pajanan akut toluena pada organ paru-paru, mata, reproduksi,

jantung, otak, darah dan ginjal.

3.1. Desain Penelitian

Desain Penelitian adalah laboratory experimental. Pemilihan anggota

kelompok sampel dengan alokasi random. Terdiri atas lima kelompok

sampel, yaitu empat kelompok sebagai kelompok intervensi dan satu

kelompok kontrol. Kelompok intervensi terdiri dari kelompok yang

diberikan pajanan toluena masing-masing 1,6 cc, 3,2 cc, 6,4 cc, 12,8 cc,

yang masing-masing dianggap setara dengan 12,5 ppm, 25 ppm, 50 ppm,

100 ppm. Toluen disemprotkan ke dalam chamber yang berukuran 80 cm

x 40 cm x 40 cm dengan durasi 4 jam per hari selama 2 minggu. Menurut

EPA (Enviromental Protection Agency), nilai LC50 inhalasi toluena pada

tikus (konsentrasi yang menyebabkan kematian 50 % pada hewan coba)

adalah 33.1765 mg/m3 (8800 ppm).30

3.2. Tempat dan Waktu penelitian

Pemeliharan dan Pemajanan tikus dilakukan di Laboratorium Patologi

Eksperimental dan Laboratorium Biologi Hewan Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia (FKUI). Pemeriksaan Histopatologi dilakukan di

Laboratorium Experimental Patologi Anatomi FKUI. Pemeriksaan

konsentrasi Malondialdehid di Laboratorium Biokimia dan Biologi

Molekuler FKUI. Waktu Penelitian dimulai bulan Oktober 2011 sampai

bulan Mei 2013.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 41: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

3.3. Subjek penelitian (hewan coba)

Subjek penelitian adalah 30 ekor tikus strain Wistar dewasa berusia kurang

lebih 3 bulan, jenis kelamin jantan, dengan berat masing-masing 200-250

gram dan tikus tersebut sehat. Hewan coba diperoleh dari Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Jakarta dan dipelihara di

bawah kondisi lingkungan terkontrol serta seragam. Seluruh proses yang

meliputi pemeliharaan, pemajanan, perawatan pasca pemajanan hingga

dislokasi servikal dilakukan dengan bantuan teknisi laboratorium hewan

coba berpengalaman.

Semua hewan coba dipelihara dan ditempatkan di ruang tersendiri di

Laboratorium Experimental Patologi Anatomi FKUI dan Laboratorium

Biologi Hewan FKUI, sejak sebelum pemajanan hingga saat dikorbankan.

Suhu ruang berkisar 18oC-34

oC dengan kelembaban relatif antara 30%-

70%.31,32

Selama pemeliharaan, tidak ada tikus yang dikeluarkan dari

Laboratorium Patologi Experimental FKUI.

Ketigapuluh ekor tikus itu sebelum dilakukan percobaan, ditempatkan di

kandang rajut kawat terpisah berukuran 50 x 30 x 25 cm3 (masing-masing

kandang berisi tiga ekor tikus), sehingga terdapat aliran udara bersih serta

bebas, dan tikus bisa bergerak leluasa. Hal-hal tersebut bertujuan agar

hewan coba dapat diminimalkan dari stres. Hewan coba juga mendapat

perlakuan yang sama dalam hal perawatan serta pakan, dan dengan siklus

dark-light 12 jam. Air dan pakan diberikan ad libitum dalam bentuk pellet

(yang dibeli dari bagian Patologi Anatomi FKUI) dengan komposisi beras

putih, kacang tanah, kacang kedelei, udang rebon, tepung tulang, sagu,

dedak, susu krim, dan suplemen vitamin serta zat besi.

Proses dislokasi servikal dilakukan dengan cepat dan tepat, dan matinya

hewan coba dipastikan berhasil dengan memeriksa denyut jantung hewan

coba. Setelah dikorbankan, diambil organ hati, sisa bahan biologik

dimusnahkan dengan incenerator.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 42: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

3.4. Estimasi besar sampel

Pada penelitian ini, digunakan perhitungan besar sampel dengan rumus

Federer untuk penelitian experimental menggunakan hewan coba, sebagai

berikut :

(t-1)(r-1)>15, dengan33

t = jumlah kelompok perlakuan

r = Jumlah sampel per kelompok perlakuan, sehingga

(5-1)(r-1)>15

4(r-1)>15

4r-4>15

r = 4,75 ekor tikus per kelompok perlakuan, jadi

jumlah subjek hewan coba = 5 ekor/kelompok.

Sebagai antisipasi kemungkinan Drop Out (yang disebabkan kematian tikus

sewaktu percobaan) maka kami memakai 30 ekor tikus (masing-masing

kelompok, terdiri dari 6 ekor tikus), untuk mendapatkan data penelitian yang

lebih akurat.

Kriteria inklusi adalah tikus Wistar jantan, berat badan 200-250 gram, umur 3

bulan, tidak ada kelainan anatomis (tidak cacat). Kriteria eklusi adalah tikus

yang cacat anatomis, berat badan kurang dari 200 gram.

3.5. Proses eksperimen

3.5.1. Persiapan atmosfer toluena

Uap toluena dibuat dengan cara menyemprotkan toluena dengan spuit ke talang

kaca di pinggir atas dalam chamber sesuai dengan pajanan yang diinginkan yaitu

sebanyak 1.6 cc, 3,2 cc, 6,4 cc, 12,8 cc. Ke dalam chamber dialirkan udara yang

melewati bubbler. Konsentrasi uap toluena dipertahankan dengan penambahan

toluena setiap jam sesuai dengan perhitungan uap toluena yang keluar melalui

lubang yang terbuka. Di tengah chamber diletakkan kipas angin agar uap toluena

tersebar merata. Kondisi atmosfer dipertahankan konstan, dengan konsentrasi

oksigen sekitar 20%-21%, kelembaban 30%-70%, suhu lingkungan 18oC-

34oC.

31,32 Zat toluena mempunyai titik nyala 4,4

oC karena suhu lingkungan jauh

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 43: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

di atas titik nyala toluena, maka toluena cair akan cepat menguap habis (lihat

Lampiran 1).

3.5.2. Pemajanan Hewan Coba

Perlakuan hewan coba sesuai dengan : Guidelines for the care and use of

laboratory animal : Eight edition; 201134

.

Hewan coba dibagi ke dalam lima kelompok besar, yang terdiri dari satu

kelompok tidak dipajan toluena dan empat kelompok dipajan toluena, secara

lengkap dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1 Kelompok hewan coba dengan Pajanan Toluena

Kelompok Pajanan Toluena dalam

waktu 4 jam/hari selama

14 hari.

Jumlah Hewan coba

(tikus)

I Kontrol (tidak dipajan) 6

II 1,6 cc 6

III 3,2 cc 6

IV 6,4 cc 6

V 12,8 cc 6

Cara Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel tikus ke dalam masing-masing chamber dilakukan secara

alokasi random. Masing-masing chamber berisi tiga ekor tikus. Sebelum

pemajanan, hewan coba ditempatkan di dalam inhalation chamber (yang

berukuran 80 cm x 40 cm x 40 cm) yang terbuat dari kaca (dengan ketebalan 3

mm) yang bagian atasnya ditutup dengan kaca (dengan ketebalan 3 mm) dan

terdapat talang kaca dipinggir atas untuk wadah toluena yang diuapkan. Toluena

yang disemprotkan setelah menguap habis segera dilakukan perhitungan masa

pemajanan yaitu selama 4 jam.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 44: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

Aklimatisasi lain tidak dilakukan karena proses pemajanan dilakukan di ruangan

serupa dengan ruang pemeliharaan Laboratorium Experimental Patologi Anatomi

FKUI, dengan bentuk ruang, suhu, pencahayaan, kelembaban yang sama. Semua

tikus dikorbankan pada hari ke-14 (dua minggu setelah akhir percobaan),

kemudian dilakukan pemeriksaan kadar Malondialdehid hati dengan metode

Will’s, dan Histopatologi jaringan hati dengan pewarnaan Hematoxilin Eosin

(HE).

Sumber Asal Bahan

Tikus jenis Wistar dibeli dari Badan Litbangkes Jakarta.

Makanan tikus didapatkan dari Laboratorium Experimental

Patologi Anatomi FK UI.

Untuk cairan toluena, dibeli dari Toko Kimia Harum Sari.

Chamber berupa kaca berukuran 80 cm x 40 cm x 40 cm dan

kaca penutupnya, dengan ketebalan 3 mm dibeli dari PT.

Sarana Kaca.

Bubbler dibeli dari toko perlengkapan akuarium Fishera.

3.5.3. Pemeriksaan jaringan histopatologi dengan pewarnaan HE

Tujuan : Melihat gambaran histopatologi hati tikus setelah dipajan toluena

selama 14 hari.

Alat dan bahan :

- Kertas saring

- Automatic tissue processor

- Mikrotom putar

- obyek glass

- oven

- sodium chloride isotonis.

- Larutan formalin

- Etanol 70-100%

- Xylol

- parafin cair

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 45: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

- campuran putih telur dan glycerin ( l : l )

- pewarna hematoksilin

- Alkohol (absolut, 95%,70%)

- Air

- pewarna eosin

Prosedur :

1. Segera setelah tikus dikorbankan dilakukan pembedahan guna darah dan

jaringan hati.

2. Hati dicuci dengan larutan sodium chloride isotonis.

3. Hati dibelah dan difiksasi dengan larutan formalin selama 12 jam.

Pertama dilakukan pembungkusan ringan dengan kertas saring lalu

dimasukkan kedalam air mengalir untuk menghilangkan formalin

kemudian jaringan dimasukkan kedalam Automatic Tissue Processor.

4. Proses berikutnya adalah dehidrasi dengan menggunakan etanol 70-100%

yang dilakukan selama 6-24 jam.

5. Kemudian dilakukan penjernihan dengan pelarut Xylol selam l-6 jam.

6. Lalu direndam dalam parafin cair pada suhu 50-600C selama 0,5-6 jam

(proses Infiltrasi).

7. Kemudian Jaringan dikeluarkan dari Automatic Tissue Processor untuk

selanjutnya diblok dengan parafin (proses Embedding).

8. Setelah itu dilakukan pengirisan dengan alat Mikrotom putar dengan tebal

irisan 4-5 mikron, irisan tersebut kemudian dimasukkan kedalam sebuah

bak air hangat dan dipindahkan ke atas obyek glass yang terlebih dahulu

diolesi campuran putih telur dan glycerin (l : l), lalu dikeringkan dalam

oven.

9. Dilanjutkan dengan proses pewarnaan. Proses pewarnaan dengan

hematoksilin-eosin metode Mayers adalah sebagai berikut : bagian

jaringan yang akan diwarnai dimasukkan dalam air, pewarnaan dengan

hematoksilin selama tiga sampai lima belas menit, tergantung intensitas

warna yang ditimbulkan, cuci dengan air mengalir, dimasukkan kedalam

alkohol absolut bak 1 selama 1 menit kemudian bak 2 selama 1 menit

sampai bak 5, dicuci dengan air selama 10 menit (dilakukan dengan

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 46: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

cepat), pewarnaan dengan eosin selama beberapa detik sampai satu menit,

tergantung pada intensitas warna yang ditimbulkan, dicuci dengan air yang

mengalir selama 10-20 menit, dimasukkan dalam alkohol 70%,

selanjutnya dimasukkan ke dalam alkohol 95% bak l sampai bak 5

masing-masing selama 2 menit, kemudian dalam alkohol absolut, dicuci

dengan xylol sebanyak tiga kali, keringkan (biarkan xylol menguap).

10. Proses terakhir adalah mounting (pengawetan) yaitu dengan diberi

entellan. Kemudian preparat siap untuk diamati.

Pemeriksaan :

Preparat histopatologi dibaca oleh Spesialis Patologi Anatomi dari FK UI.

Penilaian gambaran histopatologi hati tikus pada seluruh lapangan pandang,

dinilai dengan sistem skoring untuk degenerasi sel hati, perlemakan, dan

kerusakan jaringan penunjang.

Hasil pemeriksaan :

Degenerasi sel hati atau degenerasi bengkak keruh, perlemakan hati dan

kerusakan jaringan penunjang masing-masing dibuat skoring.

- Untuk degenerasi bengkak keruh skoring 0,1,2

- Untuk perlemakan hati skoring 0,1,2,3

- Untuk kerusakan jaringan penunjang skoring 0,1,2,3

Total nilai skor maksimal = 8 (2+3+3)

3.5.4. Pemeriksaan Kadar MDA Hati dan Plasma

Pemeriksaan kadar MDA menggunakan tes thiobarbituric acid-reactive substance

(TBARS) metode Will’s (1987).

Tujuan : Memeriksa kadar konsentrasi MDA Hati dan Plasma setelah pajanan

akut toluena

Alat dan bahan :

- pipet 10, 200 μL, pipet tip

- stir bar

- tabung mikrosentrifugasi polipropilena

- semi-mikro kuvet

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 47: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

- Spektrofotometer

- Vortex

- magnetic stirrer

- water bath

- Mikrosentrifugasi

- 2-thiobarbituric acid

- asam asetat glacial

- natrium hidroksida

- malondialdehida bis dan aquabides.

Prosedur :

1. Siapkan larutan stok standar MDA dalam aquabidest dengan 7 konsentrasi

yang berbeda (blanko standar, 0,25 mol – 1,6 mol).

2. Siapkan larutan TCA 20% (b/v) dalam aquabidest

3. Siapkan larutan TBA 0,67% (b/v) dalam aqubidest.

4. Isi tabung sentrifus dengan 200 µl sampel tambahkan 1800 µL aquabidest

dan 1000 µl TCA 20% dan 2000 µl TBA 0,67% kemudian panaskan pada

suhu 95o selama 10 menit.

5. Diamkan larutan hingga mencapai suhu ruangan, kemudian lakukan

sentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit.

6. Dilakukan hal yang sama pada blangko.

7. Supernatan diambil hati-hati dengan menggunakan pipet kemudian diukur

serapannya dengan spektofotometer pada panjang gelombang 530 nm.

Pemeriksaan :

Dibuat kurva standar MDA dengan konsentrasi 0 nmol; 0,0125 nmol; 0,025 nmol;

0,05 nmol; 0,1 nmol; 0,4 nmol; 1,6 nmol; dan 32 nmol dalam 2000 µl kemudian

ukur kadar MDA sampel dengan menggunakan kurva standar.

Hasil pemeriksaan :

Dalam satuan nmol/mg.jaringan. Hasil pemeriksaan untuk kadar MDA Hati

dibandingkan dengan kadar MDA Hati kelompok kontrol dan untuk kadar MDA

Plasma dibandingkan dengan kadar MDA Plasma kelompok kontrol.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 48: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

3.6. Definisi operasional

3.6.1 Variabel tidak terikat (independen)

- Pajanan toluena adalah pajanan yang diberikan dengan waktu 14 hari,

banyaknya toluena yang disemprotkan pada talang kaca di pinggir atas

chamber sebesar 1,6 cc, 3,2 cc, 6,4 cc, 12,8 cc.

3.6.2 Variabel terikat (dependen)

- Konsentrasi MDA Hati tikus adalah kadar MDA pada hati tikus, yang

diperiksa pada semua tikus baik kelompok kontrol maupun yang terpajan

toluena 1,6 cc, 3,2 cc, 6,4 cc, 12,8 cc dengan menggunakan metode Will’s,

diperiksa setelah tikus dieutanasia, dibandingkan dengan kontrol. Satuan

nmol/mg jaringan.

- Gambaran Histopatologi Hati diperiksa di seluruh lapangan pandang

dengan pembesaran 40x, dengan mikroskop cahaya dan pewarnaan HE.

Preparat dibaca oleh Spesialis Patologi Anatomi dan dievaluasi dengan

skoring :

1. Degenerasi sel hati atau degenerasi bengkak keruh, adalah

perubahan sel hati akibat jejas yang bersifat reversibel. Sel hati

terlihat membesar, sitoplasma jernih granular, inti sel terletak di

tengah dan dalam batas normal.

*Skor 0 : tidak ditemukan degenerasi bengkak keruh

*Skor 1 : bila ditemukan degenerasi <50%,

*Skor 2 : terdapat degenerasi bengkak keruh >50%

2. Perlemakan hati, skoring perlemakan mengikuti skoring Brunt

maupun Klener :

*Skor 0 : perlemakan < 5%

*Skor 1 : perlemakan 5-33%

*Skor 2 : perlemakan 34-66%

*Skor 3 : perlemakan > 66%

3. Kerusakan jaringan penunjang :

*Skor 0 : bila terdapat dilatasi vena serta pelebaran sinusoid <50%

*Skor 1 : dilatasi vena serta pelebaran sinusoid >50%

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 49: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

*Skor 2 : dilatasi vena, pelebaran sinusoid dan terlihat sel-sel

radang perivenulae

*Skor 3: dilatasi vena, pelebaran sinusoid, sel-sel radang

perivenulae dan disertai fibrosis perivenulae.

- Kadar MDA Plasma tikus adalah kadar MDA Plasma tikus, yang diperiksa

pada semua tikus kelompok kontrol dan yang terpajan uap toluena 1,6 cc,

3,2 cc, 6,4 cc, 12,8 cc yang diperiksa segera setelah tikus dieutanasia,

dengan menggunakan metode Will’s, dibandingkan dengan kontrol.

Satuan nmol/mg jaringan.

3.7 Etik Penelitian pada Hewan Coba Tikus

Penelitian kesehatan dengan menggunakan hewan percobaan secara etis hanya

dapat dipertanggungjawabkan, jika:

1. Tujuan penelitian dinilai cukup bermanfaat.

2. Desain penelitian dapat menjamin bahwa penelitian akan mencapai

tujuannya.

3. Tujuan penelitian tidak dapat dicapai dengan menggunakan subjek

atau prosedur alternatif.

4. Manfaat yang akan diperoleh jauh lebih berarti dibandingkan dengan

penderitaan yang dialami hewan percobaan.

Penelitian ini telah diajukan ke komisi etik FK UI dan lulus uji etik pada bulan

Oktober 2011 (lihat Lampiran 2)

3.8. Analisis Statistik

Analisis statistik dengan menggunakan SPSS 11.5 yang terdiri dari :

1. Analisis deskriptif karakteristik dari masing-masing tikus dengan

melihat berat badan, suhu dalam chamber, kelembaban dalam

chamber.

2. Perbedaan rerata kadar MDA Hati antar kelompok, perbedaan rerata

gambaran Histopatologi Hati antar kelompok dan perbedaan rerata

kadar MDA Plasma antar kelompok digunakan uji komparatif yaitu

dengan uji One-way Anova post-hoc.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 50: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

3. Korelasi antara tingkat pajanan toluena dengan kadar MDA Hati,

antara pajanan toluena dengan gambaran Histopatologi Hati, antara

tingkat pajanan toluena dengan kadar MDA Plasma, antara kadar

MDA Hati dengan kadar MDA Plasma, antara gambaran Histopatologi

Hati dengan kadar MDA Plasma digunakan uji korelasi yaitu uji

Spearman’s rho dan korelasi antara kadar MDA Hati dengan gambaran

Histopatologi Hati digunakan uji korelasi Pearson.

3.8 Alur Penelitian

Penelitian dimulai dengan uji chamber dan pengukuran kadar toluena dalam

chamber, ukuran chamber diperbesar dari ukuran yang direncanakan semula dan

untuk pemajanan tikus Wistar jantan menggunakan volume toluena. Uji

pendahuluan dengan memasukkan seekor tikus dalam chamber tertutup,

kemudian dalam chamber yang diberi lubang di bagian atas sisi chamber dan

penambahan kipas angin, alat pengukur suhu serta kelembaban di dalam chamber.

Uji pendahuluan dilakukan terhadap satu ekor tikus tanpa pajanan dan satu ekor

tikus dengan pajanan toluena 64 cc (setara dengan 500 ppm). Tikus didekapitasi

diambil organ hatinya dan dibuat preparat histopatologi Hati yang diwarnai

dnegan pewarnaan HE guna penentuan skoring kerusakan histopatologi hati.

Setelah uji pendahuluan mulai dilakukan pemajanan terhadap 30 hewan coba.

Hewan coba dibagi ke dalam lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri

dari enam ekor tikus, setiap kelompok dibagi ke dalam dua chamber, jadi setiap

chamber terdiri dari tiga ekor tikus Wistar jantan.

Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol yang tidak dipajan dengan toluena,

kelompok 2 dipajan dengan toluena sebanyak 1,6 cc, kelompok 3 dipajan toluena

sebanyak 3,2 cc, kelompok 4 dipajan toluena sebanyak 6,4 cc, kelompok 5 dipajan

dengan toluena sebanyak 12,8 cc. Pemajanan toluena dilakukan selama empat jam

sehari selama empatbelas hari berturut-turut.

Pada hari ke 14 hewan coba diterminasi dengan dislokasi servikal kemudian

dilakukan pembedahan guna pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar MDA

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 51: SP-Yusita Permana Sari.pdf

31

Universitas Indonesia

Plasma dan organ hati untuk pemeriksaan kadar MDA Hati dan pembuatan

preparat histopatologi Hati. Secara ringkas lihat gambar 3.1.

Gambar 3.1 Alur penelitian

30 ekor tikus Wistar

Alokasi random : 5 grup. Masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus,

Setiap kelompok dibagi ke 2 chamber, yang setiap chambernya terdiri dari 3 ekor tikus

Kelompok 1 :

Dua chamber sebagai kontrol tidak dipajan

Kelompok 2 :

Dua chamber dipajan masing-masing 1,6 cc

Kelompok 3 :

Dua chamber dipajan masing-masing 3,4 cc

Kelompok 4 :

Dua chamber dipajan masing-masing 6,4 cc

Kelompok 5 :

Dua chamber dipajan masing-masing 12,8 cc

Setelah pemajanan, tikus diterminasi dengan dislokasi servikal

Dilakukan Pemeriksaan : 1. Kadar MDA Hati dan kadar MDA Plasma. 2. Jaringan Histopatologi Hati dengan pewarnaan HE

Uji chamber

Uji Pendahuluan

4 jam/ hari selama 14 hari

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 52: SP-Yusita Permana Sari.pdf

34 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Penelitian

Telah dilakukan pemeriksaan kadar MDA Hati dan MDA Plasma, pembuatan

sediaan Histopatologi Hati tikus Wistar jantan dan hasilnya telah dibaca oleh

Spesialis Patologi Anatomi. Jumlah sediaan keseluruhan 29 buah, karena terdapat

satu ekor tikus pada kelompok II yang mati dan datanya tidak dapat diambil.

Data yang didapatkan dari penelitian yaitu berat badan tikus, suhu dalam

chamber, kelembaban dalam chamber, kadar MDA Hati, gambaran Histopatologi

Hati dan kadar MDA Plasma (lihat lampiran 3).

4.2 Karakteristik Hewan Coba

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik hewan coba

I II III IV V p

kontrol 1,6cc 3,2cc 6,4cc 12,8cc

Berat badan 0,204#

Rerata 240 238 237 239 244

Simpang Baku 8 6 4 6 4

Suhu dalam

chamber

<0,001#

Median 30 30 30 29 29

Minimum-

Maksimum

29-31 29-32 29-32 27-31 27-31

Kelembaban

dalam chamber

<0,001#

Median 65 52 51 62 57

Mininum-

maksimum

50-71 31-67 40-65 54-70 52-61

#Uji Kruskal Wallis

Pada deskripsi subyek penelitian untuk berat badan tikus, uji normalitas distribusi

data masing-masing kelompok didapatkan distribusi data normal dengan nilai

p=0,114 dan uji Levene’s menunjukkan data tidak homogen dengan nilai p=0,021.

Uji Kruskal Wallis didapatkan perbedaan rerata berat badan tikus antar kelompok

tidak bermakna secara statistik (p=0,204).

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 53: SP-Yusita Permana Sari.pdf

35

Universitas Indonesia

Uji normalitas distribusi data suhu dalam chamber selama pemajanan toluena

masing-masing kelompok didapatkan distribusi data tidak normal (p<0,001),

setelah dilakukan transformasi data dan dilakukan uji normalitas kembali hasilnya

data suhu dalam chamber tetap tidak normal (p<0,001). Uji hipotesis dengan

Kruskal Wallis didapatkan perbedaan rerata suhu dalam chamber berbeda

bermakna secara statistik (p<0,001).

Uji normalitas distribusi data kelembaban dalam chamber selama pemajanan

toluena masing-masing kelompok didapatkan distribusi data tidak normal

(p=0,001), hasil transformasi data dan uji normalitas kembali data kelembaban

didapatkan distribusi data kelembaban dalam chamber tetap tidak normal

(p=0,001). Uji hipotesis dengan Kruskal Wallis didapatkan perbedaan rerata

kelembaban dalam chamber berbeda bermakna secara statistik (p<0,001).

4.3 Perbedaan rerata kadar MDA Hati, gambaran Histopatologi Hati dan

kadar MDA Plasma antar kelompok pajanan

Tabel 4.2 Rerata Kadar MDA Hati, gambaran Histopatologi Hati, kadar MDA

Plasma tikus Wistar jantan serta Perbedaan Rerata antar kelompok pajanan I II III IV V p

kontrol 1,6cc 3,2cc 6,4cc 12,8cc

MDA Hati 0,009#

Rerata 0,18 0,08 0,09 0,33 0,27

Simpang Baku 0,16 0,06 0,06 0,14 0,15

MDA Plasma 0,118##

Median 0.89 0.70 1.16 2.67 1,78

Minimum-

Maksimum 0.53 - 5.96 0.48 - 0.98 0.61 - 2.43 0.47 - 5.41 0,88-3,92

Gambaran

Histopatologi

Hati

<0,001#

Rerata 0 1 2 5 2

Simpang Baku 0 1 1 1 1 #Uji One way Anova

##Uji Kruskal Wallis

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 54: SP-Yusita Permana Sari.pdf

36

Universitas Indonesia

66656N =

Jumlah volume Toluena

136320

Kada

r MDA

Hat

i (nm

ol/m

g.ja

r)

,6

,5

,4

,3

,2

,1

0,0

-,1

5

66656N =

Jumlah volume Toluena

136320

Kada

r MDA

Pla

sma

(nm

ol/m

g.ja

r)

7

6

5

4

3

2

1

0

28

1

66656N =

Jumlah volume Toluena

136320

Skor

Hist

opat

ologi

8

6

4

2

0

-2

24

5

Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Rerata Kadar Rerata Kadar Rerata Skor

MDA Hati MDA Plasma Histopatologi Hati

Hasil uji normalitas distribusi data kadar MDA Hati diperoleh hasil p=0,004 yang

menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Hasil transformasi data dengan

fungsi log diperoleh data log kadar MDA Hati dan didapatkan uji normalitas data

dengan hasil nilai p=0,229, demikian juga hasil uji varians diperoleh data yang

homogen dengan nilai p=0,349. Uji Oneway ANOVA, diperoleh hasil terdapat

perbedaan rerata kadar MDA Hati yang bermakna secara statistik (p=0,009) yang

artinya paling tidak terdapat perbedaan rerata kadar MDA Hati pada dua

kelompok pajanan. Uji post hoc dengan menggunakan uji LSD didapatkan

terdapat perbedaan rerata antara kelompok 1-4, 2-4, 2-5, 3-4 dan 3-5. Secara

lengkap dapat dilihat pada table 4.3.

Tabel 4.3 Uji post hoc (LSD) kadar MDA Hati

Kelompok Kontrol 1,6 cc 3,2 cc 6,4 cc

Kontrol

1,6 cc 0,214

3,2 cc 0,236 0,909

6,4 cc 0,047 0,003 0,003

12,8 cc 0,223 0,021 0,021 0,406

Hasil uji normalitas distribusi data kadar MDA Plasma diperoleh hasil p<0,001

yang menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Hasil transformasi data

dengan fungsi log diperoleh data log kadar MDA Plasma dan didapatkan uji

normalitas data dengan hasil nilai p=0,043 yang tetap tidak normal. Dilakukan uji

Kruskal Wallis, diperoleh hasil tidak ada perbedaan rerata kadar MDA Plasma

yang bermakna secara statistik (p=0,118).

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 55: SP-Yusita Permana Sari.pdf

37

Universitas Indonesia

Hasil uji normalitas distribusi data gambaran Histopatologi Hati diperoleh hasil

p=0,012 yang menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Hasil

transformasi data dengan fungsi log diperoleh data log gambaran Histopatologi

Hati dan didapatkan uji normalitas data dengan hasil nilai p=0,070 yang

menunjukkan data terdistribusi normal, demikian juga diperoleh hasil uji varians

diperoleh data yang homogen dengan nilai p=0,126. Uji One way ANOVA

diperoleh hasil terdapat perbedaan skor gambaran Histopatologi Hati antar

kelompok pajanan yang bermakna secara statistik (p<0.001) yang artinya paling

tidak terdapat perbedaan rerata skor gambaran Histopatologi Hati pada dua

kelompok pajanan. Uji post hoc dengan menggunakan uji LSD didapatkan

terdapat perbedaan rerata antara kelompok 1-3, 1-4, 1-5, 2-3, 2-4, 2-5, 3-4 dan 4-

5. Secara lengkap dapat dilihat pada table 4.4.

Tabel 4.4 Uji post hoc (LSD) skor gambaran Histopatologi Hati

Kelompok Kontrol 1,6 cc 3,2 cc 6,4 cc

Kontrol

1,6 cc 0,130

3,2 cc 0,001 0,038

6,4 cc <0,001 <0,001 <0,001

12,8 cc <0,001 0,019 0,745 <0,001

4.4 Korelasi antara pajanan toluena dengan kadar MDA Hati, MDA Plasma

dan gambaran Histopatologi Hati tikus Wistar jantan

Uji korelasi antara pajanan toluena dengan kadar MDA Hati menggunakan uji

Spearman’s rho secara statistik menunjukkan korelasi positif dengan nilai

r=0,415 yang berarti kekuatan korelasi sedang dengan nilai p=0.025.

Uji korelasi antara pajanan toluena dengan kadar MDA Plasma menggunakan uji

Spearman’s rho secara statistik menunjukkan korelasi positif dengan nilai r=0,416

yang berarti kekuatan korelasi sedang dengan nilai p=0,025.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 56: SP-Yusita Permana Sari.pdf

38

Universitas Indonesia

Uji korelasi antara pajanan toluena dengan gambaran Histopatologi Hati

menggunakan uji Spearman’s rho secara statistik menunjukkan korelasi positif

dengan dengan nilai r= 0,719 yang berarti kekuatan korelasi kuat dengan nilai

p<0,001.

Jumlah volume Toluena

14121086420-2

Skor

His

topa

tolo

gi

8

6

4

2

0

-2

Gambar 4.4 Korelasi antara pajanan toluena dengan Skor Histopatologi Hati tikus

Wistar jantan

Uji regresi linier jumlah volume Toluena dengan skor Histopatologi Hati

didapatkan persamaan : Skor Histopatologis Hati = 1,199 + (0,177 x volume

toluena).

Nilai R Square adalah 0.517. R Square disebut koefisien detrminasi, yang dalam

hal ini berarti 51,7% nilai Skor Histopatologi Hati dipengaruhi oleh jumlah

volume toluena.

Uji korelasi kadar MDA Hati dengan kadar MDA Plasma dengan menggunakan

uji Spearman’s rho menunjukkan korelasi positif dengan nilai r=0,372 yang

berarti kekuatan korelasi lemah dengan nilai p=0,047.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 57: SP-Yusita Permana Sari.pdf

39

Universitas Indonesia

Uji korelasi kadar MDA Hati dengan gambaran Histopatologi Hati dengan

menggunakan uji Pearson menunjukkan korelasi positif dengan nilai r=0,375

yang berarti kekuatan korelasi lemah dengan nilai p=0.045.

Uji korelasi kadar MDA Plasma dengan gambaran Histopatologi Hati dengan

menggunakan uji Spearman’s rho secara statistik menunjukkan tidak terdapat

korelasi dengan nilai p=0.065.

4.5 Pengaruh volume toluena dengan analisis faktor perancu suhu dan

kelembaban dalam chamber terhadap kadar MDA Hati, gambaran

Histopatologi Hati dan kadar MDA Plasma

Hasil uji statistik dengan menggunakan General Linier Model untuk melihat

pengaruh variabel independen (jumlah volume toluena, suhu chamber, dan

kelembaban chamber) terhadap hasil penelitian (kadar MDA Hati, gambaran

Histopatologi Hati dan kadar MDA Plasma) tikus Wistar jantan.

Tabel 4.5 Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen Variabel independen Variabel dependen Nilai p

Volume toluena MDA Hati

Gambaran Histopatologi Hati

MDA Plasma

0,071

<0,001

0,157

Suhu dalam chamber MDA Hati

Gambaran Histopatologi Hati

MDA Plasma

0,148

<0,001

0,214

Kelembaban dalam chamber MDA Hati

Gambaran Histopatologi Hati

MDA Plasma

0,046

<0,001

0,117

Dari tabel di atas :

- Hasil kadar MDA Hati dipengaruhi oleh kelembaban.

- Hasil gambaran Histopatologi Hati dipengaruhi oleh volume toluena, suhu

dalam chamber, kelembaban dalam chamber.

- Hasil kadar MDA Plasma tidak dipengaruhi oleh volume toluena, suhu

dalam chamber, kelembaban dalam chamber.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 58: SP-Yusita Permana Sari.pdf

40 Universitas Indonesia

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Berat Badan tikus Wistar jantan, Suhu dalam Chamber, dan

Kelembaban dalam Chamber

Pada uji statistik berat badan tikus, tidak ada perbedaan rerata berat badan tikus

yang bermakna antar kelompok pajanan (tabel 4.2). Pada uji statistik untuk suhu

dan kelembaban dalam chamber didapatkan perbedaan rerata suhu dan

kelembaban yang bermakna antar kelompok pajanan hal ini bisa disebabkan oleh

karena lingkungan sekitar yang berubah-ubah dan dapat merupakan keterbatasan

dalam penelitian ini oleh karena ruangan tidak ada pengaturan suhu dan

kelembaban yang tetap terjaga konstan sehingga dapat mempengaruhi suhu dan

kelembaban dalam chamber, untuk itu dilakukan analisis multivariat dengan

menggunakan General Linier Model guna mengetahui pengaruh daripada suhu

dan kelembaban terhadap perubahan kadar MDA Hati dan kadar MDA Plasma

serta gambaran Histopatologi Hati tikus Wistar jantan.

5.2 Malondialdehid Hati dan Malondialdehid Plasma tikus Wistar jantan

Pajanan toluena menyebabkan stres oksidatif dan pembentukan ROS, terutama

dalam jaringan hati dan otak. Efek merugikan ke sistem saraf pusat dan hati telah

dilaporkan untuk toluena. Peningkatan ROS menyebabkan kenaikan kadar MDA

yang merupakan hasil yang paling penting dari lipid peroksidase.14,36,37

Bae dan

Yoon (2001) melaporkan bahwa toluena menyebabkan peningkatan kadar MDA

hati tikus. Penelitian oleh Tas U dkk (2011) dengan pajanan toluena 3000 ppm 1

jam per hari selama 4 minggu pada tikus menghasilkan peningkatan kadar MDA

hati.14

Hipotesis penelitian ini teruji dengan hasil penelitian yaitu terdapat perbedaan

rerata kadar MDA Hati yang bermakna secara statistik antar kelompok pajanan.

Uji one way Anova post hoc didapatkan perbedaan rerata kadar MDA Hati yang

bermakna secara statistik antara kelompok 1-4, 2-4, 2-5, 3-4, 3-5, sehingga dapat

dikatakan pada kelompok 4 dengan pajanan 6,4 cc (setara dengan 50 ppm) mulai

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 59: SP-Yusita Permana Sari.pdf

41

Universitas Indonesia

terjadi kenaikan rerata kadar MDA Hati walaupun antara kelompok 1 kontrol dan

kelompok 5 dengan pajanan 12,8 cc tidak terdapat perbedaan rerata kadar MDA

Hati yang bermakna secara statistik, tetapi terlihat pada gambar 4.1 rerata kadar

MDA Hati kelompok 4 dengan pajanan 6,4 cc dan kelompok 5 dengan pajanan

12,8 cc lebih tinggi dibanding kelompok 1 kontrol. Adapun pada kelompok 5

dengan pajanan 12,8 cc terlihat terjadi penurunan rerata kadar MDA Hati

dibandingkan dengan kelompok 4 dengan pajanan 6,4 cc, namun secara statistik

perbedaan rerata antara kelompok 4 dengan pajanan 6,4 cc dengan kelompok 5

dengan pajanan 12,8 cc tidak bermakna secara statistik atau hal ini dapat

disebabkan oleh pengaruh kelembaban sesuai hasil uji General Linier Model.

Korelasi antara pajanan toluena dengan kadar MDA Hati dan antara

pajanan toluena dengan kadar MDA Plasma bermakna secara statistik akan tetapi

kekuatan korelasi hanya sedang oleh karena pajanan toluena dapat merusak

membran sel secara langsung sehingga sel-sel hati dan sel-sel darah ada yang

tidak menghasilkan MDA atau dapat karena pajanan yang cukup lama yaitu

selama 14 hari, pada hari-hari awal pemajanan MDA Hati dan MDA Plasma

meningkat akan tetapi semakin lama pemajanan sel-sel akan rusak sehingga MDA

yang terbentuk juga berkurang. Korelasi antara kadar MDA Hati dengan kadar

MDA Plasma dan antara kadar MDA Hati dengan gambaran Histopatologi Hati

didapatkan korelasi yang bermakna secara statistik akan tetapi kekuatan korelasi

lemah hal ini dapat disebabkan karena kenaikan MDA Hati akibat proses oksidatif

stres pada sel-sel hati, kenaikan kadar MDA Plasma merupakan gabungan MDA

yang dibentuk dari sel-sel darah sendiri dan MDA yang dibentuk oleh sel-sel

organ lain, kenaikan kadar MDA Hati menyebabkan kerusakan hati juga semakin

meningkat akan tetapi semakin tinggi pajanan, MDA dapat menurun sedangkan

gambaran Histopatologi Hati kerusakannya semakin bertambah.

Perbedaan rerata kadar MDA Plasma didapatkan hasil yang tidak bermakna secara

statistik namun jika diperhatikan pada gambar 4.3 kadar MDA Plasma mengalami

kenaikan mulai kelompok 3 dengan pajanan 3,2 cc, sehingga dapat dikatakan

bahwa kadar MDA Plasma pada pajanan 3,2 cc (setara dengan 25 ppm) mulai

terjadi peningkatan kadar MDA Plasma. Korelasi antara kadar MDA Plasma

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 60: SP-Yusita Permana Sari.pdf

42

Universitas Indonesia

dengan gambaran Histopatologi Hati didapatkan tidak bermakna secara statistik,

hal ini disebabkan perubahan gambaran Histopatologi Hati disebabkan karena

pajanan toluena pada hati, sedangkan kadar MDA Plasma dihasilkan oleh proses

oksidatif stres pada sel-sel darah dan sel-sel organ lain yang ikut dalam aliran

darah.

5.3 Gambaran Histopatologi Hati Tikus Wistar Jantan

Perubahan histopatologi pada hati akibat cedera pada sel yang dapat diidentifikasi

di bawah mikroskop cahaya adalah pembengkakan sel, perubahan lemak

khususnya pada sel parenkim yang dimanifestasikan dengan munculnya vakuola

lipid di sitoplasma. Hal ini terlihat pada hampir semua sel yang berhubungan

dengan metabolisme lemak, seperti hepatosit dan sel miokard. Selain itu pada hati

juga terjadi kerusakan jaringan penunjang yaitu pelebaran vena, adanya sel-sel

radang dan fibrosis.11,12

Dosis rendah toluena menyebabkan akumulasi lemak

pada hati di bagian sentrilobular dan periportal dan hiperplasia sel Kupffer

(Halifeoglu dkk, 2000) tetapi dosis tinggi toluena menyebabkan pembesaran hati,

nekrosis sel-sel hati perisentral dan midzonal, degenerasi ballon, degenerasi lemak

makrovesikuler dan mikrovesikuler dan fibrosis perisentral (Bae and Yoon,

2001).14

Pada kelompok yang dipajan toluena yaitu kelompok 2, 3, 4 dan 5 terlihat nilai

rerata dari gambaran Histopatologi Hati lebih tinggi dibandingkan dengan

kontrol. Uji one way Anova post hoc memperlihatkan perbedaan rerata yang

bermakna antara kelompok 1-3, 1-4, 1-5, 2-3, 2-4, 2-5, 3-4, dan 4-5 sehingga

dapat dikatakan mulai kelompok 3 dengan pajanan 3,2 cc (setara dengan 25 ppm)

terjadi perubahan gambaran Histopatologi Hati akibat pajanan toluena. Pada

pajanan toluena 3,2 cc (setara dengan 25 ppm) gambaran Histopatologi Hati yang

terlihat adalah degenerasi sel hati (skor tertinggi 2) dan kerusakan jaringan

penunjang (skor tertinggi 1), sedangkan pada pajanan toluena 6,4 cc (setara

dengan 50 ppm) mulai terlihat degenerasi sel hati (skor tertinggi 2), perlemakan

(skor tertinggi 3), dan kerusakan jaringan penunjang (skor tertinggi 2). Kerusakan

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 61: SP-Yusita Permana Sari.pdf

43

Universitas Indonesia

pada hati yang terjadi adalah kerusakan yang masih bersifat reversibel artinya jika

pajanan dihentikan hati akan kembali seperti semula.8

Pada uji korelasi antara pajanan toluena dengan gambaran Histopatologi Hati,

menunjukkan korelasi positif yang bermakna dengan kekuatan korelasi positif

kuat. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pajanan toluena mempunyai korelasi

dengan gambaran Histopatologi Hati, semakin tinggi pajanan toluena yang

terhirup, maka reaksi inflamasi yang terjadi di hati semakin meningkat juga,

akibatnya gambaran Histopatologi Hati menunjukkan kerusakan yang semakin

meningkat sampai dengan kelompok 4 dengan pajanan 6,4 cc (setara dengan 50

ppm) kemudian terjadi penurunan skor gambaran Histopatologi Hati yang

bermakna secara statistik pada kelompok 5 dengan pajanan 12,8 cc dibandingkan

dengan kelompok 4 dengan pajanan 6,4 cc yang seharusnya kerusakan yang

terlihat lebih berat. Penurunan skor gambaran Histopatologi Hati pada kelompok

5 dengan pajanan 12,8 cc ini, bisa dapat disebabkan karena pengaruh suhu dan

kelembaban yang didapatkan dari hasil uji General Linier Model. Dengan

demikian hasil uji hipotesis bahwa terdapat perbedaan rerata skor gambaran

Histopatologi Hati antar kelompok pajanan dan terdapat korelasi antara pajanan

toluena dengan skor gambaran Histopatologi Hati diterima.

Keterbatasan dari penelitian ini adalah tidak dilakukannya pengukuran kadar

toluena dalam chamber selama pemajanan, oleh karena tidak adanya alat yang

tepat untuk pengukuran, volume toluena yang digunakan adalah dari hasil

perhitungan. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya diharapkan pengukuran

dilakukan sehingga diketahui kadar toluena dalam chamber yang pasti.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 62: SP-Yusita Permana Sari.pdf

44 Universitas Indonesia

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Pajanan akut toluena pada berbagai dosis rendah memperlihatkan

kerusakan sel yang ditandai dengan :

a. Kenaikan kadar MDA Hati tikus Wistar jantan mulai pada dosis pajanan

6,4 cc (setara dengan 50 ppm) yang bermakna secara statistik.

b. Kenaikan kadar MDA Plasma tikus Wistar jantan mulai pada dosis 3,2 cc

(setara dengan 25 ppm) yang tidak bermakna secara statistik.

c. Kenaikan skor gambaran Histopatologi Hati tikus Wistar jantan mulai

dosis pajanan 3,2 cc (setara dengan 25 ppm) yang bermakna secara

statistik.

6.1.2 Pajanan akut toluena pada berbagai dosis rendah memperlihatkan korelasi

positif antara :

a. Pajanan toluena dengan kadar MDA Hati dan kadar MDA Plasma tikus

Wistar jantan masing-masing dengan kekuatan korelasi sedang.

b. Pajanan toluena dengan gambaran Histopatologi Hati tikus Wistar jantan

dengan kekuatan korelasi kuat.

c. Kadar MDA Hati dengan gambaran Histopatologi Hati dan kadar MDA

Plasma tikus Wistar jantan masing-masing dengan kekuatan korelasi

lemah.

6.1.3 Tidak ada korelasi antara kadar MDA Plasma dengan skor gambaran

Histopatologi Hati

6.2 Saran

1. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan penanda adanya stres

oksidatif awal yaitu pemeriksaan ROS Hati, sehingga diketahui apakah

toluena langsung merusak membran sel atau tidak, dengan memperhatikan

suhu dan kelembaban hendaknya dijaga konstan, baik di dalam chamber

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 63: SP-Yusita Permana Sari.pdf

45

Universitas Indonesia

maupun di lingkungan sekitar dan pemeriksaan fungsi hati seperti aktivitas

enzim Alanin Transaminase (ALT), enzim Aspartate Trasnaminase (AST)

agar berguna sebagai rujukan pemeriksaan pada pekerja yang terpajan

toluena.

2. Perlu kajian lebih lanjut Nilai Ambang Batas toluena oleh karena pajanan

dosis rendah toluena di bawah Nilai Ambang Batas pada hati sudah terdapat

kerusakan bermakna.

3. Penelitian selanjutnya agar diupayakan alat yang dapat mengukur kadar

toluena dalam chamber sehingga diketahui kadar yang pasti.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 64: SP-Yusita Permana Sari.pdf

46 Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

1. Sullivan JB Jr, Krieger GR. Clinical Environmental Health and Toxic

Exposure. In : Brailsford CS, Douidar SM, Snodgrass WR. Clinical

Hepatotoxicity.2nd

ed. Philadelphia US, 2001; p. 233.

2. U.S DEPARTMENT OF HEALTH AND HUMAN SERVICES. Public

Health Service. Agency for Toxic Substances and Disease Registry.

Toxicological profile for toluena. September 2000.

3. Canadian Centre for Occupational Health and Safety. [computer program].

December 5, 2008 [last update on April 19,2010]. Available from: htpp://

www. ccohs.ca.

4. Occupational liver damage – Toluene. [computer program]. 29 Apr 2011.

Available from: htpp://www.wrongdiagnosis.com/o/...liver_ damage_

toluene/intro.htm.

5. McKeown NJ. Toluene Toxicity. Medscape reference. [computer program]

Apr 11 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/

818939-overview.

6. ___Toluena uses and market. [computer program]. Updated: March 2008.

Available from: http://www.icis.com/v2/chemicals/9076550/toluene/uses.

html.

7. Edelfors S, Hass U, Hougaard K. Changes in markers of oxidative stress

and membrane properties in synaptosomes from rats exposed prenatally to

toluene. Pharmacol Toxicol. 2002; 90:26-31.

8. Coskun O, Otter S, Korkmaz A, Armuteu, Kanter M. The oxidative and

morphological effects of high concentration chronic toluene exposure on

rat sciatic nerves. Neurochem Res. 2005; 30:33-8.

9. Mattia CJ, Lebel CP, Bondy SC. Effect of toluene and its metabolites on

cerebral reactive oxygen species generation. Biochem Pharmacol. 1991;

42:879-82.

10. Mattia CJ, Adams JD Jr, Bondy SC. Free radical induction in the brain and

liver by product of toluene catabolism. Biochem Pharmacol. 1993;46:103-

10.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 65: SP-Yusita Permana Sari.pdf

47

Universitas Indonesia

11. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Basic Pathology. In: Cellular Responses

to Stress and Toxic Insults: Adaptation, Injury, and Death. Eight edition.

United States of America, 2010; p. 3-22.

12. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Basic Pathology. In: Acute and Chronic

Inflammation. Eight edition. United States of America, 2010; p. 44.

13. ___CHRONIC TOXICITY SUMMARY. TOLUENE. [computer program]. CAS

Registry Number: 108-88-3. I. Available from: htpp:// www. oehha.

ca.gov/air/chronic_rels/ pdf/ 108883.pdf.

14. Tas U, Ogeturk M, Meydan S, Kus I Kuloglu T, Ilhan N et.al.

Hepatotoxic Activity of Toluene Inhalation and Protective Role of

Melatonin. Toxicol Ind Health [serial online] February 22, 2011; vol. 27 no.

5: 465-473.

15. Hansson T, Petterson BM, Eneroth P, Gustafsson JA. Neonatal exposure to

toluene : Effect on the development of liver microsomal cytochrome P-450

and serum hormone levels in the rat. Toxicology. 1985 Oct; 37(1-2):39-50.

16. Syarif A. Peranan Toksikologi Dalam Pengembangan Dan Pemanfaatan

Obat Bahan Alam Di Indonesia. Pidato Pada Upacara Pengukuhan Sebagai

Guru Besar Tetap dalam Ilmu Farmakologi dan Terapeutik pada Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 23 Februari 2008.

17. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Toluene. [computer

program]. March 3, 2011. Available from: http://www.atsdr.cdc.gov/MMG

/MMG.asp.

18. Material Safety Data Sheet Number. Toluene. [computer program].

09/16/09. Available from: http:// exporterlabchemicals.com/ msds/ AL4029.

html.

19. Material Safety Data Sheet 85056. [computer program]. 03/02/2010.

Available from: http://www.imperialsupplies.com/msds0850560.shtml.

20. ___Standar Nasional Indonesia. Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di

udara tempat kerja. Istilah dan definisi. SNI 19-0232- 2005; 2: 1.

21. ___Threshold Limit Values for Chemical Substances and Physical Agent.

American Confrence of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH),

2009.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 66: SP-Yusita Permana Sari.pdf

48

Universitas Indonesia

22. Lee H, Mihi Y. Applications of CYP-450 expression for biomonitoring in

environmental health. Environ Health Prev Med. 2008; 13:84–93.

23. International Programme on Chemical Safety. Environmental health

criteria. Toluene. [computer program]. Geneva 1985. Available from:

http://www.inchem.org/documents/ehc/ehc/ehc52.htm.

24. Junquera LC, Carnero J. Histologi Dasar. In : Organ-organ yang

Berhubungan Dengan Saluran Cerna. Edisi 10. 2007; hal 318-31.

25. Tim kerja kelompok diskusi medical bedah Universitas Indonesia.

Penatalaksanaan serosis hepatis berdasarkan evidence based nursing

(EBN). [computer program]. 2009. Available from: http://www.scribd.com/

doc /52595089/Sirosis-hepatis.

26. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. In: Metabolism and

Temperature Regulation. Eleventh edition. Philadelphia. 2006; p. 875-78.

27. Liver Detoxification. [computer program]. May 12, 2007. Available from:

http://www.b3d70.wordpress.com/2007/05/12/liver-detoxification.

28. Sihombing M, Raflizar. Status Gizi dan Fungsi Hati Mencit (galur cbs-

swiss) dan Tikus Putih (galur wistar) di laboratorium hewan percobaan

puslitbang biomedis dan farmasi. Media Litbang Kesehatan Volume XX

Nomor 1 Tahun 2010.

29. Calmbacher C. What are the functions of the liver in rats? [computer

program]. February 14th, 2010. Available from: http:// www. answerbag.

com/q_view/1922480.

30. Environmental Protection Agency (US) Toxicological Review of Toluene

(internet). Washingson DC : Environmental protection Agency (US); 2005

Sept (cited 2012, May 21). 179p. Available from:

http://www.epa.gov/iris/toxreviews/0118tr.pdf.

31. Romanovsky AA, Ivanov AI, Shimansky YP. Selected Contribution

Ambient Temperature for Experiments in rats: a new method for

determining the zone of thermal neutrality. J Appl Physiol June 2002

February (cited 2013 June 10th). 92: 2667-2679. Available from:

http://jap.physiology.org/content/92/6/2667.full.pdf.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 67: SP-Yusita Permana Sari.pdf

49

Universitas Indonesia

32. Committee for the Update of the Guide for the Care and Use of Laboratory

Animals; National Research Council Guide for the Care and Use of

Laboratory Animals: Eighth Edition. Washington D.C: National Academic

Press. 2010. Available from: http://www.aaalac.org/resources/Guide_2011.

33. Hanafiah KA. Rancangan Percobaan, Teori & Aplikasi. Edisi 6. 2005;

BAB 1: hal.9.

34. Guidelines for the care and use of laboratory animal. [computer program].

Eight edition. 2011. Available from: http://www.dels.nas.edu/dels/

resources/ static-assets/ilar/.../GUIDE%202010.pdf.

35. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 4. 2009.

36. Yoshikawa T, Naito Y. What is Oxidative Stress. JMAJ. 2002 July; 45(7):

271-276. Available from: http://www.med.or.jp/ english/pdf/2002.../ 271_276.

pdf.

37. Tas U, Ogeturk M, Kuloglu T, Sapmaz HI, Kocaman N, Zararsiz I, et.al.

HSP70 immune reactivity and TUNEL positivity in the liver of toluene-

inhaled and melatonin-treated rats. Toxicol Ind Health. 2013 Jul; 29(6):

514-22.

38. Constantinescu D, Cozmei C, Ghitescu M, Havarneanu D, Carasevici E.

Assessment of Apoptosis in Rats Chronically Exposed to Organic Solvents.

The Journal of Preventive Medicine 2003; 11 (1): 61-66.

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 68: SP-Yusita Permana Sari.pdf

Lampiran 1

TEHNIK PERCOBAAN

Percobaan ini dilakukan Pada Suhu Kamar T= 25 dan P=1

Percobaan

Keterangan gambar :

- Udara dialirkan melalui lubang yang ada di sisi bawah salah

satu dinding chamber.

- Toluena cair disemprotkan pada talang kaca yang terdapat di

sisi atas dinding chamber. Toluena cair ini akan dibiarkan

menguap sampai habis

- Segera setelah habis akan dilakukan perhitungan waktu selama

4 jam pajanan.

Chamber

80 x 40x 40 cm

(berisi 3 tikus)

Pompa

Penghasil

Udara

(Bubbler)

Toluena cair dimasukkan talang kaca yang ada di sisi atas dinding chamber

4 cm

Udara keluar dari lubang di sisi atas chamber

Percobaan ini dilakukan Pada Suhu Ruang T= 28-32 oC dan P = 1 ATM

Universitas Indonesia

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 69: SP-Yusita Permana Sari.pdf

“lanjutan”

- Pada percobaan ini, uap toluena akan berada di dasar chamber

dibandingkan dengan udara, karena berat jenis uap toluena

adalah 3.18 kali berat jenis udara.

- Tabel untuk perhitungan pajanan toluena 12.5, 25, 50 dan 100

ppm dan perhitungan toluena yang ditambahkan setiap jamnya.

Volume chamber = 80 cm x 40 cm x 40 cm = 128000 cm3 = 128 liter.

Pajanan Toluena yang diharapkan (dalam ppm)

Pajanan Toluena yang dibutuhkan dalam masing-masing chamber

Aliran udara yang keluar dari chamber (berdasarkan hasil pengukuran di Balai Hiperkes Bulan Agustus 2011 minggu ke-4 (dianggap konstan)

Jumlah Toluena yang ditambahkan setiap jamnya

12.5 12.5/1000000 x 128 liter = 0.0016 liter = 1.6 cc

5 ml/detik. 5 ml/detik x 3600 detik x 12.5 /1000000 = 0.225 ml (dibulatkan ke 0.3 ml)

25 25/1000000 x 128 liter = 0.0032 liter = 3.2 cc

5 ml/detik. 5 ml/detik x 3600 detik x 25 /1000000 = 0.45 ml (dibulatkan ke 0.5 ml)

50 50/1000000 x 128 liter = 0.0064 liter = 6.4 cc

5 ml/detik. 5 ml/detik x 3600 detik x 50 /1000000 = 0.9 ml.

100 100/1000000 x 128 liter = 0.0128 liter = 12.8 cc

5 ml/detik. 5 ml/detik x 3600 detik x 100 /1000000 = 1.8 ml.

Universitas Indonesia

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 70: SP-Yusita Permana Sari.pdf

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 71: SP-Yusita Permana Sari.pdf

Lampiran 3

DATA PENELITIAN

No Kode Toluena Berat Badan Suhu Kelembaban MDA Plasma MDA Hati

(cc) (gram) Aq nmol/mg.jar nmol/mg.jar 1 I-1 0 230 29.66 64.97 5,959 0,207

2 I-2 0 232 29.66 64.97 0,665 0,086

3 I-3 0 244 29.66 64.97 1,196 0,074

4 I-4 0 249 29.66 64.97 0,756 0,055

5 I-5 0 247 29.66 64.97 1,029 0,493

6 I-6 0 236 29.66 64.97 0,528 0,142

7 II-1 1,6 235 30.13 54.16 0,98 0,157

8 II-2 1,6 241 30.13 54.16 0,475 0,376

9 II-3 1,6 246 30.13 54.16 - -

10 II-4 1,6 241 30.13 54.16 0,858 0,387

11 II-5 1,6 231 30.13 54.16 0,701 0,385

12 II-6 1,6 230 30.13 54.16 0,597 0,207

13 III-1 3,2 238 30.14 51.51 0,649 0,368

14 III-2 3,2 241 30.14 51.51 1,085 0,513

15 III-3 3,2 242 30.14 51.51 1,242 0,096

16 III-4 3,2 231 30.14 51.51 2,426 0,358

17 III-5 3,2 238 30.14 51.51 1,642 0,382

18 III-6 3,2 234 30.14 51.51 0,614 0,252

19 IV-1 6,4 235 29.34 62.27 0,710 0,024

20 IV-2 6,4 237 29.34 62.27 5,215 0,029

21 IV-3 6,4 243 29.34 62.27 5,413 0,138

22 IV-4 6,4 246 29.34 62.27 1,681 0,060

23 IV-5 6,4 242 29.34 62.27 3,653 0,107

24 IV-6 6,4 232 29.34 62.27 0,468 0,170

25 V-1 12,8 244 28,83 57,13 1,554 0,194 26 V-2 12,8 239 28,83 57,13 2,233 0,350 27 V-3 12,8 248 28,83 57,13 0,875 0,069 28 V-4 12,8 242 28,83 57,13 3,916 0,201 29 V-5 12,8 243 28,83 57,13 1,798 0,503 30 V-6 12,8 248 28,83 57,13 1,757 0,284

Universitas Indonesia

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 72: SP-Yusita Permana Sari.pdf

“lanjutan”

DATA PENELITIAN

No Kode Toluena

(cc) Degenerasi sel

hati Perlemakan Kerusakan jrgan

penunjang Total

Gbran PA 1 I-1 0 0 0 0 0

2 I-2 0 0 0 0 0

3 I-3 0 0 0 0 0

4 I-4 0 0 0 0 0

5 I-5 0 0 0 1 1

6 I-6 0 0 0 0 0

7 II-1 1,6 0 0 1 1

8 II-2 1,6 1 0 1 2

9 II-3 1,6 - - - -

10 II-4 1,6 0 0 0 0

11 II-5 1,6 1 0 1 2

12 II-6 1,6 0 0 0 0

13 III-1 3,2 1 0 0 1

14 III-2 3,2 2 0 0 2

15 III-3 3,2 2 0 1 3

16 III-4 3,2 2 0 1 3

17 III-5 3,2 1 0 1 2

18 III-6 3,2 1 0 1 2

19 IV-1 6,4 2 1 1 4

20 IV-2 6,4 2 0 1 3

21 IV-3 6,4 2 1 1 4

22 IV-4 6,4 2 2 1 5

23 IV-5 6,4 2 1 1 4

24 IV-6 6,4 2 3 2 7

25 V-1 12,8 1 0 1 2

26 V-2 12,8 1 0 1 2

27 V-3 12,8 2 0 1 3

28 V-4 12,8 2 0 1 3

29 V-5 12,8 1 0 1 2

30 V-6 12,8 1 0 1 2

Universitas Indonesia

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014

Page 73: SP-Yusita Permana Sari.pdf

“lanjutan”

Gambaran Histopatologi Hati

Kelompok I/Kontrol (tidak dipajan)

Kelompok II (pajanan 1,6 cc toluena)

Kelompok IV (pajanan 6,8 cc toluena)

Universitas Indonesia

Deteksi hepatotoksisitas..., Yusita Permana Sari, FK UI, 2014