Source Rock

25
SOURCE ROCK Definisi Batuan Induk Secara populer, pembentukan minyakbumi terjadi karena pengonggokan zat organik terutama plankton pada dasar laut, dan tertimbun dengan sedimen halus dalam keadaan reduksi, sehingga terawetkan. Hal ini hanya terjadi di cekungan sedimen dimana terdapat suatu ambang dari laut terbuka, sehingga terdapat suatu keadaan setengah euxinic, dengan sedimentasi yang cepat, dibarengi dengan penurunan. Lama – lama kita mendapatkan suatu urut – urutan batuan serpih yang kaya akan zat organik dan berwarna hitam yang disebut “ source rock” atau batuan induk. ( dalam Koesoemadinata, 1980 ). Jenis Batuan Induk Pada umumnya batuan induk dibayangkan sebagai batuan serpih berwarna gelap, kaya akan zat organik dan biasanya diendapkan dalm lingkungan marin. Beberapa penyelidikan

description

Source Rock

Transcript of Source Rock

Page 1: Source Rock

SOURCE ROCK

Definisi Batuan Induk

Secara populer, pembentukan minyakbumi terjadi karena pengonggokan zat

organik terutama plankton pada dasar laut, dan tertimbun dengan sedimen halus dalam

keadaan reduksi, sehingga terawetkan. Hal ini hanya terjadi di cekungan sedimen

dimana terdapat suatu ambang dari laut terbuka, sehingga terdapat suatu keadaan

setengah euxinic, dengan sedimentasi yang cepat, dibarengi dengan penurunan. Lama –

lama kita mendapatkan suatu urut – urutan batuan serpih yang kaya akan zat organik

dan berwarna hitam yang disebut “ source rock” atau batuan induk. ( dalam

Koesoemadinata, 1980 ).

Jenis Batuan Induk

Pada umumnya batuan induk dibayangkan sebagai batuan serpih berwarna

gelap, kaya akan zat organik dan biasanya diendapkan dalm lingkungan marin.

Beberapa penyelidikan ( Patnode, 1941; Hunt dan Jameson, 1956 dalam

Koesoemadinata 1980 ) memperlihatkan bahwa semua batuan sedimen mengandung zat

organik, terutama dalam bentuk “ kerogen “ walaupun hidrokarbon dan aspal ditemukan

pula ( Smith, 1954 ). Terutama batuan serpih yang berwarna gelap paling banyak

mengandung “ kerogen “ ( Telisa Group, La Luna Fm, Venezuela ). Selain kerogen,

menurut Phillipi, 1957 ( dalam Kosoemadinata, 1980 ) batuan induk ( dalam hal ini

serpih dari Telisa Group ) mengandung 5 sampai 5000 ppm hidrokarbon pribumi

( indigenous ).

Page 2: Source Rock

Selain serpih, gamping dapat bertindak sebagai batuan induk. Gehman, 1962

( dalam Koesoemadinata, 1980 ) berkesimpulan, bahwa secara umum gamping

mengandung lebih sedikit zat organik daripada serpih, tetapi zat organik ini

mengandung proporsi hidrokarbon yang lebih tinggi, sedangkan dalam sedimen resen,

karbon dan lempung mengandung jumlah hidrokarbon yang sama.

Batubara Sebagai Batuan Induk

Selama ini batubara dianggap sebagai bataun induk yang tidak efektif didalam

mengakumulasi minyakbumi karena sedikitnya korelasi geografis antara lapangan

minyak dengan endapan batubara. Hal tersebut dikarenakan batubara yang dipelajari

selama ini yang berumur Paleozoikum dan jenis batubaranya dari bituminus sampai

antrasit.

Terdapat perbedaan antara batubara yang berumur Paleozoikum dengan

Kenozoikum. Hal ini diakibatkan oleh biota selama Paleozoikum berbeda dengan biota

selama Kenozoikum. Beberapa tanaman yang hidup pada masa Kenozoikum

mengandung resin dan lilin yang lebih banyak daripada tanaman yang hidup pada

Paleozoikum, sehingga batubara Kenozoikum mempunyai potensi yang lebih besar

untuk membentuk hidrokarbon cair.

Rank batubara merupakan pertimbangan penting dalam membedakan

keberadaan minyak dan batubara, karena kestabilan hidrokarbon cair berakhir pada

peringkat batubara bituminus. Tetapi tidak selamanya di lapangan terjadi asosiasi antara

minyak dengan batubara bituminus ataupun antrasit. Untuk perbandingan yang lebih

baik kita harus melihat ladang minyak yang terletak di dekat batubara lignit atau

subbituminus.

Page 3: Source Rock

Batubara tersier yang ditemukan akhir-akhir ini memiliki tipe kerogen campuran

antara Tipe II dan Tipe III dengan perbandingan sama yang berarti mengandung resinit

dan kutinit yang mampu untuk membentuk hidrokarbon cair dalam jumlah yang cukup

banyak. Batubara dianggap sebagai batuan induk minyakbumi di Cekungan Gippsland,

Australia dan Delta Mahakam, Kalimantan serta beberapa cekungan lain di Indonesia.

Material Organik Dalam Sedimen

Proses Pembentukan Material Organik

Proses pembentukan material organik di dalam sedimen tidak terlepas oleh

adanya proses daur karbon. Daur karbon ini dapat terjadi melalui beberapa cara.

Beberapa diantaranya yaitu: pernafasan hewan ( termasuk manusia ), tanaman yang

mengeluarkan CO2 langsung ke atmosfer, peluruhan bakteri dan oksidasi tanaman

secara alami serta hewan yang mati juga menghasilkan CO2. Pembakaran bahan bakar

oleh manusia dan oksidasi rembesan minyakbumi juga mendaur ulang karbon.

Dalam prosesnya daur karbon tidak memiliki efisiensi yang 100 %. Sebagian

kecil material organik selalu lepas dari daur tersebut karena terisolasi oleh lingkungan

sehingga oksidasi yang seharusnya mengubah material tersebut menjadi CO2 tidak dapat

terjadi. Material yang terisolasi ini berjumlah sekitar 1 % dari jumlah material organik

yang terdaur ulang, tetapi seiring dengan waktu geologi jumlah tersebut menghasilkan

sejumlah besar fosil material organik. Sebagian fosil material organik tersebut

tersimpan dalam bentuk batubara, minyakbumi dan gas alam.

Proses perubahan material organik menjadi batubara, minyak atau gas alam terjadi

pada kondisi dengan temperatur rendah ( sekitar temperatur kamar ). Ketika organisme

Page 4: Source Rock

telah mati, peluruhan segera terjadi. Molekul kompleks terpecah menjadi molekul yang

lebih kecil dengan struktur yang lebih sederhana.

Page 5: Source Rock

Gambar 1. Daur Karbon. Angka menunjukkan jumlah dalam milyar ton. Angka dalam

kurung menunjukkan jumlah yang terawetkan ; angka tanpa kurung menunjukkan

jumlah yang terubah per tahun ( Waples, 1985 ).

Sebagian besar organisme terdiri dari beberapa macam polimer ( contoh :

selulosa, protein, lignin ) sehingga peluruhan tersebut dapat dianggap sebagai suatu

transformasi dari biopolimer ke geomonomer ( gambar 2).

Gambar 2 Contoh transformasi dari bipolimer ke geomonomer ( Waples, 1985 ).

Bipolimer dan geomonomer dapat mengalami peluruhan akibat faktor

mikrobiologis dan nonbiologis. Biopolimer akan meluruh oleh akibat aktivitas bakteri

sedangkan geomonomer akan cepat terurai dengan sendirinya. Sebagai contoh gula dan

Page 6: Source Rock

asam amino dapat segera terurai oleh mikroorganisme dan karena itu sangat sulit

mendeteksi zat tersebut di dalam sedimen. Pada saat biopolimer dan geomonomer

terurai, suatu proses lain terjadi. Banyak molekul yang terdapat di dalam

organisme yang telah mati sangat reaktif dan reaksi spontan terjadi di antara

mereka. Reaksi ini menghasilkan akumulasi molekul yang telah tersintesis dari

molekul yang lebih kecil. Proses terbentuknya terjadi di dalam geosfer dan disebut

sebagai geopolimer. Kerogen dan asam humus adalah contoh dari geopolimer.

Produktivitas dan Pengawetan

Syarat utama terbentuknya batuan yang kaya material organik adalah

terdapatnya sejumlah material organik yang terendapkan serta terlindung dari

destruksi akibat proses diagenesis. Dua faktor penting yang mempengaruhi jumlah

material organik di dalam suatu batuan sedimen adalah produktivitas dan

pengawetan. Dalam hal ini produktivitas lebih berperan daripada pengawetan.

Karena tanpa adanya produksi yang besar, akumulasi dan pengawetan material

organik tidak akan terjadi.

A. Produktivitas

Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah nutrisi, intensitas

cahaya, temperatur, suplai karbonat, predator, dan kondisi kimia air. Tersedianya

nutrisi merupakan suatu parameter penting penunjang produktivitas. Lingkungan

laut dangkal lebih produktif daripada lingkungan laut dalam karena adanya proses

daur-ulang nutrisi secara lokal terhadap organisma yang telah meluruh serta adanya

suplai nutrisi dari daratan.

B. Pengawetan

Page 7: Source Rock

Faktor yang mempengaruhi pengawetan material organik adalah oksidasi,

tipe material organik yang diendapkan dan kecepatan akumulasi sedimen. Dari

ketiga faktor tersebut oksidasi merupakan faktor yang paling penting ( tabel.1 )

Zona dengan kandungan oksigen yang relatif tinggi disebut zona oksik,

sedangkan zona dengan kandungan oksigen di bawah 0,2 % disebut zona anoksik

( Waples, 1985 ). Proses yang terjadi pada zona oksik disebut proses aerobik dan

pada zona anoksik disebut anaerobik. Sedikitnya kadar oksigen akan

menghentikan proses diagenesa. Sehingga kehadiran material organik dalam

jumlah yang besar dalam batuan menunjukkan diagenesis telah berhenti yang

diperkirakan karena kekurangan oksigen ( proses anaerobik ).

Akan tetapi, banyak sedimen pada zona oksik mengandung material

organik yang melimpah, terutama yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi.

Sehingga kandungan materi organik tidak dapat langsung dipergunakan untuk

mengklasifikasi batuan sedimen ke dalam golongan oksik ataupun anoksik.

Page 8: Source Rock
Page 9: Source Rock

Kerogen

Kerogen merupakan bagian material organik yang terdapat di dalam

batuan sedimen yang tidak larut dalam pelarut organik biasa yang diakibatkan

oleh besarnya ukuran molekul kerogen. Dalam geokimia minyak bumi, kerogen

merupakan sesuatu yang penting karena kerogen merupakan sumber dari sebagian

besar migas. Sejarah diagenesis dan katagenesis kerogen, juga kondisi alami

material organik penyusunnya, sangat mempengaruhi kemampuan kerogen

memproduksi migas.

Pembentukan kerogen

Proses pembentukan kerogen dimulai ketika destruksi ( perusakan ) dan

transformasi di tubuh organisme terjadi. Diagenesis menyebabkan hilangnya air,

karbon dioksida, dan amonia dari geopolimer asalnya. Jika proses reduksi sulfat

anaerobik terjadi dalam sedimen, sejumlah besar sulfur akan tergabung ke dalam

struktur kerogen. Kerogen yang terbentuk dalam kondisi reduksi akan terdiri atas

fragmen berupa molekul biogenik. Kerogen yang terbentuk dalam kondisi oksidasi

terutama terdiri atas molekul biogenik yang tahan degradasi.

Biopolimer organik berukuran besar ( misalnya protein dan karbohidrat )

sebagian atau seluruhnya terurai dengan beberapa komponennya terusak atau

terpakai untuk membentuk geopolimer baru, yaitu molekul besar yang tidak

memiliki struktur biologi teratur. Geopolimer merupakan prazat kerogen tetapi bukan

kerogen sebenarnya. Sewaktu terjadi diagenesis di dalam kolom air, tanah dan sedimen,

geopolimer menjadi lebih besar, lebih kompleks dan lebih tidak teratur strukturnya.

Page 10: Source Rock

Kerogen sebenarnya, yang memiliki berat molekul sangat tinggi, berkembang setelah

tertimbun puluhan atau ratusan meter.

Jumlah sulfur yang dihasilkan dari material organik asal relatif sangat kecil.

Karbon-karbon yang berikatan ganda – yang sangat reaktif – terubah menjadi senyawa

jenuh atau senyawa berstruktur siklik. .

Gambar 3 Transformasi Material Organik dalam Sedimen dan Batuan Sedimen

( diadaptasi dari Waples, 1985 ).

Page 11: Source Rock

Pembentukan kerogen bersaing dengan perusakan material organik akibat

proses oksidasi. Kebanyakan oksida material organik di dalam sedimen melibatkan

mikroba. Mikroorganisme cenderung merusak molekul kecil yang biogenik atau

sejenisnya. Geopolimer cukup tahan terhadap degradasi bakteri karena sistem enzim

bakteri tidak dapat merusaknya. Dalam suatu lingkungan oksidasi, molekul biogenik

kecil akan dirusak oleh bakteri sebelum molekul tersebut membentuk geopolimer.

Dalam lingkungan reduksi ( oksigen rendah ) kebalikan hal di atas terjadi, lambatnya

aktivitas bakteri memberikan kesempatan molekul biogenik membentuk geopolimer dan

karena itu terjadilah pengawetan material organik. Kerogen yang terbentuk dalam

kondisi reduksi akan terdiri atas fragmen berupa molekul biogenik. Kerogen yang

terbentuk dalam kondisi oksidasi terutama terdiri atas molekul biogenik yang tahan

degradasi.

Komposisi Kerogen

Berdasarkan komposisinya maka kerogen oleh Lembaga Minyak Prancis

(IFP) dikelompokkan dalam tiga tipe utama yang dikenal dengan Tipe I, II, III

dan IV. Kerogen Tipe I sangat jarang karena berasal dari alga danau. Kehadiran kerogen

tipe ini terbatas pada danau yang anosik dan jarang didapatkan pada lingkungan laut.

Kerogen tipe ini memiliki kapasitas yang tinggi untuk menggenerasikan hidrokarbon cair.

Kerogen Tipe II berasal dari beberapa sumber yang sangat berbeda, yaitu alga

laut, polen dan spora, lapisan lilin tanaman, dan fosil resin. Lemak tanaman juga

menghasilkan kerogen Tipe II. Kebanyakan kerogen Tipe II ditemukan dalam sedimen

laut dengan kondisi reduksi.

Page 12: Source Rock

Kerogen Tipe III terdiri dari material organik darat yang hanya sedikit mengandung

lemak atau zat lilin. Selulosa dan lignin adalah penyumbang terbesar pada kerogen Tipe

III. Kerogen Tipe III mempunyai kapasitas produksi hidrokarbon cair lebih rendah

daripada kerogen Tipe II, dan jika tanpa campuran kerogen Tipe II biasanya kerogen Tipe

III ini menghasilkan gas.

Kerogen Tipe IV terdiri dari rombakan organik dan material yang teroksidasi

yang berasal dari berbagai sumber. Kerogen ini biasanya tidak memiliki potensi

menghasilkan hidrokarbon. Klasifikasi kerogen menurut Stach ( 1975 ) tertera dalam

tabel 2.3 sebagai berikut:

Tabel 2 Jenis Kerogen Menurut prazatnya ( menurut Stach, 1975 ; diambil dari

BP Short Course, 1992 ).

Page 13: Source Rock

Kematangan Kerogen dan Pembentukan Hidrokarbon

Perubahan pada kerogen yang diakibatkan oleh faktor temperatur dikenal

dengan proses pematangan. Terjadi ketika kerogen berada pada temperatur yang tinggi

dalam jangka waktu yang cukup lama. Merupakan reaksi penguraian termal yang disebut

katagenesis dan metagenesis, di mana terjadi pemecahan molekul-molekul kecil dan

meninggalkan sisa kerogen yang lebih resisten. Molekul yang kecil itu mobilitasnya lebih

tinggi dan dikenal dengan nama bitumen.

Page 14: Source Rock

Gambar 4. Plot bitumen yang terbentuk sebagai fungsi kematangan ( garis putus - putus )

dibandingkan dengan bitumenyang tertinggal di dalam batuan ( garis penuh ). Perbedaan

antara kedua kurva tersebut menunjukkan jumlah bitumen yang dikeluarkan dari batuan

atau yang terengkah menjadi hidrokarbon ringan. Diambil dari Waples ( 1985 ).

Pembentukan bitumen umumnya terjadi pada proses katagenesis sedangkan

pada proses metagenesis hasil utamanya berupa gas metana. Bila tidak terjadi ekspulsi

pada batuan induk ataupun proses perekahan pada bitumen maka jumlah bitumen di

dalam batuan induk akan sangat melimpah. Tetapi kenyataan di alam sebagian bitumen

tersebut terdorong keluar dari batuan induk atau terubah menjadi gas yang

menyebabkan kandungan bitumen di dalam batuan induk rendah. Ketika katagenesis

pada kerogen terjadi, molekul kecil terpecah dari matriks kerogen. Sebagian molekul

kecil tersebut adalah hidrokarbon, sedangkan sebagian lainnya adalah senyawa yang

heterogen. Senyawa kecil tersebut lebih mobil daripada molekul kerogen dan

merupakan prazat langsung pembentuk migas. Namun umum molekul semacam ini

Page 15: Source Rock

adalah bitumen. Akhir-akhir ini semakin dipahami bahwa tidak semua kerogen

menghasilkan hidrokarbon pada derajat katagenetik yang sama yang ditunjukkan oleh

data reflektansi vitrinit. Derajat katagenetik sangat bervariasi bagi kerogen ketika

menghasilkan minyakbumi.

Gambar 5 Model Pembentukan hidrokarbon dari berbagai tipe kerogen ,Waples ( 1985).

Resinit dan kerogen yang kaya sulfur dapat menghasilkan hidrokarbon cair lebih awal

daripada kerogen yang lain karena reaksi kimia tertentu terjadi pada kedua material

tersebut. Resinit terjadi atas terpana terpolimer yang dapat terurai dengan mudah dengan

membalikkan proses polimerisasi. Kerogen yang kaya sulfur dapat terurai juga dengan

mudah karena ikatan karbon-sulfur lebih lemah daripada ikatan lain didalam kerogen

yang miskin sulfur.

Page 16: Source Rock

Pembentukan kerogen dikatakan efektif jika hasil pembentukan tersebut dapat

dikeluarkan dari batuan dan bermigrasi ke suatu perangkap. Waktu dan keefisienan

suatu ekspulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat fisik batuan dan beberapa

pertimbangan geokimia lainnya. Banyak peneliti percaya bahwa perekahan mikro (

micro-fracturing ) yang terjadi pada batuan induk merupakan faktor yang sangat

penting bagi ekspulsi hidrokarbon. Perekahan tersebut berkaitan dengan penekanan

berlebih ( tekanan luap ) yang sebagian akibatnya berupa pembentukan hidrokarbon.

Identifikasi Batuan Induk

Waples (1985) menyebutkan batuan induk dapat dibedakan menjadi tiga

macam yaitu :

1. Batuan induk efektif, yaitu batuan sedimen yang telah menghasilkan

hidrokarbon.

2. Batuan induk berpeluang ( possible source rock ) yaitu batuan sedimen yang

potensinya belum dievaluasi tetapi kemungkinan telah menghasilkan

hidrokarbon dan untuk meyakinkannya diperlukan suatu studi khusus.

3. Batuan induk potensial, yaitu batuan sedimen belum matang ( immature )

yang diyakini akan dapat menghasilkan hidrokarbon jika mempunyai

temperatur pematangan yang lebih tinggi.

Konsekuensinya, suatu lapisan batuan induk yang sama dapat dikatakan

efektif pada suatu tempat, potensial pada daerah yang bertemperatur pematangan

lebih rendah dan dikatakan berpeluang di daerah yang belum diteliti. Bahkan dapat

Page 17: Source Rock

pula dikatakan sama sekali tidak bersifat sebagai batuan induk jika terjadi perubahan

fasies sehingga kandungan organiknya sangat rendah.

Untuk keperluan identifikasi batuan induk maka parameter yang dapat dinilai

di da!am menginterpretasinya adalah :

a. Kuantitas ( quantity ) yang dapat diperoleh dengan mengetahui persentase

jumlah material organik di dalam batuan sedimen.

b. Kualitas ( quality ) / tipe kerogen. Kualitas ( tipe ) diketahui dengan Indeks

Hidrogen yang dimiliki oleh batuan induk. Dengan mengetahui besarnya

maka tipe kerogennya dapat diketahui sehingga produk yang dihasilkan pada

puncak pematangan dapat pula diketahui.

c. Kematangan ( maturity ). Dengan mengetahui tingkat kematangan suatu

batuan maka dapat diperkirakan kemampuan batuan tersebut untuk

menggenerasikan minyak atau gas bumi. Tingkat kematangan suatu batuan

dapat diketahui dengan pemantulan vitrinit ( % Ro ), indeks alterasi termal

( TAI ) dan temperatur maksimum pada pirolisis ( Tmax ).