Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

211
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798- 1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat . Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. [rujukan? ] Sebagai sebuah ilmu , sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil- hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum. Kelompok tersebut mencakup keluarga , suku bangsa , negara , dan berbagai organisasi politik , ekonomi, sosial. Daftar isi 1 Sejarah istilah sosiologi 2 Pokok bahasan sosiologi 3 Ciri-Ciri dan Hakikat Sosiologi 4 Kegunaan Sosiologi 5 Objek Sosiologi 6 Ruang Lingkup Kajian Sosiologi 7 Perkembangan sosiologi dari abad ke abad o 7.1 Perkembangan pada abad pencerahan o 7.2 Pengaruh perubahan yang terjadi pada abad pencerahan o 7.3 Gejolak abad revolusi o 7.4 Kelahiran sosiologi modern 8 Referensi 9 Lihat pula 10 Baca lebih lanjut 11 Pranala Luar Sejarah istilah sosiologi Rangkaian dari

description

hj

Transcript of Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Page 1: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.

Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya.[rujukan?] Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.

Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial.

Daftar isi

1 Sejarah istilah sosiologi 2 Pokok bahasan sosiologi 3 Ciri-Ciri dan Hakikat Sosiologi 4 Kegunaan Sosiologi 5 Objek Sosiologi 6 Ruang Lingkup Kajian Sosiologi 7 Perkembangan sosiologi dari abad ke abad

o 7.1 Perkembangan pada abad pencerahano 7.2 Pengaruh perubahan yang terjadi pada abad pencerahano 7.3 Gejolak abad revolusio 7.4 Kelahiran sosiologi modern

8 Referensi 9 Lihat pula 10 Baca lebih lanjut 11 Pranala Luar

Sejarah istilah sosiologi

Rangkaian dari

Sains

Sains formal [tampilkan]

Sains fisik [tampilkan]

Sains kehidupan [tampilkan]

Page 2: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Ilmu sosial [tampilkan]

Ilmu terapan [tampilkan]

Interdisipliner [tampilkan]

Portal

Kategori

l

b

s

Potret Auguste Comte.

1842: Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi.[rujukan?] Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial.[rujukan?] Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.[rujukan?] Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologi dinamis dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi.[rujukan?] Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa).[rujukan?] Masing-masing berjasa besar

Page 3: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.[rujukan?]

Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis.[rujukan?] Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.

1876: Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.

Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.

Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.

Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology.

Pokok bahasan sosiologi

Pokok bahasan sosiologi ada empat:

1. Fakta sosial sebagai cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunyai kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut.[rujukan?]

Contoh, di sekolah seorang murid diwajibkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid).

2. Tindakan sosial sebagai tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain.[rujukan?]

Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.

3. Khayalan sosiologis sebagai cara untuk memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia.[rujukan?] Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya. Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah permasalahan (troubles) dan isu (issues). Permasalahan pribadi individu merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi. Isu merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu.

Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah masalah. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta

Page 4: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan isu, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.

4. Realitas sosial adalah pengungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.

Ciri-Ciri dan Hakikat Sosiologi

Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut.[1]

Empiris , yaitu didasarkan pada observasi (pengamatan) dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).

Teoritis , yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.

Komulatif , yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.

Nonetis , yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.

Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sebagai berikut.[2]

Sosiologi adalah ilmu sosial, bukan ilmu pengetahuan alam atau ilmu pasti (eksakta) karena yang dipelajari adalah gejala-gejala kemasyarakatan.

Sosiologi termasuk disiplin ilmu kategori, bukan merupakan disiplin ilmu normatif karena sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi, bukan apa yang seharusnya terjadi.

Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni (pure science) dan dalam perkembangannya sosiologi menjadi ilmu pengetahuan terapan (applied science).

Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan abstrak dan bukan ilmu pengetahuan konkret. Artinya yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya peristiwa itu sendiri.

Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum, serta mencari prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia, sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia.

Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Hal ini menyangkut metode yang digunakan.

Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi mempunyai gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antara manusia.

Kegunaan Sosiologi

Page 5: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Kegunaan Sosiologi dalam masyarakat,antara lain:

Untuk pembangunan

Sosiologi berguna untuk memberikan data-data sosial yang diperlukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian pembangunan

Untuk penelitian

Tanpa penelitian dan penyelidikan sosiologis tidak akan diperoleh perencanaan sosial yang efektif atau pemecahan masalah-masalah sosial dengan baik

Objek Sosiologi

Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai beberapa objek.[3]

Objek Material

Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses hubungan antara manusia yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri.

Objek Formal

Objek formal sosiologi lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan demikian objek formal sosiologi adalah hubungan manusia antara manusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.

Objek budaya

Objek budaya salah satu faktor yang dapat memengaruhi hubungan satu dengan yang lain.

Objek Agama

Pengaruh dari objek dari agama ini dapat menjadi pemicu dalam hubungan sosial masyarakat, dan banyak juga hal-hal ataupun dampak yang memengaruhi hubungan manusia.

Ruang Lingkup Kajian Sosiologi

Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi mengkaji lebih mendalam pada bidangnya dengan cara bervariasi.[4] Misalnya seorang sosiolog mengkaji dan mengamati kenakalan remaja di Indonesia saat ini, mereka akan mengkaji mengapa remaja tersebut nakal, mulai kapan remaja tersebut berperilaku nakal, sampai memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Hampir semua gejala sosial yang terjadi di desa maupun di kota baik individu ataupun kelompok, merupakan ruang kajian yang cocok bagi sosiologi, asalkan menggunakan prosedur ilmiah. Ruang lingkup kajian sosiologi lebih luas dari ilmu sosial lainnya.[5] Hal ini dikarenakan ruang lingkup sosiologi mencakup semua interaksi sosial yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok di lingkungan masyarakat. Ruang lingkup kajian sosiologi tersebut jika dirincikan menjadi beberapa hal, misalnya antara lain:[6]

Page 6: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Ekonomi beserta kegiatan usahanya secara prinsipil yang berhubungan dengan produksi, distribusi,dan penggunaan sumber-sumber kekayaan alam;

Masalah manajemen yaitu pihak-pihak yang membuat kajian, berkaitan dengan apa yang dialami warganya;

Persoalan sejarah yaitu berhubungan dengan catatan kronologis, misalnya usaha kegiatan manusia beserta prestasinya yang tercatat, dan sebagainya.

Sosiologi menggabungkan data dari berbagai ilmu pengetahuan sebagai dasar penelitiannya. Dengan demikian sosiologi dapat dihubungkan dengan kejadian sejarah, sepanjang kejadian itu memberikan keterangan beserta uraian proses berlangsungnya hidup kelompok-kelompok, atau beberapa peristiwa dalam perjalanan sejarah dari kelompok manusia. Sebagai contoh, riwayat suatu negara dapat dipelajari dengan mengungkapkan latar belakang terbentuknya suatu negara, faktor-faktor, prinsip-prinsip suatu negara sampai perjalanan negara di masa yang akan datang. Sosiologi mempertumbuhkan semua lingkungan dan kebiasaan manusia, sepanjang kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia dan dapat memengaruhi pengalaman yang dirasakan manusia, serta proses dalam kelompoknya. Selama kelompok itu ada, maka selama itu pula akan terlihat bentuk-bentuk, cara-cara, standar, mekanisme, masalah, dan perkembangan sifat kelompok tersebut. Semua faktor tersebut dapat memengaruhi hubungan antara manusia dan berpengaruh terhadap analisis sosiologi.

Perkembangan sosiologi dari abad ke abad

Perkembangan pada abad pencerahan

Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.

Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini.

Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak pada abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.

Pengaruh perubahan yang terjadi pada abad pencerahan

Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.

Gejolak abad revolusi

Page 7: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangsawan dan kaum Rohaniwan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.

Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas

Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.

Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :

Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.

Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.

Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).

Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.

Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi.

Page 8: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.

Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.

Referensi

1. ̂ William D Perdue. 1986. Sociological Theory: Explanation, Paradigm, and Ideology. Palo Alto, CA: Mayfield Publishing Company. Hlm. 20

2. ̂ Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Hlm. 5

3. ̂ James. M. Henslin, 2002. Essential of Sociology: A Down to Earth Approach Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon. Hlm 10

4. ̂ Pitirim Sorokin. 1928. Contemporary Sociological Theories. New York: Harper. Hlm. 25

5. ̂ Randall Collins. 1974. Conflict Sociology: Toward an Explanatory Science. New York: Academic Press. Hlm. 19

6. ̂ George Ritzer. 1992. Sociological Theory. New York: Mc Graw-Hill. Hlm. 28

(Indonesia) Sosiologi: KBBI. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2002 Andrey Korotayev , Artemy Malkov, and Daria Khaltourina, Introduction to Social

Macrodynamics, Moscow: URSS, 2006. ISBN 5-484-00414-4 [1].

Lihat pula

Masyarakat Organisasi Kebudayaan Asimilasi Konflik perubahan sosial

Baca lebih lanjut

Aby, Stephen H. Sociology: A Guide to Reference and Information Sources, 3rd edn. Littleton, Colorado, Libraries Unlimited Inc., 2005, ISBN 1-56308-947-5 . OCLC 57475961. Missing or empty |title= (help)

Babbie, Earl R. . 2003. The Practice of Social Research, 10th edition. Wadsworth, Thomson Learning Inc., ISBN 0-534-62029-9 . OCLC 51917727. Missing or empty |title= (help)

Collins, Randall . 1994. Four Sociological Traditions. Oxford, Oxford University Press ISBN 0-19-508208-7 . OCLC 28411490. Missing or empty |title= (help)

Coser, Lewis A. , Masters of Sociological Thought : Ideas in Historical and Social Context, New York, Harcourt Brace Jovanovich, 1971. ISBN 0-15-555128-0.

Page 9: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Giddens, Anthony . 2006. Sociology (5th edition), Polity, Cambridge. ISBN 0-7456-3378-1 . OCLC 63186308. Missing or empty |title= (help)

Landis, Judson R (1989). Sociology: Concepts and Characteristics (ed. 7th). Belmont, California: Wadsworth. ISBN 0-534-10158-5

Macionis, John J (1991). Sociology (ed. 3rd). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. ISBN 0-13-820358-X

Merton, Robert K. . 1959. Social Theory and Social Structure. Toward the codification of theory and research, Glencoe: Ill. (Revised and enlarged edition) . OCLC 4536864. Missing or empty |title= (help)

Mills, C. Wright, The Sociological Imagination,1959 . OCLC 165883. Missing or empty |title= (help)

C. Wright Mills, Intellectual Craftsmanship Advices how to Work for young Sociologist

Mitchell, Geoffrey Duncan (2007, originally published in 1968). A Hundred Years of Sociology: A Concise History of the Major Figures, Ideas, and Schools of Sociological Thought. New Brunswick, New Jersey: Transaction Publishers. ISBN 978-0-202-36168-0. OCLC 145146341.

Nisbet, Robert A. 1967. The Sociological Tradition, London, Heinemann Educational Books. ISBN 1-56000-667-6 . OCLC 26934810. Missing or empty |title= (help)

Ritzer, George and Douglas J. Goodman. 2004. Sociological Theory, Sixth Edition. McGraw Hill. ISBN 0-07-281718-6 . OCLC 52240022. Missing or empty |title= (help)

Scott, John & Marshall, Gordon (eds) A Dictionary of Sociology (3rd Ed). Oxford University Press, 2005, ISBN 0-19-860986-8, . OCLC 60370982. Missing or empty |title= (help)

Wallace, Ruth A. & Alison Wolf. 1995. Contemporary Sociological Theory: Continuing the Classical Tradition, 4th ed., Prentice-Hall. ISBN 0-13-036245-X . OCLC 31604842. Missing or empty |title= (help)

White, Harrison C. . 2008. Identity and Control. How Social Formations Emerge. (2nd ed., Completely rev. ed.) Princeton, Princeton University Press. ISBN 978-0-691-13714-8 . OCLC 174138884. Missing or empty |title= (help)

Willis, Evan. 1996. The Sociological Quest: An introduction to the study of social life, New Brunswick, New Jersey, Rutgers University Press. ISBN 0-8135-2367-2 . OCLC 34633406. Missing or empty |title= (help)

1.   Jelaskan konsep diri di dalam Herbert Mead dan cobalah pikirkan apa kira-kira

pemkiran Mead mengenai  perkembangan masyarakat. Bagaimana teori simbolik

interaksionalisme menjelaskan perubahan masyarakat?

   Jawab:

   Diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah

kemampuan khusus untuk menjadi subjek maupun objek. Diri mensyaratkan proses sosial:

komunikasi antar manusia. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas dan antar

hubungan sosial. Menurut Mead adalah mustahil membayangkan diri yang muncul dalam

Page 10: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

ketiadaan pengalaman sosial. Tetapi, segera setelah diri berkembang, ada kemungkinan

baginya untuk terus ada tanpa kontak sosial.  Ia terus mempunyai kemampuan untuk

menerima dirinya sendiri sebagai sebuah obyek. Segera setelah diri berkembang, orang

biasanya, tetapi tidak selalu mewujudkannya. Contoh: diri tak terlibat dalam tindakan yang

dilakukan karena kebiasaan atau dalam pengalaman fisiologis spontan tentang kesakitan atau

kesenangan. Demikian juga yang terjadi pada perkembangan masyarakat.

   Diri berhungan secara dialektis dengan pikiran. Artinya, di satu pihak Mead menyatakan

bahwa tubuh bukanlah diri dan baru akan menjadi diri bila pikiran telah berkembang.

      Teori simbolik interaksionalisme menjelaskan perubahan masyarakat adalah, sebagai berikut:

      Manusia mempunyai kemampuan istemewa untuk menciptakan isyarat yang berhubungan

dengan suara, dan kemampuan ini menimbulkan kemampuan khusus untuk mengembangkan

dan menggunakan simbol signifikan. Simbol signifikan menghasilkan bahasa dan

kemampuan khusus untuk berkomunikasi satu sama lain dalam artian sesungguhnya. Simbol

signifikan juga membukakan peluang untuk berpikir maupun berinteraksi dengan simbol-

simbol. Berpikir membuat seseorang menilai suatu masyarakat secara signifikan dan

menimbulkan hal-hal yang sepertinya harus diubah dalam masyarakat tersebut. Mead juga

mememandang masyarakat secara umum sebagai proses sosial tanpa henti yang mendahului

pikiran dan diri. Melalui proses sosial yang tanpa henti inilah masyarakat terus berubah.

2.  Pemerintah di masa lalu sering menekankan konsep masyarakat yang harmonis dan

seimbang’. Bandingkan dengan konsep Talcott Parsons tentang masyarakat dan apa

pendapat atau kritik anda?

      Jawab:

      Masyarakat yang harmonis dan seimbang memang selalu ingin dicapai oleh setiap

masyarakat. Di mana

       saja masyarakat itu berada tentu sudah menjadi dambaan masing-masing yang ingin terus

diwujudkan.

      Menurut Parsons, masyarakat terdiri dari fungsi-fungsi yang saling terkait seperti organ tubuh

mansuia. Jika satu bagian dari tubuh itu tidak berfungsi, maka bagian yang lain pun tidak

berfungsi. Kalau menurut saya masyarakat yang harmonis dan seimbang akan sulit dicapai,

karena saat ini beberapa golongan masyarakat berada dalam kondisi yang terpecah

dikarenakn mengenai konflik yang tidak terselesaikan pemecahannya.

3.  Jelaskan peran dan kedudukan kaum intelektual dari konsep Imajinasi Sosiologis dari

C. Wright Mills!

     Jawab:

Page 11: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

      Imajinasi sosiologis yang memungkinkan kita untuk pegang sejarah dan biografi dan

hubungan antara kedua dalam masyarakat. mereka pasti pertanyaan dibangkitkan oleh pikiran

yang memiliki imajinasi sosiologis. Untuk itu imajinasi adalah kemampuan untuk berubah

dari satu perspektif lain - dari politik ke psikologis; pemeriksaan dari satu keluarga ke

komparatif penilaian dari anggaran nasional dunia; dari teologi ke sekolah militer pendirian;

dari pertimbangan dari industri minyak studi ke puisi kontemporer. Ini adalah kemampuan

untuk mulai dari yang paling adil dan jauh ke dalam Bahasa Inggris yang paling intim fitur

dari manusia sendiri - dan untuk melihat hubungan antara keduanya. Kembali dari

penggunaannya selalu ada keinginan untuk mengetahui sejarah dan sosial yang berarti

masing-masing di masyarakat dan di masa di mana ia memiliki kualitas dan dia sedang

(1959: 6-7).

      Menurut teori ini seorang sejarhwan harus menguasai imaginasi sosiologi dalam

penelitannya. Dengan menggunakan metode ini para sejarahwan bisa memperkirakan tingkah

laku masyarakat pada zaman dahulu. Selain metode ini, sejarahwan ini juga membutuhkn

psikologi sosiologi, untuk mengetahui perkembangan watak dan pemikiran para aktos sejarah

yang ia teliti.

      Karena adanya sebuah imajinasi seorang lebih tertarik akan peristiwa masa lampau.

Kertetarikan ini tidak hanya untuk mereka-reka saja, melainkan untuk merekonsrtuksikan

kembali kehidupan masyarakat masa lampau kepada masyarakat sekarang ini. Dengan

adanya gambaran persitiwa masa lampau tersebut kita bias mengambil pelajaran untuk

menempuh masa yang akan dating.

      Sejarah perubahan sosial selalu diawali dengan pergulatan yang melibatkan kaum intelektual.

Peran dan fungsi mereka cukup besar terutama di dalam menggerakkan masyarakat,

melakukan reorientasi dan reorganisasi sosial serta dalam rangka mengisi ruang imajinasi

sosial.

      Di Indonesia, kaum intelektual berada pada posisi penting dalam memperjuangkan dan

memformulasikan arah perjalanan bangsa. Di awal kemerdekaan misalnya terjadi perdebatan

ideologis cukup kental antara Soekarno dan Natsir di mana pergumulan panjang ideologi itu

kemudian melahirkan Pancasila. Begitu pula proses bergulirnya reformasi 1998 yang

merubah tatanan sistem pemerintahan secara fundamental. De facto, intelektual menjadi

tonggak perubahan masyarakat menuju tatanan yang lebih baik.

      Dalam arti sempit, intelektual identik dengan kaum terdidik (schooler). Identitas sosial

menempatkan intelektual sebagai kaum cendikia yang cerdik dan pandai serta mempunyai

pengetahuan yang tinggi dan luas. Namun dalam wacana geneonologis, pengertian intelektual

Page 12: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

tidak hanya berhenti di situ melainkan lebih dilihat dari segi peran sosial yang dimiliki, yakni

sebagai orang yang memahami kondisi masyarakat, mengerti akan tujuan kehidupan bersama

serta berjuang mewujudkan tujuan itu secara bersama.

      Kaum intelektual mempunyai pandangan yang melampaui realitas yang mampu membawa

kebaikan bagi kehidupan bersama. Oleh karena itu, tugas utamanaya adalah melakukan

reorientasi sosial serta mengorganisasikannya secara praksis bahkan revolusioner. Melalui

pengertian tersebut, sebutan intelektual tidak hanya dialamatkan pada orang-orang yang

belajar di perguruan tinggi, tetapi kepada siapa pun yang mempunyai pengetahuan luas serta

memiliki peran dan kepedulian sosial.

4. Jelaskan kritik Giddens terhadap pandangan dualisme aktor-struktur dan bagaimana ia

menjelaskan perubahan masyarakat?

     Jawab:

      Jenis realita yang ditawarkan oleh Giddens adalah jenis realitas subyektif –obyektif. Posisi

anatomis yang kedua mengamati jenis realitas bagi aktor yang merupakan konsekuensi logis

dari proposisi yang diajukan dalam konstelasi konsep-konsep teoritisi sebelumnya yang turut

mempengaruhi dalam membangun konsep strukturasi. Realitas bersifat obyektif bagi aktor

bila dalam melakukan persepsi terhadap fenomena di luar dirinya, struktur dan pola

pemaknaannya nampak lebih dominan dibandingkan kognisi relatif aktor tersebut. Jadi agen

atau subyek menjadi luruh dalam latar belakang struktur dimana dia berada. Begitu pula

sebaliknya bila tindakan atau perilaku individu lebih merupakan representasi kepentingan dan

produk kognitifnya secara mandiri maka aktor tersebut lebih dominan dibandingkan struktur

sosial pada latar belakangnya sehingga dia mampu memaknai realitas sosial secara subyektif.

Karena keduanya saling menyediakan kesempatan dan saling mendukung; agen (individu)

terlibat dalam struktur dan struktur pun melibatkan agen atau yang disebut oleh Giddens

dengan “dualitas” bahwa struktur tidak akan ada tanpa keagenan dan agen tidak akan ada

tanpa adanya struktur.

      Status aktor relasionis berarti aktor menentukan tindakan terhadap pemahaman struktur.

Struktur pun tidak hanya mengekang (constraining) atau membatasi pelaku, melainkan juga

memungkinkan (enabling) terjadinya praktik social. Praktik sosial inilah yang bisa

mengakibatkan perubahan sosial di masyarakat.

5.   Indonesia banyak mengalami konflik identitas belakangan ini (konflik berbasis etnis,

suku, agama, kampung dsb) bisakah anda menjelaskan anatomi konflik ini berdasar

teori Giddens? Konseptualisasikan argumen anda!

      Jawab:

Page 13: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

      Konflik, Identitas, Eksistensi, konsep yang serngkali disebut dengan merujukkan pada

kondisi stuktural yang menghapus kreativitas agen. terlebih membicarakannya dalam ruang

teoritik tanpa akar, atau pun seakan-akan diposisikan berakar pada local genius.

membongkarnya dalam pengertian kehendak untuk memahaminya, menjadi teks dalam

"seakan-akan" berconteks. Mekanisme lokal pada masyarakat tertenu lebih tepat dan bisa

membangun resolusi konflik, ini ada kaitannya dengan keterampilan dan pelembagaan yang

dikuasai secara detail oleh anggota-anggota adat. Mmendekati realitas dengan menghilangkan

agen dalam ruang-ruang micro creativity-nya mungkn perlu dibangkitkan ulang, sekedar

menyanding atau dengan tataran tetentu bertanding dengan perspektif yang

mengagungagungkan objektifikasi

6.  Apakah positivisme itu dan apakah kritik anda terhadapnya?

     Jawab:

      Adopsi saintisme ilmu alam ke dalam ilmu sosial dilakukan oleh Auguste Comte (1798-

1857). Gagasannya tentang fisika sosial yang berlanjut ke penemuan istilah ilmu sosiologi

menandai positivisme awal ilmu sosial. Sosiologi yang bebas nilai adalah ciri utama

pemikiran Comte. Karena itu, positivisme ilmu mengandaikan suatu ilmu yang bebas nilai,

obyektif, terlepas dari praktik sosial dan moralitas. Pengetahuan harus terlepas dari

kepentingan praktis. Teori untuk teori –bukan praksis. Dengan terpisahnya teori dari praksis,

ilmu pengetahuan akan menjadi suci dan universal, dan tercapailah pengetahuan yang

excellent

      Positivisme memberantas sesuaantu yang dianggap sebagai filsafat negatif dan destruktif dari

Abad Pencerahan. Positivisme Comte menekankan bahwa ”semesta sosial menerima

perkembangan hukum-hukum abstrak yang dapat diuji melalaui pengumpulan data yang hati-

hati”, dan ”hukum abstrak itu dapat menunjukkan kandungan mandasar dan umum dari

semesta sosial, dan akan menspesifikasikan relasi naturalnya.

      Kritik saya, suatu ilmu yang bebas nilai, obyektif, terlepas dari praktik sosial dan moralitas,

serta pengetahuan yang terlepas dari kepentingan praktis saat ini tidak munkin ada. Karena

setiap ilmu sudah tidak netral dan dipenuhi berbagai kepentingan.

7.  Apakah sebuah revolusi sosial di masyarakat industri kontemporer masih mungkin?

Jelaskan jawaban anda dengan teori Dahrendorf!

     Jawab:

      Sebuah revolusi sosial di masyarakat industri kontemporer tidak mungkin terjadi. Jika dilihat

dari konteks perburuhan serta tindakan perburuhan seperti aksi-aksi demonstrasi, pemogokan

dan lainnya, maka tindakan-tindakan tersebut sama sekali bukan untuk kepentingan revolusi

Page 14: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

sosial, yaitu menggantikan ideologi kapitalis dengan sosialis, sebaliknya justru untuk

meneguhkan tatanan ekonomi yang seharusnya dihancurkan mereka.

Dahrendorf (1986) mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan buruh tidak

bertindak secara radikal yang sehingga konflik terbuka dan masal tidak terjadi, diantaranya :

(1) Decomposition of Capital (Penyebaran Modal)

Hal ini terlihat jelas dalam diferensiasi pemilikan modal, dimana peran pengusaha sebagai

pemilik dan manajer yang tadinya menyatu kemudian telah dipisahkan menjadi dua posisi,

yakni sebagai pemegang saham dan eksekutif perusahaan. Dan pada saat ini berkembang

konsep (bahkan di sebagian perusahaan telah terjadi) bahwa buruh pun dapat memiliki saham

perusahaan atau yang dikenal sebagai "Program Kepemilikan Saham Bagi Karyawan

(PKSK)"

Program Kepemilikan Saham Bagi Karyawan (PKSK) merupakan suatu program yang

memungkinkan partisipasi karyawan untuk memiliki saham perusahaan atau induk

perusahaan tempat mereka bekerja. Program ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara

lain dengan memberikan saham secara cuma-cuma (stock grant), menjual saham kepada

karyawan, atau dengan memberikan opsi kepada karyawan untuk membeli saham perusahaan

selama periode tertentu.

PKSK dilakukan pertama kali pada tahun 1950 di Amerika Serikat, dan saat ini telah menjadi

praktek yang umum dilakukan dalam dunia usaha baik di negara maju maupun di negera

berkembang. Dengan adanya kepemilikan karyawan pada perusahaan atau induk perusahaan

tempat mereka bekerja, diharapkan motivasi dan komitmen para karyawan akan meningkat

sehingga pada akhirnya juga akan meningkatkan nilai perusahaan.

Sehingga demikian menurut Laclau dan Mouffe (1999) argumen basis (superstruktur)

Marxisme lemah karena terjebak esensialisme. Esensialisme ini dapat dilihat dari keyakinan

bahwa identitas itu bisa disimplifikasi dan dikotak-kotakan secara tetap-pasti dalam konsep-

konsep seperti "individu", "kelas" dan "masyarakat"

Esensialisme inilah yang ditolak oleh Laclau dan Mouffe. Menurut mereka benar dalam

kurun waktu tertentu, orang-orang menempati apa yang disebut sebagai subyek "kelas

pekerja". Namun pada lain waktu, mereka akan mengisi "posisi subyek" yang justru

bertentangan, yang artinya tak ada seorang pun yang secara konsisten dapat menjadi subyek

"kelas pekerja", sehingga menurut Laclau dan Mouffe, esensialisme membuat Marxisme

membingungkan secara teoritis.

Sebuah contoh lain yang bisa dirujuk misalnya, posisi seorang pegawai yang dirumahnya

memiliki pembantu. Di kantor ia "kelas pekerja", tetapi di rumahnya identitas dia berubah

Page 15: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

menjadi "borjuis". Marxisme klasik sangat pukul rata dan tidak terlalu melihat perbedaan ini

sebagai sesuatu yang penting dalam artikulasi dan identitas politik.

(2) Skillfull Labour

Kaum proletar dalam masyarakat industri bukan lagi merupakan golongan massa buruh yang

tidak terampil. Sebaliknya semakin besar kecenderungan jumlah buruh semi terampil dan

terampil. Akibatnya terjadi heterogenisasi di kelas proletar dan meningkatnya mobilitas

vertikal di kalangan buruh yang terlatih yang pada akhirnya menciptakan suatu kelas

menengah baru yang berasal dari strata proletar.

Inilah yang dikatakan bahwa masyarakat industri ditandai dengan tumbuhnya kelas

menengah baru. Marx telah mengidentifikasikan kehadiran golongangan ini, namun dalam

perkembangannya seiring dengan polarisasi yang memuncak, menurut Marx, golongan ini

akan menggabungkan diri dengan kelas proletar. Namun faktanya kehadiran kelas menengah

baru justru menghilangkan batas ekstrim diantara kelas atas dan bawah.

(3) Institusionalisasi Konflik Kelas

Pada saat ini perselisihan yang terjadi diantara pemilik modal dan buruh dapat difasilitasi

melalui prosedur arbitrasi industrial, yang mengurangi dampak tindakan-tindakan perburuhan

yang bersifat merugikan kedua belah pihak. Bahkan terkadang permasalahan dapat

diselesaikan cukup dengan melakukan proses mediasi (bipartit) tanpa harus melibatkan pihak

ketiga

8.  Jelaskan hubungan aktor-struktur di dalam Durkheim, Weber dan Marx!

     Jawab:

      Inti pemikiran Marx berada pada hubungan antara manusia dan struktur-struktur skala-luas

yang mereka ciptakan. Di satu sisi, struktur-struktur skala-luas membantu manusia memenuhi

kebutuhan mereka; di sisi lain, dia merepresentasikan suatu ancaman yang me-nakutkan

terhadap umat manusia.

      Weber berpendapat bahwa anda bisa membandingkan struktur beberapa masyarakat dengan

memahami alasan-alasan mengapa warga masyarakat tersebut bertindak, kejadian historis

(masa lalu) yang memengaruhi karakter mereka, dan memahami tindakan para pelakunya

yang hidup di masa kini, tetapi tidak munngkin menggeneralisasi semua masyarakat atau

semua struktur sosial.

      Weber memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas melibatkan campur tangan

proses pemikiran (dan tindakan bermakna yang ditimbulkan olehnya) antara terjadinya

stimulus(pemacu, penggerak) dengan respon (reaksi). Baginya tugas analisis sosiologi terdiri

dari “penafsiran tindakan menurut makna subjektifnya” .

Page 16: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

      Dalam teori tindakannya, tujuan Weber tak lain adalah memfokuskan perhatian pada

individu, pola dan reuglaritas tindakan, dan bukan pada kolektivitas.

      “Tindakan dalam pegertian orientasi perilaku yang dapat dipahami secara subjektif hanya

hadir sebagai perilaku seorang atau beberapa orang manusia individual”

      Menurut Durkheim, Struktur adalah semua aktor (institusi atau person). Berkaitan dengan

pandangannya mengenai fakta sosial. Fakta sosial terdiri dari struktur sosial, norma budaya,

dan nilai yang berada di luar dan memaksa aktor.

9. Apa kira-kira yang dikatakan strukturalisme mengenai korupsi yang tiada habis-

habisnya di Indonesia?

     Jawab:

      Strukturalisme adalah sebuah model dan bukan sebuah doktrin, atau, sejauh ia menjadi

doktrinal, ia akan mengarah kepada berkembangnya doktrin-doktrin. Sebagai metode di satu

pihak hanya dapat dibatasi penggunaannya tetapi di lain pihak ia terbuka, artinya,

strukturalisme menerima sepanjang perjalanan pertukarannya, karena selain merupakan

pendatang baru yang masih kaya akan hal-hal yang tidak terduga strukturalisme juga sebuah

himpunan penting yang data-datanya harus diintegrasikan dan masalah-masalah baru yang

harus dipecahkan.

      Yang dikatakan struturalisme menegenai korupsi yang tiada henti-hentinya adalah melihat

korupsi bukanlah watak yang ajeg. Sifat manusia tumbuh di bawah pengaruh struktur sistem

di luar dirinya. Sistem yang baik akan menciptakan manusia yang baik, demikian sebaliknya

bahwa sistem yang korup niscaya menciptakan manusia yang korup.

10. Siapakah tokoh sosiologi favorit anda dan mengapa anda memikirkannya?

Jawab:

 Sigmund Freud, saya tertarik sekali dengan teorinya psikoanalisanya, walaupun teori

tersebut memang agak sulit dimengerti. Freud juga mengembangkan konsep struktur

kepribadian dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego.

Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan

bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.

Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan

mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat

manusia mengerti nilai baik buruk dan moral.

Page 17: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntuta

moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan

menimbulkan rasa salah

Teori Sosiologi Klasik

January 3, 2011 18 Comments

 

 

 

 

 

 

22 Votes

Teori sederhana biasanya selalu terungkap di dalam kehidupan kita sehari-hari. Sering kali tanpa sadar kita sesungguhnya telah berteori. Teori muncul karena adanya suatu kebutuhan manusia untuk memberikan penjelasan akan berbagai kenyataan yang ada. Teori lahir karena manusia membutuhkan pengetahuan.

Secara kategoris dapat dikatakan bahwa pengetahuan terdiri atas unsur experiental reality dan agreement reality. Experiental realitiy adalah pengetahuan yang kita dapat berdasar pengalaman kita sehari-hari, sedangkan agreement reality adalah pengetahuan yang kita dapat berdasar kesepakatan bersama.

Jika dalam kehidupan sehari-hari kita bisa mendapatkan pengetahuan dari salah satu unsur yang ada, maka dalam ilmu pengetahuan, pengetahuan didapat dengan mengombinasikan kedua unsur tersebut. Dalam ilmu pengetahuan, pengembangan pengetahuan dilakukan bukan hanya dari pengamatan langsung pada kenyataan, namun melalui proses pengujian dalam pikiran manusia sendiri. Dalam konteks sosiologi, teori diklasifikasi ke dalam tiga paradigma utama, yaitu order paradigm, pluralist paradigm, serta conflict paradigm. Perbedaan dari masing-masing paradigma dilandaskan pada asumsi dasar yang menyertainya dalam hal hakikat dasar manusia, masyarakat, serta ilmu pengetahuan.

Konstruksi Teori

Page 18: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Teori terbentuk berdasar beberapa komponen, yaitu konsep, variabel, serta indikator. Teori sendiri diartikan sebagai sejumlah pernyataan yang terangkai secara sistematis, dan dapat digunakan untuk memberikan penjelasan tentang suatu fenomena atau gejala. Komponen yang ada dengan demikian terangkai di dalam pernyataan. Konsep diartikan sebagai lambang, simbol atau kata yang berarti tentang sesuatu.

Konsep ada yang memiliki unidimensional (dimensi tunggal) dan ada yang multidimensional. Dengan beragamnya konsep, maka perlu adanya definisi dari konsep, yang bisa berbeda antara satu dengan yang lain. Dalam definisi konsep tersebut terkandung dimensi konsep dan juga kelompok konsep (concept cluster). Variabel adalah konsep yang telah memiliki variasi nilai. Variasi nilai dari konsep tersebut kita sebut sebagai kategori. Variabel adalah konsep yang sudah terukur dan bersifat lebih empirik dibanding konsep. Ukuran-ukuran yang bisa digunakan untuk mengukur konsep adalah indikator.

Teori juga dibedakan ke dalam beberapa klasifikasi, yaitu berdasar arah penalarannya kita bedakan antara teori yang menggunakan pendekatan induktif dan teori yang menggunakan pendekatan deduktif, berdasar tingkat kenyataan sosial teori dibedakan menjadi teori mikro, meso, dan makro. Berdasar bentuk penjelasannya, teori dibedakan menjadi teori yang menggunakan penjelasan kausal, teori yang menggunakan penjelasan struktural, serta teori yang menggunakan penjelasan interpretif.

SEJARAH TEORI SOSIOLOGI KLASIK

Kekuatan Sosial dalam Perkembangan Teori SosiologiBeberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori-teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, di antaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori-teori sosial tersebut tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi di beberapa negara terutama yang terjadi di kawasan Eropa Barat, di antaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris.

Perubahan berupa revolusi sosial politik serta kebangkitan kapitalisme membawa dampak-dampak yang tidak saja bersifat positif tetapi juga memunculkan masalah-masalah sosial baru. Hal ini telah memacu para ahli sosial dan filsafat untuk menemukan kaidah-kaidah baru yang terkait dengan perkembangan teori sosial dan sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan menanggulangi masalah-masalah sosial tersebut, serta mengarahkan bagaimana bentuk masyarakat yang diharapkan di kemudian hari. Seperti perkembangan kehidupan politik (revolusi Prancis sejak tahun 1789 menjadi cikal bakal perkembangan teori sosiologi di Prancis. Demikian pula, pertumbuhan kapitalisme di Inggris telah memacu munculnya pemikiran-pemikiran baru di bidang sosial.

Kekuatan Intelektual Lahirnya Teori SosiologiBeberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori-teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, di antaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori-teori sosial tersebut tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi di beberapa negara terutama yang terjadi di kawasan Eropa Barat, di antaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris.

Page 19: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Perubahan berupa revolusi sosial politik serta kebangkitan kapitalisme membawa dampak-dampak yang tidak saja bersifat positif tetapi juga memunculkan masalah-masalah sosial baru. Hal ini telah memacu para ahli sosial dan filsafat untuk menemukan kaidah-kaidah baru yang terkait dengan perkembangan teori sosial dan sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan menanggulangi masalah-masalah sosial tersebut, serta mengarahkan bagaimana bentuk masyarakat yang diharapkan di kemudian hari. Seperti perkembangan kehidupan politik (revolusi Prancis sejak tahun 1789 menjadi cikal bakal perkembangan teori sosiologi di Prancis. Demikian pula, pertumbuhan kapitalisme di Inggris telah memacu munculnya pemikiran-pemikiran baru di bidang sosial.

PERKEMBANGAN TEORI SOSIOLOGI ABAD KE-20

Teori Sosiologi Menjelang Abad Ke-20Perkembangan teori sosiologi pada abad ke-20 terjadi cukup pesat di Amerika. Hal ini terdorong oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah perubahan sosial masyarakat yang membutuhkan pemecahan berdasarkan bidang ilmu tertentu secara cepat, dan didorong oleh perkembangan ilmu terutama di bidang kemasyarakatan yang mampu mengkaji masyarakat secara ilmiah.

Perkembangan teori sosiologi di Amerika diawali oleh perkembangan keilmuan di dua universitas, yaitu di Chicago University dan Harvard University. Namun demikian, dalam perjalanan waktu, sejalan dengan persebaran para tokoh sosiologi ke beberapa universitas di seluruh negeri, muncul pula universitas-universitas lain yang dianggap mampu melahirkan beberapa teori penting dalam bidang sosiologi, seperti Columbia University dan University of Michigan.

Di Chicago University dikenal adanya sekelompok pemikir sosial yang disebut kelompok Chicago School. Tokoh-tokoh sosiologi yang penting dari tempat ini adalah W.I. Thomas, Robert Park, Charles Horton Cooley, George Herbert Mead, dan Everett Hughess. Di Harvard University, sosiologi berkembang melalui tokoh-tokoh seperti Talcott Parsons, Robert K. Merton, Kingsley Davis, dan George Homans. Di samping itu, perkembangan teori sosiologi di Amerika juga sedikitnya terpengaruh oleh sebuah teori yang sering disebut-sebut sebagai teori di luar mainstream sosiologi di Amerika, yaitu khasanah pemikiran dari kelompok teori Marxian.

Pengetahuan perkembangan teori di Amerika sangat penting mengingat teori-teori yang berkembang di Amerika ini kemudian menjadi pusat perhatian dunia pada tahun 1960-an dan 1970-an. Sejalan dengan teori interaksionisme simbolik, bangkit pula teori pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan oleh George Homans berdasarkan pemikiran psychological behaviorism dari B.F. Skinner.

Teori Sosiologi Setelah Pertengahan Abad 20Perkembangan teori struktural-fungsional terlihat dari hasil karya para penerus Parsons yang diakui telah menyumbang teori struktural fungsional, seperti karya Kingsley Davis dan Wilbert Moore. Pandangannya menerangkan bahwa stratifikasi adalah suatu struktur yang secara fungsional diperlukan bagi keberadaan masyarakat. Merton pun (1949) menjelaskan bahwa struktural fungsional harus menangani fungsi positif dan konsekuensi yang negatif (disfunctions).

Page 20: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Seperti teori umumnya, teori struktural fungsional pun mendapat kritikan dari beberapa ahli lainnya. Bahkan menjelang tahun 1960, dominasi struktural fungsional dianggap telah mengalami kemerosotan. Puncak dan kemerosotan dominasi struktural fungsional sejalan dengan kedudukan (dominasi) masyarakat Amerika di dalam tatanan dunia.

Sejalan dengan perkembangan teori sturktural-fungsional, terdapat teori konflik sebagai karya Peter Blau, yang dianggap menjadi cerminan dari teori struktural-fungsional. Padahal pada awalnya Blau dapat dikatakan sebagai pengembang teori marxian. Hampir mirip dengan karya Blau, dalam analisis marxian, adalah karya Mill mengenai sosiologi radikal.

Pada tahun 1950-an, Mills menulis sebuah buku yang mengkaji masalah revolusi komunis di Kuba dan pada tahun 1962 menerbitkan buku berjudul The Marxists. Keradikalan Mills dalam mengungkap fenomena sosial menjadikannya ia tersingkir dan menjadi ahli pinggiran dalam kancah sosiologi Amerika. Bukunya yang terkenal adalah The Sociological Imagination (1959). Isi buku tersebut diantaranya adalah upaya kritik Mills terhadap Talcott Parsons.

Perkembangan selanjutnya adalah teori pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan berdasarkan pemikiran psychological behaviorism. Dalam suasana kemunduran teori interaksionisme simbolik Goffman mampu menempatkan pemikirannya sebagai awal kemunculan analisis dramaturgi yang dianggap sebagai varian dari interaksionisme simbolik.

Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an muncul teori-teori sosiologi yang dikenal dengan perspektif sosiologi kehidupan sehari-hari (sociology of everyday life), yang dikenal pula dengan nama sosiologi fenomenologis dan etnometodologi. Sedangkan perkembangan teori sosiologi pada dekade 1980-an dan 1990-an di antaranya adalah teori integrasi mikro-makro (micro-macro integration), integrasi struktur-agensi (agency-structure integration), sintesis teoritis (theoritical syntheses), dan metateori (metatheorizing).

MENGENAL DIRI DAN PEMIKIRAN AUGUSTE COMTE (1798-1857)

Perjalanan Hidup dan Karya Comte serta Pandangannya tentang Ilmu Pemgetahuan. Auguste Comte adalah seseorang yang untuk pertama kali memunculkan istilah “sosiologi” untuk memberi nama pada satu kajian yang memfokuskan diri pada kehidupan sosial atau kemasyarakatan. Saat ini sosiologi menjadi suatu ilmu yang diakui untuk memahami masyarakat dan telah berkembang pesat sejalan dengan ilmu-ilmu lainnya. Dalam hal itu, Auguste Comte diakui sebagai “Bapak” dari sosiologi.

Auguste Comte pada dasarnya bukanlah orang akademisi yang hidup di dalam kampus. Perjalanannya di dalam menimba ilmu tersendat-sendat dan putus di tengah jalan. Berkat perkenalannya dengan Saint-Simon, sebagai sekretarisnya, pengetahuan Comte semakin terbuka, bahkan mampu mengkritisi pandangan-pandangan dari Saint-Simon. Pada dasarnya Auguste Comte adalah orang pintar, kritis, dan mampu hidup sederhana tetapi kehidupan sosial ekonominya dianggap kurang berhasil.

Pemikirannya yang dikenang orang secara luas adalah filsafat positivisme, serta memberikan gambaran mengenai metode ilmiah yang menekankan pada pentingnya pengamatan, eksperimen, perbandingan, dan analisis sejarah.

Page 21: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Pemikiran Auguste Comte Tentang Individu, Masyarakat, dan Perubahan SosialPerkembangan masyarakat pada abad ke-19 menurut Comte dapat mencapai tahapan yang positif (positive stage). Tahapan ini diwarnai oleh cara penggunaan pengetahuan empiris untuk memahami dunia sosial sekaligus untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.

Sosiologi adalah menyelidiki hukum-hukum tindakan dan reaksi terhadap bagian-bagian yang berbeda dalam sistem sosial, yang selalu bergerak berubah secara bertahap. Hal ini merupakan hubungan yang saling menguntungkan (mutual relations) di antara unsur-unsur dalam suatu sistem sosial secara keseluruhan.

Penjelasan mengenai gejala sosial, menurut Comte dapat diperoleh melalui 1) kajian terhadap struktur masyarakat berdasarnya konsep statika sosial, dan 2) kajian perubahan atau perkembangan masyarakat berdasarkan konsep Comte yang disebut dinamika sosial (social dynamics). Comte mendefinisikan statika sosial sebagai kajian terhadap kaidah-kaidah tindakan (action) dan tanggapan terhadap bagian-bagaian yang berbeda dalam suatu sistem sosial (Ritzer, 1996). Sedangkan dinamika sosial adalah studi yang berupaya mencari kaidah-kaidah tentang gejala-gejala sosial di dalam rentang waktu yang berbeda. Berbeda dengan itu, statika sosial hanya mencari kaidah- kaidah gejala sosial yang bersamaan waktu terjadinya.

HERBERT SPENCER

Riwayat HIdup dan Awal Karir Herbert SpencerHerbert Spencer adalah seorang filsuf, sosiolog pengikut aliran sosiologi organis, dan ilmuwan pada era Victorian yang juga mempunyai kemampuan di bidang mesin. Pemuda Spencer pada usia 17 tahun diterima kerja di bagian mesin untuk perusahaan kereta api London dan Birmingham. Kariernya bagus sehingga dipercaya sebagai wakil kepala bagian mesin. Setelah beberapa waktu lamanya bekerja di perusahaan kereta api, kemudian pindah pekerjaan menjadi redaktur majalah The Economist yang saat itu terkenal.

Spencer mempunyai sebuah kemampuan yang luar biasa dalam hal mekanik. Hal ini akan ikut serta mewarnai seluruh imajinasinya tentang biologi dan sosial di masa yang akan datang. Spencer adalah seorang pembaca yang luar biasa, kolektor yang tekun mengumpulkan fakta-fakta mengenai masyarakat di manapun di dunia ini, dan penulis yang produktif. Ia mengembangkan sistem filsafat dengan aspek-aspek utiliter dan evolusioner. Spencer membangun utiliterisme jeremy Bentham. Spencerlah yang menggunakan istilah Survival of the fittest pertama kali dalam karyanya Social Static (1850) yang kemudian dipopulerkan oleh Charles Darwin. Spencer selain menerbitkan buku lepas, juga menerbitkan buku dan artikel berseri. Beberapa diantaranya adalah Programme of a System of Synthetic Philosophy (1862-1896) yang meliputi biologi, psikologi, dan etika.

Spencer mempopulerkan konsep ‘yang kuatlah yang akan menang’ (Survival of the fittest) terhadap masyarakat. Pandangan Spencer ini kemudian dikenal sebagai ‘Darwinisme sosial’ dan banyak dianut oleh golongan kaya (Paul B Horton dan Chester L. Hunt, Jilid 2 1989: 208).

Terbitnya buku Principles of Sociology karya Herbert Spencer yang berisi pengembangan suatu sistematika penelitian masyarakat telah menjadikan sosiologi menjadi populer di masyarakat dan berkembang pesat. Sosiologi berkembang pesat pada abad 20, terutama di Perancis, Jerman, dan Amerika

Page 22: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Pandangan Herbert Spencer tentang SosiologiSpencer adalah orang yang pertama kali menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang konkret. Tindakan ini kemudian diikuti oleh para sosiolog sesudahnya, baik secara sadar atau tidak sadar.

Spencer memperkenalkan pendekatan baru sosiologi yaitu merekonsiliasi antara ilmu pengetahuan dengan agama dalam bukunya First Prinsciple. Dalam bukunya ini Spencer membedakan fenomena tersebut dalam 2 fenomena yaitu fenomena yang dapat diketahui dan fenomena yang tidak dapat diketahui. Di sini Spencer kemudian mencoba menjembatani antara ilham dengan ilmu pengetahuan.

Selanjutnya Spencer memulai dengan 3 garis besar teorinya yang disebut dengan tiga kebenaran universal, yaitu adanya materi yang tidak dapat dirusak, adanya kesinambungan gerak, dan adanya tenaga dan kekuatan yang terus menerus.

Di samping tiga kebenaran universal tersebut di atas, menurut Spencer ada 4 dalil yang berasal dari kebenaran universal, yaitu kesatuan hukum dan kesinambungan, transformasi, bergerak sepanjang garis, dan ada sesuatu irama dari gerakan.

Spencer lebih lanjut mengatakan bahwa harus ada hukum yang dapat menguasai kombinasi antara faktor-faktor yang berbeda di dalam proses evolusioner. Sedang sistem evolusi umum yang pokok menurut Spencer seperti yang dikutip Siahaan, ada 4 yaitu ketidakstabilan yang homogen, berkembangnya faktor yang berbeda-beda dalam ratio geometris, kecenderungan terhadap adanya bagian-bagian yang berbeda-beda dan terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk pengelompokan atau segregasi, dan adanya batas final dari semua proses evolusi di dalam suatu keseimbangan akhir.

Spencer memandang sosiologi sebagai suatu studi evolusi di dalam bentuknya yang paling kompleks. Di dalam karyanya, Prinsip-prinsip Sosiologi, Spencer membagi pandangan sosiologinya menjadi 3 bagian yaitu faktor-faktor ekstrinsik asli, faktor intrinsik asli, faktor asal muasal seperti modifikasi masyarakat, bahasa, pengetahuan, kebiasaan, hukum dan lembaga-lembaga.

Giddings pada tahun 1890 meringkas ajaran sistem sosial yang telah disepakati oleh Spencer sendiri adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat adalah organisme atau superorganis yang hidup berpencar-pencar.2. Antara masyarakat dan badan-badan yang ada di sekitarnya ada suatu equilibrasi tenaga agar kekuatannya seimbang.3. Konflik menjadi suatu kegiatan masyarakat yang sudah lazim.4. Rasa takut mati dalam perjuangan menjadi pangkal kontrol terhadap agama.5. Kebiasaan konflik kemudian diorganisir dan dipimpin oleh kontrol politik dan agama menjadi militerisme.6. Militerisme menggabungkan kelompok-kelompok sosial kecil menjadi kelompok sosial lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut memerlukan integrasi sosial.7. Kebiasaan berdamai dan rasa kegotongroyongan membentuk sifat, tingkah laku serta organisasi sosial yang suka hidup tenteram dan penuh rasa setia kawan.

Teori Herbert Spencer tenang Evolusi Masyarakat, Etika, dan PolitikEvolusi secara umum adalah serentetan perubahan kecil secara pelan-pelan, kumulatif, terjadi

Page 23: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

dengan sendirinya, dan memerlukan waktu lama. Sedang evolusi dalam masyarakat adalah serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Perspektif evolusioner adalah perspektif teoretis paling awal dalam sosiologi. Perspektif evolusioner pada umumnya berdasarkan pada karya August Comte (1798-1857) dan Herbert Spencer (1820-1903).

Menurut Spencer, pribadi mempunyai kedudukan yang dominan terhadap masyarakat. Secara generik perubahan alamiah di dalam diri manusia mempengaruhi struktur masyarakat sekitarnya. Kumpulan pribadi dalam kelompok/masyarakat merupakan faktor penentu bagi terjadinya proses kemasyarakatan yang pada hakikatnya merupakan struktur sosial dalam menentukan kualifikasi.

Spencer menempatkan individu pada derajat otonomi tertentu dan masyarakat sebagai benda material yang tunduk pada hukum umum/universal evolusi. Masyarakat mempunyai hubungan fisik dengan lingkungan yang mengakomodasi dalam bentuk tertentu dalam masyarakat.

Darwinisme sosial populer setelah Charles Darwin menerbitkan buku Origin of Species (1859), 9 tahun setelah Spencer memperkenalkan teori evolusi universalnya. Ia memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui oleh semua masyarakat yang bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih rumit dan dari tingkat homogen ke tingkat heterogen.

Semua teori evolusioner menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang dilalui oleh semua masyarakat. Perubahan sosial ditentukan dari dalam (endogen). Evolusi terjadi pada tingkat organis, anorganis, dan superorganis.

Evolusi pada sosiologi mempunyai arti optimis yaitu tumbuh menuju keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan, kemudahan untuk perbaikan hidupnya. Pandangan-pandangan sosiologi Spencer sangat dipengaruhi oleh pesatnya kemajuan ilmu biologi, terutama beberapa ahli biologi berikut ini dan pandangannya:

1. Pelajaran tentang sifat keturunan (descension) Lamarck (1909).2. Teori seleksi dari Darwin (1859).3. Teori tentang penemuan sel.

Membandingkan masyarakat dengan organisme, Spencer mengelaborasi ide besarnya secara detil pada semua masyarakat sebelum dan sesudahnya. Spencer menitikberatkan pada 3 kecenderungan perkembangan masyarakat dan organisme:

1. pertumbuhan dalam ukurannya,2. meningkatnya kompleksitas struktur, dan3. diferensiasi fungsi.

Teori tentang evolusi dapat dikategorikan ke dalam 3 kategori yaitu:

1. Unilinear theories of evolution.2. Universal theory of evolution.3. Multilined theories of evolution.

Page 24: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Spencer telah menggabungkan secara konsisten tentang etika, moral dan pekerjaan, terutama dalam bukunya The Principles of Ethics (1897/1898). Isu pokoknya adalah apakah etika dan politik menguntungkan atau merugikan sosiologi. Idenya adalah untuk memperluas metodologi individunya dan memfokuskan diri pada fernomena level makro berdasarkan pada fenomena individu sebagai unit.

Karakteristik orang dalam asosiasi negara diperoleh dari yang melekat pada tubuh, hukum, dan lingkungannya. Kedekatan individu adalah pada moral sosial dan yang lebih jauh adalah ketuhanan. Oleh karena itu orang melihat moral sebagai jalan hidup kebenaran yang hebat.

KARL MARX

Marx, Kapitalisme, dan KomunismeKarl Marx tidak semata-mata menjadi seorang komunis dengan begitu saja. Banyak tokoh yang ikut andil dan berperan dalam menjadikan Marx seorang yang berpandangan komunisme, antara lain Hegel, Feuerbach, Smith, juga Engels. Keempatnya, terutama filsafatnya Hegel, Feuerbach dan Engels, sangat kental mewarnai pemikiran Marx. Secara spesifik memang filsafatnya Hegel, yaitu yang berkaitan dengan konsep dialektik, menjadi titik tolak pemikiran Marx meskipun Marx mengkritisi filsafat itu karena dianggapnya sangat idealistik dan memiliki konsep yang terbalik. Marx sendiri mengemukakan konsep dialektika materialistik yang mengacu kepada berbagai struktur sosial yang di dalamnya tercermin konflik sosial dan juga menggambarkan upaya-upaya pembebasan atas eksploitasi para majikan kepada kaum buruh dalam semua proses produksi.

Marx, juga menyoroti perkembangan dan kebangkitan kapitalisme, di mana pandangan-pandangannya dianggap identik dengan gerakan pembebasan kaum buruh yang miskin dan tertindas oleh mereka yang memiliki berbagai sarana produksi, yaitu kaum borjuis. Konflik atau pertentangan kelas serta upaya-upaya pembebasan inilah yang menjadi titik sentral ajarannya Marx.

Dialektika dan Struktur Masyarakat KapitalisPerkembangan pemikiran Marx memang tidak lepas dari pengaruh filsuf-filsuf hebat seperti Hegel, Feuerbach, Smith, juga Engels. von Magnis membagi lima tahap perkembangan pemikiran marx yang dibedakan ke dalam pemikiran ‘Marx muda’ (young Marx) dan ‘Marx tua’ (mature Marx). Gagasan dan pemikirannya terutama diawali dengan kajiannya terhadap kritik Feuerbach atas konsep agamanya Hegel yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan Tuhan. Marx yang materialistik benar-benar menolak konsep Hegel yang dianggapnya terlalu idealistik dan tidak menyentuh kehidupan keseharian.

Bagi Marx, agama hanya sekedar realisasi hakikat manusia dalam imajinasinya belaka, agama hanyalah pelarian manusia dari penderitaan yang dialaminya. Agama inilah yang merupakan simbol keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Marx mengadopsi sekaligus mengkritisi dialektikanya Hegel yang dianggapnya tidak realistik itu. Marx juga menganggap filsafatnya Hegel, yang idealistik itu, memiliki konsep yang terbalik.

Atas hal ini, Marx mengemukakan konsep dialektika materialistik yang mengacu kepada berbagai konsep struktur sosial. Dimana di dalamnya tercermin konflik sosial dengan yang menggambarkan upaya-upaya pembebasan atas eksploitasi para majikan kepada kaum buruh dalam semua proses produksi yang melibatkan dua kelas sosial yang berbeda, proletar dan borjuis. Kelas sosial inilah yang nantinya harus tidak ada karena, menurut Marx, pada suatu

Page 25: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

saat akan terwujud masyarakat komunisme; yaitu masyarakat sosialis karena runtuhnya kapitalisme, di mana di dalamnya tidak ada lagi kelas-kelas sosial dan tidak ada lagi hak kepemilikan pribadi. Inilah masyarakat yang menjadi obsesi Marx. Untuk mewujudkan hal ini, menurutnya, perlulah dilakukan analisis terhadap sistem ekonomi kapitalis.

EMILE DURKHEIM

Durkheim dan Fakta SosialDurkheim yang dikenal taat pada agama tetapi sekuler itu, dalam perjalanan ‘karirnya’ dipengaruhi oleh tokoh-tokoh filsafat dan sosiologi, seperti Montesquieu, Rosseau, Comte, Tocquueville, Spencer, dan Marx. Durkheim menyoroti solidaritas sosial sampai patologi sosial yang juga mengkaji tentang kesadaran bersama, morfologi sosial, solodaritas mekanik dan organik, perubahan sosial, fungsi-fungsi sosial, termasuk solidaritas dan patologi sosial. Durkheim memang berangkat dari asumsi bahwa sosiologi itu merupakan studi mengenai berbagai fakta sosial di mana di dalamnya ia menguraikan mengenai konsep sosiologinya serta berbagai karakteristik dari fakta-fakta sosial dimaksud.

Ia juga menjelaskanmengenai cara-cara mengobservasi berbagai fakta sosial dengan melakukan analisi sosiologis. Sedangkan mengenai fenomena moralitas yang menyangkut berbagai keyakinan, nilai-nilai, dan dogma-dogma (yang membentuk realitas metafisik) ia dekati juga dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan. Durkheim memang sepaham dengan pemikiran Comte bahwa ilmu pengetahuan itu haruslah dapat membuat manusia hidup nyaman. Upayanya untuk memahami berbagai fenomena bunuh diri melahirkan salah satu karya besarnya Suicide (’Bunuh Diri’)

Bunuh Diri, Agama, dan MoralitasBagi Durkheim, bunuh diri, yang bermacam-macam bentuk (egoistic suicide, altruistic suicide, anomic suicide, dan fatalistic suicide), itu memang merupakan penyimpangan perilaku seseorang. Bagaimana bunuh diri itu terjadi atau dilakukan oleh seseorang, menurut Durkhiem, disebabkan oleh benturan dua kutub integrasi dan regulasi di mana kuat dan lemahnya kedua kutub itu akan menyebabkan orang melakukan bunuh diri.

Di sinilah, begitu Durkheim menekankan, pentingnya agama bagi seseorang untuk menghindarkan dari berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi. di mana unsur-unsur esensial dari agama itu mencakup berbagai mitos, dogma, dan ritual, yang kesemuanya merupakan fenomena religius yang dihadapi manusia. Dalam kaitan ini, ada hal-hal yang sifatnya ’suci’ (sacred) dan juga ada hal-hal yang sifatnya ‘tidak suci’ (profane) yang pemisahan antara keduanya menunjukkan kepada pemikiran-pemikiran religius yang dilakukan manusia. Harus diperhatikan bahwa di dalam agama, khususnya yang menyangkut ritual keagamaan, ada yang dinamakan ritual negatif dan juga ritual positif. Bagi Durkheim, moralitas itu merupakan suatu aturan yang merupakan patokan bagi tindakan dan perilaku manusia (juga dalam berinteraksi). Konsepnya mengenai moralitas ini merujuk pada apa yang dinamakan norms (norma-norma) dan rules (aturan-aturan) yang harus dijadikan acuan dalam berinteraksi.

MAX WEBER

Riwayat Hidup dan Sosiologi Max WeberMax Weber adalah seorang sosiolog besar yang ahli kebudayaan, politik, hukum, dan ekonomi. Ia dikenal sebagai seorang ilmuwan yang sangat produktif. Makalah-makalahnya

Page 26: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

dimuat di berbagai majalah, bahkan ia menulis beberapa buku. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1904) merupakan salah satu bukunya yang terkenal. Dalam buku tersebut dikemukakan tesisnya yang sangat terkenal, yaitu mengenai kaitan antara Etika Protestan dengan munculnya Kapitalisme di Eropa Barat.

Sejak Weber memperkenalkannya pada tahun 1905 tesis yang memperlihatkan kemungkinan adanya hubungan antara ajaran agama dengan perilaku ekonomi, sampai sekarang masih merangsang berbagai perdebatan dan penelitian empiris. Tesisnya dipertentangkan dengan teori Karl Marx tentang kapitalisme, demikian pula dasar asumsinya dipersoalkan, kemudian ketepatan interpretasi sejarahnya juga digugat. Samuelson, ahli sejarah ekonomi Swedia, tanpa segan-segan menolak dengan keras keseluruhan tesis Weber. Dikatakannya dari penelitian sejarah tak bisa ditemukan dukungan untuk teori Weber tentang kesejajaran doktrin Protestanisme dengan kapitalisme dan konsep tentang korelasi antara agama dan tingkah laku ekonomis. Hampir semua bukti membantahnya.

Weber sebenarnya hidup tatkala Eropa Barat sedang menjurus ke arah pertumbuhan kapitalisme modern. Situasi sedemikian ini barangkali yang mendorongnya untuk mencari sebab-sebab hubungan antar tingkah laku agama dan ekonomi, terutama di masyarakat Eropa Barat yang mayoritas memeluk agama Protestan. Apa yang menjadi bahan perhatian Weber dalam hal ini sesungguhnya juga sudah menjadi perhatian Karl Marx, di mana pertumbuhan kapitalisme modern pada masa itu telah menimbulkan keguncangan-keguncangan hebat di lapangan kehidupan sosial masyarakat Eropa Barat.

Marx dalam persoalan ini mengkhususkan perhatiannya terhadap sistem produksi dan perkembangan teknologi, yang menurut beliau akibat perkembangan itu telah menimbulkan dua kelas masyarakat, yaitu kelas yang terdiri dari sejumlah kecil orang-orang yang memiliki modal dan yang dengan modal yang sedemikian itu lalu menguasai alat-alat produksi, di satu pihak dan orang-orang yang tidak memiliki modal/alat-alat produksi di pihak lain. Golongan pertama, yang disebutnya kaum borjuis itu, secara terus menerus berusaha untuk memperoleh untung yang lebih besar yang tidak di gunakan untuk konsumsi, melainkan untuk mengembangkan modal yang sudah mereka miliki.

Muncul dan berkembangnya Kapitalisme di Eropa Barat berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan Sekte Calvinisme dalam agama Protestan. Argumennya adalah ajaran Calvinisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur. Hal itu hanya dapat dicapai dengan usaha dan kerja keras dari individu itu sendiri.

Ajaran Calvinisme mewajibkan umatnya hidup sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan, apalagi digunakan untuk berpoya-poya. Akibat ajaran Kalvinisme, para penganut agama ini menjadi semakin makmur karena keuntungan yang mereka perolehnya dari hasil usaha tidak dikonsumsikan, melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara seperti itulah, kapitalisme di Eropa Barat berkembang. Demikian menurut Weber.

2) Talcott Parsons adalah seorang sosiolog yang lahir pada tahun 1902 di Colorado. Dia lahir dalam sebuah keluarga yang memiliki latar belakang yang saleh dan intelek. Ayahnya adalah

Page 27: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

seorang pendeta gereja Kongregasional, seorang profesor dan presiden dari sebuah kampus kecil.[1] Parsons mendapat gelar sarjana dari Amherst College tahun 1924 dan melanjutkan kuliah pascasarjana di London School of Economics. Pada tahun berikutnya, dia pindah ke Heidelberg, Jerman.[2] Max Weber menghabiskan sebagian kariernya di Heidelberg, dan meski dia wafat lima tahun sebelum kedatangan Parsons, Weber tetap meninggalkan pengaruh mendalam terhadap kampus tersebut dan jandanya meneruskan pertemuan-pertemuan di rumahnya, yang juga diikuti oleh Parsons.[3]. Parsons sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan sebagian disertasi doktoralnya di Heidelberg membahas karya Weber.[4]

Parsons menjadi pengajar di Harvard pada tahun 1927, dan meskipun ia berpindah jurusan beberapa kali, Parsons tetap berada di Harvard sampai dengan ia wafat tahun 1979. Perjalanan kariernya tidak pesat ia tidak memperoleh posisi tetap sampai dengan tahun 1939. Dua tahun sebelumnya, ia mempublikasikan buku the structure of social action, satu buku yang tidak hanya memperkenalkan teoritisi-teoritisi sosial utama semisal Weber kepada sosiolog lain, namun juga menjadi dasar bagi pengembangan teori Parsons sendiri. [5]

Sesudah itu karier akademis Parsons maju pesat.[3] Dia menjadi ketua jurusan sosiologi di Harvard pada 1944 dan dua tahun kemudian mendirikan Departemen Hubungan Sosial, yang tidak hanya memasukkan sosiolog, tetapi juga berbagai sarjana ilmu sosial lainnya.[6]. Tahun 1949, ia terpilih menjadi Presiden The American Sociological Association.[3] Tahun 1950-an dan menjelang tahun 1960-an, dengan diterbitkannya buku seperti The Social System pada tahun 1951 Parsons menjadi tokoh dominan dalam sosiologi Amerika.[7].

Tetapi, di akhir 1960-an Parsons mendapat serangan sayap radikal sosiologi Amerika yang baru muncul.[3] Parsons dinilai berpandangan politik konservatif dan teorinya dianggap sangat konservatif dan tidak lebih dari sebuah skema kategorisasi yang rumit.[3] Akan tetapi, pada tahun 1980-an timbul kembali perhatian terhadap teori Parsons, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di seluruh dunia.[3] Pemikiran Parsons tidak hanya memengaruhi pemikir konservatif, tetapi juga teoritisi neo-Marxian, terutama Jurgen Harbemas.[8].

Setelah kematian Parsons, sejumlah bekas mahasiswanya, semuanya sosiolog sangat terkenal, merenungkan arti pentingnya teorinya maupun pencipta teori itu sendiri. Dalam renungan mereka, para sosiolog ini mengemukakan pengertian menarik tentang Parsons dan karyanya. Beberapa pandangan selintas mengenai Parsons yang direproduksi di sini bukan dimaksudkan untuk membuat gambaran yang masuk akal, tetapi dimaksudkan untuk mengemukkan pandangan selintas yang provokatif mengenai Parsons dan karya-karyanya. [9].

Robert Merton adalah seorang mahasiswanya ketika Parsons baru saja mulai mengajar di Harvard.[3] Merton yang menjadi teoritisi terkenal karena teori ciptaanya sendiri, menjelaskan bahwa mahasiswa pascasarjana yang datang ke Harvard, di tahun-tahun itu bukan hendak belajar dengan Parsons, tetapi juga dengan Sorokin, telah menjadi anggota senior jurusan sosiologi yang telah menjadi musuh utama Parsons.[3] Celaan Merton mengenai kuliah pertama Parsons dalam teori juga menarik, terutama karena materi yang disajikan adalah basis untuk salah satu buku teori yang paling berpengaruh pada sosiologi. [3]. Pemikiran Parsons di dalam perkembangan ilmu sosiologi dikenal dengan teori fungsionalis.

Konsep Pemikiran

Page 28: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Sebagai seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya.[10] Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks. [10]

Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan.[10] Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.[10]

Teori Fungsionalisme Struktural yang mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan berpandangan tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat tersebut dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons.[10]

Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif

Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi oleh para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris, positivistis dan ideal.[10] Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati.[10] Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.[10]

Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan.[10] Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan.[10] Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma. Dengan demikian, dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas, tindakan individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai. Perlu diketahui pula bahwa tindakan individu tersebut dalam realisasinya dapat berbagai macam karena adanya unsur-unsur sebagaimana dikemukakan di atas.

Analisis Struktural Fungsional dan Diferensiasi Struktural

Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwa Teori Fungsionalisme Struktural beranggapan bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk keseimbangan. Menurut Talcott Parsons dinyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional dalam sistem di masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut struktur

Page 29: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

maupun tindakan sosial, adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya persyaratan fungsional.[3]

Perlu diketahui ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi agar ada kelestarian sistem, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan keadaan latent.[10] Empat persyaratan fungsional yang mendasar tersebut berlaku untuk semua sistem yang ada. Berkenaan hal tersebut di atas, empat fungsi tersebut terpatri secara kokoh dalam setiap dasar yang hidup pada seluruh tingkat organisme tingkat perkembangan evolusioner. [10]

Perlu diketahui bahwa sekalipun sejak semula Talcott Parsons ingin membangun suatu teori yang besar, akan tetapi akhirnya mengarah pada suatu kecenderungan yang tidak sesuai dengan niatnya.[10] Hal tersebut karena adanya penemuan-penemuan mengenai hubungan-hubungan dan hal-hal baru, yaitu yang berupa perubahan perilaku pergeseran prinsip keseimbangan yang bersifat dinamis yang menunjuk pada sibernetika teori sistem yang umum.[10] Dalam hal ini, dinyatakan bahwa perkembangan masyarakat itu melewati empat proses perubahan struktural, yaitu pembaharuan yang mengarah pada penyesuaian evolusinya Talcott Parsons menghubungkannya dengan empat persyaratan fungsional di atas untuk menganalisis proses perubahan.[10]

Perlu diketahui bahwa sekalipun Talcott Parsons telah berhasil membangun suatu teori yang besar untuk mengadakan pendekatan dalam masyarakat, akan tetapi ia tidak luput dari serangkaian kritikan, baik dari mantan muridnya Robert K. Merton, ataupun sosiolog lain, yaitu George Homans, Williams Jr., dan Alvin Gouldner.[3]

Referensi

1. ̂ (Inggris) Talcott Parsons, "The Present Status of "Structural-Functional" Theory in Sociology." In Talcott Parsons, Social Systems and The Evolution of Action Theory New York: The Free Press, 1975.

2. ̂ Alexander, Jeffrey C, 1981, “Revolution, Reaction, and Reform: The Change Theory of Parsons’s Middle Period”. Sociological Inquiry 51: 267-268.

3. ^ a b c d e f g h i j k Alexander Stingl, The biological Vernacular from Kant to James, Weber, and Parsons. Lampeter: Mellen Press, 2009. Page 54-70

4. ̂ (Inggris) Alexander, Jeffrey C,1995. Fin de Siecle Social Theory: Relativism, Reduction, and the Problem of Reason. London: verso. Hlm: 54

5. ̂ (Inggris) William Buxton. 1985. Talcott Parsons and the Capitalist Nation-State: Political Sociology as a Strategic Vacation. Toronto: University of Toronto Press. Hlm. 235.

6. ̂ (Inggris) Charles Camic. 1990. An Historical Prologue. American Journal of Sociology. 55: 313-319.

7. ̂ (Inggris) Jonathan Turner. 2001b. Handbook of Sociological Theory. New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers. Hlm. 76

8. ̂ (Inggris) Sciulli, David and Gerstein Dean. 1985. Social Theory and Talcott Parsons in the 1980s. Annual Review of Sociology 11: 369-587

9. ̂ William Buxton. Hlm. 236.10. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Inggris) Richard Grathoff (ed.) The Correspondence between

Alfred Schutz and Talcott Parsons: The Theory of Social Action. Bloomington and London: Indiana University Press, 1978. Page 67-87

Page 30: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi. Sebuah analogi umum yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan bagian-bagian masyarakat ini sebagai "organ" yang bekerja demi berfungsinya seluruh "badan" secara wajar.[1] Dalam arti paling mendasar, istilah ini menekankan "upaya untuk menghubungkan, sebisa mungkin, dengan setiap fitur, adat, atau praktik, dampaknya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil dan kohesif." Bagi Talcott Parsons, "fungsionalisme struktural" mendeskripsikan suatu tahap tertentu dalam pengembangan metodologis ilmu sosial, bukan sebuah mazhab pemikiran.[2][3]

Daftar isi

1 Asumsi dasar 2 Perkembangan Teori Struktural Fungsional 3 Teoriwan berpengaruh 4 Lihat pula 5 Bahan bacaan 6 Catatan kaki

Asumsi dasar

Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisis substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.

Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah

Page 31: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Visi substantif mengenai tindakan sosial dan Strateginya dalam menganalisis struktur sosial.

Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam menginterpretasikan keadaan.

Perkembangan Teori Struktural Fungsional

Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh tokoh – tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Parson berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad sejak ia mempublikasikan The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam karyanya ini Parson membangun teori sosiologinya melalui “analytical realism”, maksudnya adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep tertentu yang memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-consep ini tidak bertanggungjawab pada fenomena konkrit, tapi kepada elemen-elemen di dallamnya yang secara analitis dapat dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya, teori harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan empiric, tentunya dengan segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang membangun realita sosial. Keunikan realism analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana konsep abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di dapat adalah organisasi konsep dalam bentuk sistem analisis yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail empiris.

Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi empat criteria ini. Dalam karya berikutnya , The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada situasi dalam istilah motivasi dan nilai-nilai. Terdapay berberapa macam motivasi, antara lain kognitif, chatectic, dan evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosoial ini, antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan moral. Parson sendiri menyebutnya sebagai modes of orientation. Unit tindakan olehkarenaya melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan umum sebagai konsekuensi kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang aktor.

Akhir dari analisis ini adalah visi metafisis yang besar oleh dunia yang telah menimpa eksistensi manusia. Analisis parson merepresentasikan suatu usaha untuk mengkategorisasikan dunia kedalam sistem, subsistem, persyaratan-persyaratan system, generalisasi media dan pertukaran menggunakan media tersebut. Analisis ini pada akhirnya lebih filosofis daripada sosiologis, yakni pada lingkup visi meta teori. Pembahasan mengenai fungsionalisme Merton diawali pemahaman bahwa pada awalnya Merton mengkritik beberapa aspek ekstrem dan keteguhan dari structural fungsionalisme, yang mengantarkan Merton sebagai pendorong fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini berbeda dari sang guru, Talcott Parson mengemukakan bahwa teorisi structural fungsional sangatlah penting.Parson mendukung terciptanya teori yang besar dan mencakup seluruhnya sedangkan parson lebih terbatas dan menengah.

Page 32: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional( hal ini pula seperti yang pernah dikembangkan oleh Malinowski dan Radcliffe brown. Adapun beberapa postulat tersebut antara lain:

Kesatuan fungsi masyarakat , seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada masyarakat yang lebih besar.

Fungsionalisme universal , seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh struktur , adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi positif. Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat istiadat yang mengatur individu bertingkah laku kadang-kadang membuat individu tersebut depresi hingga bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi bertentangan.

Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki fungsi positif namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama dengan parson bahwaada berbagai alternative structural dan fungsional yang ada di dalam masyarakat yang tidak dapat dihindari.

Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang dijabarakan tersebut berstandar pada pernyataan non empiris yang didasarakan sistem teoritik. Merton mengungkap bahwa seharusnya postulat yang ada didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut pandangan Merton bahwa analsisi structural fungsional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan kebudayaan, objek-objek yang dibedah dari structural fungsional harsuslah terpola dan berlang, merespresentasikan unsure standard.

Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji makamirakat secara keseluruhan, namun Merton menjelaskan bahwa dapat juga diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok. Dalam penjelasan ini Merton memberikan pemikiran tentang the middle range theory. Merton mengemukakan bahwa para ahli sosiologi harus lebih maju lagi dalam peningkatan kedisiplinan dengan mengembangkan “teori-teori taraf menengah” daripada teori-teori besar. Teori taraf menengah itu didefinisikan oleh Merton sebagai : Teori yang terletak di antara hipotesa kerja yang kecil tetapi perlu, yang berkembang semakin besar selama penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup semuanya mengembangkan uato teori terpadu yang akan menjelaskan semua keseragaman yang diamati dalam perilaku social. Teori taraf menengah pada prinsipnya digunakan dalam sosiologi untuk membimbing penelitian empiris. Dia merupakan jembatan penghubung teori umum mengenai istem social yang terlalu jauh dari kelompok-kelompok perilaku tertentu, organisasi, ddan perubahan untuk mempertanggungjawabkan apa yang diamati, dan gambaran terinci secara teratur mengenai hal-hal tertentu yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori sosiologi merupakan kerangka proposisi yang saling terhubung secara logis dimana kesatuan empiris bisa diperoleh.

The middle range theory adalah teori-teori yang terletak pada minor tetapi hipotesis kerja mengembangkan penelitian sehari-hari yang menyeluruh dan keseluruhan upaya sistematis yang inklusif untuk mengembangkan teori yang utuh. The middle range theory Merton ini memiliki berbagai pemahaman bahwa secara prinsip digunakan untuk panduan temuan-

Page 33: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

temuan empiris, merupakan lanjutan dari teori system social yang terlalu jauh dari penggolongan khusus perilaku social, organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di observasi dan di deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data yang terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes empiris dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton seakan melakukan tarik dan menyambung, artinya apa yang dia kritik terhadap fungsionalis merupakan jalan yang dia tempuh untuk menyambung apa yang dia pikirkan. Atau dianalogikan, Merton mengambil bangunan teori kemudian di benturkan setelah itu dia perbaiki lagi dengan konseptual yang menurut kami sangat menarik.

Para stuktural fungsional pada awalnya memustakan pada fungsi dalam struktru dan institusi dalam amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah demikian, karrena dalam menganalis hal itu , para fungsionalis awal cenderung mencampur adukna motif subjektif individu dengan fungsi stuktur atau institusi. Analisis fungsi bukan motif individu. Merton sendiri mendefinisikan fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuian, karena selalu ada konsekuensi positif. Tetapi , Merton menambahkan konsekuensi dalam fakta sosial yang ada tidaklah positif tetapi ada negatifnya. Dari sini Merton mengembangkan gagasan akan disfungsi. Ketika struktur dan fungsi dpat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi dapat mengandung konsekuensi negative pada bagian lain.Hal ini dapat dicontohkan, struktur masyarakat patriarki c memberkan kontribusi positif bagi kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam keputusan kemasyarakatan, tetapi hal ini mengandung konsekuensi negative bagi kaum perempuan karena aspirasi mereka dalam keputusan terbatas. Gagasan non fungsi pun , dilontarkan oleh Merton. Merton mengemukakan nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan bagi sistem tersebut. Dapatkonsekuensi positif dimasa lalu tapi tidak dimasa sekarang.Tidaklah dapat ditentukan manakah yang lebih penting fungsi-fungsi positif atau disfungsi. Untuk itu Merton menambahkan gagasan melalui keseimbangan mapan dan level analisis fungsional.

Dalam penjelasan lebih lanjut , Merton mengemukakan mengenai fungsi manifest dan fungsi laten.Fungsi manifest adalah fungsi yang dikehendaki, laten adalah yang tidak dikehendaki.Maka dalam stuktur yang ada, hal-hal yang tidak relevan juga disfungso laten dipenagruhi secara fungsional dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur disfungsional akan selalu ada. Dalam teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa pembedaan yang dilakukan Merton dalam fungsi manifest dan laten , menunjukan penjelasan Merton yang begitu kabur dengan berbagari cara. Hal ini Merton tidak secara tepat mengintegrasikan teori tindakan dengan fungsionalisme. Hal ini berimplikasi pada ketidakpasan antara intersionalitas dengan fungsionalisme structural. Kami rasa dalam hal ini pun Merton terlalu naïf dalam mengedepankan idealismenya tentang struktur dan dengan beraninya dia mengemukakan dia beraliran fungsionalis, tapi dia pun mengkritik akar pemikiran yang mendahuluinya. Tetapi, lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest dan laten telah membuka kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu struktur. Merton pun mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat diubah oleh sistem sosial. Tetapi beberapa sistem sosial dapat dihapuskan. Dengan mengakui bahwa struktur sosia dapat membuka jalan bagi perubahan sosial.

Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur sosial didefinisikans ebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan memeprnagaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu

Page 34: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

dengan cara lain. Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan tujuan cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam struktur makamirakat beberapa orang tidak mampu bertindakm menurut norma-norma normative . kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disjungsi antara kebudayan dnegan struktur akan melahirkan konsekuensi disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat. Anomi Merton memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa teori structural fungsionalisme ini aharus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya. Bahwa sturktur makamirakat yangselalu berstratifikasi dan masing-masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini para fungsionalis, menurut dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi. Dalam hal ini kami setuju dengan Merton,dalam sensory experiences yang pernah kami dapatkan, dimana ada keteraturan maka harus siap deng ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur, kedinamisan terus berjalan tidak pada status di dalamnya tapi kaitan dalama peran. Anomi atau disfungsi cenderung hadir dipahami ketika peran dalam struktu berdasarkan status tidak dijalankan akibat berbagai factor. Apapun alasannya anomi dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar. Dari sini, Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang struktur , akan tetapi terus membawa kepribadian sebagai produk organisasi struktur tersebut. Pengaruh lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self Fullfilling Prophecy serta dalam buku Sosial structure And Anomie. Disini Merton berusaha menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih , menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang konformis. Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakkat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut.

Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa pada tantangan untuk mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada. Hal ini terbukti dengan munculnya fungsionalisme gaya baru yang lebih jauh berbeda dengan apa yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan ilmu pengetahuan, tak pelak dalam struktural fungsionalisme.

Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi. Sebuah analogi umum yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan bagian-bagian masyarakat ini sebagai "organ" yang bekerja demi berfungsinya seluruh "badan" secara wajar.[1] Dalam arti paling mendasar, istilah ini menekankan "upaya untuk menghubungkan, sebisa mungkin, dengan setiap fitur, adat, atau praktik, dampaknya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil dan kohesif." Bagi Talcott Parsons, "fungsionalisme struktural" mendeskripsikan suatu tahap tertentu dalam pengembangan metodologis ilmu sosial, bukan sebuah mazhab pemikiran.[2][3]

Daftar isi

1 Asumsi dasar

Page 35: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

2 Perkembangan Teori Struktural Fungsional 3 Teoriwan berpengaruh 4 Lihat pula 5 Bahan bacaan 6 Catatan kaki

Asumsi dasar

Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisis substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.

Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah

Visi substantif mengenai tindakan sosial dan Strateginya dalam menganalisis struktur sosial.

Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam menginterpretasikan keadaan.

Perkembangan Teori Struktural Fungsional

Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh tokoh – tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Parson berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad sejak ia mempublikasikan The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam karyanya ini Parson membangun teori sosiologinya melalui “analytical realism”, maksudnya

Page 36: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep tertentu yang memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-consep ini tidak bertanggungjawab pada fenomena konkrit, tapi kepada elemen-elemen di dallamnya yang secara analitis dapat dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya, teori harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan empiric, tentunya dengan segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang membangun realita sosial. Keunikan realism analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana konsep abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di dapat adalah organisasi konsep dalam bentuk sistem analisis yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail empiris.

Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi empat criteria ini. Dalam karya berikutnya , The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada situasi dalam istilah motivasi dan nilai-nilai. Terdapay berberapa macam motivasi, antara lain kognitif, chatectic, dan evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosoial ini, antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan moral. Parson sendiri menyebutnya sebagai modes of orientation. Unit tindakan olehkarenaya melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan umum sebagai konsekuensi kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang aktor.

Akhir dari analisis ini adalah visi metafisis yang besar oleh dunia yang telah menimpa eksistensi manusia. Analisis parson merepresentasikan suatu usaha untuk mengkategorisasikan dunia kedalam sistem, subsistem, persyaratan-persyaratan system, generalisasi media dan pertukaran menggunakan media tersebut. Analisis ini pada akhirnya lebih filosofis daripada sosiologis, yakni pada lingkup visi meta teori. Pembahasan mengenai fungsionalisme Merton diawali pemahaman bahwa pada awalnya Merton mengkritik beberapa aspek ekstrem dan keteguhan dari structural fungsionalisme, yang mengantarkan Merton sebagai pendorong fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini berbeda dari sang guru, Talcott Parson mengemukakan bahwa teorisi structural fungsional sangatlah penting.Parson mendukung terciptanya teori yang besar dan mencakup seluruhnya sedangkan parson lebih terbatas dan menengah.

Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional( hal ini pula seperti yang pernah dikembangkan oleh Malinowski dan Radcliffe brown. Adapun beberapa postulat tersebut antara lain:

Kesatuan fungsi masyarakat , seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada masyarakat yang lebih besar.

Fungsionalisme universal , seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh struktur , adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi positif. Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat istiadat yang mengatur individu bertingkah laku kadang-kadang membuat individu tersebut depresi hingga bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi bertentangan.

Page 37: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki fungsi positif namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama dengan parson bahwaada berbagai alternative structural dan fungsional yang ada di dalam masyarakat yang tidak dapat dihindari.

Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang dijabarakan tersebut berstandar pada pernyataan non empiris yang didasarakan sistem teoritik. Merton mengungkap bahwa seharusnya postulat yang ada didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut pandangan Merton bahwa analsisi structural fungsional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan kebudayaan, objek-objek yang dibedah dari structural fungsional harsuslah terpola dan berlang, merespresentasikan unsure standard.

Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji makamirakat secara keseluruhan, namun Merton menjelaskan bahwa dapat juga diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok. Dalam penjelasan ini Merton memberikan pemikiran tentang the middle range theory. Merton mengemukakan bahwa para ahli sosiologi harus lebih maju lagi dalam peningkatan kedisiplinan dengan mengembangkan “teori-teori taraf menengah” daripada teori-teori besar. Teori taraf menengah itu didefinisikan oleh Merton sebagai : Teori yang terletak di antara hipotesa kerja yang kecil tetapi perlu, yang berkembang semakin besar selama penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup semuanya mengembangkan uato teori terpadu yang akan menjelaskan semua keseragaman yang diamati dalam perilaku social. Teori taraf menengah pada prinsipnya digunakan dalam sosiologi untuk membimbing penelitian empiris. Dia merupakan jembatan penghubung teori umum mengenai istem social yang terlalu jauh dari kelompok-kelompok perilaku tertentu, organisasi, ddan perubahan untuk mempertanggungjawabkan apa yang diamati, dan gambaran terinci secara teratur mengenai hal-hal tertentu yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori sosiologi merupakan kerangka proposisi yang saling terhubung secara logis dimana kesatuan empiris bisa diperoleh.

The middle range theory adalah teori-teori yang terletak pada minor tetapi hipotesis kerja mengembangkan penelitian sehari-hari yang menyeluruh dan keseluruhan upaya sistematis yang inklusif untuk mengembangkan teori yang utuh. The middle range theory Merton ini memiliki berbagai pemahaman bahwa secara prinsip digunakan untuk panduan temuan-temuan empiris, merupakan lanjutan dari teori system social yang terlalu jauh dari penggolongan khusus perilaku social, organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di observasi dan di deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data yang terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes empiris dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton seakan melakukan tarik dan menyambung, artinya apa yang dia kritik terhadap fungsionalis merupakan jalan yang dia tempuh untuk menyambung apa yang dia pikirkan. Atau dianalogikan, Merton mengambil bangunan teori kemudian di benturkan setelah itu dia perbaiki lagi dengan konseptual yang menurut kami sangat menarik.

Para stuktural fungsional pada awalnya memustakan pada fungsi dalam struktru dan institusi dalam amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah demikian, karrena dalam menganalis hal itu , para fungsionalis awal cenderung mencampur adukna motif subjektif individu dengan fungsi stuktur atau institusi. Analisis fungsi bukan motif individu. Merton sendiri mendefinisikan fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi atau

Page 38: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

penyesuian, karena selalu ada konsekuensi positif. Tetapi , Merton menambahkan konsekuensi dalam fakta sosial yang ada tidaklah positif tetapi ada negatifnya. Dari sini Merton mengembangkan gagasan akan disfungsi. Ketika struktur dan fungsi dpat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi dapat mengandung konsekuensi negative pada bagian lain.Hal ini dapat dicontohkan, struktur masyarakat patriarki c memberkan kontribusi positif bagi kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam keputusan kemasyarakatan, tetapi hal ini mengandung konsekuensi negative bagi kaum perempuan karena aspirasi mereka dalam keputusan terbatas. Gagasan non fungsi pun , dilontarkan oleh Merton. Merton mengemukakan nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan bagi sistem tersebut. Dapatkonsekuensi positif dimasa lalu tapi tidak dimasa sekarang.Tidaklah dapat ditentukan manakah yang lebih penting fungsi-fungsi positif atau disfungsi. Untuk itu Merton menambahkan gagasan melalui keseimbangan mapan dan level analisis fungsional.

Dalam penjelasan lebih lanjut , Merton mengemukakan mengenai fungsi manifest dan fungsi laten.Fungsi manifest adalah fungsi yang dikehendaki, laten adalah yang tidak dikehendaki.Maka dalam stuktur yang ada, hal-hal yang tidak relevan juga disfungso laten dipenagruhi secara fungsional dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur disfungsional akan selalu ada. Dalam teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa pembedaan yang dilakukan Merton dalam fungsi manifest dan laten , menunjukan penjelasan Merton yang begitu kabur dengan berbagari cara. Hal ini Merton tidak secara tepat mengintegrasikan teori tindakan dengan fungsionalisme. Hal ini berimplikasi pada ketidakpasan antara intersionalitas dengan fungsionalisme structural. Kami rasa dalam hal ini pun Merton terlalu naïf dalam mengedepankan idealismenya tentang struktur dan dengan beraninya dia mengemukakan dia beraliran fungsionalis, tapi dia pun mengkritik akar pemikiran yang mendahuluinya. Tetapi, lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest dan laten telah membuka kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu struktur. Merton pun mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat diubah oleh sistem sosial. Tetapi beberapa sistem sosial dapat dihapuskan. Dengan mengakui bahwa struktur sosia dapat membuka jalan bagi perubahan sosial.

Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur sosial didefinisikans ebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan memeprnagaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain. Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan tujuan cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam struktur makamirakat beberapa orang tidak mampu bertindakm menurut norma-norma normative . kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disjungsi antara kebudayan dnegan struktur akan melahirkan konsekuensi disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat. Anomi Merton memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa teori structural fungsionalisme ini aharus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya. Bahwa sturktur makamirakat yangselalu berstratifikasi dan masing-masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini para fungsionalis, menurut dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi. Dalam hal ini kami setuju dengan Merton,dalam sensory experiences yang pernah kami dapatkan, dimana ada keteraturan maka harus siap deng ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur, kedinamisan terus berjalan tidak pada status di dalamnya tapi kaitan dalama peran. Anomi atau disfungsi cenderung hadir dipahami ketika peran dalam struktu berdasarkan

Page 39: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

status tidak dijalankan akibat berbagai factor. Apapun alasannya anomi dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar. Dari sini, Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang struktur , akan tetapi terus membawa kepribadian sebagai produk organisasi struktur tersebut. Pengaruh lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self Fullfilling Prophecy serta dalam buku Sosial structure And Anomie. Disini Merton berusaha menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih , menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang konformis. Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakkat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut.

Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa pada tantangan untuk mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada. Hal ini terbukti dengan munculnya fungsionalisme gaya baru yang lebih jauh berbeda dengan apa yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan ilmu pengetahuan, tak pelak dalam struktural fungsionalisme.

“Fungsionalisme Struktural” Talcott Parsons

Sebelum membahas teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons, ada baiknya bila

kita membahas dahulu tentang asumsi-asumsi dasar dari teori struktural fungsional yang

menjadi dasar dari pemikiran Talcott Parsons tersebut. Teori struktural fungsional berasal

dari pemikiran Emile Durkheim, dimana masyarakat dilihat sebagai suatu sistem yang

didalamnya terdapat sub-sub sistem yang masing-masingnya mempunyai fungsi untuk

mencapai keseimbangan dalam masyarakat. Teori ini berada pada level makro yang

memusatkan perhatiannya pada “Struktur Sosial” dan “Institusi Sosial” berskala luas,

antarhubungannya, dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Sumbangsih Durkheim bagi

struktur teoritis Parsons adalah pada penyatuan sistem sosial, dimana masyarakat menjadi

sebuah kesatuan yang suci melalui keseimbangan dari masing-masing bagiannya. Elemen-

elemen dalam masyarakat menjadi saling tergantung dan bersifat mengatur, untuk kebutuhan

sistem.

Selain dari Durkheim, Parsons juga menggunakan pemikiran Weber mengenai

tindakan sosial untuk mengembangkan kerangka pemikirannya untuk menjelaskan tentang

bagaimana aktor dapat menginterpretasikan situasi. Dan juga mengadaptasi pemikiran

Page 40: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

ekonom Alfred Marshall untuk mengembangkan model dari permintaan ekonomi dan

perlunya ekuilibrium dari pasar bebas[1]

Sedangkan pada teori fungsionalisme strukturalis Talcott Parsons dimulai dengan empat

fungsi dalam sistem “tindakan” yang dikenal dengan skema AGIL. Yang dimaksudkan

dengan fungsi disini adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan

tertentu atau kebutuhan sistem[2]. Fungsi ini menurut Talcott Parsons dibutuhkan oleh semua

sistem secara bersama-sama untuk dapat bertahan (survive), meskipun begitu keempat fungsi

ini tidaklah nyata melainkan unit analisis yang dipakai Parsons. Adapun keempat fungsi

tersebut adalah :

1. Adaptation : fungsi yang dimiliki oleh sebuah sistem untuk menyesuaikan dirinya dengan

lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dari sistem tersebut. Contoh konkritnya adalah pada

saat revolusi industri terjadi perubahan dalam pembuatan barang yang sebelumnya

menggunakan tenaga manusia diganti dengan penggunaan mesin uap, sehingga dapat lebih

efektif dan efisien dalam produksi barang. Maka dari itu industri-industri yang ada juga harus

mengadaptasikan dirinya dengan penggunaan mesin uap untuk dapat bertahan dalam

persaingan atau tidak mereka akan ketinggalan dan tidak dapat bertahan menghadapi industri

lain yang menggunakan mesin uap tersebut.

2. Goal Attainment : fungsi yang dimiliki sebuah sistem untuk dapat mendefinisikan dan

mencapai tujuannya. Misalnya pada suatu kelompok penelitian yang dibentuk pada suatu

mata kuliah. Bila dalam kelompok tersebut tidak dapat menentukan tujuannya maka

kelompok tersebut tidak akan dapat menjalankan fungsinya.

3. Integration : fungsi yang dimiliki oleh sistem dalam rangka mengatur hubungan bagian-bagian

dalam komponen sistem tersebut dan aktor-aktor didalamnya. Fungsi ini juga berperan dalam

mengelola hubungan ketiga fungsi lainnya dalam skema AGIL. Misalnya saja pada partai

politik PKB, karena partai ini tidak mempunyai integrasi yang cukup kuat maka terjadilah

perpecahan yang membuat kompone-komponen dalam sistem partai tersebut terbagi menjadi

dua kubu. Walaupun tetap dapat menjalankan sistemnya tetapi tidak dapat mencapai suatu

keseimbangan, sebagai bukti terjadi pertentangan antara kedua kubu dalam memperebutkan

kekuasaan yang sah terhadap partai PKB.

Page 41: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

4. Latency : fungsi yang dimiliki suatu sistem untuk memperlengkapi, memelihara dan

memperbaiki, pada tingkat individu maupun pola-pola kultural. Contohnya bila dalam suatu

perusahaan tidak memiiki budaya organisasi untuk memelihara kinerja yang baik, bila tidak

maka kinerja pada perusahaan tersebut akan tidak stabil dan akan menghasilkan pendapatan

yang tidak stabil pula bagi perusahaan tersebut.

Sistem Kultural (Latency) Sistem Sosial (Integration)

Organisme Perilaku (Adaptation) Sistem Kepribadian (Goal Attainment)

Gambar 1.1 Struktur Sistem Tindakan Umum

Pada skema sistem tindakan tersebut, dapat dilihat bahwa Parson menekankan pada

hierarki yang jelas. Pada tingkatan yang paling rendah yaitu pada lingkungan organis, sampai

pada tingkatan yang paling tinggi, realitas terakhir. Dan pada tingkat integrasi menurut sistem

Parsons terjadi atas 2 cara : pertama, masing-masing tingkat yanng lebih rendah menyediakan

kondisi atau kekuatan yang diperlukan untuk tingkatan yang lebih tinggi. Kedua, tingkat yang

lebih tinggi mengendalikan tingkat yang berada dibawahnya.[3]

Menurut Parsons juga, masalah mengenai fungsionalisme stuktural dijawab dengan

asumsi sebagai berikut[4] :

1. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.

2. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan-diri atau

keseimbangan.

3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.

4. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian lain.

5. Sistem memelihara batas-batas dalam lingkungannya.

6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk

memelihara keseimbangan sistem.

7. Sistem cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan-diri yang meliputi

pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan

keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan

mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.

Pemikiran Parsons tentang masyarakat menekankan pada adanya keseimbangan

dalam masyarakat, karena itulah ia kurang memperhatikan tentang perubahan sosial dan

menjadikan teorinya ini bersifat statis. Namun akhirnya setelah banyak kritik yang diarahkan

Page 42: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

kepadanya, Parsons mulai memikirkan tentang evolusi masyarakat melalui karyanya The

System of Modern Societies.

Pada karyanya ini, Parsons membahas tentang perubahan sistem yang terjadi pada

masyarakat Barat. Awalnya ia meneliti tentang perkembangan Gereja Kristen di Eropa,

terutama pada masyarakat Rome yang lebih berkembang pada sistem hukumnya. Disisni ia

menemukan bahwa masyarakat pada abad pertengahan memberikan bibit bagi timbulnya

feodalisme dan keruntuhan dari tribalisme, yang kemudian diikuti dengan masyarakat yang

lebih terdiferensiasi dan lebih saling ketergantungan satu sama lainnya. Kemudian feodalisme

akan digantikan dengan kapitalisme awal dengan sentralisasi dari kekuatan politik. Proses

perkembangannya diikuti dengan kemunculan dari renaissance dan munculnya budaya

sekuler dengan kerangka semangat tatanan religius.

Dari sinilah masa masyarakat pramodern yaitu masa reformasi muncul. Dimana

dalam periode ini, kaum agama mulai kehilangan pengaruhnya di masyarakat, dan memberi

sinyal pada munculnya individualisme. Era evolusi selanjutnya diawali dengan munculnya

abad revolusi yang ditandai dengan munculnya revolusi industri, dimana pada revolusi ini

terjadi ekspansi pada pasar bebas, dan revolusi demokratis melihat penyebaran diferensiasi

peran oleh masyarakat diseluruh Eropa Barat.

Era evolusi terakhir bagi Parsons adalah kemunculannya apa yang dinamakannya the

new lead society. Menurut Parsons, masyarakat semacam ini tidak dapat muncul di Eropa

yang disebabkan kultur dari masyarakat Eropa yang aristokratik, terstratifikasi, dan dengan

tradisinya yang bersifat kekerajaan. Masyarakat yang dimaksudkan oleh Parsons ini adalah

masyarakat Amerika, karena tidak terpengaruh budaya seperti masyarakat di Eropa, dan

masyarakat Amerika merupakan bentuk paling tinggi dari adaptasi, perwujudan dari prinsip-

prinsip evolusioner yang dapat menggerakkan sistem dan teori sistemik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa benang merah yang dapat dilihat dalam konsep Parsons

mengenai Fungsionalisme teori sistemnya ini terlihat pada mencari keseimbangan dalam

masyarakat itu sendiri. Masyarakat meskipun berubah ataupun berkonflik tapi tetap menuju

ke arah yang positif dan memiliki fungsi dalam setiap perubahan dan konfliknya itu. Inilah

yang menyebabkan Parsons dianggap sebagai orang yang konservatif dan statis, karena dalam

salah satu pemikiran terbesarnya mengenai masyarakat. Dan hubungan lainnya adalah pokok

Page 43: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

bahasannya yang mengkonsentrasikan pembahasan terhadap struktur dan institusi sosial

menyebabkan ia menjadi seorang yang fungsionalis.

Kritik

Parsons menggunakan masyarakat Amerika sebagai bentuk masyarakat yang terstruktur

dengan baik. Namun jika menggunakan konsep AGIL yang telah diungkapkan Parsons, ia

telah gagal menganalisis masyarakat Inggris yang pada saat ini masih berbentuk kerajaan.

Seperti yang diungkapkan Parsons sebelumnya bahwa era evolusi akhir tidak boleh

terkontaminasi dengan budaya kerajaan. Tujuan utama Parsons sendiri adalah menginginkan

adanya keseimbangan masyarakat melalui perubahan sosial, namun masyarakat Inggris

sendiri tetap stabil meskipun tidak mencapai era The New Lead Society seperti yang

dipaparkan oleh Parsons. Pada unit analisis AGILpun terdapat beberapa fakta yang dapat

menyangkalnya, contohnya pada suku Badui dalam, masyarakat suku ini tidak beradaptasi

dengan lingkungan sekitarnya, yang berarti menurut analisis AGIL, tidak memenuhi fungsi

adaptation maka tidak akan dapat memenuhi kebuthan dari sistem masyarakat tersebut.

Tetapi nyatanya masyarakat suku Badui dalam tetap dapat eksis tanpa fungsi adaptation

tersebut.

Adapun kritik lainnya terhadap Talcott Parsons adalah pemikirannya tentang masyarakat

yang terlalu menekankan pada keseimbangan dalam masyarakat, sehingga ia kurang

memperhatikan tentang perubahan dan mobilisasi sosial. Ini berarti dia melepaskan

postivisme Comte dari fungsionalisme. Parsons juga gagal membuktikan keempirisan dari

teorinya sehingga tidak dapat dibuktikan kebenarannya, walaupun menurut dasar logikanya,

ia menggunakan logika deduksi.

[1] William D. Purdue. Sociological Theory (1986). Hlm. 114.

[2] George Ritzer dan Douglas J.Goodman. Teori Sosiologi Modern (2007). Hlm. 121.

[3] George Ritzer dan Douglas J.Goodman. Teori Sosiologi Modern (2007). Hlm. 123.

[4] Ibid.

Page 44: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Kritik Teori Fungsionalisme StrukturalTalcott Parson

Pada intinya parson menjelaskan teori fungsionalisme strukturalnya kepada suatu pemahaman mengenai sistem yang mengacu kepada konsep equilibrium dalam kehidupan masyarakat. Menurutnya untuk dapat memahami atau mendeskripsikan suatu sistem maka harus ada suatu fungsi mengenai hal tersebut. Maka dari itu Parson percaya, bahwa ada empat persyaratan mutlak yang harus ada suypaya fungsionalis masyarakat dapat berjalan, yakni AGIL. pada dasarnya parson melihat bahwa AGIL ini mampu menjadi sebuah fungsi sebagai keteraturan yang harus dimiliki dan dijalankan setiap masyarakat. AGIL mempunyai arti : Adaptation (Adaptasi), Goal attainment (Pencapaian tujuan), Integration (Integrasi) dan Latensi (Pemeliharaan pola). Dengan adanya hal ini, Parson yakin bahwa tingkat keseimbangan dalam masyarakat akan tersusun dan terjaga sehingga terhindar dari adanya kerusakan fungsional antar pribadi di dalamnya, hal ini, menimbulkan banyak asumsi-asumsi yang kontroversial yang seharusnya Parson teliti lebih lanjut, bahwa jika fungsi AGIL ini hanya mampu melenggangkan atau mempertahankan suatu kekuasaan atas kedudukan individu, maka tidak mungkin suatu sistem organisme yang ia jelaskan mampu terlaksana, serta ia terlalu merendahkan konsepsi mengenai perubahan sosial secara revolusioner yang dapat terjadi secara tiba-tiba. Dalam teorinya ini, Parson lebih tertuju kepada sistem sebagai satu kesatuan daripada aktor sebagai peran yang menduduki suatu kendali sistem, bukannya mempelajari bagaimana aktor tersebut mampu menciptakan dan memelihara sistem tetapi sebaliknya. Hal yang patut untuk di kaji lebih dalam mengenai konsep AGIL ini, ialah mengenai subsistem fungsionalis strukturalnya, yakni : Ekonomi (Sebagai subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan melalui tenaga kerja, produksi, dan alokasi sehingga masyarakat mampu menyesuaikan diri terhadap keadaan realitas eksternal), yang kedua adalah Pemerintah (Polity atau sistem politik dengan dasar sebagai pencipta tujuan-tujuan yang di dasari akan kepentingan masyarakat).

Kesimpulannya ialah, bahwa teori Parson tersebut, terlalu mengedepankan strukturalisasi pencapaian yang menekankan konsep equilibrium dalam dalam sistem di masyarakat secara fakta, serta ia terlalu subjektif dengan angan-angannya bahwa setiap individu senantiasa mensosialiasikan diri terhadap lingkungan dan lingkungan juga menyesuaikan fungsinya terhadap diri, dan ia lebih menekankan pada aspek perubahan sosial secara evolusioner di bandingkan revolusioner akibat dasar pemikiran sistem biologisnya.

FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONS

Pembahasan teori fungsionalisme structural Parson diawali dengan empat skema penting mengenai fungsi untuk semua system tindakan, skema tersebut dikenal dengan sebutan skema AGIL. Sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu apa itu fungsi yang sedang dibicarakan disini, fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan system.

Page 45: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Menurut parson ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system social, meliputi adaptasi (A), pencapaian tujuan atau goal attainment (G), integrasi (I), dan Latensi (L). empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua system agar tetap bertahan (survive), penjelasannya sebagai berikut:

Adaptation : fungsi yang amat penting disini system harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan system harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya.

Goal attainment ; pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa mendifinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

Integrastion : artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola ketiga fungsi (AGL).

Latency :laten berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah system harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan cultural .

Lalu bagaimanakah Parson menggunakan empat skema diatas, mari kita pelajari bersama. Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme prilaku dengan cara melaksanakan fungsi adaptasi dengan cara menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi pencapaian tujuan atau Goal attainment difungsikan oleh system kepribadian dengan menetapkan tujuan system dan memolbilisai sumber daya untuk mencapainya. Fungsi integrasi di lakukan oleh system social, dan laten difungsikan system cultural. Bagaimana system cultural bekerja? Jawabannhya adalah dengan menyediakan actor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi actor untuk bertindak.

Tingkat integrasi terjadi dengan dua cara, pertama : masing-masing tingkat yang p[aling bawah menyediakan kebutuhan kondisi maupun kekuatan yang dibutuhkan untuk tingkat atas. Sredangkan tingkat yang diatasnya berfungsi mengawasi dan mengendalikan tingkat yang ada dibawahnya.

Parson memberikan jawaban atas masalah yang ada pada fungsionalisme structural dengan menjelaskan beberapa asumsi sebagai berikut;

1. system mempunyai property keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.2. system cenderung bergerak kea rah mempertahankan keteraturan diri atau

keseimbangan.3. system bergerak statis, artinya ia akan bergerak pada proses perubahan yang teratur.4. sifat dasar bagian suatu system akan mempengaruhi begian-bagian lainnya.5. system akam memelihara batas-batas dengan lingkungannya.6. alokasi dan integrasi merupakan ddua hal penting yang dibutuhkan untuk memelihara

keseimbangan system.7. system cenderung menuju kerah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi

pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-baguan dengan keseluruhan sostem, mengendalikan lingkungan yang berbeda dan mengendalikan kecendrungan untuyk merubah system dari dalam.

System social

Page 46: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Pada pembahasannya parson mendefinisikan system social sebagai berikut:

sistem social terdiri dari sejumlah actor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, actor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempunyai kecendrungan untuk mengoptimalkan kepuasan yang hubungannya dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term system simbol bersama yang terstruktur secara cultural. (Parsons, 1951:5-6)

kunci masalah yang dibahas pada system social ini meliputi actor, interaksi, lingkungan, optimalisasi, kepuasan, dan cultural.

Hal yang paling penting pada system social yang dibahasnya Parsons mengajukan persyaratan fungsional dari system social diantaranya:

1. system social harus terstuktur (tertata) sehingga dapat beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sisten lain.

2. untuk menjaga kelangsungan hidupnya system social harus mendapatkan dukungan dari system lain.

3. system social harus mampu memenuhi kebutuhan aktornya dalam proporsi yang signifikan.

4. system social harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya.

5. system social harus mampu mengendalikan prilaku yang berpotensi menggangu.6. bila konflik akan menuimbulkan kekacauan maka harus bisa dikendalikan.7. system social memerlukan bahasa.

MAKALAH SOSIOLOGI PERSONS

BAB I

PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang

Teori Fungsional-struktural adalah sesuatu yang urgen dan sangat bermanfaat dalam suatu

kajian tentang analisa masalah sosial. Hal ini disebabkan karena studi struktur dan fungsi masyarakat

merupakan sebuah masalah sosiologis yang telah menembus karya-karya para pelopor ilmu sosiologi

dan para ahli teori kontemporer.  Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang

paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang.

Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya

dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu

August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat

dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu

terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau

konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup.

Page 47: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan mendiskusikan hal ini telah

menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari paradigma tentang teori ini, sebut saja George

Ritzer (1980), Margaret M.Poloma (1987), dan Turner (1986). Drs. Soetomo (1995) mengatakan

apabila ditelusuri dari paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta

social

Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif

sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh

tokoh – tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott

Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Sistem tindakan

diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat

karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka tim penulis dapat merumuskan

beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain:

1.      Bagaimanakah biografi dari Tallcot Parsons?

2.      Bagaimanakan  asumsi dasar dari teori Fungsional Struktural?

3.      Bagaimanakah tinjauan tentang teori Fungsional Struktural?

4.      Bagaimanakah perkembangan Teori Struktural Fungsiona?

5.      Bagaimanakah Paradigma AGIL yang dikemukakan Tallcot parsons?

6.      Bagaimanakah pengaruh teori Fungsional Struktural dalam kehidupan sosial?

7.      Bagaimanakah studi kasus tentang masalah sosial dengan menggunakan pendekatan dari Teori

Fungsional Struktural?

C.Tujuan

Page 48: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Adapun tujuan-tujuan yang dapat tim penulis utarakan dalam penyusunan makalah ini adalah:

1. Mengetahui biografi dari Tallcot Parsons

2. Memahami asumsi dasar dari teori Fungsional Struktural

3.    Mengetahui tinjauan tentang teori Fungsional Struktural

4.    Mengetahui perkembangan Teori Struktural Fungsional

5.    Memahami Paradigma AGIL yang dikemukakan Tallcot parsons

6.    Menganalisis pengaruh teori Fungsional Struktural dalam kehidupan social

7.     Menganalisis studi kasus tentang masalah sosial dengan menggunakan pendekatan dari Teori

Fungsional Struktural

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Tallcot Parsons

Parson lahir tahun 1902 di Colorado Spring, Colorado. Ia berasal dari latar belakang religius

dan intelektual. Ayahnyaseorang Pendeta, profesor dan akhirnya menjadi rektor sebuah perguruan

tinggi kecil. Parsons mendapat gelar sarjana muda dari Universitas Amherst tahun 1924 dan

menyiapkan disertasinya di London School of Economics. Di tahun berikutnya ia pindah ke

Heidelberg, Jerman. Max Weber lama berkarir di Heildelberg dan meski ia telah meninggal 5 tahun

sebelum kedatangan Parsons, pengaruh Weber tetap bertahan dan jandanya terus menyelengarakan

diskusi ilmiah di rumah dan Parsons menghadirinya. Parson sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan

sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan akhirnya menulis disertainya di Heidelberg, yang sebagian

menjelaskan karya Weber.

Parsons mengajar di Harvard pada 1927 dan meski berganti jurusan beberapa kali, ia tetap di

Harvard hingga akhir hayatnya tahun 1979. Kemajuan kariernya tak begitu cepat. Ia tak mendapatkan

jabatan profesor hingga tahun 1939. dua tahun sebelumnya ia menerbitkan The Structure Social

Page 49: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Action, sebuah buku yang tak hanya memperkenalkan pemikiran sosiolog utama seperti Weber

kepada sejumlah besar sosiolog, tetapi juga meletakkan landasan bagi teori yang dikembangkan

Parsons sendiri.

Sesudah itu karier akademis Parsons maju pesat. Dia menjadi ketua jurusan sosiologi di

Harvard pada 1944 dan dua tahun kemudian mendirikan Departemen Hubungan Sosial yang tak

hanya memasukkan sosiolog,  tetapi juga berbagai sarjana ilmu sosial lainnya. Tahun 1949, ia terpilih

menjadi Presiden The American Sociological Association. Tahun 1950-an dan menjelang tahun 1960-

an, dengan diterbitkan buku seperti The Social System (1951) Parsons menjadi tokoh dominan dalam

sosiologi Amerika.

Tetapi, di akhir 1960-an Parsons mendapat serangan dari sayap radikal sosiologi Amerika

yang baru muncul. Parsons dinilai berpandangan politik konservatif dan teorinya dianggap sangat

konservatif dan tak lebih dari dianggap sangat konservatif dan hak lebih dari sebuah skema

kategorisasi yang rumit. Tetapi tahun 1980-an timbul kembali perhatian terhadap teori Parsons, tak

hanya di Amerika Serikat, tetapi di seluruh dunia (Alexander , 1982:83; Buxton, 1985; camic, 1990;

Holton dan Tumer, 1986; Sciulli dan Gerstein, 1985). Horton dan Tumer mungkin terlalu berlebihan

ketika mengatakan bahwa “karya Parsons mencerminkan sumbangan yang lebih berpengaruh

terhadap teori sosiologi ketimbang Marx, Weber, Durkheim, atau pengikut mereka masa kini

sekalipun” (1986:13). Pemikiran Parsons tak hanya memengaruhi pemikir konservatif, tetapi juga

teoritisi neo-Marxian, terutama Jurgen Habermas.

Setelah kematian Parsons, sejumlah berkas mahasiswanya, semuanya sosiolog sangat

terkenal, merenungkan arti penting teorinya maupun pencipta teori itu sendiri. Dalam renungan

mereka, pada sosiolog ini mengemukakan pengertian menarik tentang Parsons dan karyanya.

Beberapa pandangan selintas mengenai Parsons yang direproduksi di sini bukan dimaksudkan untuk

membuat gambaran yang masuk akal, tetapi dimaksudkan untuk mengemukakan pandangan selintas

yang provokatif mengenai Parsons dan karya-karyanya.

Robert Merton adalah salah seorang mahasiswanya ketika Parsons baru saja mulai mengajar

di Harvard. Merton yang menjadi teoritisi terkenal karena teori ciptaannya sendiri, menjelaskan

bahwa mahasiswa pascasarjana yang datang ke Harvard di tahun-tahun itu bukan hendak belajar

dengan Parsons, tetapi dengan Sorokin, anggota senior jurusan sosiologi yang telah menjadi musuh

utama parsons (Zafirovski, 2001) :

Generasi mahasiswa pascasarjana yang paling awal datang ke Harvard, dan tak seorangpun

yang ingin belajar dengan Parsons. Mereka tak mungkin berbuat demikian selain karena alasan paling

sederhana; pada 1931 ia belum dikenal publik apalagi sebagai seorang sosiolog. Meski kami

mahasiswa belajar dengan Sorokin yang masyhur, sebagian diantara kami diharuskan bekerja dengan

Parsons yang tak terkenal itu. (Merton, 1980-69).

Celaan Merton tentang kuliah pertama Parsons dalam teori, juga menarik, terutama karena

materi yang disajikan adalah basis untuk salah satu buku teori paling berpengaruh dalam sejarah

Page 50: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

sosiologi :Lama sebelum Parsons menjadi salah seorang tokoh tua terkenal di dunia sosiologi, bagi

kami mahasiswa angkatan paling awal, dia hanyalah seorang pemuda yang sudah tua.

Kemasyhurannya berasal dari kuliah pertamanya dalam teori yang kemudian menjadi inti karya

besarnya, The Structure of Social Action, yang tidak terbit hingga lima tahun setelah publikasi

lisannya di kelas (Merton, 1980:69-70).

Meski tak semua orang sependapat dengan penilaian positif Merton tentang Parsons, mereka

akan mengakui penilaian berikut :Kematian Parsons menandai berakhirnya suatu era dalam sosiologi.

Ketika (suatu era baru) dimulai, era itu benar-benar akan dibentengi oleh tradisi besar pemikiran

sosiologi yang ia tinggalkan untuk kita (Merton, 1980:71).

B.  Asumsi Dasar dari Teori Fungsional Struktural

Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya

dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu

August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat

dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu

terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau

konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan

lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori

struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran

Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya

mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan

membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya

berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan

bagi analisa substantif Spencer dan penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini,

studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa

masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan.

Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem

menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga

jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang

menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional.

Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk

berbagai perspektif fungsional modern.

Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber.

Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah

Visi substantif mengenai tindakan sosial dan

Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.

Page 51: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran Parsons

dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam menginterpretasikan keadaan.

C.  Tinjauan singkat tentang Teori Fungsional Struktural

Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan mendiskusikan hal ini telah

menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari paradigma tentang teori ini, sebut saja George

Ritzer (1980), Margaret M.Poloma (1987), dan Turner (1986). Drs. Soetomo (1995) mengatakan

apabila ditelusuri dari paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta

social. Tampilnya paradigma ini merupakan usaha sosiologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang

baru lahir agar mempunyai kedudukkan sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri.

Secara garis besar fakta social yang menjadi pusat perhatian sosiologi terdiri atas dua tipe

yaitu struktur social dan pranata sosial. Menurut teori fungsional structural, struktur sosial dan pranata

sosial tersebut berada dalam suatu system social yang berdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen

yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini (fungsional–structural) menekankan kepada

keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya

adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau

tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih

lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya.

Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme-

struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat

modern sebagai keseluruhan organisasi yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut

menurut Durkheim memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi

oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana

kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat

“patologis“. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium, atau

sebagai suatu system yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimabangan

atau perubahan sosial.

Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah

mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas tentang teori-teori fungsionalisme, ( ia ) adalah

seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa

pendekatan ini ( fungsional-struktural ) telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis.

Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa fungsional dan disempurnakannya,

diantaranya ialah :

Page 52: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

1. Postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai

suatu keadaan dimana seluruh bagian dari system sosial bekerjasama dalam suatu

tingkatan keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan

konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas postulat ini Merton

memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat

adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya

dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula bersifat

disfungsional bagi kelompok yang lain.

2. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa seluruh

bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif.

Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi positif dari sistem

sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan kedalam

bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan demikian dalam analisis keduanya harus

dipertimbangkan.

3. postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam setiap tipe

peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan kepercayaan memenuhi beberapa

fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian

penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system sebagai keseluruhan.

Menurut Merton, postulat yang kertiga ini masih kabur ( dalam artian tak memiliki

kejelasan, pen ), belum jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan. 

D.  Perkembangan Teori Struktural Fungsional

Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif

sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh

tokoh – tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott

Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Parson berhasil

mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad sejak ia mempublikasikan The

Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam karyanya ini Parson membangun teori

sosiologinya melalui “analytical realism”, maksudnya adalah teori sosiologi harus menggunakan

konsep-konsep tertentu yang memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-consep ini tidak

bertanggungjawab pada fenomena konkrit, tapi kepada elemen-elemen di dallamnya yang secara

analitis dapat dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya, teori harus melibatkan

perkembangan dari konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan empiric, tentunya dengan segala

keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan

mengisolasi fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang membangun realita sosial.

Page 53: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Keunikan realism analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana konsep abstrak ini

dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di dapat adalah organisasi konsep dalam bentuk

sistem analisa yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail empiris.

Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson

meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal

Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi empat criteria

ini. Dalam karya berikutnya , The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada situasi

dalam istilah motivasi dan nilai-nilai. Terdapay berberapa macam motivasi, antara lain kognitif,

chatectic, dan evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosoial ini,

antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan moral. Parson sendiri menyebutnya sebagai modes of

orientation. Unit tindakan olehkarenaya melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan

umum sebagai konsekuensi kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang

aktor.

Karya Parson dengan alat konseptual seperti empat sistem tindakan mengarah pada tuduhan

tentang teori strukturalnya yang tidak dapat menjelaskan perubahan sosial. Pada tahun 1960, studi

tentang evolusi sosial menjadi jawaban atas kebuntuan Parson akan perubahan sosial dalam bangunan

teori strukturalnya. Akhir dari analisis ini adalah visi metafisis yang besar oleh dunia yang telah

menimpa eksistensi manusia. Analisis parson merepresentasikan suatu usaha untuk

mengkategorisasikan dunia kedalam sistem, subsistem, persyaratan-persyaratan system, generalisasi

media dan pertukaran menggunakan media tersebut. Analisis ini pada akhirnya lebih filosofis

daripada sosiologis, yakni pada lingkup visi meta teori. Pembahasan mengenai fungsionalisme

Merton diawali pemahaman bahwa pada awalnya Merton mengkritik beberapa aspek ekstrem dan

keteguhan dari structural fungsionalisme, yang mengantarkan Merton sebagai pendorong

fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini berbeda dari sang guru, Talcott Parson mengemukakan

bahwa teorisi structural fungsional sangatlah penting.Parson mendukung terciptanya teori yang besar

dan mencakup seluruhnya sedangkan parson lebih terbatas dan menengah.

Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga

postulat dasar analisis fungsional( hal ini pula seperti yang pernah dikembangkan oleh Malinowski

dan Radcliffe brown. Adapun beberapa postulat tersebut antara lain:

Kesatuan fungsi masyarakat , seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya standard

bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi individu dalam

masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti menunjukan tingginya level

integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya berlaku pada

masyarakat kecil tetapi generalisasi pada masyarakat yang lebih besar.

Page 54: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Fungsionalisme universal , seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi positif.

Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh struktur , adat

istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi positif.

Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat istiadat yang mengatur individu

bertingkah laku kadang-kadang membuat individu tersebut depresi hingga bunuh diri.

Postulat structural fungsional menjadi bertentangan.

Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki fungsi positif

namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari

keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat.

Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama dengan parson bahwaada berbagai

alternative structural dan fungsional yang ada didalam masyarakat yang tidak dapat

dihindari.

Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang dijabarakan tersebut

berstandar pada pernyataan non empiris yang didasarakan sistem teoritik. Merton mengungkap bahwa

seharusnya postulat yang ada didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut pandangan Merton bahwa

analsisi structural fungsional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan kebudayaan,

objek-objek yang dibedah dari structural fungsional harsuslah terpola dan berlang, merespresentasikan

unsure standard.

Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji makamirakat secara keseluruhan,

namun Merton menjelaskan bahwa dapat juga diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok.

Dalam penjelasan ini Merton memberikan pemikiran tentang the middle range theory. Merton

mengemukakan bahwa para ahli sosiologi harus lebih maju lagi dalam peningkatan kedisiplinan

dengan mengembangkan “teori-teori taraf menengah” daripada teori-teori besar. Teori taraf menengah

itu didefinisikan oleh Merton sebagai : Teori yang terletak diantara hipotesa kerja yang kecil tetapi

perlu, yang berkembang semakin besar selama penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup

semuanya mengembangkan uato teori terpadu yang akan menjelaskan semua keseragaman yang

diamati dalam perilaku social. Teori taraf menengah pada prinsipnya digunakan dalam sosiologi untuk

membimbing penelitian empiris. Dia merupakan jembatan penghubung teori umum mengenai istem

social yang terlalu jauh dari kelompok-kelompok perilaku tertentu, organisasi, ddan perubahan untuk

mempertanggungjawabkan apa yang diamati, dan gambaran terinci secara teratur mengenai hal-hal

tertentu yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori sosiologi merupakan kerangka proposisi yang

saling terhubung secara logis dimana kesatuan empiris bisa diperoleh.

The middle range theory adalah teori-teori yang terletak pada minor tetapi hipotesis kerja

mengembangkan penelitian sehari-hari yang menyeluruh dan keseluruhan upaya sistematis yang

inklusif untuk mengembangkan teori yang utuh. The middle range theory Merton ini memiliki

Page 55: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

berbagai pemahaman bahwa secara prinsip digunakan untuk panduan temuan-temuan empiris,

merupakan lanjutan dari teori system social yang terlalu jauh dari penggolongan khusus perilaku

social, organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di observasi dan di deskripsikan, meliputi

abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data yang terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi

yang memungkinkan tes empiris dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton

seakan melakukan tarik dan menyambung, artinya apa yang dia kritik terhadap fungsionalis

merupakan jalan yang dia tempuh untuk menyambung apa yang dia pikirkan. Atau dianalogikan,

Merton mengambil bangunan teori kemudian di benturkan setelah itu dia perbaiki lagi dengan

konseptual yang menurut kami sangat menarik.

Para stuktural fungsional pada awalnya memustakan pada fungsi dalam struktru dan institusi

dalam amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah demikian, karrena dalam menganalis hal itu , para

fungsionalis awal cenderung mencampur adukna motif subjektif individu dengan fungsi stuktur atau

institusi. Analisis fungsi bukan motif individu. Merton sendiri mendefinisikan fungsi sebagai

konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuian, karena selalu

ada konsekuensi positif. Tetapi , Merton menambahkan konsekuensi dalam fakta sosial yang ada

tidaklah positif tetapi ada negatifnya. Dari sini Merton mengembangkan gagasan akan disfungsi.

Ketika struktur dan fungsi dpat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi dapat

mengandung konsekuensi negative pada bagian lain.Hal ini dapat dicontohkan, struktur masyarakat

patriarki c memberkan kontribusi positif bagi kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam

keputusan kemasyarakatan, tetapi hal ini mengandung konsekuensi negative bagi kaum perempuan

karena aspirasi mereka dalam keputusan terbatas. Gagasan non fungsi pun , dilontarkan oleh Merton.

Merton mengemukakan nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan bagi sistem tersebut.

Dapatkonsekuensi positif dimasa lalu tapi tidak dimasa sekarang.Tidaklah dapat ditentukan manakah

yang lebih penting fungsi-fungsi positif atau disfungsi. Untuk itu Merton menambahkan gagasan

melalui keseimbangan mapan dan level analisis fungsional.

Dalam penjelasan lebih lanjut , Merton mengemukakan mengenai fungsi manifest dan fungsi

laten.Fungsi manifest adalah fungsi yang dikehendaki, laten adalah yang tidak dikehendaki.Maka

dalam stuktur yang ada, hal-hal yang tidak relevan juga disfungso laten dipenagruhi secara fungsional

dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur disfungsional akan selalu ada. Dalam

teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa pembedaan yang dilakukan Merton dalam

fungsi manifest dan laten , menunjukan penjelasan Merton yang begitu kabur dengan berbagari cara.

Hal ini Merton tidak secara tepat mengintegrasikan teori tindakan dengan fungsionalisme. Hal ini

berimplikasi pada ketidakpasan antara intersionalitas dengan fungsionalisme structural. Kami rasa

dalam hal ini pun Merton terlalu naïf dalam mengedepankan idealismenya tentang struktur dan

dengan beraninya dia mengemukakan dia beraliran fungsionalis, tapi dia pun mengkritik akar

pemikiran yang mendahuluinya. Tetapi, lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest dan

laten telah membuka kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu struktur. Merton pun

Page 56: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat diubah oleh sistem sosial. Tetapi beberapa

sistem sosial dapat dihapuskan. Dengan mengakui bahwa struktur sosia dapat membuka jalan bagi

perubahan sosial.

Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan

sebagai rangkaian nilai normative teratur yang mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh

anggota masyarakat. Stuktur sosial didefinisikans ebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan

memeprnagaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain. Anomi terjadi jika

ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan tujuan cultural yang terstruktur secara sosial

dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam

struktur makamirakat beberapa orang tidak mampu bertindakm menurut norma-norma normative .

kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial. Merton

menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disjungsi antara kebudayan

dnegan struktur akan melahirkan konsekuensi disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat.

Anomi Merton memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa teori

structural fungsionalisme ini aharus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya. Bahwa sturktur

makamirakat yangselalu berstratifikasi dan masing-masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini

para fungsionalis, menurut dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi. Dalam hal ini kami setuju

dengan Merton,dalam sensory experiences yang pernah kami dapatkan, dimana ada keteraturan maka

harus siap deng ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur, kedinamisan terus berjalan tidak pada

status didalamnya tapi kaitan dalama peran. Anomi atau disfungsi cenderung hadir dipahami ketika

peran dalam struktu berdasarkan status tidak dijalankan akibat berbagai factor. Apapun alasannya

anomi dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar. Dari sini, Merton tidak berhenti

dengan deskripsi tentang struktur , akan tetapi terus membawa kepribadian sebagai produk organisasi

struktur tersebut. Pengaruh lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema

yang merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self

Fullfilling Prophecy serta dalam buku Sosial structure And Anomie. Disini Merton berusaha

menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu

yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih , menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang

konformis. Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakkat menyediakan sarana

kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut.

Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa pada tantangan untuk

mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada. Hal ini terbukti dengan munculnya fungsionalisme

gaya baru yang lebih jauh berbeda dengan apa yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan ilmu

pengetahuan, tak pelak dalam struktural fungsionalisme

E.  Paradigma AGIL

Talcott Parsons (1902-1979) mensistemasi rumusan-rumusan terdahulu tentang pendekatan

fungsionalis terhadap sosiologi. Parsons mengawali dari masalah aturan yang dikemukakan filsuf

Page 57: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

terdahulu Thomas Hobbes (1585-1679). Hobbes mengatakan bahwa manusia mungkin secara alamiah

saling mencakar satu sama lain kecuali jika dikontrol dan dikekang secara sosial.

Berpijak dari pandangan itu, Parsons mengembangkan Teori Sistem (1951) yang

menguraikan panjang lebar tentang apa yang disebut prasyarat fungsional bagi keberlangsungan

sebuah masyarakat.

Paradigma AGIL adalah salah satu teori Sosiologi yang dikemukakan oleh ahli sosiologi

Amerika, Talcott Parsons pada sekitar tahun 1950. Teori ini adalah lukisan abstraksi yang sistematis

mengenai keperluan sosial (kebutuhan fungsional) tertentu, yang mana setiap masyarakat harus

memeliharanya untuk memungkinkan pemeliharaan kehidupan sosial yang stabil. Teori AGIL adalah

sebagian teori sosial yang dipaparkan oleh Parson mengenai struktur fungsional, diuraikan dalam

bukunya The Social System, yang bertujuan untuk membuat persatuan pada keseluruhan system

sosial. Teori Parsons dan Paradigma AGIL sebagai elemen utamanya mendominasi teori sosiologi

dari tahun 1950 hingga 1970.

AGIL merupakan akronim dari Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency atau

latent pattern-maintenance, meskipun demikian tidak terdapat skala prioritas dalam pengurutannya.

Prasyarat tersebut adalah A-G-I-L:

a)    Adaptation (adaptasi): bagaimana sebuah sistem beradaptasi dengan lingkungannya. Konsep ini

dikaitkan dengan faktor ekonomi.

b)   Goal Attainment (pencapaian tujuan): menentukan tujuan yang kepadanya anggota masyarakat

diarahkan. Konsep ini dikaitkan dengan faktor politik.

c)    Integration (integrasi): kebtuhan untuk mempertahankan keterpaduan sosial. Konsep ini

dikaitkan dengan faktor sosial.

d)   Laten-Pattern Maintenance (pemeliharaan pola): sosialisasi atau reproduksi masyarakat agar

nilai-nilai tetap terpelihara. Konsep ini dikaitkan dengan faktor budaya.

F.  Pengaruh Teori ini dalam Kehidupan Sosial

Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang berkaitan menjelaskan

bahwa diantara hubungan fungsional-struktural cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan

terorganisir secara simbolis :

1. pencarian pemuasan psikis.

2. kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis.

3. kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan

4. usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia lainnya.

Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat fungsional yang harus

mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai suatu istem. Parsons menekankan saling

Page 58: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

ketergantungan masing-masing system itu ketika dia menyatakan : “secara konkrit, setiap system

empiris mencakup keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan

sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam system cultural“.

Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus

merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi

adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas

bagian-bagian yang saling tergantung.

Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau

lembaga sosial. System ialah organisasi dari keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung.

Ilustrasinya bisa dilihat dari system listrik, system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan

bahwa fungionalisme struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung.

Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di masyarakat akan memiliki

kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena system cenderung ke arah keseimbangan maka

perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang

seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia.

G.  Studi Kasus Teori Fungsional Struktural

Ada dua bentuk integrasi sosial. Pertama, Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang

disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli. Dan ke dua, Akulturasi, yaitu penerimaan

sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli. Untuk meningkatkan Integrasi

Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu

kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya. Selain itu tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi

kebutuhan antara satu dengan yang lainnya. Menurut pandangan para penganut fungsionalisme, suatu

masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian

besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar).

Faktor-faktor masyarakat Madura terintegrasi antara lain: interaksi, identifikasi etnis, bahasa,

toleransi, dll. Bentuk konsensus terlihat dari pola interaksi, hubungan sosial yang sangat akrab dapat

dibangun oleh orang Madura dengan orang-orang di luar lingkungan kerabat. Namun ketika seseorang

merasa harga dirinya tidak di anggap, maka dapat dipastikan akan terjadi ‘carok’. Bentuk konsensus

lainnya seperti larangan perkawinan yaitu antara anak dari saudara laki-laki sekandung (sapopo) atau

antara anak dari dua perempuan sekandung (sapopo) yang disebut arompak balli atau tempor balli.

Selain itu,  Jika orang Madura pergi merantau maka yang akan dituju pertama kali adalah

sanak keluarganya yang lebih dahulu berada atau bermukim di sana. Sebagai pendatang baru-terutama

bagi mereka yang pada dasarnya berasal dari kelompok sosial ekonomi marginal mereka tetap

membutuhkan tempat penyanggah sebelum berhasil meraih penghidupan yang lebih baik. Ini seperti

menjadi sebuah kesepakatan bahwa selain pertimbangan dari faktor sosial ekonomi ini, secara kultural

orang Madura mempunyai kewajiban untuk tetap menjaga dan memelihara ikatan kekerabatan di

antara sanak keluarganya di mana pun mereka berada lebih-lebih di perantauan.

Page 59: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

BAB III

KESIMPULAN 

Kesimpulan

Teori fungsional struktural bukan hal yang baru lagi didalam dunia sosiologi modern, teori ini

pun telah berkembang secara meluas dan merata. Sehingga tak ayal banyak Negara yang

menggunakan teori ini di dalam menjalankan pemerintahannya baik itu mengatur suatu pola interaksi

maupun relasi diantara masyarakat. Dalam kesempatan ini setidaknya pemakalah dapat mengambil

keseimpulan bahwa secara singkat dan sederhana teori sosial ini merupakan seperti rantai sosiologi

manusia, dimana didalam hubungannya terdapat suatu keterkaitan dan saling berhubungan. Juga

adanya saling ketergantungan, layaknya suatu jasad maka apabila salah satu bagian tubuh jasad

tersebut ada yang sakit ataupun melemah sangat ber-implikasi pula pada bagian yang lain.

Sekiranya hanya ini yang dapat kami selesaikan dalam penyusunan makalah ini, terasa bagi

kami kesulitan dalam mencari refrensi tentang pengertian yang mendalam dari teori ini. Sehingga

nantinya dapat dijadikan bahan pembelajaran yang lebih mendalam bagi kawan-kawan yang haus

akan suatu ilmu. Kami memohon maaf bila banyak kekurangan dan mungkin ada yang bingung

terhadap bahsa yang dipergunakan dalam penulisan. Oleh karena itu input kalian sangat berarti bagi

kami penyusun makalah.

eori Fungsional – StrukturalPosted in Kulliyatuna by pergipagi 

Pendahuluan

Teori Fungsional-struktural adalah sesuatu yang urgen dan sangat

bermanfaat dalam suatu kajian tentang analisa masalah social. Hal ini

disebabkan karena studi struktur dan fungsi masyarakat merupakan sebuah

masalah sosiologis yang telah menembus karya-karya para pelopor ilmu

sosiologi dan para ahli teori kontemporer.[1]

Oleh karena itu karena pentingnya pembahasan ini maka kami dari

kelompok 3 mengangkat tema ini. Mudah-mudahan dapat bermanfaat.

Page 60: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Tinjauan singkat tentang Teori Fungsional Struktural

Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan mendiskusikan hal ini

telah menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari paradigma tentang

teori ini, sebut saja George Ritzer ( 1980 ), Margaret M.Poloma ( 1987 ), dan

Turner ( 1986 ). Drs. Soetomo ( 1995 ) mengatakan apabila ditelusuri dari

paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta

social. Tampilnya paradigma ini merupakan usaha sosiologi sebagai cabang ilmu

pengetahuan yang baru lahir agar mempunyai kedudukkan sebagai cabang ilmu

yang berdiri sendiri.[2]

Secara garis besar fakta social yang menjadi pusat perhatian sosiologi terdiri

atas dua tipe yaitu struktur social dan pranata social. Menurut teori fungsional

structural, struktur sosial dan pranata sosial tersebut berada dalam suatu system

social yang berdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling

berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini ( fungsional –

structural ) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan

perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap

struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau

tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya.

Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai

perkembangan pemikiran dari para penganutnya.[3]

Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya

teori fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini

disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan

organisasi yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut menurut

Durkheim memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang

harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam

keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak

dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat “ patologis “[4].

Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium,

atau sebagai suatu system yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk

pada ketidakseimabangan atau perubahan social.[5]

Page 61: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli

teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas tentang

teori-teori fungsionalisme, ( ia ) adalah seorang pendukung yang mengajukan

tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini

( fungsional-struktural ) telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis.

Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa fungsional

dan disempurnakannya, diantaranya ialah :

1.  postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat

dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari

system sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan

atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan

konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas

postulat ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan

fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah

bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena dalam

kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu

kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi kelompok

yang lain.

2. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa

seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki

fungsi-fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa

sebetulnya disamping fungsi positif dari sistem sosial terdapat

juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan

kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan demikian dalam

analisis keduanya harus dipertimbangkan.

3.  postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam

setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan

kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki

sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian

penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system

sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang kertiga ini

masih kabur ( dalam artian tak memiliki kejelasan, pen ), belum

jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan.

Page 62: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Pengaruh Teori ini dalam Kehidupan Sosial

Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang berkaitan

menjelaskan bahwa diantara hubungan fungsional-struktural cenderung memiliki

empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis :

1. pencarian pemuasan psikis2. kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis3. kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan4. usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia

lainnya.

Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat

fungsional yang harus mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai

suatu istem. Parsons menekankan saling ketergantungan masing-masing system

itu ketika dia menyatakan : “ secara konkrit, setiap system empiris mencakup

keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan

sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam

system cultural “.[1]

Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak

selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-

benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang

struktur-struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian

yang saling tergantung.

Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika

membahas struktur atau lembaga sosial. System ialah organisasi dari

keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat dari

system listrik, system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan bahwa

fungionalisme struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling

bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di

masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena

system cenderung ke arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu

merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang

seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring dengan perkembangan

kehidupan manusia.

Penutup

Page 63: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Teori fungsional struktural bukan hal yang baru lagi didalam dunia sosiologi

modern, teori ini pun telah berkembang secara meluas dan merata. Sehingga tak

ayal banyak Negara yang menggunakan teori ini di dalam menjalankan

pemerintahannya baik itu mengatur suatu pola interaksi maupun relasi diantara

masyarakat. Dalam kesempatan ini setidaknya pemakalah dapat mengambil

keseimpulan bahwa secara singkat dan sederhana teori sosial ini merupakan

seperti rantai sosiologi manusia, dimana didalam hubungannya terdapat suatu

keterkaitan dan saling berhubungan. Juga adanya saling ketergantungan,

layaknya suatu jasad maka apabila salah satu bagian tubuh jasad tersebut ada

yang sakit ataupun melemah sangat ber-implikasi pula pada bagian yang lain.

Sekiranya hanya ini yang dapat kami selesaikan dalam penyusunan makalah ini,

terasa bagi kami kesulitan dalam mencari refrensi tentang pengertian yang

mendalam dari teori ini. Sehingga nantinya dapat dijadikan bahan pembelajaran

yang lebih mendalam bagi kawan-kawan yang haus akan suatu ilmu. Kami

memohon maaf bila banyak kekurangan dan mungkin ada yang bingung

terhadap bahsa yang dipergunakan dalam penulisan. Oleh karena itu input

kalian sangat berarti bagi kami penyusun makalah.

Referensi

Poloma, M. Margaret, Sosiologi Kontemporer ( terj ), Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2003

Soetomo, Drs, Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995

Struktur Sosial Menurut Talcott Parson

 Pengertian Struktur Sosial

Pengertian struktur sosial menurut kajian sosiologi, 

Struktur adalah pola hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia (menurut Coleman).

Page 64: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Struktur sosial adalah pola hubungan-hubungan, kedudukan-kedudukan, dan jumlah orang yang memberikan keanggotaan bagi organisasi manusia dalam kelompok kecil dan keseluruhan manusia (Calhoun,1997).

Struktur sosial sebagai pola perilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat (William Kornblum,1988).

Hubungan terjadi ketika manusia memasuki pola interaksi yang relatif stabil dan berkesinambungan dan/atau saling ketergantungan yang menguntungkan. Maka pola struktur sosial dapat dipengaruhi oleh jumlah orang yang berbeda-beda, kedudukan seseorang dan peran yang dimiliki individu dalam jaringan hubungan sosial.Perlu dipahami bahwa struktur sosial merupakan lingkungan sosial bersama yang tidak dapat diubah oleh orang perorang. Sebab ukuran, pembagian kegiatan, penggunaan bahasa, dan pembagian kesejahteraan didalam organisasi merupakan pembentuk lingkungan sosial yang bersifat struktural dan membatasi perilaku individu dalam organisasi.

FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONSPembahasan teori fungsionalisme structural Parson diawali dengan empat skema pentingmengenai fungsi untuk semua system tindakan, skema tersebut dikenal dengan sebutan skemaAGIL. Sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu apa itu fungsi yang sedang dibicarakan disini,fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan system.Menurut parson ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system social,meliputi adaptasi (A), pencapaian tujuan atau goal attainment (G), integrasi (I), dan Latensi (L).empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua system agar tetap bertahan ( survive), penjelasannya sebagai berikut:Adaptation : fungsi yang amat penting disini system harus dapat beradaptasi dengan caramenanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan system harus bisa menyesuaikan diri denganlingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya.Goal attainment ; pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa mendifinisikandan mencapai tujuan utamanya.Integrastion : artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola ketiga fungsi(AGL).Latency :laten berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah systemharus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan cultural .Lalu bagaimanakah Parson menggunakan empat skema diatas, mari kita pelajari bersama.Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme prilaku dengan cara melaksanakan fungsi adaptasidengan cara menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi pencapaian tujuan atau Goal attainment difungsikan oleh system kepribadian dengan menetapkantujuan system dan memolbilisai sumber daya untuk mencapainya. Fungsi integrasi di lakukanoleh system social, dan laten difungsikan system cultural. Bagaimana system cultural bekerja?Jawabannhya adalah dengan menyediakan actor seperangkat norma dan nilai yang memotivasiactor untuk bertindak.Tingkat integrasi terjadi dengan dua cara, pertama : masing-masing tingkat yang p[aling bawahmenyediakan kebutuhan kondisi maupun kekuatan yang dibutuhkan untuk tingkat atas.Sredangkan tingkat yang diatasnya berfungsi mengawasi dan mengendalikan tingkat yang adadibawahnya.Parson memberikan jawaban atas masalah yang ada pada fungsionalisme structural denganmenjelaskan beberapa asumsi sebagai berikut;1. system mempunyai property keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.2.system cenderung bergerak kea rah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.3.system bergerak statis, artinya ia akan bergerak pada proses perubahan yang teratur.4.sifat dasar bagian suatu system akan mempengaruhi begian-bagian lainnya.

Page 65: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

5.system akam memelihara batas-batas dengan lingkungannya.6.alokasi dan integrasi merupakan ddua hal penting yang dibutuhkan untuk memeliharakeseimbangan system.7.system cenderung menuju kerah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-baguan dengan  keseluruhan sostem, mengendalikan lingkungan yang berbeda dan mengendalikankecendrungan untuyk merubah system dari dalam.System socialPada pembahasannya parson mendefinisikan system social sebagai berikut:sistem social terdiri dari sejumlah actor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasiyang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, actor-aktor yang mempunyaimotivasi dalam arti mempunyai kecendrungan untuk mengoptimalkan kepuasan yanghubungannya dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term system simbol bersama yang terstruktur secara cultural. (Parsons, 1951:5-6)kunci masalah yang dibahas pada system social ini meliputi actor, interaksi, lingkungan,optimalisasi, kepuasan, dan cultural.Hal yang paling penting pada system social yang dibahasnya Parsons mengajukan persyaratanfungsional dari system social diantaranya:1.system social harus terstuktur (tertata) sehingga dapat beroperasi dalam hubungan yangharmonis dengan sisten lain.2.untuk menjaga kelangsungan hidupnya system social harus mendapatkan dukungan darisystem lain.3.system social harus mampu memenuhi kebutuhan aktornya dalam proporsi yangsignifikan.4.system social harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya.5.system social harus mampu mengendalikan prilaku yang berpotensi menggangu.6.bila konflik akan menuimbulkan kekacauan maka harus bisa dikendalikan.7.system social memerlukan bahasa.Definisi sistemSistem mengandung dua pengertian utama yaitu:1.Merupakan suatu kesatuan dari beberapa subsistem atau elemen definisi yang menekankan pada komponen atau elemennya2.Merupakan suatu prosedur untuk mencapai tujuan definisi yang menekankan prosedurnya.Definisi Sistem yang menekankan pada komponennya menerangkan bahwa sistem adalahkomponen-komponen atau subsistem-subsistem yang saling berinteraksi, dimana masing-masing bagian tersebut dapat bekerja secara sendiri-sendiri (independen) atau bersama-sama serta saling berhubungan membentuk satu kesatuan sehingga tujuan atau sasaran sistem tersebut dapattercapai secara keseluruhan.Definisi Sistem yang menekankan pada prosedurnya menerangkan bahwa sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelasaikan suatu sasaran tertentu.Teori sistemTeori Struktural Fungsional Talcot Parsons – Paradigma AGIL.Paradigma AGIL adalah salah satu teori Sosiologi yang dikemukakan oleh ahli sosiologiAmerika, Talcott Parsons pada sekitar tahun 1950. Teori ini adalah lukisan abstraksi yangsistematis mengenai keperluan sosial (kebutuhan fungsional) tertentu, yang mana setiapmasyarakat harus memeliharanya untuk memungkinkan pemeliharaan kehidupan sosial yangstabil. Teori AGIL adalah sebagian teori sosial yang dipaparkan oleh Parson mengenai struktur fungsional, diuraikan dalam bukunya The Social System, yang bertujuan untuk membuat persatuan pada keseluruhan system sosial. Teori Parsons dan Paradigma AGIL sebagai elemenutamanya mendominasi teori sosiologi dari tahun 1950 hingga 1970.AGIL merupakan akronim dari Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency ataulatent pattern-maintenance, meskipun demikian tidak terdapat skala prioritas dalam pengurutannya.a)Adaptations b)Goal-Attainment.c)Integration.d)Latency (Latent-Pattern-Maintenance)Di samping itu, Parsons menilai, keberlanjutan sebuah sistem

Page 66: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

bergantung pada persyaratan:a)Sistem harus terstruktur agar bisa menjaga keberlangsungan hidupnya dan juga harus mampuharmonis dengan sistem lain. b)Sistem harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem lainc)Sistem harus mampu mengakomodasi para aktornya secara proporsionald)Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para aktornyae)Sistem harus mampu untuk mengendalikan perilaku yang berpotensi menggangguf)Bila terjadi konflik menimbulkan kekacauan harus dapat dikendalikang)Sistem harus memiliki bahasa Aktor dan Sistem Sosial.Menurutnya persyaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai dan norma ke dalamsistem ialah dengan sosialisasi dan internalisasi. Pada proses Sosialisasi yang sukses, nilai dannorma sistem sosial itu akan diinternalisasikan. Artinya ialah nilai dan norma sistem sosial inimenjadi bagian kesadaran dari aktor tersebut. Akibatnya ketika si aktor sedang mengejar kepentingan mereka maka secara langsung dia juga sedang mengejar kepentingan sistemsosialnya.Teori Fungsionalisme Struktural (Sebuah Ulasan Singkat) Talcott Parsons dan Teori Fungsionalisme Struktural Tradisi pemikiran para fungsionalis barat mengenai teori fungsionalisme struktural berangkatdari analogi sistem biologi yang melihat jasad atau badan sebagai sebuah sistem. Karenamerupakan sebuah sistem, badan terdiri dari kesatuan komponen-komponen pembentuk yang bekerjasama dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan pemeliharaan diri. Berdasarkan analogitersebut, para ahli mengamati masyarakat sebagai sebuah rangkaian komponen beserta fungsinyamasing-masing yang saling mempengaruhi satu sama lain.Adalah Talcott Parson, seorang pakar sosiologi kelahiran Colorado pada tahun 1902, yangmengawali pengembangan teori fungsionalisme struktural. Publikasi spektakuler yang dimilikiParson salah satunya adalah The Structure of Social Action (1937). Dari langkah awal inilah,Parson menelurkan teori tindakan yang menganggap tindakan manusia bersifat voluntary,intentional, dan symbolic.Kemudian ia mengemukakan bahwa pada dasarnya suatu sistem tindakan umum terdiri dari tigasistem yang saling berkaitan; sistem sosial, personalitas, dan kultural. Dari sistem sosial inilah,Parson melihat adanya struktur-struktur dalam masyarakat yang memiliki fungsi masing-masing.Dalam pengembangan ide tersebut, Parson banyak berkiblat pada hasil-hasil pemikiran pendahulunya, diantaranya Durkheim, Malinowski, Weber, dan Pareto.Sistem SosialSekali lagi, dapat digarisbawahi bahwa sistem sosial yang dirumuskan oleh Parsons dan beberapa sosiolog lainnya menekankan sifat interrelationship atau saling keterhubungan dansaling ketergantungan antar unsur-unsur struktural dalam kehidupan sosial. Dalam prosesinteraksi sosial anggota masyarakat melaksanakan hubungan timbal balik dengan caramenyesuaikan diri.Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi satu dengan yanglain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat, kebiasaan atau normayang berlaku.Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret. Beberapa sistem sosial yang adadalam masyarakat adalah;) Sistem mata pencaharian2) Sistem kekerabatan dan organisasi social3) Bahasa4) Sistem kepercayaanUlasan mengenai sistem sosial merupakan pijakan dasar dalam memahami institusi sosial yangtumbuh dan berkembang dalam sistem masyarakat. Meskipun belum ditemukan istilah yangtepat untuk merefleksikan isi frase kata sosial institution¸ namun beberapa sosiolog di Indonesiasepakat untuk menggunakan kata institusi sosial atau lembaga kemasyarakatan untuk menggambarkannya.Telah disinggung dalam bab sebelumnya bahwa institusi sosial merupakan sesuatu yang timbulakibat tindakan manusia yang memiliki kecenderungan untuk membentuk kelompok-kelompok atau koloni sesuai dengan latarbelakang sosial dan kebutuhan masing-masing. Agar ketertiban pelaksanaan kehidupan bermasyarakat antar

Page 67: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

kelompok-kelompok tersebut tercipta makadiperlukan tata aturan atau yang populer disebut dengan norma.Kekuasaan, Wewenang, dan KepemimpinanDalam satu sistem kemasyarakatan dimana individu berkumpul, bertemu, dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidup, keberadaan seorang pemimpin menjadi suatu keniscayaan.Sebagaimana telah disinggung pada subbab sebelumnya bahwa kehidupan bermasyarakat di atur oleh norma atau tata tertib. Agar norma tersebut berjalan sesuatu aturan yang berlaku dan ditaatiatau dilaksanakan oleh anggota masyarakat, maka diperlukan satu lembaga yang memilikikewenangan untuk mengadakan pengawasan dan tinjauan. Seyogyanya pula suatu lembagamasyarakat memiliki pemimpin yang memimpin pelaksanaan sistem operasional normamasyarakat.Dalam disiplin ilmu sosiologi, kekuasaan tidak dipandang sebagai sesuatu yang baik dan buruk akan tetapi kekuasaan merupakan piranti atau unsur penting dalam masyarakat. Secarasederhana, kekuasaan digambarkan sebagai suatu kemampuan untuk memengaruhi orang lain.Kekuasan umumnya dijelmakan pada diri seseorang yang kemudian lazim disebut pemimpin.Kekuasaan bersumber pada beberapa aspek kehidupan sosial dan diselaraskan dengankegunaannya masing-masing, sebagaimana berikut: kekuasaan yang bersumber pada militerismememiliki kegunaan sebagai pengendali kekerasa, yang bersumber pada ekonomi berguna untuk mengendalikan tanah, buruh, kekayaa, dan produksi, yang bersumber pada politik berguna untuk mengambil keputusan, yang bersumber pada hukum berguna untuk mempertahankan interaksi,yang bersumber pada tradisi berguna sebagai sistem kepercayaan, yang bersumber pada ideologi berguna sebagai pandangan hidup, dan yang bersumber dari diversionary power berguna untuk kepentingan rekreatif.Sedikit berbeda dengan kekuasaan, wewenang merupakan suatu hak untuk menetapkankebijaksanaan, menentukan keputusan, dan menyelesaikan permasalahan. Dari definisi tersebut,wewenang dapat dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan, akantetapi kekuasaan harus mendapatkan pengesahan dari masyarakat terlebih dahulu untuk dapatmenjalankan kewenangan.Menurut pandangan Max Weber terdapat 3 bentuk wewenang, yaitu:- wewenang kharismatis : wewenang yang didasarkan pada suatu kemampuan khusus yangdimiliki seseorang (seringkali bersifat irasional),- wewenang tradisional : wewenang yang dimiliki seseorang atau kelompok karena kekuasaanyang telah melembaga dan melebur dalam masyarakat.- wewenang rasional : wewenang yang didasarkan pada sistem hukum yang berlaku.Selain bentuk-bentuk wewenang menurut pemikiran Weber diatas, beberapa ahli jugamerumuskan beberapa bentuk lainnya, akan tetapi hanya wewenang resmi dan tidak resmisebagaimana dikemukakan oleh Robert A. Nisbet dalam The Social Bond, An Introduction toThe Study of Society yang akan disinggung secara singkat oleh penulis karena hal ini berkaitandengan sistem organisasi masyarakat yang diangkat sebagai tema sentral tulisan ini. Wewenangresmi bersifat sistematis dan rasional serta memiliki aturan tata tertib yang tegas dan tetapsedangkan wewenang tidak resmi diterapkan tidak sistematis tetapi cenderung spontan dansituasional. Wewenang tidak resmi dapat diamati dari sikap seorang bapak sebagai kepala rumahtangga.Kekuasaan dan wewenang bermuara pada sistem kepemimpinan. Kepemimpinan yang bersifatresmi biasanya dijelmakan dalam suatu jabatan sehingga pelaksanaannya dilandaskan pada peraturan-peraturan resmi pula. Lain halnya dengan kepemimpinan tak resmi yang didasarkan pada pengakuan dan kepercayaan masyarakat, meskipun tetap harus berpedoman pada peraturanatau undang-undang yang berlaku.Keberadaan pemimpin dalam suatu sistem masyarakat sangat diperlukan utamanya untuk mengatur pelaksanaan norma masyarakat agar tercipta interaksi sosial yang dinamis.Berdasarkan konsepsi masyarakat tradisional, seorang pemimpin harus memiliki sifat Ing ngarsasung tulada (Di muka memberi teladan), Ing madya mangun karsa (Di tengah membangunsemangat), dan Tut wuri handayani (Dari belakang memberi dorongan). Pengejewantahan darikonsepsi tersebut dimasa kini adalah bahwa

Page 68: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

pemimpin harus memiliki idealisme kuat,mewujudkan keinginan masyarakat, dan mengikuti perkembangan masyarakat. Berangkat dari prinsip tersebut, maka sistem kepemimpinan masyarakat disebut ”pamong praja/pamong desa”yang berarti membimbing masyarakat.Soekanto juga merumuskan beberapa pola kepemimpinan diterapkan dalam masyarakat, yaitu  melalui pola otoriter, demokratis, dan bebas. Pola-pola tersebut dilaksanakan sesuai dengankarakteristik masyarakatnya, misalnya pola atau cara demokratis diterapkan pada masyarakatdengan tingkat pendidikan tinggi dan pola otoriter biasanya diterapkan pada masyarakatheterogen.Diambil dari beberapa sumber Bahasan tentang struktural fungsional Parsons ini akan diawali dengan empat fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsu adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Parsons menyampaikan empatfungsi yang harus dimiliki oleh sebuah sistem agar mampu bertahan, yaitu :1.Adaptasi, sebuah sistem hatus mampu menanggulangu situasi eksternal yang gawat.Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.2.Pencapaian, sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.3.Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang menjadikomponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan antara ketiga fungsi pentinglainnya.4.Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaikimotivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopangmotivasi.Francesca Cancian memberikan sumbangan pemikiran bahwa sistem sosial merupakansebuah model dengan persamaan tertentu. Analogi yang dikembangkan didasarkan pula olehilmu alam, sesuatu yang sama dengan para pendahulunya. Model ini mempunyai beberapavariabel yang membentuk sebuah fungsi. Penggunaan model sederhana ini tidak akan mampumemprediksi perubahan atau keseimbangan yang akan terjadi, kecuali kita dapat mengetahuisebagaian variabel pada masa depan. Dalam sebuah sistem yang deterministik, seperti yangdisampaikan oleh Nagel, keadaan dari sebuah sistem pada suatu waktu tertentu merupakanfungsi dari keadaan tersebut beberapa waktu lampau. Teori struktural fungsional mengansumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuahsistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagiantersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup darisistem. Fokus utama dari berbagai pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikankegiatan yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain ; faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan nilai atau norma yang berlaku.   Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanankemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan baru. Variabel yang menjadi perhatian teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem social

3). Menurut robert merton

Page 69: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Teori fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999), ciri utama teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat.Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan ‘struktural fungsional’ merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur.

Perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi. Secara kualitatif fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu.Fungsi juga menunjuk pada proses yang sedang atau yang akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses tersebut, sehingga terdapat perkataan ”masih berfungsi” atau ”tidak berfungsi.” Fungsi tergantung pada predikatnya, misalnya pada fungsi mobil, fungsi rumah, fungsi organ tubuh, dan lain-lain termasuk fungsi komunikasi politik yang digunakan oleh suatu partai dalam hal ini Partai Persatuan Pembangunan misalnya. Secara kuantitatif, fungsi dapat menghasilkan sejumlah tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan.Menurut Michael J. Jucius (dalam Soesanto, 1974:57) mengungkapkan bahwa fungsi sebagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan harapan dapat tercapai apa yang diinginkan. Michael J. Jucius dalam hal ini lebih menitikberatkan pada aktivitas manusia dalam mencapai tujuan. Berbeda dengan Viktor A. Thomson dalam batasan yang lebih lengkap, tidak hanya memperhatikan pada kegiatannya saja tapi juga memperhatikan terhadap nilai (value) dan menghargai nilai serta memeliharanya dan meningkatkan nilai tersebut. Berbicara masalah nilai sebagaimana dimaksud oleh Viktor, nilai yang ditujukan kepada manusia dalam melaksanakan fungsi dan aktivitas dalam berbagai bentuk persekutuan hidupnya. Sedangkan benda-benda lain melaksanakan fungsi dan aktivitas hanya sebagai alat pembantu bagi manusia dalam melaksanakan fungsinya tersebut.Demikian pula fungsi komunikasi dan fungsi politik, fungsi dapat kita lihat sebagai upaya manusia. Hal ini disebabkan karena, baik komunikasi maupun politik, keduanya merupakan usaha manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.Sedangkan fungsi yang didefenisikan oleh Oran Young sebagai hasil yang dituju dari suatu pola tindakan yang diarahkan bagi kepentingan (dalam hal ini sistem sosial atau sistem politik). Jika fungsi menurut Robert K. Merton merupakan akibat yang tampak yang ditujukan bagi kepentingan adaptasi dan penyetelan (adjustments) dari suatu sistem tertentu, maka struktur menurut SP. Varma menunjuk kepada susunan-susunan dalam sistem yang melakukan fungsi-fungsi. Struktur dalam sistem politik adalah semua aktor (institusi atau person) yang terlibat dalam proses-proses politik. Partai politik, media massa, kelompok kepentingan (interest group), dan aktor termasuk ke dalam infrastruktur politik, sementara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif termasuk ke dalam supra-struktur politik.Mengacu pada pengertian fungsi yang diajukan Oran Young dan Robert K. Merton, serta

Page 70: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

pengertian struktur oleh SP. Varma, maka fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi komunikasi politik sebagai salah satu fungsi input dalam sistem politik. Sementara struktur yang dimaksud adalah Partai Persatuan Pembangunan sebagai salah satu bagian dari infrastruktur dalam sistem politik. Selain fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan, serta fungsi sosialisasi politik, fungsi partisipasi politik dan rekruitmen politik, fungsi lain yang harus dijalankan oleh partai politik sebagai infrastruktur politik dalam sistem politik adalah fungsi komunikasi politik. Mungkin menjadikan fungsional bagi struktur lain akan tetapi partai politik menjadi disfungsional jika tidak dapat melaksanakan semua fungsi tersebut.Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang ”berbeda” dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik seorang ahli sosiologi Perancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat ”patologis”. Sebagai contoh dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial.Fungsionalisme Durkheim ini tetap bertahan dan dikembangkan lagi oleh dua orang ahli antropologi abad ke-20, yaitu Bronislaw Malinowski dan A.R. Radcliffe-Brown. Malinowski dan Brown dipengaruhi oleh ahli-ahli sosiologi yang melihat masyarakat sebagai organisme hidup, dan keduanya menyumbangkan buah pikiran mereka tentang hakikat, analisa fungsional yang dibangun di atas model organis. Di dalam batasannya tentang beberapa konsep dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial, pemahaman Radcliffe-Brown (1976:503-511) mengenai fungsionalisme struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional kontemporer.Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang, seperti penghukuman kejahatan, atau upacara penguburan, adalah merupakan bagian yang dimainkannya dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan, karena itu merupakan sumbangan yang diberikannya bagi pemeliharaan kelangsungan struktural (Radcliffe-Brown (1976:505). Jasa Malinowski terhadap fungsionalisme, walau dalam beberapa hal berbeda dari Brown, mendukung konsepsi dasar fungsionalisme tersebut. Para ahli antropologi menganalisa kebudayaan dengan melihat pada ”fakta-fakta antropologis” dan bagian yang dimainkan oleh fakta-fakta itu dalam sistem kebudayaan (Malinowski, 1976: 551).Dalam membahas sejarah fungsionalisme struktural, Alvin Gouldner (1970: 138-157) mengingatkan pada pembaca-pembacanya akan lingkungan di mana fungsionalisme aliran Parson berkembang. Walaupun kala itu adalah merupakan masa kegoncangan ekonomi di dalam maupun di luar negeri sebagai akibat dari depresi besar. Teori fungsionalisme Parsons mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Pada saat depresi kala itu, teorinya merupakan teori sosial yang optimistis. Akan tetapi agaknya optimisme Parson itu dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kemewahan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang

Page 71: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

kelihatannya galau dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parsons dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner (1970: 142): ”untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki”.Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur sosial sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung. Coser dan Rosenberg (1976: 490) melihat bahwa kaum fungsionalisme struktural berbeda satu sama lain di dalam mendefinisikan konsep-konsep sosiologi mereka. Sekalipun demikian adalah mungkin untuk memperoleh suatu batasan dari dua konsep kunci berdasarkan atas kebiasaan sosiologis standar. Struktur menunjuk pada seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil dan berpola”, atau ”suatu sistem dengan pola-pola yang relatif abadi”.Selama beberapa dasawarsa, fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu paradigma atau model teoritis yang dominan di dalam sosiologi kontemporer Amerika. Di tahun 1959 Kingsley Davis di dalam pidato kepemimpinannya di hadapan anggota ”American Sociological Association”, bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa fungsionalisme struktural sudah tidak dapat lagi dipisahkan dari sosiologi itu sendiri. Tetapi dalam sepuluh tahun terakhir ini teori fungsionalisme struktural itu semakin banyak mendapat serangan sehingga memaksa para pendukungnya untuk mempertimbangkan kembali pernyataan mereka tentang potensi teori tersebut sebagai teori pemersatu dalam sosiologi.2. Pengertian Solidaritas Mekanik Dan Organika. Solidaritas MekanikSolidaritas mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok.b. Solidaritas OrganikSolidaritas organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks dan telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan oleh saling ketergantungan antaranggota.3.Konsep Dasar Tentang AnomyAnomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Émile Durkheim untuk menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani a-: “tanpa”, dan nomos: “hukum” atau “peraturan”.Macam-macam Anomi itu ada 31.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Individu2.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Masyarakat3.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Sastra Dan Film1. Anomie sebagai kekacauan pada diri individuÉmile Durkheim, sosiolog perintis Prancis abad ke-19 menggunakan kata ini dalam bukunya yang menguraikan sebab-sebab bunuh diri untuk menggambarkan keadaan atau kekacauan dalam diri individu, yang dicirikan oleh ketidakhadiran atau berkurangnya standar atau nilai-nilai, dan perasaan alienasi dan ketiadaan tujuan yang menyertainya. Anomie sangat umum terjadi apabila masyarakat sekitarnya mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam situasi ekonomi, entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih umum lagi ketika ada

Page 72: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

kesenjangan besar antara teori-teori dan nilai-nilai ideologis yang umumnya diakui dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.Dalam pandangan Durkheim, agama-agama tradisional seringkali memberikan dasar bagi nilai-nilai bersama yang tidak dimiliki oleh individu yang mengalami anomie. Lebih jauh ia berpendapat bahwa pembagian kerja yang banyak terjadi dalam kehidupan ekonomi modern sejak Revolusi Industri menyebabkan individu mengejar tujuan-tujuan yang egois ketimbang kebaikan komunitas yang lebih luas.Robert King Merton juga mengadopsi gagasan tentang anomie dalam karyanya. Ia mendefinisikannya sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan sosial bersama dan cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata lain, individu yang mengalami anomie akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari suatu masyarakat tertentu, namn tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah karena berbagai keterbatasan sosial. Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan dirinya sendiri.2. Anomie sebagai kekacauan masyarakatKata ini (kadang-kadang juga dieja “anomy”) telah digunakan untuk masyarakat atau kelompok manusia di dalam suatu masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan bukan kerja sama. Friedrich Hayek dikenal menggunakan kata anomie dengan makna ini.Anomie sebagai kekacauan sosial tidak boleh dikacaukan dengan “anarkhi”. Kata “anarkhi” menunjukkan tidak adanya penguasa, hierarkhi, dan komando, sementara “anomie” menunjukkan tidak adanya aturan, struktur dan organisasi. Banyak penentang anarkhisme mengklaim bahwa anarkhi dengan sendirinya mengakibatkan anomi. Namun hampir semua anarkhis akan mengatakan bahwa komando yang hierarkhis sesungguhnya menciptakan kekacauan, bukan keteraturan (lih. misalnya Law of Eristic Escalation). Kamus Webster 1913, sebuah versi yang lebih tua, melaporkan penggunaan kata “anomie” dalam pengertian “ketidakpedulian atau pelanggaran terhadap hukum”.3. Anomie dalam sastra dan filmDalam novel eksistensialis karya Albert Camus Orang Asing, tokoh protagonisnya, Mersault bergumul untuk membangun suatu sistem nilai individual sementara ia menanggapi hilangnya system yang lama. Ia berada dalam keadaan anomie, seperti yang terlihat dalam apatismenya yang tampak dalam kalimat-kalimat pembukaannya: “Aujourd’hui, maman est morte. Ou peut-être hier, je ne sais pas.” (“Hari ini ibunda meninggal. Atau mungkin kemarin, aku tak tahu.”) Camus mengungkapkan konflik Mersault dengan struktur nilai yang diberikan oleh agama tradisional dalam suatu dialog hampir pada bagian penutup bukunya dengan seorang pastur Katolik yang berseru, “Apakah engkau ingin hidupku tidak bermakna?”Dostoevsky, yang karyanya seringkali dianggap sebagai pendahulu filosofis bagi eksistensialisme, seringkali mengungkapkan keprihatinan yang sama dalam novel-novelnya. Dalam The Brothers Karamazov, tokoh Dimitri Karamazov bertanya kepada sahabatnya yang ateis, Rakitin, “…tanpa Allah dan kehidupan kekal? Jadi segala sesuatunya sah, mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai?’” Raskolnikov, anti-hero dari novel Dostoevsky Kejahatan dan Hukuman, mengungkapkan filsafatnya ke dalam tindakan ketika ia membunuh seorang juru gadai tua dan saudara perempuannya, dan belakangan merasionalisasikan tindakannya itu kepada dirinya sendiri dengan kata-kata, “… yang kubunuh bukanlah manusia,

Page 73: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

melainkan sebuah prinsip!”

Fungsionalisme struktural, terutama dalam karya Talcott Parsons, Robert Merton, serta pengikut mereka, mendominasi teori sosiologi selama beberapa tahun. Namun, dalam tiga dekade terakhir arti pentingnya telah merosot secara dramatis dan sekurang-kurangnya dalam beberapa hal telah tenggelam dalam sejarah teori sosiologi. Kemerosotan ini tercermin dalam deskripsi Colomy (1990) terutama fungsionalime struktural sebagai “tradisi” teoritis. Fungsionalisme struktural kini hanya bermakna historis, meski juga berperan penting dalam melahirkan neofungsionalisme pada 1980-an. Setelah menyajikan ikhtisar fungsionalisme struktural, akan dibahas neofungsionalisme selaku penggantinya maupun sebagai contoh gerakan menuju analisis sintesis dalam teori sosiologi. Tetapi, masa depan neofungsionalisme itu sendiri diragukan karena fakta bahwa pendirinya, Zevrey Alexander (komunikasi pribadi, 7 Oktober 1994), telah berkesimpulan bahwa neofungsionalisme “tak lagi memuaskan dirinya”. Ia menyatakan, “Aku kini memisahkan diriku dari gerakan yang aku sendiri memulainya.”

Selama beberapa tahun alternatif utama untuk fungsionalisme struktural adalah teori konflik. Kita akan membahas versi tradisional teori konflik Dahrendorf maupun hasil analisis sintesis dan integratif yang lebih belakangan oleh Randall Collins.

Sebelum beralih ke fungsionalisme struktural dan teori konflik yang spesifik kita perlu mengikuti Thomas Bernard (1983) untuk menempatkan kedua teori ini dalam konteks pembahasan yang lebih luas antara teori konsensus (salah satu di antaranya adalah fungsionalisme struktural) dan teori konflik (salah satu di antaranya adalah teori konflik sosiologis). Teori konsensus memandang norma dan nilai sebagai landasan masyarakat, memusatkan perhatian kepada keteraturan sosial berdasarkan atas kesepakatan diam-diam dan memandang perubahan sosial terjadi secara lambat dan teratur. Sebaliknya, teori konflik menekankan pada dominasi kelompok sosial tertentu oleh kelompok lain, melihat keteraturan sosial didasarkan atas manipulasi dan kontrol oleh kelompok dominan dan memandang perubahan sosial terjadi secara cepat dan menurut cara yang tak teratur ketika kelompok-kelompok subordinat menggulingkan kelompok yang semula dominan.

Walaupun kriteria di atas secara umum menjelaskan perbedaan esensial antara teori sosiologi fungsionalisme struktural dengan teori konflik, akan tetapi Bernard memandang perbedaan tersebut jauh lebih besar dan “menjadi debat tak berkesudahan dalam sejarah pemikiran Barat” (1983:6). Melalui sejarah filsafat, Bernard bahkan melacak akar perdebatan tersebut ke masa Yunani kuno (juga perbedaan antara Plato [konsensus] dan Aristoteles [konflik]). Kelak, perdebatan ini diramaikan oleh Marx dan Comte, Simmel dan Durkheim, Dahrendorf dan Parsons. Setelah sebelum ini, dengan singkat kita membahas teori dari dua pasangan pertama sosiolog di atas (walaupun, sebagaimana yang kita lihat bersama, karya mereka jauh lebih luas dari apa yang disuguhkan oleh teori konflik dan konsensus). Kita akan membahas teori konflik milik Dahrendorf dan teori konsensus milik Parsons. Meski kriteria tersebut di atas secara luas mendefinisikan perbedaan esensial antara teori sosiologi fungsionalisme struktural dan teori konflik, kita tak boleh lupa bahwa mereka mempunyai kesamaan yang penting. Bernard menyatakan bahwa “area kesamaan di antara keduanya jauh lebih ekstensif ketimbang perbedaannya (1983:214). Misalnya, kedua-duanya sama-sama berada di tingkat makro yang memusatkan perhatian pada “Struktur Sosial” dan “Institusi Sosial” berskala

Page 74: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

luas. Akibatnya, menurut istilah Ritzer (1980), kedua teori itu ada dalam paradigma (“fakta sosial”) sosiologi yang sama.

Robert Nisbet menyatakan: “Jelas bahwa fungsionalisme struktural adalah satu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang.” (dikutip dalam Turner dan Maryanski, 1979:xi). Kingsley Davis (1959) berpendapat, fungsionalisme struktural adalah sinonim dengan sosiologi. Alvin Goulduer (1970) secara tersirat berpendapat serupa ketika ia menyerang sosiologi barat melalui analisis kritis terhadap teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons.

Meski hegemoninya tak diragukan dalam dua dekade sesudah Perang Dunia I fungsionalisme struktural sebagai teori sosiologi telah merosot arti pentingnya. Bahkan Wilbert Moore, yang sangat memahami teori ini, menyatakan bahwa teori ini telah “menjadi sesuatu yang memalukan dalam perkembangan teori sosiologi masa kini” (1978:321). Dua pengamat lain menyatakan: “Jadi, fungsionalisme sebagai sebuah teori yang bersifat menjelaskan, kami kira sudah ‘mati’, dan upaya untuk menggunakan fungsionalisme sebagai penjelasan teoritis harus ditinggalkan dan mencari perspektif teoritis lain yang lebih memberi harapan.” Turner dan Maryanski, 1979:141). Dengan pernyataan di atas, Turner dan Maryanski (1979) ingin menegaskan bahwa fungsionalisme dapat digunakan sebagai metode.

Demerath dan Peterson (1967) berpandangan lebih positif, menyatakan bahwa fungsionalisme struktural belum mati. Tetapi, mereka menambahkan bahwa teori ini mungkin dapat dikembangkan menjadi teori lain sebagaimana teori ini dikembangkan dari pemikiran organisme lebih awal. Kelahiran neofungsionalisme (segera dibahas) rupanya lebih mendukung pendapat Demerath dan Peterson ketimbang pandangan Turner dan Maryanski yang lebih negatif.

Dalam fungsionalisme struktural, istilah struktural dan fungsional tidak selalu perlu dihubungkan, meski keduanya biasanya dihubungkan. Kita dapat mempelajari struktur masyarakat tanpa memperhatikan fungsinya (atau akibatnya) terhadap struktur lain. Begitu pula, kita dapat meneliti fungsi berbagai proses sosial yang mungkin tidak mempunyai struktur. Ciri utama pendekatan fungsionalisme struktural memperhatikan kedua unsur itu. Meski fungsionalisme struktural mempunyai berbagai bentuk (Abrahamson, 1978), fungsionalisme kemasyarakatan (societal functionalism) adalah pendekatan dominan yang digunakan di kalangan fungsionalis struktural sosiologi (Sztompka, 1974) dan karena itu akan menjadi sasaran perhatian. Sasaran perhatian utama fungsionalisme kemasyarakatan adalah struktur sosial dan institusi masyarakat berskala luas, antarhubimgannya, dan pengaruhnya terhadap aktor.

Teori Stratifikasi Fungsional dan Kritiknya

Teori stratifikasi fungsional seperti diimgkapkan Kingsley Davis dan Wilbert Moore (1945) mungkin merupakan sebuah karya paling terkenal dalam teori fungsionalisme struktural. Davis dan Moore menjelaskan bahwa mereka menganggap stratifikasi sosial sebagai fenomena universal dan penting. Mereka menyatakan bahwa tak ada masyarakat yang tidak terstratifikasi atau sama sekali tanpa kelas. Menurut pandangan mereka, stratifikasi adalah keharusan fungsional. semua masyarakat memerlukan sistem seperti dan keperluan ini menyebabkan adanya sistem stratifikasi. Ini adalah sebuah contoh argumen teleologis. Kita berkesempatan membahas masalah ini juga, tetapi untuk kepentingan ini, kita akan mendefinisikan argumen teleologis sebagai argumen yang melihat kehidupan sosial

Page 75: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

mempunyai sasaran atau tujuan di mana untuk mewujudkannya dibutuhkan struktur. Dalam hal ini masyarakat “membutuhkan” stratifikasi, karena itu menyebabkan sistem stratifikasi menjadi ada.

Mereka juga memandang sistem stratifikasi sebagai sebuah struktur, dan menunjukkan bahwa stratifikasi tidak mengacu kepada individu di dalam sistem stratifikasi, tetapi lebih kepada sistem posisi (kedudukan). Mereka memusatkan perhatian pada persoalan bagaimana cara posisi tertentu memengaruhi tingkat prestise yang berbeda dan tidak memusatkan perhatian pada masalah bagaimana cara individu dapat menduduki posisi tertentu.

Menurut pandangan ini, masalah fungsional utama adalah bagaimana cara masyarakat memotivasi dan menempatkan individu pada posisi mereka yang “tepat”. Dalam sistem stratifikasi, hal ini dapat diturunkan menjadi dua masalah. Pertama, bagaimana cara masyarakat menanamkan kepada individu yang “tepat” itu keinginan untuk mengisi posisi tertentu? Kedua, segera setelah individu berada pada posisi yang tepat, lalu bagaimana cara masyarakat menanamkan keinginan kepada mereka untuk memenuhi persyaratan posisi mereka?

Penempatan sosial yang tepat dalam masyarakat menjadi masalah karena tiga alasan mendasar. PERTAMA, posisi tertentu lebih menyenangkan untuk diduduki ketimbang posisi yang lain. KEDUA, posisi tertentu lebih penting untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat ketimbang posisi yang lain. KETIGA, posisi-posisi sosial yang berbeda memerlukan bakat dan kemampuan yang berbeda pula.

Meski masalah di atas dapat diterapkan pada seluruh posisi sosial, Davis dan Moore memusatkan perhatian pada posisi yang fungsinya lebih penting dalam masyarakat. Posisi yang tinggi tingkatannya dalam sistem stratifikasi aianggap kurang menyenangkan untuk diduduki, tetapi lebih penting untuk kelangsungan hidup masyarakat dan memerlukan bakat dan kemampuan terbaik. Selain itu, masyarakat harus memberikan hadiah (reward) yang memadai bagi rosisi ini sehingga ada cukup individu yang mau mendudukinya dan individu yang berhasil mendudukinya akan bekerja dengan tekun. Kebaikannya secara bersirat telah dikemukakan Davis dan Moore, tetapi tidak didiskusikan. Yakni, rosisi tingkat rendah dalam sistem stratifikasi dianggap lebih menyenangkan namun kurang penting dan memerlukan bakat kemampuan yang tak terlalu besar. Masyarakat pun tak terlalu mengharuskan individu yang menduduki posisi rendah itu melaksanakan kewajiban mereka dengan tekun.

Davis dan Moore tak bermaksud untuk menyatakan bahwa masyarakat secara sadar membangun sistem stratifikasi untuk meyakinkan bahwa posisi singkat tinggi akan terisi dengan memadai. Mereka bermaksud menjelaskan bahwa stratifikasi adalah “perlengkapan yang berevolusi secara tak sadar”. Perlengkapan ini ada dan harus ada dalam setiap masyarakat untuk menjamin kelangsungan hidupnya.

Menurut Davis dan Moore, untuk meyakinkan bahwa individu mau nenduduki posisi tingkat yang lebih tinggi, masyarakat harus menyediakan berbagai hadiah untuk individu ini, termasuk prestise tinggi, gaji besar dan kesenangan yang cukup. Misalnya, untuk menjamin tersedianya dokter yang cukup bagi masyarakat kita, kita perlu menawarkan kepada mereka berbagai imbalan. Secara tersirat Davis dan Moore menyatakan bahwa kita tak bisa mengharapkan individu akan melakukan proses pendidikan kedokteran yang “berat” dan “mahal” itu apabila kita tidak menawarkan imbalan. Maksudnya adalah bahwa individu yang berada di puncak stratifikasi harus menerima imbalan dari fungsi yang dilaksanakannya. Bila

Page 76: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

tidak demikian, posisi itu akan tetap kekurangan personil atau tak terisi dan masyarakat akan tercerai-berai. Teori stratifikasi struktural-fungsional ini telah berhadapan dengan berbagai kritik sejak dipublikasikan pada 1945.

Satu kritik mendasar menyatakan bahwa teori stratifikasi struktural fungsional hanya akan melanggengkan posisi istimewa orang-orang yang telah mempunyai kekuasaan, prestise, dan uang. Teori ini menyatakan bahwa orang yang menempati posisi istimewa itu berhak mendapatkan hadiah mereka; imbalan seperti itu perlu diberikan kepada mereka demi kebaikan masyarakat.

Teori fungsional juga dapat dikritik karena anggapannya bahwa karena struktur sosial yang terstratifikasi itu sudah ada sejak masa lalu, maka ia tentu akan terus ada di masa datang. Padahal ada kemungkinan bahwa masyarakat di masa depan akan ditata menurut cara lain, tanpa stratifikasi.

Selain itu telah dikatakan bahwa sulit mendukung ide tentang posisi fungsional yang berbeda-beda arti pentingnya bagi masyarakat. Apakah pengumpulan sampah benar-benar kurang penting bagi kelangsungan hidup masyarakat ketimbang manajer periklanan? Meski memungut sampah bergaji kecil dan bergengsi lebih rendah, pekerjaan itu sebenamya mungkin lebih penting untuk kelangsungan hidup masyarakat. Bahkan dalam kasus di mana satu posisi dapat dikatakan lebih besar arti pentingnya bagi masyarakat, imbalan yang lebih besar tidak selalu berlaku untuk posisi yang lebih penting. Perawat mungkin jauh lebih penting bagi masyarakat ketimbang bintang film, tetapi bintang film lebih besar kekuasaannya, prestisenya, dan pendapatannya ketimbang perawat.

Apakah orang yang mampu mengisi posisi tingkat atas itu benar-benar terbatas? Dalam kenyataannya banyak orang yang terhalang untuk memperoleh pendidikan dan latihan yang diperlukan untuk mencapai posisi bergengsi itu, meski mereka mempunyai kemampuan. Dalam profesi kedokteran, misalnya, ada upaya terus-menerus untuk membatasi jumlah dokter yang akan berpraktik. Umumnya, banyak orang yang mampu tak pemah berkesempatan untuk menunjukkan bahwa mereka mampu mengelola posisi tingkat tinggi meski mereka jelas membutuhkan posisi itu dan mampu memberikan kontribusi. Mereka yang berada pada posisi tingkat tinggi mempunyai kepentingan tersembunyi untuk mempertahankan agar jumlah mereka sendiri tetap kecil dan kekuasaan serta pendapatan mereka tetap tinggi. Terakhir dapat dinyatakan bahwa kita tak harus menawarkan kepada orang kekuasaan, prestise dan pendapatan untuk membuat mereka mau menduduki posisi tingkat tinggi. Orang dapat sama-sama termotivasi oleh kepuasan mengerjakan pekerjaan yang baik atau oleh peluang yang untuk melayani orang lain.

Fungsionalisme Structural Talcott Parsons

Selama hidupnya Parsons membuat sejumlah besar karya teoritis. Ada perbedaan penting antara karya awal dan karya yang belakangan. Dalam bagian ini kita akan membahas karya-karyanya yang belakangan, teori struktural fungsional. Bahasan tentang fungsionalisme struktural Parsons ini akan dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem “tindakan”, terkenal dengan AGIL. Sesudah membahas empat fungsi ini kita akan beralih menganalisis perkiran Parsons mengenai struktur dan sistem.

A G I L. Suatu fungsi (function) adalah “kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem” (Rocher, 1975:40). Dengan

Page 77: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

menggunakan definisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem adaptation (A), goal attainment (G), integration (I), dan latensi (L) atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional ini dikenal sebagai skema AGIL. Agar tetap bertahan (survive), suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini:

1. Adaptation (Adaptasi): sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.2. Goal attainment (Pencapaian tujuan): sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.3. Integration (Integrasi): sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L).4. Latency (latensi atau pemeliharaan pola): sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

Parsons mendesain skema AGIL ini untuk digunakan di semua tingkat dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan tentang empat sistem tindakan di bawah, akan dicontohkan bagaimana cara Parsons menggunakan skema AGIL.

Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Terakhir, sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak.

Nyata bahwa Parsons mempunyai gagasan yang jelas mengenai “tingkatan” analisis sosial maupun mengenai hubungan antara berbagai tingkatan itu. Susunan hierarkisnya jelas, dan tingkat integrasi menurut sistem Parsons terjadi dalam dua cara: PERTAMA, masing-masing tingkat yang lebih rendah menyediakan atau kekuatan yang diperlukan untuk tingkat yang lebih tinggi. KEDUA, vang lebih tinggi mengendalikan tingkat yang berada di bawahnya.

Dilihat dari sudut pandang sistem tindakan, tingkat yang paling rendah 3 ligkungan fisik dan organis, meliputi aspek-aspek tubuh manusia, anatomi dan fisiologinya. Tingkat paling tinggi, realitas terakhir, seperti dikatakan Toby, “berbau metafisik”. Namun, Toby pun menyatakan bahwa Parsons mengacu kepada sesuatu yang bersifat supernatural ketika berbicara secara tentang ketidakpastian, kegelisahan, dan tragedi kehidupan sosial yang menantang makna organisasi sosial” (1977:3).

Inti pemikiran Parsons ditemukan di dalam empat sistem tindakannya. Dengan asumsi yang dibuat Parsons dalam sistem tindakannya, kita berhadapan dengan masalah yang sangat diperhatikan Parsons dan telah menjadi sumber utama kritikan atas pemikirannya (Schwanenberg, 1971). Problem Hobbesian tentang keteraturan yang dapat mencegah perang sosial semua menurut Parsons (1937) tak dapat dijawab oleh filsuf kuno. Parsons menemukan jawaban problem di dalam fungsionalisme struktural dengan asumsi sebagai berikut:

Page 78: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

1. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.2. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan. Parsons sangat sering menghubungkan masalah keteraturan dengan masalah mengapa tindakan terpola atau tidak acak. Bagi Parsons masalah keseimbangan lebih merupakan persoalan empiris. sendiri sering menghadapi masalah keteraturan dan keseimbangan.3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.4. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian lain.5. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya.6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.7. Sistem cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan Kseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.

Asumsi-asumsi ini menyebabkan Parsons menempatkan analisis struktur keteraturan masyarakat pada prioritas utama. Dengan demikian, ia sedikit sekali memperlihatkan masalah perubahan sosial:

Kami rasa adalah tak ekonomis menjelaskan perubahan didalam sistem yang berubah-ubah sebelum perubahan-perubahan itu sendiri dipisahkan dan dijelaskan; karena itu kami memilih untuk memulai dengan mempelajari kombinasi khusus dari variabel-variabel dan baru bergerak menuju deskripsi bagaimana kombinasi itu berubah bila landasan yang kuat untuk itu telah diletakkan (Parsons dan Shils, 1951:6).

Setelah mendapat kecaman keras karena orientasi statisnya itu, Parsons makin lama makin banyak mencurahkan perhatian pada masalah perubahan. Sebenarnya, seperti akan terlihat, ia akhimya memusatkan perhatian pada evolusi masyarakat. Namun di mata kebanyakan pengamat, karyanya tentang perubahan sosial pun cenderung sangat statis.

Perlu diingat bahwa empat sistem tindakan itu tidak muncul dalam kehidupan nyata; keempat itu lebih merupakan peralatan analisis untuk menganalisis kehidupan nyata.

Sistem Sosial. Konsep Parsons tentang sistem sosial berawal pada interaksi tingkat mikro antara ego dan alter ego yang didefinisikan sebagai bentuk sistem sosial paling mendasar. Ia sedikit sekali mencurahkan perhatian untuk meng-analisis tingkat mikro ini, meski ia menyatakan bahwa gambaran sistem interaksi ini tercermin dalam bentuk-bentuk yang lebih kompleks yang dilakukan oleh sistem sosial. Parsons dengan demikian mendefinisikan sistem sosial sebagai berikut:

Sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempunyai kecenderungan untuk “mengoptimalkan kepuasan”, yang hubungannya dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term sistem simbol bersama yang terstruktur secara kultural (Parsons, 1951:5-6).

Definisi ini mencoba menetapkan sistem sosial menurut konsep-konsep kunci dalam karya Parsons yakni aktor, interaksi, lingkungan, optimalisasi kepuasan, dan kultur.

Page 79: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Meski Parsons berkomitmen untuk melihat sistem sosial sebagai sebuah interaksi, namun ia tak menggunakan interaksi sebagai unit fundamental dalam studi tentang sistem sosial. Ia malah menggunakan status-peran sebagai unit dasar dari sistem. Konsep ini bukan merupakan satu aspek dari aktor atau aspek interaksi, tetapi lebih merupakan komponen struktural dari sistem sosial. Status mengacu pada posisi struktural di dalam sistem sosial, dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya itu, dilihat dalam konteks signifikansi fungsionalnya untuk sistem yang lebih luas. Aktor tidak dilihat dari sudut pikiran dan tindakan, tetapi dilihat tak lebih dari sebuah kumpulan beberapa status dan sekurang-kurangnya dilihat dari sudut posisi di dalam sistem sosial).

Dalam analisisnya tentang sistem sosial, Parsons terutama tertarik pada komponen strukturalnya. Di samping memusatkan perhatian pada status peran, Parsons (1966:11) memperhatikan komponen sistem sosial berskala luas seperti kolektivitas, norma dan nilai. Namun dalam analisisnya mengenai sosial, ia bukan semata-mata sebagai seorang strukturalis, tetapi juga fungsionalis. Ia menjelaskan sejumlah persyaratan fungsional dari sistem Pertama, sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa sehingga bisa beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistem lainnya. Kedua, menjaga kelangsungan hidupnya, sistem sosial harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem yang lain. Ketiga, sistem sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya. Kelima, sistem sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu. Keenam, bila konflik akan menimbulkan kekacauan, itu harus dikendalikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial memerlukan bahasa.

Adalah jelas dalam diskusi Parsons tentang persyaratan fungsional sistem sosial bahwa ia memusatkan perhatian pada sistem sosial berskala luas dan pada hubungan antara berbagai sistem sosial luas itu (fungsionalisme kemasyarakatan). Bahkan ketika ia berbicara mengenai aktor, itu pun dari sudut pandang sistem. Bahasannya pun mencerminkan perhatian Parsons terhadap pemeliharaan lireraturan di dalam sistem sosial.

Aktor dan Sistem Sosial. Namun demikian, dalam menganalisis sistem sosial ini, Parsons sama sekali tidak mengabaikan masalah hubungan antara aktor dan struktur sosial. Ia sebenarnya menganggap integrasi pola nilai dan kecenderungan kebutuhan sebagai “dalil dinamis fundamental sosiologi” (Parsons, 1951:42). Menurutnya, persyaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai di dalam sistem adalah proses internalisasi dan sosialisasi. Parsons tertarik pada cara mengalihkan norma dan nilai sistem sosial kepada aktor di dalam sistem sosial Itu. Dalam proses sosialisasi yang berhasil, norma dan nilai itu diinternalisasikan (internalized), artinya, norma dan nilai itu menjadi bagian dari “kesadaran” aktor. Akibatnya, dalam mengejar kepentingan mereka sendiri itu, aktor sebenarnya mengabdi kepada kepentingan sistem sebagai satu kesatuan. Seperti dinyatakan Parsons, “kombinasi pola orientasi nilai yang diperoleh (oleh aktor dalam sosialisasi), pada tingkat yang sangat penting, harus menjadi fungsi dari struktur peran fundamental dan nilai dominan sistem sosial” (1951:227).

Umumnya Parsons menganggap aktor biasanya menjadi penerima pasif dalam proses sosialisasi. Anak-anak tak hanya mempelajari cara bertindak, tetap: juga mempelajari norma dan nilai masyarakat. Inilah sebuah interpretasi kontroversial atas pemikiran Parsons yang banyak menimbulkan perselisihan. Francois Baurricaud, misalnya, berbicara tentang “dialektika sosialisasi” menurut pemikiran Parson dan aktor bukanlah penerima pasif dalam proses sosialisasi (1981:108).

Page 80: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Sosialisasi dikonseptualisasikan sebagai proses konservatif, di mana disposisi-kebutuhan (yang sebagian besar dibentuk oleh masyarakat) mengikatkan anak-anak kepada sistem sosial, dan sosialisasi itu menyediakan alat untuk memuaskan disposisi kebutuhan tersebut Kecil sekali, atau tak ada ruang, bagi kreativitas; kebutuhan untuk mendapatkan gratifikasi mengikatkan anak-anak kepada sistem sebagaimana adanya. Parsons melihat sosialisasi sebagai pengalaman seumur hidup. Karena norma dan nilai yang ditanamkam ke dalam diri anak-anak cenderung yang bersifat sangat umum maka norma dan nilai itu tidak menyiapkan anak-anak untuk menghadapi berbagai situasi khusus yang mereka hadapi ketika dewasa. Karena itu sosialisasi harus dilengkapi dengan serangkaian pengalaman sosialisasi spesifik sepanjang hidupnya. Norma dan nilai yang dipelajari ketika masih kanak-kanak cenderung tak berubah dan, dengan sedikit penguatan, cenderung tetap berlaku seumur hidup.

Meski ada penyesuaian yang diakibatkan oleh sosialisasi seumur hidup namun tetap ada sejumlah besar perbedaan individual di dalam sistem. Masalahnya adalah: mengapa perbedaan individual ini biasanya tidak menjadi problem besar bagi sistem sosial, padahal sistem sosial memerlukan keteraturan?

PERTAMA, sejumlah mekanisme pengendalian sosial dapat digiinakan untuk mendorong ke arah penyesuaian. Tetapi menurut Parsons, pengendalian sosial adalah pertahanan lapis kedua. Sebuah sistem sosial berjalan dengan baik bila pengendalian sosial hanya digunakan dengan hemat. KEDUA, sistem sosial harus mampu menghormati perbedaan, bahkan penyimpangan tertentu. Sistem sosial yang lentur (flexible) lebih kuat ketimbang yang kaku, yang tak dapat menerima penyimpangan. KETIGA, sistem sosial harus menyediakan berbagai jenis peluang untuk berperan yang memungkinkan bermacam-macam kepribadian yang berbeda untuk mengungkapkan diri mereka sendiri tanpa mengancam integritas sistem.Sosialisasi dan kontrol sosial adalah mekanisme utama yang memungkinkan sistem sosial mempertahankan keseimbangannya. Individualitas dan penyimpangan diakomodasi, tetapi bentuk-bentuk yang lebih ekstrem harus ditangani dengan mekanisme penyeimbangan ulang (reequilibrating). Demikianlah, menurut Parsons, keteraturan sosial sudah tercipta di dalam struktur sistem sosial itu sendiri:

Tanpa rencana sengaja dari siapa pun, di dalam sistem sosial berkembang mekanisme yang mampu membalikkan dan mencegah kecenderungan penyimpangan menjadi lingkaran setan yang berada di luar kontrol persetujuan ketidaksetujuan dan sanksi imbalan hukuman (Parsons, 1951:319).

Sekali lagi, perhatian utama Parsons lebih tertuju kepada sistem sebagai satu kesatuan ketimbang pada aktor di dalam sistem bagaimana cara sistem nengontrol aktor, bukan mempelajari bagaimana cara aktor menciptakan dan memelihara sistem. Ini mencerminkan komitmen Parsons terhadap berbagai masalah yang menjadi sejarah perhatian fungsionalisme struktural.

Masyarakat. Meskipun pemikiran tentang sistem sosial meliputi semua jenis kehidupan kolektif, satu sistem sosial khusus dan yang sangat penting adalah masyarakat, yakni “kolektivitas yang relatif mencukupi kebutuhannya sendiri, anggotanya mampu memenuhi seluruh kebutuhan kolektif dan individualnya dan hidup sepenuhnya di dalam kerangkanya sendiri” (Rocher, 1975:60). Sebagai seorang fungsionalis struktural, Parsons membedakan antara empat struktur atau subsistem dalam masyarakat menurut fungsi (AGIL) yang dilaksanakan masyarakat itu. Ekonomi adalah subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan melalui tenaga kerja, produksi, dan

Page 81: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

alokasi. Melalui pekerjaan, ekonomi menyesuaikan diri dengan lingkungan kebutuhan masyarakat dan membantu masyarakat menyesuaikan diri dengan realitas eksternal. Pemerintah (polity) (atau sistem politik) melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi aktor dan sumber daya untuk mencapai tujuan. Sistem fiduciary (misalnya, di sekolah, keluarga) menangani fungsi pemeliharaan pola (latensi) dengan menyebarkan kultur (norma dan nilai) kepada aktor sehingga aktor menginternalisasikan kultur itu. Terakhir, fungsi integrasi dilaksanakan oleh komunitas kemasyarakatan (contoh, hukum), yang mengkoordinasikan berbagai komponen masyarakat (Parsons dan Platt, 1973).

SKETSA BIOGRAFI TALCOTT PARSONS

Parsons lahir tahun 1902 di Colorado Spring, Colorado. Ia berasal dari latar belakang religius dan intelektual. Ayahnya seorang Pendeta, Profesor dan akhirnya menjadi rektor sebuah perguruan tinggi kecil. Parsons mendapat gelar Sarjana Muda dari Universitas Amherst tahun 1924 dan menyiapkan disertasinya di London School of Economics. Di tahun berikutnya ia pindah ke Heidelberg, Jerman. Max Weber lama berkarier di Heildeberg dan meski ia telah meninggal 5 tahun sebelum kedatangan Parsons, pengaruh Weber tetap bertahan dan jandanya terus menyelenggarakan diskusi ilmiah di rumahnya dan Parsons menghadirinya. Parsons sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan akhirnya menulis disertasinya di Heidelberg, yang sebagian menjelaskan karya Weber.

Parsons mengajar di Harvard pada 1927 dan meski berganti jurusan beberapa kali, ia tetap di Harvard hingga akhir hayatnya tahun 1979. Kemajuan kariemya tak begitu cepat. Ia tak mendapatkan jabatan profesor hingga tahun 1939. Dua tahun sebelumnya ia menerbitkan The Structure of Social Action, sebuah buku yang tak hanya memperkenalkan pemikiran sosiolog utama seperti Weber kepada sejumlah besar sosiolog, tetapi juga meletakkan landasan bagi teori yang dikembangkan Parsons sendiri.

Sesudah itu karier akademis Parsons maju pesat. Dia menjadi ketua jurusan sosiologi di Harvard pada 1944 dan dua tahun kemudian mendirikan Departemen Hubungan Sosial, yang tak hanya memasukkan sosiolog, tetapi juga berbagai sarjana ilmu sosial lainnya. Tahun 1949, ia terpilih menjadi Presiden The American Sociological Association. Tahun 1950-an dan menjelang tahun 1960-an, dengan diterbitkan buku seperti The Social System (1951) Parsons menjadi tokoh dominan dalam sosiologi Amerika.

Tetapi, di akhir 1960-an Parsons mendapat serangan dari sayap radikal sosiologi Amerika yang baru muncul. Parsons dinilai berpandangan politik konservatif dan teorinya dianggap sangat konservatif dan tak lebih dari sebuah skema kategorisasi yang rumit. Tetapi, tahun 1980-an timbul kembali perhatian terhadap teori Parsons, tak hanya di Amerika Serikat, tetapi di seluruh dunia (Alexander, 1982: 83; Buxton, 1985; Camic, 1990; Holton dan Turner, 1986; Sciulli dan Gerstein, 1985). Horton dan Turner mungkin terlalu berlebihan ketika mengatakan bahwa “karya Parsons mencerminkan sumbangan yang lebih berpengaruh terhadap teori sosiologi ketimbang Marx, Weber, Durkheim, atau p«ngikut mereka masa kini sekalipun” (1986:13). Pemikiran Parsons tak hanya memengaruhi pemikir konservatif, tetapi juga teoritisi neo Marxian, terutama Jurgen Habermas.

Setelah kematian Parsons, sejumlah bekas mahasiswanya, semuanya sosiolog sangat terkenal, merenungkan arti penting teorinya maupun pencipta teori itu sendiri. Dalam renungan mereka, para sosiolog ini mengemukakan pengertian menarik tentang Parsons dan karyanya.

Page 82: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Beberapa pandangan selintas mengenai Parsons yang direproduksi di sini bukan dimaksudkan untuk membuat gambaran yang masuk akal, tetapi dimaksudkan untuk mengemukakan pandangan selintas yang provokatif mengenai Parsons dan karya-karyanya.

Robert Merton adalah salah seorang mahasiswanya ketika Parsons baru saja mulai mengajar di Harvard. Merton yang menjadi teoritisi terkenal karena teori ciptaannya sendiri, menjelaskan bahwa mahasiswa pascasarjana yang datang ke Harvard di tahun-tahun itu bukan hendak belajar dengan Parsons, tetapi dengan Sorokin, anggota senior jurusan sosiologi yang telah menjadi musuh utama Parsons (Zafirovski, 2001):

Generasi mahasiswa pascasarjana yang paling awal datang ke Harvard, dan tak seorang pun yang ingin belajar dengan Parsons. Mereka tak mungkin berbuat demikian selain karena alasan paling sederhana: pada 1931 ia belum dikenal publik apalagi sebagai seorang sosiolog. Meski kami mahasiswa belajar dengan Sorokin yang masyhur, sebagian di antara kami diharuskan bekerja dengan Parsons yang tak terkenal itu. (Merton, 1980:69).

Celaan Merton tentang kuliah pertama Parsons dalam teori, juga menarik, terutama karena materi yang disajikan adalah basis untuk salah satu buku teori paling ber¬pengaruh dalam sejarah sosiologi:

Lama sebelum Parsons menjadi salah seorang tokoh tua terkenal di dunia sosiologi, bagi kami mahasiswa angkatan paling awal, dia hanyalah seorang pemuda yang sudah tua. Kemasyhurannya berawal dari kuliah pertamanya dalam teori yang kemudian menjadi inti karya besarnya, The Structure of Social Action, yang tidak terbit hingga lima tahun setelah publikasi lisannya di kelas (Merton, 1980:69-70).

Meski tak semua orang sependapat dengan penilaian positif Merton tentang Parsons, mereka akan mengakui penilaian berikut:

Kematian Parsons menandai berakhirnya suatu era dalam sosiologi. Ketika (suatu era baru) dimulai, era itu benar-benar akan dibentengi oleh tradisi besar pemikiran sosiologi yang ia tinggalkan untuk kita (Merton, 1980:71).

Menurut Parsons, sepenting-pentingnya struktur lebih penting lagi sistem kultural bagi sistem sosial. Seperti telah dijelaskan di atas, sebenarnya sistem kultural berada di puncak sistem tindakan Parsons, dan ia (1966) menyebut dirinya “determinis kultural”. Yang menarik, Alexander dan Smith (2001:139) mendeskripsikan Parson sebagai “kultural yang kurang mencukupi”, kekurangan “deskripsi kultur yang tebal”.

Sistem Kultural. Parsons membayangkan kultur sebagai kekuatan utama vang mengikat berbagai unsur dunia sosial. Atau menurut istilahnya sendiri/kultur adalah kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan. Kultur menengahi interaksi antar aktor, menginteraksikan kepribadian, dan menyatukan sistem sosial. Kultur mempunyai kapasitas khusus untuk menjadi komponen sistem yang lain. Jadi, di dalam sistem sosial, sistem diwujudkan dalam norma dan nilai, dan dalam sistem kepribadian ia diinternalisasikan oleh aktor. Namun, sistem kultural tak semata-mata menjadi bagian sistem yang lain; ia juga mempunyai eksistensi yang terpisah dalam bentuk pengetahuan, simbol-simbol dan gagasan-gagasan. Aspek-aspek sistem kultural ini tersedia untuk sistem sosial dan sistem personalitas, tetapi tidak menjadi bagian dari kedua sistem itu (Morse, 1961:105; Parsons dan Shils, 1951:6).

Page 83: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Seperti yang dilakukannya terhadap sistem yang lain, Parsons mendefinisikan kultur menurut hubungannya dengan sistem tindakan yang lain. Jadi, kultur dipandang sebagai sistem simbol yang terpola, teratur, yang menjadi sasaran orientasi aktor, aspek-aspek sistem kepribadian yang sudah terinternalisasikan, dan pola-pola yang sudah terlembagakan di dalam sistem sosial (Parsons, 1990). Karena sebagian besar bersifat subjektif dan simbolik, kultur dengan mudah ditularkan dari satu sistem ke sistem yang lain. Kultur dapat dipindahkan dari satu sistem sosial ke sistem sosial yang lain melalui penyebaran (difusi) dan dipindahkan dari satu sistem kepribadian ke sistem kepribadian lain melalui proses belajar dan sosialisasi. Tetapi, sifat simbolis (subjektif) kultur juga memberinya sifat lain, yakni kemampuan mengendalikan sistem tindakan yang lain. Inilah salah satu alasan mengapa Parsons memandang dirinya sendiri sebagai seorang determinis kultur.

Akan tetapi, jika sistem kultural sangat menonjol dalam teori Parsons, maka kita harus mempertanyakan apakah ia benar-benar menawarkan sebuah teori yang utuh. Seperti ditunjukkan di Apendiks, teori yang benar-benar terpadu menawarkan kesetaraan semua tingkatan analisis utamanya. Determinisme kultur, sebagaimana jenis determinisme lainnya, sangat dicurigai dari sudut pandang sosiologi yang terpadu. Masalah ini makin kompleks bila kita melihat sistem kepribadian, dan kelihatan betapa lemahnya ia dibangun di dalam karya Parsons.

Sistem Kepribadian. Sistem kepribadian (personalitas) tak hanya dikontrol oleh sistem kultural, tetapi juga oleh sistem sosial. Ini bukan berarti bahwa Parsons tak sependapat tentang kebebasan sistem personalitas. Parsons menyatakan:

Menurut saya, meskipun kandungan utama struktur kepribadian berasal dari sistem sosial dan kultural melalui proses sosialisasi, namun kepribadian menjadi suatu sistem yang independen melalui hubungannya dengan organisme dirinya sendiri dan melalui keunikan pengalaman hidupnya sendiri; kepribadian bukanlah merupakan sebuah epifenomenon semata (Parsons, 1970:82).

Di sini kita melihat sepertinya Parsons terlalubanyak memprotes. Bila sistem kepribadian bukan merupakan sebuah epifenomenon, tentulah ia akan menurunkan ke status sekunder di dalam sistem teoritisnya.

Personalitas didefinisikan sebagai sistem orientasi dan motivasi tindakan aktor individual yang terorganisir. Komponen dasarnya adalah “disposisi kebutuhan”. Parsons dan Shils mendefinisikan disposisi kebutuhan sebagai “unit- unit motivasi tindakan yang paling penting” (1951:113). Mereka membedakan disposisi kebutuhan dari dorongan hati (drives), yang merupakan kecenderungan batiniah “energi fisiologis yang memungkinkan terwujudnya aksi” (Parsons dan Shils, 1951:111). Dengan kata lain dorongan lebih baik dipandang sebagai bagian dari organisme biologis. Disposisi kebutuhan karenanya didefinisikan sebagai “kecenderungan yang sama ketika kecenderungan itu bukan bawaan, tetapi diperoleh melalui proses aksi itu sendiri (Parsons dan Shils, 1951:111). Dengan kata lain, disposisi kebutuhan adalah dorongan hati yang dibentuk oleh lingkungan sosial.

Disposisi kebutuhan memaksa aktor menerima atau menolak objek yang tersedia dalam lingkungan atau mencari objek baru bila objek yang tersedia tak dapat memuaskan disposisi kebutuhan secara memadai. Parsons membedakan antara tiga tipe dasar disposisi kebutuhan. Tipe pertama, memaksa aktor mencari cinta, persetujuan, dan sebagainya, dari hubungan sosial mereka. Tipe kedua, meliputi internalisasi nilai yang menyebabkan aktor mengamati

Page 84: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

berbagai standar kultural. Tipe ketiga, adanya peran yang diharapkan yang menyebabkan aktor memberikan dan menerima respon yang tepat.

Ini menimbulkan citra aktor yang sangat pasif. Mereka tampaknya dipaksa oleh dorongan hati, didominasi oleh kultur atau lebih dibentuk oleh gabungan dorongan hati dan kultur (yakni oleh disposisi-kebutuhan). Sistem kepribadian pasif jelas merupakan mata rantai yang lemah dalam sebuah teori yang terpadu, dan Parsons rupanya menyadari hal itu. Dalam berbagai kesempatan ia mencoba nemberikan kepribadian beberapa kreativitas tertentu. Contohnya, ia mengatakan, “kami tak bermaksud untuk…menyatakan secara tersirat bahwa nilai sesesrang sepenuhnya adalah kultur yang terinternalisasikan atau sekadar menaati aturan dan hukum. Ketika seseorang menginternalisasikan kultur, ia melakukan modifikasi kreatif; tetapi aspek baru itu bukanlah aspek kultur” (Parsons dan Shils, 1951:72). Meski pernyataannya seperti itu, kesan dominan yang muncul dari pemikiran Parsons, salah satu di antaranya, adalah sistem kepribadian yang pasif.

Penekanan Parsons pada disposisi-kebutuhan menimbulkan masalah lain, karena mengabaikan demikian banyak aspek kepribadian lainnya, sistem kepribadian buatan Parsons menjadi sangat miskin. Alfred Baldwin, seorang psikolog, menjelaskan masalah ini dengan jitu:

Kiranya adil untuk mengatakan bahwa Parsons dalam teorinya gagal membekali kepribadian dengan seperangkat ciri atau mekanisme yang masuk akal selain dari disposisi kebutuhan, dan menimbulkan kesulitan bagi dirinya sendiri karena tak membekali kepribadian dengan karakteristik dan jenis mekanisme lain yang berbeda, yang memungkinkan sistem kepribadian itu mampu berfungsi.(A. Baldwin, 1961:186)

Baldwin memberikan komentar tambahan mengenai sistem kepribadian Parsons dengan menyatakan bahwa ketika Parsons menganalisis sistem kepribadian itu, ia sebenarnya tak tertarik dengan analisis itu: “Bahkan ketika Parsons sedang menulis tentang struktur kepribadian, ia justru lebih banyak berbicara tentang sistem sosial ketimbang tentang sistem kepribadian” (1961:180). Dalam berbagai cara hal ini dicerminkan di mana Parsons menghubungkan sistem kepribadian dengan sistem sosial. PERTAMA, aktor harus belajar melihat dirinya sendiri menurut cara yang sesuai dengan tempat yang didudukinya dalam masyarakat (Parsons dan Shils, 1951:147). KEDUA, peran yang diharapkan dilekatkan pada setiap peran yang diduduki oleh aktor individual. Kemudian ada pembelajaran mendisiplinkan diri, menghayati orientasi nilai, mengidentifikasi, dan seterusnya. Seluruh kekuatan ini menuju kepada integrasi sistem kepribadian dengan sistem sosial yang ditekankan Parsons. Akan tetapi, dia juga menunjukkan kemungkinan malintegrasi, yang merupakan masalah yang harus diatasi oleh sistem.

Aspek lain pemikiran Parsons perhatiannya terhadap internalisasi sebagai sisi proses sosialisasi dari sistem kepribadian mencerminkan kepasifan sistem kepribadian pula. Minat Parsons ini (1970:2) berasal dari pemikiran Durkheim tentang internalisasi dan dari karya Freud, terutama tentang superego. Dalam menekankan internalisasi dan superego, Parsons sekali lagi memanifestasikan konsepsinya tentang sistem kepribadian sebagai kontrol eksternal dan pasif.

Walaupun Parsons ingin berbicara tentang aspek objektif kepribadian dalam karya-karya awalnya, ia makin lama makin meninggalkan perspektif itu. Ia membatasi pengamatannya

Page 85: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

pada sistem kepribadian. Pada satu titik Parsons secara jelas menyatakan bahwa ia mengalihkan perhatiannya dari makna internal dari tindakan yang dilakukan aktor: “Pengorganisasian data hasil observasi yang dilihat dari sudut teori tindakan adalah dimungkinkan dan bermanfaat dari sudut pandang modifikasi perilaku, dan formulasi seperti itu bisa menghindarkan berbagai pertanyaan sulit tentang introspeksi atau empati” (Parsons dan Shils, 1951:64).

Organisme Behavioral. Meskipun ia memasukkan organisme behavioral (perilaku) sebagai salah satu di antara empat sistem tindakan, Parsons sangat sedikit membicarakannya. Walaupun organisme perilaku itu didasarkan atas konstitusi genetik, organisasinya dipengaruhi oleh proses pengondisian dan rembelajaran yang terjadi selama hidup aktor individual. Dalam bukunya yang kemudian, Parson membuang kata organisme dan digantinya dengan istilah “Sistem Perilaku” (1975:104). Organisme biologis tlas merupakan sebuah sistem residual dalam karya Parsons, namun ia dipuji karena memasukannya sebagai kajian sosiologinya, sebab ia mengantisipasi munculnya minat sosiolog (B. Turner, 1985) terhadap sosiobiologi.

Perubahan dan Dinamisme dalam Teori Parsonsian. Karya Parsons dengan reralatan konseptual seperti empat sistem tindakan dan fungsi imperatif menimbulkan tuduhan bahwa ia mengetengahkan teori struktural yang tak mampu menjelaskan perubahan sosial. Parsons yang telah lama merasakan tuduhan ini nenyatakan bahwa meski studi tentang perubahan itu perlu, namun harus udahului oleh studi tentang struktur. Tetapi, sekitar tahun 1960-an ia tak lagi mampu melawan serangan dan mengalihkan perhatianya ke arah tentang rerubahan sosial, Parsons sebenarnya sudah membuat karya tentang perubahan sosial jauh sebelumnya, terutama studi evolusi sosial (Parsons, 1977:50).

Teori Evolusi. Orientasi umum Parsons (1966) untuk studi tentang perubahan sosial dibentuk oleh biologi. Untuk menerangkan proses ini Parsons nengembangkan apa yang disebutnya “Paradigma Perubahan Evolusioner”.

Komponen pertama paradigma itu adalah proses diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, subsistem baru terdiferensiasi. Tetapi ini belum cukup, subsistem baru ini juga harus lebih berkemampuan menyesuaikan diri ketimbang subsistem terdahulu. Jadi, aspek esensial paradigma evolusioner Parsons adalah kemampuan menyesuaikan diri vang meningkat. Proses ini dilukiskan Parsons seperti berikut ini:

Karena proses diferensiasi menghasilkan sistem yang makin berkembang dan seimbang, setiap instruktur yang baru saja terdiferensiasi…tentu mempunyai kapasitas menyesuaikan diri yang meningkat untuk melaksanakan fungsi utamanya jika dibandingkan dengan pelaksanaan fungsi oleh struktur yang lebih menyebar sebelumnya… Proses ini dapat kita sebut sebagai aspek peningkatan kemampuan menyesuaikan diri dari lingkungan evolusioner (Parsons, 1966:22).

Inilah sebuah model tentang perubahan sosial yang sangat positif (meski Parsons memahami pula sisi gelapnya). Asumsinya, ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat itu tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi masalah yang dihadapinya. Sebaliknya, menurut teori perubahan sosial Marxian, kehidupan sosial pada akhirnya menyebabkan kehancuran masyarakat kapitalis. Karena alasan inilah, antara lain,

Page 86: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Parsons sering dianggap sebagai teoritisi sosiologi konservatif. Selain itu, meski ia menerangkan perubahan, ia cenderung lebih memusatkan perhatiannya pada aspek positif perubahan sosial pada masyarakat modern ketimbang pada sisi negatifnya.

Selanjutnya Parsons menyatakan bahwa proses diferensiasi menimbulkan sekumpulan masalah integrasi baru bagi masyarakat. Ketika subsistem-subsistem berkembang biak, masyarakat berhadapan dengan masalah baru dalam mengoordinasi operasi unit-unit yang baru muncul itu.

Masyarakat yang mengalami evolusi, tentu akan berubah dari sistem yang berdasarkan kriteria askripsi (ascription) ke sistem yang berdasarkan kriteria prestasi. Keterampilan dan kemampuan yang lebih besar diperlukan untuk menangani masalah subsistem yang makin menyebar. Kemampuan umum para aktor harus dibebaskan dari ikatan-ikatan askriptifnya sehingga dengan demikian kemampuan aktor itu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Ini berarti bahwa kelompok-kelompok yang semula tidak mendapat peluang untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat, harus mendapat kebebasan sebagai anggota penuh dari masyarakat.

Terakhir, sistem nilai dari masyarakat sebagai satu kesatuan pasti mengalami perubahan serentak dengan perubahan struktur dan fungsi sosial yang tumbuh semakin terdiferensiasi. Tetapi karena sistem baru itu semakin bervariasi, maka semakin sulit pula bagi sistem nilai untuk mencakupnya. Karena itu, masyarakat yang semakin terdiferensiasi memerlukan sistem nilai yang “menggariSkan ketentuan-ketentuan umum pada tingkat yang lebih tinggi untuk melegitimasi keanekaragaman tujuan dan fungsi yang semakin meluas dari subunit masyarakat” (Parsons, 1966:23). Tetapi, proses generalisasi nilai ini sering tak dapat berjalan mulus karena berhadapan dengan perlawanan dari kelompok-kelompok yang melaksanakan sistem nilai sempit mereka sendiri.

Evolusi berlangsung melalui bermacam-macam lingkaran, tetapi tak ada proses umum memengaruhi semua masyarakat secara ekual. Beberapa masyarakat tertentu mungkin mendorong evolusi, sedangkan masyarakat lain mungkin “tertimpa konflik internal atau menghadapi rintangan lain yang menghalangi atau bahkan memperburuk proses evolusi” (Parsons, 1966:23). Parsons sangat tertarik pada masyarakat yang perkembangannya mengalami “perpecahan”, karena ia yakin bahwa ketika perbedaan terjadi, maka proses evolusi akan mengikuti modal evolusioner umum buatannya.

Meski Parsons membayangkan proses evolusi terjadi secara bertahap, ia hati-hati menghindar dari teori evolusi menurut garis lurus (unilinear): “kami tak membayangkan evolusi sosial berlangsung secara terus-menerus atau menurut garis lurus, tetapi kami dapat membedakan antara tahap-tahap kemajuan tanpa mengabaikan sama sekali perubahan yang terjadi di setiap tahap.” (1966:26). Jelas dia menyederhanakan masalah, dan ia membedakan tiga tahap evolusi besar primitif, lanjutan, dan modern. Secara khusus, ia membedakan antara tiga tahap itu terutama berdasarkan atas dimensi kultural. Perkembangan dimensi yang terjadi dalam masa transisi dari tahap primitif ke tahap lanjutan adalah perkembangan bahasa, terutama bahasa tulisan. Perkembangan kunci pergeseran dari tahap lanjutan ke tahap modern adalah “pelembagaan kode tatanan normatif” atau kode hukum (Parsons, 1966:26).

Selanjutnya Parsons menganalisis sederetan masyarakat khusus yang berada evolusi dari tahap primitif menuju masyarakat modern. Ada satu hal yang ditekankan di sini: Parsons beralih ke teori evolusi, setidaknya sebagian, karena ia dituduh tak mampu menjelaskan

Page 87: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

perubahan sosial. Tetapi, analisisnya tentang evolusi bukan dilihat dari sudut proses; analisisnya itu lebih merupakan upaya untuk menyusun tipe-tipe struktural dan menghubungkannya berurutan (Parsons, 1966:111). Ini adalah sebuah analisis perbandingan struktural, bukan studi tentang proses perubahan sosial. Jadi, ketika ia seharusnya mengamati perubahan pun, ia tetap melakukan studi tentang struktur dan fungsi.

Media Pertukaran Umum. Salah satu cara Parsons memasukkan aspek dinamis, yang berubah-ubah (Alexander, 1983:115), ke dalam sistem teorinya melalui gagasannya tentang media pertukaran umum di dalam dan di empat sistem tindakan (terutama dalam sistem sosial) yang dibahas di Model untuk media pertukaran umum ini adalah uang, yang berperan sebagai medium di dalam perekonomian. Tetapi, selain memusatkan perhatian pada fenomena material seperti uang, Parsons juga memusatkan perhatian pada simbolik dari pertukaran. Bahkan ketika Parsons membicarakan uang sebagai medium pertukaran di dalam sistem sosial, ia lebih memusatkan perhatian pada kualitas simboliknya ketimbang kepada kualitas materialnya. Di samping uang dan simbol-simbol yang lebih jelas lainnya, terdapat media pertukaran umum lainnya seperti kekuasaan politik, pengaruh, dan komitmen terhadap nilai. Parsons menjelaskan mengapa ia memusatkan perhatian pada neilai simbolik pertukaran: “Pengenalan suatu teori media ke dalam perspektif struktural bagi saya adalah untuk menolak tuduhan bahwa tipe analisis struktural ini secara inheren ternoda oleh bias statis, yang membuatnya mustahil untuk diterapkan pada problem-problem yang dinamis” (1975:98-99).

Media simbolik pertukaran, seperti uang, mempunyai kapasitas dapat diciptakan dan beredar dalam masyarakat yang lebih luas. Jadi, di dalam sistem sosial, orang yang berada dalam sistem politik mampu menciptakan kekuasaan politik. Lebih penting lagi, mereka dapat mengeluarkan kekuasaan politik itu, dengan demikian memungkinkannya beredar secara bebas di dalam dan berpengaruh terhadap sistem sosial. Melalui pengeluaran kekuasaan seperti itu, para pemimpin memperkuat sistem politik maupun masyarakat secara keseluruhan. Lebih umum lagi, inilah media umum yang beredar antara empat sistem tindakan dan di dalam struktur masing-masing sistem itu. Keberadaan dan gerakan media umum pertukaran inilah yang memberikan dinamisme terhadap sebagian besar analisis struktural Parsons.

Seperti dikemukakan Alexander (1983:115), media pertukaran memberikan dinamisme kepada teori Parsons dalam arti yang lain. Media ini memungkinkan adanya “media entrepreneur” (misalnya, politisi) yang tak semata-mata menerima sistem pertukaran seperti apa adanya. Yakni, mereka dapat menjadi kreatif dan resourceful dan dalam hal ini tak hanya mengubah media umum, tetapi juga merubah cara dan arah aliran media itu.

Fungsionalisme Struktural Robert Merton

Meski Parsons adalah seorang fungsionalis struktural yang sangat penting, adalah muridnya, Robert Merton, yang menulis beberapa pemyataan terpenting tentang fungsionalisme struktural dalam sosiologi (Sztompka, 2000; Tiryakian, 1991). Merton mengecam beberapa aspek fungsionalisme struktural yang lebih ekstrem dan yang tak dapat dipertahankan lagi. Tetapi, wawasan konseptual barunya membantu memberikan kemanfaatan bagi kelangsungan hidup fungsionalisme struktural (Jasso, 2000).

Meski Parsons dan Merton dikaitkan dan fungsionalisme struktural, namun ada perbedaan penting di antara keduanya. Di satu sisi, sementara Parsons menganjurkan penciptaan teori-

Page 88: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

teori besar dan luas cakupannya, Merton menyukai teori yang terbatas, teori tingkat menengah. Dalam hal ini Merton lebih menyukai teori Marxian. Sebenamya Merton dan beberapa muridnya (terutama Alvin Gouldner) dapat dipandang sebagai orang yang mendorong fungsionalisme struktural lebih ke kiri secara politis.

Model Struktural-Fungsional. Merton mengkritik tiga postulat dasar analisis struktural seperti yang dikembangkan oleh antropolog seperti Malinowski dan Radcliffe Bron. Pertama adalah postulat tentang kesatuan fungsional masyarakat. Postulat ini berpendirian bahwa semua keyakinan dan praktik kultural dan sosial yang sudah baku adalah fungsional untuk masyarakat satu kesatuan maupun untuk individu dan masyarakat. Pandangan ini secara tersirat menyatakan bahwa berbagai bagian sistem sosial pasti menunjukkan integrasi tingkat tinggi. Tetapi Merton berpendapat bahwa, meski hal ini mungkin benar bagi masyarakat primitif yang kecil, namun generalisasi tak dapat diperluas ke tingkat ke masyarakat yang lebih luas dan kompleks.

Postulat kedua adalah fungsionalisme universal. Artinya, dinyatakan bahwa bentuk kultur dan sosial dan struktur yang sudah baku mempunyai fungsi positif. Merton menyatakan bahwa postulat ini bertentangan dengan apa yang ditemukannya dalam kehidupan nyata. Yang jelas adalah bahwa tak setiap struktur, adat, gagasan, kepercayaan dan sebagainya mempunyai fungsi positif. Contoh, nasionalisme fanatik dapat menjadi sangat tidak fungsional dalam dunia yang mengembangbiakkan senjata nuklir.

Ketiga adalah postulat tentang indispensability. Argumennya adalah bahwa semua aspek masyarakat yang sudah baku tak hanya mempunyai fungsi positif, tetapi juga mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya masyarakat sebagai satu kesatuan. Postulat ini mengarah kepada pemikiran bahwa semua struktur dan fungsi secara fungsional adalah penting untuk masyarakat. Tak ada struktur dan fungsi lain mana pun yang dapat bekerja baiknya dengan struktur dan fungsi yang kini ada dalam masyarakat. Dengan mengikuti Parsons, kritik Merton adalah bahwa kita sekurang-kurangnya tentu ingin mengakui akan adanya berbagai alternatif struktur dan fungsional yang dapat ditemukan di dalam masyarakat.

Merton berpendapat bahwa ketiga postulat fungsional itu bersandar pada pernyataan nonempiris, berdasarkan sistem teoritis abstrak. Menjadi tanggung jawab sosiolog untuk menguji setiap postulat itu secara empiris. Keyakinan Merton bahwa bukan pernyataan teoritis melainkan pengujian empiris yang penting untuk analisis fungsional, mendorongnya mengembangkan “paradigma” analisis fungsional buatannya sendiri sebagai pedoman untuk mengintegrasikan teori dan riset empiris.

Dari awal Merton menjelaskan bahwa analisis struktural fungsional memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat, dan kultur. Ia nyatakan bahwa setiap objek yang dapat dijadikan sasaran analisis struktural fungsional tentu mencerminkan hal yang standar (artinya, terpola dan berulang) (Merton, 1949/1968:104). Di dalam pikiran Merton, sasaran studi struktural fungsional antara lain adalah: peran sosial, pola institusional, proses sosial, pola kultur, emosi yang terpola secara kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, perlengkapan untuk pengendalian sosial, dan sebagainya (Merton, 1949/1968:104).

SKETSA BIOGRAFIS ROBERT K. MERTON

Page 89: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Mudah untuk mengidentifikasi guru-guru utama saya, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka adalah P.A. Sorokin, yang mengarahkan saya ke pemikiran sosial Eropa dan dengannyalah saya tak pernah putus hubungan meskipun saya tidak dapat mengikutinya dalam hal penelitian yang dilakukannya sejak akhir 1930-an; kemudian Talcott Parsons yang lebih muda, yang pemikirannya berpuncak pada karya besarnya, Structure of Social Action, ahli biokimia dan juga sosiolog, L.J. Henderson, yang mengajari saya tentang disiplin investigasi ide-ide yang menarik; sejarawan-ekonom E.F. Gay, yang mengajari saya tentang pembangunan ekonomi sebagai sesuatu yang dapat direkonstruksi dari arsip; dan dekan ilmu sejarah sains, George Sarton, yang mengizinkan saya bekerja di bawah bimbingannya selama beberapa tahun di bengkel kerjanya yang terkenal di Widener Library of Harvard. Selain guru-guru langsung tersebut saya juga banyak belajar dari dua sosiolog terkemuka: Emile Durkheim dan Georg Simmel, yang hanya bisa mengajari saya melalui karya-karya peninggalan mereka, dan dari humanis yang sensitif secara sosiologis, Gilbert Murray. Selama periode terakhir hidup saya, saya belajar banyak dari rekan saya, Paul F. Lazarsfeld, yang mungkin tak tahu betapa banyak yang telah diajarkannya kepada saya selama perbincangan dan kerja sama selama lebih dari sepertiga abad.

Menengok kembali pada karya-karya saya, saya menemukan lebih banyak pola di dalamnya. Sejak awal karya saya, setelah digembleng bertahun-tahun sebagai mahasiswa, saya bertekad untuk mengikuti minat intelektual saya yang terus berkembang. Saya memilih mengadopsi praktik guru tak langsung saya, Durkheim, ketimbang mengadopsi praktik guru dekat saya, Sarton. Durkheim berulang kali mengubah subjek yang dipilihnya untuk diteliti. Dimulai dengan studi divisi sosial tenaga kerjanya, dia memeriksa metode penelitian sosiologis dan kemudian beralih ke subjek bunuh diri, agama, pendidikan moral, dan sosialisme, semuanya sambil mengembangkan orientasi intelektual yang menurutnya dapat secara efektif dikembangkan dengan membahas berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Sarton melangkah dengan cara yang berbeda: pada masa-masa awalnya sebagai sarjana, dia melakukan program riset dalam sejarah sains yang berpuncak pada karya monumentalnya, Introduction [sic] to the History of Science (yang memuat kisah sampai akhir abad 14).

Yang pertama dari pola-pola ini tampaknya lebih cocok bagi saya. Saya ingin dan masih ingin memajukan teori sosiologi dari struktur sosial dan perubahan kultural yang akan membantu kita memahami bagaimana intitusi sosial dan karakter kehidupan dalam nasyarakat bisa muncul sebagaimana terlihat sekarang. Perhatian pada sosiologi teoritis ini membuat saya menghindari spesialisasi subjek yang telah lazim dalam sosiologi (dan nurut hemat saya adalah benar), sebagaimana dalam disiplin lainnya yang sedang rerkembang. Untuk tujuan saya, studi bermacam-macam subjek sosiologi adalah sial.

Dalam variasi itu hanya ada satu bidang spesial-sosiologi ilmu pengetahuan yang terus-menerus menarik perhatian saya. Sepanjang 1930-an saya mengabdikan diri hampir sepenuhnya untuk konteks sosial dari sains dan teknologi, khususnya di Inggris abad 17 dan berfokus pada konsekuensi yang tak diantisipasi dari aksi sosial purposif. Saat minat teoritis saya meluas, setelah sepanjang dan sesudah 1940-an saya mengkaji sumber-sumber sosial dari perilaku yang menyimpang, kerja birokrasi, persuasi massa, dan komunikasi dalam masyarakat modern yang kompleks, serta peran intelektual, baik di dalam maupun di luar birokrasi. Pada 1950-an saya memusatkan perhatian pada pengembangan teori sosiologi tentang unit dasar struktur sosial: peran dan status serta model peran yang dipilih orang untuk ditiru sebagai sumber nilai yang diadopsi sebagai basis untuk penilaian diri (ini kemudian disebut “teori kelompok referensi”). Bersama George Reader dan Patricia Kendall, saya juga melakukan studi sosiologi berskala besar untuk bidang pendidikan medis, dengan mencari

Page 90: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

tahu bagaimana berbagai ragam dokter disosialisasikan dalam sekolah pengobatan yang sama, dan ini dikaitkandengan karakter profesi sebagai tipe studi pekerjaan. Pada 1960-an dan 1970-an saya kembali mengkaji secara intensif struktur sosial dari sains dan interaksinya dengan struktur kognitif, yang selama dua dekade ini akhirnya menjadi matang. Melalui studi-studi tersebut orientasi primer saya adalah menuju koneksi antara teori sosiologi, metode penelitian, dan riset empiris substantif.

Saya mengelompokan minat-minat ini berdasarkan waktu hanya demi kejelasan. Tentu saja, perkembangan ini tidak selalu sesuai dengan pembagian waktu seperti itu, atau tak selalu berjalan berdasarkan penggolongan tersebut di atas. Saya sedang mengerjakan karya tentang konsekuensi yang tak diharapkan dari tindakan sosial yang mengandung tujuan tertentu, dan karena itu meneruskan paper yang pertama kali dipublikasikan hampir setengah abad yang lalu dan terus berkembang sejak itu. Volume lainnya yang berjudul The Self Fulfilling Prophecy mengkaji setengah lusin bidang kehidupan sosial yang pertama kali saya sebut dalam paper saya sekitar sepertiga abad yang lalu. Dan jika waktu, kesabaran, dan kapasitas mengizinkan, ada ringkasan karya tentang analisis struktur sosial, dengan referensi spesial pada status set, role set, dan konteks struktural pada sisi struktural, dan fungsi nyata dan tersembunyi, disfungsi, fungsi alternatif, dan mekanisme sosial pada sisi fungsional.

Mortalitas adalah keniscayaan dan memperlambat kegiatan saya, dan tampaknya tak banyak lagi serial karya di masa depan.

Fungsionalis struktural awal memusatkan perhatian pada fungsi satu struktur sosial atau pada fungsi satu institusi sosial tertentu saja. Menurut

pengamatan Merton, para analis cenderung mencampuradukkan motif subjektif individual dengan fungsi struktur atau institusi. Perhatian analisis struktur fungsional mestinya lebih dipusatkan pada fungsi sosial ketimbang pada motif individual. Menurut Merton, fungsi didefinisikan sebagai “konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu” (1949/1968:105). Tetapi, jelas ada bias ideologis bila orang hanya memusatkan perhatian pada adaptasi atau penyesuaian diri, karena adaptasi dan penyesuaian diri selalu mempunyai akibat positif. Perlu diperhatikan bahwa satu faktor sosial dapat mempunyai akibat negatif terhadap fakta sosial lain. Untuk meralat kelalaian serius dalam fungsionalisme struktural awal ini, Merton mengembangkan gagasan tentang disfungsi. Sebagaimana struktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial, struktur, atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem sosial. Perbudakan di bagian selatan Amerika Serikat jelas mempunyai akibat positif bagi kulit putih seperti memasok tenaga kerja murah, menyokong perekonomian, dan status sosial. Tetapi, perbudakan juga mempunyai aspek disfungsi seperti menyebabkan penduduk di bagian selatan sangat tergantung pada perekonomian agraris dan karena itu tidak siap untuk pengembangan industrialisasi. Disparitas yang tak hilang-hilangnya antara utara dan selatan dalam industrialisasi, paling tidak sebagian dapat dirunut kembali ke disfungsi lembaga perbudakan di selatan.

Merton juga mengemukakan konsep nonfunctions yang didefinisikannya sebagai akibat-akibat yang sama sekali tak relevan dengan sistem yang sedang diperhatikan. Dalam hal ini termasuk bentuk-bentuk sosial yang “bertahan hidup” sejak zaman sejarah kuno. Meski mempunyai akibat positif atau negatif di masa lalu, namun bentuk sosial itu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat masa kini. Contohnya adalah Gerakan

Page 91: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Kesederhanaan Wanita Kristen, meski sebagian kecil orang mungkin tak sependapat dengan contoh ini.

Apakah fungsi positif lebih banyak daripada disfungsi atau sebaliknya? Untuk membantu menjawab pertanyaan itu, Merton mengembangkan konsep “keseimbangan bersih” (net balance). Kita tak akan pernah dapat menjumlahkan fungsi positif dan disfungsi dan tak akan pemah mampu menentukan mana yang lebih banyak karena masalahnya sedemikian kompleks dan banyak penilaian subjektif yang melandasinya sehingga tak mudah dihitung dan ditimbang. Kegunaan konsep Merton berasal dari caranya mengarahkan perhatian sosiolog ke pertanyaan yang relatif penting. Kembali ke contoh tentang perbudakan di atas, pertanyaannya adalah apakah perbudakan lebih fungsional atau disfungsional bagi masyarakat? Pertanyaan ini masih terlalu luas dan mengaburkan sejumlah isu (misalnya, perbudakan adalah fungsional bagi kelompok seperti kulit putih pemilik budak).

Untuk mengatasi masalah seperti itu, Merton menambahkan gagasan bahwa harus ada tingkatan analisis fungsional. Teoritisi fungsional umumnya membatasi diri untuk menganalisis masyarakat sebagai satu kesatuan. Tetapi, Merton menjelaskan bahwa analisis juga dapat dilakukan terhadap sebuah organisasi, institusi, atau kelompok. Jadi, tak harus terhadap masyarakat sebagai suatu keseluruhan saja. Kembali ke isu fungsi perbudakan bagi masyarakat Selatan, perlu dibedakan beberapa tingkat analisis dan perlu diajukan pertanyaan mengenai fungsi dan disfungsi perbudakan bagi keluarga kulit hitam, keluarga kulit putih, organisasi politik kulit hitam, organisasi politik kulit putih, dan seterusnya. Dilihat dari sudut keseimbangan bersih (net balance), perbudakan mungkin lebih fungsional bagi unit sosial tertentu dan lebih disfungsional bagi unit sosial yang lain. Dengan memusatkan perhatian pada isu di tingkat yang lebih khusus seperti itu akan dapat membantu menganalisis fungsionalitas perbudakan bagi masyarakat Selatan sebagai satu kesatuan.

Herton juga memperkenalkan konsep fungsi nyata (manifest) dan fungsi inyi (latent). Kedua istilah ini memberikan tambahan penting bagi analisis fungsional. Menunjukkan, antara lain, bahwa Merton samar-samar mengenai konsep ini dan menggunakannya dalam berbagai cara (misalnya, sebagai akibat yang diharapkan versus akibat sebenarnya, dan sebagai makna dipermukaan versus realitas yang melandasi). Yang lebih penting, dia merasa bahwa Merton (seperti Parsons) tak pernah benar-benar mengintegrasikan teori aksi dan fungsionalisme struktural. Hasillnya adalah kita memiliki campuran yang membingungkan antara sifat kesengajaan (manifestasi) dari teori aksi dan konsekuensi struktural (fungsi) dalam fungsionalisme struktural. Karena hal ini dan beberapa hal membingungkan iainnya, Campbell berpendapat bahwa perbedaam antara fungsi manifes dan laten milik Merton arang dipergunakan dalam sosiologi kontemporer.

Menurut pengertian sederhana, fungsi nyata adalah fungsi yang diharapkan, sedangkan fungsi yang tersembunyi adalah fungsi yang tak diharapkan. Sebagai contoh fungsi nyata perbudakan adalah untuk meningkatkan produktivitas ekonomi masyarakat Selatan, tetapi juga terkandung fungsi tersembunyi, yakni menyediakan sejumlah besar anggota kelas rendah yang membantu meningkatkan status kulit putih Selatan, baik yang kaya maupun miskin. Pemikiran ini dapat dihubungkan dengan konsep lain Merton yakni akibat yang tak diharapkan (unanticipated consequences). Tindakan mempunyai akibat, baik yang diharapkan maupun yang tak diharapkan. Meski setiap orang menyadari akibat yang diharapkan, analisis sosiologi diperlukan untuk menemukan akibat yang tak diharapkan ini. Bahkan beberapa pakar menganggap ini adalah esensi dasar dari sosiologi. Peter Berger (1963) menyebutnya

Page 92: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

studi “untuk menghilangkan prasangka” (debunking) atau mematikan jauh melampau pengaruh yang nyata.

Merton menjelaskan bahwa akibat yang tak diharapkan tak sama dengan fungsi yang tersembunyi. Fungsi tersembunyi adalah satu jenis dari akibat yang diharapkan, satu jenis yang fungsional untuk sistem tertentu. Tetapi, ada dua tipe lain dari akibat yang tak diharapkan: “yang disfungsional untuk sistem tertentu dan ini terdiri dari disfungsi tersembunyi” dan “yang tak relevan dengan sistem yang dipengaruhinya, baik secara fungsional atau disfungsional…atau konsekuensi nonfungsionalnya” (Merton, 1949/1968:105).

Ketika menjelaskan teori fungsional selanjutnya, Merton menunjukkan bahwa struktur mungkin bersifat disfungsional untuk sistem secara keseluruhan, namun demikian struktur itu terus bertahan hidup (ada). Contoh kasusnya adalah diskriminasi. Diskriminasi terhadap kulit hitam, wanita, dan terhadap kelompok minoritas lainnya adalah disfungsional bagi masyarakat Amerika, namun demikian diskriminasi terus bertahan hidup (ada) karena fungsional bagi sebagian sistem fungsional. Misalnya, diskriminasi terhadap wanita umumnya adalah fungsional terhadap lelaki. Tetapi, bentuk diskriminasi ini bukannya tanpa disfungsi tertentu, bahkan untuk kelompok yang fungsional sekalipun. Kaum lelaki menderita akibat diskriminasi mereka terhadap wanita; sama halnya, kulit putih terlukai oleh tindakan diskriminasi mereka terhadap negro. Orang dapat menyatakan bahwa bentuk diskriminasi ini berpengaruh buruk terhadap mereka yang mendiskriminasi karena tetap ada sejumlah besar penduduk yang tidak produktif dan karena meningkatnya kemungkinan terjadinya konflik sosial.

Merton berpendapat bahwa tak semua struktur diperlukan untuk berfungsinya sistem sosial. Beberapa bagian dari sistem sosial kita (Barat) dapat dilenyapkan. Ini dapat membantu teori fungsional mengatasi kecenderungan konservatifnya yang lain. Dengan mengakui bahwa struktur tertentu “dapat” dilenyapkan maka fungsionalisme membuka jalan bagi perubahan sosial yang penuh makna. Sebagai contoh, masyarakat kita (AS) akan terus eksis (ada) dan bahkan diperbaiki dengan melenyapkan diskriminasi terhadap berbagai jenis kelompok minoritas.

Penjelasan Merton ini besar manfaatnya bagi sosiolog (contoh, Gans, 1972, 1994) yang ingin melakukan analisis struktural-fungsional.

Struktur Sosial dan Anomie. Salah satu sumbangan Merton paling terkenal terhadap fungsionalisme struktural dan terhadap sosiologi pada umumnya (Adler dan Laufer, 1995; Merton, 1995; Menard, 1995) Merton (1968) adalah analisisnya mengenai hubungan antara kultur, struktur, dan anomie. Merton mendefinisikan kultur sebagai “seperangkat nilai normatif yang terorganisir, yang menentukan perilaku bersama anggota masyarakat atau anggota kelompok.” Struktur sosial adalah “seperangkat hubungan sosial yang terorganisir, yang dengan berbagai cara melibatkan anggota masyarakat atau kelompok di dalamnya” (1968:216). Anomie terjadi “bila ada keterputusan hubungan antara norma kultural dan tujuan dengan kapasitas yang terstruktur secara sosial dari anggota kelompok untuk bertindak sesuai dengan nilai kultural” (Merton, 1968:216). Artinya, karena posisi mereka di dalam struktur sosial masyarakat, beberapa orang tak mampu bertindak sesuai dengan nilai normatif. Kultur menghendaki tipe perilaku tertentu yang justru dicegah oleh struktur sosial.

Page 93: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Misalnya, dalam masyarakat Amerika, kulturnya menekankan pada kesuksesan material. Tetapi karena posisi mereka di dalam struktur sosial, banyak orang tercegah dari upaya mencapai sukses material. Jika seseorang terlahir dalam sosioekonomi yang lebih rendah, dan sebagai akibatnya hanya mampu mencapai tingkatan pendidikan terbaik di sekolah menengah, maka peluang orang itu untuk mencapai kesuksesan ekonomi menurut cara yang diterima secara (misalnya, melalui kesuksesan di lapangan kerja konvensional) adalah atau tak ada sama sekali. Berdasarkan keadaan demikian (dan mereka tersebar luas dalam masyarakat Amerika masa kini) anomie dapat dikatakan dan sebagai akibatnya terdapat kecenderungan ke arah perilaku menyimpang. Dalam keadaan ini, penyimpangan sering mengambil bentuk alternatif yang tak dapat diterima dan kadang-kadang berbentuk cara-cara ilegal dalam mencapai kesuksesan ekonomi. Karenanya, menjadi penyalur obat-obatan terlarang atau menjadi pelacur untuk mencapai kesuksesan ekonomi adalah contoh perilaku menyimpang yang disebabkan oleh ketidakbertautan antara nilai moral dan cara-cara struktur sosial mencapai nilai kultural itu. Inilah satu cara yang ditempuh fungsionalis struktural dalam upaya untuk menjelaskan perilaku menyimpang dan tindak kejahatan.

Dengan demikian, maka dalam contoh fungsionalisme struktural di atas, Merton memperhatikan struktur sosial dan budaya, namun tidak tertarik kepada fungsi dari berbagai struktur tersebut. Alih-alih bersikap konsisten dengan paradigma fungsional miliknya, Merton malah tertarik dengan disfungsi yang dalam kasus ini adalah anomie. Lebih spesifik, Merton menghubungkan anomie dengan penyimpangan yang berarti penolakan terhadap adanya konsekuensi disfungsional dalam kesenjangan antara kebudayaan dan struktur yang mengarah pada penyimpangan dalam masyarakat.

Perlu dicatat bahwa dalam karya Merton tentang anomie tersirat sikap kritis terhadap stratifikasi sosial (misalnya, blokade terhadap sumber sesuatu dibutuhkan masyarakat). Oleh karena itu, ketika David dan Moore menyetujui strasifikasi sosial, karya Merton justru mengindikasikan fungsionalisme struktural dapat bersifat kritis terhadap stratifikasi sosial.

Kritik Utama

Tak ada satu teori sosiologi pun dalam sejarah perkembangan disiplin sosiologi yang telah mendapatkan perhatian sebanyak yang didapat oleh fungsionalisme struktural. Dari akhir 1930-an hingga awal 1960-an, kritikan terhadap teori ini meningkat secara dramatis dan akhirnya lebih lazim dikritik ketimbang dipuji. Mark Abrahamson melukiskan situasi ini dengan jelas: “Secara kiasan, fungsionalisme telah berjalan seenaknya seperti seekor gajah raksasa mengabaikan sengatan agas, bahkan ketika kerumunan menyerang memvmgut korbannya.”(1978:37).

Marilah kita lihat beberapa kritik utama. Mula-mula akan diuraikan kritikan substatif utama terhadap fungsionalisme struktural, kemudian perhatian dipusatkan pada masalah logika dan metodologi yang berkaitan dengan teori itu.

Kritik Substantif. Kritik utama adalah bahwa fungsionalisme struktural tidak berkaitan dengan sejarah—bersifat ahistoris. Fungsionalisme struktural, setidaknya sebagian, dikembangkan sebagai reaksi terhadap pendekatan evolusi sejarah oleh antropolog tertentu. Khususnya di tahun-tahun awal perkembangannya, fungsionalisme struktural terlalu jauh kecamannya terhadap teori evolusioner dan memusatkan perhatian, baik pada masyarakat kontemporer maupun pada masyarakat abstrak. Namun, fungsionalisme struktural tak selalu bersifat ahistoris (Turner dan Maryanski, 1979). Karya Parsons (1966, 1971) tentang

Page 94: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

perubahan sosial sebenarnya mencerminkan kemampuan fungsionalis struktural untuk menjelaskan perubahan jika mereka mau melakukannya.

Fungsionalis struktural juga diserang karena dianggap tak mampu menjelaskan proses perubahan sosial secara efektif (Abrahamson, 1978; P. Cohen, 1968; Mills, 1959; Turner dan Maryanski, 1979). Namun ada beberapa karya penting tentang perubahan sosial hasil studi teoritisi struktural fungsional (Jonhson, 1966 ; Smelser, 1959, 1962). Kalau kecaman terdahulu tertuju pada ketidakmampuan fungsionalisme struktural untuk menjelaskan masa lalu, kritik yang satu ini tertuju pada ketidakmampuan fungsionalisme struktural menerangkan proses perubahan sosial yang terjadi di masa kini. Fungsionalisme struktural lebih menyukai menjelaskan struktur sosial statis ketimbang proses perubahan. Percy Cohen (1968) melihat masalahnya terletak pada teori struktural fungsional, yang memandang semua unsur suatu masyarakat saling menguatkan satu sama lain, dan sistem sebagai satu kesatuan. Inilah yang menyebabkan sulit melihat bahwa beberapa unsur-unsur itu dapat pula menyumbang terhadap perubahan. Sementara Cohen melihat masalahnya inheren dalam teori, Turner dan Maryanski yakin bahwa masalahnya terletak pada praktisi yang tidak mau menganalisis masalah historis, bukan terletak pada teorinya sendiri.

Kritikan keras yang sering ditujukan terhadap fungsionalisme struktural adalah ketidakmampuan teori itu menjelaskan konflik secara efektif son, 1978; Cohen, 1968; Gouldner, 1970; Horowitz, 1962/1967; Mills, 9; Turner dan Maryanski, 1979). Kritik ini bermacam-macam bentuknya. Alvin Gouldner menyatakan bahwa Parsons sebagai tokoh utama fungsionalisme stuktural terlalu menekankan keharmonisan antarhubungan. Irving Louis Horowitz berpendapat, fungsionalis struktural cenderung melihat konflik sebagai itu yang bersifat merusak dan terjadi di luar kerangka kehidupan bermasyarakat. Sekali lagi, masalahnya adalah apakah ini merupakan sifat teori menyangkut cara praktisi teori itu dalam menginterpretasi dan menggunakanya (Cohen, 1968; Turner dan Maryanski, 1979).

Kritik menyeluruh yang menyatakan bahwa fungsionalisme struktural tak mampu menjelaskan sejarah, perubahan, dan konflik, menimbulkan berbagai pernyataan bahwa fungsionalisme struktural mengandung bias konservatif (misalnya, Cohen, 1968; Gouldner, 1970). Memang benar adanya kecenderungan konservatif dalam struktural fungsionalisme yang tak hanya ditandai oleh apa yang diabaikannya (perubahan, sejarah, konflik), tetapi juga ditandai oleh masalah apa yang menjadi sasaran perhatiannya. Di satu sisi, fungsionalis kultural cenderung memusatkan perhatian pada masalah kultural, norma, dan nilai (Cohen, 1968; Mills, 1959; Lockwood, 1956). Orang dipandang sebagai dipaksa oleh kekuatan kultural dan sosial. Seperti dikatakan Gouldner, “Manusia memanfaatkan sistem sosial sama besarnya dengan yang dimanfaatkan sistem sosial itu.” (1970:220).

Dalam menekankan pada faktor kultural, fungsionalis struktural cenderung keliru, mengira kekuasaan yang digunakan elite dalam masyarakat sebagai realitas sosial (Gouldner, 1970; Harre, 2002; Horowitz, 1962/1967; Mills, 1959). Sistem normatif diinterpretasikan sebagai cerminan masyarakat secara keseluruhan, padahal sebenarnya lebih baik dilihat sebagai sebuah sistem ideologi Tang disebarluaskan oleh, dan diciptakan untuk, anggota elite masyarakat.

Kecaman substantif ini menuju kepada dua arah mendasar. pertama, jelas bahwa fungsionalisme struktural mempunyai fokus perhatian agak sempit sehingga menghalanginya memusatkan perhatian pada sejumlah masalah dan aspek kehidupan sosial yang penting. kedua, pemusatan perhatiannya cenderung memberikan ciri sangat konservatif; dalam

Page 95: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

praktiknya, di masa lalu (dan dalam tingkatan tertentu sekarang masih dilakukan) fungsionalisme struktural digunakan untuk mendukung status quo dan elite dominan (Huaco, 1986).

Kritik Logika dan Metodologi. Salah satu kritik yang sering dikemukakan adalah bahwa fungsionalisme struktural pada dasarnya kabur, tak jelas dan bermakna ganda (lihat misalnya, Abrahamson, 1978; Mills, 1959). Sebagian dari ambiguitasnya dapat dilacak sampai pada tingkat analisis yang dipilih fungsionalis struktural yang lebih memilih sistem sosial abstrak ketimbang masyarakat nyata.

Kritik lainnya menyatakan, meski tak ada skema besar tunggal yang dapat digunakan untuk menganalisis seluruh masyarakat sepanjang sejarah (Mills, 1959), fungsionalis struktural telah termotivasi oleh keyakinan bahwa ada sebuah teori, atau setidaknya ada sekumpulan kategori konseptual, yang dapat digunakan untuk menganalisisnya. Banyak kritikan yang menganggap teori umum ini sebagai sebuah ilusi, dan meyakini bahwa hal terbaik yang dapat diharapkan dari teori sosiologi adalah teori”middle range” spesifik yang lebih historis (Merton, 1968).

Di antara kritik khusus terhadap metodologi tercermin pada masalah apakah ada satu metode yang memadai untuk mengkaji persoalan yang menjadi sasaran perhatian fungsionalis struktural itu. Percy Cohen (1968), misalnya, ingin tahu apakah alat yang dapat digunakan untuk mempelajari kontribusi satu bagian dari sebuah sistem terhadap sistem sebagai satu kesatuan. Kritik metodologis lainnya adalah bahwa fungsionalisme struktural membuat analisis konveratif menjadi sulit. Bila asumsinya adalah bahwa bagian dari sistem hanya masuk akal dalam konteks sistem sosial di mana bagian itu berada, bagaimana cara kita dapat membandingkannya dengan bagian yang serupa yang berada dalam konteks sistem yang lain? Cohen, misalnya, mengajukan pertanyaan: Bila keluarga Inggris hanya berarti dalam konteks masyarakat Inggris, bagaimana cara kita membandingkannya dengan keluarga Prancis?

Teleologi dan Tautologi. Menurut Percy Cohen (1968) dan Turner- Maryanski (1979), dua masalah logika terpenting yang dihadapi fungsionalisme struktural adalah teleologi dan tautologi yang melekat di dalam fungsionalisme struktural (Abrahamson, 1978; P. Cohen, 1968). Tetapi, Ritzer yakin bahwa Turner dan Maryanski (1979) benar ketika mereka menyatakan bahwa masalah yang dihadapi fungsionalisme struktural bukan masalah teleologi per se, melainkan teleologi yang tidak sah (illegitimate). Dalam konteks ini, teleologi didefinisikan sebagai pandangan yang melihat masyarakat (atau struktur sosial lainnya) mempunyai maksud atau tujuan. Untuk mencapai tujuannya masyarakat menciptakan atau menyebabkan diciptanya struktur sosial dan institusi sosial khusus.

Turner dan Maryanski tidak melihat pandangan ini selalu tidak sah; sebenarnya menyatakan teori sosial seharusnya memperhatikan hubungan teleologis masyarakat dan bagian komponennya.

Menurut Turner dan Maryanski, masalahnya adalah ekstensi teleologi sampai pada tingkat yang tak dapat diterima. Teleologi yang tak sah adalah teleologi yang secara tersirat menyatakan “bahwa tujuan menuntnn kegiatan manusia ketika hal semacam itu bukan pokok persoalannya” (Turner dan Maryanski, 1979:118). Misalnya, adalah tak betul untuk berasumsi bahwa karena masyarakat perlu prokreasi (melanjutkan keturunan) dan mensosialisasikannya akan tercipta lembaga keluarga. Berbagai struktur alternatif dapat memenuhi kebutuhan sosialisasi ini; masyarakat tak “perlu” menciptakan keluarga.

Page 96: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Fungsionalis struktural harus mendefinisikan dan mendokumentasikan berbagai cara di mana tujuan itu benar-benar mengakibatkan penciptaan substruktur spesifik. Akan bermanfaat pula jika mampu menunjukkan mengapa substruktur lain tak dapat memenuhi kebutuhan yang sama. Teleologi yang sah mampu merumuskan dan menunjukkan secara empiris dan secara teleologis hubunggan antara tujuan masyarakat dengan berbagai substruktur yang ada di masyarakat. Teleologis yang tak sah akan puas dengan pernyataan buta bahwa hubungan antara tujuan kemasyarakatan dan struktur khusus harus ada.

Kecaman utama lain mengenai logika fungsionalime struktural adalah bahwa logikanya bersifat tautologi. Argumen tautologi adalah argumen yang konklusinya semata-mata menegaskan apa-apa yang terkandung di dalam premis merupakan pernyataan ulang dari premis. Dalam fungsionalisme struktural, pemikiran yang tak berujung pangkal ini sering mengambil bentuk mendefinisikan keseluruhan dilihat dari sudut bagian-bagiannya dan kemudian mendefinisikan bagian-bagian dilihat dari sudut keseluruhan. Jadi, dinyatakan bahwa sosial ditentukan oleh hubungan antara bagian-bagian komponennya dan bagian-bagian komponennya ditentukan oleh tempatnya dalam sistem sosial lebih luas. Karena masing-masing ditentukan menurut yang lain, sebenarnya tak ada sosial atau bagian-bagiannya yang ditentukan sama sekali. Kita benar-benar tak mengetahui apa pun baik mengenai sistem atau mengenai bagian-bagianya.

struktur fungsional menurut robert k merton(sosiologi kontemporer)

BAB IPENDAHULUAN

Robert K.Merton adalah salah seorang tokoh sosiologi kontemporer yang hidup pada awal 20, dianggap sebagai pendukung model fungsionalisme stuktural yang paling moderat dewasa ini, analisis fungsional Merton sesungguhnya merupakan hasil perkembangan pengetahuannya yang menyeluruh menyangkutpara ahli teori-teori sosiologi klasik. Dia mencoba menyempurnakan berbagai konsep pemikiran “Durkheim” dan “Weber” dengan memusatkan perhatian pada struktur sosial, bahwa birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisasir secara rasional dan formal, meliputi pola kegiatan yang jelas dan berhubungan dengan tujuan organisai. Diskripsi Merton tidak terbatas pada struktur melainkan terus dikembangkan pada pembahasan tentang kepribadian sebagai produk organisasi stuktural .Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.

Page 97: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

BABIIPEMBAHASAN

Robert K.Merton sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas teori-teori fungsionalisme, adalah seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagai perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis, ia juga mengakui bahwa fungsionalisme struktural mungkin tidak akan mampu mengatasi seluruh masalah sosial.

A. Struktural Sosial Dalam Fungsionalisme Robert K. Merton.Model analisis fungsional Merton merupakan hasil perkembangan pengetahuannya yang menyeluruh tentang ahli-ahli teori klasik.Kemudian Merton mengamati beberapa hal dalam organisasi birokrasi moderennya yaitu :1. Birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisir secara rasional dan formal.2. Ia meliputi suatu pola kegiatan yang memiliki batas-batas yang jelas.3. Kegiatan-kegiatan tersebut secara ideal berhubungan dengan tujuan-tujuan organisasi.4. Jabatan-jabatan dalam organisasi diintegrasikan kedalam keseluruhan struktur birokrasi.5. Status-status dalam birokrasi tersusun kedalam susunan yang bersifat hirarkis.6. Berbagai kewajiban serta hak-hak d dalam birokrasi dibatasi oleh aturan-aturan yang terbatas serta terperinci.7. Otoritas pada jabatan, bukan pada orang.8. Hubungan-hubungan antara orang-orang diabtasi secara formal.Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang stuktrul, akan tetapi terus membahas kepribadian sebagai produk organisasi struktural tersebut. Struktur birokratis memberi tekanan terhadap individu sehingga mereka menjadi “disiplin, bijaksana, metodis”. Tetapi tekanan ini kadang-kadang menjurus pada kepatuhan mengikuti peraturan secara membabi buta tanpa mempertimbangkan tujuan dan fungsi-fungsi untuk apa aturan-aturan itu pada mulanya dibuat. Walaupun aturan-aturan tersebut dapat berfungsi bagi efisensi organisasi, tetapi aturan-aturan yang demikian dapat juga memberikan fungsi negatif dengan menimbulkan kepatuhan yang berlebih-lebihan. Hal ini bisa menjurus pada konflik atau ketegangan antara birokrat dan orang-orang yang harus mereka layani.Ambilah contoh mahasiswa yang mencoba meminjam buku cadangan yang hanya bisa dibaca di perpustakaan, pada saat perpustakaan tersebut akan tutup dan berjanji mengembalikan pada hari berikutnya pada saat perpustakaan sudah dibuka kembali. Pegawai perpustakaan, yang menolak permintaan itu, harus tunduk pada peraturan bahwa buku tersebur tidak diedarkab diluar perpustakaan. Sang mahasiswa menjadi bingung, sebab dia tahu benar bahwa tak seorangpun yang akan membaca buku itu setelah perpustakaan tutup. Akan tetapi peraturan tetap peraturan, dan pegawai menganggap bahwa mereka harus mematuhinya.Struktur birokratis dapat melahirkan tipe kepribadian yang lebih mematuhi peraturan-peraturan tertulis daripada semangat untuk apa peraturan itu diterapkan. Metron mengusulkan suatu penelitian empiris mengenai dampak birokrasi terhadap kepribadian yang akan menunjukkan saling ketergantungan.

Page 98: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

B. Paradigma Analisa Fungsional MertonMerton memulai analisa fungsionalnya dengan menunjukkan perbendaharaan yang tidak tepat serta beberapa asumsi atau postulat kabur yang terkandung dalam teori fungsionalisme. Merton mengeluh terhadap kenyataan bahwa “sebuah istilah terlalu sering digunakan untuk melambangkan konsep-konsep yang berbeda-beda, seperti halnya dengan konsep yang sama digunakan sebagai simbol dari istilah-istilah yang berbeda” (Merton 1976: 74). Konsep-konsep sosilogi seharusnya memiliki batasn yang jelas bilamana mereka harus berfungsi sebagai bangunan dasar dari proposisi-proposisi yang dapat diuji. Lebih dari pada itu, proposisi-proposisi harus dinyatakan dengan jelas tanpa berwayuh arti. Model Merton mencoba membuat batasan beberapa konsep analitis dasar bagi analisa fungsional dan menjelaskan bebepara ketidakpastian arti yang di dalam postulat-postulat kaum fungsional.Merton mengutip tiga postulat yang dapat di dalam analisa fungsional yang kemudian disempurnakannya satu demi satu yaitu sebagai berikut :1. Adalah kesatuan fungsional masyarakat yang adapt dibatasi sebagai “suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerjasama dalam suatu tingkat keselarasan atau kosistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat dibatasi atau diatur”. Merton menegaskan bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari suatu masyarakat adalah “bertentangan dengan fakta”. Sebagai contoh dia mengutip beberapa kebiasaan masyarakat yang dapat bersifat fungsional bagi suatu kelompok (menunjang integrasi dan kohesi suatu kelompok) akan tetapi disfungsional (mempercepat kehancuran) bagi kelompok lain.Paradigma Merton menegaskan bahwa disfungsi (elemen disintegratif) tidak boleh diabaikan hanya karena orang begitu terpesona oleh fungsi-fungsi positif (elemen integratif). Ia juga menegaskan apa yang fungsionla bagi suatu kelompok dapat tidak fungsionla begi keseluruhan, oleh karena itu batas-batas kelompok yang dianalisa harus terperinci.2. Yaitu fungsionalisme universal, berkaitan dengan postulat pertama. Fungsionalisme universal menganggap bahwa “seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif” (Merton 1967: 84). Sebagaimana sudah kita ketahui, Merton memperkenalkan konsep difungsi maupun fungsi positif. Beberapa perilaku sosial jelas bersifat disfungsional. Merton menganjurkan agar elemen-elemen kultural seharusnya dipertimbangkan menurut kriteria keseimbangan konsekuensi-konsekuensi fungsional (bet balance of functional consequences), yang menimbang fungsi positif terhadap fungsi negatif. Sehubungan dengan kasus agama di Irlandia Utara tadi seorang fungsionalis harus mencoba mengkaji fungsi positif maupun negatifnya, dan kemudian menetapkan apakah keseimbangan diantara keduanya lebih menunjuk pada fungsi negatif atau positif.3. Yang melengkapi trio postulat fungsionalisme, adalah postulat indispensability. Ia menyatakan bahwa “dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, obyek materil, dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang ahrus dijalankan, dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan. Menurut Merton postulat ini masih kabur. Belum jelas apakah fungsi (suatu kebutuhan sosial, seperti reproduksi anggota-anggota baru) atau item (sebuah norma, seperti keluarga batih), merupakan suatu keharusan.Merton menulis, pendek kata postulat indispensability sebagaimana yang sering dinyatakan mengandung dua pernyataan yang berkaitan, tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Pertama, bahwa ada beberapa fungsi tertentu yang bersifat mutlak dalam penegrtian, bahwa kecuali apabila mereka dijalankan, maka masyarakat (atau kelompok maupun individu) tidak akan ada.

C. Kritik Terhadap Fungsionalisme

Page 99: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Merton pertama kali mengembangkan paradigmanya pada tahun 1948 untuk merangsang peneliti untuk menggunakan teori fungsionalisme struktural. Apa yang ia tawarkan segera menjadi model bagi perkembangan teori-teori yang secara ideal menyatu dengan penelitian sosiologis fungsionalisme struktural ini, kadangkala secara tidak adil, mendapat serangan dari berbagai penjuru, termasuk dari para ahli teori konflik dan psikologi sosial. Kita akan memperhatikan beberapa asumsi umum yang ternyata melekat dalam fungsionalisme dan kritik-kritik yang ditimbulkan oleh asumsi-asumsi itu. Kemudian kita akan menghubungkan asumsi tersebut dengan fungsionalisme-Merton.Seperti halnya dengan semua teori, fungsionalisme struktural juga bertumpu pada sejumlah asumsi tertentu tentang hakikat manusia dan masyarakat. Asumsi-asumsi tersebut cenderung bersifat konservatif lebih terpusat pada struktur sosial yang ada daripada perubahan sosial. Masyarakat dianggap terdiri dari bagian-bagian yang secar teratur salng berkaitan. Walaupun skema pardigma Merton merupakan penyempurnaan dari fungsionalisme yang lebih awal, tetapi dia masih tetap saja menekankan kesatuan, stabilitas dan harmoni sistem sosial.Fungsionalisme struktural tidak hanya berlandaskan pada asumsi-asumsi tertentu tentang keteraturan masyarakat, tetapi juga memantulkan asumsi-asumsi tertentu tentang hakikat manusia. Di dalam fungsionalisme, manusia diperlakukan sebagai abstraksi yang menduduki status dan peranan yang membentuk lembaga-lembaga atau struktur-struktur sosial. Di dalam perwujudannya yang ekstrim, fungsionalisme struktural secara implisit memeprlakukan manusia sebagai pelaku yang memainkan ketentuan-ketentuan yang telah dirancang sebelumnya, sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan masyarakat.Sebagaimana halnya dengan kebanyakan ahli teori naturalistis, Merton menganggap bahwa orang dibentuk oleh struktur sosial dimana mereka hidup. Kita telah mencoba mempertegas arti pentingnya keterikatan Merton pada analisa struktur sosial. Tetapi gambaran Merton tentang manusia itu bukanlah merupakan suatu determinisme yang kaku. Sebagaimana dinyatakan oleh Stinchombe “prose ini yang dianggap Merton sebagai masalah sentral di dalam struktural sosial ialah pilihan diantara alternatif-alternatif yang terstruktur secara sosial”. Dengan kata lain ada pola-pola perilaku yang merupakan bagian dari aturan institusional (yang dengan demikian memungkinkan sosiologi untuk berkembang sebagai ilmu).Konsepsi Meton tentang masyarakat berbeda dari konsepsi Emile Durkheim sebagai sesepuh analisa fungsionalisme struktural. Struktur-struktur sosial terintegrasi dan norma-norma yang ada mengendalikan para anggota mereka. Mereka benar-benar ada dan merupakan sasaran pengkajian ilmu sosiologi. Hal ini dapat dilihat dalam prioritas yang diberikan Meton pada analisa struktural di dalam sosiologi. Akan tetapi struktur sosial Merton tidaklah memiliki sifat statis sebagaimana yang disesalkan oleh banyak pengeritik fungsionalisme struktural. Persyaratan analisa struktural Merton mencakup pengakuan : (1) bahwa oleh karena proses diferensisasi, struktur sosial dapat menimbulkan konflik sosial, (2) bahwa ambivalensi sosiologi berkembang dalam struktur normatif dalam bentuk ketidaksesuaian harapan-harapan yang terpola, dan (3) bahwa struktur sosial menimbulkan perubahan di dalam struktur-struktur dan perubahan struktur itu sendiri. Walaupun struktur sosial Merton memiliki realitasnya sendiri-suatu realitas yang mempengaruhi mereka yang memiliki peranan dan status-ia tidaklah merupakan suatu realitas statis.Merton mengakui bahwa analisa fungsionalisme struktural yang dikemukakannya hanya merupakan salah satu pendekatan dalam ilmu sosiologi, yang harus diakui sebagai pendekatan yang terbaik. Ia mengakui bahwa pendekatan yang idea adalah sebuah teori tunggal yang menyeluruh, akan tetapi dia merasakan adanya masalah “apabila apa yang idea itu dianggap sebagai hal yang ada sekarang ini”. Walaupun Merton pada umumnya terikat pada teori sosiologi naturalistis dan khususnya pada analisa fungsionalisme struktural, akan tetapi dia selalu berhati-hati untuk tidak berada did alam ketertutupan yang dangkal dengan

Page 100: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

menerimanya sebagai suati paradigma teoritis tunggal. Sebagaimana ia nyatakan :Seandainya saya adalah seorang dokter yang dipanggil bukan hanya untuk membuat diagnosa akan tetapi juag terapi, maka pendapat saya adalah sebagai berikut : bahwa krisis sosiologis yang kronis tersebut, dengan segala keragaman, perasingan dan pertentangan antar doktrin yang ada di dalamnya, tampaknya menuntut suatu terapi yang kadang-kadang diusulkan untuk mengobati krisis yang bersifat akut, yakni suatu resep tunggal berupa wawasan teoritis yang menawarkan kebenaran sosiologis yang penuh dan eksklusif.

BAB IIIKESIMPULAN

Merton telah menghabiskan karir sosiologinya dalam mempersiapkan dasar struktur fungsional untuk karya-karya sosiologis yang lebih awal dan dalam mengajukan model atau paradigma bagi analisa struktural. Dia menolak postulat-postulat fungsionalisme yang masih emntah, yang menyebabkan paham “kesatuan masyarakat yang fungsional”, “fungsionalisme universal”, dan “indespensability”. Merton mengetengahkan konsep disfungsi, alternatif fungsional dan konsekuensi keseimbangan fungsional, serta fungsi manifes dan laten, yang dirangkainya kedalam suatu paradigma fungsionalis. Walaupun kedudukan model ini berada diatas postulat-postulat fungsionalisme yang elbih awal, tetapi kelemahannya masih tetap ada. Masyarakat dilihat sebagai keseluruhan yang lebih besar dan berbeda dengan bagian-bagiannya. Individu dilihat dalam kedudukan abstrak, sebagai pemilik status dan peranan yang merupakan struktur. Konsep abstrak ini memeprbesar tuduhan bahwa paradigma tersebut mustahil untuk diuji.Beberapa teori Merton yang terungkap dari tiga postulat menjelaskan tentang kesatuan fungsional masyarakat yang dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerjasama dalam suatu tingkat keselarasan atau konsistensi internal yang

Page 101: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

memadai. Fungsionalisme universal menyatakan bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif, meskipun beberapa perilaku sosial cenderung bersifat disfungsional. Analisis terakhir dalam postulat indispensability menegaskan bahwa dalam setiap peradaban, setiap kebiasaan, ide, obyek material dan ekpercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan, karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan sistem secara keseluruhan. Merton sendiri mengkritisi postulatnya dengan pernyataan bahwa kita tidak mungkin mengharapkan terajdinya integrasi masyarakat secara sempurna.

4). Teori rallf dahrendroft

Teori konflikDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari 

Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. [1].

Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.[rujukan?]

Daftar isi

1     Asumsi dasar    2     Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser    

o 2.1      Sejarah Awal   o 2.2      Inti Pemikiran   

3     Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf    o 3.1      Sejarah Awal   o 3.2      Inti Pemikiran   

4     Referensi   

Asumsi dasar

Sejarah Awal[sunting] Bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan pengabaian konflik dalam pembentukan teori sosiologi.segera setelah penampilan karya Coser [5], seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf menyadur teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa inggris yang sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah difahami oleh sosiolog Amerika yang tidak faham bahasa Jerman saat kunjungan singkatnya ke Amerika

Page 102: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Serikat (1957- 1958). [8] Dahrendorf tidak menggunakan teori Simmel melainkan membangun teorinya dengan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta memodifikasi teori sosiologi Karl Marx. [8] Seperti halnya Coser, Ralf Dahrendorf mula- mula melihat teori konflik sebagai teori parsial, mengenggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisis fenomena sosial. [8] Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. [8] eori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional.[rujukan?] Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx.[rujukan?] Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional.[2]

Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya.[rujukan?] Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar.[rujukan?] Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.[3]

Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan. Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kepentingan.

Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.

Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A. Coser dan Ralf Dahrendorf.

Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser

Page 103: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Sejarah Awal

Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda oleh karena itu dapat oleh berdasarkanbeberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut.

Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisis konflik sosial, mereka melihatnya konflik sebagai penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Coser mengembangkan perspektif konflik karya ahli sosiologi Jerman George Simmel.

Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial adalah premature (sesuatu yang sia- sia.[4] Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep sosiologi di mana isi dunia empiris dapat ditempatkan.[4] Penjelasan tentang teori knflik Simmel sebagai berikut:

Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisis.[4]

Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat.[4]

Inti Pemikiran

Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. [5]. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya. [5]

Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktik- praktik ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). [5]Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel. [5]

Page 104: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. [5]Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. [5] Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur. [5]

Contoh: Badan Perwakilan Mahasiswa atau panitia kesejahteraan Dosen. Lembaga tersebut membuat kegerahan yang berasal dari situasi konflik tersalur tanpa menghancurkan sistem tersebut.

Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan. [5]

2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka. [5]

Menurut Coser terdapat suatu kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa sikap permusuhan atau agresi. [5]

Contoh: Dua pengacara yang selama masih menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka untuk saling berhadapan di meja hijau. Masing- masing secara agresif dan teliti melindungi kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu.

Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. [6]. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. [6] Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut.

Contoh: Seperti konflik antara suami dan istri, serta konflik sepasang kekasih.

Page 105: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Coser [7]. Mengutip hasil pengamatan Simmel yang meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok. [4] Dia menjelaskan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. [7]Bila konflik dalam kelompok tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat. Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. [7] Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. [7] Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. [7] Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan. [7]

Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf

Sejarah Awal

Bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan pengabaian konflik dalam pembentukan teori sosiologi.segera setelah penampilan karya Coser [5], seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf menyadur teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa inggris yang sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah difahami oleh sosiolog Amerika yang tidak faham bahasa Jerman saat kunjungan singkatnya ke Amerika Serikat (1957- 1958). [8] Dahrendorf tidak menggunakan teori Simmel melainkan membangun teorinya dengan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta memodifikasi teori sosiologi Karl Marx. [8] Seperti halnya Coser, Ralf Dahrendorf mula- mula melihat teori konflik sebagai teori parsial, mengenggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisis fenomena sosial. [8] Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. [8]

Inti Pemikiran

Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. [8] Karl Marx berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam satu individu- individu yang sama. [8]

Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana- sarana juga bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas. Bentuk penolakan tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang terjadi di masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas. [8] Diantaranya:

Dekomposisi modal

Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi- korporasi dengan saham yang dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorangpun memiliki kontrol penuh merupakan contoh dari dekomposisi modal. Dekomposisi tenaga. [8]

Dekomposisi Tenaga kerja

Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa orang mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya, seperti halnya seseorang atau beberapa orang yang mempunyai perusahaan tapi tidak mengendalikanya. Karena zaman ini adalah zaman

Page 106: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

keahlian dan spesialisasi, manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai- pegawai untuk memimpin perusahaanya agar berkembang dengan baik. [8]

Timbulnya kelas menengah baru

Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan yang jelas, di mana para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh biasa berada di bawah. [8]

Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. [9] Kemudian dimodifikasi oleh berdasarkan perkembangan yang terjadi akhir- akhir ini. Dahrendorf mengatakan bahwa ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurut Dahrendorf hubungan- hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur bagi kelahiran kelas. [9]

Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi secara drastis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. [9] Dalam analisisnya Dahrendorf menganggap bahwa secara empiris, pertentangan kelompok mungkin paling mudah di analisis bila dilihat sebagai pertentangan mengenai ligitimasi hubungan- hubungan kekuasaan. [6] Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai- nilai yang merupakan ideologi keabsahan kekuasannya, sementara kepentingan- kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan- hubungan sosial yang terkandung di dalamnya. [6]

Contoh: Kasus kelompok minoritas yang pada tahun 1960-an kesadarannya telah memuncak, antara lain termasuk kelompok- kelompok kulit hitam, wanita, suku Indian dan Chicanos. Kelompok wanita sebelum tahun 1960-an merupakan kelompok semu yang ditolak oleh kekuasan di sebagian besar struktur sosial di mana mereka berpartisipasi. Pada pertengahan tahun 1960-an muncul kesadaran kaum wanita untuk menyamakan derajatnya dengan kaum laki- laki.

Referensi

1. ̂  Bernard Raho,Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007. hlm. 542. ̂  Fred. Schwarz, 1960. You Can Trust the Communists. New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 

Englewood Cliffs.page. 713. ̂  Tom Bottomore, dkk. 1979. Karl Marx: Selected Writings in Sociology and Social Philosphy. 

Victoria: Penguin Books. page. 344. ^ a b c d e Lewis Coser (ed), 1965. George Simmel. Eaglewood Cliffts, N.J.: Prentice-Hall. page. 

56-655. ^ a b c d e f g h i j k Lewis Coser , 1956. The Function of Social Conflict. New York: Free Press. 

page. 151-2106. ^ a b c d Margaret. M. Poloma, 1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo 

Persada. hlm. 113-1207. ^ a b c d e f Lewis Coser, 1967. Continuities in the Study of Social Conflict. New York: Free Press. 

page. 32-70

Page 107: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

8. ^ a b c d e f g h i j Ralf Dahrendorf, 1959.Class and Class Conflict in Industrial Society, Calif.: Stanford University Press. page. 142-189

9. ^ a b c Ralf Dahrendorf, 1968.Essays in the Theory of Society, Stanford, Calif.: Stanford University Press. page. 56-89

Teori konflik Ralf Dahrendorf muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan fenomena konflik dalam masyarakat. Teori Konflik adalah suatu perspektif yang memandang masyarakat sebagai sistem sosial yang terdiri atas kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda dimana ada suatu usaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingan lainnya atau memproleh kepentingan sebesar-besarnya. Ralf Dahrendorf lahir pada tanggal 01 Mei 1929 di Hamburg, Jerman. Ayahnya Gustav Dahrendorf dan ibunya bernama Lina. Tahun 1947-1952, ia belajar filsafat, psikologi dan sosiologi di Universitas Hamburg, dan tahun 1952 meraih gelar doktor Filsafat. Tahun 1953-1954, Ralf melakukan penelitian di London School of Economic, lalu tahun 1956, ia memperoleh gelar Phd di Universitas London. Tahun 1957-1960 menjadi Professor ilmu sosiologi di Hamburg, tahun 1960-1964 menjadi Professor ilmu sosiologi di Tubingen, selanjutnya tahun 1966-1969 menjadi Professor ilmu sosiologi di Konstanz. Menjadi ketua Deutsche Gesellschaft fur Soziologie (1967-1970), dan menjadi anggota Parlemen Jerman di Partai Demokrasi. Tahun 1970, ia menjadi anggota komisi di European Commission di Brussels, dan tahun 1974-1984, menjadi direktur London School of Economics di London.

Kemudian tahun 1984-1986, Ralf menjadi Professor ilmu-ilmu sosial di Universitas Konstanz. Dan tahun 1986-1997 menetap di Inggris dan menjadi warga negara Inggris (1988). Pada tahun 1993, Dahrendorf dianugerahi penghargaan gelar sebagai Baron Dahrendorf oleh Ratu Elizabeth II di Wesminister, London, dan di tahun 2007 ia menerima penghargaan dari Princes of Asturias Award untuk ilmu-ilmu sosial.  Class and Class Conflict in Industrial Karya-karya Ralf Dahrendorf   The Modern Social Conflict Society (Stanford University Press, 1959)  University of California Press: Barkeley dan Los Angeles, 1988)  Reflection on The Revolution in Europe (Random House, New York, 1990).

Teori Konflik Ralf Dahrendorf

Teori konflik sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme struktural dan akibat berbagai kritik, yang berasal dari sumber lain seperti teori Marxian dan pemikiran konflik sosial dari Simmel. Salah satu kontribusi utama teori konflik adalah meletakan landasan untuk teori-teori yang lebih memanfaatkan pemikiran Marx. Masalah mendasar dalam teori konflik adalah teori itu tidak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar struktural-fungsionalnya. Teori konflik Ralf Dahrendorf menarik perhatian para ahli sosiologi Amerika Serikat sejak diterbitkannya buku “Class and Class Conflict in Industrial Society”, pada tahun 1959.

Asumsi Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang memiliki kekuasaan, sehingga ia menekankan tentang peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.

Bagi Dahrendorf, masyarakat memiliki dua wajah, yakni konflik dan konsesus yang dikenal dengan teori konflik dialektika. Dengan demikian diusulkan agar teori sosiologi dibagi

Page 108: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

menjadi dua bagian yakni teori konflik dan teori konsesus. Teori konflik harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat sedangkan teori konsesus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat. Bagi Ralf, masyarakat tidak akan ada tanpa konsesus dan konflik. Masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain.

Fakta kehidupan sosial ini yang mengarahkan Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa perbedaan distribusi ‘otoritas” selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis. Hubungan Otoritas dan Konflik Sosial Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa posisi yang ada dalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang berbeda-beda. Otoritas tidak terletak dalam diri individu, tetapi dalam posisi, sehingga tidak bersifat statis. Jadi, seseorang bisa saja berkuasa atau memiliki otoritas dalam lingkungan tertentu dan tidak mempunyai kuasa atau otoritas tertentu pada lingkungan lainnya. Sehingga seseorang yang berada dalam posisi subordinat dalam kelompok tertentu, mungkin saja menempati posisi superordinat pada kelompok yang lain.

Kekuasaan atau otoritas mengandung dua unsur yaitu penguasa (orang yang berkuasa) dan orang yang dikuasai atau dengan kata lain atasan dan bawahan. Kelompok dibedakan atas tiga tipe antara lain : 1. Kelompok Semu (quasi group) 2. Kelompok Kepentingan (manifes) 3. Kelompok Konflik Kelompok semu adalah sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi belum menyadari keberadaannya, dan kelompok ini juga termasuk dalam tipe kelompok kedua, yakni kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan kelompok ketiga yakni kelompok konflik sosial. Sehingga dalam kelompok akan terdapat dalam dua perkumpulan yakni kelompok yang berkuasa (atasan) dan kelompok yang dibawahi (bawahan). Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan berbeda. Bahkan, menurut Ralf, mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama.

Mereka yang berada pada kelompok atas (penguasa) ingin tetap mempertahankan status quo sedangkan mereka berada di bawah (yang dikuasai atau bawahan ingin supaya ada perubahan. Dahrendorf mengakui pentingnya konflik mengacu dari pemikiran Lewis Coser dimana hubungan konflik dan perubahan ialah konflik berfungsi untuk menciptakan perubahan dan perkembangan. Jika konflik itu intensif, maka perubahan akan bersifat radikal, sebaliknya jika konflik berupa kekerasan, maka akan terjadi perubahan struktural secara tiba-tiba. Menurut Dahrendorf,  Adanya status sosial didalam masyarakat (sumber konflik yaitu: Adanya benturan kaya-miskin, pejabat-pegawai rendah, majikan-buruh) kepentingan (buruh dan majikan, antar kelompok,antar partai dan antar  Adanya dominasi Adanya ketidakadilan atau diskriminasi. agama).  kekuasaan (penguasa dan dikuasai).

Dahrendorf menawarkan suatu variabel penting yang mempengaruhi derajat kekerasan dalam konflik kelas/kelompok ialah tingkat dimana konflik itu diterima secara eksplisit dan diatur. Salah satu fungsi konflik atau konsekuensi konflik utama adalah menimbulkan perubahan struktural sosial khususnya yang berkaitan dengan struktur otoritas, maka Dahrendorf membedakan tiga tipe perubahan  Perubahan keseluruhan personel didalam posisi struktural yakni: Perubahan sebagian personel dalam posisi dominasi.

Penggabungan kepentingan-kepentingan kelas subordinat dalam kebijaksanaan kelas yang berkuasa. Perubahan sistem sosial ini menyebabkan juga perubahan-perubahan lain didalam masyarakat antara lain  Munculnya kelas, Dekomposisi tenaga kerja, Dekomposisi modal: menengah baru Analisis Dahrendorf berbeda dengan teori Marx, yang membagi masyarakat

Page 109: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

dalam kelas borjuis dan proletar sedangkan bagi Dahrendorf, terdiri atas kaum pemilik modal, kaum eksklusif dan tenaga kerja. Hal ini membuat perbedaan terhadap bentuk-bentuk konflik, dimana Dahrendorf menganggap bahwa bentuk konflik terjadi karena adanya kelompok yang berkuasa atau dominasi (domination) dan yang dikuasai (submission), maka jelas ada dua sistem kelas sosial yaitu mereka yang berperan serta dalam struktur kekuasaan melalui penguasaan dan mereka yang tidak berpartisipasi melalui penundukan.

Sedangkan Marx berasumsi bahwa satu-satunya konflik adalah konflik kelas yang terjadi karena adanya pertentangan antara kaum pemilik sarana produksi dengan kaum buruh. Dahrendorf memandang manusia sebagai makhluk abstrak dan artifisial yang dikenal dengan sebutan “homo sociologious” dengan itu memiliki dua gambaran tentang manusia yakni citra moral dan citra ilmiah. Citra moral adalah gambaran manusia sebagai makhluk yang unik, integral, dan bebas. Citra ilmiah ialah gambaran manusia sebagai makhluk dengan sekumpulan peranan yang beragam yang sudah ditentukan sebelumnya. Asumsi Dahrendorf, manusia adalah gambaran citra ilmiah sebab sosiologi tidak menjelaskan citra moral, maka manusia berperilaku sesuai peranannya maka peranan yang ditentukan oleh posisi sosial seseorang di dalam masyarakat, hal inilah masyarakat yang menolong membentuk manusia, tetapi pada tingkat tertentu manusia membentuk masyarakat. Sebagai homo sosiologis, manusia diberikan kebebasan untuk menentukan perilaku yang sesuai dengan peran dan posisi sosialnya tetapi di sisi lain dibatasi juga oleh peran dan posisi sosialnya di dalam kehidupan bermasyarakat.

Jadi ada perilaku yang ditentukan dan perilaku yang otonom, maka keduanya harus seimbang. Salah satu karya besar Dahrendorf “Class and class Conflict in Industrial Society” dapat dipahami pemikiran Dahrendorf dimana asumsinya bahwa teori fungsionalisme struktural tradisional mengalami kegagalan karena teori ini tidak mampu untuk memahami masalah perubahan sosial, terutama menganilisis masalah konflik.

Dahrendorf mengemukakan teorinya dengan melakukan kritik dan modifikasi atas pemikiran Karl Marx, yang berasumsi bahwa kapitalisme, pemilikandan kontrol atas sarana-sarana produksi berada di tangan individu-individu yang sama, yang sering disebut kaum borjuis dan kaum proletariat.

Teori konflik dipahami melalui suatu pemahaman bahwa masyarakat memiliki dua wajah karena setiap masyarakat kapan saja tunduk pada perubahan, sehingga asumsinya bahwa perubahan sosial ada dimana-mana, selanjutnya masyarakat juga bisa memperlihatkan perpecahan dan konflik pada saat tertentu dan juga memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan, karena masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.

Sumber:

Ritzer, George & Goodman, Douglas J, Teori Sosiologi Modern, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 1997.

Johnson, Doyle P diterj. Robert M.Z.Lawang, Teori Sosiolodi Klasik Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1990.

Beilharz, Peter, Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis Terhadap Para Filsof Terkemuka, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2003.

Page 110: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

TEORI KONFLIK RALF DAHRENDORF

Oleh: Fauzi HabibullahPendahuluanBeberapa tahun yang lalu, fungsionalisme structural adalah teori dominan dalam sosiologi. Teori konflik adalah teori yang sangat menetang, dan yang paling utama, menjadi alternatif menggantinya terhadap posisi dominan itu. Perubahan dramatis baru terjadi di tahun-tahun terakhir. Teori konflik ini sangatlah menjadi relevan di saat ia mengkritik bahwasanya suatu masyarakat jika selalu terjalani terhadap fungsi yang ada maka kemudian perubahan, perkembangan cendrung lebih lambat. Karena salah satu tokoh Ralf Dahrendorf bahwasanya masyarakat itu tidak selalu seimbang akan tetapi akan mengalami perubahan pada masyarakat itu sendiri.Teori konflik ini berasal dari berbagai sumber yang lain seperti teori Marxian dan pemikiran konflik social dari Simmel. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik menyediakan alternatif terhadap fungsionalisme structural. Namun kemudian konflik ini tidak bisa menggantikan .masalah mendasar dalam teori konflik adalah teori ini tidak akan pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar structural funsionalisme. Teori ini bisa dibilang merupakan sejenis funsionalisme structural yang angkuh ketimbang teori yang benar-benar berpandangan kritis terhadap masyarakatnya.Teori konflik bertujuan mengatasi watak yang secara dominan bersifat arbitrer.dari sebuah peristiwa yang tidak dapat dijelaskan, dengan menurunkan peristiwa-peristiwa itu dari elemen struktur social.dengan lain kata , menjelaskan proses-proses tertentu dengan bersifat ramalan. Konflik antara buruh dan majikan miming memerlukan penjelasan.tetapi yang lebih penting adalah menunjukkan bukti bahwa konflik yang demikian didasari oleh susunan structural tertentu,yang oleh karenanya dimanapuncendrung melahirkan susunan struktur yang telah ada. Mungkin saja dengan dibuatnya makalah tentang teori konflik ala Ralf Dahrendorf. Mampu memberi kontribusi bagi mahasiswa pada umumnya dan bagi kelompok kami khususnya. Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Namun kami optimis yang kami sajikan ini adalah merupakan gambaran besar tentang teori konflik ala Ralf Dehrehdorf. Untuk lebih jelasnya maka mari kita lihat pada pembahasan yang selalnjutnya.karya Ralf Dahrendorf dan GagasannyaRafl Dahrendorf adalah salah seorang dari beberapa sosiolog Eropa yang hingga saat ini masih hidup dan dikenal meluas dan dihormati baik di Eropa maupun di Amerika Serikat. Ia dikirim ke kamp konsentrasi, dan ia memperdalam lagi dibidang politik. Beliau adalah anggota demokrasi bebas dari “ Beden-Wiitemburg Landtag” ( Perlemen Regional ). Di tahun 1984 ia menjadi Profesor sosiologi pada Universitas Contance. Karya Ralf Dahrendorf dalam hal teori konflik menapilkan dua hal yang pokok. Pertama apa yang ia lukiskan sendiri sebagai” teori teori tentang masyarakat (“theories of society), yakni dengan meletakkan prinsip-prinsip umum pada penjelasan social. Dalam hal ini Dahrendorf menekankan pentingnya kekuasaaan dan akibat konflik yang sampai kapan pun tidak dapat dihindari. Seperti halnya Marx, perhatian yang kedua terhadap diterminan “konflik aktif”.1Seperti fungsionalis, ahli teori konflik berorientasi terhadap studi struktur dan institusi social. Sebenarnya sangat sedikit teori ini yang berlawana dengan secara lansung dengan pendirian funsionalis. Antitesis yang ditunjukkan oleh karya tokoh Dahrendorf ini ( 1958, 1959). Pendiri teori konflik dan teori fundionalisme. Dalam karyanya di sejajarkan. Menurt para fungsionalis, masyarakat adalah. Statis atau masyarakat berada dalam keadaan berubah secara seimbang. Akan tetapi menurut Dahrendorf, dan teori konflik yang lain, setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan. Funsionalis cendrung melihat masyarakat secara informal ialah diikat oleh norma, nilai dan

Page 111: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

moral. Sedangkan dalam pandangan teoritisi konflik apa pun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada diatas.Dahrendorf ( 1959, 1968) adalah seorang tokoh utama yang berpendirian bahwa masyarakat itu memiliki dua wajah yaitu konflik dan consensus.di mana hal keduanya ini terkenal saling berlawanan saling mengkritisi tentunya ada kelemahan, kelebihan masing-masing. Keduanya ini dituntut untuk saling menguji diri. Adapun teori konflik harus menguji yang naman konflik kepentingan dan penggunan kekerasan yang mengikat masyarakt bersama dihadapan tekanan itu. Teori consensus harus menguji nilai integrasi yang kemudian terbangun dalam masyarakat.2Meski ada hubungan timbal balik antara konsensus dan konflik , Dahrendorf tetap optimis mengenai pengembangan teori sosiologi tunggal yang mencakup kedua prose situ. Dia menyatakan, “ Mustahil menyatukan teori untuk menerangkan masalah yang telah membingungkan pemikir sejak awal perkembangan filsafat barat” ( 1959:164.) untuk itu maka kemudian guna menghindari dari teori tunggal itu Dahrendorf membangun teori konflik masyarakat.Menurut toritisi konflik bahwasanya masyrakat disatukan oleh” ketidakbebasan yang dipaksakan”. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Otoritas . Dahrendorf memusatkan perhatiaanya pada struktur social yang lebih luas. Inti tesisnya adalah gagasan bahwa berbagai posisi dalam suatu masyarakat mempunyai kualitas otoritas yang berbeda. Menurut Dahrendorf, tugas pertama analisi konflik adalah mengidentifikasi berbagai peran otoritas didalam masyarakat.karena memusatkan perhatian kepada struktur bersekala luas seperti peran otoritas. Dahrendorf ditentang oleh para peneliti yang memusarkan perhatiannya tingkat individual. Dahrendorf, menyatakan bahwa masyarakat tersusun dari sejumlah unit yang ia sebut asosiasi yang dikoordinasikan secara inperatif. Masyarakat terlihat sebagai asosiasi individu yang dikontrol oleh hierarki posisi otoritas. Otoritas dalam setiap asosiasi bersifat dikotomi, karena itu hanya ada dua, kelompok konflik yang dapat terbentuk didalam setiap asosiasi. Kelompok yang memegang posisi otoritas dan kelompok subordinat yang memiliki kepentingan tertentu3Ada sebuah konsep kunci lain dalam teori konflik Dahrendorf , yakni kepentingan. Kelompok yang berada diatas dan yang berada sibawah. Didifinisikan berdasarkan kepentingan bersama. Untuk tujuan analisis sosiologis tentang kelompok konflik konflik kelompok, perlu menganut orientasi structural dari tindakan pemegang posisi tertentu. Dengan analogi terhadap orientasi kesadaran ( Subjektif) tampaknya dapat dibenarkan untuk mendiskripsikan ini sebagai kepentingan , asumsi kepentingan “ objektif” yang diasosiasikan dengan posisi social tidak mengandung rimifikasi atau implikasi psikologis ini adalah termasuk dlam level analisi Sosiologis ( Dahrendorf, 1959:175)Dalam setiap asosiasi ,orang yang berbeda pada posisi dominant berupaya mempertahankan Status Qou,sedangkan orang yang berbeda berada dalam posisi subordianat berupaya bagaimana bisa menciptakan perubahan.adapun konflik kepentingan akan selalu ada sepanjang waktu. Konflik kepentingan ini tidak perlu selalu disadari oleh pihak subordinat dan superordinat.karena individu tidak perlu selalu menginternalisasikan harapan itu atau tidak perlu menyadari dalam rangka bertindak untuk sesuai dengan harapan itu.4Karena harapan yang disadari ini menurut Dahrendorf, disebut kepentingan tersembunyi. Kepentingan nyata adalah kepentingan tersembunyi yang telah disadari. Dahrendorf melihat analisi hubungan antara kepentingan tersembunyi dan kepentingan nyata.ini sebagai tugas utama teori konflik. Karena walau bagaimanapun actor tidak perlu menyadari kepentingan mereka untuk bertindak sesuai dengan kepentingan itu.Dahrendorf, membedakan tiga tipe utama kelompok. Pertama kelompok semu (quasi

Page 112: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

qroup)atau”sejemlah posisi dengan kepentingan yang sama” Dahrendorf, 1959:180. kelompok semu ini adalah calon anggota tipe kedua, yakni kelompok kepentingan. Dan kelompok yang kedua ini dilukiskan oleh Dahrendorf sebagai berikut.Mode prilku yang sma adalah karekteristik dari kelompok kepentingan yang direkrut dari kelompok yang semu yang lebih besar. Kelompok kepentingan adalah kelempok dalam pengertian sosiologi yang ketat. Kelompok ini adlah agen riil dari konflik kelompok. Kelompok ini mempunyai struktur, bentuk organisasi, tujuan atau program dan anggota perorangan Dahrendorf, 1959: 180

Dari berbagai jenis kelompok kepentingan itulah muncul kelompok konflik atau kelompok konflik yang terlibat dalam konflik kelompok actual. Menurut Dahrendorf , konsep kelompok kepentingan tersembunyi, kepentingan nyata, kelompok semu, kelompok kepentingan, dan kelompok kelompok konflik adalah konsep dasar untuk mnerangkan konflik social. Di bawah kondisi yang ideal.kemudian banyak factor lain yang ikut berpengaruh dalam proses konflik social. Dahrendorf menyebutkan kondisis-kondisi teknis seperti personil yang cukup, kondisi politk seperti situasi politk secara keseluruhan, dan kondisi dodial seperti keberadaan social. Dahrendorf tidak yakin bahwa lumpen-proletariat.5 Aspek terakhir teori konflik Dahrendorf, adalh hubungan konflik dengan perubahan. Dalam hal ini Denrendorf mengakui pentingnya pemikiran Lowis Coser. Yang memusatkan perhatiannya perhatiannya pada posisi konflik dalam mempertahankan Status Qou. Tetapi, Dahrendorf menganggap fungsi konservatif dari konflik hanyalah satu bagian realitas social; karena konflik juga menyebabkan perubahan dan perkembangan.6 Singkatnya Dahrendorf menyatakan bahwa segara setelah kelompok konflik muncul, kelompok itu melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam struktur social. Bila konflik itu hebat maka, perubahan yang terjadi adalah radikal. Akan tetapi bila konflik disertai tindakan kekerasan., akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba. Apapun cirri konflik, sosiolgi harus mebiasakan diri dengan hubungan antara konflik dan perubahan maupun dengan hubungan antara konflik dan Status Quo

Kritik utama dan Upaya untuk Menghadapinya.Teori konflik telah dikritik dengan berbagai alasan. Misalnya, teori ini disen\rang karena mengabaikan ketertiban dan stabilitas, sedangkan funsionalisme structural dikritik karena mengabaikan konflik dan perubahan. Teori konflik dikritik karena beridialogi radikal., sedangkan funsionalisme dikritik karena idealoginya konservatif. Teori konflik Dahrendorf menjadi subjek dari sejumlah analisis kritis ( misalnya, analisis Hazelrigg, 1972; Turner, 1973; Weingart, 1969), termasuk pemikiran kritis oleh Dahrendorf sendiri. (1968).Hasil kritis ini sebagai berikut.Pertama, model Dahrendorf tidak secara jelas mencerminkan pemikiran Marxian seperti yang ia nyatakan. Sebenarnya teori konflik ini adalah terjemahan dari teori Marxian dalam Sosiologi. Kedua, seperti yang telah dicatat, teori konflik lebih banyak kesamaannya dengan fungsionalisme structural ketimbang dengan teori Marxian. Penekanan Dahrendorf pada sistem social ( asosiasi yang dikoordinasikan secara paksa), (Turner, 1975,1982).Ketiga, seperti fungsionalisme structural,teori konflik hampir seluruhnya bersifat makroskopik dan akibatnya sedikit sekali yang ditawarkan kepada kita untuk memahami pemikiran dan tindakan individu.7Ada beberapa usaha Dahrendorf dalam melakukan penyangkalan parsial teori marx. Menunjukkan perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas. Di antara perubahan perubahan itu ialah: 1. dekomposisi modal, 2. dekomposisi tenaga kerja 3. timbulnya kelas menengah baru. 8

Page 113: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Menurut Dahrendorf bila kita tertarik pada konflik, kita dapat menggunakan konflik; bila kita ingin meneliti ketertiban, kita harus menggunakan perspektif Funsional. Akan tetapi pendirian ini tidak memuaskan karena ada tuntutan yang sangat besar terhadap perspektif teoritis yang mampu menerangkan konflik dan menerangkan ketertiban sekaligus.kritik yang dilancarkan pada teori keduanya itu. Maupun kekurangan yang melekat pada masing-masing teori tersebut. Kemudian menghadirkan upaya bagaimana mengatasi masalah keduanya dengan merekonsiliasi atau mengintegrasikan kedua teori itu. Asumsinya adalah bahwa dengan kombinasi maka teori keduanya akan lebih kuat ketimbang masing-masing berdiri sendiri. Adapun karya yang paling terkenal yang mencoba mengintegrasika keduanya adalah Lewis Coser, The Function of Sosial Conflit ( 1956)Pemikiran awal tentang fungsi konflik social berasal dari Georg Simmel, tetapi diperluas oleh coser. ( Jaworski,1991).yang menyatakan bahwa konflik dapat membantu mempererat kelompok yang terstruktur secara longgar. Mayarakat yang mengalami disintegrasi, atau masyarakat yang mengalami konflik dengan masyarakat lain.dapat memperbaiki kepaduan integrasi.Konflik dengan satu kelompok dapat membantu menciptakan kohesi aliansi dengan kelompok lain. Contoh, konflik dengan arab menimbulkan alienasi Israil dan Amerika serikat. Berkurangnya konflik antara israil dengan Arab mungkin dapat memperlemah hubungan antara Israil dan Amerika Serikat. dalam satu masyarakat, konflik dapat membangkitkan peran individu yang semula terisolasi. Protes terhadap perang Vietnam memotivasi kalangan anak muda untuk pertama kali berperan dalam politik di Amerika. Dengan berakhirnya konflik Vietnam muncul kembali semangat apatis di kalangan pemuda Amerika9. 3. Determinan KonflikDalam karyanya yang terkenal Class and Class conflit in industrial society, Ralf Dahrendorf mengukakan masalah tentang kapan ketidak samaan dan pertentangan kepentingan-kepentingan benar-benar akan menghasilkan konflik. Adapun alasan sentral Dahrendorf ialah bahwa konflik sosial secara sistematis akan terjadi secara kelompok-kelompok yang berbeda dalam wewenang yang mereka nikmati terhadap orang lain. Dahrendorf berpendapat bahwa pola-pola yang kokoh dan berulang-ulang dari wewenang institusional secara sistematis meningkatkan konflik sosial antara mereka yang memeliki beberapa jenjang wewenang dan mereka yang tidak memilikinya. Dehdrendorf menyebutkan bahwa wewenang adalah jenis kekuasaan yang terlekat peran social atau status, yang disahkan dan ditentukan batas-batasnya oleh norma-norma social. Dan diikuti oleh sanksi-sanksi sesuai dengan batas-batas tertentu. Contoh Universitas memiliki wewenang untuk mengharuskan anda membayar kuliah dan sebagainya. Tetapi tidak berwenang mengambil seluruh uang yang ada. 10Jadi teori Dahrendorf mengimplikasikan bahwa wewenang itu dikotomi anda memilikinya atau tidak memilikinya, dan kepentingan-kepentingan anda ditentukan olehnya. Namun Dahrendorf mengatakan bahwa konflik hanya melibatkan dua sisi. Sebaliknya, “Classes” tidak melibatkan konflik yang aktif dalam seluruh waktu. Oleh karena itu Dahrendorf kemudian berusaha kapan seseorang akan memobilisir. KonklusiTeori konflik berkembang ditahun 1950-an dan 1990-an. Karya yang paling terkenal dalam tradisi ini adalah karya Ralf Dahrendorf, yang masih dengan segaja mengikuti teori Marxian, masih terliahat kabalikan dari teori fungsionalisme structural.ia lebih melihat perubahan dari pada keseimbangan. Lebih memusatkan pada konflik daripada keseimbangan. Dahrendorf mengemukakan teori konflik berskala luas yang pralel dengan teori ketertiban berskala luas dari fungsionalisme structural.perhatian pada otoritas, posisi,asosiasi yang dikoordinir secara imperatif kepentingan, kelompok semu, kelompok kepentingan dan kelompok konflik

Page 114: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

mencerminkan orientasi fungsionalisme structural. Teori Dahrendorf adalah merupakan suatu teori masyarakat yang bersifat persial. Lewat teori itu dia menunjukkan bagaimana organisasi-organisasi dapat dan benar-benar lahir dari prtentangan kelas. Dahrendorf melihat kelompok-kelompok pertentangan sebagai kelompok yang lahir dari kepentingan-kepentingan bersama para individu yang mampu berorganisasi.beliau mengurai proses ini melalui mana perubahan kelompok semu menjadi kelompok kepentingan yang mampu memberi dampak pada struktur.berbagai usaha harus di arahkan untuk mengatur pertentangan social melalui institusionalisasi yang aktif daripada melalui pertentangan ituDisadari atau pun tidak bahwa teori Rafl Dahrendorf dalam konfliknya yang mengkritik habis-habisan terhadap fugsionalime struktural ternyata masih berawal dari teori yang ia kritik. Ada sebuah pendapat sehingga tidak lagi memuaskan. salah satunya Dehrendrof berpendapat bahwa “ bila kita tertarik kepada konflik, maka kita dapat menggunakan teori konflik, bila kita ingin meneliti ketertiban dan kesetabilan masyarakat. Kita harus menggunakan perspektif fungsional. adanya pendapat ini sudah memberi sebuah pengklarifikasian bagi kita bersama bahwa ternyata konflik yang di gagas oleh Dahrendorf tidak akan dapat berhasil menggantikan fungsionalis akan tetapi dibalik kritikanya ia masih butuh terhadap fungsionalsi.. Daftar PustakaGeorge Ritzer-Douglas J.Goodman,2003, Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-6 cetke-4

Margaret M.Polama, 2007, Sosiologi Kontemporer, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, cet-1

Dr. Zamroni, 1992, Pengantar Pengembangan Teori Social, PT. Tiara Wacana Yoya. Cet-1

Teori Konflik menurut Ralf Dahrendrof

Bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan pengabaian konflik

dalam pembentukan teori sosiologi.segera setelah penampilan karya

Coser, seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf menyadur

teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa inggris yang

sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah difahami oleh

sosiolog Amerika yang tidak faham bahasa Jerman saat kunjungan

singkatnya ke Amerika Serikat (1957- 1958). Dahrendorf tidak

menggunakan teori Simmel melainkan membangun teorinya dengan

Page 115: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

separuh penerimaan, separuh penolakan, serta memodifikasi teori

sosiologi Karl Marx. Seperti halnya Coser, Ralf Dahrendorf mula- mula

melihat teori konflik sebagai teori parsial, mengenggap teori tersebut

merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisa fenomena

sosial. Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki

sisi konflik dan sisi kerja sama.

Inti Pemikiran

Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan,

separuh penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. Karl Marx

berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam

satu individu- individu yang sama.

Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana- sarana juga

bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas. Bentuk

penolakan tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang

terjadi di masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas,

diantaranya adalah:

      ·         Dekomposisi modal

Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi- korporasi dengan saham yang

dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorangpun memiliki kontrol

penuh merupakan contoh dari dekomposisi modal. Dekomposisi tenaga.

      ·         Dekomposisi Tenaga kerja

Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa

orang mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya, seperti halnya

seseorang atau beberapa orang yang mempunyai perusahaan tapi tidak

mengendalikanya. Karena zaman ini adalah zaman keahlian dan

spesialisasi, manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai- pegawai

untuk memimpin perusahaanya agar berkembang dengan baik.

      ·         Timbulnya kelas menengah baru

Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan

yang jelas, di mana para buruh terampil berada di jenjang atas sedang

buruh biasa berada di bawah.

Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl Marx adalah ide

mengenai pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai

sumber perubahan sosial. Kemudian dimodifikasi oleh berdasarkan

perkembangan yang terjadi akhir- akhir ini. Dahrendorf mengatakan

bahwa ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti

Page 116: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

konsepsi pemilikan sarana produksi sebagai dasar perbedaan kelas itu.

Menurut Dahrendorf hubungan- hubungan kekuasaan yang menyangkut

bawahan dan atasan menyediakan unsur bagi kelahiran kelas.

Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang

memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat

terjadi secara drastis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas

sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. Dalam analisanya

Dahrendorf menganggap bahwa secara empiris, pertentangan kelompok

mungkin paling mudah di analisa bila dilihat sebagai pertentangan

mengenai ligitimasi hubungan- hubungan kekuasaan. Dalam setiap

asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai- nilai yang

merupakan ideologi keabsahan kekuasannya, sementara kepentingan-

kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta

hubungan- hubungan sosial yang terkandung di dalamnya.

Contoh: Kasus kelompok minoritas yang pada tahun 1960-an

kesadarannya telah memuncak, antara lain termasuk kelompok-

kelompok kulit hitam, wanita, suku Indian dan Chicanos. Kelompok wanita

sebelum tahun 1960-an merupakan kelompok semu yang ditolak oleh

kekuasan di sebagian besar struktur sosial di mana mereka berpartisipasi.

Pada pertengahan tahun 1960-an muncul kesadaran kaum wanita untuk

menyamakan derajatnya dengan kaum laki- laki.

Teori Konflik Ralf Dahrendorf – Sosiologi Kontemporer

Awax Badan Jumat, Juli 01, 2011 0 

Teori Konflik Ralf Dahrendorf – Sosiologi Kontemporer

Sebelumnya | Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton – Sosiologi Kontemporer

===================

Page 117: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Ralf Dahrendorf  (1  May 1929-17 Juni  2009)  adalah seorang sosiolog,  filsuf,   ilmuwan politik dan politisi liberal asal Jerman.

Keberadaan  teori konflik  muncul  setelah  fungsionalisme.  Namun, teori  konflik sebenarnya sama saja   dengan   suatu   sikap   kritis   terhadap   Marxisme   ortodox.   Seperti   Ralf   Dahrendorf,   yang membicarakan tentang konflik antara kelompok-kelompok terkoordinasi (imperatively coordinated association), dan bukan analisis perjuangan kelas, lalu tentang elit dominan, daripada pengaturan kelas, dan manajemen pekerja, daripada modal dan buruh (Mc Quarie, 1995: 66).

Dahrendorf menolak utopia  teori fungsionalisme  yang lebih menekankan konsensus dalam sistem sosial   secara  berlebihan.  Wajah  masyarakat  menurutnya  tidak   selalu  dalam kondisi   terintegrasi, harmonis, dan saling memenuhi, tetapi ada wajah lain yang memperlihatkan konflik dan perubahan. Baginya,   pelembagaan   melibatkan   dunia   kelompok-kelompok   terkoordinasi   (imperatively coordinated  association),   dimana,   istilah-istilah  dari   kriteria  tidak   khusus,  mewakili   peran-peran organisasi   yang   dapat   dibedakan.  Organisasi   ini   dikarakteri   oleh   hubungan   kekuasaan   (power), dengan beberapa kelompok peranan mempunyai kekuasaan memaksakan dari yang lainnya.

Saat   kekuasaan   merupakan   tekanan   (coersive)   satu   sama   lain,   kekuasaan   dalam   hubungan kelompok-kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi legitimate dan oleh sebab itu dapat dilihat   sebagai   hubungan   “authority”,   dimana,   beberapa  posisi  mempunyai   hak  normatif   untuk menentukan atau memperlakukan yang lang lain (Turner, 1991: 144). 

Page 118: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Pemikiran tentang Otoritas dan Konflik Sosial

Teori Konflik Ralf Dahrendorf tidak bermaksud untuk mengganti teori konsensus. Dasar Teori Konflik Dahrendorf  adalah penolakan dan penerimaan sebagian serta perumusan kembali teori Karl Marx yang menyatakan bahwa kaum borjuis  adalah pemilik  dan pengelola sistem kapitalis,  sedangkan para  pekerja   tergantung  pada   sistem  tersebut.   Pendapat   yang  demikian  mengalami   perubahan karena pada abad ke-20 telah terjadi pemisahan antara pemilikan dan pengendalian sarana-sarana produksi. Kecuali itu,, pada akhir abad ke-19 telah menunjukkan adanya suatu pertanda bahwa para pekerja tidak lagi sebagai kelompok yang dianggap sama dan bersifat tunggal karena pada masa itu telah lahir para pekerja dengan status yang jelas dan berbeda-beda, dalam arti ada kelompok kerja tingkat atas dan ada pula kelompok kerja tingkat bawah. Hal yang demikian merupakan sesuatu yang berada di luar pemikiran Karl Marx. 

Selain   itu,  Karl  Marx  sama sekali  tidak membayangkan bahwa dalam perkembangan selanjutnya akan  lahir  serikat  buruh dengan segenap mobilitas   sosialnya,  yang mampu meniadakan revolusi buruh. Perlu diketahui bahwa dalam suatu perusahaan ada pimpinan dan ada para pekerja yang pada suatu  saat  dapat  saja   terjadi  konflik.  Akan  tetapi  dengan adanya pengurus  dari  organisasi tenaga kerja tersebut untuk mengadakan perundingan dengan pimpinan perusahaan maka konflik dapat dihindari. Pendekatan Ralf Dahrendorf berlandaskan pada anggapan yang menyatakan bahwa semua sistem sosial itu dikoordinasi secara imperatif. Dalam hal ini, koordinasi yang mengharuskan adanya  otoritas  merupakan   sesuatu  yang   sangat  esensial   sebagai   suatu   yang  mendasari   semua organisasi  sosial.  Berkenaan dengan hal  tersebut maka dalam suatu sistem sosial  mengharuskan adanya  otoritas,  dan   relasi-relasi   kekuasaan  yang  menyangkut  pihak  atasan  dan  bawahan  akan menyebabkan timbulnya kelas. Dengan demikian maka tampaklah bahwa ada pembagian yang jelas antara pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai. Keduanya itu mempunyai kepentingan yang 

Page 119: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

berbeda   dan   bahkan  mungkin   bertentangan.   Selanjutnya,   perlu   diketahui   bahwa   bertolak   dari pengertian   bahwa   menurut   Ralf   Dahrendorf   kepentingan   kelas   objektif   dibagi   atas   adanya kepentingan   manifest   dan   kepentingan   latent   maka   dalam   setiap   sistem   sosial   yang   harus dikoordinasi   itu   terkandung   kepentingan   latent   yang   sama,   yang  disebut   kelompok   semu  yaitu mencakup kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai. 

Intensitas dan Kekerasan

Teori   Konflik   yang   dikemukakan   oleh   Ralf   Dahrendorf   juga  membahas   tentang   intensitas   bagi individu   atau   kelompok   yang   terlibat   konflik.   Dalam  hal   ini,   intensitas   diartikan   sebagai   suatu pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang terlibat dalam   konflik.   Ada   dua   faktor   yang   dapat  mempengaruhi   intensitas   konflik,   yaitu   (1)   tingkat keserupaan   konflik,   dan   (2)   tingkat   mobilitas.   Selain   itu   Teori   Konflik   Ralf   Dahrendorf   juga membicarakan   tentang   kekerasan   dan   faktor-faktor   yang   mempengaruhinya.   Konsep   tentang kekerasan,  yaitu menunjuk pada alat  yang digunakan oleh pihak-pihak yang saling bertentangan untuk  mengejar   kepentingannya.   Tingkat   kekerasan  mempunyai   berbagai   macam   perwujudan, dalam arti  mulai  dari   cara-cara  yang  halus   sampai  pada  bentuk-bentuk  kekerasan  yang  bersifat kejasmanian. 

Perlu diketahui bahwa menurut  Teori Konflik Ralf Dahrendorf dinyatakan bahwa salah satu faktor yang sangat penting yang dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dalam konflik kelas, yaitu tingkat yang menyatakan bahwa konflik itu secara tegas diterima dan diatur. Pada hakikatnya konflik tidak dapat dilenyapkan karena perbedaan di antara mereka merupakan sesuatu yang harus ada dalam struktur hubungan otoritas. Konflik yang ditutup-tutupi, cepat atau lambat pasti akan muncul, dan apabila upaya penutupan itu secara terus-menerus maka dapat menyebabkan ledakan konflik yang hebat.   Berdasarkan   hal   tersebut   di   atas   maka   perlu   dibentuk   saluran-saluran   yang   berfungsi membicarakan penyelesaian konflik. 

Pengertian Konflik

Konflik dapat mengakibatkan adanya perubahan dalam struktur relasi-relasi sosial, apabila kondisi-kondisi tertentu telah dipenuhi. Teori Konflik Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa konsekuensi atau fungsi konflik, yaitu dapat mengakibatkan adanya perubahan sosial, khusus yang berkaitan dengan struktur otoritas. Ada tiga tipe perubahan struktur, yaitu (1) perubahan keseluruhan personil dalam posisi  dominasi;  (2) perubahan sebagian personil  dalam posisi  dominasi,  dan (3) digabungkannya kepentingan-kepentingan kelas subordinat dalam kebijaksanaan kelas yang mendominasi. 

Selain itu menurut Teori Konflik Ralf Dahrendorf dinyatakan bahwa perubahan struktural itu dapat digolongkan berdasarkan tingkat ekstremitasnya dan berdasarkan tingkat mendadak atau tidaknya. Dalam   hal   ini   Ralf   Dahrendorf  mengakui   bahwa   teorinya   yang  menekankan   pada   konflik   dan 

Page 120: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

perubahan sosial merupakan perspektif kenyataan sosial yang berat sebelah. Hal tersebut karena meskipun Teori Fungsionalisme Struktural dan Teori Konflik dianggap oleh Ralf Dahrendorf sebagai perspektif valid dalam menghampiri kenyataan sosial, akan tetapi hanya mencakup sebagian saja dari kenyataan sosial yang seharusnya. Kedua teori tersebut tidak lengkap apabila digunakan secara terpisah,   dan   oleh   karena   itu   harus   digunakan   secara   bersama-sama,   agar   dapat  memperoleh gambaran kenyataan sosial yang lengkap.

Itulah tadi  sekelumit  wawasan tentang  Teori Konflik Ralf Dahrendorf – Sosiologi Kontemporer. Semoga bermanfaat.

Untuk lebih lengkapnya bisa membaca referensi dibawah ini:

Dahrendorf,   Ralf."Class and Class Conflict in Industrial Society."   Stanford   CA:   Stanford University. 1959.

Dahrendorf, Ralf.”The modern social conflict: an essay on the politics of liberty”. University of California Press, 1990.

Dahrendorf, Ralf. "Scientific-technological revolution: social aspects". Sage Publications [for] the International Sociological Association, 1977

Lewis Coser, Social Conflict and The Theory of Social Change, British Journal of Sociology 8:3 (Sept. 1957).

Artikel Terkait:

Teori Konflik Ralf Dahrendorf – Sosiologi Kontemporer   

ItemReviewed: Teori Konflik Ralf Dahrendorf – Sosiologi KontemporerDescription: Teori Konflik Ralf Dahrendorf – Sosiologi Kontemporer Teori Konflik Ralf Dahrendorf – Sosiologi Kontemporer Sebelumnya | Teori Fungsionalisme Struktural R...Rating: 4.5 By: mbegedut.blogspot.com

5). Teori konflik menurut lewis coser

Teori konflikDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari 

Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. [1].

Page 121: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.[rujukan?]

Daftar isi

1     Asumsi dasar    2     Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser    

o 2.1      Sejarah Awal   o 2.2      Inti Pemikiran   

3     Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf    o 3.1      Sejarah Awal   o 3.2      Inti Pemikiran   

4     Referensi   

Asumsi dasar

Sejarah Awal[sunting] Bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan pengabaian konflik dalam pembentukan teori sosiologi.segera setelah penampilan karya Coser [5], seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf menyadur teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa inggris yang sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah difahami oleh sosiolog Amerika yang tidak faham bahasa Jerman saat kunjungan singkatnya ke Amerika Serikat (1957- 1958). [8] Dahrendorf tidak menggunakan teori Simmel melainkan membangun teorinya dengan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta memodifikasi teori sosiologi Karl Marx. [8] Seperti halnya Coser, Ralf Dahrendorf mula- mula melihat teori konflik sebagai teori parsial, mengenggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisis fenomena sosial. [8] Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. [8] eori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional.[rujukan?] Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx.[rujukan?] Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional.[2]

Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya.[rujukan?] Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar.[rujukan?] Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.[3]

Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau

Page 122: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

ketegangan-ketegangan. Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kepentingan.

Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.

Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A. Coser dan Ralf Dahrendorf.

Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser

Sejarah Awal

Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda oleh karena itu dapat oleh berdasarkanbeberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut.

Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisis konflik sosial, mereka melihatnya konflik sebagai penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Coser mengembangkan perspektif konflik karya ahli sosiologi Jerman George Simmel.

Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial adalah premature (sesuatu yang sia- sia.[4] Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep sosiologi di mana isi dunia empiris dapat ditempatkan.[4] Penjelasan tentang teori knflik Simmel sebagai berikut:

Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses 

Page 123: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisis.[4]

Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat.[4]

Inti Pemikiran

Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. [5]. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya. [5]

Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktik- praktik ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). [5]Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel. [5]

Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. [5]Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. [5] Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur. [5]

Contoh: Badan Perwakilan Mahasiswa atau panitia kesejahteraan Dosen. Lembaga tersebut membuat kegerahan yang berasal dari situasi konflik tersalur tanpa menghancurkan sistem tersebut.

Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan. [5]

2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka. [5]

Menurut Coser terdapat suatu kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa sikap permusuhan atau agresi. [5]

Page 124: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Contoh: Dua pengacara yang selama masih menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka untuk saling berhadapan di meja hijau. Masing- masing secara agresif dan teliti melindungi kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu.

Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. [6]. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. [6] Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut.

Contoh: Seperti konflik antara suami dan istri, serta konflik sepasang kekasih.

Coser [7]. Mengutip hasil pengamatan Simmel yang meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok. [4] Dia menjelaskan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. [7]Bila konflik dalam kelompok tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat. Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. [7] Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. [7] Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. [7] Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan. [7]

Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf

Sejarah Awal

Bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan pengabaian konflik dalam pembentukan teori sosiologi.segera setelah penampilan karya Coser [5], seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf menyadur teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa inggris yang sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah difahami oleh sosiolog Amerika yang tidak faham bahasa Jerman saat kunjungan singkatnya ke Amerika Serikat (1957- 1958). [8] Dahrendorf tidak menggunakan teori Simmel melainkan membangun teorinya dengan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta memodifikasi teori sosiologi Karl Marx. [8] Seperti halnya Coser, Ralf Dahrendorf mula- mula melihat teori konflik sebagai teori parsial, mengenggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisis fenomena sosial. [8] Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. [8]

Page 125: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Inti Pemikiran

Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. [8] Karl Marx berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam satu individu- individu yang sama. [8]

Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana- sarana juga bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas. Bentuk penolakan tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang terjadi di masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas. [8] Diantaranya:

Dekomposisi modal

Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi- korporasi dengan saham yang dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorangpun memiliki kontrol penuh merupakan contoh dari dekomposisi modal. Dekomposisi tenaga. [8]

Dekomposisi Tenaga kerja

Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa orang mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya, seperti halnya seseorang atau beberapa orang yang mempunyai perusahaan tapi tidak mengendalikanya. Karena zaman ini adalah zaman keahlian dan spesialisasi, manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai- pegawai untuk memimpin perusahaanya agar berkembang dengan baik. [8]

Timbulnya kelas menengah baru

Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan yang jelas, di mana para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh biasa berada di bawah. [8]

Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. [9] Kemudian dimodifikasi oleh berdasarkan perkembangan yang terjadi akhir- akhir ini. Dahrendorf mengatakan bahwa ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurut Dahrendorf hubungan- hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur bagi kelahiran kelas. [9]

Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi secara drastis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. [9] Dalam analisisnya Dahrendorf menganggap bahwa secara empiris, pertentangan kelompok mungkin paling mudah di analisis bila dilihat sebagai pertentangan mengenai ligitimasi hubungan- hubungan kekuasaan. [6] Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai- nilai yang merupakan ideologi keabsahan kekuasannya, sementara kepentingan- kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan- hubungan sosial yang terkandung di dalamnya. [6]

Contoh: Kasus kelompok minoritas yang pada tahun 1960-an kesadarannya telah memuncak, antara lain termasuk kelompok- kelompok kulit hitam, wanita, suku Indian dan Chicanos. Kelompok wanita sebelum tahun 1960-an merupakan kelompok semu yang ditolak oleh 

Page 126: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

kekuasan di sebagian besar struktur sosial di mana mereka berpartisipasi. Pada pertengahan tahun 1960-an muncul kesadaran kaum wanita untuk menyamakan derajatnya dengan kaum laki- laki.

Referensi

1. ̂  Bernard Raho,Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007. hlm. 542. ̂  Fred. Schwarz, 1960. You Can Trust the Communists. New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 

Englewood Cliffs.page. 713. ̂  Tom Bottomore, dkk. 1979. Karl Marx: Selected Writings in Sociology and Social Philosphy. 

Victoria: Penguin Books. page. 344. ^ a b c d e Lewis Coser (ed), 1965. George Simmel. Eaglewood Cliffts, N.J.: Prentice-Hall. page. 

56-655. ^ a b c d e f g h i j k Lewis Coser , 1956. The Function of Social Conflict. New York: Free Press. 

page. 151-2106. ^ a b c d Margaret. M. Poloma, 1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo 

Persada. hlm. 113-1207. ^ a b c d e f Lewis Coser, 1967. Continuities in the Study of Social Conflict. New York: Free Press. 

page. 32-708. ^ a b c d e f g h i j Ralf Dahrendorf, 1959.Class and Class Conflict in Industrial Society, Calif.: 

Stanford University Press. page. 142-1899. ^ a b c Ralf Dahrendorf, 1968.Essays in the Theory of Society, Stanford, Calif.: Stanford 

University Press. page. 56-89

6). Karl marx

Teori konflikDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari 

Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. [1].

Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.[rujukan?]

Daftar isi

1     Asumsi dasar   

Page 127: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

2     Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser    o 2.1      Sejarah Awal   o 2.2      Inti Pemikiran   

3     Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf    o 3.1      Sejarah Awal   o 3.2      Inti Pemikiran   

4     Referensi   

Asumsi dasar

Sejarah Awal[sunting] Bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan pengabaian konflik dalam pembentukan teori sosiologi.segera setelah penampilan karya Coser [5], seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf menyadur teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa inggris yang sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah difahami oleh sosiolog Amerika yang tidak faham bahasa Jerman saat kunjungan singkatnya ke Amerika Serikat (1957- 1958). [8] Dahrendorf tidak menggunakan teori Simmel melainkan membangun teorinya dengan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta memodifikasi teori sosiologi Karl Marx. [8] Seperti halnya Coser, Ralf Dahrendorf mula- mula melihat teori konflik sebagai teori parsial, mengenggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisis fenomena sosial. [8] Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. [8] eori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional.[rujukan?] Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx.[rujukan?] Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional.[2]

Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya.[rujukan?] Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar.[rujukan?] Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.[3]

Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan. Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kepentingan.

Page 128: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.

Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A. Coser dan Ralf Dahrendorf.

Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser

Sejarah Awal

Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda oleh karena itu dapat oleh berdasarkanbeberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut.

Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisis konflik sosial, mereka melihatnya konflik sebagai penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Coser mengembangkan perspektif konflik karya ahli sosiologi Jerman George Simmel.

Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial adalah premature (sesuatu yang sia- sia.[4] Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep sosiologi di mana isi dunia empiris dapat ditempatkan.[4] Penjelasan tentang teori knflik Simmel sebagai berikut:

Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisis.[4]

Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat.[4]

Page 129: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Inti Pemikiran

Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. [5]. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya. [5]

Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktik- praktik ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). [5]Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel. [5]

Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. [5]Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. [5] Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur. [5]

Contoh: Badan Perwakilan Mahasiswa atau panitia kesejahteraan Dosen. Lembaga tersebut membuat kegerahan yang berasal dari situasi konflik tersalur tanpa menghancurkan sistem tersebut.

Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan. [5]

2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka. [5]

Menurut Coser terdapat suatu kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa sikap permusuhan atau agresi. [5]

Contoh: Dua pengacara yang selama masih menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka untuk saling berhadapan di meja hijau. Masing- masing secara agresif dan teliti melindungi kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu.

Page 130: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. [6]. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. [6] Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut.

Contoh: Seperti konflik antara suami dan istri, serta konflik sepasang kekasih.

Coser [7]. Mengutip hasil pengamatan Simmel yang meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok. [4] Dia menjelaskan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. [7]Bila konflik dalam kelompok tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat. Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. [7] Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. [7] Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. [7] Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan. [7]

Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf

Sejarah Awal

Bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan pengabaian konflik dalam pembentukan teori sosiologi.segera setelah penampilan karya Coser [5], seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf menyadur teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa inggris yang sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah difahami oleh sosiolog Amerika yang tidak faham bahasa Jerman saat kunjungan singkatnya ke Amerika Serikat (1957- 1958). [8] Dahrendorf tidak menggunakan teori Simmel melainkan membangun teorinya dengan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta memodifikasi teori sosiologi Karl Marx. [8] Seperti halnya Coser, Ralf Dahrendorf mula- mula melihat teori konflik sebagai teori parsial, mengenggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisis fenomena sosial. [8] Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. [8]

Inti Pemikiran

Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. [8] Karl Marx berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam satu individu- individu yang sama. [8]

Page 131: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana- sarana juga bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas. Bentuk penolakan tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang terjadi di masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas. [8] Diantaranya:

Dekomposisi modal

Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi- korporasi dengan saham yang dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorangpun memiliki kontrol penuh merupakan contoh dari dekomposisi modal. Dekomposisi tenaga. [8]

Dekomposisi Tenaga kerja

Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa orang mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya, seperti halnya seseorang atau beberapa orang yang mempunyai perusahaan tapi tidak mengendalikanya. Karena zaman ini adalah zaman keahlian dan spesialisasi, manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai- pegawai untuk memimpin perusahaanya agar berkembang dengan baik. [8]

Timbulnya kelas menengah baru

Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan yang jelas, di mana para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh biasa berada di bawah. [8]

Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. [9] Kemudian dimodifikasi oleh berdasarkan perkembangan yang terjadi akhir- akhir ini. Dahrendorf mengatakan bahwa ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurut Dahrendorf hubungan- hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur bagi kelahiran kelas. [9]

Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi secara drastis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. [9] Dalam analisisnya Dahrendorf menganggap bahwa secara empiris, pertentangan kelompok mungkin paling mudah di analisis bila dilihat sebagai pertentangan mengenai ligitimasi hubungan- hubungan kekuasaan. [6] Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai- nilai yang merupakan ideologi keabsahan kekuasannya, sementara kepentingan- kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan- hubungan sosial yang terkandung di dalamnya. [6]

Contoh: Kasus kelompok minoritas yang pada tahun 1960-an kesadarannya telah memuncak, antara lain termasuk kelompok- kelompok kulit hitam, wanita, suku Indian dan Chicanos. Kelompok wanita sebelum tahun 1960-an merupakan kelompok semu yang ditolak oleh kekuasan di sebagian besar struktur sosial di mana mereka berpartisipasi. Pada pertengahan tahun 1960-an muncul kesadaran kaum wanita untuk menyamakan derajatnya dengan kaum laki- laki.

Page 132: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Referensi

1. ̂  Bernard Raho,Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007. hlm. 542. ̂  Fred. Schwarz, 1960. You Can Trust the Communists. New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 

Englewood Cliffs.page. 713. ̂  Tom Bottomore, dkk. 1979. Karl Marx: Selected Writings in Sociology and Social Philosphy. 

Victoria: Penguin Books. page. 344. ^ a b c d e Lewis Coser (ed), 1965. George Simmel. Eaglewood Cliffts, N.J.: Prentice-Hall. page. 

56-655. ^ a b c d e f g h i j k Lewis Coser , 1956. The Function of Social Conflict. New York: Free Press. 

page. 151-2106. ^ a b c d Margaret. M. Poloma, 1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo 

Persada. hlm. 113-1207. ^ a b c d e f Lewis Coser, 1967. Continuities in the Study of Social Conflict. New York: Free Press. 

page. 32-708. ^ a b c d e f g h i j Ralf Dahrendorf, 1959.Class and Class Conflict in Industrial Society, Calif.: 

Stanford University Press. page. 142-1899. ^ a b c Ralf Dahrendorf, 1968.Essays in the Theory of Society, Stanford, Calif.: Stanford 

University Press. page. 56-89

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Page 133: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Daftar isi

1 Definisi konflik 2 Konflik Menurut Robbin 3 Konflik Menurut Stoner dan Freeman 4 Konflik Menurut Myers 5 Konflik Menurut Peneliti Lainnya 6 Teori-teori konflik 7 penyebab konflik 8 Jenis-jenis konflik 9 Akibat konflik 10 Contoh konflik 11 Lihat pula

Definisi konflik

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.

1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.

3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.

5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).

7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).

8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).

Page 134: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).

10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

Konflik Menurut Robbin

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Konflik Menurut Stoner dan Freeman

Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):

1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.

2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan

Page 135: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

Konflik Menurut Myers

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)

1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.

2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

Konflik Menurut Peneliti Lainnya

1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.

2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.

Page 136: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Teori-teori konflik

Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.

penyebab konflik

Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Page 137: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :

Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank). Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa). Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara) Konflik antar atau tidak antar agama Konflik antar politik. konflik individu dengan kelompok

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.

keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai. perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling

curiga dll. kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia. dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

Page 138: Sosiologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Socius Yang Berarti Kawan

Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.