SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL...

36
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL DAN STRATIFIKASI SOSIAL ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017

Transcript of SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL...

Page 1: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

SOSIOLOGI

BAB VIII

MASYARAKAT MULTIKULTURAL DAN

STRATIFIKASI SOSIAL

ALI IMRON, S.Sos., M.A.

Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2017

Page 2: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

1

BAB VIII

MASYARAKAT MULTIKULTURAL DAN STRATIFIKASI SOSIAL

A. Kompetensi Inti

Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu

B. Kompetensi Dasar

Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial

C. Uraian Materi Pembelajaran

1. Konsep Masyarakat Multikultural

Istilah masyarakat majemuk pertama kali dikemukakan oleh J.S. Furnivall untuk

menggambarkan masyakarat Indonesia pada masa Hindia-Belanda. Menurut Furnivall,

masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen

yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan

politik. Indonesia sebagai masyarakat majemuk, Furnivall sebut sebagai suatu tipe

masyarakat daerah tropis dimana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai

memiliki perbedaan ras. Orang-orang Belanda yang minoritas adalah penguasa bagi

sebagian besar orang Indonesia pribumi yang menjadi warga negara kelas tiga di negeri

sendiri. Orang-orang dari golongan Timur Asing (Tionghoa, India, dan Arab) menduduki

golongan menengah (Nasikun, 1987: 12).

Dalam kehidupan politik, ditandai oleh tidak adanya kehendak bersama (common

will). Masyarakat Indonesia pada masa itu merupakan suatu masyarakat yang tumbuh di

atas dasar sistem karta tanpa ikatan agama. Orang-orang Belanda, Timur Asing, dan

Pribumi melalui agama, kebudayaan, dan bahasa masing-masing, mempertahankan atau

memelihara pola pikiran dan cara-cara hidup mereka masing-masing. Dalam kehidupan

ekonomi, ditandai tidak adanya permintaan sosial yang dihayati bersama oleh seluruh

elemen masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan ekonomi tidaklah terorganisir, melainkan

bersifat seksional dan tidak ada permintaan sosial yang dihayati bersama.

Page 3: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

2

Furnivall menyimpulkan bahwa masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang

sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial sedemikian rupa sehingga para

anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan,

kurang memiliki homogenitas kebudayaan bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk

saling memahami satu sama lain. Suatu masyarakat adalah bersifat majemuk sejauh

masyarakat itu secara struktural memiliki sub-sub kebudayaan yang bersifat diverse.

Nasikun menjelaskan struktur masyarakat Indonesia memiliki dua ciri yang unik. Secara

horizontal, ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan

perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, adat serta kedaerahan. Secara vertikal,

struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara

lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perbedaan-perbedaan horizontal itulah

yang menjadi ciri masyarakat Indonesia yang majemuk (Nasikun, 1987: 15).

Clifford Geertz (dalam Nasikun, 1987: 20), mengartikan masyarakat majemuk

sebagai masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri

sendiri-sendiri, dalam masing-masing sub sistem terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan yang

bersifat primordial. Pierre L. van den Berghe (dalam Nasikun, 1987: 31), menyebutkan

beberapa karakteristik sebagai sifat-sifat dasar suatu masyatakat majemuk. Pertama,

terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang acapkali memiliki

subkebudayaan yang berbeda satu sama lain. Kedua, memiliki struktur sosial yang

terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer. Ketiga, kurang

mengembangkan konsensus diantara para anggota masyarakat terhadap nilai-nilai yang

bersifat dasar. Keempat, secara relatif acapkali mengalami konflik-konflik diantara

kelomopok yang satu dengan yang lain. Kelima, secara relatif integrasi sosial tumbuh di

atas paksaan. Keenam, adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain.

Sejak 17 Agustus 1945, kemajemukan masyarakat Indonesia terjadi diantara

golongan pribumi. Ditandai oleh golongan Eropa yang sebelumnya menempati kedudukan

sangat penting di masyarakat Indonesia terlempar keluar dari struktur masyarakat

Indonesia. Menurut Nasikun (1987), ada tiga faktor yang menyebabkan kemajemukan

masyarakat Indonesia. Pertama, keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia atas

kurang lebih 13.000 pulau. Keadaan geografis ini menyebabkan kemajemukan suku

Page 4: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

3

bangsa. Kedua, kenyataan bahwa Indonesia terletak di antara samudera Indonesia dan

samudera Pasifik sangat mempengaruhi terciptanya kemajemukan agama dalam

masyarakat Indonesia. Ketiga, iklim yang berbeda-beda dan struktur tanah yang tidak

sama diantara berbagai kepulauan di Nusantara menyebabkan kemajemukan regional

Indonesia.

Gambar 8.1 Keragaman Etnis Sebagai Bentuk Masyarakat Multikultur

Sumber: http://www.mistersosiologi.com/2015/05/masa-depan-multikulturalisme-di-Indonesia-materi-sosiologi.html

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan

seseorang tentang ragam kehidupan di dunia ataupun kebijakan kebudayaan yang

menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam

budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai,

sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme berhubungan

dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau

memiliki kepentingan tertentu. “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan

dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang

menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang

terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai

pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azra, 2007: 30).

Page 5: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

4

Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa

macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan

konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat

serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural

communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world,

system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and

practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007: 33). Multikulturalisme mencakup

suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu

penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum,

dikutip Lubis, 2006: 174). Ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam

kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002,

merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000).

Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan

tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama

dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat

kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan

kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar). Berbagai

macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktik

multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama

Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme (Azra, 2007,

meringkas uraian Parekh):

1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok

kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya

minimal satu sama lain.

2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang

membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur

kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang,

hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan

kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan

kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur

dominan.

Page 6: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

5

3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural

utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan

menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa

diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara

hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka

menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat

dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.

4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-

kelompok kultural tidak terlalu terfokus dengan kehidupan kultural otonom; tetapi

lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan

perspektif-perspektif distingtif mereka.

5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama

sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi

terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam

percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan

kultural masing-masing.

2. Integrasi Sosial

Integrasi berasal dari bahasa Inggris "integration", yang berarti kesempurnaan atau

keseluruhan. Integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian diantara unsur-unsur

yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan

masyarakat yang memilki keserasian fungsi. Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu

keadaan dimana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas

terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan

kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki dua pengertian, pertama,

bermakna pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem

sosial tertentu. Kedua, disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan,

atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.

Suatu integrasi sosial diperlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun

menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi

secara sosial budaya. Bagaimana masyarakat majemuk bisa diintegrasikan? Terdapat dua

Page 7: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

6

pendekatan teoritis yang menjelaskan integrasi masyarakat. Dua pendekatan teoritis itu

adalah: pendekatan fungsionalisme structural dan pendekatan konflik. Pendekatan

fungsionalisme struktural (dalam Nasikun, 1987: 40) yang dikembangkan oleh Talcott

Parsons dan para pengikutnya mengembangkan anggapan dasar sebagai berikut:

a. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagian-bagian yang saling

berhubungan;

b. Hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat

timbale balik;

c. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun

secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah keseimbangan

yang bersifat dinamis;

d. Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan-penyimpangan

senantiasa terjadi, namun dalam jangka panjang keadaan tersebut akan teratasi

dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi;

e. Perubahan-perubahan di dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual,

melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner;

f. Perubahan-perubahan social terjadi melalui tiga macam kemungkinan:

(1) penyesuaian-penyesuaian sistem sosial terhadap perubahan-perubahan dari luar;

(2) pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional; serta

(3) penemuan-penemuan baru oleh anggota masyarakat;

g. Faktor paling penting yang memiliki daya mengintegrasikan suatu sistem sosial

adalah konsensus diantara anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan

tertentu.

Suatu sistem sosial pada dasarnya tidak lain adalah suatu sistem dari tindakan-

tindakan. Sistem sosial terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi diantara berbegai

individu yang tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, meliankan tumbuh dan

berkembang di atas standar penilaian umum yang disepakati bersama oleh para anggota

masyarakat. Sedangkan pendekatan konflik (dalam Nasikun, 1987: 43) mengembangkan

anggapan-anggapan dasar sebagai berikut:

Page 8: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

7

a. Setiap masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang tidak pernah

berakhir atau perubahan sosial merupakan gejala yang inheren dalam setiap

masyarakat;

b. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya atau konflik

merupakan gejala yang inheren di dalam setiap masyarakat;

c. Setiap unsur di dalam suatu masyarakat memberikan kontribusi bagi terjadinya

disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial; dan

d. Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah

orang atas sejumlah orang lain.

3. Stratifikasi Sosial

a. Struktur sosial

Sebelum membahas tentang stratifikasi sosial, terlebih dahulu harus dipahami

tentang konsep struktur sosial. Secara umum struktur sosial dapat didefinisikan sebagai

cara suatu masyarakat terorganisasi ke dalam hubungan-hubungan yang dapat diprediksi

melalui pola perilaku yang berulang antar-individu dan antar-kelompok dalam masyarakat

tersebut. Struktur sosial juga dapat didefinisikan sebagai susuan status dan peran yang

terdapat dalam satuan sosial ditambah nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur

interaksi antar-status dan peran tersebut. Menurut Emile Durkheim (dalam Ritzer, 1992:

47), struktur sosial berwujud apa yang dia sebut sebagai fakta sosial. Fakta sosial diartikan

sebagai cara berpikir, cara berperasaan, dan cara bertindak yang berada di luar individu

manusia (exterior) dan mempunyai kekuatan memaksa individu manusia itu (constrain).

Dalam kehidupan sehari-hari fakta sosial ini merupakan apa yang disebut sebagai

kesadaran kolektif (collective consciousness). Durkheim (Ritzer, 1992: 50), membedakan

fakta sosial menjadi dua, yaitu fakta sosial yang material dan fakta sosial nonmaterial.

Fakta sosial yang material merupakan barang sesuatu yang nyata yang berada di luar

individu dan mempunyai kekuatan memaksa. Sementara itu, fakta sosial nonmaterial

diartikan sebagai barang sesuatu yang dianggap nyata yang berada di luar individu

manusia dan mempunyai kekuatan memaksa seperti norma-norma sosial.

Menurut Max Weber (Ritzer, 1992: 50), struktur sosial tidak lain adalah hanyalah

nama dari sekumpulan individu. Keberadaan struktur sosial sangat ditentukan oleh ada

Page 9: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

8

atau tidak ada sekumpulan individu tersebut. Bagi Weber yang riil dalam kehidupan

masyarakat adalah individu. Individu yang melakukan tindakan sosial. Weber membagi

tindakan sosial menjadi empat, yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan rasionalitas

nilai, tindakan afektual, dan tindakan tradisional. Sedangkan menurut Karl Marx, struktur

sosial adalah sebuah instrumen yang diciptakan untuk melindungi kepentingan-

kepentingan kelas borjuis. Bahkan Marx mengatakan, negara adalah sebuah komite yang

dibentuk untuk menjamin kepentingan-kepentingan kelas borjuis tersebut. Negara bukan

sebuah institusi yang independen, melainkan sebuah komite yang tidak indipenden.

Anthony Giddens (Priyono, 2002: 32), menjelaskan bahwa struktur sosial adalah

sebuah skemata yang berada dalam dunia kesadaran manusia yang akan berwujud

menjadi struktur sosial apabila agen (individu pelaku tindakan) melakukan tindakan. Tidak

seperti Durkheim, Giddens menjelaskan bahwa hubungan antara struktur sosial dengan

agen bukan bersifat dualisme, melainkan bersifat dualitas. Struktur sosial selain bersifat

constraining juga bersifat enabling. Seperti telah dijelaskan pada definisi di atas, bahwa

struktur sosial adalah susunan status dan peran. Definisi ini menunjukkan bahwa status

dan peran menjadi unsur dari struktur sosial. Status adalah kedudukan atau posisi

seseorang atau kelompok orang dalam masyarakat. Status dapat diperoleh melalui

kelahiran atau keturunan, seperti laki-laki, perempuan, cantik, ganteng, anak, dan

keanggotaan kasta. Selain itu, status juga dapat diperoleh melalui prestasi seperti sarjana,

guru, dosen, dan presiden.

Sementara itu, yang dimaksudkan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan

dari seseorang yang memgang status. Dalam peran ini seseorang tidak lain melaksakan

hak dan kewajiban sebagai konsekuensi dari status yang disandangnya. Dalam kehidupan

sehari-hari, seseorang memegang lebih dari satu status, yang mengharuskan melakukan

berbagai peran, apa yang disebut sebagai seperangkat peran (role set). Dalam

menjalankan peran acapkali terjadi apa yang disebut sebagai konflik peran. Ada dua

macam konflik peran, yaitu konflik peran tunggal dan konflik peran ganda. Konflik peran

tunggal adalah seseorang menyandang satu status tetapi memiliki beberapa peran yang

antara satu peran dengan peran lain bertentangan. Konflik peran ganda terjadi bila

seseorang menyandang lebih dari satu status, namun memiliki peran yang saling

Page 10: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

9

berlawanan. Kondisi ini inkonsistensi status, yaitu seseorang memliki lebih dari satu status

yang derajadnya tidak sama (Horton dan Hunt, 1991: 15).

b. Definisi stratifikasi sosial

Acapkali terminologi stratifikasi sosial dicampuradukan dengan kelas sosial. Dua

terminologi itu merupakan dua hal yang berbeda, meskipun keduanya dipakai untuk

menggambarkan kondisi heterogenitas masyarakat secara vertikal. Stratifikasi sosial

adalah pengelompokkan masyarakat ke dalam strata-strata atau lapisan-lapisan secara

hirarkhis dalam satu sistem sosial berdasarkan dimensi kekuasaan, prestis, dan previles.

Terdapat beberapa konsep dalam definisi di atas yang masih membutuhkan penjelasan.

Anggota masyarakat berdasarkan status atau kedudukan yang tidak sederajat dalam

masyarakat dikelompokkan ke dalam strata-strata atau lapisan-lapisan secara hirarkhis.

Menurut Robert M. Z. Lawang (1984: 32), pengelompokan harus dilihat sebagai

proses dan hasil dari proses tersebut. Sebagai proses, pengelompokan berarti setiap

inidividu menggolongkan atau mendefinisikan dirinya sebagai orang yang termasuk dalam

suatu strata sosial atau lapisan sosial tertentu atau menganggap bahwa dirinya berada

lebih rendah atau lebih tinggi daripada orang lain. Dengan demikian, stratifikasi sosial

harus dipahamami sebagai proses orang perorang menempatkan diri pada strata sosial

tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa stratifikasi itu erat kaitannya dengan

diri seseorang secara subjektif dan bukan sesuatu yang berada di luar individu. Oleh

karena itu, perilaku seseorang dalam hubungannya dengan orang lain ditentukan

sebagian besar oleh definisi mengenai situasi yang dihadapi oleh seseorang.

Hasil dari proses seperti itu adalah anggota masyarakat dikelompokkan sekurang-

kurangnya ke dalam tiga strata, yaitu strata atas, strata menengah, dan strata bawah.

Suatu strata atau lapisan dalam masyarakat diduduki oleh orang-orang yang

berkedudukan sama dalam kontinum atau rangkaian kesatuan status sosial. Para anggota

suatu strata sosial tertentu acapkali memiliki jumlah pengahasilan, kekayaan, atau

pendidikan yang relatif sama. Namun, yang lebih penting daripada itu adalah mereka

yang berada dalam satu strata sosial tertentu memiliki sikap, nilai, dan gaya hidup yang

relatif sama. Penggolongan orang ke dalam beberapa lapisan seperti itu bersifat objektif

Page 11: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

10

(Lawang, 1984: 35). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial harus

dilihat sebagai kenyataan yang memiliki dua segi yaitu segi subjektif dan segi objektif.

Stratifikasi sosial sebagai kenyataan objektif sesuai dengan pendekatan yang

dikembangkan oleh Emile Durkheim, dan sebagai kenyataan subjektif sesuai dengan

pendekatan yang dikembangkan oleh Max Weber.

Kedua, pengelompokkan anggota masyarakat ke dalam strata-strata sosial tersebut

hanya berlaku untuk satu sistem sosial tertentu. Artinya, pengelompokkan tersebut tidak

dapat diberlakukan untuk seluruh sistem sosial dalam suatu masyarakat. Sistem sosial

dalam hubungannya dengan stratifikasi sosial dilihat sebagai sesuatu yang yang

membatasi penggolongan itu berlaku. Ketiga, lapisan-lapisan hirarkhis. Lapisan

memperlihatkan sifat dan kenyataan itu sendiri. Setiap lapisan memiliki sifat yang mampu

menghubungkan seseorang dengan orang lain yang berada di bawah atau di atasnya.

Dapat dikatakan bahwa tidak ada lapisan yang sama sekali tertutup. Artinya, lapisan

bersifat terbuka. Sementara itu, kata hirarkhis yang terdapat di belakang lapisan itu

berarti bahwa lapisan yang lebih tinggi itu lebih bernilai atau lebih besar dibandingkan

dengan lapisan di bawahnya.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa anggota masyarakat dapat dkelompokkan ke

dalam lapsan atas (upper), lapisan menengah (middle), dan lapisan bawah (lower).

Namun, setiap lapisan masih dapat dibagi lagi ke dalam tiga lapisan sebagai berikut

(Lawang, 1984: 40-43):

Lapisan Atas (LAA=Lapisan Atas Atas) Lapisan Menengah (LAM=Lapisan Atas Menengah) Lapisan Bawah (LAB=Lapisan Atas Bawah)

Lapisan Atas (LMA=Lapisan Menengah Atas) Lapisan Menengah (LMM=Lapisan Menengah Menengah) Lapisan Bawah (LMB=Lapisan Menengah Bawah)

Lapisan Atas (LBA=Lapisan Bawah Atas) Lapisan Menengah (LBM=Lapisan Bawah Menengah) Lapisan Bawah (LBB=Lapisan Bawah Bawah)

Page 12: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

11

Gejala stratifikasi sosial di masyarakat tidak selalu menampakan diri ke dalam

lapisan-lapisan hirarkhis dari atas ke bawah, dan sebaliknya. Gejala stratifikasi sosial juga

memperlihatkan seperti lingkaran kambiun. Apabila kita memotong pohon akan didapati

lapisan-lapisan yang disebut dengan lingkaran kambiun. Lingkaran yang paling dalam

disebut dengan teras, yang sangat keras. Semakin keluar lapisannya semakin kurang

keras. Seperti halnya lingkaran kambiun, stratifikasi sosial juga memperlihatkan adanya

lapisan atau lingkaran dalam, lingkaran tengah, dan lingkaran luar. Apabila kita

menggunakan dimensi stratifikasi sosial dapat dikatakan bahwa mereka yang berada pada

lingkaran dalam mempunyai kekuasaan lebih tinggi atau besar, lebih berprestis, dan lebih

berprevilese dibandingkan dengan mereka yang berada pada lingkaran tengah dan

lingkaran luar. Seperti halnya lapisan atas, menengah, dan bawah, lingkaran dalam,

tengah, dan luar juga dapat dibagi lagi menjadi tiga lingkaran seperti berikut ini (Lawang,

1984, 45):

Lingkaran Dalam (LDD=Lingkaran Dalam Dalam) Lingkaran Tengah (LDT=Lingkaran Dalam Tengah)

Lingkaran Luar (LDL=Lingkaran Dalam Luar)

Lingkaran Dalam (LTD=Lingkaran Tengah Dalam) Lingkaran Tengah (LTT=Lingkaran Tengah Tengah) Lingkaran Luar (LTL=Lingkaran Tengah Luar)

Lingkaran Dalam (LLD=Lingkaran Luar Dalam) Lingkaran Tengah (LLT=Lingkaran Luar Tengah) Lingkaran Luar (LLL=Lingkaran Luar Luar)

Keempat, dimensi kekuasaan, prestise, dan previlese. Kekuasaan adalah

kemampuan menggunakan sumber daya untuk mempengaruhi orang atau kelompok lain

agar mengikuti atau mentaati apa yang menjadi keinginannya. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa seseorang dikatakan mempunyai kekuasaan apabila orang tersebut

mempunyai kemampuan menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk

mempengaruhi orang atau kelompok lain agar orang atau kelompok lain itu mengikuti

atau mentaati apa yang menjadi keinginannya. Antarindividu terdapat perbedaan dalam

hal pemilikan dan kemampuan menggunakan sumber daya. Meskipun seseorang memiliki

sumberdaya yang banyak, namun bila tidak dipergunakan untuk mempengaruhi orang

Page 13: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

12

atau kelompok lain, maka orang itu tidak memiliki kekuasaan. Orang yang mampu

mempergunakan sumber daya yang dimilikinya untuk mempengaruhi orang lain, maka

orang tersebut memiliki kekuasaan.

Sedangkan prestise adalah kehormatan. Namun, kehormatan bersifat relatif.

Artinya, kehormatan harus dikaitkan dengan suatu kebudayaan atau sistem sosial

tertentu. Sementara itu, yang dimaksud dengan previlese adalah hak istimewa, hak

mendahului, dan hak untuk memperoleh perlakuan khusus. Studi-studi tentang

stratifikasi sosial mengkaitkan dengan dua hal, yaitu: ekonomi dan kebudayaan. Di bidang

ekonomi: uang, penghasilan, dan kekayaan merupakan instrumen bagi seseorang untuk

mendapatkan previlese. Dalam kehidupan sehari-hari kita menyaksikan betapa uang,

penghasilan, dan kekayaan menjadi faktor yang dapat membedakan perlakuan antara

mereka yang mempunyai uang, penghasilan, dan kekayaan, dan meraka yang tidak

memilikinya.

Konsep kelas sosial lebih sempit dari stratifikasi sosial. Konsep kelas sosial lebih

merujuk pada satu lapisan atau satu strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial.

Dengan demikian yang dimaksudkan dengan kelas sosial adalah sebagai kelompok yang

anggota-anggotanya memiliki orientasi politik, nilai budaya, sikap, dan perilaku sosial

yang secara umum sama.

c. Determinan stratifikasi sosial

Secara umum dapat dikatakan bahwa yang menjadi determinan stratifikasi sosial

bukanlah tunggal, malainkan beragam. Menurut Lawang (1984: 50), sekurang-kurangnya

ada lima faktor yang menjadi penyebab masyarakat terstratifikasi ke dalam lapisan-

lapisan atau strata-strata, yaitu faktor ekonomi, pendidikan, suku bangsa, seks, dan usia.

Lima faktor tersebut dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Namun, yang harus

disadari bahwa lima faktor itu, signifikansi atau kadar pengaruhnya dalam pembentukan

stratifikasi sosial, baik sebagai proses maupun hasil tidak sama kuat dan berbeda-beda

sangat tergantung pada tahap perkembangan masyarakat dan konteks sosialnya.

Page 14: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

13

1) Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi dalam stratifikasi sosial merujuk pada tinggi rendahnya pekerjaan,

pendapatan, dan kekayaan. Tinggi rendahnya pekerjaan, pendapatan, dan kekayaan

mempengaruhi stratifikasi sosial baik sebagai proses maupun hasil. Pada bagian ini

terlebih dahulu akan diuraikan faktor pekerjaan. Pekerjaan merupakan faktor determinan

stratifikasi sosial. Segera setelah orang mengembangkan jenis-jenis pekerjaan khusus

mereka menyadari bahwa beberapa jenis pekerjaan tertentu lebih terhormat daripada

jenis pekerjaan lain. Artinya, ada beberapa jenis pekerjaan lebih menawarkan kekuasaan,

prestise, dan previlese lebih tinggi dibandingkan pekerjaan-pekerjaan lain. Ada jenis

pekerjaan yang lebih memperlihatkan dimensi kekuasaan dibandingkan dimensi prestise

atau previlese. Sebaliknya ada jenis pekerjaan yang kebih memperlihatkan dimensi

prestise dibandingkan dimensi kekuasaan atau previlese.

Apabila seseorang ditanya: ”Apa jenis pekerjaan Anda sekarang?.” Kemudian

menjawab: ”Saya bekerja sebagai buruh tani di desa.” Secara umum di masyarakat jenis

pekerjaan sebagai buruh tani tidak memiliki kekuasaan, prestise, dan previlese. Mungkin

jenis pekerjaan ini memiliki prestise karena buruh tani tersebut adalah orang yang jujur,

namun, dia tidak memiliki sumber daya yang dapat dipakai untuk mempengaruhi orang

lain (kekuasaan) dan tidak memiliki hak istimewa (previlese). Sebaliknya, bila pertanyaan

yang sama dijawab: ”Saya bekerja sebagai salah satu anggora Dewan Perwakilan Rakyat di

Senayan Jakarta,” maka orang tersebut sudah tentu memiliki kekuasaan, prestise, dan

previlese yang tinggi.

Namun, hubungan antardimensi dalam satu jenis pekerjaan tidak selalu konsisten.

Ada jenis pekerjaan yang memperlihatkan dimensi prestise, namun tidak memiliki

dimensi kekuasaan dan previlese. Misalnya bila diajukan pertanyaan: ”Apa jenis pekerjaan

Anda sekarang?” Kemudian dijawab: ”Saya bekerja sebagai seorang guru sekolah dasar di

daerah pedalaman di Papua?” Orang yang mengajukan pertanyaan akan mengagumi

orang itu. Artinya, jenis pekerjaan sebagai guru di daerah pedalaman lebih

memperlihatkan dimensi prestise dibandingkan dengan dimensi previlese dan kekuasaan.

Seseorang yang bekerja sebagai seorang guru sekolah dasar di daerah pedalaman tidak

memiliki kekuasaan dan previlese yang besar. Sebaliknya jika pertanyaan yang sama

Page 15: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

14

kemudian dijawab: ”Saya bekerja sebagai salah satu Direktur di Bank Indonesia di

Jakarta,” maka orang tersebut dikategorikan sebagai yang yang memiliki kekuasaan dan

previlese yang sangat besar.

Ada kecenderungan di masyarakat bahwa orang akan memilih jenis pekerjaan yang

prestise yang tinggi. Mengapa? Jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya

memberikan penghasilan lebih tinggi, meskipun terdapat pengecualian. Jenis pekerjaan

yang berprestise tinggi umumnya memerlukan tingkat pendidikan tinggi. Pada semua

masyarakat, baik tradisional maupun modern, kita melihat bahwa orang-orang cenderung

diberikan status sosial sesuai dengan jenis pekerjaan dan orang dengan mudah memasuki

lapangan kerja yang sesuai dengan status sosialnya. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa pekerjaan merupakan aspek stratifikasi sosial yang penting, karena begitu banyak

segi kehidupan lain yang berkaitan dengan pekerjaan. Apabila kita mngetahui jenis

pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar

hidup, teman-teman, jam kerja, dan kebiasaan sehari-hari keluarga. Kita bahkan bisa

menduga selera bacaan, selera rekreasi, standar moral, dan orientasi keagamaannya.

Dengan kata lain, setiap jenis pekerjaan merupakan bagian edari cara hidup yang sangat

berbeda dengan jenis pekerjaan lain.

Pendapatan merupakan konsep ekonomi. Pendapatan adalah semua yang diterima

seseorang selama satu bulan atau satu tahun yang dapat diukur dengan nilai ekonomi.

Berdasarkan ukuran ekonomi ini kita dapat membagi penduduk suatu daerah ke dalam

tiga kategori: pendapatan tinggi, pendapatan menengah, dan pendapatan rendah.

Pengelompokan masyarakat ke dalam tiga kategori tersebut beru merupakan kategori

ekonomi, belum merupakan stratifikasi sosial. Tiga kategori itu menjadi stratifikasi sosial

bila secara sosiologis dikaitkan dengan dimensi kekuasaan, prestise, dan previlese.

Dengan kata lain, tinggi rendahnya pendeapatan itu berpengaruh terhadap kehidupan

sosial, seperti dijelaskan pada tabel berikut.

Page 16: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

15

Tabel 8.1 Hubungan Potensi Tingkat Pendapatan dengan Dimensi Kekuasaan, Prestise, dan Previlese

Tingkat

Pendapatan

Dimensi Stratifikasi Sosial

Kekuasaan Prestise Previlese

Tinggi (++) ++? ++? ++?

Sedang (+) +? +? +?

Rendah (-) -? -? -?

Sumber : Lawang, 1984: 60

Tanda tanya dalam tabel di atas berarti apakah bila seseorang mempunyai

pendapatan tinggi, juga mempunyai kekuasaan yang tinggi, prestise yang tinggi, dan

previlese yang tinggi dalam masyarakat? Tinggi rendahnya tingkat pendapatan tergambar

dalam tabel berikut.

Tabel 8.2 Hubungan Tingginya Tingkat Pendapatan dengan Dimensi Kekuasaan, Prestise, dan Previlese

Tingkat

Pendapatan

Dimensi Stratifikasi Sosial

Kekuasaan Prestise Previlese

++ ++ ++ ++

+ + +

- - -

+ ++ ++ ++

+ + +

- - -

- ++ ++ ++

+ + +

- - -

Sumber : Lawang, 1984: 62

Sebagai contoh di sebuah daerah ada seseorang yang mempunyai pendapatan

besar karena hasil korupsi. Dilihat dari dimensi kekuasaan, orang tersebut dapat

mempergunakan pendapatan tersebut untuk mempengaruhi orang lain agar orang lain

Page 17: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

16

mengikuti atau mentaati apa yang menjadi keinginannya. Dengan kata lain, pendapatan

yang besar bisa dipergunakan untuk memperoleh kekuasaan. Dengan pendapatan yang

dimiliki, orang tersebut juga mempunyai hak-hak istimewa atau perlakuan khusus.

Misalnya, orang tersebut dapat memilih jenis pendidikan anak yang berkualitas, baik di

dalam maupun luar negeri. Bila sakit, orang tersebut mempunyai peluang besar untuk

menyembuhkan penyakitnya karena bisa berobat ke rumah sakit yang berstandar

internasional. Sebagian dari masyarakat kita yang mempunyai pendapatan besar

mempunyai kebiasaan berobat ke rumah sakit di Singapura, Jerman, Cina, Amerika

Serikat, dan negara lain. Namun dilihat dari dimensi prestise, masyarakat yang

mengetahui bahwa pendapatan yang besar merupakan hasil korupsi akan mencemooh,

mengolok-olok, bahkan mengucilkan orang tersebut. Dapat disimpulkan bahwa

pendapatan yang diperoleh dengan cara inkonstitusional (ilegal), meskipun mempunyai

dimensi kekuasaan dan previlese yang tinggi, namun dilihat dari dimensi prestise sangat

rendah. Sebaliknya, pendapatan yang diperoleh secara konstitusional ketiga dimensi

stratifikasi sosial tersebut mempunyai derajat yang tinggi.

Determinan ekonomi lain adalah kekayaan. Kekayaan juga merupakan konsep

ekonomi. Yang dimaksudkan dengan kekayaan adalah akumulasi harta benda yang

dimiliki seseorang atau keluarga. Kekayaan bisa berupa uang, barang-barang atau benda

berharga, tanah, rumah, kendaraan, dan surat berharga. Berdasarkan jumlah kekayaan

seseorang mengidentifikasi diri sebagai orang kaya atau miskin. Kaya dan miskin

merupakan kategori ekonomi, belum merupakan stratifikasi sosial. Kategori ekonomi

tersebut berubah menjadi stratifikasi sosial bila secara sosiologi dikaitkkan dengan tiga

dimensi yaitu kekuasaan, previlese, dan prestise. Dengan kata lain, dapat dikatakan

bahwa tinggi rendahnya kekayaan dapat mempengaruhi kehidupan sosial. Hubungan

antara tinggi rendahnya kekayaan dengan dimensi kekuasaan, prestise, dan previlese

dapat dijelaskan pada tabel berikut.

Page 18: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

17

Tabel 8.3 Hubungan Potensi Tingkat Kekayaan dengan Dimensi Kekuasaan, Prestise, dan Previlese

Tingkat Kekayaan Dimensi Stratifikasi Sosial

Kekuasaan Prestise Previlese

Tinggi (++) ++? ++? ++?

Sedang (+) +? +? +?

Rendah (-) -? -? -?

Sumber : Lawang, 1984: 66

Tanda tanya dalam tabel dei atas berarti apakah bila seseorang dikatakan kaya, juga

mempunyai kekuasaan yang tinggi, prestise yang tinggi, dan previlese yang tinggi dalam

masyarakat? Tinggi rendahnya tingkat pendapatan tergambar dalam tabel berikut.

Tabel 8.4 Hubungan Tingginya Tingkat Pendapatan dengan Dimensi Kekuasaan,

Prestise, dan Previlese

Tingkat Kekayaan Dimensi Stratifikasi Sosial

Kekuasaan Prestise Previlese

++ ++ ++ ++

+ + +

- - -

+ ++ ++ ++

+ + +

- - -

- ++ ++ ++

+ + +

- - -

Sumber : Lawang, 1984: 68

Sebagai contoh di sebuah daerah ada seseorang tuan tanah yang mempunyai

kekayaan besar, namun kekayaannya dihasilkan dari hasil kejahatan. Dilihat dari dimensi

kekuasaan, orang tersebut dapat mempergunakan kekayaan memberikan jaminan hidup

bagi semua buruh tani yang sehari-hari bekerja di sawah. Pemberian jaminan hidup

Page 19: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

18

seperti itu, menurut Peter Blau, mengakibatkan tuan tanah memiliki kekuasaan. Buruh

tani yang telah mendapatkan jaminan hidup membalas dengan loyalitas, ketaatan, dan

kepatuhan kepada tuan tanah. Dengan kata lain, dilihat dari dimensi kekuasaan, kekayaan

merupakan sumberdaya yang dapat dipakai untuk mempengaruhi orang lain agar orang

lain menataati apa yang menjadi keinginan dari pemilik sumber daya tersebut. Dapat

disimpulkan bahwa kekayaan yang diperoleh dengan cara inkonstitusional (ilegal),

meskipun mempunyai dimensi kekuasaan dan previlese yang tinggi, namun dilihat dari

dimensi prestise sangat rendah. Sebaliknya, pendapatan yang diperoleh secara

konstitusional ketiga dimensi stratifikasi sosial tersebut mempunyai derajat yang tinggi.

2) Faktor pendidikan

Faktor lain yang menjadi determinan stratifikasi sosial adalah pendidikan.

Masyarakat Indonesia lebih mementingkan dan menghargai pendidikan formal daripada

pendidikan nonformal. Namun secara soiologis, pendidikan baik formal maupun

nonformal menjadi determinan stratifikasi sosial apabila mempengaruhi kehidupan sosial.

Pendidikan sebagai determinan stratifikasi sosial dikaitkan dengan dimensi kekuasaan,

previlese, dan prestise. Pembahasan undang-undang politik tentang pemilihan presiden

dan wakil presiden di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tahun 2008 sangat alot

menyangkut tentang syarat-syarat calon presiden dan wakil presiden. Salah satu syarat

yang diperdebatkan adalah syarat tingkat pendidikan minimum bergelar sarjana bagi

calon presiden dan wakil presiden. Artinya, pendidikan memberi peluang bagi setiap

individu untuk memperoleh kekuasaan.

Secara teoritik dapat dikatakan bahwa seorang individu yang menggunakan

pengetahuan yang dimiliki untuk mempengaruhi orang lain dan orang lain mengikuti dan

mentaati keinginan pemilik pengetahuan, maka individu itu dikatakan memiliki

kekuasaan. Demikian sebaliknya, individu yang tidak memiliki pengetahuan kecil

kemungkinannya untuk memiliki kekuasaan. Pendidikan juga berkaitan dengan pekerjaan,

pendapatan, dan kekayaan. Tingkat pendidikan yang tinggi memungkinkan bagi individu

untuk mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan besar. Dengan

pengahsilan yang besar, individu dapat melakukan akumulasi kekayaan. Sebaliknya,

dengan pendidikan yang rendah, seorang individu mempunyai peluang yang kecil untuk

Page 20: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

19

mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan penghasilan yang besar dan melakukan

akumulasi kekayaan. Individu dengan tingkat pendidikan rendah hanya bisa masuk pada

jenis-jenis pekerjaan yang berpenghasilan kecil. Dengan penghasilan yang kecil kecil

kemungkinan untuk melakukan akumulasi kekayaan.

Dilihat dari dimensi previlese, seseorang berpendidikan tinggi yang bekerja di

sektor-sektor pekerjaan dengan penghasilan tinggi mempunyai previlese yang besar.

Tidak demikian dengan seseorang berpendidikan rendah yang bekerja sebagai buruh

pabrik, buruh bangunan, pembantu rumahtangga, dan sejenisnya. Masyarakat

mengembangkan sikap lebih menghargai orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi

dibandingkan yang berpendidikan rendah. Penghargaan tinggi seperti itu mendorong

setiap orang untuk menempuh jenjang pendidikan tertinggi dengan berbagai cara, mulai

dari cara legal hingga ilegal, cara yang sungguh-sungguh hingga yang tidak sungguh-

sungguh. Namun tinggi rendahnya penghargaan masyarakat sangat tergantung dari cara

seseorang memperoleh gelar. Media massa sering mengungkap fakta perguruan tinggi

mempratikkan jual beli ijasah atau gelar.

3) Faktor suku bangsa

Selama ini faktor suku bangsa dianggap bukan menjadi faktor determinan

stratifikasi sosial. Dilihat dari teknik atau suku bangsa, secara empirik di lapangan,

masyarakat tidak dalam kondisi homogen. Dengan kata lain, tidak ada masyarakat yang

hanya terdiri dari satu etnik atau suku bangsa. Sebuah keniscayaan bahwa sebagian besar

masyarakat memiliki heterogenitas etnik atau suku bangsa. Misalnya, Indonesia dikenal

sebagai negara yang multietnik. Sebelum membahas lebih lanjut tentang pengaruh etnik

terhadap stratifikasi sosial, terlebih dahulu marilah kita pahami bersama apa yang

dimaksudkan dengan etnik atau suku bangsa, dan apa pula bedanya dengan ras. Yang

dimaksudkan dengan etnik adalah pengelompokan manusia ke dalam kelompok-

kelompok yang berbeda berdasarkan persamaan kebudayaan.

4) Faktor gender

Apabila dilihat dari dimensi stratifikasi sosial (kekuasaan, previlese, dan prestise),

laki-laki memiliki kesempatan lebih banyak dibandingkan perempuan. Mengapa

Page 21: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

20

demikian? Randal Collins menjawab bahwa manusia mempunyai dorongan yang sangat

kuat untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Walaupun laki-laki dan perempuan

memiliki dorongan seksual yang sama, namun mereka berbeda dalam kekuatan dan

bentuk fisiknya. Laki-laki lebih kuat dan besar daripada perempuan. Karena fisik laki-laki

lebih kuat dan besar, maka kekuatan memaksa laki-laki lebih besar kemungkinannya

digunakan daripada perempuan. Hal ini yang menyebabkan laki-laki lebih tinggi dalam

tiga dimensi stratifikasi sosial daripada perempuan.

Pada masyarakat Jawa yang berbudaya patriarkhi, laki-laki yang sudah berkeluarga

diposisikan sebagai kepala keluarga. Suami diposisikan sebagai pencari nafkah utama

dalam keluarga. Masyarakat mengkonstruksi suami bekerja di sektor publik dan istri

bekerja di sektor domestik. Apabila istri juga bekerja di sektor publik, masyarakat

menganggap hanya membantu suami. Apabila dalam sebuah keluarga yang secara

ekonomi tidak mampu dihadapkan pada pilihan untuk menyekolahkan anak laki-laki atau

anak perempuan, keluarga yang hidup pada masyarakat yang berbudaya patriarkhi

memilih anak laki-laki yang disekolahkan. Mengapa anak laki-laki dan bukan anak

perempuan? Jawabannya sederhanya bahwa anak laki-laki kelak akan menjadi kepala

keluarga dan menjadi pencari nafkah utama. Sementara itu, perempuan dikonstruksi

sebagai konco wingking (teman belakang). Artinya, tidak perlu sekolah tinggi toh nanti

akhirnya ke dapur juga.

5) Faktor usia

Usia juga dapat mempengaruhi stratifikasi sosial. Dalam stratifikasi ini anggota

masyarakat yang berusia lebih muda mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda

dengan anggota masyarakat yang lebih tua. Pada masyarakat Jawa, misalnya, seorang

anak mempunyai kewajiban untuk menghormati orangtua. Tidak hanya menghormati,

seorang anak juga harus patuh dan berbakti kepada orangtuanya. Misalnya, ungkapan

Jawa yang berbunyi ”mikul duwur mendem jero wong tuwo.” Artinya, seorang anak harus

menjunjung tinggi martabat orangtua. Bagaimana anak yang tidak sesuai dengan

ungkapan tersebut? Anak yang seperti itu akan diberi label sebagai anak durhaka. Anak

yang tidak menghormati dan berbakti kepada orangtua. Pada sistem pemerintahan

Page 22: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

21

kerajaan, anak sulung dari seorang raja biasanya mempunyai hak untuk mewarisi

kekuasaan.

Marilah kita lihat di dunia pekerjaan. Asas senioritas dipakai untuk mengangkat

seseorang dalam jabatan tertentu. Misalnya, dalam organisasi modern, kita sering

melihat adanya hubungan yang erat antara usia karyawan dengan pangkat atau jabatan

mereka. Dalam organisasi modern seorang karyawan hanya naik pangkat bila karyawan

itu telah berselang dalam jangka waktu tertentu. Apabila dikaitkan dengan diimensi

stratifikasi sosial, maka pegawai negeri yang memiliki pengalaman kerja lama mempunyai

peluang cukup besar untuk memiliki kekuasaan. Pegawai negeri sipil senior mengisi

jabatan-jabatan struktural di jajaran birokrasi. Sebaliknya, pegawai negeri sipil yang masa

kerjanya sedikit masih harus menunggu cukup lama untuk dapat menduduki jabatan-

jabatan struktural di jajaran birokrasi. Pengangkatan seseorang dalam jabatan

berdasarkan asas senioritas dalam bahasa Jawa dikatakan sebagai urut kacang. Artinya,

pegawai negeri sipil yang senior yang didahulukan, kemudian baru yang lebih yunior).

Secara sosiologis, anak-anak selalu disosialisasi nilai-nilai pentingnya menghormati

orang yang usianya lebih tua, seperti orangtua, kakek, nenek, paman, bibi, kakak, dan

seterusnya. Masyarakat kita akan memberi label anak durhaka untuk menyebut anak

yang tidak menghormati dan berbhakti kepada orangtuanya. Sebaliknya, orang yang

usianya masih anak-anak dianggap rendah, karena seperti orang Jawa ungkapkan anak

belum banyak memakan asam-garam (belum berpengalaman). Orang yang usianya tua

dianggap telah banyak makan asam garam (berpengalaman). Anak yang baru lahir

merupakan individu yang paling tidak berdaya. Peter L. Berger membandingkan manusia

dengan binatang. Kalau ayam baru menetas dari telur, dia langsung dapat mencotok

beras dengan paruhnya. Begitu pula sapi, kuda, dan kambing, mereka langsung berdiri

begitu lahir dari rahim induknya.

3. Perspektif teori stratifikasi sosial

1) Perspektif fungsionalisme

Teori-teori fungsionalisme tentang stratifikasi sosial harus dilihat dalam konteks

teori-teori fungsionalisme tentang masyarakat. Ketika kaum fungsionalis mencoba

menjelaskan sistem stratifikasi sosial, mereka memiliki seperangkat penjelasan dalam

Page 23: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

22

kerangka kerja teori-teori yang lebih besar yang mencoba menjelaskan bekerjanya

masyarakat secara keseluruhan. Mereka berpendapat bahwa nasyarakat mempunyai

kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu atau prasyarat fungsional yang harus dipenuhi bila

ingin bertahan hidup. Kaum fungsionalis beranggapan bahwa bagian-bagian dari

masyarakat merupakan bentuk yang secara keseluruhan terintegrasi dan mereka

menjelaskan sistem stratifikasi sosial diintegrasikan dengan bagian-bagian lain

masyarakat. Menurut perspektif ini, mempertahankan derajat keteraturan dan stabilitas

tertentu merupakan hal yang esensial bagi bekerjanya sistem sosial. Perspektif ini

menjelaskan bagaimana sistem stratifikasi membantu mempertahankan keteraturan dan

stabilitas dalam masyarakat.

a) Talcott Parsons: nilai-nilai dan stratifikasi

Parsons, seperti kaum fungsionalis lain, mempercayai bahwa keteraturan, stabilitas

dan kerjasama dalam masyarakat didasarkan pada konsensus nilai. Dalam istilah Parsons,

stratifikasi adalah rangking unit-unit dalam sisitem sosial sesuai dengan sistem nilai

bersama. Dengan kata lain, orang yang menempati rangking tinggi akan menerima

berbagai reward. Paling tidak mereka akan memiliki prestise yang tinggi sebab mereka

memberi contoh dan mewujudkan nilai-nilai bersama. Karena masyarakat yang berbeda-

beda memiliki sistem nilai yang berbeda, cara-cara mencapai kedudukan tinggi akan

bervariasi dari masyarakat ke masyarakat. Parsons berargumentasi bahwa masyarakat

mempunyai nilai-nilai prestasi, efisiensi, dan menekankan pada kegiatan produktif dalam

ekonomi.

Pandangan Parsons mendorong bahwa stratifikasi adalah sebuah bagian yang tak

terelakkan dari semua masyarakat manusia. Jika konsensus nilai merupakan komponen

esensial dari semua masyarakat, konsensus nilai mengikuti beberapa bentuk stratifikasi

yang merupakan hasil dari ranking individu sesuai dengan nilai-nilai bersama. Juga

terdapat keyakinan umum bahwa sistem stratifikasi adalah benar dan tepat, karena

merupakan perwujudan dari nilai-nilai bersama. Kaum fungsionalis cenderung melihat

hubungan antarkelompok sosial dalam masyarakat sebagai sebuah kerjasama dan saling

ketergantungan. Dalam masyarakat industri yang kompleks, perbedaan kelompok-

kelompok spesialisasi dalam aktivitas-aktivitas khusus. Tak ada satu kelompokpun yang

dapat memenuhi kebutuhan sendiri, kelompok itu sendiri tidak dapat memenuhi

Page 24: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

23

kebutuhannya dari anggotanya. Untuk memenuhi kebutuhan itu dilakukan pertukaran

barang dan jasa dengan kelompok lain, dan karena itu hubungan antarkelompok social

adalah hubungan resprositas.

Hubungan-hubungan ini meluas ke strata dalam sebuah sistem stratifikasi. Setiap

kelas membutuhkan dan tergantung pada kelas lain, sejak saat itu tugas-tugas dalam

skala besar membutuhkan baik pelaksanaan dan organisasi. Dalam masyarakat dengan

spesialisasi pembagian pekerjaan yang tinggi, seperti masyarakat industri, banyak anggota

masyarakat akan terspesialisasi dalam dalam perencanaan dan organisasi sementara

lainnya akan mengikuti perintah mereka. Parsons berpendapat bahwa kecenderungan ke

arah ketidaksamaan ini tidak terelakkan sesuai kekuasaan dan prestise. Parsons

memberikan gambaran masyarakat Barat sebagai berikut:

“Organization on ever increasing scale is a fundamental feature of such a system. Such organization naturally involves centralization and differentiation of leadership and authority; so that those who take responsibility for coordinating the action of many others must have a different status in important respect from those who are essentially in the role of carrying out specifications laid down by others”

Jadi, orang yang mempunyai kekuasaan untuk mengorganisasi dan

mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan akan mempunyai status sosial lebih tinggi

dibandingkan dengan yang mereka arahkan. Seperti perbedaan-perbedaan prestise,

Parsons berpendapat bahwa ketidaksamaan kekuasaan didasarkan pada pembagian nilai.

Kekuasaan adalah kewenangan yang mempunyai legitimasi di dalam mana kekuasaan

umumnya diterima sebagai adil dan patut oleh anggota masyarakat sebagai keseluruhan.

Kekuasaan diterima seperti itu sebab seseorang dalam posisi kewenangan menggunakan

kekuasaannya untuk mencapai tujuan-tujuan kolektif yang diambil dari nilai-nilai sentral

masyarakat.

2) Perspektif teori Davis dan Moore

Menurut Davis dan Moore, kesenjangan sosial merupakan keadaan yang tumbuh

tanpa disadari, yang diamanfaatkan oleh masyarakat untuk lebih memberikan jaminan

bagi terisinya jabatan-jabatan penting oleh orang-orang yang paling cakap. Oleh karena

itu, setiap masyarakat harus membedakan orang dari segi prestise dan penghargaan.

Page 25: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

24

Untuk itu, nasyarakat harus memiliki kadar kesenjangan social tertentu yang melembaga

(dalam Horton dan Hunt, 1992: 27). Davis dan Moore (Horton dan Hunt, 1992: 28),

berpendapat bahwa suatu jenis pekerjaan hendaknya diberi imbalan yang lebih tinggi

karena alasan tingginya tingkat kesulitan dan kepentingannya, sehingga memerlukan

bakat dan pendidikan yang lebih hebat pula. Mereka membenarkan bahwa hal tersebut

tidak berlaku pada masyarakat yang tidak bersifat kompetitif di mana kebanyakan jabatan

pekerjaan merupakan sesuatu yang diwariskan, bukannya sesuatu yang dicapai melalui

usaha. Walaupun imbalan mencakup prestise dan penghargaan masyarakat, namun uang

merupakan imbalan yang paling utama. Jadi, diperlukan ketidaksamarataan penghasilan

agar semua jenis pekerjaan dapat diduduki oleh orang-orang yang kemampuannya cocok

untuk jenis pekerjaan tersebut. Teori Davis dan Moore didukung oleh beberapa penelitian

empiris, yang menemukan bahwa memang terdapat keragaman imlaban yang

didadasarkan pada bakat dan latihan pendidikan, namun bukti yang menyangkut kadar

“kepentingan” suatu jenis pekerjaan masih tetap kabur.

Teori Davis dan Moore mendapatkan kritik dari para teoritisi konflik. Teori konflik

menyatakan bahwa pemberian kesempatan yang tidak sama dan diskriminasi kelas sosial

menghambat orang-orang kelas sosial rendah untuk mengembangkan bakat alam mereka

semaksimum mungkin. Di lain pihak, orang-orang yang berasal dari kelas social atas yang

tidak berbakat dapat bebas dari jenis pekerjaan yang berguna karena sikap dan harapan

mereka tidak bisa menerima jenis pekerjaan semacam itu. Para kritikus menilai bahwa

sistem kelas social merupakan sistem yang tidak berfungsi dalam menditribusikan

kesempatan kerja, sistem yang menyia-nyiakan bakat orang-orang hebat dari kelas social

yang tidak memiliki hak-hak istimewa dan juga menyia-nyiakan potensi sedang orang

yang tidak cakap dari kelas sosial yang memiliki banyak hak istimewa (Sanderson, 1993:

279-280).

4) Perspektif Weberian

Max Weber percaya bahwa stratifikasi sosial merupakan hasil dari memperebutkan

sumber-sumber langka di masyarakat. Walaupun ia melihat bahwa perjuangan ini

berkaitan dengan sumber-sumber ekonomi, dapat juga meliputi perjuangan untuk

kekuasaan politik dan prestise. Weber, seperti Karl Marx, juga melihat kelas dalam

terminologi ekonomi. Weber berpendapat bahwa kelas berkembang dalam ekonomi

Page 26: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

25

pasar di mana individu-individu bersaing untuk memperoleh ekonomi. Weber

mendefinisikan kelas sebagai sebuah kelompok individu yang memiliki posisi yang sama

dalam sebuah ekonomi pasar, dan berdasarkan atas fakta itu menerima reward yang

sama. Dalam terminologi Weber, situasi kelas seseorang sesungguhnya situasi pasar.

Orang yang menjadi bagian dari situasi kelas yang sama juga menjadi bagian dari

kesempatan-kesempatan hidup yang sama. Posisi ekonomi mereka secara langsung

mempengaruhi kesempatan-kesempatan mereka untuk menghasilkan sesuatu yang

diinginkan dalam masyarakat, misalnya akses ke pendidikan yang lebih tinggi dan kualitas

perumahan yang baik.

Seperti Marx, Weber berpendapat bahwa pembagian kelas adalah mereka yang

memiliki sarana-saranan produksi dan yang tidak memiliki sarana-sarana produksi. Siapa

yang memiliki tanah akan menerima reward ekonomi tinggi dan menikmati kesempatan-

kesempatan kehidupan yang superior. Bagaimanapun Weber melihat pentingnya

perbedaan dalam situasi pasar dari kelompom pemilik dalam masyarakat. Khususnya,

berbagai ketrampilan dan pelayanan ditawarkan oleh perbedaan pekerjaan yang

mempunyai nilai-nilai pasar yang berbeda. Weber membedakan kelompok-kelompok

kelas dalam masyarakat kapitalis sebagai berikut:

1. the propertied upper class

2. the propertyless white-collar worker

3. the petty bourgeoisie

4. the manual working class

Dalam analisis kelasnya, Weber tidak sependapat dengan Marx dalam sejumlah isu

penting berikut ini:

1. Faktor-faktor lain yang signifikan daripada memiliki atau tidak memiliki tanah dalam

formasi kelas. Khususnya, nilai pasar ketrampilan berbagai the propertyless groups

dan hasil perbedaan-perbedaan dalam keuntungan ekonomi adalah cukup untuk

menghasilkan perbedaan kelas-kelas sosial.

2. Weber melihat tidak ada bukti untuk mendukung gagasan polarisasi kelas. Walaupun

ia melihat banyak penurunan dalam sejumlah hak the petty bourgeoisie untuk

berkompetisi dari perusahaan-perusaaan besar. Weber berpendapat bahwa the petty

Page 27: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

26

bourgeoisie memasuki perdagangan pekerja kulit putih atau pekerja manual daripada

menjadi menyedihkan dalam pekerja manual yang tidak memiliki ketrampilan. Weber

juga berpendapat bahwa kelas menengah kulit putih daripada kontrak sebagai

perkembangan kapitalisme. Menurut Weber, perusahaan-perusahaan kapitalis dan

negara bangsa modern membutuhkan administrasi birokrasi rasional yang terdiri

sejumlah administrator dan staf juru tulis.Weber melihat sebuah diversifikasi kelas-

kelas dan sebuah ekspansi kelas menengah kulit putih, daripada sebuah polarisasi.

3. Weber menolak pandangan tentang tak terhindarkannya revolusi proletariat. Ia tidak

melihat ada alasan mengapa pembagian situasi kelas yang sama mempersyaratkan

pengembangan sebuah identitas bersama, mengakui kepentingan-kepentingan dan

menerima tindakan kolektif untuk kepentingan-kepentingan bersama. Misalnya,

Weber menganjurkan agar individu pekerja-pekerja manual yang kecewa dengan

situasi kelas mereka mungkin memberikan respon dalam berbagai cara. Mereka

mungkin mengeluh, sabotase mesin industri, dan sebagainya. Weber mengakui

bahwa sebuah situasi pasar bersama mungkin memberikan sebuah dasar bagi

tindakan kelas kolektif tetapi ia melihatnya hanya sebagai sebuah kemungkinan.

4. Weber menolak pandangan Marxis kekuasaan politik diperoleh dari kekuasaan

ekonomi. Ia berpendapat bahwa bentuk-bentuk kelas hanya sebuah kemungkinan

bagi kekuasaan dan bahwa distribusi kekuasaan dalam masyarakat tidak

membutuhkan hubungan ke distribusi ketidaksamaan kelas.

Berdasarkan bentuk-bentuk kelas sebagai kemungkinan dasar bagi formasi

kelompok, tindakan kolektif dan kemahiran kekuasaan politik, Weber berpendapat bahwa

terdapat landasan lain bagi aktivitas kelompok. Khususnya, bentuk-betuk kelompok

menyebabkan anggotanya membagi situasi status yang sama. Sebaliknya, kelas merujuk

pada distribusi reward ekonomi yang tidak merata, status merujuk distribusi ”pendapatan

sosial” yang tidak sama. Kelompok-kelompok okupasi, etnik, dan agama, serta gaya hidup,

oleh anggota masyarakat diberi derajat prestise dan penghargaan yang berbeda. Sebuah

kelompok status merupakan individu-individu yang memiliki sejumlah social honour

yang sama dan membagi situasi status yang sama. Tidak seperti kelas, anggota kelompok

status hampir selalu menyadari situasi status yang sama mereka. Mereka memiliki gaya

Page 28: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

27

hidup sama, identitas dengan dan merasa memiliki kelompok status mereka, dan

seringkali menempatkan pembatasan pada cara dimana kelompok lain berinteraksi

dengan mereka.

Weber mengatakan bahwa kelompok status sampai pada bentuk perkembangan

mereka dalam sisitem kasta masyarakat Hindu tradisional di India. Kasta dan sub-kasta

dibentuk dan dibedakan sesuai dengan ”social honour”; gaya hidup dibedakan dalam

berbagai derajat prestise. Kasta juga memberikan sebuah contoh baik tentang proses

yang digambarkan oleh Weber sebagai pengakhiran sosial. Pengakhiran sosial meliputi

eksklusi banyak orang dari keanggotaan sebuah kelompok status. Dalam sistem kasta

social closure dicapai melalui larangan yang menghalangi anggota suatu kasta menikah

dengan anggota kasta lain.

Dalam banyak masyarakat, kelas dan situasi status secara tertutup dikaitkan.

Weber mencatat bahwa kekayaan tidak selalu dianggap sebagai sebuah kualifikasi status.

Walaupun orang yang membagi situasi kelas yang sama tidak akan memiliki kelompok

status yang sama. Kelompok status mungkin menciptakan pembagian dalam kelas-kelas.

Magaret Stacy menemukan bahwa anggota kelas pekerja manual membedakan tiga

kelompok status ke dalam kelas: kelas pekerja terhormat, kelas pekerja biasa, dan kelas

pekerja kasar. Faktor ekonomi mempengaruhi formasi kelompok-kelompok ini.

Kelompok-kelompok status dapat juga melintasi pembagian kelas.

Weber menyimpulkan bahwa stratifikasi sosial semata-mata bukan hanya oleh

dimensi stratifikasi ekonomi. Weber berpendapat, stratifikasi sosial tidak mudah

dijelaskan hanya melalui kelas. Pembedaan masyarakat dapat dilihat melalui kelompok

status, partai, dan kelas. Menurut Weber, kelas adalah sejumlah orang yang mempunyai

persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib. Peluang untuk hidup orang itu

ditentukan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan atas barang serta kesempatan

untuk memperoleh penghasilan dalam pasaran komoditas atau pasaran kerja. Sebagai

akibat dari dipunyainya persamaan untuk menguasai barang dan jasa sehingga diperoleh

penghasilan tertentu, maka orang yang berada di kelas yang sama mempunyai persamaan

yang dinamakan situasi kelas. Situasi kelas adalah persamaan dalam hal peluang untuk

menguasai persediaan barang, pengalaman hidup pribadi, atau cara hidup. Kategori dasar

Page 29: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

28

untuk membedakan kelas ialah kekayaan yang dimilikinya, dan faktor yang menciptakan

kelas ialah kepentingan ekonomi, pada titik ini konsep kelas Marx dan Weber adalah

sama, yaitu pembedaan kelas dan faktor yang mendorong terciptanya kelas.

Dimensi lain yang digunakan Weber ialah dimensi kehormatan. Manusia

dikelompokan dalam kelompok status. Kelompok status merupakan orang yang berada

dalam situasi status yang sama, dimana orang yang peluang hidupnya ditentukan oleh

ukuran kehormatan. Persamaan kehormatan status dinyatakan dalam persamaan gaya

hidup. Dalam bidang pergaulan hal ini dapat berupa pembatasan dalam pergaulan

dengan orang yang statusnya lebih rendah. Selain adanya pembatasan dalam pergaulan,

menurut Weber, kelompok status ditandai oleh adanya hak istimewa dan monopoli atas

barang dan kesempatan ideal maupun material. Dalam hal gaya hidup, hal ini bisa kita

lihat dari gaya konsumsi. Selain pembedaan melalui dimensi ekonomi dan kehormatan,

Weber menambahkan bahwa masyarakat juga dibedakan berdasarkan kekuasaan yang

dimilikinya. Menurut Weber, kekuasaan adalah peluang bagi seseorang atau sejumlah

orang untuk mewujudkan keinginan mereka sendiri melalui suatu tindakan komunal

meskipun mengalami tentangan dari orang lain yang ikut serta dalam tindakan komunal

itu. Bentuk dari tindakan komunal ini adalah partai yang diorientasikan pada diperolehnya

kekuasaan.

5) Perspektif konflik

Seluruh pemikiran Karl Marx berkaitan dengan kelas-kelas sosial. Meskipun Marx

sering berbicara tentang kelas-kelas sosial, namun ia tidak pernah mendefinisikan apa

yang dimaksud dengan istilah “kelas”. Justru Lenin, seorang marxis sekaligus pemimpin

revolusi Bolshevik 1917 yang termahsyur, yang mendefinisikan kelas sebagai berikut:

“Classes are large groups of people differing from each other by the place they occupy in a historically determined system of social production, by their relation (in most cases fixed and formulated in law) to the means of production, by their role in the social organization of labor, and, consequently, by the dimensions and mode of acquiring the share of social wealth of which they dispose. Classes are groups of people one of which can appropriate the labor of another owing to the different places they occupy in a definite system of social economy”.

Page 30: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

29

Kaum marxis membedakan kelas-kelas sosial berdasarkan posisinya dalam produksi.

Menurut kaum marxis, “kriteria fundamental yang membedakan kelas-kelas adalah posisi

yang mereka duduki dalam produksi sosial, dan kosekuensinya menentukan relasi mereka

terhadap alat-alat produksi.” Relasi-relasi produksi di mana kelas-kelas menempati posisi

atas alat produksi menentukan peran mereka dalam organisasi sosial kerja, sebab kelas-

kelas memiliki fungsi-fungsi yang berbeda dalam produksi sosial. Dalam masyarakat

antagonis beberapa kelas mengatur produksi, mengatur perekonomian dan mengatur

seluruh urusan-urusan sosial, misalnya mereka yang memiliki keunggulan dalam kerja

mental. Sementara kelas-kelas lain menderita di bawah beban kewajiban kerja fisik yang

berat.

Biasanya, dalam masyarakat yang tebagi atas kelas-kelas, manajemen produksi

dijalankan oleh kelas yang memiliki alat produksi. Namun segera setelah beberapa relasi

produksi menjadi sebuah halangan bagi perkembangan tenaga-tenaga produktif, kelas-

kelas penguasa pun harus mulai memainkan peran yang berbeda dalam organisasi sosial

kerja. Ia berangsur-angsur kehilangan signifikansinya sebagai organisator produksi, dan

merosot posisinya menjadi sebuah sampah parasitis dalam tubuh masyarakat dan hidup

atas kerja keras orang lain. Seperti pada nasib tuan tanah feodal dulu, hal inilah yang

dialami oleh para borjuasi atau kapitalis kini.

Menurut Marx, kehancuran feodalisme dan lahirnya kapitalisme telah membuat

terpecahnya masyarakat menjadi dua kelas yang sifatnya antagonistis, yaitu kelas borjuis

yang memiliki, menguasai dan mengendalikan alat-alat produksi dan kelas proletar yang

tidak mempunyai alat-alat produksi. Dua kelas inilah yang dalam terminologi marxis

disebut kelas fundamental karena sifatnya yang tak terdamaikan atau antagonis.

Penghancuran atas salah satunya merupakan gerak sejarah yang dimanifestasikan melalui

perjuangan kelas. Marx menggambarkan bahwa masyarakat kapitalis seperti menggali

lubang kuburnya sendiri. Masyarakat kapitalis adalah masyarakat terakhir dalam sejarah

manusia dengan kelas-kelas antagonistisnya. Jalan yang mengarahkan kepada masyarakat

tanpa kelas terletak pada perjuangan kelas proletariat melawan segala bentuk

penindasan, demi membangun kekuatannya dalam masyarakat yang diciptakan untuk

melindungi kepentingan rakyat pekerja.

Page 31: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

30

Marx memandang kelas pekerja sebagai kekuatan sosial utama di jaman

kapitalisme yang memiliki kemampuan untuk mengeleminasi sistem kapitalis dan

menciptakan sebuah masyarakat baru tanpa kelas yang terbebas dari eksploitasi. Dalam

hukum perkembangan masyarakat Marx berdasarkan salah satu jarannya tentang

materialisme histories, Pada awalnya tidak ada kelas dalam masyarakat yaitu pada jaman

komunal primitif. Pada jaman ini, orang harus saling tolong menolong dalam rangka terus

bertahan hidup dan melindungi diri berbagai macam binatang pemangsa. Hal ini

memaksa orang harus tinggal menetap, untuk bertahan hidup manusia saat itu berburu

hewan, mengumpulkan makanan (tanaman dan buah-buahan) yang dapat dimakan

bersama. Tempat tinggal mereka pun dibedakan, dan menjadi pembeda antara

kelompok manusia yang satu atas yang lainnya. Berbagai macam keterampilan, bahasa

muncul. Semua hal ini diidetifikasikan sebagai suku atau klan.

Pada saaat ini kerja awalnya dibedakan anatara laki-laki dan perempuan, lalu

dibedakan atas dasar kelompok-kelompok usia yang berbeda. Lalu berkembang pada

kakhasan pekerjaan rutin yang dilakukan oleh komunitas penanam, peternak dan

pemburu. Pembagian kerja merupakan hak prerogatif dari anggota komunitas yang tertua

dan paling berpengalaman. Namun demikian, mereka tidaklah dianggap sebagai kelas

yang memiliki privilese istimewa karena jumlah mereka yang sedikit jika dibandingkan

dengan mayoritas dewasa dikomunitas disamping hak mereka didapat melalui

persetujuan dari mayoritas dewasa. Posisi khusus mereka terletak pada otoritasnya,

bukan pada kepemilikan properti atau kekuatan mereka. Pada jaman ini produksi yang

dihasilkan orang dibuat hanya untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan langsung, jadi

tidak terdapat lahan untuk mengakarnya ketidakadilan sosial.

Setelah jaman komunal primitif berangsur-angsur pudar, banyak hal yang menjadi

penyebab hal ini terjadi, selain keharusan sejarah. Kemunculan kelas-kelas sosial ini

terjadi akibat dari pembagian kerja secara sosial, di saat kepemilikan pribadi atas alat

produksi menjadi sebuah kenyataan. Marx melakukan stratifikasi terhadap masyarakat

berdasarkan dimensi ekonomi, dimana hal yang paling pokok menurut ia adalah

kepemilikan atas alat produksi. Seperti yang selalu dia katakan dalam berbagai

Page 32: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

31

tulisannya, pembagian kerja yang merupakan sumber ketidakadilan sosial timbul saat

memudarnya masyarakat komunal primitif.

”Salah satu dari pra kondisi yang paling general dari kehadiran masyarakat yang terbagi atas kelas adalah perkembangan tenaga-tenaga produktif. Dalam perjalanan panjangnya, proses ini menimbulkan tingkat produksi yang bergerak jauh lebih tinggi dari yang dibutuhkan orang untuk melanjutkan hidupnya. Jadi surplus produk memberikan kepada umat manusia lebih dari yang dibutuhkannya, dan sebagai konsekuensinya, ketidakadilan sosial secara bertahap tumbuh dengan sendirinya dalam masyarakat”

Bersamaan dengan kepemilikan pribadi atas alat produksi yang menguasai

perkembangan tenaga-tenaga produktif, dan produksi individu atau keluarga telah

menghapuskan produksi komunal sebelumnya, ketidakadilan ekonomi menjadi tidak

terhindarkan lagi dan hal ini mengkondisikan masyarakat ke dalam kelas-kelas. Para

pemimpin dan tetua komunitas yang mempunyai otoritas dalam komunitas untuk

melindungi kepentingan bersama ini, termasuk dalam hal pengawasan dan pengambilan

putusan yang dianggap adil oleh komunitas. Hal demikian juga dapat disebut sebagai

kekuasaan negara elementer, namun pada dasarnya mereka tidak pernah berhenti

mengabdi pada komunitas.

Perkembangan tenaga-tenaga produktif dan penggabungan komunitas-komunitas

tersebut ke dalam entitas yang lebih besar mengarah pada pembagian kerja lebih lanjut.

Dalam perkembangnya terbentuklah badan-badan khusus yang berfungsi untuk

melindungi kepentingan bersama serta juri dalam perselisihan antar komunitas. Secara

bertahap badan-badan ini mendapat otonomi yang semakin besar dan memisahkan

dirinya dari masyarakat sekaligus merepresentasikan kepentingan kelompok sosial utama.

Otonomi ini dari pejabat urusan publik berubah menjadi bentuk dominasi terhadap

masyarakat yang membentuknya, dulunya abdi publik sekarang para pejabat itu berubah

menjadi tuan-tuan (lords). “Pada umumnya, perkembangan produksi sosial menuntut

adanya tenaga kerja manusia yang lebih banyak guna terlibat dalam produksi material.

Tidak ada komunitas yang sanggup mnyediakan hal itu sendiri, dan tenaga kerja manusia

tambahan disediakan oleh peperangan”. Cara lain pembentukan kelas adalah melalui

pembudakan terhadap bala tentara musuh yang tertangkap saat perang. Para peserta

Page 33: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

32

perang mulai menyadari bahwa lebih bermanfaaat untuk membiarkan para tawanan

mereka terus hidup dan memaksa mereka untuk bekerja. Jadi hak-hak mereka sebagai

manusia dicabut dan diperlakukan tak ubahnya seperti binatang pekerja.

Dalam perkembangan masyarakat selanjutnya, kita akan mengenal kelas-kelas yang

saling bertentangan. Hal ini disebabkan karena kepentingan mereka selalu tidak dapat

diketemukan. Dalam terminologi marxis kelas dibedakan menjadi dua macam bentuk dan

sifatnya yaitu kelas-kelas fundamental dan kelas-kelas nonfundamental. Kelas-kelas

fundamental adalah kelas-kelas yang keberadaannya ditentukan oleh corak produksi

(mode of production) yang mendominasi dalam formasi sosial ekonomi tertentu. Setiap

formasi sosial ekonomi yang antagonistis memilki dua kelas fundamental. Kelas-kelas ini

bisa berupa pemilik budak dan budak, tuan feudal dan hambanya, ataupaun borjuasi dan

proletar. Kontradiksi-kontradiksi antagonistis diantara kelas-kelas tersebut berubah oleh

penggantian sistem yang berlaku dengan sebuah sistem baru yang progresif.

Kelas-kelas nonfundamental adalah bekas-bekas atau sisa-sisa dari kelas dalam

sistem yang lama dan masih bisa dilihat dalam sistem yang baru, biasanya kelas ini

menumbuhkan corak produksi yang baru dalam bentuk struktur ekonomi yang spesifik.

Sebagai contoh para pedagang, lintah darat, petani kecil dalam masyarakat kepemilikan

budak dengan kelas yang fundamental pemilik budak dan budak. Kelas-kelas fundamental

dan nonfundamental saling bergantung secara erat, karena dalam perkembangan

sejarahnya, kelas fundamental bisa menjadi non fundamental, dan demikian pula

sebaliknya. Sebuah kelas fundamental merosot menjadi sebuah kelas non fundamental

saaat corak produksi yang dominan yang mendasarinya secara bertahap berubah menjadi

sebuah struktur sosial ekonomi yang sekunder. Sebuah kelas non fundamental menjadi

fundamental saat sebuah struktur sosial ekonomi baru yang terdapat di dalam sebuah

formasi sosial ekonomi berubah menjadi corak produksi yang dominan.

Masyarakat juga bisa memiliki lapisan orang-orang yang tidak termasuk ke dalam

kelas-kelas tertentu, yaitu elemen-elemen tak berkelas yang telah kehilangan ikatan-

ikatan dengan kelas asalnya. Hal ini berlaku bagi lumpen-lumpen kapitalisme yang terdiri

atas orang-orang tanpa pekerjaan tertentu atau yang biasa disebut sebagai sampah-

sampah masyarakat, seperti pengemis, pelacur, pencuri dan sejenisnya. Selain kelas,

Page 34: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

33

terdapat kelompok sosial besar lain yang garis pembatasnya terletak pada latar yang

berbeda dengan latar-latar pembagian kelas, ia munkin saja didasrkan pada usia, jenis

kelamin, ras, profesi, kebangsaaan, dan pembeda lainnya.

4. Kelompok-kelompok Sosial

Sosiolog Jerman bernama Ferdinand Tonnies membedakan kelompok sosial menjadi

gemeinschaft (paguyuban) dan gesselschaft (patembayan). Paguyuban adalah bentuk

kehidupan bersama yang anggotanya diikat oleh suatu hungan batin yang murni dan

alamiah serta bersifat kekal. Kehidupan bersama dalam paguyuban memiliki ciri-ciri,

hubungan sosial bersifat menyeluruh dan harmonis, bersifat pribadi, serta berlangsung

untuk kalangan sendiri, bukan untuk orang dari luar (eksklusif).

Menurut Tonnies, paguyuban mempunyai tiga bentuk, pertama, paguyuban karena

ikatan darah/keturunan (gemeinschaft by blood), yaitu merupakan ikatan yang didasarkan

pada ikatan darah atau keturunan. Contoh: keluarga dan kelompok kekerabatan. Kedua,

paguyuban karena tempat (gemeinschaft by place), yaitu paguyuban yang terdiri dari

orang-orang yang berdekatan tempat tinggal, sehingga saling dapat tolong menolong.

Contoh: rukun tetangga dan rukun warga. Ketiga, paguyuban karena jiwa pikiran

(gemeinschaft by mind), yaitu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang walaupun

tidak mempunyai hubungan darah atau tempat tinggalnya tidak berdekatan, namun

mereka mempunyai jiwa dan pikiran yang sama, dan mempunyai ideologi yang sama.

Tonnies mengartikan patembayan sebagai ikatan lahiriah yang bersifat pokok untuk

jangka waktu yang pendek. Patembayan terbentuk oleh kemampuan pikiran (imajinasi)

serta strukturnya bersifat mekanis yang memiliki beberapa komponen. Contoh : ikatan

antara pedagang dan organisasi dalam suatu pabrik/industri.

Sedangkan pembedaan kelompok sosial ke dalam membership group dan reference

group dilakukan oleh Robert K. Merton. Membership group merupakan kelompok dimana

setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok. Reference group adalah kelompok

sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk

pribadi dan perilakunya. Seseorang yang bukan anggota kelompok sosial itu

mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tersebut.

Page 35: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

34

5. Konflik Sosial

Secara sosiologis, yang dimaksud dengan konflik sosial adalan proses sosial yang

berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok yang saling menantang

dengan ancaman kekerasan. Bahkan yang ekstrem, tidak hanya sekedar mempertahankan

hidup atau eksistensi, namun juga bertujuan untuk membinasakan eksistensi individu

atau kelompok yang dianggap menjadi lawan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan

konflik sosial, antara lain perbedaan kepentingan, perbedaan kebudayaan, perbedaan

pendapat, perberdaan aliran atau ideologi, dan perubahan nilai yang berlangsung cepat.

Menurut Samuel P. Huntington, konflik di masa depan tidak lagi disebabkan oleh

faktor ekonomi, ideologi, dan politik, melainkan disebabkan oleh faktor SARA. Konflik

SARA menjadi gejala yang semakin kuat seiring dengan runtuhnya polarisasi ideologi

dunia ke dalam komunisme dan liberalisme. Setidaknya ada enam alasan. Pertama,

perbedaan antarperadaban tidak hanya riil tetapi juga mendasar. Kedua, dunia sekarang

semakin menyimpit. Interaksi orang yang berbeda beradaban semakin meningkat. Ketiga,

proses modernisasi ekonomi dan sosial dunia membuat orang atau masyarakat

tercerabut dari identitas lokal. Keempat, tumbuhnya kesadaran perdaban karena peran

ganda Barat. Kelima, karakteristik dan perbedaan budaya kurang bisa berkompromi

dibanding karakteristik ekonomi dan politik. Keenam, regionalisme ekonomi semakin

meningkat.

Karl Marx menjelaskan konflik sosial tidak dapat dilepaskan dari hubungan-

hubungan dalam proses produksi yang bersifat eksploitatif. Masyarakat yang terpolarisasi

ke dalam kelas borjuis dan kelas proletar seperti yang dialami masyarakat kapitalis akan

mengalami kehancuran akibat dari adanya revolusi sosial yang dilakukan oleh kelas

proletar. Masyarakat kapitalis digambarkan Marx sebagai masyarakat yang menggali

lubang kuburnya sendiri. Hubungan antara kelas borjuis dan kelas proletar bersifat

eksploitatif. Artinya, kela borjuis mengeksploitasi nilai lebih kelas proletar. Bahkan Marx

mengatakan sejarah dunia adalah sejarah perjuangan kelas. Selama masyarakat masih

terpolarisasi ke dalam kelas-kelas, maka akan selalu terjadi penindasan, ketidakadilan,

dan eksploitasi. Untuk mengatasi masalah itu, Marx menawarkan revolusi sosial untuk

menciptakan masyarakat tanpa kelas yang disebut dengan masyarakat komunis.

Page 36: SOSIOLOGI BAB VIII MASYARAKAT MULTIKULTURAL …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Sosiologi... · Memahami masyarakat multikultural dan stratifikasi sosial ...

35

Sedangkan menurut Ralf Dahrendorf, konflik disebabkan adanya distribusi otoritas

yang tidak merata diantara individu atau kelompok. Sebagian individu memiliki dan

menggunakan otoritas, sebagian besar lainnya tidak memiliki dan tunduk pada

penggunaan otoritas. Individu atau kelompok yang memiliki atau menggunakan otoritas

merupakan kelas penguasa, sedangkan yang tidak memiliki atau tunduk pada penggunaan

otoritas merupakan kelas bawah. Kedua kelompok tersebut memiliki kepentingan yang

berbeda. Kepentingan kelas yang berkuasa adalah mempertahankan legitimasi posisi yang

dominan atau mempertahankan status quo. Sementara itu, kepentingan kelas bawah

adalah menantang legitimasi struktur otoritas yang ada.

Lewis A. Coser memiliki perspektif yang berbeda, dimana Coser melihat bahwa

konflik tidak hanya berdimensi negatif, namun juga memiliki dimensi positif. Coser

melihat bahwa konflik mempunyai sumbangan dalam membentuk dan mempertahankan

struktur sosial. Konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan,

penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menetapkan dan menjaga

garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat

memperkuat identitas kelompok dan menjaga agar tidak lebur ke dalam dunia sosial

sekelilingnya.

D. Referensi

Lawang, R.M.Z.. (1984). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Narwoko, J. D. dan Suyanto, B. (2004). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:

Prenada Media.

Nasikun. (1987). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Sanderson, S. K.. (1993). Sosiologi Makro. Edisi Kedua. Terjemahan. Jakarta: Rajawali

Press.

Soekanto, S. (2002). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Ritzer, G. (2002). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Terjemahan.

Jakarta: Rajawali Press. http://www.mistersosiologi.com/2015/05/masa-depan-multikulturalisme-di-Indonesia-materi-sosiologi.html