SOPT_Fara+Izzi

download SOPT_Fara+Izzi

of 36

Transcript of SOPT_Fara+Izzi

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    1/36

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    2/36

    2

    tinggi. Biasanya mengenai usia pertengahan sampai usia lanjut dan lebih sering

    mengenai pria dari pada wanita. Di Inggris terdapat sedikitnya 0,3% populasi

    dengan resiko terjadinya cor pulmonale pada populasi usia lebih dari 45 tahun

    dan sekitar 60.000 populasi telah mengalami hipertensi pulmonal yangmembutuhkan terapi oksigen jangka panjang (Aderaye, 2004). Angka

    mortalitas yang berkaitan dengan cor pulmonale sulit dinilai karena penegakan

    diagnosis cor pulmonale membutuhkan pemeriksaan yang invasif. Terdapat

    data mortalitas akibat penyakit paru kronik di Amerika yakni sekitar 100.000

    populasi per tahun, tetapi angka ini tidak menggambarkan secara khusus peran

    cor pulmonale maupun hipertensi pulmonal sekunder (Springhouse, 2005).

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    3/36

    3

    BAB II

    STATUS PENDERITA

    2.1 IDENTITAS PENDERITA

    Nama : Ny. M

    Umur : 38 tahun

    Jenis kelamin : Perempuan

    Alamat : Gondanglegi

    Status Perkawinan : Menikah

    Suku : Jawa

    Tanggal MRS : 3 Desember 2013

    No register : 252209

    2.2 ANAMNESIS

    : sendiri : orang lain

    1 Keluhan Utama : Lemas

    2 Riwayat Penyakit Sekarang:

    Pasien datang ke IGD tanggal 2 Desember 2012 ke RSUD

    Kanjuruhan dengan keluhan badan lemas sejak tadi pagi, pusing juga

    dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Pusing dirasakan terus menerus dan tidak

    mereda meskipun sudah minum obat. Pasien juga mengaku diare sejak 3 hari

    yang lalu. Konsistensi cair, nafsu makan menurun dan minum menjadi sedikit.

    Pasien juga mengeluh batuk dan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Batuk

    berdahak berwarna putih kekuningan. Sebelumnya pasien mengaku pernah

    menjalani pengobatan batuk selama 6 bulan, namun berhenti pada bulan ketiga pengobatan.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    4/36

    4

    3 Riwayat Penyakit Dahulu :

    - Penyakit TB (+)- Riwayat hipertensi (-)- Riwayat sakit gula (-)- Riwayat asma (-)- Riwayat alergi obat/makanan (-)- Riwayat penyakit jantung (-)

    4 Riwayat Penyakit Keluarga :

    - TB Paru (-)

    - Hipertensi (-)

    - Asma (-)

    - Penyakit jantung (-)

    - DM (-)

    - Alergi obat/makanan (-)

    5 Riwayat Kebiasaan

    - Riwayat merokok (-)

    -

    Minum kopi (-)- Minum alkohol (-)

    - Jamu (-)

    - Olah raga (-)

    6 Anamnesis Sistem

    1. Kulit : kulit gatal (-), lepuh (-), gatal (-), keropeng (-), makula (-),

    papula (-), nodula (-).

    2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (+) , rambut rontok (-), luka (-),

    benjolan (-)

    3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-/-),penglihatan kabur (-

    /-), ketajaman penglihatan berkurang (-/-), penglihatan ganda(-/-).

    4. Hidung : Cairan(-/-), mimisan (-/-)

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    5/36

    5

    5. Telinga : pendengaran berkurang (-/-), berdengung (-/-), cairan (-/-),

    nyeri(-/-)

    6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-)

    7. Tenggorokan : nyeri menelan (-), suara serak (-)8. Pernafasan : sesak nafas (+), batuk (+) , mengi (-)

    9. Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-), ampeg (-).

    10. Gastrointestinal : mual (-), muntah(-), diare (+), nafsu makan

    menurun (+) nyeri perut (+)

    11. Genitourinaria : BAK 3x sehari, warna kuning jernih jumlah

    dalam batas normal.

    12. Neurologik : lumpuh (-), kaki kesemutan(-), kejang (-)

    13. Psikiatrik : emosi stabil (+), mudah marah (-), gelisah (-)

    14. Muskolokeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan

    dan kaki (-),nyeri otot (-)

    15. Ekstremitas atas : bengkak (-), sakit (-), telapak tangan pucat (-),

    kebiruan (-), luka (-)

    16. Ekstremitas bawah : bengkak (-), sakit (-), telapak kaki pucat (-),

    kebiruan (-), luka (-)

    2.3 PEMERIKSAAN FISIK

    1. Keadaan Umum ( 7 Juni 2011 )

    Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan

    kurang.

    2. Tanda Vital

    Tensi : 120/80 mmHg

    Nadi : 88x / menit, reguler, isi cukupPernafasan : 22 x /menit

    Suhu : 36 oC

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    6/36

    6

    3. Kulit

    Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi

    (-), hiperhidrosis (-), lepuh (-), gatal (-), keropeng (-), makula (-), turgor

    turun (-), ikterik (-)

    4. Kepala

    Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), atrofi

    m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah /

    bells palsy (-)

    5. Mata

    Cowong, Conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), eksoftalmus (-/-),

    Jofroy sign (-)

    6. Hidung

    Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-).

    7. Mulut

    Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-).

    8. Telinga

    Nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-).

    9. TenggorokanTonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

    10. Leher

    JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

    pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

    11. Thoraks

    Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (+) , spider

    nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).

    Cor :

    Inspeksi : ictus cordis tampak

    Palpasi : ictus cordis kuat angkat

    Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    7/36

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    8/36

    8

    12. Abdomen

    Inspeksi : perut tampak mendatar, tidak ada pembesar hepar dan lien

    Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), Hepar teraba 2 jari Bawah Arkus

    kostarum, perabaan kenyal,padat, permukaan rata, pinggir tajam, bruit (-)

    Perkusi : timpani

    Auskultasi : bising usus (+) normal

    13. Sistem Collumna Vertebralis:

    Inspeksi : Deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-).

    Palpasi : Nyeri tekan (-).

    Perkusi : Nyeri ketok costovertebralis dextra (-), nyeri ketok

    costovertebralis sinistra (-).

    14. Ektremitas

    palmar eritema (-/-)

    akral dingin Oedem Clubbing finger

    - -

    - -

    - -

    - -

    + +

    + +

    15. Sistem genetalia: dalam batas normal.

    16. Pemeriksaan Neurologik:

    Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6).

    Fungsi Luhur : Dalam batas normal.

    Fungsi Vegetatif : Dalam batas normal.

    Fungsi Sensorik :

    N N

    N N

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    9/36

    9

    Fungsi Motorik :

    5 5

    5 5

    Kekuatan Tonus

    + +

    + +

    RF RP

    17. Pemeriksaan Psikiatrik:

    Penampilan : Perawatan diri baik.

    Kesadaran : Kualitatif tidak berubah, kuantitatif compos mentis.

    Afek : Appropriate.

    Psikomotor : Normoaktif.Proses berpikir : Bentuk : Realistik.

    Isi : Waham (-), halusinasi (-), ilusi (-).

    Arus : Koheren.

    Insight : Baik.

    2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Laboratorium (3 Desember 2012)

    - Hb : 12,6 ( N: 12-16)- Hematokrit : 38,1 (N: 35-47)

    - Eritrosit :4,78 (N: 3-6)

    - Leukosit: 13.900 (N:4000-11000)

    - Hitung jenis : 0/0/80/12/8

    N N

    N N

    - -

    - -

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    10/36

    10

    - LED: 31 (N:

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    11/36

    11

    2.7 FOLLOW UP

    Nama : Ny.M

    Diagnosis : TB dengan GE + Destroyed Lung dengan CPC

    Tabel 1.1 Follow Up No. Tanggal S O A P

    Diagnosa Terapi

    1 3-12-12 Sesaknafas(+),Batuk(+)

    T : 130/80mmHg

    RR : 30 x/menit

    N : 84 x/menit

    S : 37C

    Pulmo:

    1. Inspeksi: Parukiri tertinggal

    2.Palpasi:Fremitus rabakiri melemah.

    3. Perkusi: parukiri redup

    4. Auskultasi:

    SD: Ves/ves

    ST: Rh (-/-), Wh(-/+)

    Clubbing fingers+

    - Destroyedlung

    -CPC

    Non medikamentosa:

    1. Diit TKTP.

    2. Bedrest.

    Medikamentosa:

    1. O2 2-4 lit/mnt.

    2. IVFD RL 8 tpm

    3. Inj. Ranitidin 2 x 1amp IV

    4. Inj. Furocemid 20-0-0

    5. Oral: salbutamol 2mg 3x1

    6. OAT lanjut7. Attabulgit KP II tab

    jika diare.

    2 4-12-12 Sesaknafas(+),Batuk

    (+)

    T : 140/100mmHg

    RR : 30 x/menit

    N : 96 x/menit

    S : 36C

    Pulmo:

    1. Inspeksi: paru

    - Destroyedlung

    -CPC

    Non medikamentosa:

    1. Diit TKTP.

    2. Bedrest.

    Medikamentosa:

    1. O2 2-4 lit/mnt.

    2. IVFD RL 20 tpm

    3. Inj. Ranitidin 2 x 1

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    12/36

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    13/36

    13

    S : 36C

    Pulmo:

    1. Inspeksi: parukiri tertinggal

    2. Palpasi:Fremitus rabakiri melemah.

    3. Perkusi: parukiri redup

    4. Auskultasi:

    SD: Ves/ves

    ST: Rh (-/-), Wh(-/-),prolongekspirasi (-/+)

    Clubbing finger+

    Medikamentosa:

    1. O2 2-4 lit/mnt.

    2. IVFD RL 20 tpm

    3. Inj. Ranitidin 2 x 1amp IV

    4. Inj. Furocemid 20-0-0

    5. Oral: salbutamol 2mg 3x1

    6. OAT lanjut7. Antasida 4xI

    5 7-12-12 Sesaknafas(+),Batuk(+)

    T : 130/90mmHg

    RR : 28 x/menit

    N : 80 x/menit

    S : 36.2C

    Pulmo:

    1. Inspeksi: parukiri tertinggal

    2. Palpasi:Fremitus rabakiri melemah.

    3. Perkusi: parukiri redup

    4. Auskultasi:

    SD: Ves/ves

    ST: Rh (-/-), Wh(-/-),prolongeekspirasi (-/+)

    Clubbing finger+

    -DestroyedLung

    -CPC

    Non medikamentosa:

    1. Diit TKTP.

    2. Bedrest.

    Medikamentosa:

    1. O2 2-4 lit/mnt.

    2. IVFD RL 20 tpm

    3. Inj. Ranitidin 2 x 1amp IV

    4. Inj. Furocemid 20-0-0

    5. Oral: salbutamol 2mg 3x1

    6. OAT lanjut

    7 Antasida 4xI

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    14/36

    14

    BAB III

    TELAAH KASUS

    3.1 Anatomi Paru Manusia

    Paru paru adalah organ berbentuk spons yang terdapat di dada. Paru paru

    kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paru paru kiri memiliki 2 lobus. Paru paru

    kiri lebih kecil, karena jantung membutuhkan ruang yang lebih pada sisi tubuh

    ini.

    Paru paru membawa udara masuk dan keluar dari tubuh, mengambil

    oksigen dan menyingkirkan gas karbon dioksida (zat residu pernafasan). Lapisan

    di sekitar paru paru disebut pleura, membantu melindungi paru paru dan

    memungkinkan mereka untuk bergerak saat bernafas. Batang tenggorokan

    (trakea) membawa udara ke dalam paru paru. Trakea terbagi ke dalam tabung

    yang disebut bronkus, yang kemudian terbagi lagi menjadi cabang lebih kecil

    yang disebut bronkiol. Pada akhir dari cabang cabang kecil inilah terdapat

    kantung udara kecil yang disebut alveoli.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    15/36

    15

    3.2 Anatomi Jantung Ventrikel Kanan

    Letak ruang ventrikel kanan paling depan di dalam rongga dada yaitu

    tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di

    kanan depan ventrikel kiri dan medial atrium kiri. Berbentuk bulan

    sabit/setengah bulatan berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm yang disebabkan

    oleh tekanan di ventrikel kiri yang lebih besar.

    Dinding anterior dan inferior disusun oleh serabut otot yaitu trabekula

    karnae yang sering membentuk persilangan satu sama lain. Otot ini di bagian

    apikal berukuran besar yaitu trabecula septo marginal ( moderator band ).

    Ventrikel kanan secara fungsional dapat dibagi dua alur ruang yaitu alur

    masuk ventrikel kanan ( Righ ventricular out flow tract ) berbentuk tabung atau

    corong, berdinding licin terletak di bagaian superior ventrikel kanan yaitu

    infundibulum/conus arteriosus. Alur masuk dan keluar dipisahkan oleh krista

    supra ventrikuler yang terletak tepat di atas daun anterior katup trikuspid.

    3.3 Sistem Sirkulasi Darah ManusiaParu-paru mempunyai sumber suplai darah dari arteria bronkialis dan arteria

    pulmonalis. Arteria Bronkialis berasal dari Aorta torakalis dan berjalan

    sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronchialis yang besar mengalirkan

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    16/36

    16

    darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara ke vena cava

    superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena brochialis yang lebih

    kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis, karena sirkulasi bronchial tidak

    berperanan pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau

    sekitar 2-3% curah jantung. Sirkulasi bronchial menyediakan darah

    teroksigenisasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan

    metabolisme jaringan paru-paru.

    Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena

    campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mempunyai peranan dalam

    pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutup

    alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas

    antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan

    melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya

    kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    17/36

    17

    3.4 Sindroma Obstruksi Pasca TB (SOPT)

    Sindrom obstruksi pasca TB (SOPT) adalah Obstruksi yang terjadi oleh karena

    rusaknya parenkim paru akibat penyakit tuberculosis sehingga timbul fibrosis yangmengakibatkan saluran nafas menjadi tidak teratur dan terjadi kompensasi.

    Sindrom obstruksi difus yang berhubungan dengan TB paru dikenal dengan

    berbagai nama. Di Bagian Unit Paru RSUP Persahaban Jakarta, dikenal dengan nama

    TB paru dengan sindrom obstruksi dan sindrom obstruksi pasca TB (SOPT).

    Kekerapan sindrom obstruksi pada TB paru bervariasi antara 16%50%.

    Patogenesis timbulnya sindrom obstruksi pada TB paru yang mengarah ketimbulnya sindrom pasca TB sangat kompleks; pada penelitian terdahulu dikatakan

    akibat destruksi jaringan paru oleh proses TB. Kemungkinan lain adalah

    akibat infeksi TB, dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan sehingga

    menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas karena tertariknya neutrofil ke

    dalam parenkim paru makrofag aktif. Peradangan yang berlangsung lama ini

    menyebabkan proses proteolisis dan beban oksidasi sangat meningkat untuk jangka

    lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas menuju kerusakan paru

    menahun dan mengakibatkan gangguan fungsi paru yang dapat dideteksi secara

    spirometri.

    TUBERKULOSIS PARU SERTA RESPON IMUN

    Apabila tubuh terinfeksi tuberkulosis, maka pertama-tama lekosit

    polimorfonukleus (PMN) akan berusaha mengatasi infeksi tersebut. Sel PMN dapat

    memfagosit tetapi tidak dapat menghancurkan selubung lemak dinding bakteri,

    sehingga basil dapat terbawa ke jaringan yang lebih dalam dan mendapat perlindungan dari serangan antibodi yang bekerja ekstraseluler. Hal ini tidak

    berlangsung lama karena sel PMN akan segera mengalami lisis. Selanjutnya basil

    tersebut difagositosis oleh makrofag. Sel makrofag aktif akan mengalami perubahan

    metabolisme, metabolisme oksidatif meningkat sehingga mampu memproduksi zat

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    18/36

    18

    yang dapat membunuh basil, zat yang terpenting adalah hidrogen peroksida (H 2O2).

    Chaparas 1984 menerangkan bahwa mikobakterium tuberkulosis mempunyai dinding

    sel lipoid tebal yang melindunginya terhadap pengaruh luar yang merusak dan juga

    mengaktifkan sistim imunitas. Mikobakterium tuberkulosis yang jumlahnya banyakdalam tubuh menyebabkan :

    Penglepasan komponen toksik kuman ke dalam jaringan

    Induksi hipersensitif seluler yang kuat dan respon yang meningkat terhadapantigen bakteri yang menimbulkan kerusakan jaringan, perkejuan dan penyebaran

    kuman lebih lanjut.

    Akhirnya populasi sel supresor yang jumlahnya banyak akan munculmenimbulkan anergik dan prognosis jelek. Perjalanan dan interaksi imunologis

    dimulai ketika makrofag bertemu dengan mikobakterium TB, memprosesnya lalu

    menyajikan antigen kepada limfosit. Dalam keadaan normal, infeksi TB merangsang

    limfosit T untuk mengaktifkan makrofag sehingga dapat lebih efektif membunuh

    kuman. Makrofag aktif melepaskan interleukin-1 yang merangsang limfosit T.

    Limfosit T melepaskan interleukin-2 yang selanjutnya merangsang limfosit T lain

    untuk memperbanyak diri, matang dan memberi respon lebih baik terhadap antigen.

    Limfosit T supresi (TS) mengatur keseimbangan imunitas melalui peranan yang

    komplek dan sirkuit imunologik. Bila TS berlebihan seperti pada TB progresif, maka

    keseimbangan imunitas terganggu sehingga timbul anergi dan prognosis jelek. TS

    melepas substansi supresor yang mengubah produksi sel B, sel T aksi-aksi

    mediatornya. Mekanisme makrofag aktif membunuh basil tuberkulosis masih belum

    jelas, salah satu adalah melalui oksidasi dan pembentukan peroksida. Pada makrofag

    aktif, metabolisme oksidatif meningkat dan melepaskan zat bakterisidal seperti anion

    superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil dan ipohalida sehingga terjadi

    kerusakan membran sel dan dinding sel, lalu bersama enzim lisozim atau medoator,

    metabolit oksigen membunuh basil tuberkulosis. Beberapa basil tuberkulosis dapat

    bertahan dan tetap mengaktifkan makrofag, dengan demikian basil tuberkulosis

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    19/36

    19

    terlepas dan menginfeksi makrofag lain. Diduga dua proses yaitu proteolisis dan

    oksidasi sebagai penanggungjawab destruksi matriks. Komponen utama yang

    membentuk kerangka atau matriks dinding alveoli terdiri dari : kolagen interstisial

    (tipe I dan II), serat elastin (elastin dan mikrofibril), proteoglikaninterstisial,fibrokinetin. Kolagen adalah yang paling banyak jumlahnya dalam janingan ikat paru.

    Proteolisis berarti destruksi protein yang membentuk matriks dinding alveoli oleh

    protease, sedangkan oksidasi berarti pelepasan elektron dari suatu molekul. Bila

    kehilangan elektron terjadi pada suatu struktur maka fungsi molekul itu akan berubah.

    Sasaran oksidasi adalah protein jaringan ikat, sel epitel, sel endotel dan anti protease.

    Sel neutrofil melepas beberapa protease seperti Elastase adalah yang paling kuat

    memecah elastin dan protein janingan ikat lain sehingga sanggup menghancurkan

    dinding alveoli. Catepsin G menyerupai elastase tetapi potensinya lebih rendah dan

    dilepas bersama elastase. Kolagenase cukup kuat tetapi hanya bisa memecah kolagen

    tipe I, bila sendiri tidak dapat menimbulkan emfisema. Plasminogen aktivator yaitu

    urokinase dan tissue plasmin aktivator merubah plasminogen menjadi plasmin.

    Plasmin selain merusak fibrin juga mengaktifkan proenzim elastase dan bekerja sama

    dengan elastase. Oksidan merusak alveoli melalui beberapa cara seperti :

    Peningkatan beban oksidan ekstraseluler yang tinggi, secara langsung merusak selterutama pneumosit I. Secara langsung memodifikasi jaringan ikat sehingga lebih

    peka terhadap proteolisis. Secara langsung berinteraksi dengan 1-antitripsin sehingga

    daya antiproteasenya menurun.

    Tuberkulosis paru merupakan infeksi menahun sehingga sistim imunologis

    diaktifkan untuk jangka lama, akibatnya beban proteolisis dan beban oksidasi sangat

    meningkat untuk jangka yang lama sekali sehingga destruksi matriks alveoli cukup

    luas menuju kerusakan paru menahun.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    20/36

    20

    3.5 DESTROYED LUNG

    Destroyed lung merupakan gambaran radiologi yang menunjukkan

    kerusakan jaringan paru yang berat. Gambaran radiologi destroyed lung terdiri

    dari:

    Atelektasis Multicaviti Fibrosis Parenkim Paru

    3.6 COR PULMONALE CHRONIC

    3.6.1 Definisi

    Kor pulmonal sering disebut sebagai penyakit jantung paru, didefinisikan

    sebagai dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan akibat adanya penyakit parenkim

    paru atau pembuluh darah paru.

    Menurut WHO, definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan

    ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan

    fungsional dan struktur paru, tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung

    primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenital (bawaan).Menurut Braunwahl, kor pulmonal adalah keadaan patologis akibat

    hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal.

    Penyebabnya antara lain penyakit parenkim paru, kelainan vaskuler paru, dan

    gangguan fungsi paru karena kelainan thoraks, tidak termasuk kelainan vaskuler

    paru yang disebabkan kelainan ventrikel kiri, penyakit jantung bawaan, penyakit

    jantung iskemik, dan infark miokard akut.

    3.6.2 Etiologi dan Epidemiologi

    Kor pulmonal terjadi akibat adanya perubahan akut atau kronis pada

    pembuluh darah paru dan atau parenkim paru yang dapat menyebabkan

    terjadinya hipertensi pulmonal.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    21/36

    21

    Prevalensi pasti kor pulmonal sulit dipastikan karena dua alasan. Pertama,

    tidak semua kasus penyakit paru kronis menjadi kor pulmonal, dan kedua,

    kemampuan kita untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan kor pulmonal

    dengan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium tidaklah sensitif. Namun, kemajuan terbaru dalam 2-D echo/Doppler memberikan kemudahan

    untuk mendeteksi dan mendiagnosis suatu kor pulmonal. 2 Diperkirakan

    prevalensi kor pulmonal adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung

    berdasarkan hasil penyelidikan yang memakai kriteria ketebalan dinding

    ventrikel post mortem.

    Penyakit yang mendasari terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan

    menjadi 4 kelompok :

    1. Penyakit pembuluh darah paru.

    2. Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,

    granuloma atau fibrosis.

    3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada.

    4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk Penyakit Paru

    Obstruktif Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan gangguan

    pernafasaan saat tidur.

    Penyakit yang menjadi penyebab utama dari kor pulmonal kronis adalah PPOK,

    diperkirakan 80-90% kasus.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    22/36

    22

    3.6.3 Patogenesis

    Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakityang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-

    paru berulang, dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru-paru akibat

    penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    23/36

    23

    Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya terjadi

    peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi

    pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan,

    sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik kritis darirangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan resistensi vaskuler

    paru pada arteri dan arteriola kecil.

    Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler

    paru adalah: (1) vasokontriksi dari pembuluh darah pulmonal akibat adanya

    hipoksia dan (2) obstruksi dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-paru.

    Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang kuat untuk

    menimbulkan vasokontriksi pulmonal daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia

    alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru,

    sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis,

    hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan

    vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia

    dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan

    hiperkapnia, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.

    Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan

    tekanan arteri paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai oleh

    kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan

    obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah

    secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu, pada

    penyakit obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar karena efek

    mekanik dari volume paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi

    anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting vasokontriksi

    hipoksik dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira duapertiga sampaitigaperempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau rusak

    sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna. Asidosis

    respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit

    obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    24/36

    24

    perfusi-ventilasi. Setiap penyakit paru memengaruhi pertukaran gas, mekanisme

    ventilasi, atau jaringan vaskular paru dapat mengakibatkan kor pulmonal.

    Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi

    pulmonal dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya gangguan pada parenkim paru, kinerja paru, maupun sistem peredaran darah paru secara akut

    maupun kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.

    Hipertensi pulmonal dapat diartikan sebagai penyakit arteri kecil pada

    paru yang ditandai dengan proliferasi vaskuler dan remodeling. Hal ini pada

    akhirnya dapat menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah paru yang

    mengakibatkan terjadinya gagal ventrikel kanan dan kematian. Hipertensi

    pulmonal dibagi menjadi primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal primer

    adalah hipertensi pulmonal yang tidak disebabkan oleh adanya penyakit jantung,

    parenkim paru, maupun penyakit sistemik yang melatarbelakanginya. Hipertensi

    pulmonal lain selain kriteria tersebut disebut hipertensi pulmonal sekunder. 10

    Hipertensi pulmonal akibat komplikasi kronis paru (sekunder) didefinisikan

    sebagai peningkatan rata-rata tekanan arteri pulmonal (TAP) istirahat, yakni >20

    mmHg. Pada hipertensi pulmonal primer angka ini lebih tinggi yakni >25

    mmHg. Pada pasien muda (30 mmHg. Melihat hal tersebut maka

    pemeriksaan TAP harus dilakukan saat pasien dalam keadaan istirahat dan rileks.

    Terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam mekanisme terjadinya

    hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya resistensi vaskular.

    Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh

    darah pulmonal, dan trombosis in situ. Ketiga mekanisme ini terjadi akibat

    adanya dua faktor yakni gangguan produksi zat-zat vasoaktif seperti, nitric oxide

    dan prostacyclin , serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari mediator

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    25/36

    25

    vasokonstriktor seperti, endothelin - 1. Dengan diketahuinya mekanisme tersebut

    maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi lebih terang yakni

    dengan pemberian preparat nitric oxide , derivat prostacyclin , antagonis reseptor

    endothelin -1, dan inhibitor phosphodiesterase -5.Hipertensi pulmonal menyebabkan meningkatnya kinerja ventrikel kanan

    dan dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropi bilik kanan jantung. Timbulnya

    keadaan ini diperberat dengan adanya polisitemia akibat hipoksia jaringan,

    hipervolemia akibat adanya retensi air dan natrium, serta meningkatnya cardiac

    output . Ketika jantung kanan tidak lagi dapat melakukan adaptasi dan

    kompensasi maka akhirnya timbul kegagalan jantung kanan yang ditandai

    dengan adanya edema perifer. Jangka waktu terjadinya hipertropi atau dilatasi

    ventrikel kanan maupun gagal jantung kanan pada masing-masing orang

    berbeda-beda.

    Berdasarkan perjalanan penyakitnya, kor pulmonal dibagi menjadi 5 fase

    (tabel 1).

    Tabel 1. Fase perjalanan penyakit kor pulmonal

    Fase Deskripsi

    Fase 1

    Fase 2

    Pada fase ini belum nampak gejala

    klinis yang jelas, selain

    ditemukannya gejala awal penyakit

    paru obstruktif kronis (PPOK),

    bronkitis kronis, tuberkulosis paru,

    bronkiektasis dan sejenisnya.

    Anamnesa pada pasien 50 tahun

    biasanya didapatkan kebiasaan

    banyak merokok.

    Pada fase ini mulai ditemukan

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    26/36

    26

    Fase 3

    tanda-tanda berkurangnya ventilasi

    paru. Gejalanya antara lain, batuk

    lama yang berdahak (terutama

    bronkiektasis), sesak napas, mengi,

    sesak napas ketika berjalan

    menanjak atau setelah banyak

    bicara. Sedangkan sianosis masih

    belum nampak. Pemeriksaan fisik

    ditemukan kelainan berupa,

    hipersonor, suara napas berkurang,

    ekspirasi memanjang, ronki basahdan kering, mengi. Letak

    diafragma rendah dan denyut

    jantung lebih redup. Pemeriksaan

    radiologi menunjukkan

    berkurangnya corakan

    bronkovaskular, letak diafragma

    rendah dan mendatar, posisi

    jantung vertikal.

    Pada fase ini nampak gejala

    hipoksemia yang lebih jelas.

    Didapatkan pula berkurangnya

    nafsu makan, berat badan

    berkurang, cepat lelah.

    Pemeriksaan fisik nampak sianotik,disertai sesak dan tanda-tanda

    emfisema yang lebih nyata.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    27/36

    27

    3.6.6 Diagnosis

    Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya

    hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk

    menegakkan diagnosis kor pulmonal secara pasti maka dilakukan prosedur

    anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada

    anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang

    mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun fungsional.

    Fase 4

    Fase 5

    Ditandai dengan hiperkapnia,

    gelisah, mudah tersinggung kadang

    somnolen. Pada keadaan yang berat

    dapat terjadi koma dan kehilangan

    kesadaran.

    Pada fase ini nampak kelainan

    jantung, dan tekanan arteri

    pulmonal meningkat. Tanda-tanda

    peningkatan kerja ventrikel, namun

    fungsi ventrikel kanan masih dapatkompensasi. Selanjutnya terjadi

    hipertrofi ventrikel kanan

    kemudian terjadi gagal jantung

    kanan. Pemeriksaan fisik nampak

    sianotik, bendungan vena jugularis,

    hepatomegali, edema tungkai dan

    kadang asites.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    28/36

    28

    Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti dengan hanya

    pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan penunjang.

    Pada Anamnesis, biasanya pasien mengeluhkan :

    Fatigue, takipnue, exertional dyspnea , dan batuk

    Nyeri dada atau angina yang disebabkan oleh iskemia pada

    ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis.

    Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah

    mengalami arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal.

    Bisa juga ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat

    menurunnya curah jantung dan hipoksemia.

    Pada tahap lanjut, gagal jantung kanan akan mengakibatkan

    kongestif hepar, sehingga muncul gejala anoreksia, nyeri atau rasa

    tidak nyaman pada perut kanan atas, dan ikterus.

    Pada Pemeriksaan Fisik, bisa didapatkan :

    Inspeksi : diameter dinding dada yang membesar ( Barrel chest ),

    sianosis

    Palpasi : edema tungkai, peningkatan vena jugularis yang

    menandakan terjadinya gagal jantung kanan.

    Perkusi : pada paru bisa terdengar hipersonor pada PPOK, pada

    keadaan yang berat bisa menyebabkan asites.

    Auskultasi : pada paru ditemukan wheezing dan rhonki, bisa juga

    ditemukan bising sistolik di paru akibat turbulensi aliran pada

    rekanalisasi pembuluh darah pada chronic thromboembolic pulmonary hypertension . Split pada bunyi jantung II, dapat

    ditemukan pada tahap awal, namun pada tahap lanjut dapat

    terdengar systolic ejection murmur yang terdengar lebih keras di

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    29/36

    29

    area pulmonal. Bunyi jantung III dan IV juga terdengar serta

    mumur sistolik dari regurgitasi pulmonal.

    Pada Pemeriksaan Penunjang :1. Radiologi

    Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu

    akan menyebabkan berbagai gambaran parenkim dan pleura yang mungkin

    dapat menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi

    pulmonal adalah dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya,

    meruncing ke perifer, dan lapang paru perifer tampak relatif oligemia. Pada

    hipertensi pulmonal, diameter arteri pulmonalis kanan >16mm dan

    diameter arteri pulmonalis kiri >18mm pada 93% penderita. Hipertrofi

    ventrikel kanan terlihat pada rontgen thoraks PA sebagai pembesaran batas

    kanan jantung, pergeseran kearah lateral batas jantung kiri dan

    pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah retrosternal pada foto

    dada lateral.

    Gambar 2. Foto thoraks anteroposterior dan lateral kor pulmonal

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    30/36

    30

    2. Elektrokardiogram

    Gambaran abnormal kor pulmonal pada pemeriksaan EKG dapat

    berupa:

    a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih. b. Terdapat pola S1 S2 S3

    c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1

    d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1

    e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF

    f. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau

    inkomplet.

    g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan

    prekordial.

    h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK

    karena adanya hiperinflasi.

    i. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan

    gambaran gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat

    membingungkan dengan infark miokard.

    j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi

    prematur atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk

    takikardi atrial paroksismal, takikardi atrial multifokal, fibrilasi atrium,

    dan atrial flutter. Disritmia ini dapat dicetuskan karena keadaan

    penyakit yang mendasari (kecemasan, hipoksemia, gangguan

    keseimbangan asam- basa, gangguan elektrolit, serta penggunaan

    bronkodilator berlebihan).

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    31/36

    31

    3. Ekokardiografi

    Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan

    penegakan diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari

    hasil ekokardiografi dapat ditemukan dimensi ruang ventrikel kanan yang

    membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran

    ekokardiografi katup pulmonal, gelombang a hilang, menunjukkanhipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi

    susah terlihat katup pulmonal karena accoustic window sempit akibat penyakit paru.

    Gambar 4. Ekokardiografi Kor Pulmonal (Dilatasi atrium dan ventrikel kanan)

    Gambar 3. Elektrokardiografi Kor Pulmonal

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    32/36

    32

    3.6.7 Diagnosis Banding Hipertensi vena pulmonal

    biasanya diderita penderita stenosis katup mitral. Gambaran foto toraks

    berupa pembesaran atrium kiri, pelebaran arteri pulmonal karena

    peninggian tekanan aorta yang relatif kecil (pada fase lanjut),

    pembesaran ventrikel kanan, pada paru-paru terlihat tanda-tanda

    bendungan vena.

    Perikarditis konstriktifa

    dapat dibedakan dengan test fungsi paru dan analisa gas darah.

    3.6.8 Penatalaksanaan .

    Tujuan dari terapi pada cor pulmonale cronic adalah :

    1. Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas (memperbaiki hipoksia alveolar dan

    vasokontriksi paru)

    2. Menurunkan hipertensi pulmonal

    3. Meningkatkan kelangsungan hidup

    4. Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya.

    Penatalaksanaan tentu diawali pengobatan non medikamentosa seperti istirahat, diet

    jantung yang rendah garam, kemudian menghentikan faktor resiko seperti merokok

    pada pasien PPOK. Kemudian penatalaksanaan selanjutnya sebagai berikut :

    Terapi Oksigen

    Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup

    belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis : (1) terapi oksigen mengurangi

    vasikontriksi dan menurunkan resistensi vaskular paru yang kemuadian

    meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan. (2) terapi oksigen meningkatkan kadar

    oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital

    lainnya.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    33/36

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    34/36

    34

    Antikoagulan

    Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tombroemboli akibat disfungsi

    dan pembesaran ventrikel kanan adanya faktor imobilisasi pada pasien. Warfarindapat diberikan dengan dosis 2-10 mg PO 1 x 1.

    3.6.9 PrognosisSangat bervariasi, tergantung perjalanan alamiah penyakit paru yang

    mendasarinya dan ketaatan pasien berobat. Penyakit bronko pulmoner angka

    kematian rata-rata 5 tahun sekitar 40-50%. Juga obstruksi vaskuler paru kronis

    dengan hipertrofi ventrikel kanan mempunyai prognosis buruk. Biasanya penderita

    dengan hipertensi pulmonal obstruksi vaskuler kronik hanya hidup 2-3 tahun sejak

    timbulnya gejala.

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    35/36

  • 8/11/2019 SOPT_Fara+Izzi

    36/36

    36

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Aderaye, G. Causes and Clinical Characteristics Of Chronic Cor-Pulmonale In Ethiopia. East African Medical Journal . 2004. 81 (4): 202-205.

    2. Allegra et al. Possible Role Of Erythropoietin In The Pathogenesis OfChronicCor Pulmonale. Nephrol Dial Transplant.2005. 20: 2867.

    3. Eugene Braunwald : Heart Disease , Fourth edition, volume II, 1989, pp 1581-1601.

    4. Hill. N.S and Farber. W. Pul mo nar y Hy pertens ion . N E n g l J M e d .2008.359;20.

    5. H u m b e r t M , . , S i t b o n , a n d S i m o n n e a u . Tr e a t m e n t o f P u l m o n a r y A r t e r i a l Hypertension. N Engl J Med . 2004.351:1425-36.

    6. Isadore Meschan : Analysis of Roentgen Signs in General Radiology , Volume II,

    PP 1155-1157.7. Ronald Grainger, David J. Allison : Diagnostic Radiology An Anglo American,Second edition, volume I, PP. 435-623.

    8. Peter Carson : Cardiac Diagnosis , 1969, PP 278-281.9. Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, L

    Longo, J Larry Jameson : Harrisons Principles of Internal Medicine , seventeenedition, volume I, 2002, PP. 1355 1359.

    10. Kurt J. Isselbacher, Eugene Braunwald, Jean D. Wilson, Joseph & Martin,Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, edis bahasa Indonesia; Ahmad H. AsdieProf. dr. Sp.PD, ke : Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison , edisi 15,

    volume 3, 2002, hal. 1222-1226.11. Mansjoer Arif, Savitri Rakhmi, Setiowulan Wiwik, Triyanti Kuspuji, Wardhan,

    Wahyu Ika; Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, edisi ketiga, Penerbit MediaAcsculapius, FKUI, Jakarta 1999, hal. 453-454.

    12. Soeparman dan Warpadji Sarwono : Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Cetakanketiga, FKUI, Jakarta, 1998. Hal. 882-889.

    13. Price Sylvia, Wilson Lorraine : Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Jilid 1 dan2, edisi 4, EGC, Jakarta, 1995, hal. 723-725 dan hal. 650.

    14. Lily Ismodiati, Faisal Baras, Santoso K, Popy S : Buku Ajar Kardiologi, FKUI,Jakarta 2003.