Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

155

Transcript of Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Page 1: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa
Page 2: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR i

Songket MinangkabauSebagai Kajian Seni Rupa:

Bentuk, Makna dan FungsiPakaian Adat Masyarakat

Minangkabau

OlehBudiwirman

Page 3: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

ii Budiwirman

Page 4: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR iii

Songket MinangkabauSebagai Kajian Seni Rupa:

Bentuk, Makna dan FungsiPakaian Adat Masyarakat

Minangkabau

Dr. Budiwirman, M. Pd.2018

Page 5: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

iv Budiwirman

Undang-Undang Republik IndonesiaNo 19 Tahun 2002Tentang Hak Cipta

Pasal 72Ketentuan PidanaSaksi Pelanggaran

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumum-kan atau memperbanyak suatu Ciptaan atau memberi izinuntuk itu, dipidana dengan pidana penjara palng singkat 1(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tu-juh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)

2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan,memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umumsuatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Ciptaatau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) ta-hun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (li-ma ratus juta rupiah).

Page 6: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR v

Dr. Budiwirman, M. PdSongket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Penerbitan dan Percetakan. CV Berkah PrimaAlamat: Jalan Datuk Perpatih Nan Sabatang, 287, Air Mati, SolokEmail: [email protected]; [email protected]

Editor, Nasbahry C., & Rahadian Z.Penerbit CV. Berkah Prima, Padang, 20181 (satu) jilid; total halaman 236 + xvi hal.

ISBN: 978-602-5994-04-3

1. Tekstil, Songket2. Seni Rupa3. Pakaian Adat

1. Judul

Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak ataumemindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun.Secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam,atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit

Penyusun Dr. Budiwirman, M. PdEditor Dr. Rahadian Zainul, S.Pd. M.Si

Drs.Nasbahry Couto.M.SnLayout & Kover Tim Layout

Palatino Linotype 10,5 pt

Page 7: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

vi Budiwirman

KATA PENGANTAR

ahwa pakaian adat tradisional sangat memegangperanan dalam upacara-upacara adat tertentu diProvinsi Sumatera Barat. Melalui pakaian adat terse-

but tergambar pesan-pesan, nilai-nilai budaya yang terkan-dung di dalamnya, serta berkaitan pula dengan aspek-aspeklain dari kebudayaan seperti; ekonomi, sosial, politik dan kea-gamaan (Ibrahim, 1986: 2). Berkenaan dengan pesan-pesan ni-lai-nilai budaya yang disampaikannya itu maka pemakaiannyadapat mengungkapkan berbagai makna sebagai metafora sin-taktik tanda, motif hias songket tradisional Minangkabau. Me-tafora makna ini juga terlihat dari aturan-aturan pemakaiannyaseperti waktu pemakaian, jenis motif hias, dan penempatanmotif hias dan sebagainya. Aturan-aturan tersebut adalah hasilkesepakatan selingka nagari.

Oleh karena penulis yang berlatar belakang seni rupadan ingin mengkaji lebih dalam tentang songket Minangkabau,maka buku ini diberi judul: Songket Minangkabau dalamKajian Seni Rupa. Adapun bab-bab dalam buku ini adalahsebagai berikut. Bab I Pendahuluan1; Bab II Songket SebagaiProduk Budaya Lama Dan Moderen Bab. III; Usaha UntukMelihat Makna Songket; Bab. IV Makna Songket SebagaiPakaian Adat Dan Budaya Visual; Bab.V Perubahan MaknaDan Fungsi Songket Minangkabau, Jadi buku ini adalahberbagai pemikiran yang ingin mengungkap filosofiMinangkabau yang tergambar dalam pemakaian songketsebagai pakaian adat

B

Page 8: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR vii

Buku ini berguna oleh berbagai pihak diantaranyaditingkat PT sampai sekolah dasar (BAM) untuk memahamiSeni dan Budaya Minangkabau, khususnya yang mempelajarimotif hias Minangkabau. Buku ini juga ditujukan kepadapembaca umumnya seperti mahasiswa dan para pendidik yangterlibat langsung di lapangan. Diharapkan buku ini juga dapatdipakai masyarakat umumnya, dan khususnya bagi merekayang ingin mengetahui masalah hubungan motif hias denganfilosofi Minangkabau. Atas kehadiran buku ini uku ini penulismengucapkan terimakasih kepada civitas academica, yangtelah berpartisipasi dalam kajian ini juga pada jajaran pimpinanFakultas dan Universitas Negeri Padang yang telahmemberikan sokongan terhadap hadirnya buku ini, yang tidakbisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa buku ini memiliki keterbatasanjuga, karena itu kritik dan saran untuk menyempunakan bukuteori seni dan seni musik ini sangat penulis harapkan daripembaca.

Padang Mei, 2018

Penulis

Page 9: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

viii Budiwirman

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................viDAFTAR ISI................................................................................... viiiDAFTAR GAMBAR........................................................................xiiDAFTAR TABEL............................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 18A. Kajian Seni Rupa dan Kerajinan .............................. 18

1. Seni dan Kerajinan: Apa Bedanya?....................... 22. Karya Seni ................................................................ 6

B. Unsur Visual dan Organisasi Unsur Visual ............. 71. Pembangkit Bentuk, Elemen Dan Organisasi

Visual ........................................................................ 72. Karya Songket Sebagai Kajian Seni Rupa .......... 13

C. Tata Nama Motif Hias (Nomenclatur) Songket....... 181. Pengertian Tata Nama Motif Hias ..................... 182. Organisasi Unsur Visual ...................................... 233. Pemakaian Motif Hias pada Pakaian Adat ....... 274. Motif Hias yang Sering Muncul dan Terpakai .29

D. Beberapa Bentuk Motif Hias Zaman PurbaMinangkabau yang Mirip dengan Motif HiasUkiran dan Songket .................................................. 311. Motif Hias Kaluak Paku ......................................... 342. Motif Hias Itiak Pulang Patang ............................. 353. Motif Hias Pucuak Rabuang ................................. 364. Motif Hias Ulek Tantadu ....................................... 365. Pengaruh Tradisi Asing ....................................... 37

Page 10: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR ix

BAB II SONGKET SEBAGAI PRODUK BUDAYA LAMADAN MODEREN ...............................................................39A. Pendahuluan...............................................................39

1. Songket Sebagai Tenunan (Tekstil)...................392. Daerah Penghasil Songket di Sumatera Barat...43

B. Songket di Pandai Sikek............................................54C. Songket di Nagari Silungkang ................................61

BAB. III USAHA UNTUK MELIHAT MAKNA SONGKET....71A. Pendahuluan...............................................................71B. Budaya Visual dalam Konteks Semiotika...............77C. Teori Semiotika Visual ..............................................80D. Aliran-Aliran dalam Semiotika...............................83

1. Semiotika Ferdinand De Saussure......................852. Semiotika Visual Charles Sanders Pierce..........863. Penerapan Semiotika ..........................................924. Perubahan sistem tanda dan Makna pada kain

Songket ................................................................. 101E. Semiotika Roland Barthez....................................... 103F. Metafora Makna: Dari Kain Songket Ke Songket

Pakaian Adat............................................................ 1061. Bentuk dan Variasi Kalimat Mamangan Adat1112. Hermeneutika dan Penafsiran Budaya Visual:

Songket ................................................................. 113

BAB. IV MAKNA SONGKET SEBAGAI PAKAIAN ADATDAN BUDAYA VISUAL................................................. 116A. Sejarah Singkat Tenun Songket Minangkabau ....119B. Masyarakat Adat Pengguna Kain Tenun Songket

.................................................................................... 1201. Penghulu................................................................ 120

Page 11: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

x Budiwirman

3. Monti (Manti) ..................................................... 1242. Hulubalang ............................................................ 1254. Malin / Pandito...................................................... 1265. Penghulu Andiko .................................................. 1266. Urang Tuo Suku ................................................... 1277. Bundo Kanduang ................................................... 127

C. Fungsi dan Makna Songket .................................... 1281. Arti Simbolik Pakaian Penghulu Pucuak .......... 1312. Pakaian Kebesaran Penghulu . ........................... 1373. Pakaian Adat Monti / Manti............................... 1384. Pakaian Adat Malin Dan Pandito...................... 1385. Pakaian Adat Hulubalang /Dubalang ................. 1396. Pakaian Adat Penghulu Andiko ......................... 1397. Pakaian Adat Bundo Kanduang .......................... 140

D. Pakaian Kebesaran Laki-Laki................................. 1401. Deta (Destar)......................................................... 1412. Baju........................................................................ 1473. Sarawa (Celana)................................................... 1574. Pakaian Kebesaran Penghulu ............................. 1595. Sisampiang (Samping) ......................................... 1596. Cawek (Ikat Pinggang)........................................ 1647. Sandang /Salempang ............................................. 168

E. Pakaian Kebesaran untuk Perempuan.................. 1721. Tengkuluak (Tutup Kepala Wanita).................. 1722. Jenis Tengkuluak ................................................... 1743. Baju........................................................................ 1754. Salempang (Selendang)......................................... 1765. Kodek (Sarung) .................................................... 1766. Makna Simbolik Pakaian Adat dan Ragam

Hiasnya................................................................. 1777. Makna Warna Kain Songket.............................. 190

Page 12: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR xi

BAB. V PERUBAHAN MAKNA DAN FUNGSI SONGKETMINANGKABAU............................................................ 192A. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan................. 192

1. Faktor Internal ..................................................... 1922. Faktor External .................................................... 194

B. Kain Songket Sebagai Sebuah Produk Peradaban..202C. Bentuk-Bentuk Perubahan ......................................... 203

1. Perubahan Pada Elemen Visual: Motif HiasSongket ................................................................. 203

2. Perubahan Pola.................................................... 2063. Perubahan-Perubahan Material ........................ 2084. Akulturasi............................................................. 2125. Teknologi.............................................................. 213

DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 215INDEKS .......................................................................................... 224GLOSARI ....................................................................................... 227Biodata Singkat.............................................................................. 236

Page 13: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

xii Budiwirman

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Pembangkitan Bentuk Melalui Imitasi BentukManusia dan Unsur Garis Desain (Rancangan)Lukisan Leonardo Da Vincy: Perawan dan Anak(Virgin And Child) .......................................................... 9

Gambar 1.2 Organisasi Elemen Motif Hias pada SongketMenurut Fungsinya .................................................... 14

Gambar 1.3 Jenis Songket Balapak Menurut Sanday & Kartiwa(1984) ............................................................................. 15

Gambar 1.4 Jenis Songket Batabua Menurut Sanday & Kartiwa(1984) ............................................................................. 16

Gambar 1.5 Susunan Organisasi Motif Hias Songket (SumberMinarsih, 1998, dan Nasbahry C., (1999) ................. 17

Gambar 1.6 Pola Penyusunan Motif Hias yang Mirip denganPola Penyusunan Motif Hias Ukir KayuMinangkabau ............................................................... 24

Gambar 1.7 Penggambaran Makhluk Hidup pada Motif HiasTektil di Minangkabau Lebih Realistis, Ketimbangyang Ada pada Ukiran Kayu ( Sumber: Sanday &Kartiwa, (1984)............................................................. 27

Gambar 2.1 Lokasi Sentra Songket atau Pusat PenghasilSongket di Sumatera Barat (Sumber, Penulis)......... 44

Gambar 2.2 Penenun Terakhir di Nagari Tanking, SungayangBatusangkar Menurut Sandy dan Kartika (1984).... 46

Gambar 2.3 Bagan Pengaruh Eksternal Terhadap Motif SongketMenurut Sanday, 1984. ............................................... 47

Gambar 2.4 Corak Motif Songket yang Lebih Modern DariSilungkang, Menurut Sandy (1984), Motif yangDipakai Adalah Motif Hias Pohon Hayat (Tree OfLife) dan Motif Bunga Jagung (Tirai Bungo Jaguang)49

Page 14: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR xiii

Gambar 2.5 Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Sumber...............51Gambar 2.6 Oleh Sanday & Kartiwa (1984) Memperlihatkan

Beberapa Daerah Penghasil Songket di MasaLampau..........................................................................54

Gambar 2.7 Pengrajin Tenun Pandai Sikek (Foto Budiwirman,2003). ..............................................................................59

Gambar 2.8 Peta Wilayah Nagari Silungkang Kota SawahluntoSumatra Barat (Sumber: Profil Daerah Silungkang,2004) ...............................................................................62

Gambar 3. 1 Triadik Ilmu Tanda Ferdinand Saussure (185l-1913)85Gambar 3.2 Konsep Triadik/Trikotomi (Tanda Terdiri Dari Tiga

Unsur) Yaitu Tanda Sebagai Objek, Tanda SebagaiRepresentamen, dan Tanda Sebagai Intrepretan.....88

Gambar 3.3 Model Trikotomi Pierce ..............................................90Gambar 3.4 Skema Aplikasi Semiotik Pierce dan Sausure,

Sumber Sukada, Budi, A., (2002: 103)........................94Gambar 3.5 Metafora Elemen (Kata), Kadang Sebuah Elemen

Bisa Jadi Bentuk Bangunan Baru, Jika di Copot DariBangunan Induknya. Trnsformasi Bangunan SebagaiObjek dan Sebagai Komponen ...................................96

Gambar 3.6 Penerapan Skema Aplikasi Semiotik Pierce danSausure Pada Elemen dan Sintaktik (Susunan)Elemen. Makna Berubah Jika Susunan ElemenBerubah .........................................................................97

Gambar 3.7 Metafora Semantik (Makna)........................................98Gambar 3.8.a Transformasi Bentuk Dari Elemen Visual Ke

Organisasi Elemen Visual, Perubahan IniMenyebabkan Juga Perubahan Tatanama(Nomenclature), dan Terjadi Juga Metafora Sitaktik,Sebab Setiap Susunan Motif Akan Berbeda padaSetiap Fungsi Pakainya. Gambar 3.8 b. Gambar 3.8.b.Sistem Kode Semiotik Berdasarkan WaktuPemakaian Songket (Sumber Penulis) ....................101

Page 15: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

xiv Budiwirman

Gambar 4.1 Pakaian Kebesaran Penghulu Pucuk (Foto:Budiwirman, 2012). ................................................... 133

Gambar 4.2 Irwan Husein, Dt.Pahlawan Gajah Malin TangLabieh, Kesaktian Gajah Tongga Koto PiliangSilungkang Mengenakan Pakaian Kebesaran. (Foto:Repro Eliya, 2009)...................................................... 137

Gambar 4.3 “Dubalang” Menggunakan Pakaian Kebesaran DalamUpacara Adat. (Repro: Budiwirman 2012)............. 139

Gambar 4.4 “Bundo Kanduang ” Menggunakan PakaianKebesaran.(Repro: Budiwirman 2012)...................... 140

Gambar 4.5 Soluak Batimbo (Penutup Kepala) yang JugaDigunakan Oleh Penghulu (Foto: Budiwirman, 2003)...................................................................................... 144

Gambar 4.6 Para Penghulu Menggunakan Deta Bakoruik DestarBerkarut). (Foto: Budiwirman, 2010) ...................... 145

Gambar 4.7 Baju Sebagai Pakaian Kebesaran Nagari Silungkang(Repro: Budiwirman, 2012) ...................................... 147

Gambar 4.8 Lengan Lebar pada Baju Seorang Penghulu (Repro:Budiwirman, 2012) .................................................... 148

Gambar 4.9. Bawah Bahu Terdapat Siba Batanti (Foto:Budiwirman, 2003) .................................................... 149

Gambar 4.10.Tiga Buah ‘Strip’ Melingkar (Bagian Tengah BesarDiapit Dua Strip Kecil) yang Terbuat Dari BenangMakau, yang Disebut dengan Minsia (Repro:Budiwirman, 2012) .................................................... 150

Gambar 4.11. Bagian Leher dan Dada pada Baju Penghulu yangTidak Memiliki Kancing (Repro: Budiwirman, 2012)...................................................................................... 151

Gambar 4.12 Sarawa (Celana) Penghulu Dirancang denganBentuk Kaki Lebar. (Repro: Budiwirman, 2012) ... 158

Gambar 4.13. Penghulu Menggunakan Pakaian Kebesaran (Repro:Budiwirman, 2012) .................................................... 159

Page 16: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR xv

Gambar 4.14. Seorang Penghulu Mengenakan Sisompiang(Foto: Budiwirman, 2003)..........................................160

Gambar 4.15. Cawek (Ikat Pinggang) yang Sedang Terpasangpada Seorang (Foto: Budiwirman, 2003)..............165

Gambar 4.16. Sandang Adalah Bagian Dari Struktur PakaianPenghulu yang Terbuat Dari Benang Makau atauDari Kain Songket (Foto: Syafwandi, 2010)............168

Gambar 4.17. Kelengkapan Penghulu (Sketsa: Repro Riza Mutia,1997) .............................................................................170

Gambar 4.18 Tengkuluak Tanduak Adalah Bagian Dari StrukturPakaian Bundo Kanduang yang Terbuat Dari KainTenun Songket (Foto :Ariusmedi, 2010) .................173

Gambar 4.19. Selendang, Tingkuluak Tanduak Bundo Kanduang.Umur Songket Diperkirakan Sekitar 200 Tahun(Foto: Repro Eliya, 2009))..........................................174

Page 17: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

xvi Budiwirman

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Perbedaan antara Seni Rupa dan Kerajinan ................ 5Tabel 1.2 Kesamaan Nomenclatur (Tata Nama Motif Hias

Songket) pada Penelitian Budiwirman (2012) danMinarsih (1998) dan buku AA. Navis (1984)............ 19

Tabel 1.3 Nama nama motif Hias yang Dipergunakan untukPakaian Adat Minangkabau menurut PenelitianBudiwirman (2010)...................................................... 28

Tabel 1.4. Motf Hias yang Sering Muncul dan terpakai............ 29Tabel 3.1 Trikotomi Pierce ............................................................ 89

Page 18: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR xvii

Page 19: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

xviii Budiwirman

BAB IPENDAHULUAN

A. Kajian Seni Rupa dan Kerajinaneni rupa adalah cabang atau bagian seni yang berhubungan dengan bentuk atau rupa yang dapat dilihat,sehingga disebut dengan seni rupa. Sedangkan mu-

sik adalah cabang seni yang berhubungan dengan suara(bunyi).

Pada dasarnya seni rupa sebagai bagian dari seni adalahbuatan manusia yang memiliki nilai atau makna keindahan.Tetapi tidak selalu begitu, sebab banyak juga karya seni rupayang hanya menonjolkan kreativitas seniman, yang tidak ditu-jukan kepada pembuatan benda indah, tetapi sebagai mediauntuk mengkomunikasikan ide dan kreativitas tertentu.

Untuk tidak salah mengerti, songket misalnya adalahkarya kerajinan, dan tidak dapat disebut dengan karya seni ru-pa. Akan tetapi karya kerajinan ini dapat dilihat atau di analisamenurut ilmu seni rupa dan desain. Apakah seni rupa itu danapakah perbedaannya dengan kerajinan (craft)?

Untuk memahami perbedaan antara seni rupa dengankerajinan, kita dapat membuat analogi dan perbandingan mi-salnya antara pembelajaran seni rupa dengan pembelajaran

S

Page 20: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

2 Budiwirman

kerajinan. Misalnya pembelajaran apa yang diperoleh dari bela-jar kerajinan songket, atau pembuatan batik di Yogyakarta,atau kerajinan Suku Asmat di Papua. Apakah murid-muriddengan melihat semua kerajinan yang ada di mancanegara,nasional atau daerah, atau membaca kliping koran berarti te-lah mendapatkan sebuah pembelajaran seni? Jawabnya ti-dak. Kecuali tentang pengetahuan kerajinan.

Pembelajaran kerajinan adalah untuk mereproduksi pe-mikiran orang dewasa, artinya mengulangi apa yang telah ada.Sedangkan pembelajaran seni adalah pembuatan benda sesuaidengan keinginan dan imajinasi murid dan memberi kesempatan berekspresi, serta dibebaskan dari reproduksi atau polapikir orang dewasa, misalnya pola pikir dari mengulangi apayang telah ada. Misalnya dari hasil kebudayaan tertentu.

Harus dipahami bahwa sebuah pembelajaran seni dan ke-rajinan itu seharusnya berada dalam diri dan kehidupan anakitu sendiri, demikian juga dengan pendidikan seni yang meru-pakan kegiatan kreatif yang benar-benar penting bagi anak-anak. Sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimanakita mengetahui perbedaan antara keduanya dapat berlang-sung tanpa salah pengertian?

1. Seni dan Kerajinan: Apa Bedanya?

Semua ahli pendidikan akan setuju bahwa ketika anak-anakmembuat seni, mereka sebenarnya sedang mengeksplorasi,menemukan, dan berpikir. Seni mendorong orisinalitas anakdan mengungkapkan (berekspresi) secara unik dengan hasilyang tidak bisa di ramalkan (diprediksi). Tentang hal ini sudahdikemukakan oleh Nasbahry dalam sebuah tulisannya sebagaiberikut.

Page 21: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 3

"....dalam proses penciptaan seni, ada ciri khas yangmembedakan antara seni, kriya dan desain. Seniman sepertipenyair (bidang sastra, pembuat lirik lagu), dan kadang jugapada seni lukis, Seniman tidak tahu apa yang akan diaungkapkan sampai ia menetapkan ungkapan itu" Dia tidakdapat mengungkapkan sebelumnya pekerjaan seni selesaiseperti: penyair tidak bisa mengatakan kata-kata apapunsebelum puisi selesai."[1]

Kerajinan, di sisi lain, adalah sebuah kegiatan yang meli-batkan anak untuk mereproduksi gagasan orang dewasa, (mi-salnya hasil kerajinan budaya tertentu), yaitu mengikuti petun-juk tertentu untuk membuat sesuatu hal tertentu yang – hasil-nya sudah dikenal atau sudah diketahui. Kerajinan tradisional(dimanapun) atau karya desain tertentu dimanapun. Sejalandengan ini dapat dikutip sebagai berikut.

"Sebaliknya Pengrajin tahu di awal proses kerja, apapersisnya jenis produk diakhir kerja yang diinginkan:misalnya, kursi dari dimensi tertentu yang terbuat dari bahantertentu. Dia tahu sejak awal berapa banyak bahan yangdibutuhkan untuk melakukan pekerjaan, alat, dan sebagainya,dan jika dia tidak tahu hal-hal seperti ini, dia bukanlahpengrajin yang efisien dan baik".

Pembelajaran kerajinan adalah membuat kerajinan yangsudah ada, sudah dikenal. Inti dari pembelajaran kerajinanadalah meniru apa yang telah dilakukan oleh orang tertentuatau profesional, dan dengan demikian, tidak memerlukanpemikiran asli (seperti halnya dalam seni). Hal inilah yang

1 Nasbahry C., (2014), Pengertian Seni: Friksi Konsep dan Diskrepansi Arti Seni-4, (artikel), http://visualheritageblog.blogspot.com/2014/10/pengertian-seni-friksi-konsep-dan_8.html, di akses april 2017.

Page 22: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

4 Budiwirman

membedakan pembelajaran seni dengan pembelajaran keraji-nan. Disamping itu, kerajinan dimaksudkan untuk membuatsesuatu berguna atau tujuan praktis.

Dengan demikian kegiatan pembelajaran kerajinan hanyaakan memiliki nilai dengan cara ini. Berbeda dengan pembela-jaran seni hanya akan bernilai, jika menghasilkan sesuatu ben-tuk yang unik dari kreativitasnya, yang mengilhami setiapanak untuk menjadi asli (orisinal) dan inventif (pandai mencip-ta sesuatu yang sebelumnya tidak ada, dan berpikir untuk di-rinya sendiri. Dan inilah diantara ciri-ciri kreativitas yang di-kemukakan oleh Ramalis Hakim dalam tulisannya.[2]

Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa nilai-nilai pembelajaran seni, kerajinan dan seni budaya hanya akanbaik jika murid mendapatkan pengalaman yang jelas dan danbernilai baik dari pembelajaran seni maupun pembelajaran ke-rajinan dan mereka memahami untuk apa mereka mempelajarisemua hal itu.

Sebab Bahasa Indonesia tentang Seni Kerajinan, SeniKriya, Seni Budaya sampai sekarang masih bisa diperdebatkanapa artinya seni menyambung kepada kerajinan, kepada kriya,kepada budaya itu. Mengenai hal ini mungkin tidak pernahtuntas dijelaskan dalam setiap pembelajaran mengenai ini. Mi-salnya alih-alih menerangkan seni kerajinan (Art Craft) yangsebenarnya bagian dari seni justru yang diterangkan adalahkerajinan tradisional bukan pembelajaran seni. Untuk menje-laskan hal ini mungkin penulis perlu diketahui perbedaan

2 Hakim, Ramalis, 2007, “Strategi Pembelajaran Kerajjinan di SekolahDasar”, Jurnal Forum Pendidikan, UNP Press, April 2007

Page 23: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 5

pembelajaran seni dan kerajinan dalam tabel sebagai berikutini.

Tabel 1.1.Perbedaan antara Seni Rupa dan Kerajinan

Unsur Seni (Art) Kerajinan Tangan(Handycraft)

Kreativitas kreatif, unik, original Bukan untuk tujuan kreatiftetapi kognisi,pembaharuan (innovation)dan ketrampilan, sebabkarya bisa mirip (atau sama)hasilnya dengan anak-anaklain

Sumber berasal dari dalam diri anak diarahkan oleh orangdewasa

Orientasi hasilakhir dalamberkarya

Berorientasi terbuka, hasilakhir tidak diketahui

berorientasi ke satu arahdan tertutup, hasil akhirnyadiketahui

Penilaian Nilai proses samapentingnya dengan nilaiproduk jadi

Nilai produk jadi lebih tinggidari nilai proses

Tujuan Memproduksi, ekspresi diriatau penyataan diri,komunikasi, tidak selalumeniru

Memproduksi, menyalindan meniru

Menurut Ardipal dan nasbahry (2016:31) dalam tulisan-nya tentang teori seni dan seni musik, bahwa ada empat bi-dang ilmu seni yaitu [3]

3 lihat juga, academic standards for the arts and humanites, pennsylvaniadepartment of educaton dan visual_arts_standards_grades_oct_2013: http://www.norman.k12.ok.us/assets/files/visual_arts_

Page 24: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

6 Budiwirman

1. Aspek Produksi, Pagelaran dan Penampilan Seni (Tari,Musik, Teater dan Seni Rupa)

2. Konteks seni terhadap Budaya dan Sejarah Seni(Tari,Musik, Teater dan Seni Rupa)

3. Aspek Respon Kritik Seni (Tari, Musik, Teater dan SeniRupa)

4. Aspek Respon Estetik Seni (Tari, Musik, Teater danSeni Rupa)

2. Karya Seni

Mengutip apa yang dikatakan oleh Ardipal & Nasbahry(2016:31) kajian ilmu seni yang pertama di bahas adalah ten-tang produksi seni. Istilah “production of art” atau produksi senisebenarnya tidak asing bagi telinga orang barat, berbeda den-gan orang Indonesia, yang sering menyebut menghasilkan seniadalah kegiatan kreatif, sehingga hasil seni sering disebut krea-si seni. Produksi seni sebenarnya menyangkut banyak hal, bu-kan hanya melibatkan seorang individu dengan alat dan bahanserta teknik dalam seni seperti yang dianggap kebanyakanorang. Memang dalam berkarya orang memerlukan alat danbahan atau teknik seni, tetapi karya seni tidak selalu ditentu-kan hal itu. Seni bisa dihasilkan melalui cara lain, misalnya se-niman menemukan gagasan atau ide baru. Kemudian ditentu-kan alat dan bahannya. Bisa juga melalui meniru gaya atau te-ma karya seni yang sudah ada. Bahkan karya seni bisa juga di-buat hanya melalui elemen-elemen dasarnya. Oleh karena itu

standards_grades_oct_2013.pdf dan oas_music standards_3-4-15:

Page 25: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 7

uraian di bawah ini menjelaskan beberapa hal yang berkaitanerat dengan dengan pengolahan dan penampilan seni itu. [4]

Beberapa hal yang berkaitan dengan aspek produksi, pa-gelaran dan penampilan seni adalah berikut ini. (1) produksiseni melalui elemen dasar dan prinsip-prinsip penyusunan se-ni; (2) produksi seni melalui pagelaran (performance) seni; (3)produksi seni melalui kosakata seni; (4) produksi seni melaluigaya, hasil seni; (5) produksi seni melalui tema bentuk seni; (6)produksi seni melalui imitasi dan pengaruh sejarah dan bu-daya serta tampilan seni; (7) produksi seni melalui fungsi lati-han dan analisis praktik seni; (8) produksi seni melalui perala-tan, alat dan bahan seni; (9) Produksi seni melalui partisipan(pelaku seni) seni, 10)produksi seni melalui teknologi seni; (11)produksi seni melalui teknologi dalam konteks tradisi, sosialdan budaya.

B. Unsur Visual dan Organisasi Unsur Visual1. Pembangkit Bentuk, Elemen Dan Organisasi Visual

Pentingnya untuk memahami organisasi visual adalah karenaperubahan makna yang terjadi. Kain songket sebagai karyakerajinan telah mengalami perubahan, dengan kata lain sejakdari proses menenun sampai ke pemakaiannya telah terjadiperubahan bentuk dan makna. Misalnya, motif hias sebagaisalah satu elemen kain songket memang memiliki maknatersendiri. Namun saat dia menjadi kain songket denganberagam motif hias maknanya lain lagi, demikian juga saatkain songket telah menjadi pakaian. Saat songket sebagai kaintenunan maknanya hanya sebagai barang pusaka atau barang

4] lihat http://nasbahrygalleryedu.blogspot.co.id/2011/10/aspek-produksiperagaan-dan-penampilan.html

Page 26: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

8 Budiwirman

dagangan/komersial. Masalah ini nanti akan di bahas dalamkajian semiotika.

Oleh karena itu sesuai dengan kajian seni rupa perludikemukakan terlebih dahulu bagaimana karya seni rupa dankarya-karya lainnya itu terbentuk, mulai dari elemen dasarkepada bentuk jadi. Salah satu referensi tentang ini adalahmengenai bentuk, dan bagaimana bentuk itu ditimbulkan ataudi bangkitkan.

Menurut Nasbahry & Harmaini (2003) [5] Sampai saat se-karang masih terdapat pandangan bahwa untuk membang-kitkan bentuk-bentuk pada karya seni rupa, dibutuhkan prin-sip organisasi elemen estetik seperti unity, harmony, rhythm danunity. Dalam menciptakan karya seni memang diperlukanprinsip-prinsip penyusunan elemen seperti ini. Tetapi prinsip-prinsip ini bukanlah unsur estetik. Sebab dalam pandanganbaru, estetik hanya respon manusia terhadap susunan karyaseni rupa.

Estetika memang salah satu tujuan seni visual, tetapi bu-kan satu-satunya tujuan. Oleh karena sifatnya, estetika lebihcocok dilihat sebagai interpretasi terhadap kualitas produk senirupa (respon manusia), sebagai bagian dari salah satu pesan(message) yang ingin disampaikan olehnya (Wallschlaeger,1992:375-389); dan oleh Johnson (1994:395-434) estetika hanyadilihat sebagai hasil reaksi terhadap karya si perupa atau de-sainer yang muncul kemudian, atau secara tidak disengaja.

5 Nasbahry & Harmaini, 2003, “Pembangkit Bentuk Sebagai Ilmu DasarVisual Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Dan Penelitian SeniRupa, Arsitektur Dan Desain”, Jurnal Fakultas Teknik UniversitasBung Hatta

Page 27: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 9

Menara Eiffel di Paris, misalnya pada saat pertama dibuat tidaklah oleh alasan estetik, tetapi alasan eksperimenstruktur baja. Karya ini, pada awalnya dikritik, tetapi kemu-dian menjadi pujaan rakyat di kota Paris dan dianggap bernilaiestetik.

Salah satu cara tradisional dalam membangkitkan bentukdalam seni rupa adalah dengan peniruan bentuk alam (imitasipada seni rupa: Feldman, 1967: 138) dan peniruan model seper-ti peniruan gaya, langgam, tipologi pada desain dan arsitektur,(Feldman, 1967:162-163, Attoe: 1978 :33-41, Walker, 1989) me-megang peran penting dalam pembangkitan bentuk seni rupa,desain dan arsitektur.

Menurut cara lama lama, pelukis melihat alam, dia mera-sakan keindahan alam (ini adalah responnya terhadap alam).Kemudian mencoba mereproduksinya kembali dalam bentuklukisan. Penciptaan bentuk dalam pengertian ini adalah repre-sentasi atau imitasi model bentuk-bentuk yang sudah ada,

yang ditiru oleh perupa dandesainer dan dijadikan sebagaiobjek-objek berkarya. (gambar1.1)

Gambar 1.1.Pembangkitan BentukMelalui Imitasi Bentuk Manusia danunsur Garis Desain (Rancangan) Lu-kisan Leonardo Da Vincy: Perawan

dan Anak (Virgin And Child)

Untuk menciptakan karyavisual, Feldman membatasi

Page 28: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

10 Budiwirman

empat elemen imaji pembangkit bentuk seperti: garis, bentuk,terang gelap dan warna, sebagai berikut:

1. Garis (line: Feldman, 1967: 224), adalah imaji optis yangmenciptakan suatu arti atau makna (Feldman, 1967:225). Seniman atau desainer dapat menggunakan ele-men optis garis itu sebagai alat untuk menciptakan su-atu kesatuan bentuk yang disebut karya visual, baikmelalui media bidang datar maupun media ruang(Feldman, 1967: 227). Teori ini umumnya dibangun ataspengamatan kepada proses atau teknik menciptakanelemen garis sehingga terbentuk kembali yang sudahdikenali itu melalui garis.(gbr1)

2. Bentuk (Shape) atau imaji bentuk: Feldman, 1967: 233-240) adalah susunan elemen optis yang telah diidenti-fikasi sebagai suatu kesatuan bentuk yang dapat dike-nali seperti lingkaran, segitiga, segi empat, kucing, po-hon dan sebagainya. Bentuk itu dipakai sebagai subjectmatter (pokok soal) karya visual. Dalam hal ini Feld-man memahami ‘shape’ sebagai imaji bentuk, sedang-kan ‘form’ sebagai bentuk nyata atau bentuk real. Bebe-rapa bentuk itu diidentifikasikan Feldman sebagai ben-tuk geometris (Feldman, 1967: 234), bentuk absolut,atau bentuk yang berasal dari alat mekanis (p.234),bentuk yang berasal dari buatan tangan (craft) yang si-fatnya irregular, atau bervariasi, bentuk-bentuk mi-kroskopis, lengkung (curvilinear), bentuk yang berasaldari makhluk hidup (biomorfis), yang diklassifikasikansebagai bentuk-bentuk organik, geometrik dan non or-ganik.

3. Terang dan bayangan gelap (light and shade) atau tone(Feldman, 1967: 240). Terang dan gelap, adalah salah

Page 29: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 11

satu pembangkit terjadinya bentuk, yang lain sebagaipembangkit bentuk menurut Feldman adalah ‘bayan-gan’ (shadows), kejelasan (contrast), dan penyinaran(iluminasi). Teori ini dibangun dari pendapat bahwakarya seni rupa dikontrol oleh cahaya, dimana bentukdigerakkan, dibangkitkan oleh kehadiran sinar (ca-haya). Sehingga dapat kita pahami bahwa akhirnyaFeldman menggunakan beberapa istilah, yang diambildari studi terang gelap (tone) dalam sejarah seni rupa.Misalnya studi-studi lukisan era Renesan yang disebutdengan chiaroscuro, atau di era Barok yang disebutdengan iluminasi Barok, dalam rangka imitasi atau re-presentasi (mengimba) objek.

Warna (color). Warna dianggap Feldman penunjangbangkitnya suatu bentuk, yang subjektif. Dia dapat mengiden-tifdikasi warna sebagai berikut.

1. Hue, yaitu label atau nama setiap warna primer sepertiwarna merah, kuning, biru. Warna ini dapat diturun-kan dalam satu spekturm, misalnya oranye adalahcampuran kuning dengan merah;

2. Value, yaitu kejelasan atau kegelapan satu warna; in-tensity, yaitu keaslian atau ketidak aslian sebuah war-na.

Secara teoritik warna adalah peristiwa gelombang cahaya.Perbedaan warna dijelaskan sebagai perbedaan panjang ge-lombang cahaya. Warna membantu kejelasan terbentuknya im-aji bentuk. Benda alamiah dianggap memiliki warna. Pada eralahirnya impresionisme dan paska-impresionisme, kajian war-na adalah hal yang pokok dan penting dikaji.

Page 30: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

12 Budiwirman

Peniruan atau abstraksi bentuk alamiah dilakukan mela-lui warna pigmen. Teori-teori Feldman tentang warna masihdalam kerangka teori warna pigmen ini. Hal ini dibuktikandengan beberapa definisinya tentang warna, diantaranya ada-lah 1) warna lokal (local colour), 2) warna komplementer(Complementary colours), 3) Analogous colours (warna analo-gus) 4) warna panas dan dingin (warm and cools colours), dan5) Warna sebagai suatu gagasan (color as an idea), p: 250).

Walaupun teori ini sudah kuno, Feldman (1967) menyim-pulkan bahwa semua imaji-imaji bentuk yang dilihat manusiasecara optis dapat disebut dengan elemen-elemen visual (visu-al element).

Secara teoritik, berdasarkan elemen-elemen optical sensa-tion inilah seniman pematung, pelukis dan desainer mengor-ganisir karyanya, sehingga tercapai apa yang disebut Feldmandengan design atau kesatuan elemen (unity of element design).

Namun salah satu ketertinggalan konsep Feldman ini,dia sama sekali tidak membahas 1) titik (point) dan 2) tekstursebagai pembangkit bentuk, disamping ketertinggalannya dalamkonsep-konsep baru tentang prinsip-prinsip organisasi visual.Tekstur dianggap oleh Feldman hanya sebagai bagian dari tone.(Feldman, 1967: 250). Singkatnya Feldman membedakan 2 ma-cam imaji bentuk .

1. Imaji bentuk yang murni sebagai “optical sensation” sepertigaris, bentuk, warna, terang-gelap

2. Imaji bentuk yang sebagai hasil “optical sensation withmeaning” (concept of form with meaning) yang menyampai-kan suatu pesan (message) tertentu seperti rumah, pohon,anjing, batu, orang dan sebagainya.

Page 31: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 13

Dapat dipahami bahwa kajian dan penelitian bentuk yangdilandasi oleh bentuk-bentuk yang sudah dikenal seperti ben-tuk alamiah, dan model bentuk adalah kajian yang terbatashanya dalam rangka mengenali 1) nama (label) yang dipakaimodel bentuk, 2) pengabstraksian model, 3) penyusunan or-ganisasi elemen model dan 4) penempatan model, dalam rang-ka penciptaan bentuk baru.

Hal ini berlaku pada bidang seni rupa murni seperti padaseni lukis, seni patung, karya-karya desain dan arsitektur. Da-lam seni rupa tradisional peniruan dilakukan kepada model-model bentuk produk komunitas kultur tertentu. Hal ini dapatdibuktikan, betapa banyaknya model-model dan labelisasi(tatanama) verbal bentuk tradisional.

Model bentuk dengan pesan simbol yang hanya dipahamioleh kultur setempat. Pembangkitan bentuk ini muncul bukankarena tradisi berpikir dalam bidang bahasa visual, tetapi ben-tuk ini lebih tepat dikatakan dibangkitkan oleh penerimaan(reception), kehendak sosial dan budaya pada suatu masa ter-tentu (convention) (Wallschlaeger, 1992:381 dan Walker, 1989).

2. Karya Songket Sebagai Kajian Seni Rupa

Seperti yang telah di uraikan di atas, tentu timbul pertanyaan,bagaimana kita menganalisis karya songket? Seba gaimanakita menilai Karya Seni Rupa, cara pembangkit bentuknya ada-lah elemen elemen dasarnya terutama susunan benang, susu-nan garis dan bentuk-bentuk yang terpapar di atas kain.

Dan bentuk itu sendiri akan berubah jika kain itu di jahitdalam bentuk pakaian manusia, sehingga bentuk-bentuk kainyang datar itu sekarang berubah dan mengikuti prinsip bentuk

Page 32: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

14 Budiwirman

tubuh manusia (terjadi transformasi bentuk). Sehingga disebutdengan pakaian.

Nama dan bentuk-bentuk motif hias yang terdapat dalamtradisi Minangkabau. Nama-nama dan corak motif hias itumemiliki arti dan maksud tersendiri. Namun pada saat diamenjadi kain maka organisasi motif hias itu dinilai bukan lagisebagai motif, tetapi sebagai jenis kain songket.

a. Organisasi Motif Hias pada Kain Menurut Fungsinya

Dalam hal ini ada dua cara menilai organisasi susunan motifhias ini pertama menurut fungsinya dan yang kedua menurutsusunan motifnya. Yang pertama ini juga terdiri dari dua ma-cam yaitu

disebut dengan kain songket Balapak dan disebut dengan kain songket Batabua.

Seperti yang tergambar di bawah ini.

Gambar 1.2 Organisasi Elemen Motif Hias pada Songket Menurut Fung-sinya

Page 33: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 15

Seperti yang dijelaskan oleh Sanday & Kartiwa (1984)kain emas dan perak Sumatera Barat (kain songket) digolongkansebagai berikut: (1) kain songket Balapak dianyam de-ngan hiasan emas atau perak yang tebal di seluruh permu-kaan; (2) kain songket Batabua atau batabur ditenun dengan motifemas dan / atau perak yang lebih tersebar luas. Yang terakhirini juga disebut kain songket babintang, setelah motif bintang,bintang, yang menghiasi latar belakang yang ditenun dari war-na-warna solid hijau, merah, hitam atau ungu. Nama-nama inisecara luas dipahami di Sumatera Barat, meskipun di daerah-daerah tertentu nama lain dapat diganti untuk membedakandua jenis kain songket.

Gambar 1.3 Jenis Songket Balapak Menurut Sanday & Kartiwa (1984)

Page 34: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

16 Budiwirman

Gambar 1.4 Jenis Songket Batabua Menurut Sanday & Kartiwa (1984)

Azipua (2014), dan juga Budiwirman (2012) menjelaskanbahwa organisasi motif hias tenunan songket Balapak hampirseluruh permukaan dipenuhi dengan hiasan benang emas atauperak, cara membuatnya benang emas atau perak dimasukandari salah satu sisi kesisi yang lain silih berganti dengan be-nang dasar kemudian dimasukan kembali ke arah semula, tan-pa memutus benang tersebut. Kain songket Balapak, artinyakain yang ditenun yang berfungsi secara khusus denganmemakai beragam motif-motif hias

Sedangkan motif Batabua yang disungkit hanya sesuaidengan desain motif yang rencanakan pada bidang kain. Dis-ebut Batabua karena motif hias tidak memenuhi seluruh bidangkain, hanya beberapa bagian saja.

Page 35: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 17

b. Organisasi Motif Hias dan Penempatannya

Menurut Budiwirman (2012) dan juga Minarsih (1998) [6]susunan ragam hias songket dibagi sesuai dengan penempatan,yaitu pada kepala kain, kaki kain (bagian bawah kain) dan ba-dan kain. Pada kepala kain biasanya dipakai motif pucuk re-bung dan pada kaki kain dipakai motif pucuk rebung atau mo-tif pinggir lainnya, pada badannya diisi dengan motif bungatabur atau motif beraturan.

Motif songket terdiri dari bentuk-bentuk geometri danbentuk alam. Dari hasil teknik menenun, motif yang dilahirkanberbentuk geometri. Motif yang berasal dari alam berupa tum-buh-tumbuhan dan binatang serta bentuk benda alam lainnya.Bentuk tumbuh-tumbuhan meliputi bentuk bunga, daun, buahdan tampuk serta salur-saluran.

Gambar 1.5 Susunan Organisasi Motif Hias Songket (Sumber Minarsih,1998, dan Nasbahry C., (1999)

6 Minarsih. 1998, Korelasi antara Motif Hias Songket dengan Ukiran Kayudi Provinsi Sumatera Barat, (Tesis), Bandung: I T B.

Page 36: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

18 Budiwirman

C. Tata Nama Motif Hias (Nomenclatur)Songket

1. Pengertian Tata Nama Motif Hias

Tata nama atau nomenklatur (bahasa Inggris: nomenclature)berasal dari bahasa Latin: nomen untuk penamaan atau calarebagi sebuah penyebutan dalam bahasa Yunani:ονοματοκλήτωρ yang berasal dari kata όνομα atau onoma yangsama berarti dengan bahasa Inggris kuno :nama dan bahasaJerman kuno: namo adalah merujuk pada persyaratan, sistemprinsip-prinsip dasar, prosedur dan persyaratan yang berkai-tan dengan penamaan yang dapat merupakan pembakuan kataatau frasa penugasan untuk objek tertentu.[7]

Penamaan (nomenclature) motif hias songket menarik un-tuk dikaji karena penamaan ini sifatnya bisa lokal saja,misalnya nama yang terdapat pada songket di Pandai Sikekbisa berbeda namanya dengan yang ada di Silungkangwalaupun bentuknya sama.

Menurut penelitian Minarsih, banyak persamaan namamotif hias songket ini dengan motif hias yang ada pada motifhias ukir kayu Minangkabau. Seperti yang digambarkan padabagian sebelumnya (gambar. 1.2) terjadi karena perubahan su-sunan, organisasi dan fungsi tekstil. Sebagai contoh jika motifhias dipakaikan kepada sandal minang atau dompet, sekarangtentu tidak disebut lagi dengan kain songket, tetapi jika di pa-kaikan untuk pakaian adat, maka namanya sekarang akan be-rubah sesuai dengan fungsinya.

7 Nomenclature - definitions from Dictionary.com". Diakses tanggal 2009-10-19

Page 37: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 19

Menurut penelitian Budiwirman terdapat 28 nama motifhias songket di Silungkang dan lain peneliti misalnya Minarsihmenemukan 54 nama motif hias songket di Sumatera Barat(tabel 1.1). Dari penelitian minarsih tentang perbandingan na-ma motif hias songket dengan ukiran di temukan lebih dari 82buah nama motif hias ukiran. Dapat disimpulkan bahwa baikpenelitian Budiwirman (2010), Minarsih (1998) dan Nasbahry C(1999). Tentang perbandingan ini menunjukkan nama motifhias antara songket dan ukran, terdapat nama motif songketyang lebih sedikit dan lebih sederhana dari pada motif hiasukiran rumah gadang (bentuk dan namanya lebih banyak).

Tabel 1.2 Kesamaan Nomenclatur (Tata Nama Motif HiasSongket) pada Penelitian Budiwirman (2012) dan Minarsih(1998) dan Buku AA. Navis (1984)

No Nama MotifBudiwirman

Minarsih

AANavis

(buku)

2012 1998 1984

1 Ampiang Taserak 1

2 Anyam 1 1

3 Aka Cino 1 1 1 3 v

4 Aka bapilin 1 1

5 Aka Tajulai 1 1

6 Anggur 1 1

7 Atua bada 1 1 2

8 api-api 1 1 2

9 Motif Babungo 1 1 2

10 Bada Mudiak 1 1 2

11 Balah Kacang 1 1 2

Page 38: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

20 Budiwirman

No Nama MotifBudiwirman

Minarsih

AANavis

12Barantai/ barantaiputiah 1 1 2

13 Barantai Merah 1 1

14 Batang Pinang**) 1 1 1 3 v

15Barantai/CukiaBarantai 1 1 2

16 Bareh randang 1 1

17 Basiriang 1 1

18 Batabua *) 1 1 2

19Bijo Bayam**)/BijiMantimun 1 1 2

20 Biku-biku 1 1 2

21 Buah palo bapatah 1 1 2

22 Bungo Ganja Gamulai 1 1

23 Bungo Taratai 1 1

24 bungo sitaba 1 1

25 Bugis batali 1 1

26 Buruang 1 1

27 Cukia baserak 1 1 2

28 Cukia bugih 1 1 2

29 Cukia Kaluak 1 1

30 Cukia Ulek lado 1 1

31 Ilalang Rabah 1 1

32 Itiak Pulang Patang 1 1 1 3 v

33 Kaluak Paku 1 1 2

34 kaluak babungo 1 1

Page 39: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 21

No Nama MotifBudiwirman

Minarsih

AANavis

35 kaluak rantai 1 1

36 Kunang-2 merah 1 1

37 Limpapeh 1 1

38 Lumuik hanyuik 1 1

39 Mato ayam 1 1 2

40 Melati Baruntai 1 1

41 Paga ilalang 1 1

42 Pucuak Rabuang 1 1 1 3 v

43 Saik Ajik/wajik 1 1 1 3 v

44 Saik kalamai 1 1 2

45 Saga 1 1

46 Salapah2 1 1 2

47 Saluak laka 1 1 2

48Sirangkak/ KapitiangTakuruang 1 1 2

49 Sayok buruang 1 1

50 silalang rabah 1 1 2

51 Tampuak Manggih 1 1

52 Talua Buruang 1 1

53 Tali buruang 1 1

54 Tirai 1 1 2

55 Tirai Pucuak Jaguang 1 1 2

56 Tirai tapi 1 1

57 Tirai gadang 1 1

58 Ulek Tantadu 1 1 2

59 Ulek bararak 1 1

Page 40: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

22 Budiwirman

No Nama MotifBudiwirman

Minarsih

AANavis

60 Sicantiak manih 1 1

61 Susun Siriah 1 1

28 57 10

Jadi jika kita bandingkan penamaan motif hias songketantara beberapa peneliti akan terdapat perbedaan nama.Misalnya pada tabel 1.1 diperlihatkan penelitian Budiwirman(2012) dengan penelitian Minarsih ( 1998) dan yang ditulis A.A.Navis dalam bukunya “ Alam Takambang Jadi Guru” (1984),akan terdapat 61 buah nama motif hias dari ketiga penulisanini ternyata.

1. Hanya ada lima motif hias yang sering disebut yaitu: (1)aka Cino, (2) Batang pinang, (3) Itiak Pulang Patang, (4)Kaluak Paku, (5) Pucuak Rabuang, dan (6) saik ajik/ wajik.

2. Dari 61 motif hias itu, hanya 28 nama yang di sebut padapenelitian Budiwirman yang berpusat di Silungkang

3. Dari 61 motif hias itu hanya 57 motif hias yang disebutMinanrsih

4. Dari 61 motif hias itu hanya 10 nama motif hias yangdisebut oleh A.A. Navis.

Daftar ini bisa diperpanjang lagi jika di bandingkan hasilnomenclatur dari beberapa penulis lainnya. Dapat disimpulkanpertama bahwa penamaan ini bisa saja bersifat lokal, artinyanama yang ada di Silungkang mungkin tidak ada pada sentrasogket di Pandai Sikek dan sebaliknya. Sedangkan pada bukuA.A. Navis hanya sekedar memberi contoh tentang bentuk dannama motif hias songket yang dikenalinya.

Page 41: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 23

Kedua, penamaan ini tergantung kepada pengetahuandari sumber data responden saat di wawancarai, sebab daripenelitian Budiwirman (2012),seperti tabel 1.2. memperlihatkanbahwa peneliti tidak hanya meneliti di satu tempat tapi padake tiga sentra songket di Sumatera Barat (Pandai Sikek, Kubangdan Silungkang).

Kesimpulan ketiga adalah bahwa dalam sistem penamaanbisa saja menunjuk bentuk motif hias yang sama, tetapinamanya sedikit dibedakan tergantung kepada penamaanlokal, misalnya. Nama motif Cukia diberikan nama yangberbeda beda seperti: Cukia baserak, Cukia bugih, CukiaKaluak, Cukia Ulek lado atau seperti penamaan: Kaluak Paku,kaluak babungo dan kaluak rantai (lihat tabel 1.1).

2. Organisasi Unsur Visual

Menurut penelitian Minarsih (1998), jumlah nama motif ukiranada sebanyak 82 buah termasuk nama yang terulang. Dan ter-dapat pola penyusunan yang sama antara Ukiran dan songket,yaitu mengisikan motif bidang besar yang di apit oleh motifpinggir. Pola seperti ini diperlihatkan oleh gambar 1.7 berikutini.

Page 42: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

24 Budiwirman

Gambar 1.6 Pola Penyusunan Motif Hias yang Mirip dengan Pola Penyu-sunan Motif Hias Ukir Kayu Minangkabau

Motif besar ditempatkan pada ‘kepala’ songket, yang bi-asanya dipasang menghadap ke depan. Pada bagian tengahsongket disusun motif berukuran sedang. Sedangkan pada ba-gian pinggir terdapat motif pinggir yang lebih kecil. Motif bi-dang besar adalah baratai putiah, balah kacang gadang, baratai me-rah,sedangkan motif bidang menengah adalah salapah, saik ka-lamai, tampuak manggih, anyam biji antimun, cukia kaluak, saluaklaka, tirai dan basiriang, motif pinggir antara lain tirai ketek, ItiakPulang Patang, biku-biku, Ulek Tantadu, anyam, dan bada mudiak.

Page 43: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 25

Seperti yang diketahui nama-nama motif hias songket di-antara tenunan yang dihasilkan di kawasan pusat pengrajintenun songket seperti di Pandai Sikat, Sillungkang dan Kubangsudah di lakukan antara lain oleh Minarsih (1998) dan mem-bandingkannya dengan nama-nama ukiran yang terdapat dikawasan itu. Dari hasil penelitiannya dinyatakan memang ter-dapat terdapat hubungan antara kedua ragam hias baik darisegi rupa maupun makna. Akan tetapi tidak dapat dibuktikanbahwa motif songket mempengaruhi motif ukiran. Kemungki-nan besar justru sebaliknya.

Analisis nama dan ciri bentuk motif hias pada songketdan ukiran pada tabel di atas terbaca persamaan nama motifukiran yang terdapat di kawasan studi kasus dengan motif hiassongket.

Klassifikasi motif didasarkan atas nama yang berasal dariflora, fauna dan alam benda. Terdapat persamaan nama mi-salnya kelompok motif flora seperti motif akar, Kaluak Pakudan Pucuak Rabuang. Persamaan pada motif fauna adalah mo-tif bada mudiak, Itiak Pulang Patang, dan tantadu manyasok bungo,pada motif alam benda adalah motif biku-biku, motif tirai, saikgalamai (ajik), dan saluak laka dan lainnya.

Dari tabel terlihat bahwa dari segi penamaan, namamotif ‘sicantik manis’(songket) diduga berasal dari nama ‘si-kambang manis’ (ukiran). Nama saik ajik (ukiran) menjadi ‘saikgalamai’ (pada songket) sebab kedua motif itu sama bentuknya.Nama motif akar Cino (pada ukiran) lebih disederhanakan pa-da songket dengan nama-nama ‘akar terjulai’, akar berpilin.Tidak seperti ukiran yang memiliki tambahan nama misalnyadengan tambahan nama ‘berdaun’, ‘berayun’ dan sebagainyayang juga mengambil nama flora. Pada songket beberapakali

Page 44: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

26 Budiwirman

ditemukan nama lain untuk motif yang sama di ukiran, misal-nya motif bada mudiak (ikan beriring), di songket namanya ‘si-riang’.

Kemiripan atau ketidaksamaan nama dapat dipahamikarena satu benda di Minangkabau dapat memiliki lebih darisatu nama. Ulek/ulat misalnya bisa diganti dengan tantadu, jadijika namanya tantadu manyasok bungo di ukiran, maka ulek bara-rak di songket. Jika saik ajik di ukiran, maka saik galamai disongket, jadi kelihatan sekali sifat arbitrer (sesuka hati) dariungkapan verbal ini.

Pertanyaan tentang mana yang lebih dahulu muncul di-antara kedua ragam hias ini, misalnya apakah tekstil lebih da-hulu muncul ketimbang songket. Pada hipotesis Minarsih(1998) hasilnya menolak asumsi bahwa songket yang mempen-garuhi ukiran, hal ini dibuktikan dengan serangkaian analisis,ternyata ukiran lebih kaya nama dan bentuknya dan didugahal ini mempengaruhi songket..

Pada motif tekstil terdapat nama-nama fauna yang lebihberagam dibandingkan dengan motif ukiran. Hal ini kelihatanpada motif sulaman, dimana para penyulam tidak ragu-ragudalam menggambarkan makhluk hidup seperti contoh di ba-wah ini

Hal yang semacam tidak dijumpai pada pengukir yangrata-rata menyamarkan bentuk makhluk hidup. Walaupundemikian rupa motif songket cendrung untuk ke bentuk yanggeometrik akibat teknik tenunan, sedangkan ukiran lebih plas-tis dan bebas membuat garis lengkung akar-akaran dari flora.

Motif hias produk tekstil memang cendrung geometrik,sebagai akibat penyusunan benang vertikal dan horizontal,

Page 45: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 27

dengan demikian tingkat abstraksinya menjadi sedemikian be-sar. Misalnya pada motif bada mudiak, pada ukiran masih terli-hat ikon garis kontur ikan yang melengkung, tetapi pada song-ket hal tidak bisa dicapai. Bentuk lingkaran atau melengkung,pada songket terpaksa miring dan perlu dipatahkan. Motif bi-ku-biku misalnya yang menggambarkan garis setengah ling-karan ke bawah dan ke atas untuk menunjukkan naik dan tu-run.

Gambar 1.7 Penggambaran Makhluk Hidup pada Motif Hias Tekstil DiMinangkabau Lebih Realistis, Ketimbang yang ada pada Ukiran Kayu (

Sumber: Sanday & Kartiwa, (1984)

3. Pemakaian Motif Hias pada Pakaian Adat

Seperti yang diuraikan sebeumnya, penamaan motif hiasseperti yang diuraikan di atas perlu dikaji, karena baik namamaupun bentuk motif hias bisa berbeda antara satu sentrasongket dengan tempat pembuatan songket lainnya, sebab halini tergantung kepada si penenun dan para pemesan songket

Page 46: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

28 Budiwirman

yang menghendaki bagaimana bentuk songket yangdiinginkannya. Namun yang lebih penting lagi adalahpenelitian tentang penerapan motif hias ini pada pakaian adatdan pakaian upacara, seperti yang terlihat pada tabel 1.4terlihat bagaimana penerapan motif hias itu untuk pakaianadat.

Tabel 1.3 Nama-nama Motif Hias yang Dipergunakan untukPakaian Adat Minangkabau Menurut Penelitian Budiwirman(2010)

No Jenis KainTenun Motif Hias Warna Bahan/Ukuran Bk P

1. Tingkuluak

Tirai Pucuakjaguang, Balahkacang, Atuabada, Silalangrabah

Merah,Kuning,Birukehijauan

Benang/50X250 Cm

v

2. Baju

Motif Babungo,Bada mudiak,Buah palobapatah,Barantai

Hitam,Merah,Kuning

Benang/300X70 Cm

v

3. Sisampiang

PucuakRabuang, Cukiabaserak, Saikkalamai ItiakPulang Patang,Batabua

Merah,Kuning

Benang/40X125 Cm

v

4. Sandang

PucuakRabuang,Saluak laka,Sirangkak,Saikajik, Cukiabugih

Merah,kuning

Benang/35X160 Cm

v

5. Kodek Pucuak Merah, Benang/ v

Page 47: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 29

No Jenis KainTenun Motif Hias Warna Bahan/Ukuran Bk P

Rabuang, Buahpalo bapatah,mato ayam,Aka cino,Batabua

Kuning,Birukehijauan

80X160 Cm

6. Salempang

Tirai Pucuakjaguang, Saikkalamai, Atuabada, motifbabungo

Merah,Kuning

Benang/15X160 Cm

v

7. Cawek

PucuakRabuang, Saikajik, Saluaklaka

Merah,Putih,Kuning,Birukehijauan

Benang/15X100 Cm

v

4. Motif Hias yang Sering Muncul dan Terpakai

Dari analisis ternyata motif hias yang sering muncul dan terpa-kai diantaranya adalah motif hias Pucuak Rabuang dan bebe-rapa motif hias lainnya seperti yang terlihat pada tabel berikutini.

Tabel 1.4. Motf Hias yang Sering Muncul dan Terpakai

N Nama Motif A B C D E F G H I J K

1 Anyam 1

2 Aka Cino 1 1 1 1

3 Atua bada 1 1 1 1 2

4 api-api 1 0

5 Motif Babungo 1 1 1 1 2

6 Bada Mudiak 1 1 1 1 1

7 Balah Kacang 1 1 1 1

Page 48: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

30 Budiwirman

N Nama Motif A B C D E F G H I J K

8 Barantai 1 1 0

9BatangPinang**) 1 1 1 1 0

10 Barantai 1 1 1

11 Batabua *) 1 1 1 1 1 2

12 Bijo Bayam**) 1 1

13 Biku-biku 1 1 0

14Buah palobapatah 1 1 1 1 1 2

15 Cukia baserak 1 1 1 1

16 Cukia bugih 1 1 1

17Itiak PulangPatang 1 1 1 1 1

18 Mato ayam 1 1 1

19PucuakRabuang 1 1 1 1 1 1 1 4

20 Saik Ajik 1 1 1 1 1 1 2

21 Saik kalamai 1 1 1 1 1 1 2

22 Salapah2 1 0

23 Saluak laka 1 1 1 1 1 1 2

24 Sirangkak 1 1 1 1

25 Tirai 1 1 1 0

26Tirai PucuakJaguang 1 1 1 1 2

27 Ulek Tantadu 1 1 1 1 0

28 silalang rabah 1 1 1

Jumlah28

12 9 1

6 4 4 5 5 5 4 3

Persentase43

32

57

14

14

18

18

18

14

11

Page 49: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 31

A= nama motif songket 28 (100%)B= nama motif yang terdapat pada Ukiran kayu 12 (43 %)C= Nama Motif di Pandai Sikek 9 (32%)D= nama motif di Silungkang 16 (57%)

E= Tingkuluak 4 14F= Baju 4 14G= Sisampiang 5 18H= Sandang 5 18I= Kodek 5 18j= Salempang 4 14K= Cawek 3 11

Dari tabel ini juga terlihat mana yang paling banyakmenggunakan motif hias dan yang tidak.

D. Beberapa Bentuk Motif Hias Zaman Pur-ba Minangkabau yang Mirip dengan Mo-tif Hias Ukiran dan Songket

Dapat dikatakan bahwa ada temuan menhir dalam jumlah be-sar di Sumatera Barat menunjukkan bahwa daerah ini merupa-kan salah satu kawasan megalit Indonesia. R. von Heine Gel-dern berpendapat bahwa kebudayaan megalit Indonesia meli-puti masa megalitik tua dan muda. Termasuk kebudayaan me-galit tua (2500 -- 1500 Sebelum Masehi) adalah bangunan-bangunan dolmen, menhir, punden, meja, dan tahta batu. Se-dangkan yang termasuk muda (1500 Sebelum Masehi -- abadpertama Masehi), ialah yang sudah mengandung unsur-unsurkebudayaan perunggu. Kebudayaan yang termasuk masa iniialah makam dan keranda batu, patung, dan benda-benda bek-

Page 50: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

32 Budiwirman

al kubur (Soejono (ed) 1993: 205--206, Yudoseputro 2008:18--19).

Banyaknya tinggalan arkeologis berupa bangunan mega-litik di wilayah Sumatera Barat menunjukkan bahwa budayamegalitik pernah berkembang di ranah Minangkabau ini, se-perti di Kabupaten Limapuluh Koto. Tinggalan tersebut dite-mukan di permukaan tanah milik keluarga, Suku, dan ulayatmasyarakat, berserakan hampir di seluruh kecamatan dan na-gari, seperti Mahat, Koto Tinggi, Guguak, Suliki Gunung Mas,dan lain-lain. Salah satu tinggalan arkeologis tersebut adalahmenhir berhias (Susanto & Sutopo 1996). Menurut Soejono(1993:

“menhir ialah sebuah batu tegak yang sudah ataupunbelum dikerjakan dan diletakkan dengan sengaja di suatutempat untuk memperingati orang yang telah mati. Bendatersebut dianggap sebagai medium penghormatan. Bangunan-bangunan menhir yang ditemukan di wilayah Sumatera Baratterdiri dari berbagai ukuran dan bentuk, di antaranya adabentuk menhir yang menyerupai hulu senjata ataumemperlihatkan hiasan seperti keris. Menhir semacam inisering dihubungkan fungsinya sebagai tanda penobatan kepalaSuku, artinya berkaitan juga dengan fungsi magis dari menhir(Yudoseputro 2008:17).

Menhir-menhir yang ada di Sumatera Barat umumnyasudah mengalami pengerjaan dan bahkan beberapa di anta-ranya berhias dengan tehnik pahat (ukir) yang halus. Motif hiasyang digunakan umumnya geometris seperti bentuk tumpal,spiral tunggal, spiral ganda, garis lurus, dan suluran (Susantodan Sutopo 1996).

Page 51: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 33

Bagian yang menarik adalah motif-motif tersebut kemu-dian juga ditemukan pada tenunan songket dan ukiran kayu.Yang menjadi pertanyaan adalah apakah apakah ada hubun-gan masa prasejarah itu dengan motif hias baru yang terdapatpada ukiran kayu dan songket.

Pada dasarnya motif hias tradisional Minangkabau ber-sumber pada lingkungan dan alam sekitarnya, umumnya motifhias yang muncul selalu berlandaskan pada lingkungan danalam sekitarnya.

A.A Navis (1984) berpendapat bahwa bentuk dasar ragamhias tradisional Minangkabau sebetulnya beranjak dari garismelingkar dan persegi. Pola hias itu berasal dari bentuk geome-tric garis melengkung dan lurus. Motif-motif yang umum di-pakain adalah motif tumbuhan, seperti akar (aka cino), buah(tampuak manggih), dan daun (sirieh). Motif lainnya ialah motifgeometri, seperti segitiga (pucuk rabuang), segiempat, dan jaja-ran genjang (salapah, sayik galamai). Ada juga motif yang yangdiinspirasi dari nama-nama hewan, meski bentuknya stilasi(distilir), yaitu Itiak Pulang Patang, bada mudiak. Karena alasanreligi maka flora dan fauna tidak ditampilkan secara naturalistetapi stilasi khususnya fauna, serta benda-benda atau propertiuntuk upacara adat (Navis 1984: 184). Lebih jauh Navis (1984)mengatakan pada dasarnya variasi motif hias Minangkabauyang terdapat pada ukiran maupun tenunan songket diberinama berdasarkan garis dominan, seperti:

1. Lingkaran berjajar dinamakan ular gerang, karena lingka-ran itu menimbulkan asosiasi pada bentuk ular yang me-lingkar.

2. Lingkaran yang berkaitan dinamakan saluak (seluk) karenabentuknya berseluk atau berhubungan satu sama lain.

Page 52: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

34 Budiwirman

3. Lingkaran berjalin dinamakan jalo (jala) atau tangguak(tangguk) atau jarek (jerat) karena menyerupai jalinan be-nang pada jala penangkap ikan

4. Lingkaran sambung menyambung atau disebut aka (akar),karena bentuknya merambat, akar ganda yang pararel dis-ebut kambang (kembang)

5. Lingkaran bercabang atau beranting terputus disebut ka-luak (keluk)

6. Lingkaran yang bertingkat dinamakan salompek (selompat)

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa bentuk me-lingkar dan berulang mendominasi bentuk motif hias tradi-sional Minangkabau. Berikut ini adalah motif hias ukiran mau-pun songket yang mempunyai kemiripan dengan motif hiasmenhir:

1. Motif Hias Kaluak Paku

Motif Kaluak Paku memiliki kemiripan dengan motif spiralyang terdapat pada menhir di Situs Balabuih, Situs Subarang,Situs Guguak Nunang, dan Situs Bawah Parit. Kaluak (dalambahasa Minang) diartikan sebagai gelung atau liukan. KaluakPaku dapat diartikan sebagai gelungan atau lingkaran-lingkaran dari pucuk tanaman paku yang masih muda, yangmemiliki keindahan dan kedinamisan. Kaluak Paku merupakanbagian dari tanaman paku, khususnya bagian (pucuk) yangmasih muda yang melingkar-lingkar (bergelung-gelung) kebagian dalam, kemudian di bagian paling ujungnya akan ber-gerak ke luar serta ke arah atas.

Motif spiral pada menhir diperkirakan terinspirasi olehtanaman paku, karena kedua motif itu memiliki kemiripan ben-tuk. Selain itu juga didukung oleh keberadaan jenis tanamanpaku yang tumbuh di sekitar situs-situs tempat menhir berada.

Page 53: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 35

Pengamatan terhadap jenis tumbuhan paku di sekitar situsmenunjukkan jenis paku resam (Gleichenia microphylla, FamiliPolypodiaceae) dan paku tali (Lygodium scandens, Famili Schizaea-ceae) yang hidup merambat, menyenangi tempat terbuka, ting-ginya jarang lebih dari 40 cm (Aziz 1998: 26). Tanaman pakuatau pakis dalam taksonomi botani dikelompokkan dalamtumbuhan rendah. Beberapa jenis paku ditemukan bisa tum-buh di tepi pantai maupun di daerah pegunungan yang tinggidan lembab. Pada beberapa masyarakat di Indonesia, jenis pa-ku-pakuan ini ada antaranya yang dimanfaatkan sebagai sayu-ran atau obat. Demikian juga dengan masyarakat Minangkabaumenggunakan jenis tanaman ini sebagai sayuran.

2. Motif Hias Itiak Pulang Patang

Motif Itiak Pulang Patang ini mempunyai kemiripan denganmotif pilin pada menhir di situs Makam Ustano Rajo Alam.Motif pilin diukir pada bagian pinggiran nisan (outline). MotifItiak Pulang Patang atau itik pulang petang terinspirasi olehsifat itik yang selalu berombongan dan beriringan ketika mere-ka pulang dari penggembalaan di sawah. Bentuk itik tidak di-gambarkan secara realis tetapi digambarkan secara stilasi (dis-tilir). Jika diperhatikan dalam kehidupan nyata, itik selalu be-rombongan ketika berangkat mencari makan, maupun ketikapulang pada petang hari. Rombongan itik tersebut selalu berja-lan beriringan, tidak ada yang saling mendahului atau salingberkelahi. Jika itik yang paling depan (pemimpin) berhenti un-tuk minum atau melakukan sesuatu, maka rombonganpunakan berhenti dan melakukan hal yang sama. Bisa dikatakanmereka selalu patuh kepada pemimpin rombongan yang cumasatu dan merupakan satu-satunya yang berjenis kelamin jan-tan.

Page 54: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

36 Budiwirman

3. Motif Hias Pucuak Rabuang

Bentuk motif Pucuak Rabuang memiliki kemiripan dengan mo-tif tumpal pada menhir-menhir di situs Makam Ustano RajaAlam, situs Balai Adat Guguk, situs Tanah Sati, dan Situs Ba-wah Parit.

Pucuak Rabuang atau pucuk rebung adalah tanamanbambu yang masih muda. Pucuk rebung atau pucuk bambumuda oleh masyarakat Minang maupun masyarakat daerahlain di Nusantara sering dijadikan sebagai sayuran. Rabuangatau pucuk bambu muda kelak akan berproses serta bertum-buh menjadi pohon bambu yang tinggi dan kuat, sehingga bisadan layak digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya ba-han bangunan, kursi, tempat tidur, pagar, dan sebagainya.Dengan kata lain rabuang atau bambu adalah tanaman yangsangat bermanfaat sejak muda sampai tuanya. Karena sifat dankegunaannya inilah maka tanaman ini digambarkan dalam te-nunan songket Minangkabau sebagai simbol filosofi kehidupanmasyarakat Minangkabau.

4. Motif Hias Ulek Tantadu

Motif Ulek Tantadu pada tenunan songket Minangkabau mem-punyai bentuk yang mirip dengan motif hias menhir di SitusBawah Parit yang ada di Kabupaten Limapuluh Koto, Sumate-ra Barat, yaitu bentuk melingkar seperti spiral. Tantadu adalahsejenis serangga yang menghisap madu bunga. Makanan yangdihisap dari bunga bukan hanya untuk dirinya tetapi jugamenghidupi ulat (ulek) yang hidup di perutnya.

Antara tantadu dengan ulat tersebut terjalin kerja samadalam kehidupan kedua makhluk tersebut. Ulat (ulek) bergunadalam menghadapi musuh tantandu. Adapun makna yang ter-

Page 55: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 37

sirat dari motif Ulek Tantadu ialah tentang saling ketergantun-gan satu dengan yang lain dalam kehidupan (Wimar 2006: 42).

Motif hias pada menhir di wilayah Sumatera Barat telahmengalami berbagai proses seiring dengan perkembangan ja-man, salah satunya transformasi makna dan penamaan motifhias sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat pendu-kungnya. Budaya tersebut berkembang seiring dengan me-ningkatnya interpretasi dan pemahaman masyarakat terhadaplingkungan alam sekitarnya. Oleh karena itu tidak mengheran-kan jika motif hias menhir tersebut tidak hilang begitu saja, te-tapi mengalami interpretasi ulang oleh masyarakat pendu-kungnya. Sebagian motif tetap bertahan hingga masa kini den-gan bentuk lain, yaitu sebagai motif hias tenunan songket Mi-nangkabau.

Bertahannya motif hias dari masa ke masa meskipunmengalami berbagai proses membuktikan bahwa seni merupa-kan kebutuhan sosial dan integratif. Karya seni berupa motifhias pada menhir maupun tenunan songket menjadi milik ma-syarakat, sedangkan individu-individu yang menjadi wargamasyarakat pendukung budaya tersebut mempunyai pengeta-huan kebudayaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwasebagian motif hias pada tenunan songket Minangkabau bera-kar dari masa prasejarah (sekitar 2070 SM -- 2130 SM) maupunmasa Islam (sekitar abad ke- 15 M -- abad ke- 16 M).

5. Pengaruh Tradisi Asing

Sementara motif-motif yang disebutkan di atas saling terkaiterat dengan tekanan Minangkabau dalam menjadikan alamsebagai guru, menurut Peggy R. Sanday dan Suwati Kartiwa(1984) aspek-aspek lain dari tekstil bisa saja dipe ngaruhi olehsumber-sumber eksternal.

Page 56: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

38 Budiwirman

Misalnya, ada bukti sejarah pengaruh yang cukup besardari India dan Cina, yang datang melalui perdagangan. Salahsatu barang dagangan India adalah kain, dan banyak tekstilIndia yang diimpor masih diawetkan oleh orang tua sebagaipusaka. Beberapa motif India telah disalin oleh penenun didesa Koto Gadang. Pengaruh Cina sangat menonjol dalam kainbordir, di mana motif umum adalah phoenix ( burung merak),dan warna-warna cerah disandingkan.

Page 57: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 39

BAB IISONGKET SEBAGAI PRODUK BUDAYA

LAMA DAN MODEREN

A. Pendahuluan1. Songket Sebagai Tenunan (Tekstil)

ekstil merupakan sejarah peradaban manusia sejakzaman Mesir kuno. Tekstil atau kain merupakankebutuhan pokok bagi manusia disamping pangan

dan papan (perumahan), bahkan setelah manusia berhasilmenggeser kulit binatang sebagai pakaian, maka kain menjadisalah satu unsur terpenting dalam dunia ekonomi dan budaya.

Melalui tekstil terungkaplah latar belakang kebudayaansuatu bangsa, kemahiran berolah seni, kemampuan bertukang,adat serta alam lingkungan suatu bangsa. Bahkan tekstil me-nunjukkan tingkat sosial yang tinggi melalui susunan warnadan motif-motif hias yang diterapkan pada tekstil atau kainserta kehalusan bahan yang ditenun (Nawir, 2007).

Pada dasarnya pengertian songket identik dengantenunan karena ia memiliki pola teknik yang sama. Menenundiidentikkan pula dengan membuat kain, membuat kaindengan prinsip sederhana, yaitu menjalin dua macam benangsecara tegak lurus, (Yayasan Gebu Minang, 1993).

T

Page 58: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

40 Budiwirman

Dalam buku The Encyclopedia of Textile. (1997),menyebutkan pengertian menenun sebagaimana diuraikan dibawah ini;

Weaving is the interlacing of two systems of yarns whichinterlaced at right angles to each other. The lengthwise threadsare called warp; individually, the are known as ends. Thecrosswise threads are called filling or weft; individually, the arecalled picks.

(Tenun adalah jalinan dua susunan benang tenun yangdianyam dari sudut kanan menuju kearah kiri secarabergantian. Benang menurut panjangnya disebut bagian dasar(lusi), dan yang menurut lebar (yang dianyamkan/tenunkepada lusi disebut pakan/ isi).

Urutan lusi membentuk dasar tenunan, disusun paralelsatu dan lainnya dan bertahan ada ketegangan di perkakastenun. Pakan adalah benang tunggal yang berjalan ke atas danke bawah urutan benang lusi secara sistematis agarmenghasilkan selembar kain yang kokoh atau berpola.

Dikatakan oleh Suwati (2003) bahwa, arti kain tenunadalah semua kain yang dibuat dengan menggunakan alat.Dasar kain tenun adalah menyilangkan antara kain lusi danpakan, yaitu benang vertikal dan horizontal. Itu merupakanbasis atau dasar dari tenunan. Sebelum mengenal tenunan,mereka menganyam terlebih dulu. Setelah itu baru merekamengenal gedogan, yaitu alat tenun untuk membuat kain.

Selanjutnya, benang kain tenun itu diwarnai, kemudianbaru membuat desainnya. Pengetahuan itu sudah ada sejakzaman dahulu yang dikerjakan secara turun-temurun.

Page 59: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 41

Sampai sekarang untuk mencari asal-usul kapan kainsongket pertama kali dibuat, untuk apa, dan di mana. Bisajadi kain ini dibuat pertama kali di kerajaan Sriwijaya,mengingat bahwa kerajaan ini merupakan pintu masuk budayayang beragam dan perdagangan dari berbagai negara. Namun,kalau dilihat lebih seksama dari motif-motif yang ada, unsur-unsur yang mendominasi dalam kain tenun songket adalahunsur budaya China dan India. Terlihat dari Penampilannyayang gemerlap dengan benang emas, dan kainnya yanghalus karena berbahan dasar sutra, menjadikan kain songketsejak dulunya merupakan kain “milik” para bangsawan,sebagai salah satu lambang status kekayaan mereka. Kononpada masa itu, setiap kelompok bangsawan yang memakaikain tenun songket memiliki corak motif masing-masing, untukmembedakannya dari setiap kelompok yang lain. [8]

Sampai saat ini, proses kerjanya kebanyakan parapengrajin masih menggunakan alat tenun tradisional warisanleluhur mereka yang terbuat dari kayu dan bambu. Alat utamadinamakan panta adalah sebuah konstruksi kayu biasanyaberukuran 2 x 1.5 meter tempat merentangkan banang yangakan ditenun. Benang dasar yang dinamakan lungsin atau lusi,juga disebut tagak digulung pada gulungan dan terpasangpada arang babi di bagian yang jauh dari panta, [9]

Habibah (2009) menjelaskan, bahwa di Malaysia Kaintenun Songket adalah hasil dari pada tenunan benang suteraatau benang kapas yang ditenun bersama-sama dengan benang

8 (http://www.bintangtimur.wordpress.com, 2008/diakses, 20 No-vember 2012 ).

9 (http://www.yogyes.com/rumah-kapas, 2006).

Page 60: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

42 Budiwirman

emas atau perak. Songket di Malaysia dikenal sejak abad ke 15yang lalu.

Perkataan songket berasal dari pada perkataan sungkityaitu teknik menyungkit. Industri tenunan songket ini telahberkembang pesat terutama di negeri-negeri Pantai Timurseperti di Terengganu dan Kelantan. Malaysia [10]

Kegiatan menenun memerlukan kecekatan, kecakapandan kemampuan untuk melakukan sesuatu (menenun) denganbaik dan cermat serta memerlukan keahlian. Kata kerajinantidaklah selalu berkonotasi dengan keahlian. Karena itukerajinan tenun songket bisa dilakukan secara tradisional danbersifat keahlian turun-temurun. Untuk mengembangkankerajinan tersebut diperlukan keahlian.

Masyarakat Indonesia pada umumnya tentu mengenalkain tenun asal Sumatera yang disebut songket. Berdasarkanasal-muasal namanya, songket berasal dari kata tusuk dancukit yang disingkat menjadi suk-kit. Dalam perkembangannyakemudian suk-kit itu kemudian banyak dilafalkan sebagaisungkit yang kemudian berubah menjadi songket. (rumahkapas, www.yogyes.com,2006).

Suwati (1994) menambahkan, bahwa pentingnya sebuahkain tenun tradisional di dalam kehidupan masyarakat dahulu,mengharuskan seorang anak gadis menguasai teknikpembuatan kain. Konon seorang gadis harus pandai membuatkain tenun, baju atau seperangkat alat tidur pengantinnyasendiri. Kepandaian ini didapatkan dari orang tua atau kerabatdekatnya.

10 (www.bibahsongket.com).

Page 61: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 43

Dari uraian di atas, cocok dengan apa yang dimaksudkanmasyarakat penenun songket. Dimana kata songket adalahberasal dari kata kerja sungkit, menyungkit artinyamencongkel benang. Benang yang disungkitkan kepadatenunan dasar adalah benang emas atau perak.

Kegiatan menenun ini dilakukan dengan menggunakanalat tangan atau alat mesin. Akan tetapi kegiatan tenun songketpada umumnya menggunakan alat tangan, sehingga produkyang dihasilkannya terbatas dan harganya sangat mahal. DiSilungkang alat tenun yang digunakan untuk menenunsongket dinamakan Panta. Kata Panta berasal dari kata palantayang di Minangkabau artinya tempat duduk. Pada alat tenunini benang lusi digulung pada sebuah papan, sedangkan sistimgun yang disebut kerok dan injakan pedalnya telahmenyerupai alat tenun bukan mesin.

2. Daerah Penghasil Songket di Sumatera Barat

Daerah pengrajin songket di Sumatera Barat ada di beberapadaerah, dan tentang ini sudah banyak pula yang menulis, mi-salnya Sanday & Kartiwa (1984) menulis bahwa Songket ituada di produksi di Balai Gadang dan Kubang di Payakumbuh,di Koto Gadang di Bukittinggi, di Tanjung Sungayang, Batu-sangkar, kemudian di Padai Sikek dan daerah Silungkang. Se-perti yang diperlihatkan oleh peta ( gambar 2.1). Namun yangsering mendapat sorotan dalam pengkajian songket adalahsongket yang berasal dari dari nagari Silungkang, kecamatanSilungkang daerah kota Sawahlunto dan nagari Pandaisikek Ke-camatan X Koto. [11]

11 R. Sanday, .Peggy "Cloth and Custom in West Sumatra" ExpeditionMagazine 26.4 (1984): n. pag. Majalah Ekspedisi . Penn Museum, 1984

Page 62: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

44 Budiwirman

Gambar 2.1 Lokasi Sentra Songket atau Pusat Penghasil Songket di Su-matera Barat (Sumber, Penulis)

Seperti yang diuraikan oleh kedua penulis (Sandy & Kar-tika (1984) bahwa pada zaman dahulu pusat tenun terletakpusat budaya Minangkabau daerah Luhak nan Tigo ( Agam,Tanah Datar dan Limapuluh Kota), yang sekarang disebut se-bagai kawasan kabupaten.

Web. 14 Agustus 2018<http://www.penn.museum/sites/expedition/?p=5571>

Page 63: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 45

Daerah ini diyakini sebagai asal dari orang Minangkabau,di mana leluhur asli pertama kali mendirikan pemukiman me-reka dan mengkodifikasikan sistem hukum adat. Menurut le-genda, pemukiman pertama terjadi di Tanah Datar yaitu nagariPariangan, kedua di Agam, dan ketiga di Lima Puluh Koto [12]

Kerajaan Minangkabau abad ke-14 terletak di Tanah Da-tar, daerah yang mengandung sumber-sumber utama emasyang memasuki perdagangan internasional. Produk tenun Ta-nah Datar mungkin digunakan sebagai pakaian untuk mem-perlihatkan status petinggi kerajaan, karena songket emas danperak yang paling rumit berasal dari daerah Batusangkar ini.Dan menurut laporan Sandy dan Kartika (1984), dimana adalaporan bahwa bahwa sebelumnya para wanita di semua desasekitar Batusangkar ini adalah penenun.

Ketika Sandy dan Kartika menulis tulisannya tentangsongket (sekitar tahun 1984) ada dua desa tenun di Tanah Da-tar, Pande (Pandai) Sikek dan Tanjung Sungayang (Gambar 12,23). Pandai Sikek adalah desa penenunan yang paling aktif,memproduksi songket yang indah yang dijual sampai ke Jakar-ta. Sedangkan penenun di Tanking Sungayang, hanya tersisasatu orang, dan mereka mengklaim bahwa setelah dia mening-gal tidak ada seorang pun yang akan dapat menggantikannya

12 lihat Sudibyo, Boestami, dan Sanday 1984 untuk pandangan yangberbeda berdasarkan bukti dari menhir.

Page 64: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

46 Budiwirman

Gambar 2.2 Penenun Terakhir di Nagari Tanking, Sungayang BatusangkarMenurut Sandy dan Kartika (1984).

Pada zaman kolonial belanda, mungkin ada penenun diwilayah Kabupaten Agam, namun menurut laporan Sandy(1984), saat itu tidak ada lagi penenun yang masih aktif di KotoGadang. Sebelumnya, bagaimanapun juga, songket yang rumitpada zaman lampau ditenun di daerah ini di desa-desa KotoGadang (lihat Gambar. 1.4) dan Sungai Puar Banu Ampu, ke-duanya dekat Bukittinggi.

Bentuk dan nama motif pada kain dari daerah-daerah inimenurut Sandy (1984) menunjukkan kontak dengan India atauCina, dan bertentangan dengan motif hias songket yang digu-nakan di Tanah Datar yang mengikuti bentuk geometrik yangkaku.

Di laporkan juga bahwa di nagari Koto Gadang di temu-kan motif hias songket yang disebut aka cino ("Akar China")mirip dengan motif spiral dari Kaluak Paku .

Kemudian di laporkan juga bahwa desain bidang ten-gah songket dari Banuhampu mirip dengan tekstil India yang

Page 65: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 47

dicetak. Adopsi motif asing mungkin karena tradisi orang-orang di Agam yang melibatkan diri dengan perdagangan ko-mersial. Juga penting bahwa selama pendudukan oleh Belanda,orang-orang di Agam, terutama di Koto Gadang, mengadopsidesain-desain tekstil yang berasal dari Belanda.

Gambar 2.3 Bagan Pengaruh Eksternal Terhadap Motif Songket Menu-rut Sanday, 1984.

Menurut Sandy, dkk. 1984; wilayah ketiga dari sentra ke-rajinan songket adalah di kabupaten Lima Puluh Koto. Di dae-rah ini ada dua jenis sentra anyam saat itu. Di satu daerah pe-nenun ada yang menenun hanya untuk konsumsi lokal (dipa-kai sendiri di daerah itu), dan ada juga songket yang di pro-duksi yang sangat erat hubungannya dengan adat setempat.

Page 66: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

48 Budiwirman

Jadi disimpulkan oleh Sandy & Kartika di samping kedua jenissongket itu ada juga tenunan yang dibuat untuk di jual untukSumatera Barat dan untuk bagian lain Indonesia.

Khususnya tenun tradisional yang diproduksi di bebera-pa desa dekat kota Payakumbuh yang memperlihatkan jenissongket “Batabua” (babintang) (lihat Gambar 1,5). Menurut me-reka penenun yang lebih komersial ditemukan di daerah Ku-bang, terletak duabelas kilometer dari pusat kota Payakum-buh.

Di luar wilayah Luhak nan Tigo ( Agam, Tanah Datar danLimapuluh Kota), masih ada sentra tenun lainnya yang terletakdi Silungkang, yang secara tradisional merupakan bagian dariwilayah rantau Minangkabau, meskipun sekarang ini secaraadministratif berada di Tanah Datar. Menurut Sandy daerahSilungkang ini memproduksi kain tradisional yang dipakai da-lam upacara adat dan kain modern yang dipakai untuk acaralainnya atau bukan upacara adat (Gambar 2.3).

Page 67: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 49

Gambar 2.4. Corak Motif Songket yang Lebih Modern dari Silungkang,Menurut Sandy (1984), Motif yang Dipakai adalah Motif Hias PohonHayat (Tree Of Life) dan Motif Bunga Jagung (Tirai Bungo Jaguang)

Tujuan Silungkang dan Kubang hamper mirip dalammemproduksi kain tenun, yaitu untuk merespon kebutuhanpasar yang berasal dari dalam dan di luar Sumatera Ba-rat. Menurut Sandy, desain dan produk kedua tempat ini ham-per mirip. Karena sering mengadopsi motif yang berasal daridesain cross-stitch (bhs. Minang: krestik) Eropa yang ditemu-kan di buku-buku sulaman. Motif Silungkang ada juga menirumotif hias yang dipinjam dari desain kelambu.

Dengan demikian, Sandy menyimpulkan bahwa pusat te-nun di Sumbar dapat dibagi menjadi tiga jenis dalam hal stra-tegi pemasaran mereka.

Page 68: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

50 Budiwirman

1. Tipe pertama diwakili oleh desa-desa yang mempro-duksi terutama untuk penggunaan lokal, seperti pro-duk songket Balai Cacang, Koto nan Ampek dan Muarodi Payakumbuh (Lima Puluh Koto) dan Sungayang de-kat Batusangkar (Tanah Datar).

2. Tipe kedua, diwakili oleh satu desa, Pandai Sikek,memproduksi kain tenun tradisional, meniru pola lamatetapi juga menciptakan pengaturan baru dengan men-gadopsi warna dan desain baru. Di desa ini, songket di-tenun untuk digunakan dalam upacara adat di manapun di Sumatera Barat, atau songket yang menandaiidentitas desa di satu area dapat disalin untuk dijual didaerah itu.

3. Jenis ketiga memproduksi songket untuk distribusi mas-sa seperti yang dijelaskan di atas untuk desa Kubangdan Silungkang.

Di antara semua bidang pertenunan ini sebenarnya adakontak. Sebagai contoh, orang-orang di Silungkang mengkhu-suskan diri dalam berbagai kualitas songket baik yang lamadan motif baru, dan ada perantara yang berbisnis membawabenang ini ke pelanggan di area tenun lainnya.

Diantara penenun sendiri tidak pernah berinteraksi secaralangsung. Jika penenun ingin mempelajari teknik dan motifsongket dari area lain mereka hanya mempelajari produk-nya; mereka tidak pernah berkomunikasi secara langsung satusama lain (diantara penenun). Dalam area tertentu seorang pe-nenun dapat mendiskusikan desain di antara teman-teman de-kat dan kerabatnya, tetapi dia tidak pernah berbicara denganpemilik desain tertentu.

Page 69: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 51

Silungkang menggunakan jenis alat tenun khusus yangdisebut ATBM (Mat Tenun Bukan Mesin) atau "Tenun TanpaMesin. - Alat tenun ini ditemukan dari di Jawa Barat setelahPerang Dunia II dan kemudian diperkenalkan ke Silungkangdan Kubang.

Gambar 2.5. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Sumber. [13]

Sebagian besar daerah penenunan sekarang mengguna-kan alat tenun baru ini yang dapat menghasilkan lebih banyakkain daripada alat tenun tradisional (disebut ponte). Tenunantradisional daerah Payakumbuh masih menggunakan alat te-nun tradisional, yang diletakkan di bawah rumah atau dekatdengan dapur.

Ada banyak penenun laki-laki di industri rumah ATBMdi Silungkang. Namun, penenun laki-laki biasanya tidak mem-produksi songket, tetapi membuat jenis kain lain. Orang yang

13 https://dokumen.tips/documents/alat-mesin-tenun-bukan-mesin.html

Page 70: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

52 Budiwirman

menjalin songket mempelajari teknik dari istrinya, yang terkenalakan kualitas songketnya.

Motif dan desain masing-masing daerah tenun menam-pilkan gaya lokal yang khas. Namun, dengan menganalisismotif dari masing-masing daerah, kesamaan dapat diamati pa-da nama-nama yang diberikan pada motif.

Untuk menganalisis songket, Sandy & Kartiwa (1984)menggunakan sampel 26 potong kain dari seluruh SumateraBarat yang dibelinya untuk museum Universitas di Amerika,yaitu di pusat pertenunan yang masih aktif dan nonaktif, ke-mudian informan dari 7 daerah ini, kemudian dimintanya un-tuk menyebutkan motif hias pada 26 potong kain itu.

Menurut penelitian Sandy, dalam beberapa kasus, identi-fikasi dapat dengan mudah dibuat; namun dilain pihak adajuga informan tidak tahu tentang nama motif dan asal-usulkain songket yang dikoleksi itu.

Motif yang paling banyak dikenal adalah: pucuk bambumuda (Pucuak rebuang), keluk pakis (Kaluak Paku), sayatan Ge-lamai (sayik galamai) yaitu semacam dodol Payakumbuh, itikpulang sore (Itiak Pulang Patang), dan pohon pinang (ba-tang pinang), antara lain. [14]

Pucuak Rabuang (Tunas bambu), keluk pakis, dan motifItiak Pulang Patang adalah motif paling umum yang diukir pa-da menhir (lihat Sudibyo, Boestami, dan Sanday 1984). Seseo-rang dapat berhipotesis bahwa motif-motif ini dan rujukannyamewakili bagian yang tidak dapat diubah dari adat,

14 Motif-motif ini juga paling sering disebutkan dalam pepatah dan pepa-tah adat yang membimbing nilai-nilai moralitas

Page 71: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 53

Menurut Sandy, Sarung (Kodek) pengantin perempuanadalah jenis kain songket Balapak. Dan desain benang emasnyatebal dan berat. Blusnya adalah beludru dengan bunga-bungalogam yang bersulam bersulam. Oleh karena tiap nagari yangberbeda memiliki tradisi pemakaian songket yang berbeda pu-la maka bisa saja terjadi seseorang mengenal motif songket,tetapi tidak atau kurang mengenal songket dari nagari lainnya.

Sebagai contoh, di dataran tinggi Selendang nya ju-ga songket Balapak ; di daerah pantai syalnya disulam. Dia me-makai banyak lapis kalung emas imitasi (sebelumnya kalung-kalung ini mungkin terbuat dari emas padat). Dia juga mema-kai cincin dan dua jenis gelang.

Page 72: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

54 Budiwirman

B. Songket di Pandai Sikek

Gambar Peta 2.6 Oleh Sanday & Kartiwa (1984) Memperlihatkan Bebe-rapa Daerah Penghasil Songket di Masa Lampau

Nagari Pandai Sikek merupakan sebuah nagari yang ter-dapat di daerah Luhak Nan Tigo, tepatnya diwilayah Luhak Ta-nah Datar yang dikenal sebagai daerah asal orang Minangka-bau. Daerah ini juga merupakan tempat bersemayamnya raja-

Page 73: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 55

raja dan para kaum bangsawan, dan tempat berdirinya sebuahkerajaan besar yang dikenal dengan nama Pagaruyung. Dalamzaman penjajahan Belanda, Luhak Tanah Datar, bersama Lu-hak Agam, Luhak Lima Puluh Kota (Luhak Nan Tigo) terma-suk dalam wilayah administratif yang dinamakan afdeling.Namun sejak tahun 1959 berdasarkan Undang-Undang Nomor7 tahun 1959, daerah Luhak berubah menjadi Kabupaten. Pe-rubahan ini sejalan dengan perubahannya status Sumatera Ba-rat menjadi sebuah Provinsi.

Di tiga luhak ini kehidupan masyarakat adat (indigeneouspeoples) Minangkabau, membangun tata kehidupannya secarasolidaritas mekanik (turun temurun) Pemahaman masyarakatadat seperti dikemukakan Rosa (2010) kelompok masyarakatyang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun) diwilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi,ekonomi, politik, budaya, sosial, dan wilayah sendiri.

Pandai Sikek merupakan suatu nagari yang terletak di wi-layah kecamatan X Koto, dengan luas wilayah 152.02 Km2,berpenduduk 6001 jiwa yang terdiri dari 1802 laki-laki dan3099 perempuan. Memiliki Jarak Tempuh 6 Km ke ibu kecama-tan (Panyalayan), sedangkan ke ibu Kabupaten Tanah Datar(Batu Sangkar) dengan jarak tempuh 35 Km. (BAPEDA Kabu-paten Tanah Datar, 1993:13). Daerah ini merupakan suatu ka-wasan yang berada pada suatu pelukan dua gunung yangtingginya dikenal dengan nama gunung Merapi 2.891 M dangunung Singgalang 2.877 M, (Profil Propinsi RI. 1992:36). Seba-gai puncak-puncak gunung tertinggi di daerah Sumatera Barat,dengan puncaknya yang selalu ditutupi oleh awan hujan dansekali-sekali diwarnai semburan asap letusan Merapi dan tum-pahan-tumpahan lahar yang menjadi berkah bagi lingkungan

Page 74: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

56 Budiwirman

kehidupan masyarakat sekeliling yang umumnya adalah peta-ni.

Kawasan ini terletak pada ketinggian 500 – 700 meter daripermukaan laut, dengan kondisi tanahnya berbukit-bukit di-tumbuhi oleh hutan belantara yang subur, merupakan suatupemandangan nan indah dengan hamparan sawah dan ladangyang menghijau dan pada bagian-bagian yang agak datar ter-dapat perkampungan penduduk yang tinggal secara berke-lompok-kelompok. Terdapat sebuah sungai yang mengaliridaerah ini yang disebut masyarakat dengan Batang Baruah,yang bermuara ke Batang Anai.

Nagari Pandai Sikek sejak zaman penjajahan Belanda, di-kenal sebagai kawasan penghasil sayuran dan kopi. Di samp-ing itu daerah Pandai Sikek bersama daerah Bukit Kamang me-rupakan daerah yang dikenal memiliki tradisi tua menentangpajak Belanda dan berada pada basis terdepan dalam pembe-rontakan yang terjadi pada tahun 1833.

Nagari Pandai Sikek seperti yang ditulis di muka, luasnya152,02 Km2, terdiri dari 3 buah desa kecil yang disebut jugasebagai Jorong. Jorong Tanjung, Jorong Koto Tinggi dan JorongBaruah merupakan desa bermasyarakat penenun songket.

Secara tradisi kehidupannya bersumber dari tanah, atauhasil sawah dan ladang yang mereka kerjakan secara bersamadalam kelompok matrilinielnya. Sawah dan ladang umumnyatanah milik kaum (tanah pusako) dengan demikian seluruh ang-gota pemilik akan ikut terlibat di dalam pengerjaan sawah danladang tersebut di bawah pengawasan mamak. Pekerjaan inidilakukan baik oleh anggota laki-laki maupun perempuandengan tugas yang berbeda. Pekerjaan membuka sawah baru,yang disebut manaruko, hanya dilakukan oleh laki-laki, juga

Page 75: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 57

pada awal musim kesawah seperti mencangkul, membajak sa-wah dan merawat pengairan. Bila paditelah masak laki-lakiakan menyabit dan mairiak (melepaskan padi dari tangkainyadengan cara diinjak dengan kaki) serta kemudian akan mema-sukkan ke lumbung padi. Tugas perempuan selain menyedia-kan makanan selama musim kesawah, juga bertugas menanambenih, menyiang, menjemur padi, menumbuk hingga menjadiberas. Kemudian hasil ini akan mereka gunakan secara bersa-ma sebagai penyelenggaraan kehidupan bersama di rumah-rumah kaumnya, (Sundari, 2000).

Keadaan alam yang telah menjadikan daerah ini sejak da-hulunya dikenal sebagai penghasil sayuran seperti kol, cabe,kentang, buncis yang ditanam di lereng-lereng bukit dan jugadi sawah. Juga terdapat pembudidayaan ikan di sawah-sawahdan disekitar pekarangan rumah penduduk. Melalui hasil sa-wah dan ladang itu masyarakat secara bersama mensejahtera-kan kehidupan lingkungannya berdasarkan pada prinsip, sehi-na semalu, sebagai tujuan hidup bermasyarakat.

Hasil pertanian seperti sayur dipasarkan ke daerah-daerah yang terdekat seperti ke Padangpanjang dan Bukitting-gi sebagai pusat pemasaran sayur di Sumatera Barat. Namundalam beberapa waktu belakangan ini telah banyak masyara-kat yang mulai meninggalkan pekerjaan bertani, dan mulaimenekuni bidang lain, sebagai pegawai negeri, pedagang, tu-kang kayu, dan pengrajin kain tenun songket. Juga banyak di-antara masyarakat Pandai Sikek yang pergi merantau. Perali-han ekonomi masyarakat Minangkabau umumnya, sebagaiyang dinyatakan oleh Umar Yunus (1985:246), disebabkan ka-rena semakin sempitnya lahan pertanian sehingga hasilnya ti-dak dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang se-makin lama semakin berkembang jumlahnya. Menurut H. Sa-

Page 76: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

58 Budiwirman

nuar Dt. Rajo Sati (wawancara tanggal 12 Mai 2003), hampirsebagian dari lahan pertanian di nagari Pandai Sikek telahmenjadi tempat pemukiman, sehingga hasil pertanian tidakmemadai bagi pemenuhan hidup kaum keluarga atau anakkemenakan. Hal yang demikian telah banyak mendorong ma-syarakat untuk menekuni bidang lain dari bertani (Sunda-ri,2000).

Usaha kerajinan menjadi salah satu sektor penunjang ke-hidupan masyarakat yang cukup baik perkembangannya saatini. Kerajinan tenun dan ukir merupakan usaha yang menjadispesifik bagi daerah Pandai Sikek. Dahulunya pekerjaan inidilakukan masyarakat sebagai pekerjaan sampingan setelahselesai musim kesawah, namun sejak tiga dasawarsa belakan-gan ini usaha ini menjadi sumber utama bagi kehidupan ma-syarakat yang mulai ditekuni secara profesional. Perekonomianmasyarakat terlihat semakin maju dengan dengan semakin ba-nyaknya bermunculan sanggar-sanggar usaha souvenir shop disekitar nagari Pandai Sikek, sebagai tempat pengrajin menja-lankan aktivitasnya.

Hasil kerajinan tenun songket dan ukir dari nagari PandaiSikek telah memiliki pemasaran yang cukup luas. Dengan de-mikian produk-produk kerajinan selain dibuat untuk meme-nuhi pasaran lokal juga dibuat untuk memenuhi pesanan

yang datang dari daerah lain seperti daerah Riau, Jambi,Bengkulu dan Pulau Jawa bahkan sampai kenegara tetanggaMalaysia, Singapura, juga Thailand.

Page 77: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 59

Gambar 2.7. Pengrajin Tenun PandaiSikek (Foto Budiwirman, 2003).

Dengan melalui usaha ke-rajinan ini masyarakat merasakebutuhan hidup mereka lebihterpenuhi, dan juga merasa ti-dak terlalu mengeluarkan tena-ga seperti bekerja di sawah.Dengan demikian pekerjaan ber-

tani saat ini tampaknya mulai beralih menjadi usaha sampin-gan. Berkembangnya industri kerajinan di daerah Pandai Sikektelah menjadikan daerah ini sering dikunjungi oleh wisatawanbaik dalam maupun luar negeri. Kehidupan perekonomianmasyarakat menjadi lebih baik dengan munculnya berbagaibentuk usaha masyarakat di bidang lainnya selain dari keraji-nan, seperti transportasi, mendirikan warung-warung untukjajan dan toko-toko yang menjual berbagai barang-barang senikerajinan dari daerah lain. Usaha kerajinan di daerah PandaiSikek telah mampu membantu pemerintah dalam menanggu-langi masalah perekonomian di lingkungan masyarakat pede-saan. Terutama bagi anak-anak putus sekolah di daerah PandaiSikek, dan juga bagi mereka yang butuh tambahan biaya untuksekolah, tenaga mereka akan digunakan setelah selesai jam se-kolah. Biasanya pekerja/perajin akan mendapatkan jasa sesuaidengan banyak pekerjaan yang dilakukan.

Dalam pengelolaan usaha kerajinan pada sanggar-sanggar, para pengrajin dan pengusaha mendapatkan bantuan

Page 78: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

60 Budiwirman

usaha (kredit) dari BANK BRI setempat, namun bantuan inimasih sangat terbatas jumlahnya dan juga diberikan khususbagi para perajin yang telah memiliki izin usaha seperti padapemilik sanggar-sanggar/souvenir shop. Meskipun demikianbantuan dana tersebut banyak sedikitnya telah dapat mengge-rakkan usaha seni kerajinan rakyat di daerah Pandai Sikek, dansekaligus dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraanmasyarakat setempat.

Hampir sama dengan desa lainnya di wilayah KecamatanX Koto ini, suasana sehari-hari di nagari ini tidaklah ramai. Pa-gi kelihatan ramai sebentar ketika banyak penduduk yang mauberangkat bekerja ke sawah dan ke ladang atau yang sedangmenunggu kendaraan menuju pasar Padangpanjang dan Bukit-tinggi untuk mengantarkan hasil pertanian dan kerajinannya,atau anak-anak sekolah yang masih bermain-main di jalananatau di halaman sekolah sebelum mulai jam pelajaran. Setelahbubar sekolah selepas tengah hari desa kembali sepi. Biasanyamasih ada beberapa orang tua laki-laki yang tidak sanggup lagibekerja yang duduk di sebuah lapau yang terletak dipinggirjalan depan kantor Wali Nagari. Sore harinya baru kelihatanagak ramai kembali setelah masyarakat pulang bekerja ataudari pasar Padangpanjang dan Bukittinggi berjualan dan berbe-lanja berbagai barang kebutuhan serta anak-anak muda yangbermain sepak bola atau volley ball di lapangan depan kantorWali Nagari, setelah itu juga anak-anak yang pergi mengaji disebuah “surau baru” lebih kurang 150 meter arah ke atas darikantor Wali Nagari, sementara ada pula sekelompok laki-lakiseparo baya yang asik bermain domino di lapau menjelang ma-grib datang.

Malam di nagari Pandai Sikek ini udaranya amat dinginkarena letaknya yang di ketinggian. Masyarakat umumnya

Page 79: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 61

enggan keluar rumah karena dingin yang menusuk tulang danmerasa lebih baik melepas lelah sambil menonton televisi atau-pun VCD. Biarpun demikian, anak-anak muda masih tetap adayang berkumpul di lapau kopi milik istri Wali Nagari. Di sinidisediakan televisi berwarna 16 Inch yang dilengkapi denganreceiver serta satu set VCD player yang sering membuat lapauini tidak tutup sampai pagi. Umumnya mereka makin ramaiapabila ada acara pertandingan sepak bola dini hari. Anak-anak muda ini tidak mau menipu pemilik lapau walaupun me-reka bebas mengambil makanan sendiri karena mereka amatdekat dengan wali nagari yang juga masih muda. Sering walinagari tersebut bergadang bersama mereka sambil mengada-kan ronda malam.

C. Songket di Nagari SilungkangSilungkang menurut adalah sebuah desa yang terletak di

pemerintahan Kota Sawahlunto, 100,48 bujur Timur dan 0,41lintang Selatan dengan luas wilayah 32,93 km2. Sebelah Utaradaerah berdekatan dengan Kecamatan Lembah Segar, perbata-san Selatan dan Barat dengan Kecamatan IX Koto Sei Lasi,Kab. Solok, dan perbatasan Timur dengan Kecamatan Kupitan,Kabupaten Sijunjung (Eliya, 2009).

Silungkang adalah sebuah nagari yang secara pemerintahan terletak dalam kota Sawahlunto. Secara geografisNagari Silungkang terletak pada gugusan Bukit Barisan dalamsebuah cekungan yang tidak begitu luas dengan ketinggianrata-rata 239-450m di atas permukaan laut dan dikelilingi olehbukit-bukit batu yang cukup terjal dan tandus. Nagari Silungkang ini dibelah dua oleh sungai “Batang Lasi” yang bermuarapada Sungai Ombilin, (wawancara dengan Afdol Usman Dt.Sampono Alam di Nagari Silungkang, 19 September 2012).

Page 80: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

62 Budiwirman

Gambar 2.8 Peta Wilayah Nagari Silungkang Kota Sawahlunto SumatraBarat (Sumber: Profil Daerah Silungkang, 2004)

Nawir Said (2007) mengatakan, wilayah daratan NagariSilungkang lebih kecil dibandingkan dengan daerah perbukitan. Dataran yang ada hanya 513,7 ha sedangkan daerahperbukitan seluas 1.698,9 ha. Dengan kondisi demikian, makadi nagari Silungkang ini masyarakat tidak akan melihat tanahyang luas dan dapat dipergunakan sebagai persawahan,bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Faktoralam dan kondisi geografis inilah yang mempengaruhi tingkahlaku, pola pikir dan budaya serta pembentukan karakter anaknagari silungkang. Berbagai kebutuhan hidup yang diperlukanseperti beras, sayur mayur, dan lainnya harus didatangkan daritempat-tempat lain, tak jarang harus menempuh bukit-bukityang terjal, dibalik lereng-lereng bukit itu terdapat beberapa

Page 81: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 63

desa atau kampung seperti Tarung-Tarung, Kubang, Lunto danTaratak Boncah.

Selanjutnya, diriwayatkan tentang nagari Silungkang olehBapak Syahruddin Syarif Dt. Rangkayo Bosa selaku PenghuluPucuak dan mantan kepala Kerapatan Adat Nagari (KAN)Silungkang yang sangat dipercaya oleh masyarakat.

Sebagai anak nagari Silungkang tentunya berkeinginanuntuk mengetahui asal usul dari nagarinya dan juga siapanenek moyang dan dari mana asal usulnya dan asal namanagari Silungkang tersebut,. Ada beberapa pendapat yangberkembang dari mulut ke mulut di tengah-tengah masyarakat,antara lain adalah berikut ini.

Pertama, Sebelum nagari ini bernama Silungkang,dahulunya bernama “Talang Tuluih, Batu Badeguih, Paku Ajik,Gulang-Gulang”. Talang Tuluih berada di sebelah barat danBatu Badeguih berada di sebelah timur sedangkan Gulang-Gulang berada agak ke timur laut, Paku Ajik sebelah utara danLurah Tambiliak berada sebelah selatan. Sejak kapan nenekmoyang orang Silungkang mendiami wilayah ini, hinggasekarang belum pernah ada orang yang melakukan penelitiansecara ilmiah.

Menurut uraian yang dikemukakan oleh Syamsuddin Dt.Simaradjo dari kalangan pegawai istano Pagaruyung diBatusangkar, nagari Silungkang telah didiami semenjak abadke VI sebelum masehi. Dari mana beliau menyimpulkan hal itudemikian tidak jelas, apa hanya sekedar perkiraan belaka atauada sejarah dan tambonya di Pagaruyung, tentu masihdiperlukan penelusuran untuk membuktikan kebenarannya.Kalau memang benar apa yang dikatakan beliau, maka berarti

Page 82: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

64 Budiwirman

nagari Silungkang ini telah didiami selama 2600 tahun. Suatuwaktu yang cukup panjang bagi sebuah nagari.

Masih menurut keterangan Syamsuddin Dt. Simarajobahwa tempat pertama yang didiami oleh nenek moyang orangSilungkang adalah daerah Taratak Boncah. Dari TaratakBoncah ini nenek moyang itu dibagi dua kelompok. Kelompokyang pertama turun ke Silungkang dan kelompok kedua turunke Padang Aka Bulu, yang kemudian berganti nama menjadiPadang Buluah Kasok (nagari Padang Sibusuak Sekarang).

Dari uraian di atas, tampak jelas kalau nagari Silungkangdan nagari Padang Sibusuak dikatakan dua nagari bersaudara,mulanya nenek moyang orang Silungkang dan Padang Sibusuakini terdiri dari 11 (sebelas) orang niniak (nenek), lima orangniniak turun ke Silungkang dan enam orang niniak turun kePadang Sibusuk. Namun penduduk Silungkang yang adasekarang tentu tidak saja yang berasal dari 5 niniak tersebut,berkemungkinan ada lagi rombongan yang datang belakangan.Rombongan yang datang belakangan ini ada juga berasal daridaerah Taratak Boncah, Paninjauan, Sibarombang dan daerahlainnya. Yang dimaksud dengan 5 niniak tersebut adalah 5(lima) rombongan yang dipimpin oleh 5 orang niniak. (ketuarombongan).

Kedua, menurut keterangan dari Izhar Harun, salahseorang tokoh masyarakat Silungkang. Dikatakan bahwa nenekmoyang orang Silungkang asli dari Kenagarian ParianganPadang Panjang. Berangkat dari Pariangan Padang Panjanglangsung saja ke daerah Silungkang tanpa mampir di daerahyang dilewatinya dan baru berhenti setelah sampai di daerahTaratak Boncah. Waktu itu Taratak Boncah belum adapenghuninya dan niniklah yang memberi nama Taratak

Page 83: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 65

Boncah, setelah beberapa lama menetap di Taratak Boncahdatanglah pesuruh raja dari Pariangan Padang Panjang yangbernama Si Kutak-Katik. Beliau inilah yang menolongmembagi tempat pindah niniak moyang itu, mana yang akanbertani beliau tunjuk ke Padang Aka Buluah dan kemudianditukar namanya menjadi Padang Buluah Kasok dan ditukarlagi namanya menjadi Padang Sibusuak, dan mana yangmemilih berdagang dan beliau tunjuklah ke Talang Tuluih dankemudian berganti nama menjadi Silungkang. Yang memilihbertani berjumlah enam orang niniak pindah ke Padang BuluKasok dan yang memilih berdagang berjumlah lima orangniniak pindah ke Talang Tuluih. Perpisahan rombongan inidiadakan di Kubang Kabelu Taratak Boncah. Rombongan yangakan ke Padang Buluah Kasok dari Kubang Kabelu turun keBukit Iban terus ke Ponggang, dari Ponggang rombongan inibaru terus ke Padang Aka Bulu. Sedangkan rombongan yangke Silungkang dari Kubang Kabelu turun ke Talang Tuluih danBatu Badeguih dan setelah air kering baru turun ke bawah dannamanya bertukar dengan Silungkang. (dahulu daerah dataranSilungkang berbentuk rawa atau danau).

Ketiga, menurut Buku Pokok Pengetahuan Adat AlamMinangkabau oleh Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu (1991),yang menerangkan bahwa Luhak Tanah Datar terdiri dari

Limo Kaum, Limo Baleh Koto, Sambilan Koto di dalamdan Duo Baleh Koto Di lua. (lima kaum, lima belas koto,sembilan koto di dalam dan dua belas koto di luar).

1. Sungai Tarab Salapan Baruah dan nagari sekitarnya.2. Ujuang Labuah Kampuang Sungayang (Tujuah Koto).3. Lintau Sambilan Koto, Limo Koto Diateh, Ampek Koto

Dibawah.

Page 84: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

66 Budiwirman

4. Batipuah Sapuluah Koto.5. Sambilan Koto Dibawah, Tujuah Koto Diateh.6. Kubuang Tigo Baleh Jo Alam Surambi Sungai Pagu dan

Nagari- Nagari Sekitarnya.

Sembilan Koto di bawah, Tujuah Koto di atas terdiri dari:

”Koto Basa jo Abai Siat, Koto Salak jo Ampalu, KotoPadang jo Koto Baru, Tiumang Sialang Gaung, Siguntua joSungai Lansek, Pulau Punjuang Sungai Dareh, TanjuangGadang jo Labuah Tarok, Sijunjuang Pamatang Panjang,Palangki Muaro Bodi, Silungkang Padang Sibusuk, TanjuangAmpalu Tanjung Baringin, Palalua jo Padang Laweh, Sisawahjo Silantai, Unggan jo Sumpu Kuduih “. Menurut penjelasanyang didapat, turunnya rombongan ini melalui jalur utara.

Keempat, nenek moyang orang Silungkang pada awalnyapertama turun dari Pariangan berjumlah 31 orang melaluiSolok terus ke Supayang, dari Supayang baru terus keSilungkang sesampai di Parontian Boreh, di puncak bukitterowongan kereta api Kupitan, beristirahatlah rombongan ini.Dalam peristirahatan itu mereka melihat dataran yang luas,maka sepakatlah mereka untuk membagi rombongan menurutkeinginan masing-masing dengan perjanjian walaupun berpisah tapi tetap bersatu. Lima orang (5) niniak menuju keMuaro Bodi, lima orang (5) niniak menuju ke Palangki, dansepuluh orang (10) ninik menuju ke Muaro Pane dan Kinari,sedang yang sebelas orang (11) ninik sebelum bepisahmembuat satu ikatan teguh dengan sesamanya yang di sebut”Datuak nan saboleh” (Datuk yang sebelas) lima orang (5) darininik itu menuju Talang Tuluih dan yang enam orang (6)berangkat menuju Padang Buluah Kasok. Kemudian bergantilagi menjadi Padang Sibusuak.

Page 85: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 67

Kelima, versi ini bukanlah berdasarkan tambo atau sejarahtetapi merupakan perkiraan dari Penghulu Pucuk BapakSyahruddin Syarif Dt. Rangkayo Bosa, dengan melihat situasikeadaan alam yang ada di Nagari Silungkang seperti telahditerangkan di atas Taratak yang mula-mula didiami adalahTalang Tuluih kemudian Batu Badeguih, Paku Ajik dan LurahTambilik.Dari uraian di atas, maka hal tersebut dapat dijadikansebagai dasar penelusuran dari asal usul nagari Silungkangyaitu bahwa berdasarkan urutan nama, memang dimulai dariTalang Tuluih, baru kemudian Batu Badeguih dan seterusnya.

Menurut kedudukan tempat, daerah Talang Tuluih me-mang yang terbaik dan strategis kemudian baru Batu Badeguihdan seterusnya, disamping kesuburannya, tempat yang strate-gis adalah syarat mutlak waktu itu, untuk menjaga diri dariserangan pihak lain dan binatang buas.

Penduduk Silungkang berjumlah 8644 jiwa, terdiri dari2037 kepala keluarga dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 4238 jiwa, perempuan 4406 jiwa dengan kewarganegaraanIndonesia tidak ada satu orang pun yang berkewarganegaraanasing. Penduduk Silungkang mayoritas beragama Islam, hanyadua orang yang beragama Kristen (Data Monografi daerahSilungkang, 2002). Sebagian besar dari tanahnya yang tersedia(69,44 %) merupakan lereng bukit batu dan pasir, karena ituamat tidak menguntungkan dijadikan tanah pertanian. Luassawah ditaksir sekitar 40 ha atau 1,11 % dari luas nagariSilungkang. Keadaan alam seperti di atas memaksa pendudukSilungkang mencari nafkah di luar bidang pertanian sepertipegawai, pedagang, perajin tekstil dan pembuat alat-alatkebutuhan rumah tangga. Menurut catatan terakhir sebagianbesar penduduknya hidup disektor kerajinan.

Page 86: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

68 Budiwirman

Penduduk laki-laki banyak yang pergi merantau, danmemilih berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena pekerjaan menenun tidak dikuasainya denganalasan menenun membutuhkan keuletan, kesabaran, ketabahanhati dalam proses pengerjaannya dan membutuhkan waktuyang lama. Pekerjaan menenun sama dengan sifat seorangwanita, yang penuh dengan kesabaran, kejelian, dan ketabahanhati.

Namun pada saat sekarang ini kaum laki-laki Silungkangsudah ada yang bisa melakukan pekerjaan menenun, itu disebabkan kondisi alam yang tidak mendukung, mau tidak maupekerjaan menenun harus dilakukannya untuk memenuhikebutuhan hidup karena pada umumnya mata pencaharianpenduduk Silungkang bergerak dibidang industri kecil ataukerajinan, khususnya bertenun, dan berwiraswasta atauberdagang menjual hasil tenunan.

Industri kecil atau kerajinan yang paling banyak digelutimasyarakat Silungkang adalah bertenun. Ada tiga macamsistim pertenunan yang diusahakan masyarakat Silungkangyaitu: pertama, sistem ATM (Alat Tenun Mesin) yaitu sistimproduksi dimana mekanis kerja dalam pembuatan produkdilakukan dengan mesin, jenis produk yang dihasilkan berupasarung dengan bermacam jenis dan tingkatan mutu. Kedua,sistim ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yaitu sistim produksidimana mekanis pengerjaannya dilakukan secara manual, jenisproduksinya yaitu sarung dengan bermacam jenis sertatingkatan mutu. Ketiga, sistim Gedogan yaitu sistim produksidimana mekanis pembuatan produk secara manual, sedangkanjenis produksinya berupa kain tenun songket yang bernuansaseni.

Page 87: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 69

Namun sekarang dari ketiga sistim pertenunan yang adadi Silungkang mengalami penurunan kalau dilihat dari jumlahunit usahanya bila dibandingkan dengan masa-masa lalu,dikarenakan sulitnya mendapatkan bahan dan peminatterbatas. ini dapat dilihat dari data-data tekstil sentra industriSilungkang tahun 2009.

Menurut Syarif [15] pada awal berdiri ATBM tahun 1938pekerjanya adalah orang Silungkang sendiri walaupun adatenaga kerja dari luar Silungkang hanya beberapa orang saja.Dari tahun 1942, karena kemajuan pertenunan Silungkangmulai membutuhkan tenaga kerja dari luar pertama-tama yangdipekerjakan hanya yang berasal dari Lunto, Kubang danPianggu, semenjak tahun 1949–1957 banyak datang pekerjadari Kubang Payakumbuh, Lintau, Batusangkar, TabingPadang, Saok Lawas, Sungai Jambu dan lain-lain. Tahun 1958-1961 semasa pergolakan PRRI tenaga kerja dari luar bolehdikatakan tidak ada, yang ada hanya tenaga kerja dari Kubangdan Lunto. Setelah pemerintah memberlakukan KTOE tahun1961 dan pergolakan PRRI telah pula selesai, tenaga kerja dariluar kembali datang ke Silungkang 1961 -1966 pemasaran kainSilungkang cukup baik, tenaga kerja dari luar sangat menjadiandalan Silungkang dalam berproduksi terutama tenaga kerjadari Lunto dan Kubang.

15 wawancara, 18 September 2012

Page 88: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

70 Budiwirman

Page 89: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 71

BAB. IIIUSAHA UNTUK MELIHAT MAKNA

SONGKET

A. Pendahuluan

ebudayaan sebagai sebuah sistem dalam masyara-kat memiliki sub-sistem yang mencakup bahasa,teknologi, ekonomi, organisasi sosial, sitem penge-

tahuan, religi, dan kesenian. Semua unsur tersebut terdapatdalam kehidupan masyarakat baik yang kecil, terisolasi dansederhana, maupun yang besar, kompleks dan maju. Dalamsistem kehidupan masyarakat ketujuh unsur kebudayaan ter-sebut terwujud dalam bentuk gagasan, nilai-nilai, dan pandan-gan hidup (cultural system), wujud aktivitas, tingkah laku ber-pola (social system), wujud benda (material culture), Koentjara-ningrat dalam (Zubaidah, 2010).

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa kebudayaan me-rupakan keseluruhan dari proses kehidupan manusia, yangbertujuan untuk mempertahankan eksistensi manusia sebagaipencipta sekaligus pengguna sistem tersebut. Sebagai sebuahsistem yang utuh, maka semua komponen budaya merupakanbagian-bagian yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya,

K

Page 90: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

72 Budiwirman

yaitu sistem kepercayaan, organisasi sosial, sistem pengeta-huan dan kesenian.

Sumber sejarah Minangkabau saat ini masih sedikit dite-mukan, sehingga untuk mengetahui bagaimana dan bila orangMinangkabau datang ke pusat pemukiman yang sekarang be-lum dapat dilacak. Akan tetapi, bila dikaji prasejarah Minang-kabau dalam konteks Indonesia dan Asia Tenggara beberapainformasi sejarah dapat memberi penjelasan tentang kebera-daan orang Minangkabau. Menurut Imran Manan (1995), bah-wa secara umum orang-orang yang mendiami kepulauan In-donesia, termasuk orang Minangkabau, berasal dari daratanAsia Tenggara.

Dikatakan oleh Anwar (1986), daerah daratan PropinsiSumatera Barat pada umumnya didiami oleh mayoritas Sukubangsa Minangkabau. Hanya sebagian kecil dari pendudukyang mendiami daratan Propinsi Sumatera Barat yang berasaldari pendatang-pendatang, seperti Cina, India dan sebagainya.Dengan demikian kebudayaan yang menonjol di daerah dara-tan ini hanyalah kebudayaan Suku bangsa Minangkabau.

Agustiar (2002) menjelaskan, bahwa masyarakat Minangkabau tidak identik dengan masyarakat Sumatera Baratwalaupun daerah Provinsi Sumatera Barat merupakan daerahutama yang menjadi lokasi masyarakat Minangkabau.

Berdasarkan tambo-tambo/sejarah alam Minangkabau,lokasi atau daerah asli masyarakat etnis Minangkabau dicerita-kan sebagai berikut;

“…salirik gunuang Marapi, saedaran gunuang Pasaman,sajajaran Sago jo Singgalang, saputaran Talang jo Kurinci;dari Sirangkak nan badangkang, hinggo buayo putiah daguak,

Page 91: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 73

sampai ka pintu rajo ilia, durian ditakuak rajo, sampai kasipisau-pisau hanyuik, sialang balantak basi, hinggo aiababaliak mudiak, sampai ka ombak nan badabuak, sailiranBatang Sikilang, hinggo lauik nan sadidiah; ka Timur ranahAia Bangih, Rao jo Mapa Tungguah, gunuang Mahalintang,Pasisia Banda Sapuluah, hinggo Taratak Aia Hitam, sampai kaTanjuang Samalidu, Pucuak Jambi Sambilan Lurah.

Maksudnya dari uraian di atas adalah, daerah utamaorang Minangkabau pada mulanya meliputi daerah-daerah digunung Merapi dan sekitarnya, gunung Singgalang, gunungPasaman dan gunung Sago, gunung Talang dan gunung Kerin-ci, dan meliputi pula daerah Indropuro di Pesisir, berbatasandengan Rejang di Bengkulu, sampai daerah Jambi sebelah Ba-rat, dan meliputi pula Indragiri Hulu dan Hilir, daerah AirBangis sampai ke Tapanuli bagian Selatan, bahkan meliputipula daerah Mukomuko di Provinsi Bengkulu, sebelah Baratberbatas dengan Samudera India, (sekarang Samudera Indone-sia). Dengan kata lain bahwa, domisili awal orangMinangkabau didapati di Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi,dan Bengkulu.

Bila ditinjau daerah asal kebudayaan Minangkabau me-nurut Koentjaraningrat (1997), diperkirakan seluas daerah Pro-pinsi Sumatera Barat sekarang ini, dengan dikurangi daerahkepulauan Mentawai, akan tetapi daerah ini dibagi lagi ke da-lam bagian-bagian khusus. Pembagian khusus itu menyatakanpertentangan antara darek (darat) dan pasisie (pesisir) atau ran-tau. Ada anggapan bahwa orang-orang yang berdiam di pesi-sir, maksudnya pada pinggir lautan Indonesia, berasal dari da-rat. Daerah darat dengan sendirinya dianggap sebagai daerahasal dan daerah utama dari pemangku kebudayaan Minangka-bau. Secara tradisional, daerah darat terbagi ke dalam tiga lu-

Page 92: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

74 Budiwirman

hak, yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak Lima PuluhKota (Naim, 1984).

Selanjutnya dikatakan orang Minangkabau mencobamenghubungkan keturunan mereka dengan suatu tempat ter-tentu, yaitu Pariangan, Padangpanjang. Mereka beranggapanbahwa nenek moyang mereka berpindah dari tempat itu dankemudian menyebar ke daerah penyebaran yang ada sekarang,dongeng tentang nenek moyang orang Minangkabau yang be-rasal dari puncak Gunung Merapi.

Daryusti (2006) menjelaskan, bahwa Minangkabau meru-pakan daerah budaya yang keberadaannya mempunyai keuni-kan tersendiri diantara bermacam-macam budaya daerah lain-nya, keunikan utama adalah;

Yang dimiliki oleh etnik Minangkabau terlihat darisistem kekerabatan yang dikenal dengan sistem matrilineal,yakni sistem kekerabatan menurut garis keturunan ibu atauperempuan. Dalam sistem ini, anak-anak mengikuti garisketurunan ibu dan saudara ibunya. Sedangkan ayah dankeluarganya tidak masuk mengikuti clan anaknya. Daryusti(2006)

Dengan demikian bahwa masyarakat Minangkabautersusun atas dasar keturunan dari ibu.

Sekarang ini masyarakat Minangkabau diketahui telahmenempati daerah yang sangat luas, melainkan telah jauh ter-sebar ke daerah-daerah perantauan yang barangkali dapat di-katakan dihampir seluruh pelosok tanah air Indonesia, danberkemungkinan sampai ke Singapura, Malaysia, Jepang danPhilipina.

Page 93: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 75

Berpedoman kepada uraian di atas, maka lokasi atau dae-rah yang didiami Suku bangsa Minangkabau tersebut dapatdibedakan atas daerah asal (inti) yaitu Luhak dan daerah Ran-tau. Daerah asal atau Luhak tersebut dibagi atas tiga bagianyaitu; Luhak Tanah Datar, Lukak Agam dan Luhak Lima Pu-luh Kota. Dari ketiga daerah inilah Suku bangsa Minangkabautersebar ke daerah lainnya di Sumatera Barat yang disebutdengan daerah Rantau. Daerah Rantau ini sangat luas sekalibagi Suku bangsa Minangkabau, bahkan sampai ke NegeriSembilan di Malaysia, (Anwar, 1986).

Minarsih (1998) menjelaskan, rantau adalah daerah yangdialiri sungai bermuara ke pantai sebelah Timur pulau Sumate-ra yang dibatasi dengan Selat Malaka dan laut Cina Selatan.Daerah Rantau ini bahkan sampai ke negara bagian Malaysiayang sekarang dikenal dengan Negeri Sembilan. Kesamaanbudaya diantara kedua masyarakat Minangkabau (SumateraBarat) dan Negeri Sembilan ini telah melahirkan kerjasama an-tara kedua negara, maka muncullah istilah sister city (kotakembar).

Selanjutnya Minarsih kembali menambahkan bahwa ke-budayaan Minangkabau ini bermula hanya tidak tercatat, akantetapi budayanya terjadi paling tidak sejak 2 ribu tahun (2 mi-lenium) yang silam. Selama periode neolitikum, migrasi dariAsia Tenggara membawa kontak pertama dari luar terhadapmasyarakat asli tertua Sumatera. Menhir, atau batu duduk, dankapak batu ada sejak lebih kurang 2500 tahun sebelum Masehi,memberi tanda kepada kita suatu awal pemujaan nenekmoyang.

Suku bangsa Minangkabau, baik yang berdiam di 3 (tiga)Luhak (daerah inti) maupun di Rantau menggunakan bahasa

Page 94: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

76 Budiwirman

percakapan daerah yang disebut bahasa Minangkabau. Setiapperkampungan memiliki dialek (pengucapan) tersendiri, mas-ing-masingnya punya kekhasan. Dialek bahasa Minang PadangPariman (pesisir) berbeda dengan dialek darek (darat) Paya-kumbuh, Bukittinggi, Batusangkar, Solok dan sebagainya.Akan tetapi tidak saja perbedaan dialek, kadang-kadang artikosakata tertentu mengandung pengertian yang tidak sama(berbeda).

Pendidikan di Minangkabau menganut sistim tradisionaldengan samboyan belajar dari alam, semboyan itu sesuai denganpepatah ‘alam takambang jadi guru’ (alam terbentang dijadikanguru). Falsafah ini dapat dibuktikan dari karya sastra lama.Kata-kata yang disusun dalam seni sastra seperti petatah-petitih, pantun, syair, gurindam dan kaba bersumber dari keja-dian-kejadian yang dekat dengan kita, yaitu alam (Hakimy,1996).

Sejalan dengan itu Makmur (1984), menjelaskan bahwabahasa Minangkabau adalah bahasa yang digunakan oleh pen-duduk untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hariyang termasuk kedalam bahasa Melayu. Sedangkan agamayang jadi anutan penduduk adalah agama Islam. Kehidupansosial budaya masyarakatnya tercermin dalam perpaduan an-tara adat dan agama sesuai dengan fatwa adat yang mengata-kan bahwa “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”, haltersebut terlihat pada pola kehidupan masyarakat ditiap-tiapnegeri dengan adanya balai adat dan mesjid atau surau sebagaisuatu kelengkapan yang mutlak.

Petatah-petitih, pidato adat sampai saat ini masih meru-pakan salah satu syarat yang harus dipakai dan dipraktekkanterutama pada upacara adat (tradisional) seperti; perkawinan,

Page 95: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 77

batagak Penghulu (mengangkat kepala Suku). Orang yang per-tama sekali harus menguasai seni sastra ini adalah pemuka-pemuka masyarakat adat seperti datuk (mamak rumah).

B. Budaya Visual dalam Konteks SemiotikaDikatakan oleh Daryusti (2006), semiotik adalah studi tentangtanda atau simbol yang ada dalam masyarakat. Pengertian inidapat di samakan dengan pendapat Ferdinand de Saussuredalam goresan ‘Quantum Seni’ Marianto (2006), yangmenjelaskan bahwa dalam pengertian absolut apa pun, kitabukanlah pemikir dari sebuah pernyataan-pernyataan yangkita sampaikan, atau bukan pula sebagai pengarang/ penciptaatas makna-makna yang kita ekspresikan melalui bahasa.Dalam artian, kita hanya dapat menggunakan bahasa untukmemproduksi makna-makna dengan cara memposisikan diridalam hukum-hukum bahasa dan dalam sistem-sistempemaknaan dari budaya kita.

Dengan demikian, makna dikonstruksi dan ditetapkandengan kode/simbol yang menghubungkan antara sistemkonseptual dan sistem bahasa kita sedemikian rupa. Makadapat ditetapkan bahwa simbol merupakan unsur yangesensial dalam kehidupan manusia. Bahkan manusia disebutsebagai homosimbolikum, yang artinya sebagai pencipta danpemberi makna terhadap simbol (Daryusti, 2006).

Simbol adalah lambang yang mewakili makna-maknatertentu. Meskipun simbol bukanlah makna itu sendiri, namunsimbol sangat dibutuhkan untuk kepentingan penghayatanakan makna-makna yang diwakilinya. Simbol dapat digunakanuntuk keperluan apa saja. Contoh; ilmu pengetahuan,kehidupan sosial, juga keagamaan. Bentuk simbol tak hanya

Page 96: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

78 Budiwirman

berupa benda kasat mata, namun juga melalui gerakan danucapan. Simbol juga dijadikan sebagai salah satu infrastrukturbahasa yang dikenal dengan bahasa simbol.

Nasbahry (2009) menjelaskan, bahwa lambang atausimbol digunakan untuk komunikasi, yaitu suatu prosesberbagai gagasan, informasi, dan pesan pada orang lain padawaktu dan tempat tertentu.

Hal ini sejalan dengan pendapat Turner (1990), yangmendefinisikan simbol sebagai sesuatu dengan persetujuanbersama, sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah dankualitas yang sama serta dapat mewakili, mengingatkankembali, atau membayangkan dalam kenyataan atau pikiran.

Selanjutnya dijelaskan, apabila binatang menggunakanisyarat atau bunyi untuk berkomunikasi sebagai simbolnya,maka manusia lebih jauh sudah mengembangkan sistembahasa yang kompleks untuk digunakan dalam perjuanganhidupnya, misalnya untuk menyatakan gagasan, emosi, untukmenceritakan kisah dan catatan masa lalu, dan untuk berunding satu sama lainnya. Percakapan bahasa lisan memilikikekhasan pada tiap masyarakat manusia atau kebudayaantertentu (Nasbahry, 2008).

Straus (1963) menjelaskan, bahwa kebudayaan dimaknaisebagai sesuatu simbol atau sistem perlambangan. Untukmemahami seperangkat lambang budaya tertentu, harusdilihat dalam kaitannya dengan keseluruhan tempat perlambangan. Sejalan dengan pandangan tersebut, Daryusti (2006)menjelaskan, bahwa ketentuan itu sesuai dengan fatwa adatMinangkabau, walau bakisa tampek duduak, bakisa dilapiak nansalai (Meskipun berkisar ditempat duduk, berkisar ditikar yangsehelai). Maksudnya, walaupun perbedaan pendapat itu dapat

Page 97: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 79

saja terjadi, tetapi diusahakan agar pendapat itu hanya beradadalam batas lingkungan filsafat adat Minangkabau.

Sehubungan dengan uraian di atas , bahwa nilai-nilai danfalsafat yang terkandung dalam adat Minangkabau merupakansalah satu corak kebudayaan Indonesia. Kebudayaan itu adalahpenjelmaan falsafah.

Syafwandi (2009) menjelaskan, Baju atau pakaian yangdikenakan oleh Penghulu /datuk juga tidak hanya sekedarpakaian panutuik malu (pembalut badan), akan tetapi di balikitu ada makna simbolis yang penuh dengan nilai-nilai yangpada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan. Nilai-nilai itu adalah;

Nilai kepemimpinan tercermin dalam makna simbolikpenutup kepala disebut Tengkuluak tanduk atau Tengkuluakikek. Penutup kepala ini adalah sebagai simbol seorang pemimpin dalam rumah gadang.

Nilai keteguhan dan kebertanggung-jawaban tercermin dalammakna simbolik minsai dan Balapak. Minsai adalah simbolbahwa seorang bundo kandung dan kaumnya tahu persistentang adat dan tidak boleh melanggarnya. Sedangkan,Balapak adalah simbol penerus keturunan. Artinya, seorangbundo kandung bertanggung jawab melanjutkan keturunan.

Nilai kebijaksanaan tercermin dalam makna simbolik kainsarung (Kodek) Balapak bersulam emas, yaitu seorang bundokanduang harus dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya.Sedangkan, nilai kehematan tercermin dalam makna simbolikdukuah nasura, yaitu orang hidup mesti dapat menerapkansikap mental hemat.

Page 98: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

80 Budiwirman

Tengkuluak tanduk atau Tengkuluak ikek adalah penutupkepala yang terbuat dari kain Balapak. Perlengkapan inibentuknya seperti tanduk (runcing) yang berumai emas atauloyang sepuhan. Makna simbolik dari perlengkapan ini adalahkepemilikan rumah gadang. Artinya, orang yang mengenakannya adalah bundo kanduang (pemilik suatu rumah gadang).

Baju kurung dengan warna hitam, merah, biru, ataulembayung yang dihiasi dengan benang emas dan tepinyadiberi minsai bermakna simbolik, terutama minsai-nya, bahwaseorang bundo kanduang dan kaumnya harus mematuhi batas-batas adat dan tidak boleh melanggarnya. Sementara, Balapakyang diselempangkan dari bahu kanan ke rusuk kiri bermaknasimbolik bahwa seorang bundo kanduang bertanggung jawabmelanjutkan keturunan.

C. Teori Semiotika VisualKalangan ilmuwan pada umumnya berpendirian bahwa per-kembangan ilmu pengetahuan terjadi secara komulatif. Demi-kian juga dalam ilmu seni rupa telah terjadi suatu perkemban-gan atau kemajuan yang dapat kita lihat disepanjang sejarahperkembangan teori atau kritik seni rupa. Berbagai pendekatanyang telah dikembangkan orang kepada ilmu seni rupa dianta-ranya filsafat, sosiologi antropologi terakhir semiotik dan seba-gainya.

Asal kata semiotik adalah semion, lebih kurang (abad 3SM) berasal dari kata 'semion’ atau tanda. Jadi semiotik artinyapengetahuan mengenai tanda. Semiotik adalah cabang penge-tahuan yang mempelajari tanda-tanda dan segala sesuatu yangberkaitan dengannya, seperti sistem-sistem tanda dan perkem-

Page 99: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 81

bangan yang terjadi sehubungan dengan pemakaian tanda ter-sebut (Panuti Sudjiman & Aart van Zoest, 1992).

Ada kecenderungan bahwa manusia selalu mencari artiatau berusaha memahami segala sesuatu yang ada di sekeli-lingnya dan dianggapnya sebagai tanda. Penjelajahan semioti-ka sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan-dalam hal ini seni rupa dimungkinkan, karena ada kecende-rungan untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fe-nomena bahasa. Artinya, bahasa dijadikan model dalam berba-gai wacana sosial.

Aart Van Zoest dalam bukunya Semiotiek berdasarkanpendiriannya pada suatu asumsi bahwa manusia adalah mak-luk homo-semioticus (ha1.7).[16] Dia menyatakan bahwa manu-sia mencari arti pada barang-barang dan gejala-gejala yangmengelilinginya serta tepat atau tidak tepat, benar atau tidak,manusia berusaha untuk memberikan arti kepada barang-barang dan gejala-gejala tadi

Segala sesuatu yang berkaitan dengan tanda, termasukproses terjadinya suatu tanda dipelajari dalam semiotik. Tandadapat dijumpai pada kehidupan sehari-hari dan sangat pentingbagi hubungan antar manusia, baik yang berupa bunyi, kata,gerak badan, goresan dan-sebagainya. Sebagian tanda tersebutbersifat pragmatis seperti angka-angka, foto di pasport dan se-bagainya

Aristoteles melahirkan teori tanda, yang disebut dengansemiotiki atau semioticos (Yunani). Dalam teorinya disebutkanbahwa kata sebagai salah satu tanda. berbeda dengan rupa ob-jek yang diwakilinya. Oleh karena itu untuk menyamakan per-

16 Sejarah semiotik : dari buku semiotik aart van Zoest ( 1978) .

Page 100: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

82 Budiwirman

sepsi dibutuhkan kesepakatan antata pengguna tanda. Katadapat menunjukkan suatu kuantitas, kualitas dan realitas. Katamempunyai korelasi dengan keadaan. Kata munCul setelahada objek. Jadi bahasa tidak mengkopi keadaan atau kenya-taan. Untuk selanjutnya semjotik dalam Ijngujstik djkembang-kan menjadi semiologi oleh Ferdinand Saussure. (185l-1913).

John Locke, mengungkapkan keterkaitan antara tandadengan sjmbol. Simbol dapat ditemui pada bidang-bidang se-perti matematika dan sebagainya. Dalam seni. tanda berperanjuga, berbeda dengan kata. Tanda dalam karya seni tidak me-merlukan kesepakatan antara pengirim tanda dalam karya senidengan penerima. Hal ini disebabkan karya seni itu sendiri me-rupakan simbol dan ungkapan spontan seniman yang mere-produksinya. Bahasa dalam seni rupa bersifat teleologis.

Ringkasan dari sejarah semiotik

Bermula dari kaum Stoici (zeno) dan ahli-ahli skolastik,abad pertengahan (Agustinus, William van Ockham, Duns Sco-tus) mendalami mengenai persoalan-persoalan yang berhu-bungan dengan tanda-tanda tersebut. Kemudian pada akhirabad ke 18 filosof Jerman. J.H.Lambert telah memakai kata se-miotik. Walaupun demikian kita dapat mengatakan bahwa se-miotik adalah cabang pengetahuan yang baru saja muncul dandiaplikasikan. Baru pada abad ke 20, pemakaian tanda-tandadan segala sesuatu yang berkaitan dengannya djpelajari secarasjstematik bersamaan dengan munculnya kesusasteraan umumyang dipelopori oleh Zwitser Ferdinant de Saussure (1857-1913), menyebabkan pula kebutuhan untuk mempelajari semi-otik.

Page 101: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 83

D. Aliran-Aliran dalam SemiotikaAart van Zoest (1978). Mengemukakan bahwa didalam

semiotik terdapat tiga aliran. Aliran pertama adalah komuni-kasi semiologi. Aliran ini dipakai oleh orang-orang yangmempelajari tanda-tanda sebagai bagian dari suatu proses ko-munikasi dalam arti bahwa yang dianggap sebagai tanda ada-lah tanda yang dipakai oieh pengirim tanda dan juga diterimaoleh penerima dalam arti yang sama. Diantara pengjrim danpenerima berita telah ada kesamaan pengertian( Misatnya pe-makai bahasa yang menggunakan tanda yang dapat dipahamibersama artinya). Mengenai tanda itu sendiri dapat ditangkapartinya secara denotatif dan konotatif. Komunikasi semiologihanya mempelajari aspek denotatif saja dari tanda itu. Yangdimaksud dengan denotatif ialah arti yang lansung dari suatutanda yang telah djsepakati bersama atau yang sudah menjadipengertian bersama.Sedangkan konotatif adalah arti selanjut-nya atau penafsiran/interpretasi dari yang pertama yang bebasmenurut sipenafsir. Konotatif dapat juga berarti tanda yangdiberi arti sepihak oleh sipenerima. Hal inj disebut dengan"Symptoom'; dengan demikian tanda yang merupakan symp-toom dapat memiljki arti konotatif sebabdiberi arti sepjhak olehsipenerima.

Aliran kedua, yaitu semiotik konotatif. Aliran ini mem-pelajari tandatanda secara konotatif, dengan kata lain semiotikkonotatif ini biasa diterapkan dilapangan kesusastraan. RolandBarthes, adalah salah satu. tokoh yang sering memakai semi-otik konotatif di bidang kesusastraan.

Page 102: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

84 Budiwirman

Aliran ketiga adalah Semiotik ekspansif. Aliran ini se-benamya merupakan perkernbangan atau perluasan lebih jauhdari semiotik konotatif di atas . Semiotik ekspansif, aliran initerutama dikembangkan oleh Julia Kristeva, yang kemudianaliran ini seolah-olah mengambil alih tempat filosofi. Dengansuatu tujuan yang pasti, semiotik ekspansif kemudian dinama-kan 'pengetahuan keseluruhan'. Dalam jenis semiotik ini artitanda telah diambil alih oleh 'produksi pengetahuan'. Ahfi-ahlisemiotik semacam ini dalam anafisis-analisisnya jika tanpamemperhatikan metodologi, kelihatannya telah mencampurdengan pengertian-pengertian dari hermeneutik. 17

Menurut Aart van Zoest, temyata faktor-faktor historis,metodologis dan faktor individual dapat menentukan perbe-daan-perbedaan yang ada diantara pendapat mengenai semi-otik. Oleh karena itu sesungguhnya tidak ada suatu teori yangtunggal mengenai semiotik. Ini berarti dalam semiotik juga ba-nyak teori. Bila kita berbicara mengenai semiotik kita perlumengadakan pemilihan dan garis pemisah dan menentukanteori tertentu. Semiotika hanya dapat diterapkan, bilamana kitamelibatkan diri dengan sikap interpretatif, dengan menunjukkepada tanda-tanda yang pasti (eksistensinya, fungsi dan rela-sinya dengan tanda-tanda yang lain, pemakaian, pemunculan-nya dan penghilangannya) dengan produksi pengertian, kebia-saan pengertian dan seterusnya.

Semiotika moderen mempunyai dua orang pelopor, yaituCharles Sanders Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure.Pierce mengusulkan kata semiotika untuk bidang penelaahan

17 Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentanginterpretasi makna. Nama hermeneutika diambil dari kata kerjadalam bahasa Yunani hermeneuein yang berarti, menafsirkan,memberi pemahaman, atau menerjemahkan.

Page 103: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 85

ilmu tanda, sedangkan Saussure memakai kata semiologi. Se-benarnya kata semiotika tersebut telah digunakan oleh paraahli filsafat Jerman bernama Lambert pada abad XVIII.

1. Semiotika Ferdinand De Saussure

Bertolak dari pandangan semiotika tersebut, jika seluruh prak-tik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka se-muanya–termasuk bangunan pakaian dan bangunan tradisidan sebagainya – dapat juga dipandang sebagai tanda-tanda.Hal itu dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itusendiri.

Gambar 3. 1 Triadik Ilmu Tanda Ferdinand Saussure (185l-1913), SumberNasbahry (2016)

Ferdinand de Saussure merumuskan tanda sebagaikesatuan dari dua bidang yang tidak bisa dipisahkan – sepertihalnya selembar kertas – yaitu bidang penanda (signifier) ataubentuk dan bidang petanda (signified): konsep atau makna.Berkaitan dengan piramida pertandaan ini (tanda-penanda-petanda), Saussure menekankan dalam teori semiotikaperlunya konvensi sosial (kesepakatan sosial), di antaranya

Page 104: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

86 Budiwirman

komunitas bahasa tentang makna satu tanda yang telahdisepakati bersama.

Menurut pendapat Aart van Zoest, adanya tandaditentukan oleh 3 (tiga) elemen, yaitu: (1) tanda yang dapatdilihat atau tanda itu sendiri, (2) sesuatu yang ditunjukkan ataudiwakili oleh tanda, (3) tanda lain dalam pikiran penerimatanda. Di antara tanda dan yang diwakilinya ada sesuatuhubungan yang menunjukkan representatif yang akanmengarahkan pikiran kepada suatu interpretasi.

Dengan ilmu tanda (semiotik) kita dapat mengerti kegia-tan kita sehari-hari dan posisi kita. dalam kehidupan. sehari-hari.

Menurut Saussure bahasa harus dipelajari sebagai suatusistem tandatanda. tetapi tanda-tanda bahasa bukanlah satu-satunya tanda. Bertolak dari hal ini Saussure kemudianmenyatakan bahwa pengetahuan kesusastraan dianggapsebagai pelajaran jenis-jenis tanda. Bertolak dari hal iniSaussure kemudian menyatakan bahwa pengetahuankesusastraan adalah pelajaran mengenai jenis-jenis tandatertentu. Dengan demikian untuk memahami karya satraharuslah diperoleh sebuah pengetahuan mengenai tanda yangumum (tentang sastra tersebut). Kemudian dia menyebutpengetahuan tanda yang umum ini dengan nama semiologi .

2. Semiotika Visual Charles Sanders Pierce

Orang yang pertama-tama mempelajari tanda-tanda secara sis-tematik adalah Charles Sanders Peirce. Oleh karena itu Piercedisebut sebagai perintis semiotika. Tetapi pikiran-pikirannyabaru dikenal pada awal abad ini. yakni sekitar tahun 3O-an da-

Page 105: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 87

ri abad ke 20. Kemudian di Amerika. pikiran-pikirannya dis-ebarluaskan oleh Charles Morris. Sedangkan di Eropa yangmenyebarkan adalah Max Bense. la melibatkan diri dalam ber-bagai disiplin ilmu. antara lain pengetahuan satra. kriminologidan religi. la adalah salah satu penganut filsafat pragmatisme.

Seperti yang diuraikan sebelumnya, semiotika adalahilmu yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda tersebutmenyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif.Keberadaannya mampu menggantikan sesuatu yang lain,dapat dipikirkan, atau dibayangkan. Cabang ilmu ini semulaberkembang dalam bidang bahasa, kemudian berkembangpula dalam bidang desain dan seni rupa Tanda bisa terdapatdimana-mana, misalnya: lampu lalu lintas, bendera, karyasastra, bangunan dan lain-lain. Hal ini disebabkan manusiaadalah Homo Semioticus, yaitu manusia mencari arti padabarang-barang dan gejala-gejala yang mengelilinginya (Aartvan Zoest, 1978 dan Lavers, t.th.)

Charles Sanders Pierce, menandaskan bahwa kita hanyadapat berpikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapatberkomunikasi lewat sarana tanda. Tanda dalam kehidupanmanusia bisa tanda gerak atau isyarat. Lambaian tangan yangbisa diartikan memanggil atau anggukan kepala dapat diterje-mahkan setuju. Tanda bunyi, seperti tiupan peluit, terompet,genderang, suara manusia, dering telpon. Tanda tulisan, di an-taranya huruf dan angka. Bisa juga tanda gambar berbentukrambu lalulintas, dan masih banyak ragamnya.

Semiotik ilmu memadukan entitas yang disebut sebagairepresentamen dengan entitas lain yang disebut sebagai objek.Tanda adalah sesuatu yang merepresentasikan (representate-men) atau menggambarkan sesuatu yang lain (di dalam benak

Page 106: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

88 Budiwirman

seseorang yang memikirkan). Semiotika Peirce terkenal dengankonsep triadik/trikotomi (tanda terdiri dari tiga unsur)

Telaah semiotik dalam senirupa arsitektur dan desainyang dilakukan dilakukan oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914). mengembangkan logika relasi yaitu hubungan triadicpada tanda sebagai berikut ini.

Gambar 3.2 Konsep Triadik/Trikotomi (Tanda Terdiri dari Tiga Unsur)Yaitu Tanda Sebagai Objek, Tanda Sebagai Representamen, dan TandaSebagai Intrepretan. Sumber Asli Theleffsen, Thorkild, (2000), Gambar

Modifikasi Nasbahry (2016)

Sebuah tanda (representamen) adalah sesuatu yang bagiseseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapahal/kapasitas. Sesuatu yang lain itu dinamakan Interpretan daritanda yang pertama – dan pada gilirannya mengacu kepadaobjek. Dengan demikian sebuah tanda (representamen)

Page 107: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 89

memiliki relasi triadik langsung dengan interpretan danobjeknya. Proses ini disebut signifikasi.

Trikotomi Pierce, jadi dari segi objek yang ditangkap olehpengamat adalah ikon, indeks dan symbol yang akan dibaca,representasinya dapat berupa qualisign, signsing dan legisigndan interpretasi maknanya berdasarkan dicent, rheme danargument.

a. Trikotomi Semiotik Pierce

Perkembangan semiotika tidak lepas dari teori yang dikemu-kakan oleh Charles Sanders Pierce yang dianggap sebagai ba-pak Semiotika. Teorinya lebih mengarahkan perhatian kepadatanda. Tanda mempunyai dua aspek yaitu penanda dan pe-tanda. Semiotik berhubungan dengan segala sesuatu yang ber-hubungan dengan tanda. Sebuah tanda adalah segala sesuatuyang tidak lain harus eksis atau hadir secara aktual. Pierce ber-pendapat bahwa tanda dibentuk melalui hubungan segitigaatau yang biasa disebut trikotomi atau struktur triadik Pierce.

Tabel 3.1 Trikotomi Pierce

1 2 3

1 Representatement Qualisign Sinsign Legisign

2 object Icon Index Symbol

3 Interpretant Rhema Dicisign Argument

Sumber Asli: Theleffsen, Thorkild, (2000)

Page 108: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

90 Budiwirman

Gambar 3.3 Model Trikotomi Pierce, Sumber Asli Theleffsen, Thorkild,(2000), Gambar Modifikasi Nasbahry (2016)

Dari bagan ini jelaslah bahwa yang dimaksud dengan“simbol, indeks, dan ikon” oleh Pierce berakar pada tanda-tanda yang pada objek yang dilihat manusia. Mengenai tanda-tanda yang disebut “singsign”, “qualisgn” dan “legisign”adalah tanda-tanda yang berasal dari gambaran yangdirasakan oleh manusia (represetatemen). Sedangkan tanda-tanda yang disebut “argument”, “rheme” dan “dicent” adalahtanda-tanda yang berasal dari “interpretant” atau interpretasimanusia.

Perihal tanda yang muncul dari “representament” dan“interpretant” tidak akan diuraikan secara Detail tulisan ini.Yang akan diuraikan hanyalah trikotomi Pierce yang pertamasaja yaitu tanda-tanda dari objek yang dapat dilihat manusia,

Page 109: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 91

karena ada kemiripannya dengan semiotika Saussure, sebagaiberikut.

a. Tanda Ikon (Tanda Kemiripan/Kesamaan)

Apa bila suatu tanda dan acuan berupa hubungan kemiripan,tanda itu disebut ikon. Sebuah foto adalah tanda yang disebutdengan ikon, karena sebuah objek seperti foto itu mewakili ke-nyataan tertentu misalanya orang berdasarkan kemiripan (Si-milarity). Tanda dapat juga berupa lambang, jika hubungantanda itu dengan yang diwakilinya didasarkan perjanjian (Con-vention). Misalnya lampu merah yang mewakili larangan ber-dasarkan perjanjian dalam masyarakat (Nasbahry C.,1998:119)

Sesuai dengan pendapat di atas maka ikon adalah tandayang menyerupai sesuatu yang diwakilinya atau suatu tandayang mewakili ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan.Dalam seni rupa ikonisitas dapat dalam rupa yaitu: bentuk,susunan atau unsur-unsur bentuk. Kemungkinan yang lainadalah ikon-ikon struktur atau susunan, ikon warna dantekstur.

b. Tanda Indeks (Tanda Petunjuk)

Indeks berasal dari kata benda indexesatau indicesberarti daf-tar kata-kata penunjuk bagi cara berpikir, contoh lain adalahpenunjuk daftar kata penting pada halaman tertentu (KBBI1990: 329). Dalam Semiotika, indeks dipakai untuk me-nyatakan asosiasi hubungan makna dalam tanda yang satudengan maknadalam tanda yang lain, dengan syarat ada keter-kaitan keduanya. Contoh jika A adalah jejak kaki atau asap hi-tam. Jejak kaki adalah menunjukkan tanda adanya kaki orangyang lewat (tanda B). Jika A adalah asap hitam mengepul dikejauhan, maka dia dapat memicu timbulnya tanda yang lain

Page 110: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

92 Budiwirman

yaitu kebakaran (B) yang berasal dari pengalaman, pikiran, pe-rasaan, gagasan dan perasaan. Tanda ini disebut indeks jikaada keterkaitan antara A (asap)dengan B (kebakaran), antarajejak kaki (tanda A) dengan kaki (tanda B).

c. Tanda Simbol (Tanda Lambang)

Simbol adalah suatu tanda yang berhubungan antara tandadan acuannya terbentuk secara konvesional (kesepakatan so-sial) Zoest (Nasbahri, 1998:122). Contoh adalah bahasa, di manatanda-tanda dan unsur-unsur kebahasaan adalah simbol, wa-laupun beberapa di antaranya adalah ikon dan indeks.

3. Penerapan Semiotika

Mengutip apa yang dikemukakan Ferdinand de Saus-sure, semiotika adalah “ilmu yang mengkaji tentang tanda daribagian kehidupan sosial”. Di sini secara implisit, kajian semi-otika terkait dengan aturan-aturan main atau kode sosial (socialcode) yang berlaku di masyarakat, sehingga suatu tanda bisadipahami maknanya secara kolektif. Sebagai sebuah ilmu, se-miotika bisa digunakan untuk membaca tanda (decoding) atauuntuk menciptakan tanda (encoding).

Dalam dunia seni rupa dan arsitektur, ada beberapa ting-katan tanda, yaitu denotasi dan konotasi. Dalam tingkat deno-tatif, tanda mempunyai hubungan eksplisit dengan referensiatau realitas. Sedangkan dalam tingkat konotatif, makna se-buah tanda terkait dengan perasaan dan emosi serta 1nilai-nilaikebudayaan dan ideologi. Sebuah pintu, misalnya, makna de-notatif adalah sebagai tanda untuk masuk ke bangunan atauruang tertentu. Namun pintu juga bisa punya makna konotatif,

Page 111: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 93

seperti pintu yang besar menandakan keagungan sang pemilikbangunan.

Tantangan pemanfaatan semiotika dalam memahami arsi-tektur tradisional adalah bagaimana si pengamat dapat mem-baca kode sosial yang ada pada artefak yang sudah lama, danbagaimana membacanya.

Semiotika sebagai pendekatan memahami makna unsur-unsur visual bangunan tradisi adalah dengan melakukankajian terhadap elemen visualnya. Salah satu cara dalammeninjau karya itu adalah dengan menguraikan ataumendeskripsikan, yaitu menyebutkan, mencatat dan melaporkan hal yang tersaji secara langsung yang tampak melaluipenglihatan mengenai wujudnya.

Unsur kedua adalah melakukan atau analisis sintaksisatau susunannya, yaitu menyatakan bagaimana suatu hal yangdisebutka itu tergambar atau tersusun, dengan menyatakansifat, kualitas dan elemen-elemen seni rupanya (garis, warna,bidang, tekstur) bertalian dengan yang telah diuraikan. Unsurke tiga adalah tafsir atau interprestasi, yaitu menyatakan ataumengutarakan makna dari hasil seni. Unsur yang ke empatatau terakhir adalah menyatakan nilai atau mutu hasil seni.(lihat Feldman, 1967 dan Garret, 1978).

Menurut Sukada, Budi A (2002) dalam arsitektur (terma-suk seni rupa dan kerajinan terdapat pandangan, bahwaelemen visual dapat dipahami maksudnya oleh orang awam dan men-gerti maknanya, tetapi cara mengkomunikasikan kepada orangawam itu ada berbagai cara misalnya melalui:

Bentuk ‘metaforis’ atau berdasarkan persamaan atauperbandingan

Page 112: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

94 Budiwirman

Komunikasi melalui kosa kata bangunan atau unsur-unsur fungsional bangunan seperti jendela, pintu,tangga

Komunikasi melalui sintaksis atau kesatuan unsur-unsur bangunan

Semantik atau pengembangan arti yang disampaikanoleh bangunan, berjalan melalui hubungan unsur-unsurbangunan, atau kesatuan arti bentuk-bentuk [18]

Gambar 3.4. Skema Aplikasi Semiotik Pierce Dan Sausure, Sumber Suka-da, Budi, A., (2002: 103).

18 Seperti yang kita ketahui, kajian pokok dalam ilmu tanda-tanda (semioti-ka) banyak persamaannya dengan kajian linguistik. Walaupun ba-nyak yang tidak sepakat, studi-studi permulaan dari semiotik ba-nyak mengambil padanannya dengan semiotik lingustik, yaitudengan cara menganalogikan sistem tanda pada bahasa dengansistem tanda dibidang lainnya, termasuk sistem tanda dalam bi-dang arsitektur.

Page 113: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 95

Menurut Sukada, Budi, A., (2002: 103). Objek-objek yangdipakai oleh manusia untuk berkomunikasi pada suatu saatdapat berperan sebagai indek, sebagai ikon atau sebagai simbolpada kesempatan yang berlainan. Sebuah objek dengandemikian tidak hanya membawakan dirinya sendiri, ditanganmanusia objek-objek jika digabungkan dengan cara tertentu,akan dapat menyampaikan keinginan atau makna tertentuyang diinginkan manusia. Untuk dapat memahami keinginanyang disampaikan dengan cara di atas (indek, simbol atauikon), dapat dipakai tiga pedoman yaitu: (1) kata; (2) sintaksis;(3) semantik.

A. Metafora Elemen (Kata)

Antara komponen (elemen) dan kumpulan komponen. Seba-gai objek tektonik, sebuah objek misalnya karya bangunan da-pat dianggap sebagai objek objektif atau kumpulan dari berba-gai komponen yang masing-masingnya dapat berlaku sebagaisebuah objek yang objektif pula. Apapun anggapan nya, keduapilihan itu dapat bermetafora. Gereja Rochamp di Perancis, mi-salnya, pernah dilihat sebagai seekor angsa atau saat lain dili-hat sebagai penutup kepala biarawati. Sebaliknya komponentiang dari sebuah karya arsitektur klassik dapat berperan lainbila dilepaskan dari konteks awalnya (bangunan klassik). Mi-salnya tiang itu sekarang dilihat sebagai tugu peringatan ataubahkan sebagai sebuah bangunan.

Page 114: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

96 Budiwirman

Gambar 3.5. Metafora Elemen (Kata), Kadang Sebuah Elemen Bisa JadiBentuk Bangunan Baru, Jika Di Copot Dari Bangunan Induknya. Trans-

formasi Bangunan Sebagai Objek Dan Sebagai Komponen. Sumber Suka-da, Budi, A., (2002: 103).

B. Metafora Sintaksis (Susunan)

Sukada, B., (2002) mencontohkan analisis tanda sintaktis (su-sunan elemen) pada bangunan rumah tinggal. Seperti yang di-perlihatkan pada gambar berikutnya, ada empat makna rumahyang berubah-rubah dan bermetafora maknanya atau seman-tiknya, gambar pertama dimaknai rumah tinggal, kedua (a)menjadi dan dinamai istana, yang ketiga (b), menjadi bentengdan keempat atau (c) menjadi kastil. Padahal masing-masingnya memakai elemen yang sama yaitu pintu, jendeladinding dan atap yang sama. Berubahnya maknanya karenacara menyusunnya (sintaksisnya berbeda), dalam hal ini dika-takan metafora sintaksis

Page 115: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 97

Gambar 3.6 Penerapan Skema Aplikasi Semiotik Pierce Dan SausurePada Elemen Dan Sintaktik (Susunan) Elemen. Makna Berubah JikaSusunan Elemen Berubah. Sumber Sukada, Budi, A., (2002: 103).

C. Metafora Semantik (Makna)

Banyak orang berpendapat bahwa arsitektur itu hanya mem-produksi, bangunan saja tetapi anggapan itu salah, sebab arsi-tek juga membuat dan merancang benda-benda, atau objek-objek tiga dimensi lainnya dalam berbagai ukuran. Sebuahkarya (tiga dimensi) yang arsitektural umumnya mengisyaratkan sebuah interpretasi walaupun caranya berlainan. Sebuahbangunan kadangkala cukup diberi tanda dengan memban-gunnya dalam bentuk tertentu untuk untuk menyatakan fung-sinya. Sebaliknya, maknanya juga dapat ditangkap ketikahampir seluruh bagian bangunnya dikonversikan menjadi ob-jek lain yang representatif terhadap fungsinya.

Page 116: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

98 Budiwirman

Gambar 3.7. Metafora Semantik (Makna), dari Makna Roti (Makanan)Ke Makna Toko Roti (Bangunan) Sumber Sukada, Budi, A., (2002: 103).

D. Semiotik Teknis (Tektonik)

Menurut Sukada (2002), ilmu tanda (semiotika) juga dapat di-pakai untuk menilai aspek teknisnya diantaranya adalah (1)tanda kekokohan dipakai untuk menilai konstruksi, (2) tandafungsional dipakai untuk menilai keterpakaian yang memua-skan, atau kenyamanannya, (3) tanda keindahan dinilai dariaspek ungkapan (ekspresinya), ekspresif atau tidak.

Ketiga aspek ini konstruksi, fungsional dan ekspresi,dapat bermetaforis, salah satu diantaranya dapat menonjoldari yang lainnya dan dapat ditafsirkan secara denotatifmaupun konotatif. Dan dua hal yang penting daripadanyaadalah fungsional dan ekspresif. Misalnya tangga biasaditafsirkan secara konstruktif saja dan fungsional, tetapi adatangga yang megah, jadi disamping memberi tanda fungsionaldia juga menampilkan keindahan (ekspresif).

Page 117: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 99

E. Pengaruh Waktu (Time) Terhadap Semiotik

Walaupun mudah diterima, tetapi pada kenyataannya semioti-ka teknis seperti fungsi keseluruhan objek dan komponen objektidak mudah di praktikkan. Penyebabnya bukan teknis, me-lainkan historis. Sebuah karya seperti bangunan dapat berdiriribuan tahun lamanya, namun biasanya akan terjadi perubahanfungsi yang ditentukan sendiri oleh pemakaianya tanpa ber-konsultasi dengan si pembuat yang lama karena sudah lamameninggal. Oleh karena itu dalam dunia objek-objek yang ber-sifat historis (benda peninggalan lama) tanda-tanda fungsionalitu sifatnya relatif dan kontekstual. Contoh.

1). Ada karya yang fungsi utamanya sudah lama hilang, dandipakai untuk mempromosikan fungsi baru. Misalnyatiang dorik Yunani kuno, dahulu fungsi utamanya adalahsebagai penyangga balok batu bangunan, sekarang bentuktiang dorik itu dipakai untuk tiang gedung pemerintahandan tiang gedung pengadilan untuk mengekspresikan ke-megahan (tanda estetik)

2) Ada fungsi utamanya tidak hilang di sepanjang waktu, te-tapi fungsi sekundernya berubah-ubah sesuai dengan kon-teksnya.Misalnya lampu minyak zaman dahulu, fungsiutamanya adalah untuk menerangi. Di zaman sekaranglampu minyak kuno itu bisa dipakai lagi, jadi fungsinyatidak berubah. Tetapi orang tidak memakai minyak dansumbu lampu lagi untuk menimbulkan cahayanya, tetapimenggantinya dengan bohlam. Artinya lampu ini fungsisekundernya bisa berubah-rubah misalnya lampu kunountuk membaca, untuk tidur, untuk hisasan di kamar ta-mu dan sebagainya. Jadi fungi utamanya tidak hilang disepanjang waktu, tetapi fungsi sekunder lampu kuno itudapat berubah-rubah.

Page 118: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

100 Budiwirman

3). Ada karya yang fungsi utamanya dan sekundernya hilangdan digantikan dengan fungsi baru. Misalnya piramidamesir kuno, dahulu menggunakan sistem tanda untuk ku-buran raja (semiotik kuburan raja), di zaman sekarang sis-tem tanda yang dipakai adalah untuk destinasi parawisata.Sistem tanda yang dipakai berubah (sistem tanda untukturisme), jadi disesuaikan dengan fungsinya yang baru.Dahulu guci dapat menimbulkan sistem tanda keramatbagi pengamatnya, dan sistem tanda itu, ada di zaman se-karang sistem tanda yang dilihat hanya ekspresinya(terutama tanda estetik). Sistem tanda dan tafsiran tentangkekeramatannya hilang dimata pengamatnya. (karenaorang yang mengamatinya juga bertukar).

4) Ada karya yang fungsi utamanya tidak berlaku lagi danfungsi sekundernya berubah total. Contohnya seni patung,di zaman dahulu umumnya patung dipakai untukdikeramatkan atau dipuja sebagai lambang dewa ataulambang nenek moyang, tenaga gaib dan sebagainya.Fungsi sekundernya adalah untuk menjaga kehidupanSekarang seni patung berfungsi sebagai tanda estetik saja(misalnya elemen estetik), dan fungsinya bukan untukmenjaga manusia yang hidup.

Banyak contoh oleh karena perubahan waktu sebuahsistem tanda yang dipakai berubah sesuai dengan perubahanpemakainya. Misalnya songket yang motif hiasnya tadinyadipakai untuk melambangkan makna tertentu, kemudiandipakai untuk motif hias pada sepatu atau sendal, atau elemenestetik sebuah koridor hotel. Makna filosofis dan maknasebelumnya berubah tergantung pengamatnya hanya sebagaisemiotik estetik bahkan hanya sebagai semiotik ekonomi.

Page 119: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 101

Menurut Sukada, dari beberapa persoalan di atas tadimaka Umberto Eco, misanya mengusulkan agar paraperancang selalu berpedoman pada penggubahan karya-karyayang fungsi primernya fleksibel dan fungsi sekundernyaterbuka, supaya apapun yang terjadi dikemudian hari, karyaitu tetap berkualitas tinggi.

4. Perubahan Sistem Tanda dan Makna pada KainSongket

Gambar 3.8.a Transformasi Bentuk dari Elemen Visual Ke OrganisasiElemen Visual, Perubahan Ini Menyebabkan Juga Perubahan Tatanama

(Nomenclature), dan Terjadi juga Metafora Sintaktik, Sebab SetiapSusunan Motif akan Berbeda pada Setiap Fungsi Pakainya (Sumber

Penulis, 2018)

Page 120: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

102 Budiwirman

Pengaruh Waktu (Time) Terhadap Semiotik Songketjuga terjadi seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawahini.

Gambar 3.8.b. Sistem Kode Semiotik Berdasarkan Waktu Pemakaian Songket,akan Terjadi Perubahan Sistem Kode dan Makna, Tetapi Tidak Merubah Sistem

Kode yang ada Pada Motif Hiasnya

Page 121: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 103

E. Semiotika Roland Barthez

Jelas bahwa semiotika Pierce dan Saussure tidak bisa sepenuh-nya dipakai untuk menganalisis makna dan nilai filosofisnya,yang paling tepat untuk menganalisisnya adalah semiotikaRoland Barthesz.

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, konsep Saussureyang kemudian dikembangkan oleh Roland Barthes lebih po-puler ketimbang semiotika Pierce. Roland Barthes yang mema-kai pendekatan Saussure telah melakukan modifikasi dan me-nerapkannya pada praktek kebudayaan pop dengan maksuddapat menunjukan bagaimana peristiwa-peristiwa tersebutmembentuk makna. Istilah tersebut dikenal dengan sebutanmitologi Roland Barthes. (Barker, 2004: 72).

Walaupun jika dibandingkan dengan Roland Barthes, teo-ri semiotika Charles Sanders Pierce memang tampak sederha-na. Akan tetapi, teori Roland Barthes lebih popular dibandingPierce. Pada kenyataanya misalnya di dunia akademik teoriRoland Barthes lebih banyak digunakan. Misalnya untuk men-gamati bentuk serta susunan elemen bangunan tradisi meru-pakan salah satu aspek pokok pertama yang dilihat pengamatdalam memahami maknanya, dalam arsitektur komposisi da-pat dilihat dari kesatuan elemen-elemen pembangun bangunanitu. Di sini Roland Barthez menawarkan lima cara untuk men-geksplorasi kreativitas desain arsitektur, yaitu 1) kode herme-neutik, kode berupa teka-teki, 2) kode semantik, yang men-geksplorasi konotasi, 3) kode simbolik, kode yang bersifatmembongkar sesuatu/ antitesis, 4) kode proaretik, kode yangdisampaikan melalui sekuens, waktu, atau cerita, dan 5) kodekultural, yang merepresentasikan pengetahuan dan kebijakan.

Page 122: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

104 Budiwirman

Kode Hermeneutik, yaitu artikulasi berbagai cara perta-nyaan, teka-teki, respons, enigma, penangguhan jawaban, ak-hirnya menuju pada jawaban. Atau dengan kata lain, KodeHermeneutik berhubungan dengan teka-teki yang timbul da-lam sebuah wacana. Siapakah mereka? Apa yang terjadi? Ha-langan apakah yang muncul? Bagaimanakah tujuannya? Kodehemeneutik ini bersifat filosofis karena jawaban yang satu me-nunda jawaban lain.

Kode Semantik, yaitu kode yang mengandung konotasipada level penanda. Misalnya konotasi feminitas, maskulinitas.Atau dengan kata lain Kode Semantik adalah tanda-tanda yangyang ditata sehingga memberikan suatu konotasi maskulin,feminin, kebangsaan, kesukuan , loyalitas.

Kode Simbolik, sesuatu yang bersifat simbolik atau temamerupakan sesuatu yang tidak stabil, dan tema ini dapat diten-tukan dan beragam bentuknya sesuai dengan pendekatan su-dut pandang (perspektif) yang digunakan. Kode simbolik jugaberkaitan dengan psikoanalisis, antitesis, kemenduaan, perten-tangan dua unsur, skizofrenia. yaitu kode yang berkaitan den-gan psikoanalisis, antitesis, kemenduaan, pertentangan duaunsur, skizofrenia. kode proaretik, kode yang disampaikanmelalui sekuens, waktu, atau cerita, kode proairetik (proairetikcode) merupakan kode “ tindakan”. Kode ini didasarkan ataskonsep proairesi, yakni “ kemampuan untuk menentukan hasilatau akibat dari suatu tindakan secara rasional (Barthes,1990:18)” yang mengimplikasi suatu logika perilaku manusia:tindakan-tindakan membuahkan dampak-dampak, dan mas-ing-masing dampak memiliki nama generic tersendiri, sema-cam “ judul” bagi sekuens yang bersangkutan. Kode Narasiatau Proairetik yaitu kode yang mengandung cerita, uru-tan,narasi atau antinarasi. Kode Kebudayaan atau Kultural,

Page 123: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 105

yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anomin, bawah sadar,mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi,sastra, seni, legenda. Kita semua seringkali menggunakanmakna tetapi sering kali pula kita tidak memikirkan makna itu.Ketika kita masuk ke dalam sebuah ruangan yang penuh den-gan perabotan, di sana muncul sebuah makna. Seseorang se-dang duduk di sebuah kursi dengan mata tertutup dan kitamengartikan bahwa ia sedang tidur atau dalam kondisi lelah.Seseorang tertawa dengan kehadiran kita dan kita mencarimakna; apakah ia mentertawai kita atau mengajak kita terta-wa? Seorang kawan menyeberang jalan dan melambaikan tan-gannya ke arah kita, hal itu berarti ia menyapa kita. Makna da-lam satu bentuk atau bentuk lainnya, menyampaikan penga-laman sebagian besar umat manusia disemua masyarakat.

Kode kultural, yang merepresentasikan pengetahuan dankebijakan. kode cultural ( cultural code) atau kode referensial (reference code) yang berwujud sebagai semacam suara kolektifyang boleh saja anonim dan otoritatif; bersumber dari penga-laman manusia, yang mewakili atau berbicara tentang sesuatuyang hendak dikukuhkannya sebagai pengetahuan atau kebi-jaksanaan yang “diterima umum”. Kode ini bisa berupa kode-kode pengetahuan atau kearifan (wisdom) yang terus-menerusdirujuk oleh teks, atau yang menyediakan semacam dasar au-toritas moral dan ilmiah bagi suatu wacana ( Barthes, 1990: 18)

Bagi Barthes, proses berkarya adalah proses silang-menyilangnya lima kode di atas, yang menciptakan semacamjaringan kode-kode yang disebut topos. Sebuah teks yang di-bentuk oleh topos, meskipun demikian, bukanlah teks yangmonolitik, stabil, dan otonom-- yang memiliki makna ideologisyang mapan akan tetapi, tak lebih dari jaringan kutipan-

Page 124: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

106 Budiwirman

kutipan, fragmen-fragmen tanda dan kodenya yang sudah adasebelumnya, yang asal-muasalnya sudah tidak jelas lagi.

Sesuai dengan teori di atas maka studi makna pada bukuinii ada pembatasannya; pembatasan yang dimaksud adalah,bahwa analisis songket diarahkan pada aspek seman-tik.Walaupun demikian analisinya tidak terlepas dari aspeksintaktis. Sebab analisis tanda dan makna harus dimulai darimemahami sintaksis unsur-unsur visual, yang terdapat padabangunan dan analisis maknanya menggunakan semiotick Rol-and Barthez.

F. Metafora Makna: dari Kain Songket KeSongket Pakaian Adat

Sesuai dengan teori semiotik di atas, maka kain songketsebenarnya telah mengalami metafora makna. Mulai daribenang ke tenunan yang hanya berfungsi sebagai maknaekonomi, kemudian bermetafora ke kain songket dan pakaian.Uraian inilah yang akan dibahas selanjutnya. Dimana metaforayang paling akhir sebagai pakaian adat dia memiliki kode-kodemakna kulrtural atau filosofi kebudayaan minangkabau, yanghanya terdapat dalam ucapan (lisan atau tertulis). Dan dalampikiran orang Minangkabau.

Didalam kesusasteraan para ahli bahasa ataupun ahliadat juga tidak dapat menetapkan secara pasti tentang kalimatkalimat pepatah, petitih, pituah dan mamangan. Lain oranglain pendapatnya dan lagi kalimat kalimat yang dikatakan pe-patah atau petitih, pituah atau mamangan. Apa yang dikatakan

Page 125: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 107

pepatah, petitih, pituah atau mamangan bertolak dari pengena-lan adat Minangkabau. [19]

Pada suatu massa dahulu Minangkabau adalah suatu na-gari dari suatu bangsa yang mempunyai falsafah hidup sendirisebagai pegangan dalam menjalankan hidupnya. KebudayaanMinangkabau diamalkan oleh bangsanya, lebih dari pengama-lannya terhadap agama dan falsafat negara yang dianutnyadewasa.

Setiap orang Minangkabau lebih mahir mengucapkanpepatah daripada mengucapkan hadis dan agamanya.

Penggunaan istilah pepatah, petitih, pituah danmamangan ditemui dalam pidato pidato adat, baik olehPenghulu didalam kerapatan Nagari ataupun oleh janangdidalam berbagai seremoni adat Minangkabau. Orangawampun bisa juga mengucapkan istilah pepatah pepatah itudalam saat ia akan menggunakan peribahasa.

Apabila kita hendak meninjau status Penghulu dalam na-gari masing masing jelaslah statusnya sama dengan "Staat-ment" didalam suatu negara. Dan memanglah status nagarinagari di Minangkabau tak obahnya dengan status negara ne-gara dimanapun juga. Apa yang diucapkan para "staatment"dalam parlement ataupun sidang sidang pemerintahan nega-ranya, demikian juga apa yang diucapkan oleh para Penghuludalam kerapatan adat.

Para staat mengemukakan argument dengan memakaiundang-undang falsafah negara didalam pembicaraannya, ma-

19 Sumber : Buletin sungai Pua No. 46 April 1994, lihat jugahttp://salingkaminang.blogspot.com/2012/06/pepatah-petitih-petuah-dan-mamangan.html

Page 126: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

108 Budiwirman

ka didalam nagari undang undang serta falsafah disebut cu-pak. Cupak menurut hukum minangkabau adalah dua yaknicupak usali dan cupak buatan. Cupak usali dan cupak buatanini mengandung segala unsur hukum yang menguasai dan di-kuasai.

Seperti hukum alam, hukum manusia dengan alam, hu-kum manusia dengan manusia, hukum manusia dengan ma-syarakat. Berdasarkan kenyataan bahwa filsafat adat minang-kabau bersumber dengan falsafat alam, seperti yang diung-kapkan oleh pantun:

Panakiak pisau sirauikPatungkek batang lintabuangSalodong ambia ka niruSatitiak jadikan lauikSakapa jadkan gunuangAlam takambang jadikan guru.

Didalam menyebutkan kekuatan adat Minangkabauselalu diungkapkan dengan :

adaik nan sabana adaikIndak lapuak dek hujanIndak lakang dek paneh

Macam adat yang sekekal itu diungkapkan dengan :Adaik api mahanguihkanAdaik aia mambasahi.

Jadi jelaslah bahwa menurut alam pikiran minangkabauyang berguru kepada alam itu, hukum alam itulah adat yangsebenarnya, yang boleh diartikan hukum yang sebenarnya.

Page 127: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 109

Prof. Kuntjaraningrat didalam kongres bahasa Indonesiapada tahun 1954 di Medan pernah mengatakan, bahwa pepatahpetitih minangkabau adalah "levende rechtstaal" yakni bahasahukum yang hidup. Maka kian jelaslah bahwa pepatah, petitih,petuah dan mamangan yang juga disebut sebagai cupak usalidan cupak buatan itu adalah undang undang hukum alamminangkabau.

Cupak usali diartikan dalam bahasa Indonesia dengantakaran asli atau hukum asli. Hukum yang asli adalah hukumalam dan hukum manusia dengan alamnya.

Hukum mana tidak dapat dibuat oleh manusia. Didalammenelaah berbagai ungkapan pribahasa yang diucapkan paraPenghulu didalam kerapatannya, ditemukan berbagai kalimatyang melukiskan hukum hukum alam dan hukum hukummanusia dengan alamnya itu.

Kalimat hukum alam itu ialah

Kuniang kunyik, putiah kapuaMerah sago, kuriak kundiManciok ayam, badanciang basiBulek manggolong, picak malayangHinggok mancakam, tabang manumpu

Dan lain lain. Sedang kalimat yang berbentuk hukummanusia dengan alamnya atau hukum alam denganmanusianya dapat pula ditemui seperti:

Kalam disigi, lakuang ditinjauPanjang dipunta, singkek diulehtatungkuik makan tanah

Page 128: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

110 Budiwirman

Tatilantang minum aiaPadiah disuahkan, sakik diharangkan

Dan lain lain Kedua macam jenis kalimat ini, sebagaicupak usali yang kebenaran tak tertanding, inilah jenis kalimatyang dinamakan pepatah petitih.

Pepatah adalah jenis kalimat yang melukiskan hukumalam, sedang petitih ialah jenis kalimat yang melukiskanhukum manusia dengan alamnya. Kata adat tantang kato usaliini adalah:

barih baukua jo pepatahbalabeh bajangko jo patitih

Barih baukua jo pepatah itu disebutkan ANGGO(Pakaian) sadang balabeh bajangko jo petitih disebutkanANGGA (tangga) artinya dapat ditafsirkan untuk mencapaiinggo diperlukan tanggo. Dan barih baukua jo pepatah dapatditafsirkan sebagai kebenaran baris yang berbanjar dinilaihukum alam. Sedang balabeh dijangko jo petitih dapatditafsirkan panjangnya sebuah ukuran kemampuan manusiadinilai dengan kemampuan hidupnya dengan alam.

Cupak buatan sesuai dengan namanya hukum yang di-ciptakan oleh manusia untuk keperluan mereka bersama, yangtercakup kedalam 2 pola, yakni hukum manusia dengan sesa-manya, dan hukum manusia dengan masyarakatnya. Jadi hu-kum ini dapat berobah menurut situasi dan kemampuan ma-nusia yang memakainya.

Didalam menelaah berbagai ungkapan peribahasa yangdiucapkanoleh para Penghulu didalam kerapatannya, ditemaniberbagai kalimat yang melukiskan hukum manusia dengan

Page 129: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 111

sesamanya dan hukum manusia dengan masyarakat itu.Kalimat yang melukiskan hukum dengan sesamanya ituadalah,

Mandapek balabo, hilang marugiMancancang mamampeh, mambunuah,Mambangun, barutang mambayiaBapiutang manarimo.Elok dipakai, cabuah dibuangJanji bakarang, padan baukua

Dan lain lain Kalimat ini melukiskan hukum manusiadengan masyarakatnya, yang senantiasa disebutkan dalampidato adat terdapat kalimat2 seperti:

Anak dipangku, kamanakan dibimbiangLuhak bapanghulu, rantau barajoKampuang batuo, rumah batungganaiTagak panghulu sakato kaumTagak Andiko sakato nagariPusako ditolong, warih dijawek

Cupak buatan yang melukiskan hukum sesama manusiadisebut "pituah", sedang hukum manusia denganmasyarakatnya disebut "mamangan"

1. Bentuk dan Variasi Kalimat Mamangan Adat

Bentuk kalimat pepatah, petitih, pituah dan mamangan sangat-lah sederhana dan isinya yang lumrah. Kalimat kalimat itu di-bangun berpasangan dalam dua bagian. Umumn setiap bagianterdiri dari dua buah kata.

Page 130: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

112 Budiwirman

Umpamanya setiap bagian terdiri dari dua buah kata.Barisan pertama bersinonim (persamaan arti) yang sejajar ataumelintang dengan bagian kedua, hingga merupakan empatkata seperti lazimnya dengan gaya pantun.

Didalam pidato adat kalimat kalimat itu diberi berbagaivariasi dengan macam kata lainnya dan diucapkan beruntundengan kalimat sinonim lainnya. Pemakaian kalimat pepatahboleh bercampur baur dengan kalimat petitih, mamangan ataudengan pituah, berdasarkan keperluan. Demikian juga kalimatkalimat tersebut dapat diolah sedemikian rupa, tapi dalampengucapannya haruslah menurut ritme kalimat yangmendahuluinya. Contoh kalimat asli berbunnyi:

Kareh ditakiak, lunak disudu

Dapat diolah menjadi:

Kok kareh buliah ditakiak, kok lunak buliah disuduKok kareh indak tatakiak, kok lunak indak tasuduinyo nan kamanakiak yang kareh, inyo nan kamanyudu nan lunak.Indak ado kareh nan indak ditakiaknyo, indak ado nan lunak nanindak disudunyo

Dapat lagi diolah jadi kalimat sebaliknya:

Kok kareh buliah ditakiak, kok lunak indak tasuduKok kareh indak ditakiaknyo, kok lunak disudunyoInyo indak manakiak nan kareh, tapi inyo manyudu nan lunakIndak ditakiaknyo nan kareh, indak disudunyo nan lunak

Contoh bagian kedua bukan lagi semacam ucapan ucapanyang bernilai yang dapat diucapkan Penghulu didalamkerapatan. Bagian kedua ini adalah selera orang orang banyak

Page 131: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 113

belaka. Contoh lain kalimat kalimat pepatah, petitih, pituahdan mamangan diucapkan didalam pidato-pidato adat denganberurutan sekalimat demi sekalimat yang sinonim artinya.Tambah banyak kalimat kalimat sinonim itu dapatdikemukakannya tambah menonjollah kecendikiawanannya.Umpama :

Lah bulek aia dek pambuluahLah bulek kato dek mupakaikKok bulek alah buliah digolongkanKok picak alah buliah dilayangkanLah saciok bak ayamlah sadanciak bak basiKok tarapuang alah samo hanyuikKok tarandam alah samo basahKa bukik samo mandakiKa lurah samo manurunBarek samo dipikuaRingan samo dijinjiangTatungkuik samo basahTatilandang samo minum aia.

2. Hermeneutika dan Penafsiran Budaya Visual:Songket

Hermeneutika dalam bahasa Yunani hermemeuticos (penafsi-ran), sedangkan dalam bahasa Inggris adalah hermeneutic, be-rarti ilmu dan teori tentang penafsiran yang bertujuan menje-laskan teks, mulai dari ciri-cirinya baik obyektif (arti gramatik-al kata-kata dan variasi-variasi historisnya). Sekarang penggu-naan teori ini seringkali digunakan dalam penafsiran kebu-dayaan, (Loren Bagus, 2005).

Page 132: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

114 Budiwirman

Sebelum melangkah memasuki ranah sebuahpengembangan dari hermeneutika yang pada gilirannya akanberwujud kepada nilai dan norma-norma yang terkandungpada simbol kain tenun songket Minangkabau, terlebih duluMarianto (2006) menjelaskan, bahwa kata ”indah” ditulisdengan simbol i-n-d-a-h. Tetapi kita tahu bahwa arti kata”indah” bisa bermacam-macam, tergantung dari konteks danbagaimana ia dipandang. Indahnya potongan rambut bagi pararemaja di kota-kota besar di Indonesia pada tahun 2005 adalahyang jabrik dan diolesi jeli, dan kira-kira sama dengan modepotongan dan gaya rambut dari para selebritis muda yangsering ditayangkan di media elektronik. Indahnya rambut paraibu istri pejabat adalah mode rambut yang disasak tinggi.Indahnya bagi para pensiunan adalah hari tanggal 6 setiapbulan ketika mereka menerima tunjangan bulanan daripemerintah. Indahnya karya seni bagi seniman kontemporerbeda dari indahnya seniman yang mengerjakan karyatradisional. Keindahan bagi tentara beda dari keindahanmenurut seorang pejuang Hak Asasi Manusia. Makna kata”indah”, atau kata apa saja, atau teks apa saja, sangattergantung pada relasi dengan konteksnya. Hermeneutika dapatdiartikan sebagai seni atau keterampilan menafsirkan, menilaiatau memaknai dari suatu teks dalam suatu konteks tertentu.

Selanjutnya dijelaskan pada masa lalu hermeneutikadipakai untuk mengungkap makna-makna yang dianggaptersembunyi dalam teks-teks filsafat, keagamaan, astrologi, danalkemia. Akan tetapi saat ini telah diperluas, ia dapat diartikansebagai metode untuk menilai makna dalam ekspresi kulturalapa saja. Misalnya, upaya untuk mengungkap nilai-nilai yangterkandung dalam makna simbol yang terdapat pada suatu

Page 133: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 115

budaya masyarakat, atau tayangan iklan komersial di televisi,dapat juga dikatakan sebagai suatu praktik hermeneutika.

Filsuf terkenal Prancis Paul Ricoeur (1969),mendevinisikan penafsiran/penilaian sebagai ”usaha akal budiuntuk menguak makna tersembunyi di balik makna agarlansung terlihat, atau untuk menyingkapkan tingkat maknayang diandaikan berada dalam makna arfiah” (Marianto, 2006).

Selanjutnya Gani (2009), menjelaskan bahwa nilaimerupakan sesuatu yang abstrak, mendasar, dan bermakna.Nilai yang muncul dalam bentuk konsep-konsep dasar tersebutdigunakan sebagai pedoman atau kerangka acuhan di dalamsetiap dinamika kehidupan manusia. Ia akan memengaruhipemikiran, sikap, dan tingkah laku manusia.

Berpedoman kepada batasan di atas, yang dimaksuddengan hermeneutika dalam buku ini adalah untukmendevinisikan penafsiran/penilaian sebagai ”usaha akal budiyang dapat menguak makna tersembunyi di balik simbol-simbol yang terdapat pada kain tenun songket Minangkabauagar lansung terlihat, atau untuk menyingkapkan tingkatmakna yang diandaikan berada dalam makna arfiah.

Page 134: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 215

DAFTAR PUSTAKA

Affendi (1981), Seni Tenun Silungkang dan sekitarnya, Jakarta:Direktur Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikandan Kebudayaan.

Ahman, Syafwan (1999), Rumah Gadang dan Kekerabatan Materi-linial. (tesis), Bandung: I T B

Alvin, Suwarsono Y.SO.(2000), Perubahan Sosial dan Pembangu-nan, Jakarta: PT.Pustaka LP3ES Indonesia.

Attoe, O., “Teori, kritik dan Sejarah Arsitektur”, dalam, Sangkoyo,Hendro. 1984. Pengantar Arsitektur. Jakarta: Pen. Er-langga.

Ardipal & Nasbahry, (2016) Sekitar Teori Seni dan Seni MusikKorelasi Seni dengan Pendidikan dan Sosial-Budaya,Solok, Berkah Prima

Bahar Dt. Nagari Basa (1966), Falsafah Pakaian Penghulu , Paya-kumbuh: Penerbit CV. Eleonora

Budiwirman (1986), Studi tentang Kain Tenun Songket Tradision-al Balapak Minangkabau, (Skripsi), Yogyakarta: I S I

Bogdan, Robert and Steven J. Taylor (1975), Introduction to Qua-litative Research Methods (The Search For Meaning),New York: John Wiley & Son Brown, Radcliffe, AR.(1976), On Concept of Function in Social Science, dalamLewis A. Coser and Bernard Rosenberg (eds), Sociologi-cal Theory A Book Reading, (4th ed), New York: Mac Mil-lan Publishing Co. Inc.

Page 135: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

216 Budiwirman

Esten, Mursal, Dr.Prof. (1998), Minangkabau antara Tradisi danPerubahan, Bandung: Penerbit Angkasa Bandung.

Feldman, Edmud Burke. 1967. Art As Image & Idea, New Yersey:Prentice Hall. Inc.

Garang Dt., Am Yosef, Dkk.(1983), Pengetahuan Ragam Hias Mi-nangkabau, Padang: Depdikbud.

Garna, Yudistira K., 1992. Teori-Teori Perubahan Sosial, Bandung:Universitas Padjadjaran, Program Pascasarjana.

Gustami (1991), Seni Kriya Indonesia Dilema Pembinaan dan Per-kembangannya. (dalam Jurnal Pengetahuan danPencipta Seni), Yogyakarta: I S I

Hakimy, Idrus, Dt. Rajo Penghulu (1996), Rangkaian MestikaAdat Basandi Syarak di Minangkabau, Bandung: PT.Remaja Rosda Karya.

Hakim, Ramalis, 2007, “Strategi Pembelajaran Kerajjinan di Seko-lah Dasar”, Jurnal Forum Pendidikan, UNP Press, April2007

Hasan, Firman (1988), Dinamika Masyarakat dan Adat Minang-kabau, Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas.

Ibrahim, Anwar,dkk. (1986), Pakaian Adat Tradisional daerahSumatera Barat, Padang: Departemen Pendidikan danKebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direkto-rat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek InventarisasiDokumen Daerah.

Imran, Nefi (2003), Ragam Hias Songket Minangkabau, (Makalah)Selangor Malaysia: Institut Teknologi Mara Shah Alam.

Johnson, Doyle Paul (1986), Teori Sosiologi Klasik dan Modern,(Jilid II terjemahan MZ. Lawang), Jakarta: Gramedia.

Page 136: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 217

Junus, Umar dalam Koentjaraningrat (1997), Manusia dan Kebu-dayaan di Indonesia, Jakarta: Jembatan.

Kayam, Umar (1981), Seni Tradisi Masyarakat, Jakarta: PenerbitSinar Harapan.

Koentjaraningrat (1987), Sejarah Teori Antropologi Sosial, Jakarta:Dian Rakyat.

______________(1990), Pengantar Ilmu Antropologi,Jakarta:PT.Rineka Cipta

______________(1981), Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangu-nan, Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Lains, Alfian (1992), Perubahan Sosial Masyarakat Minangkabaudilihat dari sudut Ekonomi, (dalam Mestika Zed,dkk./ed) Perubahan Sosial di Minangkabau, Padang:Pusat Studi Pembangunan dan Perubahan Sosial BudayaUniversitas Andalas Padang.

Makmur, Erman (1984), Alat Musik Tradisional Minangkabau,Padang: Proyek Pengembangan Permuseuman SumateraBarat.

Manggis, Rasjid Dt. Radjo Panghulu, (1975), Sejarah Ringkas Mi-nangkabau dan Adatnya, Jakarta: Penerbit Mutiara

Manan, Imran (1989), Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan,Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

___________ (1995), Birokrasi Modern dan Otoritas Tradisional diMinangkabau, Padang: Unit Percetakan MRC.FPTKIKIP

Maryetti (2001), Suluah, Kembali ke Nagari, kembali ke Surau,kembali ke BKSNT (Jurnal No.1), Padang: PenerbitBKSNT-UNP

Page 137: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

218 Budiwirman

Microsoft ENCARTA (1997), Encyclopedia.

Minarsih (1998), Korelasi antara Motif Hias Songket dengan Uki-ran Kayu di Provinsi Sumatera Barat, (tesis), Bandung IT B.

Miles, Matthew B dan A. michael Huberman, 1992. Analisis DataKualitatif, Jakarta, UI-Press.

Moleong, Lexy J. (1989), Metodologi Penelitian Kualitatif, Ban-dung: Penerbit Remaja Karya CV.

Moore, Wilbert E, 1967. Order and Change: Essays in ComparativeSosiology, New York: John Willey & Sons

Museum Adhityawarman Sumatera Barat (1984), Tenun Tradi-sional Sumatera Barat, Padang: Penerbit Proyek Pen-gembangan Permuseuman Sumbar.

Nagari Basa, Datuak Bahar (1966), Falsafah Pakaian Penghulu diMinangkabau, Payakumbuh: CV. Eleonora.

Naruhun, Batuah AM. Dt. Bagindo Tanameh. dkk. (1953), HukumAdat dan Adat Minangkabau, Jakarta: Pustaka Bali

Nasbahry C., & Alizamar, (2016) Psikologi Persepsi dan DesainInformasi (edisi revisi), Yogyakarta, Penerbit MediaAkademi.

Navis, A.A. (1984), Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebu-dayaan Minangkabau, Jakarta: Grafiti Press.

Nusjirwan (1980), Pakaian Adat Wanita Payakumbuh, Padang:Penerbit ProyekPengembangan Permuseuman Sumate-ra Barat

Poloma, Margaret M. (1993), Sosiologi Kontemporer, Jakarta:Gramedia.

Page 138: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 219

Proyek Pengembangan Permuseuman Sumatera Barat (1990), Te-nun Balapak Silungkang, Padang: Departemen Pendidi-kan dan Kebudayaan.

Rais, Zaini (1988), Kain Tenun Songket Sumatera Barat, (Skripsi)Bandung:Institut Teknologi Bandung.

Rogers dan F. Floyd Shoemaker (1987), Memasyarakatkan Ide-idebari, Surabaya: Usaha Nasional.

Ritzer, George (1992), Sosiologi Ilmu Pengetahuan BerparadigmaGanda, Jakarta: Rajawali.

Sachari, Agus (1986), Seni Desain & Teknologi, Antologi Kritikdan Fisiologi, Bandung: Penerbit Pustaka.

Sairin, Syafri (1992), Beberapa catatan tentang Perubahan Kebu-dayaan Minangkabau, (dalam Mestika Zed dkk./ ed.),Perubahan Sosial di Minangkabau, UNAND Padang:Pusat Studi PPSB.

Sanday, R., & .Peggy "Cloth and Custom in West Sumatra" Expedi-tion Mag-azine 26.4 (1984): n. pag. Majalah Ekspedisi.Penn Museum, 1984

Soedarsono, R.M. (1999), Metodologi Seni Pertunjukan dan SeniRupa, Yogyakarta: Penerbit Masyarakat Seni Pertunju-kan Indonesia.

Syarifuddin, Amir (1984), Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islamdan Lingkungan Adat Minangkabau, Jakarta: GunungAgung.

Suwarti Kartiwa (1986), Kain Songket Indonesia, Jakarta: Jemba-tan.

Suwita Kartiwa (2003), Bicara Tenun di Setiap Kesempatan, (No-va, No.787/XVI 30 Maret), Jakarta Nova.

Page 139: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

220 Budiwirman

Summerfield, Anne (1991), Fobled Cloths of Minangkabau SantaBarbara Museum, Santa Barbara.

Sri Sundari (2000), Seni Ukir Pandai Sikek dalam MasyarakatMinangkabau yang berubah, (Tesis) Yogyakarta: UGM

Tabrani, Primadi (1995), Belajar dari Sejarah dan Lingkungan,Bandung: I.T.B.

Taufik, Abdullah (1985), Sejarah Lokal di Indonesia, Yogyakarta:Penerbit Gadjah Mada University Press

Theleffsen, Thorkild, (2000), Firstness and Thirdness Displace-ment: Epistemologi Trichotomy Pierce, (thesis P.Hd.)Universitas Aalborg, © Applied Semiotics / Sémiotiqueappliquée 4: 10 (2000) hal. 91-103, sumber:http://french.chass.utoronto.ca/as-sa/ASSA-No10/Vol4.No10.Theleffsen.pdf

Walker, John A. 1989. Design History and History of Design,London, Pluto Press, Ltd.

Wallsclaeger, C., & Snyder, Cynthia Busic,1992. Basic Visual Con-cepts and Principles: for artists, Architects, and Design-ers. Ohio: The Ohio State university: WBC

Weilenman, Alexander (1994), Riset Evaluasi dan Perubahan So-sial, (terjemahan Soenarwan), Surakarta: Sebelas MaretUniversity Press.

Wildati (1997), Kerajinan Tenun Songket di Provinsi SumateraBarat, (Studi Bentuk, Motif dan Perajin), Padang: IKIP.

Yasraf, A.P, dkk. 2015), Rumah Gadang as a SymbolicRepresentation of Minangkabau Ethnic Identity, (EldaFranzia, Yasraf Amir Piliang, and Acep Iwan Saidi)dalam International Journal of Social Science andHumanity, Vol. 5, No. 1, January 2015

Page 140: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 221

Zain, Mahmud Ibnu (1988), Birokrasi dan Perkembangan PolitikLokal (Suatu Studi tentang Perubahan Sosial SebagaiProduk Interaksi Birokrasi dengan Masyarakat di DuaDesa Kabupaten Mojokerto), Surabaya: UNAIR, Pacasar-jana, (Ringkasan Disertasi).

Zed, Mestika (1992), Perubahan Sosial di Minangkabau, Padang:Pusat Studi Pembangunan dan Perubahan Sosial BudayaUNAND Padang.

Sumber Internet

Academic standards for the arts and humanites, pennsylvaniadepartment of educaton dan visu-al_arts_standards_grades_oct_2013:http://www.norman.k12.ok.us/assets/files/visual_arts_standards_grades_oct_2013.pdf dan oas_music stan-dards_3-4-15: di akses, Mei, 2018

Alat Mesin Tenun Bukan Mesin, Sumber:https://dokumen.tips/documents/alat-mesin-tenun-bukan-mesin.html

Azipua, 2014, Bermacam Motif Songket Silungkang, Sumber:http://kaintenunsilungkang.blogspot.com/2014/06/bermacam-motif-songket-silungkang-susun.html, diakses Juli2018

Budiwirman, 2012, Makna Mendidik dan Pendidikan pada KriyaSongket Silungkang, Sumatera Barat, sumber:http://nasbahrygallery1.blogspot.com/2012/04/makna-mendidik-dan-pendidikan-pada.html

Buletin sungai Pua No. 46 April 1994Elda Franzia, Yasraf Amir Piliang, and Acep Iwan Saidi, (2015)

Rumah Gadang as a Symbolic Representation of

Page 141: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

222 Budiwirman

Minangkabau Ethnic Identity, International Journal ofSocial Science and Humanity, Vol. 5, No. 1, January 2015,diakses Juli 2018

Nasbahry C., (2011), Aspek Produksi, Peragaan dan PenampilanSeni, Sumber:http://nasbahrygalleryedu.blogspot.co.id/2011/10/aspek-produksiperagaan-dan-penampilan.html, di akses, Mei,2018

Nasbahry C., (2014), Pengertian Seni: Friksi Konsep danDiskrepansi Arti Seni-4, (artikel),http://visualheritageblog.blogspot.com/2014/10/pengertian-seni-friksi-konsep-dan_8.html, di akses april 2017.

Nomenclature - definitions from Dictionary.com". Diakses tanggal2009-10-19

Peggy R. Sanday dan Suwati Kartiwa, 1984, cloth and custom inwest sumatra, sumber:https://www.penn.museum/sites/expedition/cloth-and-custom-in-west-sumatra/, diakses Juli 2018

Pengertian seni ( wiki), sumber:https://en.wikibooks.org/wiki/Introduction_to_Art/What_is_Art%3F

R. Sanday, .Peggy "Cloth and Custom in West Sumatra" Expedi-tion Magazine 26.4 (1984): n. pag. Majalah Ekspedisi. PennMuseum, 1984 Web. 14 Agustus 2018<http://www.penn.museum/sites/expedition/?p=5571>

Salingka Minang, 2012, Pepatah petitih petuah dan mamanganadat, Sumber:http://salingkaminang.blogspot.com/2012/06/pepatah-petitih-petuah-dan-mamangan.html, diakses Juli 2018

Simantuang, (2008) Sejarah Songket Pandai Sikek Sumber:https://palantaminang.wordpress.com/2008/07/18/sejarah-songket-pandaisikek/, diakses Juli 2018

Page 142: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 223

Songket, 2008, Sumber: http://www.bintangtimur.wordpress.com,2008/diakses, 20 November 2012.

Yandri, 2014, Tenun Songket Pandai Sikek Dalam Budaya Masya-rakat Minangkabau, Jurnal Humanus Vol. XIII No.1 Th.2014, FBS, UNP Padang

Page 143: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

224 Budiwirman

INDEKS

Akulturasi, xi, 229Baju, x, xiv, 45, 48, 97, 98,

150, 164, 192, 195, 246Barthez, ix, 120, 123Bundo Kanduang, x, xiv,

141, 144, 157, 173, 189,191, 193, 251, 254

desain grafis, viiDeta, x, xiv, 149, 159, 162,

164, 194, 199Dubalang, x, xiv, 135, 141,

142, 145, 156, 162, 174ekstil, 56Faktor External, xi, 211Faktor Internal, xi, 210hasil kebudayaan, 19Hermeneutika, ix, 102,

130, 131, 148Hulubalang, ix, x, 141, 142,

156, 173Itiak Pulang Patang, viii, 52Kain Tenun, ix, 45, 137,

233, 237Kaluak Paku, viii, 38, 40, 51karya kerajinan, 18, 24Karya Songket, viii, 30Kerajinan, viii, xvi, 18, 19,

20, 21, 22, 76, 238

Kodek, x, 46, 48, 193, 199,248

Makna, i, iii, vi, ix, x, xiii,98, 115, 118, 119, 122,123, 131, 145, 186, 194,207

Malin, x, 141, 143, 145, 156,173

Mamangan, ix, 128, 139,140, 141, 142, 143, 144,151, 152, 153, 154, 155,159, 168, 169, 170, 171,172, 177, 182, 194, 196,197, 203

Monti, ix, x, 141, 145, 155,173

Motif Hias, viii, xi, xii, xvi,34, 35, 36, 41, 44, 45, 46,48, 52, 53, 220, 236

Nama Motif, viii, xvi, 35,36, 46, 48

Pakaian Adat, i, iii, v, vi,viii, ix, x, 44, 123, 155,156, 157, 194, 234, 237

Pakaian Kebesaran, x, xiv,150, 153, 158, 176, 189

Pandai Sikek, ix, xiii, 35,40, 48, 63, 68, 72, 73, 74,75, 76, 77, 78, 209, 210,

Page 144: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 225

218, 223, 226, 227, 238,253

pembelajaran kerajinan, 18,20, 21

pembelajaran seni, 18, 19,20, 21

Penghasil Songket, ix, 60Penghulu, ix, x, xiv, xv, 81,

83, 85, 97, 135, 137, 138,140, 141, 143, 144, 148,149, 150, 153, 156, 159,161, 162, 163, 168, 170,173, 174, 175, 176, 177,178, 179, 180, 181, 183,184, 185, 186, 187, 188,194, 196, 197, 206, 233,234, 236, 247, 251, 252

Peradaban, xi, 219Pierce, ix, xiii, xvi, 102, 104,

105, 107, 108, 112, 115,120

Pola, xi, xii, 41, 50, 178,223, 224

Pucuak Rabuang, viii, 53Salempang, x, 46, 48, 185,

193, 199, 251Sarawa, x, xiv, 151, 174,

175, 197Saussure, ix, xiii, 95, 100,

102, 103, 104, 108, 110,120

Semiotika, ix, 95, 98, 101,102, 103, 104, 105, 107,109, 110, 111, 120

seni rupa, vi, 18, 24, 25, 26,28, 30, 98, 99, 100, 105,109, 110, 111

Seni Rupa, i, iii, v, vi, viii,xvi, 18, 22, 23, 25, 30,237, 254

Silungkang, ix, xii, xiii, xiv,36, 39, 40, 48, 60, 61, 66,67, 68, 69, 79, 80, 81, 82,84, 85, 86, 87, 135, 136,137, 145, 154, 158, 163,164, 173, 174, 175, 194,223, 233, 237, 246, 252

Simbolik, x, 121, 148, 194Sisampiang, x, 45, 48, 151,

176, 177, 197, 252Songket Minangkabau, i,

iii, v, vi, ix, 136, 235Tata Nama, viii, xvi, 35, 36Teknologi, xi, 230, 235, 237tekstil, 36, 43, 44, 55, 57, 64,

86, 87Tengkuluak, x, xv, 189, 190Tenunan, ix, 56, 69Tradisi Asing, viii, 54Ulek Tantadu, viii, 39, 47,

53Unsur Visual, viii, 24, 40Urang Tuo, x, 144

Page 145: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

226 Budiwirman

Visual, vi, viii, ix, xi, 24, 25,95, 98, 104, 130, 220, 238

Zaman Purba, viii, 48

Page 146: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 227

GLOSARI

Abu di ateh tunggua, Sebutan yang digunakan untuk menggambar-kan posisi seorang suami di rumah keluarga istrinya. debutidak dapat menyatu padu dengan tunggul. suatu saat, bilaangin kencang datang, debu dengan mudah akan tercam-pak dari tunggul. Tunggua (tunggul) adalah batu landasanuntuk memasak, biasanya tunggul itu banyaknya tigabuah.

Aka Cino Badaun, “Akar Cina berdaun”

Aka Cino Duo Pilin, “ Akar Cina dua Pilin”, dalam soal pandai da-lam adat Minangkabau juga terdapat empat macam akalpandai, 1) aka sajangka (akal sejengkal), yaitu akal orangyang senantiasa merasa dirinya lebih pandai dari orang lain,2) aka duo jangka (dua jengkal) ukuran akal yang senantiasamerasa sama dengan orang lain, 3) aka tigo jangka (tigajengkal), ukuran bagi orang yang merasa kurang pandai da-ri orang lain, 4) aka bajangka-jangka, yaitu ukuran akalorang yang merasa perlu belajar dari orang lain

Aka Cino Sagagang, “Akar Cina Satu gagang”, nama motif, artinyalihat aka Cino duo pilin

Aka, 1)akal, dan bisa juga berarti 2) akar dalam bahasa Minangka-bau, dalam adat Minangkabau terdapat empat macam akal,1) akal panjang yang dimiliki oleh orang bijaksana, 2) akabanyak yang dimiliki oleh orang pandai, 3) akal berbelityang dimiliki oleh orang licik, 4) akal pendek yang dimilikioleh orang bodoh (Navis, 1986:97)

Alam takambang dapat diartikan alam semesta termasuk manusia,alam dianggap banyak memberikan pelajaran kepada ma-

Page 147: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

228 Budiwirman

nusia Minangkabau ‘alam takambang jadi guru’ adalah fil-safat hidup manusia Minangkabau yang menggambarkanmanusia harus belajar kepada gejala alam dan juga manusia

Bada Mudiak, ikan kecil mudik, perilaku ikan kecil yang beriringan,nama motif ukiran

Baju, Pakaian Penghulu di Minangkabau yang kedua adalah baju.Fungsi baju dalam tatanan kePenghulu an di Minangkabau,khususnya dalam kanagarian Silungkang, bahwa; “BajuPenghulu berwarna hitam dengan bagian lengannya yangbesar menunjukkan, agar Penghulu bebas dalam geraknyasebagai pemimpin kaum di dalam melakukan tugasnyamenurut garis adat.”

Baralek gadang, upacara adat tradisional yang diselenggarakan se-cara besar-besaran

Batagak Penghulu, menobatkan seseorang yamg dipercaya menjadikepala Suku

Bodi, Caniago, Koto dan Piliang, empat Suku asal masyarakat Mi-nangkabau. Dari keempat Suku ituini kemudian berkem-bang Suku -Suku lainnya, dan sekarang diperkirakan ada 96Suku di Minangkabau .

Bundo kanduang, nama kehormatan yang diberikan kepada

Cadiak-Pandai, (cerdik pandai), yaitu salah satu unsur dari Tigotungku sajarangan (pimpinan informal) masyarakat Mi-nangkabau. Unsur ini mulai kelihatan peranannya setelahmasyarakat Minangkabau memeluk agama Islam.

Cawek, adalah bagian dari struktur pakaian Penghulu dalammasyarakat adat Minangkabau, yang berfungsi sebagai ikatpinggang. Cawek terbuat dari benang katun, berupalembaran kain

Page 148: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 229

Datuak,Datuk,sama dengan Penghulu, laki-laki atau mamak yangdiangkat menjadi kepala Suku atau kaum dalam masyara-kat tradisional Minangkabau

Dubalang, salah seorang dari 4 perangkat pemerintahan adat naga-ri yang dikenal dengan istilah urang ampek jinih

Hinduisme, faham, ajaran agama hindu yang masih hidup dalamrangka pembangunan rumah gadang. Antara lain dengandigantungkannya setandan pisang, beberapa buah kelapayang telah tumbuh tunasnya, dan sepotong kain pada kayuperabung sebagai sesajen. Darah dari ternak yang dipotongditebarkan di tanah perumahan dan pada tonggak. Adaka-lanya seekor ayam dipotong langsung di atas kuda-kudayang telah terpasang dan darahnya ditebarkan di sekitarbangunan

Itiak Pulang Patang, itik pulang petang, perilaku itik yang beririn-gan pulang kekandang, nama motif ukiran rumah gadang

Jalo Taserak, jala tersebar, nama motif ukiran sebagai tanda atu-ran/hukum laras Bodi Caniago

Kaba, cerita legenda tradisional yang disampaikan dati mulut kemulut

Kaluak Paku, lengkung tunas pakis muda, nama motif ukiran

Kaum, himpunan keluarga keturunan yang seSuku

Keluarga besar (extended family) format suatu keluarga yang ang-gotanya terdiri atas beberapa keluarga dari tiga generasiatau lebih.

Keluarga kecil (nuclear family), Format suatu keluarga yang anggo-tanya terdiri atas sepasang suami istri dan anak-anaknya.Anak-anak dalam definisi ini dapat juga berarti anak ang-

Page 149: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

230 Budiwirman

kat, yang diadopsi oleh pasangan suami istri itu (Harsoyo,Pengantar Antroplolgi, 1988:146)

Kias,metafor. Dalam bahasa Minangkabau banyak sinonim katakias seperti sindia (sindir), hereanggendeang (hereng-gendeng), kato malereng (kata melereng = tidak langsung).Kias sebagai medium komunikasi tidak hanya mengguna-kan kata, tetapi juga rupa. Misalnya ukiran tantadu manyasokbungo (ulat mengisap bunga). Mengkiaskan kehidupanorang semenda di rumah gadang.

Kodek, atau sarung biasanya memakai kain songket Balapak. JadiBalapak menunjuk-kan pengertian tentang penuh atausyaratnya dengan motif hias pada permukaan kain tenun.Bila disebutkan kain Balapak, menurut pengertiannya adalahkain tenun songket yang permukaannya penuh denganragam hias, apakah ragam hiasnya terbuat dari benangemas, benang perak atau benang berwarna lainnya. Benangemas atau perak di Minangkabau disebut benang makau.

Koto, perkampungan tahap ketiga yang lebih dari 2 Suku asal,bangunan rumah gadang sudah ditemukan pada koto. Da-lam pemerintahan Belanda Satu nagari terdiri dari beberapakoto

Laka, Landasan tempat untuk meletakkan periuk, belanga. Lakadibuat dari rotan yang panjang satu laka, saluak laka’ ada-lah nama motif ukiran yang mengibaratkan laka. Kadang-kadang saluak laka dibuat dari bahan lidi daun pohon kela-pa

Lareh, faham sosial di Minangkabau yang bersifat demokratis(Bodi Caniago), bersifat otokratis (Koto Piliang), dan bersifatnetral ( Lareh Nan Panjang/lareh nan Bunta). Masing-masing di cetuskan oleh Datuk Parpatih Nan Sabatang, Da-tuk Ketumanggungan, dan Datuk Bandaro kayo/Dt.Sri Nan

Page 150: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 231

B., Lareh Koto Piliang adalah penerusan dari sistem kera-jaan yang bersifat feodalistik yang bercampur dengan sis-tem matrilineal, nagari-nagari yang berpaham KP terikatdengan sistem kerajaan yang ada di Minangkabau, misalnyakerajaan di bawah raja Aditiawaman. Sedangkan Bodi Ca-niago yang dipimpin oleh Dt.Parpatih Nan Sabatang di luarsistem kerajaan itu. Pada Pada Zaman Belanda istilah ke-lareh-an / kelarasan dijadikan sebagai istilah teritorial, yangdipimpin oleh Tuangku Laras yang bergelar Datuk. di ba-wah kelarasan terdapat nagari-nagari.Pada mulanya alirankalarehan menjadi anutan Suku kemudian menjadi anutannagari (karena pengaruh kerapatan adat nagari).

Luhak nan tigo, ( Tiga Luhak) wilayah kumpulan nagari-nagari diMinangkabau yang terdiri dari Luhak Tanah Data, LuhakAgam, dan Luhak Limo Puluah Koto, luhak-luhak ini ka-dang-kadang juga disebut dengan daerah Darek (darat)

Mamak, saudara laki-laki ibu, jadi ‘tungganai’ rumah gadang, bisajadi datuk atau kepala Suku

Matrilokal, suatu pola bermukim dengan ciri pasangan suami-istribermukim dirumah keluarga pihak istri.

Nagari, klassifikasi tertinggi dari sistem wilayah administrasi Mi-nangkabau, yang minimal terdiri dari 4 Suku. Untuk masasekarang dapat dianalogikan dengan “kota”. Urutan hirark-his wilayah tersebut adalah Taratak, Dusun, Koto dan Na-gari.

Niniak mamak, ninik mamak adalah keturunan kelima bila dihitungdari anak, sedangkan mamak adalah keturunan ke dua biladihiting dari anak. Keduanya berasal dari rumpun ibu yangsama.

Page 151: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

232 Budiwirman

Penghulu Andiko, Penghulu Suku yang berwenang memerintahdilingkungan anggota seSuku, terutama dalam kepentingankorong kampung seperti membangun rumah gadang, per-helatan dan sebagainya.

Penghulu Pucuak /pucuk/tertinggi, Penghulu tertinggi di nagariyang terdapat pada adat berlaras Koto piliang

Pucuak Rabuang, pucuk rebung, pucuk bambu muda, nama motifukiran rumah gadang

Pusako randah, (pusaka rendah) yaitu harta hasil pencarian sepa-sang suami istri yang diwariskan pada anak-anaknya. Bilaharta ini jatuh ketangan cucu, maka ia telah tergolong hartapusaka tinggi.

Pusako tinggi, (pusaka tinggi), harta hasil pencarian generasi nenekkeatas, yang sulit ditelusuri asal-usulnya

Rabuang, bambu muda, biasanya untuk sayur oleh orang Minang-kabau. sudah tua namanya betung, bambu. ‘Pucuak Ra-buang, nama motif ukiran yang mengibaratkan ‘ muda ber-guna, tua terpakai’

Rajah Sulaiman, tanda Sulaiman, nama motif ukiran berbentukjajaran genjang, saik ajik

Rantau, daerah-daerah dalam wilayah Minangkabau yang beradadiluar Luhak nan tigo, dan daerah -daerah yang berada diluar wilayah Minangkabau sendiri

Saik Ajik, nama motif ukiran rumah gadang

Salempang, Setelah baju dipakai, maka di atas bahu kanan ke rusukkiri dipakai Salempang, bahan Salempang tersebutmerupakan kain songket Balapak, artinya kain yang ditenunsecara khusus dengan memakai beragam motif-motif hias.Salempang ini melambangkan tanggung jawab yang harus

Page 152: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 233

dipikul oleh Bundo Kanduang dalam melanjutkanketurunannya. Tanggung jawab di rumah tangga dantanggung jawab dalam masyarakat terpikul dibahu BundoKanduang .

Salimpat dan Pucuak Rabuang, nama motif ukiran, salimpat se-bangsa tumbuhan menjalar, yang bentuk daunnya sepertihati. Menkiaskan kata putus oleh Penghulu

Saluak Laka, jalinan laka, nama motif ukiran

Sandang ,/Salempang merupakan salah satu bagian dalam strukturpakaian Penghulu masyarakat adat di Minangkabau, yangberbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjangkira-kira 200 cm dan lebar 50 cm, di kedua ujungnyaterdapat jambul. Sandang dipakai oleh Penghulu denganmenyandangkannya pada bahu kanan ke pinggang sebelahkiri.

Semiotik tektonik, Menurut Sukada (2002), ilmu tanda (semiotika)juga dapat dipakai untuk menilai aspek teknisnya dianta-ranya adalah (1) tanda kekokohan dipakai untuk menilaikonstruksi, (2) tanda fungsional dipakai untuk menilai ke-terpakaian yang memuaskan, atau kenyamanannya, (3) tan-da keindahan dinilai dari aspek ungkapan (ekspresinya),ekspresif atau tidak

Semiotik, Asal kata semiotik adalah semion, lebih kurang (abad 3SM) berasal dari kata 'semion’ atau tanda. Jadi semiotik ar-tinya pengetahuan mengenai tanda. Semiotik adalah cabangpengetahuan yang mempelajari tanda-tanda dan segala se-suatu yang berkaitan dengannya, seperti sistem-sistem tan-da dan perkembangan yang terjadi sehubungan denganpemakaian tanda tersebut (Panuti Sudjiman & Aart vanZoest, 1992).

Page 153: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

234 Budiwirman

Sikambang manih, “sikembang manis” nama motif ukiran

Sisampiang atau sampiang merupakan bagian dari strukturpakaian Penghulu yang pada dasarnya merupakan kainsarung yang dilipat dua dan dilingkarkan di pinggangyakni setelah pemakaian Sarawa, kemudian diikat denganCawek atau ikat pinggang sehingga Sisampiang terpasangdengan mantap di pinggang Penghulu

Songket Balapak dianyam dengan hiasan emas atau perak yang teb-al di seluruh permukaan;

Songket Batabua atau batabur ditenun dengan motif emas dan / atauperak yang lebih tersebar luas. Songket ini juga disebutkain songket babintang, setelah motif bintang, bintang, yangmenghiasi latar belakang yang ditenun dari warna-warnasolid hijau, merah, hitam atau ungu

Songket lokal, yaitu yang memproduksi terutama untuk penggu-naan lokal, seperti produk songket Balai Cacang, Koto nanAmpek dan Muaro di Payakumbuh (Lima Puluh Koto) danSungayang dekat Batusangkar (Tanah Datar).

Songket produksi massal, yaitu sonket untuk umum seperti yangterdapat di desa Kubang dan Silungkang.

Songket untuk dijual, misalnya produksi Pandai Sikek, mempro-duksi kain tenun tradisional, meniru pola lama tetapi jugamenciptakan pengaturan baru dengan mengadopsi warnadan desain baru. Di desa ini, songket ditenun untuk diguna-kan dalam upacara adat di mana pun di Sumatera Barat,atau songket yang menandai identitas desa di satu area da-pat disalin untuk dijual di daerah itu.

Suku, kelompok segaris keturunan ibu, satu Suku berasal dari 5keturunan. Menurut sejarahnya Suku asal di Minangkabauadalah Koto, Piliang (Paham Dt.Ketumanggungan), Bodi

Page 154: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

Songket Minangkabau Sebagai Kajian SR 235

dan Caniago (Dt.Perpatih nan Sabatang), kemudian terjadipemekaran oleh Dt.nan Sakalok Dunia/Banego-nego, mem-bawa 5 Suku yaitu Kutianyia, Patapang, banuhampu, Salodan Jambak (yang berpaham LNP). Nama Suku diambil da-ri nama daerah asalnya. Pengembangan Suku di Minangka-bau terjadi 1) pemekaran karena pertambahan penduduk, 2)pemekaran kerana pemukiman baru,3) kedatangan bangsalain ke Minangkabau. Nama Suku diambil dari asal bangsayang datang ke Minangkabau misalnya Suku Melayu(Riau), Mandahiling (Batak), Kampai, Singkuang dari sin-kiang/Cina, dan Bendang. Pengambilan nama Suku adayang berasal dari nama tumbuh-tumbuhan, nama benda,nama desa, dan nama asal Suku bangsanya, nama orang

Sumando, suami dari pihak wanita Suku tertentu di Minangkabau

Tambo, berasal dari bahasa Sansekerta, tambay atau tambe berartibermula. Tambo merupakan kisah yang disampaikan secaralisan oleh tukang kaba (kabar), yaitu cerita lama tentang as-al-usul Minangkabau

Tantadu Manyasok Bungo, tantadu, “ sejenis ulat, manyasok, men-gisap bunga “nama motif ukiran ukiran rumah gadang

Tingkuluak, yaitu penutup, bagian kepala seorang wanita yang telahdiangkat sebagai “Bundo Kanduang ” (Bunda Kandung) padaupacara-upacara adat akan menutup kepalanya dengan“Tengkuluak tanduk” atau Tengkuluak ikek.

Page 155: Songket Minangkabau Sebagai Kajian Seni Rupa

236 Budiwirman

Biodata Singkat

Dr. Budiwirman, M.Pd., lahir 17 April1959 di Maninjau Kab. Agam SumateraBarat. Tahun 1988, menyelesaikan pendi-dikan S.1 ISI Yogyakarta pada JurusanSeni Murni, Prog. Studi Seni Grafis. Tahun2003 menyelesaikan pendidikan S.2 padaProgram Magister Pendidikan Sosiolo-gi/Antro. di Universitas Negeri Padang.Tahum 2011 ia meraih gelar Doktor Ilmu

Pendidikan dalam Kajian Budaya pada Program PascasarjanaUniversitas Negeri Padang, sejak tahun 1988 ia tercatat sebagaiDosen yang aktif dalam berbagai kegiatan sesuai bidang stu-dinya dan sebagai Dosen tetap Seni Rupa pada FBS UniversitasNegeri Padang.