Social Forestry
Transcript of Social Forestry
Oleh :NENY YULICHA NUR RAHMAWATI, S.HutPenyuluh Kehutanan Lapangan Kec. Sawahan
A. PENGERTIAN
Kementerian Kehutanan mendefinisikan Social
forestry sebagai sistem pengelolaan sumberdaya
hutan pada kawasan hutan negara dan atau hutan
hak dengan melibatkan masyarakat setempat
sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan
kelestarian hutan. Social forestry merupakan
kebijakan pembangunan kehutanan yang ditujukan
untuk mendorong terwujudnya sistem usaha
kehutanan yang berdaya saing, kelola kawasan dan
kelembagaan yang berbasis masyarakat setempat
dengan mensinergikan berbagai potensi yang ada
yaitu sumberdaya pemerintah, swasta dan
masyarakat serta sumberdaya alam.
B. TUJUAN
Tujuan pengembangan social forestry adalah
terwujudnya sistem pengelolaan hutan yang
memberikan akses dan peran kepada masyarakat
di dalam dan sekitar kawasan hutan sebagai pelaku
dan atau mitra utama pengelola hutan guna
meningkatkan kesejahteraannya dalam rangka
pengelolaan hutan lestari
C. STRATEGI
Strategi pokok pengembangan social forestry
adalah :
1. Kelola kawasan merupakan rangkaian kegiatan
prakondisi yang dilakukan untuk mendukung
pelaksanaan kegiatan social forestry dalam
rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya
hutan.
2. Kelola kelembagaan merupakan rangkaian upaya
dalam rangka optimalisasi pelaksanaan social
forestry melalui penguatan organisasi, penetapan
aturan, dan peningkatan kaspasitas SDM.
3. Kelola usaha merupakan rangkaian kegiatan
yang mendukung tumbuh kembangnya usaha di
areal kerja social forestry melalui kemitraan
dengan perimbangan hak dan tanggung jawab.
D. CONTOH BENTUK PROGRAM SOCIAL
FORESTRY
a. Pola PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat) oleh Perum Perhutani di Pulau Jawa,
b. Pola MHBM (Mengelola Hutan Bersama
Masyarakat), Hutan Kemitraan dan Mengelola
Hutan Rakyat (MHR) di areal HTI di Luar Pulau
Jawa.
E. BEBERAPA BENTUK DAN POLA KEGIATAN
MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN
HUTAN
1. pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat
setempat sebagai buruh lapangan di HPH atau
industri perkayuan,
2. Pengelolaan hutan dengan mengikutsertakan
masyarakat sekitar hutan sebagai pesanggem
melalui program tumpangsari Perhutani di Pulau
Jawa,
3. Pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat
untuk mendapatkan hasil hutan ikutan lainnya,
seperti : lebah madu, sutera alam, buah-buahan
tanaman hutan dan lain-lain yang memberi manfaat
sebagai sumber penghasilan tambahan kepada
masyarakat yang disebut Hutan Kemasyarakatan,
4. Pengelolaan hutan bersama masyarakat sebagai
penggarap dengan ikatan perjanjian dengan pihak
pengelola/pemangku kawasan hutan dengan sistem
bagi hasil baik dari tebangan penjarangan dan
tebangan akhir daur dan hasil tanaman pertaniannya,
5. Pengelolaan hutan langsung oleh masyarakat
(PHOM) dalam bentuk lembaga masyarakat
setempat,
6. Pengelolaan hutan di lahan milik masyarakat yang
disebut dengan Hutan Rakyat.
F. MASALAH DALAM PENGEMBANGAN
SOCIAL FORESTRY DAN HUTAN DESA
1. Belum jelasnya acuan dalam menentukan batas
wilayah adm. dalam kawasan hutan.
2. Keberadaan desa dan pemukiman dalam
kawasan hutan.
3. Sistem tata hubungan kerja pusat dan daerah
dalam pemberian akses, fasilitasi pembinaan,
pengendalian HKm dan Hutan Desa.
4. Pendanaan Fasilitasi Peningkatan Kapasitas
Masyarakat di kabupaten belum jelas
sumbernya.
5. Peraturan HKm di Hutan Konservasi belum
terealisasi. Krn itu bbrp HKm di Hutan
Konservasi tidak jelas keberlanjutannya.
6. Tanaman hasil rehabilitasi (dana pemerintah)
dalam areal HKm
7. Areal HKm yang akan ditetapkan masuk areal
HTR yang sudah ditetapkan Menhut. Karena
terdapat tanaman hasil rehabilitasi tidak
mungkin dapat diterbitkan ijin HTR.
G. SOLUSI ALTERNATIF
1. Undang-Undang tentang pembentukan wilayah
kabupaten, Peta RBI
2. Secara hukum, HKm dan Hutan Desa berpeluang
dapat menyelesaikan masalah ini.
3. Sedang disusun peraturan menteri tentang Tata
Hubungan Kerja Penyelenggaraan HKm dan Hutan
Desa. Sebelum ditetapkan akan dikoordinasikan
dengan Depdagri dan Pemda.
4. Dana Alokasi Khusus sebagai sumberdana yang
bisa dimanfaatkan (revisi Peraturan DAK bila
dimungkinkan)
5. Legalitas Hkm di Hutan Korservasi berbeda dengan
HKm di HL dan HP, di K.konservasi sebaiknya
tidak dalam bentuk Ijin Usaha, tetapi Akta
Kerjasama pengelolaan hutan, Perlu dipastikan
siapa yang berwenang menyiapkan konsep. PHKA
atau RLPS.
6. Dikembalikan kepada pemerintah melalui
pembayaran Nilai Tegakan, atau : Dijadikan hibah
atau bantuan pemerintah sebagai stimulan dalam
pemberdayaan masyarakat.
7. Revisi SK Menhut tentang penetapan HTR di Kab.
Kolaka untuk mengembalikan areal tersebut
menjadi HKm (agar tindaklanjut pengelolaan hutan
oleh kelompok HKm dapat berjalan kembali di
lapangan)