soal pai smt 5.docx

182
Mahasiswa memahami, meyakini, mengamalkan ajaran Islam dan mengaktualisasikan dalam kehidupan. Mahasiswa memiliki iman, taqwa, akhlak yang mulia, penalaran yang baik, berpikir kritis, berwawasan luas, menjadikan nilai-nilai Islam untuk mengenali dan memecahkan berbagai masalah aktual; Mampu berkomunikasi dengan baik, bersikap mandiri dan toleran dalam mengembangkan kehidupan yang harmonis antar umat manusia. Konsep ketuhanan dalam Islam Hakekat manusia menurut Islam Hukum, ham dan demokrasi dalam Islam Etika, moral dan akhlak Iptek dan seni dalam Islam Kerukunan antar umat beragama Masyarakat madani dan kesejahteraan umat Kebudayaan Islam Sistem politik Islam Munakahat dalam Islam __________, . A. Tujuan Pembelajaran PAI Mahasiswa mampu memahami berbagai aspek ajaran dalam Islam sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing. Kemudian mampu mengamalkannya dalam kepribadian dan tingkah-lakunya serta dapat mensinergikannya ke dalam disiplin ilmu masing-masing. B. Pokok-Pokok Bahasan (Kamis) Pert. Ke Tanggal Topik I Agustus 2013 Libur Pilkada (tugas resume: Konsep Ketuhanan dalam Islam) II September 2013 Tes Baca al-Quran / Perkenalan dan Kontrak Perkuliahan III September 2013 Hakikat Manusia Menurut Islam IV September Iman, Islam dan Ihsan

Transcript of soal pai smt 5.docx

Mahasiswa memahami, meyakini, mengamalkan ajaran Islam dan mengaktualisasikan dalam kehidupan. Mahasiswa memiliki iman, taqwa, akhlak yang mulia, penalaran yang baik, berpikir kritis, berwawasan luas, menjadikan nilai-nilai Islam untuk mengenali dan memecahkan berbagai masalah aktual;Mampu berkomunikasi dengan baik, bersikap mandiri dan toleran dalam mengembangkan kehidupan yang harmonis antar umat manusia. Konsep ketuhanan dalam IslamHakekat manusia menurut IslamHukum, ham dan demokrasi dalam IslamEtika, moral dan akhlakIptek dan seni dalam IslamKerukunan antar umat beragamaMasyarakat madani dan kesejahteraan umatKebudayaan IslamSistem politik IslamMunakahat dalam Islam__________, .

A. Tujuan Pembelajaran PAI

Mahasiswa mampu memahami berbagai aspek ajaran dalam Islam sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing. Kemudian mampu mengamalkannya dalam kepribadian dan tingkah-lakunya serta dapat mensinergikannya ke dalam disiplin ilmu masing-masing.

B. Pokok-Pokok Bahasan (Kamis)

Pert. Ke Tanggal TopikI Agustus 2013 Libur Pilkada (tugas resume: Konsep Ketuhanan dalam Islam)II September 2013 Tes Baca al-Quran / Perkenalan dan Kontrak PerkuliahanIII  September 2013 Hakikat Manusia Menurut IslamIV  September 2013 Iman, Islam dan IhsanV  September 2013 Sumber Hukum Islam dan Perbedaan MadzhabVI  Oktober 2013 Pernikahan, Ikhtiyar Menuju Keluarga BahagiaVII  Oktober 2013 Akhlaq dan Peranannya dalam Pembinaan MasyarakatVIII  Oktober 2013 Ilmu Pengetahuan dan budaya dalam perspektif IslamIX  Oktober 2013 Midle test (UTS)X  Oktober 2013 Islam dan anti korupsiXI  Nopember 2013 Sistem ekonomi IslamXII  Nopember 2013 Konservasi LingkunganXIII  Nopember 2013 Politik dan Cinta Tanah Air

XIV  Nopember 2013 Gerakan Islam Modern di IndonesiaXV  Desember 2013 Antara Jihad dan RadikalismeXVI  Desember 2013 Islam dan Feminisme

* Mulai pertemuan X sampai XVI perkuliahan dilaksanakan dalam bentuk diskusi

C. Aspek-Aspek Penilaian

1. Kehadiran kuliah (min.13 pertemuan) dan TDI (min. 7 pertemuan)

2. Keaktifan dalam proses perkuliahan dan diskusi

3. Kualitas makalah dan Presentasi

4. UTS dan UAS

5. Kualitas baca al-Qur’an

5. Akhlaq dalam bertindak dan berbusana

6. Kelengkapan belajar (buku ajar dan mushaf al-Quran)

7. Kegiatan tambahan amal sholih

 

D. Metode Perkuliahan

Ceramah, Tanya-jawab, Cooperatif  learning, Diskusi

E. Referensi

Tim Dosen PAI UM, 2013, Pendidikan Islam Transformatif: Menuju Pengembangan Pribadi Berkarakter, Malang: Penerbit Gunung Samudera

Shihab, M. Quraish, 1998, Wawasan Al-Qur’an, Cet. VIII, Bandung: Penerbit Mizan

Madjid, Nurcholis, 2000, Islam Doktrin dan Peradaban, Cet. IV, Jakarta: Penerbit Yayasan Wakaf Paramadina

 

DESKRIPSI TOPIK MAKALAH DISKUSI

 

Topik DeskripsiIslam dan anti korupsi Uraikan dalam makalah: definisi dan macam-macam bentuk korupsi,

pandangan Islam tentang hukum korupsi dan ancamannya di dunia dan akherat

Sistem Ekonomi Islam Uraikan dalam makalah: hukum jual beli, hukum riba, macam-macam riba, bunga bank, valuta asing, jual beli kredit, jual beli via internet  dll.

Konservasi Lingkungan Uraikan dalam makalah: hukum pencemaran lingkungan, illegal logging, batasan eksploitasi sumber daya alam yang diperbolehkan dan yang dilarang

Politik dan Cinta Tanah Air

Uraikan dalam makalah: hukum cinta dan membela tanah air, sistem politik dan pemerintahan dalam Islam, dan sistem khilafah dalam tradisi Islam

Gerakan-gerakan Islam modern di Indonesia

Uraikan dalam makalah: sejarah dan misi dari masing-masing gerakan modern Islam di Indonesia (NU, Muhammadiyah, HTI, LDII, Salafi, dll) serta kritik untuk masing-masing gerakan tersebut

Antara Jihad dan Radikalisme

Uraikan dalam makalah: alasan dan persyaratan jihad, perbedaan antara jihad dengan radikalisme, berikan contoh kasus jihad dan radikalisme

Islam dan Feminisme Uraikan dalam makalah: bentuk pemuliaan Islam terhadap wanita, penafsiran ayat dan tafsir misoginis, pandangan Islam tentang tugas dan peran wanita

 

 

ASPEK-ASPEK PENDUKUNG PENILAIAN

 

1. Apabila mahasiswa memiliki kemampuan kurang dalam baca tulis al-Quran, maka ybs harus ikut les privat intensif selama 16 kali pertemuan (sekali seminggu x 60 menit) dengan tutor yang telah ditunjuk, dan harus menyerahkan laporan les yang berisi tanggal, materi les serta nama dan tanda tangan pembimbing, menjelang UAS.

2. Naskah TDI dianggap sah apabila terdapat stempel asli dari panitia, serta tidak dituliskan orang lain. Kualitas dan kuantitas rangkuman TDI sangat berpengaruh pada penilaian.

3. Metode penulisan makalah (terutama penulisan kutipan) harus mengikuti pedoman penulisan karya ilmiah (PPKI) Universitas Negeri Malang dan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang benar.

4. Makalah harus dilengkapi dengan ayat al-Quran dan terjemahannya yang terketik komputer atau menggunakan software al-Quran Digital atau al-Quran in Word.

5. Makalah sebelum digandakan dikonsultasikan dulu dengan dosen paling lambat 1 minggu sebelum presentasi, dan harus sudah dibagikan pada seluruh mahasiswa paling lambat satu hari sebelum pelaksanaan diskusi (H-1).

6. Materi diskusi disampaikan dengan media LCD projector dan slide Powerpoint (maks. 10 slide).. Semua media pendukung  dipersiapkan oleh kelompok yang bertugas.

7. Jumlah halaman makalah min. 15 hal dan bahan rujukan min. 3 sumber buku, 3 sumber online, dengan ukuran spasi latin 1,5 font. 12 Times New Roman, kertas A4, margin atas 2,5, bawah 2, kanan 2,5, kiri 2, spasi arab dan terjemahnya 1 font 12 Times New Roman.

8. Menjelang UAS, buku TDI dan revisi makalah semua kelompok (yang sudah terjilid jadi satu) harus sudah dikumpulkan.

9. Setiap perkuliahan mahasiswa harus membawa buku ajar PAI dan Mushaf al-Quran (Tablet, HP al-Quran).

10. Rujukan dari internet atau dari sumber lain harus diedit terlebih dahulu dan disesuaikan dengan kebutuhan tema (jangan asal copy-paste).

11. Setiap makalah harus dilengkapi sumber rujukan (footnote/innote) dan disesuaikan dengan daftar pustaka

12. Mohon diperhatikan penulisan hurup besar, cetak miring, cetak tebal dan penomoran bab/sub bab.

13. Seusai diskusi, kelompok yang presentasi harus menyerahkan laporan diskusi, beserta file makalah, powerpoint dan foto kelompok, maks 3 setelah pelaksanaan dan dikirim via email .

 

Jadwal Tafaqquh fi dien al-Islam (TDI)

Semester Gasal 2011-2012

No Tanggal Penceramah Judul Ceramah Paserta (Mhs fak)

1 20 Agustus 2011

M. Dahlan Ridlwan Adab bagi para pencari ilmu FIP, FT, FIS

2 17 September 2011

H. M. Thoha AR Menyiapkan  generasi muslim yang tangguh

FE, FS, FIK

3 24 September 2011

Yusuf Hanafi Revolusi Ilmu Pengetahuan: Mengapa Terjadi di Dunia Barat, Bukan di Dunia Islam

FIP, FT, FIS

4 1 Oktober 2011 Syafruddin AR Mengapa harus beragama? FE, FS, FIK5 8 Oktober 2011 Achmad Sultoni Taubat; Sarana menuju ridlo

ilahiFIP, FT, FIS

6 22 Oktober 2011

H. A. Manan Idris Konsekwensi menjadi seorang muslim

FE, FS, FIK

7 29 Oktober 2011

Hj. Jazimah Kewajiban anak pada orangtua FIP, FT, FIS

8 5 Nopember 2011

H. Khoirul Adib The power of Sabar FE, FS, FIK

9 12 Nopember 2011

Munjin Nasih Jihad dalam perspektif Islam FIP, FT, FIS

10 19 Nopember 2011

Abdul Adhim Pengaruh penjiwaan al-Quran terhadap kecerdasan intelektual mahasiswa

FE, FS, FIK

11 26 Nopember 2011

Lilik Nur Kholidah Menyiapkan generasi muda FIP, FT, FIS

12 3 Desember 2011

Muchsin Zain Trinitas menurut pandangan Islam

FE, FS, FIK

13 10 Desember 2011

Malikah Thowaf Islam nusantara: Dialektika Islam dengan tradisi lokal

FIP, FT, FIS

MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA ISLAMSEMESTER : I ( SATU )TUJUAN PEMBELAJARAN : - Mahasiswa memahami, meyakini, mengamalkan ajaran Islam dan mengaktualisasikan dalam kehidupan.

- Mahasiswa memiliki iman, taqwa, akhlak yang mulia, penalaran yang baik, berpikir kritis, berwawasan luas, menjadikan nilai-nilai Islam untuk mengenali dan memecahkan berbagai masalah aktual;

- Mampu berkomunikasi dengan baik, bersikap mandiri dan toleran dalam mengembangkan kehidupan yang harmonis antar umat manusia.

POKOK BAHASAN : 1. Prinsip kaidah Agama.1.1. falsafah Agama1.2. fungsi agama bagi kehidupan1.3. prinsip-prinsip kehidupan1.4. sumber ajaran agama

2. ajaran agama yang berhubungan dengan kesehatan

2.1. ibadah2.2. akhlak terpuji2.3. akhlak kepada pencipta2.4. akhlak kepada sesame manusia2.5. akhlak kepada diri sendiri2.6. keluarga sejahtera ( sakinah )

a. pra nikahb. pernikahanc. hak/kewajiban suami istri dan anak.

2.7. Pembinaan keluarga sejahtera dalam aspek, pendidikan, social dan ekonomi

2.8. Bimbingan dan doa bagi ibu hamil, melahirkan, bayi baru lahir dan menghadapi sakratul maut.

2.9. Tuntutan agama terhadap ibu nifasa. Masalah nifasb. Persetubuhanc. Kebersihan mandid. Ibadah

2.10. Makanan dan minuman termasuk ASI

3. Pandangan agama terhadap tindakan medis kebidanan3.1. Pandangan 5 agama di Indonesia terhadap :

a. Aborsib. Transplantasic. Inseminasid. Bayi tabunge. Bedah plasticf. Keluarga berencanag. Euthanasiah. aids

; Menjelaskan fungsi agama dalam masyarakat

Agama merupakan salah satu prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Namun, kalau dilihat dari secara kelompok atau masyarakat, bagaimana kita memahami agama tersebut dalam kehidupan masyarakat?.

Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama membantu kita memahami beberapa fungsi agama dalam masyarakat, antara lain:Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.

Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar "Civil Society" (kehidupan masyarakat) yang memukau.Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu adalah ibadah.Dimensi Komitmen Agama menurut Roland Robertson (1984)

Dimensi keyakinan: mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akanmenganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajarantertentu.

Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti , yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan dengan

seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatanmulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif spontan.

Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta , bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungandengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.

Dimensi pengetahuan dikaitkan, dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikapreligius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacarakeagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.

Dimensi konsekuensi dari komitmen religious, berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

3 Tipe kaitan agama dengan masyarakat :Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954), yaitu:

Masyarakat yang terbelakang dan nilai- nilai sacral. Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok keagamaan adalah sama.

Masyarakat- masyarakat pra- industri yang sedang berkembang. Keadaan masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara- upacara tertentu.

Masyarakat- masyarakat industri secular. Masyarakat industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.

Pelembagaan Agama:Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama.Agama begitu univeersal , permanan (langgeng) , dan mengatur dalam kehidupan sehingga bila tidak memahami agama , akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama adalah , apa dan mengapa agama ada , unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama. Contohnya adalah MUI. MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air, antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah ,

Syarikat Islam , Perti. Al Washliyah, Math'laul Anwar , GUPPI , PTDI , DMI dan Al Ittihadiyyah , 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama. zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah “Piagam Berdirinya MUI,” yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.

Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan terjadi melalui “perselingkuhan” antara lembaga agama dengan lembaga kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama (atau lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu kala. Para penyiar agama sering membonceng pada suatu kekuasaan (kebetulan menjadi penganut agama tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah lain. Penduduk daerah atau negara yang baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut agama penguasa baru.Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada saat agama monoteis mulai diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi” saling memanfaatkan berlanjut pada zaman orde Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal penganut di luar lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di luar lima agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa memilih salah satu dari lima agama resmi versi pemerintah.Namun ternyata masalah belum selesai. Kenyataannya banyak orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka. Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan keberagaan di Indonesia sangat besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya lebih banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang dianut sebelumnya, daripada agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula pengangut agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif. Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desa - desa.Demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacarav-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara agama sukuyang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar.Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat membara. Bahkan di kota-kotapun sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya berakar dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu agama monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama.Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.

Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara utuh.

Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral

Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:

Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.Nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat, pada saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal yang penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya. Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.Lembaga ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-nama penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan; tempatnya adalah Masjidil-Haram,

Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta Ka’bah yang merupakan symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian ihram, tawaf, sa’I, dan sebagainya.Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah diapandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi. Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.

Contoh dan kaitannya tentang konflik yang ada dalam agama dan masyarakat:Contoh-contoh dan kaitannya tentang konflik yang ada dalam agama dan masyarakat didalam masyarakat terdapat perbedaan agama yang dianut dari masing-masing individu namun diantara mereka tidak saling menghargai dalam perbedaan agama tersebut , dan akan timbul permasalahan seperti: Konflik perbedaan pendapat tentang agama. Perpecahan. Peperangan antar agama. Pelecehan Agama. dll.

Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :

Karena agama merupakan sumber moral Karena agama merupakan petunjuk kebenaran Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika. Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala

duka.

Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78

Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya.

Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu

Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan.

Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan

Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.

Fungsi Agama Kepada Manusia

Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah:

- Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.

Agama dikatankan memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah SWT

-Menjawab pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.

Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat  menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini.

- Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.

Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.

– Memainkan fungsi kawanan sosial.

Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial

Fungsi Sosial Agama

Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).

Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.

Fungsi Integratif Agama

Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.

Fungsi Disintegratif Agama.

Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain

Tujuan Agama

Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama

Beberapa tujuan agama yaitu :

Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit). Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat

mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat. Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah. Menyempurnakan akhlak manusia.

Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya –bahkan sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin)– dalam kehidupan kemanusiaan.

Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi. Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai komoditas yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan.

Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau menebarkan misi (baca, mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun tentunya sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga mabuk ekspansi keyakinan.

Namun, perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini tentunya para politisi jauh lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan, mereka tampil (seolah-olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi agama) melalui jalur politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi agama.

Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing ke jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama yang mestinya bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan jahat lainnya.

Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam semacam MUI. Ulama harus mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan benda yang harus dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati.

Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan kita internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang batinnya yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak, rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.

Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di kibaran bendera, bukan di relung hati

Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.

Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama. Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah sejarahnya begitu berbeza. Tidak mungkin semua agama itu sama!

Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.

Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang agama adalah seiring dengan perkembangan manusia yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama.

Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan kenal mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan.

Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama lain, mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara agama bertujuan untuk menerokai beberapa persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai.

19 Prinsip Hidup1.Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya, sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya, karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.

2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat merindukan seseorang, sehingga ingin hati menjemputnya dari alam mimpi dan memeluknya dalam alam nyata. Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.

3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.

4.Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika kamu masih merasa sanggup jangan pernah mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi acapkali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.

6. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu! Jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh di hatimu.

7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita milik sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya.

8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain. Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal itu menyakitkan hati orang itu pula.

9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut perselisihan. Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan suatu kehidupan. Kata-kata yang diucapkan pada tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang penuh cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.

10. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi yang lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki keberanian untuk mengutarakan cintamu kepadanya.

11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.

12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas karunia itu.

13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.

14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang menghargai pentingnya orang-orang yang pernah hadir dalam hidup mereka.

15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah, romantika dan masih tetap peduli padanya.

16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu dan mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya dan kamu harus melepaskannya.

17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh dengan sebuah ciuman dan berakhir dengan tetesan air mata.

18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka yang masih mencintai sekalipun pernah disakiti hatinya.

19.Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang di sekelilingmu tersenyum - jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan orang-orang di sekelilingmu menangis

Prinsip Hidup Seseorang

( Manusia dan Pandangan Hidup )

Prinsip hidup atau biasa disebut juga  dengan pandangan hidup adalah merupakan sebuah draft atau konsep dari kehidupan yang akan kita jalani. pandangan hidup yang dimiliki pada umumnya dimasyarakat adalah pandangan yang sesuai dengan agama dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Suatu pandangan hidup merupakan hal yang mutlak untuk dimiliki oleh setiap

manusia didunia ini. Karena dengan memiliki pandangan hidup seseorang dapat mengarahkan kehidupannya kedepan nanti. Dan dengan pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang akan membuat atau mebentuk jati diri dari seseorang tersebut.Jati diri adalah gambaran suatu sifat atau karakter dari seseorang. Jati diri dalam setiap orang biasanya berupa prinsip hidup yang membuat seseorang tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan tempat dia berada.Jangan sampai prinsip hidup yang kita miliki melanggar yang sudah di atur dalam agama dan norma-norma dalam masyarakat dan hukum. Seseorang yang memiliki prinsip hidup pasti juga memiliki arah hidup. Arah hidup adalah adalah merupakan pemahaman terhadap jati diri itu sendiri. Yang berarti tujuan dari kehidupan itu sendiri. Arah hidup itu bagaikan sebuah rel kereta api  dimana merupakan bagian dari kereta api dan selalu akan menunjukan kemana tujuan dari kereta api tersebut. Demikianpun arah hidup sebuah bagian dari kehidupan yang akan menunjukan kemana tujuan hidup seseorang apakah dia menjadi orang yang sukses di dunia atau menjadi orang yang gagal dalam menjalani kehidupan.

Prinsip Hidup Oleh Wajiran, S.S., M.A.

Setiap manusia dilahirkan dengan berbagai kekurangan dan kelebihan. Ada yang diberi keindahan secara fisik, tetapi kurang di segi intelektual. Ada yang diberi kelebihan di bidang ekonomi, tapi kurang di bidang lain dan seterusnya. Begitulah manusia dimana kelemahan dan kelebihan selalu ada di dalam dirinya. Itu sebabnya manusia memiliki keunikan sendiri-sendiri.

Karena fitrah manusia berbeda-beda itulah dibutuhkan adanya saling bahu-membahu. Saling mengingatkan dan saling menjaga hubungan kekeluargaan sebagai manusia. Adanya perbedaan akibat kelebihan dan kekurangan itu harus menjadi media manusia untuk salang mengingatkan. Dalam Islam tawashau bilhaq, tawashau bissobr. Jika kita tidak mau rugi di dalam kehidupan ini, kita harus berbagi dengan orang lain. Berbagi bisa berupa harta, ilmu, waktu luang (sosialisasi), dan lain sebagainya.

Adanya perbedaan ini sering menimbulkan konflik baik di dalam diri kita maupun dengan orang lain. Di satu sisi kita harus mengikuti arus, tetapi di sisi lain kita memiliki tujuan sendiri. Kondisi seperti ini tentu membutuhkan sebuah sikap tegas bahwa kita harus mengabil pilihan. Mengikut arus atau mengambil jalan sendiri. Mengikuti arus berakibat pada tidak efektifnya kita mencapai tujuan (baca target dan tujuan Hidup). Tetapi jika kita konsisten dengan arah dan tujuan hidup, kita akan lebih efektif mencapai target-target tertentu di dalam kehidupan ini.

Keteguhan di dalam menjaga dan mangendalikan diri agar selalu berada di jalur yang sesuai dengan tujuan adalah sebuah prinsip. Prinsip ini kadang berakibat pahit. Tidak jarang kita harus bersebarangan dengan orang lain. Bahkan mungkin orang yang sangat dekat dengan kita.

Berprinsip tentu akan melahirkan resiko. Oleh karena itu, seberat apapun godaan ataupun ujian yang harus dihadapi kita harus konsisten. Ke-konsistenan diri kita di dalam mengikuti prinsip hidup yang benar akan melahirkan sebuah karakter. Yaitu karakter yang konsisten di dalam mengambil keputusan dan langkah hidup ini.

Karakter ini sangat penting bagi kita. Banyak orang yang terombang-ambing dengan lingkungan hanya karena tidak punya karakter ketegasan memegang prinsip hidup. Hal ini umumnya terjadi pada generasi muda yang masih labil, meskipun tidak jarang dari golongan tua juga masih ada.

Agama adalah landasan utama yang harus dipegang di dalam memegang prinsip. Agama memberikan standar bagi kita agar bisa memilih mana yang baik dan mana yang benar. Dengan agamalah hidup kita tidak akan sia-sia. Landasan agama akan menjadikan kita tenang, damai dan optimis. Karena akan ada pahala sekecil apapun usaha yang kita lakukan di dalam mempertahankan kebaikan. Jika agama menjadi landasan kita, perjalanan hidup kita tidak akan sia-sia.

Memegang prinsip memang sangat sulit. Terutama bagi kita yang tinggal di daerah yang kondisinya tidak mendukung. Karena itu, begitu banyak orang terjerumus dalam perkumpulan yang melakukan hal-hal yang di luar nalar kita. Lihatlah geng motor, supporter bola, bahkan juga

anak-anak sekolah yang merayakan kelulusan dengan tindakan yang diluar prosedur, itu adalah bukti tidak adanya prinsip yang benar. Banyak sudah korban yang mati sia-sia karena mengikuti aktivitas yang tanpa tujuan ini.

Begitulah pentingnya prinsip di dalam kehidupan ini. Oleh karena itu marilah kita berprinsip secara benar (berdasar agama). Memegang prinsip yang jelas, dan tegas adalah kebutuhan bagi kita. Hanya manusia yang berprinsiplah yang akan mencapai tujuan hidup secara efektif. Wa Allah A’lam.

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAMKATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga

kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah

tepat pada waktunya yang berjudul ‘’KONSEP KETUHANAN DALAM

ISLAM”

Makalah ini berisikan tentang informasi KONSEP KETUHAN DALAM

ISLAM atau yang lebih khususnya membahas tentang ketuhanan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat

membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah

ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak

yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari

awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala

usaha kita. Amin.

Makassar, 18 september 2012

PENYUSUN

BAB I

PENDAHULUAN

   A. LATAR BELAKANG

Pengetahuan tentang Tuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan-Nya merupakan

dasar bagi tiap agama, baik agama langit atau pun bumi . Namun kesadaran

manusia akan eksistensinya menggiring ia untuk melihat bahwa eksistensinya

dipengaruhi oleh tiga sifat; faktisitas, transendensi dan kebutuhan untuk

mengerti.Faktisitas berarti, bahwa eksistentsi selalu Nampak di depan kesadaran

manusia sebagai sesuatu yang sudah ada. Sedangkan yang dimaksud dengan

transendensi pada eksistensi manusia merupakan sifat yang nampak secara

langsung dalam kesadaran manusia bahwa ia manusia, bukan hanya sekedar tubuh

yang nampak dalam ruang dan waktu bersama “ada” yang lain, namun manusia

adalah makhluk yang dapat melampaui dirinya melebihi dari batas ruang dan waktu

dalam kesadarannya. Keberadaan kebutuhan untuk mengerti merupakan modus

yang paling jelas dari transendensi kesadaran manusia. Termasuk dalam kesadaran

ini adalah bahwa manusia selalu terdorong untuk selalu mempertanyakan hakikat

dirinya dan dunianya. Karena hal inilah kemudian menimbulkan suatu pertanyaan

mengenai dari mana ia dan dunianya berasal. Dalam filsafat ketuhanan, pertanyaan

ini akan bermuara pada wilayah mengenai eksistensi Tuhan. Persoalan mengenai

eksistensi Tuhan walau kadang suka melingkar pada pengulangan kata “ada dan

tiada” namun dpat diterangkan dengan beberapa argumentasi, yakni:

argumentasi ontology, teologi dan kosmologi. Pendekatan ontology lebih bersifat

apriori, yang mencakup tentang pengetahuan mistik dan kesadaran manusia,

sedangkan argumentasi teologi dan kosmologi merupakan argumentasi yang

bersifat apriost Setiap yang “ada” memiliki eksistensinya, dan yang bereksistensi

pasti memiliki sebab keberadaannya dalam mengada untuk sebuah “ada” dari

eksistensinya. Oleh karena hal itu, alam semestapun memiliki sebab dari

bermulanya. Pengejaran sebab atau alasan inilah yang menjadi kajian hangat dalam

argumentasi sebuah penciptaan, baik ari kalangan filsafat ataupun saintis.

Dalam makalah atau resensi tentang konsep ketuhanan ini akan saya bahas

beberapa aliran, baik aliran yang mempercayai Tuhan ataupun yang semi percaya

Tuhan bahkan yang menolak eksistensiNya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil permasalahan yang dihadapi

yaitu:

Bagaimana konsep dasar ketuhanan dalam islam?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan yaitu :

a) Untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah pendidikan Agama

b) Untuk mengenal lebih dalam tentang konsep ketuhanan dalam islam

c) Untuk memahami filsafat ketuhanan

d) Untuk memahami bagaimana pemikiran manusia tentang tuhan

e) Untuk mengetahui tuhan menurut wahyu dan dalil-dalil pembuktian eksistensi

tuhan

MATA KULIAH PAI

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

Oleh : Najamuddin, S.Ag

1.Filsafat Ketuhanan

Filsafat Ketuhanan Dalam Islam

Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk

menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya

dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai

Tuhannya….?”

Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya

sendiri: “Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui

tuhan bagimu selain aku.”

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa

mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi

maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan

ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda

(mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme

tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,

berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia

sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.

Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di

dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan

kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan

mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah

sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,

merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat

berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk

kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan

ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin,

1989:56)

Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan

manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan.

Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang

dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-

Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia)

mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat

tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti

dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus

membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada

dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.

Pengetahuan menurut Al-kindi terbagi menjadi dua :

Pertama, pengetahuan illahi atau ilm ila’hiyy seperti yang tercantum dalam al-

qur’an, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh nabi dari tuhan. Dasar

pengetahuan itu adalah keyakinan.

Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilm insanyyataqu filsafat yang didasarkan

atas pemikiran.

Bagi al-kindi, agrumen yang dibawa al-qur’anitu lebih meyakinkan dari pada

agrumen yang dikemukakan oleh filsafat, tetapi filsafat dan al-qur’an tidaklah

bertentangan kebenaran yang diberitakan wahyu tidaklah bertentangan dengan

kebenaran yang dibawa filsafat. Mempelajari filsafat dan berfilsafat tidaklah

dilarang, klarena teologi (ilmu kalam) adalah bagian dari filsafat.umat islam pun

menurut filsufini diwajibkan mempelajari filsafat

Filsafat baginya adalah pengetahuan tentang yang benar atau baths an al-haqq

(knowledge of thruth). Dari sinilah kita bisa melihat persamaan atau filsafat dari

agama. Tujuan agama dan tujuan filsafat adalah sama yaitu menerangka apa yang

benar dan apa yang baik. Agama, disamping wahyu, juga menggunakan akal

sebagai mana filsafatmenggunakan akal. Adapun kebenaran peratama menurut al-

kindi, ialah tuhan (allah). Dialah the first truth. Dengan demikian filsafat membahas

soal tuhan, agama t tentang tuhan. Dialam ini terdapat benda benda yang di

tangkap oleh panca indera yang merupaka juz’iyyat yang tiada terhingga itu akan

tetapi yang terpenting adalah hakikat yang terdapat didalam juz’iyyat itu yaitu yang

disebut kulliyyat, atau universal, definisi. Tiap benda mempunyai dua hakikat.

PERTAMA, hakikat sebagai juz’iyy disebut an-niya. KEDUA, hakikat sebagai kulliyah

yang disebut ma’niyyah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus

dan spesies.

Tuhan dalam filsafat al-kindi tiadalah mempunyai hakikat dalam arti an-niyah

maupun ma-hiyyah. Tuhan bukanlah benda dan tidak termaksuk benda yang ada

dialam. Ia pencipta alam, ia tidak tersusun dari materi dan bentuk (al hayyuli’ yang

wa al-shurah). Tuhan juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk ma’hiyyah,

karena tuhan tidak merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu tidak ada

yang serupa dengan-Nya,. Ia adalah unik, ia adalah yang benar pertama dan yang

maha benar. Ia hanyalah satu dan semata mata Satu. Selain dia, semuanya

mengandung arti banyak.

Sesuai dengan ajaran paham islam, tuhan bagi al-kindi adalah pencipta dan

bukan penggerak pertama seperti pendapat aristoteles. Alam bagi al-kindi bukan

kekal di zaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Karena itu dalam hal ini ia

lebih dekat dengan filsafat plotenus yang mengatakan bahwa yang maha satu

adalah sumber dari ala mini dan sumber dari segala yang ad. Alam ini adalah

emanasi atau pancaran dari yang maha satu.

2.Pemikiran Manusia Tentang Tuhan

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep

yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun

batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam

literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan

adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat

menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller,

kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens.

Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme

adalah sebagai berikut:

Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan

yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut

ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang

berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada

pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia),

tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat

dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai

sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat

dirasakan pengaruhnya.

Animisme

Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap

benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh

dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena

itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa

tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar

manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus

menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah

salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan,

karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari

yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu

sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya,

ada yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain

sebagainya.

Henoteisme

Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.

Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin

mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat

menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang

disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain.

Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan

Tingkat Nasional).

Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam

monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat

internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam

tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan

oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang

menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan

bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan

orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan

sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada

wujud yang lain.

Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan

evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di

Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk

memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak

datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut

diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang

dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-

bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan

monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).

2. Pemikiran Umat Islam

Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu

Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang

bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya

perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan

kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat

Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual

sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional.

Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan

dalam Islam. Aliran tersebut yaitu:

1. Mu’tazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan

pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam.

Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di

antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).

Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu

sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham

Mu’tazilah yang bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan

dalam Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan

kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir

sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari

Khawarij.

2. Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam

berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir

atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab

atas perbuatannya.

3. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak

mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku

manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.

Asy’ariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan

Jabariah Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam

kalangan umat islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di

atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam

yang memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana

yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi situasi dan

perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan

koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh

kepentingan politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat

menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah

aliran Mu’tazilah dan Qadariah.

3.Tuhan Menurut-Menurut Wahyu

Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan

dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan

merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya

berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran

rasional, tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan

antara lain tertera dalam:

1. QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah

satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut

satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali

kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.

Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak

ada perbedaan konsep tentang  ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga

sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-

Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad

sebagai terakhir. Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di

antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama

dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia

yang teramat besar.

2. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah

Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan

(sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan

tempat mereka adalah neraka.

3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah

adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak

dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan

Dia.”

Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah

adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang

keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap

sebagai isim musytaq.

Tuhan yang haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara

lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19.

Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan

kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain

surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa

sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad

ayat 4.

Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi

al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan

“Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui

wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak

datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang

sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat

dibagi menjadi bagian-bagian.

Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan

yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa

Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan

ucapannya.

Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi

petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang

lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani

kehidupan.

4.Dalil-Dalil Pembuktian Eksistensi Tuhan

Allah sebagai wujud yang tidak terbatas, maka hakikat dirinya tidak akan pernah

dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau sehingga kita mengenal-

Nya dengan pengenalan yang secara umum dapat diperoleh, malalui jejak dan

tanda-tanda yang tak terhingga. Imam `Ali as dalam hal ini menjelaskan bahwa:

“Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi

pada saat yang sama tidak menghalangi akal untuk mengetahui-Nya.”

Selain itu, jika kita menyelami diri kita sendiri, maka secara fitrah manusia

memiliki rasa berketuhanan. Fitrah ini tidak dapat dihilangkan, hanya saja dapat

ditekan dan disembunyikan, dengan berbagai tekanan kebudayaan, ilmu dan

lainnya, sehingga terkadang muncul pada saat-saat tertentu seperti pada saat

tertimpa musibah atau dalam kesulitan yang benar-benar tidak mampu ia

mengatasinya. Pada kondisi ini, kita secara fitriah mengharapkan adanya sosok lain

yang memiliki kemampuan lebih dari kita untuk datang dan memberikan

pertolongan kepada kita.

Dalil fitrah ini merupakan perasaan berketuhanan secara langsung yang

tertanam pada diri manusia. Ia menjadi model sekaligus modal khusus manusia.

Akan tetapi untuk memperkuat fitrah itu kita memerlukan dalil-dalil yang

argumentatif yang bersandar pada akal dan kemudian wahyu sebagai tambahan

dan penguat argumentasi. Untuk itu di bawah ini akan dijabarkan secara singkat

dan sederhana beberapa argumentasi tentang keberadaan dan ke-Esaan ALLah

swt.

Amirul Mukminin al-Imam Ali bin Abi Thalib dengan indah melukiskan

karakteristik Tuhan dengan sempurna dalam lembaran-lembaran Nahj al-Balaghah

sebagai berikut:

“Dia adalah satu, tapi bukan dalam arti jumlah. Dia tidak dibatasi oleh batasan-

batasan ataupun tidak di hitung oleh angka-angka. siapa yang menunjuk-Nya

berarti mengakui batas-batas-Nya, dan yang mengakui batas-batas-Nya berarti

telah menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya, berarti membatasi-Nya,

memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya. Segala sesuatu yang

disebut satu adalah kurang, kecuali Dia.”

Dalil Fitrah

Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang

tidak terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus

dan mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya

dan ditakuti kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22.

Dalil Akal

Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan

manifestasi dari eksistensi Allah SWT. Orang yang memikirkan dan merenungkan

alam semesta akan menemukan empat unsur alam semesta :

1. Ciptaan-Nya

Bila kita perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan menemukan

berbagai jenis dan bentuk, berbagai macam cara hidup dan cara berkembang biak

(QS. 35:28). Semua itu menunjukkan adanya zat yang menciptakan, membentuk,

menentukan rizki dan meniupkan ruh kehidupan (QS. 29:19,20). Bagaimanapun

pintarnya manusia, tentu ia tidak akan dapat membuat makhluk yang hidup dari

sesuatu yang belum ada. Allah SWT menantang manusia untuk membuat seekor

lalat jika mereka mampu (QS. 22:73). Nyatalah bahwa tiada yang dapat

menciptakan alam semesta ini kecuali Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Hidup.

2. Kesempurnaan

Kalau kita perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi, diciptakan

dalam kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat.Hal ini menunjukkan adanya

kehendak agung yang bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh, seandainya

matahari memberikan panasnya pada bumi hanya setengah dari panasnya

sekarang, pastilah manusia akan membeku kedinginan. Dan seandainya malam

lebih panjang sepuluh kali lipat dari malam yang normal tentulah matahari pada

musim panas akan membakar seluruh tanaman di siang hari dan di malam hari

seluruh tumbuhan membeku. Firman Allah:

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali melihat pada

ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah

berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian

pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan

tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan

payah.” (QS. 67:3,4)

3. Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. 25:2)

Alam ini diciptakan dalam perbandingan ukuran, susunan, timbangan dan

perhitungan yang tepat dan sangat akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin

para ilmuwan berhasil menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan

biologi.

4. Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan) (QS. 20:50)

Allah memberikan hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada makhluk-Nya untuk

dapat menjalankan hidupnya dengan mudah, sesuai dengan karakteristiknya

masing-masing. Pada manusia sering disebut sebagai ilham dan pada hewan

disebut insting/naluri. Seorang bayi ketika dilahirkan menangis dan mencari puting

susu ibunya. Siapa yang mengajarkan bayi-bayi tersebut? Seekor ayam betina

membolak-balikkan telur yang tengah dieramnya, agar zat makanan yang terdapat

pada telur itu merata, juga kehangatan dari induk ayam tersebut, dengan demikian

telur tersebut dapat menetas. Secara ilmiah akhirnya diketahui bahwa anak-anak

ayam yang sedang diproses dalam telur itu mengalami pengendapan bahan

makanan pada tubuhnya di bagian bawah. Jika telur tersebut tidak digerak-

gerakkan maka zat makanan tersebut tidak merata, dengan demikian ia tidak dapat

menetas. Siapa yang mengajarkan ayam untuk berbuat demikian ?

Kita sering mendengar seseorang yang ditimpa musibah yang membuat hatinya

hancur luluh, putus harapan, lalu ia berdoa menghadap Allah SWT. Tiba-tiba

musibah itu hilang, kebahagiaan pun kembali dan datanglah kemudahan sesudah

kesusahan. Siapa yang mengabulkan doa, siapa pula yang mengajarkan orang,

yang kafir sekalipun, untuk berdoa/meminta pertolongan pada suatu zat di luar

dirinya yang dirasakannya bersifat Maha Kuasa dan Maha Berkehendak ? Firman

Allah :

“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah yang kamu seru

kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu pun

berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS.17:67)

Eksistensi Allah terlihat dalam banyak sekali fenomena-fenomena kehidupan.

Barangsiapa yang membaca alam yang maha luas ini dan memperhatikan

penciptaan langit dan bumi serta dirinya sendiri, pasti ia akan menemukan bukti-

bukti yang jelas tentang adanya Allah SWT. Firman Allah :

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di

segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa

al-Quran itu adalah benar.” (QS.41:53)

a. Dalil Akhlaq

Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq). Dengan adanya moral (akhlaq)

inilah, ia secar naluriah mau tunduk dan menerima kebenaran agar hidupnya lurus

dan urusannya berjalan teratur dan baik. Zat yang dapat menanamkan akhlaq

dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari segala sumber kebaikan, cinta dan

keindahan. Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia merupakan bukti

eksistensi Allah. (QS. 91:7-8)

b. Dalil Wahyu

Para rasul diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang berbeda.

Semua rasul menjalankan misi dari langit dengan perantaraan wahtu. Dengan

membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat) mengajak umatnya agar

beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan menjalin hubungan baik dengan-Nya,

serta memberi peringatan akan akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya

(QS.6:91). Siapa yang mengutus mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa

yang memberikan kekuatan, mendukung dan mempersenjatai mereka dengan

mukzijat? Tentu suatu zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu

Allah. Keberadaan para rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah.

c. Dalil Sejarah

Semua umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, percaya akan

adanya Tuhan yang patut disembah dan diagungkan. Semuanya telah mengenal

iman kepada Allah menurut cara masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan

bukti yang memperkuat eksistensi Allah. (QS.47:10; perkataan ahli sejarah Yunani

kuno bernama Plutarch).

Terdapat beberapa cara mengenal Tuhan menurut ajaran selain Islam,

diantaranya yaitu dengan hanya mengandalkan panca indera dan sedikit akal,

sehingga timbul perkiraan-perkiraan yang membentuk filsafat-filsafat atau

pemikiran tentang ketuhanan. Filsafat dan pemikiran tersebut justru mendatangkan

keguncangan dan kebingungan dalam jiwa. Sehingga hanya menanamkan

keraguan dan kesangsian terhadap keberadaan Allah. (QS.34:51-54; 2:147; 22:11;

10:94). Jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir tersebut melanggar fitrah

mereka. Sebab mereka mencoba mengenal Allah dengan menggunakan panca

indra saja. Padahal panca indra hanya bisa mendeteksi sesuatu yang dapat diraba,

diukur, disentuh. Sebaliknya untuk mengenal sesuatu selain Allah mereka

menggunakan panca indra dan akal. Jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir ini

pada akhirnya tidak pernah membawa mereka sampai mengenal siapa Sang

Pencipta. Sebaliknya yang mereka dapatkan adalah ketidaktahuan akan Allah Yang

Maha Mencipta.

Adapun jalan yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah ialah dengan

menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan akal. Kedua potensi tersebut

dioptimalkan dengan proses tafakkur dan tadabbur. Tafakkur artinya memikirkan

ciptaan atau tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah). Tadabbur berarti

merenungkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam al-Qur’an (ayat qauliyah).

Sehingga timbul keyakinan di dalam hati tentang keberadaan dan kekuasaan Allah

(QS.3:190-191; 12:105; 10:101). Jalan yang ditempuh oleh orang mukmin

bersandarkan pada fitrahnya sebagai manusia, yaitu mengoptimalkan akal,

pemikiran, ilmu, serta hatinya untuk mengenal Allah lewat tanda-tanda kebesaran-

Nya (ayat-ayat-Nya), bukan zat-Nya. Baik tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di

alam, mukzijat serta dalm Al Qur’an. Lewat jalan inilah manusia akan mengenal

Allah SWT.

BAB III

A.Kesimpulan

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh

manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.

Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di

dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan

kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan

mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah

sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,

merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat

berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk

kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan

ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin,

1989:56)

Pengetahuan menurut Al-kindi terbagi menjadi dua :

Pertama, pengetahuan illahi atau ilm ila’hiyy seperti yang tercantum dalam al-

qur’an, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh nabi dari tuhan. Dasar

pengetahuan itu adalah keyakinan.

Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilm insanyyataqu filsafat yang didasarkan

atas pemikiran.

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah

konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah

maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin.

Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang

menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama

kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan

oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock

dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori

evolusionisme adalah sebagai berikut:

1. Dinamisme

2. Animisme

3. Politeisme

4. Henoteisme

5. Monoteisme

2. Pemikiran Umat Islam

Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau

Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad

SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula

yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena

adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan

pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang

sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual

dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional.

Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut

informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah

sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan

melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak

datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang

sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat

dibagi menjadi bagian-bagian.

Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan

dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La

ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap

tindakan dan ucapannya.

Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi

petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang

lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani

kehidupan.

1. Dalil Fitrah

Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang

tidak terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus

dan mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya

dan ditakuti kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22.

2.      Dalil Akal

Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan

manifestasi dari eksistensi Allah SWT. Orang yang memikirkan dan merenungkan

alam semesta akan menemukan empat unsur alam semesta :

1. Ciptaan-Nya

2. Kesempurnaan

3. Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. 25:2)

4. Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan) (QS. 20:50)

B.Saran

Kita sebagai manusia seharusnya lebih mengembangkan pengetehuan tentang

referensi konsep ketuhanan dalam islam sehingga pemahaman kita tentang konsep

ketuhanan dalam islam tidak terbatas terutama mengenai filsafat

ketuhanan,pemikiran manusia tentang tuhan,tuhan menurt wahyu,dan dalil dalil

pembuktian eksintensi tuhan.

Dan kita dikatakan sosok manusia yang seutuhnya apabila ada keselarasan

manusia dengan tuhannya.maka dari itu kita sebagai penerus pemuda bangsa dan

negara mari kita pahamkan dalam keseharian kita tentang pemahaman konsep

dasar ketuhanan dalam islam.

C.Pertanyaan

1. Mengapa pemikiran manusia tentang Tuhan selalu berbeda-beda?

Jawab: Kata ‘’ilah’’ yang selalu dipakai terutama oang arab untuk menyebut sesuatu

yang dianggap penting,besar,yang diagungkan,yang mempunyai kekuatan yang

lebih besar. Dari kata ilahi (Tuhan) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap

penting) oleh manusai sedemikian rupa,sehingga manusia merelakan dirinya

dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaknya diartikan secara luas.

Tercakup d idalamnya dapat yang dipuja,dicinta,diagungkan,diharap harapkan

dapat memberikan kegembiraan dan termasuk pula yang ditakuti akan

mendatangka bahaya atau kerugian.

2. Apa yang di maksud lahiriah dan batinia serta contohnya?

Jawab: lahiriah yaitu yang bersifat lahirnya,tampaknya tentunya bukan bersifat

batin. Perbuatan yang dilakukan dengan anggota badan dan dapat diketahui

melalui pendengaran dan penglihatan. Contoh yaitu:

Amalan lahiriah yang dilakukan melalui ucapan seperti menasehati dalam kebajikan

untuk mencegah kemungkaran,berbicara denga embicaraan yang baik,dan

membaca Al-quraan.

Amalan lahiriah dengan anggota badan seperti menolong orang dalam kebajikan,dan

menjenguk orang sakit dll.

Sedangkan batiniah adalah amalan yang dilakukan oleh hati(Al-qalb) yang

berhubungan dengan batin(jiwa atau hati). Contoh yaitu: perbuatan yang baik

seperti beriman,bersabar,berniat,tawaqal,ikhlas, tegar dan berani.

3. Berikan contoh dalil pembuktian eksistensi Tuhan?

Jawab: ‘’Dia adalah satu, tapi bukan dalam arti jumlah. Dia tidak dibatasi oleh

batasan-batasan ataupuntidak dihitungoleh angka-angka. Siapa yang menunjukan-

Nya berarti mengakui batasan-batasan-Nya, dan yang mengakui batasan-batasan-

Nya berarti telah menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya, berarti

membatasi-Nya , memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya. Segala

sesuatu yang disebut satu adalah kurang,kecuali Dia.’’

4. Apa yangdi maksud dalil fitrahl dan dalil akal?

Jawab: dalil fitrah yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia yang tidak

terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan

mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan

ditakuti kemurkaan-Nya. Sedangkan dalil akal yaitu dengan tafakkur dan

perenungan terhadap alam semesta yang merupakan menifestasi dari eksistensi

Allah SWT.

SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM: AL-QUR’AN DAN SUNNAH

A. Al-Qur’anAl-Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang utama. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an dijaga dan dipelihara oleh Allah SWT, sesuai dengan firmannya sebagai berikut:”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al=Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS 15:9)”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an. Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS 4:82Kandungan Al-Qur’an, antara lain adalah:

1. Pokok-pokok keimanan (tauhid) kepada Allah, keimanan kepada malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, hari akhir, qodli-qodor, dan sebagainya.

2. Prinsip-prinsip syari’ah sebagai dasar pijakan manusia dalam hidup agar tidak salah jalan dan tetap dalam koridor yang benar bagaiman amenjalin hubungan kepada Allah (hablun minallah, ibadah) dan (hablun minannas, mu’amalah).

3. Janji atau kabar gembira kepada yang berbuat baik (basyir) dan ancaman siksa bagi yang berbuat dosa (nadzir).

4. Kisah-kisa sejarah, seperti kisah para nabi, para kaum masyarakat terdahulu, baik yang berbuat benar maupun yang durhaka kepada Tuhan.

5. Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan: astronomi, fisika, kimia, ilmu hukum, ilmu bumi, ekonomi, pertanian, kesehatan, teknologi, sastra, budaya, sosiologi, psikologi, dan sebagainya.

Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:

1. Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya2. Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)3. Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan

mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).

4. Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).

5. Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).

Fungsi Al-Qur’an antara lain adalah:

1. Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)2. Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)3. Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10: 37;

35: 31; 46: 1; 12: 30)4. Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)5. Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)6. Sebagai pemberi kabar gembira7. Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)8. Sebagai peringatan9. Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)10. Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)11. Sebagai pelajaran

B. As-SunnahSunnah dalam bahasa berarti tradisi, kebiasaan adat-istiadat. Dalam terminologi Islam, sunnah berarti perbuatan, perkataan dan keizinan Nabi Muhammad SAW (af’al, aqwal, dan taqrir).Dalam mengukur keotentikan suatu hadits (As-Sunnah), para ahli telah menciptakan suatu ilmu yang dikenal dengan ”musthalah hadits”. Untuk menguji validitas dan kebenaran suatu hadits, para muhadditsin menyeleksinya dengan memperhatikan jumlah dan kualitas jaringan periwayat hadits tersebut yang dengan sanaad.Macam-macam As-Sunnah:

ditinjau dari bentuknya

1. Fi’li (perbuatan Nabi)2. Qauli (perkataan Nabi)3. Taqriri (persetujuan atau izin Nabi)

ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya

1. Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak2. Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada

derajat mutawir3. Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.

Ditinjau dari kualitasnya

1. Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah2. Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan

pembawaannya yang kurang baik.3. Dhaif, yaitu hadits yang lemah4. Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.

Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya

1. Maqbul, yang diterima.2. Mardud, yang ditolak.

Kedudukan As-Sunnah:

1. Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an2. Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa (QS. Al-Mujadilah, 58: 5)3. Menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang yang beriman (QS. An-Nisa’, 4:

65)

Perbedaan Al-Qur’an dengan As-Sunnah:

Segala yang ditetapkan Al-Qur’an adalah absolut nilainya. Sedangkan yang ditetapkan As-Sunnah tidak semuanya bernilai absolut. Ada yang bersigat absolut, ada yang bersifat nisbi zhanni

Penerimaan seorang muslim terhadap Al-Qur’an adalah dengan keyakinan. Sedangakan terhadap As-Sunnah, sebagian besar hanyalah zhanny (dugaan-dugaan yang kuat).

Sumber ajaran dasar umat islam ada 3 yaitu al-Qur’an, al-sunnah dan al-hadith, dan ijtihad. Al-Qur’an marupakan kitab suci umat islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dan didalamnya sudah dijelaskan mengenai sistem politik, sosio budaya, ilmu pengetahuan, dan lain-lain, sehingga tidak ada sesuatu yang terlupa olehnya. Secara etimologis al-Quran berarti bacaan yang dibaca, al-Quran diturunkan Allah kepada nabi Muhammad dalam rentang waktusekitar 23 tahun periode makkah 13 tahun dan sisanya 10 tahun periode madinah. Sebagai orang yang beriman tentunya kita harus percaya bahwa al-Qur’an merupakan kallamullah atau ucapan-ucapan Allah yang memang benar adanya 

dan tidak ada sedikitpun keraguan dari padanya. Al-Qur’an merupakan satu-satumya kitab suci yang terjaga otensitasnya dan tidak akan berubah sedikitpun isi dan maknanya hingga hari kiamat nantinya, karena Allah telah menyatakan sendiri jaminan atas keaslian al-Qur’an dalam surat al-Hijr ayat 9. Al-Qur’an merupakan mu’jizat terbesar nnabi Muhammad yang tidak terbatas pada makna-makna objektif semata tetapi juga pada aspek morfologis atau lafal dan redaksinya karena merupakan kutipan langsung dari Allah. 

Al-sunah dan al-hadith, merupakan dasar agama islam yang kedua setelah al-Qur’an. Al-sunnah menurut para ahli merupakan semua riwaya yang bersumber dari rosullullah selain al-Qur’an yang wujudnya bisa berupa perkaaan, perbuatan, dan taqrir beliau yang dapat dijadikan dalil, namun hukum pelaksanaanya tidak sammpai ketingkat wajib atau fardu. Sedangkan al-hatith merupakan riwayat-riwayat dari rasul dan setelah beliau diangkat menjadi rasul (ba’da nubuwwaat). Al-sunnah lebih berfungsi sebagai petunjuk untauk menafsirkan isi dari al-Qur’an karena tidak semua ayat-ayat

al-Qur’an dapat dipahami maksud sesungguhnya, karenanya Allah memberikan otoritas bagi nabi Muhammad untuk menjelaskan maksud yang terkandung di dalam al-Qur’an lewat sunnahnya.

Ijtihad, secara bahasa berasal dari kata jahada yang lebih bermakna pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit dilaksanakan, atau yang kurang disenangi. Persoalan yang tidak dapat diabaikan dalam melakukan ijtihad adalah terpenuhinya syarat-syarat ijtihad. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam menentukan syarat-syarat ijtihad sebagai mujtahid (orang mampu melakukan ijtihad melalui cara istinbath dan tathbiq). Istinbath ialah mengeluarkan hokum dari hokum sumber syariat sedangkan tahbiq ialah penerapan hokum. Menurut Wahbah al-Zuhaili, hukum ijtihad adalah wajib ‘ain, wajib kifayah, sunnah dan bahkan atau haram, tergantung pada kapasitas orang yang bersangkutan.

Ibadat atau Ibadah adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Arab. Dalam terminologi bahasa Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ini meimiliki arti:

1. perbuatan atau penyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama.2. segala usaha lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus dituruti pemeluknya.3. upacara yang berhubungan dengan agama [1] .

Daftar isi

1 Ibadah menurut Islam o 1.1 Definisi Ibadah

1.1.1 Definisi menurut bahasa 1.1.2 Sedangkan menurut istilah Syar'i

2 Rujukan

Ibadah menurut Islam

Disiratkan di dalam Al-Qur'an, pengertian ibadah dapat ditemukan melalui pemahaman bahwa :

1. Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekwensi manusia itu melakukan penghambhaan kepada tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia itu diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada Allah (Adz-Dzaariyaat QS. 51:56).

2. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah itu tiada lain manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Yaasiin QS 36:61)

3. Sedangkan manusia yang berpegang teguh kepada apa yang diwahyukan Allah, maka ia berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Az Zukhruf QS. 43:43).

Dengan demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah kepada Allah itu ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu Allah. Jadi pengertian ibadah menurut Al Quran tidak hanya terbatas kepada apa yang disebut ibadah mahdhah atau Rukun Islam saja, tetapi cukup luas seluas aspek kehidupan yang ada selama wahyu Allah memberikan pegangannya dalam persoalan itu.

Itulah mengapa umat Islam tidak diperkenankan memutuskan suatu persoalan hidupnya sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan perkara itu (Al Ahzab QS. 33:36)

Definisi Ibadah

Definisi menurut bahasa

“Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.”[2]

Sedangkan menurut istilah Syar'i

Definisi terbaik dan terlengkap adalah apa yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca Al Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.” [3]

Makna Dari Ibadah

Asy-Syaikh Dr. Shalih Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

 

A.        DEFINISI IBADAH

Ibadah (عبادة) secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara’, ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu antara lain :

1.         Ibadah ialah taat kepada Allah  dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya (yang digariskan) melalui lisan para Rasul-Nya,

2.         Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu tingkatan ketundukan yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi,

3.         Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.

Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad

adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia, Allah  berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)

Allah  memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah , maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah ).

==============================================

العبادة تعريف

الله رحمه -فأجاب

الباطنة واألعمال األقوال من ويرضاه، الله يحبه ما لكل جامع اسم هي: العبادة الوالدين وبر األمانة، وأداء الحديث وصدق والحج، والصيام والزكاة فالصالة ،والظاهرة

للكفار والجهاد المنكر، عن والنهي بالمعروف واألمر بالعهود، والوفاء األرحام، وصلة اآلدميين من والمملوك السبيل وابن والمسكين واليتيم للجار واإلحسان والمنافقين،

ورسوله، الله حب وكذلك العبادة، من ذلك وأمثال والقراءة، والذكر والدعاء والبهائم، والرضا لنعمه، والشكر لحكمه، والصبر له، الدين وإخالص إليه، واإلنابة الله وخشية

العبادة من هي ذلك وأمثال عذابه، من والخوف لرحمته، والرجاء عليه، والتوكل بقضائه، لله

Makna Ibadah Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah :

Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala, baik berupa ucapan dan amalan, yang nampak dan yang tersembunyi.

Maka shalat, zakat, puasa, hajji, berkata benar, menyampaikan amanat, berbakti kepada kedua orang tua, silaturrahim, menepati janji, amar ma’ruf nahi mungkar, jihad menghadapi

orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, budak, hewan piaran, berdoa, berzikir, membaca al Quran, dan yang semisalnya termasuk ibadah. Demikian juga mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam, takut dan inabah kepada-Nya, ikhlas hanya kepada-Nya,

bersabar atas hukum-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, ridha dengan qadha-Nya, bertawakkal kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya, takut kepada azab-Nya, dan yang

semisalnya termasuk dalam ibadah.

http://taimiah.org/index.aspx?function=item&id=949&node=4109

==============================================

 

B.        MACAM-MACAM IBADAH DAN KELUASAN CAKUPANNYA

 

Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua ketaatan yang nampak pada lisan, anggota badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil, dan membaca Al-Qur’an; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma’ruf nahi munkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim,

orang miskin dan ibnu sabil. Begitu pula cinta kepada Allah  dan Rasul-Nya, khassyatullah (takut kepada Allah), inabah (kembali) kepada-Nya, ikhlas kepada-Nya, sabar terhadap hukum-Nya, ridha dengan qadha’-Nya, tawakkal, mengharap nikmat-Nya dan takut dari siksa-Nya.

Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika perbuatan itu diniatkan sebagai qurbah (pendekatan diri kepada Allah ) atau apa-apa yang membantu qurbah itu. Bahkan adat kebiasaan yang dibolehkan secara syari’at (mubah) dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepada-Nya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas pada syi’ar-syi’ar yang biasa dikenal semata.

C.        PAHAM-PAHAM YANG SALAH TENTANG PEMBATASAN IBADAH

 

Ibadah adalah perkara tauqifiyah. Artinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak), sebagaimana sabda Nabi  :

Nد Pر PوSهPف Pا ن SرYمP أ Yه\ Pي عPل PسY Pي ل cالPمPع Pم\لPع YنPم

“Barang siapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak.” (HR. Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718)

Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya. Sebab amal tersebut adalah maksiat, bukan taat.

Kemudian manhaj (jalan) yang benar dalam melaksanakan ibadah yang disyari’atkan adalah sikap pertengahan. Tidak meremehkan dan malas, serta tidak dengan sikap ekstrim dan melampaui batas. Allah  berfirman kepada Nabi-Nya , “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.” (QS. Hud: 112)

Ayat Al-Qur’an ini adalah garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah. Yaitu dengan ber-istiqomah dalam melaksanakan ibadah pada jalan tengah, tidak kurang atau lebih, sesuai dengan petunjuk syari’at (sebagaimana yang diperintahkan). Kemudian pada akhir ayat, Allah  menegaskan lagi dengan firman-Nya, “Dan janganlah kamu melampaui batas.”

Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan kehendak serta megada-ada. Ia lebih dikenal dengan ghuluw.

Ketika Rasulullah  mengetahui bahwa tiga orang dari sahabatnya melakukan ghuluw  dalam ibadah, dimana seorang dari mereka berkata, “Saya akan terus berpuasa dan tidak  berbuka”, yang kedua berkata, “Saya akan shalat terus dan tidak tidur”, lalu yang ketiga berkata, “Saya tidak akan menikahi wanita”, maka beliau  bersabda, “Adapun saya, maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan saya tidur, dan saya menikahi perempuan. Maka barang siapa tidak menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)-ku.” (HR. Bukhari no. 4675 dan Muslim no. 2487)

Ada 2 golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah :

1. Golongan pertama: Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya. Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang terbatas pada syi’ar-syi’ar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan  di masjid-masjid saja.

Menurut mereka tidak ada ibadah di rumah, di kantor, di toko, di bidang sosial, juga tidak dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara kehidupan lainnya.

Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus dipergunakan dalam shalat fardhu lima waktu. Akan tetapi ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid.

2. Golongan kedua: Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai pada batas ekstrim, yang sunnah sampai mereka angkat menjadi wajib, sebagaimana yang mubah (boleh) mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi jalan (manhaj) mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya.

Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad  dan seburuk-buruk perkara adalah yang bid’ah.

D.        PILAR-PILAR UBUDIYAH YANG BENAR

 

Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut) dan raja’ (harapan).

Rasa cinta (hubb) harus dibarengi dengan sikap rasa rendah diri, sedangkan khauf (takut) harus dibarengi dengan raja’ (harapan). Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin, “Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.” (QS. Al-Maidah: 54).

Dan juga firman-Nya, “Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

Dalam perkara ini, Allah  juga berfirman menyifati para Rasul dan Nabi-Nya, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya: 90)

Sebagian salaf berkata, “Siapa yang menyembah Allah  dengan rasa hubb (cinta) saja maka dia zindiq (istilah untuk setiap munafik, orang yang sesat dan mulhid). Siapa yang menyembah-Nya dengan raja’ (harapan) semata maka ia adalah murji’ (orang Murji’ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan dari iman. Iman hanya dengan hati saja). Dan siapa yang menyembah-Nya hanya dengan khauf (takut) saja, maka dia adalah harury (orang dari golongan Khawarij, yang pertama kali muncul di Harurro’, dekat Kufah, yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa adalah kafir). Siapa yang menyembah-Nya dengan hubb, khauf dan raja’ maka dia adalah mukmin muwahhid”.

Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Risalah Ubudiyah. Beliau juga berkata, “Dien Allah adalah menyembah-Nya, taat dan tunduk kepada-Nya. Asal makna ibadah adalah adz-dzull (hina). Dikatakan “ iد معب jika jalan itu dihinakan dan ”طريقdiinjak-injak oleh kaki manusia. Akan tetapi ibadah yang diperintahkan mengandung makna dzull (hina/merendahkan diri) dan hubb (cinta). Yakni mengandung makna dzull yang paling dalam dengan hubb yang paling tinggi kepada Allah . Siapa yang tunduk kepada seseorang dengan perasaan benci kepadanya, maka ia bukanlah menghamba (menyembah) kepadanya. Dan jika ia menyukai sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, maka iapun tidak menghamba (menyembah) kepadanya. Sebagaimana seorang ayah mencintai anak atau rekannya. Karena itu tidak cukup salah satu dari keduanya dalam beribadah kepada Allah , tetapi hendaklah Allah lebih dicintainya dari segala sesuatu dan Allah  lebih diagungkan dari segala sesuatu. Tidak ada yang berhak mendapat mahabbah (cinta) dan khudu’ (ketundukan) yang sempurna selain Allah .” (Majmu’ah Tauhid Najdiyah, 542). Inilah pilar-pilar kehambaan yang merupakan poros segala amal ibadah.

Ibnu Qayyim rahimullah berkata dalam “Nuniyyah-nya”, “Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan menyembah-Nya. Dua hal ini adalah ibarat dua kutub. Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar. Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu berdiri tegak. Sumbunya adalah perintah (perintah Rasul-Nya). Bukan hawa nafsu dan setan.”

Ibnu Qayyim rahimullah menyerupakan beredarnya ibadah di atas rasa cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Allah  dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan syari’atnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah ibadah. Apa yang disyari’atkan baginda Rasul  itulah yang memutar orbit ibadah. Ibadah tidak diputar oleh bid’ah, nafsu dan khurafat.

 

E.        SYARAT DITERIMANYA IBADAH

 

Pembaca yang budiman, untuk melengkapi pembahasan ini, kami ingatkan lagi dengan syarat diterimanya ibadah. Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan ada syarat :

1.                 Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil,

2.                 Sesuai dengan tuntunan Rasulullah .

Syarat pertama adalah merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah  dan jauh dari syirik kepada-Nya.

Sedangkan syarat yang kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah  berfirman, “(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112)

Dalam ayat diatas disebutkan “menyerahkan diri” (aslama wajhahu) artinya memurnikan ibadah kepada Allah . Dan “berbuat kebajikan” (wahuwa muhsin) artinya mengikuti Rasul-Nya .

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  rahimahullah mengatakan, “Inti agama ada dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah , dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah. Sebagaimana Allah  berfirman, “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110). Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah.

Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua bahwasannya Muhammad  adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau  telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah , dan beliau melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau mengatakan bahwa bid’ah itu sesat” (Al-Ubudiyah, hal 103; ada dalam Majmu’ah Tauhid, hal. 645)

Akhlak yang terpuji  merupakan tujuan yang sangat mendasar . Al Quranul Karim penuh dengan ayat yang mengajak kepada

akhlak yang terpuji dan menjelaskan bahwa tujuan utama Allah mengangkat manusia sebagai khalifah hanyalah untuk memakmurkan dunia dengan kebaikan dan kebenaran. Firman Allah SWT: “ Yaitu orang - orang yang kami teguhkan kedududkan merka di muka bumi, niscaya mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan mungkar dan kepada Allah lah kembalinya segala urusan.” (QS. Al. Hajj :41)Akhlak terpuji dalam islam juga merupakan nilai ibadah dan menjadi amal yang sangat berat timbangannya di hari kiamat. Adapun akhlak yang terdapat dalam alquran dan al sunnah antara lain:

Akhlak Adil            Adil merupakan perintah Allah  yang  tertuang dalam QS. An Nahl :90 yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat”.Allah SWT juga menyebutkan bahwa Dia mencintai orang - orang yang adil. “ Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil”. (QS. ALl Mumtahanah :8).Adil adalah memberikan stiap hak kepada pemiliknya tanpa memihak, membeda - bedakan  diantara mereka  atau bercampur tangan yang diiringi dengan hawa nafsu. Kebalikan dari adil adalah curang atau zalim.Adil itu banyak bentuknya antara lain:Adil kepada Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun dalam ibadah dan sifat - sifat-Nya, Menaati dan tidak maksiat kepada-Nya, mengingat dan tidak melupakan-Nya dan bersyukur serta tidak ingkar kepada-NyaAdil dalam menghukum setiap orang, yakni memberikan setiap hak kepada pemiliknyaAdil dalam berkata, yakni tidak bersaksi palsu dan tidak berkata dusta atau kotor.Adil kepada para istri dan anak - anak, tidak condong kepada salah seorang dari mereka atau kepada sebagian anak.Adil dalam itikad, tidak meyakini selain yang benar dan tidak menyanjung sesuatu di luar fakta yang sebenarnya.Akhlak Ihsan

Ihsan (berbuat baik) adalah ikhlas dalam beramal shaleh  yang  sebaik - baiknya tanpa diiringi dengan riya’ atau sum’ah (sum’ah : Ingin kedengaran orang lain dalam hal beramal).Seorang muslim tidak memandang ihsan sebagai akhlak terpuji saja tetapi juga bagian dari aqidahnya. ikhsan dalam pergaulan adalah bergaul yang baik dengan semua orang. 

Akhlak kasih sayangKasih sayang merupakan  akhlak terpuji yang melembutkan akhlak tercela seseorang, berusaha menghilangkannya dan menyesali kesalahan - kesalahannya. Kasih sayang merupakan sifat Allah SWT dan salah satu Asma Ul Husna  Allah SWT yaitu yang maha pengasih lagi maha penyayang.Adapun tempat tumbuhnya Kasih sayang adalah dari kesucian diri dan ruh. ketika ia beramal saleh, menjauhi keburukan dan tidak berbuat kerusakan merupakan proses penyucian diri dan ruhnya. Barang siapa yang membiasakan hal tersebut maka kasih sayang tak akan lepas dari hatinya.

Akhlak MaluKata malu dalam Bahasa Arab adalah al haya  yang berarti hidup. Hati yang hidup tentu orangnya pemalu karena ia mencegah setiap keburukan  yang meusak hati itu sendiri.Aisyah ra. berkata, “Akhlak yang mulia itu sepuluh: berkata jujur, lisan yang jujur, menunaikan amanah, silaturrahmi, memberi upah buruh, memberi kebajikan, tidak menjelekkan tetangga, tidak menjelekkan teman, menghormati tamu. Dan pangkal dari semua ini adalah malu”.Malu merupakan akhlak yang paling menonjol dan paling berperan dalam menjaga diri dari segala keburukan. Para ulama mengatakan, “ Sebenarnya malu itu akhlak yang mengekang perbuatan buruk dan menjauhkan diri dari merampas hak orang lain”.

Akhlak Menjaga KehormatanRasulullah SAW  bersabda “Barangsiapa yang menjaga kehormatan, ia akan dijaga kehormatannya oleh Allah, barangsiapa yang merasa cukup, ia akan dicukupkan oleh Allah

dan barangsiapa yang sabar, ia akan diberi kesabaran oleh Allah”. Orang yang tidak dapat menjaga kehormatannya, memperturutkan hawa nafsu dan hidup untuk bersenang - senang saja, umumnya hanya hidup untuk dunia saja.Sebagaimana menjaga kehormatan itu dalam hal menahan hawa nafsu, maka menjaga kehormatan juga dalam hal materi. Dari itu Allah SWT memerintahkan kita agar infaq jangan terdorong oleh hawa nafsu dan riya’ tetapi ikhlas demi mencari keridhaan-Nya terutama ketika memberi orang yang meminta - minta.

Akhlak JujurJujur yaitu mengatakan sesuatu apa adanya.  Jujur merupakan akhlak terpuji  yang paling penting serta memerlukan kesungguhan untuk teguh kepadanya. Allah SWT telah menciptakan langit dan bumi dengan jujur dan menyuruh manusia membangun hidup mereka di atas kejujuran. Karena itu, manusia jangan berkata atau berbuat kecuali yang jujur.Jatuhnya manusia adalah hilangnya sifat jujur dan larut dalam dusta serta prasangka yang menjauhkan mereka dari dari jalan lurus. Karena itu, berpegang teguh kepada kejujuran dalam setiap perkataan dan perbuatan merupakan jantung akhlak seorang muslim dan symbol keteguhan budi pekerti secara lahir batin.Tanpa kejujuran, mustahil ilmu tertinggi dapat dicapai  terutama jujur pada diri sendiri. Jujurlah kalau kita tidak tahu atau belum tahu. Ternyata tipe kejujuran setiap orang bervariasi:Ada orang yang tidak tahu bahwa ia tahu. Biasanya orang ini tidak mau tau kalu diberi tahu, sok tahu, seolah - olah ia lebih tahu padahal ia tidak tahu.Ada orang yang tahu bahwa ia tidak tahu sehingga tipe orang seperti ini akan lebih mudah diberi tahu.Ada orang yang tahu bahwa ia tahu. Dia adalah orang cerdas yang punya potensi yang dimilikinya dan dapat membagi pengetahuannya kepada orang lain yang belum tahu.Adapun hikmah berbuat jujur adalah :Menentramkan hati

Meraih kedudukan orang syahid. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang meminta syahid kepada Allah dengan jujur maka Allah akan menaikkannya ke tempat para syuhada’ meskipun mati di tempat tidurnya”.Mendapat keselamatan.

Akhlak AmanahAmanah menurut syari’ah adalah menyimpan rahasia, menyampaikan hasil musyawarah  kepada anggota secara murni dan menyampaikan secara jujur apa - apa yang dititipkan oleh orang lain. Adapun hikmah bersikap amanah adalah :Orang yang amanah itu dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-NyaAllah menyediakan pahala yang besar bagi yang manah yaitu surga firdaus.Membawa kepercayaan, ketentraman di tengah - tengah masyarakat, dan memperkokoh tali persaudaraan dan tolong menolong di antara mereka.

Akhlak Sabar Sabar atau tahan dengan berbagai cobaan Allah serta hanya mencari ridha-Nya atau sabar adalah kondisi dalam diri atas sesuatu yang tak diinginkan dengan rela dan berserah. Sabar merupakan akhlak terpuji yang diperlukan seorang muslim dalam menjalankan agama dan dunianya. Karena itu ia mesti tahan dengan berbagai penderitaan tanpa harus merintih. Macam - macam orang sabar :Kelompok taqwa dan Sabar; mereka adalah orang yang diberi nikmat oleh Allah SWT yakni yang berbahagia di dunia dan akhirat.Kelompok takwa tidak sabar; mereka ini adalah orang yang melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan, tetapi jika mendapatkan cobaan seperti sakit, mereka mengeluh.Kelompok sabar tidak takwa; mereka orang - orang jahat yang sabar atas kejahatan mereka, mialnya para pencuri yang terus menerus mengambil harta haram.Kelompok yang paling buruk, yaitu tidak bertakwa meski kuat melakukannya dan tidak bersabar jika mendapat ujian. Mereka itu termasuk kelompok yang disebutkan Allah SWT dalam firmannya :

            “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”. (QS. Al Maarij:19-21).

Akhlak TawadhuTawadhu atau rendah hati atau perasaan lembut yang dapat memperkokoh persaudaraan sesame manusia. Kebalikan dari Twadhu adalah sombong. Allah SWT berfirman :“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya kamu sekali - kali tidak dapat menembus bumi dan sekali - kali kamu tak dapat setinggi gunung”. (QS. Al Israaa: 37).Berdasarkan ayat tersebut di atas sudah dijelaskan bahwa orang - orang yang sombong tidak akan mendapat  kedudukan yang tinggi. Adapun sifat tawadhu adalah:Jika seorang berdiri untuk orang alim serta terhormat atau seorang tua renta dan mempersilahkannya duduk, maka ia telah bersifat tawadhuJika seorang berdiri untuk orang biasa atau teman lalu memberinya kabar gembira, senyum dan lemah lembut bicara kepadanya serta tak merasa lebih baik darinya maka hal ini merupakan sifat tawadhu.Jika mengunjungi orang di bawahnya kemudian membawa orang itu bersenang senang lalu membantu keperluannya.Jika duduk bersama dengan orang fakir, sakit dan cacat, kemudian menghadiri undangan mereka serta makan bersama mereka.Jika seseorang makan dan minum tidak berlebihan, berpakaian tidak sombong tetapi menurut kemampuannya. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memakai bajunya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya.”

Akhlak pemaafAllah SWT berfirman dalam QS. Al Hijr: 85 “Maka maafkanlah (mereka ) dengan cara yang baik”.Memaafkan adalah merelakan tanpa menegur. ”Dan orang - orang yang menahan marahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang - orang yang berbuat kebajikan”.

(QS. Ali Imran: 134). Jadi, memaafkan itu berkaitan dengan menahan marah dan berbuat kebajikan. Tak ada yang lebih menentramkan diri dan menenangkan pandangan kecuali hati yang damai serta jauh dari dengki. Sedangkan hati yang tidak mau memaafkan akan dipenuhi dengan rasa dendam yang dapat membutakan segala kebaikan dan memperbesar keburukan. Pada dasarnya, memaafkan itu adalah bersabar jika seorang diganggu orang lain kemudian tidak membalas gangguan tersebut kecuali dengan kebaikan dan tidak marah karena hawa nafsunya  selama ia berada di jalan yang benar serta mencari ridha Allah SWT.

Berbakti Kepada Kedua Orang TuaTaat dan patuh kepada kedua  orang tua meupakan salah satu kewajiban utama dalam taqarrub kepada Allah Swt dan durhaka kepada keduanya merupakan dosa besar. Keduanya merupakan mata rantai Pertama yang menyebabkan kehadir5anmu di muka bumi ini. Keduanya mengasuh, mengajar dan mendidik. Tengah malam yang larut dan dingin ibu mengganti baju yang basah, mendekap memberikan kehangatan dan mengajarmu penuh sabar. Ayah bermandikan keringat mencari nafkah untuk kelangsungan dirimu tanpa keluh kesah keluar dari bibirnya. Lalu pantaskah kitakalau kita mengabaikan dan menyia- nyiakan kasih sayang. Pantaskah engkau membiarkan keduanya hidup susah sepanjang hayatnya tanpa ada yang memelihara dan menyantuni keduanya. Besar dan tulusnya pengorbanan serta kasih sayang dari beliau tak dapat diukur oleh sesuatu apapun.Nabi Besar Muhammad SAW bersabda “Takwalah kepada Allah, tegakkanlah  sholat, keluarkanlah zakat, tunaikan haji dan umrah, berbaktilah kepada ayah ibumu, peliharalah hubungan baik dengan kerabatmu, hormati tamumu, menganjurkan orang berbuat ma’ruf dan mencegah mereka berbuat kemungkaran” (H.R.Abu Yu’la dan At Thabarani dalam Al Kabier)Berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua, menyayangi, mendoakan, taat dan patuh pada apa yang mereka perintahkan, melakukan hal yang mereka sukai dan meninggalkan apa yang mereka tidak sukai disebut Birrul Walidain . Birrul Walidain adalah hak kedua orang tua yang harus dilaksanakan oleh anak

sesuai dengan rambu - rambu islam sepanjang perintah tersebut tidak menganjukan hal yang dibenci oleh Allah SWT. Adapun perintah orang tua yang menyimpang dari aturan Allah SWT  tidak wajib dipatuhi oleh anak. Orang tua yang berani menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal berarti telah menyimpang dari islam sehingga anak dibolehkan melawan perintahnya.Seorang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya dan memandang kepada keduanya dengan pandangan rahmat dan penuh kasih sayang maka Allah SWT memandang kepadanya dengan pandangan senilai dengan satu kali haji mabrur. Selain itu, seorang anak wajib mendoakan ibu bapaknya lima kali dalam sehari, maka ia telah menunaikan kepada keduanya. Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat Lukman:14 yang artinya” Hendaklah kamu bersyukur kepadaku dan kepada orang tuamu, hanya kepadakulah semua akan kembali.Manifestasi rasa syukur seorang hamba terhadap Allah SWT adalah Shalat lima waktu , mendoakan dan  memohon rahmat dan ampunan bagi kedua orang tua. Hadist Rasulullah  yang diriwayatkan oleh Tsaubah ra. ”ada tiga kelompok orang yang tidak diterima amal perbuatannya yaitu: Orang yang menyekutukan Allah, anak yang durhaka terhadap kedua orang tuanya dan mujahid yang lari dari medan perang.

Pengertian Sifat-Sifat Terpuji (Akhlakul Mahmudah)

Akhlak berasal dari bahasa Arab “akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari “khuluq”, atau

akhlak juga berarti budi pekerti, tabia’at, watak.

Sedangkan menurut istilah akhlak didefenisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

a. Menurut Al-Ghazali, segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan

ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran tanpa pertimbangan.

b. Menurut Abdul Karim Zaidan, nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa sehingga seseorang dapat menilai

perbuatan baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkan perbuatan tersebut.

2.2. Macam-Macam Akhlak Terpuji

Banyak sikap atau prbuatan yang trmasuk kategori sifat terpuji, berikut ini kami uraikan beberapa

di antaranya:

a. Zuhud

Kata zuhud, secara etimologi, berarti yang menunjukkan atas sedikitnya sesuatu. Kata الزهيد,

berarti sesuatu yang sedikit. Sedang kata مزهد, berarti sedikitnya harta. Kata زهد juga dapat diartikan

dengan berpaling dan meninggalkan atau menyendiri, misalnya الدنيا في زهد , artinya للعبادة عنها تخلى ,

artinya menyendiri dari dunia untuk beribadah. Sementara kata الزهادة و الزهد yang juga akar kata zuhud,

berarti meninggalkan untuk mengharap kepada dunia, atau meninggalkan sesuatu karena suatu

kehinaan baginya, kata الزاهد, berarti orang yang berpaling dari dunia karena cinta kepada akhirat. الزهد

juga dapat diartikan sebagai tidak mengharap dan rakus terhadap dunia.

Secara terminologi, Zuhud dapat diartikan dengan suatu keadaan meninggalkan dunia dan hidup

kebendaan. Atau zuhud adalah berpalingnya keinginan terhadap sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik

darinya. Serta zuhud adalah tidak menyukai sesuatu dan menyerahkannya kepada yang lain. Barang

siapa yang meninggalkan kelebihan dunia dan membencinya, lalu mencintai akhirat, maka dia adalah

orang zuhud di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa zuhud yang tertinggi adalah tidak menyukai segala

sesuatu selain Allah swt, bahkan terhadap akhirat.

Dari pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan sesuatu karena

sesuatu itu dinilai sedikit atau kecil dan berpindah kepada sesuatu yang besar. Sesuatu yang sedikit atau

kecil adalah dunia dan sesuatu yang besar adalah akhirat serta yang terbesar adalah Allah SWT.

b. Tawaqal

1. Penertian Tawaqal.

Menurut bahasa, lafal tawakal berasal dari bahasa arab yg artinya bersandar. Menurut istilah ,

tawakal ialah sikap berserah diri kepada Allah setelah melakukan usaha secara maksimal. Seseorang yg

berusaha secara maksimal untuk mencapai suatu keinginan atau cita-cita ,setelah itu dia menerima

dengan ikhlas dan berserah diri kepada Allah atas hasil yg akan dia dapatkan, orang ini disebut

bertawakal.Orang yg bertawakal ,maka ia termasuk orang yg berakhlak mulia

Pengertian Tawakkal menurut para ahli dan ulama yaitu :

Imam al-Ghazâli

Tawakkal adalah menyandarkan diri kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan,

bersandar kepada-Nya dalam kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang

dan hati yang tentram.

Hamka

Tawakkal adalah menyerahkan segala urusan atau perkara ikhtiar dan usaha kepada Allah swt

karena kita lemah dan tak berdaya.

Hamzah Ya’qub

Tawakkal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana,

bersandar kepada kekuatan-Nya dalam melaksanakan suatu pekerjaan, berserah diri kepada-Nya pada

waktu menghadapi kesukaran.

Menurut Imam Ahmad bin Hambal

Tawakkal merupakan aktivitas hati, artinya tawakkal itu merupakan perbuatan yang dilakukan

oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota

tubuh. Dan tawakkal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan. (Al-Jauzi:2004. Hal 337)

Ibnu Qoyim al-Jauzi

Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan) hati dengan menyandarkan

segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas

sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala

‘kecukupan’ bagi diriny, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ (baca ; faktor-faktor yang

mengarakhkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta usaha keras untuk dapat memperolehnya.” (Al-

Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil Amwat wal Ahya’ bidalail minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254)

Adapun menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah menyerahkan diri kepada Allah swt setelah

berusaha keras dan berikhtiar serta bekerja sesuai dengan kemampuan dan mengikuti sunnah Allah

yang Dia tetapkan.Jadi dapat di simpulkan pengertian tawakkal adalah berserah diri kepada Allah

setelah berusaha keras, dan menunggu hasilnya.

2. Ciri-ciri Tawaqal

Mujahadah ( semangat yang kuat )

Sebagai seorang mukmin dan muslim dianjurkan untuk memiliki akhlak yang baik. Salah satunya

tawakkal. Guna terciptanya sosialisasi yang tentram,tenang,dan damai.

Tawakkal bukan hanya sekedar merasakan segala perkara kepada Allah, tetapi diawali dengan

usaha-usaha ataupun jalan-jalannya yang kuat. Setelah itu serahkan hasilnya kepada Allah SWT.

Diantara ciri orang yang bertawakkal ialah memiliki semangat yang kuat. Mempunyai semangat

yang kuat merupakan salah satu akhlak orang mukmin yang dianjurkan oleh Islam.

Orang mukmin yang menempuh cara semacam ini adalah orang yang lebih bagus dan lebih

dicintai Allah Azza wa Jalla daripada orang yang lemah semangatnya, tidak mau bekerja keras

dan mengerjakan atau mencari pekerjaan yang berfaedah. Sepantasnyalah setiap orang untuk

meningkatkan ilmu,budi pekerti, serta kemasyarakatan dan perekonomiannya.

Bersyukur

Ciri lain orang yang bertawakkal ialah ia senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Apabila ia sukses

ataupun berhasil dalam segala urusan ataupun ia mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan ia

tak luput untuk senantiasa bersyukur kepada Allah, karena ia menyadari dan meyakini bahwa semua

yang ia dapatkan itu adalah takdir Allah dan kehendak-Nya.

Dengan bersyukur pula ia akan selalu merasa puas, senang dan bahagia. Seperti dalam firman

Allah :

“ Bersyukurlah kepada-Ku niscaya akan aku tambah nikmatnya, tapi jika tidak bersyukur 

sesungguhnya azabku teramat pedih “

Bersabar

Ciri orang yang bertawakkal selanjutnya ialah selalu bersabar. Sebagai orang mukmin yang

bertawakkal kepada Allah ia akan bersabar, baik dalam proses maupun dalam proses maupun dalam

hasil. Karena dengan inilah ia akan bahagia dan tenang atas apa yang di terimanya. Rosulullah. dalam

buku 1100 hadits terpilih (1991:274) karangan Dr. Muhammad Faiz Almath , Rosulullah SAW bersabda

yang artinya sebagai berikut:

“ Orang yang bahagia ialah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang terkena ujian dan cobaan

dia bersabar.” ( HR. Ahmad dan Abu dawud)

Intropeksi Diri (Muhasabah)

Orang yang bertawakkal salah satu sikapnya ialah intropeksi diri. Dimana ia akan intropeksi diri

apabila ia kurang sukses daam menjalankan sesuatu ia tidak membuat dirinya “drop”, melainnkan ia

selalu intropeksi pada diri, dapat dikatakan muhasabah. Senantiasa mengoreksi apa yang telah

dilakukannya. Setelah itu ia akan berusaha menghindari faktor penyebab suatu kegagalan tersebut serta

senantiasa memberikan yang terbaik pada dirinya.

3. Keutamaan Tawaqal

Adapun keutamaan bagi seorang muslim yang memiliki sifat bertawakal diantaranya adalah

sebagai berikut :

Mendapatkan Cinta dari Allah SWT, Allah berfirman dalam Al-Quran:* øŒÎ) šcr߉ÏèóÁè? Ÿwur šc¼âqù=s? #’n?tã 7‰ymr& Û^qß™§9$#ur öNà2qããô

‰tƒ þ’Îû öNä31t÷zé& öNà6t7»rOr'sù $CJxî 5dOtóÎ/ ŸxøŠx6Ïj9 (#qçRt“óss? 4’n?tã $tB öNà6s?$sù Ÿwur !$tB öNà6t7»|¹r& 3 ª!$#ur 7ŽÎ6yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÌÈ

Artnya: “(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada

di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, Karena itu Allah menimpakan atas kamu

kesedihan atas kesedihan[240], supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari pada

kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( QS.

Ali-Imran 3:153)

Tawakal dapat mencegah adzab Allah SWT.

Dicukupkan rizkinya dan merasakan ketenangan, sesuai firman Allah SWT berikut :

çmø%ã—ötƒur ô`ÏB ß]ø‹ym Ÿw Ü=Å¡tFøts† 4 `tBur ö@©.uqtGtƒ ’n?tã «!$# uqßgsù ÿ¼çmç7ó¡ym 4 ¨bÎ) ©!$# à÷Î=»t/ ¾ÍnÌøBr& 4 ô‰s% Ÿ@yèy_ ª!$# Èe@ä3Ï9 &äóÓx« #Y‘ô

‰s% ÇÌÈ Artinya: “Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang

bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah

melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi

tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 3)

Dikuatkan iman dan dijauhkan dari setan.

Jiwa,harta,anak,dan keluarga senantiasa terjaga.

c. Ikhlas

Ikhlas merupakan amalan hati yang paling utama dan paling tinggi dan paling pokok, Ikhlas

merupakan hakikat dan kunci dakwah para rasul sejak dahulu kala. Ikhlas merupakan istilah tauhid ,

orang- orang yang ikhlas adalah mereka yang mengesankan Allah dan merupakan hamba Nya yang

terpilih. Fungsi Ikhlas dalam amal perbuatan sama dengan kedudukan ruh pada jasad kasarnya, oleh

karena itu mustahil suatu amal dan ibadah dapat diterima yang dilakukan tanpa keikhlasan sebab

kedudukannya sama dengan orang yang melakukan amal dan ibadah tersebut bagai tubuh yang tidak

bernyawa.

Lafaz ikhlas menunjukkan pengertian jernih, bersih dan suci dari campuran dan pencemaran.

Sesuatu yang murni artinya bersihtanpa ada campuran, baik yang bersifat materi maupun nonmateri.

Adapun pengertian ikhlas menurut syara’ adalah seperti yang diungkapkan oleh ibnu qayyim berikut:

Mengesankan Allah dalam berniat bafi yang melakukan ketaatan, bertujuan hanya kepada Nya tanpa

mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. Dan menurut Al- Fairuzabi :” Ikhlas karena Allah , artinya

meninggalkan riya’ dan tidak pamer.

Orang yang ikhlas adalah seseorang yang tidak peduli meskipun semua penghargaan atas dirinya

hilang demi meraih kebaikan hubungan kalbunya dengan Allah, dan orang tersebut tidak ingin apa yang

ia lakukan dipamerkan walaupun sebesar bizi zarahpun.

Sebagaimana Firman Allah SWT:

È@è% ©!$# ߉ç7ôãr& $TÁÎ=øƒèC ¼ã&©! ÓÍ_ƒÏŠ ÇÊÍÈ Artinya: Katakanlah: "Hanya Allah saja yang Aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya

dalam (menjalankan) agamaku". (QS. Az-Zumar: 14)

Dikisahkan oleh Umamah ra, ada seorang laki-laki yang datang menemui Rasulullah SAW dan

bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pendapat Engkau tentang seseorang yang berperang dengan

tujuan mencari pahala dan popularitas diri. Kelak, apa yang akan ia dapat di akherat?” Rasulullah SAW

menjawab, “Dia tidak mendapatkan apa-apa. Orang itu mengulangi lagi pertanyaannya sampai tiga kali.

Tetapi Rasulullah SAW tetap menjawabnya, “Ia tidak menerima apa-apa!” Kemudian Beliau SAW

bersabda,“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan, kecuali yang murni dan yang

mengharapkan ridha-Nya”. (HR. Abu Daud dan Nasa’i).

Keterangan itu menjelaskan kepada kita agar meluruskan niat dalam beramal. Amal perbuatan

sangat tergantung pada niat. Niat yang baik akan mendapatkan pahala, walaupun amalan itu sangat

kecil. Tetapi niat yang buruk akan mendapatkan dosa walaupun amalan itu sangat besar menurut

syariat. Berjihad merupakan amalan yang sangat besar dan memerlukan pengorbanan yang sangat besar

pula, baik harta maupun tenaga, bahkan bisa mempertaruhkan nyawa. Pahalanya pun luar bisa. Mati

syahid merupakan mati yang paling mulia. Tetapi, jika niatnya buruk, umpamanya karena niat ingin

disebut sebagai pejuang yang hebat, maka hasil yang didapatkan adalah kehinaan dan kesengsaraan di

akherat nanti.

Demikian pula ikhlas merupakan dasar dari amalan hati, sedangkan pekerjaan anggota tubuh

lainnya mengikut padanya dan menjadi pelengkap baginya. Ikhlas dapat membesarkan amal yang kecil

hingga menjadi seperti gunung.

d. Jihad

Jihad di jalan Allah SWT adalah mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk memerangi

orang-orang kafir dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT dan meninggikan kalimat-Nya.

Yang terpenting jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan

kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila umat Islam meninggalkan jihad di jalan

Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shohih :

YنPن\ عY م\عYتS قPالP عSمPرP اب Pس PولSس Pه\ ر� �هS صPل�ى الل Yه\ الل Pي �مP عPل ل PسPو SولSقP \ذPا ي SمY إ PعYت Pاي Pب Pة\ ت Yع\ين \ال SمY ب ذYت PخP PقPر\ وPأ Yب Pال Pاب PذYن ض\ي أ PرPوYمS ع\ ت Yر \الز� SمY ب Yت ك PرP هPادP وPت Yج\ ل�طP ال Pس Sه� SمY الل Yك Pي Yز\عSهS الP ذSال� عPل Pن �ى ي ت Pوا حSج\ع YرP \لPى ت SمY إ \ك د\ين

Dari Ibnu Umar beliau berkata: “Aku mendengar Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta

meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak

mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud)

Sedangkan Pengertian jihad menurut para ulama seperti Ibnu Qadama Al Maqdisi, Ibnu

Taymiyyah dan Ibnu Aabideen: “Perjuangan dengan segenap usaha hanya karena Alloh, dengan jiwa,

didukung dengan harta, perkataan, mengumpulkan bantuan para Mujahidin atau dengan cara yang lain

untuk membantu perjuangan” (seperti halnya melatih orang). Mereka mengambil dari ayat,

“...Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah

dengan harta dan dirimu…..” (QS. 9:41), sebagai keterangan dari pengertian tersebut.

Di samping juga jihad bukanlah perkara mudah bagi jiwa dan memiliki hubungan dengan

pertumpahan darah, jiwa dan harta yang menjadi perkara agung dalam Islam sebagaimana disampaikan

oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

¶مµ فإ²ن± ¶مµ أعµراضك¶مµ و د²ماءك والك µوأم µك¶مµمة² حرام· علي µر ك¶مµ كح¶ ر²ك¶مµ ف²ي هذا يوµم² µبلد² ف²ي هذا شهµ²لى هذا ك¶م نرب±ك¶مµ يوµم² إ µقوµأال تل µت¶ هلµقال¶وا بل±غ µم± قال نعم هدµ الل±ه¶ µاش µي¶بل¾غµد¶ فل اه²  الµغائ²ب الش±

ب± بل±غ¿ فر¶ ع¶وابعµد²ي فال سام²ع¿ م²نµ أوµعى م¶ ج² µا تر Áار ر²ب¶ ك¶ف± µيض µك¶م بعµض¿ ر²قاب بعµض¶“Sesungguhnya darah, kehormatan dan harta kalian diharamkan atas kalian (saling menzholiminya)

seperti kesucian hari ini, pada bulan ini dan di negri kalian ini sampai kalian menjumpai Robb kalian.

Ketahuilah apakah aku telah menyampaikan ?” Mereka menjawab, “Ya”. Maka beliau pun bersabda,

“Ya Allah persaksikanlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena

terkadang yang disampaikan lebih mengerti dari yang mendengar langsung. Maka janganlah kalian

kembali kufur sepeninggalku, sebagian kalian saling membunuh sebagian lainnya.” (Muttafaqun ‘Alaih)

e. Amanah

Kata amanah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang

dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. Definisi amanah tersebut memberikan pengertian bahwa

setiap amanah selalu melibatkan 2 pihak yaitu si pemberi amanah dan si penerima amanah. Lebih

jelasnya, hubungan keduanya dapat dijelaskan dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya manusia secara individu diberi amanah berupa umur oleh Allah. Pertanyaannya adalah

digunakan untuk apa umur tersebut? Apakah umur itu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat seperti

bekerja, melaksanakan ibadah puasa, membaca Al Qur’an, dan yang lainnya. Bila kita sebagai individu

sudah melaksanakan amanah tersebut sesuai tuntunan-Nya, maka kita pantas disebut orang yang dapat

dipercaya alias bisa menjalankan amanah dari-Nya. Sebaliknya bila kita salah menggunakan amanah

tersebut misalnya bermalas-malasan, tidak mau bekerja, hanya berdiam saja di rumah, maka kita oleh

Allah dianggap orang yang tidak dapat dipercaya alias tidak beramanah seperti dalam firman Allah,

yaitu:

$pkš‰r'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qçRqèƒrB ©!$# tAqß™§9$#ur (#þqçRqèƒrBur öNä3ÏG»o »Y tBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇËÐÈ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad)

dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu

Mengetahui.” (QS. Al-Anfaal: 27)

Selain itu, contoh lainnya dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam berorganisasi. Adakah

amanah di dalamnya? Tentu ada. Amanah apa yang dipikul seorang pemimpin atas anggota yang

dipimpinnya. Tidak lain adalah mengajak, membimbing, dan mengarahkan anggotanya untuk

berperilaku sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak hanya sejahtera di dunia juga di

akhirat. Oleh karena itu, menjadi pemimpin umat beragama tidaklah mudah karena setiap kata dan

tindakannya akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia apalagi di akhirat kelak. Seperti lazimnya

dilakukan oleh organisasi, hal tersebut direalisasikan dalam bentuk Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ).

LPJ itu lah yang merupakan wujud amanah yang diemban oleh sang pemimpin dan jajarannya. Jadi,

amanah tidaknya seseorang pemimpin bukan dilihat dari penampilan fisik, materi atau keturunan, tetapi

lebih ditentukan oleh kinerja. Misalnya bagaimana sang pemimpin mampu memobilisasi

(menggerakkan) anggota serta mengorganisir sedemikian rupa sehingga mampu memberdayakan

potensi anggota untuk kemaslahatan bersama sehingga yang menjadi tujuan utama adalah untuk

kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa amanah bisa diperlihatkan dalam berbagai aspek

kehidupan sehari-hari seperti kehidupan individu, keluarga, masyarakat, hingga negara. Dan setiap

amanah yang diemban oleh individu akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di

akhirat. Jika tidak melaksanakan amanah dengan baik maka ia tidak memiliki iman yang kuat.

2.1. Akhlak Kepada Allah SWTAkhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan itu memiliki cirri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebut dalam latar belakang tadi. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT.Pertama, karena Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang rusuk, hal ini sebagaimana di firmankan Allah SWT dalam surat At-Thariq ayat 5-7, sebagai berikut :

) Pق\ ل Sخ م\م� Sان PسY \ن Yاإل YظSر\ Pن ـي Yـ دPاف\ق�) (۵فPال مPآء� Yم\ن Pل\قSب\) (۶خ\ آئ Pر� وPالت الص�لYب\ Yن\ Pي ب Yم\ن Sج SرYخP )۷يArtinya : “(5). Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6). Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar, (7). Yang terpancar dari tulang sulbi (punggung) dan tulang dada”.Kedua, karena Allah SWT –lah yang telah member perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah SWT dalam syrat An-Nahl ayat 78 :

, PةPد\ PفYئ YاألPو PارPصY Pب YاألPو PعYم الس� SمS Pك ل PلPعPجPو cا Yئ ي Pش PنYوSمP PعYل ت P ال YمS \ك م�هPاتS أ SطSوYن\ ب Yم\ن YمS جPك PخـرP أ SاللهPو ,

) PنYو SرS ك YشP ت YمS �ك عPل Pـ )۷۸لArtinya : “(78). Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan DIa memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.Ketiga, karena Allah SWT –lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah SWT dalam surat Al-Jasiyah ayat 12-13 :

) PنYو SرS ك YشP ت YمS �ك PعPل وPل \ه\ فPضYل Yم\ن PغSوYا Yت Pب \ت وPل مYر\ه\P \أ ب Yه\ ف\ي SكYلSفY ال Pر\يYجP \ت ل PرYحP Yب ال SمS Pك ل Pخ�رPس Yذ\ي� ال S۱۲الله(

) , PنYو Sر� PفPك Pت ي � \قPوYم ل Pات ي آل\ Pال\كPذ ف\ى \ن� إ SهY م\ن Yعcا جPم\ي رYض\P Yاأل ف\ى وPمPا مPاوPات\ الس� ف\ى مPا YمS Pك ل Pخ�رPسP۱۳و(

Artinya : “(12). Allah -lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-NYa, dan agar kamu bersyukur, (13). Dan Dia menundukan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.Keempat, Allah SWT –lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan daratan dan lautan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Israa’ ayat 70 :

Yم\م�ن Yر� \ب Pث ك عPلPى YمSاهP Yن وPفPض�ل Pات\ Áب الط�ي Pم\ن YمSاهP قYن Pز PرPو PحYر\ Yب وPال ÁرP Yب ال ف\ى YمSاهP Yن وPحPمPل PمPأد Yي\ Pن ب Pا مYن Pر� ك YدPقP وPل) c Yال PفYض\ي ت Pا PقYن ل P٧٠خ(

Artinya : “(70). Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di ats banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”.Dari sedikit uraian diatas, kita memang benar perlu untuk berakhlak kepada Allah SWT. Karena alasan-alasan di atas adalah tolak ukur yang tepat dan terdapat perintah Allah SWT di dalamnya bahwa kita sebagai seorang muslim memang diharuskan untuk berakhlak kepada Sang Pencipta.

2.2. Macam Akhlak Kepada Allah SWT2.2.1. Taat Terhadap Perintah-NyaHal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah –Nya., padahal Allah SWT –lah yang telah memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah SWT berfirman dala Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 65 :Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian

tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.Kendati demikian, taat keada Allah SWT merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam Sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat diatas dengan bersabda :“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah dating dariku (Al-Qur’an dan Sunnah)”. (HR. Abi Ashim Al-Syaibani)2.2.2. TawakalTawakal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha, dalam surat Al-Mulk ayat 15 di jelaskan, bahwa manusia di syariatkan berjalan di muka bumi utuk mecari rizki dengan berdagang, bertani dan lain sebagainya.Sahl At-Tusturi mengatakan, “Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah melncela sunatullah (ketetentuan yang Allah SWT ciptakan). Barang siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah SWT) maka dia telah meninggalkan keimanan”.

2.2.3. Memiliki Rasa Tanggung Jawab Atas Amnanah Yang Di Embankan PadanyaEtika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan padanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan ini-pun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini apapun yang Allah SWT berikan padanya, maka itu meruakan amanah yang kelak akan diminta pertanggung jawaban dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda.Dari ‘Umar R.A, Rasulullah SAW bersabda :“Setia kalian adalah peminpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang Amir (presiden/imam/ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggujng jawab atas aa yang dipimpinnya”. (HR. Muslim).

2.2.4. Ridlo terhadap ketentuan Allah SWTEtika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adala ridla terhadap segala ketentuan yang telah Allah SWT berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun keluarga yang kurang mampu, bentuk fisik yang Allah SWT berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin terhadap apaun yang Allah SWT berikan padanya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan. Rasulullah SAW bersabda :“Sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Bukhari).Apalagi terkadangsebagai seorang manusia, pengetahuan atau pendangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik, justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki nilai kebaikan bagi diri kita.

2.2.5. Senantiasa Bertaubat Kepada-NyaSebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini merupakan sifat dan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah SWT manakala kita sedang terjerumus kedalam “kelupaan” sehingga berbuat kemaksiatan kepada –Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :“Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunterhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui”.

2.2.6. Obsesinya Adalah Keridloan IllahiSeseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi

dalam segala aktifitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan beraktifitas untuk mencari keridloan atau pujian atau apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridloan Allah SWT tersebut, “terpaksa” harus mendapatkan “ketidaksukaan” dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita :“Barang siapa yang mencari keridloan Allah dengan adanya kemurkaan manusia, maka Allah akan memberikan keridloan manusia juga. Dan barang siapa mencari keridloan manusia dengnan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan kebencian-Nya pada manusia”. (HR. Tirmidzi Al-Qodlo’i dan Ibnu Asakir).Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, otientasi yang dicarinya tentulah hanya keridloan manusia. Ia tidak akan peduli, apakah Allah menyukai tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh orang lain.

2.2.7. Merealisasikan Ibadah Kepada-NyaEtika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang mulim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdloh, ataupun ibadah yang ghairu mahdloh. Karena, pada hakekatnya seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”.Oleh karenanya, sebagai aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdloh saja, seperti puasa, shalat, haji dan lain sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktifitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hukum Allah SWT di muka bumi ini. Sehingga islam menjadi pedoman hidup yang direalisasikan oleh masyarakat islam pada khhususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya.

2.2.8. Banyak Membaca Al-Qur’anEtika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang muslim terhadap Allah SWT adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman –Nya. Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin yang mecintai Allah SWT, tentulah ia akan selalu menyebut-nyebut asma –Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firman –Nya. Apalagi manakala kita mengetahui keutamaan membaca Al-Qur’an yang demikian besarnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan kepada kita :“Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafa’at di hari kiamat kepada para pembacanya”. (HR. Muslim)Adapun bagi mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, maka hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik. Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an tersebut, maka Allah SWT –pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya. Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda :“Orang (mu’min) yang membaca Al-Qur’an dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan bersama malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mu’min yang membaca Al-Qur’an sedang ia terbata-bata membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat”. (HR. Bukhori Muslim).2.3. Akhlak Kepada Rasulullah SAWSelain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim di haruskan untuk berakhlak kepada Nabi SAW. Karena dari beliaulah kita banyak mendapatkan warisan yang bisa kita warikan lagi turun-menurun ke anak cucu kita.Saat Rasulullah SAW wafat, beliau meninggalkan dua warisan yang berharga, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Orang yang berpegang teguh pada keduanya dipastikan tidak akan tersesat selamanya. Saat ini, tidak sedikit orang yang melupakan, bahkan mematikan sunnah beliau. Tidak hanya itu, mereka kemudian malah beralih pada tradisi dan adat istiadat yang justru tidak sesuai dengan syari‘at.Makalah ini mencoba mengingatkan kita tentang sebagian sunnah Rasulullah SAW yang telah dilupakan oleh banyak orang. Baik itu sunnah yang berbentuk perkataan maupun perbuatan beliau. Dan makalah ini pula mencoba mengajak kita untuk kembali menghidupkan sunnah Rasulullah SAW sebagai bentuk komitmen cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, yang menyuruh kita untuk mengikuti sunnah beliau.

2.4. Macam Akhlak Kepada Rasulullah SAW2.4.1. Menghidupkan SunnahDalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan bahwa, kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk menghidupkan sunah-sunah yang telah beliau wariskan. “Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR Ibnu Majah)Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi : “Barang siapa menghidupkan salah satu sunnahku yang telah dimatikan, sesudahku (sesudah aku meninggal dunia), maka bagi orang tersebut pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya, tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala mereka.” (HR. At-Tirmidzi).2.4.2. Taat“Hai orang-orang yg beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.”Allah SWT menyeru hamba-hamba-Nya yg beriman dengan seruan “Hai orang-orang yg beriman” sebagai suatu pemuliaan bagi mereka karena merekalah yg siap menerima perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Dengan seruan iman merekapun menjadi semakin siap menyambut tiap seruan Allah SWT. Kewajiban taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya adalah dengan melaksanakan perintah-perintah -Nya serta larangan-larangan -Nya.Kaum muslimin harus taat kepada Ulil Amri apabila dalam memerintah mereka menyeru kepada yg ma’ruf dan mencegah yg munkar. Akan tetapi jika mereka menyuruh kepada hal-hal yg dapat melalaikan kewajiban untuk taat kepada Allah SWT atau bahkan menyuruh perbuatan yang melanggar aturan Allah SWT maka tiap kita kaum muslimin tidak boleh menaatinya. Rasulullah SAW telah bersabda yg artinya “Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yg ma’ruf dan tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam maksiat terhadap sang Khaliq.Jika terjadi perbedaan pendapat di antara kaum muslimin atau antara mereka dengan Ulil Amri atau sesama Ulil Amri maka wajib baginya mengembalikan persoalan itu kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yaitu dgn merujuk kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.Jika benar-benar beriman seseorang hanya akan kembali kepada kitabullah dan unnah Rasul-Nya dalam menyelesaikan segala perkara dan tidak akan berhukum kepada selain keduanya. Jika tidak maka iman seseorang dapat diragukan dari ketulusannya.Jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia akan taat kepada Allah dan Rasul-Nya karena ia mengimani benar bahwa Allah SWT sesungguhnya Maha Mengetahui segala sesuatu baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Iman kepada hari akhir akan membuat seseorang berpikir akan akibat segala perbuatannya yg dilakukannya di dunia. Pada hari akhir seluruh amal anak Adam akan dibalas, jika baik maka baik pula balasannya, namun jika buruk maka buruk pula balasannya. Boleh jadi seseorang dapat menghindari hukuman di dunia namun tidak akan dapat seseorang menghindar dari hukuman akhirat.Dalam hal taat dan mengembalikan segala perselisihan kepada Allah dan Rasul-Nya terdapat kebaikan bagi orang-orang mukmin baik di dunia maupun di akhirat. Akibatnya lebih baik bagi mereka dari pada bermaksiat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya atau kembali kepada selain-Nya.Perlu kita ketahui bahwa apabila manusia berlepas diri dari hukum Allah SWT niscaya mereka menjadi budak-budak setan dan hawa nafsu. Hal itu akan membuat seseorang dapat berhenti berselisih. Seseorang ingin mendapatkan kebebasan mutlak tetapi yg terjadi justru adalah menjadi budak setan dan hawa nafsunya.2.4.3. Membaca Shalawat dan SalamSelawat atau Shalawat (bahasa Arab: صلوات) adalah bentuk jamak dari kata salat yang berarti doa atau seruan kepada Allah SWT. Membaca shalawat untuk Nabi SAW, memiliki maksud mendoakan atau memohonkan berkah kepada Allah SWT untuk Nabi SAW dengan ucapan, pernyataan serta pengharapan, semoga beliau (Nabi SAW) sejahtera (beruntung, tak kurang suatu apapun, keadaannya tetap baik dan sehat).Salam berarti damai, sejahtera, aman sentosa dan selamat. Jadi saat seorang muslim membaca selawat untuk Nabi SAW, dimaksudkan mendoakan beliau semoga tetap damai, sejahtera, aman sentosa dan selalu mendapatkan keselamatan.Membaca Selawat harus disertai dengan niat dan dengan sikap hormat kepada Nabi SAW. Orang yang membaca shalawat untuk Nabi SAW hendaknya disertai dengan niat dan didasari rasa cinta kepada beliau dengan tujuan untuk memuliakan dan menghormati beliau. Dalam penjelasan

hadits (Akhbar Al-Hadits) disebutkan bahwa apabila seseorang membaca shalawat tidak disertai dengan niat dan perasaan hormat kepada Nabi SAW, maka timbangannya tidak lebih berat ketimbang selembar sayap. Nabi saw bersabda : “Sesungguhnya sahnya amal itu tergantung niatnya”.Ada tiga perkara yang timbangannya tidak lebih berat dari pada selembar sayap, yaitu :1. Shalat yang tidak disertai dengan tunduk dan khusyuk.2. Dzikir dengan tidak sadar. Allah SWT tidak akan menerima amal orang yang hatinya tidak sadar.3. Membaca Shalawat untuk Nabi Muhammad SAW tidak disertai dengan niat dan rasa hormat.Nabi SAW bersabda : “Dan kalau kamu membaca shalawat, maka bacalah dengan penuh penghormatan untuk ku.”Membaca shalawat untuk mencintai dan memuliakan Nabi SAW. Siti Aisyah ra. berkata : “Barangsiapa cinta kepada Allah SWT, maka dia banyak menyebutnya dan buahnya ialah Allah SWT akan mengingat dia, juga memberi rahmat dan ampunan kepadanya, serta memasukannya ke surga bersama para Nabi dan para Wali. Dan Allah SWT memberi kehormatan pula kepadanya dengan melihat keindahan-Nya. Dan barang siapa cinta kepada Nabi SAW maka hendaklah ia banyak membaca shalawat untuk Nabi SAW dan buahnya ialah ia akan mendapat syafa’at dan akan bersama beliau di surga.”Selanjutnya Nabi SAW bersabda : “Barang siapa membaca selawat untukku karena memuliakanku, maka Allah SWT menciptakan dari kalimat (shalawat) itu satu malaikat yang mempunyai dua sayap, yang satu di timur dan satunya lagi di barat. Sedangkan kedua kakinya di bawah bumi sedangkan lehernya memanjang sampai ke Arasy”. Allah SWT berfirman kepadanya : “Bacalah selawat untuk hamba-Ku, sebagaimana dia telah membaca selawat untuk Nabi-Ku. Maka Malaikat pun membaca selawat untuknya sampai hari kiamat.”2.4.4. Mencintai Keluarga Nabi SAWRasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan dua perkara yang besar untuk kalian, yang pertama adalah Kitabullah (Al-Quran) dan yang kedua adalah Ithrati (Keturunan) Ahlulbaitku. Barangsiapa yang berpegang teguh kepada keduanya, maka tidak akan tersesat selamanya hingga bertemu denganku di telaga al-Haudh.” (HR. Muslim dalam Kitabnya Sahih juz. 2, Tirmidzi, Ahmad, Thabrani dan dishahihkan oleh Nashiruddin Al-Albany dalam kitabnya Silsilah Al-Hadits Al-Shahihah).Marilah kita letakkan segala bentuk fanatisme yang ada di pundak kita selama ini. Tidak dipungkiri lagi bahwa keluarga Nabi SAW yang terkenal dengan sebutan Ahlulbait adalah manusia-manusia yang mempunyai kelebihan dan keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya setelah Rasulullah SAW. Akan tetapi sangat disayangkan sekali bahwa banyak sekali kaum Muslimin yang melupakan dan bahkan tidak mengetahui eksistensi mereka (keluarga Nabi SAW).Hadits di atas adalah salah satu dari puluhan bukti otentik yang sangat jelas yang mengisyaratkan kepada kita semua bahwa begitu besar keutamaan mereka hingga Nabi SAW berwasiat kepada para sahabatnya dan kita khususnya sebagai umat Islam agar selalu berpegang teguh kepadanya (Al-Quran & Ahlulbait), jika tidak maka akan tersesatlah mereka yang berpaling dari dua perkara besar tersebut (Ats-Tsaqalain).Mengapa keluarga Nabi Saw? Apakah beliau Saw berkata seperti itu hanya dikarenakan faktor kasih sayang beliau terhadap keluarganya dan juga karena hubungan darah semata? Tentu saja tidak, karena segala perkataan yang keluar dari mulut suci beliau pasti atas dasar petunjuk dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.” (QS. An-Najm: 3-5)Marilah kita bertabarruk dengan mempelajari ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits sahih yang berkenaan dengan Ahlulbait Rasulullah kemudian membuka mata dan hati kita untuk melihat kemuliaan-kemuliaan mereka yang selama ini tidak kita ketahui agar kita dapat mencintai mereka dan mengikuti apa yang diajarkan oleh mereka ‘alaihimussalam.2.4.5. ZiarahKata ziarah berasal dari bahasa arab yaitu ziaroh, yang berarti masuk atau mengunjungi. Yaitu kunjungan yang dilakukan oleh orang islam ketempat tertentu yang dianggap memiliki nilai-nilai sejarah. Namun sering kali kata ziarah disebut oleh kebanyakan orang adalah berkunjung ke makam dan dan mendoakannya sambil mengingat akan diri sendiri dan mengambil pelajaran tentang kematian. Kegiatan berziarah tersebut terbagi dua bagian, yakni beerziarah menurut

syari’at dan berziarah yang berbentuk bid’ah.Pada awal sejarah islam, yang namanya ziarah itu diharamkan bagi laki-laki maupun perempuan, dikarenakan hawatir akan goncangnya keimanan. Namun, ketika aqidah umat islam sudah demikian mantapdan telah diketahui hukum berziarah serta tujuannya, maka dibolehkan karena pula ada hadits yang membolehkannya. Madzhab syafi’i berpendapat bahwa ziarah kubur hukumnya sunnah, sedangkan kaum wahabi mengatakan bahwa ziarah kubur hukumnya mubah.

Share this:

Twitter 1 Facebook 23

Akhlak terhadap Allah SwtAkhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan itu memiliki ciri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebut diatas. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah. Pertama, karena Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut :

)٧(والترائب الصلب بين من يخرج) ٦(دافق ماء من خلق) ٥(خلق مم فلينظراالنسان( ٧-0 : ق الطار )Artinya : (5) "Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6). Dia tercipta dari air yang terpancar, (7). yang terpancar dari tulang sulbi dan tulang dada. (at-Tariq:5-7)

Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78. (تشكرون لعلكم فئدة واال بصار واال السمع لكم وجعل شيئا تعلمون ال تكم امها بطون من اخرجكم والله

)٧٨ : النحلArtinya: "Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur. ( Q.S an-Nahal : 78) Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah ayat 12-13.)١٢ (تشكرون ولعلكم فضله من ولتبتغوا بامره فيه الفلك لتجري البحر سخرلكم الذي الله يتفكرون لقوم اليت ذلك في ان منه جميعا االرض في وما السموات في ما سخرلكم و ( ١٣-١٢: ثية الجا ) Artinya (13) "Allah-lah yang menundukkan lautan untuk kamu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, supaya kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (13), "Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu yang berpikir.(Q.S al-Jatsiyah :12-13 ).Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat Al-Israa' ayat, 70.

تفضيال خلقنا كثيرممن على وفضلنهم طيبت من ورزقنهم والبحر البر في وحملنهم ادم بني كرمنا ولقد)٧٠االسراء(

Artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut mereka dari daratan dan lautan, Kami beri mereka dari rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S al-Israa : 70). Sementara itu menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya yang berjudul "Membina Moral dan Akhlak" bahwa akhlak terhadap Allah, itu antara lain :

a. Cinta dan ikhlas kepada Allah SWT.b. Berbaik sangka kepada Allah SWT.c. Rela terhadap kadar dan qada (takdir baik dan buruk) dari Allah SWT.d. Bersyukur atas nikmat Allah SWT.e. Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.f. Senantiasa mengingat Allah SWT.g. Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT.h. Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT.Dari uraian-uraian diatas dapat dipahami bahwa akhlak terhadap Allah SWT, manusia seharusnya selalu mengabdikan diri hanya kepada-Nya semata dengan penuh keikhlasan dan bersyukur kepada-Nya, sehingga ibadah yang dilakukan ditujukan untuk memperoleh keridhaan-Nya.Dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah, terutama melaksanakan ibadah-ibadah pokok, seperti shalat, zakat, puasa, haji, haruslah menjaga kebersihan badan dan pakaian, lahir dan batin dengan penuh keikhlasan. Tentu yang tersebut bersumber kepada al-Qur'an yang harus dipelajari dan dipelihara kemurnianya dan pelestarianya oleh umat Islam.

Sumber: http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1973692-akhlak-terhadap-allah-swt/#ixzz2fcNXNPzP

MACAM-MACAM AKHLAK TERHADAP ALLAH

Diantara akhlak terhadap allah swt adalah:

1. Taat terhadap perintah-perintah-Nya.

Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya. Sebab bagaimana mungkin ia tidak mentaati-Nya, padahal Allah lah yang telah memberikan segala-galanya padadirinya. Allah berfirman (QS. 4 : 65):

“Maka demi Rab-mu, mereka pada hakekatnyatidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemdian mrekea tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap ptutusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”

Karena taat kepada Allah merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat di atas dengan bersabda:

“Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah datang dariku (Al-Qur’an dan sunnah)." (HR. Abi Ashim al-syaibani).

2. Memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diembankan padanya.

Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan inipun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini, apapun yang Allah berikan padanya, maka itu merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban dari Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda:Dari ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda:

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang amir (presiden/ imam/ ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita juga merupakan pemimpin atas rumah keluarganya dan juga anak-anaknya, dan ia bertanggung

jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya." (HR. Muslim)

3. Ridha terhadap ketentuan Allah SWT.

Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin (baca; tsiqah) terhadap apapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

" sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Bukhari)

Apalagi terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau pandangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki kebaikan bagi diri kita.

4. Senantiasa bertaubat kepada-Nya.

Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah, manakala sedang terjerumus dalam ‘kelupaan’ sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam

Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 3 : 135) :

"Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui."

5. Obsesinya adalah keridhaan ilahi.

Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akanm memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktivitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan beraktivitas untuk mencari keridhaan atau pujian atau apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridhaan Allah tersebut, ‘terpakasa’ harus mendapatkan ‘ketidaksukaan’ dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita:

"Barang siapa yang mencari keridhaan Allah dengan ‘adanya’ kemurkaan manusia, maka Allah akan memberikan keridhaan manusia juga. Dan barang siapa yang mencari keridhaan manusia dengan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan kebencian-Nya pada manusia." (HR. Tirmidzi, Al-Qadha’I dan ibnu Asakir).

Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, otientasi yang dicarinya tentulah hanya keridhaan manusia. Ia tidak akan perduli, apakah Allah menyukai tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh oran lain.

6. Merealisasikan ibadah kepada-Nya.

Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdhah, ataupun

ibadah yang ghairu mahdhah. Karena pada hakekatnya, seluruh aktiivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an Allah berberfirman (QS. 51 : 56):

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”

Oleh karenanya, segala aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdhah saja, seperti shalat, puasa haji dan sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktivitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hokum Allah di muka bumi ini. Sehingga Islam menjadi pedoman idup yang direalisasikan oleh masyarakat Islam pada khususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya.

7. Banyak membaca al-Qur’an.

Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman-Nya. Seseeorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin, yang mencintai Allah SWT, tentulah ia akan selalu menyebut-nyebut Asma-Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firman-Nya. Apalagi menakala kita mengetahui keutamaan membaca Al-Qur’an yang dmikian besxarnya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan kepada kita:

"Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafaat di hari kiamat kepada para pembacanya." (HR. Muslim).

Adapun bagi mereka-mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, maka hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik. Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an tersebut, maka Allah pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:

"Orang (mu’min) yang membaca Al-Qur’an dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mu’min yang membaca Al-Qur’an, sedang ia terbata-bata dalam membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat." (HR. Bukhori Muslim)

B. ANALISIS

Kalau kita mendengar kata akhlak seakan fokus pikiran kita hanya terbentuk pada senyuman dan keramahan. Padahal maksud akhlak yg sebenar jauh melampaui sekedar senyuman dan keramahan. Karena penjabaran akhlak dalam perilaku sehari-hari bukanlah suatu hal yg terpecah-pecah semua terintegrasi dalam satu kesatuan utuh termasuk bagaimana akhlak kita kepada Allah. Akhlak kita kepada Allah SWT harus dipastikan benar-benar bersih. Orang yang menjaga akhlak kepada Allah hati benar-benar putih seperti putih air susu yg tak pernah tercampuri apapun. Bersih sebersih-bersihnya. Bersih keyakinan tak ada sekutu lain selain Allah. Tidak ada satu tetes pun di hati meyakini kekuatan di alam semesta ini selain kekuatan Allah SWT sehingga ia sangat jauh dari sifat munafik.Tapi kenyataannya sekarang mengapa masih banyak diantara kita yang seolah jauh dari semua itu? Padahal dari sekolah tingkat dasar kita sudah diajarkan tentang bagaimana kewajiban kita terhadap Allah, bahkan sejak kecil sudah di beritahukan tentang semua itu toh sekarang kenapa masih banyak yang tidak mengamalkannya ?Akhlak ialah salah satu faktor yang menentukan derajat ke-islaman dan keimanan seseorang. Akhlak yang baik adalah cerminan baiknya akidah dan syariah yang diyakini seseorang. Buruknya akhlak merupakan indikasi buruknya pemahaman seseorang terhadap akidah dan syariah.” Paling sempurna orang mukmin imannya adalah yang paling luhur akidahnya.”(H.R. Tirmidzi)“Sesungguhnya kekejian dan perbuatan keji itu sedikitpun bukan dari Islam dan sesungguhnya sebaik-baik keislaman manusia adalah yang paling baik akhlaknya.” (H.R. Thabrani, Ahmad dan Abu Ya’la)“Hai Abu Dzar, maukah kutunjukkan dua perkara yang sangat ringan dipikul dan lebih berat timbangan daripada perkara-perkara lainnya?”Abu Dzar menjawab,”Mau ya Rasulullah.” Rasulullah berkata,”Engkau harus berakhlak

luhur dan banyak berdiam mulut (tidak banyak bicara). Maka demi Allah yang jiwaku berada pada kekuasaan-Nya, tidak ada yang lebih indah dari manusia-manusia ciptaan-Nya daripada mereka yang mengerjakan kedua perkara tersebut.”(H.R. Tabrani dan Abu Ya’la)Akhlak adalah buah dari  ibadah.“Sesungguhnya shalat itu mencegah orang melakukan perbuatan keji dan mungkar.” (Q.S. 29:45)

Keluhuran akhlak merupakan amal terberat hamba di akhirat.“Tidak ada yang lebih berat timbangan seorang hamba pada hari kiamat melebihi keluhuran akhlaknya.”(H.R. Abu Daud dan At Tirmizi)Akhlak merupakan lambang kualitas seorang manusia, masyarakat, umat karena itulah akhlak pulalah yang menentukan eksistensi seoran muslim sebagai makhluk Allah swt.“Sesungguhnya termasuk insan pilihan diantara kalian adalah yang terbaik akhlaknya.”(Muttafaq’alaih)“Seburuk-buruk umatku adalah orang yang banyak omong, bermulut besar dan berlagak pandai. Dan sebaik-baik umatku adalah mereka yang paling baik akhlaknya.”(H.R. Bukhari)

Adapun akhlak yang berhubungan dengan sesama muslim diajarkan oleh syariat Islam sebagai berikut:

Memenuhi janji ( al Isra : 34, an Nahl : 91, Al Maidah :1, As Shaff : 2-3)Menghubungkan tali persaudaraan (An Nisa : 36, )Dari Anas ra. bahwa Rasulullah bersabda: “Siapa yang ingin dilapangkan untuknya rizkinya dan diakhirkan untuknya dalam ajalnya maka hendaklah menyambung tali silaturahimnya.” ( HR.Bukhari-Muslim)Dari ‘Aisyah ra. dia berkata “Rahim itu digantung diatas ‘Arsy, dia berkata: “Siapa yang menyambungku maka Allah akan menyambungnya dan siapa yang memutusku maka Allah akan memutusnya.” (HR.Bukhari-Muslim) Waspada dan menjaga keselamatan bersama (Al Maidah : 2, Al Asr:1-3)Berlomba mencapai kebaikan (Al Baqoroh: 148, Ali Imron : 133)Bersikap adil (an Nahl : 90, Al Hujurut : 9)Tidak boleh mencela dan menghina (Al Hujurat : 11, Al Humazah : 1 )Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah berkata:”Cukuplah kejelekan seseorang jika menghina saudaranya sesama.” (HR.Muslim)Tidak bolaeh bermarahan (Al Qalam : 4, Ali ‘Imron : 134)Menjaga rahasia (Al Isra : 34)Mengutamakan orang lain (Al Hasyr : 9, Al Insan : 8)Saling memberi hadiah. “ Hendaklah kalian saling memberi hadiah pasti kalian saling mencintai.” (HR.Al Baihaqi).Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur'an berkaitan dengan perlakuan sesama manusia. Petunjuk dalam hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negative seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, tetapi juga sampai kepada menyakiti hati dengan cara menceritakan aib sesorang dibelakangnya, tidak perduli aib itu benar atau salah. Dalam hal ini Allah berfiman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 263 yakni:   ة ( : البقر حليم غني والله اذى يتبعها صدقة من خير ومغفرة معروف )٢٦٣قولArtinya: "Perkataan yang baik dan pemberian ma'af, lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerimanya), Allah Maha Kaya Lagi Maha Penyantun.(al-Baqarah :263)Di sisi lain Al-Qur'an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukan secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan yang baik, hal ini dijelaskan dalam surat an-Nur ayat 24 yakni :  النور ( : يعملون كانو بما وارجلهم وايديهم السنتهم عليهم تشهد )٢٤يومArtinya: "Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjaka (An-Nur : 24).  

Rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia.

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima) (QS Al-Baqarah [2]: 263).

Di sisi lain Al-Quran menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Nabi Muhammad saw --misalnya-- dinyatakan sebagai manusia seperti manusia yang lain.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya (QS An-Nur [24]: 27).Salam yang diucapkan itu wajib dijawab dengan salam yang serupa, bahkan juga dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik (QS An-Nisa' [4]: 86).Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia (QS Al-Baqarah [2]: 83).

Bahkan lebih tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan kedudukan mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar,

"Dan katakanlah perkataan yang benar" (QS Al-Ahzab [33]: 70).

Tidak wajar seseorang mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk(baca Al-Hujurat [49]: 11-12).

Yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. 

Pemaafan ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang memaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan. Karena itu, ketika Misthah --seorang yang selalu dibantu oleh Abu Bakar r.a.-- menyebarkan berita palsu tentang Aisyah, putrinya, Abu Bakar dan banyak orang lain bersumpah untuk tidak lagi membantu Misthah. Tetapi Al-Quran turun menyatakan:

Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabat(-nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah dijalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan, serta berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampuni kamu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS An-Nur [24]: 22).

Sebagian dari ciri orang bertakwa dijelaskan dalam Quran surat Ali Imran (3): 134, yaitu: Maksudnya mereka mampu menahan amarahnya, dan memaafkan, (bahkan) berbuat baik (terhadap mereka yang pernah melakukan kesalahan terhadapnya), sesungguhnya Allah senang terhadap orang yang berbuat baik.

Dalam Al-Quran ditemukan anjuran, "Anda hendaknya mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan Anda sendiri."

"Mereka mengutamakan orang lain daripada diri mereka sendiri, walaupun mereka amat membutuhkan"(QS Al-Hasyr [59]: 9).

Jika ada orang yang digelari gentleman --yakni yang memiliki harga diri, berucap benar, dan bersikap lemah lembut (terutama kepada wanita)-- seorang Muslim yang mengikuti petunjuk-petunjuk akhlak Al-Quran tidak hanya pantas bergelar demikian, melainkan lebih dari itu, dan orang demikian dalam bahasa Al-Quran disebut al-muhsin.

Definisi dan Jenis-jenis Akhlak

A. Definisi Akhlak

Kata “Akhlak” berasal dari Bahasa Arab, Jamak dari Khuluq, yang artinya tabiat, budi pekerti, watak, atau

kesopanan. Sinonim kata Akhlak ialah tatakrama, kesusilaan, sopan santun (Bahasa Indonesia), moral,

ethic (Bahasa Inggris), ethos, ethikos (Bahasa Yunani).

Untuk mengetahui definisi Akhlak menurut istilah, dibawah ini terdapat beberapa definisi yang

dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:

a. Ibnu Maskawaih mendefinisikan, Akhlak adalah sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk

melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu);

b. Prof. DR. Ahmad Amin menjelaskan, sementara orang membuat definisi Akhlak, bahwa yang disebut

Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka

kebiasaan itu dinamakan Akhlak;

c. Al-Qurthuby mendefinisikan, Akhlak adalah suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab

kesopanannya yang disebut Akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian darinya;

d. Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy mendefinisikan, Akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri

manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari

orang lain);

e. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy mendefinisikan, Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri

manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja;

f. Imam Al-Ghazali mendefinisikan Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang

dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan

(lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal

dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat,

maka dinamakan akhlak yang buruk.

Al-Qurthuby menekankan bahwa akhlak itu merupakan bagian dari kejadian manusia. Oleh karena itu,

kata al-khuluk tidak dapat dipisahkan pengertiannya dengan kata al-khiiqah, yaitu fitrah yang dapat

mempengaruhi perbuatan setiap manusia.

Imam Al-Ghazaly menekankan, bahwa Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang

dapat dinilai baik atau buruk, dengan menggunakan ukuran ilmu pengetahuan dan norma agama.

Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy, Ibnu Maskawaih dan Abu Bakar Jabir Al-Jazairy menekankan, bahwa

Akhlak adalah keadaan jiwa yang selalu menimbulkan perbuatan yang gampang dilakukan. Meskipun

ketiganya menekankan keadaan jiwa sebagai sumber timbulnya akhlak, namun dari sisi lain mereka

berbeda pendapat, yaitu:

1. Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy menekankan hanya perbuatan baik saja yang disebutnya akhlak;

2. Ibnu Maskawaih menekankan seluruh perbuatan manusia yang disebutnya akhlak;

3. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy menjelaskan perbuatan baik dan buruk yang disebutnya akhlak.

B. Jenis-Jenis Akhlak

Utama akhlak menyatakan, bahwa Akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang Shiddiq,

sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat Syaithan dan orang-orang yang tercela.

Maka pada dasarnya, Akhlak itu menjadi 2 (dua) jenis, diantaranya:

a. Akhlak baik atau terpuji (Al-Akhlaaqul Mahmuudah), yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama

manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Akhlak yang baik yaitu akhlak yang diridhoi oleh ALLAH

S.W.T., akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada ALLAH yaitu dengan

mematuhi segala perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya, mengikuti ajaran-ajaran dari

Sunnah Rasulullah S.A.W., mencegah diri kita untuk mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar,

seperti firman ALLAH dalam Surat Ali-Imran ayat 110 yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik

untuk manusia, menuju kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada ALLAH”.

Akhlak yang baik menurut Imam Ghazali ada 4 (empat) perkara, yaitu bijaksana, memelihara diri dari

sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu), dan bersifat adil. Jelasnya, ia

merangkum sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan Negara, hidup bermasyarakat dan

bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan

ridha dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.

Akhlak yang baik yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang

lain. Akhlak yang baik terhadap Tuhan antara lain:

1. Bertaubat (At-Taubah), yaitu suatu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukannya

dan berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik;

2. Bersabar (Ash-Shabru), yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada kesulitan yang

dihadapinya. Tetapi bukan berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa upaya untuk melepaskan

diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang dimaksudkannya adalah sikap yang

diawali dengan ikhtisar, lalu diakhiri dengan ridha dan ikhlas, bila seseorang dilanda suatu cobaan dari

Tuhan;

3. Bersyukur (Asy-Syukru), yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan sebaik-baiknya,

nikmat yang telah diberikan oleh ALLAH kepadanya, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Lalu

disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada yang member nikmat, yaitu ALLAH;

4. Bertawakkal (At-Tawakkal), yaitu menyerahkan segala urusan kepada ALLAH setelah berbuat

semaksimal mungkin, untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkannya. Oleh karena itu, syarat utama

yang harus dipenuhi bila seseorang ingin mendapatkan sesuatu yang diharapkannya, ia harus lebih

dahulu berupaya sekuat tenaga, lalu menyerahkan ketentuannya kepada ALLAH. Maka dengan cara yang

demikian itu, manusia dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya;

5. Ikhlas (Al-Ikhlaash), yaitu sikap menjauhkan diri dari riya (menunjuk-nunjukkan kepada orang lain)

ketika mengerjakan amal baik, maka amalan seseorang dapat dikatakan jernih, bila dikerjakannya

dengan ikhlas;

6. Raja (Ar-Rajaa), yaitu sikap jiwa yang sedang menunggu (mengharapkan) sesuatu yang disenangi dari

ALLAH S.W.T., setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu yang diharapkannya.

Oleh karena itu, bila tidak mengerjakan penyebabnya, lalu menunggu sesuatu yang diharapkannya,

maka hal itu disebut “tamanni”;

7. Bersikap takut (Al-Khauf), yaitu suatu sikap jiwa yang sedang menunggu sesuatu yang tidak disenangi

dari ALLAH, maka manusia perlu berupaya agar apa yang ditakutkan itu, tidak akan terjadi.

Akhlak yang baik terhadap sesama manusia antara lain:

1. Belas kasihan atau sayang (Asy-Syafaqah), yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berbuat baik dan

menyantuni orang lain;

2. Rasa persaudaraan (Al-Ikhaa), yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan

orang lain, karena ada keterikatan bathin dengannya;

3. Member nasihat (An-Nashiihah), yaitu suatu upaya untuk memberi petunjuk-petunjuk yang baik

kepada orang lain dengan menggunakan perkataan, baik ketika orang yang dinasihati telah melakukan

hal-hal yang buruk, maupun belum. Sebab kalau dinasihati ketika ia telah melakukan perbuatan buruk,

berarti diharapkan agar ia berhenti melakukannya. Tetapi kalau dinasihati ketia ia belum melakukan

perbuatan itu, berarti diharapkan agar ia tidak akan melakukannya;

4. Memberi pertolongan (An-Nashru), yaitu suatu upaya untuk membantu orang lain, agar tidak

mengalami suatu kesulitan;

5. Menahan amarah (Kazmul Ghaizhi), yaitu upaya menahan emosi, agar tidak dikuasai oleh perasaan

marah terhadap orang lain;

6. Sopan santun (Al-Hilmu), yaitu sikap jiwa yang lemah lembut terhadap orang lain, sehingga dalam

perkataan dan perbuatannya selalu mengandung adab kesopanan yang mulia;

7. Suka memaafkan (Al-Afwu), yaitu sikap dan perilaku seseorang yang suka memaafkan kesalahan

orang lain yang pernah diperbuat terhadapnya.

b. Akhlak buruk atau tercela (Al-Akhlaqul Madzmuumah), yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan,

sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang

keji, seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, munafik, hasud, berprasangka buruk, dan penyakit-penyakit

hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang

itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya.

Akhlak yang buruk yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang

lain. Akhlak yang buruk terhadap Tuhan antara lain:

1. Takabbur (Al-Kibru), yaitu suatu sikap yang menyombongkan diri, sehingga tidak mengakui kekuasaan

Allah di alam ini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang ada padanya;

2. Musyrik (Al-Isyraak), yaitu suatu sikap yang mempersekutukan Allah dengan makhluk-Nya, dengan

cara menganggapnya bahwa ada suatu makhluk yang menyamai kekuasaan-Nya;

3. Murtad (Ar-Riddah), yaitu sikap yang meninggalkan atau keluar dari agama Islam, untuk menjadi kafir;

4. Munafiq (An-Nifaaq), yaitu suatu sikap yang menampilkan dirinya bertentangan dengan kemauan

hatinya dalam kehidupan beragama;

5. Riya (Ar-Riyaa), yaitu suatu sikap yang selalu menunjuk-nunjukkan perbuatan baik yang dilakukannya.

Maka ia berbuat bukan karena Allah, melainkan hanya ingin dipuji oleh sesama manusia. Jadi perbuatan

ini kebalikan dari sikap ikhlas;

6. Boros atau berpoya-poya (Al-Israaf), yaitu perbuatan yang selalu melampaui batas-batas ketentuan

agama. Tuhan melarang bersikap boros, karena hal itu dapat melakukan dosa terhadap-Nya, merusak

perekonomian manusia, merusak hubungan sosial, serta merusak diri sendiri;

7. Rakus atau tamak (Al-Itirshul atau Ath-Thama’u), yaitu suatu sikap yang tidak pernah merasa cukup,

sehingga selalu ingin menambah apa yang seharusnya ia miliki, tanpa memperhatikan hak-hak orang

lain. Hal ini termasuk kebalikan dari rasa cukup (Al-Qana’ah) dan merupakan akhlak buruk terhadap

Allah, karena melanggar ketentuan larangan-Nya.

Akhlak yang buruk terhadap sesama manusia antara lain:

1. Mudah marah (Al-Ghadhab), yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh

kesadarannya, sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan orang lain.

Kemarahan dalam diri setiap manusia, merupakan bagian dari kejadiannya. Oleh karena itu, agama Islam

memberikan tuntunan, agar sifat itu dapat terkendali dengan baik;

2. Iri hati atau dengki (Al-Hasadu atau Al-Hiqdu), yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu

menginginkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama sekali;

3. Mengadu-adu (An-Namiimah), yaitu suatu perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang

kepada orang lain, dengan maksud agar hubungan social keduanya rusak;

4. Mengumpat (Al-Ghiibah), yaitu suatu perilaku yang suka membicarakan perkataan seseorang kepada

orang lain;

5. Bersikap congkak (Al-Ash’aru), yaitu suatu sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik

dilihat dari tingkah lakunya maupun perkataannya;

6. Sikap kikir (Al-Bukhlu), yaitu suatu sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada

orang lain;

7. Berbuat aniaya (Azh-Zhulmu), yaitu suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik kerugian materiil

maupun non materiil. Dan ada juga yang mengatakan, bahwa seseorang yang mengambil hak-hak orang

lain, termasuk perbuatan dzalim (menganiaya).

2.2. Tujuan dan Sumber Akhlak

A. Tujuan Akhlak

Akhlak bertujuan hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, dan

membedakannya dari makhluk-makhluk yang lainnya. Akhlak hendak menjadikan manusia/ orang yang

berkelakuan baik, bertindak baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk, dan terhadap Allah,

Tuhan yang menciptakan kita.

Sedangkan pelajaran akhlak atau ilmu akhlak bertujuan mengetahui perbedaan-perbedaan perangai

manusia yang baik dan buruk, agar manusia dapat memegang dengan perangai-perangai yang baik dan

menjauhkan diri dari perangai-perangai yang jahat, sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan

masyarakat dimana tidak ada benci-membenci, curiga-mencurigai antara satu dengan yang lain, dimana

tidak ada perkelahian, persengketaan dan tidak ada pukul-memukul antara sesama hamba Allah yang

hidup di muka bumi ini.

Yang hendak dikendalikan oleh akhlak ialah tindakan lahir manusia, tetapi karena tindakan lahir itu tidak

akan terjadi jika tidak didahului oleh gerak-gerik bathin, yaitu tindakan hati, maka tindakan bathin dan

gerak-gerik hati pun termasuk lapangan yang diatur oleh akhlak manusia.

Tidak akan terjadi perkelahian kalau tidak didahului oleh tindakan bathin atau gerak-gerik hati, yaitu

benci. Karena hal-hal tersebut diatas, dalam akhlak setiap orang diwajibkan menguasai hatinya, dan

mengontrol hatinya sendiri, karena anggota bathin adalah sumber dari segala tindakan lahir. Jika setiap

orang dapat menguasai tindakan bathinnya, maka dapatlah ia menjadi orang yang berakhlak baik.

Tegasnya baik-buruk itu tergantung kepada tindakan hatinya. Dalam hal ini Nabi bersabda:

Artinya:

“Ketahuilah dan bahwasannya, didalam tubuh itu ada sepotong daging yang apabila baik dia, baik pula

tubuh seluruhnya, dan apabila rusak dia, rusaklah tubuh seluruhnya, yaitu dia hati”

Hati ini menunjukkan, bahwa hati itulah yang menguasai segenap tubuh manusia dan sekalian anggota

mengikut pada perintahnya, meskipun anggota itu sudah terlalu payah. Dalam hal ini dapatlah

diibaratkan bahwa jasad it bagaikan pemerintahan dalam diri kita, sedangkan hati menjadi pusat

pemerintahan.

Seseorang yang mempunyai hati keras, meskipun badannya tidak begitu kuat, lebih diharapkan akan

beroleh hasil pekerjaannya daripada seorang yang berbadan kuat tetapi hatinya lemah.

Untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, perlu sekali tiap-tiap anggota masyarakatnya berakhlak

yang baik. Kita ini sebagai anggota masyarakat tak dapat memisahkan diri dari masyarakat. Karena itu

kita masing-masing pun mempunyai tugas tertentu dalam masyarakat. Tugas yang harus dilaksanakan

untuk keselamatan masyarakatnya. Tugas yang tak boleh dihindarinya, tiap-tiap anggota masyarakat

bertanggungjawab atas keselamatan masyarakat.

Karena itu Ibnu Rusyd mengungkapkan dalam sya’ir-nya sebagai berikut:

Artinya:

“Bangsa-bangsa itu hanya tegak dan jaya selama ada akhlak-nya, dan kalau mereka kehilangan akhlak,

mereka pun punah-lah”

Betapa pentingnya keberadaan akhlak bagi kehidupan manusia, maka tepat sekali ungkapan Ibnu Rusyd

tersebut diatas. Berkenaan dengan pentingnya akhlak itu, maka Allah mengurus seorang Rasul untuk

menyempurnakan akhlak yang telah dibawakan oleh Nabi-Nabi terdahulu, sesuai dengan Sabda Nabi

SAW:

Artinya:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”

Bertolak dari kemuliaan akhlak bagi seseorang dalam hidup di tengah-tengah masyarakat, maka bagi

setiap orang mukmin ingin mencapai derajat sebagai mukmin yang paling utama, haruslah

menyempurnakan akhlaknya, sesuai dengan tuntunan Islam.

B. Sumber Akhlak

Sumber akhlak ini dapat dibedakan atas 2 (dua) bagian, yaitu akhlak yang bersumber keagamaan dan

akhlak yang bersumber tanpa agama atau sekuler.

1. Akhlak yang bersumber keagamaan

Akhlak yang bersumber agama ini pun masih dapat dibedakan atas 2 (dua) bagian yaitu bersumber

agama Samawi (Islam, Kristen, Yahudi) dan yang bersumber agama Ardi (Hindu, Budha, Kong Hu Chu,

Sinto).

Akhlak yang bersumber agama ini memberikan bimbingan kepada manusia dalam hubungannya dengan

Tuhan maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia berdasarkan aturan-aturan dalam agama

itu sendiri.

Akhlak yang bersumber agama mempunyai 2 (dua) pendorong, yaitu iman kepada kekuatan ghaib serta

sanksi-sanksi yang dikenakan masyarakat.

Dalam Islam sumber akhlak ialah Al-Quran dan Sunnah Rasul.

a. Al-Quran

Diantara ayat-ayat Al-Quran yang sebagai sumber akhlak antara lain:

Artinya:

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-

orang yang mengharapkan rahmat Allah dan keselamatan di hari kiamat dan banyak mengingat Allah”

Nabi Muhammad selalu memberikan contoh kepada sahabat-sahabatnya, beliau juga memikul tanah

bersama-sama sahabatnya pada peperangan Khandaq, beliau memikul tanah diatas pundaknya, padahal

beliau mengetahui bahwa ada yng menggantinya dengan sukarela dan senang hati, akan tetapi beliau

ingin memberikan contoh tauladan dengan perbuatan itu, dan mengobarkan semangat iman didalam

hati mereka.

Dalam ayat lain dijelaskan:

Artinya:

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami

kembalikan ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan

mengerjakan amal shaleh”

b. As-Sunnah/Hadits sebagai sumber akhlak, antara lain:

Artinya:

“Bahwasannya aku diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak (budi pekerti)”

Artinya:

“Sempurna-sempurna orang mukmin imannya, ialah yang terbaik budi pekertinya. Dan sebaik-baiknya

kamu ialah yang terbaik pergaulannya terhadap istrinya”

Artinya:

“Sungguh engkau tidak akan dapat memberikan kelapangan orang dengan harta-hartamu, tetapi kamu

dapat memberikan kelapangan kepada mereka dengan muka yang berseri-seri dan budi pekerti yang

baik (kamu tidak akan memperoleh wibawa)”

2. Akhlak yang bersumber selain Agama/sekuler

Dimaksudkan dengan sumber akhlak sekuler ialah yang berasal dari hasil ciptaan kebudayaan manusia

semata-mata dengan mengenyampingkan pengaruh-pengaruh yang bersifat ghaib.

Sumber-sumber hasil ciptaan manusia yang menjadikan atau membentuk akhlak sangat banyak dan

kompleks, tetapi sumber mana yang paling dominan atau paling kuat pengaruhnya terhadap akhlak

sesesorang atau masyarakat, terhadap perbedaan pendapat di kalangan para ahli filsafat akhlak. Pada

garis besarnya pendapat-pendapat itu dapat dibedakan atas:

a. Instink

Menurut para pengamat filsafat akhlak mengemukakan bahwa instink merupakan sumber dominan

sebagai sumber akhlak.

Manusia itu memiliki instink yang dapat membedakan baik dan buruk yang diperoleh dengan semacam

ilham atau suara hati kecil. Dengan ilham itu manusia dapat menilai sesuatu perbuatan atau kejadian

yang tengah ia lihat atau sebelum ia melihat atau melakukan sesuatu itu sebagai peringatan baginya.

b. Pengalaman

Disamping instink, unsur pengalaman juga merupakan sumber yang dominan dalam pembentukkan

norma-norma akhlak seseorang. Hal ini dapat dicontohkan, bahwa anak kecil mula-mula menilai obat itu

baik, dapat mendatangkan kesembuhan penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu akhlak dipengaruhi

oleh kemajuan zaman, kecerdasan pikiran, beberapa eksperimen atau pengalaman-pengalaman

manusia.

Teori pengalaman dalam masalah sumber akhlak ini masih dapat dibagi atas 3 (tiga) bagian:

1) Adat-Istiadat

Teori ini mengemukakan, bahwa norma-norma akhlak itu tumbuh dari sumber adat-istiadat atau

kebiasaan, baik perorangan maupun kelompok. Kelestarian adat-istiadat dipertahankan dan dijaga

dengan berbagai cara, misalnya apabila seseorang melanggar adat-istiadat tersebut ia dicela sebagai

orang yang tidak beradat, sehingga ia dikucilkan dari pergaulan masyarakat.

2) Madhab Hedonisme (Teori Kenikmatan)

Teori ini menyatakan, bahwa norma-norma akhlak itu tumbuh dari sumber adanya kebahagiaan atau

kelezatan. Perbuatan yang baik adalah perbuatan yang mendatangkan kebahagiaan, dan perbuatan

buruk ialah yang mendatangkan penderitaan. Teori kenikmatan ini pun terbagi atas 2 (dua):

a. Paham Egoistik Hedonisme

Menyatakan bahwa suatu perbuatan itu baik apabila mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya sang

pelaku, walaupun mungkin mendatangkan penderitaan bagi orang lain. Dan perbuatan itu dianggap

buruk kalau mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain yang lebih banyak. Pelopornya Epicurus

(Yunani) 341-270 SM.

b. Dalam Universalistik Hedonisme

Teori ini menyatakan, bahwa baik dan buruknya sesuatu perbuatan diukur dengan besar-kecilnya

kebahagiaan yang ditimbulkannya, bukan untuk diri pelakunya saja, tetapi juga untuk sesama manusia

bahkan untuk sesama makhluk. Dalam melihat kebahagiaan yang ditimbulkan tidak terbatas kepada

keadaan yang langsung dan dekat, tetapi meliputi keadaan yang tidak langsung dan berpandangan jauh

ke depan.

Kebahagiaan yang disuap dan mendatangkan kebahagiaan bagi yang menyuap, karena dapat tercapai

apa yang dikehendaki dengan cara suap itu, namun hal itu justru akan menimbulkan kesengsaraan yang

lebih parah, apabila masalah suap itu sampai membudaya. Maka dari itu suap tetap dipandang sebagai

perbuatan buruk/jahat.

3) Madhab Evolution

Teori ini mengemukakan, bahwa norma baik dan buruk selalu berkembang mengikuti peningkatan dan

perkembangan peradaban manusia. Maka dari itu pada masyarakat yang sudah lebih maju, pintar dan

lebih cerdas, akhlaknya akan lebih sempurna dan jauh berpandangan ke depan. Paham ini bertolak dari

teori Darwin, bahwa kehiduupan di ala mini senantiasa terjadi “selection of nature” (seleksi secara

alamiah).

2.3. Akhlak ikut menjaga kelangsungan hidup manusia

Akhlak yang baik dapat menjaga kelangsungan hidup manusia, karena akhlak yang baik itu antara lain

dapat:

a. Menciptakan manusia sebagai makhluk berkelakuan mulia, baik dihadapan Allah, maupun sesama

manusia dan sesama makhluk lainnya;

b. Membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain (melalui perangainya);

c. Menciptakan manusia mencapai kedudukan yang tinggi dan sempurna menurut fitrah

kemanusiaannya;

d. Menjaga kelangsungan hidup manusia, dengan menciptakan masyarakat yang tentram, sejahtera.

Keadaan seperti ini benar-benar dapat terwujud manakala mereka berakhlak baik.

Betapa pentingnya keberadaan akhlak bagi kehidupan manusia, maka tepat sekali ungkapan Ibnu Rusyd

tersebut, berkenaan dengan pentingnya akhlak itu, maka Allah mengutus seorang Rasul untuk

menyempurnakan akhlak, yang telah dibawakan oleh Nabi-Nabi terdahulu.

Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul dengan maksud utama untuk membina dan menyempurnakan

akhlak. Tugas Nabi yang telah digariskan itu dalam sejarah hidupnya cukup menarik simpatik manusia

untuk mengikuti dan melaksanakan ajaran Risalahnya.

Ajaran risalah yang diajarkan Nabi memberikan kejelasan tentang faktor-faktor keutamaan akhlak,

lengkap dengan menjelaskan segala segi kehidupan.

Bila kita memperhatikan segala ajaran yang dibawa oleh junjunan kita Nabi Muhammad S.A.W., maka

kita mengerti bahwa Islam menghendaki manusia muslim yang sempurna akhlaknya, menghargai

kemanusiaan yang melaksanakan kebajikan sebagai tugas hidupnya.

Adapun akhlak yang menjadikan manusia muslim yang sempurna ialah tersimpul dalam:

a. Budi pekerti yang dipraktekkan untuk diri sendiri dan untuk keluarga;

b. Budi pekerti yang diwujudkan kea lam kenyataan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat

pergaulan;

c. Budi pekerti yang diperjuangkan untuk kemakmuran dan kejayaan Negara, tanah air, dan

pemerintahnya.

Tiap-tiap muslim harus dapat mewujudkan kepada masyarakat dengan amal bakti bagi diri sendiri, bagi

masyarakat dan bangsa. Jika semua telah dipenuhi oleh tiap-tiap muslim, maka akan tercapailah

terwujud cita-cita yang selalu diidam-idamkan yaitu masyarakat yang adil dan makmur yang senantiasa

mendapat ridha dari Allah S.W.T.

2.4. Akhlak terhadap sesama Manusia

A. Akhlak terhadap Orang tua

1. Peranan orang tua dalam kehidupan seorang anak

Tidak dapat dipungkiri, bahwa manusia lahir ke dunia ini adalah melalui ibu-bapak. Susah dan payah

dialami oleh ibu dan bapak untuk memelihara anaknya, baik ketika masih dalam kandungan, maupun

setelah lahir ke dunia. Pertama-tama ibu harus mengandung kita selama kurang lebih 9 bulan. Selama

dalam kandungan, ibu menanggung kepayahan, keletikan dan kesakitan.

Sementara agar beban yang ditanggung oleh ibu-bapak jangan terlalu berat, maka tiap sebulan sekali

atau setengah bulan sekali diperiksa ke dokter. Hal ini dilakukan demi keselamatan bayi yang ada dalam

kandungan. Demikian pula ketika hendak melahirkan, perasaan gelisah, takut, sakit menjadi satu, dan

nyawa ibulah sebagai taruhannya. Bersamaan itu pula bapak berdoa agar istrinya melahirkan dengan

selamat, dan anak yang lahir ke dunia juga dalam keadaan selamat dan sehat.

Setelah bayi lahir ke dunia, lalu dipelihara dan dijaganya dengan penuh perhatian, disusui, disuapi

makanan, dimandikan, diayun dan dibuai ketika menangis, agar cepat diam dan tidur. Kalau bayi sakit,

ibu dan bapak gelisah pula, mereka mencarikan obat agar cepat pulih kembali kesehatannya.

Selanjutnya, ibu dan bapak mengajarkan kita duduk, berdiri, berjalan, bercakap-cakap, bermain-main

dan menjaga agar kesehatan kita tetap baik dan pertumbuhan fisik dan rohaninya tetap normal.

Ibu-bapak kita benar-benar berjasa, dan jasanya tidak bias dibeli sama sekali dan tak dapat diukur oleh

apapun juga. Merekalah yang mengusahakan agar kita dapat makan dan membelikan pakaian untuk

kita. Selanjutnya kita dimasukkan ke lembaga pendidikan, mulai dari sekolah pendidikan dasar sampai

menengah dan mungkin sampai ke perguruan tinggi, agar kita berakhlak baik, teguh mengamalkan

ajaran-ajaran agama dan mempunyai masa depan yang gemilang.

2. Cara berbuat baik kepada orang tua

Cara berbuata baik kepada ibu-bapak diantaranya:

a. Mendengarkan nasihat-nasihatnya dengan penuh perhatian, mengikuti anjurannya dan tidak

melanggar larangannya;

b. Tidak boleh membentak ibu-bapak, menyakiti hatinya, apalagi memukul. Ibu dan bapak harus diurus

atau dirawat dengan baik;

c. Bersikap merendahkan diri dan mendoakan agar mereka selalu dalam ampunan dan kasih sayang

Allah S.W.T.;

d. Sebelum berangkat dan pulang sekolah hendaklah membantu orang tua;

e. Menjaga nama baik kedua orang tua di masyarakat;

f. Memberi nafkah, pakaian, dan membayarkan hutangnya kalau mereka tidak mampu atau sudah tua;

g. Menanamkan hubungan kasih sayang terhadap orang yang telah ada hubungan kasih sayang oleh ibu-

bapaknya;

3. Membiasakan diri berbuat baik kepada kedua orang tua

Membiasakan diri berbuat baik kepada kedua orang tua adalah perbuatan yang amat mulia. Bahkan

dianjurkan setiap setelah shalat mendoakan kedua orang tua. Apabila kedua orang tua itu telah

meninggal misalanya, maka kita sebagai anaknya berkewajiban berbakti kepada mereka seperti:

a. Menyembahyangkan jenazahnya;

b. Memintakan ampunan kepada Allah;

c. Menyempurnakan janjinya;

d. Memuliakan sahabatnya;

e. Menghubungi anak keluarganya yang bertalian dengan keduanya.

B. Akhlak terhadap Saudara

1. Peranan Saudara dalam kehidupan sehari-hari

Peranan saudara dalam kehidupan kita sangatlah penting, karena pada dasarnya kita adalah makhluk

sosial yang senantiasa saling bantu-membantu dalam menempuh kehidupannya, terutama saudaranya

yang terdekat.

Oleh karena itu, saudara masih ada hubungan darah dengan kita, maka merekalah yang paling pertama

kita minta bantuannya. Lebih-lebih bila kita sedang mendapat musibah atau bencana lainnya, misalnya

sakit, kecurian dan sebagainya. Karena itu, hubungan antara saudara dengan saudara haruslah

dipelihara dengan sebaik-baiknya, jangan sampai retak, jangan sampai timbul hal-hal yang

menyebabkan tali silaturahmi terputus, apalagi kalau sampai timbul perpecahan atau permusuhan dan

percekcokan satu sama lain.

2. Cara berbuat baik kepada saudara

Cara berbuat baik kepada saudara diantaranya:

a. Menghormati dan mencintai mereka. Karena kita dengan saudara asal-mulanya dari ayah dan ibu.

Mencintai mereka sama dengan kita mencintai diri sendiri;

b. Menghormati saudara yang lebih tua sebagaimana menghormati orang tua, mengindahkan nasihat-

nasihatnya dan tidak menentang perintahnya;

c. Mencintai dan menyayangi yang lebih kecil dengan penuh kasih sayang sebagaimana orang tua

menyayangi mereka;

d. Saling bantu-membantu sekuat tenaga, sabar terhadap mereka. Jika bersalah, berilah peringatan

secara halus dan ramah-tamah.

C. Akhlak terhadap Tetangga

1. Peranan Tetangga dalam kehidupan seseorang

Kita hidup ditengah-tengah masyarakat, laksana ikan dengan air. Harus saling menghidupi dan

menjernihkan. Tidak boleh sombong kepada orang lain, terutama dengan kerabat dan tetangga. Mereka

ini adalah saudara kita yang paling dekat dan cepat menolong dikala kita mendapat musibah atau

malapetaka. Meskipun mempunyai family sekian banyak dan terkemuka, tetapi tak mustahil tempat

tinggalnya berjauhan.

Oleh karena itu, dikala kita mendapat musibah seperti sakit, meninggal dunia, atau kesusahan-

kesusahan lainnya, maka yang paling duluan tampil datang adalah tetangga kita. Karena itu berlakulah

kepadanya secara baik menurut tuntunan agama.

2. Cara berbuat baik kepada tetangga

Cara berbuat baik kepda tetangga diantaranya:

a. Menolong dan membantunya bila membutuhkan pertolongan, walaupun mereka tidak mau

membantu kita;

b. Member hutang bila meminta bantuan hutang kepada kita;

c. Ikut meringankan beban dan kesengsaraan bila tetangga itu miskin dan sengsara, sekiranya kita

mempunyai kelebihan;

d. Menjenguknya bila sakit atau membantunya dengan obat;

e. Bila tetangga ada yang meninggal dunia, hendaknya ikut belasungkawa, dan mengantarkan

jenazahnya ke kuburnya;

f. Bila tetangga mendapat kesenangan atau nasib baik dan menggembirakan, sebaiknya menyampaikan

ucapan selamat kepadanya;

g. Ikut meringankan beban musibah tetangga yang meninggal;

h. Bila ingin membuat rumah bertingkat, sebaiknya minta izin atau sepengetahuan tetangganya,

disamping minta izin kepada pemerintah;

i. Menghindari perkataan atau tindakan yang menyakitkan tetangga. Bila berkata atau bertindak salah,

sebaiknya segera minta maaf;

j. Jika boleh memamerkan sesuatu yang dibeli atau yang dimiliki kepada tetangga, baik berupa makanan

ataupun yang lainnya, bila kita tidak ingin memberinya;

k. Jangan menyalakan atau membunyikan radio tape recorder atau TV terlalu keras, yang dapat

membisingkan tentangga.

3. Membiasakan diri berbuat baik terhadap tetangga

a. Supaya senantiasa berbuat baik terhadap tetangga dalam segala situasi, dalam kehidupan sehari-

harinya hingga meninggalnya tetangga itu;

b. Setiap orang muslim wajib memuliakan tetangganya, karena memuliakan tetangga merupakan salah

satu akhlak mulia, yang harus dimiliki setiap muslim;

c. Kita diperintahkan agar suka member makanan kepada tetangga, terutama tetangga yang terdekat.

D. Akhlak terhadap Sesama Muslim

1. Peranan Persaudaraan sesame Muslim

Diantara sesama muslim yang lain adalah bersaudara. Oleh sebab itu, kita harus bersikap baik terhadap

sesama muslim. Mereka itu bagaikan satu anggota badan, bilamana yang satu sakit atau ditimpa

musibah, maka yang lain ikut merasakannya. Misalnya, kalau gigi seorang sakit, maka anggota badan

yang lainnya ikut pula merasakannya. Demikian pula umat Islam, kalau ada salah seorang dari umat

Islam ditimpa malapetaka, maka yang lain harus ikut merasakannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

bergotong royong dalam meringankan bebannya.

2. Cara berbuat baik terhadap sesama muslim

Cara berbuat baik terhadap sesama muslim diantaranya:

a. Member salam;

b. Memenuhi undangannya, terutama hari pertama dalam walimatul uruz;

c. Saling member nasihat;

d. Menjenguk ketika sakit, sambil mendoakan;

e. Mengantarkan jenazah orang islam;

f. Tidak bermusuhan selama 3 hari;

g. Tidak boleh bersikap sombong;

h. Tidak melahirkan kegembiraan disaat orang Islam yang lain ditimpa kesusahan;

i. Mau membela sesama muslim;

j. Menjunjung tinggi kehormatan, harta dan jiwa;

k. Mau mengusahakan perdamaian kalau terjadi perselisihan diantara sesama muslim;

l. Menutupi rahasianya;

m. Memberi bantuan disaat membutuhkan;

n. Menyantuni orang-orang miskin dan lemah di kalangan umat Islam;

o. Ikut membahagiakan sesama muslim.

3. Membiasakan diri untuk berbuat baik terhadap sesama Muslim

a. Harus saling memaafkan;

b. Harus saling menyelamatkan;

c. Jangan suka memfitnah;

d. Jangan berbuat dzalim;

e. Jangan berburuk sangka;

f. Jangan merusak

E. Akhlak terhadap Kaum Lemah

1. Pengertian dan cara berbuat baik kepada kaum lemah

Kaum lemah adalah orang-orang yang belum memiliki kemampuan dalam segala hal atau bidang

tertentu. Tidak memiliki kemampuan ini biasanya menjadi penghambat untuk mencapai keinginannya

(cita-citanya). Sebagai contoh yang termasuk orang-orang lemah misalnya, orang bodoh (tak berilmu

pengetahuan), orang miskin (tak berharta), dan sebagainya.

Ajaran Islam telah menegaskan, bahwa siapa yang menolong orang lemah, niscaya Allah akan

memberikan pertolongan. Sebaliknya mereka yang tidak mau menolong kaum lemah, niscaya Allah tidak

menyukainya.

Pertolongan itu tidaklah hanya dilakukan terhadap sesama pemeluk agama Islam belaka, tetapi setiap

pemeluk agama Islam harus pula melakukan pertolongan kepada sesama umat manusia, sekali pun lain

agama. Bukankah agama Islam memerintahkan agar kita tetap berbakti kepada orang tua, sekali pun

kedua-duanya berlainan agama dengan kita, juga memerintahkan kepada kita agar tetap berbuat baik

kepada tetangga, sekali pun mereka itu orang-orang yang musyrik. Demikian pula terhadap seluruh

umat manusia, baik Islam maupun bukan, kita harus selalu berakhlak baik kepada mereka, harus berkata

dengan perkataan yang bagus dan harus memperlakukan mereka dengan layak.

Pada hakikatnya menolong manusia berarti juga menolong diri sendiri. Misalnya kita menjadi orang kaya

yang sibuk dengan pekerjaannya, kemudian kita menolong beberapa orang yang menganggur dengan

memberikan pekerjaan kepada mereka dalam satu perseroan terbatas yang kita pimpin. Tentu saja kerja

mereka memberikan keuntungan kepada kita. Disinilah letak rahasinya, kita memperoleh rahmat Allah

baik langsung maupun tidak, di dunia dan kelak di akhirat.

Sewajarnyalah bagi setiap pemuda dan pemudi yang masih berusia muda belia, segar bugar, sehat

jasmani dan rohaninya mempunyai rasa kasih sayang kepada orang-orang lemah. Misalnya kepada

orang cacat fisiknya atau mentalnya, orang yang lanjut usia, dan orang yang ditimpa kemiskinan.

Generasi tua telah memberikan tauladan yang baik yang patut ditiru oleh generasi yang lahir pada

periode berikutnya.

2. Membiasakan diri berbuat baik kepada kaum lemah

a. Menunjukkan kepada orang lain yang tersesat, dan menuntut orang buta di jalan yang ramai;

b. Memberikan tempat duduk kepada orang yang telah tua, orang buta, anak-anak dan wanita waktu

berdesak-desakan kendaraan dalam bis, kereta api, dan sebagainya;

c. Memberi sedekah kepada peminta-minta dengan sikap yang baik;

d. Memberikan bantuan kepada panti asuhan yatim piatu dan rumah miskin;

e. Memberikan bantuan kepada korban bencana alam, berupa uang, pakaian, dan obat-obatan;

f. Menganggap pembantu rumah tangga sebagai anggota keluarga sendiri;

g. Suka menolong orang lain yang sangat memerlukan bantuan, diantaranya membantu orang miskin,

orang cacat mental, orang cacat jasmani, dan lain-lain.

2.5. Urgensi Akhlak dalam Ritual Islam

Benarkah akhlak menjadi kunci sukses seseorang dunia akhirat? Apakah akhlak mempunyai eksistensi

dalam Islam? Apakah akhlak menjadi penentu bagi seseorang untuk masuk syurga? Bukankah cukup

hanya dengan Iman, dan banyak beribadah kita dapat masuk syurga? Apakah benar tujuan dari berbagai

ibadah dalam Islam, seperti puasa, shalat, zakat, dan haji untuk membentuk akhlak mulia? Apakah tanpa

akhlak mulia ibadah kita sia-sia?.

Untuk menjawab semua pertanyaan diatas, perlu kita telusuri dalam Al-Quran dan Hadits, ternyata

banyak hadits dan ayat yang secara langsung maupun tidak langsung menghubungkan antara

ritual/ibadah pembentukkan akhlak mulia, hal ini dapat kita perhatikan dari berbagai ritual dalam Islam,

tenryata semuanya selalu berhubungan dengan pembentukkan akhlak mulia. Allah mengutus Rasulullah

untuk menyempurnakan akhlak manusia,” sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan

akhlak. (H.R. Ahmad).

Hadits tersebut dapat dipahami bahwa Rasulullah diutus untuk memperbaiki akhlak manusia, mungkin

kita akan bertanya, apakah Rasulullah diutus hanya untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak?

Tentu tidak hanya itu saja, tetapi pada dasarnya syariat yang dibawa para Rasul bermuar pada

pembentukkan akhlak. Apakah manusia tidak mampu memperbaiki akhlaknya sendiri, sehingga perlu

diutus seorang Rasul? Bukankah manusia dibekali akal? Dengan akalnya manusia dapat menentukan

mana yang baik dan mana yang buruk? Mungkin disatu sisi argument tersebut ada benarnya, tetapi akal

manusia terbatas, kalau akal dapat menentukan baik dan buruk, tentunya Allah tidak perlu lagi

menurunkan kita-kitabnya, tidk perlu mengutus para Nabi untuk menjelaskan Ayat-ayat-Nya.

Allah sangat peduli kepada manusia, Allah sangat tahu kemampuan manusia, meskipun diberi akal

manusia tetap makhluk yang lemah pengetahuannya terbatas. Sehingga Allah perlu mengutus Nabi dan

Rasul untuk menjelaskan Kitab-Kitab-Nya dan menunjukkan manusia jalan yang lurus, dan akhlak yang

mulia.

Berbagai ritual diperintahkan Allah melalui para Nabi dan Rasul, ternyata banyak bermuara pada

pembentukkan akhlak, seperti dalam perintah Shalat,” dan dirikanlah shalat, sesungguhnya Shalat itu

mencegah perbuatan keji dan munkar,” (Q.S. Al-Ankabut:45). Ayat tersebut secara jelas menyatakan,

bahwa muara dari ibadah Shalat adalah terbentuknya pribadi yang terbebas dari sikap keji dan munkar,

pada hakikatnya adalah terbentuknya manusia berakhlak mulia, bahkan kalau kita telusuri proses ritual

Shalat selalu dimulai dengan berbagai persyaratan tertentu, seperti harus bersih badan, pakaian dan

tempat, dengan cara mandi dan wudhu, intinya Shalat dipersiapkan untuk membentuk sikap manusia

selalu bersih, patuh, tata peraturan, dan melatih seseorang untuk tepat waktu.

Dalam hadits Qudsi Allah berfirman,” sesungguhnya Aku menerima shalat dari seseorang yang

mengerjakannya dengan khusuk karena kebesaran-Ku, dan ia tidak mengharapkan anugerah dari

Shalatnya.

Sebagai hamba-Ku, ia tidak menghabiskan waktu malam karena bermaksiat kepada-Ku, menghabiskan

waktu siangnya untuk berdzikir kepada-Ku, mengasihi orang miskin, Ibnu Sabili, mengasihi diri, dan

menyantuni orang terkena musibah.

Ternyata, Allah menerima shalat seseorang bukan karena sebagai hamba, tetapi lebih kepada kemuliaan

akhlaknya, seperti ikhlas tanpa pamrih, tidak bekerja karena atasan, menyantuni anak yatim, orang

miskin, orang yang terkena musibah, tidak bermaksiat. Bila akhlak kita belum baik, maka shalat belum

diterima, bahkan ada kemungkinan kita termasuk orang-orang tidak berakhlak, lebih dari itu, jika kita

belum mampu mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar, sebenarnya kita telah gagal dalam ritual

shalat, dan kepribadian kita diragukan.

Selanjutnya, akhlak juga dapat menentukan beriman atau tidaknya seseorang,” demi Allah ia tidak

beriman, demi Allah ia tidak beriman, demi Allah ia tidak beriman. Para sahabat bertanya, siapakah

mereka wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: orang yang tidak menyimpan rahasia kejelekan

tetangganya (H. R. Muslim). Hadits tersebut secara nyata mengandung arti bahwa secara meyakinkan

orang yang berakhlak buruk kepada tetangganya oleh Rasulullah dianggap tidak beriman, selama ini

mungkin kita menganggap perbuatan jahat kita kepada orang lain atau tetangga sebagai sesuatu yang

biasa, sesuatu yang tidak akan berpengaruh pada eksistensi keimanan, padahal kalau kita mengetahui,

ternyata berakhlak jelek sangat besar pengaruhnya terhadap keimanan.

Bahkan manusia paling jelek disisi Allah pada hari kiamat adalah manusia berakhlak jelek,”

sesungguhnya manusia paling jelek disisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang ditinggalkan

orang lain, karena menghindari kejelekannya.” (H.R. Bukhari). Ternyata Allah menggolongkan manusia

yang tidak berakhlak termasuk manusia yang paling jelek dihadapan-Nya. Sebaliknya orang yang paling

dicintai oleh Rasulullah adalah yang paling baik akhlaknya, sesungguhnya orang yang paling aku cintai

dia yang paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (H.R.

At-Tirmidzi).

Ternyata orang mukmin yang sempurna imannya bukan karena banyak ibadahnya, tetapi yang baik

akhlaknya,” orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.”

(H.R. Abu Daud). Dalam ayat lain, Allah menyatakan bahwa kita belum sampai kepada kebajikan yang

sempurna sebelum kita menafkahkan harta yang kita cintai, menafkahkan harta kepada orang yang

sangat memerlukan adalah wujud dari kesantunan dan kedermawanan seseorang, dan sikap itu

merupakan bukti kemuliaan akhlaknya, “kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna

sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran:92).

Demikian juga orang bertakwa dan berakhlak mulia dijamin masuk syurga,” penyebab utama masuknya

manusia ke syurga, karena bertakwa kepada Allah dan kemuliaan akhlaknya.” (H. R. Tirmidzi). Biasanya

orang bertakwa akan berbuat dan bersikap baik dan mengutamakan akhlak mulia, perbuatan baik

merupakan wujud kemuliaan akhlaknya, sedangkan perbuatan baik akan menghapus perbuatan-

perbuatan buruk,” sesungguhnya perbuatan-perbuatan (akhlak) yang baik itu menghapuskan (dosa)

perbuatan-perbuatan buruk.” (Q.S. Hud:114). Ternyata keberhasilan ritual seseorang disisi Allah dilihat

dari sejauhmana ia telah menghiasi diri dengan akhlak yang mulia.

BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan

Dari sekian banyak uraian yang kami kemukakan, maka kami dapat menyimpulkan bahwa:

a. Akhlak itu artinya tabiat, budi pekerti, watak, tatakrama, kesusilaan, sopan santun, dan moral.

Sedangkan jenisnya terbagi kepada dua bagian yaitu akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) dan akhlak

tercela (akhlakul mazmumah);

b. Akhlak bertujuan untuk menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, dan

membedakannya dari makhluk-makhluk yang lainnya. Sedangkan sumbernya akhlak itu dapat dibedakan

atas dua bagian, yaitu akhlak yang bersumber keagamaan dan akhlak yang bersumber tanpa agama;

c. Akhal yang baik itu dapat menjaga kelangsungan hidup manusia;

d. Akhlak terhadap sesama manusia itu antara lain akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap saudara,

akhlak terhadap tetangga, akhlak terhadap sesama muslim, dan akhlak terhadap kaum lemah;

e. Akhlak itu dapat mengantarkan seorang hamba dekat dengan khaliqnya, orang yang suka berderma

dekat Allah, dekat dengan Syurga, dekat dengan manusia, serta jauh dari neraka. Maka dari itu, kita

harus memahami urgensi akhlak dalam ritual Islam.

3.2. Saran

Penulis menyusun Makalah ini untuk memenuhi tugas mandiri pada mata kuliah TPKI dengan pokok

bahasan mengenai “Urgensi Akhlak terhadap Sesama Manusia”, maka penulis akan menyampaikan

saran sebagai berikut:

a. Kita sebagai manusia jangan sekali-kali melakukan akhlak yang buruk, tetapi perbanyaklah melakukan

akhlak yang baik;

b. Sebagai orang muslim, kita harus berbuat baik terhadap sesama manusia yaitu kepada saudara, orang

tua, kaum lemah dan tetangga. Walau pun kaum lemah dan tetangga itu bukan orang muslim atau

berlainan agama.

A.    Definisi Akhlak

Kata “Akhlak” berasal dari Bahasa Arab, Jamak dari Khuluq, yang

artinya tabiat, budi pekerti, watak, atau kesopanan. Sinonim kata Akhlak

ialah tatakrama, kesusilaan, sopan santun (Bahasa Indonesia), moral, ethic

(Bahasa Inggris), ethos, ethikos (Bahasa Yunani).

Untuk mengetahui definisi Akhlak menurut istilah, dibawah ini terdapat

beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:

a.       Ibnu Maskawaih mendefinisikan,

Akhlak adalah sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk

melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih

dahulu);

b.      Prof. DR. Ahmad Amin menjelaskan,

sementara orang membuat definisi Akhlak, bahwa yang disebut Akhlak

ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila

membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan Akhlak;

c.       Al-Qurthuby mendefinisikan,

Akhlak adalah suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab

kesopanannya yang disebut Akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian

darinya;

d.      Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy mendefinisikan,

Akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri manusia, yang dapat

menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan

dari orang lain);

e.       Abu Bakar Jabir Al-Jazairy mendefinisikan,

Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia,

yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan

cara yang disengaja;

f.       Imam Al-Ghazali mendefinisikan,

Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang

dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui

maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan

suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama,

dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang

jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.

Al-Qurthuby menekankan bahwa akhlak itu merupakan bagian dari

kejadian manusia. Oleh karena itu, kata al-khuluk tidak dapat dipisahkan

pengertiannya dengan kata al-khiiqah, yaitu fitrah yang dapat

mempengaruhi perbuatan setiap manusia.

Imam Al-Ghazaly menekankan, bahwa Akhlak adalah sifat yang tertanam

dalam jiwa manusia, yang dapat dinilai baik atau buruk, dengan

menggunakan ukuran ilmu pengetahuan dan norma agama.

Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy, Ibnu Maskawaih dan Abu Bakar

Jabir Al-Jazairy menekankan, bahwa Akhlak adalah keadaan jiwa yang selalu

menimbulkan perbuatan yang gampang dilakukan. Meskipun ketiganya

menekankan keadaan jiwa sebagai sumber timbulnya akhlak, namun dari

sisi lain mereka berbeda pendapat, yaitu:

1. Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy menekankan hanya perbuatan baik saja

yang disebutnya akhlak;

2. Ibnu Maskawaih menekankan seluruh perbuatan manusia yang disebutnya

akhlak;

3. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy menjelaskan perbuatan baik dan buruk yang

disebutnya akhlak.

B.     Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial (al insanu ijtima'iyyun

bi at tob'i). Integritas manusia dapat dilihat secara bertingkat, integritas

pribadi, integritas keluarga dan integritas sosial. Diantara ketiga lembaga;

pribadi, keluarga dan masyarakat terdapat hubungan saling mempengaruhi.

Masyarakat yang baik terbangun oleh adanya keluarga-keluarga yang baik,

dan keluarga yang baik juga terbangun oleh individu-individu anggauta

keluarga yang baik, sebaliknya suasana keluarga akan mewarnai integritas

individu dan suasana masyarakat juga mewarnai integritas keluarga dan

individu.

Hubungan antar anggota masyarakat ada yang diikat oleh faktor

domisili pertetanggaan, ada juga yang diikat oleh kesamaan profesi, atau

kesamaan asal usul dan kesamaan sejarah. Oleh karena itu disamping ada

masyarakat lingkungan juga ada masyarakat pers, masyarakat pendidikan,

masyarakat ekonomi, masyarakat politik dan sebagainya, juga ada

masyarakat etnik dan masyarakat bangsa.

Dalam perspektip ini kita mengenal ungkapan yang mengatakan

bahwa seorang pemimpin adalah anak zaman, artinya kualitas masyarakat

seperti apa akan melahirkan pemimpin seperti apa. Seorang penulis juga

anak dari zamannya, artinya pemikiran yang muncul dari seorang penulis

mencerminkan keadaan masyarakat zamannya. Bagi orang yang sadar akan

makna dirinya sebagai makhluk sosial maka ia bukan hanya dibentuk oleh

masyarakatnya, tetapi secara sadar berusaha membangun masyarakat

sesuai dengan konsep yang dimilikinya.

Secara berencana ia membangun institusi-institusi yang akan menjadi

pilar terbangunnya masyarakat yang diimpikan, satu pekerjaan yang sering

disebut dengan istilah rekayasa sosial, social enginering. Islam mengajarkan

bahwa antara individu dengan individu yang lain bagaikan struktur

bangunan (ka al bun yan), yang satu memperkuat yang lain. Masyarakat

yang ideal adalah yang berinteraksi secara dinamis tetapi harmonis, seperti

yang diumpamakan oleh Nabi bagaikan satu tubuh (ka al jasad al wahid),

jika satu organ tubuh menderita sakit maka organ yang lain ikut

merasakannya dan keseluruhan organ tubuh melakukan solidaritas.

Dari sudut tanggung jawab anggauta masyarakat, suatu masyarakat

itu diibaratkan Nabi dengan penumpang perahu, jika ada seorang

penumpang di bagian bawah melubangi kapal karena ingin cepat

memperoleh air, maka penumpang yang di bagian atas harus mencegahnya,

sebab jika tidak, yang tenggelam bukan hanya penumpang yang di bawah,

tetapi keseluruhan penumpang perahu, yang bersalah dan yang tidak.

Jadi disamping setiap individu memiliki HAM yang perlu dilindungi, dan

setiap keluarga memiliki kehidupan privacy yang perlu dihormati, maka

suatu masyarakat juga memiliki norma-norma dan tatanan sosial yang harus

dipelihara bersama. Pelanggaran atas norma-norma sosial akan berakibat

terjadinya kegoncangan sosial yang dampaknya akan dirasakan oleh setiap

keluarga dan setiap individu. Akhlak terhadap masyarakat adalah bertujuan

memelihara keharmonisan tatanan masyarakat agar sebagai lembaga yang

dibutuhkan oleh semua anggauta masyarakat ia berfungsi optimal.

Di dalam lingkungan masyarakat yang baik, suatu keluarga akan

berkembang secara wajar, dan kepribadian individu akan tumbuh secara

sehat.

Diantara akhlak terhadap masyarakat adalah:

1.      Memelihara perasaan umum. Masyarakat yang telah terjalin lama akan

memiliki nilai-nilai yang secara umum diakui sebagai kepatutan dan

ketidakpatutan. Setiap individu hendaknya menjaga diri dari melakukan

sesuatu yang dapat melukai perasaan umum, meski perbuatan itu sendiri

halal, misalnya berpesta di tengah kemiskinan masyarakat, memamerkan

kemewahan di tengah masa krisis ekonomi, menunjukkan arogansi

kekuasaan di tengah masyarakat yang lemah, menyelenggarakan kegiatan

demontratif yang mengganggu kekhustyu'an orang beribadah, dan

sebagainya.

2.      Berperilaku disiplin dalam urusan publik. Disiplin adalah mengerjakan

sesuatu sesuai dengan kemestiannya, menyangkut waktu, biaya, dan

prosedur. Seorang yang disiplin, datang dan pulang kerja sesuai dengan

jadwal kerja, membayar atau memungut bayaran sesuai dengan tarifnya,

menempuh jalur urusan sesuai dengan prosedurnya. Pelanggaran kepada

disiplin, misalnya' menyuap atau menerima suap, meski dirasa ringan secara

ekonomi, tetapi bayarannya adalah rusaknya tatanan dan sistem kerja.

Demikian juga nepotisme dalam menggolkan urusan, meski tidak terbukti

secara administratip, tetapi sebenarnya merusak aturan main, yang pada

gilirannya akan menjadi bom waktu. Korupsi waktu sebenarnya juga suatu

perbuatan yang merugikan orang lain, meski tak diketahui secara pasti siapa

yang dirugikan. Mark up atau manipulasi biaya/kualitas dari suatu proyek

pelayanan publik pada dasarnya merupakan perbuatan penghancuran

terhadap masa depan generasi.

3.      Memberi kontribusi secara optimal sesuai dengan tugasnya. Ulama dan

cendekiawan menyumbangkan ilmunya, Pemimpin (umara) mengedepankan

keadilan dan tanggungjawab(amanah), pengusaha mengutamakan

kejujuran, orang kaya mengoptimalkan infaq dan sedekah, orang miskin

mengutamakan keuletan, kesabaran dan doa, politisi memelihara

kesantunan dan kelompok profesional mengedepankan profesionalitasnya.

4.      Amar makruf nahi munkar. Setiap anggauta masyarakat harus memiliki

kepedulian terhadap hal-hal yang potensil merusak masyarakat, oleh karena

itu mereka harus aktip menganjurkan perbuatan baik yang nyata-nyata telah

ditinggalkan masyarakat dan mencegah perbuatan buruk yang dilakukan

secara terang terangan oleh sekelompok anggota masyarakat.

Banyak sekali rincian yang dikemukakan al-Qur’an berkaitan dengan

perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan

hanya dalam bentuk larangan atau hal negatif, seperti membunuh, mencuri,

menyakiti badan atau yang lainnya. Namun disisi lain al-qur’an menekankan

bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar, tidak masuk ke

rumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan

ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan baik, benar dan tidak mengucilkan

orang lain atau kelompok, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa

alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, memanggil dengan

sebutan buruk. Lalu dianjurkan untuk menjadi orang yang pandai

memaafkan, pandai menahan hawa nafsu, dan mendahulukan kepentingan

orang daripada kepentingan kita. Allah berfirman dalam QS. An-Nur, 24: 58,

QS. Al-Baqarah, 2: 83

$yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ãNä3RÉ‹ø«tGó¡uŠÏ9 tûïÏ%©!$#

ôMs3n=tB óOä3ã »Z yJ÷ƒr& tûïÏ%©!$#ur óOs9 (#qäóè=ö7tƒ zNè=çtø:$#

óOä3ZÏB y]»n=rO ;Nº§tB 4 `ÏiB È@ö7s% Ío4qn=|¹ Ìôfxÿø9$# tûüÏnur

tbqãèŸÒs? Nä3t/$u‹ÏO z`ÏiB ÍouŽÎg©à9$# .`ÏBur ω÷èt/ Ío4qn=|¹ Ïä!

$t±Ïèø9$# 4 ß]»n=rO ;Nºu‘öqtã öNä3©9 4 š[ø‹s9 ö/ä3ø‹n=tæ Ÿwur

öNÎgøŠn=tæ 7y$uZã_ £`èdy‰÷èt/ 4 šcqèùº§qsÛ /ä3ø‹n=tæ öNà6àÒ÷èt/

4’n?tã <Ù÷èt/ 4 y7Ï9ºx‹x. ßûÎiüt7ムª!$# ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# 3 ª!$#ur

í ŠO Î=tæ Ò ŠO Å3ym ÇÎÑÈ

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan

wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu,

meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum

sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan Pakaian (luar)mu di tengah

hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada

dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu.

mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada

sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu.

dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nur 24:58)

øŒÎ)ur $tRõ‹s{r& t,»sV‹ÏB ûÓÍ_t/ Ÿ ƒ@ ÏäÂuŽó Î) Ÿw tbr߉ç7÷ès? žwÎ)

©!$# Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $ZR$|¡ômÎ) “ÏŒur 4’n1öà)ø9$#

4’y »J tGuŠø9$#ur ÈûüÅ6»|¡uKø9$#ur (#qä9qè%ur Ĩ$¨ =Y Ï9 $YZó¡ãm

(#qß ŠJ Ï%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qŸ2¨“9$# §NèO

óOçFøŠ©9uqs? žwÎ) W Šx Î=s% öNà6ZÏiB OçFRr&ur šcqàÊÌ÷è•B ÇÑÌÈ

“Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):

janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada

ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta

ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan

tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali

sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (Al-Baqarah 2:

83)

    Pengertian dan Pentingnya Tawakal, Ikhtiar, Sabar, Syukur & Qana’ah

a.       Tawakal

Tawakal atau tawakkul (bahasa Arab) berasal dari kata kerja ( iوكل), yang

secara bahasa berarti menyerahkan diri.[1] Secara istilah, tawakal adalah

menyandarkan permasalahan kepada Allah SWT guna memperoleh maslahat

dan menolak mudharat dari urusan dunia dan akhirat serta menyerahkan

semua urusan kepada-Nya.

Jadi tawakal adalah suatu sikap mental/ hati seseorang yang merupakan

hasil dari keimanan yang tinggi kepada Allah, karena di dalam akidahnya

telah tertanam bahwa Allah SWT yang menciptakan segala-galanya,

pengetahuan-Nya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam

semesta ini. Tawakal adalah berpegang teguh kepada Dzat Allah.[2]

Keyakinan inilah yang mendorong manusia untuk menyerahkan segala

persoalannya kepada Allah SWT. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak

ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana.

Tawakal sering disalahartikan. Makna yang benar adalah penyerahan

seorang hamba kepada Allah dalam perkara yang berada di luar

kemampuannya, sebab ia tidak sanggup melakukannya. Adapun dalam

perkara yang berada dalam batas kemampuan, dan ia sanggup

melakukannya, maka dalam hal ini tidak ada tempat bagi tawakal.[3]

Tawakal terdiri atas bermacam-macam jenis menurut tingkatannya dan

penamaannya sesuai dengan derajatnya sehingga dapat menjadi tawakal,

tasliim, dan tafwidh.

Tawakal merupakan permulaan dari suatu kedudukan (maqam) yang

bersifat rohani, at-tasliim adalah perantaranya, sedangkan tafwidh adalah

akhirnya. Jika kepercayaan kepada Allah SWT itu ada akhirnya, tafwidh itulah

akhirnya.[4]

Jika manusia telah bertawakal kepada Allah SWT maka buah tawakalnya

ada 2:[5]

Yang pertama adalah kecintaan Allah kepadanya, sebagaimana firman-

Nya:

) Pين\ Áل PوPك لمSت Sح\ب× �هP ي لل \ن� ٱ...إ )١٥٩ٱArtinya:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang tawakal” (Q.S. Ali Imran, 3: 159)[6]

Yang kedua adalah jaminan Allah baginya seperti firman-Nya:

 SهS �ه\ فPهSوP حPسب لل �ل عPلPى PوPك Pت )٣ ...(ۥ ٱ...وPمPن يArtinya:

“Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah kaan mencukupkan (keperluan)nya”. (Q.S. Ath- Thalaq, 65: 3)[7]

Dan juga pada hadits Nabi SAW yang artinya:

“Dari Umar r.a. mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah pasti Dia akan memberi kalian rizki kepada burung, ketika keluar dari sarang di pagi hari dengan perut kosong, pulang sore hari dengn perut kenyang””. (HR. At-Tirmidzi)[8]

1)      Manfaat Tawakal kepada Allah SWT

a)      Rezekinya dicukupkan dan diberikan ketenangan

b)      Dikuatkan dan dijauhkan dari setan

c)      Umat Nabi Muhammad adalah salah satu yang mendapat keistimewaan,

yaitu masuk surga tanpa hisab. Di dalam hadis diriwayatkan, Nabi SAW

pernah menyebutkan bahwa di antara umatnya ada tujuh puluh ribu orang

yang masuk surga tanpa hisab, yaitu orang-orang yang tidak membual, tidak

mencuri, tidak membuat ramalan yang buruk-buruk, dan kepada Rabb

mereka bertawakkal.[9]

b.      Ikhtiar

Kata ikhtiar berasal dari bahasa Arab (ikhtara- yakhtaru- ikhtiyaaran)

yang berarti memilih. Adapun menurut istilah, ikhtiar yaitu berusaha untuk

mencapai apa yang diinginkan, tidak berdiam diri dan berpangku tangan

apalagi lari dari kenyataan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

ه\مY إ PنفSس\ \أ Y مPا ب وا SرÁ SغPي �ىÙ ي ت Pح � \قPوم ÁرS مPا ب SغPي �هP الP ي لل )١١ ...(ٱن� Artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka”. (Q.S. Ar-Ra’d, 13: 11)[10]

Fitrah manusia adalah keinginan untuk menjadi lebih baik dalam

kehidupannya. Mereka melakukan segala upaya untuk mewujudkan mimpi-

mimpnya. Dan hal itu telah disinggung pada ayat di atas, yaitu semangat

perubahan yang harus dimiliki oleh manusia.

Pesan yang terkandung di dalam ayat tersebut, agar terjadi sebuah

perubahan adalah dengan jalan ikhtiar (berusaha). Islam sangat

menekankan konsep ikhtiar bagi umat-Nya dalam menjalani kehidupan ini.

Sikap ikhtiar juga menegaskan sebuah harapan yang tinggi (optimis)

dalam jiwa. Semangat untuk senantiasa memandang positif keadaan,

sekaligus menghilangkan rasa putus asa yang seringkali menghalangi

seseorang untuk berubah ke arah yang lebih baik.[11]

Dalam firman-Nya berikut ini, Allah menyatakan bahwa orang yang

berputus asa dari rahmat Allah termasuk orang yang ingkar.

) PنYو Sف\رP Yك \ ال YقPوYم � ال \ال iه\ إ وYح\ الل Pر Yم\ن SسP Yئ Pاي P ي iهS ال \ن )٨٧... إ

Artinya:

“Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir”. (Q.S. Yusuf, 12: 87)[12]

Putus asa adalah rasa rendah diri, tidak mensyukuri nikmat yang telah

diberikan Allah. Jiwa dan raga yang telah disempurnakan Allah terlalu murah

untuk dibayar dengan rasa putus asa. Sikap pesimis menghadapi pelbagai

persoalan hidup, sama artinya dengan menyangsikan kekuasaan Allah.

Hanya orang-orang yang kufur nikmat yang selalu berputus asa dan tidak

mau berikhtiar.

Padahal, ikhtiar merupkan ciri pribadi seorang mukmin. Dengan ikhtiar,

kita akan mengerahkan segala daya dan kemampuan yang kita miliki. Kita

menggali potensi diri, sebagai anugerah yang telah diberikan Allah kepada

kita. Ikhtiar merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Kits

memaksimalkan kinerja seluruh indera kita untuk menjemput rahmat Allah

yang begitu luas. Ikhtiar adalah kebutuhan mutlak setiap manusia yang

mengaku beriman kepada Allah.

Oleh karena itu, ketika kita ingin mengubah keadaan, mencari solusi atas

berbagai persoalan hidup yang kita alami, dan berharap kehidupan yang

lebih baik. Tidak ada kata lain, solusinya adalah ikhtiar. Setelah itu serahkan

semua persoalan tersebut kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan

membantu memecahkan masalah itu.[13]

c.       Sabar

Sabar secara bahasa adalah menahan atau tabah. Sedangkan secara

istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang ia inginkan, dari

kesedihan, kesulitan, kesusahan, putus harapan, sesuatu yang ditetapkan

(dilarang ataupun diperintahkan) oleh suatu hukum. Sabar dalam

pengertiannya yang menyeluruh ini adalah kemampuan untuk menguasai

semua kemelut jiwa sehingga tidak terseret, ke kanan atau ke kiri, oleh

bujuk rayu hawa nafsu dan pedihnya derita.[14]

Jadi sabar adalah gambaran dar keteguhan dalam menghadapi tuntutan

hawa nafsu. Tuntutan kebaikan yang dimaksud adalah petunjuk Allah SWT

kepada manusia tentang baik dan buruk, serta balasan dar perbuatan kita.

Sifat inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan dalam

mengekang nafsu syahwat. Adapun yang dimaksud dengan tuntutan hawa

nafsu adalah tuntutan syahwat dengan segala keinginannya. Barangsiapa

yang mampu mengalahkan hawa nafsu, maka ia layak digolongkan sebagai

orang-orang yang sabar. Aka tetapi apabila dirinya dikalahkan oleh hawa

nafsunya dan tidak bersabar untuk mengekangnya, maka ia termasuk

golongan setan.

Firman Allah SWT:                                                                      

PموP أل Pص� م\نYقP YجSوYع\ وPن YخPوYف\ وPال يYء� م\نP ال Pش\ SمY ب �ك SوPن Yل Pب Pن �مPرPٲٱول لث Pس\ وSنفP أل Pٱل\ و ت\ ٲٱ) Pر\ين\ Ùب لص�ـ ر\ ÁشP )١٥٥ٱ وPب

Artinya:

“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Q.S. Al-Baqarah, 2: 155)[15]

1)      Macam atau Tingkatan Sabar

a)      Shiddiquun

Ialah orang-orang yang benar lahir dan batinnya. Yang termasuk tingkat ini

ialah para: Rasul, sahabat Beliau, orang saleh, yaitu orang yang bersikap

patut dan wajar menurut Allah.

b)      Muqarrabuun

Ialah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan

mengerjakan semua yang diperintahkan atasnya mengenai bagian lahirnya

saja terlihat patuh, tetapi batinnya ini belum tertutup pintu. Sehingga tiap

manusia, berhak mencapainya. Tetapi, untuk menjadi Rasul pintunya sudah

tertutup dengan telah diutus Nabi Muhammad SAW, karena Beliau Rasul

terakhir.

c)      Mujahiduun

Ialah orang berjuang keras melawan hawa nafsunya dan lain-lain, sehingga

ia bagaikan orang berperang yaitu berganti-ganti antara kalah dan menang.

Manusia tingkat ini banyak dalam masyarakat.

d)     Ghafiluun

Ialah orang yang telah banyak kali kalah dari menang menentang lawannya,

karena akalnya mudah dikalahkan, malahan mungkin ke puncaknya, ialah

tidak mau tahu pada Allah SWT sedikit pun, sehingga yang tinggal

syahadatnya saja.[16]

2)      Aspek Sabar

Pada dasarnya, apa yang dihadapi oleh manusia dalam hidupnya tidak

lepas dari dua perkara, yaitu mengikuti hawa nafsu dan menjauhi hawa

nafsu. Oleh karena itu, setiap orang butuh kesabaran dalam menahan dan

mengendalikan hawa nafsunya dalam kehidupan sehari-hari. Itu artinya

manusia tidak boleh lepas dari sikap sabar. Diantara aspek sabar dalam

kehidupan manusia adalah:

a)      Sabar dalam Menghindari Maksiat

Kesabaran ini muncul apabila seseorang mau merenungkan akibat yang

timbul dari suatu maksiat.

b)      Sabar dalam Menjalani Ketaatan

Sabar yang dimaksud ialah selalu memenuhi perintah Allah, memelihara

keikhlasan ketika menunaikannya, dan menghiasi diri dengan ilmu

pengetahuan.

c)      Sabar dalam Menghadapi Cobaan

Kesabaran ini tampak apabila seseorang mau merenungkan pahala yang

akan diterima oleh orang yang tabah terhadap musibah.[17]

d.      Syukur

Syukur adalah salah satu refleksi dari sikap tawakal. Secara bahasa,

berasal dari kata bahasa Arab “syukrun” yang berarti mengingat atau

menyebut nikmat-Nya dan mengagungkan-Nya.[18] Syukur artinya sesuatu

yang menunjukkan kebaikan dan penyebarannya. Sedangkan secara syar’i,

syukur adalah memberikan pujian kepada Allah SWT dengan cara taat

kepada-Nya, tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya serta bersikap

amar makruf dan nahi mungkar. Karena Allah yang membeikan segala

bentuk kenikmatan kepada kita.

Jadi, syukur sebagai sikap pengakuan terhadap nikmat Allah SWT. Rasa

syukur tidak hanya melalui ucapan hamdalah ketika mendapatkan nikmat

dari-Nya. Tetapi lebih dari itu, harus diwujudkan dengan tindakan nyata dan

kepatuhan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Allah

memerintahkan manusia untuk bersyukur kepada-Nya, sebab kurang

bersyukur merupakan cacat yang harus disersihkan.[19]

1)      Rukun Syukur

a)      Syukur Qalbi

Yaitu mengakui dan meyakini dengan sebenar-benarnya di dalam hati bahwa

segala bentuk nikmat yang telah ia dapatkan hanya berasal dari Allah SWT

semata.

b)      Syukur Lisan

Yaitu senantiasa memuji kepada Allah atas segala karunia dan anugerah

yang telh dilimpahkan-Nya.

c)      Syukur Jawarih

Yaitu menggunakan segala bentuk nikmat yang telah dilimpahkan-Nya untuk

mendapatkan rahmat dan ridha-Nya.[20]

2)      Kandungan Syukur

a)      Mengetahui nikmat. Tidak jarang seseorang diberi nikmat tetapi dirinya

tidak tahu bahwa yang diberikan tersebut adalah nikmat.

b)      Menerima nikmat, yaitu menyambut gembira nikmat tersebut sambil

menampakkan sikap butuh terhadap nikmat tersebut.

c)      Memuji nikmat, yaitu mensifati Sang Pemberi nikmat dengan sifat

dermawan, mulia, dan sifat-sifat bagus lainnya.[21]

e.       Qana’ah

Kata Qana’ah berasal dari bahasa Arab yang berarti rela, suka menerima

yang dibagikan kepadanya. Sedangkan menurut istilah, Qana’ah adalah

menerima keputusan Allah SWT dengan tidak mengeluh, merasa puas dan

penuh keridaan atas keputusan Allah SWT, serta senantiasa tetap berusaha

sampai batas maksimal kemampuannya.

Menjadi orang yang kaya. Ini mungkin menjadi impian berjuta manusia di

muka bumi. Rumah mewah, perhiasan, harta yang melimpah adalah simbol

dari definisi kekayaan Islam sebagai agama fitrah memahami betul

kecenderungan manusia untuk kaya. Namun Islam menawarkan definisi lain

yang lebih bermuara dari dalam jiwa manusia, bukan pandangan mata. Jika

makna kaya adalah kecukupan, Islam mengajarkan bagaimana menanamkan

bagaimana “rasa kecukupan” tersebut dalam jiwa manusia. Ketika rasa

cukup telah tertanam dalam hati, sifat qana’ah pun akan terpatri dalam

jiwanya.

Syaikh Taj Al-Din Al-Dzakir berkata, “Tidak disebut qana’ah orang yang

rakus dalam makanan. Orang yang qana’ah memiliki cukup harta, tetapi

hemat dalam belanja dan makannya sedikit.” Rabi’ bin Anas berkata,

“Sesungguhnya nyamuk dapat hidup karena lapar. Apabila kenyang,

tubuhnya bertambah gemuk dan cepat mati. Begitu pula manusia. Jika

terlalu banyak makan, hatinya akan mati”. Ini adalah perumpamaan dalam

bersikap qana’ah.[22]

Sifat qana’ah harus kita tanamkan sejak dini, karena janji Allah SWT

bahwa Dia telah menjamin rezeki kepada semua makhluk-Nya. Sebagaimana

firman-Nya:

�ه\ ر\زقSهPا...( لل \ال� عPلPى Pرض\ إ أل �ة� ف\ى ٱ...وPمPا م\ن دPاب )٦ٱArtinya:

“Tiada suatu yang melata di bumi, melainkan di tangan Allah rezekinya.” (Q.S. Huud, 11: 6)[23]

) ÙىP Pغن c فPأ )٨وPوPجPدPكP عPاء\الArtinya:

“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” (Q.S. Ad-Dhuha, 93: 8)[24]

Ada beberapa hal yang diperlukan untuk membuat hati kita menjadi

qana’ah:

1)      Istiqamah terhadap Allah

Istiqamah adalah sikap konsisten dalam menjalankan perintah-Nya dan

menjauhi larangan-Nya.

2)      Membebaskan hati dari penyakitnya

Di antara sekian penyakit hati yang paling mendapat perhatian besar

adalah riya’, ujub, dan takabur. Riya’ bisa menggoda siapa saja, kapan dan

dimana saja.

Seseorang yang riya’ beramal bukan karena Allah,  tapi karena ingin

dilihat dan dipuji manusia. Sedangkan hati yang dihinggapi rasa ujub akan

merendahkan orang lain, membicarakan dan membanggakan amal yang

dilakukannya. Hati yang takabur akan terhalang dari pertolongan Allah.

3)      Meningkatkan rasa syukur

Ada banyak hal yang harus kita syukuri. Betapa Allah akan marah kepada

hamba-Nya yang tak mampu bersyukur, dan akan menambah nikmat pada

hamba-Nya yang pandai bersyukur.[25]

2.      Bentuk dan Contoh Perilaku Tawakal, Ikhtiar, Sabar, Syukur &

Qana’ah

Sebagai seorang muslim, kita harus mengenali bentuk-bentuk dan contoh

perilaku tawakal, ikhtiar, sabar, syukur, dan qana’ah sebgai berikut:

a.       Tawakal

1)      Melakukan sesuatu atas dasar niat ibadah kepada Allah SWT

2)      Tidak menggantungkan keberhasilan suatu usaha kepada selain Allah SWT

3)      Bersikap pasrah dan siap menerima apa pun

4)      Tidak memaksakan kehendak atau keinginan kepada siapa pun dan pilihan

manapun

5)      Bersikap tegar dan tenang, baik dalam menerima keberhasilan maupun

kegagalan.

Contoh:

Rajin belajar dan tawakal dengan berdo’a kepada Allah akan menghasilkan

kemudahan dalam mengerjakan soal.

b.      Ikhtiar

1)      Mau bekerja keras dalam mencapai suatu harapan dan cita-cita.

2)      Selalu bersemangat dalam mengahadapi kehidupan.

3)      Tidak mudah menyerah dan putus asa

4)      Disiplin dan penuh tanggung jawab

5)      Giat bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup

6)      Rajin berlatih agar bisa meraih apa yang diinginkannya. [26]

c.       Sabar

1)      Bersabar dalam hal belajar untuk meraih cita-cita dan harapan

2)      Sabar ketika diejek oleh teman-teman, karena kesabaran akan membawa

hasil yang positif

3)      Tidak mudah emosi atau marah

4)      Tidak tergesa-gesa

5)      Menerima segala sesuatu dengan kepala dingin

6)      Tidak mudah menyalahkan orang lain

7)      Selalu bersera diri kepada Allah SWT.

8)      Sabar dan tabah dalam belajar

d.      Syukur

1)      Selalu mengucapkan hamdalah atau terima kasih setiap kali menerima

kenikmatan

2)      Menggunakan apa yang diberikan sesuai dengan kehendak pemberinya

3)      Menjaga dan merawat dengan baik apa yang telah diberikan

4)      Menyisihkan sebagian harta kita untuk diserahkan ke baitul mal

5)      Menyisihkan waktunya untuk membantu orang yang belum bisa membaca

Al-Qur’an.[27]

e.       Qana’ah

1)      Selalu ikhlas menerima kenyataan hidup

2)      Tidak banyak berangan-angan

3)      Tidak bersikap iri terhadap kenikmatan yang diterima orang lain

4)      Sudah cukup merasa senang walaupun ke sekolah dengan berjalan kaki

5)      Merasa cukup dengan kondisi yang pas-pasan, asalkan mampu

menyekolahkan anaknya.[28]

3.      Menunjukkan Nilai-Nilai Positif dari Tawakal, Ikhtiar, Sabar, Syukur

dan Qana’ah

a.       Tawakal

1)      Memperoleh kepuasan batin karena keberhasilan uasahanya mendapat

ridho Allah

2)      Memperoleh ketenangan jiwa karena dekat dengan Allah yang mengatur

segala-galanya

3)      Mendapatkan keteguhan hati.

b.      Ikhtiar

1)      Terhindar dari sikap malas

2)      Dapat mengambil hikmah dar setiap usaha yang dilakukannya

3)      Memberikan contoh tauladan bagi orang lain

4)      Mendapat kasih sayang dan ampunan dari Allah SWT

5)      Merasa batinnya puas karena dapat mencukupi kebutuhan hidupnya

6)      Terhormat dalam pandangan Allah dan sesama manusia karena sikapnya

7)      Dapat berlaku hemat dalam membelanjakan hartanya.

c.       Sabar

1)      Terhindar dari bencana dan mala petaka yang disebabkan oleh nafsu

2)      Melatih diri mengendalikan hawa nafsu

3)      Disayang oleh Allah

4)      Memiliki emosi yang stabil

5)      Memiliki harapan akan masuk ke surga sesuai janji Allah dalam surah

AlBaqarah ayat 155

6)      Berhasil mengembalikan persaudaraan yang hampir rusak. [29]

d.      Syukur

1)      Memperoleh kepuasan batin karena dapat menaati salah satu kewajiban

hamba terhadap Allah SWT

2)      Terhindar dari sifat tamak

3)      Mendapat jaminan tambahan nikmat Allah.

e.       Qana’ah

1)      Terhindar dari sifat tamak

2)      Dapat merasakan ketentraman hidup karena merasa cukup atas karunia

Allah yang dianugerahkan kepada dirinya.

3)      Mendapat jaminan tambahan nikmat dari Allah dan terhindar dari ancaman

siksa yang berat.

4.       Menampilkan Perilaku Tawakal, Ikhtiar, Sabar, Syukur dan Qana’ah

a.       Tawakal

Manusia harus sadar dirinya lemah, terbukti sering mengalami kegagalan.

Keberhasilan usaha manusia ada pada kuasa dan kehendak Allah semata-

mata. Oleh sebab itu, manusia harus mau bertawakal kepada Allah setelah

melakukan usaha secara sungguh-sungguh. Oleh sebab itu, pada waktu

tawakal hendaknya memperbanyak do’a kepada Allah agar usahanya

berhasil baik.[30]

b.      Ikhtiar

1)      Kuatkan iman kepada Allah SWT

2)      Hindari sikap pemalas

3)      Jangan mudah menyerah dan putus asa

4)      Berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan untuk selalu berikhtiar

5)      Giat dan bersemangat dalam melakukan suatu usaha

6)      Tekun dalam melaksanakan tugas, pandai-pandai memanfaatkan waktu

7)      Tidak mudah putus asa, selalu berusaha memajukan usahanya.

c.       Sabar

1)      Selalu ingat bahwa marah tidak dapat menyelesaikan masalah

2)      Memperbanyak bergaul dengan teman-teman yang baik, berakhlak mulia

3)      Membatasi diri dan bersikap hati-hati dalam bergaul denga teman yang

betwatak keras dan kasar

4)      Hadapi segala sesuatu dengan tenang

5)      Hindari sifat tergesa-gesa.

d.      Syukur

1)      Menerima pemberian orang tua dengan senang hati

2)      Memanfaatkan uang untuk membeli hal-hal yang bermanfaat

3)      Tidak boros dalam menggunakan uang.[31]

e.       Qana’ah

1)      Sering memperhatikan orang-orang yang lebih miskin daripada kita

2)      Tidak sering memperhatikan orang yang lebih kaya agar kita  tidak merasa

kurang

3)      Membiasakan diri berlaku hemat

4)      Biasakan bersikap ikhlas

5)      Hindari kebiasaan berangan-angan.[32]

C.    PENUTUP

1.      Kesimpulan

Tawakal adalah menyandarkan permasalahan kepada Allah SWT guna

memperoleh maslahat dan menolak mudharat serta menyerahkan semua

urusan kepada-Nya. Nilai positif dari tawakal ialah memperoleh kepuasan

batin karena keberhasilan uasahanya mendapat ridho Allah.  Dan, contoh

dalam berperilaku tawakal ialah bertawakal kepada Allah setelah melakukan

usaha secara sungguh-sungguh.

Ikhtiar yaitu berusaha untuk mencapai apa yang diinginkan, tidak

berdiam diri dan berpangku tangan apalagi lari dari kenyataan. Nilai positif

dari ikhtiar ialah terhindar dari sikap malas. Dan, contoh perilakunya ialah

berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan untuk selalu berikhtiar

Sabar adalah menahan diri dari segala sesuatu yang ia inginkan, dari

kesedihan, kesulitan, kesusahan, putus harapan, sesuatu yang ditetapkan

oleh suatu hukum. Nilai positifnya ialah terhindar dari bencana dan mala

petaka yang disebabkan oleh nafsu. Dan, contoh perilakunya ialah selalu

ingat bahwa marah tidak dapat menyelesaikan masalah

Syukur adalah memberikan pujian kepada Allah SWT dengan cara taat

kepada-Nya, tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya serta bersikap

amar makruf dan nahi mungkar. Nilai positifnya ialah memperoleh kepuasan

batin karena dapat menaati salah satu kewajiban hamba terhadap Allah

SWT. Dan, contoh perilakunya ialah memanfaatkan uang untuk membeli hal-

hal yang bermanfaat

Qana’ah adalah menerima keputusan Allah SWT dengan penuh keridaan

atas keputusan Allah SWT, serta senantiasa tetap berusaha sampai batas

maksimal kemampuannya. Nilai positifnya ialah terhindar dari sifat tamak.

Dan, contoh perilakunya ialah sering memperhatikan orang-orang yang lebih

miskin daripada kita.

Pengertian

Yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri

pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita,

dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan

membahayakan jiwa.

Sesuatu yang membahayakan jiwa bisa bersifat fisik atau psikis. Misalnya kita melakukan hal-

hal yang bisa membuat tubuh kita menderita. Seperti; terlalu banyak bergadang, sehingga daya

tahan tubuh berkurang, merokok, yang dapat menyebabkan paru-paru kita rusak, mengkonsumsi

obat terlarang dan minuman keras yang dapat membahyakan jantung dan otak kita. Untuk itu

kita harus bisa bersikap atau beraklak baik terhadap tubuh kita. Selain itu sesuatu yang dapat

membahayakan diri kita itu bisa bersifat psikis. Misalkan iri, dengki , munafik dan lain

sebagainya. Hal itu semua dapat membahayakan jiwa kita, semua itu merupakan penyakit hati

yang harus kita hindari. Hati yang berpenyakit seperti iri dengki munafiq dan lain sebagainya

akan sulit sekali menerima kebenaran, karena hati tidak hanya menjadi tempat kebenaran, dan

iman, tetapi hati juga bisa berubah menjadi tempat kejahatan dan kekufuran.

Untuk menghindari hal tersebut di atas maka kita dituntut untuk mengenali berbagai macam

penyakit hati yang dapat merubah hati kita, yang tadinya merupakan tempat kebaikan dan

keimanan menjadi tempat keburukan dan kekufuran. Seperti yang telah dikatakan bahwa diantara

penyakit hati adalah iri dengki dan munafik. Maka kita harus mengenali penyakit hati tersebut.

Dengki. Orang pendeki adalah orang yang paling rugi. Ia tidak mendapatkan apapun dari sifat

buruknya itu. Bahkan pahala kebaikan yang dimilikinya akan terhapus. Islam tidak

membenarkan kedengkian. Rasulullah bersabda: “Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa

Rasulullah Saw. Bersabda, “hati-hatilah pada kedengkian kaerena kedengkian menghapuskan

kebajikan, seperti api yang melahap minyak.” (H.R. Abu Dawud)

üMunafiq. Orang munafiq adalah orang yang berpura-pura atau ingkar. Apa yang mereka

ucapkan tidak sama dengan apa yang ada di hati dan tindakannya. Adapun tanda-tanda orang

munafiq ada tiga.

Hal ini dijelaskan dalam hadits, yaitu:

Dari Abu hurairoh r.a. Rasulullah berkata: ” tanda-tanda orang munafiq ada tiga, jika ia berbicara

ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat.” (H.R. Bukhari,

Muslim, Tirmidzi dan an-Nisa’i)

B. Macam – macam akhlak terhadap diri sendiri

1. Berakhlak terhadap jasmani.

a. Menjaga kebersihan dirinya

Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Ia menekankan kebersihan secara menyeluruh

meliputi pakaian dan juga tubuh badan. Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya

memakai pakaian yang bersih, baik dan rapi terutamanya pada hari Jum’at, memakai wewangian

dan selalu bersugi.

b. Menjaga makan minumnya.

Bersederhanalah dalam makan minum, berlebihan atau melampau di tegah dalam Islam.

Sebaiknya sepertiga dari perut dikhaskan untuk makanan, satu pertiga untuk minuman, dan satu

pertiga untuk bernafas.

c. Tidak mengabaikan latihan jasmaninya

Riyadhah atau latihan jasmani amat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimnapun ia

dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam tanpa mengabaikan hak-hak Allah, diri,

keluarga, masyarakat dan sebagainya, dalam artikata ia tidak mengabaikan kewajiban

sembahyang, sesuai kemampuan diri, menjaga muruah, adat bermasyarakat dan seumpamanya.

d. Rupa diri

Seorang muslim mestilah mempunyai rupa diri yang baik. Islam tidak pernah mengizinkan

budaya tidak senonoh, compang-camping, kusut, dan seumpamanya. Islam adalah agama yang

mempunyai rupa diri dan tidak mengharamkan yang baik. Sesetengah orang yang menghiraukan

rupa diri memberikan alasan tindakannya sebagai zuhud dan tawadhuk. Ini tidak dapat diterima

karena Rasulullah yang bersifat zuhud dan tawadhuk tidak melakukan begitu. Islam tidak

melarang umatnya menggunakan nikmat Allah kepadanya asalkan tidak melampau dan takabbur.

2. Berakhlak terhadap akalnya

a. Memenuhi akalnya dengan ilmu

Akhlak Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak dengan mengambi sesuatu yang memabukkan

dan menghayalkan. Islam menyuruh supaya membangun potensi akal hingga ke tahap

maksimum, salah satu cara memanfaatkan akal ialah mengisinya dengan ilmu.

Ilmu fardh ‘ain yang menjadi asas bagi diri seseorang muslim hendaklah diutamakan karena ilmu

ini mampu dipelajari oleh siapa saja, asalkan dia berakal dan cukup umur. Pengabaian ilmu ini

seolah-olah tidak berakhlak terhadap akalnya.

b. Penguasaan ilmu

Sepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya manusia dapat

bertemu dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat) dan kealfaan ummat terhadap

pengabaian penguasaan ilmu ini.

Perkara utama yang patut diketahui ialah pengetahuan terhadap kitab Allah, bacaannya,

tajwidnya, dan tafsirnya. Kemudian hadits-hadits Rasul, sirah, sejarah sahabat, ulama, dan juga

sejarah Islam, hukum hakam ibadat serta muamalah.

Sementara itu umat islam hendaklah membuka tingkap pikirannya kepada segala bentuk ilmu,

termasuk juga bahasa asing supaya pemindahan ilmu berlaku dengan cepat. Rasulullah pernah

menyuruh Zaid bin Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Abdullah bin Zubair adalah

antara sahabat yang memahami kepentingan menguasai bahasa asing, beliau mempunyai seratus

orang khadam yang masing-masing bertutur kata berlainan, dan apabila berhubungan dengan

mereka, dia menggunakan bahasa yang dituturkan oleh mereka.

3. Berakhlak Terhadap Jiwa

Manusia pada umumnya tahu sadar bahwa jasad perlu disucikan selalu, begitu juga dengan jiwa.

Pembersihan jiwa beda dengan pembersihan jasad. Ada beberapa cara membersihkan jiwa dari

kotorannya, antaranya:

a. Bertaubat

b. Bermuqarabah

c. Bermuhasabah

d. Bermujahadah

e. Memperbanyak ibadah

f. Menghadiri majlis Iman

C. Cara Memelihara Akhlak Terhadap Diri Sendiri

Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain :

1). Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu

dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika melaksanakan

perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.

2). Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung

banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan

adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan

dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.

3). Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda,

kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan

dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.

4). Shidiq, artinya benar atau jujur. Seorang muslim harus dituntut selalu berada dalam keadaan

benar lahir batin, yaitu benar hati, benar perkataan dan benar perbuatan.

5). Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin

menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya

terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rosulullah SAW bersabda bahwa “ tidaj (sempurna) iman

seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji.”

( HR. Ahmad )

6). Istiqamah, yaitu sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun

menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah supaya beristiqamah dinyatakan

dalam Al-Quran pada surat Al- Fushshilat ayat 6 yang artinya “ Katakanlah bahwasanya aku

hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah

Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-

Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang bersekutukan-Nya.”

7). Iffah, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan memelihara kehormatan diri dari

segala hal yang akan merendahkan, merusak, dan menjatuhkannya. Nilai dan wibawa seseorang

tidak ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya,

tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.

8). Pemaaf, yaitu sikap suka member maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun

rasa benci dan keinginan untuk membalas. Islam mengajarkan kita untuk dapat memaafkan

kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.

B.     Manfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri

1. Berakhlak terhadap jasmani:

- jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan

- tubuh menjadi sehat dan selalu bugar

- menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah

2. Berakhlak terhadap akalnya:

- memperoleh banyak ilmu

- dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain

- membantu orang lain

- mendapat pahala dari Allah SWT

3. Berakhlak terhadap jiwa:

- selalu dalam lindungan Allah SWT

- jauh dari perbuatan yang buruk

- selalu ingat kepada Allah SWT

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani

sifatnya atau rohani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan jangan pernah memaksa

diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa.

Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri yaitu dengan sabar, shidiq, tawaduk, syukur,

istiqamah, iffah, pemaaf dan amanah.

B. Saran

Demikian makalah ini kami susun, semoga dengan membaca makalah ini dapat dijadikan

pedoman kita dalam melangkah dan bias menjaga akhlak terhadap diri sendiri. Apabila ada

kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami mohon maaf yang setulus-tulusnya.

ADAB-ADAB TERHADAP DIRI SENDIRI Bersama ini dikirimkan bahan tazkirah sebagai santapan rohani agar ia menjadi iktibar dan peringatan kepada kita. 1. Menjaga kebersihan secara menyeluruh dengan cara mandi dan menyucikan diri. 2. Memotong kuku tangan dan kaki sekali setiap minggu. Janganlah memanjangkannya walaupun sebahagian darinya kerana dikuatiri tersimpan najis dan perbuatan demikian menyerupai haiwan yang buruk. 3. Memotong rambut setiap kali ia panjang, menjaga kebersihannya dan menyisirnya selalu,

yakni jangan pula sampai berlebih-lebihan (tidak membiarkannya dan tidak pula menunpukan perhatian kepadanya) 4. Mengutamakan bahagian kanan, yakni mendahulukan kanan dalam semua perkara yang mulia, seperti ketika mandi, berwuduk, menghormat, berjabat tangan. memakai pakaian atau kasut, memotong kuku, mengambil dan menerima pemberian, makan dan minum. Mengutamakan bahagian kiri yakni perkara yang tidak mulia, seperti membuang ingus, meludah, menanggalkan pakaian dan kasut beristinjak, dan menyentuh aurat. Daripada Aisyah katanya, Rasulullah s.a.w menggunakan tangan kanan untuk bersuci dan makan, sedangkan tangan kiri untuk bersuci dan yang kotor-kotor.

5. Jangan menghadap kiblat ketika meludah, membuang ingus dan kahak, tapi hendaklah ke arah kiri dan pada saputangan yang khusus supaya tidak mengganggu orang lain. 6. Mengalihkan wajah ketika bersin dari muka manusia, dan dari makanan dan minuman agar percikan ingus tidak mengenai orang lain, dan meletakkan saputangan atau tangan ke mulut, memperlahankan suaranya sedapat mungkin. Daripada Abi Hurairah katanya, Apabila Rasulullah s.a.w bersin, beliau meletakkan tangannya di mulutnya dan dengannya suaranya menjadi tidak kuat 7. Memuji Allah sesudah bersin. 8. Orang yang bersin dan memuji Allah hendaklah dijawab dengan (yarhamukallah) dan orang yang bersin pula menjawabnya dengan doa yang berikut (yahdikumullahu wa yushlihu balakum) 9. Meletakkan tangan di mulut ketika menguap untuk menutup pandangan yang tidak layak ketika mulut terbuka, juga untuk menghalang sesuatu masuk ke dalam mulut. Juga disuruh mengurangkan suaranya, dan jika dapat, jangan sampai mengeluarkan suara. Selepas menguap hendaklah beristighfar kepada Allah kerana menguap adalah bukti kemalasan. Oleh itu Allah tidak menyukainya dan menyatakan bahawa ia disebabkan syaitan. Dari Abu Hurairah bahawa nabi bersabda, "Sesungguhnya Allah suka akan bersin dan benci akan menguap. Jika salah seorang kamu bersin dan memuji Allah hendaklah orang Islam yang mendengarnya mengucapkan ''Yarhamukallah'' .Adapun menguap adalah dari syaitan, jadi jika salah seorang dari kamu menguap maka hendaklah ia mengembalikannya sedapat mungkin kerana apabila kamu menguap, syaitan ketawa melihatnya." 10. Berusaha tidak bersendawa, menghindari makanan yang menyebabkan sendawa atau makanan yang membanyakkannya. Dan jika tidak dapat dihindari, bersendawalah dengan suara yang ringan, kemudian bacalah istighfar sesudah sendawa. Daripada Abu Juhaifah katanya,"Aku memakan kepingan roti dan daging kemudian aku mendatangi nabi lalu aku sendawa. Beliau bersabda, pendekkan sendawamu kerana sesungguhnya orang yang paling lapar pada Hari kiamat kelak ialah orang yang paling kenyang di dunia." 11. Mengingat Allah dan bersyukur kepadaNya ketika berkaca (melihat wajah di cermin) kemudian berdoa dengan doa yang warid dari nabi : ''Segala puji bagi Allah, sebagaimana engkau elokkan kejadian aku maka elokkanlah akhlakku." 12. Menggunakan telefon bila perlu sahaja, bukan untuk bermain-main, bergurau atau untuk mengejutkan orang lain, dan bertelefonlah pada waktu-waktu yang sesuai, awali percakapan dengan salam, mengenalkan diri, kemudian menyebut maksud. 13. Membiasakan diri dengan amal yang salih, seperti beribadah, bersedekah, sembahyang unat, menghampirkan diri kepada Allah, berzikir dan membaca Al-Quran. Jangan meninggalkan demikian kerana malas, enggan atau kesibukan dunia. Daripada Aisyah katanya, amalan yang disukai Rasulullah ialah amalan yang terus menerus dilakukan seseorang. 14. Meninggalkan berlebihan dalam segala suatu, tidak melakukan suatu yang tidak berguna, selalu memperbaiki diri dan berusaha memperbaikinya. Daripada Abu Hurairah katanya, Rasulullah bersabda ''Sebahagian tanda kebagusan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak dimaksudnya.

15. Memberi nasihat kepada orang yang mengenali kebaikan, yakni dengan nasihat yang baik bagi orang itu samaada pada agamanya atau dunianya. 16. Menerima nasihat orang lain, mahu mengakui kebenaran dan kembali semula kepadanya, juga mengakui kesalahan diri sendiri jika memang benar sudah salah, dan jangan berterusan padanya, kerana kebenaran itu ialah barang orang mukmin yang hilang, yang terus dicarinya dan akan berterima kasih kepada orang yang menyerahkannya kepadanya serta memuji setiap orang yang sudi memberi nasihat. 17. Membiasakan hidup sederhana, mensyukuri yang sedikit, dan meninggalkan hidup

bermewah-mewah dan bersenang-senang di dunia kerana sifat itu menjauhkan diri dari takbur dan ujub serta selamat dari sifat sombong, memuji-muji diri dan angkuh. Dari Aisyah katanya,"Tikar Rasulullah s.a.w diperbuat dari kulit yang disamak setelah dipenuhi dengan sabut." 18. Ikhlas kerana Allah dalam semua pekerjaan, menjadikan matlamat utama dari kehidupan sebagai syiar orang mukmin yang diletakkannya di hadapan dan terus menerus mengulang-ulang sebutan ''Oh Tuhanku, Engkaulah tujuanku, dan Redamulah yang ku cari''.Adab Terhadap Diri Sendiri

Kaum muslimin percaya bahwa kebahagian di dunia dan akhirat bergantung pada perilaku dan

adab terhadap diri sendiri dan pada kesucian serta kebersihan jiwa. Begitu juga dengan

kesengsaraan disebabkan kerosakan dan kekotoran jiwa hal ini nyata dalam firman Allah :

“ Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah

orang yang mengotorinya”

( Asy-Syam [ 91] 9-10)

Rasullullah bersabda :

“ Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bila melakukan sesuatu dosa terjadilah bintik hitam

dalam hatinya. Bila dia bertaubat dan menghentikan dosanya dan mencela perbuatannya, hatinya

akan bersinar kembali, dan apabila dosanya bertambah, akan bertambah pula bintik hitam itu

hingga hatinya akan tertutup….”

( Nasa’i dan Tarmizi, hadis hasan sahih)

Oleh yang demikian kaum muslim haruslah berusaha menjaga dirinya dengan membersih dan

menyucikan jiwanya. Kerana jiwa yang suci dan bersih dapat menjauhkan diri dari melakukan

perbuatan-perbuatan yang buruk dan boleh merosakkan. Beberapa langkah yang perlu di lalui

untuk mencapai kesucian jiwa iaitu :

a.      TaubatTaubat yang bermaksud menyucikan diri dari dosa dan maksiat, menyesali segala dosa yang telah dilakukan dan berazam untuk tidak mengulangi. Seperti firman Allah yang bermaksud:“ Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang seikhlas-ikhlasnya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai….” (at-Tahrim[66] : 8)Dan sabda Rasullullah :“ Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah kerana aku bertaubat setiap hari seratus kali ”( Muslim )b. Muraqabah ( Pengawasan )Umat Islam sentiasa merasakan setiap perbuatan dan pergerakan diawasi oleh Allah. Sehingga mereka yakin bahawa Allah sentiasa memerhatikan dan megetahui segala yang nyata mahupun tersembunyi.Dengan keyakinan itulah manusia merasakan jiwanya tenang mengingati Allah dan puas mendampingiNYA. Ia di nyatakan dalam firman Allah :“ Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan .....” ( an-Nisa [4] : 125 )Rasullullah juga bersabda :” Beribadahlah kamu kepada Allah seperti kamu melihat-NYA, apabila kamu tidak melihat Allah, sesungguhnya Dia melihatmu ......” (Muttafaq ’alaih)

c. Muhassabah

Melakukan perhitungan terhadap diri sendiri di atas apa yang telah dilakukan demi mengecapi kebahagian di dunia dan akhirat. Sentiasa membuat perhitungan dengan apa yang telah dilakukan. Andainya apa yang dilakukan adalah perkara-perkara yang dilarang, maka mestilah segera beristigfar menyesali perbuatan dan segera bertaubat dan membuat kebaikan. Inilah yang dimaksudkan dengan muhassabah terhadap diri sendiri.Ianya satu cara memperbaiki, mendidik, menyuci dan membersihkan diri

Allah berfirman :

“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah dilakukannya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” (al-Hasyr [59] : 18)

d. Mujahadah (Berjuang Melawan Hawa Nafsu)

Hawa Nafsu adalah musuh yang paling besar bagi setiap individu Islam. Hawa nafsu hanya cenderung untuk melakukan kejahatan dan menjauhi kebaikan.

Allah telah berfirman :

“ Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.....”(Yusuf [12] : 53 )

Sebagai umat Islam seharusnya kita berjuang untuk melawan hawa nafsu jangan sampai ianya menguasai diri kita. Didiklah nafsu agar tenang dan tenteram serta suci dan bersih. Allah berfirman :

“ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keredhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (al-Ankabut : 69)

Sebagai umat Islam kita mestilah sentiasa berjuang di jalan Allah demi memastikan nafsu terkawal, baik, bersih, suci dan tenteram serta memperolehi kemuliaan dan keredhaan dari Allah S.W.T.  A. PengertianYang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa.Sesuatu yang membahayakan jiwa bisa bersifat fisik atau psikis. Misalnya kita melakukan hal-hal yang bisa membuat tubuh kita menderita. Seperti; terlalu banyak bergadang, sehingga daya tahan tubuh berkurang, merokok, yang dapat menyebabkan paru-paru kita rusak, mengkonsumsi obat terlarang dan minuman keras yang dapat membahyakan jantung dan otak kita. Untuk itu kita harus bisa bersikap atau beraklak baik terhadap tubuh kita. Selain itu sesuatu yang dapat membahayakan diri kita itu bisa bersifat psikis. Misalkan iri, dengki , munafik dan lain sebagainya. Hal itu semua dapat membahayakan jiwa kita, semua itu merupakan penyakit hati yang harus kita hindari. Hati yang berpenyakit seperti iri dengki munafiq dan lain sebagainya akan sulit sekali menerima kebenaran, karena hati tidak hanya menjadi tempat kebenaran, dan iman, tetapi hati juga bisa berubah menjadi tempat kejahatan dan kekufuran.Untuk menghindari hal tersebut di atas maka kita dituntut untuk mengenali berbagai macam penyakit hati yang dapat merubah hati kita, yang tadinya merupakan tempat kebaikan dan keimanan menjadi tempat keburukan dan kekufuran. Seperti yang telah dikatakan bahwa diantara penyakit hati adalah iri dengki dan munafik. Maka kita harus mengenali penyakit hati tersebut.Dengki. Orang pendeki adalah orang yang paling rugi. Ia tidak mendapatkan apapun dari sifat buruknya itu. Bahkan pahala kebaikan yang dimilikinya akan terhapus. Islam tidak

membenarkan kedengkian. Rasulullah bersabda: “Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “hati-hatilah pada kedengkian kaerena kedengkian menghapuskan kebajikan, seperti api yang melahap minyak.” (H.R. Abu Dawud)üMunafiq. Orang munafiq adalah orang yang berpura-pura atau ingkar. Apa yang mereka ucapkan tidak sama dengan apa yang ada di hati dan tindakannya. Adapun tanda-tanda orang munafiq ada tiga. Hal ini dijelaskan dalam hadits, yaitu: , ” . : كذب حدث إذا ثالث المنافقين أيات صلعم االله رسول قال قال عنه الله رضي هريرة أبى عن

, خان اؤتمن وإذا أخلف وعد وإذاDari Abu hurairoh r.a. Rasulullah berkata: ” tanda-tanda orang munafiq ada tiga, jika ia berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat.” (H.R. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan an-Nisa’i)B. Macam – macam akhlak terhadap diri sendiri1. Berakhlak terhadap jasmani.a. Menjaga kebersihan dirinyaIslam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Ia menekankan kebersihan secara menyeluruh meliputi pakaian dan juga tubuh badan. Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya memakai pakaian yang bersih, baik dan rapi terutamanya pada hari Jum’at, memakai wewangian dan selalu bersugi.b. Menjaga makan minumnya.Bersederhanalah dalam makan minum, berlebihan atau melampau di tegah dalam Islam. Sebaiknya sepertiga dari perut dikhaskan untuk makanan, satu pertiga untuk minuman, dan satu pertiga untuk bernafas.c. Tidak mengabaikan latihan jasmaninyaRiyadhah atau latihan jasmani amat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimnapun ia dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam tanpa mengabaikan hak-hak Allah, diri, keluarga, masyarakat dan sebagainya, dalam artikata ia tidak mengabaikan kewajiban sembahyang, sesuai kemampuan diri, menjaga muruah, adat bermasyarakat dan seumpamanya.d. Rupa diriSeorang muslim mestilah mempunyai rupa diri yang baik. Islam tidak pernah mengizinkan budaya tidak senonoh, compang-camping, kusut, dan seumpamanya. Islam adalah agama yang mempunyai rupa diri dan tidak mengharamkan yang baik. Sesetengah orang yang menghiraukan rupa diri memberikan alasan tindakannya sebagai zuhud dan tawadhuk. Ini tidak dapat diterima karena Rasulullah yang bersifat zuhud dan tawadhuk tidak melakukan begitu. Islam tidak melarang umatnya menggunakan nikmat Allah kepadanya asalkan tidak melampau dan takabbur.2. Berakhlak terhadap akalnyaa. Memenuhi akalnya dengan ilmuAkhlak Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak dengan mengambi sesuatu yang memabukkan dan menghayalkan. Islam menyuruh supaya membangun potensi akal hingga ke tahap maksimum, salah satu cara memanfaatkan akal ialah mengisinya dengan ilmu.Ilmu fardh ‘ain yang menjadi asas bagi diri seseorang muslim hendaklah diutamakan karena ilmu ini mampu dipelajari oleh siapa saja, asalkan dia berakal dan cukup umur. Pengabaian ilmu ini seolah-olah tidak berakhlak terhadap akalnya.b. Penguasaan ilmuSepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya manusia dapat bertemu dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat) dan kealfaan ummat terhadap pengabaian penguasaan ilmu ini.Perkara utama yang patut diketahui ialah pengetahuan terhadap kitab Allah, bacaannya, tajwidnya, dan tafsirnya. Kemudian hadits-hadits Rasul, sirah, sejarah sahabat, ulama, dan juga sejarah Islam, hukum hakam ibadat serta muamalah.Sementara itu umat islam hendaklah membuka tingkap pikirannya kepada segala bentuk ilmu, termasuk juga bahasa asing supaya pemindahan ilmu berlaku dengan cepat. Rasulullah pernah menyuruh Zaid bin Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Abdullah bin Zubair adalah antara sahabat yang memahami kepentingan menguasai bahasa asing, beliau mempunyai seratus orang khadam yang masing-masing bertutur kata berlainan, dan apabila berhubungan dengan mereka, dia menggunakan bahasa yang dituturkan oleh mereka.3. Berakhlak Terhadap JiwaManusia pada umumnya tahu sadar bahwa jasad perlu disucikan selalu, begitu juga dengan jiwa. Pembersihan jiwa beda dengan pembersihan jasad. Ada beberapa cara membersihkan jiwa dari kotorannya, antaranya:

a. Bertaubatb. Bermuqarabahc. Bermuhasabahd. Bermujahadahe. Memperbanyak ibadahf. Menghadiri majlis ImanC. Cara Memelihara Akhlak Terhadap Diri SendiriCara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain :1). Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.2). Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.3). Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.4). Shidiq, artinya benar atau jujur. Seorang muslim harus dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir batin, yaitu benar hati, benar perkataan dan benar perbuatan.5). Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rosulullah SAW bersabda bahwa “ tidaj (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji.” ( HR. Ahmad )6). Istiqamah, yaitu sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Quran pada surat Al- Fushshilat ayat 6 yang artinya “ Katakanlah bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang bersekutukan-Nya.”7). Iffah, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak, dan menjatuhkannya. Nilai dan wibawa seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.8). Pemaaf, yaitu sikap suka member maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Islam mengajarkan kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.D. Manfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri1. Berakhlak terhadap jasmani:- jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan- tubuh menjadi sehat dan selalu bugar- menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah2. Berakhlak terhadap akalnya:- memperoleh banyak ilmu- dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain- membantu orang lain- mendapat pahala dari Allah SWT3. Berakhlak terhadap jiwa:- selalu dalam lindungan Allah SWT- jauh dari perbuatan yang buruk- selalu ingat kepada Allah SWT

BAB IIIKESIMPULAN

A. KesimpulanAkhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau rohani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan jangan pernah memaksa

diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa.Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri yaitu dengan sabar, shidiq, tawaduk, syukur, istiqamah, iffah, pemaaf dan amanah.B. SaranDemikian makalah ini kami susun, semoga dengan membaca makalah ini dapat dijadikan pedoman kita dalam melangkah dan bias menjaga akhlak terhadap diri sendiri. Apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami mohon maaf yang setulus-tulusnya.

A.      Pengertian Akhlak Pada Diri Sendiri

Menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk اخالق

jamak dari mufradnya khuluq yang berarti “budi pekerti”. Sedangkan خلق

menurut terminologi : kata “budi pekerti”, budi adalah yang ada pada

manusia, berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran,

ratio. Budi disebut juga karakter. Pekerti adalah apa yang terlihat pada

manusia karena didorong oleh perasaan hati yang disebut behaviour. Jadi,

budi pekerti adalah perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi

pada karsa dan tingkah laku manusia.1[1]

Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai kewajiban terhadap dirinya

sendiri. Namun bukan berarti kewajiban ini lebih penting daripada kewajiban

kepada Allah. Dikarenakan kewajiban yang pertama dan utama bagi

manusia adalah mempercayai dengan keyakinan yang sesungguhnya bahwa

“Tiada Tuhan melainkan Allah”. Keyakinan pokok ini merupakan kewajiban

terhadap Allah sekaligus merupakan kewajiban manusia bagi dirinya untuk

keselamatannya.

Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang harus

ditunaikan untuk memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan semata-mata

untuk mementingkan dirinya sendiri atau menzalimi dirinya sendiri. Dalam

diri manusia mempunyai dua unsur, yakni jasmani (jasad) dan rohani (jiwa).

Selain itu manusia juga dikaruniai akal pikiran yang membedakan manusia

dengan makhluk Allah yang lainnya. Tiap-tiap unsur memiliki hak di mana

antara satu dan yang lainnya mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan

untuk memenuhi haknya masing-masing.

B.       Macam-Macam Akhlak Seorang Muslim Pada Diri Sendiri

1.      Berakhlak terhadap jasmani

a.       Senantiasa Menjaga Kebersihan2[2]

Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Seorang muslim harus

bersih/ suci badan, pakaian, dan tempat, terutama saat akan melaksanakan

12

sholat dan beribadah kepada Allah, di samping suci dari kotoran, juga suci

dari hadas.

Allah SWT berfirman :

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu

adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri137

dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum

mereka suci138. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di

tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai

orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan

diri. (QS. Al Baqarah:222)

Artinya : Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya.

Sesungguh-nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak

hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya

mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan

sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. At Taubah:108)

b.      Menjaga Makan dan Minumnya3[3]

Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi tubuh manusia, jika

tidak makan dan minum dalam keadaan tertentu yang normal maka

manusia akan mati. Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar makan

dan minum dari yang halal dan tidak berlebihan. Sebaiknya sepertiga dari

perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk udara.

Allah SWT berfirman :

Artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan

Allah kepadamu; dan syukurilah ni'mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya

saja menyembah. (QS. An Nahl:114)

c.       Menjaga Kesehatan4[4]

Menjaga kesehatan bagi seorang muslim adalah wajib dan merupakan

bagian dari ibadah kepada Allah SWT dan sekaligus melaksanakan anmanah

dari-Nya. Riyadhah atau latihan jasmani sangat penting dalam penjagaan

kesehatan, walau bagaimnapun riyadhah harus tetap dilakukan menurut

etika yang ditetapkan oleh Islam. Orang mukmin yang kuat, lebih baik dan

lebih dicintai Allah SWT daripada mukmin yang lemah.

34

Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’min yang kuat

lebih dicintai Allah dari mu’min yang lemah, dan masing-masing memiliki

kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan

mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila

engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah “Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al,

Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi”. (HR.

Muslim)

d.      Berbusana yang Islami5[5]

Manusia mempunya budi, akal dan kehormatan, sehingga bagian-bagian

badannya ada yang harus ditutupi (aurat) karena tidak pantas untuk dilihat

orang lain. Dari segi kebutuhan alaminya, badan manusia perlu ditutup dan

dilindungi dari gangguan bahaya alam sekitarnya, seperti dingin, panas, dll.

Karena itu Allah SWT memerintahkan manusia menutup auratnya dan Allah

SWT menciptakan bahan-bahan di alam ini untuk dibuatb pakaian sebagai

penutup badan.

Allah SWT berfirman :

  

Artinya : Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu

pakaian untuk menutup 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan

pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian

dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.

(QS. Al A’raf:26)

2.      Berakhlak terhadap Akal6[6]

a.    Menuntut Ilmu

Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, sekaligus sebagai bentuk

akhlak seorang muslim. Muslim yang baik, akan memberikan porsi terhadap akalnya yakni

berupa penambahan pengetahuan dalam sepanjang hayatnya. Sebuah hadits Rasulullah SAW

menggambarkan :

( ماجه ) ابن رواه كل مسلم على فريضة العلم طلب

Artinya : “Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Seorang mu’min, tidak hanya mencari ilmu dikarenakan sebagai satu kewajiban, yang jika

telah selesai kewajibannya maka setelah itu sudah dan berhenti. Namun seorang mu’min adalah

yang senantiasa menambah dan menambah ilmunya, kendatipun usia telah memakan dirinya.

Menuntut ilmu juga tidak terbatas hanya pada pendidikan formal akademis namun dapat

dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.

56

b.    Memiliki Spesialisasi Ilmu yang dikuasai

Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen

dalam kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993 : 48),

hal-hal yang harus dikuasai setiap muslim adalah : Al-Qur'an, baik dari segi

bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadits; sirah dan sejarah para

sahabat; fikih terutama yang terkait dengan permasalahan kehidupan, dan

lain sebagainya. Setiap muslim juga harus memiliki bidang spesialisasi yang

harus ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus bersifat ilmu syariah, namun

bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi, tehnik, politik dan lain

sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak diantara generasi awal kaum

muslimin yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.

c.    Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain

Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau

mengajarkan apa yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkan

ilmunya.

Firman Allah SWT :

Artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang

lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada

orang yang mempunyai pengetahuan828 jika kamu tidak mengetahui” (An-

Nahl:43)

d.   Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan

Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya adalah

merealisasikan ilmunya dalam “alam nyata.” Karena akan berdosa seorang

yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya.

Firman Allah SWT :

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan

sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa

kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff)

3.      Berakhlak terhadap jiwa

a.    Bertaubat dan Menjauhkan Diri dari Dosa Besar

Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali

perbuatan dosa yang telah lalu dan berkeinginan teguh untuk tidak

mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut pada waktu yang akan datang.7[7]

Allah SWT berfirman :

  

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan

taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan

Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke

dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika

Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mu'min yang bersama dia;

sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,

sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami

cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas

segala sesuatu." (QS. At-Tahrim : 8)

Adapun yang termasuk dosa-dosa besar diantaranya :8[8]

           Syirik

           Kufur

           Nifak

           Riddah

           Fasik

           Berzina dan menuduh orang lain berzina

           Membunuh manusia

           Bersumpah palsu

b.    Bermuraqabah

Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu

diawasi oleh Allah SWT. Dengan demikian dia tenggelam dengan

pengawasan Allah dan kesempurnaan-Nya sehingga ia merasa akrab,

merasa senang, merasa berdampingan, dan menerima-Nya serta menolak

selain Dia.9[9]

Firman Allah SWT :

يبÁا ا²ن± الله عليµك¶مµ رق²

Artinya : “Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu.” (QS. An-Nisa : 1)

c.    Bermuhasabah

789

Yang dimaksud dengan muhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu

waktu untuk menghitung-hitung amal hariannya. Apabila terdapat

kekurangan pada yang diwajibkan kepadanya maka menghukum diri sendiri

dan berusaha memperbaikinya. Kalau termasuk yang harus diqadha maka

mengqadhanya. Dan bila ternyata terdapat sesuatu yang terlarang maka

memohon ampun, menyesali dan berusaha tidak mengulangi kembali.

Muhasabah merupakan salah satu cara untuk memperbaiki diri, membina,

menyucikan, dan membersihkannya.10[10]

Firman Allah SWT :

 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk

hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr : 18)

d.   Mujahadah

Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan

hawa nafsu. Hawa nafsu senantiasa mencintai ajakan untuk terlena,

menganggur, tenggelam dalam nafsu yang mengembuskan syahwat,

kendatipun padanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan. Jika seorang

Muslim menyadari bahwa itu akan menyengsarakan dirinya, maka dia akan

berjuang dengan menyatakan perang kepadanya untuk menentang

ajakannya, menumpas hawa nafsunya.

Firman Allah SWT :

Artinya : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena

sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu

yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun

lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf : 53)

10

BAB III

PENUTUP

  Kesimpulan Menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk اخالق

jamak dari mufradnya khuluq yang berarti “budi pekerti”. Sedangakan خلق

budi pekerti adalah perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi

pada karsa dan tingkah laku manusia. Manusia mempunyai kewajiban

kepada dirinya sendiri yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya.

Dalam diri manusia mempunyai dua unsur, yakni jasmani (jasad) dan rohani

(jiwa). Selain itu manusia juga dikaruniai akal pikiran yang membedakan

manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Tiap-tiap unsur memiliki hak di

mana antara satu dan yang lainnya mempunyai kewajiban yang harus

ditunaikan untuk memenuhi haknya masing-masing.

Macam-macam akhlak seorang muslim pada diri sendiri yaitu;

1.      Berakhlak terhadap jasmani, meliputi menjaga kebersihan, menjaga makan

dan minum, menjaga kesehatan, dan berbusana yang Islami.

2.      Berakhlak terhadap akal, meliputi menuntut ilmu, memiliki spesialisasi

terhadap ilmu yang dikuasai, mengajarkan ilmu yang dimiliki, dan

mengamalkan ilmu yang dikuasai.

3.      Berakhlak terhadap jiwa, meliputi bertauban dan menjauhkan diri dari dosa

besar, bermuraqqabah, bermuhasabbah, dan mujahadah.

Menurut kaidah bahasa Indonesia, sakinah mempunyai arti kedamaian, ketentraman, ketenangan,

kebahagiaan. Jadi keluarga sakinah mengandung makna keluarga yang diliputi rasa damai,

tentram, juga. Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam kehidupan keluarga.

          Keluarga sakinah juga sering disebut sebagai keluarga yang bahagia. Menurut pandangan

Barat, keluarga bahagia atau keluarga sejahtera ialah keluarga yang memiliki dan menikmati

segala kemewahan material. Anggota-anggota keluarga tersebut memiliki kesehatan yang baik

yang memungkinkan mereka menikmati limpahan kekayaan material. Bagi mencapai tujuan ini,

seluruh perhatian, tenaga dan waktu ditumpukan kepada usaha merealisasikan kecapaian

kemewahan kebendaan yang dianggap sebagai perkara pokok dan prasyarat kepada

kesejahteraan (Dr. Hasan Hj. Mohd Ali, 1993 : 15).

         

Pandangan yang dinyatakan oleh Barat jauh berbeda dengan konsep keluarga bahagia atau

keluarga sakinah yang diterapkan oleh Islam. Menurut Dr. Hasan Hj. Mohd Ali (1993: 18 – 19)

asas kepada kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga di dalam Islam terletak kepada ketaqwaan

kepada Allah SWT. Keluarga bahagia adalah keluarga yang mendapat keredhaan Allah SWT.

Allah SWT redha kepada mereka dan mereka redha kepada Allah SWT. Firman Allah SWT:

“Allah redha kepada mereka dan mereka redha kepada- Nya, yang demikian itu, bagi orang

yang takut kepada-Nya”. (Surah Al-Baiyyinah : 8).

          Menurut Paizah Ismail (2003 : 147), keluarga bahagia ialah suatu kelompok sosial yang

terdiri dari suami istri, ibu bapak, anak pinak, cucu cicit, sanak saudara yang sama-sama dapat

merasa senang terhadap satu sama lain dan terhadap hidup sendiri dengan gembira, mempunyai

objektif  hidup baik secara individu atau secara bersama, optimistik dan mempunyai keyakinan

terhadap sesama sendiri.

Pengertian Keluarga Sakinah       “Keluarga” adalah sekelompok orang yang memiliki hubungan kekerabatan karena

perkawinan atau pertalian darah. Secara umum keluarga diartikan dengan terakumulasinya

sejumlah orang yang saling berinteraksi dan berkomunikasi untuk melakukan fungsi sosial

sebagai suami-istri, bapak-ibu, anak laki-laki dan perempuan, atau saudara laki-laki dan

perempuan.

       Sedangkan “sakinah” sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat ar-Ruum ayat 21

bahwa, ”di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari

jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di

antaramu rasa cinta dan sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

kekuasaan-Nya bagi kaum yang berfikir”.

       Kata “sakinah” dalam rumusan ayat di atas berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh

ketenangan dan ketenteraman hidup. Dari sini dapat diambil suatu pengertian keluarga sakinah

adalah sebuah keluarga dimana pasangan suami istri dan anggota keluarga yang lain dalam

kehidupannya penuh dengan ketenangan, bahagia dan sejahtera baik lahir maupun batin, suami

bisa membahagiakan istri dan sebaliknya serta keduanya mampu mendidik anak-anaknya agar

menjadi anak yang sholeh dan sholehah.

       Sudah menjadi aksioma bahwa keluarga adalah sel hidup utama yang membentuk organ

tubuh masyarakat. Jika keluarga baik, masyarakat secara keseluruhan akan ikut baik dan jika

keluarga rusak, masayarakat pun ikut rusak. Keluarga adalah sekolah pertama dalam

mempelajari etika sosial. Sehingga tidak ada umat tanpa keluarga, bahkan tidak ada masyarakat

humanisme tanpa keluarga. Oleh sebab itu, keluarga yang tentram, damai, rukun, bahagia dan

sejahtera atau sakinah menjadi dambaan setiap orang.

Menciptakan Keluarga Sakinah

       Menciptakan keluarga sakinah adalah dambaan setiap orang. Karena tidak dipungkiri

keluarga sakinah mempunyai peranan besar dalam meningkatkan upaya masyarakat dalam

mengamalkan nilai-nilai agama, keimanan, ketakwaan dan akhlaqul karimah baik yang

dilakukan melalui pendidikan rumah tangga maupun pendidikan masyarakat untuk mencapai

hasil pembangunan manusia bahagia dan sejahtera.

       Akan tetapi perlu diketahui, bahwa untuk mencapai keluarga sakinah tersebut tidaklah

mudah, karena sangat banyak permasalahan yang timbul dalam sebuah keluarga. Oleh sebab itu,

agar tujuan untuk menciptakan keluarga sakinah itu tercapai, sangat perlu sekali kiranya dalam

setiap permasalahan dalam keluarga, seluruh anggota keluarga memikirkan untuk kembali pada

fungsi keluarga. Adapun fungsi dari sebuah keluarga adalah:

a. Fungsi biologis: untuk keperluan tumbuh, kembang, dan pemeliharaan badaniah, seperti

makan, minum, berteduh, olah gerak dan penyaluran hasrat seksual bagi suami-istri serta

melahirkan keturunan.

b. Fungsi psikologis: (1) keluarga berperan memberikan status sosial; (2) memberikan

perlindungan dari ancaman, fisik, ekonomis, dan psiko-sosial; (3) berfungsi sebagai pusat

rekreasi bagi anggota-anggotanya; (4) berfungsi sebagai sumber kasih sayang dan ketentraman;

(5) memberikan pendidikan; (6) dan yang utama, karena merupakan dasar pijakan berdirinya

keluarga, keluarga harus memiliki fungsi religius, mengarahkan anggotanya mencapai

pemahaman dan pelaksanaan nilai dan ajaran agama secara lengkap dan sempurna.

c. Fungsi sosiologis: suatu proses yang dialami individu dalam usaha untuk memperoleh

ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan agar dapat menjalankan peranan sebagai bagian

atau anggota dari kolektifa sosial yang lebih besar, sebagai anggota masyarakat. Terkadang baik

dalam rangka melaksanakan fungsi sosialisasi maupun fungsi psikologis, keluarga dapat

diarahkan guna melaksanakan fungsi produksi barang atau jasa, untuk keperluan keluarga

maupun orang lain.

       Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin pesat, disamping

memberikan dampak yang positif, juga memberikan dampak yang negatif terhadap eksistensi

rumah tangga. Bahkan juga dapat merusak nilai-nilai agama dan menyebabkan timbulnya

keretakan dalam rumah tangga itu sendiri. Adanya keretakan rumah tangga yang terjadi tidak

terlepas dari adanya hal-hal yang menghambat berjalannya fungsi-fungsi keluarga di atas.

       Oleh sebab itu, agar fungsi-fungsi keluarga di atas dapat berjalan dengan baik, diperlukan

indikator-indikator yang akan menunjang kelancaran fungsi keluarga sehingga keluarga sakinah

dapat tercapai. Adapun indikator-indikator yang akan menunjang terciptanya keluarga sakinah

tersebut adalah:

1). Adanya keberagamaan dalam keluarga

        Dalam hal ini seluruh anggota keluarga tidak melakukan syirik, hanya murni beriman

kepada Allah, taat pada ajaran Allah dan RasulNya. Sehingga dengan demikian ia berupaya

untuk mencapai yang terbaik, sabar dan tawakkal menerima qadar Allah.

2). Adanya pengetahuan dan peranan agama dalam kehidupan keluarga

       Kehidupan keluarga ibarat sebagai satu bangunan. Demi Terpeliharanya bangunan itu dari

hantaman badai dan goncangan gempa, maka ia harus didirikan di atas satu pondasi yang kuat

dengan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket. Adapun pondasi

kehidupan keluarga adalah agama, disertai dengan fisik dan mental calon ayah dan ibu.

Ketundukan mereka pada agama menjadi kata kunci dari cara menumbuhkan kecintaan dan

kebahagiaan dalam keluarga. Pada saat keluarga menghadapi berbagai macam permasalahan

kehidupan misalnya, ketundukan pada ketentuan Allah merupakan jaminan terselesaikannya

masalah tersebut dengan baik.

3). Ekonomi Keluarga

       Suami istri mempunyai penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Pengeluaran tidak melebihi pendapatan. Masalah perekonomian keluarga sangat penting sekali

untuk diperhatikan, hal ini karena rumah tangga mampu berujung pada perceraian dari masalah

ekonomi ini.

4). Kesehatan keluarga

       Dari segi kesehatan, seluruh anggota keluarga harus menjaga agar semua tetap sehat,

sehingga segala aktifitas baik yang berkaitan di dalam rumah maupun di luar rumah dapat

terlaksana dengan baik.

5). Hubungan sosial keluarga yang harmonis

       Hubungan suami istri yang saling mencintai, menyayangi, membantu, menghormati,

mempercayai, saling bermusyawarah dan terbuka bila mempunyai masalah dan saling memiliki

jiwa pemaaf. Demikian pula hubungan orang tua dengan anak, maupun dengan antara keluarga

suami maupun dengan keluarga si istri.

       Keharmonisan pemikiran dan pendapat dalam hidup merupakan landasan kuat yang

memungkinkan terbangunnya hidup keluarga dalam iklim yang sehat. Masalah ini tidak tercipta

begitu saja, namun terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh untuk menciptakan

keharmonisan diantara pasangan suami istri, Diantaranya adalah:

a) Usaha saling mengenal

       Kehidupan rumah tangga sangat ditentukan oleh hubungan suami istri sebagai unsur utama.

Adanya kebahagiaan, kedamaian dan kerukunan atau yang justru sebaliknya sangat dipengaruhi

dan ditentukan oleh pola interaksi keduanya. Oleh karena itu, para suami istri harus saling

memahami masalah ini dan berusaha untuk mengenali pasangan hidupnya.

b) Usaha saling menghargai

       Kehidupan rumah tangga adalah kehidupan alamiah yang jauh dari kepalsuan. Ia adalah

kehidupan sejati yang didalamnya pihak suami maupun istri bertindak pasti. Oleh karena itu

kedua belah pihak dituntut untuk saling menghargai. Karena dengan adanya sikap saling

menghargai, dapat memelihara kemuliaan pasangan suami istri dan meninggikan martabat

mereka.

c) Usaha saling mengasihi dan menyayangi

       Suami istri adalah pasangan dan teman hidup dalam perjalanan yang panjang. Tentunya

mereka jugalah tempat berbagi suka dan duka. Melalui kebersamaan inilah akan terlahir cinta

dan kasih sayang.

d) Berusaha menyelesaikan masalah bersama

       Pernikahan yang telah dilakukan merupakan sejenis kerjasama dalam segala hal. Kerjasama

yang dilakukan diatas kebersamaan demi meraih tujuan. Oleh karena itu, segala macam masalah

keluarga juga harus diselesaikan bersama-sama guna menjaga keutuhan rumah tangga.

e) Usaha saling menyenangkan diantara keduanya

       Sangat dianjurkan sekali kepada masing-masing pihak suami istri untuk berusaha

menyenangkan pihak lain dengan mendahulukan dan mengutamakan kepentingan pasangannya

di atas dirinya.

f) Saling memberi kepuasan

       Diantara tanda-tanda kehormatan dan cinta  diantara pasangan suami istri dan keinginan

mereka yang sungguh-sungguh bagi kelangsungan hidup bersama adalah sikap saling melayani

melalui berbagai cara.

g) Toleransi

       Tidaklah masuk akal kalau kita mengharapkan pasangan kita memiliki perilaku yang

seluruhnya ideal. Semua pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh

karena itu, sikap adanya toleransi diantara keduanya sangatlah penting guna menghargai dan

menghormati diantara keduanya.

h) Nilai pekerjaan

       Saling mengetahui dan melaksanakan tugas atau pekerjaan masing-masing merupakan hal

yang penting dalam menyelesaikan tugas keluarga. Sehingga suami istri harus saling membantu

dalam melaksanakan tugas demi mencapai ridla Allah.

i) Saling menyembunyikan aib

       Pernikahan adalah penyatuan antara pasangan suami istri. Dengan demikian segala sesuatu

menjadi milik bersama. Kesedihan, kebahagiaan, kebaikan dan keburukan yang merupakan aib

juga menjadi rahasia bersama.

j) Keadilan

       Saling bersikap adil dapat membantu meneguhkan landasan keharmonisan. Karena dengan

adanya sikap adil dapat mencegah segala perbuatan yang dhalim.

       Jadi keluarga sakinah dapat tercipta apabila indikator-indikator di atas terpenuhi dengan

baik, sehingga dapat tercipta keluarga yang kuat dan mampu menjadi pondasi-pondasi bangsa

yang tangguh.

PENGERTIAN PEMBINAAN KELUARGA SAKINAH.1. Pengertian Istilah.a.Membina:Penanganan berupa merintis, meletakkan dasar, melatih, membiasakan,memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan, serta mengembangkankemampuan suami isteri untuk mewujudkan keluarga sakinah.b.Keluarga:Unit terkecil dari susunan kelompok masyarakat berupa pasangan suami isteri,mempunyai anak atau tidak mempunyai anak.c.Sakinah:

Rasa tentram, aman dan damai.Seseorang akan merasakan hidup sakinah apabilaterpenuhi unsur-unsur hajat hidup spritual dan material secara layak dan seimbang.2.Pengertian Keluarga Sakinah.Keluarga Sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampumemenuhihajat spritualdan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasihsayang antara anggota keluarga dan lingkungannya secara selaras, serasi serta mampumengamalkan, menghayati dan memperdalamkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlakmulia.3.PengertianPembinaan Keluarga Sakinah.Yang dimaksud dengan pembinaan keluarga sakinah adalah upaya yang sungguh-sungguhdan terus menerus untuk mewujudkan, mengembangkan dan memelihara potensi dan kualitaskeluarga dalam kehidupan spritual dan material yang seimbang berlandaskan nilai-nilaikeimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia.3III. KRITERIA KELUARGA SAKINAH.1.Keluarga Pra Sakinah, yaitu keluarga yang dibentuk bukan melalui perkawinan yang sah, tidakdapat memenuhi kebutuhan dasar spritual dan material secara minimal, seperti shalat, zakatfitrah, , puasa, sandang, papan dan pangan.2.Keluarga Sakinah I, yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan yang sah dan telah dapatmemenuhi kebutuhan dasar spritual dan material secara minimal tetapi belum dapat memenuhikebutuhan sosial psikologinya seperti kebutuhan akan pendidikan , bimbingan keagammaandalam keluarga, mengikuti interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya.3.Keluarga Sakinah II, yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan yang sah dan disampingtelah dapat memnuhi kebutuhan kehidupannya juga telah mampu memahami pentingnyapelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam keluarga serta mampumengadakan interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya, tetapi belum mampumenghayati serta mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, akhlak mulakul karimah,infaq, zakat, amal jariyah, menabung dan sebagainya.

4.Keluarga Sakinah III, yaitu keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan,ketaqwaan, akhlakul karimah, sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belummampu menjadi surf tauladan bagi lingkungannya.5.Keluarga Sakinah III Plus, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhankeimanan, ketaqwaan, akhlakul karimah secara sempurna, kebutuhan sosial psikologis, danpengembangannya, serta dapat menjadi surf tauladan bagi lingkungannya.IV. KELOMPOK KELUARGA SAKINAH.Kelompok Keluarga Sakinah merupakan kelompok masyarakat yang terdiri dari beberapakeluarga yang mempunyai cita-cita dan keinginan yang sama untuk meningkatkan kualitaskeluarga, kesejahteraan bersama, yang dilandasi dengan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan danakhlakulkarimah.Pembentukan Kelompok Keluarga Sakinah merupakan salah satu upayapemerintah melaluiKementerian Agama dalam meningkatkan ketahanankeluarga, mengurangi kemiskinan,penanaman nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah kepada masyarakat.PemerintahmelaluiKementerian Agamatelah memberikan bantuan modal usaha kepadaKelompok Keluarga4Sakinahagar dapat dikembangkan menjadi usaha produktif guna meningkatkan ekonomi dankesejahteraan keluarga.Untuk meningkatkan kualitas Kelompok Keluarga Sakinah perlu ditempuh langkah-langkahsebagaiberikut:1.Wujudkan kebersamaan dan kerja sama yang baik diantara pengurus dan anggotaKelompokKeluarga Sakinah.2.Buatlah program kerja yang terjangkau dan mampu dilaksanakan berdasarkan kebutuhankelompok, pengetahuan/ketrampilan dan dana yang tersedia.3.

Laksanakan program kerja secara bersama-sama dan kelolalah keuangan secara jujur, adil dantransparan.4.Bualah laporan secara berkala, baik kepada anggota kelompok maupun secara hirarkhiKementerian Agama agar dapat diketahui perkembangan dan kemajuan serta permasalahanyang dihadapi olehKelompok Keluarga Sakinah.5.Laksanakan prisnsip KIS (Koordinasi Integrasi dan Sinkronisasi) dalam bekerja.V. PENUTUP.Keluarga Sakinahmerupakan keluarga idial bagi bangsa Indonesia. Dari keluargasakinahinilah akan terwujud masyarakat yang rukun, damai, makmur dan sejahtera lahir batin sesuaidengan tujuandan cita-cita bangsa Indonesia.Oleh karena itu pembinaan keluarga sakinahmerupakan tanggung jawab bersama masyarakat dan pemerintah.PembinaanKelompok Keluarga Sakinahmerupakan salah satu bentuk program pemerintahmelalui Kementerian Agama untuk meningkatkan kualitas keluarga, Sumber Daya Manusia,kesejahteraan, penanaman nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah.DiharapkanmelaluiKelompok Keluarga Sakinahakan dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh keluargadan sekaligus sebagaiupaya pemerintah mengurangi angka keluarga miskin. Oleh karena itudiperlukan langkah strategis untuk meningkatkan kualitasKelompok Keluarga Sakinahsehinggakeberadaannya dapat dirasakan dan bermanfaat bagi anggota kelompok dan masyarakat.===================== SEMOGA BERMANFAAT =======

Keluarga sakinah pra nikah.

"Membangun Keluarga Sakinah itu sering dipahami setelah menikah, seharusnya membangun Keluarga

Sakinah itu sudah harus dimulai sebelum menikah. Itu artinya sebelum menikah kita harus

mempersiapkan diri baik dari segi pengetahuan agama, pengetahuan mengurus rumah tangga dan tidak

kalah pentingnya adalah persiapan atau kematangan dalam hal ekonomi dan kesiapan mental, karena

kehidupan berumahtangga tidaklah sama sengan kehidupan kita sebelum menikah. Banyak

permasalahan dan rintangan yang akan muncul dan itu semua butuh kesiapan mental yang kuat," jelas

Ka. Kankemenag Kabupaten Karimun Drs. H. Afrizal saat pembukaan.

Konsep Dasar Pemeriksaan Kesehatan Pranikah Perkawinan merupakan tahap awal untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupan individu. Untuk meraih keberhasilan dalam kehidupannya yang multi kompleks, dalam bidang sains, harta dan nama (pristise). Makatahap awal untuk mencapainya haruslah berhasil terlebih dahulu dalam kehidupan berumah tangga. Menurut dr. Sugi Iskandar, SpOG sebaiknya setiap pasangan yang memutuskan akan menikah, memeriksakan kesehatannya terlebih dahulu. Mengetahui kondisi kesehatan masing-masing pasangan sedini mungkin lewat pemeriksaan kesehatan pranikah amat dianjurkan, untuk mengetahui penyakit-penyakit yang bisa ditularkan atau diturunkan kepada pasangan dan anak, sedini mungkin. Pemeriksaan kesehatan pranikah atau pre marital medical examinationsudah umum dilakukan di Negara-negara maju. Hal ini menandakan saling keterbukaan diantara kedua belah pihak. Sayang, di Indonesia, pemeriksaan ini belum begitu popular. Padahal filosofi di masyarakat khususnya masyarakat Jawa sudah menganjurkan hal tersebut. Terbukti sebelum menikah kita dianjurkan untuk melihat bibit, bebet dan bobotnya. Hanya, saat ini dengan penemuan-penemuan di bidang kesehatan, melihat bibit tidak secara kasat mata, namun bisa dilihat dengan pemeriksaan-pemeriksaan yang lebih canggih melalui darah, air kencing, kotoran dan cairan tubuh lainnya. Manfaat pemeriksaan kesehatan tersebut antara lain: 1.Dapat mengetahui status kesehatan, apabila ada penyakit bisa diketahui sejak dini. 2.Bisa untuk memantau perjalanan penyakit yang diderita, misalkan seseorang yang menderita diabetes mellitus bisa mengetahui perkembangan penyakitnya sebelum komplikasi ke system syaraf atau organ penting lain. 3.Bisa mencegah timbulnya penyakit. Misalkan seseorang yang menjalani check up kesehatan mengeluhkan bahwa ketika menstruasi ia selalu mengalami kesakitan yang hebat. Hal ini bisa menyebabkan penyakit pada rahim atau kandungannya. Apabila menstruasinya yang sakit itu di obati maka penyakit kandungannya dapat dicegah. Pemeriksaan kesehatan pranikah tidak hanya bermanfaat bagi yang menjalani pemeriksaan tapi juga akan dapat mencegah penyakit atau kelainan yang mungkin timbul pada keturunan nanti. Sebaiknya pemeriksaan kesehatan dilakukan pada kedua calon pengantin, karena penyakit keturunan dapat diturunkan oleh salah satu dari suami atau istri. Meskipun secara fisik kelihatan baik dan bebas dari penyakit, tetapi dimungkinkan salah satu mempunya i gen penyakit keturunan yang akan berpindah kepada anak-anaknya. Sebagian jenis penyakit keturunan antara lain: 31

1.Thalassimia, yaitu sejenis anemia bersifat haemolyobik yang menurun dan terdapat dalam satu lingkaran keluarga. Dalam penyakit ini, sang ayah dan ibu bebas dari penyakit, tetapi semua anak-anak terkena pembiakana yang cepat pada butir-butir darah merah. Hal ini menyebabkan mereka kekurangan darah. Mereka membutuhkan donor secara teratur sepanjang hidupnya. Jenis penyakit ini termasuk berbahaya dan setiap saat membunuh penderita. 2.Heamopholia, yaitu penyakit darah dimana darah kurang mempunyai daya beku, sehingga mudah terjadi pendarahan terus menerus. Luka sedikit saja mungkin akan banyak menyebabkan pendarahan. Penyakit keturunan ini akan berpindah melalui wanita, akan tetapi penyakitnyadiderita oleh anak pria dan bukan wanita. Satu bentuk penyakit yang sulit ditemukan obatnya. 3.RH Faktor, yaitu penyakit kekurangan darah. Penyakit keturunan ini akan terjadi jika darah sang ibu yang negatif bertentangan dengan darah sang suami yang

positif. Jika anak lahir dengan selamat, maka bayi itu akan menderita keracunan darah, dan sebagian dari anak-anak tersebut perlu pencucian darah secara total sekurang-kurang sebulan sekali. Pemeriksaan kesehatan pranikah penting untuk mengetahui kondisi pasangan serta proyeksi masa depan pernikahan, terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi (fertilitas) dan genetika (keturunan), juga untuk memperoleh kesiapan mental karena masing-masing mengetahui benar kondisi kesehatan calon pasangan hidupnya.banyak lagi jenis penyakit keturunan ini, seperti penyakit gula hipertensi, penyakit/gangguan kejiwaan, IQ rendah dan lain-lain. Dalam kondisi seperti ini, anak memang membawa kesediaan menerima penyakit keturunan dari orang tuanya atau dari susunan keluarganya yang lain.Dikatakan oleh dr. Budi Santoso SpOG (K), spesialis obsteri dan ginekologi RSU dr Soetomo Surabaya, pre marital medical examination atau pemeriksaan 27kesehatan pranikah dapat juga dimanfaatkan untuk memperoleh kesiapan mental karena masing-masing mengetahui benar kondisi kesehatan calon pasangan hidupnya.32

Bila memang ditemukan kelainan atau penyakit yang diderita salah satu pihak, pihak lain sudah mengetahui sehingga pengobatan bisa dijalani terlebih dahulu sebelum memasuki jenjang pernikahan. Jika kelainan atau penyakit tersebut tidak bisa disembuhkan, kedua belah pihak sudah saling mengetahui sebelum pernikahan terjadi sehingga, tidak ada pihak yang merasa dibohongi dan tidak menyesal di kemudian hari. Ukuran waktu itu pun fleksibel. Artinya, pemeriksaan kesehatan pranikah dapat dilakukan kapan pun selama pernikahan belum berlangsung. Namun idealnya pemeriksaan kesehatan pranikah dilakukan enam bulan sebelum dilangsungkan pernikahan. Pertimbangannya, jika ada sesuatu masalah pada hasil pemeriksaan kesehatan kedua calon mempelai, masih ada cukup waktu untuk konseling atau pengobatan terhadap penyakit yang diderita.33

Dengan demikian, Jangan sampai timbul penyesalan setelah menikah, hanya gara-gara penyakit yang sebenarnya bisa

disembuhkan jauh-jauh hari. Contohnya, setelah menikah ternyata harus berkali-kali mengalami keguguran gara-gara toksoplasmosis yang sebenarnya bisa disembuhkan dari dulu. Secara garis besar pemeriksaannya bisadiawali dengan wawancara singkat yang berkaitan dengan riwayat kesehatan untuk mengetahui penyakit apa yang pernah di derita, riwayat penyakit anggota keluarga (seperti, diabetes mellitus, stroke, kanker, epilepsi dan lain sebagainya). Juga kebiasaan hidup lainnya, seperti 32

Jawa Pos(Sabtu, 9 Desember 2006), 43. 33

Ibid. 28merokok, mengunakan obat-obatan terlarang, atau mungkin menganut paham free seks.Selanjutnya, dilanjutkan pemeriksaan fisik dan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap (termasuk rhesus), urine lengkap, fungsi liver, fungsi ginjal, kesehatan paru-paru dan jantung. Kesehatan alat reproduksi juga tak luput dari pemeriksaan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kesuburan dan fungsi anatomi alat reproduksi tersebut.34

Pemeriksaan kesehatan pranikah sebaiknya meliputi pemeriksaan klinis dan laboratorium. Pemeriksaan tersebut lebih diarahkan untuk penyakit yang dapat menular seperti penyakit Menular Seksual (PMS), TBC, dan lain-lain. Disamping itu, agar anak tidak terkena talasemia mayor; ada baiknya calon suami-istri diperiksa kemungkinan talasemia minor. Karena talasemia minor biasanya tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi bila calon Bapak dan Ibu keduanya menderita talasemia minor, ada resiko anaknya akan terkena talasemia mayor. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, sebaiknya perlu berkonsultasi dengan dokter, sehingga mendapat informasi yang lengkap dan benar. Pun untuk mendeteksi ada atautidak HIV/AIDS, Gonorrhoe, Sifilis, Herpes dan Papiloma Virus.35

Calon pengantin bisa mendatangi dokter terdekat, atau kerumah sakit yang

memang menyediakan paket pemeriksaan kesehatan pranikah. Pemeriksan tersebut bukan bertujuan untuk menggagalkan rencana perkawinannya, namun menyiapkan segala sesuatunya sehingga pilar-pilar perkawinan semakin kokoh. B. Keluarga Sakinah 1. Pengertian Keluarga SakinaRasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam senantiasa menganjurkan kaum muda untuk menyegerakan me-

nikah sehingga mereka tidak berkubang dalam kemak-siatan, menuruti hawa nafsu dan syahwatnya.

Karena, banyak sekali keburukan akibat menunda pernikahan. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

bersabda:

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah!

Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan

barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa) karena shaum itu dapat memben-

tengi dirinya.”[1]

Anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk segera menikah mengandung berbagai manfaat,

sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, di antaranya:

[1]. Melaksanakan Perintah Allah Ta’ala.

[2]. Melaksanakan Dan Menghidupkan Sunnah Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam.

[3]. Dapat Menundukkan Pandangan.

[4]. Menjaga Kehormatan Laki-Laki Dan Perempuan.

[5]. Terpelihara Kemaluan Dari Beragam Maksiat.

Dengan menikah, seseorang akan terpelihara dari perbuatan jelek dan hina, seperti zina, kumpul kebo,

dan lainnya. Dengan terpelihara diri dari berbagai macam perbuatan keji, maka hal ini adalah salah satu

sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam Surga.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Barangsiapa yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir (lisan)nya dan di antara dua paha

(ke-maluan)nya, aku akan jamin ia masuk ke dalam Surga.” [2]

[6]. Ia Juga Akan Termasuk Di Antara Orang-Orang Yang Ditolong Oleh Allah.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang ditolong oleh Allah, yaitu

orang yang menikah untuk memelihara dirinya dan pandangannya, orang yang berjihad di jalan Allah,

dan seorang budak yang ingin melunasi hutangnya (menebus dirinya) agar merdeka (tidak menjadi

budak lagi). Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah: (1) mujahid fi sabilillah,

(2) budak yang menebus dirinya agar merdeka, dan (3) orang yang menikah karena ingin memelihara

kehor-matannya.” [3]

[7]. Dengan Menikah, Seseorang Akan Menuai Ganjaran Yang Banyak.

Bahkan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa seseorang yang bersetubuh

dengan isterinya akan mendapatkan ganjaran. Beliau bersabda,

“Artinya : … dan pada persetubuhan salah seorang dari kalian adalah shadaqah…” [4]

[8]. Mendatangkan Ketenangan Dalam Hidupnya

Yaitu dengan terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Sebagaimana firman Allah

‘Azza wa Jalla:

“Artinya : Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan

untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia

menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” [Ar-Ruum : 21]

Seseorang yang berlimpah harta belum tentu merasa tenang dan bahagia dalam kehidupannya, terlebih

jika ia belum menikah atau justru melakukan pergaulan di luar pernikahan yang sah. Kehidupannya akan

dihantui oleh kegelisahan. Dia juga tidak akan mengalami mawaddah dan cinta yang sebenarnya,

sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

“Artinya : Tidak pernah terlihat dua orang yang saling mencintai seperti (yang terlihat dalam)

pernikahan.” [5]

Cinta yang dibungkus dengan pacaran, pada hakikatnya hanyalah nafsu syahwat belaka, bukan kasih

sayang yang sesungguhnya, bukan rasa cinta yang sebenarnya, dan dia tidak akan mengalami

ketenangan karena dia berada dalam perbuatan dosa dan laknat Allah. Terlebih lagi jika mereka hidup

berduaan tanpa ikatan pernikahan yang sah. Mereka akan terjerumus dalam lembah perzinaan yang

menghinakan mereka di dunia dan akhirat.

Berduaan antara dua insan yang berlainan jenis merupakan perbuatan yang terlarang dan hukumnya

haram dalam Islam, kecuali antara suami dengan isteri atau dengan mahramnya. Sebagaimana sabda

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

“Artinya : angan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, kecuali si wanita itu

bersama mahramnya.” [6]

Mahram bagi laki-laki di antaranya adalah bapaknya, pamannya, kakaknya, dan seterusnya. Berduaan

dengan didampingi mahramnya pun harus ditilik dari kepen-tingan yang ada. Jika tujuannya adalah

untuk ber-pacaran, maka hukumnya tetap terlarang dan haram karena pacaran hanya akan

mendatangkan kegelisahan dan menjerumuskan dirinya pada perbuatan-perbuatan terlaknat. Dalam

agama Islam yang sudah sempurna ini, tidak ada istilah pacaran meski dengan dalih untuk dapat saling

mengenal dan memahami di antara kedua calon suami isteri.

Sedangkan berduaan dengan didampingi mahramnya dengan tujuan meminang (khitbah), untuk

kemudian dia menikah, maka hal ini diperbolehkan dalam syari’at Islam, dengan ketentuan-ketentuan

yang telah dijelaskan pula oleh syari’at.

[9]. Memiliki Keturunan Yang Shalih

Setiap orang yang menikah pasti ingin memiliki anak. Dengan menikah –dengan izin Allah— ia akan

mendapatkan keturunan yang shalih, sehingga menjadi aset yang sangat berharga karena anak yang

shalih akan senantiasa mendo’akan kedua orang tuanya, serta dapat menjadikan amal bani Adam terus

mengalir meskipun jasadnya sudah berkalang tanah di dalam kubur.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu

yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.” [7]

[10]. Menikah Dapat Menjadi Sebab Semakin Banyaknya Jumlah Ummat Nabi Muhammad Shallallaahu

‘Alaihi Wa Sallam

Termasuk anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah menikahi wanita-wanita yang subur,

supaya ia memiliki keturunan yang banyak.

Seorang yang beriman tidak akan merasa takut dengan sempitnya rizki dari Allah sehingga ia tidak

membatasi jumlah kelahiran. Di dalam Islam, pembatasan jumlah kelahiran atau dengan istilah lain yang

menarik (seperti “Keluarga Berencana”) hukumnya haram dalam Islam. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa

sallam justru pernah mendo’akan seorang Shahabat beliau, yaitu Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu,

yang telah membantu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun dengan do’a:

“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya dan berkahilah baginya dari apa-apa yang Engkau

anugerahkan padanya.” [8]

Dengan kehendak Allah, dia menjadi orang yang paling banyak anaknya dan paling banyak hartanya

pada waktu itu di Madinah. Kata Anas, “Anakku, Umainah, menceritakan kepadaku bahwa anak-anakku

yang sudah meninggal dunia ada 120 orang pada waktu Hajjaj bin Yusuf memasuki kota Bashrah.” [9]

Semestinya seorang muslim tidak merasa khawatir dan takut dengan banyaknya anak, justru dia merasa

bersyukur karena telah mengikuti Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Allah

‘Azza wa Jalla akan memudahkan baginya dalam mendidik anak-anaknya, sekiranya ia bersungguh-

sungguh untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagi Allah ‘Azza wa Jalla tidak ada yang mustahil.

Di antara manfaat dengan banyaknya anak dan keturunan adalah:

1. Mendapatkan karunia yang sangat besar yang lebih tinggi nilainya dari harta.

2. Menjadi buah hati yang menyejukkan pandangan.

3. Sarana untuk mendapatkan ganjaran dan pahala dari sisi Allah.

4. Di dunia mereka akan saling menolong dalam ke-bajikan.

5. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.

6. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak bisa lagi beramal

(telah meninggal dunia).

7. Jika ditakdirkan anaknya meninggal ketika masih kecil/belum baligh -insya Allah- ia akan menjadi

syafa’at (penghalang masuknya seseorang ke dalam Neraka) bagi orang tuanya di akhirat kelak.

8. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api Neraka, manakala orang tuanya mampu men-

jadikan anak-anaknya sebagai anak yang shalih atau shalihah.

9. Dengan banyaknya anak, akan menjadi salah satu sebab kemenangan kaum muslimin ketika jihad fi

sabilillah dikumandangkan karena jumlahnya yang sangat banyak.

10. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bangga akan jumlah ummatnya yang banyak.

Anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ini tentu tidak bertentangan dengan manfaat dan

hikmah yang dapat dipetik di dalamnya. Meskipun kaum kafir tiada henti-hentinya menakut-nakuti

kaum muslimin sepuaya mereka tidak memiliki banyak anak dengan alasan rizki, waktu, dan tenaga yang

terbatas untuk mengurus dan memperhatikan mereka. Padahal, bisa jadi dengan adanya anak-anak

yang menyambutnya ketika pulang dari bekerja, justru akan membuat rasa letih dan lelahnya hilang

seketika. Apalagi jika ia dapat bermain dan bersenda gurau dengan anak-anaknya. Masih banyak lagi

keutamaan memiliki banyak anak, dan hal ini tidak bisa dinilai dengan harta.

Bagi seorang muslim yang beriman, ia harus yakin dan mengimani bahwa Allah-lah yang memberikan

rizki dan mengatur seluruh rizki bagi hamba-Nya. Tidak ada yang luput dari pemberian rizki Allah ‘Azza

wa Jalla, meski ia hanya seekor ikan yang hidup di lautan yang sangat dalam atau burung yang terbang

menjulang ke langit. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Artinya : Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah

rizkinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam

Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Huud : 6]

Pada hakikatnya, perusahaan tempat bekerja hanyalah sebagai sarana datangnya rizki, bukan yang

memberikan rizki. Sehingga, setiap hamba Allah ‘Azza wa Jalla diperintahkan untuk berusaha dan

bekerja, sebagai sebab datangnya rizki itu dengan tetap tidak berbuat maksiat kepada Allah ‘Azza wa

Jalla dalam usahanya mencari rizki. Firman Allah ‘Azza wa Jalla:

Artinya : “Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya

dalam urusannya.” [Ath-Thalaq : 4]

Jadi, pada dasarnya tidak ada alasan apa pun yang membenarkan seseorang membatasi dalam memiliki

jumlah anak, misalnya dengan menggunakan alat kontrasepsi, yang justru akan membahayakan dirinya

dan suaminya, secara medis maupun psikologis

APABILA BELUM DIKARUNIAI ANAK

Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Mahaadil, Maha Mengetahui, dan Mahabijaksana meng-

anugerahkan anak kepada pasangan suami isteri, dan ada pula yang tidak diberikan anak. Allah ‘Azza wa

Jalla berfirman:

“Artinya : Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki,

memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada

siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan

mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” [Asy-Syuuraa : 49-50]

Apabila sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama namun ditakdirkan oleh Allah belum memiliki

anak, maka janganlah ia berputus asa dari rahmat Allah ‘Azza wa Jalla. Hendaklah ia terus berdo’a

sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan Zakariya ‘alaihis salaam telah berdo’a kepada Allah

sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengabulkan do’a mereka.

Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu:

“Ya Rabb-ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.” [Ash-

Shaaffaat : 100]

“…Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang

hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.” [Al-Furqaan : 74]

“…Ya Rabb-ku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan Engkau-lah ahli

waris yang terbaik.” [Al-Anbiyaa’ : 89]

“…Ya Rabb-ku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar

do’a.” [Ali ‘Imran : 38]

Suami isteri yang belum dikaruniai anak, hendaknya ikhtiar dengan berobat secara medis yang

dibenarkan menurut syari’at, juga menkonsumsi obat-obat, makanan dan minuman yang menyuburkan.

Juga dengan meruqyah diri sendiri dengan ruqyah yang diajarkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan

terus menerus istighfar (memohon ampun) kepada Allah atas segala dosa. Serta senantiasa berdo’a

kepada Allah di tempat dan waktu yang dikabulkan. Seperti ketika thawaf di Ka’bah, ketika berada di

Shafa dan Marwah, pada waktu sa’i, ketik awuquf di Arafah, berdo’a di sepertiga malam yang akhir,

ketika sedang berpuasa, ketika safar, dan lainnya.[10]

Apabila sudah berdo’a namun belum terkabul juga, maka ingatlah bahwa semua itu ada hikmahnya.

Do’a seorang muslim tidaklah sia-sia dan Insya Allah akan menjadi simpanannya di akhirat kelak.

Janganlah sekali-kali seorang muslim berburuk sangka kepada Allah! Hendaknya ia senantiasa berbaik

sangka kepada Allah. Apa yang Allah takdirkan baginya, maka itulah yang terbaik. Allah Maha

Mengetahui, Maha Penyayang kepada hamba-hambaNya, Mahabijaksana dan Mahaadil.

Bagi yang belum dikaruniai anak, gunakanlah kesempatan dan waktu untuk berbuat banyak kebaikan

yang sesuai dengan syari’at, setiap hari membaca Al-Qur-an dan menghafalnya, gunakan waktu untuk

membaca buku-buku tafsir dan buku-buku lain yang bermanfaat, berusaha membantu keluarga, kerabat

terdekat, tetangga-tetangga yang sedang susah dan miskin, mengasuh anak yatim, dan sebagainya.

Mudah-mudahan dengan perbuatan-perbuatan baik yang dikerjakan dengan ikhlas mendapat ganjaran

dari Allah di dunia dan di akhirat, serta dikaruniai anak-anak yang shalih.

8

kebiasaan-kebiasaan yang baik, sopan santun, pendidikan keagamaan, dan lainsebagainya, tetapi yang tidak disengajapun sangat mempengaruhi anak. Semua apayang terjadi di dalam rumah tangga dan keluarga, misalnya perasaan, prilaku, danprgaulan ibu bapak di rumah maupun di luar rumah akan mempengeruhi anak. Olehkarena itu orang tua disamping menjadi pendidik, juga menjadi teman dan suritauladan bagi anak-anaknya.Maka dari itu ketentraman dan ketenangan lahir batin harus dapat diciptakandalam keluarga sehingga anak merasakan kecintaan dari orang tuanya, salingpengertian, dan saling menghargai maka akan terciptalah suasana tenang dan damaidi dalam keluarga.Untuk mencapai ketentraman dan ketenangan di dalam keluarga orang tuaberkewajiban terhadap anak-anaknya seperti telah di kemukakan oleh AisjahDachlan (1969, hal.21-22).Pertama-tama yang harus diperhatikan orang tua kepada anak-anak ialah :1. Perasaan cinta kasih, disiplin dan beraturan.Perasaan cinta kasih merupakan tali pengikat yang teguh antara keluarga,anak, ibu, bapak dan sanak saudara, karena adanya cinta kasih, anak-anak akan menjadi liar dan menjauhkan diri dari orang tua dan keluarga.akan tetapikecintaan harus diiringi dengan disiplin tertib dan beraturan, kalau tidak demikian kecintaan kan menjurus kepada kelemahan, yang membuat anak sewenang-wenang tak disiplin.2. Ajaran dan pengamalan agama.Rumah tangga merupakan tempat yang pertama-tama anak-anak belajarmengenal tuhan, belajar cara-cara menjalankan ibadah dan meyakinkan bahwayang maha kuasa hanyalah Tuhan Allah Tuhan Semesta Alam.3. Membiasakan kebersihan dan menjaga kesehatan.  94. Berbuat baik kepada sesama manusia dan suka tolong menolong.Manusia tidak dapat terasing dan terpisah dari masyarakat, karena kehidupansosial selalu menghendaki pertalian manusia sesamanya. Anak harusditabamkan pengertian bahwa mereka harus suka tolong menolong dan tidak dapat berbuat semaunya tanpa memperhatikan orang lain.5. Mencintai Tanah Air, Bangsa dan Negara.Inipun harus ditanamka semenjak kecil, tanah air, tanah tumpah darah, tempatdia dilahirkan dan banyak lagi kewajiban seorang warga Negara yang baik harus ditanamkan kepada anak sejak kecil.6. Memberi tauladan yang baik dan lain-lain.2.4 Kewajiban anak :Anak-anak mempunyai kewajiban di dalam keluarga, pertama tamahormat dan patuh kepada orang tua, menolong dan meringankan pekerjaanmereka sehari-hari. Dan jika mereka sudah tua kewajiban anak menolong

danmemelihara sebagai pengabdian suci manusia kepada orang tua yangmelahirkan dan membesarkan. Walaupun mereka sudah besar namun merekaharus mendengar orang tua dan pertimbangan-pertimbangannya, janganbertindak sendiri apalagi membelakangi orang tua dalam segala urusan,karena bagaimanapun orang tua pasti mempunyai pandangan jauh danperhitungan yang teliti kepada anak-anaknya. Anak-anak jangan bersikapgagah-gagahan dan tidak memperdulikan orang tua.  10BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanDari pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan , bahwa kewajiban suami,istri terhadap anak itu sangatlah penting dan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup keluarga.Untuk membina keluarga yang bahagia maka semua anggotakeluarga harus menunaikan hak dan kewajiban. Hak harus di terima sedangkewajiban harus dilaksanakan.3.2 Saran-saranbanyak kekurangan dan kelemahan dari makalah kami ini, kerena terbatasnyapengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca yang budiman bisamemberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanyamakalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan kesempatan berikutnya.

falsafah agama

Filsafat bisa didefinisikan sebagai usaha dengan menggunakan metode ilmiah untuk memahami dunia di mana kita hidup. Usaha ini dimaksudkan untuk memahami dunia dengan cara menggabungkan hasil ilmu pengetahuan khusus ke dalam semacam suatu pandangan dunia yang konsisten. Hal ini selalu menjadi tujuan filsafat sejak Thales sampai jaman sekarang. Pengertian filsafat yang sering diutarakan, yaitu berpikir secara sistematis, radikal, dan universal, untuk mengetahui tentang hakikat segala sesuatu (Hery Noer Aly, 1999: 22-23).Berangkat dari pengertian filsafat, maka dapat dirumuskan pengeretian filsafat adalah Usaha untuk memahami sesuatu secara kritis, sistematis, radikal (mendalam), rasional, dan bersifat komprehensif.Secara etimologi istilah “agama” berasal dari kata Sansekerta, yang berasal dari dua suku kata, yaitu a, artinya tidak dan gam, artinya pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun-temurun (Harun Nasution, 1979: 9). Sedangakn dalam Tadjab, dkk., (1994: 37) menyatakan bahwa agama berasal dari kata a, berarti tidak dan gama, berarti kacau, kocar-kacir. Jadi agama artinya tidak kacau, tidak kocar-kacir/ teratur.Jadi,agama adalah jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupannya di dunia ini supaya lebih teratur dan mendatangkan kesejahteraan serta keselamatan.Suatu agama secara generik dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem simbol (misalnya, kata-kata dan isyarat, cerita dan praktik, benda dan tempat) yang berfungsi agamis, yaitu, suatu yang terus menerus dipakai partisipan untuk mendekat dan menjalin hubungan yang benar atau tepat dengan sesuatu yang diyakini sebagai realitas-mutlak. Yakni adanya sesuatu yang dianggap transedental yang menjadi motif seseorang untuk beragama dan berpengaruh terhadap pola kehidupannya. Tuhan tidak dapat dilihat (secara dzohir), tapi peran-Nya sangat dominan sekali dalam kehidupan seseorang. Agama adalah perasaan mendalam akan ketergantungan pada kekuatan yang tidak dapat dilihat tetapi mengendalikan dan menentukan nasib kita….Sebagai konklusi, pengertian filsafat agama adalah suatu sikap terhadap agama secara kritis, sistematis, radikal (mendalam), rasional, dan bersifat komprehensif yang didasari oleh suatu keyakinan mendalam terhadap sesuatu kekuatan yang transedental/ sebagai realitas-mutlak dan ghaib tetapi mengendalikan dan menentukan nasib kita dan dianggap menjadikan hidup teratur dan mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan.Shofwan Abdul Aziz

Kiranya tidak perlu sebuah uraian panjang lebar tentang filsafat agama. Filsafat agama adalah filsafat yang membuat agama menjadi obyek pemikirannya.

Dalam hal ini, filsafat agama dibedakan dari beberapa ilmu yang juga mempelajari agama, seperti antropologi budaya, sosiologi agama dan psikologi agama. Kekhasan ilmu-ilmu itu adalah bahwa mereka bersifat deskriptif.

Antropologi budaya meneliti pola kehidupan sebuah masyarakat dan kerangka spiritual hidup. Dalam rangka itu, bentuk-bentuk penghayatan agama dalam masyarakat itu diteliti. Antropologi mengamati dan berusaha ikut menghayati bagaimana masyarakat yang diteliti menghayati Yang ilahi. Antropologi adalah ilmu deskiptif. la tidak menilai apakah penghayatan itu baik atau buruk dan tidak berusaha untuk mengubah penghayatan itu, melainkan berusaha untuk memahami apa yang merupakan kenyataan keagamaan dalam masyarakat.

Sosiologi agama meneliti hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat, khususnya pengaruh agama terhadap kelakuan manusia dalam masyarakat. Sosiologi agama dapat memberi petunjuk yang berharga untuk mengetahui, apa sebenarnya kedudukan agama dalam sebuah masyarakat, apakah agama itu masih berpengaruh, apakah masyarakat masih mentaatinya, apakah sikap-sikap masyarakat masih dipengaruhi oleh agama.

Psikologi agama meneliti hakekat, bentuk-bentuk dan perkembangan pengalaman religius pada individu-individu dan kelompok-kelompok. Psikologi agama meneliti perasaan religius dalam hati, pertobatan, semangat kenabian, dan perbedaan penghayatan keagamaan dalam masyarakat-masyarakat sederhana dan dalam kebudayaan-kebudayaan tinggi. Segala bentuk penghayatan keagamaan serta fungsinya dalam perkembangan kepribadian diselidiki.

Berbeda dengan ilmu-ilmu deskriptif, filsafat agama mendekati agama secara menyeluruh. Filsafat agama mengembangkan logika, teori pengetahuan dan metafisika agama. Filsafat agama dapat dijalankan oleh orang-orang beragama sendiri yang ingin memahami dengan lebih mendalam arti, makna dan segi-segi hakiki agama-agama. Masalah-masalah yang dipertanyakan antara lain: hubungan antara Allah, dunia dan manusia, antara akal budi dan wahyu, pengetahuan dan iman, baik dan jahat, sosok pengalaman Yang Kudus dan Yang Syaitani, apriori religius, faham-faham seperti mitos dan lambang, dan akhrinya cara-cara untuk membuktikan kerasionalan iman kepada Allah serta masalah "theodicea" yang telah saya sebutkan.

Ada juga filsafat agama yang reduktif (mau mengembalikan agama kepada salah satu kebutuhan manusia dengan menghilangkan unsur transendensi), kritis (mau menunjukkan agama sebagai bentuk penyelewengan dan kemunduran) dan anti agama (mau menunjukkan bahwa agama adalah tipuan belaka).

Reduktif misalnya filsafat Immanuel Kant (salah seorang filosof terbesar zaman moderen, penganut kristen protestan yang 'alim) yang mau mengembalikan peran agama sebagai penunjang moralitas manusia. Reduktif-kritis adalah teori Durkheim yang melihat agama sebagai jaminan kekokohan kesatuan sebuah masyarakat. Kritis, reduktif dan anti agama misalnya filsafat Feuerbach yang mereduksikan agama pada usaha keliru manusia untuk merealisasikan diri; Marx yang melihat agama sebagai pelarian orang yang tertindas, dan Freud yang memahami agama sebagai gejala neurotik.

Tidak mungkin dalam rangka tulisan sederhana ini kami membahas semua paham itu secara mendalam. Kiranya jelas bahwa orang agama dewasa ini sangat perlu mempelajari filsafat agama dan bahkan ikut secara aktif di dalamnya, artinya, rnenjadi filosof agama. Di satu pihak, filsafat dapat membuka mata manusia akan kenyataan, keluhuran dan keunikan gejala agama (berlawanan dengan segala teori reduktit). Di lain pihak, serangan-serangan filsafat agama yang reduktif, kritis dan anti agama perlu ditanggapi. Kaum agama dapat belajar daripadanya, belajar bahwa keagamaan dapat disalahfahami, supaya mereka memperbaiki .penghayatan keagamaan sedemikian rupa hingga agama tidak lagi disalahpahami. Juga untuk membuka kelemahan pendekatan kritis-reduktif itu.

Kalau agama mau menghadapi tantangan modernisasi secara terbuka, dan kalau ia mau ikut menjadi unsur aktif di dalamnya, maka ia harus berani terjun ke filsafat agama.