SNAKE BITE

31
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Kasus Snake Bite atau kasus gigitan ular temasuk kasus yang sering dijumpai di Unit Gawat Darurat. Tidak ada data tentang berapa kasus gigitan ular di Indonesia karena masih banyak yang dibawa ke pengobatan tradisional bukan ke pelayanan medis. Sebagai perbandingan, antara tahun 1999 sampai tahun 2001terdapat 19.335 kedatangan ke rumah sakit di Malaysia karena bisa gigitan binatang. Sebagian besar diantaranuya disebabkan oleh gigitan ular. 1 Gigitan ular biasa terjadi karena berhubungan dengan tempat pekerjaan, atau dari ular yang masuk ke rumah karena mencari mangsa berupa tikus, katak, atau kadal. Tulisan ini ditujukan agar dapat mengenali berbagai jenis ular beracun yang biasa ditemukan dan tata cara penanganan gigitan ular berbisa berdasarkan ketentuan WHO. II. TUJUAN Tujuan dari pembuatan laporan kasus besar ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan komprehensif di RSU RA Kartini Jepara agar dokter muda dapat mengetahui cara menegakkan diagnosis, melakukan pengelolaan terhadap penderita gigitan ular berbisa dan tindakan pengobatan serta pencegahan yang dianjurkan sesuai dengan kepustakaan atau prosedur yang ada. 1

description

Laporan kasus gigitan ular berbisa

Transcript of SNAKE BITE

Page 1: SNAKE BITE

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Kasus Snake Bite atau kasus gigitan ular temasuk kasus yang sering dijumpai di

Unit Gawat Darurat. Tidak ada data tentang berapa kasus gigitan ular di Indonesia karena

masih banyak yang dibawa ke pengobatan tradisional bukan ke pelayanan medis. Sebagai

perbandingan, antara tahun 1999 sampai tahun 2001terdapat 19.335 kedatangan ke rumah

sakit di Malaysia karena bisa gigitan binatang. Sebagian besar diantaranuya disebabkan oleh

gigitan ular.1

Gigitan ular biasa terjadi karena berhubungan dengan tempat pekerjaan, atau dari

ular yang masuk ke rumah karena mencari mangsa berupa tikus, katak, atau kadal. Tulisan

ini ditujukan agar dapat mengenali berbagai jenis ular beracun yang biasa ditemukan dan

tata cara penanganan gigitan ular berbisa berdasarkan ketentuan WHO.

II. TUJUAN

Tujuan dari pembuatan laporan kasus besar ini adalah untuk memenuhi tugas

kepaniteraan komprehensif di RSU RA Kartini Jepara agar dokter muda dapat

mengetahui cara menegakkan diagnosis, melakukan pengelolaan terhadap penderita

gigitan ular berbisa dan tindakan pengobatan serta pencegahan yang dianjurkan sesuai

dengan kepustakaan atau prosedur yang ada.

III. MANFAAT

Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa kedokteran

untuk belajar menegakkan diagnosis dan memberikan terapi dan edukasi secara tepat

pada pendertia gigitan ular berbisa sesuai dengan kepustakaan atau prosedur yang ada.

1

Page 2: SNAKE BITE

BAB II

PENYAJIAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. A B

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 13 tahun

Alamat : Menganti 8/2

Agama : Islam

Suku : Jawa

Status Perkawinan : Belum Kawin

Pendidikan : SD

Pekerjaan : siswa

No. CM : 472782

Masuk Rumah Sakit : 12 Agustus 2012

I. DATA DASAR

Anamnesis

Autoanamnesa dilakukan tanggal 15 Agustus 2012, pukul 10.00 WIB.

Keluhan Utama : Digigit ular

Riwayat Penyakit Sekarang :

+ 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit penderita tergigit ular berwarna hijau dan

bentuk kepala segitiga saat sedang bermain di sekitar rumah, Telunjuk tangan kanan

saat mencoba memegang kepala ular. Mual (-), muntah (-), perdarahan di tempat

gigitan (+) aktif, bengkak (+), pembesaran nnll ketiak (+), berdebar-debar (-),

gringgingen (-), lemah anggota tubuh (-), kencing berwarna merah atau hitam (-),

gusi berdarah (-), perdarahan konjungtiva (-), kelumpuhan otot-otot mata (-), kaku

otot (-), kemudian os dibawa ke RS Kartini.

2

Page 3: SNAKE BITE

Riwayat Penyakit Dahulu :

Sebelumnya belum pernah tergigit ular seperti ini

Riwayat imunisasi DPT dan TT lengkap.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Penderita adalah siswa SMP yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh orang

tua sendiri.

Kesan : Sosial ekonomi cukup

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2012, pukul 10.00.

Keadaan Umum : Sadar, aktif, tampak kesakitan.

Tanda Vital :

Tensi : 110/50, reguler, tekanan dan isi cukup

Nadi : 90 x/menit

RR : 20 kali permenit

Suhu : 37 o C

Berat badan : 30 kg

Kulit : Turgor kembali cepat.

Kepala : Mesosefal.

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)

Pupil isokor Ө /3 mm, reflek cahaya (+)N/(+)N, perdarahan

konjungtiva (-/-), ptosis (-/-), oftalmoplegi (-/-),

Hidung : Nafas cuping (-), discharge (-), deviasi septum (-), luka

laserasi (+), nafas cuping hidung (-).

Telinga : Discharge (-)/(-)

Mulut : Bibir pucat (-), bibir sianosis(-).

Leher : Simetris, pembesaran kel. Limfe (-), trakea di tengah

3

Page 4: SNAKE BITE

Dada :

* Paru-paru :

Inspeksi : Simetris, statis, dinamis

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler

Suara tambahan (-)

* Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus teraba di SIC V, linea midklavikularis kiri

Perkusi : Batas jantung kiri SIC V linea midklavikularis

Auskultasi : Suara jantung murni, Bising (-), Gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : Datar, Venektasi (-)

Palpasi : Lien tak teraba, hepar tak teraba

Perkusi : Timpani (+)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia : Laki-laki.

Ekstremitas : Superior Inferior

Sianosis -/- -/-

Capillary refill >2”/<2” <2”/<2”

Udem -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Jejas +/- -/-

Reflek fisiologis +N/+N +N/+N

Reflek patologis - / - - / -

Kekuatan otot 5 /5 5 / 5

Tonus cukup cukup

Pembesaran nnll +/- -/-

4

Page 5: SNAKE BITE

Status Lokalis :

Regio manus dextra:

Inspeksi : Tampak pada phallang distal digiti II manus dextra jejas (+),

dua buah bekas insisi berbentuk tanda silang, warna kehitaman, Jaringan nekrotik

(+) warna kuku pucat, tampak edema sampai pergelangan tangan kanan.

Palpasi : Nyeri (+), Capillary refill >2”

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah

Golongan darah : O rhesus positifHb : 12,5 g / dl

Ht : 36,9 %

Leukosit : 5.300 /mm3

Trombosit : 343.000 / mm3

b. Pemeriksaan Kimia Darah

Urea : 18 mg / dl

Kreatinin : 0,6 mg / dl

5

Page 6: SNAKE BITE

c. EKG

6

Page 7: SNAKE BITE

Kesan:

HR 98x/menit

Normo sinus rithm

Normo axis

Zona transisi V3-V4

P mitral (-) P pulmonal (-)

DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal

1 Post crossed

incision vulnus

ictum e.c gigitan

ular curiga ular

berbisa

15/Agustus/2012

IV. INITIAL PLAN

Post crossed incision vulnus ictum e.c gigitan ular curiga ular berbisa

Assessment : Mencegah efek bisa ular

Mencegah infeksi

Dx Subjektif : Tanda nekrosis jaringan

Objektif : Pemeriksaan darah rutin, ureum, kreatinin serial, EKG

Tx : Infus RL 20 tpm

Injeksi Anti bisa ular intra lesi ½ ampul (skin test)

Injeksi Anti bisa ular 2 ampul dalam D5% habis dalam 24 jam

ATS 1 ampul (skin test)

Injeksi Cefotaxim 2 x 750 mg

Injeksi Ranitidin 3 x 25 mg

Asam mefenamat 3 x 250 mg

Edema bekas gigitan ditandai dengan garis

Nekrotomi, debridement luka.

Pasang DC

Tutup luka dengan kasa steril.

7

Page 8: SNAKE BITE

Mx : Pengawasan keadaaan umum, tanda vital

Cek darah rutin, balance cairan, tanda-tanda perdarahan, tanda-

tanda nekrosis.

Ex : Menjelaskan tentang penanganan luka pada keluarga penderita, dan

kompilkasi yang mungkin terjadi.

Menjelaskan mungkin dapat terjadi kerusakan jaringan sehingga

memerlukan tindakan amputasi pada jari pasien.

8

Page 9: SNAKE BITE

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Kasus Snake Bite atau kasus gigitan ular temasuk kasus yang sering dijumpai di

Unit Gawat Darurat. Tidak ada data tentang berapa kasus gigitan ular di Indonesia. Sebagai

perbandingan, antara tahun 1999 sampai tahun 2001terdapat 19.335 kedatangan ke rumah

sakit di Malaysia karena bisa gigitan binatang. Sebagian besar diantaranuya disebabkan oleh

gigitan ular.1

Tidak semua gigitan ular berbisa. Terdapat sekitar 40 spesies dari ular berbisa yang

terbagi dalam dua famili :

1. Elapidae-bertubuh pendek, gigi taring depan yang kuat. Yang termasuk dalam

spesies ini adalah ular kobra, ular karang dan ular laut.

Gambar 1 : Ular Elapidae

9

Page 10: SNAKE BITE

2. Viperidae-kepala segitiga dan panjang.

Gambar 2 : Ular viperidae

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies

ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa

dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat

merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi

taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.2

Gambar 3. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B)

Ular berbisa dengan bekas taring.

10

Page 11: SNAKE BITE

Bisa ular terdiri dari lebih 20 bahan berbeda terutama protein, termasuk enzim dan

toksin polypeptide. Enzim prokoagulan menyebabkan koagulopati konsumsi.

Haemorrhagin (zinc metalloproteinase) yang merusak lapisan endotel pembuluh darah

sehingga terjadi perdarahan sistemik. Sitolitik atau nekrotik toksin yang mengandung

hydrolase (proteolitik enzim dan phospholipase A), toksin polypeptide dan factor lain

yang meningkatkan permeabilitas yang menyebabkan pembengkakan local. Yang juga

merusak sel dan jaringan. Hemolitik dan miolitik phospholipase A2, enzim yang merusak

membrane sel , endotel, otot lurik, saraf dan sel darah merah. Pre sinaptik neurotoksin

(biasanya pada elapidae dan beberapa viperidae) merupakan phospholipase A2 yang

merusak nerve ending yang mempengaruhi pelepasan asetilkolin. Neurotoksin post

sinaptik (terutama pada elapidae) polipeptida yang berkompetisi dengan asetilkolin pada

reseptor asetilkolin di neuromuscular junction yang menyebabkan paralisis mirip efek

curare. 3

III. 1 GAMBARAN KLINIK

1.Elapidae

- Cobra biasanya menyebabkan nyeri dan bengkak pada daerah yang digigit yang

berlanjut menjadi gejala neurologik seperti ptosis, ophtalmoplegia, disfagi, afasia

dan paralisa pernapasan.

Gambar 3 : Nekrosis dari gigitan ular cobra

Page 12: SNAKE BITE

Gambar 4 : reaksi lambat dari gigitan cobra

Gambar 5 : Ptosis karena gigitan cobra

- Ular laut dapat menyebabkan efek lokal yang minimal gejala muskuloskeletal

Seperti myalgia, kaku kuduk, dan paresis yang akan berlanjut menjadi

myoglobinuria dan gagal ginjal.

12

Page 13: SNAKE BITE

2.Viperidae

Enzim prokoagulan viperidae dapat menstimulasi penjendalan darah

namun menyebabkan penurunan koagulasi darah. Contohnya racun Russell viper

mengandung beberapa prokoagulan yang mengaktifasi kaskade pembekuan darah.

Hasilnya menyebabkan pembentukan fibrin dalam darah. Yang kemudian

didegradasi oleh system fibrinolitik tubuh, sehingga system fibrinolitik tubuh

jumlahnya berkurang karena konsumsi tersebut atau consumption coagulopathy.

Efek racun viper yang lain menyebabkan efek lokal yang hebat seperti nyeri,

bengkak, bula, bengkak, nekrosis dan kecenderungan perdarahan sistemik.3

Gambar 6 : Bula dan multiple bula haemoraghic karena gigitan ular viper

Gambar 7 : Bilateral Conjunctival Oedema (chemosis) setelah gigitan ular viper

13

Page 14: SNAKE BITE

Gambar 8 : Perdarahan sulkus ginggiva setelah gigitan ular viper

Gambar 9 : Perdarahan subkonjungtiva karena gigitan ular viper

III.2 Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular

Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa

hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa

neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik

yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.

Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada

korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke

tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan

kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies

14

Page 15: SNAKE BITE

ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan

tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal,

pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi

lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).

III.3 TATA LAKSANA

1. PERTOLONGAN PERTAMA

Tujuan dari pertolongan pertama ini adalah untuk mengurangi penyerapan racun

(bisa ular), bantuan hidup dasar, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Hal-hal

yang harus dilakukan antara lain :

a. Tenangkan korban, karena panik akan membuat racun lebih cepat terserap

b. Imobilisasi ekstremitas yang terkena gigitan dengan bidai atau ikat dengan

kain (untuk memperlambat penyerapan racun)

c. Gunakan balut yang kuat, hal tersebut akan mengurangi penyerapan racun

yang bersifat neurotoksin, namun jangan gunakan pada gigitan yang

menyebabkan nekrosis

d. Jangan melakukan intervensi apapun pada luka, termasuk menginsisi,

kompres dengan es, ataupun pemberian obat apapun

e. Tidak direkomendasikan untuk mengikat arteri (pembuluh darah di proksimal

lesi)

f. Selalu utamakan keselamatan diri. Jangan mencoba membunuh ular yang

menggigit. Bila sudah mati, bawa ular ke RS untuk identifikasi 3

15

Page 16: SNAKE BITE

Gambar 10. Imobilisasi pada gigitan ular.

2. PERAWATAN DI RUMAH SAKIT

Hal-hal yang harus dilakukan di RS antara lain :

a. Lakukan pemeriksaan klinis secara cepat dan resusitasi termasuk ABC

(airway, breathing, circulation), penilaian kesadaran, dan monitoring tanda

vital

b. Buat akses intravena, beri oksigen dan resusitasi lain jika diperlukan

c. Lakukan anamnesa yang meliputi bagian tubuh mana yang tergigit, waktu

terjadinya gigitan dan jenis ular

d. Lakukan pemeriksaan fisik :

- Bagian yang digigit untuk mencari bekas gigitan (fang marks), walaupun

terkadang bekas tersebut tidak tampak, bengkak ataupun nekrosis

- Palpasi arteri di distal lesi (untuk mengetahui ada tidaknya kompartemen

sindrom)

- Cari tanda-tanda perdarahan (gusi berdarah, perdarahan konjungtiva,

perdarahan di tempat gigitan)

16

Page 17: SNAKE BITE

- Cari tanda-tanda neurotoksisitas seperti ptosis, oftalmoplegi, paralisis

bulbar, hingga paralisis dari otot-otot pernapasan

- Khusus untuk ular laut terdapat tanda rigiditas pada otot

- Pemeriksaan urin untuk mioglobinuri

e. Lakukan pemeriksaan darah yang meliputi pemeriksaan darah rutin, tes fungsi

ginjal, PPT/PTTK, tes golongan darah dan cross match

f. Anamnesa ulang mengenai riwayat imunisasi, beri anti tetanus toksoid jika

merupakan indikasi

g. Rawat inap paling tidak selama 24 jam (kecuali jika ular yang menggigit

adalah jenis ular yang tidak berbisa)

3. TERAPI DENGAN ANTI VENOM

Satu satunya terapi spesifik terhadap bisa ular adalah dengan anti venom.

Pemberian seawal mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik. Terapi ini

dapat diberikan jika tanda tanda penyebaran bisa secara sistemik ada. Untuk efek

lokal, anti venom biasanya tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam.

Indikasi pemberian anti venom antara lain :

a. Abnormalitas hemostatik, misalnya perdarahan sistemik spontan dan

trombositopeni (<100000)

b. Neurotoksisitas

c. Gangguang kardiovaskuler (hipotensi atau syok)

d. Rhabdomiolisis generalisata (rasa nyeri pada otot)

e. Gagal ginjal akut

f. Efek lokal yang signifikan, seperti misalnya pembengkakan lokal lebih dari

setengah besar ekstremitas yang terkena, nekrosis atau hematom yang luas,

atau bengkak yang membesar dengan cepat

g. Temuan laboratorium seperti anemia, trombositopeni, leukositosis,

peningkatan enzim hepar, hiperkalemia, dan mioglobinuri3

4. PILIHAN ANTI VENOM

a. Jika jenis ular diketahui, usahakan pemberian anti venom yang spesifik

(monovalen) karena akan lebih efektif dan efek samping yang lebih sedikit

17

Page 18: SNAKE BITE

b. Jika jenis ular tidak diketahui, manifestasi klinis mungkin dapat digunakan

untuk memperkirakan jenis ular :

- Pembengkakan local dengan tanda kelainan neurologis = ular

kobra/elapidae

- Pembengkakan local yang ekstensif dengan perdarahan = ular tanah/

viperidae

c. Anti venom polivalen jika belum jelas

5. DOSIS DAN CARA PEMBERIAN

Jumlah pemberian biasanya berdasar empirik. Rekomendasi pemberian dari

pabrik yang ada biasanya berdasarkan uji pada binatang

a. Ulang pemberian anti venom hingga tanda tandanya hilang

b. Pemberian melalui rute intra vena. Larutkan anti venom pada cairan isotonic

(5-10 ml/kgBB, pada anak yang lebih besar atau orang dewasa larutkan dalam

500 ml) dan infus seluruhnya dalam 1 jam

c. Infus dapat dihentikan bila gejala menghilang walaupun dosis yang

direkomendasikan belum habis

d. Jangan lakukan uji sensitivitas

e. Jangan lakukan injeksi di tempat lesi

f. Persiapkan adrenalin, kortikosteroid, antihistamin, dan peralatan resusitasi jika

terjadi reaksi alergi

6. REAKSI ANTI VENOM

Terdapat 3 tipe reaksi terhadap pemberian anti venom yang mungkin terjadi :

a. Reaksi anafilaktik tipe cepat

- Terjadi 10-180 menit setelah pemberian anti venom

- Gejala meliputi : gatal, urtikaria, nausea, muntah, dan palpitasi hingga

reaksi anafilaktik yang berat seperti hipotensi, bronkospasme dan udema

laring

- Jika terjadi hal seperti itu, hentikan pemberian anti venom, berikan

adrenalin IM (0,01 ml/kgBB), antihistamin (misal klorfeniramin 0,2

mg/kg), dan cairan resusitasi

18

Page 19: SNAKE BITE

- Jika reaksinya ringan, pemberian anti venom dapat dilanjutkan namun

dengan dosis dan kecepatan yang lebih rendah

b. Reaksi pirogenik

- Terjadi 1-2 jam setelah pemberian, dikarenakan endotoksin dalam anti

venom

- Gejala meliputi demam, kaku, muntah, takikardia dan hipotensi

- Tatalaksana seperti pada kasus diatas

- Bila demam dapat diberikan parasetamol

c. Reaksi tipe lambat

- Terjadi kurang lebih seminggu kemudian

- Gejala serum like illness : demam, atralgia, limfadenopati

- Atasi dengan pemberian antihistamin (klorfeniramin 0,2 mg/kgBB/hari

dibagi dalam 5 dosis

- Jika berat, beri prednisolon oral (0,7-1 mg/kgBB/hari) selam 5-7 hari

III. 4 TERAPI SUPORTIFa. Bersihkan luka dengan antiseptic

b. Analgesic

c. Antibiotik bila luka terkontaminasi atau nekrosis

d. Awasi kejadian kompartemen syndrome—nyeri, bengkak, perabaan distal

dingin, dan paresis

e. Buang jaringan nekrosis

f. Atasi keadaan gagal ginjal akut

III. 5 KESALAHAN DALAM PENATALAKSANAANa. Memberikan anti venom pada semua kasus gigitan ular

Tidak semua gigitan ular membutuhkan anti venom, kira-kira 30% dari

gigitan ular kobra, dan 50% karena ular tanah tidak memerlukan anti venom.

Selain mahal, anti venom dapat menyebabkan reaksi anafilaktik yang serius

19

Page 20: SNAKE BITE

pada pasien. Sebaiknya anti venom hanya diberikan pada pasien dimana

manfaatnya lebih besar dari pada resikonya

b. Menunda memberikan anti venom

Anti bisa ular harus diberikan sesegera mungkin, bahkan pada pusat

pelayanan kesehatan tingkat pertama sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan

yang lebih lengkap

c. Pemberian anti venom polivalen pada semua jenis gigitan ular

Anti bisa ular yang polivalen tidak dapat mencakup semua jenis ular. Selalu

perhatikan label dari pabrik saat hendak menggunakan

d. Pemberian dosis yang lebih kecil pada anak-anak

Dosis berdasarkan jumlah racun yang masuk, bukan berdasarkan berat badan

e. Pemberian terapi pendahuluan dengan kortikosteroid atau antihistamin

Terapi ini diberikan pada meraka yang mendapat terapi anti bisa ular, karena

gigitan ular tidak menyebabkan reaksi alergi.

20

Page 21: SNAKE BITE

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan digigit ular + 1 jam sebelum masuk

Rumah Sakit penderita tergigit ular berwarna hijau dan bentuk kepala segitiga

saat sedang bermain di sekitar rumah, Telunjuk tangan kanan saat mencoba

memegang kepala ular. Mual (-), muntah (-), perdarahan di tempat gigitan (+)

aktif, bengkak (+), pembesaran nnll ketiak (+), berdebar-debar (-), gringgingen

(-), lemah anggota tubuh (-), kencing berwarna merah atau hitam (-), gusi

berdarah (-), perdarahan konjungtiva (-), kelumpuhan otot-otot mata (-), kaku otot

(-), kemudian os dibawa ke RS Kartini.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status internus dalam batas normal,

kemudian status lokalis Regio manus dextra:

Inspeksi : Tampak pada phallang distal digiti II manus dextra jejas

(+), dua buah bekas insisi berbentuk tanda silang, warna

kehitaman, Jaringan nekrotik (+) warna kuku pucat, tampak

edema sampai pergelangan tangan kanan.

Palpasi : Nyeri (+), Capillary refill >2”

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan hematologis dalam

batas normal, pemeriksaan fungsi ginjal dalam batas normal, dan pemeriksaan

EKG tidak didapatkan kelainan.

Pada pasien diberikan terapi pemberian cairan maintenance, pemberian

anti bisa ular, intra lesi dan drip, pemberian ATS untuk mencegah timbulnya

tetanus , antibiotik berupa cefotaxim untuk mencegah terjadi infeksi pada

jaringan, Ranitidin untuk mengurangi stress ulcer, asam mefenamat untuk

mengurangi rasa nyeri, edema yang timbul akibat gigitan ditandai dengan garis

agar untuk mengetahui penyebaran racun tersebut. Pada jaringan yang nekrosis

disarankan untuk amputasi namun keluarga pasien menolak. Pemasangan DC

dilakukan agar dapat memonitoring balance cairan dan mewaspadai adanya

komplikasi pada ginjal.

21

Page 22: SNAKE BITE

DAFTAR PUSTAKA

1. Suchai Suteparuk MD. Bites and Stings in Thailand. Divison of Toxicology

Chulalongkorn University

2. Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East

Asia Region, World Health Organization, 2005.

3. Venomous Snake Bite. University of Florida

22