Smp bintang laut kelas unggul 24 maret yes hal -

148
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang berkualitas adalah manusia yang mampu berkompetisi secara sehat dan objektif dalam berbagai aspek kehidupan. Di dalam persaingan diperlukan kualitas individu-individu, sehingga hasil karya atau produk-produk yang dihasilkan dapat berkompetisi dan mendorong ke arah kualitas yang semakin lama semakin baik. Kualitas yang baik dan terus meningkat ini hanya dapat diciptakan oleh manusia-manusia yang mempunyai kemampuan berkompetisi. Kemampuan untuk berkompetisi ini, juga hanya dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas dan kondusif bagi lahirnya pribadi-pribadi berkompetisi pula. Oleh sebab itu berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Selain perubahan pada kurikulum juga muncul modelmodel sekolah dengan label dan karakteristiknya masing masing. Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI), Sekolah Terpadu, Sekolah Plus dan Sekolah Unggulan adalah sederetan nama dan istilah untuk memberi ciri khas khusus pada sekolah, yang semuanya menawarkan programprogram yang pada dasarnya ingin mengembangkan dan memajukan pendidikan.

Transcript of Smp bintang laut kelas unggul 24 maret yes hal -

Page 1: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia yang berkualitas adalah manusia yang mampu berkompetisi

secara sehat dan objektif dalam berbagai aspek kehidupan. Di dalam persaingan

diperlukan kualitas individu-individu, sehingga hasil karya atau produk-produk

yang dihasilkan dapat berkompetisi dan mendorong ke arah kualitas yang

semakin lama semakin baik. Kualitas yang baik dan terus meningkat ini hanya

dapat diciptakan oleh manusia-manusia yang mempunyai kemampuan

berkompetisi. Kemampuan untuk berkompetisi ini, juga hanya dihasilkan oleh

pendidikan yang berkualitas dan kondusif bagi lahirnya pribadi-pribadi

berkompetisi pula.

Oleh sebab itu berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk

meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Selain perubahan pada kurikulum

juga muncul modelmodel  sekolah dengan label dan karakteristiknya  masing -

masing. Sekolah  Nasional  Bertaraf Internasional (SNBI),  Sekolah Terpadu,

Sekolah Plus dan Sekolah Unggulan adalah sederetan nama dan istilah untuk 

memberi ciri khas khusus  pada sekolah, yang  semuanya  menawarkan  program-

program yang pada dasarnya ingin mengembangkan dan memajukan pendidikan.

Demikian pula upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Nias

Selatan yang merupakan salah satu kabupaten di kepulauan Nias. Sejak Tahun

Pelajaran 2011/2012 menyelenggarakan Program Pendidikan Kelas Unggulan

yang disingkat dengan PPKU. Program ini dicanangkanan untuk pendidikan

dasar dan pendidikan menengah pada sekolah terpilih, yakni SMP dan SMA

Swasta Bintang Laut Telukdalam.

Tujuan utama dari PPKU ini adalah untuk menghimpun siswa atau peserta

didik dari berbagai tempat di kabupaten Nias Selatan dan sekitarnya yang

memiliki bakat dan kemampuan intelekutual lebih baik dibandingkan dengan

siswa reguler, dengan harapan bahwa melalui PPKU ini segala potensi atau bakat

yang dimiliki siswa tersebut dapat berkembang secara maksimal.Tentu hal ini

sangat relevan dengan tujuan dari pendidikan pada umumnya, yaitu menolong

anak didik untuk mengembangkan potensinya secara maksimal.

Page 2: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

2

Namun demikian berdasarkan hasil pengamatan dalam masyarakat dan

juga hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang

memiliki label khusus ini tidak saja membawa kemajuan, tetapi juga membawa

stres yang berat bagi siswa. Sebagaimana dialami oleh siswa yang sekolah di

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMPN 1 Medan, seperti

dituliskan Rahmawati (2012: 5) ((online) repository.usu.ac.id/bitstream/... /5/

Chapter%20I.pdf,) bahwa diperoleh gambaran mengenai tuntutan yang harus

dijalani oleh siswa RSBI di SMPN 1 Medan, mulai dari bahasa pengantar dalam

belajar yang menggunakan bahasa Inggris, beban pelajaran yang terlalu banyak

dalam sehari, dan tugas ataupun PR yang banyak diberikan kepada siswanya,

standart nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah umum lainnya dan

jam pulang sekolah yang lebih lama. Olejnik dan Holschuh ( 2007: 101)

menegaskan bahwa kondisi seperti ini dapat menimbulkan stres pada siswa

apabila siswa tidak mampu memenuhi tuntutan yang diberikan padanya.

Kenyataan ini dapat kita lihat pada salahh satu kutipan wawancara yang dituliskan

Rahmawati (2012: 4) ((online) repository. usu.ac.id/ bitstream/ .../5/Chapter

%20I.pdf,):

Standart nilai kami lebih tinggi kak, kami harus dapat nilai 8, kalo sekolah biasa kan kalo gak salah saya pernah nanya sama tetangga saya standart nilai orang itu 7, kalo kami disini standartnya harus dapat 8... , sama jam pulang sekolah kami kan beda kak.. kami pulang jam setengah 4, kalo sekolah biasa kan jam 2 udah pulang kak, capek lah kak sore gitu pulangnya.. (TS, Komunikasi Personal, 09/11/2011).

Selain itu ada juga salah satu RSBI di kota Sibolga yang akhirnya

dialihkan kembali pada sekolah regular atau sekolah umum dengan alasan, bahwa

pemerintah tidak lagi meneruskan program RSBI tersebut karena dinilai kurang

efektif. Maka muncul pertanyaan apakah program Kelas Unggulan ini memiliki

posisi strategis dalam memajukan pendidikan di kabupaten Nias Selatan?. Karena

dana yang dialokasikan pemerintah untuk program ini cukup besar sebab harus

membiayai semua kebutuhan siswa, seperti biaya pendidikan, pemondokan dan

sarana-prasarana belajar yang memadai.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa PPKU ini disambut positip oleh pihak

sekolah terpilih dan masyarakat Nias Selatan, sehingga Kelas Unggulan menjadi

prioritas utama bagi siswa dan orang tua dibandingkan dengan Kelas Regular.

Page 3: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

3

Oleh Karena itu dalam penerimaan siswa baru berbagai seleksi dilakukan baik

oleh pemerintah sendiri maupun oleh sekolah terpilih, terutama melalui tes

kemampuan di bidang akademik dengan satu tujuan, bahwa siswa yang lulus

seleksi dapat dididik dan dilatih secara maksimal, sehingga apa yang diharapkan

dapat tercapai.

Kemudian sebagaimana kita ketahui, bahwa tujuan ini hanya dapat

tercapai apabila potensi pribadi dan segala hal yang berpengaruh pada peserta

didik, diketahui oleh pendidik atau guru sebelumnya. Sebab setiap anak memiliki

karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain. Dengan kata lain agar

dapat menolong peserta didik, maka ia harus dikenal dalam segala aspeknya dan

dalam konteks (situasi) hidupnya di mana ia hidup. Sebab tanpa pengenalan

terhadap pribadi peserta didik, tidak mungkin kita (sebagai pendidik) membuat

rencana yang efektif untuk mengadakan perubahan dalam diri anak tersebut.

Selain mengenal hal-hal yang umum yang terdapat pada peserta didik,

pendidik/guru juga sangat perlu mengenal hal-hal yang unik dan khusus yang

dimiliki oleh anak didiknya seperti, kemampuan intelektual siswa, bagaimana

cara siswa tersebut belajar atau yang kerap diistilahkan sebagai “gaya belajar

siswa” dan bagaimana keyakinan atau efikasi diri siswa yang disebut self-efficacy

dan hal-hal lain yang mempengaruhi siswa dalam mengikuti pelajaran.

Suryasubroto (dalam Irham & Wiyani: 2013:67), mengemukakan bahwa

ketidakmampuan guru melihat dan memperhatikan perbedaan-perbedaan individu

dalam kelas selama proses pembelajaran banyak membawa kegagalan dalam

proses pembelajaran. Sebab hal tersebut berdampak pada proses pembelajaran

yang tidak dapat membina dan menghasilkan tenaga manusia (SDM) yang efektif.

Sebab perbedaan individu merupakan sebuah kenyataan tentang adanya

perbedaan-perbedaan pada setiap siswa. Hal senada ditegaskan juga John W.

Santrock (2011: 487) dengan mengatakan bahwa, “pertimbangan perbedaan

individual anak merupakan salah satu landasan pendidikan yang efektif”.

Kemudian Dalyono, (2012: 172) menjelaskan, mengapa guru/pendidik

perlu mengenal anak didik? Menurutnya guru/pendidik perlu mengenal anak

didik, agar dapat mengetahui sejauh mana kemampuan mereka di dalam

Page 4: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

4

menghadapi situasi belajar, sehingga kita (pendidik) dapat menuntun mereka

dengan tepat dan berhasil.

Sardiman (2011: 121), mengemukakan salah satu karakteristik siswa yang

dapat mempengaruhi kegiatan belajarnya, diantaranya adalah gaya belajar. Gaya

belajar merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh siswa dalam belajarnya

untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu hasil belajar yang baik. John

Santrock (2011:158) mengemukakan, bahwa gaya adalah cara murid

menggunakan kemampuannya. Gaya bukan kemampuan tetapi cara yang disukai

seseorang untuk memanfaatkan kemampuannya, maka sangatlah penting jika gaya

belajar siswa menjadi pertimbangan guru dalam pembelajaran. Munif Chatib

(2012: 100) mengatakan, bahwa” Gaya belajar adalah respons yang paling peka

dalam otak seseorang untuk menerima data atau informasi dari pemberi informasi

dan lingkungannya”. Gaya belajar masing-masing siswa berbeda seperti halnya

dengan tanda tangan masing-masing individu. Kita semua tahu bahwa sebagian

orang belajar lebih baik dengan suatu cara, sebagian yang lain dengan cara yang

lain pula. Setiap orang memiliki gaya belajar dan gaya bekerja yang unik.

Sebagian siswa lebih mudah belajar secara visual: melihat gambar dan diagram,

sebagian yang lain lebih mudah belajar secara auditorial: suka mendengarkan, dan

sebagian lagi mungkin ada yang lebih mudah belajar secara kinestetik:

menggunakan indra perasa atau menggerakkan tubuh dan lain sebagainya.

Oleh karena itu guru perlu mengetahuai gaya belajar siswa, karena dengan

mengetahuinya, guru akan dengan mudah mengorganisasikan proses

pembelajaran dengan berbagai metode dan cara mengajar sehingga bisa diterima

dan dipahami seluruh siswa. Gordon Dryden & Jeannette Vos (2000: 99,

terjemahan) mengatakan, “ Saat ini banyak anak-anak yang putus sekolah lanjutan

karena gaya belajar mereka tidak sesuai dengan gaya belajar yang diterapkan di

sekolah”. Renita M. & Y.P Hadiyanto (2006: 101) mengatakan:

Di Indonesia seringkali kita mendengar keluhan dari orang tua yang merasa sudah melakukan berbagai cara untuk membuat anaknya menjadi ‘pintar”. Orang tua berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah terbaik.Selain itu anak diikutkan dalam berbagai kursus maupun les privat yang terkadang menyita habis waktu yang seharusnya bisa dipergunakan anak atau remaja untuk bermain atau bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.Namun demikian usaha-usaha tersebut sering tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan, bahkan ada yang

Page 5: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

5

justru menimbulkan masalah bagi anak atau remaja”.Apa sebenarnya yang terjadi?Mengapa anak-anak tersebut tidak kunjung pintar? Salah satu factor yang dapat menjadi penyebabnya adalah ketidaksesuaian carabelajar (gaya belajar) yang dimiliki oleh sang anak dengan metode belajar yang diterapkan dalam pendidikan yang dijalaninya.

Munif Chatib (2012: 100) juga mengatakan, bahwa “Penyebab utama

seorang anak yang tidak suka bidang studi Matematika dan nilainya pas-pasan,

atau bahkan sering mendapat remedial berkali-kali adalah strategi dan metode

mengajar guru yang masih belum sesuai dengan gaya belajar anak tersebut”.

Factor lain yang juga mempengaruhi hasil belajar siswa adalah efikasi diri

atau diistilahkan sebagai self-efficcacy. Menurut Bandura (Santrock, 2011: 523),

bahwa self-efficacy adalah faktor penting yang mempengaruhi prestasi murid.

Dalam model pembelajaran Bandura dikatakan bahwa faktor person (kognitif)

juga memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura

(Santrock, 2011: 286) pada masa belakangan ini adalah self-efficacy, yakni

keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil

positip. Kemudian Hartinah (2008: 96) mengemukakan, bahwa salah satu

karakteristik individu yang memiliki identitas diri adalah self-efficacy (efikasi-

diri). Efikasi diri ini diartikan sebagai kemampuan untuk menyadari, menerima

dan mempertanggungjawabkan semua potensi, ketrampilan atau keahlian secara

tepat. Menurutnya bahwa, orang yang memiliki self-efficacy, akan menempatkan

diri pada posisi yang tepat. Ismanto, dkk (2011: Pengantar), mengatakan,

“kepercayaan diri untuk yakin bahwa Matematika adalah ilmu yang mudah

dipelajari merupakan modal utama bagi kalangan yang takut akan matematika”,

maka di sinilah para pendidik untuk mewujudkan sistem, cara atau metode yang

cocok dalam proses belajar mengajar”.

Wilson & Janes (dalam (online) digilib.unimed.ac.id/.../UNIMED-Master-

26155-8106...), yang menyatakan bahwa self-Efficacy merupakan salah satu faktor

penting dalam menentukan prestasi matematika seseorang. Kemudian Rahmawati

(2012:5) (online) repository.usu.ac.id/bitstream/.../5/Chapter%20I.pdf,bahwaself-

efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan

dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan,

menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan

Page 6: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

6

kecakapan tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandura (1997) yang

mengatakan bahwa Self-efficacy yang merupakan konstruksi sentral yang akan

mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan, dan mempengaruhi

tindakan yang akan dilakukannya. Seseorang cenderung akan menjalankan

sesuatu apabila ia merasa kompeten dan percaya diri.

Makin besar Self-efficacy seseorang, makin besar upaya, ketekunan, dan

fleksibilitasnya. Self-efficacy juga mempengaruhi pola pikir dan reaksi

emosionalnya. Sedangkan seseorang dengan Self-efficacy yang rendah akan

mudah menyerah, cenderung menjadi stres, depresi, dan mempunyai suatu visi

yang sempit tentang apa yang terbaik untuk menyelesaikan masalah itu.

Sedangkan Self-efficacy yang tinggi, akan membantu seseorang dalam

menciptakan suatu perasaan tenang dalam menghadapi masalah atau aktivitas

yang sukar.

Perbedaan tingkat kemampuan siswa dalam bidang akademik juga perlu

menjadi perhatian para pendidik dalam proses pembelajaran. Maka untuk melihat

perbedaan kemampuan siswa pada bidang akademik, peneliti tertarik untuk

meneliti mata pelajaran Matematika. Sebab dewasa ini Matematika bagi siswa

atau peserta didik adalah suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari bahkan

dalam setiap seleksi penerimaan siswa baru pada setiap jenjang pendidikan

hampir selalu memunculkan mata pelajaran Matematika sebagai salah matu mata

pelajaran yang diujikan. Kemudian tak jarang terjadi bahwa pandangan

masyarakat bahkan diantara kaum pelajar dan pendidik/guru, bahwa jika seorang

siswa memiliki nilai mata pelajaran Matematika lebih tinggi dari pada teman-

temannya yang lain, maka siswa tersebut dianggap lebih pintar dan lebih hebat.

Hal ini menunjukkan bahwa seakan kemampuan Matematika seseorang

menentukan prestasi seseorang itu dalam berbagai bidang akademik.

Selanjuntanya Fadjar Shadiq (2014: 3) menuliskan bahwa:

Tidak sedikit orang tua dan orang awam yang beranggapan bahwa Matematika dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan seseorang. Menurut mereka, jika seorang siswa berhasil mempelajari Matematika dengan baik, maka ia diprediksi akan berhasil juga mempelajari mata pelajaran lain. Begitu juga sebaliknya, seorang anak yang kesulitan mempelajari Matematika akan kesulitan juga mempelajari mata pelajaran lain. Peran penting Matematika diakui Cockcroft (1986), yang menulis: if would be very difficult-perhaps impossible-to livea normal life in very many parts of the world in the

Page 7: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

7

twentieth century without making usu of Mathematics of some kind”. Akan sangat sulit atau tidaklah mungkin bagi seseorang untuk hidup di bagian bumi ini pada abad ke-20 ini tanpa sedikitpun memanfaatkan Matematika.

Kemudian Ismunamto dkk. ( 2011: Pengantar) mengatakan, “Tanpa Matematika

dunia pendidikan terasa kurang lengkap”. Dan Santoso (dalam Hudojo: 2005: 25),

menuliskan bahwa 60 % - 80 % negara-negara maju hingga sekarang, dominan

menggantungkan diri pada Matematika. Selanjutnya Uno (2007: 130),

mangatakan bahwa “seseorang akan merasa mudah memecahkan masalah dengan

bantuan Matematika, karena ilmu Matematika itu sendiri memberikan kebenaran

berdasarkan alasan logis dan sistimatis”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ilmu Matematika memegang

peranan penting dalam memberikan berbagai kemampuan kepada siswa untuk

keperluan penataan kemampuan berpikir dan kemampuan memecahkan masalah

dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu diharapkan bahwa memalalui

kemampuan mempelajari mata pelajaran Matematika, dapat menghasilkan

pribadi-pribadi peserta didik yang kreatif, inovatif dan kompetitif.

Tetapi suatu fakta bahwa jika kita melihat level yang dicapai siswa

Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA)

Matematika tahun 2009, diperoleh 43,5 % siswa tidak mampu menyelesaikan soal

PISA paling sederhana, sekitar 33,1 % hanya bisa mengerjaan soal jika pertanyaan

dari soal kontekstual diberikan secara eksplisit serta data yang dibutuhkan

diberikan secara tepat dan hanya 0,1 % siswa Indonesia yang mampu

mengembangkan dan mengerjakan pemodelan Matematika yang menuntut

ketrampilan berpikir dan penalaran (Wijaya: 2012). Selanjutnya dari hasil

penelitian Depdiknas (2002) (online) digilib.unimed.ac.id/.../UNIMED-Master-

26155-8106...bahwa rata-rata nasional nilai ebtanas murni (NEM) mata pelajaran

matematika untuk jenjang SLTP dalam 4 tahun terakhir selalu di bawah 6,0. Hal

serupa juga dikemukakan Roheni (2013: 3) (online) repository.upi.edu/.../ S_MT

_0902085_CHAPTER1....bahwa pada kenyataannya kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa SMP masih di bawah skor rata-rata Internasional. Hal

ini berdasarkan hasil Third International Mathematics and Science Study (TIMSS)

tahun 2003 menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia berada pada

peringkat 34 dari 45 negara. Skor rata-rata yang diperoleh siswa Indonesia adalah

Page 8: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

8

411, dimana skor tersebut masih jauh di bawah skor rata-rata internasional yaitu

467 (Mulisetal, 2004). Lebih jauh lagi, pada survey PISA (Programe for

Internasional Student Assesment) tahun 2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara

yang di survey untuk bidang kemampuan Matematika dan kemampuan membaca,

Indonesia menempati peringkat ke-39 dengan skor yang diperoleh yaitu 360,2

skor tersebut berada di bawah skor rata-rata Internasional yaitu 500. Kemudian M.

Nawi (2012: 3) menuliskan bahwa jika ditinjau dari persentase siswa mengulang,

maka Matematika masih menjadi mata pelajaran yang sulit bagi siswa dan bahkan

pada TP. 2009/2010 terdapat 3 sekolah di kota Medan dengan persentase

kelulusan pada mata pelajaran Matematika adalah 0 %.

Ismunamto dkk (2011: i) mengatakan bahwa, “bagi siswa atau pelajar

yang menyukai Matematika, kehadiran Matematika dalam dunia pendidikan tidak

dianggap sebagai suatu beban. Namun bagi siswa yang kurang menyukai

Matematika, kehadiran Matematika dianggap sebagai beban berat bahkan

dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan, karena susah dipelajari”.

Dari uraian di atas, dapat kita pahami bahwa masing-masing peserta didik

memiliki bakat, kemampuan dan cara belajar yang berbeda. Hal ini menunjukkan

bahwa pada dasarnya pembelajaran yang dilaksanakan guru seharusnya sesuai

dengan kebutuhan atau kondisi peserta didiknya.

Tetapi suatu realita bahwa, pada umumnya sekolah-sekolah di Indonesia

masih melakasanakan pembelajaran secara klasikal. Irham & Wiyani ( 2013: 77)

mengatakan “Perbedaan individu yang sangat kompleks ini tidak sepenuhnya

diperhatikan dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, bahkan oleh ahli

pembelajaran sekalipun”. Sardiman (2011:119) mengatakan bahwa, “Sekolah-

sekolah di Indonesia sampai sekarang memang belum berhasil membantu secara

optimal dalam upaya mengembangkan siswa/anak didik secara individual”.

Sistem klasikal yang memperlakukan siswa sebagai kelompok masih banyak

menandai kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah”. Irham & Wiyani (2013:

107) mengatakan “Perbedaan individu sudah pasti akan berdampak pada tingkat

kecepatan, metode dan aktivitas siswa dalam belajar dan dalam mengikuti proses

pembelajaran. Oleh sebab itu, guru perlu memahami dengan baik kondisi dan

karakteristik belajar siswanya. Menurutnya pembelajaran yang baik dan efektif

Page 9: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

9

adalah ketika proses pembelajaran yang dilakukan dapat merespon kebutuhan

individual siswa”. Oleh sebab itu dalam pembelajaran Matematika perlu

mempertimbangkan beberapa hal antara lain: gaya belajar siswa, self-efficacy dan

kemampuan akademik siswa agar dapat menacapai hasil yang maksimal.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memandang perlu melakukan

penelitian terhadap gaya belajar siswa, Self- efficcacy siswa dan hasil belajar

siswa pada mata pelajaran Matematika. Peneliti bermaksud meneliti apakah

terdapat perbedaaan mengenai gaya belajar, self-efficcacy dan hasil belajar

Matematika antara siswa Kelas Unggulan dengan siswa Kelas Reguler? apakah

hasil belajar Matematika siswa Kelas Unggulan lebih tinggi dari pada hasil belajar

Matematika siswa Kelas Reguler?.dan bagaimana perbedaan self-efficcacy siswa

terhadap Pelajaran Matematika antara siswa Kelas Unggulan dengan Kelas

Reguler?

Betolak dari uraian di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian

dengan judul “ Studi Komparatif Terhadap Gaya Belajar, Self-Efficacy dan

Hasil Belajar Matematika antara siswa Kelas Unggulan dengan Kelas

Reguler di SMP Bintang Laut Telukdalam”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar balakang di atas, maka peneliti

mengidentifikasi beberapa permasalahan antara lain, yaitu: Apakah

penyelenggaraan Program Pendidikan Kelas Unggulan merupakan posisi yang

strategis bagi kemajuan pendidikan di kabupaten Nias Selatan? Apa saja yang

dilakukan pemerintah kabupaten Nias Selatan dalam menyelenggarakan Kelas

Unggulan? Apa persyaratan yang dimiliki oleh sekolah sehingga dapat

menyelenggarakan Kelas Unggulan? Bagaimana pemerintah mempersiapkan

sekolah terpilih menyelenggarakan Kelas Unggulan ini baik dari segi tenaga

pengajar, sarana pra-sarana dan pembiayaan? Apakah cara yang dilakukan dalam

merekrut siswa yang diterima di Kelas Unggulan sudah efektif ? Apakah ada

perbedaan perlakuan pembelajaran antara siswa Kelas Unggulan dengan siswa

Kelas Reguler? Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara gaya belajar,

self-efficacy dan hasil belajar Matematika antara siswa Kelas Unggulan dengan

Page 10: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

10

siswa Kelas Reguler? Apa jenis gaya belajar yang dominan dimiliki oleh siswa

Kelas Unggulan dan siswa Kelas Reguler? Apakah ada hubungan gaya belajar dan

self-efficacy terhadap hasil belajar Matematika? Mana gaya belajar yang

memberikan kontribusi yang besar terhadap hasil belajar Matematika? Seberapa

besar perbedaan self-efficacy terhadap hasil belajar Matematika antara siswa Kelas

Unggulan dengan siswa Kelas Reguler?. Apakah rata-rata hasil belajar

Matematika siswa Kelas Unggulan lebik tinggi dari pada Kelas Regular?.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka

penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Swasta Bintang Laut Telukdalam

Kabupaten Nias Selatan. Dengan penelitian komparatif, yang berfokus terhadap

gaya belajar, self-efficacy dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika.

Agar pelaksanaan penelitian lebih efektif dan efisien, maka penelitan ini dibatasi

pada siswa kelas IX TP. 2014/2015. Dengan demikian gaya belajar siswa sebagai

variable bebas satu (x1 ), self-efficacy sebagai variabel bebas dua (x2 ) , dan hasil

belajar Matematika sebagai variable bebas tiga (x3). Gaya belajar yang dimaksud

pada tulisan ini adalah gaya belajar siswa berdasarkan modalitas belajar yang

dikemukakan oleh DePorter yaitu (a) gaya belajar visual, (b) gaya belajar

auditorial dan (c) gaya belajar kinestetik, serta bagaimana konsekuensinya

terhadap pelajaran Matematika. Demikian juga self-efficacy yang dimaksud adalah

self-efficacy yang dimiliki siswa dan bagaimana kosekuensinya terhadap mata

pelajaran Matematika. Sedangkan hasil belajar Matematika yang dimaksud adalah

hasil penilaian yang dilakukan baik oleh Pendidik (Guru) dan Satuan Pendidikan.

Maka untuk memperoleh data hasil belajar Matematika di sini penulis mengambil

data berdasarkan rata-rata nilai rapor siswa mulai dari nilai Matematika semester I

(satu) di kelas VII sampai dengan nilai Matematika semester I di kelas IX (ada

lima semester) dan nilai hasil tes yang dilakukan oleh peneliti pada materi

pelajaran Matematika SMP Tahun Pelajaran 2014/2015 berdasarkan kurikulum

2006 atau KTSP.

D. Rumusan Masalah

Page 11: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

11

Bertolak dari uraian pada latar belakang, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, maka peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti

sebagai berikut:

1. Apakah rata-rata hasil belajar Matematika siswa Kelas Unggulan lebih

tinggi (lebih baik) dari pada Kelas Reguler ?.

2. Apakah terdapat perbedaan gaya belajar antara siswa Kelas Unggulan

dengan siswa Kelas Reguler merujuk pada angket gaya belajar ?

3. Apakah ada perbedaan tingkat self-efficacy antara siswa Kelas Unggulan

dengan Kelas Reguler merujuk angket self-efficacy siswa terhadap

pelajaran Matematika ?.

4. Mana gaya belajar yang memberikan kontribusi yang besar terhadap hasil

belajar Matematika?.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan

penetilian adalah:

1. Untuk mengetahui apakah rata-rata hasil belajar Matematika siswa Kelas

Unggulan lebih tinggi (lebih baik) dari pada Kelas Reguler ?

2. Untuk mengetahui perbedaan gaya belajar antara siswa Kelas Unggulan

dengan siswa Kelas Reguler merujuk pada angket gaya belajar ?

3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat self-efficacy antara siswa Kelas

Unggulan dengan Kelas Reguler merujuk angket self-efficacy siswa

terhadap pelajaran Matematika ?.

4. Untuk mengetahui gaya belajar yang memberikan kontribusi yang besar

terhadap hasil belajar Matematika ?.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari  penelitian ini adalah:

a. Manfaat Teoritis

Page 12: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

12

Manfaat   teoritis   dalam   penelitian   ini   adalah   untuk   menambah  

kasanah dan mengembangkan   wawasan   keilmuan   serta   untuk  

mendukung   teori-teori   yang   telah ada,   yang   berhubungan   dengan  

masalah   yang   diteliti   khususnya   tentang gaya belajar, self-effccacy

dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi peneliti, menambah wawasan, pengetahuan dan ketrampilan dalam

menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta dapat memberi sumbangan

berupa informasi tentang data-data yang ada dalam tulisan ini kepada

peneliti berikutnya.

2. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman siswa

terhadap gaya belajarnya dan meningkatkan self-efficacy terhadap mata

pelajaran Matematika.

3. Bagi para guru SMP Swasta Bintang Laut, hasil penelitian ini menjadi

bahan kajian atau informasi, refleksi dan evaluasi untuk menentukan

kebijakan sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas  proses

pembelajaran di sekolah pada umumnya terutama dalam

menyelenggarakan Kelas Unggulan dan juga menjadi pertimbangan bagi

guru dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari.

4. Bagi pemerintah, sekolah-sekolah penyelenggara Pendidikan Program

Kelas Unggulan dan semua stakeholder pendidikan, hasil penilitian ini

menjadi  bahan  masukan dan  pertimbangan   dalam  merumuskan

kebijakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pada umumnya

dan pengembangan program Kelas Unggulan pada khususnya.

5. Bagi masyarakat, memberi gambaran tentang peran Kelas Unggulan di

SMP Swasta Bintang Laut Telukdalam dalam pengembagangan

pendidikan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

Page 13: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

13

2.1. KAJIAN PUSTAKA

2.1.1 Belajar

1. Konsep Dasar BelajarPengertian dan konsep dasar tentang belajar memiliki tafsiran dan

terjemahan yang berbeda-beda, tergantung siapa dan dari sudut pandangan mana

menafsirkannya. Menurut Irham dan Wiyani (2013: 116), belajar merupakan

sebuah proses yang dilakukan individu untuk memperoleh pengetahuan dan

pengalaman baru yang diwujudkan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang

relative permanen dan menetap disebabkan adanya interaksi individu dengan

lingkungan belajarnya. Menurutnya bahwa permasalahan yang muncul

selanjutnya adalah bagaimana proses belajar itu terjadi. Banyak ahli pendidikan

terutama psikologi belajar bersepakat bahwa belajar merupakan sebuah proses

yang kompleks dan rumit. Asri (dalam Irham & Wiyani, 2013: 116) mengatakan “

belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi dan

pendolahan informasi”. Artinya bahwa proses belajar itu berada berada di dalam

internal siswa terutama otak yang mencakup ingatan, dan pemrosesan informasi

sebagai suatu pengetahuan. Dan dalam proses belajar ini selalu mendapat

dukungan dari ranah fungsi psikomotorik yang meliputi mendengar, melihat dan

mengucapkan.

Beberapa konsep dasar belajar menurut teori psokologi belajar

dikemukakan beberapa tokoh aliran psikologi kognitif antara lain: Gestalt, (dalam

Irham & Wiyani:2013:167), bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui

sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian

menysunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana dan mudah dipahami.

Menurut para ahli psikologi Gestalt (dalam M. Ngalim Purwanto, 2007: 100),

manusia itu bukan hanya sekedar makhluk reaksi yang hanya berbuat atau

bereaksi jika ada rangsangan yang mempengaruhinya. M. Ngalim Purwanto

(2007: 100) mengatakan:

Manusia itu adalah individu yang merupakan kebulatan jasmani-rohani.Sebagai individu manusia bereaksi atau berinteraksi dengan dunia luar dengan kepribadiannya dan dengan caranya yang unik pula. Tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang benar-benar sama atau identic terhadap objek atau realita yang sama.

Page 14: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

14

Jerome Brunner, dalam Sugihartono dkk (dalam Irham & Wiyani: 2013: 173),

belajar merupakan proses yang bersifat aktif, artinya cara terbaik bagi seseorang

untuk memulai belajar konsep dan prinsip-prinsip tertentu adalah dengan

mengonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari, yaitu dengan

berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya untuk melakukan eksplorasi,

manipulasi, membuat pertanyaan dan melakukan eksperimen terhadap objek yang

dipelajari. Dengan demikian tujuan pokok pendidikan menurut Brunner adalah

guru memerankan diri sebagai pemandu atau fasilitator saja bagi peserta didik,

sehingga peserta didik dapat membangun pengetahuannya sendiri secara aktif dan

bukan karena proses hafalan. Maka Discoveri learning merupakan konsep dasar

teori belajar yang dikemukakan oleh Brunner. Oleh sebab itu biarkan siswa

menemukan arti setiap materi pelajaran bagi dirinya sendiri, mempelajari dan

memahami konsep materi pelajaran dalam bahasa mereka sendiri, biarkan siswa

melakukan pemecahan masalah melalui berbagai kegiatan dan pengalamannya

sendiri (Irham & Wiyani, 2013: 174). Dengan demikian peran guru adalah

mendampingi siswa dan menjamin proses pembelajaran berjalan sesuai dengan

kebutuhan siswa . Robert M. Gagne, (dalam Dalyono, 2012: 211): Belajar terjadi

apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa

sedemikian rupa, sehingga perbuatannya (performancenya) berubah dari waktu

sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

Selanjutnya pendapat beberapa ahli mengenai definisi belajar

diuangkapkan oleh: Slameto (2010: 2), Belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam

interaksi dengan lingkungannya. Witherington dalam buku Educational

Psykology (dalam Dalyono, 2012: 211) “belajar adalah suatu perubahan di dalam

kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang

berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”.

Djamarah (2011: 13), belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk

memperoleh suatau perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman

individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif

Page 15: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

15

dan psikhomotor. Sudjana (dalam Hosnan, 2014: 8) mengatakan, “belajar juga

merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu

proses yang dilakukan individu untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman

baru yang diwujudkan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang relative

permanen dan menetap yang menyangkut kognitif, afektif dan psikhomotor serta

mengonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari, dengan berinteraksi

secara langsung dengan lingkungan belajarnya.

2. Hakekat Universal dari Belajar

Munif Chatib (2012:168) membagi belajar menjadi tiga kelompok besar,

yakni: (1) Alasan; Mengapa anak belajar? Anak belajar karena kebutuhan otak

dan tuntutan perkembangan fisiknya. Orang tua (guru/pendidik) seharusnya

memahami bahwa anak sebenarnya makhluk pembelajar. Alasan anak ingin terus

belajar adalah kebutuhan otak itu sendiri. Pekerjaan otak selalu menerima

informasi dari manapun. Namun informasi ini ada yang perlu diolah lagi untuk

menjadi sebuah pengetahuan baru dan ada juga informasi yang berdiri sendiri.

Maka kebutuhan otak dikatakan sudah terpenuhi jika informasi tersebut sudah

masuk kedalam memori jangka panjang. Menurutnya, kebutuhan otak merupakan

tuntutan alami dan tidak bisa kita hentikan. Demikian pula fisik anak yang

berkembang secara alami, dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Maka

dengan demikian ia menyimpulkan bahwa semestinya tidak ada anak yang malas

belajar. Jika ada anak yang malas belajar, sebenarnya itu diakibatkan oleh proses

belajar yang salah dan tidak sesuai dengan kondisi anak. (2) Proses belajar;

Bagaimana anak belajar? Anak berhasil dalam belajar jika prosesnya tepat.

Proses tersebut merupakan gabungan antara meteri yang menarik dan cara materi

itu disampaikan yang sesuai dengan gaya belajar anak dan (3) Hasil; Apa hasil

anak belajar. Anak berhasil dalam belajar jika dia menuntaskan hasil belajar yang

diharapkan. Oleh karena itu M. Hosnan (2014: 5) menyimpulkan, bahwa “hakikat

belajar adalah belajar selalu melibatkan tiga hal pokok yakni: ada perubahan

tingkah laku, sifat perubahan relative permanen dan perubahan yang bersifat

aktif”.

Page 16: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

16

Selanjutnya (dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005: 201) merumuskan

empat pilar belajar yaitu: (1) Belajar mengetahui (learning to know), berkenaan

dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan. Jacques Delors

(dalam Sukmadinata (2005: 202) menegaskan adanya dua manfaat pengetahuan,

yaitu pengetahuan sebagai alat (mean) dan pengetahuan sebagai hasil (end).

Sebagai alat pengetahuan digunakan untuk pencapaian berbagai tujuan.Dan

sebagai hasil, pengetahuan merupakan dasar bagi kepuasan memahami,

mengetahui dan menemukan. (2) Belajar berkarya (learning to do). Belajar

berkaryaadalah individu belajar atau berlatih menguasai ketrampilan dan

kompetensi kerja. (3) Belajar hidup bersama (learning tolive together).Karena

kita berinteraksi dengan aneka kelompok masyarakat, maka agar mampu

berinteraksi, berkomunikasi, bekerjasama dan hidup bersama antar kelompok

tersebut dituntut belajar hidup bersama. (4) Belajar berkembang secara utuh

(learning to be). Tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat

kompleks, menuntut pengembangan manusia secara utuh. Manusia yang seluruh

aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, intelektual,

emosi, social, fisik, dan moral. Oleh sebab itu setiap individu dituntut untuk

mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Bahkan perkembangan kehidupan

global bukan hanya menuntut berkembangnya manusia secara menyeluruh dan

utuh, tetapi juga manusia yang utuh dan unggul. Sukmadinata (2005: 203)

menyatakan, bahwa manusia/individu harus berusaha mencapai keunggulan

(being excellence) yang diperkuat dengan moral yang kuat.

Gage & Berliner (dalam Hosnan, 2014: 8), mengemukakan prinsip-prinsip

belajar siswa yang dapat dipakai oleh guru dalam meningkatkan kreativitas belajar

yang mungkin dapat digunakan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar,

antara lain meliputi prinsip-prinsip, yaitu: Pemberian Perhatian dan motivasi

siswa, mendorong memotivasi keaktifan siswa, keterlibatan langsung dalam

belajar, pengulangan belajar, pemberian tantangan, pemberian umpan balik dan

penguatan belajar, memperhatikan perbedaan individual siswa. memperhatikan

perbedaan individual siswa ini harus dipandang sebagai individual yang unik dan

berbeda satu sama lain. Maka perbedaan itu berpengaruh terhadap cara dan hasil

belajar siswa. Jadi konsekuensi logis adanya hal ini adalah guru harus mampu

Page 17: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

17

melayani setiap siswa sesuai dengan karakterisktik mereka masing-masing. Oleh

sebab itu sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kurang

memperhatikan masalah perbedaan individual. Pada umumnya pelaksanaan

pembelajaran di kelas melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-

rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.

Maka pembelajaran klasikal yang mengabaikan perbedaan individual ini dapat

diperbaiki dengan beberapa cara, misalnya: penggunaan metode atau strategi

belajar-mengajar yang bervariasi, penggunaan metode instruksional, memberikan

tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa pandai dan memberikan

bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang.

Robert M. Gagne, (online) http://staff.uny. ac.id/sites/default/ files/Peng-

embangan Pembelajaran MatematikaUNIT30.pdf. Gagne mengemukakan delapan

fase dalam satu tindakan belajar (learning act), yaitu: (1) Fase Motivasi

(motivatim phase), siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar

dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa

dapat mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan mereka

tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka ataudapat menolong

mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik. (2) Fase Pengenalan

(apperehending phase), Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian

yang esensial dari suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya,

siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang ditunjukkan

guru, atau tentang ciri-ciri utama dari suatu bangun datar. (3) Fase Perolehan

(acquisition phase), bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia

telah siap untuk menerima pelajaran. Dan bahwa informasi tidak langsung

disimpan dalam memori. Informasi itu diubah menjadi bentuk yang bermakna

yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam memori siswa. Siswa

dapat membentuk gambaran-gambaran mental dari informasi itu, atau membentuk

asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama. (4) Fase Retensi

(retentim phase) Informasi yang baru diperoleh harus dipindahkan dari memori

jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan

kembali (rehearsal), praktek (practice), elaborasi atau lain-lainnya. (5) Fase

Pemanggilan (recall). Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan

Page 18: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

18

informasi dalam memori jangka panjang. Jadi bagian penting dalam belajar ialah

belajar memperoleh hubungan dengan apa yang telah kita pelajari, untuk

memanggil (recall) informasi yang telah dipelajari sebelumnya. (6) Fase

Generalisasi. Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan

di luar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer

informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. (7) Fase

Penampilan atau mencoba. Para siswa harus memperlihatkan, bahwa mereka

telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak. Misalnya, setelah

mempelajari bagaimana menggunakan busur derajat dalam pelajaran matematika,

para siswa dapat mengukur besar sudut. Setelah mempelajari penjumlahan

bilangan bulat, siswa dapat menjumlahkan dua bilangan yang disebutkan oleh

temannya. (8) Fase Umpan Balik. Para siswa harus memperoleh umpan balik

tentang penampilan mereka, yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum

mengerti tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan

reinforsemen pada mereka untuk penampilan yang berhasil.

3. Aktivitas-Aktivitas Belajar Menurut Djamarah (2011: 38), dalam belajar seseorang tidak akan dapat

menghindarkan diri dari suatu situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang

dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan situasi itulah yang mempengaruhi dan

menentukan aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian. Oleh karena itu

menurut Djamarah, ada beberapa aktivitas belajar, antara lain: (a) Mendengarkan,

adalah salah satu aktivitas belajar bagi setiap orang. Aktivitas mendengarkan

adalah aktivitas belajar yang yang diakui kebenarannya dalam dunia pendidikan

dan pengajaran dalam dunia pendidika formal persekolahan ataupun non-formal,

(b) Memandang, memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek.

Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Dalam dunia pendidikan

aktivitas memamndang termasuk dalam kategori aktivitas belajar. Namun tidak

semua aktivitas memandang adalah belajar. Aktivitas memandang dalam arti

belajar yang dimaksud di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai

dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positip. (c)

Meraba, Membau dan Mencicipi /Mengecap, aktivitas meraba, membau dan

mengecap adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk

Page 19: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

19

kepentingan belajar, apabila semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan untuk

mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu dalam memperoleh

perubahan tingkah laku. (d) Menulis atau Mencatat, dalam pendidikan

nasional.Mencatat yang termasuk sebagai belajar, yaitu apabila dalam mencatat

itu orang menyadari kebutuhannya dan tujuannya serta menggunakan catatan itu

untuk mencapai tujuannya. (e) Membaca, aktivitas membaca adalah aktivitas

yang paling banyak dilakukan dalam belajar. Cara dan teknik seseorang dalam

membaca selalu menunjukkan perbedaan pada hal-hal tertentu. Intinya bahwa

pemahaman atas diri sendiri sangat penting, sehingga dapat memilih teknik yang

mana yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadi dengan tidak mengabaikan

pola-pola umum dalam belajar. (f) Membuat ikhtisar atau ringkasan dan

menggarisbawahi, banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya

karenamenggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya.Namun belajar

yangintensif, jika hanya membuat ikhtisar adalah belum cukup. (g) Mengamati

table-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan, dalam buku ataupun di

lingkungan lain sering dijumpai table-tabel, diagram, atau bagan-bagan. Materi

non-verbal semacam ini sangat berguna bagi seseorang dalam mempelajari materi

yang relevan. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta, dan lain-lain dapat

menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman seseorang tentang sesuatu

hal. Dengan menghadirkan tabel, diagram, atau bagan dapatmenumbuhkan

pengertian dalam waktu yang relatif singkat. (h) Menyusun paper atau kertas

kerja, dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus metodologis

dan sistematis. Metodologis artinya menggunakan metode-metode tertentu dalam

penggarapannya. Sistematis artinya menggunakan kerangka berpikir yang

logisdan kronologis. (i) Mengingat, mengingat adalah salah satu kemampuan

jiwauntuk memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan

kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau. Jadi, mengenai ingatan

tersebut adatiga fungsi, yaitu: memasukkan, menyimpan, dan mengangkat

kembali ke alamsadar. Ingatan (memory) seseorang dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu sifat seseorang, alam sekitar, keadaan jasmani, keadaan rohani (jiwa),

dan umur seseorang. (j) Berpikir, adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan

berpikir orangmemperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu

Page 20: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

20

tentang hubungan antara sesuatu. (k) Latihan dan praktek, Learning by doing

adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan

kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk

latihan. Latihan termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan, aktivitas

latihan dapat mendukung belajar yangoptimal

Menurut Sugiyono dan Hariyanto (dalam Irham & Wiyani, 2013: 119)

pada dasarnya aktivitas belajar memiliki beberapa komponen yang selalu

menyertainya yaitu: a) Tujuan. Proses belajar selalu dimulai karena adanya

tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. Proses belajar akan lebih efektif

apabila siswa mengerti tujuan dan manfaat dari materi pelajaran yang hendak

dipelajari bersama. Godon Dryden dan Jeannette Vos (2000: 107), mengatakan

bahwa “belajar seharusnya memiliki tiga tujuan yaitu: mempelajari ketrampilan

dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran spesifik dan dapat

melakukannya dengan lebih cepat, lebih baik dan lebih mudah, mengembangkan

kemampuan konseptual umum mampu belajar menerapkan konsep yang sama

atau yang berkaitan dengan bidang-bidang lain, mengembangkan kemampuan dan

sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala tindakan kita”.

Selanjutnya Dalyono (2012: 48) juga mengemukakan beberapa tujuan

belajar antara lain: mengadakan perubahan di dalam diri, seperti tingkah laku

yang lebih baik, mengubah kebiasaan dari yang buruk menajdi baik, mengubah

sikap, dari negatip menjadi positip, mengubah keterampilan menjadi lebih baik,

menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu, b) Materi Pelajaran, tujuan

belajar yang hendak dicapai akan mudah dicapai siswa apabila ada sumber-

sumber materi pelajaran. Artinya ada materi/bahan yang dipelajari yang sudah

tersusun dan siap dikembangkan, c) Kondisi siswa, kondisi siswa sebagai subjek

belajar merupakan komponen penting, yaitu berhubungan dengan: kesiapan siswa,

kemampuan interprestasi siswa, kemampuan respons siswa, situasi proses belajar,

hasil belajar sebagai konsekuensi, reaksi terhadap kegagalan

4. Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar

Page 21: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

21

Siswa dengan berbagai perilaku dan karakteristiknya yang unik akan selalu

dijumpai oleh setiap guru/pendidik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Misalnya siswa yang sangat aktif, rajin mencatat, rajin mengerjakan tugas-tugas,

sering bertanya dan lain sebagainya. Namun tak jarang juga ditemukan siswa yang

sangat pasif, tidak mau mencatat, pernah mengerjakan tugas bahkan bolos dan

berbagai bentuk perilaku lainnya sehingga hasil belajarnya dalam arti nilainya

selalu rendah. Gejala-gejala siswa yang cenderung kurang baik atau kurang

mendukung proses belajar dan pembelajaran perlu mendapat perhatian khusus dari

guru. Hal ini disebabkan oleh gejala-gejala yang dianggap kurang baik atau tidak

selayaknya dialami atau dilakukan oleh siswa, tetapi dilakukan atau dialaminya

serta menunjukkan pencapaian prestasi yang rendah pada dasarnya menunjukkan

adanya hambatan atau kesulitan belajar pada siswa yang bersangkutan.

Mengenali siswa yang mengalami kesulitan belajar merupakan kegiatan

yang tidak mudah. Menurut Derek Wood dkk (dalam Irham & Wiyani, 2013:

262) terdapat tiga kelompok masalah atau kesulitan siswa dalam belajar yang

kemudian mengelompokkan siswa tersebut berdasarkna kesulitan siswa antara

lain: siswa mengalami kesulitan dalam berbicara dan berbahasa, siswa mengalami

permasalahan dalam hal kemampuan akademik, siswa dengan kesulitan dalam

mengoordinasikan gerak tubuh dan siswa dengan permasalahan belajar lain yang

belum tercakup dalam kategori-kategori tersebut.

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (dalam Irham & Wiyani, 2013: 263)

berpendapat bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menunjukkan

gejala-gejala: menunjukkan prestasi belajar yang rendah atau berada di bawah

rata-rata yang dicapai oleh siswa lain dalam satu kelasnya, hasil belajar atau

prestasi belajar yang diperoleh tida seimbang dengan usaha yang dilakukan siswa,

siswa lambat dalam melakukan tugas-tugas belajarnya, siswa menunjukka sikap

yang tidak atau kurang wajar selama proses pembalajaran, siswa menunjukkan

perilaku menyimpang dan emosional.

Menurut Balssic & Jones yang ditulis Sugihartono dkk (dalam Iraham &

Wiyani, 2013: 253) mengatakan, “Kesulitan belajar yang dialami siswa

menunjukkan adanya kesenjangan atau jarak antara prestasi akademik yang

diharapkan dengan prestasi akademik yang dicapai oleh siswa pada

Page 22: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

22

kenyataannya”. Siswa akan dikatakan mengalami kesulitan belajar apabila

inteligensi yang dimilikinya tergolong rata-rata atau normal, akan tetapi

menunjukkan adanya kekurangan dalam proses dan hasil belajar yang dicapai.

Demikian kenyataan yang sering dijumpai pada setiap individu dalam kehidupan

sehari-hari. Maka kesulitan belajar adalah keadaan dimana anak didik / siswa

tidak dapat belajar sebagaimana mestinya dan tidak dapat mencapai tujuan belajar

seperti yang diharapkan. Namun yang perlu disadari oleh guru bahwa setiap

individu tidak ada yang sama. Maka perbedaan individual dalam kesulitan belajar

juga harus mendapat perhatian dari guru/pendidik. Kesulitan belajar ini tidak

selalu disebabkan karena factor inteligensi yang rendah (kelainan mental) akan

tetapi dapat juga disebabkan oleh factor-faktor non-inteligensi. Dengan demikian

IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Oleh karena itu dalam

rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap peserta didik, maka para

pendidik perlu memahami karakteristik setiap individu dalam belajar, seperti gaya

belajarnya, kepercayaan dirinya, kemampuan intelektualnya dan sebagainya.

Menurut Irham & Wiyani ( 2013: 264) factor-faktor yang dapat

menyebabkan kesulitan belajar pada siswa dapat dikelompokkan menjadi 1)

factor internal (kemampuan intelektual, perasaan dan kepercayaan diri, motivasi,

kematangan untuk belajr, usia, jenis kelamain, kebiasaan belajar/ gaya belajar,

kemampuan mengingat, serta kemampuan mengindra seperti: melihat

mendengarkan, membau dan merasakan), dan 2) factor eksternal (guru, kualitas

pembelajaran, instrument, dan fasilitas pembelajaran serta lingkungan social dan

alam. Dalyono (2012: 230) mengatakan “factor-faktor penyebab kesulitan belajar

dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu, (1) Factor intern (factor dari

dalam diri manusia itu sendiri) yang meliputi: factor fisiologi (factor yang bersifat

fisik: karena sakit, kurang sehat, cacat tubuh) dan factor psikologi ( inteligensi,

bakat, minat, motivasi, kesehatan mental dan tipe-tipe khusus seorang peserta

didik). Hal serupa juga diungkapkan Iraham & Wiyani (2013: 264), secara garis

besar, factor-faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar pada siswa adalah:

factor internal, antara lain: kemampuan inteletual, perasaan dan kepercayaan diri

(self-efficacy), motivasi, kematangan untuk belajar, kebiasaan belajar, kemmapuan

mengingat serta kemapuan mengindra: melihat, mendengarkan, membau dan

Page 23: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

23

merasakan. (2) Factor eksternal, meliputi factor ekstern (factor dari luar manusia)

meliputi, faktor non- social dan faktor-faktor social.

Gejala-gejala siswa yang cenderung kurang mendukung proses belajar dan

pembelajaran perlu mendapat perhatian khusus dari guru. Mengenali siswa yang

mengalami kesulitan belajar merupakan kegiatan yang sulit dan rumit. Wood dkk

(dalam Irham & Wiyani, 2013: 261) mengatakan “kesulitan belajar sulit

diidentifikasi secara pasti dengan kasat mata karena banyak jenisnya, banyak

kemungkinan factor penyebabnya, banyak jenis gejala serta kemungkinan

penanganannya”.

Menurut Derek Wood, dkk (dalam Irham & Wiayani, 2013: 262), terdapat

tiga kelompok masalah atau kesulitan siswa yang kemudian mengelompokkan

siswa tersebut dalam tiga kelompok yaitu: 1) siswa yang mengalami kesulitan

belajar dalam berbicara dan berbahasa, 2) siswa yang mengalami permasalahan

dalam hal kemampuan akademik, 3) siswa yang mengalami kesulitan dalam

mengoordinasikan gerak tubuh.

5. Modalitas Belajar atau Gaya Belajar

Tipe belajar atau gaya belajar siswa yang berdasarkan sejumlah penelitian

terbukti penting untuk diketahui guru. Suyono & Hariyanto (2012: 147)

menuliskan bahwa, Woolever dan Scott (1988), Dunn, Beaudry dan Klavas (1989)

menemukan sebagai hasil penelitiannya betapa pentingnya bagi guru untuk

memadukan gaya mengajarnya dengan gaya belajar siswa. Setiap siswa memiliki

gaya belajarnya sendiri, diumpakan sebagai tanda tangan yang khas bagi dirinya

sendiri. Menurut Suyono & Hariyanto, dengan mengetahui gaya belajar setiap

siswa, guru akan mampu mengorganisasikan kelas sedemikian rupa sebagai

respon terhadap kebutuhan setiap individu siswanya. Guru yang memahami

modalitas belajar setiap anak akan mampu memilih metode pembelajaran yang

bermakna bagi anak didiknya. Paling tidak guru akan berusaha menerapkan

berbagai metode pembelajaran untuk mengakomodasikan gaya belajar siswanya

Nasution (2013: 93) mengemukakan bahwa penelitian tentang metode

mengajar yang paling sesuai semuanya gagal, karena setiap metode mengajar

bergantung pada cara atau gaya siswa belajar. Maka menurut Nasution, akhir-

Page 24: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

24

akhir ini timbul pemikiran baru bahwa mengajar itu harus memperhatikan gaya

belajar atau “ learning style” siswa yakni cara siswa bereaksi dan menggunakan

perangsangan-perangsangan yang diterimanya dalam proses belajar.

Nasution menuliskan bahwa, para peneliti menemukan adanya berbagai

gaya belajar pada siswa yang dapat digolongkan menurut kategori-kategori

tertentu dan menyimpulkan bahwa: setiap siswa belajar menurut cara sendiri yang

kita sebut gaya belajar dan guru juga mempunayi gaya mengajar masing-masing.

Kita dapat menemukan gaya belajar itu dengan instrument tertentu, maka

kesesuaian gaya mengajar dengan gaya belajar mempertinggi efektivitas belajar.

Dengan demikian dalam aktivitas belajar guru harus menyadari bahwa

setiap orang mempunyai cara yang optimal dan berbeda-beda untuk mempelajari

dan memahami informasi baru, bahwa siswa perlu diajarkan cara-cara yang lain

dari metode balajar standar yang telah dialaminya untuk memaksimalkan

informasi yang dapat mereka pahami dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan

kata lain tak ada satupun metode yang sesuai bagi semua siswa. Ada yang lebih

suka belajar sendiri, ada yang lebih senang mendengarkan penjelasan dari guru

melalum metode ceramah dan ada yang lebih mudah belajar dengan cara melihat

gambar-gambar dan sebagainya. Oleh karena itu menurut Nasution (2013: 92)

untuk mempetinggi efektivitas proses belajar mengajar perlu diadakan penelitian

yang mendalam tentang gaya belajar siswa.

Seorang pelopor bidang gaya belajar Rita Dunn dalam DePorter (dalam

Hasnan, 2014: 83) mengemukakan ciri khas seseorang dalam belajar yang

dinamakan Modalitas belajar atau yang disebut dengan Gaya belajar. Gaya

belajar adalah kebiasaan yang dilakukan siswa dalam belajar.

Beberapa definisi gaya belajar menurut para ahli antara lain: Nasution (2013: 94):

Gaya belajar adalah cara yang konsisiten yang dilakukan oleh seorang murid

dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan

memecahkan soal. Munif Chatib (2012: 100). Gaya belajar adalah respons yang

paling peka dalam otak seseorang untuk menerima data atau informasi dari

pemberi informasi dan lingkungannya. Sarasin dalam Sugihartono dkk (dalam

Irham & Wiyani, 2013:98). Gaya belajar merupakan pola perilaku yang spesifik

pada individu dalam proses menerima informasi baru dan mengembangkan

Page 25: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

25

keterampilan baru, serta proses penyimpanan informasi atau keterampilan baru

tersebut selama proses belajar berlangsung. Gobai, ((dalam Riadi) (online)

http://www. kajianpustaka. com /2012/11/gaya-belajar.html). Gaya belajar atau

learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan perilaku

psikomotorik sebagai indikator yang bertindak relatif stabil untuk pembelajar

yang saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar. Fleming dan

Mills (dalam Minarti ((online) http://minartirahayu. blogspot. com/2013/03/

pengertian-gaya-belajar-berbagai-macam.html,). Gaya belajar merupakan

kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya

sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar

yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata

pelajaran.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya

belajar adalah pola peri laku yang spesifik atau strategi tertentu dari seseorang

(peserta didik) untuk menerima informasi baru yang bersifat kognitif, afektif dan

psikhomotor dalam kegiatan belajar sebagai indikator yang bertindak relatif stabil

untuk pembelajar yang saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan

belajar.

Bertolak dari uraian di atas, maka Suyono & Hariyanto (2012: 147)

mengatakan bahwa, “Pertanyaan pokok yang muncul dalam pembelajaran adalah

bagaimanakah agar siswa cerdas, dan bukan apakah siswa sudah cerdas. Dalam

hal ini diperlukan pengetahuan guru tentang bagaimana cara siswa belajar secara

lebih efektif”. Sebab pemahaman, pemikiran dan padangan seorang siswa dengan

siswa yang lain dapat berbeda terhadap dunia sekitar meskipun dalam pengalaman

peristiwa pembelajaran yang sama. Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa setiap

orang (peserta didik) memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.

(a) Jenis-jenis gaya belajar

Perbedaan gaya belajar pada siswa merupakan sesuatu yang dapat

menjelaskan perbedaan-perbedaan individu siswa tersebut dalam proses belajar

meskipun dalam kondisi dan proses pembelajaran yang sama. Hal ini

menunjukkan bahwa siswa memiliki kebutuhan belajarnya sendiri, belajar dengan

caranya sendiri yang berbeda satu sama lain, dan memproses dengan caranya yang

Page 26: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

26

berbeda pula. Pertanyaan mendasar yang muncul kemudian adalah mengapa guru

harus mengetahui perbedaan gaya belajar siswanya. Pertanyaan tersebut telah

lama muncul, sehingga beberapa peneliti seperti Scott, Rita Dunn, Beaudry dan

Kalvas sebagaimana dikutip kembali Sugiyono dan Haryono (dalam Irham &

Wiyani, 2013: 98) menjelaskan bahwa penting bagi seorang guru untuk

mengetahui gaya belajar siswa dan memadukan gaya mengajar dengan gaya

belajar siswa. Oleh karena itu guru perlu mengetahui gaya belajar masing-masing

siswanya, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Karena dengan

mengetahui gaya belajar siswa, maka lebih mudah bagi guru mengorganisasikan

proses pembelajaran dengan berbagai metode dan cara mengajar sehingga bisa

diterima dan dipahami oleh seluruh siswa.

Guru yang mampu mengetahui gaya belajar siswanya akan mampu memilih

dan menemukan metode pembelajaran yang bermakna, dan sebaliknya individu

atau siswa yang belajar dengan modalitas/gaya belajarnya akan dapat

mempercepat proses kognitifnya dalam belajar. Informasi akan lebih cepat

diterima oleh otak apabila sesuai dengan gaya belajar seseorang. Jika informasi

yang berisi materi pelajaran sudah diterima oleh otak, dapat dikatakan indicator

hasil belajar seseorang tersebut telah tuntas. Jika guru mengajar dengan metode

yang sesuai dengan belajar siswa, maka semua materi pelajaran akan dipahami

dengan baik oleh siswa. Munif Chatib melukiskannya sebagai berikut:

Jika strategi mengajar guru = gaya belajar siswanya, maka tidak ada pelajaran yang sulit. Matematika, IPA atau materi lain yang dianggap sulit, sebenarnya itu mitos. Sebaliknya, jika strategi mengajar guru ≠ gaya belajar siswanya, dapat dipastikan siswa tidak nyaman menerima informasi dari gurunya dan praktis siswa menganggap pelajaran itu sulit.

Menurut Gardner (dalam Munif Chatib, 2012:170), gaya belajar seseorang

tercermin dari kecenderungan kecerdasan atau multiple-intelligences-nya. Munif

Chatib, (2012:171) mengatakan bahwa “Dengan memberikan instruksi kepada

anak-anak kita melalui kekuatan gaya belajarnya, maka akan terlihat suatu

perubahan sikap yang cepat dan tingkat keberhasilan yang tinggi”. Menurutnya

bahwaada dua cara mengenali gaya belajar, yaitu: dengan pengamatan manual,

untuk melihat kebiasaan yang disukai saat anak belajar. Biasanya cara ini agak

sulit utnuk menentukan dengan tepat gaya belajar anak, sebab gaya balajar itu

Page 27: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

27

sendiri banyak ragamnya dan dengan menggunakan alat riset psikologis. Maka

lewat data inilah membantu orangtua/guru dan anak mengetahui gaya belajar yang

dominan yang dimiliki oleh anak.

Menurut Horney dalam Sugihartono dkk (dalam Irham & Wiyani, 2013 :

99) terdapat beberapa model atau pendekatan gaya belajara antara lain: a)

Modalitas belajar (individu dalam belajar hanya memilih bagaimana cara belajar

apakah dengan cara melihat, mendengar, menyentuh/membentuk, atau melakukan

aktivitas fisik saja terhadap apa yang sedang dipelajarinya dan modalitas indra

yang biasa digunakan dalam belajar meliputi mata, telinga, taktill

sentuhan/rabaan dan kinestetik/keterampilan gerak tubuh) b) Belajar social

(individu akan melakukan aktivitas belajarnya melalui sktivitas belajar sendirian,

belajar berdua, belajar berkelompok dengan teman sebaya, belajar bersama

kelompok-kelompok atau komunitas tertentu, belajar dengan bantuan guru atau

bentuk-bentuk kombinasi belajar lainnya), c) Lingkungan belajar (individu

memiliki kecenderungan untu memilih-milih terhadap situasi dan kondisi

lingkungan temapat ia akan belajar), d) Emosi belajar (tipe-tipe lingkungan

belajar yang berbeda, metode pembelajaran yang berbedadan aktivitas selama

proses pembelajaran akan mempengaruhi motivasi, ketahanan dan tanggungjawab

individu dalam belajar), e) Belajar global dan Analitik (individu memilih belajar

dengan mengategorikan secara luas, mengamati secara komprehensif dan

beorientasi pada kelompok).

Salah satu jenis pendekatan gaya belajar yang akan dikaji dalam tulisan ini

adalah gaya belajar berdasarkan modalitas indra yang digunakan. Menurut

DePorter dan Hernacki (dalam Irham & Wiyani, 2013: 105) gaya belajar

berdasarkan modalitas indra, “…adalah mengenali modalitas seseorang dalam

belajar sebagai modalitas visual, auditorial atau kinestetik (V-A-K)”. Menurutnya

pendekatan tentang gaya belajar memiliki cukup banyak bentuk dan ragamnya.

Namun demikian, pendekatan gaya belajar yang paling sering dipakai adalah

pendekatan berdasarkan tiga gaya belajar yakni: gaya belajar visual, gaya belajar

auditorial dan gaya belajar kinestetik”. Selanjutnya Hosnan (2014:83)

mengemukakan tiga gaya belajar menurut Rita Dunn dan DePorter Hernacki

yakni: (*) Gaya belajar Visual. Visual merupakan belajar dengan melihat dan

Page 28: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

28

mengamati, lalu mengaitkannya dengan yang sudah dipelajari dengan sesuatu

yang kelihatan. Orang visual terbiasa untuk membayangkan apa yang sedang

dipelajari, dan biasanya sering dianggap sedang melamun. Orang yang memiliki

gaya atau tipe belajar visual artinya harus melihat bukti baru dapat mempercayai

atau dapat terus mengingatnya. Karakteritiknya: kebutuhan melihat sesuatu

secara visul, memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, memahami masalah

artistic, sulit berdialog secara langsung, reaktif terhadap suara, sulit mengikuti

anjuran secara lisan, sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan.

Perilaku yang merupakan ciri-ciri dari seorang yang memiliki gaya/tipe

balajar visual adalah: rapih dan teratur, bicara dengan cepat, perencana dan

pengatur jangka panjang yang baik, teliti terhadap detail, mementingkan

penampilan dalam berpakaian maupun dalan prestasi, pengeja yang baik dan dapat

melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka, mengingat yang dilihat,

dari pada yang didengar, mengingat denga asosiasi visual, tidak mudah terganggu

oleh keributan, mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika

ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya, membaca cepat

dan tekun, lebih suka membaca dari pada dibacakan, membutuhkan pandangan

dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental pasti

tentang sesuatu masalah, mencoret-coret tanpa arti selam berbicara di telefon atau

rapat, lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain, sering menjawab

pertanyaan dengan jawaban singkat ya/tidak, lebih suka melakukan demonstrasi

dari pada pidato, lebih suka seni dari pada music.

Menurut Puranti (online) http://nuritaputranti. wordpress.com/2007/ 12/28

/gaya-belajar-anda-visual-auditori-atau-kinestetik/, Strategi untuk mempermudah

proses belajar anak visual adalah: gunakan materi visual seperti, gambar- gambar,

diagram dan peta, gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting, ajak anak

untuk membaca buku-buku berilustrasi, gunakan multi-media (contohnya:

komputer dan video), ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke

dalam gambar. (*) Gaya/tipe belajar Auditori. Auditori merupakan gaya belajar

dengan cara mendengarkan petunjuk lisan atau belajar dengan cara mendengarkan.

Dengan kata lain Gaya belajar auditori mengandalkan pendengaran untuk dapat

memahami dan mengingatnya. Karakteristiknya: menggunakan pendengaran

Page 29: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

29

sebagai alat utama untuk menerima informasi atau pengetahaua. Hal ini berarti

bahwa: semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, memiliki

kesulitan menerima inforamasi melalui tulisan secara langsung dan memiliki

kesulitan menulis dan membaca.

Perilaku yang merupakan ciri-ciri dari seseorang yang memiliki tipe atau

gaya belajar auditori adalah: saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri, sudah

terganggu oleh keributan, menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan di buku

ketikamembaca, senang membaca dengan keras dan mendengarkan, dapat

mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara, merasa

kesulitan untuk menulis, tapi hebat dalam bercerita, berbicara dalam irama yang

terpola, biasanya ia pembicara yang fasih, lebih suka music dari pada seni lain,

belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada

yang dilihat, suka berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu dengan panjang

lebar, mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan

Visualisasi, lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya, lebih

suka gurauan lisan dari pada membaca komik.

Menurut Puranti ((online) http://nuritaputranti.wordpress.com/2007/ 12/

28 /gaya-belajar-anda-visual-auditori-atau-kinestetik/), proses belajar anak

auditori : ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas

maupun di dalam keluarga. dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan

keras, gunakan musik untuk mengajarkan anak, diskusikan ide dengan anak secara

verbal, biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia

untuk mendengarkannya sebelum tidur. (*) Gaya/tipe belajar Kinestetik.

Kinestetik merupakan belajar dengan melibatkan anggota tubuh. Orang kinestetik

hampir selalu bergerak, sering dianggap orang yang tak pernah diam. Gaya belajar

ini, mengharuskan individu yang bersangkutan bergerak atau menyentuh sesuatu

yang memberikan informasi tertentu agar ia dapat mengingatnya.

Karakteristiknya: menggunakan tangan sebagai alat penerima informasi utama

agar dapaat terus mengingatnya.

Perilaku yang merupakan ciri-ciri dari seorang yang memiliki gaya/tipe

balajar kinestetik adalah: berbicara perlahan, menanggapi perhatian fisik,

menyentuh orang untuk mendaptkan perhatian mereka, berdiri dekat ketika

Page 30: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

30

berbicara dengan orang lain, selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak,

mempunyai perkembangan awal otot-otot besar, belajar melalui memanipulasi dan

praktek, menghafal dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari sebagai

petunjuk ketika membaca, banyak menggunakan isyrat tubuh, tidak dapat duduk

diam dalam waktu lama, tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka

memang pernah berada di tempat itu, menggunakan kata-kata yang mengandung

aksi, menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh

saat membaca, kemungkinan tulisannya jelek, ingin melakukan segala sesuatu.

Menurut Puranti (online) http://nuritaputranti. wordpress.com/2007/12/28/

gaya-belajar-anda-visual-auditori-atau-kinestetik/), Strategi untuk mempermudah

proses belajar anak kinestetik: jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-

jam, ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya:

ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar

konsep baru), izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar,

gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan, izinkan

anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

(b) Memanfatkan Gaya Belajar Sebagai Inovasi PendidikanSetiap pembaharuan atau inovasi, selain membawa kemajuan juga

membawa sejumlah kesulitan dan masalah yang harus dipertimbangkan. Masalah

itu berhubungan dengan waktu, sumber, ruangan, personalia dan lain sebagainya.

Tiap pembaharuan memerlukan waktu yang cukup agar dapat diterima dan

dilaksanakan secara menyeluruh. Khususnya dalam memanfaatkan gaya belajar

siswa, masih timbul sejumlah pertanyaan yang belum diketahui jawabannya,

misalnya: Bagaimanakah gaya belajar dapat dimanfaatkan oleh siswa sendiri?,

Bagaimanakah guru dapat memanfaatkannya dalam proses belajar mengajar? Dan

lain sebagainaya. Maka agar usaha pembaharuan ini berhasil dibutuhkan

keterlibatan semua pihak yang bersangkutan dan harus menyadari bahwa betapa

pentingnya pembaharuan itu.

Nasution (2013: 115) mengatakan, “ Dengan mengetahui gaya belajar

siswa guru dapat menyesuaikan gaya mengajarnya dengan kebutuhan siswa,

misalnya dengan menggunakan berbagai gaya mengajar sehingga murid-murid

semuanya dapat memperoleh cara yang efektif baginya”. Maka agar guru dapat

Page 31: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

31

memperhatikan gaya belajar siswa ia harus menguasai keterampilan dalam

berbagai gaya mengajar dan harus sanggup menjalankan berbagai peranan

Selanjutnya Rita Dunn dan Kenneth Dunn (dalam Suyono & Hariyanto,

2012: 162) dalam bukunya yang berjudul Teaching Students Through Their

individual learning Styles: A Practical Approach, mereka menganilisis bahwa

para siswa yang mampu mengidentifikasi gaya belajarnya sendiri, memperoleh

skor yang tinggi dalam tes, memiliki sikap yang lebih baik, dan lebih efisien

dalam pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajarnya. Menurut mereka bahwa

menjadi tugas guru untuk mengajar dan menguji siswa sesuai dengan prefrensi

gaya belajarnya. Bahkan lebih lanjut disampaikan bahwa untuk mengakomodasi

berbagai gaya belajar siswa tersebut, guru wajib menyesuaikan rancangan ruang

kelasnya, pengembangan teknik kelompok kecil dan pengembangan “paket

kontrak kegiatan” (contract activity package).

Suyono & Hariyanto (2012: 163) menuliskan bahwa, penelitian lain yang

juga merkomondasikan penerapan gaya belajar yang sesuai dengan setiap pribadi

siswa adalah Merilee Sprenger, dan mengemukakan bahwa untuk mengupayakan

pembelajaran yang efektif dengan menerapkan gaya belajar, ia menyarankan

beberapa hal, antara lain: guru dapat berlaku sebagai pembelajar sedangkan

pembelajar dapat berlaku sebagai guru, setiap pembelajar dapat belajar dengan

baik jika dalam keadaan yang mendukung dan belajar menggembirakan.

Dalam mencoba memadukan gaya belajar siswa dengan gaya mengajar

guru, Morrison dan Rdley dalam Mash (dalam Suyono & Hariyanto (2012: 148)

menyarankan agar guru mempertimbangkan: bagaimanakah cara mengembangkan

konsep pribadi (self-concept) setiap siswa, bagaimana mengembangkan motivasi

siswa, bagaimana caranya agar gaya mengajar guru sesuai dengan perbedaan

individual setiap siswa dalam kebutuhan, minat, kemampuan dan keterampilan

dan bagaimana caranya agar gaya mengajar guru dapat mengembangkan gaya

belajar individusiswa sesuai dengan laju pembelajaran. Suyono & Hariyanto

(2012: 163) mengatakan:

Dampak gaya belajar kepada pendidikan secara umum pada prinsipnya adalah … sebagi tolok ukur keberhasilam pembelajaran. Guru harus benar-benar memperhatikan kesesuaian antara metode pengajaran dengan gaya belajar siswanya. .... Namun guru wajib mengenali gaya belajar setiap siswanya

Page 32: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

32

kemudian dilihat mana gaya belajar yang paling dominan, maka hal itulah yang harus disesuaikan dengan metode pengajarannya.

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa, jika diberikan strategi yang

sesuai dengan gaya belajarnya, maka anak dapat berkembang dengan lebih baik.

6. Hasil Belajar

Belajar merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh individu siswa untuk

memperoleh informasi, pengetahuan-pengetahuan baru, ataupun keterampilan dari

lingkungan sekitarnya. Individu akan dikatakan telah belajar apabila telah ada

perubahan yang nyata menuju keadaan yang lebih baik, dalam bentuk adanya

struktur kognitif, afektif dan atau psikhomotorik.

Sukmadinata (2005: 102), hasil belajar atau achievement merupakan

realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang

dimiliki seseorang. Menurutnya penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat

dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahaun,

ketrampilan berpikir maupun ketrampilan motorik. Di sekolah hasil belajar dapat

dilihat dari penguasaan siswa akan mata pelajaran yang ditempuhnya. Hasil

belajar di sekolah dalam mata pelajaran tersebut dilambangkan dengan angka-

angka seperti 0 -10 atau 10 – 100 pada pendidikan dasar dan menengah sedangkan

padapendidikan tinggi menggunakan huruf A, B, C dan D .

Robert Gagne (dalan Uno, 2007: 137) mengemukakan bahwa hasil belajar

merupakan kapasitas terukur dari perubahan individu yang diinginkan

berdasarkan ciri-ciri atau variable bawaannya melalui perlakuan pengajaran

tertentu. Hal senada diungkapkan Reigeluth sebagaimana dikutip Killer (dalam

Uno : 2007) menyebutkan, bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat

dijadikan sebagai indicator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah

kondisi yang berbeda.

Syarimah (2014: 247) mengemukakan bahwa, hasil belajar adalah penilaian

hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam ranah kognitif, afektif dan

psikhomotor yang diperoleh sebagai akibat usaha kegiatan belajar dan dinilai

dalam periode tertentu. Diantara ketiga ranah tersebut, pada umumnya ranah

kognitif yang paling banyak diperhatikan atau dinilai oleh para guru di sekolah

Page 33: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

33

karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi mata isi

baha pengajaran.

Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indicator tentang

nilai dari perubahan yang nyata dalam bentuk adanya struktur kognitif, afektif dan

atau psikhomotorik yang diperoleh sebagai akibat usaha kegiatan belajar dan

dinilai dalam periode tertentu dan dilambangkan dengan angka-angka seperti 0 -

10 atau 10 – 100 pada pendidikan dasar dan menengah sedangkan pada

pendidikan tinggi menggunakan huruf A, B, C dan D.

Dengan demikian hasil belajar yang dimaksud dalam tulisan ini adalah

hasil belajar siswa terhadap struktur kognitif pada mata pelajaran Matematika

sebagai akibat dari pembelajaran yang dilakukan siswa pada mata pelajaran

Matematika dalam kurun waktu tertentu. Dengan kata lain, hasil belajar siswa

pada mata pelajaran Matematika merupakan apa yang diperoleh siswa dari proses

belajar Matematika dalam kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk

nilai (angka/nominal) yang diperoleh berdasarkan penilaian hasil belajar yang

dialakukan oleh Pendidik (guru) dan oleh Satuan Pendidikan (lembaga/ sekolah).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005, tentang Standar Nasional

Pendidikan bab X Standar Penilaian Pendidikan, bagian kesatu pasal 63

Suryosubroto (2010: 276), menyatakan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (a) Penilaian hasil belajar oleh

Pendidik (Guru) yang dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau

proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan

tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian

ini digunakan untuk: menilai pencapaian kompetensi peserta didik, bahan

penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan memperbaiki proses

pembelajaran, (b) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, yang bertujuan

menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran, dan

(c) Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah, yang bertujuan untuk menilai

pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam

kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk

ujian nasional.

Page 34: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

34

Perlu ditegaskan bahwa penilaian hasil belajar yang dimaksud pada

penelitian ini terbatas pada hasil penilaian yang dilakukan oleh Guru dan Satuan

Pendidikan saja dalam kurun waktu tertentu.

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Slameto (2010:54), mengatakan bahwa fakotr-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar adalah sebagai berikut:

Kondisi fisiologi. Kondisi fisiologi pada umumnya berpengaruh terhadap belajar

seseorang, jika seseorang belajar dalam keadaan jasmani yang segar

akan berbeda dengan seseorang yang belajar dalam keadaan sakit.

Kondisi psikologi. Beberapa faktor psikologis antara lain: Kecerdasan.

Kecerdasan seseorang besar pengaruhnya dalam keberhasilan siswa dalam

mempelajari sesuatu, Bakat. Selain kecerdasan, bakat juga besar pengaruhnya

terhadap proses dan hasil belajar siswa, Minat Jika seseorang mempelajari sesuatu

dengan minat yang besar, maka dapat diharapkan hasilnyaakan lebih baik. Tetapi

jika seseorang belajar dengan tidak berminat maka hasil yang

diperoleh kurang baik, Motivasi. Motiasi adalah dorongan anak atau seseorang

untuk melakukan sesuatu, jadi motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong

seseorang untuk belajar, Kemampuan Kognitif. Kemampuan kognitif atau

kemampuan penalaran yang tinggi akan membantu siswa dapat belajar lebih baik

dari pada siswayang memiliki kemampuan kognitif sedang. Sedangkan Faktor

luar, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi hasil

belajar siswa. Faktor Lingkungan: Lingkungan alam, yaitu kondisi alamyang

dapat berpengaruhterhadap prosesdan hasil belajar, Lingkungan social, baik yang

berwujud manusia atau yang lainyang langusung dapat mempengaruhi proses dan

hasil belajar. Faktor Instrumen, adalah faktor-faktor yang ada dan penggunaannya

dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini meliputi:

Kurikulum, Program yang jelas tujuannya, sasarannya, waktunya mudah

dilaksanakan, akan dapat membantu proses belajar. Sarana dan Fasilitas, keadaan

gedung dan tempat belajar, penerangan, ventilasi, tempat duduk dapat

mempengaruhi keberhasilan belajar. Sarana yang memadai akan membuat iklim

yang kondusif untuk belajar. Guru dan Tenaga Pengajar, kelengkapan   jumlah 

Page 35: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

35

guru, cara  mengajar, kemampuan, kedisiplinan yang dimiliki oleh setiap guru

dapat mempengaruhiproses dan hasil belajar siswa. Guru yang professional akan

mengembangkan  kemampuannya   melalui  pendekatan. Pendekatan akan mampu

menciptakan suasana aktif sehinggatujuan yang direncanakan dapat tercapai.

Selanjutnya S.Edstin Liufeto (2012( (online)

repository .library.uksw.edu/ .../T2_ 832008014_ BAB%...) menulisakan bahwa,

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi prestasi hasil belajar matematika yang

diraih oleh siswa adalah: Intelegensi. Fungsi intelegensi adalah kemampuan

untuk belajar di dalam situasi-situasi yang beraneka ragam, memahami dan

membandingkan fakta-fakta yang halus dan abstrak dengan cepat dan tepat,

memusatkan proses-proses mental terhadap masalah-masalah dan menunjukan

fleksibilitas dan kecerdikan dalam upaya mencari cara-cara penyelesaian;

Motivasi yakni, keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri individu yang

menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan

memberikan arah pada kegiatan belajar demi mencapai suatu tujuan (Winkel,

1996); Sikap Siswa, yang bersikap positif terhadap pelajaran matematika

cenderung akan berusaha dan bekerja keras dalam mengerjakan tugas-tugas

matematika dan hal ini berkorelasi signifikan dengan prestasi yang dicapainya;

Self efficacy yakni, keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya dalam

menjalankan suatu kegiatan. Keyakinan siswa terhadap pelajaran matematika,

akan berpengaruh dalam pencapaian prestasi hasil belajarnya; Minat, merupakan

salah satu faktor penunjang keberhasilan dalam proses belajar dan berpengaruh

besar terhadap pencapaian prestasi siswa. Kondisi fisik, yang menekankan pada

kesehatan siswa. (b) Faktor eksternal yakni: Guru yang merupakan unsur

manusiawi dalam pendidikan, Keluarg, pola pengasuhan orang tua dapat

mempengaruhi prestasi belajar anak. Oleh karena itu, hubungan yang baik dalam

keluarga perlu dikembangkan sehingga terjalin pengertian dan keharmonisan

dalam keluarga, Sekolah, yang mencakup metode guru mengajar, kurikulum,

hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, disiplin sekolah,

standar pelajaran dan keadaan gedung, Peer group, peran peer group terhadap

prestasi belajar sangat penting. Hal ini dikarenakan siswa mengembangkan self-

Page 36: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

36

efficacy yang tinggi dan prestasinya dari observasi terhadap peer groupnya

terutama yang memiliki usia dan jenis kelamin sama.

8. Mitos Tentang Belajar Anak

Setelah mengetahui gaya belajar anak, agar proses belajar berhasil guru

dan orang tua perlu tahu pula sejumlah mitos yang selama ini diyakini

kebenarannya. Tetapi dengan paradigma baru, diharapkan guru dan orang tua bisa

membuat anak lebih nyaman belajar.

Menurut Munif Chatib, (2012:174), ada 8 (delapan) mitos tentang belajar

anak yaitu: (1) Anak belajar jika dia duduk tegak di belakang meja atau bangku

sekolahnya.Penelitian membuktikan bahwa banyak anak malah menghasilkan

kinerja lebih baik dalam lingkungan informal. Anak lebih senang belajardengan

menentukan sendiri gaya dan area belajar informal yang sesuai dengan kebutuhan

mereka. (2) Anak belajar jika berada dalam ruangan dengan cahaya terang

benderang dan mata mereka akan rusak jika belajar dengan penerangan yang

redup. Penelitian menunjukkan bahwa banyak anak punya kinerja belajar yang

lebih baik dalam ruangan dengan penerangan redup sedangkan sinar terang

membuat mereka gelisah, cemas dan hiperaktif. Sebaliknya penerangan redup

menenangkan dan membantu mereka merasa lebih santai dan dapat berpikir lebih

jernih, (3) Anak belajar dengan lebih intensif dan berhasil lebih baik saat belajar

dalam lingkungan yang sama sekali sunyi. Munif menyatakan, suatu penelitian

membuktikan bahwa banyak orang dewasa bahkan anak-anak sekolah dasar

berpikir dan mengingat dengan sangat baik ketika belajar diiringi dengan music,

(4) Anak memeplajari subjek-subjek sulit dengan sangat baik pada pagi hari

ketika mereka dalam kondisi paling waspada. Menurut Munif, penelitian

membuktikan bahwa ketika anak dibiarkan mempelajari konsep sulit dan

menyelesaikan soal tes pada waktu tertentu yang mereka sukai, maka perilaku,

motivasi dan prestasi mereka lebih baik, (5) Anak yang tidak bisa duduk diam

berarti tidak siap belajar. Banyak anak yang perlu bergerak saat belajar. Munif

Chatib ( 2012: 175) “ Ada penelitian yang mengungkapkan bahwa anak yang

banyak bergerak ketika sedang belajar dan dia dibiarkan bergerak dari satu tempat

ke tempat lain sambil menyerap informasi, ternyata secara statistic menyatakan

hasil yang lebih baik dari pada hanya duduk di kursi”, (6) Tidak boleh makan

Page 37: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

37

pada saat pelajaran berlangsung. Ada banyak anak yang lebih bisa berkonsentrasi

ketika mereka sedang memakan atau menggigit atau minum sesuatu. Oleh karena

itu guru dan orangtua seharusnya memperhatikan bahwa anak-anak yang

mengunyah saat belajar terutama ketika mereka harus mendengarkan, merasa

bosan atau gugup dapat membantu mereka berkonsentrasi. Sebab otak mengalami

dehidrasi selama proses berpikir, sehingga anak membutuhkan makanan di

mulutnya, (7) Pelajaran efektif memerlukan tujuan yang dinyatakan dengan jelas

dan diikuti penejelasan langkah demi langkah terperinci dan berurutan hingga

anak benar-benar mengerti apa yang diajarkan. Bagi anak yang dominan pengaruh

otak kanan cenderung memahami konsep secara global terlbih dahulu baru

kemudian melengkapinya dengan fakta-fakta dan detail yang sanling

berhubungan. Sedangkan bagi anak yang dominan pengaruh otak kirinya akan

memperhatikan fakta-fakta terlebih dahulu kemudian menggunakan fkata-fakta itu

untuk mengmangkan konsep, (8) Instruksi yang ditujukan kepada seluruh

kelompok adalah cara terbaik dalam mengajar. Sebagian besar anak belajar

dengan baik di dalam sebuah tim atau kelompok, tetapi banyak pula yang lebih

menyukai belajar dengan cara berpasangan, sementara ada juga anak tertentu tidak

bisa berkonsentrasi dengan kebaradaan anak lain di sekelilingnya, bahkan ada

pula anak berbakat yang cenderung lebih suka belajar sendiri. Maka untuk itu

salah satu saran praktis dari Munif dalam membantu anak belajar adalah

“biarkan anak belajar dengan gaya belajarnya sendiri”.

2.1.2 USAHA-USAHA DALAM PENGAJARAN INDIVIDU

1. Memahami peserta didik Menurut Joyce dan Well (dalam Uno & Masri Kuadrat, 2014: 4), mengajar

adalah membantu peserta didik memperoleh informasi, ide , keterampilan, nilai,

cara berpikir, sarana untuk mengeks-presikan dirinya, dan cara-cara belajar

bagaiman belajar. Sedangkan pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan

perserta didik. Pemilihan, penetapan dan pengembangan metode didasarkan pada

kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini merupakan inti dari

perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakikat

perencaan atau perancangan (desain) sebagai upaya membelajarkan peserta didik.

Page 38: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

38

Itulah sebabnya dalam belajar peserta didik tidak hanya berinteraksi dengan guru

sebagai salah satu sumber belajar, tetapi juga berinteraksi dengan keseluruhan

sumber belajar yang lain. Oleh karena itu dalam pembelajaran guru hendaknya

memberi perhatian pada “bagaimana membelajarkan peserta didik”, bukan pada

apa yang dipelajari peserta didik”.

Dengan demikian agar pembelajaran mencapai hasil yang optimal, maka

guru perlu memahami karakteristik setiap peserta didiknya, sehingga dalam

pembelajaran menempatkan peserta didik sebagai subjek bukan sebagai objek.

Menurut Piaget (dalam Santrok, 2011: 105) sejak lahir peserta didik mengalami

tahap-tahap perkembangan kognitif: (1) Sensorimotor, (2) Pra-operasional, (3)

Operasional-konkret dan (4) Operasional- Formal. Piaget meyakini bahwa

perkembangan kognitif terjadi dalam empat tahapan. Setiap tahapan

perkembangan kognitif tersebut mempunyai karateristik yang berbeda yang dapat

dijabarkan dalam tabel berikut:

TABEL 2.1

Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget

Periode Usia Deskripsi perkembangan

1. 0-2 tahun

Membangun pemahaman tentang dunia dengan

mengoordinasikan pengalaman indra dengan

gerakan motor.

Pemgetahuan anak diperoeh melalui interaksi

fisik, baik dengan orang atau objek.

2.

2 - 7 tahun

Pemikiran simbolis meningkat, tetapi pemikiran

operasional belum ada.

Anak mulai menggunakan symbol-simbol untuk

merepresentas dunia (lingkungan) secara kognitif.

Symbol-simbol itu seperti: kata-kata dan bilangan

yang dapat menggantikan objek, peristiwa dan

kegiatan (tingkah laku yang tampak).

Page 39: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

39

3.

7-11 tahun

Anak berpikir secara operasional dan penalaran

logis, menggantikan penalaran intuitif meski

hanya dalam situasi konkret.

Kemampuan klasifikasi sudah ada, tetapi belum

bisa memahami problem abstrak.

4. 11tahun-

dewasa

Pemikiran remaja lebih abstrak, idealistis dan

logis.

Remaja dapat mengambangkan hipotesis untuk

memecahkan problem dan menarik kesimpulan

secara sistimatis.

(a) Anak-anak berbakat (anak-anak unggul)

John, W, Santrock (2011: 251) mengatakan, “ anak berbakat punya (gifted)

kecerdasan di atas rata-rata (biasanya punya IQ di atas 130) dan/atau punya bakat

unggul di beberapa bidang, seperti seni, musik atau matematika”. Program untuk

anak berbakat di sekolah biasanya didasarkan pada kecerdasan dan prestasi

akademik.Namun belakangan ini kriteria ini diperluas dengan memasukkan

factor-faktor seperti kreativitas dan komitmen (Renzulli & Reis dalam Santrock

2011: 251).Selanjutnya menurut Castellano & Diaz (dalam Santrock) bahwa

beberapa kritikus mengatakan bahwa terlalu banyak anak dalam program anak

berbakat sebenarnya kurang berbakat dalam area tertentu tetapi hanya agak

cemerlang, biasanya kooperatif dan biasnya anak Kulit Putih non-Latino. Mereka

percaya bahwa sebutan brilian disematkan pada anak yang hanya punya

“kecerdasan normal”.Walaupun inteligensi umum tetap menjadi kriteria utama

dalam menentukan apakah seorang anak harus ditempatkan di program anak

berbakat atau tidak, kini mulai banyak pendukung pendapat bahwa kriteria itu

harus juga memasukkan mulitiple intelligence dari Gender.

(b) Karateristik anak berbakat

Ellen Winner (dalam Santrock, 2011: 251), mengemukakan tiga kriteria

menjadi ciri anak berbakat, yaitu: (*) Dewasa lebih dini (precodity). Anak

Page 40: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

40

berbakat adalah anak yang dewasa sebelum waktunya apabila diberi kesempatan

untuk menggunakan bakat atau talenta mereka. Dalam banyak kasus, anak

berbakat dewasa lebih dini karena mereka dilahirkan dengan membawa

kemampuan di domain tertentu dengan harapan bahwa bakat ini tetap dipelihara

dan dipupuk sejak lahir. (*) Belajar menurut kemauan mereka sendiri. Anak

berbakat belajar secara berbeda dengan anak lain tak berbakat. Mereka tidak

membutuhkan banyak dukungan (scaffolding) dari orang dewasa sering kali

mereka tidak mau menerima instruksi yang jelas. Mereka suka memecahkan

masalah sendiri dengan cara yang unik di bidang yang menjadi bakat mereka.

Tetapi boleh jadi bahwa kemampuan mereka di bidang lain normal atau di atas

normal. (*) Semangat untuk menguasai. Anak yang berbakat tertarik untuk

memahami bidang yang menjadi bakat mereka. Mereka memperlihatkan minat

besar dan obsersi, kemampuan kuat focus serta punya motivasi internal yang kuat.

Selain ketiga karakteristik anak berbakat di atas, area keempat dimana mereka

unggul adalah keahlian dalam memproses informasi.Para peneliti telah

menemukan bahwa anak berbakat belajar lebih cepat, memproses informasi lebih

cepat, menggunkana penalaran dengan lebih baik, menggunakan strategi yang

lebih baik dan memantau pemahaman mereka dengan lebih baik ketimbang anak

yang tidak berbakat. Steven Ceci (dalam Santrock 2011: 253) mengatakan, hasil

studi Terman Klasik mengungkap kehidupan banyak anak suskes yang berbakat.

Banyak anak dalam studi Terman bukan hanya punya IQ tinggi saja, tetapi juga

berasal dari keluarga ke atas dimana orang tuanya memantau dan membimbing

prestasi mereka. Menurutnya kebanyakan anak berbakat tidak punya gangguan

emosional.

Selanjutnya Santrock (2011: 260) mengatakan, bahwa “anak berbakat

yang tidak merasa tertantang dapat menimbulkan problem di sekolah”. Banyak

anak berbakat berasal dari keluarga menengah ke atas dan orang tuanya punya

ekpektasi tinggi atas anak mereka dan mau membimbing anak mereka munuju

kesuksesan. Akan tetapi segelintir dari anak berbakat paling sukses dalam studi

Terman ini ternyata berasal dari keluarga menengah ke bawah. Jadi kesuksesan

dalam hidup bagi individu berbakat tidak harus selalu diiringi dengan kekayaan

keluarga (Santrock, 2011: 253).

Page 41: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

41

(c) Mendidik anak berbakat

Roselli (dalam Santrock 2011: 253) mengemukakan, bahwa anak berbakat

yang tidak merasa tertantang dapat mengganggu, tidak naik kelas, dan kehilangan

semangat belajar untuk berprestasi. Menurutnya terkadang anak-anak ini suka

membolos, pasif dan apatis terhadap sekolah.

Hertzog (dalam Santrock 2011: 253) mengemukakan empat opsi program

untuk anak berbakat, yakni sebagai berikut: (a) Kelas khusus. Adalah cara yang

lazim untuk mendidik anak berbakat. Kelas khusus selama masa sekolah regular

dinamakan program “pull out”. Beberapa kelas khusus diselenggarakan setelah

sekolah regular atau di masa liburan. (b) Akselerasi dan pengayaan di kelas

regular. Program akselerasi adalah membindahkan murid secepat mungkin sesuai

dengan kemajuan mereka. Program akselerasi mencakup: masuk sekolah lebih

cepat, loncat kelas, mengikuti pelajaran tambahan atau pelajaran kursus lainnya

dan mengikuti penempatan kelas. Sedangkan pengayaan adalah memberi murid

kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran yang tidak didapatkan di kurikulum

umum. Kesempatan pengayaan ini dapat disediakan di kelas regular melalui jam

tambahan, khusus, melalui guru khusus pendidikan anak berbakat, melalui studi

independen dan sebagainya. (c) Program mentor dan pelatihan. Beberapa pakar

percaya bahwa ini adalah cara penting yang jarang dipakai untuk memotivasi,

menantang dan mendidik anak berbakat secara efektif. (d) Kerja / studi dan / atau

program pelayanan masyarakat.

Munif Chatib (2012: 134), mengemukakan ciri-ciri bakat anak yakni,

aktivitas yang disukai tidak bisa dibatasi, bakat biasanya memunculkan banyak

momen special, merasa nyaman mempelajar aktivitas yang disuka, bakat itu fast

learner, bakat terus-menerus memunculkan minat untuk memenuhi kebutuhan

anak, bakat selalu mencari jalan keluar, bakat menghasilkan karya dan bakat

menjadikan anak menyukai unjuk penampilan.

Munif Chatib (2012: 131), juga mengemukakan ciri-ciri tindakan yang

dapat membunuh bakat anak, antara lain: larangan melakukan aktivitas yang

disukainya, selalu menyebut anak dengan sebutan negative, tidak memberikan

kebebasan untuk berekspresi kepada anak, hukuman yang tidak mendidik kepada

anak dan tekanan anak terhadap prestasi di sekolah.

Page 42: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

42

Beberapa pakar merekomondasikan agar standar di kelas dinaikkan,

sehingga dapat membantu anak berbakat, walaupun program seperti mentoring

dan pelajaran tambahan mungkin diperlukan anak berbakat yang merasa tidak

tertantang. Ellen Winner (dalam Santrock, 2011: 254) mengatakan bahwa

seringkali anak-anak berbakat akan terisolasi secara social dan tidak mendapat

tantangan yang berarti di kelas. Mereka kerap diejek dan dijuluki “kutu buku”

atau ‘orang aneh” (Silverman, 1993).

2. Pembelajaran IndividualPengajaran individual akan senantiasa merupakan masalah yang menarik

perhatian para pendidik. Sebab setiap anak berbeda termasuk gaya belajar dan

tingkat kepercayaan diri/efikasi diri atau dalan tulisan ini di istilahkan sebagai

self-effcacy. Jangankan dalam satu garis keturunan, dua anak lahir kembarpun

terdapat perbedaan. Apalagi yang tidak ada hubungan keluarga. Oleh karena

itulah, setiap anak didik berbeda. Oleh karena itu macam-macam usaha yang telah

dijalankan untuk memenuhi perbedaan individual dalam proses belajar mengajar.

Pengajaran tradisional menitikberatkan pada pengajaran klasikal. Guru

mengajarkan bahan yang sama, dengan metode yang sama dan penilaian yang

sama kepada semua siswa, dan dianggap akan menghasilkan hasil yang sama bagi

semua siswa. Tetapi sekolah-sekolah modern berpandangan sebaliknya. Dianggap

suatu kekeliruan bila ada pandangan bahwa dua atau lebih individu yang belajar

dengan materi yang sama, tempat dan waktu yang sama, akan memperoleh hasil

yang sama. Mereka perpandangan bahwa kendatipun guru mengajar suatu kelas

yang sama namun yang melakukan belajar adalah individu-individu itu sendiri.

Diakui bahwa antara individu-individu terdapat kesamaan, akan tetapi lebih

banyak perbedaannya. Itu sebabnya tidak mungkin kita menuntut hal yang sama

kepada semua siswa. Hamalik (2010: 179) mengatakan bahwa, “ Guru sewajarnya

memperhatikan cara belajar yang dilakukan oleh individu di samping

memperhatikan bahan ajar dan kegiatan-kegiatan belajar lainnya”.

Setiap individu terlahir berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut

terwujud dalam bentuk perbedaan fisik, sifat, perilaku, kebiasaan-kebiasaan dan

lain sebagainya. Perbedaan-perbedaan tersebut berdampak terhadap proses

pembelajaran di kelas yang mereka ikuti. Oleh sebab itu sebagai tenaga pendidik

Page 43: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

43

atau guru diharapkan mampu mengerti dan memahami bentuk-bentuk perbedaan

ysng dimiliki peserta didiknya.Sebab bagaimanapun juga pembelajaran yang

efektif dan efisien adalah pembelajaran yang berfokus pada siswa (Irham &

Wiyani, 2013: 66).

Perbedaan individu dalam pendidikan dan pembelajaran menjelaskan

perbedaan-perbedaan yang berkaitan dengan perbedaan siswa dalam berpikir,

berperasaan dan bertindak dalam satu kelas. Hal ini sangat penting dikaji dan

dipahami oleh guru, sebab salah satu karakteristik pembelajaran yang efektif

adalah proses pembelajaran yang memperhatikan dan merespon kebutuhan siswa.

Sebaliknya proses pembalajran akan terlaksana dengan baik apabila guru mampu

mengerti, memahami dan memperhatikan perbedaan-perbedaan siswa dalam hal

kemampuan (ability), kesiapan dan kematangan (maturity) dan kecepatan

belajarnya. Menurut Suryasubroto (dalam Irham & Wiyani, 2013: 67),

ketidakmampuan guru melihat dan memperhatika perbedaan-perbedaan individu

dalam kelas selama proses pembelajaran banyak membawa kegagalan dalam

proses pembelajaran.

Menurut Hamalik (2010: 186), berbagai cara dapat dilakukan oleh guru

untuk melayani perbedaan individual dalam proses belajar mengajar di sekolah,

antara lain: (a) Akselerasi dan program tambahan. Akselerasi: memberikan

kesempatan kepada siswa bersangkutan untuk naik ke tingkatan kelas berikutnya

lebih cepat (doble promotion) satu atau dua kali sekaligus. Program tambahan:

kepadanya (siswa) diberikan tugas-tugas tambahan di dalam setiap tingkatan

kelas. (b) Pengajaran individual. Ada beberapa jenis pengajaran individual, yaitu:

setiap individu mendapat tugas: pengajaran dan evaluasi dilakukan terhadap

setiap individu, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang diberi

pengajaran kelompok dan tugas-tugas secara okassional: evaluasi dilakukan

dalam bentuk tes kelompok, setiap siswa maju dengan kecepatan sendiri tapi

masing-masing mempunyai dasar yang sama, yang dilengkapi dengan tugas

tahunan dalam suatu mata pelajaran. Dalam hal ini masing-masing siswa

menyelesaikan tugasnya dalam waktu yang berbeda tergantung pada

kemampuannya. (c) Pengajaran unit. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok

kecil. Tiap individu mendapat tugas sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Page 44: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

44

Kelompok-kelompok tersebut saling bertukar pengalaman, dan hasil kerja

perorangan pada akhirnya menjadi hasil kerja kelompok dan selanjutnya hasil

kerja kelompok menjadi hasil kerja kelas. (d) Kelas khusus bagi siswa yang

cerdas. Kelas-kelas khusus ini dapat dibentuk baik pada awal tahun pelajaran

berdasarkan hasil tes inteligensi maupun pada akhir tahun sebagai persiapan ke

tahun ajaran berikutnya. (e) Kelas remidi bagi para siswa yang lamban. Para

siswa yang lamban dalam satu atau beberapa mata pelajaran yang sama

dikelompokkan dalam satu kelompok untuk memperoleh bimbingan secara

khusus supaya dapat setingkat dengan siswa laninnya pada mata pelajaran

tersebut. (f) Pengelompokkan berdasarkan abilitas. Kelas dibagi menjadi tiga

kelompok, yaitu kelompok kurang, kelompok sedang dan kelompok pandai.

Berdasarkan kelompok-kelompok abilitas tersebut, guru berkesempatan untuk

menyesuaikan dan mendiferensiasikan bahan pelajaran dan metode mengajar

sesuai dengan individu. (g) Pengelompokan informal (kelompok kecil dalam

kelas). Kelas dibagi dalam beberapa kelompok. Pembentukan kelompok ini

berdasarkan pilihan siswa sendiri. Dalam kelompok ini siswa bekerja dan belajar

lebih menyenangkan dan merangsang. Tugas dikerjakan dalam kelompok dan

guru hanya bertindak sebagai konsultan jika dibutuhkan dan bergerak dari satu

kelompok ke kelompok lain. (h) Supervise periode individualisasi. Metode

adalah suatu periode dimana masing-masing siswa diberi kesempatan membaca

buku yang berbeda atau mengerjakan hal-hal lain dalam mata pelajaran tertentu

sesuai dengan kebutuhan individu dengan bimbingan atau supervisi guru. Dalam

periode ini memungkinkan guru menyesuaikan masalah dan juga memberi

bantuan secara tepat kepada setiap siswa sesuai dengan kebutuhan individu/siswa

tersebut. (i) Memperkaya dan memperluas kurikulum. Siswa yang tergolong

cerdas perlu mendapat kesempatan untuk lebih berkembang sesuai dengan tingkat

inteligensinya dan abilitasnya. Prosedur yang dapat ditempuh adalah memberikan

program tambahan atau memperluas ruang lingkup materi pelajaran yang telah

ada. (j) Pelajaran pilihan (Elective Subjects). Di samping adanya pendidikan

umum untuk semua siswa, hendaknya kurikulum menyediakan sejumlah mata

pelajaran pilihan dalam rangka special interest education.Para siswa dapat

memilih satu atau lebih mata pelajaran yang menarik minatnya dan sesuai dengan

Page 45: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

45

kemampuannya. (k) Diferensial pemberian tugas dan pemberian tugas yang

fleksibel. Tugas-tugas diberikan kepada siswa baik untuk menyapaikan

pengetahuan maupun untuk pembentukan keterampilan atas dasar kebutuhan dan

minat siswa. (l) Sistim tutorial (Tutoring system). Suatu system dalam

memberikan bimbingan kepada siswa, terutama kepada siswa yang mengalami

kesulitan tertentu (m) Pelajaran padat. Pelajaran padat diberikan pada waktu

libur. Tujuannya untuk memberikan pelajaran tambahan bagi siswa yang dinilai

cerdas agar dia dapat maju sesuai dengan kesanggupannya. Sedangkan bagi siswa

yang lambat diberikan bimbingan tambahan agar dapat memperbaiki pestasinya.

(n) Bimbingan individual. Bimbingna individual sangat diperlukan bagi siswa

yang laban dan bagi siswa yang mengalami kegagalan belajar. (k) Modifikasi

metode-metode mengajar.

Dengan demikian untuk melayani individual siswa, dapat dilakukan

dengan cara mengadakan perubahan dalam cara-cara mengajar. Slameto

(2010: 46) mengemukakan, bahwa individualitas yang baik harus memiliki

ciri-ciri sebagai berikut: perbedaa-perbedaan vertical, yakni manusia dapat

diklasifikasikan menurut garis naik maupun garis turun, secara jasmaniah

maupun secara mental. Perbedaan mental ialah: inteligensi, kesanggupan

menanggapi sesuatu, kesanggupan memahami bilangan, ingatan, pemikiran

induktif dan lain sebagainya dan Perbedaan-perbedaan kualitatif, yakni:

Perbedaan mengenai kecekatan dan perhatiannya, cara kerja, kecenderungan

terhadap soal-soal intelektual, hal-hal yang estetis dan lain sebagainya.

Kemudian menurutnya, perkembangan prinsip individualitas ini dapat dilihat

pada beberapa hal berikut: Pelaksanaan tugas secara individual, cara

melakukaannya berbeda-beda, Pengelompokkan yang homogen dalam

beberapa taraf, misalnya berdasarkan IQ, MA dan EA (IQ = Intelligence

Quotient, MA = Mental Age, EA = Educational Age), Rencana yang

ditentukan dengan beberapa taraf memungkinkan pilihan yang fleksibel,

pengajaran individual, unit yang besar dengan aktivitas dan pengalaman yang

mungkin ada diantara unit itu, usaha-usaha individual.

Perbedaan individual menunjukkan pada banyaknya variasi dan

variabilitas dari perbedaan-perbedaan yang dimiliki individu. Oemar Hamalik

Page 46: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

46

(dalam Irham &Wiyani, 2013: 77), mengemukakan bentuk-bentuk perbedaan

individu yang sering dikaji sehingga perlu diperhatikan dalam pembelajaran,

antara lain: kecerdasan (intelligence), bakat (aptitude), keadaan jasmaniah

(phycical fitness), penyesuaian social dan emosional (social and emotional

adjustment), latar belakang keluarga (home background), hasil belajar (academic

achievement), siswa yang cepat dan lambat dalam belajar atau dapat dikatakan

sebagai gaya belajar siswa, siswa yang mengalamai kesulitan-kesulitan jasmani,

berbicara dan menyesuaikan diri secara social.

Menurut Hartinah (2008: 96), bahwa ciri individu yang memiliki identitas

diri yakni individu tersebut memiliki karakteristik seperti: konsep diri (sel-

concept), Evaluasi, harga diri (self-esteem), efikasi diri (self-effcacy), percaya

diri (self-confidence), tanggungjawab (respon sibility), komitmen pribadi

(commitment), ketekunan (endurance), kemandirian (independence)

Dari berbagai perbedaan yang dikemukakan di atas, Djamarah (2011: 83),

mengklasifikasikannya menjadi tiga aspek, yakni: (1) Perbedaan biologis; atas

dasar pertimbangan perbedaan biologis ini, guru dapat mengambil kebijakan

dalam hal-hal: pendirian gedung, jadwal kegiatan, tempat duduk anak didik.

Pengelompokkan anak didik, pelaksanaan pembelajaran. (2) Perbedaan

intelektual; Intelektual merupakan salah satu aspek yang selalu actual untuk

dibicarakan dalam dunia pendidikan, karena inteligensi adalah unsur yang ikut

mempegaruhi keberhasilan belajar anak didik. Menurut Djamarah, inteligensi itu

adalah suatu kecakapan yang teridiri dari tiga jenis yaitu, a) Kecakapan untuk

menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi baru dengan cepat dan efektif, b)

kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif dan c)

kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya dengan cepat.

Dalam rangka mengetahui tinggi rendahnya inteligensi seseorang dikembangkan

dengan instrument yang dikenal dengan istilah “Tes inteligensi” dan gambaran

tentang hasil pengetesan dikenal dengan “kuosien inteligensi” (Inteligence

Quotient disingkat dengan IQ).

Berdasarkan hasil bagi inteligensi, maka hasil bagi yang diperoleh dari

pembagian umur kecerdasan dengan umur sebenarnya, yang menunjukkan

kesanggupan rata-rata kecerdasan seseorang adalah sebagai berikut:

Page 47: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

47

1. Luar biasa: IQ di atas 140

( jenius)

2. Pintar (begaaf): 110 – 140

3. Normal (biasa): 90 – 110

4. Kurang pintar : 70 – 90

5. Bebal (debil) : 50 – 70

6. Dungu (imbicil) : 30 – 50 7. Pusung (idiot) : di bawah 30

Perbedaan individual dalam bidang intelektual ini perlu guru ketahui dan pahami,

terutama dalam hubungannya dengan pengelompokkan anak yang kecerdasannya

setingkat dengannya, tetapi perlu dimasukkan ke dalam kelompok anak yang

cerdas. Dengan harapan agar anak yang kurang cerdas itu terpacu untuk lebih

kreatif, ikut terlibat langsung dengan motivasi yang tinggi dalam bekerja sama

dengan kawan-kawan sekolompok dengannya. Menurut Djamarah (2011: 91),

dalam pengelolaan pengajaran, aspek perbedaan individual ini perlu mendapatkan

pertimbangan dari pengelolaan pendidikan dan pengajaran. Ia menegaskan bahwa,

“Kesukaran menciptakan interaksi edukatif yang kondusif disebabkan

ketidakpedulian guru terhadap perbedaan intelektual anak didik dalam

pengelolaan pengajaran”. (3) Perbedaan psikologis; di sekolah, perbedaan aspek

psikologi ini tidak dapat dihindari, karena pembawaan dan lingkungan anak yang

berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam pengelolaan pengajaran

aspek psikologi ini sering menjadi ajang persoalan, terutama yang menyangkut

masalah minat dan perhatian anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan

oleh guru. Persoalan psikologi ini memang sangat kompleks. Sebab menyangkut

apa yang ada di dalam jiwa dan perasaan anak didik. Meski ditemukan kesulitan

untuk memahami fenomena jiwa anak didik, namun bukan berarti tidak ada cara

lain untuk memahaminya, walau tidak seluruhnya. Paling tidak tindakan yang

dapat dilakukan guru adalah mengadakan pendekatan kepada anak didik secara

pribadi. Dengan cara ini hubungan guru dengan anak didik akrab, sehingga guru

dapat lebih mengenal siapa anak didik sebagai individu. Perbedaan psikologi ini

dapat dimanfaatkan oleh guru dalam pengelolaan kelas, seperti penempatan anak

pada tempat duduk dan dalam membentuk kelompok anak.

3. Prinsip Individualitas

Salah satu masalah utama dalam pendekatan belajar mengajar adalah

masalah perbedaan individual. Setiap guru memahami bahwa tidak semua murid

Page 48: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

48

dapat mempelajari segala apa yang ingin dicapai oleh guru. Dan biasanya

perbedaan individual itulah yang dijadikan kambing hitam. Daryanto(2013: 201),

mengatakan “Jarang sekali guru menjelaskan bahwa ketidakmampuan murid

dalam belajar itu merupakan akibat dari kelemahan guru dalam mengajar”.

Menurut Bloom (dalam Daryanto, 2013: 201) jika guru memahami

persyaratan kognitif dan ciri-ciri sikap yang diperlukan untuk belajar oleh peserta

didik, dapat diharapkan sebagian besar perserta didik akan dapat mencapai taraf

penguasaan sampai 75% dari yang diajarkan. Oleh sebab itu hendaknya guru

mampu menyesuaikan proses belajar mengajar dengan kebutuhan-kebutuhan

peserta didik secara individual tanpa harus mengajar peserta didik secara

individual.

Mengingat adanya perbedaan-perbedaan tersebut, maka menyamaratakan

semua peserta didik ketika mengajar secara klasikal pada hakikatnya kurang

sesuai dengan prinsip individualitas. Setidak-tidaknya guru harus menyadari

bahwa setiap individu peserta didik memiliki perbedaan. Oleh karena itu guru

hendaknya menyadari dan memaklumi apabila ada peserta didik yang cepat

menerima dan memahami pelajaran yang diberikan dan sebaliknya ada juga

peserta didik yang lemah atau lamban dalam menerima pelajaran bahkan perlu

bimbingan khusus dari guru.

Pengajaran individual bukanlah semata-mata pengajaran yang hanya

ditujukan kepada seorang saja, melainkan dapat saja ditujukan kepada

sekelompok peserta didik atau kelas. Namun mengakui dan melayani perbedaan-

perbedaan peserta didik, sehingga pengajaran memungkinkan berkembangnya

potensi masing-masing peserta didik secara optimal.

Oleh sebab itu, Johon W. Santrock (2011: 487), berpendapat bahwa

pertimbangan perbedaan individual anak merupakan salah satu landasan

pendidikan yang efektif. Menurutnya ada tiga prinsip learner-centered

(pembelajaran yang berpusat pada peserta didik), yakni, a) Perbedaan individual

dalam pembelajaran. Anak punya strategi yang berbeda, pendekatan yang

berbeda dan kemampuan berbeda untuk belajar. Perbedaan ini adalah akibat dari

pengalaman dan herditas (heredity). Anak dilahirkan dengan kemampuan yang

bisa dikembangkan. Melalui pengalaman mereka akan memilih senidri cara untuk

Page 49: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

49

belajar dan langkah yang diambil dalam belajar. Akan tetapi preferensi ini tidak

selalu bermanfaat bagi anak untuk mencapai mencapai tujuan pembelajaran

mereka. Guru perlu mengkaji preferensi belajar anak dan mengembangkannya

atau memodifikasinya, b) Pembelajaran dan diversitas. Pembelajaran akan lebih

efektif jika perbedaan bahasa, kultural dan latar belakang social murid ikut

diprtimbangkan. Ketika anak menganggap bahwa perbedaan individual dalam

kemampuan dan latar belakang mereka dihargai dan diakomodasi, motivasi dan

prestasi mereka biasanya bertambah, c) Standard dan penilaian. Menentukan

standar yang tinggi dan menantang serta menilai kemajuan pembelajaran dan

siswa adalah bagian integral dari proses pembelajaran. Pembelajaran yang efektif

terjadi ketika murid ditantang untuk berkeja meraih tujuan yang tinggi dan tepat.

Jadi penilaian kekuatan dan kelemahan kognitif anak, pengetahuan dan

ketrampilannya adalah aspek penting dalam memilih materi instruksional yang

optimal.

2.1.3 MATEMATIKA

1. Apa dan Mengapa Matematika Begitu Penting?

Hudojo (2005:37) Matematika adalah suatu alat ukur untuk

mengembangkan cara berpikir. Karena itu Matematika sangat diperlukan baik

untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK,

sehingga Matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik. Menurutnya

defenisi tentang Matematika hingga sekarang ini belum merupakan defenisi

tunggal. Hal ini terbukti adanya beberapa defenisi Matematika yang belum

mendapat kesepakatan diantara para matematikawan, karena pengetahuan dan

pandangan dari para ahli berbeda-beda. Selanjutnya Hudojo berpendapat bahwa

Matematika itu berkenaan dengan gagasan berstruktur yang hubungan-

hubungannya diatur secara logis. Hal ini berarti Matematika bersifat sangat

abstrak, yaitu berkenaan dengan konesp-konsep abstrak dan penalaran deduktif.

Pengertian Matematika menurut Pustaka Sekolah (online) http://www.

pustakasekolah.com/pengertian-matematika.html, mengemukakan bahwa

Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang perhitungan, pengkajian dan

menggunakan nalar atau kemampuan berpikir seseorang secara logika dan pikiran

Page 50: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

50

yang jernih. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011: 313), “Matematika

adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan-bilangan, dan

prosedur operasional yang digunakan di penyelesaian masalah mengenai

bilangan”. Nawi (2012 : 9), menyatakan Matematika adalah ilmu tentang

bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan

untuk menyelesaikan masalah mengenai bilangan dengan objek abstrak yang

diatur secara logis yang didapat dengan berpikir.

Dari berbagai pandangan dan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

Matematika adalah suatu bidang ilmu yang merupakan alat komunikasi yang

singkat dan tidak ambigius, alat berpikir serta mempelajari sistim lambang

bilangan yang formal, konsep-konsep abstrak, perhitungan, gagasan berstruktur

dan prosedur operasional yang digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan

praktis, dengan menggunakan penalaran deduktif dan kemampuan berpikir secara

logis.

Fadjar Shadiq (2014: 3) mengemukakan bahwa, sejak masa-masa lalu dan

sampai sekarang tidak sedikit orang tua dan orang awam yang beranggapan bahwa

Matematika dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan seseorang. Menurut

mereka, jika seorang siswa berhasil mempelajari Matematika dengan baik, maka

ia diprediksi akan berhasil juga mempelajari mata pelajaran lain. Begitu juga

sebaliknya, seorang anak yang kesulitan mempelajari Matematika akan kesulitan

juga mempelajari mata pelajaran lain. Peran penting Matematika diakui Cockcroft

(1986), yang menulis: if would be very difficult-perhaps impossible-to livea

normal life in very many parts of the world in the twentieth century without

making usu of Mathematics of some kind”. Akan sangat sulit atau tidaklah

mungkin bagi seseorang untuk hidup di bagian bumi pada abad ke-20 ini tanpa

sedikitpun memanfaatkan Matematika.

Selanjutnya National Research Counsil atau NRC (1989) dan Amerika

Serikat (dalam Fadjar Shadiq, 2014: 3) menyatakan betapa pentingnya

Matematika dengan suatu pernyataan “Mathematics is the key to opportunity”

Matematika adalah kunci ke arah peluang-peluang. Menurut mereka bagi seorang

siswa keberhasilan mempelajarinya akan membuka pintu karier yang cemerlang.

Bagi para warga negara, Matematika akan menunjang pengambilan keputusan

Page 51: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

51

yang tepat. Bagi suatu negara, Matematika akan menyiapkan warganya untuk

bersaing dan berkompetisi di bidang ekonomi dan teknologi. Menurut Fadjar

Shadiq, bangsa dan pemerintah Indonesia harus memanfaatkan Matematika agar

bangsa ini dapat ikut berperan aktif dalam persaingan global. Oleh sebab itu

pembelajaran Matematika harus diperhatikan dan memanfaatkan kelebihan

Matematika ini bukan hanya menjadi saringan untuk masa depan peserta didik

tetapi juga ikut aktif dalam persaingan global.

Mengingat begitu pentingnya Matematika bagi setiap individu, masyarakat

dan bangsa maka itulah salah satu alasan mengapa penulis memilih untuk meneliti

hasil belajar Matematika sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini.

2. Hakekat Melajar Matematika

Setelah melihat pandangan dan pengertian Matematika di atas, maka

muncul pertanyaan, apa yang menjadi hakekat belajar Matematika? Uno

(2011: 130) mengatakan “Hakekat belajar Matematika adalah suatu aktivitas

mental untuk memahami arti dan hubungan-hubungan serta symbol-simbol

dan kemudian diterapkan pada situasi nyata”. Menurutnya Schoenfeld

(1985) mendefinisikan bahwa belajar Matematika berkaitan dengan apa dan

bagaimana menggunakannya dalam membuat keputusan untuk

menyelesaikan masalah. Matematika melibatkan pengamatan, penyelidikan

dan keterkaitannya dengan fenomena fisik dan social. Oleh sebab itu, maka

belajar Matematika merupakan suatu kegiatan yang bekenaan dengan

penyelesaian himpunan-himpunan dari unsur Matematika yang sederhana

dan merupakan himpunan-himpunan baru dan selanjutnya membentuk

himpunan baru yang lebih rumit. Dengan demikian belajar Matematika

harus dilakukan secara hirarkis.

Kemudian Cockroft (dalam Uno, 2011: 129) menjelaskan mengapa

Matematika perlu diajarkan. Hal ini disebabkan karena (1) Matematika

sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari, bagi sains,

perdagangan dan industri, (2) Karena Matematika menyediakan suatu

daya, alat komunikasi yang singkat dan tidak ambigius, dan (3) karena

Matematika sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi.

Page 52: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

52

Menurut Uno, Matematika mencapai kekuatannya melalui symbol-

simbolnya, tata bahasa dan kaidah bahasa (syntax) pada dirinya, dan

mengembangkan pola berpikir kritis, aksiomatik, logis dan deduktif.

Wijaya (2012: 14) mendukung penadapat ini dengan pernyataan bahwa,

pemikiran Matematika adalah sebagai suatu kemampuan berpikir yang

berkaitan dengan kemampuan dalam menggunakan penalaran untuk

membangun argumen matematis, kemampuan mengembangkan strategi

atau metode, pemahaman konten Matematika serta kemampuan

mengkomunikasikan gagasan. Menurut Katagiri sebagaimana dikutip

kembali oleh Wijaya, bahwa kemampuan berpikir Matematis merupakan

factor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pengetahuan,

tentang penerapan pengetahuan dan keterampilan serta mampu

memunculkan kemampuan untuk belajar mandiri. Maka mengingat

pentingnya kemampuan berpikir matematis, Stacey menegaskan perlunya

menempatkan kemampuan berpikir matematis sebagai tujuan

pembelajaran dan sekaligus sebagai suatu cara untuk pembelajaran

Matematika (a way of learning mathematics).

Uno (2011: 130) mengemukakan bahwa seseorang akan merasa

mudah menyelesaikan masalah dengan bantuan Matematika, dengan

alasan: (1) ilmu Matematika memberikan kebenaran berdasarkan alasan

logis dan sistimatis, (2) proses kerja Matematika dilalui secara berurut

yang meliputi tahap observasi, menebak, menguji hipotesis, mencari

analogi, dan akhirnya merumuskan teorema-teorema, (3) Matematika

memiliki konsep struktur dan hubungan-hubungan yang banyak

menggunakan symbol-simbol. Symbol-simbol ini penting dalam

memanipulasi aturan-aturan yang berlaku dalam struktur dan sebagai

fasislitas komunikasi dalam mendapatkan sejumlah informasi sehingga

akhirnya dapat dibentukk suatu konsep baru dan (4) Bahasa Matematika

merupakan bahasa yang paling universal karena symbol Matematika

memiliki makna yang sama untuk berbgai istilah dari bahasa yang

berbeda, misalnya ketika kita berkata tiga tambah lima sama dengan

delapan, maka hanya orang yang memahami bahasa Indonesia saja yang

Page 53: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

53

memahami kalita tersebut, sedangkan ketika kita tuliskan sebagai 3 + 5 =

8, maka setiap orang dengan pengetahuan bahasa yang berbeda pasti dapat

memahami kalimat tersebut.

Fadjar Shahiq (2014: 8) mengemukakan bahwa, di masa kini dan di

masa yang akan datang, diera komunikasi dan teknologi canggih,

dibutuhkan para pekerja cerdas (smarter) dari pada pekerja keras (harder).

Dibutuhkan para pekerja yang telah disiapkan untuk mampu mencerna ide-

ide baru (absorb new ideas), mampu menyesuaikan terhadap perubahan (to

adapt to chage), mampu menangani ketidakpastian (cope with ambiguity),

mampu menemukan keteraturan (perceive patterns) dan mampu

memecahkan masalah yang tidak lazim (solve unconventional problems).

Untuk mencapai hal-hal tersebut di atas, Da Lange (2004) seperti

dikutip kembali oleh Fadjar Shahid, mengemukakan beberapa kompetensi

atau kemampuan yang harus dipelajari dan dikuasai para peserta didik

selama proses pembelajaran Matematika di kelas yakni: berpikir dan

bernalar secara matematis (mathematical thinking and reasoning),

berargumentasi secara matematis (mathematical argumentation) dalam arti

memahami pembuktian, mengetahui bagaimana cara membuktikan,

mengikuti dan menilai rangkaian argumentasi, memiliki kemampuan

menggunakan heuristics (strategi) dan menyususn arguemantasi,

berkomunikasi secara matematis (mathematical communication),

pemodelan (modelling), menyusun model Matematika dari suatu keadaan

atau situasi, menginterpretasikan model Matematika dalam konteks lain

atau pada kenyataan sesungguhnya, penyusunan dan pemecahan masalah

(problem posing and solving), representasi (representation), symbol

(symbols), menggunakan bahasa dan operasi yang menggunakan symbol

baik formal maupun teknis, alat dan teknologi (tools and technology),

menggunakan alat bantu dan alat ukur termasuk menggunakan dan

mengaplikasikan tekonologi. Dalam peraturan lampiran Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 20 tahun 2006 tentang Standar

Isi (dalam Wijaya , 2012: 16) mengemukakan bahwa, pembelajaran

Matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan: memahami

Page 54: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

54

konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat dan tepat

dalam menyelesaikan masalah, menggunakan penalaran pada pola dan

sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi,

menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Maematika,

memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merncang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh, mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel,

diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan

memiliki sikap mengahargai kegunaan Matematika dalam kehidupan yaitu

dengan memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari

Matematika, sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Selanjutnya tujuan pembelajaran Matematika yang dituntut dalam

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah: melatih cara berpikir dan

bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan

penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan,

konsisten dan inkonsistensi, mengembangkan aktivitas kreatif yang

melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan

pemikiran diverger, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan

dugaan, serta mencoba-coba, mengembangkan kemampuan pemecahan

masalah dan mengembangkan gagasan antara lain melalui pembicara lisan,

catatan, grafik, peta, diagram, dan menjelaskan gagasan.

Menurut Robert Gagne (dalam Uno: 2011) ada delapan tipe belajar

yang dilakukan secara prosedural atau hierarki dalam belajar Matematika,

yakni: (1) Belajar sinyal/isyarat(signal learning), adalah kegiatan belajar

yang terjadi secara tidak disadari, sebagai akibat adanya suatu stimulus

tertentu. Sebagai contoh, jika seorang siswa mendapatkan komentar

bernada positif dari guru Matematika, maka secara tidak langsung siswa

itu akan cenderung menyukai pelajaran matematika. (2) belajar stimulus

respon (stimulus-respons learning), adalah kegiatan belajar yang terjadi

secara disadari, yang berupa dilakukannya suatu kegiatan fisik sebagai

suatu reaksi atas adanya suatu stimulus tertentu. (3) Belajar merangkai

Page 55: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

55

tingkah laku/rangkaian gerakan (behavior chaining learning), merupakan

kegiatan yang terdiri atas dua gerakan fisik atau lebih yang dirangkai

menjadi satu secara berurutan, dalam upaya untuk mencapai sesuatu tujuan

tertentu. (4) Belajar asosiasi verbal/Rangkaian verbal (verbalchaining

learning), merupakan kegiatan merangkai kata-kata atau kalimat-kalimat

secara bermakna. Misalnya kegiatan mendeskripsikan sifat-sifat suatu

bangun geometri, kegiatan menyebutkan nama benda-benda tertentu, dan

sebagainya. (5) Belajar diskriminasi/Belajar membedakan (discrimination

learning), merupakan kegiatan mengamati perbedaan antara sesuatu objek

yang satu dengan sesuatu objek yang lain, misalnya membedakan lambang

‘3’ dengan lambang ‘8’, membedakan bilangan bulat dengan bilangan

prima, dan sebagainya. (6) Belajar konsep (concept learning), merupakan

kegiatan mengenali sifat yang sama yang terdapat pada berbagai objek

atau peristiwa, dan kemudian memperlakukan objek-objek atau peristiwa

itu sebagai suatu kelas, disebabkan oleh adanya sifat yang sama tersebut.

(7) Belajar aturan (rule learning). Contoh aturan dalam Matematika antara

lain: Untuk sembarang dua bilangan real a dan b berlaku a x b = b x a, dan

masih banyak aturan lain dalam Matematika. (8) Pemecahan masalah

(problem solving learning), merupakan kegiatan belajar yang paling

kompleks. Untuk dapat memecahkan suatu masalah, seseorang

memerlukan pengetahuan-pengetahuan dan kemampuan-kemampuan yang

ada kaitannya dengan masalah tersebut. Pengetahuan dan kemampuan

tersebut harus diramuskan dan diolah secara kreatif dalam rangka

memecahkan masalah yang bersangkutan.

Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa betapa pentingnya

mempelajari Matematika pada setiap jenjang pendidikan dalam menata

kemampuan berpikir para peserta didik atau para siswa.

3. Karakteristik Matematika

Setelah melihat mengetahui betapa pentingnya Matematika dalam

kehidupam setiap individu, maka sekarang muncul pertanyaan, apa yang

menjadi karakteristik berpikir secara Matematis, sehingga hasil belajar

Page 56: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

56

Matematika menjadi fokus dalam penelitian ini. Nesher (dalam Uno, 2011:

130) memberikan konsep karakteristik dari Matematika adalah terletak

pada kekhususannya dalam mengkomunikasikan ide Matematika melalui

bahasa numerik. Sebab dengan bahasa numeric ini memungkinkan

seseorang dapat melakukan pengukuran secara kuantitaif. Sedangkan

kekuantitifan dari Matematika tersebut dapat memberikan kemudahan bagi

seseorang dalam menyelesaikan masalah, sehingga Matematika selalu

memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak dalam menyelesaikan

masalah. Kemudian sistim Matematika adalah konsisten terhadap dirinya

dan bebas dari kontradiksi terdahap dirinya. Maka karakteristik

pendekatan logic yang dipergunakan dalam Matematika adalah mulai dari

definisi-definisi dan aksioma-aksioma, lalu menyusun suatu teorema yang

dinyatakan dalam penyataan yang dapat dibuktikan dengan menggunakan

penalaran deduktif.

Uno dan Masri Kuadrat (2014: 11) menjelaskan bahwa, kecerdasan

logis Matematis memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara

induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan

menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan

menggunakan kemampuan berpikir. Peserta didik dengan kecerdasan logis

tinggi cenderung menyenangi kegiatan menganalisis dan mempelajari

sebab akibat terjadinya sesuatu. Peserta didik semacam ini cenderung

menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam

menyelesaikan problem Matematika.

Jadi ciri-ciri khusus atau karakteristik Matematika yang

merangkum secara umum (dalam Bagus Blogspot (online)

http://www .masbied.com/ 2011/ 02/20/contoh-proposal-skripsi-

pendidikan-matematika pende katan-keterampilan-proses, yaitu: (a)

Memiliki objek abstrak, dalam matematika obyek dasar yang dipelajari

adalah abstrak, sering juga disebut obyek mental. Obyek-obyek itu

meliputi obyek pikiran yang meliputi fakta-fakta, konsep, operasi ataupun

relasi dan prinsip. Selanjutnya dari obyek dasar itulah dapat disusun suatu

pola dan struktur matematika, (b) Bertumpu pada kesepakatan, dalam

Page 57: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

57

matematika kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan prinsip

primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindari kekeliruan dalam

pendefinisian dimana konsep primitif itu tidak perlu didefenisikan, (c)

Berpola pikir deduktif:  dalam matematika sebagai ilmu hanya menerima

pola pikir deduktif. Pola pikir secara deduktif secara sederhana dapat

dikatakan pemikiran yang pangkal dari hala bersifat umum diterapkan atau

diarahkan kepada hal yang bersifat khusus, (d) Memiliki simbol yang

kosong dari arti: artinya dalam Matematika terlihat banyak sekali simbol

yang digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian

simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model dalam

Matematika. Makna huruf dan tanda dalam model itu bergantung dari

permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model tersebut.

Kosongnya arti simbol maupun tanda dalam model-model Matematika itu

justru memungkinkan intervensi ke dalam berbagai ilmu pengetahuan, (e)

Memperhatikan semesta pembicaraan: sehubungan dengan kosongnya

pengertian tentang arti dari simbol-simbol dalam matematika di atas,

menunjukkan dengan jelas bahwa dalam menggunakan Matematika

diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Lingkup

pembicaraan itulah yang disebut semesta pembicaraan. Benar atau salah

ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model Matematika sangat

ditentukan oleh semesta pembicaranya, dan (f) Konsisten dalam sistemnya:

dalam Matematika terdapat banyak sistem. Adanya sistem yang

mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi ada juga sistem yang dapat

dipandang terlepas satu sama lain. Dari masing-masing sistem tersebut

berlaku konsisten.

2.1.4 Self-Efficcacy (Efikasi diri)

1. Pengertian Self-Efficacy

Konsep Self-Efficacy menurut Bandura (dalam Santrock, 2011: 523)

adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memproduksi

hasil positip. Kemudian Suyanto & Asep Jihad (2013: 54) yang menyebutkan self-

efficacy itu sebagai kepercayaan diri, mengatakan bahwa “kepercayaan diri

Page 58: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

58

merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya yang dimiliki untuk

menampilkannya secara baik di hadapan orang lain”. Menurutnya kepercyaan diri

siswa bukan bakat melainkan sebuah kualitas mental (pencapaian yang dihasilkan

dari proses pendidikan atau pemberdayaan). Artinya setiap siswa bisa dilatih dan

dididik untuk menjadi lebih percaya diri. Bandura (1997, 2000, 2001) percaya

bahwa Self-Efficacy adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi prestasi

murid. Self-Efficacy punya kesamaan dengan motivasi untuk menguasai dan

memotivasi intrinsik. Self-Efficacy adalah keyakinan bahwa “Aku bisa”;

sedangkan ketakberdayaan adalah keyakinan bahwa “Aku tidak bisa” (Stipek &

Maddux, dalam Santrock 2011: 523). Murid dengan Self-Efficacy tinggi setuju

dangan pernyataan seperti “saya tahu bahwa saya akan mampu menguasai materi

ini” dan “saya akan bisa mengerjakan tugas ini”.

Riswanda Setiadi (Online) file.upi.edu/.../ EFIKASI _DIRI_ DAN_

KINERJA_GUR....,Self-Efficacy (Efikasi diri) adalah sebuah konsep yang

dirumuskan oleh Albert Bandura (1997), guru besar psikologi di Standford

University, dan bersumber dari social learning theory. Menurut Bandura (1997,

3), “efficacy is a major basis of action. People guide their lives by their beliefs of

personal efficacy. Self-efficacy refers to beliefs in one‟s capabilities to organize

and execute the courses of action required to produce given attainments.” Dengan

demikian, efikasi ini merupakan satu keyakinan yang mendorong individu untuk

melakukan dan mencapai sesuatu. Efikasi diri hanya merupakan satu bagian kecil

dari seluruh gambaran kompleks tentang kehidupan manusia, tetapi dapat

memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan itu dari segi

kemampuan manusia. Keragaman kemampuan manusia ini diakui oleh teori

efikasi diri. Menurutnya teori efikasi diri merupakan upaya untuk memahami

keberfungsian kehidupan manusia dalam pengendalian diri, pengaturan proses

berpikir, motivasi, kondisi afektif dan psikologis (Bandura, 1997, p. 36). Melalui

perspektif ini, efikasi diri diyakini dapat membuat individu mampu menafsirkan

dan menerjemahkan faktor-faktor internal dan eksternal ke dalam tindakan nyata.

Namun perlu ditegaskan bahwa individu-individu yang berbeda memiliki

kemampuan yang berbeda dalam membaca pikiran mereka dan memandang

lingkungan mereka. Dale Schunck (dalam Santrock, 2011: 523), mengaplikasikan

Page 59: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

59

konsep Self-Efficacy pada banyak aspek dari prestasi murid. Menurutnya, konsep

ini mempengaruhi pilihan aktivitas oleh murid. Murid dengan Self-Efficacy rendah

mungkin menghindari banyak tugas belajar, khususnya yang menantang dan sulit,

sedangkan murid dengan level Self-Efficacy tinggi mau mengerjakan tugas-tugas

seperti itu dan bahkan mungkin lebih tekun berusaha menguasai tugas

pembelajaran ketimbang murid dengan Self-Efficacy rendah.

Menurut Riswanda Setiadi, dalam beberapa dekade terakhir, para peneliti

dan praktisi pendidikan mencurahkan perhatian pada perspektif tentang

keberfungsian perilaku manusia untuk memperbaiki proses dan hasil

pembelajaran. Albert Bandura adalah salah satu pakar yang telah membuka jalan

untuk membuat terobosan dalam menyajikan perspektif yang lebih luas dalam

bidang pendidikan. Dalam bidang akademik, pentingnya teori efikasi diri telah

diakui oleh banyak peneliti meskipun masih dipandang sebagai konsep yang

relatif baru. Namun demikian, konsep ini telah terbukti memberikan dampak kuat

terhadap prestasi akademik guru dan siswa (Bandura, 1986, 1997; Tschannen-

Moran and Woolfolk Hoy, 2001, Pajares, 1996).

Kemudian menurut Ashton & Webb (dalam Santrock, 2011: 524), bahwa

dalam sebuah studi Self-Efficacy instrusional dari guru berhubungan dengan

prestasi akademik murid untuk pelajaran Matematika dan Bahasa. Murid banyak

belajar dari guru yang merasa yakin pada dirinya sendiri ketimbang guru yang

ragu-ragu pada dirinya sendiri. Guru yang tingkat keyakinan dirinya tinggi

cenderungmemandang murid bermasalah sebagai murid yang bisa diajar dan

dijangkau. Menurut mereka menganggap problem pembelajaran masih bisa diatasi

dengan usaha yang lebih baik dan strategi yang lebih tepat untuk membantu

murid. Berbeda dengan guru dengan Self-Efficacy rendah, cenderung mengatakan

bahwa kemampuan murid yang rendah adalah penyebab dari ketidakmampuan

murid dalam belajar.

Bandura (dalam Santrock, 2011: 524) mengemukakan, kemampuan untuk

menyampaikan mata pelajaran adalah salah satu dari aspek Self-Efficacy

instruksional, tetapi Self-Efficacy instruksional ini juga mencakup keyakinan

bahwa seseorang dapat mengelola kelas menjadi tempat menyenangkan untuk

belajar dan keyakinan bahwa adalah mungkin untuk mendapatkan SDM yang baik

Page 60: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

60

dan mengajak orang tua terlibat dalam pembelajran anak. Menurut Bandura

karakteristik sekolah atau kelas yang penuh dengan atmosfir keyakinan diri, maka

pimpinan sekolah akan cenderung mencari cara untuk meningkatkan pengajaran.

Mereka mencari cara untuk mempengaruhi dan mengubah kebijakan serta regulasi

yang menghambat inovasi akademik. Menurutnya kepala sekolah yang peduli

pada mutu akademik ini akan membuat guru lebih percaya pada kemampuan

mengajar mereka, sehingga kepala sekolah hanya berfungsi sebagai administrator

belaka (Coladarci, 1992).

Santrock (2011: 524), menyatakan sekolah dengan tingkat Self-Efficacy

tinggi akan memiliki ekspektasi dan standar tinggi dalam hal prestasi. Menurutnya

guru memandang siswa sebagai anak didik yang mampu mencapsi prestasi tinggi.

Guru menentukan standar akademik yang menantang bagi siswa dan memberi

bantuan kepada mereka untuk mencapai standar yang sudah ditentukan oleh guru

dan sekolah. Sebaliknya sekolah dengan Self-Efficacy rendah tidak banyak

berharap pada prestasi akdemik siswa, gurunya tidak benyak meluangkan waktu

untuk mengajar dan memonitor kemajuan akdemik siswa dan cenderung

menganggap bahwa kebanyakan siswanya susah diajar. Tidak mengherankan

siswa di sekolah semacam ini memiliki Self-Efficacy rendah dan lemah secara

akademik.

Suyanto & Asep Jihad (2013: 55) menjelaskan mengapa perlu melatih

kepercayaan diri? Secara umum siswa yang mempunyai rasa percaya diri

cenderung berhasil meraih kesuksesan dibanding dengan siswa yang kepercayaan

dirinya rendah. Hal ini disebabkan karena Rasa percaya diri siswa, berhubungan

dengan:(a) pilihan sikap mentalnya terhadap tugas atau tantangan yang dihadapi.

Siswa yang kepercayaan dirinya tinggi akan memilih sikap mental “saya bisa”.

Tetapi sebaliknya siswa yang memiliki rasa percaya diri rendah mesikpun dia

bisa, akan merasa susah “tidak bisa”, “takut salah” dan berbagai ungkapan yang

senada, (b) persepsi yang terbangun di dalam diri siswa saat menghadapi tugas

atau tantangan. Siswa dengan rasa percaya diri yang bagus akan memandang

tantangan atau tugas sebagai sesuatu yang lebih kecil dari kemampuan dirinya,

sehingga muncul keharusan untuk menaklukannya. (c) gejolak psikologi locus of

control. Selama manusia hidup di dunia ini, pasti dihadapkan pada hal-hal yang

Page 61: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

61

sudah tidak bisa diubah lagi atau biasa disebut “nasib”. Maka siswa dengan rasa

percaya dirinya bagus akan memunculkan sebanyak mungkin pemahaman yang

kuat bahwa nasib dirinya lebih banyak ditentukan oleh pilihannya atau

meletakkan locus of controlke dalam dirinya. Dia berpandangan bahwa setiap

keputusan ada konsekuensinya, tetapi melakukannya akan lebih baik sekalipun

gagal. Selanjutnya Suyanto& Asep Jihad (2013: 56), mengemukakan beberapa

pembelajaran yang kurang mendukung dalam membangun kepercayaan diri

siswa, antara lain, sering memberikan label negatip atau minor pada siswa, sering

memotong proses eksplorasi dan pengalaman yang dilakukan siswa denga cara

terlau cepat mengeluarkan larangan “jangan”, guru menciptakan perbandingan

negatip, mengabaikan prestasi siswa, memberikan ancaman dan menciptakan rasa

takut.

Selanjutnya Bandura (dalam Suharsono & Istiqomah (online), 2014: 146)

mengemukakan bahwa ada tiga dimensi Self-Efficacy, yakni: (1) Dimensi

Tingkat (level): berkaitan dengan derajat kesulitantugas yang dihadapi individu.

Penerimaan dan keyakinan seseorang terhadap Self-efficacy individu dalam

mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu yang

memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau

juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi.

Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung memilih tugas yang

tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya. (2) Dimensi Keluasan

(generality): merupakan perasaan kemampuan yang ditunjukkan indivisu pada

konteks tugas yang berebeda-beda, baik itu melalui tingkah laku, kognitif dan

afektifnya. (3) Dimensi Kekuatan (strength): merupakan kuatnya keyakinan

seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki. individu yang memiliki keyakinan

dan kemantapan kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas

akan terus bertahan dalam usahanya meskipun mengalami baanyak kesulitan dan

tantangan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy

Bandura (dalam Rahmawati:4 (online)) repository.usu.ac.id

/bitstream /123456789/26802/4/Chapter%20II.pdf, menjelaskan bahwa

Page 62: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

62

self-efficacy individu didasarkan pada empat hal, yaitu: (a) Pengalaman

akan kesuksesan, pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang

paling besar pengaruhnya terhadap self-efficacy individu karena

didasarkan pada pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan

menyebabkan self-efficacy individu meningkat, sementara kegagalan yang

berulang mengakibatkan menurunnya self-efficacy, khususnya jika

kegagalan terjadi ketika self-efficacy individu belum benar-benar terbentuk

secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan self-efficacy individu jika

kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh

dari keadaan luar. (b) Pengalaman individu lain, individu tidak

bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan

sebagai sumber self-efficacynya. Self-efficacy juga dipengaruhi oleh

pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan keberhasilan

individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan self-efficacy

individu tersebut pada bidang yang sama. Individu melakukan persuasi

terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat

melakukannya dengan sukses, maka individu tersebut juga memiliki

kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan individu

terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan

banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya

sendiri dan mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada

dua keadaan yang memungkinkan self-efficacy individu mudah

dipengaruhi oleh pengalaman individu lain, yaitu kurangnya pemahaman

individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya pemahaman

individu akan kemampuannya sendiri. (c) Persuasi verbal, persuasi verbal

dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu memiliki

kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang

diinginkan. (d) Keadaan fisiologis, penilaian individu akan

kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas sebagian dipengaruhi oleh

keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami

individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak

diinginkan sehingga situasi yang menekan cenderung dihindari. Informasi

Page 63: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

63

dari keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar

menjadi isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di

atas kemampuannya.

3. Proses-Proses Self-efficacy

Bandura (dalam Rahmawati: 23(online) repository.usu.ac.id/bitstream

/123456789/26802/4/Chapter%20II.pdf) menguraikan proses psikologis self-

efficacy dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dijelaskan melalui

cara-cara: (a) Proses kognitif. Dalam melakukan tugas akademiknya, individu

menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan

tindakan yang tepatuntuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi

tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya. Fungsi

kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadian-kejadian sehari-

hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek

kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam

berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan

mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang

diharapkan. (b) Proses motivasi. Motivasi individu timbul melalui pemikiran

optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu

berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan

dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat beberapa

macam motivasi kognitifyang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi

penyebab yang berasal dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang

terbentuk dari teori nilai-pengharapan. Self-efficacy mempengaruhi atribusi

penyebab, dimana individu yang memiliki self-efficacy akademik yang tinggi

menilai kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh

kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-efficacy yang rendah menilai

kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan.Teori nilai-pengharapan

memandang bahwa motivasi diatur oleh pengharapan akan hasil (outcome

expectation) dan nilai hasil (outcome value) tersebut. Outcome expectation

merupakan suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan

menyebabkan akibat yang khusus bagi individu. Hal tersebut mengandung

Page 64: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

64

keyakinan tentang sejauhmana perilaku tertentu akanmenimbulkan konsekuensi

tertentu.Outcome value adalah nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-

konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku dilakukan.Individu harus memiliki

outcome value yang tinggi untuk mendukung outcome expectation. (c) Proses

afeksi. Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam

menentukan intensitas pengalaman emosional.Afeksi ditujukan dengan

mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir

yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan

mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang

diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi

tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau

bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman

tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak

percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena

tidak mampu mengelola ancaman tersebut. (d) Proses seleksi. Proses seleksi

berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan

lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat

individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi

masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup individu melalui

pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan

aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu menangani.

Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang

ditentukan. Selanjutnya Riswanda Setiadi, (on line) file.upi.edu/.../ EFIKASI

_DIRI_ DAN_ KINERJA_GUR....,Efikasi diri tidak tumbuh dengan sendirinya,

tetapi terbentuk dalam hubungan segitiga antara karakteristik pribadi, pola

perilaku dan faktor lingkungan (Bandura, 1997). Dengan demikian, hubungan ini

bersifat alami, personal dan sosial, dan mungkin terjadi proses yang panjang dan

kompleks untuk menciptakan hubungan ini. Menurut Bandura (1997), ada empat

sumber informasi yang memberikan kontribusi penting terhadap pembentukan

efikasi diri: (1) pengalaman tentang keberhasilan pribadi (enactives mastery

experiences), (2) pengalaman keberhasil orang lain yang dijadikan model

Page 65: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

65

(vicarious experiences), (3) pujian dan penghargaan sosial (verbal persuasion and

other related social recognitions), dan (4) keadaan psikologis dan afektif individu

(physiological and affective states).

2.1.5 Program Pendidikan Kelas Unggulan

1. Pengertian Kelas Unggulan

Sebagaimana telah diutarakan pada latar belakang bahwa salah satu

usaha pemerintah kabupaten Nias Selatan untuk meningkatkan mutu

pendidikan adalah menyelenggarakan Program Pendidikan Kelas

Unggulan. Oleh karena itu perlu dikaji hal-hal yang berkaitan dengan

program pendidikan Kelas Unggulan tersebut agar memperoleh

pemahaman yang benar baik bagi peneliti, bagi sekolah penyelenggara

Kelas Unggulan maupun bagi masyarakat luas pada umumnya.

Ada beberapa konsep tentang perlunya penempatan anak yang

memiliki kemampuan unggul pada satu kelas tersendiri yang sering

disebut dengan kelas unggulan atau Kelas Unggulan, diungkapkan oleh

beberapa ahli antara lain, (Onlin) (http://anginsepoi.

wodpress.com/2008/03 /26/plusminuskelas unggulan pendapatparapakar/),

Liek Wilardjo (Fisikawan dari UKSW), mengungkapkan bahwa: (*)

anak-anak berbakat dan berotak cemerlang perlu mendapatkan perhatian

khusus agar mereka dapat menumbuhkembangkan talenta dan

kecerdasannya. Jika anak -anak berbakat dijadikan satu dengan anak-anak

yang lamban, mereka akan kehilangan semangat belajar karena jenuh

dengan proses pembelajaran yang lamban, anak-anak yang kurang pandai

akan mengalami kerepotan jika dibiarkan bersaing dengan siswa-siwa

pintar. (*) Kelas heterogen justru akan mempersubur mediokritas, di mana

anak-anak cemerlang tidak bisa mengembangkan talenta dan

kecerdasannya, mengalami stagnasi dan pemandulan intelektual.

Sementara anak-anak lamban hanya “ jalan di tempat”. (*) Kekhawatiran

bahwa siswa yang masuk dalam Kelas Unggulan ini akan dihinggapi rasa

minder dianggap terlalu berlebihan, karena baru berdasarkan asumsi yang

belum diuji kebenarannya. (*) Pengelompokkan siswa lamban di dalam

Page 66: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

66

kelas tersendiri – seperti halnya yang terjadi di Inggris – justru diyakini

dapat memudahkan penanganannya secara khusus. Conny R Semiawan

(1992): (*) perlunya pengembangan kurikulum berdiferensiasi, di mana

peserta didik yang berkemampuan unggul perlu mendapatkan perhatian

khusus. (*) kurikulum berdiferensiasi dapat mewujudkan seseorang sesuai

dengan kemampuan yang ada padanya, dapat menghadapi masalah dan

kompleksitas kehidupan yang berubah akibat peningkatan teknologi dan

perubahan nilai-nilai sosio-kultural. Dan Budisatyo: mengemukakana

bahwa, Kelas Unggulan adalah kelas yang secara terus menerus

meningkatkan kualitas kepandaian dan kreatifitas anak didik sekaligus

menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mendorong prestasi

anak didik secara optimal.

Kelas Unggulan yang dikembangkan untuk mewadahi peserta

didik yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi ini, menurut

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1994: 44)

Kelas Unggulan memiliki ciriciri: (a) masukan atau raw input adalah

peserta didik yang diseleksi secara baik dengan menggunakan kriteria dan

prosedur yang dapat dipertanggungjawab- kan yang mampu membedakan

antara anak yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi atau

memiliki kebakatan yang istimewa dengan anak yang hanya memiliki

kecerdasan normal, Kriteria yang biasa digunakan adalah hasil belajar

dan hasil psikotest. (b) Sarana dan prasarana yang menunjang untuk

memenuhi belajar peserta didik, baik dalam kegiatan intra maupun

ekstra kurikuler. (c) Lingkungan belajar yang menunjang untuk

berkembangnya potensi keunggulan, baik lingkungan fisik maupun sosial

psikologis. (c) Guru dan tenaga kependidikan yang ungguldari penguasaan

materi pelajaran, penguasaan metode mengajar dan komitmen dalam

melaksanakan tugas. (d) Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum

nasional yang diperkaya, dengan tetap berpegang pada kurikulum

nasional yang baku, dilakukan pengayaan yang optimal sesuai dengan

tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan dan motivasi

belajar yang tinggi. (e) Jumlah jam waktu belajar di sekolah yang lebih

Page 67: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

67

lama dibandingkan kelas lain pada umumnya. (f) Proses belajar

mengajar yang bermutu dan hasilnya selalu dapat dipertanggung-jawabkan

kepada peserta didik, lembaga maupun masyarakat. (g) Pembinaan

kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam keseluruhan sistem

pembinaan peserta didikdan melalui praktek langsung dalam kehidupan

seharihari. Dengan adanya syarat yang ditetapkan dalam

penyelenggaraan Kelas Unggulan maka setiap sekolah penyelenggaraan

Kelas Unggulan harus berusaha memenuhi persyaratan yang dimaksud

tersebut. Dengan demikian bukan hanya prestasi akademis yang

ditonjolkan melainkan sekaligus potensi psikis, etik, moral, religi,

emosi, spirit, kreatifitas dan intelegensinya. Direktorat Pendidikan Dasar,

yang ditulis kembali Supriyono (online) (http://zanuraini-rental.blogspot.

com/ 2011/08/pengaruh-kelas-unggulan-terhadap hasil1031.html), bahwa

”sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol dikelompokkan di

dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran yang sesuai

dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya tambahan materi pada

mata pelajaran tertentu”.

Berdasarkan beberapa pengertian dan pandangan para ahli tersebut

di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Program Pendidikan Kelas

Unggulan adalah kelas yang dirancang sedemikian rupa yang

diperuntukkan bagi siswa yang memiliki potensi kecerdasan yang

tinggi/otak cemerlang, berkemampuan, berbakat, memiliki kreativitas dan

prestasi yang menonjol dibandingkan dengan siswa lainnya kemudian

diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang

dikembangkan dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran tertentu,

dengan tujuan agar potensi yang dimiliki siswa dapat berkambang secara

optimal.

1. Landasan Penyelenggaraan Kelas Unggulan

Penyelenggaraan Kelas Unggulan memiliki beberapa landasan, antara

lain:

Landasan hukum.

Page 68: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

68

Landasan  hukum tentang penyelenggaran kelas Unggulan adalah Undang -

Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional  sebagai  pengganti Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2

tahun 1989 pada Bab  IV bagian kesatu Pasal 5 Ayat 4 mengamanatkan,

”Warga negara yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak

mendapatkan pendidikan khusus”. Selanjutnya pada Bab  V pasal 12 Ayat 1.b

menegaskan bahwa, setiap peserta didik pada setiap  satuan pendidikan berhak

mendapatkan layanan pendidikan  sesuai  bakat, minat dan kemampuannya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membuat keputusan untuk  mengatur

tentang  pelayanan pendidikan  untuk  mewadahi peserta didik yang memiliki

potensi kecerdasan yang tinggi atau kebakatan yang  istimewa dengan SK

Nomor: 054/U/1993 seperti yang disebutkan dalam pasal 15 yaitu: (a)

Pendidikan bagi peserta  didik  yang  memiliki  bakat istimewa  dan

kecerdasan luar biasa dapat diberikan melalui jalur pendidikan sekolah

dan jalur pendidikan luar sekolah, pelayanan  pendidikan  peserta  didik

yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa melalui jalur

pendidikan sekolah dapat diberikan dengan menyelenggarakan program

khusus dan  program kelas khusus.

Landasan teoritis.

Pada SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengatur tentang

pelayanan pendidikan mewadahi peserta  didik  yang memiliki potensi

kecerdasan  yang tinggi atau kebakatan  yang istimewa dengan SK Nomor:

054/U/1993 seperti yang disebutkan dalam Pasal 15 menyebutkan  bahwa

pelayanan pendidikan bagi peserta didik  yang  memiliki bakat istimewa dan

kecerdasan yang luar biasa melalui jalur  pendidikan sekolah  dengan

menyelenggarakan  program khusus dan program kelas khusus. Penggunaan

istilah potensi kecerdasan dan bakat istimewa erat kaitannya. Dengan  latar

belakang teoritis yang digunakan. Potensi kecerdasan  erat  kaitannya  dengan

inteligensi atau intelektual, selain itu juga ada potensi  kecerdasan  lainnya,

seperti kecerdasan musical, kecerdasan linguistik, kecerdasan logical,

matematikal  dan kecerdasan intrapersonal. (Buku  Pedoman Penyelenggaraan

Peserta Didik  Kelas  Unggulan  SD,  SMP dan  SMA, 2003: 12).

Page 69: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

69

Landasan empiris.

Anak yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan yang tinggi mempuyai

kebutuhan pokok akan pengertian, penghargaan dan perwujudan diri. Jika

kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan mengalami kecemasan dan

keraguraguan. Menurut Soegoe yang dikutip oleh Martinson (2003:7)

memberikan gambaran bahwa ciriciri tertentu dari peserta didik yang memiliki

bakat istimewa dan kecerdasan  luar biasa yang  tidak terpenuhi kebutuhannya

dapat menimbulkan masalahmasalah seperti: kemampuan kritis dapat

mengarahkan kearah sikap meragukan (skeptis) baik  terhadap  diri sendiri

maupun  terhadap orang lain, kemampuan  kreatif  dan  minat  untuk

melakukan halhal yang baru bisa  menyebabkan  mereka  tidak menyukai dan

cepat  bosan terhadap tugas yang rutin, peri laku yang ulet dan terarah  pada

tujuan dapat menjurus  ke keinginan  untuk  memaksakan dan

mempertahankan  kehendaknya, kepekaan yang  tinggi  dapat  membuat

mereka  menjadi  mudah tersinggung atau peka  terhadap kritik, semangat,

kesigapan  mental,  dan inisiatif  yang tinggi dapat membuat  kurang sabar

dan  kurang tenggang  rasa  jika  tidak ada kegiatan atau  jika kurang tampak

kemajuan dalam kegiatan yang sedang berlangsung, dengan kemampuan

dan minat yang beraneka ragam, mereka membutuhkan keluwesan serta dukun

gan untuk menjajaki dan mengembangkan diri, keinginan  mandiri untuk

belajar dan bekerja, serta kebutuhan akan kebebasan, dapat menimbulkan

konflik karena tidak mudah menyesuaikan diri atau tunduk terhadap tekanan

orang tua sekolah, atau temantemannya. Ia juga bisa  merasa ditolak  atau

kurang dimengerti oleh lingkungannya, sikap acuh  tak acuh  dan malas, dapat

timbul karena pengajaran yang diberikan di sekolah kurang mengundang tanta

ngan baginya, masalahmasalah yang dialami oleh anak yang memiliki  bakat

istimewa dan kecerdasan yang tinggi dapat terjadi   karena mereka belum

mendapatkan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan potensi

peserta didik. Untuk menghindari permasalahan yang ada  pada anak tersebut

maka perlu diusahakan pendidikan yang disesuaikan dengan bakat, minat

kemampuan, dan kecerdasan anak yang  memiliki  bakat  istimewa. Salah satu

bentuk pelayanan pendidikan  tersebut adalah penyelenggaraan Kelas

Page 70: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

70

Unggulan. Menurut Aripin Silalahi, tujuan penyelenggaraan Kelas Unggulan

diantaranya: mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan,

menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, meningkatkan

kemampuan dan pengetahuan tenaga pendidik, mengembangkan potensi yang

dimiliki sekolah, meningkatkan kemampuan untuk menghadapi persaingan di

dunia.

2. Karakteristik Kelas Unggulan

Penyelenggaraan Kelas Unggulan berpedoman pada Petunjuk

Penyelenggaraan Program Kelas Unggulan yang dikeluarkan oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994) yang ditulis kembali oleh

Suhartono dan Ngadirun (dalam Zanuraini, http://zanuraini

rental.blogspot.com /2011/08/ pengaruh-kelas-unggulan-terhadap-

hasil1031.html), Kelas Unggulan harus memiliki karakteristik sebagai

berikut: masukan diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria yang

dapat dipertanggung-jawabkan, sarana dan prasarana menunjang untuk

pemenuhan kebutuhan belajar dan penyaluran minat dan bakat siswa,

lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi

keunggulan menjadi keunggulan yang nyata, memiliki kepala sekolah dan

tenaga kependidikan yang unggul, baik dari segi penguasaan materi

pelajaran, metode mengajar, maupun komiten dalam melaksanakan tugas,

kurikulum yang diperkaya, yakni melakukan pengembangan dan

improvisasi kurikulum secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar,

rentang waktu belajar di sekolah yang lebih panjang dibandingkan kelas

lain dan tersedianya asrama yang memadai, proses pembelajaran yang

berkualitas dan hasilnya selalu dapat dipertanggungjawabkan kepada

siswa, lembaga, maupun masyarakat, adanya perlakuan tambahan di luar

kurikulum, program pengayaan dan perluasan, pengajaran remedial,

pelayanan bimbingan dan konseling yang berkualitas, pembinaan

kreativitas, dan disiplin, sistem asrama, serta kegiatan ekstrakurikuler

lainnya, pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam

Page 71: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

71

keseluruhan sistem pembinaan siswa melalui praktik langsung dalam

kehidupan sehari-hari.

Dengan bahasa yang agak berbeda, Supriyono merincikan

karakteristik Kelas Unggulan adalah: masukan atau raw input adalah

peserta didik yang diseleksi secara baik dengan menggunakan kriteria dan

prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan yang mampu membedakan

antara anak yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi atau memiliki

bakat yang istimewa dengan anak yang hanya memiliki kecerdasan

normal, kriteria yang biasa digunakan adalah hasil belajar dan hasil

psikotest, sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi belajar

peserta didik, baik dalam kegiatan intra maupun ekstrakurikuler,

lingkungan belajar yang menunjang untuk berkembangnya potensi

keunggulan, baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis, guru dan

tenaga kependidikan yang unggul dari penguasaan materi pelajaran,

penguasaan metode mengajar dan komitmen dalam melaksanakan tugas,

kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional yang diperkaya,

dengan tetap berpegang pada kurikulum nasional yang baku, dilakukan

pengayaan yang optimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang

memiliki kecepatan dan motivasi belajar yang tinggi, jumlah jam waktu

belajar di sekolah yang lebih lama dibandingkan kelas lain pada umumnya,

proses belajar mengajar yang bermutu dan hasilnya selalu dapat

dipertanggungjawabkan kepada peserta didik, lembaga maupun

masyarakat, pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam

keseluruhan sistem pembinaan siswa melalui praktik langsung dalam

kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya Silalahi meneguhkan pandangan itu dengan

memberikan acuan tentang karakteristik Kelas Unggulan sebagai berikut:

Unggul Potensi siswa

Unggul potensi siswa maksudnya ialah ”siswa yang tergabung dalam kelas

unggulan memiliki kapasitas sangat baik sehingga dengan suntikan sedikit saja

mereka langsung termotivasi untuk belajar mandiri, sesuai dengan potensi

Page 72: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

72

unggulannya”.Potensi siswa bisa dilihat dari berbagai dimensi. Perspektif paling

poluler dewasa ini adalah faktor kecerdasan.

Ada beberapa kategori kecerdasan yang lazim dikemukakan untuk

kepentingan pembelajaran: kecerdasan verbal linguistik (word smart)

adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, kecerdasan

logis matematis (number smart), melibatkan ketrampilan mengolah angka

atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat, kecerdasan spasial

(picture smart) adalah kecerdasan gambar dan visualisasi, kecerdasan

kinestetik–jasmani (body smart) adalah kecerdasan seluruh tubuh (atlet,

penari, seniman pantonim dan juga kecerdesan tangan (montir, penjahit,

tukang kayu, ahli bedah dan lain-lain), kecerdasan musical (music smart)

melibatkan kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi

musik, mempunyai kepekaan akan irama atau sekedar menikmati musik,

kecerdasan antar pribadi (people smart), melibatkan kemampuan untuk

memahami dan bekerja dengan orang lain, kecerdasan intrapribadi (self

smart) adalah kecerdasan memahami diri sendiri, mengetahui siapa diri

sendiri, kecerdasan naturalis (nature smart) melibatkan kemampuan

mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita, burung, bunga, pohon,

hewan dan fauna serta flora lain. Proses menentukan siswa Kelas

Unggulan adalah melalui: seleksi administartif, seleksi potensi kecerdasan

siswa, deskripsi hasil seleksi potensi, penentuan siswa kelas unggul,

menyusun standar aktivitas siswa unggul, orientasi siswa Kelas Unggul,

dan pelaksanaan Kelas Unggul.

Unggul Kompetensi Guru

Unggul kompetensi guru maksudnya ialah ”Bahwa guru yang mengajar di Kelas

Unggulini merupakan pribadi yang memiliki, kewibawaan, kasih sayang yang

tulus, keteladanan, penguatan, ketegasan yang mendidik, serta menguasai secara

teknis alat-alat pembelajaran seperti, kurikulum, teknologi pendidikan, alat bantu

pembe-lajaran, lingkungan pembelajaran dan peni-laian hasil pembelajaran.

Keunggulan kepribadian guru terletak pada terdapat tidaknya alat pendidikan

dalam karakternya.

Page 73: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

73

Unggul Program Pembelajaran. Unggul program pembelajaran maksudnya

ialah rancangan pembelajaran efektif mewujudkan hasil belajar prima sesuai

dengan tujuan Kelas Unggulan.

Unggul Sarana Prasarana. Unggul saran dan prasarana maksudnya ialah

tersedianya sarana dan prasarana yang memadai serta pemanfaatannya dengan

baik untuk mendukung kegiatan pembelajaran, antaral lain tersedia ruangan

perpustakaan, ruang baca yang memadai, ruang diskusi, ruang multimedia,

laboratorium sesuai kebutuhan, serta sarana prasarana lain yang dibutuhkan

untuk kegiatan pembelajaran, seni dan olah raga.

Unggul Kemitraan. Unggul kemitraan maksudnya ialah sekolah, masyarakat,

komite sekolah, maupun pemerintah memiliki visi dan semangat yang sama

untuk membangun pendidikan bermutu di sekolah.

Unggul Dukungan Dana. Unggul dukungan dana maksudnya ialah

tersedianya dana serta penggunaan yang relevan dan transparan untuk

kepentingan kegiatan dan tujuan program pendidikan Kelas Unggulan.

Dengan demikian dari beberapa pendapat atau pandangan tentang

karakteristik Kelas Unggulan yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan

bahwa karakteristik Kelas Unggulan adalah: siswa di dalam kelas

merupakan siswa terpilih hasil seleksi, kelas memiliki fasilitas yang

menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa, kelas memiliki

kondisi yang kondusif bagi siswa dalam belajar, kepala sekolah di kelas

unggulan merupakan kepala sekolah yang profesional, guru yang mengajar

memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas mengajar, kurikulum

kelas unggulan dikembangkan untuk menunjang belajar siswa, kelas

unggulan memiliki rentang waktu belajar yang lebih panjang, di dalam

kelas unggulan proses pembelajaran memiliki kualitas yang tinggi, kelas

unggulan mendapatkan dukungan dari orang tua siswa, Kelas Unggulan

ditunjang dengan pendanaan yang memadai, siswa diberikan perlakuan

tambahan di luar jam belajar, siswa diberikan pembinaan kemampuan

kepemimpinan, siswa diberikan evaluasi untuk mengukur hasil belajar.

2.1.6 Penelitian Yang Relevan

Page 74: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

74

1. Joan Lipsitz (dalam Santrock, 2003: 260) mengatakan bahwa pada tahun

1984 berkeliling ke seluruh negeri untuk mencari sekolah-sekolah menengah

yang terbaik. Berdasarkan rekomondasi dari para ahli pendidikan dan hasil

observasinya di sekolah-sekolah yang tersebar di Amerika Serikat, empat

sekolah menengah kemudian dipilih sebagai sekolah unggulan karena

kemampuan yang luar biasa dalam pendidikan para siswa remaja muda.

Menurutnya, salah satu karakteristik yang menyolok dari keempat sekolah ini

adalah kesediaan dan kemampuan sekolah untuk menyesuaikan semua

kegiatan sekolah dengan perbedaan individual siswa-siswinya dalam hal

perkembangan fisik, kognitif, maupun social. Sekolah-sekolah ini

menanggapi secara serius hasil penelitian mengenai remaja muda. Keseriusan

tampak dari keputusan-keputusan yang diambil sekolah menganai berbagai

aspek kehidupan sekolah. Sebagai contoh, salah satu sekolah menengah

berjuang untuk memberikan mata pelajaran tambahan (mini –coursis) pada

hari Jumat, sehingga setiap siswa dapat bersama teman-tamannya dan

melakukan apa yang sesuai dengan minat mereka masing-masing. Dua

sekolah menengah lainnya mengelola sekolahnya sedemikian rupa dengan

membentuk kelompok-kelompok kecil siswa yang bekerja sama dengan

kelompok kecil guru dimana irama dan kecepatan dalam mengajar dalam satu

hari sekolah dapat berbeda-beda antar kelompok, tergantung pada kebutuhan-

kebutuhan siswa. Sekolah menengah lainnya mengemabangkan suatu skema

bimbingan, sehingga setiap siswa dapat melakukan kontak dengan satu orang

dewasa yang mau mendengarkan, menjelaskan menenangkan dan memberi

dukungan pada remaja setiap harinya. Kebijaksanaan-kebijaksanaan sekolah

seperti ini menurut beliau menunjukkan adanya perhatian dan kepedulian

secara pribadi dari sekolah pada individu yang kebutuhan perkembangannya

sedang sangat mendesak.

2. Sternberg & clickenbeard (dalam Santrock , 2011: 252), menyatakan para

peneliti telah menemukan bahwa anak berbakat belajar lebih cepat,

memproses informasi lebih cepat, menggunakan penalaran dengan lebih baik,

menggunakan strategi yang lebih baik dan memantau pemahaman mereka

denga lebih baik ketimbang anak yang tidak berbakat.

Page 75: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

75

3. Suyono & Hariyanto (2012: 147) mengemukakan bahwa, tipe belajar atau

gaya belajar siswa yang berdasarkan sejumlah penelitian terbukti penting

untuk diketahui guru. Woolover dan Scott (1988), Dunn, Beaudry dan

Klavas (1989) menemukan sebagai hasil penelitiaanya betapa pentingnya

bagi guru untuk memadukan gaya mengajarnya dengan gaya belajar siswa.

Setiap siswa memiliki gaya belajarnya sendiri. Dengan mengetahui gaya

belajar setiap siswa, guru akan mampu mengorganisasikan kelas sedemikian

rupa sebagai respon terhadap kebutuhan setiap individu siswanya.

4. Ashton & Webb (dalam Santrock, 2011: 524), bahwa dalam sebuah studi

Self-Efficacy instrusional dari guru berhubungan dengan prestasi akademik

murid untuk pelajaran Matematika dan Bahasa. Murid banyak belajar dari

guru yang merasa yakin pada dirinya sendiri ketimbang guru yang ragu-ragu

pada dirinya sendiri. Guru yang tingkat keyakinan dirinya tinggi cenderung

memandang murid bermasalah sebagai murid yang bisa diajar dan dijangkau.

Menurut mereka menganggap problem pembelajaran masih bisa diatasi

dengan usaha yang lebih baik dan strategi yang lebih tepat untuk membantu

murid. Berbeda dengan guru dengan Self-Efficacy rendah, cenderung

mengatakan bahwa kemampuan murid yang rendah adalah penyebab dari

ketidakmampuan murid dalam belajar.

2.2 Keragka Konseptual dan Hipotesis

2.2.2 Kerangka Konseptual

Sekolah memiliki pengaruh besar bagi anak-anak dan remaja.

Pengaruh sekolah dewasa ini lebih kuat dibandingkan pada generasi-

generasi sebelumnya, karena lebih banyak individu yang lebih lama

menghabiskan waktunya di sekolah. Anak-anak dan remaja mengahbiskan

waktu bertahun-tahun bersekolah sebagai anggota dari suatu masyarakat

kecil dan menyelesaikan beberapa tugas, ada orang yang dikenal dan

mengenal dirinya serta peraturan yang menjelaskan dan membatasi

perilaku, perasaan dan sikap mereka. Pengalaman yang diperoleh anak-

anak dan remaja ini memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan

identitasnya, keyakinan atas kompetensi dirinya, gambaran hidup dan

Page 76: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

76

kesempatan berkarier, hubungan-hubungan sosial, batasan menganai yang

benar dan yang salah serta pemahaman mengenai bagaimana sistim social

di luar lingkup kelauarga berfungsi.

Penyelengaraan Program Pendidikan Kelas Unggulan merupakan

salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan

dasar dan pendidikan menengah. Peserta didik yang diterima adalah siswa

yang sudah melalui bebagai seleksi terutama seleksi dalam bidang

akademik.Siswa yang berada di Kelas Unggulan ini diharapkan bahwa

segala potensi yang dimiliki dapat berkembang secara maksimal.

Bertolak dari berbagai tulisan sebagai hasil penelitian para pakar

terdahulu bahwa hasil belajar dan potensi siswa akan lebih berkembang

apabila siswa tersebut mengalami pembelajaran sesuai dengan

kebutuhannya atau sesuai dengan kondisi siswa bersangkutan atau dengan

kata lain pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik sesuai dengan

karakteristik siswa bersangkutan, seperti: kecerdasan intelektualnya,

kondisi fisik, kondisi psikologis, gaya balajarnya, efikasi diri atau

kepercayaan diri siswa, lingkungan dan lain sebagainya. Oleh sebab itu

agar siswa dapat memperoleh hasil belajarnya yang maksimal maka

diharapkan guru atau pendidik harus mengetahui karakteritik masing-

masing peserta didiknya, sehingga gaya mengajarnya disesuaikan dengan

kebutuhan/kondisi siswanya.

Salah satu bidang akademik yang menjadi focus perhatian para

guru/pendidik dalam melakukan seleksi calon siswa baru adalah hasil

belajar Matematika siswa yang bersangkutan. Kemudian ada anggapan

atau pandangan yang sering terungkap dalam masyarakat umum, bahwa

siswa yang memiliki nilai Matematika tinggi atau baik dianggap sebagai

siswa cerdas atau pintar dan sebaliknya siswa bersangkutan juga muncul

perasaan bangga bahkan cenderung memiliki perasaan bangga yang

berlebihan apabila nilai Matematikanya tinggi.

Dalam tulisan ini peneliti membatasi kajiannya pada gaya belajar

dan self-efficacy/kepercayaan diri siswa saja. Apakah siswa yang

dikategorikan cerdas secara intelektual memiliki cirikhas gaya belajar jika

Page 77: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

77

dibandingkan dengan siswa lainnya?. Selanjutnya peneliti ingin

mengetahui apakah siswa yang dikategorikan cerdas secara intelektual

tingkat self-efficacynya terhadap pelajaran Matematika jauh lebih tinggi

atau lebih baik jika dibandingkan dengan siswa lainnya? Dan apakah rata-

rata nilai Matematika siswa yang dikategorikan cerdas secara akademik

jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa lainnya? Apabila hal ini

benar, maka hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan kepada para

guru/panitia perekrutan siswa baru Kelas Unggulan dan sejenisnya, untuk

memprioritaskan nilai Matematika sebagai faktor utama dalam melakukan

seleksi calon siswa baru. Selanjutnya kondisi dan karakteristik peserta

didik terutama gaya belajarnya menjadi pertimbangan yang tidak boleh

diabaikan oleh para guru/pendidik dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian diharapkan bahwa, nilai Matematika siswa

menjadi prioritas utama dalam menyeleksi calon siswa baru Kelas

Unggulan. Kemudian diharapkan bahwa dengan program Kelas Unggulan

ini segala potensi yang dimiliki siswa yang berada di kelas tersebut dapat

berkembang secara maksimal, dan pembelajaran yang dilakukan oleh para

guru/pendidik semakin menyesuaikan dengan kebutuhan/kondisi atau

karakteristik peserta didiknya, sehingga kualitas pendidikan di kabupaten

Nias Selatan khususnya dan di Indonesia pada umumnya semakin lebih

baik.

2.2.3 Hipotesis Penelitian

Sugiyono (2011: 117) mengatakan “ Menguji hipotesis komparatif

berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan melalui

ukuran sampel yang juga berbentuk perbandingan”. Menurutnya dapat

juga berarti menguji kemampuan generalisasi (signifikan hasil penelitian)

yang berupa perbandingan keadaan variabel dari dua sampel atau

lebih.Dan dalam penilitian ini dimaksud adalah komparatif dalam dua

sampel yaitu sampel independen/bebas ( sampelnya berbeda). Oleh sebab

itu rumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

Hipotesis I:

Page 78: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

78

1. Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Matematika antara Kelas

Unggulan dengan Kelas Regular.

2. Hasil belajar Matematika siswa Kelas Unggulan lebih tinggi dari pada hasil

belajar siswa Kelas Reguler ?

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SMP Swasta Bintang

Laut Telukdalam Kabupaten Nias Selatan. Penelitian ini dilaksanakan

pada minggu ketiga bulan April tahun 2015.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa SMP Swasta

Bintang Laut Telukdalam berjumlah 650 orang. Sedangkan Sampel dalam

penelitian ini adalah siswa kelas IX Program Pendidikan Kelas Unggulan

Page 79: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

79

dan siswa kelas IX Program Pendidikan Kelas Regular Tahun Pelajaran

2014/2015.

3.3 Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan metode

komparatif, yakni metode penelitian yang diarahkan untuk mengetahui apakah

antara dua variable ada perbedaan dalam suatu aspek yang diteliti. Dalam

penelitian ini tidak ada manipulasi dari peneliti. Penelitian dilakukan secara alami,

dengan mengumpulkan data dengan suatu instrument. Hasilnya dianalisis secara

statistik untuk mencari perbedaan variable yang diteliti.

3.4 Definisi Operasional dan variabel penelitian

Definisi Operasional(i) Program Pendidikan Kelas Unggulan, adalah program pembelajaran terhadap

peseta didik yang dirancang sedemikian rupa, yang diperuntukkan bagi siswa

yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi/otak cemerlang,

berkemampuan, berbakat, memiliki kreativitas dan prestasi yang menonjol

dibandingkan dengan siswa lainnya kemudian diberi program pengajaran yang

sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya tambahan materi

pada mata pelajaran tertentu, dengan tujuan agar potensi yang dimiliki siswa

dapat berkambang secara optimal.

b. Kelas Unggulan, adalah kelas yang ditempati oleh siswa yang dianggap

memiliki kecerdasan intelektual tinggi dan telah lulus seleksi terutama dalam

bidang akademik baik oleh pemerintah maupun oleh lembaga pendidikan

SMP Bintang Laut.

c. Program pendidikan Kelas Reguler

……

d. Gaya belajar. Gaya belajar adalah pola peri laku atau cara belajar yang

spesifik pada diri seseorang (peserta didik) untuk menerima informasi baru

yang bersifat kognitif, afektif dan psikhomotor dalam kegiatan belajarnya.

Dalam penelitian ini penulis mengkaji gaya belajar menurut pendapat

DePorter dan Hernacki yang terdiri dari tiga jenis gaya belajar, yakni:

Page 80: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

80

Gaya belajar Auditori, Gaya belajar Visual, Gaya belajar Kinestetik.

Pengkategorian ini bukan berarti bahwa individu hanya memiliki salah satu

karakteristik gaya belajar tertentu, sehingga tidak memiliki karakteristik gaya

belajar yang lain. Pengkategorian ini merupakan pedoman bahwa individu

memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol atau dominan,

sehingga jika individu mendapat rangsangan yang sesuai dengan gaya

belajarnya, maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan

kata lain jika sang individu menemukan metode belajar yang sesuai dengan

karakteristik gaya belajarnya, maka ia akan cepat menjadi “pintar”.

e. Self-efficacy. Pengertian Self-efficacy (efikasi diri) dalam tulisan ini dapat

berarti rasa peracaya diri yang kuat atau keyakinan seseorang atas kualitas

dirinya atau suatu keyakinan diri atau rasa percaya diri siswa bahwa ia dapat

menguasai situasi dan memproduksi hasil positip atau dengan kata lain Self-

efficacy adalah keyakinan seseorang atas kapasitas atau kualitas dirinya untuk

bisa menjalankan tugas atau menangani persoalan dengan hasil yang bagus

(to succeed), misalnya keyakinan dirinya atas kemampuannya terhadap mata

pelajaran Matematika.

f. Hasil belajar Matematika. Hasil belajar Matematika yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah rata-rata nilai Matematika siswa dari semester I (satu)

kelas VII sampai dengan semester I di kelas IX (ada 5 semester) dan juga

berdasarkan nilai hasil tes yang dilakukan oleh peneliti.

Variabel penelitian

Variabel penelitian dalam tulisan ini adalah:

o Gaya belajar siswa Kelas Unggulan (x1 ) dan gaya belajar siswa Kelas

Reguler (x2 )

o Self-efficacy siswa Kelas Unggulan (xa ) dan Self-efficacy siswa Kelas

Reguler (xb )

o Rata-rata nilai hasil belajar Matematika siswa Kelas Unggulan (x t ) dan

rata-rata nilai hasil belajar Matematika siswa Kelas Reguler (xu )

Page 81: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

81

g. Instrumen Tes. Tes adalah suatu pertanyaan, tugas, atau seperangkat tugas

yang direncanakan untuk memperoleh informasi, yang setiap butir pertanyaan

mempunyai jawaban dan memberikan implikasi bahwa setiap butir tes

menuntut jawaban dari orang yang dites. Instrumen tes pada umumnya

digunakan untuk menilai hasil belajar kognitif (pengetahuan). Maka instrumen

tes dalam tulisan ini adalah suatu pertanyaan atau seperangkat soal-soal

Matematika yang disusun berdasarkan materi pelajaran Matematika

Matematika SMP sesuai dengan kurikulum 2006 (KTSP).

h. Tes hasil belajar, merupakan jenis tes yang diberikan kepada siswa oleh guru

untuk mengetahui tingkat penguasaan bahan atau materi pelajaran yang telah

disampaikan selama proses pembalajaran dalam bentuk ulangan, ujian ataupun

dalam bentuk kegiatan evaluasi lainnya. Hasil tes menggambarkan

kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran. Hasil ini juga

menggambarkan siswa yang memiliki masalah atau kesulitan belajar siswa

yang biasanya diidentifikasi dari capaian nilai yang rendah dibandingkan

siswa lainnya. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai tes hasil belajar

Matematika adalah sebagai berikut:

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian, data dikumpulkan oleh peneliti melalui dua bentuk

kegiatan yaitu:

N = B - S

n−1Keterangan: N = Nilai tesB = Jumlah butir yang dijawab benarS = Jumlah butir yang dijawab salahN = banyaknya pilihan jawaban (option)1 = bilangan tetap (konstanta)

Page 82: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

82

(1) Menyusun dua macam instrumen dalam bentuk kuesioner yaitu instrumen untuk

memperoleh data tentang gaya belajar siswa (Auditori, visual atau kinestetik)

baik Kelas Unggulan maupun Kelas Reguler dan instrumen self-efficacy siswa

terhadap mata pelajaran Matematika.

(2) Untuk memperoleh data mengenai rata-rata hasil belajar siswa pada mata

pelajaran Matematika, peneliti melakukan dua cara, yakni:

b. Studi pustaka atau studi literatur untuk memperoleh data tentang rata-rata

hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika yaitu siswaKelas IX TP

2014/2015 Program Pendidikan Kelas Unggulan dan nilai siswa Kelas IX

Reguler TP. 2014/2015. Data yang dimaksud diperoleh berdasarkan daftar

nilai dan rapor siswa mulai dari kelas VII sampai dengan semester satu di

kelas IX.

c. Melakukan tes tertulis yang disusun berdasarkan materi pelajaran

Matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP) sesuai dengan kurikulum

2006 atau KTSP.

3.6 Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin resmi dari

Kepala Sekolah SMP Swasta Bintang Laut dan Surat Rekomondasi dari Ketua

Prodi Pendidikan Dasar. Untuk memperoleh data-data tentang siswa disesuaikan

jadwal pelajaran sekolah yang bersangkutan dengan harapan tidak merugikan

siswa dilihat dari waktu yang dibutuhkan. Pelaksanaan perlakuan dalam penelitian

dilaksanakan satu kali untuk setiap variabel yang diteliti, baik untuk siswa Kelas

Unggulan maupun Kelas Reguler, sehingga membutuhkan waktu minimal 1

(satu) minggu.

a. Prosedur pengambilan data tentang Gaya Belajar siswa.

Format atau instrumen tentang Gaya Belajar yang telah disusun Peneliti

dibagikan kepada masing-masing siswa untuk diisi oleh siswa secara bebas

sesuai dengan keadaanya. Berdasarkan jawaban siswa peneliti akan

mengelompokkan jawaban tersebut sesuai dengan unsur-unsur dari tiga jenis

Gaya Belajar (Visual, Auditori dan Kenestetik). Maka sesui dengan

Page 83: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

83

penjelasan sebelumnya, bahwa unsur-unsur yang dominan dari ketiga jenis

Gaya belajar adalah menjadi Gaya belajar siswa bersangkutan.

b. Prosedur pengambilan data hasil belajar Matematika.

Untuk memperoleh rata-rata hasil belajar Matematika dari dari semester I

(satu) Kelas VII s/d Semester I (satu) Kelas IX, peneliti memperolehnya

melalui Dokumentasi sekolah, yaitu: Buku daftar nilai dan buku rapor siswa.

Selanjutnya peneliti membandingkan dengan nilai siswa dari soal tes yang

diberikan.

Untuk mengetahui kelayakan soal tes hasil belajar Matematika pada materi

pelajaran Matematika semester I (satu) kelas IX, maka sebelumnya akan

dilakukan uji coba pada siswa SMP St. Yoseph di Medan, dan berdasarkan itu

dapat dilihat validitas dan reliabelitas soal tersebut. Kegiatan menyelesaikan

soal tes hasil belajar Matematika dilakukan pada jam pelajaran Matematika.

c. Prosedur pengambilan data tentang self-efficacy siswa terhadap mata

pelajaran Matematika.

Agar jawaban yang diberikan siswa terhadap instrumen self-efficacynya pada

pelajaran Matematika dianggap lebih valid, maka setelah menyelesaikan soal

tes Matematika akan disusul dengan pengisian instrumen self-efficacy

terhadap pelajaran Matematika.

3.7 Teknik Analisa Data

Untuk menganalisa data yang diperoleh, peneliti melakukan tiga

cara:

a. Analisa data tentang gaya belajar, peneliti melihat unsur-unsur gaya belajar

yang dominan yang dimiliki oleh siswa dari ketiga jenis gaya belajar, yaitu

Kinestetik, Auditori atau Visual, maka unsur dari gaya belajar yang doninan

merupakan gaya belajar siswa bersangkutan. Agar peneliti dapat melakukan

proses penilaian berdasarkan skor siswa, maka butir soal disususn sedemikian

rupa secara berurut dalam tabel, sesuai dengan butir-butir pada masing-masing

ketiga tipe gaya belajar. Urutan butir soal 1-12 adalah mencakup tipe gaya

belajar visual (ada 12 butir soal), nomor 13- 24 adalah tipe gaya belajar

auditori (ada 12 butir soal) dan no urut 25 – 35 adalah tipe gaya belajar

Page 84: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

84

kinestetik (ada 11 butir soal). Skor maksimum untuk masing-masing butir

(SS) = 4 dan Skor Minimum (STS) = 1. Penentuan tipe gaya belajar yang

menjadi karakter siswa didasarkan pada persentase tertinggi dari ketiga tipe

gaya belajar tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Tabel: 3.1Tabel gaya belajar siswa

NO.NAMA SISWA

Kelas Unggulan Kelas Reguler

Jenis Gaya Belajar Jenis Gaya Belajar

Visual Auditori Kinestetik Visual Auditori Kinestetik

Jlh.Skor %

Jlh.Skor %

Jlh. Skor %

Jlh.Skor %

Jlh.Skor %

Jlh. Skor %

12345

Selanjutnya akan tunjukkan dalam diagaram batang atau diagram lingkaran

tingkat persentase dari tiga jenis gaya belajar untuk Kelas Unggulan dan Kelas

Reguler.

b. Analisa data tentang tingkat self-efficacy siswa terhadap mata pelajaran

Matematika, peneliti membuat Kriteria/Penggolongan/pengelompokkan

jumlah skor sebagai berikut :

Skor ini diperoleh berdasarkan jawaban siswa pada setiap butir

instrumen self-efficacy. Ketentuan penilaian untuk setiap item adalah:

Skor maksimal untuk pernyataan positip (+), yaitu SS = 4 skor dan skor

minimal (STS) = 1. Tetapi sebaliknya Skor maksimal untuk pernyataan

negatip (-) yaitu (STS) = 4 sedangkan skor minimal (SS) = 1.

Skor 101 -125 : Memiliki self-efficacy penuh (sangat tinggi)

Skor 76 -100 : Memiliki self-efficacy tinggi

Skor 51-75 : Memiliki self-efficacy sedang

Skor 26 - 50 : Memiliki self-efficacy rendah

Skor 1- 25 : Tidak memiliki self-efficacy

Tabel: 3.2

Page 85: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

85

Angket Self-efficacy

Variabel Jlh. Item

= 30

No. Item/pernyataan

(+) (-)

Self-efficacyItem (+) = 15

Item (-) = 15

4, 5, 7, 8, 10, 13, 14,

15, 17, 21, 25, 26,

28, 29, 30.

1, 2, 3, 6, 9, 11, 12,

16, 18, 19, 20, 22,

23, 24, 27.

c. Sedangkan analisa data rata-rata nilai hasil belajar Matematika siswa, peneliti

melanjutkan pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Membuat tabel analisa data seperti berikut.

Tabel: 3.3

Persentase rata-rata hasil belajar Matematika berdasarkan nilai rapor

Kategori Nilai:Rata-rata Nilai

Rapor

Kelas Unggulan Kelas Reguler

Jumlah

Siswa

Proporsi

(%)

Jumlah

Siswa

Proporsi

(%)

(0 - 45)

(46 - 55)

(56 -74)

(75 - 84)

(85 -100)

T o t a l :

Tabel: 3. 4Persentase tes hasil belajar Matematika

Page 86: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

86

Kategori Nilai:

Tes Hasil Belajar

Matematika

Kelas Unggulan Kelas Reguler

Jumlah

Siswa

Proporsi

(%)

Jumlah

Siswa

Proporsi

(%)

(0 - 45)

(46 - 55)

(56 -74)

(75 - 84)

(85 -100)

T o t a l :

Tabel: 3.5Persentase hasil belajar Matematika berdasarkan rata-rata nilai rapor dan nilai hasil tes.

Kategori Nilai:Rata-rata Nilai

Rapor&

Nilai Hasil Tes

Kelas Unggulan Kelas Reguler

Jumlah

Siswa

Proporsi

(%)

Jumlah

Siswa

Proporsi

(%)

(0 - 45)

(46 - 55)

(56 -74)

(75 - 84)

(85 -100)

T o t a l :

d. Selanjutnya karena data hasil belajar Matematika sudah dalam bentuk data

interval dari dua sampel yang tidak berkorelasi atau sampel independen

dengan jumlah masing-masing sampel ≥ 30, maka teknik statistik yang

digunakan untuk analisa data adalah statistik parametrik dengan syarat jika

Page 87: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

87

data terdistribusi normal dan kedua simpangan baku homogen, maka untuk

mengalisa data dalam arti menguji kesamaan dua rata-rata dari kedua sampel

digunakan statistik ”t”. Namun jika data terditribusi normal, tetapi kedua

simpangan bakunya tidak homogen, maka statistik yang digunakan untuk

menganalisa datanya adalah statistik ”t'”.

(3) Jadwal Penelitian: ........Terlampir

Daftar Pustaka

Ahmadi, A. & Supriyono, W. 2008. Psikologi Belajar Edisi Revisi. Jakarta:

Rineka Cipta.

Page 88: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

88

Chatib, M. 2012. Orangtuanya Manusia. Bandung: Kaifa

Chatib, M. 2014. Gurunya Manusia.Bandung: Kaifa.

Dalyono, M. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Daryanto. 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.

Djamarah, S, B. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Dryden, G. & Vos, J. 2000. Revolusi Belajar (The Learning Revolution).

Bandung: Kaifa.

Hamalik, O. 2010.Prose Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Asksara

Hasratuddin dkk. 2014. PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Matematika

Berbasis PISA. Unimed: Unimed Press.

Hartinah, Hj, S. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Refika Aditama.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran

Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hudojo, H. 2005.Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

Malang:

Irham, M.& Wiyani,N, A. 2013. Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi Dalam

Proses Pembelajaran. Jogjakarta: AR. RUSSMEDIA.

Ismunamto, A, dkk. 2011. Ensiklopedia Matematika. Jakarta: Lentera Abadi.

Khairani, H, M. 2013. Psikologi Belajar.Slamet, Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Muhibbin Syah. 2006. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung:

REMAJA ROSMADAKARYA.

Nawi, M. 2012. Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Kemampuan Penalaran

Formal Terhadap Hasil Belajar Matematika. Medan. Tesis Program

Pascasarjana UNIMED.

Purwanto, M,N. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: REMAJA

ROSDAKARYA.

Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Shadiq, F. 2014. Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: GRAHA ILMU.

Slameto. 2010. Belajar & Fakotr-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka

Cipta.

Slameto. 2013. Belajar & Fakotr-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka

Cipta.

Page 89: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

89

Sanjaya, W. 2011.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Santrock, J.W. 2003. ADOLESCENCE Perkembangan Remaja. Jakarta:

Erlangga.

Santrock, J.W. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Setiawan, P. 2014. Siapa Takut Tampil Percaya Diri .Yogyakarta.Parasmu.

Suharso & Retnoningsih, A. 2011. Kamus Besara Bahasa Indonesia. Semarang:

Widya Karya.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitattif dan R &D. Bandung: ALFABETA

Suryosubroto, B. 2010.Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sukmadinata, N, S. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:

REMAJA ROSDAKARYA.

Suyanto & Asep Jihad. 2013. Menjadi Guru Profesional Strategi Meningkatkan

Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Globalisasi.Jakarta:

Erlangga.

Suyono & Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajarn. Bandung: REMAJA

ROSDAKARYA

Tilaar, H, A, R. 2012. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan

Kritis.Jakarta. Rineka Cipta.

Uno, H, B. 2011. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar

yang Kreatifdan Efektif. Jakarta: PT Buni Aksara

Wijaya, A. 2012.Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan

Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Minarti (online) http://minartirahayu.blogspot.com/2013/03/pengertian-gaya-

belajar-berbagai-macam.html. diakses tanggal 03 April 2014.

M. Fakhruddin. (online) https://ml.scribd.com/doc/.../Layanan-Program-Aksele...

Diakses tanggal 17 Januari 2015.

Page 90: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

90

Purwoko. (Online) http://staff.uny.ac.id/ sites/default/files/ Pengembangan

PembelajaranMatematika_UNIT_3_0.pdf. Diakses tanggal 23 Oktober 2014

http://repository. usu.ac.id/ bitstream/.../5/Chapter%20I.pdf,

Diakses tanggal 21 September 2014.

Roheni.(2013). (online) http://repository .upi.edu/1518/4/S _MTK_0902085

CHAPTER1.pdf. Diakses tanggal 22 September 2014.

Setiadi, R (online) file.upi.edu/.../EFIKASI_DIRI_DAN_KINERJA_GUR....

Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. diakses 22 Jan 2015

http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Master-26155 8106171015 %20 Bab

%20I.pdf. Diakses tanggal 22 September 2014.

Sri Hastuti Noer1 (Online) Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan

Matematika FMIPA UNY Yogyakarta, 10 November 2012) FKIP

Universitas Lampung. Diakses 09 Maret 2014.

Syatra, N,Y. 2013. Desain Relasi Efektif Guru dan Murid. Jogjakarta:

BUKUBIRU.

Pustaka Sekolah. (Online) http://www.pustakasekolah.com/pengertian-

matematika.html ), diakses tanggal 09 Maret 2014

Jurnal vol Yudi suharsono dan I Validitas dan reliabilitas skala self efficacy

(online)https://www. ejournal.unsrat. ac . id /index.php/ egigi/article

/download/1927/2166. Diakses tanggal 09 Sep 2014

Suharsono, Y.& Istiqomah. 2014. (online) Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.

Fakultas Psikologi Muhammadiyah: Malang.

http://p4tkmatematika.org/file/Bermutu%202011/SD/13.PENERAPAN%20

TEORI%20BELAJAR%20DALAM%20PEMBELAJARAN%20...pdf

Better Education through Reformed Management and Universal Teacher

Upgrading Better Education through Reformed Management and

Universal Teacher Upgrading.

Page 91: Smp bintang laut  kelas unggul   24 maret  yes hal   -

91