Skripsinya Mega

125
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman timbul berbagai gejala sosial dalam kehidupan bermasyarakat yang didorong oleh kehendak dan keinginan guna mencapai suatu tujuan sebagai hakekat dari prinsip hidup manusia. Timbulnya gejala sosial secara komprehensif dilatar belakangi adanya stratifikasi sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Stratifikasi sosial tersebut dikelompokkan dalam berbagai kelas yang diukur dari sudut pandang yang bersifat subyektif yang dilihat dari berbagai sudut ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Akibatnya terjadi konflik yang bersifat struktural dan horizontal antar sesama masyarakat yang pada hakikatnya menimbulkan peristiwa pidana dalam pergaulan masyarakat. Peristiwa pidana merupakan suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh subyek hukum dalam melawan suatu tatanan peraturan perundang-undangan 1

Transcript of Skripsinya Mega

Page 1: Skripsinya Mega

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman timbul berbagai gejala sosial dalam

kehidupan bermasyarakat yang didorong oleh kehendak dan keinginan guna

mencapai suatu tujuan sebagai hakekat dari prinsip hidup manusia. Timbulnya

gejala sosial secara komprehensif dilatar belakangi adanya stratifikasi sosial

yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Stratifikasi sosial tersebut

dikelompokkan dalam berbagai kelas yang diukur dari sudut pandang yang

bersifat subyektif yang dilihat dari berbagai sudut ekonomi, sosial, budaya, dan

politik. Akibatnya terjadi konflik yang bersifat struktural dan horizontal antar

sesama masyarakat yang pada hakikatnya menimbulkan peristiwa pidana dalam

pergaulan masyarakat.

Peristiwa pidana merupakan suatu rangkaian tindakan yang dilakukan

oleh subyek hukum dalam melawan suatu tatanan peraturan perundang-

undangan yang telah dibuat oleh alat perlengkapan Negara. Perbuatan tersebut

dapat diancam pidana berupa sanksi yang telah diatur dalam Undang-Undang

Dasar yang dijabarkan dalam undang-undang dengan berbagai instrumen baik

yang bersifat tertulis maupun yang tidak tertulis dalam undang-undang hukum

pidana maupun hukum perdata sebagai rangkaian upaya represif guna menekan

peristiwa pidana dalam kehidupan masyarakat dengan harapan dapat

memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana baik napi laki-laki maupun

napi perempuan.

1

Page 2: Skripsinya Mega

Sama halnya dengan daerah-daerah lainnya, kota Kendari merupakan

daerah hukum yuridik di Indonesia, yang tidak terlepas dari beberapa persoalan

yang mengatur penanganan terhadap para pelaku peristiwa pidana. Sehingga

dengan alasan tersebut Kota Kendari juga memiliki lembaga pemasyarakatan

yaitu Lembaga Pemasyarakatan kelas II A. Letaknya di ibu Kota Propinsi ,

kapasitas dari lembaga pemasyrakatan kelas IIA dapat menampung lebih dari

300 orang. Didalam lembaga pemasyrakatan kelas IIA memiliki 4 blok antara

lain blok untuk anak-anak, blok untuk dewasa, blok untuk narkoba, blok untuk

perempuan. Untuk saat ini lembaga pemasyarakatan kelas IIA memiliki 185

orang narapidana pria dan 6 orang narapidana perempuan.

Tabel 1 : Jumlah Kasus Narapidana Perempuan di Kota Kendari

Tahun Jumlah Kasus Jenis Pelanggaran

2005 7 kasus2 pembunuhan,

2 penipuan, 3 narkotika

2007 2 kasuspemalsuan mata uang dan

pembunuhan

2008 6kasus2aborsi, 1pembunuhan

1 penganiyaan, 2 narkotika

Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Kota Kendari Klas IIA, tahun 2008.

Studi ini akan memusatkan perhatian pada perilaku narapidana

khususnya pengungkapan diri narapidana perempuan. Sebelum para narapidana

perempuan menjalani kehidupan dalam penjara mereka memiliki dunia yang

berbeda, yakni kehidupan sosial sebelum dipenjarakan. Mereka memulai

kehidupan dalam penjara dengan penuh kecemasan, ketidakpastian, kegelisahan

serta samar-samar, tentang kehidupan dipenjara. Dalam benak dan pikiran para

2

Page 3: Skripsinya Mega

napi sebelum masuk dunia penjara, dunia penjara didominasi oleh kekerasan,

permusuhan, manusia yang terasing, yang bagi mereka sangat tidak lazim. Para

napi merasa takut akan kemungkinan apa yang akan terjadi kepada diri mereka

dalam penjara, termasuk akan serangan dari sesama napi (seniornya) yang lebih

dulu menjalani hukuman, perkosaan dan bahkan kematian dipenjara karena

kekerasan. Kekerasan dunia penjara yang dialami para oleh para napi berasal

dari sesama napi, juga dapat dari petugas dan pegawai penjara. ( Mulyana, 2007

: 165).

Penerapan sanksi pidana sebagai upaya represif secara komprehensif

bertujuan merehabilitasi para pelaku tindak pidana sehingga dapat kembali

kekehidupan yang normal dan menyadari apa yang telah dilakukannya. Upaya

rehabilitasi yang dibuat oleh negara sebagai satu langkah konkrit dalam

menciptakan manusia seutuhnya yang berbasis mental spritual pancasila sebagai

salah satu bentuk rehabilitasi yang dibuat oleh negara adalah rehabilitasi sosial,

dimana rehabilitasi sosial berfungsi preventif dengan penanaman berbasis pada

kesadaran terhadap para pelaku tindak pidana dan langkah tersebut dilakukan

pada Lembaga Pemasyarakatan sebagai bentuk pembinaan narapidana yang

telah memperoleh kekuatan tetap berupa putusan dari peradilan. Rutan

merupakan rumah tahanan sementara dimana para narapidana masih tunggu

keputusan sidang tetang masa hukuman. Di Lapas ini peran komunikasi

dibutuhkan dalam hal rehabilitas para pelaku tindak pidana, dimana dengan

komunikasi, baik yang akan dilakukan oleh pegawai lapas atau wali kepada

pelaku tindak pidana maupun dari narapidana kepada pegawai lapas (wali)

3

Page 4: Skripsinya Mega

ataupun sesama narapidana sendiri akan mempengaruhi perkembangan perilaku

individu narapidana pada saat rehabilitasi ataupun pasca rehabilitasi tersebut.

Meski diakui bahwa pengungkapan diri narapidana perempuan sangat

penting bagi perkembangan individu, namun sebagian orang masih enggan

untuk melakukannya. Pada dasarnya keengganan atau kesulitan individu dalam

mengungkapkan diri banyak dilandasi oleh faktor resiko yang akan diterimanya

dikemudian hari, di samping karena belum adanya rasa aman dan kepercayaan

pada diri sendiri. Resiko yang dimaksud dapat berupa diketahuinya informasi

yang telah diberikan pada seseorang kepada pihak ketiga padahal informasi

tersebut dianggap pribadi oleh pemberi informasi, atau informasi yang

disampaikan justru menyinggung perasaan orang lain sehingga dapat

mengganggu hubungan interpersonal yang sebelumnya sudah terjalin dengan

baik.

Pengungkapan diri pada orang atau kondisi yang tidak tepat justru akan

menjadi bumerang bagi si pemberi informasi. Selain faktor risiko, faktor pola

asuh juga berperan penting. Dalam keluarga atau lingkungan yang tidak

mendukung semangat keterbukaan dan kebiasaan sebagi informasi maka

individu akan sulit untuk bisa mengungkapkan diri secara tepat. Itulah sebabnya

mengapa sebagaian orang amat sulit berbagai informasi dengan orang lain,

sekali pun informasi tersebut sangat positif bagi dirinya dan orang lain.

Pengungkapan diri mengandung resiko bagi narapidana perempuan

(pemberi informasi) namun para ahli psikologi menganggap bahwa

pengungkapan diri sangatlah penting. Individu yang mampu mengungkap diri

secara tepat terbukti lebih mampu menyusaikan diri (adaptive), lebih percaya

4

Page 5: Skripsinya Mega

diri sendiri, lebih kompoten. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh

Miller dan Steinbert dalam Budiyatna (1987) tentang fungsi Self-disclosure

bahawa :

1. Fungsi katarsis (melegakan hati), fungsi ini hanya dapat diajukan pada

pendengar yang khusus, umumnya ketika individu ingin mengakui

kesalahan yang telah diperbuatnya.

2. Fungsi klarifikasi atas suatu persoalan yang membingungkan dan

mengganggu individu. Individu akan mencari pendengar yang mampu

membantunya menangani atau mengatasi persoalan yang dihadapinya.

3. Sebagai proses eskalasi suatu hubungan ketika individu saling berbagai

informasi yang bersifat pribadi satu sama lain, mereka cenderung akan intim

dan dekat.

Berdasarkan ungkapan di atas, pengungkapan diri sangatlah penting,

terlebih pada kondisi para narapidana khususnya narapidana perempuan, sebab

pada kondisi ini narapidana perempuan mengalami tekanan psikologis sehingga

pengungkapan diri sangat penting bagi para narapidana perempuan dalam

membangun komunikasi antara sesama narapidana sendiri maupun dengan

pegawai lapas.

Hasi survei di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Kota Kendari, yang

memiliki 185 orang narapidana pria dan 6 orang narapidana perempuan dalam

proses pengungkapan diri masih sangat kurang baik antara sesama narapidana

perempuan maupun antara narapidana dengan pegawai lapas. Pengungkapan

diri oleh narapidana ini biasanya hanya terjadi pada sesama narapidana yang

memiliki kasus yang sama sedangkan pengungkapan diri antara narapidana

5

Page 6: Skripsinya Mega

dengan pengawai lapas terjadi hanya pada saat narapidana membutuhkan

sesuatu atau mengalami masalah (kondisi-kondisi tertentu).

Berdasarkan kenyataan obyektif di atas peneliti tertarik untuk mengkaji

lebih jauh tentang persoalan tersebut, oleh sebab itu penulis tertarik memilih

judul “Pengungkapan Diri Pada Narapidana Perempuan Di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Kota Kendari”.

1.2 Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka

yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah ;

1. Bagaimana bentuk pengungkapan diri (self disclosure) narapidana

perempuan ?

2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengungkapan diri narapidana

perempuan ?

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bentuk pengungkapan diri (self disclosure) narapidana

perempuan

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi narapidana

perempuan melakukan tindakan pidana.

6

Page 7: Skripsinya Mega

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah;

1. Secara Teoritis ; diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

pengembangan ilmu komunikasi khususnya kajian komunikasi Antar

Pribadi dan komunikasi Sosial Pembangunan.

2. Secara Praktis ; diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

narapidana perempuan di kota Kendari.

3. Secara Metodologis ; penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan informasi bagi peneliti lainnya dalam bidang komunikasi sosial

pembangunan.

7

Page 8: Skripsinya Mega

1.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan, maka teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Self Disclosure dari Joseph Luft

(dalam Liliweri, 1997 : 48-49). Teori ini sering juga disebut dengan istilah

model “ Johari window” atau Jendela Johari. Para pakar psikologi kepribadian

menganggap bahwa model teoritis yang diciptakan merupakan dasar untuk

menjelaskan dan memahami interaksi antara pribadi secara manusiawi. Secara

teoritis model Jendela Johari dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Saya tahu Saya tidak tahu

Orang lain tahu 1.TERBUKA 2. BUTA

Orang lain tidak tahu 3. TERSEMBUNYI 4. TIDAK DIKENAL

GAMBAR 1 : JENDELA JOHARI TENTANG BIDANG PENGENALAN DIRI DAN ORANG

LAIN

Bertolak dari teori di atas, maka ada empat kemungkinan yang akan

terjadi dalam sikap dan prilaku seseorang sehingga menyebabkan keberhasilan

dan kegagalan hubungan manusiawi.

Jendela Johari terdiri dari empat bingkai. Masing-masing bingkai

berfungsi menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkpkan dan memahami

diri sendiri dalam kaitannya dengn orang lain.

Asumsi Johari bahwa kalau setiap individu bisa memahami diri sendiri

maka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah laku di saat berhubungan

dengan orang lain

8

Page 9: Skripsinya Mega

Bingkai 1, menunjukkan orang yang terbuka terhadap orang lain.

Keterbukaan itu disebabkan dua pihak (saya dan orang lain) sama-sama

mengetahi informasi, prilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan dan

lain-lain. Johari menyebutkan “bidang terbuka” suatu bingkai yang paling ideal

dalam hubungannya dengan komunikasi antarpribadi.

Bingkai 2, adalah bidang buta “orang buta”. Merupakan orang yang

tidak mengetahui banyak hal tentang dirinya sendiri namun orang lain

mengetahui banyak hal tentang dia.

Bingkai 3, disebut “bidang tersembunyi” yang menunjukkan keadaan

bahwa sesuatu hal yang diketahui diri sendiri tetapi tidak diketahui orang lain.

Bingkai 4, disebut “bidang tidak dikenal” yang menunjukkan keadaan

bahwa sesuatu hal tidak diketahui diri sendiri dan orang lain.

Bingkai-bingkai dari jendela Johari tersebut dapat digeser sehingga

ruang 1,2,3 dan 4 dapat dibesarkan dan dikecilkan untuk menggambarkan

tingkat keterbukaan individu dan penerimaan orang lain terhadap individu.

Ada 4 kemungkinan perubahan atas bingkai-bingkai jendela Johari.

Bingkai 1 diperbesar

Bingkai 1 diperbesar

Manusia ideal adalah manusia yang selalu terbuka dengan orang lain

(open minded person or of ideal window). Daerah terbuka (open self) berisikan

semua informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan dan

sebagainya yang diketahui oleh diri sendiri dan oleh orang lain. Macam

informasi yang termasuk disini dapat beragam mulai dari nama, warna kulit, dan

9

1 23 4

Page 10: Skripsinya Mega

jenis kelamin seseorang sampai pada usia, keyakinan politik dan agama. Daerah

terbuka masing-masing orang akan berbeda-beda besarnya bergantung pada

dengan siapa orang ini berkomunikasi.

Bingkai 2 diperbesar

Bingkai 2 diperbesar

Manusia yang terlalu menonjolkan diri, namun buta terhadap dirinya

sendiri (exhibitionist or bull in chinashop) Daerah buta (blind self) berisikan

informasi tentang diri kita yang diketahui orang lain tetapi kita sendiri tidak

mengetahuinya. Ini dapat berupa kebiasaan-kebiasaan kecil mengatakan “tahu

kan” atau memegang-megang hidung bila anda marah atau hal-hal lain yang

lebih berarti seperti sikap defensif, atau pengalaman terpendam.

Bingkai 3 diperbesar

Manusia yang suka menyendiri, sifatnya seperti penyu (loner and loner

and turtle). Daerah gelap (unknown self) adalah bagian dari diri manusia yang

tidak diketahui baik oleh dirinya maupun oleh orang lain. Ini adalah informasi

yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang lupa dari perhatian.

Manusia memperoleh gambaran mengenai daerah gelap ini dari sejumlah

sumber. Adakalanya daerah ini terungkap melalui perubahan temporer akibat

10

1 23 4

1 23 4

Page 11: Skripsinya Mega

minum obat, melalui kondisi eksperimen khusus seperti hipnotis atau deprivasi

sensori, atau melalui berbagai tes proyektif atau mimpi.

Bingkai 4 diperbesar

Bingkai 4 diperbesar

Manusia yang tahu banyak tentang orang lain tetapi tidak menutup

dirinya (type interviewer). Daerah tertutup (hidden self) mengandung semua hal

yang manusia ketahui tentang diri sendiri atau tentang orang lain tetapi ia

simpan hanya untuk dirinya sendiri. Ini adalah daerah tempat manusia

menghasilkan segala sesuati tentang dirinya sendiri dan tentang orang lain. Pada

ujung-ujung ekstrim, terdapat mereka yang terlalu terbuka (overdiscosers) dan

mereka yang terlalu tertutup (underdisclosers).

Model Jendela Johari dibangun berdasarkan delapan asumsi yang

berhubungan dengan prilaku manusia. Asumsi-asumsi itu menjadi landasan

berpikir kaum humanistik.

Asumsi pertama, pendekatan terhadap prilaku manusia harus dilakukan

secara holistik. Artinya kalau kita hendak menganalisis prilaku manusia maka

analisis itu harus menyeluruh sesuai konteks dan jangan terpenggal-penggal.

Asumsi kedua, apa yang dialami seseorang atau sekelompaok orang

hendaklah dipahami melalui persepsi dan perasaan tertentu, meskipun

pandangan itu subjektif.

Asumsi ketiga, prilaku manusia lebih sering emosional bukan rasional,

pendekatan humanistik terhadap prilaku sangat menekankan betapa pentingnya

hubungan antara faktor emosional dan prilaku.

11

1 23 4

Page 12: Skripsinya Mega

Asumsi keempat, setiap individu atau sekelompok orang sering tidak

menyadari bahawa tindakan-tindakannya dapat menggambarkan prilaku

aindividu atau kelompok tersebut. Oleh karena itu, para pakar aliran humanistik

sering mengemukkan pendapat mereka bahwa setiap individu atau kelompok

perlu meningkatkan kesadaran sehingga mereka dapat mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh orang lain.

Asumsi kelima, faktor-faktor yang bersifat kualitatif misalnya derajat

penerimaan antarpribadi, konflik, kepercayaan antarpribadi merupakan faktor

penting yang mempengaruhi prilaku manusia.

Asumsi keenam, aspek yang terpenting dari prilaku ditentukan oleh

proses perubahan prilaku bukan oleh struktur prilaku.

Asumsi ketujuh, kita dapat pahami prinsip-prinsip yang dapat mengatur

prilaku melalui pengujian terhadap pengalaman yang dialami individu.

Asumsi kedelapan, prilaku manusia dapat dipahami dalam seluruh

kompleksitasnya bukan dari suatu yang disederhanakan.

Berikut ini beberapa faktor berkenaan dengan pengungkapan diri yang

dikemukaan oleh Cride dkk (1986) dan hasil studi Mc Croskey dan Wheeless

(dalam Devito, 1982:291).

1. Resiprokal, seseorang akan melakukan pengungkapan diri pada orang

yang juga melakukan pengungkapan diri pada dirinya.

2. Kepercayaan, tingkat kepercayaan seseorang pada orang lain menjadi

bahan pertimbangan dalam melakukan pengungkapan diri.

3. Keintiman, bahwa makin intim tingkat hubungan antarapribadi, makin

beragam dan mendalam topik yang didiskusikan dalam hubungan tersebut.

12

Page 13: Skripsinya Mega

4. Kecintaan / kesukaan, orang cenderung melakukan pengungkapan diri

pada orang yang mereka cintai atau sukai.

5. Kepribadian, orang yang memiliki kepribadian terbuka (extrovert) lebih

mudah melakukan pengungkapan diri dari pada orang yang tertutup

(introvert).

6. Kompotensi (competence), orang yang memiliki kompotensi selalu merasa

memilki banyak hal – hal yang positif yang perlu diungkapkan.

13

Page 14: Skripsinya Mega

BAGAN KERANGKA PIKIR

14

PENGUNGKAPAN DIRI TERHADAP NARAPIDANA PEREMPUAN DI LEMBAGA

PEMASYARAKTAN KELAS II A KOTA KENDARI

TEORI SELF DISCLOSURE Joseph Luft (dalam Liliwer, 1997 : 48)

Resiprokal Kepercayaan Keintiman Kecintaan / kesukaan Kepribadian Kompotensi (compotence)

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A KOTA KENDARI

Page 15: Skripsinya Mega

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Komunikasi

Dalam wacana publik, kita sering mendengar kalimat atau frase yang

mengandung kata “ komunikasi “, seperti hewan pun berkomunikasi dengan

caranya masing–masing. Dewasa ini tekmologi komunikasi kian berkembang,

ini menunjukkan istilah komunikasi sedemikian lazim dikalangn kita semua,

meski orang-orang mengartikan istilah itu secara berlainan. Oleh karena itu,

diperlukan kesepakatan bersama untuk menentukan definisi komunikasi sebagai

langkah awal untuk memehami hakikat dari komunikasi.

Berdasarkan asal kata, komunikasi atau communication dalam bahasa

inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “ sama “, communico,

communication, communicare, yang berarti membuat sama (to make commo).

Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut asal usul kata

komunikasi, yang merupakan akar dari kata–kata latin lainnya yang mirip. Yang

membedakan terjadinya proses komunikasi adalah tipe komunikasinya, menurut

Canggara (2005:29) menyatakan bahwa :

1. Komunikasi dengan diri sendiri (Intrapersonal Communication)

Adalah proses komunikasi yang terjadi didalam individu, atau dengan kata

lain proses komunikasi dengan diri sendiri.

2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communicatio )

Adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih

secara tatap muka.

15

Page 16: Skripsinya Mega

3. Komunikasi Publik (Public communication)

Menunjukkan suatu proses komunikasi dimana pesan-pesan disampaikan

oleh pembicaraan dalam situasi tatap muka didepan khalayak yang lebih

besar.

4. Komunikasi Massa (Mass Comunication)

Adalah proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari

sumber yang sifatnya melembaga kepada khalayak dan sifatnya

massal,melalui alat – alat yang sifatnya teknis (seperti radio, surat kabar, dan

film)

Menurut Frank E.X. Dance dalam bukunya Human Communication

Theory terdapat 126 buah definisi tentang komunikasi yang diberikan oleh

beberapa ahli dan dalam buku Sasa Djuarsa Sendjaja Pengantar Ilmu Komunikasi

dijabarkan tujuh buah definisi yang dapat mewakili sudut pandang dan konteks

pengertian komunikasi. Definisi-definisi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi adalah suatu proses melalui seseorang (komunikator)

menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan

mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).

Hovland, Janis & Kelley:1953

2. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian

dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-

gambar, angka-angka dan lain-lain. Berelson dan Stainer, 1964.

3. Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa,

mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau

16

Page 17: Skripsinya Mega

hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what

effect?) Lasswell, 1960

4. Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula

dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua

orang atau lebih. Gode, 1959

5. Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi

rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau

memperkuat ego. Barnlund, 1964

6. Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan

bagian lainnya dalam kehidupan.Ruesch, 1957

7. Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat

mempengaruhi pikiran orang lainnya. Weaver, 1949

Sumber:(http://meiliemma.wordpress.com/2006/10/17/definisi-

komunikasi/)

Ketujuh definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa komunikasi

mempunyai pengertian yang luas dan beragam. Masing-masing definisi

mempunyai penekanannya dan konteks yang berbeda satu sama lainnya.

Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan,

penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri

seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi

tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu

proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan.

(Agustina Zubair dalam http://id.wordpress.com/tag/pengantar-ilmu-

komunikasi/2008/10/17/)

17

Page 18: Skripsinya Mega

2.2 Konsep Komunikasi Antar Personal

Soemiati dalam Pratikto (1987:42), mengemukakan bahwa komunikasi

antarapribadi adalah the sending messege by one person and the receiving of

messeges by another person, or small group of persons with some effect and

some immediate feedback “ komunikasi antar pribadi adalah pengiriman

pesan-pesan dari seseorang, dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok

orang, dengan efek dan umpan balik yang langsung “. Dari definisi ini tampak

bahwa komunikasi antarapribadi terjadi di antara dua orang (diadik) atau dalam

suatu kelompok kecil, dalam interaksi tersebut efek dan umpan balik terjadi

seketika saat interaksi berlangsung (immediat).

Soemiati dalam Pratikto (1987:47) mengemukakan bahwa konteks

komunikasi antarapribadi paling sedikit memiliki empat dimensi, yaitu :

1. Dimensi fisik yaitu lingkungan fisik yang merupakan tempat

berlangsungnya komunikasi, seperti ruangan, jalan, kebun dan

sebagaianya.

2. Dimensi sosial yaitumerujuk pada bentuk hubungan antara status antara

peserta yang terlibat dalam komunikasi, khususnya peran apa yang

dimainkan seseorang saat ia berkomunikasi dengan orang lain. Konteks

ini berkaitan pula dengan norma serta latar belakang budaya di mana

komunikasi itu berlangsung.

3. Dimensi psikologi yang meliputi aspek-aspek seperti suasana formal

atau non formal, serius atau santai saat komunikasi berlangsung.

18

Page 19: Skripsinya Mega

4. Dimensi waktu yang berkaitan dengan saat di mana komunikasi tepat

untuk dilakukan, misalnya mempertimbangkan kapan saat yang tepat

untuk mulai berbicara atau memotong pembicaraan orang lain.

Effendy (1986) dalam Liliweri (1997:12) mengemukkan juga bahwa,

pada hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antar seorang

komunikator dan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap

paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau prilaku manusia berhubung

prosesnya yang dialogis. Sifat dialogis ini ditunjukkan melalui komunikasi lisan

dalam percakapan yang menampilkan arus baluk yang langsung. Jadi

komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga.

Dalam komunikasi antar personal lebih diamati adanya semacam

interaksi antara unsur-unsur yang terlibat didalam proses komunikasi tersebut,

dimana menurut Berlund (Liliweri, 1997:12), komunikasi antar pribadi selalu

dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat orang

yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur. Secara lebih rinci, Berlund

(Liliweri, 1997:12) juga mengemukakan ciri komunikasi antar personal, yaitu:

1. Terjadi secara spontan

2. Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur

3. Terjadi secara kebetulan

4. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan lebih dulu

19

Page 20: Skripsinya Mega

5. Dilakukan oleh orang-orang yang kadang identitas keanggotaannya

kadang kurang jelas, dan

6. Bisa terjadi sambil lalu.

Dari pemaparan mengenai ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa

interksi dengan orang lain, khususnya dalam komunikasi antar personal, sering

kali tidak disengaja atau direncanakan. Hal ini terjadi dengan sendirinya sebagai

salah satu konsekuensi harkat manusia sebagai mahluk sosial. Menurut Mead

(Rakhmat, 1996:101) interaksi dengan orang diperlukan untuk membuat diri

(kepribadian) seseorang berkembang. Dengan kata lain, semenjak seseorang

individu mencari perannya dalam masyarakat, dalam berhubungan dengan

orang lain, ia berada dalam proses pengembangan diri sebagai objek orientasi.

2.3 Konsep Pengungkapan Diri (Self – Disclosure)

Pengungkapan diri atau self–disclosure merupakan salah satu cara

mengembangkan pribadi atau diri seseorang, ia bahkan menjadi salah satu

indikasi adanya hubungan antarapribadi yang kuat dan intim (Derlega dan

Janda, 1986:191). Dalam konteks komunikasi, pengungkapan diri juga

merupakan suatu bentuk strategi interaktif yang dapat dilakukan untuk mencari

informasi yang berkenaan dengan orang lain.

Devito (1982:289) mengemukakan bahwa pengungkapan diri biasanya

berlangsung secara resiprokal. Ia mengilustrasikan kecenderungan resiprokal ini

dalam bentuk efek spiral. Misalnya, ketika A melakukan pengungkapan diri

kepada B, pengungkapan diri tersebut merupakan stimuli bagi B untuk

melakukan pengungkapan diri terhadap A. kemudian setelah B melakukan

20

Page 21: Skripsinya Mega

mengungkapan diri kepada A, hal ini merupakan suatu isyarat agar A juga kelak

melakukan pengungkapan diri pada B. Demikian berlangsung terus menerus.

Berikut ini beberapa faktor berkenaan dengan pengungkapan diri yang

dikemukakan oleh Cride dkk (1986) dan hasil studi Mc Croskey dan Wheeless

(dalam devito, 1982:291).

1. Resiprokal, seseorang akan melakukan pengungkapan diri pada orang

yang juga melakukan pengungkapan diri pada dirinya.

2. Kepercayaan, tingkat kepercayaan seseorang pada orang lain menjadi

bahan pertimbangan dalam melakukan pengungkapan diri.

3. Keintiman, bahwa makin intim tingkat hubungan antarapribadi, makin

beragam dan mendalam topik yang didiskusikan dalam hubungan tersebut.

4. Kecintaan / kesukaan, orang cenderung melakukan pengungkapan diri

pada orang yang mereka cintai atau sukai.

5. Kepribadian, orang yang memiliki kepribadian terbuka (extrovert) lebih

mudah melakukan pengungkapan diri dari pada orang yang tertutup

(introver ).

6. Kompotensi (competence), orang yang memiliki kompotensi selalu merasa

memilki banyak hal – hal yang positif yang perlu diungkapkan.

21

Page 22: Skripsinya Mega

Adapun penjabaran secara deskriptif mengenai pengungkapan diri

narapidana perempuan selama berada didalam penjara. Dengan tolak ukur ciri

khas komunikasi antar personal yang dikemukan oleh Devito (1976) dalam

Liliweri (1997:13).

1. Keterbukaan (opennes)

Keterbukaan (opennes) akan mendorong proses pengungkapan diri

seorang napi perempuan. Seperti efek spiral bahwa keterbukaan yang

dilakukan oleh salah satu pihak dalam proses komunikasi tatap muka

(komunikasi antar pribadi) , akan memancing pihak uang satu lagi untuk

melakukan hal yang sama.

2. Empati (empathy)

Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada kondisi

atau posisi yang dialami orang lain.

3. Dukungan (supportiveness)

Memberikan dukungan kepada narapidana terhadap hukuman mereka,

dengan tidak mengucilkan mereka.

4. Perasaan Positif (positiveness)

Dalam kondisi yang normal sekalipun, umumnya seseorang akan lebih

dulu menciptakan kondisi yang nyaman sehingga perasaan positif

terhadap orang yang dipercaya dapat timbul. Dalam kondisi demikian

proses pembicaraan akan berlangsung menyenangkan dan lancar.

22

Page 23: Skripsinya Mega

5. Kesamaan (equality)

Konsep kesamaan disini dimaksudkan bahwa dari segi psikologis

seseorang lebih mudah untuk bersikap terbuka kepada pihak atau orang

lain yang dianggap memiliki kesamaaan dengan dirinya.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengungkapan diri adalah

sebagai berikut:

a. Motivasi melakukan pengungkapan diri

Pengungkapan diri haruslah didorong oleh rasa berkepentingan terhadap

hubungan dengan orang lain dan diri sendiri. Sebab pengungkapan diri

tidak hanya bersangkutan dengan diri kita saja tetapi juga bersangkutan

dengan orang lain. Kadang-kadang keterbukaan yang kita ungkapkan

dapat saja melukai perasaan orang lain.

b. Kesesuaian dalam pengungkapan diri.

Dalam melakukan pengungkapan diri haruslah disesuaikan dengan

keadaan lingkungan. Pengungkapan diri haruslah dilakukan pada waktu

dan tempat yang tepat. Misalnya bila kita ingin mengungkapkan sesuatu

pada orang lain maka kita haruslah bisa melihat apakah waktu dan

tempatnya sudah tepat.

c. Timbal balik dan orang lain.

Selama melakukan pengungkapan diri, berikan lawan bicara kesempatan

untuk melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Jika lawan bicara kita

tidak melakukan pengungkapan diri juga, maka ada kemungkinan bahwa

orang, tersebut tidak menyukai keterbukaan yang kita lakukan.

([email protected]).

23

Page 24: Skripsinya Mega

Miller dan Steinbert dalam Budiyatna (1987) menemukkan bahwa self-

disclosure atau pengungkapan diri memiliki 3 fungsi penting, yaitu :

1. Fungsi katarsis (melegakan hati), fungsi ini hanya dapat diajukan pada

pendengar yang khusus, umumnya ketika individu ingin mengakui

kesalahan yang telah diperbuatnya.

2. Fungsi klarifikasi atas suatu persoalan yang membingungkan dan

mengganggu individu. Individu akan mencari pendengar yang mampu

membantunya menangani atau mengatasi persoalan yang dihadapinya.

3. Sebagai proses eskalasi suatu hubungan ketika individu saling berbagai

informasi yang bersifat pribadi satu sama lain, mereka cenderung akan

intim dan dekat.

Johanes Papu mengemukakan bahwa manfaat-manfaat dari

pengungkapan diri dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesadaran diri (self-awareness). Dalam proses pemberian

informasi kepada orang lain, anda akan lebih jelas dalam menilai

kebutuhan, perasaan, dan hal psikologis dalam diri anda. Selain itu, orang

lain akan membantu anda dalam memahami diri anda sendiri, melalui

berbagai masukan yang diberikan, terutama jika hal itu dilakukan dengan

penuh empati dan jujur.

2. Membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam, saling membantu

dan lebih berarti bagi kedua belah pihak. Keterbukaan merupakan suatu

hubungan timbal balik, semakin anda terbuka pada orang lain maka orang

lain akan berbuat hal yang sama. Dari keterbukaan tersebut maka akan

24

Page 25: Skripsinya Mega

timbul kepercayaan dari kedua pihak sehingga akhirnya akan terjalin

hubungan persahabatan yang sejati.

3. Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi yang memungkinkan

seseorang untuk menginformasikan suatu hal kepada orang lain secara

jelas dan lengkap tentang bagaimana ia memandang suatu situasi,

bagaimana perasaannya tentang hal tersebut, apa yang terjadi, dan apa

yang diharapkan.

4. Mengurangi rasa malu dan meningkatkan penerimaan diri (self

acceptance). Jika orang lain dapat menerima anda maka kemungkinan

besar anda pun dapat menerima diri anda.

5. Memecahkan berbagai konflik dan masalah interpersonal. Jika orang lain

mengetahui kebutuhan anda, ketakutan, rasa frustrasi anda, dsb, maka

akan lebih mudah bagi mereka untuk bersimpati atau memberikan bantuan

sehingga sesuai dengan apa yang anda harapkan.

6. Memperoleh energi tambahan dan menjadi lebih spontan. Harap diingat

bahwa untuk menyimpan suatu rahasia dibutuhkan energi yang besar dan

dalam kondisi demikian seseorang akan lebih cepat marah, tegang,

pendiam dan tidak riang. Dengan berbagai informasi hal-hal tersebut akan

hilang dan berkurang dengan sendirinya.

(http://suaramerdeka.com/harian/0107/31/kot.htm).

25

Page 26: Skripsinya Mega

Karakteristik Komunikasi Self-disclosure adalah :

1. Biasanya terjadi antara dua orang, komunikasi dua arah di mana

individu biasanya selektif memilih orang kepada siapa ia

mengungkapkan sesuatu mengenai dirinya.

2. Dalam interaksi antara dua orang pengungkapan diri biasanya bersifat

simetris. Pengungkapan diri selalu terjadi keseimbangan antara

partisipan.

3. Pengungkapan diri biasanya tumbuh dan berkembang dengan tidak

mendadak atau tiba-tiba. Bila hubungan menuju kepada suasana yang

stabil maka pengungkapan diri juga akan mengarah ke sana dan

berkembang secara bertahap.

2.4 Konsep Narapidana

Sebelum digunakan istilah narapidana, maka istilah yang digunakan

adalah orang yang dipenjara atau orang yang dihukum. Dalam Pasal 4 ayat (1)

Gestichen reglement (Reglement Penjara) Stb. 1917 Nomor 708 disebutkan :

a. Orang-orang yang menjalani hukuman penjara (Gevangenissstraf) atau

oarang hukuman kurungan (Bechtenis)

b. Orang-orang yang ditahan buat sementara (orang-orang tahanan

preventif)

c. Orang-orang yang disandera (digizel)

26

Page 27: Skripsinya Mega

d. Sekalian orang-orang lain, yang tidak menjalankan hukuman hilang

kemerdekaan (vrijheidsstraf), akan tetapi dimasukkan penjara juga

dengan sah.

Para ahli yang mengemukkan pendapatnya mengenai istilah narapidana

antara lain. Poerwadarminta (1992:86) mengemukkan bahwa narapidana adalah

orang yang menjalani hukuman sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.

Selain itu Soedjono Dirdjosiswono (1984:77) mengatakan bahwa narapidana

adalah orang yang sedang menjalani pidana atau hukuman dalam penjara

(Lembaga Pemasyarakatan). Sedangkan Andi Hamzah (1986:389) memberikan

pengertian bahwa narapidana adalah orang hukuman, orang yang dimasukkan

ke dalam lembaga pemasyarakatan karena telah dijatuhi pidana oleh

pemgandilan.

Berdasarkan beberapa pengertian narapidana tersebut di atas, maka dpat

ditarik kesimpulan bahwa narapidana adalah seseorang karena melanggar

hukum, maka ia dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap. Jadi dalam hal ini, perkaranya masih dalm

proses peradilan maka orang tersebut belum dapat dikatakan sebagai

narapidana, melainkan sebagai tahanan walaupun orang tersebut telah

ditempatkan di dalam lembaga pemasyarakatan.

Sebelum para napi menjalani kehidupan dalam penjara mereka memiliki

dunia yang berbeda, yakni kehidupan sosial sebelum dipenjarakan. Sebelum

masuk dalam kehidupan dipenjara mereka pada umumnya tidak memiliki

kesamaan, meskipun mereka melakukan kejahatan. Mereka memulai kehidupan

27

Page 28: Skripsinya Mega

dalam penjara dengan penuh kecemasan, ketidakpastian, serta samar-samar

tentang kehidupan dipenjara.

Seorang napi tidak dapat selamanya terisolasi dalam dunia penjara,

karena sejumlah alasan. Ia sering meluangkan banyak waktu dengan orang lain

tetapi menghindari interaksi dengan mereka. Ia juga mengakui bahwa citranya

tentang penjara didasari atas informasi yang tidak lengkap. Prilaku mereka

dipenjara dipandu tidak hanya citranya tentang penjara tetapi oleh

kebimbangannya yang ia rasakan mengenai situasi yang berasal dari

keterpinggirannya antara penjara dan dunia luar. Pertentangan batin tersebut

memunculkan beberapa kecendrungan, tetapi yang paling penting adalah

pertentangan antara keinginan untuk mengisolasi diri dan untuk berkomunikasi

dengan orang lain.

Narapidana bukan saja dipadang sebagai objek melainkan juga sebagai

subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat

melakukan kesalahan atau kehilafan pidana, sehingga tidak harus diberantas.

Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang membuat narapidana

bertentangan dengan hukum.

2.5 Konsep Lembaga Pemasyarakatan

Istilah Pemasyarakatan untuk pertama kalinnya di Indonesia

diperkenalkan oleh Sudarto pada pengukuhan gelar Doktor Honoris Causa

beliau pada tanggal 5 Juli 1963 di Jakarta. Pemasyarakatan oleh beliau

dinyatakan sebagai tujuan dari pidana penjara. Satu tahun kemudian, dalam

konferensi 27 Juli 1964 istilah kepenjaraan mengalami perubahan menjadi

28

Page 29: Skripsinya Mega

sisitem Pemasyarakatan. Pemasyarakatan dalam konferensi itu dinyatakan

sebagai suatu sistem perlakuan terhadap pelanggar hukum (narapidana). Sistem

pemasyarakatan lahir sebagi pengganti sistem kepenjaraan. Hal ini pun lebih

dikuatkan lagi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SKEP) Menteri

Kehakiman tanggal 24 Juli 1964 tentang Perubahan Nama Lembaga

Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan menunjukan dua kalimat yang membentuk

satu kesatuan arti. Menurut kamus Bahasa Indonesia oleh Yulius, dkk

(1984:131) bahwa kata lembaga mengandung makna badan atau perhimpunana

yang menyelenggarakan sesuatu. Sedangkan pemasyarakatan yang asal katanya

masyarakat mengandung arti perlakuan terhadap narapidana yang lebih

manusiawi dari pada pemenjaraan. Untuk lebuh jelasnya Bambang Poernomo

(1986:19-20) menerangkan bahwa pemasyarakatan mengandung kata dasar

masyarakat mendapat awalan-akhiran pe-an yang mempunyai arti menyatakan

peristiwa atau perbuatan dan merupakan jenis kata benda, sehingga tidak

berlebihan pemasyarakatan mempunyai inti perlakuan untuk mewujudkan

sesuatu menjadi masyarakat bagi narapidana agar hasil pembinaan menjadi

manusia yang berguna dan sekaligus menyadari kesalahanya. Sedangkan

Dirdjosisworo (1984: 1999) menulis sebagai berikut :

“Pemasyarakatan berarti kebijaksanaan dalam pelaksanaan terhadap

naraidana yang bersifat mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatab

sekaligus mengayomi para narapidana yang tersesat jalannya dan

memberikan bekal hidup bagi narapidana setelah kembali ke masyarakat.

Pemasyarakatan merupakan suatu proses pembinaan narapidana yang

dengan keputusan hakim untuk menjalankan pidananya ditempatnya

29

Page 30: Skripsinya Mega

dalam lembaga pemasyarakatn, maka istilah penjara diubah menjadi

lembaga pemasyrakatan”

Sebagai yang tercantum di dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut

LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana anak didik

pemasyarakatan.

Pengertan Lembaga Pemasyarakatan seperti di atas menunjukkan bahwa

narapidana yang ditampung dalam suatu wadah yakni Lembaga

Pemasyarakatan, mereka perlu diperlakuakan secara manusiawi untuk

memperbaiki nasib mereka seperti yang ditulis oleh Romly Atmasasmita

(1983:3) bahwa mereka (orang hukuman) terhadap suatu lembaga dilakukan

berbagai usaha untuk memperbaiki nasib mereka. Hal ini berarti bahwa

Lembaga Pemasyarakatan merupakan wadah untuk menyadarkan narapidana.

Jadi lembaga pemasyarakatn bukan hanya sebagai tempat untuk semata-mata

memindanakan orang, melainkan juga sebagi tempat untuk membina atau

mendidik orang-orang terpidana agar mereka setelah selesai menjalankan

pidana, mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di

luar lembaga pemasyarakatan sebagai warga yang baik dan taat terhadap hukum

yang berlaku.

Melihat semua ini betapa mulianya cita-cita lembaga pemasyarakatan

yang telah mempunyai prinsip yang sangat arif dan bijaksana. Meskipun telah

dicanangkan demikian bila didukung oleh hasrat untuk memungkinkan

tercapainya dalam wujud yang nyta, maka sia-sialah cita-cita mulia tersebut.

Agar pembinaan lembaga pemasyarakatan dapat dilaksanakan dengan baik,

30

Page 31: Skripsinya Mega

tertib dan mencapai tujuan yang diharapkan maka diperlukan sarana memadai

baik fisik maupun non fisik.

Sarana fisik berupa gedung atau bangunan lembaga pemasyarakatan

berikut komponen-komponen serta sarana penunjang yang berupa peralatan

pembinaan atau bimbingan,sedangkan sarana non fisik berupa disiplin yang

perlu dimiliki oleh setiap petugas lembaga pemasyarakatan berupa keteladanan

yang terpuji oleh para petugas dalam meningkatkan mental bagi warga binaan

masyarakat.

31

Page 32: Skripsinya Mega

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Kendari tepatnya di Lembaga

Pemasyarakatan klas II A. Alasan pemilihan lokasi tersebut karena Lapas kelas II

A, merupakan Lembaga Pemasyarakatan narapidana perempuan yang telah

mendapatkan vonis pengadilan.

3.2 Informan dan Teknik Penentuan Informan

3.2.1 Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang narapidana

perempuan yang terdiri dari 2 orang dari narapidana kasus aborsi, 1 orang dari

kasus pembunuhan, 1 orang dari narapidana kasus penganiayaan, dan 2 orang

narapidana dari kasus narkotika.

Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary, seorang informan

adalah “seorang pembicara asli” yang berbicara dengan mengulang kata-kata,

frase dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan

sumber informasi, (dalam Sparadley , 1997:35). Dengan demikian informan

yang dimaksud disini merupakan “sumber informasi” dalam rangka

memperoleh dan mengumpulkan data dan fakta untuk penelitian ini.

32

Page 33: Skripsinya Mega

Tabel 2.Pengelompokan informan berdasarkan kasus dari tiap narapidana

Informan Jumlah

Kasus aborsi 2

Kasus Pembunuhan 1

Kasus Penganiayan 1

Kasus Narkotika 2

Total 6

3.2.2 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan secara total sampling. Berdasarkan sifat

dari penelitian kualitatif, maka informasi yang di dapatkan tidak saja bersumber

dari manusia, tetapi juga berupa pristiwa, hal dan situasi yang diobservasi

sehubungan dengan pokok permasalahan dalam penelitian.

3.3 Sumber dan Jenis Data

3.3.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data

skunder yaitu ;

1. Data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dengan

menggunakan pedoman wawancara dengan informan.

2. Data skunder, adalah data yang diperoleh dari lembaga terkait khususnya

data yang ada hubungannya dengan topik penelitian berupa data tentang

jumlah napi dari tahun 2005-2008, data narapidana perempuan dari tahun

2005 -2008, dan kasus-kasusnya.

33

Page 34: Skripsinya Mega

3.3.2 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian adalah berupa data kuanlitatif dan kuantitaif, yaitu:

1. Data kualitatif yakni data yang dideskripsikan berdasarkan hasil

wawancara.

2. Data kuantitatif yakni data yang diperoleh dari disajikan dalam bentuk

tabel dengan menggunakan angka-angka atau persentase.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, manusia (peneliti sendiri) sebagai “instrument

penelitian” terbentuk berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh

manusia itu sendiri serta kemampuannya dalam menggunakan beberapa teknik

pengumpulan data di lapangan. Dengan pertimbangan seperti ini, maka teknik

pengumpulan data yand digunakan dalam penelitian ini adalah :teknik observasi

(obsevation technical, tehnik wawancara (interview method), dan teknik

dokumentasi.

3.4.1 Teknik Observasi

Lincoln dan Guba (1985) dalam Rosady Ruslan (2003:33)

mengklasifikasikan observasi dengan tiga cara melalui : pertama, pengamatan

bertindak sebagai partisipan atau non partisipan. Kedua, observasi dapat

dilakukan secara terang-terangan (over observation) dihadapan responden atau

dengan melakukan penyamaran. Ketiga, menyangkut latar belakang penelitian,

observasi yang dilakukan secara alami atau dirancang melalui analog dengan

wawancara terstruktur atau tidak terseruktur. Peneliti melakukan pengamatan

nonpartisipan, yaitu dimana mlakkukan observasi pengumpulan data dan

informasi tanpa melibatkan diri atu tidak menjadi bagian dari lingkungan sosial.

34

Page 35: Skripsinya Mega

3.4.2 Teknik Wawancara

Pemilihan teknik wawancara ini didasarkan atas kelebihan teknik itu

sendiri yakni dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan para informan,

(Nasution 1996 :69). Wawancara secara garis besarnya di bagi dua, yakni

wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak

terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif,

wawancara kualitatif dan wawancara terbuka (opended interview) sedangkan

wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku (standardized

interview), yang susunanaya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis)

dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga telah tersedia. (Mulyana, 2001:180).

3.4.3 Teknik Dokumentasi

Penelusuran dan pemerolehan data yang diperlukan melalui data yang

telah tersedia. Biasanya berupa data statistic, agenda kegiatan, produk

kepustakaan, atau sebagainya yang terkait dengan penelitian ini. Kelebihan

tehnik dokumentasi ini adalah karena data yang telah tersedia, siap pakai, serta

hemat biaya dan tenaga. Dalam penelitian, sebuah dokumen menjadi penting,

karena melalui dokumen itu peneliti dapat menimba pengetahuan bila dianalisis

dengan cermat. Dalam penelitian ini dokumen yang dimaksud selain dapat

dicari di berbagai perpustakaan juga dapat diakses melalui via internet.

3.5 Teknik Analisis Data

Setelah data terhimpun, langkah selanjutnya dianalisis menggunakan

deskritif kualitatif. Yaitu mendiskripsikan secara jelas data-data yang telah

diperoleh di lapangan, baik berupa data primer dan data skunder yang telah

35

Page 36: Skripsinya Mega

dikumpulkan dan diolah serta menjelaskan tentang pengungkapan diri (self

disclosure) terhadap narapidana perempuan.

3.6 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan variabel tunggal yaitu

Pengungkapan Diri Pada Narapidana Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Kota Kendari.

3.8 Konseptualisasi

Untuk memperjelas fokus penelitian ini maka dikemukakan beberapa

pengertian yakni:

1. Komunikasi antar personal adalah komunikasi yang terjadi secara pribadi dan

tatap muka (face to face) antara komunikator dan komunikan, dimana pesan

dikirim secara langsung dan memperoleh feed back yang juga secara

langsung.

2. Pengungkapan diri merupakan salah satu cara mengembangkan pribadi atau

diri seseorang.

3. Keterbukaan adalah kemauan untuk membuka diri dalam percakapan dengan

orang lain.

4. Menutup diri adalah membatasi diri untuk menjalin komunikasi dengan orang

lain.

5. Narapidana adalah seseorang karena melanggar hukum, maka ia dijatuhi

hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum

tetap.

6. Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat untuk membina atau mendidik

orang-orang terpidana agar setelah selesai menjalankan hukumannya mereka

36

Page 37: Skripsinya Mega

mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar

lembaga pemasyarakatan.

7. Wali sebagai fasilitator untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi setiap

narapidana,keluhan yang disampaikan dapat dilakukan kapan saja. Keluhan

kewali tergantung kewali itu tergantung napi itu ada permasalahan baik di

luar maupun didalam Lembaga pemasyarakatan.

37

Page 38: Skripsinya Mega

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Kota Kendari berdiri pada tahun

1994 yang menempati tanah seluas 30.000 m² yang teletak di Jalan Kapten Piere

Tandean Nomor. 01 Kelurahan Baruga, Kecamatan Baruga, Kota Kendari.

Sedangkan bangunan fisiknya ditempati sejak 13 September tahun 1999.

Adapun klasifikasi luas areal lembaga pemasyarakatan klas II A Kendari

berdasarkan pemanfaatannya adalah sebagai berikut :

a. Komponen gedung seluas 2.037 M².

b. Lapangan olah raga atau apel pagi seluas 650 M²

c. Taman seluas 4.560 M²

d. Lapangan parkir seluas 800 M²

e. Latihan pertanian seluas 9.545 M²

f. Lahan kosong seluas 11.150 M²

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat di katakan bahwa luas lahan

lembaga pemasyarakatan klas II A Kendari telah termanfaatkan untuk kebutuhan

sarana dan fasilitas lembaga pemasyarakatan mencapai 61,21 % dari luas areal

seluruhnya dan lahan yang belum tepakai untuk fasilitas mencapai 38,79 % luas

areal seluruhnya.

Daya tampung pada lembaga pemasrakatan kelas II A Kota Kendari

berkapasitas 404 orang narapidana, tapi sampai saat ini jumlah penghuni lembaga

pemsayarakatan kelas II A Kota Kendari berjumlah 191, yang terdiri narapidana

38

Page 39: Skripsinya Mega

pria 185 orang dan narapidana perempuaan 6 orang. Sarana penunjang yang

tersedia pada lembaga pemasyrakatan kelas II A Kota Kendari terdiri dari

sebagai berikut :

1. Ruang Besuk

Ruangan ini berfungsi sebagai tempat bertemu/berjumpa antara

narapidana dan keluarganya. Ruang besuk pad lembaga pemasyrakatan kelas

II A Kota Kendari tebagi atas tiga bagian antara lain sebagi berikut :

a. Ruang Steril Awal, adalah ruangan yang berfungsi untuk pemeriksaan

orang yang berkunjung serta barang-barang bawaannya.

b. Ruang Kunjungan, adalah ruangan yang berfungsi sebagai tempat

berjumpa/bertemu antara narapidana dan keluarganya.

c. Ruang Steril Akhir, adalah ruangan yang berfungsi untuk

pemeriksaan/penggeledaha akhir bagi narapidana dan barang yang akan

dibawa kedalam blok/kamar warga binaan.

2. Aula

Aula adalah berupa sebuah bangunan besar yang dibangun dekat

banguna kantor dengan luas 200 m² yang berfungsi sebagai ruang kantor dan

sebagaian lagi sebagai sarana olahraga yang dapat diselenggarakan seperti

bulu tangkis dan tenes meja, juga dapat dipakai sebagai tempat pemberian

ceramah terhadap narapidana serta acara-acara lainnya.

3. Ruang Ibadah

Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Kendari terdiri

dari pemeluk agama yang berbeda-beda ada yang beragama islam, Kristen,

katholik, hindu, dan budha, untuk itu disediakan sarana peribadatan seperti

39

Page 40: Skripsinya Mega

mesjid, gereja, selain itu berfungsi sebagai tempat pengajaran/ceramah

keagamaan.

4. Ruang Bimbingan Kerja (BIMKER)

Untuk menunjang dan menyalurkan kreatifitas dan produktifitas

penghuni lembaga pemasyarakatan kelas II A Kota Kendari, maka disediakan

tempat bimbingan kerja (BIMKER).

5. Ruang Perpustakaan

Rungan ini dibangun dalam rangka menunjang kegiatan mental

kepribadian, khususnya kemampuan intelektual yang dilengkapi dengan

sarana penunjang lainnya seperti bahan bacaan (Koran, buku-buku, dan lain-

lain), bahan-bahan bacaan ini diperoleh dari perpustakaan keliling/daerah satu

minggu sekali.

6. Sarana Olahraga

Tersedianya sarana olahraga yang digunakan dalam pembinaan

tersebut di atas maka dalam waktu luang yang ada, dapat digunakan dan

dimanfaatkan oleh para narapidana sehingga tercipta suasana kehidupan yang

aman, tertib, keakraban, antara sesama narapidana dengan petugas lembaga

pemasyarakatan dan dapat mengurangi rasa jenuh narapidana agar mereka

dapat menjalani masa hukumannya dengan baik.

Pada saat penelitian ini dilaksanakan, keadaan kepegawaian pada lembaga

pemasyarakatan kelas II A Kota Kendari, berjumlah 85 orang dengan tingkat

pendidikan SLTA sampai pada tingkat pendidikan sarjana (S-1). Berikut

penulis akan menguraikan bentuk table sebagai berikut.

40

Page 41: Skripsinya Mega

Table 3

Keadaan Pegawai Lembaga Pemasrakayan Klas II A Kota Kendari Menurut

Tingkat Pendidikan

NoJenis

Kelamin

Tingkat PendidikanJumlah

SLTA D3 S1 S2

1. Laki-laki 58 - 13 1 72 %

2. Perempuan 6 2 - 5 13 %

Jumlah 64 % 2 % 13 % 6 % 85 %

Sumber : Data skunder LAPAS Klas II A Kota Kendari,2009.

Berdasarkan table di atas menunjukan bahwa pegawai pria pada lembaga

pemasyarakatan klas II A Kota Kendari adalah 72, sedangkan pegawai wanita

hanya berjumlah 13 dengan tingkat pendidikan yang kurang berimbang antara

pegawai yang berpendidikan setingkat sarjana dengan setingkat SLTA.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.01.PR.01.03

Tahun 1985 Struktur Organisasi Lembaga pemasyarakatan Klas II A Kota

Kendari diperlukan guna menentukan garis komando, wewenang atau hak dan

kewajiban setiap personil disuatu organisasi sehingga tercipta suasana keja yang

tertib, disiplin dan dinamis yang merupakan syarat untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan stuktur organisasi yang telah disusun berdasarkan peraturan yang

berlaku guna memudahkan koordinasi dan implementasi dalam melaksanakan

tugas atau pekerjaan maka penulis menguraikan bidang kerja sebagai berikut:

41

Page 42: Skripsinya Mega

1. Bidang Tata Usaha

Bidang tata usaha tugasnya yaitu melaksanakan tugas ketata usahaan

kepegawaian, keuangan dan peraturan dalam rangka pelayanan

administrasi dan fasilitas Lembaga Pemasyarakatan.

2. Bidang Pembinaan Narapidana dan Anak

a. Memberikan bimbingan narapidana dan anak didik berdasarkan

peraturan dan prosedur yang berlaku dalam rangka persiapan

narapidana dan anak didik kembali ke masyarakat agar tidak

melanggar hukum lagi dan berprilku baik.

b. Melakukan dan membuat pedataan, statistik, dan dokumentasi

narapidana perempuan dan anak didik lembaga pemasyarakatn sesuai

dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka pelaksanaan tugas.

c. Menyelenggarakan bimbingan mental/rohani dan fisik serta

meningkatkan pengetahuan asimilasi serta perawatan narapidana dan

anak didik sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam rangka

kelancaran pelaksanaan tugas pemasyarakatan.

3. Bidang Administrasi/Keamanan dan Tata Tertib

1. Membuat laporan keamanan dan ketertiban berdasarkan data dan

berita acara dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas-tugas.

2. Menyelenggarakan tugas pengamanan dan ketertiban

mengatur/membuat jadwal dan penggunaan perlengkapan pengamanan

sesuai dengan peraturan dan petunjuk yang berlaku agar tercipta

suasana aman dan tertib dilingkungan lembaga pemasyarakatan.

4. Bidang kegiatan Kerja

42

Page 43: Skripsinya Mega

a. Memberikan bimbingan dan petunjuk kerja serta mengelola hasil kerja

sesuai engan ketentuan dan prosedur yang berlaku dalam rangka

pembinaan keterampilan kepada narapidan dan anak didik dalam

lingkungan lembaga pemasyarakatan klas II A Kota kendari.

b. Mempersiapkan, mengeluarkan dan menyimpan fasilitas

sarana/peralatan kerja berdasarkan kebutuhan dalam rangka

pembinaan narapidana dan anak didik.

4.2 Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini sebanyak 6 orang. Untuk mengetahui lebih

jelas mengenai informan dalam penelitian ini, dapat dilihat melalui karakteristik

informan berdasarkan umur, agama, pekerjaan, etnis dan pendidikan.

4.2.1 Karakteristik Informan Menurut Umur.

Bila dilihat dari tingkat usia maka informan pada penelitian ini berada

pada kelompok umur antara 20 – 60 tahun.

Berdasarkan data yang diperoleh, dalam hal ini menunjukan informan

berusia 20-30 tahun berjumlah 2 orang. Informan yang berusia 31-40 tahun

berjumlah 1 orang. Informan berusia 41-50 tahun berjumlah 1 orang

sedangkan informan yang berusia 51-60 tahun berjumlah 2 orang.

4.2.2 Karakteristik Informan Menurut Agama.

Karakteristik informan juga dapat dilihat dari sudut pandang sistem

kepercayaan. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan informan

beragama islam berjumlah 4 orang dan yang beragama kristiani 2 orang.

43

Page 44: Skripsinya Mega

4.2.3 Karakteristik Informan Menurut Pekerjaan.

Berdasarkan data yang diperoleh, menunjukkan bahwa informan yang

bekerja sebagai ibu rumah tangga berjumlah 2 orang, informan yang bekerja

sebagai kontraktor berjumlah 2 orang sedangkan yang masih status pelajar 2

orang.

4.2.4 karakteristik Informan Menurut Etnis

Bedasarkan data yang diperoleh,dalam hal ini menunjukkan bahwa

informan yang etnis tolaki berjumlah 1 orang, informan yang etnis bugis

berjumlah 2 orang, informan yang etnis poso 2 orang sedangkan informan

yang mempunyai etnis wawonii berjumlah 1 orang.

4.2.5 Karakteristik Informan Menurut Pendidikan

Dilihat dari tingkat pendidikan informan, maka terlihat bahwa sebagaian

besar informan adalah tamat SMA yaitu sebanyak 4 orang., tamatan SMP

yaitu 1 orang dan tamatan SD yaitu 1 orang. Berdasarkan data yang diperoleh

bahwa sebagaian besar tingkat pendidikan informan masih relatif rendah.

4.3 Kronologis Secara Singkat Kasus Pidana Yang Dilakukan

Kasus Narkotika

1. Nama Informan : Hj. ULFA

Pekerjaan : Kontraktor

Jenis Pelanggaran : Pemakai shabu-shabu

Lama Tahanan : 7 bulan penjara

Wawancara : 10 Juni 2009

“Pada awal saya mengenal barang haram jenis shabu-shabu dari umur 15 tahun, sebenarnya hal ini cuma iseng-iseng saat SMA bersama teman-teman namun keterusan. Hingga saya menyandang gelar hajja dan di karunia 4 orang

44

Page 45: Skripsinya Mega

anak, saya memilih shabu-shabu karena “barang” ini dan mudah didapatny. Status saya sebagai pemakai saat itu belum diketaui oleh keluarga, alasan lain saya memakai karena rutinitas kerja yang menuntut saya. Kerjaan saya sebagai kontraktor yang selalu harus ada di lapangan, bagi saya memakai shabu-shabu sangat lah positif karena bisa membantu dalam kerjaan, dimana kerjaan saya selalu menutut untuk lembur. namun setelah saya tertangkap keluarga baru mengetahui bahwa saya pemakai, respon dari mereka sendiri begitu sangat marah dan kaget. Di Lapas kalau kita ada masalah kita sering cerita kewali yang sudah di berikan, wali itu semacam pendamping kita selama berada di lapas. Dimana tiap-tiap wali membawahi 15 anak didiknya, beh tapi kadang kita malu-malu juga cerita itu mi saya sering cerita sesama teman kamarku saja.”

2. Nama Informan : Nurhidayah

Pekerjaan : Kontraktor

Jenis Pelanggaran : Pemakai shabu-shabu

Lama Tahanan : 2 tahun penjara

Wawancara : 10 Juni 2008

“Saya lahir dan besar di Wawonii, dan memiliki 6 orang anak. Awalnya saya mengenal shabu-shabu di tempat kerjaan saya. Kerjaan saya Kontraktor tidak jauh beda dengan ibu Ulfa namun saya lebih lama ditahan karena saya juga terjerat kasus ilegal logging. Selain kerjaan saya sebagai kontraktor saya juga memiliki kos-kosan di Andonohu dan mebel di tempat yang sama. Saya memakai shabu-shabu awalnya cuma iseng-iseng namun bagi saya ternyata shabu-shabu ini sangat positif bagi kerjaan makanya saya ketagihan. Pada saat saya tertangkap keluarga saya awalnya marah dan kecewa namun mereka akhirnya menerima. Tetapi selama saya di Lapas keluarga sering mengunjungi saya kok, pegawai-pegawai disini juga baik-baik. Kita diajarkan berbagai macam keterampilan seperti menjahit. Untuk disuruh berhenti mungkin agak sulit,de. Tapi saya akan coba untuk keluarga saya, biar saya tidak masuk di Lapas lagi. Kalau kita bicara tentang keadaan lapas to, disini pegawainya baik-baik, tapi kalau saya pribadi ini saya malu-malu juga cerita sama wali terkadang saya hanya cerita masalhku sama hj.Ulfa. Biasanya yang kita bahas itu keluarga,kerjaan dan ada juga kita bahasa tentang napi laki-laki disini.

45

Page 46: Skripsinya Mega

Kasus Aborsi

1. Nama Informan : Armida binti Mando

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Jenis Pelanggaran : Membantu Proses Aborsi

Lama Tahanan : 1 tahun 8 bulan penjara

Wawancara : 18 Juni 2008

“Saya seorang ibu rumah tangga biasa dengan 3orang anak dan suami yang kerja serabutan. Saya tertangkap karena membantu anak melkukan tindakan aborsi, banyak alasan yang membuat saya melakukan hal seperti itu slah satunya karena saya sayang ma anak saya karena masih muda dia sudah harus menanggung aib, namun karena ini saya pun harus menanggung hukumannya. Ee bapaknya anak-anak hanya kaget saja “kenapa katanya ko buat begini?”. Hanya bgitu saja da bertanya sa Cuma kaih tau “mau di apa kasihan pak, dari pada kita dicemooh ma tetangga”.

2. Nama Informan : Nigsi Binti Somat

Pekerjaan : tidak ada

Jenis Pelanggaran : Melakukan Aborsi

Lama Tahanan : 1 tahun 8 bulan penjara

Wawancara : 18 Juni 2008

“Saya Nigsih umur 23 tahun. Saya hanya tamatan SMA, saya anak ketiga dari tiga bersaudara. Awalnya saya mempunyai niat mengaborsi karena malu dengan lingkungan sekitar, saya melakukan perbuatan zina ini berlandaskan sama-sama sayang namun ternyata setelah saya hamil laki-laki itu tidak mau bertangguang jawab. Kemudian saya pergi kerumah orang tua sang laki-laki itu namun tanggapan keluarganya tidak ada baru itu mereka semuanya tidak mau tau lagi tentang saya, mereka Cuma bilang itu salahmu. Lama-lama perut saya makin membesar dan setelah umur janin 4 bulan saya memutuskannya untuk menggugurkanya (aborsi),dari pada harus menanggung cibiran orang. Pas selesai mengaborsi ternyata adami polisi yang sudah lama mengintai itu tempat dukun, karena saya berada disitu dengan mamaku, terpaksami kita dibawa juga kekentor polisi.”

46

Page 47: Skripsinya Mega

Kasus Pembunuhan

Nama Informan : Hernaningsih

Pekerjaan : Tidak ada

Jenis Pelanggaran : Pembunuhan

Lama Tahanan : 5 tahun penjara

Wawancara : 10 Juli 2008

“Saya Hernaningsih lahir di Hungkolo 26 juni 1988, saya dijatuhi hukuman selama 5 tahun penjara karena kasus pembunuhan. Sebenarnya saya tidak pernah ada niat untuk melakukan hal itu namun keadaan yang memaksa melakukannya. Saat ini keluarga saya di kampung terkucilkan karena ulah saya. Semua saya lakukan hanya untuk membela diri saja, waktu itu di Wawonii saya tinggal dengan om, saya pikir om adalah keluarga yang baik ternyata dibalik itu dia punya niat lain. Malam itu dia berusaha memperkosa saya, kemudian saya berusaha membela diri kebetulan di atas meja itu ada sebilah pisau. Lalu saya mengambilnya dan menusuk pisau itu pas dibagian dadanya. Dan malam itu pun saya ditangkap sama keluarga yang melihat nya dan di bawa ke kantor polisi dan om saya di bawa ke rumah sakit, saya berharap om saya mati, karena bagi saya orang kayak begitu ndak pantas hidup. Di lembaga pemasyarakatn Kemdari ini saya tinggal 1 blok dengan ibu siti arfah. Saya sering cerita masalahku ma dia, misalnya tentang keluarga, maupun tentang narapidana laki-laki disini. Selain itu ibu sitti arafah juga sering ceritakan masalah kerjaannya sama saya juga dan masalah keluarganya. Kalau ada keluhan tentang keadaan di lembaga sa sering jie konsultasi ma wali ku. Menurut saya to orang-orang di lapas sini terbuka kalau kita ada masalah”.

47

Page 48: Skripsinya Mega

Kasus Penganiyaan

Nama Informan : Sitti Arfah

Pekerjaan : Penyayi elektron

Jenis Pelanggaran : Penganiyaan

Lama Tahanan : 1 tahun 2 bulan

Wawancara : 10 Juli 2008

“Saya Sitti Arfah umur 38 tahun, saya hanya tamatan SMP saja dan memiliki 2 orang anak. Pekerjaan saya sehari-hari hanya sebagai penyanyi elektron, kenapa saya melakukan tindakan pidana penganiyaan. Itu semua berawal dari pekerjaan saya sebagai seorang penyanyi yang harus pulang malam, kemudian ada tetangga yang tidak menerimanya. Eh dia sering gosipkan saya perempuan ndek benar, saya sering dibilang pelacur dan wanita penggoda suami orang. Mendengar hal itu yang sering dia bicarakan ketetangga lain saya tidak terima, lalu saya mendatangai kerumahnya kemudia kita ribut karena saya sudah tidak tahan kemudian saya memukulnya tepat dipipinya. Hari itu juga dia tidak terima lalu melaporkannya kekantor polisi. Padahal ya..itu tetangga sebelah rumah saya lho!!. Kalau menurut saya keadaan di Lapas ini sudah baik, disini kita disediakan tempat kursus menjahit, kalau ada masalah kita disuruh melapor sama wali masing-masing. Tapi kalau saya lebih senang bicara sama teman, rasanya lebih nyaman.”

Berdasarkan hasil wawancara dengan enam narapidana perempuan di

lembaga pemasyarakatan klas II A kota kendari, kita menyadari bahwa mereka

akan lebih senang melakukan pengungkapan diri kepada orang yang juga

melakukan pengungkapan dirinya selain itu narapidana melakukan

pengungkapan diri hanya berdasarkan karena sifat saling percaya antara satu

dengan yang lain.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut kita dapat melihat faktor- faktor

narapidana perempuan melakukan pengungkapan diri. Adapun faktor-faktor yang

menyebabkan narapidana melakukan tindakan pidana atau tindakan yang

melanggar hukum, adalah kurangnya komunikasi dengan keluarganya dan

48

Page 49: Skripsinya Mega

kurangnya keterbukaan, jadi ketika mndapat masalah, mereka sering mencari

tempat pelarian untuk menenangkan diri seperti narkoba. Selain itu ada faktor

lain yang menyebabkan mereka melakukan tindakan pidana yaitu sebagai

berikut:

1. Lingkungan tempat tinggal

Lingkungan merupakan awal seseorang belajar tentang banyak hal.

Lingkungan sangat mempengaruhi sikap dan prilaku laku seseorang dalam

bermasyarakat.

2. Faktor norma

Norma muncul melalui proses interaksi yang perlahan-lahan di antara anggota

masyarakat. Pada saat seseorang berprilaku tertentu pihak lain menilai

kepantasasn atau ketidakpantasan perilaku tersebut, atau menyarankan perilaku

alternatif (langsung atau tidak langsung). Norma terbentuk dari proses

akumulatif interaksi masyarakat. Jadi, ketika seseorang masuk ke dalam

sebuah kelompok masyarakat, perlahan-lahan akan terbentuk norma. Ada

beberapa norma yang terdapat dimasyarakat.

a. Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku

dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma

akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial

masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial.

b. Norma agama adalah norma yang mengatur kehidupan manusia yang

berasal dari peraturan kitab suci melalui wahyu yang diturunkan nabi

berdasarkan atas agama atau kepercayaannya masing-masing.

49

Page 50: Skripsinya Mega

c. Norma hukum adalah norma yang mengatur kehidupan sosial

kemasyarakatan yang berasal dari kitab undang-undang hukum yang

berlaku.

4.4 Bentuk Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Narapidana Perempuan Di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Kendari

Di dalam penjara, baik pada penjara kelas I maupun kelas II dapat

disaksikan bagaimana aktivitas narapidana yang mendekam dalam penjara

sebagai akibat hukuman dari perbuatan pidana yang mereka lakukan. aktivitas

narapidana ini tidak terlepas dari komuniksi yang salah satunya adalah

Pengungkapan diri atau self–disclosure merupakan salah satu cara

mengembangkan pribadi atau diri seseorang, ia bahkan menjadi salah satu

indikasi adanya hubungan antarapribadi yang kuat dan intim. Dalam konteks

komunikasi, pengungkapan diri juga merupakan suatu bentuk strategi interaktif

yang dapat dilakukan untuk mencari informasi yang berkenaan dengan orang lain

atau sebaliknya.

Terkadang di televisi kita dapat menyaksikan bagaimana narapidana

perempuan dalam melakukan berbagai aktivitas keseharian mereka di penjara.

Situasi dan kondisi membuat mereka tidak putus asa untuk menjalankan hidup

dan berpikir apabila keluar nanti mereka akan terkucilkan di masyarakat. Dari

hasil wawancara dengan narapidana perempuan di Lembaga Pemasyarakatan klas

II A Kota Kendari yang menjadi informan dalam penelitian ini terungkap bahwa

mereka menjadi narapidana karena keadaan yang mendorong atau motiv tertentu

sehingga mereka melakukan tindakan pidana.

50

Page 51: Skripsinya Mega

Seperti yang diungkapkan oleh Hj. Ulfa dalam wawancaranya

menyatakan bahawa :

Pada awal saya mengenal barang haram jenis shabu-shabu dari umur 15 tahun, sebenarnya hal ini cuma iseng-iseng saat SMA bersama teman-teman namun keterusan. Hingga saya menyandang gelar hajja dan di karunia 4 orang anak, saya memilih shabu-shabu karena “barang” ini dan mudah didapatny. Status saya sebagai pemakai saat itu belum diketaui oleh keluarga, alasan lain saya memakai karena rutinitas kerja yang menuntut saya. Kerjaan saya sebagai kontraktor yang selalu harus ada di lapangan, bagi saya memakai shabu-shabu sangat lah positif karena bisa membantu dalam kerjaan, dimana kerjaan saya selalu menutut untuk lembur. Namun setelah saya tertangkap keluarga baru mengetahui bahwa saya pemakai, respon dari mereka sendiri begitu sangat marah dan kaget.

(Hasil wawancara 10 Juni 2009).

Dari pernyataan di Hj. Ulfa di ats kita dapat mengetahui bahwa motif

yang mendorong untuk melakukan tindak pidana (mengkonsumsi Narkoba) pada

awalnya iseng-iseng atau coba-coba dan karena narkoba menurut informan dapat

memberi efek positif dalam membantu pekerjaan informan.

Selain itu, Nurhidayah menyatakan hal yang sama bahwa motiv

melakukan tindak pidana karena mencoba-coba serta narkoba dianggap oleh

informan dapat membantu melancarkan pekerjaan, berikut pernyataan

Nurhidayah dalam wawancaranya:

Awalnya saya mengenal shabu-shabu di tempat kerjaan saya. Kerjaan saya Kontraktor tidak jauh beda dengan ibu Ulfa namun saya lebih lama ditahan karena saya juga terjerat kasus ilegal logging. Selain kerjaan saya sebagai kontraktor saya juga memiliki kos-kosan di Andonohu dan mebel di tempat yang sama. Saya memakai shabu-shabu awalnya cuma iseng-iseng namun bagi saya ternyata shabu-shabu ini sangat positif bagi kerjaan makanya saya ketagihan.

(Hasil wawancara 10 Juni 2008).

Bagi narapidana pada kasus aborsi, tentu motif atau dorongan sehingga

terjerat dalam tindak pidana tersebut, memiliki alasan tersendiri, berikut

51

Page 52: Skripsinya Mega

pernyataan Armida binti Mando yang merupakan ibu rumah tangga yang terjerat

kasus aborsi dengan lama tahanan selama 1 tahun 8 bulan:

“Saya tertangkap karena membantu anak melakukan tindakan aborsi, banyak alasan yang membuat saya melakukan hal seperti itu slah satunya karena saya sayang ma anak saya karena masih muda dia sudah harus menanggung aib, namun karena ini saya pun harus menanggung hukumannya”

(Hasil wawancara 18 Juni 2008).

Dari pernyataan kasus diatas kita, ada keunikan dari motif atau dorongan

dari informan tersebut bahwa tindak pidana aborsi tidak hanya di jerat pada

pelaku aborsi sendiri namun ternyata, bagi yang membantu proses aborsi tersebut

juga dijerat sebagai tindak pidana.

Ningsi Binti Somat dalam wawancaranya, menyampaikan motiv atau

yang mendorong tindakan pidana aborsi, sebagai berikut:

“Awalnya saya mempunyai niat mengaborsi karena malu dengan lingkungan sekitar, saya melakukan perbuatan zina ini berlandaskan sama-sama sayang namun ternyata setelah saya hamil laki-laki itu tidak mau bertangguang jawab. Kemudian saya pergi kerumah orang tua sang laki-laki itu namun tanggapan keluarganya tidak ada baru itu mereka semuanya tidak mau tau lagi tentang saya, mereka Cuma bilang itu salahmu. Lama-lama perut saya makin membesar dan setelah umur janin 4 bulan saya memutuskannya untuk menggugurkanya (aborsi),dari pada harus menanggung cibiran orang. Pas selesai mengaborsi ternyata adami polisi yang sudah lama mengintai itu tempat dukun, karena saya berada disitu dengan mamaku, terpaksami kita dibawa juga kekentor polisi.”

(Hasil wawancara 18 Juni 2008)

Dari pernyataan Armada dan Ningsi sebaga narapidana perempuan dalam

kasus aborsi, kita dapat mengetahui bahwa hal yang paling mendasar dan

menjadi motif seseorang untuk melakukan aborsi disebabkan oleh aib atau atau

nama baik, baik harga diri pribadi, harga diri keluarga dalam masyarakat. hal-hal

tersebutlah yang menyebabkan sesorang melakukan tindak pidana aborsi. Namun

52

Page 53: Skripsinya Mega

hal lain adalah ketidak bertanggung jawaban laki-laki yang mengakibatkan pihak

perempuan harus menaggung sendiri semua beban dari faktor kehamilan di luar

nikah tersebut.

Dari kasus pembunuhan, motif yang mendorong seseorang melakan

tindak kejahatan ini seperti yang diungkapkan oleh Hernaningsih karena faktor

membela diri, berikut pernyataan Hernaningsih seoramng narapidana perempuan

dalam kasus pembunuhan dengan lama tahanan 5 tahun penjara:

“Sebenarnya saya tidak pernah ada niat untuk melakukan hal itu namun keadaan yang memaksa melakukannya. Saat ini keluarga saya di kampung terkucilkan karena ulah saya. Semua saya lakukan hanya untuk membela diri saja, waktu itu di Wawonii saya tinggal dengan om, saya pikir om adalah keluarga yang baik ternyata dibalik itu dia punya niat lain. Malam itu dia berusaha memperkosa saya, kemudian saya berusaha membela diri kebetulan di atas meja itu ada sebilah pisau. Lalu saya mengambilnya dan menusuk pisau itu pas dibagian dadanya. Dan malam itu pun saya ditangkap sama keluarga yang melihat nya dan di bawa ke kantor polisi dan om saya di bawa ke rumah sakit, saya berharap om saya mati, karena bagi saya orang kayak begitu ndak pantas hidup”.

(Hasil wawancara 10 Juli 2008).

Lain halnya dengan kasus penganiayan yang dialami oleh Sitti Arfah,

bahwa motif yang mendorong informan melakukan tindak pidana dikarenakan

informan merasa risih dengan tetangganya yang terlalu ikiut campur dalam

kehidupan dan pekerjaanya, berikut pernyataan Sitti Arfah yang mengambarkan

tentang motif melakukan tindak penganiayaan:

Pekerjaan saya sehari-hari hanya sebagai penyanyi elektron, kenapa saya melakukan tindakan pidana penganiyaan. Itu semua berawal dari pekerjaan saya sebagai seorang penyanyi yang harus pulang malam, kemudian ada tetangga yang tidak menerimanya. Eh dia sering gosipkan saya perempuan ndek benar, saya sering dibilang pelacur dan wanita penggoda suami orang. Mendengar hal itu yang sering dia bicarakan ketetangga lain saya tidak terima, lalu saya mendatangai kerumahnya kemudia kita ribut karena saya sudah tidak tahan kemudian saya memukulnya tepat dipipinya. Hari itu juga dia tidak terima lalu

53

Page 54: Skripsinya Mega

melaporkannya kekantor polisi. Padahal ya..itu tetangga sebelah rumah saya lho!!. (Hasil wawancara 10 Juli 2008).

Dari bebrapa pernyataan tersebut kita dapat mengetahui bahwa motif

yang mendorong narapidana perempuan dalam melakukan tindak pidana di

sebabkan oleh dua faktor yaitu: di sengaja dan tidak disengaja. Faktor

kesengajaan dikarenakan untuk menjaga nama baik (pertahanan diri) dan faktor

tidak sengaja. namun faktor tidak sengaja dari kasus di atas juga memiliki

hubungan dengan factor mempertahankan diri atau menjaga nama baik.

Wawancara tersebut memudahkan peneliti untuk menggali informasi

yang lebih dalam, khususnya pengungkapan diri narapidana tersebut. Dari hasil

penelitian terungkap bahwa narapidana perempuan melakukan pengungkapan

diri, terutama pada teman sekamar dalam penjara dan ada beberapa narapidana

juga yang melakukan pengungkapan diri dengan wali mereka dipenjara. Berikut

beberpa penyataan tentang pengungkpan diri narapidana perempuan pada teman

satu satu kamarnya di Lapas;

“Nama saya Nurhidayah, saya lebih senang cerita sama ibu Ulfa (teman sekamar) sewaktu di Lapas”

(Hasil wawancara 10 Juni 2008)

“Saya banyak terbuka pada teman satu kamar, biasanya kita banyak cerita menjelang tidur malam, pada saat itulah kita banyak berbagi menganai persoalan yang kami alami”

(Hasil wawancara dengan Hj. Ulfa 10 Juni 2008)

“Kita kan dilapas itu disediakan wali,kadang-kadang sa cerita jie juga ma waliku tapi ndak mendetail hanya se adanya saja. Sa lebih senang cerita sama temannku lebih enak sa rasa”.

54

Page 55: Skripsinya Mega

Pada saat bersamaan:

“Begini de, kita tiap masuk di Lapas ini pasti kita akan ditanya sama

walinya kita itu kenapa sampai kita bisa melakukan perbuatan pidana,

tapi secara keseluruhan saya itu lebih nyaman dengan teman sekamar

saya”.

(Wawancara dengan Siti Arfah 10 Juli 2008).

Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Armida;

“ Kenapa ya, saya lebih senang cerita dengan teman sekamar saya, soalnya selama saya di sini, mungkin diantara semua orang hanya dia yang mengerti dengan saya…”

(Hasil wawancara 18 Juni 2008)

Dari sekian informan, ternyata ada juga yang senang terbuka dengan wali

mereka hal ini seperti yang diungkapkan oleh Hermaningsi. Berikut pernyataan

Hermaningsi tentang tentang pengungkapan diri terhadap walinya;

“ Memang saya banyak curhat ma teman satu sel, tapi saya juga senang cerita sama wali, soalnya banyak saya dapat masukan positif dari arahan-arahan wali saya. Kalau saya bebas nanti diarahkan, bagaimana mendekatkan diri sama Pencipta, pokonya saya senang sama wali saya…”

(Wawancara 10 juli 2008)

Dari beberapa pernyataan diatas maka dapat diperoleh gambaran

bahwa narapidana perempuan kelas II A Kota Kendari lebih terbuka atau

melakukan pengungkapan diri pada teman satu sel atau satu kamar dalam penjara

tersebut terlebih pada narapidana yang terjerat dalam kasus yang sama. Hal ini

merupkan salah satu karakteristik komunikasi self-dislosure dimana biasanya

terjadi antara dua orang, komunikasi dua arah di mana individu biasanya selektif

memilih orang kepada siapa ia mengungkapkan sesuatu mengenai dirinya. Dalam

interaksi antara dua orang pengungkapan diri biasanya bersifat simetris.

55

Page 56: Skripsinya Mega

Pengungkapan diri selalu terjadi keseimbangan antara partisipan seperti yang

diungkapkan oleh Nur Hidayah, berikut pernyataannya;

“Itu karena tho dia (teman sekamar) juga sering ceritakan masalahnya, jadi s juga sering mi juga cerita sama dy. Kalau katanya orang itu saling berbagi, selain itu kita kan sama-sama tersandung narkoba istilahnya senasib lah”

(wawancara 10 Juni 2008)

Selain itu, narapidana perempuan juga dalam pengungkapan diri juga

dilakukan pada wali mereka, namun tidak hal ini hanya dilakukan oleh beberapa

orang narapidana perempuan dan kalupun semua melakukan pengungkapan diri

tidak seintim seperti yang dilakukan dengan teman satu kamar mereka.

Pengungkapan diri narapidana perempuan merupakan kelanjutan yang

lebih intim dari hubungan antarpribadi mereka. Itulah sebabnya tidak semua

narapidana perempuan di lapas II A menjalin hubungan dan melakukan

komunikasi antarpribadi dengan narapidana lainya. Proksimitas (jarak fisik)

tampak menjadi faktor yang memudahkan terjadinya komunikasi antarpribadi

dan pengungkapan diri. Sesama narapida yang melakukan pengungkapan diri

umumnya berada dalam satu kamar di manamerupakan tempat mereka yang

sering untuk menghabiskan waktu selama dalam penjara.

Berdasarkan kondisi di atas, kita bisa melakukan analisis lebih dalam

dengan menggunkan pendekatan Johari Windows, sehingga dapat melihat bentuk

pengungkapan diri narapidana perempuan, baik pengungkapan diri yang

dilakukan oleh narapidanya yang sesama kamar maupun beda kamar, ataupun

narapidana perempuan dengan wali mereka. Hal ini dapat dilihat seperti skema

berikut:

56

Page 57: Skripsinya Mega

1. Pengungkapan diri narapidana perempuan dengan narapidana perempuan

lainya sesama Kamar.

(Hasil penelitian 2008-2009)

a. Jendela pertama atau area terbuka diperbesar

karena konsep “saya tahu” tentang diri saya, dan “orang lainpun tahu”

tentang diri saya, hal ini berlaku kedua-duanya, begitu sebaliknya orang

lain orang lain memiliki pengetahuan tentang dirinya sendiri dan diketahui

oleh teman sekamarnya.

Area terbuka di sini berlaku sepenuhnya, karena hal ini di dasari oleh

alasan mereka mengungkapkan diri, bahwa mereka melakukan

pengungkapan diri dikarenakan teman sekamarnya pun melakukan

pengungkapan diri terhadap diri mereka. Hal ini memungkinkanya

komunikasi yang efektif sebab antara narapidana yang satu dengan

narapidana lainya dalam satu kamar saling terbuka sama halnya dengan

apa yang diungkapkan oleh Johari area ini merupakan “bidang terbuka”

suatu bingkai yang paling ideal dalam hubungannya dengan komunikasi

antarpribadi karena pada kondisi ini menunjukkan orang yang terbuka

57

HiddenArea

BlindArea

UnknownArea

Open Area

Page 58: Skripsinya Mega

terhadap orang lain. Keterbukaan itu disebabkan dua pihak (saya dan

orang lain) sama-sama mengetahui informasi, prilaku, sikap, perasaan,

keinginan, motivasi, gagasan dan lain-lain

b. Jendela kedua atau area buta, diperkecil

karena, konsep “saya tidak tahu” tidak berlaku dalam artian narapidana

perempuan memiliki pengetahuan tentang dirinya. dan konsep orang

“orang lain tahu” tentang saya berlaku dalam artian orang lain memiliki

pengetahuan tentang narapidana yang sekamar dengannya sehingga area

ini diperkecil karena hanya satu konsep yang berlaku dan sebagai akibat

daripada pergeseran volume terbuka.

c. Jendela ketiga atau area tersembunyi juga

diperkecil pada konteks ini, hal ini dikarenakan konsep saya tahu dan

orang lain tidak tahu, hanya satu konsep yang berlaku yakni konsep “saya

tahu” atau adanya pengetahuan tentang diri mereka sendiri oleh narapina

dan konsep “orang lain tidak tahu” atau narapina tidak memiliki

pengetahuan akan narapidana sekamarnya tidak berlaku, sehingga volume

pada area ini diperkecil yang juga sebagai akibat dari pergeseran dari

bingkai atau area pertama.

d. Jendela keempat atau area tidak dikenal

pada konteks ini sangat kecil, hal ini dikarenakan, konsep “saya tidak

tahu” dan “orang lain tidak tahu” kedua-duanya tidak mutlak berlaku

karena masing-masing dari narapida saling terbuka dan saling mengetahui,

sehingga volume pada area ini semakin kecil sebagai akibat dari

pergeseran dari ketiga bingkai sebelumnya terutama bingkai pertama.

58

Page 59: Skripsinya Mega

2. Bentuk pengungkapan diri narapidana perempuan dengan narapidana

perempuan lainnya yang tidak satu kamar

(Sumber: Hasil penelitian 2008-2009)

a. Jendela pertama; konsep “saya tahu” dan “orang lain tahu”,hanya satu

yang berlaku yakni konsep “saya tahu” sehingga volume area ini

dipersempit. atau dalam artian narapidana perempuan pada jendela ini

hanya memiliki pengetahuan tentang dirinya sedangkan orang lain

(narapidana lain) tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya.

b. Jendela kedua: kosep “saya tidak tahu” dan “Orang lain tahu” dua-duanya

tidak berlaku, dalam arti saya tidak tahu, itu tidak ada melainkan

narapidana perempuan memiliki pengetahuan tentang dirinya hanya pada

konteks ini narapidana lain (yang tidak sekamar) tidak meliki

pengaetahuan tentang narapidana yang tidak sekamar dengannya sehingga

59

OpenArea

BlindArea

UnknownArea

HiddenArea

Page 60: Skripsinya Mega

sekaligus menolak konsep “orang lain tahu” pada area ini. Oleh karena itu,

volume area ini dipersempit dua kali lipat dari jendela pertama.

c. Jendela ketiga : baik konsep “saya tahu” maupun “orang lain tidak tahu”

pada konteks ini dua-duanya berlaku dimana terdapat pengetahuan akan

diri sendiri oleh narapidana dan orang lain (narapidana lain) tidak

memiliki pengetahuan tentang kita sehingga volume pada area ini

diperbesar.

d. Jendela keempat: konsep “saya tidak tahu” ini tidak berlaku pada konteks

ini sebab narapidana memiliki pengetahuan tentang dirinya. Kosep “orang

lain tidak tahu” pada konteks ini berlaku sebab narapidan lain (yang beda

kamar) tidak memiliki pengetahuan akan narapidana lain (narapidana yang

beda kamar). sehingga volume area ini dipersempit.

3. Bentuk pengungkapan diri narapidana perempuan

terhadap wali.

Berdasrkan hasil penelitian maka, ada dua proposisi yang terbangun

mengenai bentuk pengungkapan diri narapidana perempuan dengan wali

mereka, yaitu: pertama seperti asumsi I ( kondisi napi yang sesama kamar)

bahwa narapidana perempuan terbuka pada walinya dan kedua memiliki

kemiripan dengan asumsi kedua (napi yang beda kamar) bahwa narapidana

perempuan jarang terbuka pada walinya hanya pada kondisi tertentu, sehingga

masing-masing dari proposisi tersebut memiliki skema dalam pengembagan

Johari Windows sebaga berikut

60

Page 61: Skripsinya Mega

- Pengungkapan narapidana perempuan yang terbuka dengan walinya

(Sumber: Hasil penelitian 2008-2009)

a. Jendela pertama atau area terbuka diperbesar

karena konsep “saya tahu” tentang diri saya, dan “orang lainpun tahu”

tentang diri saya, dalam artian narapidana perempuan memiliki

pengetahuan tentang dirinya dan walinya pun tahu akan dirinya,

namun hal ini tidak berlaku timbal balik sebab narapidana perempuan

tidak akan mengatahui sepenuhnya wali mereka sebab narapidana pada

suasana ini akan menjadi obyek dan berada pada kondisi pasif dalam

artian wali akan lebih aktif mengali informasi pada narapidana, dan

bukan sebaliknya.

Hal ini dikarenakan kata “saling” tidak berlaku pada konteks ini sebab

wali tidak melakukan pengungkapan diri sehingga kendatipun hal ini

terjadi pada arean pertama “terbuka” namun efektifitas tidak

61

HiddenArea

BlindArea

UnknownArea

Open Area

Page 62: Skripsinya Mega

sepenuhnya dapat berlangsung, sehingga tidak mengherankan kalau

sebahagian informan mengungkapkan bahwa mereka melakukan

pengungkapan diri pada konteks ini hanya pada waktu tertentu dan

kecuali mendapat masalah dan di tanya oleh wali mereka. Jadi dari

penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa, proses pengungkapan diri

atau Jendela Johari meskipun bingkai pertama volumenya cukup

besar, namun tidak dilandasi oleh anadanya “kata saling” atau sling

mengungkapkan diri demi mewujudkan saling kepercayaan antara

keduanya cukup mempengaruhi kualitas pengungkapan diri sesorang.

b. Jendela kedua atau area buta, diperkecil

karena, konsep “saya tidak tahu” tidak berlaku dalam artian

narapidana perempuan memiliki pengetahuan tentang dirinya. dan

konsep orang “orang lain tahu tentang saya”, berlaku dalam artian

orang lain (wali) memiliki pengetahuan tentang narapidana sehingga

area ini diperkecil karena hanya satu konsep yang berlaku dan sebagai

akibat daripada pergeseran volume terbuka.

c. Jendela ketiga atau area tersembunyi juga

diperkecil pada kondisi ini ini, sebab hanya satu konsep yang berlaku

yakni konsep “saya tahu” atau adanya pengetahuan tentang diri mereka

sendiri oleh narapina dan konsep “orang lain tidak tahu” atau wali

mereka tidak memiliki pengetahuan akan narapidana tersebut tidak

berlaku, sehingga volume pada area ini diperkecil yang juga sebagai

akibat dari pergeseran dari bingkai atau area pertama.

62

Page 63: Skripsinya Mega

d. Jendela keempat atau area tidak dikenal

pada kodisi ini sangat kecil, hal ini dikarenakan, konsep “saya tidak

tahu” dan “orang lain tidak tahu” kedua-duanya tidak berlaku karena

narapida terbuka pada wali mereka sehingga wali meliliki pengetahuan

tentang narapidana tersebut, dan narapidana sendiri juga memiliki

pengetahuan tentang dirinya, sehingga volume pada area ini semakin

kecil.

- Bentuk pengungkapan diri narapida perempuan dengan wali dalam kondisi

yang tidak terbuka.

(Sumber: Hasil penelitian 2008-2009)

a. Jendela pertama; konsep “saya tahu” dan “orang lain tahu”,hanya satu

yang berlaku yakni konsep “saya tahu” sehingga volume area ini

dipersempit. atau dalam artian narapidana perempuan pada jendela ini

hanya memiliki pengetahuan tentang dirinya sedangkan orang lain

(wali) tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya

b. Jendela kedua: konsep “saya tidak tahu” dan “Orang lain tahu” dua-

duanya tidak berlaku, dalam arti “saya tidak tahu”, itu tidak ada

63

OpenArea

BlindArea

UnknownArea

HiddenArea

Page 64: Skripsinya Mega

melainkan narapidana perempuan memiliki pengetahuan tentang

dirinya hanya pada konteks ini orang lain tahu (wali tahu) tidak

berlaku atau wali tidak meliki pengaetahuan tentang narapidana

sehingga sekaligus menolak konsep “orang lain tahu” pada area ini.

Oleh karena itu, volume area ini dipersempit dua kali lipat dari jendela

pertama.

c. Jendela ketiga : baik konsep “saya tahu” maupun “orang lain tidak

tahu” pada konteks ini dua-duanya berlaku dimana terdapat

pengetahuan akan diri sendiri oleh narapidana dan orang lain (wali)

tidak memiliki pengetahuan tentang kita sehingga volume pada area

ini diperbesar.

d. Jendela keempat: konsep “saya tidak tahu”, ini tidak berlaku pada

konteks ini sebab narapidana memiliki pengetahuan tentang dirinya.

Konsep “orang lain tidak tahu” pada konteks ini berlaku sebab wali

pada konteks ini tidak memiliki pengetahuan akan narapidana tersebut,

sehingga volume area ini dipersempit.

Berdasarakan kondisi di atas maka dapat dibentuk proposisi bahwa

perubahan pada daerah terbuka atau pada sebarang daerah atau kuadran akan

mengakibatkan perubahan pada kuadran yang lain. Jika salah satu kotak menjadi

lebih kecil, kotak lain akan menjadi lebih besar. Begitu juga, jika salah satu kotak

menjadi lebih besar, kotak lain pasti menjadi lebih kecil, jika kuadran terbuka

semakin besar maka tiga kuadran lainnya akan mengecil, begitu sebaliknya secara

bergantian. Daerah-daerah diri ini, dengan demikian, tidaklah saling terpisah dan

64

Page 65: Skripsinya Mega

berdiri sendiri. Mereka masing-masing bergantung kepada orang lain, atau dengan

kata lain kondisi kuadran ayng satu akan mempengaruhi kuadran yang lain.

4.5 Alasan Pengungkapan Diri

Alasan pengungkapan diri yang dilakukan oleh narapidana perempuan

adalah karena adanya saling percaya anatara narapidana yang satu dengan

narapidana yang lain, khususnya satu kamar. Hal ini seperti yang diungkapkan

oleh Nur Hidayah, berikut pernyataannya;

“Itu karena tho dia (teman sekamar) juga sering ceritakan masalahnya, jadi s juga sering mi juga cerita sama dy. Kalau katanya orang itu saling berbagi, selain itu kita kan sama-sama tersandung narkoba istilahnya senasib lah”

(wawancara 10 Juni 2008)

Begitu juga apa yang disampaikan oleh Armida:

“Kenapa ya, saya lebih senang cerita dengan teman sekamar saya, soalnya selama saya di sini, mungkin diantara semua orang hanya dia yang mengerti dengan saya…”

(wawancara 18 Juni 2008)

Kepercayaan dan kepribadian adalah dua pertimbangan utama saat

anak jalan saat melakukan pengungkapan diri. Kepercayaan yang dimaksud

disini adalah kepercayaan narapidana perempuan (komunikator) kepada

narapidana yang lain (komunikan) dalam pengungkapan diri.

Pengungkapan diri yang dilakukan antar narapidana umunya

dilatarbelakangi oleh pertimbangan resiprokal dan derajat keintiman.

Seorang narapidana A akan melakukan pengungkapan diri pada narapidana

B karena narapidana B tersebut juga melakukan pengungkapan diri yang

65

Page 66: Skripsinya Mega

sama kepada narapidana A. Meskipun terkadang dalam pengungkapan diri

terdapat sejumlah topik yang secara detail sebenarnya tidak ingin mereka

ungkapkan. Hal ini sesuai apa yang diungkapkan oleh Cride dkk (1986) dan

hasil studi Mc Croskey dan Wheeless (dalam devito, 1982:291), bahwa:

a. Resiprokal, seseorang akan melakukan pengungkapan diri pada orang yang juga melakukan pengungkapan diri pada dirinya.

b. Kepercayaan, tingkat kepercayaan seseorang pada orang lain menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan pengungkapan diri.

Prinsip ini menggambarkan pengungkapan diri sebagai perilaku yang

timbal balik. Baik suka rela maupun terkadang terpaksa. Hal itu dilakukan

sebagai bentuk penghargaan atau imbalan atas informasi yang telah mereka

dapatkan sebelumya.

Pengungkapan diri tersebut dilakukan dengan alasan mereka tidak

merasa tenang jika tidak menceritakan kepada teman dekatnya, dan banyak

manfaat yang didapatkan dengan menceritakan masalah kepada teman

dekatnya banyak jalan keluar yang mereka dapatkan ketika ada masalah

yang sedang dihadapi baik sifatnya masalah pribadi tentang kondisi dalam

tahanan maupun tentang masalah yang dipendam-penmnaya dalam keluarga.

Hal itu diungkapkan Nurhidayah, dalam wawancaranya menyatakan;

“Kalau mau di bilang kayak curhat itu, tidak bisa dihitung de,karena bisa tiap hari!pokoknya ada masalah pasti sa cerita. saya banyak mendapat manfaat dari curhat tersebut, tadinya saya begitu tak tenang, setelah saya luapkan isi hati saya, dan ada yang mendengarkan, dan pada saat itulah saya banyak masukan dari teman saya”(wawancara 10 Juni 2008).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ulfah, berikut ungkapannya;

66

Page 67: Skripsinya Mega

“Kalau mau di bilang perasaan, yang saya dapatkan_tenang, karena masalahku sudah ada yang mau dengarkan”

(Wawancara 10 Juni 2008)

Armida juga bercerita bahwa ia merasa malu setelah keluar dari lapas

nanti, khususnya dilingkungannya, ia tidak bias bayangkan bagaimana

cibiran orang sama dirinya, namun dengan motivasi dan masukan dari

temannya ia mendapat ketenangan.

4.6 Topik Pengungkapan diri

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi beberapa kemiripan

topik rahasia yang diungkapkan narapidana perempuan dalam pengungkapan

diri (self-disclosure). Topik rahasia tersebut yaitu : (1) Mengapa mereka

berada di penjara, (2) Menyukai salah satu atau ketetarikkan dengan

narapidana laki-laki, (3) Serta masalah dengan keluarga mereka.

Berikut hasil jaringan data, mengenai topik-topik pengungkapan diri

narapidana perempuan di lapas II A Kota Kendari:

- “Saya banyak cerita sama Ulfa mengenai mengenai kasus saya, keluarga saya, begitupula dia. banyak waktu yang kita habis kan bersama untuk berbagi dan meenungi hiup kami kenapa sampai terjerumus dalam penjara”

(Wawancara Nurhidayah 10 Juni 2008)

- “Teman satu kamar saya, hamper setip mau tidur selalu menceritakan tentang kesukaannya pada salah satu tahan laki-laki di penjara. dia selalu bilang”tolong jangan ceritakan ini sama orang lain, saya harap”

(Wawancara Armida teman satu kamar dengan Ningsi 18 Juni 2008)

- “saya banyak cerita sama bu Arfah, masalah kasus yang saya hadapi, sudah itu masalah keluraga, serta kejadian pada saat melakukan pembunuhan. ibu Arfa banyak memberikan

67

Page 68: Skripsinya Mega

masukan kalau kelurga saya tidak akan membeci saya karna membunuh, katanya kaukan membela diri, mempertahankan harga diri….., saya pun banyak menceritakan tentang keluarga di kampong kalau mereka meresa terkucilkan karna ulah saya”

(Wawancara Hermaningsi 10 Juli 2008)

- “Banyak hal yang kita ceritakan dengan teman satu kamar saya, mulai dari pengalaman-pengalaman sebelum masuk penjara, masalah dalam penjara, sampai masalah keluraga. Bahkan masalah pribadipun antara saya dan teman satu ruangan saya kita saling terbuka. Awalnya sih saya malu-malu, tapi lama kelamaan karna kita selau sama-sama, saya terbuka diapun terbuka sama saya ji, saya percaya sama dia, diapun percaya ma saya, bahkan kita saling memberi motivasi.”

Pada saat bersamaan subyek menyampaikan;

“Sering. Dia sering bilang to, kalau saya ada masalah bicara saja ndak usahmi malu untuk saya ceritakan. Karena dia juga da sering jie ceritakan masalah ke saya”.

(Wawancara Siti Arfah 10 Juli 2008)

4.7 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Narapidana Perempuan Melakukan

Pengungkapan Diri (Self Disclosure).

Pengungkapan-diri terjadi lebih lancar dalam situasi-situasi tertentu

ketimbang situasi yang lain. Di sini, kita mengidentifikasi beberapa faktor

yang mempengaruhi pengungkapan diri terhadap narapidana perempuan di

lembaga pemasyarakatan klas II A Kota Kendari. Semua informan

menyampaikan bahwa mereka lebih terbuka dalam pengungkapan diri dalam

kondisi tatap muka hanya dua orang antara komunikator (narapidana

perempuan) atau komunikan (narapidana perempuan lain atau wali dari tiap

narapidana). Berikut pernyataan informan tentang pengaruh jumlah individu

terhadap pengungkapan diri;

68

Page 69: Skripsinya Mega

“Malulah kalau kita cerita banyak orang, jangan sampai mereka tidak bisa pegang rahasia….”

(wawancara Hermaningsi 10 Juli 2008)

Begitu juga apa yang disampaikan ibuUlfa, ia juga merasa malu untuk

terbuka pada setiap orang olehnya itu teman sekamarnya menjadi teman

cerita untuk berbagai.

Tidak jauh beda dengan Ibu Ulfa dan Hermaningsih, ibu Arfah bisa

terbuka pada lebih dari satu orang di lapas, tapi itu sifatnya terbatas hanya

pada teman sekamarnya serta walinya.

Dari beberapa pernyataan di atas dapat membenarkan adanya

pengaruh besar kelompok dalam proses pengungkapan diri, semakin sedikit

jumlah kelompok atau individu maka pengungkapan diri lebih banyak terjadi

ketimbang dalam kelompok besar. Jadi dapat diketahui bahwa

“Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil ketimbang

dalam kelompok besar. Diad (kelompok terdiri atas dua orang) merupakan

lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. Dengan satu

pendengar, pihak yang melakukan pengungkapan diri dapat meresapi

tanggapan dengan cermat. Dengan dukungan atau ketiadaan dukungan ini,

orang dapat memantau pengungkapan diri ini, meneruskannya jika situasinya

mendukung dan menghentikannya jika situasi tidak mendukung. Bila ada

lebih dari satu orang pendengar, pemantauan seperti ini menjadi sulit, karena

tanggapan yang muncul pasti berbeda dari pendengar yang berbeda.

69

Page 70: Skripsinya Mega

Selain dari hal di atas adanya kondisi yang sama (senasib) juga

mempengaruhi pengungkapan diri. Seperti yang diungkapkan oleh Ulfa,

dalam wawancara berikut:

“Itu karena tho dy (teman sekamar) juga sering ceritakan masalahnya, jadi s juga sering mi juga cerita sama dy. Kalau katanya orng itu saling berbagi, selain itu kita kan sama-sama tersandung narkoba istilahnya senasib lah.”(wawancara 10 Juni 2008)

Hal diatas merepakan proses Efek Diadik. Narapidana perempuan

melakukan pengungkapan diri bila orang yang bersama nya juga melakukan

perngungkapan diri. Efek diadik ini membuat narapidana perempuan merasa

lebih aman dan, nyatanya, memperkuat perilaku pengungkapan diri sendiri.

Pengungkapan diri menjadi lebih akrab bila itu dilakukan tanggapan atas

pengungkapan diri orang lain.

Begitupula peresaan menyukai, saat membuka diri napi perempuan

kepada orang-orang yang disukai atau dicintai dan tidak akan membuka diri

kepada orang yang tidak disukai. Ini tidak mengherankan karena orang yang

disukai (dan menyukai kita) akan bersikap mendukung dan positif.

Narapidana perempuan juga membuka diri lebih banyak kepada orang yang

dipercayai.

Selain poin di atas kepribadian juga menyebabkan narapidana

perempuan melakukan pengungkapan diri. Narapidana perempuan yang

pandai bergaul (sociable) dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih

banyak ketimbang mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih introvert.

Perasaan gelisah juga mempengaruhi derajat pengungkapan diri. Rasa

gelisah ada kalanya meningkatkan pengungkapan diri dan kali lain

menguranginya sampai batas minimum. narapidana yang kurang berani

70

Page 71: Skripsinya Mega

bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri ketimbang mereka

yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi.

Hal lain, narapidana perempuan lebih cenderung membuka diri tentang

topik yang lain. Sebagai contoh, lebih mungkin mengungkapkan informasi

diri tentang pekerjaan atau hobi ketimbang tentang kehidupan seks atau

situasi keuangan. Umumnya, makin pribadi dan makin negatif suatu topik,

makin kecil kemungkinan narapidana perempuan mengungkapkannya

namun hal ini tidak terjadi pada semua narapidana, contohnya subyek

Hermaningsih menceritakan masalahnya dalam kasus pembunuhan terhadap

teman satu kamarnya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan serta

adanya motivasi yang diberikan oleh teman bicaranya (satu kamarnya) .

Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis

kelamin. Umumnya, pria kurang lebih terbuka ketimbang wanita. Peran

sekslah (sex role) dan membuka jenis kelamin dalam arti biologis yang

menyebabkan perbedaan dalam hal pengungkapan diri ini. “Wanita yang

maskulin,” misalnya, kurang membuka diri ketimbang wanita yang nilai

dalam skala maskulintasnya lebih rendah. Selanjutnya, “pria feminin”

membuka diri lebih besar ketimbang pria yang nilai dalam skala

feminitasnya lebih rendah. Faktor jenis kelamin jaga mempengaruhi faktor

pengungkapan diri perempuan narapidana, hal ini dapat dilihat bahwa

diantara informan yang semuannya adalah perempuan melakukan

pengungkapan diri pada teman sekamarnya dalam konteks yang begitu

terbuka hal ini dikarenakan kondisi yang mereka miliki sama-sama

71

Page 72: Skripsinya Mega

perempuan sehingga mereka memiliki anggapan tentang derajat kepercayaan

yang lebih tinggi akibat dari kesamaan jenis kelamin tersebut.

Dari beberapa poin di atas maka kita dapat mengetahui bahwa faktor

kesamaan, baik sama kamar (satu kamar/jarak), kesamaan kasus, kesaman

jenis kelamin, dan sama-sama saling menceritakan masalah (saling terbuka)

akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas pengungkapan diri bagi

narapidana perempuan.

72

Page 73: Skripsinya Mega

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab

sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk pengungkapan diri yang

dilakukan oleh narapidana perempuan dilakukan pada sesama narapidana

perempuan lainnya ada dua bentuk, yaitu, pertama; pada yang sesama

kamar pengungkapan diri berada pada kondisi terbuka (open area). Kedua:

pada beda kamar proses pengngkapan diri berada pada suasana kuadran tiga

atau Hidden area(tersembunyi). Selain itu, narapidana perempuan juga

melakukan pengungkapan diri pada wali mereka masing-masing dan pada

kondisi ini, juga memiliki dua bentuk pengungkapan diri yakni open area

bagi narapidana yang terbuka terhadap wali mereka dan hidden area bagi

narapidana yang tertutup pada wali mereka.

2. Pengungkapan diri pada narapidana perempuan di lapas Kelas II A Kota

Kendari dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu jarak (sesama kamar),

bentuk pidana (sama kasus), Jumlah Kelompok (individu), saling percaya

antara komunikator (narapidana perempuan) dan komunikaan (narapidana

perempuan lainnya), efek diadik, serta jenis kelamin.

73

Page 74: Skripsinya Mega

5.2 Saran

Hasil dari kesimpulan yang ditarik diatas, dapat disarankan beberapa

hal sebagai berikut :

1. Bagi peneliti yang berminat pada topik pengungkapan diri disarankan

melakukan pengujian kuantitaif untuk mengetahui faktor dominan yang

melatarbelakangi pengungkapan narapidana perempuan.

2. Karena tingat partisipasi wali sebagai pengarah dalam konteks rehabilitiasi

narapidana sifatnya pasif dalam artian lebih banyak kuntitatif kunjungan

narapidana dari pada mengunjungi narapidana, maka hal ini harus

diperhatikan, dalam artian membuka peluang yang lebih besar bagi

narapidana untuk melakukan pengungkapan diri kepada wali demi

mendapatkan arahan positif dari pihak lapas itu sendiri.

3. Bagi masyarakat tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan

represif dan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu

organisasi yang rumit dan birokrasi, yang dapat menjurus ke arah

birokratisme yang merugikan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha

pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan usaha represif dan

rehabilitasi. Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif

seperti antara lain: stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum / dibina),

pengasingan, penderitaan dalam berbagai bentuk, pelanggaran hak asasi,

permusuhan/kebencian terhadap satu sama lain.

74

Page 75: Skripsinya Mega

Daftar Pustaka

Andi Hamzah. 1993. Sistem Pidana dan Pembinaan Indonesia. Pradnya Paramitha.

Jakarta.

Bambang Poernomo.1986. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem

Pemasyarakatan. Liberty. Yogyakarta.

Canggara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. Rajawali Pers.

Derlega, Valenan, J and Louis H. Janda. 1986. Personal Adjustment: the psychology

of Everiday Life Ed. Scott Forestman and Company; London.

De Vito, Joseph. 1976. The Interpersonal Communication. Book Harpers Row :

New York.

De Vito, Joseph. 1982. Communicologya; An introduction to The Study of

Communication ed. Harper and Row Publishers : New York.

Effendy, U. Onong. 1986. Dinamika komunikasi. Bandung. Remaja Rosdakarya.

-----------------------.2003. Ilmu, Teori, dan filsafat komunikasi. Bandung. Citra

Aditya Bakti.

Husain, Muh. Najib dan Harmin, ST. 2005. Dalam Laporan Hasil Penelitian

Analisis Self Disclosure Dalam Komunikasi Antarpribadi Anak Jalanan di

Kota Kendari. Universitas Haluoleo. Kendari

Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung. Citra Aditya Bakti.

Moleong, Lexy J. 1995. Metodologi Organisasi. Bumi Askara. Bandung

75

Page 76: Skripsinya Mega

Mulyana, Deddy M. A. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung.

Remaja Rosda karya.

Mulyana, Deddy M. A dan Solatun. 2007. Metode Penelitian Komunikasi.

Bandung. Remaja Rosda Karya.

Nasution. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Rajawali Pers. Jakarta.

Poerwadarminta, W.J.S. 1992. kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai

Pustaka.

Pratikto, Riyono. 1987. Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi. Bandung. Remaja

Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaluddin. 1993. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosda Karya.

Bandung.

Rakhmat, Jalaluddin. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung. Remaja Rosda Karya

Romly Atmasasmita, 1983. Kepenjaraan dalam Suatu Bunga Rampai. Armico.

Bandung

Ruslan, Rosady, S.H.,M.M. 2003. Metode Penelitian public Relation dan

Komunikasi. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Sendjaja S. Djuarsa. 1994. Teori Komunikasi. Jakarta. Universitas Terbuka.

Soejono Dirdjosisworo. 1984. Penanggulangan Kejahatan. Alumni. Bandung

Widjaja, H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta. Rineka Cipta.

Dokumen-dokumen

[email protected] “kesadaran tentang pengungkapan diri” – Diakses tanggal 10

Febuari 2009

76

Page 77: Skripsinya Mega

http://www.google.co.id/search?

faktorfaktor+pengungkapan+diri&meta=&btnG=Telusuri+dengan+Google – Diakses

tanggal 25 Febuari 2009

http://www.suaramerdeka.com/harian/0107/31/kot7.htm - Di akses tanggal 2 Maret

2009

http://id.wordpress.com/tag/pengantar-ilmu-komunikasi/2008/10/17/html

http://meiliemma.wordpress.com/2006/10/17/definisi-komunikasi/html

77

Page 78: Skripsinya Mega

78

Page 79: Skripsinya Mega

PEDOMAN WAWANCARA

Judul Penelitian

Pengungkapan Diri Pada Narapidana Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan

Klas II A Kota Kendari

A. KARAKTERISTIK INFORMAN

1. Nama responden : ……………….

2. Tempat / Tanggal Lahir :………………..

3. Pendidikan terakhir :……………………..

4. Agama :……………………

5. Jenis Kelamin :……………

6. Umur :………………….

7. Jenis pelanggaran :………..

8. Lama hukuman :…………… Tahun

B. PERTANYAAN

1. Kepada siapa anda sering menceritakan tentang diri Anda atau Keluarga

Anda?

2. Apakah anda hanya mengungkapkan atau menceritakan keluarga anda hanya

dengan teman cerita?

3. Trus, kepada siapa Anda menceritakan pengalamn pahit anda atau kasus

anda, apakah pada teman ruangan anda atau orang lain yang beda kasus

dengan anda?ataukah sama wali anda?

4. Kenapa anda sampai terbuka sama dia?berikan Alasannya?

79

Page 80: Skripsinya Mega

5. Pada saat kapan anda terbuka sama dia? Ataukah setiap saat atau kah

ditempat-tempat tertentu saja?

6. Perasaan apa yang anda dapatkan dengan anda terbuka dengan orang tersebut?

7. Apakah teman saudara ini sering memotivasi sehingga anda mau terbuka sama

dia?

8. Bagaimana dengan wali anda apakah anda percaya dengan dia?

9. Apakah anda terbuka juga sama dia dalam semua hal khususnya perasaan atau

tekanan yang anda alami?

10. Apakah wali anda sering mengunjung atau mengajak anda cerita?

11. Hal-hal apa(topik cerita apa) yang anda senangi untuk diceritakan bersama

dengan wali anda? Kalau dengan teman satu kamar anda?

12. Kenapa sampai anda tidak mau terbuka/cerita pada yang beda kamar dengan

anda atau yang beda kasus dengan anda?

13. Masukan-masukan apa yang anda dapat semasa diLapas, baik dari teman

maupun dari wali , apa anda terapkan sekarang?menurut anda apakah

bermanfaat atau tidak?

14. apakah menurut anda penting kita terbuka dengan orang lain?

TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA

80