Skripsinya Mega
Transcript of Skripsinya Mega
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman timbul berbagai gejala sosial dalam
kehidupan bermasyarakat yang didorong oleh kehendak dan keinginan guna
mencapai suatu tujuan sebagai hakekat dari prinsip hidup manusia. Timbulnya
gejala sosial secara komprehensif dilatar belakangi adanya stratifikasi sosial
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Stratifikasi sosial tersebut
dikelompokkan dalam berbagai kelas yang diukur dari sudut pandang yang
bersifat subyektif yang dilihat dari berbagai sudut ekonomi, sosial, budaya, dan
politik. Akibatnya terjadi konflik yang bersifat struktural dan horizontal antar
sesama masyarakat yang pada hakikatnya menimbulkan peristiwa pidana dalam
pergaulan masyarakat.
Peristiwa pidana merupakan suatu rangkaian tindakan yang dilakukan
oleh subyek hukum dalam melawan suatu tatanan peraturan perundang-
undangan yang telah dibuat oleh alat perlengkapan Negara. Perbuatan tersebut
dapat diancam pidana berupa sanksi yang telah diatur dalam Undang-Undang
Dasar yang dijabarkan dalam undang-undang dengan berbagai instrumen baik
yang bersifat tertulis maupun yang tidak tertulis dalam undang-undang hukum
pidana maupun hukum perdata sebagai rangkaian upaya represif guna menekan
peristiwa pidana dalam kehidupan masyarakat dengan harapan dapat
memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana baik napi laki-laki maupun
napi perempuan.
1
Sama halnya dengan daerah-daerah lainnya, kota Kendari merupakan
daerah hukum yuridik di Indonesia, yang tidak terlepas dari beberapa persoalan
yang mengatur penanganan terhadap para pelaku peristiwa pidana. Sehingga
dengan alasan tersebut Kota Kendari juga memiliki lembaga pemasyarakatan
yaitu Lembaga Pemasyarakatan kelas II A. Letaknya di ibu Kota Propinsi ,
kapasitas dari lembaga pemasyrakatan kelas IIA dapat menampung lebih dari
300 orang. Didalam lembaga pemasyrakatan kelas IIA memiliki 4 blok antara
lain blok untuk anak-anak, blok untuk dewasa, blok untuk narkoba, blok untuk
perempuan. Untuk saat ini lembaga pemasyarakatan kelas IIA memiliki 185
orang narapidana pria dan 6 orang narapidana perempuan.
Tabel 1 : Jumlah Kasus Narapidana Perempuan di Kota Kendari
Tahun Jumlah Kasus Jenis Pelanggaran
2005 7 kasus2 pembunuhan,
2 penipuan, 3 narkotika
2007 2 kasuspemalsuan mata uang dan
pembunuhan
2008 6kasus2aborsi, 1pembunuhan
1 penganiyaan, 2 narkotika
Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Kota Kendari Klas IIA, tahun 2008.
Studi ini akan memusatkan perhatian pada perilaku narapidana
khususnya pengungkapan diri narapidana perempuan. Sebelum para narapidana
perempuan menjalani kehidupan dalam penjara mereka memiliki dunia yang
berbeda, yakni kehidupan sosial sebelum dipenjarakan. Mereka memulai
kehidupan dalam penjara dengan penuh kecemasan, ketidakpastian, kegelisahan
serta samar-samar, tentang kehidupan dipenjara. Dalam benak dan pikiran para
2
napi sebelum masuk dunia penjara, dunia penjara didominasi oleh kekerasan,
permusuhan, manusia yang terasing, yang bagi mereka sangat tidak lazim. Para
napi merasa takut akan kemungkinan apa yang akan terjadi kepada diri mereka
dalam penjara, termasuk akan serangan dari sesama napi (seniornya) yang lebih
dulu menjalani hukuman, perkosaan dan bahkan kematian dipenjara karena
kekerasan. Kekerasan dunia penjara yang dialami para oleh para napi berasal
dari sesama napi, juga dapat dari petugas dan pegawai penjara. ( Mulyana, 2007
: 165).
Penerapan sanksi pidana sebagai upaya represif secara komprehensif
bertujuan merehabilitasi para pelaku tindak pidana sehingga dapat kembali
kekehidupan yang normal dan menyadari apa yang telah dilakukannya. Upaya
rehabilitasi yang dibuat oleh negara sebagai satu langkah konkrit dalam
menciptakan manusia seutuhnya yang berbasis mental spritual pancasila sebagai
salah satu bentuk rehabilitasi yang dibuat oleh negara adalah rehabilitasi sosial,
dimana rehabilitasi sosial berfungsi preventif dengan penanaman berbasis pada
kesadaran terhadap para pelaku tindak pidana dan langkah tersebut dilakukan
pada Lembaga Pemasyarakatan sebagai bentuk pembinaan narapidana yang
telah memperoleh kekuatan tetap berupa putusan dari peradilan. Rutan
merupakan rumah tahanan sementara dimana para narapidana masih tunggu
keputusan sidang tetang masa hukuman. Di Lapas ini peran komunikasi
dibutuhkan dalam hal rehabilitas para pelaku tindak pidana, dimana dengan
komunikasi, baik yang akan dilakukan oleh pegawai lapas atau wali kepada
pelaku tindak pidana maupun dari narapidana kepada pegawai lapas (wali)
3
ataupun sesama narapidana sendiri akan mempengaruhi perkembangan perilaku
individu narapidana pada saat rehabilitasi ataupun pasca rehabilitasi tersebut.
Meski diakui bahwa pengungkapan diri narapidana perempuan sangat
penting bagi perkembangan individu, namun sebagian orang masih enggan
untuk melakukannya. Pada dasarnya keengganan atau kesulitan individu dalam
mengungkapkan diri banyak dilandasi oleh faktor resiko yang akan diterimanya
dikemudian hari, di samping karena belum adanya rasa aman dan kepercayaan
pada diri sendiri. Resiko yang dimaksud dapat berupa diketahuinya informasi
yang telah diberikan pada seseorang kepada pihak ketiga padahal informasi
tersebut dianggap pribadi oleh pemberi informasi, atau informasi yang
disampaikan justru menyinggung perasaan orang lain sehingga dapat
mengganggu hubungan interpersonal yang sebelumnya sudah terjalin dengan
baik.
Pengungkapan diri pada orang atau kondisi yang tidak tepat justru akan
menjadi bumerang bagi si pemberi informasi. Selain faktor risiko, faktor pola
asuh juga berperan penting. Dalam keluarga atau lingkungan yang tidak
mendukung semangat keterbukaan dan kebiasaan sebagi informasi maka
individu akan sulit untuk bisa mengungkapkan diri secara tepat. Itulah sebabnya
mengapa sebagaian orang amat sulit berbagai informasi dengan orang lain,
sekali pun informasi tersebut sangat positif bagi dirinya dan orang lain.
Pengungkapan diri mengandung resiko bagi narapidana perempuan
(pemberi informasi) namun para ahli psikologi menganggap bahwa
pengungkapan diri sangatlah penting. Individu yang mampu mengungkap diri
secara tepat terbukti lebih mampu menyusaikan diri (adaptive), lebih percaya
4
diri sendiri, lebih kompoten. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh
Miller dan Steinbert dalam Budiyatna (1987) tentang fungsi Self-disclosure
bahawa :
1. Fungsi katarsis (melegakan hati), fungsi ini hanya dapat diajukan pada
pendengar yang khusus, umumnya ketika individu ingin mengakui
kesalahan yang telah diperbuatnya.
2. Fungsi klarifikasi atas suatu persoalan yang membingungkan dan
mengganggu individu. Individu akan mencari pendengar yang mampu
membantunya menangani atau mengatasi persoalan yang dihadapinya.
3. Sebagai proses eskalasi suatu hubungan ketika individu saling berbagai
informasi yang bersifat pribadi satu sama lain, mereka cenderung akan intim
dan dekat.
Berdasarkan ungkapan di atas, pengungkapan diri sangatlah penting,
terlebih pada kondisi para narapidana khususnya narapidana perempuan, sebab
pada kondisi ini narapidana perempuan mengalami tekanan psikologis sehingga
pengungkapan diri sangat penting bagi para narapidana perempuan dalam
membangun komunikasi antara sesama narapidana sendiri maupun dengan
pegawai lapas.
Hasi survei di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Kota Kendari, yang
memiliki 185 orang narapidana pria dan 6 orang narapidana perempuan dalam
proses pengungkapan diri masih sangat kurang baik antara sesama narapidana
perempuan maupun antara narapidana dengan pegawai lapas. Pengungkapan
diri oleh narapidana ini biasanya hanya terjadi pada sesama narapidana yang
memiliki kasus yang sama sedangkan pengungkapan diri antara narapidana
5
dengan pengawai lapas terjadi hanya pada saat narapidana membutuhkan
sesuatu atau mengalami masalah (kondisi-kondisi tertentu).
Berdasarkan kenyataan obyektif di atas peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih jauh tentang persoalan tersebut, oleh sebab itu penulis tertarik memilih
judul “Pengungkapan Diri Pada Narapidana Perempuan Di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Kota Kendari”.
1.2 Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka
yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah ;
1. Bagaimana bentuk pengungkapan diri (self disclosure) narapidana
perempuan ?
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengungkapan diri narapidana
perempuan ?
1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk pengungkapan diri (self disclosure) narapidana
perempuan
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi narapidana
perempuan melakukan tindakan pidana.
6
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah;
1. Secara Teoritis ; diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan ilmu komunikasi khususnya kajian komunikasi Antar
Pribadi dan komunikasi Sosial Pembangunan.
2. Secara Praktis ; diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
narapidana perempuan di kota Kendari.
3. Secara Metodologis ; penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan informasi bagi peneliti lainnya dalam bidang komunikasi sosial
pembangunan.
7
1.4 Kerangka Pikir
Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan, maka teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Self Disclosure dari Joseph Luft
(dalam Liliweri, 1997 : 48-49). Teori ini sering juga disebut dengan istilah
model “ Johari window” atau Jendela Johari. Para pakar psikologi kepribadian
menganggap bahwa model teoritis yang diciptakan merupakan dasar untuk
menjelaskan dan memahami interaksi antara pribadi secara manusiawi. Secara
teoritis model Jendela Johari dapat dilihat dalam gambar berikut ini.
Saya tahu Saya tidak tahu
Orang lain tahu 1.TERBUKA 2. BUTA
Orang lain tidak tahu 3. TERSEMBUNYI 4. TIDAK DIKENAL
GAMBAR 1 : JENDELA JOHARI TENTANG BIDANG PENGENALAN DIRI DAN ORANG
LAIN
Bertolak dari teori di atas, maka ada empat kemungkinan yang akan
terjadi dalam sikap dan prilaku seseorang sehingga menyebabkan keberhasilan
dan kegagalan hubungan manusiawi.
Jendela Johari terdiri dari empat bingkai. Masing-masing bingkai
berfungsi menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkpkan dan memahami
diri sendiri dalam kaitannya dengn orang lain.
Asumsi Johari bahwa kalau setiap individu bisa memahami diri sendiri
maka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah laku di saat berhubungan
dengan orang lain
8
Bingkai 1, menunjukkan orang yang terbuka terhadap orang lain.
Keterbukaan itu disebabkan dua pihak (saya dan orang lain) sama-sama
mengetahi informasi, prilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan dan
lain-lain. Johari menyebutkan “bidang terbuka” suatu bingkai yang paling ideal
dalam hubungannya dengan komunikasi antarpribadi.
Bingkai 2, adalah bidang buta “orang buta”. Merupakan orang yang
tidak mengetahui banyak hal tentang dirinya sendiri namun orang lain
mengetahui banyak hal tentang dia.
Bingkai 3, disebut “bidang tersembunyi” yang menunjukkan keadaan
bahwa sesuatu hal yang diketahui diri sendiri tetapi tidak diketahui orang lain.
Bingkai 4, disebut “bidang tidak dikenal” yang menunjukkan keadaan
bahwa sesuatu hal tidak diketahui diri sendiri dan orang lain.
Bingkai-bingkai dari jendela Johari tersebut dapat digeser sehingga
ruang 1,2,3 dan 4 dapat dibesarkan dan dikecilkan untuk menggambarkan
tingkat keterbukaan individu dan penerimaan orang lain terhadap individu.
Ada 4 kemungkinan perubahan atas bingkai-bingkai jendela Johari.
Bingkai 1 diperbesar
Bingkai 1 diperbesar
Manusia ideal adalah manusia yang selalu terbuka dengan orang lain
(open minded person or of ideal window). Daerah terbuka (open self) berisikan
semua informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan dan
sebagainya yang diketahui oleh diri sendiri dan oleh orang lain. Macam
informasi yang termasuk disini dapat beragam mulai dari nama, warna kulit, dan
9
1 23 4
jenis kelamin seseorang sampai pada usia, keyakinan politik dan agama. Daerah
terbuka masing-masing orang akan berbeda-beda besarnya bergantung pada
dengan siapa orang ini berkomunikasi.
Bingkai 2 diperbesar
Bingkai 2 diperbesar
Manusia yang terlalu menonjolkan diri, namun buta terhadap dirinya
sendiri (exhibitionist or bull in chinashop) Daerah buta (blind self) berisikan
informasi tentang diri kita yang diketahui orang lain tetapi kita sendiri tidak
mengetahuinya. Ini dapat berupa kebiasaan-kebiasaan kecil mengatakan “tahu
kan” atau memegang-megang hidung bila anda marah atau hal-hal lain yang
lebih berarti seperti sikap defensif, atau pengalaman terpendam.
Bingkai 3 diperbesar
Manusia yang suka menyendiri, sifatnya seperti penyu (loner and loner
and turtle). Daerah gelap (unknown self) adalah bagian dari diri manusia yang
tidak diketahui baik oleh dirinya maupun oleh orang lain. Ini adalah informasi
yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang lupa dari perhatian.
Manusia memperoleh gambaran mengenai daerah gelap ini dari sejumlah
sumber. Adakalanya daerah ini terungkap melalui perubahan temporer akibat
10
1 23 4
1 23 4
minum obat, melalui kondisi eksperimen khusus seperti hipnotis atau deprivasi
sensori, atau melalui berbagai tes proyektif atau mimpi.
Bingkai 4 diperbesar
Bingkai 4 diperbesar
Manusia yang tahu banyak tentang orang lain tetapi tidak menutup
dirinya (type interviewer). Daerah tertutup (hidden self) mengandung semua hal
yang manusia ketahui tentang diri sendiri atau tentang orang lain tetapi ia
simpan hanya untuk dirinya sendiri. Ini adalah daerah tempat manusia
menghasilkan segala sesuati tentang dirinya sendiri dan tentang orang lain. Pada
ujung-ujung ekstrim, terdapat mereka yang terlalu terbuka (overdiscosers) dan
mereka yang terlalu tertutup (underdisclosers).
Model Jendela Johari dibangun berdasarkan delapan asumsi yang
berhubungan dengan prilaku manusia. Asumsi-asumsi itu menjadi landasan
berpikir kaum humanistik.
Asumsi pertama, pendekatan terhadap prilaku manusia harus dilakukan
secara holistik. Artinya kalau kita hendak menganalisis prilaku manusia maka
analisis itu harus menyeluruh sesuai konteks dan jangan terpenggal-penggal.
Asumsi kedua, apa yang dialami seseorang atau sekelompaok orang
hendaklah dipahami melalui persepsi dan perasaan tertentu, meskipun
pandangan itu subjektif.
Asumsi ketiga, prilaku manusia lebih sering emosional bukan rasional,
pendekatan humanistik terhadap prilaku sangat menekankan betapa pentingnya
hubungan antara faktor emosional dan prilaku.
11
1 23 4
Asumsi keempat, setiap individu atau sekelompok orang sering tidak
menyadari bahawa tindakan-tindakannya dapat menggambarkan prilaku
aindividu atau kelompok tersebut. Oleh karena itu, para pakar aliran humanistik
sering mengemukkan pendapat mereka bahwa setiap individu atau kelompok
perlu meningkatkan kesadaran sehingga mereka dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh orang lain.
Asumsi kelima, faktor-faktor yang bersifat kualitatif misalnya derajat
penerimaan antarpribadi, konflik, kepercayaan antarpribadi merupakan faktor
penting yang mempengaruhi prilaku manusia.
Asumsi keenam, aspek yang terpenting dari prilaku ditentukan oleh
proses perubahan prilaku bukan oleh struktur prilaku.
Asumsi ketujuh, kita dapat pahami prinsip-prinsip yang dapat mengatur
prilaku melalui pengujian terhadap pengalaman yang dialami individu.
Asumsi kedelapan, prilaku manusia dapat dipahami dalam seluruh
kompleksitasnya bukan dari suatu yang disederhanakan.
Berikut ini beberapa faktor berkenaan dengan pengungkapan diri yang
dikemukaan oleh Cride dkk (1986) dan hasil studi Mc Croskey dan Wheeless
(dalam Devito, 1982:291).
1. Resiprokal, seseorang akan melakukan pengungkapan diri pada orang
yang juga melakukan pengungkapan diri pada dirinya.
2. Kepercayaan, tingkat kepercayaan seseorang pada orang lain menjadi
bahan pertimbangan dalam melakukan pengungkapan diri.
3. Keintiman, bahwa makin intim tingkat hubungan antarapribadi, makin
beragam dan mendalam topik yang didiskusikan dalam hubungan tersebut.
12
4. Kecintaan / kesukaan, orang cenderung melakukan pengungkapan diri
pada orang yang mereka cintai atau sukai.
5. Kepribadian, orang yang memiliki kepribadian terbuka (extrovert) lebih
mudah melakukan pengungkapan diri dari pada orang yang tertutup
(introvert).
6. Kompotensi (competence), orang yang memiliki kompotensi selalu merasa
memilki banyak hal – hal yang positif yang perlu diungkapkan.
13
BAGAN KERANGKA PIKIR
14
PENGUNGKAPAN DIRI TERHADAP NARAPIDANA PEREMPUAN DI LEMBAGA
PEMASYARAKTAN KELAS II A KOTA KENDARI
TEORI SELF DISCLOSURE Joseph Luft (dalam Liliwer, 1997 : 48)
Resiprokal Kepercayaan Keintiman Kecintaan / kesukaan Kepribadian Kompotensi (compotence)
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A KOTA KENDARI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Komunikasi
Dalam wacana publik, kita sering mendengar kalimat atau frase yang
mengandung kata “ komunikasi “, seperti hewan pun berkomunikasi dengan
caranya masing–masing. Dewasa ini tekmologi komunikasi kian berkembang,
ini menunjukkan istilah komunikasi sedemikian lazim dikalangn kita semua,
meski orang-orang mengartikan istilah itu secara berlainan. Oleh karena itu,
diperlukan kesepakatan bersama untuk menentukan definisi komunikasi sebagai
langkah awal untuk memehami hakikat dari komunikasi.
Berdasarkan asal kata, komunikasi atau communication dalam bahasa
inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “ sama “, communico,
communication, communicare, yang berarti membuat sama (to make commo).
Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut asal usul kata
komunikasi, yang merupakan akar dari kata–kata latin lainnya yang mirip. Yang
membedakan terjadinya proses komunikasi adalah tipe komunikasinya, menurut
Canggara (2005:29) menyatakan bahwa :
1. Komunikasi dengan diri sendiri (Intrapersonal Communication)
Adalah proses komunikasi yang terjadi didalam individu, atau dengan kata
lain proses komunikasi dengan diri sendiri.
2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communicatio )
Adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih
secara tatap muka.
15
3. Komunikasi Publik (Public communication)
Menunjukkan suatu proses komunikasi dimana pesan-pesan disampaikan
oleh pembicaraan dalam situasi tatap muka didepan khalayak yang lebih
besar.
4. Komunikasi Massa (Mass Comunication)
Adalah proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari
sumber yang sifatnya melembaga kepada khalayak dan sifatnya
massal,melalui alat – alat yang sifatnya teknis (seperti radio, surat kabar, dan
film)
Menurut Frank E.X. Dance dalam bukunya Human Communication
Theory terdapat 126 buah definisi tentang komunikasi yang diberikan oleh
beberapa ahli dan dalam buku Sasa Djuarsa Sendjaja Pengantar Ilmu Komunikasi
dijabarkan tujuh buah definisi yang dapat mewakili sudut pandang dan konteks
pengertian komunikasi. Definisi-definisi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi adalah suatu proses melalui seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan
mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).
Hovland, Janis & Kelley:1953
2. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian
dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-
gambar, angka-angka dan lain-lain. Berelson dan Stainer, 1964.
3. Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa,
mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau
16
hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what
effect?) Lasswell, 1960
4. Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula
dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua
orang atau lebih. Gode, 1959
5. Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi
rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau
memperkuat ego. Barnlund, 1964
6. Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan
bagian lainnya dalam kehidupan.Ruesch, 1957
7. Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat
mempengaruhi pikiran orang lainnya. Weaver, 1949
Sumber:(http://meiliemma.wordpress.com/2006/10/17/definisi-
komunikasi/)
Ketujuh definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa komunikasi
mempunyai pengertian yang luas dan beragam. Masing-masing definisi
mempunyai penekanannya dan konteks yang berbeda satu sama lainnya.
Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan,
penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri
seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi
tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu
proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan.
(Agustina Zubair dalam http://id.wordpress.com/tag/pengantar-ilmu-
komunikasi/2008/10/17/)
17
2.2 Konsep Komunikasi Antar Personal
Soemiati dalam Pratikto (1987:42), mengemukakan bahwa komunikasi
antarapribadi adalah the sending messege by one person and the receiving of
messeges by another person, or small group of persons with some effect and
some immediate feedback “ komunikasi antar pribadi adalah pengiriman
pesan-pesan dari seseorang, dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok
orang, dengan efek dan umpan balik yang langsung “. Dari definisi ini tampak
bahwa komunikasi antarapribadi terjadi di antara dua orang (diadik) atau dalam
suatu kelompok kecil, dalam interaksi tersebut efek dan umpan balik terjadi
seketika saat interaksi berlangsung (immediat).
Soemiati dalam Pratikto (1987:47) mengemukakan bahwa konteks
komunikasi antarapribadi paling sedikit memiliki empat dimensi, yaitu :
1. Dimensi fisik yaitu lingkungan fisik yang merupakan tempat
berlangsungnya komunikasi, seperti ruangan, jalan, kebun dan
sebagaianya.
2. Dimensi sosial yaitumerujuk pada bentuk hubungan antara status antara
peserta yang terlibat dalam komunikasi, khususnya peran apa yang
dimainkan seseorang saat ia berkomunikasi dengan orang lain. Konteks
ini berkaitan pula dengan norma serta latar belakang budaya di mana
komunikasi itu berlangsung.
3. Dimensi psikologi yang meliputi aspek-aspek seperti suasana formal
atau non formal, serius atau santai saat komunikasi berlangsung.
18
4. Dimensi waktu yang berkaitan dengan saat di mana komunikasi tepat
untuk dilakukan, misalnya mempertimbangkan kapan saat yang tepat
untuk mulai berbicara atau memotong pembicaraan orang lain.
Effendy (1986) dalam Liliweri (1997:12) mengemukkan juga bahwa,
pada hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antar seorang
komunikator dan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap
paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau prilaku manusia berhubung
prosesnya yang dialogis. Sifat dialogis ini ditunjukkan melalui komunikasi lisan
dalam percakapan yang menampilkan arus baluk yang langsung. Jadi
komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga.
Dalam komunikasi antar personal lebih diamati adanya semacam
interaksi antara unsur-unsur yang terlibat didalam proses komunikasi tersebut,
dimana menurut Berlund (Liliweri, 1997:12), komunikasi antar pribadi selalu
dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat orang
yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur. Secara lebih rinci, Berlund
(Liliweri, 1997:12) juga mengemukakan ciri komunikasi antar personal, yaitu:
1. Terjadi secara spontan
2. Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur
3. Terjadi secara kebetulan
4. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan lebih dulu
19
5. Dilakukan oleh orang-orang yang kadang identitas keanggotaannya
kadang kurang jelas, dan
6. Bisa terjadi sambil lalu.
Dari pemaparan mengenai ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa
interksi dengan orang lain, khususnya dalam komunikasi antar personal, sering
kali tidak disengaja atau direncanakan. Hal ini terjadi dengan sendirinya sebagai
salah satu konsekuensi harkat manusia sebagai mahluk sosial. Menurut Mead
(Rakhmat, 1996:101) interaksi dengan orang diperlukan untuk membuat diri
(kepribadian) seseorang berkembang. Dengan kata lain, semenjak seseorang
individu mencari perannya dalam masyarakat, dalam berhubungan dengan
orang lain, ia berada dalam proses pengembangan diri sebagai objek orientasi.
2.3 Konsep Pengungkapan Diri (Self – Disclosure)
Pengungkapan diri atau self–disclosure merupakan salah satu cara
mengembangkan pribadi atau diri seseorang, ia bahkan menjadi salah satu
indikasi adanya hubungan antarapribadi yang kuat dan intim (Derlega dan
Janda, 1986:191). Dalam konteks komunikasi, pengungkapan diri juga
merupakan suatu bentuk strategi interaktif yang dapat dilakukan untuk mencari
informasi yang berkenaan dengan orang lain.
Devito (1982:289) mengemukakan bahwa pengungkapan diri biasanya
berlangsung secara resiprokal. Ia mengilustrasikan kecenderungan resiprokal ini
dalam bentuk efek spiral. Misalnya, ketika A melakukan pengungkapan diri
kepada B, pengungkapan diri tersebut merupakan stimuli bagi B untuk
melakukan pengungkapan diri terhadap A. kemudian setelah B melakukan
20
mengungkapan diri kepada A, hal ini merupakan suatu isyarat agar A juga kelak
melakukan pengungkapan diri pada B. Demikian berlangsung terus menerus.
Berikut ini beberapa faktor berkenaan dengan pengungkapan diri yang
dikemukakan oleh Cride dkk (1986) dan hasil studi Mc Croskey dan Wheeless
(dalam devito, 1982:291).
1. Resiprokal, seseorang akan melakukan pengungkapan diri pada orang
yang juga melakukan pengungkapan diri pada dirinya.
2. Kepercayaan, tingkat kepercayaan seseorang pada orang lain menjadi
bahan pertimbangan dalam melakukan pengungkapan diri.
3. Keintiman, bahwa makin intim tingkat hubungan antarapribadi, makin
beragam dan mendalam topik yang didiskusikan dalam hubungan tersebut.
4. Kecintaan / kesukaan, orang cenderung melakukan pengungkapan diri
pada orang yang mereka cintai atau sukai.
5. Kepribadian, orang yang memiliki kepribadian terbuka (extrovert) lebih
mudah melakukan pengungkapan diri dari pada orang yang tertutup
(introver ).
6. Kompotensi (competence), orang yang memiliki kompotensi selalu merasa
memilki banyak hal – hal yang positif yang perlu diungkapkan.
21
Adapun penjabaran secara deskriptif mengenai pengungkapan diri
narapidana perempuan selama berada didalam penjara. Dengan tolak ukur ciri
khas komunikasi antar personal yang dikemukan oleh Devito (1976) dalam
Liliweri (1997:13).
1. Keterbukaan (opennes)
Keterbukaan (opennes) akan mendorong proses pengungkapan diri
seorang napi perempuan. Seperti efek spiral bahwa keterbukaan yang
dilakukan oleh salah satu pihak dalam proses komunikasi tatap muka
(komunikasi antar pribadi) , akan memancing pihak uang satu lagi untuk
melakukan hal yang sama.
2. Empati (empathy)
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada kondisi
atau posisi yang dialami orang lain.
3. Dukungan (supportiveness)
Memberikan dukungan kepada narapidana terhadap hukuman mereka,
dengan tidak mengucilkan mereka.
4. Perasaan Positif (positiveness)
Dalam kondisi yang normal sekalipun, umumnya seseorang akan lebih
dulu menciptakan kondisi yang nyaman sehingga perasaan positif
terhadap orang yang dipercaya dapat timbul. Dalam kondisi demikian
proses pembicaraan akan berlangsung menyenangkan dan lancar.
22
5. Kesamaan (equality)
Konsep kesamaan disini dimaksudkan bahwa dari segi psikologis
seseorang lebih mudah untuk bersikap terbuka kepada pihak atau orang
lain yang dianggap memiliki kesamaaan dengan dirinya.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengungkapan diri adalah
sebagai berikut:
a. Motivasi melakukan pengungkapan diri
Pengungkapan diri haruslah didorong oleh rasa berkepentingan terhadap
hubungan dengan orang lain dan diri sendiri. Sebab pengungkapan diri
tidak hanya bersangkutan dengan diri kita saja tetapi juga bersangkutan
dengan orang lain. Kadang-kadang keterbukaan yang kita ungkapkan
dapat saja melukai perasaan orang lain.
b. Kesesuaian dalam pengungkapan diri.
Dalam melakukan pengungkapan diri haruslah disesuaikan dengan
keadaan lingkungan. Pengungkapan diri haruslah dilakukan pada waktu
dan tempat yang tepat. Misalnya bila kita ingin mengungkapkan sesuatu
pada orang lain maka kita haruslah bisa melihat apakah waktu dan
tempatnya sudah tepat.
c. Timbal balik dan orang lain.
Selama melakukan pengungkapan diri, berikan lawan bicara kesempatan
untuk melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Jika lawan bicara kita
tidak melakukan pengungkapan diri juga, maka ada kemungkinan bahwa
orang, tersebut tidak menyukai keterbukaan yang kita lakukan.
23
Miller dan Steinbert dalam Budiyatna (1987) menemukkan bahwa self-
disclosure atau pengungkapan diri memiliki 3 fungsi penting, yaitu :
1. Fungsi katarsis (melegakan hati), fungsi ini hanya dapat diajukan pada
pendengar yang khusus, umumnya ketika individu ingin mengakui
kesalahan yang telah diperbuatnya.
2. Fungsi klarifikasi atas suatu persoalan yang membingungkan dan
mengganggu individu. Individu akan mencari pendengar yang mampu
membantunya menangani atau mengatasi persoalan yang dihadapinya.
3. Sebagai proses eskalasi suatu hubungan ketika individu saling berbagai
informasi yang bersifat pribadi satu sama lain, mereka cenderung akan
intim dan dekat.
Johanes Papu mengemukakan bahwa manfaat-manfaat dari
pengungkapan diri dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran diri (self-awareness). Dalam proses pemberian
informasi kepada orang lain, anda akan lebih jelas dalam menilai
kebutuhan, perasaan, dan hal psikologis dalam diri anda. Selain itu, orang
lain akan membantu anda dalam memahami diri anda sendiri, melalui
berbagai masukan yang diberikan, terutama jika hal itu dilakukan dengan
penuh empati dan jujur.
2. Membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam, saling membantu
dan lebih berarti bagi kedua belah pihak. Keterbukaan merupakan suatu
hubungan timbal balik, semakin anda terbuka pada orang lain maka orang
lain akan berbuat hal yang sama. Dari keterbukaan tersebut maka akan
24
timbul kepercayaan dari kedua pihak sehingga akhirnya akan terjalin
hubungan persahabatan yang sejati.
3. Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi yang memungkinkan
seseorang untuk menginformasikan suatu hal kepada orang lain secara
jelas dan lengkap tentang bagaimana ia memandang suatu situasi,
bagaimana perasaannya tentang hal tersebut, apa yang terjadi, dan apa
yang diharapkan.
4. Mengurangi rasa malu dan meningkatkan penerimaan diri (self
acceptance). Jika orang lain dapat menerima anda maka kemungkinan
besar anda pun dapat menerima diri anda.
5. Memecahkan berbagai konflik dan masalah interpersonal. Jika orang lain
mengetahui kebutuhan anda, ketakutan, rasa frustrasi anda, dsb, maka
akan lebih mudah bagi mereka untuk bersimpati atau memberikan bantuan
sehingga sesuai dengan apa yang anda harapkan.
6. Memperoleh energi tambahan dan menjadi lebih spontan. Harap diingat
bahwa untuk menyimpan suatu rahasia dibutuhkan energi yang besar dan
dalam kondisi demikian seseorang akan lebih cepat marah, tegang,
pendiam dan tidak riang. Dengan berbagai informasi hal-hal tersebut akan
hilang dan berkurang dengan sendirinya.
(http://suaramerdeka.com/harian/0107/31/kot.htm).
25
Karakteristik Komunikasi Self-disclosure adalah :
1. Biasanya terjadi antara dua orang, komunikasi dua arah di mana
individu biasanya selektif memilih orang kepada siapa ia
mengungkapkan sesuatu mengenai dirinya.
2. Dalam interaksi antara dua orang pengungkapan diri biasanya bersifat
simetris. Pengungkapan diri selalu terjadi keseimbangan antara
partisipan.
3. Pengungkapan diri biasanya tumbuh dan berkembang dengan tidak
mendadak atau tiba-tiba. Bila hubungan menuju kepada suasana yang
stabil maka pengungkapan diri juga akan mengarah ke sana dan
berkembang secara bertahap.
2.4 Konsep Narapidana
Sebelum digunakan istilah narapidana, maka istilah yang digunakan
adalah orang yang dipenjara atau orang yang dihukum. Dalam Pasal 4 ayat (1)
Gestichen reglement (Reglement Penjara) Stb. 1917 Nomor 708 disebutkan :
a. Orang-orang yang menjalani hukuman penjara (Gevangenissstraf) atau
oarang hukuman kurungan (Bechtenis)
b. Orang-orang yang ditahan buat sementara (orang-orang tahanan
preventif)
c. Orang-orang yang disandera (digizel)
26
d. Sekalian orang-orang lain, yang tidak menjalankan hukuman hilang
kemerdekaan (vrijheidsstraf), akan tetapi dimasukkan penjara juga
dengan sah.
Para ahli yang mengemukkan pendapatnya mengenai istilah narapidana
antara lain. Poerwadarminta (1992:86) mengemukkan bahwa narapidana adalah
orang yang menjalani hukuman sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.
Selain itu Soedjono Dirdjosiswono (1984:77) mengatakan bahwa narapidana
adalah orang yang sedang menjalani pidana atau hukuman dalam penjara
(Lembaga Pemasyarakatan). Sedangkan Andi Hamzah (1986:389) memberikan
pengertian bahwa narapidana adalah orang hukuman, orang yang dimasukkan
ke dalam lembaga pemasyarakatan karena telah dijatuhi pidana oleh
pemgandilan.
Berdasarkan beberapa pengertian narapidana tersebut di atas, maka dpat
ditarik kesimpulan bahwa narapidana adalah seseorang karena melanggar
hukum, maka ia dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Jadi dalam hal ini, perkaranya masih dalm
proses peradilan maka orang tersebut belum dapat dikatakan sebagai
narapidana, melainkan sebagai tahanan walaupun orang tersebut telah
ditempatkan di dalam lembaga pemasyarakatan.
Sebelum para napi menjalani kehidupan dalam penjara mereka memiliki
dunia yang berbeda, yakni kehidupan sosial sebelum dipenjarakan. Sebelum
masuk dalam kehidupan dipenjara mereka pada umumnya tidak memiliki
kesamaan, meskipun mereka melakukan kejahatan. Mereka memulai kehidupan
27
dalam penjara dengan penuh kecemasan, ketidakpastian, serta samar-samar
tentang kehidupan dipenjara.
Seorang napi tidak dapat selamanya terisolasi dalam dunia penjara,
karena sejumlah alasan. Ia sering meluangkan banyak waktu dengan orang lain
tetapi menghindari interaksi dengan mereka. Ia juga mengakui bahwa citranya
tentang penjara didasari atas informasi yang tidak lengkap. Prilaku mereka
dipenjara dipandu tidak hanya citranya tentang penjara tetapi oleh
kebimbangannya yang ia rasakan mengenai situasi yang berasal dari
keterpinggirannya antara penjara dan dunia luar. Pertentangan batin tersebut
memunculkan beberapa kecendrungan, tetapi yang paling penting adalah
pertentangan antara keinginan untuk mengisolasi diri dan untuk berkomunikasi
dengan orang lain.
Narapidana bukan saja dipadang sebagai objek melainkan juga sebagai
subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat
melakukan kesalahan atau kehilafan pidana, sehingga tidak harus diberantas.
Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang membuat narapidana
bertentangan dengan hukum.
2.5 Konsep Lembaga Pemasyarakatan
Istilah Pemasyarakatan untuk pertama kalinnya di Indonesia
diperkenalkan oleh Sudarto pada pengukuhan gelar Doktor Honoris Causa
beliau pada tanggal 5 Juli 1963 di Jakarta. Pemasyarakatan oleh beliau
dinyatakan sebagai tujuan dari pidana penjara. Satu tahun kemudian, dalam
konferensi 27 Juli 1964 istilah kepenjaraan mengalami perubahan menjadi
28
sisitem Pemasyarakatan. Pemasyarakatan dalam konferensi itu dinyatakan
sebagai suatu sistem perlakuan terhadap pelanggar hukum (narapidana). Sistem
pemasyarakatan lahir sebagi pengganti sistem kepenjaraan. Hal ini pun lebih
dikuatkan lagi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SKEP) Menteri
Kehakiman tanggal 24 Juli 1964 tentang Perubahan Nama Lembaga
Pemasyarakatan.
Lembaga Pemasyarakatan menunjukan dua kalimat yang membentuk
satu kesatuan arti. Menurut kamus Bahasa Indonesia oleh Yulius, dkk
(1984:131) bahwa kata lembaga mengandung makna badan atau perhimpunana
yang menyelenggarakan sesuatu. Sedangkan pemasyarakatan yang asal katanya
masyarakat mengandung arti perlakuan terhadap narapidana yang lebih
manusiawi dari pada pemenjaraan. Untuk lebuh jelasnya Bambang Poernomo
(1986:19-20) menerangkan bahwa pemasyarakatan mengandung kata dasar
masyarakat mendapat awalan-akhiran pe-an yang mempunyai arti menyatakan
peristiwa atau perbuatan dan merupakan jenis kata benda, sehingga tidak
berlebihan pemasyarakatan mempunyai inti perlakuan untuk mewujudkan
sesuatu menjadi masyarakat bagi narapidana agar hasil pembinaan menjadi
manusia yang berguna dan sekaligus menyadari kesalahanya. Sedangkan
Dirdjosisworo (1984: 1999) menulis sebagai berikut :
“Pemasyarakatan berarti kebijaksanaan dalam pelaksanaan terhadap
naraidana yang bersifat mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatab
sekaligus mengayomi para narapidana yang tersesat jalannya dan
memberikan bekal hidup bagi narapidana setelah kembali ke masyarakat.
Pemasyarakatan merupakan suatu proses pembinaan narapidana yang
dengan keputusan hakim untuk menjalankan pidananya ditempatnya
29
dalam lembaga pemasyarakatn, maka istilah penjara diubah menjadi
lembaga pemasyrakatan”
Sebagai yang tercantum di dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut
LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana anak didik
pemasyarakatan.
Pengertan Lembaga Pemasyarakatan seperti di atas menunjukkan bahwa
narapidana yang ditampung dalam suatu wadah yakni Lembaga
Pemasyarakatan, mereka perlu diperlakuakan secara manusiawi untuk
memperbaiki nasib mereka seperti yang ditulis oleh Romly Atmasasmita
(1983:3) bahwa mereka (orang hukuman) terhadap suatu lembaga dilakukan
berbagai usaha untuk memperbaiki nasib mereka. Hal ini berarti bahwa
Lembaga Pemasyarakatan merupakan wadah untuk menyadarkan narapidana.
Jadi lembaga pemasyarakatn bukan hanya sebagai tempat untuk semata-mata
memindanakan orang, melainkan juga sebagi tempat untuk membina atau
mendidik orang-orang terpidana agar mereka setelah selesai menjalankan
pidana, mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di
luar lembaga pemasyarakatan sebagai warga yang baik dan taat terhadap hukum
yang berlaku.
Melihat semua ini betapa mulianya cita-cita lembaga pemasyarakatan
yang telah mempunyai prinsip yang sangat arif dan bijaksana. Meskipun telah
dicanangkan demikian bila didukung oleh hasrat untuk memungkinkan
tercapainya dalam wujud yang nyta, maka sia-sialah cita-cita mulia tersebut.
Agar pembinaan lembaga pemasyarakatan dapat dilaksanakan dengan baik,
30
tertib dan mencapai tujuan yang diharapkan maka diperlukan sarana memadai
baik fisik maupun non fisik.
Sarana fisik berupa gedung atau bangunan lembaga pemasyarakatan
berikut komponen-komponen serta sarana penunjang yang berupa peralatan
pembinaan atau bimbingan,sedangkan sarana non fisik berupa disiplin yang
perlu dimiliki oleh setiap petugas lembaga pemasyarakatan berupa keteladanan
yang terpuji oleh para petugas dalam meningkatkan mental bagi warga binaan
masyarakat.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Kendari tepatnya di Lembaga
Pemasyarakatan klas II A. Alasan pemilihan lokasi tersebut karena Lapas kelas II
A, merupakan Lembaga Pemasyarakatan narapidana perempuan yang telah
mendapatkan vonis pengadilan.
3.2 Informan dan Teknik Penentuan Informan
3.2.1 Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang narapidana
perempuan yang terdiri dari 2 orang dari narapidana kasus aborsi, 1 orang dari
kasus pembunuhan, 1 orang dari narapidana kasus penganiayaan, dan 2 orang
narapidana dari kasus narkotika.
Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary, seorang informan
adalah “seorang pembicara asli” yang berbicara dengan mengulang kata-kata,
frase dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan
sumber informasi, (dalam Sparadley , 1997:35). Dengan demikian informan
yang dimaksud disini merupakan “sumber informasi” dalam rangka
memperoleh dan mengumpulkan data dan fakta untuk penelitian ini.
32
Tabel 2.Pengelompokan informan berdasarkan kasus dari tiap narapidana
Informan Jumlah
Kasus aborsi 2
Kasus Pembunuhan 1
Kasus Penganiayan 1
Kasus Narkotika 2
Total 6
3.2.2 Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan secara total sampling. Berdasarkan sifat
dari penelitian kualitatif, maka informasi yang di dapatkan tidak saja bersumber
dari manusia, tetapi juga berupa pristiwa, hal dan situasi yang diobservasi
sehubungan dengan pokok permasalahan dalam penelitian.
3.3 Sumber dan Jenis Data
3.3.1 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data
skunder yaitu ;
1. Data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dengan
menggunakan pedoman wawancara dengan informan.
2. Data skunder, adalah data yang diperoleh dari lembaga terkait khususnya
data yang ada hubungannya dengan topik penelitian berupa data tentang
jumlah napi dari tahun 2005-2008, data narapidana perempuan dari tahun
2005 -2008, dan kasus-kasusnya.
33
3.3.2 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian adalah berupa data kuanlitatif dan kuantitaif, yaitu:
1. Data kualitatif yakni data yang dideskripsikan berdasarkan hasil
wawancara.
2. Data kuantitatif yakni data yang diperoleh dari disajikan dalam bentuk
tabel dengan menggunakan angka-angka atau persentase.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, manusia (peneliti sendiri) sebagai “instrument
penelitian” terbentuk berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh
manusia itu sendiri serta kemampuannya dalam menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data di lapangan. Dengan pertimbangan seperti ini, maka teknik
pengumpulan data yand digunakan dalam penelitian ini adalah :teknik observasi
(obsevation technical, tehnik wawancara (interview method), dan teknik
dokumentasi.
3.4.1 Teknik Observasi
Lincoln dan Guba (1985) dalam Rosady Ruslan (2003:33)
mengklasifikasikan observasi dengan tiga cara melalui : pertama, pengamatan
bertindak sebagai partisipan atau non partisipan. Kedua, observasi dapat
dilakukan secara terang-terangan (over observation) dihadapan responden atau
dengan melakukan penyamaran. Ketiga, menyangkut latar belakang penelitian,
observasi yang dilakukan secara alami atau dirancang melalui analog dengan
wawancara terstruktur atau tidak terseruktur. Peneliti melakukan pengamatan
nonpartisipan, yaitu dimana mlakkukan observasi pengumpulan data dan
informasi tanpa melibatkan diri atu tidak menjadi bagian dari lingkungan sosial.
34
3.4.2 Teknik Wawancara
Pemilihan teknik wawancara ini didasarkan atas kelebihan teknik itu
sendiri yakni dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan para informan,
(Nasution 1996 :69). Wawancara secara garis besarnya di bagi dua, yakni
wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak
terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif,
wawancara kualitatif dan wawancara terbuka (opended interview) sedangkan
wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku (standardized
interview), yang susunanaya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis)
dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga telah tersedia. (Mulyana, 2001:180).
3.4.3 Teknik Dokumentasi
Penelusuran dan pemerolehan data yang diperlukan melalui data yang
telah tersedia. Biasanya berupa data statistic, agenda kegiatan, produk
kepustakaan, atau sebagainya yang terkait dengan penelitian ini. Kelebihan
tehnik dokumentasi ini adalah karena data yang telah tersedia, siap pakai, serta
hemat biaya dan tenaga. Dalam penelitian, sebuah dokumen menjadi penting,
karena melalui dokumen itu peneliti dapat menimba pengetahuan bila dianalisis
dengan cermat. Dalam penelitian ini dokumen yang dimaksud selain dapat
dicari di berbagai perpustakaan juga dapat diakses melalui via internet.
3.5 Teknik Analisis Data
Setelah data terhimpun, langkah selanjutnya dianalisis menggunakan
deskritif kualitatif. Yaitu mendiskripsikan secara jelas data-data yang telah
diperoleh di lapangan, baik berupa data primer dan data skunder yang telah
35
dikumpulkan dan diolah serta menjelaskan tentang pengungkapan diri (self
disclosure) terhadap narapidana perempuan.
3.6 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan variabel tunggal yaitu
Pengungkapan Diri Pada Narapidana Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Kota Kendari.
3.8 Konseptualisasi
Untuk memperjelas fokus penelitian ini maka dikemukakan beberapa
pengertian yakni:
1. Komunikasi antar personal adalah komunikasi yang terjadi secara pribadi dan
tatap muka (face to face) antara komunikator dan komunikan, dimana pesan
dikirim secara langsung dan memperoleh feed back yang juga secara
langsung.
2. Pengungkapan diri merupakan salah satu cara mengembangkan pribadi atau
diri seseorang.
3. Keterbukaan adalah kemauan untuk membuka diri dalam percakapan dengan
orang lain.
4. Menutup diri adalah membatasi diri untuk menjalin komunikasi dengan orang
lain.
5. Narapidana adalah seseorang karena melanggar hukum, maka ia dijatuhi
hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
tetap.
6. Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat untuk membina atau mendidik
orang-orang terpidana agar setelah selesai menjalankan hukumannya mereka
36
mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar
lembaga pemasyarakatan.
7. Wali sebagai fasilitator untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi setiap
narapidana,keluhan yang disampaikan dapat dilakukan kapan saja. Keluhan
kewali tergantung kewali itu tergantung napi itu ada permasalahan baik di
luar maupun didalam Lembaga pemasyarakatan.
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Kota Kendari berdiri pada tahun
1994 yang menempati tanah seluas 30.000 m² yang teletak di Jalan Kapten Piere
Tandean Nomor. 01 Kelurahan Baruga, Kecamatan Baruga, Kota Kendari.
Sedangkan bangunan fisiknya ditempati sejak 13 September tahun 1999.
Adapun klasifikasi luas areal lembaga pemasyarakatan klas II A Kendari
berdasarkan pemanfaatannya adalah sebagai berikut :
a. Komponen gedung seluas 2.037 M².
b. Lapangan olah raga atau apel pagi seluas 650 M²
c. Taman seluas 4.560 M²
d. Lapangan parkir seluas 800 M²
e. Latihan pertanian seluas 9.545 M²
f. Lahan kosong seluas 11.150 M²
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat di katakan bahwa luas lahan
lembaga pemasyarakatan klas II A Kendari telah termanfaatkan untuk kebutuhan
sarana dan fasilitas lembaga pemasyarakatan mencapai 61,21 % dari luas areal
seluruhnya dan lahan yang belum tepakai untuk fasilitas mencapai 38,79 % luas
areal seluruhnya.
Daya tampung pada lembaga pemasrakatan kelas II A Kota Kendari
berkapasitas 404 orang narapidana, tapi sampai saat ini jumlah penghuni lembaga
pemsayarakatan kelas II A Kota Kendari berjumlah 191, yang terdiri narapidana
38
pria 185 orang dan narapidana perempuaan 6 orang. Sarana penunjang yang
tersedia pada lembaga pemasyrakatan kelas II A Kota Kendari terdiri dari
sebagai berikut :
1. Ruang Besuk
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat bertemu/berjumpa antara
narapidana dan keluarganya. Ruang besuk pad lembaga pemasyrakatan kelas
II A Kota Kendari tebagi atas tiga bagian antara lain sebagi berikut :
a. Ruang Steril Awal, adalah ruangan yang berfungsi untuk pemeriksaan
orang yang berkunjung serta barang-barang bawaannya.
b. Ruang Kunjungan, adalah ruangan yang berfungsi sebagai tempat
berjumpa/bertemu antara narapidana dan keluarganya.
c. Ruang Steril Akhir, adalah ruangan yang berfungsi untuk
pemeriksaan/penggeledaha akhir bagi narapidana dan barang yang akan
dibawa kedalam blok/kamar warga binaan.
2. Aula
Aula adalah berupa sebuah bangunan besar yang dibangun dekat
banguna kantor dengan luas 200 m² yang berfungsi sebagai ruang kantor dan
sebagaian lagi sebagai sarana olahraga yang dapat diselenggarakan seperti
bulu tangkis dan tenes meja, juga dapat dipakai sebagai tempat pemberian
ceramah terhadap narapidana serta acara-acara lainnya.
3. Ruang Ibadah
Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Kendari terdiri
dari pemeluk agama yang berbeda-beda ada yang beragama islam, Kristen,
katholik, hindu, dan budha, untuk itu disediakan sarana peribadatan seperti
39
mesjid, gereja, selain itu berfungsi sebagai tempat pengajaran/ceramah
keagamaan.
4. Ruang Bimbingan Kerja (BIMKER)
Untuk menunjang dan menyalurkan kreatifitas dan produktifitas
penghuni lembaga pemasyarakatan kelas II A Kota Kendari, maka disediakan
tempat bimbingan kerja (BIMKER).
5. Ruang Perpustakaan
Rungan ini dibangun dalam rangka menunjang kegiatan mental
kepribadian, khususnya kemampuan intelektual yang dilengkapi dengan
sarana penunjang lainnya seperti bahan bacaan (Koran, buku-buku, dan lain-
lain), bahan-bahan bacaan ini diperoleh dari perpustakaan keliling/daerah satu
minggu sekali.
6. Sarana Olahraga
Tersedianya sarana olahraga yang digunakan dalam pembinaan
tersebut di atas maka dalam waktu luang yang ada, dapat digunakan dan
dimanfaatkan oleh para narapidana sehingga tercipta suasana kehidupan yang
aman, tertib, keakraban, antara sesama narapidana dengan petugas lembaga
pemasyarakatan dan dapat mengurangi rasa jenuh narapidana agar mereka
dapat menjalani masa hukumannya dengan baik.
Pada saat penelitian ini dilaksanakan, keadaan kepegawaian pada lembaga
pemasyarakatan kelas II A Kota Kendari, berjumlah 85 orang dengan tingkat
pendidikan SLTA sampai pada tingkat pendidikan sarjana (S-1). Berikut
penulis akan menguraikan bentuk table sebagai berikut.
40
Table 3
Keadaan Pegawai Lembaga Pemasrakayan Klas II A Kota Kendari Menurut
Tingkat Pendidikan
NoJenis
Kelamin
Tingkat PendidikanJumlah
SLTA D3 S1 S2
1. Laki-laki 58 - 13 1 72 %
2. Perempuan 6 2 - 5 13 %
Jumlah 64 % 2 % 13 % 6 % 85 %
Sumber : Data skunder LAPAS Klas II A Kota Kendari,2009.
Berdasarkan table di atas menunjukan bahwa pegawai pria pada lembaga
pemasyarakatan klas II A Kota Kendari adalah 72, sedangkan pegawai wanita
hanya berjumlah 13 dengan tingkat pendidikan yang kurang berimbang antara
pegawai yang berpendidikan setingkat sarjana dengan setingkat SLTA.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.01.PR.01.03
Tahun 1985 Struktur Organisasi Lembaga pemasyarakatan Klas II A Kota
Kendari diperlukan guna menentukan garis komando, wewenang atau hak dan
kewajiban setiap personil disuatu organisasi sehingga tercipta suasana keja yang
tertib, disiplin dan dinamis yang merupakan syarat untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan stuktur organisasi yang telah disusun berdasarkan peraturan yang
berlaku guna memudahkan koordinasi dan implementasi dalam melaksanakan
tugas atau pekerjaan maka penulis menguraikan bidang kerja sebagai berikut:
41
1. Bidang Tata Usaha
Bidang tata usaha tugasnya yaitu melaksanakan tugas ketata usahaan
kepegawaian, keuangan dan peraturan dalam rangka pelayanan
administrasi dan fasilitas Lembaga Pemasyarakatan.
2. Bidang Pembinaan Narapidana dan Anak
a. Memberikan bimbingan narapidana dan anak didik berdasarkan
peraturan dan prosedur yang berlaku dalam rangka persiapan
narapidana dan anak didik kembali ke masyarakat agar tidak
melanggar hukum lagi dan berprilku baik.
b. Melakukan dan membuat pedataan, statistik, dan dokumentasi
narapidana perempuan dan anak didik lembaga pemasyarakatn sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka pelaksanaan tugas.
c. Menyelenggarakan bimbingan mental/rohani dan fisik serta
meningkatkan pengetahuan asimilasi serta perawatan narapidana dan
anak didik sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam rangka
kelancaran pelaksanaan tugas pemasyarakatan.
3. Bidang Administrasi/Keamanan dan Tata Tertib
1. Membuat laporan keamanan dan ketertiban berdasarkan data dan
berita acara dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas-tugas.
2. Menyelenggarakan tugas pengamanan dan ketertiban
mengatur/membuat jadwal dan penggunaan perlengkapan pengamanan
sesuai dengan peraturan dan petunjuk yang berlaku agar tercipta
suasana aman dan tertib dilingkungan lembaga pemasyarakatan.
4. Bidang kegiatan Kerja
42
a. Memberikan bimbingan dan petunjuk kerja serta mengelola hasil kerja
sesuai engan ketentuan dan prosedur yang berlaku dalam rangka
pembinaan keterampilan kepada narapidan dan anak didik dalam
lingkungan lembaga pemasyarakatan klas II A Kota kendari.
b. Mempersiapkan, mengeluarkan dan menyimpan fasilitas
sarana/peralatan kerja berdasarkan kebutuhan dalam rangka
pembinaan narapidana dan anak didik.
4.2 Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini sebanyak 6 orang. Untuk mengetahui lebih
jelas mengenai informan dalam penelitian ini, dapat dilihat melalui karakteristik
informan berdasarkan umur, agama, pekerjaan, etnis dan pendidikan.
4.2.1 Karakteristik Informan Menurut Umur.
Bila dilihat dari tingkat usia maka informan pada penelitian ini berada
pada kelompok umur antara 20 – 60 tahun.
Berdasarkan data yang diperoleh, dalam hal ini menunjukan informan
berusia 20-30 tahun berjumlah 2 orang. Informan yang berusia 31-40 tahun
berjumlah 1 orang. Informan berusia 41-50 tahun berjumlah 1 orang
sedangkan informan yang berusia 51-60 tahun berjumlah 2 orang.
4.2.2 Karakteristik Informan Menurut Agama.
Karakteristik informan juga dapat dilihat dari sudut pandang sistem
kepercayaan. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan informan
beragama islam berjumlah 4 orang dan yang beragama kristiani 2 orang.
43
4.2.3 Karakteristik Informan Menurut Pekerjaan.
Berdasarkan data yang diperoleh, menunjukkan bahwa informan yang
bekerja sebagai ibu rumah tangga berjumlah 2 orang, informan yang bekerja
sebagai kontraktor berjumlah 2 orang sedangkan yang masih status pelajar 2
orang.
4.2.4 karakteristik Informan Menurut Etnis
Bedasarkan data yang diperoleh,dalam hal ini menunjukkan bahwa
informan yang etnis tolaki berjumlah 1 orang, informan yang etnis bugis
berjumlah 2 orang, informan yang etnis poso 2 orang sedangkan informan
yang mempunyai etnis wawonii berjumlah 1 orang.
4.2.5 Karakteristik Informan Menurut Pendidikan
Dilihat dari tingkat pendidikan informan, maka terlihat bahwa sebagaian
besar informan adalah tamat SMA yaitu sebanyak 4 orang., tamatan SMP
yaitu 1 orang dan tamatan SD yaitu 1 orang. Berdasarkan data yang diperoleh
bahwa sebagaian besar tingkat pendidikan informan masih relatif rendah.
4.3 Kronologis Secara Singkat Kasus Pidana Yang Dilakukan
Kasus Narkotika
1. Nama Informan : Hj. ULFA
Pekerjaan : Kontraktor
Jenis Pelanggaran : Pemakai shabu-shabu
Lama Tahanan : 7 bulan penjara
Wawancara : 10 Juni 2009
“Pada awal saya mengenal barang haram jenis shabu-shabu dari umur 15 tahun, sebenarnya hal ini cuma iseng-iseng saat SMA bersama teman-teman namun keterusan. Hingga saya menyandang gelar hajja dan di karunia 4 orang
44
anak, saya memilih shabu-shabu karena “barang” ini dan mudah didapatny. Status saya sebagai pemakai saat itu belum diketaui oleh keluarga, alasan lain saya memakai karena rutinitas kerja yang menuntut saya. Kerjaan saya sebagai kontraktor yang selalu harus ada di lapangan, bagi saya memakai shabu-shabu sangat lah positif karena bisa membantu dalam kerjaan, dimana kerjaan saya selalu menutut untuk lembur. namun setelah saya tertangkap keluarga baru mengetahui bahwa saya pemakai, respon dari mereka sendiri begitu sangat marah dan kaget. Di Lapas kalau kita ada masalah kita sering cerita kewali yang sudah di berikan, wali itu semacam pendamping kita selama berada di lapas. Dimana tiap-tiap wali membawahi 15 anak didiknya, beh tapi kadang kita malu-malu juga cerita itu mi saya sering cerita sesama teman kamarku saja.”
2. Nama Informan : Nurhidayah
Pekerjaan : Kontraktor
Jenis Pelanggaran : Pemakai shabu-shabu
Lama Tahanan : 2 tahun penjara
Wawancara : 10 Juni 2008
“Saya lahir dan besar di Wawonii, dan memiliki 6 orang anak. Awalnya saya mengenal shabu-shabu di tempat kerjaan saya. Kerjaan saya Kontraktor tidak jauh beda dengan ibu Ulfa namun saya lebih lama ditahan karena saya juga terjerat kasus ilegal logging. Selain kerjaan saya sebagai kontraktor saya juga memiliki kos-kosan di Andonohu dan mebel di tempat yang sama. Saya memakai shabu-shabu awalnya cuma iseng-iseng namun bagi saya ternyata shabu-shabu ini sangat positif bagi kerjaan makanya saya ketagihan. Pada saat saya tertangkap keluarga saya awalnya marah dan kecewa namun mereka akhirnya menerima. Tetapi selama saya di Lapas keluarga sering mengunjungi saya kok, pegawai-pegawai disini juga baik-baik. Kita diajarkan berbagai macam keterampilan seperti menjahit. Untuk disuruh berhenti mungkin agak sulit,de. Tapi saya akan coba untuk keluarga saya, biar saya tidak masuk di Lapas lagi. Kalau kita bicara tentang keadaan lapas to, disini pegawainya baik-baik, tapi kalau saya pribadi ini saya malu-malu juga cerita sama wali terkadang saya hanya cerita masalhku sama hj.Ulfa. Biasanya yang kita bahas itu keluarga,kerjaan dan ada juga kita bahasa tentang napi laki-laki disini.
45
Kasus Aborsi
1. Nama Informan : Armida binti Mando
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis Pelanggaran : Membantu Proses Aborsi
Lama Tahanan : 1 tahun 8 bulan penjara
Wawancara : 18 Juni 2008
“Saya seorang ibu rumah tangga biasa dengan 3orang anak dan suami yang kerja serabutan. Saya tertangkap karena membantu anak melkukan tindakan aborsi, banyak alasan yang membuat saya melakukan hal seperti itu slah satunya karena saya sayang ma anak saya karena masih muda dia sudah harus menanggung aib, namun karena ini saya pun harus menanggung hukumannya. Ee bapaknya anak-anak hanya kaget saja “kenapa katanya ko buat begini?”. Hanya bgitu saja da bertanya sa Cuma kaih tau “mau di apa kasihan pak, dari pada kita dicemooh ma tetangga”.
2. Nama Informan : Nigsi Binti Somat
Pekerjaan : tidak ada
Jenis Pelanggaran : Melakukan Aborsi
Lama Tahanan : 1 tahun 8 bulan penjara
Wawancara : 18 Juni 2008
“Saya Nigsih umur 23 tahun. Saya hanya tamatan SMA, saya anak ketiga dari tiga bersaudara. Awalnya saya mempunyai niat mengaborsi karena malu dengan lingkungan sekitar, saya melakukan perbuatan zina ini berlandaskan sama-sama sayang namun ternyata setelah saya hamil laki-laki itu tidak mau bertangguang jawab. Kemudian saya pergi kerumah orang tua sang laki-laki itu namun tanggapan keluarganya tidak ada baru itu mereka semuanya tidak mau tau lagi tentang saya, mereka Cuma bilang itu salahmu. Lama-lama perut saya makin membesar dan setelah umur janin 4 bulan saya memutuskannya untuk menggugurkanya (aborsi),dari pada harus menanggung cibiran orang. Pas selesai mengaborsi ternyata adami polisi yang sudah lama mengintai itu tempat dukun, karena saya berada disitu dengan mamaku, terpaksami kita dibawa juga kekentor polisi.”
46
Kasus Pembunuhan
Nama Informan : Hernaningsih
Pekerjaan : Tidak ada
Jenis Pelanggaran : Pembunuhan
Lama Tahanan : 5 tahun penjara
Wawancara : 10 Juli 2008
“Saya Hernaningsih lahir di Hungkolo 26 juni 1988, saya dijatuhi hukuman selama 5 tahun penjara karena kasus pembunuhan. Sebenarnya saya tidak pernah ada niat untuk melakukan hal itu namun keadaan yang memaksa melakukannya. Saat ini keluarga saya di kampung terkucilkan karena ulah saya. Semua saya lakukan hanya untuk membela diri saja, waktu itu di Wawonii saya tinggal dengan om, saya pikir om adalah keluarga yang baik ternyata dibalik itu dia punya niat lain. Malam itu dia berusaha memperkosa saya, kemudian saya berusaha membela diri kebetulan di atas meja itu ada sebilah pisau. Lalu saya mengambilnya dan menusuk pisau itu pas dibagian dadanya. Dan malam itu pun saya ditangkap sama keluarga yang melihat nya dan di bawa ke kantor polisi dan om saya di bawa ke rumah sakit, saya berharap om saya mati, karena bagi saya orang kayak begitu ndak pantas hidup. Di lembaga pemasyarakatn Kemdari ini saya tinggal 1 blok dengan ibu siti arfah. Saya sering cerita masalahku ma dia, misalnya tentang keluarga, maupun tentang narapidana laki-laki disini. Selain itu ibu sitti arafah juga sering ceritakan masalah kerjaannya sama saya juga dan masalah keluarganya. Kalau ada keluhan tentang keadaan di lembaga sa sering jie konsultasi ma wali ku. Menurut saya to orang-orang di lapas sini terbuka kalau kita ada masalah”.
47
Kasus Penganiyaan
Nama Informan : Sitti Arfah
Pekerjaan : Penyayi elektron
Jenis Pelanggaran : Penganiyaan
Lama Tahanan : 1 tahun 2 bulan
Wawancara : 10 Juli 2008
“Saya Sitti Arfah umur 38 tahun, saya hanya tamatan SMP saja dan memiliki 2 orang anak. Pekerjaan saya sehari-hari hanya sebagai penyanyi elektron, kenapa saya melakukan tindakan pidana penganiyaan. Itu semua berawal dari pekerjaan saya sebagai seorang penyanyi yang harus pulang malam, kemudian ada tetangga yang tidak menerimanya. Eh dia sering gosipkan saya perempuan ndek benar, saya sering dibilang pelacur dan wanita penggoda suami orang. Mendengar hal itu yang sering dia bicarakan ketetangga lain saya tidak terima, lalu saya mendatangai kerumahnya kemudia kita ribut karena saya sudah tidak tahan kemudian saya memukulnya tepat dipipinya. Hari itu juga dia tidak terima lalu melaporkannya kekantor polisi. Padahal ya..itu tetangga sebelah rumah saya lho!!. Kalau menurut saya keadaan di Lapas ini sudah baik, disini kita disediakan tempat kursus menjahit, kalau ada masalah kita disuruh melapor sama wali masing-masing. Tapi kalau saya lebih senang bicara sama teman, rasanya lebih nyaman.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan enam narapidana perempuan di
lembaga pemasyarakatan klas II A kota kendari, kita menyadari bahwa mereka
akan lebih senang melakukan pengungkapan diri kepada orang yang juga
melakukan pengungkapan dirinya selain itu narapidana melakukan
pengungkapan diri hanya berdasarkan karena sifat saling percaya antara satu
dengan yang lain.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut kita dapat melihat faktor- faktor
narapidana perempuan melakukan pengungkapan diri. Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan narapidana melakukan tindakan pidana atau tindakan yang
melanggar hukum, adalah kurangnya komunikasi dengan keluarganya dan
48
kurangnya keterbukaan, jadi ketika mndapat masalah, mereka sering mencari
tempat pelarian untuk menenangkan diri seperti narkoba. Selain itu ada faktor
lain yang menyebabkan mereka melakukan tindakan pidana yaitu sebagai
berikut:
1. Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan merupakan awal seseorang belajar tentang banyak hal.
Lingkungan sangat mempengaruhi sikap dan prilaku laku seseorang dalam
bermasyarakat.
2. Faktor norma
Norma muncul melalui proses interaksi yang perlahan-lahan di antara anggota
masyarakat. Pada saat seseorang berprilaku tertentu pihak lain menilai
kepantasasn atau ketidakpantasan perilaku tersebut, atau menyarankan perilaku
alternatif (langsung atau tidak langsung). Norma terbentuk dari proses
akumulatif interaksi masyarakat. Jadi, ketika seseorang masuk ke dalam
sebuah kelompok masyarakat, perlahan-lahan akan terbentuk norma. Ada
beberapa norma yang terdapat dimasyarakat.
a. Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku
dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma
akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial
masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial.
b. Norma agama adalah norma yang mengatur kehidupan manusia yang
berasal dari peraturan kitab suci melalui wahyu yang diturunkan nabi
berdasarkan atas agama atau kepercayaannya masing-masing.
49
c. Norma hukum adalah norma yang mengatur kehidupan sosial
kemasyarakatan yang berasal dari kitab undang-undang hukum yang
berlaku.
4.4 Bentuk Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Narapidana Perempuan Di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Kendari
Di dalam penjara, baik pada penjara kelas I maupun kelas II dapat
disaksikan bagaimana aktivitas narapidana yang mendekam dalam penjara
sebagai akibat hukuman dari perbuatan pidana yang mereka lakukan. aktivitas
narapidana ini tidak terlepas dari komuniksi yang salah satunya adalah
Pengungkapan diri atau self–disclosure merupakan salah satu cara
mengembangkan pribadi atau diri seseorang, ia bahkan menjadi salah satu
indikasi adanya hubungan antarapribadi yang kuat dan intim. Dalam konteks
komunikasi, pengungkapan diri juga merupakan suatu bentuk strategi interaktif
yang dapat dilakukan untuk mencari informasi yang berkenaan dengan orang lain
atau sebaliknya.
Terkadang di televisi kita dapat menyaksikan bagaimana narapidana
perempuan dalam melakukan berbagai aktivitas keseharian mereka di penjara.
Situasi dan kondisi membuat mereka tidak putus asa untuk menjalankan hidup
dan berpikir apabila keluar nanti mereka akan terkucilkan di masyarakat. Dari
hasil wawancara dengan narapidana perempuan di Lembaga Pemasyarakatan klas
II A Kota Kendari yang menjadi informan dalam penelitian ini terungkap bahwa
mereka menjadi narapidana karena keadaan yang mendorong atau motiv tertentu
sehingga mereka melakukan tindakan pidana.
50
Seperti yang diungkapkan oleh Hj. Ulfa dalam wawancaranya
menyatakan bahawa :
Pada awal saya mengenal barang haram jenis shabu-shabu dari umur 15 tahun, sebenarnya hal ini cuma iseng-iseng saat SMA bersama teman-teman namun keterusan. Hingga saya menyandang gelar hajja dan di karunia 4 orang anak, saya memilih shabu-shabu karena “barang” ini dan mudah didapatny. Status saya sebagai pemakai saat itu belum diketaui oleh keluarga, alasan lain saya memakai karena rutinitas kerja yang menuntut saya. Kerjaan saya sebagai kontraktor yang selalu harus ada di lapangan, bagi saya memakai shabu-shabu sangat lah positif karena bisa membantu dalam kerjaan, dimana kerjaan saya selalu menutut untuk lembur. Namun setelah saya tertangkap keluarga baru mengetahui bahwa saya pemakai, respon dari mereka sendiri begitu sangat marah dan kaget.
(Hasil wawancara 10 Juni 2009).
Dari pernyataan di Hj. Ulfa di ats kita dapat mengetahui bahwa motif
yang mendorong untuk melakukan tindak pidana (mengkonsumsi Narkoba) pada
awalnya iseng-iseng atau coba-coba dan karena narkoba menurut informan dapat
memberi efek positif dalam membantu pekerjaan informan.
Selain itu, Nurhidayah menyatakan hal yang sama bahwa motiv
melakukan tindak pidana karena mencoba-coba serta narkoba dianggap oleh
informan dapat membantu melancarkan pekerjaan, berikut pernyataan
Nurhidayah dalam wawancaranya:
Awalnya saya mengenal shabu-shabu di tempat kerjaan saya. Kerjaan saya Kontraktor tidak jauh beda dengan ibu Ulfa namun saya lebih lama ditahan karena saya juga terjerat kasus ilegal logging. Selain kerjaan saya sebagai kontraktor saya juga memiliki kos-kosan di Andonohu dan mebel di tempat yang sama. Saya memakai shabu-shabu awalnya cuma iseng-iseng namun bagi saya ternyata shabu-shabu ini sangat positif bagi kerjaan makanya saya ketagihan.
(Hasil wawancara 10 Juni 2008).
Bagi narapidana pada kasus aborsi, tentu motif atau dorongan sehingga
terjerat dalam tindak pidana tersebut, memiliki alasan tersendiri, berikut
51
pernyataan Armida binti Mando yang merupakan ibu rumah tangga yang terjerat
kasus aborsi dengan lama tahanan selama 1 tahun 8 bulan:
“Saya tertangkap karena membantu anak melakukan tindakan aborsi, banyak alasan yang membuat saya melakukan hal seperti itu slah satunya karena saya sayang ma anak saya karena masih muda dia sudah harus menanggung aib, namun karena ini saya pun harus menanggung hukumannya”
(Hasil wawancara 18 Juni 2008).
Dari pernyataan kasus diatas kita, ada keunikan dari motif atau dorongan
dari informan tersebut bahwa tindak pidana aborsi tidak hanya di jerat pada
pelaku aborsi sendiri namun ternyata, bagi yang membantu proses aborsi tersebut
juga dijerat sebagai tindak pidana.
Ningsi Binti Somat dalam wawancaranya, menyampaikan motiv atau
yang mendorong tindakan pidana aborsi, sebagai berikut:
“Awalnya saya mempunyai niat mengaborsi karena malu dengan lingkungan sekitar, saya melakukan perbuatan zina ini berlandaskan sama-sama sayang namun ternyata setelah saya hamil laki-laki itu tidak mau bertangguang jawab. Kemudian saya pergi kerumah orang tua sang laki-laki itu namun tanggapan keluarganya tidak ada baru itu mereka semuanya tidak mau tau lagi tentang saya, mereka Cuma bilang itu salahmu. Lama-lama perut saya makin membesar dan setelah umur janin 4 bulan saya memutuskannya untuk menggugurkanya (aborsi),dari pada harus menanggung cibiran orang. Pas selesai mengaborsi ternyata adami polisi yang sudah lama mengintai itu tempat dukun, karena saya berada disitu dengan mamaku, terpaksami kita dibawa juga kekentor polisi.”
(Hasil wawancara 18 Juni 2008)
Dari pernyataan Armada dan Ningsi sebaga narapidana perempuan dalam
kasus aborsi, kita dapat mengetahui bahwa hal yang paling mendasar dan
menjadi motif seseorang untuk melakukan aborsi disebabkan oleh aib atau atau
nama baik, baik harga diri pribadi, harga diri keluarga dalam masyarakat. hal-hal
tersebutlah yang menyebabkan sesorang melakukan tindak pidana aborsi. Namun
52
hal lain adalah ketidak bertanggung jawaban laki-laki yang mengakibatkan pihak
perempuan harus menaggung sendiri semua beban dari faktor kehamilan di luar
nikah tersebut.
Dari kasus pembunuhan, motif yang mendorong seseorang melakan
tindak kejahatan ini seperti yang diungkapkan oleh Hernaningsih karena faktor
membela diri, berikut pernyataan Hernaningsih seoramng narapidana perempuan
dalam kasus pembunuhan dengan lama tahanan 5 tahun penjara:
“Sebenarnya saya tidak pernah ada niat untuk melakukan hal itu namun keadaan yang memaksa melakukannya. Saat ini keluarga saya di kampung terkucilkan karena ulah saya. Semua saya lakukan hanya untuk membela diri saja, waktu itu di Wawonii saya tinggal dengan om, saya pikir om adalah keluarga yang baik ternyata dibalik itu dia punya niat lain. Malam itu dia berusaha memperkosa saya, kemudian saya berusaha membela diri kebetulan di atas meja itu ada sebilah pisau. Lalu saya mengambilnya dan menusuk pisau itu pas dibagian dadanya. Dan malam itu pun saya ditangkap sama keluarga yang melihat nya dan di bawa ke kantor polisi dan om saya di bawa ke rumah sakit, saya berharap om saya mati, karena bagi saya orang kayak begitu ndak pantas hidup”.
(Hasil wawancara 10 Juli 2008).
Lain halnya dengan kasus penganiayan yang dialami oleh Sitti Arfah,
bahwa motif yang mendorong informan melakukan tindak pidana dikarenakan
informan merasa risih dengan tetangganya yang terlalu ikiut campur dalam
kehidupan dan pekerjaanya, berikut pernyataan Sitti Arfah yang mengambarkan
tentang motif melakukan tindak penganiayaan:
Pekerjaan saya sehari-hari hanya sebagai penyanyi elektron, kenapa saya melakukan tindakan pidana penganiyaan. Itu semua berawal dari pekerjaan saya sebagai seorang penyanyi yang harus pulang malam, kemudian ada tetangga yang tidak menerimanya. Eh dia sering gosipkan saya perempuan ndek benar, saya sering dibilang pelacur dan wanita penggoda suami orang. Mendengar hal itu yang sering dia bicarakan ketetangga lain saya tidak terima, lalu saya mendatangai kerumahnya kemudia kita ribut karena saya sudah tidak tahan kemudian saya memukulnya tepat dipipinya. Hari itu juga dia tidak terima lalu
53
melaporkannya kekantor polisi. Padahal ya..itu tetangga sebelah rumah saya lho!!. (Hasil wawancara 10 Juli 2008).
Dari bebrapa pernyataan tersebut kita dapat mengetahui bahwa motif
yang mendorong narapidana perempuan dalam melakukan tindak pidana di
sebabkan oleh dua faktor yaitu: di sengaja dan tidak disengaja. Faktor
kesengajaan dikarenakan untuk menjaga nama baik (pertahanan diri) dan faktor
tidak sengaja. namun faktor tidak sengaja dari kasus di atas juga memiliki
hubungan dengan factor mempertahankan diri atau menjaga nama baik.
Wawancara tersebut memudahkan peneliti untuk menggali informasi
yang lebih dalam, khususnya pengungkapan diri narapidana tersebut. Dari hasil
penelitian terungkap bahwa narapidana perempuan melakukan pengungkapan
diri, terutama pada teman sekamar dalam penjara dan ada beberapa narapidana
juga yang melakukan pengungkapan diri dengan wali mereka dipenjara. Berikut
beberpa penyataan tentang pengungkpan diri narapidana perempuan pada teman
satu satu kamarnya di Lapas;
“Nama saya Nurhidayah, saya lebih senang cerita sama ibu Ulfa (teman sekamar) sewaktu di Lapas”
(Hasil wawancara 10 Juni 2008)
“Saya banyak terbuka pada teman satu kamar, biasanya kita banyak cerita menjelang tidur malam, pada saat itulah kita banyak berbagi menganai persoalan yang kami alami”
(Hasil wawancara dengan Hj. Ulfa 10 Juni 2008)
“Kita kan dilapas itu disediakan wali,kadang-kadang sa cerita jie juga ma waliku tapi ndak mendetail hanya se adanya saja. Sa lebih senang cerita sama temannku lebih enak sa rasa”.
54
Pada saat bersamaan:
“Begini de, kita tiap masuk di Lapas ini pasti kita akan ditanya sama
walinya kita itu kenapa sampai kita bisa melakukan perbuatan pidana,
tapi secara keseluruhan saya itu lebih nyaman dengan teman sekamar
saya”.
(Wawancara dengan Siti Arfah 10 Juli 2008).
Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Armida;
“ Kenapa ya, saya lebih senang cerita dengan teman sekamar saya, soalnya selama saya di sini, mungkin diantara semua orang hanya dia yang mengerti dengan saya…”
(Hasil wawancara 18 Juni 2008)
Dari sekian informan, ternyata ada juga yang senang terbuka dengan wali
mereka hal ini seperti yang diungkapkan oleh Hermaningsi. Berikut pernyataan
Hermaningsi tentang tentang pengungkapan diri terhadap walinya;
“ Memang saya banyak curhat ma teman satu sel, tapi saya juga senang cerita sama wali, soalnya banyak saya dapat masukan positif dari arahan-arahan wali saya. Kalau saya bebas nanti diarahkan, bagaimana mendekatkan diri sama Pencipta, pokonya saya senang sama wali saya…”
(Wawancara 10 juli 2008)
Dari beberapa pernyataan diatas maka dapat diperoleh gambaran
bahwa narapidana perempuan kelas II A Kota Kendari lebih terbuka atau
melakukan pengungkapan diri pada teman satu sel atau satu kamar dalam penjara
tersebut terlebih pada narapidana yang terjerat dalam kasus yang sama. Hal ini
merupkan salah satu karakteristik komunikasi self-dislosure dimana biasanya
terjadi antara dua orang, komunikasi dua arah di mana individu biasanya selektif
memilih orang kepada siapa ia mengungkapkan sesuatu mengenai dirinya. Dalam
interaksi antara dua orang pengungkapan diri biasanya bersifat simetris.
55
Pengungkapan diri selalu terjadi keseimbangan antara partisipan seperti yang
diungkapkan oleh Nur Hidayah, berikut pernyataannya;
“Itu karena tho dia (teman sekamar) juga sering ceritakan masalahnya, jadi s juga sering mi juga cerita sama dy. Kalau katanya orang itu saling berbagi, selain itu kita kan sama-sama tersandung narkoba istilahnya senasib lah”
(wawancara 10 Juni 2008)
Selain itu, narapidana perempuan juga dalam pengungkapan diri juga
dilakukan pada wali mereka, namun tidak hal ini hanya dilakukan oleh beberapa
orang narapidana perempuan dan kalupun semua melakukan pengungkapan diri
tidak seintim seperti yang dilakukan dengan teman satu kamar mereka.
Pengungkapan diri narapidana perempuan merupakan kelanjutan yang
lebih intim dari hubungan antarpribadi mereka. Itulah sebabnya tidak semua
narapidana perempuan di lapas II A menjalin hubungan dan melakukan
komunikasi antarpribadi dengan narapidana lainya. Proksimitas (jarak fisik)
tampak menjadi faktor yang memudahkan terjadinya komunikasi antarpribadi
dan pengungkapan diri. Sesama narapida yang melakukan pengungkapan diri
umumnya berada dalam satu kamar di manamerupakan tempat mereka yang
sering untuk menghabiskan waktu selama dalam penjara.
Berdasarkan kondisi di atas, kita bisa melakukan analisis lebih dalam
dengan menggunkan pendekatan Johari Windows, sehingga dapat melihat bentuk
pengungkapan diri narapidana perempuan, baik pengungkapan diri yang
dilakukan oleh narapidanya yang sesama kamar maupun beda kamar, ataupun
narapidana perempuan dengan wali mereka. Hal ini dapat dilihat seperti skema
berikut:
56
1. Pengungkapan diri narapidana perempuan dengan narapidana perempuan
lainya sesama Kamar.
(Hasil penelitian 2008-2009)
a. Jendela pertama atau area terbuka diperbesar
karena konsep “saya tahu” tentang diri saya, dan “orang lainpun tahu”
tentang diri saya, hal ini berlaku kedua-duanya, begitu sebaliknya orang
lain orang lain memiliki pengetahuan tentang dirinya sendiri dan diketahui
oleh teman sekamarnya.
Area terbuka di sini berlaku sepenuhnya, karena hal ini di dasari oleh
alasan mereka mengungkapkan diri, bahwa mereka melakukan
pengungkapan diri dikarenakan teman sekamarnya pun melakukan
pengungkapan diri terhadap diri mereka. Hal ini memungkinkanya
komunikasi yang efektif sebab antara narapidana yang satu dengan
narapidana lainya dalam satu kamar saling terbuka sama halnya dengan
apa yang diungkapkan oleh Johari area ini merupakan “bidang terbuka”
suatu bingkai yang paling ideal dalam hubungannya dengan komunikasi
antarpribadi karena pada kondisi ini menunjukkan orang yang terbuka
57
HiddenArea
BlindArea
UnknownArea
Open Area
terhadap orang lain. Keterbukaan itu disebabkan dua pihak (saya dan
orang lain) sama-sama mengetahui informasi, prilaku, sikap, perasaan,
keinginan, motivasi, gagasan dan lain-lain
b. Jendela kedua atau area buta, diperkecil
karena, konsep “saya tidak tahu” tidak berlaku dalam artian narapidana
perempuan memiliki pengetahuan tentang dirinya. dan konsep orang
“orang lain tahu” tentang saya berlaku dalam artian orang lain memiliki
pengetahuan tentang narapidana yang sekamar dengannya sehingga area
ini diperkecil karena hanya satu konsep yang berlaku dan sebagai akibat
daripada pergeseran volume terbuka.
c. Jendela ketiga atau area tersembunyi juga
diperkecil pada konteks ini, hal ini dikarenakan konsep saya tahu dan
orang lain tidak tahu, hanya satu konsep yang berlaku yakni konsep “saya
tahu” atau adanya pengetahuan tentang diri mereka sendiri oleh narapina
dan konsep “orang lain tidak tahu” atau narapina tidak memiliki
pengetahuan akan narapidana sekamarnya tidak berlaku, sehingga volume
pada area ini diperkecil yang juga sebagai akibat dari pergeseran dari
bingkai atau area pertama.
d. Jendela keempat atau area tidak dikenal
pada konteks ini sangat kecil, hal ini dikarenakan, konsep “saya tidak
tahu” dan “orang lain tidak tahu” kedua-duanya tidak mutlak berlaku
karena masing-masing dari narapida saling terbuka dan saling mengetahui,
sehingga volume pada area ini semakin kecil sebagai akibat dari
pergeseran dari ketiga bingkai sebelumnya terutama bingkai pertama.
58
2. Bentuk pengungkapan diri narapidana perempuan dengan narapidana
perempuan lainnya yang tidak satu kamar
(Sumber: Hasil penelitian 2008-2009)
a. Jendela pertama; konsep “saya tahu” dan “orang lain tahu”,hanya satu
yang berlaku yakni konsep “saya tahu” sehingga volume area ini
dipersempit. atau dalam artian narapidana perempuan pada jendela ini
hanya memiliki pengetahuan tentang dirinya sedangkan orang lain
(narapidana lain) tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya.
b. Jendela kedua: kosep “saya tidak tahu” dan “Orang lain tahu” dua-duanya
tidak berlaku, dalam arti saya tidak tahu, itu tidak ada melainkan
narapidana perempuan memiliki pengetahuan tentang dirinya hanya pada
konteks ini narapidana lain (yang tidak sekamar) tidak meliki
pengaetahuan tentang narapidana yang tidak sekamar dengannya sehingga
59
OpenArea
BlindArea
UnknownArea
HiddenArea
sekaligus menolak konsep “orang lain tahu” pada area ini. Oleh karena itu,
volume area ini dipersempit dua kali lipat dari jendela pertama.
c. Jendela ketiga : baik konsep “saya tahu” maupun “orang lain tidak tahu”
pada konteks ini dua-duanya berlaku dimana terdapat pengetahuan akan
diri sendiri oleh narapidana dan orang lain (narapidana lain) tidak
memiliki pengetahuan tentang kita sehingga volume pada area ini
diperbesar.
d. Jendela keempat: konsep “saya tidak tahu” ini tidak berlaku pada konteks
ini sebab narapidana memiliki pengetahuan tentang dirinya. Kosep “orang
lain tidak tahu” pada konteks ini berlaku sebab narapidan lain (yang beda
kamar) tidak memiliki pengetahuan akan narapidana lain (narapidana yang
beda kamar). sehingga volume area ini dipersempit.
3. Bentuk pengungkapan diri narapidana perempuan
terhadap wali.
Berdasrkan hasil penelitian maka, ada dua proposisi yang terbangun
mengenai bentuk pengungkapan diri narapidana perempuan dengan wali
mereka, yaitu: pertama seperti asumsi I ( kondisi napi yang sesama kamar)
bahwa narapidana perempuan terbuka pada walinya dan kedua memiliki
kemiripan dengan asumsi kedua (napi yang beda kamar) bahwa narapidana
perempuan jarang terbuka pada walinya hanya pada kondisi tertentu, sehingga
masing-masing dari proposisi tersebut memiliki skema dalam pengembagan
Johari Windows sebaga berikut
60
- Pengungkapan narapidana perempuan yang terbuka dengan walinya
(Sumber: Hasil penelitian 2008-2009)
a. Jendela pertama atau area terbuka diperbesar
karena konsep “saya tahu” tentang diri saya, dan “orang lainpun tahu”
tentang diri saya, dalam artian narapidana perempuan memiliki
pengetahuan tentang dirinya dan walinya pun tahu akan dirinya,
namun hal ini tidak berlaku timbal balik sebab narapidana perempuan
tidak akan mengatahui sepenuhnya wali mereka sebab narapidana pada
suasana ini akan menjadi obyek dan berada pada kondisi pasif dalam
artian wali akan lebih aktif mengali informasi pada narapidana, dan
bukan sebaliknya.
Hal ini dikarenakan kata “saling” tidak berlaku pada konteks ini sebab
wali tidak melakukan pengungkapan diri sehingga kendatipun hal ini
terjadi pada arean pertama “terbuka” namun efektifitas tidak
61
HiddenArea
BlindArea
UnknownArea
Open Area
sepenuhnya dapat berlangsung, sehingga tidak mengherankan kalau
sebahagian informan mengungkapkan bahwa mereka melakukan
pengungkapan diri pada konteks ini hanya pada waktu tertentu dan
kecuali mendapat masalah dan di tanya oleh wali mereka. Jadi dari
penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa, proses pengungkapan diri
atau Jendela Johari meskipun bingkai pertama volumenya cukup
besar, namun tidak dilandasi oleh anadanya “kata saling” atau sling
mengungkapkan diri demi mewujudkan saling kepercayaan antara
keduanya cukup mempengaruhi kualitas pengungkapan diri sesorang.
b. Jendela kedua atau area buta, diperkecil
karena, konsep “saya tidak tahu” tidak berlaku dalam artian
narapidana perempuan memiliki pengetahuan tentang dirinya. dan
konsep orang “orang lain tahu tentang saya”, berlaku dalam artian
orang lain (wali) memiliki pengetahuan tentang narapidana sehingga
area ini diperkecil karena hanya satu konsep yang berlaku dan sebagai
akibat daripada pergeseran volume terbuka.
c. Jendela ketiga atau area tersembunyi juga
diperkecil pada kondisi ini ini, sebab hanya satu konsep yang berlaku
yakni konsep “saya tahu” atau adanya pengetahuan tentang diri mereka
sendiri oleh narapina dan konsep “orang lain tidak tahu” atau wali
mereka tidak memiliki pengetahuan akan narapidana tersebut tidak
berlaku, sehingga volume pada area ini diperkecil yang juga sebagai
akibat dari pergeseran dari bingkai atau area pertama.
62
d. Jendela keempat atau area tidak dikenal
pada kodisi ini sangat kecil, hal ini dikarenakan, konsep “saya tidak
tahu” dan “orang lain tidak tahu” kedua-duanya tidak berlaku karena
narapida terbuka pada wali mereka sehingga wali meliliki pengetahuan
tentang narapidana tersebut, dan narapidana sendiri juga memiliki
pengetahuan tentang dirinya, sehingga volume pada area ini semakin
kecil.
- Bentuk pengungkapan diri narapida perempuan dengan wali dalam kondisi
yang tidak terbuka.
(Sumber: Hasil penelitian 2008-2009)
a. Jendela pertama; konsep “saya tahu” dan “orang lain tahu”,hanya satu
yang berlaku yakni konsep “saya tahu” sehingga volume area ini
dipersempit. atau dalam artian narapidana perempuan pada jendela ini
hanya memiliki pengetahuan tentang dirinya sedangkan orang lain
(wali) tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya
b. Jendela kedua: konsep “saya tidak tahu” dan “Orang lain tahu” dua-
duanya tidak berlaku, dalam arti “saya tidak tahu”, itu tidak ada
63
OpenArea
BlindArea
UnknownArea
HiddenArea
melainkan narapidana perempuan memiliki pengetahuan tentang
dirinya hanya pada konteks ini orang lain tahu (wali tahu) tidak
berlaku atau wali tidak meliki pengaetahuan tentang narapidana
sehingga sekaligus menolak konsep “orang lain tahu” pada area ini.
Oleh karena itu, volume area ini dipersempit dua kali lipat dari jendela
pertama.
c. Jendela ketiga : baik konsep “saya tahu” maupun “orang lain tidak
tahu” pada konteks ini dua-duanya berlaku dimana terdapat
pengetahuan akan diri sendiri oleh narapidana dan orang lain (wali)
tidak memiliki pengetahuan tentang kita sehingga volume pada area
ini diperbesar.
d. Jendela keempat: konsep “saya tidak tahu”, ini tidak berlaku pada
konteks ini sebab narapidana memiliki pengetahuan tentang dirinya.
Konsep “orang lain tidak tahu” pada konteks ini berlaku sebab wali
pada konteks ini tidak memiliki pengetahuan akan narapidana tersebut,
sehingga volume area ini dipersempit.
Berdasarakan kondisi di atas maka dapat dibentuk proposisi bahwa
perubahan pada daerah terbuka atau pada sebarang daerah atau kuadran akan
mengakibatkan perubahan pada kuadran yang lain. Jika salah satu kotak menjadi
lebih kecil, kotak lain akan menjadi lebih besar. Begitu juga, jika salah satu kotak
menjadi lebih besar, kotak lain pasti menjadi lebih kecil, jika kuadran terbuka
semakin besar maka tiga kuadran lainnya akan mengecil, begitu sebaliknya secara
bergantian. Daerah-daerah diri ini, dengan demikian, tidaklah saling terpisah dan
64
berdiri sendiri. Mereka masing-masing bergantung kepada orang lain, atau dengan
kata lain kondisi kuadran ayng satu akan mempengaruhi kuadran yang lain.
4.5 Alasan Pengungkapan Diri
Alasan pengungkapan diri yang dilakukan oleh narapidana perempuan
adalah karena adanya saling percaya anatara narapidana yang satu dengan
narapidana yang lain, khususnya satu kamar. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh Nur Hidayah, berikut pernyataannya;
“Itu karena tho dia (teman sekamar) juga sering ceritakan masalahnya, jadi s juga sering mi juga cerita sama dy. Kalau katanya orang itu saling berbagi, selain itu kita kan sama-sama tersandung narkoba istilahnya senasib lah”
(wawancara 10 Juni 2008)
Begitu juga apa yang disampaikan oleh Armida:
“Kenapa ya, saya lebih senang cerita dengan teman sekamar saya, soalnya selama saya di sini, mungkin diantara semua orang hanya dia yang mengerti dengan saya…”
(wawancara 18 Juni 2008)
Kepercayaan dan kepribadian adalah dua pertimbangan utama saat
anak jalan saat melakukan pengungkapan diri. Kepercayaan yang dimaksud
disini adalah kepercayaan narapidana perempuan (komunikator) kepada
narapidana yang lain (komunikan) dalam pengungkapan diri.
Pengungkapan diri yang dilakukan antar narapidana umunya
dilatarbelakangi oleh pertimbangan resiprokal dan derajat keintiman.
Seorang narapidana A akan melakukan pengungkapan diri pada narapidana
B karena narapidana B tersebut juga melakukan pengungkapan diri yang
65
sama kepada narapidana A. Meskipun terkadang dalam pengungkapan diri
terdapat sejumlah topik yang secara detail sebenarnya tidak ingin mereka
ungkapkan. Hal ini sesuai apa yang diungkapkan oleh Cride dkk (1986) dan
hasil studi Mc Croskey dan Wheeless (dalam devito, 1982:291), bahwa:
a. Resiprokal, seseorang akan melakukan pengungkapan diri pada orang yang juga melakukan pengungkapan diri pada dirinya.
b. Kepercayaan, tingkat kepercayaan seseorang pada orang lain menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan pengungkapan diri.
Prinsip ini menggambarkan pengungkapan diri sebagai perilaku yang
timbal balik. Baik suka rela maupun terkadang terpaksa. Hal itu dilakukan
sebagai bentuk penghargaan atau imbalan atas informasi yang telah mereka
dapatkan sebelumya.
Pengungkapan diri tersebut dilakukan dengan alasan mereka tidak
merasa tenang jika tidak menceritakan kepada teman dekatnya, dan banyak
manfaat yang didapatkan dengan menceritakan masalah kepada teman
dekatnya banyak jalan keluar yang mereka dapatkan ketika ada masalah
yang sedang dihadapi baik sifatnya masalah pribadi tentang kondisi dalam
tahanan maupun tentang masalah yang dipendam-penmnaya dalam keluarga.
Hal itu diungkapkan Nurhidayah, dalam wawancaranya menyatakan;
“Kalau mau di bilang kayak curhat itu, tidak bisa dihitung de,karena bisa tiap hari!pokoknya ada masalah pasti sa cerita. saya banyak mendapat manfaat dari curhat tersebut, tadinya saya begitu tak tenang, setelah saya luapkan isi hati saya, dan ada yang mendengarkan, dan pada saat itulah saya banyak masukan dari teman saya”(wawancara 10 Juni 2008).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ulfah, berikut ungkapannya;
66
“Kalau mau di bilang perasaan, yang saya dapatkan_tenang, karena masalahku sudah ada yang mau dengarkan”
(Wawancara 10 Juni 2008)
Armida juga bercerita bahwa ia merasa malu setelah keluar dari lapas
nanti, khususnya dilingkungannya, ia tidak bias bayangkan bagaimana
cibiran orang sama dirinya, namun dengan motivasi dan masukan dari
temannya ia mendapat ketenangan.
4.6 Topik Pengungkapan diri
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi beberapa kemiripan
topik rahasia yang diungkapkan narapidana perempuan dalam pengungkapan
diri (self-disclosure). Topik rahasia tersebut yaitu : (1) Mengapa mereka
berada di penjara, (2) Menyukai salah satu atau ketetarikkan dengan
narapidana laki-laki, (3) Serta masalah dengan keluarga mereka.
Berikut hasil jaringan data, mengenai topik-topik pengungkapan diri
narapidana perempuan di lapas II A Kota Kendari:
- “Saya banyak cerita sama Ulfa mengenai mengenai kasus saya, keluarga saya, begitupula dia. banyak waktu yang kita habis kan bersama untuk berbagi dan meenungi hiup kami kenapa sampai terjerumus dalam penjara”
(Wawancara Nurhidayah 10 Juni 2008)
- “Teman satu kamar saya, hamper setip mau tidur selalu menceritakan tentang kesukaannya pada salah satu tahan laki-laki di penjara. dia selalu bilang”tolong jangan ceritakan ini sama orang lain, saya harap”
(Wawancara Armida teman satu kamar dengan Ningsi 18 Juni 2008)
- “saya banyak cerita sama bu Arfah, masalah kasus yang saya hadapi, sudah itu masalah keluraga, serta kejadian pada saat melakukan pembunuhan. ibu Arfa banyak memberikan
67
masukan kalau kelurga saya tidak akan membeci saya karna membunuh, katanya kaukan membela diri, mempertahankan harga diri….., saya pun banyak menceritakan tentang keluarga di kampong kalau mereka meresa terkucilkan karna ulah saya”
(Wawancara Hermaningsi 10 Juli 2008)
- “Banyak hal yang kita ceritakan dengan teman satu kamar saya, mulai dari pengalaman-pengalaman sebelum masuk penjara, masalah dalam penjara, sampai masalah keluraga. Bahkan masalah pribadipun antara saya dan teman satu ruangan saya kita saling terbuka. Awalnya sih saya malu-malu, tapi lama kelamaan karna kita selau sama-sama, saya terbuka diapun terbuka sama saya ji, saya percaya sama dia, diapun percaya ma saya, bahkan kita saling memberi motivasi.”
Pada saat bersamaan subyek menyampaikan;
“Sering. Dia sering bilang to, kalau saya ada masalah bicara saja ndak usahmi malu untuk saya ceritakan. Karena dia juga da sering jie ceritakan masalah ke saya”.
(Wawancara Siti Arfah 10 Juli 2008)
4.7 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Narapidana Perempuan Melakukan
Pengungkapan Diri (Self Disclosure).
Pengungkapan-diri terjadi lebih lancar dalam situasi-situasi tertentu
ketimbang situasi yang lain. Di sini, kita mengidentifikasi beberapa faktor
yang mempengaruhi pengungkapan diri terhadap narapidana perempuan di
lembaga pemasyarakatan klas II A Kota Kendari. Semua informan
menyampaikan bahwa mereka lebih terbuka dalam pengungkapan diri dalam
kondisi tatap muka hanya dua orang antara komunikator (narapidana
perempuan) atau komunikan (narapidana perempuan lain atau wali dari tiap
narapidana). Berikut pernyataan informan tentang pengaruh jumlah individu
terhadap pengungkapan diri;
68
“Malulah kalau kita cerita banyak orang, jangan sampai mereka tidak bisa pegang rahasia….”
(wawancara Hermaningsi 10 Juli 2008)
Begitu juga apa yang disampaikan ibuUlfa, ia juga merasa malu untuk
terbuka pada setiap orang olehnya itu teman sekamarnya menjadi teman
cerita untuk berbagai.
Tidak jauh beda dengan Ibu Ulfa dan Hermaningsih, ibu Arfah bisa
terbuka pada lebih dari satu orang di lapas, tapi itu sifatnya terbatas hanya
pada teman sekamarnya serta walinya.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat membenarkan adanya
pengaruh besar kelompok dalam proses pengungkapan diri, semakin sedikit
jumlah kelompok atau individu maka pengungkapan diri lebih banyak terjadi
ketimbang dalam kelompok besar. Jadi dapat diketahui bahwa
“Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil ketimbang
dalam kelompok besar. Diad (kelompok terdiri atas dua orang) merupakan
lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. Dengan satu
pendengar, pihak yang melakukan pengungkapan diri dapat meresapi
tanggapan dengan cermat. Dengan dukungan atau ketiadaan dukungan ini,
orang dapat memantau pengungkapan diri ini, meneruskannya jika situasinya
mendukung dan menghentikannya jika situasi tidak mendukung. Bila ada
lebih dari satu orang pendengar, pemantauan seperti ini menjadi sulit, karena
tanggapan yang muncul pasti berbeda dari pendengar yang berbeda.
69
Selain dari hal di atas adanya kondisi yang sama (senasib) juga
mempengaruhi pengungkapan diri. Seperti yang diungkapkan oleh Ulfa,
dalam wawancara berikut:
“Itu karena tho dy (teman sekamar) juga sering ceritakan masalahnya, jadi s juga sering mi juga cerita sama dy. Kalau katanya orng itu saling berbagi, selain itu kita kan sama-sama tersandung narkoba istilahnya senasib lah.”(wawancara 10 Juni 2008)
Hal diatas merepakan proses Efek Diadik. Narapidana perempuan
melakukan pengungkapan diri bila orang yang bersama nya juga melakukan
perngungkapan diri. Efek diadik ini membuat narapidana perempuan merasa
lebih aman dan, nyatanya, memperkuat perilaku pengungkapan diri sendiri.
Pengungkapan diri menjadi lebih akrab bila itu dilakukan tanggapan atas
pengungkapan diri orang lain.
Begitupula peresaan menyukai, saat membuka diri napi perempuan
kepada orang-orang yang disukai atau dicintai dan tidak akan membuka diri
kepada orang yang tidak disukai. Ini tidak mengherankan karena orang yang
disukai (dan menyukai kita) akan bersikap mendukung dan positif.
Narapidana perempuan juga membuka diri lebih banyak kepada orang yang
dipercayai.
Selain poin di atas kepribadian juga menyebabkan narapidana
perempuan melakukan pengungkapan diri. Narapidana perempuan yang
pandai bergaul (sociable) dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih
banyak ketimbang mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih introvert.
Perasaan gelisah juga mempengaruhi derajat pengungkapan diri. Rasa
gelisah ada kalanya meningkatkan pengungkapan diri dan kali lain
menguranginya sampai batas minimum. narapidana yang kurang berani
70
bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri ketimbang mereka
yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi.
Hal lain, narapidana perempuan lebih cenderung membuka diri tentang
topik yang lain. Sebagai contoh, lebih mungkin mengungkapkan informasi
diri tentang pekerjaan atau hobi ketimbang tentang kehidupan seks atau
situasi keuangan. Umumnya, makin pribadi dan makin negatif suatu topik,
makin kecil kemungkinan narapidana perempuan mengungkapkannya
namun hal ini tidak terjadi pada semua narapidana, contohnya subyek
Hermaningsih menceritakan masalahnya dalam kasus pembunuhan terhadap
teman satu kamarnya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan serta
adanya motivasi yang diberikan oleh teman bicaranya (satu kamarnya) .
Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis
kelamin. Umumnya, pria kurang lebih terbuka ketimbang wanita. Peran
sekslah (sex role) dan membuka jenis kelamin dalam arti biologis yang
menyebabkan perbedaan dalam hal pengungkapan diri ini. “Wanita yang
maskulin,” misalnya, kurang membuka diri ketimbang wanita yang nilai
dalam skala maskulintasnya lebih rendah. Selanjutnya, “pria feminin”
membuka diri lebih besar ketimbang pria yang nilai dalam skala
feminitasnya lebih rendah. Faktor jenis kelamin jaga mempengaruhi faktor
pengungkapan diri perempuan narapidana, hal ini dapat dilihat bahwa
diantara informan yang semuannya adalah perempuan melakukan
pengungkapan diri pada teman sekamarnya dalam konteks yang begitu
terbuka hal ini dikarenakan kondisi yang mereka miliki sama-sama
71
perempuan sehingga mereka memiliki anggapan tentang derajat kepercayaan
yang lebih tinggi akibat dari kesamaan jenis kelamin tersebut.
Dari beberapa poin di atas maka kita dapat mengetahui bahwa faktor
kesamaan, baik sama kamar (satu kamar/jarak), kesamaan kasus, kesaman
jenis kelamin, dan sama-sama saling menceritakan masalah (saling terbuka)
akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas pengungkapan diri bagi
narapidana perempuan.
72
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab
sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk pengungkapan diri yang
dilakukan oleh narapidana perempuan dilakukan pada sesama narapidana
perempuan lainnya ada dua bentuk, yaitu, pertama; pada yang sesama
kamar pengungkapan diri berada pada kondisi terbuka (open area). Kedua:
pada beda kamar proses pengngkapan diri berada pada suasana kuadran tiga
atau Hidden area(tersembunyi). Selain itu, narapidana perempuan juga
melakukan pengungkapan diri pada wali mereka masing-masing dan pada
kondisi ini, juga memiliki dua bentuk pengungkapan diri yakni open area
bagi narapidana yang terbuka terhadap wali mereka dan hidden area bagi
narapidana yang tertutup pada wali mereka.
2. Pengungkapan diri pada narapidana perempuan di lapas Kelas II A Kota
Kendari dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu jarak (sesama kamar),
bentuk pidana (sama kasus), Jumlah Kelompok (individu), saling percaya
antara komunikator (narapidana perempuan) dan komunikaan (narapidana
perempuan lainnya), efek diadik, serta jenis kelamin.
73
5.2 Saran
Hasil dari kesimpulan yang ditarik diatas, dapat disarankan beberapa
hal sebagai berikut :
1. Bagi peneliti yang berminat pada topik pengungkapan diri disarankan
melakukan pengujian kuantitaif untuk mengetahui faktor dominan yang
melatarbelakangi pengungkapan narapidana perempuan.
2. Karena tingat partisipasi wali sebagai pengarah dalam konteks rehabilitiasi
narapidana sifatnya pasif dalam artian lebih banyak kuntitatif kunjungan
narapidana dari pada mengunjungi narapidana, maka hal ini harus
diperhatikan, dalam artian membuka peluang yang lebih besar bagi
narapidana untuk melakukan pengungkapan diri kepada wali demi
mendapatkan arahan positif dari pihak lapas itu sendiri.
3. Bagi masyarakat tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan
represif dan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu
organisasi yang rumit dan birokrasi, yang dapat menjurus ke arah
birokratisme yang merugikan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha
pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan usaha represif dan
rehabilitasi. Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif
seperti antara lain: stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum / dibina),
pengasingan, penderitaan dalam berbagai bentuk, pelanggaran hak asasi,
permusuhan/kebencian terhadap satu sama lain.
74
Daftar Pustaka
Andi Hamzah. 1993. Sistem Pidana dan Pembinaan Indonesia. Pradnya Paramitha.
Jakarta.
Bambang Poernomo.1986. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem
Pemasyarakatan. Liberty. Yogyakarta.
Canggara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. Rajawali Pers.
Derlega, Valenan, J and Louis H. Janda. 1986. Personal Adjustment: the psychology
of Everiday Life Ed. Scott Forestman and Company; London.
De Vito, Joseph. 1976. The Interpersonal Communication. Book Harpers Row :
New York.
De Vito, Joseph. 1982. Communicologya; An introduction to The Study of
Communication ed. Harper and Row Publishers : New York.
Effendy, U. Onong. 1986. Dinamika komunikasi. Bandung. Remaja Rosdakarya.
-----------------------.2003. Ilmu, Teori, dan filsafat komunikasi. Bandung. Citra
Aditya Bakti.
Husain, Muh. Najib dan Harmin, ST. 2005. Dalam Laporan Hasil Penelitian
Analisis Self Disclosure Dalam Komunikasi Antarpribadi Anak Jalanan di
Kota Kendari. Universitas Haluoleo. Kendari
Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung. Citra Aditya Bakti.
Moleong, Lexy J. 1995. Metodologi Organisasi. Bumi Askara. Bandung
75
Mulyana, Deddy M. A. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung.
Remaja Rosda karya.
Mulyana, Deddy M. A dan Solatun. 2007. Metode Penelitian Komunikasi.
Bandung. Remaja Rosda Karya.
Nasution. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Rajawali Pers. Jakarta.
Poerwadarminta, W.J.S. 1992. kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai
Pustaka.
Pratikto, Riyono. 1987. Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Rakhmat, Jalaluddin. 1993. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosda Karya.
Bandung.
Rakhmat, Jalaluddin. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung. Remaja Rosda Karya
Romly Atmasasmita, 1983. Kepenjaraan dalam Suatu Bunga Rampai. Armico.
Bandung
Ruslan, Rosady, S.H.,M.M. 2003. Metode Penelitian public Relation dan
Komunikasi. RajaGrafindo Persada. Jakarta
Sendjaja S. Djuarsa. 1994. Teori Komunikasi. Jakarta. Universitas Terbuka.
Soejono Dirdjosisworo. 1984. Penanggulangan Kejahatan. Alumni. Bandung
Widjaja, H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta. Rineka Cipta.
Dokumen-dokumen
[email protected] “kesadaran tentang pengungkapan diri” – Diakses tanggal 10
Febuari 2009
76
http://www.google.co.id/search?
faktorfaktor+pengungkapan+diri&meta=&btnG=Telusuri+dengan+Google – Diakses
tanggal 25 Febuari 2009
http://www.suaramerdeka.com/harian/0107/31/kot7.htm - Di akses tanggal 2 Maret
2009
http://id.wordpress.com/tag/pengantar-ilmu-komunikasi/2008/10/17/html
http://meiliemma.wordpress.com/2006/10/17/definisi-komunikasi/html
77
78
PEDOMAN WAWANCARA
Judul Penelitian
Pengungkapan Diri Pada Narapidana Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II A Kota Kendari
A. KARAKTERISTIK INFORMAN
1. Nama responden : ……………….
2. Tempat / Tanggal Lahir :………………..
3. Pendidikan terakhir :……………………..
4. Agama :……………………
5. Jenis Kelamin :……………
6. Umur :………………….
7. Jenis pelanggaran :………..
8. Lama hukuman :…………… Tahun
B. PERTANYAAN
1. Kepada siapa anda sering menceritakan tentang diri Anda atau Keluarga
Anda?
2. Apakah anda hanya mengungkapkan atau menceritakan keluarga anda hanya
dengan teman cerita?
3. Trus, kepada siapa Anda menceritakan pengalamn pahit anda atau kasus
anda, apakah pada teman ruangan anda atau orang lain yang beda kasus
dengan anda?ataukah sama wali anda?
4. Kenapa anda sampai terbuka sama dia?berikan Alasannya?
79
5. Pada saat kapan anda terbuka sama dia? Ataukah setiap saat atau kah
ditempat-tempat tertentu saja?
6. Perasaan apa yang anda dapatkan dengan anda terbuka dengan orang tersebut?
7. Apakah teman saudara ini sering memotivasi sehingga anda mau terbuka sama
dia?
8. Bagaimana dengan wali anda apakah anda percaya dengan dia?
9. Apakah anda terbuka juga sama dia dalam semua hal khususnya perasaan atau
tekanan yang anda alami?
10. Apakah wali anda sering mengunjung atau mengajak anda cerita?
11. Hal-hal apa(topik cerita apa) yang anda senangi untuk diceritakan bersama
dengan wali anda? Kalau dengan teman satu kamar anda?
12. Kenapa sampai anda tidak mau terbuka/cerita pada yang beda kamar dengan
anda atau yang beda kasus dengan anda?
13. Masukan-masukan apa yang anda dapat semasa diLapas, baik dari teman
maupun dari wali , apa anda terapkan sekarang?menurut anda apakah
bermanfaat atau tidak?
14. apakah menurut anda penting kita terbuka dengan orang lain?
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA
80