Skripsi Wahyu Eka Sari g34061708 13 Juni11

download Skripsi Wahyu Eka Sari g34061708 13 Juni11

of 24

Transcript of Skripsi Wahyu Eka Sari g34061708 13 Juni11

  • AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI AKTINOMISET

    ENDOFIT ASAL TANAMAN PEGAGAN DAN

    BELIMBING WULUH

    WAHYU EKA SARI

    DEPARTEMEN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2011

  • ABSTRAK

    WAHYU EKA SARI. Aktivitas Antihipertensi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Pegagan dan

    Belimbing Wuluh. Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan MIN RAHMINIWATI.

    Aktinomiset endofit hidup di dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan efek negatif.

    Beberapa tanaman obat berasosiasi dengan mikrob endofit yang dapat menghasilkan senyawa

    bioaktif yang sama dengan tanaman inangnya. Inhibisi Angiotensin Converting Enzyme (ACE)

    merupakan salah satu mekanisme antihipertensi yang efektif. Potensi aktinomiset endofit

    tanaman obat sebagai penghasil inhibitor ACE perlu dikaji. Tujuan penelitian ini adalah

    mengisolasi aktinomiset endofit dari akar, batang, daun pegagan (Centella asiatica), dan buah

    belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), serta mengkaji aktivitasnya sebagai antihipertensi melalui

    aktivitas inhibitor ACE. Aktinomiset endofit diisolasi dari permukaan tanaman yang telah

    disterilisasi, serta ditumbuhkan dan disebar dalam media Humic-acid Vitamin-B agar (HV).

    Purifikasi isolat ditumbuhkan pada media International Streptomyces Project No.2 agar (ISP2),

    dan ekstrak kasar aktinomiset endofit digunakan untuk uji aktivitas inhibitor ACE secara in

    vitro. Sebanyak 12 isolat aktinomiset endofit berhasil diisolasi dari bagian daun pegagan (tiga

    isolat) dan buah belimbing wuluh (sembilan isolat). Data yang diperoleh menunjukkan bahwa

    sembilan isolat (AEP-1, AEP-2, AEP-3, AEB-1, AEB-3, AEB-5, AEB-6, AEB-7, dan AEB-8)

    menunjukkan keragaman aktivitas ACE inhibitor dan tergolong ke dalam Streptomyces spp..

    Tiga isolat lainnya (AEB-2, AEB-4, dan AEB-9) tergolong ke dalam non-Streptomyces, dan

    juga menunjukkan keragaman aktivitas inhibitor ACE. Sementara itu, tanaman kultur jaringan

    pegagan yang bebas dari mikrob endofit tidak menunjukkan adanya aktivitas inhibisi ACE.

    Isolat AEP-1 memiliki persentase aktivitas inhibitor ACE tertinggi (279,2%), diikuti oleh isolat

    AEB-5 juga memiliki persentase aktivitas inhibitor ACE tertinggi (222,92%), melebihi aktivitas

    penghambatan ACE oleh captopril (0,01 mg/mL) sebesar 61,5%, dan captopril (0,02 mg/mL)

    sebesar 66,7%. Data tersebut mengindikasikan bahwa isolat aktinomiset endofit asal daun

    pegagan dan buah belimbing wuluh mampu memproduksi senyawa inhibitor ACE.

    ABSTRACT

    WAHYU EKA SARI. Antihypertension Activity of Endophytic Actinomycetes Isolated from

    Plants of Pegagan and Belimbing Wuluh. Under direction of YULIN LESTARI and MIN

    RAHMINIWATI.

    Endophytic actinomycetes lives in the plant tissue without causing a negative impact.

    Several medicinal associates with endophytic microbe which may produce similar bioactive

    compounds to their host plant. Inhibition of Angiotensin Converting Enzyme (ACE) is one of the

    effective antihypertension mechanism. The potency of endophytic actinomycetes from the

    medicinal plant used as ACE inhibitor needs to be elucidated. The research aimed to isolate

    endophytic actinomycetes from rhizome, stem, leaf of pegagan (Centella asiatica) and also from

    fruit of belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), and assess their capability to produce bioactive

    compound which can function as ACE inhibitor. The endophytic actinomycetes were isolated from

    surface sterilized plant parts, grounded and plated in Humic-acid Vitamin-B agar (HV) medium.

    The purified isolates were grown on International Streptomyces Project No.2 (ISP2) medium, and

    the crude extract which consisted of extracellular bioactive compound, was used for in vitro assay

    of ACE inhibitor activity. Twelve isolates of endophytic actinomycetes were successfully isolated

    from pegagan leaves (three isolates) and belimbing wuluh fruits (nine isolates). The data showed

    that nine isolates (AEP-1, AEP-2, AEP-3, AEB-1, AEB-3, AEB-5, AEB-6, AEB-7, and AEB-8),

    had various ACE inhibitor activities, and belonged to Streptomyces spp.. Three other isolates

    (AEB-2, AEB-4, and AEB-9) belonged to non-Streptomyces, and also showed various ACE

    inhibitor activities,. Meanwhile, free endophytic microbes of tissue culture seedling of pegagan did

    not show any ACE inhibitor activity. The AEP-1 isolated from pegagan had the highest percentage

    (279.2%) followed by AEB-5 isolated from belimbing wuluh (222,92%) of ACE inhibitor activity,

    exceeding the ACE inhibition activity of captopril (0.01 mg/mL) which was 61.5% and captopril

    (0.02 mg/mL) was 66.7%. The data indicate that endophytic actinomycetes isolated from leaf of

    pegagan and fruit of belimbing wuluh capable of producing ACE inhibitory compound.

  • AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI AKTINOMISET

    ENDOFIT ASAL TANAMAN PEGAGAN DAN

    BELIMBING WULUH

    WAHYU EKA SARI

    Skripsi

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Sains pada

    Departemen Biologi

    DEPARTEMEN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2011

  • Judul : Aktivitas Antihipertensi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Pegagan dan

    Belimbing Wuluh

    Nama : Wahyu Eka Sari

    NRP : G34061708

    Disetujui

    Dr. Ir. Yulin Lestari drh. Min Rahminiwati, Ph.D.

    NIP 19620710 198803 2 002 NIP 19610528 198503 2 004

    Diketahui

    Ketua Departemen Biologi

    Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.

    NIP 19641002 198903 1 002

    Tanggal Lulus :

    Pembimbing I, Pembimbing II,

  • PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,

    sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang

    dilaksanakan sejak bulan Februari 2010 sampai Oktober 2010 ini ialah aktinomiset endofit pada

    tanaman obat. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan menapis aktinomiset endofit asal tanaman

    pegagan dan buah belimbing wuluh sebagai penghasil senyawa antihipertensi melalui aktivitas

    inhibitor ACE.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Yulin Lestari dan Ibu drh. Min

    Rahminiwati, Ph.D. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan nasehat, saran, motivasi,

    dan waktu konsultasi, serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama

    melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih pula penulis ucapkan

    kepada Ibu Ir. Agustin Wydia Gunawan, M.S. selaku dosen penguji komisi pendidikan

    Departemen Biologi FMIPA IPB, atas koreksi dan sumbang sarannya terhadap perbaikan karya

    ilmiah ini. Disamping itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Heni dan

    Bapak Jaka selaku staf Laboratorium Mikrobiologi IPB, Mbak Wiwi dan Mas Endi selaku staf

    Laboratorium Uji Biofarmaka LPPM-IPB, Bapak Ir. Edi Sandra M.Si. selaku dosen kultur jaringan

    Departemen KSHE IPB, dan Mas Eko selaku staf Laboratorium Bersama Kimia IPB, yang telah

    membantu selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah

    Sumarsono, Ibu Sumiyati, dan Adik Tian, serta keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

    Terima kasih pula atas dukungan, motivasi, dan bantuan yang diberikan oleh sahabat-sahabat,

    kakak-kakak, dan adik-adik di Biologi IPB, FORCES IPB, dan wisma bintang, serta seluruh pihak

    yang telah memberikan doa dan dukungannya.

    Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amin.

    Bogor, Maret 2011

    Wahyu Eka Sari

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 23 Desember 1988 dari ayah Turyadi dan ibu

    Sumiyati,S.Ag. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus

    dari SMA Negeri 3 Cilacap dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur

    Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Biologi, Fakultas Matematika dan

    Ilmu Pengetahuan Alam, serta minor Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

    Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Perkembangan Hewan

    dan Biologi Dasar TPB pada tahun ajaran 2008/2009, praktikum Fisiologi Tumbuhan dan Biologi

    Dasar TPB pada tahun ajaran 2009/2010, serta praktikum Fisiologi Prokariot dan Biologi Dasar

    TPB pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis pernah menjadi delegasi IPB dalam kongres pelajar

    internasional Asian Science Camp di Bali pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 penulis menerima

    penghargaan dari Departemen Biologi sebagai mahasiswa berprestasi bidang non-akademik 2009.

    Penulis juga pernah menjuarai berbagai lomba diantaranya ialah Juara I lomba essay ilmiah tingkat

    IPB (2007), Juara III lomba musabaqah tilawatil quran cabang MSQ tingkat IPB (2007), Penerima hibah DIKTI tingkat nasional untuk Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-Artikel

    Ilmiah tahun 2008, PKM-Penelitian dan PKM-Pengabdian Masyarakat tahun 2009, serta PKM-

    Penelitian tahun 2010). Selain itu, penulis pernah menjadi finalis dari lomba karya tulis tingkat

    nasional bidang kesehatan di Universitas Airlangga Surabaya, dan bidang ekologi manusia di

    Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.

    Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi unit kegiatan mahasiswa Forum for Scientific

    Studies (FORCES) sejak tahun ajaran 2006/2007 hingga 2009/2010, dan jabatan tertinggi sebagai

    wakil direktur FORCES pada tahun ajaran 2008/2009. Di samping itu, penulis juga pernah aktif

    dalam kegiatan organisasi LDK-DKM Al-Hurriyah IPB (tahun ajaran 2007/2008), Himpunan

    Mahasiswa Biologi (HIMABIO) IPB (tahun ajaran 2007/2008), dan Rohis Biologi 43 (tahun

    ajaran 2007/2008 hingga 2009/2010). Penulis berkesempatan menjalani Praktik Lapangan dengan

    judul Biodegradasi Pestisida Carbaryl pada Kondisi Anaerobik oleh Mikroba Denitrifikasi dari Tanah Pertanian Intensif Lembang dan Dieng di Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong pada tahun 2009.

    Beasiswa yang pernah penulis peroleh selama masa perkuliahan antara lain beasiswa

    Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun ajaran 2006/2007 hingga tahun 2007/2008,

    beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun ajaran 2008/2009, dan beasiswa Yayasan

    Karya Salemba Empat (KSE) pada tahun ajaran 2009/2010.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... .... vi

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... vi

    PENDAHULUAN ...................... ....................................................................................... 1

    BAHAN DAN METODE

    Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................. 2

    Isolasi dan Kultivasi Mikrob Endofit dari Akar, Batang, dan Daun

    Pegagan, serta Buah Belimbing wuluh .................................................................... 2

    Purifikasi Aktinomiset Endofit dan Pengamatan Mikroskopis ................................ 2

    Produksi Filtrat Kultur Aktinomiset Endofit Asal Daun Pegagan

    dan Buah Belimbing Wuluh, serta Pengukuran Biomassa....................................... 2

    Uji in vitro Inhibisi Ekstrak Aktinomiset Endofit terhadap

    Aktivitas ACE .......................................................................................................... 3

    HASIL

    Isolasi dan Kultivasi Mikrob Endofit dari Akar, Batang, dan Daun Pegagan,

    serta Buah Belimbing wuluh.................................................................................... 3

    Purifikasi Aktinomiset Endofit dan Pengamatan Mikroskopis ................................ 4

    Produksi Filtrat Kultur Aktinomiset Endofit Asal Daun Pegagan

    dan Buah Belimbing Wuluh, serta Pengukuran Biomassa....................................... 5

    Uji in vitro Inhibisi Ekstrak Aktinomiset Endofit terhadap

    Aktivitas ACE ......................................................................................................... 5

    PEMBAHASAN............................................................................................................. ..... 7

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan................................................................................................................... 10

    Saran......................................................................................................................... 10

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 11

    LAMPIRAN ....................................................................................................................... 13

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1 Tanaman kultur jaringan pegagan steril mikrob endofit umur 55 hari..... 3

    2 Koloni aktinomiset endofit pada media HV umur 3 minggu......... 4

    3 Keragaman morfologi koloni aktinomiset endofit umur 10 hari pada media ISP2.

    Streptomyces spp. asal daun pegagan (a) AEP-1, (b) AEP-2, (c) AEP-3,

    asal buah belimbing wuluh (d) AEB-1, (e) AEB-3, (f) AEB-5, (g) AEB-6,

    (h) AEB-7, (i) AEB-8; non-Streptomyces asal buah belimbing wuluh

    (j) AEB-2, (k) AEB-4, (l) AEB-9................................................................................... 4

    4 Morfologi rantai spora (a) Streptomyces spp. dan (b) non-Streptomyces,

    pada perbesaran 400x..................................................................................................... 5

    5 Pertumbuhan aktinomiset endofit pada media cair ISP2 selama 10 hari (a) isolat

    potensi asal daun pegagan (AEP-1), (b) isolat potensi asal buah belimbing

    wuluh (AEB-5)............................................................................................................... 5

    6 Persentase aktivitas penghambatan ACE ekstrak kasar isolat aktinomiset endofit

    asal daun pegagan (AEP-1, AEP-2, dan AEP-3), ekstrak kultur jaringan tanaman

    pegagan (EP1), ekstrak daun pegagan (EP2), captopril (C1 dan C2), dan media

    cair ISP2 (M)................................................................................................................. 6

    7 Persentase aktivitas penghambatan ACE ekstrak kasar isolat aktinomiset endofit

    asal buah belimbing wuluh (AEB-1, AEB-2, AEB-3, AEB-4, AEB-5, AEB-6, AEB-7,

    AEB-8, dan AEB-9), ekstrak buah belimbing wuluh (EBW), captopril (C1 dan C2),

    dan media cair ISP2 (M)................................................................................................ 6

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1 Komposisi media agar-agar asam humat mengandung vitamin B (HV)........................ 14

    2 Komposisi media agar-agar International Streptomyces Project No.2 (ISP2)................ 14

    3 Komposisi media Murashige & Skoog (MS).................................................................. 14

    4 Nilai absorbansi hasil pengukuran spektrofotometri 228 nm....................................... 15

    5 Contoh perhitungan penentuan persentase aktivitas penghambatan ACE...................... 16

  • 1

    PENDAHULUAN

    Mikrob endofit hidup di dalam jaringan

    tanaman pada periode tertentu tanpa

    menimbulkan bahaya, serta dapat diisolasi

    dari jaringan tanaman yang sudah disterilisasi

    permukaannya atau diekstrak dari jaringan

    tanaman bagian dalam (Hallman et al. 1997).

    Mikrob ini merupakan sumber alamiah yang

    potensial dari dalam jaringan tanaman yang

    dapat dikaji manfaatnya dalam bidang obat-

    obatan, pertanian, dan industri (Strobel &

    Daisy 2003). Berdasarkan penelitian

    Hasegawa et al. (2006) mikrob endofit akan

    mengkolonisasi jaringan tanaman, serta

    memperoleh nutrisi dan perlindungan dari

    tanaman inangnya. Populasi mikrob yang

    melimpah di alam, baik di tanah, air, maupun

    yang bersifat endofit, memiliki potensi untuk

    dikaji kemampuannya sebagai penghasil

    senyawa antihipertensi.

    Hipertensi merupakan suatu keadaan

    seseorang ketika terjadi peningkatan tekanan

    darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg, penderita memiliki resiko penyakit jantung, stroke, dan gagal

    ginjal (Iskandar 2007; Yusuf 2008).

    Beberapa penyebab munculnya hipertensi

    antara lain penyakit gagal ginjal, kelainan

    endokrin, asupan garam terlalu tinggi, stres

    atau salah pemakaian obat (Iskandar 2007).

    Selain itu, tinggi rendahnya tekanan darah

    juga dipengaruhi oleh faktor Renin

    Angiotensin System (RAS), yang melibatkan

    pengubahan zat angiotensin I menjadi

    angiotensin II (Yusuf 2008). Angiotensin II

    berfungsi untuk sekresi aldosteron penyebab

    retensi sodium yang dapat meningkatkan

    volume cairan ekstraseluler, sehingga

    mengakibatkan terjadinya hipertensi. Dengan

    menghambat aktivitas angiotensin converting

    enzyme (ACE), maka angiotensin I tidak

    diubah menjadi angiotensin II, sehingga

    hipertensi dapat dicegah. Metode inhibitor

    ACE merupakan metode skrining

    antihipertensi yang efektif (Wagner et al.

    1991; Hansen et al. 1995; Somanadhan et al.

    1996).

    Beberapa tanaman obat secara empiris

    digunakan sebagai obat tradisional untuk

    mengendalikan hipertensi. Salah satunya

    adalah ekstrak tanaman pegagan (Centella

    asiatica) dan buah belimbing wuluh

    (Averrhoa bilimbi) (Wijayakusuma &

    Dalimartha 2005). Akan tetapi, pengobatan

    menggunakan tanaman obat membutuhkan

    banyak biomassa dan waktu tumbuh yang

    lama, serta dapat mengganggu kelestarian

    alam jika dieksploitasi secara berlebihan,

    sehingga diperlukan inovasi yang efektif dan

    efisien sebagai solusi permasalahan tersebut.

    Cara inovatif untuk mengefisienkan

    sumber senyawa bioaktif adalah dengan

    memanfaatkan mikrob endofit yang

    berasosiasi dengan tanaman obat tersebut.

    Menurut Strobel & Daisy (2003) berbagai

    jenis senyawa bioaktif dengan beragam fungsi

    yang terkandung di dalam tumbuhan, diduga

    dapat pula dihasilkan oleh mikrob endofit

    pada tumbuhan tersebut. Adanya kemampuan

    mikrob endofit menghasilkan senyawa

    metabolit sekunder sesuai dengan tanaman

    inangnya, merupakan peluang yang dapat

    dioptimalkan untuk memproduksi metabolit

    sekunder secara efisien dan cepat.

    Penelitian sebelumnya terhadap ekstrak

    tanaman pegagan menunjukkan bahwa

    tanaman tersebut mengandung senyawa

    bioaktif Triterpenoid (Wijayakusuma &

    Dalimartha 2005). Triterpenoid merupakan

    senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai

    antioksidan, sehingga dapat menangkap

    radikal bebas sebagai salah satu penyebab

    timbulnya penyakit hipertensi. Selain itu,

    secara tradisional, buah belimbing wuluh pada

    umumnya juga digunakan oleh masyarakat

    untuk mengobati penyakit hipertensi. Menurut

    Wijayakusuma & Dalimartha (2005) dan

    Iskandar (2007) bagian yang sering digunakan

    dari tanaman belimbing wuluh untuk

    mengobati hipertensi adalah buahnya. Buah

    belimbing wuluh mengandung zat kalium

    yang dapat melancarkan keluarnya air seni,

    sehingga dapat menurunkan tekanan darah

    tinggi (Hariana 2004).

    Aktinomiset merupakan bakteri Gram

    positif berfilamen dan dapat berperan sebagai

    penghasil beragam senyawa bioaktif yang

    dapat berfungsi antara lain sebagai antibiotik,

    enzim inhibitor, dan senyawa bioaktif lainnya

    (Lestari 2006). Mikrob ini juga dikenal

    sebagai penghasil antibiotik terbesar.

    Penelitian mengenai inhibitor ACE

    menggunakan mikrob endofit dari suatu

    tanaman obat masih jarang dilakukan. Sejauh

    ini di Indonesia, obat komersial antihipertensi

    hanya terbatas pada sintesis secara kimiawi

    contohnya captopril, sedangkan sintesis obat

    antihipertensi dengan bantuan mikrob endofit

    dari suatu tanaman obat belum dikembangkan.

    Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah

    mengisolasi dan menapis aktinomiset endofit

    asal tanaman pegagan dan buah belimbing

    wuluh sebagai penghasil senyawa

    antihipertensi melalui aktivitas inhibitor ACE.

  • 2

    BAHAN DAN METODE

    Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

    Februari hingga Oktober 2010 di

    Laboratorium Mikrobiologi, Departemen

    Biologi, FMIPA-IPB, Laboratorium Bersama

    Kimia, Departemen Kimia, FMIPA-IPB, dan

    Laboratorium Uji Biofarmaka, Pusat Studi

    Biofarmaka-LPPM-IPB.

    Isolasi dan Kultivasi Mikrob Endofit dari

    Akar, Batang, dan Daun Pegagan, serta

    Buah Belimbing Wuluh Tanaman pegagan yang digunakan

    sebagai sumber mikrob endofit berasal dari

    kebun koleksi tanaman obat Biofarmaka IPB

    dan Desa lingkar Kampus IPB Dramaga,

    sedangkan buah belimbing wuluh berasal dari

    perumahan dosen Kampus IPB Dramaga.

    Bagian tanaman seperti akar, batang, dan daun

    pegagan umum digunakan untuk obat

    antihipertensi, sedangkan pada belimbing

    wuluh adalah buahnya. Isolasi mikrob endofit

    mengacu pada Coombs dan Franco (2003)

    yang dimodifikasi dalam hal konsentrasi

    NaOCl yang digunakan untuk sterilisasi

    permukaan. Sampel akar, batang, dan daun

    pegagan serta buah belimbing wuluh yang

    telah dipotong, disterilisasi permukaannya

    secara bertahap yaitu direndam dalam alkohol

    70% selama 1 menit, kemudian direndam

    dalam natrium hipoklorit (NaOCl) 1% selama

    5 menit, dan selanjutnya direndam kembali

    dalam alkohol 70% selama 1 menit. Langkah

    terakhir dibilas sebanyak 3 kali dengan

    akuades steril. Potongan bagian tanaman yang

    telah steril permukaannya digerus

    menggunakan mortar secara aseptik, lalu

    dilarutkan dalam 12.5 mM bufer fosfat (pH

    7.1). Ekstrak yang diperoleh disentrifugasi

    pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit

    pada suhu ruang. Supernatan hasil sentrifugasi

    diambil sebanyak 0,1 ml, lalu disebar secara

    merata pada cawan Petri berisi media agar-

    agar asam humat yang mengandung vitamin B

    (media HV) (Lampiran 1). Media tersebut

    mengandung antibiotik sikloheksamida (50

    mg/L media), dan asam nalidiksat (20 mg/L

    media). Selanjutnya cawan berisi media dan

    supernatan tersebut diinkubasi pada suhu

    ruang (28C) selama 3 minggu agar

    pertumbuhan koloni aktinomiset endofit dapat

    diamati dengan baik. Isolasi aktinomiset

    endofit dilakukan dua kali pengulangan.

    Untuk membuktikan bahwa koloni

    aktinomiset endofit yang tumbuh hanya

    berasal dari dalam jaringan kedua tanaman

    tersebut, maka dilakukan uji kontrol negatif

    terhadap air sisa hasil rendaman terakhir

    ketika proses sterilisasi permukaan selesai,

    dengan cara menyebar 0,1 mL air sisa

    rendaman tersebut ke atas media uji, dan

    dilakukan tiga kali pengulangan.

    Purifikasi Aktinomiset Endofit dan

    Pengamatan Mikroskopis Mikrob endofit hasil isolasi yang telah

    tumbuh pada media HV, selanjutnya

    dimurnikan pada media agar-agar

    International Streptomyces Project 2 (ISP2)

    (Lampiran 2). Purifikasi aktinomiset endofit

    dilakukan dua kali pengulangan. Langkah

    berikutnya adalah inkubasi isolat yang

    dilakukan selama 7 hari pada suhu ruang.

    Setelah itu, morfologi keragaman rantai spora

    diamati secara mikroskopis. Isolat aktinomiset

    endofit yang telah diperoleh, diletakkan di

    atas kaca preparat dengan ditetesi sedikit air di

    atasnya, selanjutnya diamati pada perbesaran

    400x menggunakan mikroskop cahaya,

    sampai tampak jelas morfologi rantai spora

    yang terbentuk pada masing-masing isolat.

    Produksi Filtrat Kultur Aktinomiset

    Endofit Asal Daun Pegagan dan Buah

    Belimbing Wuluh, serta Pengukuran

    Biomassa Produksi filtrat kultur dilakukan untuk

    semua isolat aktinomiset endofit yang akan

    diuji. Koloni aktinomiset endofit pada media

    agar-agar ISP2 diambil dengan sedotan steril

    berdiameter 0.5 cm, lalu diinokulasikan pada

    media cair ISP2 dengan perbandingan

    komposisi koloni : media adalah 1:30, artinya

    dalam 30 mL media dimasukkan sebanyak 1

    koloni yang diambil dengan sedotan steril.

    Produksi filtrat dilakukan dengan dua kali

    pengulangan. Selanjutnya kultur diinkubasi

    pada suhu ruang pada inkubator bergoyang

    dengan kecepatan 120 rpm selama 10 hari.

    Selanjutnya, kultur aktinomiset endofit

    disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm

    selama 15 menit pada suhu ruang. Filtrat

    kultur diambil dan disaring dengan kertas

    saring untuk memisahkan pelet dan

    supernatan. Supernatan hasil saringan

    selanjutnya diambil 80 L untuk uji inhibisi

    ACE, sedangkan pelet diambil dan diletakkan

    di atas kertas saring yang sebelumnya sudah

    ditimbang bobot keringnya,. Selanjutnya

    kertas saring yang sudah berisi pelet tersebut

    dikeringkan dengan cara didiamkan selama 3

    hari pada suhu ruang dan pada hari ketiga

    dimasukkan ke dalam oven suhu 60C selama

    3 jam. Setelah pelet kering, langkah terakhir

  • 3

    Aktivitas inhibitor ACE (%) = 100[100 x (CD)/(AB)

    adalah melakukan pengukuran biomassa

    menggunakan neraca analitik.

    Uji in vitro Inhibisi Ekstrak

    Aktinomiset Endofit terhadap

    Aktivitas ACE

    Pengukuran aktivitas inhibitor ACE

    pada penelitian ini mengacu pada metode

    Hayes et al. (2007) yang telah dimodifikasi

    dalam hal konsentrasi enzim, substrat, dan

    bahan pelarut lainnya yang digunakan untuk

    uji in vitro. Substrat enzim yang digunakan

    untuk uji in vitro penghambatan ACE adalah

    Hippuryl-L-Histidyl-L-Leucine (HHL) dari

    Sigma Co. Sebanyak 200 l bufer HHL (2,5

    mM HHL dalam 0,05 M bufer natrium borat,

    mengandung 0,15 M NaCl, pada pH 8.3)

    dicampur dengan 80 l filtrat aktinomiset

    endofit (sampel), selanjutnya diinkubasi pada

    inkubator bergoyang selama 3 menit pada

    suhu 37C. Campuran antara bufer HHL

    dengan sampel akan mulai bereaksi setelah

    dilakukan penambahan 20 l (ACE-A6778,

    Sigma Aldrich Co.) (0,03745 unit/mL).

    Selanjutnya campuran tersebut diinkubasi

    pada inkubator bergoyang selama 1 jam pada

    suhu 37C. Reaksi dihentikan dengan

    penambahan 250 l 0,5 M HCl, dan

    selanjutnya ditambahkan 1,7 ml etil asetat

    sebagai pelarut untuk evaporasi. Evaporasi

    dilakukan menggunakan alat rotavapor R-205

    BUCHI, heating bath B-490 BUCHI, untuk

    menghilangkan pelarut etil asetat dari fraksi

    yang dilarutkan serta untuk menghilangkan

    pengotor dari campuran reaksi. Fraksi sampel

    yang telah terpisah dari pelarut etil asetat

    setelah evaporasi, kemudian dilarutkan

    kembali dengan penambahan 1 ml air

    destilata. Langkah terakhir adalah pengukuran

    absorbansi aktivitas inhibisi ACE

    menggunakan spektrofotometer UV-1700

    PharmaSpec SHIMADZU pada panjang

    gelombang () 228 nm, dengan pengenceran sebanyak 15x. Pengukuran aktivitas inhibitor

    ACE ini dilakukan dengan dua kali ulangan.

    Hasil absorbansi yang diperoleh

    selanjutnya dihitung menggunakan rumus:

    Keterangan: A merupakan hasil

    absorbansi dengan ACE dan tanpa inhibitor

    ACE, B merupakan hasil absorbansi tanpa

    ACE dan tanpa inhibitor ACE, C merupakan

    hasil absorbansi dengan ACE dan inhibitor

    ACE, sedangkan D merupakan hasil

    absorbansi dengan inhibitor ACE dan tanpa

    ACE (Hayes et al. 2007). Sampel inhibitor

    ACE yang diuji aktivitas penghambatannya

    terdiri atas captopril 0,01 mg/mL (C1) dan

    0,02 mg/mL (C2) sebagai kontrol positif,

    media cair ISP2 (M) sebagai kontrol negatif,

    ekstrak kultur jaringan tanaman pegagan

    (EP1) asal Departemen Konservasi Sumber

    Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas

    Kehutanan IPB (Gambar 1), ekstrak daun

    pegagan (EP2), ekstrak buah belimbing wuluh

    (EBW), dan isolat aktinomiset endofit asal

    akar, batang, dan daun pegagan (AEP), serta

    aktinomiset endofit asal buah belimbing

    wuluh (AEB).

    Semua sampel diberikan perlakuan

    yang sama sesuai dengan prosedur di atas.

    Contoh perhitungan persentase aktivitas

    penghambatan ACE dapat dilihat pada

    Lampiran 5.

    Gambar 1 Tanaman kultur jaringan pegagan

    steril mikrob endofit umur 55 hari

    pada media MS.

    Tanaman kultur jaringan pegagan

    dikatakan steril mikrob endofit karena media

    tanam (Murashige & Skoog (MS) (Lampiran

    3) dengan penambahan auksin dan sitokinin),

    jaringan pegagan, serta proses pengkulturan

    dari awal hingga akhir, keseluruhan dilakukan

    secara aseptik.

    HASIL

    Isolasi dan Kultivasi Mikrob Endofit dari

    Akar, Batang, dan Daun Pegagan, serta

    Buah Belimbing Wuluh

    Total isolat aktinomiset endofit yang

    berhasil diisolasi berjumlah 12 isolat. Tiga

    isolat berasal dari daun pegagan, sedangkan

    sembilan isolat lainnya dari buah belimbing

    wuluh. Isolat aktinomiset endofit tidak ada

    yang diperoleh dari akar dan batang pegagan.

    Semua isolat yang diperoleh dapat tumbuh

    dengan baik pada media HV yang merupakan

    media selektif bagi pertumbuhan aktinomiset,

    sehingga adanya koloni berwarna putih yang

    tumbuh pada media tersebut (Gambar 2),

    menandakan aktinomiset endofit.

    Hasil uji kontrol negatif menunjukkan

    bahwa pada media HV yang telah disebar air

  • 4

    a b c

    d e f

    g h i

    j k l

    hasil rendaman terakhir dari proses sterilisasi

    permukaan, tidak tumbuh satu koloni pun baik

    koloni berwarna putih yang menandakan

    aktinomiset endofit maupun koloni mikrob

    lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa

    proses sterilisasi permukaan berhasil dan

    menguatkan dugaan bahwa aktinomiset

    endofit yang berhasil diisolasi pada penelitian

    ini berasal dari jaringan tanaman bagian

    dalam.

    Gambar 2 Koloni aktinomiset endofit pada

    media HV umur 3 minggu.

    Purifikasi aktinomiset endofit dan

    pengamatan mikroskopis Hasil purifikasi aktinomiset endofit

    pada media ISP2 selama 7 hari menunjukkan

    keragaman karakteristik morfologi koloni dan

    pigmentasi yang beragam. Tiga isolat

    aktinomiset endofit yang diperoleh dari bagian

    daun pegagan ialah AEP-1, AEP-2, dan AEP-

    3 (Gambar 3a-c), sedangkan sembilan isolat

    aktinomiset endofit lainnya hasil isolasi dari

    buah belimbing wuluh ialah AEB-1, AEB-2,

    AEB-3, AEB-4, AEB-5, AEB-6, AEB-7,

    AEB-8, AEB-9 (Gambar 3d-l).

    Berdasarkan morfologi koloni di atas

    media ISP2, ke-12 isolat aktinomiset endofit

    tersebut dapat dibedakan antara Streptomyces

    spp. dan non-Streptomyces. Koloni

    aktinomiset sebagian besar akan tampak keras

    seperti tumbuh akar di dalam agar-agar,

    berbeda dengan koloni mikrob lainnya yang

    tampak lunak di atas media agar. Menurut

    Ghadin et al. (2008) Streptomyces spp. di atas

    media padat akan menunjukkan miselium

    dengan spora aerial berwarna putih hingga

    abu-abu. Genus non-Streptomyces hanya

    membentuk miselium vegetatif, dan akan

    tampak lembab di atas media agar (tidak

    membentuk spora aerial). Berdasarkan ciri-ciri

    tersebut, maka isolat AEP-1, AEP-2, AEP-3,

    AEB-1, AEB-3, AEB-5, AEB-6, AEB-7, dan

    AEB-8 termasuk ke dalam Streptomyces spp.,

    sedangkan isolat AEB-2, AEB-4, dan AEB-9

    termasuk ke dalam non-Streptomyces.

    Penggolongan 12 isolat aktinomiset

    endofit ke dalam Streptomyces spp. dan non-

    Streptomyces juga didasarkan pada

    pengamatan rantai spora secara mikroskopis.

    Karakteristik morfologi rantai spora

    Streptomyces spp. mampu membentuk rantai

    spora aerial dengan morfologi yang beragam

    (seperti rantai, kait, hingga spiral) (Gambar

    4a), sedangkan karakteristik morfologi rantai

    spora non-Streptomyces, tidak membentuk

    rantai spora aerial dan tidak berbentuk rantai,

    kait, atau spiral (Gambar 4b).

    Gambar 3 Keragaman morfologi koloni

    aktinomiset endofit umur 10 hari pada

    media ISP2, Streptomyces spp. asal

    daun pegagan (a) AEP-1, (b) AEP-2,

    (c) AEP-3; asal buah belimbing wuluh

    (d) AEB-1, (e) AEB-3, (f) AEB-5, (g)

    AEB-6, (h) AEB-7, (i) AEB-8; non-

    Streptomyces asal buah belimbing

    wuluh (j) AEB-2, (k) AEB-4, (l)

    AEB-9.

    Berdasarkan pengamatan karakteristik

    morfologi rantai spora, isolat AEP-1, AEP-2,

    AEP-3, AEB-1, AEB-3, AEB-5, AEB-6,

    AEB-7, dan AEB-8 termasuk Streptomyces

    spp., sedangkan isolat AEB-2, AEB-4, dan

    AEB-9 termasuk non-Streptomyces. Hal ini

    menguatkan data yang diperoleh berdasarkan

    pengamatan morfologi koloni di atas media

    padat.

  • 5

    a

    a

    b

    Granul-granul spora berwarna putih

    Gambar 4 Morfologi rantai spora (a)

    Streptomyces spp. dan (b) non-

    Streptomyces, pada perbesaran 400x.

    Produksi filtrat kultur aktinomiset endofit

    asal daun pegagan dan buah belimbing

    wuluh, serta pengukuran biomassa Hasil produksi filtrat kultur

    aktinomiset endofit selama 10 hari

    menunjukkan keragaman warna filtrat yaitu

    dari kuning (seperti warna media cair ISP2)

    hingga merah bata (Gambar 5). Hal tersebut

    diduga karena sifat fisiologis masing-masing

    isolat berbeda-beda untuk memproduksi

    metabolit sekunder yang terkandung dalam

    filtrat.

    Gambar 5 Pertumbuhan aktinomiset endofit

    pada media cair ISP2 selama 10 hari;

    (a) isolat potensi asal daun pegagan

    (AEP-1) (b) isolat potensi asal buah

    belimbing wuluh (AEB-5).

    Produksi filtrat dilakukan

    menggunakan teknik aerasi dengan kecepatan

    120 rpm pada suhu ruang sehingga isolat

    tumbuh dengan membentuk granul-granul

    spora berwarna putih, tersuspensi dengan

    media dan mengendap jika didiamkan

    (Gambar 5).

    Tabel 1 Nilai bobot biomassa aktinomiset endofit

    asal daun pegagan dan buah belimbing

    wuluh umur 10 hari pada media cair ISP2

    Jenis isolat

    Bobot

    biomassa total

    (mg/mL)

    Aktinomiset endofit asal

    daun pegagan

    Streptomyces spp.

    AEP-1 0,720

    AEP-2 0,926

    AEP-3 1,023

    Aktinomiset endofit asal

    buah belimbing wuluh

    Streptomyces spp.

    AEB-1 0,553

    AEB-3 1,686

    AEB-5 5,263

    AEB-6 0,883

    AEB-7 0,430

    AEB-8 1,467

    non-Streptomyces

    AEB-2 1,320

    AEB-4 2,426

    AEB-9 2,413

    Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran

    biomassa tiga isolat aktinomiset endofit asal

    daun pegagan dan sembilan isolat aktinomiset

    endofit asal buah belimbing wuluh. Bobot

    biomassa yang diperoleh ke-12 aktinomiset

    endofit menunjukkan keragaman antar isolat.

    Bobot biomassa isolat potensial aktinomiset

    endofit asal daun pegagan (AEP-1) dan buah

    belimbing wuluh (AEB-5) yang menunjukkan

    aktivitas penghambatan ACE tertinggi

    berturut-turut yaitu 0,720 mg/mL dan 5,263

    mg/mL. Adanya keragaman bobot biomassa

    juga diduga karena kemampuan masing-

    masing isolat berbeda-beda dalam

    memproduksi metabolit sekunder yang

    terkandung dalam filtrat.

    Uji in vitro inhibisi ekstrak kasar

    aktinomiset endof it terhadap

    aktivitas ACE Gambar 6 & 7 menunjukkan

    keragaman hasil uji in vitro penghambatan

    aktivitas ACE oleh ekstrak kasar aktinomiset

    endofit asal daun pegagan dan buah belimbing

    wuluh.

  • 6

    Gambar 6 Persentase aktivitas penghambatan ACE ekstrak kasar isolat aktinomiset endofit

    asal daun pegagan (AEP-1, AEP-2, dan AEP-3), ekstrak kultur jaringan tanaman

    pegagan (EP1), ekstrak daun pegagan (EP2), captopril (C1 dan C2), dan media cair

    ISP2 (M).

    Gambar 7 Persentase aktivitas penghambatan ACE ekstrak kasar isolat aktinomiset endofit

    asal buah belimbing wuluh (AEB-1, AEB-2, AEB-3, AEB-4, AEB-5, AEB-6,

    AEB-7, AEB-8, dan AEB-9), ekstrak buah belimbing wuluh (EBW), captopril (C1

    dan C2), dan media cair ISP2 (M).

  • 7

    Gambar 6 menunjukkan bahwa

    persentase aktivitas penghambatan ACE yang

    ditunjukkan oleh ketiga isolat aktinomiset

    endofit asal daun pegagan (AEP-1, AEP-2,

    dan AEP-3) lebih tinggi dibandingkan dengan

    aktivitas kontrol negatif (media cair ISP2),

    dan kontrol positif (captopril). Persentase

    aktivitas penghambatan ACE oleh media cair

    ISP2 (M) sebesar 26,04%, lebih kecil

    dibandingkan dengan aktivitas tanaman inang

    pegagan, ketiga isolat aktinomiset endofit asal

    daun pegagan, dan kontrol positif captopril.

    Berdasarkan data yang diperoleh,

    antara captopril 0,01 mg/mL (C1) dan 0,02

    mg/mL (C2) menunjukkan aktivitas yang

    hampir sama satu sama lain. Captopril 0,01

    mg/mL menunjukkan aktivitas sebesar

    61,46%, sedangkan captopril 0,02 mg/mL

    sebesar 66,67%. Adapun persentase aktivitas

    penghambatan ACE oleh isolat AEP-1 sebesar

    279,17%, isolat AEP-2 sebesar 140,63%, dan

    isolat AEP-3 sebesar 144,79%. Hal tersebut

    mengindikasikan bahwa nilai persentase

    penghambatan ACE yang dihasilkan oleh

    ketiga isolat aktinomiset endofit asal daun

    pegagan lebih tinggi dibandingkan dengan

    kontrol positif, sebesar dua hingga empat kali

    lipat. Volume semua sampel yang diujikan

    besarnya sama yaitu sebanyak 80 L dari

    bobot biomassa yang berbeda-beda. Aktivitas

    penghambatan ACE yang ditunjukkan oleh

    ekstrak daun pegagan sebesar 198,96%.

    Berdasarkan perhitungan nilai absorbansi

    hasil pengukuran spektrofotometri pada 228 nm (Lampiran 4), diperoleh persentase

    aktivitas penghambatan ACE oleh tanaman

    kultur jaringan pegagan steril mikrob endofit

    (EP1) sebesar -14,58% (negatif), sehingga

    ekstrak tersebut dianggap aktivitas

    penghambatannya nol persen.

    Gambar 7 menunjukkan bahwa

    persentase aktivitas penghambatan ACE oleh

    ke-12 isolat aktinomiset endofit asal buah

    belimbing wuluh hampir sama dengan

    aktivitas yang ditunjukkan oleh ekstrak

    tanaman inangnya (166,67%), bahkan ada dua

    isolat (AEB-4 dan AEB-5) yang aktivitasnya

    lebih besar hingga dua kali lipat (184,38% dan

    222,92%). Isolat aktinomiset endofit asal buah

    belimbing wuluh yang menunjukkan aktivitas

    penghambatan tertinggi adalah isolat AEB-5

    yaitu sebesar 222,92%, sedangkan aktivitas

    penghambatan ACE terendah terdapat pada

    isolat AEB-8 yaitu sebesar 0%. Hal tersebut

    menunjukkan bahwa tidak semua isolat

    aktinomiset endofit memiliki kemampuan

    untuk menghambat ACE.

    Jika aktivitas penghambatan ACE yang

    ditunjukkan oleh Gambar 6 dan 7

    dibandingkan, maka dapat dilihat adanya

    perbedaan aktivitas antara ekstrak daun

    pegagan dengan ekstrak buah belimbing

    wuluh. Persentase aktivitas penghambatan

    ACE yang ditunjukkan oleh ekstrak daun

    pegagan (EP2) yaitu 198,96%, sedangkan

    ekstrak buah belimbing wuluh (EBW) hanya

    sebesar 166,67%. Oleh karena itu, dapat

    dinyatakan bahwa aktivitas antihipertensi

    ekstrak daun pegagan lebih tinggi

    dibandingkan dengan aktivitas antihipertensi

    ekstrak buah belimbing wuluh.

    Selain itu, aktivitas tertinggi yang

    ditunjukkan oleh isolat aktinomiset endofit

    AEP-1 asal daun pegagan sebesar 279,17%

    juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan aktivitas penghambatan

    ACE tertinggi oleh isolat AEB-5 asal buah

    belimbing wuluh (222,92%).

    PEMBAHASAN

    Aktinomiset endofit asal daun pegagan dan buah belimbing wuluh menunjukkan

    keragaman morfologi koloni pada media ISP2

    (Gambar 3), bentuk rantai spora secara

    mikroskopis (Gambar 4), dan aktivitas

    penghambatan terhadap ACE (Gambar 6 & 7).

    Menurut Takahashi dan Omura (2003)

    keragaman jenis aktinomiset yang terisolasi

    bergantung pada asal habitatnya, jenis media

    yang digunakan, dan metode isolasi yang

    dipakai. Media yang digunakan untuk isolasi

    pada penelitian ini adalah media HV yang

    ditambahkan antibiotik sikloheksamida (50

    mg/mL) untuk menekan pertumbuhan

    cendawan dan asam nalidiksat (20 mg/mL)

    untuk menekan pertumbuhan bakteri Gram

    negatif.

    Beberapa macam media yang dapat

    digunakan untuk mengisolasi mikrob endofit

    antara lain Tap Water-Yeast Extract agar

    (TWYE) (Crawford et al. 1993), media HV

    (Hayakawa & Nonomura 1987), Yeast

    Extract-Casein Hydrolysate agar (YECD),

    dan Flour Calcium Carbonat agar, atau Flour

    Yeast Extract Sucrose Casein Hydrolysate

    agar (Coombs & Franco 2003). Media HV,

    TWYE, dan YECD merupakan media yang

    sangat miskin nutrien, oleh karena itu efektif

    untuk mengisolasi aktinomiset endofit dari

    dalam jaringan tanaman (Coombs & Franco

    2003).

  • 8

    Koloni aktinomiset endofit pada media

    HV tampak dominan berwarna putih (Gambar

    2). Pemurnian koloni tersebut dilakukan pada

    media ISP2. Aktinomiset endofit yang tumbuh

    pada media ISP2 tampak memiliki morfologi

    koloni yang beragam, demikian pula dengan

    bentuk rantai sporanya.

    Keberadaan aktinomiset di lingkungan

    sangat melimpah terutama di rizosfer.

    Aktinomiset endofit berasosiasi dengan

    tanaman inang dan dapat memberikan efek

    yang menguntungkan, serta tidak

    membahayakan bagi tanaman inangnya.

    Sharma et al. (2005) menyatakan bahwa akar

    lateral merupakan bagian tumbuhan yang

    paling banyak dihuni oleh mikrob endofit. Hal

    ini dikarenakan mikrob endofit masuk ke

    dalam jaringan tanaman melalui akar lateral

    kemudian menyebar ke dalam ruang

    interseluler dan berkas pembuluh. Selain itu,

    mikrob endofit juga dapat masuk melalui

    bagian daun, bunga, batang, stomata,

    kotiledon, dan bagian tanaman yang terluka.

    Dalam penelitian ini aktinomiset endofit

    berhasil diisolasi dari daun pegagan, namun

    tidak diperoleh dari bagian akar dan batang

    pegagan, sedangkan pada belimbing wuluh

    hanya digunakan buahnya yang umum

    digunakan oleh masyarakat dan berhasil

    diisolasi aktinomiset endofitnya. Tidak

    diperolehnya aktinomiset endofit dari akar dan

    batang pegagan kemungkinan karena adanya

    faktor preferensi dalam hal mikrob endofit

    tersebut mengkolonisasi tanaman inangnya.

    Aktinomiset merupakan bakteri Gram

    positif berfilamen, dengan kandungan guanin

    dan sitosin (G+C) yang tinggi (>55%) di

    dalam genomnya (Miyadoh 1997). Beberapa

    senyawa bioaktif dihasilkan oleh kelompok

    aktinomiset. Menurut Raja dan Prabakarana

    (2011) aktinomiset dikenal sebagai penghasil

    antibiotik terbesar, karena dari 16.500

    antibiotik yang telah ditemukan, lebih dari

    setengahnya dihasilkan oleh aktinomiset.

    Sebagian besar aktinomiset (95%)

    beranggotakan Streptomyces (Lachevalier et

    al. 1977). Koloni aktinomiset yang tergolong

    Streptomyces spp. membentuk miselium aerial

    dan secara mikroskopis memiliki morfologi

    rantai spora seperti kait, spiral atau heliks

    (Kudo 1997). Aktinomiset yang tidak

    membentuk miselium aerial atau hanya

    membentuk miselium dalam substrat

    merupakan kelompok non-Streptomyces.

    Genus yang digolongkan ke dalam non-

    Streptomyces antara lain Mycobacterium,

    Nocardia, Micromonospora, Microbispora, A

    ctinoplanes, dan Actinomadura (Miyadoh

    1997). Menurut Miyadoh & Otoguro (2004)

    morfologi rantai spora, permukaan spora,

    warna miselium, serta pigmentasi dapat

    dijadikan dasar klasifikasi hingga tingkat

    spesies. Berdasarkan pengamatan terhadap

    karakteristik morfologi koloni aktinomiset

    pada media ISP2, tampak bahwa isolat AEP-

    1, AEP-2, AEP-3, AEB-1, AEB-3, AEB-5,

    AEB-6, AEB-7, AEB-8 termasuk

    Streptomyces spp. karena mampu membentuk

    miselium aerial dan spora berwarna putih,

    putih kekuningan, putih kecokelatan, hingga

    abu-abu (Gambar 3), serta menunjukkan

    rantai spora yang tersusun keriting, seperti

    kait atau spiral, (Gambar 4a). Isolat AEB-2,

    AEB-4, dan AEB-9 tergolong non-

    Streptomyces, karena tidak membentuk rantai

    spora aerial (Gambar 4b). Ghadin et al. (2008)

    menyatakan bahwa karakteristik Streptomyces

    pada media padat ditunjukkan dengan

    munculya substrat miselium setelah empat

    hari inkubasi dan formasi miselium yang

    lengkap setelah enam hari inkubasi, dengan

    warna spora aerial berwarna putih hingga abu-

    abu.

    Interaksi antara mikrob endofit dengan

    tanaman inangnya merupakan hubungan

    simbiosis mutualisme. Koloni mikrob endofit

    di dalam jaringan tanaman akan memperoleh

    nutrisi dan perlindungan dari tanaman

    inangnya, sedangkan tanaman inang

    memperoleh senyawa bioaktif dari mikrob

    endofit yang dapat berfungsi sebagai

    antimikrob, pemacu pertumbuhan tanaman,

    enzim pendegradasi lignin, selulosa,

    hemiselulosa, kitinase, amilase, dan glukanase

    (Hasegawa et al. 2006). Castillo et al. (2002)

    berhasil mengisolasi aktinomiset endofit

    Streptomyces sp. strain NRRL 30562 asal

    tanaman Snakevine (Kennedia nigrisca) yang

    dipercaya suku Aborigin untuk mengobati

    luka dan infeksi, yang ternyata mampu

    menghasilkan senyawa munumbycin A-D,

    antibiotik peptida baru berspektrum luas.

    Beberapa tanaman selain pegagan dan

    belimbing wuluh yang secara empiris

    digunakan sebagai obat hipertensi adalah

    boroco (Celosia argentea), ketepeng kecil

    (Cassia tora), mindi kecil (Melia azedarach),

    murbei (Morus alba), pulai (Alstonia

    scholaris), pule pandak (Rauvalfia

    serpentine), sambiloto (Andrographis

    paniculata), sambung nyawa (Gynura

    procumbens), dan tempuyung (Sonchus

    arvensis) (Iskandar 2007). Selain itu, beberapa

    tanaman lain seperti belimbing manis

    (Averrhoa carambola), alpukat (Persea

    americana), dan kumis kucing (Orthosiphon

  • 9

    stamineus) juga pada umumnya digunakan

    masyarakat secara tradisional untuk obat

    hipertensi. Tanaman tingkat tinggi dapat

    mengandung mikrob endofit yang mampu

    menghasilkan senyawa bioaktif atau metabolit

    sekunder yang diduga sebagai akibat

    koevolusi atau transfer genetik dari tanaman

    inangnya ke dalam mikrob endofit (Tan &

    Zou 2001).

    Berdasarkan penelitian Tejesvi et al.

    (2008) pada tanaman obat Terminalia arjuna,

    T. chebula, Azadirachta indica, dan

    Holarrhena antidysenterica diperoleh isolat

    dominan yaitu mikrob endofit Pestalotiopsis,

    yang mempunyai aktivitas penghambatan

    ACE sebesar > 60%. Anggota aktinomiset

    seperti Streptomyces chromofuscus

    (Nakatsukasa et al. 1985) dan

    Micromonospora halophytica (Lima 1999)

    juga diketahui dapat menghasilkan inhibitor

    ACE.

    Daya hambat aktivitas enzim ACE diukur menggunakan substrat N-Hippuril-L-

    histidyl-L-leucine hydrate (HHL) .yang akan

    terhidrolisis menjadi N-Hippuric acid dan L-

    histidyl-L-leucine (Kasahara & Ashihara

    1981). Kondisi optimal substrat HHL untuk

    uji inhibisi ACE adalah pada pH 8.3 pelarut

    NaCl 300 mM (Cheung et al. 1980). Dalam

    penelitian ini, substrat HHL dilarutkan

    menggunakan NaCl 150 mM, pH 8.3.

    ACE merupakan enzim yang dapat

    mengubah angiotensin I (Asp-Arg-Val-Tyr-Ile-

    His-Pro-Phe-His-Leu) menjadi angiotensin II

    (Asp-Arg-Val-Tyr-Ile-His-Pro-Phe). Ondetti

    et al. (1983) melaporkan bahwa inhibitor ACE

    dapat berfungsi sebagai antihipertensi.

    Keunggulan inhibitor ACE sebagai

    mekanisme antihipertensi selain dapat

    berperan dalam proses diuretik, ACE-I juga

    dapat berperan melalui aktivitas saraf

    simpatik. Angiotensin II mempunyai efek

    vasokonstriksi yang kuat, meningkatkan

    aktivitas sistem saraf simpatik, serta dapat

    merangsang produksi aldosteron (Akil &

    Bakri 2001). Peningkatan aktivitas saraf

    simpatik dapat meningkatkan aktivasi -1 adrenoreseptor jantung sehingga dapat

    meningkatkan cardiac output yang dapat

    meningkatkan tekanan darah. Mekanisme

    tersebut berkaitan dengan potensial aksi dalam

    hal pembukaan channel ion Na+ dan K

    +.

    Selain itu, peningkatan aktivitas saraf

    simpatik juga dapat meningkatkan aktivitas -1 pada otot polos, yang akan meningkatkan

    resistensi perifer, sehingga dapat

    mempengaruhi elastisitas pembuluh darah

    yang dapat meningkatkan kontraksi otot

    jantung untuk memompa darah, dan pada

    akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

    Penurunan tekanan darah juga akan

    meningkatkan aliran tekanan darah yang akan

    mengakibatkan pelepasan protease renin dan

    pemecahan dekapeptida angiotensin I menjadi

    angiotensin II. Peningkatan angiotensin II

    dapat meningkatkan produksi aldosteron yang

    dapat meningkatkan retensi natrium dan air.

    Dengan demikian volume darah akan

    meningkat dan pada akhirnya menyebabkan

    peningkatan tekanan darah (Akil & Bakri

    2001; Yusuf 2008).

    Captopril merupakan inhibitor spesifik

    yang pertama kali ditemukan pada tahun 1975

    oleh Chusman dan Ondetti dan merupakan

    inhibitor kompetitif yang penting untuk

    menghambat aktivitas ACE. Captopril ((2S)-

    1-[(2S)-2-methyl-3-sulfanyl propanoyl]

    pyrrolidine-2-carboxylic acid) merupakan

    obat hipertensi yang berasal dari sintesis

    kimiawi. Mishra (2011) melaporkan bahwa

    sintesis captopril pertama kali diturunkan dari

    bisa ular. Inhibitor ini dapat menginaktivasi

    pengonversian dari angiotensin I menjadi

    angiotensin II (Lima 1999).

    Penelitian ini menggunakan captopril

    (komersial) sebagai kontrol positif aktivitas

    penghambatan ACE. Persentase aktivitas

    penghambatan ACE oleh captopril (C1)

    sebesar 61,46% dan captopril (C2) sebesar

    66,67% (Gambar 6 & 7) menunjukkan

    persentase penghambatan yang lebih rendah

    dibandingkan dengan aktivitas penghambatan

    ACE aktinomiset endofit. Persentase aktivitas

    penghambatan ACE oleh captopril yang

    ditunjukkan oleh Hayes et al. (2007) sebesar

    100% dengan konsentrasi captopril yang

    digunakan 0,005 mg/mL. Nilai persentase

    tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan

    hasil yang diperoleh pada penelitian ini.

    Perbedaan persentase aktivitas penghambatan

    ACE tersebut kemungkinan disebabkan oleh

    perbedaan kemurnian captopril. Captopril

    yang digunakan Hayes et al. (2007) berasal

    dari Sigma Co. yang memiliki kemurnian

    lebih tinggi dibandingkan dengan captopril

    komersial yang mengandung berbagai

    komponen bahan baku campuran obat.

    Media cair ISP2 (kontrol negatif) yang

    digunakan sebagai media produksi filtrat

    menunjukkan aktivitas penghambatan yang

    sangat rendah (26,04%) dibandingkan kisaran

    aktivitas penghambatan yang ditunjukkan oleh

    isolat aktinomiset endofit pada penelitian ini

    (103,13%-279,17%).

    Tiga isolat Streptomyces asal daun

    pegagan (AEP-1, AEP-2, dan AEP-3)

  • 10

    menunjukkan aktivitas penghambatan ACE

    yang bervariasi berkisar antara 140,63%-

    279,17%. Isolat AEP-1 menunjukkan aktivitas

    penghambatan ACE yang paling tinggi

    (279,17%) di antara ke-3 isolat lainnya, serta

    melebihi aktivitas penghambatan ACE yang

    ditunjukkan oleh ekstrak daun pegagan

    (198,96%). Hal tersebut mengindikasikan

    bahwa ketiga isolat aktinomiset endofit asal

    daun pegagan mampu menghasilkan senyawa

    inhibitor ACE. Hasil uji in vitro terhadap

    tanaman kultur jaringan pegagan umur 55 hari

    (steril mikrob) ternyata tidak menunjukkan

    aktivitas penghambatan ACE. Hal ini

    menguatkan dugaan bahwa aktinomiset

    endofit pada pegagan berperan untuk

    menghasilkan senyawa inhibitor ACE.

    Streptomyces spp. maupun non-

    Streptomyces asal buah belimbing wuluh

    menunjukkan persentase aktivitas

    penghambatan ACE yang bervariasi antara

    0% hingga 222,92%. Isolat AEB-5

    menunjukkan aktivitas penghambatan ACE

    tertinggi (222,92%) melebihi aktivitas

    penghambatan ACE yang dihasikan oleh

    ekstrak buah belimbing wuluh (166,67%). Hal

    ini mengindikasikan bahwa aktinomiset

    endofit asal buah belimbing wuluh juga

    mampu menghasilkan senyawa inhibitor ACE.

    Aktivitas penghambatan ACE

    aktinomiset endofit isolat AEP-1 asal daun

    pegagan menunjukkan aktivitas

    penghambatan yang lebih tinggi dibandingkan

    dengan isolat AEB-5 asal buah belimbing

    wuluh. Bobot biomassa kedua isolat tersebut

    berbeda, meskipun pada kondisi pertumbuhan

    yang sama. Bobot biomassa isolat AEB-5

    (5,263 mg/mL) lebih besar dibandingkan

    dengan bobot biomassa yang dihasilkan oleh

    isolat AEP-1 (0,720 mg/mL). Namun

    demikian, aktivitas penghambatan ACE isolat

    AEP-1 lebih tinggi dibandingkan dengan

    kemampuan penghambatan ACE isolat AEB-

    5. Perbedaan kemampuan aktivitas

    penghambatan ACE dapat disebabkan oleh

    perbedaan kemampuan masing-masing isolat.

    Aktinomiset endofit yang digunakan untuk uji

    penghambatan ACE pada penelitian ini berupa

    ekstrak kasar yang masih mengandung

    beragam komponen media. Ekstrak kasar

    aktinomiset endofit tersebut kemungkinan

    juga mengandung beragam senyawa bioaktif

    lain yang dihasilkan oleh masing-masing

    isolat, sehingga dapat berpengaruh terhadap

    aktivitas penghambatan ACE.

    Kemampuan mikrob endofit yang

    dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang

    sama dengan tanaman inangnya diharapkan

    dapat mengurangi kebutuhan bahan baku obat

    berbasis biomassa tanaman. Produksi senyawa

    bioaktif sebagai antihipertensi yang dihasilkan

    oleh aktinomiset endofit akan lebih cepat dan

    efisien dibandingkan dengan produksi

    senyawa aktif menggunakan tanaman

    inangnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa

    pegagan dan belimbing wuluh yang secara

    empiris telah dikenal sebagai obat hipertensi

    berasosiasi dengan aktinomiset endofit yang

    mempunyai kemampuan menghasilkan

    senyawa inhibitor ACE sehingga dapat

    dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan

    baku obat hipertensi.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan

    Total isolat aktinomiset endofit yang berhasil diisolasi berjumlah 12 isolat, tiga

    isolat berasal dari daun pegagan (Centella

    asiatica) yang termasuk Streptomyces spp.,

    sedangkan sembilan isolat lainnya berasal dari

    buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi),

    enam isolat termasuk Streptomyces spp. dan

    tiga isolat lainnya termasuk non-Streptomyces.

    Ekstrak kasar isolat aktinomiset endofit yang

    diuji menunjukkan aktivitas inhibitor ACE

    yang beragam berkisar antara 103,13% -

    279,17%. Isolat AEP-1 asal daun pegagan

    menunjukkan aktivitas penghambatan ACE

    tertinggi (279,17%), diikuti isolat AEB-5 asal

    buah belimbing wuluh (222,92%). Aktivitas

    inhibisi kedua isolat tersebut melebihi

    aktivitas inhibisi kontrol positif captopril

    (0,01 mg/mL) 61,46% dan captopril (0,02

    mg/mL) 66,67%. Sementara itu, tanaman kultur jaringan pegagan steril mikrob endofit

    tidak memiliki aktivitas inhibisi ACE. Dengan

    demikian isolat AEP-1 dan AEB-5 berpotensi

    sebagai penghasil inhibitor ACE dan dapat

    dikembangkan lebih lanjut sebagai obat

    hipertensi.

    Saran

    Kajian lebih lanjut mengenai optimasi

    produksi senyawa antihipertensi serta

    karakterisasi senyawa inhibitor ACE yang

    dihasilkan oleh isolat potensial AEP-1 dan

    AEB-5 perlu dilakukan. Selain itu perlu uji

    lanjut secara in vivo serta uji toksisitas untuk

    pengembangannya sebagai obat antihipertensi.

  • 11

    DAFTAR PUSTAKA

    Akil MN, Bakri S. 2001. Angiotensin

    converting enzyme inhibitor (ACE-I) dan

    proteksi vaskular. Cermin Dunia

    Kedokteran 132:7-9.

    Castillo et al. 2002. Munumbicins, wide

    spectrum antibiotics produced by

    Streptomyces NRRL 30562, endophytic on

    Kennedia nigriscans. Microbiology

    148:2675-2685.

    Cheung H, Wang FL, Ondetti MA, Sabo EF,

    Chusman DW. 1980. Binding of peptide

    substrates and inhibitors of angiotensin-

    converting enzyme. J Biol Chem 255:401-

    407.

    Coombs JT, Franco CMM. 2003. Isolation

    and identification of actinobacteria from

    surface-sterilized wheat roots. Appl

    Environ Microbiol 69:5603-5608.

    Crawford DL, Lynch JM, Whipps JM, Ousley

    MA. 1993. Isolation and

    characterization actinomycete antagonists

    of a fungal root phatogen. Appl Environ

    Microbiol 59:3899-3905.

    Ghadin N et al. 2008. Isolation and

    characterization of novel endophytic

    Streptomyces SUK 06 with antimicrobial

    activity from Malaysian plant. Asian J

    Plant Sci 7:189-194.

    Hallmann J, Quadt-Hallmann A, Mahaffee

    WF, Kloepper JW. 1997. Bacterial

    endophytes in agricultural crops. Can J

    Microbiol 43:895-914.

    Hansen K et al. 1995. In vitro screening of

    traditional medicines vfor antihypertensive

    effect based on inhibition of the

    angiotensin converting enzyme (ACE). J

    Ethnopharmacol 48:43-51.

    Hariana HA. 2004. Tumbuhan Obat dan

    Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.

    Hasegawa S, Meguro A, Shimizu M,

    Nishimura T, Kunoh H. 2006. Endophytic

    actinomycetes and their interaction with

    host plants. Actinomycetologica 20:72-81.

    Hayakawa MT, Nonomura H. 1987. Humic

    acid-vitamin agar, a new method for the

    selective isolation of soil actinomycetes. J

    Ferment Bioeng 65:501-509.

    Hayes M et al.. 2007. Fermentate of

    Lactobacillus animalis DPC6134 contains

    of range of novel propeptide angiotensin

    converting enzyme inhibitor. J Appl

    Environ Microbial 73:4658-4667.

    Iskandar Y. 2007. Tanaman obat yang

    berkhasiat sebagai antihipertensi [karya

    ilmiah]. Bandung: Fakultas

    Farmasi Universitas Padjajaran Bandung.

    Kasahara Y, Ashihara Y. 1981. Colorimetry

    of angiotensin-I converting enzyme

    activity in serum. Clin Chem 27:1922-

    1925.

    Kudo T. 1997. Family Streptomycetaceae. In:

    Miyadoh S (ed). Atlas of Actinomycetes.

    The Society for Actinomycetes Japan. p

    122-155.

    Lachevalier MP, Bievre C de, Lachevalier

    HA. 1977. Chemotaxonomy of aerobic

    actinomycetes: phospholipid composition.

    Biochem Syst Ecol 5:249-260.

    Lestari Y. 2006. Identification of indigenous

    Streptomyces spp. producing antibacterial

    compounds. J Mikrobiol Indones 11:99-

    101.

    Lima DP de. 1999. Synthesis of angiotensin-

    converting enzyme (ACE) inhibitors: an

    important class of antihipertensive drugs.

    Quim Nova. 22:375-381.

    Mishra BB. 2011. Natural products in drug

    discovery: clinical evaluations and

    investigations. Di dalam: Tiwari VK,

    editor. Opportunity, Challenge and Scope

    of Natural Products in Medicinal

    Chemistry. Ed ke-2. India: Research

    Signpost. hlm 1-62.

    Miyadoh S. 1997. Morphology and Phylogeny

    of Actinomycetes. Atlas of Actinomycetes.

    The Society for Actinomycetes Japan.

    Miyadoh S, Otoguro M. 2004. Workshop on

    isolation methods and classification of

    actinomycetes [makalah]. Biotechnology

    Center LIPI.

    Nakatsukasa WM, Wilgus RM, Thomas DN,

    Mertz FP, Boeck LD. 1985. Angiotensin

    converting enzyme inhibitors produced by

    Streptomyces chromofuscus. Discovery,

    taxonomy and fermentation. J Antibiot

    38:997-1002.

    Ondetti MA, Cushman DW, Rubin B, Bindra

    JS, Lednicer D, editor. Ed ke-2. 1983. In

    Chronicles of Drugs Discovery. New

    York: John Wiley & Sons,Inc.

    Raja A, Prabakarana P. 2011. Actinomycetes

    and drug-an overview. Am J Drug Discov

    Dev 1:75-84.

    Sharma PK, Sarita S, Prell J. 2005. Isolation

    and characterization of an endophytic

    bacterium related to Rhizobium/Agrobacte

    rium from wheat (Triticum aestivum L.)

    roots. Current Sci 89:608-610.

    Somanadhan B et al. 1996. An

    ethnopharmacological survey for potential

    angiotensin converting enzyme inhibitors

    from Indian medicinal plants. J

    Ethnopharmacol 65:103-112.

  • 12

    Strobel G, Daisy B. 2003. Bioprospecting

    for microbial endophytes and their

    natural product. Microbiol Mol Biol Rev

    67:491-502.

    Takahashi Y, Omura S. 2003. Isolation of

    new actinomycete strains for screening

    of new bioactive compounds. J Gen Appl

    Microbiol 49:141-154.

    Tan RX, Zou WX. 2001. Endophytes: a rich

    source of functional metabolites. Nat

    Prod Rep 18:448-459.

    Tejesvi MV, Kini KR, Prakash HS, Subbiah

    V, Shetty HS. 2008. Antioxidant,

    antihypertensive, and antibacterial pro-

    perties of endophytic Pestalotiopsis

    species from medicinal plants. Can J

    Microbiol 54:769-780.

    Wagner H, Elbl G, Lotter H, Uinea M. 1991.

    Evaluation of natural products as

    inhibitors of angiotensin I-converting

    enzyme (ACE). Pharm Pharmacol Lett

    1:15-18.

    Wijayakusuma H, Dhalimartha S. 2005.

    Ramuan Tradisional untuk Pengobatan

    Darah Tinggi. Bogor Penebar Swadaya.

    Yusuf I. 2008. Hipertensi sekunder.

    Medicinus 21:71-79.

  • 14

    LAMPIRAN

  • 14

    Lampiran 1 Komposisi media agar-agar asam humat mengandung vitamin B (HV)

    Komposisi bahan Jumlah bahan (g) per liter media

    Asam humat 1,00*

    CaCO3 0,02

    FeSO4.7H2O 0,01

    KCl 1,71

    MgSO4.7H2O 0,05

    Na2HPO4 0,50

    B-vitamin 5,00 mL**

    Sikloheksimida 0,05

    Asam nalidiksat 0,02***

    Agar-agar murni 18,00

    Akuades 1,00 L

    Ket : *) Dilarutkan dalam 40 mL 0,4% NaOH; **) Menggunakan satu butir vitamin B complex

    IPI, dilarutkan dalam 200 mL akuades steril (disaring menggunakan millipore 0,22 m); ***)

    Dilarutkan dalam 1 mL NaOH 0,4% + 3 mL akuades steril. pH media HV adalah 7.2.

    Lampiran 2 Komposisi media agar-agar International Streptomyces Project No.2 (ISP2)

    Komposisi bahan Jumlah bahan (g) per liter media

    Yeast extract 4

    Malt extract 10

    Glukosa 4

    Agar-agar 18

    Ket : Media cair ISP2 tidak menggunakan komposisi agar-agar.

    Lampiran 3 Komposisi media Murashige & Skoog (MS)

    Bahan kimia Konsentrasi larutan

    (g/L)

    Pemakaian larutan

    media (ml/L)

    NH4NO3 82,500 20

    KNO3 95,000 20

    KH2PO4 34,000 5

    H3BO3 1,240 KI 0,166

    Na2MoO4.2H2O 0,050 CoCl2.6H2O 0,005 CaCl.2H2O 88,000 5

    MgSO4.7H2O 74,000 5

    MnSO4.4H2O 4,460 ZnSO4.7H2O 1,720 CuSO4.5H2O 0,005 Na2EDTA.2H2O 3,730 10

    FeSO4.7H2O 2,780 Myo-Inositol 10,000 10

    Thiamine 0,010 10

    Niacine 0,050

    Pyridoxine 0,050

    Glycine 0,200

    Gula 30,000

  • 15

    Lampiran 4 Nilai absorbansi hasil pengukuran spektrofotometri 228 nm

    Jenis sampel

    Absorbansi Persentase (%)

    aktivitas

    penghambatan

    ACE A1 A2

    Rata-

    rata B1 B2

    Rata-

    rata C1 C2

    Rata-

    rata D1 D2

    Rata-

    rata

    Estrak kuljar tanaman pegagan 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,5250 0,6490 0,5870 0,5330 0,5310 0,5320 -14,58

    Ekstrak daun pegagan 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,5600 0,4060 0,4830 0,5920 0,4690 0,5305 198,96

    Ekstrak buah belimbing wuluh 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,5580 0,4740 0,5160 0,5680 0,5280 0,5480 166,67

    Media cair ISP2 (M) 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,5630 0,5200 0,5415 0,4540 0,5580 0,5060 26,04

    Captopril (0,01 mg/mL) 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,3460 0,3740 0,3600 0,3320 0,3510 0,3415 61,46

    Captopril (0,02 mg/mL) 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,3500 0,3500 0,3500 0,3340 0,3340 0,3340 66,67

    AEP-1 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,4420 0,4270 0,4345 0,4300 0,6110 0,5205 279,17

    AEP-2 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,4150 0,4400 0,4275 0,5030 0,3910 0,4470 140,63

    AEP-3 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,3840 0,3970 0,3905 0,4120 0,4120 0,4120 144,79

    AEB-1 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,6220 0,6220 0,6220 0,5630 0,7440 0,6535 165,63

    AEB-2 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,5430 0,5430 0,5430 0,4910 0,6090 0,5500 114,58

    AEB-3 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,5190 0,6140 0,5665 0,5940 0,5720 0,5830 134,38

    AEB-4 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,5470 0,6030 0,5750 0,6500 0,5810 0,6155 184,38

    AEB-5 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,4190 0,6080 0,5135 0,5640 0,5810 0,5725 222,92

    AEB-6 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,6850 0,5450 0,6150 0,6420 0,6420 0,6420 156,25

    AEB-7 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,6320 0,5050 0,5685 0,5700 0,5700 0,5700 103,13

    AEB-8 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,6060 0,6060 0,6060 0,4640 0,4640 0,4640 -195,83

    AEB-9 0,5670 0,5150 0,5410 0,5200 0,4660 0,4930 0,5240 0,5660 0,5450 0,4360 0,6600 0,5480 106,25

  • 16

    Lampiran 5 Contoh perhitungan penentuan persentase aktivitas penghambatan ACE

    Keterangan dari rumus persamaan tersebut :

    A = Hasil absorbansi dengan ACE, tanpa inhibitor ACE

    B = Hasil absorbansi tanpa ACE, dan tanpa inhibitor ACE

    C = Hasil absorbansi dengan ACE dan inhibitor ACE

    D = Hasil absorbansi dengan inhibitor ACE, namun tanpa ACE

    Contoh perhitungan:

    1). Kontrol positif captopril (0,01 mg/mL)

    Aktivitas inhibitor ACE (%) = 100 [100 x (0,3600 0,3415) / (0,5410 0,4930)]

    = 100 [100 x (0,0185) / (0,048)]

    = 100 (38,54)

    = 61,46 %

    2). Kontrol positif captopril (0,02 mg/mL)

    Aktivitas inhibitor ACE (%) = 100 [100 x (0,3500 0,3340) / (0,5410 0,4930)]

    = 100 [100 x (0,016) / (0,048)]

    = 100 (33,33)

    = 66,67 %

    3). Isolat AEP-1 (0,058 mg/mL)

    Aktivitas inhibitor ACE (%) = 100 [100 x (0,4345 0,5205) / (0,5410 0,4930)]

    = 100 [100 x (- 0,086) / (0,048)]

    = 100 (- 179,17)

    = 279,17 %

    4). Isolat AEB-5 (0,421 mg/mL)

    Aktivitas inhibitor ACE (%) = 100 [100 x (0,5135 0,5725) / (0,5410 0,4930)]

    = 100 [100 x (- 0,059) / (0,048)]

    = 100 (- 122,92)

    = 222,92 %

    Aktivitas inhibitor ACE (%) = 100 [100 x (C D)/(A B)