Skripsi Universitas Paramadina Jakarta Fitriyani Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam Studi Pemikiran...

download Skripsi Universitas Paramadina Jakarta Fitriyani Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam Studi Pemikiran m. Quraish Shihab

of 101

description

selamat men downloadnya

Transcript of Skripsi Universitas Paramadina Jakarta Fitriyani Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam Studi Pemikiran...

  • KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ISLAM

    (Studi Pemikiran M. Quraish Shihab)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Bidang Falsafah

    dan Agama

    Disusun Oleh:

    Fitriyani

    210000005

    PROGRAM STUDI FALSAFAH DAN AGAMA

    FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN

    UNIVERSITAS PARAMADINA

    JAKARTA

    2014

  • ii

  • iii

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puja dan puji penulis panjatkan ke hadirat Allah

    SWT yang telah memberikan rahmat tak terhingga kepada penulis. Sholawat dan salam

    penulis sampaikan kepada sang pemimpin ideal sepanjang masa, Nabi Muhammad SAW. Puji

    syukur, akhirnya penulis dapat merampungkan skripsi yang berjudul Kepemimpinan

    Perempuan dalam Islam (Studi Pemikiran M. Quraish Shihab) sebagai syarat memperoleh

    gelar akademik di Universitas Paramadina. Tentunya, banyak pihak yang secara langsung

    maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu

    penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Ibunda penulis, Komriyah, madrasah pertama dalam kehidupan penulis. Yang telah

    mengajarkan segalanya yang diperlukan dalam hidup kepada penulis, serta selalu

    mendoakan kelancaran studi dan kesuksesan penulis. Ayahanda Mustadi, yang

    telah berjasa membesarkan penulis dan memberikan pendidikan yang sangat

    keras agar penulis mampu bertahan dan tegar dalam mengarungi tantangan

    kehidupan yang sulit.

    2. Saudara-saudara penulis. Jamaludin, kakak tertua yang selalu menjadi tauladan

    yang baik bagi adik-adiknya dan Rini Andriani, kakak ipar yang cantik dan baik

    hati beserta Akhdan Fatih Azizan, keponakan penulis yang selalu membuat hari

    menjadi lebih ceria dan bersemangat. Amrullah, kakak yang selalu jahil dan usil

    namun setia mengantar jemput penulis sejak penulis masih sekolah hingga penulis

    kuliah. Rizkiyana Dewi, adik yang beranjak dewasa, yang telah menggantikan

    peran penulis menjaga ibu dan adik-adik selama penulis menimba ilmu di Jakarta.

    Muhammad Abdul Muksit, adik lelaki yang sudah beranjak remaja yang nakal tapi

    penurut dan ringan tangan membantu orang tua dan saudara-saudaranya. Siti

    Fajriyati, yang selalu mengingatkan penulis tentang masa kecil yang begitu ceria

    dan menyenangkan. Zahrotusyita, si bungsu yang manja dan selalu memberi

    pelukan hangat penuh cinta jika penulis ada di rumah. Terima kasih untuk

    kehangatan cinta yang kalian berikan.

    3. Universitas Paramadina dan PT Trikomsel Oke yang telah memberikan kesempatan

    bagi penulis untuk mengenyam pendidikan tinggi di kampus peradaban ini melalui

    program Paramadina Fellowship 2010.

    4. Pak Pipip Ahmad Rifai Hasan, Ph.D yang telah menjadi pembimbing penulis

    dalam menyelesaikan skripsi ini.

  • v

    5. Mohammad Rahmatul Azis. Sahabat, guru, dan pembimbing pribadi penulis yang

    tak pernah henti memberikan support, membantu mencarikan referensi dan teman

    berdialog dalam wacana keilmuan kritis.

    6. Program studi Falsafah dan Agama, tempat penulis menimba ilmu filsafat dan

    agama. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah berbagi

    ilmu kepada penulis sehingga penulis bisa merasakan manisnya lautan ilmu lewat

    tangan-tangan mereka, yakni; Aan Rukmana, MA, Mas Lukman Hakim, SS.,

    M.Ag, M. Subhi-Ibrahim, M.Hum, Fuad Mahbub Siraj, Ph.D, Abdul Muis

    Naharong, MA, Prof. Dr. Abdul Hadi WM, Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, A. Luthfi

    Assyaukanie, Ph.D, Dr. Abdul Moqsith Ghazali, MA, Ihsan Ali-Fauzi, MA,

    Novriantoni Kahar, Lc., M.Si, Dr. Asep Usman Ismail, MA, Muhammad Baqir,

    MA, Dr. Abdul Muid Nawawi, MA, Rani Anggraeni, MA, mbak Fitri dan mbak

    Dwi selaku staf Prodi FA.

    7. Keluarga di Asrama Al Mustaqim yang menjadi tempat penulis berbagi suka duka,

    canda tawa, tempat diskusi segala macam pemikiran yang tak kenal batas waktu,

    serta tempat mencurahkan segala keluh kesah penulis selama empat tahun terakhir.

    Fidia Larakinanti, Deti Yulianita, Nida Ulfia, Zahra Rahmani Rahmiyah, Intan

    Dewi Karlita, Septi Diah Prameswari, Nurazizah Fadhilah, Asri Nuraeni, Julianti,

    Tsamrotul Aniqoh, Winner Fransisca Manik, Nazifatur Rahmi, dan Indah Riadiani.

    8. Teman-teman Prodi Falsafah dan Agama 2010; Joko Arizal, Aa Saepuddin, Ahmad

    Hayat Fathuroji, Deddy, Elmira Cahyanate, Firman, Fatimah Zahrah, Nurul Annisa

    Hamudy, Mahmud, Halim Miftahul Khoiri, Kusnandang, M. Luthfi Ghazali, M.

    Sholeh, Sholahuddin, Syaharbanu, Syamsul Rizal, dan Wandi yang telah

    mengajarkan penulis arti sesungguhnya kerukunan dalam perbedaan dan wadah

    penulis menemukan dialog peradaban.

    9. Teman-teman Fellowship 2010: Harumi Kartini, Rona Mentari, Niken Ajar Wulan,

    Sherly Annavita, Nimas Ayu, Ayu Melisa, Resti Juliani, Nurmala Dewi, Nayla

    Avisha, Yeni Susanti, Aan Andrian, Indra Umbara, Sefchullisan, Hery Prasetyo,

    Andri Sumarno, Ardi Ramadhana, Asri Ramadhani, Arnaldi Nasrum, Azam Anas

    Furqan, Diky Saputra, Faras Dianda, Farid Kardana, Grio M. Akhir, Gema

    Wahyudi, Immanuel A. Cahyono, M. Imam Hidayat, Nazilil Asror, dan Said

    Jahasan.

  • vi

    10. Teman-teman HIMAFA Paramadina, Taekwondo Paramadina, KOMPAK

    Paramadina, Kafha Paramadina, DKM Paramadina serta kawan-kawan volunteer di

    Transparency International Indonesia (TII) dan Peace Women Across The Globe

    Indonesia yang telah menorehkan warna-warni berbeda dalam sejarah hidup

    penulis.

    Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak

    kekurangan, oleh karena itu penulis menerima dengan terbuka segala saran, kritik dan

    masukan yang membangun. Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan manfaat yang

    besar bagi khazanah keilmuan islam, serta memperkaya wacana tentang gender dan

    perempuan di Indonesia.

    Jakarta, Agustus 2014

    Penulis,

    Fitriyani

  • vii

    ABSTRAK

    Universitas Paramadina

    Falsafah dan Agama

    (2014)

    Fitriyani / 210000005

    Kepemimpinan Perempuan dalam Islam (Studi Pemikiran M. Quraish Shihab)

    (90 + xi)

    Skripsi ini membahas pandangan Quraish Shihab mengenai konsep kepemimpinan

    perempuan dalam Islam untuk mencari jawaban tentang apakah perempuan dalam ajaran

    Islam dibolehkan menjadi pemimpin politik. Quraish Shihab merupakan salah satu ulama

    tafsir terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Beliau juga masih tetap aktif menulis dan

    berceramah sampai saat ini. Selain itu pandangan-pandangan beliau menjadi pegangan

    banyak kalangan umat Islam Indonesia. Perbincangan mengenai kepemimpinan perempuan

    dalam konteks Islam merupakan topik yang selalu mengundang kontroversi. Ada yang pro

    dan ada yang kontra. Bagi mereka yang kontra terhadap kepemimpinan politik perempuan,

    banyak dalih yang diajukan untuk menentangnya. Salah satunya adalah dalil kitab suci, di

    mana dalam Al-Quran terdapat ayat yang secara eksplisit sering diartikan bahwa lelaki adalah pemimpin bagi perempuan. Sedangkan yang pro, mereka mengajukan fakta-fakta

    dalam sejarah Islam dan penafsiran ajaran Islam yang berbeda yang menunjukkan bahwa

    Islam membolehkan perempuan untuk menjadi pemimpin politik atau berkiprah di ranah

    publik. Konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam juga biasa dirujuk oleh mereka yang

    setuju dengannya pada konsep HAM yang memberikan hak sepenuhnya kepada setiap

    individu manusia untuk terjun ke wilayah politik praktis. Quraish Shihab sendiri menyatakan

    bahwa tidak ada dalil yang valid baik dalam ajaran Islam maupun akal pikiran (alasan

    rasional) yang bisa melarang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Namun demikian

    Quraish Shihab menggarisbawahi kewajiban perempuan untuk mengasuh dan memberikan

    pendidikan kepada anak-anaknya agar tidak diabaikan jika perempuan menjadi pemimpin

    masyarakat. Oleh karena itu Pandangan Quraish Shihab tentang kepemimpinan perempuan

    dapat digolongkan sebagai moderat.

    Dalam studi ini penulis menggunakan metode historis-kualitatif dan deskriptis-analitis

    yaitu penelitian kepustakaan (library research) dengan mempelajari, menggambarkan dan

    menganalisis tulisan-tulisan Quraish Shihab baik yang berbentuk buku mau pun hasil

    penelitian, dan tulisan-tulisan yang membahas tentang pemikiran Quraish Shihab mengenai

    kepemimpinan perempuan, serta buku-buku lain yang relevan dengan topik yang penulis

    bahas. Selain itu penulis juga melakukan wawancara (metode interview) dengan Quraish

    Shihab untuk lebih memahami dan mendalami pandangan-pandangannya. Studi tentang

    kepemimpinan perempuan dalam Islam merupakan salah satu subjek yang masih akan tetap

    "menantang" dan menarik karena berkaitan dengan problem bagaimana ajaran agama (Islam)

    dihadirkan dan bagaimana kaum Muslim melakukan respon dan terlibat dalam dinamika

    sosial-budaya yang semakin kompleks dan terbuka di era globalisasi dewasa ini.

    Kata kunci : Pemimpin, Perempuan, Quraish Shihab, Hak, Islam.

    Daftar Pustaka: 74 (1985 s.d 2014)

  • viii

    ABSTRACT

    Paramadina University

    Philosophy and Religion

    (2014)

    Fitriyani / 210000005

    Women Leadership in Islam (A Study of M. Quraish Shihab Thoughts)

    (90 + xi)

    This thesis discusses the Quraish Shihab view of the concept of female leadership in Islam to

    seek an answer about whether women in Islam are allowed to become political leader.

    Quraish Shihab is one of the best interpreter of the Qur'an in Indonesia. He also still actively

    writes and gives lectures to this date. In addition, his views have had much influence among

    Indonesian Muslims. The discourse about women's leadership in Islamic context is a topic

    that always invites controversy. There are pros and cons. For those who cons of women's

    political leadership, many arguments were filed against it. One of the argument is sciptural,

    i.e. there is a verse in the Qur'an often interpreted explicitly that men is leaders of women.

    While the pros, they apply the facts in the history of Islam and the different interpretations of

    Islam which show that Islam permits women to become political leaders or to engage actively

    in the public domain. The concept of female leadership in Islam is also commonly referred to

    by those who support it with the concept of human rights that gives full rights to every

    individual human being to plunge into the sphere of practical politics. Quraish Shihab has

    said that there is no valid argument both in Islamic teaching and reasoning (rational

    arguments) which forbid women to become a leader. However, Quraish Shihab underlines the

    obligation of women to nurture and educate their children so as not to be ignored if women

    become public leaders. Therefore Quraish Shihab's view on women's leadership can be

    classified as moderate.

    In this study the author uses historical, qualitative, and descriptive-analytical methods

    namely library research (library research) to study, describe and analyze the writings of

    Quraish Shihab either in the form of books or research reports, and writings that discuss the

    views of Quraish Shihab on women leadership, as well as other books that are relevant to the

    topics which the author discusses. Moreover, the author also conducted interviews (interview

    method) with Quraish Shihab to better understand and explore his views. The study of female

    leadership in Islam is one of the subjects that will remain "challenging" and interesting

    because it deals with the problem of how religion (Islam) is presented and how the Muslims

    responding and engaging in socio-cultural dynamics in increased complex and more open

    global world.

    Keywords: Leader, Female, Quraish Shihab, Rights, Islam.

    Bibliography : 74 (1985 - 2014)

  • ix

    PEDOMAN TRANSLITERASI

    f

    q

    k

    l

    m

    n

    w

    h

    `

    y

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    r

    z

    s

    sy

    sh

    l

    th

    zh

    gh

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    a

    b

    t

    ts

    j

    h

    kh

    d

    dz

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    I. Vokal Pendek: a = _ ; i = -- ; u = _

    II. Vokal Panjang:

    Bunyi a panjang ditulis ( = fal), bunyi i panjang ditulis ( = khalfa), dan u panjang

    ditulis ( = syr), masing-masing dengan tanda garis(-) di atasnya.

    Bunyi Rangkap: ay = ; aw =

    Kata Sandang

    Kata sandang, yang dilambangkan dengan huruf (), menjadi (l), baik ketika diikuti oleh

    huruf shamsiyya maupun qamariyya: al-rijl bukan ar-rijl, al-dwn bukan ad-dwn.

  • x

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................

    LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ...............................................................

    KATA PENGANTAR ....................................................................................................

    ABSTRAK ......................................................................................................................

    ABSTRACT ...................................................................................................................

    PEDOMAN TRANSLITERASI .....................................................................................

    DAFTAR ISI ..................................................................................................................

    BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................

    1.1 Latar Belakang Masalah .....................................................................................

    1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah ...........................................................

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................................................

    1.3.1 Tujuan Penelitian .......................................................................................

    1.3.2 Manfaat Penelitian .....................................................................................

    1.3.2.1 Manfaat Teoritis ................................................................................

    1.3.2.2 Manfaat Praktis .................................................................................

    1.4 Tinjauan Pustaka .................................................................................................

    1.5 Metode Penelitian ...............................................................................................

    1.6 Sistematika Penulisan .........................................................................................

    BAB II TINJAUAN KONSEP KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ISLAM .

    2.1 Konsep Islam ...................................................................................................

    2.2 Konsep Kepemimpinan ...................................................................................

    2.3 Konsep Perempuan ..........................................................................................

    2.4 Konsep Kepemimpinan dalam Islam ...............................................................

    2.5 Konsep Perempuan dalam Islam .....................................................................

    2.5.1 Perempuan dalam Al-Qur'an......................................................................

    2.5.2 Perempuan dalam Hadits ...........................................................................

    2.6 Konsep Kepemimpinan Perempuan dalam Islam ............................................

    BAB III BIOGRAFI DAN KARYA INTELEKTUAL M. QURAISH SHIHAB ..........

    3.1 Biografi M. Quraish Shihab ............................................................................

    3.1.1 Latar Belakang Keluarga ...........................................................................

    i

    ii

    iii

    vi

    vii

    viii

    ix

    1

    1

    9

    9

    9

    10

    10

    10

    10

    12

    12

    14

    14

    16

    16

    17

    18

    18

    20

    21

    25

    25

  • xi

    3.1.2 Latar Belakang Pendidikan .......................................................................

    3.1.3 Karir Intelektual dan Politik ......................................................................

    3.2. Karya Intelektual M. Quraish Shihab .............................................................

    BAB IV PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB MENGENAI KEPEMIMPINAN

    PEREMPUAN DALAM ISLAM ...................................................................................

    4.1 Manusia dalam Pandangan M. Quraish Shihab ..............................................

    4.2 Perempuan dalam Pandangan M. Quraish Shihab ..........................................

    4.3 Pandangan Quraish Shihab Tentang Kepemimpinan Perempuan dalam

    Islam ...............................................................................................................

    4.4 Tinjauan Kritis Pemikiran M. Quraish Shihab ...............................................

    BAB V PENUTUP .........................................................................................................

    5.1 Kesimpulan ......................................................................................................

    5.2 Saran ................................................................................................................

    DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

    LAMPIRAN ...................................................................................................................

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................................

    25

    27

    28

    30

    34

    34

    45

    50

    58

    66

    66

    69

    70

    76

    83

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Dewasa ini, pembahasan mengenai gender begitu sering tampil di permukaan,

    terutama soal penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kesadaran perempuan Indonesia

    untuk mengangkat derajatnya sudah semakin tumbuh. Hampir di setiap kota di Indonesia

    muncul organisasi atau komunitas yang bergerak di isu gender dan perempuan. Contohnya,

    Aceh Women For Peace Foundation yang memperjuangkan kesejahteraan perempuan di

    Aceh, Fahmina Institute yang aktif mengadakan diskusi mengenai gender di Cirebon, Peace

    Women Across The Globe Indonesia yang berpusat di Jakarta juga aktif melakukan

    serangkaian kegiatan yang mengusung tema pembebasan perempuan, dan lain-lain. Serta

    masih banyak lagi yang lainnya.

    Kosakata gender berasal dari bahasa Inggris yang artinya jenis kelamin. Gender adalah

    sifat dan prilaku yang dibentuk secara sosial yang disematkan pada perempuan dan laki-laki1.

    Konsep gender yang dipahami di Indonesia umumnya mengacu kepada peranan sosial dalam

    masyarakat yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Peranan sosial ini juga tidak serupa di

    semua tempat karena disesuaikan oleh keadaan budaya dan tradisi masyarakat setempat.

    Dalam kajian di Indonesia, istilah gender sering dikaitkan dengan kata feminin. Istilah

    feminin digunakan untuk membedakan konsep gender antara laki-laki dan perempuan.

    Feminin merupakan kata serapan dari bahasa inggris feminine yang memiliki makna

    perempuan atau bersifat keperempuanan. Feminin diartikan sebagai suatu sifat lemah lembut,

    halus dan penuh perasaan yang melekat pada diri perempuan secara kodrati, serta tabu bagi

    lelaki untuk memiliki sifat feminin ini.

    Gerakan yang mengusung pembebasan perempuan disebut feminisme, yang akar

    katanya bersinionim dengan kata feminine. George Ritzer2 menjabarkan tiga gelombang

    1Liza Hadiz. kata pengantar dalam buku Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru: Kumpulan Artikel

    Prisma (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2004) hlm. x-xi.

    2George Ritzer. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern.

    Diterjemahkan oleh Tim Penerbit (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hlm. 779.

  • 2

    feminisme awal yang muncul di Amerika Serikat pada dekade 80-an hingga era 90-an.

    Gelombang pertama dimulai pada era 1830-an, agendanya berfokus pada perjuangan anti

    perbudakan, hak-hak politis perempuan terutama hak untuk memilih. Gelombang pertama ini

    berhasil membuat terjadinya konvensi pertama yang membicarakan mengenai hak-hak

    perempuan pada tahun 1848 bertempat di Seneca Falls, New York. Konstitusi Amerika

    tentang hak pilih perempuan akhirnya diamandemen dengan amandemen ke-19 pada tahun

    1920, dengan adanya amandemen ini perempuan diberikan hak pilih untuk memilih dalam

    pemilihan umum. Feminisme gelombang kedua (1960-1990) merumuskan ulang mengenai

    konsep hubungan antara lelaki dan perempuan dalam konsep gender agar tercapai kesetaraan

    ekonomi dan kesetaraan sosial. Feminisme gelombang ketiga menyuarakan aspirasi dari para

    perempuan kulit berwarna, lesbian, dan perempuan kelas pekerja yang merupakan respon dari

    ide-ide yang digaungkan oleh para perempuan kulit putih yang menyatakan diri sebagai

    feminisme gelombang kedua. Feminisme gelombang ketiga ini juga mewakili gagasan dari

    pada perempuan dewasa yang akan menjalani abad kedua puluh satu di mana tantangan yang

    akan dihadapi jelas berbeda dengan perempuan-perempuan di abad sebelumnya.

    Menurut Husein Muhammad, feminisme adalah gerakan yang berusaha

    memperjuangkan martabat kemanusiaan dan kesetaraan sosial (gender), yang diarahkan untuk

    merubah sistem yang diskriminatif terhadap perempuan3. Yanti Muchtar sebagaimana dikutip

    oleh Nuruzzaman, Jalal, dan J. Ardiantoro4 menulis dalam Jurnal Perempuan bahwa ada tiga

    pandangan dalam mendefinisikan feminisme. Yang pertama, feminisme adalah teori yang

    mempertanyakan pola hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Yang kedua

    menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan feminis jika pandangan dan pemikirannya

    sesuai dengan kategori feminisme yang telah ada sebelumnya, yakni Feminis Radikal,

    Feminis Marxis, Feminis Liberal atau Feminis Sosialis. Yang ketiga adalah pandangan yang

    berpendapat bahwa feminisme merupakan sebuah gerakan atas dasar kesadaran tentang

    penindasan terhadap perempuan yang bergerak untuk melawan penindasan tersebut.

    Konstruksi budaya mengenai perempuan tak pernah lepas dari ideologi patriarki yang

    menganggap bahwa laki-laki lebih superior daripada perempuan. Penulis mengambil contoh

    3Husein Muhammad. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2004)

    hlm. 98.

    4Nuruzzaman, Jalal, dan J. Ardiantoro. Pengantar Editor dalam buku Islam Agama Ramah Perempuan:

    Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2004) hlm. xxiii.

  • 3

    kultur di jazirah Arab dan negara Arab. Di sini penulis membedakan antara jazirah Arab dan

    negara Arab, jazirah Arab meliputi semenanjung Arabia dimana agama Islam turun dan

    berkembang pertamakali yakni Arab Saudi, sedangkan negara Arab ialah wilayah dimana

    negara yang menggunakan bahasa Arab serta kultur universal Arabisme diterapkan dalam segi

    sosial kemasyarakatan dan mempengaruhi kebijakan politik pemerintahan seperti di Mesir

    dan sekitarnya.

    Negara Arab Saudi, negara yang menerapkan syariat Islam secara legal dan formal

    dengan menjadikan Islam sebagai agama negara. Negara tersebut dikenal sebagai satu-satunya

    negara yang memberlakukan hukum larangan mengemudi bagi perempuan, bahkan

    perempuan di Arab Saudi tidak dibolehkan pergi kemanapun tanpa seijin wali atau tanpa

    muhrim yang mendampinginya. Hak untuk terjun di bidang politik dan ekonomi bagi kaum

    perempuan di Arab Saudi bukanlah suatu hal yang mudah untuk dicapai. Bahkan hingga kini,

    perempuan di Arab Saudi tidak diberikan hak politik, baik untuk memilih, ataupun untuk

    dipilih5. Adanya aturan bahwa perempuan Saudi boleh memiliki peranan dalam wilayah

    publik tanpa menanggalkan kewajiban mereka mengurus rumah tangga membuahkan peran

    ganda yang membebani kaum perempuan Saudi.

    Tidak berbeda jauh dengan Arab Saudi, negara Arab seperti Mesir memiliki predikat

    buruk dalam hal perlakuan terhadap perempuan. Perempuan Mesir diikat dengan begitu

    banyak norma sosial dan norma agama. Hak-hak mereka dibatasi. Meski pelayanan medis dan

    informasi mengenai kesehatan reproduksi sangat terbuka dan bisa diakses dengan mudah,

    namun perlindungan terhadap kaum perempuan di Mesir belum memadai6.

    Kesamaan antara jazirah Arab seperti Arab Saudi dan negara Arab seperti Mesir

    terletak pada segi kulturalnya, dimana norma agama menjadi panutan dan posisi perempuan

    dinomorduakan setelah laki-laki. Kekerasan dalam rumah tangga yang sering dialami

    perempuan Mesir mendapat pembenaran dari agama melalui surah An-Nisa ayat 34 yang

    berbunyi:

    5Quraish Shihab. Perempuan: Dari Cinta sampai Seks dari Nikah Mut'ah sampai Nikah Sunnah dari Bias Lama

    sampai Bias Baru (Jakarta: Lentera Hati, 2005) hlm. 378.

    6Shereen El Feki. Seks dan Hijab: Gairah dan Intimitas di Dunia Arab yang Berubah diterjemahkan oleh Adi

    Toha (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2013) 175-176.

  • 4

    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan

    karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu

    maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika

    suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita

    yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka

    di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,

    maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya

    Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

    Sehingga jika terjadi pemukulan oleh suami terhadap istrinya maka hal tersebut

    dianggap wajar dan perempuan yang menjadi korban tak dapat berbuat apapun. Karena

    hukum di Mesir tidak ramah terhadap perempuan yang mengalami kasus kekerasan dalam

    rumah tangga. Pun bila sang perempuan mengajukan tuntutan cerai, maka akan dipersulit.

    Tidak saja dalam proses perceraiannya, bahkan setelah bercerai perempuan Mesir tetap

    kesulitan menjalani hidupnya disebabkan oleh sikap masyarakat Mesir yang tidak toleran

    terhadap perceraian dikarenakan adanya stereotip janda dalam masyarakat sebagai pemangsa

    seksual yang berkeliaran mencari laki-laki untuk memuaskan nafsunya. Yang mendapat

    stigma negatif atas terjadinya perceraian tentu saja pihak perempuan, mereka dipandang

    sebagai perempuan yang buruk, sedangkan pihak lelaki bisa melenggang dengan tenang dan

    menikah lagi7.

    Seorang ulama besar Mesir yakni Syekh Muhammad al Ghazali sebagaimana yang

    dikutip oleh Husein Muhammad8 mengatakan:Sekalipun dunia sudah berubah, ternyata

    hubungan laki-laki dan perempuan berikut hak-hak mereka, baik yang umum maupun yang

    khusus belum menempuh jalan yang benar.

    Dalam konteks di Indonesia, masalah gender yang melingkupi peran antara laki-laki

    dan perempuan sudah terjadi jauh sebelum Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia.

    7Shereen El Feki. Seks & Hijab: Gairah dan Intimitas di Dunia Arab yang Berubah. Diterjemahkan oleh Adi

    Toha. (Tangerang: Alvabet, 2013) hlm. 108-109.

    8Husein Muhammad. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren. (Yogyakarta: Lkis, 2004)

    hlm. 13.

  • 5

    Dalam budaya Jawa, kepemilikan atas perempuan merupakan atribut yang wajar dari

    kekuasaan9.

    Pada era kolonialisme Belanda, berkembang institusi selir di antara para lelaki

    Belanda yang bertugas di Indonesia. Selir adalah perempuan yang digauli tanpa dinikahi, hal

    ini didorong oleh sedikitnya perempuan Belanda yang datang ke Indonesia, sehingga untuk

    memenuhi kebutuhan biologisnya, para lelaki Belanda mengambil perempuan pribumi untuk

    digauli yang biasa disebut Nyai10

    . Perempuan-perempuan pribumi yang menjadi Nyai ini tak

    memiliki kuasa untuk menentukan nasibnya sendiri, bagi perempuan yang berasal dari

    kalangan miskin, ia akan diserahkan kepada orang Belanda untuk mendapatkan uang (dijual),

    sedangkan bagi perempuan yang berasal dari kalangan menengah dan orangtuanya memiliki

    jabatan di pemerintahan kolonial Belanda, ia diserahkan kepada orang Belanda untuk

    mengamankan jabatan atau agar orangtuanya bisa naik pangkat11

    . Para perempuan ini tak bisa

    melakukan apapun untuk menolak keinginan orangtuanya, tidak tersedianya pendidikan bagi

    kaum perempuan pada masa itu membuat mereka tak mampu berbicara untuk hak mereka

    sendiri. Kehidupan para perempuan pribumi yang menjadi Nyai ini mungkin berubah menjadi

    lebih baik dari segi ekonomi karena ditopang oleh pejabat Belanda yang memeliharanya.

    Namun setelah ia melahirkan anak dari pejabat tersebut, maka ia akan dibuang dari kehidupan

    orang Belanda yang dulu merawat dan menggaulinya. Berkembang luasnya pergundikan ini

    disebabkan oleh para pejabat Belanda yang bertugas di Indonesia tidak diperkenankan untuk

    menikahi wanita pribumi karena pernikahan mereka tidak akan diakui oleh institusi gereja di

    tempat asalnya12

    . Maka di sini, nasib perempuan pribumi hanya sebatas pemuas nafsu dan

    penghasil keturunan semata.

    Pasca kemerdekaan Indonesia, peran perempuan masih terpinggirkan. Meski pada era

    Orde Baru ada organisasi Dharma Wanita yang mewadahi istri pegawai negeri dan pegawai

    negara di Indonesia, pada kenyataannya organisasi ini dibentuk dengan tujuan agar bisa

    9Julia I Suryakusuma. Seksualitas dalam Pengaturan Negara. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam Wacana

    Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 361.

    10Onghokham. Kekuasaan dan Seksualitas: Lintasan Sejarah Pra dan Masa Kolonial. Dalam Liza Hadiz, ed.

    Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 324.

    11Linda Christanty. Nyai dan Masyarakat Kolonial Belanda. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam Wacana

    Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 340.

    12Linda Christanty. Nyai dan Masyarakat Kolonial Hindia Belanda. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam

    Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 339.

  • 6

    membentuk seorang istri yang patuh dan taat kepada suami13

    . Meski demikian, Dharma

    Wanita ampuh menjadi tempat keluh kesah para istri pejabat negara yang mendapatkan

    perlakuan kasar dari suaminya hingga pada tahun 1983, organisasi Dharma Wanita berhasil

    mendesak pemerintah untuk mengesahkan sebuah peraturan yang membatasi pejabat negara

    untuk memperlakukan istrinya dengan semena-mena. Peraturan Pemerintah Nomor 10 atau

    yang lebih popular di sebut PP 10 merupakan pelengkap Undang-Undang Perkawinan yang

    disahkan pada tahun 1974. Dengan adanya PP 10 ini, Pegawai Negeri yang hendak bercerai

    atau mengambil istri kedua harus mendapatkan izin dari atasannya, perceraian dapat membuat

    pegawai negara yang bersangkutan mendapatkan sanksi atau pemecatan jika alasan bercerai

    tidak sesuai dengan PP 1014

    . Sekilas, PP 10 ini tampak menguntungkan perempuan, namun

    dalam implementasinya, timbul masalah-masalah baru yang membuat para istri pegawai

    negara mengalami penderitaan dalam bentuk lain. Di antaranya ialah terjebak dalam

    perkawinan sandiwara, tidak mendapatkan nafkah batin, namun tak bisa bercerai karena

    konsekuensinya ialah suami akan kehilangan jabatan dan hidup mapan yang mereka rasakan

    akan berakhir. Akhirnya kaum perempuan ini tetap diam demi melanggengkan karir jabatan

    suaminya dan demi masa depan anak-anaknya. Kembali, perempuan tak memiliki daya untuk

    memperjuangkan nasib mereka sendiri. Karena meskipun ada di antara mereka berhasil

    membebaskan diri dari belenggu perkawinan yang tidak bahagia, maka mereka akan

    mendapatkan citra negatif sebagai seorang janda cerai15

    .

    Begitu kompleks permasalahan tentang perempuan ini juga menarik perhatian

    kalangan ulama Islam di Indonesia untuk ikut merumuskan permasalahan dan mencari

    solusinya dari sudut pandang Islam. Sebut saja Kiai Husein Muhammad yang mengaku

    tertarik untuk mencari tahu lebih dalam permasalahan perempuan dalam Islam setelah

    mengikuti seminar tentang perempuan dalam pandangan agama-agama pada tahun 199316

    .

    Sejak itu Husein Muhammad mulai menelaah kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan dalam

    13Julia I Suryakusuma. Seksualitas dalam Pengaturan Negara. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam

    Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 359.

    14Julia I Suryakusuma. Seksualitas dalam Pengaturan Negara. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam

    Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 361-362.

    15Julia I Suryakusuma. Seksualitas dalam Pengaturan Negara. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam

    Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 367.

    16Nuruzzaman, Jalal, dan J. Ardiantoro. Pengantar Editor dalam buku Islam Agama Ramah Perempuan:

    Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2004) hlm. xxxii.

  • 7

    pendidikan di kalangan pesantren, dan beliau menemui cukup banyak bias gender yang ada

    dalam teks-teks tersebut.

    Almarhum KH. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur memandang

    perempuan sebagai mahluk yang luar biasa rumit dari segi psikologi, karena faktor emosinya

    yang lebih bervariasi dibandingkan laki-laki. Namun di situlah menurut Gus Dur, perempuan

    memiliki potensi untuk membuat capaian yang lebih besar daripada pria17

    .

    M. Quraish Shihab, yang pemikirannya dijadikan topik kajian dalam skripsi ini

    memandang perempuan sebagai makhluk yang tercipta untuk menyempurnakan laki-laki.

    Maka dari itu, perempuan wajib dihormati dan dicintai. Karena ketidakhadiran perempuan

    dalam dunia ini akan menyebabkan kehancuran bagi laki-laki18

    .

    Salah satu hal yang sering diperdebatkan ketika berbicara tentang perempuan ialah

    apakah perempuan bisa menjadi pemimpin suatu kelompok yang didalamnya mayoritas laki-

    laki. Pembicaraan mengenai persoalan kepemimpinan perempuan di Indonesia mulai

    menghangat ketika Megawati Soekarnoputri mencalonkan diri menjadi presiden. Banyak

    pihak yang menentangnya bukan karena meragukan kemampuan Megawati untuk memimpin,

    melainkan karena jenis kelaminnya perempuan. Meski pada Pemilu tahun 1999 Partai

    Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dipimpin oleh Megawati memenangkan suara

    terbanyak, namun hal tersebut tidak otomatis membuat Megawati menduduki jabatan

    Presiden. Sebagian ulama bersikeras menentangnya, bahkan kalangan ulama NU pun menjadi

    terpecah saat mendiskusikan tentang apakah mungkin perempuan menjadi pemimpin19

    .

    Beberapa ulama yang menentang perempuan menjadi pemimpin biasanya bersandar

    pada Quran Surat An-Nisa ayat 34 berikut ini:

    17M. N Ibad. Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,

    2011) hlm. 137.

    18Quraish Shihab. Perempuan: Dari Cinta sampai Seks dari Nikah Mut'ah sampai Nikah Sunnah dari Bias

    Lama sampai Bias Baru (Jakarta: Lentera Hati, 2005) hlm. x.

    19M. N Ibad. Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,

    2011) cat. kaki nomor 1 hlm. 89-90.

  • 8

    Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan

    sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)

    Abbas Mahmud al-Aqqad menjadikan ayat ini sebagai afirmasi bahwa ada perbedaan

    mendasar antara laki-laki dan perempuan yang bersifat alamiah, yang dia sebut sebagai asas

    pembawaan alamiah dan asas tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, hak atas kepemimpinan

    bersumber dari kesanggupan alamiah yang dimiliki oleh jenis kelamin laki-laki. Maka, bagi

    al-Aqqad, hak atas kepemimpinan hanya bisa didapat oleh laki-laki20

    . Selain itu, beberapa ahli

    fiqih klasik seperti Ibn Hazm, Abu Ya'la al Farra, dan al-Mawardi dalam menetapkan hukun

    tentang kepemimpinan mereka mensyaratkan agar seorang kepala negara tidak boleh

    perempuan. Alasannya ialah bahwa tugas seorang pemimpin sangatlah berat (menjaga

    eksistensi agama, ijtihad, mengimami shalat, dan lain-lain)21

    .

    Husein Muhammad, dalam menafsirkan ayat ini meletakkannya dalam konteks sosial

    pada masa al-Quran diturunkan, dimana masyarakat Quraisy menempatkan perempuan

    dalam kelas sosial yang rendah bahkan hampir tak memiliki hak, maka ayat ini berbicara

    tentang realitas sosial yang ada dalam masyarakat Arab pada masa itu yang dihadapi oleh

    umat Islam. Husein Muhammad menyatakan bahwa ayat ini bukanlah ayat normatif yang

    berlaku di segala zaman, karena Al-Quran sendiri tidak mengharuskan laki-laki menjadi

    pemimpin baik dalam ranah domestik maupun ranah publik22

    .

    Adapun Quraish Shihab menafsirkan ayat ini dalam konteks kepemimpinan dalam

    rumah tangga, walaupun ia tak menutup kemungkinan bahwa perempuan juga bisa menjadi

    kepala rumah tangga. Gus Dur sendiri dalam menafsirkan ayat ini berpegang pada pendapat

    bahwa laki-laki memiliki kelebihan dalam hal kekuatan fisik dibandingkan wanita sehingga

    laki-laki bertanggung jawab atas keselamatan perempuan, karena tanggung jawabnya inilah

    20Abbas Mahmud al-Aqqad. Filsafat Al-Qur'an: Filsafat, Spiritual dan Sosial dalam Isyarat Al-Qur'an (Jakarta:

    Pustaka Firdaus, 1986) hlm. 73-74.

    21Sukron Kamil. Pemikiran Islam Tematik: Agama dan Negara, Demokrasi, Civil Society, Syariah dan HAM,

    Fundamentalisme, dan Antikorupsi (Jakarta: Kencana, 2013) hlm. 194-195.

    22Husein Muhammad. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2004)

    hlm. 91.

  • 9

    laki-laki dijadikan sebagai pemimpin. Sedangkan dari segi yang lainnya tidak ada perbedaan

    antara laki-laki maupun perempuan23

    .

    Sementara itu, Syaikh Mahmud Syaltut yang merupakan mantan pemimpin tertinggi

    Al Azhar seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab24

    menyatakan bahwa Allah telah

    menganugerahkan potensi yang cukup kepada laki-laki dan perempuan untuk mengemban

    tanggung jawab sosial dan kemanusiaan. Potensi ini juga termasuk dalam hal kepemimpinan.

    Karena pada akhirnya setiap manusia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya

    kepada Allah SWT, maka tak ada alasan bagi pelarangan seorang perempuan menjadi

    pemimpin.

    Keberagaman pendapat dari para ulama dan cendekiawan muslim inilah yang

    kemudian menarik minat penulis untuk mengangkat tema tentang kepemimpinan perempuan

    dalam Islam yang dikhususkan kepada pemikiran M. Quraish Shihab. Penulis memilih

    Muhammad Quraish Shihab untuk dijadikan sebagai objek pembahasan dalam skripsi ini

    dengan alasan bahwa beliau adalah seorang ulama tafsir terkemuka di Indonesia dan

    pemikiran-pemikirannya jauh lebih terbuka dibandingkan kebanyakan ulama di negeri ini.

    Sebagai ulama, beliau juga tidak hanya giat berdakwah, namun terjun langsung dalam

    pemerintahan dengan menjabat sebagai Menteri Agama pada tahun 1998. Beliau juga pernah

    menjabat sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua periode dan pernah pula menjabat sebagai

    Ketua MUI Pusat. Semua kesibukan dan aktifitas dalam kesehariannya tidak menghalani

    beliau untuk tetap produktif menulis. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Tafsir

    al-Mishbah. Tafsir al-Mishbah di tulis dalam bahasa Indonesia, sehingga memudahkan

    masyarakat muslim Indonesia untuk memahami makna yang terkandung dalam al-Quran

    melalui Kitab Tafsir al-Mishbah tanpa harus menerjemahkan dulu tafsirannya dari bahasa

    lain. Inilah salah satu keunggulan kitab tafsir karangan Quraish Shihab dibandingkan kitab

    tafsir lainnya yang beredar di Indonesia25

    .

    23M. N Ibad. Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,

    2011) hlm. 57-58.

    24Quraish Shihab. Perempuan: Dari Cinta sampai Seks dari Nikah Mut'ah sampai Nikah Sunnah dari Bias

    Lama sampai Bias Baru (Jakarta: Lentera Hati, 2005) hlm. 7.

    25Naqiyah Mukhtar. Kepala Negara Perempuan Muslimah: Analisis Wacana Terhadap Tafsir Quraish Shihab.

    Dimuat dalam Komunika, Jurnal Dakwah dan Komunikasi Vol. 5 No. 2 STAIN Purwokerto tahun 2011.

  • 10

    1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah

    Berdasarkan uraian yang penulis paparkan dalam latar belakang, muncullah permasalahan

    mengenai kepemimpinan perempuan dilihat dari sudut pandang agama Islam. Posisi

    perempuan yang subordinat dibanding laki-laki menyulitkannya untuk dapat memegang

    tampuk kepemimpinan atas laki-laki. Adapun batasan masalahnya ialah persoalan

    kepemimpinan perempuan dari sudut pandang agama Islam yang dikhususkan kepada

    pemikiran M. Quraish Shihab sebagai salah satu ulama tafsir Indonesia yang cukup terkenal

    dan diakui keahliannya dalam ilmu agama Islam. Adapun rumusan masalahnya ialah sebagai

    berikut.

    1. Bagaimanakah latar belakang sosial dan intelektual M.Quraish Shihab?

    2. Bagaimanakah pandangan Quraish Shihab mengenai perempuan?

    3. Bagaimanakah Quraish Shihab memandang persoalan kepemimpinan perempuan?

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1.3.1 Tujuan Penelitian

    Dari permasalahan yang diuraikan di rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini

    sesungguhnya ialah untuk mengetahui pandangan M. Quraish Shihab mengenai

    kepemimpinan perempuan dalam Islam. Adapun tujuan penelitiannya secara khusus ialah

    untuk mengetahui:

    1. Latar belakang sosial dan intelektual Quraish Shihab

    2. Pandangan Quraish Shihab tentang perempuan

    3. Pemikiran Quraish Shihab mengenai persoalan kepemimpinan perempuan dalam

    Islam

    1.3.2 Manfaat Penelitian

    Dengan hadirnya skripsi ini, penulis mengharapkan ada manfaat yang bisa dihasilkan.

    Diantaranya ialah manfaat teoritis dan manfaat praktis.

  • 11

    1.3.2.1 Manfaat Teoritis

    Dari segi teoritis, penulis mengharapkan skripsi ini bisa menjadi kontribusi dalam

    mengubah pandangan masyarakat yang kurang positif terhadap kepemimpinan perempuan

    dalam Islam. menambah khazanah keilmuan Islam, khususnya kajian tentang perempuan dan

    pemikiran Quraish Shihab. Juga memperkaya referensi tentang pembahasan gender di

    kalangan umat Islam.

    1.3.2.2 Manfaat Praktis

    Dari segi manfaat praktis, penulis mengharapkan skripsi ini bisa menjadi acuan studi

    dengan fokus kajian perempuan di Universitas Paramadina, mengingat bahwa studi yang

    membahas mengenai gender dan perempuan masih jarang dibahas di kampus ini.

    1.4 Tinjauan Pustaka

    Salah satu tulisan yang pernah diterbitkan mengenai pandangan Quraish Shihab

    tentang pemimpin perempuan adalah tulisan dari Naqiyah Mukhtar (Dosen Tetap STAIN

    Purwokerto) yang dimuat dalam jurnal Komunika, terbit pada tahun 2011. Tulisannya

    berjudul Kepala Negara Perempuan Muslimah: Analisis Wacana terhadap Tafsir Quraish

    Shihab. Dalam tulisannya ini, Naqiyah Mukhtar menganalisa tafsiran Quraish Shihab

    terhadap surat An Nisa ayat 34 dalam berbagai karya berbeda yang pernah ditulis oleh

    Quraish Shihab, yakni Membumikan Al-Quran, Wawasan Al Quran, Tafsir Al Mishbah, dan

    Perempuan. Dengan menggunakan metode analisis wacana, Naqiyah Mukhtar menemukan

    ada inkonsistensi antara karya Quraish Shihab sebelum dan sesudah tahun 2000. Quraish

    Shihab menafsirkan kata ar Rijal dalam Tafsir Al Mishbah yang terbit pada tahun 2000

    sebagai laki-laki secara umum, sedangkan dalam karya sebelumnya yakni Wawasan Al

    Quran (terbit 1996) dan Membumikan Al Quran ( terbit 1992) ia memaknai kata tersebut

    sebagai suami, hal yang sama ia kemukakan dalam buku Perempuan (2005), bahwa ar Rijal

    harus dimaknai sebagai suami. Naqiyah Mukhtar mengungkap suatu kemungkinan bahwa

    pemaknaan yang berbeda dari kata ar Rijal dalam Al Mishbah, dibandingkan karya sebelum

    dan sesudahnya mengindikasikan ketidaksetujuan Quraish Shihab terhadap wacana

    kepemimpinan Megawati Soekarnoputri yang sedang menjadi perbincangan hangat di

    kalangan intelektual muslim, dimana isu tersebut mencuat bertepatan dengan waktu Al

    Mishbah ditulis dan diterbitkan.

  • 12

    Perbedaan Skripsi ini dengan karya Naqiyah Mukhtar tersebut terletak pada kekuatan

    sumber yang digunakan, Naqiyah Mukhtar hanya mendasarkan pada karya-karya Quraish

    Shihab yang telah diterbitkan dan mengungkap beberapa kemungkinan. Sedangkan penulis

    menyusun skripsi ini dengan mewawancarai langsung objek yang bersangkutan yakni Quraish

    Shihab untuk menanyakan pandangannya mengenai konsep kepemimpinan perempuan dalam

    Islam. Bila Naqiyah Mukhtar hanya melakukan analisis wacana terhadap penafsiran Quraish

    Shihab mengenai surah an Nisa ayat 34, penulis menyusun skripsi ini dengan menganalisa

    pandangan Quraish Shihab mengenai perempuan terlebih dulu melalui tafsirannya terhadap

    ayat-ayat lain yang diperkuat dengan beberapa hadits dan wawancara langsung yang

    dilakukan oleh penulis. Untuk mendapatkan gambaran bagaimana sebenarnya Quraish Shihab

    memandang sosok perempuan hingga pemikirannya tentang kepemimpinan perempuan bisa

    dijabarkan.

    Beberapa tulisan lain mengenai pandangan-pandangan Quraish Shihab tentang

    masalah sehari-hari juga pernah dibuat. Salah satunya adalah skripsi dari salah satu

    mahasiswa di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo bernama Supriyati yang mengangkat topik

    Jilbab Menurut Quraish Shihab dan Implikasinya terhadap Bimbingan Muslimah dalam

    Berbusana. Skripsi tersebut menjabarkan poin-poin mengenai konsep aurat dan jilbab yang

    ada dalam buku berjudul Jilbab Pakaian Wanita Muslimah karya Quraish Shihab.

    Tulisan lain yang mengutip pendapat Quraish Shihab tentang perempuan adalah milik

    Dr. Ajat Sudrajat, seorang Dosen Filsafat Sejarah di Universitas Negeri Yogyakarta yang

    berjudul Beberapa Persoalan Perempuan Dalam Islam, beliau mengutip pandangan Quraish

    Shihab mengenai kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga dan juga negara secara

    sekilas dalam salah satu penjelasan makalahnya.

    Perbedaan tulisan-tulisan tersebut dengan tema yang penulis angkat ialah bahwa

    dalam skripsi ini, penulis tidak hanya sekedar mengutip, namun membedah pemikiran

    Quraish Shihab tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam secara runut dan mendalam.

    Runut dalam arti berurutan, yakni dipaparkan terlebih dulu pandangan Quraish Shihab

    mengenai perempuan, juga pendapat beliau tentang kepemimpinan, kemudian baru

    menjabarkan kepemimpinan perempuan dalam Islam menurut Quraish Shihab. Mendalam,

    karena apa yang disampaikan dalam skripsi ini tidak hanya sekedar mendeskripsikan

    pandangan Quraish Shihab, namun juga meninjau secara kritis pandangan Quraish Shihab

    mengenai Kepemimpinan Perempuan dalam Islam.

  • 13

    Setelah mendeskripsikan pandangan Quraish Shihab, penulis menyajikan analisis

    kritis dari setiap pandangan yang dikemuakan oleh Quraish Shihab dengan cara

    membandingkan pendapat tersebut dengan pendapat-pendapat dari intelektual lain, baik

    intelektual yang muslim maupun non-Muslim. Penulis dapat memastikan bahwa karya tulis

    ini bebas dari plagiasi dan memiliki diferensiasi dengan karya sejenis yang juga membahas

    tokoh yang sama.

    1.5 Metode Penelitian

    Metode Penelitian ialah suatu cara kerja yang dilakukan untuk memperoleh

    pengetahuan yang dimulai dengan merumuskan masalah hingga menarik kesimpulan26

    .

    Adapun metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini ialah kajian pustaka (library

    research) dengan menggabungkan sumber-sumber tertulis baik berupa buku, makalah,

    ataupun artikel di media massa yang sesuai dengan objek kajian penulis yakni kepemimpinan

    perempuan dalam Islam menurut pandangan Quraish Shihab. Kemudian dianalisis dengan

    cermat untuk memperoleh sebuah pemahaman baru mengenai konteks kepemimpinan

    perempuan dalam Islam.

    1.6 Sistematika Penulisan

    BAB 1, merupakan pendahuluan yang berisi uraian latar belakang yang memuat

    alasan-alasan mengapa penulis memilih topik kepemimpinan perempuan untuk dijadikan

    skripsi, rumusan dan batasan masalah membahas mengenai fokus kajian yang mencakup

    pemikiran Quraish Shihab tentang kepemimpinan perempuan, tujuan dan manfaat penelitian

    baik secara teoritis maupun praktis, tinjauan pustaka yang menyajikan tulisan-tulisan sejenis

    yang membahas pemikiran Quraish Shihab serta diferensiasi dengan topik yang diangkat oleh

    penulis, metode penelitian yang memaparkan metodologi pengambilan informasi dan data

    dalam penyusunan skripsi ini, dan sistematika penulisan yang menerangkan secara singkat

    pembahasan bab per bab dalam skripsi ini.

    BAB 2, membahas tinjauan konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam. Di sini

    akan dijelaskan pengertian Islam, kepemimpinan, perempuan, konsep feminisme, konsep

    kepemimpinan dalam Islam, perempuan dalam pandangan Islam, dan konsep kepemimpinan

    perempuan dalam Islam.

    26Cik Hasan Bisri & Eva Rufaidah. Kata Pengantar dalam buku Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial

    (Jakarta: Rajawali Pers, 2006) hlm. vi.

  • 14

    BAB 3, merupakan biografi M.Quraish Shihab yang berisi riwayat hidup dan rekam

    jejak sosial intelektual beliau dalam kiprahnya sebagai ulama tafsir di Indonesia. Juga akan

    dipaparkan karya-karya intelektual yang telah dihasilkan selama kurun waktu kehidupannya.

    BAB 4, merupakan isi utama yang membahas pemikiran M. Quraish Shihab tentang

    konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam. Diawali dengan penjelasan pandangan

    Quraish Shihab tentang perempuan, pandangannya mengenai konsep kepemimpinan, dan

    tema utama yakni kepemimpinan perempuan dalam Islam. Kemudian di akhir pembahasan

    disajikan tinjauan kritis atas pemikiran Quraish Shihab mengenai kepemimpinan perempuan

    dalam Islam dengan konteksnya di Indonesia masa kini.

    BAB 5, berisi kesimpulan dan penutup. Di sini akan disajikan jawaban-jawaban dari

    pertanyaan yang ada di rumusan masalah. Kemudian di perkaya dengan saran dari penulis

    terkait wacana tentang perempuan.

  • 15

    BAB II

    TINJAUAN KONSEP KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ISLAM

    Menurut J. Sudarminta, konsep adalah suatu representasi abstrak dan umum tentang

    sesuatu yang bersifat mental, merupakan medium yang menghubungkan subjek penahu

    dengan objek yang diketahui, yakni pikian dan kenyataan1. Dalam bab ini, akan dipaparkan

    tentang konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam. Dengan lebih rinci penulis

    menghadirkan konsep dari setiap kata yang tercantum dalam judul skripsi ini, yakni Islam,

    kepemimpinan, perempuan dan juga konsep kepemimpinan dalam Islam dan konsep

    perempuan dalam Islam. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam

    atas semua konsep yang terkandung dalam kalimat kepemimpinan perempuan dalam Islam.

    2.1 Konsep Islam

    Kata Islam berasal dari bahasa Arab salama dari akar kata salima yang memiliki arti

    menyelamatkan, pasrah, tunduk, berserah diri2. Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi

    Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam, sebelum Nabi Muhammad telah hadir nabi-nabi

    lainnya yang membawa ajaran dan seruan untuk menyembah Allah SWT seperti Nabi Nuh

    AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, dan Nabi Isa AS. Ajakan yang mereka bawa adalah

    untuk menyembah hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Muhammad Isa Nuruddin,

    seorang filosof berkebangsaan Swiss sebagaimana yang dikutip oleh Mohammad Monib dan

    Fery Mulayana3 menyatakan bahwa Islam adalah konsep agama yang paling sempurna dari

    keseluruhan ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Nuh AS hingga Nabi Isa AS. Sementara itu,

    Nurcholish Madjid mengungkapkan bahwa heterogenitas agama yang ada di dunia ini

    menjadi alasan logis mengapa ajaran Islam diturunkan ke bumi. Islam hadir untuk

    menyempurnakan ajaran-ajaran agama sebelumnya, mengukuhkan tauhid kepada umat

    1J. Sudarminta. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 87.

    2Nanang Tahqiq. Islam Agama Pasrah dalam Tim Penerbit Dian Rakyat, ed. Mengenal Islam Jalan Tengah:

    Buku Daras Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Dian Rakyat, 2012) hlm. 9.

    3Mohammad Monib & Fery Mulyana. Pelita Hati Pelita Kemanusiaan (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009) hlm.

    317.

  • 16

    manusia, dan meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di agama-agama sebelumnya karena

    kebodohan manusia itu sendiri4.

    Nanang Tahqiq mengungkapkan bahwa Islam yang dipahami oleh masyarakat muslim

    pada umumnya adalah sesuai dengan apa yang tercantum dalam hadits Rasul SAW sebagai

    berikut.

    Melalui otoritas Abu 'Abd al-Rahman 'Abdullah, putra Umar bin Khattab berkata:

    Aku dengar Rasulullah bersabda, Islam telah dibangn di atas lima (tiang): bersaksi tiada

    Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan-Nya, mendirikan sholat, membayar zakat, pergi

    haji dan puasa ramadhan. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)5.

    Nurcholish, mendefinisikan kata Islam sebagai suatu sikap tunduk dan pasrah kepada

    Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, masih menurutnya, jika dikembalikan pada asal

    muasalnya, semua agama mengajarkan ketundukan dan kepasrahan. Meski nama Islam baru

    muncul pada masa Nabi Muhammad SAW, pada dasarnya agama-agama samawi yang

    dibawa oleh para Nabi sebelumnya juga bisa disebut Islam. Karena mengajarkan ketundukan

    dan kepasrahan hanya kepada satu Tuhan6. Bagi Quraish Shihab, kata Islam dimaknai sebagai

    sebuah perdamaian. Seperti yang tercantum dalam ucapa Assalamu 'Alaikum (damai untuk

    anda), melalui kalimat ini Islam mendambakan kedamaian bagi diri sendiri dan orang lain.

    Lebih lanjut Quraish Shihab menyatakan bahwa perdamaian merupakan salah satu ciri utama

    agama Islam yang lahir dari pandangan ajaran tentang Allah Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam

    hadits Rasulullah SAW juga disebutkan bahwa ciri seorang muslim adalah dia yang membuat

    orang lain merasa damai dari gangguan lidah dan tangannya7.

    Quraish Shihab juga menolak pandangan yang menyatakan bahwa syariat Islam

    mewajibkan perempuan untuk diam di dalam rumah. Menurutnya, perempuan yang

    4Mohammad Monib & Fery Mulyana. Pelita Hati Pelita Kemanusiaan (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009) hlm.

    145.

    5Nanang Tahqiq. Islam Agama Pasrah dalam Tim Penerbit Dian Rakyat, ed. Mengenal Islam Jalan Tengah:

    Buku Daras Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Dian Rakyat, 2012) hlm. 14.

    6Mohammad Monib & Fery Mulyana. Pelita Hati Pelita Kemanusiaan (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009) hlm.

    320-321.

    7Quraish Shihab. Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996)

    hlm. 378.

  • 17

    semestinya dikurung di dalam rumah ialah mereka yang jika dibiarkan keluar rumah maka

    akan berbuat kerusakan. Akan tetapi, bila keluarnya si perempuan dengan tujuan baik dan

    tidak melakukan tindakan yang dapat menganggu kedamaian dalam masyarakat, maka tak

    seharusnya perempuan itu dikurung. Quraish Shihab memaknai al-Quran sebagai petunjuk

    agama Islam harus dipahami dalam konteks dan sebab-sebab turunnya sebuah ayat, agar kita

    terhindar dari sebuah penghakiman terhadap sesama manusia karena menganggap sebuah

    interpretasi terhadap ayat al-Quran berlaku di segala zaman. Islam yang dipahami oleh

    Quraish Shihab adalah ajaran yang membawa kemaslahatan bagi seluruh umat manusia, baik

    laki-laki maupun perempuan8.

    2.2 Konsep Kepemimpinan

    Secara umum, kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu

    sehingga dapat mempengaruhi, mendorong, menggerakkan orang lain agar dapat berbuat

    sesuatu demi mencapai tujuan tertentu. Menurut Mangunhardjana seperti yang dikutip oleh

    Baharuddin dan Umiarso, kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin. Dalam Bahasa

    Inggris, kepemimpinan dinamakan leadership, asal katanya adalah leader, dari akar kata to

    lead yang memiliki makna bergerak lebih awal, berjalan di awal, mengambil langkah awal,

    berbuat paling dulu, memelopori, membimbing, menuntun, mengarahkan pikiran atau

    pendapat orang lain, dan menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya. Hendiyat Soetopo

    dan Waty Soemanto mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah kegiatan untuk

    membimibing suatu golongan atau kelompok dengan cara sedemikian rupa hingga tercapai

    tujuan bersama dari kelompok tersebut. J. Salusu mengartikan kepemimpinan sebagai

    kekuatan dalam memengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum9.

    Jadi, dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu

    kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

    Kepemimpinan bisa terjadi sebagai bawaan lahir seseorang atau bisa juga dipelajari.

    8Wawancara dengan Quraish Shihab.

    9Baharuddin & Umiarso. Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz

    Media, 2012) hlm. 47.

  • 18

    2.3 Konsep Perempuan

    Membicarakan tentang perempuan, tentunya kita tak bisa melepaskan diri dari

    pasangan jenisnya yakni laki-laki. Ada beberapa konsep yang mengatur hubungan antar dua

    jenis kelamin ini. Salah satunya adalah teori nature dan teori nurture10

    . Teori nature

    menyatakan bahwa secara biologis perempuan dan lelaki memiliki perbedaan sejak lahir

    dimana perbedaan ini tidak bisa dipertukarkan antara satu sama lain, contohnya, perempuan

    mengalami menstruasi, melahirkan dan menyusui sedangkan laki-laki tidak. Perbedaan ini

    menjadikan lelaki sering menjadi tokoh utama dalam kehidupan berkeluarga dan

    bermasyarakat, karena laki-laki dianggap lebih potensial untuk mengemban tugas-tugas

    kemasyarakatan. Keadaan biologis perempuan dianggap sebagai kelemahan yang membatasi

    ruang gerak mereka, sehingga ia tak mampu mengemban tugas-tugas sosial kemasyarakatan.

    Sedangkan teori nurture menyatakan bahwa perbedaan peran dalam masyarakat antara kedua

    jenis kelamin ini bukan disebabkan oleh perbedaan biologis, namun lebih banyak disebabkan

    oleh bangunan kultural yang melekat dalam masyarakat. Peran sosial yang diberikan oleh

    teori nature ditolak oleh penganut teori nurture, karena hal tersebut bukanlah kehendak

    Tuhan, ajaran agama, dan bukan pula karena faktor biologis, melainkan karena konstruksi

    budaya dalam masyarakat yang memandang perempuan lebih lemah dari laki-laki.

    Selain teori nature dan teori nurture, ada pula konsep gender dan seks yang

    membedakan antara lelaki dan perempuan. Prinsip dari konsep gender dan seks kurang lebih

    sama dengan dua teori sebelumnya. Awalnya kata gender dipadankan dengan kata seks yang

    merujuk pada perbedan jenis kelamin. Hingga kemudian muncul karya dari Charlotte Perkins

    Gilman Women and Economics, yang menciptakan suatu konsep pembedaan seks yang

    berlebihan untuk merujuk kepada hal-hal yang sekarang ini disebut gender11. Nasaruddin

    Umar membatasi dua pengertian konsep ini dengan mengatakan bahwa gender adalah tentang

    10Ajat Sudrajat. Beberapa Persoalan Perempuan dalam Islam. Makalah pdf diunduh dari

    http://staff.uny.ac.id/dosen/prof-dr-ajat-sudrajat-mag diakses pada 25 Maret 2014 pukul 11.30 WIB. hlm. 1-2.

    11George Ritzer. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan terakhir Postmodern.

    Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu, Rh. Widada, dan Eka Adinugraha. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) cat.

    kaki hlm. 775.

  • 19

    feminitas dan maskulinitas sedangkan konsep seksual adalah perbedaan berdasarkan

    komposisi kimia dalam tubuh12

    .

    Oleh sebab itu, pembedaan terhadap perempuan dibandingkan dengan laki-laki lebih

    bersifat budaya daripada kodrati. Yang kemudian membuahkan peran berbeda antar dua jenis

    kelamin ini di masyarakat. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai perempuan dalam Islam

    akan dijabarkan pada pembahasan selanjutnya.

    2.4 Konsep Kepemimpinan dalam Islam

    Secara etimologis, kepemimpinan dalam Islam sering disebut sebagai khilafah,

    imamah atau imarah. Ketiga istilah tersebut memiliki makna yang sama, yaitu daya

    memimpin, kualitas seorang pemimpin, atau tindakan dalam memimpin. Secara terminologi,

    kepemimpinan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengajak orang lain agar mencapai

    tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan13

    . Penulis hanya akan menjelaskan secara lebih

    rinci mengenai term khalifah.

    Kata Khalifah, akar katanya terdiri dari tiga huruf, yaitu kha, lamdan fa. Terma

    khalifah ini memiliki arti mengganti kedudukan, belakangan, dan perubahan. Pengertian

    mengganti bisa diartikan sebagai pergantian generasi, atau penggantian kedudukan pemimpin

    untuk periode yang akan datang. Dari akar kata tersebut, ada dua bentuk kata kerja berbeda

    yang ditemukan dalam Al-Quran, yaitu khalafa-yakhlifu yang dipergunakan untuk makna

    mengganti, dan kata kerja istakhlafa-yastakhlifu yang digunakan untuk arti kata menjadikan.

    Bentuk jamak dari kata khalifah adalah khalaif dan khulafa. Kata khalaif digunakan dalam

    pembicaraan mengenai orang mukmin, sementara khulafa digunakan untuk pembicaraan yang

    ditujukan kepada orang-orang kafir. Sedangkan dalam konsep yang terkandung dalam kata

    kerja khalafa bermakna regenerasi kepemimpinan, dan dalam makna konotasinya diartikan

    sebagai seseorang yang diangkat sebagai pemimpin dan penguasa di bumi yang mengemban

    tugas-tugas tertentu14

    . Kepemimpinan dalam Islam memiliki misi untuk menuntun manusia

    12Nasaruddin Umar. Kodrat Perempuan dalam Islam (Jakarta: Fikahati Aneska, 2000) hlm. 10-11.

    13Baharuddin & Umiarso. Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz

    Media, 2012) hlm. 80.

    14Baharuddin & Umiarso. Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz

    Media, 2012) hlm. 81.

  • 20

    mencapai tujuan bersama yang diridhai oleh Allah SWT. Tujuan itu ialah pengabdian kepada

    Sang Pencipta untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

    2.5 Konsep Perempuan dalam Islam

    Dalam terminologi Islam, perempuan disebut sebagai al-Marah, sedangkan bentuk

    jamaknya adalah an-Nisa yang sepadan dengan kata wanita, perempuan dewasa atau lawan

    jenis pria. Penjelasan mengenai perempuan dalam konteks Islam, kita perlu merujuk pada dua

    sumber utama hukum Islam yakni al-Quran dan Hadits. Maka, penjelasan ini akan dibagi

    menjadi dua, yakni wacana perempuan dalam Al-Quran yang ditemui dalam kitab tafsir dan

    wacana perempuan dalam teks-teks hadits.

    2.5.1 Perempuan dalam al-Quran

    Wacana tentang perempuan dalam al-Quran bisa kita temui dalam banyak ayat.

    Bahkan beberapa surat dalam Al-Quran juga menggunakan nama perempuan. Contohnya

    Surat An Nisa dan surat Maryam. Di dalam surat Maryam dikisahkan putri dari Imran yang

    memiliki derajat ketakwaan paling tinggi di antara semua perempuan di masanya, bahkan

    mengalahkan laki-laki. Hingga kemudian ia dipilih untuk melahirkan Nabi Isa AS meski tak

    pernah berhubungan dengan laki-laki. Satu-satunya ibunda Nabi yang namanya diabadikan

    dalam Al-Quran hanyalah Maryam. Sebelum ia melahirkan Nabi Isa, Maryam digambarkan

    sebagai seorang perempuan mulia yang kesehariannya dihabiskan untuk beribadah dan

    mengabdi kepada Allah SWT. Ketika ia dipilih untuk mengandung bayi Nabi Isa tanpa

    seorang suami yang mencampurinya, Maryam telah menyadari konsekuensi yang akan ia

    terima berupa celaan dari masyarakat. Namun Maryam tetap menjalaninya sebagai ketetapan

    dari Allah SWT dan bukti kepasrahannya terhadap Allah.

    Di dalam Al-Quran juga terdapat kisah seorang perempuan yang menjadi pemimpin

    dari sebuah kerajaan besar, yaitu Ratu Balqis dari kerajaan Saba. Kisah tentang Ratu Balqis

    ada dalam dua surat dalam al-Quran, yakni surat an-Naml dan surat al-Anbiya. Kerajaan

    Saba digambarkan dalam Al-Quran sebagai kerajaan yang makmur, rakyatnya sejahtera, dan

    memiliki angkatan perang yang kuat. Ketika Nabi Sulaiman mengirimkan surat kepada Ratu

    Balqis yang berisi ajakan untuk mengadakan hubungan diplomatik dan menyeru agar Ratu

  • 21

    Balqis dan rakyatnya menyembah kepada Allah SWT, pada saat itu rakyat kerajaan Saba

    masih menyembah matahari15

    .

    Selain Ratu Balqis dan Maryam ibu Nabi Isa AS, masih ada beberapa orang

    perempuan lagi yang kisahnya tercantum dalam al-Quran. Contohnya, ibu Nabi Musa AS,

    istri Imran, dan Zulaikha. Kecuali Zulaikha yang memperdaya Nabi Yusuf AS, kesemua

    perempuan yang diceritakan dalam al-Quran tersebut menempati posisi yang mulia, sebagai

    ibu atau istri dari laki-laki shalih yang mengabdi kepada Allah. Ada pula Istri dari Nabi Luth

    AS dan Nabi Nuh AS yang membangkang dari ajaran suaminya sehingga mendapatkan azab

    dari Allah.

    Demikianlah, sekilas mengenai perempuan dalam pandangan al-Quran. Al Quran

    sebagai sumber hukum utama yang menjadi rujukan bagi umat muslim, memandang wanita

    sebagai makhluk yang mulia, baik dalam posisinya sebagai ibu maupun sebagai individu yang

    utuh. Dan apabila ia beriman dengan sebenar-benarnya iman, maka derajatnya bisa melebihi

    laki-laki.

    2.5.2 Perempuan dalam Hadits

    Badriyah Fayuni dan Alai Najib menjelaskan menjelaskan posisi perempuan dalam

    Islam melalui hadits-hadits Nabi SAW. Mereka membagi pembahasannya ke dalam empat

    perspektif gender dalam hadits, yakni sebagai berikut16

    .

    Secara esensial, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam masalah

    ibadah dan ajaran Islam. Semua hadits-hadits Nabi Muhammad SAW yang

    menyangkut ajaran Islam berlaku untuk semua jenis kelamin. Seruan untuk menuntut

    ilmu, berbuat amal sholeh, dan ajakan untuk bersodakoh ditujukan kepada semua jenis

    manusia, tanpa memandang laki-laki ataupun perempuan. Kesetaraan jenis kelamin

    berlaku untuk semua jenis ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji. Bahkan

    15Nasaruddin Umar dan Amany Lubis. Hawa Sebagai Simbol Ketergantungan: Relasi Gender dalam Kitab

    Tafsir dalam Ali Munhanif, ed. Mutiara Terpendam: Perempuan dalam Literatur Islam Klasik (Jakarta:

    Gramedia, 2002) hlm. 9-11.

    16Badriyah Fayuni dan Alai Najib. Perempuan yang Paling Mendapat Perhatian Nabi: Perempuan dalam

    Hadits dalam Ali Munhanif, ed. Mutiara Terpendam: Perempuan dalam Literatur Islam Klasik (Jakarta:

    Gramedia, 2002) hlm. 55-57.

  • 22

    Nabi pun membolehkan perempuan untuk melakukan sholat Jumat dan menganjurkan

    untuk mengikuti shalat Ied. Ini menandakan bahwa kesempatan untuk mendapatkan

    pahala dan dosa, setara antara laki-laki dan perempuan.

    Dalam beberapa hadits Nabi, perempuan diperlakukan secara istimewa sesuai

    kodratnya, sebagaimana juga terdapat pengkhususan terhadap laki-laki sesuai dengan

    kodratnya. Perbedaan ini tidak dijadikan sebagai pembedaan yang mencolok yang bisa

    menimbulkan perpecahan. Tapi diakui sebagai keistimewaan masing-masing jenis

    kelamin.

    Perempuan diperlakukan secara khusus sesuai dengan kondisi-kondisi objektif yang

    menuntut terjadinya pengkhususan atas mereka. Kadang pula terjadi tawar-menawar

    antara Nabi dan kaum perempuan dalam hal yang khusus ini. Hingga kemudian dicari

    jalan keluar yang bersifat akomodatif di kedua belah pihak. Hal yang sama juga terjadi

    pada laki-laki.

    Perempuan dipandang sebagai makhluk yang inferior dibanding laki-laki, namun pada

    saat yang sama, perempuan diberi kesempatan untuk menutupi kekurangannya agar

    bisa mencapai derajat yang setara bahkan melebihi laki-laki. Contohnya, dalam

    permasalahan agama, wanita kurang agamanya karena tidak melakukan shalat dan

    puasa saat haid, akan tetapi mereka bisa menggantinya dengan bersodakoh sehingga

    perempuan tetap bisa mendapatkan pahala dari sodakoh. Terlebih lagi, meninggalkan

    shalat dan puasa saat sedang haid dan nifas merupakan perintah Allah yang jika ditaati

    akan mendapatkan pahala dan bila dilanggar mendapatkan dosa, seperti halnya

    larangan berzina dan memakan daging babi. Di sisi lain, laki-laki dipandang lebih

    superior daripada wanita namun superioritas ini membuahkan tanggung jawab besar

    yang harus dipikul oleh laki-laki. Jika tanggung jawab ini diabaikan oleh laki-laki,

    maka derajat lebih yang dimilikinya bisa berkurang atau bahkan hilang. Contohnya,

    laki-laki dianggap sebagai pemimpin bagi wanita dan laki-laki memiliki kelebihan

    beberapa derajat di atas wanita karena ia berkewajiban memberi nafkah, melindungi

    dan menjaga keselamatan bagi wanita. Jika tanggung jawab ini diabaikan, laki-laki

    akan jatuh ke tingkat derajat yang paling hina, bukan hanya di mata Allah, tapi juga di

    mata manusia.

  • 23

    Dari empat kategori perspektif gender dalam hadits yang diungkapkan oleh Badriyah

    Fayuni dan Alai Najib ini, ditemukan sebuah pemahaman bahwa Rasulullah tidak pernah

    membeda-bedakan antara umatnya. Pengkhususan satu jenis kelamin dari jenis kelamin yang

    lainnya dilakukan sesuai kebutuhan dari masing-masing jenis kelamin itu sendiri, dan bukan

    untuk memarginalkan satu jenis dari jenis lainnya. Adapun kelebihan dan kekurangan antara

    jenis kelamin yang satu dengan yang lainnya dibarengi dengan catatan-catatan penting yang

    tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa perempuan memiliki

    kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam hadits-hadits Rasulullah SAW17

    .

    2.6 Konsep Kepemimpinan Perempuan dalam Islam

    Hal yang selalu menjadi kontroversi dalam perbincangan mengenai sosok perempuan

    ialah tentang boleh tidaknya seorang perempuan menjadi pemimpin. Konsep kepemimpinan

    perempuan dalam Islam yang akan dibahas dalam sub-bab ini dikhususkan pada pembahasan

    mengenai kepemimpinan dalam ranah publik di luar rumah tangga. Karena diskursus

    mengenai kepemimpinan perempuan di ranah publik ini lebih beragam dan kompleks

    dibandingkan dengan pembicaraan mengenai kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga.

    Salah satu orang yang menolak kepemimpinan perempuan di ranah publik ini ialah

    Abbas Mahmud al-Aqqad. Dia menjadikan perbedaan fisik dan biologis sebagai landasan

    perbedaan tanggung jawab sosial yang diemban oleh kedua jenis kelamin. Dengan adanya

    perbedaan tanggung jawab sosial ini, maka laki-laki dinilai lebih berhak menjadi pemimpin

    karena laki-laki sudah terbiasa bertanggung jawab dalam keluarga dan masyarakat, sedangkan

    perempuan bertanggung jawab untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Ia menyatakan

    bahwa hak kepemimpinan bersumber pada kesanggupan alamiah yang tentu lebih dimiliki

    oleh kaum lelaki dibandingkan perempuan. Lebih jauh ia menyampaikan bahwa kerajaan

    seorang perempuan ada dalam rumah tangga, sedangkan kerajaan laki-laki ada di dalam

    perjuangan hidup18

    .

    17Badriyah Fayuni dan Alai Najib. Perempuan yang Paling Mendapat Perhatian Nabi: Perempuan dalam

    Hadits dalam Ali Munhanif, ed. Mutiara Terpendam: Perempuan dalam Literatur Islam Klasik (Jakarta:

    Gramedia, 2002) hlm. 58.

    18Abbas Mahmud al-Aqqad. Filsafat Al-Qur'an: Filsafat, Spiritual dan Sosial dalam Isyarat Al-Qur'an

    (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986) hlm. 74-75.

  • 24

    Lain halnya dengan Nasaruddin Umar19

    , seorang cendekiawan muslim kontemporer

    yang menyatakan bahwa tidak ada satupun dalil, baik dari al-Quran maupun hadits yang

    melarang kaum perempuan aktif di dunia politik. Hal ini merupakan hak yang dimiliki oleh

    seorang perempuan untuk terjun ke dalam bidang politik baik sebagai pejabat atau pemimpin

    negara. Fakta sejarah mengungkapkan bahwa perempuan-perempuan di sekitar Nabi terlibat

    aktif dalam dunia politik. Nasaruddin Umar juga menegaskan bahwa kata khalifah pada surat

    al-Baqarah ayat 30 tidak merujuk hanya kepada satu jenis kelamin tertentu, laki-laki dan

    perempuan sama-sama memiliki fungsi sebagai khalifah di muka bumi yang akan

    mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah SWT20

    .

    Hal yang serupa disampaikan oleh Husein Muhammad21

    , dengan terlebih dulu

    menjabarkan pandangan ulama-ulama klasik yang tidak memberikan peluang sama sekali

    untuk perempuan terlibat dalam dunia politik. Husein Muhammad kemudian menguraikan

    bahwa sejak awal abad ke-20, dengan terbukanya akses pendidikan bagi kaum perempuan,

    maka peluang partisipasi politik bagi kaum perempuan juga semakin terbuka. Hal ini ditandai

    dengan perubahan-perubahan dalam undang-undang yang lebih mengakomodasi kepentingan

    perempuan di ranah publik negara-negara Islam seperti Mesir, Sudan, Yordania, Tunisia, Irak,

    Iran, dan Suriah. Di Indonesia sendiri, aktivitas politik kaum perempuan telah memiliki

    landasan yuridis dalam UUD 1945. Apalagi sekarang, dengan adanya kebijakan 30% kursi di

    parlemen harus diisi oleh perempuan, maka tidak ada lagi alasan untuk melarang perempuan

    terjun langsung ke dalam politik. Husein Muhammad memandang hal ini sebagai hal yang

    menarik, mengingat pada pemilu tahun 1999, banyak partai politik yang menolak presiden

    perempuan sekarang langsung menyetujui affirmative action 30% kuota tersebut tanpa ada

    penolakan ataupun perdebatan.

    Kepemimpinan Aisyah di Perang Jamal di mana sejumlah sahabat Nabi yang terkenal

    bersatu di bawah komandonya merupakan bukti nyata bahwa perempuan juga mampu

    19Nasaruddin Umar. Kodrat Perempuan dalam Islam (Jakarta: Fikahati Aneska, 2000) hlm. 49.

    20Fadlan. Islam, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender dalam Al-Qur'an Dalam Karsa: Jurnal Budaya

    dan Sosial Keislaman Vol. 19 No. 2 STAIN Pamekasan. hlm. 115.

    21Husein Muhammad. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2004)

    hlm. 170-172.

  • 25

    memimpin laki-laki. Kaukab Siddique22

    menambahkan bahwa kepemimpinan Aisyah ini

    bukanlah suatu hal yang muncul tiba-tiba saat perang Jamal terjadi, karena jauh sebelum itu

    yakni pada masa awal Islam Aisyah adalah orang yang selalu dimintai fatwa oleh para sahabat

    Nabi SAW seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman. Sebelum Aisyah terjun memimpin pasukan

    di perang Jamal, beliau telah lebih dulu menjadi seorang guru yang fatwanya diterima oleh

    semua kalangan baik laki-laki maupun perempuan. Banyak orang yang datang dari seluruh

    penjuru dunia Arab untuk mendapatkan pengajaran dari istri Nabi yang terkenal cerdas itu.

    Bahkan, tak sedikit ulama dan guru para imam yang terkenal pada masa itu yang dulunya

    merupakan murid Aisyah.

    KH. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur, seorang

    ulama NU yang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia ini tidak menampik

    kemungkinan seorang perempuan menjadi pemimpin negara. Abdurrahman Wahid

    mengungkapkan bahwa sukses atau tidaknya perempuan menjadi seorang pemimpin sangat

    bergantung kepada penerimaan dari kaum laki-laki yang berada di bawah kepemimpinannya,

    apakah mereka bersedia bekerjasama di bawah komando perempuan tersebut atau tidak.

    Abdurrahman Wahid juga menyampaikan bahwa ungkapan ulama yang menyatakan bahwa

    perempuan lebih lemah dari laki-laki sehingga tidak bisa memimpin justru bertolak belakang

    dengan fakta sejarah bahwa banyak pemimpin negara yang sukses justru dari jenis kelamin

    perempuan. Misalnya Cleopatra, Ratu Balqis, Corie Aquino, Margaret Theatcher dan Benazir

    Butho. Bahkan Abdurrahman Wahid mengakui kemampuan Megawati Soekarnoputri untuk

    menjadi seorang presiden, di samping karena ia memiliki nasab dari Soekarno yang

    merupakan pemimpin negara, kesuksesannya memimpin PDIP membuktikan bahwa

    Megawati memiliki kecerdasan dalam memimpin. Menurut pandangan Abdurrahman Wahid,

    apa yang dimiliki Megawati yaitu nasab dan kecerdasan dalam memimpin adalah landasan

    yang bisa menjadikan seseorang sebagai pemimpin di masa depan23

    .

    Dari sini dapat disimpulkan bahwa pandangan ulama-ulama klasik mayoritas tidak

    menyetujui jika perempuan menjadi pemimpin dalam ranah publik yang kebanyakan

    22Kaukab Siddique. Menggugat Tuhan Yang Maskulin. Diterjemahkan oleh Arif Maftuhin. (Jakarta:

    Paramadina, 2012) hlm. 50-53.

    23M.N Ibad. Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,

    2011) hlm. 101-102.

  • 26

    dilakukan oleh laki-laki. Sedangkan ulama-ulama modern dan kontemporer saat ini lebih

    melihat ke dalam fakta sejarah dan realita yang ada sekarang bahwa banyak dari kaum

    perempuan yang memiliki kemampuan dalam bidang politik dan jabatan-jabatan penting di

    ranah publik yang biasanya di-dominasi oleh laki-laki. Karenanya, menafikan peran

    perempuan dalam kancah perpolitikan sama halnya mengabaikan potensi separuh dari

    masyarakat itu sendiri.

  • 27

    BAB III

    BIOGRAFI DAN KARYA INTELEKTUAL M. QURAISH SHIHAB

    3.1 Biografi M. Quraish Shihab

    3.1.1 Latar Belakang Keluarga

    Muhammad Quraish Shihab atau lebih dikenal dengan Quraish Shihab, lahir pada

    tanggal 16 Februari 1944 di Rappang, Kabupaten Sidenreng, Rappang, Sulawesi Selatan. Ia

    merupakan keturunan campuran Arab Quraisy dan Bugis dan berasal dari kaum terpelajar.

    Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab, dan ibunya bernama Asma Aburisyi. Dia adalah

    anak keempat dari dua belas bersaudara. Dia memiliki tiga orang kakak bernama Nur, Ali dan

    Umar. Ia juga mempunyai delapan orang adik yakni Wardah, Alwi Shihab, Nina, Sida Nizar,

    Abdul Mutalib, Salwa, serta si kembar Ulfa dan Latifah.Ayah Quraish Shihab, yakni Prof.

    Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama yang cukup terpandang di daerah Sulawesi

    Selatan1.

    Selain sebagai ulama, Abdurrahman Shihab juga seorang pengusaha dan politikus

    yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat yang mengenalnya. Beliau memiliki

    kontribusi dalam dunia pendidikan. Hal ini terlihat dalam usahanya membina dua perguruan

    tinggi besar di daerah Sulawesi Selatan yakni Universitas Muslim Indonesia (UMI) dan IAIN

    Alauddin Makassar. UMI adalah sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di Indonesia bagian

    timur. Abdurrahman Shihab juga pernah menjabat sebagai rektor di UMI dari tahun 1959

    hingga tahun 1965, kemudian menjadi rektor di IAIN Alauddin sejak tahun 1972 hingga

    tahun 19772. Dari sini terlihat bahwa Quraish Shihab berasal dari keluarga yang akrab dengan

    dunia pendidikan, hingga tak heran jika di kemudian hari beliau menjadi seorang

    cendekiawan besar karena sejak dini telah mengenal budaya akademik melalui atmosfer

    pendidikan yang diterapkan ayahnya di rumah.

    1http://tafsiralmishbah.wordpress.com/biografi-m-quraish-shihab/ diakses pada tanggal 18 Mei 2014 pukul 22.42

    WIB.

    2Rahmat Hidayat. Pemikiran Muhammad Quraish Shihab tentang Poligami. Skripsi S1 Program Studi Al-

    Ahwal Al-Syakhshiyah Fakultas Syariah UIN Malang tahun 2008. hlm. 61.

  • 28

    Quraish Shihab mendapatkan motivasi dan benih kecintaan terhadap studi tafsir al-

    Quran dari sang ayah. Sejak dini, Abdurrahman Shihab telah membiasakan anak-anaknya

    untuk duduk bersama usai shalat Maghrib, saat-saat seperti ini Abdurrahman Shihab

    menyampaikan nasihat yang lebih sering berupa ayat-ayat Al-Quran. Quraish Shihab juga

    diwajibkan untuk mengikuti pengajian Al-Quran yang diadakan oleh ayahnya. Tidak hanya

    menyuruh anak-anaknya untuk rajin membaca Al-Quran, Abdurrahman Shihab juga kerap

    menguraikan kisah-kisah dalam Al-Quran kepada anak-anaknya secara sepintas. Dari sinilah

    benih-benih kecintaan terhadap Al-Quran mulai tumbuh dalam diri Quraish Shihab3.

    Quraish Shihab memiliki seorang istri bernama Fatmawaty Assegaf yang dinikahinya pada

    bulan Februari tahun 1975 di Solo, Jawa Tengah. Keduanya dikaruniai lima orang anak,

    masing-masing ialah Najelaa (lahir pada tanggal 11 September 1976), Najwa (lahir 16

    September 1977), Nasma (lahir tahun 1982), Ahmad (lahir 1 Juli 1983), dan Nahla (lahir

    Oktober 1986)4. Anak sulungnya Najelaa, menikah dengan Ahmad Fikri Assegaf pada tahun

    1995 dan memberi tiga orang cucu kepada Quraish Shihab, yaitu Fathi, Nishrin, dan Nihlah.

    Putri kedua Quraish Shihab menikah dengan Ibrahim Syarief Assegaf pada tahun 1997 dan

    dikaruniai anak bernama Izzat dan almarhum Namiya (meninggal empat jam setelah

    dilahirkan karena prematur5). Putri ketiganya yakni Nasywa Shihab menikah dengan

    Muhammad Riza Alydrus pada tahun 2005 yang kemudian dikaruniai dua orang putri yaitu

    Naziha dan Nuha. Ahmad Shihab, yang merupakan satu-satunya anak lelaki dari Quraish

    Shihab, menikah dengan Sidah Al Hadad6.

    Anak-anak Quraish Shihab yang telah menikah tinggal di rumah yang tidak berjauhan

    dengan rumah Quraish Shihab di Cilandak, Jakarta Timur. Setiap pagi semua anak-anaknya

    akan berkunjung ke rumah Quraish Shihab untuk mencium tangannya sebelum mereka

    beraktifitas, bila tak sempat melakukannya mereka akan pamit lewat telepon. Kebiasaan

    tersebut untuk menjaga hubungan antara orangtua dan anak agar tidak berjarak dan tetap

    dekat. Bahkan Quraish Shihab juga menugaskan seorang koki di rumahnya untuk memasak

    3Rahmat Hidayat. Pemikiran Muhammad Quraish Shihab tentang Poligami. Skripsi S1 Program Studi Al-

    Ahwal Al-Syakhshiyah Fakultas Syariah UIN Malang tahun 2008. hlm. 62.

    4Suliyah. Pemikiran Muhammad Quraish Shihab Tentang Makna dan Upaya Meraih Hidayah dalam Tafsir Al

    Misbah. Skripsi S1 Program Ushuludin IAIN Walisongo Semarang tahun 2007. hlm. 34.

    5http://wowkeren.com/berita/tampil/00053646.html diakses pada 8 Agustus 2014 pukul 20.00 WIB.

    6http://quraishshihab.com/profile/ diakses pada tanggal 18 Juli pukul 12.34 WIB.

  • 29

    dan mengirimkan makanan ke rumah anak-anaknya setiap hari. Hal ini dilakukan untuk

    menjaga kesehatan seluruh anggota keluarganya agar terhindar dari efek buruk makanan yang

    dibeli dari luar7.

    Quraish Shihab memiliki prinsip untuk selalu memberikan keteladanan kepada anak-

    anaknya. Ia membebaskan anak-anaknya untuk menentukan jalan hidupnya, dengan tetap

    memberikan rambu-rambu agama yang bersifat tegas. Sejak kecil anak-anaknya dididik

    dengan ilmu agama yang kuat, sebagai bekal untuk kehidupan di masa depan. Kemudian

    dalam menentukan pasangan hidup pun, Quraish Shihab membebaskan anak-anaknya untuk

    memilih pendamping hidupnya sendiri. Bahkan dalam hal berpakaian, Quraish Shihab tidak

    memaksakan bahwa anak perempuannya harus berjilbab. Namun secara tegas ia menyatakan

    bahwa dalam hal berpakaian harus tetap berpegang pada norma-norma kesopanan dan

    kehormatan bagi seorang muslim8.

    3.1.2 Latar Belakang Pendidikan

    Selain mengikuti pengajian dan kultum (kuliah tujuh menit) yang diberikan sang ayah

    seusai shalat maghrib, yang bisa dikategorikan sebagai pendidikan informal dalam keluarga

    yang diterimanya, Quraish Shihab mendapatkan pendidikan formal di sekolah dasar hingga

    kelas dua sekolah menengah pertama di Ujungpandang. Pada tahun 1956, Quraish Shihab

    dikirim ayahnya untuk menimba ilmu di Pondok Pesantren Darul-Hadits Al-Faqihiyyah9.

    Ketika pemerintah Mesir menawarkan program beasiswa, Quraish Shihab bersama

    adiknya Alwi Shihab mengikuti tes seleksi dan lolos ke Kairo. Quraish Shihab berangkat ke

    Mesir pada tahun 1958 dan diterima di kelas dua Tsanawiyah Al Azhar. Setelah menamatkan

    sekolah menengah, Quraish Shihab melanjutkan studinya di Universitas al-Azhar pada