skripsi trian fajar ramdhan h24104048 PENERAPAN MUTU PADA SAYURAN ORGANIK BERBASIS PETANI DI SELAAWI...
Transcript of skripsi trian fajar ramdhan h24104048 PENERAPAN MUTU PADA SAYURAN ORGANIK BERBASIS PETANI DI SELAAWI...
ANALISIS PENERAPAN MUTU PADA SAYURAN ORGANIK BERBASIS PETANI DI SELAAWI DAN LIMBANGAN,
GARUT, JAWA BARAT
Oleh
TRIAN FAJAR RAMDHAN
H24104048
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
RINGKASAN
TRIAN FAJAR RAMDHAN. Analisis Penerapan Mutu Pada Sayuran Organik Berbasis Petani Di Selaawi Dan Limbangan, Garut, Jawa Barat. Dibawah bimbingan H. MUSA HUBEIS dan HARDIANA WIDYASTUTI.
Trend konsumen Indonesia ke arah pangan organik semakin meningkat. Pangan organik sudah menjadi tren konsumen, karena beberapa faktor, terutama dikaitkan dengan berbagai isu kesehatan. Kampanye serta gerakan ‘back to nature’ juga gencar dipromosikan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Tidak heran jika pertumbuhan permintaannya meningkat secara nyata. Departemen Pertanian telah mencanangkan program “Go Organik 2010”. Program ini diarahkan agar konsumen, dapat hidup sehat. Misi dalam program Go Organik 2010 ini adalah meningkatkan mutu hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) Mengidentifikasi karakteristik petani organik di daerah Selaawi dan Limbangan. 2) Mendeskripsikan penerapan mutu yang dilaksanakan di kelompok tani organik Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut. 3) Menganalisis penerapan mutu sayuran organik pada kelompok tani sayuran organik Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer yang digunakan diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak kelompok tani, khususnya wawancara dengan para petani sayuran organik dan pengamatan langsung. Data sekunder diperoleh dari kelompok tani, Internet, Deptan, BPS dan buku-buku, jurnal ilmiah serta laporan penelitian yang terkait.
Pengolahan data untuk identifikasi permasalahan Analisis Penerapan Mutu Pada Sayuran Organik Berbasis Petani Di Selaawi Dan Limbangan, Garut, Jawa Barat menggunakan metode Brainstorming, Fishbone diagram, dan Diagram Pareto. Dari hasil perhitungan diagram pareto dan diagram sebab akibat diperoleh hasil cacat produk yang terdapat pada komoditi kangkung adalah daun berlubang (66,66%), bercak putih (16,67%), batang patah (6,67%), warna tidak seragam (6,67%), dan batang tua (3,33%). Cacat produk yang terdapat pada bayam hijau adalah bercak putih pada daun (66,67%), daun berlubang (16,67%), batang patah (10,00%), warna tidak seragam (6,67%) dan batang tua (0%). Cacat produk untuk bayam merah adalah daun berlubang (56,67%), bercak putih (30,00%), warna tidak seragam (6,67%), batang patah (3,33%), dan batang tua (3,33%). Sedangkan cacat produk untuk komoditi bawang daun adalah daun kering (53,33%), daun/batang patah (30,00%), bercak ungu (16,67%), dan daun busuk (0%). Secara garis besar cacat terbesar yang terjadi pada kamoditas kangkung, bayam hijau, dan bayam merah disebabkan hama yang mulai resisten terhadap pestisida organik yang digunakan. Dan cacat terbesar pada komoditas bawang daun adalah daun kering yang disebabkan kurangnya suplai air ke lahan.
ANALISIS PENERAPAN MUTU PADA SAYURAN ORGANIK
BERBASIS PETANI DI SELAAWI DAN LIMBANGAN,
GARUT, JAWA BARAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
TRIAN FAJAR RAMDHAN
H24104048
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul : Analisis Penerapan Mutu Pada Sayuran Organik Berbasis Petani
Di Selaawi Dan Limbangan, Garut, Jawa Barat
Nama : Trian Fajar Ramdhan
NIM : H24104048
Menyetujui, Dosen Pembimbing 1
(Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA)NIP. 195506261980031002
Dosen Pembimbing 2
Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM
Mengetahui, Ketua Departemen,
( Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc ) NIP : 19610123 198601 1 002
Tanggal lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 5 Mei 1989, sebagai anak
ketiga dari Bapak Rochman Syarif dan Euis Liestianawati. Penulis merupakan
lulusan pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Jomin Barat II pada tahun 2001,
kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1
Cikampek pada tahun 2004 dan kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah
Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Cikampek. Pada tahun 2007, penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut
Pertanian Bogor (USMI) untuk Program Diploma.
Penulis memperoleh gelar Ahli Madya pada tahun 2010 dari Program
Diploma dengan predikat memuaskan. Pada tahun yang sama yaitu tahun 2010,
penulis melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur tes.
Selain berkuliah di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajeman, Institut Pertanian Bogor, penulis
juga aktif sebagai staf pengajar di Ganbare Smart Community (GSC), selain itu
penulis juga aktif dalam kegiatan bela diri KATEDA dan menjadi asisten pelatih
di kampus IPB.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan Skripsi
berjudul ” Analisis Penerapan Mutu Pada Sayuran Organik Berbasis
Petani Di Selaawi Dan Limbangan, Garut, Jawa Barat.”. Skripsi ini
merupakan hasil pengamatan penulis selama melakukan kegiatan lapang di
Kelompok Tani Cibolerang Agro dengan waktu kurang lebih 3 (tiga) bulan.
Penulis berharap bahwa penulisan laporan ini benar-benar dapat
memberikan manfaat untuk para pembaca khususnya dan masyarakat pada
umumnya, untuk senantiasa memperoleh wawasan dan pengetahuan.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Bogor, Januari 2013
Penulis
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai
pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku dosen pembimbing
pertama yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyusun skripsi ini.
2. Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM selaku dosen pembimbing 2 (dua) yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Syamsun, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak masukan dan saran kepada penulis
4. Bapak Rochman Syarif dan Ibu Euis Liestianawati sebagai orang tua yang
selalu memberikan ridho, doa, motivasi hidup, moril dan materil kepada
penulis.
5. Irwan Gunawan dan Tresna Amelia sebagai kakak yang selalu memberikan
dukungan kepada penulis.
6. Saudara-saudaraku yang telah memberikan indahnya rasa persaudaraan dan
kasih sayang.
7. Seluruh staf pengajar pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Institut
Pertanian Bogor, Bogor
8. Bapak Temi Poniah Kepala UPTD bidang Hortikultura Kecamatan Selaawi
dan Kecamatan Limbangan yang telah mengizinkan serta membantu selama
penulis melakukan penelitian Kelompok Tani Cibolerang Agro (CiboAgro).
9. Asep Muldiana selaku Ketua Kelompok Tani Cibolerang Agro yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Kelompok Tani
Cibolerang Agro (CiboAgro).
10. Rekan-rekan Angkatan 8 Program Sarjana Alih Jenis Manajemen atas
dukungan dan memberikan semangat selama ini.
11. Seluruh Petani di Kelompok Tani Cibolerang Agro (CiboAgro) yang telah
membantu penulis dalam memberikan informasi, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana.
vi
12. Ika Indah Y. dan Gita Widianti yang selalu memberikan semangat selama
penulis melakukan penelitian hingga penulis menyelesaikan laporan tugas
akhir ini.
13. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan masukan dan
dukungan kepada penulis.
Bogor, Januari 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 5 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5 1.4. Ruang Lingkup ....................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7
2.1. Pengertian Mutu ....................................................................................... 7 2.1.1. Definisi ......................................................................................... 7
2.2. Sayuran Organik ...................................................................................... 8 2.3. Kelompok Tani ..................................................................................... 10 2.4. Metode .................................................................................................. 10 2.4.1. Diagram Tulang Ikan .................................................................. 10 2.4.2. Diagram Pareto............................................................................ 11 2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan ...................................................... 11
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 13
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................ 13 3.2. Lokasi dan Waktu ................................................................................ 14 3.3. Pengumpulan Data ................................................................................ 14 3.4. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 18
4.1 Gambaran Umum ................................................................................. 18 4.1.1 Karakteristik Kabupaten Garut ................................................... 18 4.1.2 Sejarah Kelompok Tani Cibolerang Agro................................... 19 4.1.3 Struktur Organisasi ..................................................................... 19 4.1.4 Ketenagakerjaan .......................................................................... 20
viii
4.2 Karakteristik Poktan CiboAgro ............................................................ 21 4.3 Jenis dan Karakteristik Produk ............................................................. 22 4.4 Budidaya dan Panen ............................................................................. 23
4.4.1 Pengolahan dan Persiapan Lahan ................................................ 23 4.4.2 Penyemaian Lahan ...................................................................... 24 4.4.3 Penyemaian Benih ....................................................................... 25 4.4.4 Penanaman .................................................................................. 26 4.4.5 Pemeliharaan ............................................................................... 26 4.4.6 Panen ........................................................................................... 27
4.5 Pasca Panen .......................................................................................... 28 4.6 Pemasaran ............................................................................................. 29 4.7 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 30
4.7.1 Pengolahan data menggunakan diagram sebab-akibat (diagram tulang ikan) ................................................................................. 30
4.7.2 Pengolahan data dengan menggunakan diagram Pareto ............. 45
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 53
1. Kesimpulan ........................................................................................... 53 2. Saran ..................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN ......................................................................................................... 57
ix
DAFTAR TABEL No Halaman 1. Data komoditas sayuran sayuran unggulan Garut 4 2. Sumber data Penelitian 16 3. Jenis sayuran daun, buah dan umbi di Kelompok Tani Cibolerang Agro 23 4. Data contoh sayuran Kangkung 45 5. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Kangkung Organik 46 6. Data contoh sayuran Bayam Hijau 48 7. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Bayam Hijau 49 8. Data contoh sayuran Bayam Merah 51 9. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Bayam Merah 52 10. Data contoh sayuran Bawang Daun 54 11. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Bawang Daun 55
x
DAFTAR GAMBAR
No Halaman 1. Grafik tahapan pengembangan pertanian organik 2 2. Kerangka pemikiran penelitian 14 3. Fishbone diagram 16 4. Diagram Pareto 17 5. Struktur organisasi Cibolerang Agro 20 6. Kegiatan Pengolahan dan Persiapan lahan 24 7. Kegiatan Penyemaian Lahan 25 8. Penyemaian Benih 25 9. Penanaman 26 10. Pemeliharaan 27 11. Panen 28 12. Kegiatan Pasca Panen 29 13. Diagram Alir pemasaran Kelompok Tani Cibolerang Agro 30 14. Diagram Sebab-Akibat komoditi Kangkung 31 15. Diagram Sebab-Akibat komoditi Bayam Hijau 35 16. Diagram Sebab-Akibat komoditi Bayam Merah 38 17. Diagram Sebab-Akibat komoditi Bawang Daun 42 18. Diagram Pareto terhadap cacat Kangkung 47 19. Diagram Pareto terhadap cacat Bayam Hijau 50 20. Diagram Pareto terhadap cacat Bayam Merah 53 21. Diagram Pareto terhadap cacat Daun Bawang 56
xi
DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Daftar pertanyaan wawancara dengan petani 58 2. Sertifikat Organik Kelompok Tani Cibolerang Agro 60
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi
trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari
bahwa penggunaan bahan-bahan kimia tidak alami seperti pupuk kimia,
pestisida sintesis serta hormon pertumbuhan dalam produksi pertanian,
ternyata dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan (Manuhutu, 2005). Umumnya residu pestisida pada produk
pertanian sangat tinggi, karena masih banyak petani yang sering
menyemprotkan pestisida pada saat panen bahkan sampai tiga (3) hari
menjelang panen. Itu dilakukan untuk menghindari gagal panen karena
serangan hama dan penyakit. Bagi manusia, senyawa kimia tersebut
berpotensi menurunkan kecerdasan, menggangu kerja saraf, menganggu
metabolisme tubuh, menimbulkan radikal bebas, menyebabkan kanker,
meningkatkan risiko keguguran pada ibu hamil dan dalam dosis tinggi
menyebabkan kematian (Manuhutu 2005).
Departemen Pertanian telah mencanangkan program “Go Organik
2010”. Program ini diarahkan agar masyarakat, baik petani sebagai produsen
maupun masyarakat luas sebagian konsumen untuk hidup sehat. Misi dalam
program Go Organik 2010 ini adalah meningkatkan mutu hidup masyarakat
dan kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan mendorong
berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Untuk itu, pemerintah terus mendukung secara aktif pertanian organik di
Indonesia dengan membentuk aturan/regulasi yang meliputi standarisasi,
sertifikasi dan pengawasan. Sistem pangan organik ini telah diatur oleh
pemerintah dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang pangan organik
yang tertuang dalam SNI 01-6729-2010 (SNI Pangan Organik, 2010).
Gambar 1. menunjukkan tahapan pengembangan pertanian organik
yang dirancang Departemen Pertanian untuk Go Organik 2010.
2
Gambar 1. Grafik Pengembangan Pertanian Organik
(Departemen Pertanian, 2005)
Namun demikian, sampai dengan 2008, tampaknya Indonesia masih
satu langkah tertinggal dibanding target rencana pengembangan yang telah
ditetapkan. Walaupun perkembangan pangan organik sudah cukup baik,
tetapi jaminan mutu berupa sertifikasi produk masih jauh dari harapan.
Pemerintah melalui Kebijakan Pusat Standarisasi dan Akreditasi Departemen
Pertanian membagi produk bermutu menjadi tiga (3) bagian, yaitu Produk
Prima I, adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksana usaha
tani yang menghasilkan produk aman dikonsumsi, bermutu baik serta cara
produksi ramah lingkungan, hal ini berdasarkan manajemen mutu dan
keamanan pangan produk tanaman segar yang telah menerapkan standar
internasional (GAP = Good Agriculture Practices). Kedua disebut Produk
Prima II adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksana usaha
tani yang menghasilkan produk aman dikonsumsi, dan bermutu baik., dibuat
berdasarkan Standarisasi dan dokumentasi Standar Prosedur operasional
penerapan budidaya yang baik per komoditi. Dan yang ketiga disebut sebagai
Produk Prima III adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap
pelaksana usaha tani yang menghasilkan produk aman dikonsumsi yang
merupakan pondasi umum bagi petani dan kelompok tani (poktan) di tingkat
3
budidaya, yaitu penerapan penggunaan pestisida yang baik dan catatan
penggunaan pestisida yang baik. Produk Prima III (Diperta JABAR, 2012).
Dari ketiga kategori di atas, maka pangan organik seharusnya minimal
menempati posisi sebagai Produk Prima III dengan penerapan penggunaan
pestisida yang baik dan catatan penggunaan pestisida baik, karena untuk
meminimalkan penggunaan pestisida, atau bahkan tidak menggunakan
pestisida sama sekali.
Di luar Pulau Jawa terdapat 39.328.915 orang petani (BPS, 2010),
mungkin dapat dikategorikan sebagai petani organik, karena tidak ditargetkan
sebagai partisipan revolusi hijau dan sampai saat ini masih melanjutkan
usahataninya secara tradisional. Beberapa kelompok tani dan lembaga
swadaya masyarakat memandang pertanian organik sebagai suatu cara untuk
melawan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh revolusi hijau dan
membebaskan petani dari dominasi revolusi hijau dimana ketergantungan
terhadap pupuk, pestisida serta input kimiawi lainnya.
Kabupaten Garut merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang
terletak di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi yang sangat besar dalam
pengembangan sayuran. Wilayah Kabupaten Garut meliputi luas areal
306.579 ha, terdiri dari lahan sawah seluas 50.127 ha dan lahan kering
256.392 ha yang tersebar di 42 Kecamatan. Dengan kondisi agroklimat yang
baik sangat mendukung untuk berbagai jenis hortikultura dapat tumbuh.
Kabupaten Garut merupakan sentra pertanian sayuran baik untuk sayuran
daun, umbi maupun buah. Data luas tanam, produksi dan
produktivitas komoditas sayuran dapat dilihat di Tabel 1 .
4
Tabel 1. Data komoditas sayuran unggulan Garut
No. Komoditi Produksi
(Ton)
Luas
(Ha) 1 Bawang Merah 12.171 1.301
2 Bawang Putih 10 1
3 Bawang Daun 38.912 2.544
4 Kentang 120.048 5126
5 Kubis 119.112 4.818
6 Kembang kol 3.100 200
7 Petsay 36.690 1.862
8 Wortel 28.517 1.407
9 Lobak 0 -
10 Kacang Merah 38.100 4.547
11 Kacang Panjang 11.621 922
12 Jamur 0 49.750
13 Cabe Besar 70.641 4.757
14 Cabe Rawit 19.251 1.512
15 Tomat 100.912 3.582
16 Terong 15.917 733
17 Buncis 14.416 955
18 Timun 14.539 875
19 Labu Siam 22.504 549
20 Kangkung 3.831 305
21 Bayem 1.676 177
Jml. Sayuran 671.968
Sumber data : UPTD Data dan Informasi Dinas TPH Kab. Garut, Tahun 2010
Poktan Cibolerang Agro adalah kelompok tani sayuran organik yang
telah beranggotakan para petani sayuran organik dari 2 Kecamatan, yakni
Kecamatan Limbangan dan Kecamatan Selaawi. Kelompok Tani Cibolerang
Agro mulai berdiri pada tahun 2009. Pada tahun 2011 Kelompok Tani
Cibolerang Agro mendapatkan sertifikat organik dari lembaga sertifikasi
INOFICE (Indonesian Organic Farming Certification) untuk 11 (sebelas)
jenis sayuran yang di budidayakan, yaitu kangkung, bayam merah, horinzo,
buncis, kalian, kapri, pakcoy, selada, sosi, daun bawang, dan bayam hijau.
5
1.2. Perumusan Masalah
Salah satu cara agar tanaman organik dapat diterima oleh masyarakat
luas adalah melakukan pengendalian mutu terhadap mutu sayuran yang
diproduksinya. Ini berarti setiap petani/kelompok tani yang ikut serta dalam
budidaya sayuran organik dituntut menumbuhkan daya saing dari produk
yang dihasilkan, sehingga diperlukan cara untuk menghasilkan produk
organik yang bermutu. Cibolerang Agro CiboAgro) sebagai penghasil produk
organik (sayuran organik), berusaha untuk menghasilkan produk organik
bermutu. Pola tanam Poktan CiboAgro berdasarkan pada pesanan sayuran
yang sedang diminta oleh pihak retailer. Apabila membutuhkan pasokan
sayuran, pihak retailer akan menghubungi poktan CiboAgro. Seringkali
sayuran yang ditanam melampaui masa tanam yang seharusnya, sehingga
sayuran yang dipanen memiliki batang yang sudah tua dan mengeras.
Menyebabkan mutu hasil panen sayuran dari Poktan CiboAgro menjadi
kurang baik.
Pada pertengahan bulan Januari, pihak Royal Farm selaku salah satu
retailer dari Poktan CiboAgro menolak kiriman sayuran dari pihak CiboAgro
dengan alasan mutu sayuran organik diluar dari standar mutu yang telah
ditetapkan oleh pihak Royal Farm. Dari masalah tersebut, maka diperlukan
penelitian untuk menganalisis seberapa besar peran petani Cibolerang Agro
dalam menerapkan mutu dalam produk sayuran organik.
Permasalahan pada penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik petani organik di daerah Selaawi dan Limbangan?
2. Bagaimana penerapan mutu pada pangan organik yang telah dilaksanakan
oleh kelompok tani di Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan,
Kabupaten Garut ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik Kelompok Tani Cibolerang Agro.
2. Menganalisis penerapan mutu sayuran organik pada Kelompok Tani
Cibolerang Agro di Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan,
Kabupaten Garut.
6
1.4. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan bagian dari riset Strategi Nasional
berjudul “Strategi Produksi Pangan Organik Bernilai Tambah Tinggi
Berbasis Petani” yang terfokus pada Kelompok Tani Cibolerang Agro di
Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Mutu
2.1.1. Definisi
Sebuah perusahaan akan berfokus pada bagaimana memberikan
kepuasan kepada para pelanggannya, dimana hal tersebut hanya didapatkan
apabila perusahaan tersebut memiliki mutu untuk setiap produk barang,
maupun jasanya. Menurut Juran (1996) mutu adalah kesesuaian untuk
penggunaan (fitness for use), ini berarti bahwa suatu produk atau jasa
hendaklah sesuai dengan apa yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna.
Menurut Crosby dalam Nasution (2004), mutu adalah conformance to
requirement, yaitu sesuai dengan apa yang disyaratkan, atau distandarkan.
Menurut Demming dalam Nasution (2004), mutu harus sesuai dengan
kebutuhan pasar, atau konsumen. Perusahaan harus benar-benar
merepresentasikan produknya sesuai dengan keinginan konsumen.
Secara konvensional, mutu biasanya menggambarkan karakteristik
langsung suatu produk, seperti penampilan, keandalan, kemudahan
penggunaan, estetika, dan sebagainya. Definisi strategik menyatakan bahwa
mutu adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan, atau
kebutuhan pelanggan (Gaspersz, 2003).
Sifat khas mutu suatu produk yang andal bersifat multidimensi, karena harus
memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen melalui
berbagai cara. Oleh karena itu, setiap produk harus mempunyai ukuran yang
mudah dihitung sesuai dengan kebutuhan konsumen seperti panjang, berat dan lain-lain,
disamping itu harus ada ukuran yang bersifat kualitatif seperti penampilan, warna
dan lain-lain. Jadi terdapat spesifikasi barang untuk setiap produk, walaupun satu
sama lain sangat bervariasi tingkat spesifikasinya.
David A Garvin (2006) mengemukakan delapan (8) dimensi, atau
kategori kritis dari mutu yaitu :
a. Performance (Kinerja). Karakteristik kinerja utama produk.
b. Feature (profil). Aspek sekunder dari kinerja, atau kinerja tambahan
dari suatu produk.
8
c. Reliability (dapat dipercaya). Kemungkinan produk malfungsi, atau
tidak berfungsi dengan baik, dalam konteks ini produk/jasa dapat
dipercaya dalam menjalankan fungsinya.
d. Conformance (kesesuaian). Kesesuaian, atau cocok dengan
keinginan/kebutuhan konsumen.
e. Durability (Daya tahan). Daya tahan produk/masa hidup produk, baik
secara ekonomis, maupun teknis
f. Serviceability (kepelayanan), kecepatan, kesopanan, kompetensi dan
mudah diperbaiki
g. Aesthetics (keindahan). Keindahan produk, dalam desain, rasa, suara,
atau bau dari produk dan ini bersifat subyektif
h. Perceived quality (mutu yang dipersepsi). Mutu dalam pandangan
pelanggan/konsumen
2.2. Sayuran Organik
Organik sendiri mengacu pada sesuatu yang mengandung karbon,
seharusnya semua bahan pangan yang mengandung unsur karbon disebut
organik. Termasuk bahan pakan yang ditanam dengan pupuk kimia dan
mengandung pestisida. Tetapi masyarakat tahunya kalau istilah organik
berarti bahan pangan yang dibudidayakan secara organik, tanpa petisida atau
pupuk buatan.
Pemerintah Amerika Serikat sebagai pelopor bahan pangan organik
menetapkan standar, bahwa yang disebut organik adalah bahan pangan 100%
organik, atau setidaknya 95% diproduksi tanpa pupuk kimia, insektisida,
herbisida, antibiotik, hormon pertumbuhan, radiasi untuk sterilisasi dan
hewan yang dimodifikasi genetik. Bahan pangan organik dibudidayakan
menggunakan teknologi alami. Kesuburan tanah dipertahankan dengan pupuk
alam, seperti kompos dan pupuk kandang. Dengan pemupukan alami dan
tanpa insektisida, populasi cacing tanah meningkat dan tanah menjadi kaya
akan nitrogen, sehingga subur secara alami. Untuk menanggulangi hama,
dapat diselang-seling setiap jenis tanamannya, sehingga serangan hama
tanaman tertentu diputus mata rantainya. Penyemprotan juga dilakukan
9
menggunakan anti hama dari alam (http://www.organicnutrition.co.uk
/whyorganic/ whyorganic.htm).
Budidaya secara alami akan menghasilkan bahan pangan tergolong
tidak menarik dari sisi performance. Bahan pangan organik, terutama sayuran
memang mempunyai performa yang tidak menarik. Banyak yang berlubang
dimakan ulat dan serangga. Namun dari mutu cita rasa, pangan organik
memang lebih baik. Saat ini, konsumen berhak memilih. Membeli bahan
pangan konvensional dengan harga murah namun mengandung residu bahan
kimia, atau sayuran berpenampilan buruk, yang mahal tetapi aman bagi
kesehatan.
Menurut Wartaya (2005), pertanian organik merupakan suatu sistem
pertanian yang didesain dan dikelola sedemikian rupa, sehingga mampu
menciptakan produktivitas berkelanjutan. Pertanian organik adalah sistem
pertanian yang berwawasan lingkungan dengan tujunan untuk melindungi
ekosistem dam dengan memimalkan penggunaan bahan-bahan kimia dan
merupakan praktek bertani alternatif secara alami yang dapat memberikan
hasil optimal. Pengertian pertanian organik lain menurut Pracaya (2007),
adalah sistem pertanian (hal bercocok tanam) yang tidak menggunakan bahan
kimia, tetapi menggunakan bahan organik. Bahan kimia tersebut dapat berupa
pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan dan sebagainya. Sutanto (2002)
berpendapat bahwa pertanian organik dapat diartikan sebagai suatu sistem
produksi pertanaman yang berasaskan daur-ulang hara secara hayati. Daur-
ulang dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya
yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah.
Pertanian organik menurut Standar Nasional Indonesia (SNI, 2010)
adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan
mengembangkan kesehatan ago-ekosistem, termasuk keragamaan hayati,
siklus biologis dan aktivitas biologis. Dalam penggunaannya, Pertanian
organik mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam sistem penggunaannya
(Pracaya, 2007). Kelebihan dari digunakannya sistem pertanian organik
adalah :
10
a. Tidak menggunakan pupuk, maupun pestisida kimia, sehingga tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air,
maupun udara dan produknya tidak mengandung racun.
b. Tanaman organik mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan
tanaman non-organik
2.3. Kelompok Tani
Kelompok tani (Poktan) adalah kumpulan petani/peternak/pekebun
yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi
lingkungan (social, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk
meningkatkan dan mengambangkan usaha anggota dalam suatu wilayah.
Pembentukan Poktan dimaksudkan untuk membantu para petani
mengorganisasikan dirinya terutama dalam meningkatkan produktivitas,
efisiensi usaha, permodalan, akses pasar, akses teknologi dan informasi, serta
meningkatkan kesejahteraan para petani.
2.4. Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini diantaranya :
2.4.1. Diagram Tulang Ikan
Untuk mengetahui lebih lanjut faktor-faktor yang menjadi penyebab
munculnya masalah dan peluang dalam produksi sayuran organik
bernilai tinggi berbasis petani, maka digunakan alat bantu dalam
program peningkatan mutu, yaitu diagram tulang ikan (fishbone
diagram) yang dikembangkan oleh pakar mutu dari Jepang. Diagram
sebab akibat berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin
(memiliki peluang) menjadi penyebab munculnya masalah.
Penyusunannya dilakukan dengan teknik Brainstorming.
Meskipun tiap perusahaan, atau organisasi dapat menentukan sendiri
faktor-faktor utama dalam penyusunan diagram sebab akibat, namun
secara umum terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh yaitu : (1)
lingkungan, (2) manusia, (3) metode, (4) bahan, dan (5) mesin
peralatan.
11
2.4.2. Diagram Pareto Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan
garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data
terhadap keseluruhan. Dengan menggunakan diagram Pareto dapat
menunjukkan masalah mana yang sedikit tapi dominan (vital few) dan
masalah yang banyak tetapi kurang dominan (trivial many).
Ketika menemukan banyak masalah perusahaan, maka terlalu berat
untuk menyelesaikan semua masalah tersebut. Perlu dilakukan
pemilihan untuk menemukan 1 atau 2 masalah yang mempunyai efek
besar, sehingga tenaga dan biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki
masalah dapat menjadi optimum. Secara rinci, manfaat diagram Pareto
berikut :
a. Menunjukkan masalah utama.
b. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap
keseluruhan,
c. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah dilakukan tindakan pada
masalah terpilih.
d. Menunjukkan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan
sesudah perbaikan.
2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Tegar (2010), mengkaji Keragaman dan Penyimpangan Mutu Gula di
Kawasan Home Industri gula kelapa Kabupaten Banyumas. Metode yang
digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ada adalah Histogram,
Bagan Kendali dan diagram pareto. Dari hasil analisis tersebut diketahui
bahwa permasalahan utama menunjukan bahwa sebagian besar data terlihat
adanya penyimpangan. Kadar abu merupakan variabel yang datanya paling
banyak menyimpang, diikuti bahan tak larut dan kadar air (KA) berturut-turut
52,8%, 25,9% dan 20,2%. Faktor utama yang menyebabkan kegagalan.
Bahan baku dan proses pengolahan merupakan faktor yang paling dominan
terhadap mutu produk yang dihasilkan.
Fakhri (2010), meneliti tentang analisis pengendalian kualitas
produksi di PT. Masscom Graphy dalam upaya mengendalikan tingkat
12
kerusakan produk menggunakan alat bantu statistik Analisis pengendalian
kualitas dilakukan menggunakan alat bantu statistik berupa check sheet,
histogram, peta kendali p, diagram pareto dan diagram sebab-akibat. Check sheet
dan histogram digunakan untuk menyajikan data agar memudahkan dalam
memahami data untuk keperluan analisis selanjutnya. Peta kendali p digunakan
untuk memonitor produk yang rusak apakah masih berada dalam kendali statistik
atau tidak. Kemudian dilakukan identifikasi terhadap jenis cacat yang dominan
dan menentukan prioritas perbaikan menggunakan diagram pareto. Langkah
selanjutnya adalah mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya
kerusakan produk menggunakan diagram sebab akibat untuk kemudian dapat
disusun sebuah rekomendasi atau usulan perbaikan kualitas. Hasil analisis peta
kendali p menunjukkan bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali atau
masih mengalami penyimpangan. Hal ini dapat dilihat pada grafik kendali
dimana titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan, serta banyak yang
keluar dari batas kendali. Berdasarkan diagram pareto, prioritas perbaikan
yang perlu dilakukan adalah untuk jenis kerusakan yang dominan yaitu warna
kabur (28,31%), tidak register (19,79%) dan terpotong (19,50 %). Dari
analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor penyebab misdruk
berasal dari faktor manusia/ pekerja, mesin produksi, metode kerja, material/
bahan baku dan lingkungan kerja, sehingga perusahaan dapat mengambil
tindakan pencegahan serta perbaikan untuk menekan tingkat misdruk dan
meningkatkan kualitas produk.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah mengenai Analisis Penerapan Mutu
Pada Sayuran Organik Berbasis Petani Di Selaawi Dan Limbangan, Garut,
Jawa Barat akan di awali dari adanya permintaan pasar serta adanya program
Pemerintah ‘Go Organik 2010’. Pada Program Pemerintah ‘Go Organik
2010’, telah disusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk sayuran organik.
Tahap selanjutnya dilakukan pendataan dan menentukan contoh (Kelompok
Tani) penghasil produk sayuran organik dalam hal ini kelompok tani di Garut,
Jawa Barat.
Menurut pedoman SNI 6729-2010 mengenai sayuran organik,.....,
berdasarkan persyaratan mutu dilakukan identifikasi. Identifikasi terhadap
masalah mutu yang sedang dihadapi oleh Poktan CiboAgro, serta faktor-
faktor yang mungkin (memiliki peluang) menjadi penyebab munculnya
masalah yang terjadi pada pangan sayuran organik yang dihasilkan oleh
Poktan CiboAgro, diidentifikasi dengan menggunakan Diagram Sebab-
Akibat. Secara umum faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berkurangnya
mutu hasil panen sayuran Poktan CiboAgro, yaitu hama, penyakit, metode,
material, dan lingkungan. Menurut Kadarisman (2005), Diagram Sebab
Akibat berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin (memiliki
peluang) menjadi penyebab munculnya masalah (berpengaruh terhadap hasil).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap masalah yang sedang terjadi akan
dilakukan analisis kembali dengan menggunakan Diagram Pareto.
Hasil dari analisis Fishbone diagram dan Diagram pareto akan
diketahui pelaksanaan mutu yang baik pada sayuran organik dengan mutu
yang sesuai dengan standar SNI.
Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka pemikiran penelitian
disajikan pada Gambar 2.
14
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian
3.2. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kelompok Tani Cibolerang Agro di
Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa
Barat. Dengan waktu penelitian dari bulan Juni – Agustus 2012.
3.3. Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan melalui tehnik purposive sampling yang
melibatkan para petani sayuran organik dan contoh sebanyak 30 unit untuk
Pelaksanaan mutu sayuran organik
Analisis Mutu - Diagram sebab-akibat - Diagram Pareto
Karakteristik Petani
Kelompok Tani Cibolerang Agro
Standar SNI sayuran organik tahun 2010
Program Pemerintah ‘Go Organik 2010’
Permintaan Pasar Sayuran Organik
15
masing-masing komoditi. Pengumpulan data diperoleh dari data primer dan
sekunder yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sumber data penelitian
Data Primer Data Sekunder 1. Interview, yaitu metode
Brainstorming dan wawancara narasumber dimana pencari data telah mempersiapkan pertanyaan terstruktur (Lampiran 1).
2. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung di lapangan,
3. Kuesioner, yaitu mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai obyek yang diteliti kepada petani sayuran organik.
1. Studi pustaka (library research) untuk mendapatkan data relevan dengan tema penelitian yang berasal dari buku-buku, jurnal ilmiah, laporan penelitian, atau
2. Data statistik yang tersedia di instansi pemerintah terkait.
3. Data yang diperoleh dari kelompok tani
3.4. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data untuk identifikasi permasalahan Penerapan Mutu
Pada Pangan Organik Berbasis Petani (Studi Kasus Kelompok Tani Garut,
Jawa Barat) menggunakan metode Brainstorming, Fishbone diagram
(Diagram sebab-akibat) dan Diagram Pareto.
3.4.1. Fishbone Diagram Langkah-langkah penyusunan Fishbone diagram sebagai
berikut (Kadarisman, 2008):
a. Tentukan masalah (kondisi) yang akan diperbaiki. Gambarkan garis
panah dengan kotak diujung garis sebelah kanan dan tuliskan
masalah (kondisi) yang akan diperbaiki itu di dalam kotak.
b. Cari faktor-faktor utama yang berpengaruh, atau mempunyai akibat
pada masalah tersebut. Tuliskan didalam kotak yang telah dibuat di
atas, atau di bawah garis panah.
16
c. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci yang berpengaruh
terhadap faktor utama tersebut. Tuliskan faktor-faktor rinci tersebut
dikiri, atau di kanan panah penghubung, dan buatlah panah di
bawah faktor rinci tersebut menuju garis penghubung.
d. Carilah penyebab-penyebab utama. Dari diagram yang telah
lengkap carilah penyebab-penyebab utama dengan menganalisa
data yang sudah ada dan buatlah urutannya dengan menggunakan
diagram Pareto. Bila analisa tidak dapat dilakukan, maka analisa
faktor-faktor manakah yang berpengaruh dan mana yang tidak
berpengaruh
Dalam menentukan penyebab yang lebih rinci diperlukan sumbang
saran (brainstorming) dari sebuah tim yang dibentuk khusus,
dengan visual seperti termuat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram sebab-akibat
3.4.2. Diagram Pareto Langkah-langkah dalam pembuatan Diagram Pareto dijelaskan
sebagai berikut (Kadarisman, 2008):
1. Stratifikasi masalah dan nyatakan dengan angka.
2. Tentukan jangka waktu pengumpulan data. Untuk memudahkan
dalam pembandingan, buatlah jangka waktu yang sama antara
pengumpulan data sebelum dan sesudah perbaikan masalah.
Akibat Karakteristik
mutu
Tulang besar Tulang besar
Tulang besar Tulang besar
Tulang sedang
Tulang kecil
sebab
17
3. Atur masing-masing penyebab (dari hasil stratifikasi) dibuat
berurutan sesuai dengan besarnya nilai dan gambar grafik (balok).
Penyebab terbesar berada di paling kiri. Jika ada penyebab “dan
lain-lain”, maka penyebab ini diletakkan paling kanan.
4. Gambarkan grafik garis yang menunjukkan jumlah persentase pada
bagian atas grafik kolom, mulai dari yang terbesar. Dibagian
masing-masing kolom dituliskan nama atau keterangan kolom.
5. Pada bagian atas atau samping diberikan keterangan atau nama
diagram dan jumlah unit seluruhnya.
Gambar 4. Diagram Pareto
Perhitungan Diagram Pareto
Persen cacat (%) = Jumlah frekuensi cacat x 100% Total jumlah cacat
Persen Kumulatif = X1+X2+X3+ .... +Xn
Keterangan :
X1 = Jumlah persen cacat pada kriteria cacat pertama
X2 = Jumlah persen cacat pada kriteria cacat kedua
X3 = Jumlah persen cacat pada kriteria cacat ketiga
Xn = Jumlah persen cacat pada kriteria cacat ke-n
Data yang terkumpul diproses dengan program komputer Microsoft Office
Excel 2007.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Karakteristik Kabupaten Garut
Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian
Tenggara. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif
sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km²). Di sebelah Utara berbatasan
dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya, Bagian Selatan
berbatasan dengan Samudera Hindia, dan Barat berbatasan Kabupaten
Bandung dan Kabupaten Cianjur
Ibukota Kabupaten Garut berada pada ketinggian 717 m
dibawah permukaan laut (dpl). Karakteristik topografi Kabupaten
Garut : sebelah Utara terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan,
sedangkan bagian Selatan (Garut Selatan) sebagian besar
permukaannya memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan di
beberapa tempat labil. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian
tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah yang sejajar
dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi di puncak gunung.
Selaawi adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa
Barat, Indonesia. Jaraknya 37 kilometer dari ibu kota Kabupaten
Garut, Garut Kota. Di Kecamatan ini, mayoritas penduduk bekerja
dalam bidang agribisnis dan perdagangan. Kecamatan Selaawi
memiliki 7 (tujuh) desa meliputi Cigawir, Desa Cirapuhan, Desa
Mekarsari, Desa Pelitaasih, Desa Putrajawa, Desa Samida dan Desa
Selaawi.
Limbangan adalah Kabupaten lama yang ibukotanya
dipindahkan ke Garut, karena sering terjadi bencana alam berupa
banjir yang melanda daerah ibukota. Kecamatan Limbangan
didominasi oleh daratan tinggi. Di Kecamatan ini mayoritas penduduk
bekerja dalam bidang agribisnis dan perdagangan.
19
4.1.2 Sejarah Kelompok Tani Cibolerang Agro
Poktan Cibolerang Agro bermula pada tahun 2009, dimana dua
(2) orang Petani, yaitu Bapak Agus Permana di Limbangan dan Bapak
Asep Muldiana di Selaawi menanam tanaman sayuran organik. Dan
Bapak Temi Poniah selaku kepala UPTD Kecamatan Selaawi dan
Kecamatan Limbangan, dengan kesamaan visi, misi dan tujuan, maka
terbentuklah kelompok tani Cibolerang Agro di Kecamatan Selaawi
memiliki memiliki komoditas yang lebih banyak dan lahan yang lebih
luas.
Tahun 2009 Kepala UPTD Selaawi dan Limbangan, Bapak
Temi Poniah mengajukan surat ke Dinas Kabupaten Garut dan
diteruskan ke dinas Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya dibuat dokumen
sistem mutu, standar Sistem Kendali Internal (SKI), Internat Control
Structure (ICS), bimbingan teknis untuk para petani dan juga
dilakukan survey lapangan untuk melihat kesediaan petani untuk
menanam sayuran organik. Setelah itu, maka diajukanlah sertifikasi
(Lampiran 2).
Hingga saat ini Kelompok Tani Cibolerang Agro memiliki 10
orang petani sebagai anggotanya, sedangkan yang masih aktif adalah
Bapak Tantan, Bapak Asep Muldiana, Bapak Agus Permana dan Agus
Sutarman. Petani yang lainnya tidak meneruskan pertanian organik
ini, dikarenakan terkendala pasar yang belum jelas serta belum adanya
kontrak tertulis antara petani dengan pihak retailer.
4.1.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi pada Kelompok Tani Cibolerang Agro
merupakan struktur organisasi vertikal, dimana kekuasaan dan
tanggungjawab berjalan dari puncak tertinggi yang dipegang oleh
Ketua Kelompok tani. Struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar
4.
20
Gambar 5. Struktur organisasi Cibolerang Agro
4.1.4 Ketenagakerjaan
Poktan CiboAgro memiliki 2-3 orang untuk membantu
penanaman sayuran. Jam kerja yang berlaku mulai pukul 06.55- 16.00
WIB (Senin-Kamis) dengan dua (2) kali waktu istirahat, yaitu pukul
09.45- 10.00 WIB untuk istirahat snack dan 12.00 – 13.00 WIB untuk
istirahat makan siang. Pada hari Jum’at, karyawan bekerja pukul 07.00
– 11.00 WIB dengan satu kali istirahat makan siang yaitu pukul 11.00
– 12.00 WIB. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi
para pekerja muslim yang akan melaksanakan sholat Jum’at dan
bekerja kembali pukul 13.00 – 16.00 WIB. Pada hari Sabtu, karyawan
bekerja mulai pukul 06.55 – 12.00 WIB.
Pembagian kerja berlaku untuk pekerja pria dan wanita.
Pekerjaan pekerja pria meliputi pengolahan tanah
(menggarpu/mencangkul), pemanenan, mengangkut hasil panen,
Ketua Kelompok Tani
Sekretaris
Bendahara
Anggota
Seksi Program Tanam
Seksi Sarana Produksi
Seksi Pemasaran
21
menyiram, pemupukan, pemberian pupuk cair, pengendalian hama
dan penyakit (HPT), serta menyemprot pestisida organik (jika
diperlukan). Pekerjaan karyawan wanita meliputi pengisian polybag,
pemanenan, penjarangan, pendangiran, penyiangan gulma di
bedengan, sanitasi kebun (menebas rumput). Sistem pembayaran upah
ditentukan dengan satuan HOK (Hari Orang Kerja) untuk pekerja pria
dan HKW (Hari Kerja Wanita), dimana setiap petani di CiboAgro
menerapkan upah berbeda-beda, yaitu Rp.20.000,- − Rp.25.000,-
/HOK untuk pekerja pria dan Rp.15.000,- − Rp.20.000,- /HKW untuk
pekerja wanita.
4.2 Karakteristik Poktan CiboAgro
Karakteristik responden berdasarkan tingkat mendidikan dalam
penelitian ini diketahui bahwa jumlah responden Petani CiboAgro yang
berpendidikan strata I (S1) sebanyak dua (2) orang, berpendidikan SLTA
sebanyak satu (1) orang, dan berpendidikan SD sebanyak (1) orang dan
telah menikah.
Umur petani diketahui bahwa jumlah responden petani CiboAgro
yang berumur 26 – 35 tahun sebanyak satu (1) orang, berumur 36 – 45 tahun
sebanyak dua (2) orang dan petani yang berumur 46 – 55 tahun sebanyak
satu (1) orang. Dan petani yang menggarap lahan sendiri tiga (3) orang dan
yang menggunakan lahan sewa satu (1) orang.
Dengan rataan pendapatan per bulan diketahui bahwa petani yang
berpendapatan Rp.500.000 – Rp.1.000.000 sebanyak dua (2) orang dan
petani berpendapatan lebih dari Rp.1.000.000 sebanyak dua (2) orang.
Sayuran yang dibudidayakan oleh Poktan CiboAgro hanya
berdasarkan pesanan dari pihak retailer. Apabila hasil panen tidak terserap
oleh pihak retailer maka sayuran tersebut akan dijual di pasar lokal dengan
harga yang sama dengan sayuran biasa. Selama melakukan budidaya
sayuran organik, belum ada perhatian yang serius untuk membantu
budidaya sayuran organik ini baik dari pihak pemerintah kecamatan maupun
pemerintah kabupaten. Adapun bantuan satu (1) buah pompa air diberikan
oleh pemerintah provinsi pada saat Poktan CiboAgro mengajukan proposal
22
bantuan. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat potensi budidaya
sayuran organik ini sangat besar untuk dikembangkan.
4.3 Jenis dan Karakteristik Produk Petani CiboAgro mengusahakan sebelas (11) jenis tanaman yang telah
tersertifikasi dengan mayoritas jenis sayuran. Tanaman yang dibudidayakan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Sayuran Daun, Buah dan Umbi di PokTan
CiboAgro No. Jenis Tanaman No. Jenis Tanaman
1
2
3
4
5
6
Kangkung
Sosin
Bayam Hijau
Pakcoy
Horinzo
Bawang Daun
7
8
9
10
11
Selada
Kapri
Bayam Merah
Kaylan
Pakcoy
Dari 11 komoditas yang telah tersertifikasi, peneliti mengambil empat
(4) komoditas yang diteliti, yaitu kangkung, bayam hijau, bayam merah, dan
bawang daun, dengan alasan keempat komoditas tersebut merupakan
komoditas utama yang di pesan oleh konsumen sehingga sering ditanam
oleh petani CiboAgro.
Poktan CiboAgro telah mendapatkan sertifikasi dari lembaga
INOFICE (Indonesian Organic Farming Certification) tahun 2011 untuk
menjamin mutu sayuran organik secara nasional. Setiap komoditas tanaman
memiliki teknis budidaya yang berbeda sesuai jenis sayurannya. Namun,
prinsip pertanian organik tetap sama, yatu menghasilkan sayuran organik
yang bebas pestisida dan bahan sintetik. Benih sayuran yang digunakan
merupakan benih yang diproduksi oleh sendiri dan benih hibrida yang
berasal dari pasar local (pasar Selaawi).
23
4.4 Budidaya dan Panen
4.4.1 Lahan
Lahan pertanian Kelompok Tani Cibolerang Agro terbagi di
dua (2) Kecamatan, yaitu Kecamatan Selaawi dan Kecamatan
Limbangan. Luas lahan di Kecamatan Selaawi 0,34 Ha. dengan
rincian, milik Bapak Asep Muldiana 0,14 Ha yang merupakan lahan
milik pribadi. Dan milik Bapak Tantan 0,2 Ha yang merupakan milik
pribadi dan lahan yang disewa dari orang lain. Kecamatan Limbangan
Memiliki lahan 0,28 Ha. dengan rincian, lahan milik Bapak Agus
Sutarman 0,14 Ha. dan lahan milik Bapak Agus Permana 0,14 Ha.
Batas antar blok dapat berupa jalan kebun, parit, maupun pagar alami.
Arah bedengan sesuai dengan lebar teras, arah sinar matahari, saluran
irigasi dan drainase. Penentuan jumlah bedengan dalam suatu teras
mempertimbangkan perencanaan tanam, khususnya pola pergiliran
tanaman yang diterapkan.
4.4.2 Pengolahan dan Persiapan Lahan
Kegiatan pengolahan dan persiapan lahan dilakukan untuk
membuat lingkungan fisik tanah menjadi baik atau subur bagi
pertumbuhan tanaman. Selain itu kegiatan pengolahan lahan juga
dapat menstabilkan kondisi tanah dari segi kandungan unsur hara,
perbaikan sifat fisik dan perbaikan drainase tanah. Proses pengolahan
lahan dilakukan satu (1) kali dalam satu (1) musim tanam. Kegiatan
pengolahan dan persiapan lahan dilakukan sebelum memulai proses
budidaya.
Pada saat proses pengolahan dan persiapan lahan dilakukan juga
pembuatan bedengan tanah yang akan ditanami oleh sayuran dengan
menggunakan tanah yang dicampur oleh pupuk organik. Petani
CiboAgro menggunakan dua (2) jenis pupuk selama menanam
sayuran organik. Pertama adalah pupuk kompos yang dibuat sendiri
dari campuran kotoran hewan, sekam, dan hijauan. Kedua, Pupuk cair
organik dengan merk Organox. Jenis ini digunakan oleh CiboAgro,
karena khasiatnya sudah terbukti serta alasan kemudahan dalam
24
mendapatkannya. Pupuk cair organik ini digunakan sebagai pupuk
daun. Setelah itu tanah diberakan selama dua (2) hari dan dilakukan
penanaman bibit sayuran yang telah disiapkan.
Kegiatan pengolahan dan persiapan lahan melibatkan tenaga
kerja yang berasal dari warga sekitar yang berada didekat lahan.
Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan pengolahan dan persiapan
lahan sebesar 10 HOK dan dilakukan oleh tiga (3) orang.
Gambar 6. Pengolahan dan Persiapan Lahan
4.4.3 Penyemaian Lahan
Kegiatan penyemaian lahan dilakukan pada lahan yang telah
siap untuk digunakan. Kegiatan persemaian lahan diawali dengan
melakukan pengolahan lahan yaitu dengan menggunakan cangkul
sampai kondisi tanah menjadi gembur dan rata. Kemudian lahan
ditutup dengan mulsa, dengan tujuan agar terlindungi dari gangguan
hama serta untuk mengatur lubang tanam. Tujuan lain dari
penggunaan mulsa adalah agar unsur hara pada tanah dapat selalu
tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Setelah lahan persernaian siap,
selanjutnya benih ditaburkan pada lubang-lubang secara merata pada
lahan tersebut. Secara keseluruhan kegiatan penyemaian dikerjakan
oleh tenaga kerja yang berasal dari warga sekitar yang berada didekat
lahan. Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan persemaian lahan
sebesar 5 HOK. Dalam kegiatan pcrsemaian lahan ini lebih banyak
digunakan tenaga kerja wanita, dengan alasan bahwa tenaga kerja
wanita mempunyai tingkat ketelitian tinggi dibandingkan tenaga kerja
pria.
25
Gambar 7. Penyemaian Lahan
4.4.4 Penyemaian Benih
Benih yang digunakan oleh CiboAgro adalah benih hybrid yang
dijual di daerah sekitar. Benih ini dipilih oleh oleh kelompok tani
karena mempunyai mutu yang baik, cukup tahan hama, serta sangat
mudah dalam mendapatkannya.
Kegiatan penyemaian benih dilakukan untuk mempersiapkan
benih agar siap untuk ditanam. Kegiatan persemaian benih diawali
dengan mempersiapkan tanah untuk media tanam benih. Tanah yang
digunakan adalah tanah yang telah digemburkan dan diberi pupuk
kandang, kemudian tanah diberi air hangat. Hal ini dilakukan agar
tanah bebas dari bibit-bibit penyakit. Setelah lahan siap, lalu benih
ditebar di atas lahan tersebut. Penggunaan tenaga kerja untuk
kegiatan persemaian benih 5 HKW. Tenaga kerja yang digunakan
dalam kegiatan persemaian benih ini adalah sebagian besar tenaga
kerja wanita.
Gambar 8. Penyemaian benih
26
4.4.5 Penanaman Kegiatan penanaman dilakukan apabila bibit dipersemaian telah
siap untuk ditanam. Teknis penanaman dilakukan secara lurus dan
teratur sesuai dengan lubang tanam pada mulsa dengan jarak 25cm x
25cm. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penyiangan gulma.
Setelah benih dimasukan ke dalam lubang, selanjutnya dilakukan
penyiraman selama dua (2) hari dimana dalam satu (1) hari dilakukan
penyiraman sebanyak 2-3 kali. Secara umum kegiatan penyemaian
benih dikerjakan oleh tenaga kerja dalam pedesaan. Penggunaan
tenaga kerja untuk kegiatan persemaian benih sebesar 10 HKW.
Tenaga kerja yang digunakan dalam kegatan persemaian benih ini
adalah tenaga kerja wanita.
Gambar 9. Penanaman
4.4.6 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan bertujuan untuk membersihkan tanaman
dari gangguan gulma yang dapat menghambat pertumbuhan sayuran.
Kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari adalah penyemprotan
sebanyak dua (2) kali dalam satu (1) hari. Kemudian apabila tanaman
sayuran terkena serangan hama, maka dilakukan penyemprotan
dengan obat-obatan organik yang dibuat oleh kelompok tani
CiboAgro. Bahan-bahan yang digunakan dalam obat organik ini
adalah daun Mindi, daun Surian, Akar Wangi, dan Jahe. Selain itu
Poktan CiboAgro juga menggunakan pestisida organik yang kemasan.
Pestisida Organik yang digunakan oleh kelompok tani CiboAgro
adalah pestisida organik merk SuperFarm. Alasan Pemilihan merk ini
selain, karena khasiatnya disamping itu pertimbangan kemudahan
27
dalam mendapatkannya. Pengendali Hama Organik Superfarm ini juga
dapat dipakai untuk segala jenis tanaman dan tidak menimbulkan
akibat negatif apabila terjadi pemberian/pemakaian dosis yang
berlebihan dan dapat digunakan bersamaan dengan pupuk organik,
pupuk semi organik dan Decomposer Superfarm. Penyemprotan
dilakukan pada waktu serangan hama tiba. Secara umum kegiatan
pemeliharaan dikerjakan oleh tenaga kerja tenaga kerja untuk
kegiatan pemeliharaan 40 HOK.
Gambar 10. Pemeliharaan
4.4.7 Panen
Kegiatan pemanenan mencakup aktivitas pemetikan dan
pemotongan sayuran. Kegiatan ini dilakukan setelah tanaman berumur
30-40 hari dan siap untuk di panen. Teknis pemanenan yang dilakukan
masih menggunakan teknologi konvensional untuk pasar local, yaitu
menggunakan pisau dan arit, sedangkan untuk sayuran yang dijual ke
retailer dilakukan dengan mencabut sayuran hingga keakarnya.
sayuran yang telah sudah dipanen kemudian dimasukan kedalam box.
Penataan pada box perlu mendapatan perhatian, hal ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya kerusakan pada sayuran sebelum dikemas.
Pada kegiatan pemanenan ini dilakukan oleh tenaga kerja yang
berasal dari masyarakat sekitar. Penggunaan tenaga kerja untuk
kegiatan pemanenan adalah 15 HKW. Dari hasil wawancara di
lapangan, para pekerja kegiatan panen sangat menyadari pentingnya
28
menjaga mutu dari sayuran yang dipanen, sehingga hal ini akan
mengurangi jumlah sayuran yang ditolak pada saat proses sortir.
Gambar 11. Panen
4.5 Pasca Panen
1. Kegiatan pasca panen yang dilakukan mencakup kegiatan sortasi dan
grading. Sortasi dan grading sangat diperlukan untuk mengetahui ada
tidaknya cacat pada sayuran dan untuk menggolongkan sayuran
berdasarkan mutunya. Proses sortasi dan grading yang dilakukan adalah
memisahkan sayuran bermutu tinggi dan rendah serta dicuci dengan air
bersih untuk membersihkan kotoran tanah yang masih menempel pada
sayuran. Kriteria sayuran yang dipilih dalam mutu tinggi adalah sayuran
yang memiliki warna normal, batang muda, tinggi sayuran tidak lebih
dari 35 cm, daun tidak berlubang, tidak memiliki bercak putih dan
batang tidak patah.
2. Kegiatan penanganan yang dilakukan adalah pengemasan. Proses
pengemasan yang dilakukan oleh perusahaan terbagi menjadi dua (2)
jenis, yaitu Kemasan langsung yang merupakan kemasan utama yang
bersinggungan dengan sayuran yang dikemas. Bahan pengemas utama
ini dapat berupa plastik. Kemasan tidak langsung adalah kemasan kedua
dari sayuran yang tidak bersentuhan langsung. Hal ini dilakukan untuk
melindungi sayuran dari kerusakan fisik dan mekanis dan juga untuk
memudahkan pengaturan dalam gudang penyimpanan, distribusi, serta
memudahkan pengaturan dalam alat angkut. Bahan pengemas jenis ini
29
dapat dibuat dari peti kayu, peti plastik, peti karton, dan keranjang
bambu.
Pada kegiatan pasca panen ini dilakukan oleh tenaga kerja yang
berasal dari warga desa yang dekat dengan lahan tanam. Penggunaan tenaga
kerja untuk kegiatan pasca panen adalah 15 HOK. Dari hasil penelitian di
lapangan, bahwa tenaga kerja yang diperbantukan pada kegiatan pasca
panen sangat memperhatikan output yang dihasilkan, karena sadar bahwa
hanya produk dengan mutu yang baik dan didukung dengan kemasan yang
baik pula yang akan diterima oleh pelanggan.
Gambar 12. Kegiatan Pasca Panen
4.6 Pemasaran Jalur pemasaran sayuran kangkung, bayam hijau, bayam merah, dan
bawang daun di bagian pemasaran dibagi menjadi dua (2) bentuk, pertama
petani menjual langsung sayuran ke Royal Farm, sebuah pemasok sayuran
organik di Kota Bandung berdasarkan pemesanan dari pihak
retailer/restoran yang selanjutnya dijual ke konsumen. Jika terdapat sayuran
dengan daun yang berlubang, batang patah, atau memiliki bercak-bercak
putih yang masih dapat diterima, atapun sayuran sisa sayuran yang dipanen,
sayuran tesebut akan dijual ke pengecer di pasar lokal yang terdapat di
onsumendaerah sekitar Kecamatan Selaawi yang kemudian dijual ke
konsumen.
30
Uraian mengenai pemasaran Poktan CiboAgro dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 13. Diagram alir pemasaran Kelompok Tani CiboAgro
4.7 Pengolahan dan Analisis Data Komoditas yang dipilih sebagai bahan penelitian terdiri dari empat
(4) komoditas sayuran organik, yaitu kangkung, bayam hijau, bayam merah,
dan daun bawang. Dari hasil analisis dan wawancara peneliti dengan petani
diperoleh suatu permasalahan yaitu mutu sayuran organik yang kurang baik.
4.7.1 Fishbone Diagram A. Kangkung
Kangkung merupakan salah satu komoditas yang menjadi
unggulan dari Kelompok Tani CiboAgro. Namun Kelompok Tani
Cibolerang Agro terkendala dalam hal mutu hasil panen kangkung
yang kurang baik. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan
brainstorming terhadap mutu hasil panen kangkung buruk. Hasil
analisis dapat dilihat pada Gambar 14.
Petani Cibolerang Agro
Pemasok
Pengecer
Supermarket Konsumen
Konsumen
31
Gambar 14. Diagram Sebab-Akibat cacat pada komoditi Kangkung
Dari Diagram Sebab-Akibat pada Gambar 14 dapat dilihat
bahwa faktor utama yang mempengaruhi adanya hasil panen daun
berlubang pada komoditi sayuran organik kangkung dapat disebabkan
oleh lima (5) faktor, yaitu penyakit, hama, metode, material/bahan dan
lingkungan.
1) Hama
Hama pada kangkung organik umumnya menyebabkan bercak
putih dan daun berlubang. Kutu putih yang menghisap cairan dari
permukaan daun menyebabkan permukaan daun bercak-bercak
putih, yang apabila sudah parah bisa menyebabkan daun berlubang.
Hama kutu putih ini menyerang bagian batang, daun dan buah.
Kutu Putih ini biasanya menyerang dengan cara bergerombol,
bagian tubuh kutu putih yang terdapat getah seperti lendir dan
lengket memenuhi bagian pohon dan sulit dihilangkan. Tanaman
Suhu
Lingkungan
Warna tidak normal
Masa tanam
Cara mengangkut
Curah hujan kurang
pH Tanah
Bercak putih
Daun berlubang
Benih
Pupuk organik
Busuk batang
Karat Putih
Hama Material
Penyakit Metode
Kualitas Kangkung kurang
baik
Batang patah
Batang tua
Ulat
Kutu
Hibrida
Organik
CendawanCendawan
32
yang terserang kutu putih tidak akan bertahan lama bila tidak
segera dibersihkan. Untuk pengendalian, gunakan jenis pestisida
yang aman mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati
atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut
harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume
semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.
Bila serangan masih dalam tahap ringan, petani Poktan CiboAgro
mengatasi hama ini dengan pestisida organik. Pada musim hujan
Hama ini sendiri akan hilang bila hujan turun. Namun bila sudah
parah, petani Poktan CiboAgro hanya mendiamkan lahan
tanamannya hingga kutu putih tersebut menghilang. Sedangkan
daun berlubang sering dikarenakan daun tersebut di makan oleh
ulat. Untuk pengendalian, gunakan jenis pestisida yang aman
mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau
pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus
dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume
semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya. Upaya yang
sudah dilakukan Poktan CiboAgro untuk mengurangi dampak
kerusakan dari ulat bulu adalah dengan cara mekanis yaitu dengan
mengambil ulat dengan menggunakan tangan. Penggunaan mulsa
pada saat penyemaian lahan telah dilakukan namun hal tersebut
tidak dapat menghentikan serangan hama yang terjadi. Dari faktor-
faktor yang telah didapatkan, dipilih faktor bercak putih dan daun
berlubang untuk di analisis lebih lanjut.
2) Metode
Penyebabnya adalah metode dalam pengangkutan sayuran dari
lahan tanam pada saat panen ke tempat pembersihan dan
penyortiran yang membuat batang kangkung patah. Sebaiknya
pengangkutan hasil panen sayuran dari lahan ketempat pencucian
menggunakan kemasan berupa peti kayu atau peti plastik. Hal ini
dimaksudkan agar sayuran tidak mengalami kerusakan pada saat
pengangkutan yang berdampak pada penurunan kualitas dari
sayuran. Penyebab penurunan kualitas lainnya adalah masa tanam
33
yang terlalu lama yang menjadikan tanaman kangkung memiliki
batang yang tua dan keras. Panen kangkung dilakukan pada umur
27 hari. Namun petani Poktan CiboAgro terkadang memanen lebih
dari 27 hari. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya pesanan dari
retailer pada saat tanaman sayuran masuk musim panen.
3) Lingkungan
Cuaca yang tidak menentu, membuat kekeringan berkepanjangan
serta suhu yang menyebabkan lahan kekurangan air. Sumber-
sumber air untuk mengairi lahan menjadi kering Sedangkan
kangkung merupakan tanaman yang memerlukan curah hujan yang
tinggi. Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan kangkung
berkisar 500-5000 mm/tahun. Tanaman kangkung termasuk peka
terhadap pH tanah. Bila pH tanah di atas 7 (alkalis), pertumbuhan
daun-daun muda (pucuk) akan memucat putih kekuning – kuningan
(klorosis). 4) Material/Bahan
Pemilihan bibit harus memperhatikan hal-hal seperti berikut,
batang besar, tua, daun besar dan bagus. Penanamannya dengan
cara stek batang, kemudian ditancapkan di tanah. Sedangkan biji
untuk bibit harus diambil dari tanaman tua dan dipilih yang kering
serta berkualitas baik. Benih yang digunakan oleh petani Poktan
CiboAgro kurang tahan terhadap hama, sehingga hama dapat
langsung menyerang sayuran pada saat masa penanaman. Pestisida
organik yang digunakan hanya satu jenis saja, sehingga untuk hama
jenis tertentu bisa saja pestisida tersebut tidak berpengaruh,
sebaiknya pestisida organik yang digunakan terdiri dari beberapa
jenis yang digunakan secara bergantian. Sayuran yang terkena
hama membuat mutu dari hasil panen menjadi menurun dan kurang
baik.
34
5) Penyakit
Penyebabnya adalah terjadinya karat putih Albugo ipomoea
reptans. Pada sayuran kangkung yang di tanam secara
konvensional. Meskipun pada musim kemarau, karat putih kerap
muncul, hal ini disebabkan karena Kecamatan Selaawi merupakan
daerah yang berudara lembab meskipun pada musim kemarau.
Penyakit ini peka terhadap Dithane M-45, atau Benlate, tetapi pada
sayuran organik benih diperlakukan dengan penyiraman dan
higiene pada saat penanaman umumnya baik, penyakit tidak
menjadi masalah.
Dari hasil wawancara secara mendalam yang dilakukan
oleh peneliti kepada petani, maka untuk sayuran kangkung organik
diperoleh faktor-faktor utama yang menyebabkan kurang baiknya
mutu hasil panen pada komoditi kangkung, yaitu daun berlubang,
bercak putih, batang patah, batang tua, serta warna tidak normal.
B. Bayam Hijau
Bayam Hijau merupakan salah satu komoditas yang menjadi
unggulan dari Poktan CiboAgro. Namun Poktan CiboAgro
terkendala dalam hal mutu hasil panen bayam hijau yang kurang
baik. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan brainstorming
terhadap mutu hasil panen bayam hijau yang kurang baik. Hasil
analisis dapat dilihat pada Gambar 15.
35
Gambar 15. Diagram Sebab-Akibat Komoditi Bayam Hijau
Dari diagram sebab-akibat pada Gambar 15 dapat dilihat
bahwa faktor utama yang mempengaruhi adanya hasil panen daun
berlubang pada komoditi sayuran organik bayam hijau dapat
disebabkan oleh lima (5) faktor, yaitu penyakit, hama, metode,
material/bahan dan lingkungan.
1. Hama
Serangan hama sangat berpengaruh terhadap mutu hasil panen
sayuran. Bila sayuran terkena hama, maka dampaknya dapat
terlihat langsung secara visual. Hama pada bayam hijau organik
umumnya menyebabkan bercak putih dan daun berlubang. Hal
tersebut dikarenakan kutu putih yang menghisap cairan dari
permukaan daun. Sedangkan daun berlubang sering dikarenakan
daun tersebut di makan oleh ulat. Untuk pengendalian OPT,
seharusnya mengggunakan pestisida yang aman mudah terurai
Suhu
Lingkungan
Warna tidak normal
Masa tanam
Cara mengangkut
Curah hujan kurang
pH Tanah
Bercak putih
Daun berlubang
Benih
Pupuk organik
Busuk batang
Karat Putih
Hama Material
Penyakit Metode
Mutu Bayam Hijau kurang
baik
Batang patah
Batang tua
Ulat
Kutu
Hibrid
Organik
CendawanCendawan
36
seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid
sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan
benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi,
interval dan waktu aplikasinya. Petani Poktan CiboAgro
menggunakan pestisida organik buatan sendiri yang terbuat dari
daun mindi, daun surian, akar wangi dan jahe. Namun bila sudah
parah, petani hanya mendiamkan/mengistirahatkan lahan
tanamannya hingga kutu loncat tersebut menghilang. Untuk
pengendalian ulat bulu Poktan CiboAgro melakukan pengendalian
dengan mengambil ulat yang terlihat dengan menggunakan tangan.
Penggunaan mulsa pada saat penyemaian lahan telah dilakukan
namun hal tersebut tidak dapat menghentikan serangan hama yang
terjadi. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
penyebabnya.
2. Metode
Metode pola tanam yang dimulai dari pra tanam, masa tanam,
panen, serta pasca panen. Metode yang tidak tepat selama
penanganan dapat menurunkan mutu dari sayuran tersebut.
Sebaiknya pengangkutan hasil panen sayuran dari lahan ketempat
pencucian menggunakan kemasan berupa peti kayu atau peti
plastik. Hal ini dimaksudkan agar sayuran tidak mengalami
kerusakan pada saat pengangkutan yang berdampak pada
penurunan kualitas dari sayuran. Poktan CiboAgro melakukan
pengangkutan sayuran dari lahan tanam pada saat panen ke tempat
pembersihan dan penyortiran tanpa hanya dengan cara
konvensional yakni dengan mengangkut menggunakan tangan
secara langsung, yang membuat batang kangkung patah. Penyebab
penurunan mutu lainnya adalah masa tanam yang terlalu lama
yang menjadikan tanaman kangkung memiliki batang yang tua dan
keras. Panen bayam hijau dilakukan pada umur 27 hari atau antara
3-4 minggu. Masa tanam yang terlalu lama yang menjadikan
tanaman bayam hijau memiliki batang yang tua dan keras. Hal
tersebut terjadi karena tidak adanya pesanan dari retailer pada saat
37
tanaman sayuran masuk musim panen. Sehingga petani Poktan
CiboAgro terkadang memanen lebih dari 27 hari.
3. Material/Bahan
Pemilihan bibit harus memperhatikan hal-hal seperti berikut,
batang besar, tua, daun besar dan bagus. Penanamannya dengan
cara stek batang, kemudian ditancapkan di tanah. Sedangkan biji
untuk bibit harus diambil dari tanaman tua dan dipilih yang kering
serta berkualitas baik. Benih yang digunakan kurang tahan terhadap
hama, sehingga hama dapat langsung menyerang sayuran pada saat
masa penanaman. Pestisida organik yang digunakan hanya satu
jenis saja, sehingga untuk hama jenis tertentu bisa saja pestisida
tersebut tidak berpengaruh. Sayuran yang terkena hama membuat
mutu dari hasil panen menjadi menurun dan kurang baik.
4. Lingkungan
Cuaca yang tidak menentu, membuat kekeringan berkepanjangan
dan suhu yang menyebabkan lahan kekurangan air. Sumber-sumber
air untuk mengairi lahan menjadi kering Sedangkan bayam merah
merupakan tanaman yang memerlukan curah hujan yang tinggi.
Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan kangkung
berkisar 500-5000 mm/tahun. Tanaman bayam merah termasuk
peka terhadap pH tanah. Bila pH tanah di atas 7 (alkalis),
pertumbuhan daun-daun muda (pucuk) akan memucat putih
kekuning–kuningan (klorosis). 5. Penyakit
Penyebabnya adalah terjadinya karat putih yang disebabkan oleh
cendawan Albugo ipomoea reptans. Lalu busuk pada batang yang
disebabkan oleh cendawan yang di tandai dengan munculnya
bercak-bercak putih pada tanaman. Meskipun pada musim
kemarau, karat putih kerap muncul, hal ini disebabkan karena
Kecamatan Selaawi merupakan daerah yang berudara lembab
meskipun pada musim kemarau. Penyakit ini peka terhadap
Dithane M-45, atau Benlate, tetapi pada sayuran organik benih
38
diperlakukan dengan penyiraman dan higiene pada saat penanaman
umumnya baik, penyakit tidak menjadi masalah. Maka untuk
sayuran bayam hijau organik diperoleh faktor-faktor utama yang
menyebabkan kurang baiknya mutu hasil panen pada komoditi
bayam hijau, yaitu batang tua, batang patah, bercak putih, daun
berlubang, serta warna tidak normal.
C. Bayam Merah
Bayam Merah merupakan salah satu komoditas yang menjadi
unggulan dari Poktan CiboAgro. Namun Kelompok Tani
Cibolerang Agro terkendala dalam hal mutu hasil panen bayam
merah yang kurang baik. Dari permasalahan tersebut, maka
dilakukan brainstorming terhadap mutu hasil panen bayam merah
yang kurang baik. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Diagram Sebab-Akibat Komoditi Bayam Merah
Suhu
Lingkungan
Warna tidak normal
Masa tanam
Cara mengangkut
Curah hujan kurang
pH tanah
Bercak putih
Daun berlubang
Benih
Pupuk organik
Busuk batang
Karat Putih
Hama Material
Penyakit Metode
Mutu Bayam Merah kurang
baik
Batang patah
Batang tua
Ulat
Kutu
Hibrid
Organik
CendawanCendawan
39
Dari Diagram Sebab-Akibat pada Gambar 16 dapat dilihat,
bahwa faktor utama yang mempengaruhi adanya hasil panen daun
berlubang pada komoditi sayuran organik bayam merah dapat
disebabkan oleh lima (5) faktor, yaitu penyakit, hama, metode,
material/bahan dan lingkungan.
1. Hama
Serangan hama sangat berpengaruh terhadap mutu hasil panen
sayuran. Bila sayuran terkena hama, maka dampaknya dapat
terlihat langsung secara visual. Hama pada bayam merah umumnya
menyebabkan bercak putih dan daun berlubang. Hal tersebut
dikarenakan kutu putih yang menghisap cairan dari permukaan
daun. Sedangkan daun berlubang sering dikarenakan daun tersebut
di makan oleh ulat. Untuk pengendalian OPT, seharusnya
mengggunakan pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida
biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik.
Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik
pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan
waktu aplikasinya. Petani Poktan CiboAgro menggunakan pestisida
organik buatan sendiri yang terbuat dari daun mindi, daun surian,
akar wangi dan jahe. Namun bila sudah parah, petani hanya
mendiamkan/mengistirahatkan lahan tanamannya hingga kutu
loncat tersebut menghilang. Untuk pengendalian ulat bulu Poktan
CiboAgro melakukan pengendalian dengan mengambil ulat yang
terlihat dengan menggunakan tangan. Penggunaan mulsa pada saat
penyemaian lahan telah dilakukan namun hal tersebut tidak dapat
menghentikan serangan hama yang terjadi. Sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebabnya.
2. Metode
Metode pola tanam yang dimulai dari pra-tanam, masa tanam,
panen, serta pasca panen. Metode yang tidak tepat selama
penanganan dapat menurunkan mutu dari sayuran tersebut.
Sebaiknya pengangkutan hasil panen sayuran dari lahan ketempat
pencucian menggunakan kemasan berupa peti kayu atau peti
40
plastik. Hal ini dimaksudkan agar sayuran tidak mengalami
kerusakan pada saat pengangkutan yang berdampak pada
penurunan kualitas dari sayuran. Poktan CiboAgro melakukan
pengangkutan sayuran dari lahan tanam pada saat panen ke tempat
pembersihan dan penyortiran tanpa hanya dengan cara
konvensional yakni dengan mengangkut menggunakan tangan
secara langsung, yang membuat batang kangkung patah. Penyebab
penurunan mutu lainnya adalah masa tanam yang terlalu lama
yang menjadikan tanaman bayam merah memiliki batang yang tua
dan keras. Panen bayam hijau dilakukan pada umur 20-25 hari.
Masa tanam yang terlalu lama yang menjadikan tanaman bayam
merah memiliki batang yang tua dan keras. Hal tersebut terjadi
karena tidak adanya pesanan dari retailer pada saat tanaman
sayuran masuk musim panen. Sehingga petani Poktan CiboAgro
terkadang memanen lebih dari 27 hari.
3. Material/Bahan
Bagi budidaya sayuran, benih yang baik dan berkualitas
menentukan ketahanan sayuran tersebut dari serangan hama,
penyakit serta kondisi lingkungan pada saat masa tanam. Selain itu
benih yang baik juga menentukan hasil panen yang baik dan
berkualitas. Pemilihan benih harus memperhatikan hal-hal seperti,
batang besar, tua, daun besar dan bagus. Penanamannya dengan
cara stek batang, kemudian ditancapkan di tanah. Sedangkan biji
untuk benih harus diambil dari tanaman tua dan dipilih yang kering
serta berkualitas baik. Benih yang digunakan oleh Poktan
CiboAgro berasal dari benih hibrida yang beredar di daerah sekitar.
Dari benih hibrida tersebut beberapa tanaman ditumbuhkan untuk
menghasilkan benih. Namun benih yang dihasilkan dari tanaman
yang ditumbuhkan tersebut hanya dapat digunakan 2-3 kali masa
tanam dan kurang tahan terhadap hama, sehingga hama dapat
langsung menyerang sayuran pada saat masa penanaman. Pestisida
organik yang digunakan hanya satu jenis saja, sehingga untuk hama
jenis tertentu bisa saja pestisida tersebut tidak berpengaruh.
41
Sayuran yang terkena hama membuat mutu dari hasil panen
menjadi menurun dan kurang baik.
4. Lingkungan
Cuaca yang tidak menentu, membuat kekeringan berkepanjangan
serta suhu yang menyebabkan lahan kekurangan air. Sumber-
sumber air untuk mengairi lahan menjadi kering. Sedangkan bayam
merah merupakan tanaman yang memerlukan curah hujan yang
tinggi. Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan bayam
merah lebih dari 1.500 mm/tahun, dengan suhu udara 16-20oC dan
kelembaban udara 40-60% (. Tanaman kangkung termasuk peka
terhadap pH tanah. Bila pH tanah di atas 7 (alkalis), pertumbuhan
daun-daun muda (pucuk) akan memucat putih kekuning – kuningan
(klorosis). 5. Penyakit
Penyebabnya adalah terjadinya karat putih Albugo ipomoea
reptans. Pada sayuran bayam merah yang di tanam secara
konvensional. Meskipun pada musim kemarau, karat putih kerap
muncul, hal ini disebabkan karena Kecamatan Selaawi merupakan
daerah yang berudara lembab meskipun pada musim kemarau.
Penyakit ini peka terhadap Dithane M-45, atau Benlate, tetapi pada
sayuran organik benih diperlakukan dengan penyiraman dan
higiene pada saat penanaman umumnya baik, penyakit tidak
menjadi masalah.
Dari dari faktor-faktor yang telah dijabarkan tersebut, maka untuk
komoditi sayuran bayam merah organik diperoleh faktor-faktor
utama yang menyebabkan kurang baiknya mutu hasil panen pada
komoditi bayam merah, yaitu batang tua, batang patah, bercak
putih, daun berlubang, serta warna tidak normal.
D. Bawang daun
Bawang daun merupakan salah satu komoditas yang menjadi
unggulan dari Poktan CiboAgro. Namun Poktan tersebut terkendala
dalam hal mutu hasil panen bawang daun yang kurang baik. Dari
42
permasalahan tersebut, maka dilakukan brainstorming terhadap
mutu hasil panen bawang daun yang kurang baik. Hasil analisis
dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Diagram Sebab-Akibat Komoditi Bawang Daun
Dari diagram sebab-akibat pada Gambar 17 dapat dilihat
bahwa faktor utama yang mempengaruhi adanya hasil panen daun
berlubang pada komoditi sayuran organik bawang daun dapat
disebabkan oleh lima (5) faktor, yaitu penyakit, hama, metode,
material/bahan dan lingkungan.
1. Lingkungan
Bawang daun bisa tumbuh di dataran rendah maupun tinggi.
Dataran rendah yang terlalu dekat pantai bukanlah lokasi yang
tepat karena pertumbuhan bawang daun menginginkan ketinggian
sekitar 250-1.500 m dpl. Di daerah dataran rendah produksi anakan
bawang daun juga tak seberapa banyak. Curah hujan yang tepat
sekitar 1.500-2.000 mm/tahun. Daerah tersebut sebaiknya juga
memiliki suhu udara harian 18-25°C. Tanah dengan pH netral (6,5-
Jarak tanam
Cara mengangkut sayuran
Curah hujan kurang
pH Tanah Suhu
Tanaman rebah
Daun‐daun berlubang Benih
Pupuk organik
Busuk daun
Bercak ungu
HamaMaterial
Penyakit
Lingkungan
Metode
Mutu Bawang daun kurang baik
Batang patah
Cara memanen
Daun mengering
Ulat
Ulat
Hibrida
cair
Panas
43
7,5) cocok untuk budi daya bawang daun. Meskipun tanaman
bawang daun termasuk tanaman yang kuat pada suhu panas, tetapi
cuaca yang tidak menentu, panas yang berkepanjangan yang
sedang terjadi di kecamatan Selaawi, serta kurangnya air dapat
membuat komoditi bawang daun menjadi kering pada daunnya.
2. Metode
Penyebabnya adalah metode dalam pengangkutan sayuran dari
lahan tanam pada saat panen ke tempat pembersihan dan
penyortiran yang membuat batang bawang daun patah. Sebaiknya
pengangkutan hasil panen sayuran dari lahan ketempat pencucian
menggunakan kemasan berupa peti kayu atau peti plastik. Hal ini
dimaksudkan agar sayuran tidak mengalami kerusakan pada saat
pengangkutan yang berdampak pada penurunan kualitas dari
sayuran. Selain itu Jarak tanam yang terlalu berdekatan serta cara
memanen dapat pula membuat mutu bawang daun yang dipanen
menjadi berkurang. Seharusnya jarak Lubang tanam dibuat pada
jarak 20 x 20 cm sedalam 10 cm.
3. Penyakit
Penyakit yang merusak tanaman bawang daun sehingga
mengurangi mutu bawang daun pada saat panen adalah bercak
ungu dan busuk daun/batang. penyakit yang merusak tanaman
bawang daun ialah busuk batang lunak. Penyebabnya ialah
cendawan Erwinia carotovora. Cirinya batang yang terserang
busuk, basah, dan mengeluarkan bau tak enak. Penyakit yang
berbahaya ini belum ditemukan cara pengendaliannya yang tuntas.
Pergiliran tanaman diharapkan dapat memutus daur hidup
penyakit. Begitu pula pemeliharaan lahan sayuran agar tidak kotor,
atau terlalu lembap. Sedangkan bercak ungu pengandalian
dilakukan dengan cara perbaikan tata air tanah, pergiliran tanaman
dengan tanaman lain dan menggunakan bibit sehat.
4. Hama
Tanaman rebah yang disebabkan oleh ulat tanah. Pangkal batang
yang diserang akan memperlihatkan bekas gigitannya, atau bahkan
44
batang terpotong hingga putus. Untuk pengendalian, gunakan jenis
pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida biologi,
pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan
pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan
jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu
aplikasinya. Pengendalian yang telah dilakukan oleh petani Poktan
CiboAgro adalah dengan mengumpulkan ulat di malam hari,
menjaga kebersihan kebun dan pergiliran tanaman dengan tanaman
lain, daun-daun berlubang dapat pula menurunkan mutu panen dari
bawang daun. Daun berlubang disebabkan oleh ulat penggerek
daun. Untuk pengendaliannya petani melakukan pergiliran
tanaman dengan tanaman lain.
5. Material/Bahan
Dalam pembibitan bawang daun dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama, pembibitan benih dan kedua menggunakan pembibitan
anakan. Umumnya petani Indonesia menggunakan setek tunas.
Caranya dengan memisahkan anakan dari induknya. Pilihlah induk
yang sehat dan bagus pertumbuhannya. Tetapi untuk jenis bawang
daun impor bibit yang digunakan adalah dari biji yang dibeli di
toko pertanian. Umumnya jenis bawang daun introduksi ini
tergolong hibrida yang memang tak baik diperbanyak dengan tunas
anakan atau dari biji hasil penanaman sendiri. Kelemahan bibit asal
biji ialah panen bisa lebih lama l bulan daripada dengan bibit asal
tunas anakan. Benih yang digunakan oleh Poktan CiboAgro kurang
tahan terhadap hama, sehingga hama dapat langsung menyerang
sayuran pada saat masa penanaman. Pestisida organik yang
digunakan hanya satu jenis saja, sehingga untuk hama jenis tertentu
bisa saja pestisida tersebut tidak berpengaruh. Sayuran yang
terkena hama membuat mutu dari hasil panen menjadi menurun
dan kurang baik. Dari dari faktor-faktor yang telah dijabarkan tersebut, maka untuk
komoditi sayuran bawang daun organik diperoleh faktor-faktor
utama yang menyebabkan kurang baiknya mutu hasil panen pada
45
komoditi bawang daun adalah daun/batang mengering, daun/batang
patah, bercak ungu dan busuk daun
4.7.2 Pengolahan data dengan menggunakan diagram Pareto a. Kangkung
Setelah dilakukan identifikasi terhadap penyebab utama
yang menyebabkan buruknya mutu kangkung Poktan CiboAgro
dengan menggunakan Fishbone diagram, selanjutnya dilakukan
analisis lebih lanjut untuk mengetahui cacat yang paling
berpengaruh dengan menggunakan Diagram Pareto.
Data Contoh sayuran Kangkung dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Contoh Sayuran Kangkung
Contoh ke -
Jenis cacat
Jumlah Bercak Putih
Daun Berlubang
Batang Patah
Warna Tidak
Normal
Batang Tua
1 0 1 0 0 0 1 2 0 1 0 0 0 1 3 0 1 0 0 0 1 4 0 1 0 0 0 1 5 0 1 0 0 0 1 6 0 1 0 0 0 1 7 0 1 0 0 0 1 8 0 0 0 1 0 1 9 0 1 0 0 0 1 10 0 1 0 0 0 1 11 0 1 0 0 0 1 12 0 1 0 0 0 1 13 0 0 0 0 1 1 14 0 0 0 1 0 1 15 1 0 0 0 0 1 16 0 1 0 0 0 1 17 0 1 0 0 0 1 18 0 0 1 0 0 1 19 1 0 0 0 0 1
46
Lanjutan Tabel 4.
Contoh ke -
Jenis cacat Jumlah Bercak
Putih Daun
BerlubangBatang Patah
Warna Tidak
Normal
Batang Tua
20 0 1 0 0 0 1 21 0 1 0 0 0 1 22 0 1 0 0 0 1 23 1 0 0 0 0 1 24 0 1 0 0 0 1 25 0 1 0 0 0 1 26 0 1 0 0 0 1 27 1 0 0 0 0 1 28 0 0 1 0 0 1 29 0 1 0 0 0 1 30 1 0 0 0 0 1
Jumlah 5 20 2 2 1 30
Dari hasil pengamatan dan jumlah banyaknya cacat terhadap contoh hasil
panen pada komoditas kangkung seperti yang terdapat pada Tabel 4. Maka
dilakukan perhitungan, sehingga didapat perhitungan seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Kangkung
Jenis cacat Jumlah Cacat Persen Cacat (%)
Persen Kumulatif (%)
Daun Berlubang 20 66,66 66,66 Bercak Putih 5 16,67 83,33 Batang Patah 2 6,67 90,01 Warna Tidak Normal 2 6,67 96,68 Batang Tua 1 3,33 100,00
Jumlah 30 100,00
Hasil perhitungan dari produk reject sayuran Kangkung dapat
digambarkan pada diagram Pareto yang ditunjukkan pada Gambar 18.
47
Gambar 18. Diagram Pareto terhadap Cacat Kangkung
Dari diagram Pareto pada Gambar 18 di atas dapat dilihat
bahwa daun berlubang merupakan cacat tertinggi dengan jumlah cacat
dua puluh 20 (66,66%). Bercak putih dengan jumlah lima (5) atau
16,67%. Batang patah dengan jumlah dua (2) atau 6,67%. Warna
tidak normal dengan jumlah dua (2) atau 6,67%. Batang tua dengan
jumlah satu (1) atau 3,33%.
Jadi cacat yang paling besar yaitu cacat daun berlubang yang
disebabkan oleh hama. Hal ini sesuai dengan identifikasi dari
Fishbone Diagram. Penanganan yang telah dilakukan oleh petani
adalah dengan mengambil setiap ulat atau belalang yang terlihat.
Namun cara tersebut dirasa kurang efisien mengingat luas lahan dan
harus seringnya kegiatan itu dilakukan. Untuk mencegah terserangnya
kangkung oleh ulat dan belalang, petani bisa memanfaatkan sifat hama
yang umumnya tertarik pada penyinaran lampu UV. Petani bisa
memasang perangkap sinar UV pada malam hari untuk mencegah
serangga menyerang tanaman kangkung. Pemasangan perangkap UV
memang membutuhkan sedikit biaya, namun ini bisa
mengefisiensikan kerja para petani. Selain itu, anggota Poktan
CiboAgro juga sebaiknya menggunakan pestisida organik yang
bervariasi, tidak hanya bergantung pada pestisida cair yang beredar
dipasaran. Pestisida organik dapat pula dibuat mandiri oleh petani
48
dengan menggunakan bahan-bahan alami dari tumbuh-tumbuhan
seperti bawang merah, daun mimba, biji mimba, daun pepaya. Petani
dapat pula membuat campuran dari pestisida cair organik dengan
tanaman-tanaman yang dapat dibuat pestisida nabati tersebut.
b. Bayam Hijau
Setelah dilakukan identifikasi terhadap penyebab utama
yang menyebabkan buruknya mutu bayam hijau Poktan CiboAgro
dengan menggunakan Fishbone diagram, selanjutnya dilakukan
analisis lebih lanjut untuk mengetahui cacat yang paling
berpengaruh dengan menggunakan Diagram Pareto.
Data Contoh sayuran Bayam Hijau dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data Contoh Sayuran Bayam Hijau
Contoh ke-
Jenis cacat
Jumlah Bercak putih
Batang Patah
Daun berlubang
Warna Tidak Normal
Batang Tua
1 1 0 0 0 0 1 2 1 0 0 0 0 1 3 1 0 0 0 0 1 4 1 0 0 0 0 1 5 0 1 0 0 0 1 6 0 0 1 0 0 1 7 0 0 0 0 1 1 8 0 0 1 0 0 1 9 0 0 0 1 0 1
10 0 0 1 0 0 1 11 0 0 1 0 0 1 12 0 0 1 0 0 1 13 1 0 0 0 0 1 14 0 0 1 0 0 1 15 0 0 1 0 0 1 16 1 0 0 0 0 1 17 0 0 1 0 0 1 18 0 0 1 0 0 1
49
Lanjutan Tabel 6.
Contoh ke-
Jenis cacat JumlahBercak
putih Bercak putih
Bercak putih
Bercak putih
Bercak putih
19 0 0 0 1 0 1 20 0 0 1 0 0 1 21 0 0 1 0 0 1 22 0 0 1 0 0 1 23 1 0 0 0 0 1 24 0 0 1 0 0 1 25 0 0 1 0 0 1 26 0 0 1 0 0 1 27 1 0 0 0 0 1 28 0 0 1 0 0 1 29 1 0 0 0 0 1 30 0 0 1 0 0 1
Jumlah 9 1 17 2 1 30
Dari hasil pengamatan dan jumlah banyaknya cacat terhadap contoh hasil
panen pada komoditas bayam hijau seperti yang terdapat pada Tabel 6.
Maka dilakukan perhitungan, sehingga didapat hasil perhitungan seperti
pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Bayam Hijau
Jenis cacat Jumlah Cacat Persen Cacat (%)
Persen Kumulatif (%)
Bercak Putih 20 66,66 66,66 Daun Berlubang 5 16,67 83,33 Batang Patah 3 10,00 93,33 Warna Tidak Normal 2 6,67 100,00 Batang Tua 0 0,00 100,00
Jumlah 30 100,00
Hasil perhitungan dari produk reject sayuran bayam hijau
dapat digambarkan pada diagram Pareto yang ditunjukkan pada
gambar 19.
50
Gambar 19. Diagram Pareto terhadap Cacat Bayam Hijau
Dari gambar diagram Pareto (Gambar 19) terhadap sayuran Bayam
Hijau dapat dilihat bahwa Bercak putih merupakan cacat tertinggi
dengan jumlah cacat 20 (66,67%). Daun berlubang dengan jumlah
lima (5) atau 16,67%. Batang patah dengan jumlah tiga (3) atau
10,00%. Warna tidak normal dengan jumlah dua (2) atau 6,67%.
Batang tua dengan jumlah 0 atau 0%.
Jadi
Cacat yang paling besar pada komoditas bayam hijau adalah bercak
putih pada daun yang disebabkan oleh kutu loncat yang merupakan
hama pada tanaman bayam hijau. Hal ini dapat disesuaikan dengan
hasil identifikasi dari Fishbone Diagram. Untuk mencegah
terserangnya bayam hijau oleh kutu loncat, anggota poktan CiboAgro
sebaiknya menggunakan pestisida organik yang bervariasi, tidak
hanya bergantung pada pestisida cair yang beredar dipasaran.
Pestisida organik dapat pula dibuat mandiri oleh petani dengan
menggunakan bahan-bahan alami dari tumbuh-tumbuhan seperti
bawang merah, daun mimba, biji mimba, daun pepaya. Petani dapat
pula membuat campuran dari pestisida cair organik dengan tanaman-
tanaman yang dapat dibuat pestisida nabati tersebut.
51
c. Bayam Merah
Setelah dilakukan identifikasi terhadap penyebab utama yang
menyebabkan buruknya mutu bayam merah Poktan CiboAgro dengan
menggunakan Fishbone diagram, selanjutnya dilakukan analisis lebih
lanjut untuk mengetahui cacat yang paling berpengaruh dengan
menggunakan Diagram Pareto.
Data Contoh sayuran Bayam Merah dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Data Contoh Sayuran Bayam Merah
Contoh ke-
Jenis cacat
Jumlah Bercak putih
Batang Patah
Daun berlubang
Warna Tidak Normal
Batang Tua
1 1 0 0 0 0 1 2 1 0 0 0 0 1 3 1 0 0 0 0 1 4 1 0 0 0 0 1 5 0 1 0 0 0 1 6 0 0 1 0 0 1 7 0 0 0 0 1 1 8 0 0 1 0 0 1 9 0 0 0 1 0 1
10 0 0 1 0 0 1 11 0 0 1 0 0 1 12 0 0 1 0 0 1 13 1 0 0 0 0 1 14 0 0 1 0 0 1 15 0 0 1 0 0 1 16 1 0 0 0 0 1 17 0 0 1 0 0 1 18 0 0 1 0 0 1 19 0 0 0 1 0 1 20 0 0 1 0 0 1 21 0 0 1 0 0 1 22 0 0 1 0 0 1 23 1 0 0 0 0 1 24 0 0 1 0 0 1 25 0 0 1 0 0 1
52
Lanjutan Tabel 8.
Contoh ke-
Jenis cacat JumlahBercak
putih Bercak putih
Bercak putih
Bercak putih
Bercak putih
26 0 0 1 0 0 1 27 1 0 0 0 0 1 28 0 0 1 0 0 1 29 1 0 0 0 0 1 30 0 0 1 0 0 1
Jumlah 9 1 17 2 1 30
Dari hasil pengamatan dan jumlah banyaknya cacat terhadap contoh hasil
panen pada komoditas Bayam Merah seperti yang terdapat pada Tabel 8.
Dilakukan perhitungan, sehingga didapat hasil perhitungan seperti pada
Tabel 9.
Tabel 9. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Bayam Hijau
Jenis cacat Jumlah Cacat Persen Cacat (%)
Persen Kumulatif (%)
Bercak Putih 20 66,66 66,66 Daun Berlubang 5 16,67 83,33 Batang Patah 3 10,00 93,33 Warna Tidak Normal 2 6,67 100,00 Batang Tua 0 0,00 100,00
Jumlah 30 100,00
Hasil perhitungan dari produk reject sayuran bayam merah dapat
digambarkan pada diagram Pareto yang ditunjukkan pada Gambar 20:
53
Gambar 20. Diagram Pareto terhadap Cacat Bayam Merah
Dari gambar diagram Pareto (Gambar 20) terhadap sayuran
bayam merah dapat dilihat bahwa daun berlubang merupakan cacat
tertinggi dengan jumlah cacat 17 contoh ( 56,67%). Bercak putih pada
daun dengan jumlah sembilan (9) contoh atau 30,00%. Warna tidak
normal dengan jumlah dua (2) atau 6,67%. Batang patah dengan
jumlah satu (1) contoh atau 3,33%.. Batang tua dengan jumlah satu
(1) atau 3,33%.
Jadi cacat terbesar pada komoditas bayam merah adalah
lubang pada daun yang disebabkan oleh ulat yang memakan bagian
daun dari bayam merah.. Hal ini sesuai dengan hasil identifikasi dari
Fishbone Diagram. Penanganan yang telah dilakukan oleh petani
adalah dengan mengambil setiap ulat atau belalang yang terlihat.
Namun cara tersebut dirasa kurang efisien mengingat luas lahan dan
harus seringnya kegiatan itu dilakukan. Untuk mencegah terserangnya
sayuran oleh ulat dan belalang, petani bisa memanfaatkan sifat hama
yang umumnya tertarik pada penyinaran lampu UV. Petani bisa
memasang perangkap sinar UV pada malam hari untuk mencegah
serangga menyerang tanaman kangkung. Pemasangan perangkap UV
memang membutuhkan sedikit biaya, namun ini bisa
mengefisiensikan kerja para petani. Selain itu, anggota Poktan
CiboAgro juga sebaiknya menggunakan pestisida organik yang
bervariasi, tidak hanya bergantung pada pestisida cair yang beredar
54
dipasaran. Pestisida organik dapat pula dibuat mandiri oleh petani
dengan menggunakan bahan-bahan alami dari tumbuh-tumbuhan
seperti bawang merah, daun mimba, biji mimba, daun pepaya. Petani
dapat pula membuat campuran dari pestisida cair organik dengan
tanaman-tanaman yang dapat dibuat pestisida nabati tersebut.
d. Bawang Daun
Setelah dilakukan identifikasi terhadap penyebab utama yang
menyebabkan buruknya mutu bayam merah Poktan CiboAgro dengan
menggunakan Fishbone diagram, selanjutnya dilakukan analisis lebih
lanjut untuk mengetahui cacat yang paling berpengaruh dengan
menggunakan Diagram Pareto.
Data Contoh sayuran Bawang Daun dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Data Contoh Sayuran Bawang Daun
Contoh ke-
Jenis cacat
Jumlah Busuk Pada Daun
Bercak Ungu
Daun Patah
Daun Mengering
1 0 0 0 1 1 2 0 0 0 1 1 3 0 0 0 1 1 4 0 0 0 1 1 5 0 0 0 1 1 6 0 0 1 0 1 7 0 1 0 0 1 8 0 0 0 1 1 9 0 0 0 1 1 10 0 1 0 0 1 11 0 0 0 1 1 12 0 0 1 0 1 13 0 0 1 0 1 14 0 0 0 1 1 15 0 0 0 1 1 16 0 0 1 0 1 17 0 1 0 0 1 18 0 0 1 0 1
55
Lanjutan Tabel 10.
Contoh ke-
Jenis cacat
Jumlah Busuk Pada Daun
Busuk Pada Daun
Busuk Pada Daun
Busuk Pada Daun
19 0 0 1 0 1 20 0 0 0 1 1 21 0 0 0 1 1 22 0 0 1 0 1 23 0 0 1 0 1 24 0 0 1 0 1 25 0 1 0 0 1 26 0 0 0 1 1 27 0 0 0 1 1 28 0 1 0 0 1 29 0 0 0 1 1 30 0 0 0 1 1
Jumlah 0 5 9 16 30
Dari hasil pengamatan dan jumlah banyaknya cacat terhadap contoh hasil
panen pada komoditas bawang daun seperti yang terdapat pada Tabel 10.
Dilakukan perhitungan, sehingga didapat perhitungan seperti pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Bawang Daun
Jenis cacat Jumlah Cacat
Persen Cacat (%)
Persen Kumulatif (%)
Daun mengering 16 53,33 53,33 Daun Patah 9 30,00 83,33 Bercak ungu 5 16,67 100,00 Busuk Pada Daun 0 0,00 100,00
Jumlah 30 100,00
Hasil perhitungan dari produk reject sayuran bawang daun dapat
digambarkan pada diagram Pareto yang ditunjukkan pada gambar 21:
56
Gambar 21. Diagram Pareto terhadap Cacat Daun Bawang
Dari gambar diagram Pareto (Gambar 21) terhadap daun bawang
dapat dilihat bahwa daun mengering merupakan cacat tertinggi dengan
jumlah cacat 16 contoh (53,33%). Daun patah dengan jumlah sembilan (9)
contoh atau 30,00%. Bercak ungu pada daun dengan jumlah lima 5 atau
16,67%. Dan yang terakhir adalah busuk pada daun dengan jumlah nol (0)
atau 0%.
Jadi cacat terbesar pada komoditas bawang daun adalah daun
mengering yang disebabkan karena kemarau panjang yang berkepanjangan.
Hal ini sesuai dengan hasil identifikasi dari Fishbone Diagram. Daun yang
mengering disebabkan oleh kurangnya pasokan air ke lahan yang
dikarenakan kemarau yang panjang yang membuat sumber mata air yang
dekat dengan lahan tanam mengering. Hal yang telah dilakukan Poktan
CiboAgro dalam menanggulangi masalah tersebut adalah dengan memompa
air dari sumur-sumur masyarakat sekitar dengan menggunakan mesin
pompa air. Solusi lain yang dapat dilakukan oleh petani adalah dengan
membuat sumur endapan untuk menampung air. Sumur emdapan dipilih
karena sumur endapan dapat pula menampung air dari irigasi yang mengalir
melewati lahan tanam, tanpa terlalu khawatir air tersebut terkontaminasi,
karena air tersebut diendapkan terlebih dahulu untuk menghilangkan
kontasminasi yang tercampur didalam air.
57
Serangan hama pada sayuran organik merupakan faktor yang paling
dominan terhadap cacat yang terjadi pada sayuran organik, sehingga
berpengaruh terhadap produksi hasil panen serta mutu dari komoditi sayuran
organik tersebut. Faktor lain seperti metode, material/bibit dan peralatan
merupakan faktor penentu apakah proses tanam akan berjalan dengan baik
atau tidak. Metode tanam yang baik akan berpengaruh terhadap mutu dan
kuantitas dari sayuran organik yang akan dipanen nanti. Sedangkan bibit
yang baik akan berpengaruh terhadap daya tumbuh dari sayuran organik
tersebut, serta ketahanan sayuran tersebut terhadap hama, penyakit dan
kontaminasi yang datang dari luar. Faktor lain yang juga menentukan adalah
lingkungan dan cuaca serta iklim yang sedang berlangsung. Kekeringan
panjang akan menyebabkan lahan kekurangan air yang akan berakibat pada
berkurangnya mutu hasil panen.
Daun berlubang dan bercak putih, menjadi parameter yang paling
banyak menyimpang. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya serangan hama
dari luar lahan. Sedangkan daun mengering menjadi parameter yang paling
banyak menyimpang disebabkan oleh kekeringan yang panjang serta
sedikitnya sumber air yang tersedia.
Budidaya sayuran organik sangat berpotensi sekali untuk
dikembangkan. Mengingat trend masyarakat Indonesia yang mulai kembali
ke alam dan mulai mengkonsumsi pangan organik terutama sayuran
organik. Bila dikelola dengan baik mengenai kontinuitas dari quantitas serta
kualitas yang dapar bersaing, pertanian organik di Indoesia sangat
berpotensi untuk dibudidayakan dengan skala besar. Bukan hanya pasar
lokal, bahkan bisa hingga pasar ekspor ke mancanegara, terutama negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Sebaiknya
pemerintah memberikan perhatian khusus untuk pertanian organik, bukan
hanya mencanangkan program “Go organik 2010”. Seharusnya Pemerintah
membantu para petani yang serius dalam budidaya sayuran organik.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Kelompok Tani Cibolerang Agro memiliki 10 (Sepuluh) orang anggota,
namun yang masih aktif hingga saat ini hanya 4 orang. Dengan tingkat
pendidikan Strata 1, pendidikan SLTA dan pendidikan SD. Memiliki
umur antara 26-55 tahun. Dengan status lahan yang digarap milik sendiri
dan lahan sewa menggunakan pola penanaman monokultur. Poktan
CiboAgro memiliki rataan pendapatan perbulan lebih dari Rp. 500.000.
pola budidaya yang dilakukan masih sederhana, seperti mengolah lahan
menggunakan cangkul, penggunaan pestisida organik yang dibuat sendiri
dan teknis pemanenan yang masih konvensional.
b. Penerapan mutu sayuran organik Pokta CiboAgro di Kecamatan Selaawi
dan Limbangan dibuktikan dengan sertifikat organik yang dikeluarkan
oleh Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik INOFICE dan disertai
dengan upaya pihak Poktan CiboAgro dalam menjaga produk sayurannya
agar tetap organik dengan menggunakan pestisida organik; menggunakan
pupuk organik untuk menjaga kesuburan lahan tanam; menjaga kualitas
air untuk pengairan lahan maupun pencucian sayuran saat panen.
Penerapan mutu yang telah diterapkan terhadap sayuran hasil panen
yakni dengan melakukan sortasi terhadap sayuran yang rusak, grading
untuk menggolongkan sayuran berdasarkan mutunya, serta menggunakan
kemasan utama berupa plastik.
2. Saran
a. Petani bisa menggunakan perangkap UV pada malam hari untuk
mencegah serangan hama, serta hendaknya petani menggunakan
pestisida organik yang bervariatif agar dapat mengusir hama dari lahan
sayuran organik. Solusi tersebut diambil karena komoditas yang diambil
sebagai contoh merupakan sayuran daun dimana solusinya dapat
diaplikasikan secara umum untuk sayuran daun dengan masalah yang
sama.
54
b. Untuk mengantisipasi musim kemarau berkepanjangan, sebaiknya petani
membuat sumur endapan agar pada musim kemarau pun petani tetap bisa
mengolah lahan sayuran organiknya.
c. Pemerintah memberikan perhatian penuh terhadap budidaya sayuran
organik dengan memberikan bantuan berupa pelatihan-pelatihan dalam
hal budidaya organik dengan teknologi dan metode yang lebih maju,
memberikan bantuan sarana dan prasarana pertanian kepada petani
organik.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2005. Pengembangan Sayuran Organik Tahun 2005 Dinas TPH Kab. Garut. 2010. UPTD Data dan Informasi Dinas TPH Tahun 2011 David, F.R. 2006. Manajemen Strategi. PT. Prehalindo, Jakarta. DIPERTA JAWA BARAT.(2012). Sistim Pelabelan Mutu Sistim Sertifikasi
Pertanian Indonesia (SISAKTI). Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Bandung Gaspersz, V. 2003. Total Qualily Management. PT. Gramedia Pustaka Utomo.
Jakarta Juran, J.M. 1996. Merancang Mutu Ancangan Baru Mewujudkan Mutu ke dalam
Barang dan Jasa (Terjemahan). Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Manuhutu, M. 2005. Bertanam Sayuran Organik Bersama Melly Manuhutu. Agromedia Pusaka, Jakarta
Mes Ayu Aliza Fitri, 2006. Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik pada Kelompok Tani “Usahatani Bersama” Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Skripsi pada Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Moghtader, J. Jurnal Internasional. Organic Agriculture & Food Security, vol (22): pp 86-108
Kadarisman, D dan T. Muhandri. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. IPB Press, Bogor
Nasution, M.N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta
Pracaya. 2007. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot dan Polibag (Cetakan kedelapan). Penebar Swadaya, Jakarta.
SNI 6729. 2010. Standar Nasional Indonesia. Kementerian Pertanian RI, Jakarta.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta. 219 hal.
Tegar. 2010. Mengkaji Mutu Keragaman dan Penyimpangan Mutu Gula Kelapa Kristal (Gula Semut) Di Kawasan Home Industri Gula Kelapa Kabupaten Banyumas. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Wartaya, Y.W . 2005. Membangun Karakter Petani Organik Sukses dalam Era Globalisasi. Kanisius. Yogyakarta
Widiyanti. 2005. Analisis Faktor-Faktor Karakteristik Individu Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Dalam Pembelian Sayuran Organik Di PT. Hero Supermarket Cabang Padjajaran, Bogor. Skripsi pada Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor
http://diperta.jabarprov.go.id/assets/data/menu/12.4_SISTIM_PELABELAN_MUTU_SISTIM_SERTIFIKASI_PERTANIAN_INDONESIA_(SISAKTI)_ (09 Juli 2012)
http://ditsayur.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_wrapper&view=wrapper&Itemid=62 (29 Desember 2012)
http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/422 (29 Desember 2012)
56
http://perundangan.deptan.go.id/admin/k_mentan/SK-273-07.pdf (29 Desember 2012)
http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/735 (29 Desember 2012)
http://www.plantamor.com/index.php?n=74&articles=yes (29 Desember 2012) Organic Nutrition. http://www.organicnutrition.co.uk/whyorganic/
whyorganic.htm. (Diakses pada 2 Mei 2012)
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. Kuesioner Identitas Anggota Kelompok Tani Identitas Anggota Kelompok Tani. 1. Nama : (L/P) 2. Alamat : 3. Status Pernikahan :
(1) Belum menikah (2) Menikah 4. Umur :
(1) 17-25 tahun (4) 46-55 tahun (2) 26-35 tahun (5) >55 tahun, sebutkan ...... (3) 36-45 tahun
5. Pendidikan Terakhir : (1) SD (5) Akademi, sebutkan........... (2) SLTP (6) Sarjana, sebutkan.............. (3) SLTA (7) Pascasarjana, sebutkan..... (4) Diploma/Politeknik, sebutkan ...........
6. Jumlah Tanggungan dalam Keluarga ........... Orang 7. Rataan Pendapatan Per Bulan :
(1) Rp. 100.000 – Rp. 300.000 (2) Rp. 300.000 – Rp. 500.000 (3) Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 (4) > Rp. 1.000.0000, sebutkan...................
8. Luas Lahan yang Digarap ................. Ha 9. Status Lahan yang Digarap :
(1) Milik Sendiri (2) Sewa (3) Garapan (4) Lainnya, sebutkan......................
10. Pengolahan tanah Alat : a. Cangkul b. Traktor c. Garpu
d. Lainnya, sebutkan................... 11. Jenis pengolahan :
a. Pembalikan tanah b. Penggaruan c. Lainnya, sebutkan................
12. Pola penanaman a. Monokultur b. Polikultur c. Tumpang sari d. Lainnya, sebutkan...............
13. Pemupukan Pupuk Organik, dengan............. − Sumber kotoran :
a. Sapi b. Ayam c. Kerbau d. lainnya, sebutkan...................
Dosis : ....................kg/ha − Cara aplikasi :
a. Sebar b. Alur c. Tugal d. lainnya, sebutkan...................
59
Lanjutan lampiran 1 14. Pemeliharaan
a. Penyiangan Waktu pelaksanaan : ................... MST Alat yang digunakan : ...................
b. Penyiraman Waktu pelaksanaan : ................... MST Alat yang digunakan : ...................
15. Kegiatan panen a. Cara pemanenan
(1) Dipetik (2) Dipotong dengan alat (3) Mekanis (4) Lainnya, sebutkan...................
b. Alat panen (1) Manual/tangan (2) Gunting (3) Pisau (4) Lainnya, sebutkan...................
c. Alat angkut (1) Ember (2) Keranjang (3) Bakul (4) Lainnya, sebutkan...................
16. Kegiatan pasca panen a. Pembersihan
(1) Pencucian dengan air bersih (2) Pencucian kering (pengelapan) (3) Lainnya, sebutkan...................
b. Sortasi dan grading − Kriteria produk
a. Bentuk ....................................................................................................... b. Warna ....................................................................................................... c. Tingkat kematangan ................................................................................. d. Tingkat kerusakan .................................................................................... e. Ukuran ......................................................................................................
c. Pengangkutan ke pemasaran − Alat pengemas
a. Peti kayu Dimensi panjang...............cm, lebar...............cm, tinggi...............cm Kapasitas maksimal : ...................kg
b. Keranjang bambu Dimensi panjang...............cm, lebar...............cm, tinggi...............cm Kapasitas maksimal : ...................kg
c. Kontainer plastik Dimensi panjang...............cm, lebar...............cm, tinggi...............cm Kapasitas maksimal : ...................kg
d. Lainnya,sebutkan ............... Dimensi panjang...............cm, lebar...............cm, tinggi...............cm Kapasitas maksimal : ...................kg
60
Lampiran 2. Sertifikat Organik Kelompok Tani Cibolerang Agro