SKRIPSI TPS.doc

85
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri. Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat informal melainkan bersifat formal meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Sukmadinata (2004:10) mengatakan bahwa ”pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan”. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu saling pengaruh antara pendidik dengan peserta didik. Proses pendidikan berlangsung dalam lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dalam keberhasilan program 1

Transcript of SKRIPSI TPS.doc

Page 1: SKRIPSI TPS.doc

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses

kehidupan. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa

itu sendiri. Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat informal melainkan

bersifat formal meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa.

Sukmadinata (2004:10) mengatakan bahwa ”pendidikan merupakan interaksi

antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai pendidikan yang

berlangsung dalam lingkungan pendidikan”. Interaksi ini disebut interaksi

pendidikan, yaitu saling pengaruh antara pendidik dengan peserta didik. Proses

pendidikan berlangsung dalam lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga,

sekolah, dan masyarakat.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting

dalam keberhasilan program pendidikan. Karena matematika sebagai bagian dari

pendidikan akademis dan merupakan ilmu dasar bagi disiplin ilmu yang lain

sekaligus sebagai sarana bagi siswa agar mampu berpikir logis, kritis, dan

sistematis.

Dalam kegiatan belajar-mengajar, siswa adalah sebagai subjek dan sebagai

objek dari kegiatan pengajaran, sehingga inti dari proses pengajaran tidak lain

adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan

pengajaran akan tercapai jika siswa berusaha secara aktif untuk mencapainya.

Keaktifan siswa tidak hanya dituntut dari segi fisik tetapi juga dari segi kejiwaan.

1

Page 2: SKRIPSI TPS.doc

Dalam kegiatan belajar-mengajar, siswa dituntut aktif dan mandiri. Proses belajar

mengajar yang masih tradisional dan kurang aktifnya siswa dalam belajar

menyebabkan siswa kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran. Jika guru tidak

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dan ide-

idenya, maka siswa akan menjadi pasif dalam proses pembelajaran,

Guru merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan berhasil

atau tidaknya siswa dalam belajar matematika. Pentingnya peran guru dalam

pendidikan tidak terlepas dari kemampuan guru dalam menyampaikan materi pada

siswa. Oleh karena itu, pada proses pembelajaran guru perlu meningkatkan

kemampuan mengajar guna menjadi guru profesional.

Peningkatan kemampuan guru adalah salah satu usaha meningkatkan mutu

pendidikan. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan mengajar dengan

menerapkan model pembelajaran yang tepat dengan tetap memperhatikan antara

lain materi, waktu dan jumlah siswa di kelas. Guru dalam kemampuan mengajar

diharapkan dapat menyampaikan materi yang dapat membangkitkan keaktifan

siswa dan mudah diterima oleh siswa.

Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi matematika di SMP

Negeri 13 Lubuklinggau bahwa nilai rata-rata bidang studi matematika masih

rendah. Siswa sendiri pada umumnya masih menganggap bahwa pelajaran

matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan karena tingkat kesulitan

dianggap tinggi. Hal ini mungkin disebabkan dalam mempelajari matematika

siswa kurang menguasai konsep dan kurang aktifnya siswa dalam proses

pembelajaran, karena pola pengajaran yang diterapkan adalah pola yang mengacu

2

Page 3: SKRIPSI TPS.doc

pada paradigma lama, yaitu pola pengajaran klasikal yang lebih berpusat pada

guru di depan kelas sebagai sumber utama pengetahuan. Pola seperti ini juga

diterapkan dalam pembelajaran matematika sehingga pelajaran matematika yang

selama ini dianggap sangat sulit menjadi membosankan.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga pendidik saat ini

cenderung pada pencapaian target kurikulum, lebih mementingkan pada

penghafalan materi bukan pada pemahan konsep. Hal ini dapat dilihat dari

kegiatan pembelajaran didalam kelas yang selalau didominasi oleh guru. Pada

penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa

hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan dan sedikit

peluang bagi siswa untuk bertanya. Akibatnya, siswa kurang berminat untuk

mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh gurunya sehingga tidak ada motivasi

dalam diri siswa untuk berusaha memahami pelajaran tersebut. Dalam

pembelajaran yang berpusat pada guru, biasanya guru menyiapkan materi dan

contoh soal untuk disampaikan didepan kelas, sedangkan siswa hanya duduk,

mendengarkan, lalu mencatat semua materi yang diberikan oleh guru. Dalam hal

ini peran siswa kurang terlihat, siswa tidak aktif bertanya ketika guru

mempersilahkan siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dimengerti.

Umumnya siswa lebih memilih diam dan menerima apa adanya yang disampaikan

oleh guru dan mengerjakan soal secara individu.

Suasana kelas juga perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa,

sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain.

Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan

3

Page 4: SKRIPSI TPS.doc

mereka untuk mencintai proses belajar mengajar. Dalam suasana belajar yang

penuh persaingan, sikap dan hubungan yang negatif akan terbentuk dan

mematikan semangat siswa. Suasana seperti ini akan menghambat pembentukan

pengetahuan secara aktif. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana

belajar yang sedemikian rupa, sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong.

Model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja

sama dengan siswa lain dalam tugas terstruktur disebut model pembelajaran

gotong royong atau cooperative learning. Cooperative learning adalah suatu

model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat

merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar (Isjoni, 2010:15)

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share digunakan untuk

mengajarkan pelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi

pelajaran. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu,

ingin mencoba, bersikap mandiri, dan rasa ingin maju. Guru memberi informasi

yang mendasar saja sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan

menemukan sendiri informasi lainnya. Menurut Lie (2002:57), Model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini memberi kesempatan untuk

bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pair-Share ini jelas sekali sangat menuntut siswa untuk aktif

dalam belajar dan diskusi.

4

Page 5: SKRIPSI TPS.doc

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul ’’Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Think-Pair-Share Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII

Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah ada pengaruh

yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama

Negeri 13 Lubuklinggau?".

C. Batasan Masalah

Penulis membatasi materi yang akan diteliti yaitu pada materi pokok

bentuk aljabar.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini

adalah : untuk mengetahui pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pair-Share terhadap hasil belajar matematika siswa kelas

VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau.

5

Page 6: SKRIPSI TPS.doc

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat adalah sebagai

berikut:

a. Siswa dapat meningkatkan motivasi dalam proses belajar dengan hasil belajar

siswa yang lebih baik serta melatih dan membiasakan siswa dan saling

membantu dengan sesama teman untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik

lagi.

b. Guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas

sehingga dapat dipahami dengan baik oleh siswa melalui pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pair-Share.

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti

yang harus jelas akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipahami berpijak pada

penelitian (Arikunto, 2006:65).

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah jika dalam setiap kelompok

siswa dapat bekerja sama dan bertanggung jawab pada tugas yang harus

diselesaikan dan menyampaikan hasil kerja kelompok mereka kepada

kelompok lain, maka melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-

Share dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII Sekolah

Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau.

6

Page 7: SKRIPSI TPS.doc

G. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari salah penafsiran terhadap istilah yang digunakan,

perlu adanya penjelasan istilah. Beberapa istilah yang perlu dijelaskan adalah :

1. Pengaruh yang dimaksud adalah akibat yang ditimbulkan atau yang akan

terjadi setelah diberikan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Think-

Pair-Share.

2. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang

merangsang aktivitas siswa untuk berfikir dan mendiskusikan hasil pemikirannya

dengan teman, dan juga merangsang keberanian siswa untuk mengemukakan

pendapatnya di depan kelas.

3. Hasil belajar yang dimaksud adalah kemampuan kognitif setelah mengikuti

model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.

7

Page 8: SKRIPSI TPS.doc

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoretik

1. Pengertian Belajar Matematika

Menurut Soemanto (2006:104), belajar merupakan proses dasar dari

perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan

atau perkembangan. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah

hasil belajar, sehingga belajar itu bukan sekedar pengalaman, melainkan proses

untuk memperbaiki kecakapan tingkah laku. Belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya (Slameto, 2003:2). Menurut pengertian tersebut, belajar adalah

suatu proses kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya

mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar

bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.

Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar pada

hakekatnya suatu aktivitas untuk mencapai suatu perubahan tingkah laku yang

mengandung tiga aspek yakni aspek pengetahuan, nilai dan sikap serta

keterampilan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa

adalah sebagai berikut :

1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan

rohani siswa.

8

Page 9: SKRIPSI TPS.doc

2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar

siswa.

3. Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi

strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan

pembelajaran materi-materi pembelajaran (Syah, 2001:130).

Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika

merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit. Menurut Johnson dan

Myklebust (dalam Handayani, 2009:9) bahwa matematika adalah bahasa simbolis

yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif

dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.

Lerner (dalam Handayani, 2009:9) juga mengemukakan bahwa matematika

disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang juga

memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide

mengenai elemen dan kuantitas.

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika

merupakan suatu ilmu yang tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga merupakan

ilmu yang bersifat sosial, maksudnya yaitu matematika bukan ilmu yang bersifat

abstrak melainkan suatu cara pemecahan masalah yang terjadi dalam kehidupan

nyata.

Belajar matematika pada hakikatnya adalah aktivitas mental yang tinggi

untuk memahami arti struktur-struktur, hubungan-hubungan, simbol-simbol

kemudian menerapkannya dalam situasi yang nyata. Jadi, belajar matematika

9

Page 10: SKRIPSI TPS.doc

adalah suatu proses aktif yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan

yang dapat mengakibatkan terjadinya tingkah laku.

2. Hasil Belajar

Menurut Zulaiha (dalam Haris dan Jihad, 2008:19), mengemukakan

bahwa “Hasil belajar yang dinilai dalam pelajaran matematika ada tiga aspek.

Ketiga aspek itu adalah pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, serta

pemecahan masalah”. Sedangkan menurut Jihad dan Haris (2008:15), menyatakan

bahwa hasil belajar yaitu perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah

dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Juliah

(dalam Jihad dan Haris) juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah segala

sesuatu yang telah menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang

dilakukannya. Jadi, dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil

mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

Evaluasi atau penilaian yang dilakukan merupakan tindak lanjut atau

cara untuk memperoleh hasil belajar dan mengukur tingkat penguasaan siswa.

Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu

pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Untuk memperoleh hasil belajar

siswa yang baik, tentumya tidak terlepas dari model pembelajaran yang digunakan

oleh guru yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi hasil belajar menurut Dalyono (2007:55) dapat digolongkan

menjadi empat, yaitu :

10

Page 11: SKRIPSI TPS.doc

1. Kesehatan

Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap

kemampuan belajar, karena jika kesehatan rohani (jiwa) kurang baik akan

mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar dan mengurangi semangat

belajar. .

2. Inteligensi dan Bakat

Inteligensi dan bakat besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan

belajar. Seorang yang memiliki inteligensi tinggi pada umumnya mudah

belajar dan hasilnya pun cenderung memiliki inteligensi rendah. Cenderung

mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehingga prestasi

belajarnya pun rendah.

Bakat juga besar pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan belajar.

Jadi inteligensi dan bakat sangat erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan

“Jika seseorang memiliki inteligensi yang tinggi dan bakatnya ada di dalam

bidang yang dipelajarinya, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses

dibandingkan dengan orang yang memiliki bakat saja tetapi inteligensinya

rendah”.

3. Minat dan Motivasi

Minat dan Motivasi adalah dua aspek yang besar pengaruhnya terhadap

pencapaian prestasi belajar. Minat timbul karena daya tarik dari luar dan juga

dari hati. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang

tinggi, sebaiknya minat belajar kurang akan menghasilkan prestasi yang

rendah.

11

Page 12: SKRIPSI TPS.doc

Motivasi berbeda dengan minat karena daya penggerak/pendorong untuk

melakukan sesuatu pekerjaan yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari

luar diri. Motivasi yang berasal dari dalam diri adalah dorongan yang datang

dari hati pada umumnya karena kesadaran akan pentingnya sesuatu. Motivasi

yang berasal dari luar (lingkungan) dorongan yang datang dari luar orang tua,

masyarakat, guru, teman-teman dan lain-lain.

Hal yang ada pada diri individu yang juga berpengaruh terhadap kondisi

belajar adalah situasi afektif, selain ketenangan dan ketentraman psikis juga

motivasi untuk belajar. Belajar perlu didukung oleh motivasi yang kuat dan

konstan. Motivasi yang lemah serta tidak konstan akan menyebabkan

kurangnya usaha belajar yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil

belajarnya.

4. Faktor Lingkungan

Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan

(masyarakat, keluarga, sekolah). Keluarga merupakan lingkungan pertama dan

utama dalam pendidikan, yang memberikan landasan dasar bagi proses belajar

pada lingkungan sekolah dan masyarakat.

Lingkungan sekolah juga memegang peranan penting bagi

perkembangan belajar para siswanya. Lingkungan ini meliputi lingkungan

fisik sekolah seperti lingkungan sekolah, sarana dan prasarana belajar yang

ada, sumber belajar, media belajar, dan lain-lain.

Lingkungan masyarakat dimana siswa atau individu berada juga dalam

berpengaruh terhadap semangat dan aktivitas belajarnya. Lingkungan

12

Page 13: SKRIPSI TPS.doc

masyarakat dimana warga memiliki latar belakang pendidik yang cukup,

terdapat lembaga-lembaga pendidik dan sumber-sumber belajar di dalamnya

akan memberikan pengaruh yang positif terhadap semangat dan

perkembangan belajar generasi mudanya.

3. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan

sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai

satu kelompok atau satu tim. Menurut Isjoni (2010:15) cooperative learning

adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga

dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Sedangkan menurut Lie

(dalam Isjoni, 2010:16), ”cooperative learning adalah pembelajaran gotong

royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta

didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur”.

Jihad dan Haris (2008:30) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif

ini memiliki ciri-ciri adalah sebagai berikut :

a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara

kooperatif.

b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi,

sedang dan rendah.

13

Page 14: SKRIPSI TPS.doc

c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku,

budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap

kelompokpun terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.

d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.

Tujuan utama dalam model pembelajaran cooperative learning adalah agar

peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan

cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain

untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara

berkelompok (Isjoni, 2010:21). Dalam hal ini sebagian besar aktivitas

pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pembelajaran,

berdiskusi untuk menyelesaikan masalah (tugas). Peran guru dalam pelaksanaan

cooperative learning adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan

evaluator.

Lie (2002:30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa

dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mendapat hasil maksimal, lima unsur

model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, kelima unsur tersebut adalah :

1. Saling ketergantungan positif.

2. Tanggung jawab perseorangan.

3. Tatap muka.

4. Evaluasi proses kelompok.

5. Komunikasi antar anggota.

Dalam proses pembelajaran kooperatif ini juga mempunyai

langkah–langkah seperti tercantum pada tabel 2.1 dibawah ini :

14

Page 15: SKRIPSI TPS.doc

Tabel 2.1Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

Fase Indikator Tingkah laku guru

1. Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siwa belajar,

2. Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

3. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi yang efisten.

4. Membimbing kelompok belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas.

5. Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

6. Memberikan penghargaan.Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok.

Jarolick & parker (dalam Isjoni, 2010:24) mengatakan bahwa

keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif ini adalah :

1. Saling ketergantungan yang positif.

2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.

3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.

4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.

6. Memiliki banyak kesempatan untuk meng-ekspresikan pengalaman emosi

yang menyenangkan.

15

Page 16: SKRIPSI TPS.doc

Dzaki (2009) menyatakan kelemahan model pembelajaran kooperatif ini

adalah sebagai berikut :

a) Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas.

b) Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain.

c) Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau

keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok.

lain.

d) Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil,

bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut.

4. Macam-Macam Model Pembelajaran Kooperatif

Berbagai teknik pembelajaran cooperative learning dipaparkan di bawah

ini. Tipe-tipe yang dipaparkan di bawah ini bisa dipakai berulang-ulang dengan

berbagai bahan pelajaran, situasi, ataupun siswa.

1. Mencari Pasangan.

Model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match)

dikembangkan oleh Lorna Curran. Salah satu keunggulan Model pembelajaran

kooperatif tipe mencari pasangan adalah siswa mencari pasangan sambil belajar

mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

2. Bertukar Pasangan.

Model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan memberi siswa

kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain.

16

Page 17: SKRIPSI TPS.doc

3. Berkirim Salam dan Soal.

Model pembelajaran kooperatif tipe berkirim salam dan soal memberi

siswa kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterempilan mereka. Siswa

membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar

dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman sekelasnya. Kegiatan berkirim

salam dan soal cocok untuk persiapan menjelang tes dan ujian.

4. Kepala Bernomor.

Model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor (Numbred Heads)

dikembangkan oleh Spencer Kagan. Model pembelajaran tipe kepala bernomor ini

memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan

mempertimbang jawaban yang paling tepat. Selain itu, Model pembelajaran tipe

kepala bernomor ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja

sama mereka.

5. Dua Tinggal Dua Tamu.

Model pembelajaran kooperatif tipe dua tinggal dua tamu (two stay two

stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan dan bisa digunakan bersama dengan

teknik kepala bernomor.

6. Jigsaw.

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dikembangkan oleh Aronson et

al. sebagai model pembelajaran cooperative learning. Model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis,

mendengarkan, dan berbicara.

17

Page 18: SKRIPSI TPS.doc

7. Berpikir-Berpasangan-berbagi.

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share atau berpikir-

berpasangan-berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe

Think-Pair-Share ini guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan

dengan pelajaran yang diminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk

berpikir sendiri jawaban atau masalah. Selanjutnya guru meminta siswa untuk

berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Pada langkah

terakhir guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan ke seluruh kelas

yang telah mereka bicarakan.

5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

Menurut Fadholi (2009), Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah salah satu

model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk

menunjukkan partisipasi kepada orang lain.. Dalam model pembelajaran kooperatif

tipe Think-Pair-Share ini guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan

dengan pelajaran yang diminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk

berpikir sendiri jawaban atau masalah. Selanjutnya guru meminta siswa untuk

berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Pada langkah

terakhir guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan ke seluruh kelas

yang telah mereka bicarakan.

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share memberi waktu

kepada siswa untuk berpikir dan merespon serta saling membantu yang lain dan

18

Page 19: SKRIPSI TPS.doc

digunakan untuk mengajarkan pelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap

materi pelajaran. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu,

ingin mencoba, bersikap mandiri, dan rasa ingin maju. Guru memberi informasi yang

mendasar saja sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan

sendiri informasi lainnya.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share dikembangkan

oleh Frank Lyman (Think-Pair-Share) dan Spencer Kagan (Think-Pair-Square)

sebagai struktur kegiatan pembelajaran cooperative learning. Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Think-Pair-Share ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja

sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dan teknik ini

adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang

memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh

kelas. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share ini memberi

kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk

dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini bisa dtgunakan dalam semua

mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Adapun cara

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah sebagai berikut :

1. Guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan tugas kepada semua

kelompok.

2. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.

3. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi

dengan pasangannya (Lie, 2002:58).

19

Page 20: SKRIPSI TPS.doc

Pembelajaran Think-Pair-Share memiliki prosedur yang diterapkan secara

eksplisit untuk memberikan siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab

dan saling membantu satu sama lain. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe

Think-Pair-Share ini guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga guru

menyajikan satu materi dalam waktu pembahasan yang relatif singkat. Setelah itu

giliran siswa untuk memikirkan secara mendalam tentang apa yang telah

dijelaskan.

Langkah-langkah yang perlu diterapkan dalam model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pair-Share menurut Fadholi (2009) adalah sebagai berikut:

1. Tahap pertama : Think (berfikir).

Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian

siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan tersebut secara mandiri

untuk beberapa saat.

2. Tahap kedua : Pairing (berpasangan).

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk

mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama.. Biasanya guru

mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

3. Tahap ketiga : Sharing (berbagi).

Pada tahap akhir, guru meminta pasangan dengan kelompoknya tersebut

untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai

yang telah mereka bicarakan.

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share menganut sistem

gotong royong yang mencegah terjadinya keagresifan dalam kompetisi dan

20

Page 21: SKRIPSI TPS.doc

keterasingan dalam sistem individual tanpa mengorbankan aspek kognitif. Dengan

adanya sistem gotong royong, siswa dapat membantu satu sama lain. Siswa yang

merasa mampu akan memberi bantuan kepada siswa yang belum mampu pada

saat melakukan diskusi. Hal ini akan berdampak positif pada hasil belajar siswa,

karena siswa merasa lebih nyaman apabila mandapat bantuan dari temannya

sendiri daripada oleh gurunya.

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share memberikan hasil

belajar baik karena terjadi interaksi tatap muka dalam anggota kelompok dan

kemampuan menjalin hubungan interpersonal. Adapun langkah-langkah

penelitian yang akan digunakan pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-

Pair-Share adalah sebagai berikut :

1. Guru memberikan tes awal (pretes) kepada siswa.

2. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.

3. Guru membentuk kelompok-kelompok kecil dengan anggota 2 – 6 siswa dan

dibuat heterogen.

4. Guru menjelaskan materi tentang operasi bentuk aljabar, kemudian

memberikan soal latihan dalam bentuk LKS.

5. Siswa diminta untuk mengerjakan soal secara mandiri untuk beberapa saat.

6. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi

dengan pasangannya.

7. kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat.

21

Page 22: SKRIPSI TPS.doc

8. Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk melaporkan hasil

diskusinya di depan kelas, diikuti dengan kelompok lain yang memperoleh

hasil yang berbeda sehingga terjadi proses berbagi/sharing pada diskusi kelas.

9. Guru mengevaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka

diskusikan.

10. Guru memberikan kesimpulan akhir dari diskusi kelas.

11. Guru memberikan postes kepada siswa.

Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain dari

segi siswa, yakni : siswa-siswa yang pasif. Tahap pair (berpasangan) yang

seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi dengan pasangan satu bangku

tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi

pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam

menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada

pasangan yang lain. Untuk mengatasi hambatan dalam penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share, yaitu guru akan berkeliling kelas

dengan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus siswa dilalui. Hal ini

dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap tahapnya dalam proses

pembelajaran ini. Guru akan memberikan poin pada siswa, jika siswa tersebut

mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau memberikan sanggahan pada

tahap share (berbagi).

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini bertujuan agar

siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan menjawab dalam

komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam

22

Page 23: SKRIPSI TPS.doc

kelompok-kelompok kecil. Dalam hal ini guru sangat berperan penting untuk

membimbing siswa melakukan diskusi sehingga terciptanya suasana belajar yang

lebih hidup, aktif, kreatif, dan menyenangkan.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini juga

memiliki kelebihan dan kelemahannya menurut Fadholi (2009) adalah sebagai

berikut : Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

adalah :memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling

membantu satu sam lain. Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif

tipe Think-Pair-Share adalah: Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari

berbagai aktivitas, membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan

kelas, peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu

pengajaran yang berharga.Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang

seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.

6. Uraian Materi Pelajaran

a. Penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar

a) Penjumlahan bentuk aljabar

Sifat – sifat dalam operasi penjumlahan

1. Sifat komulatif : a + b = b + a

2. Sifat assosiatif : (a + b) + c = a + (b + c )

3. Sifat distributif : a (b + c) = ab + ac

: (a + b)c = ac + bc

23

Page 24: SKRIPSI TPS.doc

b) Pengurangan bentuk aljabar

Dalam operasi pengurangan berlaku sifat distributif yaitu :

1. ab – ac = a(b - c) = (b - c)a

2. – ab – ac = - a(b – c) = (b + c)(-a)

3. – ab + ac = - a(b - c) = (b – c)(-a)

Dengan menggunakan ketentuan–ketentuan di atas, maka hasil

penjumlahan maupun pengurangan pada bentuk aljabar dapat dinyatakan

dalam bentuk yang lebih sederhana dengan memperhatikan suku-suku yang

sejenis.

c) Perkalian dan pembagian bentuk aljabar

1. Perkalian bentuk aljabar

2. Perkalian suatu bilangan dengan suku dua

Bentuk umum : km (a + b) = kma + kmb

km (a – b) = (kma – kmb)

Dengan k,m, dan n suatu bilangan dan a,b variabel suku dua.

3. Perkalian suku dua dengan suku dua

Bentuk umum :

ii. m (a + b) = ma + mb

iii. m (a – b) = (ma – mb)

iv. =

v. =

Dengan m variabel suku satu, a dan b variabel suku dua.

24

Page 25: SKRIPSI TPS.doc

a) Pembagian bentuk aljabar

Jika dua bentuk aljabar memiliki faktor-faktor yang sama, maka hasil

pembagian kedua bentuk aljabar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk

yang sederhana dengan memperhatukan faktor-faktor yang sama. Pada

pembagian bentuk aljabar, jika pembagiannya merupakan suku satu maka

hasil pembagian dapat ditentukan dengan cara bagi kurung seperti hasil

pembagian dapat ditentukan dengan cara bagi kurung seperti pembagian

pada bilangan positif.

3. Pemangkatan suku-suku bentuk aljabar

pemangkatan suatu bilangan diperoleh dari perkalian berulang untuk bilangan

yang sama. Jadi, untuk sembarang bilangan a, maka a2 = a x a.

4. Pemangkatan suku-suku dua bentuk aljabar

Pemangkatan suatu bilangan yang diperoleh dari perkalian berulang untuk

bilangan yang sama. Dalam menentukan hasil pemangkatan suku dua,

koefisien dari suku-sukunya dapat diperoleh dari bilangan-bilangan pada

segitiga pascal.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hernawati yang

berjudul : "Penerapan Model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Pair

Share (TPS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIIIE SMP N 14

Tegal Dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, dengan

kesimpulan : penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe

25

Page 26: SKRIPSI TPS.doc

Think Pair and Share (TPS) maka hasil belajar siswa kelas VIII E SMP N

14 Tegal pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua

Variabel dapat ditingkatkan.

C. Hipotesis Penelitian

Menurut Arikunto (2006:71), hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat

sementara terhadap parmasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang

terkumpul. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ”ada pengaruh yang signifikan

pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share terhadap hasil belajar

matematika siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 13

Lubuklinggau."

26

Page 27: SKRIPSI TPS.doc

BAB IIIMETODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diteliti maka jenis penelitian ini adalah

penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (2006:3) “Penelitian eksperimen adalah

suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja

ditimbulkan oleh peneliti dengan mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain

yang mengganggu”.

Rancangan yang digunakan adalah eksperimen murni/eksperimen

sungguhan. Dikatakan true eksperimental (eksperimen yang betul-betul), karena

dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang

mempengaruhi jalannya eksperimen (Sugiyono, 2006:110). Selain itu digunakan

eksperimen murni karena pada pelaksanaannya sampel diambil secara acak dari

populasi dan kemudian sampel dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas eksperimen

dan kelas kontrol. Adapun desain penelitian yang digunakan berbentuk control

group pretest-postest yang melibatkan dua kelompok, adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Desain Eksperimen

Grup Pretes Variabel terikat Postes

Eksperimen X

Kontrol -

27

Page 28: SKRIPSI TPS.doc

Keterangan :

X = Ada perlakuan

- = Tidak menerima perlakuan.

O1 = Pretes kelas eksperimen

O2 = Pretes kelas kontrol

O3 = Postes kelas eksperimen

O4 = Postes kelas kontrol

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Sugiyono (2009:61), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek /subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VIII Sekolah Menengah

Pertama Negeri 13 Lubuklinggau tahun pelajaran 2010/2011 yang terdiri dari tiga

kelas. Perincian jumlah populasi di setiap kelas seperti tertera pada tabel dibawah

ini

Tabel 3.2Populasi Penelitian

No Kelas Laki – laki Perempuan Jumlah

1

2

3

VIIIA

VIIIB

VIIIC

15

17

15

20

17

19

35

34

34

Jumlah 45 56 103

28

Page 29: SKRIPSI TPS.doc

Sumber : Tata Usaha SMP Negeri 13 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2010/2011

2. Sampel

Sugiyono (2009:62), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana,

tenaga, dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari

populasi itu. Dalam penelitian ini sampel diambil secara acak, yaitu dua kelas VIII

Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau. dari hasil pengundian

diperoleh sampel, yaitu kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen berjumlah 34 siswa

dan kelas VIIIC sebagai kelas kontrol berjumlah 34 siswa.

Tabel 3.3Sampel Penelitian

No Kelas Laki – laki Perempuan Jumlah

1

2

VIIIB

VIIIC

17

15

17

19

34

34

Jumlah 32 36 68

Sumber : Tata Usaha SMP Negeri 13 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2010/2011

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan

atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2006:150). Tes

dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pretes) dan

29

Page 30: SKRIPSI TPS.doc

sesudah (postes) materi diajarkan. Tes yang diberikan berbentuk soal essay

sebanyak lima soal.

D. Pengujian Instrumen

Sebelum tes dilakukan terlebih dahulu soal diuji coba. Uji coba dilakukan

untuk mengetahui kualitas dan mutu soal yang akan digunakan sebagai alat

pengumpul data. Tes dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi

kriteria tes, yaitu untuk mengetahui apakah soal tersebut valid dan reliabel untuk

digunakan dan juga untuk mengetahui daya pembeda dan tingkat kesukarannya.

1) Validitas

Menurut Arikunto (2006:168), validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah

instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan uji validitas dengan rumus

korelasi product moment dari pearson adalah sebagai berikut :

= Arikunto (2006:170)

Keterangan :

= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

N = skor butir soal

X = skor total

Y = banyak sampel

Selanjutnya uji-t dengan rumus :

30

Page 31: SKRIPSI TPS.doc

= (Sugiyono, 2009: 230)

Dimana :

= Distribusi student

r = Koefisien korelasi hasil

n = Banyak data

Distribusi (tabel t) untuk = 0.05 dan derajat kebebasan (dk = n-2)

Kaidah keputusan : jika > berarti valid, sebaliknya

< berarti tidak valid

Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks

korelasinya (r) sebagai berikut :

Antara 0.800 sampai dengan 1.000 : Sangat tinggi

Antara 0.600 sampai dengan 0.799 : Tinggi

Antara 0.400 sampai dengan 0.599 : Cukup tinggi

Antara 0.200 sampai dengan 0.399 : Rendah

Antara 0.000 sampai dengan 0.199 : Sangat rendah (tidak valid)

Data hasil perhitungan (lampiran B) dapat dirangkum hasil analisis

validitas butir soal pada tabel 3.4 :

Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Analisis Validitas

Tes penguasaan materi pokok bentuk aljabar

Nomor soal Nilai rxy thitung ttabel Keterangan 1 0,32 2,23 2,02 Validitas rendah2 0,34 2,50 2,02 Validitas rendah3 0,43 3,48 2,02 Validitas sedang

31

Page 32: SKRIPSI TPS.doc

4 0,55 4,75 2,02 Validitas sedang5 0,70 7,441 2,02 Validitas tinggi6 0,25 2,23 2,02 Validitas rendah7 0,82 10,94 2,02 Validitas sangat tinggi8 0,83 11,08 2,02 Validitas sangat tinggi

2) Reliabilitas

Realibilitas soal merupakan ukuran yang menyatakan tingkat

kekonsistenan suatu soal tes. Untuk mengukur tingkat kekonsistenan soal ini

digunakan perhitungan Alpha Crombach. Rumus yang digunakan dinyatakan

dengan :

= (Jihad dan Haris, 2008:180)

Keterangan :

= Koefisien realibilitas tes yang dicari

n = Banyaknya butir soal

= Jumlah varians skor tiap butir soal

= Varians skor total

Klasifikasi untuk menginterpretasikan besarnya derajat reliabilitas suatu

tes adalah sebagai berikut :

≤ 0.20 Derajat relialibilitas sangat rendah

0.20 < ≤ 0.40 Derajat relialibilitas rendah

0.40 < ≤ 0.60 Derajat relialibilitas sedang

0.60 < ≤ 0.80 Derajat relialibilitas tinggi

0,80 < ≤ 1.00 Derajat relialibilitas sangat tinggi

32

Page 33: SKRIPSI TPS.doc

Setelah data hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan rumus di atas,

diperoleh reliabilitas sebesar 0,68, maka instrumen penelitian ini memiliki derajat

reliabilitas tinggi, sehingga dapat dipercaya sebagai alat ukur.

3) Daya Pembeda

Menurut Arikunto (2005:211), daya pembeda soal adalah kemampuan

sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (kemampuan tinggi)

dengan siswa yang bodoh. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung daya

pembeda setiap butir soal adalah sebagai berikut :

DP = atau DP =

Suherman dan Sukjaya (dalam Sukasno, 2006:76)

Keterangan :

DP = Indeks daya pembeda

JSA = Jumlah skor kelompok atas.

JSB = Jumlah skor kelompok bawah.

SIA = Jumlah skor ideal kelompok atas.

SIB = Jumlah skor ideal kelompok bawah

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan adalah :

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

33

Page 34: SKRIPSI TPS.doc

Data hasil perhitungan (lampiran B), dapat dikemukakan rekapitulasi hasil

analisis daya pembeda tes penguasaan materi pokok bentuk aljabar seperti pada

tabel 3.5 dibawah ini:

Tabel 3.5Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda

Tes Penguasaan Materi Pokok Bentuk Aljabar

Nomor

soal

Jumlah skor

kelompok atas

Jumlah skor

kelompok

bawah

Jumlah skor

ideal kelompok

atas/bawah

Daya

pembeda

(DP)

Ket

1 18 8 20 0,50 baik

2 22 15 30 0,23 Cukup

3 27 14 30 0,43 baik

4 29 10 30 0,63 Baik

5 27 3 30 0,80 Sangat Baik

6 38 33 40 0,13 Jelek

7 54 1 80 0,66 Baik

8 38 0 60 0,63 Baik

4) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran (TK) pada masing-masing butir soal dihitung dengan

menggunakan :

IK = atau IK =

Suherman dan Sukjaya (dalam Sukasno, 2006:78)

Keterangan :

IK = Indeks kesukaran

34

Page 35: SKRIPSI TPS.doc

Jsa = Jumlah skor kelompok atas.

JSB = Jumlah skor kelompok bawah.

SIA = Jumlah skor ideal kelompok atas.

SIB = Jumlah skor ideal kelompok bawah.

Klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran yang banyak digunakan adalah :

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar

0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang

0,70 < IK ≤ 1,00 Soal mudah

Dari hasil perhitungan (lampiran B) dapat dikemukakan rekapitulasi hasil

analisis tingkat kesukaran tes penguasaan materi pokok bentuk aljabar seperti

pada tabel 3.6 dibawah ini:

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Penguasaan Materi Pokok Bentuk Aljabar

Nomor

soal

Jumlah skor

kelompok atas

Jumlah skor

kelompok

bawah

Jumlah skor

ideal kelompok

atas/bawah

Tingkat

kesukaran

(TK)

Ket

1 18 8 20 0,65 Sedang

2 22 15 30 0,61 Sedang

3 27 14 30 0,68 Sedang

4 29 10 30 0,65 Sedang

5 27 3 30 0,50 Sedang

6 38 33 40 0,89 Mudah

7 54 1 80 0,34 Sedang

8 38 0 60 0,32 Sedang

35

Page 36: SKRIPSI TPS.doc

Berdasarkan analisis hasil uji coba tes hasil belajar, maka rekapitulasi hasil

uji coba tes dapat dilihat pada tabel 3.7 :

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba

Tes Penguasaan Materi Pokok Bentuk Aljabar

No

soalValiditas

Daya

pembeda

Tingkat

kesukaranKeterangan

1 0,32 Rendah 0,50 Baik 0,65 Sedang Tidak dapat dipakai

2 0,34 Rendah 0,23 Cukup 0,61 Sedang Tidak dapat dipakai

3 0,43 Sedang 0,43 Baik 0,68 Sedang Dapat dipakai

4 0,55 Sedang 0,63 Baik 0,65 Sedang Dapat dipakai

5 0,70 Tinggi 0,80Sangat

Baik0,50 Sedang Dapat dipakai

6 0,25 Rendah 0,13 Jelek 0,89 Mudah Tidak dapat dipakai

7 0,82 Sangat tinggi 0,66 Baik 0,34 Sedang Dapat dipakai

8 0,83 Sangat tinggi 0,63 Baik 0,32 Sedang Dapat dipakai

E. Teknik Analisis Data

1. Menentukan skor rata-rata dan simpangan baku.

Menetukan skor rata-rata dan simpangan baku pada tes awal dan tes akhir

belajar pada kelas yang menggunakan pembelajaran Think-Pair-Share dalam hal

ini digunakan rumus sebagai berikut :

S = dengan = (Sugiyono, 2009:57)

Keterangan :

36

Page 37: SKRIPSI TPS.doc

S = Simpangan baku

= Skor rata-rata

= Jumlah semua skor

n = Jumlah sampel keseluruhan

2. Uji Normalitas Data ( )

Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui kenormalan data, rumus

yang digunakan adalah uji kecocokan (chi kuadrat), yaitu :

= (Sugiyono, 2009:81)

Keterangan :

= Chi kuadrat yang dicari

= Frekuensi dari hasil observasi

= Frekuensi yang diharapkan

Selanjutnya dibandingkan dengan dengan taraf kepercayaan 5%

dan dk = j – 1, dimana j adalah banyaknya kelas interval, jika < . Maka

dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal dan dalam hal lainnya tidak

dapat berdistribusi normal.

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol

dimaksudkan adalah mengetahui keadaan varians antara kedua kelompok, sama

atau beda. Pengujian homogenitas ini mengujikan uji varians dua buah peubah.

Uji statistiknya dengan menggunakan uji F, dengan rumus Sugiyono (2010:275)

dibawah ini :

37

Page 38: SKRIPSI TPS.doc

F = Varians terbesar Varians terkecil

4. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan rata-rata ini digunakan untuk menguji kesamaan antara dua

rata-rata. Dalam hal ini antara data kelompok eksperimen dan data kelompok

kontrol.

a) Jika kedua data tersebut berdistribusi normal dan homogen, maka uji yang

digunakan adalah uji-t dengan rumus :

t = dengan = (Sudjana, 2005: 239)

keterangan :

t = Perbedaan rata-rata kedua sampel.

= Varians terbesar.

= Varians sampel terkecil.

= Nilai rata-rata sampel eksperimen.

= Nilai rata-rata sampel kontrol.

= Jumlah sampel eksperimen.

= Jumlah sampel kontrol.

Kriteria pengujian adalah terima jika < pada taraf nyata = 0.05

dan dk = .

38

Page 39: SKRIPSI TPS.doc

b) Jika kedua data berdistribusi normal dan tidak homogen, maka uji statistika

yang digunakan adalah uji-t semu dengan rumus :

= (Sudjana, 2005:241)

Keterangan :

= Uji-t semu

= Nilai rata-rata kelompok eksperimen

= Nilai rata-rata kelompok kontrol

= Banyak sampel kelas eksperimen

= Banyak sampel kelas kontrol

= Varians terbesar

= Varians terkecil

kriteria penguji adalah terima , jika < <

dan tolak dalam hal lainnya.

Dengan : = , =

=

F. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Lubuklinggau kelas VIII

berjumlah dua kelas pada semester pertama tahun pelajaran 2010/2011.

39

Page 40: SKRIPSI TPS.doc

pelaksanaan dilakukan secara langsung oleh peneliti dan sesuai dengan jadwal

yang berlaku di sekolah. Model pembelajaran yang digunakan adalah model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share pada materi pokok bentuk aljabar.

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan penelitian tes awal, melaksanakan

pembelajaran, dan tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengetahui kemampuan

awal siswa pada materi pokok bentuk aljabar, sedangkan tes akhir digunakan

untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran. Penelitian

ini dilakukan dari tanggal 30 Juli 2010 sampai dengan 23 Agustus 2010.

G. Prosedur Penelitian

Tahapan atau prosedur penelitian yang dilaksanakan dimulai dari

pembuatan proposal penelitian, persiapan, analisis data hingga menarik

kesimpulan. Tahapan atau prosedur yang dilaksanakan tersebut meliputi :

1. Tahap Persiapan

Sebelum mengadakan penelitian penulis harus mempersiapkan

semua yang berhubungan dengan pelaksanan penelitian diantaranya adalah :

a) mempersiapkan surat izin penelitian.

b) Mempersiapkan rancangan pembelajaran tentang materi pokok bentuk

aljabar.

c) Mempersiapkan instrumen tes hasil belajar.

d) Melaksanakan uji coba instrumen tes hasil belajar.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

40

Page 41: SKRIPSI TPS.doc

a) Memberikan tes awal sebelum materi diajarkan.

b) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dilakukan langsung oleh peneliti

di sekolah menengah pertama negeri 13 kelas VIII semester ganjil pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan lima kali pertemuan.

c) Melaksanakan tes akhir setelah proses pembelajaran berakhir. Tujuan

pelaksanaan tes akhir ini adalah untuk mendapatkan data tentang hasil

belajar pada kedua tersebut, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Bentuk tes yang diberikan adalah uraian sebanyak lima soal.

3. Tahap akhir.

Tahap akhir yang dilakukan oleh peneliti adalah penskoran, data

hasil tes, menganalisa data, dan menarik kesimpulan.

41

Page 42: SKRIPSI TPS.doc

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Statistik Deskriptif Hasil penelitian

Setelah dilakukan pengolahan data skor pretes dan postes pada kelompok

eksperimen dan kontrol diperoleh statistik deskriptif sebagaimana pada tabel 4.1

berikut :

Tabel 4.1Statistik Deskriptif Skor Pretes Dan Postes

Kelompok Eksperimen dan Kontrol

TesKelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

N Xmin Xmaks S N Xmin Xmaks S

Pretes 34 21,74 52.17 30,98 13,27 34 4,35 43,48 26,06 10,07

Postes 34 65,22 100 82,74 10,18 34 47,83 100 72,78 12,83

Berdasarkan tabel 4.1 di atas bahwa jumlah siswa (N) pretes sebanyak 34

siswa, dengan skor rata-rata pretes kelompok eksperimen adalah 30,98 dan skor

rata-rata kelompok kontrolnya adalah 26,06. dengan simpangan baku kelas

eksperimen adalah 13,27 dan simpangan baku kelas kontrol adalah 10,07. Pada

nilai pretes kelas eksperimen untuk Xmin adalah 21,74 dan Xmaks 52,17, dan

kelompok kontrol Xmin adalah 4,35 dan Xmaks 52,17.

Jumlah siswa (N) postes sebanyak 34 siswa, dengan skor rata-rata postes

kelompok eksperimen 82.74 dan skor rata-rata kontrol adalah 72,78 dengan

simpangan baku kelas eksperimen adalah 10,18 dan simpangan baku kelas kontrol

adalah 12,83. Nilai postes kelas eksperimen untuk Xmin adalah 65,22 dan Xmaks

42

Page 43: SKRIPSI TPS.doc

adalah 100. dan nilai postes kelas kontrol untuk Xmin 47,83 dan Xmaks 100. Rata-

rata skor postes kelompok eksperimen relatif lebih besar dari kelompok kontrol.

Begitu pula dengan simpangan baku kelas eksperimen lebih besar dari kelas

kontrol. Untuk memberikan gambaran lebih jelas skor rata-rata kedua kelompok,

berdasarkan kelompok penelitian disajikan pada diagram berikut :

Diagram 4.1Skor Rata-rata Pretes dan Postes Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol

Diagram 4.1 memperlihatkan rata-rata hasil pretes dan postes pada

kelompok peneliti. Selisih skor rata-rata pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol

adalah 4,92. Hal ini menunjukkan bahwa skor rata-rata pretes kelas eksperimen

tidak jauh berbeda dengan skor rata-rata pretes kelas kontrol. Sedangkan selisih

skor rata-rata postes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 9,96. Hal

ini menunjukkan bahwa skor rata-rata postes kelas eksperimen cukup berbeda

dengan skor rata-rata postes kelas kontrol.

2. Analisis Kemampuan Awal Siswa

Kemampuan awal siswa sebelum diberikan pembelajaran materi pokok

bentuk aljabar merupakan data penelitian yang diperoleh dari tes awal (pretes).

Pelaksanaan pretes berfungsi untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang

suatu materi sebelum dilakukan pembelajaran. Untuk mengetahui ada atau

43

Page 44: SKRIPSI TPS.doc

tidaknya perbedaan yang signifikan pada kemampuan awal siswa kelompok

eksperimen dan kontrol dilakukan analisa uji kesamaan rata=rata. Sebelum

dilakukan uji kesamaan rata-rata terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan

homogenitas.

a) Uji Normalitas Skor Pretes

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data hasil tes siswa

berdistribusi normal atau tidak, untuk lebih jelasnya uji perhitungan normalitas ini

dapat dilihat pada lampiran C.

Pasangan hipotesis yang diuji adalah:

Ho : Sampel berada pada populasi yang berdistribusi normal.

Ha : Sampel berada pada populasi yang tidak berdistribusi normal

kriteria pengujiannya adalah dibandingkan dengan dengan taraf

kepercayaan 5% dan dk = j – 1, dimana j adalah banyaknya kelas interval, jika

< , maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal dan dalam

hal lainnya tidak berdistribusi normal.

Rekapitulasi hasil uji normalitas data pretes kedua kelompok dapat

dilihat pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2Hasil Uji Normalitas Skor Pretes

kelas dk Kesimpulan

Kelas Eksperimen 9,3239 5 11.07 Normal

Kontrol 1,2150 5 11.07 Normal

44

Page 45: SKRIPSI TPS.doc

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai data pretes untuk kelas

eksperimen adalah 9,3239 dengan adalah 11,07. berarti < ,

maka Ho diterima dan berdistribusi normal. Pada kelas kontrol juga ditunjukkan

bahwa nilai data pretes untuk kelas kontrol adalah 1,2150 dengan

adalah 11,07. berarti < , maka Ho diterima dan berdistribusi normal.

Berdasarkan ketentuan uji normalitas dengan menggunakan uji (chi kuadrat)

dapat disimpulkan bahwa masing-masing kelompok data untuk pretes pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf kepercayaan

dan derajat kebebasan (dk) = 5.

b) Uji Homogenitas Skor Pretes

Setelah mengetahui bahwa data berdistribusi normal, maka yang perlu

dilakukan adalah pengujian homogenitas sampel, hal tersebut untuk mengetahui

kesamaan tiap varians sampel yang diambil dari kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:

Ho : , sampel Homogen

Ha : , sampel tidak Homogen

Kriteria pengujian tolak H0 jika Fhitung ≥ Ftabel dengan = 0,05, – 1 adalah

dk pembilang dan - 1 adalah dk penyebut, Karena dk = (33,33) tidak terdapat

dalam tabel distributif F maka diambil dk = (34,40) dengan taraf kepercayaan =

0,05, dimana Fhitung = 1,32 dan Ftabel = 1,74, karena Fhitung < Ftabell maka Ho diterima.

Dengan demikian kedua varians pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah

homogen.

45

Page 46: SKRIPSI TPS.doc

Berdasarkan perhitungan statistik (lampiran C) tentang skor pretes maka

rekapitulasi uji normalitas dan homogenitasnya dapat dilihat pada tabel 4.3

berikut:

Tabel 4.3Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Dan Homogenitas Skor Pretes

Kelas Uji Normalitas Uji Homogenitas

Eksperimen NormalHomogen

Kontrol Normal

Berdasarkan tabel 4.3 di atas jelaslah bahwa data uji normalitas dan uji

homogenitas skor kelompok eksperimen dan kontrol adalah berdistribusi normal

dan homogen, sehingga uji kesamaan rata-rata yang digunakan adalah uji-t.

c) Uji Kesamaan Rata-rata Skor Pretes

Uji kesamaan rata-rata bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

perbedaan yang signifikan pada kemampuan awal siswa pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji

homogenitas maka uji kesamaan rata-rata yang digunakan adalah uji-t. Pasangan

hipotesis yang akan diuji adalah:

Ho = Rata-rata kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

tidak berbeda secara signifikan.

Ha = Rata-rata kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

berbeda secara signifikan.

Kriteria pengujian adalah terima jika < pada taraf nyata

= 0.05 dan dk = . Berikut merupakan tabel hasil uji-t terhadap skor

pretes:

46

Page 47: SKRIPSI TPS.doc

Tabel 4.4Hasil Uji-t terhadap Skor Pretes

Kelas thitung dk ttabel Kesimpulan

Eksperimen1,74 66 1,98 Ho diterima

Kontrol

Berdasarkan tabel 4.4 di atas diperoleh nilai thitung = 1,74 dan nilai ttabel =

1,980, maka thitung < ttabel artinya H0 diterima. Dengan demikian rata – rata nilai

pretes kelas eksperimen dan rata – rata nilai pretes kelas kontrol adalah sama atau

tidak berbeda secara signifikan. .

3. Kemampuan Akhir Siswa

Kemampuan akhir siswa delam penguasaan materi pokok bentuk aljabar

merupakan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.

Pelaksanaan postes dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang

pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

dengan yang pembelajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe Think-Pair-Share di kelas VIII SMP Negeri 13 Lubuklinggau. Untuk

mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan pada kemampuan akhir

siswa kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan analisa uji perbedaan

rata=rata. Sebelum dilakukan uji perbedaan rata-rata terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas dan homogenitas.

a) Uji Normalitas Skor Postes

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data hasil tes siswa

berdistribusi normal atau tidak, untuk lebih jelas uji normalitas ini dapat dilihat

pada lampiran C.

47

Page 48: SKRIPSI TPS.doc

Pasangan hipotesis yang diuji adalah:

Ho : sampel berada pada populasi yang berdistribusi normal.

Ha : sampel berada pada populasi yang tidak berdistribusi normal

kriteria pengujiannya adalah dibandingkan dengan dengan taraf

kepercayaan 5% dan dk = j – 1, dimana j adalah banyaknya kelas interval, jika

< , maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal dan dalam

hal lainnya tidak berdistribusi normal. Hasil uji normalitas data postes kedua

kelompok dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir

kelas dk Kesimpulan

Kelas Eksperimen 6,2346 5 11.07 Normal

Kontrol 4,1415 5 11.07 Normal

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai data postes untuk kelas

eksperimen adalah 6,2346 dengan adalah 11,07. berarti < ,

maka Ho diterima dan berdistribusi normal. Pada kelas kontrol juga ditunjukkan

bahwa nilai data pretes untuk kelas kontrol adalah 4,1415 dengan

adalah 11,07. berarti < , maka Ho diterima dan berdistribusi normal.

Berdasarkan ketentuan uji normalitas dengan menggunakan uji (chi

kuadrat) dapat disimpulkan bahwa masing-masing kelompok data untuk postes

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf

kepercayaan dan derajat kebebasan (dk) = 5.

48

Page 49: SKRIPSI TPS.doc

b) Uji Homogenitas Skor Postes

Setelah mengetahui bahwa data berdistribusi normal, maka yang perlu

dilakukan adalah pengujian homogenitas sampel, hal tersebut untuk mengetahui

kesamaan tiap varians sampel yang diambil dari kelas eksperimen dan kelas

kontrol , yang terdapat dari suatu populasi siswa SMP Negeri 13 Lubuklinggau

pada mata pelajaran matematika. Pasangan hipotesis yang digunakan dalam uji

homogenitas adalah sebagai berikut:

H0 : , sampel Homogen

Ha : , sampel tidak Homogen

Kriteria pengujian tolak Ho jika Fhitung ≥ Ftabel dengan = 0,05, – 1

adalah dk pembilang dan - 1 adalah dk penyebut, Karena dk = (33,33) tidak

terdapat dalam tabel distributif F maka diambil dk = (34,40) dengan taraf

kepercayaan = 0,05, dimana Fhitung = 1,26 dan Ftabel = 1,74, karena Fhitung < Ftabel

maka Ho diterima. Dengan demikian kedua varians skor postes kelas eksperimen

dan kelas kontrol adalah homogen.

Berdasarkan perhitungan statistik (lampiran C) tentang uji homogenitas

skor postes maka rekapitulasi uji normalitas dan homogenitas skor postes dapat

dilihat pada tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Dan Homogenitas Skor Postes

Kelas Uji Normalitas Uji Homogenitas

Eksperimen NormalHomogen

Kontrol Normal

49

Page 50: SKRIPSI TPS.doc

Berdasarkan tabel 4.6 di atas jelaslah bahwa data uji normalitas dan uji

homogenitas skor postes kelompok eksperimen dan kontrol adalah berdistribusi

normal dan homogen, sehingga uji kesamaan rata-rata yang digunakan adalah

uji-t.

c) Uji Kesamaan Rata-rata Skor Postes

Uji kesamaan rata-rata bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

perbedaan yang signifikan pada kemampuan akhir siswa pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah dilakukannya uji normalitas dan uji

homogenitas skor postes, maka uji perbedaan rata-rata yang digunakan adalah

uji-t. Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah:

Ha = Rata-rata kemampuan akhir kelompok eksperimen lebih besar atau sama

dengan kelompok kontrol.

Ho = Rata-rata kemampuan akhir kelompok eksperimen lebih kecil daripada

kelompok kontrol.

Kriteria pengujian adalah terima jika < pada taraf nyata

= 0.05 dan dk = . Berikut merupakan tabel hasil uji-t terhadap nilai

postes.

Tabel 4.7Hasil Uji-t terhadap Nilai Postes

Kelas thitung dk ttabel Kesimpulan

Eksperimen3,73 66 1,98 Ho ditolak

Kontrol

Berdasarkan tabel 4.7 di atas diperoleh nilai thitung = 3,73 dan nilai ttabel =

1,980, maka thitung > ttabel artinya H0 ditolak. Dengan demikian hasil analisis uji-t

50

Page 51: SKRIPSI TPS.doc

mengenai kemampuan akhir (lampiran C) menunjukkan bahwa skor rata-rata

siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini berarti bahwa

ada pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-

Pair-Share terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII Sekolah Menengah

Pertama Negeri 13 Lubuklinggau.

B. Pembahasan

1. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama lebih kurang tiga minggu,

bahwasannya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

ini dapat dijadikan alternatif dalam proses belajar mengajar. Pada penelitian yang

dilakukan, peneliti mengajar pada dua kelas yakni VIIIB untuk kelas eksperimen

dan VIIIc untuk kelas kontrol. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap

sampel yang berjumlah 68 orang siswa, dari kelas VIIIB berjumlah 34 siswa yang

merupakan kelas eksperimen dan kelas VIIIc berjumlah 34 siswa yang merupakan

kelas kontrol, dimana kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan berdasarkan

hasil populasi yang homogen.

Berdasarkan dari hasil perhitungan pretes didapat harga thitung adalah 1,74

dan harga ttabel adalah 1,98, dimana harga thitung < ttabel. Hal tersebut menunjukkan

bahwa pada tes awal nilai rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah

sama, berarti kedua kelas tersebut berasal dari populasi yang homogen.

Sedangkan hasil perhitungan pada postes didapat harga thitung adalah 3,73 dan

harga ttabel adalah 1,98, dimana harga thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa

51

Page 52: SKRIPSI TPS.doc

pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-

Share secara signifikan lebih baik daripada hasil belajar tanpa menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa kelas

VIIIB yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Think-Pair-Share lebih baik daripada siswa kelas VIIIc yang pembelajarannya

tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

Think-Pair-Share berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII

Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau.

2. Aktivitas Siswa

Hasil penelitian ini didukung oleh temuan peneliti di lapangan selama

proses belajar mengajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think

Pair Share, siswa terlihat lebih aktif, siswa cenderung siap mengikuti kegiatan

pembelajaran dengan mempelajari terlebih dahulu materi yang akan dibahas di

kelas. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ini

kecenderungan guru menjelaskan materi hanya dengan ceramah dapat dikurangi,

sehingga siswa lebih bisa mengkontruksi pengetahuannya sendiri sedangkan guru

lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator daripada pengajar.

Berbeda dengan pengajaran matematika menggunakan metode

konvensional, selama proses belajar mengajar siswa terlihat kurang begitu aktif.

Siswa hanya mendengarkan secara teliti serta mencatat poin-poin penting yang

dikemukakan oleh guru. Hal ini mengakibatkan siswa pasif, karena siswa hanya

52

Page 53: SKRIPSI TPS.doc

menerima apa yang disampaikan guru sehingga siswa mudah jenuh, kurang

inisiatif dan bergantung kepada guru.

Dalam pengajaran matematika menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share memungkinkan siswa dapat bekerja sama dengan

temannya di mana siswa saling bekerjasama dalam mempelajari materi yang

dihadapi. Dalam pembelajaran ini siswa dilatih untuk mempresentasikan kepada

teman sekelas apa yang telah mereka kerjakan. Dari sini siswa memperoleh

informasi maupun pengetahuan serta pemahaman yang berasal dari sesama teman

dan guru. Perbedaan hasil belajar yang muncul juga disebabkan karena siswa yang

diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share mempunyai pengalaman dalam mempresentasikan pendapatnya dan hasil

pekerjaannya kepada teman

Adapun kendala yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain

dari segi siswa, yakni : siswa-siswa yang pasif. Tahap pair (berpasangan) yang

seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi dengan pasangan satu bangku

tetapi siswa masih memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi

pelajaran dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian serta

menanyakan jawaban dari soal tersebut pada pasangan yang lain. Untuk mengatasi

kendala dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share,

tersebut guru akan berkeliling kelas dengan mengingatkan kembali tahap-tahap

yang harus siswa dilalui. Hal ini dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap

tahapnya dalam proses pembelajaran ini. Guru akan memberikan poin pada siswa,

53

Page 54: SKRIPSI TPS.doc

jika siswa tersebut mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau

memberikan sanggahan pada tahap share (berbagi).

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti kurang begitu

berpengalaman dalam kegiatan belajar-mengajar dikelas dan juga karena

terbatasnya dana dan waktu pada penelitian.

BAB VSIMPULAN DAN SARAN

54

Page 55: SKRIPSI TPS.doc

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII Sekolah

Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau.

B. Saran

1. Guru

a) Guru hendaknya menggunakan model kooperatif tipe Think-Pair-Share

dalam proses pembelajaran matematika pada materi pokok bentuk aljabar,

karena model kooperatif tipe Think-Pair-Share memberikan hasil yang

lebih baik.

b) Guru hendaknya memperhatikan aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran, karena aktivitas belajar akan menambah pemahaman siswa.

2. Siswa

a) Siswa hendaknya banyak berlatih soal-soal matematika dan jangan takut

mengeluarkan ide, pemikiran, maupun gagasan dalam menghadapi

persoalan matematika.

b) Siswa diharapkan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran matematika

c) Siswa hendaknya tidak segan untuk bertanya kepada teman maupun guru

apabila mengalami kesulitan belajar.

DAFTAR PUSTAKA

55

Page 56: SKRIPSI TPS.doc

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Dalyono. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Dzaki, Muhammad Faiq. 2009. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif {Online}http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/kelemahan–model-pembelajaran-kooperatif.html. {26 September 2010}

Fadholi, Arif. 2009. Metode Think–Pair–Share {Online} http://penelitiantindakan kelas.blogspot.com/2009/03/kelemahan–model-pembelajaran-kooperatif. html. {26 September 2010}

Handayani, Nani Tri. 2009. Eksperimentasi Pengajaran Matematika Melalui Metode TPS (Think Pair Share) terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII MTs Bekonang. {Online} http://digilib.unnes.qo.id/ gsdi/collect/skripsi/ index/assoo/hash2682.dir/doc.pdf. {7 Juli 2010}

Hernawati. 2007. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIIIE SMP N 14 Tegal Dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. {Online} http://digilib.unnes.qo.id/ gsdi/collect/skripsi/ index/assoo/hash2682.tps/doc.pdf. {7 Juli 2010}

Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

Jihad dan Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Peraningsih, Maike. 2009. Penerapan Pembelajaran Matematika Menggunakan Media Video Compect Disk (VCD) Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau. Skripsi tidak dipublikasikan. Lubuklinggau: Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam STKIP-PGRI Lubuklinggau.

Riduwan. 2008. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

56

Page 57: SKRIPSI TPS.doc

Soemanto. 2006. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Kepemimpinan. Jakarta. Rineka Cipta.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, dan R &D.

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukasno. 2006. Evaluasi Pembelajaran Matematika. (Bahan ajar STKIP-PGRI Lubuklnggau). STKIP-PGRI Lubuklinggau untuk kalangan sendiri. Tidak dipublikasikan.

Sukmadinata, Syaadih Nana. 2004. Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Belajar. Jakarta. Logos Wacana Ilmu.

57