SKRIPSI TPS.doc
-
Upload
yelius-jeye-wardane -
Category
Documents
-
view
259 -
download
0
Transcript of SKRIPSI TPS.doc
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses
kehidupan. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa
itu sendiri. Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat informal melainkan
bersifat formal meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa.
Sukmadinata (2004:10) mengatakan bahwa ”pendidikan merupakan interaksi
antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai pendidikan yang
berlangsung dalam lingkungan pendidikan”. Interaksi ini disebut interaksi
pendidikan, yaitu saling pengaruh antara pendidik dengan peserta didik. Proses
pendidikan berlangsung dalam lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting
dalam keberhasilan program pendidikan. Karena matematika sebagai bagian dari
pendidikan akademis dan merupakan ilmu dasar bagi disiplin ilmu yang lain
sekaligus sebagai sarana bagi siswa agar mampu berpikir logis, kritis, dan
sistematis.
Dalam kegiatan belajar-mengajar, siswa adalah sebagai subjek dan sebagai
objek dari kegiatan pengajaran, sehingga inti dari proses pengajaran tidak lain
adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan
pengajaran akan tercapai jika siswa berusaha secara aktif untuk mencapainya.
Keaktifan siswa tidak hanya dituntut dari segi fisik tetapi juga dari segi kejiwaan.
1
Dalam kegiatan belajar-mengajar, siswa dituntut aktif dan mandiri. Proses belajar
mengajar yang masih tradisional dan kurang aktifnya siswa dalam belajar
menyebabkan siswa kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran. Jika guru tidak
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dan ide-
idenya, maka siswa akan menjadi pasif dalam proses pembelajaran,
Guru merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan berhasil
atau tidaknya siswa dalam belajar matematika. Pentingnya peran guru dalam
pendidikan tidak terlepas dari kemampuan guru dalam menyampaikan materi pada
siswa. Oleh karena itu, pada proses pembelajaran guru perlu meningkatkan
kemampuan mengajar guna menjadi guru profesional.
Peningkatan kemampuan guru adalah salah satu usaha meningkatkan mutu
pendidikan. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan mengajar dengan
menerapkan model pembelajaran yang tepat dengan tetap memperhatikan antara
lain materi, waktu dan jumlah siswa di kelas. Guru dalam kemampuan mengajar
diharapkan dapat menyampaikan materi yang dapat membangkitkan keaktifan
siswa dan mudah diterima oleh siswa.
Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi matematika di SMP
Negeri 13 Lubuklinggau bahwa nilai rata-rata bidang studi matematika masih
rendah. Siswa sendiri pada umumnya masih menganggap bahwa pelajaran
matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan karena tingkat kesulitan
dianggap tinggi. Hal ini mungkin disebabkan dalam mempelajari matematika
siswa kurang menguasai konsep dan kurang aktifnya siswa dalam proses
pembelajaran, karena pola pengajaran yang diterapkan adalah pola yang mengacu
2
pada paradigma lama, yaitu pola pengajaran klasikal yang lebih berpusat pada
guru di depan kelas sebagai sumber utama pengetahuan. Pola seperti ini juga
diterapkan dalam pembelajaran matematika sehingga pelajaran matematika yang
selama ini dianggap sangat sulit menjadi membosankan.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga pendidik saat ini
cenderung pada pencapaian target kurikulum, lebih mementingkan pada
penghafalan materi bukan pada pemahan konsep. Hal ini dapat dilihat dari
kegiatan pembelajaran didalam kelas yang selalau didominasi oleh guru. Pada
penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa
hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan dan sedikit
peluang bagi siswa untuk bertanya. Akibatnya, siswa kurang berminat untuk
mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh gurunya sehingga tidak ada motivasi
dalam diri siswa untuk berusaha memahami pelajaran tersebut. Dalam
pembelajaran yang berpusat pada guru, biasanya guru menyiapkan materi dan
contoh soal untuk disampaikan didepan kelas, sedangkan siswa hanya duduk,
mendengarkan, lalu mencatat semua materi yang diberikan oleh guru. Dalam hal
ini peran siswa kurang terlihat, siswa tidak aktif bertanya ketika guru
mempersilahkan siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dimengerti.
Umumnya siswa lebih memilih diam dan menerima apa adanya yang disampaikan
oleh guru dan mengerjakan soal secara individu.
Suasana kelas juga perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa,
sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain.
Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan
3
mereka untuk mencintai proses belajar mengajar. Dalam suasana belajar yang
penuh persaingan, sikap dan hubungan yang negatif akan terbentuk dan
mematikan semangat siswa. Suasana seperti ini akan menghambat pembentukan
pengetahuan secara aktif. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana
belajar yang sedemikian rupa, sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong.
Model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja
sama dengan siswa lain dalam tugas terstruktur disebut model pembelajaran
gotong royong atau cooperative learning. Cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar (Isjoni, 2010:15)
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share digunakan untuk
mengajarkan pelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu,
ingin mencoba, bersikap mandiri, dan rasa ingin maju. Guru memberi informasi
yang mendasar saja sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan
menemukan sendiri informasi lainnya. Menurut Lie (2002:57), Model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini memberi kesempatan untuk
bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share ini jelas sekali sangat menuntut siswa untuk aktif
dalam belajar dan diskusi.
4
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul ’’Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think-Pair-Share Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII
Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah ada pengaruh
yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama
Negeri 13 Lubuklinggau?".
C. Batasan Masalah
Penulis membatasi materi yang akan diteliti yaitu pada materi pokok
bentuk aljabar.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah : untuk mengetahui pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share terhadap hasil belajar matematika siswa kelas
VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau.
5
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat adalah sebagai
berikut:
a. Siswa dapat meningkatkan motivasi dalam proses belajar dengan hasil belajar
siswa yang lebih baik serta melatih dan membiasakan siswa dan saling
membantu dengan sesama teman untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik
lagi.
b. Guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas
sehingga dapat dipahami dengan baik oleh siswa melalui pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share.
F. Anggapan Dasar
Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti
yang harus jelas akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipahami berpijak pada
penelitian (Arikunto, 2006:65).
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah jika dalam setiap kelompok
siswa dapat bekerja sama dan bertanggung jawab pada tugas yang harus
diselesaikan dan menyampaikan hasil kerja kelompok mereka kepada
kelompok lain, maka melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-
Share dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII Sekolah
Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau.
6
G. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari salah penafsiran terhadap istilah yang digunakan,
perlu adanya penjelasan istilah. Beberapa istilah yang perlu dijelaskan adalah :
1. Pengaruh yang dimaksud adalah akibat yang ditimbulkan atau yang akan
terjadi setelah diberikan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Think-
Pair-Share.
2. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang
merangsang aktivitas siswa untuk berfikir dan mendiskusikan hasil pemikirannya
dengan teman, dan juga merangsang keberanian siswa untuk mengemukakan
pendapatnya di depan kelas.
3. Hasil belajar yang dimaksud adalah kemampuan kognitif setelah mengikuti
model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
7
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoretik
1. Pengertian Belajar Matematika
Menurut Soemanto (2006:104), belajar merupakan proses dasar dari
perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan
atau perkembangan. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah
hasil belajar, sehingga belajar itu bukan sekedar pengalaman, melainkan proses
untuk memperbaiki kecakapan tingkah laku. Belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2003:2). Menurut pengertian tersebut, belajar adalah
suatu proses kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya
mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar
bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar pada
hakekatnya suatu aktivitas untuk mencapai suatu perubahan tingkah laku yang
mengandung tiga aspek yakni aspek pengetahuan, nilai dan sikap serta
keterampilan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa
adalah sebagai berikut :
1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan
rohani siswa.
8
2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar
siswa.
3. Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi
strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran materi-materi pembelajaran (Syah, 2001:130).
Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika
merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit. Menurut Johnson dan
Myklebust (dalam Handayani, 2009:9) bahwa matematika adalah bahasa simbolis
yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif
dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.
Lerner (dalam Handayani, 2009:9) juga mengemukakan bahwa matematika
disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang juga
memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide
mengenai elemen dan kuantitas.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan suatu ilmu yang tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga merupakan
ilmu yang bersifat sosial, maksudnya yaitu matematika bukan ilmu yang bersifat
abstrak melainkan suatu cara pemecahan masalah yang terjadi dalam kehidupan
nyata.
Belajar matematika pada hakikatnya adalah aktivitas mental yang tinggi
untuk memahami arti struktur-struktur, hubungan-hubungan, simbol-simbol
kemudian menerapkannya dalam situasi yang nyata. Jadi, belajar matematika
9
adalah suatu proses aktif yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan
yang dapat mengakibatkan terjadinya tingkah laku.
2. Hasil Belajar
Menurut Zulaiha (dalam Haris dan Jihad, 2008:19), mengemukakan
bahwa “Hasil belajar yang dinilai dalam pelajaran matematika ada tiga aspek.
Ketiga aspek itu adalah pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, serta
pemecahan masalah”. Sedangkan menurut Jihad dan Haris (2008:15), menyatakan
bahwa hasil belajar yaitu perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah
dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Juliah
(dalam Jihad dan Haris) juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah segala
sesuatu yang telah menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang
dilakukannya. Jadi, dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Evaluasi atau penilaian yang dilakukan merupakan tindak lanjut atau
cara untuk memperoleh hasil belajar dan mengukur tingkat penguasaan siswa.
Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu
pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Untuk memperoleh hasil belajar
siswa yang baik, tentumya tidak terlepas dari model pembelajaran yang digunakan
oleh guru yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar menurut Dalyono (2007:55) dapat digolongkan
menjadi empat, yaitu :
10
1. Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap
kemampuan belajar, karena jika kesehatan rohani (jiwa) kurang baik akan
mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar dan mengurangi semangat
belajar. .
2. Inteligensi dan Bakat
Inteligensi dan bakat besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan
belajar. Seorang yang memiliki inteligensi tinggi pada umumnya mudah
belajar dan hasilnya pun cenderung memiliki inteligensi rendah. Cenderung
mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehingga prestasi
belajarnya pun rendah.
Bakat juga besar pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan belajar.
Jadi inteligensi dan bakat sangat erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan
“Jika seseorang memiliki inteligensi yang tinggi dan bakatnya ada di dalam
bidang yang dipelajarinya, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses
dibandingkan dengan orang yang memiliki bakat saja tetapi inteligensinya
rendah”.
3. Minat dan Motivasi
Minat dan Motivasi adalah dua aspek yang besar pengaruhnya terhadap
pencapaian prestasi belajar. Minat timbul karena daya tarik dari luar dan juga
dari hati. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang
tinggi, sebaiknya minat belajar kurang akan menghasilkan prestasi yang
rendah.
11
Motivasi berbeda dengan minat karena daya penggerak/pendorong untuk
melakukan sesuatu pekerjaan yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari
luar diri. Motivasi yang berasal dari dalam diri adalah dorongan yang datang
dari hati pada umumnya karena kesadaran akan pentingnya sesuatu. Motivasi
yang berasal dari luar (lingkungan) dorongan yang datang dari luar orang tua,
masyarakat, guru, teman-teman dan lain-lain.
Hal yang ada pada diri individu yang juga berpengaruh terhadap kondisi
belajar adalah situasi afektif, selain ketenangan dan ketentraman psikis juga
motivasi untuk belajar. Belajar perlu didukung oleh motivasi yang kuat dan
konstan. Motivasi yang lemah serta tidak konstan akan menyebabkan
kurangnya usaha belajar yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil
belajarnya.
4. Faktor Lingkungan
Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(masyarakat, keluarga, sekolah). Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama dalam pendidikan, yang memberikan landasan dasar bagi proses belajar
pada lingkungan sekolah dan masyarakat.
Lingkungan sekolah juga memegang peranan penting bagi
perkembangan belajar para siswanya. Lingkungan ini meliputi lingkungan
fisik sekolah seperti lingkungan sekolah, sarana dan prasarana belajar yang
ada, sumber belajar, media belajar, dan lain-lain.
Lingkungan masyarakat dimana siswa atau individu berada juga dalam
berpengaruh terhadap semangat dan aktivitas belajarnya. Lingkungan
12
masyarakat dimana warga memiliki latar belakang pendidik yang cukup,
terdapat lembaga-lembaga pendidik dan sumber-sumber belajar di dalamnya
akan memberikan pengaruh yang positif terhadap semangat dan
perkembangan belajar generasi mudanya.
3. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai
satu kelompok atau satu tim. Menurut Isjoni (2010:15) cooperative learning
adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga
dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Sedangkan menurut Lie
(dalam Isjoni, 2010:16), ”cooperative learning adalah pembelajaran gotong
royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Jihad dan Haris (2008:30) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif
ini memiliki ciri-ciri adalah sebagai berikut :
a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara
kooperatif.
b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
13
c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku,
budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap
kelompokpun terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.
d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Tujuan utama dalam model pembelajaran cooperative learning adalah agar
peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan
cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain
untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok (Isjoni, 2010:21). Dalam hal ini sebagian besar aktivitas
pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pembelajaran,
berdiskusi untuk menyelesaikan masalah (tugas). Peran guru dalam pelaksanaan
cooperative learning adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan
evaluator.
Lie (2002:30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa
dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mendapat hasil maksimal, lima unsur
model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, kelima unsur tersebut adalah :
1. Saling ketergantungan positif.
2. Tanggung jawab perseorangan.
3. Tatap muka.
4. Evaluasi proses kelompok.
5. Komunikasi antar anggota.
Dalam proses pembelajaran kooperatif ini juga mempunyai
langkah–langkah seperti tercantum pada tabel 2.1 dibawah ini :
14
Tabel 2.1Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Fase Indikator Tingkah laku guru
1. Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siwa belajar,
2. Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi yang efisten.
4. Membimbing kelompok belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas.
5. Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6. Memberikan penghargaan.Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok.
Jarolick & parker (dalam Isjoni, 2010:24) mengatakan bahwa
keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif ini adalah :
1. Saling ketergantungan yang positif.
2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.
3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.
6. Memiliki banyak kesempatan untuk meng-ekspresikan pengalaman emosi
yang menyenangkan.
15
Dzaki (2009) menyatakan kelemahan model pembelajaran kooperatif ini
adalah sebagai berikut :
a) Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas.
b) Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain.
c) Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau
keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok.
lain.
d) Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil,
bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut.
4. Macam-Macam Model Pembelajaran Kooperatif
Berbagai teknik pembelajaran cooperative learning dipaparkan di bawah
ini. Tipe-tipe yang dipaparkan di bawah ini bisa dipakai berulang-ulang dengan
berbagai bahan pelajaran, situasi, ataupun siswa.
1. Mencari Pasangan.
Model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match)
dikembangkan oleh Lorna Curran. Salah satu keunggulan Model pembelajaran
kooperatif tipe mencari pasangan adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
2. Bertukar Pasangan.
Model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan memberi siswa
kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain.
16
3. Berkirim Salam dan Soal.
Model pembelajaran kooperatif tipe berkirim salam dan soal memberi
siswa kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterempilan mereka. Siswa
membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar
dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman sekelasnya. Kegiatan berkirim
salam dan soal cocok untuk persiapan menjelang tes dan ujian.
4. Kepala Bernomor.
Model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor (Numbred Heads)
dikembangkan oleh Spencer Kagan. Model pembelajaran tipe kepala bernomor ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan
mempertimbang jawaban yang paling tepat. Selain itu, Model pembelajaran tipe
kepala bernomor ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja
sama mereka.
5. Dua Tinggal Dua Tamu.
Model pembelajaran kooperatif tipe dua tinggal dua tamu (two stay two
stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan dan bisa digunakan bersama dengan
teknik kepala bernomor.
6. Jigsaw.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dikembangkan oleh Aronson et
al. sebagai model pembelajaran cooperative learning. Model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis,
mendengarkan, dan berbicara.
17
7. Berpikir-Berpasangan-berbagi.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share atau berpikir-
berpasangan-berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share ini guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan
dengan pelajaran yang diminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atau masalah. Selanjutnya guru meminta siswa untuk
berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Pada langkah
terakhir guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan ke seluruh kelas
yang telah mereka bicarakan.
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Menurut Fadholi (2009), Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah salah satu
model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk
menunjukkan partisipasi kepada orang lain.. Dalam model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share ini guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan
dengan pelajaran yang diminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atau masalah. Selanjutnya guru meminta siswa untuk
berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Pada langkah
terakhir guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan ke seluruh kelas
yang telah mereka bicarakan.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share memberi waktu
kepada siswa untuk berpikir dan merespon serta saling membantu yang lain dan
18
digunakan untuk mengajarkan pelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap
materi pelajaran. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu,
ingin mencoba, bersikap mandiri, dan rasa ingin maju. Guru memberi informasi yang
mendasar saja sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan
sendiri informasi lainnya.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share dikembangkan
oleh Frank Lyman (Think-Pair-Share) dan Spencer Kagan (Think-Pair-Square)
sebagai struktur kegiatan pembelajaran cooperative learning. Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think-Pair-Share ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dan teknik ini
adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang
memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh
kelas. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share ini memberi
kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk
dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini bisa dtgunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Adapun cara
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah sebagai berikut :
1. Guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan tugas kepada semua
kelompok.
2. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.
3. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi
dengan pasangannya (Lie, 2002:58).
19
Pembelajaran Think-Pair-Share memiliki prosedur yang diterapkan secara
eksplisit untuk memberikan siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab
dan saling membantu satu sama lain. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share ini guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga guru
menyajikan satu materi dalam waktu pembahasan yang relatif singkat. Setelah itu
giliran siswa untuk memikirkan secara mendalam tentang apa yang telah
dijelaskan.
Langkah-langkah yang perlu diterapkan dalam model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share menurut Fadholi (2009) adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama : Think (berfikir).
Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian
siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan tersebut secara mandiri
untuk beberapa saat.
2. Tahap kedua : Pairing (berpasangan).
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk
mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama.. Biasanya guru
mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
3. Tahap ketiga : Sharing (berbagi).
Pada tahap akhir, guru meminta pasangan dengan kelompoknya tersebut
untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai
yang telah mereka bicarakan.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share menganut sistem
gotong royong yang mencegah terjadinya keagresifan dalam kompetisi dan
20
keterasingan dalam sistem individual tanpa mengorbankan aspek kognitif. Dengan
adanya sistem gotong royong, siswa dapat membantu satu sama lain. Siswa yang
merasa mampu akan memberi bantuan kepada siswa yang belum mampu pada
saat melakukan diskusi. Hal ini akan berdampak positif pada hasil belajar siswa,
karena siswa merasa lebih nyaman apabila mandapat bantuan dari temannya
sendiri daripada oleh gurunya.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share memberikan hasil
belajar baik karena terjadi interaksi tatap muka dalam anggota kelompok dan
kemampuan menjalin hubungan interpersonal. Adapun langkah-langkah
penelitian yang akan digunakan pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-
Pair-Share adalah sebagai berikut :
1. Guru memberikan tes awal (pretes) kepada siswa.
2. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
3. Guru membentuk kelompok-kelompok kecil dengan anggota 2 – 6 siswa dan
dibuat heterogen.
4. Guru menjelaskan materi tentang operasi bentuk aljabar, kemudian
memberikan soal latihan dalam bentuk LKS.
5. Siswa diminta untuk mengerjakan soal secara mandiri untuk beberapa saat.
6. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi
dengan pasangannya.
7. kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat.
21
8. Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk melaporkan hasil
diskusinya di depan kelas, diikuti dengan kelompok lain yang memperoleh
hasil yang berbeda sehingga terjadi proses berbagi/sharing pada diskusi kelas.
9. Guru mengevaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka
diskusikan.
10. Guru memberikan kesimpulan akhir dari diskusi kelas.
11. Guru memberikan postes kepada siswa.
Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain dari
segi siswa, yakni : siswa-siswa yang pasif. Tahap pair (berpasangan) yang
seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi dengan pasangan satu bangku
tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi
pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam
menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada
pasangan yang lain. Untuk mengatasi hambatan dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share, yaitu guru akan berkeliling kelas
dengan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus siswa dilalui. Hal ini
dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap tahapnya dalam proses
pembelajaran ini. Guru akan memberikan poin pada siswa, jika siswa tersebut
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau memberikan sanggahan pada
tahap share (berbagi).
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini bertujuan agar
siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan menjawab dalam
komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam
22
kelompok-kelompok kecil. Dalam hal ini guru sangat berperan penting untuk
membimbing siswa melakukan diskusi sehingga terciptanya suasana belajar yang
lebih hidup, aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini juga
memiliki kelebihan dan kelemahannya menurut Fadholi (2009) adalah sebagai
berikut : Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
adalah :memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling
membantu satu sam lain. Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share adalah: Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari
berbagai aktivitas, membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan
kelas, peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu
pengajaran yang berharga.Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang
seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.
6. Uraian Materi Pelajaran
a. Penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar
a) Penjumlahan bentuk aljabar
Sifat – sifat dalam operasi penjumlahan
1. Sifat komulatif : a + b = b + a
2. Sifat assosiatif : (a + b) + c = a + (b + c )
3. Sifat distributif : a (b + c) = ab + ac
: (a + b)c = ac + bc
23
b) Pengurangan bentuk aljabar
Dalam operasi pengurangan berlaku sifat distributif yaitu :
1. ab – ac = a(b - c) = (b - c)a
2. – ab – ac = - a(b – c) = (b + c)(-a)
3. – ab + ac = - a(b - c) = (b – c)(-a)
Dengan menggunakan ketentuan–ketentuan di atas, maka hasil
penjumlahan maupun pengurangan pada bentuk aljabar dapat dinyatakan
dalam bentuk yang lebih sederhana dengan memperhatikan suku-suku yang
sejenis.
c) Perkalian dan pembagian bentuk aljabar
1. Perkalian bentuk aljabar
2. Perkalian suatu bilangan dengan suku dua
Bentuk umum : km (a + b) = kma + kmb
km (a – b) = (kma – kmb)
Dengan k,m, dan n suatu bilangan dan a,b variabel suku dua.
3. Perkalian suku dua dengan suku dua
Bentuk umum :
ii. m (a + b) = ma + mb
iii. m (a – b) = (ma – mb)
iv. =
v. =
Dengan m variabel suku satu, a dan b variabel suku dua.
24
a) Pembagian bentuk aljabar
Jika dua bentuk aljabar memiliki faktor-faktor yang sama, maka hasil
pembagian kedua bentuk aljabar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk
yang sederhana dengan memperhatukan faktor-faktor yang sama. Pada
pembagian bentuk aljabar, jika pembagiannya merupakan suku satu maka
hasil pembagian dapat ditentukan dengan cara bagi kurung seperti hasil
pembagian dapat ditentukan dengan cara bagi kurung seperti pembagian
pada bilangan positif.
3. Pemangkatan suku-suku bentuk aljabar
pemangkatan suatu bilangan diperoleh dari perkalian berulang untuk bilangan
yang sama. Jadi, untuk sembarang bilangan a, maka a2 = a x a.
4. Pemangkatan suku-suku dua bentuk aljabar
Pemangkatan suatu bilangan yang diperoleh dari perkalian berulang untuk
bilangan yang sama. Dalam menentukan hasil pemangkatan suku dua,
koefisien dari suku-sukunya dapat diperoleh dari bilangan-bilangan pada
segitiga pascal.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hernawati yang
berjudul : "Penerapan Model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Pair
Share (TPS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIIIE SMP N 14
Tegal Dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, dengan
kesimpulan : penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe
25
Think Pair and Share (TPS) maka hasil belajar siswa kelas VIII E SMP N
14 Tegal pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel dapat ditingkatkan.
C. Hipotesis Penelitian
Menurut Arikunto (2006:71), hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap parmasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ”ada pengaruh yang signifikan
pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 13
Lubuklinggau."
26
BAB IIIMETODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti maka jenis penelitian ini adalah
penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (2006:3) “Penelitian eksperimen adalah
suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja
ditimbulkan oleh peneliti dengan mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain
yang mengganggu”.
Rancangan yang digunakan adalah eksperimen murni/eksperimen
sungguhan. Dikatakan true eksperimental (eksperimen yang betul-betul), karena
dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang
mempengaruhi jalannya eksperimen (Sugiyono, 2006:110). Selain itu digunakan
eksperimen murni karena pada pelaksanaannya sampel diambil secara acak dari
populasi dan kemudian sampel dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Adapun desain penelitian yang digunakan berbentuk control
group pretest-postest yang melibatkan dua kelompok, adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Desain Eksperimen
Grup Pretes Variabel terikat Postes
Eksperimen X
Kontrol -
27
Keterangan :
X = Ada perlakuan
- = Tidak menerima perlakuan.
O1 = Pretes kelas eksperimen
O2 = Pretes kelas kontrol
O3 = Postes kelas eksperimen
O4 = Postes kelas kontrol
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Sugiyono (2009:61), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek /subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VIII Sekolah Menengah
Pertama Negeri 13 Lubuklinggau tahun pelajaran 2010/2011 yang terdiri dari tiga
kelas. Perincian jumlah populasi di setiap kelas seperti tertera pada tabel dibawah
ini
Tabel 3.2Populasi Penelitian
No Kelas Laki – laki Perempuan Jumlah
1
2
3
VIIIA
VIIIB
VIIIC
15
17
15
20
17
19
35
34
34
Jumlah 45 56 103
28
Sumber : Tata Usaha SMP Negeri 13 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2010/2011
2. Sampel
Sugiyono (2009:62), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana,
tenaga, dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi itu. Dalam penelitian ini sampel diambil secara acak, yaitu dua kelas VIII
Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau. dari hasil pengundian
diperoleh sampel, yaitu kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen berjumlah 34 siswa
dan kelas VIIIC sebagai kelas kontrol berjumlah 34 siswa.
Tabel 3.3Sampel Penelitian
No Kelas Laki – laki Perempuan Jumlah
1
2
VIIIB
VIIIC
17
15
17
19
34
34
Jumlah 32 36 68
Sumber : Tata Usaha SMP Negeri 13 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2010/2011
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2006:150). Tes
dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pretes) dan
29
sesudah (postes) materi diajarkan. Tes yang diberikan berbentuk soal essay
sebanyak lima soal.
D. Pengujian Instrumen
Sebelum tes dilakukan terlebih dahulu soal diuji coba. Uji coba dilakukan
untuk mengetahui kualitas dan mutu soal yang akan digunakan sebagai alat
pengumpul data. Tes dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi
kriteria tes, yaitu untuk mengetahui apakah soal tersebut valid dan reliabel untuk
digunakan dan juga untuk mengetahui daya pembeda dan tingkat kesukarannya.
1) Validitas
Menurut Arikunto (2006:168), validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan uji validitas dengan rumus
korelasi product moment dari pearson adalah sebagai berikut :
= Arikunto (2006:170)
Keterangan :
= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
N = skor butir soal
X = skor total
Y = banyak sampel
Selanjutnya uji-t dengan rumus :
30
= (Sugiyono, 2009: 230)
Dimana :
= Distribusi student
r = Koefisien korelasi hasil
n = Banyak data
Distribusi (tabel t) untuk = 0.05 dan derajat kebebasan (dk = n-2)
Kaidah keputusan : jika > berarti valid, sebaliknya
< berarti tidak valid
Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks
korelasinya (r) sebagai berikut :
Antara 0.800 sampai dengan 1.000 : Sangat tinggi
Antara 0.600 sampai dengan 0.799 : Tinggi
Antara 0.400 sampai dengan 0.599 : Cukup tinggi
Antara 0.200 sampai dengan 0.399 : Rendah
Antara 0.000 sampai dengan 0.199 : Sangat rendah (tidak valid)
Data hasil perhitungan (lampiran B) dapat dirangkum hasil analisis
validitas butir soal pada tabel 3.4 :
Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Analisis Validitas
Tes penguasaan materi pokok bentuk aljabar
Nomor soal Nilai rxy thitung ttabel Keterangan 1 0,32 2,23 2,02 Validitas rendah2 0,34 2,50 2,02 Validitas rendah3 0,43 3,48 2,02 Validitas sedang
31
4 0,55 4,75 2,02 Validitas sedang5 0,70 7,441 2,02 Validitas tinggi6 0,25 2,23 2,02 Validitas rendah7 0,82 10,94 2,02 Validitas sangat tinggi8 0,83 11,08 2,02 Validitas sangat tinggi
2) Reliabilitas
Realibilitas soal merupakan ukuran yang menyatakan tingkat
kekonsistenan suatu soal tes. Untuk mengukur tingkat kekonsistenan soal ini
digunakan perhitungan Alpha Crombach. Rumus yang digunakan dinyatakan
dengan :
= (Jihad dan Haris, 2008:180)
Keterangan :
= Koefisien realibilitas tes yang dicari
n = Banyaknya butir soal
= Jumlah varians skor tiap butir soal
= Varians skor total
Klasifikasi untuk menginterpretasikan besarnya derajat reliabilitas suatu
tes adalah sebagai berikut :
≤ 0.20 Derajat relialibilitas sangat rendah
0.20 < ≤ 0.40 Derajat relialibilitas rendah
0.40 < ≤ 0.60 Derajat relialibilitas sedang
0.60 < ≤ 0.80 Derajat relialibilitas tinggi
0,80 < ≤ 1.00 Derajat relialibilitas sangat tinggi
32
Setelah data hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan rumus di atas,
diperoleh reliabilitas sebesar 0,68, maka instrumen penelitian ini memiliki derajat
reliabilitas tinggi, sehingga dapat dipercaya sebagai alat ukur.
3) Daya Pembeda
Menurut Arikunto (2005:211), daya pembeda soal adalah kemampuan
sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (kemampuan tinggi)
dengan siswa yang bodoh. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung daya
pembeda setiap butir soal adalah sebagai berikut :
DP = atau DP =
Suherman dan Sukjaya (dalam Sukasno, 2006:76)
Keterangan :
DP = Indeks daya pembeda
JSA = Jumlah skor kelompok atas.
JSB = Jumlah skor kelompok bawah.
SIA = Jumlah skor ideal kelompok atas.
SIB = Jumlah skor ideal kelompok bawah
Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan adalah :
DP ≤ 0,00 Sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik
33
Data hasil perhitungan (lampiran B), dapat dikemukakan rekapitulasi hasil
analisis daya pembeda tes penguasaan materi pokok bentuk aljabar seperti pada
tabel 3.5 dibawah ini:
Tabel 3.5Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda
Tes Penguasaan Materi Pokok Bentuk Aljabar
Nomor
soal
Jumlah skor
kelompok atas
Jumlah skor
kelompok
bawah
Jumlah skor
ideal kelompok
atas/bawah
Daya
pembeda
(DP)
Ket
1 18 8 20 0,50 baik
2 22 15 30 0,23 Cukup
3 27 14 30 0,43 baik
4 29 10 30 0,63 Baik
5 27 3 30 0,80 Sangat Baik
6 38 33 40 0,13 Jelek
7 54 1 80 0,66 Baik
8 38 0 60 0,63 Baik
4) Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran (TK) pada masing-masing butir soal dihitung dengan
menggunakan :
IK = atau IK =
Suherman dan Sukjaya (dalam Sukasno, 2006:78)
Keterangan :
IK = Indeks kesukaran
34
Jsa = Jumlah skor kelompok atas.
JSB = Jumlah skor kelompok bawah.
SIA = Jumlah skor ideal kelompok atas.
SIB = Jumlah skor ideal kelompok bawah.
Klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran yang banyak digunakan adalah :
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar
0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang
0,70 < IK ≤ 1,00 Soal mudah
Dari hasil perhitungan (lampiran B) dapat dikemukakan rekapitulasi hasil
analisis tingkat kesukaran tes penguasaan materi pokok bentuk aljabar seperti
pada tabel 3.6 dibawah ini:
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Penguasaan Materi Pokok Bentuk Aljabar
Nomor
soal
Jumlah skor
kelompok atas
Jumlah skor
kelompok
bawah
Jumlah skor
ideal kelompok
atas/bawah
Tingkat
kesukaran
(TK)
Ket
1 18 8 20 0,65 Sedang
2 22 15 30 0,61 Sedang
3 27 14 30 0,68 Sedang
4 29 10 30 0,65 Sedang
5 27 3 30 0,50 Sedang
6 38 33 40 0,89 Mudah
7 54 1 80 0,34 Sedang
8 38 0 60 0,32 Sedang
35
Berdasarkan analisis hasil uji coba tes hasil belajar, maka rekapitulasi hasil
uji coba tes dapat dilihat pada tabel 3.7 :
Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba
Tes Penguasaan Materi Pokok Bentuk Aljabar
No
soalValiditas
Daya
pembeda
Tingkat
kesukaranKeterangan
1 0,32 Rendah 0,50 Baik 0,65 Sedang Tidak dapat dipakai
2 0,34 Rendah 0,23 Cukup 0,61 Sedang Tidak dapat dipakai
3 0,43 Sedang 0,43 Baik 0,68 Sedang Dapat dipakai
4 0,55 Sedang 0,63 Baik 0,65 Sedang Dapat dipakai
5 0,70 Tinggi 0,80Sangat
Baik0,50 Sedang Dapat dipakai
6 0,25 Rendah 0,13 Jelek 0,89 Mudah Tidak dapat dipakai
7 0,82 Sangat tinggi 0,66 Baik 0,34 Sedang Dapat dipakai
8 0,83 Sangat tinggi 0,63 Baik 0,32 Sedang Dapat dipakai
E. Teknik Analisis Data
1. Menentukan skor rata-rata dan simpangan baku.
Menetukan skor rata-rata dan simpangan baku pada tes awal dan tes akhir
belajar pada kelas yang menggunakan pembelajaran Think-Pair-Share dalam hal
ini digunakan rumus sebagai berikut :
S = dengan = (Sugiyono, 2009:57)
Keterangan :
36
S = Simpangan baku
= Skor rata-rata
= Jumlah semua skor
n = Jumlah sampel keseluruhan
2. Uji Normalitas Data ( )
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui kenormalan data, rumus
yang digunakan adalah uji kecocokan (chi kuadrat), yaitu :
= (Sugiyono, 2009:81)
Keterangan :
= Chi kuadrat yang dicari
= Frekuensi dari hasil observasi
= Frekuensi yang diharapkan
Selanjutnya dibandingkan dengan dengan taraf kepercayaan 5%
dan dk = j – 1, dimana j adalah banyaknya kelas interval, jika < . Maka
dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal dan dalam hal lainnya tidak
dapat berdistribusi normal.
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol
dimaksudkan adalah mengetahui keadaan varians antara kedua kelompok, sama
atau beda. Pengujian homogenitas ini mengujikan uji varians dua buah peubah.
Uji statistiknya dengan menggunakan uji F, dengan rumus Sugiyono (2010:275)
dibawah ini :
37
F = Varians terbesar Varians terkecil
4. Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Uji kesamaan rata-rata ini digunakan untuk menguji kesamaan antara dua
rata-rata. Dalam hal ini antara data kelompok eksperimen dan data kelompok
kontrol.
a) Jika kedua data tersebut berdistribusi normal dan homogen, maka uji yang
digunakan adalah uji-t dengan rumus :
t = dengan = (Sudjana, 2005: 239)
keterangan :
t = Perbedaan rata-rata kedua sampel.
= Varians terbesar.
= Varians sampel terkecil.
= Nilai rata-rata sampel eksperimen.
= Nilai rata-rata sampel kontrol.
= Jumlah sampel eksperimen.
= Jumlah sampel kontrol.
Kriteria pengujian adalah terima jika < pada taraf nyata = 0.05
dan dk = .
38
b) Jika kedua data berdistribusi normal dan tidak homogen, maka uji statistika
yang digunakan adalah uji-t semu dengan rumus :
= (Sudjana, 2005:241)
Keterangan :
= Uji-t semu
= Nilai rata-rata kelompok eksperimen
= Nilai rata-rata kelompok kontrol
= Banyak sampel kelas eksperimen
= Banyak sampel kelas kontrol
= Varians terbesar
= Varians terkecil
kriteria penguji adalah terima , jika < <
dan tolak dalam hal lainnya.
Dengan : = , =
=
F. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Lubuklinggau kelas VIII
berjumlah dua kelas pada semester pertama tahun pelajaran 2010/2011.
39
pelaksanaan dilakukan secara langsung oleh peneliti dan sesuai dengan jadwal
yang berlaku di sekolah. Model pembelajaran yang digunakan adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share pada materi pokok bentuk aljabar.
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan penelitian tes awal, melaksanakan
pembelajaran, dan tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengetahui kemampuan
awal siswa pada materi pokok bentuk aljabar, sedangkan tes akhir digunakan
untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran. Penelitian
ini dilakukan dari tanggal 30 Juli 2010 sampai dengan 23 Agustus 2010.
G. Prosedur Penelitian
Tahapan atau prosedur penelitian yang dilaksanakan dimulai dari
pembuatan proposal penelitian, persiapan, analisis data hingga menarik
kesimpulan. Tahapan atau prosedur yang dilaksanakan tersebut meliputi :
1. Tahap Persiapan
Sebelum mengadakan penelitian penulis harus mempersiapkan
semua yang berhubungan dengan pelaksanan penelitian diantaranya adalah :
a) mempersiapkan surat izin penelitian.
b) Mempersiapkan rancangan pembelajaran tentang materi pokok bentuk
aljabar.
c) Mempersiapkan instrumen tes hasil belajar.
d) Melaksanakan uji coba instrumen tes hasil belajar.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
40
a) Memberikan tes awal sebelum materi diajarkan.
b) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dilakukan langsung oleh peneliti
di sekolah menengah pertama negeri 13 kelas VIII semester ganjil pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan lima kali pertemuan.
c) Melaksanakan tes akhir setelah proses pembelajaran berakhir. Tujuan
pelaksanaan tes akhir ini adalah untuk mendapatkan data tentang hasil
belajar pada kedua tersebut, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Bentuk tes yang diberikan adalah uraian sebanyak lima soal.
3. Tahap akhir.
Tahap akhir yang dilakukan oleh peneliti adalah penskoran, data
hasil tes, menganalisa data, dan menarik kesimpulan.
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Statistik Deskriptif Hasil penelitian
Setelah dilakukan pengolahan data skor pretes dan postes pada kelompok
eksperimen dan kontrol diperoleh statistik deskriptif sebagaimana pada tabel 4.1
berikut :
Tabel 4.1Statistik Deskriptif Skor Pretes Dan Postes
Kelompok Eksperimen dan Kontrol
TesKelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
N Xmin Xmaks S N Xmin Xmaks S
Pretes 34 21,74 52.17 30,98 13,27 34 4,35 43,48 26,06 10,07
Postes 34 65,22 100 82,74 10,18 34 47,83 100 72,78 12,83
Berdasarkan tabel 4.1 di atas bahwa jumlah siswa (N) pretes sebanyak 34
siswa, dengan skor rata-rata pretes kelompok eksperimen adalah 30,98 dan skor
rata-rata kelompok kontrolnya adalah 26,06. dengan simpangan baku kelas
eksperimen adalah 13,27 dan simpangan baku kelas kontrol adalah 10,07. Pada
nilai pretes kelas eksperimen untuk Xmin adalah 21,74 dan Xmaks 52,17, dan
kelompok kontrol Xmin adalah 4,35 dan Xmaks 52,17.
Jumlah siswa (N) postes sebanyak 34 siswa, dengan skor rata-rata postes
kelompok eksperimen 82.74 dan skor rata-rata kontrol adalah 72,78 dengan
simpangan baku kelas eksperimen adalah 10,18 dan simpangan baku kelas kontrol
adalah 12,83. Nilai postes kelas eksperimen untuk Xmin adalah 65,22 dan Xmaks
42
adalah 100. dan nilai postes kelas kontrol untuk Xmin 47,83 dan Xmaks 100. Rata-
rata skor postes kelompok eksperimen relatif lebih besar dari kelompok kontrol.
Begitu pula dengan simpangan baku kelas eksperimen lebih besar dari kelas
kontrol. Untuk memberikan gambaran lebih jelas skor rata-rata kedua kelompok,
berdasarkan kelompok penelitian disajikan pada diagram berikut :
Diagram 4.1Skor Rata-rata Pretes dan Postes Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol
Diagram 4.1 memperlihatkan rata-rata hasil pretes dan postes pada
kelompok peneliti. Selisih skor rata-rata pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol
adalah 4,92. Hal ini menunjukkan bahwa skor rata-rata pretes kelas eksperimen
tidak jauh berbeda dengan skor rata-rata pretes kelas kontrol. Sedangkan selisih
skor rata-rata postes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 9,96. Hal
ini menunjukkan bahwa skor rata-rata postes kelas eksperimen cukup berbeda
dengan skor rata-rata postes kelas kontrol.
2. Analisis Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal siswa sebelum diberikan pembelajaran materi pokok
bentuk aljabar merupakan data penelitian yang diperoleh dari tes awal (pretes).
Pelaksanaan pretes berfungsi untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang
suatu materi sebelum dilakukan pembelajaran. Untuk mengetahui ada atau
43
tidaknya perbedaan yang signifikan pada kemampuan awal siswa kelompok
eksperimen dan kontrol dilakukan analisa uji kesamaan rata=rata. Sebelum
dilakukan uji kesamaan rata-rata terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan
homogenitas.
a) Uji Normalitas Skor Pretes
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data hasil tes siswa
berdistribusi normal atau tidak, untuk lebih jelasnya uji perhitungan normalitas ini
dapat dilihat pada lampiran C.
Pasangan hipotesis yang diuji adalah:
Ho : Sampel berada pada populasi yang berdistribusi normal.
Ha : Sampel berada pada populasi yang tidak berdistribusi normal
kriteria pengujiannya adalah dibandingkan dengan dengan taraf
kepercayaan 5% dan dk = j – 1, dimana j adalah banyaknya kelas interval, jika
< , maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal dan dalam
hal lainnya tidak berdistribusi normal.
Rekapitulasi hasil uji normalitas data pretes kedua kelompok dapat
dilihat pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2Hasil Uji Normalitas Skor Pretes
kelas dk Kesimpulan
Kelas Eksperimen 9,3239 5 11.07 Normal
Kontrol 1,2150 5 11.07 Normal
44
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai data pretes untuk kelas
eksperimen adalah 9,3239 dengan adalah 11,07. berarti < ,
maka Ho diterima dan berdistribusi normal. Pada kelas kontrol juga ditunjukkan
bahwa nilai data pretes untuk kelas kontrol adalah 1,2150 dengan
adalah 11,07. berarti < , maka Ho diterima dan berdistribusi normal.
Berdasarkan ketentuan uji normalitas dengan menggunakan uji (chi kuadrat)
dapat disimpulkan bahwa masing-masing kelompok data untuk pretes pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf kepercayaan
dan derajat kebebasan (dk) = 5.
b) Uji Homogenitas Skor Pretes
Setelah mengetahui bahwa data berdistribusi normal, maka yang perlu
dilakukan adalah pengujian homogenitas sampel, hal tersebut untuk mengetahui
kesamaan tiap varians sampel yang diambil dari kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:
Ho : , sampel Homogen
Ha : , sampel tidak Homogen
Kriteria pengujian tolak H0 jika Fhitung ≥ Ftabel dengan = 0,05, – 1 adalah
dk pembilang dan - 1 adalah dk penyebut, Karena dk = (33,33) tidak terdapat
dalam tabel distributif F maka diambil dk = (34,40) dengan taraf kepercayaan =
0,05, dimana Fhitung = 1,32 dan Ftabel = 1,74, karena Fhitung < Ftabell maka Ho diterima.
Dengan demikian kedua varians pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah
homogen.
45
Berdasarkan perhitungan statistik (lampiran C) tentang skor pretes maka
rekapitulasi uji normalitas dan homogenitasnya dapat dilihat pada tabel 4.3
berikut:
Tabel 4.3Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Dan Homogenitas Skor Pretes
Kelas Uji Normalitas Uji Homogenitas
Eksperimen NormalHomogen
Kontrol Normal
Berdasarkan tabel 4.3 di atas jelaslah bahwa data uji normalitas dan uji
homogenitas skor kelompok eksperimen dan kontrol adalah berdistribusi normal
dan homogen, sehingga uji kesamaan rata-rata yang digunakan adalah uji-t.
c) Uji Kesamaan Rata-rata Skor Pretes
Uji kesamaan rata-rata bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan yang signifikan pada kemampuan awal siswa pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas maka uji kesamaan rata-rata yang digunakan adalah uji-t. Pasangan
hipotesis yang akan diuji adalah:
Ho = Rata-rata kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
tidak berbeda secara signifikan.
Ha = Rata-rata kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
berbeda secara signifikan.
Kriteria pengujian adalah terima jika < pada taraf nyata
= 0.05 dan dk = . Berikut merupakan tabel hasil uji-t terhadap skor
pretes:
46
Tabel 4.4Hasil Uji-t terhadap Skor Pretes
Kelas thitung dk ttabel Kesimpulan
Eksperimen1,74 66 1,98 Ho diterima
Kontrol
Berdasarkan tabel 4.4 di atas diperoleh nilai thitung = 1,74 dan nilai ttabel =
1,980, maka thitung < ttabel artinya H0 diterima. Dengan demikian rata – rata nilai
pretes kelas eksperimen dan rata – rata nilai pretes kelas kontrol adalah sama atau
tidak berbeda secara signifikan. .
3. Kemampuan Akhir Siswa
Kemampuan akhir siswa delam penguasaan materi pokok bentuk aljabar
merupakan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
Pelaksanaan postes dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
dengan yang pembelajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share di kelas VIII SMP Negeri 13 Lubuklinggau. Untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan pada kemampuan akhir
siswa kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan analisa uji perbedaan
rata=rata. Sebelum dilakukan uji perbedaan rata-rata terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas dan homogenitas.
a) Uji Normalitas Skor Postes
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data hasil tes siswa
berdistribusi normal atau tidak, untuk lebih jelas uji normalitas ini dapat dilihat
pada lampiran C.
47
Pasangan hipotesis yang diuji adalah:
Ho : sampel berada pada populasi yang berdistribusi normal.
Ha : sampel berada pada populasi yang tidak berdistribusi normal
kriteria pengujiannya adalah dibandingkan dengan dengan taraf
kepercayaan 5% dan dk = j – 1, dimana j adalah banyaknya kelas interval, jika
< , maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal dan dalam
hal lainnya tidak berdistribusi normal. Hasil uji normalitas data postes kedua
kelompok dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir
kelas dk Kesimpulan
Kelas Eksperimen 6,2346 5 11.07 Normal
Kontrol 4,1415 5 11.07 Normal
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai data postes untuk kelas
eksperimen adalah 6,2346 dengan adalah 11,07. berarti < ,
maka Ho diterima dan berdistribusi normal. Pada kelas kontrol juga ditunjukkan
bahwa nilai data pretes untuk kelas kontrol adalah 4,1415 dengan
adalah 11,07. berarti < , maka Ho diterima dan berdistribusi normal.
Berdasarkan ketentuan uji normalitas dengan menggunakan uji (chi
kuadrat) dapat disimpulkan bahwa masing-masing kelompok data untuk postes
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf
kepercayaan dan derajat kebebasan (dk) = 5.
48
b) Uji Homogenitas Skor Postes
Setelah mengetahui bahwa data berdistribusi normal, maka yang perlu
dilakukan adalah pengujian homogenitas sampel, hal tersebut untuk mengetahui
kesamaan tiap varians sampel yang diambil dari kelas eksperimen dan kelas
kontrol , yang terdapat dari suatu populasi siswa SMP Negeri 13 Lubuklinggau
pada mata pelajaran matematika. Pasangan hipotesis yang digunakan dalam uji
homogenitas adalah sebagai berikut:
H0 : , sampel Homogen
Ha : , sampel tidak Homogen
Kriteria pengujian tolak Ho jika Fhitung ≥ Ftabel dengan = 0,05, – 1
adalah dk pembilang dan - 1 adalah dk penyebut, Karena dk = (33,33) tidak
terdapat dalam tabel distributif F maka diambil dk = (34,40) dengan taraf
kepercayaan = 0,05, dimana Fhitung = 1,26 dan Ftabel = 1,74, karena Fhitung < Ftabel
maka Ho diterima. Dengan demikian kedua varians skor postes kelas eksperimen
dan kelas kontrol adalah homogen.
Berdasarkan perhitungan statistik (lampiran C) tentang uji homogenitas
skor postes maka rekapitulasi uji normalitas dan homogenitas skor postes dapat
dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Dan Homogenitas Skor Postes
Kelas Uji Normalitas Uji Homogenitas
Eksperimen NormalHomogen
Kontrol Normal
49
Berdasarkan tabel 4.6 di atas jelaslah bahwa data uji normalitas dan uji
homogenitas skor postes kelompok eksperimen dan kontrol adalah berdistribusi
normal dan homogen, sehingga uji kesamaan rata-rata yang digunakan adalah
uji-t.
c) Uji Kesamaan Rata-rata Skor Postes
Uji kesamaan rata-rata bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan yang signifikan pada kemampuan akhir siswa pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah dilakukannya uji normalitas dan uji
homogenitas skor postes, maka uji perbedaan rata-rata yang digunakan adalah
uji-t. Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah:
Ha = Rata-rata kemampuan akhir kelompok eksperimen lebih besar atau sama
dengan kelompok kontrol.
Ho = Rata-rata kemampuan akhir kelompok eksperimen lebih kecil daripada
kelompok kontrol.
Kriteria pengujian adalah terima jika < pada taraf nyata
= 0.05 dan dk = . Berikut merupakan tabel hasil uji-t terhadap nilai
postes.
Tabel 4.7Hasil Uji-t terhadap Nilai Postes
Kelas thitung dk ttabel Kesimpulan
Eksperimen3,73 66 1,98 Ho ditolak
Kontrol
Berdasarkan tabel 4.7 di atas diperoleh nilai thitung = 3,73 dan nilai ttabel =
1,980, maka thitung > ttabel artinya H0 ditolak. Dengan demikian hasil analisis uji-t
50
mengenai kemampuan akhir (lampiran C) menunjukkan bahwa skor rata-rata
siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini berarti bahwa
ada pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-
Pair-Share terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII Sekolah Menengah
Pertama Negeri 13 Lubuklinggau.
B. Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama lebih kurang tiga minggu,
bahwasannya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
ini dapat dijadikan alternatif dalam proses belajar mengajar. Pada penelitian yang
dilakukan, peneliti mengajar pada dua kelas yakni VIIIB untuk kelas eksperimen
dan VIIIc untuk kelas kontrol. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap
sampel yang berjumlah 68 orang siswa, dari kelas VIIIB berjumlah 34 siswa yang
merupakan kelas eksperimen dan kelas VIIIc berjumlah 34 siswa yang merupakan
kelas kontrol, dimana kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan berdasarkan
hasil populasi yang homogen.
Berdasarkan dari hasil perhitungan pretes didapat harga thitung adalah 1,74
dan harga ttabel adalah 1,98, dimana harga thitung < ttabel. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada tes awal nilai rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah
sama, berarti kedua kelas tersebut berasal dari populasi yang homogen.
Sedangkan hasil perhitungan pada postes didapat harga thitung adalah 3,73 dan
harga ttabel adalah 1,98, dimana harga thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa
51
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-
Share secara signifikan lebih baik daripada hasil belajar tanpa menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa kelas
VIIIB yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share lebih baik daripada siswa kelas VIIIc yang pembelajarannya
tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII
Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau.
2. Aktivitas Siswa
Hasil penelitian ini didukung oleh temuan peneliti di lapangan selama
proses belajar mengajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share, siswa terlihat lebih aktif, siswa cenderung siap mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan mempelajari terlebih dahulu materi yang akan dibahas di
kelas. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ini
kecenderungan guru menjelaskan materi hanya dengan ceramah dapat dikurangi,
sehingga siswa lebih bisa mengkontruksi pengetahuannya sendiri sedangkan guru
lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator daripada pengajar.
Berbeda dengan pengajaran matematika menggunakan metode
konvensional, selama proses belajar mengajar siswa terlihat kurang begitu aktif.
Siswa hanya mendengarkan secara teliti serta mencatat poin-poin penting yang
dikemukakan oleh guru. Hal ini mengakibatkan siswa pasif, karena siswa hanya
52
menerima apa yang disampaikan guru sehingga siswa mudah jenuh, kurang
inisiatif dan bergantung kepada guru.
Dalam pengajaran matematika menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share memungkinkan siswa dapat bekerja sama dengan
temannya di mana siswa saling bekerjasama dalam mempelajari materi yang
dihadapi. Dalam pembelajaran ini siswa dilatih untuk mempresentasikan kepada
teman sekelas apa yang telah mereka kerjakan. Dari sini siswa memperoleh
informasi maupun pengetahuan serta pemahaman yang berasal dari sesama teman
dan guru. Perbedaan hasil belajar yang muncul juga disebabkan karena siswa yang
diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share mempunyai pengalaman dalam mempresentasikan pendapatnya dan hasil
pekerjaannya kepada teman
Adapun kendala yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain
dari segi siswa, yakni : siswa-siswa yang pasif. Tahap pair (berpasangan) yang
seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi dengan pasangan satu bangku
tetapi siswa masih memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi
pelajaran dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian serta
menanyakan jawaban dari soal tersebut pada pasangan yang lain. Untuk mengatasi
kendala dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share,
tersebut guru akan berkeliling kelas dengan mengingatkan kembali tahap-tahap
yang harus siswa dilalui. Hal ini dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap
tahapnya dalam proses pembelajaran ini. Guru akan memberikan poin pada siswa,
53
jika siswa tersebut mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau
memberikan sanggahan pada tahap share (berbagi).
C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti kurang begitu
berpengalaman dalam kegiatan belajar-mengajar dikelas dan juga karena
terbatasnya dana dan waktu pada penelitian.
BAB VSIMPULAN DAN SARAN
54
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII Sekolah
Menengah Pertama Negeri 13 Lubuklinggau.
B. Saran
1. Guru
a) Guru hendaknya menggunakan model kooperatif tipe Think-Pair-Share
dalam proses pembelajaran matematika pada materi pokok bentuk aljabar,
karena model kooperatif tipe Think-Pair-Share memberikan hasil yang
lebih baik.
b) Guru hendaknya memperhatikan aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran, karena aktivitas belajar akan menambah pemahaman siswa.
2. Siswa
a) Siswa hendaknya banyak berlatih soal-soal matematika dan jangan takut
mengeluarkan ide, pemikiran, maupun gagasan dalam menghadapi
persoalan matematika.
b) Siswa diharapkan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran matematika
c) Siswa hendaknya tidak segan untuk bertanya kepada teman maupun guru
apabila mengalami kesulitan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
55
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Dalyono. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Dzaki, Muhammad Faiq. 2009. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif {Online}http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/kelemahan–model-pembelajaran-kooperatif.html. {26 September 2010}
Fadholi, Arif. 2009. Metode Think–Pair–Share {Online} http://penelitiantindakan kelas.blogspot.com/2009/03/kelemahan–model-pembelajaran-kooperatif. html. {26 September 2010}
Handayani, Nani Tri. 2009. Eksperimentasi Pengajaran Matematika Melalui Metode TPS (Think Pair Share) terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII MTs Bekonang. {Online} http://digilib.unnes.qo.id/ gsdi/collect/skripsi/ index/assoo/hash2682.dir/doc.pdf. {7 Juli 2010}
Hernawati. 2007. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIIIE SMP N 14 Tegal Dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. {Online} http://digilib.unnes.qo.id/ gsdi/collect/skripsi/ index/assoo/hash2682.tps/doc.pdf. {7 Juli 2010}
Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Jihad dan Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Peraningsih, Maike. 2009. Penerapan Pembelajaran Matematika Menggunakan Media Video Compect Disk (VCD) Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau. Skripsi tidak dipublikasikan. Lubuklinggau: Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam STKIP-PGRI Lubuklinggau.
Riduwan. 2008. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
56
Soemanto. 2006. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Kepemimpinan. Jakarta. Rineka Cipta.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, dan R &D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukasno. 2006. Evaluasi Pembelajaran Matematika. (Bahan ajar STKIP-PGRI Lubuklnggau). STKIP-PGRI Lubuklinggau untuk kalangan sendiri. Tidak dipublikasikan.
Sukmadinata, Syaadih Nana. 2004. Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Belajar. Jakarta. Logos Wacana Ilmu.
57