skripsi tentang Sss

download skripsi tentang Sss

of 66

Transcript of skripsi tentang Sss

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    1/66

    KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT

    PEMANENAN HUTAN DI PT. SALAKI SUMMA SEJAHTERA

    PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT

    IKA NOVI INDRIYATI

    DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2010

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    2/66

    KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT

    PEMANENAN HUTAN DI PT. SALAKI SUMMA SEJAHTERA

    PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT

    IKA NOVI INDRIYATI

    E14050940

    SKRIPSISebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

    pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

    DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2010

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    3/66

    RINGKASAN

    Ika Novi Indriyati. E 14050940. Kerusakan Tegakan Tinggal

    Akibat Pemanenan di PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau

    Siberut, Sumatera Barat. Di bawah bimbingan Dr.Ir. JuangRata Matangaran, MS dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS.

    PT. Salaki Summa Sejahtera (PT. S3) adalah perusahaan pemanfaatan kayu

    yang berada di kawasan cagar biosfer Pulau Siberut. PT. S3 dalam upaya

    memanfaatkan hasil hutan kayu melakukan kegiatan pemanenan hutan. Kegiatan

     pemanenan meliputi penebangan dan penyaradan pasti menimbulkan kerusakan

    hutan. Kegiatan perusahaan ini mendapat sorotan dari LSM, masyarakat lokal

    maupun dunia internasional. Oleh sebab itu PT.S3 harus berhati-hati dalam

    kegiatan pengelolaannya. Perusahaan harus melakukan kegiatan pemanenan

    yang tidak hanya fokus pada dampak lingkungan, tetapi juga kepada semua

     prinsip pengelolaan hutan lestari.Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis tingkat kerusakan

    tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan, menganalisis hubungan

    tingkat kerusakan pohon terhadap kelerengan, intensitas tebang dan kerapatan

    tegakan.

    Metode penelitian ini berupa pengukuran tingkat kerusakan pohon setelah

     penebangan dan penyaradan pada 10 plot contoh masing-masing seluas 1 ha.

    Persentase dan tingkat kerusakan pohon dihitung dengan membandingkan

     jumlah kerusakan pohon setelah pemanenan dengan jumlah pohon sebelum

     pemanenan. Regresi linier berganda digunakan untuk menganalisa hubunganantara tingkat kerusakan pohon terhadap kelerengan, intensitas tebang dan

    kerapatan tegakan.Hasil penelitian menunjukkan bentuk kerusakan, yaitu rusak tajuk, rusak kulit

    dan batang, rusak roboh, dan patah batang. Persentase kerusakan ringan,

    kerusakan sedang dan kerusakan berat masing-masing 24,73%, 7,53% dan

    67,74%. Persentase kerusakan pohon akibat penebangan sebesar 13,98% atau

    sebanyak 10,73 pohon/ha dan persentase kerusakan pohon akibat penyaradan

    sebesar 10,27% atau sebanyak 7,89 pohon/ha. Persentase kerusakan tegakan

    tinggal rata-rata sebesar 24,25% atau 18,62 pohon/ha. Analisis regresi

    menunjukkan hubungan antara persentase kerusakan dengan intensitas tebang,kelerengan dan kerapatan tegakan. Intensitas tebang berpengaruh nyata terhadap

     besarnya kerusakan tegakan. Jumlah pohon yang ditebang dalam setiap hektar

    harus dibatasi. Menebang enam pohon setiap satu hektar dianggap signifikanmengurangi kerusakan penebangan.

    Kata kunci: kerusakan tegakan tinggal, Pulau Siberut, cagar biosfer, intensitas

    tebang, penebangan dan penyaradan.

    SUMMARY

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    4/66

    Ika Novi Indriyati. E 14050940. Residual Stand Damage Caused by

    Harvesting in Salaki Summa Sejahtera Forest Company Siberut Island, West

    Sumatera. Supervised by Dr.Ir. Juang Rata Matangaran, MS and Dr. Ir.Teddy Rusolono, MS.

    Salaki Summa Sejahtera forest company is the company which the area laidon the production forest at biosphere reserve of Siberut island. In order to utilize

    the forest, this company conducts logging operation. Logging operation such as

    felling the trees and skidding operation cause the damage of the forest. Logging

    activities of this company have made conspicuous of the non government

    organization, local and international communities. This company have to conduct

    the logging operation which concern not only to the environmental impact but

    also to all of the principle of sustainable forest management.

    The objectives of the study is (1) to identify and to analyze the residual stand

    damage after felling and skidding operation, (2) to analyze the relation among the

    stand damage and the slope, felling intensity and stand density.

    The method of the research is to measure the stand damage after felling andskidding operation at 10 sample plot which 1 hectare in each plot. The percentageand the level of tree damage were calculated through comparing the number of

    tree damage after logging with the number of tree before logging. Multiple linierregression was used to analyze the relation among the number of stand damage

    and the slope, felling intensity and stand density.

    The result of the study showed that the type of damage was crown damage,

     bark and stem injury, fallen tree and broken stem. The percentage of the minor,

    medium and severe damage were 24.73%, 7.53% and 67.74% respectively. The

     percentage of stand damage caused by felling was 13.98% or 10.73 tree/hectare,

    and the stand damage caused by skidding operation was 10.27% or 7.89

    tree/hectare. The average percentage of the damage was 24.25% or 18.62

    trees/hectare. The regression analysis showed that there is relation between the

     percentage of stand damage and felling intensity, slope, and stand density. Felling

    intensity was significantly affect to stand damage. The number of tree felled in

    each hectare have to be limited. Felling six trees in each one hectare is considered

    significantly reduce logging damage.

    Keywords: stand damage, Siberut Island, biosphere reserve, felling and skidding,felling intensity.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    5/66

    PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

    INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerusakan Tegakan

    Tinggal Akibat Pemanenan Hutan di PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut,

    Sumatera Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan

    dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada

     perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau

    dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain

    telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

    akhir skripsi ini.

    Bogor, Pebruari 2010

    Ika Novi Indriyati NRP E14050940

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    6/66

    Judul Penelitian : Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat

    Pemanenan Hutan di PT. Salaki Summa Sejahtera

    Pulau Siberut, Sumatera Barat

     Nama Mahasiswa : Ika Novi Indriyati

     NIM : E 14050940

    Menyetujui:

    Komisi Pembimbing

    Ketua, Anggota,

    Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS  Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS

     NIP. 19631221 198803 1 001 NIP. 19621024 198803 1 002

    Mengetahui:

    Ketua Departemen Manajemen Hutan,

    Dr.Ir. Didik Suharjito, MS

     NIP. 19630401 199403 1 001

    Tanggal Lulus:

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    7/66

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkat

    dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

     penyusunan skripsi dengan judul Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan

    Hutan di PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut, Sumatera Barat.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menghitung dan menganalisis

    tingkat kerusakan pohon berdiameter lebih besar dari 20 cm akibat penebangan

    dan penyaradan kayu di PT. Salaki Summa Sejahtera (S3).

    Tingkat kerusakan yang terjadi, kategori kerusakan ringan 24,70%, sedang

    7,53%, dan berat 67,70%. Kerusakan pohon akibat penebangan 13,98% atau

    sebanyak 10,73 pohon/ha, kerusakan pohon akibat penyaradan 10,27% atau

    sebesar 7,89 pohon/ha. Total kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan adalah

    24,25% atau 18,62 pohon/ha. 

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu

    dimohon kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan karya ilmiah ini.

    Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

    Bogor, Pebruari 2010

    Penulis

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    8/66

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkat

    dan, kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai

    tugas akhir yang berjudul “Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan

    Hutan di PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut, Sumatera Barat”.

    Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai

     pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 

    1.  Kedua orang tua tercinta, almarhum ayahanda Suyadi dan Ibunda Srimaryani

    serta adikku tercinta Dian Dwi Djayani yang telah memberikan dukungan

    moral dan material serta kasih sayang.

    2.  Bapak Basyir Ahmad Barmawi selaku ayah asuh yang telah memberikan

     bantuan dan motivasi baik secara moral dan material.

    3.  Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS selaku

    dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama

    menjadi mahasiswa di Fakultas Kehutanan IPB. Penulis juga meminta maaf

    sebesar-besarnya jika telah melakukan berbagai kesalahan dan kekhilafan.

    4.  Segenap pimpinan dan staf pegawai PT. Salaki Summa Sejahtera khususnya

    Ir. Besthalman (Manajer Camp PT. Salaki Summa Sejahtera), Ir. Andi (Kepala

    Perencanaan PT. Salaki Summa Sejahtera), Ir. Agus, Ryan Junjunan, S.Hut.,

    Ondi, dan seluruh staf atas kesempatan dan segala perhatian yang telah

    diberikan.

    5.  Staf lapangan PT. Salaki Summa Sejahtera antara lain Karyanto, Suwardji,

    Wagiman, Rumitian, Nurkhadi, Samsul, Jon, Nason, Karmilus, Usman,

    Herman, Sri, Ian, Ladi, John, Jaiz, Heri, Carlo, dan Rome.

    Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, namun demikian

     penulis berharap karya ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

    memerlukan.

    Bogor, Pebruari 2010

    Penulis

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    9/66

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 29 November 1986 sebagai

    anak pertama dari dua bersaudara pasangan almarhum Bapak Suyadi dan Ibu

    Srimaryani.

    Pada tahun 1991 penulis memulai pendidikan formal di TK Kintelan

    Semarang dan lulus pada tahun 1993. Selanjutnya penulis melanjutkan jenjang

     pendidikan ke SD Negeri Bendungan 01-02 Semarang dan lulus pada tahun 1999.

    Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 3 Semarang

    kemudian pindah ke SLTP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun

    yang sama penulis melanjukan pendidikan ke SMU Negeri 1 Bogor dan lulus

     pada tahun 2005.

    Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

    Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Kehutanan, Jurusan Manajemen

    Hutan dengan penentuan jurusan di semester tiga. Pada semester enam, penulis

    memilih Bagian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan.

    Pada tahun 2007 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan

    (P2EH) di RKPH Indramayu dan Taman Nasional Gunung Ciremai. Pada tahun

    2008 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan

    Gunung Walat dan KPH Cianjur. Pada bulan Februari sampai dengan bulan April

    2009 penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HTI PT. Toba

    Pulp Lestari.

    Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

    Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul

    “Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Hutan di PT. Salaki Summa

    Sejahtera Pulau Siberut, Sumatera Barat” di bawah bimbingan Dr. Ir. Juang Rata

    Matangaran, MS dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    10/66

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR .............................................................................. i

    DAFTAR TABEL .................................................................................... iv

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

    1.2 Tujuan Penelitian ............................................................... 3

    1.3 Manfaat Penelitian.............................................................. 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) .................... 4

    2.2 Kerusakan Tegakan Tinggal ............................................... 5

    2.3 Keterbukaan Areal Hutan ................................................... 12

    2.4 Kelerengan Lapangan ......................................................... 13

    BAB III METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 15

    3.2 Alat dan Bahan ................................................................... 15

    3.3 Batasan masalah .................................................................. 15

    3.4 Metode Penelitian............................................................... 16

    3.5 Analisis Data ....................................................................... 18

    BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

    4.1 Sejarah Perusahaan .............................................................. 22

    4.2 Letak dan Luas .................................................................... 23

    4.3 Kondisi Fisik ....................................................................... 24

    4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ................................... 25

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Deskripsi Umum Kegiatan Penebangan dan Penyaradan..... 29

    5.2 Kerusakan Tegakan Tinggal ............................................... 30

    5.3 Keterbukaan Tegakan Tinggal ............................................ 40

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    11/66

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Kesimpulan ......................................................................... 43

    6.2 Saran ................................................................................... 43

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 44

    LAMPIRAN ............................................................................................. 46

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    12/66

    DAFTAR TABEL

     No. Halaman 

    1.  Perbandingan metode pemanenan konvensional dan metode pemanenan berwawasan lingkungan ................................................ 7

    2.  Persen kerusakan tegakan tinggal di PT. Narkata Rimba dan

    PT. Kiani Lestari .............................................................................. 8

    3.  Derajat keterbukaan areal dari intensitas pemanenan ........................ 8

    4.  Distribusi kelas diameter pohon sebelum dan setelah pemanenan ..... 9

    5.  Persentase dan tipe kerusakan pohon ................................................ 9

    6. 

    Intensitas tebang, volume, dan kerusakan tegakan tinggal ................. 97.  Persentase pohon rusak jenis perdagangan diameter lebih dari

    20 cm akibat penebangan di dua HPH .............................................. 10

    8.  Kerusakan tegakan tinggal berdasarkan jumlah populasi .................. 11

    9.  Luas keterbukaan tanah .................................................................... 13

    10.  Kelas kelerengan .............................................................................. 14

    11.  Jumlah dan kepadatan penduduk di areal PT. S3 Kecamatan SiberutUtara ................................................................................................ 26

    12.  Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di sekitarareal PT. S3 ...................................................................................... 27

    13.  Komposisi penduduk berdasarkan kelas umur Kabupaten

    Kepulauan Mentawai ........................................................................ 27

    14.  Keadaan plot penelitian .................................................................... 31

    15.  Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak pada setiap plot

     penelitian akibat penebangan ............................................................ 31

    16.  Distribusi diameter pohon yang rusak dan persentase kerusakan setiap

     plot akibat penebangan ..................................................................... 31

    17.  Persentase tingkat kerusakan tegakan tinggal dari total pohon yang

    rusak akibat penebangan .................................................................. 33

    18.  Kerusakan akibat penyaradan ........................................................... 34

    19.  Kerusakan setelah penebangan dan penyaradan ................................ 35

    20.  Luas Bidang Dasar (LBDS) pohon diameter lebih dari 20 cmsetelah kegiatan penebangan dan penyaradan .................................. 36

    21.  Rekapitulasi intensitas tebang dengan kerusakan .............................. 36

    22.  Besarnya kerusakan tegakan tinggal, kelerengan, intensitas tebang,

    dan kerapatan tegakan ...................................................................... 37

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    13/66

    23.  Analisis ragam hubungan kerusakan tegakan dengan peubah

    kelerengan, intensitas tebang, dan kerapatan tegakan ........................ 39

    24.  Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal

    40

    25.  Persen keterbukaan jalan sarad (pohon/ha) ...................................... 41

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    14/66

    DAFTAR GAMBAR

     No. Halaman

    1 Pengukuran keterbukaan bekas jalan sarad ........................................... 20

    2. Sebaran data dan korelasi sederhana faktor kelerengan, intensitas tebang,

    dan kerapatan tegakan. ......................................................................... 38

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    15/66

    DAFTAR LAMPIRAN

     No. Halaman 

    1.  Hasil Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan ............................... 47

    2.  Rekapitulasi akibat penebangan plot 1 sampai dengan plot 6 ............... 50

    3.  Rekapitulasi akibat penebangan plot 7 sampai dengan plot 10.............. 51

    4.  Rekapitulasi keterbukaan jalan sarad ................................................... 52

    5.  Luka batang akibat pemanenan ............................................................ 54

    6.  Pecah batang akibat pemanenan ........................................................... 54

    7.  Jalan sarad akibat pemanenan .............................................................. 54

    8.  Patah tajuk akibat pemanenan .............................................................. 55

    9.  Rusak miring akibat pemanenan .......................................................... 55

    10. Bulldozer CAT D7G ........................................................................... 55

    11. Pohon roboh akibat pemanenan ........................................................... 56

    12. Patah batang akibat pemanenan ........................................................... 56

    13. Peta kerja PT. Salaki Summa Sejahtera ............................................... 57

    14. Peta plot penelitian akibat pemanenan petak 209 ................................. 58

    15. Peta plot penelitian akibat pemanenan petak 238 ................................. 59

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    16/66

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    PT. Salaki Summa Sejahtera (selanjutnya disebut PT. S3) merupakan salah

    satu perusahaan yang area pemanfaatannya berada di kawasan cagar biosfer

    Pulau Siberut. Cagar biosfer adalah ekosistem daratan dan pesisir/laut atau

    kombinasi dari padanya yang ideal untuk penelitian, pemantauan jangka panjang,

     pelatihan, pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat sehingga

    memberikan peluang bagi masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam

    konservasi dan pemanfaatan sumberdaya secara lestari, yang secara internasional

    ditetapkan berada di dalam kerangka Program Manusia dan Biosfer dari UNESCO

    (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008). Kawasan konsesi milik IUPHHK (Ijin Usaha

    Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu) PT. S3 sebelumnya merupakan milik PT.

    Tjirebon Agung dengan luas areal pemanfaatan 70.000 Ha. Setelah areal ini

    dikelola oleh PT. S3 luas areal pemanfaatannya menjadi 49.440 Ha dan sisanya

    seluas 20.000 Ha sebagai kawasan Taman Nasional Siberut (PT. Salaki Summa

    Sejahtera 2008). Dalam kegiatan operasionalnya PT. S3 perlu memanfaatkan hasil

    hutan kayu dengan melakukan pemanenan. Kegiatan pemanenan pasti

    menimbulkan kerusakan hutan. Kawasan PT. S3 yang berada pada cagar biosfer

    tersebut diwajibkan menekan kerusakan sekecil mungkin. Adapun teknik

     pemanenan yang digunakan dirancang agar mengoptimalkan potensi kayu yang

    dapat dikeluarkan dari hutan. Semua kegiatan perusahaan mendapat sorotan dari

    LSM, masyarakat lokal maupun dunia internasional.

    Pengelolaan hutan dapat dilaksanakan secara ramah lingkungan. Ijin

     pengusahaan hutan yang diberikan pada hutan alam produksi harus melakukan

    sistem pengelolaan yang tepat agar sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang

     berlaku. Penerapan sistem silvikultur TPTI pada hutan alam produksi diharapkan

    dapat menjamin kelestarian produksi kayu. Sistem ini diperlukan agar menjamin

    kelestarian hutan alam produksi.

    Kegiatan pemanenan kayu walaupun dilakukan secara hati-hati, terjadinya

    kerusakan pada tegakan sulit untuk dihindarkan. Setiap pohon yang dipanen rebah

    senantiasa ada pohon lain disekitarnya yang rusak. Meskipun kerusakan pada

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    17/66

    tegakan yang dipanen tidak dapat dihindari namun harus diikuti dengan tindakan

    meminimalkan kerusakan. Kerusakan tegakan tinggal dapat berupa pohon rebah

    atau pohon yang masih berdiri berupa banir, batang atau tajuknya rusak dan

    diperkirakan tidak dapat tumbuh normal kembali. Pada kegiatan penyaradan kayu

     betapapun hati-hatinya dilakukan, kerusakan tetap terjadi. Penggunaan bulldozer

    untuk menyarad kayu dapat mengakibatkan kerusakan pada pohon-pohon

    disekitarnya. Hal ini disebabkan manuver  bulldozer ketika menyarad pohon yang

    ditebang menabrak atau menggusur pohon-pohon yang masih berdiri sehingga

    menimbulkan kerusakan tegakan tinggal yang cukup besar (Thaib 1985).

    Penyaradan yang dilakukan pada intensitas penebangan yang berbeda akan

    menyebabkan kerusakan berbeda-beda. Intensitas penebangan merupakan salah

    satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan pemanenan hutan.

    Menurut Elias (1998) agar kerusakan akibat penebangan dan penyaradan kayu

    dapat ditekan serendah mungkin maka diperlukan sinkronasi antara jaringan jalan

    sarad, arah penyaradan dan arah rebah pohon. Arah rebah pohon yang terbaik

    untuk kelancaran penyaradan adalah yang berbentuk pola sirip ikan terhadap arah

     penyaradan.

    Menurut Elias (2002a) ekosistem hutan pada umumnya mempunyai

    keterbatasan daya tahan terhadap perubahan lingkungan. Ekosistem akan rusak

     bila batas-batas ketahanannya dilampaui. Sampai saat ini penilaian kerusakan

    hutan akibat pemanenan masih dititik beratkan pada kerusakan vegetasi sebagai

    tolok ukur dapat tidaknya dicapai kelestarian hasil. Kriteria kerusakan ini sesuai

    dengan fungsi hutan pada suatu areal yang menonjol saat ini.

    Penelitian tentang kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan hingga saat ini

    sudah banyak dilakukan, akan tetapi pada perusahaan PT. S3 penelitian ini belum pernah dilakukan. Penelitian kerusakan tegakan tinggal sangat penting dilakukan

    mengingat bahwa lokasi PT. S3 berada di kawasan Cagar Biosfer yang telah

    ditetapkan oleh UNESCO. Terjadinya kerusakan akan berdampak besar terhadap

    kelestarian ekosistem dan keberlangsungan perusahaan.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    18/66

    1.2 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk :

    1.  Mengidentifikasi, menghitung dan menganalisis tingkat kerusakan pohon

     berdiameter lebih besar dari 20 cm akibat kegiatan penebangan dan akibat

    kegiatan penyaradan.

    2.  Menganalisis hubungan tingkat kerusakan pohon berdiameter lebih besar

    dari 20 cm dengan kelas lereng, intensitas penebangan dan kerapatan

    tegakan.

    1.3 Manfaat Penelitian

    Indikator kerusakan tegakan tinggal menjadi penilaian dalam mandatori

    PHAPL (Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari) Departemen Kehutanan

    untuk melanjutkan operasi pemanenan hutan di PT. S3. Penelitian ini diharapkan

    dapat memberikan pertimbangan kepada perusahaan untuk menetapkan sistem

     pemanenan yang baik agar pengelolaan hutan berjalan secara lestari dengan

    meminimalkan kerusakan tegakan tinggal mengingat PT. S3, Pulau Siberut,

    Sumatera Barat berada pada kawasan Cagar Biosfer.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    19/66

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)

    2.1.1 Definisi dan tujuan TPTI

    Tebang Pilih Tanam Indonesia adalah salah satu sistem silvikultur yang

    diterapkan pada hutan-hutan alam tak seumur yang mengatur cara penebangan

    dan permudaan hutan. Sejarah sistem tebang pilih di Indonesia secara resmi

    ditandai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No.

    35/Kpts/DD/I/1972 tentang Pedoman TPI, THPA, THPB, dan pedoman-pedoman

     pengawasannya. Selama masa pelaksanaannya, dijumpai beberapa kesulitan,

    sehingga pada tahun 1989 diterbitkan SK Menteri Kehutanan No. 485/Kpts-

    II/1989 tentang sistem silvikultur pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia.

    SK ini kemudian ditindaklanjuti dengan SK Dirjen Pengusahaan Hutan No.

    564/Kpts/IV-BPHH/89 tentang pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia. Tujuan

    TPTI adalah terbentuknya struktur dan komposisi tegakan hutan alam tak seumur

    yang optimal dan lestari sesuai dengan sifat-biologi dan keadaan tempat tumbuh

    aslinya. Sedangkan menurut Elias (2002a) tujuan TPTI adalah mengatur

     pemanfaatan hutan alam produksi serta meningkatkan nilai hutan baik kualitas

    maupun kuantitas pada areal bekas tebangan untuk siklus tebangan berikutnya.

    2.1.2 Persyaratan TPTI 

    Dalam pelaksanaannya, kegiatan TPI/TPTI terdiri dari 11 tahapan yang

    disesuaikan dengan tata waktu pelaksanaannya, dalam mengatur kegiatan

     penebangan dan pembinaan hutan alam produksi, TPI/TPTI mensyaratkan:

    a.  Jumlah pohon inti berdiameter 20-29 cm minimal 25 pohon/ha.

    Pohon inti diutamakan dari jenis pohon komersial yang sama

    dengan jenis pohon yang ditebang.

     b.  Asas penebangan yang dianut adalah menebang pohon-pohon yang

    sudah masak tebang dan diupayakan agar terbentuk rumpang yang

    tersebar merata di dalam hutan.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    20/66

    c.  Batas diameter pohon yang boleh ditebang adalah ≥ 50 cm untuk

     pohon di areal hutan produksi tetap dan ≥ 60 cm untuk pohon di

    areal hutan produksi terbatas.

    d.  Diusahakan agar kerusakan tegakan tinggal dan kerusakan tanah

    akibat pemanenan kayu sekecil mungkin.

    e.  Pohon inti, pohon yang dilindungi dan semua pohon di kawasan

    lindung tidak boleh ditebang (Elias 2002a).

    Departemen Kehutanan (1990) menjelaskan bahwa hal yang perlu

    diperhatikan dalam mencapai kelestarian hutan dengan sistem Tebang Pilih

    Tanam Indonesia (TPTI) adalah kelangsungan produksi, penyelamatan tanah dan

    air, perlindungan alam dan teknik silvikultur yang sesuai dengan kondisi

    lingkungan, keadaan lapangan, komposisi dan silvikultur hutan, sifat tumbuh

     jenis-jenis pohon serta pertimbangan pengusahaan hutan yang menguntungkan.

    Menurut Elias (2002a) dalam hubungan dengan sistem TPTI logging  merupakan

    tindakan silvikultur yang paling dominan dalam mengatur atau menentukan

    struktur dan komposisi tegakan tinggal dibandingkan dengan tindakan silvikultur

    lainnya, seperti pengayaan, perapihan, pemeliharaan, dan penjarangan.

    2.2 Kerusakan Tegakan Tinggal

    Tegakan tinggal adalah tegakan yang telah dipilih, yang menjadi modal

     pengusahaan berikutnya, berisi pohon-pohon binaan dan pohon pendamping.

    Pohon binaan adalah pohon yang harus dirawat setelah tebang pilih, yang berupa

     pohon-pohon niagawi yang muda dan sehat berdiamter kurang dari diameter

    minimum tebangan, dapat berasal dari permudaan alam maupun dari pengayaan

    (Departemen Kehutanan, 1990). Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakanyang terjadi pada bagian tegakan yang sebenarnya tidak termasuk dalam rencana

    untuk dipanen hasilnya pada waktu itu. Kerusakan-kerusakan itu antara lain

     berupa pohon roboh atau pohon masih berdiri yang bagian batang, banir atau

    tajuknya rusak dan diperkirakan tidak dapat tumbuh lagi dengan normal

    (Sastrodimedjo dan Radja 1976). Selain itu menurut Thaib (1986), salah satu

     bentuk kerusakan tegakan tinggal adalah keterbukaan areal lahan.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    21/66

    Tingkat kerusakan tegakan tinggal di hutan alam tropika dapat

    dipengaruhi oleh teknik pemanenan kayu yang digunakan. Menurut Elias

    (1998) tingkat kerusakan vegetasi tegakan tinggal ditetapkan berdasarkan

     perbandingan antara jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan

    kayu dengan jumlah pohon yang terdapat di dalam areal tersebut sebelum

     pemanenan dikurangi jumlah pohon yang dipanen. 

    Pemanenan akan menyebabkan kerusakan pada tegakan yang ditinggalkan

     beserta permudaannya. Pemanenan yang tidak teratur dan tidak terkontrol dapat

    merusak hutan dan dapat menyebabkan terganggunya hutan dalam

    mempertahankan produksinya. Pemanenan yang terlalu intensif akan

    menyebabkan pembukaan tajuk hutan secara tiba-tiba dan akan menghancurkan

    sebagian besar pohon-pohon yang tidak ditebang serta melukai permudaan dan

     pohon-pohon yang muda.

    1.  Kriteria Pohon yang Rusak

    Dalam TPI/TPTI pohon digolongkan rusak apabila mengalami satu

    atau lebih keadaan sebagai berikut:

    a.  Tajuk pohon rusak lebih dari 30% atau percabangan pohon/dahan

     besar patah.

     b.  Luka batang mencapai kayu berukuran lebih dari ¼ keliling batang

    dengan panjang lebih dari 1,5 m.

    c.  Perakaran terpotong atau ⅓ banirnya rusak. 

    2.  Ketentuan Penanaman Pengayaan

    Keadaan tegakan tinggal yang tidak memerlukan pengayaan adalah

    apabila pada areal tegakan tinggal terdapat pohon inti minimal 25

     pohon/ha atau permudaan tingkat tiang minimal 75 batang/ha atau permudaan tingkat pancang minimal 200 batang/ha yang sehat dan

    tersebar merata (Elias 2002a).

    Muhdi (2001) menyatakan bahwa faktor kelerengan mempunyai peranan

     penting pada pergeseran kayu saat dilakukan penyaradan berlangsung. Di

    lapangan atau jalan sarad yang miring, traktor menggunakan pisaunya untuk

    memperoleh jalan sarad yang lebih landai ataupun untuk mendorong kayu yang

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    22/66

    disarad. Kerapatan tegakan yang menyusun areal sangat mempengaruhi besarnya

    kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan lantai hutan.

    Menurut Yanuar (1992) kerusakan tegakan tinggal tidak terjadi pada semua

    kelas diameter. Kerusakan terbesar timbul dalam tahap penebangan kayu. Tipe

    kerusakan pohon terberat yang juga mengurangi jumlah pohon dari dalam tegakan

    adalah pohon patah dan roboh.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanenan kayu secara konvensional

    dalam sistem TPTI mengakibatkan kerusakan lebih berat dan lebih besar pada

    tanah dan tegakan tinggal dibandingkan dengan cara pemanenan kayu

     berwawasan lingkungan.

    Tabel 1 Perbandingan metode pemanenan konvensional dan metode pemanenan berwawasan lingkungan

     No Jenis Metode Pemanenan

    Konvensional(%)

    BerwawasanLingkungan

    (%)

    1. Persen Kerusakan Tegakan Tinggal dariPopulasi Vegetasi

    a)  Semai b)  Pancangc)  Tiang

    33,4734,9340,42

    17,6519,5919,08

    2. Persen Kerusakan Tegakan Tinggal dariUkuran Kerusakan

    a)  Ringan b)  Sedangc)  Berat

    7,234,65

    28,99

    4,162,93

    11,99

    3. Persen Keterbukaan Areala)  Akibat Penebangan

     b)  Akibat Penyaradan

    11,10

    8,73

    7,65

    5,21

    Sumber : Elias (1997a)

    Dari hasil penelitian yang ditampilkan dalam tabel 1 menunjukkan bahwa

    metode pemanenan berwawasan lingkungan mampu mengurangi 50% kerusakan

    tegakan tinggal dibanding dengan metode konvensional.

    Penelitian lain juga menampilkan persen kerusakan yang terjadi akibat

     pemanenan kayu berwawasan lingkungan yang disajikan dalam tabel berikut ini:

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    23/66

     

    Tabel 2 Persen kerusakan tegakan tinggal di PT. Narkata Rimba dan PT. Kiani

    Lestari

     Narkata Timber(%)

    Kiani Lestari(%)

    Berdasarkan Vegetasia)  Semai

     b)  Pancangc)  Tiangd)  Pohon

    30,02

    27,1724,60

    -

    38,20

    43,4033,2612,62

    Berdasarkan Ukuran Kerusakana)  Berat b)  Sedang

    c)  Ringan

    82,1213,19

    4,58

    83,296,15

    10,56Sumber : Elias (1997b)

    Menurut Elias (1997b) derajat kerusakan tegakan dan keterbukaan areal

    disebabkan oleh besarnya intensitas kegiatan penebangan dan penyaradan.

    Tabel 3 Derajat keterbukaan areal dari intensitas pemanenan

     No Peneliti Lokasi Intensitas

    Pemanenan(∑/ha) 

    Persen Keterbukaan Total

    Penebang

    An

    Penyaradan

    1. Abdulhadi et al  (1981)

    Lempake,KalimantanTimur

    11 - - 30,00

    2. Butar Butar (1991) PT. Austral

    Bina,Kalimantan

    Tangah

    9 20,79 14,94 32,02

    3. Yanuar (1992) PT. KayuPesaguan,KalimantanBarat

    5-11 14,32 8,38 22,61

    4. Elias et al  (1993) PT. NarkataRimba,

    KalimantanTimur

    2-16 11,13 16,42 27,79

    Sumber : Elias (1997b) 

    Menurut Matangaran (2003) dalam penelitiannya yang dilaksanakan di PT.

    Siak Raya Propinsi Riau tingkat kerusakan semai, tiang dan pancang masing-

    masing 39,10%, 38,40%, dan 38,70%. Semakin besar diameter pohon yang

    ditebang semakin banyak pohon disekitarnya yang rusak. Beberapa pionir

    ditemukan di areal bekas tebangan. Tingkat kerusakan disekitar pohon yang

    ditebang sebesar 24,20%.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    24/66

    Tabel 4 Distribusi kelas diameter pohon sebelum dan setelah pemanenan

    Area Hutan Kelas Diameter (cm) dalam 1 ha

    20-25 25,1-30 30,1-35 35,1-40 40,1-45 45,1-50 >50

    Hutan Alam

    Keterbukaan Areal1 Tahun

    Keterbukaan Areal5 TahunKeterbukaan Areal10 Tahun

    Keterbukaan Areal17 Tahun

    76 107 46 42 44 57 18

    53 75 50 25 25 8 3

    55 73 83 28 45 25 11

    102 97 75 38 33 38 15

    110 105 53 58 30 35 23

    Sumber : Matangaran (2003)

    Tabel 5 Persentase dan tipe kerusakan pohon 

    Tipe Kerusakan Pohon (%)

    Kerusakan Berata)  Pohon Roboh 7,3 b)  Pecah Batang 10,2

    Kerusakan Sedanga) Rusak Tajuk 3,4

    Kerskan Ringana)  Kulit dan Batang Terluka 2,2

     b)  Rusak Banir 1,1

    Total 24,2

    Sumber : Matangaran (2003)

    Menurut Elias (2002b) besarnya volume kayu produksi per hektar sangat

    tergantung dari intensitas tebang. Makin besar intensitas tebang (pohon/ha), makin

    tinggi volume kayu produksi per ha. Demikian pula terhadap kerusakan tegakan

    tinggal, makin tinggi intensitas tebang, makin besar kerusakan terhadap vegetasi,

    keterbukaan, dan pemadatan tanah.

    Tabel 6 Intensitas tebang, volume, dan kerusakan tegakan tinggal

    Intensitas Tebang(jumlah pohon yang

    ditebang/ha)

    Volume Produksi(m3/ha)

    KerusakanVegetasi (%)

    Luas Tanah Terbuka danTerpadatkan (m2/ha)

    46

    562

    442

    13

    28,9327,08

    36,1224,57

    6,26

    18,1016,40

    4,38

    5,3717,79

    37,3440,37

    50,8937,7427,16

    39,9953,3746,50

    23,3852,17

    730,621225,00

    796,871299,37

    490,62

    634,37748,75

    1146,87

    323,121329,75

    Sumber : Elias (2002b)

    Hasil penelitian Elias (1998) besarnya kerusakan struktur tegakan akibat

     penebangan adalah sebagai berikut: jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    25/66

     penebangan rata-rata adalah 146 pohon (21,13%) dari populasi pohon sebanyak

    691 batang pohon/ha. Pohon-pohon yang rusak tersebut terdiri dari kelas diameter

    10-20 cm sebanyak 101 pohon (14,61%), kelas diamter 21-30 cm sebanyak 33

     pohon (4,77%), kelas diameter 31-40 sebanyak 9 pohon (1,31%), dan kelas

    diameter 41-50 cm sebanyak 3 pohon (0,44%). Hasil penelitian Thaib (1985)

    mengemukakan bahwa kegiatan pemanenan hasil hutan dengan sistem traktor

    mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 3,80% sampai 50,80% per

    hektar untuk jenis perdagangan. Selanjutnya penulis tersebut menyatakan bahwa,

     penurunan pohon berdiameter lebih besar dari 20 cm terjadi antara 11,70% sampai

    31,80% untuk penebangan 5 sampai 9 pohon/ha.

    Tabel 7 Presentase pohon rusak jenis perdagangan diameter lebih dari 20 cmakibat penebangan di dua HPH per ha

     NamaHPH

    KeadaanTegakan

    SebelumPemanenan

    (pohon)

    SetelahPemanenan

    (pohon)

    Ditebang(pohon/ha)

    PresentasePohon Rusak

    (%)

    A 1

    234

    56

    7

    96

    829185

    8779

    81

    83

    687973

    7678

    70

    9

    1110

    8

    98

    7

    4,60

    4,204,603,90

    2,604,20

    5,4089

    10

    936865

    765755

    1287

    6,205,005,20

    JumlahRata-rata

    82782,70

    71371,30

    898,90

    45,904,59

    B 1

    2345

    67

    89

    10

    87

    76615990

    5869

    708591

    72

    64525276

    5159

    577077

    10

    8659

    57

    910

    9

    6,50

    5,905,403,706,20

    3,804,80

    6,606,606,10

    JumlahRata-rata

    74674,60

    63063,00

    787,80

    55,605,56

    Sumber : Suhartana (1993)

    Hasil penelitian yang dilakukan Elias (2002a) tingkat kerusakan pada pohon

     berdiameter ≥ 10 cm berkisar antar a 9,39%- 35,42% dengan rata-rata 21,96%.

    Data mengenai kerusakan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    26/66

    Tabel 8 Kerusakan tegakan tinggal berdasarkan jumlah populasi

    Plot ∑ PohonSebelum

    Pemanenan

    Kayu (>10cm)

    ∑ Pohon yangDipanen

    ∑ Pohonyang Rusak

    (> 10 cm)

    KerusakanTegakan Tinggal

    (%)

    TingkatKerusakan

    III

    III

    697748

    620

    617

    2

    146259

    58

    21,1335,43

    9,39

    RinganSedang

    BeratSumber : Elias (2002a)

    Berdasarkan tabel 8, intensitas penebangan semakin tinggi akan menyebabkan

    kerusakan tegakan tinggal semakin tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan

    tipe-tipe kerusakan pohon akibat penebangan adalah:

    1.  Rusak tajuk : 49,45%

    2. 

    Patah batang : 23,08%3.  Roboh : 19,23%

    4.  Luka batang/kulit dan pecah batang : 8,24%

    Sedangkan tipe-tipe kerusakan pohon akibat penyaradan adalah:

    1.  Roboh : 88,32%

    2.  Condong : 4,47%

    3.  Luka batang/kulit : 4,47%

    4.  Rusak tajuk, banir, dan patah batang : 2,74%

    Kerusakan paling banyak terjadi pada pohon berdiameter 10-19 cm yakni

    65,29% dan pohon berdiameter 20-29 cm yakni 21,38%. Jika dilihat tingkat

    kerusakan berdasarkan besarnya luka tiap pohon, maka tingkat kerusakan pohon-

     pohon tegakan tinggal akibat pemanenan kayu adalah sebagai berikut:

    1.  Kerusakan berat : 82,13%

    2.  Kerusakan sedang : 13,29%

    3.  Kerusakan ringan : 4,58%

    Hasil penelitian Suhartana dan Idris (1996) menunjukkan rata-rata besarnya

    kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan berkisar antara 5-19,70% dengan

    rata-rata 11,50% (16 pohon/ha) sedangkan kerusakan tegakan tinggal akibat

     penyaradan berkisar antara 5-35,10% dengan rata-rata 15,40% (20 pohon/ha).

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    27/66

    2.3 Keterbukaan Areal Hutan 

    Keterbukaan areal hutan adalah luas tanah yang terbuka akibat kegiatan

     penyaradan oleh traktor yang melintasi lahan hutan baik untuk membuat jalan

    sarad atau pada waktu traktor menarik log dari tempat penebangan ke TPn.

    Keterbukaan areal hutan terjadi akibat penggusuran dan pengikisan tanah oleh

    traktor pada waktu penyaradan, pembukaan jalan angkutan, pembukaan tempat

     penumpukan kayu dan pendongkelan pohon-pohon yang ditebang dan roboh.

    Luas keterbukaan areal karena teknik konvensional dipengaruhi oleh jumlah

     persatuan luas yang ditebang, kemiringan lahan, dan faktor manajemen (Elias

    1993).

    Menurut Thaib (1986) keterbukaan tanah adalah terbukanya permukaan tanah

    kerena terkelupasnya lapisan serasah yang menutupinya, karena terdongkelnya

     pohon-pohon yang ditebang dan yang roboh, terkikis dan tergusur oleh traktor

    sewaktu penyaradan, pembuatan jalan angkutan dan pembuatan TPn.

    Menurut Purwodidodo (1999) keterbukaan lahan dapat terjadi karena

     penebangan yang berlebihan dan perencanaan jalan sarad yang kurang baik.

    Keterbukaan lahan cenderung meningkat dengan meningkatnya intensitas

     penyaradan yang dilakukan (Thaib 1986). Menurut Thaib (1986) ada 3 macam

    wilayah hutan yang memiliki potensi terjadinya keterbukaan lahan, yaitu kawasan

     pada daerah tebang bayang, daerah yang dilalui jalan sarad dan tempat

     pengumpulan kayu (TPK).

    Muhdi (2001) menyatakan bahwa faktor kelerengan mempunyai peranan

     penting pada pergeseran kayu saat dilakukan penyaradan berlangusng. Pada

    lapangan atau jalan sarad yang miring, traktor menggunakan pisaunya untuk

    memperoleh jalan sarad yang lebih landai ataupun untuk mendorong kayu yangdisarad. Kerapatan tegakan yang menyusun areal sangat mempengaruhi besarnya

    kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan lantai hutan. Sedangkan Sularso

    (1996) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi keterbukaan lahan akibat

     pemanenan kayu adalah kerapatan tegakan, kemiringan lahan, intensitas tebangan,

    serta teknik pemanenan kayu.

    Menurut Elias (2002a) keterbukaan areal/tanah akibat penebangan dan

     penyaradan per satuan luas sangat tergantung dari intensitas penebangan. Makin

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    28/66

    tinggi intensitas penebangan, makin luas juga keterbukaan areal/tanah. Hal ini

    nampak dalam hasil penelitian ini yang disajikan pada tabel berikut:

    Tabel 9 Luas keterbukaan tanah

    Plot IntensitasPenebangan

    (batang/ha)

    Luas Keterbukaan Tanah (m2) Akibat

    Penebangan Penyaradan Total

    IIIIII

    6172

    8082512

    92

    20082324

    596

    28164856

    688

    Sumber : Elias (2002a)

    Luas keterbukaan areal/tanah akibat penebangan per pohon rata-rata 142,17

    m2  dan akibat penyaradan per pohon rata-rata 205,33 m2, sehingga untuk

    memanen satu batang pohon akan menyebabkan keterbukaan tanah rata-rata347,50 m2. Rata-rata keterbukaan areal/tanah akibat pemanenan sebesar 2780 m2

     per hektar atau 27,80% (Elias 2002a). Selain itu pada penelitian lain, Elias

    (2002a) juga menuliskan jumlah pohon yang ditebang pada plot secara berturut-

    turut adalah 6, 7, dan 2 pohon yang mengakibatkan keterbukaan areal/tanah seluas

    2816 m2, 4836 m2, dan 688 m2 atau 333,60 m2 per pohon, serta kerusakan tegakan

    tinggal sebesar 21,27%, 35,43%, dan 9,55%. Faktor yang paling berpengaruh

    terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal dan luas keterbukaan tanah pada

     penelitian ini adalah intensitas penebangan.

    Menurut Sukanda (1995) rata-rata keterbukaan tanah akibat pemanenan adalah

    1701,50 m2 (17,02 %) yang terdiri dari keterbukaan akibat penebangan 724,95 m2

    (7,25 %) dan keterbukaan akibat penyaradan 976,60 m2 (9,76%).

    2.4 Kelerengan Lapangan

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhartana dan Idris (1996) menunjukkan

     bahwa jumlah pohon yang ditebang, kerapatan tegakan, dan kelerengan

     berpengaruh sangat nyata terhadap kerusakan tegakan tinggal.

    Berdasarkan SK Mentri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 tentang kriteria

    dan tata cara penetapan hutan lindung, kelas kelerangan lapangan diklasifikasikan

    sebagai berikut:

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    29/66

    Tabel 10 Kelas kelerengan

    Kelas lereng Kelerengan (%) Keterangan

    1 0 –  8 Datar

    2 9 –  15 Landai

    3 16 –  25 Agak curam

    4 26 –  40 Curam

    5 >40 Sangat curam

    Kelerengan lapangan tersebut dapat diketahui dengan berdasarkan dengan

    melihat peta topografi dari areal yang ingin diamati atau dengan melakukan

     pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan alat bantu untuk

    mengukur kelerengan. Besarnya kelerengan ditentukan oleh jarak horizontal dan

    vertikal dari 2 titik yang akan dicari kelerengannya. Untuk kelerengan bernilai

    100% adalah kelerengan yang mempunyai sudut 45o.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    30/66

    III. METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Hutan dilaksanakan

     pada bulan Agustus hingga September 2009 di PT. S3, Pulau Siberut, Kepulauan

    Mentawai, Propinsi Sumatera Barat.

    3.2 Objek dan Alat Penelitian

    Objek penelitian adalah kerusakan tegakan tinggal yang terjadi setelah dilakukan

    kegiatan penebangan dan penyaradan dengan sistem Silvikultur TPTI.

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    1.   Phiband meter  untuk mengukur diameter pohon.

    2.  Pita meter untuk mengukur areal penelitian.

    3.  Kompas untuk menunjukkan arah.

    4.  Clinometer  untuk menghitung kelerengan.

    5.  Global Positioning System  (GPS) untuk mengetahui jalur penyaradan dan

    luasan keterbukaan areal.

    6.  Cat untuk menandai jalur pengukuran dan pengamatan.

    7.  Patok untuk menandai batas-batas jalur dan petak pengamatan.

    8.  Alat-alat bantu lainnya seperti tally sheet  serta alat tulis.

    9.  Software Microsoft Excel 2007 dan MINITAB 15 dan SPSS 15 untuk

    mengolah data pengukuran.

    10. Software  Map Info untuk pemetaan.

    11.  Kamera untuk dokumentasi.

    3.3 Batasan Masalah Penelitian

    Kerusakan tegakan pada pohon akibat kegiatan penebangan dan penyaradan.

    Pohon yang dimaksud adalah pohon berdiameter lebih besar dari 20 cm.

    Penebangan mekanis dilakukan dengan menggunakan chainsaw  Stihl 70 dan

     penyaradan dilakukan menggunakan bulldozer  CAT D7G.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    31/66

    3.4 Metode Penelitian

    3.4.1 Metode kerja

    Langkah awal dalam melaksanakan penelitian ini adalah dengan cara menentukan

    secara purposive petak tebang yang akan dilakukan penebangan. Petak yang

    terpilih dibuat plot berukuran 100 m x 100 m sebanyak 10 plot dengan lokasi

    mengikuti kegiatan pemanenan dalam satu petak tersebut. Pengukuran kerusakan

    tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan hutan dilakukan dengan cara

     pengamatan langsung terhadap vegetasi yang rusak disekitar pohon yang rebah.

    Untuk kerusakan setelah penyaradan dilakukan dengan mengikuti jalur sarad

     pohon yang ditebang.

    3.4.2 Metode pengumpulan data

    Tahapan kerja yang dilakukan dalam kegiatan ini, adalah:

    1.  Menentukan plot contoh

    a.  Observasi lokasi tebangan (melihat peta kerja PT. S3 yang

    masuk dalam RKT (Rencana Kerja Tahunan) yang akan

    dilakukan kegiatan penebangan).

     b.  Menetapkan plot contoh (purposive sampling sebanyak 10 plot

    dengan luas tiap plot sebesar 100m x 100m). Plot yang diambil

    yaitu 6 plot pada petak 209 dan 4 plot pada petak 238. Plot

    yang diambil mewakili kelerengan yang berbeda, intensitas

     penebangan yang berbeda, dan kerapatan tegakan yang

     berbeda. Pembuatan plot dilakukan oleh tim cruising   dengan

    metode jalur.

    c. 

    Mengetahui topografi lapangan (menggunakan clinometer ).2.  Inventarisasi pohon pada plot contoh

    a.  Memeriksa kebenaran LHC (Laporan Hasil Cruising),

    mengambil beberapa pohon untuk dihitung ulang dan

    dicocokkan dengan LHC.

     b.  Inventarisasi ulang pohon berdiameter lebih dari 20 cm pada

     plot contoh (10 plot). Mencatat nama pohon, nomor pohon,

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    32/66

     jenis pohon, dan mengukur diameter setinggi dada (1,3m di

    atas permukaan tanah).

    c.  Memperbaiki kesalahan LHC

    3.  Penebangan

    a.  Memperkiraan arah rebah

     b.  Menghitung jumlah pohon yang rusak pada setiap plot akibat

    kegiatan penebangan

    c.  Menghitung bentuk kerusakan pohon:

    1.  Jenis kerusakan (rusak tajuk, luka batang, patah batang,

     pecah batang, roboh, miring, dan rusak banir)

    2.  Menghitung % kerusakan

    3.  Mengkategorikan kerusakan yang akan dikelompokan

     berdasarkan kategori kerusakan pohon yaitu kerusakan

    ringan, sedang atau berat.

    4.  Penyaradan

    a.  Mengukur panjang dan lebar jalan sarad menggunakan GPS

     b.  Menghitung kehilangan pohon akibat jalan sarad

    Untuk mengukur derajat kerusakan, digunakan kriteria (Direktorat Jendral

    Pengusahaan Hutan 1990), yaitu :

    a.  Tajuk pohon rusak lebih dari 30% atau percabangan pohon/dahan

     besar patah.

     b.  Luka batang mencapai kayu berukuran lebih dari ¼ keliling batang

    dengan panjang lebih dari 1,5 m.

    c.  Perakaran terpotong atau ⅓ banirnya rusak  

    Pohon dikatakan rusak apabila mengalami salah satu atau lebih keadaan tersebut.Persentase kerusakan dihitung dengan cara membandingkan data jumlah pohon

    sebelum penebangan dengan sesudah penebangan.

    3.4.3 Data sekunder

    Data sekunder yang diambil, yaitu data seperti data potensi tegakan sebelum

    dilakukannya kegiatan penebangan tiap RKT yang diperoleh dari Laporan Hasil

    Cruising (LHC), data kondisi umum perusahaan, peta kawasan pengusahaan

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    33/66

    hutan, peta pohon, peta topografi, dan daftar nama pohon yang berada di kawasan

    PT. S3.

    3.5 Analisis Data

    3.5.1 Tingkat kerusakan tegakan tinggal 

    Menurut Elias (1993), kerusakan tegakan tinggal ditetapkan dengan dua cara,

    yaitu:

    1.  Berdasarkan populasi pohon dalam petak, yaitu pembagian antara jumlah

     pohon yang rusak setelah kegiatan pemanenan kayu dengan jumlah pohon

    sebelum penebangan dikurangi dengan jumlah pohon yang ditebang.

    2.  Berdasarkan tingkat keparahan kerusakan tegakan tinggal dengan

    menggunakan kriteria yang terjadi pada individu pohon.

    Berdasarkan populasi pohon dalam petak, kerusakan tegakan tinggal dapat

    dikelompokkan sebagai berikut: kerusakan ringan (besarnya kerusakan tegakan

    tinggal 50%).

    Persentase dilihat dari kerapatan awal tegakan sebelum pemanenan dengan

     banyaknya pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan.

    Beberapa tingkat kerusakan yang terjadi pada individu pohon (Elias 1993)

    yaitu:

    1.  Tingkat kerusakan berat

    a.  Patah batang.

     b.  Pecah batang.

    c.  Roboh, tumbang atau miring sudut < 45° dengan permukaan tanah.

    d.  Rusak tajuk (>50% tajuk rusak), juga didasarkan atas banyaknya

    cabang pembentuk tajuk patah.e.  Luka batang/rusak kulit (>1/2 keliling pohon atau 300-600 cm kulit

    mengalami kerusakan).

    f.  Rusak banir/akar (>1/2 banir atau perakaran rusak/terpotong).

    2.  Tingkat kerusakan sedang

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    34/66

    a.  Rusak tajuk (30-50% tajuk rusak atau 1/6 bagian tajuk mengalami

    kerusakan).

     b.  Luka batang/rusak kulit (1/4-1/2 keliling pohon rusak atau 150-300 cm

    kulit rusak).

    c.  Rusak banir/akar (1/3-1/2 banir/akar rusak atau terpotong).

    d.  Condong atau miring (pohon miring membentuk sudut >45o dengan

    tanah).

    3.  Tingkat kerusakan ringan

    a.  Rusak tajuk (

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    35/66

     

    Dimana : π  = Konstanta (3,14)

    D = Diamater dbh (cm)

    Untuk mengetahui pengaruh kegiatan penebangan dan penyaradan terhadap

    kerusakan tegakan tinggal pada pohon berdiameter lebih dari 20 cm , diuji dengan

    menggunakan regresi linier berganda.

    3.5.2 Perhitungan keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan

    Keterbukaan lahan akibat penyaradan adalah luas tanah yang terbuka akibat

    kegiatan penyaradan pohon yang dilewati oleh bulldozer  atau lalu lintas bulldozer  

    menuju lokasi penyaradan. Keterbukaan lahan akibat penyaradan ditentukandengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad pada plot tebangan kemudian

    dihitung luas jalan sarad tersebut. Apabila ditemukan percabangan di jalan sarad,

    maka pengukuran dilakukan dengan membentuk segitiga. Penelusuran jalur sarad

    dengan menggunakan GPS dan meteran.

    Gambar 1 Pengukuran keterbukaan bekas jalan sarad.

    Persen keterbukaan lahan akibat penyaradan dihitung dengan rumus : 

    %100000.10

     x L

     K   

    Dimana : K = Persentase keterbukaan lahan (%)

    L = Luas lahan terbuka akibat penyaradan (m2

    )

    L

    PKeterangan : L = Lebar jalan sarad (m)

    P = Panjang jalan sarad (m)

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    36/66

     

    3.5.3 Analisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan

    tegakan tinggal

    Untuk mengetahui pengaruh penebangan dan penyaradan terhadap kerusakan

    tegakan tinggal dilakukan analisis regresi. Faktor-faktor yang diperkirakan

     berpengaruh dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal adalah kelerengan,

    intensitas tebang, dan kerapatan tegakan sebelum ditebang. Hubungan regresi

    dinyatakan dalam persamaan regresi berganda.

    Ŷ = bo + b1X1+ b2X2+ b3X3

    Dimana :  Ŷ  = Kerusakan tegakan tinggal (%) 

     bo…b3 = Koefisien regresi

    X1 = Kelas kelerengan lapangan (%)

    X2 = Intensitas penebangan (pohon/ha)

    X3 = Kerapatan tegakan (pohon/ha)

    Untuk mengetahui persamaan ketiga peubah X1, X2, dan X3 terhadap persamaan

    regresi yang dihasilkan, dilakukan analisis ragam dan pengujian hipotesis. Untuk

    memeriksa keeratan hubungan antar peubah dipakai analisis korelasi sederhana.

    Analisis data menggunakan paket statistik SPSS (Statistical Product Service

    Solution) versi 15 .

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    37/66

    IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

    4.1 Sejarah Perusahaan

    Areal PT. S3 merupakan areal bekas PT. Tjirebon Agung yang mempunyai

    areal pemanfaatan seluas 70.000 ha berdasarkan SK IUPHHK Nomor

    195/Kpts/Um4/1973 dan berakhir pada tahun 1993. Setelah perijinan PT. Tjirebon

    Agung habis maka PT. S3 mengajukan permohonan untuk melakukan IUPHHK di

    areal tersebut hanya seluas 48.000 Ha. Pengajuan permohonan mendapat ijin

     berdasarkan Surat Rekomendasi dari Bupati Kepulauan Mentawai Nomor

    552.11/392/Perek-2000 tanggal 9 November 2000 mendapat persetujuan

     pencadangan areal IUPPHK seluas 48.000 ha, serta rekomendasi dari Gubernur

    Sumatera Barat Nomor 525.26/1465/Perek-2000 tanggal 20 November 2000.

    Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor

    102/Menhut-IV/2001 tanggal 30 Januari 2001 dan sesuai telaahan yang dilakukan

    oleh Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan dan Areal Kebun

    dengan Nomor 136/VIII/KP-4.2.1/2001 tertanggal 2001 dihitung ulang secara

     planimetris pencadangan areal seluas 49.440 ha yang mampu dikelola dan tidak

    tumpang tindih dengan perusahaan lain (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).

    Selain itu untuk mendukung perijinan kajian AMDAL (Analisis Mengenai

    Dampak Lingkungan) juga telah dilakukan dengan menggunakan acuan peta

     pencadangan areal yang telah disahkan Gubernur Propinsi Sumatera Barat

    SK.660.1.227.2001 tanggal 18 Juli 2001. Secara administrasi ijin IUPHHK

    diperoleh, maka diterbitkanlah SK IUPHHK melalui Surat Keputusan Menteri

    Kehutanan No. SK.413/Menhut-II/04 tanggal 19 Oktober 2004 yang berisi tentang

    Pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam atas nama PT.

    S3 di Propinsi Sumatera Barat seluas 48.420 ha. Berkaitan dengan ijin yang

    diberikan kepada PT. S3 yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi

    Taman Nasional Siberut, maka Kepala Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan

    Kawasan Hutan dan Areal Kebun, Badan Planologi Kehutanan melalui surat No.

    136/VIII/KP-4.2.1/2001 Tanggal 9 Februari 2001, menentukan perlunya lahan

    seluas 3.190 ha dengan lebar koridor 1 km sebagai kawasan penyangga ( buffer

     zone) bagi Taman Nasional Siberut karena belum dilakukan tata batas. Pada

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    38/66

    kawasan penyangga PT. S3 tidak boleh melakukan penebangan tegakan dan

    diharuskan untuk melakukan pengamanan bersama Taman Nasional Siberut.

    4.2 

    Letak dan Luas

    PT S3 memiliki luas kawasan hutan sekitar 48.420 ha yang berada dalam

    kelompok hutan Siberut dan berdasarkan pembagian wilayah administrasi

     pemerintahan, terletak di dalam wilayah Kecamatan Siberut Utara dan Siberut

    Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Propinsi Sumatera Barat. Secara

    geografis wilayah PT. S3 terletak diantara 98° 40’ sampai dengan 99° 15’ Bujur

    Timur (BT) dan 00° 95’ sampai dengan 01° 15’ Lintang Selatan (LS). Batas areal

    kerja PT. Salaki Suma Sejahtera adalah:

    1. Sebelah Utara : Areal Penggunaan Lain (APL) dan Samudera

    Indonesia

    2. Sebelah Timur : Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) dan

    Areal Penggunaan Lain (APL)

    3. Sebelah Selatan : Taman Nasional Siberut, Hutan Produksi dan HPH

    Koperasi Andalas Madani Universitas Andalas

    (UNAND)

    4. Sebelah Barat : Samudera Indonesia

    Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Kepulauan Mentawai

    2001-2010 (Perda No. Tahun 2001) maupun dalam revisi RTRWK Tahun 2004,

    lokasi areal kerja berstatus hutan produksi tetap (HP), begitu juga status lahan

    Taman Nasional Siberut tidak mengalami perubahan fungsi maupun batas

    kawasan. Selain itu berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan

    Propinsi Sumatera Barat (Lampiran Keputusan Menteri Kehutanan No. 422/Kpts-II/99) status lahan di areal kerja juga merupakan Hutan Produksi Tetap (HP), (PT.

    Salaki Summa Sejahtera 2008).

    Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) ditetapkan seluas 43% dari total luas

    Pulau Siberut 403.300 ha, sedangkan untuk Kawasan Lindung yang terdiri dari

    Hutan Suaka Alam Wisata (HSAW) dan Kawasan Suaka Alam (KSA) ditetapkan

    51% dari luas Pulau Siberut yang sebelumnya adalah fungsi hutan HPT, HL dan

    sebagian HP. Taman Nasional Siberut memiliki luasan 190.500 ha yang

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    39/66

    merupakan bagian dari Kawasan Suaka Alam, sedangkan sisanya merupakan

    kawasan budidaya non kehutanan seluas 6%.

    4.3 Kondisi Fisik

    4.3.1 Topografi dan kemiringan lapangan

    Konfigurasi lapangan di areal PT. S3 berbeda-beda. Persentase pada daerah

    datar dengan kemiringan lereng 0 – 8% sebesar 11% atau seluas 5.134 ha. Daerah

    landai dengan kemiringan lereng 8-15% sebesar 34% atau seluas 16.261 ha,

    daerah agak curam dengan kemiringan 15%-25% sebesar 39% atau seluas 19.083

    ha, daerah curam dengan kemiringan 25%-40% sebesar 14% atau seluas 6.905

    ha, dan daerah sangat curam dengan kemiringan >40% sebesar 2% atau seluas

    1.037 ha. Secara menyeluruh areal kerja termasuk dalam daerah landai.

    Ketinggian PT. S3 berada pada 50 – 340 mdpl.

    4.3.2 Tanah

    Jenis tanah dalam kawasan hutan PT. S3 terdiri dari podsolik merah kuning

    37% atau seluas 18.056 ha, latosol 32% atau seluas 15.290 ha, dan aluvial 31%

    atau seluas 15.074 ha (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).

    4.3.3  Iklim

    Klasifikasi iklim secara umum menurut Schmidt dan Ferguson areal PT. S3

    termasuk dalam iklim tipe A, yaitu iklim tropis dengan curah hujan merata

    sepanjang tahun dengan rata-rata selama sepuluh tahun terakhir (1990-1999). Dari

    data stasiun meterologi Sicincin, Padang Pariaman memiliki 11,3 bulan basah dan

    0,3 bulan kering dengan nilai Q = 2,65% dan IH (Intensitas Hujan) = 18 mm/hh(PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).

    4.3.4  Potensi tegakan

    Pada PT. S3 kelas penutupan lahan dikelompokkan menjadi 3, yaitu kelas

    hutan primer, kelas hutan bekas tebangan, dan kelas bukan hutan.

    Pada kelas hutan primer, fungsi hutan produksi tetap memiliki luasan 1.244 ha

    dengan buffer zone Taman Nasional Siberut seluas 1.247 ha atau sekitar 5 % dari

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    40/66

    luas total PT. S3. Potensi rata-rata per hektar untuk seluruh jenis pohon, yaitu

    kelas diameter 20 cm sebesar 302,26 m3/ha (264,21 btg/ha), kelas diameter 50 cm

    sebesar 182,91 m3/ha (38,74 btg/ha), dan untuk kelas diameter 60 cm sebesar

    145,54 m3/ha (24,21 btg/ha), (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).

    Kelas hutan bekas tebangan, fungsi hutan produksi tetap memiliki luasan

    37.874 ha atau sekitar 89 % dari luas total PT. S3 dengan buffer zone Taman

     Nasional Siberut seluas 1.949 ha. Potensi rata-rata per hektar untuk seluruh jenis

     pohon, yaitu kelas diameter 20 cm sebesar 207,07 m3/ha (260,79 btg/ha), kelas

    diameter 50 cm sebesar 87,03 m3/ha (20,08 btg/ha), dan untuk kelas diameter 60

    cm sebesar 63,61 m3/ha (10,64 btg/ha). Sedangkan untuk kelas bukan hutan,

    fungsi hutan produksi tetap memiliki luasan 3.063 ha dengan buffer zone Taman

     Nasional Siberut Mentawai seluas 43 ha atau sekitar 6 % dari luas total PT. S3

    (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).

    Secara keseluruhan PT. S3 didominasi oleh jenis kayu Meranti. Selain Meranti

     jenis yang banyak ditemukan, yaitu Keruing, Katuka, Gut-gut, Ungra, Peiki,

    Alosit, Tumu, Polenggu dan Dulatkau. Dari 10 jenis pohon yang dominan hampir

    seluruhnya termasuk kedalam kayu komersil.

    4.4  Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

    4.4.1 Kependudukan

    Penduduk asli di sekitar PT. S3 merupakan orang Mentawai. Dari pendataan

    diketahui bahwa jumlah penduduk di dalam dan disekitar wilayah areal kerja

    mencapai 7.224 jiwa dengan luas wilayah 1.557 km2 (PT. Salaki Summa Sejahtera

    2008). Data menunjukkan kondisi sebaran penduduk yang masih renggang di

    wilayah tersebut. Hal ini disebabkan oleh perkembangan wilayah KecamatanSiberut yang relatif baru, sehingga sebaran penduduk masih belum merata.

    Kepadatan penduduk tertinggi yaitu berada di Desa Sigapokna dengan jumlah

    7,81 jiwa/km2  dibandingkan 4 desa lainnya. Adapun faktor yang menyebabkan

    tingginya kepadatan di Desa Sigapokna karena wilayahnya lebih terbuka berada

    dipesisir pantai.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    41/66

    Tabel 11 Jumlah dan kepadatan penduduk di areal PT.S3 Kecamatan Siberut

    Utara

    Wilayah DesaTerintegrasi

    Luas(km

    2)

    Data Umum Kependudukan

    Laki-laki(Jiwa)

    Perempuan(Jiwa)

    Jumlah(Jiwa)

    Jumlah(KK)

    Kepadatan(Jiwa/km

    2)

    Sigapokna 230 904 893 1.797 368 7,81

    Malancan 430 961 930 1.891 475 4,40

    Sot Boyak 102 369 314 683 140 6,70

    Bojakan 225 567 526 1.093 259 4,86

    Simalegi 570 942 818 1.760 343 3,09

    Jumlah 1.557 3.743 3.481 7.224 1.585 5,37 *) 

    Keterangan : *) Kepadatan Penduduk Rata-rataSumber : PT. Salaki Summa Sejahtera (2008)

    4.4.2  Mata pencaharian penduduk

    Mata pencaharian penduduk di luar PT. S3 sebagian besar adalah petani

    sebanyak 85%. Lahan yang dikerjakan oleh sebagian besar penduduk, yaitu

    ladang sagu yang menjadi sumber makanan pokok dan pendapatan disamping

    sumber lain seperti pisang, keladi (talas), kelapa, dan buah-buahan. Pada saat ini

     juga mulai dikembangkan pertanian cengkeh, pala dan nilam. Selain itu penduduk

    yang punya modal lebih besar bisanya menjadi nelayan. Kegiatan pertanian lain

    guna memenuhi kebutuhan rumah tangga biasanya mereka mencari gaharu.

     Namun beberapa tahun belakangan ini, kegiatan itu sudah mulai berkurang

    dikarenakan hasil hutan yang menurun, permintaan yang mulai berkurang, dan

     peraturan yang tidak memperbolehkan mengeksploitasi hasil hutan secara besar-

     besaran. Adapun pendapatan masyarakat yang didapat dari hasil hutan sebesar Rp

    425.000,00  –   725.000,00 per KK setiap bulan dan nelayan Rp 150.000,00  –  

    750.000,00 per KK setiap bulan. Selain menjadi petani dan nelayan, sebagian

     penduduk bekerja sebagai pengadaan jasa, pegawai negeri dan lainnya (PT. Salaki

    Summa Sejahtera 2008).

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    42/66

    Tabel 12 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di sekitar areal

    PT.S3

     Nama Desa

    Jenis Mata Pencaharian (KK) Pertanian

    Petani PNS Jasa Nela

    yan

    Lain-

    lainJumlah Sawah Sagu Kelapa

    Sigapokna 602 18 26 47 36 729 240 300 270

    Simalegi 542 16 23 43 33 657 320 350 380

    Malancan 700 21 30 55 42 848 300 450 230

    Sotboyak 624 8 12 - 26 670 150 410 300

    Bojakan 448 13 18 2 33 514 90 390 60

    Jumlah 2.916 76 109 147 170 3.418 1.100 1.900 1.240

    Sumber : PT. Salaki Summa Sejahtera (2008)

    Sedangkan masyarakat yang bertempat tinggal di dalam PT. S3, sebagian

     besar bekerja di sektor perkebunan, perikanan dan perladangan. Masyarakat

    sekitar juga mencari rotan, kayu bakar, gaharu, madu, sarang burung walet dan

    membuat sirap. Hasil bercocok tanam, ternak, tangkapan ikan dan hasil lannya

    dijual ke dusun terdekat atau ke Padang. Selain bertani kesempatan kerja di

     bidang lain biasanya menjadi karyawan harian perusahaan yang ada di sekitarnya.

    Kesempatan ini terbuka karena banyak menggunakan tenaga lokal untuk kegiatan

    operasionalnya. Adanya PT. S3, memberikan peluang dan kesempatan kerja yang

     besar bagi masyarakat untuk ikut serta menjadi bagian dari perusahaan.

    Hasil perhitungan penduduk di areal PT. S3 diketahui jumlah penduduk

    kelompok anak-anak (usia 0  –   9 tahun) mencapai 14.736 jiwa dan penduduk

    dewasa (usia 20 hingga > 75 tahun) sebanyak 34.249 jiwa. Sedangkan untuk

     penduduk usia produktif (usia 20  –  50) di areal IUPHHK mencapai 28.467 jiwa

    (43%), (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).

    Tabel 13 Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur KabupatenKepulauan Mentawai

     No Kelompok Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah

    1. 0 –  9 8.096 6.640 14.736

    2. 10 –  19 9.193 8.154 17.347

    3. 20 –  50 14.946 13.521 28.467

    4. 50 –  74 3.273 2.300 5.573

    5. ≥ 75  105 104 209

    Jumlah 35.613 30.719 66.332

    Sumber : PT. Salaki Summa Sejahtera (2008)

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    43/66

    4.4.3 Agama dan kepercayaan

    Pada saat ini masyarakat Mentawai sudah mulai menganut ajaran agama.

    Sebagian besar beragama Kristen Protestan dan Katolik, tetapi ada pula yang

     beragama Islam. Sebelumnya mereka menganut kepercayaan terhadap roh-roh

    alam. Walaupun sebagian kecil anggota masyarakat tidak ada secara resmi

    menganut kepercayaan tersebut, akan tetapi dibeberapa permukiman seperti di

    Desa Bojakan (Dusun Simatalau) konsep dan unsur-unsur upacara yang berasal

    dari kepercayaan lama masih dijalankan (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    44/66

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Deskripsi Umum Kegiatan Pemanenan

    Sistem pemanenan hasil hutan yang dilaksanakan pada PT. S3 adalah sistem

     pemanenan mekanis. Secara garis besar kegiatan pemanenan terdiri dari kegiatan

     penebangan, penyaradan, muat bongkar dan pengangkutan.

    Proses penebangan di PT. S3 dilakukan oleh regu chainsaw  dengan sistem

     borongan. Setiap regu chainsaw  menebang pada batas luas kepemilikan suku,

     bukan atas luas petak tebang. Operator chainsaw dibantu oleh seorang helper .

    Sebelum proses penebangan biasanya operator melihat keadaan pohon untuk

    menentukan boleh atau tidaknya pohon tersebut ditebang. Ketentuan itu dilihat

    dari diameter dan bentuk batang. Operator chainsaw tidak akan menebang pohon

    yang boleh ditebang yang berdiameter 50 cm. Umumnya yang ditebang adalah

     pohon berdiameter lebih dari 60 cm dengan pertimbangan bahwa pada bagian

    ujung batang bebas cabang berdiameter tidak kurang dari 50 cm. Penentuan arah

    rebah lebih mempertimbangkan kemiringan pohon dan akar yang melilit di pohon.

    Terdapat dua operator chainsaw yang membantu penelitian ini. Operator tersebut

    merupakan operator pendatang dan operator lokal. Operator pendatang

    mempunyai pengalaman kerja lebih lama dibandingkan operator lokal. Operator

    lokal menebang dengan cara “tumbang tembak”. Tumbang tembak merupakan

    cara menebang pohon lebih dari satu pohon secara bersamaan. Operator

     pendatang menebang dengan cara menyelesaikan setiap pohon mulai dari tebang

    sampai pembagian batang atau trimming   kemudian disarad. Di petak tebang,

    dilakukan pemotongan dan pembagian batang. Hal ini disebabkan oleh

     pertimbangan kemampuan alat sarad yang tidak mampu menarik kayu dalam

    ukuran yang panjang lebih dari 15 meter. Sering dijumpai putusnya seling (kabel

    tali baja pengikat kayu) akibat ukuran kayu yang di sarad melebihi dari

    kemampuan alat.

    Kegiatan penyaradan dilakukan dengan menggunakan bulldozer   CAT D7G

    dimana jenis D7G ini memiliki mesin 6 silinder yang dapat menghasilkan tenaga

    sebesar 200 tenaga kuda. Berat dari bulldozer   ini adalah sekitar 18 ton. Ukuran

    lebar blade  dari bulldozer   ini 4 meter dan memiliki winch  pada bagian

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    45/66

     belakangnya yang digunakan untuk menyarad kayu. Panjang winch  berkisar 20

    meter. Daya jelajah efektif bulldozer   ini pada umumnya sejauh 500 meter.

    Apabila jarak sarad lebih dari 500 meter dari TPn maka dibuatkan TPn baru.

    Kegiatan penyaradan dimulai dengan bulldozer  membuka jalan sarad. Pemilihan

    sistem mana yang digunakan dalam penyaradan tergantung kondisi lapangan dan

    operator bulldozer . Proses penyaradan selain dilakukan oleh satu bulldozer  setiap

     petak, juga dilakukan double skidding   setiap petak.  Double skidding  adalah cara

     penyaradan menggunakan dua bulldozer  dalam satu petak tebang secara bersama-

    sama dengan tujuan membagi volume pekerjaan yang ada. Setiap operator

    bulldozer   dibantu oleh satu helper   yang bertugas mengaitkan choker   pada kayu

    siap sarad, membantu proses penyaradan hingga ke TPn, dan melihat

    kemungkinan bulldozer   dapat membuka jalan sarad. Perusahaan tidak membuat

     perencanaan trace  jalan sarad. Oleh sebab itu operator bulldozer  membuat jalan

    sarad yang mampu dilalui untuk menarik kayu walaupun jalan sarad dibuat lebih

     panjang.

    Muat bongkar dilakukan di TPn dan di logpond  dengan menggunakan loader .

    Pemuatan dilakukan di TPn dan TPn antara sedangkan pembongkaran dilakukan

    di TPn antara dan logpond  , kemudian dilakukan perakitan kayu dari logpond  ke

     ponton/tongkang.

    Pengangkutan dilakukan setelah proses penyaradan dan pemuatan. Alat angkut

    yang digunakan yaitu logging truck   merk Scania. Cuaca merupakan kendala

     proses pengangkutan di PT. S3. Apabila hujan maka proses pengangkutan akan

    dihentikan, karena jalan menuju TPn atau logpond   tidak disiapkan all weather  

    (jalan yang dirancang digunakan dalam segala macam cuaca).

    5.2 Kerusakan Tegakan Tinggal

    5.2.1  Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan 

    Hasil ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan) pada plot yang

    diteliti menunjukkan besarnya kerapatan pohon diameter lebih dari 20 cm rata-

    rata 76,80 pohon/ha, untuk potensi rata-rata pohon yang layak tebang sebanyak

    13,50 pohon/ha atau 141,68 m3/ha. Dari total 135 pohon layak tebang hanya 72

     pohon (104,25 m3/ha) yang ditebang (Tabel 14).

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    46/66

    Tabel 14 Keadaan plot penelitian

     No

    Plot

    Kelerengan

    (%)

    *Kerapatan

    (pohon/ha)

    Pohon Layak Tebang(label merah)

    Pohon yang Ditebang

    Jumlah

    (pohon/ha)

    Volume

    (m3

    )

    Jumlah

    (pohon/ha)

    Volume

    (m3

    )12

    345

    6789

    10 

    2850

    453526

    15172844

    43

    6661

    688192

    69688980

    94

    1820

    101315

    1411108

    16

    252,15203,69

    71,33109,70143,92

    157,27143,96

    68,3756,87

    209,54

    69

    459

    10943

    13

    85,36136,94

    53,8365,16

    131,10

    150,27133,42

    46,7238,67

    201,05

    Jumlah 768 135 1416,80 72 1042,50

    Rata-rata 76,8 13,50 141,68 7,20 104,25*kerapatan: jumlah pohon berdiameter ≥ 20 cm setiap ha

    Secara garis besar rekapitulasi kerusakan dari tiap bentuk kerusakan dapat

    dilihat pada Tabel 15.

    Tabel 15 Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak pada setiap plot

     penelitian akibat penebangan

    Bentuk Kerusakan

    Plot (jumlah pohon) PersentasePohon yang

    Rusak (%)

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Jumlah

    (pohon)Rusak tajuk 2 10 2 1 1 10 26 27,96

    Luka batang 2 2 1 5 5,38

    Patah batang 4 3 1 1 3 4 1 2 2 8 29 31,18

    Pecah batang 2 2 1 5 5,38

    Roboh 1 4 1 2 5 4 4 3 24 25,81

    Miring 1 1 1 1 4 4,30

    Rusak banir 0 0,00

    Total (jumlah pohon)

    10 20 4 5 8 13 5 3 6 19 93 100

    Dari Tabel 15 jumlah pohon yang rusak paling banyak terjadi di plot 2 dan 10

    dengan total kerusakan masing-masing 20 pohon/plot dan 19 pohon/plot. Dilihat

    dari jumlah pohon yang rusak pada setiap bentuk kerusakan maka bentuk rusak

    tajuk dan patah batang adalah yang terbesar masing-masing 26 pohon dan 29

     pohon yang rusak. Persentase bentuk kerusakan patah batang adalah 31,18%

    sedangkan rusak tajuk adalah 27,96% dihitung dari perbandingan jumlah pohon

    yang rusak pada setiap bentuk kerusakan dibagi total pohon yang rusak. Patah

     batang lebih disebabkan oleh banyaknya liana yang saling melilit dan besarnya

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    47/66

    hempasan ketika pohon selesai ditebang yang menimpa individu lainnya. Pada

     penelitian Elias (2002) kerusakan terbesar terjadi pada bentuk rusak tajuk sebesar

    49,45% dan patah batang kerusakan yang dialami sebanyak 23,08% dari total

     pohon yang rusak. Berbeda dengan penelitian Matangaran (2003) kerusakan

    terbesar terjadi pada bentuk kerusakan pecah batang 42,15% dan pohon roboh

    28,47%. Untuk jenis kerusakan tajuk hanya 14,05%, rusak kulit 9,09%, dan rusak

     banir 4,55%. Hasil penelitian Elias dan Matangaran dengan penelitian di PT. S3

     berbeda karena kerapatan awal tegakan yang berbeda.

    Tabel 16 Distribusi diameter pohon yang rusak dan persentase kerusakan setiap

     plot akibat penebangan

    JumlahPohon

    yang

    Ditebang

    (pohon/ha)

    ∑ Pohon Sebelum Penebangan(pohon/ha)

    Jumlah Pohon Rusak (pohon/ha) Kerusakan(%)

     No

     plot

    20-29

    (cm)

    30-39

    (cm)

    40-49

    (cm)

    >50

    (cm)

    20-29

    (cm)

    30-39

    (cm)

    40-49

    (cm)

    >50

    (cm)

    (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j)*

    1 6 30 12 6 18 8 2 16,67

    2 9 18 9 14 20 13 4 3 38,46

    3 4 33 16 9 10 1 2 1 3,13

    4 5 40 15 13 13 2 2 1 6,58

    5 9 35 27 15 15 3 4 1 9,64

    6 10 28 15 12 14 9 4 22,00

    7 9 31 11 15 11 2 3 8,508 4 41 24 14 10 2 1 3,50

    9 3 42 12 18 8 4 2 7,80

    10 13 46 21 11 16 7 8 4 23,50

    Total 72 344 162 127 135 51 32 10 0

    Rata-

    rata/plot

    7,20 34,40 16,20 12,70 13,5 5 3,20 1 0 13,98

    Persentase dari kerapatan awal/ha 14,80 19,75 7,80

    Simpangan baku 8,24 5,94 3,40 3,84 3,96 1,99 1,41 11,21

    *j = (f+g+h+i+j)/((b+c+d+e)-a)x100%

    Kerusakan akibat penebangan menyebabkan distribusi kelas diameter

    mengalami perubahan dibandingkan sebelum penebangan. Persentase pohon rusak

    setelah penebangan pada kelas diameter 20-29 cm, 30-39 cm, 40-49 cm, lebih dari

    50 cm masing-masing sebesar 14,83%, 19,75%, 7,87%, dan 0%. Kerusakan-

    kerusakan tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Elias

    (1998) yang menyatakan besarnya kerusakan pohon pada kelas diameter 21-30

    cm, 31-40 cm, 41-50 cm masing- masing sebesar 4,77%, 1,31%, dan 0,44%

    Tingginya tingkat kerusakan pada kelas diameter 20-29 cm di PT. S3 terjadi

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    48/66

    karena sebaran jumlah individu dari semua kelas diameter tertinggi terdapat pada

    kelas diameter tersebut sehingga memiliki peluang rusak lebih tinggi.

    Besarnya kerusakan pada masing masing tingkat kerusakan dapat dilihat pada

    Tabel 17.

    Tabel  17 Persentase tingkat kerusakan tegakan tinggal dari total pohon yang

    rusak akibat penebangan

    Tingkat Kerusakan Jumlah Kerusakan(pohon)

    Persentase Kerusakan*(%)

    Berat1.  Rusak tajuk > 50% 3

    2.  Luka batang > 1/2 d 1

    3.  Patah batang 29

    4.  Pecah batang 5

    5.  Roboh 246.  Miring < 45 ° 17.  Rusak banir > 1/2 d 0

    Jumlah 63 (a) 67,74

    Sedang

    1.  Rusak tajuk 30-50% 3

    2.  Luka batang 1/4-1/2 1

    3.  Rusak banir 1/3-1/2 0

    4.  Miring > 45° 3

    Jumlah 7 (b) 7,53

    Ringan

    1.  Rusak Tajuk < 30% 202.  Luka Batang 3

    3.  Rusak Banir < ¼ 0

    Jumlah 23 (c) 24,73

    Jumlah total (a+b+c) 93 (d) 100,00keterangan: a+b+c= jumlah total pohon yang rusak (d)*dihitung dari jumlah jumlah pohon yang rusak pada setiap tingkat kerusakan dibagi (d)

    Dari ketiga kelas tingkat kerusakan, nilai kerusakan terbesar terjadi pada

    tingkat kerusakan berat dengan persentase 67,74% dari total kerusakan. Kemudian

    kerusakan ringan dengan persentase 24,73%, dan kerusakan sedang sebesar

    7,53%. Penelitian Matangaran (2003) menunjukkkan besarnya kerusakan pada

    tingkat kerusakan berat sebanyak 72,31% dari kerapatan awal, kerusakan sedang

    sebesar 14,05%, dan kerusakan ringan sebesar 13,64%. Jika dibandingkan oleh

     penelitian yang dilakukan Elias (2003) tingkat kerusakan berat menempati nilai

    terbesar yaitu 82,13% dari total kerusakan nilai ini berbeda dengan hasil yang di

    dapat pada penelitian di PT. Salaki Summa Sejahtera, kerusakan sedang sebesar

    13,29% sedangkan hasil penelitian menunjukkan 7,53%. Untuk tingkat kerusakan

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    49/66

    ringan hasil yang didapat pada penelitian yang dilakukan oleh Elias sangat kecil

    yaitu sebesar 4,58% sedangkan di PT. S3 sebesar 24,7%, hal ini disebabkan

    kerapatan awal hutan pada kedua lokasi berbeda.

    5.2.2 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan

    Penyaradan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya kerusakan

    tegakan tinggal. Berdasarkan hasil perhitungan, kerusakan tegakan tinggal di 10

     plot penelitian dapat dilihat pada Tabel 18.

    Tabel 18 Kerusakan akibat penyaradan

     No plotKerapatan(pohon/ha)

    Intensitas tebangan(pohon/ha)

    Jumlah pohon rusak/ha Kerusakan(%)Penebangan

    (pohon/ha)Penyaradan(pohon/ha)

    (a) (b) (c) (d) e = d/(a-b)x100%

    1 66 6 10 3 5,00

    2 61 9 20 2 3,85

    3 68 4 4 8 12,50

    4 81 5 5 3 3,95

    5 92 9 8 13 15,66

    6 69 10 13 12 20,34

    7 68 9 5 7 11,86

    8 89 4 3 6 7,06

    9 80 3 6 4 5,19

    10 94 13 19 14 17,29

    Rata-rata 76,80 7,20 9,30 7,20 10,27

    Simpangan baku 3,26 6,15 4,4 6,08

    Persen kerusakan terbesar adalah pada plot 6 dengan persentase sebesar

    20,34% atau jumlah pohon yang rusak sebanyak 12 pohon dengan intensitas

    tebang 10 pohon/ha. Pada plot 2 dan plot 5 meskipun sama untuk intensitas

    tebang tetapi kerusakan yang terjadi lebih besar pada plot 5. Hal ini disebabkan

    oleh kerapatan pohon yang ada di plot 5 lebih besar yaitu 92 pohon/ha sedangkan

    di plot 2 sebanyak 61 pohon/ha sehingga pada proses penyaradannya lebih banyak

     pohon yang tergusur.

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    50/66

    5.2.3  Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan

    penyaradan

    Besarnya kerusakan secara total yang diakibatkan oleh kegiatan penebangan

    dan penyaradan disajikan pada Tabel 19.

    Tabel 19 Kerusakan setelah penebangan dan penyaradan

    Plot

    Jumlah

     pohon

    sebelum

     pemanenan/

    ha

    (pohon/ha)

    Jumlah

     pohon yang

    ditebang/ha

    (pohon/ha)

    Jumlah pohon yang

    rusak/ha

    Kerusakan (%)

    Penebangan

    (pohon/ha)

    Penyaradan

    (pohon/ha)

    Penebangan Penyaradan Total

    (a)  (b) (c) (d) (e) (f) (g)e = c/(a-b)x100% f = d/(a-b)x100% g=e+f

    1 66 6 10 3 16,67 5,00 21,67

    2 61 9 20 2 38,46 3,85 42,31

    3 68 4 4 8 3,13 12,50 15,63

    4 81 5 5 3 6,58 3,95 10,53

    5 92 9 8 13 9,64 15,66 25,30

    6 69 10 13 12 22,00 20,34 42,34

    7 68 9 5 7 8,50 11,86 20,36

    8 89 4 3 6 3,50 7,06 10,56

    9 80 3 6 4 7,80 5,19 12,99

    10 94 13 19 14 23,5 17,29 40,79

    Rata

    -rata76,80 7,20 9,30 7,20 13,98 10,27 24,25

    Simpangan baku 3,26 6,15 4,40 11,21 6,08 13,03

    Dari hasil penghitungan dengan sumber data di lapangan didapatkan hasil

    akhir tegakan sisa terkecil terdapat pada plot 2 sebanyak 30 phon/ha, sedangkan

    tegakan sisa terbesar terdapat pada plot 8 sebanyak 76 pohon/ha. Hal ini

    disebabkan oleh nilai kerapatan yang berbeda. Kerusakan total terbesar setelah

     penebangan dan penyaradan yaitu terjadi pada plot 6 dengan nilai kerusakan

    sebesar 42,34%. Rata-rata kerusakan tegakan akibat penebangan dan penyaradan

    sebesar 24,25% atau sebanyak 18,62 pohon/ha. Kerusakan ini terjadi pada sistem

     pemanenan di TPTI jika dibandingkan dengan sistem pemanenan RITH ( Reduce

     Impact of Timber harvesting ) yang penelitiannya dilakukan oleh Muhdi pada

    tahun 2006 di areal HPH PT. Sukma Jaya makmur, Kalimantan Barat

    menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu sebesar 19,53 %. Hasil penelitian

    Suhartana (1993) persentase kerusakan akibat penebangan sebesar 4,59%, dengan

     jumlah pohon setelah penebangan rata-rata sebanyak 71,3/ha. Pada penelitian

    Suhartana dan Idris (1996) menunjukkan rata-rata besarnya kerusakan tegakan

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    51/66

    tinggal akibat penebangan 11,50% (16 pohon/ha) dan akibat penyaradan 15,40%

    (20 pohon/ha) atau kerusakan total sebesar 26,90%.

    Luas bidang dasar setiap plot pada keadaan awal sebelum dan setelah

     pemanenan dapat dilihat dalam Tabel 20.

    Tabel 20 Luas bidang dasar (LBDS) pohon diameter lebih dari 20 cm sebelum

    dan setelah kegiatan penebangan dan penyaradan

     No plot

    LBDS (m2/ha)

    Sebelum

    Pemanenan

    Pemanenan Rusak Setelah Pemanenan

    1. 15,69 3,44 0,69 11,56

    2. 13,52 6,57 1,42 5,53

    3. 7,03 2,33 1,09 3,61

    4. 10,38 2,88 0,63 6,87

    5. 13,84 6,47 1,57 5,80

    6. 12,23 7,13 1,57 3,53

    7. 11,57 6,41 0,87 4,29

    8. 9,87 2,15 0,63 7,09

    9. 8,57 1,73 0,61 6,23

    10. 16,26 10,03 2,51 3,72

    Rata-rata 11,90 4,91 1,15 5,83

    Simpangan

     baku3,00 2,77 0,61 2,42

    Dari Tabel di atas besarnya LBDS rata-rata per plot sebelum penebangan dan

     penyaradan yaitu, 11,90 m2 yang hilang akibat kegiatan pemanenan sebesar 6,06

    m2. Menurut Elias (1993) besarnya kerusakan yang disarankan yaitu jika berada

     pada batas maksimal 25%. Hasil penelitian ini dapat menunjukkan jumlah

    intensitas tebang maksimum PT. S3 (Tabel 21).

    Tabel 21 Rekapitulasi intensitas tebang dengan kerusakan

    Intensitas tebang (pohon/Ha) Kerusakan (%)

    3

    4*

    5

    6

    9*

    10

    13

    12,99

    13,09

    10,53

    21,67

    29,32

    42,34

    40,79

    *keterangan : diambil rata-rata dari intensitas tebang yang sama

    Pada Tabel 21 diatas dapat dilihat besarnya kerusakan pada intensitas tebang 6

     pohon/ha sebesar 21,67% jika dibandingkan dengan penelitian Elias (2002a)

  • 8/16/2019 skripsi tentang Sss

    52/66

     persentase ini lebih besar. Perbedaan ini terjadi karena kerapatan awal tegakan

    sebelum penebangan berbeda. Hasil penelitian Elias (2002a) menunjukkan

     besarnya kerusakan 21,13%. Hasil penelitian di PT. S3 pada intensitas tebang 9

     pohon/ha kerusakan menjadi 29,32%. Hal ini menunjukkan bahwa pada intensitas

    tebang 9 pohon/ha akan menimbulkan kerusakan yang besar. Persentase

    kerusakan yang melebihi > 25% tidak diinginkan (Elias 1993), maka batas

     penebangan yang disarankan untuk PT. S3, yaitu pada intensitas tebang

    maksimum 6 pohon/ha.

    5.2.4 Hubungan antara kelerengan, intensitas tebang dan kerapatan tegakan

    terhadap kerusakan tegakan tinggal

    Faktor yang mempengaruhi kerusakan yaitu jumlah pohon yang ditebang,

    kelerengan dan kerapatan tegakan. Semakin tinggi jumlah pohon yang ditebang

    dalam setiap plot tebangan, kelerengan dan kerapatan tegakan semakin besar nilai

    kerusakannya. Hasil pengukuran besarnya kerusakan tegakan tinggal, kelerengan,

    intensitas tebang dan kerapatan tegakan awal disajikan pada Tabel 22.

    Tabel 22 Besarnya kerusakan tegakan tinggal, kelerengan, intensitas tebang, dan

    kerapatan tegakan

     No PlotKelerengan

    (%)Intensitas (pohon/ha)

    Kerapatan Awal(pohon/ha)

    Kerusakan (%)

    1 28 6 66 21,67

    2 50 9 61 42,31