Skripsi Teknik Sipil

download Skripsi Teknik Sipil

of 196

description

Skripsi Teknik Sipil

Transcript of Skripsi Teknik Sipil

  • 1110/FT.01/SKRIP/07/2012

    UNIVERSITAS INDONESIA

    EVALUASI BANGUNAN BERTINGKAT AKIBAT BEBAN GEMPA DENGAN

    BALOK PRATEGANG SEBAGAI TRANSFER BEAM

    SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program

    Studi Teknik Sipil

    WISNU PRATAMA PUTRA 0806329691

    FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

    STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK JUNI 2012

    ii

  • HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

    dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

    telah dinyatakan dengan benar.

    Nama : Wisnu Pratama Putra

    NPM : 0806329691

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 25 Juni 2012

    iii

  • HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Wisnu Pratama Putra NPM : 0806329691 Program Studi : Teknik Sipil Judul Skripsi : Evaluasi Bangunan Bertingkat akibat Beban

    Gempa dengan Balok Prategang sebagai Transfer Beam

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

    sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

    Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

    Universitas Indonesia

    DEWAN PENGUJI

    Pembimbing : Dr. Ir. Yuskar Lase, DEA

    Penguji I : Ir. Syahril A Rahim, M.Eng

    Penguji II : Mulia Orientielize, S.T, M.Eng

    Ditetapkan di : Depok Tanggal : 25 Juni 2012

    iv

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

    atas rahmat dan berkat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan

    skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai

    gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil kekhususan Struktur pada

    Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Selain itu tentunya, dengan skripsi,

    banyak pelajaran yang dapat diambil baik itu pelajaran teknis maupun non-teknis.

    Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

    pihak, dari awal perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit

    bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan

    terima kasih kepada:

    1. Tuhan Yesus Kristus karena atas rahmat-Nya lah yang begitu besar, saya bisa

    diberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan pembuatan skripsi

    ini.

    2. Ayah, ibu dan kakak adik saya yang telah memberikan doa, perhatian, dan

    kasih sayangnya serta bantuan biaya dalam penyusunan skripsi ini.

    3. Bapak Dr. Ir. Yuskar Lase, DEA, selaku dosen pembimbing yang telah

    menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam

    penyusunan skripsi selama satu tahun ini.

    4. Bapak Ir. Syahril A Rahim, M.Eng, selaku dosen penguji serta dosen penulis

    dalam beberapa mata kuliah, yang telah begitu banyak memberikan ilmu

    praktis dan teoritis tentang keindahan dunia teknik sipil. Totalitas beliau

    dalam mengajar telah menjadi inspirasi bagi penulis untuk terus bersemangat.

    5. Seluruh tim dosen departemen teknik sipil FTUI khususnya dosen peminatan

    struktur, Pak Josia, Ibu Elly, Ibu Cece, Ibu Essy, Pak Heru, dan lain-lain.

    6. Seluruh teman-teman satu bimbingan dengan Pak Yuskar, terima kasih untuk

    sharing ilmu yang telah diberikan.

    7. Seluruh keluarga besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan

    2008.

    8. Emiliana, teman baik penulis yang selalu mengingatkan untuk terus

    bersemangat dalam menjalankan sekaligus menyelesaikan tugas akhir ini.

    v

  • 9. Teman-teman KUKTEK UI + KMK UI angkatan 2008 yang telah lulus

    terlebih dahulu dan senantiasa memberikan motivasi bagi penulis untuk

    senantiasa melaju.

    10. SMA Strada St.Thomas Aquino, teman-teman di kelas XI IPA 3 dan XII IPA

    2 oleh karena kultur serta kondisi alam yang pada akhirnya memaksa

    penulis untuk berubah sekaligus berhasil masuk ke Universitas Indonesia.

    11. Seluruh pihak, kerabat, sahabat, teman baik, teman, mantan teman baik, dan

    semua yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa

    disebutkan satu persatu.

    Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas

    segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Saya sadar bahwa masih

    banyak kekurangan yang terjadi dalam penulisan skripsi ini, saran dan masukan

    tentu akan semakin menambah kebaikan dari skripsi ini. Untuk keindahan ilmu

    pengetahuan, dan untuk orang-orang yang telah berjasa diluar sana, skripsi ini

    didedikasikan.

    Depok, Juni 2012

    Penulis

    vi

  • HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Wisnu Pratama Putra NPM : 0806329691 Program Studi : Teknik Sipil Departemen : Teknik Sipil Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Evaluasi Bangunan Bertingkat akibat Beban Gempa dengan Balok Prategang

    sebagai Transfer Beam

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok Pada tanggal : Juni 2012

    Yang menyatakan

    (Wisnu Pratama Putra)

    vii

  • ABSTRAK

    Nama : Wisnu Pratama Putra Program Studi : Teknik Sipil Judul : Evaluasi Bangunan Bertingkat akibat Beban Gempa dengan

    Balok Prategang sebagai Transfer Beam

    Kebutuhan perluasan ruang vertikal di daerah perkotaan terutama Jakarta terkadang mengalami hambatan dari keberadaan bangunan purbakala yang harus dilestarikan. Oleh karena itu bangunan baru yang ingin dibangun diatas bangunan purbakala harus menggunakan sistem transfer, yang dalam penelitian ini berupa balok prategang dan kolom pendukungnya. Terletak pada wilayah gempa, nantinya beban gempa termasuk gempa vertikal dan beban gravitasi akan dikerjakan pada bangunan bertingkat yang akan diteliti. Selain itu, untuk menjamin bahwa sistem transfer tidak gagal terlebih dahulu daripada komponen struktur lainnya, gaya gempa pada sistem transfer diperbesar dengan faktor kuat lebih yang diambil berdasarkan SNI 03-1726-2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja sistem transfer akan semakin baik dengan penambahan dimensi dari balok prategang. Selain itu, kinerja sistem transfer akan semakin baik seiring dengan pertambahan jumlah lantai yang dipikulnya. Displacement pada titik tengah balok prategang akan semakin berkurang seiring peningkatan jumlah lantai dengan profil dan gaya prategang yang berbeda-beda serta akan berkurang juga seiring dengan peningkatan dimensi balok prategang. Dapat dilihat juga dengan adanya sistem prategang pada balok transfer, kebutuhan tulangan longitudinal non-prategang pada balok dapat berkurang.

    Kata kunci: bangunan purbakala, bangunan sistem transfer, balok transfer, balok prategang, kolom pendukung, gempa vertikal, faktor kuat lebih, respons dinamik, tulangan.

    viii

  • ABSTRACT

    Name : Wisnu Pratama Putra Study Program : Civil Engineering Title : Evaluation of Multi-Story Building with Prestress System as

    Transfer Beam under Seismic Loads

    The need of vertical expansion in cities especially Jakarta sometimes has obstacle from the existence of heritage building which should be kept. Therefore the new building intended to be built above the heritage building must use particular transfer system, in this research it would be a prestress beam and its supporting column. Located in seismic region, later a seismic load including its vertical and horizontal component and gravity force will be assigned to the multi-story building. In addition, to guarantee the transfer system doesnt fail before the other structural components do, seismic forces for transfer system will be scaled up with excessive strength factor based on SNI 03-1726-2002. This research shows that the performance of transfer system will be better with the increase of transfer beam dimension. Furthermore, the performance of transfer system also will be better with the increase of number of stories. Displacements at transfer beam mid-span will be less with increasing amount of stories held with different transfer beam dimensions and different prestress loads, also will be less with the increase of prestress beam dimension. It is observable since the existence of prestress system at transfer beam, the need of non-prestress longitudinal reinforcement will be reduced.

    Key word: heritage building, transfer system building, transfer beam, prestress beam, supporting column, vertical seismic loads, excessive strength factor, dynamic response, reinforcement.

    ix

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii

    HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. iv

    KATA PENGANTAR ............................................................................................v

    ABSTRAK .......................................................................................................... viii

    BAB 1 Pendahuluan...............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Permasalahan ............................................................................ 2 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2 1.4 Batasan Penelitian ...................................................................................... 2 1.5 Sistematika Penulisan ................................................................................ 3 1.6 Hipotesis Penelitian .................................................................................... 4

    BAB 2 Dasar Teori .................................................................................................5 2.1 Perancangan Bangunan Bertingkat Tahan Gempa................................ 5

    2.1.1 Perancangan Bangunan Tahan Gempa ..................................................... 5 2.1.2 Modelisasi Dinamik Struktur (MDOF) .................................................... 6 2.1.3 Analisis Getaran Bebas dan Getaran Paksa.............................................. 7

    2.1.3.1 Getaran Bebas ................................................................................... 7 2.1.3.2 Getaran Paksa.................................................................................... 8

    2.1.4 Respons Spektrum .................................................................................... 9 2.2 Sistem Struktur Penahan Beban Gravitasi dan Lateral ...................... 12

    2.2.1 Sistem Penahan Beban Gravitasi............................................................ 12 2.2.2 Sistem Penahan Beban Lateral ............................................................... 12

    2.3 Transfer Beam berupa Balok Prategang ................................................ 14 2.3.1 Transfer beam dan Pola Keruntuhannya ................................................ 14 2.3.2 Balok Prategang ..................................................................................... 17

    BAB 3 Metodologi Penelitian ..............................................................................31 3.1 Permodelan Struktur ............................................................................... 31 3.2 Variasi Permodelan.................................................................................. 35

    3.2.1 Variasi Jumlah Lantai............................................................................. 35 3.2.2 Variasi Tinggi Transfer Beam (TB) ....................................................... 35

    3.3 Pembebanan Struktur ............................................................................. 36 3.3.1 Pembebanan Gravitasi ............................................................................ 36 3.3.2 Pembebanan Gempa ............................................................................... 36

    3.4 Skema Analisa Struktur .......................................................................... 39

    BAB 4 Hasil dan Analisa .....................................................................................41 4.1 Variasi I : Variasi Jumlah Lantai Bangunan ........................................ 41 4.2 Perbandingan Hasil dan Analisa dari Variasi I .................................... 41

    x

  • 4.2.1 Periode Getar .......................................................................................... 41 4.2.2 Pola Ragam Getar dan Partisipasi Massa ............................................... 42 4.2.3 Gaya Geser Dasar ................................................................................... 43 4.2.4 Gaya Geser Tingkat ................................................................................ 43 4.2.5 Kinerja Sistem Transfer.......................................................................... 44 4.2.6 Penulangan ............................................................................................. 59

    4.2.6.1 Tulangan Longitudinal Balok ......................................................... 59 4.2.6.2 Tulangan Geser Balok..................................................................... 60 4.2.6.3 Tulangan Longitudinal Kolom ........................................................ 61 4.2.6.4 Tulangan Geser Kolom ................................................................... 62 4.2.6.5 Tulangan Longitudinal Shear Wall (SW) ....................................... 62 4.2.6.6 Tulangan Geser SW ........................................................................ 63

    4.2.7 Diskusi Variasi I ..................................................................................... 63 4.3 Variasi II : Variasi Ketinggian Transfer Beam (TB) ............................ 65 4.4 Perbandingan Hasil dan Analisa Variasi II........................................... 65

    4.4.1 Periode Getar .......................................................................................... 65 4.4.2 Pola Ragam Getar dan Partisipasi Massa ............................................... 66 4.4.3 Gaya Geser Dasar ................................................................................... 66 4.4.4 Gaya Geser Tingkat ................................................................................ 67 4.4.5 Kinerja Sistem Transfer.......................................................................... 68

    4.4.5.1 Beban Vertikal akibat Beban Gravitasi yang Ditransfer oleh TB... 68 4.4.5.2 Beban Vertikal akibat Beban Gempa yang Ditransfer oleh TB ...... 69 4.4.5.3 Gaya Geser yang Ditransfer oleh Sistem Transfer.......................... 70 4.4.5.4 Displacement di Tengah TB akibat Beban Gravitasi dan Beban Gempa 70 4.4.5.5 Gaya-gaya dalam Kolom Pendukung dengan Kombinasi Pembebanan Service ...................................................................................... 74 4.4.5.6 Gaya-gaya Dalam TB dengan Kombinasi Pembebanan Service .... 81

    4.4.6 Penulangan ............................................................................................. 82 4.4.6.1 Tulangan Longitudinal Balok ......................................................... 82 4.4.6.2 Tulangan Geser Balok..................................................................... 83 4.4.6.3 Tulangan Longitudinal Kolom ........................................................ 84 4.4.6.4 Tulangan Geser Kolom ................................................................... 84 4.4.6.5 Tulangan Longitudinal Dinding Geser (SW) .................................. 85 4.4.6.6 Tulangan Geser Dinding Geser (SW) ............................................. 86

    4.4.7 Diskusi Variasi II (Perbedaan Tinggi TB) ............................................. 86

    BAB 5 Kesimpulan dan Saran ............................................................................88 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 88 5.2 Saran ......................................................................................................... 89

    xi

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1. Kurva Respon Seismik Wilayah Gempa 4 ....................................... 10 Gambar 2.2 Dinding Geser Berangkai .................................................................. 13 Gambar 2.3 Bangunan Sistem Ganda ................................................................... 14 Gambar 2.4 Keruntuhan Diagonal Splitting Failure pada Balok Beton................ 15 Gambar 2.5 Shear Compression Failure .............................................................. 16 Gambar 2.6 Shear Flexure Failure ....................................................................... 16 Gambar 2.7 Retak Lentur Awal ............................................................................ 17 Gambar 2.8 Retak Miring ..................................................................................... 17 Gambar 2.9 Retak Sebelum Kegagalan ................................................................ 17 Gambar 2.10 (a) Sebuah Bagian dari Penampang Balok Prategang, (b) Bagian dari Balok Beton Bertulang .......................................................................................... 18 Gambar 2.11 Balok prategang diatas dua tumpuan .............................................. 19 Gambar 2.12 Kurva Beban-Defleksi Balok Prategang ......................................... 25 Gambar 2.13 Penampang Balok Prestress Simple Span ....................................... 27 Gambar 2.14 (a) Balok Prategang Menerus ; (b) Lendutan yang Terjadi apabila Reaksi di Tengah Bentang Diabaikan ; (c) Reaksi Perletakkan di Tengah Bentang akibat Prestressing ; (d) Defleksi Balok yang Sebenarnya Akibat Prestressing.. 28 Gambar 2.15 (a) Momen Primer Sebagai Hasil Perkalian Gaya Prategang Dengan Eksentrisitas terhadap cgc ; (b) Momen Sekunder Akibat Reaksi di Tengah Bentang ; (c) Momen Total ................................................................................... 29 Gambar 2.16 Lokasi C-line dan cgs line pada Balok Menerus............................. 29

    Gambar 3.1 Denah Struktur Lantai Dasar............................................................. 32 Gambar 3.2 Denah struktur lantai 3 ...................................................................... 32 Gambar 3.3 Denah struktur lantai 4 ...................................................................... 33 Gambar 3.4 Tampak Depan Portal Bangunan....................................................... 33 Gambar 3.5 Bentuk 3D Bangunan ........................................................................ 34 Gambar 3.6 Variasi Jumlah Lantai (4,6, dan 8 lantai) .......................................... 35 Gambar 3.7 Spektrum Respons Gempa Rencana Wilayah 3 ................................ 38 Gambar 3.8 Skema Penelitian ............................................................................... 39 Gambar 3.9 Skema Analisa Struktur..................................................................... 40

    Gambar 4.1 Periode Getar Bangunan Variasi I..................................................... 42 Gambar 4.2 Gaya Geser Tingkat Bangunan Variasi I........................................... 44 Gambar 4.3 Perbandingan Jumlah Beban Vertikal akibat Beban Gravitasi yang Ditransfer TB untuk Ketiga Bangunan ................................................................. 44 Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Beban Vertikal akibat Beban Gempa yang Ditransfer TB untuk Ketiga Bangunan ................................................................. 46 Gambar 4.5 Gaya Geser yang Ditransfer TB untuk Ketiga Jenis Bangunan ........ 47 Gambar 4.6 Displacement uz di Tengah Bentang TB Akibat Beban Gravitasi.... 48 Gambar 4.7 Displacement ux dan uy di Tengah Bentang TB Akibat Beban Gempa ............................................................................................................................... 48 Gambar 4.8 Displacement uz di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan .......................................................................................................... 49

    xii

  • Gambar 4.9 Displacement ux di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan .......................................................................................................... 49 Gambar 4.10 Displacement uy di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan .......................................................................................................... 50 Gambar 4.11 Gaya Aksial Kolom Pendukung C2 dan C6 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan ..................................................................................................... 51 Gambar 4.12 Gaya Aksial Kolom Pendukung C4 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 51 Gambar 4.13 Gaya Geser Kolom Pendukung C2 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 52 Gambar 4.14 Gaya Geser Kolom Pendukung C4 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 52 Gambar 4.15 Gaya Geser Kolom Pendukung C6 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 53 Gambar 4.16 Gaya Aksial Kolom Pendukung C2 dan C6 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ..................................................................................................... 53 Gambar 4.17 Gaya Aksial Kolom Pendukung C4 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 54 Gambar 4.18 Gaya Geser Kolom Pendukung C2 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 54 Gambar 4.19 Gaya Geser Kolom Pendukung C4 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 55 Gambar 4.20 Gaya Geser Kolom Pendukung C6 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 55 Gambar 4.21 Gaya Vertikal yang Ditransfer TB .................................................. 58 Gambar 4.22 Rasio Penulangan Longitudinal Balok ............................................ 60 Gambar 4.23 Rasio Penulangan Geser Balok ....................................................... 61 Gambar 4.24 Rasio Penulangan Longitudinal Kolom .......................................... 61 Gambar 4.25 Rasio Penulangan Geser Kolom...................................................... 62 Gambar 4.26 Rasio Penulangan Longitudinal SW ............................................... 62 Gambar 4.27 Rasio Penulangan Geser SW........................................................... 63 Gambar 4.28 Periode Getar Bangunan 6 Lantai dengan Perbedaan Tinggi TB ... 66 Gambar 4.29 Gaya Geser Tingkat Ketiga Jenis Bangunan Pada Variasi II.......... 67 Gambar 4.30 Perbandingan Jumlah Beban Vertikal akibat Beban Gravitasi yang Ditransfer TB untuk Ketiga Bangunan ................................................................. 68 Gambar 4.31 Perbandingan Jumlah Beban Vertikal akibat Beban Gempa yang Ditransfer TB untuk Ketiga Bangunan ................................................................. 69 Gambar 4.32 Gaya Geser yang Ditransfer TB untuk Ketiga Jenis Bangunan ...... 70 Gambar 4.33 Displacement uz di Tengah Bentang TB Akibat Beban Gravitasi.. 71 Gambar 4.34 Displacement ux dan uy di Tengah Bentang TB Akibat Beban Gempa ................................................................................................................... 71 Gambar 4.35 Displacement uz di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan .......................................................................................................... 72 Gambar 4.36 Displacement ux di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan .......................................................................................................... 73 Gambar 4.37 Displacement uy di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan .......................................................................................................... 73

    xiii

  • Gambar 4.38 Gaya Aksial Kolom Pendukung C2 dan C6 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan ..................................................................................................... 74 Gambar 4.39 Gaya Aksial Kolom Pendukung C4 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 75 Gambar 4.40 Gaya Geser Kolom Pendukung C2 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 75 Gambar 4.41 Gaya Geser Kolom Pendukung C4 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 76 Gambar 4.42 Gaya Geser Kolom Pendukung C2 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 76 Gambar 4.43 Gaya Aksial Kolom Pendukung C2 dan C6 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ..................................................................................................... 77 Gambar 4.44 Gaya Aksial Kolom Pendukung C4 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 77 Gambar 4.45 Gaya Geser Kolom Pendukung C2 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 78 Gambar 4.46 Gaya Geser Kolom Pendukung C4 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 78 Gambar 4.47 Gaya Geser Kolom Pendukung C6 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 79 Gambar 4.48 Gaya Vertikal yang Ditransfer TB .................................................. 81 Gambar 4.49 Perbandingan Tulangan Longitudinal Balok arah x dan arah y Untuk Ketiga Jenis Bangunan .......................................................................................... 83 Gambar 4.50 Perbandingan Tulangan Longitudinal Balok arah x dan arah y Untuk Ketiga Jenis Bangunan .......................................................................................... 84 Gambar 4.51 Perbandingan Tulangan Longitudinal Kolom Untuk Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 84 Gambar 4.52 Perbandingan Tulangan Geser Kolom Untuk Ketiga Jenis Bangunan ............................................................................................................................... 85 Gambar 4.53 Perbandingan Tulangan Longitudinal SW Untuk Ketiga Jenis Bangunan .............................................................................................................. 85 Gambar 4.54 Perbandingan Tulangan Geser SW Untuk Ketiga Jenis Bangunan 86

    xiv

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 2-1 Presentase Total Kehilangan Gaya Prategang ...................................... 23 Tabel 2-2 Tegangan yang Diizinkan pada Komponen Balok Prategang .............. 24 Tabel 3-1 Faktor Keutamaan I pada Bangunan..................................................... 37 Tabel 3-2 Besarnya koefisien untuk menghitung Cv ........................................ 38 Tabel 4-1 Perbandingan Periode Getar Bangunan ................................................ 42 Tabel 4-2 Gaya Geser Dasar Bangunan Variasi I ................................................. 43 Tabel 4-3Rasio Beban Vertikal yang Ditransfer TB terhadap Beban Vertikal Total Seluruh Bangunan ................................................................................................. 45 Tabel 4-4 Rasio Gaya Geser yang Ditransfer dengan Gaya Geser Dasar Bangunan ............................................................................................................................... 47 Tabel 4-5 Rasio Gaya Aksial dan Geser yang Ditransfer Sistem Transfer Terhadap Gaya Geser dan Aksial Total Bangunan ............................................................... 57 Tabel 4-6 Rasio Beban Vertikal yang Ditransfer TB Terhadap Beban Vertikal Seluruh Bangunan ................................................................................................. 58 Tabel 4-7 Tabel Perbandingan Periode Getar Bangunan dengan Variasi Ketinggian TB ....................................................................................................... 65 Tabel 4-8 Perbandingan Gaya Geser Dasar Ketiga Jenis Bangunan .................... 67 Tabel 4-9 Perbandingan Rasio Beban Vertikal yang Ditransfer TB dengan Beban Vertikal Keseluruhan Bangunan ........................................................................... 69 Tabel 4-10 Rasio Gaya Geser yang Ditransfer oleh Sistem Transfer dengan Gaya Geser Dasar Bangunan .......................................................................................... 70 Tabel 4-11 Displacement ux di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan .......................................................................................................... 72 Tabel 4-12 Displacement uy di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan .......................................................................................................... 73 Tabel 4-13 Rasio Perbandingan Gaya Aksial dan Geser pada Sistem Transfer terhadap Gaya Aksial dan Geser Seluruh Bangunan ............................................ 80 Tabel 4-14 Rasio Beban Vertikal yang Ditransfer TB Terhadap Beban Vertikal Seluruh Bangunan ................................................................................................. 81

    xv

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perpindahan penduduk dari desa ke kota disebut dengan urbanisasi.

    Bertambahnya arus urbanisasi akan diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk

    di kota besar sehingga mengakibatkan semakin padatnya pemukiman dan semakin

    terbatasnya lahan yang ada. Selain itu, gradien pertambahan penduduk di kota-

    kota besar selalu bernilai positif sehingga pertambahan penduduk selalu terjadi

    setiap tahunnya.

    Salah satu masalah yang akan timbul apabila pertambahan penduduk

    terus terjadi adalah semakin terbatasnya ruang. Untuk itu, para ahli konstruksi

    mengakalinya dengan membangun ruang ke atas bukan ke samping dalam bentuk

    bangunan bertingkat. Bangunan bertingkat (multi-story building) adalah bangunan

    yang memiliki lebih dari satu tingkat saja.

    Meskipun sepertinya merupakan sebuah solusi yang cukup efektif,

    pembangunan bangunan bertingkat tidak semudah seperti yang direncanakan. Ada

    beberapa penghambat dalam rencana ini, antara lain adanya heritage building atau

    bangunan purbakala yang keberadaannya tidak bisa diganggu gugat. Bangunan

    purbakala ini dilindungi sebagai salah satu simbol atau objek wisata kota yang

    bersangkutan. Dengan adanya bangunan purbakala, bangunan bertingkat yang

    direncanakan tidak bisa dibangun. Oleh karena itu, munculah gagasan untuk

    membangun sebuah bangunan bertingkat di atas bangunan purbakala yang

    bersangkutan, tanpa mengganggu keberadaan bangunan purbakala.

    Pembangunan bangunan bertingkat diatas bangunan purbakala

    menimbulkan tantangan baru, dimana struktur bawah dari bangunan bertingkat

    terhalangi oleh keberadaan bangunan purbakala. Untuk itu, digunakanlah transfer

    beam yang berperan memindahkan gaya-gaya dari struktur atas ke struktur yang

    ada di bawahnya. Ketidakberadaan kolom-kolom bangunan bertingkat diharapkan

    dapat tergantikan perannya oleh balok transfer ini. Metode

    1

  • 2

    inilah yang akan menjadi objek dalam penelitian, dimana balok

    prategang dalam struktur bangunan bertingkat akan diberikan beban gempa.

    1.2 Rumusan Permasalahan

    Penggunaaan balok prategang sebagai transfer beam pada bangunan

    bertingkat diatas bangunan purbakala merupakan suatu bentuk struktur yang

    sangat menarik untuk diteliti. Dengan tujuan membatasi dan mencegah luasnya

    permasalahan yang mungkin timbul, perumusan masalah yang diciptakan ialah :

    a. Bagaimana karakteristik dinamik (pola ragam getar dan periode getar

    bangunan) akibat beban gempa yang bekerja?

    b. Bagaimana respon struktur (displacement dan gaya geser lantai) terhadap

    beban gempa yang bekerja?

    c. Bagaimana kinerja sistem transfer pada balok transfer yang menggunakan

    balok prategang serta kinerja kolom-kolom pendukungnya?

    d. Bagaimana rasio kebutuhan tulangan struktur terhadap variasi yang akan

    dijalankan?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Dengan perumusan seperti yang sudah tertera di atas, tujuan dari

    penelitian ini adalah:

    a. Untuk menjelaskan perilaku struktur (pola ragam getar, periode getar,

    partisipasi massa) akibat beban gempa yang diberikan.

    b. Untuk menjelaskan respon struktur terhadap beban gempa yang diberikan.

    c. Untuk mengetahui kinerja sistem transfer yang terdiri dari balok prategang

    serta kolom pendukung pada struktur.

    d. Untuk mencari rasio (kg/m3) tulangan longitudinal yang dibutuhkan pada

    setiap komponen struktur dan membandingkannya terhadap berbagai variasi

    penelitian.

    1.4 Batasan Penelitian

    Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini ialah :

  • 3

    a. Pembebanan yang dilakukan ialah pembebanan gravitasi dan pembebanan

    gempa.

    b. Variasi yang dilakukan ialah variasi jumlah lantai total dan variasi

    ketinggian balok transfer.

    c. Denah bangunan dibuat simetris dan terdiri dari dua buah persegi berukuran

    18 m x 18 m. Kolom terdapat di setiap jarak 6 m pada gedung.

    d. Ukuran kolom :

    - Kolom baris pertama tempat diletakannya transfer beam : 1200 x

    1200 mm2

    - Kolom baris-baris berikutnya : 800 x 800 mm2

    e. Ukuran balok :

    - Balok induk : 600 x 300 mm2

    - Balok anak : 500 x 250 mm2

    - Balok prategang sebagai transfer beam : 2500 x 1000 mm2

    f. Tebar dinding geser yang digunakan yakni 250 mm. Sistem penahan beban

    lateral berupa sistem ganda.

    g. Metode konstruksi bangunan sama sekali tidak ditinjau. Tahapan-tahapan

    konstruksi serta detailing dari setiap komponen terutama komponen transfer

    beam belum dipertimbangkan.

    h. Kebutuhan tulangan yang dicantumkan merupakan kebutuhan tulangan

    teoritis sesuai dengan yang tertera pada program. Segala hal yang

    menyimpang dari standar bangunan yang berlaku akan diabaikan.

    i. Rasio tulangan longitudinal balok yang diperhitungkan terbatas hanya untuk

    tulangan non-prategang.

    1.5 Sistematika Penulisan

    Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

    BAB I : PENDAHULUAN

    Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan

    penelitian, pembatasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

    BAB II : DASAR TEORI

  • 4

    Bab ini memberikan penjelasan dasar teori penelitian yang akan

    dilakukan berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya

    BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

    Bab ini berisi tentang uraian mengenai prosedur analisa, modelisasi

    struktur, variabel analisa dan prosedur kerja yang dilakukan untuk tugas akhir ini.

    BAB IV : HASIL DAN ANALISA

    Bab ini berisi tentang perbandingan antara hasil-hasil yang didapatkan

    pada bangunan-bangunan yang berada pada variasi I dan II serta analisa terhadap

    hasil tersebut.

    BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

    Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang sudah dibuat

    beserta saran untuk penelitian di masa depan.

    1.6 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis awal penelitian ialah luas tulangan yang didapatkan akan

    semakin sedikit dengan menurunnya jumlah lantai. Karakteristik dinamik struktur

    yang berupa pola ragam getar dan periode getar berubah-ubah dengan perbedaan

    jumlah lantai, semakin sedikit lantai periode getar akan semakin pendek. Semakin

    sedikit lantai, respons dinamik struktur juga akan semakin kecil. Untuk pengaruh

    pertambahan tinggi transfer beam, semakin tinggi transfer beam, akan semakin

    rendah periode getar dan sedikit jumlah tulangan yang dibutuhkan. Hipotesis

    inilah yang akan diklarifikasi dalam penelitian.

  • BAB 2

    DASAR TEORI

    2.1 Perancangan Bangunan Bertingkat Tahan Gempa

    Bagian perancangan bangunan tinggi tahan gempa ini dibagi menjadi

    empat yakni : perancangan bangunan tahan gempa, modelisasi dinamik struktur

    (sistem Multi-Degree-Of-Freedom), analisis getaran bebas dan getaran paksa, dan

    respon spektrum.

    2.1.1 Perancangan Bangunan Tahan Gempa

    Jika bagian dasar bangunan tiba-tiba bergerak, seperti pada kejadian

    gempa bumi, bagian atas bangunan tidak akan merespon secara langsung

    melainkan akan diam terlebih dahulu (lag) oleh karena ketahanan inersia dan

    fleksibilitas bangunan. Tegangan dan distorsi yang dihasilkan pada bangunan

    akan sama dengan jika pada dasar bangunan berada pada kondisi awal ketika gaya

    horizontal yang bervariasi terhadap waktu bekerja pada bagian atas bangunan.

    Gaya tersebut disebut gaya inersia, merupakan hasil perkalian massa struktur

    dengan percepatan tanah akibat gempa. Oleh karena pergerakan tanah akibat

    gempa ditinjau dalam 3D, deformasi struktur pada umumnya juga memiliki

    perilaku 3D (satu horizontal, dua vertikal). Gaya horizontal yang terjadi akibat

    gempa lebih dipertimbangkan dalam perancangan daripada gaya vertikal, karena

    ketahanan terhadap gaya vertikal biasanya sudah dipenuhi oleh desain penahan

    gaya gravitasi.

    Beban gempa adalah beban akibat perpecatan tanah yang menghasilkan

    baik gaya lateral maupun gaya vertikal, namun gaya lateral lebih dipertimbangkan

    dalam perencanaan gedung akibat gempa. Oleh karena itu, dalam gedung harus

    ada sistem penahan gaya lateral yang berupa :

    Sistem Portal : sistem portal menahan gaya gempa dengan sifat lentur

    dari kolom dan balok. Balok, lantai penahan, dan kolom biasanya bertemu pada

    satu titik dan titik itu disebut rigid joints. Selama gempa besar terjadi, lendutan

    per lantai (penyimpangan lantai) dapat ditahan oleh sistem struktur portal dengan

    membentuk sendi-sendi plastis pada balok tanpa membuat kolom roboh. Jenis-

    5

  • 6

    jenis portal seperti ini mampu menahan pembebanan gravitasi sekaligus memiliki

    ketahanan yang cukup terhadap beban lateral ke segala arah.

    Sistem Dinding Geser : bangunan dengan dinding geser biasanya lebih

    kaku dibanding bangunan dengan struktur portal. Lendutan akibat gaya lateral

    biasanya bernilai kecil kecuali rasio tinggi-lebar dari dinding cukup besar

    sehingga menyebabkan masalah guling. Guling (overturning) ini terjadi ketika

    terdapat bukaan yang melebar pada dinding geser atau ketika rasio tinggi-lebar

    dari dinding melebihi nilai 5. Pada beberapa kasus, jika kebutuhan fungsional

    mengijinkan, gaya lateral yang bekerja pada gedung dapat ditahan seluruhnya oleh

    dinding geser. Efek pembebanan gravitasi pada dinding tidaklah signifikan dan

    tidak berpengaruh dalam desain.

    Sistem Kombinasi / sistem ganda : sistem portal dan sistem dinding

    geser dapat digunakan secara bersama-sama dan membentuk sistem kombinasi.

    Ketika portal dan dinding geser berinteraksi, sistem dapat dikatakan sistem

    kombinasi bila portal sendiri mampu menahan 25% gaya geser nominal yang

    terjadi. Sistem kombinasi juga biasa disebut sebagai dual, hybrid, atau sistem

    dinding-portal.

    Sistem penahan gaya lateral akan dibahas pada bagian lain dari bab ini.

    2.1.2 Modelisasi Dinamik Struktur (MDOF)

    Eksitasi dinamik adalah gaya dinamik, berubah terhadap waktu yang

    bekerja pada struktur. Eksitasi dinamik dibagi menjadi dua, yakni eksitasi

    deterministik dan eksitasi non-deterministik. Eksitasi deterministik adalah eksitasi

    yang dapat dideterminasi, beban yang terjadi terus menerus dengan urutan waktu

    tertentu. Berupa gerakan harmonik atau periodik, contohnya getaran akibat mesin

    dan getaran pada jembatan akibat kendaraan yang lewat. Eksitas non-

    deterministik adalah eksitasi yang bebannya terjadi secara acak dan besarannya

    diperoleh dari data riwayat waktu (time history). Contoh eksitasi non-

    deterministik adalah beban gempa.

    Beban gempa yang terjadi pada struktur berupa percepatan tanah Ug(t)

    yang arah dan besarnya tidak beraturan. Persamaan keseimbangan dinamik

    struktur MDOF akibat beban gempa ialah

  • 7

    [M]u + [C]u + [K]u = -[M] Ug(t) (2.1) Dimana

    [M] : matriks massa yang simetris dan bersifat semi-definit positif

    [C] : matriks redaman yang simetris dan bersifat semi-definit positif

    [K] : matriks kekakuan yang bersifat simetris dan definit positif.

    : faktor pengaruh percepatan tanah.

    Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan metode integrasi langsung

    atau numerik antara lain metode Newmark, metode Wilson, dan finite difference.

    Solusi dari persamaan diatas akan memberikan nilai besarnya lendutan yang

    terjadi pada struktur. Untuk bangunan tingkat tinggi, analisis persamaan

    dinamiknya menggunakan teori Multi-Degree-Of-Freedom (MDOF).

    2.1.3 Analisis Getaran Bebas dan Getaran Paksa

    2.1.3.1 Getaran Bebas

    Struktur MDOF yang mengalami getaran bebas adalah struktur yang

    bergetar tanpa adanya eksitasi dinamik. Struktur mampu bergetar karena

    sebelumnya diberikan lendutan/kecepatan awal atau dikatakan struktur diganggu

    dari posisi seimbangnya kemudian dilepas. Persamaan keseimbangan dinamik

    struktur MDOF dengan p(t) = 0 dan tanpa redaman ialah

    [M]u + [K]u = 0 (2.2)

    Dengan solusi dari persamaan diatas ialah

    un(t) = qn(t) n (2.3)

    qn(t) adalah fungsi waktu dari displacement dan n adalah variabel yang

    konstan (tidak berubah terhadap waktu). Fungsi waktu dari displacement

    merupakan fungsi gerakan harmonik sederhana

    qn(t) = An cos n t + Bn sin n t (2.4)

    dimana An dan Bn adalah konstanta integrasi yang dapat diperoleh dari

    kondisi awal yang menimbulkan getaran. Subtitusi persamaan (2.4) ke (2.3)

    menghasilkan

    u(t) = n (An cos n t + Bn sin n t) (2.5)

    bila (2.5) disubtitusi ke (2.2) maka

    [-2mn + kn] qn(t) = 0 (2.6)

  • 8

    untuk menyelesaikan persamaan (2.6), frekuensi alami n dan pola ragam

    getar n harus memenuhi kondisi

    kn = 2mn (2.7)

    atau dapat ditulis juga

    [k-2m] n = 0 (2.8)

    dimana n adalah pola ragam getar dan merupakan nilai eigen dari persamaan,

    adalah frekuensi alami dan vektor eigen dari persamaan. Persamaan diatas

    memiliki solusi trivial jika n = 0 dan tidak akan terjadi karena n = 0 tidak akan

    menghasilkan gerakan. Solusi non-trivial terjadi jika

    det [k-2m] = 0 (2.9)

    persamaan (2.9) dapat diselesaikan menggunakan metode hasil bagi Rayleigh,

    iterasi vektor dengan perubahan, dan metode transformasi (k = 2m) . Pada

    akhirnya, nilai-nilai dan n dapat diketahui.

    Pola ragam getar n adalah sebuah pola getaran yang terjadi untuk tiap-

    tiap mode pada struktur MDOF. Pola ragam getar bersifat orthogonal dimana

    nT M r = 0 jika n r atau n r (2.10)

    dari sifat ortogonalitas pola ragam getar, diketahui bahwa

    Kn = nT K n dan Mn = n

    T M n (2.11)

    Dimana Kn dan Mn masing-masing adalah kekakuan dan

    massa tergeneralisasi untuk mode ke-n. Kn dan Mn digunakan pada analisa pola

    ragam getar untuk struktur MDOF yang terkena getaran paksa.

    2.1.3.2 Getaran Paksa

    Persamaan keseimbangan dinamik untuk struktur MDOF yang

    mengalami getaran paksa (dalam hal ini beban gempa) ialah

    [M]u + [C]u + [K]u = -[M] ug(t) (2.12)

    Dengan adalah vektor pengaruh percepatan tanah. [M] analog dengan

    distribusi spasial s dan ug(t) analog dengan p(t). Oleh karena itu, n dan sn dapat

    dihitung dengan rumus

    n = ; sn = n m n (2.13)

    respons dari persamaan keseimbangan dinamik (2.15) ialah

    un(t) = n n Dn(t) ; fn(t) = sn An(t) (2.14)

  • 9

    An(t) = 2 Dn(t) (2.15)

    Dimana un adalah displacement pada DOF ke-n, fn(t) adalah gaya statik

    ekivalen yang bekerja pada DOF ke-n, dan An(t) adalah respons pseudo-

    acceleration akibat percepatan tanah ug(t), Dn(t) adalah respons pseudo-

    displacement akibat percepatan tanah ug(t). Total displacement yang terjadi ialah

    u(t) = u (t) = n n Dn(t)

    (2.16)

    Suatu struktur MDOF memiliki jumlah pola getar sebanyak DOF yang

    ada pada struktur bersangkutan. Setiap pola getar dikatakan memiliki massa

    masing-masing atau effective modal mass (Mn*) yang bearti massa yang

    digerakkan oleh pola ragam getar ke-n. Effective modal mass dapat dihitung

    dengan rumus :

    dengan

    Mn* = (2.17)

    dimana rasio partisipasi massa (effextive mass ratio) dapat dihitung

    EMR =

    (2.18)

    dan sesuai SNI 03-1726-2003 EMR minimum haruslah 90%.

    Gaya geser dasar pola getar ke-n (Vbn) pada struktur MDOF dapat

    dihitung dengan

    Vbn = Mn* An(t) (2.19)

    dan momen guling pada dasar struktur (Mbn) yakni :

    Mbn = h* Vbn (2.20)

    dimana h* = tinggi efektif pola ragam getar.

    Keseluruhan analisa diatas merupakan analisa respon riwayat waktu atau

    Time History Analysis (THA).

    Menurut SNI 03-1726-2003, gaya geser dasar penjumlahan dari seluruh

    pola ragam getar harus melebihi atau sama dengan 80% gaya geser dasar statik

    atau gaya geser dasar pola ragam getar pertama.

    Vb 0,8 Vb1 = 0,8 V statik (2.21)

    2.1.4 Respons Spektrum

    Analisa respons spektrum adalah suatu analisis respons struktur MDOF

    berdasarkan kurva respons spektrum. Kurva respons spektrum menunjukkan nilai

  • u =

    10

    respon struktur maksimum serta periode getarnya, yang diambil dari analisa

    riwayat waktu (time-history analysis). Kekurangan dari analisa respon spektrum

    ialah kurva respons spektrum tidak menunjukkan kapan terjadinya respons

    maksimum struktur, kurva hanya menunjukkan nilai maksimum respons tersebut.

    Namun analisa respons spektrum lebih banyak digunakan karena ilmu teknik sipil

    lebih concern ke nilai maksimum. Berikut diberikan contoh kurva respon seismik

    bangunan sesuai dengan SNI 03-1726-2002 untuk wilayah gempa 4 :

    Gambar 2.1. Kurva Respon Seismik Wilayah Gempa 4

    Sumber : SNI 03-1726-2002

    Dari persamaan (2.16) diketahui bahwa nilai lendutan yang terjadi adalah

    :

    u(t) = u (t) = n n Dn(t)

    (2.22)

    dalam persamaan ini, lendutan yang dicari masih merupakan fungsi

    waktu u(t) yang nilainya berubah-ubah. Ketika struktur sudah menggunakan kurva

    respons spektrum, nilai respons maksimum dari tiap pola ragam getar dicari

    dengan mem-plot periode getar dari pola getar ke kurva respons spektrum. Nilai

    yang masih berubah-ubah terhadap waktu menjadi satu nilai tetap dan maksimum.

    Oleh karena itu lendutan yang terhitung adalah lendutan maksimum yakni :

    u =

    n n SD

    (2.23)

    dimana spectral displacement (SD) berelasi dengan spectral acceleration

    (SA) dan spectral velocity (SV) menurut :

    SDn = n SVn = n2 SAn (2.24)

  • %

    .

    11

    menjadi

    Nilai gaya geser pola ragam getar ke-n menurut analisa respon spektrum

    Vbn = Mn* . SAn (2.25)

    Dan momen guling yang terjadi adalah

    Mbn = h* Vbn (2.26)

    Lendutan (u), gaya geser dasar (Vbn), dan momen guling (Mbn) yang

    dihitung pada persamaan (2.23), (2.25), dan (2.26) adalah respons maksimum

    struktur pada pola ragam getar ke-n yang dihitung dengan analisa spektrum

    respons (r). Untuk mendapatkan respons maksimum total dari struktur, respons

    maksimum dari tiap pola ragam getar ini dijumlahkan dengan beberapa metode

    yang berbeda. Metode yang lazim digunakan ialah Sum of The Root of Sum

    Squares (SRSS) dan Complete Quadratic Combination (CQC).

    a. SRSS

    SRSS adalah metode penjumlahan yang tidak mempertimbangkan

    hubungan antara pola ragam getar dari suatu struktur bangunan MDOF. SRSS

    cocok digunakan untuk bangunan yang memiliki keberaturan, yang periode getar

    dari tiap pola getarnya terpisah cukup jauh. Ketika dipakai untuk menganalisis

    bangunan tidak beraturan, akurasi metode SRSS jauh berkurang sehingga tidak

    pantas digunakan. Kombinasi metode SRSS dirumuskan dengan

    "

    ro = ! (2.27)

    dimana ro = jumlah respons maksimum total tiap pola getar dan rno =

    respons maksimum pola getar ke-n.

    b. CQC

    CQC adalah metode penjumlahan yang mempertimbangkan hubungan

    antara pola ragam getar dari suatu struktur bangunan MDOF. CQC cocok

    digunakan pada bangunan beraturan maupun bangunan tidak beraturan dengan

    rentang periode getar yang bervariasi. Kombinasi metode CQC dirumuskan

    dengan

    ro = #

    $% !% ! (2.28)

    dimana pin adalah koefisien korelasi yang besarnya

    '( ( )+, )(

    $% = ( -

    )( )/'( .

    (2.29)

  • .

    12

    untuk redaman yang kecil dan

    0'( ( )+, )+, 1/(

    $% = ( - )( )/'( . ( ). )( (2.30)

    untuk redaman yang besar.

    2.2 Sistem Struktur Penahan Beban Gravitasi dan Lateral

    2.2.1 Sistem Penahan Beban Gravitasi

    Sistem penahan beban gravitasi struktur terdiri atas sistem portal (kolom

    dan balok) serta transfer beam. Kolom dan balok serta transfer beam membentuk

    suatu kesatuan struktur 3 dimensi dan menahan beban gravitasi yang terjadi.

    Beban gravitasi berasal dari beban mati berat sendiri struktur dan bekerja pada

    struktur yang bersangkutan.

    2.2.2 Sistem Penahan Beban Lateral

    Sistem penahan beban lateral pada bangunan tinggi umumnya terdiri dari

    : sistem dinding geser, sistem rangka pemikul momen, dan kombinasi dari

    keduanya atau sistem ganda. Untuk bangunan dengan tinggi lebih dari 40 lantai,

    sistem ganda lebih sering digunakan. Pembahasan dari jenis sistem tersebut yakni:

    Sistem Dinding Geser

    Bangunan yang menggunakan dinding geser pada umumnya lebih kaku

    dibanding dengan sistem portal sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya

    deformasi yang berlebihan. Kekuatan yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan

    melakukan detailing pemasangan tulangan transversal dan longitudinal yang tepat

    pada dinding geser.

    Gaya lateral yang dihasilkan dari gempa akan mengakibatkan gaya geser

    dan momen guling pada dinding. Oleh karena pecahan yang besar, gaya geser

    lateral hampir seluruhnya masuk ke dinding struktur atau dinding geser. Gaya

    geser ini akan mengakibatkan deformasi dinding geser dan mengubah bentuk

    dinding geser dari yang tadinya rectangular menjadi parallelogram. Pada ujung

    dinding geser tempat gaya bekerja, ada kecenderungan dinding akan terangkat dan

    ada kecenderungan dinding akan terdorong ke bawah pada ujung yang tidak

    dikenai gaya geser. Kecenderungan ini menimbulkan ketahanan terhadap momen

    guling.

    Sistem Dinding Geser Berangkai

  • 13

    Pada kebanyakan bangunan geser, terdapat pola bukaan untuk

    mengakomodasi kebutuhan akan pintu dan jendela. Beberapa dinding geser yang

    terdapat diantara bukaan-bukaan tersebut dinamakan dinding berangkai. Dinding

    geser berangkai dihubungkan dengan balok yang disebut link beam.

    Gambar 2.2 Dinding Geser Berangkai

    Sumber : Reinforced Concrete Design on Tall Buildings, Bungale S taranath

    Sistem Portal Penahan Momen

    Pada sistem ini, gaya lateral yang terjadi dipikul oleh interaksi antara

    balok dan kolom. Deformasi ditahan sedemikian rupa pada sistem ini dengan

    membuat koneksi rigid antara balok dan kolom. Bangunan tinggi dengan sistem

    portal penahan momen dapat meningkatkan gaya tarik dan gaya tekan secara

    signifikan pada kolom. Agar kolom terlindungi, ACI 318-05 mensyaratkan bahwa

    kekuatan lentur kolom harus 20% lebih besar daripada kekuatan lentur balok pada

    lantai yang sama. Hal ini bertujuan agar ketika struktur telah menjadi plastis,

    sendi plastis terjadi di balok bukan kolom.

    Sistem Ganda

    Pada sistem ini, portal beton bertulang berinteraksi dengan dinding geser

    dan bersama-sama menahan gaya lateral yang terjadi. Oleh karena bentuk

    lendutan pada dinding berbeda dengan lendutan pada portal, dinding akan

    berperilaku seperti kantilever. Portal yang daktail, berinteraksi dengan dinding

    yang kaku dapat menghasilkan besaran disipasi energi yang signifikan dan

    kemampuan mengontrol story drift selama terjadi gempa.

  • 14

    Gambar 2.3 Bangunan Sistem Ganda

    Sumber : Materi Kuliah Struktur Beton Bertulang Lanjut, Steffie Tulimar

    Dalam interaksi antara portal-dinding geser, sebuah struktur dikatakan

    sistem ganda bila portal menahan lebih dari atau sama dengan 25% gaya geser

    nominal yang terjadi. Dalam permodelan, apabila gaya geser pada portal belum

    mencapai 25% maka dinding geser dilepas, portal dikenakan gaya gempa 0,25

    kali gaya gempa nominal dan kemudian didesain portal yang menahan 0,25 gaya

    gempa tersebut.

    2.3 Transfer Beam berupa Balok Prategang

    2.3.1 Transfer beam dan Pola Keruntuhannya

    Transfer beam atau balok transfer adalah adalah balok yang berfungsi

    untuk mendistribusikan gaya-gaya secara lateral, dari struktur atas ke struktur

    yang ada di bawahnya. Oleh karena itu, balok transfer membutuhkan kekuatan

    terhadap lentur dan geser yang sangat kuat. Untuk dapat menciptakan kekuatan

    ini, ketinggian dari penampang balok transfer harus dinaikkan jauh lebih banyak

    dibandingkan balok biasa (Londhe : 2010). Rasio bentang geser / d balok (rasio

    a/d) akan berbeda dengan balok biasa dan membuat mekanisme transfer gaya

    menjadi berbeda.

    Balok transfer juga merupakan komponen horizontal dari sebuah struktur

    yang memindahkan gaya gravitasi yang begitu berat dari lantai atasnya melalui

    mekanisme geser dengan membentuk retak diagonal. Karena retak diagonal sudah

    tercipta, pemahaman konvensional plane remain plane pada analisa balok transfer

  • 15

    sudah tidak berlaku lagi. Selain itu, untuk balok tanpa tulangan web, penambahan

    ukuran penampang justru akan memperkecil kuat geser penampang. Hal ini

    dikenali sebagai size effects.

    Dalam perencanaan balok transfer (transfer beam), sangat penting

    diketahui pula pola keruntuhan (modes of failure) dari balok transfer yang

    digunakan. Pola / mekanisme keruntuhan ini sangat bergantung dari berbagai

    faktor antara lain : rasio tulangan longitudinal, rasio tulangan transversal, rasio

    a/d, dan kuat tekan beton. Beberapa pola keruntuhan balok transfer akibat

    kegagalan geser yang mungkin terjadi ialah :

    Diagonal Splitting Failure

    Pola keruntuhan dimana retak diagonal terbentuk dari titik beban bekerja

    ke titik perletakkan. Retak ini akan menganggu aliran gaya geser horizontal dari

    tulangan longitudinal ke daerah kompresi beton dan perilaku balok akan berubah

    dari beam action menjadi arch action. Pola keruntuhan paling umum ketika

    mekanisme ini terjadi ialah gagalnya pengangkuran diujung tension tie balok.

    Kegagalan ini biasa dialami oleh balok dengan rasio a/d sangat kecil (0-1).

    Gambar 2.4 Keruntuhan Diagonal Splitting Failure pada Balok Beton

    Sumber : Plate Reinforced Concrete Beam : Experimental Work, N.K Subedi : 1997

    Shear-compression Failure

    Kegagalan jenis ini ditandai dengan terjadinya retak miring dan bila tidak

    disediakan tulangan web, maka retak ini akan mengurangi kekuatan zona

    kompresi beton dan kemudian beton akan mengalami kegagalan crushing pada

    zona kompresi di atas retak. Oleh karena retak miring lebih cepat berkembang

    dibanding retak lentur, kegagalan dicapai ketika nilai momen lentur maksimum

  • 16

    belum tercapai. Kegagalan jenis ini biasa dialami oleh balok dengan nilai rasio a/d

    1 2,5.

    Gambar 2.5 Shear Compression Failure

    Sumber : Reinforced Concrete Mechanic and Design 3rd edition, James Mac Gregor

    Shear-flexure Failure

    Kegagalan jenis ini diawali dengan terbentuknya retak lentur di tengah

    bentang kemudian akibat perubahan konsentrasi tegangan di dekat ujung retakan,

    retak kemudian merambat dalam arah miring. Retak flexure-shear tidak dapat

    diprediksi dengan menghitung tegangan utama pada balok. Oleh karena itu,

    persamaan empiris telah diciptakan untuk menghitung beban flexure-shear.

    Kegagalan jenis ini terjadi pada balok dengan rasio a/d 2,5 6.

    Gambar 2.6 Shear Flexure Failure

    Sumber : Reinforced Concrete Mechanic and Design 3rd edition, James Mac Gregor

    Pada balok transfer menerus, Singh dalam makalahnya yang berjudul

    Design of Continous Deep Beams using the Strut and Tie Method menunjukkan

    retak tipikal balok transfer selama pembebanan dalam masa bekerja balok adalah

    sebagai berikut :

  • 17

    Gambar 2.7 Retak Lentur Awal

    Sumber : Design of a Continuous Deep Beam using The Strut and Tie Method, Singh :

    2006

    Gambar 2.8 Retak Miring

    Sumber : Design of a Continuous Deep Beam using The Strut and Tie Method, Singh :

    2006

    Gambar 2.9 Retak Sebelum Kegagalan

    Sumber : Design of a Continuous Deep Beam using The Strut and Tie Method, Singh :

    2006

    2.3.2 Balok Prategang

    Menurut definisi ACI, beton prategang ialah beton yang didalamnya

    mengalami tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa

    sehingga dapat mengimbangi tegangan yang terjadi akibat gaya luar sampai batas

  • 18

    tertentu. Beton prategang adalah beton yang diberikan tegangan sebelum dibebani

    oleh beban kerja. Pada elemen beton bertulang, tegangan ini diberikan dengan

    menarik tulangan atau untaian kawat baja yang terdapat pada tendon yang

    dipasang. Prinsip-prinsip dasar dari beton prategang yakni :

    Konsep pertama : sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan

    yang elastis.

    Konsep ini ialah konsep yang paling sering digunakan oleh kebanyakan

    insinyur dimana beton yang tadinya bersifat getas menjadi bahan yang

    elastis dengan pemberian tegangan awal. Beton yang tidak mampu menahan

    tarikan dan kuat menahan tekan dibuat sedemikian rupa sehingga mampu

    menahan tegangan tarik. Dari konsep ini, lahirlah kriteria tidak ada

    tegangan tarik pada beton. Karena bersifat elastis, distribusi tegangan juga

    akan bersifat linier dan analisa tegangan dapat menggunakan analisa

    tegangan elastis. Namun penerapan konsep ini menjadikan beton prategang

    sangatlah konvensional (tidak mengijinkan adanya tegangan tarik).

    Konsep kedua : sistem prategang dengan kombinasi baja mutu tinggi dan

    beton.

    Konsep yang mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi baja

    mutu tinggi dengan beton dimana baja menahan tarik dan beton menahan

    tekan. Kedua gaya tersebut membentuk kopel untuk melawan momen

    eksternal. Kelebihan pada balok prategang ialah, baja ditarik terlebih dahulu

    sehingga mencapai suatu nilai tertentu di bawah kekuatan maksimalnya.

    Pada beton bertulang biasa, seringkali beton sudah retak terlebih dahulu

    pada saat baja belum mencapai kekuatan penuh. Inilah yang membedakan

    balok prategang dan balok beton bertulang biasa.

    Gambar 2.10 (a) Sebuah Bagian dari Penampang Balok Prategang, (b)

    Bagian dari Balok Beton Bertulang

    Sumber : Design of Prestressed Concrete Structures, T.Y Lin Ned H Burns

  • 19

    Konsep ketiga : sistem prategang untuk menyeimbangkan beban.

    Konsep ini berdasarkan pada pemberian gaya prategang untuk

    menyeimbangkan gaya-gaya yang bekerja pada suatu batang sehingga elemen-

    elemen yang dikenai bending seperti balok dan pelat tidak akan mengalami

    tegangan akibat momen lentur. Konsep ini dikembangkan oleh T.Y Lin dalam

    bukunya yang berjudul Design of Prestressed Concrete Structures. Anggap ada

    sebuah balok diatas dua tumpuan seperti pada gambar berikut :

    Gambar 2.11 Balok prategang diatas dua tumpuan

    Sumber : Design of Prestressed Concrete Structures, T.Y Lin Ned H Burns

    Apabila F = gaya prategang, L = panjang bentang, dan h = tinggi

    parabola, maka gaya terdistibusi secara merata keatas yang terjadi sebagai

    pengganti gaya prategang adalah sebesar

    Wb = 8 F h / L2 (2.31)

    Jika gaya Wb sebagai pengganti gaya prategang mampu mengimbangi

    beban luar yang ada, maka potongan balok hanya akan mengalami tegangan tekan

    seragam f = F / A.

    Konsep Load Balancing Method ini sangat menguntungkan jika struktur

    yang ada merupakan struktur statis tak tentu. Keuntungan bisa didapatkan dari

    mudahnya melakukan perhitungan maupun visualisasi struktur prategang.

    Dalam pelaksanaan struktur balok prategang, tentunya harus

    dipertimbangkan pula kehilangan gaya prategang (loss of prestress) yang dapat

  • (20

    dibagi menjadi dua yakni kehilangan sesaat dan kehilangan bergantung-waktu.

    Berikut penjelasannya :

    Kehilangan sesaat (immediate losses) :

    Perpendekan elastis beton

    Beton akan mengalami perpendekkan pada saat penarikan tendon

    dilakukan. Karena tendon yang melekat pada beton di sekitarnya secara simultan

    juga memendek maka tendon akan kehilangan sebagian dari gaya prategang yang

    dipikulnya. Perlu diketahui bahwa jika hanya ada satu tendon atau jika semua

    tendon ditarik secara bersamaan maka kehilangan gaya prategang akibat

    perpendekan elastis ini tidak akan terjadi. Besarnya kehilangan prategang akibat

    perpendekan elastik beton untuk balok pratarik ialah :

    fpES = n fcs (2.32)

    n = Es / Ec ; fcs =

    dimana :

    -3%

    45

    61 +

    9 ; +

    :(

    < 9

    =

    (2.33)

    (Mpa)

    fpES = kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton

    n = rasio modulus elastis baja dan beton

    fcs = tegangan beton pada level titik berat tendon.

    Untuk balok pasca-tarik, nilai kehilangan prategang yang terjadi ialah

    50% dari yang terhitung pada balok pra-tarik.

    Kehilangan akibat gesekan

    Kehilangan gaya prategang akibat gesekan yang serius biasanya terjadi

    diantara tendon dan bahan-bahan di sekelilingnya. Kehilangan ini terdiri dari dua

    komponen yakni length effect (untuk segmen tendon lurus) dan curvature effect

    (untuk segmen tendon melengkung). Curvature effect terjadi akibat gesekan

    antara tendon dan duct yang mengelilinya, ketika tendon ditarik pada ujung balok.

    Besarnya kehilangan tegangan dapat dihitung dengan rumus :

    f2 = f1 e- (2.34)

    dimana :

    f2 = tegangan akhir (Mpa)

    f1 = tegangan awal (Mpa)

    = koefisien gesek antara strand dengan tendon

  • ?

    21

    = central angle dari setiap segmen tendon.

    Sedangkan length effect atau curvature effect terjadi akibat gesekan

    antara tendon dengan beton yang mengelilinginya. Kehilangan terjadi akibat

    ketidaksempurnaan sepanjang alignment tendon baik dia harped tendons maupun

    draped tendons. Perhitungan kehilangan sama dengan curvature effect :

    f2 = f1 e-K L (2.35)

    dimana :

    f2 = tegangan akhir (Mpa)

    f1 = tegangan awal (Mpa)

    K = koefisien wooble

    L = panjang segmen tendon (m).

    Kehilangan total akibat kedua efek tersebut dapat

    digabungkan menjadi :

    f = - f1 ( + K L) (2.36)

    Kehilangan akibat slip angkur

    Kehilangan akibat slip angkur terjadi pada balok pasca-tarik dimana

    angkur akan menelusup ke dalam beton ketika dilakukan pembajian tendon.

    Kehilangan ini dapat dengan mudah dihilangkan dengan melakukan overstressing

    atau pemberian tegangan yang sedikit dilebihkan pada saat penarikan tendon.

    Pada umumnya, penelusupan angkur ke beton berkisar antara (6,35 mm sampai

    9,53 mm) (Nawy : 1996). Besarnya kehilangan tegangan dapat dihitung dengan

    rumus :

    fpA = @ A$ (2.37)

    dimana :

    fpA = kehilangan prategang akibat slip angkur (Mpa)

    A = besarnya defleksi angkur (mm)

    L = panjang segmen tendon (mm)

    Eps = modulus elastis baja (Mpa)

    Kehilangan Jangka Panjang (Long Term Losses)

    Relaksasi tegangan baja

  • f =

    22

    Tendon stress-relieved mengalami kehilangan pada gaya prategang

    akibat perpanjangan konstan beton terhadap waktu (creep) dan besarnya

    pengurangan gaya bergantung tidak hanya dari durasi gaya prategang yang

    ditahan, melainkan juga rasio antara gaya prategang awal dan kuat leleh baja

    prategang fpi/fpy.

    Besarnya kehilangan prategang akibat relaksasi tegangan baja ialah :

    BCD pRel 6 E

    ; 6FGH% FGI 0,55; N$P (2.38)

    dimana :

    fpRel = kehilangan prategang akibat relaksasi tegangan baja (Mpa)

    t = waktu (jam)

    fpi = tegangan inisial tendon (Mpa)

    fpy = tegangan leleh tendon (Mpa)

    Kehilangan tegangan seperti ini disebut relaksasi tegangan. ACI 318-09

    membatasi tegangan tarik pada tendon prategang adalah sebagai berikut :

    Untuk tegangan akibat gaya pendongkrak tendon, fpj = 0,94 fpy tapi

    lebih kecil daripada yang terkecil antara 0,8 fpu dan nilai maksimum yang

    disarankan pembuat tendon.

    Sesaat setelah transfer gaya prategang, fpi = 0,82 fpy tetapi tidak lebih

    besar dari 0,74 fpu.

    Pada tendon post-tensioned gaya tarik prategang di pengangkuran dan

    perangkai sesaat setelah transfer gaya ialah 0,7 fpu.

    Creep Losses

    Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa terjadi aliran dalam material

    yang dikenai gaya atau tegangan. Aliran lateral atau deformasi ini dinamakan

    rangkak (creep). Kehilangan tegangan akibat rangkak terjadi jika dan hanya jika

    material dikenai sustain loads atau beban tetap. Kehilangan tegangan akibat

    rangkak dapat dicari dengan rumus :

    fpCR = n Kcr (fcs - fcsd) (2.39)

    dimana :

    fpCR = kehilangan prategang akibat creep (Mpa)

    n = rasio antara modulus elastis baja dan beton

    Kcr = 2 untuk balok pratarik dan 1,6 untuk balok pasca-tarik

  • 23

    (Mpa)

    fcs = tegangan beton pada elevasi titik berat tendon sesaat setelah transfer

    fcsd = tegangan beton pada elevasi titik berat tendon akibat beban mati

    tambahan (Mpa).

    Shrinkage Losses

    Seperti halnya rangkak, susut (shrinkage) juga terjadi pada beton oleh

    karena beberapa faktor antara lain proporsi campuran, tipe aggregat, tipe semen,

    waktu curing, dan lain-lain. Pada umumnya, 80% susut terjadi pada tahun pertama

    dari waktu bekerja struktur. Dalam balok prategang pasca-tarik, kehilangan akibat

    susut menjadi sedikit berkurang oleh karena sedikit susut telah terjadi sebelum

    dilakukan penarikan pada tendon. Kehilangan tersebut dapat dirumuskan sebagai

    berikut :

    fpCR = 8,2 x 10-6 KSH EPS (1 0,06 V/S) (100 RH) (2.39)

    dimana :

    fpCR = kehilangan prategang akibat susut (Psi)

    KSH = koefisien yang bergantung pada lamanya waktu perendaman

    EPS = modulus elastic baja prategang (Psi)

    V = volume (in3) ; S = keliling (in)

    RH = relative humidity.

    Jumlah kehilangan gaya prategang secara total dalam presentase

    prategang dapat dinyatakan pada tabel berikut.

    Tabel 2-1 Presentase Total Kehilangan Gaya Prategang

    Pre-tensioned (%) Post-tensioned(%)

    Perpendekan elastis dan lenturan balok

    4 1

    Rangkak beton 6 5

    Susut beton 7 6

    Relaksasi tendon 8 8

    TOTAL 25 20

    Sumber : Design of Prestressed Concrete Structures, T.Y Lin Ned H Burns

    Setelah mengetahui konsep dan adanya kehilangan gaya prategang yang

    terjadi, analisis dan desain penampang prategang dapat dilakukan. Analisis yang

  • 24

    akan dipaparkan adalah analisis penampang untuk menahan lentur. Andaikan ada

    sebuah balok prategang dikenai gaya prategang sebesar F bekerja sejauh

    eksentrisitas e dari titik berat, maka tegangan f yang terjadi di serat atas dan

    bawah penampang ialah :

    f = Q

    + Q 9 I

    (2.40)

    4 4

    dan tegangan akibat beban luar yang menghasilkan momen lentur M

    dihitung dengan teori elastik biasa.

    f = I

    =

    (2.41)

    kombinasi dari persamaan (2.30) dan (2.31) menghasilkan persamaan

    yang menyatakan besarnya tegangan total pada penampang beton prategang yakni

    f = Q

    Q 9 I

    I

    (2.42)

    4 = =

    dimana

    f = tegangan pada serat yang ingin ditinjau (Mpa)

    F = gaya prategang yang terjadi (kN)

    A = luas penampang netto beton (mm2)

    e = eksentrisitas gaya F dari titik berat penampang (mm)

    y = jarak titik yang ingin ditinjau dari titik berat penampang (mm)

    I = momen inersia penampang netto (mm4)

    Dalam analisis, dapat juga dicari solusi pendekatan dengan menggunakan

    penampang bruto beton. Selain itu, analisis dapat dilakukan pada kondisi awal :

    gaya prategang penuh dan gaya-gaya luar belum seluruhnya bekerja balok dan

    kondisi akhir : gaya prategang sudah mengalami kehilangan dan gaya-gaya luar

    sudah bekerja sepenuhnya pada balok.

    Tegangan-tegangan yang terjadi pada komponen struktur prategang

    dibatasi berdasarkan ACI 318M-08 :

    Tabel 2-2 Tegangan yang Diizinkan pada Komponen Balok Prategang

    Tegangan yang Diizinkan

    Baja Akibat gaya Prategang Segera setelah peralihan

    0,8 fpu / 0,9 fy 0,7 fpu

    Beton

    Segera setelah Peralihan Pada beban Kerja

    Tarik Tekan Tarik Tekan

    -0,25 fci -0,6 fci' -0,5 fc -0,45 fc'

  • Q25

    Sumber : Design of Prestressed Concrete Structures, T.Y Lin Ned H Burns

    Setelah dibebani oleh gaya luar, struktur balok prategang akan

    mengalami retak pertama pada serat bawahnya dan dapat dihitung dengan analisa

    tegangan elastis biasa dengan asumsi bahwa retak pertama terjadi ketika tegangan

    di serat bawah mencapai nilai modulus keruntuhan (fr). Berdasarkan persamaan

    (2.33), untuk tegangan di serat bawah, rumus tegangan akan menjadi :

    fr = 4

    Q 9 I

    + =

    Q =

    5S I =

    F: =

    (2.43)

    Mcr = T U + + 4V V

    dimana :

    (2.44)

    Mcr = momen yang mengakibatkan retak pertama pada serat bawah

    struktur (kN m)

    fr = modulus keruntuhan beton (0,7 NW)

    Setelah terjadi retak, apabila beban bertambah terus maka akan

    mengakibatkan bertambahnya defleksi dan pada akhirnya menggagalkan struktur.

    Kurva beban dan defleksi pada sebuah struktur balok prategang dapat dilihat pada

    gambar berikut :

    Gambar 2.12 Kurva Beban-Defleksi Balok Prategang

    Sumber : Materi Kuliah Perancangan Bangunan Tinggi dan Beton Prategang, Sjahril A

    Rahim

    Momen nominal pada balok prategang dapat dihitung dengan rumus :

    Mn = Ap fps (d a/2) (2.45)

  • 26

    dimana :

    Mn = momen nominal balok prategang (kN m)

    Ap = luas tendon (mm2)

    Fps = tegangan tendon pada sesaat sebelum gagal (Mpa) ; dapat dicari

    dengan iterasi, cara grafis, dan persamaan ACI.

    Desain pendahuluan penampang beton prategang untuk menahan lentur

    dapat dibentuk dengan prosedur yang sederhana (Lin:1982). Dalam praktek,

    tinggi penampang balok (h) biasanya sudah diketahui atau dasumsikan demikian

    juga momen total MT pada penampang. Pada beban kerja (serviceability), lengan

    momen untuk gaya-gaya dalam dapat bervariasi antara 0,3 h 0,8 h dengan rata-

    rata 0,65 h. oleh karena itu, gaya prategang yang efektif ialah :

    F = T = MT / 0,65 h (2.46)

    Jika tegangan efektif untuk baja adalah fse, maka luas baja yang

    diperlukan yakni:

    Aps = Q FXY

    =

    E,Z[ \ FXY

    (2.47)

    Gaya prategang total Aps fse sama dengan gaya C pada penampang beton.

    Gaya ini akan menimbulkan tegangan satuan rata-rata pada beton yakni

    ] =

    ^

    4V 4V

    4_X FXY = 4V

    (2.48)

    Tegangan serat rata-rata untuk desain pendahuluan dapat diambil kira-

    kira 50% tegangan maksimum fc, dibawah beban kerja. Hal ini menghasilkan

    4_X FXY = 0,5 NW H ; aW = 4_X FXY

    (2.49)

    4V E,[ FVH

    Pendekatan dalam desain pendahulan ini hanya terdapat pada koefisien

    0,65 dan 0,5. Koefisien-koefisien ini sangat bervariasi, tergantung pada bentuk

    penampang. Namun dengan pengalaman dan pengetahuan yang cukup,

    pendekatan dapat diperbaiki tingkat akurasinya sehingga preliminary design

    mendekati design akhir.

    Balok Prategang Menerus (Continous Prestressed Beams)

    Dalam pelaksanaan struktur bangunan, seringkali diperlukan balok

    prategang yang dipasang berada dalam keadaan menerus atau continous dimana

    satu bentang balok terletak diatas beberapa perletakkan. Hal ini membawa

  • 27

    beberapa kerugian antara lain desain yang tercipta tidak ekonomis karena momen

    sangat bervariasi sepanjang bentang dan terjadinya kehilangan akibat geser yang

    besar karena perbedaan kelengkungan tendon.

    Namun demikian, struktur balok menerus memberikan beberapa

    keuntungan juga antara lain momen pada struktur menerus (struktur statis tak

    tentu) akan lebih kecil dibanding pada struktur satu bentang. Selain itu, alat

    pengangkuran yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit dan hal ini mengakibatkan

    pengurangan biaya penarikan secara signifikan. Defleksi pada struktur juga lebih

    kecil karena nilai momennya yang kecil dan menimbulkan ketahanan terhadap

    beban lateral yang baik pada frame yang kaku.

    Perbedaan paling mendasar dari balok prategang satu bentang dengan

    balok prategang menerus ialah keberadaan reaksi yang menahan defleksi akibat

    prategang (camber) pada struktur menerus. Reaksi ini kemudian menimbulkan

    secondary moment atau momen sekunder pada struktur prategang.

    Jika pada balok satu bentang, beban akibat berat sendiri balok prategang

    tidak diperhitungkan, dan bila balok dikenai gaya prategang eksentrik, maka

    resultan tegangan tekan (C-line) pada potongan penampang akan berhimpit

    dengan titik berat baja prategang seperti ditunjukkan pada gambar berikut :

    Gambar 2.13 Penampang Balok Prestress Simple Span

    Sumber : Design of Prestressed Concrete Structures, T.Y Lin Ned H Burns

    Momen lentur akibat prategang dapat dicari dengan mengalikan gaya

    prategang dan jarak antara cgc dan cgs sepanjang bentang, balok akan berdefleksi

    ke atas akibat prategang (camber) namun tidak ada reaksi eksternal yang

    diciptakan. Pada balok menerus, kondisinya lebih rumit. Momen akibat prategang

    kini akan disebut sebagai momen primer (primary moment) dan akan

    menyebabkan defleksi ke atas seperti pada kasus balok simple span. Namun

  • 28

    defleksi ini ditahan oleh redundant perletakkan, dan reaksi perletakkan dari

    redundant tersebut akan menimbulkan momen sekunder (secondary moment)

    pada balok. Nilai momen total bisa didapatkan dengan menjumlahkan nilai

    momen primer dan momen sekunder.

    Gambar 2.14 (a) Balok Prategang Menerus ; (b) Lendutan yang Terjadi

    apabila Reaksi di Tengah Bentang Diabaikan ; (c) Reaksi Perletakkan di Tengah

    Bentang akibat Prestressing ; (d) Defleksi Balok yang Sebenarnya Akibat

    Prestressing

    Sumber : Design of Prestressed Concrete, Arthur H Nilson

    Dengan bentuk balok seperti pada gambar 2.14, momen akibat

    prestressing akan menjadi :

  • 29

    Gambar 2.15 (a) Momen Primer Sebagai Hasil Perkalian Gaya Prategang

    Dengan Eksentrisitas terhadap cgc ; (b) Momen Sekunder Akibat Reaksi

    di Tengah Bentang ; (c) Momen Total

    Sumber : Design of Prestressed Concrete, Arthur H Nilson

    Pada balok menerus, letak C-line tidak akan berhimpit dengan cgs line

    oleh karena keberadaan momen sekunder dan jarak antara kedua lokasi ini

    ditentukan dengan rumus :

    y = M2 / P (2.50)

    dimana

    y = jarak antara C-line dan cgs line (m)

    M2 = momen sekunder (kN m)

    P = besarnya gaya prategang (kN)

    Gambar 2.16 Lokasi C-line dan cgs line pada Balok Menerus

    Sumber : Design of Prestressed Concrete, Arthur H Nilson

    Dan untuk menganalisa tegangan pada potongan, digunakan nilai e*

    yakni jarak antara C-line dengan cgc line. e* dihitung dengan rumus

  • 30

    e* = MTOTAL / P (2.51)

    dimana

    y = jarak antara C-line dan cgc line (m)

    MTOTAL = momen sekunder (kN m)

    P = besarnya gaya prategang (kN),

    dan tegangan yang terjadi pada serat atas dan bawah potongan pada

    kondisi service ialah (murni akibat prestressing) :

    fatas = 3 9 4

    (1 9 Vb

    :(

    ) (2.52)

    fbawah =

    3 9 4

    (1 +

    9 V(

    :(

    ) (2.52)

  • BAB 3

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Permodelan Struktur

    Struktur yang ditinjau dalam penelitian ini ialah sebuah bangunan

    bertingkat perkantoran yang dibawahnya terdapat bangunan purbakala sehingga

    harus menggunakan transfer beam sebagai pengganti kolom. Nantinya struktur

    akan dianalisis dengan menggunakan program ETABS v9.6.0 Adapun spesifikasi

    dari ukuran struktur ialah :

    Luas : 648 m2

    Panjang : 18 m (jarak antar kolom 6 m)

    Lebar : 36 m (jarak antar kolom 18 m pada baris pertama dan 6 m pada

    baris-baris berikutnya)

    Tinggi : bervariasi antara 4, 6, dan 8 lantai (tiga lantai pertama masing-

    masing berjarak 4 m, lantai-lantai berikutnya 3,6 m)

    Ukuran kolom : 1200 x 1200 mm2 untuk kolom baris pertama dan 800 x 800

    mm2 pada baris-baris berikutnya.

    Ukuran balok induk : 400 x 600 mm2 (bentang 6 m) dan 400 x 900 mm2

    (bentang 12 m)

    Ukuran balok anak : 500 x 250 mm2

    Tebal shear wall : 250 mm

    Ukuran transfer beam : 1000 x 2500 mm2 dan terletak pada lantai 3 baris

    pertama bangunan.

    Berikut dapat dilihat denah dari struktur lantai dasar.

    31

  • 32

    Gambar 3.1 Denah Struktur Lantai Dasar

    Sumber : Hasil Olahan Penulis

    Denah lantai 3 dimana sudah ada transfer beam

    Gambar 3.2 Denah struktur lantai 3

    Sumber : Hasil Olahan Penulis

    Dan berikut adalah denah lantai 4 dimana kolom-kolom sudah terpasang

    di transfer beam

  • 33

    Gambar 3.3 Denah struktur lantai 4

    Sumber : Hasil Olahan Penulis

    Tampak depan portal bangunan adalah sebagai berikut :

    Gambar 3.4 Tampak Depan Portal Bangunan

    Sumber : Elevation View Model dari Program ETABS

    Bentuk 3d dari bangunan dengan 8 lantai adalah sebagai berikut :

  • 34

    Gambar 3.5 Bentuk 3D Bangunan

    Sumber : 3D View Model dari Program ETABS

    Bangunan dalam penelitian akan dianalisis secara 3 dimensi dan

    menggunakan bahan-bahan yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

    Beton

    Kuat tekan fc : 33 Mpa

    Modulus Elastis : 4700 fc = 27000 Mpa

    Berat Jenis Beton : 2400 kg/m3

    Beton untuk Transfer Beam

    Kuat tekan fc : 33 Mpa

    Modulus Elastis : 4700 fc = 27171,78 Mpa

    Berat Jenis Beton : 2400 kg/m3

    Baja tulangan

    Tegangan Leleh : 400 Mpa

    Untaian Kawat Prategang

    Jenis : uncoated seven wire strand low relaxation

    Diameter nominal : 12,7 mm

    Berat nominal : 1,1 kg/m

    UTS : 183,7 Kn

  • 35

    Kuat leleh : 1670 Mpa

    Tegangan maks : 1860 Mpa

    Luas nominal : 98,71 mm2

    Modulus Elastis : 190.000 Mpa

    3.2 Variasi Permodelan

    Dalam penelitian ini, dilakukan dua buah variasi permodelan yang

    dijalankan. Variasi pertama adalah jumlah lantai, dan variasi kedua adalah variasi

    denah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian berikut :

    3.2.1 Variasi Jumlah Lantai

    Variasi pertama yang menjadi objek penelitian adalah variasi jumlah

    lantai. Jumlah lantai diprediksi akan berpengaruh terhadap karakterisitik dan

    respon dinamik dari struktur yang bersangkutan.

    Gambar 3.6 Variasi Jumlah Lantai (4,6, dan 8 lantai)

    Sumber : 3D View Model Program ETABS

    3.2.2 Variasi Tinggi Transfer Beam (TB)

    Variasi kedua sekaligus terakhir yang digunakan dalam penelitian ini

    ialah variasi tinggi transfer beam. Dalam variasi ini, kontrol dilakukan terhadap

    bangunan 6 lantai namun tinggi balok prategang yang digunakan adalah 2000

  • 36

    mm, 1800 mm, dan 1600 mm. Perbedaan tinggi balok prategang (transfer beam)

    diprediksi akan menimbulkan perbedaan pada respon struktur yang ditimbulkan:

    3.3 Pembebanan Struktur

    Pembebanan Struktur Meliputi

    3.3.1 Pembebanan Gravitasi

    Beban Mati

    Berat sendiri struktur beton ( = 24 Kn/m3)

    Mortar dan penutup pelat lantai : 1,1 Kn/m2

    MEP : 0,3 Kn/m2

    Dinding bata : 2,5 Kn/m3

    Partisi dalam : 1 Kn/m2

    Beban hidup

    Lantai perkantoran : 2,5 Kn/m2

    Lantai atap : 1 Kn/m2

    3.3.2 Pembebanan Gempa

    Wilayah gempa

    Gedung perkantoran yang diteliti diasumsikan berada di wilayah Jakarta.

    Bersasarkan SNI 03-1726-2002 mengenai ketahanan bangunan terhadap gempa,

    Jakarta termasuk dalam wilayah gempa ke 3 dan memiliki percepatan puncak

    muka tanah 0,3 g.

    Jenis tanah

    Daya dukung tanah yang ada : tanah lunak.

    Faktor keutamaan bangunan tahan gempa

    Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya

    keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang

    diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu

    Faktor Keutamaan I menurut persamaan :

    I = I1I2 (3.1)

    di mana I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang

    gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama

    umur gedung, sedangkan I2 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda

  • 37

    ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut. Faktor-faktor

    keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan menurut Tabel:

    Tabel 3-1 Faktor Keutamaan I pada Bangunan

    Kategori Gedung

    Faktor keutamaan

    I1 I2 I

    Gedung umum seperti untuk

    penghunian, perniagaan dan

    perkantoran

    1,0

    1,0

    1,0

    Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6

    Gedung penting pasca gempa seperti

    rumah sakit, instalasi air bersih,

    pembangkit tenaga listrik, pusat

    penyelamatan dalam keadaan darurat,

    fasilitas radio dan televisi

    1,4

    1,0

    1,4

    Gedung untuk menyimpan bahan

    berbahaya seperti gas, produk minyak

    bumi, asam, bahan bercun

    1,6

    1,0

    1,6

    Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5

    Sumber : SNI 03-1726-2002

    Untuk bangunan perkantoran seperti gedung dalam penelitian, diambil

    faktor keutamaan I = 1.

    Faktor reduksi R

    Faktor reduksi beban gempa merupakan nilai rasio antara beban gempa

    maksimum akibat pengaruh gempa rencana pada struktur bangunan dengan beban

    gempa nominal pada struktur bangunan daktail. Faktor reduksi gempa bergantung

    pada sistem penahan beban lateral yang digunakan pada bangunan. Untuk gedung

    dalam penelitian, si