Skripsi Pendidikan (144)
-
Upload
safran-hasibuan -
Category
Documents
-
view
637 -
download
2
Transcript of Skripsi Pendidikan (144)
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN
ALAT PELINDUNG TELINGA (EAR PLUG) PADA TENAGA KERJA
BAGIAN PRODUKSI DIVISI PM 6 PT. PURA BARUTAMA KUDUS
TAHUN 2005
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1
Untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
Nama Mahasiswa : Meilany Astining Asih
NIM : 6450401084
Jurusan : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Ilmu Keolahragaan
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh – sungguh urusan yang
lain” (QS. Al Insyirah : 6 – 7)
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini saya persembahkan kepada :
1. Bapak dan Ibu tercinta
2. Adik – adikku tersayang, Endah Fitria Nur Laily
dan Jeffry Nur Muqsith
3. Kekasihku tercinta, Mas Maryadi
4. Keluarga besarku
5. Bapak dan Ibu Dosenku tercinta
6. Sahabatku yang telah memotivasi, Dewi, Unik,
Mbak Ambar, Ninik TW, Anita DP, Cindar,
Azinar, Arif Budiono, Mbak Atik, Yuli, Hendro,
dan anak – anak kost Sunrise tersayang
7. Sahabat – sahabatku mahasiswa Jurusan IKM
FIK UNNES
8. Almamaterku
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas
segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor – faktor yang Berhubungan dengan
Pemakaian Alat Pelindung Telinga (Ear Plug) pada Tenaga Kerja Bagian
Produksi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus Tahun 2005” sebagai syarat
menyelesaikan studi pada Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan juga berkat kerjasama, bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak
Drs. Sutardji, M. S, yang telah memberikan izin penelitian.
2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang, Ibu
dr. Oktia Woro Kasmini Handayani, M. Kes, yang telah membantu dan
memberikan arahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
3. Pembimbing I, Bapak Eram Tunggul. P, SKM. M. Kes, yang telah
memberikan bimbingan, arahan, semangat dan motivasi, dengan penuh
kesabaran dan perhatian demi terselesaikannya skripsi ini.
4. Pembimbing II, Bapak Drs. Bambang Wahyono, yang telah memberikan
bimbingan, arahan, semangat dan motivasi, dengan penuh kesabaran dan
perhatian demi terselesaikannya skripsi ini.
5. Pimpinan Unit Paper Mill (PM) 5 – 6 – 9, Bapak Liong Kiam Yien, yang
telah memberikan izin dan membantu terlaksananya penelitian ini.
6. Pembimbing Lapangan PM 6, Bapak M. Kasmuan, yang telah memberikan
arahan, bimbingan, nasihat dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.
7. Seluruh tenaga kerja bagian produksi PM 6, yang telah menyediakan waktu
untuk pelaksanaan penelitian ini.
8. Bapak, Ibu, dan adik – adikku tercinta, yang telah memberikan do’a, motivasi
dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Mas Maryadi, yang selalu memberikan do’a, nasihat dan selalu menemani
dalam senang maupun susah.
10. Sahabat – sahabatku, Dewi, Unik, Mbak Ambar, Ninik TW, Anita DP, Cindar,
Azinar, Arif Budiono, Mbak Atik, Yuli, Hendro, dan anak – anak kost Sunrise
tersayang, yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi,
memberikan do’a, nasihat, waktu diskusi, pikiran dan semangat.
11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas amal baik dan keikhlasan Bapak, Ibu dan
saudara – saudara sekalian.
Meskipun demikian, penulis tetap menyadari dengan sepenuh hati bahwa
skripsi ini masih ada kekurangannya sehingga masukan dan kritikan yang
membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Akhirnya,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi
penulis pada khususnya.
Semarang, Desember 2005
Penulis
SARI
Meilany Astining Asih. 2005. “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Pemakaian Alat Pelindung Telinga (Ear Plug) Pada Tenaga Kerja Bagian
Produksi Divisi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus Tahun 2005”. Skripsi. Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.
Penggunaan teknologi disamping memberi dampak positif, tidak jarang
mengakibatkan pengaruh buruk terutama apabila tidak dikelola dengan baik.
Mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi dapat menjadi sumber
kebisingan. Maka dengan berkembangnya industri di Indonesia akan
menyebabkan semakin besar jumlah tenaga kerja dalam pekerjaannya selalu
terpapar pada bising yang keras dan berlangsung lama. Tenaga kerja, sebagai
sumber daya manusia yang sangat penting peranannya dalam proses produksi,
perlu memperoleh perlindungan terhadap kemungkinan bahaya kebisingan di
tempat kerja. Pemakaian Alat Pelindung Telinga untuk melindungi telinga dari
paparan kebisingan sebenarnya lebih praktis dalam pelaksanaannya. Akan tetapi
kesukarannya terletak pada tenaga kerja itu sendiri dan hal ini berhubungan erat
dengan faktor manusia. Penelitian ini mengungkap tentang permasalahan tentang
hubungan pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap dan kenyamanan alat
pelindung telinga (ear plug) dengan pemakaian alat pelindung telinga (ear plug)
pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus tahun
2005.
Jenis penelitian adalah bersifat Eksplanatory research (penelitian
penjelasan). Dalam penelitian ini digunakan metode survei, yaitu jenis survei yang
bersifat analitik karena penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan
atau situasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini berjumlah 50 orang, dengan jumlah sampel sebesar 36 orang,
dimana pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sample.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan pemakaian alat pelindung telinga (ear plug),
dimana dengan α = 0,05 didapatkan nilai p = 0,776 (p > 0,05). Tidak ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan pemakaian alat pelindung
telinga (ear plug), dimana dengan α = 0,05 didapatkan nilai p = 0,726 (p > 0,05)
dan OR = 1,462. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan
pemakaian alat pelindung telinga (ear plug), dimana dengan α = 0,05 didapatkan
nilai p = 0,821 (p > 0,05) dan OR = 1,167. Tidak ada hubungan yang signifikan
antara sikap dengan pemakaian alat pelindung telinga (ear plug), dimana dengan
α = 0,05 didapatkan nilai p = 0,735 (p > 0,05) dan OR = 1,257. Ada hubungan
yang signifikan antara kenyamanan dengan pemakaian alat pelindung telinga
(ear plug), dimana dengan α = 0,05 didapatkan nilai p = 0,002 (p < 0,05) dan
OR = 8,000.
Saran yang dapat diberikan yaitu bagian manajemen PT. Pura Barutama
Kudus, perusahaan dapat menyediakan APT (ear plug) dari bahan yang lunak
seperti karet berisi pasta dan plastik berisi pasta, memberikan sanksi yang lebih
ketat pada tenaga kerja yang tidak disiplin dalam memakai APT demi kesehatan
dan keselamatan kerja tenaga kerja, memasang papan peringatan ataupun poster –
poster tentang APT di ruang produksi guna mengingatkan dan menumbuhkan
kesadaran tenaga kerja dalam melindungi diri dari bahaya kebisingan dan untuk
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerjanya.
Kata Kunci : pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap, kenyamanan,
pemakaian alat pelindung telinga (ear plug)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i
SARI ………………………………………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN. ………………………………………….. .. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………………………... v
KATA PENGANTAR …………………………...………………………. vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………… .. viii
DAFTAR TABEL ………………………………………………................ xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………...…….... xiii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….... 1
1.1 Alasan Pemilihan Judul …………..………………………….. 1
1.2 Permasalahan ………………..……………………………….. 6
1.3 Tujuan Penelitian………..……………………………………. 6
1.4 Penegasan Istilah ………………..……………………………. 7
1.5 Kegunaan Hasil Penelitian ……………………..…………….. 11
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ………………………… 12
2.1 Landasan Teori ………………………………………………… 12
2.1.1 Pendidikan ……………………………………………….. 12
2.1.1.1 Pengertian Pendidikan …………………...……………. 12
2.1.1.2 Ruang Lingkup Pendidikan ……………………………. 13
2.1.2 Masa Kerja ……………………………………………….. 14
2.1.3 Pengetahuan ………………………………………………. 15
2.1.4 Sikap ……………………………………………………… 18
2.1.5 Perilaku …………………………………………………… 22
2.1.6 Praktek atau Tindakan (practice) ………………………… 25
2.1.7 Kebisingan ………………………………………………... 26
2.1.8 Alat Pelindung Telinga …………………………………… 32
2.1.9 Umur ……………………………………………………… 38
2.1.10 Pengawasan (controlling) ……………………………….. 39
2.1.11 Kerangka Teori ………………………………………….. 40
2.2 Hipotesis ………………………………………………………. 40
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………. 42
3.1 Populasi Penelitian ……………………………………………… 42
3.2 Sampel Penelitian ……………………………………………….. 42
3.3 Variabel Penelitian ……………………………………………… 43
3.4 Rancangan Penelitian …………………………………………… 43
3.5 Metode Pengumpulan Data …………………………………….. 44
3.6 Prosedur Penelitian ……………………………………………... 45
3.7 Instrumen Penelitian ……………………………………………. 46
3.8 Uji Coba Instrumen ……………………………………………... 48
3.8.1 Validitas atau Kesahihan ………………………………….. 48
3.8.2 Reliabilitas ………………………………………………… 51
3.9 Analisis Data …………………………………………………. .. 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….. 56
4.1 Hasil Penelitian ………………………………………………… 56
4.1.1 Gambaran Umum lokasi Penelitian ……………………. 56
4.1.2 Deskripsi Data………………………………………….. 60
4.1.2.1 Analisis Univariat ……………………………… 60
4.1.2.2 Analisis Bivariat ………………………………. 67
4.1.3 Deskriptif Variabel Penelitian …………………………. 58
4.2 Pembahasan …………………………………………………… 69
4.2.1 Hasil Uji Univariat ……………………………………… 69
4.2.2 Hasil Uji Bivariat ………………………………………. 73
4.3 Kelemahan Penelitian …………………………………………. 78
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………… 79
5.1 Simpulan ……………………………………………………….. 79
5.2 Saran ……………………………………………………………. 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 2 : Surat Rekomendasi Penelitian
Lampiran 3 : Surat Keterangan Menyelesaikan Penelitian
Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 : Lembar Observasi Pemakaian Alat Pelindung Telinga (Ear Plug)
Lampiran 6 : Data Hasil Penelitian
Lampiran 7 : Hasil Analisis Ujicoba Angket Penelitian
Lampiran 8 : Perhitungan Validitas Butir
Lampiran 9 : Perhitungan Reliabilitas Instrumen
Lampiran 10 : Deskripsi Data Responden Berdasarkan Pendidikan
Lampiran 11 : Deskripsi Data Responden Berdasarkan Masa Kerja
Lampiran 12 : Deskripsi Data Responden Berdasarkan Pengetahuan
tentang Alat Pelindung Telinga (Ear Plug)
Lampiran 13 : Deskripsi Data Responden Berdasarkan Sikap Responden
terhadap Alat Pelindung Telinga (Ear Plug)
Lampiran 14 : Deskripsi Data Responden Berdasarkan Kenyamanan
Alat Pelindung Telinga (Ear Plug)
Lampiran 15 : Deskripsi Data Responden Berdasarkan Pemakaian
Alat Pelindung Telinga (Ear Plug)
Lampiran 16 : Analisis Hasil Penelitian
Lampiran 17 : Nilai – nilai r Product Moment
Lampiran 18 : Daftar Nama Responden Bagian Produksi Divisi PM 6
PT. Pura Barutama Kudus
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Asumsi Determinan Perilaku Manusia ……………………… 25
Grafik 1 Data Balai Hiperkes & KK Bandung Thun 2002 …………… 36
Grafik 2 Tingkatan Pendidikan Responden …………………………. 61
Grafik 3 Masa Kerja Responden ……………………………………. 62
Grafik 4 Pengetahuan Responden tentang APT (Ear Plug) ………… 63
Grafik 5 Sikap Responden terhadap APT (Ear Plug) ………………. 64
Grafik 6 Kenyamanan APT (Ear Plug) Responden …………………. 65
Grafik 7 Pemakaian APT (Ear Plug) Responden …………………… 66
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Di berbagai negara termasuk di Indonesia, hampir setiap jenis industri
mempergunakan mesin-mesin yang mutlak penting bagi proses produksi. Proses
di dalam industri jelas memerlukan kegiatan tenaga kerja sebagai unsur dominan
yang mengelola bahan baku atau material, mesin, peralatan dan proses lainnya
yang dilakukan di tempat kerja guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat
bagi masyarakat. Penggunaan teknologi disamping memberi dampak positif, tidak
jarang mengakibatkan pengaruh buruk terutama apabila tidak dikelola dengan
baik. Pembangunan bidang industri di Indonesia akan terus dikembangkan sampai
tingkat industri maju. Mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi dapat
menjadi sumber kebisingan. Maka dengan berkembangnya industri di Indonesia
akan menyebabkan semakin besar jumlah tenaga kerja dalam pekerjaannya selalu
terpapar pada bising yang keras dan berlangsung lama (A. M. Sugeng Budiono,
2003 : 7).
Kebisingan 75 dB untuk 8 jam per hari jika hanya terpapar satu hari saja
pengaruhnya tidak signifikan terhadap kesehatan. Tetapi jika berlangsung setiap
hari terus menerus minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun
maka suatu saat akan melewati batas dimana paparan kebisingan tersebut akan
menyebabkan gangguan pendengaran (Dwi P. Sasongko, 2000 : 20). Badan
kesehatan dunia (WHO) melaporkan tahun 1988 terdapat 8-12% penduduk dunia
menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Angka itu diperkirakan
akan terus meningkat (Anhar Hadian, 2004 : www.w3.org). Di Amerika Serikat
terdapat sekitar 5-6 juta orang yang terancam menderita tuli akibat bising.
Sedangkan Belanda jumlahnya mencapai 200.000-300.000 orang, di Inggris
sekitar 0,2%, di Canada dan Swedia masing-masing sekitar 0,03% dari seluruh
populasi. Di Indonesia diperkirakan sedikitnya satu juta pekerja terancam bising
dan akan terus meningkat (A. M. Sugeng Budiono, 1992 : 329).
Kita yakini bahwa belum ada satu perusahaan pun yang dapat
mengoperasikan faktor produksi tanpa memanfaatkan tenaga kerja. Bahkan ada
semacam kecenderungan, makin besar perusahaan dari segi kuantitas dan kualitas,
makin besar jumlah kebutuhan akan tenaga kerja. Meskipun telah ditemukan
teknologi baru berupa mesin-mesin otomatis dan komputerisasi berupa perangkat
keras maupun perangkat lunak, tetapi bagi sebagian besar perusahaan belum dapat
melaksanakan kegiatannya tanpa adanya tenaga kerja. Justru dengan semakin
modernnya peralatan produksi (mesin-mesin), kebutuhan tenaga kerja yang
profesional juga makin meningkat (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003 : 198).
Tenaga kerja, sebagai sumber daya manusia yang sangat penting
peranannya dalam proses produksi, perlu memperoleh perlindungan terhadap
kemungkinan bahaya kebisingan di tempat kerja. Ketulian akibat bising
merupakan cacat yang bersifat menetap (irreversible), sehingga meskipun
kelainan tersebut dikategorikan sebagai kecelakaan kerja yang berhak
memperoleh kompensasi, upaya terbaik adalah mencegah agar tidak terjadi
kerusakan pendengaran (A. M. Sugeng Budiono, 2003 : 295).
Berkaitan dengan upaya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja,
penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan salah satu upaya dalam pengendalian
kebisingan tempat kerja sebagai pelengkap pengendalian teknis maupun
pengendalian administratif. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, khususnya pasal 9, 12 dan 14, yang mengatur penyediaan dan
penggunaan Alat Pelindung Diri di tempat kerja, baik bagi pengusaha maupun
bagi tenaga kerja (A. M. Sugeng Budiono, 2003 : 329). Salah satu bentuk APD
untuk pengendalian kebisingan adalah Alat Pelindung Telinga (APT) yang terdiri
dari berbagai macam bentuk. Namun sebagian tenaga kerja merasa kurang
nyaman dalam menggunakan APT. Perasaan maupun keluhan yang dirasakan
memberikan respon yang berbeda-beda. Perasaan tidak nyaman (risih, panas,
berat, terganggu) yang timbul pada saat menggunakan APT akan mengakibatkan
keengganan tenaga kerja menggunakannya.
Pemakaian APT untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan
sebenarnya lebih praktis dalam pelaksanaannya. Akan tetapi kesukarannya
terletak pada tenaga kerja itu sendiri dan hal ini berhubungan erat dengan faktor
manusia (Dep. Kes. RI, 2003 : M-1, 42). Selain itu, aspek perilaku pekerja yang
terkait dengan kedisiplinan penggunaan alat sesuai prosedur dan aspek
pengawasan dari pihak manajemen untuk memaksa para pekerja untuk mematuhi
prosedur operasi standar yang ditetapkan untuk melindungi para pekerja dari
gangguan kebisingan (Dwi. P. Sasongko, 2000 : 81).
Sebuah perusahaan pasti akan memberikan patokan minimal tingkat
pendidikan tenaga kerja yang dimilikinya. Pendidikan tenaga kerja akan
mencerminkan nilai tambah tenaga kerja yang bersangkutan, terutama yang
berhubungan dengan meningkatnya dan berkembangnya pengetahuan dan
ketrampilan tenaga kerja yang bersangkutan (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003 :
198). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan, akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 :121).
Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatief.
Akan memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa
kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya
akan memberikan pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja
maka akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja (M. A. Tulus, 1992 : 121).
Sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal,
yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat
berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam
masyarakat, hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam
masyarakat. semuanya ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri
seseorang. Reaksi yang dapat diberikan individu terhadap objek sikap dapat
bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif (Bimo Walgito, 2003 : 116).
Sikap bersifat dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan dikarenakan
interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya (Sugeng Hariyadi, 2003 : 89).
Dengan mengetahui sikap seseorang orang dapat menduga bagaimana respons
atau perilaku yang akan diambil oleh orang yang bersangkutan, terhadap sesuatu
masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya (Bimo Walgito, 2001 : 105).
Setiap perusahaan pasti memiliki peraturan yang mengatur tentang
prosedur atau petunjuk kerja bagi tenaga kerja. Sedangkan pengawasan dilakukan
untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan
mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan (Siswanto
Sastrohadiwiryo, 2003 : 62).
PT. Pura Barutama Kudus merupakan perusahaan manufaktur yang
memproduksi kertas. Industri kertas ini merupakan suatu industri yang
mempunyai hubungan emosional dengan lingkungan sekitarnya, terutama dengan
tenaga kerja. PT. Pura Barutama terbagi menjadi 5 kawasan produksi yang
dibedakan berdasarkan produk yang dihasilkannya. Dalam pelaksanaan produksi,
PT. Pura Barutama melakukan pembagian jadwal kerja harian dan shift. Jadwal
kerja harian untuk bagian administrasi, kepala bagian dan manager mulai hari
senin sampai sabtu dengan jam istirahat yang telah ditentukan pada tiap harinya.
Sedangkan jadwal shift yang berlaku bagi tenaga kerja produksi adalah : Shift I
bekerja dari jam 06.30-14.30 WIB, Shift II bekerja dari jam 14.30-22.30 WIB,
dan Shift III bekerja dari jam 22.30-06.30 WIB. Jadwal shift bagi tenaga kerja
produksi ini dilakukan rotasi shift setiap minggunya.
Divisi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus memproduksi kertas single layer
yang digunakan untuk lapisan luar kardus. Pada proses produksi di PT. Pura
Barutama Divisi PM 6, tenaga kerja berhubungan langsung dengan mesin-mesin
produksi. Berdasarkan data pengukuran kebisingan yang dilakukan oleh Hiperkes
pada tanggal 5 April 2005, menunjukkan bahwa intensitas kebisingan pada mesin
PM 6 sebesar 89,89 dB (A).
Pada Divisi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus, setiap tenaga kerja bagian
produksi telah mendapatkan APT (ear plug). Tetapi, mereka belum menggunakan
atau memakai APT (ear plug) tersebut secara maksimal.
Berdasarkan alasan tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat
pelindung telinga (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT.
Pura Barutama Kudus Tahun 2005”
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dapat dibuat
rumusan masalah sebagai berikut :
Faktor – faktor apa yang berhubungan dengan pemakaian alat pelindung
telinga (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT. Pura
Barutama Kudus Tahun 2005 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemakaian alat pelindung telinga (ear plug) pada tenaga kerja bagian
produksi Divisi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus tahun 2005.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan pemakaian Alat
Pelindung Telinga (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi
PM 6 PT. Pura Barutama Kudus.
1.3.2.2 Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan pemakaian Alat
Pelindung Telinga (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi
PM 6 PT. Pura Barutama Kudus.
1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan pemakaian Alat
Pelindung Telinga (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM
6 PT. Pura Barutama Kudus.
1.3.2.4 Untuk mengetahui hubungan sikap dengan pemakaian Alat Pelindung
Telinga (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT.
Pura Barutama Kudus.
1.3.2.5 Untuk mengetahui hubungan kenyamanan APT dengan pemakaian Alat
Pelindung Telinga (ear plug)pada tenaga kerja bagian produksi Divisi
PM 6 PT. Pura Barutama Kudus.
1.4 Penegasan Istilah
Pemahaman terhadap suatu permasalahan antara satu orang dengan orang
lain seringkali berbeda. Pentingnya peneliti menegaskan istilah-istilah dalam
penelitian ini adalah agar dapat diperoleh kesamaan pemahaman dan untuk
menghindari terjadinya salah tafsir.
1.4.1 Faktor – faktor
Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, faktor
adalah sesuatu hal (keadaan, peristiwa, dsb) yang ikut menyebabkan
(mempengaruhi) terjadinya sesuatu (Poerwadarminta, 1986 : 279).
Faktor-faktor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang ikut
menyebabkan (mempengaruhi) pemakaian alat pelindung telinga (ear plug),
yaitu :
1.4.1.1 Pendidikan
Daoed Joesoef menegaskan bahwa pengertian pendidikan
mengandung dua aspek yakni sebagai proses dan sebagai hasil/produk. Yang
dimaksud dengan proses adalah : proses bantuan, pertolongan, bimbingan,
pengajaran, pelatihan. Sedangkan yang dimaksud dengan hasil/produk adalah :
manusia dewasa, susila, bertanggung jawab dan mandiri (Achmad Munib, dkk,
2004 : 33). Pendidikan terbagi dalam ruang lingkup yang meliputi pendidikan
formal, informal dan nonformal.
Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal
terakhir yang ditempuh tenaga kerja.
1.4.1.2 Masa kerja
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja
di suatu tempat (M. A. Tulus, 1992 : 121).
Masa kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya tenaga
kerja bekerja di tempat yang bising.
1.4.1.3 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Soekidjo Notoatmodjo,
2003 : 121).
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan
tenaga kerja untuk mengetahui pengertian, manfaat, syarat, dan bahan pembuat
alat pelindung telinga (ear plug).
1.4.1.4 Sikap
Newcomb dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003 : 124), menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Menurut Hurlocks (1976 : 279) dalam Sugeng
Hariyadi (2003 : 89), sebagai suatu reaksi maka sikap berhubungan dengan dua
hal yaitu suka, setuju yang membawa pada sikap positif (favourabel) dan tidak
suka, tidak setuju atau sikap negatif (unfavourabel).
Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah reaksi tenaga kerja
terhadap pemakaian alat pelindung telinga (ear plug), yaitu suka, setuju yang
membawa pada sikap positif dan tidak suka, tidak setuju atau sikap negatif.
1.4.1.5 Kenyamanan Alat Pelindung Telinga
Kenyamanan adalah suasana hati yang dipengaruhi oleh faktor fisik,
kebersihan, kenikmatan dan privasi. Kenyamanan juga dipengaruhi oleh
keyakinan suatu hal (D. J. Wijono, 1998 : 55).
Kenyamanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suasana hati dan
keyakinan serta keluhan yang dirasakan dalam pemakaian alat pelindung telinga
(ear plug).
1.4.2 Hubungan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, hubungan diartikan sebagai
keadaan berhubungan atau dihubungkan (Poerwadarminta, 1986 : 362).
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hubungan
dalam penelitian ini adalah keadaan berhubungan atau dihubungkan antara
pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap, dan kenyamanan APT (ear plug)
dengan pemakaian alat pelindung telinga (ear plug).
1.4.3 Alat Pelindung Telinga
Alat Pelindung Telinga merupakan salah satu bentuk Alat Pelindung Diri
yang digunakan untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan (A. M. Sugeng
Budiono,1992 : 297). Alat pelindung telinga yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah ear plug (sumbat telinga), yaitu alat pelindung telinga yang dipasang
langsung ke saluran telinga.
Pemakaian alat pelindung telinga (ear plug) adalah tindakan tenaga kerja
dalam memakai alat pelindung telinga (ear plug) selama bekerja.
1.4.4 Tenaga Kerja bagian Produksi
Dalam UU RI No. 13 tahun 2003 pasal 1, tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Tenaga kerja bagian produksi adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang/jasa dimana melibatkan mesin/peralatan
produksi, perlengkapan kerja dan benda/material lain yang berhubungan dengan
kegiatan produksi.
1.4.5 Divisi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus
Divisi Paper Mill yang memproduksi kertas single layer, yang terletak di
kawasan IV PT. Pura Barutama Kudus.
1.5 Kegunaan Hasil Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1.5.1 Manfaat bagi PT. Pura Barutama Kudus
1.5.1.1 Sebagai data yang dapat dipergunakan sebagai informasi untuk
pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kebijaksanaan.
1.5.1.2 Sebagai masukan bagi perusahaan tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemakaian alat pelindung telinga.
1.5.1.3 Sebagai masukan bagi pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan
kerja pada perusahaan tersebut.
1.5.2 Manfaat bagi peneliti
Untuk menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemakaian alat pelindung telinga pada tenaga kerja bagian
produksi Divisi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus.
1.5.3 Manfaat bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Khusus bagi peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, peneliti dapat
menambah referensi pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemakaian alat pelindung telinga.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pendidikan
2.1.1.1 Pengertian Pendidikan
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya
upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),
pikiran (intelek), dan tubuh anak (Achmad Munib, dkk, 2004 : 32).
Secara konseptual pendidikan adalah segala sesuatu untuk membina
kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia, jasmaniah, dan rohaniah
yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah, untuk
pembangunan persatuan dan masyarakat adil dan makmur dan selalu ada dalam
keseimbangan (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003 : 200).
Dictionary of education dalam buku Achmad Munib, dkk (2004)
menyatakan bahwa pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan
kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat
tempat ia hidup, proses sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan
yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia
dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan
kemampuan individu yang optimal (Achmad Munib, dkk, 2004 : 33).
Daoed Joesoef menegaskan bahwa pengertian pendidikan mengandung
dua aspek yakni sebagai proses dan sebagai hasil/produk. Yang dimaksud dengan
proses adalah : proses bantuan, pertolongan, bimbingan, pengajaran, pelatihan.
Sedangkan yang dimaksud dengan hasil/produk adalah : manusia dewasa, susila,
bertanggung jawab dan mandiri (Achmad Munib, dkk, 2004 : 33).
2.1.1.2 Ruang Lingkup Pendidikan
Dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN menyatakan
bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam
lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. karena itu pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan terbagi dalam ruang lingkup yang meliputi pendidikan formal,
informal dan nonformal.
1) Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk atau
organisasi tertentu, seperti terdapat di sekolah atau universitas. Adanya organisasi
yang ketat dan nyata, misalnya tentang adanya penjenjangan, cara atau metode
mengajar di sekolah juga formal, penerimaan murid,dll (Kunaryo hadikusumo,
1996 : 26).
2) Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah
dalam lingkungan keluarga. pendidikan ini berlangsung tanpa organisasi, yakni
tanpa orang tertentu yang diangkat atau ditunjuk sebagai pendidik, tanpa suatu
program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, tanpa evaluasi
yang formal berbentuk ujian (Kunaryo Hadikusumo, 1996 : 25).
3) Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal meliputi berbagai usaha khusus yang
diselenggarakan secara terorganisir agar terutama generasi muda dan juga orang
dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan
mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan
keterampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga masyarakat yang
produktif (Kunaryo Hadikusumo, 1996 : 28).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 1989 pasal 12
ayat (1) tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa jenjang pendidikan
yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, menengah
dan pendidikan tinggi.
2.1.2 Masa Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan : 2001) bahwa masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja
(pada suatu kantor, badan, dsb).
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu
bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif
maupun negatif. Akan memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan
semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam
melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila
dengan semakin lamanya masa kerja maka akan timbul kebiasaan pada tenaga
kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat monoton dan
berulang-ulang.
Masa kerja dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Masa kerja baru : < 6 tahun
2. Masa kerja sedang : 6 – 10 tahun
3. Masa kerja lama : > 10 tahun
(M. A. Tulus, 1992 : 121)
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masa kerja dapat
berpengaruh positif dan negatif. Adapun yang mempengaruhi hal positif adalah
seorang pekerja akan semakin terampil dalam melakukan pekerjaannya,
sedangkan yang berpengaruh negatif bagi seorang pekerja adalah semakin lama
terpapar bising lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kesehatannya
terutama kemampuan pendengarannya.
2.1.3 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Soekidjo Notoatmodjo,
2003 : 121).
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan yaitu :
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 :
121).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan criteria-kriteria
yang telah ada.
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, kemudian mengadakan
penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau
disikapinya / dinilai baik (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 130).
2.1.4 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek.
Newcomb dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003 : 124), menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih
merupakan reaksi yang tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka dan merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek.
Menurut Hurlock dalam Sugeng Hariyadi (2003 : 89), secara operasional
sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan
respon atau reaksi dari sikapnya terhadap objek tertentu, baik yang berupa orang,
peristiwa, situasi dan lain sebagainya. Sikap tidak identik dengan respon dalam
bentuk perilaku. Sebagai suatu respon sikap hanya akan timbul apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individu.
Sebagai suatu reaksi maka sikap berhubungan dengan dua hal yaitu suka, setuju
yang membawa pada sikap positif (favourable) dan tidak suka, tidak setuju atau
sikap negatif (unfavourable). Sikap bersifat dinamis dan terbuka terhadap
kemungkinan perubahan dikarenakan interaksi individu dengan lingkungan
sekitarnya.
Sedangkan menurut Bimo Walgito (2001 : 109), sikap itu merupakan
organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif
ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang
tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang
dipilihnya.
Sikap mengandung 3 komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu
komponen kognitif (komponen perceptual), komponen afektif (komponen
emosional) dan komponen konatif / komponen perilaku atau action component
(Bimo Walgito, 2001 : 110).
1) Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
2) Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan
dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang
merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang
negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif atau negatif.
3) Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu
komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek
sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar
kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek
sikap.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai
tingkatan, yaitu menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab
(Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 126).
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal,
yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat
berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam
masyarakat, hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam
masyarakat. semuanya ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri
seseorang. Reaksi yang dapat diberikan individu terhadap objek sikap dapat
bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif (Bimo Walgito, 2001 : 116).
Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat
kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek
tertentu (Sarlito Wirawan Sarwono, 2000 : 94).
Untuk membedakannya dari aspek-aspek psikis yang lain (seperti motif,
kebiasaan, pengetahuan,dll) perlu dikemukakan ciri-ciri sikap yaitu terdapat
hubungan subyek, tidak dibawa sejak lahir, dipelajari, tersangkut faktor motivasi
dan perasaan, tidak hilang dan sangat bermacam – macam (Sarlito Wirawan
Sarwono, 2000 : 95).
1) Dalam sikap selalu terdapat hubungan subyek-obyek. Tidak ada sikap yang
tanpa obyek.
2) Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui
pengalaman-pengalaman.
3) Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan
keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saat-saat yang
berbeda-beda.
4) Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan.
5) Sikap tidak hilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi.
6) Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacam-macam
sesuai dengan banyaknya obyek yang dapat menjadi perhatian orang yang
bersangkutan.
Sikap merupakan penentu penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada
pada seseorang akan memberikan gambaran corak tingkah laku seseorang.
Dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana
respon atau tindakan yang akan diambil oleh orang tersebut terhadap suatu
masalah atau keadaan yang dihadapinya. Jadi dalam kondisi wajar-ideal gambaran
kemungkinan tindakan atau tingkah laku yang akan diambil sebagai respon
terhadap suatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya dapat diketahui
dari sikapnya (Sugeng Hariyadi, 2003 : 90).
Sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat macam cara, yaitu
adopsi, diferensiasi, integrasi dan trauma (Sarlito Wirawan Sarwono, 2000 : 96).
1) Adopsi
Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan
terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu
dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2) Diferensiasi
Dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan
dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis,
sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap obyek tersebut
dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3) Integrasi
Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai
pengalaman yang berhubungan satu hal tertentu, sehingga akhirnya terbentuk
sikap mengenai hal terebut.
4) Trauma
Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan
terbentuknya sikap.
2.1.5 Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Menurut Skiner, seorang ahli psikologi, yang dikutip oleh Soekidjo
Notoatmodjo (2003 : 114), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku
ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau
Stimulus-Organisme-Respons. Skiner membedakan adanya 2 respons yaitu :
1. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena
memperkuat respons.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.
Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan / kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang
penerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu :
1. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya (Soekidjo Notoatmodjo,
2003 : 120).
Menurut Lawrence Green, faktor utama yang mempengaruhi perilaku
manusia adalah :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Asumsi determinan perilaku manusia dapat dilihat dari gambar berikut :
Gambar 1
Asumsi determinan perilaku manusia
(Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 164)
2.1.6 Praktek atau Tindakan (practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang
diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice)
kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior).
Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru
itu melalui proses perubahan : pengetahuan (knowledge) – sikap (attitude) –
praktek (practice) atau “KAP” (PSP). Beberapa penelitian telah membuktikan hal
itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak
selalu seperti teori – teori di atas (K – A – P), bahkan di dalam praktek sehari-hari
terjadi sebaliknya. Artinya, seseorang telah berperilaku positif, meskipun
pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 130).
Pengalaman
Keyakinan
Fasilitas
Sosio-Budaya
Pengetahuan
Persepsi
Sikap
Keinginan
Kehendak
Motivasi
Niat
Perilaku
2.1.7 Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai
dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menyebabkan gangguan terhadap
kenyamanan dan kesehatan manusia (Dwi P. Sasongko, 2000 : 1). Pada pasal 1
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MENLH/11/1996
diuraikan definisi dari kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha
atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang
bergetar. Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh
getaran-getaran melalui media elastis.
Ada 2 hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan
intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Hertz, Hz),
telinga manusia mampu mendengar frekuensi antara 16-20.000 Hz. Intensitas atau
arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang
disebut desibel (dB).
Sumber kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam :
1. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan akibat aktifitas mesin.
2. Vibrasi
Kebisingan yang ditimbulkan akibat getaran dari aktifitas peralatan kerja.
3. Pressure-reducing valve (pergerakan udara, gas dan cairan)
Kebisingan yang ditimbulkan akibat pergerakan dari udara, gas, liquid /
cairan dalam kegiatan proses kerja industri (Sjahrul M. Nasri, 1997 : 10).
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan adalah sebagai berikut :
1. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state,
wide band noise),misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar, dll.
2. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,
narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas, dll.
3. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara kapal
terbang di lapangan udara.
4. Kebisingan impulsif (impact of impulsive noise), seperti pukulan tukul,
tembakan bedil atau meriam, ledakan.
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan
(Suma’mur P. K, 1996 : 58).
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah intensitas kebisingan
dimana manusia masih sanggup menerima tanpa menunjukkan gejala sakit akibat
bising, atau seseorang tidak menunjukkan kelainan pada pemaparan atau
pemajanan kebisingan tersebut dalam waktu 8 jam per hari atau 40 jam per
minggu (A.M. Sugeng Budiono, 1992 : 295). NAB untuk kebisingan di tempat
kerja adalah 85 dB(A) artinya tenaga kerja akan tetap aman bila terpapar
kebisingan pada 85 dB(A) selama 8 jam per hari dan 40 jam seminggu.
Sedangkan NAB untuk pemajanan terhadap kebisingan berdasarkan Standar
American Conference Government of Industrial Hygiene (ACGIH) adalah sebagai
berikut :
Tabel 1
NAB untuk pemajanan terhadap kebisingan berdasarkan Standar American
Conference Government of Industrial Hygiene (ACGIH)
Satuan Waktu Lama Pemaparan / hari dBA
Jam
24
16
8
4
2
1
80
82
85
88
91
94
Menit
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94
97
100
103
106
109
112
Detik
28,12
14,06
7,03
3,75
1,78
0,88
0,44
0,22
0,11
115
118
121
124
127
130
133
136
139
Di tempat kerja, tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat
merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan.
gangguan yang ditimbulkan akibat kebisingan pada tenaga kerja bermacam-
macam, mulai dari gangguan fisiologis dan gangguan psikologis sampai pada
gangguan permanen seperti kehilangan pendengaran. Efek atau gangguan
kebisingan dapat dibagi menjadi 2 (A. Siswanto, 1990 : 22), yaitu :
2.1.7.1 Gangguan pada indera pendengaran (Auditory Effect)
Gangguan kebisingan pada indera pendengaran adalah sebagai berikut :
1) Trauma Akustik
Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan
tunggal (single exposure) terhadap intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan
terjadi secara tiba-tiba. Sebagai contoh gangguan pendengaran atau ketulian yang
disebabkan oleh suara ledakan bom. Hal ini dapat menyebabkan robeknya
membrana tympani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran.
2) Temporary Threshold Shift (TTS) atau Kurang Pendengaran Akibat Bising
Sementara (KPABS)
Adalah efek jangka pendek dari pemaparan bising, berupa kenaikan
ambang pendengaran sementara, yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan
terhadap bising akan kembali seperti semula. Faktor yang mempengaruhi
terjadinya TTS adalah Intensitas dan frekuensi bising, lama waktu pemaparan dan
lama waktu istirahat dari pemaparan, tipe bising, dan kepekaan individual.
Apabila TTS terjadi secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang
lama maka akan berubah menjadi kerusakan yang tetap (PTS).
3) Permanent Threshold Shift (PTS) atau Kurang Pendengaran Akibat Bising
Tetap (KPABT)
Adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversibel, sehingga
tidak mungkin terjadi pemulihan. Ini dapat diakibatkan oleh efek kumulatif
pemaparan terhadap bising yang berulang selama bertahun-tahun.
2.1.7.2 Gangguan bukan pada indera pendengaran (Non Auditory Effect)
Gangguan kebisingan bukan pada indera pendengaran antara lain :
1) Gangguan perasaan
Menjadi mudah tersinggung, mudah marah
2) Gangguan pembicaraan atau komunikasi
Bilamana seseorang berbicara disuatu ruang yang bising, maka suara
orang teersebut akan sulit ditangkap atau dimengerti oleh pendengarnya, bahkan
mungkin terjadi kesalahan. Maka pembicaraan tersebut tidak jarang harus
berteriak atau mendekat pada lawan bicaranya.
3) Gangguan tidur
Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari
keadaan terjaga sampai tidur lelap. Kebisingan dapat menyebabkan gangguan
dalam bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain motivasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan,
fluktuasi kebisingan dan umur manusia.
4) Gangguan pelaksanaan tugas
Kebisingan mengganggu perhatian yang perlu terus menerus dicurahkan.
Maka dari itu, tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan
terhadap satu proses produksi atau hasil dapat melakukan kesalahan-kesalahan,
akibat dari terganggunya konsentrasi. Kebisingan juga berakibat meningkatkan
kelelahan.
5) Gangguan faal tubuh
Gangguan faal tubuh meliputi menyempitnya pembuluh darah, naiknya
tekanan darah, denyut nadi menjadi cepat, meningkatnya ketegangan otot, dan
gangguan keseimbangan. Penelitian yang dilakukan di negara-negara maju
menemukan bahwa intensitas suara antara 82-84 dB dengan frekuensi 3000-6000
Hz sudah dapat menimbulkan kerusakan organ corti yang sifatnya menetap bila
waktu kerja melebihi 8 jam per hari. Penelitian lain menemukan bahwa suara-
suara dengan intensitas 85 dB menimbulkan kerusakan yang masih reversible
yang kemudian akan menjadi kerusakan yang menetap bila hal ini terjadi
berulang-ulang (Dep. Kes. RI, 2003 : M1-2, 38).
Upaya pengendalian kebisingan dilakukan melalui pengurangan dan
pengendalian tingkat kebisingan sumber, pelemahan intensitas dengan
memperhatikan faktor alamiah (jarak, sifat media, mekanisme rambatan dan
vegetasi) serta upaya rekayasa (reduksi, atau isolasi getaran sumber, pemasangan
penghalang, desain struktur dan pemilihan bahan peredam). Secara umum teknik
pengendalian kebisingan terbagi menjadi 3 aspek, yaitu :
1. Pengendalian pada Sumber
Meliputi perlindungan pada peralatan, struktur dan pekerja dari dampak
bising, dan pembatasan tingkat bising yang boleh dipancarkan sumber. Upaya
pengendalian kebisingan pada sumber kebisingan dilakukan untuk mereduksi
tingkat kebisingan yang dapat dilakukan antara lain dengan memasang selubung
akustik dari bahan peredam getaran.
2. Pengendalian pada Media Rambatan
Merupakan pengendalian diantara sumber dan penerima kebisingan.
Prinsip pengendaliannya adalah dengan melemahkan intensitas kebisingan yang
merambat dari sumber ke penerima dengan cara membuat hambatan-hambatan.
3. Pengendalian Kebisingan pada Manusia (receiver)
Pengendalian kebisingan pada manusia dilakukan untuk mereduksi tingkat
kebisingan yang diterima harian. Metode ini biasanya disebut sebagai personal
hearing protection (Dwi P. Sasongko, 2000 : 53).
2.1.8 Alat Pelindung Telinga
Usaha pencegahan terhadap kemungkinan Penyakit Akibat kerja dan
kecelakaan kerja harus dilakukan untuk menghindari dan mengurangi paparan dan
risiko kebisingan. Salah satu upaya pengendalian adalah melengkapi tenaga kerja
dengan Alat Pelindung Diri. Undang-undang No.1 tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja, khususnya pasal 9, 13, dan 14, mengatur tentang penyediaan
dan penggunaan Alat Pelindung Diri di tempat kerja, baik bagi pengusaha maupun
bagi tenaga kerja (A.M. Sugeng Budiono, 2003 : 329).
Fungsi dari perancangan Alat Pelindung Diri adalah untuk mencegah
bahaya luar agar tidak mengenai tubuh pekerja (International Labour Office
Geneva, 1989 : 94). Alat Pelindung Diri merupakan seperangkat alat yang
digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari
adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja (A.M. Sugeng Budiono,2003 : 329).
Alat Pelindung Telinga merupakan salah satu bentuk Alat Pelindung Diri
yang digunakan untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut
sebagai personal hearing protection atau personal protective devices. Alat
Pelindung Telinga dapat menurunkan kerasnya bising yang melalui hantaran
udara sampai 40 dB, tetapi pada umumnya tidak lebih dari 30 dB. Pemakaian Alat
Pelindung telinga ini dapat mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga
bagian luar dan bagian tengah, sebelum masuk ke telinga bagian dalam. Semua
tenaga kerja yang bekerja dalam area 85 dB harus memakai alat pelindung telinga,
memperoleh pemeriksaan audiometri secara barkala, dan memperoleh pelatihan /
penyuluhan secara berkala (Tata Soemitra, 1997 : 3). Penggunaan alat pelindung
telinga tersebut harus memenuhi kriteria :
1. Dapat mencegah gangguan pendengaran
2. Dapat menurunkan tingkat kepaparan
3. Dapat memenuhi derajat kenyamanan
Untuk memperoleh pelindung telinga yang memadai terhadap sistem
auditory dari gangguan kebisingan, perlu dipertimbangkan harga pelindung
telinga, daya tahan, kenyamanan, kemudahan dalam penggunaan, pembersihan
dan penyimpanan, penampilan, dan kemudahan dalam penggantian spare part
(Dwi P. Sasongko, 2000 : 75).
Alat Pelindung Telinga pada umumnya digolongkan menurut cara
pemakaiannya (A. M. Sugeng Budiono,1992 : 297), yaitu :
2.1.2.1 Type yang dimasukkan (insert type)
Banyak variasi dalam konstruksi dan modelnya. Yang paling kurang
efektif proteksinya adalah kapas yang dipadatkan. Sedangkan bentuk yang
dianjurkan adalah Ear plug (sumbat telinga). Ear plug dapat mengurangi
intensitas suara 10 sampai 15 dB. Dibedakan atas 2 jenis, yaitu Ear plug sekali
pakai (disposable plugs) dan Ear plug yang dapat dipakai kembali (reusable
plugs). Ear plug sekali pakai dapat terbuat dari bahan kapas, kapas berlapis
plastik, kapas wol bercampur malam, dan busa poliuretan. Sedangkan ear plug
yang dapat dipakai kembali dapat terbuat dari bahan plastik cetak permanen, karet
berisi pasta, dan plastik berisi pasta. Semua sumbat telinga yang dipakai ulang
perlu dicuci sesudah dipakai dan diletakkan di tempat yang steril (J. M.
Harrington, F. S. Gill, 2003 : 261). Keuntungan pemakaian ear plug adalah
ukuran kecil sehingga mudah dibawa, pada tempat kerja yang panas lebih
nyaman, tidak membatasi gerakan kepala, lebih murah daripada ear muff, dan
lebih mudah dipakai bersama dengan kacamata dan helm. Kerugian pemakaian
ear plug adalah attenuasinya lebih kecil, memasang harus secara tepat sekali
(sukar), sukar mengontrol, dan saluran telinga mudah terkena infeksi.
2.1.2.2 Type tutup (the muff type)
Yaitu ear muff (tutup telinga). Alat ini dapat mengurangi intensitas suara
hingga 20 sampai 30 dB, dan dapat melindungi bagian luar telinga (daun telinga).
Keuntungan ear muff adalah mempunyai daya pelemahan yang sangat bagus,
lebih mudah dipakai, lebih mudah dimonitor, biasanya berumur panjang karena
dapat dilakukan penggantian spare part, dapat digunakan untuk telinga yang cacat
atau terinfeksi, dan sangat baik untuk dipakai secara insidentil. Sedangkan
kerugian ear muff adalah harganya lebih mahal, tekanan yang ketat ke kepala
dapat mengurangi kenyamanan, agak berat dan panas, tidak efektif dipakai dengan
kacamata atau topi keras, dapat menyebabkan radang atau infeksi kulit jika tidak
dibersihkan secara memadai, sulit disimpan dan kemampuan pelemahan suara
menjadi berkurang jika bantalan menjadi keras atau retak, kehilangan fluida dan
ketegangan pita mengendor (Dwi P. Sasongko, 2000 : 75).
2.1.2.3 Type helm (the helmet type)
Dirancang untuk menutup bagian kepala yang terdiri dari tulang, untuk
mencegah hantaran tulang, ini hanya penting untuk bising sangat keras. Tipe ini
jarang dijumpai pada industri.
Pemakaian Alat Pelindung Telinga untuk melindungi telinga dari paparan
kebisingan sebenarnya lebih praktis dalam pelaksanaannya. Akan tetapi
kesukarannya terletak pada tenaga kerja itu sendiri dan hal ini berhubungan erat
dengan faktor manusia (Dep. Kes. RI, 2003 : M-1, 42). Pengetahuan tentang
manfaat penggunaan alat pelindung telinga perlu ditanamkan pada setiap tenaga
kerja.
Kesadaran akan manfaat penggunaan APD perlu ditanamkan pada setiap
tenaga kerja. Dari suatu pengamatan yang dilakukan terhadap 100 orang tenaga
kerja di Jawa Barat (dari perusahaan tekstil) pada tahun 2002, terlihat usaha-usaha
yang dilakukan dalam menanggulangi perasaan “ketidaknyamanan” dalam
menggunakan APD.
Grafik 1
(Data Balai Hiperkes & KK Bandung Tahun 2002)
Keterangan :
a. menahan perasaan tidak nyaman dan tetap memakai
b. Sesekali melepas
c. Hanya digunakan pada saat-saat tertentu
d. Tidak digunakan sama sekali
e. Merasa nyaman dan tetap menggunakan APD
(A.M. Sugeng Budiono dkk, 2003 : 334)
Respon 100 orang Tenaga Kerja Perusahaan
Tekstil dalam Menggunakan APD
di Jawa Barat Th 2002
0
10
20
30
40
a b c d e
Respon Tenaga Kerja
Per
senta
se
Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada
saat menggunakan Alat Pelindung Diri akan mengakibatkan keengganan tenaga
kerja menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda (A. M.
Sugeng Budiono dkk, 2003 : 334). Pemakaian Alat Pelindung Telinga dapat
menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk jangka lama, karena
pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh karena itu, pekerja cenderung untuk
melepaskannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan. Melepaskan Alat
Pelindung Telinga walaupun dalam waktu singkat akan banyak sekali mengurangi
perlindungan. Efeknya semakin nyata bila tingkat kebisingan semakin tinggi (J.
M. Harrington & F. S. Gill, 2003 : 262).
Alasan pekerja tidak mau memakai adalah tidak sadar/tidak mengerti,
panas, sesak, tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, berat, mengganggu
pekerjaan, tidak sesuai dengan bahaya yang ada, tidak ada sangsi, dan atasan juga
tidak memakai (Gempur Santoso, 2004 : 28).
Masalah yang sering timbul akibat pemakaian Alat Pelindung Telinga
adalah resiko infeksi, kesulitan komunikasi, merasa terisolasi, sakit kepala karena
jepitan terlalu keras, tidak nyaman, mengurangi kemampuan menduga jarak, dan
iritasi kulit (Gempur Santoso, 2004 : 30).
Pemakaian Alat Pelindung Telinga sangat dipengaruhi oleh pengetahuan
dan sikap tenaga kerja. Terjadinya perubahan perilaku pada seseorang harus ada
unsur-unsur :
a. Pengertian atau pengetahuan tentang apa yang akan dilakukan
Dalam hal pemakaian Alat Pelindung Telinga tenaga kerja harus mengetahui
tujuan atau manfaat dari Alat Pelindung Telinga.
b. Keyakinan atau kepercayaan tentang apa yang akan dilakukan
Dalam hal pemakaian Alat Pelindung Telinga tenaga kerja akan melakukan
apabila mereka merasakan keyakinan akan manfaat dari kegiatan tersebut
yaitu dapat meningkatkan kesehatan dirinya.
c. Sarana yang diperlukan untuk melakukannya
Alat Pelindung Telinga akan dipakai apabila sarananya tersedia, seperti tutup
telinga atau sumbat telinga.
d. Norma atau dukungan dari kelompok bahwa apa yang dilakukannya benar
Dalam hal memakai Alat Pelindung Telinga, dukungan dan dorongan dari
lingkungan tenaga kerja dan pengelola di industri sangatlah penting baik
berupa pembinaan dari atasannya maupun dukungan dari teman sekerjanya
serta dorongan atau motivasi untuk berperilaku yang dilandasi oleh kebutuhan
yang dirasakan. Bila Alat Pelindung Telinga dirasakan sebagai suatu
kebutuhan (need) yang diperlukan bagi tenaga kerja, tentunya mereka akan
mau memakainya.
2.1.9 Umur
Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik,
mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga
diatur oleh undang-undang perburuhan, yaitu undang-undang tanggal 6 Januari
1951 No. I pasal 1 (Malayu S. P. Hasibuan, 2002 : 48). Karyawan muda
umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat
bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya tinggi.
Karyawan yang umumnya lebih tua konisi fisiknya kurang, tetapi bekerja ulet,
tanggung jawabnya besar, serta absensi dan turnover-nya rendah (Malayu S. P.
Hasibuan, 2002 : 54).
Beberapa kapasitas fisik, seperti penglihatan, pendengaran, dan kecepatan
reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih (Suma’mur P. K, 1996 : 305).
Menurut Darmanto Djojodibroto, kemampuan pendengaran seseorang akan
berubah setelah berusia 40 tahun. Hal ini diaplikasikan dalam penghitungan cacat
pendengaran yang berbeda antara usia dibawah 40 tahun dan diatas 40 tahun
(Darmanto Djojodibroto, 1999 : 98).
2.1.10 Pengawasan (controlling)
Pengawasan (controlling) adalah kegiatan mengendalikan tenaga kerja
agar mentaati peraturan organisasi dan bekerja sesuai dngan rencana. Bila terdapat
penyimpangan atau kesalahan diadakan tindakan perbaikan dan atau
penyempurnaan (Sedarmayanti, 2001 : 9).
Dilakukan pengawasan adalah untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan
dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja ynag
telah ditetapkan (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003 : 62).
Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan pada
bahaya dari cara kerja, karena dapat membahayakan tenaga kerja itu sendiri dan
orang lain disekitarnya. Antara lain pemakaian alat pelindung diri yang tidak
semestinya dan cara memakai yang salah. Pengusaha perlu memperhatikan cara
kerja yang dapat membahayakan ini, baik pada tempat kerja maupun dalam
pengawasan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari (Syukri Sahab, 1997 : 70).
2.1.11 Kerangka Teori
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
2.2 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi
Arikunto, 2002 : 64). Hipotesis juga diartikan sebagai dugaan sementara yang
Faktor Pekerja :
• Masa kerja
• Pendidikan
• Pengetahuan
• Sikap
Kenyamanan
APT
Pemakaian
Alat
Pelindung
Telinga
Kebisingan
Pengawasan
(controlling) dari
perusahaan
Gangguan
pada indera
pendengaran
Tidak terjadi
gangguan
pada indera
pendengaran
Peraturan
Perusahaan
mungkin benar atau mungkin salah, dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan
akan diterima jika faktor-faktor membenarkannya (Sutrisno Hadi, 1990 : 63).
Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan hipotesis (Ha) sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara pendidikan tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6
PT Pura Barutama Kudus dengan pemakaian APT (ear plug). Semakin tinggi
pendidikan tenaga kerja maka semakin tinggi frekuensi pemakaian APT.
2. Ada hubungan antara masa kerja tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT
Pura Barutama Kudus dengan pemakaian Alat Pelindung Telinga (ear plug).
Semakin lama masa kerja maka semakin tinggi frekuensi pemakaian APT.
3. Ada hubungan antara pengetahuan tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6
PT Pura Barutama Kudus dengan pemakaian Alat Pelindung Telinga (ear
plug). Semakin baik pengetahuan tenaga kerja tentang APT maka semakin
tinggi frekuensi pemakaian APT.
4. Ada hubungan antara sikap tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT Pura
Barutama Kudus dengan pemakaian Alat Pelindung Telinga (ear plug).
Semakin positif sikap tenaga kerja terhadap APT maka semakin tinggi
frekuensi pemakaian APT.
5. Ada hubungan antara kenyamanan APT dengan pemakaian Alat pelindung
Telinga (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT Pura
Barutama Kudus. Semakin nyaman tenaga kerja memakai APT maka semakin
tinggi frekuensi pemakaian APT.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003 : 55).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja bagian produksi
Divisi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus yang berjumlah 50 orang.
3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteritik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2003 : 56). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 36 orang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sample, yaitu pengambilan
sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dan adanya tujuan tertentu (Suharsimi
Arikunto, 2002 : 117).
Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria
berikut :
1. Tenaga kerja yang berumur ≤ 40 tahun
2. Tidak mengalami gangguan pendengaran
3. Tidak menderita penyakit infeksi saluran telinga
3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002 : 96). Variabel penelitian ini
terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent
variable).
a. Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas adalah variabel yang bila berubah akan mengakibatkan
perubahan variabel lain. Variabel bebas (independent variabel) dalam
penelitian ini adalah pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap dan
kenyamanan APT (ear plug).
b. Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat adalah variabel yang berubah akibat perubahan variabel
bebas. Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah
pemakaian Alat Pelindung Telinga (ear plug).
3.4 Rancangan Penelitian
Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian (Moh. Nazir, 1983 : 99). Penelitian ini
dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Jenis penelitian adalah bersifat Eksplanatory research (penelitian
penjelasan) yaitu menjelaskan hubungan antara variabel pengaruh dengan variabel
terpengaruh melalui pengujian hipotesis. Dalam penelitian ini digunakan metode
survei, yaitu jenis survei yang bersifat analitik karena penelitian diarahkan untuk
menjelaskan suatu keadaan atau situasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2002 : 26),
dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu usaha untuk memperoleh data
dengan metode yang ditentukan oleh peneliti.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1. Metode dokumentasi
Merupakan metode pengumpulan data dengan menggunakan berbagai
sumber tulisan yang ada hubungannya dengan obyek penelitian. Dalam penelitian
ini, metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui jumlah tenaga kerja, nama-
nama tenaga kerja, masa kerja, gambaran umum perusahaan, proses produksi,
intensitas kebisingan dan data lain yang menunjang.
2. Metode observasi
Metode observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi
kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh
alat indera. Metode observasi dilakukan untuk mengetahui gambaran kondisi fisik
tenaga kerja dan tempat kerja.
3. Metode angket
Metode angket adalah metode pengumpulan data melalui daftar
pertanyaan yang diisi oleh responden dan ditentukan skor nilainya dari tiap-tiap
pertanyaan. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang responden,
juga digunakan untuk memperoleh data tentang variable pendidikan, masa kerja,
pengetahuan, sikap, kenyamanan alat pelindung telinga dan pemakaian alat
pelindung telinga oleh tenaga kerja. Angket atau kuesioner yang dipergunakan
adalah tipe kuesioner tertutup untuk memudahkan bagi responden dalam
memberikan jawaban, karena responden tinggal memilih jawaban dari alternatif-
alternatif jawaban yang telah disediakan, dan juga hanya membutuhkan waktu
yang lebih singkat dalam menjawabnya.
3.6 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan langkah dan prosedur sebagai berikut :
1) Pra Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, pada tanggal 12 September 2005
peneliti meminta ijin pada kepala bagian produksi PM 6 PT. Pura Barutama
Kudus untuk membagikan angket kepada tenaga kerja bagian produksi. Tanggal
14 September menentukan waktu pelaksanaan penelitian bersama dengan kepala
bagian produksi PM 6 dan kepala shift.
2) Penelitian
Penelitian dilakukan selama 5 hari, yaitu mulai tanggal 19 September
2005 sampai dengan 23 September 2005. Sampel penelitian ini adalah seluruh
tenaga kerja bagian produksi PM 6 yang berumur ≤ 40 tahun, tidak mengalami
gangguan pendengaran, dan tidak menderita penyakit infeksi saluran telinga.
Observasi dilakukan untuk mengetahui pemakaian alat pelindung telinga (ear
plug) yang dilakukan selama 5 hari, dilaksanakan sebelum waktu istirahat dan
sesudah istirahat. Pembagian angket dilakukan selama 2 hari yaitu pada tanggal
20 September dan 21 September 2005.
3) Pasca Penelitian
Setelah penelitian selesai, peneliti diperbolehkan oleh kepala bagian
produksi PM 6 untuk melengkapi data-data pendukung yang masih dibutuhkan.
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipergunakan dalam
pengumpulan data (Suharsimi Arikunto, 2002 : 126).
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah :
1. Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau
hal-hal yang diketahui (Suharsimi Arikunto, 2002 : 128). Angket digunakan untuk
memperoleh data tentang variabel pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap,
kenyamanan APT dan pemakaian alat pelindung telinga oleh tenaga kerja.
Penyusunan pertanyaan angket penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 2
Komponen dan Distribusi Butir Pertanyaan Angket Penelitian
Variabel Penelitian Indikator No. Pertanyaan Jumlah
Pertanyaan
Pendidikan Pendidikan formal
terakhir dari responden
5 1
Masa Kerja Lamanya tenaga kerja
bekerja di tempat bising
6 1
Pengetahuan Akibat kebisingan
Pengertian APT
Syarat APT
Manfaat APT
Perawatan APT
Bahan pembuat APT
1, 2
3
4
5, 6, 7, 8, 9, 10
11, 12, 13
14, 15, 16
2
1
1
6
3
3
Sikap Keyakinan terhadap
fungsi APT
Tanggapan terhadap
pemakaian APT
Perawatan APT
1, 5, 6
2, 3, 4, 7
8, 9, 10
3
4
3
Kenyamanan APT
(ear plug)
Suasana nyaman dalam
memakai APT
1, 2, 3, 4, 5, 6 6
Pemakaian APT (ear
plug)
Praktek pemakaian APT
dalam bekerja
1 1
Jumlah 35
Dalam penelitian ini angket diberikan secara langsung kepada responden
yang menjadi subyek penelitian. Adapun cara pemberian dan pengumpulan angket
adalah sebagai berikut :
1) Meminta ijin dari perusahaan untuk membagikan angket penelitian pada
responden bagian produksi PM 6.
2) Sebelum angket diberikan pada sampel, angket penelitian diuji cobakan pada
bagian lain.
3) Setelah angket penelitian valid dan reliabel kemudian diberikan kepada 36
responden di bagian produksi PM 6.
4) Responden diberikan waktu pengisian angket sebelum waktu istirahat sampai
waktu istirahat.
5) Pada waktu istirahat angket dikumpulkan kembali.
2. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui pemakaian alat pelindung
telinga (ear plug) tenaga kerja bagian produksi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus.
Observasi dilakukan pada 36 responden selama 5 hari. Observasi dilaksanakan
sebelum waktu istirahat dan sesudah istirahat.
3.8 Uji Coba Instrumen
3.8.1 Validitas atau Kesahihan
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
dan kesahihan sesuatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2002 : 144). Validitas dari
alat pengumpul data sangat diperlukan agar alat pengumpul data tersebut
memberikan data yang valid.
Rumus yang digunakan untuk menguji validitas adalah dengan rumus
Point Biseril Correlation. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut :
rpbis = t
tp
S
MM −
q
p
Keterangan :
rpbis = koefisien korelasi point biserial
Mp = rata – rata skor total yang menjawab benar pada butir soal
Mt = rata – rata skor total
St = standart deviasi skor total
p = proporsi responden yang menjawab benar pada setiap butir soal
q = proporsi responden yang menjawab salah pada setiap butir soal
(Suharsimi Arikunto, 2002 : 252)
Untuk menentukan valid atau tidaknya pertanyaan yang digunakan dalam
angket penelitian, dilakukan dengan mengkorelasikan skor butir pertanyaan
dengan skor total. Hasil perhitungan validitas butir pertanyaan dapat dilihat pada
lampiran 7. Setelah dilakukan korelasi skor total dengan skor butir pertanyaan,
maka rpbis didapatkan. Kesesuaian harga rpbis yang diperoleh dari perhitungan
dengan menggunakan rumus di atas dikonsultasikan dengan tabel harga rtabel
product moment. Untuk n = 10 dan taraf signifikan 5% diperoleh harga rtabel
sebesar 0, 632. Apabila harga rpbis ≥ rtabel, maka butir pertanyaan tersebut valid
dan jika rpbis < rtabel maka butir pertanyaan tersebut tidak valid.
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan :
1) Pertanyaan yang mempunyai rpbis < 0, 632
Tabel 3
Item Pertanyaan Angket Penelitian yang Mempunyai rpbis < 0, 632
Variabel Nomor Pertanyaan
Pengetahuan 5, 9, 12, 14
Sikap 2, 5, 10
Kenyamanan APT 6
Dengan demikian pertanyaan – pertanyaan tersebut di atas dinyatakan tidak
valid.
2) Pertanyaan yang mempunyai rpbis ≥ 0, 632
Adalah semua item pertanyaan kecuali yang tersebut dalam tabel 3 di atas.
Dengan demikian, pertanyaan selain dalam tabel 3 dinyatakan valid.
Sehingga pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan
sebagai berikut :
Tabel 4
Komponen dan Distribusi Butir Pertanyaan Angket Penelitian
Variabel Penelitian Indikator No. Pertanyaan Jumlah
Pertanyaan
Pendidikan Pendidikan formal
terakhir dari responden
5 1
Masa Kerja Lamanya tenaga kerja
bekerja di tempat bising
6 1
Pengetahuan Akibat kebisingan
Pengertian APT
Syarat APT
Manfaat APT
Perawatan APT
Bahan pembuat APT
1, 2
3
4
5, 6, 7, 8
9, 10
11, 12
2
1
1
4
2
2
Sikap Keyakinan terhadap
fungsi APT
Tanggapan terhadap
pemakaian APT
Perawatan APT
1, 2
3, 4, 5
6, 7
2
3
2
Kenyamanan APT
(ear plug)
Suasana nyaman dalam
memakai APT
1, 2, 3, 4, 5 5
Pemakaian APT (ear
plug)
Praktek pemakaian APT
dalam bekerja
1 1
Jumlah 27
( )
−−
− tkV
MkM
k
k1
1
3.8.2 Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi Arikunto, 2002 : 154).
Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus K – R 21, karena
instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang skornya 1 dan 0, dengan
jumlah butir pertanyaan ganjil.
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
r11 =
Keterangan :
r11 : reliabilitas instrumen
k : banyaknya butir soal atau butir pertanyaan
M : skor rata-rata
Vt : varians total
(Suharsimi Arikunto, 2002 : 164)
Hasil perhitungan reliabilitas tersebut dikonsultasikan dengan rtabel product
moment. Untuk n = 10 dengan taraf signifikan 5% atau interval kepercayaan
95% diperoleh rtabel, = 0, 632. Apabila rhitung ≥ rtabel,, maka instrumen tersebut
dinyatakan reliabel. Hasil perhitungan reliabilitas instrumen dapat dilihat
dalam tabel 5 berikut ini :
Tabel 5
Hasil Perhitungan Reliabilitas Instrumen
Variabel r11 rtabel Kriteria
Pengetahuan 0, 858 0, 632 reliabel
Sikap 0, 849 0, 632 reliabel
Kenyamanan
APT 0, 645 0, 632 reliabel
Dalam penelitian ini penentuan kriteria dilakukan berdasarkan nilai rata – rata
(mean). Rata – rata (mean) diperoleh dengan menjumlahkan skor nilai dari
instrumen, kemudian dibagi dengan jumlah sampel. Hal ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Me = n
X i∑
Keterangan :
Me = Mean (rata – rata)
Σ = Epsilon (baca jumlah)
Xi = Nilai X ke i sampai ke n
n = Jumlah individu
(Sugiyono, 2003 : 43)
Berdasarkan hasil penghitungan di atas diperoleh kriteria sebagai berikut :
Tabel 6
Kriteria Variabel Penelitian
Variabel
Jawaban
Pertanyaan yang
Disediakan
Kriteria
Pendidikan 1. Tidak sekolah
2. SD
3. SMP
SD
SMP
4. SMA
5. Akademi / PT
SMA
Masa Kerja Tahun < 10 tahun = Baru
≥ 10 tahun = Lama
Pengetahuan 0. Salah
1. Benar
< Me = Buruk
≥ Me = Baik
Sikap 0. Tidak setuju
1. Setuju
< Me = Negatif
≥ Me = Positif
Kenyamanan APT (ear
plug)
0. Ya
1. Tidak
< Me = Tidak
Nyaman
≥ Me = Nyaman
Pemakaian APT (ear plug) 0. Tidak
1. Ya
0 = Tidak Pakai
1 = Pakai
3.9 Analisis Data
Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian dianalisis
agar memberikan arti yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian
ini (Moh. Nasir, 1999 : 405).
Adapun langkah – langkah dalam pengolahan data penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1) Editing
Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu dengan tujuan
untuk mengoreksi data yang meliputi kelengkapan pengisian jawaban,
konsistensi atas jawaban dan kesalahan jawaban. Sehingga dapat diperbaiki
jika dirasakan masih ada kesalahan dan keraguan data.
( )2
1−ΝΝ
ΣΒ−ΣΑ
2) Coding
Adalah memberikan kode pada jawaban yang ada untuk mempermudah dalam
proses pengelompokkan dan pengolahan. Mengkode jawaban adalah memberi
angka pada tiap – tiap jawaban.
3) Entry
Data yang telah dikode tersebut kemudian dimasukkan dalam program
komputer untuk selanjutnya akan diolah.
4) Tabulating
Adalah proses pengelompokkan jawaban – jawaban yang serupa dan
menjumlahkannya dengan cara yang teliti dan teratur ke dalam tabel yang
telah disediakan.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu :
1. Analisis Univariat
Yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel penelitian yang disajikan
dalam bentuk distribusi dan persentase dari tiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang berhubungan atau
berkorelasi, yaitu antara variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik
yang disesuaikan dengan skala data yaitu ordinal. Uji statistik yang digunakan
adalah dengan korelasi Kendal Tau (τ).
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
τ =
Keterangan :
τ : koefisien korelasi Kendal Tau
ΣA : jumlah rangking atas
ΣB : jumlah rangking bawah
N : jumlah anggota sampel
(Sugiyono, 2003 : 237)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
PT. Pura Barutama berdiri tahun 1908 yang bergerak di bidang percetakan
dengan nama Pusaka Raya. PT. Pura Barutama terbagi menjadi lima kawasan.
Divisi PM 6 terletak di kawasan IV PT. Pura Barutama di jalan AKBP R. Agil
Kusumadya Km 4, kecamatan Jati, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Lokasi
terletak 4 km dari pusat kota dan 50 km di sebelah timur kota Semarang. Luas
kawasan IV PT. Pura Barutama mencapai 4 Ha.
Daftar karyawan bagian produksi PM 6 PT. Pura Barutama adalah sebagai
berikut :
1. Bagian Mesin
Kepala shift : 3 orang
Wakil kepala shift : 3 orang
Operator : 14 orang
Ketua regu slitter : 3 orang
Operator slitter : 6 orang
2. Bagian Stock Preparation
Kepala shift : 3 orang
Wakil kepala shift : 3 orang
Operator : 15 orang
Tenaga kerja yang berada di PT. Pura Barutama kawasan IV terbagi dalam
5 golongan yang ditangani oleh Divisi HRD sebagai berikut :
1. Karyawan bulanan
2. Karyawan harian tetap
3. Karyawan harian lepas
4. Karyawan honorer
5. Karyawan borongan
Jadwal kerja karyawan PT. Pura Barutama dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Jadwal kerja harian untuk bagian administrasi, kepala bagian dan manajer
Tabel 7
Jadwal kerja harian untuk bagian administrasi, kepala bagian dan manajer
Jam Kerja Jam Istirahat
Senin – Kamis 07.30 – 16.30 11.30 – 12.30
Jumat 07.30 – 17.00 11.30 – 13.00
Sabtu 07.30 – 12.30 -
2. Jadwal kerja untuk bagian produksi
Jam kerja bagian produksi dibagi menjadi tiga shift, yaitu :
Tabel 8
Jam Kerja Bagian Produksi
Shift Jam Kerja
I 06.30 – 14.30
II 14.30 – 22.30
III 22.30 – 06.30
PT. Pura Barutama telah melakukan pengukuran kebisingan secara berkala
setiap 6 bulan sekali. Berdasarkan Laporan terakhir Pengujian Kualitas Udara
Emisi, Ambien dan Kebisingan di PT. Pura Barutama Divisi PM 6 pada tanggal
5 April 2005 oleh Balai Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes,
diperoleh intensitas kebisingan sebesar 89, 89 dB (A).
PT Pura Barutama telah menyediakan Alat Pelindung Diri untuk menjaga
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Penyediaan Alat Pelindung Diri
disesuaikan dengan faktor bahaya yang ada di tiap-tiap bagian. Pengadaan dan
pembagian Alat Pelindung Diri ditangani oleh masing-masing kepala bagian. Alat
Pelindung Diri yang disediakan antara lain masker, ear plug, sarung tangan,
sepatu bot, helm, dan wear pack. Penggantian alat pelindung telinga (ear plug)
bagi tenaga kerja PT. Pura Barutama dilakukan setiap 2 bulan sekali. Apabila ada
yang rusak sebelum masa pembagian maka tenaga kerja dapat mengajukan
permohonan kembali ke masing-masing kepala bagian sesuai dengan prosedur
permintaan yang ditentukan. Tetapi dalam kenyataannya, tenaga kerja tidak
melakukan pengajuan permintaan lagi jika alat pelindung yang mereka butuhkan
sudah rusak.
PT. Pura Barutama telah melakukan berbagai penyuluhan dan pelatihan
bagi tenaga kerja. Salah satunya yaitu pelatihan tentang cara pemakaian Alat
Pelindung Diri, dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
tenaga kerja. Pelatihan ini diberikan kepada semua tenaga kerja secara bergiliran.
Pelatihan dan penyuluhan dilakukan baik oleh dokter perusahaan, bagian
manajemen dan anggota P2K3, maupun mendatangkan dari luar.
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja hanya dilakukan pada saat
penerimaan tenaga kerja baru (pemeriksaan awal). Sedangkan untuk pemeriksaan
berkala atau khusus tidak dilakukan. Tetapi tenaga kerja diberi hak untuk
memeriksakan kesehatannya di poliklinik perusahaan jika ada gangguan terhadap
kesehatannya. Semua tenaga kerja sudah menjadi anggota Askes, sehingga tenaga
kerja dan keluarga berhak mendapat pelayanan kesehatan. Apabila tenaga kerja
memerlukan perawatan yang lebih intensif, maka tenaga kerja akan dirujuk ke
rumah sakit yang bekerja sama dengan PT. Askes.
PT. Pura Barutama sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan karena
karyawan adalah aset perusahaan yang paling utama. PT. Pura Barutama terus
meningkatkan kesejahteraan karyawan dari waktu ke waktu. Hal ini dapat dilihat
dari pemberian fasilitas yang meliputi :
1. Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK)
2. Perumahan dinas untuk karyawan bulanan dan sebagian karyawan harian tetap
yang telah memenuhi syarat.
3. Pemeriksaan kesehatan di rumah sakit dan uang pengobatan
4. Cuti hamil
5. Transportasi antar jemput karyawan
6. Tersedianya PPPK di tempat strategis
7. Koperasi simpan pinjam
8. Sarana olahraga
4.1.2 Deskripsi Data
Penelitian ini dilakukan di bagian produksi PM 6 PT. Pura Barutama
Kudus dengan subyek penelitian sebesar 36 responden. Variabel yang diteliti
dalam penelitian ini adalah pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap dan
kenyamanan APT (ear plug) sebagai variabel bebas dan pemakaian APT (ear
plug) sebagai variabel terikat. Data diperoleh dengan menggunakan angket dan
didukung dengan lembar observasi untuk pemakaian APT (ear plug).
4.1.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk menggambarkan sebaran dan hasil
penelitian yang diperoleh dengan menggunakan daftar distribusi frekuensi serta
dilengkapi dengan tabel dan grafik.
1) Pendidikan
Responden dalam penelitian ini dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat
pendidikan sebagai berikut :
Tabel 9
Distribusi Frekuensi Pendidikan
No. Pendidikan f %
1. SD 7 19,44
2. SMP 11 30,56
3. SMA 18 50,00
Jumlah 36 100
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi
sebagai berikut :
Grafik 2
Tingkatan Pendidikan Responden
19,44%
30,56%
50%
0
5
10
15
20
Jumlah
SD SMP SMA
Pendidikan
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa dari sampel
penelitian yang berjumlah 36 responden, 18 orang (50%) berpendidikan SMA, 11
orang (30,56%) berpendidikan SMP dan 7 orang (19,44%) berpendidikan SD.
2) Masa Kerja
Masa kerja responden dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2
kriteria yaitu masa kerja baru dan masa kerja lama. Responden dinyatakan
memiliki masa kerja baru apabila masa kerja yang dimiliki < 10 tahun. Apabila
masa kerja yang dimiliki ≥ 10 tahun maka responden dinyatakan memiliki masa
kerja lama. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 10
Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden
No. Kriteria f %
1. Baru 4 11,11
2. Lama 32 88,89
Jumlah 36 100
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi
sebagai berikut :
Grafik 3
Masa Kerja Responden
11,11%
88,89%
0
10
20
30
40
Jumlah
Baru Lama
Masa Kerja
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa dari 36 responden,
terdapat 32 orang (88,89%) memiliki masa kerja lama dan 4 orang (11,11%)
memiliki masa kerja baru.
3) Pengetahuan responden tentang APT (ear plug)
Pengetahuan responden dinyatakan dalam 2 kriteria yaitu pengetahuan
buruk dan pengetahuan baik. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 11
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang APT (Ear Plug)
No. Kriteria f %
1. Buruk 16 44,44
2. Baik 20 55,56
Jumlah 36 100
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi
sebagai berikut :
Grafik 4
Pengetahuan Responden tentang APT (Ear Plug)
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa dari 36 responden,
sebesar 20 orang (55,56%) memiliki pengetahuan tentang APT (ear plug) dalam
kriteria baik dan selebihnya yaitu sebesar 16 orang (44,44%) memiliki
pengetahuan tentang APT (ear plug) dalam kriteria buruk.
4) Sikap responden terhadap APT (ear plug)
44,44%
55,56%
0
5
10
15
20
Jumlah
Buruk Baik
Pengetahuan
Sikap responden terhadap APT (ear plug) dikelompokkan menjadi 2 kriteria
yaitu sikap negatif dan sikap positif. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 12
Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap APT (Ear Plug)
No. Kriteria f %
1. Negatif 18 50
2. Positif 18 50
Jumlah 36 100
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi
sebagai berikut :
Grafik 5
Sikap Responden terhadap APT (Ear Plug)
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa dari 36 responden,
terdapat 18 orang (50%) memiliki sikap yang negatif terhadap APT (ear plug) dan
18 orang (50%) memiliki sikap yang positif terhadap APT (ear plug).
5) Kenyamanan APT (ear plug) responden
50% 50%
0
5
10
15
20
Jumlah
Negatif Positif
Sikap
Kenyamanan APT (ear plug) dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi
2 kriteria yaitu nyaman dan tidak nyaman. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 13
Distribusi Frekuensi Kenyamanan APT (Ear Plug) Responden
No. Kriteria f %
1. Tidak nyaman 19 52,78
2. Nyaman 17 47,22
Jumlah 36 100
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi
sebagai berikut :
Grafik 6
Kenyamanan APT (Ear Plug) Responden
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa dari 36 responden,
terdapat 19 orang (52,78%) menyatakan tidak nyaman memakai APT (ear plug)
dan 17 orang (47,22%) menyatakan nyaman memakai APT (ear plug).
6) Pemakaian APT (ear plug) responden
52,78%
47,22%
16
17
18
19
Jumlah
Tidak nyaman Nyaman
Kenyamanan APT (Ear Plug)
Dalam penelitian ini, pemakaian APT (ear plug) dikelompokkan dalam 2
kriteria yaitu pakai dan tidak pakai APT (ear plug). Berdasarkan penelitian
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 14
Distribusi Frekuensi Pemakaian APT (Ear Plug) Responden
No. Kriteria f %
1. Tidak pakai 15 41,67
2. Pakai 21 58,33
Jumlah 36 100
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi
sebagai berikut :
Grafik 7
Pemakaian APT (Ear Plug) Responden
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa dari 36 responden,
terdapat 21 orang (58,33%) memakai APT (ear plug) dan 15 orang (41,67%) tidak
memakai APT (ear plug).
4.1.2.2 Analisis Bivariat
41,67%
58,33%
0
5
10
15
20
25
Jumlah
Tidak pakai Pakai
Pemakaian APT (Ear Plug )
Analisis terhadap data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian
yang telah disusun sebelumnya. Uji statistik yang digunakan adalah dengan
korelasi Kendal Tau (τ). Hasil perhitungan dapat disajikan dalam tabel berikut
ini :
Tabel 15
Korelasi Kendal Tau Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Variabel Bebas Variabel Terikat Batas Signifikan p OR
Pendidikan Pemakaian APT 0,05 0,776 -
Masa Kerja Pemakaian APT 0,05 0,726 -
Pengetahuan Pemakaian APT 0,05 0,821 -
Sikap Pemakaian APT 0,05 0,735 -
Kenyamanan APT Pemakaian APT 0,05 0,002 8,000
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa :
1) Hubungan pendidikan responden dengan pemakaian APT (ear plug)
Hasil uji statistik Kendall’s tau antara pendidikan dengan pemakaian APT
(ear plug) diperoleh nilai p = 0,776. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemakaian APT
(ear plug).
2) Hubungan masa kerja responden dengan pemakaian APT (ear plug)
Hasil uji statistik Kendall’s tau antara masa kerja dengan pemakaian APT (ear
plug) diperoleh nilai p = 0,726. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan pemakaian APT (ear
plug).
3) Hubungan pengetahuan responden dengan pemakaian APT (ear plug)
Hasil uji statistik Kendall’s tau antara tingkat pengetahuan dengan pemakaian
APT (ear plug) diperoleh nilai p = 0,821. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemakaian
APT (ear plug).
4) Hubungan sikap responden dengan pemakaian APT (ear plug)
Hasil uji statistik Kendall’s tau antara sikap dengan pemakaian APT (ear
plug) diperoleh nilai p = 0,735. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara sikap dengan pemakaian APT (ear plug).
5) Hubungan kenyamanan responden dengan pemakaian APT (ear plug)
Hasil uji statistik Kendall’s tau antara kenyamanan dengan pemakaian APT
(ear plug) diperoleh nilai p = 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kenyamanan dengan pemakaian APT (ear
plug). OR = 8,000 menunjukkan bahwa responden yang merasa tidak nyaman
memakai APT (ear plug) akan memiliki risiko tidak memakai APT (ear plug)
8,000 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang merasa nyaman
memakai APT (ear plug).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hasil Uji Univariat
Berdasarkan hasil penelitian di bagian produksi PM 6 PT. Pura Barutama
Kudus, diketahui bahwa pendidikan formal tertinggi responden adalah SMA
sebanyak 18 orang (50%). Pendidikan formal yang dimiliki seseorang akan
mempengaruhi kemampuan untuk mencerna informasi-informasi yang mereka
terima sekaligus mempertimbangkan apakah informasi tersebut dapat dijadikan
dasar bagi perilaku mereka selanjutnya. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak (Achmad
Munib, dkk, 2004 : 32). Secara konseptual pendidikan adalah segala sesuatu untuk
membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia, jasmaniah, dan
rohaniah yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah,
untuk pembangunan persatuan dan masyarakat adil dan makmur dan selalu ada
dalam keseimbangan (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003 : 200).
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa responden yang mempunyai masa
kerja lama sebesar 32 orang (88,89%). Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau
lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi
kinerja baik positif maupun negatif. Akan memberi pengaruh positif pada kinerja
bila dengan semakin lamanya masa kerja, tenaga kerja semakin berpengalaman
dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif
apabila dengan semakin lamanya masa kerja maka akan timbul kebiasaan pada
tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat monoton dan
berulang-ulang (M. A. Tulus, 1992 : 121).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan tentang APT
dapat pula diperoleh dari pelatihan dan penyuluhan tentang APT yang mereka
dapatkan dari tempat kerja. Pelatihan dan penyuluhan dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja, dan diharapkan mereka akan
mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan tersebut. Berdasarkan penelitian di
bagian produksi PM 6 PT. Pura Barutama Kudus, terdapat 20 responden (55,56%)
memiliki pengetahuan tentang APT (ear plug) dengan kategori baik. Hal ini
menunjukkan bahwa tenaga kerja telah mengetahui :
1) Pengertian APT
Pertanyaan nomor 3 : 31 responden
2) Syarat APT
Pertanyaan nomor 4 : 32 responden
3) Manfaat APT
Pertanyaan nomor 5 : 33 responden
Pertanyaan nomor 6 : 35 responden
Pertanyaan nomor 7 : 30 responden
Pertanyaan nomor 8 : 27 responden
4) Perawatan APT
Pertanyaan nomor 9 : 32 responden
Pertanyaan nomor 10 : 36 responden
5) Bahan pembuat APT
Pertanyaan nomor 11 : 29 responden
Pertanyaan nomor 12 : 26 responden
Dari hasil penelitian diketahui bahwa 18 responden (50%) memiliki sikap
yang positif terhadap APT (ear plug). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
keseimbangan antara responden yang memiliki sikap positif dan sikap negatif
terhadap APT. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Hurlocks (1976 : 279)
dalam Sugeng Hariyadi (2003 : 89), sebagai suatu reaksi maka sikap berhubungan
dengan dua hal yaitu suka, setuju yang membawa pada sikap positif (favourabel)
dan tidak suka, tidak setuju atau sikap negatif (unfavourabel). Sikap yang ada
pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis
dan psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi
yang dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat,
hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat.
semuanya ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang (Bimo
Walgito, 2001 : 116). Dalam hal ini, lingkungan tempat kerja dengan tingkat
kebisingan yang melebihi nilai ambang batas akan mendukung pemakaian APT
(ear plug).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 19 responden (52,78%) merasa
tidak nyaman memakai APT (ear plug). Kenyamanan merupakan suasana yang
dirasakan responden pada saat memakai APT (ear plug). Pemakaian APT dapat
menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk jangka lama, karena
pemakai merasa tertutup dan terisolasi (J. M. Harrington & F. S. Gill, 2003 : 262).
Selain itu, ketidaksesuaian ukuran APT (ear plug) dengan anatomis telinga juga
akan menimbulkan rasa tidak enak. Perasaan tidak nyaman yang timbul pada saat
memakai APT ditunjukkan sebagai berikut :
1) Mengalami kesulitan komunikasi dengan rekan kerja (11 responden)
2) Mengalami luka/lecet pada saluran telinga setelah memakai APT
(27 responden)
3) Merasa risih saat memakai APT (18 responden)
4) Merasa panas pada telinga saat memakai APT (20 responden)
5) Merasa beban pada telinga saat memakai APT (22 responden)
Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan) dari luar (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 114). Untuk pemakaian
APT (ear plug) ditunjukkan dengan berapa kali ia memakainya selama
diobservasi. Dari hasil observasi diperoleh 21 responden (58,33%) memakai APT
(ear plug) dan 15 responden (41,67%) tidak memakai APT (ear plug).
4.2.2 Hasil Uji Bivariat
1) Hubungan antara pendidikan dengan pemakaian APT (ear plug)
Dari hasil analisis Kendall’s tau dapat diketahui bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pemakaian APT (ear plug).
Menurut teori dari Dictionary of education dalam buku Achmad Munib, dkk
(2004) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan
kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat
tempat ia hidup, proses sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan
yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia
dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan
kemampuan individu yang optimal (Achmad Munib, dkk, 2004 : 33). Namun pada
kenyataannya dalam penelitian ini pendidikan tidak berhubungan secara
signifikan dengan pengembangan kemampuan dan perilaku tenaga kerja dalam
praktik pemakaian APT. Hal ini diduga karena kurangnya pengawasan dari
perusahaan terhadap pemakaian APT, sehingga akan menyebabkan turunnya
kedisiplinan tenaga kerja. Tujuan dilakukan pengawasan adalah untuk menjamin
bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur
dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003 : 62).
2) Hubungan antara masa kerja dengan pemakaian APT (ear plug)
Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif.
Akan memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa
kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya (M. A.
Tulus, 1992 : 121). Dari hasil analisis Kendall’s tau dapat diketahui bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan pemakaian APT (ear
plug). Hal ini diduga karena kurangnya pengawasan dari perusahaan dan tidak
adanya sanksi yang kuat terhadap ketidakdisiplinan tenaga kerja dalam memakai
APT. Salah satu bentuk pengawasan yang seharusnya dilakukan adalah
pengawasan pada bahaya dari cara kerja, karena dapat membahayakan tenaga
kerja itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Antara lain pemakaian alat pelindung
diri yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah. Pengusaha perlu
memperhatikan cara kerja yang dapat membahayakan ini, baik pada tempat kerja
maupun dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari (Syukri Sahab,
1997 : 70).
Umur tenaga kerja juga dapat mempengaruhi signifikansi hubungan
antara masa kerja dengan pemakaian APT. Dalam penelitian ini semua tenaga
kerja berumur ≤ 40 tahun, sehingga masih tergolong karyawan muda. Karyawan
muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi
cepat bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya
tinggi (Malayu S. P. Hasibuan, 2002 : 54).
3) Hubungan antara pengetahuan dengan pemakaian APT (ear plug)
Dari hasil analisis Kendall’s tau dapat diketahui bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemakaian APT (ear plug).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu Awareness, Interest,
Evaluation, Trial, dan Adoption (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 121). Setelah
seseorang mengetahui stimulus atau objek, kemudian mengadakan penilaian atau
pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan
melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya / dinilai
baik (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 130).
Pengetahuan dapat memberi keyakinan untuk berperilaku dan bisa juga
untuk tidak berperilaku. Pada responden yang memiliki pengetahuan yang baik,
bisa juga memiliki praktik yang buruk dalam hal pemakaian APT. Hal ini dapat
disebabkan karena mereka belum memiliki sikap yang positif terhadap APT. Ini
didukung dengan pengalaman pribadi yang selama ini tidak memakai APT namun
tidak mengalami gangguan pendengaran akibat kebisingan. Dari hasil penelitian
disebutkan bahwa responden tidak memerlukan APT saat bekerja karena mereka
tidak mengalami gangguan pendengaran akibat kebisingan. Dalam hal ini
responden belum mencapai tahap adoption dalam proses perubahan perilaku yaitu
berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap
stimulus (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 121). Hal ini mungkin disebabkan karena
frekuensi penyuluhan masih rendah dan materi penyuluhan yang masih dangkal.
4) Hubungan antara sikap dengan pemakaian APT (ear plug)
Dari hasil analisis Kendall’s tau dapat diketahui bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara sikap dengan pemakaian APT (ear plug). Pada
responden yang memiliki sikap yang positif, bisa juga memiliki praktik yang
buruk dalam hal pemakaian APT. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya
pengetahuan responden tentang APT dan tidak adanya keyakinan terhadap fungsi
APT. Selain itu juga karena kurangnya pengawasan dari atasan, tidak adanya
sanksi yang kuat dan tenaga kerja merasa tidak nyaman memakai APT. Hal ini
didukung juga oleh pernyataan responden yang menyatakan bahwa memakai APT
sangat mengganggu pekerjaan (item pertanyaan sikap nomor 3), sehingga
responden cenderung untuk tidak memakai APT.
Menurut Hurlock dalam Sugeng Hariyadi (2003 : 89), secara operasional
sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan
respon atau reaksi dari sikapnya terhadap objek tertentu, baik yang berupa orang,
peristiwa, situasi dan lain sebagainya. Sebagai suatu reaksi maka sikap
berhubungan dengan dua hal yaitu suka, setuju yang membawa pada sikap positif
(favourable) dan tidak suka, tidak setuju atau sikap negatif (unfavourable).
Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif
terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai
obyek tertentu (Sarlito Wirawan Sarwono, 2000 : 94).
Dalam hal pemakaian APT (ear plug), sikap yang positif terhadap APT
(ear plug) dapat menghasilkan praktek yang buruk dalam pemakaian APT. Karena
sikap yang ada pada diri seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu
faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat
berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam
masyarakat, hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam
masyarakat. Hal ini dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku (Bimo
Walgito, 2001 : 116).
5) Hubungan antara kenyamanan dengan pemakaian APT (ear plug)
Dari hasil analisis Kendall’s tau dapat diketahui bahwa ada hubungan
yang signifikan antara kenyamanan dengan pemakaian APT (ear plug). Dari
hasil penelitian disebutkan bahwa tenaga kerja mengalami kesulitan komunikasi
pada saat memakai APT, mengalami luka/lecet pada saluran telinga, merasa risih
saat memakai APT, merasa panas pada telinga saat memakai APT dan merasa
beban pada telinga saat memakai APT.
Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada
saat menggunakan APD akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja
menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda (A. M. Sugeng
Budiono dkk, 2003 : 334). Pemakaian APT dapat menyebabkan
ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk jangka lama, karena pemakai
merasa tertutup dan terisolasi. Oleh karena itu, pekerja cenderung untuk
melepaskannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan (J. M. Harrington & F. S.
Gill, 2003 : 262). Selain itu penggunaan APT juga harus memenuhi kriteria :
4. Dapat mencegah gangguan pendengaran
5. Dapat menurunkan tingkat kepaparan
6. Dapat memenuhi derajat kenyamanan
Dari kriteria tersebut menunjukkan bahwa kenyamanan sangat mempengaruhi
pemakaian APT.
4.3 Kelemahan Penelitian
Penelitian tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan pemakaian
APT (ear plug) ini tidak lepas dari beberapa kelemahan. Kelemahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Pengontrolan kejujuran dan kesungguhan responden dalam memakai APT
(ear plug) hanya dilakukan dengan menggunakan lembar observasi.
2) Banyak faktor yang mempengaruhi pemakaian APT, dan disini peneliti hanya
meneliti pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap dan kenyamanan APT
(ear plug), sedangkan faktor lain tidak diteliti karena keterbatasan peneliti.
3) Adanya batasan dalam pengambilan data di perusahaan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM
6 PT. Pura Barutama Kudus didapatkan bahwa :
1) Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pemakaian
APT (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT. Pura
Barutama Kudus.
2) Tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan pemakaian
APT (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT. Pura
Barutama Kudus.
3) Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemakaian
APT (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT. Pura
Barutama Kudus.
4) Tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan pemakaian APT (ear
plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT. Pura Barutama
Kudus.
5) Ada hubungan yang signifikan antara kenyamanan APT dengan pemakaian
APT (ear plug) pada tenaga kerja bagian produksi Divisi PM 6 PT. Pura
Barutama Kudus.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan yang telah diperoleh, peneliti mengemukakan
beberapa saran antara lain :
1) Perusahaan sebaiknya menyediakan APT (ear plug) dari bahan yang lunak
seperti karet berisi pasta dan plastik berisi pasta.
2) Memberikan sanksi yang lebih ketat pada tenaga kerja yang tidak disiplin
dalam memakai APT demi kesehatan dan keselamatan kerja tenaga kerja.
3) Memasang papan peringatan ataupun poster – poster tentang APT di ruang
produksi guna mengingatkan dan menumbuhkan kesadaran tenaga kerja dalam
melindungi diri dari bahaya kebisingan dan untuk meningkatkan kesehatan
dan keselamatan kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
A. M. Sugeng Budiono. 1992. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Solo : PT. Tri Tunggal Tata Fajar
---------------------------- 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro
A. Siswanto. 1990. Kebisingan. Surabaya : Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Achmad Munib, dkk. 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang : UPT
UNNES Press
Anhar Hadian. 2004. Bising Bisa Timbulkan Tuli. http : //www. w3. org
Bimo Walgito. 2001. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : ANDI
Yogyakarta
D. J. Wijono. 1998. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya :
Airlangga University Press
Darmanto Djojodibroto. 1999. Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Pusat Kesehatan Kerja. 2003. Modul
Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta : Balai Pustaka
Dwi. P. Sasongko, dkk. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Gempur Santoso. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta :
Prestasi Pustaka
International Labour Office. 1989. Pencegahan Kecelakaan. Geneva : PT. Pustaka
Binaman Pressindo
J. M. Harrington & F. S. Gill. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC
Kunaryo Hadikusumo, dkk. 1996. Pengantar Pendidikan. Semarang : IKIP
Semarang Press
M. A. Tulus. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Malayu. S. P. Hasibuan. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi
Aksara
Moh. Nasir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Poerwadarminta. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Redaksi Sinar Grafika. 2003. UU Ketenagakerjaan 2003 (UU No. 13 Th. 2003).
Jakarta : Sinar Grafika Offset
Sarlito Wirawan Sarwono. 2000. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta : PT. Bulan
Bintang
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung :
CV. Mandar Maju
Siswanto Sastrohadiwiryo. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta :
PT. Bumi Aksara
Sjahrul M. Nasri. 1997. Teknik Pengukuran dan Pemantauan Kebisingan di
Tempat Kerja. Bandung : FKM UI
Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
---------------------------- 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Sugeng Hariyadi, dkk. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang : UPT. UNNES
Press
Sugiyono. 2003. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Yogyakarta : PT. Rineka Cipta
Suma’mur P. K. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta :
PT. Toko Gunung Agung
Sutrisno Hadi. 1990. Analisis Regresi. Yogyakarta : Andi Offset
Syukri Sahab. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta : PT. Bina Sumber Daya Manusia
Tata Soemitra. 1997. Hearing Conservation Program. Bandung : FKM UI
LEMBAR OBSERVASI
Petunjuk pengisian :
Beri tanda ( √ ) bila memakai Ear Plug (sumbat telinga) dan tanda ( - ) bila tidak
memakai Ear Plug (sumbat telinga)
Hari
1 2 3 4 5 Jumlah
No. Kode
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 √ −
Kriteria
1 R-1 √ √ √ √ √ − √ − √ √ 8 2 pakai
2 R-2 √ − √ √ √ √ − √ √ − 7 3 pakai
3 R-3 √ √ √ − √ − √ √ √ − 7 3 pakai
4 R-4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 0 pakai
5 R-5 − − − − − − − − √ − 1 9 tidak pakai
6 R-6 √ − √ √ √ − √ − √ √ 7 3 pakai
7 R-7 − − √ − − − − − − − 1 9 tidak pakai
8 R-8 √ √ − − √ √ √ − √ √ 7 3 pakai
9 R-9 − − √ − − − √ √ √ − 4 6 tidak pakai
10 R-10 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 0 pakai
11 R-11 − − √ − √ − − − − − 2 8 tidak pakai
12 R-12 − − − − − − − − − − 0 10 tidak pakai
13 R-13 − − − − − − − − − − 0 10 tidak pakai
14 R-14 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 0 pakai
15 R-15 − − − − − − − − − − 0 10 tidak pakai
16 R-16 − − − − √ − − − − − 1 9 tidak pakai
17 R-17 √ √ √ √ √ √ √ √ √ − 9 1 pakai
18 R-18 − − − − − − − − − − 0 10 tidak pakai
19 R-19 √ √ √ − √ − √ √ √ √ 8 2 pakai
20 R-20 √ √ √ − √ √ √ √ √ √ 9 1 pakai
21 R-21 √ − √ √ √ − √ √ √ − 7 3 pakai
Hari
1 2 3 4 5 Jumlah
No. Kode
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 √ −
Kriteria
22 R-22 − − − − − − − − − − 0 10 tidak pakai
23 R-23 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 0 pakai
24 R-24 √ √ √ √ √ − √ √ √ √ 9 1 pakai
25 R-25 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 0 pakai
26 R-26 √ − √ √ √ − √ √ √ √ 8 2 pakai
27 R-27 √ √ √ − √ √ √ − √ √ 8 2 pakai
28 R-28 √ √ √ √ √ − √ √ √ √ 9 1 pakai
29 R-29 − − − − − − − − − − 0 10 tidak pakai
30 R-30 √ √ √ − √ √ √ √ √ √ 9 1 pakai
31 R-31 − − − − − − − − − − 0 10 tidak pakai
32 R-32 − − − − − − − − − − 0 10 tidak pakai
33 R-33 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 0 pakai
34 R-34 − − − − − − − − − − 0 10 tidak pakai
35 R-35 √ − √ √ √ − √ √ √ √ 8 2 pakai
36 R-36 − − − − − − − − − − 0 10 tidak pakai
DATA HASIL PENELITIAN
No. Kode Pendidikan
1 R-1 SMA
2 R-2 SMP
3 R-3 SMA
4 R-4 SMA
5 R-5 SMA
6 R-6 SMP
7 R-7 SMA
8 R-8 SMA
9 R-9 SMA
10 R-10 SMA
11 R-11 SMP
12 R-12 SMA
13 R-13 SMA
14 R-14 SMA
15 R-15 SMP
16 R-16 SD
17 R-17 SMA
18 R-18 SMP
19 R-19 SMA
20 R-20 SD
21 R-21 SD
22 R-22 SMA
23 R-23 SMA
24 R-24 SMA
25 R-25 SD
26 R-26 SD
27 R-27 SMP
28 R-28 SMP
29 R-29 SMP
30 R-30 SMP
31 R-31 SMA
32 R-32 SD
33 R-33 SMP
34 R-34 SD
35 R-35 SMA
36 R-36 SMP
No. Kode Masa Kerja (tahun) Kriteria
1 R-1 15 lama
2 R-2 15 lama
3 R-3 15 lama
4 R-4 15 lama
5 R-5 14 lama
6 R-6 15 lama
7 R-7 15 lama
8 R-8 18 lama
9 R-9 14 lama
10 R-10 14 lama
11 R-11 15 lama
12 R-12 6 baru
13 R-13 5 baru
14 R-14 15 lama
15 R-15 15 lama
16 R-16 15 lama
17 R-17 15 lama
18 R-18 14 lama
19 R-19 10 baru
20 R-20 14 lama
21 R-21 14 lama
22 R-22 15 lama
23 R-23 14 lama
24 R-24 14 lama
25 R-25 14 lama
26 R-26 13 lama
27 R-27 15 lama
28 R-28 14 lama
29 R-29 15 lama
30 R-30 14 lama
31 R-31 14 lama
32 R-32 14 lama
33 R-33 15 lama
34 R-34 15 lama
35 R-35 6 baru
36 R-36 14 lama
Pengetahuan tentang Alat Pelindung Telinga (Ear Plug) No. Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah Kriteria
1 R-1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 Baik
2 R-2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 Baik
3 R-3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11 Baik
4 R-4 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 Baik
5 R-5 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 9 Buruk
6 R-6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik
7 R-7 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 10 Buruk
8 R-8 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 8 Buruk
9 R-9 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 9 Buruk
10 R-10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik
11 R-11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11 Baik
12 R-12 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 8 Buruk
13 R-13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 11 Baik
14 R-14 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 10 Buruk
15 R-15 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11 Baik
16 R-16 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 11 Baik
17 R-17 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 5 Buruk
18 R-18 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 8 Buruk
19 R-19 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 10 Buruk
20 R-20 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 Buruk
21 R-21 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik
22 R-22 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 Baik
23 R-23 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 8 Buruk
24 R-24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik
25 R-25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik
26 R-26 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 7 Buruk
27 R-27 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 9 Buruk
28 R-28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik
29 R-29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik
30 R-30 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9 Buruk
31 R-31 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik
32 R-32 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 8 Buruk
33 R-33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik
34 R-34 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11 Baik
35 R-35 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11 Baik
36 R-36 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 Buruk
Sikap Responden terhadap Alat Pelindung Telinga (Ear Plug) No. Kode 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Kriteria
1 R-1 1 1 1 0 0 1 1 5 negatif
2 R-2 1 1 1 0 0 1 1 5 negatif
3 R-3 1 1 1 1 0 1 1 6 positif
4 R-4 1 1 1 0 0 1 1 5 negatif
5 R-5 1 1 1 1 0 1 1 6 positif
6 R-6 1 1 0 1 0 0 1 4 negatif
7 R-7 1 1 1 1 1 1 1 7 positif
8 R-8 1 0 0 1 0 0 0 2 negatif
9 R-9 1 1 0 1 0 1 1 5 negatif
10 R-10 1 1 1 1 1 1 1 7 positif
11 R-11 1 1 1 1 0 0 1 5 negatif
12 R-12 1 1 0 1 0 1 1 5 negatif
13 R-13 1 1 1 1 1 1 1 7 positif
14 R-14 1 1 1 1 1 1 1 7 positif
15 R-15 1 1 1 1 0 1 1 6 positif
16 R-16 1 1 1 1 1 1 1 7 positif
17 R-17 1 0 0 1 0 1 1 4 negatif
18 R-18 0 1 0 1 0 1 1 4 negatif
19 R-19 1 1 1 1 1 1 1 7 positif
20 R-20 1 1 1 1 1 1 1 7 positif
21 R-21 1 1 1 1 0 1 1 6 positif
22 R-22 1 1 1 1 0 1 1 6 positif
23 R-23 1 1 1 0 1 1 1 6 positif
24 R-24 1 1 0 1 1 0 1 5 negatif
25 R-25 0 1 1 1 1 1 0 5 negatif
26 R-26 1 0 0 0 1 0 0 2 negatif
27 R-27 1 1 0 1 1 1 1 6 positif
28 R-28 1 1 1 1 1 1 1 7 positif
29 R-29 1 0 1 1 0 0 0 3 negatif
30 R-30 1 1 1 1 0 0 1 5 negatif
31 R-31 1 0 1 1 1 1 1 6 positif
32 R-32 1 1 1 1 0 0 1 5 negatif
33 R-33 1 1 1 1 1 1 1 7 positif
34 R-34 1 1 1 1 0 0 1 5 negatif
35 R-35 1 1 1 1 1 1 1 7 positif
36 R-36 1 0 1 1 0 0 1 4 negatif
Kenyamanan Alat Pelindung Telinga (Ear Plug) No. Kode 1 2 3 4 5 Jumlah Kriteria
1 R-1 1 1 1 1 1 5 nyaman
2 R-2 1 1 1 1 1 5 nyaman
3 R-3 0 1 1 1 0 3 nyaman
4 R-4 1 1 1 1 1 5 nyaman
5 R-5 0 1 1 1 1 4 nyaman
6 R-6 0 1 0 0 1 2 tidak nyaman
7 R-7 0 1 0 1 0 2 tidak nyaman
8 R-8 1 0 0 0 0 1 tidak nyaman
9 R-9 0 1 0 0 0 1 tidak nyaman
10 R-10 1 1 1 1 1 5 nyaman
11 R-11 0 1 1 1 1 4 nyaman
12 R-12 0 1 0 0 0 1 tidak nyaman
13 R-13 1 1 1 1 1 5 nyaman
14 R-14 1 1 1 1 1 5 nyaman
15 R-15 0 0 0 0 0 0 tidak nyaman
16 R-16 0 0 0 1 0 1 tidak nyaman
17 R-17 0 0 0 0 0 0 tidak nyaman
18 R-18 0 0 0 0 1 1 tidak nyaman
19 R-19 1 1 1 1 1 5 nyaman
20 R-20 0 0 1 1 1 3 nyaman
21 R-21 0 1 1 0 0 2 tidak nyaman
22 R-22 0 0 0 0 0 0 tidak nyaman
23 R-23 1 1 1 1 1 5 nyaman
24 R-24 0 1 0 0 1 2 tidak nyaman
25 R-25 0 1 0 0 1 2 tidak nyaman
26 R-26 0 1 0 0 1 2 tidak nyaman
27 R-27 1 1 1 1 1 5 nyaman
28 R-28 1 1 1 1 1 5 nyaman
29 R-29 0 1 0 0 0 1 tidak nyaman
30 R-30 0 0 1 1 1 3 nyaman
31 R-31 0 0 0 0 0 0 tidak nyaman
32 R-32 0 1 0 0 1 2 tidak nyaman
33 R-33 0 1 1 1 1 4 nyaman
34 R-34 0 1 0 0 0 1 tidak nyaman
35 R-35 0 1 1 1 1 4 nyaman
36 R-36 0 1 0 1 0 2 tidak nyaman
No. Kode Pemakaian Alat Pelindung Telinga
(Ear Plug)
1 R-1 pakai
2 R-2 pakai
3 R-3 pakai
4 R-4 pakai
5 R-5 tidak pakai
6 R-6 pakai
7 R-7 tidak pakai
8 R-8 pakai
9 R-9 tidak pakai
10 R-10 pakai
11 R-11 tidak pakai
12 R-12 tidak pakai
13 R-13 tidak pakai
14 R-14 pakai
15 R-15 tidak pakai
16 R-16 tidak pakai
17 R-17 pakai
18 R-18 tidak pakai
19 R-19 pakai
20 R-20 pakai
21 R-21 pakai
22 R-22 tidak pakai
23 R-23 pakai
24 R-24 pakai
25 R-25 pakai
26 R-26 pakai
27 R-27 pakai
28 R-28 pakai
29 R-29 tidak pakai
30 R-30 pakai
31 R-31 tidak pakai
32 R-32 tidak pakai
33 R-33 pakai
34 R-34 tidak pakai
35 R-35 pakai
36 R-36 tidak pakai