Skripsi Oleh: Pardi NIM. X5107574 - digilib.uns.ac.id...sering kita jumpai anak yang belum mampu...

56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS BRAILLE DENGAN METODE TULISAN SINGKAT DAN SINGKATAN BRAIILE SISWA KELAS VI SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SD NEGERI INKLUSI KRANDEGAN 1 KABUPATEN BANJARNEGARA Skripsi Oleh: Pardi NIM. X5107574 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Transcript of Skripsi Oleh: Pardi NIM. X5107574 - digilib.uns.ac.id...sering kita jumpai anak yang belum mampu...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS BRAILLE DENGAN METODE TULISAN SINGKAT DAN SINGKATAN BRAIILE

SISWA KELAS VI SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SD NEGERI INKLUSI KRANDEGAN 1

KABUPATEN BANJARNEGARA

Skripsi

Oleh:

Pardi

NIM. X5107574

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang

Menurut UU Sisdiknas No. 20 Pendidikan adalah :”usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara “ (2003: pasal 1) .

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa , bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab .

Pada jenjang pendidikan tingkat dasar, ( SD ) untuk mencapai tujuan seperti

yang tersebut di atas, terlebih dahulu harus didasari oleh kemampuan dasar anak

yang diantaranya kemampuan dasar membaca dan menulis.

Di lapangan banyak kita jumpai adanya kemampuan membaca yang lemah

dapat berakibat terhambatnya mengikuti pelajaran yang lain. Di sekolah reguler

sering kita jumpai anak yang belum mampu membaca akan selalu ketinggalan dalam

pelajaran yang lainnya.

Dalam dunia pendidikan selain pendidikan reguler ( umum ) kita kenal juga

adanya pendidikan khusus ( segregasi ) dimana anak-anak yang berkebutuhan

khusus bersekolah di SLB/SDLB, yang terbagi dalam berbagai jenis kelainan. Anak

dengan jenis ketunaan tunanetra, dapat membaca dan menulis dengan huruf Braille.

Kemampuan membaca dan menulis bagi anak tunanetra biasanya ada

ketidak lancaran bila dibandingkan dengan anak normal pada umumnya, hal ini

diakibatkan hilangnya indera penglihatan dan hanya mengandalkan indera

perabaannya saja.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Indera penglihatan adalah salah satu indera penting dalam menerima

informasi yang datang dari luar dirinya, sekalipun bekerjanya dibatasi oleh ruang,

indera penglihatan mampu menyerap sebagian besar rangsang atau informasi akan

diterima yang selanjutnya diteruskann ke otak, sehingga timbul kesan atau persepsi

dari pengertian tertentu terhadap rangsang tersebut.

Akibat hilangnya indera penglihatan maka anak tunanetra dalam menerima

rangsang dari luar berusaha memanfaatkan indera yang lain, salah satu indera yang

penting yaitu indera pendengaran, walaupun indera pendengaran hanya mampu

menerima informasi dari luar yang berupa suara, yang hanya mampu mendeteksi dan

menggambarkan tentang arah, sumber dan jarak. Dengan indra pendengaran tidak

dapat memberikan gambaran tentang bentuk, warna dan dinamikanya.

Pembelajaran keterampilan membaca dan menulis Braille bagi anak

tunanetra memerlukan keterampilan tersendiri yang menuntut keterampilan kepekaan

indera peraba, keterampilan motorik, juga keterampilan dalam mengidentifikasi

setiap titik dalam petak atau tanda dalam huruf braille itu sendiri.

Berdasarkan pengamatan penulis, yang telah dilakukan selama mengajar

anak tunanetra, bahwa kemampuan membaca dan menulis dengan tulisan Braille

biasa sering mengalami kesulitan atau ketidak lancaran terutama apabila anak

menulis masih menggunakan reglet, dan apabila membaca harus mengidentifikasi

tiap kotak yang baru dapat mewakili sebuah huruf. Dari kenyatan di atas maka

betapa banyaknya kendala bagi anak tunanetra terutama dari segi waktu.

Hal yang demikian akan berakibat anak tunanetra pada suatu saat

mengerjakan ulangan dalam tulisan Braille yang harus membaca sendiri akan relative

lama waktu yang digunakan, dan biasanya akan lebih suka apabila soal itu

didektekan atau dibacakan.

Pemerintah melalui Kepmendikbud No 053/U/2000 menyusun buku

pedoman EYD Braille bidang bahasa Indonesia, yang diataranya terdapat pedoman

menulis Braille dengan metode Tulisan singkat dan Singkatan Braille, yang

selanjutnya dalam makalah ini penulis gunakan istilah Tusing dan Sibra Braille.

Dalam buku pedoman tersebut dalam menulis Braille, simbul-simbul tertentu dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

mewakili sebuah kata, suku kata atau kalimat yang sudah baku, sehinga sangat

efektif dari segi waktu dan kecepatan /kelancaran membacanya.

Disini penulis memberikan sebuah ilustrasi terhadap anak yang sudah lancar

membaca dan menulis, dalam menulis seluruh naskah Pembukaan Undang-undang

Dasar tahun 1945 dengan tulisan Braille biasa, memerlukan waktu selama 75 menit,

dengan menghabiskan kertas Braille sebanyak 5 lembar, namun apabila naskah itu

ditulis dengan tulisan singkat yang baku, hanya membutuhkan waktu menulis selama

40 menit, dengan mengabiskan kertas untuk menulis sebanyak 3 lembar, dengan

demikian sangat efektif dari segi waktu dan biaya.

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah tersebut

peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian “ Meningkatkan kemampuan

Membaca dan Menulis dengan metode Tusing dan Sibra bagi Anak kelas VI

semester I SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten banjarnegara” .

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari uraian di atas, permasalahan yang timbul adalah:

Apakah pembelajaran dengan menggunakan tulisan singkat ( Tusing ) dan singkatan

braille ( Sibra ) dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis pada anak

tunanetra.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum:

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi

belajar siswa melalui kemampuan membaca dan menulis.

2. Tujuan Khusus:

Meningkatkan kemampuan / kelancaran membaca dan menulis anak

tunanetra dengan huruf Braille dengan metode Tusing dan Sibra, siswa kelas VI SD

Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegara, sehingga mampu mengikuti

pendidikan bersama anak anak normal di SD umum ( Inklusi ).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis:

Pemahaman terhadap isi dari sebuah bacaan biasanya sangat tergantung dari

kemampuan dan kelancaran dalam membaca. Kemampuan membaca yang tidak

lancar dapat mengaburkan pemahaman isi bacaan itu.

Misalnya membaca yang tersendat-sendat apa yang baru dibaca tadi belum bisa

difahami isinya walaupun baru dalam sebaris kalimat.

2. Manfat Praktis:

a. Bagi Siswa: menulis dan membaca dengan menggunakan metode tusing dan

Sibra akan sangat efisien dari segi waktu, biaya dan juga energi.

b. Bagi Guru : Dapat menumbuhkan daya kreatifitas, dalam mengembangkan

model-model pembelajaran yang inovatif untuk membantu memperbaiki

kinerjanya sehingga berkembangnya profgesionalitas guru.

c. Bagi Sekolah: Penelitian ini dapat membantu sekolah berkembang secara

optimal karena adanya peningkatan kemampuan prestasi belajar siswa, dan

kreatifitas Guru dalam mengembangkan model pembelajaran di sekolah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Anak Tunanetra

a. Pengertian:

Menurut Sutjihati Sumantri ( 1996:52 ) Seorang anak disebut tunanetra,

apabila didalam pelaksanaan belajar mengajar ,pada saat diperlukan pengamatan

visual anak tersebut memerlukan peralatan khusus.

Menurut Depdiknas ( 2006: 1 ) Tunanetra adalah Seseorang yang karena

sesuatu hal tidak dapat mernggunakan matanya sebagai saluran utumanya dalam

memperoleh informasi dari lingkungannya.

Hal ini disebabkan oleh indera penglihatan kurang berfungsi atau sama sekali tidak

berfungsi. Anak yang masih mempunyai sisa penglihatan dan dengan bantuan kaca

pembesar, Ia dapat membaca dengan bantuan tulisan yang dicetak tebal,oleh karena

itu digunakan tulisan awas. Sebaliknya apabila kaca pembesar ini tidak dapat

membantu anak membaca huruf-huruf yang dicetak tebal ia harus belajar dengan

tulisan Braille.

Tulisan ini tentunya bermanfaat pula bagi anak tunanetra yang penglihatannya tidak

berfungsi sama sekali.

Dalam bidang Pendidikan Luar Biasa anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab

disebut anak tunanetra. Pengertia tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi

mencakup juga mereka yang mempu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari- hari, terutama dalam belajar. Jadi

anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “ setengah melihat “ atau

rabun adalah bagian dari kelompok anak tunanetra.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan anak tunanetra adalah: “ individu

yang indera penglihatannya ( kedua-duanya ) tidak berfungsi sebagai saluran

penerimaan informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas.”.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Dari kondisi di atas pada umumnya yang digunakan sebagai patokan

apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan pada tingkat

ketajaman penglihatannya. Untuk mengetahui ketunanetraan digunakan dengan

tes, yaitu tes Snellen Card. Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan tunanetra bila

ketajaman penglihatannya ( Visusnya ) kurang dari 6/12. artinya berdasarkan tes

anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas

dapat dibaca pada jarak 12 meter.

b. Faktor Penyebab

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan tehnologi, sekarang ini sudah

jarang atau bahkan tidak lagi ditemukan anggapan bahwa ketunanetraan itu

disebabkan kartena kutukan dewa atau Tuhan.

Menurut Sutjihati Sumantri, ( 1996: 53 ) ketunanetraan anak dapat disebabkan

oleh berbagai faktor, apakah itu faktor dalam diri anak, ( internal ) faktor dari luar

anak ( ekternal ) termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat

hubungnnya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinan

karena faktor gen ( sifat pembawa keturunan ), kondisi psikis ibu, kekurangan

gizi, keracunan obat, dan sebagainya. Sedangkan termasuk faktor ekternal

diantaranya ialah; faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi

dilahirkan misalnya: kecelakaan, terkena penyakit siphilis, yang mengenai

matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis ( tang ) saat melahirkan

sehingga sistem persyarafannya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena racun,

virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata kerena

penyakit, bakteri atau virus

c. Karakteristik

Menurut Munawir ( 2006:3) Dalam usaha mengidentifikasi apakah seseorang itu

termasuk tunanetra atau bukan dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik

sebagai berikut:

1) Tidak mampu melihat.

2) Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter.

3) Kerusakan nyata pada kedua bola mata.

4) Sering meraba-raba /tersandung waktu berjalan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

5) Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya.

6) Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik/kering.

7) Peradangan hebat pada kedua bola mata.

8) Mata bergoyang terus.

d. Klasifikasi:

Berdasarkan ukuran ketajaman penglihatannya, anak tunanetra dapat

dikelompokkan menjadi:

1) Mampu melihat dengan acuity 20/70 ( anak tunanetra dapat melihat dari jarak

20 feet, sedangkan orang normal dari jarak 70 feet).

2) Mampu membaca kartu Snellen paling besar dari jarak 20 feet ( acuity

20/200 ).

Berdasarkan kelompok yang memiliki keterbatasan penglihatan dapat

dikelompokkan menjadi:

1) Mengenal bentuk atau obyek dari berbagai jarak.

2) Menghitung jari dari berbagai jarak.

3) Tidak mengenal tangan yang digerakkan.

Kelompok yang mengalami keterbatasan penglihatan yang berat ( Buta ):

1) Mempunyai persepsi cahaya( light perception ).

2) Tidak memiliki persepsi cahaya ( no light perception )

Dari segi pendidikan tunanetra dikelompokkan menjadi:

1) Mereka mampu membaca cetakan standart.

2) Mampu membaca cetakan standart, dengan menggunakan kaca pembesar.

3) Mampu membaca cetakan besar ( ukuran huruf No. 18 ).

4) Mampu membaca cetakan kombinasi cetakan regular dan cetakan besar.

5) Membaca cetakan besar dengan kaca pembesar.

6) Menggunakan Braille tetapi masih bisa melihat cahaya ( sangat berguna

untuk Mobilitas ).

7) Menggunakan huruf Braille tetapi tidak punya persepsi cahaya ( Total ).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

2. Kesulitan Belajar Membaca

a. Hakekat membaca:

Meskipun media cetak ( Telivisi ) telah banyak menggantikan media

cetak ( buku ), kemampuan membaca masih memegang peranan penting dalam

kehidupan manusia modern.

Dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat pesat, manusia harus terus

memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya. Pengetahuan dan

keterampilan tersebut sebagian besar diperoleh melalui keterampilan membaca.

Dalam kehidupan modern, jika tidak terus menerus memperbaharui

pengetahuan dan keterampilannya, orang mungkin akan mengalami kesulitan

dalam memperoleh lapangan pekerjaan yang layak.

Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang

studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki

kemampuan untuk membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam

mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena

itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar

Kemampuan membaca tidak hanya memungkinkan seorang

meningkatkan keterampilan kerja dan penguasaan berbagai bidang akademik,

tetapi juga memungkinkan berpartisipasi dalam kehidupan social budaya,

politik dan memenuhi kebutuhan emosional.

Membaca juga bermanfaat untuk rekreasi atau untuk memperoleh

kesenangan. Mengingat banyaknya manfaat kemampuan membaca, maka anak

harus banyak belajar membaca dan kesulitan belajar membaca kalau dapat

harus diatasi secepat mungkin.

b. Macam Kesulitan belajar membaca

1) Kesulitan membaca lisan.

Menurut Hargrove yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman ( 1984 : 170 ) ada

13 jenis perilaku yang mengidentifikasikan bahwa anak mengalami kesulitan

belajar membaca lisan. Adapun berbagai perilaku tersebut adalah:

a) Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca.

b) Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri kekanan dengan jari.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

c) Menelusuri tiap baris bacaan yang sedang dibaca dengan jari.

d) Mengerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak.

e) Menempatkan buku dengan cara yang aneh.

f) Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata.

g) Sering melihat pada gambar ( bila ada ).

h) Mulut komat-kamit waktu membaca

i) Membaca kata demi kata

j) Membaca terlalu cepat.

k) Membaca tanpa ekpresi.

l) Melakukan analisis tetapi tidak mensinteksiskan.

m) Adanya nada suara yang aneh.

2) Kesulitan membaca Pemahaman:

Ada sepuluh perilaku yang menjadi indicator kesulitan belajar membaca dalam

hati kesepuluh indicator tersebut adalah:

a) Menunjuk tiap kata yang dibaca dengan jari

b) Menelusuri baris yang sedang dibacanya dari kiri ke kana dengan jari.

c) Menelusuri bari-baris yang sedang dibaca dari atas ke bawah.

d) Membaca dengan berbisik.

e) Mengucap kata dengan keras.

f) Menggerakkan kepala bukan mata.

g) Menempatkan buku dengan cara yang aneh.

h) Menempatkan buku pada jarak andang yang terlalu dekat.

i) Sering melihat gambar jika ada

j) Hanya memandang secara sekilas dan kemudian berkata “ saya sudah

selesai”.

Namun demikian bagi anak tunanetra kemampuan membaca dengan

menggunakan huruf Braille penuh, biasanya akan mengalami kelambatan dari segi

kecepatan waktu dibandingkan dengan anak awas denga huruf awas, untuk

mengatasi hal itu maka perlu diperkenalkan tehnik membaca dengan metode tusing

dan sibra, karena dengan tehnik ini dengan sekali meraba tanda tertentu, tanda itu

sudah dapat mewakili tanda suku kata, kata atau kalimat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

3. Kesulitan Belajar Menulis

a. Pengertian:

Banyak orang lebih menyukai membaca dari pada menulis, karena

menulis dirasa lebih lambat dan sulit. Meski demikian , kemampuan menulis

sangat diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Para

siswa memerlukan kemampuan menulis untuk menyalin, mencatat, atau untuk

menyelesaikan tugas-tugas sekolah.

Ada banyak difinisi tentang menulis. Menurut Lerner yang dikutip oleh

Mulyono Abdurrahman ( 1985:413 ) mengemukakan bahwa menulis adalah

“menuangkan ide kedalam bentuk visual”. Soemarno Markam yang dikutip oleh

Mulyono Abdurrahman ( 1989 : 7 ) menjelaskan bahwa menulis adalah suatu

aktifitas kompleks, yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata secara

terintegrasi. Menulis juga terkait dengan pemahaman bahasa dan kemampuan

bicara. Tarigan yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman ( 1986 : 21 )

mendifinisikan bahwa menulis sebagai melukiskan lambing-lambang grafis dari

bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan

bahasa yang sama dengan penulis tersebut.

Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah:

aktifitas yang melibatkan berbagai indera untuk membuat lambing grafis yang

dapat mengandung makna atau membuat lambang bunyi dalam bentuk visual.

Proses belajar menulis melibatkan rentang waktu yang panjang. Proses

belajar menulis tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses belajar bicara dan

membaca. Pada saat bayi dilahirkan mereka telah menyadari adanya berbagai

bunyi di sekitarnya. Lama kelamaan menyadari bahwa bunyi-bunyi yang mereka

keluarkan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengemukakan keinginannya.

Pada usia dua tahun, anak biasa telah mampu berbicara dengan menggunakan

kalimat satu kata..

Pada saat masuk TK, anak telah mampu menggunakan kalimat yang lebih panjang

dan pada saat masuk SD telah mampu menggunakan kalimat lengkap dalam

percakapan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Pada masa usia prasekolah mungkin anak pernah mendengar cerita yang

dibacakan oleh orang tua atau guru, pada usia tersebut, anak juga melihat bahwa

orang-orang dewasa memperoleh berbagai macam informasi dari membaca dari

surat kabar, majalah atau buku,. Berdasarkan pengalaman tersebut maka anak

mulai menyadari perlunya kemampuan membaca . dengan demikian, proses

belajar membaca terkait erat dengan proses belajar bicara. Pada awal anak belajar

membaca, mereka menyadari pula, bahwa bahasa ujaran yang biasa digunakan

dalam percakapan dapat dituangkan dalam bentuk lambing tulisan. Mulai saat itu,

timbullah kesadaran pada anak tentang perlunya belajar menulis. Dengan

demikian, proses belajar menulis terkait erat dengan proses belajar berbicara dan

membaca.

b. Kesulitan Menulis

Kesulitan Belajar menulis sering disebut disgrafia.( Jordson seperti

dikutif oleh Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985: 237 ) Kesulitan belajar menulis

yang berat juga disebut agrafia. Disgrafia menunjuk adanya ketidak mampuan

mengingat cara membuat huruf atau simbul-simbul matematika. Disgrafia sering

dikaitkan dengan kesulitan belajar membaca atau disleksia karena kedua jenis

kesulitan tersebut sesungguhnya saling terkait.

Kesulitan belajar menulis sering terkait dengan cara anak memegang

pensil, yang dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa anak berkesulitan belajar

menulis adalah antara lain:

1) Sudut pensil terlalu besar.

2) Sudut pensil terlalu kecil.

3) Memegang pensil seperti mau meninju, menyangkutkan pensil di tangan atau

menyeret ( Horsnbi,1984:66 )

c. Menulis bagi Anak Tunanetra:

Cara menulis bagi tunanetra sangat berbeda dengan cara menlis bagi orang awas.

Alat yang digunakan untuk menulis adalah berupa Riglet dan Pen sebagai

penganti pensil atau bolpoin.

Cara menulis anak tunanetra dengan reglet adalah sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

1) Masukkan kertas dalam lipatan reglet.

2) Tulis/tusuk reglet dengan pena/pen/stylus dari arah kanan ke kiri,

menggunakan alfabetik huruf negative/ tulis.

3) Jika telah penuh maka pindahkan reglet dengan cara

a) Buka/lepas reglet.

b) Gesertlah reglet tersebut kearah bawah.

c) Bekas lubang paku reglet bagian bawah menjadi pedoman untuk

memasukkan paku / pengait reglet bagian atas.

4) Untuk membaca bukalah reglet dan baliklah kertas hasil tulisan tersebut dan

bacalah dari kiri ke kanan.

Kesulitan / hambatan yang biasa dialami anak tunanetra dalam menulis antara

lain:

a) Setiap kalai melakukan kegiatan menulis, setelah baris dalam riglet habis

harus memasang riglet lagi di bawahnya.

b) Kotak dalam baris reglet terbatas jumlahnya, sehingga sedapat mungkin

penggunaan kotak dalam riglet harus diusahakan seefektif mungkin.

Dengan adanya berbagai hambatan dan kendala tersebut di atas, maka

pengajaran membaca dan menulis dengan mengunakan Sibra dan Tusing sangat

tepat dan efektif dari segi waktu ( kecepatan ), tempat ( kertas lebih sedikit )

sehingga dari perhitungan biaya akan lebih murah, apalagi bila dalam pencetakan

yang banyak.

4. Huruf Braille

a. Sejarah huruf Braille:

Pada tanggal 4 Januari 1809 di sebuah desa Coupvray ± 40 km dari kota

Paris lahirlah bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Louis Braille. Anak laki-

laki yang lincah ini pada usia 3 tahun menjadi tunanetra disebabkan sebelah

matanya tertusuk pisau yang mengakibatkan kedua matanya menjadi rusak karena

terkena infeksi.

Kejadian ini sudah tentu dirasakan oleh Louis Braille dan kedua orang

tuanya sebagai sesuatu kemalangan yang sangat besar. Tetapi pada hakekatnya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

kejadian itu merupakan kejadian yang menghantarkan Louis Braille kepada

kemashuran sebagai pahlawan kemanusiaan yang abadi sepanjang jaman.

Tahun 1819 yaitu ketika berumur 10 tahun, Louis Braille mulai bersekolah pada

L’eccle des Yeunes Avengles di kota Paris, suatu sekolah tunanetra pertama yang

didirikan oleh Valentin Hauy pada tahun 1784. Di sekolah Louis Braille

memperlihatkan bakat serta kemauan yang keras sehingga ia tergolong murid

yang pandai. Sesungguhnya sebagai akibat dari ketunanetraannya itu Louis Braille

tergolong anak yang berfisik lemah dan sakit –sakitan.

Setelah menamatkan pelajarannya, Louis Braille bekerja pada sekolah tersebut

sebagai pembantu guru ( repetitor )

Pada waktu itu tulisan yang digunakan adalah tulisan latin yang dicertak timbul

( relief ).

Sezaman dengan Louis Braille, seorang opsir tentara berkuda Perancis bernama

Charles Barbier, menciptakan tulisan titik-titik timbul yang dapat dibaca dengan

jalan meraba.

Sistim tulisan Barbier itu terdiri dari 12 buah titik dan diciptakan untuk keperluan

militer. Dengan perantaraan temuannya Louis Braille sangat tertarik akan

penemuan Barbier itu dan segera ia berkesimpulan bahwa sistim titik-titik timbul

lebih baik bagi perabaan dari pada relief latin.

Louis Braille menyusun kembali sitim titik-titik ini menjadi 6 titik saja,

yang kemudian dikenal dengan tulisan Braille.

Ia juga menciptakan alat tulisnya yang diberi nama reglette. Pada tahun 1836

lengkaplah sistim tulisan Braille itu dan sejak itu perjuangan Louis Braille

diarahkan ke luar. Yaitu agar sistim tulisan Braille dipergunakan secara luas dan

umum sebagai tulisan resmi orang -orang tunanetra.

b. Perkembangan Tulisan Braille di Indonesia :

Tulisan Braille mulai dipergunakan di Indonesia sejak Dr. Westhoff mendirikan

Blinden Institut di Bandung pada tahun 1901. Hingga perang dunia II pola tulisan

Braille di Indonesia mengikuti sistim dari Negara Belanda.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Perkembangan ini mulai dengan berdiirinya SGPLB di Bandung pada tahun 1952.

Para lulusan SGPLB menyebar di berbagai daerah dan mempelopori berdirinya

sekolah-sekolah tunanetra di daerah masing-masing.

Tanda-tanda Braille yang telah ada tidak mencukupi lagi keperluan mereka,

mereka memerlukan lagi tanda - tanda Braille yang lebih lengkap mengenai

bahasa, matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Kimia dan lain-lain. Untuk

memenuhi kebutuhan itu tiap-tiap sekolah bahkan masing-masing pelajar

berusaha mencari atau menciptakan tanda-tanda sendiri. Sehingga tidak adanya

keseragaman tulisan Braille yang dipergunakan di sekolah-sekolah tunanetra.

Menyadari hal itu, Kepala Urusan Pendidikan Luar Biasa Departeman P dan K

menugaskan kepada beberapa petugas lapangan antara lain Soharto untuk

menyusun konsep keseragaman Braille, sebagai tindak lanjut diadakan rapat

Dinas UPLB mengenai keseragaman Braille di Bandung pada bulan Desember

1961.

c. Abjad Braille Bahasa Indonesia

Huruf Braille terdiri dari 6 buah titik timbul yang masing-masing titik diberi

nomor 1 – 6 dalam posisi sebagai berikut:

1 4

2 5

3 6

Untuk keperluan menulis dengan reglet dipergunakan negatif dari bentuk di atas

dan ditulis dari kanan ke kiri dengan urutan nomor yang sama.

1) Tanda abjad:

a b c d e f g h i j

k l m n o p q r s t

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

u v w x y z

ng ny ai au

( . ) ( , ) ? !

d. Karakteristik:

Tulisan Braille terbentuk dari satu atau kombinasi dari kemungkinan

enam buah titik yang tersusun tiga titik ke atas dua sejajar. Untuk mempermudah

mengingat titik-titik itu, maka formasi titik-titik itu diberi nama sesuai dengan

urut nomornya. Yaitu titik 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Untuk membaca dan mengetik

formasinya disebut formasi positif yaitu dari kiri ke kanan.

1 4

2 5

3 6

Sedang formasi menulis dengan reglet ( stalet ) disebut formasi negative, dari

kanan ke kiri. 4 1

5 2

6 3

e. Manfaat:

Dengan diketemukannya tulisan Braille oleh Louise Braille, yang terdiri dari

enam buah titik seperti telah penulis sebutkan di atas, maka pada tahun 1836

lengkaplah sistim tulisan Braille dan sejak saat itulah agar sistim tulisan Braille

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

dipergunakan secara luasdan umum sebagai tulisan resmi orang-orang tunanetra.

Dalam suatu kongresyang dfiadakan di kota Paris, tahun 1860 diterimalah tulisan

Braille sebagai tulisan resmi bagi sekolah-sekolah tunanetra di seluruh Eropa

Barat.

Dalam perkembangan selanjutnya dengan perpaduan kombinasi 6 buah titik

Braille tersebut dapat diciptakan tanda-tanda dalam bidang bahasa, Matematika,

music,, IPA, Biologi dsb.

Dengan dikeluarkannya Kepmendiknas RI. No. 053/U/2000 tentang Sistim Braille

Indonesia Bidang Bahasa Indonesia, maka ada keseragaman dalam menggunakan

tanda-tanda Braille di seluruh Indonesia, sehingga adanya kecenderungan

masing-masing tunanetra menciptakan tanda-tanda Braille sendiri dapat diatasi.

5. Kemampuan Membaca dan Menulis Braille

Setiap manusia memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan hidupnya.

Dalam masyarakat yang lebih maju, lebih banyak lagi pengetahuan yang perlu

dimiliki manusia untuk keperluan hidupnya.dari berbagai pengetahuan itu, manusia

harus mengetahui pengetahuan dasar. Manusia yang satu dengan lainnya dalam

berkomunikasi tidak lepas dari pengetahuan dasar tersebut. Setiap manusia

menggunakan pengetahuan dasar, membaca, menulis dan berhitung ( matematika )

untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Ketiga pengetahuan itulah merupakan

pengetahuan dasar. Anak tunanetra pun perlu memiliki pengetahuan dasar. Murid

SLB ( SDLB atau pendidikan Inklusi ) mendapat pengajaran membaca, menulis dan

berhitung sejak kelas I tingkat dasar. Dari ketiga pengetahuan itu, membaca dan

menulislah sangat erat hubungannya. Keduanya diberikan hampir bersamaan. Selisih

waktunya hanya beberapa minggu saja. Oleh karena itu disebut pengajaran membaca

menulis, bukan membaca dan menulis.. tentunya untuk keperluan menghitung, anak

harus dapat membaca dan menulis.

Dalam praktek, pengajaran membaca diberikan terlebih dahulu dari pada

pengajaran menulis. Bagi anak tehnik membaca lebih mudah dari pada tehnik

menulis. Untuk membaca anak langsung jarinya menelusuri tulisan Braille. Tinggal

anak menguasai huruf dan tanda Braille lainnya. Sedang untuk menulis anak tidak

dapat langsung mengerjakan menulis. Anak harus menguasai alat, terlebih dahulu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

anak harus mengetahui fungsi bagian-bagian alat dan bagaimana menggunakannya.

Kemudian ia belajar menulis sesuai dengan yang sudah dibacanya. Oleh karena itu,

dinamakan pengajaran membaca menulis, bukan menulis membaca.

Berdasarkan pengalaman penulis, kemampuan membaca dan menulis anak

tunanetra dengan mengunakan cara yang manual ( tulisan biasa ) biasanya lebih

lambat dibandingkan dengan anak awas. Untuk itu penulis mencoba mengajarkan

penggunaan metode Tulisan singkat ( Tusing ) dan Singkatan Braille ( Sibra ) untuk

meningkatkan kemampuan membaca dan menulis bagi anak tunanetra, lebih- lebih

bagi anak yang menempuh pendidikan di sekolah Inklusi harus dapat mengikuti

teman-temannya yang awas terutama dari segi kemampuan membaca dan

menulisnya.

Kriteria peningkatan kemampuan membaca dan menulis bagi anak tunanetra

dengan menggunakan tulisan singkat dan singkatan Braille terutama penulis menitik

beratkan dari segi waktu/kecapatan atau kelancaran membaca dan menulisnya.

Dengan menguasai seluruh tanda kata, tanda kelompok kata, dan tulisan singkat

Braille ( Sibra ) anak tunanetra diharapkan kemampuan membaca dan menulis

semakin lancar.

6. Tusing dan Sibra Braille

a. Pengertian

Istilah “ Tusing “ adalah merupakan akronim dari kata “ tulisan singkat “

sedangkan Sibra merupakan Akronim dari kata “ Singkatan Braille “.

Tusing dan Sibra adalah merupakan bentuk atau tanda Braille yang dapat dibaca

mewakili sebuah kata, atau kelompok kata ( Kepmendiknas 2000 : 4 ).

Contoh: satu huruf abjad Braille “ a “ dapat dibaca menjadi sebuah kata “ anda

“. Satu tanda huruf Braille “ b “ dapat dibaca “ bagi “ dsb.

Dalam Tulisan awas kita sering menggunakan singkatan seperti : dll, yg, dsb.

namun dalam menulis dan membaca Braille banyak sekali macamnya walaupun

itu hanya merupaka sebuah tanda braille.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Contoh Kata dan kelompok kata yang dapat ditulis dengan Sibra dan Tusing:

= anak

= apa lagi

= seperti

b. Latar Belakang:

Terjadinya banyak ragam tanda - tanda Braille dan singkatan-singkatan

Braille di Indonesia diduga antara lain karena hal-hal sebagai berikut:

Para alumni Blinden Institut di Bandung telah meninggalkan almamaternya, ada

yang tidak mengikuti perkembangan tanda-tanda Braille yang digunakan di

Bandung,. Sementara itu Blinden Institut di Bandung masih mengikuti

perkembangan tanda-tanda Braille yang di pakai oleh negara asal pendirinya yaitu

di negara Belanda. Dengan demikian terdapat berbagai ragam tanda-tanda Braille

di Bandung dan lembaga-lembaga pendidikan untuk orang tunanetra di luar

Bandung. Hal tersebut telah berlangsung sebelum Proklamasi Kemerdekaan

Republik Indonesia.

Disamping itu juga untuk memenuhi kebutuhan masing-masing alumnus, para

pemakai tanda Braille menciptakan sendiri tanda dan singkatan- singkatan

tertentu. Upaya ini lebih memperbesar jumlah ragam tanda dan singkatan Braille.

Keputusan menggunakan keseragaman Braille dan pemberian contoh

tulisan Braille telah berlangsung cukup lama serta didorong oleh keperluan yang

sangat mendesak karena para tunanetra makin meningkat pendidikannya, maka

oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, menyususn Buku

Pedoman Tulisan singkat Braille pada tahun 1982/1983 dan yang terakhir derngan

Keputusan Mendikbud RI Nomor : 053/U/2000

c. Tujuan:

Dengan makin meningkatnya kegiatan pembangunan di bidang

pendidikan pada umumnya, serta khususnya pembangunan Pendidikan Luar Biasa

yang diwujudkan antara lain dalam kegiatan pengadaan buku pegangan guru dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

buku murid, maka adanya buku Pedoman Braille yang mantap dan sempurna

dirasa sangat mendesak. Sementara itu sejalan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan maka buku-buku Pedoman Braille juga memerlukan penyesuaian diri

terhadap perkembangan keadaan tersebut.

d. Kelebihan dan Kekurangan:

Pada dasarnya membaca dan menulis Braille dengan menggunakan Tulisan

singkat ( Tusing ) dan Singkatan Braille mempunyai banyak sekali kelebihan apabila

dibandingkan menulis dan membaca dengan metode konfensional ( biasa ).

Dari segi waktu membaca dan menulis Braille dengan metode Tusing dan Sibra

sangat menghemat waktu apabila seluruh tanda-tanda Sibra dan Tusing itu telah

dikuasai anak.

Di sini akan penulis berikan sebuah contoh menulis Braille dengan metode sibra dan

tusing.

Contoh kalimat: pada hari ini banyak orang naik sepeda

Dari segi Tempat: Dari contoh di atas untuk menulis kalimat dengan tulisan Braille

dengan cara yang biasa memerlukan 38 kotak. Tetapi apabila ditulis dengan tusing

cukup 15 kotak, sudah barang tentu hal ini sangat efisien dari segi tempat dan waktu

menulisnya, demikian juga dalam membacanya.

Namun adanya kelebihan juga ada sisi kekurangnnya yaitu bagi anak yang belum

menguasai betul seluruh materi dalam Sibra dan Tusing akan merasa kesulitan,

misalnya dalam pemenggalan kata/suku kata mana yang dapat ditusingkan sehinga

juga akan ada hambatan dalam membaca atau menulisnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

e. Karakteristik

Dalam pedoman EYD Braille bidang bahasa Indonesia menurut Kep.

Mendikbud No.053/U/2000, tentang Tusing dan Sibra mempunyai karakteristik

sebagai berikut:

1) Tanda kata yang terdiri dari sebuah huruf ( alfabed Braille )

2) Tanda kata yang terdiri dari huruf balik.

3) Tanda kata yanag terdiri dari tanda bawah.

4) Tanda kata yang terdiri dari tanda lain.

5) Tanda kelompok suku kata ( hanya dipergunakan di depan,tengah dan

belakang )

6) Tanda suku kata ( hanya dipergunakan di depan )

7) Tanda suku kata ( hanya dipergunakan di depan dan tengah )

8) Tanda suku kata ( hanya dipergunakan di belakang )

9) Huruf dengan tanda pokok titik Nomor 5.

10) Huruf dengan tanda pokok titik nomor 4 dan 5

7. Pendidikan Inklusi

a. Pengertian :

Menurut Mulyana ( 2006 : 3 ) Pendidikan Inklusi adalah Pendidikan yang

mengikut sertakan anak-anak yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-

sama dengan anak yang sebayanya di sekolah reguler ( normal ) dan pada

akhirnya mereka bagian dari masyarakat sekolah tersebut, sehingga tercipta

suasana belajar yang kondusif.

Di dalam pendidikan Inklusi anak berkebutuhan khusus deberikan kesempatan

belajar penuh untuk dapat mengakses kurikulum, lingkungan, interaksi sosial, dan

segala aset yang dimiliki sekolah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar anak

berkebutuhan khusus dapat terlibat pada kehidupan sekolah secara totalitas.

Menurut Befring yang dikutip oleh Mulyana ( 2008: 68 ) kunci dasar pendidikan

adalah penghargaan bagi setiap siswa dan variasi dipandang sebagai sumber daya

bukannya sebuah masalah. Pada pendidikan inklusi anak berkebutuhan khusus

berkembang melalui pengajaran dan dukungan dari teman sebayanya. Dari

pendapat di atas disimpulkan bahwa: Pendidikan inklusi merupakan refleksi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

pandangan moral yang memberikan penghargaan atas perbedaan sehingga siswa

dapat belajar satu sama lain karena hal itu akan mereka lakukan pada dunia nyata.

b. Landasan Pendidikan Inklusi :

Sebagai landasan penyelenggaran pendidikan inklusi bagi para pengelola atau

badan pengelola adalah sebagai berikut:

1) UUD tahun 1945 khususnya pada Preambul dan pada batang tubuh pasal 31.

2) Tap MPR No. 2 tahun 1998 tentang GBHN

3) UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

4) UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat.

5) PP No. 39 tahun 1990 tentang Peran serta masyarakat dalam Pendidikan.

6) PP No. 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa .

c. Prinsip dan Karakteristik Pendidikan Inklusi:

Prinsip mendasar dari sekolah inklusi adalah bahwa, selama

memungkinkan, semua anak seyogjanya belajar bersama-sama, tanpa memandang

kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusi

harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda beda dari para

siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan belajarnya, dan

menjamin diberikannya pendidikan yang berkwalitas kepada semua siswa melalui

penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi

pembelajaran yang tepat, pemanfaatan sumber dengan sebaik-baiknya, dan

pengalaman kemitraan dengan masyarakat sekitar.

Seyogyanya terdapat dukungan dan pelayanan yang berkesinambungan sesuai

dengan kebutuhan khusus yang dijumpai pada setiap sekolah.

Di dalam pendidikan inklusi anak yang menyandang kebutuhan khusus

seyogyanya menerima segala dukungan tambahan yang mereka perlukan untuk

menjamin efekktifnya pendidikan mereka.

Pendidikan inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk membangun

solidaritas antara anak yang berkebutuhan khusus dengan teman-teman

sebayanya. Pengiriman anak secara permanen di Sekolah Luar Biasa ( sekolah

khusus ) atau kelas khusus atau bagian khusus dari sekolah reguler seyogyanya

merupakan suatu kekecualian, yang direkomendasikan hanya pada kasus-kasus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

tertentu dimana terdapat bukti yang jelas bahwa pendidikan di sekolah reguler

tidak memenuhi kebutuhan pendidikan atau sosial anak, atau bila hal tersebut

diperlukan demi kesejahteraan anak yang bersangkutan atau kesejahteraan anak-

anak lain di sekolah itu.

d. Model layanan Pendidikan Inklusi:

1) Sistem Pembelajaran:

Proses belajar mengajar yang dilakukan pada sekolah inklusi pada

umumnya dilaksanakan secara klasikal, hanya pada saat tertentu dimana anak

berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran secara

klasikal yang disebabkan oleh kelainan yang disandangnya, maka guru akan

memberikan layanan khusus secara individual, baik yang dilaksanakan oleh guru

kelas maupun guru pembimbing khusus.

2) Penilaian:

Penilaian terhadap kemajuan siswa dilakukan oleh guru kelas dan atau

guru mata pelajaran. Alat penilaian yang digunakan seperti yang diterapkan

pada anak dalam kelas yang bersangkutan, tentu harus disesuaikan dengan

pengajaran individu.

3) Sistem Administrasi:

Pada prinsipnya pendidikan inklusi bertujuan untuk mengintegrasikan

anak berkebutuhan khusus ke dalam lingkungan sekolah yang terbebas dari

diskriminasi serta tanpa melihat dari segala kekurangan yang disandangnya,

maka administrasi yang dipergunakan pada kelas yang bersangkutan juga

terintegrasi ke dalam administrasi yang berlaku pada kelas yang bersangkutan.

4) Kurikulum

Kurikulum yang digunakan di kelas inklusi adalah kurikulum anak

normal (reguler ) yang disesuaikan ( dimodifikasi ) sesuai dengan kemampuan

awal dan karakteristik siswa, sesuai dengan jenis kalainannya.Dalam hal

modifikasi bisa berupa dalam hal modifikasi 1). waktu, 2 ) Isi, 3 ) proses

belajar mengajar, 4). Sarana prasarana, 5). Lingkungan belajar, 6). Pengelolaan

kelas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

e. Ketenagaan

Ketenagaan yang diperlukan dalam penyelenggaran pendidikan inklusi

adalah: 1). Guru Kelas, 2). Guru Mata Pelajaran, 3). Guru Pembimbing khusus.

Guru Pembimbing khusus adalah: Guru yang mempunyai latar belakang

pendidikan PLB atau guru biasa yang pernah mendapat pelatihan khusus PLB

atau pendidikan inklusi.

Guru pembimbing khusus dapat melayani beberapa sekolah yang

menyelenggarakan pendidikan inklusi.

f. Sarana dan prasarana:

Disamping alat bantu pelajaran yang biasa digunakan dalam melaksanakan proses

pembelajaran yang biasa, pada sekolah inklusi juga perlu menyediakan alat bantu

proses pembelajaran yang sesuai dengan siswa berkebutuhan khusus. Antara lain

untuk anak tunanetra alat itu berupa:

1) Kaca mata

2) Kaca pembesar

3) Riglet

4) Tongkat putih

5) Huruf Braille

6) Mesin ketik Braille

8. Pendidikan Khusus

Menurut Undang - undang Sisdiknas No.20 ( 2003 : Ps 32) Pendidikan

Khusus adalah “Pendidikan dan Pengajaran yang bermaksud memberikan

Pendidikan dan Pengajaran kepada orang - orang yang dalam keadaan kekurangan

baik jasmani maupun rochani, supaya mereka dapat memperoleh kehidupan lahir

batin yang layak”.

Seperti yang telah diamanatkan dalam Undang- undang Dasar 1945 menyatakan

secara tegas bahwa: “ Setiap Warga Negara berhak untuk mendapatkan Pendidikan”

( pasal 31 ayat 1 ).

Untuk menunjang pengembanggan sumberdaya manusia Indonesia,

pemerintah telah mencanangkan Program wajib belajar Pendidikan Dasar sembilan

tahun yang pelaksanaannya secara nasional telah dimulai pada bulan Mei 1994.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Pemerintah menyadari bahwa pemberian kesempatan untuk memperoleh pendidikan

bagi setiap anak merupakan kunci masa depan bagi seluruh bangsa Indonesia.

Walaupun upaya-upaya yang telah dilaksanakan telah banyak memberikan hasil,

namun demikina dalam beberapa hal terutama yang berkaitan dengan pendidikan

untuk anak berkebutuhan khusus atau berkalainan, baik fisik maupun mental masih

belum mendapatkan tempat yang semestinya dalam sistem pendidikan yang ada.

Namun demikian pemerintah telah menyadari bahwa anak-anak yang berkebutuhan

khusus dengan potensi yang dimiliki akan dapat bermanfaat bagi masyarakat, dan

bangsa. Untuk mencapai hal tersebut, pelayanan persekolahan yang ada perlu

disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus.

Bentuk lembaga pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu melalui pendidikan

segregasi yang berupa sekolah khusus antara lain SLB dan SDLB dan yang sekarang

berkembang yaitu adanya pendidikan Inklusi.

Setiap anak yang mempunyai kelainan mental, fisik, ataupun emosional,

mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan

jenjang pendidikan ( UU Nomor 4/1977 Ps. 6 ).

Satuan pendidikan yang dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus untuk

mendapatkan pendidikan adalah satuan pendidikan luar biasa dan satuan pendidikan

umum. Sedang jalur pendidikannya meliputi pendidikan formal, informal dan

nonformal. Sementara itu jenis pendidikannya dapat meliputi pendidikan untuk anak

tunanetra, tunarungu wicara, tunagrahita, tunadaksa dan tunalaras.

Pendidikan Luar biasa atau sekarang disebut pendidikan khusus sebagai

bagian terpadu dari sistim pendidikan nasional yang secara khusus diselenggarakan

bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik, dan atau mental dan atau

kelainan perilaku meliputi jenjang taman kanak- kanak

( TKLB ), Sekolah Dasar Luar Biasa, ( SDLB ), Sekolah Menengah Pertama Luar

Biasa ( SMPLB ), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa ( SMALB ).

( Kepmendikbud Nomor 1026/U/1994 Bab. I ).

Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus jenjang TKLB bertujuan untuk

membantu meletakkan dasar-dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan,

keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya

sesuai dengan tingkat kelainannya, serta memperoleh kesiapan fisik , mental,

perilaku dan social untuk mengikuti pendidikan pada SDLB atau SD melalui

pendidikan terpadu atau Inklusi.

Pendidikan Khusus yang diselenggarakan di SDLB bertujuan untuk

memberikan kemampuan dasar baca, tulis, hitung pengetahuan keterampilan dasar

dan sikap yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan kelainan yang disandangnya

dan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti

pendidikan pada SMPLB dan SMP melalui pendidikan terpadu/Inklusi.

Pelaksanaan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia

mengikuti dua sistim yaitu 1). Sistim segregasi 2). Sistim non segregasi

( Sunardi,1998: 24 ).

Yang dimaksud sistim segregasi adalah suatu system penyelenggaran pendidikan

anak berkebutuhan khusus yang terpisah dari peserta didik normal

( Depdikbud,1997 ). Artinya anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan

pendidikan di satuan-satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan khusus ini disebut

Sekolah Luar Biasa.

Sekolah Luar Biasa di Indonesia ada beberapa macam jenisnya, yaitu

SLB/A untuk penyandang tunanetra, SLB/B untuk penyandang tunarungu dan

wicara, SLB/C untuk penyandang tunagrahita, SLB/D untuk penyandang tunadaksa.

SLB/E untuk penyandang tunalaras atau kelainan perilaku, SLB/F untuk mereka

yang memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata anak normal, SLB/G untuk

penyandang tunaganda, dan SLB/H untuk penyandang peserta didik berkesulitan

belajar.

B. KERANGKA BERFIKIR

Menurut Sarwiji Suwandi ( 2008 : 61 ) kerangka berfikir ini merupakan

penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan.

Setiap kegiatan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas sangat diperlukan

kemampuan dalam hal membaca dan menulis.

Berkenaan dengan itu maka diperlukan kemampuan membaca dan menulis yang

lancar,.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Bagi anak tunanetra membaca dan menulis menggunakan tulisan yang

khusus dan alat yang khusus pula. Anak tunanetra yang membaca dan menulis

hanya menggunakan tulisan Braille biasa, biasanya kurang lancar ( ditinjau dari segi

waktu ). Untuk itu perlu diajarkan bentuk tulisan Braille yang sesuai dengan

pedoman penulisan Braille bidang Bahasa Indonesia ( Sibra dan Tusing ).

Menulis dan membaca dengan menggunakan metode Sibra dan tusing diharapkan

kemamuan membacanya menjadi lancer dan lebih cepat.

Skema kerangka berfikir penulis buat sebagai berikut:

Tind Tindakan

Dari skema kerangka berfikir di atas dapat kami uraikan sebagai berikut:

Pada kondisi awal anak membaca hanya menggunakan tulisan Braille biasa , anak

membaca buruf demi huruf tiap tanda Braille sehingga waktu yang digunakan atau

kelancaran membaca sangat lambat.

Pada tahap pemberian tindakan guru memperkenalkan tanda Braille yang berupa

tusing dan sibra, dimana setiap tanda itu dapat mewakili suku kata atau kosa kata,

sehingga kemampuan membaca dan menulis anak menjadi lancar dan cepat.

C. PERUMUSAN HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, penelita merumuskan

Hipoteisis tindakan sebagai berikut: “ Bahwa Pengajaran dengan Metode Tulisan

singkat ( Tusing ) dan singkatan Braille ( Sibra ) dapat Meningkatkan Kemampuan

Membaca dan Menulis bagi siswa Tunanetra pada SD Negeri Inklusi Krandegan 1

Kabupaten Banjarnegara “

Kemampuan membaca dan menulis siswa

rendah

Kondisi Awal Siswa membaca

dan menulis belum

menggunakan Tusing dan

Sibra

Guru memperkenalkan tanda Tusing dan

Sibra

Kemampuan membaca dan menulis siswa

meningkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Untuk memperlancar penelitian, maka perlu adanya cara atau tehnik yang

dapat mempermudah penelitian. Cara atau tehnik yang digunakan dalam penelitian

disebut motodologi, yang merupakan cara ilmiah yang dilakukan untuk mendapatkan

data dengan tujuan tertentu.

A. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Negeri Inklusi Krandegan I yang beralamat di

Jln. Dipayuda No. 56 Kalurahan Krandegan Kecamatan Banjarnegara, Kabupataen

Banjarnegara ( KP.53482 ).

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2009 dengan

jadwal sebagai berikut:

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Uraian

Bulan / minggu ke

Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyusunan

proposal X X X

2. Perijinan X X

3. Pelaksanaan

Penelitian X X X

4. Pengolahan

Data. X X X

5. Analisis

data X X X X - -

6. Penyusunan

Laporan - - - - - - - - - - - - - X X X

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

B. Subyek Penelitian

Menurut Sarwiji Suwandi ( 2008:64 ) Subyek penelitian adalah siswa dan

guru yang terlibat dalam pelaksanaan pembelajaran. Sedang subyek penelitian

tindakan ini adalah siswa dan guru SD Negeri Inklusi Krandegan 1, Banjarnegara.

Siswa yang dijadikan subyek penelitian adalah siswa tunanetra kelas VI ( enam )

sebanyak 4 siswa terdiri dari 3 laki-laki dan 1 perempuan.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah daftar nilai hasil belajar pada

penjajagan ( data awal ) siswa yang berupa nilai kemampuan membaca dan menulis

Braille sebelum menggunakan metode Tusing dan Sibra.

Sebagai data pendukung, jenis data yang didapatkan dari :

1. Proses belajar mengajar.

2. Nilai test siswa.

3. Observasi selama proses pembelajaran.

D. Tehnik dan Alat Pengumpul Data

Tehnik pengumpul data dalam penelitian ini menggunakan tehnik Tes dan

Observasi / pengamatan

1. Tehnik Tes

Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh hasil belajar

yang diperoleh siswa setelah pemberian tindakan. Tes merupakan tes formatif.

Adapun tes yang penulis lakukan meliputi:

a. Pre Test untuk mengetahui kemampuan awal anak dalam membaca dan menulis

Braille dengan tulisan biasa.

b. Post test, diambil dari nilai kemampuan anak membaca dan menulis dengan

Tusing dan Sibra setelah diberi tindakan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Tabel 2. Tabel Kisi-kisi Instrumen Tes

No Kompetensi

Dasar

indikator Diskripsi soal Bentuk

soal

No.

butir

soal

1.

2.

Menulis:

Mampu menulis

tanda-tanda

Braille bidang

Bahasa

Indonesia.

Membaca:

Mampu

membaca tanda-

tanda Braille

bidang bahasa

Indonesia

1. Mampu menulis

kosa kata dan

kalimat dengan

tusing dan sibra

yang terdiri dari

tanda kata dan

tanda kelompok.

2. Mampu

membaca kosa

kata dan kalimat

dengan tusing

dan sibra yang

terdiri tanda kata

dan tanda

kelompok.

Menulis kosa

kata atau

kalimat

dengan

menggunakan

Tusing dan

Sibra

membaca

kosa kata dan

kalimat yang

ditulis

dengan

Tusing dan

Sibra

Tertulis

Penugasan

1 s/d

20

1 s/d

10

Jumlah 30

Cara Penskoran:

1. Kemampuan menulis

a. A ( Lancar dan Benar ) skor = 3

b. B ( Banar tidak lancar ) skor = 2

c. C ( salah / tidak menlis ) skor = 0

2. Kemampuan membaca:

a. A ( Nyaring dan lancar ) skor 3

b. B ( Nyaring kurang lancar ) skor 2

c. C ( Tidak bersuara/ tidak membaca ) skor 0

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Skor maximal kemampuan membaca dan menulis = 3 X 30 = 90

Nilai Akhir ( NA ) = x 100

2. Tehnik Observasi

Observasi yang penulis lakukan adalah pengamatan saat proses belajar

mengajar berlangsung. Ini dilakukan untuk:

a. Mengetahui aktifitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

b. Mengetahui aktifitas siswa dalam mengikuti pelajaran

c. Mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan alat tulis.

Tabel 3. Instrumen Observasi / Pengamatan Aspek Pembelajaran

NO Aspek yang

Diamati Indikator Jml

Aspek

1. Perencanaan

Pembelajaran

a. Menyiapkan kelengkapan alat dan

bahan untuk pelajaran

3 b. Pengaturan siswa

c. Menyiapkan Lembar tugas untuk

siswa

2. Apersepsi: a. Pertanyaan atau cerita materi yang

akan diajarkan.

3

b. Review atau melanjutkan pelajaran

terdahulu yang belum lengkap.

c. Mengamati/membahas

perencanaan teknis dalam

lingkungan

3.

Kegiatan

Pembelajaran

a. Merumuskan pertanyaan atau

permasalahan tentang

topik Pelajaran. 7

b. Penguasaan materi Pelajaran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

c. Penggunaan sarana Pelajaran.

d. Pengamatan / perhatian terhadap

siswa.

e. Kejelasan penyampaian materi.

f. Perumusan kesimpulan.

g. Penarikan kesimpulan.

4.

Kegiatan

Pemantapan

a. Membuat ringkasan.

3 b. Menjawab pertanyaan.

c. Pemberian tugas. Jumlah Aspek 16

Kriteria Penilaian menggunakan cara kwalitatif

A = Kategori baik sekali

B = Kategori baik

C = Kategori kurang

D = Kategori kurang sekali

Untuk selanjutnya dirubah dalam bentuk prosentase dengan rumus :

Prosentase = X 100%

P = Frekwensi kategori yang muncul

Q = Jumlah aspek penilaian.

Tabel 4. Instrumen Pengamatan Aspek Motorik

No Aspek Motorik yang diamati Nilai

1. Kemampuan menyiapkan kertas.

2. Kemampuan menyiapkan alat Tulis ( reglet dan Pen ).

3. Kemampuan memasang kertas dalam Reglet

4. Ketepatan jari dalam menelusuri garis dalam reglet.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

5. Kemampuan pergantian dalam setiap garis dalam menulis.

6. Pemasangan kembali kertas dalam reglet.

7. Kemampuan melepas alat tulis.

8. Ketepatan dalam mencari lubang reglet saat mulai menulis.

9. Cara menyimpan alat tulis.

10. Cara mencari/menemukan alat tulis.

Jumlah nilai

Rata –rata Kelas

Penilaian menggunakan cara Kwantitatif dengan rentang nilai:

A = Baik sekali ( nilai 8,6 – 10 )

B = Baik ( nilai 7,1 – 8,5 )

C = Cukup ( nilai 5,6 – 7,0 )

D = Kurang ( nilai 4,1 – 5,5 )

E. Falidasi Data

Dalam menentukan validitas data, peneliti menggunakan instrument :

1. Test yang dapat dinilai baik secara kualititif maupun kwantitatif.

2. Lembar observasi yang diisi oleh pengamat pada proses pembelajaran yang

melibatkan guru dan siswa

F. Analisa Data

Menurut Sarwiji Suwandi ( 2008:70 ) teknis analisis digunakan untuk

menganalisis data-data yang telah berhasil dikumpulkan, antara laindengan tehnik

diskriptif ( statistic diskriptif ) dan teknis analisis kritis. Tehnik diskriptif digunakan

untuk data kuantitatif, sedang tehnik analisis kritis berkaitan dengan data kualitatif.

Peneliti mengunakan analisis data deskriptif. Data deskriptif ini meliputi

deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif digunakan untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

membandingkan rerata nilai kemampuan siswa dalam membaca dan menulis Braille

pada kondisi sebelum tindakan dan sesudah diberi tindakan. Sedangkan data

kualitatif untuk mengungkapkan kelebihan dan kekurangan kinerja guru dan siswa

dalam proses pembelajaran.

G. Indikator Kinerja

Indicator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah adanya

peningkatan kemampuan membaca dan menulis bagi anak tunanetra pada kelas

inklusi sebagaimana ditunjukkan dengan indicator –indikator sebagai berikut:

Sekurang-kurangnya 75 % siswa mendapatkan nilai dalam kemampuan membaca

dan menulis dengan menggunakan Tusing dan Sibra berdasarkan rata-rata kelas 70,5

( tujuh puluh koma lima )

H. Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan 2 siklus, yang setiap siklusnya

terdiri dari: Perencanaan ( planning ), pelaksanaan ( acting ), observasi ( observing )

dan repleksi ( reflecting ).

1. Perencanaan

a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

b. Penyusunan scenario Pembelajaran.

c. Menentukan metode Pembelajaran.

d. Menyiapkan alat dan media Pembelajaran.

e. Menyiapkan instumen observasi.

f. Menentukan alatevaluasi.

g. Menyiapkan instrument penilaian.

2. Pelaksanaan

Pada tahab pelaksanaan peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai

dengan rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) yang telah disiapkan meliputi:

a. Memberi penjelasan tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan.

b. Menyediakan alat pembelajaran ( papan baca Braille )

c. Menyampaikan materi pembelajaran.

d. Memberi contoh cara membaca dan menulis dengan Sibra dan Tusing Braille.

e. Melakukan bimbingan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

3. Observasi

Dengan menggunakan instrument observasi yang telah disediakan selama

proses pembelajaran peneliti melakukan pengamatan terhadap minat dan keterlibatan

siswa dalam proses pembelajaran termasuk kemajuan anak dalam kemampuan

membaca dan menulis dengan sibra dan tusing.

4. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan

keberhasilan yang telah dicapai baik proses pembelajaran, perbedaan, kreatifitas, dan

inovasi pembelajaran dari guru maupun hasil belajar siswa. Jika belum berhasil akan

diadakan perbaikan dan dijalankan pada siklus berikutnya.

Untuk lebih jelasnya pelaksanaan antar siklus dapat dilihat pada bagan di

bawah ini:

terselesaikan Siklus I

Terselesaikan Siklus II

Bagan 2

Skenario Penerapan Model Pembelajaran

Permasalahan Alternatif Pemecahan I ( rencana Tindakan I )

Pelaksanan Tindakan I

Belum terselesaikan

Refleksi I Analisa data I Obserrvasi I

Pelaksanaan tindakan II

Alternatif Pemecahan II ( rencana Tindakan II )

Obserrvasi II Analisa data II Refleksi II

Tercapai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1. Diskripsi Kondisi Awal

Pada bagian awal bab ini dipaparkan gambaran kondisi awal kemampuan

membaca dan menulis Braille siswa kelas VI pada SD Negeri Inklusi Krandegan 1

Kabupaten Banjarnegara.

Pada kondisi awal awal kemampuan membaca dan menulis Braille masih

menggunakan tulisan Braille yang ditulis dengan cara biasa seperti gambaran berikut

ini: Pertama, apabila menulis sebuah kata atau kalimat maka setiap huruf dalam

kata/kalimat itu ditulis dengan menggunakan abjad Braile biasa dalam setiap lubang

dalam reglet, sehingga rubang reglet yang jumlahnya 112 itu kurang efektif

penggunaannya. Kedua, dengan seringnya memasang kertas pada reglet dalam

menulis kata/kalimat berikutnya mengakibatkan anak sering terlambat apabila

bersama-sama harus menulis kalimat yang didektekan oleh guru. Ketiga, pada waktu

menulis sering anak masih membetulkan huruf yang salah secara langsung dan masih

sering kesulitan dalam mencari lubang reglet yang kosong untuk mulai menulis.

Untuk kemampuan membaca dapat kami paparkan dalam konsisi awal

adalah sebagai berikut: Pertama, anak meraba dalam satu lubang kotak reglet hanya

mewakili satu buah huruf Braille, sehingga apabila membaca sebuah kata yang

terdiri dari beberapa buah huruf misalnya “ berselimut “ ( terdiri dari 10 huruf ),

maka untuk membacanya anak harus mengidentifikasi dari sepuluh lubang kotak

dalam reglet sehingga memerlukan waktu yang relative lama. Kedua, dalam

melakukan perabaan ketika membaca, kedua ujung jari tangan kanan dan kiri

berjalan secara bersamaan sampai ke akhir, sehingga apabila akan berganti membaca

pada baris kalimat berikutnya harus menelusuri kembali kalimat yang tadi sudah

dibaca baru mencari baris di bawahnya. Keadan awal demikian ini juga kami amati

adanya rasa mudah bosan atau mudah lelah apabila anak diberi tugas untuk menulis

atau membaca bacaan yang panjang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

2. Diskripsi Siklus I

a. Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan sebelum dilakukan tindakan adalah sebagai berikut:

1) Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam program khusus

kemampuan membaca dan menulis Braille dengan metode sibra dan tusing

yaitu agar siswa dapat Membaca dan Menulis Braille dengan cepat dan

lancar.

2) Menyusun Rencana Program Pembelajaran.

3) Mempersiapkan Instrumen pengamatan ( observasi ) aspek-aspek proses

pembelajaran yang dilakukan guru dan aktifitas siswa dalam kegiatan

pembelajaran.

4) Mempersiapkan media/alat peraga yang diperlukan dalam proses

pembelajaran.

5) Melakukan test penjajagan untuk mengetahui kemampuan anak dalam

membaca dan menulis Braille.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan ini dilakukan selama dua kali pertemuan. Adapun

langkah-langkah tindakan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan

akhir.

1) Peretemuan Pertama

a.) Kegiatan Awal

1) Peneliti memberi salam kepada siswa.

2) Peneliti memimpin Doa.

3) Peneliti mengkondisikan kelas agar siswa dapat belajar dengan tertib.

4) Memotifasi siswa agar memahami betapa pentingnya penggunaan tulisan

singkat ( Sibra ) dan singkatan Braille ( Sibra ) untuk meningkakan

kemampuan membaca dan menulis.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

b) Kegiatan Inti

1) Memperkenalkan Kosa kata dalam Tusing dan Sibra yang terdiri dari

abjad pokok Braille.

2) Peneliti mendektekan kalimat kepada siswa,kemudian siswa menulis

sambil mengidentifikasi kata- kata yang dapat ditulis dengan Tusing atau

Sibra.

3) Secara bergantian siswa membaca kalimat yang sudah ditulis dengan

Tusing atau Sibra.

c) Kegiatan Akhir

1) Tanya jawab secara lisan

2) Pemberian tugas untuk dikerjakan di rumah.

3) Membuat rangkuman hasil belajar.

2) Pertemuan Kedua

a) Kegiatan Awal

1) Peneliti memberi salam kepada siswa.

2) Peneliti memimpin Doa.

3) Tanya jawab materi pada pertemuan pertama.

4) Pemeriksaan tugas rumah ( PR )

b) Kegiatan Inti

1) Pengenalan tanda tulisan singkat Braille yang terdiri dari kelompok kata

serta aturan cara penggunaannya.

2) Siswa menulis kata atau kalimat yang didektekan oleh guru sambil

mengidentifikasi kata atau suku kata mana yang apat ditulis dengan

tusing atau sibra.

c) Kegiatan Akhir

1) Siswa diminta bertanya tentang materi pelajaran yang belum jelas.

2) Siswa mengerjakan Lembar Kerja Siswa ( lampiran 22 )

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

c. Obsservasi

Sasaran observasi penelitian adalah aspek-aspek proses pembelajaran yang

dilakukan guru dan aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, yaitu aspek

kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor yang berhubungan dengan kemampuan

membaca dan menulis Braille.

1) Hasil observasi

a) Hasil observasi terhadap kemampuan guru yang dilakukan oleh pengamat

pada siklus I guru sudah mengajar dalam kategori cukup baik ( 61,10 % )

b) Kemampuan motorik siswa berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan

oleh ketiga pengamat dalam kategori baik

Data hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan guru dan aktifitas

siswa dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan instrument pengamatan,

dapat kami sajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 8. Rekap hasil Pengamatan Terhadap Guru pada Siklus I

No Kategori

Pengamat Rata-rata

( % ) I II III

F % F % F %

1 A 0 0 0 0 0 0 0

2 B 3 18,75 6 37,50 7 43,75 33,33

3 C 11 68,75 9 58,25 9 56,25 61,10

4 D 2 12,5 1 6,25 0 0 9,37

5 E 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 16 100 16 100 16 100 100

c) Berdasarkan tabel di atas dapat dianalisis bahwa persentase dari rata-rata

hasil pengamatan 33,33% dalam kategori baik, 61,10% berkatagori

cukup, dan 9,37% dikategorikan kurang. Artinya pengamat I,II dan III

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

memandang bahwa penampilan mengajar guru dapat dikatakan cukup

berdasarkan aspaek- aspek dalam perencanaan pembelajaran, kegiatan

utama dan pemantapan.

Dari data hasil pengamatan terhadap nilai psikomotorik pada Siklus I yang

diperolehnya dari pengamatan para pengamat , yaitu pengamat I, II, dan III

disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 9. Data Nilai Aspek Psikomotorik Siswa.

No Pengamat

Rata-rata I II III

1 7,3 7,0 7,0 7,10

2 7,2 7,2 7,2 7,20

3 7,3 7,3 7,3 7,30

4 6,7 6,9 7,0 6,87

5 7,3 7,8 7,3 7,47

6 6,9 6,9 7,1 6,97 7 7,0 7,2 7,3 7,17 8 7,1 7,2 7,0 7,10 9 7,1 7,2 7,1 7,13 10 7,1 7,2 7,2 7,17

Rata-rata Psikomotorik 7,15

2) Hasil Evaluasi

Dari hasil test Kondisi awal, kemampuan membaca nilai rata-rata = 64,99,

sedang nilai kemampuan menulis = 57,47, Nilai rata-rata kemampuan

membaca dan menulis = 61,24. Adapun data hasil kagiatan pembelajaran

membaca dan menulis dengan metode Sibra dan Tusing pada siklus I seperti

terlihat pada tabel 6 berikut ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Tabel 6. Nilai Kemampuan Membaca dan Menulis pada Siklus I

No Nama Anak Nilai Kemampuan

Rata-rata Baca Tulis

1 Bd 76.66 68 72.33

2 An 80 72 76.00

3 Gl 70 56 63.00

4 Rs 66.66 53.33 59.99

Rata-rata kelas 73.33 62.33 67.83

Dari data di atas menunjukkan nilai prestasi membaca dan menulis Braille

ada kenaikan dari 61,23 menjadi 67,83. Namun demikian kenaikan rata-rata nilai

prestasi anak belum mencapai ketuntasan yang diharapkan.

Perbandingan nilai prestasi pada Kondisi Awal dan nilai prestasi pada

Siklus I dapat tersaji pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Perbandingan Nilai Prestasi siswa Hasil Kondisi Awal dengan Siklus I

No Nama Siswa Nilai Kemampuan Membaca dan Menulis

Kondisi Awal Siklus I

1 Bd 64,16 73,33

2 And 68,33 76,00

3 Gl 55,83 63,00

4 Rs 56,66 59,99

Jumlah 244,98 271,32

Rata-rata 61,24 67,83

Dari data tersebut di atas apabila disajikan dalam bentuk grafik tampak seperti di

bawah ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Grafik 1. Grafik Perbandingan Nilai Prestasi siswa Hasil Kondisi awal dengan

Siklus I

d. Refleksi

Nilai rata-rata kemampuan siswa pada siklus I adalah 68,99 apabila

dibandingkan dengan nilai penjajagan 61,24, pada siklus I ini sudah ada kenaikan

walaupun tingkat kenaikannya baru 11,23%. Sebenarnya pada Siklus I ini

berdasarkan hasil pengamatan para pengamat, Guru sudah mengajar dengan cukup

bagus dengan rata-rata hasil pengamatan 33,33% dalam kategori baik, 61,10%

berkatagori cukup, dan 9,37% dikategorikan kurang.

Jika dilihat dari nilai rata-rata hasil pengamatan terhadap aspek Psikomotor

terhadap siswa yang dilakukan oleh pengamat dan dipadukan dengan hasil

kemampuan Kognitif pada Siklus I dihasilkan rata-rata nilai 68,99 nilai ini hampir

mencapai ketuntasan berdasarkan indicator kinerja 70,50 hanya dibutuhkan upaya

kenaikan rata-rata nilai sebesar 2,14% dari hasil yang telah diperoleh.

Belum tercapainya indicator kinerja dan adanya penurunan nilai dan nilai

tetap pada anak dikarenakan anak belum terbiasa menulis Braille dengan

menggunakan Sibra dan Tusing, dan siswa masih terlalu lama dalam menentukan

kata yang dapat di Sibra atau ditusingkan, Sehingga perlu memperbaiki metode pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

siklus berikutnya. Dari berbagai data di atas dan hasil analisis penelitian ini

dilanjutkan dengan siklus II.

3. Deskripsi Siklus II

a. Perencanan Pembelajaran

Perencanaan Pembelajaran Siklus II secara terperinci disajikan dengan

deskripsi sebagai berikut ini.

1) Menyusun peta konsep tentang kemampuan membaca dan menulis Braille

dengan metode Sibra dan Tusing berdasarkan siklus I

2) Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam program khusus

kemampuan membaca dan menulis Braille dengan metode sibra dan tusing

yaitu agar siswa dapat Membaca dan Menulis Braille dengan cepat dan

lancar.

3) Menyusun Rencana Program Pembelajaran.

4) Mempersiapkan Instrumen pengamatan ( observasi ) aspek-aspek proses

pembelajaran yang dilakukan guru dan aktifitas siswa dalam kegiatan

pembelajaran.

5) Mempersiapkan media/alat peraga yang diperlukjan dalam proses

pembelajaran.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan ini dilakukan selama dua kali pertemuan. Adapun

langkah-langkah tindakan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan

akhir.

1) Peretemuan Pertama

a) Kegiatan Awal

1) Peneliti memberi salam kepada siswa.

2) Peneliti memimpin Doa.

3) Peneliti mengkondisikan kelas agar siswa dapat belajar dengan tertib.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

4) Memotifasi siswa agar memahami betapa pentingnya penggunaan

tulisan singkat ( Sibra ) dan singkatan Braille ( Sibra ) untuk

meningkakan kemampuan membaca dan menulis.

b) Kegiatan Inti

1) Memperkenalkan Kosa kata dalam Tusing dan Sibra yang terdiri dari

dengan menggunakan papan baca.

2) Siswa menulis kalimat yang didektekan guru sambil mengidentifikasi

kata yang dapat ditulis dengan Tusing atau Sibra.

3) Secara bergantian siswa membaca kalimat yang sudah ditulis dengan

Tusing atau Sibra.

c) Kegiatan Akhir

1) Tanya jawab secara lisan

2) Pemberian tugas untuk dikerjakan di rumah.

3) Membuat rangkuman hasil belajar.

2) Pertemuan Kedua

d) Kegiatan Awal

1) Peneliti memberi salam kepada siswa.

2) Peneliti memimpin Doa.

3) Tanya jawab materi pada pertemuan pertama.

4) Pemeriksaan tugas rumah ( PR )

e) Kegiatan Inti

1) Pengenalan tanda tulisan singkat Braille yang terdiri dari kelompok

kata serta aturan cara penggunaannya.

( tanda depan, depan dan tengah, tanda tengah dan tanda belakang )

2) Siswa menulis kata atau kalimat yang didektekan oleh guru sambil

mengidentifikasi kata atau suku kata mana yang apat ditulis dengan

tusing atau sibra.

d) Kegiatan Akhir

1) Siswa diminta bertanya tentang materi pelajaran yang belum jelas.

2) Siswa mengerjakan Lembar Kerja Siswa ( lampiran 22 )

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

c. Observasi

Sasaran observasi penelitian siklus II pada dasarnya sama dengan

sasaran observasi pada siklus I . yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek

psikomotor yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis

Braille.

a) Hasil observasi terhadap kemampuan guru yang dilakukan oleh pengamat

pada siklus I guru sudah mengajar dalam kategori baik ( 66,66 % )

b) Kemampuan motorik siswa berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan

oleh ketiga pengamat dalam kategori baik ( 70,28%)

1) Hasil Observasi

Data hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan guru dan aktifitas

siswa dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan instrument pengamatan,

dapat kami sajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 12. Rekap hasil Pengamatan Terhadap Guru pada Siklus II

No Kategori

Pengamat Rata-rata

( % ) I II III

F % F % F %

1 A 0 0 0 0 0 0 0

2 B 12 75 10 62,50 10 62,50 66,66

3 C 4 25 6 37,5 6 37,5 33,33

4 D 0 0 0 0 0 0

5 E 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 16 100 16 100 16 100 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dianalisis bahwa persentase dari rata-rata

hasil pengamatan 66,66% dalam kategori baik, 33,33% berkatagori cukup, Artinya

pengamat I,II dan III memandang bahwa penampilan mengajar guru pada siklus II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

dapat dikatakan baik berdasarkan aspek- aspek dalam perencanaan pembelajaran,

kegiatan utama dan pemantapan.

Dari data hasil pengamatan terhadap nilai psikomotorik pada Siklus II yang

diperolehnya dari pengamatan para pengamat , yaitu pengamat I, II, dan III disajikan

pada tabel berikut ini.

Tabel 13. Data Nilai Aspek Psikomotorik Siswa.

NO Pengamat

Rata-rata I II III

1 70,3 70,3 70,0 70,2

2 70,2 70,6 70,2 70,33

3 70,7 70,7 70,5 70,63

4 70,3 70,3 70,1 70,23

5 70,5 70,5 70,5 70,50

6 70,4 70,4 70,1 70,3

7 70,3 70,5 70,3 70,36

8 70,1 70,1 70,0 70,06

9 70,1 70,1 70,1 70,10

10 70,2 70,2 70,2 70,20

Rata-rata Psikomotorik 70,28

2) Hasil Evaluasi

Setelah diberikan tindakan pada siklus II hasil evaluasi nilai kemampuan

membaca dan menulis dengan metode Tusing dan Sibra Braille diperoleh data

berikut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Tabel 10. Nilai Kemampuan Membaca dan Menulis Pada Siklus II

No Nama Anak Nilai Kemampuan

Rata-rata Membaca Menulis

1 Bd 83,33 97,33 90,33

2 And 83,33 81,33 82,33

3 Gl 73,33 70,66 71,99

4 Rs 70,0 65,33 76,66

Rata-rata kelas 77,49 78,66 78,08

Dari data di atas menunjukkan nilai prestasi membaca dan menulis Braille

ada kenaikan dari siklus I ke Siklus II, 67,83 menjadi 78,08 ( 13,12% ).

Perbandingan nilai hasil prestasi siswa hasil Kondisi Awal dengan siklus I dan II

dapat tersaji pada tabel berikut ini.

Tabel 11. Perbandingan Nilai Prestasi Siswa Hasil Kondisi Awal , Siklus I dan II

No Nama Siswa Nilai Kemampuan Membaca dan Menulis

Kondisi Awal Siklus I Siklus II

1 Bd 64,16 72,33 90,33

2 And 68,33 76,00 82,33

3 Gl 55,83 63,00 71,99

4 Rs 56,66 59,99 76,66

Jumlah 244,98 271,32 321,31

Rata-rata 61,24 67,83 78,08

Dari data tersebut di atas apabila disajikan dalam bentuk grafik tampak seperti

berikut ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Grafik 2. Grafik Perbandingan Nilai Prestasi siswa Hasil Kondisi Awal dengan

Siklus I dan siklus II

d) Refleksi

Nilai rata-rata kemampuan siswa pada siklus I adalah 67,83 apabila

dibandingkan dengan nilai pada siklus II yaitu 78,08, pada siklus II ini sudah ada

kenaikan sebesar 13,12%. Pada Siklus II ini berdasarkan hasil pengamatan para

pengamat, Guru sudah mengajar dengan baik dengan rata-rata hasil pengamatan

66,66 dalam kategori baik, 33,33 katagori cukup, dan 0% dikategorikan

kurang.

Jika dilihat dari nilai rata-rata hasil pengamatan terhadap aspek

Psikomotor terhadap siswa yang dilakukan oleh pengamat, pada siklus I

dihasilkan nilai rata-rata 70,15,sedang pada siklus II diperoleh nilai rata-rata

70,28, jadi ada kenaikan sebesar 0,18% .

Jika dilihat dari nilai rata-rata aspek Kognitif dan aspek Psikomotor

diperoleh nilai rata-rata sebesar 74,28, nilai ini telah dapat mencapai nilai

ketuntasan berdasarkan indicator kinerja yaitu rata-rata kelas =70,5 ( tujuh puluh

koma lima ). Pada siklus II ini guru telah tampil lebih maksimal terbukti dengan

hasil pengamatan yang menyatakan bahwa proses belajar mengajar yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

dilaksanakan guru, 66,66 % dalam kategori baik, dan 33,33% dalam kategori

cukup.

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan pelaksanaan tindakan, hasil observasi/pengamatan dan hasil

refleksi pada kondisi awal, siklus I dan siklus II ( kondisi akhir ), maka diperoleh

hasil penelitian sebagai berikut:

1. Tindakan

NO Kondisi Awal Siklus I Siklus II

1. Dalam pembelajaran membaca dan menulis Braille di kelas VI SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegara peneliti belum menggunakan tulisan singkat ( Tusing ) dan singkatan Braille ( Sibra )

Dalam pembelajaran membaca dan menulis Braille Kelas VI SD Negeri Inlusi Krandegan 1 sudah menggunakan Tusing dan Sibra dengan kosa kata yang terbatas yaitu yang hanya terdiri dari tanda abjad pokok huruf Braille ( a s/d z )

Dalam pembelajaran membaca dan menulis Braille Kelas VI SD Negeri Inlusi Krandegan 1 sudah menggunakan Tusing dan Sibra dengan kosa kata yang terbatas yaitu yang hanya terdiri dari tanda kata abjad pokok huruf Braille ( a s/d z ) ditambah dengan tanda – tanda kelompok

2. Proses Pembelajaran

No Kondisi Awal Siklus I Siklus II Refleksi kondisi Awal ke akhir

1. Masih banyak siswa yang belum bisa membaca dan menulis dengan menggunakan Tusing dan Sibra. Dalam

Sebagian siswa masih belum menguasai tanda Tusing dan Sibra yang terdiri dari abjat pokok Braille ( a s/d z ) sehingga

Suluh siswa sudah menguasai tanda-tanda Tusing dan Sibra baik itu tanda kata, tanda kelompok kata,

Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan kemampuan membaca dan menulis. Ada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

membaca dan menulis belum lancar dan relative lama.

Siswa cenderung mudah lelah dan bosan bila membaca dan menulis yang banyak.

anak masih terlalu lama mengingat kata-kata yang dapat ditusingkan, sehingga dalam membaca dan menlis masih ada yang salah dan dari segi kelancaran membaca dan menulis juga masih perlu ditingkatkan lagi.

ada peningkatan motifasi atau kegemaran penggunaan Tusing dan Sibra dalam membaca dan menulis.

keberanian siswa untuk bertanya, dan anak lebih senang apabila membaca dan menulis dengan menggunakan Tusing dan Sibra.

3. Hasil Belajar

No Kondisi Awal Siklus I Siklus II Refleksi kondisi Awal ke akhir

1. Nilai hasil tes

pada kondisi

awal nilai

terendah

56,66, tertinggi

68,33, sedang

nilai rerata

kelas adalah

61,24

Nilai hasil tes

pada siklus I

nilai terendah

59,99 tertinggi

76,00 sedang

nilai rerata

kelas adalah

67,83

Nilai hasil tes

pada siklus II

nilai terendah

71,99 tertinggi

90,33 sedang

nilai rerata kelas

adalah 78,08

Dari kondisi awal ke siklus I nilai rerata terendah kemampuan membaca dan menulis ada kenaikan 4,51% yaitu dari 55,83 menjadi 63,00, dan nilai rerata tertinggi naik 5,85.% yaitu 68,33 menjadi 76,00. Dari nilai rerata kelas naik 4,46% yaitu dari 61,24 menjadi 67,83.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui dua siklus, pada tiap siklus terdiri dari 4

tahap yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.

Nilai rata-rata kemampuan siswa pada siklus I adalah 68,99 apabila

dibandingkan dengan nilai penjajagan 61,24, pada siklus I ini sudah ada kenaikan

walaupun tingkat kenaikannya baru 11,23%. Sebenarnya pada Siklus I ini

berdasarkan hasil pengamatan para pengamat, Guru sudah mengajar dengan cukup

bagus dengan rata-rata hasil pengamatan 33,33% dalam kategori baik, 61,10%

berkatagori cukup, dan 9,37% dikategorikan kurang.

Jika dilihat dari nilai rata-rata hasil pengamatan terhadap aspek Psikomotor

terhadap siswa yang dilakukan oleh pengamat dan dipadukan dengan hasil

kemampuan Kognitif pada Siklus I dihasilkan rata-rata nilai 68,99 nilai ini hampir

mencapai ketuntasan berdasarkan indicator kinerja 70,50 hanya dibutuhkan upaya

kenaikan rata-rata nilai sebesar 2,14% dari hasil yang telah diperoleh.

Belum tercapainya indicator kinerja dan adanya penurunan nilai dan nilai

tetap pada anak dikarenakan anak belum terbiasa menulis Braille dengan

menggunakan Sibra dan Tusing, dan siswa masih terlalu lama dalam menentukan

kata yang dapat di Sibra atau ditusingkan, Sehingga perlu memperbaiki metode pada

siklus berikutnya. Dari berbagai data di atas dan hasil analisis penelitian ini

dilanjutkan dengan siklus II.

Siklus II merupakan solusi untuk mengatasi masalah-masalah yang masih

ditemukan pada siklus I. Berdasarkan tindakan pada siklus II diperoleh hasil

antara lain sumua siswa sudah menguasai seluruh tanda-tanda Tusing dan Sibra,

kemampuan motorik anak meningkat, dan hasil tes kemampuan membaca dan

menulis juga meningkat. Nilai rata-rata kemampuan siswa pada siklus I adalah

67,83 apabila dibandingkan dengan nilai pada siklus II yaitu 78,08, pada siklus

II ini sudah ada kenaikan sebesar 13,12%. Pada Siklus II ini berdasarkan hasil

pengamatan para pengamat, Guru sudah mengajar dengan baik dengan rata-rata

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

hasil pengamatan pengamatan 66,66 dalam kategori baik, 33,33 berkatagori

cukup, dan 0% dikategorikan kurang.

Jika dilihat dari nilai rata-rata hasil pengamatan terhadap aspek

Psikomotor terhadap siswa yang dilakukan oleh pengamat, pada siklus I

dihasilkan nilai rata-rata 70,15,sedang pada siklus II diperoleh nilai rata-rata

70,28, jadi ada kenaikan sebesar 0,18% .

Jika dilihat dari nilai rata-rata aspek Kognitif dan aspek Psikomotor

diperoleh nilai rata-rata sebesar 74,28, nilai ini telah dapat mencapai nilai

ketuntasan berdasarkan indicator kinerja yaitu rata-rata kelas =70,5 ( tujuh puluh

koma lima ). Dengan demikian kesimpulan akhirnya adalah dengan

menggunakan metode tulisan singkat ( Tusing ) dan singkatan Braille ( Sibra )

dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis siswa kelas VI Sd

Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegara.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis terhadap hasil tindakan dengan data-data sebagaimana

telah disajikan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pengajaran dengan menggunakan

metode Sibra dan Tusing Braille dapat meningkatkan kemampuan membaca dan

menulis pada anak tunanetra kelas VI SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten

Banjarnegar, atau dengana kata lain untuk meningkatkan kemampuan membaca dan

menulis bagi anak tunanetra dapat dilakukan dengan menggunakan metode Sibra dan

Tusing. Dengan demikian hipotesis tindakan yang dikemukakan pada bab terdahulu

yang menyatakan bahwa pengajaran dengan menggunakan metode Tusing dan Sibra

Braille dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis pada anak tunanetra

terbukti kebenarannya.

Peningkatan prestasi belajar membaca dan menulis dengan menggunakan

metode Sibra dan Tusing ini dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai rerata pada

kondisi awal sebelum dilakukan tindakan, nilai rerata pada siklus I, dan nilai rerata

pada siklus II ( kondisi akhir ).

Dari kondisi awal ke siklus I nilai rerata terendah kemampuan membaca

dan menulis ada kenaikan sebesar 4,51% yaitu dari 55,83 menjadi 63,00, dan nlai

rerata tertinggi naik sebesar 5,85.% yaitu 68,33 menjadi 76,00. Dari nilai rerata kelas

naik sebesar 4,46% yaitu dari 61,24 menjadi 67,83.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Dari siklus I ke siklus II nilai rerata terendah kemampuan membaca dan

menulis ada kenaikan sebesar 12,77% yaitu dari 59,99 menjadi 76,66, dan nilai rerata

tertinggi naik sebesar 5,21% yaitu 76,00 menjadi 82,33. Dari nilai rerata kelas naik

sebesar 8,% yaitu dari 67,83 menjadi 78,08.

Dari kondisi awal ke siklus II ( kondisi akhir ) nilai rerata terendah

kemampuan membaca dan menulis ada kenaikan sebesar 11,63% yaitu dari 55,83

menjadi 71,99, dan nilai rerata tertinggi naik sebesar 11,52% yaitu 68,33 menjadi

82,33. Dari nilai rerata kelas naik sebesar 13,14% yaitu dari 61,24 menjadi 78,08.

B. Saran

1. Untuk Sekolah

a. Kepala sekolah hendaknya memotifasi guru/GPK untuk selalu melaksanakan

pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan termasuk

didalamnya pembelajaran membaca dan menulis bagi anak tunanetra dengan

metode sibra dan tusing.

b. Sekolah senantiasa meningkatkan penyediakan sarana dan prasarana yang

diperlukan bagi anak tunanetra yang mengikuti pendidikan di SD Inklusi.

c. Sekolah menyediakan buku-buku pelajaran dan buku-buku perpustakaan lainnya

( buku Braille ), untuk lebih meningkatkan kemampuan dan menumbuhkan minat

baca.

d. Sekolah membuat suasana lingkungan yang acsesteble untuk kelancaran siswa

melakukan mobilitas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

2. Untuk Guru

a. Guru hendaknya selalu memperhatikan masalah pengaturan tempat duduk siswa

yang berkebutuhan khusus agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan

baik.

b. Guru selalu memberikan kesempatan yang sama, dan perhatian yang khusus pula

untuk hal-hal yang diperlukan anak.

c. Tangggap terhadap permasalahan dan segera melakukan analisis terhadap

berbagai permasalahan yang terjadi sehingga segera dapat dicarikan jalan

pemecahannya.

3. Untuk Siswa

a. Gunakanlah tanda-tanda sibra dan tusing yang telah dibakukan dan jangan

berusaha untuk membuat tanda-tanda sibra dan tusing sendiri, karena dapat

menyulitkan orang lain yang membacanya.

b. Usahakan menguasai seluruh tanda-tanda sibra dan tusing yang telah dibakukan.

Baik itu tanda kata, kelompok kata, dan tanda dengan tanda pokok.

c. Memperbanyak latihan membaca dan menulis, dan apabila mengalami kesulitan

segera mencari tahu atau bertanya kepada guru.