SKRIPSI KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN INDEKS ... · Beras merupakan sumber karbohidrat utama...

94
SKRIPSI KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN INDEKS GLIKEMIK VARIETAS BERAS BERAMILOSA RENDAH DAN TINGGI Oleh : TRI UTAMA ARGASASMITA F24103127 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Transcript of SKRIPSI KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN INDEKS ... · Beras merupakan sumber karbohidrat utama...

SKRIPSI

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN INDEKS GLIKEMIK

VARIETAS BERAS BERAMILOSA RENDAH DAN TINGGI

Oleh :

TRI UTAMA ARGASASMITA

F24103127

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN INDEKS GLIKEMIK VARIETAS BERASBERAMILOSA RENDAH DAN TINGGI

Tri Utama Argasasmita1) Deddy Muchtadi2) Made Astawan 3) dan Sri Widowati4)

ABSTRAK

Beras merupakan sumber karbohidrat utama hampir di seluruh daerah di Indonesia karenarasanya yang enak dan dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain. Pada penelitian inidilakukan analisis fisikokimia dan indeks glikemik dari lima varietas beras beramilosa tinggi danlima varietas beras beramilosa rendah. Analisis fisikokimia yang dilakukan yaitu analisis warna,bobot 1000 butir, kekerasan beras, uji amilografi, analisis proksimat, kadar amilosa, kadar seratpangan, daya cerna pati, kadar pati dan pati resisten. Konsep indeks glikemik (IG) memberikangambaran tentang hubungan antara karbohidrat dalam makanan dengan kadar glukosa darah.Makanan yang menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat memiliki nilai IG tinggi dansebaliknya.

Hasil analisis menunjukkan karakteristik fisik dan kimia yang berbeda antar varietas beras yangditeliti. Beras yang diteliti memiliki nilai IG sedang sampai tinggi. Beras yang memiliki IG sedangyaitu varietas Logawa (59), Batang Lembang (63) dan IR 42 (69). Sedangkan beras yang memilikinilai IG tinggi yaitu Celebes (86), Ciasem (ketan) (147), Bengawan Solo (98), Sintanur (91),Gilirang (97), Ciliwung (87), dan Batang Piaman (80). Faktor yang paling mempengaruhi nilai IGdalam penelitian ini adalah kadar amilosa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi antara nilaiIG dengan kadar amilosa yang memiliki nilai korelasi yang signifikan (r = -0.862).

Kata kunci : beras, sifat fisikokimia, nilai IG, dan kadar amilosa

Jurnal skripsi 2008Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

2

Tri Utama Argasasmita. F24103127. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan IndeksGlikemik Varietas Beras Beramilosa Rendah dan Tinggi. Di bawah Bimbingan Prof. Dr.Ir. Deddy Muchtadi, MS, Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS dan Dr.Ir. Sri Widowati,MAppSc.

Ringkasan

Bagi masyarakat Indonesia beras dijadikan sebagai bahan pangan pokok sehari-hari.Beras merupakan sumber karbohidrat utama hampir di seluruh daerah di Indonesiakarena rasanya yang enak dan dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain. Padapenelitian ini dilakukan analisis fisikokimia dan indeks glikemik dari lima varietas berasberamilosa tinggi dan lima varietas beras beramilosa rendah. Kesepuluh varietas beras inimerupakan beras giling yang berasal dari Balai Penelitian Tanaman Padi di Sukamandi.Varietas beras beramilosa tinggi yang dianalisis yakni Ciliwung, Logawa, BatangPiaman, Batang Lembang dan IR 42, sedangkan varietas beras beramilosa rendah yangakan dianalisis yakni Celebes, Ciasem (beras ketan), Sintanur, Gilirang dan BengawanSolo.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yakni penelitian pendahuluan danpenelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis proksimat terhadapkesepuluh varietas tersebut, sedangkan pada penelitian utama dilakukan pengujian nilaiindeks glikemik dan sifat fisikokimia lainnya seperti kadar amilosa, kadar pati, kadarserat pangan , bobot seribu butir, suhu gelatinisasi, daya cerna pati, uji kekerasan beras,uji kekerasan nasi dan analisis warna.

Hasil karakterisasi sifat fisik menghasilkan data kekerasan beras yang berkisarantara 5.30-6.99 Kgf(Kilogramforce). Bobot seribu butir beras berkisar antara 15.70-22.00 gram. Derajat putih berkisar antara 71.86-78.85 %. Suhu gelatinisasi suspensitepung beras yang diteliti berkisar antara 83-90 oC. Viskositas maksimum suspensitepung beras yang dianalisis berkisar antara 390-900 BU (Brabender Unit).

Hasil analisis proksimat menunjukkan kadar air beras yang diuji berada dalamkisaran 11.82-13.31 % bb, kadar abu berkisar antara 0.58-0.86 % bk, kadar proteinberkisar antara 7.56-10.60 % bk, kadar lemak antara 0.53-1.31 % bk. Kadar karbohidratby difference berada pada kisaran 87.69-91.07 % bk. Kadar amilosa berkisar antara 7.32-29.41 % b.b. Nilai serat pangan tidak larut berkisar antara 2.27 -5.68 % bk. Untuk kadarserat pangan larut, nilai yang didapat berkisar antara 1.00-3.59 % bk. Kadar serat pangantotal beras yang diteliti berkisar antara 4.67-7.57% bk.

Nilai kadar pati beras yang diteliti berkisar antara 76-82 % bb. Kadar pati resistenberas yang diteliti sangat kecil berkisar antara 0.08 - 0.20 % bk . Nilai daya cerna pati invitro beras yang diteliti berkisar antara 62 - 81 %. Nilai indeks glikemik berkisar antara59 - 147. Varietas beras dengan nilai IG sedang yakni Logawa (59), Batang Lembang(63), dan IR 42 (68), sedangkan varietas beras dengan nilai IG tinggi yakni Celebes (86),Ciasem (ketan) (147), Bengawan Solo (97), Sintanur (91), Gilirang (97), Ciliwung (86),dan Batang Piaman (80). Standar nilai IG digunakan dalam penelitian ini adalah glukosayang memiliki nilai IG 100. Varietas Logawa (59) memiliki nilai IG yang lebih rendahdari beras Taj Mahal (61). Dengan demikian, Varietas Logawa berpotensi untukdikembangkan sebagai makanan bagi penderita diabetes karena kenaikan kadar glukosadarah yang dihasilkannya tidak terlalu drastis. Faktor yang paling mempengaruhi nilai IG

3

dalam penelitian ini adalah kadar amilosa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasiantara nilai IG dengan kadar amilosa yang memiliki nilai korelasi cukup besar (r = -0.862).

4

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN INDEKS GLIKEMIK

VARIETAS BERAS BERAMILOSA RENDAH DAN TINGGI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TRI UTAMA ARGASASMITA

F24103127

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

5

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN INDEKS GLIKEMIK

VARIETAS BERAS BERAMILOSA RENDAH DAN TINGGI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :TRI UTAMA ARGASASMITA

F24103127

Dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1985Di Bekasi, Jawa Barat

Tanggal Lulus :

Menyetujui,Bogor, Januari 2008

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS Dr. Ir. Sri Widowati, MAppSc Pembimbing II Pembimbing III

Mengetahui,Bogor, Januari 2008

Dr. Ir. Dahrul SyahKetua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

6

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Maret 1985.

Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, pasangan Maman

Herdyaman dan Nelmawati Noer. Jenjang pendidikan yang telah

ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar di SDN Jatirahayu I

(1991-1997), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 81

Jakarta Timur (1997-2000), dan pada tahun yang sama penulis

melanjutkan sekolah di SMU Negeri 48 Jakarta Timur, dan lulus

pada tahun 2003. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003, melalui

jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan akademis dan non-

akademis. Penulis aktif mengikuti berbagai kepanitian kegiatan di dalam kampus,

diantaranya Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Nasional XIII (2005), dan BAUR

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB (2006), dan berbagai kegiatan

intra kampus lainnya.

Penulis melakukan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Teknologi Pertanian dengan judul KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN

INDEKS GLIKEMIK VARIETAS BERAS BERAMILOSA RENDAH DAN

TINGGI dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS, Prof. Dr. Ir. Made

Astawan, MS dan Dr.Ir. Sri Widowati, MAppSc.

7

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim. Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas

segala nikmat, kemudahan, petunjuk, dan berbagai hal yang telah ALLAH SWT

limpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakterisasi

Sifat Fisikokimia dan Indeks Glikemik Lima Varietas Beras Amilosa Rendah dan Lima

Varietas Beras Amilosa Tinggi. Skripsi ini penulis susun dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir.

Deddy Muchtadi, MS, Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS dan Dr.Ir. Sri Widowati,

MAppSc. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Papa, Mama, Aa Yudha, Uni Rika, Adek Fina, Teh Santi, Faiz, Mas Eko, dan Firsty

atas segala dukungan, kasih sayang, perhatian, dan doa kepada penulis selama ini.

2. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS, Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS dan Dr.Ir. Sri

Widowati, MAppSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu,

bimbingan, dan saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Para analis di Balai Besar Pascapanen, Bu Pia, Mas Tri, Mbak Rina, Mbak Dewi,

Mbak Melli, Mas Yudhi, Pak Danu dan Pak Toto atas segala bantuan, kesediaan

untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan penulis selama penelitian.

4. Teman seperjuanganku dalam menyelesaikan penelitian ini, Prima, terima kasih

banyak atas semuanya.

5. Teman-teman satu bimbingan, Tathan, Rina, dan Ichan terima kasih atas semua

dukungan yang diberikan pada penulis.

6. Teman-teman yang telah bersedia menjadi relawan dalam pengujian nilai indeks

glikemik. Terima kasih banyak atas kesediaannya menyumbangkan darah demi

penelitian ini.

7. Penduduk “The Village” Adie, Arie, Chusni, Udjo, Pa’De, Erte, Yoga, Reza, Ados,

dan Sarwo terima kasih atas semua kenangan yang kita lalui bersama dalam satu atap.

Semoga persaudaraan kita tetap erat sampai akhir.

8. Teman-teman ITP 40, Usman, Mita, Tilo, Kaninta, Teddy, Lasty, Andal, Susanto dan

lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas semua bantuannya kepada

penulis selama ini.

8

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun untuk memperbaiki dan

menyempurnakan penulisan skripsi ini selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap skripsi

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan bagi pengembangan ilmu

dan penerapan pembelajaran khususnya bagi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2008

Penulis

9

DAFTAR ISI

HalamanRINGKASAN........................................................................................... i

RIWAYAT HIDUP.................................................................................. iv

KATA PENGANTAR............................................................................. v

DAFTAR ISI............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL..................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xi

I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1

B. TUJUAN .......................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3

A. STRUKTUR BIJI BERAS ................................................................ 3

B. PENGGILINGAN PADI MENJADI BERAS ................................... 5

C. JENIS-JENIS BERAS....................................................................... 6

D. SIFAT FISIK BERAS....................................................................... 7

E. SIFAT KIMIA BERAS..................................................................... 7

F. INDEKS GLIKEMIK ......................................................................... 8

III. METODOLOGI ..................................................................................... 10

A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 10

B. METODE PENELITIAN.................................................................. 10

1. PENELITIAN PENDAHULUAN.............................................. 10

2. PENELITIAN UTAMA............................................................. 11

C. METODE ANALISIS ...................................................................... 11

1. Analisis Sifat Fisik ..................................................................... 11

a. Warna ............................................................................ 11

b. Bobot 1000 Butir ............................................................ 12

c. Uji Amilografi ................................................................ 12

10

d. Kekerasan Beras ............................................................. 12

2. Analisis Sifat Kimia ................................................................... 13

a. Proksimat ....................................................................... 13

i. Kadar Air ............................................................ 13

ii. Kadar Abu .......................................................... 13

iii. Kadar Protein...................................................... 14

iv. Kadar Lemak ...................................................... 15

v. Kadar Karbohidrat .............................................. 15

b. Kadar Amilosa ............................................................... 16

c. Kadar Serat Pangan ........................................................ 17

d. Daya Cerna Pati.............................................................. 19

e. Kadar Pati Resisten......................................................... 20

3. Pengujian Indeks Glikemik ........................................................ 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 24

A. KARAKTERISASI SIFAT FISIK BERAS ....................................... 24

1. Kekerasan Beras ........................................................................ 24

2. Bobot Seribu Butir..................................................................... 25

3. Warna........................................................................................ 25

4. Uji Amilografi ........................................................................... 28

B. KARAKTERISASI SIFAT KIMIA BERAS

1. Analisis Proksimat ...................................................................... 30

a). Kadar Air .............................................................................. 31

b). Kadar Abu ............................................................................ 32

c). Kadar Protein ........................................................................ 33

d). Kadar Lemak ........................................................................ 33

e). Kadar Karbohidrat................................................................. 34

2. Analisis Kadar Amilosa............................................................... 34

3. Analisis Kadar Serat Pangan ....................................................... 37

4. Analisis Kadar Pati dan Pati Resisten .......................................... 39

5. Analisis Daya Cerna Pati............................................................. 41

11

C. INDEKS GLIKEMIK ...................................................................... 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 48

A. KESIMPULAN ................................................................................ 49

B. SARAN ............................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 51

LAMPIRAN............................................................................................. 55

12

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai Kekerasan Beras dan Bobot Seribu Butir .................................... 24

Tabel 2. Warna dan Derajat Putih Beras............................................................. 27

Tabel 3. Data Amilografi Beras ......................................................................... 29

Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat Beras............................................................. 31

Tabel 5. Kadar Amilosa Beras ........................................................................... . 36

Tabel 6. Kadar Serat Pangan Beras..................................................................... 38

Tabel 7. Kadar Pati dan Pati Resisten Beras...................................................... 40

Tabel 8. Respons Kadar Glukosa Darah dan Nilai Indeks Glikemik Beras ......... 44

Tabel 9. Perbandingan Komposisi Kimia Beras dengan Nilai IG Terendah dan Beras dengan Nilai IG Tertinggi .................................... 48

13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Biji Beras............................................................................. 4

Gambar 2. Kurva Standar Amilosa.................................................................... 36

Gambar 3. Daya Cerna Pati in vitro Beras.......................................................... 42

Gambar 4. Respons Kadar Glukosa Darah.......................................................... 45

14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Statistik Nilai Kekerasan Beras.................................... 55

Lampiran 2. Hasil Uji Statistik Bobot 1000 Butir Beras................................. 56

Lampiran 3. Hasil Uji Statistik Derajat Putih .........………………………… 57

Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Kadar Air Beras.................……..................... 58

Lampiran 5. Hasil Uji Statistik Kadar Abu Beras...........................……….. .. 59

Lampiran 6. Hasil Uji Statistik Kadar Protein Beras..................…………..... 60

Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Kadar Lemak Beras...............……………..... 61

Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Kadar Karbohidrat Beras................................ 62

Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Kadar Amilosa Beras ..…………………....... 63

Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Kadar Serat Pangan Tidak Larut Beras.......... 64

Lampiran 11 Hasil Uji Statistik Kadar Serat Pangan Larut Beras ……............ 65

Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Kadar Pati Beras ……………....................... 66

Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Kadar Pati Resisten Beras............................... 67

Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Kadar Daya Cerna Pati in vitro Beras............... 68

Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Kadar Indeks Glikemik Beras …………...... 69

Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Kadar Amilopektin ......................................... 70

Lampiran 17. Hasil Uji Korelasi Kadar Amilosa Dengan Nilai IG………...... 71

Lampiran 18. Contoh Hasil Pengujian Amilografi Menggunakan Brabender..... 72

15

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesadaran yang semakin tinggi terhadap kesehatan telah menyebabkan

perubahan pola perilaku masyarakat. Kegemukan atau obesitas semakin disadari

dapat menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit seperti kardiovaskular, hipertensi,

dan diabetes melitus merupakan penyakit yang sangat erat kaitannya dengan pola

makan sehari-hari. Seiring dengan meningkatnya kesadaran ini, berkembang pula

berbagai tindakan pencegahan terhadap penyakit terkait.

Salah satu upaya pencegahan adalah dengan memilih makanan yang tepat, yang

tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar tubuh saja, tetapi juga mempunyai sifat

fungsional yang akan memberikan dampak positif pada kesehatan. Salah satu cara

memilih makanan yang tepat adalah melalui pendekatan indeks glikemik pangan.

Konsep indeks glikemik (IG) merupakan pendekatan yang relatif baru untuk

memilih makanan yang tepat, khususnya pangan sumber karbohidrat. Konsep ini

menekankan pada pentingnya mengenal pangan (terutama karbohidrat) berdasarkan

kecepatan menaikkan kadar glukosa dalam darah. Pangan yang memiliki IG tinggi

akan menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat dan sebaliknya (Rimbawan dan

Siagian, 2004). Dengan mengetahui IG pangan, penderita DM dan obesitas akan lebih

mudah memilih makanan yang mengenyangkan namun tidak cepat menaikkan kadar

glukosa darah.

Beras merupakan salah satu tanaman pangan utama dari hampir setengah

populasi dunia (Childs, 2004). Bagi masyarakat Indonesia beras merupakan bahan

pangan pokok sehari-hari. Beras dijadikan sumber karbohidrat utama hampir di

seluruh daerah di Indonesia karena mudah didapat, rasanya yang enak dan dapat

dikombinasikan dengan bahan pangan lain. Menurut Damardjati et al (1983), sebagai

bahan pokok, beras menyumbangkan sekitar 40-80% energi dan 45-55% protein

dalam rata-rata menu rakyat Indonesia. Didalam bidang ekonomi, beras merupakan

sumber pendapatan sebagian besar masyarakat Indonesia, sebagai indeks kestabilan

ekonomi, dan landasan utama kebijakan pangan pemerintah.

16

Pada penelitian ini dilakukan analisis fisikokimia dan indeks glikemik dari

sepuluh varietas beras. Beras memiliki banyak varietas dan beberapa dari varietas

yang beredar di pasaran itu merupakan varietas unggul dengan rasa yang enak

sehingga disukai masyarakat. Oleh karena itu, banyak beredar beras berlabel dengan

menggunakan nama-nama varietas tersebut dengan harga yang tinggi. Akan tetapi,

karena belum adanya informasi karakteristik dari varietas-varietas tersebut maka

banyak terjadi penipuan yang merugikan konsumen. Oleh karena itu, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik beberapa jenis beras

yang dapat dijadikan acuan menguji keaslian dan kevalidan beras-beras berlabel.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian adalah menganalisis sifat fisikokimia dari lima varietas beras

beramilosa tinggi yakni IR 42, Ciliwung, Batang Piaman, Batang Lembang dan

Logawa, serta lima varietas beras beramilosa rendah yakni Celebes, Ciasem (ketan),

Sintanur, Gilirang dan Bengawan Solo. Sifat fisik yang diteliti adalah kekrasan beras,

bobot seribu butir, uji amilografi, dan analisis warna. sifat kimia yang diteliti antara

lain proksimat beras, kadar amilosa, kadar serat pangan, kadar pati, kadar pati

resisten, dan daya cerna pati in vitro. Sifat fisik dan kimia yang diteliti ini diharapkan

dapat memberikan informasi tentanf nilai gizi yang terkandung dalam varietas beras

yang diteliti dan dapat dijadikan sebagai standar mutu. Selain itu juga dilakukan

pengujian indeks glikemik terhadap kesepuluh varietas beras tersebut dengan

menggunakan 10 orang relawan. Hasil nilai indeks glikemik yang didapat dari

penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memilih makanan

yang sesuai.

17

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. STRUKTUR BIJI BERAS

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pertanian yang hingga kini menjadi

tanaman utama dunia yang asal-usulnya masih diperdebatkan. Bukti sejarah di

provinsi Zheijiang, Cina Selatan, menunjukkan bahwa penanaman padi di Asia telah

dimulai 7000 tahun yang lalu. Beras diperkenalkan di Indonesia oleh orang Deutero-

Malay yang berimigrasi pada tahun 1599 SM ketika wilayah Indonesia masih

ditempati oleh Proto-Malay (Grist, 1975).

Tanaman padi adalah tanaman yang mempunyai varietas sampai ribuan

jumlahnya, lebih dari 90% tumbuh di wilayah Asia Selatan dan Timur, tersebar di

negara-negara beriklim subtropis. Dari kelompok spesies padi yang telah

dibudidayakan terdapat dua kelompok utama yaitu Oryza sativa yang berasal dari

Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat. Kini di dunia lebih

banyak dikenal dua kelompok varietas padi Oryza sativa yaitu : japonica dan indica

(Winarno, 1984)

Padi japonica banyak ditanam di daerah Jepang, Korea, dan negara-negara

subtropis. Sedangkan padi indica banyak ditanam di daerah tropis (khususnya Asia

Tenggara). Perbedaan antara kedua padi tersebut antara lain dari bentuk bijinya.

Bentuk biji beras japonica secara umum lebih pendek dan lebar dibandingkan beras

indica. Japonica memiliki daun yang lebih lebar dan endosperm yang lebih

transparan dibanding indica. Perbedaan lain yang juga penting adalah karakteristik

pemasakannya, japonica bersifat lebih cepat lembek setelah pemasakan, sebaliknya

indica lebih tahan terhadap pemasakan (Grist, 1975). Hal ini berkaitan dengan sifat

nasi yang dihasilkan. Nasi dari beras japonica memiliki tekstur yang lebih lengket

dan lembek dibandingkan nasi dari beras indica.

Di Indonesia, padi adalah tanaman pangan utama, disamping jagung, sagu, dan

umbi-umbian. Terpilihnya padi sebagai sumber karbohidrat utama adalah karena

kelebihan-kelebihan sifat tanaman padi dibandingkan tanaman sumber karbohidrat

lainnya, antara lain (1) memiliki sifat produktivitas tinggi, (2) padi dapat disimpan

lama, (3) lahan sawah relatif tidak mengalami erosi (Winarno,1984).

18

Beras merupakan bagian dari tanaman padi (Oryza sativa, L.). Gabah adalah

butir padi yang telah rontok dari malainya. Butir gabah terdiri dari satu bagian yang

dapat dimakan disebut “Caryopsis” dan satu bagian lagi yang merupakan struktur

kulit yang disebut sekam. Bagian sekam adalah 18 sampai 28 persen dari bobot

gabah. Gabah yang dikupas akan menghasilkan beras pecah kulit (brown rice).

Apabila beras pecah kulit tersebut disosoh maka akan diperoleh beras gilling (milled

rice). Beras merupakan satu-satunya jenis biji-bijian yang sebagian besar

dikonsumsi dalam bentuk biji utuh (Winarno, 1984). Bagian butir beras (brown rice)

terdiri dari lapisan pericarp, testa atau tegmen, lapisan aleuron, endosperm, dan

embrio (Juliano, 1972). Struktur gabah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur biji beras (Grist,1975)

Berdasarkan bentuk selnya, pericarp dibedakan menjadi tiga lapisan yaitu

epicarp, mesocarp dan lapisan melintang (cross layer). Pericarp dengan tebal

dinding sel dua m banyak mengandung butir-butir protein dan lemak. Di bagian

bawah pericarp terletak lapisan testa yang banyak mengandung lemak. Lapisan

aleuron yang terdiri dari sel-sel parenkim merupakan pembungkus endosperm dan

19

lembaga yang kaya protein, lemak dan vitamin. Bagian endosperm terdiri dari sel-

sel parenkim yang terdiri dari granula pati dan matrik protein. Tebal lapisan dinding

sel endosperm adalah 0.25 m. Dinding sel pericarp, aleuron dan endosperm beras

bereaksi positif dengan pewarna protein, hemiselulosa dan selulosa (Juliano, 1972).

Lapisan pembungkus endosperm dinamakan kulit ari. Testa dan lapisan aleuron

disebut lapisan dalam, sedangkan pericarp disebut lapisan luar. Lapisan-lapisan kulit

ari ini hanya dapat dilihat secara mikroskopis. Warna kulit ari ini dari putih sampai

kehitam-hitaman. Penghilangan sebagian atau keseluruhannya lapisan ini akan

menentukan derajat sosoh. Endosperm hampir seluruhnya terdiri dari sel-sel pati,

membentuk biji yang dapat dimakan (Grist, 1975).

B. PENGGILINGAN PADI MENJADI BERAS

Penggilingan (milling) disini menunjukkan keseluruhan proses pengolahan

gabah hingga menjadi beras yaitu meliputi proses pembersihan, penghilangan

sekam, kulit ari dan proses pemisahan beras yang dihasilkan berdasarkan ukurannya

(Luh, 1980). Pengolahan padi menjadi beras di Indonesia dapat dibedakan atas tiga

cara yaitu secara tradisional ditumbuk dengan tangan, dengan mesin penggilingan

secara kecil-kecilan serta dengan mesin penggilingan pada perusahaan padi komersil

(Winarno, 1984).

Pengupasan kulit gabah (hulling) bertujuan untuk menghilangkan sekam

dengan kerusakan pada lapisan dedak yang minimum, bila memungkinkan tanpa

adanya kepatahan pada beras pecah kulit yang dihasilkan (Araullo et al, 1976).

Beras yang telah kehilangan sekam ini masih mengandung lapisan dedak atau

pericarp yang menyelaputi endosperm. Bila lapisan dedak dan aleuron telah

dihilangkan maka beras ini disebut beras sosoh.

Pada proses penyosohan terjadi pengupasan kulit yang berwarna perak dan

lapisan dedak atau sebagian besar lapisan-lapisan beras pecah kulit yang digiling

(Grist, 1975). Derajat sosoh dinyatakan dalam persen dan menyatakan tingkat

kehilangan dari lembaga dan lapisan kulit ari luar maupun dalam. Dalam sistem

grading beras yang tetapkan oleh USDA, beras giling dibagi empat “grade” yaitu

beras giling sempurna (well milled), beras giling cukup sempurna (reasonably well

20

milled), beras giling ringan (lightly milled) dan beras kurang tergiling (under milled)

(Luh, 1980).

C. JENIS-JENIS BERAS

Beberapa cara penggolongan beras yang banyak diterapkan dan dipraktekkan

yaitu (1) berdasarkan varietas padinya, sehingga dikenal adanya beras Bengawan

Solo, Celebes, Sintanur, dan lain-lain, (2) berdasarkan asal daerahnya, sehingga

dikenal adanya beras Cianjur, beras Garut, dan beras Banyuwangi, (3) berdasarkan

cara pengolahannya, sehingga dikenal adanya beras tumbuk dan beras giling, (4)

berdasarkan tingkat penyosohannya, sehingga dikenal beras kualitas I atau beras

kualitas II, (5) berdasarkan gabungan antara sifat varietas padi dengan tingkat

penyosohannya (Winarno, 2004).

Berdasarkan ukuran dan bentuk beras, dalam standarisasi mutu beras di pasaran

internasional dikenal empat tipe ukuran panjang beras, yaitu biji sangat panjang (> 7

mm), biji panjang (6.0-6.9 mm), biji sedang (5.0-5.9 mm), dan biji pendek (< 5

mm). Sedangkan berdasarkan bentuknya yang ditetapkan berdasar nisbah

panjang/lebar, beras juga dibagi atas empat tipe, yaitu lonjong (slender), sedang

(medium), agak bulat (bold), dan bulat (round) (Damardjati dan Purwani, 1991).

Menurut Winarno (1997), berdasarkan kandungan amilosanya, beras (nasi)

dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu : (1) beras dengan kadar amilosa tinggi

25-33 %; (2) beras dengan kadar amilosa menengah 20-25 %; (3) beras dengan

kadar amilosa rendah 9-20 %; (4) beras dengan kadar amilosa sangat rendah < 9 %.

Beras ketan praktis tidak ada amilosanya (1-2 %), sedang beras yang mengandung

amilosa lebih dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan.

Beras berkadar amilosa rendah mempunyai sifat nasi yang pulen, tidak terlalu

basah maupun kering. Sedangkan beras berkadar amilosa tinggi mempunyai sifat

nasi yang keras, kering dan pera. Penduduk daerah tropis seperti Indonesia, Pakistan

dan sebagian Filipina menyukai beras berkadar amilosa sedang, sedangkan

penduduk Sri Lanka, Vietnam Selatan, Malaysia Barat, dan Burma menyukai beras

berkadar amilosa tinggi (Damardjati dan Purwani, 1991).

21

D. SIFAT FISIK BERAS

Sifat-sifat fisik beras antara lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan

air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi (Damardjati dan Purwani,

1991). Menurut Winarno (1997) suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati

pecah dengan penambahan air panas. Beras dapat digolongkan menjadi tiga

kelompok menurut suhu gelatinisasinya, yaitu suhu rendah (55-69 oC), sedang (70-

74 oC), dan tinggi (>74 oC).

Suhu gelatinisasi berpengaruh terhadap lama pemasakan. Beras yang

mempunyai suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan lebih lama

daripada beras yang mempunyai suhu gelatinisasi rendah. Sifat fisik yang dianalisis

pada penelitian ini antara lain analisis warna, bobot seribu butir, uji amilografi, dan

uji kekerasan beras.

E. SIFAT KIMIA BERAS

Beras sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein, dan unsur lain seperti

lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air. Analisis komponen kimia beras dan

fraksi gilingnya menunjukkan bahwa distribusi penyusunannya tidak merata.

Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati seperti protein, lemak, serat,

abu, pentosa, dan lignin, sedangkan bagian endosperm kaya akan pati (Juliano,

1972).

Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosan,

selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras berkisar antara 85-90% dari berat kering

beras. Kandungan pentosan berkisar antara 2.0-2.5%, dan gula 0.6-1.4% dari beras

pecah kulit. Menurut Winarno (1997), pati merupakan nonpolimer glukosa dengan

ikatan -glukosidik. Pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air

panas. Fraksi terlarut adalah amilosa sedangkan fraksi tidak larut adalah

amilopektin.

Protein sebagai penyusun terbesar kedua setelah pati, mempunyai ukuran

granula 0.5-5 m terdiri dari 5% fraksi albumin (larut dalam air), 10% globulin

(larut dalam garam), 5% prolamin (larut dalam alkohol ), dan 80% glutelin (larut

dalam basa). Fraksi protein yang paling dominan adalah glutelin, yang bersifat tidak

22

larut dalam air, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan volume

pengembangan butir pati selama pemanasan (Juliano, 1972).

Seperti halnya serealia lainnya, kandungan lipida tertinggi biji beras terdapat

dalam lembaga dan lapisan aleuron yang tekumpul dalam butiran lipida. Kadar

lemak dari beras pecah kulit berkisar antara 2.4-3.9%, sedangkan pada beras giling

berkisar 0.3-0.6% (Juliano, 1972). Kandungan lipida beras ini dipengaruhi oleh

varietas, derajat kematangan biji, kondisi pertanaman dan metode ekstraksi lipida.

Analisis kimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis proksimat

yang terdiri dari analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar

karbohidrat secara by difference. Selain itu juga dilakukan analisis kadar amilosa,

kadar serat pangan, kadar pati, analisis daya cerna pati in vitro dan analisis pati

resisten.

F. INDEKS GLIKEMIK

Konsep indeks glikemik (IG) diperkenalkan pada awal tahun 1980 untuk

memberikan gambaran tentang hubungan antara karbohidrat dalam makanan dengan

kadar glukosa darah (Brand-Miller, 2000). IG menurut Whitney et al (1990) adalah

suatu ukuran yang menggambarkan luas kurva kenaikan dan penurunan kadar

glukosa darah setelah mengonsumsi suatu makanan tertentu dibandingkan dengan

suatu standar. Standar yang digunakan adalah glukosa murni. Nilai IG glukosa

murni adalah 100 (Rimbawan dan Siagian, 2004). Setiap jenis makanan memiliki

nilai IG yang berbeda-beda. Makanan dengan IG rendah akan menghasilkan

kenaikan dan penurunan kadar glukosa darah yang tidak terlalu drastis, sesaat

setelah makanan tersebut dicerna (Ragnhild et al, 2004). Sedangkan makanan yang

memiliki nilai IG tinggi, akan mengalami hal yang sebaliknya.

Bahan pangan berdasarkan nilai IG dapat diklasifikasikan menjadi (1) bahan

pangan dengan nilai IG rendah (<55), (2) bahan pangan dengan nilai IG sedang (55-

69), (3) bahan pangan dengan nilai IG tinggi (>70) (Foster-Powell et al, 2002).

Faktor yang mempengaruhi IG suatu bahan pangan adalah daya cerna pati, interaksi

antara pati dengan protein, jumlah dan jenis asam lemak, kadar serat pangan, dan

bentuk fisik bahan pangan (Ragnhild et al, 2004).

23

Kadar glukosa darah minimum sebesar 40-60 mg/dl diperlukan untuk

menyediakan energi bagi susunan saraf pusat sebagai sumber energi utama. Hormon

yang berperan meningkatkan kadar glukosa darah adalah hormon adrenalin. Hormon

tersebut dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan pankreas. Sedangkan hormon yang

berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah hormon insulin. Hormon

insulin yang dihasilkan akan sebanding dengan jumlah glukosa yang terkandung di

dalam darah. Hormon insulin dihasilkan oleh kelenjar langerhans pada pankreas

(Wardlaw, 1999).

Pengetahuan terhadap nilai IG suatu makanan dapat memberikan beberapa

keuntungan antara lain dapat membantu mengontrol diet dan berat badan,

mengurangi resiko diabetes dan serangan jantung, membantu mengontrol kadar

kolesterol dan membantu memperkirakan jumlah makanan yang harus dimakan.

Akan tetapi konsep ini juga memiliki keterbatasan antara lain karena terlalu

besarnya variasi nilai IG tiap jenis makanan. Selain itu juga, nilai IG dipengaruhi

oleh beberapa hal, antara lain metode persiapan makanan, kombinasi dengan

makanan lain dan respons yang berbeda antara satu orang dengan yang lain

(Anonim, 2007).

24

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima varietas beras

beramilosa tinggi dan lima varietas beras beramilosa rendah yang didapat dalam

bentuk beras giling yang berasal dari Sukamandi. Beras beramilosa rendah yang

digunakan adalah varietas Sintanur, Bengawan Solo, Gilirang, Celebes, dan Ciasem

(ketan) (ketan). Sedangkan beras beramilosa tinggi yang digunakan adalah varietas

IR 42, Ciliwung, Batang Piaman, Logawa, dan Batang Lembang. Bahan-bahan

kimia yang digunakan antara lain adalah larutan HCl 0.01 N, K2SO4, HgO, larutan

H2SO4 pekat, larutan H3BO3, indikator metil merah 0.2%, metilen blue 0.2%, larutan

NaOH-Na2S2O3, larutan HCl 0.02 N, heksan, larutan glukosa standar 0.2 mg/ml,

larutan HClO4 9.2 N, larutan NaOH 1 N, larutan amilosa, etanol 95%, larutan

iodine, larutan KI, larutan KOH 0.2 N, akuades, dan thymol blue 0.025%. Bahan-

bahan kimia ini berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen

Pertanian

Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, cawan alumunium, oven,

desikator, labu Kjedahl, batu didih, gelas Erlenmeyer, cawan porselein, tanur, kertas

saring, labu Soxhlet, gelas ukur, spektrofotometer, water bath, orbital staker,

sentrifuse, batang pengaduk, amalgamotor, kertas grafik, bowl, amilograf, dan alat-

alat gelas.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pascapanen Pertanian yang berada di Cimanggu, Bogor.

1. Penelitian Pendahuluan

Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan adalah

analisis secara fisik dan kimia. Analisis fisik meliputi pengujian warna, bobot

seribu butir, uji amilografi, dan uji kekerasan beras. Sedangkan analisis kimia

yang dilakukan adalah analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan

25

karbohidrat), nilai energi, amilosa, serat pangan, kadar pati, pati resisten, dan

daya cerna pati secara in vitro.

2. Penelitian Utama

Penelitian utama yang dilakukan adalah menguji nilai IG 10 varietas beras

dengan kadar amilosa rendah dan tinggi masing-masing dengan 10 orang

relawan. Beras tersebut sebelumnya diolah menjadi nasi menggunakan rice

cooker agar dapat dikonsumsi oleh relawan. Pada pengujian IG relawan terpilih

diharuskan menjalani puasa penuh (kecuali air) selama ± satu malam (sekitar

pukul 20.00 sampai pukul 08.00 pagi keesokan harinya). Hal ini bertujuan untuk

mengetahui kadar glukosa darah puasa relawan tersebut. Setelah pengukuran

kadar glukosa darah puasa, relawan diberikan sampel yang mengandung 50

gram karbohidrat untuk dikonsumsi. Sampel darah relawan akan diuji setiap 30

menit selama dua jam (pada menit ke-0, ke-30, ke-60, ke-90, dan ke-120) setelah

mengonsumsi sampel . Hal ini dilakukan untuk mengetahui respons kadar

glukosa darah relawan terhadap sampel yang diberikan

C. METODE ANALISIS

1. Analisis Sifat Fisik

a. Warna

Pengukuran warna dilakukan dengan khromameter. Sampel berupa

tepung beras diletakkan pada wadah transparan kemudian diukur

menggunakan khromameter. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b. Nilai L

menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100:

putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+

= 0-100 untuk warna merah, a- = 0 - (-80) untuk warna hijau. Warna

kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70 untuk

warna kuning, b- = 0-(-70) untuk warna biru. Dari ketiga parameter itu

dapat dilakukan perhitungan untuk mengukur derajat putih sampel.

26

b. Bobot Seribu Butir

Beras kepala yang masih baik dan utuh dipilih sebanyak 1000 butir.

Kemudian ditimbang bobotnya. Perlakuan ini diulang beberapa kali dan

hasilnya dirata-ratakan. Nilai yang didapat adalah bobot seribu butir.

c. Uji Amilografi (Bhattacharya, 1979)

Uji amilografi bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi suspensi

tepung beras. Sampel sebanyak 40 gram ditimbang dan dilarutkan dengan

460 ml air destilata. Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam bowl.

Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam bowl dengan cara

menurunkan head amilograf. Suhu awal termoregulator diatur pada suhu

20°C atau 25°C. Switch pengatur diletakkan pada posisi bawah sehingga

pada saat mesin dihidupkan suhu akan meningkat 1.5°C setiap menit.

Mesin amilograf dihidupkan. Pada saat suspensi mencapai suhu 30°C,

pena pencatat diatur pada skala kertas amilogram. Setelah pasta mencapai

suhu 95°C, mesin dimatikan. Parameter analisis amilograf terdiri dari:

1. Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai naik

2. Suhu pada puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada saat nilai maksimum

viskositas dapat dicapai

3. Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi dinyatakan dalam

Brabender Unit

d. Kekerasan Beras

Pengukuran kekerasan beras dilakukan dengan menggunakan Kiya

Hardness Meter. Sampel beras diletakkan pada tempat yang telah

ditentukan. Beras tersebut akan ditusuk oleh jarum penusuk selama

beberapa saat. Kemudian jarum penunjuk kekerasan akan bergerak dan

menunjukkan nilai kekerasan beras yang diukur tersebut.

27

2. Analisis Sifat Kimia

a. Analisis Proksimat

- Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995)

Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan

bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak mengalami

degradasi pada suhu 100ºC. Pertama-tama, cawan alumunium kosong

dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 15 menit. Cawan

tersebut lalu diangkat dan didinginkan dalam desikator selama 5 menit

atau sampai cawan tidak terasa panas. Cawan yang telah dingin

kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Setelah itu, sampel

sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam

oven pada suhu 105°C sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak

lebih dari 0,003 gram). Cawan tersebut lalu diangkat, didinginkan di

dalam desikator, dan ditimbang berat akhirnya. Kadar air dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Kadar air (% b/b) %100a)-(xy)-(x ×=

Keterangan:

x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)

y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)

a = berat cawan kosong (g)

- Analisis Kadar Abu (AOAC, 1995)

Cawan porselin dipanaskan di dalam tanur selama 15 menit

kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin, cawan

ditimbang dan dicatat beratnya. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke

dalam cawan lalu diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu

berwarna putih dan beratnya konstan. Pengabuan dilakukan dilakukan

dalam 2 tahap yaitu tahap pertama suhu 400°C lalu dilanjutkan pada

suhu 550°C. Cawan lalu diangkat, didinginkan dalam desikator, dan

ditimbang.

28

Perhitungan:

Kadar Abu (% b/b) %100WW

1

2 ×=

Keterangan:

W1 = Berat sampel (g)

W2 = Berat abu (g)

- Analisis Kadar Protein, Metode Mikro Kjeldahl (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak ± 0,2 g (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl

0,01N/0,02N) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30

ml. Lalu ditambahkan 2 gram K2SO4, 50 mg HgO, 2 ml H2SO4 pekat,

dan batu didih. Sampel kemudian didekstruksi selama 1-1.5 jam

hingga jernih dan didinginkan. Setelah itu, ditambahkan 2 ml air yang

dimasukkan secara perlahan ke dalam labu dan didinginkan kembali.

Cairan hasil dekstruksi (cairan X) dimasukkan ke dalam alat destilasi

dan labu dibilas dengan air. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat

destilasi. Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator

(Methylen red : Methylen blue = 2:1) diletakkan di ujung kondensor

alat destilasi dengan ujung selang kondensor terendam dalam larutan

H3BO3. Cairan X ditambahkan 10 ml NaOH-Na2S2O3 dan destilasi

dilakukan hingga larutan dalam erlenmeyer ± 50 ml. Larutan dalam

erlenmeyer kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi

ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi abu-abu.

Prosedur yang sama dilakukan juga untuk penetapan blanko.

Perhitungan:

Kadar N (%) %100W

14,007CVb)-(Vs ×××=

Kadar protein (%) = % N x 5.95

29

Keterangan:

Vs = Volume HCl untuk titrasi sampel (ml)

Vb = Volume untuk titrasi blanko (ml)

C = Konsentrasi HCl (N)

W = Berat sampel (mg)

- Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven,

didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 g

dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas

lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian

dipasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Lalu dimasukkan

pelarut heksana ke dalam alat dan sampel direfluks selama 5 jam.

Setelah itu, pelarut didestilasi dan ditampung pada tempat lain. Labu

lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh

berat tetap. Labu lemak kemudian dipindahkan ke desikator untuk

didinginkan, lalu ditimbang dan dicatat beratnya.

Perhitungan:

Kadar Lemak (% b/b) %100WW

1

2 ×=

Keterangan:

W1 = Berat sampel (g)

W2 = Berat lemak (g)

- Kadar Karbohidrat by difference (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference

dilakukan dengan cara:

Kadar karbohidrat (% bk)

= 100% - (protein + lemak + abu) (% bk)

30

b. Analisis Kadar Amilosa (Juliano, 1971 yang Dimodifikasi)

o Pembuatan Kurva Standar

Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan

ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml

NaOH 1 N. Larutan standar kemudian didiamkan selama 24 jam dan

ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Selanjutnya larutan

tersebut dipipet masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu

takar tersebut ditambahkan juga asam asetat 1 N sebanyak masing-

masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml. Selanjutnya larutan tersebut juga

ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml. Setelah itu, larutan ditepatkan

sampai tanda tera dengan akuades dan dikocok, lalu didiamkan selama

20 menit. Larutan kemudian diukur intensitas warna yang terbentuk

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

o Penetapan Sampel

Sejumlah 100 mg sampel tanpa lemak dimasukkan ke dalam labu

takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml etanol serta 9 ml NaOH 1 N.

Setelah itu, larutan sampel didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan

sampai tanda tera dengan akuades. Larutan kemudian dipipet sebanyak

5 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1

ml asetat 1 N serta 2 ml larutan iod. Larutan selanjutnya ditambah

akuades sampai tanda tera, dikocok, didiamkan selama 20 menit, dan

diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus :

Kadar Amilosa (%) %100WFP

SA ××=

Keterangan :

A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm

S = slope kemiringan pada kurva standar

FP = faktor pengenceran, yaitu 0,002

W = berat sampel (gram)

31

c. Analisis Kadar Serat Pangan , Metode Multienzim (Asp et al, 1983)

Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian

ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-phospat 0,1 M pH 6 dan diaduk agar

terbentuk suspensi. Selanjutnya ditambahkan 0,1 ml enzim termamyl ke

dalam erlenmeyer berisi sampel. Erlenmeyer lalu ditutup dengan

alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air dengan suhu 100°C

selama 15 menit sambil diaduk sesekali.

Sampel diangkat dan didinginkan, lalu ditambahkan 20 ml air destilata

dan pH diatur menjadi 1,5 menggunakan HCl 4 N. Selanjutnya enzim

pepsin sebanyak 100 mg ditambahkan ke dalam erlenmeyer berisi sampel,

ditutup, dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40°C

selama 1 jam. Erlenmeyer kemudian diangkat, ditambahkan air destilata,

dan pH diatur menjadi 6,8 menggunakan NaOH. Setelah pH 6,8 tercapai,

ditambahkan enzim pankreatin sebanyak 100 mg ke dalam erlenmeyer,

erlenmeyer ditutup, dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada

suhu 40°C selama 1 jam. Persiapan tahap akhir adalah pengaturan pH

menjadi 4,5 menggunakan HCl. Larutan sampel dengan pH 4,5 lalu

disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2)

dan ditambahkan 0,5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada

penyaringan dilakukan 2 kali pencucian dengan 2 x 10 ml air destilata.

- Residu (Serat pangan tidak larut)

Sampel dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton.

Sampel lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C selama satu

malam atau hingga mencapai berat konstan. Sampel yang telah kering

kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Setelah itu,

sampel diabukan dengan tanur pada suhu 550°C selama 5 jam,

didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.

- Filtrat (Serat pangan larut)

Filtrat diatur volumenya menjadi 100 ml dan ditambahkan 400 ml

etanol 95% hangat (60 oC). Filtrat dibiarkan mengendap selama 1 jam.

32

Filtrat tersebut kemudian disaring dengan crucible kering yang telah

ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan 0,5 gram celite

kering (berat tepat diketahui). Filtrat lalu dicuci dengan 2 x 10 ml

etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton. Selanjutnya

filtrat dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C selama satu malam

atau hingga mencapai berat konstan. Filtrat lalu didinginkan dalam

desikator dan ditimbang. Setelah itu, filtrat diabukan dengan tanur

pada suhu 550°C selama 5 jam, didinginkan dalam desikator, dan

ditimbang.

- Blanko

Penetapan blanko dapat dilakukan dengan cara yang seperti

prosedur untuk sampel, tetapi dilakukan tanpa penambahan sampel.

Perhitungan :

% Serat pangan tidak larut (IDF) %100sampelBerat

)B-I-(D 111 ×=

% Serat pangan larut (SDF) %100sampelBerat

)B-I-(D 222 ×=

% Total Serat (TDF) = (SDF + IDF) (%)

Keterangan :

D = Berat setelah pengeringan (gram)

I = Berat setelah pengabuan (gram)

B = Berat blanko bebas abu (gram) = (D-I)blanko

d. Analisis Daya Cerna Pati In vitro (Muchtadi et al, 1992 yang

Dimodifikasi)

Sampel dibuat suspensi dalam aquades (1%), kemudian dipanaskan

dalam penangas air selama 30 menit pada suhu 90°C. Setelah itu, sampel

didinginkan dan diambil sebanyak 2 ml kemudian dimasukkan ke dalam

tabung reaksi. Sebanyak 3 ml aquades dan 5 ml buffer Na-Fosfat 0,1 M

juga ditambahkan ke dalam tabung reaksi, lalu diinkubasi pada suhu 37°C

selama 15 menit, dan didinginkan. Setelah dingin, ke dalam tabung reaksi

33

ditambahkan larutan enzim amilase yang telah dilarutkan dalam buffer Na-

Fosfat 0,05 M. Larutan tersebut kemudian diinkubasi kembali pada suhu

37°C selama 30 menit.

Sampel dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi

lain. Setelah itu, ke dalam tabung reaksi ditambah 2 ml pereaksi

dinitrosalisilat. Pereaksi dinitrosalisilat dibuat dengan melarutkan 1 gram

3,5-dinitrosalisilat, 30 gram Na-K tartarat, dan 1,6 gram NaOH dalam 100

ml aquades. Larutan tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 100°C

selama 10 menit sampai terbentuk warna oranye. Warna merah oranye yang

terbentuk lalu diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm.

Kadar maltosa campuran reaksi dihitung menggunakan kurva standar

maltosa murni yang diperoleh dengan mereaksikan larutan maltosa standar

dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas. Daya

cerna pati beras dihitung sebagai berikut:

% Daya cerna pati = %100ba ×

Keterangan:

a = kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis

b = kadar maltosa pati murni setelah reaksi enzimatis

e. Analisis Kadar Pati Resisten (Englyst and Cumming, 1988 yang dikutip

oleh Marsono, 1993)

Sampel ditimbang sebanyak 100 mg, kemudian dimasukkan ke dalam

tabung screw cap.

§ Ekstraksi gula

Larutan etanol 80 % sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung

screw cap. Tabung tersebut kemudian disentrifugasi pada kecepatan

2500 rpm dan suhu 4oC selama 25 menit. Supernatan yang terbentuk lalu

dipindahkan ke dalam Erlenmeyer. Ekstraksi diulangi kembali dengan

penambahan 10 ml etanol. Supernatan hasil ekstraksi dikumpulkan dalam

34

Erlenmeyer dan ditera sebagai gula sederhana menggunakan Analisis

gula reduksi secara spektrofotometri. Padatan dalam tabung ditambahkan

5 ml aseton lalu dikeringkan dengan aliran gas N2.

§ Ekstraksi lemak (jika kadar lemak sampel lebih dari 5 %)

Padatan di dalam tabung ditambahkan dengan 8 ml heksana atau

petroleum eter. Tabung tersebut kemudian divortex dan dilanjutkan

dengan sentrifugasi selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk

dibuang. Sedangkan padatannya ditambahkan dengan 2-3 ml aseton lalu

dikeringkan dengan aliran gas N2.

§ Hidrolisis pati

Padatan di dalam tabung ditambahkan dengan 7,5 ml buffer Na-

asetat 0.1 M pH 5.0, 1.5 ml akuades, dan magnetic flea. Selanjutnya

dilakukan proses gelatinisasi pada suhu 100oC selama 30 menit

menggunakan penangas air yang dilengkapi dengan magnetic stirrer.

Enzim α-endoamilase dimasukkan ke dalam tabung. Tabung lalu ditutup

dan diinkubasi pada suhu 95oC selama 30 menit sambil diaduk

menggunakan magnetic stirrer. Setelah didinginkan, amiloglukosidase

sebanyak 200 µl dan 50 µl pullulanase dimasukkan ke dalam tabung.

Tabung ditutup dan distirer pada suhu 40oC selama satu malam. Setelah

satu malam, larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit.

Pemanasan tersebut bertujuan menginaktifasi enzim.

§ Presipitasi TDF dan RS

Larutan di-evapomix sampai volumenya kurang dari 4 ml.

Kemudian ke dalam larutan ditambahkan 24.6 ml etanol 93% dan

didiamkan selama satu malam dalam ruang dingin (suhu 4-10oC) untuk

mendapatkan TDF dan RS. Tabung lalu disentrifugasi pada kecepatan

2500 rpm dan suhu 4 oC selama 15 menit. Supernatan selanjutnya

dipindahkan ke dalam Erlenmeyer. Proses ekstraksi dilakukan hingga

35

dua kali ulangan dengan penambahan 10 ml etanol 80%. Supernatan

hasil ekstraksi dikumpulkan dalam Erlenmeyer dan ditera sebagai pati

dengan menggunakan Analisis gula reduksi secara spektrofotometri.

Padatan dalam tabung ditambah dengan 2-3 ml aseton lalu dikeringkan

dengan aliran gas N2.

§ Hidrolisis RS

Padatan dalam tabung ditambah dengan 1.5 ml KOH 2 M dan di-

stirer selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya dimasukkan 7.5 ml

buffer Na-asetat 0.1 M pH 5.0 dan 50 µl pullulanase, tabung lalu ditutup

dan di-stirer pada suhu 40 oC selama satu malam. Setelah didiamkan

selama satu malam, larutan dipanaskan di dalam air mendidih selama 15

menit. Hal tersebut bertujuan menginaktifasi enzim.

§ Presipitasi TDF

Larutan di-evapomix sampai volumenya kurang dari 4 ml.

Kemudian ke dalam larutan ditambahkan 24.6 ml etanol 93% dan

didiamkan selama satu malam dalam ruang dingin (suhu 4-10oC). Proses

tersebut dilakukan untuk mengendapkan TDF. Tabung lalu disentrifugasi

pada kecepatan 2500 rpm dan suhu 4 oC selama 15 menit. Supernatan

selanjutnya dipindahkan ke dalam Erlenmeyer. Proses ekstraksi

dilakukan hingga dua kali ulangan dengan penambahan 10 ml etanol

80%. Supernatan hasil ekstraksi dikumpulkan dalam Erlenmeyer dan

ditera sebagai RS dengan menggunakan Analisis gula reduksi secara

spektrofotometri. Padatan dalam tabung ditambah dengan 2-3 ml aseton

lalu dikeringkan dengan aliran gas N2.

3. Pengujian Indeks Glikemik (El, 1999)

IG menurut Whitney et al (1990) adalah suatu ukuran yang

menggambarkan luas kurva kenaikan dan penurunan kadar glukosa darah setelah

mengonsumsi suatu makanan tertentu dibandingkan dengan suatu standar.

36

Standar yang digunakan adalah glukosa murni. Pengujian IG dilakukan untuk

mengetahui nilai IG sampel yang diuji (10 varietas beras). Relawan yang

dibutuhkan dalam analisis ini berjumlah 10 orang dan seluruhnya adalah

mahasiswa IPB. Sebelum pengambilan sampel darah, relawan harus menjalani

puasa penuh (kecuali air) selama satu malam (sekitar pukul 20.00 sampai pukul

08.00 pagi keesokan harinya). Pada hari pengambilan sampel darah, relawan

mengonsumsi 1 porsi nasi yang mengandung 50 gram karbohidrat. Setelah itu,

dilakukan pengambilan sampel darah. Sampel darah yang diambil sebanyak 20

µL (finger prick capillary blood sampel method) setiap 30 menit selama 2 jam

(menit ke-0, ke-30, ke-60, ke-90, dan ke-120). Pengambilan darah juga

dilakukan untuk menguji kadar IG glukosa murni sebagai standar dengan

prosedur yang sama dengan pengambilan darah sampel beras. Glukosa murni

yang dikonsumsi oleh relawan sebanyak 50 gram.

Kadar glukosa darah diukur menggunakan glukometer. Caranya dengan

menempelkan sampel darah yang telah diambil pada alat tersebut, kemudian alat

tersebut dengan cepat akan mengukur dan memberikan hasilnya. Nilai kadar

glukosa darah ini kemudian diplotkan menjadi sebuah grafik dengan sumbu x

adalah waktu pengukuran dan sumbu y adalah kadar glukosa darah. Nilai IG

kemudian dihitung dengan membandingkan luas daerah dibawah kurva antara

pangan sampel dan pangan acuan. Nilai IG akhir adalah nilai rata-rata dari 10

orang relawan tersebut.

37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A KARAKTERISASI SIFAT FISIK BERAS

1 Kekerasan Beras

Kekerasan adalah sifat yang menunjukkan daya tahan untuk pecah akibat

gaya tekan yang diberikan. Kekerasan merupakan kemampuan maksimal bahan

dalam menahan beban yang diterimanya. Pengukuran kekerasan dapat dilakukan

dengan memberikan gaya tekan pada sampel hingga sampel patah atau hancur.

Nilai kekerasan ditentukan dari gaya maksimum yang dicapai hingga sampel

patah atau hancur. Analisis kekerasan beras dilakukan menggunakan Kiya

Hardness Meter. Hasil analisis kekerasan beras dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Kekerasan Beras dan Bobot Seribu Butir pada sepuluh varietasberas Indonesia

Varietas Kekerasan Beras(KgF)

Bobot 1000 Butir(gram)

Celebes 6.57e 15.7b

Ciasem (ketan) 6.74f 20.35f

Bengawan Solo 6.00c 14.11a

Sintanur 6.48de 19.11e

Gilirang 5.54b 21.55g

Ciliwung 6.75f 18.03d

Logawa 6.37d 19.8ef

Batang Piaman 6.99g 22.02f

Batang Lembang 6.37d 20.4g

IR 42 5.30a 17.15c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilaiyang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Nilai kekerasan beras yang terendah dimiliki oleh varietas IR 42 (5.30 Kgf)

sedangkan nilai terbesar dimiliki oleh varietas Batang Piaman (6.99 Kgf). Hasil

analisis sidik ragam dan uji beda Duncan (Lampiran 1) terhadap kekerasan beras

antar varietas menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0.05). Berdasarkan

38

penelitian yang dilakukan oleh Widiatmoko (2005) nilai kekerasan beras ini

dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu kadar air, lama penyimpanan beras, dan

derajat sosohnya. Semakin banyak kadar air yang terkandung dalam beras, maka

beras akan semakin keras. Sebaliknya semakin sedikit kadar air yang terkandung

dalam beras, maka beras akan semakin rapuh sehingga nilai kekerasannya akan

lebih kecil.

2 Bobot Seribu Butir

Bobot seribu butir menunjukkan bobot tiap butir beras yang menentukan

hasil produksi. Nilai ini dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

campuran dalam sampel beras di pasaran. Selain itu juga dapat digunakan untuk

mengetahui kemurnian suatu varietas beras. Hasil analisis pengukuran bobot

seribu butir beras sampel menghasilkan data seperti terlihat pada Tabel 1.

Nilai bobot seribu butir beras yang dianalisis berkisar antara 15.7-22.0 gram.

Nilai yang terendah dimiliki oleh varietas Celebes (15.7 g) sedangkan yang

tertinggi dimiliki oleh varietas Batang Piaman (22.0 g). Hasil analisis sidik ragam

dan uji beda Duncan (Lampiran 2) terhadap bobot seribu butir menunjukkan tidak

ada perbedaan nyata antara varietas Ciasem (ketan), Logawa, dan Batang Piaman

pada taraf 0.05.

Litbang Deptan (2002) telah mengeluarkan daftar bobot seribu butir

beberapa varietas beras, antara lain Ciherang, Cilamaya Muncul dan Pandan

Wangi. Varietas Ciherang memiliki bobot seribu butir sebesar 27-28 gram,

Varietas Cilamaya Muncul sebesar 26-27 gram sedangkan Varietas Pandan

Wangi memiliki bobot seribu butir sebesar 22-23 gram. Bobot seribu butir

dipengaruhi oleh ketersediaan unsur-unsur hara dalam tanah selama penanaman

padi. Kekurangan unsur hara pada saat penanaman akan mengakibatkan bobot

seribu butir yang dihasilkan lebih rendah dari yang seharusnya.

3 Warna

Warna suatu benda akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adanya

sinar sebagai sumber penerangan yang menyinari benda, sifat absorpsi dan

39

refleksi spektrum benda yang disinari, kondisi lingkungan benda dan kondisi

subyek yang melihat benda (Kusnandar dan Andarwulan, 2004). Tanpa adanya

sumber penerangan yang memadai maka warna suatu benda tidak dapat

diidentifikasi dengan benar. Demikian juga dengan sifat absorpsi dan refleksi

cahaya oleh benda, kondisi lingkungan dan kondisi subyek yang melihat benda

akan mempengaruhi penilaian atau persepsi terhadap warna. Oleh karena itu,

untuk dapat mendefinisikan warna benda seobyektif mungkin, maka berkembang

teknik pengukuran dengan menggunakan instrument dimana warna benda dapat

diukur secara kuantitatif.

Pengukuran warna pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

khromameter. Pengukuran dengan alat ini akan menghasilkan data dengan tiga

parameter yang diberi notasi L, a*, dan b*. Notasi L menyatakan parameter

kecerahan (lightness) dengan nilai L = 0 berarti hitam dan 100 berarti putih.

Artinya semakin besar nilai L maka warna benda akan semakin memdekati warna

putih, sebaliknya semakin kecil nilai L, maka warna benda akan semakin

mendekati warna hitam. Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan

warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam.

Notasi a* menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai

+a* (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0

sampai -80 untuk warna hijau. Semakin besar nilai +a* (positif), warna benda

akan semakin mendekati warna merah. Sebaliknya semakin kecil nilai -a*

(negatif), warna benda akan semakin mendekati warna hijau. Notasi b*

menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b* (positif) dari

0 sampai +70 untuk warna biru dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk

warna kuning. Semakin besar nilai +b* (positif), warna benda akan semakin

mendekati warna merah. Sebaliknya semakin kecil nilai -b* (negatif), warna

benda akan semakin mendekati warna hijau. Hasil analisis warna dapat dilihat

pada Tabel 2 di bawah ini.

40

Tabel 2. Warna dan Derajat Putih pada sepuluh varietas beras Indonesia

Varietas Nilai L Nilai a* Nilai b* Derajat Putih*)

Celebes 77.97c 4.80e 11.94c 74.49cd

Ciasem (ketan) 82.57d 4.55b 11.08b 78.85e

Bengawan Solo 76.30a 4.90f 14.36f 71.86a

Sintanur 77.39b 4.59bc 14.69g 72.65b

Gilirang 76.67a 4.64cd 13.21d 72.80b

Ciliwung 77.35b 5.10g 11.10b 74.27c

Logawa 76.29a 4.89f 13.93e 72.07a

Batang Piaman 77.97c 4.80e 11.94c 74.49cd

Batang Lembang 77.53b 4.43a 10.43a 74.83d

IR 42 77.98c 4.67d 12.21c 74.39c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilaiyang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05)

*) Nilai derajat putih didapatkan berdasarkan hasil perhitungan, bukan dari hasil pengukuran menggunakan

khromameter. Perhitungan dilakukan menggunakan persamaan sebagai berikut : Derajat Putih (DP) =

100-[(100 - L*)2 + a*2 + b*2]1/2

Dengan menggunakan data L*, a*, b* dapat juga dihitung derajat putih

(tingkat keputihan) dari sampel menggunakan persamaan: Derajat Putih (DP) =

100-[(100 - L*)2 + a*2 + b*2]1/2 . Derajat putih ini berguna untuk menentukan

tingkat keputihan sampel yang berbentuk tepung (Soekarto, 1990).

Berdasarkan Tabel 2 nilai kecerahan (L*) yang tertinggi dimiliki oleh

varietas Ciasem (ketan) (82.6) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas

Logawa (76.2). Nilai a* tertinggi dimiliki oleh varietas Ciliwung (5.1) sedangkan

yang terendah dimiliki oleh varietas Batang Lembang (4.4). Nilai b* yang

tertinggi dimiliki oleh varietas Sintanur (14.7) sedangkan yang terendah dimiliki

oleh varietas Batang Lembang (10.4). Nilai derajat putih yang tertinggi dimiliki

oleh varietas Ciasem (ketan) (78.9) sedangkan yang terendah dimiliki oleh

varietas Bengawan Solo (71.9). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bernard

(2005) terhadap derajat putih beras varietas IR 42 dan Padi Panjang

menghasilkan tingkat kecerahan 79 dan 69. Padi Panjang adalah salah satu jenis

padi etnik dari Kalimantan Selatan. Hasil analisis sidik ragam terhadap analisis

warna dapat dilihat pada Lampiran 3.

41

4 Uji Amilografi

Uji amilografi digunakan untuk melihat sifat dari gelatinisasi pati beras yang

diteliti. Beberapa parameter yang diamati antara lain suhu awal gelatinisasi, suhu

puncak gelatinisasi, viskositas pada suhu 93oC, viskositas pada suhu 93 oC setelah

20 menit, viskositas pada suhu 50 oC, viskositas pada suhu 50 oC setelah 20 menit.

Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat kurva mulai menaik, sedangkan suhu

puncak gelatinisasi diukur pada saat puncak maksimum viskositas tercapai.

Viskositas maksimum adalah besarnya viskositas pada saat titik puncak

gelatinisasi yang dinyatakan dalam Brabender Unit (BU).

Menurut Winarno (1997), bila suspensi pati dalam air dipanaskan maka

akan dapat diamati beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi. Mula-mula

suspensi pati yang keruh seperti susu mulai berubah menjadi jernih pada suhu

tertentu. Hal tersebut biasanya diikuti oleh pembengkakan granula pati.

Pembengkakan ini terjadi bila energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih

kuat dari gaya tarik-menarik antar molekul pati didalam granula sehingga air

dapat masuk ke dalam butur-butir pati. Indeks refraksi butir-butir pati yang

membengkak itu mendekati indeks refraksi air sehingga warnanya berubah

menjadi jernih.

Pati memiliki gugus hidroksil yang jumlahnya sangat banyak. Hal inilah

yang menyebabkan kemampuan menyerap airnya sangat besar. Hal inilah yang

menyebabkan granula pati membengkak. Peningkatan viskositas terjadi karena air

yang awalnya berada diluar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi

dipanaskan kini berada didalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan

bebas lagi (Winarno, 1997). Menurut Swinkels (1985), peningkatan viskositas

terjadi akibat friksi yang lebih besar dengan semakin membengkaknya granula

dan keluarnya eksudat granula ke dalam larutan.

Bila pati telah mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk

melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali.

Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan

cabang amilopektin membentuk jaring-jaring mikrokristal dan mengendap. Proses

42

kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi ini disebut

retrogradasi. Hasil analisis amilografi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Amilografi pada sepuluh varietas beras IndonesiaVarietas Waktu

el.(menit)

SuhuGel.( oC)

SuhuVisk.

puncak ( oC )

Visk.Puncak(BU)

Visk.Pd

Suhu93 oC(BU)

Visk.Pd Suhu

93 oCSetelah

20 Menit(BU)

Visk.Pd Suhu

50 oC(BU)

Visk PdSuhu =50 oCsetelah

20 menit(BU)

Celebes 39 89 - 700 200 300 704 625Ciasem(ketan) 35 83 - 360 148 240 360 355BengawanSolo 40 90 - 680 127 270 680 625

Sintanur 39 89 - 900 260 400 900 810

Gilirang 37 86 93 760 308 360 760 708

Ciliwung 39 88 93 760 300 320 760 740

Logawa 39 88 - 650 168 248 650 580BatangPiaman 38 87 - 400 120 200 400 360BatangLembang 39 89 - 468 118 216 468 430

IR 42 38 87 - 595 210 360 595 550

Berdasarkan Tabel 3, suhu gelatinisasi beras yang diteliti berkisar antara 83-

90 oC. Suhu gelatinisasi yang tertinggi dimiliki oleh varietas Bengawan Solo (90oC), sedangkan suhu gelatinisasi yang terendah dimiliki oleh varietas Ciasem

(ketan). Berdasarkan suhu gelatinisasinya, beras dapat digolongkan menjadi tiga

jenis, yakni beras dengan suhu gelatinisasi rendah (55-69 oC), suhu gelatinisasi

sedang (70-74 oC), dan suhu gelatinisasi tinggi (>74 oC) ( Khush dan Cruz, 2000).

Jadi beras yang dianalisis termasuk golongan beras dengan suhu gelatinisasi

tinggi.

43

Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa hal yakni karakteristik granula,

terdapatnya komponen protein, lemak, dan juga gula pada tepung. Waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai suhu gelatinisasi dari beras yang diteliti berkisar

antara 35-40 menit. Menurut Juliano (1972), hubungan suhu gelatinisasi dengan

waktu pemasakan beras menunjukkan bahwa peningkatan suhu gelatinisasi akan

memperlama waktu pemasakan beras menjadi nasi. Beras yang memiliki suhu

gelatinisasi rendah akan menyerap air dan mengembang pada suhu yang lebih

rendah dibandingkan beras yang memiliki suhu gelatinisasi tinggi.

Berdasarkan Tabel 3, suhu viskositas maksimum sebagian besar tidak

terukur. Hanya ada dua varietas yang terukur yakni Gilirang dan Ciliwung yang

suhu viskositas maksimumnya sebesar 93 oC. Suhu viskositas maksimum yang

tidak terukur kemungkinan karena suhu maksimum viskositas beras tersebut lebih

besar dari 93 oC. Karena setelah suhu 93 oC tercapai maka amilograph akan

mempertahankan suhu ini selama 20 menit. Akibatnya varietas beras yang

memiliki suhu viskositas maksimum lebih dari 93 oC tidak akan memiliki puncak

pada kurva dan suhunya tidak dapat terukur.

Viskositas maksimum adalah besarnya viskositas pada saat titik puncak

gelatinisasi. Pada titik ini granula pati yang mengembang mulai pecah diikuti

dengan pengembangan viskositas. Berdasarkan data di atas viskositas maksimum

beras yang dianalisis berkisar antara 390-900 BU. Viskositas tertinggi dimiliki

oleh varietas Sintanur (900 BU) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas

Ciasem (ketan) (390 BU). Viskositas yang tinggi menunjukkan kemampuan

granula pati dalam menyerap air juga tinggi.

B KARAKTERISASI SIFAT KIMIA BERAS

1 Analisis Proksimat

Analisis proksimat beras adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui

kadar suatu komponen tertentu yang terkandung di dalamnya. Analisis ini

dilakukan untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan

kadar karbohidrat secara by difference. Hasil anilisis proksimat dapat dilihat pada

Tabel 4.

44

Tabel 4. Hasil analisis proksimat pada sepuluh varietas beras Indonesia

Varietas KadarAir (%)

Kadar Abu

(%bk)

KadarProtein(%bk)

KadarLemak(%bk)

KadarKarbohidrat

bydifference

(%bk)Celebes 12.48ab 0.73ab 8.55b 0.53a 90,19def

Ciasem(ketan) 13.13b 0.74ab 10.60c 0.95bc 87,71a

BengawanSolo 12.59ab 0.72ab 7.62a 0.59a 91,07f

Sintanur 12.50ab 0.77ab 9.02b 1.04cd 89,17bc

Gilirang 13.31b 0.58a 8.76b 0.81b 89,85cde

Ciliwung 12.79b 0.82b 9.13b 1.31e 88,74b

Logawa 13.03b 0.86b 9.01b 0.99bc 89,14bc

BatangPiaman 13.02b 0.68ab 7.56a 1.10cd 90,66ef

BatangLembang 13.20b 0.68ab 10.58c 1.05cd 87,69a

IR 42 11.82a 0.78ab 8.59b 1.23de 89,40bcd

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkannilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

1.1 Kadar air

Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang sangat

berpengaruh dalam proses penyimpanan beras. Beras yang memiliki kadar air

yang tinggi akan mudah rusak dan mengalami penurunan mutu. Badan

Standardisasi Nasional (BSN) mensyaratkan kadar air maksimum beras giling

adalah 14 %.

Kadar air beras yang diuji berada pada kisaran 11.82-13.31 %, ini masih

dianggap aman untuk penyimpanan karena masih di bawah standar yang

ditetapkan yakni 14 %. Kadar air yang tertinggi dimiliki oleh varietas Gilirang

(13.31 %), sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas IR 42 (11.82 %).

Hasil analisis sidik ragam dan uji beda Duncan (Lampiran 4) menunjukkan

bahwa kadar air varietas Celebes, Ciasem (ketan), Bengawan Solo, dan

Sintanur tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Begitu pula antara varietas

Gilirang, Ciliwung, Logawa, Batang Piaman, dan Batang Lembang.

45

1.2 Kadar Abu

Abu adalah residu anorganik yang didapatkan setelah proses

penghilangan bahan-bahan organik yang terkandung dalam suatu bahan

(Sudarmadji et al,1996). Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan bobot

yang terjadi setelah sampel mengalami proses pembakaran pada suhu yang

sangat tinggi (500-600 oC). Kadar abu secara kasar dapat mencerminkan kadar

mineral yang terkandung dalam beras. Mineral-mineral yang terkandung

dalam abu terdapat dalam bentuk garam oksida, sulfat, fosfat, nitrat, dan

klorida (Miller, 1998).

Nilai kadar abu beras yang diteliti berkisar antara 0.58-0.86 % bk. Kadar

abu tertinggi dimiliki oleh varietas Logawa (0.86 %) sedangkan kadar abu

terendah dimiliki oleh varietas Gilirang (0.58 %) (Tabel 4). Menurut Juliano

(1972) kadar abu beras berada pada kisaran 0.6 %. Hasil analisis sidik ragam

dan uji beda Duncan (Lampiran 5) menunjukkan kadar abu pada varietas

beras tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Varietas Celebes, Ciasem (ketan),

Bengawan Solo, Batang Piaman, Batang Lembang, IR 42, dan Sintanur tidak

berbeda nyata. Begitupun antara varietas Ciliwung dengan Logawa.

Kadar abu pada beras dipengaruhi oleh derajat penyosohan dan

kandungan unsur hara dalam tanah. Menurut Juliano (1972), distribusi mineral

pada beras yang sudah disosoh adalah sekitar 28 % dari total mineral yang

terkandung pada beras pecah kulit. Kandungan mineral terbesar ditemukan

pada bagian dedak yaitu sebesar 51 % dari total mineral yang terkandung

dalam beras pecah kulit. Proses penyosohan adalah proses yang paling

bertanggungjawab terhadap rendahnya kandungan mineral pada beras giling

yang dikonsumsi sehari-hari. Kandungan mineral pada beras sebagian besar

ditemukan pada bagian dedak dan embrio yang hilang pada saat proses

penyosohan.

1.3 Kadar Protein

Protein adalah salah satu makronutrien yang berperan dalam proses

pembentukan biomolekul. Protein adalah suatu senyawa yang sebagian besar

46

terdiri atas unsur nitrogen. Jumlah unsur ini dapat digunakan sebagai dasar

penentuan kadar protein dalam beras. Unsur nitrogen yang terikat dalam

bentuk matriks dilepaskan melalui proses destruksi dan diukur jumlahnya.

Kadar protein beras yang dianalisis berkisar antara 7.56-10.59 % bk.

Nilai tertinggi dimiliki oleh varietas Ciasem (ketan) (10.59 %) sedangkan

nilai kadar protein terendah dimiliki oleh varietas Batang Piaman (7.56 %)

(Tabel 4). Menurut Juliano (1972) kadar protein beras berada pada kisaran 7

%. Hasil analisis sidik ragam dan uji beda Duncan (Lampiran 6) menunjukkan

tidak ada perbedaan nyata antara varietas Celebes, Sintanur, Gilirang,

Ciliwung, Logawa, dan IR 42. Begitupun antara varietas Bengawan Solo dan

Batang Piaman serta varietas Ciasem (ketan) dan Batang Lembang. Kadar

protein pada beras giling sangat dipengaruhi oleh derajat sosoh dan kondisi

tanah tempat beras ditanam. Beras yang tumbuh pada tanah yang kaya akan

unsur N akan cenderung memiliki kadar protein yang tinggi (Juliano, 1972).

1.4 Kadar Lemak

Lemak adalah suatu golongan senyawa yang bersifat tidak larut air,

namun larut dalam pelarut organik. Pelarut yang umum digunakan untuk

mengukur kadar lemak adalah heksana, dietil eter, dan petroleum eter

(Sudarmadji et al, 1996). Metode pengukuran lemak yang digunakan pada

analisis ini adalah metode Soxhlet.

Kadar lemak hasil analisis beras yang diuji menunjukkan nilai yang

berkisar antara 0.53-1.31 % bk. Kadar lemak tertinggi dimiliki oleh varietas

Ciliwung (1.31 %) sedangkan kadar lemak terendah dimiliki oleh varietas

Celebes (0.53 %) (Tabel 3). Menurut Juliano (1972) kadar lemak beras berada

pada kisaran 0.5 %. Hasil analisis sidik ragam dan uji beda Duncan (Lampiran

7) menunjukkan bahwa varietas Ciasem (ketan) dan Logawa tidak berbeda

nyata pada taraf 0.05. Begitu pula antara varietas Celebes dengan Bengawan

Solo. Varietas Sintanur, Batang Piaman dan Batang Lembang juga tidak

berbeda nyata.

47

Penelitian yang dilakukan oleh Resureccion et al (1979) pada beras

pecah kulit IR 32 menemukan bahwa kadar lemak beras yang sudah

mengalami penyosohan dan penggilingan hanyalah sekitar 17 % dari total

lemak keseluruhan yang terdapat pada beras pecah kulit tersebut. Penelitian

tersebut menyebutkan bahwa kandungan lemak terbesar pada beras pecah

kulit terdapat pada bagian dedak (51 %).

1.5 Kadar Karbohidrat by difference

Karbohidrat adalah zat gizi yang dapat ditemui dalam jumlah terbesar

pada beras. Karbohidrat dalam serealia termasuk beras sebagian besar terdapat

dalam bentuk pati. Penentuan kadar karbohidrat dalam analisis proksimat

dilakukan secara by difference. Total jumlah kadar air, abu, lemak, protein dan

karbohidrat beras adalah 100 %.

Kadar karbohidrat beras yang diteliti berada pada kisaran 87.69-91.07 %

bk. Nilai karbohidrat yang tertinggi dimiliki oleh varietas Bengawan Solo

(91.07 %) sedangkan nilai karbohidrat yang terendah dimiliki oleh varietas

Batang Lembang (87.69 %) (Tabel 4). Menurut Juliano (1972) kadar

karbohidrat beras berada pada kisaran 78 %. Hasil analisis sidik ragam dan uji

beda Duncan (Lampiran 8) menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara

varietas Ciasem (ketan) dengan Batang Lembang, varietas Bengawan Solo

dengan Batang Piaman dan antara varietas Ciliwung dengan Logawa.

2 Kadar Amilosa

Kadar amilosa adalah salah satu kriteria penting dalam sistem klasifikasi

beras. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras (nasi) dapat dibagi menjadi

empat golongan yaitu : (1) beras dengan kadar amilosa tinggi 25-33 %; (2) beras

dengan kadar amilosa menengah 20-25 %; (3) beras dengan kadar amilosa rendah

9-20 %; (4) beras dengan kadar amilosa sangat rendah < 9 %. Beras ketan praktis

tidak ada amilosanya (1-2 %), sedang beras yang mengandung amilosa lebih dari

2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan (Winarno 1997).

48

Beras berkadar amilosa sedang mempunyai sifat nasi yang pulen, tidak

terlalu basah maupun kering. Sedangkan beras berkadar amilosa tinggi

mempunyai sifat nasi yang keras, kering dan pera. Penggolongan ini didasarkan

pada kemampuan amilosa untuk berasosiasi kembali dengan sesamanya

membentuk struktur yang kaku. Bila pasta telah mendingin, energi kinetik tidak

lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk

bersatu kembali. Maka terjadi proses kristalisasi kembali pati yang telah

mengalami gelatinisasi atau dikenal juga sebagai proses retrogradasi

(Winarno,1997).

Amilosa adalah polisakarida yang terdiri dari glukosa yang membentuk

rantai linier dan memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen atau

untuk mengalami retrogradasi. Struktur yang lurus ini membuat amilosa dapat

dihidrolisis sempurna oleh satu enzim saja yakni -amilase. Sedangkan

amilopektin merupakan polimer gula sederhana yang memiliki cabang serta

mempunyai ukuran molekul yang lebih besar dibandingkan amilosa. Oleh karena

itu, untuk menghidrolisis amilopektin diperlukan dua enzim yaitu -amilase dan

(1-6) glukosidase. Rantai lurus dan sifat hidrofilik amilosa menyebabkan

molekul ini cenderung membentuk susunan paralel satu sama lain melalui ikatan

hidrogen. Hal ini menyebabkan affinitas amilosa terhadap air menurun.

Pengukuran kadar amilosa pada beras dilakukan berdasarkan prinsip iodine-

binding (pengikatan iodine) dimana amilosa akan berikatan dengan iodine pada

pH rendah (4.5-4.8) menghasilkan kompleks berbentuk heliks yang berwarna

biru. Intensitas warna biru ini kemudian diukur menggunakan spektrofotometer.

Semakin tinggi intensitas warna yang terukur, maka kadar amilosa akan semakin

tinggi (Juliano,1979).

Pengukuran kadar amilosa pada penelitian ini menggunakan metode Juliano

(1971). Metode ini terdiri dari dua tahap yakni tahap pembuatan kurva standar

dan tahap penetapan sampel. Pembuatan kurva standar dilakukan menggunakan

amilosa murni. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah y = 0.025x – 0.0087.

Kurva standar yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 1.

49

Gambar 2. Kurva Standar Amilosa

Tabel 5. Kadar Amilosa dan Amilopektin pada sepuluh varietasberas Indonesia

Varietas Kadar Pati(%bb)

Kadar Amilosa(%bb)

Kadar Amilopektin(%bb)

Celebes 82.43ab 19.81d 62.62c

Ciasem (ketan) 81.31ab 7.32a 73.99e

Bengawan Solo 80.01ab 17.23c 62.78c

Sintanur 85.18b 15.43b 69.75de

Gilirang 82.18ab 16.57bc 65.61cd

Ciliwung 81.94ab 26.22e 55.72b

Logawa 80.52ab 25.50e 55.02b

Batang Piaman 78.90a 29.41f 49.49a

Batang Lembang 82.11ab 25.56e 56.55b

IR 42 81.73ab 26.31e 55.42b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkannilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Berdasarkan Tabel 5, kadar amilosa beras yang diteliti berkisar antara 7.32-

29.41 % b.b. Kadar amilosa tertinggi dimiliki oleh varietas Batang Piaman (29.41

%) sedangkan kadar amilosa terendah dimiliki oleh varietas Ciasem (ketan) (7.32

%). Hasil analisis sidik ragam dan uji beda Duncan kadar amilosa dapat dilihat

pada Lampiran 9.

Perbedaan kadar amilosa beras dipengaruhi oleh varietas, suhu udara lokasi

penanaman, dan kadar N dalam tanah. Penelitian oleh Juliano (1979)

kurva standar

y = 0.025x - 0.0087R2 = 0.9979

-0.10

0.10.20.30.4

0.50.6

0 5 10 15 20 25

konsentrasi (ppm)

abso

rban

si

50

menunjukkan bahwa beras dengan varietas yang sama namun ditanam pada

daerah yang memiliki perbedaan kandungan nitrogen dalam tanah dan suhu udara

lokasi penanaman yang berbeda akan menghasilkan beras dengan kandungan

amilosa yang berbeda. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kadar amilosa

pada beras berbanding terbalik dengan suhu udara lokasi penanaman dan kadar N

dalam tanah.

3 Kadar Serat Pangan

Serat pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan

terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil

(Winarno,1997). Serat pangan total terdiri dari serat pangan larut dan serat pangan

tidak larut. Serat pangan tidak larut diartikan sebagai serat pangan yang tidak

dapat larut di dalam air panas maupun air dingin. Fungsi utama serat pangan larut

adalah memperlambat kecepatan pencernaan didalam usus, memberikan rasa

kenyang lebih lama, serta memperlambat kemunculan glukosa darah sehingga

insulin yang dibutuhkan untuk mentransfer glukosa ke dalam sel-sel tubuh dan

diubah menjadi energi semakin sedikit. Sedangkan fungsi utama serat pangan

tidak larut adalah mencegah timbulnya berbagai penyakit, terutama yang

berhubungan dengan saluran pencernaan , seperti wasir, divertikulosis dan kanker

usus besar (Astawan dan Wresdiyati, 2004).

Serat banyak berasal dari dinding sel berbagai jenis sayuran dan buah.

Secara kimia dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti

selulosa, hemiselulosa, pektin dan nonkarbohidrat seperti polimer lignin

(Winarno,1997). Istilah serat pangan dibedakan dari istilah serat kasar yang biasa

digunakan dalam analisis proksimat makanan. Serat kasar (crude fiber)

didefinisikan sebagai bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh

bahan-bahan kimia tertentu, yaitu asam sulfat dan natrium hidroksida mendidih

(Fardiaz et al, 1989). Menurut Van Soest dan Robertson (1977), analisis serat

kasar tidak dapat menunjukkan nilai serat pangan yang sebenarnya, sebab sekitar

20-50 % selulosa, 50-80 % lignin, dan 80-85 % hemiselulosa hilang selama

analisis. Hasil analisis kadar serat pangan dapat dilihat pada Tabel 6.

51

Tabel 6. Kadar serat pangan pada sepuluh varietas beras Indonesia

Varietas Serat pangantidak larut

(%bk)

Serat panganlarut

(%bk)

Serat pangantotal

(%bk)Celebes 4.11c 1.91bc

6.02cd

Ciasem (ketan) 2.57a 3.59f6.17cd

Bengawan Solo 5.07d 1.00a6.08cd

Sintanur 5.68d 1.89bc7.57e

Gilirang 2.27a 2.95e5.22ab

Ciliwung 2.75a 2.04bcd4.79a

Logawa 4.11c 2.51de6.62d

Batang Piaman 4.04c 2.17cd6.21d

BatangLembang 3.08ab 1.60bc 4.68a

IR 42 3.94bc 1.56b5.51bc

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilaiyang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Nilai serat pangan tidak larut yang tertinggi dimiliki oleh varietas Sintanur

(5.68 %), sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Gilirang (2.27 %).

Untuk kadar serat pangan larut, nilai tertinggi dimiliki oleh varietas Ciasem

(ketan) (3.59 %), sedangkan nilai terendah dimiliki oleh varietas Bengawan Solo

(1.00 %). Untuk kadar serat pangan total nilai tertinggi dimiliki oleh varietas

Sintanur (7.57 %), sedangkan nilai terendah dimiliki oleh varietas Batang

Lembang (4.67 %). Penelitian yang dilakukan oleh Widowati (2007) terhadap

empat varietas beras yaitu, Cisokan, Batang Piaman, Memberamo, dan Taj Mahal

memperoleh hasil kandungan serat pangan larut antara 1.79-3.95 %, serat pangan

tidak larut 2.97- 4.53 % dan serat pangan total 5.59 - 6.92 %. Hasil tersebut tidak

berbeda jauh dengan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini. Hasil analisis

sidik ragam dan uji beda Duncan kadar serat pangan dapat dilihat pada Lampiran

10 dan 11.

Sifat umum senyawa-senyawa serat pangan antara lain molekulnya

berbentuk polimer dengan ukuran besar, strukturnya kompleks, banyak

mengandung gugus hidroksil, dan kapasitas pengikatan airnya besar (Inglett dan

Falkehag, 1979). Banyaknya gugus hidroksil bebas yang bersifat polar serta

52

struktur matriks yang berlipat-lipat memberi peluang besar bagi terjadinya

pengikatan air melalui ikatan hidrogen. Sifat mengikat air dari serat pangan ini

penting dalam mempertahankan air dalam lambung, meningkatkan viskositas

makanan dalam usus kecil, dan berhubungan dengan peranan serat pangan dalam

gizi dan metabolisme tubuh.

Menurut Schneeman (1986) serat pangan menghasilkan sejumlah reaksi

fisiologis yang tergantung pada sifat-sifat fisik dan kimia dari masing-masing

sumber serat. Reaksi-reaksi ini meliputi peningkatan massa feses, penurunan

kadar kolesterol plasma, dan penurunan respons glikemik dari makanan.

Pengetahuan mengenai peranan serat pangan bagi kesehatan membuat serat

semakin banyak dimanfaatkan sebagai bahan pencampur berbagai jenis makanan

dan minuman. Serat pangan yang larut banyak digunakan dalam makanan-

makanan cair seperti sup, minuman dan pudding. Sedangkan serat pangan tidak

larut banyak digunakan dalam makanan padat.

4 Kadar Pati dan Pati Resisten

Komponen terbesar yang terkandung dalam beras adalah karbohidrat. Pati

merupakan bagian terbesar yang terkandung dalam karbohidrat. Pati merupakan

homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang

dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak

terlarut disebut amilopektin. Amilosa dan amilopektin dalam pati berbentuk

struktur kristalin. Hal ini membuat pati bersifat tidak larut air dan sukar dicerna

dalam keadaan mentah. Struktur kristalin tersebut akan hancur bersamaan dengan

proses gelatinisasi yang melibatkan air dan suhu tinggi. Hasil analisis kadar pati

dan pati resisten dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kadar Pati dan Pati Resisten pada sepuluh varietas beras Indonesia

Varietas Kadar Pati(%bb)

Kadar Pati Resisten (%bk)

Celebes 82.43ab 0.08a

Ciasem (ketan) 81.31ab 0.13c

53

Bengawan Solo 80.01ab 0.13c

Sintanur 85.18b 0.11bc

Gilirang 82.18ab 0.20d

Ciliwung 81.94ab 0.11bc

Logawa 80.52ab 0.08a

Batang Piaman 78.90a 0.10ab

Batang Lembang 82.11ab 0.10ab

IR 42 81.73ab 0.18d

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yangsama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Kadar pati beras yang diteliti berkisar antara 78.9-85.18 % bb. Nilai kadar

pati yang tertinggi dimiliki oleh varietas Sintanur (85.18 %), sedangkan yang

terendah dimiliki oleh varietas Batang Piaman (78.9 %). Hasil analisis sidik

ragam (Lampiran 12) menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antar varietas pada

taraf 0.05.

Perkembangan ilmu dan teknologi memunculkan istilah baru yang

berhubungan dengan pati, yakni pati resisten. Pati resisten didefinisikan sebagai

jumlah pati dan hasil degradasi pati yang tidak dapat diserap didalam usus halus

individu yang sehat (Asp, 1992). Belakangan ini bahkan banyak definisi yang

mengklasifikasikan pati resisten ke dalam serat pangan (Champ et al, 2003). Hal

ini dikarenakan sifatnya yang menyerupai serat yakni tidak dapat dicerna di usus

halus.

Kadar pati resisten beras yang diteliti sangat kecil berkisar antara 0.08- 0.20

%. Nilai pati resisten tertinggi dimiliki oleh varietas Gilirang (0.20 %), sedangkan

yang terendah dimiliki oleh varietas Logawa (0.08 %). Hasil analisis sidik ragam

dan uji beda Duncan (Lampiran 13) menunjukkan tidak ada perbedaan nyata

antara varietas Celebes dengan Logawa, dan antara varietas Ciasem (ketan)

dengan Bengawan Solo.

Pati resisten dapat diklasifikasikan menjadi empat berdasarkan sumber dan

karakteristik fisiknya. Pati resisten tipe I ditemukan pada beberapa jenis sereal

dan legume. Karakteristik utamanya adalah memiliki dinding sel yang tebal

sehingga tidak rusak karena proses pengolahan maupun di dalam perut. Pati

resisten tipe II adalah granula pati, yang dalam tingkat kematangan tertentu,

54

secara alami resisten terhadap enzim. Pati jenis ini ditemukan pada pisang dan

kentang yang belum matang. Pati resisten tipe III adalah pati yang telah

mengalami retrogradasi. Retrogradasi adalah pembentukan kembali struktur

kristal dari pati yang telah mengalami gelatinisasi. Sedangkan pati resisten tipe

IV adalah pati yang dimodifikasi secara kimia sehingga menjadi resisten (Champ,

2004).

5 Daya Cerna Pati in vitro

Karbohidrat dari pati yang akan diserap oleh tubuh harus diubah terlebih

dahulu menjadi komponen-komponen penyusunnya yaitu glukosa. Enzim yang

dibutuhkan untuk melakukan tugas tersebut adalah -amilase yang dihasilkan oleh

kelenjar saliva dan pankreas. Namun, enzim -amilase yang berasal dari kelenjar

saliva akan diinaktivasi oleh pH rendah dalam lambung sehingga tidak terlalu

berperan dalam proses pencernaan pati. Enzim -amilase yang berasal dari

pankreas akan berperan memecah pati pada usus halus. Proses tersebut akan

diselesaikan pada bagian brush border usus halus dengan bantuan dari enzim

glucoamylase dan -dextrinase. Pada bagian ini juga akan terjadi pemecahan

disakarida menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (Sardesai didalam

Bernard, 2005). Hasil analisis daya cerna pati in vitro dapat dilihat pada Gambar

3.

Daya cerna pati beras dalam penelitian ini dianalisis secara in vitro. Daya

cerna pati in vitro beras yang diteliti berkisar antara 62-81 % bb. Nilai daya cerna

pati yang tertinggi dimiliki oleh varietas Batang Piaman (81.62 %), sedangkan

nilai daya cerna pati yang terendah dimiliki oleh varietas Gilirang (62.31 %).

Penelitian yang dilakukan oleh Widowati (2007) terhadap tiga varietas beras

Indonesia yaitu, Cisokan, Batang Piaman, dan Memberamo memperoleh hasil

daya cerna pati berturut-turut sebesar 52.21 %, 81.73 %, dan 71.18 %. Hasil daya

cerna tersebut tidak terlalu berbeda dengan hasil dalam penelitian ini. Hasil

analisis sidik ragam dan uji beda Duncan dapat dilihat pada Lampiran 15.

55

75.00cd78.62e81.61f

73.03c75.94d

62.31a67.52b69.65b76.82de77.12de

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00

Cel

ebes

Cia

sem

Ben

gaw

an

Sin

tanu

r

Gili

rang

Cili

wun

g

Loga

wa

Bat

ang

Bat

ang

IR 4

2

Varietas

Day

a C

erna

Pat

i (%

)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbedanyata (P>0.05)

Gambar 3. Daya cerna pati in vitro pada sepuluh varietas beras Indonesia

Kandungan pati dan amilosa berpengaruh terhadap daya cerna pati.

Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa amilosa dicerna lebih lambat dibandingkan

amilopektin (Miller et al, 1992). Hal ini dikarenakan amilosa merupakan polimer

gula sederhana dengan rantai lurus tidak bercabang. Rantai lurus yang menyusun

amilosa ini menyebabkan ikatan yang solid sehingga tidak mudah tergelatinisasi.

Oleh karena itu amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan amilopektin yang

memiliki struktur bercabang dan terbuka.

Akan tetapi jika dilihat dari mekanisme kerja enzimatis, amilosa dapat

dihidrolisis hanya dengan satu enzim saja yaitu -amilase. Sedangkan amilopektin

memerlukan dua jenis enzim yakni -amilase dan -(1-6) glukosidase karena

mempunyai rantai cabang. Selain itu berat molekul amilopektin lebih besar

dibandingkan amilosa sehingga berdasarkan pertimbangan ini maka amilopektin

memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna dibandingkan dengan amilosa

(Lehninger, 1982).

C INDEKS GLIKEMIK

Efek glikemik dari suatu bahan pangan adalah suatu ukuran yang digunakan

untuk menggambarkan seberapa cepat dan tinggi kenaikan kadar glukosa darah

56

setelah mengonsumsi bahan pangan tertentu. Efek glikemik juga menggambarkan

kecepatan respon tubuh manusia untuk mengembalikan kadar glukosa darah menjadi

normal kembali (Whitney et al, 1990).

Beras merupakan sumber karbohidrat yang mengandung pati (polisakarida)

yang dapat dipecah oleh tubuh menjadi glukosa (monosakarida). Glukosa tersebut

selanjutnya akan diserap oleh sel tubuh dan menjadi bahan bakar sel (Brody, 1999).

Beras selama ini dikenal sebagai bahan makanan yang memiliki IG sedang-tinggi

karena menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah yang cepat dan tajam.

Pada pengujian IG ini, relawan diberikan sampel nasi yang jumlahnya setara

dengan 50 gram karbohidrat beras. Selanjutnya diukur efeknya terhadap kadar

glukosa darah mereka menggunakan metode finger-prick capillary blood sampel

setiap 30 menit selama dua jam. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan

menggunakan alat glukometer One Touch UltraTM (LifeScan Johnson & Johnson

Co.). Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di

jari tangan. Pembuluh darah kapiler dipilih karena berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Ragnhild et al (2004), menunjukkan bahwa darah yang diambil dari

pembuluh kapiler memiliki variasi kadar glukosa darah antar relawan yang lebih kecil

dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena.

Perhitungan IG dilakukan berdasarkan perbandingan antara luas kurva kenaikan

glukosa darah setelah mengonsumsi pangan yang diuji dengan kenaikan glukosa

darah setelah mengonsumsi pangan standar (glukosa) (Marsono et al, 2002). Hasil

pengukuran kadar glukosa darah rata-rata relawan dari tiap varietas beras dapat

dilihat dari Tabel 8.

57

Tabel 8. Respons Kadar glukosa darah selama pengujian IG dan Nilai IndeksGlikemik pada sepuluh varietas beras Indonesia

Kadar glukosa darahVarietas Puasa 30

menit60

menit90

menit120

menitNilai IG

Celebes 75 117a 109 98 90 86.25abc

Ciasem(ketan) 82 141b 129 108 109 147.15d

BengawanSolo 75 125ab 105 100 93 97.72c

Sintanur 80 124ab 102 104 99 91.03bc

Gilirang 80 126ab 110 98 92 97.29c

Ciliwung 77 117a 99 95 92 86.52abc

Logawa 80 106a 96 90 90 59.04a

BatangPiaman 80 118a 104 94 87 80.25abc

BatangLembang 78 115a 106 95 89 63.50ab

IR 42 83 126ab 98 93 86 68.52abc

Taj Mahal 86 114 98 94.5 87 61.26Glukosa 81 133 116 102 88

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yangtidak berbeda nyata (P>0.05)

Tabel 8 menunjukkan nilai IG varietas beras yang diuji berkisar antara 59-147.

Nilai IG tertinggi dimiliki oleh varietas Ciasem (ketan) (147.2), sedangkan yang

terendah dimiliki oleh varietas Logawa (59). Beras Varietas Taj Mahal digunakan

sebgai pembanding karena selama ini beras varietas ini dikenal memiliki nilai IG

rendah dan banyak digunakan sebagai makanan bagi penderita diabetes. Hasil analisis

sidik ragam dan uji beda Duncan (Lampiran 15) terhadap nilai IG menunjukkan tidak

ada perbedaan nyata antara varietas Celebes, Ciliwung, Batang Piaman, dan IR 42.

Nilai IG yang bervariasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang

mempengaruhi nilai IG suatu bahan pangan antara lain proses pengolahan,

perbandingan amilosa amilopektin, kadar gula dan daya osmotic, kandungan serat,

kandungan lemak dan protein serta kandungan zat anti gizi (Rimbawan & Siagian,

2004).

58

0

20

40

60

80

100

120

140

160

menit

Puasa 30 menit 60 menit 90 menit 120

Waktu (menit)

Kad

ar Glu

kosa D

arah (

mg/

dL)

CelebesCiasemBengawan SoloSintanurGilirangCiliwungLogawaBatang PiamanBatang LembangIR 42Taj MahalGlukosa

Gambar 4. Respons kadar glukosa darah berbagai varietas beras

Gambar 4 merupakan respons kadar glukosa darah relawan terhadap masing-

masing varietas yang menunjukkan kesepuluh varietas beras memiliki puncak kadar

glukosa yang berada pada menit ke-30 setelah konsumsi sampel. Varietas Ciasem

(ketan) memiliki puncak yang tertinggi, artinya beras ini meningkatkan kadar glukosa

darah dengan sangat cepat pada 30 menit pertama setelah konsumsi. Beras seperti ini

tidak dianjurkan bagi penderita diabetes karena dapat membahayakan. Varietas yang

memiliki puncak terendah adalah Varietas Logawa. Logawa memiliki IG hampir

sama dengan beras Basmati yang selama ini dianggap sebagai salah satu beras dengan

IG terendah. Penelitian terhadap beras Basmati yang dilakukan oleh Foster-Powell et

al (2002) memperoleh nilai IG sebesar 58. Pada penelitian ini juga dilakukan

pengujian terhadap beras Varietas Taj Mahal sebagai pembanding. Beras Taj Mahal

dikenal sebagai beras dengan nilai IG yang rendah dan banyak digunakan sebagai

makanan bagi penderita diabetes. Ternyata nilai IG beras Taj Mahal adalah 62.

Dengan demikian, Varietas Logawa dapat dikatakan baik bagi penderita diabetes

karena kenaikan kadar glukosa darah yang dihasilkannya tidak terlalu drastis.

Nilai IG dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain metode pengolahan pangan,

kombinasi dengan makanan lain dan respons yang berbeda antara satu orang dengan

yang lain (Anonim, 2007). Proses pengolahan pangan menyebabkan terjadinya

perubahan struktur dan komposisi kimia pangan sehingga terjadi perubahan daya

serap zat gizi. Proses pengolahan umumnya meningkatkan daya cerna pangan. Kadar

amilosa dan amilopektin juga sangat berpengaruh pada nilai IG pangan. Sebagian

ilmuwan berpendapat bahwa amilosa dicerna lebih lambat dibandingkan amilopektin

(Miller et al, 1992). Hal ini dikarenakan amilosa merupakan polimer gula sederhana

59

dengan rantai lurus tidak bercabang. Rantai lurus yang menyusun amilosa ini

menyebabkan ikatan yang solid sehingga tidak mudah tergelatinisasi. Oleh karena itu

amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan amilopektin yang memiliki struktur

bercabang dan terbuka.

Akan tetapi jika dilihat dari mekanisme kerja enzimatis, amilosa dapat

dihidrolisis hanya dengan satu enzim saja yaitu -amilase. Sedangkan amilopektin

memerlukan dua jenis enzim yakni -amilase dan -(1-6) glukosidase karena

mempunyai rantai cabang. Selain itu berat molekul amilopektin lebih besar

dibandingkan amilosa sehingga berdasarkan pertimbangan ini maka amilopektin

memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna dibandingkan dengan amilosa

(Lehninger, 1982).

Protein berpengaruh menurunkan perubahan kadar glukosa darah. Penurunan

respons glikemik tersebut diduga karena protein berpengaruh memperpanjang laju

pengosongan lambung sehingga laju pencernaan dan absorpsi dalam usus halus juga

lebih lambat. Lemak mempunyai sifat metabolisme yang serupa dengan protein yaitu

dicerna dan diserap lebih lambat dibandingkan karbohidrat. Oleh karena itu, pangan

yang mengandung lemak lebih tinggi akan memiliki nilai IG lebih rendah dibanding

dengan pangan yang memiliki kadar lemak rendah (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Pati resisten dan daya cerna pati termasuk faktor yang mempengaruhi nilai IG.

Pati resisten adalah jumlah pati dan hasil degradasi pati yang tidak dapat diserap di

dalam usus halus individu sehat. Pati resisten akan menurunkan laju pencernaan dan

penyerapan karbohidrat di dalam usus halus. Hal ini tentu saja akan menurunkan nilai

IG pangan. Karbohidrat yang diserap secara lambat menghasilkan puncak kadar

glukosa darah yang rendah. Daya cerna pati beras dipengaruhi oleh komposisi

amilosa dan amilopektin. Meskipun masih terdapat perbedaan pendapat, sebagian

ilmuwan menyatakan bahwa daya cerna pati pangan berkadar amilosa tinggi

umumnya lebih rendah dibanding pangan berkadar amilosa rendah (Foster-Powell, et

al 2002).

Analisis korelasi yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar amilosa

mempunyai korelasi yang tinggi terhadap nilai indeks glikemik (r =-0.862) (Lampiran

16). Hasil penelitian ini memperkuat pendapat bahwa beras dengan kadar amilosa

60

tinggi menunjukkan kecenderungan untuk memiliki indeks glikemik yang lebih

rendah dibandingkan beras beramilosa rendah. Penelitian yang dilakukan oleh

Ragnhild et al (2004), menunjukkan bahwa dibandingkan dengan amilopektin,

amilosa memiliki kecenderungan untuk lebih lambat dicerna dan diserap oleh usus

sehingga menghasilkan nilai IG yang lebih rendah.

Serat pangan tidak dapat dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan manusia

tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan

pencegahan berbagai penyakit. Serat pangan akan mempengaruhi penyerapan

karbohidrat di dalam usus halus sehingga memperlambat kenaikan kadar glukosa

darah. Oleh karena itu, pangan yang memiliki serat tinggi umumnya memiliki nilai IG

yang rendah.

Nilai IG suatu bahan makanan merupakan sesuatu yang unik. Nilainya tidak

dapat diperediksi hanya berdasarkan komposisi kimia bahan-bahan yang terkandung

didalamnya saja. Hal ini antara lain karena nilai IG juga dipengaruhi oleh respons

fisiologis individu yang digunakan sebagai relawan dalam pengujian. Akan tetapi

masing-masing komponen dalam bahan pangan akan mempengaruhi nilai IG.

Dibawah ini adalah perbandingan komposisi kimia antara varietas dengan nilai IG

terendah dan varietas dengan nilai IG tertinggi

Tabel 9. Perbandingan komposisi kimia beras dengan nilai IG terendah dan beras dengan nilai IG tertinggi

VarietasFaktor-faktorCiasem (ketan) Logawa

Indeks Glikemik 147 59

Protein (% bk) 10.60 9.01

Lemak (% bk) 0.95 0.99

Serat pangan (% bk) 6.17 6.62

Serat pangan larut (% bk) 3.59 2.51

Serat pangan tidak larut (% 2.57 4.11

Amilopektin (% bb) 73.99 55.02

Amilosa (% bb) 7.32 25.50

Pati resisten (% bk) 0.13 0.08

Daya cerna pati (%) 76.82 73.03

61

Faktor yang paling mempengaruhi nilai IG dalam penelitian ini adalah kadar

amilosa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi antara nilai IG dengan kadar

amilosa yang memiliki nilai korelasi cukup besar (r = -0.862). Varietas Ciasem

(ketan) yang memiliki kadar amilosa paling rendah (7.32) memiliki nilai IG paling

tinggi. Tetapi Varietas Batang Piaman yang memiliki kadar amilosa paling tinggi

(29.41) memiliki nilai IG (80) dan bukan merupakan varietas dengan nilai IG paling

rendah. Hal ini memperkuat pernyataan bahwa nilai IG dipengaruhi oleh banyak

faktor.

62

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Beras yang diteliti memiliki nilai IG sedang sampai tinggi. Beras yang

memiliki IG sedang yaitu varietas Logawa (59), Batang Lembang (63) dan IR 42

(69). Sedangkan beras yang memiliki nilai IG tinggi yaitu Celebes (86), Ciasem

(ketan) (147), Bengawan Solo (98), Sintanur (91), Gilirang (97), Ciliwung (87),

dan Batang Piaman (80). Beras Varietas Logawa memiliki nilai IG paling rendah

yakni 59. Nilai IG ini lebih rendah dibandingkan dengan beras Taj Mahal yang

selama ini dikenal memiliki IG rendah dan banyak dijadikan sebagai makanan

bagi penderita diabetes. Dengan demikian, Varietas Logawa berpotensi untuk

dikembangkan sebagai makanan bagi penderita diabetes. Beras yang memiliki

nilai IG tinggi akan menaikkan kadar glukosa darah dengan sangat cepat. Oleh

karena itu, Varietas Ciasem (ketan) kurang baik bagi penderita diabetes.

Faktor yang paling mempengaruhi nilai IG dalam penelitian ini adalah kadar

amilosa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi antara nilai IG dengan

kadar amilosa yang memiliki nilai korelasi cukup besar (r = -0.862). Kadar

amilosa yang tinggi umumnya akan menurunkan nilai IG karena struktur amilosa

yang memiliki rantai lurus lebih sulit dicerna dibanding amilopektin yang

memiliki rantai bercabang. Varietas-varietas yang berkadar amilosa rendah seperti

Ciasem (ketan) (7.32), Celebes (19.81), Bengawan Solo (17.23), Sintanur

(15.43), dan Gilirang (16.57) memiliki nilai IG yang tinggi yakni berturut-turut

86, 147, 98, 91, dan 87. Sedangkan varietas-varietas beramilosa tinggi seperti

Ciliwung (26.22), Logawa (25.50), Batang Piaman (29.41), Batang Lembang

(25.56), IR 42 (26.31) memiliki nilai IG yang sedang yakni berturut-turut 59, 80,

64, 69, dan 68.

Beras Taj Mahal digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini karena

beras ini dikenal memiliki nilai IG yang rendah dan banyak digunakan sebagai

makanan bagi penderita diabetes. Hasilnya beras Taj Mahal memiliki nilai IG 61.

Varietas Logawa memiliki nilai IG yang lebih rendah dari beras Taj Mahal yakni

sebesar 59. Dengan demikian, Varietas Logawa berpotensi untuk dikembangkan

63

sebagai makanan bagi penderita diabetes karena kenaikan kadar glukosa darah

yang dihasilkannya tidak terlalu drastis.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah karakterisasi beras varietas lain yang

banyak beredar dipasaran sehingga dapat dijadikan standar mutu karena beras

yang beredar di Indonesia sangat beragam varietasnya.

64

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Glycemic Index. http://www.NutritionData.com. [27 April 2007]

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist,Washington DC.

Araullo, E. V., De Padua, M. Graham. 1976. Rice Post Harvest Technology. IDRC,Ottawa.

Asp, N.G. 1992. Resistant Starch. Di dalam Ann-Charlotte Eliasson (ed): Starch in FoodStructure, function, and applications. CRC Press, New York.

Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halmer, and M. Siljestrom. 1983. Rapid Enzymatic Assayof Insoluble and Soluble Dietary Fiber. J. Agric. Food. Chem. (31): 476 – 482.

Astawan, M., Wresdiyati, T. 2004. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo : TigaSerangkai Pustaka Mandiri.

Bernard. 2005. Deskripsi Flavor, Sifat Fisikokimia dan Indeks Glikemik Beras Panjangdari lahan Gambut Pasang Surut Aluh-Aluh, Kalimantan Selatan. Skripsi.Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bhattacharya, K. R. 1979. Gelatinization Temperature of Rice Strach and ItsDetermination. Di dalam : Proceedings of The Workshop on Chemical Aspectof Rice Grain Quality. IRRI, Los Banos. Pp 232-247

Brand-Miller, J. 2000. Carbohydrates. Di dalam: Mann, J. dan A. S. Truswell (Eds).Essentials of Human Nutrition, 2nd Ed. Oxford University Press. Oxford, pp.231-255.

Brody, T. 1999. Nutritional Biochemistry, 2nd ed. Academic Press, San Diego.

BSN. 1999. SNI Beras Giling. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Champ, M., Langkilde. A.M., Brouns. F., Kettlizt. B., Le Bail- Collet Y. 2003. Advancesin dietary fiber characterization. 1. Definition of Dietary Fiber, PhysiologicalRelevance, Health Benefits and Analytical Aspects. Nutr Res Rev, 16, 71-82.

Champ, M. 2004. Resistant Starch. Di dalam Ann-Charlotte Eliasson (ed): Starch in FoodStructure, function, and applications. CRC Press, New York.

Childs, N.W.. 2004. Production and utilization of rice. Di dalam Elaine T. Champagne(ed). Rice : Chemistry and Technology. American Association of CerealChemists, Inc.. Minnesota, pp

65

Damardjati, D.S., Soekarto. S.T., dan Harahap, Z.. 1983. Penelitian dan PengembanganMutu Beras di Indonesia. Makalah disajikan dalam Lokakarya Penelitian Padi.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

dan Purwani, E. Y.. 1991. Mutu Beras. Di dalam Padi-Buku 3. BalaiPenelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan PengembanganPertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

El, S.N.1999. Determination of Glycemic Index for some breads. Journal of FoodChemistry. 67 : 67-69

Fardiaz, D., Apriyantono, A., Puspitasari N.L., Sedarnawati, dan Budiyanto, S. 1989.Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Depdikbud Ditjen Perguruan Tinggi.PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.

Foster-Powell, K., Holt, S.H.A dan Brand-Miller, J.C. 2002. International tabel ofglycemic index and glycemic load values. Am. J. Clin. Nutr. 75 : 5-56

Grist, D. H. 1975. Rice. 5th ed. Longmans, London.

Inglett, G.E. dan Falkehag, S.I.. 1979. Dietary Fibers : Chemistry and Nutrition.Academic Press, New York.

Juliano, B.O. 1971. A Simplified Assay for Milled Rice Amylose Measurement. J. ofCereal Sci. Today, 16 : 334-336

______. 1972. The rice caryopsis and its composition. Di dalam D.F. Houston (ed). RiceChemistry and Technology. American Associaton of Chemists, Inc..St. Paul.Minnesona, pp.

______. 1979. Amylose Analysis in Rice. Di dalam : Proceedings of the Workshop onChemical Aspect of Rice Grain Quality. IRRI, Los Banos, pp 252-259

Khush, GS and Cruz, ND. 2000. Rice Grain Quality Evaluation Procedures. In : AromaticRices.Oxford & IBH Pub.Co.Pvt.Ltd, New Delhi.

Kusnandar, F dan Andarwulan, N. 2004. Analisis Warna Bahan Pangan. Diktat Kuliah.IPB, Bogor

Lehninger, A.L. 1982. Principles of Biochemistry. Worth, Pub. New York

Litbang Deptan. 2002. Deskripsi Padi Varietas Unggul. www.puslittan.bogor; net/html.Departemen Pertanian,Bogor [9 Oktober 2006]

Luh, B. S. 1980. Rice Production and Utilization. The AVI Publishing Company, Inc.Westport, Connecticut.

66

Marsono, Y., 1993. Complex Carbohydrates and Lipids in rice and rice products: effecton large bowel volatile fatty acid and plasma cholesterol in animals. Ph.D.Thesis. Fliders University, Adelaide, Australia.

Marsono, Y., Wiyono,P. dan Noor, Z. 2002. Indeks Glikemik Kacang-kacangan. JurnalTeknologi dan Industri Pangan 13 (3): 2002.

Miller, J.B. Pang, E dan Bramall, L..1992. Rice : High or Low Glycemic Index Food?.Am.J.Clin.Nutr. 56 : 1034-1036.

Miller, D.D. 1998. Atomic Absorption and Emission Spectroscopy. Di dalam :Nielsen,S.S. (ed). Food Analysis, 2nd ed. Kluwer Academic, New York, pp.425-442.

Muchtadi, D, Palupi, N. S., dan Astawan, M.. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologidalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Pusat Antar Universitas Pangan danGizi, IPB. Bogor.

Ragnhild, A.L., Asp, N.L., Axelsen, M. dan Raben, A.. 2004. Glycemic Index :Relevance for Health, Dietary Recommendations, and Nutritional Labelling.Scandinavian Journal of Nutrition. 48 (2): 84-94.

Resureccion, A. Juliano, B.O. dan Tanaka, Y. 1979. Nutrient Content and Distribution inMilling Fractions of Rice Grain. J. Food. Sci. 30 : 475-481.

Rimbawan dan Siagian, A.. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih Panganyang Menyehatkan. Penebar Swadaya.

Sardesai, V.M. 2003. Intoduction to Clinical Nutrition 2nd ed. Marcel Dekker, Inc., NewYork.

Schneeman, B.O. 1986. Dietary Fiber : Physical and Chemical properties, Methods ofAnalysis, and Physiological Effects. J. Food Technology, 40 (2) : 104.

Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan Mutu dan Standardisasi Mutu Pangan.Depdikbud Ditjen Perguruan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.

Sudarmadji, S., Haryono,B. dan Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Swinkels, JJM. 1985. Sources of Starch, its chemistry and physics. In : v. Beynum GMA,and JA. Roels (ed). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker Inc., NewYork,

Van Soest, P.J. dan Robertson, J.B.. 1977. Analytical Problems for Fiber. Di dalam L.F.Hood, E.K. Wardrip, dan G.N. Bollenback (eds). Carbohydrates and Health.AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut.

67

Wardlaw, G.M. 1999. Perspective in Nutrition. McGraw Hill, Boston.

Whitney, E.N., Hamilton, E.M.N,. dan Rolfes, S.R 1990. Understanding Nutrition, 5thed. West Publ, New York.

Widiatmoko, A. 2005. Perubahan Mutu Fisik Beras IR 64 Ciherang dan Sintanur padaProses Penyimpanan Model Karungan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Widowati, S. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis O. Kuntze) dalamPengembangan Beras Fungsional untuk Penderita Diabetes Melitus. Disertasi.Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Winarno, F.G.. 1984. Padi dan Beras. Diktat Tidak Dipublikasikan. Riset PengembanganTeknologi Pangan. IPB. Bogor.

1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

_ 2004. GMP dalam Industri Penggilingan Padi. Di dalam Lokakarya NasionalUpaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi, Perusahaan Umum BulogBekerjasama dengan Fateta IPB, Jakarta 20-21 Juli.

68

Lampiran 1 Descriptives

Nilai Kekerasan Beras95% Confidence Interval

for Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 3 6.5700 .04000 .02309 6.4706 6.6694 6.53 6.61Ciasem(ketan) 3 6.7400 .03606 .02082 6.6504 6.8296 6.70 6.77

BengawanSolo 3 6.0033 .07371 .04256 5.8202 6.1864 5.92 6.06

Sintanur 3 6.4800 .17349 .10017 6.0490 6.9110 6.28 6.59Gilirang 3 5.5400 .11269 .06506 5.2601 5.8199 5.47 5.67Ciliwung 3 6.7500 .11533 .06658 6.4635 7.0365 6.63 6.86Logawa 3 6.3700 .06245 .03606 6.2149 6.5251 6.32 6.44BatangPiaman 3 6.9900 .06245 .03606 6.8349 7.1451 6.94 7.06

BatangLembang 3 6.3700 .02000 .01155 6.3203 6.4197 6.35 6.39

IR 42 3 5.2967 .11015 .06360 5.0230 5.5703 5.17 5.37Total 30 6.3110 .52995 .09676 6.1131 6.5089 5.17 7.06

ANOVAKekerasan beras

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 7.975 9 .886 104.537 .000Within Groups .170 20 .008Total 8.145 29

Post Hoc TestsHomogeneous SubsetsNilai Kekerasan Beras

Duncan

Subset for alpha = .05Kekerasan beras N 1 2 3 4 5 6 7IR 42 3 5.2967Gilirang 3 5.5400Bengawan Solo 3 6.0033Logawa 3 6.3700Batang Lembang 3 6.3700Sintanur 3 6.4800 6.4800Celebes 3 6.5700Ciasem (ketan) 3 6.7400Ciliwung 3 6.7500Batang Piaman 3 6.9900Sig. 1.000 1.000 1.000 .181 .245 .896 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 3.000.

69

Lampiran 2DescriptivesNilai bobot seribu butir

95% Confidence Intervalfor Mean

N Mean

Std.Deviatio

nStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 3 15,7000 ,48508 ,28006 14,4950 16,9050 15,14 15,99Ciasem(ketan) 3 20,3533 ,22189 ,12811 19,8021 20,9045 20,17 20,60

BengawanSolo 3 14,1100 ,55344 ,31953 12,7352 15,4848 13,50 14,58

Sintanur 3 19,1067 ,75222 ,43429 17,2381 20,9753 18,24 19,59Gilirang 3 21,6667 ,25106 ,14495 21,0430 22,2903 21,39 21,88Ciliwung 3 18,0267 ,38553 ,22259 17,0690 18,9844 17,60 18,35Logawa 3 19,8033 ,11676 ,06741 19,5133 20,0934 19,70 19,93BatangPiaman 3 22,0233 ,80314 ,46369 20,0282 24,0184 21,10 22,56

BatangLembang 3 20,3967 ,22121 ,12771 19,8472 20,9462 20,19 20,63

IR 42 3 17,1500 ,65643 ,37899 15,5193 18,7807 16,47 17,78Total 30 18,8337 2,51733 ,45960 17,8937 19,7737 13,50 22,56

ANOVA

Nilai bobot seribu butir

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 178,758 9 19,862 79,231 ,000Within Groups 5,014 20 ,251Total 183,771 29

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

Nilai bobot seribu butir

Duncan

Subset for alpha = .05Bobot seribu butir N 1 2 3 4 5 6 7Bengawan Solo 3 14,1100Celebes 3 15,7000IR 42 3 17,1500Ciliwung 3 18,0267Sintanur 3 19,1067Logawa 3 19,8033 19,8033Ciasem (ketan) 3 20,3533Batang Lembang 3 20,3967Gilirang 3 21,6667Batang Piaman 3 22,0233Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 ,104 ,184 ,393

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 3,000.

70

Lampiran 3Descriptives

Derajat Putih95% Confidence Interval

for Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 74.4850 .16263 .11500 73.0238 75.9462 74.37 74.60Ciasem(ketan) 2 78.8500 .16971 .12000 77.3253 80.3747 78.73 78.97

BengawanSolo 2 71.8600 .05657 .04000 71.3518 72.3682 71.82 71.90

Sintanur 2 72.6500 .16971 .12000 71.1253 74.1747 72.53 72.77Gilirang 2 72.7950 .00707 .00500 72.7315 72.8585 72.79 72.80Ciliwung 2 74.2700 .09899 .07000 73.3806 75.1594 74.20 74.34Logawa 2 72.0650 .36062 .25500 68.8249 75.3051 71.81 72.32BatangPiaman 2 74.4850 .10607 .07500 73.5320 75.4380 74.41 74.56

BatangLembang 2 74.8350 .27577 .19500 72.3573 77.3127 74.64 75.03

IR 42 2 74.3950 .02121 .01500 74.2044 74.5856 74.38 74.41Total 20 74.0690 1.96354 .43906 73.1500 74.9880 71.81 78.97

ANOVADerajat Putih

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 72.940 9 8.104 257.365 .000Within Groups .315 10 .031Total 73.255 19

Post Hoc TestsHomogeneous SubsetsDerajat PutihDuncan

Subset for alpha = .05Derajat Putih N 1 2 3 4 5Bengawan Solo 2 71.8600Logawa 2 72.0650Sintanur 2 72.6500Gilirang 2 72.7950Ciliwung 2 74.2700IR 42 2 74.3950Celebes 2 74.4850 74.4850Batang Piaman 2 74.4850 74.4850Batang Lembang 2 74.8350Ciasem (ketan) 2 78.8500Sig. .275 .433 .285 .089 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 2.000.

71

Lampiran 4Descriptives

Nilai kadar air95% Confidence Interval

for Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 12.4813 .18151 .12835 10.8504 14.1121 12.35 12.61Ciasem(ketan) 2 13.1299 .04674 .03305 12.7099 13.5498 13.10 13.16

BengawanSolo 2 12.5905 .02652 .01875 12.3522 12.8287 12.57 12.61

Sintanur 2 12.5025 .02121 .01500 12.3119 12.6931 12.49 12.52Gilirang 2 13.3046 .03175 .02245 13.0193 13.5898 13.28 13.33Ciliwung 2 12.7896 .00629 .00445 12.7330 12.8461 12.79 12.79Logawa 2 13.0256 .14779 .10450 11.6978 14.3534 12.92 13.13BatangPiaman 2 13.0151 .06251 .04420 12.4535 13.5767 12.97 13.06

BatangLembang 2 13.2016 .27895 .19725 10.6953 15.7078 13.00 13.40

IR 42 2 11.8180 1.15874 .81935 1.4071 22.2288 11.00 12.64Total 20 12.7858 .51912 .11608 12.5429 13.0288 11.00 13.40

ANOVANilai kadar air

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.637 9 .404 2.724 .067Within Groups 1.484 10 .148Total 5.120 19

Post Hoc TestsHomogeneous SubsetsNilai kadar airDuncan

Subset for alpha = .05Kadar Air N 1 2IR 42 2 11.8180Celebes 2 12.4813 12.4813Sintanur 2 12.5025 12.5025Bengawan Solo 2 12.5905 12.5905Ciliwung 2 12.7896Batang Piaman 2 13.0151Logawa 2 13.0256Ciasem (ketan) 2 13.1299Batang Lembang 2 13.2016Gilirang 2 13.3046Sig. .091 .083

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 2.000.

72

Lampiran 5Descriptives

Nilai kadar abu

N MeanStd.

Deviation Std. Error95% Confidence Interval

for Mean Min MaxLowerBound

UpperBound

Celebes 2 .729150 .0229810 .0162500 .522674 .935626 .7129 .7454Ciasem(ketan) 2 .737250 .1262186 .0892500 -.396779 1.871279 .6480 .8265

BengawanSolo 2 .719350 .1205617 .0852500 -.363854 1.802554 .6341 .8046

Sintanur 2 .766550 .0610233 .0431500 .218277 1.314823 .7234 .8097Gilirang 2 .575050 .1378151 .0974500 -.663170 1.813270 .4776 .6725Ciliwung 2 .824250 .0723370 .0511500 .174328 1.474172 .7731 .8754Logawa 2 .856950 .1801001 .1273500 -.761185 2.475085 .7296 .9843BatangPiaman 2 .682700 .0328098 .0232000 .387916 .977484 .6595 .7059

BatangLembang 2 .678500 .0509117 .0360000 .221077 1.135923 .6425 .7145

IR 42 2 .776350 .0665387 .0470500 .178523 1.374177 .7293 .8234Total 20 .734610 .1061651 .0237392 .684923 .784297 .4776 .9843

ANOVA

Nilai kadar abu

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups .115 9 .013 1.281 .351Within Groups .099 10 .010Total .214 19

Post Hoc TestsHomogeneous SubsetsNilai kadar abuDuncan

Subset for alpha = .05Kadar abu N 1 2Gilirang 2 .575050Batang Lembang 2 .678500 .678500Batang Piaman 2 .682700 .682700Bengawan Solo 2 .719350 .719350Celebes 2 .729150 .729150Ciasem (ketan) 2 .737250 .737250Sintanur 2 .766550 .766550IR 42 2 .776350 .776350Ciliwung 2 .824250Logawa 2 .856950Sig. .098 .136

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 2.000.

73

Lampiran 6Descriptives

Nilai kadar protein95% Confidence Interval

for Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 8.5468 .09850 .06965 7.6619 9.4318 8.48 8.62Ciasem(ketan) 2 10.6022 .44527 .31485 6.6016 14.6027 10.29 10.92

BengawanSolo 2 7.6193 .24035 .16995 5.4598 9.7787 7.45 7.79

Sintanur 2 9.0173 .74133 .52420 2.3567 15.6779 8.49 9.54Gilirang 2 8.7548 .00325 .00230 8.7256 8.7840 8.75 8.76Ciliwung 2 9.1274 .08040 .05685 8.4050 9.8497 9.07 9.18Logawa 2 9.0142 .01718 .01215 8.8598 9.1685 9.00 9.03BatangPiaman 2 7.5644 .28723 .20310 4.9838 10.1450 7.36 7.77

BatangLembang 2 10.5821 .09100 .06435 9.7645 11.3998 10.52 10.65

IR 42 2 8.5936 .35221 .24905 5.4291 11.7580 8.34 8.84Total 20 8.9422 1.02443 .22907 8.4627 9.4216 7.36 10.92

ANOVANilai kadar protein

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 18.903 9 2.100 20.256 .000Within Groups 1.037 10 .104Total 19.940 19

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

Nilai kadar proteinDuncan

Subset for alpha = .05Kadar protein N 1 2 3Batang Piaman 2 7.5644Bengawan Solo 2 7.6193Celebes 2 8.5468IR 42 2 8.5936Gilirang 2 8.7548Logawa 2 9.0142Sintanur 2 9.0173Ciliwung 2 9.1274Batang Lembang 2 10.5821Ciasem (ketan) 2 10.6022Sig. .868 .131 .952

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 2.000.

74

Lampiran 7Descriptives kadar lemak

95% Confidence Intervalfor Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 .5250 .16080 .11370 -.9197 1.9697 .41 .64Ciasem(ketan) 2 .9473 .05169 .03655 .4828 1.4117 .91 .98

BengawanSolo 2 .5945 .07029 .04970 -.0370 1.2260 .54 .64

Sintanur 2 1.0401 .06838 .04835 .4257 1.6544 .99 1.09Gilirang 2 .8115 .01987 .01405 .6329 .9900 .80 .83Ciliwung 2 1.3063 .09185 .06495 .4810 2.1315 1.24 1.37Logawa 2 .9897 .06916 .04890 .3684 1.6110 .94 1.04BatangPiaman 2 1.0994 .04653 .03290 .6814 1.5174 1.07 1.13

BatangLembang 2 1.0475 .04066 .02875 .6821 1.4128 1.02 1.08

IR 42 2 1.2303 .10083 .07130 .3243 2.1363 1.16 1.30Total 20 .9591 .25241 .05644 .8410 1.0773 .41 1.37

ANOVAnilai kadar lemak

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.145 9 .127 19.347 .000Within Groups .066 10 .007Total 1.210 19

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

nilai kadar lemakDuncan

Subset for alpha = .05kadar lemak N 1 2 3 4 5Celebes 2 .5250Bengawan Solo 2 .5945Gilirang 2 .8115Ciasem (ketan) 2 .9473 .9473Logawa 2 .9897 .9897Sintanur 2 1.0401 1.0401Batang Lembang 2 1.0475 1.0475Batang Piaman 2 1.0994 1.0994IR 42 2 1.2303 1.2303Ciliwung 2 1.3063Sig. .411 .062 .115 .053 .371

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 2.000.

75

Lampiran 8Descriptives

Nilai kadar karbohidrat

N MeanStd.

DeviationStd.Error

95% Confidence Intervalfor Mean

Minimum

Maximum

LowerBound

UpperBound

Celebes 2 90.1991 .08521 .06025 89.4335 90.9646 90.14 90.26Ciasem 2 87.7133 .62317 .44065 82.1144 93.3123 87.27 88.15Bengawan Solo 2 91.0669 .29062 .20550 88.4558 93.6780 90.86 91.27Sintanur 2 89.1761 .74861 .52935 82.4500 95.9021 88.65 89.71Gilirang 2 89.8587 .16094 .11380 88.4127 91.3047 89.74 89.97Ciliwung 2 88.7422 .24473 .17305 86.5433 90.9410 88.57 88.92Logawa 2 89.1393 .12806 .09055 87.9887 90.2898 89.05 89.23Batang Piaman 2 90.6534 .27351 .19340 88.1960 93.1108 90.46 90.85Batang Lembang 2 87.6919 .18265 .12915 86.0509 89.3330 87.56 87.82IR 42 2 89.3999 .38643 .27325 85.9279 92.8718 89.13 89.67Total 20 89.3641 1.13317 .25339 88.8337 89.8944 87.27 91.27

ANOVA

Nilai kadar karbohidrat

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 22.997 9 2.555 18.250 .000Within Groups 1.400 10 .140Total 24.398 19

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

Nilai kadar karbohidrat

DuncanKadar karbohidrat N Subset for alpha = .05

1 2 3 4 5 6Batang Lembang 2 87.6919Ciasem 2 87.7133Ciliwung 2 88.7422Logawa 2 89.1393 89.1393Sintanur 2 89.1761 89.1761IR 42 2 89.3999 89.3999 89.3999Gilirang 2 89.8587 89.8587 89.8587Celebes 2 90.1991 90.1991 90.1991Batang Piaman 2 90.6534 90.6534Bengawan Solo 2 91.0669Sig. .956 .132 .103 .068 .070 .051

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

76

Lampiran 9DescriptivesNilai kadar amilosa

95% Confidence Intervalfor Mean

N Mean

Std.Deviatio

nStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 19,8050 ,04950 ,03500 19,3603 20,2497 19,77 19,84Ciasem(ketan) 2 7,3200 ,09899 ,07000 6,4306 8,2094 7,25 7,39

BengawanSolo 2 17,2350 ,12021 ,08500 16,1550 18,3150 17,15 17,32

Sintanur 2 15,4350 ,17678 ,12500 13,8467 17,0233 15,31 15,56Gilirang 2 16,5750 ,24749 ,17500 14,3514 18,7986 16,40 16,75Ciliwung 2 26,2200 ,66468 ,47000 20,2481 32,1919 25,75 26,69Logawa 2 25,5000 ,46669 ,33000 21,3070 29,6930 25,17 25,83BatangPiaman 2 29,4050 1,35057 ,95500 17,2706 41,5394 28,45 30,36

BatangLembang 2 25,5600 ,42426 ,30000 21,7481 29,3719 25,26 25,86

IR 42 2 26,3150 ,31820 ,22500 23,4561 29,1739 26,09 26,54Total 20 20,9370 6,66399 1,49011 17,8182 24,0558 7,25 30,36

ANOVANilai kadar amilosa

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 840,882 9 93,431 323,953 ,000Within Groups 2,884 10 ,288Total 843,766 19

Homogeneous SubsetsNilai kadar amilosa

Duncan

Subset for alpha = .05Kadar amilosa N 1 2 3 4 5 6Ciasem (ketan) 2 7,3200Sintanur 2 15,4350Gilirang 2 16,5750 16,5750Bengawan Solo 2 17,2350Celebes 2 19,8050Logawa 2 25,5000Batang Lembang

2 25,5600

Ciliwung 2 26,2200IR 42 2 26,3150Batang Piaman 2 29,4050Sig. 1,000 ,060 ,247 1,000 ,187 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

77

Lamipiran 10DescriptivesSerat Tidak Larut

95% Confidence Intervalfor Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 4.1100 .35355 .25000 .9334 7.2866 3.86 4.36Ciasem(ketan) 2 2.5700 .22627 .16000 .5370 4.6030 2.41 2.73

BengawanSolo 2 5.0750 .62933 .44500 -.5793 10.7293 4.63 5.52

Sintanur 2 5.6800 .21213 .15000 3.7741 7.5859 5.53 5.83Gilirang 2 2.2700 .35355 .25000 -.9066 5.4466 2.02 2.52Ciliwung 2 2.7500 .46669 .33000 -1.4430 6.9430 2.42 3.08Logawa 2 4.1150 .07778 .05500 3.4162 4.8138 4.06 4.17BatangPiaman 2 4.0400 .07071 .05000 3.4047 4.6753 3.99 4.09

BatangLembang 2 3.0800 .24042 .17000 .9199 5.2401 2.91 3.25

IR 42 2 3.9450 .71418 .50500 -2.4716 10.3616 3.44 4.45Total 20 3.7635 1.10810 .24778 3.2449 4.2821 2.02 5.83

ANOVASerat Tidak Larut

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 21.791 9 2.421 15.733 .000Within Groups 1.539 10 .154Total 23.330 19

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

Serat Tidak LarutDuncan

Subset for alpha = .05Serat Tidak Larut N 1 2 3 4Gilirang 2 2.2700Ciasem (ketan) 2 2.5700Ciliwung 2 2.7500Batang Lembang 2 3.0800 3.0800IR 42 2 3.9450 3.9450Batang Piaman 2 4.0400Celebes 2 4.1100Logawa 2 4.1150Bengawan Solo 2 5.0750Sintanur 2 5.6800Sig. .083 .052 .694 .154

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 2.000.

78

Lampiran 11Descriptives

Serat Larut95% Confidence Interval

for Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 1.9100 .08485 .06000 1.1476 2.6724 1.85 1.97Ciasem(ketan) 2 3.5950 .06364 .04500 3.0232 4.1668 3.55 3.64

BengawanSolo 2 1.0000 .31113 .22000 -1.7954 3.7954 .78 1.22

Sintanur 2 1.8850 .06364 .04500 1.3132 2.4568 1.84 1.93Gilirang 2 2.9500 .35355 .25000 -.2266 6.1266 2.70 3.20Ciliwung 2 2.0400 .19799 .14000 .2611 3.8189 1.90 2.18Logawa 2 2.5150 .33234 .23500 -.4710 5.5010 2.28 2.75BatangPiaman 2 2.1650 .23335 .16500 .0685 4.2615 2.00 2.33

BatangLembang 2 1.5950 .12021 .08500 .5150 2.6750 1.51 1.68

IR 42 2 1.5650 .33234 .23500 -1.4210 4.5510 1.33 1.80Total 20 2.1220 .74335 .16622 1.7741 2.4699 .78 3.64

ANOVASerat Larut

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 9.933 9 1.104 19.495 .000Within Groups .566 10 .057Total 10.499 19

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

Serat LarutDuncan

Subset for alpha = .05Serat Larut N 1 2 3 4 5 6Bengawan Solo 2 1.0000IR 42 2 1.5650Batang Lembang 2 1.5950 1.5950Sintanur 2 1.8850 1.8850Celebes 2 1.9100 1.9100Ciliwung 2 2.0400 2.0400 2.0400Batang Piaman 2 2.1650 2.1650Logawa 2 2.5150 2.5150Gilirang 2 2.9500Ciasem (ketan) 2 3.5950Sig. 1.000 .096 .052 .085 .097 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 2.000.

79

Lampiran 12Descriptives

Nilai Kadar Pati95% Confidence Interval

for Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 82.4340 2.67484 1.89140 58.4015 106.4665 80.54 84.33Ciasem(ketan) 2 81.3134 .96739 .68405 72.6217 90.0050 80.63 82.00

BengawanSolo 2 80.0074 5.81256 4.11010 27.7836 132.2312 75.90 84.12

Sintanur 2 85.1756 .16186 .11445 83.7213 86.6298 85.06 85.29Gilirang 2 82.1818 1.42807 1.00980 69.3511 95.0125 81.17 83.19Ciliwung 2 81.9371 .68717 .48590 75.7632 88.1110 81.45 82.42Logawa 2 80.5156 .69735 .49310 74.2502 86.7810 80.02 81.01BatangPiaman 2 78.8965 .92666 .65525 70.5708 87.2223 78.24 79.55

BatangLembang 2 82.1120 1.27498 .90155 70.6567 93.5672 81.21 83.01

IR 42 2 81.7266 1.24840 .88275 70.5101 92.9430 80.84 82.61Total 20 81.6300 2.28902 .51184 80.5587 82.7013 75.90 85.29

ANOVANilai Kadar Pati

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 50.609 9 5.623 1.149 .413Within Groups 48.943 10 4.894Total 99.552 19

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

Nilai Kadar Pati

Duncan

Subset for alpha = .05Kadar Pati N 1 2Batang Piaman 2 78.8965Bengawan Solo 2 80.0074 80.0074Logawa 2 80.5156 80.5156Ciasem (ketan) 2 81.3134 81.3134IR 42 2 81.7266 81.7266Ciliwung 2 81.9371 81.9371Batang Lembang 2 82.1120 82.1120Gilirang 2 82.1818 82.1818Celebes 2 82.4340 82.4340Sintanur 2 85.1756Sig. .176 .062

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

80

Lampiran 13DescriptivesNilai Kadar Pati resisten

95% Confidence Intervalfor Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 .0755 .01181 .00835 -.0306 .1815 .07 .08Ciasem(ketan) 2 .1264 .01096 .00775 .0279 .2248 .12 .13

BengawanSolo 2 .1266 .01237 .00875 .0154 .2377 .12 .14

Sintanur 2 .1092 .01216 .00860 -.0001 .2185 .10 .12Gilirang 2 .1939 .01039 .00735 .1005 .2872 .19 .20Ciliwung 2 .1094 .01153 .00815 .0058 .2129 .10 .12Logawa 2 .0756 .01174 .00830 -.0299 .1811 .07 .08BatangPiaman 2 .1003 .00014 .00010 .0990 .1016 .10 .10

BatangLembang 2 .0929 .01103 .00780 -.0062 .1920 .09 .10

IR 42 2 .1754 .01025 .00725 .0832 .2675 .17 .18Total 20 .1185 .03903 .00873 .1002 .1368 .07 .20

ANOVANilai Kadar Pati resisten

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups .028 9 .003 26.463 .000Within Groups .001 10 .000Total .029 19

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

Nilai Kadar Pati resistenDuncan

Subset for alpha = .05Kadar Pati resisten N 1 2 3 4Celebes 2 .0755Logawa 2 .0756Batang Lembang 2 .0929 .0929Batang Piaman 2 .1003 .1003Sintanur 2 .1092 .1092Ciliwung 2 .1094 .1094Ciasem (ketan) 2 .1264Bengawan Solo 2 .1266IR 42 2 .1754Gilirang 2 .1939Sig. .057 .186 .165 .117

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

81

Lampiran 14DescriptivesNilai Daya Cerna Pati

95% Confidence Intervalfor Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 77.1150 1.46371 1.03500 63.9641 90.2659 76.08 78.15Ciasem(ketan) 2 76.8150 .70004 .49500 70.5254 83.1046 76.32 77.31

BengawanSolo 2 69.6450 1.18087 .83500 59.0353 80.2547 68.81 70.48

Sintanur 2 67.5250 .82731 .58500 60.0919 74.9581 66.94 68.11Gilirang 2 62.3100 .87681 .62000 54.4322 70.1878 61.69 62.93Ciliwung 2 75.9400 1.04652 .74000 66.5374 85.3426 75.20 76.68Logawa 2 73.0300 .93338 .66000 64.6439 81.4161 72.37 73.69BatangPiaman 2 81.6150 1.22329 .86500 70.6241 92.6059 80.75 82.48

BatangLembang 2 78.6250 .71418 .50500 72.2084 85.0416 78.12 79.13

IR 42 2 75.0000 .41012 .29000 71.3152 78.6848 74.71 75.29Total 20 73.7620 5.66153 1.26596 71.1123 76.4117 61.69 82.48

ANOVA

Nilai Daya Cerna Pati

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 599.384 9 66.598 69.220 .000Within Groups 9.621 10 .962Total 609.006 19

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

Nilai Daya Cerna Pati

Duncan

Subset for alpha = .05Daya Cerna Pati N 1 2 3 4 5 6Gilirang 2 62.3100Sintanur 2 67.5250Bengawan Solo 2 69.6450Logawa 2 73.0300IR 42 2 75.0000 75.0000Ciliwung 2 75.9400Ciasem (ketan) 2 76.8150 76.8150Celebes 2 77.1150 77.1150Batang Lembang 2 78.6250Batang Piaman 2 81.6150Sig. 1.000 .056 .072 .072 .108 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 2.000.

82

Lampiran 15Descriptives

nilai indeks glikemik95% Confidence Interval

for Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 8 86.2463 23.81522 8.41995 66.3362 106.1563 59.50 128.46Ciasem(ketan) 8 147.152

5 39.61817 14.00714 114.0309 180.2741 89.37 203.08

BengawanSolo 8 97.7225 15.04034 5.31756 85.1485 110.2965 76.10 120.93

Sintanur 8 91.0250 21.05449 7.44389 73.4230 108.6270 60.34 122.31Gilirang 8 97.2838 38.32305 13.5492

5 65.2449 129.3226 40.93 142.14

Ciliwung 8 86.5238 20.10893 7.10958 69.7123 103.3352 64.15 109.20Logawa 8 59.0363 27.11393 9.58622 36.3684 81.7041 34.50 114.09BatangPiaman 8 80.2475 22.55098 7.97297 61.3944 99.1006 51.57 120.24

BatangLembang 8 63.4975 20.64567 7.29935 46.2373 80.7577 36.36 103.08

IR 42 8 68.5188 20.18923 7.13797 51.6401 85.3974 46.09 103.08Total 80 87.7254 34.10263 3.81279 80.1362 95.3145 34.50 203.08

ANOVA

nilai indeks glikemik

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 44578.211 9 4953.135 7.331 .000Within Groups 47297.973 70 675.685Total 91876.184 79

nilai indeks glikemik

Duncan

Subset for alpha = .05indeks glikemik N 1 2 3 4Logawa 8 59.0363Batang Lembang 8 63.4975 63.4975IR 42 8 68.5188 68.5188 68.5188Batang Piaman 8 80.2475 80.2475 80.2475Celebes 8 86.2463 86.2463 86.2463Ciliwung 8 86.5238 86.5238 86.5238Sintanur 8 91.0250 91.0250Gilirang 8 97.2838Bengawan Solo 8 97.7225Ciasem (ketan) 8 147.1525Sig. .067 .066 .054 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 8.000.

83

Lampiran 16DescriptivesNilai kadar amilopektin

95% Confidence Intervalfor Mean

N MeanStd.

DeviationStd.

ErrorLowerBound

UpperBound Min Max

Celebes 2 62.6300 2.72943 1.93000 38.1070 87.1530 60.70 64.56Ciasem(ketan) 2 73.9950 .86974 .61500 66.1807 81.8093 73.38 74.61

BengawanSolo 2 62.7750 5.93263 4.19500 9.4725 116.0775 58.58 66.97

Sintanur 2 69.7450 .33234 .23500 66.7590 72.7310 69.51 69.98Gilirang 2 65.6100 1.17380 .83000 55.0639 76.1561 64.78 66.44Ciliwung 2 55.7150 1.35057 .95500 43.5806 67.8494 54.76 56.67Logawa 2 55.0200 .22627 .16000 52.9870 57.0530 54.86 55.18Batang Piaman 2 49.4900 2.27688 1.61000 29.0330 69.9470 47.88 51.10BatangLembang 2 56.5500 .84853 .60000 48.9263 64.1737 55.95 57.15

IR 42 2 55.4100 1.56978 1.11000 41.3061 69.5139 54.30 56.52Total 20 60.6940 7.58293 1.69559 57.1451 64.2429 47.88 74.61

ANOVA

Nilai kadar amilopektin

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1037.381 9 115.265 20.906 .000Within Groups 55.134 10 5.513Total 1092.515 19

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

Nilai kadar amilopektin

Duncan

Subset for alpha = .05Kadar amilopektin N 1 2 3 4 5Batang Piaman 2 49.4900Logawa 2 55.0200IR 42 2 55.4100Ciliwung 2 55.7150Batang Lembang 2 56.5500Celebes 2 62.6300Bengawan Solo 2 62.7750Gilirang 2 65.6100 65.6100Sintanur 2 69.7450 69.7450Ciasem (ketan) 2 73.9950Sig. 1.000 .556 .253 .109 .100

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

84

Lampiran 17CorrelationsLampiran 17

VARIETASKadar

AmilosaIndeks

GlikemikPearson Correlation 1 .770(**) -.693(*)Sig. (2-tailed) . .009 .026

VARIETAS

N 10 10 10Pearson Correlation .770(**) 1 -.862(**)Sig. (2-tailed) .009 . .001

Kadar Amilosa

N 10 10 10Pearson Correlation -.693(*) -.862(**) 1Sig. (2-tailed) .026 .001 .

Indeks Glikemik

N 10 10 10** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

1) Sarjana Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB2) Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB3) Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB4) Peneliti Balai Besar Pascapanen Pertanian, Bogor

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN INDEKS GLIKEMIK VARIETAS BERASBERAMILOSA RENDAH DAN TINGGI

Tri Utama Argasasmita1) Deddy Muchtadi2) Made Astawan 3) dan Sri Widowati4)

ABSTRAK

Beras merupakan sumber karbohidrat utama hampir di seluruh daerah di Indonesia karenarasanya yang enak dan dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain. Pada penelitian inidilakukan analisis fisikokimia dan indeks glikemik dari lima varietas beras beramilosa tinggi danlima varietas beras beramilosa rendah. Analisis fisikokimia yang dilakukan yaitu analisis warna,bobot 1000 butir, kekerasan beras, uji amilografi, analisis proksimat, kadar amilosa, kadar seratpangan, daya cerna pati, kadar pati dan pati resisten. Konsep indeks glikemik (IG) memberikangambaran tentang hubungan antara karbohidrat dalam makanan dengan kadar glukosa darah.Makanan yang menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat memiliki nilai IG tinggi dansebaliknya.

Hasil analisis menunjukkan karakteristik fisik dan kimia yang berbeda antar varietas beras yangditeliti. Beras yang diteliti memiliki nilai IG sedang sampai tinggi. Beras yang memiliki IG sedangyaitu varietas Logawa (59), Batang Lembang (63) dan IR 42 (69). Sedangkan beras yang memilikinilai IG tinggi yaitu Celebes (86), Ciasem (ketan) (147), Bengawan Solo (98), Sintanur (91),Gilirang (97), Ciliwung (87), dan Batang Piaman (80). Faktor yang paling mempengaruhi nilai IGdalam penelitian ini adalah kadar amilosa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi antara nilaiIG dengan kadar amilosa yang memiliki nilai korelasi yang signifikan (r = -0.862).

Kata kunci : beras, sifat fisikokimia, nilai IG, dan kadar amilosa

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Beras merupakan salah satu tanaman panganutama dari hampir setengah populasi dunia(Childs, 2004). Bagi masyarakat Indonesia berasmerupakan bahan pangan pokok sehari-hari.Beras dijadikan sumber karbohidrat utamahampir di seluruh daerah di Indonesia karenamudah didapat, rasanya yang enak dan dapatdikombinasikan dengan bahan pangan lain.

Kesadaran yang semakin tinggi terhadapkesehatan telah menyebabkan perubahan polaperilaku masyarakat. Kegemukan atau obesitassemakin disadari dapat menimbulkan berbagaipenyakit.Salah satu upaya pencegahan adalahdengan memilih makanan yang tepat, yang tidak

hanya memenuhi kebutuhan dasar tubuh saja,tetapi juga mempunyai sifat fungsional yangakan memberikan dampak positif padakesehatan. Salah satu cara memilih makananyang tepat adalah melalui pendekatan indeksglikemik pangan.

Konsep ini menekankan pada pentingnyamengenal pangan (terutama karbohidrat)berdasarkan kecepatan menaikkan kadarglukosa dalam darah. Pangan yang memilikiIG tinggi akan menaikkan kadar glukosadarah dengan cepat dan sebaliknya(Rimbawan dan Siagian, 2004).

Pada penelitian ini dilakukan analisisfisikokimia dan indeks glikemik dari sepuluhvarietas beras. Beras memiliki banyakvarietas dan beberapa dari varietas yangberedar di pasaran itu merupakan varietasunggul dengan rasa yang enak sehinggadisukai masyarakat. Oleh karena itu, banyakberedar beras berlabel dengan menggunakannama-nama varietas tersebut dengan harga

Jurnal skripsi 2008Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

yang tinggi. Akan tetapi, karena belum adanyainformasi karakteristik dari varietas-varietastersebut maka banyak terjadi penipuan yangmerugikan konsumen. Oleh karena itu, penelitianini diharapkan dapat memberikan informasimengenai karakteristik beberapa jenis beras yangdapat dijadikan acuan menguji keaslian dankevalidan beras-beras berlabel.

B. TUJUAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuanmengetahui sifat-sifat fisikokimia dan nilaiindeks glikemik dari sepuluh varietas beras dandiharapkan dapat memberikan informasi tentangnilai gizi yang terkandung dalam varietas berasyang diteliti dan dapat digunakan untukmembantu memilih makanan yang sesuai.

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalampenelitian ini adalah beras beramilosa rendahvarietas Sintanur, Bengawan Solo, Gilirang,Celebes, dan Ciasem (ketan). Sedangkan berasberamilosa tinggi yang digunakan adalahvarietas IR 42, Ciliwung, Batang Piaman,Logawa, dan Batang Lembang. Bahan-bahankimia yang digunakan antara lain adalah larutanHCl 0.01 N, K2SO4, HgO, larutan H2SO4 pekat,larutan H3BO3, indikator metil merah 0.2%,metilen blue 0.2%, larutan NaOH-Na2S2O3,larutan HCl 0.02 N, heksan, larutan glukosastandar 0.2 mg/ml, larutan HClO4 9.2 N, larutanNaOH 1 N, larutan amilosa, etanol 95%, larutaniodine, larutan KI, larutan KOH 0.2 N, akuades,dan thymol blue 0.025%. Bahan-bahan kimia iniberasal dari Balai Besar Penelitian danPengembangan Pascapanen Pertanian

Alat-alat yang digunakan antara lainneraca analitik, cawan alumunium, oven,desikator, labu Kjedahl, batu didih, gelasErlenmeyer, cawan porselein, tanur, kertassaring, labu Soxhlet, gelas ukur,spektrofotometer, water bath, orbital staker,sentrifuse, batang pengaduk, amalgamotor,kertas grafik, bowl, amilograf, dan alat-alatgelas.

B. METODE

Penelitian ini dilakukan melalui beberapatahapan. Tahap pertama yaitu analisisproksimat untuk mengetahui kadarkarbohidrat sehingga dapat digunakan dalampengujian IG. Tahap selanjutnya adalahanalisis sifat fisikokima lainnya sepertianalisis warna, bobot 1000 butir, kekerasanberas, uji amilografi, kadar amilosa, kadarserat pangan, daya cerna pati, kadar pati danpati resisten serta pengujian nilai IG.

1. Analisis Sifat Fisik Beras

Pada tahap ini dilakukan beberapaanalisis sifat fisik beras. Sifat fisik yang diujimeliputi analisis warna, bobot 1000 butir,kekerasan beras, uji amilografi (MetodeBhattacharya, 1979). Semua analisisdilakukan sebanyak tiga kali pengukuran(triplo), kecuali pada uji amilografi hanyadilakukan sekali pengukuran (simplo).Pengujian warna dilakukan denganmenggunakan khromameter, bobot 1000butir dengan neraca analitik, kekerasan berasdengan Kiya Hardness Meter, dan ujiamilografi dengan menggunakan Brabender.

2. Analisis Sifat Kimia Beras

Pada tahap ini dilakukan beberapaanalisis sifat kimia beras. Sifat kimia yangdiuji meliputi analisis proksimat (MetodeAOAC, 1995) (analisis kadar air, kadar abu,kadar protein, kadar lemak, dan karbohidratsecara by difference), kadar amilosa (Juliano,1971), kadar serat pangan Metode MultiEnzim (Asp et al, 1983), daya cerna pati invitro (Muchtadi et al, 1992), kadar pati danpati resisten (Englyst and Cumming, 1988yang dikutip oleh Marsono, 1993).

3. Pengujian Nilai Indeks Glikemik

Pengujian IG dilakukan untukmengetahui nilai IG sampel yang diuji (10varietas beras). Sebelum pengambilansampel darah, relawan harus menjalani puasapenuh (kecuali air) selama satu malam(sekitar pukul 20.00 sampai pukul 08.00 pagikeesokan harinya). Pada hari pengambilan

sampel darah, relawan mengonsumsi 1 porsi nasiyang mengandung 50 gram karbohidrat. Setelahitu, dilakukan pengambilan sampel darah.Sampel darah yang diambil sebanyak 20 µL(finger prick capillary blood sampel method)setiap 30 menit selama 2 jam (menit ke-0, ke-30,ke-60, ke-90, dan ke-120). Pengambilan darahjuga dilakukan untuk menguji kadar IG glukosamurni sebagai standar dengan prosedur yangsama dengan pengambilan darah sampel beras.Glukosa murni yang dikonsumsi oleh relawansebanyak 50 gram.

Kadar glukosa darah diukur menggunakanglukometer. Nilai kadar glukosa darah inikemudian diplotkan menjadi sebuah grafikdengan sumbu x adalah waktu pengukuran dansumbu y adalah kadar glukosa darah. Nilai IGkemudian dihitung dengan membandingkan luasdaerah dibawah kurva antara pangan sampel danpangan acuan. Nilai IG akhir adalah nilai rata-rata dari 10 orang relawan tersebut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. SIFAT FISIK BERAS

Hasil karakterisasi sifat fisik menghasilkandata kekerasan beras yang berkisar antara 5.30-6.99 Kgf(Kilogramforce). Bobot seribu butirberas berkisar antara 15.70-22.00 gram. Hasilanalisis kekerasan beras dan bobot seribu butirdapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Nilai Kekerasan Beras dan BobotSeribu Butir pada sepuluh varietas berasIndonesia

Varietas KekerasanBeras (KgF)

Bobot 1000 Butir(gram)

Celebes 6.57e 15.7b

Ciasem(ketan) 6.74f 20.35f

BengawanSolo 6.00c 14.11a

Sintanur 6.48de 19.11e

Gilirang 5.54b 21.55g

Ciliwung 6.75f 18.03d

Logawa 6.37d 19.8ef

BatangPiaman 6.99g 22.02f

BatangLembang 6.37d 20.4g

IR 42 5.30a 17.15c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yangsama pada kolom yang sama menunjukkannilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Nilai kekerasan beras ini dipengaruhioleh beberapa hal, yaitu kadar air, lamapenyimpanan beras, dan derajat sosohnyaBobot seribu butir dipengaruhi olehketersediaan unsur-unsur hara dalam tanahselama penanaman padi. Kekurangan unsurhara pada saat penanaman akanmengakibatkan bobot seribu butir yangdihasilkan lebih rendah dari yangseharusnya.

Derajat putih beras yang diteliti berkisarantara 71.86-78.85 %. Hasil pengukuranwarna dan derajat putih dapat dilihat padaTabel 2 dibawah ini

Tabel 2. Warna dan Derajat Putih padasepuluh varietas beras Indonesia

Varietas NilaiL

Nilaia*

Nilaib*

DerajatPutih*)

Celebes 77.97c 4.80e 11.94c 74.49cd

Ciasem(ketan) 82.57d 4.55b 11.08b 78.85e

BengawanSolo 76.30a 4.90f 14.36f 71.86a

Sintanur 77.39b 4.59bc 14.69g 72.65b

Gilirang 76.67a 4.64cd 13.21d 72.80b

Ciliwung 77.35b 5.10g 11.10b 74.27c

Logawa 76.29a 4.89f 13.93e 72.07a

Batang Piaman 77.97c 4.80e 11.94c 74.49cd

BatangLembang 77.53b 4.43a 10.43a 74.83d

IR 42 77.98c 4.67d 12.21c 74.39c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yangsama pada kolom yang sama menunjukkannilai yang tidak berbeda nyata pada UjiDuncan (P>0.05)

*) Nilai derajat putih didapatkan berdasarkan hasilperhitungan, bukan dari hasil pengukuran menggunakankhromameter. Perhitungan dilakukan menggunakanpersamaan sebagai berikut :Derajat Putih (DP) = 100-[(100 - L*)2 + a*2 + b*2]1/2

Uji amilografi dilakukan untukmengetahui sifat gelatinisasi pati. Suhugelatinisasi suspensi tepung beras yangditeliti berkisar antara 83-90 oC. Viskositasmaksimum suspensi tepung beras yangdianalisis berkisar antara 390-900 BU(Brabender Unit). Hasil uji amilografi dapatdilihat pada Tabel 3 di bawah ini

Tabel 3. Data Amilografi sepuluh varietas beras

Tabel 4. Hasil analisis proksimat pada sepuluh varietas beras Indonesia

Varietas KadarAir (%)

Kadar Abu

(%bk)

Kadar Protein(%bk)

Kadar Lemak(%bk)

KadarKarbohidrat by

difference (%bk)

Celebes 12.48ab 0.73ab 8.55b 0.53a 90,19def

Ciasem (ketan) 13.13b 0.74ab 10.60c 0.95bc 87,71a

Bengawan Solo 12.59ab 0.72ab 7.62a 0.59a 91,07f

Sintanur 12.50ab 0.77ab 9.02b 1.04cd 89,17bc

Gilirang 13.31b 0.58a 8.76b 0.81b 89,85cde

Ciliwung 12.79b 0.82b 9.13b 1.31e 88,74b

Logawa 13.03b 0.86b 9.01b 0.99bc 89,14bc

Batang Piaman 13.02b 0.68ab 7.56a 1.10cd 90,66ef

Batang Lembang 13.20b 0.68ab 10.58c 1.05cd 87,69a

IR 42 11.82a 0.78ab 8.59b 1.23de 89,40bcd

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyatapada Uji Duncan (P>0.05)

Varietas Waktuel.(menit)

SuhuGel.( oC)

SuhuVisk.

puncak ( oC )

Visk.Puncak(BU)

Visk.Pd

Suhu93 oC(BU)

Visk.Pd Suhu

93 oCSetelah 20

Menit(BU)

Visk.Pd Suhu

50 oC(BU)

Visk PdSuhu = 50oC setelah20 menit

(BU)

Celebes 39 89 - 700 200 300 704 625Ciasem(ketan) 35 83 - 360 148 240 360 355BengawanSolo 40 90 - 680 127 270 680 625

Sintanur 39 89 - 900 260 400 900 810

Gilirang 37 86 93 760 308 360 760 708

Ciliwung 39 88 93 760 300 320 760 740

Logawa 39 88 - 650 168 248 650 580BatangPiaman 38 87 - 400 120 200 400 360BatangLembang 39 89 - 468 118 216 468 430

IR 42 38 87 - 595 210 360 595 550

B. SIFAT KIMIA BERAS

Pengujian sifat kimia diawali denganmelakukan analisis proksimat. Hasil analisisproksimat dapat dilihat pada Tabel 4. Hasilanalisis proksimat menunjukkan kadar airberas yang diuji berada dalam kisaran 11.82-13.31 % bb. Kadar air yang tertinggi dimilikioleh varietas Gilirang (13.31 %), sedangkanyang terendah dimiliki oleh varietas IR 42(11.82 %). Kadar abu berkisar antara 0.58-0.86 % bk. Kadar abu tertinggi dimiliki olehvarietas Logawa (0.86 %) sedangkan kadarabu terendah dimiliki oleh varietas Gilirang(0.58 %). Kadar protein berkisar antara 7.56-10.60 % bk. Nilai kadar protein tertinggidimiliki oleh varietas Ciasem (ketan) (10.59%) sedangkan nilai kadar protein terendahdimiliki oleh varietas Batang Piaman (7.56 %)kadar lemak antara 0.53-1.31 % bk. Kadarlemak tertinggi dimiliki oleh varietasCiliwung (1.31 %) sedangkan kadar lemakterendah dimiliki oleh varietas Celebes (0.53%). Kadar karbohidrat by difference beradapada kisaran 87.69-91.07 % bk. Nilaikarbohidrat yang tertinggi dimiliki olehvarietas Bengawan Solo (91.07 %) sedangkannilai karbohidrat yang terendah dimiliki olehvarietas Batang Lembang (87.69 %).

Pengukuran kadar amilosa pada penelitianini menggunakan metode Juliano (1971).Hasil pengukuran kadar amilosa dapat dilihatpada Tabel 5 di bawah ini

Tabel 5. Kadar Amilosa dan Amilopektinpada sepuluh varietas beras Indonesia

Varietas KadarPati

(%bb)

KadarAmilosa(%bb)

KadarAmilopektin

(%bb)Celebes 82.43ab 19.81d 62.62c

Ciasem (ketan) 81.31ab

7.32a 73.99e

BengawanSolo 80.01ab

17.23c 62.78c

Sintanur 85.18b 15.43b 69.75de

Gilirang 82.18ab 16.57bc 65.61cd

Ciliwung 81.94ab 26.22e 55.72b

Logawa 80.52ab 25.50e 55.02b

Batang Piaman 78.90a

29.41f 49.49a

BatangLembang 82.11ab

25.56e 56.55b

IR 42 81.73ab 26.31e 55.42b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yangsama pada kolom yang sama menunjukkan nilai

yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan(P>0.05)

Kadar amilosa beras yang diteliti berkisarantara 7.32-29.41 % b.b. Kadar amilosatertinggi dimiliki oleh varietas Batang Piaman(29.41 %) sedangkan kadar amilosa terendahdimiliki oleh varietas Ciasem (ketan)(7.32%). Perbedaan kadar amilosa berasdipengaruhi oleh varietas, suhu udara lokasipenanaman, dan kadar N dalam tanah.Penelitian oleh Juliano (1979) menunjukkanbahwa beras dengan varietas yang samanamun ditanam pada daerah yang memilikiperbedaan kandungan nitrogen dalam tanahdan suhu udara lokasi penanaman yangberbeda akan menghasilkan beras dengankandungan amilosa yang berbeda.

Serat pangan merupakan komponen darijaringan tanaman yang tahan terhadap proseshidrolisis oleh enzim dalam lambung dan ususkecil (Winarno,1997). Serat pangan totalterdiri dari serat pangan larut dan serat pangantidak larut. Hasil analisis kadar serat pangandapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar serat pangan pada sepuluhvarietas beras Indonesia

Varietas Seratpangan

tidak larut(%bk)

Seratpangan

larut (%bk)

Seratpangan

total(%bk)

Celebes 4.11c 1.91bc 6.02cd

Ciasem(ketan) 2.57a 3.59f

6.17cd

BengawanSolo 5.07d 1.00a

6.08cd

Sintanur 5.68d 1.89bc 7.57e

Gilirang 2.27a 2.95e 5.22ab

Ciliwung 2.75a 2.04bcd 4.79a

Logawa 4.11c 2.51de 6.62d

BatangPiaman 4.04c 2.17cd

6.21d

BatangLembang 3.08ab 1.60bc 4.68a

IR 42 3.94bc 1.56b 5.51bc

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yangsama pada kolom yang sama menunjukkan nilaiyang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan(P>0.05)

Nilai serat pangan tidak larut yangtertinggi dimiliki oleh varietas Sintanur (5.68%), sedangkan yang terendah dimiliki oleh

varietas Gilirang (2.27 %). Untuk kadar seratpangan larut, nilai tertinggi dimiliki olehvarietas Ciasem (ketan) (3.59 %), sedangkannilai terendah dimiliki oleh varietasBengawan Solo (1.00 %). Untuk kadar seratpangan total nilai tertinggi dimiliki olehvarietas Sintanur (7.57 %), sedangkan nilaiterendah dimiliki oleh varietas BatangLembang (4.67 %).

Pati merupakan bagian terbesar yangterkandung dalam karbohidrat Pati merupakanhomopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Hasil pengukuran kadar pati dapatdilihat pada Tabel 7 di bawah ini

Tabel 7. Kadar Pati dan Pati Resisten padasepuluh varietas beras Indonesia

Varietas Kadar Pati(%bb)

Kadar Pati Resisten (%bk)

Celebes 82.43ab 0.08a

Ciasem (ketan) 81.31ab 0.13c

Bengawan Solo 80.01ab 0.13c

Sintanur 85.18b 0.11bc

Gilirang 82.18ab 0.20d

Ciliwung 81.94ab 0.11bc

Logawa 80.52ab 0.08a

Batang Piaman 78.90a 0.10ab

BatangLembang 82.11ab 0.10ab

IR 42 81.73ab 0.18d

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yangsama pada kolom yang sama menunjukkan nilaiyang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan(P>0.05)

Kadar pati beras yang diteliti berkisarantara 78.9-85.18 % bb. Nilai kadar pati yangtertinggi dimiliki oleh varietas Sintanur(85.18 %), sedangkan yang terendah dimilikioleh varietas Batang Piaman (78.9 %).Perkembangan ilmu dan teknologimemunculkan istilah baru yang berhubungandengan pati, yakni pati resisten. Pati resistendidefinisikan sebagai jumlah pati dan hasildegradasi pati yang tidak dapat diserapdidalam usus halus individu yang sehat (Asp,1992).

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan,kadar pati resisten beras yang diteliti sangatkecil berkisar antara 0.08- 0.20 %. Nilai patiresisten tertinggi dimiliki oleh varietas

Gilirang (0.20 %), sedangkan yang terendahdimiliki oleh varietas Logawa (0.08 %).

Pada penelitian ini analisis daya cerna patidilakukan secara in vitro. Hasil analisis dayacerna pati in vitro dapat dilihat pada Gambar1 di bawah ini

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yangsama menunjukkan nilai yang tidak berbedanyata (P>0.05)

Gambar 1. Daya cerna pati in vitro padasepuluh varietas beras Indonesia

Daya cerna pati in vitro beras yang ditelitiberkisar antara 62-81 % bb. Nilai daya cernapati yang tertinggi dimiliki oleh varietasBatang Piaman (81.62 %), sedangkan nilaidaya cerna pati yang terendah dimiliki olehvarietas Gilirang (62.31 %).

C. PENGUJIAN NILAI INDEKSGLIKEMIK

Efek glikemik dari suatu bahan panganadalah suatu ukuran yang digunakan untukmenggambarkan seberapa cepat dan tinggikenaikan kadar glukosa darah setelahmengonsumsi bahan pangan tertentu. Efekglikemik juga menggambarkan kecepatanrespon tubuh manusia untuk mengembalikan

75.00cd78.62e81.61f

73.03c75.94d

62.31a67.52b69.65b76.82de77.12de

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00

Cel

ebes

Cia

sem

Ben

gaw

an

Sin

tanu

r

Gili

rang

Cili

wun

g

Loga

wa

Bat

ang

Bat

ang

IR 4

2

Varietas

Day

a C

erna

Pat

i (%

)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

menit

Puasa 30 menit 60 menit 90 menit 120

Waktu (menit)

Kad

ar G

luko

sa D

arah

(m

g/dL

)

CelebesCiasemBengawan SoloSintanurGilirangCiliwungLogawaBatang PiamanBatang LembangIR 42Taj MahalGlukosa

kadar glukosa darah menjadi normal kembali(Whitney et al, 1990).

Perhitungan IG dilakukan berdasarkanperbandingan antara luas kurva kenaikanglukosa darah setelah mengonsumsi panganyang diuji dengan kenaikan glukosa darahsetelah mengonsumsi pangan standar(glukosa). Hasil pengukuran kadar glukosadarah rata-rata relawan dari tiap varietas berasdapat dilihat dari Tabel 8.

Tabel 8. Respons Kadar glukosa darah selamapengujian IG dan Nilai Indeks Glikemikpada sepuluh varietas beras Indonesia

Kadar glukosa darah

Varietas Puasa 30menit

60menit

90menit

120menit

Nilai

IG

Celebes 75 117a 109 98 90 86.25abc

Ciasem(ketan) 82 141b 129 108 109 147.15d

BengawanSolo 75 125ab 105 100 93

97.72c

Sintanur 80 124ab 102 104 99 91.03bc

Gilirang 80 126ab 110 98 92 97.29c

Ciliwung 77 117a 99 95 92 86.52abc

Logawa 80 106a 96 90 90 59.04a

BatangPiaman 80 118a 104 94 87

80.25abc

BatangLembang 78 115a 106 95 89

63.50ab

IR 42 83 126ab 98 93 86 68.52abc

Taj Mahal86 114 98 94.5 87 61.26

Glukosa81 133 116 102 88

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yangsama pada kolom yang sama menunjukkan nilaiyang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan(P>0.05)

Tabel 8 menunjukkan nilai IG varietasberas yang diuji berkisar antara 59-147. NilaiIG tertinggi dimiliki oleh varietas Ciasem(ketan) (147.2), sedangkan yang terendahdimiliki oleh varietas Logawa (59). BerasVarietas Taj Mahal digunakan sebgaipembanding karena selama ini beras varietasini dikenal memiliki nilai IG rendah danbanyak digunakan sebagai makanan bagipenderita diabetes.

Gambar 2. Respons kadar glukosa darahberbagai varietas beras

Gambar 2 merupakan respons kadarglukosa darah relawan terhadap masing-masing varietas yang menunjukkan kesepuluhvarietas beras memiliki puncak kadar glukosayang berada pada menit ke-30 setelahkonsumsi sampel. Varietas Ciasem (ketan)memiliki puncak yang tertinggi, artinya berasini meningkatkan kadar glukosa darah dengansangat cepat pada 30 menit pertama setelahkonsumsi.

Nilai IG yang bervariasi ini dipengaruhioleh banyak faktor. Faktor-faktor yangmempengaruhi nilai IG suatu bahan panganantara lain proses pengolahan, perbandinganamilosa amilopektin, kadar gula dan dayaosmotic, kandungan serat, kandungan lemakdan protein serta kandungan zat anti gizi(Rimbawan & Siagian, 2004).

Proses pengolahan pangan menyebabkanterjadinya perubahan struktur dan komposisikimia pangan sehingga terjadi perubahan dayaserap zat gizi. Proses pengolahan umumnyameningkatkan daya cerna pangan. Kadaramilosa dan amilopektin juga sangatberpengaruh pada nilai IG pangan. Sebagianilmuwan berpendapat bahwa amilosa dicernalebih lambat dibandingkan amilopektin. Halini dikarenakan amilosa merupakan polimergula sederhana dengan rantai lurus tidakbercabang. Rantai lurus yang menyusunamilosa ini menyebabkan ikatan yang solidsehingga tidak mudah tergelatinisasi. Olehkarena itu amilosa lebih sulit dicerna

dibandingkan amilopektin yang memilikistruktur bercabang dan terbuka.

Protein berpengaruh menurunkanperubahan kadar glukosa darah. Penurunanrespons glikemik tersebut diduga karenaprotein berpengaruh memperpanjang lajupengosongan lambung sehingga lajupencernaan dan absorpsi dalam usus halusjuga lebih lambat. Lemak mempunyai sifatmetabolisme yang serupa dengan proteinyaitu dicerna dan diserap lebih lambatdibandingkan karbohidrat. Oleh karena itu,pangan yang mengandung lemak lebih tinggiakan memiliki nilai IG lebih rendah dibandingdengan pangan yang memiliki kadar lemakrendah (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Pati resisten dan daya cerna pati termasukfaktor yang mempengaruhi nilai IG. Patiresisten adalah jumlah pati dan hasildegradasi pati yang tidak dapat diserap didalam usus halus individu sehat. Pati resistenakan menurunkan laju pencernaan danpenyerapan karbohidrat di dalam usus halus.Hal ini tentu saja akan menurunkan nilai IGpangan.

Tabel 9. Perbandingan komposisi kimia berasdengan nilai IG terendah dan berasdengan nilai IG tertinggi

Nilai IG suatu bahan makanan merupakansesuatu yang unik. Nilainya tidak dapatdiperediksi hanya berdasarkan komposisikimia bahan-bahan yang terkandungdidalamnya saja. Hal ini antara lain karenanilai IG juga dipengaruhi oleh responsfisiologis individu yang digunakan sebagairelawan dalam pengujian. Akan tetapimasing-masing komponen dalam bahanpangan akan mempengaruhi nilai IG.Dibawah ini adalah perbandingan komposisikimia antara varietas dengan nilai IG terendahdan varietas dengan nilai IG tertinggi

Faktor yang paling mempengaruhi nilaiIG dalam penelitian ini adalah kadar amilosa.Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasiantara nilai IG dengan kadar amilosa yangmemiliki nilai korelasi yang signifikan (r=-0.862). Varietas Ciasem (ketan) yangmemiliki kadar amilosa paling rendah (7.32)memiliki nilai IG paling tinggi. Tetapiternyata Varietas Batang Piaman yangmemiliki kadar amilosa paling tinggi (29.41)memiliki nilai IG yang tinggi pula (80) danbukan merupakan varietas dengan nilai IGpaling rendah. Hal ini memperkuatpernyataan bahwa nilai IG dipengaruhi olehbanyak faktor.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULANBeras yang diteliti memiliki nilai IG

sedang sampai tinggi. Beras yang memilikiIG sedang yaitu varietas Logawa (59), BatangLembang (63) dan IR 42 (69). Sedangkanberas yang memiliki nilai IG tinggi yaituCelebes (86), Ciasem (ketan) (147),Bengawan Solo (98), Sintanur (91), Gilirang(97), Ciliwung (87), dan Batang Piaman (80).

Faktor yang paling mempengaruhi nilaiIG dalam penelitian ini adalah kadar amilosa.Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasiantara nilai IG dengan kadar amilosa yangmemiliki nilai korelasi cukup besar (r = -0.862). Kadar amilosa yang tinggi umumnyaakan menurunkan nilai IG karena strukturamilosa yang memiliki rantai lurus lebih sulitdicerna dibanding amilopektin yang memilikirantai bercabang.

VarietasFaktor-faktor Ciasem

(ketan)Logawa

Indeks Glikemik 147 59

Protein (% bk) 10.60 9.01

Lemak (% bk) 0.95 0.99

Serat pangan(% bk)

6.17 6.62

Serat pangan larut(% bk)

3.59 2.51

Serat pangan tidaklarut (% bk)

2.57 4.11

Amilopektin(% bb)

73.99 55.02

Amilosa (% bb) 7.32 25.50

Pati resisten(% bk)

0.13 0.08

Daya cerna pati(%)

76.82 73.03

Varietas Logawa memiliki nilai IG yanglebih rendah dari beras Taj Mahal yaknisebesar 59. Dengan demikian, VarietasLogawa berpotensi untuk dikembangkansebagai makanan bagi penderita diabeteskarena kenaikan kadar glukosa darah yangdihasilkannya tidak terlalu drastis.

B. SARAN Saran yang dapat diberikan adalah

karakterisasi beras varietas lain yang banyakberedar dipasaran sehingga dapat dijadikanstandar mutu karena beras yang beredar diIndonesia sangat beragam varietasnya.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis.Association of Official AnalyticalChemist, Washington DC.

Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halmer, and M.Siljestrom. 1983. Rapid EnzymaticAssay of Insoluble and SolubleDietary Fiber. J. Agric. Food.Chem. (31): 476 – 482.

Bhattacharya, K. R. 1979. GelatinizationTemperature of Rice Strach and ItsDetermination. Di dalam :Proceedings of The Workshop onChemical Aspect of Rice GrainQuality. IRRI, Los Banos. Pp 232-247

Childs, N.W.. 2004. Production andutilization of rice. Di dalam ElaineT. Champagne (ed). Rice :Chemistry and Technology.American Association of CerealChemists, Inc.. Minnesota

Juliano, B.O. 1971. A Simplified Assay forMilled Rice Amylose Measurement.J. of Cereal Sci. Today, 16 : 334-336

Juliano, B.O. 1979. Amylose Analysis inRice. Di dalam : Proceedings of theWorkshop on Chemical Aspect ofRice Grain Quality. IRRI, LosBanos, pp 252-259

Marsono, Y., 1993. Complex Carbohydratesand Lipids in rice and rice products:effect on large bowel volatile fattyacid and plasma cholesterol inanimals. Ph.D. Thesis. FlidersUniversity, Adelaide, Australia.

Muchtadi, D, Palupi, N. S., dan Astawan, M..1992. Metoda Kimia Biokimia danBiologi dalam Evaluasi Nilai GiziPangan Olahan. Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi, IPB.Bogor.

Rimbawan dan Siagian, A.. 2004. IndeksGlikemik Pangan, Cara MudahMemilih Pangan yangMenyehatkan. Penebar Swadaya.

Whitney, E.N., Hamilton, E.M.N,. danRolfes, S.R 1990. UnderstandingNutrition, 5th ed. West Publ, NewYork.

Winarno. F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia, Jakarta.