skripsi ikm

94
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengobatan sendiri dengan antibiotika yang semakin luas telah menjadi masalah yang penting di seluruh dunia. Salah satunya adalah terjadinya peningkatan resistensi kuman terhadap antibiotika (1) . Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan meningkatnya biaya kesehatan pasien. Dampak tersebut harus ditanggulangi secara efektif sehingga perlu diperhatikan prinsip penggunaan antibiotika harus sesuai indikasi penyakit, dosis, cara pemberian dengan interval waktu, lama pemberian, keefektifan, mutu, keamanan, dan harga. (2) Antibiotik adalah zat kimiawi dihasilkan mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain (3) . Konsumsi antibiotik yang tidak tuntas dapat menyebabkan resistensi kuman. Resistensi adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroorganisme oleh antibiotik (4) . Kebanyakan masyarakat tidak mengetahui hal ini sehingga terkadang menghentikan konsumsi antibiotik saat gejala penyakit sudah hilang padahal belum sesuai durasi yang dianjurkan, atau 1

description

tugas koas ikm untuk skripsi dan tugas akhir, universitas

Transcript of skripsi ikm

Page 1: skripsi ikm

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengobatan sendiri dengan antibiotika yang semakin luas telah menjadi

masalah yang penting di seluruh dunia. Salah satunya adalah terjadinya

peningkatan resistensi kuman terhadap antibiotika(1). Hal ini mengakibatkan

pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas

pasien dan meningkatnya biaya kesehatan pasien. Dampak tersebut harus

ditanggulangi secara efektif sehingga perlu diperhatikan prinsip penggunaan

antibiotika harus sesuai indikasi penyakit, dosis, cara pemberian dengan interval

waktu, lama pemberian, keefektifan, mutu, keamanan, dan harga.(2)

Antibiotik adalah zat kimiawi dihasilkan mikroorganisme yang

mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh

mikroorganisme lain(3). Konsumsi antibiotik yang tidak tuntas dapat menyebabkan

resistensi kuman. Resistensi adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel

mikroorganisme oleh antibiotik(4). Kebanyakan masyarakat tidak mengetahui hal

ini sehingga terkadang menghentikan konsumsi antibiotik saat gejala penyakit

sudah hilang padahal belum sesuai durasi yang dianjurkan, atau mengonsumsi

antibiotik dengan tidak teratur dan terputus-putus.

Penggunaan antibiotik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti

pengetahuan dokter dan pasien tentang antibiotik, status ekonomi, masyarakat dan

kondisi karakteristik pelayanan system kesehatan, regulasi lingkungan di suatu

Negara. Antibiotik yang digunakan secara bebas tanpa resep dokter, sering

menyebabkan kesalahan dalam penggunaannya, antara lain sering tidak teratur

makan obat dan tidak menyelesaikan pengobatan, karena sudah merasa sembuh

atau tidak mampu membiayai pengobatan sampai selesai. Kondisi ini

menyebabkan tidak tuntasnya proses eradikasi bakteri, yang menyebabkan

terjadinya proses mutasi kuman, sehingga menjadi resisten terhadap antibiotik

tersebut. Jika pasien terinfeksi kembali oleh bakteri yang sama atau jika bakteri

tersebut menginfeksi individu yang lain, maka pengobatannya menjadi sulit.

1

Page 2: skripsi ikm

Untuk mengatasi hal ini diperlukan antibiotik golongan lain, yang biasanya lebih

mahal(1).

Di Indonesia, kesalahan penggunaan antibiotik didukung oleh banyaknya

penjualan obat antibiotik yang termasuk golongan obat keras secara bebas.

Masyarakat masih dapat memperoleh obat keras secara bebas tanpa resep dokter

meskipun telah dilarang oleh undang-undang yang berlaku, yaitu Undang-undang

Obat Keras St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949. Pada pasal 1 undang-undang

tersebut juga disebutkan yang dimaksud dengan obat keras adalah termasuk obat-

obatan yang mempunyai khasiat mendesinfeksikan tubuh manusia seperti

antibiotik(5).

Tingkat pengetahuan masyarakat dalam penggunaan antibiotik telah

diteliti di berbagai daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Lim dan Teh (2012) di

Putrajaya, Malaysia, menyebutkan bahwa 83% responden tidak mengetahui

bahwa antibiotik tidak bekerja untuk melawan infeksi virus dan 82% responden

tidak mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat mengobati batuk dan flu, sementara

82.5% responden terlihat sangat berhati-hati dengan penggunaan antibiotik yang

dapat menyebabkan alergi(6). Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa sekitar

setengah dari mereka (52,1%) tidak mengetahui bahwa antibiotik dapat

menimbulkan banyak efek samping(6). Beberapa pernyataan dari responden

diantaranya adalah tidak masalah menghentikan pemakaian antibiotik ketika

gejala telah membaik dan mengkonsumsi sedikit antibiotik dari yang diresepkan

dokter akan lebih sehat daripada mengkonsumsi seluruh antibiotik yang

diresepkan(6).

Penelitian yang dilakukan oleh Widayati dkk tahun 2012 di Yogyakarta,

menyatakan bahwa dari 559 responden, sejumlah 283 responden mampu

menyebutkan nama antibiotik dengan benar, sementara 276 responden mengaku

tidak mengenal antibiotik(7). Hasil penelitian tersebut juga menyatakan 85%

responden berhati-hati dengan penggunaan antibiotik yang dapat menyebabkan

resistensi. Responden mampu menjawab dengan benar bahwa antibiotik dapat

mengobati infeksi bakteri sebanyak 76%, sedangkan 70% menyebutkan orang-

orang dapat memiliki reaksi alergi terhadap penggunaan antibiotik, dan antibiotik

tidak harus segera digunakan ketika seseorang mengalami demam sebanyak

2

Page 3: skripsi ikm

50%(7). Untuk tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotik dinyatakan

bahwa sebanyak 70% responden tidak memiliki pengetahuan yang cukup tepat

mengenai kegunaan antibiotik pada infeksi virus. Sehingga, median dari skor

keseluruhan pengetahuan adalah 3 dari range 0-5. Sementara 31% responden

berada pada level yang rendah dari skor pengetahuan, 35% berada pada tingkat

moderate dari skor pengetahuan, dan 34% responden memiliki pengetahuan yang

adekuat(7).

Menurut pengalaman penulis, banyak kerabat dekat maupun tetangga dari

penulis yang cenderung tidak rasional dalam menggunakan obat antibiotik.

Pernyataan-pernyataan yang sering penulis dengar dari kerabat atau tetangga

penulis mengenai penggunaan obat antibiotik antara lain mereka berhenti

menggunakan antibiotik setelah tidak merasa sakit lagi atau mereka membeli obat

antibiotik sendiri tanpa peresepan dari dokter karena malas untuk pergi ke dokter.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat

pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengenai penggunaan antibiotik di

kalangan masyarakat baik masyarakat menengah ke atas, maupun pada

masyarakat dengan kehidupan sosial ekonomi menengah ke bawah.

1.2. Rumusan masalah

Penggunaan antibiotik secara bebas tanpa resep dokter mengakibatkan

penggunaan yang tidak tepat indikasi, tidak tepat dosis, tidak tepat cara dan waktu

pemberiannya oleh pengguna. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab

meningkatnya resistensi kuman terhadap antibiotik. Oleh karena itu ingin

diketahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap

penggunaan antibiotik yang diperoleh secara bebas di kelurahan Tanjung

Merdeka.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat

Kelurahan Tanjung Merdeka terhadap penggunaan antibiotik.

3

Page 4: skripsi ikm

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

tentang penggunaan antibiotik berdasarkan tingkat pendidikan

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

tentang penggunaan antibiotik berdasarkan jenis kelamin

c. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

tentang penggunaan antibiotik berdasarkan umur.

d. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

tentang penggunaan antibiotik berdasarkan status ekonomi

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi kepada masyarakat mengapa penting untuk melakukan

pembatasan penggunaan antibiotik.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan dapat

menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Peneliti

Sebagai sarana pembelajaran sehingga menambah pengetahuan dan wawasan

dalam melakukan penelitian dalam bidang kesehatan.

4

Page 5: skripsi ikm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tingkat Pengetahuan

2.1.1. Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala

sesuatu yang diketahui; kepandaian, atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan

dengan hal. Adapun tingkat pengetahuan tersebut:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham tentang objek atau materi harus dapat

menjelaskan dan menyebutkan.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus, metode prinsip,

dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi,

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

5

Page 6: skripsi ikm

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

kriteria-kriteria yang ada(8).

2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan:

a. Usia

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja(9).

b. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap

orang lain menuju ke arah suatu cita–cita tertentu, jadi dapat dikatakan bahwa

pendidikan itu menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya

untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula

menerima pengetahuan yang dimilikinya(9).

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupan dan kehidupan keluargannya(9).

d. Sosial Ekonomi

Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah sehingga tidak begitu

memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan

kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendesak(10).

Sumber pengetahuan manusia menurut Nursalam(9) :

a. Tradisi

Dengan adat istiadat kita dan profesi keperawatan beberapa pendapat

diterima sebagai sesuatu yang benar. Banyak pertanyaan terjawab dan banyak

6

Page 7: skripsi ikm

permasalahan dapat dipecahkan berdasarkan suatu tradisi. Tradisi adalah suatu

dasar pengetahuan di mana setiap orang tidak dianjurkan untuk memulai mencoba

memecahkan masalah. Akan tetapi tradisi mungkin terdapat kendala untuk

kebutuhan manusia karena beberapa tradisi begitu melekat sehingga validitas,

manfaat, dan kebenarannya tidak pernah dicoba/diteliti.

b. Autoritas

Dalam masyarakat yang semakin majemuk adanya suatu autoritas

seseorang dengan keahlian tertentu, pasien memerlukan perawat atau dokter

dalam lingkup medik. Akan tetapi seperti halnya tradisi jika keahliannya

tergantung dari pengalaman pribadi sering pengetahuannya tidak teruji secara

ilmiah.

c. Pengalaman Seseorang

Kita semua memecahkan suatu permasalahan berdasarkan obsesi dan

pengalaman sebelumnya, dan ini merupakan pendekatan yang penting dan

bermanfaat. Kemampuan untuk menyimpulkan, mengetahui aturan dan membuat

prediksi berdasarkan observasi adalah penting bagi pola penalaran manusia. Akan

tetapi pengalaman individu tetap mempunyai keterbatasan pemahaman :

a) setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat kesimpulan

yang valid tentang situasi, dan b) pengalaman seseorang diwarnai dengan

penilaian yang bersifat subyektif.

d. Trial dan Error

Kadang-kadang kita menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita

dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui coba dan salah. Meskipun

pendekatan ini untuk beberapa masalah lebih praktis sering tidak efisien. Metode

ini cenderung mengandung resiko yang tinggi, penyelesaiannya untuk beberapa

hal mungkin “idiosyentric”.

e. Alasan yang Logis

Kita sering memecahkan suatu masalah berdasarkan proses pemikiran

yang logis. Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan

ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas karena validitas alasan

deduktif tergantung dari informasi dimana seseorang memulai, dan alasan tersebut

mungkin tidak efisien untuk mengevaluasi akurasi permasalahan.

7

Page 8: skripsi ikm

f. Metode Ilmiah

Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk mencari

suatu kebenaran karena didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis

serta dalam mengumpulkan dan menganalisa datanya didasarkan pada prinsip

validitas dan reliabilitas.

2.1.3. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari responden atau subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden

yang ingin diukur atau diketahui, dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan

dari responden.

2.2. Sikap

2.2.1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup

terhadap stimulus atau objek. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial

menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak

dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu(11). Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.

Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka

tingkah laku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap

objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

2.2.2. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa objek (subjek ) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek ).

b) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah indikasi dari suatu sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

8

Page 9: skripsi ikm

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu

benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

c) Menghargai (valueing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga.

d) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

2.2.3. Pengukuran Tingkatan Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan secara langsung dan tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan

responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dilakukan dengan

pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden(12).

2.3. Perilaku

2.3.1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati langsung oleh pihak luar.

Menurut Skiner (1938)(12), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau ransangan dari

luar. Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini

disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Skiner membedakan

adanya dua respon, yakni:

a. Respondent respons atau reflesive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus tertentu).

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

9

Page 10: skripsi ikm

2.3.2. Bentuk Perilaku

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada

orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh

orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.(12)

2.3.3. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu(8):

a. Perubahan alamiah (natural change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena

kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan

lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi maka anggota masyarakat di

dalamnya akan berubah.

b. Perubahan terencana (planned change)

Perubahan ini memang karena direncanakan subjek.

c. Kesediaan untuk berubah (readdiness change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam

masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat

menerima perubahan tersebut (berubah perilaku) dan sebagian orang lagi sangat

lambat. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan yang berbeda-beda

untuk berubah.

2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah

konsep dari Lawrence Green (1980)(12). Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh

tiga faktor utama yaitu:

10

Page 11: skripsi ikm

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan kesehatan, system nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pemungkin (enambling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,tokoh

agama,dan para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini

undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.3.5. Proses Adopsi Perilaku

Penelitian Rogers (1974)(12) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru atau berperilaku baru, didalam diri orang tersebut

terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus.

c. Evaluation, yakni menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya.

d. Trial, yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2.3.6. Determinan Perilaku

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan.

b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan

11

Page 12: skripsi ikm

2.4. Umur

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, umur adalah lama waktu hidup

atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan); Terdapat dua jenis usia, yaitu:

1. Usia kronologis

Usia kronologis (Chronological age) atau disebut juga usia kalender

adalah usia seseorang yang dihitung sejak waktu lahir sampai waktu tertentu(13).

Dalam kehidupan sehari-hari ketika seseorang ditanya berapa usianya, pada

umumnya dijawab dengan usia kronologis.

2. Usia Mental

Usia mental (mental age) adalah usia yang merujuk pada tingkat

kemampuan mental seseorang setelah dibandingkan dengan kelompok

seusianya(13). Untuk menentukan usia mental seseorang dibutuhkan metode

tertentu, biasanya secara formal dengan menggunakan tes kemampuan psikologis.

2.5. Jenis Kelamin

Menurut Utama (2003) dalam Frida (2009), jenis kelamin merupakan

identitas responden yang dapat digunakan untuk membedakan laki-laki dan

perempuan(14). Jenis kelamin juga dapat diartikan sebagai kelas atau kelompok

yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat

digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan

spesies itu yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. Menurut

hasil penelitian yang dilakukan di kalangan masyarakat Abu Dhabi oleh Abasaeed

et al (2009) tidak ditemukan adanya hubungan antara karakteristik jenis kelamin

dengan penggunaan antibiotik secara bebas(15).

2.6. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan

berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan

kemampuan yang dikembangkan(16). Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan

formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Jenjang pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk memasuki pendidikan

12

Page 13: skripsi ikm

dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut pendidikan prasekolah.

Pendidikan prasekolah belum termasuk jenjang pendidikan formal, tetapi baru

merupakan kelompok sepermainan yang menjembatani anak antara kehidupannya

dalam keluarga dengan sekolah.

2.7. Status Ekonomi

Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam

masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang

atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti

tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan

besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai

akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan

semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder(8).

2.8. Antibiotik

2.8.1. Definisi

Antibiotik adalah zat kimiawi dihasilkan mikroorganisme yang

mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh

mikroorganisme lain(3).

2.8.2. Aktivitas dan Spektrum Antibiotika

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat

menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan

ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid.

Obatobat bakteriostatik bekerja dengan mencegah pertumbuhan kuman, tidak

membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung kepada daya

tahan tubuh penderita. Sedangkan antibiotika yang bakterisid, secara aktif

membunuh kuman. Selain dari sifat aktivitasnya, antibiotika dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu antibiotika berpektrum sempit, seperti benzil penisilin dan

streptomisin, dan berspektrum luas seperti tetrasiklin dan kloramfenikol. Hal ini

dikarenakan sifat antimikroba dapat berbeda satu dengan yang lainnya.

Umpamanya, penisilin G bersifat aktif terhadap bakteri Gram-positif, sedangkan

13

Page 14: skripsi ikm

bakteri Gram-negatif pada umumnya tidak peka (resisten) terhadap penisilin G;

tetrasiklin memiliki sifat sebaliknya(17).

2.8.3. Mekanisme Kerja Antibiotika

Berdasarkan mekanisme kerja atau tempat kerjanya, antibiotika dibagi

dalam lima kelompok, yaitu(17):

1. Antibiotika yang menghambat metabolisme sel mikroba:

Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini seperti, : sulfonamide,

trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Antibiotika yang

menghambat metabolisme sel mikroba ini menggunakan aktivitas bakteriostatik.

Kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoate

(PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila sulfonamide menang bersaing

dengan PABA dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat

yang fungsional. Akibatnya, kehidupan mikroba akan terganggu.

2. Antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel mikroba

Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini seperti,: penisilin,

sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Antibiotika yang merusak

dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim,

sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan lisis.

Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi

bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan

lainnya. Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Pada bakteri Gram-

positif struktur dinding selnya relative sederhana, sedangkan bakteri Gram-negatif

relatif lebih kompleks. Dinding sel bakteri Gram-positif tersusun atas lapisan

peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan beberapa spesies

mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai

lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoporotein,

lipopolisakarida, fosfolipid, dan beberapa protein. Peptidoglikan pada kedua jenis

bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada Gram-positif dan

berperan pada integritas Gram-negatif. Oleh karena itu, gangguan pada sintesis

komponen ini dapat menyebabkan sel lisis dan kematian sel. Sel selama

14

Page 15: skripsi ikm

mensintesis peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintase. Untuk

menjaga sintesis supaya normal, kegiatan kedua enzim ini harus seimbang satu

sama lain.

3. Antibiotika yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba

Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini seperti, : polimiksin,

kolistin, amfoterisin B, nistatin. Di bawah dinding sel bakteri adalah lapisan

membran sel lipoprotein. Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan

berfungsi mengontrol keluar masuknya substansi dari luar ke dalam sel, serta

pemeliharaan tekanan osmotic internal dan ekskresi waste products. Selain itu

membran sel juga berkaitan dengan replikasi DNA dan sintesis dinding sel.

4. Antibiotika yang menghambat sintesis protein sel mikroba

Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini seperti, : golongan

aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. Untuk

kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein

berlangsung di dalam ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Berdasarkan

koefisien sedimentasinya, ribosom dikelompokkan ke dalam 3 grup:

A. Ribosom 80s, terdapat pada sel eukariot. Partikel ini terdiri dari subunit 60s

dan 40s.

B. Ribosom 70s, yang terdapat pada sel prokariot dan eukariot. Partikel ini terdiri

dari subunit 50s dan 30s.

C. Ribosom 55s, hanya terdapat pada mitokondria mamalia dan menyerupai

ribosom bakteri baik fungsi maupun kepekaannya terhadap antibiotika.

Streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30s dan menyebabkan kode

pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan

terbentuk protein yang abnormal dan non fungsional bagi sel mikroba.

5. Antibiotika yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

Antibiotika yang termasuk ke dalam kelompok ini seperti, : rifampisin dan

golongan kuinolon. Pada umumnya hanya digunakan sebagai obat antikanker,

tetapi beberapa obat dalam kelompok terakhir ini dapat pula digunakan sebagai

antivirus. Asam nukleat merupakan bagian yang sangat vital bagi

perkembangbiakan sel.

15

Page 16: skripsi ikm

2.9. Resistensi Obat

2.9.1. Definisi

Resistensi obat adalah kemampuan suatu mikroorganisme untuk bertahan

terhadap efek suatu obat yang mematikan bagi sebagian besar anggota spesiesnya.

Resistensi obat primer merujuk infeksi yang dari awal terjadi karena suatu

organisme resisten; resistensi obat sekunder merujuk resistensi yang berkembang

selama pemberian terapi(3).

2.9.2. Penyebab

Salah satu penyebab terjadinya resistensi obat antibiotik adalah

penggunaannya secara tidak benar. Istilah penggunaan yang tidak benar berlaku

untuk semua jenis penyalahgunaan dan penggunasalahan. Penggunaan yang tidak

benar terjadi saat antibiotik digunakan dalam waktu yang terlalu singkat, dosis

yang terlalu kecil, potensi yang tidak adekuat, atau dengan indikasi yang tidak

tepat(18). Menurut WHO, resistensi obat antibiotik diawali dengan peresepan

antibiotik untuk penyakit yang tidak tepat, padahal beberapa penyakit bahkan

tidak memerlukan antibiotik sama sekali untuk pengobatannya. Namun, pasien

seringkali tidak mengerti hal ini, dan timbul kepercayaan di masyarakat bahwa

mengonsumsi antibiotik 1 – 2 hari saja dapat meringankan gejala dan

menyembuhkan penyakit. Menurut Ballington dan Laughlin (2005) dalam Djuang

(2009) resistensi antibiotik dapat terjadi karena penyalahgunaan dan penggunaan

antibiotik yang berlebihan, penggunaan antibiotik yang tidak menyelesaikan

pengobatan antibiotik, sehingga bermutasi dan menjadi resisten(19). Penelitian yang

dilakukan Pechere (2001) di sembilan Negara mendapatkan hasil bahwa hanya

enam puluh sembilan persen pasien mengaku menyelesaikan durasi konsumsi

antibiotik sampai akhir (Inggris, 90%, Thailand, 53%), dan 75% menyatakan

bahwa mereka memenuhi semua dosis harian. Penelitian pada masyarakat Korea

Selatan oleh Kim et al (2011) menunjukkan bahwa dua pertiga masyarakat tidak

menyadari bahaya dari terjadinya resistensi obat antibiotik(20).

16

Page 17: skripsi ikm

2.9.3. Epidemiologi Kejadian Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik

Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan

secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak

memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di berbagai

bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada

indikasi(21).

Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai

permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi

bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas,

juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.

Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga

berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus pneumonia

(SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli(21).

2.9.4. Mekanisme

Menurut Jawetz (2007), terdapat lima mekanisme berbeda yang mendasari

proses terjadinya resistensi obat, yaitu:

1. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menghancurkan obat aktif.

Contoh: Staphylococcus resisten terhadap penisilin G menghasilkan laktamase

yang menghancurkan obat(22).

2. Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Contoh:

Tetrasiklin menumpuk di bakteri tetapi tidak rentan pada bakteri

resisten.Resistensi terhadap polymyxins juga berhubungan dengan perubahan

permeabilitas terhadap obat(22).

3. Mikroorganisme mengembangkan target struktural yang telah diubah

untuk obat. Contoh: Organisme resisten terhadap eritromisin memiliki reseptor

yang diubah pada subunit 50S dari ribosom, yang dihasilkan dari metilasi dari

RNA ribosom 23S(22).

4. Mikroorganisme mengembangkan jalur metabolisme baru yang memotong

jalur yang dihambat oleh obat. Contoh: Beberapa bakteri yang resisten terhadap

sulfonamida tidak memerlukan PABA ekstraseluler tetapi, seperti sel mamalia,

dapat memanfaatkan asam folat(22).

17

Page 18: skripsi ikm

5. Mikroorganisme mengembangkan enzim yang masih bisa melakukan

fungsi metabolisme, tetapi jauh kurang terpengaruh oleh obat. Contoh: Pada

bakteri yang resisten terhadap trimetoprim, asam dihydrofolic reduktase dihambat

jauh lebih efisien dibanding pada bakteri yang tidak resisten(22).

2.10. Peraturan Mengenai Distribusi Obat Antibiotik di Indonesia

2.10.1. Antibiotik Sebagai Obat Keras

Distribusi obat antibiotik di Indonesia diatur oleh undang-undang obat

keras, yaitu undang-undang St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949. Pasal 1 ayat 1a

undang-undang tersebut memasukkan obat antibiotik kedalam golongan obat

keras, sebagaimana tertulis: “Obat-obat keras yaitu obat-obatan yang tidak

digunakan untuk keperluan tehnik, yang mempunyai khasiat mengobati,

menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia, baik

dalam bungkusan maupun tidak, yang ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd

van het Departement van Gesondheid, menurut ketentuan pada pasal 2”(5).

Berdasarkan Undang-Undang No.7 tahun 1963 tentang Farmasi, obat-obatan

kimia dapat digolongkan menjadi 5 (lima) kategori, yang dimaksudkan untuk

peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi

masing-masing. Kelima kategori tersebut apabila diurutkan dari yang paling

longgar hingga yang paling ketat mengenai peraturan pengamanan, penggunaan,

dan distribusinya adalah sebagai berikut(23):

1. Obat Bebas

2. Obat Bebas Terbatas (Daftar W atau ”Waarschuwing”, waspada)

3. Obat Keras (Daftar G atau ”Gevaarlijk”, berbahaya)

4. Obat Psikotropika (OKT, Obat Keras Terbatas)

5. Obat Narkotika (Daftar O atau ”Opium”)

Berikut penjabaran untuk masing-masing golongan tersebut(5):

1. Obat Bebas (OB)

Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran hijau bergaris tepi hitam.

Merupakan obat yang paling “aman”, boleh digunakan untuk menangani

penyakit-penyakit simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang

18

Page 19: skripsi ikm

penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita atau self medication

(penanganan sendiri). Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah

(modern) dan terbukti tidak memiliki risiko bahaya yang mengkhawatirkan. OB

dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, baik di apotek, counter obat di

supermarket/toko swalayan, toko kelontong, bahkan di warung, disebut juga obat

OTC (Over the Counter). Penderita dapat membeli dalam jumlah yang sangat

sedikit, seperlunya saja saat obat dibutuhkan. Jenis zat aktif pada OB relative

aman sehingga penggunaanya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis

selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena itu

sebaiknya OB tetap dibeli bersama kemasannya. OB digunakan untuk mengobati

gejala penyakit yang ringan yang bersifat nonspesifik.

2. Obat Bebas Terbatas (OBT)

Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam. Obat

ini sebenarnya termasuk dalam kategori obat keras, akan tetapi dalam jumlah

tertentu masih dapat diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter. Sebagai

obat keras, penggunaan obat ini diberi batas untuk setiap takarannya. Seharusnya

obat ini hanya dapat dijual bebas di toko obat berizin yang dipegang oleh seorang

asisten apoteker, serta apotek yang hanya boleh beroperasi jika ada apoteker. Hal

ini karena diharapkan pasien memperoleh informasi obat yang memadai saat

membeli obat yang termasuk golongan ini. Memang, dalam keadaaan dan batas-

batas tertentu, sakit yang ringan masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan

sendiri (self medication) menggunakan obat-obatan dari golongan OB dan OBT

yang dengan mudah diperoleh masyarakat. Dianjurkan untuk tidak sekali pun

melakukan uji coba obat sendiri terhadap obat-obat yang seharusnya diperoleh

dengan menggunakan resep dokter (SK MenKes RI No.2380 tahun 1983). Setelah

upaya self medication, apabila kondisi penyakit semakin serius, tidak kunjung

sembuh setelah sekitar 3-5 hari, maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke

dokter. Oleh karena itulah semua kemasan OB dan OBT wajib mencantumkan

tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (SK MenKes RI

No.386 tahun 1994).

19

Page 20: skripsi ikm

3. Obat Keras (OK)

Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam

dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan

ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan

meracuni tubuh, memperparah penyakit, memicu munculnya penyakit lain sebagai

efek negatifnya, hingga menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh, bahkan dapat

menyebabkan kematian. Oleh karena itu, golongan obat ini hanya boleh diberikan

atas resep dokter umum/spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Yang termasuk

ke dalam golongan OK adalah:

a. “Daftar G”, seperti: antibiotika, obat-obatan yang mengandung hormon,

antidiabetes, antihipertensi, antihipotensi, obat jantung, obat ulkus lambung, dll.

b. “Daftar O” atau obat bius/anestesi, yaitu golongan obat-obat narkotika

c. Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropika, seperti: obat penenang, obat

sakit jiwa, obat tidur, dll.

d. Obat Generik dan Obat Wajib Apotek (OWA), yaitu obat yang dapat

dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada

pasien di apotek tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti antihistamin,

obat asma, pil antihamil, beberapa obat kulit tertentu, antikoagulan, sulfonamida

dan derivatnya, obat injeksi, dll.

e. Obat yang dibungkus sedemikian rupa, digunakan secara enteral maupun

parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara lain yang sifatnya

invasif.

f. Obat baru yang belum tercantum di dalam kompedial/farmakope terbaru

yang berlaku di Indonesia

g. Obat-obatan lain yang ditetapkan sebagai obat keras melalui SK MenKes

RI

4. Psikotropika

Tanda pada kemasannya sama dengan tanda pada Obat Keras. Obat-obatan

golongan ini mulai dari pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai

penggunaannya diawasi secara ketat oleh pemerintah (BPOM dan DepKes) dan

hanya boleh diperjual belikan di apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib

20

Page 21: skripsi ikm

melaporkan pembelian dan peenggunaannya kepada pemerintah. Psikotropika

atau biasa disebut sebagai ”obat penenang” (transquilizer), adalah zat/ obat baik

alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui

pengaruh stimulatif selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan

perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

2.10.2. Undang-undang St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949 Mengenai Obat

Keras

Peraturan mengenai distribusi obat-obat keras daftar G tertulis dalam pasal

3 dan 5(5).

Pasal 3

1) Penyerahan persediaan untuk penyerahan dan penawaran untuk penjualan

dari bahan-bahan G, demikian pula memiliki bahan-bahan ini dalam jumlah

sedemikian rupa sehingga secara normla tidak dapat diterima bahwa bahan-bahan

ini hanya diperuntukkan untuk pemakaian pribadi, adalah dilarang. Larangan ini

tidak berlaku untuk pedagang-pedagang besar yang diakui, apoteker-apoteker,

yang memimpin apotek dan dokter hewan.

2) Penyerahan dari bahan-bahan G, yang menyimpang dari resep doker,

dokter gigi, dokter hewan dilarang, larangan ini tidak berlaku bagi penyerahan-

penyerahan kepada pedagang-pedagang besar yang diakui, apoteker-apoteker,

dokter-dokter gigi, dan dokter-dokter hewan demikian juga tidak terhadap

penyerahan-penyerahan menurut ketentuan pada pasal 7 ayat 5.

3) Larang-larang yang dimaksud pada ayat-ayat tersebut diatas tidak berlaku

untuk penyerahan obat-obat sebagaimana dimaksudkan pasal 49 ayat 3 dan 4 dan

pasal 51 dari “Reglement D.V.D.”.

4) Sec.V.St. dapat menetapkan bahwa sesuatu peraturan sebagaimana

dimaksudkan pada ayat 2, jika berhubungan dengan penyerahan obatobatan G

yang tertentu yang ditunjukkan olehnya harus ikut ditandatangani oleh seorang

petugas khusus yang ditunjuk. Jika tanda tangan petugas ini tidak terdapat maka

penyerahan obat-obatan G itu dilarang.

21

Page 22: skripsi ikm

Pasal 5

1) Pemasukan, pengeluaran, pengangkutan, atau suruh mengangkut bahan-

bahan G dilarang, kecuali dalam jumlah yang sedemikian rupa sehingga secara

normal dapat diterima bahwa bahan-bahan ini hanya diperuntukkan untuk

pemakaian pribadi.

2) Larangan ini tidak berlaku jika tindakan ini dijalankan oleh pemerintah

atau pedagang-pedagang besar yang diakui atau pengangkutan-pengangkutan oleh

apoteker-apoteker, dokter-dokter yang memimpin apotek, dan dokter hewan.

3) Dalam soal-soal khusus, inspektur farmasi D.V.G. di Jakarta dapat

memberikan kelonggaran penuh atau sebagian terhadap larangan ini.

22

Page 23: skripsi ikm

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN

DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep di bawah ini mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan

perilaku masyarakat terhadap penggunaan antibiotik.

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Pengetahuan

a. Definisi

Tingkat pengetahuan merupakan Pengetahuan dari responden mengenai

penggunaan antibiotik yang meliputi definisi antibiotik, cara mendapatkan

antibiotik, cara penggunaan antibiotik, resiko penyalahgunaan antibiotik, dan efek

samping antibiotik.

b. Alat Ukur : Kuesioner

c. Cara Ukur : Metode angket

d. Hasil Ukur : Pengetahuan responden dikelompokkan menjadi tingkatan

baik, sedang, dan rendah.

Pengukuran skor menggunakan skala berikut :

a. Baik, apabila jawaban responden benar ≥75% dari nilai tertinggi

b. Sedang, apabila jawaban responden benar antara 40-74% dari nilai tertinggi

c. Kurang, apabila jawaban responden benar kurang 40% dari nilai tertinggi

e. Skala Ukur : Ordinal

23

Pengetahuan, sikap dan perilaku Penggunaan antibiotik

Page 24: skripsi ikm

3.2.2. Umur

a. Definisi

Rentang waktu antara lahir sampai responden mengisi kuesioner yang

dihitung sampai ulang tahun terakhir

b. Alat Ukur : Kuesioner

c. Cara Ukur : Metode angket

d. Hasil Ukur : Dikelompokkan sesuai usia responden

e. Skala Ukur : Ordinal

3.2.3. Tingkat Pendidikan

a. Definisi

Jenjang pendidikan sekolah formal responden berdasarkan ijazah terakhir

yang responden peroleh.

b. Alat Ukur : Kuesioner

c. Cara Ukur : Metode angket

d. Hasil Ukur : Dikelompokkan menjadi :

1. Pendidikan Dasar : SD, SMP/Sederajat

2. Pendidikan Menengah : SMA/Sederajat

3. Pendidikan Tinggi : Akademik/Perguruan Tinggi

e. Skala Ukur : Ordinal

3.2.4. Status Ekonomi

a. Definisi

Keadaan ekonomi responden yang ditunjukkan oleh penghasilan perbulan.

Penghasilan dibagi dua sesuai UMK Makassar, yaitu <Rp 2.000.000 atau >Rp

2.000.000

b. Alat Ukur : Kuesioner

c. Cara Ukur : Metode angket

d. Hasil Ukur : Dikelompokkan menjadi :

1. Rendah (<Rp 2.000.000)

2. Menengah (>Rp 2.000.000)

e. Skala Ukur : Ordinal

24

Page 25: skripsi ikm

3.2.5. Sikap

Pertanyaan mengenai sikap meliputi indikasi, cara penggunaan, efek

samping dan resistensi antibiotik. Skala ukur adalah ordinal. Sikap diukur

menggunakan cara angket menggunakan alat kuesioner yang dinilai dengan

menggunakan skala penilaian (rating scale). Pertanyaan yang diajukan sebanyak

delapan pertanyaan dengan pilihan jawaban terdiri dari sangat tidak setuju, tidak

setuju, netral, setuju dan sangat setuju. Skor skala penilaian berjenjang dari skor

tertinggi sampai dengan terendah. Jenjang skor untuk skala sikap tertinggi 5 dan

terendah 1. Skor sikap diberikan nilai berdasarkan pertanyaan. Total skor adalah

sebanyak 40. Pertanyaan dari nomor 1 hingga 4 diberikan nilai:

1. 5 apabila responden memilih sangat tidak setuju,

2. 4 apabila responden memilih tidak setuju,

3. 3 apabila responden memilih netral,

4. 2 apabila responden memilih setuju, dan

5. 1 apabila responden memilih sangat setuju.

Pertanyaan dari nomor 5 hingga 8 diberikan nilai:

1. 5 apabila responden memilih sangat setuju,

2. 4 apabila responden memilih setuju,

3. 3 apabila responden memilih netral,

4. 2 apabila responden memilih tidak setuju, dan

5. 1 apabila responden memilih sangat tidak setuju.

Penilaian dibagikan kepada 3 kategori yaitu sikap baik, sedang dan kurang.

1. Baik, apabila skor jawaban responden >75% dari nilai keseluruhan.

2. Sedang, apabila skor jawaban responden 40-75% dari niai keseluruhan.

3. Kurang, apabila skor jawaban responden <40% dari nilai keseluruhan.

Maka penilaian terhadap sikap responden berdasarkan sistem scoring yaitu :

1) Skor > 30 : baik

2) Skor 16-30 : sedang

3) Skor < 16 : kurang

25

Page 26: skripsi ikm

3.2.6. Perilaku

Pertanyaan mengenai perilaku meliputi perilaku konsumsi antibiotik, cara

penyimpanan, dan ketaatan terhadap aturan dokter. Skala ukur adalah nominal.

Sikap diukur menggunakan cara angket menggunakan alat kuesioner yang dinilai

dengan menggunakan skala penilaian (rating scale). Pertanyaan yang diajukan

sebanyak empat pertanyaan dengan pilihan jawaban terdiri dari ya dan tidak. Skor

perilaku diberikan nilai berdasarkan pertanyaan. Total skor adalah sebanyak 10.

Pertanyaan dari nomor 1 hingga 3 diberikan nilai:

1. 1 apabila responden memilih tidak

2. 0 apabila responden memilih ya

Pertanyaan nomor 4 diberikan nilai :

1. 1 apabila responden memilih ya

2. 0 apabila responden memilih tidak

Penilaian dibagikan kepada 4 kategori yaitu perilaku baik sekali, baik,

kurang dan sangat kurang. Maka penilaian terhadap sikap responden berdasarkan

sistem scoring yaitu :

1) Skor 4 : baik

2) Skor 3 : sedang

3) Skor ≤ 2 : kurang

26

Page 27: skripsi ikm

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang

bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan

tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat Kelurahan Tanjung Merdeka

mengenai penggunaan antibiotik. Penelitian ini menggunakan desain studi

observasional

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanjung Merdeka, kecamatan

Tamalate, Makasar pada tanggal 1 hingga 11 September 2015.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi : Penduduk di Kelurahan Tanjung Merdeka, Makassar pada

September 2015 yang dapat diwakilkan kepada kepala keluarga/ pasangannya.

Sedangkan populasi terjangkau adalah penduduk kelurahan Tanjung Merdeka

yang menjadi sampel penelitian.

Kriteria Inklusi :

1. Kepala keluarga atau pasangannya dalam keluarga yang tinggal di

Kelurahan Tanjung Merdeka

2. Berusia antara 15-70 tahun

3. Tercatat sebagai penduduk Kelurahan Tanjung Merdeka

4. Berada di Kelurahan Tanjung Merdeka pada saat pengambilan data

5. Bersedia untuk mengikuti penelitian

Kriteria Eksklusi :

1. Penderita Tunanetra dan Tunarungu

2. Kuesioner tidak lengkap terisi

27

Page 28: skripsi ikm

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah subyek yang diambil dari populasi yang

memenuhi kriteria penelitian dan diambil dengan metode quota sampling. Sampel

dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Penentuan besar sampel minimal ditetapkan berdasarkan

n= N

N . d2+1

n= 80428042.¿¿

n= 804281,42

n=98,77

n=99

Keterangan:

n : Besar sampel minimum

d : Kesalahan absolut yang dapat ditolerir (d=0,1 dengan tingkat

kepercayaan 95%)

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jumlah penduduk Tanjung Merdeka diambil dari data kantor lurah

Tanjung Merdeka. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data

primer, yaitu data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner. Peneliti menjelaskan

waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon

responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani lembar

persetujuan. Responden yang bersedia diberi lembar kuesioner dan diberi

kesempatan bertanya apabila ada pertanyaan yang tidak dipahami. Selanjutnya

data yang telah terkumpul dianalisa oleh peneliti.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1. Pengolahan Data

Pengolahan data hasil penelitian dilakukan melalui tahap-tahap sebagai

berikut(12) :

28

Page 29: skripsi ikm

1. Pemeriksaan data (Editing)

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.

Apabila data belum lengkap atau terdapat kesalahan, maka data akan dilengkapi

kembali dengan penyebaran kuesioner kembali kepada responden, bila tidak

memungkinkan maka angket tersebut dikeluarkan (drop out).

2. Pemberian kode (Coding)

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya

kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan program

komputer.

3. Entry

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program

komputer. Program komputer yang rencananya akan dipakai adalah Microsoft

Excel.

4. Cleaning Data

Data-data yang telah dientri diperiksa kembali untuk menghindari

terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

5. Saving

Data-data yang telah melewati tahapan yang di atas akan disimpan untuk

keperluan analisa data selanjutnya.

4.5.2. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, menyusun ke dalam pola dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami. Analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis analisis deskriptif yang disajikan dalam tabel-tabel

berdasarkan frekuensi distribusi dari variabel yang diteliti, sehingga diperoleh

gambaran tentang objek yang diteliti.

29

Page 30: skripsi ikm

4.3.3. Penyajian Data

Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk

menggambarkan pengetahuan, sikap dan perilaku warga masyarakat kelurahan

Tanjung Merdeka mengenai antibiotik.

4.6. Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah,

Dinas Kesehatan Kota Makassar, dan kantor kelurahan sebagai permohonan izin

untuk melakukan penelitian.

2. Menjaga kerahasiaan identitas subjek penelitian sehingga diharapkan tidak

ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak

yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.

30

Page 31: skripsi ikm

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Kelurahan Tanjung Merdeka berada dalam Kecamatan Tamalate, Kota

Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Kelurahan ini mempunyai luas permukaan

sebesar ± 420 Ha, dengan panjang garis pantai ± 3,4 km. Secara geografis,

kelurahan Tanjung Merdeka berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kelurahan Maccini Sombala

Sebelah Selatan : Kelurahan Barombong

Sebelah Barat : Selat Makassar

Sebelah Timur : Kabupaten Gowa

2. Kependudukan

Kelurahan Tanjung Merdeka memiliki jumlah penduduk ± 8.042 jiwa

dengan 1.902 Kepala Keluarga yangterdiri dari laki-laki 3.885 jiwa dan

perempuan 4.157 jiwa.

Penduduk Kelurahan Tanjung Merdeka dihuni oleh penduduk asli Kota Makassar

yaitu Suku Mangkasara (Makassar) sedangkan untuk daerah pemukiman Baru

(Perumahan) dihuni sebagian oleh suku Makassar yang terlah bersosialisasi

dengan suku-suku pendatang yang ada sseperti Bugis, Toraja, Mandar dan

Tionghoa. Jumlah penduduk miskin yang ada di kelurahan Tanjung Merdeka

sebanyak 601 KK (± 2.400 jiwa) atau sekitar 32% dari jumlah penduduk

Kelurahan Tanjung Merdeka.

5.2. Karakteristik Responden

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang dilakukan di

Kelurahan Tanjung Merdeka. Sampel yang ikut serta dalam penelitian ini terdiri

dari 116 orang yang semuanya merupakan penduduk di Kelurahan Tanjung

Merdeka, Kecamatan Tamalate, Kotamadya Makassar.

31

Page 32: skripsi ikm

Data penelitian yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang berasal

dari hasil isian kuesioner yang diisi oleh responden yang berisi data identitas

responden dan jawaban pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku

responden terhadap penggunaan antibiotik.

Untuk data karakteristik responden pada penelitian ini meliputi jenis kelamin,

umur, tingkat pendidikan dan status ekonomi responden. Untuk lebih jelas dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

5.2.1. Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel

5.1

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-Laki 52 44.83%

Perempuan 64 55.17%

Total 116 100.00%

Dari tabel 5.1 diketahui bahwa jenis kelamin yang paling banyak adalah

perempuan yaitu sebanyak 64 orang (55,17%) sedangkan laki-laki sebanyak 52

orang (44,83%).

5.2.2. Kelompok Umur

Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur

Umur Frekuensi %

15-24 41 35.34%

25-34 26 22.41%

35-44 22 18.97%

45-54 20 17.24%

55-64 5 4.31%

32

Page 33: skripsi ikm

≥65 2 1.72%

Total 116 100.00%

Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa responden yang terbanyak berasal

dari kelompok umur 15-24 tahun yaitu sebanyak 41 orang (35,34%), dimana

golongan kelompok umur 25-34 tahun menempati tempat kedua dengan jumlah

responden sebanyak 26 kasus (22,41%), disusul kelompok umur 35-44 tahun

dengan jumlah responden sebanyak 22 responden (18,97%) lalu kelompok umur

45-44 tahun dengan jumlah responden sebanyak 20 responden (17,24%) dan

kelompok umur 55-64 tahun serta ≥65 tahun menempati tempat terakhir dengan

jumlah kasus masing-masing sebanyak 5 kasus (4,31%) dan 2 kasus (1,72%) dari

total sampel yang diperoleh.

5.2.3. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada

tabel 5.3

Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat

PendidikanFrekuensi Persentase

Dasar 27 23.28%

Menengah 58 50.00%

Tinggi 31 26.72%

Total 116 100.00%

Tabel 5.3 menunjukkan distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui bahwa 58 orang responden (50,00%)

berpendidikan Menengah, diikuti dengan 31 orang responden (26,72%)

berpendidikan Tinggi, dan 27 orang responden (23,28%) berpendidikan Rendah.

33

Page 34: skripsi ikm

5.2.4. Distribusi Responden berdasarkan Status Ekonomi

Distribusi responden status ekonomi dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan Status Ekonomi

Status Ekonomi Frekuensi %

Rendah 43 37.07%

Menengah 73 62.93%

Total 116 100.00%

Tabel 5.4 menunjukkan distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan status ekonomi, diketahui bahwa 73 orang responden (62,93%)

memiliki status ekonomi Menengah, dan 43 orang responden (37,07%) memiliki

status ekonomi Rendah.

5.3. Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotik

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotik,

digunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah dilakukan uji validitas dan

reliabilitas sebelumnya. Berikut akan ditampilkan jawaban responden terhadap

pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Penggunaan

Antibiotik

No Pertanyaan Benar % Salah %Tidak

Tahu%

1 Definisi Antibiotik 65 56.03% 28 24.14% 23 19.83%

2

Penyakit yang

Memerlukan

Antibiotik

48 41.38% 45 38.79% 23 19.83%

3Tujuan Pemberian

Antibiotik84 72.41% 11 9.48% 21 18.10%

4Cara Memperoleh

Antibiotik85 73.28% 11 9.48% 20 17.24%

34

Page 35: skripsi ikm

5

Penghentian

Penggunaan

Antibiotik

72 62.07% 26 22.41% 18 15.52%

6 Penggunaan

Antibiotik Sesuai

Petunjuk Dokter

87 75.00% 9 7.76% 20 17.24%

7 Risiko Penggunaan

Antibiotik

yang Salah

83 71.55% 7 6.03% 26 22.41%

8Efek Samping

Antibiotik68 58.62% 9 7.76% 39 33.62%

9

Golongan yang Harus

Diperhatikan Dalam

Menggunakan

Antibiotik

81 69.83% 5 4.31% 30 25.86%

10Cara Penyimpanan

Antibiotik90 77.59% 3 2.59% 23 19.83%

11 Contoh Antibiotik 56 48.28% 24 20.69% 36 31.03%

Berdasarkan Tabel 5.5, didapati bahwa 77,59% responden menjawab

pertanyaan mengenai cara penyimpanan antibiotik dengan benar, diikuti dengan

pertanyaan mengenai penggunaan antibiotik sesuai dengan petunjuk dokter yang

dijawab benar oleh 75,00% responden.

Sedangkan itu, sebanyak 38,79% responden menjawab salah ketika

diberikan pertanyaan mengenai penyakit yang memerlukan antibiotik, diikuti

dengan pertanyaan mengenai definisi antibiotik yang dijawab salah oleh 24,14%

responden.

Pada tabel 5.5 juga dapat dilihat bahwa 33,62% responden menjawab tidak

tahu ketika diberikan pertanyaan mengenai efek samping antibiotik, diikuti

dengan pertanyaan mengenai contoh antibiotik yang dijawab tidak tahu oleh

31,03% responden.

35

Page 36: skripsi ikm

5.3.1. Tingkat Pengetahuan Responden

Dari hasil jawaban responden untuk pertanyaan mengenai pengetahuan

responden mengenai antibiotik, dapat disimpulkan tingkat pengetahuan tersebut

berdasarkan tiga tingkatan, pengetahuan baik, pengetahuan cukup dan

pengetahuan kurang. Skor kuisioner 9-11 berada pada kelompok tingkat

pengetahuan baik, skor kuisioner 5-8 berada pada kelompok tingkat pengetahuan

sedang dan untuk skor kuisioner 0-4 berada pada kelompok tingkat pengethauan

rendah. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden

Tingkat PengetahuanFrekuensi

(n)%

Baik 47 40.52%Sedang 43 37.07%Rendah 26 22.41%

Total 116 100.00%

Berdasarkan tabel 5.6, sebanyak 47 orang responden (40,52%) memiliki

tingkat pengetahuan baik, 43 orang responden (37,07%) memiliki tingkat

pengetahuan sedang, dan 26 orang responden (22,41%) memiliki tingkat

pengetahuan kurang.

5.3.2. Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil crosstabulation tingkat pengetahuan responden berdasarkan jenis

kelamin dapat dilihat pada tabel 5.7 di bawah ini.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Tingkat Pengetahuan

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Rendah

(n)% Total

Pria21

44.68

% 17

39.53

% 14

53.85

% 52

Perempuan 26 55.32 26 60.47 12 46.15 64

36

Page 37: skripsi ikm

% % %

Total 47 43 26 116

Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa tingkat pengetahuan paling banyak

di kategori baik terdapat pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 26 orang

(55,32%), pengetahuan di kategori sedang terdapat pada jenis kelamin perempuan

yaitu sebanyak 26 orang (60,47%), sedangkan pengetahuan di kategori rendah

terdapat pada jenis kelamin pria yaitu sebanyak 14 orang (53,85%).

5.3.3. Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Umur

Sementara itu, hasil crosstabulation tingkat pengetahuan berdasarkan

tingkatan umur responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan

Umur

Usia

Tingkat Pengetahuan

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Rendah

(n)% Total

15-24 1532.61

%15

34.09

%11

42.31

%41

25-34 1021.74

%9

20.45

%7

26.92

%26

35-4410

21.74

% 10

22.73

% 27.69% 22

45-54 7

15.22

% 8

18.18

% 5

19.23

%20

55-64 2 4.35% 2 4.55% 1 3.85% 5

≥65 2 4.35% 0 0.00% 0 0.00% 2

Total 46 44 26 116

Berdasarkan tabel 5.8, tingkat pengetahuan baik paling banyak adalah

responden yang termasuk dalam kelompok umur 15-24 tahun yaitu sebanyak 15

37

Page 38: skripsi ikm

orang (32,61%). Tingkat pengetahuan sedang paling banyak juga adalah

responden yang termasuk dalam kelompok umur 15-24 tahun yaitu sebanyak 15

orang (34,09%).

Tingkat pengetahuan rendah juga paling banyak terdapat pada responden yang

termasuk dalam kelompok umur 15-24 tahun yaitu sebanyak 11 orang (42,31%).

5.3.4. Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Hasil crosstabulation tingkat pengetahuan responden berdasarkan tingkat

pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan

Tingkat

Pendidikan

Tingkat Pengetahuan

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Rendah

(n)% Total

Dasar 4 8.51% 920.93

%14

53.85

%27

Menengah 2859.57

%20

46.51

%10

38.46

%58

Tinggi15

31.91

% 14

32.56

% 27.69%

31

Total 47 43 26 116

Berdasarkan tabel 5.9, tingkat pengetahuan baik paling banyak adalah

responden yang mempunyai tingkat pendidikan menengah yaitu sebanyak 28

orang (59,57%). Tingkat pengetahuan sedang paling banyak juga adalah

responden yang mempunyai tingkat pendidikan menengah yaitu sebanyak 20

orang (46,51%). Sedangkan, tingkat pengetahuan rendah terdapat pada responden

yang memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak 14 orang (53,85%).

5.3.5. Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Status Ekonomi

Hasil crosstabulation tingkat pengetahuan responden berdasarkan status

ekonomi dapat dilihat pada tabel 5.10

38

Page 39: skripsi ikm

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan

Status Ekonomi

Status Ekonomi

Tingkat Pengetahuan

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Rendah

(n)% Total

Rendah 1634.04

%15

34.88

%12

46.15

%43

Menengah 3165.96

%28

65.12

%14

53.85

%73

Total 47 43 26 116

Berdasarkan tabel 5.10, tingkat pengetahuan baik paling banyak adalah

responden yang mempunyai status ekonomi menengah yaitu sebanyak 31 orang

(65,96%). Tingkat pengetahuan sedang paling banyak juga adalah responden yang

mempunyai status ekonomi menengah yaitu sebanyak 28 orang (65,12%). Serta,

tingkat pengetahuan rendah terdapat juga pada responden yang memiliki tingkat

pendidikan menengah yaitu sebanyak 14 orang (53,85%).

5.4. Sikap Responden Mengenai Antibiotik

Untuk mengetahui sikap responden mengenai antibiotik, digunakan

pertanyaan-pertanyaan yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas

sebelumnya. Berikut akan ditampilkan jawaban responden terhadap pertanyaan-

pertanyaan tersebut.

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Mengenai Antibiotik

No Pertanyaan SS % S % N % TS % STS %

1Semua PenyakitMemerlukan Antibiotik

6 5.17% 24 20.69% 10 8.62% 66 56.90% 10 8.62%

2Antibiotik WajarDiminta dari Dokter

11 9.48% 35 30.17% 21 18.10% 28 24.14% 21 18.10%

3 Waktu 1 0.86% 2 1.72% 7 6.03% 63 54.31% 43 37.07%

39

Page 40: skripsi ikm

PenggunaanHarus Dipatuhi

4Antibiotik BolehDisimpan Dan Digunakan Kembali

15 12.93%

46 39.66% 19 16.38% 26 22.41% 10 8.62%

5

Antibiotik Harus DihabiskanWalaupun Sudah Merasa Sehat

8 6.90% 27 23.28% 17 14.66% 30 25.86% 34 29.31%

6Kembali Ke DokterJika Terjadi Efek Samping

8 6.90% 5 4.31% 27 23.28% 42 36.21% 34 29.31%

7

Penggunaan AntibotikBerlebihan Menyebabkan Efek Samping

7 6.03% 2 1.72% 11 9.48% 57 49.14% 39 33.62%

8

Resistensi AntibiotikAdalah Hal Yang Berbahaya

8 6.90% 5 4.31% 27 23.28% 42 36.21% 34 29.31%

Berdasarkan tabel 5.11, didapati bahwa 12,93% responden sangat setuju

bahwa antibiotik boleh disimpan dan digunakan kembali, diikuti dengan 9,48%

sangat setuju bahwa antibiotik wajar diminta dari dokter.

Lalu, didapati juga bahwa 39,66% setuju bahwa antibiotik boleh disimpan

dan digunakan kembali dan juga diikuti 30,17% responden setuju bahwa

antibiotik wajar diminta dari dokter.

Sedangkan itu, 23,28% responden secara masing-masing bersikap netral

dengan pernyataan harus kembali ke dokter jika terjadi efek samping dan pada

pernyataan antibiotik adalah hal yang berbahaya, dan 6,03% responden bersikap

netral terhadap pernyataan waktu penggunaan obat harus dipatuhi.

Selanjutnya, didapati 56,90% tidak setuju bahwa semua penyakit

memerlukan antibiotik, diikuti dengan 54,31% tidak setuju bahwa waktu

penggunaan harus dipatuhi,. Dan 22,41% tidak setuju bahwa antibiotik boleh

disimpan dan digunakan kembali.

Dari tabel, didaptkan bahwa 37,07% responden sangat tidak setuju bahwa

waktu penggunaan harus dipatuhi, diikuti dengan 33,62% responden sangat tidak

setuu bahwa penggunaan antibiotik secara berlebihan menyebabkan efek samping.

40

Page 41: skripsi ikm

5.4.1. Tingkat Sikap

Tingkat sikap responden terhadap penggunaan antibiotik dapat dilihat

pada tabel 5.12. Skor kuisioner > 30 dikelompokkan ke dalam sikap baik, skor

kuisioner 16-30 dikelompokkan dalam sikap sedang dan skor < 16 dikelompokkan

ke dalam sikap kurang.

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Sikap

Sikap Frekuensi Persentase

Baik 56 48.28%

Sedang 60 51.72%

Kuran

g 0 0.00%

Total 116 100.00%

Berdasarkan Tabel 5.12, didapati bahwa sikap yang dikategorikan sedang

memiliki persentase yang terbesar yaitu 51,72%, sedangkan sikap dengan kategori

baik sebesar 48,28% dan tidak ada yang dalam kategori kurang.

5.4.2. Sikap Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil crosstabulation tingkat pengetahuan responden terhadap status

ekonomi dapat dilihat pada tabel 5.13

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Sikap

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Kurang

(n)% Total

Pria24

42.86

% 28

46.67

% 0

0.00

% 52

Perempuan32

57.14

% 32

53.33

% 0

0.00

% 64

41

Page 42: skripsi ikm

Total 56 60 0 116

Berdasarkan tabel 5.13, diketahui bahwa sikap baik terdapat paling banyak

pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 32 orang (57,14%), sikap di

kategori sedang terdapat juga paling banyak pada jenis kelamin perempuan yaitu

sebanyak 32 orang (53,33%), dan tidak terdapat responden dengan sikap kategori

kurang.

5.4.3. Sikap Responden Berdasarkan Umur

Hasil crosstabulation sikap berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel

5.14.

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Berdasarkan Umur

Usia

Sikap

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Kurang

(n)% Total

15-2421

37.50

% 20

33.33

% 0

0.00

% 41

25-3413

23.21

% 13

21.67

% 0

0.00

% 26

35-449

16.07

% 13

21.67

% 0

0.00

% 22

45-54 8

14.29

% 12

20.00

% 0

0.00

% 20

55-64 3 5.36% 2 3.33% 0

0.00

% 5

≥65 2 3.57% 0 0.00% 0

0.00

% 2

Total 56 60 0 116

Berdasarkan tabel 5.14, sikap baik paling banyak adalah responden yang

termasuk dalam kelompok umur 15-24 tahun yaitu sebanyak 21 orang (37,50%).

42

Page 43: skripsi ikm

Sikap sedang paling banyak juga adalah responden yang termasuk dalam

kelompok umur 15-24 tahun yaitu sebanyak 20 orang (33,33%). Sedangkan di

sikap kurang, tidak terdapat responden.

5.4.4. Sikap Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Hasil crosstabulation sikap responden berdasarkan tingkat pendidikan

dapat dilihat pada tabel 5.15.

Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Tingkat

Pendidikan

Sikap

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Kurang

(n)% Total

Dasar 1221.82

%15

24.59

%0

0.00

%27

Menengah 2952.73

%29

47.54

%0

0.00

%58

Tinggi14

25.45

% 17

27.87

% 0

0.00

% 116

Total 55 61 0 116

Berdasarkan tabel 5.15, sikap baik paling banyak adalah responden yang

mempunyai tingkat pendidikan menengah yaitu sebanyak 29 orang (52,73%).

Sikap sedang paling banyak juga adalah responden yang mempunyai tingkat

pendidikan menengah yaitu sebanyak 29 orang (47,54%). Sedangkan di sikap

dengan kategori kurang tidak terdapat responden.

5.4.5. Sikap Responden Berdasarkan Status Ekonomi

Hasil crosstabulation sikap responden berdasarkan status ekonomi dapat

dilihat pada tabel 5.16.

Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Berdasarkan Status Ekonomi

43

Page 44: skripsi ikm

Status Ekonomi

Sikap

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Kurang

(n)% Total

Rendah 2035.71

%23

38.33

%0

0.00

%43

Menengah 3664.29

%37

61.67

%0

0.00

%73

Total 56 60 0 116

Berdasarkan tabel 5.16, sikap yang baik paling banyak adalah di

responden yang mempunyai status ekonomi menengah yaitu sebanyak 36 orang

(64,29%). Sikap yang sedang paling banyak juga adalah responden yang

mempunyai status ekonomi menengah yaitu sebanyak 37 orang (61,67%). Sikap

dalam kategori kurang tidak memiliki responden

5.5. Perilaku Responden Mengenai Antibiotik

Untuk mengetahui perilaku responden mengenai antibiotik, digunakan

pertanyaan-pertanyaan yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas

sebelumnya. Di kuisioner diberikan contoh kasus, yaitu “Dokter telah

memberikan aturan pemakaian antibiotik, setelah 2-3 kali minum, anda merasa

baik”, dan responden kemudian merespon kasus dengan menjawab pertanyaan-

pertanyaan di kuisioner. Berikut akan ditampilkan jawaban responden terhadap

pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Tabel 5.17 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden

No Pertanyaan Ya % Tidak %

1 BerhentiMinum Antibiotik

58 50.00% 58 50.00%

2Menyimpan Antibiotik Dan Menggunakan Kembali Jika Kambuh

65 56.03% 51 43.97%

3 Memberikan Obat Kepada Teman/Kerabat Jika Sakit

33 28.45% 83 71.55%

4 Meminum SesuaiAturan Dokter

111 95.69% 5 4.31%

44

Page 45: skripsi ikm

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan data bahwa 95,69% responden tetap

meminum obat sesuai dengan aturan dokter, dan diikuti dengan 56,03%

menyimpan antibiotik dan menggunakan kembali jika kambuh.

Sedangkan itu, sebesar 71,55% responden tidak memberikan obat kepada

teman/kerabat jika sakit, dan diikuti dengan tidak berhenti meminum antibiotik.

5.5.1. Tingkat Perilaku Responden

Distribusi frekuensi perilaku responden mengenai antibiotik dapat dilihat

pada tabel 5.18. Skor kuisioner perilaku responden sebesar 4 dikelompokkan

dalam perilaku baik, lalu skor kuisioner sebesar 3 dikelompokkan dalam perilaku

sedang dan skor kusioner dengan nilai ≤ 2 dikelompokkan dalam perilaku kurang.

Tabel 5.18 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden Mengenai Antibiotik

Perilak

u Frekuensi %

Baik 36 31.03%

Sedang 19 16.38%

Kurang 61 52.59%

Total 116 100.00%

Berdasarkan Tabel 5.18, didapati bahwa responden mempunyai perilaku

yang kurang sebanyak 61 orang (52,59%), perilaku sedang sebanyak 19 orang

(16,38%) dan perilaku baik sebanyak 36 orang (31,03%).

5.5.2. Perilaku Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil crosstabulation perilaku responden berdasarkan jenis kelamin dapat

dilihat pada tabel 5.19

Tabel 5.19 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden Mengenai Antibiotik

Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Perilaku

45

Page 46: skripsi ikm

KelaminBaik

(n)%

Sedang

(n)%

Kurang

(n)% Total

Pria17

47.22

% 4

22.22

% 31

50.00

% 52

Perempuan19

52.78

% 14

77.78

% 31

50.00

% 64

Total 36 18 62 116

Berdasarkan tabel 5.19, diketahui bahwa sikap baik terdapat paling banyak

pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 19 orang (52,78%), sikap di

kategori sedang terdapat juga paling banyak pada jenis kelamin perempuan yaitu

sebanyak 14 orang (77,78%), dan untuk sikap kurang, responden laki-laki dan

perempuan memiliki jumlah yang sama, yaitu 31 orang (50,00%) untuk masing-

masing kategori.

5.5.3. Perilaku Responden Berdasarkan Umur

Hasil crosstabulation perilaku berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel

5.20

Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden Mengenai Antibiotik

Berdasarkan Umur

Usia

Perilaku

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Kurang

(n)% Total

15-2410

27.78

% 7

38.89

% 24

40.68

% 41

25-347

19.44

% 2

11.11

% 17

28.81

% 26

35-44 9 25.00 3 16.67 10 16.95 22

46

Page 47: skripsi ikm

% % %

45-54 5

13.89

% 6

33.33

% 9

15.25

% 20

55-64 3 8.33% 0 0.00% 2 3.39% 5

≥65 2 5.56% 0 0.00% 0 0.00% 2

Total 36 18 62 116

Berdasarkan tabel 5.20, perilaku baik paling banyak adalah responden

yang termasuk dalam kelompok umur 15-24 tahun yaitu sebanyak 10 orang

(27,78%). perilaku sedang paling banyak juga adalah responden yang termasuk

dalam kelompok umur 15-24 tahun yaitu sebanyak 7 orang (38,89%). Serta di

sikap kurang, responden terbanyak juga termasuk dalam kelompok umur 15-24

tahun, yaitu sebanyak 24 orang (40,68%).

5.5.4. Perilaku Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Hasil crosstabulation perilaku berdasarkan tingkat pendidikan dapat

dilihat pada tabel 5.21

Tabel 5.21 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden Mengenai Antibiotik

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat

Pendidikan

Perilaku

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Kurang

(n)% Total

Dasar 513.89

%2

11.11

%20

32.26

%27

Menengah 1644.44

%10

55.56

%32

51.61

%58

Tinggi15

41.67

% 6

33.33

% 10

16.13

% 31

Total 36 18 62 116

47

Page 48: skripsi ikm

Berdasarkan tabel 5.21, perilaku baik paling banyak adalah responden

yang mempunyai tingkat pendidikan menengah yaitu sebanyak 16 orang (44,44%)

dan disusul di kelompok tingkat pendidikan tinggi sebanyak 15 orang (41,67%).

Perilaku sedang paling banyak juga adalah responden yang mempunyai tingkat

pendidikan menengah yaitu sebanyak 10 orang (55,56%). Serta di perilaku

kurang, responden terbanyak juga adalah di kelompok pendidikan menengah yaitu

sebanyak 32 orang (51,61%) dan disusul dengan kelompok pendidikan dasar

sebanyak 20 orang (32,36%).

5.5.5. Perilaku Responden Berdasarkan Status Ekonomi

Hasil crosstabulation perilaku responden berdasarkan status ekonomi

dapat dilihat pada tabel 5.22

Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden Mengenai Antibiotik

Berdasarkan Status Ekonomi

Status Ekonomi

Perilaku

Baik

(n)%

Sedang

(n)%

Kurang

(n)% Total

Rendah 1130.56

%5

26.32

%27 44.26% 43

Menengah 2569.44

%14

73.68

%34 55.74% 73

Total 36 19 61 116

Berdasarkan tabel 5.22, perilaku yang baik paling banyak adalah di

responden yang mempunyai status ekonomi menengah yaitu sebanyak 25 orang

(69,44%). Perilaku yang sedang paling banyak juga adalah responden yang

mempunyai status ekonomi menengah yaitu sebanyak 14 orang (73,68%).

Perilaku kurang memiliki jumlah responden terbanyak, dengan responden dengan

status ekonomi menengah terdiri atas 34 orang (55,74%) dan status ekonomi

rendah sebanyak 27 orang (44,26%).

48

Page 49: skripsi ikm

BAB VI

PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya diperoleh dari hasil

pengolahan data penelitian dari 116 jawaban responden berusia 15-70 tahun yang

memiliki data lengkap dan teregistrasi sebagai masyarakat kelurahan Tanjung

Merdeka.

Penelitian dilakukan dengan cara membagi-bagi kuisioner kepada warga

kelurahan Tanjung Merdeka, warga diberi penjelasan mengenai cara pengisian

kuisioner dan diberi kesempatan bertanya apabila ada hal yang tidak diketahui

mengenai isi kuisioner.

6.1. Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Penggunaan Antibiotik

Secara keseluruhan, tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Tanjung

Merdeka, Kecamatan Tamalate termasuk dalam kategori baik. Karena dari 116

jumlah keseluruhan responden, didapati 40,52% memiliki tingkat pengetahuan

baik, 37,07% memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan 22,41% memiliki tingkat

pengetahuan rendah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Pulungan (2010) di

Medan yang mendapati 77% responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi, 18%

responden memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan 5% responden memiliki

tingkat pengetahuan rendah(24). Selain itu, hasil yang sesuai juga ditemukan pada

penelitian yang dilakukan oleh You, et al. (2008) yang mendapati bahwa 70%

responden memiliki tingkat pengetahuan baik, 21% memiliki tingkat pengetahuan

sedang, dan 9% memiliki tingkat pengetahuan rendah. Namun, pada penelitian

yang dilakukan Oh, et al (2010) didapati 16,4% responden memiliki pengetahuan

baik, 54,7% responden memiliki pengetahuan sedang, dan 28,9% responden

memiliki tingkat pengetahuan rendah(25).

Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan seseorang, yaitu pendidikan, informasi yang didapat, sosial,

budaya, ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia. Perbedaan hasil penelitian

49

Page 50: skripsi ikm

ini mungkin disebabkan oleh karena adanya perbedaan tempat penelitian, jumlah

sampel dan perbedaan sosial budaya tempat penelitian(12).

6.2. Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa tingkat pengetahuan paling

banyak di kategori baik terdapat pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak

55,32% dibanding jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 44,68%, pengetahuan di

kategori sedang terdapat pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 60,47%

dibanding jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 39,53% , dan pengetahuan di

kategori rendah terdapat pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 14 orang

(53,85%) dibanding jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 46,15%. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eng,et al. (2003) yang mendapati

bahwa 65% perempuan memiliki tingkat pengetahuan baik dibanding 35% laki-

laki yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 62% perempuan memiliki tingkat

pengetahuan sedang dibanding 38% laki-laki yang memiliki tingkat pengetahuan

yang sama, dan 27% perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang rendah

dibanding 73% laki-laki yang memiliki tingkat pengetahuan yang sama(26).

Penelitian yang dilakukan oleh Barah (2010) di Syria, Gonzales et al

(2012) di Meksiko, Al Azzam et al (2007) di Yordania, Oh et al (2010) di Penang,

dan Djuang (2009) di Medan memiliki hasil bahwa tidak terdapat hubungan

antara jenis kelamin dan tingkat pengetahuan terhadap antibiotik (19, 25, 27-29). Hal ini

menunjukkan bahwa meskipun perempuan lebih sering melakukan pengobatan

sendiri dibanding laki-laki, hubungan jenis kelamin dengan pengetahuan tentang

antibiotik secara statistik tidak bermakna(30).

6.3. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Umur

Menurut Nursalam (2000), usia adalah umur individu yang terhitung mulai

saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (9). Tingkat pengetahuan berdasarkan umur dari responden didapati bahwa

responden dengan umur 15-24 tahun memiliki tingkat pengetahuan baik terbanyak

(32,61%), diikuti responden dengan rentang umur 25-34 tahun (21,74%) dan 35-

50

Page 51: skripsi ikm

44 tahun (21,74%), lalu responden dengan rentang umur 45-54 tahun (15,22%),

diikuti dengan rentang umur 55-64 tahun (4,35%) dan ≥65 tahun (4,35%).

Sedangkan, untuk tingkat pengetahuan rendah terbanyak juga terdapat pada kelas

responden yang berumur 15-24 tahun (42,31%), diikuti responden yang berumur

25-34 tahun (26,92%), dan responden yang berumur 45-54 tahun (19,23%) serta

35-44 tahun (7,69%).

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Arief (2013) di Medan yang mendapati bahwa responden dengan umur >45 tahun

memiliki tingkat pengetahuan baik terbanyak (34,1%), diikuti responden dengan

rentang umur 30-34 tahun (16,1%), dan responden dengan rentang umur 40-44

tahun (13,1%). Sedangkan, untuk tingkat pengetahuan rendah terbanyak juga

terdapat pada kelas responden yang berumur >45 tahun (33,3%), diikuti

responden yang berumur 35-39 tahun (19,1%), dan responden yang berumur 20-

24 tahun dan 40-44 tahun (14,3%)(31). Penelitian yang dilakukan pada populasi

masyarakat Korea Selatan oleh Kim et al (2011) mendapatkan hasil bahwa tidak

ada hubungan antara tingkat pengetahuan mengenai antibiotik dan umur

responden(32).

6.4. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Status Ekonomi

Berdasarkan status ekonomi, diketahui bahwa tingkat pengetahuan paling

banyak di kategori baik terdapat pada kelompok ekonomi menengah (65,96%).

Pengetahuan di kategori sedang juga terbanyak pada kelompok ekonomi

menengah (65,12%) serta pengetahuan di kategori rendah juga terdapat pada

ekonomi menengah (53,85%). Hal yang sama juga didapatkan Larassati (2012) di

Medan dimana tingkat pengetahuan baik paling banyak didapatkan pada status

ekonomi menengah (54,08%), tingkat pengetahuan sedang juga pada ekonomi

menengah (60,72%) dan tingkat pengetahuan kurang juga pada ekonomi

menengah (52%), namun tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.

Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Djuang (2010) di Kota Medan dan Barah

(2010) di Syria, keduanya mendapat hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara

kedua variable tersebut(19, 27, 33).

51

Page 52: skripsi ikm

6.5. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui bahwa tingkat pengetahuan

baik paling banyak pada responden dengan tingkat pendidikan menengah

(SMA/sederajat) yaitu sebesar 28 responden (59,57%), lalu disusul oleh

responden dengan tingkat pendidikan tinggi (perguruan tinggi/sederajat) yaitu

sebesar 15 responden (31,91%) dan responden dengan tingkat pendidikan rendah

(SD/SMP/sederajat) sebesar 4 responden (8,51%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Arief (2013)

berdasarkan tingkat pendidikan, responden yang dengan tingkat pendidikan

menengah memiliki tingkat pengetahuan baik paling banyak (49,8%), diikuti

responden dengan tingkat pendidikan tinggi (32,2%), dan tingkat pendidikan

rendah (18%). Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan rendah memiliki

tingkat pengetahuan rendah terbanyak (80,9%), diikuti tingkat pendidikan

menengah (14,3%), dan tingkat pendidikan tinggi (4,8%)(31). Pola pikir seseorang

akan sesuai dengan tingkat pendidikannya, karena pendidikan dapat berdampak

pada kemampuan seseorang untuk menerima informasi dan informasi ini dapat

berpengaruh pada pengetahuan yang dimilikinya(12). Menurut pendapat Friedman

(1998), semakin terdidiknya seseorang maka semakin baik pengetahuannya

tentang kesehatan dan sebaliknya(34).

6.6. Sikap Responden Terhadap Antibiotik

Dari penelitian, didapatkan hasil bahwa sikap yang dikategorikan sedang

memiliki presentase terbesar yaitu 51,72%, kategori baik sebesar 48,28% dan

tidak ada yang tergolong dalam kategori kurang.

Penelitian yang dilakukan oleh Oh et al (2010) di Rumah Sakit Pulau

Pinang mendapati pengetahuan yang baik tidak semestinya memberikan sikap

yang baik. Penelitian tersebut mendapati 71,1% mempunyai pengetahuan yang

benar tentang keperluan menghabiskan antibiotik apabila gejala sedang muncul

sedangkan hanya 59,8% setuju bahwa mereka akan meneruskan penggunaan

antibiotik setelah mereka mulai merasa membaik(25). Penelitian oleh Djuang

52

Page 53: skripsi ikm

(2010) di Kota Medan dan Barah (2010) di Syria, keduanya mendapat hasil bahwa

tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut(19, 27).

6.7. Sikap Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan hasil bahwa sikap baik paling

banyak terdapat pada jenis kelamin perempuan sebesar 57,14% disusul laki-laki

sebesar 42,86%. Untuk sikap sedang juga paling banyak pada responden

perempuan sebesar 53,33% dibanding laki-laki sebesar 46,67%. Hasil penelitian

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Larassati (2012) di Medan,

namun menurutnya, tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan sikap terhadap

penggunaan antibiotik(33). Hal yang sama juga didapatkan oleh Barah (2010) di

Syria dan Al Azzam et al (2007) di Yordania(27, 29). Secara keseluruhan tidak

terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan sikap responden terhadap

penggunaan antibiotik dan sampai sekarang tidak ada keterangan yang dapat

memberikan jawaban dengan tuntas mengenai hubungan kedua variabel ini.

6.8. Sikap responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan umur responden, didapatkan hasil bahwa sikap baik paling

banyak terdapat pada rentang umur 15-24 tahun (37,50%), dan paling rendah pada

rentang umur ≥65 tahun (3,57%). Hasil yang serupa juga didapatkan pada

penelitian yang dilakukan Kim et al (2011) di Korea Selatan dimana sikap baik

paling banyak pada usia 18-39 tahun (42,4%) dan paling rendah pada usia ≥60

tahun (34,7%)(32). Menurutnya, tidak ada hubungan antara kedua variable tersebut.

Namun, hasil yang berbeda didapatkan oleh Abasaeed et al (2009) di Abu Dhabi

dan Gonzales et al (2012) di Meksiko yang mengatakan terdapat hubungan antara

umur dengan penggunaan antibiotik secara bebas(15, 28). Perbedaan ini mungkin

terjadi akibat berbedanya karakteristik mayarakat tempat dilakukan penelitian.

6.9. Sikap Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sikap baik paling banyak terdapat pada kelompok pendidikan menengah

dan paling rendah pada kelompok pendidikan dasar. Demikian juga ditemukan hal

yang sama pada sikap kategori sedang. Hasil penelitian yang serupa ditemukan

53

Page 54: skripsi ikm

pada penelitian yang dilakukan oleh Kim et al (2011) yang mana mendapatkan

responden dengan tingkat pendidikan yang adekuat (high school dan college)

memiliki sikap baik terbanyak sebesar 78,2% dibandingkan dengan tingkat

pendidikan yang tidak adekuat (≤primary dan middle school) sebesar 46,2%(32).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Al Azzam et al (2007) di Yordania,

terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap responden terhadap

penggunaan antibiotik(29).

Hal ini mungkin berkaitan dengan pendapat Green (1980) yang

mengatakan bahwa yang paling mempengaruhi kesehatan seseorang adalah

perilaku dan faktor non perilaku(35). Perilaku sendiri terbentuk karena adanya

proses pendidikan sebelumnya yang melalui beberapa tahap hingga kemudian

terbentuk pola perilakunya. Hal itu menunjukkan bahwa pendidikan

mempengaruhi perilaku seseorang, dalam hal ini adalah perilaku tertutup/sikap

(covert behavior) termasuk dalam hal penggunaan antibiotik.

6.10. Sikap Responden Berdasarkan Status Ekonomi

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa sikap baik paling banyak terdapat

pada kelompok ekonomi menengah dan juga demikian pada sikap sedang.

Terdapat perbedaan yang signifikan antara status ekonomi menengah dan rendah

untuk sikap yang baik, yaitu sebesar 64,29% untuk ekonomi menengah dan

35,71% untuk ekonomi rendah. Pada sikap sedang juga demikian, yaitu 86,05%

untuk ekonomi menengah dan 53,49% untuk ekonomi rendah. Hal yang serupa

didapatkan juga pada penelitian yang dilakukan oleh Barah (2010) di Syria, dan

Larassati (2012) di Medan(27, 33). Menurut Supardi (2005) orang yang mempunyai

penghasilan tinggi lebih banyak belanja obat dan menggunakan obat, sehingga

kemungkinan untuk menggunakan obat yang sesuai dengan aturan lebih besar(30).

6.11. Perilaku Responden Terhadap Antibiotik

Dari penelitian, didapatkan hasil bahwa sikap yang dikategorikan kurang

memiliki presentase terbesar yaitu 52,59%, kategori baik sebesar 31,03% dan

kategori sedang 16,38%. Hasil yang serupa juga didapatkan oleh Fatmawati

(2014) di Surakarta, dimana didapatkan hasil perilaku baik sebesar 33%

54

Page 55: skripsi ikm

responden dan perilaku kurang sebesar 67%(36). Perilaku dalam bentuk

pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi dan lingkungan, sedangkan perilaku

dalam bentuk sikap berupa tanggapan perasaan terhadap keadaan luar diri

seseorang sehingga akan mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat

lingkungan tersebut yang mempengaruhi pembentukan perilaku manusia. Perilaku

dalam bentuk tindakan berupa perbuatan terhadap situasi dan lingkungan(8)

6.12. Perilaku Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan hasil bahwa perilaku baik paling

banyak pada jenis kelamin perempuan (52,78%), namun tidak terdapat perbedaan

yang signifikan dengan jenis kelamin laki-laki (47,22%). Perilaku sedang paling

banyak pada perempuan (77,78%) disbanding laki-laki (22,22%). Untuk perilaku

kurang, kategori perempuan dan laki-laki memiliki jumlah yang sama (50,00%).

Hal yang sama juga ditemukan oleh penelitian oleh Abasaeed (2009) di Arab

Saudi(15). Dan menurut penelitian yang dilakukan di Mesir oleh Elmasry et al

(2013), mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin

responden terhadap perilaku penggunaan antibiotik(37).

6.13. Perilaku Responden Berdasarkan Umur

Dari usia, perilaku baik paling banyak pada usia 15-24 tahun, dan paling

sedikit pada umur ≥65 tahun. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Elmasry et al (2013) di Mesir yang mendapatkan

hasil bahwa usia tua (>60) tahun memiliki perilaku yang baik terhadap

penggunaan antibiotik dibandingkan dengan usia dewasa muda (18-40 tahun) dan

dewasa mapan (40-60 tahun)(37). Pada orang tua, cenderung memeriksakan diri

terlebih dahulu ke dokter dan lebih menaati peraturan pengobatan yang diberikan

oleh dokter karena fakta bahwa orang tua lebih memerhatikan kesehatannya, dan

lebih sering memeriksakan kesehatannya ke dokter dibanding orang muda(37).

Namun perbedaan hasil ini kemungkinan dikarenakan perbedaan jumlah sampel

penelitian, tempat penelitan dan sosial budaya tempat penelitian.

55

Page 56: skripsi ikm

6.14. Perilaku Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, perilaku baik terdapat paling banyak pada

kelompok koresponden dengan tingkat pendidikan menengah dan disusul oleh

tingkat pendidikan tinggi. Sedangkan untuk perilaku kurang, terdapat juga paling

banyak pada kelompok tingkat pendidikan menengah dan diikuti oleh kelompok

pendidikan dasar. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam

perilaku seseorang terhadap penggunaan antibiotik.

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu

dengan mengetahui situasi dan lingkungan, sedangkan perilaku dalam bentuk

sikap berupa tanggapan perasaan terhadap keadaan luar diri seseorang sehingga

akan mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat lingkungan tersebut yang

mempengaruhi pembentukan perilaku manusia. Perilaku dalam bentuk tindakan

berupa perbuatan terhadap situasi dan lingkungan(8). Menurut Green (1980),

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku salah satunya adalah pengetahuan

terhadap hal-hal yang berkaitan dan dari tingkat pendidikan(35).

Namun menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Oh et al (2010) di

Malaysia, mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan

dengan perilaku responden dalam penggunaan antibiotik. Hal ini menunjukkan

bahwa masyarakat umum mungkin belum terlalu mengerti alasan dan pentingnya

untuk menyelesaikan pengobatan antibiotik hingga selesai(25).

6.15. Perilaku Responden Berdasarkan Status Ekonomi

Dari status ekonomi, perilaku baik paling banyak terdapat pada kelompok

ekonomi menengah (69,44%), dibanding dengan kelompok status ekonomi rendah

(30,56%). Pada perilaku kurang, paling banyak juga pada kelompok ekonomi

menengah (55,74%) dibanding kelompok ekonomi rendah (44,26%). Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Awad (2005) di Sudan yang

mendapatkan hasil perilaku baik paling banyak di ekonomi menengah (64,3%)

dibanding dengan tingkat ekonomi kurang (35,7%)(38). Hasil penelitian ini tidak

sesuai dengan hasil penelitian oleh Larassati (2012) di Medan, yang mendapatkan

bahwa responden dengan status ekonomi menengah lebih cenderung membeli

56

Page 57: skripsi ikm

antibiotik sendiri tanpa memeriksakan diri terlebih dahulu dan tidak mengikuti

aturan dokter (52%) dibanding dengan status ekonomi rendah (47%)(33). Namun,

penelitian yang dilakukan oleh Djuang (2009) di Medan mendapatkan hasil bahwa

tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan perilaku terhadap penggunaan

antibiotik(19).

57

Page 58: skripsi ikm

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan

perilaku warga masyarakat kelurahan Tanjung Merdeka mengenai antibiotik,

jumlah responden yang didapatkan sebanyak 116 orang. Hasil yang diperoleh

berupa :

1. Tingkat pendidikan responden dengan jumlah responden 116 orang

terbanyak pada tingkat pendidikan menengah (SMA/Sederajat) yaitu 152

orang (50,00%).

2. Jenis kelamin responden dengan jumlah responden 116 orang adalah 52

orang laki laki (44,83%) dan 64 orang perempuan (55,17%).

3. Umur responden dengan jumlah responden 116 orang terbanyak berada

pada golongan 15-24 tahun yaitu 41 orang (35,34%).

4. Status ekonomi responden dengan jumlah responden 116 orang terbanyak

berada pada golongan menengah yaitu 73 orang (62,93%).

5. Tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Tanjung Merdeka, Kecamatan

Tamalate, Kotamadya Makassar terhadap antibiotik adalah baik yaitu

sebanyak 47 orang (40,52%).

6. Sikap masyarakat Kelurahan Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalate,

Kotamadya Makassar terhadap antibiotik adalah sedang yaitu sebanyak 60

orang (51,72%).

7. Perilaku masyarakat Kelurahan Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalate,

Kotamadya Makassar terhadap antibiotik adalah kurang yaitu sebanyak 61

orang (52,59%).

58

Page 59: skripsi ikm

8. Tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan, responden yang

memiliki tingkat pengetahuan baik mayoritas memiliki tingkat pendidikan

menengah (59,57%).

9. Sikap berdasarkan tingkat pendidikan, responden yang memiliki sikap

baik mayoritas memiliki tingkat pendidikan menengah (52,73%).

10. Perilaku berdasarkan tingkat pendidikan, responden yang memiliki

perilaku baik mayoritas memiliki tingkat pendidikan menengah (44,44%).

11. Tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin, responden yang memiliki

tingkat pengetahuan baik mayoritas berjenis kelamin perempuan

(55,32%).

12. Sikap berdasarkan jenis kelamin, responden yang memiliki sikap baik

mayoritas berjenis kelamin perempuan (57,14%).

13. Perilaku berdasarkan jenis kelamin, responden yang memiliki perilaku

baik mayoritas berjenis kelamin perempuan (52,78%).

14. Tingkat pendidikan berdasarkan umur, responden yang memiliki tingkat

pengetahuan baik mayoritas berada pada usia 15-24 tahun 32,61%.

15. Sikap berdasarkan umur, responden yang memiliki sikap baik mayoritas

berada pada kelompok umur 15-24 tahun (37,50%).

16. Perilaku berdasarkan umur, responden yang memiliki perilaku baik

mayoritas berada pada kelompok umur 15-24 tahun (27,78%).

17. Tingkat pendidikan berdasarkan status ekonomi, responden yang memiliki

tingkat pengetahuan baik mayoritas berada pada ekonomi menengah

(65,96%).

18. Sikap berdasarkan status ekonomi, responden yang memiliki sikap baik

mayoritas berada pada ekonomi menengah (64,29%).

19. Perilaku berdasarkan status ekonomi, responden yang memiliki perilaku

baik mayoritas berada pada ekonomi menengah (69,44%).

B. Saran

1. Kepada Puskesmas dan penyedia jasa kesehatan untuk memberikan

pendidikan ataupun penyuluhan terhadap masyarakat di Kelurahan

59

Page 60: skripsi ikm

Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalate, Kotamadya Makassar mengenai

penggunaan antibiotik yang baik dan benar.

2. Untuk masayarakat, agar lebih meningkatkan pengetahuan terhadap

penggunaan antibiotik yang baik dan mengimplementasikannya menjadi

sikap yang benar terhadap penggunaan antibiotik di kehidupan sehari-hari.

3. Perlu diadakannya penelitian lanjutan untuk melihat korelasi antara

pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap antibiotik di Kelurahan Tanjung

Merdeka, Kecamatan Tamalate, Kotamadya Makassar.

60

Page 61: skripsi ikm

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. WHO Global Strategy for Containment of Antimicrobial Resistance2001 25 August 2015.

2. Refdanita, R M, A N, P E. Faktor yang Mempengaruhi Ketidaksesuaian Penggunaan antibiotika dengan Uji Kepekaan di Ruang Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002 Makara, Kesehatan. 2004;8(1):21-6.

3. Dorland WA. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.

4. Setiabudy R, Ganiswara V. Pengantar Antimikroba. 1995. In: Farnakologi dan Terapi [Internet]. Jakarta: Universitas Indonesia. 4.

5. Dinkes_Jateng. Undang-Undang Obat Keras, St No 419 tgl 22 Desember 19492007 25 August 2015.

6. Lim KK, Teh CC. A Cross Sectional Study of Public Knowledge and Attitude towards Antibiotics in Putrajaya, Malaysia. Southern Med Review. 2012;5(2):26-33.

7. Widayati A, Suryawati S, Crispigny CFCD, Hiller JE. Knowledge and beliefs about antibiotics among people in Yogyakarta City Indonesia: a cross sectional population-based survey Antimicrobial Resistance and Infection Control. 2012:1-7.

8. Notoadmojo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2003.

9. Nursalam, Pariani S. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto; 2000.

10. Efendi N. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 1998.

11. Newcomb TM, Jr. WWC. Social Psychology. New York: The Dryden Press; 1950.

12. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. 2007. In: Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni [Internet]. Jakarta: Rineka Cipta; [143-9].

13. Chaplin JP. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2002.

14. Frida A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Hospital Cinere2009 23 August 2015.

15. Abasaeed A, Vlcek J, Abuelkhair M, Kubena A. Self-medication with antibiotics by the community of Abu Dhabi Emirate, United Arab Emirates. Journal of Infection in Developmental Countries. 2009;3(7):491-7.

61

Page 62: skripsi ikm

16. Dikbud. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003.

17. Setiabudy R. Antimikroba. 2008. In: Farmakologi dan Terapi [Internet]. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 5.

18. WHO. FAQs (Frequently Asked Questions) on Antimicrobial Resistance2011.

19. Djuang MH. Hubungan Antara Karakteristik Masyarakat dengan Penggunaan Antibiotik yang Diperoleh Secara Bebas di Kota Medan2009.

20. Pechere JC. Patients' Interviews And Misuse of Antibiotics. Clinical Infectious Disease. 2001;33(Suppl 3):170-3.

21. Depkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik2011.

22. Jawetz, Melnick, Adelberg. Medical Microbiology. US: McGraw-Hill Medical; 2007.

23. Depkes. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1963 Tentang Farmasi1963.

24. Sahara P. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik Dan Penggunaannya Di Kalangan Mahasiswa non Medis Universitas Sumatera Utara. 2010.

25. Oh AL, Hassali MA, Al-Haddad MS, Sulaiman SAS, Shafie AA, Awaisu A. Public knowledge and attitudes towards antibiotic usage: a cross-sectional study among the general public in the state of Penang, Malaysia. JIDC. 2010;5(5):338-47.

26. Eng JV, Marcus R, Hadler JL, Imhoff B, Vugia DJ, Cieslak PR, et al. Consumer Attitudes And Use Of Antibiotics. EID. 2003;9:1128-35.

27. Barah F, Goncalves V. Antibiotic use and knowledge in the community in Kalamoon, Syrian Arab Republic: a cross-sectional study. EMHJ. 2010;16(5):516-21.

28. Gonzales R, López-Caudana AE, González-Flores T, Jayanthan J, Corbett KK, Reyes-Morales H. Antibiotic Knowledge and Self-Care for Acute Respiratory Tract Infections in Mexico. Salud Publica de Mexico. salud pública de méxico 2012;54(2):152-7.

29. Al-Azzam SI, Al-Husein BA, Alzoubi F. Sel Medication With Antibiotics In Jordanian Population. IJOMEH. 2007;20(4):373-80.

30. Supardi S, Notosiswoyo M. Pengbatan Sendiri Sakit Kepala, Demam, Batuk dan Pilek Pada Masyarakat Desa Ciwalen, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. DEPKES RI. 2005;2(3):134-44.

31. Pratama MA. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Penggunaan Antibiotik Di Kelurahahan Suka Maju, Kecamatan Medan Johor, Kotamadya Medan. 2013.

32. Kim SS, Moon S, Kim EJ. Public Knowledge and Attitudes Regarding Antibiotic Use in South Korea. JKAN. 2011;41(6):742-9.

33. Larassati H. Karakteristik Masyarakat dan Penggunaan Antibiotik Secara Bebas Di Kecamatan Medan Timur Kota Medan. 2012.

34. Friedman MM. Keperawatan Keluarga (Teori dan Praktek). Jakarta: EGC; 1998.

62

Page 63: skripsi ikm

35. Green LW, Keuter MW, Deeds SG, Partridge KB. Health Education Planning, A Diagnostic Approach1980:[14-5 pp.].

36. Fatmawati I. Tinjauan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penggunaan Antibiotik Pada Mahasiswa Kesehatan dan Non Kesehatan Di Universitas Muhammadiyah Surakarta. UMS. 2014:1-12.

37. Elmasry AAG, Bakr ASM, Kolkailah DAAA, Khaskiab MAI, Mohammedb MEE, Riad OHMA, et al. Pattern of antibiotic abuse – a population based study in Cairo. EJCDT. 2013;62:189-95.

38. Awad A, Eltayeb I, Matowe L, Thalib L. Self-medication with Antibiotics and Antimalarials in the community of Khartoum State, Sudan. JPPS. 2005;8(2):326-31.

63