SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …
Transcript of SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …
SKRIPSI
HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA
DI DESA GUYUNG KECAMATAN GERIH
KABUPATEN NGAWI
Oleh :
NURUL LATIFATUL AZIZ
NIM : 201503082
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA
DI DESA GUYUNG KECAMATAN GERIH
KABUPATEN NGAWI
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
NURUL LATIFATUL AZIZ
NIM : 201503082
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
iii
iv
v
PERSEMBAHAN
Puji Syukur Alhamdulillah atas nikmat dan shalawat pada Nabi Muhammad
SAW. Teriring do’a dan dzikir penuh Khauf dan Roja’ kepada Allah SWT,
sebagai penuntut ilmu atas seruan-Nya dan atas segala Ridho-Nya yang telah
memberiku kekuatan dan senantiasa mengiringi dalam setiap langkahku. skripsi
ini saya persembahkan untuk :
1. Ayahanda tercinta dan Ibunda tersayang yang telah menorehkan segala kasih
sayangnya dengan penuh rasa ketulusan yang tidak kenal lelah dan batas
waktu, yang selalu mendukungku, memberiku motivasi dalam segala hal serta
memberikan kasih sayang yang teramat besar, juga selalu mengerti semua
keluh kesahku.
2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes, yang saya sayangi selaku dosen
pembimbing yang selama delapan semester memberikan ilmu di bidang
kesehatan lingkungan.
3. Ibu Riska Ratnawati, S.KM., M.Kes, yang saya sayangi selaku dosen
pembimbing yang senantiasa dengan sabar membimbing saya mengerjakan
skripsi ini sampai selesai.
4. Segenap dosen yang telah mengajarkan saya selama delapan semester di
Kesehatan Masyarakat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima
kasih atas ilmu yang telah diberikan.
5. Teman-temanku yang sama-sama berjuang, memberi semangat dalam
terselesaikannya skripsi ini.
6. Semua pihak yang sudah membantu terselesaikannya skripsi ini dan tidak
bisa saya sebutkan satu persatu.
7. Almamaterku tercinta STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nurul Latifatul Aziz
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Ngawi, 2 Desember 1996
Agama : Islam
Alamat : Dsn.Centong,Ds/Kel.GerihRt/Rw.
10/02.Kecamatan Gerih. Kab. Ngawi
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. TK Darma Wanita Gerih 5 (2002)
2. SDN Gerih 5 (2003-2009)
3. SMP Negeri 1 Gerih (2009-2012)
4. SMK Kesehatan BIM Ngawi (2012-2015)
5. STIKES BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN jurusan S1 Kesehatan Masyarakat
dengan Peminatan Kesehatan Lingkungan
(2015-2019)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA
Pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi”.Skripsi ini
disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan tugas akhir Program
Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam rangka kegiatan
penyusunan skripsi ini tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan banyak bimbingan,
arahan, dan motivasi kepada penulis. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Riska Ratnawati, S.KM.,M.Kes, selaku pembimbing I yang telah
meluangkan banyak waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan
dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan selaku
pembimbing II yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat dan selaku dewan penguji yang telah bersedia meluangkan waktu
dan pikirannya untuk menguji skripsi yang telah dibuat oleh penulis.
4. dr. Oong Murdiantoro, M.M.Kes selaku kepala Puskesmas Widodaren
Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi yang telah memberikan Izin Penelitian
dan memberikan Data yang diperlukan penulis.
5. Bapak Maryana, Amd.KL, selaku pembimbing lahan yang telah meluangkan
banyak waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam
penyelesaian skripsi ini.
ix
6. Keluarga tercinta yang telah memberikan do’a, nasehat-nasehat dan semangat
yang tiada hentinya.
7. Sahabat-sahabat dan teman-teman Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
angkatan 2015 atas kerja sama dan motivasinya yang selalu menyemangati
disaat semangat penulis mulai goyah dan selalu menemani disaat suka dan
duka.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan
dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Akhirnya penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua.
Madiun, 31 Agustus 2019
Nurul Latifatul Aziz
NIM. 201503082
x
Program Studi Kesehatan Masyarakat
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
2019
ABSTRAK
Nurul Latifatul Aziz
HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI DESA GUYUNG KECAMATAN
GERIH KABUPATEN NGAWI
116 halaman + 24 tabel + 5 gambar + 12 lampiran
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang angka kejadiannya cukup tinggi di dunia. Di Puskesmas
Widodaren kasus ISPA tertinggi ada di Desa Guyung, dengan jumlah penderita
sebanyak 141 balita. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan hubungan
lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Desa
Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.
Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan case control.
Populasi adalah seluruh balita yang berada di Desa Guyung sebanyak 320 balita.
Besar sampel adalah 52 orang dengan pembagian 1:1, yaitu sampel kasus 26
orang dan sampel kontrol 26 orang.
Variable bebas yang berhubungan dengan penyakit ISPA yaitu luas ventilasi
(p-value=0,012; OR=5,127; CI95%=1,568-16,765), kepadatan hunian (p-
value=0,026; OR=4,250; CI95%=1,332-13,562), dan kepemilikan lubang asap (p-
value=0,041; OR=4,200; CI95%=1,213-14,541). Variable bebas yang tidak
berhubungan dengan dengan penyakit ISPA yaitu jenis lantai (p-value=0,781;
OR=1,364; CI95%=0,457-4,071), dan jenis dinding (p-value=0,742; OR=1,547;
CI95%=0,420-5,704).
Diharapkan masyarakat yang mempunyai balita dapat memperbaiki kondisi
lingkungan fisik rumah, membuka ventilasi rumah agar ada pergantian udara,
menyapu lantai setiap hari agar terhindar dari debu dan memisahkan kamar balita
dengan orang tua agar tidak tertular penyakit ISPA .
Kata Kunci : ISPA, balita, lingkungan fisik rumah
Kepustakaan : 33 (2000 - 2018).
xi
Public Health Study Program
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
2019
ABSTRACT
Nurul Latifatul Aziz
THE CORRELATION OF HOUSE’S PHYSICAL ENVIRONMENT AND
ISPA DISEASE SUFFERED BY TOODLERS IN GUYUNG VILLAGE,
GERIH DISTRICT, NGAWI REGENCY
116 pages + 24 tables + 5 images + 12 attachments
Acute respiratory infections or ISPA is one of the health problems with a
high incidence in the world. In Widodaren Puskesmas, the high case of ISPA is in
Guyung village with 141 patients under five years old. The purpose of this study is
to prove the correlation between house’s physical environment and ISPA disease
suffered by toddlers in Guyung village, Gerih district, Ngawi regency.
The type of this research is analytic survey using case control approach.
The population is all toddlers in Guyung village that is 320 toddlers. The sample
size is 52 people with a division of 1:1, namely 26 people for the case sample and
26 people for the control sample.
Independent variables related to ISPA are ventilation area (p-value=0,012;
OR=5,127; CI95%=1,568-16,765), occupancy density (p-value=0,026;
OR=4,250; CI95%=1,332-13,562), and smoke hole ownership (p-value=0,041;
OR=4,200; CI95%=1,213-14,541). Independent variables not related to ISPA are
floor type (p-value = 0.781; OR = 1.364; CI95% = 0.457-4.071), and wall type
(p-value = 0.742; OR = 1.547; CI95% = 0.420- 5,704).
It is expected that society who have toddlers can improve the physical
condition of the house, open ventilation in order to get the air change, sweep the
floor every day to avoid dust and separate the toddler’s room from parents so that
the toddlers will not be infected by ISPA.
Keywords : ISPA, toddlers, house’s physical environment
Literature : 33 (2000-2018)
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN .............................................................................................. i
SAMPUL DALAM ............................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
ABSTRAK ......................................................................................................... x
ABSTRACT .......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 6
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
1.5 Keaslian Penelitian ...................................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) ..................................... 10
2.1.1 Pengertian ISPA .............................................................. 10
2.1.2 Penyebab terjadinya ISPA ............................................... 10
2.1.3 Klasifikasi ISPA .............................................................. 11
2.1.4 Epidemiologi ISPA .......................................................... 12
2.1.5 Tanda dan gejala ISPA .................................................... 14
2.1.6 Cara Penularan ................................................................ 14
2.1.7 Pencegahan ISPA ............................................................ 15
2.1.8 Pengobatan ISPA ............................................................. 15
2.2 Faktor Resiko ISPA ................................................................... 17
2.2.1 Faktor Host ...................................................................... 17
2.2.2 Faktor Agent ................................................................... 18
2.3 Konsep Rumah Sehat ................................................................. 19
2.3.1 Pegertian Rumah Sehat .................................................... 19
2.3.2 Komponen Fisik Rumah Sehat ....................................... 22
2.4 Kerangka Teori ............................................................................ 27
xiii
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual .................................................................. 28
3.2 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 29
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ......................................................................... 30
4.2 Populasi dan Sampel .................................................................... 31
4.2.1 Populasi ........................................................................... 31
4.2.2 Sampel ............................................................................. 32
4.2.3 Besar Sampel ................................................................... 34
4.3 Teknik Pengambilan Sampling .................................................... 35
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 36
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............... 37
4.5.1 Identifikasi Variabel ........................................................ 37
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ......................................... 37
4.6 Instrumen Penelitian .................................................................... 40
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 41
4.8 Jenis Data ..................................................................................... 41
4.9 Analisa Data ................................................................................ 42
4.10 Analisis Univariat ........................................................................ 43
4.11 Analisis Bivariat .......................................................................... 44
4.12 Etika Penelitian ............................................................................ 46
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................... 48
5.2 Keadaan Demografi ..................................................................... 49
5.3 Karakteristik Responden ............................................................ 50
5.4 Hasil Penelitian ........................................................................... 52
5.4.1 Hasil Analisis Univariat ................................................... 52
5.4.2 Hasil Analisis Bivariat ..................................................... 55
5.5 Pembahasan ................................................................................ 60
5.6 Keterbatasan Penelitian ............................................................... 69
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 70
6.2 Saran ............................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 73
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 76
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................. 7
Tabel 4.1 Nilai P1 dan P2 Beberapa Faktor Kejadian ISPA Balita ....... 35
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel ................................................ 38
Tabel 4.3 Waktu Penelitian ................................................................... 41
Tabel 4.4 Coding ................................................................................... 43
Tabel 4.5 Analisis Bivariat ..................................................................... 45
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan .................... 49
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ....................... 49
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Umur Balita .......................................... 50
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita ............................. 50
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita .................................. 51
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Asi Eksklusif ......................................... 51
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Imunisasi Lengkap ................................ 51
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA ...................................... 52
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi ....................................... 52
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian ................................ 53
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Jenis Lantai ........................................... 53
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jenis Dinding ........................................ 54
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Kepemilikan Lubang Asap ................... 54
Tabel 5.14 Analisis Luas Ventilasi dengan Kejadian ISPA ..................... 55
Tabel 5.15 Analisis Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA .............. 56
Tabel 5.16 Analisis Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA ......................... 57
Tabel 5.17 Analisis Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA ...................... 58
Tabel 5.18 Analisis Kepemilikan Lubang Asap dengan Kejadian
ISPA ....................................................................................... 59
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ................................................. 27
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ........................................................ 28
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Case Control .................................. 30
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ................................................. 36
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kecamatan Gerih ......................................... 48
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Pengambilan Data Awal ........................................... 76
Lampiran 2 Surat Permohonan Menjadi Responden .................................. 77
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ................................. 78
Lampiran 4 Lembar Pengukuran Observasi Kondisi Fisik Rumah ............. 79
Lampiran 5 Kartu Bimbingan ...................................................................... 81
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol Ngawi .......................... 82
Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai penelitian ......................................... 83
Lampiran 8 Output Data .............................................................................. 84
Lampiran 9 Output Karakteristik Responden .............................................. 86
Lampiran 10 Output Uji Chi-Square ............................................................. 88
Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian ............................................................ 96
Lampiran 12 Lembar Persetujuan Perbaikan Skripsi ..................................... 98
xvii
DAFTAR SINGKATAN
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Atas
ISPaA : Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut
ISPbA : Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut
DEPKES : Departemen Kesehatan
KEMENKES : Kementrian Kesehatan
WHO : World Health Organization
PHBS : Perilaku Hidup Bersih Sehat
OMA : Otitis Media Akut
MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit
Balita : Bawah Lima Tahun
OR : Odd Rasio
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang angka kejadiannya cukup tinggi di dunia. Hal ini
disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena
ISPA khususnya pneumonia. Kurangnya perhatian terhadap penyakit ini
menyebabkan pneumonia menjadi pembunuh utama khususnya pada anak
di bawah usia lima tahun (balita) (Kemenkes RI, 2012).
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut
para ahli daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa yang
disebabkan karena system pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila
dalam satu rumah anggota keluarga terkena penyakit menular seperti batuk
pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah,
proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA
mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi
menyebabkan kecacatan seperti Otitis Media Akut (OMA) dan mastoiditis.
Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal seperti pneumonia (Anonim,
2010: 111). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA
pada balita , antara lain phbs ibu yang buruk dan lingkungan fisik rumah
yang kurang baik. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kejadian
penyakit ISPA pada balita adalah kondisi fisik rumah, kepadatan
2
penghuni, dan pencemaran udara dalam rumah (Iswarini dan Wahyu,
2006).
Menurut WHO (2016) kasus ISPA di seluruh dunia sebanyak 18,8
miliar dan kematian sebanyak 4 juta orang per tahun. Tingkat mortalitas
penyakit ISPA sangat tinggi pada balita, anak-anak, dan orang lanjut usia
terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah. Kasus ISPA di Indonesia pada tahun 2015 menempati urutan
pertama sebanyak 25.000 jiwa se-Asia Tenggara pada tahun 2015 (WHO,
2016).
Program Pemberantasan ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu Pneumonia dan bukan Pneumonia. Pneumona di bagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu Pneumonia Berat dan Pneumonia tidak
berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit
jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan Pneumonia.
Upaya dalam rangka pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan
akut lebih difokuskan pada penemuan dini dan tatalaksana kasus yang
cepat dan tepat terhadap penderita ISPA balita yang ditemukan. Jumlah
balita penderita ISPA di Indonesia yang dilaporkan pada tahun 2016 yaitu
12.087 Balita atau 27,3% dari jumlah perkiraan kasus ISPA pada balita.
Cakupan penemuan penderita ISPA tetap rendah, hal ini dikarenakan
kurangnya tenaga terlatih MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit),
keterbatasan pembiayaan, ISPA merupakan pandemik yang dilupakan/
tidak di prioritas sedangkan ISPA merupakan masalah multisektoral.
3
Gejala ISPA sukar dikenali oleh orang awam maupun tenaga kesehatan
yang terlatih (Kemenkes RI, 2016).
Prevalensi menurut diagnosis dokter, penderita ISPA yang tercantum
di dalam hasil Riskesdas 2018 sebesar 6%, dan dari data yang sama
menunjukan bahwa penderita ISPA yang diagnosis dokter dan
menunjukkan gejala sebesar 10% dari penderita ISPA yang melakukan
pemeriksaan secara rutin (Riskesdas, 2018).
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi menunjukkan jumlah kasus
ISPA pada balita tahun 2018 sebanyak 3.694. ISPA di Kabupaten Ngawi
menjadi tren penyakit setiap tahunnya. Puskesmas yang ada di wilayah
Ngawi salah satunya adalah Puskesmas Widodaren. Dari 24 Puskesmas
yang ada di Kabupaten Ngawi, Puskesmas Widodaren dipilih karena
penyakit ISPA selalu masuk 10 besar angka kesakitan selama 2 tahun
berturut-turut (Dinkes Ngawi, 2018). Puskesmas Widodaren membawahi 5
desa, dari 5 desa tersebut kasus ISPA tertinggi ada di Desa Guyung,
dengan jumlah penderita ISPA sebanyak 141 balita (Puskesmas
widodaren, 2018).
Kabupaten Ngawi adalah salah satu Kabupaten di Jawa Timur dengan
jumlah penderita ISPA yang ditemukan dan di tangani pada tahun 2016
sebesar 12.087 kasus, dan turun di tahun 2017 sebesar 6.560 kasus (Profil
Kesehatan Kab. Ngawi 2017).
Kecamatan Gerih khususnya wilayah kerja UPT Puskesmas
Widodaren merupakan daerah dengan penderita ISPA balita yang naik
4
dalam dua tahun terkahir, pada tahun 2017 terdapat 458 kasus dari 837
jumlah balita keseluruhan, di tahun 2018 dengan 670 kasus dari 950
jumlah balita keseluruhan, (Bidang P2P Puskesmas Widodaren, 2018).
Pada tahun 2018 jumlah penderita ISPA mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya sebesar 212 kasus. Puskesmas widodaren membawahi 5 desa,
dari 5 desa tersebut kasus ISPA balita tertinggi ada di desa guyung, dengan
jumlah penderita ISPA sebanyak 141 balita (Profil Puskesmas Widodaren,
2018).
Secara umum ada 3 faktor terjadinya ISPA yaitu, faktor lingkungan,
faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi
pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan
hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan
lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Sedangkan faktor
perilaku yang dapat menimbulkan risiko terjadinya ISPA adalah
penggunaan bahan bakar, dan perilaku merokok. Praktek penanganan
ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga
lainnya sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit
ISPA pada bayi dan balita (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor yang
berhubungan dengan kejadian ISPA. Lingkungan fisik rumah yang tidak
memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi faktor resiko penularan
penyakit berbasis lingkungan. Berdampak pada kesehatan balita yang
rentan terhadap penyakit. Di wilayah pedesaan juga dapat mempengaruhi
5
terjadinya ISPA. Hal ini di sebabkan di desa masih sebagian rumah
berlantai tanah, ventilasi kurang memadai, berdinding dari kayu,
kurangnya lubang asap dapur. Selain itu, keberadaan penggunan obat
nyamuk bakar dalam rumah akan menghasilkan asap atau bau yang
mengganggu pernapasan sehingga diduga dapat menjadi faktor resiko
timbulnya penyakit ISPA pada balita.
Berdasarkan permasalahan diatas perlu memperhatikan lingkungan
fisik rumah seperti luas ventilasi rumah, jenis lantai, jenis dinding,
kepadatan hunian kamar, kepemilikan lubang asap dapur, serta
mengurangi penggunaan obat nyamuk bakar dalam rumah.
Melihat masalah di atas dan mengingat pentingnya menjaga keehatan
kondisi lingkungan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
“Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA
Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah ada Hubungan Lingkungan
Fisik Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Guyung
Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi“?
6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA
Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi luas ventilasi, kepadatan hunian kamar, kepemilikan
lubang asap, jenis lantai, jenis dinding di Desa Guyung Kecamatan
Gerih
2. Menganalisis hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan
kejadian ISPA di Desa Guyung Kecamatan Gerih
3. Menganalisis hubungan antara kepemilikan lubang asap dengan
kejadian ISPA di Desa Guyung Kecamatan Gerih
4. Menganalisis hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA di
Desa Guyung Kecamatan Gerih
5. Menganalisis hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA di
Desa Guyung Kecamatan Gerih.
6. Menganalisis hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA
di Desa Guyung Kecamatan Gerih.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dan informasi
tambahan tentang Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian
7
ISPA Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih. Mempererat
hubungan kerjasama antara institusi kesehatan dan STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun dan puskesmas Widodaren Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi.
1.4.2 Bagi Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
Sebagai referensi dan penerapan ilmu selama proses belajar mengajar
di bangku kuliah serta dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
kesehatan lingkungan tentang Hubungan Lingkungan Fisik Rumah
Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih
Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.
1.4.3 Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk
memperluas wawasan tentang Hubungan Lingkungan Fisik Rumah
Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi.
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Perbedaan
Peneliti Terdahulu Peneliti Sekarang
1 Nama
peneliti
Nur Huda, 2015 Patmawati
Dongky Dan
Kadrianti,2015
Gita Nurina
Ramadhaniyanti
, 2013
Nurul Latifatul
Aziz, 2019
2 Judul Hubungan
Antara Kondisi
Lingkungan
Rumah Dan
Perilaku
Merokok
Anggota
Keluarga
Faktor risiko
lingkungn fisik
rumah dengan
kejadian ispa
balita di
kelurahan
polewali mandar
Faktor-Faktor
Risiko
Lingkungan
Rumah Dan
Perilaku Yang
Berhubungan
Dengan
Kejadian
Hubungan
Lingkungan Fisik
Rumah Dengan
Kejadian ISPA
Pada Balita di
desa Guyung
Kecamatan Gerih
Kabupaten
8
No Perbedaan
Peneliti Terdahulu Peneliti Sekarang
Dengan
Kejadian ISPA
Pada Balita Di
Kelurahan
Wonolopo
Infeksi Saluran
Pernafasan Akut
(ISPA) Pada
Balita Di
Kelurahan
Kuningan
Kecamatan
Semarang Utara
Ngawi.
3 Metode Survey analitik
dengan
rancangan cross
sectional study
Survey analitik
dengan
rancangan cross
sectional study
Penelitian
Eksplanatori
(Explanatory
Research)
dengan
rancangan
penelitian Cross
Sectional
Menggunakan
case control
4 Variabel Variabel bebas: Variabel bebas: Variabel bebas: Variabel bebas:
kondisi fisik
lingkungan dan
perlaku
merokok
kelurga
Ventilasi dan
kepadatan
hunian
kepadatan
hunian
kamar tidur
balita, luas
ventilasi
rumah,
kelembaban
udara kamar
tidur balita,
kebiasaan
anggota
keluarga
merokok di
dalam rumah,
kebiasaan
menggunakan
obat
nyamuk bakar,
dan kebiasaan
keberadaan
balita di dapur
saat
sedang
memasak
luas ventilasi
rumah, jenis
lantai, jenis
dinding ,
kepadatan hunian
kamar,
kepemilikan
lubang asap
dapur,
penggunaan obat
nyamuk bakar
dalam rumah.
Variabel
terikat: Variabel
terikat: Variabel
terikat:
Variabel terikat:
penderita ISPA penderita ISPA penderita ISPA Lingkungan Fisik
Rumah
5 Hasil Ada pengaruh
kepadatan
hunian dengan
kejadian ISPA
(H0 ditolak
dengan nilai p=
0,005)
Ada hubungan
Ada hubungan
antara
kepadatan
hunian (p
=0,017) dengan
kejadian ISPA
pada balita
Ada pengaruh
luas ventilasi
rumah dengan
kejadian
ISPA p=0,041
Ada pengaruh
anggota
9
No Perbedaan
Peneliti Terdahulu Peneliti Sekarang
pencahayaan
alami kamar
dengan kejadian
ISPA (H0
ditolak dengan
nilai p= 0,012)
Ada hubungan
kelembapan
alami kamar
dengan kejadian
ISPA (H0
ditolak dengan
nilai p= 0,366)
keluarga yang
merokok
dengan kejadian
ISPA p=0,014
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang
dilakukan adalah:
1. Variabel Terikat : Lingkungan Fisik Rumah
2. Variabel Bebas : Kepemilikan lubang asap dapur
3. Tahun Penelitian : Tahun 2019
4. Tempat Penelitian : Desa Guyung
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
2.1.1 Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran yang
terjadi pada pernafasan bagian atas yang meliputi mulut, hidung,
tenggorokan, laring (kotak suara) dan trakea (batang tenggorokan). Gejala
dari penyakit ini antara lain: sakit tenggorokan, beringus (rinorea), batuk,
pilek, sakit kepala, mata merah, suhu tubuh meningkat 4-7 hari lamanya
(Mumpuni, 2016).
Menurut Anonim (2008), ISPA adalah penyakit ringan yang akan
cepat sembuh dengan sendirinya dalam waktu suhu sampai dua minggu,
tetapi penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi (gejala gawat) jika
dibiarkan dan tidak segera ditangani.
2.1.2 Penyebab Terjadinya ISPA
Penyebab ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Bakteri
penyebab ISPA antara lain Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,
Streptococcus pyeogenes, Taphylococcus aureus, dan Haemophilus
influenza. Virus penyebab ISPA antara lain Influenza, Adenovirus, dan
Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan ISPA antara lain
Aspergillus sp, Candida albicans, dan Histoplasma (Wahyono, 2008).
11
2.1.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi anatomi
(Depkes RI, 2012), adalah sebagai berikut:
1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek,
otitis media, faringitis
2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai ari bagian epiglottis atau laring sampai
dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran napas, seperti
epiglotitis, laryngitis, laringotrakeitis, bronchitis, bronkiolitis,
pneumonia.
Menurut (Kemenkes RI, 2011), ISPA dapat dikelompokkan
berdasarkan golongan umur yaitu:
1. Kelompok umur <2 bulan, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat : bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti
berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik),
kejang, rasa kantuk, yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor
pada anak yang tenang, mengi, demam (38°C atau lebih) atau
suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5°C), pernapasan cepat 60
kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis
sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan
abdomen tegang.
12
b. Bukan pneumonia : jika anak bernapas dengan frekuensi kurang
dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti
di atas.
2. Kelompok umur 2 bulan ≤ 5 tahun, di klasifikasikan atas:
a. Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernapas yang di
sertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya
penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit di bangunkan.
b. Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan
dinding dada, tetapi tidak di sertai dengan sianosis sentral dan
dapat minum.
c. Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernapas) dan pernapasan cepat
tanpa penarikan dinding dada.
d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan
bernapas) tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.
e. Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap
sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis
antibiotik yang adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya
terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang
tinggi, dan demam ringan.
2.1.4 Epidemiologi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Penyakit ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarat yang utama, hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan
dan kematian pada bayi dan balita karena ISPA. Di Negara maju, angka
13
kejadian ISPA mencapai 50% dari semua penyakit yang diderita anak-
anak yang berusia dibawah 5 tahun dan 30% dari semua penyakit yang di
derita anak-anak berusia 5-12 tahun (Kusmana, 2004). Setiap anak
Indonesia diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan
merupakan 40-60% kunjungan puskesmas adalah penyakit ISPA
(Direktorat Jendral P2M&PL, 2009).
Manisfestasi klinis akibat ISPA dapat bermacam-macam, tergantung
beberapa hal:
1. Umur penderita
2. Penyakit lain yang menyertainya
3. Ada tidaknya kelainan
4. Mikroorganisme apa yang menjadi penyebabnya
5. Bagaimana daya tahan tubuh penderita saat terserang infeksi
6. Bagian saluran nafas mana yang teserang rinfeksi
7. Bagaimana cara penderita mendapatkan infeksi, di komunitas atau di
rumah sakit. (Kusmana, 2004)
ISPA dapat menyerang semua orang, semua umur maupun jenis
kelamin serta tingkat sosial ekonomi (kusmana, 2004). Musim hujan
menurut penelitian Kartasasmita di Cikutra Bandung., berpengaruh secara
bermakna terhadap insiden ISPA (musim hujan 56% dan kemarau 44%)
(Kartasasmita, 1993).
14
2.1.5 Tanda dan Gejala
Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA)
kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita,
ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya
peningkatan frekuensi napas (napas secat) sesuai golongan umur. Dalam
penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur
kurang 2 bulan dan umur sampai kurang dari 5 tahun.
Klasifikasi pneumoni berat didasarkan pada adanya batuk dan atau
kesukaran pernafasan disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang 5
tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan didiagnosis pneumonia
berat ditandai dengan adanya nafas cepat (fast breathing) dimana frekuensi
nafas 60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat
dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
Bukan pneumonia apabila ditandai dengan nafas cepat tetapi tidak
disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup
kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan
adanya gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam (Dinkes, 2011).
2.1.6 Cara Penularan
ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC (air
conditioner), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk
bagi virus. Penularan faringitis terjadi melalui droplet, kuman
15
menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada sinusitis, saat terjadi ISPA
melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan
superinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteri-bakteri
pathogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).
2.1.7 Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Secara umum infeksi saluran pernafasan akut pada balita dapat
dicegah dengan cara sebagai berikut (Ardinasari, 2016):
1. Melakukan imunisasi sesuai usia anak yang disarankan, sehingga bayi,
balita dan anak memiliki kekebalan terhadap berbagai serangan
penyakit
2. Menjaga asupan makanan dan nutrisi
3. Menjaga kebersihan lingkungan sekitar
4. Menjauhkan bayi, balita dan anak dari asap rokok, tembakau, dan
polusi udara lain
5. Menghindarkan bayi, balita, dan anak dari seseorang yang tengah
menderita ISPA
2.1.8 Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Pengobatan ISPA pada bayi, balita dan anak secara umum bias
dilakukan dirumah. Berikut ini beberapa caranya: dengan memberikan
obat yang sifatnya aman dan alami pada balita, sedangkan bayi sebaiknya
segera dibawa ke dokter. Jika demam, bayi yang berusia 2 bulan segera
16
diperiksakan ke dokter. Penderita ISPA memerlukan banyak asupan
makanan yang bergizi, balita perlu diberikan makanan sedikit demi sedikit,
tetapi rutin dan berulang, sedangkan untuk bayi yang masih menyusui
dibutuhkan ASI ekslusif dari ibu. Agar penderita ISPA tidak kekurangan
cairan, berilah air yang lebih banyak dari biasanya baik air putih maupun
sari buah. Asupan minuman yang banyak akan membantu mencegah
dehidrasi dan mengencerkan dahak (Ardinasari, 2016). Kemudian untuk
penanganan ISPA bisa ditentukan berdasarkan penyebab dari ISPA
tersebut antara lain (Khrisna, 2013):
1. ISPA yang disebabkan oleh alergi: cara yang paling tepat dengan
menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi tersebut. Tablet anti
aslergi biasanya diresepkan oleh dokter untuk menghentikasn reaksi
alergi tersebut.
2. ISPA disebabkan oleh virus: biasanya ISPA yang disebabkan oleh
virus ini tidak memerlukan pengobatan. Yang diperl;ukan hanya
istirahat, minum yang banyak dan makan-makanan yang sehat.
Dengan istirahat yang secukupnya, biasanya gejala mulai berkurang
setelah 2-3 hari berlaku.
3. ISPA disebabkan oleh bakteri dan jamur: ISPA jenis ini memerlukan
antibiotic atau anti jamur untuk membunuh kuman tersebut.
Penggunaan obat-obat tersebut harus menggunakan resep dokter untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dan mengurangi resiko munculnya
efek yang tidak diinginkan.
17
2.2 Faktor Resiko Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Faktor risiko adalah factor atau keadaan yang mengakibatkan seorang
anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Factor risiko yang
meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena ISPA
antara lain:
2.2.1 Faktor Host
1. Jenis kelamin
Meskipun secara fisik pria cenderung lebih kuat dibandingkan wanita,
wanita sejak bayi hingga dewasa memeliki daya dahan lebih kuat
dibandingkan laki-laki, baik itu daya tahan akan rasa sakit dan daya tahan
terhadap penyakit. Anak laki-laki lebih rentan terhadap berbagai jenis
penyakit dan cacat dibandingkan wanita. Selain itu, secara neurologis anak
perempuan lebih matang dibandingkan anak laki-laki sejak lahir hingga
masa remaja, dan pertumbuhan fisiknya pun lebih cepat. Wanita
cenderung hidup lebih lama daripada pria(Chandra, 2009)
2. Status Imunisasi
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian dari penyakit. Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa
jenis penyakit, seperti polio, TBC, difteri, pertuss, tetanus, campak (
Notoadmojo, 2011).
3. Umur
Umur menyebabkan adanya perbedaan penyakit yang diderita seperti
usia pada anak-anak yang cenderung mudah terserang oleh penyakit
18
(Chandra, 2011). Menurut Dian Fitria (2013) kejadian ISPA atas lebih
sering terjadi pada anak berusia 2-5 tahun karena pada usia tersebut anak
sudah banyak terpapar dengan lingkungan luar dan kontak dengan
penderita ISPA lainnya sehingga memudahkan anak untuk menderita
ISPA.
4. Status Gizi
Gizi yang baik umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh
terhadap penyakit-penyakit infeksi (Notoatmodjo,2011). Status gizi balita
merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Asupan
gizi yang kurang merupakan resiko untuk kejadian dan kematian balita
dengan infeksi saluran pernafasan.
5. Pemberian ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi
sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau
mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan
mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena
mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam
jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko
kematian pada bayi (Depkes RI,2016).
2.2.2 Faktor Agent
Bakteri penyebab ISPA antara lain Diplococcus pneumonia,
Pneumococcus, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan
Haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara lain Influenza,
19
Adneovirus, dan Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan ISPA
antara lain Aspergillus sp, Candida albicans, dan Histoplasma (Wayono,
2008).
2.3 Konsep Rumah Sehat
2.3.1 Pengertian Rumah Sehat
Rumah sehat adalah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan baik
jasmani dan rohani bagi anggota keluarga dan rumah sebagai tempat
perlindungan terhadap penularan penyakit (Untari, 2017).
Rumah adalah pusat kesehatan keluarga karena rumah merupakan
tempat dimana anggota keluarga berkumpul dan saling berhubungan.
Seluruh anggota keluarga serta kebiasaan hidup sehari-harinya merupakan
suatu ketentuan yang berhubungan erat. Itulah sebabnya kesehatan harus
dimulai dari rumah, untuk itu rumah dan pengaturannya harus memenuhi
syarat-syarat kesehatan. (Koes Irianto, 2014)
Menurut Notoatmodjo (2011), rumah adalah suatu persyaratn pokok
bagi kehidupan manusia. Factor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
membangun suatu rumah:
1. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan
sosial. Maksudnya dalam membangun suatu rumah harus
memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan.
2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat
Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan
keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang
20
murah missal bamboo, kayu atap rumbia dan sebagainya adalah
merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu dicatat
bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekedar berdiri pada saat itu
saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya. (Mundiatun dan
Daryanto 2015).
Kusnoputranto (2000) merumuskan, persyaratan rumah yang sehat
adalah memenuhi kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis yaitu :
1. Bahan bangunan
Bahan bangunan sebaiknya tidak terbuat dari bahan yang dapat
melepas zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan seperti asbes
dan juga tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
kembangnya mikroorganisme pathogen.
2. Ventilasi yang baik
a. Ventilasi yang baik berukuran 10%
b. 20% dari luas lantai
c. Suhu optimum 22-24°C
d. Kelembapan 60%
3. Pencahayaan yang cukup
Memberi kesempatan cahaya matahari masuk yang cukup,
minimal cahaya matahari 60 Lux dan tidak menyilaukan, sehingga
cahaya matahari mampu membunuh kuman-kuman patogen dan jika
pencahayaan kurang sempurna akan mengakibatkan ketegangan mata.
21
4. Bebas dari kebisingan
Tingkat kebisingan maksimal diperumahan adalah 55 dBA,
tingkat kebisingan yang ideal di perumahan adalah 40-45 dBA.
Dampak kebisingan akan mengakibatkan gangguan kenyamanan,
gangguan aktifitas, keluhan stress.
5. Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan
digunbakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali
anak di bawah 5 tahun.
6. Tersedianya tempat bermain untuk anak-anak
a. Kesempatan bermain dengan leluasa dirumah dan halaman di
lingkungan rumah.
b. Kesempatan untuk berkembang biak jasmani maupun rohani
dalam pertumbuhannya.
c. Menghindari kesempatan bermain diluar rumah, jalanan, atau
tempat lain yang sulit diawasi.
7. Memenuhi kebutuhan psikologis
a. Kesempatan dan kebebasan untuk kehidupan keluarga secara
normal.
b. Hubungan serasi antara orang tua dan anak
c. Hubungan serasi antara orang tua dan anak.
22
8. Memberi pencegahan dan perlindungan terhadap penularan penyakit
dan penularan dari:
a. Vector penyakit
b. Air
c. Limbah
d. Tersedianya fasilitas untuk menyimpan makanan
9. Memberi perlindungan/pencahayaan terhadap bahaya kecelakaan
dalam rumah
a. Konstruksi rumah yang kuat, sebaiknya tidak menggunakan asbes
b. Menghindari bahaya kebakaran
c. Pencegahan kemungkinan kecelakaan, misalnya jatuh atau
kecelakaan mekanik lainnya.
2.3.2 Komponen Fisik Rumah Sehat
1. Ventilasi
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara ata pengerahan udara ke
atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.
Fungsi darti ventilasi dapat di jabarkan sebagai berikut:
a. Untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap
sejuk.
b. Untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri pathogen,
karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus menerus.
c. Untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam
kelembapan (humidity) yang optimum.
23
Ada dua macam ventilasi, yaitu:
a. Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut
terjadi secatra alamiah melalui jendela, pintu, lubang angina,
lubang-lubang pada dinding, dan sebagainya.
b. Ventilasi buatan, yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus
untuk mengalirkan udara ke dalam rumah, misalnya kipas angina,
dan mesin penghisap udara (Notoatmodjo. 2011). Perlu
diperhatikan disini bahwa system pembuatan ventilasi harus
dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus
mengalir. Artinya dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk
dan keluarnya udara. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang peraturan rumah sehat
menetapkan bahwa luas ventilasi alamiah yang permanen yaitu
lebih dari satu sama dengan 10% dari luas lantai rumah,
sedangkan tidak memenuhi syarat jika kurang dari 10% luas
lantai rumah.
2. Pencahayaan
Pencahayaan yang masuk kedalam rumah berfungsi untuk
mengatasi perkembangan bibit penyakit, namun jika terlalu
menyilaukan akan dapat merusak mata. Cahaya dibedakan
berdasarkan sumbernya menjadi dua yaitu cahaya alami dan buatan.
Sehingga merupakan dapat menjadi factor penting dalam mendukung
24
kehidupan mikroorganisme dalam rumah. Menurut Notoadmodjo
(2011), cahaya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Cahaya alamiah, yakni matahari. cahaya ini sangat penting,
karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah,
misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan
masuk cahaya luasmnya sekurang-kurangnya 15%-20% dari luas
lantai yang terdapat dalam ruangan rumah.
b. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan
alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya.
3. Jenis Lantai
Saat ini, ada berbagai jenis lantai rumah. Lantai rumah dari semen
atau ubin, keramik, atau cukup tanah biasa dipadatkan. Syarat yang
penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak
becek pada musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan
sarang penyakit.
4. Jenis Dinding
Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding
rumah daerah tropis khususnya dipedesaan banyak yang berdinding
papan, kayu, dan bamboo.Hal ini disebabkan masyarakat perdesaan
perekonomiannya kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat seperti
papan, kayu, dan bambu dapat menyebabkan penyakit pernafasan.
Dinding di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan ventilasi
25
untuk pengaturan sirkulasi udara. Kemudian dinding di kamar mandi
dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.
5. Kepadatan Hunian Kamar Tidur
Kepadatan hunian yang dimaksud perbandingan antara luas kamar
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan bias
dinyatakan dalam m2
per orang. Luas minimum per orang sangat
relative tergantung kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia,
untuk perumahan sederhana, minimum 8 m2 orang. Untuk kamar tidur
diperlukan minimum 2 orang, kamar tidur sebaiknya tidak dihuni >2
orang, kecuali suami istri dan anak dibawah 2 tahun.
6. Kepemilikan Lubang Asap
Pembakaran yang terjadi di dapur rumah merupakan aktivitas
manusia yang menjadi sumber pengotoran atau pencemaran udara.
Pengaruh terhadap kesehatan akan tampak apanila kadar zat pengotor
meningkat sedemikian rupa sehingga timbul penyakit. Pengaruh
zatkimia ini pertama-tama akan ditemukan pada system pernafasan
dan kulit serta selaput lender, selanjutnya apabila zat pencemar dapat
memasuki peredaran darah, maka efek sistemik tak dapat dihindari.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
829/Menkes/SK/VIII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan,
dapur yang sehat harus memiliki lubang asap dapur. Di perkotaan,
dapur sudah dilengkapi dengan penghisapmasap. Lubang asap dapur
26
menjadi penting artinya karena asap dapat mempunyai dampak
terhadap kesehatan manusia terutama penghuni didalam rumah atau
masyarakat pada umumnya (Dinkes Prov. Jateng, 2005).
Lubang asap dapur tidak memenuhi persyaratan menyebabkan:
a. Gangguan terhadap pernapasan dan mungkin dapat merusak alat-
alat pernapasan
b. Lingkungan rumah menjadi kotor
c. Gangguan terhadap penglihatan/mata menjadi pedih
Dapur tanpa lubang asap akan menimbulkan banyak polusi asap
ke dalam rumah yang dapurnya menyatu dengan rumah dan kondisi
ini akan berpengaruh terhadap kejadian ISPA balita, seperti hasil
penelitian Suparman (2004) yang membuktikan adanya hubungan
terhadap kejadian ISPA di rumah yang banyak mendapat polusi asap
dapur dan tidak.
27
2.4 Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini menggambarkan variable-variabel
yang diukur atau diamati dalam penelitian.
.
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Teori Segitiga Epidemiologi
Faktor agent
Bakteri
Streptococcus,
Staphylococcus,
Haemophilus
Kejadian ISPA pada balita
Host
(manusia)
Lingkungan
(environment)
Luas Ventilasi
Kepadatan Hunian
Penggunaan Obat
Bakar Nyamuk
Jenis Dinding
Kepemilikan Lubang
Asap
Jenis Lantai
Faktor Host
1. Jenis kelamin
2. Status imunisasi
3. Umur
4. Status gizi
5. Pemberian ASI eksklusif
28
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep
serta variabel-variabel yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Kerangka
konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
: : Variabel di teliti
: Mempengaruhi
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Kepadatan hunian
Luas ventilasi
Jenis lantai
Kepemilikan
lubang asap
Jenis dinding
Kejadian ISPA balita
29
3.2 Hipotesis Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2012), hipotesis adalah jawaban sementara dari
suatu penelitian. Hipotesis merupakan pernyataan atau dugaan tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan permasalahan,
tinjauan pustaka, dan kerangka konseptual, maka dalam penelitian ini dapat
dirumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut :
Ha : Ada pengaruh antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA
Ha : Ada pengaruh antara kepemilikan lubang asap dengan kejadian
ISPA
Ha : Ada pengaruh antara jenis lantai dengan kejadian ISPA
Ha : Ada pengaruh antara jenis dinding dengan kejadian ISPA
Ha : Ada pengaruh antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA
30
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian case control atau kasus kontrol adalah suatu penelitian
(survei) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari
dengan menggunakan pendekatanretrospective. Dengan kata lain, efek
(penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi ada atau terjadinya pada
waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2012). Rancangan penelitian case
controlini dapat digambarkan sebagai berikut:
Faktor risiko +
Retrospektif Efek +
(Kasus)
Faktor risiko -
Populasi
(Sampel)
Faktor risiko +
Retrospektif Efek -
(Kontrol)
Faktor risiko -
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Case Control
Tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor risiko dan efek).
2. Menetapkan subjek penelitian (populasi dan sampel).
3. Identifikasi kasus.
4. Pemilihan subjek sebagai kontrol.
31
5. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat ke belakang) untuk
melihat faktor risiko.
6. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-
variabel objek penelitian dengan variabel-variabel kontrol.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempuyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditentukan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:
1. Populasi Target
Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran akhir
penerapan hasil penelitian (Notoatmodjo, 2011). Populasi target pada
penelitian ini adalah seluruh balita yang berada di desa Guyung
Kecamatan Gerih sebanyak 320 balita.
2. Populasi Studi
Populasi studi atau populasi terjangkau adalah bagian populasi
target yang dapat dijangkau oleh peneliti (Notoatmodjo, 2011).
Populasi studi dalam penelitian ini yaitu semua penderita ISPA pada
balita yang berada di desa Guyung Kecamatan Gerih dan dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu:
32
a. Kasus
Semua balita yang didiagnosis ISPA berdasarkan rekam
medik pasien ISPA pada balita yang berada di desa Guyung
Kecamatan Gerih sebanyak 141 balita (Puskesmas widodaren,
2018).
b. Kontrol
Balita yang mempunyai penyakit dengan ciri-ciri seperti
ISPA tetapi tidak menderita ISPA di desa Guyung Kecamatan
Gerih (Puskesmas Widodaren, 2018)
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Sampel dalam penelitian
ini terdiri dari dua kelompok, yaitu: sampel kelompok kasus dan sampel
kelompok kontrol.
1. Sampel Kasus
Kriteria inklusi sampel yang digunakan kelompok kasus adalah:
1) Ibu dan balita yang tinggal di Desa Guyung.
2) Balita berusia 1-5 tahun.
3) Rumah yang memasak menggunakan kayu bakar dan
mempunyai lubang asap dapur
33
4) Bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi sampel yang digunakan kelompok kasus adalah:
1) Responden tidak berada di tempat saat sedang diadakan
pengambilan data.
2) Rumah yang memasak menggunakan kayu bakar dan
mempunyai lubang asap dapur
3) Tidak bersedia menjadi responden.
Jumlah sampel pada kelompok kasus dalam penelitian ini sebesar
26 balita.
2. Sampel Kontrol
Kriteria inklusi sampel untuk kelompok kontrol adalah:
1) Ibu dan balita yang tinggal di Desa Guyung.
2) Balita berusia 1-5 tahun.
3) Rumah yang memasak menggunakan kayu bakar dan tidak
mempunyai lubang asap dapur
4) Bersedia menjadi responden
Kriteria eksklusi sampel untuk kelompok kontrol adalah:
1) Responden tidak berada di tempat saat sedang diadakan
pengambilan data.
2) Rumah yang memasak menggunakan kayu bakar dan tidak
mempunyai lubang asap dapur
3) Tidak bersedia menjadi responden.
34
Jumlah sampel kelompok kontrol dalam penelitian ini sama besar
dengan kelompok kasus dengan perbandingan 1:1, yaitu sebesar 26
balita.
4.2.3 Besar Sampel
Penentuan besarnya sampel penelitian dengan memperhatikan odds
Ratio hasil beberapa penelitian terdahulu atau penelitian sebelumnya
tentang beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadianISPA pada
balita. Untuk memenuhi jumlah sampel minimal, penentuan ukuran sampel
menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑁 = 𝑍1−𝛼 2
2 [𝑃 1 − 𝑃 + 𝑍 1−𝛽 𝑃 1 1 − 𝑃 1 + 𝑃 2 1 − 𝑃 2 ²
(𝑃 1 − 𝑃 2 )²
Keterangan :
𝑍1−𝛼2 = deviat baku alfa, nilai 1,96 (nilai 𝑍𝛼 pada CI 95%, 𝛼 = 0,05)
𝑍 1−𝛽= deviat baku 𝛽, nilai 0,842 (nilai 𝑍𝛽 pada power 80%)
P = (𝑃 1 + 𝑃 2 )/2
𝑃 1 = proporsi paparan kelompok kasus
𝑃 2 = proporsi paparan kelompok control
35
Besar sampel yang di peroleh melalui perhitungan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Nilai P1 Dan P2 Beberapa Faktor Kejadia ISPA Balita
No Variabel P1 P2 OR Jumlah
Sampel Referensi
1 Ventilasi 46,6 53,3 3,1 26 Lady, 2017
2 Jenis Lantai 46,6 53,3 4,5 16 Lady, 2017
3 Jenis Dinding 36,7 63,3 5,675 11 Lady, 2017
4 Kepadatan Hunian 46,6 53,3 4,5 16 Lady, 2017
5 Kepemilikan
Lubang Asap Dapur
22,6 48 1,29 18 Ike, 2007
𝑁 = 𝑍1−𝛼 2
2 [𝑃 1 − 𝑃 + 𝑍 1−𝛽 𝑃 1 1 − 𝑃 1 + 𝑃 2 1 − 𝑃 2 ²
(𝑃 1 − 𝑃 2 )²
n = 1.96 2 [0.46 1− 0.46 + 0.84 0.725 1− 0.725 + 0.46 1− 0.46 ²
(0.725− 0.46)²
n = 1.7576
0.07
n =25,1dibulatkan menjadi 26
Berdasarkanperhitungan diatas didapatkan sampel sebanyak 26 kasus dan
26 kontrol dengan perbandingan 1:1.Sehingga jumlah sampel yang
memungkinkan pada penelitian ini adalah 52 sampel.
4.3 Teknik Pengambilan Sampling
Teknik sampling pada penelitian ini adalah simple random sampling,
dikatakan simple karena pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi. Langkah-langkah nya adalah dengan cara:
1. Mendaftar semua anggota populasi
2. Kemudian masing-masing populasi diberi nomor dalam kertas kecil
digulung, dan dimasukan kedalam wadah dapat berupa botol atau
kaleng
36
3. Peneliti mengambil gulungan kertas tersebut satu per satu sampai
diperoleh sejumlah sampel yang diperlukan, dilebihkan 3 sebagai
cadangan untuk sampel yang masuk kriteria eksklusi.
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja atau operasional adalah kegiatan penelitian yang
akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan diteliti untuk
mencapai tujuan penelitian (Nursalam, 2013).
Kerangka operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2 Kerangka kerja penelitian
Populasi
Seluruh ibu rumah tangga yang memiliki balita di Desa Guyung
Sampel
52balita, dengan perbandingan 1:1, 26 sebagai kasus dan 26 orang sebagai kontrol
Teknik sampling
Simple random sampling
Pengumpulan data
observasi
Pengolahan data
Editing, Coding, Tabulating, Scoring
Analisis data
Analisis univariat dan bivariat
Chi-square
Hasil pernelitian
Pembahasan
Kesimpulan
37
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Identifikasi Variabel
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2011)
4.5.1.1 Variabel independent (bebas)
Variabel independent merupakan variabel stimulus, prediktor, sebab,
resiko dan variabel yang mempengaruhi atau yang menyebabkan
munculnya variabel dependen/terikat.(Sugiyono, 2011). Variabel
independent pada penelitian ini adalah karakteristik penduduk
berdasarkan:
1. Luas ventilasi
2. Kepadatan hunian
3. Kepemilikan lubang asap
4. Jenis lantai
5. Jenis dinding
4.5.1.2 Variabel dependen (Terikat)
Variable terikat dalam penelitian ini adalah penderita ISPA balita
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang
dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel tersebut
(Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional dalam penelitian ini
38
memberikan penjelasan bagaimana caramengukur variabel yang telah
ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran.
Definisi operasional penelitian ini disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Definisi Operasional Varibel
Variabel Definisi
Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor Kriteria
Luas
ventilasi
Lubang atau
tempat
pertukaran
udara di dalam
rumah
berdasarkan
ukuran luas
ruangan
(Mundiatun,
2018)
Ketersediaan
ventilasi
yang
memenuhi
syarat
minimal
10% dari
luas lantai.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1077/Menke
s/Per/V/2011
Tentang
Pedoman
Penyehatan
Udara
Dalam
Ruang
Rumah
Observasi
dan
pengukura
n (roll
meter)
Nominal 0= Tidak
memenuh
syarat
1=Memenuh
i syarat jika
≥10% dari
luas lantai
0= Tidak
memenuh
syarat jika
<10% dari
luas lantai
1=Memenuhi
syarat jika
≥10% dari
luas lantai
Kepadat
an
Hunian
Jumlah
anggota
keluarga yang
tinggal dalam
satu rumah
dengan
responden
dibandingkan
dengan luas
lantai
rumah(Depkes
RI, 2009)
Mengukur
luas rumah,
menghitung
jumlah
penghuni
lalu
dibandingka
n, baik jika
≥8m² dihuni
oleh 2
anggota
keluarga
(Permenkes,
2011)
Observasi,
dan
pengukura
n(Rollmete
r)
Nominal 0=Tidak
memenuhi
syarat
1=
memenuhi
syarat
0 = tidak
memenuhi
syarat jika,
jika luas <8m2
untuk 2 orang
1 =
memenuhi
syarat, jika
luas ≥8m2
untuk 2 orang
Jenis
lantai
Bagian alas
bawah(alas
dasar)suatu
ruangan atau
bangunan.
Lantai terbuat
dari
1.tidak
memenuhi
syarat jika
sebagian/sel
uruh lantai
rumah
adalah tanah,
Observasi Nominal 0=tidak
memenuhi
syarat
1=
memenuhi
syarat
0 = tidak
memenuhi
syarat, jika
sebagaian/selu
ruh lantai
terbuat dari
tanah
39
Variabel Definisi
Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor Kriteria
ubin/mester/ke
ramik
(Kepmenkes
No.829 tahun
1999)
atau tidak
kedap air
2.memenuhi
syarat jika
seluruh
lantai rumah
setidaknya
sudah di
plester/ubin,
atau keramik
serta mudah
di
bersihkan(pe
rmenkes,
2011)
1 = memenuhi
syarat, jika
lantai terbuat
dari
ubin/mester/ke
ramik
Jenis
dinding
Salah satu
elemen
vertikal/tegak
bangunan dan
berfungsi
sebagai
penutup atau
pembatas
ruangan.
Dinding
terbuat dari
batubata/batak
o
(kepmenkesN
o. 829 tahun
1999)
1.tidak
memenuhi
syaratjika
terbuat dari
papan atau
bambu
2.memenuhi
syarat jika
terbuat dari
batu
bata/batako
(kepmenkes
No.829
tahun 1999)
Observasi Nominal 0=tidak
permanen
1=permanen
0 = tidak
memenuhi
syarat, jika
terbuat dari
kayu
1=memenuhi
syarat jika
terbuat dari
batubata/batak
o
kepemi
likan
lubang
asap
Pembakaran
yang terrjadi
di dapur
rumah
merupakan
aktivitas
manusia yang
menjadi
sumber
pengotoran
atau
pencemaran
udara
1.memenuhi
syarat jika
memiliki
lubang asap
dapur
2.tidak
memenuhi
syarat jika
tidak
memiliki
lubang asap
dapur(kepme
nkes RI
No.829/Men
kes/SK/VII/
1999)
Observasi
Nominal 0=tidak
mempunyai
lubang asap
1=mempuny
ai lubang
asap
0=tidak
mempunyai ,
jika tidak
terdapat
lubang asap di
dapur
1=mempunyai
jika terdapat
lubang asap di
dapur
Variabel Terikat
0= kontrol
1= kasus
ISPA
Balita
Infeksi yang
terjadi pada
pernafasan
Semua
balitayang di
diagnosis
berdasarkan
data
sekunder
Nominal 0=sakit
1=tidak sakit
40
Variabel Definisi
Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor Kriteria
bagian atas.
Gejala dari
penyakit ini
antara lain:
sakit
tenggorokan,b
atuk,pilek,saki
t kepala,mata
merah,suhu
tubuh
meningkat 4-7
hari lamanya
ispa
berdasarkan
anamnesis
dan
pemeriksaan
secara klinis,
serta tercatat
dalam rekam
medis.
yang
diperoleh
(buku
register
ispa)
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk
memperoleh data yang kemudian diolah dan dianalisis.Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, dan alat ukur.
1. Lembar observasi
Lembar observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung.
2. Alat Pengukur Luas Ventilasi
Kriteria luas ventilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi
lebih dari atau sama dengan 10% luas lantai, dan tidak memenuhi
syarat apabila luas ventilasi kurang dari 10% luas lantai. Alat yang
digunakan yaitu Rollmeter.Cara pengukurannya yaitu dengan
membandingkan luas ventilasi dengan luas lantai rumah.
3. Alat Pengukur Kepadatan
Kriteria kepadatan hunian yang memenuhi syarat adalah jika per ≥8m²
dihuni oleh 2 orang, dan tidak memenuhi syarat jika ≤8m² dihuni oleh 2
anggota keluarga.Alat yang digunakan yaitu Rollmeter Cara
41
pengukurannya yaitu dengan mengukur luas lantai rumah lalu
dibangdingkan dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam
satu rumah.
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Guyung wilayah kerja Puskesmas
Widodaren Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
2. Waktu Penelitian
Tabel 4.3 Waktu Penelitian
No KEGIATAN TANGGAL
ACC
1. Pengajuan Judul Skripsi 4 Februari 2019
2. Penyusunan dan bimbingan
proposal skripsi 26 Februari - 12 April 2019
3. Ujian seminar proposal 28 Juni 2019
4. Revisi proposal 30 Juni – 5 Juli 2019
5. Pengumpulan data dan
Penelitian 22 Juli – 30 Juli 2019
6. Penyusunan dan bimbingan
skripsi 23 Agustus -27 Agustus 2019
7. Ujian seminar skripsi 31 Agustus 2019
8. Revisi skripsi 1 September-9 September
4.8 Jenis Data
1. Data Primer
Pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari responden
dengan menggunakan lembar observasi, , dan pengukuran. Data
primer dalam penelitian ini yaitu : kepadatan hunian, ventilasi, jenis
lantai, jenis dinding, lubang asap dapur.
42
2. DataSekunder
Data sekunder diperoleh dari puskesmas widodaren Gerih dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Ngawi.
4.9 Analisa Data
4.9.1 Pengolahan Data
Metode pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program
komputer melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Hasil adat dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing)
terlebih dahulu. Secara umum editing merupakan kegiatan untuk
pengecekan dan perbaikan. Apabila ada dat-data yang belum lengkap,
jika memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk
melengkapi data-data tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan,
maka data yang tidak lengkap tersebut tidak diolah atau dimasukkan
dalam pengolahan “data missing” (Nugroho, 2012).
2. Coding
Coding adalah merupakan kode-kode untuk memudahkan proses
pengolahan data. Pengkodean dalam penelitian ini sesuai dengan
definisi operasional.Coding dalam penelitian ini adalah:
43
Tabel 4.4 Coding
No Variabel Coding Data
1 Luas vemtilasi 0= tidak memenuhi syarat
1= memenuhi syarat
2 Kepadatan hunian 0=Tidak Memenuhi Syarat
1= Memenuhi Syarat
3 Kepemilikan lubang asap dapur 0=tidak mempunyai
1=mempunyai
4 Jenis lantai 0=tidak memenuhi syarat
1=memenuhi syarat
5 Jenis dinding
0=tidak permanen
1=permanen
6 ISPA Balita 0= tidak sakit
1= sakit
3. Skoring
Peneliti memberi skor untuk penderita ISPA
4. Entry Data
Merupakan kegiatan memasukkan data yang sudah dilakukan
pengkodean kedalam program komputer SPSS versi 16.
5. Clening
Yaitu mengecek kembali data yang sudah dimasukkan untuk
melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kesalahan
kode, kelengkapan, dan kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi
6. Tabulating
Yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti
guna memudahkan analisis data.
4.10 Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis tiap
variabeldari hasil penelitian. Pada analisis ini data yang diperoleh dari
44
hasil pengumpulan data dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi, ukuran tendensi sentral atau grafik. Jika data mempunyai
distribusi normal, maka mean dapat digunakan sebagai ukuran pemusatan
dan standar deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran. Jika data
berdistribusi tidak normal maka menggunakan median sebagai ukuran
pemusatan dan minimun-maksimum sebagai ukuran penyebaran (Saryono,
2013).
4.11 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2011). Analisis
ini dilakukan untuk mengetahui hubungan yang signifikan dari kedua
variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen, yang analisis
dengan uji statistik Chi-square dan besarnya risiko dengan Odd Rasio(OR)
menggunakan SPSS versi 16.0 dengan tingkat kemaknaan ⍺ = 0,05.Odd
Ratio (OR) yaitu penilaian berapa sering terkena paparan pada kasus
dibanmdingkan dengan control (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael,
2002:119).
Syarat Uji Chi Square adalah sebagai berikut:
a. Bila dalam tabel 2x2 dijumpai nilai E (harapan)<5, lebih dari (20%),
maka uji yang digunakan adalah fisher exact untuk semua variabel
yang ditetapkan signifikan derajat penolakan 5% (P-value 0,05)
b. Bila tabel 2x2 tidak dijumpai nilai E (harapan)<5 lebih dari (20%)
maka uji yang di pakai sebaiknya continuity corerection.
45
Tabel 4.5 Analysis Bivariat
EFEK
Faktor risiko Kasus Kontrol Jumlah
Ya A B a + b
Tidak C D c + d
Jumlah a + c b + d a + b + c + d
Hasil Uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya
perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat
menyimpulkan ada/tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik.
Dengan demikian Uji Chi Square dapat digunakan untuk mencari
hubungan dan tidak dapat untuk melihat seberapa besar hubungannya atau
tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar
(Sujarweni, 2015). Penentuan pemeriksaan hipotesis penelitian
berdasarkan tingkat signifikansi (p-value) yang diperoleh dari uji Chi-
Square, yaitu:
a. Apabila p value ≤ 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga
antara kedua variabel ada hubungan yang bermakna.
b. Apabila p> 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak, sehingga antara
kedua variabel tidak ada hubungan yang bermakna.
c. 95% CI tidak melewati angka 1 artinya berhubungan, 95% CI
melewati angka 1 artinya tidak berhubungan.
SyaratOdds Ratio, sebagaii berikut (Saryono, 2013):
a. OR (Odds Ratio) < 1. Artinya faktor yang diteliti merupakan faktor
protektif resiko untuk terjadinya efek.
46
b. OR (Odds Ratio) > 1 artinya faktor yang diteliti merupakan faktor
resiko.
c. OR (Odds Ratio) = 1, artinya faktor yang diteliti bukan merupakan
faktor resiko.
Odds Ratio dipakai untuk mencari perbandingan kemungkinana
peristiwa terjadi di dalam satu kelompok dengan kemungkinan hal yang
sama terjadi di kelompok lain. Rasio odds adalah ukuran besarnya efek
dan umunya digunakan untuk membandingkan hasil dalam uji klinik
(Sujarweni, 2015).
4.12 Etika Penelitian
Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
tahap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak
yang diteliti (subjek penelitian), dan masyarakat yang akan memperoleh
dampak dari hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).
1. Informed Consent (Informasi untuk responden)
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti
dengan informan dengan memberikan lembar persetujuan melalui
informed consent, kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan.
Setelah calon responden memahami penjelasan peneliti terkait
penelitian ini, selanjutnya peneliti memberikan lembar informed
consent untuk ditandatangani oleh sampel penelitian.
47
2. Anonymity (Tanpa nama)
Anonymity merupakan menjaga kerahasiaan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan data responden. Pada aspek ini peneliti tidak
mencantumkan nama responden, melainkan inisial nama responden
dan nomor responden pada kuisioner.
3. Confidentiality (Kerahasiaan informasi)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti.Pada aspek ini, data yang sudah
terkumpul dari responden bersifat rahasia dan penyimpanan dilakukan
di file khusus milik pribadi sehingga hanya peneliti dan responden
yang mengetahuinya.
48
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi merupakan salah
satu desa yang terletak di dataran tinggi antara 20-1.500 m di atas
permukaan laut dengan total luas wilayah 601,855 Ha. Dengan batas desa
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Desa Tepas
b. Sebelah Selatan : Desa Gerih
c. Sebelah Timur : Desa Tambakromo
d. Sebelah Barat : Desa Widodaren
Peta pembagian wilayah Kecamatan Gerih per desa dapat di lihat pada
Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kecamatan Gerih
Sumber : Puskesmas Widodaren, Gerih
49
5.2 Keadaan Demografi
Penduduk Desa Guyung terdiri dari 6981 jiwa, dengan jumlah laki-laki
sebanyak 3447 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 3534 jiwa.
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
1 Tidak Sekolah 1402
2 Tidak Tamat SD 725
3 Tamat SD 1881
4 Tamat SLTP 1251
5 Tamat SLTA 1540
6 PT 178
Total 6977 Sumber: Data Sekunder Desa Guyung 2018
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan masyarakat desa Guyung sebagian
besar berpendidikan tamatan SD sebanyak 1881.
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 1317
2 Buruh Tani 830
3 Pedagang 58
4 PNS 28
5 TNI 31
6 Polisi 11
7 Pensiunan 18
8 Wiraswasta 1343
Total 3636
Sumber: Data Sekunder Desa Guyung 2018
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui masyarakat desa Guyung
memiliki mata pencaharian sebagai wiraswasta sebanyak 3636 orang.
50
5.3 Karakteristik Responden
Karateristik responden penelitian di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi yang tertera dalam lembar observasi penelitian meliputi
umur balita, jenis kelamin balita, status imunisasi, status gizi, pemberian
ASI eksklusif .
1. Umur Balita
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Balita
di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Tahun 2019
Umur Balita n %
<36 bulan 20 38,5
≥36 bulan 32 61,5
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar balita responden berumur ≥36 bulan sebanyak 32 balita (61,5%).
2. Jenis Kelamin Balita
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi Tahun 2019
Jenis kelamin n %
Laki-Laki 23 44,2
Perempuan 29 55,8
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar balita responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 29 balita
(55,8%).
51
3. Status Gizi Balita
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi
Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten
Ngawi Tahun 2019
Status Gizi Balita n %
Kurang 16 30,8
Baik 36 69,2
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.5 di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar balita responden berstatus gizi baik sebanyak 36 balita (69,2%).
4. ASI Eksklusif
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian
ASI Eksklusif pada Balita di Desa Guyung Kecamatan
Gerih Kabupaten Ngawi Tahun 2019
ASI Eksklusif n %
Kurang 16 30,8
Baik 36 69,2
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar balita responden dengan ASI eksklusif sebanyak 36 balita
(69,2%).
5. Imunisasi Lengkap
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Imunisasi
Lengkap pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi Tahun 2019
Imunisasi Lengkap n %
Kurang 14 26,9
Baik 38 73,1
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
52
Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar balita responden melakukan imunisasi lengkap sebanyak 38
balita (73,1%).
5.4 Hasil Penelitian
Hasil penelitian dari kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung
Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut ini:
5.4.1 Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap varuabel hasil penelitian.
Analisis ini menunjukkan jumlah dan presentase dari tiap variabel.
1. Kejadian ISPA pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi
Tabel 5.8 Distribusi Kejadian ISPA pada Balita di Desa Guyung
Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi Tahun 2019
Kejadian ISPA pada Balita n %
Kasus 26 50,0
Kontrol 26 50,0
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat diketahui bahwa besar
responden dalam penelitian terdiri dari 26 orang (50,0%) sebagai kasus
dan 26 orang (50,0%) sebagai kontrol dengan perbandingan 1:1.
2. Luas Ventilasi
Tabel 5.9 Distribusi Luas Ventilasi Berdasarkan Kejadian ISPA pada
Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Tahun 2019
Luas Ventilasi n %
TidakMemenuhi Syarat 24 46,2
Memenuhi Syarat 28 53,8
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
53
Berdasarkan tabel 5.9 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki luas ventilasi yang memenuhi syarat sebanyak 28
rumah (53,8%).
3. Kepadatan Hunian
Tabel 5.10 Distribusi Kepadatan Hunian Berdasarkan Kejadian ISPA
pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten
Ngawi Tahun 2019
Kepadatan Hunian n %
Tidak Memenuhi Syarat 25 48,1
Memenuhi Syarat 27 51,9
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.10 di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat
sebanyak 27 rumah (51,9%).
4. Jenis Lantai
Tabel 5.11 Distribusi Jenis Lantai Berdasarkan Kejadian ISPA pada
Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Tahun 2019
Jenis Lantai n %
Tidak Memenuhi Syarat 28 53,8
Memenuhi Syarat 24 46,2
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.11 di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden memiliki jenis lantai yang tidak memenuhi syarat
sebanyak 28 rumah (53,8%).
54
5. Jenis Dinding
Tabel 5.12 Distribusi Jenis Dinding Berdasarkan Kejadian ISPA pada
Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Tahun 2019
Jenis Dinding n %
Tidak Permanen 12 23,1
Permanen 40 76,9
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.12 di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden memiliki jenis dinding yang permanen sebanyak 40
rumah (76,9%).
6. Kepemilikan Lubang Asap
Tabel 5.13 Distribusi Kepemilikan Lubang Asap Berdasarkan Kejadian
ISPA pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi Tahun 2019
Kepadatan Hunian n %
Tidak Memenuhi Syarat 18 34,6
Memenuhi Syarat 34 65,4
Total 52 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.13 di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden dengan kepemilikan lubang asap yang memenuhi
syarat sebanyak 34 rumah (65,4%).
55
5.4.2 Analisa Data Bivariat
Analisis bivariat ini bertujuan untuk menguji hubungan antara
lingkungan fisik rumah yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA
meliputi luas ventilasi, kepadatan hunian, jenis lantai, jenis dinding, dan
kepemilikan lubang asap dapur di desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi.
1. Hubungan antara Luas Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Tabel 5.14 Analisis Luas Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Tahun 2019
Luas Ventilasi
Kejadian ISPA pada
Balita p-value
OR
(CI 95%) Kasus Kontrol
n % n %
Tidak Memenuhi
Syarat 17 65,4 7 26,9
0,012 5,127
(1,568-16,765) Memenuhi Syarat 9 34,6 19 73,1
Total 26 100,0 26 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.14 di atas diperoleh data responden dengan
luas ventilasi tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak 17 rumah
(65,4%) dan pada kontrol sebanyak 7 rumah (26,9%). Sedangkan
responden dengan luas ventilasi memenuhi syarat pada kasus sebanyak
9 rumah (34,6%) dan pada kontrol sebanyak 19 rumah (73,1%).
Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,012
(<α=0,05), yang berarti ada hubungan antara luas ventilasi dengan
kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi. Diperoleh nilai OR luas ventilasi sebesar 5,127
dengan CI95% 1,568-16,765, yang berarti balita dengan keadaan rumah
56
yang memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat berisiko 5,127 kali
untuk mengalami kejadian ISPA.
2. Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Tabel 5.15 Analisis Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten
Ngawi Tahun 2019
Kepadatan
Hunian
Kejadian ISPA pada Balita
p-value OR
(CI 95%) Kasus Kontrol
n % n %
Tidak Memenuhi
Syarat 17 65,4 8 30,8
0,026 4,250
(1,332-13,562) Memenuhi Syarat 9 34,6 18 69,2
Total 26 100,0 26 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.15 di atas diperoleh data responden dengan
kepadatan hunian tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak 17
rumah (65,4%) dan pada kontrol sebanyak 8 rumah (30,8%). Sedangkan
responden dengan kepadatan hunian memenuhi syarat pada kasus
sebanyak 9 rumah (34,6%) dan pada kontrol sebanyak 18 rumah
(69,2%).
Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,026
(<α=0,05), yang berarti ada hubungan antara kepadatn hubian dengan
kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi. Diperoleh nilai OR luas ventilasi sebesar 4,250
dengan CI95% 1,332-13,562, yang berarti balita dengan kepadatan
hunian rumah tidak memenuhi syarat berisiko 4,250 kali untuk
mengalami kejadian ISPA.
57
3. Hubungan antara Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Tabel 5.16 Analisis Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi Tahun
2019
Jenis Lantai
Kejadian ISPA pada
Balita p-value
OR
(CI 95%) Kasus Kontrol
n % n %
Tidak Memenuhi
Syarat 15 57,7 13 50,0
0,781 1,364
(0,457-4,071) Memenuhi Syarat 11 42,3 13 50,0
Total 26 100,0 26 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.16 di atas diperoleh data responden dengan
jenis lantai tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak 15 rumah
(57,7%) dan pada kontrol sebanyak 13 rumah (50,0%). Sedangkan
responden dengan jenis lantai memenuhi syarat pada kasus sebanyak 11
rumah (42,3%) dan pada kontrol sebanyak 13 rumah (50,0%).
Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,781
(>α=0,05), yang berarti tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan
kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi. Diperoleh nilai OR luas ventilasi sebesar 1,364
dengan CI95% 0,457-4,071, yang berarti jenis lantai bukan sebagai faktor
resiko terjadinya ISPA pada balita.
58
4. Hubungan antara Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Tabel 5.17 Analisis Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Tahun 2019
Jenis Dinding
Kejadian ISPA pada
Balita p-value
OR
(CI 95%) Kasus Kontrol
n % n %
Tidak permanen 7 26,9 5 19,2
0,742 1,547
(0,420-5,704) Permanen 19 73,1 21 80,8
Total 26 100,0 26 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.17 di atas diperoleh data responden dengan
jenis dinding tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak 7 rumah
(26,9%) dan pada kontrol sebanyak 5 rumah (19,2%). Sedangkan
responden dengan jenis dinding memenuhi syarat pada kasus sebanyak
19 rumah (73,1%) dan pada kontrol sebanyak 21 rumah (80,8%).
Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,742
(>α=0,05), yang berarti tidak ada hubungan antara jenis dinding dengan
kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi. Diperoleh nilai OR luas ventilasi sebesar 1,547
dengan CI95% 0,420-5,704, yang berarti jenis dinding bukan sebagai
faktor resiko terjadinya ISPA pada balita.
59
5. Hubungan antara Kepemilikan Lubang Asap dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten
Ngawi
Tabel 5.18 Analisis Kepemilikan Lubang Asap dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi Tahun 2019
Kepemilikan
Lubang Asap
Kejadian ISPA pada
Balita p-value
OR
(CI 95%) Kasus Kontrol
n % n %
Tidak Memenuhi
Syarat 13 26,9 5 19,2
0,041 4,200
(1,213-14,541) Memenuhi Syarat 13 73,1 21 80,8
Total 26 100,0 26 100,0
Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.18 di atas diperoleh data responden dengan
kepemilikan lubang asap tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak
13 rumah (50,0%) dan pada kontrol sebanyak 5 rumah (19,2%).
Sedangkan responden dengan kepemilikan lubang asap memenuhi
syarat pada kasus sebanyak 13 rumah (50,0%) dan pada kontrol
sebanyak 21 rumah (80,8%).
Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,041
(<α=0,05), yang berarti ada hubungan antara jenis lantai dengan
kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi. Diperoleh nilai OR luas ventilasi sebesar 4,200
dengan CI95% 1,213-14,541, yang berarti jenis balita dengan rumah
yang memiliki lubang asap tidak memenuhi syarat berisiko 4,200 kali
untuk mengalami kejadian ISPA.
60
5.5 Pembahasan
1. Luas Ventilasi
Hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara luas
ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung
Kecamatan Gerih. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p-value sebesar
0,012 < α = 0,05, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara luas
ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita dan risiko (OR) sebesar
5,127 menunjukkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan luas
ventilasi tidak memenuhi syarat 5,127 kali lebih berisiko terkena ISPA
di banding balita yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi yang
memenuhi syarat.
Luas ventilasi pada kasus yang tidak memenuhi syarat berjumlah
17 (65,4%), dan yang memenuhi syarat terdapat 9 (34,6%), sedangkan
pada kontrol yang tidak memenuhi syarat berjumlah 7 (26,9%) dan
yang memenuhi syarat berjumlah 19 (73,1%). Hal ini karena kebiasaan
keluarga yang buruk yaitu membuka jendela, dan kurangnya luas
ventilasi dalam rumah sehingga udara tidak dapat mengalir dengan
sempurna, untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya dapat menambah
angina-angin pada dinding rumah dan selalu mebuka jendela setiap
pagi.
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara
ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.
Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi
61
secatra alamiah melalui jendela, pintu, lubang angina, lubang-lubang
pada dinding, dan sebagainya. Ventilasi buatan, yaitu dengan
menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara ke dalam
rumah, misalnya kipas angina, dan mesin penghisap udara
(Notoatmodjo, 2011).
Perlu diperhatikan di sini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus
dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir.
Artinya dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya
udara. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/
SK/VII/1999 tentang peraturan rumah sehat menetapkan bahwa luas
ventilasi alamiah yang permanen yaitu lebih dari satu sama dengan 10%
dari luas lantai rumah, sedangkan tidak memenuhi syarat jika kurang
dari 10% luas lantai rumah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lady Diana BR Sinuraya (2017), yang menunjukkan bahwa ada
hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA di Kabupaten Karo
dan balita tinggal di tempat yang ventilasi yang tidak memenuhi syarat
mempunyai risiko terkena ISPA 3,1 kali lebih besar dibanding dengan
balita yang tinggal di rumah yang ventilasinya memenuhi syarat.
Dari hasil observasi diperoleh sebagian besar luas ventilasi
rumah responden kasus tidak memenuhi syarat karena kebanyakan
rumah responden berbentuk minimalis dengan luas ruangan yang tidak
begitu besar dan pembuatan design ventilasinya juga tidak besar dan
62
membuat sinar matahari masuk kedalam rumah tidak menyinari seluruh
ruangan.Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak menghiraukan
besar ventilasi tapi lebih memperdulikan bagaimana mereka cukup tidur
dan tempat pertukaran udara mereka sering menggunakan pintu yakni
dengan cara membuka pintu rumah dengan lebar. Rumah dengan luas
ventilasi yang tidak memenuhi syarat besar ventilasi >10% dari luas
lantai ini dapat menimbulkan peningkatan kepengapan dan kelembaban
ruangan sehingga memudahkan penularan penyakit.
2. Kepadatan Hunian
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan yang
bermakna antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita di
Desa Guyung Kecamatan Gerih. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p-
value sebesar 0,026 < α = 0,05, yang berarti ada hubungan yang
bermakna antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada
balita dan nilai risiko (OR) sebesar 4,250 menunjukkan bahwa balita
yang tinggal lama dalam rumah dengan kepadatan hunian yang tidak
memenuhi syarat 4,250 kali lebih berisiko terkena ISPA dibanding
dengan balita yang tinggal di rumah dengan kepadatan hunian yang
memenuhi syarat.
Kepadatan hunian yang memenuhi syarat pada kasus berjumlah 9
(34,6%) dan pada kontrol berjumlah 18 (69,2%). Sedangkan yang tidak
memenuhi syarat pada kasus berjumlah 17(65,4%) dan pada kontrol
berjumlah 8.(30,8%). Bukan hanya disebabkan oleh kepadatan hunian
63
kamar tetapi di sebabkan oleh faktor perilaku host, faktor agent, dan
faktor lingkungan, tidak adanya ventilasi dalam kamar menyebabkan
sirkulasi udara tidak berjalan dengan lancer.
Kepadatan hunian yang dimaksud perbandingan antara luas kamar
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan
kepadatan hunian untuk seluruh perumahan bias dinyatakan dalam m2
per orang. Luas minimum per orang sangat relative tergantung kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia, untuk perumahan sederhana,
minimum 8 m2 orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 2 orang,
kamar tidur sebaiknya tidak dihuni >2 orang, kecuali suami istri dan
anak dibawah 2 tahun (Notoatmodjo, 2011).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lady Diana BR Sinuraya (2017) hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA di Kabupaten
Karo dan balita tinggal di tempat yang kepadatan hunian yang tidak
memenuhi syarat mempunyai risiko terkena ISPA 4,5 kali lebih besar
dibanding dengan balita yang tinggal di tempat yang kepadatan
huniannya memenuhi syarat.
Sebagian besar responden memiliki rumah dengan kepadatan
yang tidak memenuhi syarat, karena dari hasil observasi kebanyakan
responden memiliki luas kamar kurang dari 8 m2 dan luas ventilasi yang
kurang dari 10% di huni oleh 2 orang dewasa dan 2 orang anak
(Permenkes, 2011). Sehingga dapat mempengaruhi penyebaran
64
penyakit menular dalam kecepatan transmisi mikroorganisme. Luas
rumah yang sempit dengan jumlah anggota keluarga yang banyak
menyebabkan rasio penghuni dengan luas rumah tidak seimbang yang
memungkinkan bakteri maupun virus dapat menular melalui pernafasan
dan penghuni rumah satu ke penghuni rumah lainnya.
3. Jenis Lantai
Hasil penelitian uji Chi Square menunjukkan bahwa p-value
sebesar 0,781 > α = 0,05, yang berarti tidak ada hubungan antara jenis
lantai dengan kejadian ISPA pada balita. Nilai OR diperoleh sebesar
1,364, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis lantai rumah bukan
merupakan faktor risiko terjadinya ISPA pada balita.
Jenis lantai pada kasus yang tidak memenuhi syarat 15 (57,7%)
dan pada kontrol sebanyak 13 (50,0%), sedangkan lantai yang
memenuhi syarat pada kasus 11 (42,3%) dan pada kontrol 13 (50,0%).
Meskipun pada uji statistik tidak terdapat hubungan tetapi lantai harus
di perhatikan kebersihannya, karena lantai yang kotor, berdebu dapat
menjadi berkembangbiakan bibit penyakit, virus, ataupun bakteri
penyebab penyakit ISPA.
Saat ini, ada berbagai jenis lantai rumah. Lantai rumah dari semen
atau ubin, keramik, atau cukup tanah biasa dipadatkan. Syarat yang
penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak
becek pada musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan
sarang penyakit (Notoatmodjo, 2011).
65
Berdasarkan hasil penelitian dari 52 responden di wilayah Desa
Guyung Kecamatan Gerih didapatkan bahwa 24 rumah responden
memiliki jenis lantai yang sudah memenuhi syarat seperti dikeramik,
diplester, sehingga kedap terdapat air. Hal ini menunjukkan bahwa jenis
lantai rumah responden sebagian besar sudah memenuhi syarat.
Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Lady Diana BR
Sinuraya (2017), dengan nilai p-value yang diperoleh adalah 1.000
sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis lantai dengan
kejadian ISPA.
Berdasarkan pengamatan di lapangan diperoleh sebagian rumah
responden jenis lantainya sudah kedap air dan terbuat dari keramik dan
plaster, sehingga mudah dibersihkan dari debu. Sebagian lantai masih
dari tanah tidak kedap air, masih berdebu jika di sapu dapat
menyebabkan ISPA pada balita. Lantai yang baik adalah tidak berdebu
pada musim kemarau dan tidak basah dimusim hujan. Lantai yang tidak
standar standar merupakan media perkembangbiakan bakteri dan virus
penyebab ISPA.
4. Jenis Dinding
Hasil penelitian uji Chi Square menunjukkan bahwa p-value
sebesar 0,742 > α = 0,05, yang berarti tidak ada hubungan antara jenis
dinding dengan kejadian ISPA pada balita. Nilai OR diperoleh sebesar
1,547 sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis dinding rumah bukan
merupakan faktor risiko terjadinya ISPA pada balita.
66
Jenis dinding tidak memenuhi syarat pada kasus 7 (26,9%) dan
pada kontrol 5 (19,2%). Dinding yang memenuhi syarat pada kasus 19
(73,1%) dan pada kontrol 21 (80,8%). Dalam hasil uji statistic tidak
terdapat hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA pada
balita, harus diperhatikan bahwa dinding yang baik adalah tidak
berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan.
Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding
rumah daerah tropis khususnya dipedesaan banyak yang berdinding
papan, kayu, dan bamboo.Hal ini disebabkan masyarakat perdesaan
perekonomiannya kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat seperti
papan, kayu, dan bamboo dapat menyebabkan penyakit pernafasan.
Dinding di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan ventilasi
untuk pengaturan sirkulasi udara. Kemudian dinding di kamar mandi
dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan (Notoatmodjo,
2011).
Berdasarkan hasil penelitian dari 52 responden di wilayah Desa
Guyung Kecamatan Gerih didapatkan bahwa 40 rumah responden
memiliki jenis dinding yang sudah memenuhi syarat, yaitu dari batu
bata dan batako. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dinding rumah
responden sebagian besar sudah memenuhi syarat. Penelitian ini tidak
selaras dengan penelitian yang dilakukan Ardinasari Eiyta(2016).
dengan nilai p-value yang diperoleh adalah 0,004, yaitu ada hubungan
yang bermakna antara jenis dinding dengan kejadian ISPA.
67
Berdasarkan pengamatan di lapangan rumah responden jenis
dinding nya sudah terbuat dari bata/batako, dan masih beberapa rumah
responden dindingnya terbuat dari kayu. Jenis dinding yang tidak
permanen dapat menyebabkan masuknya udara dari celah-celah dinding
dan menyebabkan bakteri atau virus masuk melalui celah tersebut.
Jenis dinding yang sudah permanen adalah tidak berdebu dan
mencegah virus, kuman tinggal, dan menambah nilai keindahan rumah.
Dan membuat nyaman penghuni rumahnya dari udara dingin di malam
hari yang menyebabkan penyakit ISPA kambuh.
5. Kepemilikan lubang asap
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan yang
bermakna antara kepemilikan lubang asap dengan kejadian ISPA pada
balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih. Hasil uji Chi Square
diperoleh nilai p-value sebesar 0,041 < α = 0,05 yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara kepemilikan lubang asap dengan
kejadian ISPA pada balita dan nilai risiko (OR) sebesar 4,200,
menunjukkan bahwa balita yang tinggal lama dalam rumah dengan
kondisi dapur yang tidak memenuhi syarat 4,200 kali lebih berisiko
terkena ISPA dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan
kondisi dapur yang memenuhi syarat.
Lubang asap yang tidak memenuhi syarat pada kasus 13 26,9%)
dan pada kontrol 5 (19,2%), sedangkan lubang asap yang memenuhi
syarat pada kasus 13 (73,1) dan pada kontrol 21 (80,8%). Responden
68
tidak menggunakan lubang asap dan beralih pada ventilasi yang di
gunakan untuk proses pertukaran udara pada proses memasak. Hal ini
di lakukan untuk mengurangi pencemaran udara dalam ruangan rumah
karena proses memasak menggunakan tungku.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
829/Menkes/SK/VIII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan,
dapur yang sehat harus memiliki lubang asap dapur. Di perkotaan,
dapur sudah dilengkapi dengan penghisap asap. Lubang asap dapur
menjadi penting artinya karena asap dapat mempunyai dampak terhadap
kesehatan manusia terutama penghuni didalam rumah atau masyarakat
pada umumnya (Dinkes Prov. Jateng, 2005).
Dapur tanpa lubang asap akan menimbulkan banyak polusi asap
ke dalam rumah yang dapurnya menyatu dengan rumah dan kondisi ini
akan berpengaruh terhadap kejadian ISPA balita, seperti hasil penelitian
Suparman (2004) yang membuktikan adanya hubungan terhadap
kejadian ISPA di rumah yang banyak mendapat polusi asap dapur dan
tidak.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Vovi Noviyanti (2012), yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara kepemilikan lubang asap dengan kejadian ISPA dan balita
tinggal di tempat yang dapurnya tidak memenuhi syarat mempunyai
risiko terkena ISPA 1,876 kali lebih besar dibandingkan balita yang
tinggal di rumah dengan kondisi dapur yang memenuhi syarat.
69
Berdasarkan pengamatan dilapangan diperoleh sebagian besar
responden memiliki rumah dengan dapur yang memenuhi syarat, hal ini
dikarenakan masyarakat banyak tinggal dengan padat penduduk.
Responden kebanyakan menggunakan kompor gas LPG untuk
memasak, sehingga tidak menggunakan lubang asap. Hanya sebagian
kecil yang masih menggunakan tungku pembakaran menggunakan
kayu bakar. Penggunaan lubang asap pada tungku juga sudah jarang
ada, hal ini dikarenakan rumah tersebut menggunakan ventilasi di dapur
untuk mengurangi pencemaran udara di dalam rumah, karena asap dari
proses pembakaran tungku ketika memasak di dapur. Ada sebagian
masyarakat yang belum paham akan pentingnya lubang pembuangan
asap di dapur menyebabkan pembakaran di dalam rumah dengan bahan
kayu mencemari seluruh ruangan dan menyebabkan ISPA.
5.6 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang memungkinkan
dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian, yaitu:
1. Penelitian ini belum sampai analisis Multivariat karena belum
diketahui variabel independen yang paling menonjol sebagai faktor
resiko terjadinya ISPA pada balita.
70
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Hasil analisis univariat: luas ventilasi mayoritas memenuhi syarat
(53,8%), kepadatan hunian memenuhi syarat (51,9%), jenis lantai tidak
memenuhi syarat (53,8%), jenis dinding permanen (76,9%), dan
kepemilikan lubang asap memenuhi syarat (65,4%).
2. Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA
pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi (p
value = 0,026, OR=5,127, 95%CI 1,332-13,562).
3. Ada hubungan antara kepemilikan lubang asap dengan kejadian
penyakit ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi (p value = 0,041, OR=4,200, 95%CI 1,213-14,541).
4. Tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian penyakit ISPA
pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi (p
value = 0,781, OR-1,364, 95%CI 0,457-4,071).
5. Tidak ada hubungan antara jenis dinding dengan kejadian penyakit
ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
(p value = 0,742, OR=1,547, 95%CI 0,420-5,704).
71
6. Ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian penyakit ISPA
pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi (p
value = 0,012, OR=5,127, 95%CI 1,568-16,765).
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang
dapat diberikan oleh peneliti adalah:
6.2.1 Bagi Puskesmas Widodaren Gerih
Melakukan sosialisasi dan publikasi tentang pencegahan dini
terjadinya penyakit ISPA khususnya pada balita melalui penyuluhan
di posyandu balita tiap desa maupun menggunakan media cetak
seperti poster, leaflet, dan lainnya sehingga angka kejadian ISPA
dapat menurun dan segera terobati.
6.2.2 Bagi Masyarakat Desa Guyung
Diharapkan masyarakat yang mempunyai balita dapat
memperbaiki kondisi lingkungan fisik rumah, membuka ventilasi
rumah agar ada pergantian udara, menyapu lantai setiap hari agar
terhindar dari debu dan memisahkan kamar balita dengan orang tua
agar tidak tertular penyakit ISPA .
6.2.3 Bagi Peneliti Lain
1. Penelitian ini dapat dikembangkana di daerah lain dengan
menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
penyakit ISPA pada balita dengan membandingkan hasil
penelitian terdahulu.
72
2. Bagi peneliti selanjutkan disarankan menggunakan pendekatan
Crossectional dengan variabel lain, jumlah sampel yang lebih
banyak, dan berbeda tempat penelitian.
73
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829 Menkes SK/VII/1999 tentang
persyaratan kesehatan perumahan.https://peraturan.bkpm.go.id. Diakses
pada tanggal 20 Mei 2019.
Ardinasari, Eiyta. 2016. Buku Pintar Mencegah dan Mengobati Penyakit Bayi
&Anak.Jakarta:Bestari.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar
2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Dewi, Candra Angelina. 2012. Analisis Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Pada Anak Balita Di Wilayah Puskesmas Bangli Utara.
Dharma,K.K.(2011). Metodologi penelitian keperawatan: panduan melaksanakan
dan menerapkan hasil penelitian, Jakarta: TIM.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi. Profil Puskesmas Widodaren
2018.Ngawi:Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi.
Ditjen PPM & PL. 2004. 17.600 Polisi Jakarta Derita ISPA. http://209.85.173.
132/search?q=cache:85OqpTl6aIAJ:www.penyakitmenular.info/detil.asp
%3Fm%3D6%26s%3D2%26i%3D242+ISPA+pada+polisi+lalu+lintas&c
d=15&hl=id&ct=clnk&gl=id (10 Mei 2019).
Hamidah Yuul Ardhin. 2018. Hubungan Kesehatan Lingkungan Rumah Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut(ISPA) Pada Balita Di Desa
Pulung Merdiko Ponorogo.
Hidayat,A.A.,(2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisis
data.Jakarta: Selemba Medika.
Huda,Nur. 2015. Hubungan Antara Kondisi Lingkungan Rumah Dan Perilaku
Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di
Kelurahan Wonolopo. Universitas Negeri Semarang.
Irianto, Koes. 2014. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Public Health). Bandung : CV
Alfabeta.
Iswarini & Wahyu D. 2006. Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah, Kebersihan
Rumah, Kepadatan Penghuni Dan Pencemaran Udara Dalam Rumah
Dengan Keluhan Penyakit ISPA Pada Balita, Skripsi Universitas Erlangga.
Surabaya.
74
Kemenkes, RI. 2012. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita, Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia tahun
2016. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan.
Khrisna,A. 2013. Mengenali Keluhan Anda.Jakarta:Informasi Medika.
Kusmana, Aep. 2004. hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian pneumonia
ISPA balita. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro.Semarang.
Kusnoputranto, Haryoto, 2000. Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.
Maryunani dan Ani. 2013. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), Jakarta:
Trans Info Media.
Mumpuni,Yekti.2016.45.Penyakit Yang Sering Hinggap Pada Anak. Yogyakarta:
Rapha Publishing.
Mundiatun dan Daryanto. 2015. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta:
Gava Media.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Notoatmodjo,S.2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Promosi
Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka.
Noviyanti, Vovi. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA
di sekitar wilayah tempat pembuangan akhir sampah tamangapa kota
Makassar.
Nursalam, 2013. Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Patmawati Dongky Dan Kadrianti,2015 Faktor risiko lingkungn fisik rumah
dengan kejadian ispa balita di kelurahan polewali mandar.
Ramadhaniyanti, Gita Nurina. 2013. Faktor-Faktor Lingkungan Rumah Dan
Perilaku Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di
Kelurahan Kuningan Kecamatan Semarang Utara.
75
Saryono. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sastroasmoro, Prof. Dr. Sudigdo Dan Ismail, Prof. Dr. Sofyan. 2011. Dasar-
Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke-4. Jakarta : Sagung Seto.
Sinuraya, BR Diana Lady. 2017. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian ISPA
pada balita di desa Singgamanik Kecamatan Munte Kabupaten Karo.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, Dan R&D: Bandung: Alfabeta.
Untari,Ida. 2017 .7 Pilar Utama Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Thema
Publising.
Wahyono. 2008. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut Anak Usia
Dibawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas Purwareja
Klampok Kabupaten Banjarnegara. Majalah Farmasi Indonesia.
76
Lampiran 1
SURAT IJIN PENGAMBILAN DATA AWAL
77
Lampiran 2
SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada:
Calon Responden Penelitian
Di Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini Mahasiswa STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Promosi
Kesehatan:
Nama : Nurul Latifatul Aziz
NIM : 201503082
Alamat : Dusun Centong. Desa Gerih. RT: 10. RW: 02.
Kecamatan Gerih. KabupatenNgawi.
Bersamaan dengan ini peneliti mengajukan permohonan untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian
Penyakit ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi”.
Saya memohon ketersediaan Ibu untuk bersedia menjadi responden dalam
penelitian yang akan saya lakukan. Kerahasiaan data pribadi akan sangat saya jaga
dan informasi yang saya dapatkan akan saya gunakan untuk kepentingan
penelitian, oleh karena itu saya berharap responden memberikan jawaban sesuai
dengan yang dikehendaki dan sesuai dengan keadaan yang sebenar-benarnya.
Atas kerjasama dan perhatiannya, saya mengucapkan terima kasih yang sebanyak-
banyaknya.
Madiun, Juli 2019
Peneliti,
Nurul Latifatul Aziz NIM. 201503082
78
Lampiran 3
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nurul Latifatul Aziz
NIM : 201503082
Asal Institusi : Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Berkenaan dengan tugas akhir saya dalam penyusunan skripsi, saya mohon
kesediaan Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian saya tentang “Hubungan
Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA pada balita di Desa
Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi
Semua jawaban yang diberikan dipergunakan untuk keperluan penyusunan skripsi
dengan data yang lain, dan tidak mempengaruhi keberadaan Ibu serta dijaga
kerahasiaannya.
Atas ketersediaan dan perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Mahasiswa
Nurul Latifatul Aziz
NIM. 201503082
Ngawi, ..................................
Menyetujui,
.............................................
79
Lampiran 4
LEMBAR OBSERVASI
No. responden :
I. Identitas Responden
Nama ibu balita :
Nama balita :
Umur :
Jenis Kelamin : L/P
1. Status Gizi Balita
Variabel Status Gizi Baik Status Gizi Kurang
Status Gizi Balita
2. ASI Eksklusif
Variabel ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
pemberian Asi Eksklusif
3. Imunisasi Lengkap
Variabel Imunisasi Baik
Imunisasi Kurang
Imunisasi Lengkap
4. Luas ventilasi dan Kepadatan Hunian
Observasi dan
pengukuran Hasil Observasi Keterangan
Jumlah Penghuni
Rumah
………….orang Kepadatan
hunian
Luas ventilasi
Luas Lantai
Rumah
………….m2
…......orang/m2
....
....………m2 Luas Ventilasi
Rumah
………….m2
No Responden
: Kasus
: Kontrol
80
5. Jenis Lantai
Variabel Hasil Pengamatan
Jenis Lantai
1. Ubin/semen
2. Keramik
3. Plester
6. Jenis dinding
Variabel Hasil Pengamatan
Jenis dinding
1. Bata/Batako
2. Kayu
7. Kepemilikan Lubang Asap
Variabel Mempunyai Tidak Mempunyai
Kepemilikan Lubang Asap
81
Lampiran 5
KARTU BIMBINGAN
82
Lampiran 6
SURAT IZIN PENELITIAN
83
Lampiran 7
SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN
84
Lampiran 8
OUTPUT DATA
No Kejadian
ISPA
Luas
Ventilasi
Kepadatan
Hunian
Jenis
Lantai
Jenis
Dinding
Kepemilikan
Lubang Asap
1 0 0 1 0 1 0
2 0 0 1 1 1 1
3 0 0 1 1 1 1
4 0 1 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 1
6 0 0 0 1 1 1
7 0 0 1 0 1 0
8 0 1 0 0 1 1
9 0 0 1 1 1 1
10 0 0 1 1 1 1
11 0 1 0 0 0 0
12 0 0 0 0 0 0
13 0 0 0 0 0 0
14 0 0 0 0 1 1
15 0 1 0 0 0 0
16 0 0 0 1 1 1
17 0 0 1 1 1 1
18 0 1 1 0 0 0
19 0 1 0 0 1 1
20 0 0 0 0 0 0
21 0 0 1 1 1 1
22 0 1 0 0 0 0
23 0 1 0 1 1 0
24 0 0 0 0 1 0
25 0 1 0 0 0 0
26 0 0 0 0 1 1
27 1 0 1 1 1 1
28 1 0 1 1 1 1
29 1 1 1 0 1 0
30 1 0 1 0 1 0
31 1 1 1 1 1 1
32 1 1 1 1 1 1
33 1 1 0 0 1 1
34 1 1 1 1 1 1
35 1 1 1 1 1 1
36 1 1 1 1 1 1
37 1 1 0 0 0 0
38 1 0 1 0 1 1
39 1 1 1 1 1 1
85
No Kejadian
ISPA
Luas
Ventilasi
Kepadatan
Hunian
Jenis
Lantai
Jenis
Dinding
Kepemilikan
Lubang Asap
40 1 1 1 1 1 1
41 1 1 1 0 1 1
42 1 1 0 0 0 0
43 1 1 0 0 0 0
44 1 0 1 1 1 1
45 1 1 0 0 0 1
46 1 0 1 1 1 1
47 1 1 1 0 1 1
48 1 1 0 1 1 1
49 1 1 1 0 1 1
50 1 0 0 0 0 1
51 1 1 1 1 1 1
52 1 1 0 0 1 1
86
Lampiran 9
HASIL KARAKTERISTIK RESPONDEN
JENIS_KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid lakilaki 23 44.2 44.2 44.2
perempuan 29 55.8 55.8 100.0
Total 52 100.0 100.0
USIA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid kurangdari 36 bulan 20 38.5 38.5 38.5
Lebihdarisamadengan 36 Bln
32 61.5 61.5 100.0
Total 52 100.0 100.0
STATUS_GIZI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid KURANG 16 30.8 30.8 30.8
BAIK 36 69.2 69.2 100.0
Total 52 100.0 100.0
IMUNISASI_LENGKAP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK 14 26.9 26.9 26.9
YA 38 73.1 73.1 100.0
Total 52 100.0 100.0
IMUNISASI_LENGKAP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK 14 26.9 26.9 26.9
YA 38 73.1 73.1 100.0
Total 52 100.0 100.0
87
KEJADIAN_ISPA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid KASUS 26 50.0 50.0 50.0
KONTROL 26 50.0 50.0 100.0
Total 52 100.0 100.0
LUAS_VENTILASI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK MEMENUHI SYARAT 24 46.2 46.2 46.2
MEMENUHI SYARAT 28 53.8 53.8 100.0
Total 52 100.0 100.0
KEPADATAN_HUNIAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK MEMENUHI SYARAT 25 48.1 48.1 48.1
MEMENUHI SYARAT 27 51.9 51.9 100.0
Total 52 100.0 100.0
JENIS_LANTAI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK MEMENUHI SYARAT 28 53.8 53.8 53.8
MEMENUHI SYARAT 24 46.2 46.2 100.0
Total 52 100.0 100.0
JENIS_DINDING
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK PERMANEN 12 23.1 23.1 23.1
PERMANEN 40 76.9 76.9 100.0
Total 52 100.0 100.0
KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK MEMENUHI SYARAT 18 34.6 34.6 34.6
MEMENUHI SYARAT 34 65.4 65.4 100.0
Total 52 100.0 100.0
88
Lampiran 10
OUTPUT UJI CHI-SQUARE
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
LUAS_VENTILASI * KEJADIAN_ISPA
52 100.0% 0 .0% 52 100.0%
KEPADATAN_HUNIAN * KEJADIAN_ISPA
52 100.0% 0 .0% 52 100.0%
JENIS_LANTAI * KEJADIAN_ISPA
52 100.0% 0 .0% 52 100.0%
JENIS_DINDING * KEJADIAN_ISPA
52 100.0% 0 .0% 52 100.0%
KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP * KEJADIAN_ISPA
52 100.0% 0 .0% 52 100.0%
LUAS_VENTILASI * KEJADIAN_ISPA
Crosstab
KEJADIAN_ISPA
Total KASUS KONTROL
LUAS_ VENTILASI
TIDAK MEMENUHI SYARAT
Count 17 7 24
% within LUAS_VENTILASI 70.8% 29.2% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 65.4% 26.9% 46.2%
% of Total 32.7% 13.5% 46.2%
MEMENUHI SYARAT Count 9 19 28
% within LUAS_VENTILASI 32.1% 67.9% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 34.6% 73.1% 53.8%
% of Total 17.3% 36.5% 53.8%
Total Count 26 26 52
% within LUAS_VENTILASI 50.0% 50.0% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
89
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.738a 1 .005
Continuity Correctionb 6.268 1 .012
Likelihood Ratio 7.948 1 .005
Fisher's Exact Test .012 .006
Linear-by-Linear Association 7.589 1 .006
N of Valid Casesb 52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std. Error
a Approx. T
b Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R .386 .128 2.957 .005c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .386 .128 2.957 .005c
N of Valid Cases 52
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for LUAS_VENTILASI (TIDAK MEMENUHI SYARAT / MEMENUHI SYARAT)
5.127 1.568 16.765
For cohort KEJADIAN_ISPA = KASUS
2.204 1.214 4.000
For cohort KEJADIAN_ISPA = KONTROL
.430 .219 .843
N of Valid Cases 52
90
KEPADATAN_HUNIAN * KEJADIAN_ISPA
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.240a 1 .012
Continuity Correctionb 4.930 1 .026
Likelihood Ratio 6.372 1 .012
Fisher's Exact Test .025 .013
Linear-by-Linear Association 6.120 1 .013
N of Valid Casesb 52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std. Error
a Approx. T
b Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R .346 .130 2.611 .012c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation
.346 .130 2.611 .012c
N of Valid Cases 52
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KEPADATAN_HUNIAN (TIDAK MEMENUHI SYARAT / MEMENUHI SYARAT)
4.250 1.332 13.562
For cohort KEJADIAN_ISPA = KASUS
2.040 1.123 3.707
For cohort KEJADIAN_ISPA = KONTROL
.480 .255 .902
N of Valid Cases 52
91
JENIS_LANTAI * KEJADIAN_ISPA
Crosstab
KEJADIAN_ISPA
Total KASUS KONTROL
JENIS_ LANTAI
TIDAK MEMENUHI SYARAT
Count 15 13 28
% within JENIS_LANTAI 53.6% 46.4% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 57.7% 50.0% 53.8%
% of Total 28.8% 25.0% 53.8%
MEMENUHI SYARAT Count 11 13 24
% within JENIS_LANTAI 45.8% 54.2% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 42.3% 50.0% 46.2%
% of Total 21.2% 25.0% 46.2%
Total Count 26 26 52
% within JENIS_LANTAI 50.0% 50.0% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .310a 1 .578
Continuity Correctionb .077 1 .781
Likelihood Ratio .310 1 .578
Fisher's Exact Test .781 .391
Linear-by-Linear Association .304 1 .582
N of Valid Casesb 52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std. Error
a Approx. T
b Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R .077 .138 .547 .587c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation
.077 .138 .547 .587c
N of Valid Cases 52
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
92
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for JENIS_LANTAI (TIDAK MEMENUHI SYARAT / MEMENUHI SYARAT)
1.364 .457 4.071
For cohort KEJADIAN_ISPA = KASUS
1.169 .671 2.036
For cohort KEJADIAN_ISPA = KONTROL
.857 .499 1.474
N of Valid Cases 52
JENIS_DINDING * KEJADIAN_ISPA
Crosstab
KEJADIAN_ISPA
Total KASUS KONTROL
JENIS_ DINDING
TIDAK PERMANEN
Count 7 5 12
% within JENIS_DINDING 58.3% 41.7% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 26.9% 19.2% 23.1%
% of Total 13.5% 9.6% 23.1%
PERMANEN Count 19 21 40
% within JENIS_DINDING 47.5% 52.5% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 73.1% 80.8% 76.9%
% of Total 36.5% 40.4% 76.9%
Total Count 26 26 52
% within JENIS_DINDING 50.0% 50.0% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .433a 1 .510
Continuity Correctionb .108 1 .742
Likelihood Ratio .435 1 .510
Fisher's Exact Test .743 .372
Linear-by-Linear Association .425 1 .514
N of Valid Casesb 52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,00.
b. Computed only for a 2x2 table
93
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std. Error
a Approx. T
b Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R .091 .137 .648 .520c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .091 .137 .648 .520c
N of Valid Cases 52
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for JENIS_DINDING (TIDAK PERMANEN / PERMANEN)
1.547 .420 5.704
For cohort KEJADIAN_ISPA = KASUS
1.228 .689 2.190
For cohort KEJADIAN_ISPA = KONTROL
.794 .382 1.649
N of Valid Cases 52
KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP * KEJADIAN_ISPA
Crosstab
KEJADIAN_ISPA
Total KASUS KONTROL
KEPEMILIKAN_ LUBANG_ASAP
TIDAK MEMENUHI SYARAT
Count 13 5 18
% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP
72.2% 27.8% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 50.0% 19.2% 34.6%
% of Total 25.0% 9.6% 34.6%
MEMENUHI SYARAT
Count 13 21 34
% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP
38.2% 61.8% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 50.0% 80.8% 65.4%
% of Total 25.0% 40.4% 65.4%
Total Count 26 26 52
% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP
50.0% 50.0% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
94
Crosstab
KEJADIAN_ISPA
Total KASUS KONTROL
KEPEMILIKAN_ LUBANG_ASAP
TIDAK MEMENUHI SYARAT
Count 13 5 18
% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP
72.2% 27.8% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 50.0% 19.2% 34.6%
% of Total 25.0% 9.6% 34.6%
MEMENUHI SYARAT
Count 13 21 34
% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP
38.2% 61.8% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 50.0% 80.8% 65.4%
% of Total 25.0% 40.4% 65.4%
Total Count 26 26 52
% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP
50.0% 50.0% 100.0%
% within KEJADIAN_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.438a 1 .020
Continuity Correctionb 4.163 1 .041
Likelihood Ratio 5.583 1 .018
Fisher's Exact Test .040 .020
Linear-by-Linear Association 5.333 1 .021
N of Valid Casesb 52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std. Error
a Approx. T
b Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R .323 .129 2.416 .019c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .323 .129 2.416 .019c
N of Valid Cases 52
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
95
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP (TIDAK MEMENUHI SYARAT / MEMENUHI SYARAT)
4.200 1.213 14.541
For cohort KEJADIAN_ISPA = KASUS
1.889 1.129 3.159
For cohort KEJADIAN_ISPA = KONTROL
.450 .204 .991
N of Valid Cases 52
96
Lampiran 11
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Pengukuran luas ventilasi
Gambar 2. Dapur yang menggunakan ventilasi
97
Gambar 3. Dinding yang tidak memenuhi syarat
Gambar 4. Lantai Rumah Responden
98
Lampiran 12