SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

116
SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI DESA GUYUNG KECAMATAN GERIH KABUPATEN NGAWI Oleh : NURUL LATIFATUL AZIZ NIM : 201503082 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2019

Transcript of SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

Page 1: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

SKRIPSI

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN

KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

DI DESA GUYUNG KECAMATAN GERIH

KABUPATEN NGAWI

Oleh :

NURUL LATIFATUL AZIZ

NIM : 201503082

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2019

Page 2: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

ii

SKRIPSI

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN

KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

DI DESA GUYUNG KECAMATAN GERIH

KABUPATEN NGAWI

Diajukan untuk memenuhi

Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh :

NURUL LATIFATUL AZIZ

NIM : 201503082

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2019

Page 3: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

iii

Page 4: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

iv

Page 5: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

v

PERSEMBAHAN

Puji Syukur Alhamdulillah atas nikmat dan shalawat pada Nabi Muhammad

SAW. Teriring do’a dan dzikir penuh Khauf dan Roja’ kepada Allah SWT,

sebagai penuntut ilmu atas seruan-Nya dan atas segala Ridho-Nya yang telah

memberiku kekuatan dan senantiasa mengiringi dalam setiap langkahku. skripsi

ini saya persembahkan untuk :

1. Ayahanda tercinta dan Ibunda tersayang yang telah menorehkan segala kasih

sayangnya dengan penuh rasa ketulusan yang tidak kenal lelah dan batas

waktu, yang selalu mendukungku, memberiku motivasi dalam segala hal serta

memberikan kasih sayang yang teramat besar, juga selalu mengerti semua

keluh kesahku.

2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes, yang saya sayangi selaku dosen

pembimbing yang selama delapan semester memberikan ilmu di bidang

kesehatan lingkungan.

3. Ibu Riska Ratnawati, S.KM., M.Kes, yang saya sayangi selaku dosen

pembimbing yang senantiasa dengan sabar membimbing saya mengerjakan

skripsi ini sampai selesai.

4. Segenap dosen yang telah mengajarkan saya selama delapan semester di

Kesehatan Masyarakat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima

kasih atas ilmu yang telah diberikan.

5. Teman-temanku yang sama-sama berjuang, memberi semangat dalam

terselesaikannya skripsi ini.

6. Semua pihak yang sudah membantu terselesaikannya skripsi ini dan tidak

bisa saya sebutkan satu persatu.

7. Almamaterku tercinta STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

Page 6: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

vi

Page 7: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurul Latifatul Aziz

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat dan Tanggal Lahir : Ngawi, 2 Desember 1996

Agama : Islam

Alamat : Dsn.Centong,Ds/Kel.GerihRt/Rw.

10/02.Kecamatan Gerih. Kab. Ngawi

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan : 1. TK Darma Wanita Gerih 5 (2002)

2. SDN Gerih 5 (2003-2009)

3. SMP Negeri 1 Gerih (2009-2012)

4. SMK Kesehatan BIM Ngawi (2012-2015)

5. STIKES BHAKTI HUSADA MULIA

MADIUN jurusan S1 Kesehatan Masyarakat

dengan Peminatan Kesehatan Lingkungan

(2015-2019)

Page 8: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA

Pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi”.Skripsi ini

disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan tugas akhir Program

Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam rangka kegiatan

penyusunan skripsi ini tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa

adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan banyak bimbingan,

arahan, dan motivasi kepada penulis. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam

penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Riska Ratnawati, S.KM.,M.Kes, selaku pembimbing I yang telah

meluangkan banyak waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan

dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1

Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan selaku

pembimbing II yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat dan selaku dewan penguji yang telah bersedia meluangkan waktu

dan pikirannya untuk menguji skripsi yang telah dibuat oleh penulis.

4. dr. Oong Murdiantoro, M.M.Kes selaku kepala Puskesmas Widodaren

Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi yang telah memberikan Izin Penelitian

dan memberikan Data yang diperlukan penulis.

5. Bapak Maryana, Amd.KL, selaku pembimbing lahan yang telah meluangkan

banyak waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam

penyelesaian skripsi ini.

Page 9: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

ix

6. Keluarga tercinta yang telah memberikan do’a, nasehat-nasehat dan semangat

yang tiada hentinya.

7. Sahabat-sahabat dan teman-teman Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat

angkatan 2015 atas kerja sama dan motivasinya yang selalu menyemangati

disaat semangat penulis mulai goyah dan selalu menemani disaat suka dan

duka.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan

dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Akhirnya penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua.

Madiun, 31 Agustus 2019

Nurul Latifatul Aziz

NIM. 201503082

Page 10: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

x

Program Studi Kesehatan Masyarakat

STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

2019

ABSTRAK

Nurul Latifatul Aziz

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN

PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI DESA GUYUNG KECAMATAN

GERIH KABUPATEN NGAWI

116 halaman + 24 tabel + 5 gambar + 12 lampiran

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah

kesehatan yang angka kejadiannya cukup tinggi di dunia. Di Puskesmas

Widodaren kasus ISPA tertinggi ada di Desa Guyung, dengan jumlah penderita

sebanyak 141 balita. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan hubungan

lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Desa

Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan case control.

Populasi adalah seluruh balita yang berada di Desa Guyung sebanyak 320 balita.

Besar sampel adalah 52 orang dengan pembagian 1:1, yaitu sampel kasus 26

orang dan sampel kontrol 26 orang.

Variable bebas yang berhubungan dengan penyakit ISPA yaitu luas ventilasi

(p-value=0,012; OR=5,127; CI95%=1,568-16,765), kepadatan hunian (p-

value=0,026; OR=4,250; CI95%=1,332-13,562), dan kepemilikan lubang asap (p-

value=0,041; OR=4,200; CI95%=1,213-14,541). Variable bebas yang tidak

berhubungan dengan dengan penyakit ISPA yaitu jenis lantai (p-value=0,781;

OR=1,364; CI95%=0,457-4,071), dan jenis dinding (p-value=0,742; OR=1,547;

CI95%=0,420-5,704).

Diharapkan masyarakat yang mempunyai balita dapat memperbaiki kondisi

lingkungan fisik rumah, membuka ventilasi rumah agar ada pergantian udara,

menyapu lantai setiap hari agar terhindar dari debu dan memisahkan kamar balita

dengan orang tua agar tidak tertular penyakit ISPA .

Kata Kunci : ISPA, balita, lingkungan fisik rumah

Kepustakaan : 33 (2000 - 2018).

Page 11: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

xi

Public Health Study Program

STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

2019

ABSTRACT

Nurul Latifatul Aziz

THE CORRELATION OF HOUSE’S PHYSICAL ENVIRONMENT AND

ISPA DISEASE SUFFERED BY TOODLERS IN GUYUNG VILLAGE,

GERIH DISTRICT, NGAWI REGENCY

116 pages + 24 tables + 5 images + 12 attachments

Acute respiratory infections or ISPA is one of the health problems with a

high incidence in the world. In Widodaren Puskesmas, the high case of ISPA is in

Guyung village with 141 patients under five years old. The purpose of this study is

to prove the correlation between house’s physical environment and ISPA disease

suffered by toddlers in Guyung village, Gerih district, Ngawi regency.

The type of this research is analytic survey using case control approach.

The population is all toddlers in Guyung village that is 320 toddlers. The sample

size is 52 people with a division of 1:1, namely 26 people for the case sample and

26 people for the control sample.

Independent variables related to ISPA are ventilation area (p-value=0,012;

OR=5,127; CI95%=1,568-16,765), occupancy density (p-value=0,026;

OR=4,250; CI95%=1,332-13,562), and smoke hole ownership (p-value=0,041;

OR=4,200; CI95%=1,213-14,541). Independent variables not related to ISPA are

floor type (p-value = 0.781; OR = 1.364; CI95% = 0.457-4.071), and wall type

(p-value = 0.742; OR = 1.547; CI95% = 0.420- 5,704).

It is expected that society who have toddlers can improve the physical

condition of the house, open ventilation in order to get the air change, sweep the

floor every day to avoid dust and separate the toddler’s room from parents so that

the toddlers will not be infected by ISPA.

Keywords : ISPA, toddlers, house’s physical environment

Literature : 33 (2000-2018)

Page 12: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

xii

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN .............................................................................................. i

SAMPUL DALAM ............................................................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................ v

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

ABSTRAK ......................................................................................................... x

ABSTRACT .......................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 6

1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 6

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 6

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 6

1.5 Keaslian Penelitian ...................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) ..................................... 10

2.1.1 Pengertian ISPA .............................................................. 10

2.1.2 Penyebab terjadinya ISPA ............................................... 10

2.1.3 Klasifikasi ISPA .............................................................. 11

2.1.4 Epidemiologi ISPA .......................................................... 12

2.1.5 Tanda dan gejala ISPA .................................................... 14

2.1.6 Cara Penularan ................................................................ 14

2.1.7 Pencegahan ISPA ............................................................ 15

2.1.8 Pengobatan ISPA ............................................................. 15

2.2 Faktor Resiko ISPA ................................................................... 17

2.2.1 Faktor Host ...................................................................... 17

2.2.2 Faktor Agent ................................................................... 18

2.3 Konsep Rumah Sehat ................................................................. 19

2.3.1 Pegertian Rumah Sehat .................................................... 19

2.3.2 Komponen Fisik Rumah Sehat ....................................... 22

2.4 Kerangka Teori ............................................................................ 27

Page 13: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

xiii

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual .................................................................. 28

3.2 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 29

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ......................................................................... 30

4.2 Populasi dan Sampel .................................................................... 31

4.2.1 Populasi ........................................................................... 31

4.2.2 Sampel ............................................................................. 32

4.2.3 Besar Sampel ................................................................... 34

4.3 Teknik Pengambilan Sampling .................................................... 35

4.4 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 36

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............... 37

4.5.1 Identifikasi Variabel ........................................................ 37

4.5.2 Definisi Operasional Variabel ......................................... 37

4.6 Instrumen Penelitian .................................................................... 40

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 41

4.8 Jenis Data ..................................................................................... 41

4.9 Analisa Data ................................................................................ 42

4.10 Analisis Univariat ........................................................................ 43

4.11 Analisis Bivariat .......................................................................... 44

4.12 Etika Penelitian ............................................................................ 46

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................... 48

5.2 Keadaan Demografi ..................................................................... 49

5.3 Karakteristik Responden ............................................................ 50

5.4 Hasil Penelitian ........................................................................... 52

5.4.1 Hasil Analisis Univariat ................................................... 52

5.4.2 Hasil Analisis Bivariat ..................................................... 55

5.5 Pembahasan ................................................................................ 60

5.6 Keterbatasan Penelitian ............................................................... 69

BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan .................................................................................. 70

6.2 Saran ............................................................................................ 71

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 73

LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 76

Page 14: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................. 7

Tabel 4.1 Nilai P1 dan P2 Beberapa Faktor Kejadian ISPA Balita ....... 35

Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel ................................................ 38

Tabel 4.3 Waktu Penelitian ................................................................... 41

Tabel 4.4 Coding ................................................................................... 43

Tabel 4.5 Analisis Bivariat ..................................................................... 45

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan .................... 49

Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ....................... 49

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Umur Balita .......................................... 50

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita ............................. 50

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita .................................. 51

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Asi Eksklusif ......................................... 51

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Imunisasi Lengkap ................................ 51

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA ...................................... 52

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi ....................................... 52

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian ................................ 53

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Jenis Lantai ........................................... 53

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jenis Dinding ........................................ 54

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Kepemilikan Lubang Asap ................... 54

Tabel 5.14 Analisis Luas Ventilasi dengan Kejadian ISPA ..................... 55

Tabel 5.15 Analisis Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA .............. 56

Tabel 5.16 Analisis Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA ......................... 57

Tabel 5.17 Analisis Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA ...................... 58

Tabel 5.18 Analisis Kepemilikan Lubang Asap dengan Kejadian

ISPA ....................................................................................... 59

Page 15: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ................................................. 27

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ........................................................ 28

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Case Control .................................. 30

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ................................................. 36

Gambar 5.1 Peta Wilayah Kecamatan Gerih ......................................... 48

Page 16: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Pengambilan Data Awal ........................................... 76

Lampiran 2 Surat Permohonan Menjadi Responden .................................. 77

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ................................. 78

Lampiran 4 Lembar Pengukuran Observasi Kondisi Fisik Rumah ............. 79

Lampiran 5 Kartu Bimbingan ...................................................................... 81

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol Ngawi .......................... 82

Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai penelitian ......................................... 83

Lampiran 8 Output Data .............................................................................. 84

Lampiran 9 Output Karakteristik Responden .............................................. 86

Lampiran 10 Output Uji Chi-Square ............................................................. 88

Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian ............................................................ 96

Lampiran 12 Lembar Persetujuan Perbaikan Skripsi ..................................... 98

Page 17: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

xvii

DAFTAR SINGKATAN

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Atas

ISPaA : Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut

ISPbA : Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut

DEPKES : Departemen Kesehatan

KEMENKES : Kementrian Kesehatan

WHO : World Health Organization

PHBS : Perilaku Hidup Bersih Sehat

OMA : Otitis Media Akut

MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit

Balita : Bawah Lima Tahun

OR : Odd Rasio

Page 18: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah

kesehatan yang angka kejadiannya cukup tinggi di dunia. Hal ini

disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena

ISPA khususnya pneumonia. Kurangnya perhatian terhadap penyakit ini

menyebabkan pneumonia menjadi pembunuh utama khususnya pada anak

di bawah usia lima tahun (balita) (Kemenkes RI, 2012).

ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut

para ahli daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa yang

disebabkan karena system pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila

dalam satu rumah anggota keluarga terkena penyakit menular seperti batuk

pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah,

proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA

mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi

menyebabkan kecacatan seperti Otitis Media Akut (OMA) dan mastoiditis.

Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal seperti pneumonia (Anonim,

2010: 111). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA

pada balita , antara lain phbs ibu yang buruk dan lingkungan fisik rumah

yang kurang baik. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kejadian

penyakit ISPA pada balita adalah kondisi fisik rumah, kepadatan

Page 19: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

2

penghuni, dan pencemaran udara dalam rumah (Iswarini dan Wahyu,

2006).

Menurut WHO (2016) kasus ISPA di seluruh dunia sebanyak 18,8

miliar dan kematian sebanyak 4 juta orang per tahun. Tingkat mortalitas

penyakit ISPA sangat tinggi pada balita, anak-anak, dan orang lanjut usia

terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan

menengah. Kasus ISPA di Indonesia pada tahun 2015 menempati urutan

pertama sebanyak 25.000 jiwa se-Asia Tenggara pada tahun 2015 (WHO,

2016).

Program Pemberantasan ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2

golongan yaitu Pneumonia dan bukan Pneumonia. Pneumona di bagi atas

derajat beratnya penyakit yaitu Pneumonia Berat dan Pneumonia tidak

berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit

jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan Pneumonia.

Upaya dalam rangka pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan

akut lebih difokuskan pada penemuan dini dan tatalaksana kasus yang

cepat dan tepat terhadap penderita ISPA balita yang ditemukan. Jumlah

balita penderita ISPA di Indonesia yang dilaporkan pada tahun 2016 yaitu

12.087 Balita atau 27,3% dari jumlah perkiraan kasus ISPA pada balita.

Cakupan penemuan penderita ISPA tetap rendah, hal ini dikarenakan

kurangnya tenaga terlatih MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit),

keterbatasan pembiayaan, ISPA merupakan pandemik yang dilupakan/

tidak di prioritas sedangkan ISPA merupakan masalah multisektoral.

Page 20: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

3

Gejala ISPA sukar dikenali oleh orang awam maupun tenaga kesehatan

yang terlatih (Kemenkes RI, 2016).

Prevalensi menurut diagnosis dokter, penderita ISPA yang tercantum

di dalam hasil Riskesdas 2018 sebesar 6%, dan dari data yang sama

menunjukan bahwa penderita ISPA yang diagnosis dokter dan

menunjukkan gejala sebesar 10% dari penderita ISPA yang melakukan

pemeriksaan secara rutin (Riskesdas, 2018).

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi menunjukkan jumlah kasus

ISPA pada balita tahun 2018 sebanyak 3.694. ISPA di Kabupaten Ngawi

menjadi tren penyakit setiap tahunnya. Puskesmas yang ada di wilayah

Ngawi salah satunya adalah Puskesmas Widodaren. Dari 24 Puskesmas

yang ada di Kabupaten Ngawi, Puskesmas Widodaren dipilih karena

penyakit ISPA selalu masuk 10 besar angka kesakitan selama 2 tahun

berturut-turut (Dinkes Ngawi, 2018). Puskesmas Widodaren membawahi 5

desa, dari 5 desa tersebut kasus ISPA tertinggi ada di Desa Guyung,

dengan jumlah penderita ISPA sebanyak 141 balita (Puskesmas

widodaren, 2018).

Kabupaten Ngawi adalah salah satu Kabupaten di Jawa Timur dengan

jumlah penderita ISPA yang ditemukan dan di tangani pada tahun 2016

sebesar 12.087 kasus, dan turun di tahun 2017 sebesar 6.560 kasus (Profil

Kesehatan Kab. Ngawi 2017).

Kecamatan Gerih khususnya wilayah kerja UPT Puskesmas

Widodaren merupakan daerah dengan penderita ISPA balita yang naik

Page 21: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

4

dalam dua tahun terkahir, pada tahun 2017 terdapat 458 kasus dari 837

jumlah balita keseluruhan, di tahun 2018 dengan 670 kasus dari 950

jumlah balita keseluruhan, (Bidang P2P Puskesmas Widodaren, 2018).

Pada tahun 2018 jumlah penderita ISPA mengalami kenaikan dari tahun

sebelumnya sebesar 212 kasus. Puskesmas widodaren membawahi 5 desa,

dari 5 desa tersebut kasus ISPA balita tertinggi ada di desa guyung, dengan

jumlah penderita ISPA sebanyak 141 balita (Profil Puskesmas Widodaren,

2018).

Secara umum ada 3 faktor terjadinya ISPA yaitu, faktor lingkungan,

faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi

pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan

hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan

lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Sedangkan faktor

perilaku yang dapat menimbulkan risiko terjadinya ISPA adalah

penggunaan bahan bakar, dan perilaku merokok. Praktek penanganan

ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga

lainnya sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit

ISPA pada bayi dan balita (Departemen Kesehatan RI, 2010).

Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor yang

berhubungan dengan kejadian ISPA. Lingkungan fisik rumah yang tidak

memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi faktor resiko penularan

penyakit berbasis lingkungan. Berdampak pada kesehatan balita yang

rentan terhadap penyakit. Di wilayah pedesaan juga dapat mempengaruhi

Page 22: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

5

terjadinya ISPA. Hal ini di sebabkan di desa masih sebagian rumah

berlantai tanah, ventilasi kurang memadai, berdinding dari kayu,

kurangnya lubang asap dapur. Selain itu, keberadaan penggunan obat

nyamuk bakar dalam rumah akan menghasilkan asap atau bau yang

mengganggu pernapasan sehingga diduga dapat menjadi faktor resiko

timbulnya penyakit ISPA pada balita.

Berdasarkan permasalahan diatas perlu memperhatikan lingkungan

fisik rumah seperti luas ventilasi rumah, jenis lantai, jenis dinding,

kepadatan hunian kamar, kepemilikan lubang asap dapur, serta

mengurangi penggunaan obat nyamuk bakar dalam rumah.

Melihat masalah di atas dan mengingat pentingnya menjaga keehatan

kondisi lingkungan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

“Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA

Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat

dirumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah ada Hubungan Lingkungan

Fisik Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Guyung

Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi“?

Page 23: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis

Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA

Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi luas ventilasi, kepadatan hunian kamar, kepemilikan

lubang asap, jenis lantai, jenis dinding di Desa Guyung Kecamatan

Gerih

2. Menganalisis hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan

kejadian ISPA di Desa Guyung Kecamatan Gerih

3. Menganalisis hubungan antara kepemilikan lubang asap dengan

kejadian ISPA di Desa Guyung Kecamatan Gerih

4. Menganalisis hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA di

Desa Guyung Kecamatan Gerih

5. Menganalisis hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA di

Desa Guyung Kecamatan Gerih.

6. Menganalisis hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA

di Desa Guyung Kecamatan Gerih.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dan informasi

tambahan tentang Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian

Page 24: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

7

ISPA Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih. Mempererat

hubungan kerjasama antara institusi kesehatan dan STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun dan puskesmas Widodaren Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi.

1.4.2 Bagi Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Sebagai referensi dan penerapan ilmu selama proses belajar mengajar

di bangku kuliah serta dapat mengembangkan ilmu pengetahuan

kesehatan lingkungan tentang Hubungan Lingkungan Fisik Rumah

Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih

Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.

1.4.3 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk

memperluas wawasan tentang Hubungan Lingkungan Fisik Rumah

Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi.

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Perbedaan

Peneliti Terdahulu Peneliti Sekarang

1 Nama

peneliti

Nur Huda, 2015 Patmawati

Dongky Dan

Kadrianti,2015

Gita Nurina

Ramadhaniyanti

, 2013

Nurul Latifatul

Aziz, 2019

2 Judul Hubungan

Antara Kondisi

Lingkungan

Rumah Dan

Perilaku

Merokok

Anggota

Keluarga

Faktor risiko

lingkungn fisik

rumah dengan

kejadian ispa

balita di

kelurahan

polewali mandar

Faktor-Faktor

Risiko

Lingkungan

Rumah Dan

Perilaku Yang

Berhubungan

Dengan

Kejadian

Hubungan

Lingkungan Fisik

Rumah Dengan

Kejadian ISPA

Pada Balita di

desa Guyung

Kecamatan Gerih

Kabupaten

Page 25: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

8

No Perbedaan

Peneliti Terdahulu Peneliti Sekarang

Dengan

Kejadian ISPA

Pada Balita Di

Kelurahan

Wonolopo

Infeksi Saluran

Pernafasan Akut

(ISPA) Pada

Balita Di

Kelurahan

Kuningan

Kecamatan

Semarang Utara

Ngawi.

3 Metode Survey analitik

dengan

rancangan cross

sectional study

Survey analitik

dengan

rancangan cross

sectional study

Penelitian

Eksplanatori

(Explanatory

Research)

dengan

rancangan

penelitian Cross

Sectional

Menggunakan

case control

4 Variabel Variabel bebas: Variabel bebas: Variabel bebas: Variabel bebas:

kondisi fisik

lingkungan dan

perlaku

merokok

kelurga

Ventilasi dan

kepadatan

hunian

kepadatan

hunian

kamar tidur

balita, luas

ventilasi

rumah,

kelembaban

udara kamar

tidur balita,

kebiasaan

anggota

keluarga

merokok di

dalam rumah,

kebiasaan

menggunakan

obat

nyamuk bakar,

dan kebiasaan

keberadaan

balita di dapur

saat

sedang

memasak

luas ventilasi

rumah, jenis

lantai, jenis

dinding ,

kepadatan hunian

kamar,

kepemilikan

lubang asap

dapur,

penggunaan obat

nyamuk bakar

dalam rumah.

Variabel

terikat: Variabel

terikat: Variabel

terikat:

Variabel terikat:

penderita ISPA penderita ISPA penderita ISPA Lingkungan Fisik

Rumah

5 Hasil Ada pengaruh

kepadatan

hunian dengan

kejadian ISPA

(H0 ditolak

dengan nilai p=

0,005)

Ada hubungan

Ada hubungan

antara

kepadatan

hunian (p

=0,017) dengan

kejadian ISPA

pada balita

Ada pengaruh

luas ventilasi

rumah dengan

kejadian

ISPA p=0,041

Ada pengaruh

anggota

Page 26: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

9

No Perbedaan

Peneliti Terdahulu Peneliti Sekarang

pencahayaan

alami kamar

dengan kejadian

ISPA (H0

ditolak dengan

nilai p= 0,012)

Ada hubungan

kelembapan

alami kamar

dengan kejadian

ISPA (H0

ditolak dengan

nilai p= 0,366)

keluarga yang

merokok

dengan kejadian

ISPA p=0,014

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang

dilakukan adalah:

1. Variabel Terikat : Lingkungan Fisik Rumah

2. Variabel Bebas : Kepemilikan lubang asap dapur

3. Tahun Penelitian : Tahun 2019

4. Tempat Penelitian : Desa Guyung

Page 27: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

2.1.1 Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran yang

terjadi pada pernafasan bagian atas yang meliputi mulut, hidung,

tenggorokan, laring (kotak suara) dan trakea (batang tenggorokan). Gejala

dari penyakit ini antara lain: sakit tenggorokan, beringus (rinorea), batuk,

pilek, sakit kepala, mata merah, suhu tubuh meningkat 4-7 hari lamanya

(Mumpuni, 2016).

Menurut Anonim (2008), ISPA adalah penyakit ringan yang akan

cepat sembuh dengan sendirinya dalam waktu suhu sampai dua minggu,

tetapi penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi (gejala gawat) jika

dibiarkan dan tidak segera ditangani.

2.1.2 Penyebab Terjadinya ISPA

Penyebab ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Bakteri

penyebab ISPA antara lain Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,

Streptococcus pyeogenes, Taphylococcus aureus, dan Haemophilus

influenza. Virus penyebab ISPA antara lain Influenza, Adenovirus, dan

Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan ISPA antara lain

Aspergillus sp, Candida albicans, dan Histoplasma (Wahyono, 2008).

Page 28: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

11

2.1.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi anatomi

(Depkes RI, 2012), adalah sebagai berikut:

1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)

Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek,

otitis media, faringitis

2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)

Infeksi yang menyerang mulai ari bagian epiglottis atau laring sampai

dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran napas, seperti

epiglotitis, laryngitis, laringotrakeitis, bronchitis, bronkiolitis,

pneumonia.

Menurut (Kemenkes RI, 2011), ISPA dapat dikelompokkan

berdasarkan golongan umur yaitu:

1. Kelompok umur <2 bulan, diklasifikasikan atas:

a. Pneumonia berat : bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti

berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik),

kejang, rasa kantuk, yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor

pada anak yang tenang, mengi, demam (38°C atau lebih) atau

suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5°C), pernapasan cepat 60

kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis

sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan

abdomen tegang.

Page 29: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

12

b. Bukan pneumonia : jika anak bernapas dengan frekuensi kurang

dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti

di atas.

2. Kelompok umur 2 bulan ≤ 5 tahun, di klasifikasikan atas:

a. Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernapas yang di

sertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya

penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit di bangunkan.

b. Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan

dinding dada, tetapi tidak di sertai dengan sianosis sentral dan

dapat minum.

c. Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernapas) dan pernapasan cepat

tanpa penarikan dinding dada.

d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan

bernapas) tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.

e. Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap

sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis

antibiotik yang adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya

terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang

tinggi, dan demam ringan.

2.1.4 Epidemiologi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Penyakit ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarat yang utama, hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan

dan kematian pada bayi dan balita karena ISPA. Di Negara maju, angka

Page 30: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

13

kejadian ISPA mencapai 50% dari semua penyakit yang diderita anak-

anak yang berusia dibawah 5 tahun dan 30% dari semua penyakit yang di

derita anak-anak berusia 5-12 tahun (Kusmana, 2004). Setiap anak

Indonesia diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan

merupakan 40-60% kunjungan puskesmas adalah penyakit ISPA

(Direktorat Jendral P2M&PL, 2009).

Manisfestasi klinis akibat ISPA dapat bermacam-macam, tergantung

beberapa hal:

1. Umur penderita

2. Penyakit lain yang menyertainya

3. Ada tidaknya kelainan

4. Mikroorganisme apa yang menjadi penyebabnya

5. Bagaimana daya tahan tubuh penderita saat terserang infeksi

6. Bagian saluran nafas mana yang teserang rinfeksi

7. Bagaimana cara penderita mendapatkan infeksi, di komunitas atau di

rumah sakit. (Kusmana, 2004)

ISPA dapat menyerang semua orang, semua umur maupun jenis

kelamin serta tingkat sosial ekonomi (kusmana, 2004). Musim hujan

menurut penelitian Kartasasmita di Cikutra Bandung., berpengaruh secara

bermakna terhadap insiden ISPA (musim hujan 56% dan kemarau 44%)

(Kartasasmita, 1993).

Page 31: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

14

2.1.5 Tanda dan Gejala

Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA)

kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita,

ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya

peningkatan frekuensi napas (napas secat) sesuai golongan umur. Dalam

penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur

kurang 2 bulan dan umur sampai kurang dari 5 tahun.

Klasifikasi pneumoni berat didasarkan pada adanya batuk dan atau

kesukaran pernafasan disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian

bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang 5

tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan didiagnosis pneumonia

berat ditandai dengan adanya nafas cepat (fast breathing) dimana frekuensi

nafas 60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat

dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).

Bukan pneumonia apabila ditandai dengan nafas cepat tetapi tidak

disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup

kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan

adanya gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak ditemukan tarikan

dinding dada bagian bawah kedalam (Dinkes, 2011).

2.1.6 Cara Penularan

ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC (air

conditioner), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk

bagi virus. Penularan faringitis terjadi melalui droplet, kuman

Page 32: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

15

menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid

superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan

infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada sinusitis, saat terjadi ISPA

melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan

superinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteri-bakteri

pathogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).

2.1.7 Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Secara umum infeksi saluran pernafasan akut pada balita dapat

dicegah dengan cara sebagai berikut (Ardinasari, 2016):

1. Melakukan imunisasi sesuai usia anak yang disarankan, sehingga bayi,

balita dan anak memiliki kekebalan terhadap berbagai serangan

penyakit

2. Menjaga asupan makanan dan nutrisi

3. Menjaga kebersihan lingkungan sekitar

4. Menjauhkan bayi, balita dan anak dari asap rokok, tembakau, dan

polusi udara lain

5. Menghindarkan bayi, balita, dan anak dari seseorang yang tengah

menderita ISPA

2.1.8 Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Pengobatan ISPA pada bayi, balita dan anak secara umum bias

dilakukan dirumah. Berikut ini beberapa caranya: dengan memberikan

obat yang sifatnya aman dan alami pada balita, sedangkan bayi sebaiknya

segera dibawa ke dokter. Jika demam, bayi yang berusia 2 bulan segera

Page 33: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

16

diperiksakan ke dokter. Penderita ISPA memerlukan banyak asupan

makanan yang bergizi, balita perlu diberikan makanan sedikit demi sedikit,

tetapi rutin dan berulang, sedangkan untuk bayi yang masih menyusui

dibutuhkan ASI ekslusif dari ibu. Agar penderita ISPA tidak kekurangan

cairan, berilah air yang lebih banyak dari biasanya baik air putih maupun

sari buah. Asupan minuman yang banyak akan membantu mencegah

dehidrasi dan mengencerkan dahak (Ardinasari, 2016). Kemudian untuk

penanganan ISPA bisa ditentukan berdasarkan penyebab dari ISPA

tersebut antara lain (Khrisna, 2013):

1. ISPA yang disebabkan oleh alergi: cara yang paling tepat dengan

menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi tersebut. Tablet anti

aslergi biasanya diresepkan oleh dokter untuk menghentikasn reaksi

alergi tersebut.

2. ISPA disebabkan oleh virus: biasanya ISPA yang disebabkan oleh

virus ini tidak memerlukan pengobatan. Yang diperl;ukan hanya

istirahat, minum yang banyak dan makan-makanan yang sehat.

Dengan istirahat yang secukupnya, biasanya gejala mulai berkurang

setelah 2-3 hari berlaku.

3. ISPA disebabkan oleh bakteri dan jamur: ISPA jenis ini memerlukan

antibiotic atau anti jamur untuk membunuh kuman tersebut.

Penggunaan obat-obat tersebut harus menggunakan resep dokter untuk

mendapatkan hasil yang maksimal dan mengurangi resiko munculnya

efek yang tidak diinginkan.

Page 34: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

17

2.2 Faktor Resiko Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Faktor risiko adalah factor atau keadaan yang mengakibatkan seorang

anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Factor risiko yang

meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena ISPA

antara lain:

2.2.1 Faktor Host

1. Jenis kelamin

Meskipun secara fisik pria cenderung lebih kuat dibandingkan wanita,

wanita sejak bayi hingga dewasa memeliki daya dahan lebih kuat

dibandingkan laki-laki, baik itu daya tahan akan rasa sakit dan daya tahan

terhadap penyakit. Anak laki-laki lebih rentan terhadap berbagai jenis

penyakit dan cacat dibandingkan wanita. Selain itu, secara neurologis anak

perempuan lebih matang dibandingkan anak laki-laki sejak lahir hingga

masa remaja, dan pertumbuhan fisiknya pun lebih cepat. Wanita

cenderung hidup lebih lama daripada pria(Chandra, 2009)

2. Status Imunisasi

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan

kematian dari penyakit. Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa

jenis penyakit, seperti polio, TBC, difteri, pertuss, tetanus, campak (

Notoadmojo, 2011).

3. Umur

Umur menyebabkan adanya perbedaan penyakit yang diderita seperti

usia pada anak-anak yang cenderung mudah terserang oleh penyakit

Page 35: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

18

(Chandra, 2011). Menurut Dian Fitria (2013) kejadian ISPA atas lebih

sering terjadi pada anak berusia 2-5 tahun karena pada usia tersebut anak

sudah banyak terpapar dengan lingkungan luar dan kontak dengan

penderita ISPA lainnya sehingga memudahkan anak untuk menderita

ISPA.

4. Status Gizi

Gizi yang baik umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh

terhadap penyakit-penyakit infeksi (Notoatmodjo,2011). Status gizi balita

merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Asupan

gizi yang kurang merupakan resiko untuk kejadian dan kematian balita

dengan infeksi saluran pernafasan.

5. Pemberian ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi

sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau

mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan

mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena

mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam

jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko

kematian pada bayi (Depkes RI,2016).

2.2.2 Faktor Agent

Bakteri penyebab ISPA antara lain Diplococcus pneumonia,

Pneumococcus, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan

Haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara lain Influenza,

Page 36: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

19

Adneovirus, dan Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan ISPA

antara lain Aspergillus sp, Candida albicans, dan Histoplasma (Wayono,

2008).

2.3 Konsep Rumah Sehat

2.3.1 Pengertian Rumah Sehat

Rumah sehat adalah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan baik

jasmani dan rohani bagi anggota keluarga dan rumah sebagai tempat

perlindungan terhadap penularan penyakit (Untari, 2017).

Rumah adalah pusat kesehatan keluarga karena rumah merupakan

tempat dimana anggota keluarga berkumpul dan saling berhubungan.

Seluruh anggota keluarga serta kebiasaan hidup sehari-harinya merupakan

suatu ketentuan yang berhubungan erat. Itulah sebabnya kesehatan harus

dimulai dari rumah, untuk itu rumah dan pengaturannya harus memenuhi

syarat-syarat kesehatan. (Koes Irianto, 2014)

Menurut Notoatmodjo (2011), rumah adalah suatu persyaratn pokok

bagi kehidupan manusia. Factor-faktor yang perlu diperhatikan dalam

membangun suatu rumah:

1. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan

sosial. Maksudnya dalam membangun suatu rumah harus

memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan.

2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat

Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan

keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang

Page 37: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

20

murah missal bamboo, kayu atap rumbia dan sebagainya adalah

merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu dicatat

bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekedar berdiri pada saat itu

saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya. (Mundiatun dan

Daryanto 2015).

Kusnoputranto (2000) merumuskan, persyaratan rumah yang sehat

adalah memenuhi kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis yaitu :

1. Bahan bangunan

Bahan bangunan sebaiknya tidak terbuat dari bahan yang dapat

melepas zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan seperti asbes

dan juga tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan

kembangnya mikroorganisme pathogen.

2. Ventilasi yang baik

a. Ventilasi yang baik berukuran 10%

b. 20% dari luas lantai

c. Suhu optimum 22-24°C

d. Kelembapan 60%

3. Pencahayaan yang cukup

Memberi kesempatan cahaya matahari masuk yang cukup,

minimal cahaya matahari 60 Lux dan tidak menyilaukan, sehingga

cahaya matahari mampu membunuh kuman-kuman patogen dan jika

pencahayaan kurang sempurna akan mengakibatkan ketegangan mata.

Page 38: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

21

4. Bebas dari kebisingan

Tingkat kebisingan maksimal diperumahan adalah 55 dBA,

tingkat kebisingan yang ideal di perumahan adalah 40-45 dBA.

Dampak kebisingan akan mengakibatkan gangguan kenyamanan,

gangguan aktifitas, keluhan stress.

5. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan

digunbakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali

anak di bawah 5 tahun.

6. Tersedianya tempat bermain untuk anak-anak

a. Kesempatan bermain dengan leluasa dirumah dan halaman di

lingkungan rumah.

b. Kesempatan untuk berkembang biak jasmani maupun rohani

dalam pertumbuhannya.

c. Menghindari kesempatan bermain diluar rumah, jalanan, atau

tempat lain yang sulit diawasi.

7. Memenuhi kebutuhan psikologis

a. Kesempatan dan kebebasan untuk kehidupan keluarga secara

normal.

b. Hubungan serasi antara orang tua dan anak

c. Hubungan serasi antara orang tua dan anak.

Page 39: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

22

8. Memberi pencegahan dan perlindungan terhadap penularan penyakit

dan penularan dari:

a. Vector penyakit

b. Air

c. Limbah

d. Tersedianya fasilitas untuk menyimpan makanan

9. Memberi perlindungan/pencahayaan terhadap bahaya kecelakaan

dalam rumah

a. Konstruksi rumah yang kuat, sebaiknya tidak menggunakan asbes

b. Menghindari bahaya kebakaran

c. Pencegahan kemungkinan kecelakaan, misalnya jatuh atau

kecelakaan mekanik lainnya.

2.3.2 Komponen Fisik Rumah Sehat

1. Ventilasi

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara ata pengerahan udara ke

atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.

Fungsi darti ventilasi dapat di jabarkan sebagai berikut:

a. Untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap

sejuk.

b. Untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri pathogen,

karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus menerus.

c. Untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam

kelembapan (humidity) yang optimum.

Page 40: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

23

Ada dua macam ventilasi, yaitu:

a. Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut

terjadi secatra alamiah melalui jendela, pintu, lubang angina,

lubang-lubang pada dinding, dan sebagainya.

b. Ventilasi buatan, yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus

untuk mengalirkan udara ke dalam rumah, misalnya kipas angina,

dan mesin penghisap udara (Notoatmodjo. 2011). Perlu

diperhatikan disini bahwa system pembuatan ventilasi harus

dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus

mengalir. Artinya dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk

dan keluarnya udara. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang peraturan rumah sehat

menetapkan bahwa luas ventilasi alamiah yang permanen yaitu

lebih dari satu sama dengan 10% dari luas lantai rumah,

sedangkan tidak memenuhi syarat jika kurang dari 10% luas

lantai rumah.

2. Pencahayaan

Pencahayaan yang masuk kedalam rumah berfungsi untuk

mengatasi perkembangan bibit penyakit, namun jika terlalu

menyilaukan akan dapat merusak mata. Cahaya dibedakan

berdasarkan sumbernya menjadi dua yaitu cahaya alami dan buatan.

Sehingga merupakan dapat menjadi factor penting dalam mendukung

Page 41: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

24

kehidupan mikroorganisme dalam rumah. Menurut Notoadmodjo

(2011), cahaya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Cahaya alamiah, yakni matahari. cahaya ini sangat penting,

karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah,

misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus

mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan

masuk cahaya luasmnya sekurang-kurangnya 15%-20% dari luas

lantai yang terdapat dalam ruangan rumah.

b. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan

alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya.

3. Jenis Lantai

Saat ini, ada berbagai jenis lantai rumah. Lantai rumah dari semen

atau ubin, keramik, atau cukup tanah biasa dipadatkan. Syarat yang

penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak

becek pada musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan

sarang penyakit.

4. Jenis Dinding

Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding

rumah daerah tropis khususnya dipedesaan banyak yang berdinding

papan, kayu, dan bamboo.Hal ini disebabkan masyarakat perdesaan

perekonomiannya kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat seperti

papan, kayu, dan bambu dapat menyebabkan penyakit pernafasan.

Dinding di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan ventilasi

Page 42: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

25

untuk pengaturan sirkulasi udara. Kemudian dinding di kamar mandi

dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.

5. Kepadatan Hunian Kamar Tidur

Kepadatan hunian yang dimaksud perbandingan antara luas kamar

dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan bias

dinyatakan dalam m2

per orang. Luas minimum per orang sangat

relative tergantung kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia,

untuk perumahan sederhana, minimum 8 m2 orang. Untuk kamar tidur

diperlukan minimum 2 orang, kamar tidur sebaiknya tidak dihuni >2

orang, kecuali suami istri dan anak dibawah 2 tahun.

6. Kepemilikan Lubang Asap

Pembakaran yang terjadi di dapur rumah merupakan aktivitas

manusia yang menjadi sumber pengotoran atau pencemaran udara.

Pengaruh terhadap kesehatan akan tampak apanila kadar zat pengotor

meningkat sedemikian rupa sehingga timbul penyakit. Pengaruh

zatkimia ini pertama-tama akan ditemukan pada system pernafasan

dan kulit serta selaput lender, selanjutnya apabila zat pencemar dapat

memasuki peredaran darah, maka efek sistemik tak dapat dihindari.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

829/Menkes/SK/VIII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan,

dapur yang sehat harus memiliki lubang asap dapur. Di perkotaan,

dapur sudah dilengkapi dengan penghisapmasap. Lubang asap dapur

Page 43: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

26

menjadi penting artinya karena asap dapat mempunyai dampak

terhadap kesehatan manusia terutama penghuni didalam rumah atau

masyarakat pada umumnya (Dinkes Prov. Jateng, 2005).

Lubang asap dapur tidak memenuhi persyaratan menyebabkan:

a. Gangguan terhadap pernapasan dan mungkin dapat merusak alat-

alat pernapasan

b. Lingkungan rumah menjadi kotor

c. Gangguan terhadap penglihatan/mata menjadi pedih

Dapur tanpa lubang asap akan menimbulkan banyak polusi asap

ke dalam rumah yang dapurnya menyatu dengan rumah dan kondisi

ini akan berpengaruh terhadap kejadian ISPA balita, seperti hasil

penelitian Suparman (2004) yang membuktikan adanya hubungan

terhadap kejadian ISPA di rumah yang banyak mendapat polusi asap

dapur dan tidak.

Page 44: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

27

2.4 Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini menggambarkan variable-variabel

yang diukur atau diamati dalam penelitian.

.

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Teori Segitiga Epidemiologi

Faktor agent

Bakteri

Streptococcus,

Staphylococcus,

Haemophilus

Kejadian ISPA pada balita

Host

(manusia)

Lingkungan

(environment)

Luas Ventilasi

Kepadatan Hunian

Penggunaan Obat

Bakar Nyamuk

Jenis Dinding

Kepemilikan Lubang

Asap

Jenis Lantai

Faktor Host

1. Jenis kelamin

2. Status imunisasi

3. Umur

4. Status gizi

5. Pemberian ASI eksklusif

Page 45: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

28

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep

serta variabel-variabel yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Kerangka

konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

: : Variabel di teliti

: Mempengaruhi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Kepadatan hunian

Luas ventilasi

Jenis lantai

Kepemilikan

lubang asap

Jenis dinding

Kejadian ISPA balita

Page 46: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

29

3.2 Hipotesis Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2012), hipotesis adalah jawaban sementara dari

suatu penelitian. Hipotesis merupakan pernyataan atau dugaan tentang

hubungan antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan permasalahan,

tinjauan pustaka, dan kerangka konseptual, maka dalam penelitian ini dapat

dirumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut :

Ha : Ada pengaruh antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA

Ha : Ada pengaruh antara kepemilikan lubang asap dengan kejadian

ISPA

Ha : Ada pengaruh antara jenis lantai dengan kejadian ISPA

Ha : Ada pengaruh antara jenis dinding dengan kejadian ISPA

Ha : Ada pengaruh antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA

Page 47: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

30

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian case control atau kasus kontrol adalah suatu penelitian

(survei) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari

dengan menggunakan pendekatanretrospective. Dengan kata lain, efek

(penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi ada atau terjadinya pada

waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2012). Rancangan penelitian case

controlini dapat digambarkan sebagai berikut:

Faktor risiko +

Retrospektif Efek +

(Kasus)

Faktor risiko -

Populasi

(Sampel)

Faktor risiko +

Retrospektif Efek -

(Kontrol)

Faktor risiko -

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Case Control

Tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor risiko dan efek).

2. Menetapkan subjek penelitian (populasi dan sampel).

3. Identifikasi kasus.

4. Pemilihan subjek sebagai kontrol.

Page 48: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

31

5. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat ke belakang) untuk

melihat faktor risiko.

6. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-

variabel objek penelitian dengan variabel-variabel kontrol.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempuyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditentukan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:

1. Populasi Target

Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran akhir

penerapan hasil penelitian (Notoatmodjo, 2011). Populasi target pada

penelitian ini adalah seluruh balita yang berada di desa Guyung

Kecamatan Gerih sebanyak 320 balita.

2. Populasi Studi

Populasi studi atau populasi terjangkau adalah bagian populasi

target yang dapat dijangkau oleh peneliti (Notoatmodjo, 2011).

Populasi studi dalam penelitian ini yaitu semua penderita ISPA pada

balita yang berada di desa Guyung Kecamatan Gerih dan dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu:

Page 49: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

32

a. Kasus

Semua balita yang didiagnosis ISPA berdasarkan rekam

medik pasien ISPA pada balita yang berada di desa Guyung

Kecamatan Gerih sebanyak 141 balita (Puskesmas widodaren,

2018).

b. Kontrol

Balita yang mempunyai penyakit dengan ciri-ciri seperti

ISPA tetapi tidak menderita ISPA di desa Guyung Kecamatan

Gerih (Puskesmas Widodaren, 2018)

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan

dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang

diambil dari populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Sampel dalam penelitian

ini terdiri dari dua kelompok, yaitu: sampel kelompok kasus dan sampel

kelompok kontrol.

1. Sampel Kasus

Kriteria inklusi sampel yang digunakan kelompok kasus adalah:

1) Ibu dan balita yang tinggal di Desa Guyung.

2) Balita berusia 1-5 tahun.

3) Rumah yang memasak menggunakan kayu bakar dan

mempunyai lubang asap dapur

Page 50: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

33

4) Bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi sampel yang digunakan kelompok kasus adalah:

1) Responden tidak berada di tempat saat sedang diadakan

pengambilan data.

2) Rumah yang memasak menggunakan kayu bakar dan

mempunyai lubang asap dapur

3) Tidak bersedia menjadi responden.

Jumlah sampel pada kelompok kasus dalam penelitian ini sebesar

26 balita.

2. Sampel Kontrol

Kriteria inklusi sampel untuk kelompok kontrol adalah:

1) Ibu dan balita yang tinggal di Desa Guyung.

2) Balita berusia 1-5 tahun.

3) Rumah yang memasak menggunakan kayu bakar dan tidak

mempunyai lubang asap dapur

4) Bersedia menjadi responden

Kriteria eksklusi sampel untuk kelompok kontrol adalah:

1) Responden tidak berada di tempat saat sedang diadakan

pengambilan data.

2) Rumah yang memasak menggunakan kayu bakar dan tidak

mempunyai lubang asap dapur

3) Tidak bersedia menjadi responden.

Page 51: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

34

Jumlah sampel kelompok kontrol dalam penelitian ini sama besar

dengan kelompok kasus dengan perbandingan 1:1, yaitu sebesar 26

balita.

4.2.3 Besar Sampel

Penentuan besarnya sampel penelitian dengan memperhatikan odds

Ratio hasil beberapa penelitian terdahulu atau penelitian sebelumnya

tentang beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadianISPA pada

balita. Untuk memenuhi jumlah sampel minimal, penentuan ukuran sampel

menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑁 = 𝑍1−𝛼 2

2 [𝑃 1 − 𝑃 + 𝑍 1−𝛽 𝑃 1 1 − 𝑃 1 + 𝑃 2 1 − 𝑃 2 ²

(𝑃 1 − 𝑃 2 )²

Keterangan :

𝑍1−𝛼2 = deviat baku alfa, nilai 1,96 (nilai 𝑍𝛼 pada CI 95%, 𝛼 = 0,05)

𝑍 1−𝛽= deviat baku 𝛽, nilai 0,842 (nilai 𝑍𝛽 pada power 80%)

P = (𝑃 1 + 𝑃 2 )/2

𝑃 1 = proporsi paparan kelompok kasus

𝑃 2 = proporsi paparan kelompok control

Page 52: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

35

Besar sampel yang di peroleh melalui perhitungan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Nilai P1 Dan P2 Beberapa Faktor Kejadia ISPA Balita

No Variabel P1 P2 OR Jumlah

Sampel Referensi

1 Ventilasi 46,6 53,3 3,1 26 Lady, 2017

2 Jenis Lantai 46,6 53,3 4,5 16 Lady, 2017

3 Jenis Dinding 36,7 63,3 5,675 11 Lady, 2017

4 Kepadatan Hunian 46,6 53,3 4,5 16 Lady, 2017

5 Kepemilikan

Lubang Asap Dapur

22,6 48 1,29 18 Ike, 2007

𝑁 = 𝑍1−𝛼 2

2 [𝑃 1 − 𝑃 + 𝑍 1−𝛽 𝑃 1 1 − 𝑃 1 + 𝑃 2 1 − 𝑃 2 ²

(𝑃 1 − 𝑃 2 )²

n = 1.96 2 [0.46 1− 0.46 + 0.84 0.725 1− 0.725 + 0.46 1− 0.46 ²

(0.725− 0.46)²

n = 1.7576

0.07

n =25,1dibulatkan menjadi 26

Berdasarkanperhitungan diatas didapatkan sampel sebanyak 26 kasus dan

26 kontrol dengan perbandingan 1:1.Sehingga jumlah sampel yang

memungkinkan pada penelitian ini adalah 52 sampel.

4.3 Teknik Pengambilan Sampling

Teknik sampling pada penelitian ini adalah simple random sampling,

dikatakan simple karena pengambilan anggota sampel dari populasi

dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam

populasi. Langkah-langkah nya adalah dengan cara:

1. Mendaftar semua anggota populasi

2. Kemudian masing-masing populasi diberi nomor dalam kertas kecil

digulung, dan dimasukan kedalam wadah dapat berupa botol atau

kaleng

Page 53: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

36

3. Peneliti mengambil gulungan kertas tersebut satu per satu sampai

diperoleh sejumlah sampel yang diperlukan, dilebihkan 3 sebagai

cadangan untuk sampel yang masuk kriteria eksklusi.

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja atau operasional adalah kegiatan penelitian yang

akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan diteliti untuk

mencapai tujuan penelitian (Nursalam, 2013).

Kerangka operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2 Kerangka kerja penelitian

Populasi

Seluruh ibu rumah tangga yang memiliki balita di Desa Guyung

Sampel

52balita, dengan perbandingan 1:1, 26 sebagai kasus dan 26 orang sebagai kontrol

Teknik sampling

Simple random sampling

Pengumpulan data

observasi

Pengolahan data

Editing, Coding, Tabulating, Scoring

Analisis data

Analisis univariat dan bivariat

Chi-square

Hasil pernelitian

Pembahasan

Kesimpulan

Page 54: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

37

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Identifikasi Variabel

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2011)

4.5.1.1 Variabel independent (bebas)

Variabel independent merupakan variabel stimulus, prediktor, sebab,

resiko dan variabel yang mempengaruhi atau yang menyebabkan

munculnya variabel dependen/terikat.(Sugiyono, 2011). Variabel

independent pada penelitian ini adalah karakteristik penduduk

berdasarkan:

1. Luas ventilasi

2. Kepadatan hunian

3. Kepemilikan lubang asap

4. Jenis lantai

5. Jenis dinding

4.5.1.2 Variabel dependen (Terikat)

Variable terikat dalam penelitian ini adalah penderita ISPA balita

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel tersebut

(Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional dalam penelitian ini

Page 55: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

38

memberikan penjelasan bagaimana caramengukur variabel yang telah

ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran.

Definisi operasional penelitian ini disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Definisi Operasional Varibel

Variabel Definisi

Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor Kriteria

Luas

ventilasi

Lubang atau

tempat

pertukaran

udara di dalam

rumah

berdasarkan

ukuran luas

ruangan

(Mundiatun,

2018)

Ketersediaan

ventilasi

yang

memenuhi

syarat

minimal

10% dari

luas lantai.

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1077/Menke

s/Per/V/2011

Tentang

Pedoman

Penyehatan

Udara

Dalam

Ruang

Rumah

Observasi

dan

pengukura

n (roll

meter)

Nominal 0= Tidak

memenuh

syarat

1=Memenuh

i syarat jika

≥10% dari

luas lantai

0= Tidak

memenuh

syarat jika

<10% dari

luas lantai

1=Memenuhi

syarat jika

≥10% dari

luas lantai

Kepadat

an

Hunian

Jumlah

anggota

keluarga yang

tinggal dalam

satu rumah

dengan

responden

dibandingkan

dengan luas

lantai

rumah(Depkes

RI, 2009)

Mengukur

luas rumah,

menghitung

jumlah

penghuni

lalu

dibandingka

n, baik jika

≥8m² dihuni

oleh 2

anggota

keluarga

(Permenkes,

2011)

Observasi,

dan

pengukura

n(Rollmete

r)

Nominal 0=Tidak

memenuhi

syarat

1=

memenuhi

syarat

0 = tidak

memenuhi

syarat jika,

jika luas <8m2

untuk 2 orang

1 =

memenuhi

syarat, jika

luas ≥8m2

untuk 2 orang

Jenis

lantai

Bagian alas

bawah(alas

dasar)suatu

ruangan atau

bangunan.

Lantai terbuat

dari

1.tidak

memenuhi

syarat jika

sebagian/sel

uruh lantai

rumah

adalah tanah,

Observasi Nominal 0=tidak

memenuhi

syarat

1=

memenuhi

syarat

0 = tidak

memenuhi

syarat, jika

sebagaian/selu

ruh lantai

terbuat dari

tanah

Page 56: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

39

Variabel Definisi

Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor Kriteria

ubin/mester/ke

ramik

(Kepmenkes

No.829 tahun

1999)

atau tidak

kedap air

2.memenuhi

syarat jika

seluruh

lantai rumah

setidaknya

sudah di

plester/ubin,

atau keramik

serta mudah

di

bersihkan(pe

rmenkes,

2011)

1 = memenuhi

syarat, jika

lantai terbuat

dari

ubin/mester/ke

ramik

Jenis

dinding

Salah satu

elemen

vertikal/tegak

bangunan dan

berfungsi

sebagai

penutup atau

pembatas

ruangan.

Dinding

terbuat dari

batubata/batak

o

(kepmenkesN

o. 829 tahun

1999)

1.tidak

memenuhi

syaratjika

terbuat dari

papan atau

bambu

2.memenuhi

syarat jika

terbuat dari

batu

bata/batako

(kepmenkes

No.829

tahun 1999)

Observasi Nominal 0=tidak

permanen

1=permanen

0 = tidak

memenuhi

syarat, jika

terbuat dari

kayu

1=memenuhi

syarat jika

terbuat dari

batubata/batak

o

kepemi

likan

lubang

asap

Pembakaran

yang terrjadi

di dapur

rumah

merupakan

aktivitas

manusia yang

menjadi

sumber

pengotoran

atau

pencemaran

udara

1.memenuhi

syarat jika

memiliki

lubang asap

dapur

2.tidak

memenuhi

syarat jika

tidak

memiliki

lubang asap

dapur(kepme

nkes RI

No.829/Men

kes/SK/VII/

1999)

Observasi

Nominal 0=tidak

mempunyai

lubang asap

1=mempuny

ai lubang

asap

0=tidak

mempunyai ,

jika tidak

terdapat

lubang asap di

dapur

1=mempunyai

jika terdapat

lubang asap di

dapur

Variabel Terikat

0= kontrol

1= kasus

ISPA

Balita

Infeksi yang

terjadi pada

pernafasan

Semua

balitayang di

diagnosis

berdasarkan

data

sekunder

Nominal 0=sakit

1=tidak sakit

Page 57: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

40

Variabel Definisi

Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor Kriteria

bagian atas.

Gejala dari

penyakit ini

antara lain:

sakit

tenggorokan,b

atuk,pilek,saki

t kepala,mata

merah,suhu

tubuh

meningkat 4-7

hari lamanya

ispa

berdasarkan

anamnesis

dan

pemeriksaan

secara klinis,

serta tercatat

dalam rekam

medis.

yang

diperoleh

(buku

register

ispa)

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk

memperoleh data yang kemudian diolah dan dianalisis.Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, dan alat ukur.

1. Lembar observasi

Lembar observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung.

2. Alat Pengukur Luas Ventilasi

Kriteria luas ventilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi

lebih dari atau sama dengan 10% luas lantai, dan tidak memenuhi

syarat apabila luas ventilasi kurang dari 10% luas lantai. Alat yang

digunakan yaitu Rollmeter.Cara pengukurannya yaitu dengan

membandingkan luas ventilasi dengan luas lantai rumah.

3. Alat Pengukur Kepadatan

Kriteria kepadatan hunian yang memenuhi syarat adalah jika per ≥8m²

dihuni oleh 2 orang, dan tidak memenuhi syarat jika ≤8m² dihuni oleh 2

anggota keluarga.Alat yang digunakan yaitu Rollmeter Cara

Page 58: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

41

pengukurannya yaitu dengan mengukur luas lantai rumah lalu

dibangdingkan dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam

satu rumah.

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Guyung wilayah kerja Puskesmas

Widodaren Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

2. Waktu Penelitian

Tabel 4.3 Waktu Penelitian

No KEGIATAN TANGGAL

ACC

1. Pengajuan Judul Skripsi 4 Februari 2019

2. Penyusunan dan bimbingan

proposal skripsi 26 Februari - 12 April 2019

3. Ujian seminar proposal 28 Juni 2019

4. Revisi proposal 30 Juni – 5 Juli 2019

5. Pengumpulan data dan

Penelitian 22 Juli – 30 Juli 2019

6. Penyusunan dan bimbingan

skripsi 23 Agustus -27 Agustus 2019

7. Ujian seminar skripsi 31 Agustus 2019

8. Revisi skripsi 1 September-9 September

4.8 Jenis Data

1. Data Primer

Pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari responden

dengan menggunakan lembar observasi, , dan pengukuran. Data

primer dalam penelitian ini yaitu : kepadatan hunian, ventilasi, jenis

lantai, jenis dinding, lubang asap dapur.

Page 59: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

42

2. DataSekunder

Data sekunder diperoleh dari puskesmas widodaren Gerih dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Ngawi.

4.9 Analisa Data

4.9.1 Pengolahan Data

Metode pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program

komputer melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Hasil adat dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing)

terlebih dahulu. Secara umum editing merupakan kegiatan untuk

pengecekan dan perbaikan. Apabila ada dat-data yang belum lengkap,

jika memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk

melengkapi data-data tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan,

maka data yang tidak lengkap tersebut tidak diolah atau dimasukkan

dalam pengolahan “data missing” (Nugroho, 2012).

2. Coding

Coding adalah merupakan kode-kode untuk memudahkan proses

pengolahan data. Pengkodean dalam penelitian ini sesuai dengan

definisi operasional.Coding dalam penelitian ini adalah:

Page 60: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

43

Tabel 4.4 Coding

No Variabel Coding Data

1 Luas vemtilasi 0= tidak memenuhi syarat

1= memenuhi syarat

2 Kepadatan hunian 0=Tidak Memenuhi Syarat

1= Memenuhi Syarat

3 Kepemilikan lubang asap dapur 0=tidak mempunyai

1=mempunyai

4 Jenis lantai 0=tidak memenuhi syarat

1=memenuhi syarat

5 Jenis dinding

0=tidak permanen

1=permanen

6 ISPA Balita 0= tidak sakit

1= sakit

3. Skoring

Peneliti memberi skor untuk penderita ISPA

4. Entry Data

Merupakan kegiatan memasukkan data yang sudah dilakukan

pengkodean kedalam program komputer SPSS versi 16.

5. Clening

Yaitu mengecek kembali data yang sudah dimasukkan untuk

melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kesalahan

kode, kelengkapan, dan kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi

6. Tabulating

Yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti

guna memudahkan analisis data.

4.10 Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis tiap

variabeldari hasil penelitian. Pada analisis ini data yang diperoleh dari

Page 61: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

44

hasil pengumpulan data dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi, ukuran tendensi sentral atau grafik. Jika data mempunyai

distribusi normal, maka mean dapat digunakan sebagai ukuran pemusatan

dan standar deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran. Jika data

berdistribusi tidak normal maka menggunakan median sebagai ukuran

pemusatan dan minimun-maksimum sebagai ukuran penyebaran (Saryono,

2013).

4.11 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2011). Analisis

ini dilakukan untuk mengetahui hubungan yang signifikan dari kedua

variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen, yang analisis

dengan uji statistik Chi-square dan besarnya risiko dengan Odd Rasio(OR)

menggunakan SPSS versi 16.0 dengan tingkat kemaknaan ⍺ = 0,05.Odd

Ratio (OR) yaitu penilaian berapa sering terkena paparan pada kasus

dibanmdingkan dengan control (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael,

2002:119).

Syarat Uji Chi Square adalah sebagai berikut:

a. Bila dalam tabel 2x2 dijumpai nilai E (harapan)<5, lebih dari (20%),

maka uji yang digunakan adalah fisher exact untuk semua variabel

yang ditetapkan signifikan derajat penolakan 5% (P-value 0,05)

b. Bila tabel 2x2 tidak dijumpai nilai E (harapan)<5 lebih dari (20%)

maka uji yang di pakai sebaiknya continuity corerection.

Page 62: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

45

Tabel 4.5 Analysis Bivariat

EFEK

Faktor risiko Kasus Kontrol Jumlah

Ya A B a + b

Tidak C D c + d

Jumlah a + c b + d a + b + c + d

Hasil Uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya

perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat

menyimpulkan ada/tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik.

Dengan demikian Uji Chi Square dapat digunakan untuk mencari

hubungan dan tidak dapat untuk melihat seberapa besar hubungannya atau

tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar

(Sujarweni, 2015). Penentuan pemeriksaan hipotesis penelitian

berdasarkan tingkat signifikansi (p-value) yang diperoleh dari uji Chi-

Square, yaitu:

a. Apabila p value ≤ 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga

antara kedua variabel ada hubungan yang bermakna.

b. Apabila p> 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak, sehingga antara

kedua variabel tidak ada hubungan yang bermakna.

c. 95% CI tidak melewati angka 1 artinya berhubungan, 95% CI

melewati angka 1 artinya tidak berhubungan.

SyaratOdds Ratio, sebagaii berikut (Saryono, 2013):

a. OR (Odds Ratio) < 1. Artinya faktor yang diteliti merupakan faktor

protektif resiko untuk terjadinya efek.

Page 63: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

46

b. OR (Odds Ratio) > 1 artinya faktor yang diteliti merupakan faktor

resiko.

c. OR (Odds Ratio) = 1, artinya faktor yang diteliti bukan merupakan

faktor resiko.

Odds Ratio dipakai untuk mencari perbandingan kemungkinana

peristiwa terjadi di dalam satu kelompok dengan kemungkinan hal yang

sama terjadi di kelompok lain. Rasio odds adalah ukuran besarnya efek

dan umunya digunakan untuk membandingkan hasil dalam uji klinik

(Sujarweni, 2015).

4.12 Etika Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk

tahap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak

yang diteliti (subjek penelitian), dan masyarakat yang akan memperoleh

dampak dari hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).

1. Informed Consent (Informasi untuk responden)

Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti

dengan informan dengan memberikan lembar persetujuan melalui

informed consent, kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan.

Setelah calon responden memahami penjelasan peneliti terkait

penelitian ini, selanjutnya peneliti memberikan lembar informed

consent untuk ditandatangani oleh sampel penelitian.

Page 64: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

47

2. Anonymity (Tanpa nama)

Anonymity merupakan menjaga kerahasiaan tentang hal-hal yang

berkaitan dengan data responden. Pada aspek ini peneliti tidak

mencantumkan nama responden, melainkan inisial nama responden

dan nomor responden pada kuisioner.

3. Confidentiality (Kerahasiaan informasi)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti.Pada aspek ini, data yang sudah

terkumpul dari responden bersifat rahasia dan penyimpanan dilakukan

di file khusus milik pribadi sehingga hanya peneliti dan responden

yang mengetahuinya.

Page 65: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

48

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi merupakan salah

satu desa yang terletak di dataran tinggi antara 20-1.500 m di atas

permukaan laut dengan total luas wilayah 601,855 Ha. Dengan batas desa

sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Desa Tepas

b. Sebelah Selatan : Desa Gerih

c. Sebelah Timur : Desa Tambakromo

d. Sebelah Barat : Desa Widodaren

Peta pembagian wilayah Kecamatan Gerih per desa dapat di lihat pada

Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Peta Wilayah Kecamatan Gerih

Sumber : Puskesmas Widodaren, Gerih

Page 66: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

49

5.2 Keadaan Demografi

Penduduk Desa Guyung terdiri dari 6981 jiwa, dengan jumlah laki-laki

sebanyak 3447 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 3534 jiwa.

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 Tidak Sekolah 1402

2 Tidak Tamat SD 725

3 Tamat SD 1881

4 Tamat SLTP 1251

5 Tamat SLTA 1540

6 PT 178

Total 6977 Sumber: Data Sekunder Desa Guyung 2018

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan masyarakat desa Guyung sebagian

besar berpendidikan tamatan SD sebanyak 1881.

Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 1317

2 Buruh Tani 830

3 Pedagang 58

4 PNS 28

5 TNI 31

6 Polisi 11

7 Pensiunan 18

8 Wiraswasta 1343

Total 3636

Sumber: Data Sekunder Desa Guyung 2018

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui masyarakat desa Guyung

memiliki mata pencaharian sebagai wiraswasta sebanyak 3636 orang.

Page 67: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

50

5.3 Karakteristik Responden

Karateristik responden penelitian di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi yang tertera dalam lembar observasi penelitian meliputi

umur balita, jenis kelamin balita, status imunisasi, status gizi, pemberian

ASI eksklusif .

1. Umur Balita

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Balita

di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Tahun 2019

Umur Balita n %

<36 bulan 20 38,5

≥36 bulan 32 61,5

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat diketahui bahwa sebagian

besar balita responden berumur ≥36 bulan sebanyak 32 balita (61,5%).

2. Jenis Kelamin Balita

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi Tahun 2019

Jenis kelamin n %

Laki-Laki 23 44,2

Perempuan 29 55,8

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat diketahui bahwa sebagian

besar balita responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 29 balita

(55,8%).

Page 68: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

51

3. Status Gizi Balita

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi

Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten

Ngawi Tahun 2019

Status Gizi Balita n %

Kurang 16 30,8

Baik 36 69,2

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.5 di atas dapat diketahui bahwa sebagian

besar balita responden berstatus gizi baik sebanyak 36 balita (69,2%).

4. ASI Eksklusif

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian

ASI Eksklusif pada Balita di Desa Guyung Kecamatan

Gerih Kabupaten Ngawi Tahun 2019

ASI Eksklusif n %

Kurang 16 30,8

Baik 36 69,2

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat diketahui bahwa sebagian

besar balita responden dengan ASI eksklusif sebanyak 36 balita

(69,2%).

5. Imunisasi Lengkap

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Imunisasi

Lengkap pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi Tahun 2019

Imunisasi Lengkap n %

Kurang 14 26,9

Baik 38 73,1

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Page 69: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

52

Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat diketahui bahwa sebagian

besar balita responden melakukan imunisasi lengkap sebanyak 38

balita (73,1%).

5.4 Hasil Penelitian

Hasil penelitian dari kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung

Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut ini:

5.4.1 Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap varuabel hasil penelitian.

Analisis ini menunjukkan jumlah dan presentase dari tiap variabel.

1. Kejadian ISPA pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi

Tabel 5.8 Distribusi Kejadian ISPA pada Balita di Desa Guyung

Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi Tahun 2019

Kejadian ISPA pada Balita n %

Kasus 26 50,0

Kontrol 26 50,0

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat diketahui bahwa besar

responden dalam penelitian terdiri dari 26 orang (50,0%) sebagai kasus

dan 26 orang (50,0%) sebagai kontrol dengan perbandingan 1:1.

2. Luas Ventilasi

Tabel 5.9 Distribusi Luas Ventilasi Berdasarkan Kejadian ISPA pada

Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Tahun 2019

Luas Ventilasi n %

TidakMemenuhi Syarat 24 46,2

Memenuhi Syarat 28 53,8

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Page 70: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

53

Berdasarkan tabel 5.9 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki luas ventilasi yang memenuhi syarat sebanyak 28

rumah (53,8%).

3. Kepadatan Hunian

Tabel 5.10 Distribusi Kepadatan Hunian Berdasarkan Kejadian ISPA

pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten

Ngawi Tahun 2019

Kepadatan Hunian n %

Tidak Memenuhi Syarat 25 48,1

Memenuhi Syarat 27 51,9

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.10 di atas dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat

sebanyak 27 rumah (51,9%).

4. Jenis Lantai

Tabel 5.11 Distribusi Jenis Lantai Berdasarkan Kejadian ISPA pada

Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Tahun 2019

Jenis Lantai n %

Tidak Memenuhi Syarat 28 53,8

Memenuhi Syarat 24 46,2

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.11 di atas dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden memiliki jenis lantai yang tidak memenuhi syarat

sebanyak 28 rumah (53,8%).

Page 71: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

54

5. Jenis Dinding

Tabel 5.12 Distribusi Jenis Dinding Berdasarkan Kejadian ISPA pada

Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Tahun 2019

Jenis Dinding n %

Tidak Permanen 12 23,1

Permanen 40 76,9

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.12 di atas dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden memiliki jenis dinding yang permanen sebanyak 40

rumah (76,9%).

6. Kepemilikan Lubang Asap

Tabel 5.13 Distribusi Kepemilikan Lubang Asap Berdasarkan Kejadian

ISPA pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi Tahun 2019

Kepadatan Hunian n %

Tidak Memenuhi Syarat 18 34,6

Memenuhi Syarat 34 65,4

Total 52 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.13 di atas dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden dengan kepemilikan lubang asap yang memenuhi

syarat sebanyak 34 rumah (65,4%).

Page 72: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

55

5.4.2 Analisa Data Bivariat

Analisis bivariat ini bertujuan untuk menguji hubungan antara

lingkungan fisik rumah yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA

meliputi luas ventilasi, kepadatan hunian, jenis lantai, jenis dinding, dan

kepemilikan lubang asap dapur di desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi.

1. Hubungan antara Luas Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada

Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Tabel 5.14 Analisis Luas Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Balita

di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Tahun 2019

Luas Ventilasi

Kejadian ISPA pada

Balita p-value

OR

(CI 95%) Kasus Kontrol

n % n %

Tidak Memenuhi

Syarat 17 65,4 7 26,9

0,012 5,127

(1,568-16,765) Memenuhi Syarat 9 34,6 19 73,1

Total 26 100,0 26 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.14 di atas diperoleh data responden dengan

luas ventilasi tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak 17 rumah

(65,4%) dan pada kontrol sebanyak 7 rumah (26,9%). Sedangkan

responden dengan luas ventilasi memenuhi syarat pada kasus sebanyak

9 rumah (34,6%) dan pada kontrol sebanyak 19 rumah (73,1%).

Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,012

(<α=0,05), yang berarti ada hubungan antara luas ventilasi dengan

kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi. Diperoleh nilai OR luas ventilasi sebesar 5,127

dengan CI95% 1,568-16,765, yang berarti balita dengan keadaan rumah

Page 73: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

56

yang memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat berisiko 5,127 kali

untuk mengalami kejadian ISPA.

2. Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada

Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Tabel 5.15 Analisis Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada

Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten

Ngawi Tahun 2019

Kepadatan

Hunian

Kejadian ISPA pada Balita

p-value OR

(CI 95%) Kasus Kontrol

n % n %

Tidak Memenuhi

Syarat 17 65,4 8 30,8

0,026 4,250

(1,332-13,562) Memenuhi Syarat 9 34,6 18 69,2

Total 26 100,0 26 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.15 di atas diperoleh data responden dengan

kepadatan hunian tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak 17

rumah (65,4%) dan pada kontrol sebanyak 8 rumah (30,8%). Sedangkan

responden dengan kepadatan hunian memenuhi syarat pada kasus

sebanyak 9 rumah (34,6%) dan pada kontrol sebanyak 18 rumah

(69,2%).

Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,026

(<α=0,05), yang berarti ada hubungan antara kepadatn hubian dengan

kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi. Diperoleh nilai OR luas ventilasi sebesar 4,250

dengan CI95% 1,332-13,562, yang berarti balita dengan kepadatan

hunian rumah tidak memenuhi syarat berisiko 4,250 kali untuk

mengalami kejadian ISPA.

Page 74: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

57

3. Hubungan antara Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita

di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Tabel 5.16 Analisis Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita di

Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi Tahun

2019

Jenis Lantai

Kejadian ISPA pada

Balita p-value

OR

(CI 95%) Kasus Kontrol

n % n %

Tidak Memenuhi

Syarat 15 57,7 13 50,0

0,781 1,364

(0,457-4,071) Memenuhi Syarat 11 42,3 13 50,0

Total 26 100,0 26 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.16 di atas diperoleh data responden dengan

jenis lantai tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak 15 rumah

(57,7%) dan pada kontrol sebanyak 13 rumah (50,0%). Sedangkan

responden dengan jenis lantai memenuhi syarat pada kasus sebanyak 11

rumah (42,3%) dan pada kontrol sebanyak 13 rumah (50,0%).

Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,781

(>α=0,05), yang berarti tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan

kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi. Diperoleh nilai OR luas ventilasi sebesar 1,364

dengan CI95% 0,457-4,071, yang berarti jenis lantai bukan sebagai faktor

resiko terjadinya ISPA pada balita.

Page 75: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

58

4. Hubungan antara Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada

Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Tabel 5.17 Analisis Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada Balita

di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Tahun 2019

Jenis Dinding

Kejadian ISPA pada

Balita p-value

OR

(CI 95%) Kasus Kontrol

n % n %

Tidak permanen 7 26,9 5 19,2

0,742 1,547

(0,420-5,704) Permanen 19 73,1 21 80,8

Total 26 100,0 26 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.17 di atas diperoleh data responden dengan

jenis dinding tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak 7 rumah

(26,9%) dan pada kontrol sebanyak 5 rumah (19,2%). Sedangkan

responden dengan jenis dinding memenuhi syarat pada kasus sebanyak

19 rumah (73,1%) dan pada kontrol sebanyak 21 rumah (80,8%).

Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,742

(>α=0,05), yang berarti tidak ada hubungan antara jenis dinding dengan

kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi. Diperoleh nilai OR luas ventilasi sebesar 1,547

dengan CI95% 0,420-5,704, yang berarti jenis dinding bukan sebagai

faktor resiko terjadinya ISPA pada balita.

Page 76: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

59

5. Hubungan antara Kepemilikan Lubang Asap dengan Kejadian

ISPA pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten

Ngawi

Tabel 5.18 Analisis Kepemilikan Lubang Asap dengan Kejadian

ISPA pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi Tahun 2019

Kepemilikan

Lubang Asap

Kejadian ISPA pada

Balita p-value

OR

(CI 95%) Kasus Kontrol

n % n %

Tidak Memenuhi

Syarat 13 26,9 5 19,2

0,041 4,200

(1,213-14,541) Memenuhi Syarat 13 73,1 21 80,8

Total 26 100,0 26 100,0

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.18 di atas diperoleh data responden dengan

kepemilikan lubang asap tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak

13 rumah (50,0%) dan pada kontrol sebanyak 5 rumah (19,2%).

Sedangkan responden dengan kepemilikan lubang asap memenuhi

syarat pada kasus sebanyak 13 rumah (50,0%) dan pada kontrol

sebanyak 21 rumah (80,8%).

Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,041

(<α=0,05), yang berarti ada hubungan antara jenis lantai dengan

kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi. Diperoleh nilai OR luas ventilasi sebesar 4,200

dengan CI95% 1,213-14,541, yang berarti jenis balita dengan rumah

yang memiliki lubang asap tidak memenuhi syarat berisiko 4,200 kali

untuk mengalami kejadian ISPA.

Page 77: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

60

5.5 Pembahasan

1. Luas Ventilasi

Hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara luas

ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Guyung

Kecamatan Gerih. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p-value sebesar

0,012 < α = 0,05, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara luas

ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita dan risiko (OR) sebesar

5,127 menunjukkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan luas

ventilasi tidak memenuhi syarat 5,127 kali lebih berisiko terkena ISPA

di banding balita yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi yang

memenuhi syarat.

Luas ventilasi pada kasus yang tidak memenuhi syarat berjumlah

17 (65,4%), dan yang memenuhi syarat terdapat 9 (34,6%), sedangkan

pada kontrol yang tidak memenuhi syarat berjumlah 7 (26,9%) dan

yang memenuhi syarat berjumlah 19 (73,1%). Hal ini karena kebiasaan

keluarga yang buruk yaitu membuka jendela, dan kurangnya luas

ventilasi dalam rumah sehingga udara tidak dapat mengalir dengan

sempurna, untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya dapat menambah

angina-angin pada dinding rumah dan selalu mebuka jendela setiap

pagi.

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara

ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.

Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi

Page 78: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

61

secatra alamiah melalui jendela, pintu, lubang angina, lubang-lubang

pada dinding, dan sebagainya. Ventilasi buatan, yaitu dengan

menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara ke dalam

rumah, misalnya kipas angina, dan mesin penghisap udara

(Notoatmodjo, 2011).

Perlu diperhatikan di sini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus

dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir.

Artinya dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya

udara. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/

SK/VII/1999 tentang peraturan rumah sehat menetapkan bahwa luas

ventilasi alamiah yang permanen yaitu lebih dari satu sama dengan 10%

dari luas lantai rumah, sedangkan tidak memenuhi syarat jika kurang

dari 10% luas lantai rumah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Lady Diana BR Sinuraya (2017), yang menunjukkan bahwa ada

hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA di Kabupaten Karo

dan balita tinggal di tempat yang ventilasi yang tidak memenuhi syarat

mempunyai risiko terkena ISPA 3,1 kali lebih besar dibanding dengan

balita yang tinggal di rumah yang ventilasinya memenuhi syarat.

Dari hasil observasi diperoleh sebagian besar luas ventilasi

rumah responden kasus tidak memenuhi syarat karena kebanyakan

rumah responden berbentuk minimalis dengan luas ruangan yang tidak

begitu besar dan pembuatan design ventilasinya juga tidak besar dan

Page 79: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

62

membuat sinar matahari masuk kedalam rumah tidak menyinari seluruh

ruangan.Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak menghiraukan

besar ventilasi tapi lebih memperdulikan bagaimana mereka cukup tidur

dan tempat pertukaran udara mereka sering menggunakan pintu yakni

dengan cara membuka pintu rumah dengan lebar. Rumah dengan luas

ventilasi yang tidak memenuhi syarat besar ventilasi >10% dari luas

lantai ini dapat menimbulkan peningkatan kepengapan dan kelembaban

ruangan sehingga memudahkan penularan penyakit.

2. Kepadatan Hunian

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan yang

bermakna antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita di

Desa Guyung Kecamatan Gerih. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p-

value sebesar 0,026 < α = 0,05, yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada

balita dan nilai risiko (OR) sebesar 4,250 menunjukkan bahwa balita

yang tinggal lama dalam rumah dengan kepadatan hunian yang tidak

memenuhi syarat 4,250 kali lebih berisiko terkena ISPA dibanding

dengan balita yang tinggal di rumah dengan kepadatan hunian yang

memenuhi syarat.

Kepadatan hunian yang memenuhi syarat pada kasus berjumlah 9

(34,6%) dan pada kontrol berjumlah 18 (69,2%). Sedangkan yang tidak

memenuhi syarat pada kasus berjumlah 17(65,4%) dan pada kontrol

berjumlah 8.(30,8%). Bukan hanya disebabkan oleh kepadatan hunian

Page 80: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

63

kamar tetapi di sebabkan oleh faktor perilaku host, faktor agent, dan

faktor lingkungan, tidak adanya ventilasi dalam kamar menyebabkan

sirkulasi udara tidak berjalan dengan lancer.

Kepadatan hunian yang dimaksud perbandingan antara luas kamar

dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan

kepadatan hunian untuk seluruh perumahan bias dinyatakan dalam m2

per orang. Luas minimum per orang sangat relative tergantung kualitas

bangunan dan fasilitas yang tersedia, untuk perumahan sederhana,

minimum 8 m2 orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 2 orang,

kamar tidur sebaiknya tidak dihuni >2 orang, kecuali suami istri dan

anak dibawah 2 tahun (Notoatmodjo, 2011).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Lady Diana BR Sinuraya (2017) hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA di Kabupaten

Karo dan balita tinggal di tempat yang kepadatan hunian yang tidak

memenuhi syarat mempunyai risiko terkena ISPA 4,5 kali lebih besar

dibanding dengan balita yang tinggal di tempat yang kepadatan

huniannya memenuhi syarat.

Sebagian besar responden memiliki rumah dengan kepadatan

yang tidak memenuhi syarat, karena dari hasil observasi kebanyakan

responden memiliki luas kamar kurang dari 8 m2 dan luas ventilasi yang

kurang dari 10% di huni oleh 2 orang dewasa dan 2 orang anak

(Permenkes, 2011). Sehingga dapat mempengaruhi penyebaran

Page 81: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

64

penyakit menular dalam kecepatan transmisi mikroorganisme. Luas

rumah yang sempit dengan jumlah anggota keluarga yang banyak

menyebabkan rasio penghuni dengan luas rumah tidak seimbang yang

memungkinkan bakteri maupun virus dapat menular melalui pernafasan

dan penghuni rumah satu ke penghuni rumah lainnya.

3. Jenis Lantai

Hasil penelitian uji Chi Square menunjukkan bahwa p-value

sebesar 0,781 > α = 0,05, yang berarti tidak ada hubungan antara jenis

lantai dengan kejadian ISPA pada balita. Nilai OR diperoleh sebesar

1,364, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis lantai rumah bukan

merupakan faktor risiko terjadinya ISPA pada balita.

Jenis lantai pada kasus yang tidak memenuhi syarat 15 (57,7%)

dan pada kontrol sebanyak 13 (50,0%), sedangkan lantai yang

memenuhi syarat pada kasus 11 (42,3%) dan pada kontrol 13 (50,0%).

Meskipun pada uji statistik tidak terdapat hubungan tetapi lantai harus

di perhatikan kebersihannya, karena lantai yang kotor, berdebu dapat

menjadi berkembangbiakan bibit penyakit, virus, ataupun bakteri

penyebab penyakit ISPA.

Saat ini, ada berbagai jenis lantai rumah. Lantai rumah dari semen

atau ubin, keramik, atau cukup tanah biasa dipadatkan. Syarat yang

penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak

becek pada musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan

sarang penyakit (Notoatmodjo, 2011).

Page 82: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

65

Berdasarkan hasil penelitian dari 52 responden di wilayah Desa

Guyung Kecamatan Gerih didapatkan bahwa 24 rumah responden

memiliki jenis lantai yang sudah memenuhi syarat seperti dikeramik,

diplester, sehingga kedap terdapat air. Hal ini menunjukkan bahwa jenis

lantai rumah responden sebagian besar sudah memenuhi syarat.

Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Lady Diana BR

Sinuraya (2017), dengan nilai p-value yang diperoleh adalah 1.000

sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis lantai dengan

kejadian ISPA.

Berdasarkan pengamatan di lapangan diperoleh sebagian rumah

responden jenis lantainya sudah kedap air dan terbuat dari keramik dan

plaster, sehingga mudah dibersihkan dari debu. Sebagian lantai masih

dari tanah tidak kedap air, masih berdebu jika di sapu dapat

menyebabkan ISPA pada balita. Lantai yang baik adalah tidak berdebu

pada musim kemarau dan tidak basah dimusim hujan. Lantai yang tidak

standar standar merupakan media perkembangbiakan bakteri dan virus

penyebab ISPA.

4. Jenis Dinding

Hasil penelitian uji Chi Square menunjukkan bahwa p-value

sebesar 0,742 > α = 0,05, yang berarti tidak ada hubungan antara jenis

dinding dengan kejadian ISPA pada balita. Nilai OR diperoleh sebesar

1,547 sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis dinding rumah bukan

merupakan faktor risiko terjadinya ISPA pada balita.

Page 83: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

66

Jenis dinding tidak memenuhi syarat pada kasus 7 (26,9%) dan

pada kontrol 5 (19,2%). Dinding yang memenuhi syarat pada kasus 19

(73,1%) dan pada kontrol 21 (80,8%). Dalam hasil uji statistic tidak

terdapat hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA pada

balita, harus diperhatikan bahwa dinding yang baik adalah tidak

berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan.

Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding

rumah daerah tropis khususnya dipedesaan banyak yang berdinding

papan, kayu, dan bamboo.Hal ini disebabkan masyarakat perdesaan

perekonomiannya kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat seperti

papan, kayu, dan bamboo dapat menyebabkan penyakit pernafasan.

Dinding di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan ventilasi

untuk pengaturan sirkulasi udara. Kemudian dinding di kamar mandi

dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan (Notoatmodjo,

2011).

Berdasarkan hasil penelitian dari 52 responden di wilayah Desa

Guyung Kecamatan Gerih didapatkan bahwa 40 rumah responden

memiliki jenis dinding yang sudah memenuhi syarat, yaitu dari batu

bata dan batako. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dinding rumah

responden sebagian besar sudah memenuhi syarat. Penelitian ini tidak

selaras dengan penelitian yang dilakukan Ardinasari Eiyta(2016).

dengan nilai p-value yang diperoleh adalah 0,004, yaitu ada hubungan

yang bermakna antara jenis dinding dengan kejadian ISPA.

Page 84: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

67

Berdasarkan pengamatan di lapangan rumah responden jenis

dinding nya sudah terbuat dari bata/batako, dan masih beberapa rumah

responden dindingnya terbuat dari kayu. Jenis dinding yang tidak

permanen dapat menyebabkan masuknya udara dari celah-celah dinding

dan menyebabkan bakteri atau virus masuk melalui celah tersebut.

Jenis dinding yang sudah permanen adalah tidak berdebu dan

mencegah virus, kuman tinggal, dan menambah nilai keindahan rumah.

Dan membuat nyaman penghuni rumahnya dari udara dingin di malam

hari yang menyebabkan penyakit ISPA kambuh.

5. Kepemilikan lubang asap

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan yang

bermakna antara kepemilikan lubang asap dengan kejadian ISPA pada

balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih. Hasil uji Chi Square

diperoleh nilai p-value sebesar 0,041 < α = 0,05 yang berarti ada

hubungan yang bermakna antara kepemilikan lubang asap dengan

kejadian ISPA pada balita dan nilai risiko (OR) sebesar 4,200,

menunjukkan bahwa balita yang tinggal lama dalam rumah dengan

kondisi dapur yang tidak memenuhi syarat 4,200 kali lebih berisiko

terkena ISPA dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan

kondisi dapur yang memenuhi syarat.

Lubang asap yang tidak memenuhi syarat pada kasus 13 26,9%)

dan pada kontrol 5 (19,2%), sedangkan lubang asap yang memenuhi

syarat pada kasus 13 (73,1) dan pada kontrol 21 (80,8%). Responden

Page 85: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

68

tidak menggunakan lubang asap dan beralih pada ventilasi yang di

gunakan untuk proses pertukaran udara pada proses memasak. Hal ini

di lakukan untuk mengurangi pencemaran udara dalam ruangan rumah

karena proses memasak menggunakan tungku.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

829/Menkes/SK/VIII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan,

dapur yang sehat harus memiliki lubang asap dapur. Di perkotaan,

dapur sudah dilengkapi dengan penghisap asap. Lubang asap dapur

menjadi penting artinya karena asap dapat mempunyai dampak terhadap

kesehatan manusia terutama penghuni didalam rumah atau masyarakat

pada umumnya (Dinkes Prov. Jateng, 2005).

Dapur tanpa lubang asap akan menimbulkan banyak polusi asap

ke dalam rumah yang dapurnya menyatu dengan rumah dan kondisi ini

akan berpengaruh terhadap kejadian ISPA balita, seperti hasil penelitian

Suparman (2004) yang membuktikan adanya hubungan terhadap

kejadian ISPA di rumah yang banyak mendapat polusi asap dapur dan

tidak.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Vovi Noviyanti (2012), yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara kepemilikan lubang asap dengan kejadian ISPA dan balita

tinggal di tempat yang dapurnya tidak memenuhi syarat mempunyai

risiko terkena ISPA 1,876 kali lebih besar dibandingkan balita yang

tinggal di rumah dengan kondisi dapur yang memenuhi syarat.

Page 86: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

69

Berdasarkan pengamatan dilapangan diperoleh sebagian besar

responden memiliki rumah dengan dapur yang memenuhi syarat, hal ini

dikarenakan masyarakat banyak tinggal dengan padat penduduk.

Responden kebanyakan menggunakan kompor gas LPG untuk

memasak, sehingga tidak menggunakan lubang asap. Hanya sebagian

kecil yang masih menggunakan tungku pembakaran menggunakan

kayu bakar. Penggunaan lubang asap pada tungku juga sudah jarang

ada, hal ini dikarenakan rumah tersebut menggunakan ventilasi di dapur

untuk mengurangi pencemaran udara di dalam rumah, karena asap dari

proses pembakaran tungku ketika memasak di dapur. Ada sebagian

masyarakat yang belum paham akan pentingnya lubang pembuangan

asap di dapur menyebabkan pembakaran di dalam rumah dengan bahan

kayu mencemari seluruh ruangan dan menyebabkan ISPA.

5.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang memungkinkan

dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian, yaitu:

1. Penelitian ini belum sampai analisis Multivariat karena belum

diketahui variabel independen yang paling menonjol sebagai faktor

resiko terjadinya ISPA pada balita.

Page 87: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

70

BAB 6

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Hasil analisis univariat: luas ventilasi mayoritas memenuhi syarat

(53,8%), kepadatan hunian memenuhi syarat (51,9%), jenis lantai tidak

memenuhi syarat (53,8%), jenis dinding permanen (76,9%), dan

kepemilikan lubang asap memenuhi syarat (65,4%).

2. Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA

pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi (p

value = 0,026, OR=5,127, 95%CI 1,332-13,562).

3. Ada hubungan antara kepemilikan lubang asap dengan kejadian

penyakit ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih

Kabupaten Ngawi (p value = 0,041, OR=4,200, 95%CI 1,213-14,541).

4. Tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian penyakit ISPA

pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi (p

value = 0,781, OR-1,364, 95%CI 0,457-4,071).

5. Tidak ada hubungan antara jenis dinding dengan kejadian penyakit

ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

(p value = 0,742, OR=1,547, 95%CI 0,420-5,704).

Page 88: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

71

6. Ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian penyakit ISPA

pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi (p

value = 0,012, OR=5,127, 95%CI 1,568-16,765).

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang

dapat diberikan oleh peneliti adalah:

6.2.1 Bagi Puskesmas Widodaren Gerih

Melakukan sosialisasi dan publikasi tentang pencegahan dini

terjadinya penyakit ISPA khususnya pada balita melalui penyuluhan

di posyandu balita tiap desa maupun menggunakan media cetak

seperti poster, leaflet, dan lainnya sehingga angka kejadian ISPA

dapat menurun dan segera terobati.

6.2.2 Bagi Masyarakat Desa Guyung

Diharapkan masyarakat yang mempunyai balita dapat

memperbaiki kondisi lingkungan fisik rumah, membuka ventilasi

rumah agar ada pergantian udara, menyapu lantai setiap hari agar

terhindar dari debu dan memisahkan kamar balita dengan orang tua

agar tidak tertular penyakit ISPA .

6.2.3 Bagi Peneliti Lain

1. Penelitian ini dapat dikembangkana di daerah lain dengan

menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

penyakit ISPA pada balita dengan membandingkan hasil

penelitian terdahulu.

Page 89: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

72

2. Bagi peneliti selanjutkan disarankan menggunakan pendekatan

Crossectional dengan variabel lain, jumlah sampel yang lebih

banyak, dan berbeda tempat penelitian.

Page 90: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

73

DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829 Menkes SK/VII/1999 tentang

persyaratan kesehatan perumahan.https://peraturan.bkpm.go.id. Diakses

pada tanggal 20 Mei 2019.

Ardinasari, Eiyta. 2016. Buku Pintar Mencegah dan Mengobati Penyakit Bayi

&Anak.Jakarta:Bestari.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar

2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Dewi, Candra Angelina. 2012. Analisis Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran

Pernafasan Akut Pada Anak Balita Di Wilayah Puskesmas Bangli Utara.

Dharma,K.K.(2011). Metodologi penelitian keperawatan: panduan melaksanakan

dan menerapkan hasil penelitian, Jakarta: TIM.

Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi. Profil Puskesmas Widodaren

2018.Ngawi:Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi.

Ditjen PPM & PL. 2004. 17.600 Polisi Jakarta Derita ISPA. http://209.85.173.

132/search?q=cache:85OqpTl6aIAJ:www.penyakitmenular.info/detil.asp

%3Fm%3D6%26s%3D2%26i%3D242+ISPA+pada+polisi+lalu+lintas&c

d=15&hl=id&ct=clnk&gl=id (10 Mei 2019).

Hamidah Yuul Ardhin. 2018. Hubungan Kesehatan Lingkungan Rumah Dengan

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut(ISPA) Pada Balita Di Desa

Pulung Merdiko Ponorogo.

Hidayat,A.A.,(2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisis

data.Jakarta: Selemba Medika.

Huda,Nur. 2015. Hubungan Antara Kondisi Lingkungan Rumah Dan Perilaku

Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di

Kelurahan Wonolopo. Universitas Negeri Semarang.

Irianto, Koes. 2014. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Public Health). Bandung : CV

Alfabeta.

Iswarini & Wahyu D. 2006. Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah, Kebersihan

Rumah, Kepadatan Penghuni Dan Pencemaran Udara Dalam Rumah

Dengan Keluhan Penyakit ISPA Pada Balita, Skripsi Universitas Erlangga.

Surabaya.

Page 91: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

74

Kemenkes, RI. 2012. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita, Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia tahun

2016. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan

Perumahan.

Khrisna,A. 2013. Mengenali Keluhan Anda.Jakarta:Informasi Medika.

Kusmana, Aep. 2004. hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian pneumonia

ISPA balita. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Diponegoro.Semarang.

Kusnoputranto, Haryoto, 2000. Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Maryunani dan Ani. 2013. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), Jakarta:

Trans Info Media.

Mumpuni,Yekti.2016.45.Penyakit Yang Sering Hinggap Pada Anak. Yogyakarta:

Rapha Publishing.

Mundiatun dan Daryanto. 2015. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta:

Gava Media.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Notoatmodjo,S.2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Promosi

Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka.

Noviyanti, Vovi. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA

di sekitar wilayah tempat pembuangan akhir sampah tamangapa kota

Makassar.

Nursalam, 2013. Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Patmawati Dongky Dan Kadrianti,2015 Faktor risiko lingkungn fisik rumah

dengan kejadian ispa balita di kelurahan polewali mandar.

Ramadhaniyanti, Gita Nurina. 2013. Faktor-Faktor Lingkungan Rumah Dan

Perilaku Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di

Kelurahan Kuningan Kecamatan Semarang Utara.

Page 92: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

75

Saryono. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif dalam Bidang

Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sastroasmoro, Prof. Dr. Sudigdo Dan Ismail, Prof. Dr. Sofyan. 2011. Dasar-

Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke-4. Jakarta : Sagung Seto.

Sinuraya, BR Diana Lady. 2017. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian ISPA

pada balita di desa Singgamanik Kecamatan Munte Kabupaten Karo.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, Dan R&D: Bandung: Alfabeta.

Untari,Ida. 2017 .7 Pilar Utama Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Thema

Publising.

Wahyono. 2008. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut Anak Usia

Dibawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas Purwareja

Klampok Kabupaten Banjarnegara. Majalah Farmasi Indonesia.

Page 93: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …
Page 94: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

76

Lampiran 1

SURAT IJIN PENGAMBILAN DATA AWAL

Page 95: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

77

Lampiran 2

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada:

Calon Responden Penelitian

Di Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Mahasiswa STIKES Bhakti Husada

Mulia Madiun Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Promosi

Kesehatan:

Nama : Nurul Latifatul Aziz

NIM : 201503082

Alamat : Dusun Centong. Desa Gerih. RT: 10. RW: 02.

Kecamatan Gerih. KabupatenNgawi.

Bersamaan dengan ini peneliti mengajukan permohonan untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian

Penyakit ISPA pada balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi”.

Saya memohon ketersediaan Ibu untuk bersedia menjadi responden dalam

penelitian yang akan saya lakukan. Kerahasiaan data pribadi akan sangat saya jaga

dan informasi yang saya dapatkan akan saya gunakan untuk kepentingan

penelitian, oleh karena itu saya berharap responden memberikan jawaban sesuai

dengan yang dikehendaki dan sesuai dengan keadaan yang sebenar-benarnya.

Atas kerjasama dan perhatiannya, saya mengucapkan terima kasih yang sebanyak-

banyaknya.

Madiun, Juli 2019

Peneliti,

Nurul Latifatul Aziz NIM. 201503082

Page 96: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

78

Lampiran 3

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nurul Latifatul Aziz

NIM : 201503082

Asal Institusi : Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat

STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Berkenaan dengan tugas akhir saya dalam penyusunan skripsi, saya mohon

kesediaan Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian saya tentang “Hubungan

Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA pada balita di Desa

Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

Semua jawaban yang diberikan dipergunakan untuk keperluan penyusunan skripsi

dengan data yang lain, dan tidak mempengaruhi keberadaan Ibu serta dijaga

kerahasiaannya.

Atas ketersediaan dan perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Mahasiswa

Nurul Latifatul Aziz

NIM. 201503082

Ngawi, ..................................

Menyetujui,

.............................................

Page 97: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

79

Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI

No. responden :

I. Identitas Responden

Nama ibu balita :

Nama balita :

Umur :

Jenis Kelamin : L/P

1. Status Gizi Balita

Variabel Status Gizi Baik Status Gizi Kurang

Status Gizi Balita

2. ASI Eksklusif

Variabel ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif

pemberian Asi Eksklusif

3. Imunisasi Lengkap

Variabel Imunisasi Baik

Imunisasi Kurang

Imunisasi Lengkap

4. Luas ventilasi dan Kepadatan Hunian

Observasi dan

pengukuran Hasil Observasi Keterangan

Jumlah Penghuni

Rumah

………….orang Kepadatan

hunian

Luas ventilasi

Luas Lantai

Rumah

………….m2

…......orang/m2

....

....………m2 Luas Ventilasi

Rumah

………….m2

No Responden

: Kasus

: Kontrol

Page 98: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

80

5. Jenis Lantai

Variabel Hasil Pengamatan

Jenis Lantai

1. Ubin/semen

2. Keramik

3. Plester

6. Jenis dinding

Variabel Hasil Pengamatan

Jenis dinding

1. Bata/Batako

2. Kayu

7. Kepemilikan Lubang Asap

Variabel Mempunyai Tidak Mempunyai

Kepemilikan Lubang Asap

Page 99: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

81

Lampiran 5

KARTU BIMBINGAN

Page 100: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

82

Lampiran 6

SURAT IZIN PENELITIAN

Page 101: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

83

Lampiran 7

SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN

Page 102: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

84

Lampiran 8

OUTPUT DATA

No Kejadian

ISPA

Luas

Ventilasi

Kepadatan

Hunian

Jenis

Lantai

Jenis

Dinding

Kepemilikan

Lubang Asap

1 0 0 1 0 1 0

2 0 0 1 1 1 1

3 0 0 1 1 1 1

4 0 1 0 0 0 0

5 0 0 0 0 0 1

6 0 0 0 1 1 1

7 0 0 1 0 1 0

8 0 1 0 0 1 1

9 0 0 1 1 1 1

10 0 0 1 1 1 1

11 0 1 0 0 0 0

12 0 0 0 0 0 0

13 0 0 0 0 0 0

14 0 0 0 0 1 1

15 0 1 0 0 0 0

16 0 0 0 1 1 1

17 0 0 1 1 1 1

18 0 1 1 0 0 0

19 0 1 0 0 1 1

20 0 0 0 0 0 0

21 0 0 1 1 1 1

22 0 1 0 0 0 0

23 0 1 0 1 1 0

24 0 0 0 0 1 0

25 0 1 0 0 0 0

26 0 0 0 0 1 1

27 1 0 1 1 1 1

28 1 0 1 1 1 1

29 1 1 1 0 1 0

30 1 0 1 0 1 0

31 1 1 1 1 1 1

32 1 1 1 1 1 1

33 1 1 0 0 1 1

34 1 1 1 1 1 1

35 1 1 1 1 1 1

36 1 1 1 1 1 1

37 1 1 0 0 0 0

38 1 0 1 0 1 1

39 1 1 1 1 1 1

Page 103: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

85

No Kejadian

ISPA

Luas

Ventilasi

Kepadatan

Hunian

Jenis

Lantai

Jenis

Dinding

Kepemilikan

Lubang Asap

40 1 1 1 1 1 1

41 1 1 1 0 1 1

42 1 1 0 0 0 0

43 1 1 0 0 0 0

44 1 0 1 1 1 1

45 1 1 0 0 0 1

46 1 0 1 1 1 1

47 1 1 1 0 1 1

48 1 1 0 1 1 1

49 1 1 1 0 1 1

50 1 0 0 0 0 1

51 1 1 1 1 1 1

52 1 1 0 0 1 1

Page 104: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

86

Lampiran 9

HASIL KARAKTERISTIK RESPONDEN

JENIS_KELAMIN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid lakilaki 23 44.2 44.2 44.2

perempuan 29 55.8 55.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

USIA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurangdari 36 bulan 20 38.5 38.5 38.5

Lebihdarisamadengan 36 Bln

32 61.5 61.5 100.0

Total 52 100.0 100.0

STATUS_GIZI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid KURANG 16 30.8 30.8 30.8

BAIK 36 69.2 69.2 100.0

Total 52 100.0 100.0

IMUNISASI_LENGKAP

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 14 26.9 26.9 26.9

YA 38 73.1 73.1 100.0

Total 52 100.0 100.0

IMUNISASI_LENGKAP

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 14 26.9 26.9 26.9

YA 38 73.1 73.1 100.0

Total 52 100.0 100.0

Page 105: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

87

KEJADIAN_ISPA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid KASUS 26 50.0 50.0 50.0

KONTROL 26 50.0 50.0 100.0

Total 52 100.0 100.0

LUAS_VENTILASI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK MEMENUHI SYARAT 24 46.2 46.2 46.2

MEMENUHI SYARAT 28 53.8 53.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

KEPADATAN_HUNIAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK MEMENUHI SYARAT 25 48.1 48.1 48.1

MEMENUHI SYARAT 27 51.9 51.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

JENIS_LANTAI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK MEMENUHI SYARAT 28 53.8 53.8 53.8

MEMENUHI SYARAT 24 46.2 46.2 100.0

Total 52 100.0 100.0

JENIS_DINDING

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK PERMANEN 12 23.1 23.1 23.1

PERMANEN 40 76.9 76.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK MEMENUHI SYARAT 18 34.6 34.6 34.6

MEMENUHI SYARAT 34 65.4 65.4 100.0

Total 52 100.0 100.0

Page 106: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

88

Lampiran 10

OUTPUT UJI CHI-SQUARE

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

LUAS_VENTILASI * KEJADIAN_ISPA

52 100.0% 0 .0% 52 100.0%

KEPADATAN_HUNIAN * KEJADIAN_ISPA

52 100.0% 0 .0% 52 100.0%

JENIS_LANTAI * KEJADIAN_ISPA

52 100.0% 0 .0% 52 100.0%

JENIS_DINDING * KEJADIAN_ISPA

52 100.0% 0 .0% 52 100.0%

KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP * KEJADIAN_ISPA

52 100.0% 0 .0% 52 100.0%

LUAS_VENTILASI * KEJADIAN_ISPA

Crosstab

KEJADIAN_ISPA

Total KASUS KONTROL

LUAS_ VENTILASI

TIDAK MEMENUHI SYARAT

Count 17 7 24

% within LUAS_VENTILASI 70.8% 29.2% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 65.4% 26.9% 46.2%

% of Total 32.7% 13.5% 46.2%

MEMENUHI SYARAT Count 9 19 28

% within LUAS_VENTILASI 32.1% 67.9% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 34.6% 73.1% 53.8%

% of Total 17.3% 36.5% 53.8%

Total Count 26 26 52

% within LUAS_VENTILASI 50.0% 50.0% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Page 107: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

89

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 7.738a 1 .005

Continuity Correctionb 6.268 1 .012

Likelihood Ratio 7.948 1 .005

Fisher's Exact Test .012 .006

Linear-by-Linear Association 7.589 1 .006

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error

a Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .386 .128 2.957 .005c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .386 .128 2.957 .005c

N of Valid Cases 52

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for LUAS_VENTILASI (TIDAK MEMENUHI SYARAT / MEMENUHI SYARAT)

5.127 1.568 16.765

For cohort KEJADIAN_ISPA = KASUS

2.204 1.214 4.000

For cohort KEJADIAN_ISPA = KONTROL

.430 .219 .843

N of Valid Cases 52

Page 108: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

90

KEPADATAN_HUNIAN * KEJADIAN_ISPA

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.240a 1 .012

Continuity Correctionb 4.930 1 .026

Likelihood Ratio 6.372 1 .012

Fisher's Exact Test .025 .013

Linear-by-Linear Association 6.120 1 .013

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error

a Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .346 .130 2.611 .012c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation

.346 .130 2.611 .012c

N of Valid Cases 52

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for KEPADATAN_HUNIAN (TIDAK MEMENUHI SYARAT / MEMENUHI SYARAT)

4.250 1.332 13.562

For cohort KEJADIAN_ISPA = KASUS

2.040 1.123 3.707

For cohort KEJADIAN_ISPA = KONTROL

.480 .255 .902

N of Valid Cases 52

Page 109: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

91

JENIS_LANTAI * KEJADIAN_ISPA

Crosstab

KEJADIAN_ISPA

Total KASUS KONTROL

JENIS_ LANTAI

TIDAK MEMENUHI SYARAT

Count 15 13 28

% within JENIS_LANTAI 53.6% 46.4% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 57.7% 50.0% 53.8%

% of Total 28.8% 25.0% 53.8%

MEMENUHI SYARAT Count 11 13 24

% within JENIS_LANTAI 45.8% 54.2% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 42.3% 50.0% 46.2%

% of Total 21.2% 25.0% 46.2%

Total Count 26 26 52

% within JENIS_LANTAI 50.0% 50.0% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .310a 1 .578

Continuity Correctionb .077 1 .781

Likelihood Ratio .310 1 .578

Fisher's Exact Test .781 .391

Linear-by-Linear Association .304 1 .582

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error

a Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .077 .138 .547 .587c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation

.077 .138 .547 .587c

N of Valid Cases 52

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Page 110: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

92

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for JENIS_LANTAI (TIDAK MEMENUHI SYARAT / MEMENUHI SYARAT)

1.364 .457 4.071

For cohort KEJADIAN_ISPA = KASUS

1.169 .671 2.036

For cohort KEJADIAN_ISPA = KONTROL

.857 .499 1.474

N of Valid Cases 52

JENIS_DINDING * KEJADIAN_ISPA

Crosstab

KEJADIAN_ISPA

Total KASUS KONTROL

JENIS_ DINDING

TIDAK PERMANEN

Count 7 5 12

% within JENIS_DINDING 58.3% 41.7% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 26.9% 19.2% 23.1%

% of Total 13.5% 9.6% 23.1%

PERMANEN Count 19 21 40

% within JENIS_DINDING 47.5% 52.5% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 73.1% 80.8% 76.9%

% of Total 36.5% 40.4% 76.9%

Total Count 26 26 52

% within JENIS_DINDING 50.0% 50.0% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .433a 1 .510

Continuity Correctionb .108 1 .742

Likelihood Ratio .435 1 .510

Fisher's Exact Test .743 .372

Linear-by-Linear Association .425 1 .514

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 111: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

93

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error

a Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .091 .137 .648 .520c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .091 .137 .648 .520c

N of Valid Cases 52

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for JENIS_DINDING (TIDAK PERMANEN / PERMANEN)

1.547 .420 5.704

For cohort KEJADIAN_ISPA = KASUS

1.228 .689 2.190

For cohort KEJADIAN_ISPA = KONTROL

.794 .382 1.649

N of Valid Cases 52

KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP * KEJADIAN_ISPA

Crosstab

KEJADIAN_ISPA

Total KASUS KONTROL

KEPEMILIKAN_ LUBANG_ASAP

TIDAK MEMENUHI SYARAT

Count 13 5 18

% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP

72.2% 27.8% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 50.0% 19.2% 34.6%

% of Total 25.0% 9.6% 34.6%

MEMENUHI SYARAT

Count 13 21 34

% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP

38.2% 61.8% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 50.0% 80.8% 65.4%

% of Total 25.0% 40.4% 65.4%

Total Count 26 26 52

% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP

50.0% 50.0% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

Page 112: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

94

Crosstab

KEJADIAN_ISPA

Total KASUS KONTROL

KEPEMILIKAN_ LUBANG_ASAP

TIDAK MEMENUHI SYARAT

Count 13 5 18

% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP

72.2% 27.8% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 50.0% 19.2% 34.6%

% of Total 25.0% 9.6% 34.6%

MEMENUHI SYARAT

Count 13 21 34

% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP

38.2% 61.8% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 50.0% 80.8% 65.4%

% of Total 25.0% 40.4% 65.4%

Total Count 26 26 52

% within KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP

50.0% 50.0% 100.0%

% within KEJADIAN_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.438a 1 .020

Continuity Correctionb 4.163 1 .041

Likelihood Ratio 5.583 1 .018

Fisher's Exact Test .040 .020

Linear-by-Linear Association 5.333 1 .021

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error

a Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .323 .129 2.416 .019c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .323 .129 2.416 .019c

N of Valid Cases 52

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Page 113: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

95

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for KEPEMILIKAN_LUBANG_ASAP (TIDAK MEMENUHI SYARAT / MEMENUHI SYARAT)

4.200 1.213 14.541

For cohort KEJADIAN_ISPA = KASUS

1.889 1.129 3.159

For cohort KEJADIAN_ISPA = KONTROL

.450 .204 .991

N of Valid Cases 52

Page 114: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

96

Lampiran 11

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Pengukuran luas ventilasi

Gambar 2. Dapur yang menggunakan ventilasi

Page 115: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

97

Gambar 3. Dinding yang tidak memenuhi syarat

Gambar 4. Lantai Rumah Responden

Page 116: SKRIPSI HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN …

98

Lampiran 12