Skripsi Hendrikus Ch M Enge

69
PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP MASALAH TAPAL BATAS TAMAN WISATA ALAM BAUMATA TUGAS AKHIR Disusun Oleh: HENDRIKUS CHARLES MBELO ENGE NIM. 112381109 Tugas Akhir Ini Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan (SST) PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU TERINTEGRASI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KOLABORATIF PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN LAHAN KERING JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG September, 2012

Transcript of Skripsi Hendrikus Ch M Enge

Page 1: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP

MASALAH TAPAL BATAS TAMAN WISATA ALAM

BAUMATA

TUGAS AKHIR

Disusun Oleh:

HENDRIKUS CHARLES MBELO ENGE

NIM. 112381109

Tugas Akhir Ini Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan (SST)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU TERINTEGRASI

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KOLABORATIF

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN LAHAN KERING

JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG

September, 2012

Page 2: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

i

Page 3: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

ii

Page 4: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:

1. Tugas Akhir ini adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan atau di

publikasikan untuk mendapat gelar akademik apapun, oleh siapapun, dan

dimanapun.

2. Tugas Akhir ini adalah benar-benar hasil penelitian saya sendiri di bawah

bimbingan dosen pembimbing.

3. Seluruh referensi yang digunakan dalam karya Tugas Akhir ini, telah diacu

sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kupang, 27 September 2012

Yang membuat pernyataan

Hendrikus Charles Mbelo Enge

NIM. 112381109

Page 5: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Hari ini terjadi sebab telah direncanakan sebelumnya

Perjalanan hidup yang tak terencanakan akan sia-sia.

Dengan rencana yang baik akan mengantarkan kita pada pencapaian yang terbaik.

(by HNC)

PERSEMBAHAN:

Pada Yesus Kristus………..

yang telah melimpahkan Roh Kudus-Nya yang begitu mulia

selama proses penyusunan laporan PKL ini, sehingga dapat diselesaikan tepat

waktu.

Pada Almarhumah Ibunda Agnes Mael……………….

kepergianmu ke Sang Khalik adalah kehendak-Nya.

Mama tetap ada di hati sampai kapanpun, dimanapun dan dalam situasi apapun

Pada Bapa dan Mama…….(Wilhelmus Enge dan Martina Imat)

yang telah berjuang dan bersusah payah, penuh kesabaran dan dukungan doa

dan sekaligus menjadi donatur saya selama kuliah.

Pada saudara/i di Labuan Bajo….(Ka’e Gonza, adik Atank, Ermin, dan Tilde)

yang telah mendukung dalam doa maupun dorongan moril selama kuliah.

Semoga Tuhan selalu bersama kita.

Pada keluarga di Kupang yang telah memperhatikan saya..

Tak bisa ku balas jasa baik kalian tetapi ku hanya bisa berdoa semoga kebaikan

budi dan segala usaha serta karyamu selalu disertai Yesus.

Pada kekasihku tersayang (Elsa) yang selalu menjadi penyemangat.....

selama penyusunan laporan ini....

Semoga Yesus selalu bersama kita.

Pada Almamater tercinta…

yang penuh kenangan baik suka maupun duka selama 1 (satu) tahun menimba

ilmu di proggram studi PPLK…..

Page 6: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

v

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP MASALAH

TAPAL BATAS TAMAN WISATA ALAM BAUMATA

Hendrikus Charles Mbelo Enge1, Aydamel A.G.M.Takalapeta

2, Fabianus Ranta

3

RINGKASAN

Salah satu aspek kelestarian hutan adalah adanya batas-batas kawasan hutan

yang definitif. Agar dapat lestari dalam menjalankan fungsi hakikinya sebagai

kawasan penyangga maka hutan harus dipelihara. Masyarakat yang tinggal di

sekitar kawasan memiliki peran penting dalam rangka pelestarian hutan ini.

Namun belum didefinitifkannya suatu kawasan hutan pastinya menimbulkan multi

persepsi terhadap status kawasan hutan tersebut terutama bagi masyarakat yang

bermukim di sekitar kawasan. Untuk itu, penelitian untuk mengetahui persepsi

masyarakat ini perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat sekitar hutan

terhadap masalah tapal batas kawasan Taman Wisata Alam Baumata dan faktor-

faktor yang menyebabkan belum didefinitifkannya kawasan hutan Taman Wisata

Alam Baumata. Variabel dalam penelitian adalah persepsi masyarakat yang

diukur dari indikator pengalaman, perilaku dan sikap. Metode penelitian yang

digunakan yaitu menggunakan metode dasar survei. Analisis data yang digunakan

adalah deskriptif kuantitatif menggunakan tabulasi silang dilanjutkan dengan

analisis Chi-Square untuk mengetahui keterkaitan antara persepsi terhadap

variabel kontrolnya. Alat bantu analisis menggunakan aplikasi SPSS 16. Data

diperoleh melalui teknik wawancara semi struktur dengan menggunakan alat

bantu kuesioner. Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Baumata

sebanyak 40 responden dan masyarakat Desa Oeltua sebanyak 58 responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 63,3 % masyarakat sekitar

kawasan hutan Taman Wisata Alam Baumata memiliki persepsi mendukung agar

pal batas kawasan segera didefinitifkan. Sebanyak 36,7 % masyarakat memiliki

persepsi yang kurang mendukung pal batas kawasan untuk didefinitifkan.

Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan belum didefinitifkannya batas

kawasan hutan Taman Wisata Alam Baumata adalah perilaku dan sikap

masyarakat di sekitar kawasan hutan yang masih sangat tinggi dalam berhubungan

dengan kawasan hutan.

Kata kunci: Persepsi, Tapal batas.

1Mahasiswa PPLK,

2Pembimbing Ketua,

3Pembimbing Anggota

Page 7: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

vi

PUBLIC PERCEPTION AROUND THE FOREST ABOUT BAUMATA

NATURE PARK BOUNDARY POLE PROBLEM

Hendrikus Charles Mbelo Enge1, Aydamel A.G.M. Takalapeta

2, Fabianus Ranta

3

SUMMARY

One of the aspects of forest sustainability is the existence of limits of the

forest area which are definitive. In order to be sustainable in the running of their

intrinsic significance function as buffer regions then the forests must be kept. The

people who live around the area have an important role in the boundary pole of

the forest preservation. But not yet definitive a forest area would give rise to the

perception of the status of multiple forest area is mainly for people who lived

around the area. To that end, the research to find out the public perception of this

need to be done.

This research aims to know the public perception around the forest about the

boundary pole problem of the Baumata Nature Park and the factors that cause has

not been to definitive forest area Baumata Natural Park. Variables in research is

the public perception that measured indicator of experience, behavior and attitude.

The research method used, i.e. using the basic method of the survey. The analysis

of the data used is quantitative descriptive using cross-tabulations with Chi-

Square analysis to figure out the link between perceptions of control variables.

Tools of analysis using SPSS 16.0 application. The Data obtained through semi-

structure interview techniques with the use of questionnaires. The sample in this

research is the Baumata village community as much as 40 of the respondents and

the community village of Oeltua as much as 58 respondents.

The results showed that as much as 63,3% of communities around the

Baumata Natural Park forest area have the perception of support in order to

boundary pole area immediate fore definitive. As much as 36.7% of the

communities have the perception of being less supportive of boundary pole for

definitive. While the factors that lead to not definive the Baumata Natural Park

forest area is the behavior and attitudes of communities around the forest area is

still very high in touch with a forest area.

Keywords: Perception, the boundary pole.

PPLK student 1, Chairman supervision

2, Member supervision

3

Page 8: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

vi

KATA PENGANTAR

Tugas akhir ini merupakan karya ilmiah yang dibangun berdasarkan hasil

penelitian dan seluruh rangkaian pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti

perkuliahan di Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Karya tulis ini diciptakan

untuk memenuhi salah satu tanggungjawab ilmiah peserta kuliah program D IV

Program Studi Penyuluhan Pertanian Lahan Kering Politeknik Pertanian Negeri

Kupang dalam upaya memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (SST).

Keberhasilan menyelesaikan tulisan patutlah diakui oleh karena

bimbingan dan perlindungan Tuhan yang saya imani dan juga tidak terlepas dari

sumbangan pikiran serta dukungan material, waktu dan tenaga dari berbagai

pihak. Oleh karena itu patut bagi penulis untuk memanjatkan puji dan syukur

kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat penyertaan dan Kasih-Nya,

penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini.

Melalui kesempatan ini penulis juga mengucapkan limpah terima kasih

sebesar-besarnya kepada:

1. Aydamel A. G. M Takalapeta, STP.,M.Si selaku dosen pembimbing I yang

sedia mendampingi dan telah memberikan banyak masukan guna melengkapi

isi dari tugas akhir ini.

2. Fabianus Ranta, S.Hut.,M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah

mendampingi penulis selama penyusunan tugas akhir ini.

3. Ir. Joseph P. Ticoalu, M.Si selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri

Kupang.

4. Maria Susana Medho, SP.,MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian

Lahan Kering.

5. Endayani V. Muhammad, SPT.,M.Si selaku dosen penguji seminar dan ujian.

6. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional yang telah membiayai

penulis selama menuntut ilmu di Program Studi Penyuluhan Pertanian Lahan

Kering Politeknik Pertanian Negeri Kupang dalam Program Pendidikan

Profesi Guru Terintegrasi SMK-Kolaboratif.

Page 9: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

vii

7. Seluruh Staf Dosen baik Dosen dari Politani Kupang maupun Dosen dari

Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberikan tambahan ilmu

kepada saya.

8. Kristoforus Laba, SP.,M.Si yang telah memberikan banyak masukan dan

arahan mengenai metode analisis data penelitian.

9. Kepala Desa Baumata dan Oeltua yang telah memberikan kesempatan dan

kemudahan pada saya selama penelitian

10. Bapak dan Mama tercinta yang telah mendukung dalam doa dan curahan kasih

sayang dalam berbagai bentuk serta kakak dan adik-adik di Labuan Bajo.

11. Kakak saya Luis dan Ati yang selalu memberi motivasi sekaligus sebagai

inspirasi saya selama penyusunan tugas akhir ini. Kebaikan dan keharmonisan

yang saya dapat selama tinggal di rumah adalah pelajaran bagi saya agar bisa

seperti kalian.

12. Mama Agus Ora, Kakak Hyan dan kakak Dami sekeluarga yang memberikan

banyak bantuan sejak awal saya berada di Kupang hingga saat ini. Hanya Doa

yang bisa saya berikan untuk membalas budi baik kalian.

13. Tanta Rini dan Om Rudi, Om Saver dan Tanta Mia, Om Blas dan Tanta Ika

yang telah banyak memberikan bantuan dan kemudahan bagi saya.

14. Kekasih tercinta yang selalu mendampingi sekaligus sebagai penyulut

semangat saya untuk terus bekerja keras.

15. Sahabat-sahabatku Safarid, Mad, Edu, Sunny, Anis, Ube, Elen, Titin, Tere,

Yathi dan semua teman PPGT Politani Kupang yang telah menyumbangkan

pemikiran maupun tenaga dalam melengkapi penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari berbagai pihak.

Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan informasi

mengenai persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap masalah tapal batas kawasan

Taman Wisata Alam Baumata.

Kupang, 27 September 2012

Penulis

Page 10: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

viii

DATAR ISI

Judul Hal

Halaman judul.................................................................................................

Lembar pengesahan.........................................................................................

Lembar revisi...................................................................................................

Pernyataan.......................................................................................................

Ringkasan........................................................................................................

Abstrak............................................................................................................

Kata pengantar.................................................................................................

Daftar isi..........................................................................................................

Daftar tabel......................................................................................................

Daftar gambar..................................................................................................

Daftar lampiran................................................................................................

i

ii

iii

iv

v

vi

viii

x

xi

xii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar belakang.....................................................................................

1.2 Perumusan masalah.............................................................................

1.3 Tujuan dan manfaat.............................................................................

1

3

4

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian persepsi..............................................................................

2.2 Pembentukan persepsi dan faktor yang mempengaruhi persepsi........

2.3 Masyarakat sekitar hutan.....................................................................

2.4 Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Hutan..............

2.5 Taman Wisata Alam............................................................................

2.6 Kerangka berpikir................................................................................

6

7

8

10

11

12

Bab III Metodologi Penelitian

3.1 Waktu dan tempat................................................................................

3.2 Materi penelitian..................................................................................

3.3 Parameter yang diukur.........................................................................

3.4 Metode penelitian................................................................................

3.5 Prosedur penelitian..............................................................................

3.5.1 Populasi dan sampel............................................................................

3.5.2 Tahapan penelitian...............................................................................

3.5.3 Jenis data.............................................................................................

3.5.4 Teknik pengumpulan data...................................................................

3.6 Analisis data........................................................................................

3.6.1 Analisis data untuk mengetahui persepsi............................................

3.6.2 Analisis data untuk mengetahui faktor-faktor belum definitifnya

kawasan TWA Baumata......................................................................

14

15

15

16

17

17

18

19

19

20

21

21

BAB IV Gambaran umum lokasi penelitian

4.1 Kondisi fisik wilayah .........................................................................

4.2 Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar TWA Baumata...............

22

25

Bab V Hasil dan pembahasan

5.1 Analisis persepsi masyarakat berdasarkan deskripsi indikator

pengalaman, perilaku dan sikap..........................................................

5.1.1 Deskripsi indikator pengalaman responden.........................................

29

29

Page 11: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

ix

5.1.2 Deskripsi indikator perilaku responden...............................................

5.1.3 Deskripsi indikator sikap responden...................................................

5.2 Deskripsi variabel persepsi..................................................................

5.2.1 Deskripsi persepsi responden..............................................................

5.2.1.1 Tingkat persepsi responden.................................................................

5.2.1.2 Tabulasi silang antara persepsi terhadap variabel kontrol...................

5.2.2 Keterkaitan antara persepsi terhadap variabel kontrol (uji Chi-

Square)................................................................................................

5.3 Faktor –faktor yang mempengaruhi belum definitifnya kawasan

hutan TWA Baumata...........................................................................

31

33

39

34

35

35

39

35

41

Daftar pustaka..................................................................................................

Lampiran..........................................................................................................

45

48

Page 12: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Variabel penelitian dan indikator................................................. 14

2 Jenis, cara pengumpulan, sumber dan manfaat data..................... 19

3 Distribusi kategori skor variabel................................................... 20

4 Penduduk berdasarkan umur........................................................ 26

5 Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan................................... 27

6 Penduduk berdasarkan mata pencaharian..................................... 28

7 Tabulasi indikator pengalaman..................................................... 30

8 Tabulasi indikator perilaku........................................................... 32

9 Tabulasi indikator sikap................................................................ 34

Page 13: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Alur kerangka berpikir........................................................ 13

2 Alur tahapan penelitian....................................................... 17

3 Tingkat persepsi..................................................................... 35

Page 14: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Batas kawasan hutan yang jelas dan diakui oleh semua pihak merupakan

salah satu syarat utama asas kelestarian hutan. Kepastian batas kawasan hutan

tersebut berdampak pada tetap terlindungnya sumberdaya yang terdapat di dalam

hutan yang tentunya melaui sistem pengelolaan kawasan yang baik. Sumberdaya

yang terdapat di dalamnya merupakan aset penting bagi kelangsungan hidup

manusia. Sumberdaya-sumberdaya hutan yang dapat dinikmati tersebut berupa

nilai-nilai pokok bagi kehidupan yang menjadi dasar adanya hubungan antara

manusia dan hutan. Nilai-nilai yang terdapat dalam hutan tersebut berupa nilai

ekonomi, ekologi dan sosial yang selanjutnya disebut sebagai fungsi hutan.

Sebagai salah satu syarat asas kelestarian yang utama, pal batas kawasan

yang definitif akan mendeskripsikan pada masyarakat lokal tentang keberadaan

kawasan hutan. Selain batas kawasan, juga mendeskripsikan potensi-potensi

biotik maupun abiotik yang perlu dijaga kelestariannya sehingga dengan demikian

akan membatasi akses masyarakat lokal terhadap kawasan hutan.

Kecenderungan untuk mendorong akses masyarakat lokal atas sumberdaya

di seluruh dunia semakin besar. Hal ini dapat dilihat bahwa hubungan antara

manusia dan hutan itu sendiri tidak pernah putus dalam hal pemenuhan kebutuhan

(Kaimowitz, 2002). Pada zaman primitif manusia mengambil hasil hutan untuk

hidupnya secara langsung dari hutan. Pada masa ini terjadi kontak secara langsung

antara manusia dengan hutan. Meskipun demikian, kelestarian hutan tetap terjaga

dan hutan dianggap sebagai teman hidup yang tidak dapat dipisahkan.

Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Baumata merupakan salah satu

jenis kawasan pelestarian alam yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur

(NTT) tepatnya di Kabupaten Kupang Kecamatan Taebenu. Kawasan ini ditunjuk

sebagai kawasan Taman Wisata Alam dengan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 89/Kpts-II/1983, tanggal 2 Desember 1983 dengan luas ± 87

hektar. Dasar penetapan kawasan ini mengingat kawasan TWA Baumata memiliki

Page 15: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

2

banyak potensi dan daya tarik untuk dikembangkan sebagai tempat wisata alam.

Selain itu, juga sebagai sumber air yang sangat vital bagi masyarakat Kabupaten

dan Kota Kupang dan merupakan daerah tangkapan air yang baik serta sebagai

tumpuan pertanian bagi masyarakat sekitar kawasan hutan.

Definitifnya kawasan hutan mutlak diperlukan dalam rangka mengatur dan

menyusun rencana pengelolaan hutan yang baik. Kejelasan batas kawasan hutan

menjadi syarat mutlak bagi para pengelola kawasan hutan dalam melaksanakan

kegiatan pembangunannya. Pengelolaan kawasan TWA Baumata berada dibawah

tanggungjawab Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT (BBKSDA

NTT). Walaupun sudah lama ditunjuk sebagai kawasan konservasi namun belum

ada kegiatan pengelolaan yang serius dari pihak pengelola. Hal ini dapat dilihat

dengan belum adanya kegiatan tata batas dan identifikasi batas baru kawasan

hutan. Hal ini mengakibatkan kawasan hutan ini belum memiliki pal batas

kawasan yang definitif (Statistik Kehutanan, 2010).

Belum adanya pal batas kawasan yang definitif mengindikasikan belum

adanya payung hukum yang kuat bagi pengelola kawasan untuk mengambil

tindakan terhadap aksi penyerobotan kawasan oleh masyarakat sekitar kawasan

hutan. Dengan demikian, ada kencederungan masyarakat untuk tetap mengakses

kawasan hutan yang pada akhirnya akan memicu timbulnya konflik misalnya,

adanya aksi-aksi perluasan lahan pertanian masyarakat kedalam kawasan hutan.

Konflik penggunaan lahan di dalam kawasan hutan tidak terlepas dari

eksistensi atau keberadaan batas kawasan hutan. Pengakuan terhadap eksistensi

batas kawasan hutan antara lain ditentukan oleh pengakuan keberadaannya oleh

masyarakat, adanya kejelasan batas di lapangan, kuatnya status hukum kawasan

hutan. Namun demikian, dinamika perkembangan penggunaan lahan oleh

masyarakat serta dinamika pengaturan terhadap kawasan hutan selama sekitar dua

dekade ini telah memperburuk eksistensi batas kawasan hutan (Djajono, A. 2008).

Melihat pentingnya batas kawasan hutan bagi pengelolaan hutan serta

menyadari kenyataan di lapangan akan adanya konflik penggunaan lahan (yang

dapat menggangu proses pengelolaan hutan), maka bertolak dari uraian tersebut

peneliti ingin mengetahui persepsi masyarakat terhadap permasalahan tapal batas

kawasan hutan Baumata. Penelitian ini diharapkan dapat mengangkat faktor-

Page 16: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

3

faktor mendasar yang menyebabkan belum definitifnya tapal batas kawasan hutan

TWA Baumata. Untuk itu peneliti mengambil judul dalam penelitian ini yaitu

“Persepsi Masyarakat Sekitar Hutan Terhadap Masalah Tapal Batas Taman

Wisata Alam Baumata”.

1.2. Perumusan masalah

Permasalahan bidang kehutanan timbul dikarenakan adanya kesenjangan

antara manajemen pengelolaan kawasan dengan kehidupan sosial masyarakat

sekitarnya. Dilihat dari dimensi pengelola kawasan, belum adanya tata batas

kawasan yang definitif merupakan pokok persoalan yang sangat urgen untuk

diselesaikan. Penetapan tapal batas kawasan dibutuhkan pendekatan yang sunguh-

sungguh terhadap komunitas adat lokal. Sedangkan bila dilihat dari dimensi

sosial, dinamika sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan dapat pula

menyebabkan semakin tingginya konversi lahan dalam kawasan.

Kondisi batas kawasan hutan dan permasalahannya saat ini telah menjadi

katup yang menghambat proses penyelesaian konflik lahan dalam kawasan hutan.

Sebagai katup yang tertutup, maka masalah kawasan hutan menjadi “bottle neck”

penumpukan masalah-masalah konflik lahan. Ujung-ujungnya menjadi “bottle

neck” penyebab tersendatnya proses perencanaan penataan ruang serta

penyusunan rencana pengelolaan hutan (Djajono, 2008).

Permasalahan tata batas kawasan merupakan pokok permasalahan utama

munculnya permasalahan lainnya di sekitar kawasan hutan. Ketidakjelasan tapal

batas kawasan hutan memicu munculnya berbagai aksi penerobosan kawasan

terutama perluasan lahan perkebunan oleh masyarakat yang menembus batas

kawasan hutan. Belum adanya tata batas kawasan hutan yang definitif,

menimbulkan berbagai persepsi dalam komunitas masyarakat sekitar kawasan

tentang keberadaan kawasan hutan tersebut. Adanya berbagai persepsi yang

timbul dalam masyarakat dan juga faktor sejarah akan keberadaan kawasan TWA

Baumata yang hingga kini belum ada tata batas kawasan yang definitif

menghadirkan multi klaim kepemilikan lahan sekitar kawasan hutan.

Terlepas dari masalah tata batas kawasan tersebut, dinamika sosial

ekonomi masyarakat dan semakin sempitnya lahan khususnya lahan pertanian

masyarakat sekitar kawasan TWA Baumata, semakin membuka ruang yang lebih

Page 17: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

4

luas terhadap aksi penerobosan kawasan hutan. Sehingga yang menjadi batasan

dalam penelitian ini hanya mengkaji dinamika permasalahan tata batas kawasan

yang belum definitif dilihat dari dinamika sosial ekonomi masyarakat sekitar

kawasan yang berdampak pada aksi penerobosan terhadap kawasan hutan.

Oleh karena itu, berdasarkan pada uraian tersebut maka, yang menjadi

fokus penelitian ini adalah lebih menekankan pada upaya penggalian informasi

mengenai persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap TWA Baumata berdasarkan

pada dinamika permasalahan tapal batas kawasan melalui kajian sosial ekonomi

masyarakat lokal sekitar kawasan TWA Baumata. Sehingga yang menjadi

pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam penelitian yakni:

1. Bagaimana persepsi masyarakat dalam menyikapi batas kawasan Taman

Wisata Alam Baumata yang belum definitif

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan belum definitifnya tapal batas

Taman Wisata Alam Baumata.

1.3. Tujuan dan manfaat

1.3.1. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yakni:

1) Mengetahui persepsi masyarakat dalam menyikapi batas kawasan Taman

Wisata Alam Baumata yang belum definitif.

2) Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan belum definitifnya tapal batas

Taman Wisata Alam Baumata.

1.3.2. Manfaat

Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai sumbangan bagi kepentingan ilmu pengetahuan, serta informasi bagi

peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

2) Sebagai bahan informasi bagi pengelola dalam hal ini yakni BBKSDA NTT

dalam melakukan pendekatan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan

yang terjadi dalam kawasan.

Page 18: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian persepsi

Persepsi adalah suatu proses yang membuat seseorang memilih,

mengorganisasikan, dan menginterprestasikan rangsangan yang diterima menjadi

suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya (Foedjiawati dan

Hatane Semuel, 2007). Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses

perencanaan informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi

tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya).

Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi (Sarwono,

2002 dalam Hasanah, 2008).

Persepsi timbul karena adanya stimulus (rangsangan) dari luar yang akan

mempengaruhi seseorang melalui kelima alat inderanya. Stimulus tersebut akan

diseleksi, diorganisir, dan diinterprestasikan oleh setiap orang dengan caranya

masing-masing. Ada dua faktor utama dalam persepsi, yaitu: (1) faktor stimulus,

merupakan sifat fisik suatu obyek seperti ukuran, warna, berat, rasa, dan lain lain

dan (2) faktor individual, merupakan sifat-sifat individu yang tidak hanya meliputi

proses sensorik, tetapi juga pengalaman di waktu lampau pada hal yang sama.

Persepsi memiliki tiga dimensi yang sama yang menandai konsep diri

yaitu; (1) pengetahuan: apa yang kita ketahui (atau kita anggap tahu) tentang

pribadi lain, wujud lahiria, prilaku, masa lalu, perasaan, motif dan sebagainya, (2)

pengharapan: gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau melakukan apa

dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan

melakukan, (3) evaluasi: kesimpulan kita tentang seseorang yang didasarkan

bagaimana seseorang menurut pengetahuan kita tentang mereka telah memenuhi

pengharapan (Calhoum dan Acoccela, 1995 dalam Arshanti, 2001). Hasanah

(2008) mengatakan bahwa persepsi terdiri dari variabel-variabel yang

berkombinasi satu dengan yang lainnya, yaitu : (1) pengalaman masa lalu, apa

yang pernah dialami; (2) indoktrinasi budaya, bagaimana menterjemahkan apa

yang dialami; (3) sikap pemahaman, apa yang diharapkan dan apa yang dimaksud

dari hal tersebut.

Page 19: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

6

Jalaluddin, 1994 (dalam Hastari, 2005) persepsi adalah sebagai

pengetahuan dari pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan

yang diperoleh dengan menyimpulkan atau menafsirkan informasi. Persepsi erat

kaitannya dengan pengamatan dan tanggapan, dimana persepsi adalah proses

terakhir dari pengamatan (Mochamad, 1986). Persepsi juga mencakup sikap dan

perilaku, perilaku adalah hasil persepsi masa lalu dan permulaan persepsi

berikutnya.

Dari berbagai pengertian persepsi menurut para ahli tersebut di atas maka

penulis mendefenisikan persepsi adalah suatu proses pemaknaan seseorang

terhadap suatu objek yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan pengalaman

masa lalu yang merupakan stimulus dalam merangsang kognitif pelaku persepsi.

2.2. Pembentukan persepsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi

Persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal (Thoha, 2001). Faktor internal berasal dari dalam diri individu,

misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah

faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri,

baik sosial maupun fisik. Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun

individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat

mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk

membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini terdiri

dari: (1) pelaku persepsi (perceiver), (2) objek atau yang dipersepsikan, (3)

konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan.

Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau

gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan

orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum alam tetapi tidak

mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada manusia.

Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasan-penjelasan

mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan

penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh

pengandaian-pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu

(Robbins, 2003).

Page 20: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

7

Gilmer (dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh

berbagai faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor atau

pemersepsi ketika proses persepsi terjadi. Dan karena ada beberapa faktor yang

bersifat subyektif yang mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh masing-

masing individu akan berbeda satu sama lain.

Oskamp (dalam Hamka, 2002) membagi empat karakteristik penting dari

faktor-faktor pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi, yaitu: (1) faktor-

faktor ciri dari objek stimulus, (2) Faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat,

(3) faktor-faktor pengaruh kelompok dan (4) faktor-faktor perbedaan latar

belakang kultural.

Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa persepsi

dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor pemersepsi

(perceiver), obyek yang dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan.

Walgito, 2003 mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian,

penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu

sehingga merupakan proses yang berarti dan merupakan proses integral dalam diri

individu.

Persepsi mencakup penafsiran obyek, tanda, dan orang dari sudut

pengalaman yang bersangkutan. Persepsi mencakup penerimaan stimulus,

pengorganisasian stimulus dan penterjemahan atau penafsiran stimulus yang telah

diorganisir yang akhirnya mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.

2.3. Masyarakat Sekitar Hutan

Menurut Sardjono (1998) pengertian masyarakat sekitar hutan lebih

ditekankan pada sekelompok orang yang secara turun temurun bertempat tinggal

di dalam/di sekitar hutan dan kehidupan serta penghidupannya (mutlak)

bergantung pada hasil hutan dan/atau lahan hutan. Sekelompok orang tersebut

dalam konteks yang lebih spesifik (dikaitkan dengan nilai kearifan terhadap

sumberdaya hutan yang ada) disebut sebagai masyarakat tradisional (traditional

community) dan dari sisi kepentingan yang lebih luas (pembangunan daerah) lebih

sering diistilahkan sebagai masyarakat lokal (local community). Keberadaan

masyarakat, khususnya mereka-mereka yang tinggal di sekitar hutan, adalah

faktor penting yang tak dapat dikesampingkan begitu saja. penyingkiran dan

Page 21: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

8

pengabaian kepentingan mereka, justru membuahkan berbagai persoalan yang

mendorong laju kerusakan hutan.

Santoso, H (2011) mengatakan pengelolaan hutan di Indonesia dewasa ini

belum beranjak dari dua persoalan serius yang sudah sejak lama dihadapi, yakni

kemiskinan masyarakat desa hutan dan kerusakan sumber daya hutan. lebih lanjut

ia menyatakan bahwa berdasarkan catatan CIFOR (2006), di Indonesia sedikitnya

ada 48 juta orang yang tinggal di dalam dan sekitar hutan; sebagian besar dari

mereka pada umumnya menggantungkan hidup dari sumber daya hutan yang ada

di sekitarnya. Sekitar 15% dari mereka tergolong sebagai masyarakat miskin yang

secara ekonomi memiliki kerentanan cukup tinggi dan memerlukan bantuan-

bantuan nyata, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi

keseharian.

Leslie, 1989 (dalam Santoso, 2011), mengatakan pengelolaan hutan

ditujukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Atas dasar itu semua

bentuk penyelenggaraan kehutanan seharusnya bersifat sosial. Lebih lanjut ia

mengatakan pengelolaan hutan pengelolaan hutan lebih mengutamakan

kepentingan kelompok masyarakat tertentu, khususnya mereka-mereka yang

memiliki posisi ekonomi dan politik lemah.

Realitas kegiatan pengelolaan hutan selama ini yang lebih berorientasi

pada pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan termarginalisasinya masyarakat

yang hidup di dalam dan sekitar hutan. Konsep trickle down effect atau

pertumbuhan untuk pemerataan ternyata tidak serta-merta mampu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Akibatnya, timbul ketidakadilan ekonomi yang

berdampak pada kesenjangan kesejahteraan antar masyarakat, khususnya antara

masyarakat yang memiliki akses terhadap manfaat hutan (pengusaha hutan, dan

elit lokal) dan masyarakat kebanyakan yang memiliki keterbatasan akses terhadap

manfaat hutan (Hakim, et all 2010).

Menurut Simon (2007) pengelolaan hutan berarti pemanfaatan fungsi

hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara maksimal. Pengelolaan hutan

bagi kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang perlu menjadi perhatian

bersama, baik oleh pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha. Pemanfaatan

nilai ekonomis hutan bagi manusia harus seimbang dengan upaya pelestarian

Page 22: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

9

lingkungan hidup sehingga hutan tetap dapat dimanfaatkan secara adil dan

berkelanjutan. Pengelolaan hutan yang tidak memperhatikan salah satu fungsi

hutan saja akan menyebabkan kerusakan hutan serta kehilangan potensi

sumberdaya hutan baik flora maupun fauna.

Variabel sosiologi yang dibutuhkan dalam program pembangunan

masyarakat kehutanan mencakup empat hal, yaitu: populasi, tanah, tenaga kerja,

dan organisasi sosial. Pembangunan masyarakat (community development) perlu

dipahami dengan benar sehingga dapat menjadi ruh yang menggerakan

pelaksanaan program pembangunan kehutanan berbasis masyarrakat. Menurut Du

Sautoy, 1962 (dalam Suprayitno, 2011) mengungkapkan terdapat tiga hal penting

sehingga suatu program dikatakan sebagai proses yang berbasis community

defelopment, yaitu; membangung “self help” masyarakat, program harus

mengedepankan kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan program harus

dilaksanakan secara terintegrasi.

Dalam UU No 5 tahun 1990 peran serta rakyat dalam konservasi sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah

melalui berbagai kegiatan yang berdayaguna dan berhasil guna. Dalam

mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud maka pemerintah

menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati.

2.4. Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Hutan

Masalah tenurial (klaim atas hak) merupakan salah satu penyebab utama

terjadinya konflik pengelolaan hutan di Indonesia. Konflik tenurial dapat muncul

ke permukaan berupa ketidakpastian status hak masyarakat di kawasan hutan dan

ketidakjelasan tata batas kawasan hutan. Dan hampir pada setiap kasus konflik

tenurial tersebut pihak masyarakat seringkali berada pada posisi yang lemah.

Sebagian besar kasus konflik tenurial di kawasan hutan hingga saat ini belum

berhasil diselesaikan dengan baik. Belum ada mekanisme penyelesaian konflik

yang dapat menjadi pegangan seluruh pihak untuk menyelesaikan konflik ini

(Working Group Tenuture, 2007).

Pengertian tapal batas kawasan hutan menurut masyarakat sekitar kawasan

Tahura Bukit Barisan berdasarkan hasil penelitian Rahmawaty, et al, 2006 adalah

tanda yang dibuat oleh pemerintah sebagai batas antara kawasan yang masuk ke

Page 23: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

10

dalam kawasan dengan kawasan yang berada di luar kawasan. Sebagian

masyarakat juga mengatakan bahwa tapal batas adalah batas yang dibuat oleh

Belanda sejak dulu untuk membatasi kawasan hutan dengan kawasan diluar hutan.

Menurut Rahmawaty, et al, (2006) mengatakan bahwa masyarakat yang

mengetahui bentuk dan letak tapal batas kawasan adalah masyarakat yang

memiliki lahan pertanian atau perkebunan yang berbatasan langsung dengan tapal

batas yang dibuat oleh pemerintah. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa masih

terdapat tapal batas Belanda hasil peninggalan Belanda zaman dahulu dimana

masyarakat sebagai pekerja dalam proyek tapal batas.

Manfaat dan fungsi keberadaan tapal batas kawasan adalah sebagai tanda

batas agar masyarakat tidak melakukan kegiatan perladangan melewati batas yang

ada sehingga tidak ada masyarakat yang menambah luas lahan dengan melanggar

batas yang telah dibuat.

2.5. Taman Wisata Alam

Menurut UU No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati

dan ekosistemnya, taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang

terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Sedangkan kawasan

konservasi sendiri adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun

di perairan yang mempunyai sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Pasal 31 UU No 5 tahun 1990 menyebutkan bahwa dalam taman wisata

alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,

pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam. Lebih lanjut dalam

pasal 33 menyebutkan setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai

sesuai dengan fungsi kawasan taman wisata alam. Pasal 34 menyebutkan pula

bahwa pengelolaan taman wisata alam dilakukan oleh pemerintah.

Sesuai dengan pola pengelolaan kawasan pelestarian alam, pengelolaan

TWA mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai yakni: terjaminnya kondisi

lingkungan kawasan TWA, terjaminnya potensi kawasan TWA dan optimalnya

manfaat TWA untuk wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang

Page 24: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

11

budidaya, budaya dan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama yang

berada di sekitar hutan (Dephut, 1996).

2.6. Kerangka pikir

Teori persepsi menerangkan bahwa setiap orang memiliki persepsi yang

berbeda terhadap benda yang sama akan cenderung memiliki perilaku yang

berbeda sebagai tindak lanjutnya. Melalui kajian persepsi masyarakat tentunya

dapat mendeskripsikan secara umum apa yang diinginkan masyarakat. Kajian

persepsi masyarakat menarik untuk dilakukan sebab akan berkaitan erat terhadap

sikap, perilaku dan pendapat masyarakat dalam memandang dinamika sosialnya.

Berlandaskan pada latar belakang masalah, peneliti ingin memperoleh

informasi secara holistik dari masyarakat berkaitan dengan tapal batas kawasan

hutan TWA Baumata yang belum didefinitif dan belum memiliki peta digital

kawasan yang sah. Fokus kajian utama penelitian adalah melalui kajian dinamika

sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Sehingga petanyaan yang menjadi dasar

dalam penelitian ini yakni bagaimana persepsi masyarakat dalam menyikapi batas

kawasan hutan Taman Wisata Alam Baumata yang belum didefinitif? Faktor-

faktor apa saja yang mempengaruhi permasalahan belum definitifnya tapal batas

kawasan TWA Baumata?, menjadi informasi penting yang menjadi fokus

penelitian.

Informasi yang ingin diketahui dari masyarakat tersebut dituangkan dalam

bentuk kuesioner yang disebarkan kepada responden, yaitu masyarakat yang

tinggal atau bermukim di sekitar kawasan hutan TWA Baumata. Informasi yang

digali teridiri atas 3 (tiga) indikator penelitian yaitu; (1) pengalaman masa lalu

masyarakat, (2) perilaku masyarakat sekitar hutan, (3) sikap masyarakat sekitar

hutan.

Selanjutnya informasi tersebut dianalisis menggunakan alat bantu analisis

menggunakan soffware SPSS 16. Keluaran dari analisis tersebut selanjutnya

dianalisis lebih lanjut secara deskriptif kualitatif.

Untuk memberikan kerangka analisis deskriptif kualitatif maka digunakan

dasar teori persepsi masyarakat sehingga analisis yang dilakukan memiliki arah

yang jelas yang dikelompokkan menjadi bidang-bidang analisis. Temuan-temuan

dari analisis tersebut selanjutnya dikaitkan dengan teori dinamika sosial ekonomi

Page 25: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

12

masyarakat untuk menjawab faktor-faktor yang mempengaruhi pemasalahan tapal

batas kawasan TWA Baumata sehingga temuan akhirnya (kesimpulan) merupakan

makna persepsi masyarakat.

Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir penelitian dapat dilihat pada

Gambar 1.

Sikap, perilaku dan

pengalaman masa lalu

Dinamika sosial

ekonomi masyarakat

Persepsi Masyarakat

Informasi persepsi responden

Teori Persepsi

Alat bantu analisis

Soffware SPSS 16

Pertanyaan penelitian: Bagaimana persepsi masyarakat

dalam menyikapi batas kawasan hutan Taman Wisata

Alam Baumata yang belum didefinitif? Faktor-faktor apa

saja yang mempengaruhi permasalahan belum

defenitifnya tapal batas kawasan TWA Baumata?

Analisis

deskriptif

kualitatif

Gambar 1. Alur kerangka berpikir

Sumber: Olahan penulis

Page 26: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

13

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan tempat

3.1.1. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) Bulan yaitu dari minggu ke 3

(tiga) Bulan Juli sampai dengan minggu pertama Bulan September tahun 2012.

3.1.2. Tempat

Penelitian ini dilakukan di Desa Baumata dan Desa Oeltua Kecamatan

Taebenu Kabupaten Kupang, yang mana sebagai lokasi keberadaan kawasan

Taman Wisata Alam Baumata. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan

pertimbangan; (1) Taman Wisata Alam Baumata merupakan kawasan konservasi

yang harus dilindungi, (2) rasa ketertarikan peneliti untuk mengkaji permasalahan

pal batas kawasan hutan tersebut yang belum ditetapkan secara definitif melalui

kajian sosial ekonomi masyarakat lokal dengan melihat persepsi masyarakat

setempat.

3.2. Materi penelitian

Materi penelitian yang dimaksudkan adalah instrumen yang digunakan

dalam penelitian berupa obyek penelitian dan alat yang digunakan guna

mendukung proses kegiatan selama penelitian berlangsung. Adapun obyek dan

alat yang digunakan yaitu:

3.2.1. Obyek penelitian

Yang merupakan obyek dalam penelitian ini adalah kawasan TWA

Baumata, dan masyarakat Desa Baumata serta Desa Oeltua Kecamatan Taebenu

yang berada di sekitar kawasan hutan TWA Baumata yang dijadikan sampel

penelitian.

3.2.2. Alat

Beberapa peralatan yang digunakan untuk memperoleh informasi dari

sempel penelitian diantaranya yakni: (1) alat tulis menulis, (2) alat dokumentasi

berupa kamera digital, dan (3) kuesioner untuk memperoleh informasi dari

responden.

Page 27: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

14

3.3. Parameter yang diukur

Berdasarkan pengertian dalam kamus besar Bahasa Indonesia definisi

parameter adalah ukuran seluruh populasi dalam penelitian yang harus

diperkirakan dari yang terdapat di dalam percontoh. Variabel adalah segala

sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian atau faktor-faktor yang

berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.

Variabel yang diamati melalui penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) indikator

pengamatan (observasi studi), yaitu:

1. Pengalaman masa lalu masyarakat sekitar kawasan hutan Baumata

2. Perilaku masyarakat sekitar hutan

3. Sikap masyarakat sekitar hutan

Variabel beserta indikator tersebut selanjutnya dijabarkan dalam

pertanyaan kuesioner yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Variabel penelitian dan indikator

Variabel Indikator Kriteria

Urutan

pertanyaan

kuesioner

Persepsi

Masyarakat

Pengalaman

masa lalu

Kepemilikan lahan masyarakat sekitar

kawasan

Pengetahuan masyarakat tentang batas

kawasan hutan

Keterikatan emosional masyarakat terhadap

hutan

Ada/tidaknya kebun masyarakat di dalam

kawasan hutan

1-13

Pertanyaan

pengukur

indikator

1,2,4,5,7,10

Perilaku

masyarakat

sekitar hutan

Aktivitas masyarakat sekitar kawasan yang

berhubungan dengan hutan

Pengambilan kayu untuk bahan bakar

maupun untuk bahan bangunan

14-18

Pertayaan

pengukur

indikator

14,15,16

Sikap

masyarakat

sekitar hutan

Ada tidaknya Kepedulian masyarakat akan

batas kawasan hutan

Kaitan pekerjaan dengan keberadaan hutan

19-22

Pertanyaan

pengukur

indikator 19,21

Sumber: Olahan penulis, 2012

Berdasarkan uraian pada tabel di atas maka untuk keperluan penelitian ini

dapat dijelaskan definisi operasionalnya sebagai berikut:

1. Pengalaman masa lalu adalah segala kejadian/peristiwa yang terjadi pada masa

lampau berkaitan dengan keberadaan/status lahan hutan sebelum ditetapkan

sebagai kawasan hutan, sedangkan kriteriannya adalah kepemilikan lahan

Page 28: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

15

masyarakat sekitar kawasan, pengetahuan masyarakat tentang batas kawasan

hutan, keterikatan emosional masyarakat terhadap hutan, ada/tidaknya kebun

masyarakat di dalam kawasan hutan.

2. Perilaku merupakan proses interaksi antara kepribadian dan lingkungan yang

mengandung rangsangan (stimulus), kemudian ditanggapi dalam bentuk

respon. Respon inilah yang disebut perilaku. Yang dimaksud dengan perilaku

masyarakat sekitar hutan adalah segala aktifitas masyarakat sekitar kawasan

hutan yang selalu berhubungan dengan hutan. Kriterianya adalah aktivitas

masyarakat sekitar kawasan yang berhubungan dengan hutan dan pengambilan

kayu untuk bahan bakar maupun untuk bahan bangunan.

3. Sikap masyarakat sekitar hutan berkaitan dengan kepribadian individu

mengenai cara pandangnya terhadap kawan hutan. Kriterianya adalah

kepedulian masyarakat akan batas kawasan hutan dan kaitan pekerjaan dengan

keberadaan hutan.

3.4. Metode penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh sehubungan

dengan penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang

sistematis. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka

rancangan penelitian yang dipergunakan adalah menggunakan rancangan

penelitian deskriptif kuantitatif.

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey.

Metode survey adalah metode untuk mengumpulkan informasi yang bersifat

deskriptif, asosiatif dan logika sebab akibat. Survey dapat dilakukan melalui serial

wawancara semi struktur terhadap responden. Sedangkan pendekatannya dengan

studi kasus karena obyek kajiannya terfokus pada suatu kasus yang dilakukan

secara intensif, mendalam, mendetail dan komperhensif (Aslichati, 2010).

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Populasi dan sampel

3.5.1.1. Populasi

Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran,

baik kualitatif maupun kuantitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekelompok

Page 29: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

16

obyek yang lengkap dan jelas. Jadi, populasi dapat pula disebut sebagai sasaran

kajian yang hendak diteliti baik kualitatif maupun kuantitatif. Untuk itu dalam

penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruhan masyarakat yang ada di

Desa Baumata dan Desa Oeltua terutama masyarakat yang bermukim di sekitar

kawasan hutan TWA Baumata.

3.5.1.2. Sampel

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil menggunakan

teknik tertentu yang disebut teknik sampling. Sampel dalam penelitian ini yakni

masyarakat sekitar kawasan hutan TWA Baumata yang telah berkeluarga.

Teknik penentuan sampel dengan menggunakan teknik pengambilan

sampel secara acak sederhana (simpel random sampling). Sampel acak sederhana

adalah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau

satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih

sebagai sampel. Untuk penelitian deskriptif, jumlah sampel yang diambil adalah

10% dari populasi (Mustafa, 2000).

Berdasarkan data jumlah rumah tangga, penduduk dan kepadatan

penduduk menurut Desa di Kecamatan Taebenu Tahun 2010, jumlah rumah

tangga Desa Baumata sebanyak 403 Kepala Keluarga (KK), sedangkan Desa

Oeltua sebanyak 581Kepala Keluarga (KK). Berdasarkan kriteria jumlah sampel

10% menurut Mustafa, maka banyakya sampel Desa Baumata adalah 10% dari

403 KK yakni sebanyak 40 orang responden. Sedangkan jumlah sampel Desa

Oeltua yakni 10% dari 581 yakni sebanyak 58 responden.

3.5.2. Tahapan penelitian

Penelitian ini diawali dengan identifikasi masalah di lokasi kajian.

Identifikasi masalah diperoleh melalui observasi awal di lapangan dan juga

melalui penggalian informasi pada data laporan permasalahan-permasalahan

dalam kawasan hutan yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Provinsi dan

BBKSDA NTT. Masalah yang diperoleh kemudian dijadikan acuan pada tahap-

tahapan penelitian selanjutnya.

Tahapan penelitian mencakup (i) persiapan dan pengumpulan data

pendukung (identifikasi masalah dan studi literatur, pustaka, dan laporan

Page 30: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

17

pendukung); (ii) survei lapangan meliputi: pengumpulan data (data persepsi

masyarakat menggunakan angket, data penduduk, luas wilayah Desa Baumata,

peta lokasi studi dan data kawasan TWA) dan verifikasi lapang (dokumentasi

kondisi lahan sekitar kawasan); (iii) analisis (analisis persepsi masyarakat); (iv)

penyusunan laporan.

Tahapan penelitian selengkapnya disajikan dalam bentuk bagan alur

penelitian pada Gambar 2.

Persiapan dan

pengumpulan data

pendukung

Pengumpulan dataVerifikasi lapangan

Penyusunan

laporan

Masyarakat Desa

BaumataBKSDA

NTT

BPKH

wilayah IV

Kupang

DISHUT

NTT

Observasi awal di

lapangan

Data laporan

permasalahan

kawasan

Survei lapangan

Identifikasi masalah

Analisis persepsi

masyarakat

Gambar 2. Alur tahapan penelitian

Sumber: Olahan penulis

3.5.3. Jenis data

Data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini terdiri atas data primer

dan data sekunder.

3.5.3.1. Data primer

Data primer atau data pokok adalah data-data yang diperlukan untuk

menjawab tujuan penelitian. Data primer dikumpulkan melalui pendekatan

partisipasi observasi melalui pengamatan langsung/observasi lapangan maupun

wawancara.

Page 31: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

18

3.5.3.2. Data sekunder

Data sekunder diperlukan untuk melengkapi data primer, yang dapat

diproleh dari instasi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian. Data

sekunder diperoleh dengan mengutip/menyerap data pada beberapa instansi

pemerintah maupun swasta serta hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan

masalah yang dikaji. Institusi untuk memperoleh data penunjang yang berkaitan

dengan masalah-masalah yang diteliti diantaranya: Balai Besar Konservasi

Sumber Daya Alam NTT, BPKH wilayah XIV Kupang, Kantor Camat Taebenu,

Kantor Desa Baumata dan Kantor Desa Oeltua.

3.5.4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan beberapa

pertanyaan secara langsung untuk memperoleh jawaban atas beberapa

pertanyaan serta menggunakan angket untuk memperoleh informasi

berdasarkan pada parameter variabel yang diamati.

b. Pengamatan langsung/observasi merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan.

c. Pencatatan yaitu pengumpulan data yang didasarkan pada data-data sekunder

yang tersedia di instansi.

d. Dokumentasi merupakan teknik yang digunakan untuk mendokumentasikan

variabel-variabel yang diamati dalam rangka untuk mendukung hasil observasi

lapangan.

Page 32: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

19

Adapun jenis data, teknik/cara pengumpulan data, sumber data serta

manfaat data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Jenis, cara pengumpulan, sumber dan manfaat data

No Jenis data Teknik/cara

pengumpulan Sumber data Manfaat data

1 Persepsi

masyarakat

Observasi/

wawancara

Responden Analisis persepsi

masyarakat terkait batas

kawasan hutan

2 Peta

sementara

kawasan

hutan

Survey

instansional

BPKH Wilayah

IV Kupang

Memberikan gambar

spasial lokasi

3 Gambaran

umum TWA

Baumata

Survey

instansional

BBKSDA NTT Memberikan gambaran

kondisi kawasan

4 Peta wilayah

studi

Survey

instansional

Kantor Desa

Baumata/Desa

Oeltua

Memberikan gambaran

spasial lokasi wilayah

studi

5 Data jumlah

penduduk

Survey

instansional

Kantor Desa

Baumata/Desa

Oeltua

Deskripsi kondisi sosok

wilayah studi

Dasar perhitungan

Sampling

Sumber: Olahan Penulis, 2012

3.6. Analisis data

Analisis data merupakan bagian dari proses pengujian data setelah

kegiatan pengumpulan data dari seluruh responden. Menurut Sugiyono (2009),

kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel

dan jenis responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan

perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.

Studi ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif sebagai metode

utama dan didukung dengan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dalam

penelitian ini digunakan untuk pengumpulan data hasil kuesioner dan

pentabulasian data sebelum dianalisis. Data yang dianalisis bersumber dari

jawaban responden terhadap pertanyaan kuesioner penelitian yang diberikan

kepada responden. Pilihan jawaban responden pada kuesioner diberi skor 1-3

untuk masing-masing variabel yang diamati. Pemberian skor pada jawaban

Page 33: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

20

responden dimaksudkan agar data tersebut dapat dikuantitatifkan sehingga data

persepsi responden dapat dikualitatifkan.

3.6 Analisis data untuk mengetahui persepsi dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut:

1. Penghitungan nilai total atas skor tiap komponen yang diteliti, yaitu

dengan cara mengalikan frekuensi data dengan nilai bobotnya (Umar,

1999).

2. Perhitungan skor tertinggi dan terendah dengan memperhatikan jumlah

sample, jumlah indikator atau jumlah pertanyaan, dan bobot nilai tertinggi

dan terendah, sehingga dipergunakan rumus:

a. Skor terendah= Bobot terendah X Jumlah kriteria atau pertanyaan X

jumlah sampel

b. Skor tertinggi= Bobot tertinggi X Jumlah kriteria atau pertanyaan X

jumlah sampel

3. Perhitungan rentang skala untuk setiap satu kriteria dengan menggunakan

rumus:

4. Perhitungan total nilai total setiap indikator, dengan menggunakan rumus:

5. Perhitungan nilai rerata skor setiap indikator, dengan menggunakan rumus:

6. Perhitungan nilai rerata skor, dengan menggunakan rumus:

7. Penyusunan distribusi kriteria kategori untuk skor variabel:

Tabel 3. Distribusi kategori skor variabel

Distribusi Kategori

0,00 - 1,00 Tidak mendukung

1,01 - 2,00 Kurang mendukung

2,01 - 3,00 Sangat mendukung

Page 34: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

21

Jawaban responden atas pertanyaan kuesioner tersebut terlebih dahulu

ditabulasikan dalam SPSS 16 (data entry) untuk menghasilkan data mentah (raw

data). Setelah itu, data mentah dianalisis menggunakan alat analisis frekuensi

pada pull down menu SPSS yaitu analyze-descriptive statistics-

crosstabs/frequency.

Untuk mengetahui adanya keterkaitan antara variabel maka selanjutnya

dilakukan analisis Chi-Square. Prinsip dasar pada uji Chi-Square adalah

membandingkan antara frekuensi-frekuensi harapan dengan frekuensi-frekuensi

teramati. Hasil yang diperoleh pada analisis Chi-Square dengan menggunakan

program SPSS for windows versi 16 yaitu; nilai Chi-Square hitung dibandingkan

dengan nilai Chi-Square tabel dan nilai p (probabilitas) atau asymp. Sig. (2-sided)

kemudian dibandingkan dengan á = 0,05. Apabila nilai Chi-Square hitung < Chi-

Square tabel dan nilai p > á = 0,05, maka tidak ada hubungan/perbedaan

signifikan antara dua variabel tesebut (Ho ditolak) dan apabila nilai Chi-Square

hitung > Chi-Square tabel dan nilai p < á = 0,05, maka ada hubungan/perbedaan

signifikan antara dua variabel tersebut (H1 diterima), (Agung, 1993).

3.7 Analisis data untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan belum definitifnya

tapal batas kawasan TWA Baumata akan dilakukan analisis secara deskriptif.

Analisis yang dilakukan yaitu dengan cara memilih frekuensi persepsi masyarakat

yang tinggi terhadap obyek yang dipersepsikan dari ke 3 (tiga) indikator

pengamatan masing-masing yang dilihat dari hasil tabulasi silang dan tabel Chi-

Square. Setelah masing-masing bidang kajian dianalisis, selanjutnya dilakukan

penarikan kesimpulan dan rekomendasi.

Page 35: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

22

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi fisik wilayah

Kawasan hutan lindung Baumata Secara geografis terletak antara 1200

58 –

1210 21 LS dan 8

0 24 – 8

0 36 BT. Hutan Baumata berdekatan dengan kantor

Kecamatan Taebenu yang berada pada ketinggian sekitar 60 meter di atas

permukaan laut dan berjarak 20 km dari ibukota Kabupaten Kupang.

Secara administratif TWA Baumata termasuk dalam wilayah Kabupaten

Kupang Kecamatan Taebenu. Kawasan TWA Baumata dikelilingi oleh empat

desa yaitu Desa Baumata, Oeltua, Baumata Timur, dan Desa Baumata Barat,

dimana dua diantaranya yaitu Desa Baumata dan Desa Oeltua merupakan lokasi

penelitian ini. Desa Oeltua memiliki luas wilayah 9,94 km2

atau 9,61 % dari total

luas wilayah kecamatan (103,46 km2), sedangkan Desa Baumata memiliki luas

wilayah 5,58 km2 atau 5,65 % dari total luas wilayah kecamatan.

Berdasarkan data analisis curah hujan selama lima tahun terakhir (Lampiran

10), kawasan TWA Baumata memiliki jumlah bulan basah 27 bulan dan bulan

kering 33 bulan. Dengan demikian tipe iklim TWA Baumata menurut klasifikasi

iklim Schmidt–Ferguson, termasuk dalam tipe iklim E (semi arid) dengan nilai Q

= 1,22. Kawasan TWA Baumata termasuk dalam tipe ekosistem hutan daratan

sedang dengan tipe vegetasi hutan sabana.

Rata-rata curah hujan tahunan adalah 136,8 mm/tahun dan curah hujan

tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan sebanyak 409,4 mm dan terendah

berkisar pada bulan Juli (2,4 mm) dengan rata-rata jumlah hari hujan adalah yaitu

10 hari/tahun.

Pada umumnya Kecamatan Taebenu bertopografi datar, bergelombang dan

berbukit. Hutan lindung Baumata bertopografi datar, berbukit dengan kelerengan

yang landai agak curam dan bergelombang ringan dengan kelerengan lahan rata-

rata 25 %.

Jenis tanah di wilayah Kecamatan Taebenu khususnya hutan lindung

Baumata terdiri dari jenis tanah mediteran, rencina, litosol, dan regosol vulkan.

Page 36: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

23

Sebagian besar lokasinya berbatu karang. Sedangkan kondisi hidrologi di wilayah

ini bervariasi hal ini karena curah hujan yang tidak menentu setiap tahunnya.

Luas kawasan TWA Baumata berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 89/Kpts-II/1983 Tanggal 2 Desember 1983 adalah ± 87

hektar. Luas kawasan ini merupakan luas kawasan dari jaman penjajahan Belanda.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dalam rangka penelitian ini,

berkurangnya luasan kawasan hutan Baumata saat ini dikarenakan adanya

konversi hutan menjadi pemukiman masyarakat yang didorong oleh pembentukan

wilayah desa gaya lama (ketamukungan) di sekitar kawasan hutan.

Hasil penelitian ini menemukan adanya batas-batas kawasan hutan TWA

Baumata berupa tumpukan-tumpukan batu peninggalan Belanda dan berupa

pohon-pohon besar yang teridentifikasi sebagai batas kawasan. Keadaan tapal

batas seperti ini dapat menimbulkan berbagai persepsi masyarakat terhadap

kepastian/kekuatan hukum dari tapal batas yang masih bersifat sangat sederhana

ini, apalagi kawasan ini berada dekat perkotaan yang mestinya sudah memiliki

batas definitif yang memiliki kekuatan hukam dan tidak dapat berubah atau

dirubah.

TWA Baumata memiliki potensi wanawisata dengan daya tarik yang cukup

beragam bagi pengunjung. Daya tarik wisata yang terdapat dalam kawasan TWA

Baumata ini mencakup obyek tegakan jati yang berada di bagian timur dan barat

kawasan, mata air, kolam, gua alam serta keragaman fauna yang unik dan

menarik. Fauna yang ada di kawasan TWA Baumata antara lain biawak timor

(Varanus timorensis), ular sanca timor (Phyton timorensis), Elang ( Elanus sp),

Perkiti dada kuning (Trichoglassos haemotodus) dan Sri gunting (Dicrururs

leucopacus). Jenis vegetasi lainnya yang di miliki TWA Baumata antara lain

Lontar (Borrasus flabelifer), asam (tamarindus indica), kesambi (Sclileichera

oleosa), ware (Hibicus tiliacius), cemara gunung (casuarinas equisetifolia), kepok

hutan (Ceiba petandra), jati putih (Gmelina arburea), Nikis (Cassia fistula), kayu

merah (Pterocarpus), kopi hutan, beringin (Ficus benjamina), terompet kuning

(tecoma stans).

Vegetasi-vegetasi yang terdapat dalam kawasan ini merupakan jenis

vegetasi yang tumbuh secara alami kecuali Jati (Tectona grandis), Johar (Cassia

Page 37: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

24

seamea), dan Jati putih (Gmelina arburea). Jenis tanaman tersebut merupakan

tanaman peninggalan jaman Belanda yang ditanam pada masa penjajahan. Tingkat

kerapatan vegetasi di sekitar mata air sangat tinggi dan didominasi oleh vegetasi

berukuran besar yang potensial menangkap dan menyimpan air.

TWA Baumata sebagai kawasan hutan memiliki berbagai fungsi sosial,

fungsi ekologis, dan fungsi ekonomis. Masyarakat sekitar TWA Baumata sudah

lama menyadari bahwa TWA Baumata telah lama berkembang dan digunakan

sebagai kawasan wisata dengan fungsi penting sebagaimana disebutkan terdahulu.

Taman Wisata Alam Baumata ini merupakan fasilitas rekreasi untuk masyarakat

umum yang dikelola oleh BBKSDA NTT, yang berdasarkan wilayah

pengelolaannya berada dalam wilayah RTK 08.

Fasilitas wanawisata TWA Baumata telah berkembang menjadi fasilitas

rekreasi skala regional dimana wisatawan yang berkunjung ke areal wanawisata

ini berasal dari Kota Kupang, dan Kabupaten Kupang, bahkan berasal dari daerah-

daerah lain yang kebetulan berkunjung ke Kupang.

Kelestarian fungsi ekologis TWA Baumata sebagai suplayer air dan

produsen oksigen yang menyebabkan kesegaran lingkungan sekitar sangat

dirasakan dan disadari oleh masyarakat sekitar hutan sehingga upaya pelestarian

hutan menjadi hal penting dan dijaga dengan baik. Fungsi ekologi TWA Baumata

sebagai suplayor air bagi masyarakat Kota Kupang umumnya dan khususnya bagi

masyarakat Baumata sehingga semua pihak ikut berkewajiban dalam menjaga

keselamatan kawasan hutan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keselamatan

hutan TWA Baumata sebagai penangkap, reservoir dan distributor air masih

menjadi fokus perhatian BKSDA maupun masyarakat sekitar hutan.

TWA Baumata merupakan daerah tangkapan air yang baik karena berada

pada salah satu titik tinggi Kota Kupang sehingga secara alamiah air Baumata

dapat didistribusikan ke pemukiman masyarakat. Hasil pengukuran debit oleh

Purnama, dkk (2008) yang dilaksanakan pada bulan April hingga bulan Juli 2008,

menunjukkan potensi aliran permukaan TWA Baumata pada bulan April sebesar

60 liter/detik, 58 liter/detik pada bulan Mei, 53 liter/detik pada bulan Juni dan 40

liter/detik di bulan Juli. Penurunan debit ini dapat disebutkan sebagai penurunan

yang wajar karena pada bulan-bulan tersebut tidak terjadi hujan lagi.

Page 38: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

25

Berdasarkan data hujan lima tahun terakhir, kondisi ini mungkin terjadi

karena tingginya curah hujan selama masa musim hujan antara bulan Desember

sampai pada bulan Februari sehingga air yang tertangkap oleh akar pepohonan di

dalam kawasan hutan sangat besar. Sedangkan penurunan debit air pada bulan Juli

disebabkan oleh peralihan ke musim kemarau.

Mata air Baumata sangat jernih dan mengalir langsung dari mata air

membetuk sungai kecil yang dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari terutama untuk keperluan air minum, mandi dan cuci.

Selain itu, mata air Baumata juga digunakan mengairi sawah yang ada di sekitar

kawasan hutan, dimanfaatkan oleh PT. Aquamor untuk produksi air minum

kemasan, dan pemenuhan kebutuhan air domestik masyarakat Kota Kupang oleh

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Fungsi ekonomis kawasan TWA Baumata terlihat pada aktifitas pasar hasil

pertanian seperti penjualan talas, pisang dan jenis produk pertanian lainnya oleh

masyarakat sekitar hutan terutama pada Hari Minggu dan hari libur dimana waktu

bagi masyarakat perkotaan melakukan wisata ke TWA Baumata. Dukungan TWA

Baumata terhadap perekonomian masyarakat saat ini terjadi tanpa dukungan

koperasi, bangunan pasar atau organisasi masayarakat desa hutan, melainkan

secara spontan terjadi dalam bentuk aktivitas keseharian masyarakat sekitar hutan.

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, masyarakat sekitar kawasan

melakukan aktivitas sehari-hari seperti mencari kayu bakar, mencari pakan ternak,

dan mencari hasil hutan nonkayu (asam) di kawasan hutan TWA Baumata.

Perilaku hidup sehari-hari ini juga memberikan kontribusi terhadap timbulnya

persepsi bahwa hutan memiliki fungsi ekonomi.

4.2. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TWA Baumata

4.2.1. Demografi

Jumlah penduduk Desa Baumata secara keseluruhan adalah 1915

jiwa dengan jumlah KK sebesar 403 KK, atau sekitar 4-5 jiwa/KK. Jumlah

penduduk Desa Baumata terdiri dari laki-laki 1003 orang atau 52,38 % dan

perempuan 912 orang atau 47,62 %. Luas wilayah Desa Baumata (5,85

km2) terkotak-kotak atas daerah administrasi di bawah desa yaitu 5 (lima

Page 39: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

26

Wilayah Dusun), 6 (enam) RW dan 13 (tiga belas) RT. Kepadatan

penduduk Desa Baumata sebesar 327 jiwa/km2 pada tahun 2011.

Total penduduk Desa Oeltua adalah 2604 orang yang tercakup dalam

581 KK sehingga rata-rata jumlah anggota keluarga dalam lokasi

penelitian ini adalah 4-5 orang per Kepala Keluarga. Dari total jumlah

penduduk di atas terdapat 1299 orang laki-laki dan 1305 orang perempuan.

Dengan luas wilayah 9,94 km2 yang terdiri dari 5 (lima Dusun), 5 (lima)

RW dan 11 (sebelas) RT, kepadatan penduduk Desa Oeltua sebesar

271,43 jiwa/km2 pada tahun 2011. Data demografi kedua lokasi penelitian

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah penduduk Desa Baumata dan Desa Oeltua menurut

kelompok umur dan jenis kelamin

No Jenis

Kelamin

Kelompok Umur

(Tahun) Jumlah

total

Persentas

e (%) 0-14 15-54 ≥ 55

A. Desa Baumata

1 Laki-laki 312 589 102 1003 52,38

2 Perempuan 245 443 224 912 47,62

Jumlah 557 1032 326 1915 100

B. Desa Baumata

1 Laki-laki 381 728 190 1299 49,88

2 Perempuan 355 731 219 1305 50,12

Jumlah 736 1459 409 2604 100

Sumber: data monografi desa, 2012

Tabel 4 menunjukkan bahwa penduduk Desa Baumata kelompok

umur 0-14 tahun berjumlah sekitar 557 orang (29,08 %), sedangkan

kelompok umur yang sama di Desa Oeltua sebanyak 736 orang (28,26 %)

dari total masyarakat masing-masing desa. Penduduk kelompok umur 15-

54 tahun atau penduduk yang berusia produktif di Desa Baumata

berjumlah 1032 orang (53,89 % dari total penduduk Baumata) sedangkan

jumlah kelompok umur yang sama di Desa Oeltua adalah 1459 orang

(56,02 % penduduk deesa tersebut). dan kelompok umur ≥ 55 tahun

berjumlah 326 orang (17,02 %) di Desa Baumat, sedangkan Desa Oeltua

juga memiliki presentasi jmlah penduduk berusia ≥ 55 tahun . Tabel di atas

juga menjukkan bahwa peresentase jumlah penduduk laki-laki lebih

Page 40: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

27

banyak 4,76 % disbanding jumlah penduduk perempuan di Desa Baumat,

akan tetapi sebaliknya di Desaa Oeltua jumlah penduduk perempuan lebih

banyak 0,14% dari penduduk laki-laki, yang berarti sex ratio untuk Desa

Baumata (laki-laki : perempuan) adalah 1 : 0,9 dan sebaliknya di Desa

Oeltua adalah 1 : 1.

4.2.2. Pendidikan

Jumlah penduduk Desa Baumata yang tidak pernah sekolah dan

tidak tamat SD sebanyak 204 jiwa (11,25 %), tamat SD yaitu sebanyak

771 jiwa (35,43 %), tamat SLTP sebanyak 301 jiwa (16,60 %), tamat

SLTA sebanyak 387 jiwa (15,76 %), dan tamat Perguruan Tinggi sebanyak

152 jiwa (8,38 %). Data ini menunjukkan bahwa setengah dari penduduk

Desa berpendidikan Sekolah Dasar dan tidak tamat Sekolah Dasar, akan

tetapi cukup banyak penduduk yang berpendidikan sarjana sehingga

kualitas potensi sumberdaya manusia dapat dikatakan cukup memadai.

Presentasi tingkat pendidikan penduduk Desa Oeltua tertinggi adalah

kelompok penduduk tamatan SD yaitu sebanyak 608 jiwa atau 35,43 %

dari jumlah penduduk Desa Oeltua yang pernah sekolah pada tahun 2011.

Penduduk dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak 402 jiwa

atau 23,43 %, tamat SLTP sebanyak 275 jiwa atau 16,03 %, tamat SLTA

sebanyak 267 jiwa atau 15,76 %, dan tamat Perguruan Tinggi sebanyak

164 jiwa atau 9,56 % (Tabel 5). Tingkat pendidikan masyarakat dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Tingkat pendidikan Desa Baumata dan Desa Oeltua

No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Baumata Oeltua Baumata Oeltua

1 Tidak tamat SD 204 402 11,25 23,43

2 Tamat SD 771 608 45,53 35,43

3 Tamat SLTP 301 275 16,60 16,03

4 Tamat SLTA 385 267 21,24 15,76

5 Tamat Perguruan Tinggi 152 164 8,38 9,56

Jumlah 1813 1716 100 100

Sumber: data monografi desa, 2012

Page 41: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

28

4.2.3. Mata pencaharian

Sebagaian besar penduduk Desa Baumata bermatapencaharian

sebagai petani (985 jiwa atau 72,73 % dari jumlah penduduk), 121 orang

(8,85 %) penduduk bermata pencaharian sebagai petani sekaligus peternak

dngan jenis ternak yang umum dipelihara adalah ternak sapi.

Sebagaimana Desa Baumata, sebagian besar penduduk Desa Oeltua

bermata pencaharian sebagai petani (987 jiwa atau 61,57 % penduduk

Desa Oeltua). Sebanyak 15,44 % penduduk bermata pencaharian sebagai

petani sekaligus peternak. Umumnya ternak yang dipelihara adalah ternak

sapi. Sebanyak 3,46 % sebagai pengusaha/wiraswasta, 5,64 % sebagai

PNS, 0,23 % sebagai anggota TNI/Polri. Pembagian jenis mata

pencaharian masyarakat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis mata pencaharian penduduk Desa Baumata dan Oeltua

No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Baumata Oeltua Baumata Oeltua

1 Petani 995 987 72,73 61,57

2 Petani + Peternak 121 402 8,85 15,44

3 Pengusaha/wiraswasta 148 90 10,82 5,64

4 PNS 100 111 7,31 4,26

5 Anggota TNI/Polri 4 6 0,29 0,23

Jumlah 1368 1596 100 100

Sumber: data monografi desa, 2012

Page 42: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

29

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis persepsi masyarakat sekitar kawasan hutan berdasarkan deskripsi

indikator pengalaman, perilaku dan sikap.

Sarwono (2002) menjelaskan bahwa persepsi timbul dikarenakan adanya

stimulus (ransangan) dari luar yang akan mempengaruhi kelima indera perseptor.

Stimulus tersebut berangkat dari obyek yang menjadi pusat perhatian individu.

Obyek yang menjadi pusat perhatian berkaitan dengan penelitian ini adalah tapal

batas kwasan TWA Baumata yang belum definitif sehingga diasumsikan akan

menimbulkan berbagai persepsi masyarakat sekitar kawasan terhadap masalah

tapal batas kawasan tersebut. Persepsi tersebut dapat dibentuk oleh beberapa

indikator diantaranya pengalaman, perilaku dan sikap masyarakat.

5.1.1. Deskripsi Indikator Pengalaman Masyarakat

Persepsi masyarakat dibentuk oleh pengalaman masa lalu tentang apa yang

pernah diketahui dan yang pernah dialami (Hasanah, 2008). Artinya bahwa

persepsi masyarakat dapat terbentuk dari pengalamannya. Untuk mengetahui

pengalaman responden maka disusun daftar pertanyaan untuk memperoleh

informasi yang berkaitan dengan ada atau tidak adanya lahan masyarakat yang

telah menjadi kawasan hutan, ada/tidak lahan masyarakat dalam kawasan,

pengetahuan mengenai batas-batas kawasan hutan, dan pengetahuan tentang

belum adanya kekuatan hukum batas kawasan TWA Baumata.

Hasil analisis indikator pengalaman masyarakat diperoleh rerata skor

indikator sebesar 1,88. Jika dibandingkan dengan tabel distribusi kategori skor

variabel (Tabel 3), maka nilai rerata skor indikator pengalaman tersebut berada

pada kisaran angka 1,01 – 2,00. Artinya bahwa persepsi masyarakat tentang

masalah tapal batas kawasan TWA Baumata menegaskan kurang mendukung

penegasan tapal batas untuk segera didefinitifkan. Keseluruhan hasil analisis

indikator pengalaman masyarakat yang akan membentuk persepsinya terhadap

permasalahan penelitian disajikan dalam Tabel 7.

Page 43: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

30

Tabel 7. Tabulasi indikator pengalaman

Nilai Skor

Jawaban

Instrumen Nilai

Total

Skor No 1 No 2 No 4 No 5 No 7 No 10

3 27 23 25 26 34 20 155

2 24 18 35 49 34 49 209

1 47 57 38 23 30 29 224

Jumlah 98 98 98 98 98 98 588

Skor Tiap

Komponen

176 162 183 199 200 187 1107

Rerata Skor 1,8 1,7 1,9 2,0 2,0 1,9 11,30

Rerata Skor Indikator 1,88

Sumber: Data primer olahan penulis, 2012

Menurut teori terbentuknya persepsi yang dikemukakan oleh Walgito

(2003), persepsi dipengaruhi oleh pengalaman individu di masa lalu, dimana

dalam konteks penelitian ini pengalaman masa lalu responden yang

mempengaruhi persepsi mereka tentang tapal batas kawasan hutan adalah

pengalaman hidup/pengetahuan tentang pernah atau tidak adanya kepemilikan

lahan dari orang tuanya yang kini telah menjadi kawasan masyarakat yang tinggal

di sekitar kawasan hutan TWA Baumata.

Ketika ditanya persepsi masyarakat mengenai pernah atau tidak adanya

kepemilikan lahan dari orang tuanya yang kini telah menjadi kawasan (kuesioner

No.1), 27 orang atau 27,55 % dari 98 responden menjawab pernah ada tanah milik

yang kini menjadi kawasan hutan. Artinya secara sadar masyarakat berpersepsi

masih adanya keterikatan emosional terhadap kawasan hutan TWA Baumata.

Berkaitan dengan lahan pertanian masyarakat yang berbatasan langsung

dengan kawasan (kuesioner No.2), sebanyak 57 (58,16 %) responden menyatakan

tidak memiliki lahan, sebanyak 23 (23,46 %) menyatakan memiliki lahan

pertanian yang berbatasan langsung dengan kawasan. Umumnya yang tidak

memiliki lahan tersebut adalah masyarakat pendatang. Sedangkan yang memiliki

lahan pertanian yang langsung berbatasan dengan kawasan merupakan masyarakat

asli Baumata.

Rata-rata luas lahan masyarakat sekitar kawasan TWA Baumata yang di

ambil sebagai sampel (kuesioner No.4) adalah lebih dari setengah hektar dengan

rincian sebanyak 25 orang (25,51 %) responden memiliki luas lahan kurang dari

Page 44: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

31

5000 m2, sebanyak 35 (35,71 %) memiliki luas lahan antara 5000 m

2-10000 m

2

dan sebanyak 38 responden (38,77 %) memiliki luas lahan lebih dari 10000 m2.

Berkaitan dengan pengetahuan responden terhadap batas-batas kawasan

hutan TWA Baumata (kuesioner No.5), 26 orang responden (26,53 %)

mengatakan mengetahui batas-batas kawasan hutan. Umumnya responden yang

mengetahui batas kawasan hutan adalah masyarakat yang aksesibilitasnya

terhadap kawasan sangat tinggi. Sebanyak 49 responden (50,00 %) kurang

mengetahui letak pal batas kawasan, sedangkan sisanya sebanyak 23 responden

(23,46 %) tidak mengetahui batas-batas kawasan hutan.

Ketika ditanya persepsinya mengenai ada tidaknya lahan masyarakat dalam

kawasan hutan (kuesioner No.7), sebanyak 34 responden (34,69 %) mengatakan

bahwa terdapat tanah/kebun masyarakat yang terdapat dalam kawasan hutan dan

juga sebanyak 34,69 % responden mengatakan tidak mengetahui tentang hal yang

ditanyakan. Sedangkan sisanya sebanyak 30 responden (30,61 %) mengatakan

tidak terdapat tanah/kebun masyarakat di dalam kawasan hutan.

Upaya menjaring pengetahuan masyarakat tentang batas kawasan hutan

yang belum definitif diketahui sebanyak 49 responden (50 %) berpersepsi kurang

mengetahui, 29 responden (29,59) tidak megetahui sedangkan sisanya 20,40 %

responden mengetahui tentang pal batas kawasan hutan yang belum definitif.

5.1.2. Deskripsi Indikator Perilaku Masyarakat

Persepsi juga mencakup perilaku masyarakat karena menurut Mochamad

(1986), perilaku adalah hasil persepsi masa lalu dan permulaan persepsi

berikutnya. Dengan perkataan lain, perilaku/aktivitas manusia terhadap suatu

obyek akan merangsang kognisi individu dalam membentuk persepsinya. Artinya,

perilaku masyarakat dapat mendeskripsikan persepsinya terhadap obyek yang

selalu dekat dengannya. Jadi bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan

hutan, persepsinya akan terbentuk dari tiap aktivitasnya yang selalu berhubungan

dengan hutan.

Kelestarian hutan sangat tergantung dari intervensi manusia, baik dalam hal

pengelolaan maupun aktivitas manusia lainnya yang berdampak terhadap

kelestarian fungsinya. Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat dalam hutan

Page 45: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

32

dapat bersumber dari masyarakat yang tinggal di kawasan hutan maupun

masyarakat yang tidak tinggal di kawasan hutan (Arshanti, 2001).

Dilihat dari dimensi aktivitas manusia terhadap kawasan hutan di TWA

Baumata, hasil tabulasi indikator perilaku menunjukkan bahwa masyarakat sangat

mendukung penegasan tapal batas kawasan TWA Baumata untuk segera

didefinitifkan, yang ditunjukkan oleh nilai rerata skor persepsi yang dibentuk dari

3 (tiga) pertanyaan yaitu sebesar 2,46.

Perilaku merupakan proses interaksi antara kepribadian dan lingkungan

yang mengandung rangsangan (stimulus), kemudian ditanggapi dalam bentuk

respon. Respon inilah yang disebut perilaku. Respon masyarakat terhadap hutan

ini dapat dilihat dari tingginya intervensi (intensitas masuk hutan) oleh

masyarakat. Pengertian masyarakat akibat persepsinya terhadap tingginya

intensitas masuk hutan/tingginya aktifitas masyarakat dalam TWA Baumata

melahirkan pengertian masyarakat yang mendukung penegasan tapal batas

kawasan. Kecenderungan masyarakat untuk selalu berinteraksi dengan hutan pada

umumnya terlihat jelas pada perilaku masayarakat sekitar kawasan. Keseluruhan

hasil analisis indikator perilaku masyarakat yang akan membentuk persepsinya

terhadap permasalahan penelitian disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Tabulasi indikator perilaku

Nilai Skor Jawaban

Instrumen

Nilai Total Skor Pertanyaan

No 14

Pertanyaan

No 15

Pertanyaan

No 16

3 61 46 60 167

2 37 28 29 94

1 0 24 9 33

Jumlah 98 98 98 294

Skor Tiap

Komponen

257 218 247 722

Rerata Skor 2,6 2,2 2,5 7,37

Rerata Skor Indikator 2,46

Sumber: data primer olahan penulis, 2012

Berdasarkan data pada tabel di atas, ketika ditanya pernahkah masuk

kawasan hutan TWA Baumata (kuesioner No.14) sebanyak 61 responden (62,24

%) dari total 98 responden masyarakat pernah masuk kawasan hutan TWA

Page 46: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

33

Baumata, sebanyak 37 responden (37,75 %) menjawab kadang-kadang masuk

kawasan, dan 0,00 % responden yang tidak pernah masuk kawasan hutan.

Dalam rangka mengetahui frekuensi responden masuk kawasan TWA

Baumata (kuesioner No.15), sebanyak 46 responden (46,93 %) dari total 98

responden menjawab kadang-kadang masuk dalam kawasan TWA Baumata.

Ketika ditanya lebih lanjut, mengenai pilihan jawaban tersebut, umumnya

responden menjawab rentang waktu masuk kawasan hutan tidaklah setiap hari

melainkan frekuensinya seminggu bisa sekali masuk kawasan.

Tujuan utama masyarakat masuk kawasan hutan (kuesioner No.16),

umumnya untuk mencari kayu bakar. Hal ini terlihat pada tabel 8 di atas dimana

60 responden atau 61,22 % memilih masuk kawasan untuk mencari kayu bakar,

sebanyak 29 responden (29,59 %) masuk kawasan untuk mencari pakan ternak,

sedangkan sisanya 9,18 % responden mengaku masuk hutan untuk mencari kayu

bahan bangunan. Hasil wawancara secara umum menunjukkan bahwa masyarakat

masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Keadaan ekonomi keluarga yang

rendah mendorong masyarakat untuk tetap menerobos kawasan hutan guna

mencari kayu bakar.

5.1.3. Deskripsi Indikator Sikap Masyarakat

Tahap paling awal dari hubungan manusia dengan lingkungannya adalah

kontak fisik antara individu dengan objek-objek di lingkungannya. Objek tampil

dengan kemanfaatannya masing-masing, sedangkan individu datang dengan sifat-

sifat individualnya, pengalaman masa lalunya, bakat, minat, sikap dan ciri

kepribadiannya masing-masing. Sehari-hari masyarakat yang tinggal di sekitar

kawasan hutan TWA Baumata merupakan bagian dari denyut aktivitas yang

berlangsung di kawasan ini. Mereka secara otomatis menyaksikan apa yang

terjadi di lingkungannya dan secara sadar atau tidak apa yang mereka saksikan

dan alami dalam kehidupan sehari-hari tersebut akan membentuk persepsi mereka

tentang tapal batas kawasan hutan (Walgito, 2003).

Hasil perhitungan indikator sikap pada tabel indikator sikap yang terdiri dari

2 (dua) pertanyaan pengukur indikator diperoleh rerata skor indikator sebesar

2,46. Jika dibandingkan dengan tabel distribusi kategori skor variabel (Tabel 3),

maka nilai rerata skor indikator sikap tersebut berada pada kisaran angka 2,01 –

Page 47: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

34

3,00. Artinya bahwa secara sadar persepsi masyarakat tentang masalah tapal batas

kawasan TWA Baumata menegaskan sangat mendukung penegasan tapal batas

untuk segera didefinitifkan.

Keseluruhan hasil analisis indikator pengalaman masyarakat yang akan

membentuk persepsinya terhadap permasalahan penelitian disajikan dalam Tabel

9.

Tabel 9. Tabulasi indikator sikap

Nilai Skor Jawaban

Instrumen

Nilai Total Skor Pertanyaan

No 19

Pertanyaan

No 21

3 55 53 108

2 23 35 58

1 20 10 30

Jumlah 98 98 196

Skor Tiap

Komponen

231 239 470

Rerata Skor 2,4 2,4 4,80

Rerata Skor Indikator 2,40

Sumber: data primer olahan penulis, 2012

Berdasarkan data pada tabel di atas, masyarakat mempersepsikan bahwa ada

sikap masyarakat yang mencerminkan kepedulian terhadap batas kawasan hutan

(kuesioner No. 19) yaitu sebanyak 55 responden (56,12 %) dari 98 responden, dan

sebanyak 53 responden (54,08 %) mempersepsikan bahwa bentuk kepedulian

masyarakat terhadap tapal batas kawasan masih terjadi (kuesioner No. 20). Ketika

ditanya bentuk kepedulian masyarakat terhadap batas kawasan tersebut, diperoleh

jawaban responden seperti tidak merusak pal batas kawasan serta menata kembali

tumpukan-tumpukan batu batas kawasan yang telah berserakan.

5.2. Deskripsi variabel persepsi

5.2.1. Deskripsi persepsi

Deskripsi persepsi masyarakat sekitar kawasan hutan dibagi dalam 2 (dua)

bagian analisis yaitu untuk mengetahui tingkat persepsi dari hasil perhitungan

skor rata-rata 3 (tiga) indikator dan tabulasi silang antara variabel persepsi

terhadap variabel-variabel kontolnya.

Page 48: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

35

5.2.1.1. Tingkat persepsi (Perhitungan skor persepsi dari skor 3 indikator)

Perhitungan skor persepsi dari skor 3 (tiga) indikator adalah sebagai berikut:

Keseluruhan hasil analisis dari ke 3 (tiga) indikator yang membentuk

persepsi masyarakat terhadap permasalahan penelitian disajikan dalam Gambar 3.

0,00 1,00 2,00 3,002,25

A B C

Keterangan: A=Tidak mendukung, B=Kurang mendukung, C=Mendukung

Gambar 3. Tingkat Persepsi

Berdasarkan hasil perhitungan rerata skor variabel persepsi yang diperoleh

dari nilai skor indikator pengalaman, perilaku dan sikap, diperoleh nilai rerata

skor variabel persepsi masyarakat sebesar 2,25. Berdasarkan pada tabel distribusi

kriteria kategori skor variabel (Tabel 3), angka tersebut berada pada kisaran 2,00

sampai 3,00. Hal ini berarti bahwa masyarakat mempersepsikan mendukung

adanya penegasan tapal batas kawasan hutan TWA Baumata.

Persepsi mendukung panegasan tapal batas kawasan ini merupakan hal yang

tepat mengingat masih tingginya aktivitas masyarakat sekitar kawasan yang selalu

berhubungan dengan hutan. Selain itu juga masih adanya keterikatan emosional

masyarakat sekitar hutan terhadap hutan dalam pengertian bahwa masih

beranggapan tanah kawasan hutan merupakan tanah warisan yang telah menjadi

kawasan. Namun dalam wawancara, pada umumnya responden tidak

mempersoalkan lagi tanah warisannya yang telah menjadi kawasan hutan.

5.2.1.2. Tabulasi silang antara skor persepsi dengan varibel kontrolnya: (Umur,

Pendidikan, Luas lahan, dan Pengetahuan Masyarakat).

Tabulasi silang umur terhadap persepsi

Tebentuknya persepsi seseorang salah satunya dikarenakan oleh faktor

internal individu yaitu umur/usia. Usia individu yang matang akan membentuk

kognitif yang baik dalam menanggapi obyek yang menstimulus pikirannya.

Page 49: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

36

Berdasarkan proses terbentuknya persepsi individu, umur/usia berperanan dalam

membangun kognitif yang lebih baik. Masing-masing periode umur memiliki

perkembangan fisik, kognitif dan psikososial yang berbeda-beda. Oleh karena itu,

setiap individu dengan periode umur yang berbeda-beda memiliki perkembangan

yang berbeda, sehingga mereka dapat menilai atau merespon sesuatu dengan

sudut pandang yang berbeda pula. Keseluruhan tabulasi silang antara umur

individu dan persepsinya dari hasil olahan data menggunakan program SPSS 16

dapat dilihat pada lampiran 2.

Berdasarkan data tabulasi silang tersebut, dari total 21 responden yang

berusia tidak produktif (berumur > 55 tahun) sebanyak 14 responden (66,7 %)

memiliki persepsi mendukung penegasan pal batas. Sedangkan sisanya sebanyak

7 responden (33,3 %) kurang mendukung penegasan pal batas kawasan. Hal sama

terjadi pada kepala keluarga yang berusia produktif (berumur < 55 tahun). Dari

total 77 responden, sebanyak 48 responden (62,3 %) memiliki persepsi

mendukung adanya penegasan pal batas kawasan. Sedangkan sisanya sebanyak 29

responden (37,7 %) kurang mendukung adanya penegasan pal batas kawasan.

Total jumlah 62 responden yang memiliki persepsi mendukung penegasan

pal batas kawasan, sebanyak 14 responden (22,58 %) yang beusia produktif dan

sebanyak 48 responden (77,41 %) yang berusia tidak produktif memiliki persepsi

mendukung penegasan pal batas.

Hal sebaliknya terjadi pada responden yang berpersepsi kurang mendukung.

Dari total 36 responden yang bepresepsi kurang mendukung penegasan pal batas

kawasan, sebanyak 7 responden (19,44 %) yang berusia tidak produktif dan

sebanyak 29 responden (80,55 %) yang berusia produktif bepresepsi kurang

mendukung penegasan pal batas kawasan.

Tabulasi silang pendidikan terhadap persepsi

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh pada kemampuan individu

dalam menanggapi suatu obyek yang mensitimuli kognitifnya. Artinya, bahwa

dengan tingkat pendidikan yang dimiliki individu secara tidak langsung

mendeskripsikan kemampuan individu untuk mempersepsikan suatu obyek yang

diteliti melalui tingkat kognitif yang tinggi. Pendidikan terdiri atas tiga jenjang

yaitu pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Untuk keperluan

Page 50: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

37

penelitian ini jenjang pendidikan dibedakan menjadi pendidikan di bawah SD,

pendidikan SMP- SMU dan Pendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana).

Hasil tabulasi silang menggunakan program SPSS 16 pada lampiran 4,

menunjukkan bahwa dari total 32 responden yang berpendidikan di bawah SD

sebanyak 22 responden (68,8 %) memiliki persepsi mendukung penegasan pal

batas, sedangkan sisanya sebanyak 10 responden (31,2 %) berpersepsi kurang

mendukung penegasan pal batas kawasan hutan. Total jumlah 62 responden yang

berpersepsi mendukung penegasan pal batas kawasan hutan, sebanyak 35,48 %

responden yang berpendidikan di bawah SD mendukung adanya penegasan pal

batas kawasan hutan TWA Baumata. Sedangkan dari total jumlah 36 responden

berpendidikan di bawah SD sebanyak 27,77 % responden berpersepsi kurang

mendukung penegasan pal batas kawasan hutan.

Responden yang berpendidikan SMP-SMU yang memiliki persepsi

mendukung penegasan pal batas kawasan hutan sebanyak 36 responden (63,2 %)

dari total 57 responden dan sebanyak 21 responden (36,8 %) berpersepsi kurang

mendukung adanya penegasan pal batas kawasan TWA Baumata. Dari total

jumlah 62 responden yang berpersepsi mendukung pengasal pal batas, sebanyak

58, 06 % responden mendukung penegasan. Sedangkan dari total jumlah 36

responden yang kurang mendukung penegasan pal batas sebanyak 58,33 %

responden kurang mendukung adanya penegasan pal batas kawasan TWA

Baumata.

Jumlah total responden yang berpendidikan tinggi yang terdapat di lokasi

penelitian berjumlah 9 (sembilan) responden. Total jumlah ini memiliki tingkat

pendidikan dari jenjang Diploma sampai pada jenjang Sarjana. Dari total jumlah

responden yang berpendidikan tinggi tersebut, sebanyak 4 responden (44,4 %)

berpersepsi mendukung penegasan pal batas kawasan hutan, sebanyak 5

responden (55,6 %) berpersepsi kurang mendukung penegasan pal batas kawasan

hutan. Total jumlah responden yang berpersepsi mendukung penegasan pal batas

sebanyak 62 responden. Dari jumlah total tersebut, sebanyak 6,45 % berpersepsi

mendukung penegasan pal batas. Dari total 36 responden yang berpersepsi kurang

mendukung penegasan pal batas, sebanyak 13,88 % memiliki persepsi kurang

mendukung penegasan pal batas kawasan TWA Baumata.

Page 51: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

38

Tabulasi silang luas lahan terhadap persepsi

Berdasarkan data hasil analisis tabulasi silang menggunakan program SPSS

16, dari total 38 responden yang memiliki luas lahan lebih dari satu hektar

sebanyak 21 responden (55,3 %) memiliki persepsi mendukung penegasan pal

batas, sebanyak 17 responden (44,7 %) memiliki persepsi kurang mendukung

penegasan pal batas kawasan. Dari total 62 responden yang berpersepsi

mendukung penegasan pal batas kawasan terdapat 33,87 % responden yang

memiliki luas lahan lebih dari satu hektar mendukung penegasan batas.

Sedangkan yang memiliki persepsi kurang mendukung sebanyak 47,22 % dari

total 36 responden.

Responden yang memiliki luas lahan antara 0,5 ha sampai 1 ha dari data

survey lapangan berjumlah 35 responden. Dari total jumlah tersebut responden

yang bepersepsi mendukung penegasan batas kawasan sebanyak 21 responden

(60,0 %), yang berpersepsi kurang mendukung sebanyak 14 responden (40,0 %).

Sebanyak 33,87 % responden memiliki persepsi mendukung penegasan batas

kawasan dari total jumlah responden yang memiliki persepsi mendukung

penegasan pal batas kawasan hutan yaitu sebanyak 62 responden dan sebanyak

33,88 % responden berpersepsi kurang mendukung penegasan batas kawasan dari

total jumlah 36 responden yang berpersepsi kurang mendukung penegasan pal

batas kawasan hutan.

Total jumlah responden yang memiliki luas lahan kurang dari 0,5 ha

berjumlah 25 responden. Dari jumlah tersebut, sebanyak 20 responden (80,0 %)

memiliki persepsi mendukung penegasan pal batas kawasan hutan dan sebanyak 5

responden (20,0 %) berpersepsi kurang mendukung penegasan pal batas kawasan.

Sedangkan dari total keseluruhan responden yang memiliki persepsi mendukung

penegasan pal batas kawasan, sebanyak 32,25 % responden yang memiliki luas

lahan kurang dari 0,5 ha berpersepsi mendukung penegasan pal batas kawasan

hutan TWA Baumata dan dari total keseluruhan responden yang memiliki

persepsi kurang mendukung penegasan pal batas kawasan, sebanyak 13, 88 %

responden memiliki persepsi kurang mendukung penegasan pal batas kawasan

hutan.

Page 52: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

39

Tabulasi silang pengetahuan terhadap persepsi

Pengetahuan yang tinggi akan membentuk persepsi individu yang baik

terhadap obyek yang diteliti. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor pengetahuan

akan membentuk persepsi responden penelitian. Faktor pengetahuan responden

penelitian yang ditabulasi silang mengacu pada pertanyaan pada kuesioner

mengenai pengetahuan responden mengenai batas kawasan hutan, pengetahuan

mengenai ada/tidak adanya lahan milik masyarakat dalam kawasan hutan dan

pengetahuan masyarakat mengenai belum definitifnya kawasan hutan TWA

Baumata. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu di

bawah rata-rata dan di atas rata-rata. Keseluruhan data tabulasi silang antara

pengetahuan dan persepsi responden disajikan pada lampiran 8.

Berdasarkan data pada tabulasi silang pada lampiran 8 tersebut, total jumlah

responden yang memiliki pengetahuan di bawah rata-rata yaitu sebanyak 52

responden. Dari jumlah tersebut sebanyak 22 responden (42,3 %) atau sebanyak

35,5 % dari total 62 responden memiliki persepsi mendukung penegasan pal batas

kawasan dan sebanyak 30 responden (57,7 %) atau sebanyak 83,3 % responden

yang berpersepsi kurang mendukung adanya penegasan pal batas.

Tingkat pengetahuan responden di atas rata-rata, tentang kawasan hutan

berdasarkan hasil tabulasi sebanyak 46 responden. Berdasarkan jumlah tersebut

sebanyak 40 responden (87 %) memiliki persepsi mendukung penegasan pal batas

atau sebanyak 64,5 % responden berpersepsi mendukung penegasan pal batas dari

total 62 responden dan sebanyak 6 responden (13 %), atau 16,7 % dari total 36

responden memiliki persepsi kurang mendukung penegasan pal batas kawasan

hutan TWA Baumata. Dari jumlah tersebut persentase responden yang berpersepsi

mendukung penegasan pal batas kawasan lebih tinggi dari pada yang berpersepsi

kurang mendukung penegasan pal batas kawasan hutan.

5.2.2. Keterkaitan antara persepsi dengan variabel kontrol (Analisis chi-square)

Keterkaitan antara persepsi terhadap umur responden

Untuk mengetahui adanya keterkaitan/assosiasi antara persepsi dan variabel

kontrolnya, maka akan dilakukan analisis uji Chi-Square. Berdasarkan hasil

Page 53: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

40

hitung uji Chi-Square variabel persepsi dengan umur responden (Lampiran 3)

diperoleh nilai Chi-Square hitung yaitu 0,133, df (degree of freedom) = 1, dan

nilai kemungkinan/probabilitas (Asymp. Sig. (2-sided)) sebesar 0,715. Karena nilai

Chi-Square = 0,13 < nilai Chi-Square tabel = 3,84 dan nilai probabilitas > á =

0,05 maka dapat disimpulkan menerima H0 tolak H1. Berdasarkan pada kedua

analisis tersebut bahwa tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara umur

responden terhadap persepsi responden. Artinya bahwa responden yang berusia

produktif maupun yang tidak produktif yang terdapat di lokasi penelitian tidak

memiliki keterkaitan terhadap persepsi mereka terhadap permasalahan belum

definitifnya pal batas kawasan hutan.

Hikmah, S (2008) mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara umur dan persepsi. Hal ini tidak sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Sarwono (2009) dimana persepsi dipengaruhi oleh umur. Hal ini dapat disebabkan

oleh persebaran umur responden tidak seimbang. Persentase respoden penelitian

yang berusia produktif lebih tinggi dibandingkan yang non produktif. Sehingga,

keterkaitan antara umur dalam membentuk persepsi masyarakat sekitar kawasan

TWA Baumata tidak signifikan. Selain hal tersebut, tidak menutup kemungkinan

bahwa hal ini juga dikarenakan distribusi responden yang tidak merata di antara

ke dua kategori.

Keterkaitan antara persepsi terhadap pendidikan responden

Hasil analisis uji Chi-Square antara pendidikan responden dan persepsi

(Lampiran 5) menunjukkan bahwa tidak adanya keterkaitan atau hubungan yang

signifikan antara pendidikan responden terhadap persepsinya. Hal ini dapat dilihat

pada hasil perhitungan yaitu besarnya nilai hitung Pearson Chi-Square = 1,786

dan df = 2 maka nilai Chi-Square tabel pada tingkat signifikansi (à) 5 % =

5,99148. Karena nilai Chi-Square Hitung < Chi-Square tabel (1,786 < 5,99148)

dan probabilitas (kolom Asymp. Sig ) = 0,409 > 0,05, dapat disimpulkan

menerinma H0 tolak H1.

Berdasarkan pada kedua analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak

adanya kaitan atau korelasi signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan

persepsinya. Atau persepsi responden tidak ditentukan berdasarkan tingkat

pendidikannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hikmah, S (2008) yang

Page 54: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

41

mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan

seseorang dalam membentuk persepsinya. Bisa saja responden yang

berpendidikan yang rendah memiliki persepsi yang lebih baik tentang penegasan

tapal batas kawasan sebab mereka memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap

kawasan hutan. Selain itu, di antara responden baik yang memiliki tingkat

pendidikan tinggi dan rendah sama-sama mengetahui dengan pasti keadaan hutan

lindung TWA Baumata.

Keterkaitan antara persepsi terhadap luas lahan yang dimiliki responden

Kebutuhan lahan yang diperlukan penduduk untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya dapat diketahui berdasarkan data perkembangan kebutuhan lahan dari

tahun ke tahun yang dimiliki baik berupa pekarangan, sawah, tegalan dan kebun

(Dako, 2010). Hasil analisis Chi-Square luas lahan terhadap persepsi (Lampiran

7), diperoleh nilai hitung Pearson Chi-Square = 4,22 dan df = 2, maka diperoleh

nilai Chi-Square tabel pada tingkat signifikansi (à) 5 % = 5,99148. Sedangkan

nilai probabilitas = 0,121 > 0,05. Karena nilai Chi-Square hitung < Chi-Square

tabel (1,786 < 5,99148) dan nilai probabilitas kolom Asymp. Sig adalah 0,409 atau

probabilitas di atas 0,05 (0,409 > 0,05), maka dari kedua analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa bahwa tidak ada kaitan atau korelasi yang signifikan antara

tingkat luas lahan responden terhadap persepsinya. Atau persepsi responden tidak

ditentukan berdasarkan luas lahan yang dimiliki. Hal ini terjadi kemungkinan

disebabkan oleh responden memiliki luasan lahan yang cukup sehingga

masyarakat cenderung kurang memanfaatkan fungsi ekonomis hutan. Dengan

demikian tingkat intervensi masyarakat ke dalam kawasan hutan semakin

berkurang.

Keterkaitan antara persepsi terhadap pengetahuan responden

Berdasarkan hasil hitung uji Chi-Square variabel persepsi dengan

pengetahuan responden (Lampiran 8), diperoleh nilai Chi-Square hitung = 20,937,

df (dgree of freedom) = 1, dan nilai kemungkinan/probabilitas (Asymp. Sig. (2-

sided)) sebesar 0,00. Karena nilai Chi-Square = 20,937 > nilai Chi-Square tabel =

5,99148 dan nilai probabilitas 0,00 < á = 0,05 maka dapat disimpulkan menerima

H1 tolak H0. Berdasarkan pada kedua analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa

Page 55: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

42

terdapat keterkaitan atau hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan

responden terhadap persepsi responden. Artinya bahwa persepsi responden

terbentuk karena adanya pengetahuan masyarakat tentang kawasan hutan

Baumata. Pengetahuan responden yang dikategorikan di bawah rata-rata dan di

atas rata-rata akan mempengaruhi persepsi terhadap penegasan pal batas kawasan.

Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan adanya lahan milik masyarakat yang

berbatasan langsung dengan batas kawasan sehingga mereka mengetahui tentang

batas-batas kawasan dan permasalahan yang terdapat dalam kawasan hutan.

Selain itu tingginya wawasan masyarakat secara holistik dalam bentuk nyata

tentang keberadaan kawasan hutan TWA Baumata menyebabkan masyarakat

memiliki persepsi yang baik tentang kawasan hutan. Hal ini bertentangan dengan

hasil penelitian Yustina (2006) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap lingkungan

hidup.

5.3. Faktor-faktor yang menyebabkan belum definitifnya kawasan hutan TWA

Baumata

Kawasan hutan TWA Baumata merupakan salah satu hutan lindung yang

masih dipelihara dan dijaga kelestariannya. Kawasan hutan ini letaknya sangat

dekat dengan pemukiman warga yang ada disekitar hutan. Bahkan terdapat

beberapa rumah warga yang lahannya berbatasan langsung dengan kawasan

hutan. Selain itu juga terdapat beberapa kebun/lahan masyarakat yang batasnya

berdapingan dengan batas kawasan hutan. Dengan demikian tidak dapat

dipungkiri lagi bahwa akan semakin tinggi pula akses masyarakat terhadap hutan.

Berdasarkan hasil analisis deskripsi persepsi responden yang terdiri dari

indikator pengalaman, perilaku dan sikap dapat dideskripsikankan bahwa perilaku

dan sikap masyarakat sekitar kawasan hutan menjadi faktor utama sehingga belum

didefinitifkannya batas kawasan hutan TWA Baumata. Hal ini desebabkan oleh

masih tingginya tingkat intervensi masyarakat terhadap kawasan hutan. Perilaku

masyarakat sekitar hutan TWA Baumata mencerminkan masih tingginya

keterkaitan antara masyarakat terhadap hutan. Hal ini dilihat dari masih tingginya

Page 56: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

43

aktivitas pencarian kayu bakar dan pakan ternak yang diambil dari dalam kawasan

hutan. Sehingga masyarakat akan tetap berpersepsi bahwa kawasan hutan TWA

Baumata memiliki nilai ekonomis bagi kehidupan masyarakat yang perlu

dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan.

Pada sisi yang lain sikap masyarakat sekitar kawasan hutan TWA Baumata

juga mempersepsikan mendukung agar segera mendefinitifkan kawasan hutan

Baumata. Dari hasil survei lapangan, sikap masyarakat sekitar kawasan hutan

TWA Baumata dapat dilihat pada rasa kepedulian yang tinggi terhadap

keberadaan hutan. Sikap yang demikian diwujudkan dalam perilaku masyarakat di

sekitar kawasan seperti tidak merusak batas-batas yang ada walaupun masih

berupa tumpukan batu serta meletakan/menata kembali pal batas kawasan dari

tumpukan batu yang berserakan pada kondisi semula.

Deskripsi sikap masyarakat yang demikian pastinya akan memberikan

respon yang positif bagi pengelola kawasan. Artinya bahwa pengelola kawasan

akan tetap beranggapan bahwa walaupun batas kawasan belum definitif tidak akan

berpengaruh signifikan terhadap keberadaan kawasan hutan TWA Baumata.

Sehingga dengan demikian, anggapan batas kawasan hutan TWA Baumata yang

belum definitif tersebut tidak lagi menjadi suatu persolan urgen yang perlu

diselesaikan, melainkan tetap dibiarkan selagi belum menimbulkan masalah yang

signifikan.

Page 57: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

44

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Masyarakat sekitar kawasan hutan TWA Baumata memiliki persepsi

mendukung penegasan pal batas kawasan hutan untuk segera didefinitifkan.

Sebanyak 63,3 % masyarakat memiliki persepsi mendukung penegasan pal

batas dan sebanyak 36,7 % masyarakat memiliki persepsi kurang mendukung

penegasan pal batas. Penegasan pal batas kawasan hutan agar segera

didefinitifkan dapat dilihat dari indikator pengalaman, perilaku dan sikap

masyarakat sekitar kawasan TWA Baumata. Berdasarkan analisis indikator

pengalaman masyarakat yang terdiri dari 6 (enam) pertanyaan

mendeskripsikan bahwa persepsi masyarakat kurang mendukung penegasan

batas kawasan TWA Baumata. Sedangkan berdasarkan analisis indikator

perilaku dan sikap masyarakat sekitar kawasan hutan mempersepsikan

mendukung penegasan pal batas kawasan hutan TWA Baumata untuk segera

didefinitifkan. Dari hasil analisis keterkaitan dengan uji Chi-Square antara

persepsi terhadap variabel kontrolnya yaitu antara variabel umur responden

terhadap persepsi, pendidikan terhadap persepsi dan luas lahan terhadap

persepsi tidak ada hubungan atau keterkaitan yang signifikan antara variabel

persepsi terhadap variabel kontrolnya tersebut. Sedangkan antara variabel

pengetahuan masyarakat terhadap persepsi terdapat keterkaitan atau hubungan

yang signifikan.

2. Perilaku dan sikap masyarakat di sekitar kawasan hutan merupakan faktor

utama dalam membentuk persepsi responden. Sehingga berdasarkan hasil

analisis deskripsi indikator yang menjadi faktor dominan belum definitifnya

batas kawasan hutan TWA Baumata yaitu perilaku dan sikap masyarakat

terhadap kawasan hutan.

Page 58: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

45

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini dapat disarankan agar;

1. Perlu melakukan tata batas ulang kawasan agar batas kawasan dapat

didefinitifkan.

2. Perlu sosialisasi berkala pada masyarakat sekitar kawasan agar mengurangi

aksesibilitas yang tinggi terhadap kawasan hutan TWA Baumata.

Page 59: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

46

DAFTAR PUSTAKA

Agung, I Gusti Ngurah. 1993. Metode Penelitian Sosial Pengertian dan

Pemakaian Praktis, Jakarta.

Arshanti, L. 2001. Persepsi Masyarakat Terhadap Penggunaan Dan Pengelolaan

Lahan Daerah Penyangga (Buffer Zone) Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango. Tesis. Tidak dipublikasikan. Bogor: Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor.

Aslichati, L; Prasetyo, Bambang, H.I dan Irawan, P. 2010. Metode Penelitian

Sosial. Uneversitas Terbuka. Jakarta.

BPS Kabupaten Kupang. 2010. Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin

dan Rasio Jenis Kelamin di Kabupaten Kupang. Yang diakses melalui

http://kupangkab.bps.go. Pada hari selasa 8 Mei 2012. Pukul 09.00 Wita.

Dako, F.X. 2010. Strategi Social Forestry Dalam Perencanaan Pengelolaan Hutan

Lindung Mutis Timau Kabupaten Timor Tengah Selatan. Tesis tidak

dipublikasikan. Jogjakarta-Program Pascasarjana Fakultas Kehutanan

UGM.

Dephut. 1996. Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian

Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung. Jakarta.

Djajono, A. 2008. Implikasi Permasalahan Batas Kawasan Hutan. Yang Diakses

Melalui http://tungougm.blogspot.com/2008/02/implikasi-permasalahan-

batas-kawasan.html. Pada tanggal 20 Juni 2012. Pukul 11.00 Wita.

Foedjiawati dan Semuel, H. 2007. Pengaruh Sikap, Persepsi Nilai dan Persepsi

Peluang Keberhasilan Terhadap Niat Menyampaikan Keluhan (Studi

Kasus Pada Perusahaan Asuransi AIG Lippo Surabaya). Jurnal

Manajemenen Pemasaran. Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas

Ekonomi. Urabaya: Universitas Kristen Petra.

Hakim, I. Social Forestry Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan

Berkelanjutan (Orientasi makro kebijakan Social forestry di Indonesia).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Bogor.

Hamka dan Muhammad. 2002. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan

Kerja dengan Motivasi Berprestasi. Tugas akhir. Surakarta: Universitas

Muhammadiyah Fakultas Psikologi. Tidak diterbitkan.

Hasanah, Y. 2008. Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Tanah Ulayat Baduy Pada

Kawasan Hutan Lindung (Studi Kasus : Masyarakat Baduy Dalam dan

Page 60: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

47

Baduy Luar, Desa Kanekes-Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,

Provinsi Banten). Tugas akhir. Bogor: Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Hastari, B. 2005. Karakteristik Obyek Wisata Dan Persepsi Masyarakat Sebagai

Dasar Dalam Pengembangan Wisata Alam (Studi Kasus Arburetum

Nyaru Menteng Palangka Raya). Tesis. Tidak Dipublikasikan. Bogor:

Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor.

Hikmah, S. 2008. Persepsi Staf Mengenai Patient Safety di IRD RSUP

Fatmawaty. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas

Indonesia. Jakarta

Junaidi, W. 2012. Dinamika Sosial Pada Masyarakat.htm. Yang diakses melalui

http://wawan-junaidi.blogspot.com/2012/03/dinamika-sosial-pada-

masyarakat.html. Pada hari selasa tanggal 15 Mei 2012. Pukul 21.20

Wita.

Kaimowitz, D. 2002. Kecenderungan Sosial Forestri di Dunia. Intisari lokakarya

nasional sosial forestri. Refleksi empat tahun reformasi Mengembangkan

Sosial Forestri di Era Desentralisasi. Center for International Forestry

Research (CIFOR). Bogor.

Malimah, E. 2002. Dinamika Sosial. Yang diakses melalui

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/196604251992032-

elly_malihah/pokok_materi_sosiologi,_elly_m/12._diunamika_sosial.pdf

Pada hari Jumat tanggal 11 Mei 2012. Pukul 11.00 Wita.

Mochamad, DS. 1986. Gambaran Persepsi Guru Sekilah Dasar Terhadap Media

Pendidikan Dan Pengajaran. Kependidikan.

Mustafa, 2000. Teknik Sampling. Yang diakses melalui

http://home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING. Pada hari selasa tanggal 15

Mei 2012. Pukul 21.20 Wita.

Nurrochmat, D. 2005. Strategi pengelolaan hutan untuk menyelamatkan Rimba

yang tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Purnama, E; Marimpan, L; Ramang, N. 2008. Daya Dukung Vegetasi Hutan

Lindung Baumata Terhadap Suplai Air Minum Di Kota Dan Kabupaten

Kupang. Artikel Ilmiah. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Nusa Cendana

Rahmawaty, Khairida dan Siagian, E. 2006. Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya

Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Karya Ilmiah. Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Robbins, S.P. 2003. Perilaku Organisasi. Jilid I. Jakarta: PT INDEKS Kelompok

Gramedia.

Page 61: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

48

Santoso, H. 2011. Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa: Tafsir Setengah Hati

Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Versi Kementerian Kehutanan

RI1. Jurnal Kehutanan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Tahun 2011. Forum

Komunikasi Kehutanan Masyarakat.

Sardjono, M.A. 1998. Upaya Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan

Hutan di Kaltim: Analisis Krisis Implementasi dan Perspektif ke Depan.

Lokakarya Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah. Samarinda 21-22

Oktober 1998.

Sarwono, S. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Press.

Simon, H. 2008. Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat. Teori dan Aplikasi pada

Hutan Jati di Jawa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Statistik Kehutanan Nusa Tenggara Timur, 2010. Permasalahan Kawasan Hutan

Konservasi Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Conservation Areas

Issues in East Nusa Tenggara). Kupang.

Suprayitno, A. R. 2011. Program Pembangunan Kehutanan (Sudahkah

Memberdayakan Masyarakat Sekitar Hutan). Majalah Penyuluhan

Kehutanan Kenari Edisi 2 Tahun 2011. Jakarta.

Thoha, C. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan. Raja Gravindo Perkasa. Jakarta

Umar. 2009. Persepsi Dan Perilaku Masyarakat Dalam Pelestarian Fungsi Hutan

Sebagai Daerah Resapan Air (Studi Kasus Hutan Penggaron Kabupaten

Semarang). Tesis. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan. Universitas

Diponegoro. Semarang.

Umar, H. 1999. Metodologi penelitian: Aplikasi Pemasaran. Jakarta: Gramedia.

Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset

Wordpress. 2010. Analisis Faktor Dengan SPSS. Yang diakses melalui

http://teorionline.wordpress.com/2010/03/22/aplikasi-analisis-faktor-

dengan-spss-versi-15-0-bagian-1/. Pada hari kamis 10 Mei 2012. Pukul

09.00 Wita.

Working Group Tenuture. 2007. Permasalahan Tenurial Dan reforma Agraria di

Kawasan Hutan Dalam Perspektif Masyarakat Sipil (Procceding

Rountabel Discussion). Badan Planologi Kehutanan. Bogor.

Yustina. 2006. Hubungan Pengetahuan Lingkungan Dengan Persepsi, Sikap Dan

Minat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Guru Sekolah Dasar

Di Kota Pekanbaru. Jurnal Biogenesis Vol. 2(2):67-71. Program Studi

Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau.

Page 62: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

49

Lampiran 1. Model analisis data deskripsi tiap indikator

Nilai Skor

Jawaban

Instrumen

Nilai Total Skor6)

Pertanyaan No 1 Pertanyaan No 2 Pertanyaan No ....

3 A A A A=a+a+a

2 B B B B=b+b+b

1 C C C C=c+c+c

Jumlah1)

A=(a+b+c) A=(a+b+c) A=(a+b+c) A+B+C

Skor Tiap2)

Komponen3)

B=(a*3+b*2+c*1) B=(a*3+b*2+c*1) B=(a*3+b*2+c*1) C=(A*3+B*2+C*1)

Rerata Skor4)

C=B/A C=B/A C=B/A D = C/∑Sampel

Rerata Skor Indikator5)

E=D/∑ instrumen

Keterangan:

1) Jumlah: Baris jumlah merupakan jumlah seluruh responden penelitian yaitu

frekuensi untuk masing-masing skor jawaban yang totalnya sebanyak 98

responden.

2) Skor tiap komponen: Baris skor tiap komponen merupakan jumlah skor untuk

setiap pertanyaan penelitian yaitu jumlah frekuensi tiap pertanyaan dikalikan

dengan masing-masing skor jawaban.

3) Rerata skor: Baris rerata skor merupakan nilai rerata skor tiap

komponen/pertanyaan penelitian dibagi jumlah responden.

4) Rerata skor indikator: Baris rerata skor indikator merupakan hasil bagi jumlah

nilai rerata skor dengan jumlah instrumen indikator.

5) Nilai total skor: Kolom nilai total skor yaitu total nilai untuk masing-masing

baris.

Lampiran 2. Tabulasi Silang Umur dan Persepsi

Page 63: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

50

Lampiran 3. Uji Chi-Square umur dan persepsi

Lampiran 4. Tabulasi Silang Pendidikan dan Persepsi

Lampiran 5. Uji Chi-Square pendidikan dan persepsi

Page 64: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

51

Lampiran 6. Tabulasi Silang Luas lahan dan persepsi

Lampiran 7. Uji Chi-Square Luas lahan dan persepsi

Lampiran 8. Tabulasi silang pengetahuan dan persepsi

Page 65: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

52

Lampiran 9. Uji Chi-Square Pengetahuan dan persepsi

Lampiran 10. Rata-rata curah hujan Kecamatan Taebenu

Bulan Tahun Rerata

CH JHH RJHH

2007 2008 2009 2010 2011

Januari 236,2 235,4 420,7 598,3 509,2 400,0 115 23

Februari 299,0 815,4 408,3 208,0 316,5 409,4 106 21,2

Maret 424,6 149,8 117,4 132,7 380,4 241,0 99 19,8

April 38,0 50,0 1,8 179,0 236,6 101,1 54 10,8

Mei 0,0 0,0 22,8 124,0 50,1 39,4 22 4,4

Juni 5,4 8,6 0,0 10,0 0,0 4,8 14 2,8

Juli 2,4 0,0 0,0 2,0 7,5 2,4 8 1,6

Agustus 0,0 0,0 0,0 34,1 0,0 6,8 4 0,8

September 0,0 0,0 0,0 27,6 0,0 5,5 9 1,8

Oktober 2,6 3,0 0,0 109,4 21,4 27,3 19 3,8

November 16,0 130,8 72,1 33,1 104,5 71,3 50 10

Desember 51,7 481,0 469,8 362,2 299,4 332,8 118 23,6

Total 1075,9 1874,0 1512,9 1820,4 1925,6 1641,8 618 124

Tot.Rerata 89,7 156,2 126,1 151,7 160,5 136,8 51,5 10,3

Sumber: BMKG Klas II El Tari Kupang

Keterangan:

JHH : Jumlah hari hujan

RJHH : Rerata jumlah hari hujan

Page 66: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

53

Lampiran 11

KUESIONER PENELITIAN

Petunjuk: Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini yang menurut Bapak/Ibu

paling sesuai dan paling benar dengan memberi tanda centang (√) pada

pertanyaan yang bersifat tertetutup dan isian pada pertanyaan yang

bersifat terbuka.

No. Kode Kuesioner :

Nama interviewer Hendrikus Ch. M.

Enge Tanda tangan

Tanggal interview Interviewer Responden

Waktu mulai interview

Waktu selesai interview

Letak lokasi Desa :

RT :

RW :

PROFIL RESPONDEN

Nama responden :...................................................................

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

Pendidikan terakhir SD Akademi

(D3)

SMP D4/S1

SMU/SMK Tidak tamat

SD

Umur :.................Tahun

Pekerjaan PNS Petani

Pegawai swasta Dll......

Status sosial dalam masyarakat :

Daerah asal :

Lama berdomisili di Desa ini :

TUJUAN:

Memperoleh data dan informasi tentang persepsi masyarakat sekitar hutan

terhadap masalah tapal batas Taman Wisata Alam Baumata

Page 67: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

54

Variabel Pengalaman Masa Lalu masyarakat

1. Apakah orang tua dari bapak/ibu pernah mempunyai lahan yang kini masuk

sebagai kawasan hutan baumata?

Ada Tidak tahu Tidak ada

2. Apakah bapak/ibu memiliki lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan

kawasan hutan baumata?

Ada Pernah ada Tidak ada

3. Menyambung pertanyaan pada no 2 tersebut, apakah status kepemilikan lahan

bapak/ibu tersebut?

Milik pribadi Warisan Bukan keduanya

4. Berapa luas lahan yang dimiliki bapak/ibu saat ini?

< 5000 m2 5000 m

2 – 10000m

2 > 10000 m

2

5. Apakah bapak/ibu mengetahui batas-batas kawasan hutan TWA Baumata?

Sangat tahu Kurang tahu Tidak tahu

6. Menurut bapak/ibu sebaiknya pal batas kawasan TWA Baumata dibuat dari?

Pal beton Tumpukan batu Batas alam

Apa alasan bapak/ibu memilih jawaban

tersebut?............................................................................................................

7. Sepengetahuan bapak/ibu, apakah di dalam kawasan hutan TWA Baumata

terdapat tanah/kebun/lahan yang menjadi milik masyarakat?

Ada Tidak tahu Tidak ada

8. Realita/kenyataan di lapangan masih menggunakan pal batas peninggalan

Negeri Belanda berupa tumpukan-tumpukan batu, menurut bapak/ibu apakah

dengan adanya pal batas seperti itu menimbulkan masalah bagi pemilik lahan

sekitar kawasan?

Menimbulkan masalah Sedikit masalah Tidak masalah

Dari pilihan jawaban tersebut apa komentar

anda..................................................................................................................

9. Menurut bapak/ibu apakah fungsi dari pal batas kawasan hutan TWA baumata

sebagai batas kawasan hutan masih berfungsi dengan baik?

Berfungsi baik

Kurang berfungsi baik

Tidak berfungsi dengan baik

a. Bila masih berfungsi dengan baik, apakah saat ini fungsinya masih

dirasakan............................................................................................

b. Bila tidak, sejak kapan tidak berfungsi dengan baik.................................

10. Apakah bapak/ibu mengetahui bahwa batas kawasan Taman Wisata Alam

Baumata belum memiliki batas kawasan yang definitif/sah?

Sangat tahu

Kurang tahu

Tidak tahu

Bila tahu, dari mana anda mengetahuinya...............................................

11. Apa status hutan TWA Baumata sebelum ditetapkan sebagai kawasan Taman

Wisata Alam Baumata?

Hutan milik

Hutan Desa

Tidak tahu

Page 68: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

55

12. Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap pengelola kawasan terutama

berkaitan dengan batas kawasan hutan TWA Baumata? (boleh dicentang lebih

dari satu jawaban)

Telah dikelola dengan baik

Kurang dikelola dengan baik

Belum dikelola dengan baik sebab pal batas belum definitif

13. Pernahkah terjadi perselihan pemahaman antara pengelola kawasan dengan

masyarakat sekitar hutan berkaitan dengan pal batas kawasan hutan Baumata?

(boleh dicentang lebih dari satu jawaban)

Pernah Kadang-kadang Tidak pernah

Bila pernah, apa masalah yang menyebabkan perselisihan

tersebut....................................................................................................

Variabel Perilaku Masyarakat Sekitar Hutan

14. Pernakah bapak/ibu masuk dan keluar kawasan hutan TWA Baumata?

Pernah kadang-kadang Tidak pernah

15. Seberapa sering aktivitas yang dilakukan bapak/ibu berhubungan dengan

kawasan hutan TWA Baumata tersebut?

Sangat sering

Sering

Kadang-kadang

16. Aktifitas apa saja yang dilakukan bapak/ibu yang selalu berhubungan dengan

kawasan hutan TWA Baumata?

Mencari kayu bakar

Mencari pakan ternak

Mencari kayu bahan bangunan

17. Berkaitan dengan soal no 16 tersebut, setujukah saudara bila masyarakat

sekitar kawasan TWA Baumata selalu melakukan aktifitas berhubungan

dengan hutan? (boleh dicentang lebih dari satu jawaban)

Sangat setuju Kurang setuju Tidak setuju

Apa alasan saudara memilih jawaban

tersebut...........................................................................................................

18. Berkaitan dengan tanaman jati yang terdapat dalam kawasan hutan, apakah

sampai saat ini masih diklaim masyarakat sekitar hutan sebagai milik

masyarakat? (boleh dicentang lebih dari satu jawaban)

Masih diklaim sebagai milik masyarakat

Sebagian mengklaim sebagai hak milik

Tidak ada yang mengklaim

Dari mana anda mengetahui informasi

tersebut............................................................................................................

Variabel Sikap Masyarakat Sekitar Hutan

19. Menurut bapak/ibu apakah ada sikap masyarakat yang mencerminkan

kepedulian masyarakat akan batas kawasan hutan Baumata?

Ada

Kadang-kadang

Tidak ada

Page 69: Skripsi Hendrikus Ch M Enge

56

20. Dalam bentuk apa bentuk kepedulian masyarakat sekitar kawasan hutan

terhadap batas kawasan hutan?

Memperhatikan dan mengatur kembali pal batas kawasan dari tumpukan

batu yang berserakan

Tidak merusak pal batas kawasan yang ada

Dll (sebutkan).....................................................................................

21. Apakah sampai saat ini bentuk kepeduliaan masyarakat terhadap batas

kawasan masih terjadi?

Masih ada Tidak ada Tidak tahu

22. Berkaitan dengan pekerjaan bapak/ibu saat ini, apakah aktivitas bapak/ibu ada

hubungannya dengan hutan?

Ada Kadang-kadang Tidak ada