Skripsi Hendrikus Ch M Enge
-
Upload
henzzen-engel-lionel -
Category
Documents
-
view
167 -
download
7
Transcript of Skripsi Hendrikus Ch M Enge
PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP
MASALAH TAPAL BATAS TAMAN WISATA ALAM
BAUMATA
TUGAS AKHIR
Disusun Oleh:
HENDRIKUS CHARLES MBELO ENGE
NIM. 112381109
Tugas Akhir Ini Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan (SST)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU TERINTEGRASI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KOLABORATIF
PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN LAHAN KERING
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG
September, 2012
i
ii
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
1. Tugas Akhir ini adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan atau di
publikasikan untuk mendapat gelar akademik apapun, oleh siapapun, dan
dimanapun.
2. Tugas Akhir ini adalah benar-benar hasil penelitian saya sendiri di bawah
bimbingan dosen pembimbing.
3. Seluruh referensi yang digunakan dalam karya Tugas Akhir ini, telah diacu
sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kupang, 27 September 2012
Yang membuat pernyataan
Hendrikus Charles Mbelo Enge
NIM. 112381109
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Hari ini terjadi sebab telah direncanakan sebelumnya
Perjalanan hidup yang tak terencanakan akan sia-sia.
Dengan rencana yang baik akan mengantarkan kita pada pencapaian yang terbaik.
(by HNC)
PERSEMBAHAN:
Pada Yesus Kristus………..
yang telah melimpahkan Roh Kudus-Nya yang begitu mulia
selama proses penyusunan laporan PKL ini, sehingga dapat diselesaikan tepat
waktu.
Pada Almarhumah Ibunda Agnes Mael……………….
kepergianmu ke Sang Khalik adalah kehendak-Nya.
Mama tetap ada di hati sampai kapanpun, dimanapun dan dalam situasi apapun
Pada Bapa dan Mama…….(Wilhelmus Enge dan Martina Imat)
yang telah berjuang dan bersusah payah, penuh kesabaran dan dukungan doa
dan sekaligus menjadi donatur saya selama kuliah.
Pada saudara/i di Labuan Bajo….(Ka’e Gonza, adik Atank, Ermin, dan Tilde)
yang telah mendukung dalam doa maupun dorongan moril selama kuliah.
Semoga Tuhan selalu bersama kita.
Pada keluarga di Kupang yang telah memperhatikan saya..
Tak bisa ku balas jasa baik kalian tetapi ku hanya bisa berdoa semoga kebaikan
budi dan segala usaha serta karyamu selalu disertai Yesus.
Pada kekasihku tersayang (Elsa) yang selalu menjadi penyemangat.....
selama penyusunan laporan ini....
Semoga Yesus selalu bersama kita.
Pada Almamater tercinta…
yang penuh kenangan baik suka maupun duka selama 1 (satu) tahun menimba
ilmu di proggram studi PPLK…..
v
PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP MASALAH
TAPAL BATAS TAMAN WISATA ALAM BAUMATA
Hendrikus Charles Mbelo Enge1, Aydamel A.G.M.Takalapeta
2, Fabianus Ranta
3
RINGKASAN
Salah satu aspek kelestarian hutan adalah adanya batas-batas kawasan hutan
yang definitif. Agar dapat lestari dalam menjalankan fungsi hakikinya sebagai
kawasan penyangga maka hutan harus dipelihara. Masyarakat yang tinggal di
sekitar kawasan memiliki peran penting dalam rangka pelestarian hutan ini.
Namun belum didefinitifkannya suatu kawasan hutan pastinya menimbulkan multi
persepsi terhadap status kawasan hutan tersebut terutama bagi masyarakat yang
bermukim di sekitar kawasan. Untuk itu, penelitian untuk mengetahui persepsi
masyarakat ini perlu dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat sekitar hutan
terhadap masalah tapal batas kawasan Taman Wisata Alam Baumata dan faktor-
faktor yang menyebabkan belum didefinitifkannya kawasan hutan Taman Wisata
Alam Baumata. Variabel dalam penelitian adalah persepsi masyarakat yang
diukur dari indikator pengalaman, perilaku dan sikap. Metode penelitian yang
digunakan yaitu menggunakan metode dasar survei. Analisis data yang digunakan
adalah deskriptif kuantitatif menggunakan tabulasi silang dilanjutkan dengan
analisis Chi-Square untuk mengetahui keterkaitan antara persepsi terhadap
variabel kontrolnya. Alat bantu analisis menggunakan aplikasi SPSS 16. Data
diperoleh melalui teknik wawancara semi struktur dengan menggunakan alat
bantu kuesioner. Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Baumata
sebanyak 40 responden dan masyarakat Desa Oeltua sebanyak 58 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 63,3 % masyarakat sekitar
kawasan hutan Taman Wisata Alam Baumata memiliki persepsi mendukung agar
pal batas kawasan segera didefinitifkan. Sebanyak 36,7 % masyarakat memiliki
persepsi yang kurang mendukung pal batas kawasan untuk didefinitifkan.
Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan belum didefinitifkannya batas
kawasan hutan Taman Wisata Alam Baumata adalah perilaku dan sikap
masyarakat di sekitar kawasan hutan yang masih sangat tinggi dalam berhubungan
dengan kawasan hutan.
Kata kunci: Persepsi, Tapal batas.
1Mahasiswa PPLK,
2Pembimbing Ketua,
3Pembimbing Anggota
vi
PUBLIC PERCEPTION AROUND THE FOREST ABOUT BAUMATA
NATURE PARK BOUNDARY POLE PROBLEM
Hendrikus Charles Mbelo Enge1, Aydamel A.G.M. Takalapeta
2, Fabianus Ranta
3
SUMMARY
One of the aspects of forest sustainability is the existence of limits of the
forest area which are definitive. In order to be sustainable in the running of their
intrinsic significance function as buffer regions then the forests must be kept. The
people who live around the area have an important role in the boundary pole of
the forest preservation. But not yet definitive a forest area would give rise to the
perception of the status of multiple forest area is mainly for people who lived
around the area. To that end, the research to find out the public perception of this
need to be done.
This research aims to know the public perception around the forest about the
boundary pole problem of the Baumata Nature Park and the factors that cause has
not been to definitive forest area Baumata Natural Park. Variables in research is
the public perception that measured indicator of experience, behavior and attitude.
The research method used, i.e. using the basic method of the survey. The analysis
of the data used is quantitative descriptive using cross-tabulations with Chi-
Square analysis to figure out the link between perceptions of control variables.
Tools of analysis using SPSS 16.0 application. The Data obtained through semi-
structure interview techniques with the use of questionnaires. The sample in this
research is the Baumata village community as much as 40 of the respondents and
the community village of Oeltua as much as 58 respondents.
The results showed that as much as 63,3% of communities around the
Baumata Natural Park forest area have the perception of support in order to
boundary pole area immediate fore definitive. As much as 36.7% of the
communities have the perception of being less supportive of boundary pole for
definitive. While the factors that lead to not definive the Baumata Natural Park
forest area is the behavior and attitudes of communities around the forest area is
still very high in touch with a forest area.
Keywords: Perception, the boundary pole.
PPLK student 1, Chairman supervision
2, Member supervision
3
vi
KATA PENGANTAR
Tugas akhir ini merupakan karya ilmiah yang dibangun berdasarkan hasil
penelitian dan seluruh rangkaian pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti
perkuliahan di Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Karya tulis ini diciptakan
untuk memenuhi salah satu tanggungjawab ilmiah peserta kuliah program D IV
Program Studi Penyuluhan Pertanian Lahan Kering Politeknik Pertanian Negeri
Kupang dalam upaya memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (SST).
Keberhasilan menyelesaikan tulisan patutlah diakui oleh karena
bimbingan dan perlindungan Tuhan yang saya imani dan juga tidak terlepas dari
sumbangan pikiran serta dukungan material, waktu dan tenaga dari berbagai
pihak. Oleh karena itu patut bagi penulis untuk memanjatkan puji dan syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat penyertaan dan Kasih-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini.
Melalui kesempatan ini penulis juga mengucapkan limpah terima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Aydamel A. G. M Takalapeta, STP.,M.Si selaku dosen pembimbing I yang
sedia mendampingi dan telah memberikan banyak masukan guna melengkapi
isi dari tugas akhir ini.
2. Fabianus Ranta, S.Hut.,M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
mendampingi penulis selama penyusunan tugas akhir ini.
3. Ir. Joseph P. Ticoalu, M.Si selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri
Kupang.
4. Maria Susana Medho, SP.,MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Lahan Kering.
5. Endayani V. Muhammad, SPT.,M.Si selaku dosen penguji seminar dan ujian.
6. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional yang telah membiayai
penulis selama menuntut ilmu di Program Studi Penyuluhan Pertanian Lahan
Kering Politeknik Pertanian Negeri Kupang dalam Program Pendidikan
Profesi Guru Terintegrasi SMK-Kolaboratif.
vii
7. Seluruh Staf Dosen baik Dosen dari Politani Kupang maupun Dosen dari
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberikan tambahan ilmu
kepada saya.
8. Kristoforus Laba, SP.,M.Si yang telah memberikan banyak masukan dan
arahan mengenai metode analisis data penelitian.
9. Kepala Desa Baumata dan Oeltua yang telah memberikan kesempatan dan
kemudahan pada saya selama penelitian
10. Bapak dan Mama tercinta yang telah mendukung dalam doa dan curahan kasih
sayang dalam berbagai bentuk serta kakak dan adik-adik di Labuan Bajo.
11. Kakak saya Luis dan Ati yang selalu memberi motivasi sekaligus sebagai
inspirasi saya selama penyusunan tugas akhir ini. Kebaikan dan keharmonisan
yang saya dapat selama tinggal di rumah adalah pelajaran bagi saya agar bisa
seperti kalian.
12. Mama Agus Ora, Kakak Hyan dan kakak Dami sekeluarga yang memberikan
banyak bantuan sejak awal saya berada di Kupang hingga saat ini. Hanya Doa
yang bisa saya berikan untuk membalas budi baik kalian.
13. Tanta Rini dan Om Rudi, Om Saver dan Tanta Mia, Om Blas dan Tanta Ika
yang telah banyak memberikan bantuan dan kemudahan bagi saya.
14. Kekasih tercinta yang selalu mendampingi sekaligus sebagai penyulut
semangat saya untuk terus bekerja keras.
15. Sahabat-sahabatku Safarid, Mad, Edu, Sunny, Anis, Ube, Elen, Titin, Tere,
Yathi dan semua teman PPGT Politani Kupang yang telah menyumbangkan
pemikiran maupun tenaga dalam melengkapi penyusunan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari berbagai pihak.
Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan informasi
mengenai persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap masalah tapal batas kawasan
Taman Wisata Alam Baumata.
Kupang, 27 September 2012
Penulis
viii
DATAR ISI
Judul Hal
Halaman judul.................................................................................................
Lembar pengesahan.........................................................................................
Lembar revisi...................................................................................................
Pernyataan.......................................................................................................
Ringkasan........................................................................................................
Abstrak............................................................................................................
Kata pengantar.................................................................................................
Daftar isi..........................................................................................................
Daftar tabel......................................................................................................
Daftar gambar..................................................................................................
Daftar lampiran................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
x
xi
xii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar belakang.....................................................................................
1.2 Perumusan masalah.............................................................................
1.3 Tujuan dan manfaat.............................................................................
1
3
4
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian persepsi..............................................................................
2.2 Pembentukan persepsi dan faktor yang mempengaruhi persepsi........
2.3 Masyarakat sekitar hutan.....................................................................
2.4 Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Hutan..............
2.5 Taman Wisata Alam............................................................................
2.6 Kerangka berpikir................................................................................
6
7
8
10
11
12
Bab III Metodologi Penelitian
3.1 Waktu dan tempat................................................................................
3.2 Materi penelitian..................................................................................
3.3 Parameter yang diukur.........................................................................
3.4 Metode penelitian................................................................................
3.5 Prosedur penelitian..............................................................................
3.5.1 Populasi dan sampel............................................................................
3.5.2 Tahapan penelitian...............................................................................
3.5.3 Jenis data.............................................................................................
3.5.4 Teknik pengumpulan data...................................................................
3.6 Analisis data........................................................................................
3.6.1 Analisis data untuk mengetahui persepsi............................................
3.6.2 Analisis data untuk mengetahui faktor-faktor belum definitifnya
kawasan TWA Baumata......................................................................
14
15
15
16
17
17
18
19
19
20
21
21
BAB IV Gambaran umum lokasi penelitian
4.1 Kondisi fisik wilayah .........................................................................
4.2 Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar TWA Baumata...............
22
25
Bab V Hasil dan pembahasan
5.1 Analisis persepsi masyarakat berdasarkan deskripsi indikator
pengalaman, perilaku dan sikap..........................................................
5.1.1 Deskripsi indikator pengalaman responden.........................................
29
29
ix
5.1.2 Deskripsi indikator perilaku responden...............................................
5.1.3 Deskripsi indikator sikap responden...................................................
5.2 Deskripsi variabel persepsi..................................................................
5.2.1 Deskripsi persepsi responden..............................................................
5.2.1.1 Tingkat persepsi responden.................................................................
5.2.1.2 Tabulasi silang antara persepsi terhadap variabel kontrol...................
5.2.2 Keterkaitan antara persepsi terhadap variabel kontrol (uji Chi-
Square)................................................................................................
5.3 Faktor –faktor yang mempengaruhi belum definitifnya kawasan
hutan TWA Baumata...........................................................................
31
33
39
34
35
35
39
35
41
Daftar pustaka..................................................................................................
Lampiran..........................................................................................................
45
48
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Variabel penelitian dan indikator................................................. 14
2 Jenis, cara pengumpulan, sumber dan manfaat data..................... 19
3 Distribusi kategori skor variabel................................................... 20
4 Penduduk berdasarkan umur........................................................ 26
5 Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan................................... 27
6 Penduduk berdasarkan mata pencaharian..................................... 28
7 Tabulasi indikator pengalaman..................................................... 30
8 Tabulasi indikator perilaku........................................................... 32
9 Tabulasi indikator sikap................................................................ 34
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Alur kerangka berpikir........................................................ 13
2 Alur tahapan penelitian....................................................... 17
3 Tingkat persepsi..................................................................... 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Batas kawasan hutan yang jelas dan diakui oleh semua pihak merupakan
salah satu syarat utama asas kelestarian hutan. Kepastian batas kawasan hutan
tersebut berdampak pada tetap terlindungnya sumberdaya yang terdapat di dalam
hutan yang tentunya melaui sistem pengelolaan kawasan yang baik. Sumberdaya
yang terdapat di dalamnya merupakan aset penting bagi kelangsungan hidup
manusia. Sumberdaya-sumberdaya hutan yang dapat dinikmati tersebut berupa
nilai-nilai pokok bagi kehidupan yang menjadi dasar adanya hubungan antara
manusia dan hutan. Nilai-nilai yang terdapat dalam hutan tersebut berupa nilai
ekonomi, ekologi dan sosial yang selanjutnya disebut sebagai fungsi hutan.
Sebagai salah satu syarat asas kelestarian yang utama, pal batas kawasan
yang definitif akan mendeskripsikan pada masyarakat lokal tentang keberadaan
kawasan hutan. Selain batas kawasan, juga mendeskripsikan potensi-potensi
biotik maupun abiotik yang perlu dijaga kelestariannya sehingga dengan demikian
akan membatasi akses masyarakat lokal terhadap kawasan hutan.
Kecenderungan untuk mendorong akses masyarakat lokal atas sumberdaya
di seluruh dunia semakin besar. Hal ini dapat dilihat bahwa hubungan antara
manusia dan hutan itu sendiri tidak pernah putus dalam hal pemenuhan kebutuhan
(Kaimowitz, 2002). Pada zaman primitif manusia mengambil hasil hutan untuk
hidupnya secara langsung dari hutan. Pada masa ini terjadi kontak secara langsung
antara manusia dengan hutan. Meskipun demikian, kelestarian hutan tetap terjaga
dan hutan dianggap sebagai teman hidup yang tidak dapat dipisahkan.
Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Baumata merupakan salah satu
jenis kawasan pelestarian alam yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) tepatnya di Kabupaten Kupang Kecamatan Taebenu. Kawasan ini ditunjuk
sebagai kawasan Taman Wisata Alam dengan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 89/Kpts-II/1983, tanggal 2 Desember 1983 dengan luas ± 87
hektar. Dasar penetapan kawasan ini mengingat kawasan TWA Baumata memiliki
2
banyak potensi dan daya tarik untuk dikembangkan sebagai tempat wisata alam.
Selain itu, juga sebagai sumber air yang sangat vital bagi masyarakat Kabupaten
dan Kota Kupang dan merupakan daerah tangkapan air yang baik serta sebagai
tumpuan pertanian bagi masyarakat sekitar kawasan hutan.
Definitifnya kawasan hutan mutlak diperlukan dalam rangka mengatur dan
menyusun rencana pengelolaan hutan yang baik. Kejelasan batas kawasan hutan
menjadi syarat mutlak bagi para pengelola kawasan hutan dalam melaksanakan
kegiatan pembangunannya. Pengelolaan kawasan TWA Baumata berada dibawah
tanggungjawab Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT (BBKSDA
NTT). Walaupun sudah lama ditunjuk sebagai kawasan konservasi namun belum
ada kegiatan pengelolaan yang serius dari pihak pengelola. Hal ini dapat dilihat
dengan belum adanya kegiatan tata batas dan identifikasi batas baru kawasan
hutan. Hal ini mengakibatkan kawasan hutan ini belum memiliki pal batas
kawasan yang definitif (Statistik Kehutanan, 2010).
Belum adanya pal batas kawasan yang definitif mengindikasikan belum
adanya payung hukum yang kuat bagi pengelola kawasan untuk mengambil
tindakan terhadap aksi penyerobotan kawasan oleh masyarakat sekitar kawasan
hutan. Dengan demikian, ada kencederungan masyarakat untuk tetap mengakses
kawasan hutan yang pada akhirnya akan memicu timbulnya konflik misalnya,
adanya aksi-aksi perluasan lahan pertanian masyarakat kedalam kawasan hutan.
Konflik penggunaan lahan di dalam kawasan hutan tidak terlepas dari
eksistensi atau keberadaan batas kawasan hutan. Pengakuan terhadap eksistensi
batas kawasan hutan antara lain ditentukan oleh pengakuan keberadaannya oleh
masyarakat, adanya kejelasan batas di lapangan, kuatnya status hukum kawasan
hutan. Namun demikian, dinamika perkembangan penggunaan lahan oleh
masyarakat serta dinamika pengaturan terhadap kawasan hutan selama sekitar dua
dekade ini telah memperburuk eksistensi batas kawasan hutan (Djajono, A. 2008).
Melihat pentingnya batas kawasan hutan bagi pengelolaan hutan serta
menyadari kenyataan di lapangan akan adanya konflik penggunaan lahan (yang
dapat menggangu proses pengelolaan hutan), maka bertolak dari uraian tersebut
peneliti ingin mengetahui persepsi masyarakat terhadap permasalahan tapal batas
kawasan hutan Baumata. Penelitian ini diharapkan dapat mengangkat faktor-
3
faktor mendasar yang menyebabkan belum definitifnya tapal batas kawasan hutan
TWA Baumata. Untuk itu peneliti mengambil judul dalam penelitian ini yaitu
“Persepsi Masyarakat Sekitar Hutan Terhadap Masalah Tapal Batas Taman
Wisata Alam Baumata”.
1.2. Perumusan masalah
Permasalahan bidang kehutanan timbul dikarenakan adanya kesenjangan
antara manajemen pengelolaan kawasan dengan kehidupan sosial masyarakat
sekitarnya. Dilihat dari dimensi pengelola kawasan, belum adanya tata batas
kawasan yang definitif merupakan pokok persoalan yang sangat urgen untuk
diselesaikan. Penetapan tapal batas kawasan dibutuhkan pendekatan yang sunguh-
sungguh terhadap komunitas adat lokal. Sedangkan bila dilihat dari dimensi
sosial, dinamika sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan dapat pula
menyebabkan semakin tingginya konversi lahan dalam kawasan.
Kondisi batas kawasan hutan dan permasalahannya saat ini telah menjadi
katup yang menghambat proses penyelesaian konflik lahan dalam kawasan hutan.
Sebagai katup yang tertutup, maka masalah kawasan hutan menjadi “bottle neck”
penumpukan masalah-masalah konflik lahan. Ujung-ujungnya menjadi “bottle
neck” penyebab tersendatnya proses perencanaan penataan ruang serta
penyusunan rencana pengelolaan hutan (Djajono, 2008).
Permasalahan tata batas kawasan merupakan pokok permasalahan utama
munculnya permasalahan lainnya di sekitar kawasan hutan. Ketidakjelasan tapal
batas kawasan hutan memicu munculnya berbagai aksi penerobosan kawasan
terutama perluasan lahan perkebunan oleh masyarakat yang menembus batas
kawasan hutan. Belum adanya tata batas kawasan hutan yang definitif,
menimbulkan berbagai persepsi dalam komunitas masyarakat sekitar kawasan
tentang keberadaan kawasan hutan tersebut. Adanya berbagai persepsi yang
timbul dalam masyarakat dan juga faktor sejarah akan keberadaan kawasan TWA
Baumata yang hingga kini belum ada tata batas kawasan yang definitif
menghadirkan multi klaim kepemilikan lahan sekitar kawasan hutan.
Terlepas dari masalah tata batas kawasan tersebut, dinamika sosial
ekonomi masyarakat dan semakin sempitnya lahan khususnya lahan pertanian
masyarakat sekitar kawasan TWA Baumata, semakin membuka ruang yang lebih
4
luas terhadap aksi penerobosan kawasan hutan. Sehingga yang menjadi batasan
dalam penelitian ini hanya mengkaji dinamika permasalahan tata batas kawasan
yang belum definitif dilihat dari dinamika sosial ekonomi masyarakat sekitar
kawasan yang berdampak pada aksi penerobosan terhadap kawasan hutan.
Oleh karena itu, berdasarkan pada uraian tersebut maka, yang menjadi
fokus penelitian ini adalah lebih menekankan pada upaya penggalian informasi
mengenai persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap TWA Baumata berdasarkan
pada dinamika permasalahan tapal batas kawasan melalui kajian sosial ekonomi
masyarakat lokal sekitar kawasan TWA Baumata. Sehingga yang menjadi
pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam penelitian yakni:
1. Bagaimana persepsi masyarakat dalam menyikapi batas kawasan Taman
Wisata Alam Baumata yang belum definitif
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan belum definitifnya tapal batas
Taman Wisata Alam Baumata.
1.3. Tujuan dan manfaat
1.3.1. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yakni:
1) Mengetahui persepsi masyarakat dalam menyikapi batas kawasan Taman
Wisata Alam Baumata yang belum definitif.
2) Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan belum definitifnya tapal batas
Taman Wisata Alam Baumata.
1.3.2. Manfaat
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah:
1) Sebagai sumbangan bagi kepentingan ilmu pengetahuan, serta informasi bagi
peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
2) Sebagai bahan informasi bagi pengelola dalam hal ini yakni BBKSDA NTT
dalam melakukan pendekatan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
yang terjadi dalam kawasan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang membuat seseorang memilih,
mengorganisasikan, dan menginterprestasikan rangsangan yang diterima menjadi
suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya (Foedjiawati dan
Hatane Semuel, 2007). Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses
perencanaan informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi
tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya).
Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi (Sarwono,
2002 dalam Hasanah, 2008).
Persepsi timbul karena adanya stimulus (rangsangan) dari luar yang akan
mempengaruhi seseorang melalui kelima alat inderanya. Stimulus tersebut akan
diseleksi, diorganisir, dan diinterprestasikan oleh setiap orang dengan caranya
masing-masing. Ada dua faktor utama dalam persepsi, yaitu: (1) faktor stimulus,
merupakan sifat fisik suatu obyek seperti ukuran, warna, berat, rasa, dan lain lain
dan (2) faktor individual, merupakan sifat-sifat individu yang tidak hanya meliputi
proses sensorik, tetapi juga pengalaman di waktu lampau pada hal yang sama.
Persepsi memiliki tiga dimensi yang sama yang menandai konsep diri
yaitu; (1) pengetahuan: apa yang kita ketahui (atau kita anggap tahu) tentang
pribadi lain, wujud lahiria, prilaku, masa lalu, perasaan, motif dan sebagainya, (2)
pengharapan: gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau melakukan apa
dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan
melakukan, (3) evaluasi: kesimpulan kita tentang seseorang yang didasarkan
bagaimana seseorang menurut pengetahuan kita tentang mereka telah memenuhi
pengharapan (Calhoum dan Acoccela, 1995 dalam Arshanti, 2001). Hasanah
(2008) mengatakan bahwa persepsi terdiri dari variabel-variabel yang
berkombinasi satu dengan yang lainnya, yaitu : (1) pengalaman masa lalu, apa
yang pernah dialami; (2) indoktrinasi budaya, bagaimana menterjemahkan apa
yang dialami; (3) sikap pemahaman, apa yang diharapkan dan apa yang dimaksud
dari hal tersebut.
6
Jalaluddin, 1994 (dalam Hastari, 2005) persepsi adalah sebagai
pengetahuan dari pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan atau menafsirkan informasi. Persepsi erat
kaitannya dengan pengamatan dan tanggapan, dimana persepsi adalah proses
terakhir dari pengamatan (Mochamad, 1986). Persepsi juga mencakup sikap dan
perilaku, perilaku adalah hasil persepsi masa lalu dan permulaan persepsi
berikutnya.
Dari berbagai pengertian persepsi menurut para ahli tersebut di atas maka
penulis mendefenisikan persepsi adalah suatu proses pemaknaan seseorang
terhadap suatu objek yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan pengalaman
masa lalu yang merupakan stimulus dalam merangsang kognitif pelaku persepsi.
2.2. Pembentukan persepsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
Persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal (Thoha, 2001). Faktor internal berasal dari dalam diri individu,
misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah
faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri,
baik sosial maupun fisik. Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun
individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat
mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk
membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini terdiri
dari: (1) pelaku persepsi (perceiver), (2) objek atau yang dipersepsikan, (3)
konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan.
Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau
gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan
orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum alam tetapi tidak
mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada manusia.
Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasan-penjelasan
mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan
penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh
pengandaian-pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu
(Robbins, 2003).
7
Gilmer (dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor atau
pemersepsi ketika proses persepsi terjadi. Dan karena ada beberapa faktor yang
bersifat subyektif yang mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh masing-
masing individu akan berbeda satu sama lain.
Oskamp (dalam Hamka, 2002) membagi empat karakteristik penting dari
faktor-faktor pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi, yaitu: (1) faktor-
faktor ciri dari objek stimulus, (2) Faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat,
(3) faktor-faktor pengaruh kelompok dan (4) faktor-faktor perbedaan latar
belakang kultural.
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa persepsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor pemersepsi
(perceiver), obyek yang dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan.
Walgito, 2003 mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu
sehingga merupakan proses yang berarti dan merupakan proses integral dalam diri
individu.
Persepsi mencakup penafsiran obyek, tanda, dan orang dari sudut
pengalaman yang bersangkutan. Persepsi mencakup penerimaan stimulus,
pengorganisasian stimulus dan penterjemahan atau penafsiran stimulus yang telah
diorganisir yang akhirnya mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.
2.3. Masyarakat Sekitar Hutan
Menurut Sardjono (1998) pengertian masyarakat sekitar hutan lebih
ditekankan pada sekelompok orang yang secara turun temurun bertempat tinggal
di dalam/di sekitar hutan dan kehidupan serta penghidupannya (mutlak)
bergantung pada hasil hutan dan/atau lahan hutan. Sekelompok orang tersebut
dalam konteks yang lebih spesifik (dikaitkan dengan nilai kearifan terhadap
sumberdaya hutan yang ada) disebut sebagai masyarakat tradisional (traditional
community) dan dari sisi kepentingan yang lebih luas (pembangunan daerah) lebih
sering diistilahkan sebagai masyarakat lokal (local community). Keberadaan
masyarakat, khususnya mereka-mereka yang tinggal di sekitar hutan, adalah
faktor penting yang tak dapat dikesampingkan begitu saja. penyingkiran dan
8
pengabaian kepentingan mereka, justru membuahkan berbagai persoalan yang
mendorong laju kerusakan hutan.
Santoso, H (2011) mengatakan pengelolaan hutan di Indonesia dewasa ini
belum beranjak dari dua persoalan serius yang sudah sejak lama dihadapi, yakni
kemiskinan masyarakat desa hutan dan kerusakan sumber daya hutan. lebih lanjut
ia menyatakan bahwa berdasarkan catatan CIFOR (2006), di Indonesia sedikitnya
ada 48 juta orang yang tinggal di dalam dan sekitar hutan; sebagian besar dari
mereka pada umumnya menggantungkan hidup dari sumber daya hutan yang ada
di sekitarnya. Sekitar 15% dari mereka tergolong sebagai masyarakat miskin yang
secara ekonomi memiliki kerentanan cukup tinggi dan memerlukan bantuan-
bantuan nyata, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi
keseharian.
Leslie, 1989 (dalam Santoso, 2011), mengatakan pengelolaan hutan
ditujukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Atas dasar itu semua
bentuk penyelenggaraan kehutanan seharusnya bersifat sosial. Lebih lanjut ia
mengatakan pengelolaan hutan pengelolaan hutan lebih mengutamakan
kepentingan kelompok masyarakat tertentu, khususnya mereka-mereka yang
memiliki posisi ekonomi dan politik lemah.
Realitas kegiatan pengelolaan hutan selama ini yang lebih berorientasi
pada pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan termarginalisasinya masyarakat
yang hidup di dalam dan sekitar hutan. Konsep trickle down effect atau
pertumbuhan untuk pemerataan ternyata tidak serta-merta mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Akibatnya, timbul ketidakadilan ekonomi yang
berdampak pada kesenjangan kesejahteraan antar masyarakat, khususnya antara
masyarakat yang memiliki akses terhadap manfaat hutan (pengusaha hutan, dan
elit lokal) dan masyarakat kebanyakan yang memiliki keterbatasan akses terhadap
manfaat hutan (Hakim, et all 2010).
Menurut Simon (2007) pengelolaan hutan berarti pemanfaatan fungsi
hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara maksimal. Pengelolaan hutan
bagi kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang perlu menjadi perhatian
bersama, baik oleh pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha. Pemanfaatan
nilai ekonomis hutan bagi manusia harus seimbang dengan upaya pelestarian
9
lingkungan hidup sehingga hutan tetap dapat dimanfaatkan secara adil dan
berkelanjutan. Pengelolaan hutan yang tidak memperhatikan salah satu fungsi
hutan saja akan menyebabkan kerusakan hutan serta kehilangan potensi
sumberdaya hutan baik flora maupun fauna.
Variabel sosiologi yang dibutuhkan dalam program pembangunan
masyarakat kehutanan mencakup empat hal, yaitu: populasi, tanah, tenaga kerja,
dan organisasi sosial. Pembangunan masyarakat (community development) perlu
dipahami dengan benar sehingga dapat menjadi ruh yang menggerakan
pelaksanaan program pembangunan kehutanan berbasis masyarrakat. Menurut Du
Sautoy, 1962 (dalam Suprayitno, 2011) mengungkapkan terdapat tiga hal penting
sehingga suatu program dikatakan sebagai proses yang berbasis community
defelopment, yaitu; membangung “self help” masyarakat, program harus
mengedepankan kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan program harus
dilaksanakan secara terintegrasi.
Dalam UU No 5 tahun 1990 peran serta rakyat dalam konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah
melalui berbagai kegiatan yang berdayaguna dan berhasil guna. Dalam
mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud maka pemerintah
menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati.
2.4. Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Hutan
Masalah tenurial (klaim atas hak) merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya konflik pengelolaan hutan di Indonesia. Konflik tenurial dapat muncul
ke permukaan berupa ketidakpastian status hak masyarakat di kawasan hutan dan
ketidakjelasan tata batas kawasan hutan. Dan hampir pada setiap kasus konflik
tenurial tersebut pihak masyarakat seringkali berada pada posisi yang lemah.
Sebagian besar kasus konflik tenurial di kawasan hutan hingga saat ini belum
berhasil diselesaikan dengan baik. Belum ada mekanisme penyelesaian konflik
yang dapat menjadi pegangan seluruh pihak untuk menyelesaikan konflik ini
(Working Group Tenuture, 2007).
Pengertian tapal batas kawasan hutan menurut masyarakat sekitar kawasan
Tahura Bukit Barisan berdasarkan hasil penelitian Rahmawaty, et al, 2006 adalah
tanda yang dibuat oleh pemerintah sebagai batas antara kawasan yang masuk ke
10
dalam kawasan dengan kawasan yang berada di luar kawasan. Sebagian
masyarakat juga mengatakan bahwa tapal batas adalah batas yang dibuat oleh
Belanda sejak dulu untuk membatasi kawasan hutan dengan kawasan diluar hutan.
Menurut Rahmawaty, et al, (2006) mengatakan bahwa masyarakat yang
mengetahui bentuk dan letak tapal batas kawasan adalah masyarakat yang
memiliki lahan pertanian atau perkebunan yang berbatasan langsung dengan tapal
batas yang dibuat oleh pemerintah. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa masih
terdapat tapal batas Belanda hasil peninggalan Belanda zaman dahulu dimana
masyarakat sebagai pekerja dalam proyek tapal batas.
Manfaat dan fungsi keberadaan tapal batas kawasan adalah sebagai tanda
batas agar masyarakat tidak melakukan kegiatan perladangan melewati batas yang
ada sehingga tidak ada masyarakat yang menambah luas lahan dengan melanggar
batas yang telah dibuat.
2.5. Taman Wisata Alam
Menurut UU No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya, taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang
terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Sedangkan kawasan
konservasi sendiri adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun
di perairan yang mempunyai sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 31 UU No 5 tahun 1990 menyebutkan bahwa dalam taman wisata
alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam. Lebih lanjut dalam
pasal 33 menyebutkan setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai
sesuai dengan fungsi kawasan taman wisata alam. Pasal 34 menyebutkan pula
bahwa pengelolaan taman wisata alam dilakukan oleh pemerintah.
Sesuai dengan pola pengelolaan kawasan pelestarian alam, pengelolaan
TWA mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai yakni: terjaminnya kondisi
lingkungan kawasan TWA, terjaminnya potensi kawasan TWA dan optimalnya
manfaat TWA untuk wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang
11
budidaya, budaya dan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama yang
berada di sekitar hutan (Dephut, 1996).
2.6. Kerangka pikir
Teori persepsi menerangkan bahwa setiap orang memiliki persepsi yang
berbeda terhadap benda yang sama akan cenderung memiliki perilaku yang
berbeda sebagai tindak lanjutnya. Melalui kajian persepsi masyarakat tentunya
dapat mendeskripsikan secara umum apa yang diinginkan masyarakat. Kajian
persepsi masyarakat menarik untuk dilakukan sebab akan berkaitan erat terhadap
sikap, perilaku dan pendapat masyarakat dalam memandang dinamika sosialnya.
Berlandaskan pada latar belakang masalah, peneliti ingin memperoleh
informasi secara holistik dari masyarakat berkaitan dengan tapal batas kawasan
hutan TWA Baumata yang belum didefinitif dan belum memiliki peta digital
kawasan yang sah. Fokus kajian utama penelitian adalah melalui kajian dinamika
sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Sehingga petanyaan yang menjadi dasar
dalam penelitian ini yakni bagaimana persepsi masyarakat dalam menyikapi batas
kawasan hutan Taman Wisata Alam Baumata yang belum didefinitif? Faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi permasalahan belum definitifnya tapal batas
kawasan TWA Baumata?, menjadi informasi penting yang menjadi fokus
penelitian.
Informasi yang ingin diketahui dari masyarakat tersebut dituangkan dalam
bentuk kuesioner yang disebarkan kepada responden, yaitu masyarakat yang
tinggal atau bermukim di sekitar kawasan hutan TWA Baumata. Informasi yang
digali teridiri atas 3 (tiga) indikator penelitian yaitu; (1) pengalaman masa lalu
masyarakat, (2) perilaku masyarakat sekitar hutan, (3) sikap masyarakat sekitar
hutan.
Selanjutnya informasi tersebut dianalisis menggunakan alat bantu analisis
menggunakan soffware SPSS 16. Keluaran dari analisis tersebut selanjutnya
dianalisis lebih lanjut secara deskriptif kualitatif.
Untuk memberikan kerangka analisis deskriptif kualitatif maka digunakan
dasar teori persepsi masyarakat sehingga analisis yang dilakukan memiliki arah
yang jelas yang dikelompokkan menjadi bidang-bidang analisis. Temuan-temuan
dari analisis tersebut selanjutnya dikaitkan dengan teori dinamika sosial ekonomi
12
masyarakat untuk menjawab faktor-faktor yang mempengaruhi pemasalahan tapal
batas kawasan TWA Baumata sehingga temuan akhirnya (kesimpulan) merupakan
makna persepsi masyarakat.
Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
Sikap, perilaku dan
pengalaman masa lalu
Dinamika sosial
ekonomi masyarakat
Persepsi Masyarakat
Informasi persepsi responden
Teori Persepsi
Alat bantu analisis
Soffware SPSS 16
Pertanyaan penelitian: Bagaimana persepsi masyarakat
dalam menyikapi batas kawasan hutan Taman Wisata
Alam Baumata yang belum didefinitif? Faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi permasalahan belum
defenitifnya tapal batas kawasan TWA Baumata?
Analisis
deskriptif
kualitatif
Gambar 1. Alur kerangka berpikir
Sumber: Olahan penulis
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan tempat
3.1.1. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) Bulan yaitu dari minggu ke 3
(tiga) Bulan Juli sampai dengan minggu pertama Bulan September tahun 2012.
3.1.2. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Desa Baumata dan Desa Oeltua Kecamatan
Taebenu Kabupaten Kupang, yang mana sebagai lokasi keberadaan kawasan
Taman Wisata Alam Baumata. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan
pertimbangan; (1) Taman Wisata Alam Baumata merupakan kawasan konservasi
yang harus dilindungi, (2) rasa ketertarikan peneliti untuk mengkaji permasalahan
pal batas kawasan hutan tersebut yang belum ditetapkan secara definitif melalui
kajian sosial ekonomi masyarakat lokal dengan melihat persepsi masyarakat
setempat.
3.2. Materi penelitian
Materi penelitian yang dimaksudkan adalah instrumen yang digunakan
dalam penelitian berupa obyek penelitian dan alat yang digunakan guna
mendukung proses kegiatan selama penelitian berlangsung. Adapun obyek dan
alat yang digunakan yaitu:
3.2.1. Obyek penelitian
Yang merupakan obyek dalam penelitian ini adalah kawasan TWA
Baumata, dan masyarakat Desa Baumata serta Desa Oeltua Kecamatan Taebenu
yang berada di sekitar kawasan hutan TWA Baumata yang dijadikan sampel
penelitian.
3.2.2. Alat
Beberapa peralatan yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
sempel penelitian diantaranya yakni: (1) alat tulis menulis, (2) alat dokumentasi
berupa kamera digital, dan (3) kuesioner untuk memperoleh informasi dari
responden.
14
3.3. Parameter yang diukur
Berdasarkan pengertian dalam kamus besar Bahasa Indonesia definisi
parameter adalah ukuran seluruh populasi dalam penelitian yang harus
diperkirakan dari yang terdapat di dalam percontoh. Variabel adalah segala
sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian atau faktor-faktor yang
berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.
Variabel yang diamati melalui penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) indikator
pengamatan (observasi studi), yaitu:
1. Pengalaman masa lalu masyarakat sekitar kawasan hutan Baumata
2. Perilaku masyarakat sekitar hutan
3. Sikap masyarakat sekitar hutan
Variabel beserta indikator tersebut selanjutnya dijabarkan dalam
pertanyaan kuesioner yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Variabel penelitian dan indikator
Variabel Indikator Kriteria
Urutan
pertanyaan
kuesioner
Persepsi
Masyarakat
Pengalaman
masa lalu
Kepemilikan lahan masyarakat sekitar
kawasan
Pengetahuan masyarakat tentang batas
kawasan hutan
Keterikatan emosional masyarakat terhadap
hutan
Ada/tidaknya kebun masyarakat di dalam
kawasan hutan
1-13
Pertanyaan
pengukur
indikator
1,2,4,5,7,10
Perilaku
masyarakat
sekitar hutan
Aktivitas masyarakat sekitar kawasan yang
berhubungan dengan hutan
Pengambilan kayu untuk bahan bakar
maupun untuk bahan bangunan
14-18
Pertayaan
pengukur
indikator
14,15,16
Sikap
masyarakat
sekitar hutan
Ada tidaknya Kepedulian masyarakat akan
batas kawasan hutan
Kaitan pekerjaan dengan keberadaan hutan
19-22
Pertanyaan
pengukur
indikator 19,21
Sumber: Olahan penulis, 2012
Berdasarkan uraian pada tabel di atas maka untuk keperluan penelitian ini
dapat dijelaskan definisi operasionalnya sebagai berikut:
1. Pengalaman masa lalu adalah segala kejadian/peristiwa yang terjadi pada masa
lampau berkaitan dengan keberadaan/status lahan hutan sebelum ditetapkan
sebagai kawasan hutan, sedangkan kriteriannya adalah kepemilikan lahan
15
masyarakat sekitar kawasan, pengetahuan masyarakat tentang batas kawasan
hutan, keterikatan emosional masyarakat terhadap hutan, ada/tidaknya kebun
masyarakat di dalam kawasan hutan.
2. Perilaku merupakan proses interaksi antara kepribadian dan lingkungan yang
mengandung rangsangan (stimulus), kemudian ditanggapi dalam bentuk
respon. Respon inilah yang disebut perilaku. Yang dimaksud dengan perilaku
masyarakat sekitar hutan adalah segala aktifitas masyarakat sekitar kawasan
hutan yang selalu berhubungan dengan hutan. Kriterianya adalah aktivitas
masyarakat sekitar kawasan yang berhubungan dengan hutan dan pengambilan
kayu untuk bahan bakar maupun untuk bahan bangunan.
3. Sikap masyarakat sekitar hutan berkaitan dengan kepribadian individu
mengenai cara pandangnya terhadap kawan hutan. Kriterianya adalah
kepedulian masyarakat akan batas kawasan hutan dan kaitan pekerjaan dengan
keberadaan hutan.
3.4. Metode penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh sehubungan
dengan penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang
sistematis. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka
rancangan penelitian yang dipergunakan adalah menggunakan rancangan
penelitian deskriptif kuantitatif.
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey.
Metode survey adalah metode untuk mengumpulkan informasi yang bersifat
deskriptif, asosiatif dan logika sebab akibat. Survey dapat dilakukan melalui serial
wawancara semi struktur terhadap responden. Sedangkan pendekatannya dengan
studi kasus karena obyek kajiannya terfokus pada suatu kasus yang dilakukan
secara intensif, mendalam, mendetail dan komperhensif (Aslichati, 2010).
3.5. Prosedur Penelitian
3.5.1. Populasi dan sampel
3.5.1.1. Populasi
Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran,
baik kualitatif maupun kuantitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekelompok
16
obyek yang lengkap dan jelas. Jadi, populasi dapat pula disebut sebagai sasaran
kajian yang hendak diteliti baik kualitatif maupun kuantitatif. Untuk itu dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruhan masyarakat yang ada di
Desa Baumata dan Desa Oeltua terutama masyarakat yang bermukim di sekitar
kawasan hutan TWA Baumata.
3.5.1.2. Sampel
Sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil menggunakan
teknik tertentu yang disebut teknik sampling. Sampel dalam penelitian ini yakni
masyarakat sekitar kawasan hutan TWA Baumata yang telah berkeluarga.
Teknik penentuan sampel dengan menggunakan teknik pengambilan
sampel secara acak sederhana (simpel random sampling). Sampel acak sederhana
adalah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau
satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
sebagai sampel. Untuk penelitian deskriptif, jumlah sampel yang diambil adalah
10% dari populasi (Mustafa, 2000).
Berdasarkan data jumlah rumah tangga, penduduk dan kepadatan
penduduk menurut Desa di Kecamatan Taebenu Tahun 2010, jumlah rumah
tangga Desa Baumata sebanyak 403 Kepala Keluarga (KK), sedangkan Desa
Oeltua sebanyak 581Kepala Keluarga (KK). Berdasarkan kriteria jumlah sampel
10% menurut Mustafa, maka banyakya sampel Desa Baumata adalah 10% dari
403 KK yakni sebanyak 40 orang responden. Sedangkan jumlah sampel Desa
Oeltua yakni 10% dari 581 yakni sebanyak 58 responden.
3.5.2. Tahapan penelitian
Penelitian ini diawali dengan identifikasi masalah di lokasi kajian.
Identifikasi masalah diperoleh melalui observasi awal di lapangan dan juga
melalui penggalian informasi pada data laporan permasalahan-permasalahan
dalam kawasan hutan yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Provinsi dan
BBKSDA NTT. Masalah yang diperoleh kemudian dijadikan acuan pada tahap-
tahapan penelitian selanjutnya.
Tahapan penelitian mencakup (i) persiapan dan pengumpulan data
pendukung (identifikasi masalah dan studi literatur, pustaka, dan laporan
17
pendukung); (ii) survei lapangan meliputi: pengumpulan data (data persepsi
masyarakat menggunakan angket, data penduduk, luas wilayah Desa Baumata,
peta lokasi studi dan data kawasan TWA) dan verifikasi lapang (dokumentasi
kondisi lahan sekitar kawasan); (iii) analisis (analisis persepsi masyarakat); (iv)
penyusunan laporan.
Tahapan penelitian selengkapnya disajikan dalam bentuk bagan alur
penelitian pada Gambar 2.
Persiapan dan
pengumpulan data
pendukung
Pengumpulan dataVerifikasi lapangan
Penyusunan
laporan
Masyarakat Desa
BaumataBKSDA
NTT
BPKH
wilayah IV
Kupang
DISHUT
NTT
Observasi awal di
lapangan
Data laporan
permasalahan
kawasan
Survei lapangan
Identifikasi masalah
Analisis persepsi
masyarakat
Gambar 2. Alur tahapan penelitian
Sumber: Olahan penulis
3.5.3. Jenis data
Data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini terdiri atas data primer
dan data sekunder.
3.5.3.1. Data primer
Data primer atau data pokok adalah data-data yang diperlukan untuk
menjawab tujuan penelitian. Data primer dikumpulkan melalui pendekatan
partisipasi observasi melalui pengamatan langsung/observasi lapangan maupun
wawancara.
18
3.5.3.2. Data sekunder
Data sekunder diperlukan untuk melengkapi data primer, yang dapat
diproleh dari instasi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian. Data
sekunder diperoleh dengan mengutip/menyerap data pada beberapa instansi
pemerintah maupun swasta serta hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan
masalah yang dikaji. Institusi untuk memperoleh data penunjang yang berkaitan
dengan masalah-masalah yang diteliti diantaranya: Balai Besar Konservasi
Sumber Daya Alam NTT, BPKH wilayah XIV Kupang, Kantor Camat Taebenu,
Kantor Desa Baumata dan Kantor Desa Oeltua.
3.5.4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan beberapa
pertanyaan secara langsung untuk memperoleh jawaban atas beberapa
pertanyaan serta menggunakan angket untuk memperoleh informasi
berdasarkan pada parameter variabel yang diamati.
b. Pengamatan langsung/observasi merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan.
c. Pencatatan yaitu pengumpulan data yang didasarkan pada data-data sekunder
yang tersedia di instansi.
d. Dokumentasi merupakan teknik yang digunakan untuk mendokumentasikan
variabel-variabel yang diamati dalam rangka untuk mendukung hasil observasi
lapangan.
19
Adapun jenis data, teknik/cara pengumpulan data, sumber data serta
manfaat data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Jenis, cara pengumpulan, sumber dan manfaat data
No Jenis data Teknik/cara
pengumpulan Sumber data Manfaat data
1 Persepsi
masyarakat
Observasi/
wawancara
Responden Analisis persepsi
masyarakat terkait batas
kawasan hutan
2 Peta
sementara
kawasan
hutan
Survey
instansional
BPKH Wilayah
IV Kupang
Memberikan gambar
spasial lokasi
3 Gambaran
umum TWA
Baumata
Survey
instansional
BBKSDA NTT Memberikan gambaran
kondisi kawasan
4 Peta wilayah
studi
Survey
instansional
Kantor Desa
Baumata/Desa
Oeltua
Memberikan gambaran
spasial lokasi wilayah
studi
5 Data jumlah
penduduk
Survey
instansional
Kantor Desa
Baumata/Desa
Oeltua
Deskripsi kondisi sosok
wilayah studi
Dasar perhitungan
Sampling
Sumber: Olahan Penulis, 2012
3.6. Analisis data
Analisis data merupakan bagian dari proses pengujian data setelah
kegiatan pengumpulan data dari seluruh responden. Menurut Sugiyono (2009),
kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel
dan jenis responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.
Studi ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif sebagai metode
utama dan didukung dengan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dalam
penelitian ini digunakan untuk pengumpulan data hasil kuesioner dan
pentabulasian data sebelum dianalisis. Data yang dianalisis bersumber dari
jawaban responden terhadap pertanyaan kuesioner penelitian yang diberikan
kepada responden. Pilihan jawaban responden pada kuesioner diberi skor 1-3
untuk masing-masing variabel yang diamati. Pemberian skor pada jawaban
20
responden dimaksudkan agar data tersebut dapat dikuantitatifkan sehingga data
persepsi responden dapat dikualitatifkan.
3.6 Analisis data untuk mengetahui persepsi dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Penghitungan nilai total atas skor tiap komponen yang diteliti, yaitu
dengan cara mengalikan frekuensi data dengan nilai bobotnya (Umar,
1999).
2. Perhitungan skor tertinggi dan terendah dengan memperhatikan jumlah
sample, jumlah indikator atau jumlah pertanyaan, dan bobot nilai tertinggi
dan terendah, sehingga dipergunakan rumus:
a. Skor terendah= Bobot terendah X Jumlah kriteria atau pertanyaan X
jumlah sampel
b. Skor tertinggi= Bobot tertinggi X Jumlah kriteria atau pertanyaan X
jumlah sampel
3. Perhitungan rentang skala untuk setiap satu kriteria dengan menggunakan
rumus:
4. Perhitungan total nilai total setiap indikator, dengan menggunakan rumus:
5. Perhitungan nilai rerata skor setiap indikator, dengan menggunakan rumus:
6. Perhitungan nilai rerata skor, dengan menggunakan rumus:
7. Penyusunan distribusi kriteria kategori untuk skor variabel:
Tabel 3. Distribusi kategori skor variabel
Distribusi Kategori
0,00 - 1,00 Tidak mendukung
1,01 - 2,00 Kurang mendukung
2,01 - 3,00 Sangat mendukung
21
Jawaban responden atas pertanyaan kuesioner tersebut terlebih dahulu
ditabulasikan dalam SPSS 16 (data entry) untuk menghasilkan data mentah (raw
data). Setelah itu, data mentah dianalisis menggunakan alat analisis frekuensi
pada pull down menu SPSS yaitu analyze-descriptive statistics-
crosstabs/frequency.
Untuk mengetahui adanya keterkaitan antara variabel maka selanjutnya
dilakukan analisis Chi-Square. Prinsip dasar pada uji Chi-Square adalah
membandingkan antara frekuensi-frekuensi harapan dengan frekuensi-frekuensi
teramati. Hasil yang diperoleh pada analisis Chi-Square dengan menggunakan
program SPSS for windows versi 16 yaitu; nilai Chi-Square hitung dibandingkan
dengan nilai Chi-Square tabel dan nilai p (probabilitas) atau asymp. Sig. (2-sided)
kemudian dibandingkan dengan á = 0,05. Apabila nilai Chi-Square hitung < Chi-
Square tabel dan nilai p > á = 0,05, maka tidak ada hubungan/perbedaan
signifikan antara dua variabel tesebut (Ho ditolak) dan apabila nilai Chi-Square
hitung > Chi-Square tabel dan nilai p < á = 0,05, maka ada hubungan/perbedaan
signifikan antara dua variabel tersebut (H1 diterima), (Agung, 1993).
3.7 Analisis data untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan belum definitifnya
tapal batas kawasan TWA Baumata akan dilakukan analisis secara deskriptif.
Analisis yang dilakukan yaitu dengan cara memilih frekuensi persepsi masyarakat
yang tinggi terhadap obyek yang dipersepsikan dari ke 3 (tiga) indikator
pengamatan masing-masing yang dilihat dari hasil tabulasi silang dan tabel Chi-
Square. Setelah masing-masing bidang kajian dianalisis, selanjutnya dilakukan
penarikan kesimpulan dan rekomendasi.
22
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kondisi fisik wilayah
Kawasan hutan lindung Baumata Secara geografis terletak antara 1200
58 –
1210 21 LS dan 8
0 24 – 8
0 36 BT. Hutan Baumata berdekatan dengan kantor
Kecamatan Taebenu yang berada pada ketinggian sekitar 60 meter di atas
permukaan laut dan berjarak 20 km dari ibukota Kabupaten Kupang.
Secara administratif TWA Baumata termasuk dalam wilayah Kabupaten
Kupang Kecamatan Taebenu. Kawasan TWA Baumata dikelilingi oleh empat
desa yaitu Desa Baumata, Oeltua, Baumata Timur, dan Desa Baumata Barat,
dimana dua diantaranya yaitu Desa Baumata dan Desa Oeltua merupakan lokasi
penelitian ini. Desa Oeltua memiliki luas wilayah 9,94 km2
atau 9,61 % dari total
luas wilayah kecamatan (103,46 km2), sedangkan Desa Baumata memiliki luas
wilayah 5,58 km2 atau 5,65 % dari total luas wilayah kecamatan.
Berdasarkan data analisis curah hujan selama lima tahun terakhir (Lampiran
10), kawasan TWA Baumata memiliki jumlah bulan basah 27 bulan dan bulan
kering 33 bulan. Dengan demikian tipe iklim TWA Baumata menurut klasifikasi
iklim Schmidt–Ferguson, termasuk dalam tipe iklim E (semi arid) dengan nilai Q
= 1,22. Kawasan TWA Baumata termasuk dalam tipe ekosistem hutan daratan
sedang dengan tipe vegetasi hutan sabana.
Rata-rata curah hujan tahunan adalah 136,8 mm/tahun dan curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan sebanyak 409,4 mm dan terendah
berkisar pada bulan Juli (2,4 mm) dengan rata-rata jumlah hari hujan adalah yaitu
10 hari/tahun.
Pada umumnya Kecamatan Taebenu bertopografi datar, bergelombang dan
berbukit. Hutan lindung Baumata bertopografi datar, berbukit dengan kelerengan
yang landai agak curam dan bergelombang ringan dengan kelerengan lahan rata-
rata 25 %.
Jenis tanah di wilayah Kecamatan Taebenu khususnya hutan lindung
Baumata terdiri dari jenis tanah mediteran, rencina, litosol, dan regosol vulkan.
23
Sebagian besar lokasinya berbatu karang. Sedangkan kondisi hidrologi di wilayah
ini bervariasi hal ini karena curah hujan yang tidak menentu setiap tahunnya.
Luas kawasan TWA Baumata berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 89/Kpts-II/1983 Tanggal 2 Desember 1983 adalah ± 87
hektar. Luas kawasan ini merupakan luas kawasan dari jaman penjajahan Belanda.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dalam rangka penelitian ini,
berkurangnya luasan kawasan hutan Baumata saat ini dikarenakan adanya
konversi hutan menjadi pemukiman masyarakat yang didorong oleh pembentukan
wilayah desa gaya lama (ketamukungan) di sekitar kawasan hutan.
Hasil penelitian ini menemukan adanya batas-batas kawasan hutan TWA
Baumata berupa tumpukan-tumpukan batu peninggalan Belanda dan berupa
pohon-pohon besar yang teridentifikasi sebagai batas kawasan. Keadaan tapal
batas seperti ini dapat menimbulkan berbagai persepsi masyarakat terhadap
kepastian/kekuatan hukum dari tapal batas yang masih bersifat sangat sederhana
ini, apalagi kawasan ini berada dekat perkotaan yang mestinya sudah memiliki
batas definitif yang memiliki kekuatan hukam dan tidak dapat berubah atau
dirubah.
TWA Baumata memiliki potensi wanawisata dengan daya tarik yang cukup
beragam bagi pengunjung. Daya tarik wisata yang terdapat dalam kawasan TWA
Baumata ini mencakup obyek tegakan jati yang berada di bagian timur dan barat
kawasan, mata air, kolam, gua alam serta keragaman fauna yang unik dan
menarik. Fauna yang ada di kawasan TWA Baumata antara lain biawak timor
(Varanus timorensis), ular sanca timor (Phyton timorensis), Elang ( Elanus sp),
Perkiti dada kuning (Trichoglassos haemotodus) dan Sri gunting (Dicrururs
leucopacus). Jenis vegetasi lainnya yang di miliki TWA Baumata antara lain
Lontar (Borrasus flabelifer), asam (tamarindus indica), kesambi (Sclileichera
oleosa), ware (Hibicus tiliacius), cemara gunung (casuarinas equisetifolia), kepok
hutan (Ceiba petandra), jati putih (Gmelina arburea), Nikis (Cassia fistula), kayu
merah (Pterocarpus), kopi hutan, beringin (Ficus benjamina), terompet kuning
(tecoma stans).
Vegetasi-vegetasi yang terdapat dalam kawasan ini merupakan jenis
vegetasi yang tumbuh secara alami kecuali Jati (Tectona grandis), Johar (Cassia
24
seamea), dan Jati putih (Gmelina arburea). Jenis tanaman tersebut merupakan
tanaman peninggalan jaman Belanda yang ditanam pada masa penjajahan. Tingkat
kerapatan vegetasi di sekitar mata air sangat tinggi dan didominasi oleh vegetasi
berukuran besar yang potensial menangkap dan menyimpan air.
TWA Baumata sebagai kawasan hutan memiliki berbagai fungsi sosial,
fungsi ekologis, dan fungsi ekonomis. Masyarakat sekitar TWA Baumata sudah
lama menyadari bahwa TWA Baumata telah lama berkembang dan digunakan
sebagai kawasan wisata dengan fungsi penting sebagaimana disebutkan terdahulu.
Taman Wisata Alam Baumata ini merupakan fasilitas rekreasi untuk masyarakat
umum yang dikelola oleh BBKSDA NTT, yang berdasarkan wilayah
pengelolaannya berada dalam wilayah RTK 08.
Fasilitas wanawisata TWA Baumata telah berkembang menjadi fasilitas
rekreasi skala regional dimana wisatawan yang berkunjung ke areal wanawisata
ini berasal dari Kota Kupang, dan Kabupaten Kupang, bahkan berasal dari daerah-
daerah lain yang kebetulan berkunjung ke Kupang.
Kelestarian fungsi ekologis TWA Baumata sebagai suplayer air dan
produsen oksigen yang menyebabkan kesegaran lingkungan sekitar sangat
dirasakan dan disadari oleh masyarakat sekitar hutan sehingga upaya pelestarian
hutan menjadi hal penting dan dijaga dengan baik. Fungsi ekologi TWA Baumata
sebagai suplayor air bagi masyarakat Kota Kupang umumnya dan khususnya bagi
masyarakat Baumata sehingga semua pihak ikut berkewajiban dalam menjaga
keselamatan kawasan hutan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keselamatan
hutan TWA Baumata sebagai penangkap, reservoir dan distributor air masih
menjadi fokus perhatian BKSDA maupun masyarakat sekitar hutan.
TWA Baumata merupakan daerah tangkapan air yang baik karena berada
pada salah satu titik tinggi Kota Kupang sehingga secara alamiah air Baumata
dapat didistribusikan ke pemukiman masyarakat. Hasil pengukuran debit oleh
Purnama, dkk (2008) yang dilaksanakan pada bulan April hingga bulan Juli 2008,
menunjukkan potensi aliran permukaan TWA Baumata pada bulan April sebesar
60 liter/detik, 58 liter/detik pada bulan Mei, 53 liter/detik pada bulan Juni dan 40
liter/detik di bulan Juli. Penurunan debit ini dapat disebutkan sebagai penurunan
yang wajar karena pada bulan-bulan tersebut tidak terjadi hujan lagi.
25
Berdasarkan data hujan lima tahun terakhir, kondisi ini mungkin terjadi
karena tingginya curah hujan selama masa musim hujan antara bulan Desember
sampai pada bulan Februari sehingga air yang tertangkap oleh akar pepohonan di
dalam kawasan hutan sangat besar. Sedangkan penurunan debit air pada bulan Juli
disebabkan oleh peralihan ke musim kemarau.
Mata air Baumata sangat jernih dan mengalir langsung dari mata air
membetuk sungai kecil yang dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari terutama untuk keperluan air minum, mandi dan cuci.
Selain itu, mata air Baumata juga digunakan mengairi sawah yang ada di sekitar
kawasan hutan, dimanfaatkan oleh PT. Aquamor untuk produksi air minum
kemasan, dan pemenuhan kebutuhan air domestik masyarakat Kota Kupang oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Fungsi ekonomis kawasan TWA Baumata terlihat pada aktifitas pasar hasil
pertanian seperti penjualan talas, pisang dan jenis produk pertanian lainnya oleh
masyarakat sekitar hutan terutama pada Hari Minggu dan hari libur dimana waktu
bagi masyarakat perkotaan melakukan wisata ke TWA Baumata. Dukungan TWA
Baumata terhadap perekonomian masyarakat saat ini terjadi tanpa dukungan
koperasi, bangunan pasar atau organisasi masayarakat desa hutan, melainkan
secara spontan terjadi dalam bentuk aktivitas keseharian masyarakat sekitar hutan.
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, masyarakat sekitar kawasan
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mencari kayu bakar, mencari pakan ternak,
dan mencari hasil hutan nonkayu (asam) di kawasan hutan TWA Baumata.
Perilaku hidup sehari-hari ini juga memberikan kontribusi terhadap timbulnya
persepsi bahwa hutan memiliki fungsi ekonomi.
4.2. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TWA Baumata
4.2.1. Demografi
Jumlah penduduk Desa Baumata secara keseluruhan adalah 1915
jiwa dengan jumlah KK sebesar 403 KK, atau sekitar 4-5 jiwa/KK. Jumlah
penduduk Desa Baumata terdiri dari laki-laki 1003 orang atau 52,38 % dan
perempuan 912 orang atau 47,62 %. Luas wilayah Desa Baumata (5,85
km2) terkotak-kotak atas daerah administrasi di bawah desa yaitu 5 (lima
26
Wilayah Dusun), 6 (enam) RW dan 13 (tiga belas) RT. Kepadatan
penduduk Desa Baumata sebesar 327 jiwa/km2 pada tahun 2011.
Total penduduk Desa Oeltua adalah 2604 orang yang tercakup dalam
581 KK sehingga rata-rata jumlah anggota keluarga dalam lokasi
penelitian ini adalah 4-5 orang per Kepala Keluarga. Dari total jumlah
penduduk di atas terdapat 1299 orang laki-laki dan 1305 orang perempuan.
Dengan luas wilayah 9,94 km2 yang terdiri dari 5 (lima Dusun), 5 (lima)
RW dan 11 (sebelas) RT, kepadatan penduduk Desa Oeltua sebesar
271,43 jiwa/km2 pada tahun 2011. Data demografi kedua lokasi penelitian
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah penduduk Desa Baumata dan Desa Oeltua menurut
kelompok umur dan jenis kelamin
No Jenis
Kelamin
Kelompok Umur
(Tahun) Jumlah
total
Persentas
e (%) 0-14 15-54 ≥ 55
A. Desa Baumata
1 Laki-laki 312 589 102 1003 52,38
2 Perempuan 245 443 224 912 47,62
Jumlah 557 1032 326 1915 100
B. Desa Baumata
1 Laki-laki 381 728 190 1299 49,88
2 Perempuan 355 731 219 1305 50,12
Jumlah 736 1459 409 2604 100
Sumber: data monografi desa, 2012
Tabel 4 menunjukkan bahwa penduduk Desa Baumata kelompok
umur 0-14 tahun berjumlah sekitar 557 orang (29,08 %), sedangkan
kelompok umur yang sama di Desa Oeltua sebanyak 736 orang (28,26 %)
dari total masyarakat masing-masing desa. Penduduk kelompok umur 15-
54 tahun atau penduduk yang berusia produktif di Desa Baumata
berjumlah 1032 orang (53,89 % dari total penduduk Baumata) sedangkan
jumlah kelompok umur yang sama di Desa Oeltua adalah 1459 orang
(56,02 % penduduk deesa tersebut). dan kelompok umur ≥ 55 tahun
berjumlah 326 orang (17,02 %) di Desa Baumat, sedangkan Desa Oeltua
juga memiliki presentasi jmlah penduduk berusia ≥ 55 tahun . Tabel di atas
juga menjukkan bahwa peresentase jumlah penduduk laki-laki lebih
27
banyak 4,76 % disbanding jumlah penduduk perempuan di Desa Baumat,
akan tetapi sebaliknya di Desaa Oeltua jumlah penduduk perempuan lebih
banyak 0,14% dari penduduk laki-laki, yang berarti sex ratio untuk Desa
Baumata (laki-laki : perempuan) adalah 1 : 0,9 dan sebaliknya di Desa
Oeltua adalah 1 : 1.
4.2.2. Pendidikan
Jumlah penduduk Desa Baumata yang tidak pernah sekolah dan
tidak tamat SD sebanyak 204 jiwa (11,25 %), tamat SD yaitu sebanyak
771 jiwa (35,43 %), tamat SLTP sebanyak 301 jiwa (16,60 %), tamat
SLTA sebanyak 387 jiwa (15,76 %), dan tamat Perguruan Tinggi sebanyak
152 jiwa (8,38 %). Data ini menunjukkan bahwa setengah dari penduduk
Desa berpendidikan Sekolah Dasar dan tidak tamat Sekolah Dasar, akan
tetapi cukup banyak penduduk yang berpendidikan sarjana sehingga
kualitas potensi sumberdaya manusia dapat dikatakan cukup memadai.
Presentasi tingkat pendidikan penduduk Desa Oeltua tertinggi adalah
kelompok penduduk tamatan SD yaitu sebanyak 608 jiwa atau 35,43 %
dari jumlah penduduk Desa Oeltua yang pernah sekolah pada tahun 2011.
Penduduk dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak 402 jiwa
atau 23,43 %, tamat SLTP sebanyak 275 jiwa atau 16,03 %, tamat SLTA
sebanyak 267 jiwa atau 15,76 %, dan tamat Perguruan Tinggi sebanyak
164 jiwa atau 9,56 % (Tabel 5). Tingkat pendidikan masyarakat dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat pendidikan Desa Baumata dan Desa Oeltua
No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
Baumata Oeltua Baumata Oeltua
1 Tidak tamat SD 204 402 11,25 23,43
2 Tamat SD 771 608 45,53 35,43
3 Tamat SLTP 301 275 16,60 16,03
4 Tamat SLTA 385 267 21,24 15,76
5 Tamat Perguruan Tinggi 152 164 8,38 9,56
Jumlah 1813 1716 100 100
Sumber: data monografi desa, 2012
28
4.2.3. Mata pencaharian
Sebagaian besar penduduk Desa Baumata bermatapencaharian
sebagai petani (985 jiwa atau 72,73 % dari jumlah penduduk), 121 orang
(8,85 %) penduduk bermata pencaharian sebagai petani sekaligus peternak
dngan jenis ternak yang umum dipelihara adalah ternak sapi.
Sebagaimana Desa Baumata, sebagian besar penduduk Desa Oeltua
bermata pencaharian sebagai petani (987 jiwa atau 61,57 % penduduk
Desa Oeltua). Sebanyak 15,44 % penduduk bermata pencaharian sebagai
petani sekaligus peternak. Umumnya ternak yang dipelihara adalah ternak
sapi. Sebanyak 3,46 % sebagai pengusaha/wiraswasta, 5,64 % sebagai
PNS, 0,23 % sebagai anggota TNI/Polri. Pembagian jenis mata
pencaharian masyarakat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jenis mata pencaharian penduduk Desa Baumata dan Oeltua
No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
Baumata Oeltua Baumata Oeltua
1 Petani 995 987 72,73 61,57
2 Petani + Peternak 121 402 8,85 15,44
3 Pengusaha/wiraswasta 148 90 10,82 5,64
4 PNS 100 111 7,31 4,26
5 Anggota TNI/Polri 4 6 0,29 0,23
Jumlah 1368 1596 100 100
Sumber: data monografi desa, 2012
29
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis persepsi masyarakat sekitar kawasan hutan berdasarkan deskripsi
indikator pengalaman, perilaku dan sikap.
Sarwono (2002) menjelaskan bahwa persepsi timbul dikarenakan adanya
stimulus (ransangan) dari luar yang akan mempengaruhi kelima indera perseptor.
Stimulus tersebut berangkat dari obyek yang menjadi pusat perhatian individu.
Obyek yang menjadi pusat perhatian berkaitan dengan penelitian ini adalah tapal
batas kwasan TWA Baumata yang belum definitif sehingga diasumsikan akan
menimbulkan berbagai persepsi masyarakat sekitar kawasan terhadap masalah
tapal batas kawasan tersebut. Persepsi tersebut dapat dibentuk oleh beberapa
indikator diantaranya pengalaman, perilaku dan sikap masyarakat.
5.1.1. Deskripsi Indikator Pengalaman Masyarakat
Persepsi masyarakat dibentuk oleh pengalaman masa lalu tentang apa yang
pernah diketahui dan yang pernah dialami (Hasanah, 2008). Artinya bahwa
persepsi masyarakat dapat terbentuk dari pengalamannya. Untuk mengetahui
pengalaman responden maka disusun daftar pertanyaan untuk memperoleh
informasi yang berkaitan dengan ada atau tidak adanya lahan masyarakat yang
telah menjadi kawasan hutan, ada/tidak lahan masyarakat dalam kawasan,
pengetahuan mengenai batas-batas kawasan hutan, dan pengetahuan tentang
belum adanya kekuatan hukum batas kawasan TWA Baumata.
Hasil analisis indikator pengalaman masyarakat diperoleh rerata skor
indikator sebesar 1,88. Jika dibandingkan dengan tabel distribusi kategori skor
variabel (Tabel 3), maka nilai rerata skor indikator pengalaman tersebut berada
pada kisaran angka 1,01 – 2,00. Artinya bahwa persepsi masyarakat tentang
masalah tapal batas kawasan TWA Baumata menegaskan kurang mendukung
penegasan tapal batas untuk segera didefinitifkan. Keseluruhan hasil analisis
indikator pengalaman masyarakat yang akan membentuk persepsinya terhadap
permasalahan penelitian disajikan dalam Tabel 7.
30
Tabel 7. Tabulasi indikator pengalaman
Nilai Skor
Jawaban
Instrumen Nilai
Total
Skor No 1 No 2 No 4 No 5 No 7 No 10
3 27 23 25 26 34 20 155
2 24 18 35 49 34 49 209
1 47 57 38 23 30 29 224
Jumlah 98 98 98 98 98 98 588
Skor Tiap
Komponen
176 162 183 199 200 187 1107
Rerata Skor 1,8 1,7 1,9 2,0 2,0 1,9 11,30
Rerata Skor Indikator 1,88
Sumber: Data primer olahan penulis, 2012
Menurut teori terbentuknya persepsi yang dikemukakan oleh Walgito
(2003), persepsi dipengaruhi oleh pengalaman individu di masa lalu, dimana
dalam konteks penelitian ini pengalaman masa lalu responden yang
mempengaruhi persepsi mereka tentang tapal batas kawasan hutan adalah
pengalaman hidup/pengetahuan tentang pernah atau tidak adanya kepemilikan
lahan dari orang tuanya yang kini telah menjadi kawasan masyarakat yang tinggal
di sekitar kawasan hutan TWA Baumata.
Ketika ditanya persepsi masyarakat mengenai pernah atau tidak adanya
kepemilikan lahan dari orang tuanya yang kini telah menjadi kawasan (kuesioner
No.1), 27 orang atau 27,55 % dari 98 responden menjawab pernah ada tanah milik
yang kini menjadi kawasan hutan. Artinya secara sadar masyarakat berpersepsi
masih adanya keterikatan emosional terhadap kawasan hutan TWA Baumata.
Berkaitan dengan lahan pertanian masyarakat yang berbatasan langsung
dengan kawasan (kuesioner No.2), sebanyak 57 (58,16 %) responden menyatakan
tidak memiliki lahan, sebanyak 23 (23,46 %) menyatakan memiliki lahan
pertanian yang berbatasan langsung dengan kawasan. Umumnya yang tidak
memiliki lahan tersebut adalah masyarakat pendatang. Sedangkan yang memiliki
lahan pertanian yang langsung berbatasan dengan kawasan merupakan masyarakat
asli Baumata.
Rata-rata luas lahan masyarakat sekitar kawasan TWA Baumata yang di
ambil sebagai sampel (kuesioner No.4) adalah lebih dari setengah hektar dengan
rincian sebanyak 25 orang (25,51 %) responden memiliki luas lahan kurang dari
31
5000 m2, sebanyak 35 (35,71 %) memiliki luas lahan antara 5000 m
2-10000 m
2
dan sebanyak 38 responden (38,77 %) memiliki luas lahan lebih dari 10000 m2.
Berkaitan dengan pengetahuan responden terhadap batas-batas kawasan
hutan TWA Baumata (kuesioner No.5), 26 orang responden (26,53 %)
mengatakan mengetahui batas-batas kawasan hutan. Umumnya responden yang
mengetahui batas kawasan hutan adalah masyarakat yang aksesibilitasnya
terhadap kawasan sangat tinggi. Sebanyak 49 responden (50,00 %) kurang
mengetahui letak pal batas kawasan, sedangkan sisanya sebanyak 23 responden
(23,46 %) tidak mengetahui batas-batas kawasan hutan.
Ketika ditanya persepsinya mengenai ada tidaknya lahan masyarakat dalam
kawasan hutan (kuesioner No.7), sebanyak 34 responden (34,69 %) mengatakan
bahwa terdapat tanah/kebun masyarakat yang terdapat dalam kawasan hutan dan
juga sebanyak 34,69 % responden mengatakan tidak mengetahui tentang hal yang
ditanyakan. Sedangkan sisanya sebanyak 30 responden (30,61 %) mengatakan
tidak terdapat tanah/kebun masyarakat di dalam kawasan hutan.
Upaya menjaring pengetahuan masyarakat tentang batas kawasan hutan
yang belum definitif diketahui sebanyak 49 responden (50 %) berpersepsi kurang
mengetahui, 29 responden (29,59) tidak megetahui sedangkan sisanya 20,40 %
responden mengetahui tentang pal batas kawasan hutan yang belum definitif.
5.1.2. Deskripsi Indikator Perilaku Masyarakat
Persepsi juga mencakup perilaku masyarakat karena menurut Mochamad
(1986), perilaku adalah hasil persepsi masa lalu dan permulaan persepsi
berikutnya. Dengan perkataan lain, perilaku/aktivitas manusia terhadap suatu
obyek akan merangsang kognisi individu dalam membentuk persepsinya. Artinya,
perilaku masyarakat dapat mendeskripsikan persepsinya terhadap obyek yang
selalu dekat dengannya. Jadi bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan
hutan, persepsinya akan terbentuk dari tiap aktivitasnya yang selalu berhubungan
dengan hutan.
Kelestarian hutan sangat tergantung dari intervensi manusia, baik dalam hal
pengelolaan maupun aktivitas manusia lainnya yang berdampak terhadap
kelestarian fungsinya. Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat dalam hutan
32
dapat bersumber dari masyarakat yang tinggal di kawasan hutan maupun
masyarakat yang tidak tinggal di kawasan hutan (Arshanti, 2001).
Dilihat dari dimensi aktivitas manusia terhadap kawasan hutan di TWA
Baumata, hasil tabulasi indikator perilaku menunjukkan bahwa masyarakat sangat
mendukung penegasan tapal batas kawasan TWA Baumata untuk segera
didefinitifkan, yang ditunjukkan oleh nilai rerata skor persepsi yang dibentuk dari
3 (tiga) pertanyaan yaitu sebesar 2,46.
Perilaku merupakan proses interaksi antara kepribadian dan lingkungan
yang mengandung rangsangan (stimulus), kemudian ditanggapi dalam bentuk
respon. Respon inilah yang disebut perilaku. Respon masyarakat terhadap hutan
ini dapat dilihat dari tingginya intervensi (intensitas masuk hutan) oleh
masyarakat. Pengertian masyarakat akibat persepsinya terhadap tingginya
intensitas masuk hutan/tingginya aktifitas masyarakat dalam TWA Baumata
melahirkan pengertian masyarakat yang mendukung penegasan tapal batas
kawasan. Kecenderungan masyarakat untuk selalu berinteraksi dengan hutan pada
umumnya terlihat jelas pada perilaku masayarakat sekitar kawasan. Keseluruhan
hasil analisis indikator perilaku masyarakat yang akan membentuk persepsinya
terhadap permasalahan penelitian disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8 Tabulasi indikator perilaku
Nilai Skor Jawaban
Instrumen
Nilai Total Skor Pertanyaan
No 14
Pertanyaan
No 15
Pertanyaan
No 16
3 61 46 60 167
2 37 28 29 94
1 0 24 9 33
Jumlah 98 98 98 294
Skor Tiap
Komponen
257 218 247 722
Rerata Skor 2,6 2,2 2,5 7,37
Rerata Skor Indikator 2,46
Sumber: data primer olahan penulis, 2012
Berdasarkan data pada tabel di atas, ketika ditanya pernahkah masuk
kawasan hutan TWA Baumata (kuesioner No.14) sebanyak 61 responden (62,24
%) dari total 98 responden masyarakat pernah masuk kawasan hutan TWA
33
Baumata, sebanyak 37 responden (37,75 %) menjawab kadang-kadang masuk
kawasan, dan 0,00 % responden yang tidak pernah masuk kawasan hutan.
Dalam rangka mengetahui frekuensi responden masuk kawasan TWA
Baumata (kuesioner No.15), sebanyak 46 responden (46,93 %) dari total 98
responden menjawab kadang-kadang masuk dalam kawasan TWA Baumata.
Ketika ditanya lebih lanjut, mengenai pilihan jawaban tersebut, umumnya
responden menjawab rentang waktu masuk kawasan hutan tidaklah setiap hari
melainkan frekuensinya seminggu bisa sekali masuk kawasan.
Tujuan utama masyarakat masuk kawasan hutan (kuesioner No.16),
umumnya untuk mencari kayu bakar. Hal ini terlihat pada tabel 8 di atas dimana
60 responden atau 61,22 % memilih masuk kawasan untuk mencari kayu bakar,
sebanyak 29 responden (29,59 %) masuk kawasan untuk mencari pakan ternak,
sedangkan sisanya 9,18 % responden mengaku masuk hutan untuk mencari kayu
bahan bangunan. Hasil wawancara secara umum menunjukkan bahwa masyarakat
masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Keadaan ekonomi keluarga yang
rendah mendorong masyarakat untuk tetap menerobos kawasan hutan guna
mencari kayu bakar.
5.1.3. Deskripsi Indikator Sikap Masyarakat
Tahap paling awal dari hubungan manusia dengan lingkungannya adalah
kontak fisik antara individu dengan objek-objek di lingkungannya. Objek tampil
dengan kemanfaatannya masing-masing, sedangkan individu datang dengan sifat-
sifat individualnya, pengalaman masa lalunya, bakat, minat, sikap dan ciri
kepribadiannya masing-masing. Sehari-hari masyarakat yang tinggal di sekitar
kawasan hutan TWA Baumata merupakan bagian dari denyut aktivitas yang
berlangsung di kawasan ini. Mereka secara otomatis menyaksikan apa yang
terjadi di lingkungannya dan secara sadar atau tidak apa yang mereka saksikan
dan alami dalam kehidupan sehari-hari tersebut akan membentuk persepsi mereka
tentang tapal batas kawasan hutan (Walgito, 2003).
Hasil perhitungan indikator sikap pada tabel indikator sikap yang terdiri dari
2 (dua) pertanyaan pengukur indikator diperoleh rerata skor indikator sebesar
2,46. Jika dibandingkan dengan tabel distribusi kategori skor variabel (Tabel 3),
maka nilai rerata skor indikator sikap tersebut berada pada kisaran angka 2,01 –
34
3,00. Artinya bahwa secara sadar persepsi masyarakat tentang masalah tapal batas
kawasan TWA Baumata menegaskan sangat mendukung penegasan tapal batas
untuk segera didefinitifkan.
Keseluruhan hasil analisis indikator pengalaman masyarakat yang akan
membentuk persepsinya terhadap permasalahan penelitian disajikan dalam Tabel
9.
Tabel 9. Tabulasi indikator sikap
Nilai Skor Jawaban
Instrumen
Nilai Total Skor Pertanyaan
No 19
Pertanyaan
No 21
3 55 53 108
2 23 35 58
1 20 10 30
Jumlah 98 98 196
Skor Tiap
Komponen
231 239 470
Rerata Skor 2,4 2,4 4,80
Rerata Skor Indikator 2,40
Sumber: data primer olahan penulis, 2012
Berdasarkan data pada tabel di atas, masyarakat mempersepsikan bahwa ada
sikap masyarakat yang mencerminkan kepedulian terhadap batas kawasan hutan
(kuesioner No. 19) yaitu sebanyak 55 responden (56,12 %) dari 98 responden, dan
sebanyak 53 responden (54,08 %) mempersepsikan bahwa bentuk kepedulian
masyarakat terhadap tapal batas kawasan masih terjadi (kuesioner No. 20). Ketika
ditanya bentuk kepedulian masyarakat terhadap batas kawasan tersebut, diperoleh
jawaban responden seperti tidak merusak pal batas kawasan serta menata kembali
tumpukan-tumpukan batu batas kawasan yang telah berserakan.
5.2. Deskripsi variabel persepsi
5.2.1. Deskripsi persepsi
Deskripsi persepsi masyarakat sekitar kawasan hutan dibagi dalam 2 (dua)
bagian analisis yaitu untuk mengetahui tingkat persepsi dari hasil perhitungan
skor rata-rata 3 (tiga) indikator dan tabulasi silang antara variabel persepsi
terhadap variabel-variabel kontolnya.
35
5.2.1.1. Tingkat persepsi (Perhitungan skor persepsi dari skor 3 indikator)
Perhitungan skor persepsi dari skor 3 (tiga) indikator adalah sebagai berikut:
Keseluruhan hasil analisis dari ke 3 (tiga) indikator yang membentuk
persepsi masyarakat terhadap permasalahan penelitian disajikan dalam Gambar 3.
0,00 1,00 2,00 3,002,25
A B C
Keterangan: A=Tidak mendukung, B=Kurang mendukung, C=Mendukung
Gambar 3. Tingkat Persepsi
Berdasarkan hasil perhitungan rerata skor variabel persepsi yang diperoleh
dari nilai skor indikator pengalaman, perilaku dan sikap, diperoleh nilai rerata
skor variabel persepsi masyarakat sebesar 2,25. Berdasarkan pada tabel distribusi
kriteria kategori skor variabel (Tabel 3), angka tersebut berada pada kisaran 2,00
sampai 3,00. Hal ini berarti bahwa masyarakat mempersepsikan mendukung
adanya penegasan tapal batas kawasan hutan TWA Baumata.
Persepsi mendukung panegasan tapal batas kawasan ini merupakan hal yang
tepat mengingat masih tingginya aktivitas masyarakat sekitar kawasan yang selalu
berhubungan dengan hutan. Selain itu juga masih adanya keterikatan emosional
masyarakat sekitar hutan terhadap hutan dalam pengertian bahwa masih
beranggapan tanah kawasan hutan merupakan tanah warisan yang telah menjadi
kawasan. Namun dalam wawancara, pada umumnya responden tidak
mempersoalkan lagi tanah warisannya yang telah menjadi kawasan hutan.
5.2.1.2. Tabulasi silang antara skor persepsi dengan varibel kontrolnya: (Umur,
Pendidikan, Luas lahan, dan Pengetahuan Masyarakat).
Tabulasi silang umur terhadap persepsi
Tebentuknya persepsi seseorang salah satunya dikarenakan oleh faktor
internal individu yaitu umur/usia. Usia individu yang matang akan membentuk
kognitif yang baik dalam menanggapi obyek yang menstimulus pikirannya.
36
Berdasarkan proses terbentuknya persepsi individu, umur/usia berperanan dalam
membangun kognitif yang lebih baik. Masing-masing periode umur memiliki
perkembangan fisik, kognitif dan psikososial yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
setiap individu dengan periode umur yang berbeda-beda memiliki perkembangan
yang berbeda, sehingga mereka dapat menilai atau merespon sesuatu dengan
sudut pandang yang berbeda pula. Keseluruhan tabulasi silang antara umur
individu dan persepsinya dari hasil olahan data menggunakan program SPSS 16
dapat dilihat pada lampiran 2.
Berdasarkan data tabulasi silang tersebut, dari total 21 responden yang
berusia tidak produktif (berumur > 55 tahun) sebanyak 14 responden (66,7 %)
memiliki persepsi mendukung penegasan pal batas. Sedangkan sisanya sebanyak
7 responden (33,3 %) kurang mendukung penegasan pal batas kawasan. Hal sama
terjadi pada kepala keluarga yang berusia produktif (berumur < 55 tahun). Dari
total 77 responden, sebanyak 48 responden (62,3 %) memiliki persepsi
mendukung adanya penegasan pal batas kawasan. Sedangkan sisanya sebanyak 29
responden (37,7 %) kurang mendukung adanya penegasan pal batas kawasan.
Total jumlah 62 responden yang memiliki persepsi mendukung penegasan
pal batas kawasan, sebanyak 14 responden (22,58 %) yang beusia produktif dan
sebanyak 48 responden (77,41 %) yang berusia tidak produktif memiliki persepsi
mendukung penegasan pal batas.
Hal sebaliknya terjadi pada responden yang berpersepsi kurang mendukung.
Dari total 36 responden yang bepresepsi kurang mendukung penegasan pal batas
kawasan, sebanyak 7 responden (19,44 %) yang berusia tidak produktif dan
sebanyak 29 responden (80,55 %) yang berusia produktif bepresepsi kurang
mendukung penegasan pal batas kawasan.
Tabulasi silang pendidikan terhadap persepsi
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh pada kemampuan individu
dalam menanggapi suatu obyek yang mensitimuli kognitifnya. Artinya, bahwa
dengan tingkat pendidikan yang dimiliki individu secara tidak langsung
mendeskripsikan kemampuan individu untuk mempersepsikan suatu obyek yang
diteliti melalui tingkat kognitif yang tinggi. Pendidikan terdiri atas tiga jenjang
yaitu pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Untuk keperluan
37
penelitian ini jenjang pendidikan dibedakan menjadi pendidikan di bawah SD,
pendidikan SMP- SMU dan Pendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana).
Hasil tabulasi silang menggunakan program SPSS 16 pada lampiran 4,
menunjukkan bahwa dari total 32 responden yang berpendidikan di bawah SD
sebanyak 22 responden (68,8 %) memiliki persepsi mendukung penegasan pal
batas, sedangkan sisanya sebanyak 10 responden (31,2 %) berpersepsi kurang
mendukung penegasan pal batas kawasan hutan. Total jumlah 62 responden yang
berpersepsi mendukung penegasan pal batas kawasan hutan, sebanyak 35,48 %
responden yang berpendidikan di bawah SD mendukung adanya penegasan pal
batas kawasan hutan TWA Baumata. Sedangkan dari total jumlah 36 responden
berpendidikan di bawah SD sebanyak 27,77 % responden berpersepsi kurang
mendukung penegasan pal batas kawasan hutan.
Responden yang berpendidikan SMP-SMU yang memiliki persepsi
mendukung penegasan pal batas kawasan hutan sebanyak 36 responden (63,2 %)
dari total 57 responden dan sebanyak 21 responden (36,8 %) berpersepsi kurang
mendukung adanya penegasan pal batas kawasan TWA Baumata. Dari total
jumlah 62 responden yang berpersepsi mendukung pengasal pal batas, sebanyak
58, 06 % responden mendukung penegasan. Sedangkan dari total jumlah 36
responden yang kurang mendukung penegasan pal batas sebanyak 58,33 %
responden kurang mendukung adanya penegasan pal batas kawasan TWA
Baumata.
Jumlah total responden yang berpendidikan tinggi yang terdapat di lokasi
penelitian berjumlah 9 (sembilan) responden. Total jumlah ini memiliki tingkat
pendidikan dari jenjang Diploma sampai pada jenjang Sarjana. Dari total jumlah
responden yang berpendidikan tinggi tersebut, sebanyak 4 responden (44,4 %)
berpersepsi mendukung penegasan pal batas kawasan hutan, sebanyak 5
responden (55,6 %) berpersepsi kurang mendukung penegasan pal batas kawasan
hutan. Total jumlah responden yang berpersepsi mendukung penegasan pal batas
sebanyak 62 responden. Dari jumlah total tersebut, sebanyak 6,45 % berpersepsi
mendukung penegasan pal batas. Dari total 36 responden yang berpersepsi kurang
mendukung penegasan pal batas, sebanyak 13,88 % memiliki persepsi kurang
mendukung penegasan pal batas kawasan TWA Baumata.
38
Tabulasi silang luas lahan terhadap persepsi
Berdasarkan data hasil analisis tabulasi silang menggunakan program SPSS
16, dari total 38 responden yang memiliki luas lahan lebih dari satu hektar
sebanyak 21 responden (55,3 %) memiliki persepsi mendukung penegasan pal
batas, sebanyak 17 responden (44,7 %) memiliki persepsi kurang mendukung
penegasan pal batas kawasan. Dari total 62 responden yang berpersepsi
mendukung penegasan pal batas kawasan terdapat 33,87 % responden yang
memiliki luas lahan lebih dari satu hektar mendukung penegasan batas.
Sedangkan yang memiliki persepsi kurang mendukung sebanyak 47,22 % dari
total 36 responden.
Responden yang memiliki luas lahan antara 0,5 ha sampai 1 ha dari data
survey lapangan berjumlah 35 responden. Dari total jumlah tersebut responden
yang bepersepsi mendukung penegasan batas kawasan sebanyak 21 responden
(60,0 %), yang berpersepsi kurang mendukung sebanyak 14 responden (40,0 %).
Sebanyak 33,87 % responden memiliki persepsi mendukung penegasan batas
kawasan dari total jumlah responden yang memiliki persepsi mendukung
penegasan pal batas kawasan hutan yaitu sebanyak 62 responden dan sebanyak
33,88 % responden berpersepsi kurang mendukung penegasan batas kawasan dari
total jumlah 36 responden yang berpersepsi kurang mendukung penegasan pal
batas kawasan hutan.
Total jumlah responden yang memiliki luas lahan kurang dari 0,5 ha
berjumlah 25 responden. Dari jumlah tersebut, sebanyak 20 responden (80,0 %)
memiliki persepsi mendukung penegasan pal batas kawasan hutan dan sebanyak 5
responden (20,0 %) berpersepsi kurang mendukung penegasan pal batas kawasan.
Sedangkan dari total keseluruhan responden yang memiliki persepsi mendukung
penegasan pal batas kawasan, sebanyak 32,25 % responden yang memiliki luas
lahan kurang dari 0,5 ha berpersepsi mendukung penegasan pal batas kawasan
hutan TWA Baumata dan dari total keseluruhan responden yang memiliki
persepsi kurang mendukung penegasan pal batas kawasan, sebanyak 13, 88 %
responden memiliki persepsi kurang mendukung penegasan pal batas kawasan
hutan.
39
Tabulasi silang pengetahuan terhadap persepsi
Pengetahuan yang tinggi akan membentuk persepsi individu yang baik
terhadap obyek yang diteliti. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor pengetahuan
akan membentuk persepsi responden penelitian. Faktor pengetahuan responden
penelitian yang ditabulasi silang mengacu pada pertanyaan pada kuesioner
mengenai pengetahuan responden mengenai batas kawasan hutan, pengetahuan
mengenai ada/tidak adanya lahan milik masyarakat dalam kawasan hutan dan
pengetahuan masyarakat mengenai belum definitifnya kawasan hutan TWA
Baumata. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu di
bawah rata-rata dan di atas rata-rata. Keseluruhan data tabulasi silang antara
pengetahuan dan persepsi responden disajikan pada lampiran 8.
Berdasarkan data pada tabulasi silang pada lampiran 8 tersebut, total jumlah
responden yang memiliki pengetahuan di bawah rata-rata yaitu sebanyak 52
responden. Dari jumlah tersebut sebanyak 22 responden (42,3 %) atau sebanyak
35,5 % dari total 62 responden memiliki persepsi mendukung penegasan pal batas
kawasan dan sebanyak 30 responden (57,7 %) atau sebanyak 83,3 % responden
yang berpersepsi kurang mendukung adanya penegasan pal batas.
Tingkat pengetahuan responden di atas rata-rata, tentang kawasan hutan
berdasarkan hasil tabulasi sebanyak 46 responden. Berdasarkan jumlah tersebut
sebanyak 40 responden (87 %) memiliki persepsi mendukung penegasan pal batas
atau sebanyak 64,5 % responden berpersepsi mendukung penegasan pal batas dari
total 62 responden dan sebanyak 6 responden (13 %), atau 16,7 % dari total 36
responden memiliki persepsi kurang mendukung penegasan pal batas kawasan
hutan TWA Baumata. Dari jumlah tersebut persentase responden yang berpersepsi
mendukung penegasan pal batas kawasan lebih tinggi dari pada yang berpersepsi
kurang mendukung penegasan pal batas kawasan hutan.
5.2.2. Keterkaitan antara persepsi dengan variabel kontrol (Analisis chi-square)
Keterkaitan antara persepsi terhadap umur responden
Untuk mengetahui adanya keterkaitan/assosiasi antara persepsi dan variabel
kontrolnya, maka akan dilakukan analisis uji Chi-Square. Berdasarkan hasil
40
hitung uji Chi-Square variabel persepsi dengan umur responden (Lampiran 3)
diperoleh nilai Chi-Square hitung yaitu 0,133, df (degree of freedom) = 1, dan
nilai kemungkinan/probabilitas (Asymp. Sig. (2-sided)) sebesar 0,715. Karena nilai
Chi-Square = 0,13 < nilai Chi-Square tabel = 3,84 dan nilai probabilitas > á =
0,05 maka dapat disimpulkan menerima H0 tolak H1. Berdasarkan pada kedua
analisis tersebut bahwa tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara umur
responden terhadap persepsi responden. Artinya bahwa responden yang berusia
produktif maupun yang tidak produktif yang terdapat di lokasi penelitian tidak
memiliki keterkaitan terhadap persepsi mereka terhadap permasalahan belum
definitifnya pal batas kawasan hutan.
Hikmah, S (2008) mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara umur dan persepsi. Hal ini tidak sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Sarwono (2009) dimana persepsi dipengaruhi oleh umur. Hal ini dapat disebabkan
oleh persebaran umur responden tidak seimbang. Persentase respoden penelitian
yang berusia produktif lebih tinggi dibandingkan yang non produktif. Sehingga,
keterkaitan antara umur dalam membentuk persepsi masyarakat sekitar kawasan
TWA Baumata tidak signifikan. Selain hal tersebut, tidak menutup kemungkinan
bahwa hal ini juga dikarenakan distribusi responden yang tidak merata di antara
ke dua kategori.
Keterkaitan antara persepsi terhadap pendidikan responden
Hasil analisis uji Chi-Square antara pendidikan responden dan persepsi
(Lampiran 5) menunjukkan bahwa tidak adanya keterkaitan atau hubungan yang
signifikan antara pendidikan responden terhadap persepsinya. Hal ini dapat dilihat
pada hasil perhitungan yaitu besarnya nilai hitung Pearson Chi-Square = 1,786
dan df = 2 maka nilai Chi-Square tabel pada tingkat signifikansi (à) 5 % =
5,99148. Karena nilai Chi-Square Hitung < Chi-Square tabel (1,786 < 5,99148)
dan probabilitas (kolom Asymp. Sig ) = 0,409 > 0,05, dapat disimpulkan
menerinma H0 tolak H1.
Berdasarkan pada kedua analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak
adanya kaitan atau korelasi signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan
persepsinya. Atau persepsi responden tidak ditentukan berdasarkan tingkat
pendidikannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hikmah, S (2008) yang
41
mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan
seseorang dalam membentuk persepsinya. Bisa saja responden yang
berpendidikan yang rendah memiliki persepsi yang lebih baik tentang penegasan
tapal batas kawasan sebab mereka memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap
kawasan hutan. Selain itu, di antara responden baik yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi dan rendah sama-sama mengetahui dengan pasti keadaan hutan
lindung TWA Baumata.
Keterkaitan antara persepsi terhadap luas lahan yang dimiliki responden
Kebutuhan lahan yang diperlukan penduduk untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dapat diketahui berdasarkan data perkembangan kebutuhan lahan dari
tahun ke tahun yang dimiliki baik berupa pekarangan, sawah, tegalan dan kebun
(Dako, 2010). Hasil analisis Chi-Square luas lahan terhadap persepsi (Lampiran
7), diperoleh nilai hitung Pearson Chi-Square = 4,22 dan df = 2, maka diperoleh
nilai Chi-Square tabel pada tingkat signifikansi (à) 5 % = 5,99148. Sedangkan
nilai probabilitas = 0,121 > 0,05. Karena nilai Chi-Square hitung < Chi-Square
tabel (1,786 < 5,99148) dan nilai probabilitas kolom Asymp. Sig adalah 0,409 atau
probabilitas di atas 0,05 (0,409 > 0,05), maka dari kedua analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa bahwa tidak ada kaitan atau korelasi yang signifikan antara
tingkat luas lahan responden terhadap persepsinya. Atau persepsi responden tidak
ditentukan berdasarkan luas lahan yang dimiliki. Hal ini terjadi kemungkinan
disebabkan oleh responden memiliki luasan lahan yang cukup sehingga
masyarakat cenderung kurang memanfaatkan fungsi ekonomis hutan. Dengan
demikian tingkat intervensi masyarakat ke dalam kawasan hutan semakin
berkurang.
Keterkaitan antara persepsi terhadap pengetahuan responden
Berdasarkan hasil hitung uji Chi-Square variabel persepsi dengan
pengetahuan responden (Lampiran 8), diperoleh nilai Chi-Square hitung = 20,937,
df (dgree of freedom) = 1, dan nilai kemungkinan/probabilitas (Asymp. Sig. (2-
sided)) sebesar 0,00. Karena nilai Chi-Square = 20,937 > nilai Chi-Square tabel =
5,99148 dan nilai probabilitas 0,00 < á = 0,05 maka dapat disimpulkan menerima
H1 tolak H0. Berdasarkan pada kedua analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
42
terdapat keterkaitan atau hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan
responden terhadap persepsi responden. Artinya bahwa persepsi responden
terbentuk karena adanya pengetahuan masyarakat tentang kawasan hutan
Baumata. Pengetahuan responden yang dikategorikan di bawah rata-rata dan di
atas rata-rata akan mempengaruhi persepsi terhadap penegasan pal batas kawasan.
Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan adanya lahan milik masyarakat yang
berbatasan langsung dengan batas kawasan sehingga mereka mengetahui tentang
batas-batas kawasan dan permasalahan yang terdapat dalam kawasan hutan.
Selain itu tingginya wawasan masyarakat secara holistik dalam bentuk nyata
tentang keberadaan kawasan hutan TWA Baumata menyebabkan masyarakat
memiliki persepsi yang baik tentang kawasan hutan. Hal ini bertentangan dengan
hasil penelitian Yustina (2006) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap lingkungan
hidup.
5.3. Faktor-faktor yang menyebabkan belum definitifnya kawasan hutan TWA
Baumata
Kawasan hutan TWA Baumata merupakan salah satu hutan lindung yang
masih dipelihara dan dijaga kelestariannya. Kawasan hutan ini letaknya sangat
dekat dengan pemukiman warga yang ada disekitar hutan. Bahkan terdapat
beberapa rumah warga yang lahannya berbatasan langsung dengan kawasan
hutan. Selain itu juga terdapat beberapa kebun/lahan masyarakat yang batasnya
berdapingan dengan batas kawasan hutan. Dengan demikian tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa akan semakin tinggi pula akses masyarakat terhadap hutan.
Berdasarkan hasil analisis deskripsi persepsi responden yang terdiri dari
indikator pengalaman, perilaku dan sikap dapat dideskripsikankan bahwa perilaku
dan sikap masyarakat sekitar kawasan hutan menjadi faktor utama sehingga belum
didefinitifkannya batas kawasan hutan TWA Baumata. Hal ini desebabkan oleh
masih tingginya tingkat intervensi masyarakat terhadap kawasan hutan. Perilaku
masyarakat sekitar hutan TWA Baumata mencerminkan masih tingginya
keterkaitan antara masyarakat terhadap hutan. Hal ini dilihat dari masih tingginya
43
aktivitas pencarian kayu bakar dan pakan ternak yang diambil dari dalam kawasan
hutan. Sehingga masyarakat akan tetap berpersepsi bahwa kawasan hutan TWA
Baumata memiliki nilai ekonomis bagi kehidupan masyarakat yang perlu
dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan.
Pada sisi yang lain sikap masyarakat sekitar kawasan hutan TWA Baumata
juga mempersepsikan mendukung agar segera mendefinitifkan kawasan hutan
Baumata. Dari hasil survei lapangan, sikap masyarakat sekitar kawasan hutan
TWA Baumata dapat dilihat pada rasa kepedulian yang tinggi terhadap
keberadaan hutan. Sikap yang demikian diwujudkan dalam perilaku masyarakat di
sekitar kawasan seperti tidak merusak batas-batas yang ada walaupun masih
berupa tumpukan batu serta meletakan/menata kembali pal batas kawasan dari
tumpukan batu yang berserakan pada kondisi semula.
Deskripsi sikap masyarakat yang demikian pastinya akan memberikan
respon yang positif bagi pengelola kawasan. Artinya bahwa pengelola kawasan
akan tetap beranggapan bahwa walaupun batas kawasan belum definitif tidak akan
berpengaruh signifikan terhadap keberadaan kawasan hutan TWA Baumata.
Sehingga dengan demikian, anggapan batas kawasan hutan TWA Baumata yang
belum definitif tersebut tidak lagi menjadi suatu persolan urgen yang perlu
diselesaikan, melainkan tetap dibiarkan selagi belum menimbulkan masalah yang
signifikan.
44
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Masyarakat sekitar kawasan hutan TWA Baumata memiliki persepsi
mendukung penegasan pal batas kawasan hutan untuk segera didefinitifkan.
Sebanyak 63,3 % masyarakat memiliki persepsi mendukung penegasan pal
batas dan sebanyak 36,7 % masyarakat memiliki persepsi kurang mendukung
penegasan pal batas. Penegasan pal batas kawasan hutan agar segera
didefinitifkan dapat dilihat dari indikator pengalaman, perilaku dan sikap
masyarakat sekitar kawasan TWA Baumata. Berdasarkan analisis indikator
pengalaman masyarakat yang terdiri dari 6 (enam) pertanyaan
mendeskripsikan bahwa persepsi masyarakat kurang mendukung penegasan
batas kawasan TWA Baumata. Sedangkan berdasarkan analisis indikator
perilaku dan sikap masyarakat sekitar kawasan hutan mempersepsikan
mendukung penegasan pal batas kawasan hutan TWA Baumata untuk segera
didefinitifkan. Dari hasil analisis keterkaitan dengan uji Chi-Square antara
persepsi terhadap variabel kontrolnya yaitu antara variabel umur responden
terhadap persepsi, pendidikan terhadap persepsi dan luas lahan terhadap
persepsi tidak ada hubungan atau keterkaitan yang signifikan antara variabel
persepsi terhadap variabel kontrolnya tersebut. Sedangkan antara variabel
pengetahuan masyarakat terhadap persepsi terdapat keterkaitan atau hubungan
yang signifikan.
2. Perilaku dan sikap masyarakat di sekitar kawasan hutan merupakan faktor
utama dalam membentuk persepsi responden. Sehingga berdasarkan hasil
analisis deskripsi indikator yang menjadi faktor dominan belum definitifnya
batas kawasan hutan TWA Baumata yaitu perilaku dan sikap masyarakat
terhadap kawasan hutan.
45
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini dapat disarankan agar;
1. Perlu melakukan tata batas ulang kawasan agar batas kawasan dapat
didefinitifkan.
2. Perlu sosialisasi berkala pada masyarakat sekitar kawasan agar mengurangi
aksesibilitas yang tinggi terhadap kawasan hutan TWA Baumata.
46
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I Gusti Ngurah. 1993. Metode Penelitian Sosial Pengertian dan
Pemakaian Praktis, Jakarta.
Arshanti, L. 2001. Persepsi Masyarakat Terhadap Penggunaan Dan Pengelolaan
Lahan Daerah Penyangga (Buffer Zone) Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Tesis. Tidak dipublikasikan. Bogor: Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Aslichati, L; Prasetyo, Bambang, H.I dan Irawan, P. 2010. Metode Penelitian
Sosial. Uneversitas Terbuka. Jakarta.
BPS Kabupaten Kupang. 2010. Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin
dan Rasio Jenis Kelamin di Kabupaten Kupang. Yang diakses melalui
http://kupangkab.bps.go. Pada hari selasa 8 Mei 2012. Pukul 09.00 Wita.
Dako, F.X. 2010. Strategi Social Forestry Dalam Perencanaan Pengelolaan Hutan
Lindung Mutis Timau Kabupaten Timor Tengah Selatan. Tesis tidak
dipublikasikan. Jogjakarta-Program Pascasarjana Fakultas Kehutanan
UGM.
Dephut. 1996. Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian
Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung. Jakarta.
Djajono, A. 2008. Implikasi Permasalahan Batas Kawasan Hutan. Yang Diakses
Melalui http://tungougm.blogspot.com/2008/02/implikasi-permasalahan-
batas-kawasan.html. Pada tanggal 20 Juni 2012. Pukul 11.00 Wita.
Foedjiawati dan Semuel, H. 2007. Pengaruh Sikap, Persepsi Nilai dan Persepsi
Peluang Keberhasilan Terhadap Niat Menyampaikan Keluhan (Studi
Kasus Pada Perusahaan Asuransi AIG Lippo Surabaya). Jurnal
Manajemenen Pemasaran. Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas
Ekonomi. Urabaya: Universitas Kristen Petra.
Hakim, I. Social Forestry Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan
Berkelanjutan (Orientasi makro kebijakan Social forestry di Indonesia).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.
Bogor.
Hamka dan Muhammad. 2002. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan
Kerja dengan Motivasi Berprestasi. Tugas akhir. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Fakultas Psikologi. Tidak diterbitkan.
Hasanah, Y. 2008. Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Tanah Ulayat Baduy Pada
Kawasan Hutan Lindung (Studi Kasus : Masyarakat Baduy Dalam dan
47
Baduy Luar, Desa Kanekes-Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten). Tugas akhir. Bogor: Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Hastari, B. 2005. Karakteristik Obyek Wisata Dan Persepsi Masyarakat Sebagai
Dasar Dalam Pengembangan Wisata Alam (Studi Kasus Arburetum
Nyaru Menteng Palangka Raya). Tesis. Tidak Dipublikasikan. Bogor:
Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor.
Hikmah, S. 2008. Persepsi Staf Mengenai Patient Safety di IRD RSUP
Fatmawaty. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia. Jakarta
Junaidi, W. 2012. Dinamika Sosial Pada Masyarakat.htm. Yang diakses melalui
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2012/03/dinamika-sosial-pada-
masyarakat.html. Pada hari selasa tanggal 15 Mei 2012. Pukul 21.20
Wita.
Kaimowitz, D. 2002. Kecenderungan Sosial Forestri di Dunia. Intisari lokakarya
nasional sosial forestri. Refleksi empat tahun reformasi Mengembangkan
Sosial Forestri di Era Desentralisasi. Center for International Forestry
Research (CIFOR). Bogor.
Malimah, E. 2002. Dinamika Sosial. Yang diakses melalui
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/196604251992032-
elly_malihah/pokok_materi_sosiologi,_elly_m/12._diunamika_sosial.pdf
Pada hari Jumat tanggal 11 Mei 2012. Pukul 11.00 Wita.
Mochamad, DS. 1986. Gambaran Persepsi Guru Sekilah Dasar Terhadap Media
Pendidikan Dan Pengajaran. Kependidikan.
Mustafa, 2000. Teknik Sampling. Yang diakses melalui
http://home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING. Pada hari selasa tanggal 15
Mei 2012. Pukul 21.20 Wita.
Nurrochmat, D. 2005. Strategi pengelolaan hutan untuk menyelamatkan Rimba
yang tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Purnama, E; Marimpan, L; Ramang, N. 2008. Daya Dukung Vegetasi Hutan
Lindung Baumata Terhadap Suplai Air Minum Di Kota Dan Kabupaten
Kupang. Artikel Ilmiah. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Nusa Cendana
Rahmawaty, Khairida dan Siagian, E. 2006. Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya
Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Karya Ilmiah. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Robbins, S.P. 2003. Perilaku Organisasi. Jilid I. Jakarta: PT INDEKS Kelompok
Gramedia.
48
Santoso, H. 2011. Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa: Tafsir Setengah Hati
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Versi Kementerian Kehutanan
RI1. Jurnal Kehutanan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Tahun 2011. Forum
Komunikasi Kehutanan Masyarakat.
Sardjono, M.A. 1998. Upaya Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan
Hutan di Kaltim: Analisis Krisis Implementasi dan Perspektif ke Depan.
Lokakarya Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah. Samarinda 21-22
Oktober 1998.
Sarwono, S. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Press.
Simon, H. 2008. Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat. Teori dan Aplikasi pada
Hutan Jati di Jawa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Statistik Kehutanan Nusa Tenggara Timur, 2010. Permasalahan Kawasan Hutan
Konservasi Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Conservation Areas
Issues in East Nusa Tenggara). Kupang.
Suprayitno, A. R. 2011. Program Pembangunan Kehutanan (Sudahkah
Memberdayakan Masyarakat Sekitar Hutan). Majalah Penyuluhan
Kehutanan Kenari Edisi 2 Tahun 2011. Jakarta.
Thoha, C. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan. Raja Gravindo Perkasa. Jakarta
Umar. 2009. Persepsi Dan Perilaku Masyarakat Dalam Pelestarian Fungsi Hutan
Sebagai Daerah Resapan Air (Studi Kasus Hutan Penggaron Kabupaten
Semarang). Tesis. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Umar, H. 1999. Metodologi penelitian: Aplikasi Pemasaran. Jakarta: Gramedia.
Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset
Wordpress. 2010. Analisis Faktor Dengan SPSS. Yang diakses melalui
http://teorionline.wordpress.com/2010/03/22/aplikasi-analisis-faktor-
dengan-spss-versi-15-0-bagian-1/. Pada hari kamis 10 Mei 2012. Pukul
09.00 Wita.
Working Group Tenuture. 2007. Permasalahan Tenurial Dan reforma Agraria di
Kawasan Hutan Dalam Perspektif Masyarakat Sipil (Procceding
Rountabel Discussion). Badan Planologi Kehutanan. Bogor.
Yustina. 2006. Hubungan Pengetahuan Lingkungan Dengan Persepsi, Sikap Dan
Minat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Guru Sekolah Dasar
Di Kota Pekanbaru. Jurnal Biogenesis Vol. 2(2):67-71. Program Studi
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau.
49
Lampiran 1. Model analisis data deskripsi tiap indikator
Nilai Skor
Jawaban
Instrumen
Nilai Total Skor6)
Pertanyaan No 1 Pertanyaan No 2 Pertanyaan No ....
3 A A A A=a+a+a
2 B B B B=b+b+b
1 C C C C=c+c+c
Jumlah1)
A=(a+b+c) A=(a+b+c) A=(a+b+c) A+B+C
Skor Tiap2)
Komponen3)
B=(a*3+b*2+c*1) B=(a*3+b*2+c*1) B=(a*3+b*2+c*1) C=(A*3+B*2+C*1)
Rerata Skor4)
C=B/A C=B/A C=B/A D = C/∑Sampel
Rerata Skor Indikator5)
E=D/∑ instrumen
Keterangan:
1) Jumlah: Baris jumlah merupakan jumlah seluruh responden penelitian yaitu
frekuensi untuk masing-masing skor jawaban yang totalnya sebanyak 98
responden.
2) Skor tiap komponen: Baris skor tiap komponen merupakan jumlah skor untuk
setiap pertanyaan penelitian yaitu jumlah frekuensi tiap pertanyaan dikalikan
dengan masing-masing skor jawaban.
3) Rerata skor: Baris rerata skor merupakan nilai rerata skor tiap
komponen/pertanyaan penelitian dibagi jumlah responden.
4) Rerata skor indikator: Baris rerata skor indikator merupakan hasil bagi jumlah
nilai rerata skor dengan jumlah instrumen indikator.
5) Nilai total skor: Kolom nilai total skor yaitu total nilai untuk masing-masing
baris.
Lampiran 2. Tabulasi Silang Umur dan Persepsi
50
Lampiran 3. Uji Chi-Square umur dan persepsi
Lampiran 4. Tabulasi Silang Pendidikan dan Persepsi
Lampiran 5. Uji Chi-Square pendidikan dan persepsi
51
Lampiran 6. Tabulasi Silang Luas lahan dan persepsi
Lampiran 7. Uji Chi-Square Luas lahan dan persepsi
Lampiran 8. Tabulasi silang pengetahuan dan persepsi
52
Lampiran 9. Uji Chi-Square Pengetahuan dan persepsi
Lampiran 10. Rata-rata curah hujan Kecamatan Taebenu
Bulan Tahun Rerata
CH JHH RJHH
2007 2008 2009 2010 2011
Januari 236,2 235,4 420,7 598,3 509,2 400,0 115 23
Februari 299,0 815,4 408,3 208,0 316,5 409,4 106 21,2
Maret 424,6 149,8 117,4 132,7 380,4 241,0 99 19,8
April 38,0 50,0 1,8 179,0 236,6 101,1 54 10,8
Mei 0,0 0,0 22,8 124,0 50,1 39,4 22 4,4
Juni 5,4 8,6 0,0 10,0 0,0 4,8 14 2,8
Juli 2,4 0,0 0,0 2,0 7,5 2,4 8 1,6
Agustus 0,0 0,0 0,0 34,1 0,0 6,8 4 0,8
September 0,0 0,0 0,0 27,6 0,0 5,5 9 1,8
Oktober 2,6 3,0 0,0 109,4 21,4 27,3 19 3,8
November 16,0 130,8 72,1 33,1 104,5 71,3 50 10
Desember 51,7 481,0 469,8 362,2 299,4 332,8 118 23,6
Total 1075,9 1874,0 1512,9 1820,4 1925,6 1641,8 618 124
Tot.Rerata 89,7 156,2 126,1 151,7 160,5 136,8 51,5 10,3
Sumber: BMKG Klas II El Tari Kupang
Keterangan:
JHH : Jumlah hari hujan
RJHH : Rerata jumlah hari hujan
53
Lampiran 11
KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk: Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini yang menurut Bapak/Ibu
paling sesuai dan paling benar dengan memberi tanda centang (√) pada
pertanyaan yang bersifat tertetutup dan isian pada pertanyaan yang
bersifat terbuka.
No. Kode Kuesioner :
Nama interviewer Hendrikus Ch. M.
Enge Tanda tangan
Tanggal interview Interviewer Responden
Waktu mulai interview
Waktu selesai interview
Letak lokasi Desa :
RT :
RW :
PROFIL RESPONDEN
Nama responden :...................................................................
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Pendidikan terakhir SD Akademi
(D3)
SMP D4/S1
SMU/SMK Tidak tamat
SD
Umur :.................Tahun
Pekerjaan PNS Petani
Pegawai swasta Dll......
Status sosial dalam masyarakat :
Daerah asal :
Lama berdomisili di Desa ini :
TUJUAN:
Memperoleh data dan informasi tentang persepsi masyarakat sekitar hutan
terhadap masalah tapal batas Taman Wisata Alam Baumata
54
Variabel Pengalaman Masa Lalu masyarakat
1. Apakah orang tua dari bapak/ibu pernah mempunyai lahan yang kini masuk
sebagai kawasan hutan baumata?
Ada Tidak tahu Tidak ada
2. Apakah bapak/ibu memiliki lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan
kawasan hutan baumata?
Ada Pernah ada Tidak ada
3. Menyambung pertanyaan pada no 2 tersebut, apakah status kepemilikan lahan
bapak/ibu tersebut?
Milik pribadi Warisan Bukan keduanya
4. Berapa luas lahan yang dimiliki bapak/ibu saat ini?
< 5000 m2 5000 m
2 – 10000m
2 > 10000 m
2
5. Apakah bapak/ibu mengetahui batas-batas kawasan hutan TWA Baumata?
Sangat tahu Kurang tahu Tidak tahu
6. Menurut bapak/ibu sebaiknya pal batas kawasan TWA Baumata dibuat dari?
Pal beton Tumpukan batu Batas alam
Apa alasan bapak/ibu memilih jawaban
tersebut?............................................................................................................
7. Sepengetahuan bapak/ibu, apakah di dalam kawasan hutan TWA Baumata
terdapat tanah/kebun/lahan yang menjadi milik masyarakat?
Ada Tidak tahu Tidak ada
8. Realita/kenyataan di lapangan masih menggunakan pal batas peninggalan
Negeri Belanda berupa tumpukan-tumpukan batu, menurut bapak/ibu apakah
dengan adanya pal batas seperti itu menimbulkan masalah bagi pemilik lahan
sekitar kawasan?
Menimbulkan masalah Sedikit masalah Tidak masalah
Dari pilihan jawaban tersebut apa komentar
anda..................................................................................................................
9. Menurut bapak/ibu apakah fungsi dari pal batas kawasan hutan TWA baumata
sebagai batas kawasan hutan masih berfungsi dengan baik?
Berfungsi baik
Kurang berfungsi baik
Tidak berfungsi dengan baik
a. Bila masih berfungsi dengan baik, apakah saat ini fungsinya masih
dirasakan............................................................................................
b. Bila tidak, sejak kapan tidak berfungsi dengan baik.................................
10. Apakah bapak/ibu mengetahui bahwa batas kawasan Taman Wisata Alam
Baumata belum memiliki batas kawasan yang definitif/sah?
Sangat tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
Bila tahu, dari mana anda mengetahuinya...............................................
11. Apa status hutan TWA Baumata sebelum ditetapkan sebagai kawasan Taman
Wisata Alam Baumata?
Hutan milik
Hutan Desa
Tidak tahu
55
12. Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap pengelola kawasan terutama
berkaitan dengan batas kawasan hutan TWA Baumata? (boleh dicentang lebih
dari satu jawaban)
Telah dikelola dengan baik
Kurang dikelola dengan baik
Belum dikelola dengan baik sebab pal batas belum definitif
13. Pernahkah terjadi perselihan pemahaman antara pengelola kawasan dengan
masyarakat sekitar hutan berkaitan dengan pal batas kawasan hutan Baumata?
(boleh dicentang lebih dari satu jawaban)
Pernah Kadang-kadang Tidak pernah
Bila pernah, apa masalah yang menyebabkan perselisihan
tersebut....................................................................................................
Variabel Perilaku Masyarakat Sekitar Hutan
14. Pernakah bapak/ibu masuk dan keluar kawasan hutan TWA Baumata?
Pernah kadang-kadang Tidak pernah
15. Seberapa sering aktivitas yang dilakukan bapak/ibu berhubungan dengan
kawasan hutan TWA Baumata tersebut?
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
16. Aktifitas apa saja yang dilakukan bapak/ibu yang selalu berhubungan dengan
kawasan hutan TWA Baumata?
Mencari kayu bakar
Mencari pakan ternak
Mencari kayu bahan bangunan
17. Berkaitan dengan soal no 16 tersebut, setujukah saudara bila masyarakat
sekitar kawasan TWA Baumata selalu melakukan aktifitas berhubungan
dengan hutan? (boleh dicentang lebih dari satu jawaban)
Sangat setuju Kurang setuju Tidak setuju
Apa alasan saudara memilih jawaban
tersebut...........................................................................................................
18. Berkaitan dengan tanaman jati yang terdapat dalam kawasan hutan, apakah
sampai saat ini masih diklaim masyarakat sekitar hutan sebagai milik
masyarakat? (boleh dicentang lebih dari satu jawaban)
Masih diklaim sebagai milik masyarakat
Sebagian mengklaim sebagai hak milik
Tidak ada yang mengklaim
Dari mana anda mengetahui informasi
tersebut............................................................................................................
Variabel Sikap Masyarakat Sekitar Hutan
19. Menurut bapak/ibu apakah ada sikap masyarakat yang mencerminkan
kepedulian masyarakat akan batas kawasan hutan Baumata?
Ada
Kadang-kadang
Tidak ada
56
20. Dalam bentuk apa bentuk kepedulian masyarakat sekitar kawasan hutan
terhadap batas kawasan hutan?
Memperhatikan dan mengatur kembali pal batas kawasan dari tumpukan
batu yang berserakan
Tidak merusak pal batas kawasan yang ada
Dll (sebutkan).....................................................................................
21. Apakah sampai saat ini bentuk kepeduliaan masyarakat terhadap batas
kawasan masih terjadi?
Masih ada Tidak ada Tidak tahu
22. Berkaitan dengan pekerjaan bapak/ibu saat ini, apakah aktivitas bapak/ibu ada
hubungannya dengan hutan?
Ada Kadang-kadang Tidak ada