SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey...

154
i SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU DUNGUS MADIUN Oleh : EKA SEPTIANA NIM : 201403059 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PRODI KESEHATAN MASYARAKAT STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018

Transcript of SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey...

Page 1: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

i

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA

KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU

DUNGUS MADIUN

Oleh :

EKA SEPTIANA

NIM : 201403059

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2018

Page 2: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

ii

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA

KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU

DUNGUS MADIUN

Diajukan untuk memenuhi

Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh :

EKA SEPTIANA

NIM : 201403059

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2018

Page 3: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

iii

Page 4: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

iv

Page 5: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

v

Page 6: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

vi

LEMBAR PERSEMBAHAN

Sebelumnya saya mengucakan syukur Alhamdullilah atas rahmat dan

ridho dari Allah SWT yang Maha Rahman dan Rahim skripsi ini dapat

terselesaikan. Tidak ada perjuangan apapun yang penulis berikan apabila tidak

mendapat ridho dari Allah SWT, dan mungkin skripsi ini tidak dapat

terselesaikan.

Tugas akhir ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua Orang Tua saya, Bapak dan Ibu yang selalu mendukung anaknya

baik moril ataupun materiil yang disertai dengan Do’a kepada Allah SWT

dalam terselesaikan Tugas Akhir atau Skripsi ini.

2. Dosen pembimbing skripsi Ibu Hanifah Ardiani, S.KM., M.KM dan Ibu

Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes yang telah setia dan sabar

membimbing semuanya hingga terselesaikan skripsi ini.

3. Semua mahasiswa STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun Program Studi

Kesehatan Masyarakat Angkatan 2014 yang bersama-sama bahu membahu

saling membantu demi terselesaikan skripsi ini.

4. Untuk semua teman dekat, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu

terimakasih untuk segala support, motivasi, dan bantuannya sehingga saya

dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Eka Septiana

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 26 September 1996

Agama : Islam

Alamat : Jl. Pilang Werda No. 42 RT. 16 RW. 04

Kelurahan Pilangbango Kecamatan Kartoharjo

Kota Madiun

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1. TK MATARAM II Kota Madiun 2001-2002

2. SD Negeri Pilangbango Kota Madiun 2002-2008

3. SMP Negeri 8 Kota Madiun 2008-2011

4. SMK Negeri 2 Kota Madiun 2011-2014

5. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun 2014-2018

Page 8: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

viii

Program Studi Kesehatan Masyarakat

STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun 2018

ABSTRAK

EKA SEPTIANA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KUMAN

UDARA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU DUNGUS

MADIUN

109 halaman + 12 tabel + 4 gambar dan 14 lampiran

Latar belakang: Kualitas udara di ruang rawat inap rumah sakit perlu

diperhatikan karena udara menjadi media penularan penyakit. Rata-rata angka

kuman udara di beberapa ruang rawat inap menunjukkan hasil sebesar 20,2

CFU/m³. Kondisi sanitasi ruang rawat inap di Rumah Sakit Paru Dungus sudah

cukup baik, namun masih ditemukan di beberapa ruangan seperti sanitasi dinding

dan lantai yang kurang bersih dan berdebu. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah Sakit Paru.Dungus Madiun.

Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei

analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah

ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun. Sampel dalam penelitian ini

adalah 22 ruang rawat inap. Analisis data menggunakan korelasi pearson dengan

taraf signifikan 5% atau 0,05 untuk menentukan hubungan antara variabel terikat

dengan variabel bebas.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan

angka kuman udara adalah kelembaban p= 0,000, r= 0,790, pencahayaan p=

0,000, r= -0,799, sanitasi ruang p= 0,011, r= -0,531, pemeliharaan ruang p =

0,005, r= -0,581. Sedangkan variabel yang tidak berhubungan dengan angka

kuman udara adalah suhu p= 0,086, r= 0,375.

Kesimpulan dan Saran: Variabel yang cukup kuat korelasinya terhadap angka

kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun adalah

kelembaban, pencahayaan, sanitasi ruang dan pemeliharaan ruang. Sebaiknya

pihak Rumah Sakit tetap menjaga sanitasi ruang serta membuat SPO (Standar

Prosedur Operasional) tentang pemeliharaan ruang sesuai dengan Kepmenkes.

Kata Kunci : Angka kuman udara, sanitasi ruang, pemeliharaan ruang, Rumah

Sakit Paru Dungus

Kepustakaan : 36 (2004-2017)

Page 9: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

ix

Public Health Program

Health Science College of Bhakti Husada Mulia Madiun 2018

ABSTRACT

EKA SEPTIANA

THE ASSOCIATED FACTORS ON THE NUMBERS OF AIR GERMS IN

INPATIENT ROOM OF DUNGUS LUNG HOSPITAL MADIUN

109 pages + 12 tables + 4 pictures and 14 appendixes

Background: The air quality in inpatient room need to be noticed because the air

becomes a disease of infection. The average numbers of air germs in several

inpatient rooms showed a result amounted to 20,2 CFU/m³. The condition of

sanitation in inpatient room was good enough, but for several rooms found such

as less clean and dusty floors. The purpose of this research was to determine the

associated factors on the numbers of air germs in inpatient room of Dungus Lung

Hospital Madiun.

The Method: The kind of this research method was epidemiology used analytic

survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient

room in Dungus Lung Hospital Madiun. The numbers of samples in this research

were twenty-two inpatient rooms in Dungus Lung Hospital Madiun. The data

analysis of this research used pearson correlation analysis on 5% significant or

0,05 to determine the associated on independent variables to dependent variable.

The Result: The results of this research showed that the variables were

associated on the numbers of air germs were humidity p= 0,000, r= 0,790,

lighting p = 0,000, r= -0,799, space of sanitation p= 0,011, r= -0,531, and space

of maintenance p= 0,005, r= -0,581. The variables was not associated on the

numbers of air germs was temperature p= 0,086, r = 0,375.

Discus and Conclusion: The variables that were strong enough of the correlation

on the numbers of air germs in inpatient room of Dungus Lung Hospital Madiun

were humidity, lighting, space of sanitation and space of maintenance. The

hospital is better to stays on sanitation procedures and make the SOP (Standard

Operating Procedure) about space of maintenance according to the Kepmenkes.

Keywords : The numbers of air germs, space of sanitation, space of

maintenance, Dungus Lung Hospital Madiun.

Bibliography : 36 (2004-2017)

Page 10: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Angka Kuman Udara di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun”. Penelitian ini disusun

sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan jenjang Sarjana di Prodi

Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini :

1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun.

2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Prodi S1 Kesehatan

Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun serta Dosen Pembimbing II

yang telah setia dan sabar memberikan bimbingan dan petunjuk dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Hanifah Ardiani, S.KM.,M.KM selaku Dosen Pembimbing I yang telah

setia dan sabar memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi

ini.

4. Bapak Beny Suyanto, S.Pd.,M.Si, selaku Ketua Dewan Penguji dalam skripsi

ini.

5. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan

terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Page 11: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

xi

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh

dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan kritik yang bersifat

membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan tugas akhir skripsi

ini.

Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan bagi penulis serta orang-orang yang peduli dengan dunia kesehatan

masyarakat pada khususnya.

Madiun, 11 Agustus 2018

Penyusun

Page 12: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

xii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .....................................................................................................i

Sampul Dalam .....................................................................................................ii

Lembar Persetujuan .............................................................................................iii

Lembar Pengesahan ............................................................................................iv

Halaman Pernyataan............................................................................................v

Halaman Persembahan ........................................................................................vi

Daftar Riwayat Hidup .........................................................................................vii

Abstrak ................................................................................................................viii

Abstract ...............................................................................................................ix

Kata Pengantar ....................................................................................................x

Daftar Isi..............................................................................................................xii

Daftar Tabel ........................................................................................................xv

Daftar Gambar .....................................................................................................xvi

Daftar Lampiran ..................................................................................................xvii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................8

1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................9

1.5 Keaslian Penelitian ..............................................................................10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Rumah Sakit ...........................................................................14

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit ...............................................................14

2.1.2 Fungsi Rumah Sakit .....................................................................15

2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit ..............................................................15

2.1.4 Sanitasi Rumah Sakit ...................................................................16

2.2 Konsep Ruang Rawat Inap ..................................................................21

2.2.1 Rawat Inap ...................................................................................21

2.2.2 Ruang Rawat Inap ........................................................................22

2.2.3 Tindakan Rawat Inap ...................................................................22

2.2.4 Tujuan Rawat Inap .......................................................................23

2.2.5 Fasilitas Sanitasi...........................................................................24

2.2.6 Jumlah dan Posisi Tempat tidur ...................................................25

2.2.8 Traffic Pattern ..............................................................................26

2.3 Penyebaran Penyakit Infeksi................................................................26

2.4 Infeksi Nosokomial ..............................................................................31

2.4.1 Batasan-batasan Infeksi Nosokomial ...........................................32

2.4.2 Infeksi Nosokomial dipengaruhi oleh Beberapa Faktor ..............32

2.4.3 Cara Penularan Infeksi Nosokomial ............................................34

2.4.4 Pengendalian Infeksi Nosokomial ...............................................35

2.5 Konsep Udara ......................................................................................36

2.5.1 Udara Ruang ................................................................................36

2.5.2 Kuman ..........................................................................................37

Page 13: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

xiii

2.5.3 Angka Kuman Udara ...................................................................38

2.5.4 Jenis-jenis Mikroorganisme di Udara ..........................................39

2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kuman di Udara .............40

2.6.1 Suhu .............................................................................................40

2.6.2 Kelembaban .................................................................................40

2.6.3 Pencahayaan .................................................................................42

2.6.4 Pemeliharaan Ruang Bangunan ...................................................44

2.6.5 Sanitasi Ruang .............................................................................47

2.7 Kerangka Teori ....................................................................................50

BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual...........................................................................51

3.2 Hipotesa Penelitian ..............................................................................52

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian .................................................................................53

4.2 Populasi dan Sampel ............................................................................53

4.3 Teknik Sampling ..................................................................................54

4.4 Kerangka Kerja Penelitian ...................................................................54

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .......................56

4.6 Instrumen Penelitian ............................................................................59

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................61

4.8 Prosedur Pengumpulan Data................................................................63

4.9 Teknik Analisis Data ...........................................................................67

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................70

5.2 Hasil Penelitian ....................................................................................75

5.3 Pembahasan .........................................................................................81

5.4 Keterbatasan Penelitian .......................................................................103

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ..........................................................................................104

6.2 Saran ....................................................................................................105

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ........................................................................... 10

Tabel 2.1 Indeks Angka Kuman Udara Menurut Fungsi Ruang atau Unit ...... 38

Tabel 4.1 Definisi Operasional ........................................................................ 57

Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Validitas ............................................................. 60

Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Reliabilitas .......................................................... 61

Tabel 4.4 Realisasi Kegiatan ............................................................................ 62

Tabel 4.3 Interpretasi Koefisien Korelasi ........................................................ 69

Tabel 5.1 Karakteristik Objek Variabel yang Diteliti ...................................... 76

Tabel 5.2 Uji Normalitas Data ......................................................................... 77

Tabel 5.3 Hubungan Suhu dengan Angka Kuman Udara ................................ 78

Tabel 5.4 Hubungan Kelembaban dengan Angka Kuman Udara .................... 78

Tabel 5.5 Hubungan Pencahayaan dengan Angka Kuman Udara ................... 79

Tabel 5.6 Hubungan Sanitasi Ruang dengan Angka Kuman Udara ................ 80

Tabel 5.7 Hubungan Pemeliharaan Ruang dengan Angka Kuman Udara ....... 80

Page 15: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Segitiga Epidemiologi atau Trias Penyebab Penyakit ................ 27

Gambar 2.2 Kerangka Teori ............................................................................. 50

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 51

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 55

Page 16: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 Informed Consent

Lampiran 3 Lembar Kuesioner

Lampiran 4 Lembar Observasi

Lampiran 5 Denah pengukuran suhu dan kelembaban di ruang rawat inap

Lampiran 6 Denah pengukuran pencahayaan di ruang rawat inap

Lampiran 7 Denah titik pengambilan sampel kuman udara di ruang rawat inap

Lampiran 8 Lembar Bimbingan

Lampiran 9 Hasil Output Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Lampiran 10 Surat ijin Penelitian di Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Lampiran 11 Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian di Rumah Sakit

Paru Dungus Madiun

Lampiran 12 Hasil Ouput Pengolahan data SPSS

Lampiran 13 Hasil Laboratorium

Lampiran 14 Dokumentasi Penelitian

Page 17: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Kepmenkes RI Nomor

340/MENKES/PER/III/2010). Rumah sakit berfungsi untuk memberikan sarana

pelayanan kesehatan kepada masyarakat baik secara kuratif maupun rehabilitatif,

rumah sakit juga tempat berkumpulnya orang-orang sakit maupun orang sehat

sehingga berisiko terjadinya penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya

pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Kepmenkes RI

1204/Menkes/SK/X/2004).

Ruang rawat inap merupakan ruangan di rumah sakit yang berpotensi

terjadinya penularan penyakit akibat pencemaran bakteri udara yang cukup tinggi

dan mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan

lingkungan (Wulandari, 2015). Semua penderita rawat inap di rumah sakit

berisiko untuk mendapatkan infeksi dari pengobatan atau tindakan operatif yang

diterimanya. Anak-anak kecil, orang berusia lanjut, dan orang dengan sistem imun

tubuh yang lemah (compromised immune system) mempunyai risiko lebih besar

mendapatkan infeksi nosokomial (Soedarto, 2016).

Udara sebagai salah satu komponen lingkungan yang merupakan kebutuhan

paling utama untuk mempertahankan hidup. Metabolisme dalam tubuh makhluk

Page 18: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

2

hidup tidak mungkin dapat berlangsung tanpa oksigen yang berasal dari udara.

Selain oksigen, terdapat mikroorganisme yang terkandung di dalam udara

diantaranya adalah bakteri atau kuman (Khoirul, 2015). Udara merupakan tempat

kuman untuk hidup dan berkembang. Kualitas udara di ruang rawat inap rumah

sakit perlu diperhatikan karena udara menjadi media penularan penyakit. Salah

satu lingkup kegiatan sanitasi rumah sakit adalah pengendalian faktor lingkungan

fisik yang meliputi suhu, kelembaban dan pencahayaan ruangan di rumah sakit.

Pengendalian faktor lingkungan bertujuan untuk mencegah terjadinya penularan

penyakit yang disebut infeksi nosokomial (Rizal, 2016).

Meningkatnya kasus infeksi nosokomial menjadi salah satu faktor dalam

menilai mutu pelayanan di rumah sakit. Infeksi nosokomial atau infeksi yang

diperoleh dari rumah sakit adalah infeksi yang tidak diderita pasien saat masuk ke

rumah sakit melainkan setelah ±72 jam berada di tempat tersebut. Infeksi ini

terjadi apabila toksin atau agen penginfeksi menyebabkan infeksi local atau

sistematik. Penyakit infeksi karena kuman dapat terjadi di manapun, tidak

terkecuali di tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas

maupun klinik. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan oleh pihak rumah sakit

adalah dengan melengkapi rumah sakit dengan berbagai perangkat dan fasilitas

guna dalam pencegahan infeksi. Penularan langsung dapat terjadi melalui udara

dan benda-benda yang ada di rumah sakit, seperti tempat tidur, dinding, dan alat

medis. Sedangkan untuk penularann tidak langsung dapat melalui tenaga medis ke

pasien, antar sesama pasien, ataupun pasien terhadap pengunjung. Sebaiknya

Page 19: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

3

rumah sakit harus mampu menciptakan lingkungan yang bersih sehingga terwujud

rumah sakit sehat, bukan sebagai penyebar kuman penyakit (Nurlaela, 2017).

Menurut penelitian WHO tahun 2006 pada rumah sakit yang berasal dari 14

negara yang berada di empat kawasan (regional) WHO, sekitar 8,7% penderita

yang di rawat di rumah sakit mengalami infeksi nosokomial rumah sakit.

(Soedarto, 2016). Menurut penelitian yang dilakukan oleh The National Institute

of Occupational Safety and Health (NIOSH) terhadap 446 bangunan dan gedung

di Amerika, menemukan bahwa terdapat 5 sumber pencemar udara dalam ruangan

yaitu pencemaran dari alat-alat dalam gedung (17%), pencemaran di luar gedung

(11%), pencemaran akibat bahan bangunan (3%), pencemaran akibat mikroba

(5%), ganguan ventilasi udara (52%), dan sumber yang belum diketahui (25%)

(NIOSH dalam Wulandari, 2015).

Data mengenai kejadian, angka kesakitan dan angka kematian infeksi

nosokomial di Indonesia masih langka, tetapi diperkirakan cukup tinggi

mengingat keadaan rumah sakit dan kesehatan umum relatif belum begitu baik.

Survei sederhana yang telah dilakukan oleh Subdit Surveilans Direktorat Jendral

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman

(Ditjen PPM&PLP) di 10 rumah sakit umum tahun 1987, menunjukkan angka

infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6% hingga 16% dengan rerata 9,8%.

Menurut Hasyim (2005) di Jakarta prevalensi infeksi nosokomial sebesar ±

41,1%, di Surabaya ± 73,3% dan Yogyakarta ± 5,9% (Wulandari, 2015).

Di Indonesia yaitu di RSU pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi

yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada tahun 2010. Infeksi nosokomial paling

Page 20: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

4

umum terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil penelitian terdahulu

menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah sakit di Indonesia bervariasi

antara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan (Nugraheni dkk, 2011).

Rumah Sakit Paru Dungus adalah rumah sakit milik Provinsi Jawa Timur

yang terletak di Dungus, Kelurahan Wungu, Kecamatan Wungu, Kabupaten

Madiun (13 km di sebelah Timur dari Pusat Kota Madiun). Rumah Sakit

tersebut saat ini masih dalam klasifikasi sebagai RS Khusus Paru Tipe C, dan

sedang berproses dalam rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan untuk

menjadi Rumah Sakit Khusus Paru Tipe B. Rumah Sakit Paru Dungus terletak

pada ketinggian ±80m diatas permukaan air laut yang dikelilingi lingkungan

hijau pegunungan tepatnya pada kaki Gunung Wilis sisi barat.

Hasil pemeriksaan angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit

Paru Dungus yang dilakukan pada 11 Januari 2018 menunjukkan bahwa rata-rata

angka kuman udara di ruang rawat inap mawar dan anggrek khusus ruangan

infeksius sebesar 20,2 CFU/m³. Rata-rata angka kuman udara tersebut masih

dibawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh

Kepmenkes/1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizal

Muntaha (2016) menunjukkan bahwa rata-rata angka kuman udara di ruangan

rawat inap Gedung Siti Hajar yaitu 164 CFU/m³, yang berarti angka kuman udara

di ruangan memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh

Kepmenkes/1204/Menkes/SK/X/2004.

Page 21: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

5

Rumah Sakit Paru Dungus memiliki ruang rawat inap yang diklasifikasikan

sebagai ruang rawat untuk penyakit menular dan penyakit tidak menular. Untuk

penyakit menular antara lain COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)

atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) yang berjumlah 12% dari total

pasien dan TBC berjumlah 8% dari total pasien. Hal tersebut rentan untuk

terjadinya penularan penyakit melalui udara. Pada tahun 2016 penyebab

kematian terbanyak di Rawat Inap adalah disebabkan penyakit COPD

sebanyak 8 kasus kematian dan TBC sebanyak 6 kasus kematian.

Angka kuman udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu

kelembaban udara. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rizal

Muntaha (2016) menunjukkan nilai (p=0,040) yang artinya ada hubungan antara

kelembaban udara ruangan dengan angka kuman udara di ruang rawat inap

Gedung Siti Hajar Rumah Sakit Islam Sultan Hadlirin Jepara. Karena,

kelembaban udara yang relatif tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan

mikroorganisme.

Penelitian yang dilakukan Didik (2016) di ruang rawat inap kelas III RSUD

Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan hasil bahwa rata-rata kuman udara sebesar

256,5 CFU/ m³. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan

antara suhu (p=0,002), kelembaban (p=0,005), dan pencahayaan (p=0,001)

dengan angka kuman udara di ruang rawat inap kelas tiga melati RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

Kondisi sanitasi ruang rawat inap di Rumah Sakit Paru Dungus sudah cukup

baik, namun masih ditemukan di beberapa ruangan seperti sanitasi dinding dan

Page 22: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

6

lantai yang kurang bersih dan berdebu, serta masih ada ruang perawatan yang

jendelanya selalu tertutup sehingga sirkulasi udara tidak dapat terjadi dengan baik

dan dapat mempengaruhi kualitas udara di ruang perawatan tersebut. Berdasarkan

Kepmenkes/1204/Menkes/SK/X/2004 bahwa lantai harus selalu bersih dan

jendela atau ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam ruang dengan

baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Munawar (2015)

menunjukkan hasil (p=0,010), artinya ada hubungan yang signifikan antara

sanitasi ruangan dengan angka kuman udara di ruang persalinan praktik bidan

swasta di Kota Banjarbaru.

Penelitian tentang angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit

Paru Dungus belum pernah dilakukan sebelumnya dan dipilihnya ruang perawatan

sebagai lokasi penelitian, karena pada ruang perawatan tersebut merupakan salah

satu ruangan yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan kuman pada udara.

Oleh karena itu peniliti ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor apa saja

yang berhubungan dengan kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru

Dungus Madiun.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Berdasarkan dari uraian pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

masalah penelitian yaitu “faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan angka

kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun?”

Page 23: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

7

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Berapa suhu udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun?

2. Berapa kelembaban udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus

Madiun?

3. Berapa tingkat pencahayaan di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus

Madiun?

4. Bagaimana pemeliharaan ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru

Dungus Madiun?

5. Bagaimana kondisi sanitasi ruang di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru

Dungus Madiun?

6. Apakah ada hubungan antara suhu dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun?

7. Apakah ada hubungan antara kelembaban dengan angka kuman udara di

ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun?

8. Apakah ada hubungan antara pencahayaan dengan angka kuman udara di

ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun?

9. Apakah ada hubungan antara pemeliharaan ruangan dengan angka kuman

udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun?

10. Apakah ada hubungan antara sanitasi ruang dengan angka kuman udara di

ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun?

Page 24: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

8

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit

Paru Dungus Madiun.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengukur suhu udara ruang rawat inap di Rumah Sakit Paru Dungus

Madiun.

2. Untuk mengukur kelembaban ruang rawat inap di Rumah Sakit Paru

Dungus Madiun.

3. Untuk mengukur tingkat pencahayaan ruang rawat inap di Rumah Sakit

Paru Dungus Madiun.

4. Untuk menilai pemeliharaan ruang rawat inap di Rumah Sakit Paru Dungus

Madiun.

5. Untuk menilai sanitasi ruang perawatan di Rumah Sakit Paru Dungus

Madiun.

6. Untuk menganalisis hubungan suhu dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

7. Untuk menganalisis hubungan kelembaban dengan angka kuman udara di

ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

8. Untuk menganalisis hubungan pencahayaan dengan angka kuman udara di

ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

Page 25: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

9

9. Untuk menganalisis hubungan pemeliharaan ruang dengan angka kuman

udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

10. Untuk menganalisis hubungan sanitasi ruang perawatan dengan angka

kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru dungus Madiun.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi

program pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan di rumah sakit terkait

sehingga akan lebih mampu menekan risiko peularan penyakit di rumah sakit.

1.4.2 Bagi Insitusi Pendidikan/STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Manfaat yang dapat diharapkan dalam penelitian ini sebagai penerapan ilmu

selama duduk di bangku perkuliahan serta dapat mengembangkan ilmu

pengetahuan kesehatan lingkungan tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus

Madiun.

1.4.3 Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperluas wawasan

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Page 26: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

10

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama

Peneliti

Judul

Penelitian

Tempat

Penelitian

Metode

Penelitian Variabel Hasil Penelitian

1. Inggrit

Chistianty

(2009)

Hubungan

Sanitasi

Ruang

Perawatan

dengan

Kualitas

Udara di

ruang

Perawatan

Kelas Tiga

Rumah Sakit

Umum

Daerah Ibnu

Sina

Kabupaten

Gresik

Rumah

Sakit

Umum

Daerah

Ibnu Sina

Kabupaten

Gresik

Analitik

dengan

rancangan

Cross

Sectional

Variabel

bebas:

Kualitas fisik

udara

meliputi

suhu,

kelembaban,

pencahayaan,

dan

pengukuran

kualitas

mikrobiologi

udara

yaitu indeks

angka kuman

Variabel

terikat:

Sanitasi

ruang

perawatan

Ada hubungan

antara sanitasi

ruang perawatan

dengan kualitas

udara (r=1.000)

pada ruang

perawatan

Heliconia kelas

tiga di rumah

Sakit Umum

Daerah Ibnu Sina

Kabupaten

Gresik

2. Didik Agus

Nugroho

(2016)

Faktor-

Faktor yang

Berhubungan

dengan

Angka

Kuman

Udara di

Ruang

Rawat Inap

Kelas III

Rsud Dr.

Moewardi

Surakarta

Rsud Dr.

Moewardi

Surakarta

Penelitian

observasional

dengan

rancangan

penelitian

Cross

sectional.

Variabel

bebas:

suhu,

kelembaban,

pencahayaan

frekuensi

sterilisasi,

jumlah

pengunjung,

kondisi

tempat

sampah,

kondisi

linen,

kondisi

personal

hygiene

pasien

Terdapat

hubungan antara

suhu (p=0,002),

kelembaban

(p=0,005), dan

pencahayaan

(p=0,001)

dengan angka

kuman udara di

ruang rawat inap

kelas tiga melati

RSUD Dr.

Moewardi

Surakarta.

Tidak terdapat

hubungan antara

frekuensi

sterilisasi

Page 27: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

11

No Nama

Peneliti

Judul

Penelitian

Tempat

Penelitian

Metode

Penelitian Variabel Hasil Penelitian

variabel

terikat:

angka

Kuman

Udara

(p=0,075), jumlah

pengunjung

(p=0,184),

kondisi tempat

sampah (p=0,169),

kondisi linen

(p=0,169), dan

kondisi personal

hygiene pasien

(p=0,300) dengan

angka kuman

udara di ruang

rawat inap kelas

tiga melati RSUD

Dr. Moewardi

Surakarta.

3. Rizal

Muntaha

(2016)

Faktor

Lingkungan

Fisik

Ruangan

Dengan

Angka

Kuman

Udara Ruang

Rawat Inap

Gedung Siti

Hajar

Rumah Sakit

Islam Sultan

Hadrilin

Jepara

Rumah

Sakit

Islam

Sultan

Hadrilin

Jepara

Analitik

observasional

dengan

rancangan

Cross

Sectional

Variabel

bebas:

Kelembaban

dan suhu

Variabel

terikat:

Angka

kuman udara

Hasil uji Kendal

Tau hubungan

suhu dengan angka

kuman udara

diperoleh p value

0,496 dan

hubungan

kelembaban

dengan angka

kuman udara

diperoleh p value

0,040. Tidak ada

hubungan antara

suhu dengan angka

kuman udara.

Kelembaban

mempunyai

hubungan dengan

angka kuman

udara dengan

kekuatan korelasi

lemah.

4. Kiki Ayu

Pratiwi

(2013)

Kualitas

Mikrobiologi

Udara di

Rumah

Sakit Paru

Surabaya

Deskriptif Variabel

bebas:

pencahayaan,

kecepatan

Jumlah angka

koloni kuman di

ruang rawat inap

penyakit menular

Lanjutan tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Page 28: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

12

No Nama

Peneliti

Judul

Penelitian

Tempat

Penelitian

Metode

Penelitian Variabel Hasil Penelitian

Ruang

Rawat Inap

Penyakit

Menular di

Rumah Sakit

Paru

Surabaya

aliran udara,

suhu dan

kelembaban,

pengendalian

kulitas udara

(proses

pemeliharaan

ruang

bangunan,

yaitu 1860

CFU/m³ dengan

kategori tidak

memenuhi syarat,

pencahayaan yaitu

44,1 lux dengan

kategori tidak

memenuhi syarat.

Kecepatan aliran

udara yaitu 0,53

m/dt dengan

kategori

memenuhi syarat.

Suhu udara ruang

yaitu 30°C dengan

kategori tidak

memenuhi syarat

dan kelembaban

yaitu 77% dengan

kategori tidak

memenuhi syarat.

Pengendalian

kualitas udara

meliputi proses

pemeliharaan

ruang bangunan

memperoleh

prosentase sebesar

66,6% dengan

kategori

memenuhi syarat,

konstruksi ruang

dan bangunan

memperoleh

prosentase sebesar

55% dengan

kategori tidak

memenuhi syarat,

dan kepadatan

hunian ruang

rawat inap

penyakit menular

dengan kategori

memenuhi syarat.

Lanjutan tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Page 29: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

13

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan

adalah:

1. Subyek Penelitian : Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

2. Metode penelitian : Menggunakan desain Cross Sectional dengan analisis

data Korelasi Pearson (data normal) dan Rank Spearman (data tidak normal).

3. Tahun penelitian : Pada tahun 2018

4. Tempat penelitian : Rumah Sakit Paru Dungus yang berada di bawah kaki

Gunung Wilis Madiun ±80m diatas permukaan air laut.

Page 30: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian

integral dari suatu organisasi social dan kesehatan dengan fungsi menyediakan

pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan

pencegahan penyakit (preventive) kepada masyarakat. Masyarakat juga

merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks.

Kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis dan macam penyakit yang harus

memperoleh perhatian dari para dokter (medical provider) untuk menegakkan

diagnosis dan menentukan terapinya (upaya kuratif), namun juga adanya berbagai

macam peralatan medis dari yang sederhana hingga yang modern dan canggih

(Darmadi, 2008).

Hal lain yang mrupakan kompleksitas dari sebuah rumah sakit adalah

adanya sejumlah orang yang secara bersamaan berada di rumah sakit, sehingga

rumah sakit menjadi sebuh “gedung pertemuan” sejumlah orang secara serempak,

berinteraksi langsung maupun tidak langsung mempunyai kepentingan dengan

penderita yang dirawat di rumah sakit (Darmadi, 2008).

Page 31: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

15

2.1.2 Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yaitu kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh tenaga kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah

dan menyembuhkan penyakit, dan memulihkan kesehatan. Untuk menjalankan

tugas sebagaimana Rumah Sakit mempunyai fungsi:

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkata kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan PERMENKES Nomor. 340/MENKES/PER/III/2010 Rumah

Sakit diklasifikasi berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayananannya, sebagai

berikut:

Page 32: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

16

1. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5

(lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik

Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik sub Spesialis.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4

(empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik

Spesialis Lain dan 2 (dua) Pelayanan Medik sub Spesialis Dasar.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan

4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.

2.1.4 Sanitasi Rumah Sakit

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit menurut Kepmenkes RI

No. 1204/Menkes/SK/X/2004, sebagai berikut:

2.1.4.1 Umum

1. Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman Rumah Sakit

Page 33: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

17

Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang /unit dan

halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan

kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan

kegiatan rumah sakit.

2. Pesyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan Minuman

Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan individu. Sedangkan sanitasi adalah upaya kesehatan dengan

cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan.

Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan

minuman yang di sajikan dari dapur rumah sakit untuk pasien dan

karyawan, makanan dan minuman yang dijual di dalam lingkungan rumah

sakit atau dibawa dari luar rumah sakit.

3. Penyehatan Air

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses

pengolahan yang memenuhi persyaratan kesehatan dan dapat langsung

diminum.

4. Pengolahan Limbah

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan

rumah sakit dalam bentuk cair, padat, maupun gas.

5. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry)

Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi

dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan disinfektan,

mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan setrika.

Page 34: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

18

6. Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu Lainnya

Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya adalah

upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus dan binatang

pengganggu lainnya sehingga keberadaan nya tidak menjadi vektor

penularan penyakit.

7. Dekontaminasi Melalui Disinfeksi dan Sterilisasi

Dekontaminasi adalah upaya untuk mengurangi dana tau menghilangkan

kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang

melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi.

2.1.4.2 Khusus

Menurut Kepmenkes Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, penataan ruang bangunan dan

penggunaanya harus sesuai dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan

yaitu sesuai dengan mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat resiko

terjadinya penyakit yaitu:

1. Zona resiko rendah

Zona resiko rendah meliputi: ruang administrasi, ruang komputer, ruang

pertemuan, ruang repsionis dan ruang pendidikan atau pelatihan.

1. Permukaan dinding harus rata dan berwarna terang

2. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air,

berwarna terang, dan pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk

konus.

Page 35: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

19

3. Langit-langit harus terbuat dari bahan mutipleks atau bahan yang kuat,

berwarna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi

minimal 2,70 meter dari lantai.

4. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi 2,10 meter, dan ambang bawah

jendela minimal 1,00 meter dari lantai.

5. Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40

meter dari lantai.

2. Zona dengan risiko sedang

Zona resiko sedang meliputi: ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat

jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan

pada zona dengan resiko sedang sama dengan persyaratan resiko rendah.

3. Zona dengan risiko tinggi

Zona resiko tinggi meliputi: ruang isolasi, ruang perawatan intensif,

laboratorium, ruang penginderaan media (medical imaging), ruang bedah

mayat (autopsy), dan ruang jenazah dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang

1) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi

1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang.

2) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan

ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar yang dihasilkan

dari peralatan yang dipasang di ruang tersebut, tembok pembatas antara

ruang sinar X dengan kamar gelap dilengkapi transfer cassette.

Page 36: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

20

2. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air,

berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus

berbentuk konus.

3. Langit-langit terbuat dari bahan mutipleks atau bahan yang kuat, berwarna

terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70

meter dari lantai.

4. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi 2,10 meter, dan ambang bawah

jendela minimal 1,00 meter dari lantai.

5. Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter

dari lantai.

4. Zona dengan risiko sangat tinggi

Zona resiko sangat tinggi meliputi: ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang

perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang patologi dengan

ketentuan sebagai berikut:

1) Dinding terbuat dari bahan porslin atau dicat dengan cat tembok yang tidak

luntur dan aman dan terang.

2) Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dan tinggi minimal

2,70 meter dari lantai.

3) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter dan semua

pintu kamar harus selalu dalam keadaan tertutup.

4) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan

berwarna terang.

Page 37: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

21

5) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelegar (gantungan) lampu bedah

dengan profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasanngan

langit-langit.

6) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpn reagensia siap pakai

7) Ventilasi atau pengawasan sebaiknya digunakan AC tersendiri yang

dilengkapi filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan

ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara

bersih yang masuk ke dalam kama operasi berasal dari atas ke bawah.

Khusus untuk ruang bedah ortopedi atau transplantasi organ harus

menggunakan pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) sistem.

8) Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu

harus dibuat ruang antara.

9) Hubungan denga ruang scrub-up untuk melihat ke dalam ruang operasi

perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian

cleaning cukup dengan sebuah loket yang dapat dibuka dan ditutup.

10) Pemasangan gas media secara sentral diusahakan melalui bawah lantai

atau di atas langit-langit.

11) Dilengkapi dengan pengumpulan limbah medis.

2.2 Konsep Ruang Rawat Inap

2.2.1 Rawat Inap

Rawat inap atau opname adalah salah satu bentuk proses pengobatan atau

rehabilitasi oleh tenagan pelayanan kesehatan profesional pada pasien yang

Page 38: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

22

menderita suatu penyakit tertentu, dengan cara di inapkan di ruang rawat inap

tertentu sesuai dengan jenis penyakit yang dialaminya.

2.2.2 Ruang Rawat Inap

Ruang rawat inap adalah ruangan atau fasilitas yang dijadikan tempat untuk

merawat pasien. Biasanya ruangan rawat inap berupa bangsal yang di huni oleh

beberapa pasien sekaligus, namun pada beberapa rumah sakit juga menyediakan

ruang rawat inap khusus (VVIP) yang lebih nyaman, lebih lengkap.

Ruangan atau bangsal maupun kamar perawatan, tidak saja sebagai tempat

pemulihan kesehatan, tetapi hendaknya juga berfungsi sebagai tempat istirahat

bagi penderita. Untul tujuan ini, ruangan atau bangsal maupun kamar penderita

harus diatur sedemikian rupa, sehingga aman dan nyaman bagi penderita, serta

memberikan kemudahan dan lancarnya tugas-tugas asuhan keperawatan

(Darmadi, 2008).

2.2.3 Tindakan Rawat Inap

Fasilitas dan pelayanan tentu saja lebih komplit dibandingkan dengan

fasilitas rawat jalan, begitupun dengan tenaga kesehatan yang terlibat secara

bersama-sama dan berkolaborasi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang

meliputi:

1. Observasi

2. Diagnosa

3. Terapi

4. Rehabilitasi medik

Page 39: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

23

5. Dan berbagai jenis pelayanan medis lainnya yang mungkin dibutuhkan untuk

menunjang proses pengobatan dan keperawatan pasien

2.2.4 Tujuan Rawat Inap

1. Untuk memudahkan pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang

komprehensif.

2. Untuk memudahkan dalam menegakkan diagnosis pasien dan perencanaan

terapi yang tepat.

3. Untuk memudahkan pengobatan dan terapi yang akan dan harus didapatkan

pasien.

4. Untuk mempercepat tindakan kesehatan.

5. Memudahkan pasien untuk mendapatkan berbagai jenis pemeriksaan

penunjang yang diperlukan.

6. Untuk mempercepat penyembuhan penyakit pasien.

7. Untuk memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari yang berhubungan dengan

penyembuhan penyakit, termasuk pemenuhan gizi dan lain-lain.

Menurut Darmadi (2008) ada empat permasalahan yang perlu diperlu

diperhatikan dalam mengelola ruangan/bangsal perawatan agar mikroba patogen

yang berada di dalam ruangan/bangsal perawatan dapat dikendalikan. Keempat

permasalahan tersebut adalah bangunan fisik, fasilitas sanitasi, jumlah dan posisi

tempat tidur, serta traffic pattern.

Page 40: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

24

2.2.5 Fasilitas Sanitasi

Sebagai bagaian dari upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di

ruangan/bangsal perawatan, keberadaan fasilitas sanitasi penting sekali, antara

lain:

1. Kamar mandi dan WC penderita

a. Jumlahnya ditentukan oleh jumlah tempat tidur dalam ruangan/bangsal,

yaitu setiap 15 tempat tidur diperlukan 1 kamar mandi atau WC.

b. Kamar mandi dan WC harus terpisah.

c. Lokasinya pada salah satu ujung ruangan/bangsal.

2. Kamar mandi dan WC untuk petugas/keluarga penderita (penunggu)

Lokasinya terpisah dengan kamar mandi dan WC penderita

3. Tempat cuci tangan/wastafel

Ditempatkan pada lokasi yang tepat

4. Gudang tempat menyimpan alat-alat sanitasi

Lokasinya dekat dengan tempat kegiatan administrasi

5. Wadah/container sampah dan limbah

Prosedur dan tindakan medis ataupun keperawatan akan menghasilkan sampah

dan limbah, yaitu: sampah domestik, sampah medis, dan limbah klinis medis.

Setiap jenis sampah dan limbah tersebut harus ditampung dalam container yang

berbeda-beda

Page 41: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

25

6. Air bersih

Kebutuhan air bersih harus terpenuhi serta lancar dan ini dapat dibuktikan

melalui air yang keluar dari kran-kran yang ada di wastafel, kamar mandi atau

WC

2.2.6 Jumlah dan Posisi Tempat Tidur

Pada ruangan/bangsal perawatan umum dapat ditemui bermacam-macam

kasus penyakit, baik berasal dari penderita yang baru masuk rumah sakit maupun

berasal dari penderita yang sudah lama dirawat di ruangan/bangsal perawatan.

Semuanya memerlukan perhatian yang sama dan semuanya membutuhkan tempat

tidur.

Tempat tidur merupakan syarat mutlak untuk merawat seorang penderita.

Penderita menginginkan kesembuhan dalam suasana aman dan nyaman selama

menggunakan tempat tidur, sedangkan dari sisi lain petugas menginginkan

kemudahan dan kenyamanan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada

penderita.

Untuk maksud diatas, baik untuk penderita maupun petugas diibutuhkan

area istirahat dan area kerja yang cukup lapang, yaitu luas tempat tidur dengan

ukuran ideal atau memadai 2,5 x 3 m. Perimbangan akan kebutuhan luas lantai

sebesar 7,5 m² adalah:

1. Setiap penderita menggunakan sebuah tempat tidur dengan ukuran 1,2 x 2,2 m

dan sebuah bedside table yang berada di samping tempat tidur, sehingga area

yang lebih lapang pada saat penderita istirahat akan terasa lebih nyaman.

Page 42: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

26

2. Jarak antara dua tempat tidur yang berdampingan tidak begitu rapat, sehingga

dapat memperkecil risiko kontak penularan penderita yang berada di

sampingnya (infeksi silang).

3. Petugas juga dapat lebih leluasa menjalankan asuhan keperawatan karena

adanya area kerja yang lebih lapang di sisi kiri dan kanan penderita.

Aspek lain di samping masalah luas lantai untuk setiap tempat tidur dan

jumlah tempat tidur dalam satu ruangan atay bangsal adalah aspek penempatan

setiap penderita pada tempat tidur yang tersedia dalam ruangan/bangsal. Aspek ini

mempunyai tujuan yang sama, yaitu meminimalisasi kemungkinan penularan

kepada penderita lain.

2.2.7 Traffic Pattern

Traffic pattern ini adalah salah satu bentuk upaya pencegahan dan

pengendalian infeksi nosokomial dengan cara mengatur arus lalu lintas penderita,

petugas, dan material yang berkaitan dengan asuhan keperawatan, serta lalu lintas

sampah dan limbah medis. Tujuan dari sistem lalu lintas ini adalah sama, yaitu

untuk meminimalisasi terjadinya penularan dengan cara memisahkan jalur keluar

dan masuknya penderita atau petugas dengan jalur keluarnya (pembuangan)

sampah dan limbah dari bangsal/ruangan, sehingga terwujudlah sebuah pola lalu

linttas (traffic pattern) dalam ruangan/bangsal.

2.3 Penyebaran Penyakit Infeksi

Menurut Darmadi (2008), secara umum proses terjadinya penyakit

melibatkan tiga faktor yang saling berinteraksi, yaitu:

Page 43: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

27

1. Faktor penyebab penyakit, yang sering disebut agen (agent)

2. Faktor manusia, yang sering disebut penjamu (host)

3. Faktor lingkungan

Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi dan dalam epidemiologi disebut

segitiga Epidemiologi atau Trias Penyebab Penyakit.

Gambar 2.1 Segitiga Epidemiologi atau Trias Penyebab Penyakit

Sumber: Darmadi, 2008, Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba pathogen

dan bersifat sangat dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup tentunya ingin

bertahan hidup dengan cara berkembang biak pada suatu reservoir yang cocok dan

mampu mencari reservoir baru dengan cara berpindah atau menyebar. Secara garis

besar mekanisme tranmisi mikroba pathogen ke penjamu yang rentan (susceptible

host) melalui dua cara yaitu (Darmadi, 2008):

1. Transmisi langsung (direct transmisi)

Penularan langsung oleh mikroba pathogen ke pintu yang sesuai dari penjamu.

Sebagi contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman atau adanya droplet

nuclei saat bersin, batuk, berbicara, atau saat transfuse darah dengan darah

yang terkontaminasi mikroba pathogen.

Penjamu

Agen

Lingkungan

Page 44: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

28

2. Transmisi tidak langsung (indirect transmisi)

Penularan miroba pathogen yang merupakan adanya media perantara, baik

berupa barang atau bahan, air, udara, makanan atau minuman, maupun vektor.

1) Vehicle-borne

Sebagai media perantara penularan penyakit adalah barang atau bahan yang

terkontaminasi seperti peralatan makan dan minuman, instrument bedah

atau kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus atau transfusi.

2) Vector-borne

Sebagai media perantara penulran penyakit vektor (serangga), yang

memindahkan mikroba pathogen ke penjamu dengan cara sebagai berikut:

1. Cara mekanis

Pada kaki serangga melekat kotoran atau sputum (mikroba pathogen), lalu

hinggap pada makanan dan minuman, dimana selanjutnya akan masuk ke

saluran cerna penjamu.

2. Secara biologis

Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus

perkembangbiakan dalam tubuh vektor (serangga), selanjutnya mikroba

dipindahkan ke tubuh penjamu melalui gigitan nyamuk.

3) Food-borne

Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif

penyebarannya mikroba pathogen ke pejamu, yaitu pintu masuk (port

d’entree) saluran cerna.

Page 45: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

29

4) Water borne

Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kuratif terutama untuk

kebutuhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek

fisik, kimiawi dan bakteriologi, diharapkan terbebas dari mikroba pathogen

sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak sebagai media perantara air

sangat mudah menyebarkan mikroba pathogen ke penjamu, melalui pintu

masuk (port d’entree) saluran cerna maupun pintu masuk yang lain.

5) Air borne

Udara sangat mutlak diperlukan setiap orang, namun adanya udara yang

terkontaminasi oleh mikroba pathogen sangat sulit untuk dideteksi. Mikroba

pathogen dalam udara masuk ke saluran pernafasan penjamu dalam bentuk

droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservoir) saat batuk atau

bersin, bicara atau bernafas melalui mulut atau hidung. Sedangkan dust

merupakan partikel yang dapat terbang bersamaan debu lantai atau tanah.

Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan

tertutup seperti di dalam gedung, ruangan atau bangsal atau kamar perawat,

atau pada laboratorium klinik.

Menurut Darmadi (2008) dalam riwayat perjalanan penyakit, pejamu yang

peka (susceptible host) akan berinteraksi dengan mikroba pathogen, yang secara

alamiah akan melewati 4 tahap yaitu:

1. Tahap rentan

Pada tahap ini penjamu masih dalam kondisi yang relatif sehat, namun peka

atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit

Page 46: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

30

seperti umur, keadaan fisik, perilaku atau kebiasaan hidup, sosial-ekonomi,

dan lain-lain. Faktor-faktor predisposisi tersebut mempercepat masuknya

agen penyebab penyakit (mikroba pathogen) untuk berinteraksi dengan

pejamu.

2. Tahap inkubasi

Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba pathogen mulai beraksi, namun

tanda dan gejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat mulai masuknya

mikroba pathogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan gejala

penyakit disebut masa inkubasi. Masa inkubasi satu penyakit berbeda dengan

penyakit lainnya, ada yang hanya beberapa jam, dan ada yang pula yang

betahun-tahun.

3. Tahap klinis

Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda

dan gejala (sign and symptoms) penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit

akan berjalan secara bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit

masih ringan. Penderita masih mampu melaksanakan aktifitas sehari-hari dan

masih dapat diatasi dengan berobat jalan. Pada tahap selanjutnya, penyakit

tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah,

baik secara objektif maupun subjektif. Pada tahap ini penderita sudah tidak

mampu lagi malakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat umumnya harus

memerlukan perawatan.

Page 47: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

31

4. Tahap akhir penyakit

Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula, perjalanan penyakit

tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif menurut (Darmadi, 2008), yaitu:

a. Sembuh sempurna

Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel atau

jaringan atau organ tubuh kembali seperti kala.

b. Sembuh dengan cacat

Penderita sembuh dari penyakit namun disertai adanya kecacatan. Cacat

dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial.

c. Pembawa (carrier)

Perjalaan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dengan menghilangkan

tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab penyakit masih

ada, dan masih potensial sebagai sumber penularan.

d. Kronis

Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap

atau berubah (stagnan).

e. Meninggal dunia

Akhir perjalanan penyakit dengan kegagalan fungsi-fungsi organ.

2.4 Infeksi Nosokomial

Nosokomial berasal dari bahsa Yunani, dari kata nosos yang artinya

penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk

merawat atau rumah sakit. jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi

Page 48: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

32

yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit. infeksi nosokomial saat ini merupakan

salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka

kematian (mortality) di rumah sakit, sehingga dapat menjadi masalah kesehatan

baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju (Darmadi, 2008).

2.4.1 Batasan-batasan Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired infection”

apabila memenuhi batasan atau kriteria sebagai berikut:

1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak di dapatkan tanda-

tanda klinik dari infeksi tersebut.

2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa

inkubasi dari infeksi tersebut.

3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24

jam sejak mulai perawatan.

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.

5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan

terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirwat di rumah sakit yang

sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi

nosokomial (Darmadi, 2008).

2.4.2 Infeksi Nosokomial dipengaruhi oleh Beberapa Faktor

Faktor-faktor luar (extrinsic factors) yang berpengaruh dalam insidensi

infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:

1. Petugas pelayanan medis

Dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium dan sebagainya

Page 49: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

33

2. Peralatan dan material medis

Jarum, kateter. Instrument, respirator, kain/doek, kassa, dan lain-lain

3. Lingkungan

Berupa lingkungan internal seperti ruangan/bangsal perawatan, kamar bersalin,

dan kamar bedah. Sedangkan lingkungan eksternal adalah halaman rumah sakit

dan tempat pembuangan sampah atau pengelolaan limbah.

4. Makanan/minuman

Hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita

5. Penderita lain

Keberadaan penderita lain dalam satu kamar attau ruangan perawatan dapat

menjadikan sumber penularan

6. Pengunjung/keluarga

Keberdaan tamu/keluarga dapat merupakan sumber penularan

Faktor-faktor lain yang juga berperan memberi peluang timbulnya infeksi

nosokomial, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita (instrinsic factors) seperti umur,

jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit lain

yang menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta komplikasinya. Faktor

ini merupakan faktor predisposisi.

2. Faktor keperawatan seperti lamanyya hari perawatan (length of stay),

menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu

ruangan.

Page 50: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

34

3. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat

kemampuan merusak jaringan, lamanya pemarran (length of exposure) antara

sumber penularan (reservoir) dengan penderita (Darmadi, 2008).

2.4.3 Cara Penularan Infeksi Nosokomial

1. Penularan secara kontak

Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung

dan Droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan

langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan

infeksi hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila

penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini

terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi,

misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.

2. Penularan melalui Common Vehicle

Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan

dapat menyebabkan penyakit lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis

common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan

dan sebagainya.

3. Penularan melalui udara dan inhalasi

Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat

kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan

melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam

sel-sel kulit yang terlepas (Staphylococcus sp) dan tuberculosis.

Page 51: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

35

4. Penularan dengan perantara vektor

Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut

penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis

dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector, misalnya Shigella

dan Salmonella oleh lalat.

Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor

dan dapat terjadi perubahan sacara biologis, misalnya parasit malaria dalam

nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia pada ginjal

(flea) (Lisa, 2014).

2.4.4 Pengendalian Infeksi Nosokomial

Pengendalian infeksi nosokomial adalah upaya pencegahan terjadinya

infeksi dan bukan upaya pemberantasan kuman Rumah Sakit dengan cara

pemantauan dan penyempurnaan tata kerja manusia di dalam rumah sakit tersebut.

Sebagai contoh upaya pengendalian infeksi nosokomial antara lain yang

berkaitan dengan: (Darmadi, 2008)

1. Pasien

Melakukan isolasi protektif yang diduga menderita penyakit infeksi.

2. Petugas

a. Melakukan pemeriksaan kondisi kesehatan fisik petugas

b. Menggunakan alat pelindung diri

c. Meperhatikan hygiene perorangan dengan baik, seperti mencuci tangan

setiap saat akan dan sesudah melakukan prosedur dan tindakan medis serta

perawatan

Page 52: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

36

3. Pengunjung

a. Membatasi jumlah pengunjung

b. Pengunjung yang menderita sakit tidak diperkenankan mengunjungi pasien

4. Peralatan

a. Melakukan proses desinfeksi dan sterilisasi yang baik

b. Penyimpanan alat selalu dalam keadaan steril, bersih kering, dan di tempat

yang khusus

5. Lingkungan

a. Sirkulasi udara ruangan lancar

b. Penerangan atau pencahayaan matahari cukup

c. Tidak adda serangga di dalam ruangan

d. Kebersihan ruangan selalu dijaga agar tetap bersih

6. Air

a. Kualitas air yang memenuhi syarat kesehatan

b. Tidak ada genangan air limbah

7. Makanan dan minuman

Pengolahan dan penyajiannya harus higienis

2.5 Konsep Udara

2.5.1 Udara Ruang

Udara ruang adalah udara yang dibatasi oleh dinding yang memisahkan

dengan udara bebas di luar ruang. Udara ruangan yaitu udara dalam kamar di

rumah tangga, udara dalam kamar hotel, kamar rumah sakit, ruang perkantoran,

Page 53: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

37

ruang kerja maupun ruang kendaraan. NAB fisik fisik dan kimia udara ruang kerja

diatur dalam Permenaker No. 13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor

Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, serta Permenkes No. 48 Tahun 2016

tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran dan Permenkes

No. 70 tahun 2016 tentang Standard dan Persayaratan Kesehatan Lingkungan

Kerja Industri. Khusus NAB udara dalam rumah diatur dalam Permenkes No.

1077/Menkes/Per/2011. Kepmenkes Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

2.5.2 Kuman

Kuman adalah mikroorganisme/jasad hidup yang sangat kecil ukurannya,

sulit diamati tanpa alat pembesar, berukuran beberapa micron dan meliputi

bakteri, jamur, algae, protozoa, maupun kuman (Koes Irianto, 2007).

1. Kuman di udara

Udara bukan merupakan habitat kuman, namun sel-sel kuman yang terdapat

di udara merupakan kontaminan terbesar. Banyak kuman pathogen tersebar di

udara melalui butir-butir debu atau residu tetesan air ludah yang kering. Jenis

algae, protozoa, jamur dan bakteri dapat ditemukan di udara dekat permukaan

bumi. Spora jamur merupakan bagian terbesar dari imikroorganisme yang

ditemukan di udara. Spora jamur yang sering ditemukan berasal dari species

clodosporium. Bakteri yang ditemukan jenis basil gram positif, baik spora

maupun non spora, coccus gram positif dan basil (Susilowati, 2008).

Standar angka kuman udara sangat diperlukan dalam pelaksanaan pengukuran

angka kuman udara sehingga dapat diketahui apakah ruangan tersebut telah

Page 54: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

38

memenuhi syarat angka kuman udara. Pada Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, disebutkan bahwa:

Tabel 2.1: Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit

No. Ruang atau Unit

Konsentrasi Maksimum

Mikroorganisme per m³ udara

(CFU/m³)

1. Operasi 10

2. Bersalin 200

3. Pemulihan/perawatan 200-500

4. Observasi bayi 200

5. Perawatan bayi 200

6. Perawatan premature 200

7. ICU 200

8. Jenazah/Autopsi 200-500

9. Pengindraan medis 200

10. Laboratorium 200-500

11. Radiologi 200-500

12. Sterilisasi 200

13. Dapur 200-500

14. Gawat darurat 200

15. Administrasi, pertemuan 200-500

16. Ruang luka bakar 200

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit

2.5.3 Angka Kuman Udara

Angka kuman adalah perhitungan jumlah bakteri yang didasarkan pada

asumsi bahwa setiap sel bakteri hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu

koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang sesuai.

Setelah masa inkubasi jumlah koloni yang tumbuh dihitung dari hasil perhitungan

tersebut merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah dalam suspensi tersebut

(Nizar, 2011).

Page 55: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

39

Parameter mikrobiologi udara yang sering digunakan adalah angka kuman

udara. Angka kuman udara bersifat total, meliputi semua kuman yang ada di

udara. Pemahaman kuman diidentikkan dengan mikroorrganisme yang ada di

udara. Secara umum, angka kuman udara adalah jumlah mikroorganisme patogen

atau nonpatogen yang melayang-layang di udara baik bersama/menempel pada

droplet (air), atau partikel (debu) yang bersali dibiakkan dengan media agar

membentuk koloni yang dapat diamati secara visual atau dengan kacamata

pembesar, kemudian dihitung berdasarkan koloni tersebut untuk dikonversi dalam

satuan koloni forming unit per meter kubik (CFU/m³) (Tri Cahyono, 2017).

Angka kuman di udara merupakan jumlah dari sampel angka kuman udara

dari suatu ruangan atau tempat tertentu yang diperiksa, sehingga hitung angka

kuman bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri pada sampel. Prinsip dari

pemeriksaan ini menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada Plate Count Agar.

2.5.4 Jenis-Jenis Mikroorganisme di Udara

Jasad-jasad renik kontaminan, antara lain:

1. Bakteri : Bacillus, Staphylococcus, Streptococcus.

Pseudomonas, Sarcina, dan lain sebagainya.

2. Virus : Virus Influenza H5N1, Coronavirus, dan lain-lain.

3. Kapang/jamur : Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium,

Trichoderma, dan lain-lain.

4. Khamir/Ragi : Candida, Saccharomyces, Paecylomyces, dan lain-

lain.

Page 56: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

40

2.6 Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Angka Kuman di Udara

Mikroorganisme akan keluar dari hostnya (manusia atau hewan ataupun

tanaman), karena faktor batuk, bersin, cairan tubuh yang mengering ataupun

karena spora (jamur). Penyebaran mikroorganisme di udara dapat menempel pada

dua media, yaitu partikulat padat (debu) dan air, dimana hal tersebut dapat terjadi

indoor maupun outdoor. Daerah-daerah yang berpotensi risiko tinggi kuman di

udara diantaranya rumah sakit, laboratorium medis, terminal, stasiun, bandara,

pelabuhan, dan lain sebagainya. Secara spesifik, kondisi yang menyebabkan

kuman di udara jumlahnya banyak antara lain:

2.6.1 Suhu

Setiap mikroorganisme memiliki suhu yang optimum yang berbeda untuk

dapat tumbuh dan berkembang. Suhu optimum membuat mikroorganisme

merasa nyaman menjalani kehidupannya (Tri Cahyono, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Didik (2016),

menyatakan bahwa p value sebesar 0,002 < 0,05 artinya suhu berpengaruh nyata

terhadap angka kuman udara. Hasil temuan ini sesuai dengan hipotesis penelitian

bahwa kualitas mikrobiologis yang tinggi disebabkan mikroorganisme pada

ruang perawatan dapat berkembang biak dengan baik pada kisaran suhu

optimum untuk pertumbuhan mikroba yaitu 25°C-37°C (Didik, 2016).

2.6.2 Kelembaban

Salah satu persyaratan keadaan udara dalam ruangan adalah kondisi

kelembaban. Untuk menjaga kelembaban maka diperlukan udara segar untuk

menggantikan udara ruangan yang telah terpakai. Indikator kelembaban udara

Page 57: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

41

dalam ruang sangat erat dengan kondisi ventilasi dan pencahayaan ruang.

Kelembaban dalam ruang akan mempermudah berkembang biaknya

mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus.

Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam tubuh melalui udara, selain itu

kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi

kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme (Lisa,

2014).

Menurut penelittian yang dilakukan oleh Didik (2016) menyatakan bahwa

p value sebesar 0,005 atau p value < 0,05 dengan demikian Ada hubungan antara

kelembaban dengan angka kuman udara di ruang rawat inap kelas tiga melati

RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kelembaban dalam ruang juga dapat

disebabkan kurangnya cahaya yang masuk secara langsung kedalam ruangan,

sehingga area ruangan yang tersinari oleh matahari terbatas dan tidak cukup

untuk mengurangi kelembaban. Tingginya kelembaban suatu ruangan

diakibatkan rendahnya suhu suatu ruangan tersebut.

Dalam penelitiian lain yang dilakukan oleh Rizal (2016) menyatakan

bahwa dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,040 yang artinya ada

hubungan antara kelembaban udara ruangan dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap Gedung Siti Hajar Rumah Sakit Islam Sultan Hadlirin Jepara.

Kelembaban udara yang relatif tinggi dapat meningktakan pertumbuhan

mikroorganisme.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nayla (2016) menyatakan bahwa dari

hasil uji koefisien pearson korelasi diperoleh nilai koefisien korelasinya (r) =

Page 58: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

42

0,28 yang artinya bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan jumlah koloni

bakteri udara dalam ruang kelas. Hubungan antara dua variabel tersebut

menunjukkan nilai positif, ini berarti bahwa semakin tinggi kelembaban udara

dalam ruang menyebabkan semakin tinggi pula jumlah koloni bakteri udara

dalam ruang.

2.6.3 Pencahayaan

Menurut Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, pencahayaan di

dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas penyinaran pada suatu

bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan rumah sakit yang diperlukan

untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

2.6.3.1 Sumber Pencahayaan

Berdasarkan sumbernya penerangan dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Pecahayaan Alami

Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh

sumber cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang kuat tetapi

bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Pencahayaan yang

bersumber dari matahari dirasa kurang efektif disbanding pencahayaan

buatan, hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat memberikan

intensitas cahaya yang tetap.

Pada penggunaan pencahayaan alami diperlukan jendela-jendela

yang besar, dinding kaca dan dinding yang banyak dilobangi, sehingga

pembiayaan bangunan menjadi mahal. Keuntungan dari penggunaan

sumber cahaya matahari adalah pengurangan terhadap energi listrik.

Page 59: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

43

2. Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh

sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan alami tidak

memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh pencahayaan

alami dapat dipergunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan buatan

sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan.

2) Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada

tempat kerja.

3) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar

secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak

menimbulkan baying-bayang yang dapat mengganggu pekerjaan.

Tujuan pencahayaan di industri adalah tersedianya lingkungan

kerja yang aman dan nyaman dalam melaksankan pekerjaan. Untuk

upaya tersebut maka pencahayaan buatan perlu dikelola dengan baik

dan dipadukan dengan faktor-faktor penunjang pencahayaan

diantaranya atap, kaca, jendela dan dinding agar tingkat pencahayaan

yang dibutuhkan tercapai (Padmanaba, 2006).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Didik (2016) menyatakan

bahwa p value sebesar 0,001 atau p value < 0,05 dengan demikian ada

hubungan antara pencahayaan dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap kelas tiga melati RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Pencahayaan yang kurang merupakan kondisi yang di sukai bakteri

Page 60: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

44

karena dapat tumbuh dengan baik pada kondisi gelap. pencahayaan

alami dari sinar matahari di samping menyebarkan sinar panas ke bumi,

juga memencarkan sinar ultra violet yang mematikan mikroba.

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Nayla (2016)

menyatakan bahwa dari hasil uji koefisien pearson korelasi diperoleh

nilai koefisien korelasinya (r) = -0,39 yang artinya bahwa ada hubungan

antara pencahayaan dengan jumlah koloni bakteri udara dalam ruang

kelas. Hubungan antara dua variabel tersebut menunjukkan nilai

negatif, yang berarti bahwa semakin tinggi nilai pencahayaan dalam

ruang menyebabkan menurunnya jumlah koloni bakteri udara dalam

ruang.

2.6.4 Pemeliharaan Ruang Bangunan

1. Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari.

2. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah

pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan

dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana diiperlukan.

3. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.

4. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih

(pel) yang memenuhi syarat dan bahan antisptik yang tepat.

5. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.

6. Pembersihan dinding dilakukan secara berkala setahum dan dicat ulang

apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.

Page 61: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

45

7. Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus segera

dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.

Unit sanitasi Rumah Sakit Paru Dungus Madiun melakukan proses

sterilisasi ruangan setelah pasien yang ada di ruang rawat inap tersebut di ijinkan

pulang. Sterilisasi adalah suatu upaya untuk menghilangkan mikroorganisme

dengan cara fisik atau kimiawi. Desinfeksi adalah suatu proses menurunkan

jumlah mikroorganisme penyebab penyakit atau yang berpotensi patogen dengan

cara fisika atau kimia. Proses ini biasanya tidak mengahancurkan spora.

Ada dua jenis pengendalian mikroba, yaitu metode fisika meliputi

pemanasan, filtrasi, pendinginan, desikasi, tekanan osmotic dan radiasi serta

agensi kimia meliputi sejumlah substansi yang dapat membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroba pada obyek biotik atau abiotic. Laju kematian

mikroba adalah fungsi jumlah sel yang bertahan pada suatu waktu. Dalam dunia

kesehatan, sterilisasi sangatlah penting dilakukan untuk memberikan efek

terapeutik yang maksimal. Steril artinya bebas dari segala mikroba baik patogen

maupun tidak. Sterilisasi merupakan suatu proses membebaskan suatu peralatan

atau bahan dari mikroorganisme yang tidak dikehendaki. Sterilisasi dalam

mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua jenis organisme hidup,

dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma,

virus) yang tedapat pada atau di dalam suatu benda. Proses ini melibatkan aplikasi

biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau

menghilangkan mikroorganisme (Sylvia, 2008).

Page 62: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

46

Istilah lain yang umum dikenal adalah disinfeksi, yang merupakan proses

pembunuhan atau penghilangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan

penyakit. Agen disinfeksi adalah disinfektan, yang biasanya merupakan zat

kimiawi dan digunakan untuk objek-objek tak hidup. (Sylvia, 2008).

Kriteria disinfektan ideal (Hartati, 2012):

1. Mampu membunuh dan atau menghambat mikrob dalam kadar rendah.

2. Non toxic, non corrosive dan aman.

3. Stabil untuk jangka waktu yang lama.

4. Berspektrum luas.

5. Bereaksi cepat.

Pada umumnya bakteri yang muda itu kurang daya tahannya terhadap

desinfektan daripada bakteri yang tua. Pekat encernya konsentrasi, lamanya

berada dibawah pengaruh desinfektan, merupakan faktor-faktor yang masuk

pertimbangan pula. Kenaikan temperatur menambah daya desinfektan

(Dwidjoseputro, 2010).

Dalam menggunakan desinfektan haruslah diperhatikan hal-hal tersebut

dibawah ini. Apakah suatu desinfektan tidak meracuni suatu jaringan, apakah ia

tidak menyebabkan rasa sakit, apakah ia tidak memakan logam, apakah ia dapat

diminum, apakah ia stabil, bagaimanakah baunya, bagaimanakah warnanya,

apakah ia mudah dihilangkan dari pakaian apabila desinfektan itu sampai kena

pakaian, dan apakah ia murah harganya. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan

orang sulit untuk menilai suatu desinfektan (Dwidjoseputro, 2010).

Page 63: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

47

Pihak unit sanitasi Rumah Sakit Paru Dungus Madiun menggunkan mesin

sterilisasi fogging Aerosoft dengan cairan atau desinfektan Anios djp sf. Indikasi

penggunaan cairan ini adalah airborne infection dan desinfeksi pada permukaan

alat-alat medis yang sudah dibersihkan/desinfeksi terlebih dahulu.

Sterilisasi dengan cara fogging ini lebih efektif karena kemampuan

jangkauan uap cairan yang dihembuskan dengan kekuatan mesin ini lebih luas

wilayah permukaan ruangan dibandingkan dengan sterilisasi dengan cara yang

lain. Sterilisasi dengan cairan Anios ini lebih efisien karena hanya membutuhkan

waktu 1-2 jam saja setelah disterilkan, ruangan/bangsal yang disterilkan dapat

dimanfaatkan kembali. Sterilisasi fogging dengan cairan Anios juga dapat

mengurangi risiko negatif kontak bahan kimia dengan operator sehingga lebih

aman digunakan.

2.6.5 Sanitasi Ruang

Sanitasi ruang bangunan dan peralatan non medis dimaksudkan untuk

menciptakan sanitasi ruang bangunan dan peralatan non medis yang nyaman,

bersih, dan sehat di lingkungan rumah sakit agar tidak menimbulkan dampak

negatif terhadap pasien, pengunjung dan karyawan. Persyaratan bangunan rumah

sakit menurut Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 sebagai berikut:

1. Lantai

a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak

licin, warna terang dan mudah dibersihkan.

b. Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang

cukup kea rah saluran pembuangan air limbah.

Page 64: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

48

c. Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konsus/lengkung agar

mudah dibersihkan.

2. Dinding

Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang, dan menggunakan cat

yang tidak luntur, serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat.

3. Ventilasi

a. Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang

dengan baik.

b. Luas ventilasi alamiah minimum 15% dari luas lantai.

c. Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara

dengan baik, kamar atay ruang harus dilengkapi dengan penghawaan

buatan/mekanis.

d. Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan peruntukan

ruangan.

4. Atap

a. Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan

serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

b. Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi dengan penangkal

petir.

5. Langit-langit

a. Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.

b. Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.

c. Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus antirayap.

Page 65: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

49

6. Kontruksi

Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi genangan

air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes Aegypti.

7. Pintu

Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya

serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.

Page 66: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

50

2.7 Kerangka Teori

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Teori Trias Epidemiologi

Sumber: Kepmenkes Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Tri Cahyono 2016, Darmadi

2008.

Host

Agent

Environ

ment

Penunggu

Pencahayaan

Pengunjung

Kelembaban

Karyawan/Petugas

Suhu

Pasien

Kuman

Sanitasi Ruangan

Pemeliharaan

Ruangan

Penanganan alat-alat

Penanganan makanan

dan minuman

Angka

Kuman

Udara

Infeksi

Nosokomial

Page 67: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

51

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel

yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Konsep

adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu

pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat diamati dan dapat diukur, maka

konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam variabel-variabel. Dari variabel itulah

konsep dapat diamati dan diukur. Jadi, dari uraian tersebut dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau

kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur)

melalui penelitian yang dimaksud (Notoadmodjo, 2012).

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Suhu

Kelembaban

Pencahayaan

Pemeliharaan Ruangan

Sanitasi Ruang

Angka Kuman Udara

Page 68: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

52

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Berhubungan

3.2 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian

sebagai berikut:

Hipotesis Ha:

1. Ada hubungan antara suhu dengan angka kuman udara di ruang rawat inap

Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

2. Ada hubungan antara kelembaban dengan angka kuman udara di ruang rawat

inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

3. Ada hubungan antara pencahayaan dengan angka kuman udara di ruang rawat

inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

4. Ada hubungan antara pemeliharaan ruangan dengan angka kuman udara di

ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

5. Ada hubungan antara sanitasi ruangan dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

Page 69: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

53

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian merupakan suatu strategi dalam mengidentifikasi

permasalahan perencanaan akhir pengumpulan data, digunakan untuk

mengidentifikasi struktur dimana penelitian dilaksanakan (Nursalam, 2008).

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei

analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu, peneliti hanya melakukan

observasi dan pengukuran variabel pada satu saat tertentu saja (Ari dan Saryono,

2010).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu

penelitian. Penentuan sumber data dalam suatu penelitian sangat penting dan

menentukan keakuratan hasil penelitian (Saryono, 2011). Populasi dalam

penelitian ini adalah semua ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

yang berjumlah 29 ruang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi

(Saryono, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah semua ruang rawat inap

Rumah Sakit Paru Dungus Madiun yang berjumlah 22 ruang.

Page 70: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

54

1. Kriteria Inklusi

Kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini kriteria

inklusinya adalah:

a. Ruang rawat inap non-AC yang digunakan maupun tidak digunakan.

4.3 Teknik Sampling

Sampling adalah salah satu bagian dari proses penelitian yang

mengumpulkan data dari target penelitian yang terbatas (Nursalam, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2012), teknik sampling adalah cara atau teknik-teknik

tertentu dalam mengambil sampel penelitian sehingga sampel tersebut sedapat

mungkin mewakili populasinya. Teknik sampling sampel diambil dengan

menggunakan teknik total sampling. Total sampling yaitu semua anggota populasi

dijadikan sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Karena jumlah populasi

yang kurang dari 100, maka seluruh populasi dijadikan sampel penelitian

semuanya. Sampel yang diambil dari penelitian ini adalah 29 ruang rawat inap.

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja atau operasional adalah kegiatan penelitian yang akan

dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan diteliti untuk mencapai tujuan

penelitian (Nursalam, 2013). Adapun kerangka kerja dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Page 71: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

55

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian

Populasi

Seluruh ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun yang berjumlah

29 ruang

Sampel

Seluruh ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun yang berjumlah

22 ruang

Teknik Sampling

Total Sampling

Analisa Data:

Korelasi Pearson (data berdistribusi normal)

Instrument Penelitian

- Uji Validitas

- Uji Reliabilitas

Pengolahan Data

editing, entry, cleaning, tabulating

Pengumpulan Data

Data Primer dengan wawancara, observasi, pengukuran dan pemeriksaan

mikrobiologi di laboratorium

Data Sekunder diperoleh dari bagian administrasi kepegawaian Rumah Sakit

Paru Dungus Madiun serta data-data yang mendukung pelaksanaan penelitian

Hasil Penelitian

Kesimpulan

Page 72: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

56

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2013:38). Variabel ini dibedakan menjadi dua yaitu variabel independent (variabel

bebas) dan variabel dependent (variabel terikat).

1. Variabel Independent/Variabel Bebas

Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependen (Sugiyono, 2013:39). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

suhu, kelembaban, pencahayaan, pemeliharaan ruangan, dan sanitasi ruangan.

2. Variabel Dependen/Variabel Terikat

Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013:39).

Dalam penelitian ini variabel dependen adalah angka kuman udara.

4.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang di definisikan tersebut (Nursalam, 2016:181). Adapun definisi

operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 73: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

57

Tabel 4.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasional

Parameter Alat Ukur Skala Satuan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Suhu Derajat panas dan

dinginnya udara

dalam

ruangan yang

dinyatakan dalam

°C

Berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.

1204/MENKES/SK/X/2004

Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit

Thermohygro Interval

°C

2. Pencahayaan Intensitas cahaya

yang ada di ruang

rawat inap yang

dinyatakan dalam

satuan lux

Berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.

1204/MENKES/SK/X/2004

Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit

Luxmeter Rasio

Lux

3. Kelembaban Kandungan uap air

yang terdapat di

udara pada ruang

rawat inap

Berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.

1204/MENKES/SK/X/2004

Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit

Thermohygro Rasio

%

Page 74: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

58

No. Variabel

Definisi

Operasional Parameter Alat Ukur Skala Satuan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

4. Pemeliharaan

ruangan

Pemeliharaan

ruangan dengan

cara pengepelan

menggunakan

desinfektan setiap

pagi dan sore

untuk dapat

membunuh atau

menghambat

mikroba yang

berada pada lantai,

dinding dan udara

di ruang rawat

inap

Berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.

1204/MENKES/SK/X/2004

Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit

Kuesioner Rasio Dengan penilaian:

Jumlah jawaban “Ya”

× 100%

Jumlah item pertanyaan

= …… %

5. Sanitasi

Ruang

Kondisi kontruksi

bangunan ruang

rawat inap yang

dapat

mempengaruhi

kualitas udara

Berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.

1204/MENKES/SK/X/2004

Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit

Observasi

dengan lembar

checklist

Rasio

Dengan penilaian:

Jumlah jawaban “Ya”

× 100%

Jumlah item pertanyaan

= …… %

Lanjutan tabel 4.1 Definisi Operasional

Page 75: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

59

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data, instrumen penelitian tersebut dapat berupa kuesioner (daftar pertanyaan),

formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data

dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini pengumpulan data

menggunakan sumber data primer, pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui

angka kuman udara di ruang rawat inap. Lembar observasi untuk mendapatkan

data sanitasi ruang dan lembar wawancara untuk mendapatkan informasi

pemeliharaan ruang perawatan. Pengukuran suhu dan kelembaban dengan

menggunakan Thermohygro, pengukuran pencahayaan ruang dengan

menggunakan Lux Meter.

4.6.1 Uji Validitas

Pada pengamatan dan pengukuran observasi, harus diperhatikan beberapa

hal yang secara prinsip sangat penting yaitu uji validitas, realibilitas dan ketepatan

fakta dan kenyataan hidup (data) yang dikumpulkan dari alat dan cara

pengumpulan data maupun kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada

pengamatan atau pengukuran oleh pengumpul data (Nursalam, 2013). Validitas

adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa

yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah alat-alat laboratorium yang telah di kalibrasi oleh yang ahli dibidangnya

atau analis laboratorium sebelum digunakan. Untuk mengukur validitas soal

pertanyaan menggunakan rumus korelasi product moment pearson. Hasil r hitung

dibandingkan r tabel dimana df (degree of freedom) = n-2, jadi df = 22-2 = 20,

Page 76: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

60

maka r tabel = 0,360 dengan sig 5%. Pernyataan dikatakan valid apabila r hitung >

r tabel, dengan melihat Corrected Item Total Correlation (Sujarweni, 2015).

Hasil pengolahan data untuk uji validitas variabel pemeliharaan ruang dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.2 Rangkuman hasil uji validitas variabel pemeliharaan ruang

No. Butir R hitung Keterangan Interpretasi

1 0,710 ≥0,360 Valid

2 0,130 <0,360 Tidak Valid

3 0,606 ≥0,360 Valid

4 0,642 ≥0,360 Valid

5 0,464 ≥0,360 Valid

6 0,449 ≥0,360 Valid

7 0,407 ≥0,360 Valid

8 0,756 ≥0,360 Valid

9 -0,050 <0,360 Tidak Valid

10 -0,552 ≥0,360 Valid

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS, 2018

Dengan menggunakan tingkat signifikan (α) 5% dari 10 butir pertanyaan

atau item kuesioner dalam penelitian ini, hasil pengujian validitas menunjukkan

bahwa pada item soal nomor 1,3,4,5,6,7,8 dan 10 menujukkan bahwa r hitung > r

tabel. Maka variabel pemeliharaan ruang pada item kuesioner nomor tersebut

dinyatakan valid untuk digunakan sebagai instrument pengukuran dalam

penelitian ini. Untuk item kuesioner yang dinyatakan tidak valid akan dikeluarkan

dari item pertanyaan tersebut, sehingga total keseluruhan item kuesioner menjadi

8 butir pertanyaan.

4.6.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas atau tingkat ketepatan atau consistency atau keajegan adalah

tingkat kemampuan suatu alat atau instrument penelitian dalam mengumpulkan

Page 77: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

61

data atau informasi secara tetap atau konsisten (Soewadji, 2012). Suatu alat ukur

atau instrumen disebut reliabel apabila alat ukur tersebut digunakan oleh peneliti

yang sama atau berbeda secara berulang-ulang tetapi hasilnya tetap sama.

Untuk mengukur apakah pertanyaan kuesioner reliabel atau tidak, dapat

dilihat pada nilai cronbach alpha, jika nilai Alpha > 0,60 maka kontruk

pernyataan yang merupakan dimensi variabel adalah reliabel. Jika Cronbach

Alpha diatas 0,60 maka reliabel (Sujarweni, 2015). Hasil pengujian reliabilitas

pemeliharaan ruang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Rangkuman hasil uji reliabilitas variabel pemeliharaan ruang

No. Variabel Alpha hitung Alpha Cronbach Interpretasi

1. Pemeliharan Ruang 0,647 0,6 Reliabel

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS, 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pengujian reliabilitas

terhadap variabel pemeliharaan ruang menunjukkan bahwa item pertanyaan

pemeliharaan ruang dinyatakan reliabel untuk digunakan dalam penelitian ini,

dikarenakan nilai α sebesar 0,647 > 0,6.

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.7.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Paru Dungus Madiun, Kecamatan

Wungu Kabupaten Madiun.

Page 78: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

62

4.7.2 Waktu Penelitian

Tabel 4.2 Realisasi Kegiatan

No Kegiatan Tanggal Pelaksanaan

1. Pengajuan Judul 24 Februari 2018

2. Judul diterima 09 Maret 2018

3. Survei Pendahuluan 10 Maret 2018

4. Bimbingan Bab 1, 2, 3 dan 4 12 Maret – 11 Mei 2018

5. Ujian Proposal 19 Mei 2018

6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 31 Mei 2018

7. Penelitian 2-6 Juli 2018

8. Bimbingan Bab 5 dan 6 20 Juli – 01 Agustus 2018

9. Ujian Hasil 11 Agustus 2018

Page 79: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

63

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

4.8.1 Cara Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan

pengamatan secara langsung kepada objek penelitian untuk mencari

perubahan dan hal-hal yang diteliti. Pengumpulan data dengan cara

observasi ini digunakan apabila objek penelitian adalah benda atau

proses kerja. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahui sanitasi ruang.

2. Wawancara

Adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data,

dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari

responden, berhadapan atau tatap muka dengan orang tersebut (face to

face). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui pemeliharaan ruang perawatan.

3. Pengukuran

Melakukan pengukuran yang meliputi pengukuran suhu, kelembaban

udara, pencahayaan ruangan di ruang rawat inap.

1) Prosedur Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara

a. Alat : Thermo-hygrometer model TH108

b. Objek : Pada ruang rawat inap 1 titik yaitu pada

bagian tengah (terlampir pada lampiran 5)

c. Pukul : 09.00-11.00 WIB

Page 80: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

64

d. Prosedur Kerja :

1. Siapkan alat Thermohygrometer

2. Letakkan alat di titik yang telah ditentukan

3. Tunggu 3-5 menit untuk menegatahui suhu dan

kelembaban

4. Untuk mengetahui suhu udara lihat pada jarum yang

menunjukkan simbol °C sedangkan untuk kelembaban

symbol RH%

5. Kemudian catat hasilnya dari alat Thermohygrometer

tersebut

2) Prosedur Pengukuran Pencahayaan

a. Alat : Lux Meter Extech 407026

b. Objek : Pada ruang rawat inap 1 titik yaitu pada

bagian tengah. (terlampir pada lampiran 6)

c. Pukul : 09.00 – 11.00 WIB

d. Prosedur Kerja :

1. Siapkan alat Lux Meter

2. Atur jarak pengukuran dengan alat ± 1 meter

3. Hidupkan alat lux meter dengan menekan tombol ON

4. Angka akan menunjukkan 000 (sebelum sensor cahaya

dibuka) bukan sensor cahaya

5. Perhatikan angka yang muncul pada layer lux meter

Page 81: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

65

6. Angka yang berhenti paling lama menunjukkan

besarnya intensitas cahaya yang diukur

7. Kemudian catat angka yang muncul tersebut

8. Setelah selesai tekan tombol OFF

4. Pemeriksaan Laboratorium

Melakukan analisis jumlah kuman udara ruang rawat inap Rumah Sakit

Paru Dungus Madiun di laboratorium AKL Magetan.

1) Prosedur Pengukuran Jumlah Angka Kuman Udara Ruangan

a. Alat : Cawan Petri dan Colony Counter

b. Objek : Pada ruang rawat inap (1 ruang terdapat 5

titik pengambilan sampel). (terlampir pada lampiran 7)

c. Bahan :

1. Media Nutrient Agar (NA)

2. Colony Counter

3. Incubator

d. Prosedur Kerja :

1. Tahap Pengambilan Sampel

1) Bersihkan ruangan dan dalam keadaan seperti biasanya

2) Siapkan Cawan Petri yang sudah dilengkapi dengan

Media Nutrient Agar (NA)

3) Letakkan cawan petri yang ada pada titik pengambilan

sampel yang telah ditentukan. (Terlampir pada lampiran)

4) Buka sedikit tutup petridish.

Page 82: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

66

5) Kemudian tunggu selama ± 1-2 jam agar udara dalam

ruangan menyatu dengan Media NA tersebut.

6) Lalu tutup kembali petridish.

7) Masukkan pada termos es untuk dikirim ke laboratorium

dan siap untuk diperiksa.

2. Tahap Pemeriksaan

1) Keluarkan cawan petri dari termos es lalu dibungkus

dengan kertas coklat dan kemudian di inkubasi.

2) Di inkubasi selama 1-2 x 24 jam dengan suhu 37°C pada

lab analisis.

3) Hitung pertumbuhan bakteri dalam media plate pada

colony counter.

4) Catat hasil perhitungan pada lembar rekaman pengecekan.

4.8.2 Jenis Data

1. Data Primer

Data yang diperoleh meliputi data dari hasil pengukuran (suhu, kelembaban,

pencahayaan dan angka kuman udara), observasi di ruang rawat inap Rumah

Sakit Paru Dungus Madiun.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh mengenai gambaran umum Rumah Sakit Paru Dungus

Madiun yang meliputi kapasitas tempat tidur, kepadatan pasien, serta

fasilitas pelayanan.

Page 83: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

67

4.9 Teknik Analisis Data

4.9.1 Teknik Pengumpulan Data

Setelah melakukan pengumpulan data, maka data yang diperoleh dalam

penelitian kemudian diolah dan dianalisis menggunakan SPSS for windows.

Teknik pengolahan data yang dilakukan pada penelitian yaitu meliputi:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa atau pengecekan kembali data

maupun kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat

dilakukan pada tahap pengumpulan data, pengisian kuesioner, dan setelah

data terkumpul (Notoatmodjo, 2012).

2. Entry

Mengisi masing-masing jawaban dari responden dalam bentuk angka atau

huruf dimasukkan ke dalam program atau “software” komputer

(Notoatmodjo, 2012).

3. Cleaning

Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah di

entry, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada saat

meng-entry data pada komputer.

4. Tabulating

Tabulating adalah mengelompokkan data ke dalam suatu tabel tertentu

menurut sifat-sifat yang dimilikinya, sesuai dengan tujuan penelitian.

Page 84: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

68

4.9.2 Analisis Data

1. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi dan presentase dari setiap variabel (Notoatmodjo,

2010). Dalam penelitian ini analisis univariat dilakukan untuk mengetahui nilai

Mean, Standart Deviasi, minimum dan maksimum dari variabel bebas (suhu,

pencahayaan, kelembaban, sanitasi ruang, dan pemeliharaan ruang rawat inap)

serta variabel terikat (angka kuman udara).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Analisis ini

dilakukan untuk mengetahui hubungan yang signifikan dari kedua variabel,

yaitu variabel bebas (suhu, pencahayaan, kelembaban, sanitasi ruang, dan

pemeliharaan ruang rawat inap) dan variabel terikat (angka kuman udara). Uji

statistik menggunakan SPSS versi 16 for Windows dengan tingkat kemaknaan

α = 0,05. Untuk mengetahui apakah data mempunyai distribusi normal atau

tidak secara analitis, pada penelitian ini menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk

karena jumlah sampel <50 (Sopiyudin, 2017).

Dari hasil uji statistik menggunakan Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa

data berdistribusi normal, sehingga dalam penelitian ini menggunakan uji

Pearson Product Moment.

Dengan pengambilan keputusan dengan tingkat signifikan sebagai berikut:

Page 85: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

69

1) Jika nilai Sig. > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak, sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan (korelasi) antara variabel

independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).

2) Jika nilai Sig, ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan (korelasi) antara variabel

independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).

Menurut Notoatmodjo (2011) pedoman untuk memberikan interpretasi

koefisien korelasi sebagai berikut:

Tabel 4.3 Interpretasi Koefisien Korelasi

No. Interval korelasi Tingkat hubungan

1. 0,00 – 0,20 Sangat rendah

2. 0,20 – 0,40 Rendah

3. 0,40 – 0,60 Cukup

4. 0,60 – 0,80 Tinggi

5. 0,80 – 1,00 Sangat tinggi

Sumber: Notoatmodjo, 2011

Nilai koefisien korelasi ada dalam rentang -1 sampai dengan +1. Jika nilai

koefisen korelasi semakin dekat dengan ±1 maka hubungan antar variabel akan

semakin kuat. Jika nilai koefisen korelasi mendekati nilai nol atau sama dengan

nol (0) maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antar variabel kecil atatu

tidak ada hubungannya. Tanda positif menunjukkan korelasi positif atar

variabel dan sebaliknya.

Page 86: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

70

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Sejarah Rumah Sakit

RS. Paru Dungus Madiun didirikan pada tanggal 5 Juli 1939 oleh

Pemerintah kolonial Belanda melalui direktur Van Economic Zaken. Konsep

awal berdirinya RS. Paru Dungus Madiun adalah “Sanatorium” (tempat

peristirahatan/pengisolasian bagi penderita penyakit paru), dengan nama

“Sanatorium Rakyat”.

1. Ditetapkan menjadi Rumah Sakit Paru berdasarkan Perda Nomor 37 Tahun

2000 serta Pergub. Nomor 26 tahun 2002.

2. Pada tahun 2009 ditetapkan sebagai PPK-BLUD Unit Kerja dengan status

bertahap.

3. Pada tahun 2011 ditetapkan sebagai RS terakreditasi 5 pelayanan dasar.

4. Pada tahun 2012 ditetapkan sebagai PPK-BLUD Unit Kerja dengan status

penuh.

5.1.2 Geografis

RS Paru Dungus terletak di Dungus, Kelurahan Wungu, Kecamatan

Wungu, Kabupaten Madiun (13 km di sebelah Timur dari Pusat Kota

Madiun) yaitu pada jalan antara Kecamatan Wungu dan Kecamatan Kare,

terletak pada ketinggian 80m diatas permukaan air laut yang dikelilingi

Page 87: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

71

lingkungan hijau pegunungan tepatnya pada kaki Gunung Wilis sisi barat. Luas

lahan total + 9 Ha dengan menyisakan lahan kosong masih + 5 Ha. RS Paru

Dungus berdekatan dengan pemukiman penduduk dan menjadi lokasi

persimpangan akses penduduk dari kecamatan Kare, kecamatan Wungu, dan

kecamatan Dagangan. Jangkauan wilayah geografis pelayanan Rumah Sakit

Paru Dungus meliputi Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Kabupaten Ponorogo,

Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Nganjuk, dan Kabupaten

Pacitan. Secara administrasi alamat Rumah Sakit Paru Dungus Sebagai berikut:

1. Alamat : Desa Wungu, Kec. Wungu, Kab. Madiun

2. No Telp. : 0351 456735

3. No Faks . : 0351 459746

4. Email : [email protected]

5.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Paru Dungus

Rumah Sakit Paru Dungus (RSPD) mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas dinas kesehatan di bidang promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif

penyakit paru, serta melaksanakan Usaha Kesehatan Masyarakat strata II di

Wilayah kerjanya. Fungsi Rumah sakit Madiun yaitu:

1. Penyusunan rencana dan program Rumah Sakit Paru

2. Pengawasan dan pengendalian operasional Rumah Sakit Paru

3. Pelayanan medis penyakit paru

4. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non medis

5. Pelaksanaan pelayanan kesehatan umum masyarakat

6. Penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan

Page 88: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

72

7. Penyelenggaraan pelayanan rujukan pasien, specimen, IPTEK, dan

program

8. Penyelenggaraan koordinasi dan kemitraan kegiatan Rumah Sakit

Paru

9. Penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan diklat

10. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi program

11. Pelaksanaan ketatausahaan

12. Pelaksanaan pembinaan wilayah dibidang teknis medis medis

tuberculosis paru

13. Melakukan pelayanan kesehatan paru masyarakat yang meliputi

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative baik UKP maupun

UKM didalam gedung maupun luar gedung diwilayah kerjanya dan

14. Pelaksanaan tugas- tugas lain yang diberikan kepada dinas

5.1.4 Program dan Kegiatan Rumah Sakit Paru Dungus

1. Program pelayanan dministrasi perkantoran

2. Pelaksanaan administrasi perkantoran

3. Program penigkatan sarana dan prasarana aparatur

a. Penyediaan peralatan dan kelengkapan sarana dan prasarana

b. Pemeliharaan peralatan dan kelengkapan sarana dan prasarana

4. Program peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah

a. Koordinasi dan konsultasi kelembagaan pemerintah daerah

b. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur

Page 89: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

73

5. Program penyusunan, pengendalian, dan evaluasi dokumen

penyelenggaraan pemerintah

a. Penyusunan dokumen perencanaan

b. Penyusunan laporan hasil pelaksanaan rencana program dan

anggaran

c. Penyusunan, pengembangan, pemeliharaan, dan pelaksanaan

ssistem informasi data

6. Program usaha kesehatan masyarakat

Peningkatan pelayanan dan penanggulangan masalah kesehatan

7. Laporan peningkatan sarana dan prasarana pelayanan badan layanan

umum daerah (BLUD)

a. Pengadaan kendaraan dinas rumah sakit

b. Pengadaan perlengkapan rumah sakit (dapur, ruang pasien, laundry,

ruang tunggu, dll)

c. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan

fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap

rokok (DHCT)

Page 90: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

74

5.1.5 Fasilitas-fasilitas Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Sarana dan prasarana merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki sebuah

instansi kesehatan seperti Rumah Sakit agar dalam kegiatan pelayanan kesehatan

dapat berjalan dengan baik dan efisien. Beberapa fasilitas di Rumah Sakit Paru

Dungus Madiun, antara lain:

1. Ruang Administrasi

2. Ruang Rawat Darurat

3. Rawat Jalan

• Poli Umum

• Poli Spesialis Paru

• Poli Spesialis Dalam

• Poli Gigi

• Poli Dots

• Poli Konsultasi Gizi

4. Ruang Rawat Inap

• Ruang Mawar

• Ruang Anggrek

• Ruang Melati

• Ruang Tulip

5. Radiologi

6. Laboratorium

7. Ruang Tindakan

8. Farmasi

Page 91: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

75

9. Rehabilitasi Medik

10. Loundry

11. Dapur

12. Pengolahan Sampah Padat

13. IPAL

14. Ruang Perpustakaan

15. Ruang Pertemuan

16. Ambulance 2 buah

17. Mobil Jenazah 1 buah

18. Incenerator

Sarana penunjang pelayanan kesehatan yang memadai untuk Rumah

Sakit Paru Kelas B masih dalam pengembangan.

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Analisis Univariat

Hasil analisis univariat dilakukan untuk mengetahui nilai Mean, Standart

deviasi, minimum dan maksimum dari masing-masing variabel, baik variabel

independen atau variabel dependen.

Page 92: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

76

Tabel 5.1 Karakteristik Objek Variabel yang Diukur di Rumah Sakit Paru

Dungus Madiun Tahun 2018

No. Variabel Mean Standar

Deviasi Min. Maks.

1. Angka Kuman 25,91 CFU/m³ 22,92 3 CFU/m³ 95 CFU/m³

2. Suhu 28,68°C 1,55 26°C 31°C

3. Kelembaban 61,18% 1,50 59% 64%

4. Pencahayaan 101,27 lux 7,84 89 lux 114 lux

5. Sanitasi Ruang 90,77% 2,92 87% 97%

6. Pemeliharaan Ruang 75,91% 7,21 62% 87%

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan hasil bahwa rata-rata angka kuman

udara dalam ruangan adalah 25,91 CFU/m³, dengan jumlah kuman udara terendah

3 CFU/m³ dan jumlah kuman udara tertinggi 95 CFU/m³. Suhu rata-rata adalah

28,68°C dengan nilai minimum 26°C dan nilai maksimum 31°C. Kelembaban

rata-rata adalah 61,18%, dengan nilai minimum 59% dan nilai maksimum 64%.

Untuk pencahayaan rata-ratanya adalah 101,27 lux, dengan nilai minimum 89 lux

dan nilai maksimum 114 lux. Kemudian untuk rata-rata sanitasi ruang adalah

90,77% dengan nilai minimum 87% dan nilai maksimum 97%. Sedangkan untuk

pemeliharaan ruang nilai rata-ratanya adalah 75,91% dengan nilai minimum 62%

dan nilai maksimumnya 87%.

5.2.2 Uji Normalitas Data

Sebelum menentukan uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini,

maka terlebih dahulu melakukan uji normalitas data untuk mengetahui data

tersebut berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas data sebagai berikut:

Page 93: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

77

Tabel 5.2 Uji Normalitas Data

Variabel Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

Angka Kuman .783 22 .000

Suhu .917 22 .067

Kelembaban .921 22 .079

Pencahayaan .924 22 .091

Sanitasi Ruang .919 22 .073

Pemeliharaan Ruang .919 22 .072

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.2 diatas, dalam peneltian ini menggunakan uji statistik

Shapiro-Wilk karena jumlah sampel <50. Distribusi data pada variabel terikat

yaitu angka kuman udara tidak berdistribusi normal karena nilai p < 0,05.

Distribusi data pada variabel bebas yaitu suhu, kelembaban, pencahayaan, sanitasi

ruang dan pemeliharaan ruang berdistribusi normal karena nilai p > 0,05.

Menurut Sopiyudin (2017) menyebutkan bahwa apabila paling tidak salah

satu variabel berdistribusi normal maka uji statistik dapat menggunakan uji

Korelasi Pearson. Berdasarkan hasil dari normalitas data, uji statistik yang dapat

digunakan oleh peneliti yaitu uji Pearson Pruduct Moment.

5.2.3 Analisis Bivariat Variabel Penelitian

Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji Korelasi Pearson

Product Moment. Dimana uji tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan yang

signifikan dari kedua variabel yaitu variabel terikat (angka kuman udara) dengan

variabel bebas (suhu, kelembaban, pencahayaan, sanitasi ruang dan pemeliharaan

ruang) di Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

Page 94: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

78

1. Analisis Hubungan Suhu dengan Angka Kuman Udara di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Tabel 5.3 Hubungan Suhu dengan Angka Kuman Udara di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Angka Kuman Udara

Suhu r = 0,375

p = 0,086

n = 22

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.3 hasil uji dengan menggunakan korelasi pearson

menunjukkan bahwa nilai P Value Sig = 0,086 > 0,05 yang berarti tidak ada

hubungan antara suhu dengan angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah

Sakit Paru Dungus Madiun, sedangkan untuk nilai koefisien korelasi

menunjukkan nilai korelasi positif dengan kekuatan yang rendah antara suhu

dengan angka kuman udara (r = 0,375). Uji korelasi bertanda positif, berarti

bahwa semakin tinggi suhu udara yang ada dalam ruang rawat inap semakin tinggi

pula angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

2. Analisis Hubungan Kelembaban dengan Angka Kuman Udara di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Tabel 5.4 Hubungan Kelembaban dengan Angka Kuman Udara di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Angka Kuman Udara

Kelembaban r = 0,790

p = 0,000

n = 22

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.4 hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara kelembaban dengan angka kuman udara, karena diperoleh nilai p

Page 95: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

79

= 0,000 (p < 0,05). Nilai koefisien korelasi menunjukkan nilai korelasi positif

dengan kekuatan yang kuat antara kelembaban dengan angka kuman udara (r =

0,790). Uji korelasi bertanda positif, berarti bahwa semakin tinggi kelembaban

udara ruang yang ada dalam ruang rawat inap semakin tinggi pula angka kuman

udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun. Maka dapat diambil

kesimpulan secara statistik ada hubungan antara kelembaban dengan angka

kuman udara di ruang rawat inap Rumah sakit Paru Dungus Madiun.

3. Analisis Hubungan Pencahayaan dengan Angka Kuman Udara di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Tabel 5.5 Hubungan Pencahayaan dengan Angka Kuman Udara di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Angka Kuman Udara

Pencahayaan r = - 0,799

p = 0,000

n = 22

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.5 hasil uji menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara pencahayaan dengan angka kuman udara, karena diperoleh nilai

P Value Sig. 0,000 < 0,05. Sedangkan untuk nilai koefisien korelasi menunjukkan

nilai korelasi negatif dengan kekuatan yang kuat antara pencahayaan dengan

angka kuman udara (r = -0,799). Uji korelasi bertanda negatif, berarti bahwa

semakin tinggi pencahayaan yang ada dalam ruang rawat inap maka semakin

rendah angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus

Madiun.

Page 96: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

80

4. Analisis Hubungan Sanitasi Ruang dengan Angka Kuman Udara di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Tabel 5.6 Hubungan Pencahayaan dengan Angka Kuman Udara di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Angka Kuman Udara

Sanitasi Ruang r = - 0,531

p = 0,011

n = 22

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.6 hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara sanitasi ruang dengan angka kuman udara, karena diperoleh nilai

P Value Sig. 0,011 < 0,05. Untuk nilai koefisien korelasi menunjukkan nilai

korelasi negatif dengan kekuatan yang cukup antara sanitasi ruang dengan angka

kuman udara (r = -0,531). Uji korelasi bertanda negatif, berarti bahwa semakin

baik sanitasi ruang rawat inap maka semakin rendah angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun. Maka dapat diambil kesimpulan

secara statistik ada hubungan antara sanitasi ruang dengan angka kuman udara di

ruang rawat inap Rumah sakit Paru Dungus Madiun.

5. Analisis Hubungan Suhu dengan Angka Kuman Udara di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Tabel 5.7 Hubungan Pencahayaan dengan Angka Kuman Udara di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Angka Kuman Udara

Pemeliharaan Ruang r = - 0,581

p = 0,005

n = 22

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Page 97: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

81

Berdasarkan tabel 5.7 hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara pemeliharaan ruang dengan angka kuman udara, karena

diperoleh nilai P Value Sig. 0,005 < 0,05. Sedangkan untuk nilai koefisien

korelasi menunjukkan nilai korelasi negatif dengan kekuatan yang cukup antara

pemeliharaan ruang dengan angka kuman udara (r = -0,581). Uji korelasi bertanda

negatif, berarti bahwa semakin baik pemeliharaan ruang rawat inap maka semakin

rendah angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus

Madiun. Maka dapat diambil kesimpulan secara statistik ada hubungan antara

pemeliharaan ruang dengan angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah sakit

Paru Dungus Madiun.

5.3 Pembahasan

1. Angka Kuman Udara

Angka kuman adalah perhitungan jumlah bakteri yang didasarkan pada

asumsi bahwa setiap sel bakteri hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi

satu koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang

sesuai. Setelah masa inkubasi jumlah koloni yang tumbuh dihitung dari hasil

perhitungan tersebut merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah dalam

suspensi tersebut. Prinsip dari pemeriksaan ini menghitung jumlah koloni

yang tumbuh pada Plate Count Agar.

Pemahaman kuman diidentikkan dengan mikroorganisme yang ada di

udara. Secara umum, angka kuman udara adalah jumlah mikroorganisme

patogen atau non patogen yang melayang-layang di udara baik

Page 98: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

82

bersama/menempel pada droplet (air), atau partikel (debu) yang bersali

dibiakkan dengan media agar membentuk koloni yang dapat diamati secara

visual atau dengan kacamata pembesar, kemudian dihitung berdasarkan

koloni tersebut untuk dikonversi dalam satuan koloni forming unit per meter

kubik (CFU/m³). Sesuai Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/2004 tentang

persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, standar angka kuman udara

untuk ruang perawatan yaitu 200-500 CFU/m³.

Pemeriksaan rata-rata angka kuman udara di 22 ruang rawat inap

menunjukkan hasil sebesar 25,91 CFU/m³ dengan nilai minimum 3 CFU/m³

dan nilai maksimumnya 95 CFU/m³. Penelitian Rizal Muntaha (2016)

menujukkan bahwa rata-rata angka kuman udara sebesar 164 CFU/m³ dengan

nilai minimum 172 CFU/m³ dan nilai maksimum 310 CFU/m³. Sehingga rata-

rata dari kedua penelitian tersebut masih memenuhi standar yang

dipersyaratkan menurut Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang

persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Hal tersebut dapat terjadi

karena faktor-faktor seperti suhu udara di dalam ruangan yang menunjukkan

bahwa rata-rata suhu dalam penelitian ini sebesar 28,68°C yang artinya masih

dibawah suhu optimum pertumbuhan kuman udara yaitu 37°C karena pada

suhu optimum tersebut mikroorganisme merasa nyaman menjalani

kehidupannya.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi rendahnya angka kuman udara

dalam penelitian ini adalah media yang digunakan untuk pengambilan

sampel, karena dalam penelitian ini hanya menggunakan media NA yang

Page 99: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

83

sudah dibekukan, kemudian diletakkan disetiap titik yang sudah ditentukan

tanpa menggunakan alat MAS (Microbiology Air Sampler). Alat tersebut

mengambil udara menggunakan fan yang akan menyedot udara ruangan dan

masuk ke dalam lubang yang ada, jika ada bakteri pada udara maka akan

menempel pada media agar. Sehingga dengan menggunakan alat tersebut

jumlah kuman udara yang menempel pada media akan semakin tinggi.

2. Suhu

Setiap mikroorganisme memiliki suhu optimum yang berbeda untuk

dapat tumbuh dan berkembang. Suhu optimum membuat mikroorganisme

merasa nyaman menjalani kehidupannya. Menurut Kepmenkes RI No.

1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah

sakit, standar suhu udara untuk ruang perawatan yaitu 22-24°C.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata suhu di ruang Mawar

28,5°C, ruang Anggrek 28,6°C dan ruang Melati 29°C, dengan nilai

maksimum dari 22 ruangan sebesar 31°C dan nilai minimum 26°C. Penelitian

Rizal Muntaha (2016) menunjukkan bahwa rata-rata suhu sebesar 30,11°C

dengan nilai minimum 27,43°C dan nilai maksimum 30,66°C. Penelitian

tersebut sama-sama melakukan pengukuran suhu di ruang rawat inap Rumah

Sakit ternyata memiliki suhu yang berbeda di setiap ruangan dan tidak

memenuhi standart yang ditetapkan. Tingginya suhu udara di dalam ruangan

dapat disebabkan karena pengukuran dilakukan pada pukul 09.00-11.00 WIB

sehingga intensitasi sinar matahari yang masuk kedalam ruangan semakin

bertambah dan suhu ruangan menjadi meningkat. Banyaknya penunggu

Page 100: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

84

dalam ruang perawatan juga dapat mempengaruhi suhu dalam ruangan

terlebih lagi ruang perawatan tidak dilengkapi dengan AC maupun kipas

angin.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi penelitian tersebut yaitu perbedaan

karakteristik ruangan yang berdampak pada perbedaan suhu antar ruangan

satu dengan ruangan yang lainnya. Seperti luas ruangan satu dengan yang

lainnya berbeda, pada saat penelitian terdapat 4 ruang yang tidak ada pasien

atau tidak ada penghuni ruangan. Sehingga ventilasi alami maupun buatan

tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka upaya

yang dapat dilakukan yaitu dengan pemasangan kipas angin di masing-

masing ruangan non-AC untuk menambah kenyamanan pasien ataupun

keluarga dari pasien.

3. Kelembaban

Kelembaban udara yang ekstrim dapat berkaitan dengan buruknya

kualitas udara. Kelembaban yang rendah dapat mengakibatkan terjadinya

gejala SBS (Sick Building Syndrome) seperti iritasi mata, iritasi tenggorokan

dan batuk batuk. Selain itu rendahnya kelembaban juga dapat meningkatkan

kerentanan terhadap penyakit infeksi, serta penyakit asma. Kelembaban juga

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup

mikroorganisme. Menurut Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004

tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, standar kelembaban

udara untuk ruang perawatan yaitu 45-60%.

Page 101: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

85

Hasil pengukuran saat dilakukan penelitian menunjukkan bahwa rata-rata

kelembaban di ruang Mawar yaitu 61%, ruang Anggrek 60,8% dan ruang

Melati 61,8%, dengan nilai maksimum dari 22 ruangan sebesar 64% dan

minimum sebesar 59%. Penelitian Tri Purnamasari (2017) menunjukkan

bahwa terdapat 16 ruangan dengan kelembaban yang tidak memenuhi

standart. yang ditetapkan, dimana standar yang di tetapkan yaitu 45-60%.

Penelitian tersebut sama-sama melakukan pengukuran kelembaban di ruang

rawat inap Rumah Sakit ternyata memiliki kelembaban yang berbeda di setiap

ruangan dan tidak memenuhi standart yang ditetapkan. Tingginya

kelembaban udara pada penelitian ini dapat disebabkan karena lokasi rumah

sakit terletak pada ketinggian 80 m diatas permukaan air laut yang

dikelilingi lingkungan hijau pegunungan tepatnya pada kaki Gunung Wilis

sisi barat.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingginya kelembaban udara di

ruang rawat inap yaitu pengunjung dan penunggu pasien yang memenuhi

ruang perawatan sehingga mempengaruhi sirkulasi udara di dalam ruang

perawatan. Ventilasi di dalam ruang perawatan sudah sesuai dimana ukuran

ventilasi 15% dari luas lantai ruangan. Keberadaan jendela juga berpengaruh

terhadap kelembaban ruangan, jendela ruangan yang jarang dibuka dapat

mengakibatkan sirkulasi udara tidak lancar.

4. Pencahayaan

Pencahayaan di dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas

penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan rumah

Page 102: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

86

sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Sesuai

Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/2004 tentang persyaratan kesehatan

lingkungan rumah sakit, standar pencahayaan untuk ruang perawatan yaitu

100-200 lux.

Hasil penelitian dalam pengukuran intensitas pencahayaan menunjukkan

bahwa rata rata pencahayaan di ruang Mawar sebesar 100,9 lux, ruang

anggrek sebesar 104,6 lux dan ruang Melati 99,1 lux, dengan nilai maksimum

dari 22 ruangan sebesar 114 lux dan nilai minimum sebesar 89 lux. Untuk

ruang Melati masih dalam kategori tidak memenuhi standar Kepmenkes RI

No. 1204/Menkes/SK/2004. Pada penelitian yang dilakukan Lisa Jayanti

(2014) menujukkan intensitas pencahayaan ruang perawatan I pada saat

dilakukan pengukuran rata-rata 45,7 lux dan di ruang perawatan II rata-rata

57,3 lux sehingga rata-rata tersebut masih belum memenuhi standar yang

dipersyaratkan menurut Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/2004 tentang

persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Nayla (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan antara variabel

bebas pencahayaan dengan variabel terikat jumlah koloni bakteri udara dalam

ruang kelas. Dari ketiga penelitian tersebut sama-sama melakukan

pengukuran pencahayaan namun berbeda tempat yaitu di ruang rawat inap

rumah sakit dan ruang kelas. Rendahnya pencahayaan di dalam ruangan dapat

terjadi karena beberapa ruang rawat inap memiliki posisi ruang yang ada

diantara ruang lain sehingga mengakibatkan terhalangnya cahaya yang masuk

ke dalam ruangan.

Page 103: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

87

Faktor lain yang dapat mempengaruhi rendahnya intensitas pencahayaan

di ruang rawat inap yaitu kurangnya pencahayaan buatan di dalam ruang

perawatan. Ruang perawatan tersebut hanya menggunakan satu lampu yang

terletak di tengah-tengah langit-langit ruang perawatan, sehingga kondisi

ruangan menjadi gelap dan tidak baik untuk keadaan pasien sendiri. Agar

pencahayaan dapat memenuhi standart perlu penambahan pencahayaan

buatan (listrik), namun demikian perlu dikaji bahwa penggunaan daya listrik

membutuhkan biaya yang operasional.

5. Sanitasi Ruang

Sanitasi ruang bangunan dan peralatan non medis dimaksudkan untuk

menciptakan sanitasi ruang bangunan dan peralatan non medis yang nyaman,

bersih, dan sehat di lingkungan rumah sakit agar tidak menimbulkan dampak

negatif terhadap pasien, pengunjung dan karyawan. Sesuai Kepmenkes RI

No. 1204/Menkes/SK/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah

sakit, sanitasi ruang bangunan yang meliputi lantai, dinding, ventilasi, atap,

langit-langit dan pintu harus sesuai standart yang dipersyaratkan.

Hasil penilaian pada saat penelitian dilakukan di ruang Mawar

menunjukkan bahwa rata-rata penilaian sebesar 91,27%, ruang Anggrek

dengan rata-rata 89,5% dan untuk ruang Melati dengan rata-rata 90,83%.

Pada penelitian yang dilakukan Munawar (2015) menjelaskan bahwa

sebagian besar ruang persalinan dengan kondisi sanitasi yang tidak baik

menunjukkan kualitas angka kuman udara yang tidak memenuhi syarat

(89,5%), sedangkan ruangan dengan kondisi sanitasi yang baik menunjukkan

Page 104: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

88

kualitas angka kuman udara yang memenuhi syarat (53,3%). Kedua penelitian

tersebut sama-sama melakukan penilaian untuk sanitasi ruang dengan

perbedaan lokasi yaitu di ruang rawat inap dan ruang persalinan. Sanitasi

ruang di ruang rawat inap Rumah Sakit paru Dungus Madiun menunjukkan

hasil yang cukup baik, namun masih ditemukan di beberapa ruangan seperti

sanitasi dinding dan lantai yang kurang bersih dan berdebu.

Sanitasi ruangan juga berkaitan dengan kontruksi bangunan, di beberapa

ruangan masih terdapat jendela dan pintu pada siang hari dalam keadaan

tertutup, sehingga hal tersebut tidak baik untuk kondisi pasien yang ada di

dalam ruangan dikarenakan pencahayaan serta pertukaran udara yang tidak

baik.

6. Pemeliharaan Ruang

Pemeliharaan ruang rawat inap rumah sakit merupakan salah satu faktor

pengendalian yang perlu diperhatikan dalam menurunkan angka infeksi

nosokomial, terutama kebersihan ruang perawatan. Sesuai Kepmenkes RI No.

1204/Menkes/SK/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan Rumah

Sakit, khusunya tata laksana dalam pemeliharaan ruang di rawat inap untuk

kegiatan pembersihan lantai minimal dilakukan pagi dan sore hari setelah

pembenahan/merapikan tempat tidur, jam makan, jam kunjungan dokter, cara

pembersihan lantai dengan menggunakan bahan antiseptik dan pada setiap

ruangan disediakan perlengkapan pel sendiri.

Hasil penilaian tentang pemeliharaan ruang pada saat penelitian

dilakukan di ruang Mawar menunjukkan bahwa rata-rata penilaian sebesar

Page 105: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

89

75,36%, ruang Anggrek dengan rata-rata 75,8% dan untuk ruang Melati

dengan rata-rata 77%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan

ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus masih dalam kategori yang

cukup baik dan bersih. Pada hasil pemeriksaan swab lantai di ruang Mawar

yang bertujuan untuk mengetahui angka kuman lantai menunjukkan hasil

bahwa ruang rawat inap dalam keadaan tidak baik dengan hasil angka kuman

lantai sebesar 11 dan 12 CFU/m², artinya angka kuman lantai melebihi baku

mutu yang ditetapkan Kepmenkes No. 1204/Menkes/SK/2004 yaitu sebesar

5-10 CFU/m². Hasil penelitian yang dilakukan Tri Purnamasari (2017)

menunjukkan hasil bahwa kebersihan ruangan yang bersih cenderung

mikrobiologi udara tidak memenuhi standart lebih besar. Namun dari hasil

tersebut masih ditemukan bahwa pemeriksaan angka kuman udara maupun

angka kuman lantai hanya dilakukan pada ruang perawatan penyakit menular

dan belum dilakukan pada ruang rawat inap secara menyeluruh.

Faktor yang dapat mempengaruhi pemeliharaan ruang di dalam ruang

rawat inap yaitu belum diberlakukan SPO (Standart Prosedur Operasional)

tentang pemeliharaan ruang sehingga petugas kebersihan (cleaning service)

tidak mengetahui standart pemeliharaan ruang yang baik.

Rumah sakit merupakan lokasi yang rentan dalam penularan penyakit,

sehingga perlu dilakukannya pemeriksaan angka kuman udara maupun angka

kuman lantai secara rutin dan menyeluruh di semua ruang rawat inap.

Page 106: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

90

5.3.1 Faktor yang Berhubungan dengan Angka Kuman Udara di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Berdasarkan analisis bivariat, variabel yang terbukti berhubungan

dengan angka kuman udara di ruang rawat inap adalah kelembaban,

pencahayaan, sanitasi ruang dan pemeliharaan ruang.

A. Hubungan Antara Kelembaban dengan Angka Kuman Udara di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus

Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai P Value Sig. 0,000 yang

artinya ada hubungan antara kelembaban udara ruangan dengan angka

kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

Nilai koefisien korelasi menunjukkan nilai korelasi positif dengan

kekuatan yang kuat antara kelembaban dengan angka kuman udara

(r=0,790). Hasil uji korelasi bertanda positif, berarti bahwa semakin

tinggi kelembaban udara ruang yang ada dalam ruang rawat inap

semakin tinggi pula angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah

Sakit Paru Dungus Madiun. Kelembaban udara yang relatif tinggi

dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Karena pada saat

pengukuran dilakukan, didapatkan >60% lebih banyak yang tidak

memenuhi syarat dan keadaan jendela tertutup sehingga hal tesebut

mengakibatkan pencahayaan serta sirkulasi udara di ruangan tidak

baik. Tingginya kelembaban udara pada penelitian ini dapat juga

disebabkan karena lokasi rumah sakit terletak pada ketinggian 80 m

Page 107: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

91

diatas permukaan air laut yang dikelilingi lingkungan hijau

pegunungan tepatnya pada kaki Gunung Wilis sisi barat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Didik (2016) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

kelembaban dengan angka kuman udara di ruang rawat inap kelas tiga

melati RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kelembaban dalam ruang juga

dapat disebabkan kurangnya cahaya yang masuk secara langsung

kedalam ruangan, sehingga area ruangan yang tersinari oleh matahari

terbatas dan tidak cukup untuk mengurangi kelembaban.

Pada penelitian yang dilakukan Nayla (2016) tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan jumlah mikroorganisme udara dalam

ruang kelas lantai 8 Universitas Esa Unggul menyebutkan bahwa

terdapat hubungan antara variabel bebas kelembaban dengan variabel

terikat jumlah koloni bakteri udara dalam ruang kelas. Hasil penelitian

tersebut sejalan dengan penelitian ini bahwa kelembaban berhubungan

langsung dengan angka kuman udara walaupun dengan jenis ruangan

yang berbeda.

Didukung penelitian lain yang dilakukan oleh Abdullah (2011)

tentang Lingkungan Fisik dan Angka Kuman Udara Ruangan di

Rumah Sakit Umum Haji Makassar menunjukkan hasil bahwa ada

hubungan antara kelembaban dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah Sakit Umum Haji Makassar. Hasil pengukuran

pada penelitian tersebut mengacu pada Kepmenkes No.

Page 108: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

92

1204/MENKES/SK/X/2004 diperoleh 38 titik tidak memenuhi syarat

dan 7 titik memenuhi syarat untuk pengukuran kelembaban, 41 titik

tidak memenuhi syarat dan 4 titik memenuhi syarat untuk angka

kuman udara. Dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa

kelembaban merupakan faktor fisik terbesar yang bertanggung jawab

langsung atas keberadaan kuman di dalam ruang rawat inap.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tri

Purnamasari (2017) tentang hubungan faktor lingkungan fisik dan

standar luas ruangan dengan kualitas mikrobiologi udara pada ruang

perawatan Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak menunjukkan hasil

bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan mikrobiologi udara di

ruang rawat inap dan kelembaban merupakan faktor yang berisiko 3,7

lebih besar untuk pertumbuhan angka kuman pada ruang rawat inap

Rumah Sakit Bhayangkara.

Kelembaban udara yang ekstrim dapat berkaitan dengan

buruknya kualitas udara. Kelembaban yang rendah dapat

mengakibatkan terjadinya gejala SBS (Sick Building Syndrome)

seperti iritasi mata, iritasi tenggorokan dan batuk batuk. Selain itu

rendahnya kelembaban juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap

penyakit infeksi, serta penyakit asma. Kelembaban juga merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup

mikroorganisme (Lisa, 2014).

Page 109: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

93

Udara ruang yang terlalu lembab dapat menyebabkan

tumbuhnya bermacam-macam jamur dan spora. Udara yang terlalu

kering juga dapat menyebabkan keringnya lapisan mukosa dan

merupakan pre disposisi infeksi saluran pernapasan akut. Kelembaban

ruangan dapat berpengaruh terhadap mikroorganisme yang ada pada

ruangan, tetapi dapat hidup dan berkembang tidak hanya tergantung

kepada kelembaban ruangan saja, tetapi lebih membutuhkan unsur-

unsur yang lain (Depkes RI, 2007 dalam Lisa, 2014).

Berdasarkan penjelasan diatas diharapkan upaya yang dapat

dilakukan oleh pihak Rumah Sakit sebaiknya selalu melakukan

pemantauan sirkulasi udara di dalam ruangan agar kelembaban udara

tetap baik.

B. Hubungan Antara Pencahayaan dengan Angka Kuman Udara di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus

Berdasarkan uji statistik menggunakan korelasi pearson

menunjukkan bahwa nilai P Value Sig. 0,000 < 0,05 berarti ada

hubungan antara pencahayaan dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah sakit Paru Dungus Madiun. Sedangkan untuk nilai

koefisien korelasinya (r = -0,799). Uji korelasi menunjukkan tanda

negatif, berarti bahwa semakin tinggi pencahayaan yang ada dalam

ruang rawat inap maka semakin rendah angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun. Sesuai Kepmenkes RI

No. 1204/Menkes/SK/2004 tentang persyaratan Kesehatan

Page 110: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

94

Lingkungan Rumah Sakit, standar pencahayaan untuk ruang

perawatan yaitu 100-200 lux, tetapi masih terdapat beberapa ruang

rawat inap yang pencahayaan kurang dari 100 lux, hal ini terjadi

karena kurangnya pencahayaan buatan di dalam ruang perawatan.

Ruang perawatan tersebut hanya menggunakan satu lampu yang

terletak di tengah-tengah langit-langit ruang perawatan, sehingga

kondisi ruangan menjadi gelap dan tidak baik untuk keadaan pasien

sendiri. Rendahnya pencahayaan di dalam ruangan dapat juga terjadi

karena beberapa ruang rawat inap memiliki posisi ruang yang ada

diantara ruang lain sehingga mengakibatkan terhalangnya cahaya yang

masuk ke dalam ruangan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Didik

(2016) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan dengan

angka kuman udara di ruang rawat inap kelas tiga melati RSUD Dr.

Moewardi Surakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

pencahayaaan yang tidak memenuhi syarat 7 (23,3%) yaitu < 100 lux

dibandingkan memenuhi syarat 21 (76,7%) yaitu 100,0-130,0 lux.

Pencahayaan alami dari sinar matahari di samping menyebarkan sinar

panas ke bumi, juga memencarkan sinar ultra violet yang mematikan

mikroba. Penelitian lain yang dilakukan oleh Indriani (2009) dalam

hasil analisisnya menunjukkan bahwa kondisi pencahayaan pada

ruang rawat inap Rumah Sakit Darmo dan Rumah Sakit St. Vincentius

A. Paulo belum memenuhi standar sehingga perlu dilakukan beberapa

Page 111: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

95

cara untuk mengoptimalkan tingkat pencahayaan, meliputi :

penggantian bahan dan warna dinding serta lantai dengan warna yang

lebih cerah, penurunan plafon menggunakan drop ceiling, penggunaan

warna perabot dengan warna yang lebih terang, penggunaan lampu TL

28-36W soft white dan lampu downlight 26W.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tri Purnamasari (2017)

menyatakan bahwa pencahayaan merupakan faktor yang berisiko

untuk pertumbuhan angka kuman udara di ruang rawat inap.

Pencahayaan yang kurang merupakan kondisi yang disukai bakteri,

karena dapat tumbuh dengan baik pada kondisi yang gelap. Posisi

ruang yang kurang menguntungkan mengakibatkan kurangnya cahaya,

misalnya posisi ruang yang ada diantara ruang lain sehingga

mengakibatkan terhalangnya cahaya yang masuk. (Kiki Ayu, 2012).

Berdasarkan penjelasan diatas diharapkan pihak Rumah Sakit

harus selalu memperhatikan intensitas pencahayaan. Agar

pencahayaan di dalam ruangan dapat memenuhi standar yang

dipersyaratkan sebesar 100-200 lux yaitu dengan cara membuka

jendela lebar-lebar dan bila perlu ditambah pencahayaan buatan

seperti lampu dinyalakan pada siang hari apabila dalam ruangan masih

kurang terang.

Page 112: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

96

C. Hubungan Antara Sanitasi Ruang dengan Angka Kuman Udara

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus

Hasil uji bivariat pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara sanitasi ruang dengan angka kuman

udara karena diperoleh nilai P Value Sig. 0,011 < 0,05 dengan nilai

koefisien korelasi (r = -0,531). Koralasi negatif menunjukkan bahwa

semakin baik sanitasi ruangan maka semakin kecil angka kuman

udara. Hal ini disebabkan karena sanitasi ruang di ruang rawat inap

Rumah Sakit Paru Dungus Madiun menunjukkan hasil yang cukup

baik, namun masih ditemukan di beberapa ruangan seperti sanitasi

dinding dan lantai yang kurang bersih dan berdebu. Sanitasi ruangan

juga berkaitan dengan kontruksi bangunan, di beberapa ruangan masih

terdapat jendela dan pintu pada siang hari dalam keadaan tertutup,

sehingga hal tersebut tidak baik untuk kondisi pasien yang ada di

dalam ruangan dikarenakan pencahayaan serta pertukaran udara yang

tidak baik.

Pada penelitian yang dilakukan Munawar (2015) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sanitasi ruang

persalinan dengan kualitas angka kuman udara. Penelitian tersebut

menjelaskan bahwa sebagian besar ruang persalinan dengan kondisi

sanitasi yang tidak baik menunjukkan kualitas angka kuman udara

yang tidak memenuhi syarat (89,5%), sedangkan ruangan dengan

kondisi sanitasi yang baik menunjukkan kualitas angka kuman udara

Page 113: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

97

yang memenuhi syarat (53,3%). Hal tersebut dikarenakan kondisi

sanitasi ruang seperti langit-langit, dinding yang kotor serta berdebu

dan kemungkinan mengandung mikroorganisme yang akan

berpengaruh terhadap kualitas angka kuman udara apabila terdapat

hembusan angin atau aliran udara. Berdasarkan penjelasan diatas

menunjukkan bahwa penelitian tersebut sejalan dengan penelitian ini

karena sanitasi ruangan berhubungan langsung dengan angka kuman

udara dengan perbedaan pada jenis ruangan yaitu ruang rawat inap

dan ruang persalinan.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Chistianty (2009) tentang hubungan sanitasi ruang perawatan dengan

kualitas udara di ruang perawatan kelas tiga RSUD Ibnu Sina

Kabupaten Gresik, analisis data menggunakan uji pearson correlation

menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara sanitasi ruang

dengan kualitas udara pada ruang perawatan kelas tiga di RSUD Ibnu

Sina Kabupaten Gresik.

Sanitasi ruangan juga merupakan faktor pendukung keberadaan

mikroorganisme. Sanitasi ruangan yang kebersihan lingkungannya

terjaga dapat mengurangi risiko adanya kuman di udara. Akan tetapi,

jika sanitasi ruangannya buruk hal tersebut dapat menimbulkan

ruangan menjadi kotor dan berdebu. Berdasarkan penjelasan tersebut,

diharapkan pihak Rumah Sakit Paru Dungus harus melakukan

pemantauan atau pengecekan rutin untuk sanitasi ruang rawat inap

Page 114: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

98

agar kondisi ruang dan bangunan selalu dalam keadaan bersih dan

nyaman sebagai pendukung usaha penyembuhan penderita.

D. Hubungan Antara Pemeliharaan Ruang dengan Angka Kuman

Udara di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus

Berdasarkan uji statistik menggunakan korelasi pearson

menunjukkan bahwa nilai P Value Sig. 0,005 < 0,05 berarti ada

hubungan antara pemeliharaan ruang dengan angka kuman udara di

ruang rawat inap Rumah sakit Paru Dungus Madiun. Sedangkan untuk

nilai koefisien korelasinya (r = -0,581), koralasi negatif menunjukkan

bahwa semakin baik pemeliharaan ruang maka semakin kecil angka

kuman udara. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

pemeliharaan ruang berhubungan dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap. Hal ini dapat terjadi karena masih ditemukan beberapa

ruang perawatan yang masih kurang bersih. Pengunjung dan

penunggu pasien juga salah satu faktor pembawa bakteri dalam

ruangan. Semakin padat penghuni dalam ruang perawatan semakin

besar derajat kontaminasi dengan mikroorganisme semakin banyak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tri

Purnamasari (2017) tentang hubungan faktor lingkungan fisik dan

standar luas ruangan dengan kualitas mikrobiologi udara pada ruang

perawatan Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak, menunjukkan hasil

bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebersihan ruangan

Page 115: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

99

dengan mikrobiologi udara di ruang rawat inap Rumah Sakit

Bhayangkara.

Didukung penelitian lain yang dilakukan oleh Kusno Feriyanto

(2013) tentang hubungan antara kebersihan lingkungan rawat inap

dengan kepuasan pasien di ruang Asoka Instalasi Rawat Inap RSUD

Dr. R. Koesma Tuban menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara kebersihan lingkungan dengan kepuasan pasien.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas lingkungan ruang rawat

inap yang bersih dan sehat akan menciptakan kepuasan terhadap

pasien dan keluaraga jika terjadi sakit dan menjalani rawat inap di

Rumah Sakit.

Rumah Sakit Paru Dungus dalam melakukan pemeliharaan

ruang pada pemeriksaan rutin angka kuman udara tidak dilakukan

secara menyeluruh, hanya pada ruang rawat inap penyakit menular

sehingga pihak Rumah Sakit tidak dapat mengetahui jumlah kuman

udara yang berkembang di ruang rawat inap penyakit non menular.

Pada hasil pemeriksaan swab lantai di ruang Mawar yang bertujuan

untuk mengetahui angka kuman lantai menunjukkan hasil bahwa

ruang rawat inap dalam keadaan tidak baik dengan hasil angka kuman

lantai sebesar 11 dan 12 CFU/m²., artinya angka kuman lantai

melebihi baku mutu yang ditetapkan Kepmenkes No.

1204/Menkes/SK/2004 yaitu sebesar 5-10 CFU/m².

Page 116: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

100

Pemeliharaan ruang rawat inap rumah sakit merupakan salah

satu faktor pengendalian yang perlu diperhatikan dalam menurunkan

angka infeksi nosokomial, terutama kebersihan ruang perawatan.

Keputusan Menteri Kesehatan (2004) tentang persyaratan kesehatan

lingkungan Rumah Sakit, khusunya tata laksana dalam pemeliharaan

ruang di rawat inap untuk kegiatan pembersihan lantai minimal

dilakukan pagi dan sore hari setelah pembenahan/merapikan tempat

tidur, jam makan, jam kunjungan dokter, cara pembersihan lantai

dengan menggunakan bahan antiseptik dan pada setiap ruangan

disediakan perlengkapan pel sendiri.

Agar pemeliharaan ruang di dalam ruang rawat inap dapat

memenuhi tata laksana sesuai dengan Kepmenkes No.

1204/MENKES/SK/X/2004 perlu diberlakukan SPO (Standart

Prosedur Operasional) tentang pemeliharaan ruang sehingga petugas

kebersihan (cleaning service) dapat mentaati peraturan yang berlaku.

Atau dengan cara melakukan peningkatan pengawasan dan

mengadakan pendidikan serta pelatihan bagi petugas kesehatan.

Pemeliharaan ruang juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin di

setiap ruang rawat inap secara menyeluruh untuk mengetahui jumlah

kuman udara dan menjaga kebersihan ruangan agar angka kuman

udara tidak meningkat dan masih memenuhi syarat dari Kepmenkes

No. 1204/MENKES/SK/X/2004.

Page 117: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

101

5.3.2 Faktor yang Tidak Berhubungan dengan Angka Kuman Udara di

Ruang Rawat Inap Rumash Sakit Paru Dungus Madiun

Berdasarkan analisis bivariat, variabel yang terbukti tidak

berhubungan dengan angka kuman udara di ruang rawat inap adalah suhu.

A. Hubungan Antara Suhu dengan Angka Kuman Udara di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus

Berdasarkan uji statistik menggunakan Korelasi Pearson

Product Moment diperoleh nilai P Value Sig. 0,086 > 0,05 berarti

tidak ada hubungan antara suhu udara ruangan dengan angka kuman

udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun. Uji

korelasi menunjukkan tanda positif, berarti bahwa semakin tinggi

suhu udara yang ada dalam ruang rawat inap semakin tinggi pula

angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus

Madiun. Hasil pengukuran dari 22 ruangan menunjukkan bahwa suhu

rata-rata sebesar 28,68°C yang artinya masih dibawah suhu optimum

pertumbuhan kuman udara yaitu 37°C karena pada suhu optimum

tersebut mikroorganisme merasa nyaman menjalani kehidupannya.

Hal tersebut selaras dengan jumlah kuman udara yang diperoleh

selama penelitian, dari seluruh ruangan yang diambil sampel

penelitian menunjukkan bahwa angka kuman udara tersebut masih

memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Kepmenkes No.

1204/MENKES/SK/X/2004.

Page 118: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

102

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rizal

(2016) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara suhu dengan

angka kuman udara di ruang rawat inap Gedung Siti Hajar Rumah

Sakit Islam Sultan Hadlirin Jepara dikarenakan perbedaan

karakteristik ruangan yang berdampak pada perbedaan suhu antar

ruangan satu dengan ruangan yang lainnya. Didukung penelitian lain

yang dilakukan oleh Abdullah (2011) tentang Lingkungan Fisik dan

Angka Kuman Udara Ruangan di Rumah Sakit Umum Haji Makassar

Sulawesi Selatan menyatakan bahwa suhu tidak memiliki pengaruh

yang bermakna terhadap tingginya angka kuman udara.

Tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan Tri

Purnamasari (2017) tentang hubungan faktor lingkungan fisik dan

standar luas ruangan dengan kualitas mikrobiologi udara pada ruang

perawatan Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak, menunjukkan bahwa

ada hubungan antara temperatur dengan mikrobiologi udara di ruang

rawat inap. Suhu merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan mikrobiologi udara di dalam ruangan. Pada suhu optimal

sebuah sel dapat memperbanyak dirinya dan tumbuh sangat cepat.

Sedangkan suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi masih dapat

meperbanyak diri namun dalam jumlah kecil dan tidak secepat dengan

pertumbuhan pada suhu optimal (Irianto K, 2006).

Selain dari faktor suhu, kuman juga dapat diakibatkan oleh

lingkungan biologis. Faktor biologis yang mempengaruhi angka

Page 119: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

103

kuman udara di dalam ruangan yaitu penghuni rumah sakit, pasien dan

pengunjung ruamh sakit yang saling memindahkan kuman yang

mengakibatkan penyebaran dan peningkatan kuman dalam ruang.

Berdasarkan penjelasan diatas maka upaya yang dilakukan

sebaiknya pihak rumah sakit melakukan pengecekan kualitas suhu

secara rutin di dalam ruang rawat inap agar suhu udara di ruangan

tetap mememuhi syarat. Menurut Kepmenkes Kepmenkes No.

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan

rumah sakit, dapat juga dengan melakukan pemasangan kipas angin di

masing-masing ruangan non-AC untuk menambah kenyamanan pasien

ataupun keluarga dari pasien.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini untuk melakukan pengambilan sampel kuman udara

belum menggunakan alat MAS (Microbiology Air Sampler) namun hanya

menggunakan media NA yang sudah dibekukan kemudian diletakkan disetiap

titik yang sudah ditentukan sebelumnya.

Page 120: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

104

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada bab ini akan dibahas kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tentang

angka kuman udara ri ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

adalah sebagai berikut:

1. Rata-rata angka kuman udara dalam ruang rawat inap Rumah Sakit Paru

Dungus adalah 25,91 CFU/m³. Dengan suhu rata-ratanya 28,68°C. Rata-

rata kelembaban adalah 61,18%. Untuk pencahayaan rata-ratanya adalah

101,27 lux. Kemudian untuk rata-rata sanitasi ruang adalah 90,77% dan

untuk pemeliharaan ruang nilai rata-ratanya adalah 75,91%.

2. Ada hubungan antara kelembaban udara ruang dengan angka kuman

udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun karena nilai

p value Sig. 0,000 < 0,05 dan nilai koefisien korelasi 0,790.

3. Ada hubungan antara pencahayaan dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun karena nilai p value Sig.

0,000 < 0,05 dan nilai koefisien korelasi - 0,799.

4. Ada hubungan antara sanitasi ruang dengan angka kuman udara di ruang

rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun karena nilai p value Sig.

0,011 < 0,05 dan nilai koefisien korelasi - 0,531.

Page 121: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

105

5. Ada hubungan antara pemeliharaan ruang dengan angka kuman udara di

ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun karena nilai p value

Sig. 0,005 < 0,05 dan nilai koefisien korelasi - 0,581.

6. Tidak ada hubungan antara suhu udara ruangan dengan angka kuman

udara di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun karena nilai

p value Sig. 0,086 > 0,05 dan nilai koefisien korelasi 0,375.

6.2 Saran

1. Bagi Instansi Kesehatan

a. Diharapkan kepada pihak rumah sakit tetap menjaga sanitasi ruang

seperti kebersihan dinding, langit-langit, kipas angin, ruang rawat inap

mendapatkan pencahayaan yang baik dan selalu menjaga sirkulasi

udara di ruang rawat inap agar angka kuman udara tidak meningkat

dan masih memenuhi syarat dari Kepmenkes

No.1204/MENKES/SK/X/2004.

b. Membatasi jumlah pengunjung yang masuk ke ruang rawat inap dalam

waktu yang bersamaan, banyaknya pengunjung yang ada dalam 1

ruangan dapat meningkatkan angka kuman udara.

c. Melakukan pengawasan yang lebih intens terhadap kinerja petugas

kebersihan dan melakukan pembersihan ruangan sesuai dengan

Kepmenkes No.1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan

Kesehatan Lingkungan.

d. Agar pencahayaan di dalam ruangan dapat memenuhi standar yang

dipersyaratkan sebesar 100-200 lux yaitu dengan cara membuka

Page 122: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

106

jendela lebar-lebar dan bila perlu ditambah pencahayaan buatan seperti

lampu dinyalakan pada siang hari apabila dalam ruangan masih kurang

terang.

e. Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit bagian Sanitasi agar membuat

SPO (Standart Prosedur Operasional) tentang pemeliharaan ruang

sesuai dengan Kepmenkes No.1204/MENKES/SK/X/2004 sehingga

petugas kebersihan dapat mentaati peraturan tersebut dan untuk

petugas kebersihan yang melanggar peraturan dapat diberikan sanksi

sesuai dengan kesalahannya.

2. Bagi Institusi Pendidikan/ STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan ilmu

pengetahuan kesehatan lingkungan tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan angka kuman udara di ruang rawat inap Rumah

Sakit.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian

dengan menambahkan variabel lain yang belum diteliti oleh peneliti

dengan menambahkan jumlah sampel dan mengidentifikasi jenis mikroba

yang ada di ruangan rawat inap rumah sakit.

Page 123: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

107

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Tahrir M dan Hakim B.A. 2011. Lingkungan Fisik dan Angka Kuman

Udara Ruangan di RSU Haji Makassar. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Nasional.

Anam, Khoirul dan Agus Joko Praptomo. 2015. Analisis Angka Kuman Udara di

Unit Pelayanan Teknis Daerah Laboratorium Kesehatan Provinsi

Kalimantan Timur. Samarinda: Jurnal Ilmu Kesehatan.Vol.3, No. 2.

Cahyono, Tri. 2017. Penyehatan Udara. CV. Andi Offset: Yogyakarta

Chistianty, Inggrit. 2009. Sanitasi Ruang Perawatan dengan Kualitas Udara di

Ruang Perawatan Kelas Tiga Rumah Sakit Umum daerah Ibnu Sina

Kabupaten Gresik. Univerrsitas Airlangga.

Dahlan, M. Sopiyudin. 2017. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan:

Deskriptif, Bivariat dan Multivariat (Edisi 6). Epidemiologi Indonesia:

Jakarta

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Salemba

Medika: Jakarta.

Dwidjoseputro, D. 2010. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan.

Jakarta.

Feriyanto, Kusno. 2012. Hubungan Antara Kebersihan Lingkungan Rawat Inap

dengan Kepuasan Pasien di Ruang Asoka Instalasii Rawat Inap RSUD Rd.

R Koesma Tuban. Stikes NU Tuban

Fithri, Nayla Kamilia, Putri Handayani dan Gisely Vionalita. 2016. Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Jumlah Mikroorganisme Udara Dalam Ruang

Kelas Lantai 8 Universitas Esa Unggul. Universitas Esa Unggul: Forum

Ilmiah Volume 13 Nomor 1.

Hartati, S. Agnes. 2012. Dasar-Dasar Mikrobiologi Kesehatan. Nuha Medika.

Yogyakarta.

Jayanti, Lisa. 2014. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Sanitasi Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. UIN

Alauddin Makassar.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2. CV.

Yrama Widya. Bandung.

Page 124: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

108

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2004. No.

1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit. Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. No.

340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit: Jakarta

Ma’at, Suprapto. 2009. Sterilisasi dan Disinfeksi. Airlangga University Press:

Surabaya

Muntaha, Rizal dan David Laksamana Caesar. 2016. Faktor Lingkungan Fisik

Ruangan Dengan Angka Kuman Udara Ruang Rawat Inap Gedung Siti

Hajar Rumah Sakit Islam Sultan Hadlirin Jepara. Kudus: Jurnal

Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat Cendekia Utama. Vol. 1, No. 5.

Nizar, Arie. 2011. Pengaruh Dosis Desinfektan Terhadap Penurunan Angka

Kuman Pada Lantai di Ruang Kengana RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto. Poltekkes Kemenkes Semarang.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Peneltian Kesehatan. Rineka Cipta:

Jakarta.

Nugroho, Didik Agus, Budiyono dan Nurjazuli. 2016. Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Angka Kuman Udara di Ruang Rawat Inap Kelas

III RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Universitas Diponegoro: Jurnal

Kesehatan Masyarakat Vol. 4, No. 4.

Nurlaela. 2017. Pola Kuman Pada Ruang Publik, Ruang Pelayanan, dan Ruang

Perawatan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso.

Nursalam. 2013 Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis

Edisi 3. Salemba Medika: Jakarta

Pratiwi, Kiki Ayu, Rachmaniyah dan Erna Triastuti. 2012. Kualitas Mikrobiologi

Udara Di Ruang Rawat Inap Penyakit Menular Di Rumah Sakit Paru

Surabaya. ISSN 1693-3761. Vol. X No. 1.

Putri, Ayu Dwi Arini. 2012. Studi Komparasi Angka Kuman Udara Sebelum dsn

Sesudah Didesinfeksi Di Kamar Isolasi Ruang Dahlia Rsud Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto. Poltekkes Kemenkes Purwokerto.

Purnamasari, Tri, Suharno dan Selviana. 2017. Hubungan Faktor Lingkungan

Fisik dan Standar Luas Ruangan dengan Kualitas Mikrobiologi Udara

pada Ruang Perawatan Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak. Universitas

Muhammadiyah Pontianak: Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan.

Page 125: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

109

Raharja, Munawar. 2015. Kualitas Angka Kuman Udara pada Ruang Persalinan

Praktik Bidan Swasta di Kota Banjarbaru. Poltekkes Kemenkes

Banjarmasin Jurusan Kesehatan Lingkungan.Vol. 12 No. 2.

Sabarguna, Boy Subirosa dan Agus Kharmayana Rubaya. 2011. Sanitasi

Lingkungan dan Bangunan Pendukung Kepuasan Pasien Rumah Sakit.

Salemba Medika: Jakarta.

Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan Cetakan Keempat. Mitra

Cendekia: Yogyakarta

Setiawan, Ari dan Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1

dan S2. Nuha Medika: Yogyakarta

Soedarto. 2016. Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. CV. Sagung Seto: Jakarta

Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Mitra Wacana Media:

Jakarta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alabeta:

Bandung.

Sujarweni, Wiratna. 2015. Statistik Untuk Kesehatan. Gava Media: Yogyakarta.

Sunyoto, Danang. 2012. Teori, Kuesioner, dan Analisis Data Sumber Daya

(Praktik Penelitian). Yogyakarta: Center of Academic Publishing Service.

Syauqi, Ahmad. 2017. Mikrobiologi Lingkungan Peranan Mikroorganisme dalam

Kehidupan. CV. Andi Offset: Yogyakarta

Sylvia, Pratiwi. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Ubaidillah dan Trea Aprillia Patiah. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Tingginya Angka Kuman di Ruang Operasi Rumah Sakit Umum PKU

Muhammadiyah Bantul. Stikes Surya Global.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009. Tentang Rumah

Sakit.

Wulandari, Windi. 2015. Angka Kuman Udara dan Lantai Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: Jurnal

Berkala Kesehatan. Vol.1, No. 1.

Yusmidiarti dan Gamaiwarivoni Wachidin. 2013. Analisis Total Kuman Udara di

Ruang Rawat Inap Seruni Rsud Dr.M.Yunus Bengkulu. Poltekkes

Bengkulu. Mitra Raflesia Vol. 5 No. 1

Page 126: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

110

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Assalamuallaikum Wr.Wb.

Saya Eka Septiana, mahasiswi jurusan Kesehatan Masyarakat peminatan

Kesehatan Lingkungan bermaksud akan melakukan penelitian tentang

“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA

KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU

DUNGUS MADIUN”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi

syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun. Pada penelitian ini, peneliti akan bertanya mengenai

tingkat frekuensi sterilisasi ruang pada setiap ruang rawat inap yang ada di Rumah

Sakit Paru Dungus. Kuesioner ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat

diisi selama 2-4 menit. Responden diharapkan menjawab setiap pertanyaan

dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban Anda akan dijaga kerahasiaannya dari

siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja Anda,

kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti.

Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih untuk kesediaan dan kerjasama

Anda menjadi responden pada penelitian ini.

Wassalamuallaikum Wr.Wb.

Madiun, Mei 2018

Eka Septiana

Peneliti

Page 127: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

111

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN TERTULIS SETELAH PENJELAS

(INFORMED CONCENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Alamat :

Setelah saya membaca serta mengetahui manfaat penelitian, maka saya

menyatakan bersedia/tidak bersedia* untuk menjadi responden penelitian dengan

judul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA

KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU

DUNGUS MADIUN”. Dengan catatan apabila sewaktu-waktu dirugikan dalam

bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan. Saya percaya apa yang saya buat

dijamin kerahasiaannya.

*Keterangan: Coret yang tidak perlu

Madiun, Mei 2018

Responden

Page 128: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

112

Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KUMAN

UDARA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU DUNGUS

MADIUN

I. IDENTITAS RESPONDEN

No. Responden :

Nama :

Alamat :

Umur :

II. DATA UMUM

1. Nama ruangan :

2. Ruangan yang diperiksa :

3. Tanggal pemeriksaan :

III. PEMELIHARAAN RUANGAN

No. Pertanyaan Jawaban Responden

Ya Tidak

1. Apakah anda melakukan pembersihan lantai hanya satu

kali waktu?

2. Sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan, apakah anda

selalu mencuci tangan?

3. Apakah anda melakukan kegiatan pembersihan lantai

setiap pagi dan sore?

4. Apakah anda menggunakan antiseptic untuk pembersihan

lantai?

5. Apakah setiap ruangan mempunyai perlengkapan pel

Page 129: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

113

tersendiri?

6.

Apakah pembersihan dinding di ruangan ini dilakukan

secara berkala setahun dicat ulang apabila cat sudah

pudar?

7. Apakah anda membersihkan percikan ludah ataupun

darah pada dinding dengan antiseptic?

8. Apakah di ruang rawat inap ini rutin dilakukan

pemeriksaan angka kuman udara

Page 130: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

114

Lampiran 4

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KUMAN

UDARA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU DUNGUS

MADIUN

Observasi Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

No. Variabel Upaya Kesehatan

Lingkungan

Komponen yang

dinilai Ya Tidak

I. Kontruksi Bangunan

1. Lantai

a. Kuat

b. Kedap air

c. Bersih

d. Permukaan rata

e. Tidak licin

f. berwarna terang

g. Mudah dibersihkan

h. Pertemuan lantai

dengan dinding

harus konus atau

lengkung

2. Dinding

a. Kuat

b. Kedap air

c. Rata

d. Bersih

e. Berwarna terang

f. Mudah dibersihkan

3. Ventilasi

a. Lubang ventilasi

alamiah minimal

15% dari luas laintai

4. Atap

a. Tidak menjadi

sarang serangga,

tikus dan binatang

pengganggu

b. Tidak bocor

Page 131: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

115

c. Berwarna terang

d. Mudah dibersihkan

e. Kuat

5. Langit-langit

a. Tinggi langit-langit

minimal 2,70 m dari

lantai

b. Kerangka harus kuat

c. Berwarna terang

d. Mudah dibersihkan

6. Pintu

a. Lebar pintu minimal

1,20 m

b. Tinggi minimal 2,10

m

c. Dapat mencegah

masukknya serangga

dan tikus

d. Kuat

7. Jendela

a. Mudah dibersihkan

b. Kuat

c. Berfungsi dengan

baik

d. Mudah dibersihkan

II. Kualitas Fisik Udara Ruangan

a. Pencahayaan …….. lux

b. Suhu …….. °C

c. Kelembaban …….. %

Page 132: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

116

Lampiran 5

Denah peletakan alat Thermohygro dalam pengukuran suhu dan

kelembaban di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Keterangan gambar:

: Tempat tidur pasien

: Meja pasien

: Pintu

: Alat Thermohygro

1

2

3

3

1

2

1

2

1

2

3

Page 133: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

117

Lampiran 6

Denah peletakan alat Luxmeter dalam pengukuran pencahayaan di ruang

rawat inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Keterangan gambar:

: Tempat tidur pasien

: Meja pasien

: Pintu

: Alat Luxmeter

1

2

3

3

1

2

1

2

1

2

3

Page 134: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

118

Lampiran 7

Denah peletakan Cawan Petri yang ada pada 5 titik di ruang rawat inap

Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Keterangan gambar:

: Tempat tidur pasien

: Meja pasien

: Pintu

: Cawan Petri

3

1

2

1

2

1

2

3

1

2

3

Page 135: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

119

Lampiran 8

Page 136: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

120

Page 137: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

121

Lampiran 9

HASIL OUTPUT VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER

1. UJI VALIDITAS

No No Butir Pertanyaan

Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 6

2 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 5

3 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 4

4 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 6

5 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 4

6 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 8

7 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 8

8 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 4

9 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 6

10 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 5

11 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 5

12 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 7

13 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 7

14 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8

15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9

16 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7

17 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 7

18 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 7

19 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 4

20 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8

21 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8

22 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 6

Page 138: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

122

Hasil Uji Validitas Kuesioner dengan 10 butir pertanyaan:

Correlations

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 TOTAL

P1 Pearson

Correlation 1 .169 .363 .194 .149 .183 .500* .277 -.160 -.283 .710**

Sig. (2-tailed) .453 .097 .388 .508 .416 .018 .212 .476 .201 .000

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

P2 Pearson

Correlation .169 1 .061 -.327 -.113 .092 -.140 -.211 -.424* .169 .130

Sig. (2-tailed) .453 .787 .138 .616 .682 .535 .347 .049 .453 .564

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

P3 Pearson

Correlation .363 .061 1 .500* .054 -.132 -.025 .733** .297 -.435* .606**

Sig. (2-tailed) .097 .787 .018 .811 .557 .912 .000 .179 .043 .003

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

P4 Pearson

Correlation .194 -.327 .500* 1 .241 .236 .134 .869** .184 -.516* .642**

Sig. (2-tailed) .388 .138 .018 .281 .291 .553 .000 .412 .014 .001

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

Page 139: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

123

P5 Pearson

Correlation .149 -.113 .054 .241 1 .204 .386 .399 -.199 -.466* .464*

Sig. (2-tailed) .508 .616 .811 .281 .362 .076 .066 .374 .029 .030

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

P6 Pearson

Correlation .183 .092 -.132 .236 .204 1 .000 .108 -.098 -.183 .449*

Sig. (2-tailed) .416 .682 .557 .291 .362 1.000 .631 .666 .416 .036

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

P7 Pearson

Correlation .500* -.140 -.025 .134 .386 .000 1 .266 -.314 -.449* .407

Sig. (2-tailed) .018 .535 .912 .553 .076 1.000 .231 .155 .036 .060

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

P8 Pearson

Correlation .277 -.211 .733** .869** .399 .108 .266 1 .095 -.594** .756**

Sig. (2-tailed) .212 .347 .000 .000 .066 .631 .231 .673 .004 .000

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

P9 Pearson

Correlation -.160 -.424* .297 .184 -.199 -.098 -.314 .095 1 -.356 -.050

Sig. (2-tailed) .476 .049 .179 .412 .374 .666 .155 .673 .104 .826

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

Page 140: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

124

P10 Pearson

Correlation -.283 .169 -.435* -.516* -.466* -.183 -.449* -.594** -.356 1 -.552**

Sig. (2-tailed) .201 .453 .043 .014 .029 .416 .036 .004 .104 .008

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

TOTAL Pearson

Correlation .710** .130 .606** .642** .464* .449* .407 .756** -.050 -.552** 1

Sig. (2-tailed) .000 .564 .003 .001 .030 .036 .060 .000 .826 .008

N 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari hasil analisis di dapat nilai skor item dengan skor total. Nilai ini kemudian kita bandingkan dengan nilai R tabel. R tabel dicari

pada signifikan 5% dengan n=22 (df=n-2= 20), maka di dapat R tabel sebesar 0,360. Penentuan kevalidan suatu instrumenn diukur

dengan membandingkan r-hitung dengan r-tabel. Adapun penentuan disajikan sebagai berikut:

➢ r-hitung ≥ r-tabel atau nilai sig r < 0,05 : Valid

➢ r-hitung < r-tabel atau nilai sig r > 0,05 : Tidak Valid

Jika ada butir yang tidak valid, maka butir yang tidak valid tersebut dikeluarkan dan proses analisis diulang untuk butir yang valid

saja

Page 141: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

125

Tabel Rangkuman Hasil Uji Validitas

No. Butir R hitung Keterangan Interpretasi

1 0,710 ≥0,360 Valid

2 0,130 <0,360 Tidak Valid

3 0,606 ≥0,360 Valid

4 0,642 ≥0,360 Valid

5 0,464 ≥0,360 Valid

6 0,449 ≥0,360 Valid

7 0,407 ≥0,360 Valid

8 0,756 ≥0,360 Valid

9 -0,050 <0,360 Tidak Valid

10 -0,552 ≥0,360 Valid

2. UJI RELIABILITAS

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.647 9

Dari hasil analisis di dapat nilai Alpha sebesar 0,647 > 0,60 maka dapat

disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut reliable.

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance

if Item Deleted

Corrected Item-

Total Correlation

Cronbach's Alpha if

Item Deleted

P1 11.09 7.706 .609 .571

P3 10.68 8.608 .464 .613

P4 10.73 8.208 .586 .592

P5 10.82 8.442 .392 .614

P6 11.05 8.522 .303 .626

P7 10.91 8.468 .341 .621

P8 10.77 7.803 .710 .567

P10 11.09 11.610 -.628 .764

TOTAL 5.23 2.565 .945 .388

Page 142: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

126

Lampiran 10

Page 143: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

127

Lampiran 11

Page 144: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

128

Lampiran 12

HASIL OUPUT PENGOLAHAN DATA SPSS

1. UJI NORMALITAS DATA

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ANGKA KUMAN .193 22 .032 .783 22 .000

SUHU .172 22 .090 .917 22 .067

KELEMBABAN .162 22 .139 .921 22 .079

PENCAHAYAAN .176 22 .073 .924 22 .091

SANITASI RUANG .156 22 .178 .919 22 .073

PEMELIHARAAN RUANG .186 22 .045 .919 22 .072

a. Lilliefors Significance Correction

2. UJI UNIVARIAT (MEAN, STANDAR DEVIASI, MINIMUM DAN

MAKSIMUM

Descriptives

Statistic Std. Error

ANGKA KUMAN Mean 25.91 4.887

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 15.75

Upper Bound 36.07

5% Trimmed Mean 23.40

Median 20.00

Variance 525.325

Std. Deviation 22.920

Minimum 3

Maximum 95

Range 92

Interquartile Range 22

Skewness 1.972 .491

Kurtosis 4.100 .953

SUHU Mean 28.68 .332

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 27.99

Upper Bound 29.37

Page 145: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

129

5% Trimmed Mean 28.70

Median 29.00

Variance 2.418

Std. Deviation 1.555

Minimum 26

Maximum 31

Range 5

Interquartile Range 2

Skewness -.416 .491

Kurtosis -.792 .953

KELEMBABAN Mean 61.18 .320

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 60.52

Upper Bound 61.85

5% Trimmed Mean 61.15

Median 61.00

Variance 2.251

Std. Deviation 1.500

Minimum 59

Maximum 64

Range 5

Interquartile Range 2

Skewness .125 .491

Kurtosis -.519 .953

PENCAHAYAAN Mean 101.27 1.673

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 97.79

Upper Bound 104.75

5% Trimmed Mean 101.26

Median 98.50

Variance 61.541

Std. Deviation 7.845

Minimum 89

Maximum 114

Range 25

Interquartile Range 13

Skewness .084 .491

Kurtosis -1.344 .953

SANITASI RUANG Mean 90.77 .624

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 89.48

Upper Bound 92.07

5% Trimmed Mean 90.64

Median 91.00

Variance 8.565

Std. Deviation 2.927

Minimum 87

Page 146: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

130

Maximum 97

Range 10

Interquartile Range 4

Skewness .710 .491

Kurtosis .120 .953

PEMELIHARAAN RUANG Mean 75.91 1.539

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 72.71

Upper Bound 79.11

5% Trimmed Mean 76.07

Median 75.00

Variance 52.087

Std. Deviation 7.217

Minimum 62

Maximum 87

Range 25

Interquartile Range 10

Skewness -.028 .491

Kurtosis -.171 .953

3. UJI BIVARIAT

1. Hubungan Suhu dengan Angka Kuman Udara di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Correlations

ANGKA KUMAN SUHU

ANGKA KUMAN Pearson Correlation 1 .375

Sig. (2-tailed) .086

N 22 22

SUHU Pearson Correlation .375 1

Sig. (2-tailed) .086

N 22 22

Page 147: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

131

2. Hubungan Kelembaban dengan Angka Kuman Udara di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Correlations

ANGKA KUMAN KELEMBABAN

ANGKA KUMAN Pearson Correlation 1 .790**

Sig. (2-tailed) .000

N 22 22

KELEMBABAN Pearson Correlation .790** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 22 22

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

3. Hubungan Pencahayaan dengan Angka Kuman Udara di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Correlations

ANGKA KUMAN PENCAHAYAAN

ANGKA KUMAN Pearson Correlation 1 -.799**

Sig. (2-tailed) .000

N 22 22

PENCAHAYAAN Pearson Correlation -.799** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 22 22

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

4. Hubungan Sanitasi Ruang dengan Angka Kuman Udara di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Correlations

ANGKA KUMAN SANITASI RUANG

ANGKA KUMAN Pearson Correlation 1 -.531*

Sig. (2-tailed) .011

N 22 22

SANITASI RUANG Pearson Correlation -.531* 1

Sig. (2-tailed) .011

N 22 22

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Page 148: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

132

5. Hubungan Pemeliharaan Ruang dengan Angka Kuman Udara di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun

Correlations

ANGKA KUMAN PEMELIHARAAN

RUANG

ANGKA KUMAN Pearson Correlation 1 -.581**

Sig. (2-tailed) .005

N 22 22

PEMELIHARAAN RUANG Pearson Correlation -.581** 1

Sig. (2-tailed) .005

N 22 22

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 149: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

133

Lampiran 13

Page 150: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

134

Page 151: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

135

Page 152: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

136

Lampiran 14

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1.1

Peletakan Cawan Petri di

Ruang Rawat Inap

Gambar 1.2

Memasukkan Cawan Petri Ke

Dalam Coolbox

Gambar 1.3

Pengukuran Pencahayaan di

Ruang Rawat Inap

Gambar 1.4

Pengukuran Suhu dan

Kelembaban di Ruang Rawat

Inap

Page 153: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

137

Gambar 1.5

Observasi Sanitasi Ruang

Pengukuran Panjang Pintu di

Ruang Rawat Inap

Gambar 1.6

Observasi Sanitasi Ruang

Pengukuran Lebar Pintu di

Ruang Rawat Inap

Gambar 1.7

Alat Pengukuran Suhu dan

Kelembaban Thermohygro

Meter

Gambar 1.8

Alat Pengukuran Pencahayaan

Lux Meter

Page 154: SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/59/1/10.pdf · survey of cross-sectional study. The population of this research was the inpatient room

138