SKRIPSI ELLYTA WIDIA PUTRI - repository.ipb.ac.id · Assurance of Work Plan in order to obtain a...
Transcript of SKRIPSI ELLYTA WIDIA PUTRI - repository.ipb.ac.id · Assurance of Work Plan in order to obtain a...
KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU
PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG
SKRIPSI
ELLYTA WIDIA PUTRI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
ELLYTA WIDIA PUTRI. D14204044. 2008. Kajian Awal Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Produksi Susu Pasteurisasi di Milk Treatment KPBS Pengalengan Bandung. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA
Pembimbing Anggota : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi. Masalah keamanan pangan saat ini sedang mendapat perhatian khusus dari pemerintah, dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran konsumen yang menginginkan untuk mendapatkan jaminan produk pangan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Walaupun anjuran pemerintah belum mewajibkan, namun penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), disambut baik oleh setiap industri pangan terutama dengan harapan untuk lebih dapat memperluas wilayah pemasaran produknya pada era globalisasi ini.
Penerapan sistem HACCP akan sangat bermanfaat baik bagi industri pangan maupun bagi konsumen. Manfaat sistem HACCP bagi industri pangan diantaranya yaitu meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah kehilangan pasar, mencegah penarikan produk dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian akibat masalah keamanan produk. Penerapan konsep HACCP, akan membentuk kepercayaan konsumen terhadap perusahaan yang memproduksi produk tersebut. Good Distribution Practices (GDP), Good Transporting Practices (GTP), Good Handling Practices (GHP) dan kepuasan konsumen merupakan sistem pendukung dalam penerapan HACCP. Milk Treatment (MT) KPBS merupakan salah satu koperasi yang bergerak dalam bidang pengolahan susu dengan produk utama susu pasteurisasi. Milk Treatment KPBS berusaha mempertahankan dan meningkatkan mutu produk susu pasteurisasi yang dihasilkan untuk bertahan dan bersaing di pasar. Upaya pengendalian dan peningkatan mutu, saat ini sedang dilakukan MT KPBS Pengalengan melalui penyusunan rencana sistem HACCP untuk menjamin keamanan produk yang dihasilkan dan meningkatkan kualitas produk susu pasteurisasi agar diterima dengan baik oleh konsumen. Kegiatan magang dilakukan di unit produksi dan pengolahan susu pasteurisasi MT KPBS selama dua bulan, dimulai dari tanggal 25 Juli 2007 hingga 25 September 2007. Kegiatan magang dilakukan melalui keikutsertaan secara aktif dalam unit pengolahan, observasi lapang, wawancara, pengumpulan data, evaluasi dan analisis data serta penetapan CCP pada setiap tahapan proses. Kegiatan dimulai dengan mempelajari keadaan umum MT KPBS meliputi lokasi dan tata letak, struktur organisasi, ketenagakerjaan dan produk-produk yang dihasilkan. Penilaian terhadap aspek mutu dan pengendalian mutu menggunakan prinsip HACCP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CCP di MT KPBS terdiri atas empat macam yaitu penerimaan bahan baku, pengujian kualitas, proses pasteurisasi dan pengemasan produk. Hal ini terkait dengan higienis pekerja yang belum menerapkan SOP (Standard Operating Procedure) dengan baik. Aplikasi GHP, GTP dan GDP di MT KPBS yang digunakan sebagai pendukung dalam penerapan HACCP juga belum
ii
diterapkan dengan baik. Selain itu, kepuasan konsumen juga masih kurang diperhatikan karena masih banyak konsumen merasa kecewa dengan produk susu pasteurisasi KPBS. Melihat kondisi yang demikian maka rencana MT KPBS untuk penyusunan HACCP bisa dikatakan belum siap. Oleh karena itu, untuk mempermudah proses penyusunan HACCP, MT KPBS diharapkan menerapkan SOP kepada pekerja lebih baik dan meminimalkan CCP. Aplikasi GHP, GTP, GDP dan kepuasan konsumen juga harus ditingkatkan sehingga membantu mempermudah dalam rencana penyusunan HACCP. Kepuasaan konsumen dapat diperbaiki dengan meminimalkan kekecewan konsumen dengan tindakan-tindakan koreksi. Kata-kata kunci : HACCP, susu pasteurisasi, GHP, GTP, GDP
ABSTRACT
Initiation Study of Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System on Milk Pasteurization Production at Milk Treatment KPBS
Pengalengan Bandung
Putri E.W., R. R. A. Maheswari, and L. Cyrilla
Food safety is very important point in food industry. Recently, consumer needs to be sure in consuming safe foods. Application of HACCP system in food processing is one of various ways to obtain food safety assurance. Good Distribution Practices (GDP), Good Transporting Practices (GTP), Good Handling Practices (GHP) and consumer satisfaction is a requirement to support the application of HACCP system successfully. MT KPBS as a company on food industry is expected to produce guaranteed products which safe to eat. The objectives of this apprentice were study milk pasteurization production process and helping arrange process of Quality Assurance of Work Plan in order to obtain a HACCP certification plan on milk pasteurization products in MT KPBS by analyzed Good Distribution Practices (GDP), Good Transporting Practices (GTP), Good Handling Practices (GHP) and consumer satisfaction as support application of HACCP system. The study found that there were four CCP in production process of milk pasteurization have to be attend and the application GHP, GTP, GDP have not fully correct. These CCP were raw milk reception, quality testing, pasteurization process and packaging. MT KPBS is expected to give more attention especially SOP (Standard Operating Procedure) system for employee and has to reduce those CCP. Keywords: HACCP, pasteurization milk, GHP, GTP, GDP
KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU
PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG
ELLYTA WIDIA PUTRI
D14204044
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU
PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG
Oleh :
ELLYTA WIDIA PUTRI
D14204044
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 12 Juni 2008
Pembimbing Utama
Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA NIP. 131 671 595
Pembimbing Anggota
Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si NIP. 131 760 916
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Januari 1987 di Kendal, Jawa Tengah.
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Ali Sartono dan
Ibu Tri Widanarti. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 02
Boja, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN
01 Boja dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di
SMU 01 Boja kabupaten Kendal.
Mulai tahun 2004 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi
Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB). Selama mengikuti pendidikan, penulis
aktif di HIMPRO (Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak) pada
periode 2004-2005 dan 2005-2006, serta sebagai asisten praktikum mata kuliah Ilmu
Pengolahan Susu Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.
Memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan,
penulis melaksanakan magang penelitian di Milk Treatment KPBS pada bulan Juli
hingga September tahun 2007. Hasil kegiatan magang penelitian telah dituangkan
dalam bentuk skripsi berjudul Kajian Awal Sistem Hazard Analysis Critical Control
Point (HACCP) pada Produksi Susu Pasteurisasi di Milk Treatment KPBS
Pengalengan Bandung, dibawah bimbingan Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA dan
Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya yang senantiasa menyertai penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan pada Nabi
Muhammad SAW dan keselamatan seluruh umat Islam.
Skripsi yang berjudul “Kajian Awal Sistem Hazard Analysis Critical Control
Point (HACCP) pada Produksi Susu Pasteurisasi di Milk Treatment KPBS
Pengalengan Bandung” ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Milk Treatment KPBS merupakan salah satu koperasi yang bergerak dalam
bidang pengolahan susu dengan produk utama susu pasteurisasi. Milk Treatment
(MT) KPBS berusaha mempertahankan dan meningkatkan mutu produk untuk
bertahan dan bersaing di pasar. Pengendalian mutu harus dilakukan terhadap bahan
baku, proses pembuatan maupun produk jadi susu pasteurisasi. Upaya pengendalian
dan peningkatan mutu, saat ini sedang dilakukan MT KPBS Pengalengan melalui
penyusunan rencana sistem HACCP untuk menjamin keamanan produk yang
dihasilkan, dan meningkatkan kualitas produk agar diterima oleh konsumen.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga
karya kecil ini dapat pula bermanfaat bagi praktisi, akademisi serta pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pembangunan peternakan.
Bogor, Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN …………………………………………………………….. i
ABSTRACT …………………………………………………………….. iii
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………….. iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… viii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xi
PENDAHULUAN………………………………………………………… .. 1
Latar Belakang ………………………………………………………… 1 Tujuan …………………………………………………………………. 2
TINJAUAN PUSTAKA …..……………………………………………… 3
Susu Segar ……………………………………………………………... 3 Komposisi Kimia Susu ………………………………………………… 3 Pasteurisasi Susu ………………………………………………………. 4 Sistem HACCP ………………………………………………………... 5 Rencana Sistem HACCP ………………………………………………. 9
Good Handling Practices ……………………………………………… 11 Good Transporting Practices ………………………………………… 12
Good Distribution Practices …………………………………………………. 12
Kepuasan Konsumen…………………………………………………... 13
METODE …………………………………………………………………... 14
Lokasi dan Waktu ……………………………………………………... 14 Materi …………………………………………………………………. 14
Prosedur ………………………………………………………………... 14 Observasi Lapang ……………………………………………….. 14
Wawancara dan Pengumpulan Data ……………………………. 14 Evaluasi dan Analisis Data ……………………………………... 14 Studi Pustaka ………………………………………………….... 15 Data Primer ……………………………………………………... 15
KEADAAN UMUM KOPERASI ….……….……………………………… 16
Sejarah dan Perkembangan Koperasi ………………………………….. 16 Lokasi dan Tata Letak Koperasi ...……………………………………... 16 Struktur Organisasi Koperasi ……….………………………………….. 17 Ketenagakerjaan…………………….………………………………….. 18
vii
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………. 21
Sarana Produksi ………………………………………………………... 21 Bahan Baku Utama…………………………………………………. 21 Bahan Baku Penunjang.…………………………………………….. 22 Peralatan Produksi………………………………………………….. 22 Proses Penanganan dan Pengolahan Susu ……………………………... 31 Penanganan Susu …………………………………………………… 31
Tahap Proses Pengolahan Susu Pra Pasteurisasi (Susu Dingin)……… 32 Tahap Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa…………….. 32 Tahap Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi Rasa…………………… 33 Rencana Kerja Jaminan Mutu ………………………………………….. 34 Kebijakan Mutu ……………………………………………………. 35 Organisasi …………………………………………………………... 35 Deskripsi Produk …………………………………………………... 36 Persyaratan Dasar (pre-requisite) …………………………………... 37 Penerapan GMP…………………………………………… 37 Penerapan SSOP…………………………………………... 38 Diagram Alir Proses ………………………………………………... 38 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan ………………………… 42 Penetapan CCP ……………………………………………………... 53 Penetapan Batas Kritis ……………………………………………... 58 Penetapan Prosedur Pemantauan …………………………………... 58 Penetapan Tindakan Koreksi ……………………………………….. 59 Penetapan Prosedur Verifikasi ……………………………………... 59 Penetapan Prosedur Pencatatan ……………………………………. 59 Aplikasi Good Handling Practices …………………………………….. 68 Aplikasi Good Transporting Practices ………………………………… 69 Aplikasi Good Distribution Practices …………………………………. 75
Kepuasan Konsumen…………………………………………………… 77
KESIMPULAN DAN SARAN …..………………………………………. 79
Kesimpulan ………………………………………………………… 79 Saran ……………………………………………………………….. 80
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………... 81
DAFTAR PUSTAKA …...………………………………………………… 82
LAMPIRAN ………………………………………………………………. 85
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992) ……………………….. 3
2. Syarat Mutu Susu Pasteurisasi (SNI No. 01-3951-1995) ……… 4
3. Tahapan Aplikasi Sistem HACCP……………………………… 5
4. Karakteristik Resiko Bahaya………………………………........ 7
5. Kategori Resiko Bahaya……………………………………....... 8
6. Jadwal Kerja Karyawan MT KPBS Pengalengan……………… 19
7. Deskripsi Produk……………………………………………….. 37
8. Penerapan GMP di MT KPBS …………………………………. 44
9. Penerapan SSOP di MT KPBS ………………………………… 46
10. Analisa Bahaya Proses Produksi Susu Pra Pasteurisasi ...……... 48
11. Analisa Bahaya Proses Produksi Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa.. 49
12. Analisa Bahaya Proses Produksi Susu Pasteurisasi Rasa ……… 51
13. Penetapan Tingkat Resiko Produk……………………………... 42
14. CCP Bahan Mentah, Bahan Tambahan dan Bahan Penunjang……………………………………………………….. 55
15. CCP Proses Pengolahan Susu Pra Pasteurisasi ......……………... 55
16. CCP Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa…………. 56
17. CCP Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi Rasa ……………….. 57
18. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Bahan Mentah, Bahan Penunjang dan Bahan Tambahan……………………………….. 61
19. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Proses Produksi Susu Pra Pasteurisasi di MTKPBS……………………………… 62
20. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Proses Produksi Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa di MT KPBS…………………………. 64
21. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Proses Produksi Susu Pasteurisasi Rasa di MT KPBS….……………………………... 66
22. Aplikasi Good Handling Practices di MT KPBS …………….... 68
23. Aplikasi Good Transporting Practices dari TPK ke MT KPBS.. 69
24. Aplikasi Good Transporting Practices dari MT KPBS ke Agen. 71
25. Aplikasi Good Transporting Practices dari Agen ke Pengecer… 72
26. Aplikasi Good Distribution Practices di MT KPBS …………… 75
ix
27. Rataan Kepuasan Konsumen terhadap Susu Pasteurisasi KPBS... 77
28. Penilaian Konsumen*) terhadap Susu Pasteurisasi KPBS............. 77
29. Susu Pasteurisasi KPBS yang Paling Disukai ………………..… 78
30. Kekecewaan Konsumen pada Susu Pasteurisasi KPBS ……...…. 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Matriks Penentuan Resiko …………………………………… 7
2. Struktur Organisasi MT KPBS ………………………………. 17
3. Lactoscan …………………………………………………….. 23
4. a. Milk Reception Scale ……………………………………… 24
b. Pompa Sentrifugal ………………………………………… 24
5. Milk Reception Vat …………………………………………... 24
6. Plate Cooler………………………………………………….. 25
7. a. Milk Storage Tank…………………………………………. 26
b. Milk Storage Tank Flavor…………………………………. 26
8. Mixing Tank………………………………………………….. 26
9. Balance Tank…………………………………………………. 27
10. Plate Heat Exchanger (PHE)………………………………… 28
11. Homogenizer ………………………………………………… 29
12. Filling Machine ……………………………………………… 30
13. Prepack Machine…………………………………………….. 31
14. Diagram Alir Produk Susu Dingin …………………………... 39
15. Diagram Alir Proses Produksi Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa…………………………………………………… 40
16. Diagram Alir Proses Produksi Susu Pasterisasi Rasa………... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Denah Milk Treatment KPBS ………………………………... 86
2. SOP Penerimaan Bahan Baku MT KPBS …………………… 87
3. SOP Proses Pengolahan MT KPBS …………………………. 88
4. Contoh Form Checklist Monitoring SOP Penerimaan
Bahan Baku Susu Segar …………………………………….. 89
5. Syarat Mutu Susu Segar MT KPBS …………………………. 93
6. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992) …………………… 93
7. Contoh Penyusunan Tim HACCP MT KPBS ……………….. 94
8. CCP Decision Tree untuk Bahan Mentah …………………... 95
9. CCP Decision Tree untuk Proses Pengolahan ……………….. 96
10. Kuisioner
Kepuasan Konsumen ……………………………… 97
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Era perdagangan bebas menyebabkan tingkat kompetisi atau persaingan di
bidang ekonomi antar negara menjadi semakin ketat. Hal ini mendorong setiap
negara untuk memiliki keunggulan dan daya saing yang tinggi agar mampu bersaing
di pasar global. Sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang tidak luput dari
liberalisasi perdagangan. Produk peternakan pada negara-negara berkembang seperti
Indonesia, banyak mengalami hambatan-hambatan teknis. Hambatan teknis yang
dihadapi antara lain masalah mutu, keamanan pangan, spesifikasi, standar serta isu
lingkungan.
Masalah keamanan pangan saat ini telah mendapat perhatian khusus dari
pemerintah dikarenakan banyaknya tuntutan dari konsumen yang menginginkan
produk pangan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Mengatasi masalah
tersebut sekarang pemerintah menganjurkan setiap industri pangan menerapkan
sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) atau Analisa Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis. Di Indonesia HACCP telah diadopsi sebagai salah satu
standar sistem mutu yang menggunakan model jaminan mutu dengan berdasarkan
keamanan pangan atau food safety sebagai pendekatan mutu yakni melalui Standar
Nasional Indonesia (SNI) 01-4852-1998 tentang sistem analisa bahaya dan
pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya. Manfaat sistem
HACCP bagi industri pangan diantaranya yaitu meningkatkan kepercayaan
konsumen, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah kehilangan pasar,
mencegah penarikan produk dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian akibat
masalah keamanan produk.
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan sistem yang
dapat menjamin bahwa keamanan produk pangan telah dilaksanakan dengan efektif.
Sistem HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses produksi mulai dari
proses pertama sampai konsumen terakhir. Sistem ini fokus terhadap keamanan
produk pangan dan dapat dipertahankan karena HACCP mampu mencegah
terjadinya penyimpangan dan bukan menunggu sampai timbulnya masalah.
Penerapan konsep HACCP, akan membentuk kepercayaan konsumen terhadap
perusahaan yang memproduksi produk tersebut. Penerapan HACCP terdiri atas
2
beberapa sistem pendukung diantaranya aplikasi Good Handling Practices (GHP),
Good Transporting Practices (GTP), Good Distribution Practices (GDP) dan
kepuasan konsumen.
Good Distribution Practices atau Good Transporting Practices merupakan
suatu cara pengiriman / pendistribusian yang baik yang mampu menjaga agar produk
tetap aman hingga ketangan konsumen. Good Handling Practices (GHP) merupakan
suatu cara penanganan produk yang baik untuk menjaga mutu produk agar tetap
aman untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan bahaya.
Milk Treatment (MT) KPBS Pengalengan, Bandung merupakan salah satu
produsen susu yang cukup dikenal masyarakat, yang produksinya tidak hanya
dikenal di pasar lokal (Bandung), tetapi juga ditujukan untuk pasar luar Bandung.
Salah satu produknya adalah susu pasteurisasi dengan berbagai macam rasa. MT
KPBS Pengalengan berusaha mempertahankan dan meningkatkan mutu produk
untuk bertahan dan bersaing di pasar. Pengendalian mutu dilakukan terhadap bahan
baku, proses pembuatan maupun produk jadi susu pasteurisasi. Upaya pengendalian
dan peningkatan mutu, saat ini sedang dilakukan MT KPBS Pengalengan melalui
penyusunan rencana sistem HACCP untuk menjamin keamanan produk yang
dihasilkan, dan meningkatkan kualitas produk agar diterima oleh konsumen.
Kesempatan ini dimanfaatkan peneliti dengan melakukan kegiatan magang di MT
KPBS sebagai bentuk partisipasi dalam penyusunan sistem HACCP.
Tujuan
Tujuan umum dari kegiatan magang di MT KPBS Pengalengan Bandung adalah:
1. Menambah wawasan dan pengalaman serta kemampuan profesi melalui
penerapan ilmu yang telah diperoleh.
2. Menjalin kerjasama melalui praktek kerja nyata di lapangan antara
mahasiswa perguruan tinggi dengan masyarakat industri.
Tujuan khususnya adalah :
1. Mempelajari proses produksi susu pasteurisasi di MT KPBS.
2. Membantu proses penyusunan Rencana Kerja Jaminan Mutu (RKJM) dalam
rangka rencana sertifikasi HACCP pada produk susu pasteurisasi di MT
KPBS dengan menganalisis GHP, GTP, GDP dan kepuasan pelanggan
sebagai pendukung.
TINJAUAN PUSTAKA
Susu Segar
Susu segar berdasarkan Dewan Standardisasi Nasional (1992) adalah cairan
yang berasal dari ambing sapi sehat diperoleh dengan cara pemerahan yang benar,
tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak
mengalami pemanasan. Susu dari semua jenis mamalia mengandung komponen yang
sama, tetapi jumlah masing-masing komponen bervariasi tergantung spesies mamalia
tersebut, waktu pemerahan, umur sapi, kesehatan ternak, pakan ternak dan kondisi
lingkungan seperti iklim dan masa laktasi (Buckle et al., 1987)
Pertumbuhan mikroba susu dapat menimbulkan perubahan karakteristik susu.
Pembentukan asam, pembentukan gas, proteolisis, pelendiran, perubahan lemak,
produk alkali serta perubahan citarasa dan warna merupakan perubahan karakteristik
yang sering dijumpai pada susu akibat adanya mikroorganisme (Rahman et al.,
1992).
Komposisi Kimia Susu
Susu merupakan campuran kompleks dari lemak, karbohidrat, protein,
komposisi organik lain dan garam-garam anorganik yang larut atau tersebar dalam
air (Cross, 1988). Campuran bahan kimia dalam susu bukanlah sebuah campuran
yang homogen. Komposisi umum susu yang sering ditemukan adalah protein, lemak,
karbohidrat dan mineral yang terkumpul dalam abu. Sirait (1991) juga menambahkan
bahwa karbohidrat, laktosa, garam, dan vitamin susu dapat terlarut dalam air, lemak
terdapat dalam bentuk emulsi, sedangkan protein terdispersi dalam bentuk koloidal.
Standar susu segar menurut SNI 01-3141-1992 terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992) Sifat susu Nilai
Berat jenis 1,026 – 1,028 g/cm3
Kadar lemak Minimum 3,0% Kadar bahan kering tanpa lemak Minimum 8,0% Kadar protein Minimum 2,7% Warna, bau, rasa dan konsistensi Normal Tingkat keasaman 4,5-7oSH Uji alkohol (70%) Negatif E.coli Maksimum 10 APM/ml Salmonella Negatif Titik beku -0,520oC s.d -0,560oC Uji pemalsuan Negatif TPC (CFU/ml maks) 1x106 Sumber : DSN (1992)
4
Pasteurisasi Susu
Pasteurisasi pada susu perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan karena
mikroorganisme dan enzim. Menurut Buckle et al. (1987) kondisi pasteurisasi
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap penyakit yang
dibawa oleh susu, dengan mengurangi seminimal mungkin kehilangan zat gizinya
dan sementara itu mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan citarasa susu
segar. Burgess (1984) juga menambahkan bahwa pemanasan atau pasteurisasi yang
terlalu lama dapat menyebabkan reaksi pencoklatan pada susu.
Prinsip pasteurisasi susu adalah memanaskan susu di bawah titik didih susu.
Beberapa cara pasteurisasi yang telah dikembangkan yaitu holding method dan High
Temperature Short Time (HTST). Pasteurisasi dengan cara holding method yaitu
sejumlah besar susu dipanaskan sampai suhu tertentu. Waktu dan suhu yang biasa
digunakan adalah 30 menit pada suhu 65oC, sedangkan metode HTST, susu
dipanaskan pada suhu 71,7oC selama 15-16 detik dengan menggunakan Plate Heat
Exchanger (PHE) (Muchtadi dan Sugiono, 1992). Tujuan utama dilakukan proses
pasteurisasi adalah untuk mencegah penularan penyakit dan mencegah kerusakan
akibat jasad renik dan enzim sehingga kualitas susu tetap baik (Potter dan Hotchkiss,
1995). Syarat mutu susu pasteurisasi terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat Mutu Susu Pasteurisasi (SNI No. 01-3951-1995)
Karakteristik Tanpa Penambahan Cita Rasa Dengan Penambahan Cita Rasa
Bau Khas Khas Rasa Khas Khas Warna Khas Khas Kadar Lemak (% min) 2,80 1,50 Kadar SNF (% min) 7,7 7,5 Uji Reduktase (MB) 0 0 Kadar Protein (% min) 2,5 2,5 Uji Fosfatase 0 0 TPC (CFU/ml maks) 3x104 3x104
Logam Berbahaya : As (ppm, maks) 1 1 Pb (ppm, maks) 1 1 Cu (ppm, maks) 2 2 Zn (ppm, maks) 5 5 Bahan Pengawet Pemantap Zat Warna Cita Rasa
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 235/Men. Kes/Per/VI/79
Sumber : BSN (1995)
5
Sistem HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu alat
untuk mengidentifikasi bahaya dan menetapkan sistem pengendaliannya. Sistem
HACCP diarahkan pada tindakan pencegahan dan tidak bergantung pada pengujian
produk akhir (Fardiaz, 1996).
Program pelaksanaan HACCP dituangkan dalam suatu dokumen yang
menggambarkan kegiatan proses produksi serta pengawasan mutunya yang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Dokumen tersebut adalah dokumen rencana
HACCP, yang dikenal juga sebagai Panduan Mutu, Quality Assurance Plan (QAP)
atau berdasarkan BSN (1999) pedoman 1004-1999 disebut dengan Rencana Kerja
Jaminan Mutu (RKJM) berdasarkan HACCP. Secara garis besar penyusunan RKJM
dapat mengacu kepada pedoman 1004-1999 tentang panduan penyusunan rencana
HACCP yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) (Mukartini,
2001).
Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan tanpa
resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.
Sistem ini juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk
memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi
bahaya-bahaya mikrobiologi, kimia, dan fisik. Kadarisman et al., (2006) menyatakan
bahwa penerapan HACCP di industri pangan dilakukan dengan mengikuti 12
langkah (tahap) aplikasi. Tahap-tahap tersebut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Tahapan Aplikasi Sistem HACCP
Tahap Ke- Kegiatan Keterangan 1 Menyusun tim HACCP 2 Mendeskripsikan produk 3 Mengidentifikasikan penggunaan produk 4 Membuat diagram alir 5 Verifikasi diagram alir di tempat 6 Membuat daftar semua bahaya potensial. Lakukan analisis
bahaya dan tentukan tindakan pencegahan Prinsip 1
7 Menentukan CCP (Critical Control Points) atau titik-titik kritis untuk pengendalian Prinsip 2
8 Menetapkan batas kritis untuk tiap CCP Prinsip 3 9 Menetapkan sistem pemantauan untuk tiap CCP Prinsip 4
10 Menetapkan jenis tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin terjadi Prinsip 5
11 Menetapkan prosedur verifikasi Prinsip 6 12 Membuat penyimpanan catatan dan dokumentasi Prinsip 7
Sumber : Kadarisman et al., (2006)
6
Menyusun Tim HACCP
Tim ini terdiri atas berbagai anggota dengan disiplin ilmu yang berbeda.
Perusahaan yang tidak tersedia spesifikasi karyawan yang dibutuhkan, maka
diperlukan keterlibatan dari luar. Lingkup program HACCP perlu dibuat dahulu
untuk membantu proses identifikasi kebutuhan jumlah dan keahlian personil dalam
tim HACCP.
Mendeskripsikan Produk
Artinya membuat gambaran yang lengkap tentang produk yang dihasilkan.
Mendeskripsikan produk biasanya meliputi komposisi bahan, komposisi kimia,
pengemasan, daya tahan produk, cara distribusi dan sebagainya.
Mengidentifikasikan Penggunaan Produk
Artinya membuat daftar kemungkinan - kemungkinan penggunaan konsumen
dari produk yang dihasilkan. Mengidentifikasikan penggunaan produk misalnya cara
penggunaan mie instan.
Menyusun Diagram Alir
Suatu diagram yang menunjukkan urutan proses secara lengkap. Diagram alir
ini memudahkan industri untuk melakukan identifikasi lebih lanjut.
Verifikasi Diagram Alir di Tempat
Diagram alir yang disusun harus diverifikasi dengan kenyataan di lapangan.
Dilakukan dengan cara mengamati aliran proses, mencocokkan antara diagram alir
dengan tahapan nyata di lapang.
Analisis Bahaya dan Identifikasi Tindakan Pencegahan
Kegiatan yang dilakukan yaitu mendata semua bahaya potensial yang terkait
dengan setiap tahap, mulai dari penerimaan bahan baku, selama proses, hingga di
distribusi ke tangan konsumen. Bahaya didalam konteks keamanan pangan menurut
Mortimore dan Wallace (1995) adalah perangkat biologis, kimiawi dan fisik yang
dapat menyebabkan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi manusia. Sistem
keamanan pangan untuk kategori keamanan suatu makanan ditetapkan berdasarkan
kategori resiko yang meliputi tinggi, sedang dan rendah. Analisa potensi bahaya
secara kualitatif dilakukan dengan mengkombinasikan antara peluang (probability)
dan keakutan/keparahan (severity). Bahaya potensial yang memiliki resiko tinggi
7
harus/wajib dilakukan tindakan koreksi, sedangkan tindakan pencegahan pada
bahaya potensial dengan resiko menengah mungkin dilakukan.
Peluang terjadinya/timbulnya bahaya dibedakan atas:
• T = tinggi (high)
• S = sedang (medium)
• R = rendah (low)
Keakutan/keparahan jika bahaya timbul dibagi ke dalam 3 kategori:
• secara otomatis (automatically)
• kemungkinan besar (likely)
• kemungkinan kecil (not likely)
T S T T
S S S S
R R R S
KEP
AR
AH
AN
R S T
PELUANG Sumber: ICMSF (1986)
Gambar 1. Matriks Penentuan Resiko
Tabel 4. Karakteristik Resiko Bahaya
Kelompok Bahaya Karakteristik
Bahaya A
Produk tidak steril yang ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi seperti bayi, orang tua, wanita hamil, dan orang sakit/lemah
Bahaya B
Produk mengandung bahan sensitif terhadap bahaya biologi, kimia dan fisik
Bahaya C
Didalam proses produksi tidak terdapat tahap proses yang dapat memusnahkan, mencegah, dan mengurangi bahaya sampai tingkat yang dapat diterima
Bahaya D Kemungkinn produk akan mengalami pencemaran kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan
Bahaya E
Kemungkinan terjadi pencemaran kembali atau penanganan yang salah selama distribusi atau penanganan yang salah oleh konsumen sehingga produk menjadi berbahaya jika dikonsumsi
Bahaya F
Tidak ada poses pemanasan setelah pengemasan atau pada saat dipersiapkan dirumah, atau tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi dan menghilangkan bahaya
Sumber : ICMSF (1986)
8
Tabel 5. Kategori Resiko Bahaya
Kategori Bahaya Bahaya Keterangan 0 Tidak Ada Tidak mengandung bahaya A-F I + Terdapat satu bahaya B-F II ++ Terdapat dua bahaya B-F III +++ Terdapat tiga bahaya B-F IV ++++ Terdapat empat bahaya B-F V +++++ Terdapat lima bahaya B-F VI Bahaya A Makanan dengan kategori resiko paling
tinggi Sumber : ICMSF (1986) Penetapan Titik Kendali Kritis
Proses pengolahan suatu produk pangan, produk tersebut mengalami banyak
perlakuan hingga terkirim ke konsumen. Perlakuan tersebut terdapat kondisi-kondisi
yang sering disebut sebagai Titik Kendali Kritis (Critical Control Points). Titik
kritis tersebut dapat diketahui dengan menggunakan pohon keputusan (decision tree)
yang menyatakan pendekatan dan pemikiran yang logis.
Penetapan Batas Kritis
Batas kritis didefinisikan sebagai satu atau lebih toleransi yang harus
dipenuhi untuk menjamin bahwa CCP secara efektif telah mengendalikan bahaya
(kimia, fisik, mikrobiologi). Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP, dan
dalam beberapa kasus, suatu pengendalian dapat memiliki lebih dari suatu batas
kritis.
Monitoring Batas Kritis
Monitoring merupakan tindakan pemantauan atau pengukuran yang
terencana, atau observasi atas keefektifan proses pengendalian suatu CCP tetap
didalam batas-batas kritisnya. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu
mengendalikan proses, menentukan apakah terjadi hilang kendali dan penyimpangan
CCP serta menyediakan dokumentasi tertulis yang dapat digunakan untuk klarifikasi
lima aspek penting dalam menetapkan prosedur pemantauan titik kendali kritis
(CCP).
9
Tindakan Koreksi
Kegiatan ini dilakukan jika monitoring ditemukan adanya penyimpangan.
Tindakan koreksi didasarkan pada data hasil monitoring, disesuaikan dengan
karakteristik proses yang ada.
Prosedur Verifikasi
Tindakan ini dilakukan untuk menilai apakah segala sesuatunya telah berada
pada jalur yang benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan
bahwa sistem HACCP telah bekerja secara efektif.
Penyimpanan Catatan dan Dokumentasi
Catatan dan pembukuan yang baik penting dalam penerapan sistem HACCP.
Semua rencana, aplikasi kegiatan harus dicatat untuk bukti keamanan produk,
jaminan telah memenuhi peraturan, kemudahan dalam pelacakan produk dan
peninjauan catatan, merupakan sumber tinjauan data jika ada audit HACCP.
Oleh karena itu sistem HACCP menurut Hariyadi (2001) memiliki lima karakteristik
utama yaitu:
1) pendekatannya sistematik
2) proaktif
3) usaha dari suatu tim
4) menggunakan teknik common sense
5) sistemnya hidup dan dinamis
Penerapan HACCP bermanfaat baik bagi konsumen maupun bagi pihak
industri pangan. Bagi industri pangan manfaat HACCP diantaranya meningkatkan
kepercayaan konsumen, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah
kehilangan pasar, mencegah penarikan produk dan penutupan pabrik dan mencegah
pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena masalah keamanan
produk (Fardiaz, 1996).
Implementasi harus benar-benar direncanakan secara baik agar penerapan
sistem HACCP mencapai manfaat dan tujuan seperti diatas. Perencanaan yang baik
yaitu dengan menyusun panduan untuk pelaksanaannya yaitu berupa dokumen
rencana HACCP. Penyusunan dokumen tersebut memerlukan suatu panduan yang
legal agar rencana HACCP tersebut sesuai dengan 12 langkah dan 7 prinsip dalam
sistem HACCP sesuai dengan BSN (1999) dan pedoman umum penyusunan Rencana
10
Kerja Jaminan Mutu (RKJM) berdasarkan HACCP. Pedoman tersebut berisi
penjelasan mengenai unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan
rencana HACCP untuk badan usaha. Unsur-unsur tersebut telah mencakup seluruh
langkah dan prinsip dalam sistem HACCP.
Rencana Sistem HACCP
Rencana HACCP adalah dokumen yang dibuat sesuai dengan prinsip- prinsip
HACCP untuk menjamin pengendalian bahaya yang nyata bagi keamanan pangan
pada bagian rantai pangan yang sedang dipertimbangkan (BSN, 1999). Rencana
HACCP ditulis oleh tim HACCP dan berisi dua komponen esensial yaitu diagram
alir proses HACCP (Control Chart) beserta dokumentasi pendukung lainnya
(Mortimore dan Wallace, 1994).
Menurut BSN (1999) dokumen rencana HACCP harus memuat kebijakan
mutu perusahaan, deskripsi dari organisasi penjelasan mengenai deskripsi produk,
memuat persyaratan dasar (pre-requisite), memuat diagram alir dan
memverifikasinya, penjelasan mengenai analisis bahaya, lembar kerja pengendalian
(control measure) dan Rencana HACCP.
1. Kebijakan Mutu Perusahaan
Kebijakan mutu adalah pernyataan yang diungkapkan oleh suatu organisasi
atau badan usaha yang berupa janji (komitmen) sebagai upaya untuk melaksanakan
dan menegakkan serta memelihara standar mutu yang tinggi. Kebijakan mutu
sebaiknya singkat dan jelas sehingga dapat dimengerti dan dipahami dengan mudah
oleh seluruh karyawan unit usaha.
2. Deskripsi dari Organisasi
Deskripsi dari oganisasi meliputi identitas, struktur organisasi, bidang
kegiatan, personil (tim HACCP) dan pelatihan bagi tim HACCP. Deskripsi
organisasi juga mencakup job describtion (deskripsi kerja) pada setiap anggota
organisasi.
3. Penjelasan Mengenai Deskripsi Produk
Penjelasan mengenai deskripsi produk berupa sebuah daftar yang berisikan
seluruh produk akhir yang dicakup oleh konsep HACCP. Penjelasan mengenai
deskripsi produk meliputi komponen-komponen yang digunakan dalam produk.
11
4. Memuat persyaratan dasar (pre-requisite).
Persyaratan dasar adalah suatu persyaratan teknis yang harus dipenuhi apabila
suatu badan usaha akan memulai suatu proses produksi dan menerapkan HACCP
yang telah diterapkan oleh suatu peraturan teknis demi keberhasilan suatu proses
produksi dan penerapan HACCP. Persyaratan dasar tersebut meliputi Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures
(SSOP).
5. Memuat diagram alir dan memverifikasinya
Diagram alir adalah suatu gambaran yang sistematis dari urutan tahapan atau
pelaksanaan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi atau dalam menghasilkan
pangan tertentu. Deskripsi diagram alir harus mampu menggambarkan kondisi nyata
proses produksi.
6. Penjelasan mengenai analisis bahaya
Analisa bahaya adalah proses pengumpulan informasi mengenai bahaya dan
keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan yang berdampak nyata
terhadap keamanan pangan, dan harus ditangani dalam rencana HACCP. Menurut
Mortimore dan Wallace (1994), bahaya adalah unsur biologi, kimia, atau fisik yang
dapat menyebabkan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi manusia. Tiga
jenis bahaya tersebut meliputi bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik.
1) bahaya biologi, yang disebabkan oleh bakteri patogen, virus atau parasit yang
dapat menyebabkan keracunan dan penyakit infeksi;
2) bahaya kimia, karena tertelannya bahan kimia beracun seperti pembersih
(cleaning agent), pestisida, allergen, logam berat, nitrit, nitrat, komponen
nitrosol, residu kimia dan bahan tambahan makanan; dan
3) bahaya fisik, terdiri atas pecahan gelas, logam atau metal, kerikil, serpihan
kayu, plastik, bahan bangunan dan bagian tubuh hewan atau hama.
7. Lembar kerja pengendalian (control measure)
Lembar ini dapat disajikan dalam bentuk matrik yang memuat informasi-
informasi. Informasi-informasi tersebut meliputi lokasi CCP (Critical Control Point)
pada tahap proses produksi, prosedur pemantauan atau monitoring, penetapan batas
kritis dan tindakan perbaikan.
12
8. Rencana HACCP harus memuat informasi mengenai :
1) prosedur pengaduan konsumen, yaitu suatu prosedur untuk menangani,
mengalamatkan dan mencatat keluhan-keluhan konsumen;
2) prosedur penarikan produk (recall), yaitu suatu metode untuk
mengidentifikasi, menempatkan dan menarik kembali produk; dan
3) prosedur perubahan dokumen, yang berisi suatu cara pengendalian dan
pemuktahiran dokumen agar selalu tercatat sehingga dapat selalu diketahui
perubahannya.
Good Handling Practices (GHP)
Good Handling Practices (GHP) merupakan suatu cara penanganan yang
baik, dilakukan untuk menjaga agar produk tetap aman dikonsumsi dan tidak
menimbulkan bahaya. Menurut Fanhauser (2000), handling susu yang baik meliputi
pengaturan peralatan susu, pembersihan ambing, pemberian pakan dan proses
pemerahan, penyaringan dan pencatatan, penyimpanan.
Good Transporting Practices (GTP)
Good Transporting Practices merupakan suatu cara tranportasi yang baik
yang mampu menjaga agar produk tetap aman hingga ketangan konsumen. Adapun
yang ditinjau dalam pelaksanaan Good Transporting Practices menurut New Zealand
Food Safety Authority (2007) adalah :
1) penerapan Good Operating Practices pada tahap Loading/unloading,
transfer dan handling produk, serta distribusi produk;
2) desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya;
3) pembersihan dan perawatan unit transportasi;
4) higienitas dan kesehatan karyawan;
5) prosedur operasional;
6) dokumen kontrol dan record keeping; dan
13
7) verifikasi
Good Distribution Practices (GDP)
Good Distribution Practices (GDP) merupakan suatu sistem distribusi yang
baik yang mampu mempertahankan mutu produk jadi. Penanganan produk jadi
harus tetap diawasi sehingga bahan asing yang mungkin masuk atau kerusakan
produk seperti kerusakan kemasan yang dapat menyebabkan makanan
terkontaminasi dapat dicegah. Setiap pendistribusian dan proses-proses sebelumnya
harus selalu di dokumentasi dengan pencatatan yang baik agar jika terjadi kasus
keamanan pangan seperti foodborne disease ataupun keracunan pangan dapat
ditelusuri dengan cepat dan dihentikan penyebabnya (Thaheer, 2005).
Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen adalah tanggapan perilaku, berupa evaluasi purnabeli
konsumen terhadap suatu barang atau jasa yang dirasakannya (kinerja produk)
dibandingkan dengan harapan terhadap produk atau jasa tersebut (Nasution, 2004).
Konsumen akan merasa tidak puas bila kinerja dibawah harapan. Konsumen akan
merasa puas bila kinerja dapat memenuhi harapan dan konsumen akan merasa sangat
puas bila kinerja dapat melebihi harapan (Kotler, 2000). Faktor-faktor yang bisa
mempengaruhi harapan konsumen yaitu keinginan terpenuhi kebutuhannya,
pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun dari
pesaing, pengalaman dari teman, komunikasi melalui iklan dan pemasaran (Garperz,
2002). Selanjutnya karakteristik yang diinginkan oleh konsumen ada tiga macam,
yaitu : (1) karakteristik lebih cepat, (2) lebih murah, dan (3) lebih baik.
Menurut Sumarwan (2003), dalam memenuhi kepuasan konsumen suatu
usaha harus menganalisis dari proses pembelian, yaitu dari tahap pra pembelian
sampai tahap pembelian. Tahap ini konsumen akan mencari informasi mengenai
produk/jasa dan merk yang akan dibeli. Setelah konsumen membeli atau memperoleh
produk atau jasa biasanya akan diikuti dengan proses konsumsi atau penggunaan
produk/jasa. Setelah proses diatas telah dilakukan maka yang terakhir adalah proses
14
pasca pembelian, konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi
yang telah dilakukan apakah konsumen merasa puas atau tidak dengan produk/jasa
yang dikonsumsinya. Menurut Tjiptono (1997), harapan konsumen mempunyai
peranan besar dalam menentukan kualitas produk dan kepuasan konsumen dalam
mengevaluasi akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan.
METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan magang ini dilakukan di Koperasi Pengalengan Bandung Selatan
(KPBS) – Jawa Barat yang terletak di Jl. Koperasi No.1 Pengalengan, Bandung.
Kegiatan magang dilaksanakan selama 2 bulan terhitung dari tanggal 25 Juli 2007
hingga 25 September 2007.
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu bahan
baku, bahan tambahan, bahan pengemas untuk susu pasteurisasi, konsumen susu
pasteurisasi KPBS, pustaka yang meliputi buku panduan penyusunan HACCP,
skripsi dan beberapa catatan atau dokumen perusahaan yang berkaitan erat dengan
HACCP.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja adalah peralatan
untuk proses produksi, GHP, GTP dan GDP yang terkait, kuisioner dan alat tulis.
Prosedur
Pelaksanaan magang dilakukan di tempat pengolahan susu MT KPBS dengan
ikut berpartisipasi aktif, diantaranya dengan ikut serta melakukan pekerjaan,
observasi lapang, wawancara, pengumpulan data, evaluasi dan analisis data serta
penetapan CCP pada tiap proses. Penelitian ini juga menggunakan data primer dari
kuisioner konsumen susu pasteurisasi KPBS serta dilakukan pula studi literatur
sesuai dengan topik yang dibahas untuk mendukung pembuatan rencana HACCP.
Observasi Lapang. Observasi lapang dilakukan dengan ikut serta dalam melakukan
seluruh kegiatan di tempat pengolahan susu pasteurisasi di MT KPBS Pengalengan
Bandung. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya untuk melakukan verifikasi
kesesuaian antara diagram alir dengan keadaan sesungguhnya yang terjadi di
lapangan pada saat penyusunan rencana HACCP.
Wawancara dan Pengumpulan Data. Data untuk penyusunan rencana HACCP
diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan data informasi yang sudah ada di
15
perusahaan, dan melalui wawancara pada pihak manajemen yang terlibat langsung
dalam pelaksanaan sistem tersebut. Wawancara juga dilakukan terhadap beberapa
karyawan yang melakukan kegiatan produksi sehari-hari dan karyawan bagian
Quality Control. Pengumpulan data juga dilakukan dengan penyebaran kuisioner
kepada pelanggan yang digunakan sebagai data kepuasan pelanggan untuk
mendukung penyusunan rencana HACCP.
Evaluasi dan Analisis Data. Evaluasi dilakukan terhadap data yang diperoleh di
lapangan dengan data yang diperlukan dalam penyusunan HACCP. Hasil evaluasi
kemudian dianalisis untuk mengetahui kemungkinan data yang kurang. Menurut
Mortimore dan Wallace (1995) penyusunan HACCP terdiri atas membuat kebijakan
mutu, membentuk organisasi tim HACCP, mendefinisikan ruang lingkup HACCP,
mendeskripsikan produk, pembuatan persyaratan dasar HACCP plan, pembuatan
diagram alir proses dan melakukan verifikasi, mengidentifikasi bahaya dan tindakan
pencegahannya, mengidentifikasi titik kendali kritis, menentukan batas kritis,
menentukan prosedur pemantauan, menentukan prosedur tindakan koreksi dan
validasi HACCP plan.
Studi Pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan secara
umum mengenai sistem HACCP beserta implementasinya secara langsung pada
industri pengolahan susu. Studi pustaka, juga dimaksudkan untuk mempelajari
manfaat dan berbagai kendala yang umumnya dihadapi dari sistem HACCP.
Aspek yang dikaji terdiri atas aspek umum dan aspek khusus. Aspek umum
meliputi keadaan umum perusahaan yang mencakup sejarah singkat perusahaan,
lokasi dan tata letak pabrik, proses produksi, struktur organisasi perusahaan,
ketenagakerjaan dan pemasaran produk. Aspek khusus yang dikaji adalah kajian
awal sistem HACCP.
Data Primer. Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer yang dibutuhkan
berupa data tingkat kepuasan konsumen yang diperoleh dari hasil kuisioner.
Kuisioner yang digunakan adalah kepuasan konsumen terhadap produk susu
pasteurisasi KPBS dengan responden 60 konsumen dari berbagai kalangan (umum).
Data yang diperoleh dari kuisioner akan dirata-ratakan pada setiap parameter yang
ada. Form kepuasan konsumen terdapat pada Lampiran 10.
KEADAAN UMUM KOPERASI
Sejarah dan Perkembangan Koperasi
Sejak zaman penjajahan Belanda, Pengalengan dikenal sebagai daerah
peternakan sapi perah yang dikelola oleh Belanda, perusahaan tersebut meliputi De
Fresche Trep, Almanak, Van Der Els serta Bigman. Susu yang dihasilkan dipasarkan
melalui “Bandungche Milk Center” (BMC). Pada saat pendudukan Jepang,
perusahaan tersebut hancur dan beberapa ekor sapinya dipelihara oleh penduduk
sekitar sebagai usaha keluarga. Upaya untuk peningkatan populasi sapi perah dan
peningkatan pendapatan peternak, dilakukan dengan membina para peternak melalui
suatu wadah koperasi yang didirikan pada bulan November 1949 dengan nama
GAPPSIP (Gabungan Petani Peternak Sapi Indonesia Pengalengan). GAPPSIP saat
itu, sangat dirasakan manfaatnya oleh para anggota, namun mulai tahun 1961
GAPPSIP tidak mampu menghadapi labilnya perekonomian Indonesia, sehingga tata
niaga susu di Pengalengan selanjutnya diambil alih oleh para tengkulak.
Para peternak merupakan pihak yang sangat dirugikan dengan hancurnya
GAPPSIP tersebut. Menyadari keadaan tersebut, maka disepakati untuk mendirikan
wadah koperasi. Pada tanggal 01 April 1969, didirikan koperasi peternak dengan
nama Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pengalengan, yang saat ini
telah mendapatkan pengesahan badan hukum dengan nomor 4353 A/BH/DK-10/20
tertanggal 31 Desember 1979, kemudian diubah menjadi nomor 4353 B/BH/KWK-
10/20 tertanggal 30 November 1988.
Berdasarkan hasil keputusan Rapat Aggota Tahunan (RAT), mulai tahun
1976 hingga 1977 KPBS bekerja sama dengan PT Ultra Jaya mendirikan Milk
Treatment (MT) untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Pembangunan
dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1979, serta diresmikan pemakaiannya oleh
Menteri Muda Urusan Koperasi pada tanggal 16 Juli 1979. Sejak tanggal 26
November 1982, manajemen MT beralih kepemilikan dari PT Ultra Jaya kepada
KPBS Pengalengan. Pendatanganan peralihan manajemen ini disaksikan oleh
Menteri Koperasi dan Wakil Gubernur Jawa Barat pada masa itu.
Lokasi dan Tata Letak Koperasi
Lokasi MT KPBS terletak di jalan Koperasi No.1 Kecamatan Pengalengan,
Bandung. Wilayah kerja MT KPBS dinilai sangat strategis untuk perkembangan sapi
17
perah karena wilayah tersebut memiliki topografi yang dikelilingi dengan gunung
yang memiliki ketinggian antara 1000-1420 meter dari permukaan laut, suhu udara
12-280C dan kelembaban antara 60-70%. Luas areal MT KPBS adalah 3600 m2
dengan luas bangunan pabrik 304,37 m2 dan 680,65 m2 untuk ruang proses
pengemasan. Bangunan Milk Treatment KPBS terdiri atas ruang laboratorium, ruang
proses dan ruang pengemasan. Denah bangunan MT KPBS terdapat pada Lampiran1.
Struktur Organisasi Koperasi Milk Treatment merupakan pabrik pengolahan susu yang dimiliki oleh
Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan. Struktur organisasi MT
KPBS berada di bawah administratur KPBS Pangalengan. Struktur Organisasi KPBS
terdapat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Organisasi KPBS Sumber : (KPBS, 2006)
Rapat Anggota Tahunan
Pengurus Pengawas
Pembina
Tim Konsultasi
Sekretariat dan Humas Litbang
Penyuluhan Administrasi dan Keuangan
Unit Pembibitan dan Hijauan
Unit Produksi dan Pengolahan (MT
KPBS)
Unit angkutan dan Pemasaran
Unit per Bandung Kidul
Koordinator TPK
Unit Barang dan Pakan Ternak
Unit Pabrik Makanan Ternak
Unit Pelayanan Kerwan dan
Anggota
Unit Pariwisata
18
KPBS merupakan perusahaan yang berbadan hukum koperasi, sehingga yang
menjadi badan tertinggi adalah Rapat Anggota Tahunan (RAT). RAT terdiri atas
seluruh anggota KPBS Pangalengan dan RAT ini dapat dijadikan sebagai penentu
kebijaksanaan. RAT memiliki wewenang untuk mencabut dan mengeluarkan anggota
maupun pengurus serta dapat menetapkan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran
Rumah Tangga (ART). Struktur organisasi KPBS sesuai dengan Undang-Undang
No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian terdiri atas rapat anggota, pengurus dan
pengawas.
Ketenagakerjaan
Tenaga kerja yang dimiliki Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS)
Pangalengan terutama berasal dari keluarga anggota koperasi yang tinggal di sekitar
wilayah Pangalengan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk di sekitar pabrik. Rekruitmen
karyawan KPBS melalui beberapa tahapan seleksi. Tahap awal adalah tahap
percobaan yaitu para calon karyawan menjalani masa percobaan selama 6 bulan
dengan diberikan upah sebesar 80% dari gaji pokok. Calon karyawan yang memiliki
prestasi dalam kerja, berdisiplin tinggi, dan mempunyai dedikasi tinggi terhadap
KPBS akan diangkat menjadi karyawan tetap. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan mengenai ketenagakerjaan, diantaranya jam kerja karyawan dan
kesejahteraan karyawan.
Jam Kerja Karyawan
Karyawan KPBS Pangalengan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian
administrasi dan bagian pabrik MT. Jam kerja untuk karyawan bagian administrasi
adalah pukul 08.00–16.00, sedangkan untuk karyawan MT memiliki jam kerja
berdasarkan shift. Setiap karyawan bekerja 6 hari seminggu dan karyawan KPBS
mempunyai hak libur 1 kali dalam seminggu. Karyawan bagian administrasi libur
pada hari Minggu sedangkan bagi karyawan MT hari liburnya ditentukan
berdasarkan giliran. Berikut ini adalah pembagian jam kerja karyawan di MT KPBS
(Tabel 6).
19
Tabel 6. Jadwal Kerja Karyawan MT KPBS Pangalengan
Pagi Siang Malam No.
Bagian Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar
1. Penerimaan 4.30 11.00 16.00 20.00
2. Proses 4.30 12.30 13.00 23.00
3. Cup 9.00 23.00
4. Prepack 7.00 23.00
5. Distribusi 7.00 12.30 13.00 17.00
6. Gudang 6.00 14.00
7. Bengkel 7.00 15.00
8. Mesin dan Servis
6.00 14.00 14.00 22.00 22.00 6.00
9. Laboratorium 4.30 11.00 14.00 20.00
10. Rumah Tangga
5.30 15.00
11. Satpam 6.00 14.00 14.00 22.00 22.00 6.00
Sumber : KPBS Pangalengan (2007)
Kesejahteraan Karyawan
Kesejahteraan karyawan merupakan salah satu program yang dilakukan
KPBS. KPBS Pangalengan memberikan beberapa fasilitas dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan karyawan, antara lain:
Tunjangan Bebas. Setiap Karyawan KPBS diberikan tunjangan bebas. Bila suami
istri menjadi karyawan KPBS, maka istri berhak atas tunjangan suami, namun suami
tidak berhak atas tunjangan istri. Bagi istri yang suaminya bukan karyawan KPBS
tidak berhak diberi tunjangan bebas.
Tunjangan Jabatan. Beberapa karyawan yang memegang jabatan tertentu
mendapatkan tunjangan jabatan. Besar kecilnya tunjangan jabatan yang didapatkan
disesuaikan dengan jabatannya di KPBS (Manajer, Kepala Seksi, Koordinator
KOMDA).
Tunjangan Kesehatan. Seluruh karyawan mendapatkan tunjangan kesehatan yang
besarnya tergantung dari jenis jabatannya.
Tunjangan Istri dan Anak. Karyawan yang memiliki istri dan anak (anak kandung,
anak tiri dan anak angkat) diberikan tunjangan bebas. Tunjangan bebas akan
20
diberikan hanya kepada istri dan maksimal tiga orang anak dengan ketentuan
berumur tidak lebih dari 22 tahun, belum nikah serta belum mempunyai penghasilan.
Tunjangan Transport. Tunjangan transport diberikan kepada karyawan yang
besarnya berbeda-beda sesuai dengan aturan yang berlaku.
Tunjangan Hari Raya. Tunjangan Hari Raya (THR) diberikan kepada setiap
karyawan yang telah mempunyai masa kerja 1 tahun atau lebih dan besarnya
disesuaikan dengan kemampuan KPBS.
Tunjangan Hari Tua. KPBS akan memutuskan masa kerja dan memberikan
tunjangan hari tua berupa santunan asuransi dan pesangon sesuai masa kerja kepada
setiap karyawan yang telah berumur 50-55 tahun.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Milk Treatment KPBS merupakan salah satu koperasi yang bergerak di
bidang pengelolaan susu, dengan produk utama susu pasteurisasi. Sistem pengelolaan
yang dilakukan MT KPBS mengacu pada SOP yang telah ditentukan. Standard
Operational Procedure (SOP) yang terdapat di MT KPBS meliputi SOP penerimaan
bahan baku yang dilakukan dengan pengujian kualitas di laboratorium fisik dan
mikrobiologi serta SOP proses. SOP yang terdapat di MT KPBS hanya secara umum
yaitu dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Pemantauan SOP dapat
dilakukan dengan menggunakan checklist untuk melihat kesesuaian penerapan SOP
yang telah ada. Contoh form checklist pemantauan SOP penerimaan bahan baku susu
segar tercantum pada Lampiran 4. Susu pasteurisasi yang dihasilkan MT KPBS akan
berkualitas baik jika didukung dengan sistem yang ada. Sistem yang terdapat pada
MT KPBS didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai serta teknik
pengolahan yang benar.
Sarana Produksi
Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pengolahan di MT KPBS
Pengalengan adalah susu segar. Susu segar tersebut diperoleh dari peternak sapi
perah yang dikumpulkan di TPK (Tempat Pelayanan Koperasi) yang dibimbing oleh
pihak MT KPBS Pengalengan. Susu segar yang diterima akan melewati uji kualitas
yang dilakukan didalam laboratorium MT KPBS sebelum memasuki tahapan proses
produksi. Standar yang digunakan MT KPBS untuk susu segar sesuai dengan Dewan
Standardisasi Nasional (1992) yaitu susu segar merupakan cairan yang berasal dari
ambing sapi sehat yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tidak
mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak
mengalami pemanasan. Penerapan SOP pada bahan baku utama yaitu penerimaan
susu segar dari TPK, yang kemudian dilakukan pengujian fisik dan mikrobiologi
untuk mengetahui kualitas susu segar yang diterima. Standar syarat susu segar yang
diterima MT KPBS tercantum pada Lampiran 5. Kualitas susu segar yang diterima
MT KPBS kadang-kadang berkualitas rendah atau tidak sesuai dengan syarat yang
ditetapkan. Tindakan yang dilakukan MT KPBS jika kualitas tidak sesuai adalah
22
tetap diterima dan dicampur dengan anggota TPK lain, sehingga penolakan susu
segar oleh MT KPBS hanya dilakukan 10%. Tindakan tersebut dilakukan oleh
personil petugas laboratorium yang melakukan pengujian fisik. Monitoring dan
Recording dilakukan pada setiap susu segar yang diterima dari TPK yang dilakukan
oleh pekerja MT KPBS.
Bahan Baku Penunjang
Bahan baku penunjang memiliki peran yang cukup penting dalam proses
pasteurisasi setelah bahan baku utama. Bahan baku penunjang tersebut yang terdapat
di MT KPBS meliputi gula pasir, flavor, pewarna, coklat bubuk dan stabilizer.
Penambahan bahan penunjang ini bertujuan untuk membedakan antara susu
pasteurisasi tawar dengan susu pasteurisasi rasa dalam hal warna dan cita rasa, selain
itu bahan baku penunjang ini dapat meningkatkan mutu produk. Hal ini juga
diperkuat oleh Winarno et al. (1994) yang menyatakan bahwa bahan penunjang atau
bahan tambahan yang digunakan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan
untuk meningkatkan mutu. Penerapan SOP yang terdapat pada bahan baku
penunjang MT KPBS yaitu hanya dilakukan penerimaan bahan penunjang dari
supplier yang tanpa pengujian kualitas. Sertifikat dan standar bahan tambahan tidak
terdapat di MT KPBS. Monitoring dan recording dilakukan setiap penerimaaan
bahan penunjang yang dilakukan oleh Quality Control (QC).
Peralatan Produksi
Peralatan produksi yang dimiliki oleh MT KPBS meliputi lactoscan, milk
reception scale, milk reception vat, plate cooler, milk storage tank, milk storage tank
flavour, mixing tank, auto mixing tank, balance tank, Plate Heat Exchanger (PHE),
homogenizer. MT KPBS memiliki peralatan pengemas berupa mesin filling, auto cup
sealer machine dan mesin pengemas prepack. Peralatan sanitasi yang digunakan
berupa tangki air serta peralatan untuk Cleaning In Place (CIP). Langkah-langkah
pencucian dengn metode CIP ini terdiri atas tiga tahap yaitu: 1) seluruh peralatan
dibilas dengan air biasa selama 10 menit atau sampai tidak ada air susu; 2) pencucian
dilakukan secara sirkulasi udara dengan larutan caustic soda pda suhu 80oC selama
30 menit; dan 3) pembilasan dengan air panas selama 30 menit. Peralatan yang lain
adalah boiler, gitzer dan cooling box. SOP pada peralatan produksi meliputi cara
penggunaan alat, sanitasi, monitoring, recording dan penanggungjawab.
23
Lactoscan. Lactoscan merupakan mesin yang digunakan untuk menguji kualitas susu
secara otomatis. Cara penggunaan Lactoscan yaitu sampel susu yang akan diuji
ditempatkan dalam wadah sampel, susu harus diaduk agar homogen. Sampel
ditempatkan pada lactoscan, kemudian dimasukkan ke pipa penghisap yang terdapat
pada bagian depan alat. Lactoscan akan menghisap sampel susu untuk dianalisis
secara otomatis. Hasil pengujian ini berupa rekaman hasil anlisis yang tertulis dalam
kertas yang dikeluarkan oleh mesin setelah melakukan analisis terhadap sampel susu
selama kurang lebih 1 menit 20 detik. Hasil yang ditampilkan berupa nilai,
diantaranya suhu susu, fat (lemak), SNF (Solid Non Fat), protein, laktosa, persentase
penambahan air dan titik beku susu. Sanitasi yang dilakukan pada lactoscan yaitu
menggunakan air panas yang diletakkan pada pipa penghisap. Monitoring dan
recording tidak dilakukan secara rutin, hanya dilakukan ketika terjadi masalah atau
gangguan pada lactoscan. Kalibrasi alat dilakukan dengan menggunakan air panas
yang diletakkan pada pipa penghisap kemudian perbaikan pada tombol yang tertera
di lactoscan hingga terdapat hasil yang sesuai. Penanggung jawab lactoscan adalah
pekerja MT KPBS yang terdapat di laboratorium fisik.
Gambar 3. Lactoscan (KPBS, 2007)
Milk Reception Scale (Bak Penimbang). Alat ini berfungsi untuk menimbang susu
segar yang masuk dari mobil tangki dalam satuan kilogram. Alat ini menggunakan
cara perhitungan digital yang dilengkapi dengan komputer sebagai pencatatan. Cara
penggunaan alat ini adalah susu segar dialirkan menuju bak timbangan melalui
selang yang dilengkapi dengan saringan nilon yang berfungsi untuk menyaring susu
dari kotoran. Alat ini berkapasitas 500 kg, yang disedot dengan menggunakan pompa
sentrifugal dengan kecepatan 490 kg selama 15 menit. Sanitasi pada milk reception
scale dilakukan dengan cara manual cleaning system, yaitu dengan melepaskan
24
bagian-bagian alat, kemudian dicuci dengan cara disikat atau menggunakan spon
serta ditambahkan tipol secukupnya yang dicampur dengan air. Monitoring dan
recording yaitu tidak dilakukan secara rutin hanya dilakukan ketika terjadi
kerusakan alat. Kalibrasi alat dilakukan hanya dengan membersihkan bak
penimbang dengan air hingga kondisi normal kembali. Penanggung jawab alat ini
adalah pekerja MT KPBS pada bagian Milk Reception Scale.
Gambar 4a. Milk Reception Scale b. Pompa Sentifugal Milk Reception Vat (Bak Penampung). Milk reception vat adalah alat untuk
menampung sementara susu, setelah susu ditimbang dan sebelum susu dialirkan ke
plate cooler. Alat ini berkapasitas 750 kg dan dilengkapi dengan saringan nilon dan
pompa sentrifugal. Alat ini terbuat dari stainless steel dan bekerja pada suhu 27oC
dan tekanan 1 atm yang memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi yaitu 1,8 meter,
1 meter, dan 0,4 meter. Sanitasi pada milk reception vat dilakukan dengan cara
manual cleaning system, yaitu dengan melepaskan bagian-bagian alat, kemudian
dicuci dengan cara disikat atau menggunakan spon serta ditambahkan tipol
secukupnya yang dicampur dengan air. Monitoring dan recording tidak dilakukan
secara rutin. Penanggung jawab alat ini adalah seorang pekerja MT KPBS pada
bagian milk reception vat yang sesuai jadwal kerja.
Gambar 5. Milk Reception Vat (KPBS, 2007)
25
Plate Cooler. Plate cooler berfungsi untuk mendinginkan susu hingga suhunya
mencapai 2-4oC. Prinsip kerja alat ini adalah adanya pindah panas dari dua fluida
yang berbeda pada dua sisi lempeng berlawanan yaitu lempeng yang berisi air dingin
ke lempeng yang berisi susu yang suhunya lebih tinggi sehingga menyebabkan
terjadinya penurunan suhu susu yaitu 27,5-30oC. Alat ini berkapasitas 3000 liter/jam
dan dilengkapi dengan termometer, barometer dan pompa. Sanitasi plate cooler
adalah dengan sistem cleaning in place. Metode ini dilakukan dengan cara pencucian
dengan mengalirkan larutan detergen dan air pencuci pada permukaan yang
dibersihkan. Bahan yang digunakan yaitu larutan caustic soda 0,7%. Monitoring dan
recording tidak dilakukan secara rutin. Penanggung jawab alat ini adalah pekerja MT
KPBS pada bagian plate cooler sesuai jadwal kerja.
Gambar 6. Plate Cooler (KPBS, 2007)
Milk Storage Tank dan Milk Storage Tank Flavor. Milk storage tank merupakan
tangki penampungan susu sementara yang bersuhu 4oC. Milk Treatment (MT) KPBS
mempunyai 2 unit Milk storage tank yang berbentuk silinder dengan kapasitas
50.000 liter dan 3 unit Milk storage tank flavour, 2 unit berkapasitas 20.000 liter dan
1 unit berkapasitas 8.500 liter. Fungsi tangki penampungan ini adalah untuk
mempertahankan suhu susu serta menjaga susu agar tidak terkontaminasi dengan
udara luar. Sanitasi storage tank adalah dengan sistem cleaning in place. Metode ini
dilakukan dengan cara pencucian dengan mengalirkan larutan detergen dan air
pencuci pada permukaan yang dibersihkan. Bahan yang digunakan yaitu larutan
caustic soda 0,7%. Monitoring dan recording dilakukan satu minggu atau satu bulan
sekali pada keadaan tertentu. Penanggung jawab alat ini adalah pekerja MT KPBS
pada bagian plate cooler.
26
Gambar 7a. Milk Storage Tank b. Milk Storage Tank Flavor
Mixing Tank. Alat ini berfungsi untuk mencampur susu yang telah dipanaskan di
PHE dengan gula dan bahan penunjang lainnya yang digunakan untuk membuat susu
rasa. Mixing tank ini dihubungkan dengan PHE yang digunakan untuk pemanasan
susu. Pengadukan dilakukan dengan cara manual oleh operator dengan menggunakan
pengaduk stainless. Fungsi dari alat ini untuk membantu dan mempercepat proses
pencampuran bahan. Mixing tank berkapasitas 2000 liter. Sanitasi yang dilakukan
pada mixing tank yaitu dengan cara manual cleaning system. Manual cleaning
dilakukan dengan melepaskan bagian-bagian alat kemudian dicuci dengan cara
disikat atau spon seta ditambahakan tipol secukupnya yang dicampur dengan air.
Monitoring dan recording hanya dilakukan ketika alat terjadi kerusakan, tidak
dilakukan secara rutin. Penanggung jawab alat ini adalah pekerja MT KPBS pada
bagian proses produksi.
Gambar 8. Mixing Tank (KPBS, 2007)
Balance Tank. Balance tank merupakan tangki yang berfungsi untuk mengatur
keseimbangan aliran dan tekanan air susu yang masuk dalam PHE selama proses
pasteurisasi berlangsung, sehingga aliran dapat berjalan secara kontinyu. Tangki ini
dilengkapi dengan alat sensor yang berupa pelampung yang akan mengatur secara
27
otomatis jumlah susu yang berada dalam tangki. Tangki ini berkapasitas 300 liter
dengan kondisi proses berada pada suhu 27oC dengan tekanan 1 atm, utilitas dan
instrumentasi yang digunakan berupa listrik dan bola pelampung. Sanitasi yang
dilakukan pada balance tank yaitu dengan cara manual cleaning system. Manual
cleaning dilakukan dengan melepaskan bagian-bagian alat kemudian dicuci dengan
cara disikat atau spon seta ditambahakan tipol secukupnya yang dicampur dengan
air. Monitoring dan recording hanya dilakukan ketika alat terjadi kerusakan, tidak
dilakukan secara rutin. Penanggung jawab alat ini adalah pekerja MT KPBS pada
bagian balance tank.
Gambar 9. Balance Tank (KPBS, 2007)
Plate Heat Exchanger (PHE). Plate Heat Exchanger (PHE) adalah plate persegi
yang tebuat dari logam stainless steel yang saling berhimpit dalam bagian yang
sama. Alat ini befungsi untuk memanaskan suhu susu sampai 82oC selama 15 detik,
setelah itu didinginkan secara perlahan sampai suhu susu mencapai 4oC. Hal ini
sesuai dengan pendapat Buckle et al. (1987) bahwa pada proses pasteurisasi
menggunakan alat pemanas yang berbentuk lempengan plate type heat exchanger.
Plate Heat Exchanger (PHE) memiliki empat bagian utama yang terdiri dari
Regeneratif I, Regeneratif II, Chiller I dan Chiller II. Prinsip kerja PHE adalah susu
yang berasal dari balance tank masuk pada regeneratif I yang akan bersinggungan
dengan air panas (85oC) kemudian susu tersebut masuk lagi ke regeneratif II dan
bersinggungan dengan air panas (85oC), pada regeneratif II susu akan mengalami
pasteurisasi dengan suhu 82oC selama 15 detik. Proses pendinginan di chiller I
mencapai suhu 21oC dengan bersinggungan dengan air dingin bersuhu 0oC,
kemudian menuju chiller II mencapai suhu 4oC dengan bersinggungan dengan air
dingin bersuhu 0oC. Alat ini berkapasitas 5000 liter/jam dengan dilengkapi pompa
28
hisap dan flow diversion valve (klep pengatur suhu). Sanitasi plate heat exchanger
adalah dengan sistem cleaning in place. Metode ini dilakukan dengan cara pencucian
dengan mengalirkan larutan detergen dan air pencuci pada permukaan yang
dibersihkan. Bahan yang digunakan yaitu larutan caustic soda 0.7%. Monitoring dan
recording tidak dilakukan secara rutin, hanya terjadi kerusakan. Penanggung jawab
alat ini adalah pekerja MT KPBS pada bagian plate heat exchanger. Kalibrasi alat
pada PHE adalah dengan menggunakan termometer dan waktu yang disediakan
hingga suhu dan waktu dapat kembali normal. Kalibrasi alat tidak dilakukan secara
rutin oleh MT KPBS.
Gambar 10. Plate Heat Exchanger (KPBS, 2007)
Homogenizer. Homogenizer adalah alat yang digunakan untuk memperkecil dan
menyeragamkan globula lemak 1000-1500 psi (pound per square inchi) sehingga
butiran lemak yang homogen dengan rata-rata berukuran 2 mikron dan dilakukan
selama 5 detik. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1983) bahwa tujuan
homogenisasi susu adalah untuk menyeragamkan globula lemak susu. Prinsip kerja
alat ini yaitu susu dengan suhu 70oC masuk melalui pipa ke homogenizer dan akan
membentur suatu bidang dengan lubang-lubang kecil dengan tekanan kurang lebih
1000-1500 psi, sehingga globula-globula lemak yang berukuran besar akan pecah
menjadi beberapa globula-globula lemak yang berukuran 2-4 mikron. Hal ini
bertujuan supaya dalam setiap tetes susu mengandung lemak yang sama besar.
Setelah itu susu mendapatkan tekanan yang kedua yaitu 500 psi yang berfungsi
supaya susu yang telah berkuran 2-4 mikron dan seragam tadi tidak mengalami
penggumpalan sehingga lemak susu dapat tersebar dan diperoleh susu yang stabil.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1983) bahwa prinsip kerja homogenizer
adalah susu dilakukan penekanan melalui lubang kecil, kemudian setelah keluar akan
29
menghantam pada suatu bidang yang keras maka globula-globula lemak yang
berukuran besar akan pecah menjadi beberapa globula lemak yang kecil. Sanitasi
homogenizer adalah dengan sistem cleaning in place. Metode ini dilakukan dengan
cara pencucian dengan mengalirkan larutan detergen dan air pencuci pada permukaan
yang dibersihkan. Bahan yang digunakan yaitu larutan caustic soda 0,7%.
Monitoring dan recording tidak dilakukan secara rutin. Penanggung jawab alat ini
adalah pekerja MT KPBS pada bagian homogenizer.
Gambar 11. Homogenizer
Boiler. Alat ini berfungsi untuk menghasilkan uap air atau air panas. Boiler ini
terbuat dari baja tuang dan berkapasitas 500 kg uap per jam. Prinsip kerja alat ini
adalah mengalirkan sejumlah air ke dalam ketel uap (boiler) yang kemudian air akan
diolah menggunakan elemen-elemen listrik menjadi uap panas bersuhu 170oC
dengan tekanan 1 atm, selanjutnya uap tersebut akan mengalir melalui sistem
perpipaan ke instansi yang memerlukan.
Gitzer. Gitzer berfungsi membuat air dingin. Prinsip kerja alat ini adalah
mendinginkan air oleh gas freon 22 sehingga terjadi kondensasi, dimana gas yang
terbentuk dipompa ke dalam kondensator. Alat ini dilengkapi dengan kondensator,
evaporator dan bak penampung air.
Filling Machine. Filling machine digunakan untuk membentuk seal kemasan dan
mengisi susu pasteurisasi rasa yang jumlahnya telah diatur pada mesin pengemas
melalui gaya hidrolik dan panas yang dihasilkan. Filling machine ini terdapat sinar
ultraviolet yang berfungsi mensterilkan mikroorganisme yang terdapat dalam cup
dan mengeringkan cup yang terkena air. Monitoring untuk sinar UV tidak dilakukan
secara berkala, sehingga kemungkinan bahaya biologi dapat terjadi. Radiasi
30
ultraungu (sering disingkat UV, dari bahasa Inggris: ultraviolet) adalah radiasi
elektromagnetis terhadap panjang gelombang yang lebih pendek dari daerah dengan
sinar tampak, namun lebih panjang dari sinar-X yang kecil (Wikipedia, 2004). Filling
machine berkemampuan menghasilkan 5000 cup/jam untuk ukuran 160 ml. Kalibrasi
alat filling machine di MT KPBS tidak dilakukan hanya dilakukan sanitasi. Sanitasi
filling machine adalah dengan sistem cleaning in place. Metode ini dilakukan dengan
cara pencucian dengan mengalirkan larutan detergen dan air pencuci pada permukaan
yang dibersihkan. Bahan yang digunakan yaitu larutan caustic soda 0,7%.
Monitoring dan recording dilakukan satu bulan atau satu minggu sekali pada
keadaan tertentu. Penanggung jawab alat ini adalah pekerja MT KPBS pada bagian
filling machine.
Gambar 12. Filling Machine (KPBS, 2007)
Prepack Machine. Fungsi prepack machine adalah untuk mengemas susu
pasteurisasi murni. Perekat plastik kemasan dengan menggunakan elemen panas dan
pengisian susu secara otomatis pemotong dan penutup juga menggunakan elemen
panas. Alat ini berkapasitas 1000 buah/jam untuk ukuran 500 ml. Sanitasi prepack
machine adalah dengan sistem cleaning in place. Metode ini dilakukan dengan cara
pencucian dengan mengalirkan larutan detergen dan air pencuci pada permukaan
yang dibersihkan. Bahan yang digunakan yaitu larutan caustic soda 0,7%.
Monitoring dan recording tidak dilakukan secara rutin. Penanggung jawab alat ini
adalah pekerja MT KPBS pada bagian prepack machine.
31
Gambar 13. Prepack Machine (KPBS, 2007)
Proses Penanganan dan Pengolahan Susu
Proses produksi yang dilakukan di MT KPBS mengacu pada SOP yang telah
ditetapkan. Standard Operational Procedure (SOP) tersebut dibuat dengan tujuan
untuk menghasilkan produk olahan susu yang aman dan halal. MT KPBS
memproduksi susu pasteurisasi sesuai dengan pemesanan. Pemasaran yang dilakukan
MT KPBS disalurkan melalui distributor yang tersebar di wilayah Jawa Barat,
meliputi Bandung, Bogor, Jakarta Barat dan Timur, Sukabumi, Purwakarta, Cirebon
serta Ciamis.
Produk yang dipasarkan oleh MT KPBS dibedakan menjadi produk susu
pasteurisasi rasa dan non rasa, yang mempunyai tahapan proses pengolahan yang
berbeda pula. Tahap penanganan susu yang dilakukan di MT KPBS meliputi
penerimaan bahan baku, proses produksi, pengemasan dan distribusi. Penanganan
susu dilakukan oleh masing-masing pekerja sesuai dengan bagiannya. Tahap proses
pengolahan susu meliputi tahap proses susu pra pasteurisasi (dingin), proses susu
pasteurisasi tanpa rasa, dan susu pasteurisasi rasa.
Penanganan Susu
Penanganan susu MT KPBS terbagi atas penerimaan bahan baku, poses
produksi, pegemasan dan distribusi. Proses penerimaan dilakukan terhadap susu yang
berasal dari TPK yang dinyatakan diterima melalui pengujian yang dilakukan. Selain
proses pengujian di TPK, pengujian juga dilakukan di laboratorium MT KPBS.
Proses produksi MT KPBS dilakukan untuk menghasilkan susu pasteurisasi tanpa
rasa dan susu pasteurisasi rasa. Pengemasan dilakukan di ruang terpisah setelah susu
32
melalui tahap pengolahan. Kemasan yang digunakan adalah polyethilene untuk susu
pasteurisasi tanpa rasa (prepack) dan polyprophylene untuk susu pasteurisasi rasa
(cup).
Tahap Proses Pengolahan Susu Pra Pasteurisasi (Susu Dingin)
Proses produksi susu pra pasteurisasi (susu dingin) diawali dengan pengujian
kualitas susu segar, kemudian di ruang penerimaan susu dialirkan pada milk
reception scale untuk dilakukan penimbangan setelah itu susu disaring dan
ditampung pada milk reception vat. Setelah dari ruang penerimaan, susu dialirkan ke
plate cooler. Susu yang terdapat dalam plate cooler didinginkan hingga mencapai
suhu 4oC, plate cooler ini terdiri dari 2 lempeng logam yaitu lempeng untuk
mengalirkan air dingin yang bersuhu 0 – 1oC, keduanya dialirkan secara berlawanan
pada waktu yang bersamaan. Didalam plate cooler ini terjadi proses pindah panas
antara susu dan air dingin. Susu yang telah didinginkan dalam plate cooler kemudian
dialirkan ke milk storage tank (tangki penyimpanan).
Tahap Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa
Proses pengolahan susu pasteurisasi tanpa rasa berasal dari susu dingin yang
telah disediakan dalam milk storage tank. Setelah itu, proses pasteurisasi susu tanpa
rasa yang dilakukan di MT KPBS melalui 4 tahap, yaitu pemanasan awal,
homogenisasi, pasteurisasi, dan pendinginan.
a. Pemanasan awal
Pemanasan awal dimulai dengan susu dingin yang dialirkan dari balance tank
menuju PHE, dimana dalam PHE terjadi proses persinggungan antara lempengan
yang berisi susu dengan lempengan yang berisi air panas yang bersuhu 85oC,
sehingga terjadi pertukaran panas yang menyebabkan suhu susu berubah dari 4oC
menjadi 60-70oC, pemanasan awal ini berlangsung selama 15 detik.
b. Homogenisasi
Susu yang telah mengalami pemanasan awal kemudian dialirkan ke dalam
homogenizer. Tahap ini berfungsi untuk mendapatkan susu dengan butiran-butiran
lemak yang bentuknya seragam.
c. Pasteurisasi
33
Susu yang telah dihomogenisasi dialirkan kembali ke PHE untuk proses
pasteurisasi. Proses pasteurisasi dilakukan dengan cara pemanasan susu hingga suhu
susu mencapai 82oC selama 15 detik. Susu pasteurisasi dikontrol oleh alat Flow
Diversion Valve yang bekerja secara otomatis. Bila suhu susu kurang dari 80oC
maka susu akan dialirkan kembali menuju PHE untuk dipasteurisasi ulang,
sedangkan susu yang sudah mencapai suhu 82oC akan langsung mengalami proses
pendinginan.
d. Pendinginan
Tahap terakhir proses pasteurisasi yaitu pendinginan di dalam PHE yang akan
terjadi penurunan suhu susu pasteurisasi secara bertahap yaitu dari suhu 82oC akan
menjadi 2-4oC. Hal ini terjadi karena susu pasteurisasi bersilangan dengan susu
dingin (susu yang dialirkan dari storage tank), dan sebaliknya suhu susu dingin akan
meningkat menjadi 60-70oC, sedangkan suhu susu pasteurisasi menurun menjadi 18-
21oC yang selanjutnya susu pasteurisasi masuk ke plate cooler hingga suhu susu
menjadi 2-4oC.
Tahap Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi Rasa
Proses pembuatan susu pasteurisasi rasa ini hampir sama dengan susu pasteurisasi
tanpa rasa, hanya saja perbedaannya terletak pada proses pemanasan awal dan proses
pencampuran. Tahap-tahap proses pembuatan susu pasteurisasi rasa setelah dari susu
dingin yang telah disediakan dalam milk storage tank antara lain pemanasan,
pencampuran (mixing), pemanasan awal, homogenisasi, pasteurisasi, dan
pendinginan.
a. Pemanasan
Susu dari tangki penyimpanan dialirkan dalam PHE hingga suhu susu
mencapai 40-60oC. Setelah itu, susu dialirkan pada tangki untuk dilakukan
penambahan gula. Tujuan dari pemanasan ini adalah untuk mempercepat proses
pelarutan gula.
b. Pencampuran (Mixing)
Susu yang telah dicampur dengan gula dialirkan menuju tangki pencampuran
yang dilengkapi dengan alat pengaduk untuk dilakukan pencampuran formulasi
seperti stabilizer, flavor, coklat bubuk dan pewarna. Setelah proses pencampuran
34
selesai maka tahapan selanjutnya adalah seperti proses pengolahan susu pasteurisasi
tanpa rasa.
c. Pemanasan
Pemanasan awal dimulai dengan susu yang telah dilakukan pencampuran
bahan tambahan dialirkan dari balance tank menuju PHE, dimana dalam PHE terjadi
proses persinggungan antara lempengan yang berisi susu dengan lempengan yang
berisi air panas yang bersuhu 85oC, sehingga terjadi pertukaran panas yang
menyebabkan suhu susu berubah dari 4oC menjadi 60-70oC, pemanasan kedua ini
berlangsung selama 15 detik.
c. Homogenisasi
Susu yang telah mengalami pemanasan awal kemudian dialirkan ke dalam
homogenizer. Tahap ini berfungsi untuk mendapatkan susu dengan butiran-butiran
lemak yang bentuknya seragam.
d. Pasteurisasi
Susu yang telah dihomogenisasi dialirkan kembali ke PHE untuk proses
pasteurisasi. Proses pasteurisasi dilakukan dengan cara pemanasan susu hingga suhu
susu mencapai 82oC selama 15 detik. Susu pasteurisasi dikontrol oleh alat Flow
Dispertion Valve yang bekerja secara otomatis. Bila suhu susu kurang dari 80oC
maka susu akan dialirkan kembali menuju PHE untuk dipasteurisasi ulang,
sedangkan susu yang sudah mencapai suhu 82oC akan langsung mengalami proses
pendinginan.
e. Pendinginan
Tahap terakhir proses pasteurisasi yaitu pendinginan di dalam PHE yang akan
terjadi penurunan suhu susu pasteurisasi secara bertahap yaitu dari suhu 82oC akan
menjadi 2-4oC. Hal ini terjadi karena susu pasteurisasi bersilangan dengan susu
dingin (susu yang dialirkan dari storage tank), dan sebaliknya suhu susu dingin akan
meningkat menjadi 60-70oC, sedangkan suhu susu pasteurisasi menurun menjadi 18-
21oC yang selanjutnya susu pasteurisasi masuk ke plate cooler hingga suhu susu
menjadi 2-4oC.
Rencana Kerja Jaminan Mutu (RKJM) HACCP
35
Dokumen RKJM merupakan Rencana HACCP atau “Quality Assurance Plan
(QAP)” atau panduan mutu bagi suatu unit usaha agribisnis yang bermaksud mulai
menerapkan sistem HACCP yang sesuai dengan SNI 01-4852-1998. MT KPBS
merupakan koperasi yang bergerak dalam bidang produk olahan susu, yang akan
merencanakan penyusunan HACCP untuk menjamin keamanan produknya. Rencana
Kerja Jaminan Mutu (RKJM) merupakan tahapan awal yang harus dilakukan MT
KPBS untuk menyusun rencana HACCP. Rencana Kerja Jaminan Mutu (RKJM)
menguraikan sistem dan dokumen cara penerapan sistem dalam unit usaha agribisnis
yang mencakup Persyaratan dasar (Pre-requisite), Prinsip-prinsip HACCP, dan
Program umum manajemen mutu. Penyusunan RKJM HACCP yang dilakukan pada
MT KPBS Pengalengan Bandung meliputi kebijakan mutu, organisasi, deskripsi
produk, persyaratan dasar, diagram alir proses, analisa bahaya dan tindakan
pencegahan, penetapan CCP, penetapan batas kritis, penetapan tindakan koreksi,
penetapan prosedur verifikasi dan penetapan prosedur pencatatan.
1. Kebijakan Mutu
Kebijakan mutu yang dimiliki oleh Koperasi Peternakan Bandung Selatan
adalah menjadi koperasi yang amaliah, modern, sehat usaha dan sehat mental serta
unggul dalam tingkat regional dan nasional. Adapun misinya adalah:
1) taat dan patuh terhadap Pancasila, UUD 1945, Undang-Undang
Perkoperasian serta peraturan pelaksanaannya, Peraturan Perundang-
undangan lain yang berlaku dan melaksanakan amanah keputusan Rapat
Anggota;
2) memotivasi anggota secara mandiri untuk meningkatkan harkat derajat
sendiri, sekaligus mengangkat citra perkoperasian;
3) meningkatkan kompetensi sumber daya koperasi;
4) melaksanakan Tata Kelola Operasional dengan baik, efektif dan efisien;
5) mengimplementasikan inovasi, ilmu pengetahuan serta teknologi yang tepat.
MT KPBS berkomitmen untuk merancang HACCP dalam lingkungan produksinya
untuk memenuhi hal ini.
2. Organisasi
Badan usaha yang akan menerapkan sistem HACCP secara konsisten harus
membuat organisasi dalam organissi kelompok yang bertanggung jawab terhadap
36
pengendalian mutu. Ha-hal yang perlu dijelaskan dalam elemen organisasi adalah
struktur organisasi, tim HACCP dan identitas unit usaha.
a) Struktur Organisasi
Struktur Organisasi menyajikan bagan organisasi atau diagram yang
menunjukkan garis wewenang dan penetapan fungsi. Atas pemintaan perusahaan,
struktur organisasi akan dilakukan penyusunan sendiri oleh pihak perusahaan.
b) Tim HACCP
Tim HACCP di MT KPBS belum terbentuk sehingga keinginan perusahaan
untuk lebih meningkatkan keamanan pangan masih menghadapi kendala.
Perkembangan yang terjadi saat ini, tim HACCP sangat diperlukan dalam
pelaksanaan HACCP di perusahaan. Oleh karena itu, belum adanya tim HACCP di
MT KPBS merupakan hal yang harus dipertimbangkan lagi, agar rencana HACCP
dapat berjalan dengan optimal. Lampiran 7 merupakan contoh penyusunan tim
HACCP sesuai pegawai MT KPBS yang dilakukan oleh penyusun.
c) Identitas Unit Usaha
Identitas atau data umum unit diperlukan untuk mengenali unit usaha
tersebut. Adapun identitas yang dimiliki MT KPBS adalah:
Ø Nama Unit Usaha : Milk Treatment (MT) KPBS
Ø Alamat : Jl. Koperasi No.1 Kecamatan
Pengalengan, Bandung.
Ø Nomor Telp./fax :
(022)5979362/(022)5979373
Ø Penanggung jawab : Ir. Faizal N. Wirasasmita
Produksi
3. Deskripsi Produk
Sistem HACCP akan lebih baik, jika diterapkan pada tahap proses atau
produk yang spesifik. Deskripsi produk merupakan keterangan yang berisikan
seluruh jenis produk akhir unit usaha yang dicakup dalam program HACCP. Adanya
pendiskripsian produk tersebut diharapkan penanganan terhadap produk dapat
37
dikontrol dengan baik sehingga akan menghasilkan produk akhir yang aman pangan.
Dasar yang digunakan dalam mengidentifikasi rencana penggunaan produk adalah
harapan konsumen untuk menggunakan produk (misalnya siap saji dan perlu
dipanaskan terlebih dahulu) serta sasaran konsumen produk tersebut apakah
masyarakat luas atau hanya untuk kelompok konsumen tertentu (kelompok populasi
rentan). Deskripsi produk bertujuan untuk mengetahui jenis produk, komposisi
produk, kondisi penyimpanan dan umur simpan, pengemasan, serta metode
pendistribusian (BSN, 1998). Deskripsi produk susu pasteurisasi di MT KPBS
Pengalengan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Deskripsi Produk
Kriteria Keterangan Kategori Proses Produk Nama dagang/umum Komposisi Produk Cara produk digunakan Tipe Pengemasan Tanggal Kadaluarsa pada suhu berapa Model Penjualan (Wholesale/Retailer/Konsumen) Intruksi Pelabelan Cara Penanganan/ Transportasi Standar Susu Pasteurisasi Persyaratan Pelanggan
Pasteurisasi Susu Segar Susu Pasteurisasi KPBS Pengalengan Susu murni, gula, stabilizer, flavour, pewarna Langsung dikonsumsi Prepack dengan ukuran 500 ml Cup dengan ukuran 160 ml 6 hari pada suhu 40C Retail Nama Unit Pengolahan, Logo KPBS, Daftar Angka Kecukupan Gizi, Volume Kemasan, Komposisi, Alamat Produk, Tanggal Kadaluarsa, Petunjuk Penggunaan dan Penyimpanan. Mobil boks yang dilengkapi dengan unit pendingin SNI 01-3951-1995 Umum
No. MD (Merk Dagang) 205110001503 Sumber : KPBS (2007)
4. Persyaratan Dasar (Pre-requisite)
Menurut BSN (1999) persyaratan dasar adalah suatu persyaratan teknis yang
harus dipenuhi apabila suatu badan usaha akan memulai suatu proses produksi dan
menerapkan HACCP yang telah diterapkan oleh suatu peraturan teknis demi
keberhasilan suatu proses produksi dan penerapan HACCP. Persyaratan dasar yang
harus dipenuhi dalam penyusunan HACCP adalah penerapan Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP).
A. Penerapan GMP
38
GMP merupakan pedoman cara yang digunakan untuk memproduksi
makanan yang baik pada seluruh rantai produksi, mulai dari produksi primer sampai
konsumen akhir dan menekankan higiene pada setiap tahap pengolahan dengan
tujuan agar produsen memenuhi persyaratan - persyaratan yang telah ditentukan
untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen
(FDA, 1995). Hasil pengamatan GMP MT KPBS berdasarkan GMP atau cara
produksi makanan yang baik menurut Menteri Kesehatan No.23/MEN.
KES/SK/1978 tercantum pada Tabel 8.
B. Penerapan SSOP
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) atau prosedur sanitasi
yang merupakan aplikasi dari kegiatan GMP juga harus diterapkan secara baik,
karena SSOP juga merupakan persyaratan dasar terbentuknya sistem HACCP yang
efektif. Sanitasi menurut Ehlers dan Steele (1958) di dalam Jenie (1987)
didefinisikan sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau
mengatur faktor – faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan
penyakit tersebut. Hasil pengamatan SSOP pada MT KBS terdapat pada Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9, penerapan GMP dan SSOP yang terdapat
pada MT KPBS dinilai masih kurang diterapkan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
masih banyaknya pekerja yang tidak melaksanakan SOP yang ditetapkan. Proses
produksi di MT KPBS sangat berkaitan dengan pekerja sehingga jika higiene pekerja
tidak dikendalikan akan menyebabkan kontaminasi pada produk susu pasteurisasi.
Secara umum telah ada suatu prosedur pencegahan terhadap bahaya kontaminasi
produk di MT KPBS, akan tetapi masih sering terjadi pekerja yang tidak mentaati
peraturan. Hal ini terjadi karena pekerja masih kurang sadar akan pentingnya higiene
dalam proses produksi. Pengawasan dan menumbuhkan sikap disiplin terhadap
pekerja merupakan alternatif yang harus dilakukan secara berkala oleh MT KPBS
untuk mendapatkan kualitas susu pasteurisasi yang lebih baik.
5. Diagram Alir Proses
Tahap selanjutnya dalam HACCP adalah diagram alir proses yang merupakan
suatu diagram yang menggambarkan tahap-tahap operasional dalam pengerjaan
sebuah produk. Diagram alir ini sangat penting untuk mengidentifikasi potensi
39
bahaya yang mungkin timbul. Diagram alir proses dapat disusun setelah melakukan
pengamatan langsung terhadap produk susu pasteurisasi.
Sesuai dengan produk yang dipasarkan oleh MT KPBS berbeda yaitu produk
susu pasteurisasi rasa dan non rasa maka untuk diagram alir proses pada kedua jenis
susu ini juga berbeda. Diagram alir proses dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
dagram alir produk susu pasteurisasi non rasa (pre-pack) dan diagram alir proses
produk susu pasteurisasi rasa. Diagram alir proses produk susu dingin, susu
pasteurisasi tanpa rasa dan susu pasteurisasi rasa dapat dilihat pada Gambar 14,15
dan 16.
inspeksi
kegiatan yang mengambil keputusan
operasi
operasi
operasi
kegiatan dan inspeksi
inspeksi
penyimpanan
Gambar 14. Diagram Alir Produk Susu Dingin
Pengujian kualitas
Penerimaan
Penimbangan
Penyaringan dan Penampungan
Pendinginan hingga suhu 4o C
Penyimpanan sementara pada suhu 4o C
Susu Segar
Susu Dingin
40
inspeksi
kegiatan dan inspeksi
operasi
kegiatan dan inspeksi
operasi
kegiatan dan inspeksi
kegiatan dan inspeksi
penyimpanan
operasi
transport
Gambar 15. Diagram Alir Proses Produksi Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa
Pemanasan awal pada suhu 60-70oC selama 15 detik
Homogenisasi dengan tekanan 100-1500 lbs
Pasteurisasi hingga suhu 82oC selama 15 detik
Flow Diversion Valve pada suhu 82oC
Pendinginan awal hingga suhu 21oC
Pendinginan akhir hingga suhu 4oC selama 15 detik
Penyimpanan sementara pada suhu 4oC
Pengemasan pada suhu 4oC
Pemanasan menggunakan sistem Plate Heat Exchanger (PHE)
Pemanasan menggunakan sistem Plate Heat Exchanger (PHE)
Distribusi
Susu Dingin
41
inspeksi
kegiatan dan inspeksi
bahan masukan
bahan masukan
kegiatan dan inspeksi
operasi
kegiatan dan inspeksi
kegiatan dan inspeksi
kegiatan dan inspeksi
kegiatan dan inspeksi
penyimpanan
kegiatan dan inspeksi
transport
Gambar 16. Diagram Alir Proses Produksi Susu Pasterisasi Rasa
Pemanasan I pada suhu 40-60oC
Pencampuran I (susu dan gula pasir) pada suhu 50oC
Pencampuran II (stabilizer dan flavour)
Pemanasan II pada suhu 60-70oC selama 15 detik
Pendinginan awal hingga suhu 21oC
Pendinginan akhir hingga suhu 4oC selama 15 detik
Penyimpanan sementara pada suhu 2-4oC
Pengemasan pada suhu 4oC
Pemanasan menggunakan sistem Plate Heat Exchanger (PHE)
Distribusi
Pemanasan menggunakan sistem Plate Heat Exchanger (PHE)
Pasteurisasi hingga suhu 82oC selama 15 detik
Flow Diversion Valve pada suhu 82oC
Homogenisasi pada tekanan 100-1500 lbs
Pemanasan menggunakan sistem Plate Heat Exchanger (PHE)
Susu Dingin
42
6. Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan
Analisa bahaya merupakan evaluasi secara sistematik pada makanan spesifik
dan bahan baku untuk menentukan resiko. Resiko keamanan pangan yang harus
diperiksa meliputi: aspek keamanan kontaminasi bahan kimia, aspek keamanan
kontaminasi fisik, dan aspek keamanan kontaminasi biologis termasuk didalamnya
mikrobiologi. Tahap analisa bahaya ini merupakan tahap kritis sebelum ditentukan
apakah tahapan proses tertentu merupakan CCP atau bukan. Penentuan bahaya ini
dilakukan pada setiap tahapan proses produksi sehingga semua kemungkinan bahaya
yang timbul pada setiap proses dapat diketahui. Setelah diketahui bahaya yang
timbul maka langkah selanjutnya dilakukan tindakan pencegahan untuk
mengendalikan bahaya. Analisa bahaya dan tindakan pencegahan dapat dilihat pada
Tabel 10, 11 dan 12.
Selain analisa bahaya, dilakukan juga penentuan tingkat resiko. Penentuan
tingkat resiko ini digunakan untuk memperjelas penetapan kelompok bahaya dan
kategori resiko dari produk. Adapun penetapan tingkat resiko produk terdapat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Penetapan Tingkat Resiko Produk
Kelompok Bahaya No. Bahan Baku
A B C D E F Kategori Risiko
1 Susu Segar 0 + 0 + + 0 III
2 Gula 0 0 0 + 0 0 I
3 Pewarna 0 + 0 + 0 0 II
4 Flavor 0 + 0 + 0 0 II
5 Stabilizer 0 + 0 + 0 0 II
6 Coklat bubuk 0 + 0 + 0 0 II Keterangan : 0 = Tidak mempunyai sifat bahaya
1 = Mempunyai sifat bahaya
Berdasarkan Tabel 13. ternyata susu segar yang terdapat dalam MT KPBS
termasuk tingkat resiko sedang karena bahan ini hanya terkait dengan 3 kelompok
bahaya, yaitu kelompok bahaya B, D, dan E. Bahan tambahan seperti pewarna,
flavor, stabilizer dan coklat bubuk terkait dengan 2 kelompok bahaya yaitu kelompok
43
bahaya B dan D, sedangkan bahan tambahan gula hanya terkait satu kelompok
bahaya yaitu kelompok bahaya D.
Kelompok bahaya B adalah produk mengandung bahan sensitif terhadap
bahaya biologi, kimia dan fisik (ICMSF, 1986). Susu segar masuk dalam kelompok
bahaya B karena susu segar memiliki kandungan nutrisi yang dapat terkontaminasi
oleh mikrorganisme, jika dalam penanganannya tidak mengikuti SOP yang benar.
Mikroorganisme patogen yang sering mengkontaminasi susu adalah Brucella,
Salmonella, Mycobacterium, Eschericia coli, Bacillus sp, Staphylcoccus aureus serta
Clostridium sp. Susu segar juga rentan terhadap bahaya fisik yang dapat terjadi saat
transportasi dan penerimaan susu dilakukan. Selain susu segar, bahan tambahan
seperti pewarna, flavor, stabilizer dan coklat bubuk juga termasuk dalam kelompok
bahaya B. Keempat bahan tambahan tersebut masuk dalam kelompok B karena
dinilai memilki bahaya kimia yang jika dalam penggunaannya tidak memenuhi
standar dan jenis yang digunakan tidak sesuai.
Kelompok bahaya D adalah produk kemungkinan mengalami pencemaran
kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan. Susu segar dan susu pasteurisasi
merupakan produk yang sangat rentan terhadap mikroorganisme. Penanganan yang
tidak sesuai SOP akan menyebabkan produk terkontaminasi oleh mikroorganisme
sehingga diharapkan dalam penanganan produk dapat dilakukan sebaik mungkin
dengan menjaga susu tetap dingin. Kelompok bahaya E artinya kemungkinan dapat
terjadi kontaminasi kembali atau penanganan yang salah selama distribusi, penjualan
atau penanganan oleh konsumen, sehingga produk menjadi berbahaya bila
dikonsumsi. Pasteurisasi merupakan suatu proses yang dapat meminimalisir
terjadinya bahaya mikrobiologi, akan tetapi jika dalam penanganan dan distribusi,
pengaturan suhu tidak dikendalikan dengan baik, maka mikroorganisme dapat
tumbuh lagi dan mengakibatkan produk tidak aman untuk dikonsumsi.
Tabel 8. Penerapan GMP di MT KPBS
GMP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Bangunan dan Fasilitas
• Lokasi pabrik MT KPBS berada pada pemukiman padat penduduk
• Bangunan unit produksi MT KPBS terdiri atas ruangan pokok dan ruangan pelengkap
• Bagian ruangan pokok tidak diatur sesuai dengan urutan proses produksi, sehingga menimbulkan pencemaran terhadap susu pasteurisasi yang diproduksi
• Lantai yang digunakan pada ruang produksi MT KPBS adalah keramik yang bersifat tahan terhadap air, garam, basa ataupun bahan kimia lainnya
• Sudut antara dinding dengan dinding dan dinding dengan lantai serta pertemuan keduanya masih berbentuk siku-siku dan tidak melengkung
• Permukaan dalam dinding halus, rata dan berwarna terang • Permukaan kerja dalam ruangan pokok dan pelengkap terang
sesuai dengan keperluan • Lubang ventilasi tidak dilengkapi dengan alat yang dapat
mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan • Tidak ada loker khusus karyawan untuk menyimpan barang dan
perhiasan sebelum masuk ruang produksi
• Lokasi pabrik berada pada daerah bebas atau jauh dari pencemaran
• Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi
• Pemeriksaan kondisi bangunan, saluran pembuangan dan fasilitas secara rutin serta pencegahan terjadinya penyumbatan
• Permukaan kerja dalam ruangan pokok dan pelengkap harus terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan
• Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan serta mudah dibersihkan
• Pertemuan antara dinding dengan dinding dan antara dinding dengan lntai tidak boleh membentuk sudut mati dan harus melengkung serta rapat air
Bahan, Wadah kemasan dan Produk akhir
• Bahan baku (susu segar) telah mengalami proses pemeriksaan fisik, kimia dan mikrobiologi oleh pekerja laboratorium. Untuk bahan tambahan dan bahan penunjang tidak dilakukan pemeriksaan, dimana perusahaan mempercayakan kepada supplier.
• Wadah kemasan yang digunakan adalah plastik PoliProphilen (PP) dan plastik PoliEthilen (PE)
• Produk akhir hanya diuji secara fisik dan organoleptik
• Bahan baku, bahan tambahan dan wadah kemasan yang digunakan tidak boleh merugikan atau mmbahayakan kesehatan
• Produk akhir sebelum diedarkan harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, dan mikrobiologi
Tabel 8. Penerapan GMP di MT KPBS (lanjutan)
GMP Kondisi Lapangan Kondisi Seharusnya Hygiene pekerja • Adanya pekerja yang tidak memakai perlengkapan saat proses
pengolahan berlangsung • Pemerikasaan kesehatan pekerja tidak dilakukan secara berkala • Adanya pekerja yang tidak meninggalkan kebiasaan-kebiasaan
buruk (seperti: ngobrol, merokok dan bersin tidak ditutup)
• Karyawan dalam keadaan sehat • Mengenakan pakaian kerja, termasuk sarung
tangan, tutup kepala dan sepatu yang sesuai • Pelaksanaan SOP pada tiap pekerja • Pemeriksaan kesehatan pekerja secara rutin
Peralatan produksi dan Fasilitas sanitasi
• Perlengkapan produksi yang dipergunakan terbuat dari bahan stainless steel
• Permukaan alat yang berhubungan dengan produk tidak menyerap air, tidak mengelupas dan tidak mudah berkarat
• Fasilitas sanitasi terdiri dari toilet dan pencuci tangan • Fasilitas sanitizer dan pencuci tangan tidak dilengkapi sabun
• Permukaan alat yang berhubungan dengan produk harus halus, tidak menyerap air, tidak mengelupas dan tidak mudah berkarat
• Fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan dan hygiene
Pengendalian proses, Laboratorium, dan Label
• Pengendalian proses pengolahan MT KPBS dilakukan dengan cara menetapkan persyaratan bagi bahan baku maupun bahan tambahan yang akan digunakan untuk produk susu pasteurisasi
• Recording dilakukan secara berkala mengenai proses produksi yang berlangsung
• MT KPBS memiliki laboratorium fisik dan mikrobiologi • Label susu pasteurisasi mencantumkan merk dagang produk,
komposisi, tanggal kadaluarsa, nama produsen, ijin Depkes, jenis dan rasa yang berbeda
• Pengendalian proses dilakukan dengan cara menetapkan persyaratan bahan mentah, komposisi, dan adanya catatan lengkap mengenai proses produksi
• Memiliki fasilitas laboratorium untuk melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan tambahan serta produk akhir
• Label makan harus memenuhi ketentuan yang disebutkan dalam Peraturan Menteri tentang label dan periklanan
Penyimpanan dan Transportasi
• Penyimpanan produk akhir tidak dilakukan karena proses produksi yang berlangsung di MT KPBS hanya berdasarkan pesanan konsumen secara langsung (by order).
• Penyimpanan bahan pangan dan non pangan terpisah • Transportasi menggunakan mobil box tanpa alat pengatur suhu.
• Penyimpanan bahan yang sudah diolah dan belum, bahan pangan dan non pangan harus terpisah
• Distribusi produk harus didukung dengan sistem transportasi yang mampu menjaga produk agar tidak terkontaminasi dan terlindung dari kerusakan
Tabel 9. Penerapan SSOP di MT KPBS
SSOP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Keamanan air proses produksi
• Air yang digunakan MT KPBS adalah air yang berasal dari sebuah mata air yang tidak dilakukan pengujian terlebih dahulu pada awal pemakaian. Air yang digunakan untuk proses produksi mengalami proses pasteurisasi (pada suhu 82˚C selama 15 detik) terlebih dahulu
• Tidak terjadi kontaminasi silang antara air bersih dan kotor
• Air yang kontak dengan makanan atau peralatan dan digunakan dalam proses produksi harus aman dan bersumber dari air bersih atau air yang mengalami proses perlakuan sehingga memenuhi standar mutu
Kebersihan permukaan yang kontak dengan produk
• Peralatan yang digunakan terbuat dari stainless steel • Peralatan dibersihkan sebelum dan setelah penggunaan • Sarung tangan dan seragam produksi tidak dibersihkan setiap
hari
• Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus didesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis
• Peralatan dan perlengkapan harus dibersihkan dengan metode pembersihan yang efektif
• Sarung tangan dan seragam produksi harus dibersihkan setiap hari
Pencegahan kontaminasi silang
• Pemisahan penyimpanan antara bahan baku maupun bahan tambahan dengan produk jadi
• Selama pengolahan masih ada kondisi peralatan tidak tertutup • Kebiasaan pekerja yang tidak cuci tangan sebelum proses
pengolahan
• Pemisahan penyimpanan antara bahan baku dan bahan jadi harus dilakukan
• Selama pengolahan kondisi peralatan atau perlengkapan produksi harus tertutup
• Tangan pekerja harus dalam keadaan bersih Fasilitas sanitasi • Fasilitas sanitasi dan cuci tangan tidak dijangkau oleh pekerja
• Tidak terdapat hand cleaning dan mesin pengering tangan • Fasilitas toilet yang ada tidak cukup tersedia untuk jumlah
pekerja dan tidak dilengkapi dengan tempat mengganti pakaian kotor
• Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja dengan area pengolahn
• Penyediaan hand cleaning dan mesin pengering tangan
• Fasilitas toilet harus cukup tersedia dan dilengkapi dengan tempat mengganti pakaian kotor
Tabel 9. Penerapan SSOP di MT KPBS (lanjutan)
SSOP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Perlindungan bahan pangan dan non pangan
• Bahan yang digunakan untuk produksi dibungkus dengan plastik atau karton dan disimpan pada gudang
• Kondisi lingkungan gudang masih kurang higienis karena menempel pada lantai atau lantai tidak diberi alas
• Bahan pangan dan non pangan harus terlindungi dari cemaran fisik, kimia dan biologis
• Bahan pangan dan non pangan harus terlindungi dari tetesan air, aliran air dan debu/kotoran yang jatuh ke bahan pangan
Pelabelan dan Penyimpanan
• Penyimpanan bahan pangan dan non pangan dilakukan pada tempat terpisah
• Setiap bahan yang akan disimpan diberi label yang berisi tentang keterangan produk seperti nama bahan dan status bahan
• Komponen yang toksik harus dalam kemasan yang tertutup rapat dan terpisah penempatannya dari peralatan produksi dan produk akhir
• Pengemasan dan penyimpanan didesain untuk meminimumkan kontaminasi silang dari cemaran fisik, kimia dan biologis
Kontrol kesehatan pekerja
• Pengecekan kesehatan pekerja tidak dilakukan secara rutin • Pekerja yang memiliki tanda-tanda luka, penyakit ataupun
kondisi lain yang dianggap dapat menyebabkan kontaminasi pada produk tidak dilakukan pengecekan dengan baik
• Pengawasan dan pengecekan kesehatan pekerja harus dilakukan secara rutin
• Pekerja yang dalam kondisi sakit, luka yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan produk akhir tidak boleh masuk sampai kondisinya normal
Pencegahan hama pabrik
• Kurangnya pemasangan pest control pada daerah pengolahan • Tidak dilakukannya monitoring secara berkala terhadap tempat
persembunyian hama
• Ruang produksi, gudang dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik, seperti tikus dan serangga
48
Tabel 10. Analisa Bahaya Proses Produksi Pra Pasteurisasi
Analisa Risiko Tahap Proses
Potensi bahaya
Penyebab Bahaya Parah Peluang Faktor
Risiko Pencegahan
Penerimaan bahan baku
Mikrobiologi (Eschericia coli Salmonella, Staphylcoccus aureus )
Bahan baku terkontaminasi bahan lain
T S T • Penerapan SOP yang tepat
• Sterilisasi alat harus dilakukan setiap saat
Pemeriksaan kualitas
Fisik Kimia Mikrobiologi
Keterbatasan sarana dan prasarana Residu antibiotik dari pakan Peralatan yang kurang steril Kontaminasi silang dari pekerja
R
R
S
S
R
S
R
R
R
R
S
S
• Penyaringan ulang dengan kain yang steril
• Sterilisasi alat harus dilakukan sebelum dan sesudah pengujian
• Pekerja harus menerapkan SOP yang telah ditentukan
Penimbangan susu dengan Milk Reception Scale
Mikrobiologi
Peralatan yang kurang steril
R R R Peralatan sebelum dan sesudah penimbangan harus disterilisasi
Penyaringan dengan kain nilon
Mikrobiologi
Peralatan yang kurang steril
R S R Penggunaan alat yang telah disterilisasi
Penampungan dalam Milk Reception Vat
Mikrobiologi
Peralatan yang kurang steril
R R R
Penggunaan alat yang telah disterilisasi
Pendinginan hingga suhu 4oC
Mikrobiologi
Suhu yang kurang sesuai
S R S Pengecekan suhu secara berkala
Storage Tank Suhu 4oC
Mikrobiologi
Peralatan yang kurang steril
R
R R Sterilisasi dilakukan sebelum pemasukan susu kedalam storage tank
49
Tabel 11. Analisa Bahaya Proses Produksi Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa
Analisa Risiko Tahap Proses
Potensi bahaya
Penyebab Bahaya Parah Peluang Faktor
Risiko Pencegahan
Pemanasan awal dalam PHE Regeneratif (60-700C)
Mikrobiologi
Suhu yang kurang sesuai
S
S S • Pelaksanaan SOP yang benar pada tiap pekerja
• Pengecekan suhu secara berkala oleh pekerja
• Pemantauan oleh Kepala Produksi
Homogenisasi Mikrobiologi Kontaminasi silang dari peralatan yang kurang steril
R S R • Penggunaan alat yang telah disterilisasi
• Pengecekan alat sebelum penggunaan
Pasteurisasi dalam PHE (85oC selama 15 detik)
Mikrobiologi
Proses pasteurisasi tidak sempurna (suhu dan waktu tidak sesuai)
T
S
T
Pemantauan secara berkala terhadap suhu dan waktu pasteurisasi
Flow Diversion Valve pada suhu 820C
Mikrobiologi Alat yang digunakan kurang steril
R R R Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Pendinginan dalam PHE Regeneratif (210C)
Mikrobiologi
Suhu yang kurang sesuai
R S
R Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Pendinginan akhir hingga suhu 2-40C
Mikrobiologi
Terjadi fluktuasi suhu
S S S Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Penyimpanan dalam storage tank
Mikrobiologi
• Peralatan yang kurang steril
• Terjadi fluktuasi suhu
S R S • Sterilisasi dilakukan sebelum pemasukan susu kedalam storage tank
• Pemantauan suhu secara berkala
50
Tabel 11. Analisa Bahaya Proses Produksi Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa (Lanjutan)
Analisa Risiko Tahap Proses
Potensi bahaya
Penyebab Bahaya Parah Peluang Faktor
Risiko Pencegahan
Pengemasan Mikrobioogi Mikrobiologi Kimia
Kontaminasi silang dari pekerja dan peralatan Pengisian susu dalam kemasan terlalu lama Bahan pengemas tidak aman
S
S
S
S
R
S
S
S
S
• Pengisian susu harus dilakukan secepat mungkin
• Higiene karyawan dan proses
• Sterilisasi alat • Bahan pengemas
yang aman • Pengemas harus
disterilisasi terlebih dahulu
Distribusi Fisik Mikrobiologi
Produk rusak atau pecah karena adanya goncangan dalam perjalanan Terjadi fluktuasi suhu selama perjalanan
R
S
S
S
R
S
• Penggunaan alat transportasi yang baik untuk menghindari goncangan
• Penggunaan mobil boks pendingin yang dilengkapi dengan thermometer
51
Tabel 12. Analisa Bahaya Proses Produksi Susu Pasteurisasi Rasa
Analisa Risiko Tahap Proses Potensi
bahaya Penyebab Bahaya Parah Peluang Faktor
Risiko Pencegahan
Pemanasan hingga suhu 40-600C
Mikrobiologi
Suhu yang kurang sesuai
S T S Pengecekan suhu secara berkala oleh pekerja
Pencampuran dalam Mixing Tank (coklat bubuk, pewarna, flavor, stabilizer)
Mikrobiologi Mikrobiologi Kimia Kimia
Kontaminasi silang dari pekerja Peralatan yang kurang steril Kontaminasi kimia pada bahan pewarna, stabilizer dan flavor Penyimpanan bahan penunjang tidak sesuai
S
R
R
S
T
S
R
R
S
R
R
S
• Penggunaan alat yang telah disterilisasi
• Pemasakan bahan penunjang harus sebaik mungkin (sampai keadaan steril)
• Penyimpanan bahan penunjang ditempatkan pada daerah yang bebas serangga, hama dan dalam keadaan kering
• Pemantauan oleh Kepala Produksi
Pemanasan awal dalam PHE Regeneratif (60-70oC)
Mikrobiologi
Suhu yang kurang sesuai
S
S S • Pelaksanaan SOP yang benar pada tiap pekerja
• Pengecekan suhu secara berkala oleh pekerja
• Pemantauan oleh Kepala Produksi
Homogenisasi Mikrobiologi Kontaminasi silang dari peralatan yang kurang steril
R S R • Penggunaan alat yang telah disterilisasi
• Pengecekan alat sebelum penggunaan
Pasteurisasi dalam PHE (85oC selama 15 detik)
Mikrobiologi Mikrobiologi
Proses pasteurisasi tidak sempurna Suhu kurang sesuai
T
S
S
R
T
S
• Pemantauan secara berkala terhadap suhu dan waktu pasteurisasi
Flow Diversion Valve pada suhu 820C
Mikrobiologi Alat yang digunakan kurang steril
R R R Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
52
Tabel 12. Analisa Bahaya Proses Produksi Susu Pasteurisasi Rasa (Lanjutan)
Analisa Risiko Tahap Proses Potensi
bahaya Penyebab Bahaya Parah Peluang Faktor
Risiko Pencegahan
Pendinginan PHE Regeneratif (21oC)
Mikrobiologi Suhu yang kurang sesuai
R S
R • Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Pendinginan akhir hingga suhu 2-40C
Mikrobiologi
Terjadi fluktuasi suhu
S S S • Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Penyimpanan dalam storage tank
Mikrobiologi Mikrobiologi
Peralatan yang kurang steril Terjadi fluktuasi suhu
S
S
R
R
S
S
• Sterilisasi dilakukan sebelum pemasukan susu kedalam storage tank
• Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Pengemasan Mikrobioogi Mikrobiologi Kimia
Kontaminasi silang dari pekerja dan peralatan yang kurang steril Pengisian susu dalam kemasan terlalu lama Bahan pengemas yang tidak aman
S
S
S
S
R
S
S
S
S
• Pengisian susu harus dilakukan secepat mungkin
• Higiene karyawan • Higiene proses • Sterilisasi alat • Penggunaan bahan
pengemas yang aman
• Pengemas harus disterilisasi terlebih dahulu
Distribusi Fisik Mikrobiologi
Produk rusak atau pecah karena adanya goncangan dalam perjalanan Terjadi fluktuasi suhu selama perjalanan
R
S
S
S
R
S
• Penggunaan alat transportasi yang baik untuk menghindari goncangan
• Penggunaan mobil boks pendingin yang dilengkapi dengan termometer
53
7. Penetapan CCP
Salah satu bagian dari HACCP adalah penetapan CCP (Critical Control
Point) yang merupakan titik spesifik dalam sistem pangan yaitu hilangnya kendali
pada titik tersebut dapat menyebabkan resiko bagi kesehatan manusia. Prinsip kedua
dari HACCP ini dapat dilakukan dengan analisis menggunakan pohon keputusan
CCP baik untuk bahan mentah maupun tiap tahapan proses pembuatan susu
pasteurisasi. Bahan mentah dan bahan pengemas dalam identifikasi ditetapkan
sebagai CCP. Bahan mentah ditetapkan sebagai CCP karena bahan mentah yaitu susu
segar yang diterima tidak dilakukan pengujian fisik seperti kandungan logam, dan
pengujian hanya dilakukan dengan rata-rata sampel dari TPK, sehingga jika ada
salah satu TPK yang tidak memenuhi standar tidak diketahui dan tetap diterima.
Bahan pengemas ditetapkan sebagai CCP karena bahan pengemas dinilai kurang baik
dalam penggunaannya seperti terlihat pada Tabel 14. Bahan tambahan ditetapkan
sebagai CCP karena tidak dilakukan pengujian kembali di MT KPBS, sehingga tidak
diketahui jika ada bahaya fisik dan kimia pada bahan tambahan tersebut. Berbeda
dengan bahan mentah, bahan pengemas dan bahan tambahan, caustic soda dalam
identifikasi CCP ini tidak ditetapkan sebagai CCP, karena pengendalian caustic soda
tersebut telah dilakukan dengan benar yaitu setelah penggunaan caustic soda dalam
prosedur CIP digunakan air panas untuk membilas. Penetapan CCP ini dipandu oleh
CCP decision tree untuk bahan mentah, sebagaimana terlihat dalam Lampiran 8.
Penetapan CCP untuk tiap tahapan proses pembuatan susu pasteurisasi dipandu
oleh empat pertanyaan yang ada didalam CCP decision tree seperti terlihat pada
Lampiran 9. Hasil dari analisa ini dapat dilihat pada Tabel 15,16 dan 17. Berdasarkan
Tabel 15,16 dan 17 dapat dilihat bahwa dalam proses pembuatan susu pasteurisasi
tanpa rasa dan susu pasteurisasi rasa di MT KPBS memiliki 4 titik kendali kritis
(CCP). CCP tersebut terletak pada saat penerimaan bahan baku, pengujian kualitas,
pasteurisasi dan pengemasan.
Penetapan CCP pada tahapan proses tersebut dikarenakan keempat proses
tersebut sangat berkaitan dengan keamanan produk. Seluruh proses produksi yang
dimulai dari pengumpulan susu segar hingga proses pengolahannya, bahaya yang
paling sering terjadi adalah bahaya biologi (mikrobiologi) sedangkan dari proses
pemberian pakan (feed) hingga farm, bahaya yang paling rentan adalah bahaya kimia
54
(Valeeva et al.,2005). Penerimaan bahan baku dan pengujian kualitas ditetapkan
sebagai CCP karena bahan baku yang diterima yaitu susu segar tidak dilakukan
pengujian fisik secara spesifik seperti kandungan logam, dan pengujian hanya
dilakukan dengan rata-rata sampel dari TPK, sehingga jika ada salah satu TPK yang
tidak memenuhi standar tidak diketahui dan tetap diterima. Melihat adanya sistem
yang dilakukan MT KPBS tersebut maka kemungkinan kontaminasi silang dapat
terjadi dari bahan baku yang bermutu rendah dan tidak layak.
Proses pasteurisasi pada suhu 82oC selama 15 detik ditetapkan sebagai CCP
karena pada tahap ini merupakan titik utama keamanan susu untuk dikonsumsi.
Tahap proses ini merupakan tahapan proses pengendalian dalam mencegah
timbulnya seluruh jenis bahaya yang dapat ditimbulkan oleh susu baik
mikroorganisme yang bersifat pathogen maupun tidak. Adanya proses pemanasan,
maka pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat dalam susu dapat terhambat. Jika
proses pasteurisasi tidak sempurna, maka memungkinkan masih terdapatnya
mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan pada susu atau bahaya bagi
konsumen yan mengkonsumsinya.
Penetapan CCP yang terakhir adalah pada tahap proses pengemasan. Tahap
ini menjadi CCP karena memungkinkan terjadinya rekontaminan pada saat susu
berada pada tangki yang sifatnya terbuka sebelum masuk ke pipa untuk dikemas.
Susu mengalami kontak dengan udara yang mengandung mikroorganisme pada saat
susu masuk ke dalam tangki di filling machine. Jika terjadi kontaminasi oleh
mikroorganisme dari udara ke dalam susu, maka tidak ada proses lain yang dapat
menghilangkan kontaminan tersebut.
55
Tabel 14. CCP Bahan Mentah, Bahan Tambahan dan Bahan Pengemas Material P1 P2 P3 CCP Keterangan Susu segar
Ya Ya Ya CCP
Susu segar yang diterima tidak dilakukan pengujian fisik seperti kandungan logam, dan pengujian hanya dilakukan dengan rata-rata sampel dari TPK, sehingga jika ada salah satu TPK yang tidak memenuhi standar tidak diketahui dan tetap diterima.
Bahan Tambahan
Ya Ya Ya CCP Bahan tambahan yang diterima tidak dilakukan pengujian oleh MT KPBS sendiri
Bahan Pengemas
Ya Ya Ya CCP Kontaminasi dapat terjadi karena penyimpanan yang dilakukan kurang benar dan penggunaan kembali kemasan apabila ada kesalahan saat proses pengemasan
Caustic soda Ya Ya Tidak Bukan CCP
Caustic soda yang digunakan dalam prosedur CIP adalah sebesar 0,7%. Setelah penggunaan caustic soda dilakukan pembilasan dengan air panas sehingga dapat meminimalisir kontaminasi mikrobiologi dari peralatan.
Keterangan : P1: Pertanyaan 1; P2: Pertanyaan 2; P3: Petanyaan 3 (Lampiran 8)
Tabel 15. CCP Proses Pengolahan Susu Pra Pasteurisasi Tahap Proses Bahaya Tindakan
Pencegahan P1 P2 P3 P4 CCP
Penerimaan bahan baku
Kontaminasi mikroorganisme
Penerapan SOP yang tepat dan sterilisasi alat harus dilakukan setiap saat
Ya Ya - - CCP
Pemeriksaan kualitas
Kontaminasi mikroorganisme
Pekerja harus menerapkan SOP yang telah ditentukan
Ya Ya - - CCP
Penimbangan susu dengan Milk Reception Scale
Kontaminasi mikroorganisme
Sterilisasi alat sebelum dan sesudah penggunaan
Tidak - - - -
Penyaringan dengan kain nilon
Kontaminasi mikroorganisme
Sterilisasi alat sebelum dan sesudah penggunaan
Tidak - - - -
Penampungan dalam Milk Reception Vat
Kontaminasi mikroorganisme
Penggunaan alat yang telah disterilisasi
Tidak - - - -
Pendinginan hingga suhu 4oC
Kontaminasi mikroorganisme akibat suhu yang kurang sesuai
Pengecekan suhu secara berkala
Ya Tidak Tidak - -
Storage Tank (4oC)
Fluktuasi suhu Pengecekan suhu secara berkala
Ya Tidak Tidak - -
Keterangan : P1: Pertanyaan 1; P2: Pertanyaan 2; P3: Petanyaan 3 (Lampiran 9)
56
Tabel 16. CCP Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa Tahap Proses Bahaya Tindakan
Pencegahan P1 P2 P3 P4 CCP
Pemanasan awal dalam PHE Regeneratif (60-70oC)
Suhu kurang sesuai
Pelaksanaan SOP yang benar pada tiap pekerja dan pengecekan suhu secara berkala oleh pekerja
Tidak - - - -
Homogenisasi Peralatan tidak steril
Penggunaan alat yang telah disterilisasi
Ya Tidak Tidak - -
Pasteurisasi dalam PHE (85oC selama 15 detik)
Pasteurisasi tidak sempurna (suhu dan waktu kurang sesuai)
Pemantauan secara berkala terhadap suhu dan waktu pasteurisasi
Ya Ya - - CCP
Pendinginan dalam PHE Regeneratif (21oC)
Kontaminasi mikrobiologi akibat suhu yang kurang sesuai
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Ya Ya Ya Ya -
Pendinginan akhir hingga suhu 2-4oC
Kontaminasi mikrobiologi akibat suhu kurang sesuai
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Ya Tidak Tidak - -
Penyimpanan dalam storage tank (4oC)
Kontaminasi mikrobiologi akibat terjadi fluktuasi suhu
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Ya Tidak Tidak - -
Pengemasan Kontaminasi fisik dan mikrobiologi
Proses standar operasi dilakukan dengan penerapan konsep higiene karyawan
Ya Tidak Ya Tidak CCP
Distribusi Produk rusak atau pecah karena adanya goncangan dalam perjalanan dan terjadi fluktuasi suhu selama perjalanan
Penggunaan alat transportasi yang baik untuk menghindari goncangan dan penggunaan mobil boks pendingin yang dilengkapi thermometer
Ya Tidak Tidak - -
Keterangan : P1: Pertanyaan 1; P2: Pertanyaan 2; P3: Petanyaan 3 (Lampiran 9)
57
Tabel 17. CCP Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi Rasa Tahap Proses Bahaya Tindakan
Pencegahan P1 P2 P3 P4 CCP
Pemanasan hingga suhu 40-60oC
Kontaminasi mikrobiologi akibat suhu yang kurang sesuai
Pengecekan suhu secara berkala oleh pekerja
Ya Tidak Tidak - -
Pencampuran dalam Mixing Tank (coklat bubuk, pewarna, flavour, stabilizer)
Kontaminasi mikrobiologi, kimia dan fisik
Penerapan konsep hygiene secara baik terhadap karyawan
Ya Tidak Tidak - -
Pemanasan awal dalam PHE Regeneratif (60-70oC)
Suhu kurang sesuai
Pelaksanaan SOP yang benar pada tiap pekerja dan pengecekan suhu secara berkala oleh pekerja
Tidak Tidak - - -
Homogenisasi Peralatan tidak steril
Penggunaan alat yang telah disterilisasi
Ya Tidak Tidak - -
Pasteurisasi dalam PHE (85oC selama 15 detik)
Pasteusisasi tidak sempurna (suhu dan waktu kurang sesuai)
Pemantauan secara berkala terhadap suhu dan waktu pasteurisasi
Ya Ya - - CCP
Pendinginan dalam PHE Regeneratif (21oC)
Kontaminasi mikrobiologi akibat suhu yang kurang sesuai
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Tidak Tidak - - -
Pendinginan akhir hingga suhu 2-4oC
Kontaminasi mikrobiologi akibat suhu kurang sesuai
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Ya Tidak Tidak - -
Penyimpanan dalam storage tank (4oC)
Kontaminasi mikrobiologi akibat terjadi fluktuasi suhu
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Ya Tidak Tidak - -
Pengemasan Kontaminasi fisik dan mikrobiologi
Proses standar operasi dilakukan dengan penerapan konsep higien karyawan
Ya Tidak Ya Tidak CCP
Distribusi Produk rusak karena adanya goncangan dalam perjalanan dan terjadi fluktuasi suhu selama perjalanan
Penggunaan alat transportasi yang baik untuk menghindari goncangan dan mobil boks pendingin dilengkapi dengan termometer
Ya Tidak Tidak - -
Keterangan : P1: Pertanyaan 1; P2: Pertanyaan 2; P3: Petanyaan 3 (Lampiran 9)
58
8. Penetapan Batas Kritis
Batas kritis merupakan batas toleransi yang harus dipenuhi atau dicapai untuk
menjamin bahwa CCP yang ditetapkan dapat mengendalikan bahaya yang mungkin
terjadi secara efektif. Batas kritis terdiri dari tiga jenis yaitu batas kimia, batas fisik
dan batas mikrobiologi yang pengendaliannya menggunakan pengukuran fisik dan
kimia. Sering kali kriteria yang digunakan untuk menentukan batas kritis adalah
suhu, waktu, kelembapan, pH, aw, dan parameter-parameter sensori seperti
kenampakan visual dan tekstur. Penentuan pada suatu rangkaian proses dapat
dilakukan setelah dapat diidentifikasi proses mana saja yang merupakan titik kendali
kritis (Sucofindo, 2006). Pengujian yang terkait dengan batas kritis bagi CCP untuk
susu pasteurisasi adalah:
a. pengukuran suhu (sterilisasi alat, pasteurisasi, pendinginan dan suhu saat
distribusi);
b. waktu;
c. kondisi sarana dan prasarana;
d. kebersihan sarana, prasarana, ruang produksi dan lingkungan sekitar; dan
e. tidak adanya kontaminasi fisik dengan penampakan visual.
9. Penetapan Prosedur Pemantauan
Secara umum prinsip dari HACCP adalah adanya monitoring pada proses
produksi, hasil yang didapat dari monitoring proses produksi tersebut dapat
digunakan untuk mengidentifikasi dan mengetahui jumlah resiko yang ada dan
memperbaiki faktor resiko tersebut agar tidak terjadi penyimpangan dalam proses
produksi (Gardner, 1997). Pemantauan merupakan kegiatan yang dijadwalkan atau
pengamatan terhadap CCP yang berhubungan dengan batas kritis. Pemantauan batas
kritis CCP menurut ICMSF (1988) merupakan kegiatan pemeriksaan apakah
prosedur pengolahan atau penanganan pada CCP di bawah titik kendali. Prosedur
pemantauan CCP harus dapat menemukan CCP yang tidak terkendali. Monitoring
menetapkan secara ideal informasi waktu untuk tindakan perbaikan apabila terjadi
indikasi.
Pemantauan yang dilakukan yaitu pengamatan secara visual dan pengecekan
untuk memastikan batas kritis dalam kendali. Pemantauan yang dilakukan pada
produksi susu pasteurisasi dapat berupa pemantauan visual untuk kebersihan bahan
59
mentah, ruang dan peralatan produksi; pemantauan alat indera dengan uji
organoleptik; pengukuran fisik terhadap suhu dan waktu; tes kimia pada bahan baku
dan bahan penunjang dan uji mirobiologi pada bahan baku Petugas yang dipilih
untuk melakukan pemantauan adalah bagian QC dan leader yang mempunyai akses
paling mudah terhadap CCP, berpengalaman, memiliki ketrampilan dan
pengetahuan.
10. Penetapan Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi dilakukan untuk mengantisipasi terhadap terjadinya
penyimpangan batas kritis pada tahapan proses produksi. Penyimpangan yang terjadi
harus dapat ditoleransi atau dapat dikurangi dengan adanya tindakan koreksi. Apabila
penyimpangan yang terjadi memberikan dampak negatif terhadap kesehatan
konsumen maka dapat dipastikan produk tersebut akan dihilangkan.
11. Penetapan Prosedur Verifikasi
Verifikasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pembentukan
rencana HACCP dan implementasi sistem HACCP. Kegiatan verifikasi bertujuan
untuk memastikan bahwa rencana HACCP yang didokumentasiakan sudah sesuai
dan akan efektif unuk diimplementasiakan dalam rangka menjamin diproduksinya
makananan yang aman. Tahapan yang umum dilakukan dalam melaksanakan
verifikasi rencana HACCP adalah:
a. review rencana HACCP;
b. kesesuaian dengan CCP;
c. konfirmasi kesesuaian prosedur dan rekaman;
d. inspeksi visual proses produksi; dan
e. penulisan laporan.
Prosedur verifikasi yang terdapat di MT KPBS belum dilaksanakan dengan
betul, karena MT KPBS akan memulai penyusunan rencana HACCP.
12. Penetapan Prosedur Pencatatan
Sistem pencatatan ini digunakan untuk mengidentifikasi, menerangkan dan
menempatkan catatan-catatan yang berkaitan dengan rencana HACCP. Adanya
sistem pencatatan ini diharapkan sebagai bukti keamanan produk, jaminan
pelaksanaan peraturan, kemudahan dalam pelacakan produk dan review dokumen.
Pencatatan seluruh prosedur setiap tahapan proses yang terkait dengan produksi susu
60
pasteurisasi dapat membantu tim HACCP untuk memperbaiki setiap program dalam
pembuatan atau penyempurnaan HACCP selanjutnya. Sistem pencatatan yang
terdapat dalam MT KPBS belum dilaksanakan secara benar, hanya sebatas
pencatatan pada keluar masuknya produk susu pasteurisasi. Rencana Kerja
Pengendalian Mutu HACCP Susu Pasteurisasi pada MT KPBS disajikan pada Tabel
18, 19, 20 dan 21.
Tabel 18. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Bahan Mentah, Bahan Penunjang dan Bahan Pengemas Titik
Pengendalian Potensi Bahaya Cara
Pengendalian CCP Batas Kritis Monitoring Tindakan
Koreksi Penanggung
Jawab Susu segar Cemaran fisik
seperti bulu, kotoran Bahaya mikrobiologi yaitu bakteri pathogen dan bahaya kimia dengan adanya pemalsuan
Penerapan SOP yang benar oleh peternak, penyaringan pada susu serta pengujian kualitas susu segar
CCP Bau, rasa dan warna normal. Jumlah TPC pada susu maksimal 1x106 cfu/ml Lolos pada uji kualitas
Secara visual dan tes laboratorium yang dilakukan setiap penerimaan susu segar
Menolak susu yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan
Kepala Produksi
Gula pasir, coklat bubuk
Cemaran fisik Melakukan pengecekan dan penyaringan sebelum digunakan
CCP Bau, rasa, warna dan penampakan normal
Secara visual, organoleptik yang dilakukan setiap bahan akan digunakan
Penyaringan ulang pada produk
Operator Produksi
Stabilizer, flavor dan pewarna
Cemaran kimia
Bahan yang dipakai harus food grade dan penggunaanya sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan
CCP Standar mutu stabilizer, flavor dan pewarna
Tes laboratorium yang dilakukan setiap pembelian bahan
Penolakan Operator Produksi
Bahan pengemas
Cemaran mikrobiologi
Sterilisasi bahan sebelum digunakan
CCP Pemantauan kebersihan pada tempat penyimpanan
Tes laboratorium Sterilisasi ulang jika pengemas terkontaminasi
Operator Produksi
Caustic soda Cemaran kimia Pembilasan dengan air panas
Bukan CCP
Penggunaan sesuai standar
Tes laboratorium Sanitasi ulang Operator Produksi
Tabel 19. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Proses Produksi Susu Pra Pasteurisasi pada MT KPBS
Tahap Proses Bahaya Tindakan Pencegahan
CCP Batas Kritis Monitoring Tindakan Koreksi
Penanggung Jawab
Penerimaan bahan baku
Kontaminasi mikroorganisme (Eschericia coli Salmonella, Staphylcoccus aureus Fisik (bulu, rambut, kotoran)
Penerapan SOP yang tepat dan sterilisasi alat harus dilakukan setiap saat Penyaringan
CCP Bau, rasa dan warna normal. Jumlah TPC pada susu maksimal 1x106 cfu/ml Lolos pada uji kualitas
Secara visual dan tes laboratorium
Menolak susu yang tidak memenuhi pesyaratan standar yang telah ditetapkan
Kepala Produksi
Pemeriksaan kualitas
Kontaminasi mikroorganisme
Pekerja harus menerapkan SOP yang telah ditentukan
CCP Peralatan yang digunakan untuk pengujian harus steril
Sterilisasi alat pengujian sebelum dan setelah penggunaan
Sterilisasi kembali jika terkontaminasi
Operator Produksi
Penimbangan susu dengan Milk Reception Scale
Kontaminasi mikroorganisme
Sterilisasi alat sebelum dan sesudah penggunaan
Bukan CCP
Wadah steril Sterilisasi alat pengujian sebelum dan setelah penggunaan
Sterilisasi kembali jika terkontaminasi
Operator Produksi
Penyaringan dengan kain nilon
Kontaminasi mikroorganisme
Sterilisasi alat sebelum dan sesudah penggunaan
Bukan CCP
Wadah steril Sterilisasi alat pengujian sebelum dan setelah penggunaan
Sterilisasi kembali jika terkontaminasi
Operator Produksi
Tabel 19. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Proses Produksi Susu Pra Pasteurisasi pada MT KPBS (Lanjutan) Tahap Proses Bahaya Tindakan
Pencegahan CCP Batas Kritis Monitoring Tindakan
Koreksi Penanggung
Jawab Penampungan dalam Milk Reception Vat
Kontaminasi mikroorganisme
Penggunaan alat yang telah disterilisasi
Bukan CCP
Wadah steril Sterilisasi alat pengujian sebelum dan setelah penggunaan
Sterilisasi kembali jika terkontaminasi
Operator Produksi
Pendinginan hingga suhu 4oC
Kontaminasi mikroorganisme akibat suhu yang kurang sesuai
Pengecekan suhu secara berkala
Bukan CCP
Suhu 4-6oC Pemantauan suhu secara visual
Pendinginan ulang
Operator Produksi
Storage Tank (4oC)
Fluktuasi suhu Pengecekan suhu
Bukan CCP
Suhu 4-6oC Pemantauan suhu secara visual
Perbaikan storage tank
Operator Produksi
Tabel 20. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Proses Produksi Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa pada MT KPBS
Tahap Proses
Bahaya Tindakan Pencegahan
CCP Batas Kritis Monitoring Tindakan Koreksi
Penanggung Jawab
Pemanasan awal dalam PHE Regeneratif (60-70oC)
Suhu kurang sesuai
Pelaksanaan SOP yang benar pada tiap pekerja dan pengecekan suhu secara berkala oleh pekerja
Bukan CCP
Suhu 50oC Pemantauan suhu secara berkala
Pemanasan ulang
Operator Produksi
Homogenisasi Peralatan tidak steril
Penggunaan alat yang telah disterilisasi
Bukan CCP
Tidak terdapat penggumpalan susu
Pemantauan peralatan secara berkala
Homogenisasi ulang
Operator Produksi
Pasteurisasi dalam PHE (85oC selama 15 detik)
Pasteusisasi tidak sempurna (suhu dan waktu kurang sesuai)
Pemantauan secara berkala terhadap suhu dan waktu pasteurisasi
CCP Suhu pasteurisasi 80oC selama 15 detik
Pemantauan suhu dan waktu selama proses
Pasteurisasi ulang
Operator Produksi
Pendinginan dalam PHE Regeneratif (21oC)
Kontaminasi mikrobiologi akibat suhu yang kurang sesuai
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Bukan CCP
Suhu 23oC Pemantauan suhu secara berkala
Pasteurisasi ulang
Operator Produksi
Pendinginan akhir hingga suhu 2-4oC
Kontaminasi mikrobiologi akibat suhu
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Bukan CCP
Suhu 4-5oC Pemantauan suhu secara berkala
Pendinginan ulang
Operator Produksi
Tabel 20. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Proses Produksi Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa pada MT KPBS (Lanjutan)
Tahap Proses Bahaya Tindakan
Pencegahan CCP Batas Kritis Monitoring Tindakan
Koreksi Penanggung
Jawab Penyimpanan dalam storage tank (4oC)
Kontaminasi mikrobiologi akibat terjadi fluktuasi suhu
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Bukan CCP
Suhu 40C Pemantauan suhu secara berkala
Perbaikan storage tank
Operator Produksi
Pengemasan Kontaminasi fisik dan mikrobiologi
Proses standar operasi dilakukan dengan penerapan konsep hygiene karyawan
CCP Tidak ada bahan non pangan yang tercampur
Pemeriksaan tempat penyimpanan dan pemantauan prosedur pengemasan
Sterilisasi ulang bahan pengemas
Operator Produksi
Distribusi Produk rusak karena adanya goncangan dalam perjalanan dan terjadi fluktuasi suhu selama perjalanan
Penggunaan alat transportasi dan mobil boks pendingin dilengkapi termometer
Bukan CCP
Tidak ada produk yang rusak selama perjalanan
Pemeriksaan produk setiap pengiriman
Pembatalan pengiriman produk yang rusak
Petugas Distribusi
Tabel 21. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Proses Produksi Susu Pasteurisasi Rasa pada MT KPBS
Tahap Proses
Bahaya Tindakan Pencegahan
CCP Batas Kritis Monitoring Tindakan Koreksi
Penanggung Jawab
Pemanasan hingga suhu 40-60oC
Kontaminasi mikrobiologi akibat suhu yang kurang sesuai
Pengecekan suhu secara berkala oleh pekerja
Bukan CCP
Suhu 50 oC Pemantauan suhu secara berkala
Pemanasan ulang
Operator Produksi
Pencampuran dalam Mixing Tank (coklat bubuk, pewarna, flavour, stabilizer)
Kontaminasi mikrobiologi, kimia dan fisik
Penerapan konsep hygiene secara baik terhadap karyawan
Bukan CCP
Bahan tambahan harus food grade (aman untuk dikonsumsi)
Pemantauan prosedur pemberian bahan tambahan
Mengganti dengan yang baru jika terjadi kesalahan produk
Operator Produksi
Pemanasan awal dalam PHE Regeneratif (60-70oC)
Suhu kurang sesuai
Pelaksanaan SOP yang benar pada tiap pekerja dan pengecekan suhu secara berkala oleh pekerja
Bukan CCP
Suhu 65oC Pemantauan suhu secara berkala
Pemanasan ulang
Operator Produksi
Homogenisasi Peralatan tidak steril
Penggunaan alat yang telah disterilisasi
Bukan CCP
Tidak terdapat penggumpalan susu
Pemantauan peralatan secara berkala
Homogenisasi ulang
Operator Produksi
Pasteurisasi dalam PHE (85oC selama 15 detik)
Pasteusisasi tidak sempurna (suhu dan waktu tidak sesuai)
Pemantauan secara berkala terhadap suhu dan waktu pasteurisasi
CCP Suhu pasteurisasi 80oC selama 15 detik
Pemantauan suhu dan waktu selama proses
Pasteurisasi ulang
Operator Produksi
Pendinginan dalam PHE Regeneratif (21oC)
Kontaminasi mikrobiologi akibat suhu yang kurang sesuai
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Bukan CCP
Suhu 23oC Pemantauan suhu secara berkala
Pasteurisasi ulang
Operator Produksi
Tabel 21. Rencana Kerja Pengendalian Mutu Proses Produksi Susu Pasteurisasi Rasa pada MT KPBS (Lanjutan)
Tahap Proses Bahaya Tindakan Pencegahan
CCP Batas Kritis Monitoring Tindakan Koreksi
Penanggung Jawab
Pendinginan akhir hingga suhu 2-4oC
Kontaminasi mikrobiologi akibat suhu
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Bukan CCP
Suhu 4oC Pemantauan suhu secara berkala
Pendinginan ulang
Operator Produksi
Penyimpanan dalam storage tank (4oC)
Kontaminasi mikrobiologi akibat terjadi fluktuasi suhu
Pemantauan suhu secara berkala oleh Operator Produksi
Bukan CCP
Suhu 4oC Pemantauan suhu secara berkala
Perbaikan storage tank
Operator Produksi
Pengemasan Kontaminasi fisik dan mikrobiologi
Proses standar operasi dilakukan dengan penerapan konsep higiene karyawan
CCP Tidak ada bahan non pangan yang tercampur
Pemeriksaan tempat penyimpanan dan pemantauan prosedur pengemasan
Sterilisasi ulang bahan pengemas
Operator Produksi
Distribusi Produk rusak atau pecah akibat goncangan dan terjadi fluktuasi suhu selama perjalanan
Penggunaan alat transportasi yang baik dan mobil boks pendingin dilengkapi termometer
Bukan CCP
Tidak ada produk yang rusak selama perjalanan
Pemeriksaan produk setiap pengiriman
Pembatalan pengiriman produk yang rusak
Petugas Distribusi
68
Aplikasi Good Handling Practices (GHP)
Good Handling Practices (GHP) merupakan suatu sistem penanganan yang
baik yang mampu menjaga kualitas bahan mentah agar tetap aman dan tidak
menimbulkan bahaya jika diproses lebih lanjut (Fankhauser, 2000). Good Handling
Practices (GHP) sangat berkaitan dengan mutu bahan mentah, jika GHP dapat
dilakukan dengan baik maka produk yang dihasilkan akan memberikan mutu yang
baik pula. Good Handling Practices (GHP) merupakan salah satu sistem yang
mendukung dalam penyusunan HACCP. Oleh karena itu untuk mempermudah
penyusunan HACCP, MT KPBS menerapkan GHP sebagai tindakan yang
diambilnya. Aplikasi GHP di MT KPBS dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Aplikasi Good Handling Practices (GHP) di MT KPBS GHP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Keterangan
Peralatan Peralatan yang digunakan untuk menampung susu segar adalah Milk can terbuat dari stainless steel
Peralatan yang kontak langsung dengan bahan mentah terbuat dari bahan yang aman, tidak toksik dan tidak mengelupas
Peralatan kondisi di lapangan sesuai 40% dengan kondisi seharusnya
Sanitasi • Kandang dan sapi yang akan diperah, dibersihkan terlebih dahulu
• Ambing yang akan diperah dibersihkan terlebih dahulu dan pengolesan dengan mentega, dengan tujuan mempermudah proses pemerahan dan mengurangi infeksi pada ambing
• Peralatan yang akan digunakan untuk menampung susu dibersihkan dengan air panas
• Pekerja yang akan melakukan pemerahan hanya membersihkan tangannya dengan air tanpa menggunakan sabun
• Sanitasi harus dilakukan pada setiap sudut dengan menggunakan sumber air bersih dan bahan desinfektan untuk menghindari kontaminasi pada susu yang akan diperah.
• Sanitasi harus dilakukan sebelum dan sesudah proses pemerahan
Sanitasi kondisi di lapangan sesuai 30% dengan kondisi seharusnya
Penyaringan dan Pencatatan
• Penyaringan dilakukan pada setiap peternak
• Pencatatan hanya dilakukan di TPK
Penyaringan dan pencatatan harus dilakukan pada setiap peternak, untuk menghindari bahaya fisik yang ditimbulkan dan dapat mengetahui kondisi susu segar yang dihasilkan
Penyaringan dan pencatatan kondisi di lapangan sesuai 50% dengan kondisi seharusnya
Penyimpanan Penyimpanan tidak dilakukan karena susu segar yang diterima langsung diolah menjadi susu dingin
Penyimpanan tidak boleh dilakukan terlalu lama
Penyimpanan kondisi di lapangan sesuai 60% dengan kondisi seharusnya
69
Aplikasi Good Transporting Practices (GTP)
Good Transporting Practices merupakan suatu cara transportasi yang mampu
menjaga agar produk tetap aman hingga ke konsumen. Pelaksanaan Good
Transporting Practices menurut New Zealand Food Safety Authhority (2007)
meliputi Penerapan Good Operating Practices pada tahap Loading/unloading,
transfer dan handling produk, serta distribusi produk, desain dan konstruksi unit
transportasi dan perlengkapannya, Pembersihan dan perawatan unit transportasi,
Higienitas dan kesehatan karyawan, Prosedur operasional dan Dokumen kontrol dan
record keeping. Aplikasi Good Transporting Practices dalam penelitian ini, dilihat
dari transportasi dari TPK (Tempat Pelayanan Koperasi) hingga ke pengecer.
Aplikasi Good Transporting Practices yang terdapat di MT KPBS terdiri atas 3
bagian yaitu GTP dari TPK ke MT KPBS, GTP dari MT KPBS ke agen dan GTP
dari agen ke pengecer. Ketiga GTP tersebut disajikan pada Tabel 23, 24 dan 25.
Tabel 23. Aplikasi GTP dari TPK ke MT KPBS GTP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Keterangan
Penerapan Good Operating Practices: a. Loading/
Unloading Susu yang berasal dari TPK tidak segera dipindahkan
Mempercepat pemindahan produk agar tidak terjadi peningkatan suhu
b. Transfer dan handling produk
Membutuhkan waktu relatif lama untuk memindahkan susu segar dari TPK ke koperasi
Waktu yang dibutuhkan untuk transfer dan handling harus cepat
c. Distribusi produk
Alat angkut / transportasi dibersihkan terlebih dahulu dan pengecekan alat dilakukan sebelum berangkat ke TPK
Perawatan alat pengangkut harus dilakukan dengan baik yaitu dengan pengontrolan secara berkala
Penerapan Good Operating Practices kondisi di lapangan sesuai 30% dengan kondisi seharusnya
Desain dan Konstruksi Unit Transportasi dan Perlengkapannya: a. Desain dan
konstruksi alat transportasi
Truk pengangkut dengan kapasitas 8000 liter, bagian tangki terbuat dari stainless steel
Alat transportasi harus terbuat dari bahan yang aman dan tidak menimbulkan bahaya
b. Peralatan pendingin
Tidak terdapat pengontrol suhu
Peralatan pendingin terbuat dari bahan yang aman dan terdapat alat pengontrol suhu
c. Recording Pencatatan dilakukan secara berkala oleh MT KPBS
Recording harus dilakukan sebelum dan setelah penggunaan alat transportasi
Desain konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya kondisi di lapangan sesuai 40% dengan kondisi seharusnya
70
Tabel 23. Aplikasi GTP dari TPK ke MT KPBS (Lanjutan) GTP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Keterangan
Pembersihan dan Perawatan Unit Transportasi : a. Pembersihan dan
sanitasi Sanitasi dan pembersihan dilakukan dengan air panas sebelum dan sesudah susu segar dimasukkan
Pembersihan harus dilakukan secara berjangka dan menggunakan alat pembersih yang aman
b. Perbaikan dan perawatan
Perbaikan dan perawatan dilakukan dengan pengecekan sebelum unit transportasi digunakan
Perbaikan dan perawatan harus dilakukan secara berkala untuk menghindari kerusakan
Pembersihan dan perawatan unit transportasi kondisi di lapangan sesuai 60% dengan kondisi seharusnya
Higienitas dan Kesehatan Karyawan : a. Kesehatan
pekerja Masih ada pekerja yang sakit (flu, batuk) tetap bekerja
• Pengawasan dan pengecekan kesehatan pekerja harus dilakukan secara rutin
• Pekerja yang dalam keadaan sakit tidak diperbolehkan masuk
b. Pelatihan dan praktek higienitas
Tidak dilakukan secara berkala
Pelatihan harus dilakukan secara berkala
c. Recording Pencatatan hanya dilakukan jika ada pekerja yang tidak masuk (sakit)
Pencatatan harus dilakukan setiap hari
Higienitas dan kesehatan karyawan kondisi di lapangan sesuai 20% dengan kondisi seharusnya
Prosedur Operasional : a. Mendata
Peralatan dan perlengkapan pendistribusian
MT KPBS hanya melakukan beberapa kali dalam seminggu
Selalu memperbaharui data jumlah dan keadaan peralatan serta perlengkapan distribusi yang ada secara berkala
b. Handling dan Transportasi
• Pemisahan antara produk rusak dan produk baik
• Pengecekan sebelum produk akhir didstribusikan
Pengecekan harus dilakukan secara berkala tentang handling dan transportasi
c. Kontrol terhadap wadah pendingin dan suhu
Pengecekan wadah pendingin dan suhu sebelum penempatan produk akhir
Pengecekan wadah dan suhu harus dilakukan sebelum distribusi
Prosedur operasional kondisi di lapangan sesuai 50% dengan kondisi seharusnya
d. Tindakan yang dilakukan saat kondisi- kondisi tak terduga
Menghubungi pihak kepala distribusi
Harus mnghubungi pihak kepala distribusi jika terjadi kondisi yang tak terduga
Dokumentasi Data: Dokumen Kontrol dan Record Keeping
Pengisian form tentang keadaan selama perjalanan
Selalu mencatat kegiatan yang terjadi untuk memudahkan dalam pengontrolan
Dokumen kontrol dan record keeping kondisi di lapangan sesuai 40% dengan kondisi seharusnya
71
Tabel 23. Aplikasi GTP dari TPK ke MT KPBS (Lanjutan) GTP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Keterangan
Verifikasi Data: Verifikasi Tidak dilakukan secara
berkala Mengkoreksi dokumentasi yang ada disesuaikan dengan keadaan yang terjadi secara nyata, menganalisis bahaya baru yang mungkin timbul, dan memecahkan masalah yang terjadi
Verifikasi kondisi di lapangan sesuai 25% dengan kondisi seharusnya
Tabel 24. Aplikasi GTP dari MT KPBS ke Agen GTP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Keterangan
Penerapan Good Operating Practices: a. Loading/
unloading Susu yang berasal dari MT KPBS segera dipindahkan ke tempat penampungan
Mempercepat pemindahan produk agar tidak terjadi peningkatan suhu
b. Transfer dan handling produk
Membutuhkan waktu relatif lama untuk memindahkan susu pasteurisasi dari MT KPBS ke agen
Waktu yang dibutuhkan untuk transfer dan handling harus cepat
c. Distribusi produk
Alat angkut / transportasi dibersihkan terlebih dahulu dan pengecekan alat dilakukan sebelum berangkat
Perawatan alat pengangkut harus dilakukan dengan baik yaitu dengan pengontrolan secara berkala
Penerapan Good Operating Practices kondisi di lapangan sesuai 30% dengan kondisi seharusnya
Desain dan Konstruksi Unit Transportasi dan Perlengkapannya: a. Desain dan
konstruksi alat transportasi
Truk pengangkut dilengkapi pendingin dan terdapat pengontrol suhu
Alat transportasi harus terbuat dari bahan yang aman dan tidak menimbulkan bahaya dan terdapat alat pengontrol suhu
b. Recording Pencatatan dilakukan secara berkala oleh MT KPBS
Recording harus dilakukan sebelum dan setelah penggunaan alat transportasi
Desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya kondisi di lapangan sesuai 40% dengan kondisi seharusnya
Pembersihan dan Perawatan Unit Transportasi : a. Pembersihan
dan sanitasi Sanitasi dan pembersihan dilakukan sebelum dan sesudah susu pasteurisasi dimasukkan
Pembersihan harus dilakukan secara berjangka dan menggunakan alat pembersih yang aman
b. Perbaikan dan perawatan
Perbaikan dan perawatan dilakukan dengan pengecekan sebelum unit transportasi digunakan
Perbaikan dan perawatan harus dilakukan secara berkala untuk menghindari kerusakan
Pembersihan dan perawatan unit transportasi kondisi di lapangan sesuai 40% dengan kondisi seharusnya
72
Tabel 24. Aplikasi GTP dari MT KPBS ke Agen (Lanjutan) GTP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Keterangan
Higienitas dan Kesehatan Karyawan : a. Kesehatan pekerja Masih ada pekerja
yang sakit (flu, batuk) tetap bekerja
• Pengawasan dan pengecekan kesehatan pekerja harus dilakukan secara rutin
• Pekerja yang dalam keadaan sakit tidak diperbolehkan masuk
b. Pelatihan dan praktek higienitas
Tidak dilakukan secara berkala
Pelatihan harus dilakukan secara berkala
Higienitas dan kesehatan pekerja kondisi di lapangan sesuai 20% dengan kondisi seharusnya
Prosedur Operasional : a. Kontrol terhadap
wadah pendingin dan suhu
Pengecekan wadah pendingin dan suhu sebelum penempatan produk akhir
Pengecekan wadah dan suhu harus dilakukan sebelum distribusi
b. Tindakan yang dilakukan saat kondisi- kondisi tak terduga
Menghubungi pihak kepala distribusi
Harus mnghubungi pihak kepala distribusi jika terjadi kondisi yang tak terduga
Prosedur operasional kondisi di lapangan sesuai 30% dengan kondisi seharusnya
Dokumentasi Data Dokumen kontrol dan record keeping
Pengisian form tentang keadaan selama perjalanan
Selalu mencatat kegiatan yang terjadi untuk memudahkan dalam pengontrolan
Dokumen kontrol dan record keeping kondisi di lapangan sesuai 40% dengan kondisi seharusnya
Verifikasi Data Verifikasi Tidak dilakukan
secara berkala Mengkoreksi dokumentasi yang ada disesuaikan dengan keadaan yang terjadi secara nyata, menganalisis bahaya baru yang mungkin timbul, dan memecahkan masalah
Verifikasi kondisi di lapangan sesuai 10% dengan kondisi seharusnya
Tabel 25. Aplikasi GTP dari Agen ke Pengecer GTP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Keterangan
Penerapan Good Operating Practices: a. Loading/
unloading Susu yang berasal dari agen disimpan dahulu ke pendingin sebelum diedarkan ke pengecer
Mempercepat pemindahan produk agar tidak terjadi peningkatan suhu
b. Transfer dan handling produk
Membutuhkan waktu relatif lama untuk memindahkan susu pasteurisasi dari agen ke pengecer
Waktu yang dibutuhkan untuk transfer dan handling harus cepat
c. Distribusi produk Alat angkut dibersihkan dahulu tetapi pengecekan alat angkut jarang dilakukan
Perawatan alat pengangkut harus dilakukan dengan baik yaitu dengan pengontrolan secara berkala
Penerapan Good Operating Practices kondisi di lapangan sesuai 20% dengan kondisi seharusnya
73
Tabel 25. Aplikasi GTP dari Agen ke Pengecer (Lanjutan) GTP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Keterangan
Desain dan Konstruksi Unit Transportasi dan Perlengkapannya: a. Desain dan
konstruksi alat transportasi
Transportasi menggunakan box yang dilengkapi es batu sebagai pendingin dan tidak terdapat alat pengontrol suhu
Alat transportasi harus terbuat dari bahan yang aman dan tidak menimbulkan bahaya dan terdapat alat pengontrol suhu
b. Recording Pencatatan dilakukan secara berkala oleh agen
Recording harus dilakukan sebelum dan setelah penggunaan alat transportasi
Desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya kondisi di lapangan sesuai 10% dengan kondisi seharusnya
Pembersihan dan Perawatan Unit Transportasi : a. Pembersihan dan
sanitasi Sanitasi dan pembersihan dilakukan sebelum dan sesudah susu pasteurisasi dimasukkan
Pembersihan harus dilakukan secara berjangka dan menggunakan alat pembersih yang aman
b. Perbaikan dan perawatan
Perbaikan dan perawatan dilakukan dengan pengecekan sebelum unit transportasi digunakan
Perbaikan dan perawatan harus dilakukan secara berkala untuk menghindari kerusakan
Pembersihan dan perawatan unit transportasi kondisi di lapangan sesuai 30% dengan kondisi seharusnya
Higienitas dan Kesehatan Karyawan : Kesehatan pekerja Masih ada pengecer
yang sakit (flu, batuk) tetap berjualan
• Pengawasan dan pengecekan kesehatan pekerja harus dilakukan secara rutin
• Pekerja yang dalam keadaan sakit tidak diperbolehkan masuk
Higienitas dan kesehatan karyawan kondisi di lapangan sesuai 20% dengan kondisi seharusnya
Prosedur Operasional : a. Kontrol terhadap
wadah pendingin dan suhu
Tidak dilakukan pengecekan suhu karena wadah hanya menggunakan es batu sebagai pendingin
Pengecekan wadah dan suhu harus dilakukan sebelum distribusi
b. Tindakan yang dilakukan saat kondisi- kondisi tak terduga
Menghubungi pihak kepala distribusi
Harus mnghubungi pihak kepala distribusi jika terjadi kondisi yang tak terduga
Prosedur operasional kondisi di lapangan sesuai 5% dengan kondisi seharusnya
Dokumentasi Data Dokumen kontrol dan record keeping
Tidak dilakukan pencatatan selama kegiatan
Selalu mencatat kegiatan yang terjadi untuk memudahkan dalam pengontrolan
Dokumen kontrol dan record keeping kondisi di lapangan tidak sesuai dengan kondisi seharusnya
Verifikasi Data Verifikasi Tidak dilakukan
secara berkala Mengkoreksi dokumentasi disesuaikan dengan keadaan yang terjadi , menganalisis bahaya baru yang timbul dan memecahkan masalah
Verifikasi kondisi di lapangan sesuai 10% dengan kondisi seharusnya
74
Prinsip pengangkutan susu adalah mempertahankan kualitas produk agar
tetap aman, sehat, utuh dan halal sampai di tangan konsumen, dengan cara:
1. Meminimalkan kerusakan mikoorganisme
2. Meminimalkan kerusakan reaksi kimiawi
3. Meminimalkan kerusakan fisik
4. Mengamankan peluang terjadinya sabotase
Berdasarkan Tabel 23, 24 dan 25. dapat dinyatakan bahwa MT KPBS
merupakan koperasi yang bergerak dalam bidang pengolahan susu yang berusaha
menerapkan GTP sebagai pendukung dalam rencana penyusunan HACCP.
Penerapan GTP yang terdapat di MT KPBS terbagi atas tiga bagian yaitu GTP dari
TPK ke MT KPBS, GTP dari MT KPBS ke Agen dan GTP dari Agen ke Pengecer.
Penerapan GTP yang terjadi saat ini, dinilai masih sangat kurang diterapkan. Hal ini
karena masih banyaknya poin-poin yang tidak diterapkan pihak MT KPBS, seperti
higien pekerja, penerapan good operating, dan prosedur operasional. Selain itu, GTP
dari agen ke pengecer merupakan hal yang harus diperbaiki secara fokus oleh MT
KPBS karena pengecer masih menggunakan box sebagai tempat susu pasteurisasi
dan es batu sebagai pendingin, sehingga fluktuasi suhu yang terjadi tidak dapat
diketahui karena alat tidak dilengkapi alat pengontrol suhu. Oleh karena itu
kemungkinan bahaya pada konsumen akan sering terjadi pada kondisi tersebut,
karena tidak terdapat proses lanjutan yang dapat mengendalikan bahaya. Melihat
kondisi yang demikian di MT KPBS, maka kemungkinan berdampak buruk bagi
kualitas produk yang dihasilkan akan terjadi. Hal ini tercantum masih adanya produk
MT KPBS yang mengalami kerusakan seperti kemasan bocor dan rasa asam.
Tindakan koreksi yang perlu dilakukan MT KPBS untuk mengurangi penurunan
kualitas adalah memberikan pelatihan kepada pekerja yang menekankan pentingnya
sistem sanitasi yang baik dengan tujuan dapat menekan pertumbuhan bakteri dalam
susu yang akan didistribusikan, konstruksi atau melengkapi alat pengangkut dengan
pengontrol suhu dan melakukan verifikasi secara berkala sehingga jika terdapat
kesalahan dapat ditemukan solusi perbaikannya.
75
5.
Aplikasi Good Distribution Practices (GDP)
Good Distribusion Practices (GDP) merupakan proses pendistribusian yang
baik yang mampu mempertahankan mutu produk hingga ke tangan konsumen.
Distribution sama halnya dengan penanganan produk jadi siap dipasarkan ke
berbagai area. Milk Treatment KPBS mendistribusikan produk akhir ke Jakarta,
Banten dan Jawa Barat dengan sistem retail. Aplikasi Good Distribution Practices
(GDP) MT KPBS dirangkum pada Tabel 26.
Tabel 26. Aplikasi Good Distribution Practices (GDP) di MT KPBS
GDP Kondisi di Lapangan Kondisi Seharusnya Keterangan Peralatan • Peralatan yang digunakan
adalah cool box dengan batu es sebagai pendingin untuk pedagang keliling
• Peralatan yang digunakan MT KPBS untuk pengiriman ke agen di Jakarta, Banten dan Jawa Barat menggunakan wadah plastik berupa krat
Peralatan yang digunakan harus terbuat dari bahan yang aman dan tidak menimbulkan bahaya
Peralatan kondisi di lapangan sesuai 40% dengan kondisi seharusnya
Sanitasi dan higiene pekerja
• Peralatan yang akan digunakan hanya dilap, pembersihan dengan air dan sabun hanya dilakukan jika kondisi alat sudah kotor
• Pekerja tidak membersihkan tangan dengan sabun
• Setiap sebelum dan sesudah penggunaan peralatan harus dibersihkan dengan air bersih dan sabun untuk menghindari kontaminasi silang
• Pekerja harus tetap menjaga kebersihan dengan menggunakan alat pelengkap dan mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan
Sanitsi dan higien pekerja kondisi di lapangan sesuai 20% dengan kondisi seharusnya
Bahan kemasan Bahan kemasan yang digunakan oleh MT KPBS adalah polyethylene untuk kemasan prepack dan polyprophylene untuk kemasan cup
Bahan kemasan yang kontak langsung dengan produk jadi harus terbuat dari bahan yang aman (food grade)
Bahan kemasan kondisi di lapangan sesuai 60% dengan kondisi seharusnya
Unit Transportasi • Unit transportasi yang digunakan adalah truk pengangkut yang dilengkapi dengan alat pendingin
• Terdapat termometer untuk pengendalian suhu
Unit transportasi yang digunakan harus dilengkapi dengan pengontrol suhu
Unit transportasi kondisi di lapangan sesuai 60% dengan kondisi seharusnya
Recording • Recording dilakukan MT KPBS saat pengiriman barang ke agen
• Recording harus dilakukan karena untuk memudahkan dokumen yang dimiliki perusahaan
• Recording kondisi di lapangan sesuai 60% dengan kondisi seharusnya
76
• Recording berguna ntuk menelusuri produk mengalami kerusakan
Penerapan cara pendistribusian produk yang benar harus diperhatikan untuk
menjamin produk yang dipasarkan sampai ke konsumen dengan kualitas bagus,
aman dan baik untuk dikonsumsi. Berdasarkan Tabel 26, penerapan GDP di MT
KPBS dinilai lebih baik daripada penerapan GHP dan GTP yang ada. Hal ini terlihat
bahwa penggunaan bahan kemasan dan unit transportasi hampir sesuai dengan
kondisi seharusnya. Meskipun demikian, masalah sanitasi dan higien pekerja serta
peralatan masih kurang diterapkan. Peralatan yang digunakan MT KPBS untuk
pedagang keliling adalah cool box dengan batu es sebagai pendingin. Peralatan
tersebut tidak dilengkapi alat pengontrol sushu sehingga jika terjadi fluktuasi suhu
tidak diketahui. Adanya fluktuasi suhu dapat mengakibatkan kerusakan produk
seperti rasa asam dan penggumpalan susu. Oleh karena itu untuk menghindari
terjadinya kondisi tersebut tersebut, MT KPBS perlu menyiapkan alat pengontrol
suhu atau penggantian es batu selama 2 jam sekali sebagai pendingin. Selain itu,
untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan produk yang dipasarkan
selama pendistribusian, kotak es harus dalam keadaan bersih dan kering sebelum
digunakan, demikian pula setelah produk dimasukkan, kotak es harus dalam
keadaan bersih dan tertutup rapat.
77
Kepuasan Konsumen
Konsumen dalam manajemen mutu merupakan pengarah, artinya konsumen
ini merupakan penentu dari mutu produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka
(Tjiptono dan Diana, 2001). KPBS Pengalengan dalam operasionalnya selalu
berusaha untuk memuaskan konsumen, baik konsumen internal mupun eksternal.
Kepuasan konsumen KPBS merupakan suatu momentum untuk menjaga mutu dan
memperbaiki mutu secara terus menerus. Kepuasan konsumen terhadap susu
pasteurisasi KPBS terdapat pada Tabel 27. Kepuasan konsumen merupakan fakor
pendukung dalam penyusunan rencana HACCP. Data kepuasan konsumen diperoleh
dari kuisioner yang diberikan kepada konsumen susu pasteurisasi KPBS. Form
kuisioner yang digunakan terdapat pada Lampiran 10.
Tabel 27. Rataan Kepuasan Konsumen terhadap Susu Pasteurisasi KPBS
Parameter Jenis Produk Rasa Warna Aroma Kemasan Harga Susu Pasteurisasi 3,814815 3,814815 3,259259 3,333333 3,222222 Keterangan: 1= sangat tidak puas; 2= tidak puas; 3= agak puas; 4= puas; 5= sangat puas
Tabel 28. Penilaian Konsumen*) terhadap Susu Pasteurisasi KPBS
Rasa (Jml) Warna (Jml) Aroma (Jml) Kemasan (Jml) Harga (Jml)
Tidak manis
10 Sesuai flavor
60 Amis 21 Tidak menarik
14 Sangat murah
1
Manis 42 Tidak rata
0 Flavor 39 Agak menarik
25 Murah 31
Terlalu manis
8 Tidak umum
0 Asam 0 Menarik 21 Mahal 18
Pahit 0 Sangat menarik
0 Sangat mahal
0
Asam 0 Keterangan: *) Total konsumen adalah 60 orang Rataan kepuasan konsumen terhadap susu pasteurisasi KPBS yang terdapat
pada Tabel 27 menunjukkan bahwa parameter rasa dan warna memberikan penilaian
bahwa pelanggan yang mengkonsumsi susu pasteurisasi KPBS merasa puas.
Konsumen menilai bahwa rasa dan warna yang disajikan telah sesuai yaitu rasa
manis dan warna sesuai flavor (Tabel 28). Hasil tersebut juga diperkuat dengan
78
jumlah penilaian yang diberikan konsumen terhadap rasa dan warna susu pasteurisasi
KPBS sebesar 70%. Konsumen hanya memberikan penilaian agak puas terhadap
parameter bau, kemasan dan harga. Penilaian yang muncul tersebut dapat diartikan
bahwa KPBS harus memperbaiki kriteria bau dan kemasan serta mempertimbangkan
penjualan sehingga dapat memuaskan konsumen. Kemasan yang digunakan KPBS
dinilai konsumen agak menarik, belum keseluruhan konsumen yang menyukai desain
pelabelan yang ada pada kemasan saat ini. Meskipun demikian, jumlah penilaian
konsumen terhadap bau, kemasan, dan harga susu pasteurisasi KPBS adalah baik
(Tabel 28). Susu pasteurisasi rasa KPBS yang dipasarkan meliputi susu pasteurisasi
rasa coklat dan strawberry. Susu pasteurisasi dengan rasa coklat lebih disukai
konsumen daripada rasa strawberry (Tabel 29). Hal ini ditunjukkan dengan jumlah
konsumen sebanyak 42 pelanggan atau 70% yang menyukai susu pasteurisasi rasa
coklat. Penilaian tersebut diberikan karena pengalaman masyarakat mengenal
produk-produk dengan citarasa coklat sudah lebih lama dibandingkan dengan
produk-produk bercitarasa strawberry.
Tabel 29. Susu Pasteurisasi KPBS yang Paling Disukai Susu pasteurisasi Jumlah pelanggan
Coklat 42 Strawberry 18
Tabel 30. Kekecewaan konsumen pada Susu Pasteurisasi KPBS
Kecewa Jumlah pelanggan Ya 12
Tidak 48
Ketidakpuasan konsumen juga dipacu dari kekecewaan yang pernah
dirasakan konsumen. Sebanyak 20% konsumen pernah kecewa terhadap susu
pasteurisasi dari KPBS (Tabel 30). Kekecewaan tersebut dapat disebabkan oleh rasa
asam dan pahit pada susu, kemasan yang bocor, bau amis, serta harga yang dianggap
mahal. Melihat kondisi yang demikian, maka MT KPBS perlu memperbaiki produk
yang dihasilkan agar kepuasan konsumen dapat terpenuhi. Kepuasan konsumen
dalam hal ini digunakan sebagai data pendukung dalam menyiapkan rencana
penyusunan HACCP. MT KPBS perlu menyiapkan langkah agar kekecewaan
79
konsumen dapat diminimalisir diantaranya dengan memperbaiki kemasan agar lebih
menarik, pengecekan secara berkala oleh pihak agen yang terkait sehingga fluktuasi
suhu tidak terjadi dan produk tidak mengalami kerusakan seperti rasa asam dan pahit.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penerapan HACCP pada produksi susu pasteurisasi di MT KPBS merupakan
langkah yang tepat dalam menjamin keamanan pangan. Penyusunan RKJM
merupakan langkah awal yang harus dilakukan MT KPBS untuk mempersiapkan
aplikasi HACCP. HACCP merupakan langkah acuan mutu yang berpedoman pada
usaha pencegahan. Pengawasan mutu di MT KPBS belum terlaksana dengan baik
karena kondisi pekerja yang kurang memperhatikan SOP yang telah ditetapkan.
Produk MT KPBS terdiri atas dua jenis yaitu susu pasteurisasi tanpa rasa dan
susu pasteurisasi rasa sehingga dalam penetapan titik kendali kritis terbagi menjadi
dua kelompok. Bahan baku untuk produk susu pasteurisasi yang merupakan titik
kendali kritis adalah bahan mentah, bahan tambahan dan bahan pengemas.
Rangkaian proses produksi susu pasteurisasi tanpa rasa dan susu pasteurisasi rasa
yang merupakan titik kendali kritis adalah pada tahap proses penerimaan bahan baku,
pengujian kualitas, proses pasteurisasi, dan pengemasan. Identifikasi titik kendali
kritis tersebut berdasarkan pada penerapan SOP yang kurang maksimal dan
diperhitungkan hanya 25% yang diterapkan. Aplikasi GHP, GTP dan GDP yang
terdapat di MT KPBS juga masih kurang rendah karena hanya 30% yang diterapkan.
Kepuasan konsumen terhadap susu pasteurisasi KPBS yang digunakan sebagai
pendukung HACCP juga dinilai kurang baik, karena hanya parameter rasa dan warna
konsumen yang menyatakan puas, bahkan 20% konsumen pernah merasakan
kecewa. MT KPBS dinilai masih belum siap dalam rencana penyusunan HACCP dan
memerlukan komitmen secara menyeluruh untuk keberhasilannya.
Saran
1. MT KPBS perlu memperhatikan keempat CCP yang diidentifikasi dan
memperbaikinya sehingga tidak lagi menyebabkan keempat proses tersebut
menjadi bahaya.
2. Sistem pengujian kualitas susu segar yang dilakukan MT KPBS perlu diperbaiki,
yaitu tidak dilakukan rata-rata pada setiap sampel sehingga akan mudah
menelusuri ketidaksesuaian bahan baku yang digunakan.
80
3. Pengujian terhadap kualitas bahan tambahan juga harus dilakukan MT KPBS
untuk menghindari dari bahaya fisik dan residu kimia serta memverifikasi
jaminan dari pemasok bahan-bahan tersebut.
4. MT KPBS juga perlu memperketat lagi masalah penerapan SOP yng kurang oleh
pekerja atau meningkatkan higien dan sanitasi pekerja agar CCP yang terdapat
dalam proses pengolahan dapat dikurangi sehingga menjamin produk susu
pasteurisasi yang ASUH.
5. Tahap proses pencampuran bahan tambahan dalam mixing tank harus lebih
dikendalikan yaitu dengan dilakukan penutupan pada alat tersebut agar tidak
terjadi kontaminasi.
6. Penggunaan ulang bahan kemasan harus dihindari MT KPBS yang bertujuan
untuk mengurangi bahaya mikrobiologi.
7. Penerapan GMP dan SSOP di MT KPBS perlu ditingkatkan kembali, karena
kedua hal tersebut merupakan persyaratan dasar dalam penyusunan sistem
HACCP.
8. Aplikasi GHP, GTP, GDP dan kepuasan konsumen juga perlu ditingkatkan untuk
mewujudkan produk yang “Safe from Farm to Table” sesuai motto HACCP.
Kepuasan konsumen dapat ditingkatkan MT KPBS dengan menurunkan
kekecewan konsumen dan memperbaiki kemasan, pendistribusian dan
penyimpanan yang baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah
yang telah di berikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan baik. Shalawat dan Salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas
perjuangan dan amanah yang tak pernah padam hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Rarah R.A. Maheswari, DEA dan Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi. sebagai pebimbing
skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan, semangat dan
doa yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada Ir. Afton
Atabany, MSi. dan Dr. Ir. Jajat Tjahja F.A, M.Agr. sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukan-masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Ir. Sudjana
Natasasmita, sebagai pembimbing akademik yang telah membantu dan membimbing
penulis selama menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga besarnya kepada mami
dan papi yang telah memberikan doa, kasih sayang, motivasi dan dukungan dalam
segala bentuk yang tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
Kepada kedua saudara penulis, Shiellvera Septia Putri dan Aigousta Aji Lukmana
Putra, atas keceriaan dan kasih sayang yang diberikan selama ini.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada rekan satu magang penelitian
Dinni Rahmi atas kerjasamanya. Pihak MT KPBS, Bapak Ir. Faisal N. Wirasasmitha
selaku Manager Produksi dan seluruh karyawan MT KPBS yang telah membantu
penulis selama melakukan magang. Kepada Yongki Wahyu Perdana atas perhatian,
kesabaran dan dukungannya. Kepada Cicilia Takasari, Triani Widiasih, Rahmadhani
Puspitasari, Dwi Paramitasari, Mira Lestari, Asri Wulan atas suka duka dan
persahabatan selama ini. Kepada teman-teman THT 41 lainnya dan IPTP 42 terima
kasih atas dukungan dan semangatnya.
Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Ultraungu. http://www.wikipedia.com. [17 juni 2008].
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2003. SK Menkes Nomor 23/Menkes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan. BPOM, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1999. Panduan Penyusunan Rencana Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP). Badan Standarisasi Nasional. Pedoman 1004-1999.
Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3951-1995. Susu Pasteurisasi. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) Serta Pedoman Penerapannya. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Ewards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: Adiono dan H. Purnomo. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Burgess, K.J. 1984. Dairy product. In: Food Industries Manual 1st Edition. M. P. Ranken (Editor). Leonard Hil, USA.
Cross, H.R. 1988. Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Sci. Pub, Texas.
Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-3141. Susu Segar. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Fankhauser, D.B. 2000. Handling of fresh raw milk. http://www.milk handling.htm. [7 April 2008].
Fardiaz, S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. Pengantar Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
FDA. 1995. Sanitation, sanitary regulation and voluntary programs. In: G. Mariot, and Norman (Editors). Principles of Food Sanitation, Hal 7. Third Edition. Chapman and Hall, New York.
Gardner, I. A. 1997. Testing to fulfill HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) requirements: principles and examples. Journal of Dairy Science. 80 : 3453 – 3457.
Gasperz, V. 2002. Manajemen Bisnis Total dalam Era Globalisasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hariyadi, R. D. 2001. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP). Makalah Training HACCP. M-Brio Training Body. Hotel Salak, 13 Juni 2001, Bogor.
83
International Commission of Microbiological Specification for Foods (ICMSF). 1986. Microorganisms in Foods 4. Application of Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System to Ensure Microbiological Safety and Quality. Blackwell Scientific Publications. Palo Alto, CA.
International Commission of Mikrobiological Specification for Foods (ICMSF). 1986. Microorganisms in Foods 4. Application of Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System to Ensure Microbiological Safety and Quality. 2 nd Edition. University Press, Toronto.
Jenie, B. S. L. 1987. Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kadarisman, D. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. PT Prenhallindo, Jakarta.
Montgomery, D.C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Terjemahan: Z. Soejoeti. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Mortimore, S. and C. Wallace. 1994. HACCP A Practical Approach. Chapman and Hall Publ., London.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertnian Bogor, Bogor.
Mukartini, S. 2001. Penyusunan Rencana HACCP pada Industri Produk Peternakan. Makalah Pelatihan Penerapan HACCP pada Agroindustri Perikanan dan Peternakan, Bogor.
Nasution, M.N. 2004. Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Ghalia Indonesia, Jakarta.
New Zealand Food Safety Authority. 2007. RMP Template for the Transport of Dairy Material and Dairy Products. New Zealand Food Safety Authority, New Zealand.
Potter, J. and Hotchkiss. 1995. Food Science. Chapman and Hall, New York.
Rahman, A., S. Fardiaz., W.P. Rahayu., Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Pengantar Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sirait, C. H. 1991. Penggunaan susu sapi Fries Holland untuk pembuatan suatu produk susu olahan tradisional Sumatera Utara. Disertasi Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sucofindo. 2006. Basic HACCP System Training Course. Jakarta.
Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta.
Tjiptono, K. 1997. Prinsip - Prinsip Total Quality Service. Andi, Yogyakarta.
84
Tjiptono, F. dan A. Diana. 2001. Total Quality Management. Edisi Revisi. Andi, Yogyakarta.
Valeeva, N. I., M. P. M. Meuwissen., A. G. J. M. Oude Lansink., and R. B. M. Huirne. 2005. Improving food safety within the dairy chain : an application of conjoint analysis. Journal of Dairy Science. 88 : 1601 – 1612.
Winarno, F.G dan T.S. Rahayu. 1994. Bahan Tambahan Makanan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Keamanan Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
85
LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Milk Treatment KPBS
Tempat Bongkar Susu TPK
87
Lampiran 2. SOP Penerimaan Bahan Baku MT KPBS
1. Tujuan : untuk mendapatkan bahan baku dengan standar yang ditentukan 2. Prosedur:
2.1 Material/Bahan • Membersihkan ruangan dan sarana lainnya. Dipastikan seluruh
peralatan dalam keadaan bersih dan peralatan pendukung lainnya dalam keadaan berfungsi dengan baik.
• Pekerja menggunakan sarung tangan, masker, topi sebagai pelindung diri dari kontaminan.
• Melaporkan hasil pemeriksaan penerimaan bahan baku kepada manager.
2.2 Persiapan Pengujian Susu Langkah 1 : Menyalakan alat pengujian lactoscan Langkah 2: Menyiapkan alat pengujian dan bahan pengujian alkohol
dan uji pemalsuan 2.3 Proses Pengujian Susu
• Melaksanakan pengujian susu dari TPK dengan cara sebagai berikut: a. Mengaduk susu diatas tangki truk sampai omogen, kemudian
sampel diambil sebanyak 500 ml. b. Melakukan pengujian organoleptik
Bau sedikit amis, rasa sedikit asin dan warna putih kekuning-kuningan (tanda normal).
c. Melakukan pengujian alkohol test 75%-78% (teknis) - siapkan tabung reaksi dan pipet 10 ml dalam kedaan
kering - ambil sampel susu sebanyak 2 ml dan tuankan ke
dinding tabung reaksi kemudian tambahakan alkohol dngan jumlah yang sama
- amati terhadap adanya gumpalan dan pemisahan bagian-bagian protein susu di dinding tabung reaksi
- adanya butiran atau gumpalan susu menunjukkan reaksi positif
d. Melakukan pengujian dengan alat lactoscan - ambil sampel sebanyak 20 ml yang terlebih dahulu diaduk
sampai homogen kemudian masukkan ke bagian input pipe tekan enter dan tunggu beberapa saat
- tekan tombol nomor 1 maka akan keluar print out - catat hasil pengujian lactoscan mulai dari fat, SNF, BJ,
protein, lactose, water, solid, freeze point dan suhu. 3. Penerimaan Bahan Baku Susu segar yang diterima dari TPK jika memenuhi standar dengan prosedur pengujian pada bagian 2, maka susu segar dialirkan dari truk tangki ke bagian penampungan untuk dilakukan proses berikutnya.
88
Lampiran 3. SOP Proses Pengolahan MT KPBS
1. Tujuan : menghasilkan produk akhir yang berkualitas 2. Prosedur :
2.1 Material/Bahan • Membersihkan ruangan dan sarana lainnya. Dipastikan seluruh
peralatan dalam keadaan bersih dan peralatan pendukung lainnya dalam keadaan berfungsi dengan baik.
• Pekerja menggunakan sarung tangan, masker, topi sebagai pelindung diri dari kontaminan.
2.2 Persiapan Proses Pengolahan - Menyalakan semua alat yang digunakan untuk proses pengolahan - Menyiapkan bahan baku yang telah dilakukan pengujian kualitas dan
bahan tambahan 2.3 Proses Pengolahan Melaksanakan proses pengolahan susu sesuai dengan diagram lair
yang telah ditentukan 3. Akhir Proses Pengolahan Susu
• Melaksanakan pencucian alat setelah pemakaian • Bersihkan semua alat dan pastikan semua dalam keadaan bersih • Matikan alat dan pastikan tidak ada alat yang masih menyala ketika
meninggalkan ruangan • Bersihkan seluruh ruangan dan pastikan tidak ada genangan air di dalam
ruangan
89
Lampiran 4. Contoh Form Checklist Pemantauan SOP Penerimaan Bahan Baku Susu Segar
FORM Monitoring SOP Penerimaan Bahan Baku
No. Parameter Penilaian 0 1 2 3 4
1. Ruang Pengujian • Sanitasi ruang pengujian terkendali • Ruang pengujian dilengkapi dengan perlengkapan
pencegah serangga (insect killer)
• Kegiatan sanitasi ruang pengujian dilakukan secara terjadwal (sebelum dan setelah pengujian dilakukan)
• Suhu, kelembapan dan sirkulasi dalam ruang pengujian terkendali
• Penempatan bahan uji jelas • Ruang pengujian luas sesuai peralatan, jenis
kapasitas pengujian dan jumlah karyawan
A. Konstruksi Lantai • Rapat/kedap air • Tahan terhadap air, garam, basa, asam dan bahan
kimia lainnya
• Halus, tidak licin dan mudah dibersihkan (tidak keramik)
B. Konstruksi atap Dari bahan yang tahan lama, tahan air, tidak bocor,
tidak larut air dan tidak mudah pecah
C. Konstruksi langit-langit • Tidak mudah terkelupas, tidak berlubang, tidak
retak
• Tahan lama, mudah dibersihkan • Permukaan halus, warna terang D. Konstruksi pintu Dari bahan yang tahan lama, kuat, dan tidak mudah
pecah
E. Konstruksi Jendela Bahan tahan lama, kuat dan tidak mudah pecah F. Penerangan • Dari lampu atau cahaya matahari cukup menerangi
seluruh ruangan, tidak remang-remang
• Lampu berpenutup G. Ventilasi dan pengatur suhu • Menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat
menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas yang dapat merugikan kesehatan
• Dapat mengatur suhu yang diperlukan • Tidak mudah mencemari hasil pengujian melalui
udara yang dialirkan
90
No. Parameter Penilaian 0 1 2 3 4
• Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan serta mudah dibersihkan
4. Fasilitas Sanitasi A. Sarana penyediaan air • Sumber air, pipa pengaliran dalam kondisi baik • Air untuk pengolahan memenuhi kualitas air bersih B. Sarana pembuangan air dan limbah Saluran dan tempat pembuangan dalam kondisi baik
(tidak tersumbat)
C. Higiene karyawan • Terdapat bak pencuci tangan (wastafel) untuk karyawan
yang melakukan pengujian
• Fasilitas ganti pakaian disesuaikan dengan jumlah karyawan
• Tempat penyimpanan pakaian lab dan pakaian luar terpisah
• Tempat penyimpanan sepatu lab dan sepatu luar terpisah • Pembersihan sepatu dan pakaian lab terjadwal 5. Karyawan A. Kesehatan karyawan • Karyawan dalam keadaan sehat • Karyawan yang sakit atau menunjukkan gejala sakit
tidak boleh melakukan pengujian
• Diperiksa dan diawasi secara berkala B. Kebersihan karyawan • Selalu menjaga kebersihan badan • Mengenakan pakaian lab dan perlengkapannya
(penutup kepala, sarung tangan, sepatu lab dan jas lab)
• Pakaian dan perlengkapan pekerja lab tidak boleh dibawa keluar ruangan pengujian
• Luka kecil ditutup plester, luka besar diistirahatkan • Karyawan selalu mencuci tangan dengan sabun pada
saat :
- Sebelum memulai melakukan pengujian - Sesudah melakukan pengujian • Sebelum dan sesudah melakukan pengujian
karyawan melakukan sterilisasi tangan dengan menggunakan alkohol 70%
• Karyawan meninggalkan kebiasaan yang dapat mencemari bahan baku selama proses pengujian berlangsung dan di dalam ruang laboratorium seperti: makan, minum, merokok, meludah, bersin,
91
batuk, memakai perhiasan dan mengobrol
No. Parameter Penilaian 0 1 2 3 4
6. Pemeriksaan Bahan Baku • Pemeriksaan bahan baku secara kontinyu • Sampel susu segar diregistrasi/dicatat dan disiapkan
untuk pengujian
• Bahan untuk pengujian disiapkan • Suplai air dan listrik dikonfirmasi tersedia dan siap
untuk digunakan
• Peralatan dipilih, disiapkan dan diperiksa untuk menjamin kesiapan untuk digunakan
• Kerusakan atau penyimpangan pada bahan penguji dilaporkan atau tidak digunakan dan diganti dengan yang dapat digunakan
7. Pengujian Bahan Baku • Metode pengujian ditaati sesuai metode standar utuk
susu segar
• Peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan dalam pengujian digunakan sesuai jenis analisis susu segar
• Susu segar yang diterima langsung dilakukan pengujian tanpa harus menunggu waktu yang relatif lama
• Pengambilan sampel susu segar harus sesuai dengan standar yang ada
• Pengujian susu segar dilakukan tersendiri, tidak boleh ada kegiatan lain selama proses pengujian berlangsung
• Hasil pengujian dibaca dan diinterpretasi • Hasil pengujian yang diluar perkiraan diidentifikasi
dan tindakan koreksi yang perlu dilakukan
• Penolakan susu segar diluar syarat standar yang ditetapkan oleh perusahaan
• Adanya pesonil penanggung jawab dalam kegiatan tersebut
• Hasil pengujian dicatat dan dilaporkan pada pihak yang berkompeten dalam format yang sesuai
• Sebelum meninggalkan ruang pengujian dipastikan tidak ada saluran listrik yang masih meyala
8. Pemeliharaan • Ruang Pegujian harus dipelihara dan dilakukan
sanitasi secara berkala hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik
• Harus dilakukan usaha pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat dan binatang lainnya ke dalam ruang pengujian
• Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat
• Menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida sesuai dengan standar yang telah ada
92
Petunjuk pengisian
1. Isi bagian kolom penilaian dengan memberi tanda √ pada kolom penilaian untuk: Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0% Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1% – 25% Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26% – 50% Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51% – 75% Niali 4 = penyimpangan yang terjadi > 75%
2. Hitung kalkulasi pada kolom sub total yang menyatakan penilaian keseluruhan dengan cara n
∑ i = 1 n
(n = jumlah poin pertanyaan sub prinsip SOP)
3. Tingkat keparahan penerapan SOP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluuhan 0 - 209 : ringan 210 - 419 : sedang 420 - 628 : berat 630 - 629 : kritis
No. Parameter Penilaian 0 1 2 3 4
• Alat dan perlengkapan setelah selesai digunakan harus dibersihkan dan diletakkan ditempat semula
• Alat pengangkutan untuk memuat susu segar harus dilakukan pengecekan secara berkala agar tidak mempengaruhi kualitas susu segar
SUB TOTAL TOTAL
93
Lampiran 5. Syarat Mutu Susu Segar MT KPBS
Kriteria Uji Syarat (%) Pagi Sore
Fat (Lemak) 3,65 3,88 SNF (Solid Non Fat) 7,75 7,80 Total Solid 11,40 11,64 BJ (Berat Jenis) 1,024 1,026
Lampiran 6. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992)
Sifat susu Nilai Berat jenis 1,026 – 1,028 g/cm3
Kadar lemak Minimum 3,0% Kadar bahan kering tanpa lemak Minimum 8,0% Kadar protein Minimum 2,7% Warna, bau, rasa dan konsistensi Normal Tingkat keasaman 4,5-7oSH Uji alkohol (70%) Negatif E.coli Maksimum 10 APM/ml Salmonella Negatif Kotoran dan benda asing Negatif Titik beku -0,520oC s.d -0,560oC Uji pemalsuan Negatif TPC (CFU/ml maks) 1x106
94
Lampiran 7. Contoh Penyusunan Tim HACCP MT KPBS
Jabatan Nama Posisi Tugas Ketua Ir. Faizal N.
Wirasasmita Manager Produksi
Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan
yang berlangsung pada perusahaan dan
langsung bertanggung jawab pada direktur
Anggota 1. Fathur Rizal Proses Produksi
Bertanggung jawab selama proses produksi
mulai dari peerimaan bahan baku hingga
produk jadi
2.RahmatAsman QC (Quality Control)
Bertanggung jawab terhadap pengecekan,
pengawasan semua proses pelaksanaan
produksi dan pengecekan terhadap
pelaksanaan SSOP
3. Aep Distribusi Bertanggung jawab terhadap pemasaran
produk, mencari peluang pasar dan mengatur
proses pengeluaran produk
4. Dian Ahli Mikrobiologi
Bertanggung jawab terhadap kualitas
mikrobiologi bahan baku dan produk jadi
5. Teddy Sarana Bertanggung jawab terhadap pengawasan
sarana dan prasarana produksi
6. Ujang Mesin Bertanggung jawab terhadap pengawasan
semua peralatan dan melakukan pengecekan
terhadap mesin pada peralatan sehingga jika
terjadi kerusakan dapat diketahui
7. Ayi Gumira Transportasi Bertanggung jawab terhadap semua
transportasi mulai dari TPK hingga ke
konsumen
8. Yudi Cooling Unit Bertanggung jawab terhadap proses
pendinginan dengan melakukan pengecekan
suhu dan waktu pendinginan
Pengawas Ellyta Widia Putri, Spt.
Pengawas Eksternal
Bertanggung jawab terhadap pengawasan
seluruh kegiatan di MT KPBS dan
melakukan recording pada setiap kegiatan
yang belangsung serta memverifikasinya
95
Lampiran 8. CCP Decision Tree untuk Bahan Mentah
P2
P2
P3
* Lanjutkan pada bahan mentah selanjutnya
** Bahan mentah harus ditetapakan sebagai CCP
(bahan mentah peka diperlukan pengendalian ketat)
Adakah bahaya yang terkait dengan bahan mentah ini?
Ya Lanjutkan * Tidak
Apakah anda atau konsumen akan mengilangkan bahaya dari produk
CCP ** Tidak Ya
Apakah ada resiko kontaminasi silang terhadap fasilitas atau produk lain yang tidak dapat dikendalikan
Tidak Ya Lanjutkan
CCP **
96
Lampiran 9. CCP Decision Tree untuk Proses Pengolahan
P1
P2
P3
P4
Adakah tindakan pencegahan Lakukan modifikasi dalam
proses atau produk
Tidak
Akankah ada tahapan berikutnya yang dapat menghilangkan bahaya atau mengurangi tingkat kemungkinn terjadinya sampai
pada tingkatan yang dapat diterima
TITIK KENDALI KRITIS (CCP)
Ya
Berhenti Bukan TKK
Berhenti Bukan TKK Tidak
Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapat
melebihi sampai tingkatan yang dapat diterima
Ya
Tidak
Apakah ada tahapan untuk menghilangkan / mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai
tingkatan yang dapat diterima Ya
Ya Adakah pengendalian pada tahap ini perlu pengamanan?
Tidak Bukan TKK Berhenti
Ya Tidak
97
Lampiran 10. Kuisioner Kepuasan Konsumen
KUISIONER
Pengantar Sehubungan dengan penelitian penulis tentang “Kajian awal sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada produksi susu pasteurisasi di MT KPBS Bandung” penulis memohon kesediaan anda untuk menjawab pertanyaan di bawah ini dengan sesungguhnya. Hal ini terkait dengan kepuasan konsumen yang digunakan sebagai data pendukung penyusunan HACCP. Data atau jawaban anda semata-mata hanya untuk kepentingan ilmiah. Nama : Jenis kelamin : Umur : Jenis Produk : Susu pasteurisasi KPBS Petunjuk pengisian
• Bacalah setiap pertanyaan dengan baik, kemudian jawablah pertanyaan sesuai dengan pendapat anda.
1. Apakah anda merupakan konsumen produk susu pasteurisasi KPBS tersebut? Ya Tidak 2. Nyatakan penilaian kepuasan anda terhadap susu pasteurisasi KPBS sesuai dengan parameter organoleptik dibawah ini. Berikan angka sesuai dengan penilaian anda.
Parameter Jenis produk Rasa Warna Bau Kemasan Harga Susu pasteurisasi
Keterangan: 1= sangat tidak puas ; 2= tidak puas; 3= agak puas; 4= puas; 5= sangat puas 3. Berikan alasan terhadap penilaian produk susu pasteurisasi KPBS yang anda sampaikan berdasarkan pertanyaan nomor 2. Rasa Warna Bau Kemasan Harga terlalu manis sesuai flavor amis tidak menarik sangat murah tidak manis tidak rata flavor agak menarik murah pahit tidak umum asam menarik mahal asam lainnya sangat menarik sangat mahal 5. Jenis produk susu pasteurisasi KPBS apa yang paling anda sukai?
Coklat Strawberry
4. Pernahkan anda kecewa dengan susu pasteurisasi KPBS tersebut?
Ya Tidak Jika ya, sebutkan alasan anda. Rasa,………………………………... Harga ………………………………………. Warna………………………………. Kemasan ……………………………………
Bau ………………………………… 6. Apa saran anda setelah mengkonsumsi susu pasteurisasi KPBS ini………………………….
…………………………………………………………………………………………………
No. Responden….
Atas segala bantuan anda saya ucapkan terima kasih