SKRIPSI - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1939/1... ·...

202
IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING DALAM BIDANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh RONI FATAKHUL ALIM NIM. 111-13-017 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017

Transcript of SKRIPSI - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1939/1... ·...

IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING

DALAM BIDANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

RONI FATAKHUL ALIM

NIM. 111-13-017

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2017

IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING

DALAM BIDANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

RONI FATAKHUL ALIM

NIM. 111-13-017

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2017

MOTTO

“TIDAK ADA ORANG TUA YANG SEMPURNA SEHINGGA JADILAH SALAH

SATU ORANG TUA YANG PUNYA KEKURANGAN DAN JUGA KELEBIHAN”

“ANAK TERLAHIR KE DUNIA DENGAN KEBUTUHAN UNTUK DISAYANGI

TANPA KEKERASAN, BAWAAN HIDUP INI JANGAN SEKALIPUN

DIDUSTAKAN”

“KEMULIAAN ITU KARENA ADAB KESOPANAN BUKAN KARENA

KETURUNAN”

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta

karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayah dan Ibuku tercinta, Bp. Achmad Zaidun dan Ibu Siti Muslikhah

serta kakakku Mbak Kholifatus Asfiyah dan Mas Andi yang selalu

membimbingku, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi

dalam kehidupanku dan kepada Bunda Farida Hariani yang telah

mensupport dan selalu mendoakan keberhasilanku dalam melangkah

untuk menuju kesuksesan di dunia dan di akhirat.

2. Dosen Pembimbing Skripsiku, Bp. Dr. Fatchurrohman, M. Pd., yang

selalu memberikan pengarahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran

selama proses skripsi ini.

3. Keluarga Besar Musola Miftachul Jannah yang telah memberikan

dukungannya, ijinnya, motivasi, doa dan segala bantuannya baik material

maupun non material sehingga proses skripsi ini dapat terselesaikan

dengan lancar untuk penempuhan gelar sarjana ini.

4. Keluarga besar SMP Negeri 7 Salatiga Yang telah memberikan

dukungannya, motivasi dan doannya sehingga proses penempuhan gelar

sarjana ini bisa tercapai.

5. Keluarga besar PAI A IAIN Salatiga, JQH Al- Furqan IAIN SAlatiga,

Ar-Roudloh Salatiga, Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga yang selalu

menghibur dan memberikan doa serta motivasinya dalam menempuh

gelar sarjana ini.

6. Sahabat-sahabatku, Mas Ibrahim, Mas Zuhri, Mas Adam, Mas Rohman,

Mas Hartono, Mas Rizal, Mas Amin, Mas Anwar, Mas Sabar, Dek

Novia, Mas Yatno dan temanku seperjuangan yang selalu memberikan

dukungan, semangat, motivasi, dan doanya dalam penempuhan gelar

sarjana ini.

7. Tim KKN IAIN Salatiga 2017 Posko 10: Mas Zidin, Mas likun, Mb Ham,

Mb Nisa, Mb Uswatun, Mb Elok, Mb Diana yang selalu memberikan

dukungan, semangat, motivasi, dan doanya dalam penempuhan gelar

sarjana ini.

8. Keluarga Besar Jama’ah Musola Misftachul Jannah Bp. Rif’an, Bp.

Jumadi, BP. Djoko, Bp. Yatno, Bp. Sukroni, Mas Lilik dan semua warga

Perum Lembah Hijau Salatiga yang selalu memberikan dukungan,

semangat, motivasi, dan doanya dalam penempuhan gelar sarjana ini.

KATA PENGANTAR

السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته

Alhamdulillahirobbil‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, petunjuk, dan

perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING DALAM BIDANG PAI DI

SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017”. Shalawat serta salam tak lupa penulis

haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangandan jauh dari kesempurnaan di dalamnya. Selain itu, penulisjuga banyak

memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis

mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

4. Bapak Dr. Fatchurrohman, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

5. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Kedua orang tuaku, kakak-kakakku, dan adik-adikku yang telah memberikan

doa, motivasi, serta dukungan moril dan materil kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membuka cakrawala keilmuan

di bidang pendidikan kepada penulis.

8. Staf Perpustakaan IAIN Salatigamemberikan ruang ilmu akademik sebagai

sumber pengetahuan penulis.

9. Keluarga Besar Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu

dan pengalaman keorganisasian kepada penulis.

10. Keluarga besar SMP Negeri 7 Salatiga yang telah memberikan dukungan dan

doanya demi kelancaran terselesaikannya skripsi ini.

11. Keluarga Besar PAI A IAIN Salatiga, JQH Al-Furqan IAIN Salatiga, Ar-

Roudloh Salatiga, Musola Miftachul Jannah yang telah melukis begitu banyak

kenangan kepada penulis.

12. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2013 IAIN Salatiga yang selalu

memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

13. Semua pihak yang terlibat dan dengan ikhlas memberikan bantuan dalam

penyusunan skripsi ini.

Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa berdoa

kepada Allah SWT, semoga amal kebaikan yang tercurahkan diridhoi oleh Allah

SWT dengan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya

bagi penulis dan bagi para pembaca. Dengan keterbatasan dan kemampuan, skripsi

ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun

sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Salatiga, 08 Agustus 2017

Penulis

Roni Fatakhul Alim

NIM. 111-13-017

ABSTRAK

Alim, Roni Fatakhul. 2017. Implementasi Program Parenting dalam Bidang PAI

di SMP Negeri 7 Salatiga Tahun 2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama

Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri

Salatiga. Pembimbing: Dr. Fatchurrohman, S. Ag, M. Pd.

Kata kunci: Implementasi Program Parenting, Pendidikan Agama Islam.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pelaksanaan program parenting

dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga, problematika pelaksanaan program

parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga, dan dampak pelaksanaan

program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga.

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan

bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber

primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi

sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data,

dan verifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pelaksanaan program

parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga adalah pelaksanaan program

parenting dalam aspek ubudiyah dan pendidikan karakter, yaitu melalui penerapan

pola asuh yang efektif, bimbingan, arahan, menjalin komunikasi yang baik,

memberikan reward dan punishment, serta menjadi teladan yang baik bagi anak

(siswa). Kedua, problematika pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di

SMPN 7 Salatiga adalah adanya problem yang muncul dari guru, orang tua, dan

anak, yaitu berupa kurangnya kepedulian orang tua, terbatasnya waktu yang

dimiliki oleh guru, dan anak merasa jenuh serta pengaruh negatif di era digital.

Ketiga, dampak pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7

Salatiga adalah perubahan dan peningkatan perilaku anak baik dalam beribadah

maupun bersikap, dibuktikan dengan antusias anak dalam mengikuti kegiatan

keagamaan di sekolah.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

LEMBAR BERLOGO ..................................................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING. ......................................................................... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................................. v

MOTTO ................................................................................................................. vi

PERSEMBAHAN ................................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

ABSTRAK ............................................................................................................. xi

DAFTAR ISI………………………………………………..................................xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 7

C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian................................................................................................ 8

E. Penegasan Istilah .................................................................................................. 8

F. Kajian Pustaka yang Relevan ............................................................................. 9

G. Metode Penelitian ............................................................................................... 11

H. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Program Parenting ..................................................................................... 18

1. Pengertian Program Parenting ....................................................................... 18

2. Langkah kerja program kemitraan ................................................................. 21

3. Style of Parenting (Gaya Pengasuhan) .......................................................... 24

4. Metode-metode dalam Parenting .................................................................. 29

B. Pendidikan Agama Islam (PAI)........................................................................ 40

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ............................................................ 40

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam .............................................. 42

3. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam ..................................................... 45

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP Negeri 7 Salatiga ........................................................ 48

1. Tinjauan Geografis .......................................................................................... 48

2. Identitas Sekolah .............................................................................................. 48

B. Temuan Penelitian ............................................................................................... 62

1. Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga 62

2. Problematika Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di

SMPN 7 Salatiga .............................................................................................. 79

3. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7

Salatiga .............................................................................................................. 83

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7 Salatiga ... 88

B. Problematika Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN

7 Salatiga ............................................................................................................. 111

1. Terbatasnya waktu pelaksanaan program parenting di sekolah .............. 111

2. Latar belakang sosial orang tua yang berbeda-beda .................................. 112

3. Kurangnya kepedulian dari orang tua ......................................................... 114

4. Kurangnya keterbukaan dari orang tua terhadap permasalahan anak ..... 115

5. Anak merasa jenuh dan adanya pengaruh negatif dari perkembangan di

era digital ........................................................................................................ 116

6. Kurangnya dukungan dari guru dan sarana-prasarana pembelajaran PAI di

sekolah yang belum memadai. ..................................................................... 118

C. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7

Salatiga. ............................................................................................................... 120

1. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara guru, orang tua dan anak . 120

2. Anak lebih bisa bersikap baik dan berakhlakul karimah .......................... 122

3. Anak lebih antusias dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekolah

123

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 125

B. Saran .................................................................................................................... 127

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 129

DAFTAR LAMPIRAN

1. Transliterasi arab-Latin

2. Daftar Nilai SKK

3. Riwayat Hidup Penulis

4. Nota Pembimbing Skripsi

5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian

6. Lembar Konsultasi

7. Catatan Observasi

8. Pedoman Wawancara

9. Verbatim Wawancara

10. Foto-Foto

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, pemerintah,

dan masyarakat, tetapi prakteknya komponen pendidikan yang bekerja penuh

hanyalah sekolah dan pemerintah yang menaunginya. Sebagai mana menurut

Ki Hadjar Dewantara (1997) yang dikutip oleh Suyanto (2005: 56) mengatakan

bahwa “pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,

sekolah, pemerintah, dan masyarakat.” Peran keluarga dan masyarakat hanya

memiliki presentase yang sedikit dalam keberhasilan pendidikan. Ibarat orang

jika salah satu anggota tubuhnya mengalami masalah maka apa yang

dilakukannya tidak akan maksimal. Begitu juga pendidikan, membutuhkan

berbagai peran dalam pelaksanaannya. Sekolah tidak bisa sepenuhnya

bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan. Begitu juga pemerintah,

mereka hanya bertanggung jawab dalam perencanaan dan pengawas

kependidikan. Oleh sebab itu, peran keluarga dalam pelaksaan kependidikan

sangatlah dibutuhkan.

“Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam

setiap aspek kehidupan” (Ilahi. 2013: 82). Banyak waktu yang dihabiskan

bersama keluarga mulai Sejak anak dalam kandungan sampai dengan

dilahirkan, tempat pertama mereka belajar yaitu dengan keluarga, Karena,

2

keluarga adalah fase awal dalam membentuk generasi berkualitas, mandiri,

tangguh, potensial, dan bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa (Ilahi,

2013: 82) Maka dari itu, keluarga terutama orang tua adalah penanggung jawab

utama dalam proses pendidikan anak. Dan menjadi penentu keberhasilan atau

kegagalan anak dalam mencapai pendidikan yang hakiki. Sebagaimana dalam

hadist Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Muslim RA, sebagai berikut:

ث نا ممد بن ث نا حاجب بن الوليد حد ن سعيد حرب عن الزب يدي عن الزهري أخب حد عليه وس بن المسيب عن أب هري رة أنه كان ي قول لم ما من قال رسول اهلل صلى اهلل

سانه كما ت ن لود إال يولد على الفطرة فأب واه ي هو مو تج البهيمة بيمة دانه وي نص رانه وميج تم } فط جعاء هل تسون فيها من جدعاء ث ي قوال الت رة أبو هري رة واق رءوا إن شئ اهلل

ها ال ت بديل للق اهلل { ا بة فطر الناس علي ث نا أبو بكر بن أب شي ث نا عبد ح لية حد دث نا عبد بن حيد أخبن عب ي بذا هر د الرزاق كلها عن معمر عن الز العلى حد

تج البهيمة بيمة و سناد وقال كما ت ن ل يذكر جعاء )روه املسلم(.ال

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Hajib bin Al Walid] telah

menceritakan kepada kami [Muhammad bin Harb] dari [Az Zubaidi] dari [Az

Zuhri] telah mengabarkan kepadaku [Sa'id bin Al Musayyab] dari [Abu

Hurairah], dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah

bersabda: 'Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada

dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan

membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan

yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian

merasakan adanya cacat? ' Lalu Abu Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau,

maka bacalah firman Allah yang berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang

telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas

fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30). Telah menceritakan kepada kami [Abu

Bakr bin Abu Syaibah]; telah menceritakan kepada kami ['Abdul 'Alaa]

Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, dan telah menceritakan kepada

kami ['Abd bin Humaid]; telah mengabarkan kepada kami ['Abdurrazzaq]

keduanya dari [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dengan sanad ini dan dia berkata;

3

'Sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya. -tanpa menyebutkan cacat.”

(HR. Muslim No. 4803).

Orang tua bertugas dalam mengasuh anak, dengan pola asuh yang baik

dan benar. Pengasuhan orang tua berfungsi untuk memberikan kelekatan dan

ikatan emosional, atau kasih sayang antara orang tua dan anaknya, juga adanya

penerimaan dan tuntunan dari orang tua dan melihat bagaimana orang tua

menerapkan disiplin (Muallifah, 2009: 44). Jadi, orang tua sebagai parental

control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan

mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas

perkembangannya menuju pada proses pendewasaan (Muallifah, 2009: 42).

Tempat dimana anak memperoleh pendidikan selanjutnya adalah

sekolah. Anak mengalami masa dimana mereka sudah siap untuk hidup

mandiri. Kondisi mereka secara jasmani, sudah mampu duduk beberapa saat

atau mampu mengerjakan tugas-tugas tertentu yang berkaitan dengan

penggunaan tenaga fisik. Begitu juga, kondisi psikis seperti intelektual,

perasaan, kemalasan sudah berkembang sedemikian rupa, sehingga sudah

saatnya mendapatkan bimbingan, pembinaan dari guru atau pendidik (Uhbiyati,

2009: 61). Guru merupakan orang tua kedua setelah ayah dan ibu. Guru

mengajarkan banyak hal ketika dalam pembelajaran di sekolah. Baik dalam hal

akademik maupun sikap dan perilaku. Guru menjadi tokoh utama sebagai

teladan bagi anak didiknya. Sehingga, sekolah merupakan tempat anak mencari

ilmu dengan lingkungan yang disiapkan khusus secara efektif dan efisien.

4

Keluarga dan sekolah sama-sama memiliki peran penting dalam

pendidikan anak. Dan seharusnya ketika orang tua menyekolahkan anaknya

bukan berarti tanggung jawab diberikan sepenuhnya kepada sekolah, akan

tetapi orang tua memiliki tanggung jawab yang sama terhadap pendidikan anak.

Dengan kesetaraan dalam hal tanggung jawab, maka haruslah terjalin hubungan

yang harmonis antara keluarga dan sekolah. Tujuan dan visi yang sama untuk

mendidik anak menjadi manusia yang berilmu dan bermartabat.

Pentingnya hubungan antara keluarga dan sekolah, maka pemerintah

yang diwakili oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan membentuk

program kemitraan yang dinamakan dengan Tri Sentra Pendidikan yaitu

kerjasama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sekolah dan keluarga

merupakan dua komponen yang berperan aktif dalam pelaksanaan pendidikan.

Maka dari itu, peneliti menamakan program tersebut dengan nama program

parenting, yaitu program pengasuhan orang tua.

Program parenting merupakan program baru yang dibentuk oleh

pemerintah, terutama dalam ranah pendidikan sekolah menengah pertama

(SMP). Setelah dirasa cukup memberi dampak yang baik dalam pendidikan

taman kanak-kanak dan sekolah dasar, mulai diberlakukannya program

parenting di SMP. SMP Negeri 7 Salatiga merupakan salah satu sekolah yang

sudah melaksanakan program parenting, kebetulan sekolah tersebut ditunjuk

oleh pemerintah sebagai sekolah percontohan dalam pelaksanaan program

parenting di kota Salatiga. Pelaksanaan program parenting yang dilaksanakan

5

oleh pihak sekolah, orangtua, dan masayarakat mengacu pada aspek-aspek

pendidikan berupa aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.

Peserta didik di arahkan kepada bagaimana meningkatkan prestasi belajar,

sikap yang baik, dan keterampilan sesuai potensi yang dimiliki setiap individu,

dibantu oleh guru, orang tua dan masyarakat. Hubungan ketiga komponen

tersebut memiliki tujuan dan visi misi yang sama dalam pendidikan. Sehingga

dapat dikatakan bahwa program parenting merupakan program keterbukaan

dalam proses pendidikan di lingkungan sekolah, di lingkungan keluarga dan di

lingkungan masyarakat.

Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah pendidikan agama Islam

(PAI). Pendidikan Agama Islam yaitu usaha yang berupa pengajaran,

bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat

memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya

sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat (Muslih,

Sohari dan Syafaat, 2008: 16). Pemahaman dan pengamalan dalam pendidikan

agama Islam mencakup beberapa aspek. Menurut Abudin Nata dikutip oleh

Muslih dkk (2008: 52) mengemukakan bahwa aspek kandungan materi dari

pendidikan Islam, secara garis besarnya mencakup aspek akidah, ibadah, dan

akhlak. Pada materi pelajaran pendidikan agama Islam peserta didik diajarkan

bagaimana cara berperilaku baik sesuai dengan nilai-nilai moral. Selain itu,

peserta didik diajarkan bagaimana cara beribadah menurut syariat agama Islam

dengan baik dan benar. Misalnya, materi tentang shalat, berwudhu, haji, dan

6

lain sebagainya. Disamping mengajarkan tentang hal-hal akhirat, pendidikan

agama Islam membimbing dan mengajarkan bagaimana berhubungan dengan

manusia, berhubungan dengan makhluk, dan berhubungan dengan Allah

tentunya. Jadi, pendidikan agama Islam memberikan banyak kontribusi

terhadap pendidikan dalam pencapaian aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik.

Pemerintah mulai memberikan perhatian lebih kepada pendidikan

agama Islam yaitu dengan dibentuknya kurikulum 2013. Dalam kurikulum

2013 pendidikan agama Islam memberikan sumbangsih terhadap pembentukan

karakter peserta didik dalam bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma

yang berlaku. Selain itu, kompetensi inti yang harus dicapai oleh peserta didik

adalah sikap religius dan sikap sosial. Begitu juga dengan tingkat kelulusan

peserta didik yang tidak hanya ditentukan dengan nilai akademik saja,

melainkan ditambah dengan nilai sikap dan perilaku peserta didik selama di

sekolah.

Pentingnya pendidikan agama Islam, begitu juga dengan pelaksanaan

program parenting yang sudah berjalan dua tahun ini di SMP Negeri 7 Salatiga.

Sehingga peneliti tertarik dan ingin segera melakukan penelitian dalam hal

“Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama

Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga Tahun 2017.” Peneliti berupaya untuk

menemukan hasil yang akan diperoleh dengan adanya pelaksanaan program

7

parenting dan peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran

pendidikan agama Islam (PAI).

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang dipaparkan diatas dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMP

Negeri 7 Salatiga ?

2. Apa problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan program parenting

pada bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?

3. Bagaimana dampak pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di

SMP Negeri 7 Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMP

Negeri 7 Salatiga

2. Mengetahui problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan program

parenting dalam bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga

3. Mengetahui dampak pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di

SMP Negeri 7 Salatiga.

8

D. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat diadakannya penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan sebagai

hasil pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin

ilmu yang diperoleh selain studi di perguruan tinggi.

b. Sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pendidikan,

khususnya dalam bidang PAI melalui program parenting.

2. Secara Praktis

a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai input bagi pimpinan dalam

pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI.

b. Sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam bidang

PAI melalui program parenting.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda, maka penulis perlu

menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul penelitian sebagai

berikut:

1. Parenting

Parenting adalah individu atau orang yang bertanggung jawab

penuh dalam tumbuh kembang anak. Seperti yang diungkapkan oleh

Brooks bahwa “a Parent is an individual who fosters all facets of a

9

child’s growth, who nourishes, protects, guides new life thought the

course of development” (Brooks, 2003: 4). Jadi, program parenting

dapat diartikan sebagai bentuk pengasuhan orang tua/ wali terhadap

pendidikan anak.

2. Pendidikan Agama Islam (PAI)

Pendidikan agama Islam merupakan usaha berupa bimbingan kepada

peserta didik dengan berlandaskan kaidah-kaidah agama Islam yang

terdapat dalam al-qur’an dan hadist. Sedangkan menurut Sahilun A. Nasir

yang dikutip oleh Muslih dkk (2008: 15) mengatakan sebagai berikut.

Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha yang sistematis dan

pragmatis dalam membimbing anak didik yang beragama Islam

dengan cara sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran Islam itu

benar-benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam

dirinya. Yakni, ajaran itu benar-benar dipahami, diyakini

kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi

pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran, dan sikap mental.

Jadi, pendidikan agama Islam adalah usaha dalam kegiatan membimbing

dan mengarahkan anak didik kepada pengetahuan agama Islam untuk

diaplikasikan terhadap perbuatan yang berlandaskan Al-Qur’an dan hadist.

F. Kajian Pustaka yang Relevan

Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap

penelitian terdahulu. Dari hasil penelusuran diperoleh beberapa masalah yang

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu:

10

1. Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun

Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga. Penelitian dilakukan oleh Imania

Najmuna mahasiswi jurusan PAI, fakultas FTIK di IAIN Salatiga tahun

2016. Hasilnya adalah pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun

Ngablak dalam mendidik anak yaitu dengan pola asuh yang demokratis.

Orang tua memberikan bimbingan yang tegas terhadap pendidikan anak

agar anak tetap belajar dan berkembang dalam pendidikannya. Dan faktor

yang mempengaruhi pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun Ngablak

dalam mendidik anak dipengaruhi oleh karakter struktur keluarga, profesi

orang tua, kompetensi orang tua, karakteristik struktur anak dan interaksi

orang tua anak.

2. Hubungan Pola Asuh Pekerja dengan Akhlak Anak di Desa Klego

Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali Tahun 2016. Penelitian dilakukan

oleh Eka Pradita Agna Luhsari mahasiswi Jurusan PAI, fakultas FTIK di

IAIN Salatiga tahun 2016. Hasilnya adalah dai r table sampel 40 dengan

taraf signifikan 1% yaitu 0,403. Kemudian diperoleh rxy hitung yaitu 0,792.

Jika dibandingkan r table dengan rxy hitung, maka rxy hitung>dari r tabel

atau 0,792>0,403. Artinya ada hubungan positif secara signifikan pola asuh

ibu pekerja dengan akhlak anak di desa Klego Kecamatan Klego Kabupaten

Boyolali tahun 2016.

11

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis penelitian

Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subyek penelitian, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan Bahasa, pada suatu konteks alamiah dan memanfaatkan

metode alamiah (Moleong, 2008: 6). Sehingga peneliti secara langsung

mengamati fenomena yang diamati, kemudian mendeskripsikan data yang

diperoleh dengan bentuk naratif deskriptif.

2. Kehadiran Peneliti

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti

hadir dalam proses penelitian serta bertindak langsung sebagai instrument

dan sebagai pengumpulan data hasil observasi dan wawancara yang

mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 7 Jl. Setiaki 15 Salatiga.

4. Sumber Data

Data-data yang dijadikan acuan dalam penelitian ini diambil dari

barbagai sumber, diantaranya:

12

a. Data Primer

Data berupa hasil wawancara dari Guru PAI, wali kelas, guru BK,

Kepala Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga, Penanggung jawab dan

pelaksana Program baik dari pihak sekolah maupun dari pihak orang

tua.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh peneliti berupa dokumen-dokumen tambahan yang

relevan dengan obyek yang diteliti. Seperti, Laporan hasil pelaksanaan

program parenting, daftar hadir peserta program, dan lain sebagainya.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Ada beberapa metode pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu:

a. Wawancara

Wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih dengan tujuan untuk menggali informasi dari

narasumber yang diharapkan. Pernyataan tersebut selaras dengan

ungkapan dari Kahn & Cannel yang dikutip oleh Sarosa (2012: 45)

“wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau lebih

dengan tujuan tertentu”.

Tujuan dari wawancara dalam penelitian ini adalah menggali

secara dalam informasi dari berbagai narasumber yang menjadi subyek

13

penelitian tentang implementasi program parenting dalam bidang PAI

di SMP Negeri 7 Salatiga.

b. Observasi

Penelitian ini menggunakan observasi terbuka. Menurut Sukardi

(2005) yang dikutip oleh Maslikhah (2013: 322) mengatakan bahwa

Observasi terbuka kehadiran peneliti dalam menjalankan tugasnya di

tengah-tengah kegiatan responden diketahui secara terbuka, sehingga

antara responden dengan peneliti terjadi hubungan atau interaksi secara

wajar. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang

pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI.

c. Dokumentasi

“Dokumen adalah segala catatan baik berbentuk catatan dalam

kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy)” (Sarosa. 2012: 65).

Misalnya, berupa buku, artikel media massa, catatan harian, halaman

web, foto, blog, dan lain sebagainya.

Penggunaan sumber data ini untuk memperoleh dokumen dan kebijakan

yang berkaitan dengan program parenting, Pendidikan agama Islam,

dan profil SMP Negeri 7 Salatiga.

6. Analisis Data

Menurut Bogdan & Binklen (1928) yang dikutip oleh Moleong (2008:

248) mangatakan bahwa Analisis data kualitatif adalah upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

14

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dana pa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Analisis data berlangsung secara bersama-sama dengan proses

pengumpulan data dengan alur tahapan sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Reduksi data yaitu memilih data mana yang menjadi obyek

formil dari teori yang digunakan untuk membedah fenomena dengan

cara menyederhanakan data, memastikan bahwa data yang diperoleh

adalah termasuk cakupan penelitian. Reduksi data dapat dilakukan

dengan menyusun ringkasan, membuang data yang tidak diperlukan,

memberi kode pada bagian yang penting, dan lain sebagainya.

b. Penyajian Data

Sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberi

kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data

yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok permasalahan dan

dibuat dalam bentuk matriks untuk memudahkan peneliti dalam melihat

pola-pola hubungan antara satu data dengan data lainnya.

c. Penyimpulan Data dan Verivikasi

Kegiatan penyimpulan data merupakan langkah lebih lanjut dari

kegiatan reduksi dan penyajian data. Data yang sudah direduksi dan

disajikan secara sistematis akan disimpulkan sementara. Selain itu,

15

verivikasi merupakan tinjauan kembali terhadap catatan-catatan di

lapangan serta tukar pikiran selama dalam penulisan. Sehingga

kesimpulan yang pada mulanya mengambang atau kabur menjadi

relevan.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik

trianggulasi. Teknik trianggulasi adalah penggunaan dua atau lebih metode

pengumpulan data dalam suatu penelitian (Kasmiran, 2010: 294). Teknik

keabsahan data yang dipilih oleh peneliti yaitu mencakup dua jenis teknik

trianggulasi dengan sumber dan trianggulasi dengan metode. Kedua hal

tersebut dapat dijelaskan, sebagai berikut:

a. Trianggulasi sumber data

Trianggulasi sumber berarti, mencari sumber-sumber lain disamping

sumber yang telah kita dapatkan (Putra dan Lisnawati: 2013: 34).

Trianggualsi sumber memiliki prinsip bahwa lebih banyak sumber,

lebih baik.

b. Trianggulasi metode

Trianggulasi metode menurut Patton (1987) yang dikutip oleh Moleong

menjelaskan bahwa, ada dua strategi di dalam teknik trianggulasi

metode, yaitu pengecekan derajat keprcayaanpenemuan hasil penelitian

beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan

beberapa sumber data dengan metode yang sama (Moleong, 2002: 178).

16

Teknik ini dilakukan dengan menggali data yang sama tetapi dengan

metode yang berbeda.

8. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian kualitatif ada beberapa tahap yang perlu dilakukan, yaitu:

a. Tahap pra Lapangan (menyusun rencana penelitian dan memilih

lapangan, mengurus perizinan, menjejaki dan menilai keadaan

lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan

kelengkapan penelitian, memperhatikan etika penelitian).

b. Tahap Pekerjaan Lapangan (memahami latar penelitian dan persiapan

diri, berperan aktif dalam pengumpulan data).

c. Tahap Analisis Data (menyusun secara sistematis data yang diperoleh

dari interview, catatan lapangan dan bahan-bahan yang lain sehingga

mudah dipahami dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Tahap ini dilakukan peneliti sesuai dengan cara yang telah ditentukan).

d. Tahap Pelaporan Data (merupakan tugas akhir dari rangkaian proses

penelitian. Pada tahap ini peneliti menyusun laporan hasil penelitian

dengan format tulisan dan Bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini penulis susun dalam lima bab, yang secara sistematis dapat

dijabarkan sebagai berikut:

17

BAB I: Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, serta

sistematika penulisan skripsi.

BAB II: Kajian Pustaka

Pada bab ini akan diuraikan berbagai teori yang menjadi landasan

teoritik penelitian, meliputi: pengertian program parenting, langkah kerja

Program kemitraan, bentuk-bentuk parenting, metode-metode dalam

parenting, pengertian pendidikan agama Islam, tujuan dan fungsi pendidikan

agama Islam, dan ruang lingkup pendidikan agama Islam.

BAB III: Paparan Data dan Penemuan Penelitian

Berisi tentang gambaran lokasi penelitian SMP Negeri 7 Salatiga yang

mencakup profil sekolah, organisasi sekolah, sarana prasarana, dan pelaksanaan

program parenting dalam bidang PAI.

BAB IV: Pembahasan

Bab ini berisi tentang analisis data sebagai jawaban atas masalah

sebagai berikut: Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI,

Problematika pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI, dan dampak

pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI.

BAB V: Penutup

Bab terakhir berisi kesimpulan dan saran.

18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Program Parenting

1. Pengertian Program Parenting

Parenting berasal dari Bahasa inggris yang berarti pengasuhan.

Menurut istilah parenting merupakan pola asuh orang tua terhadap

anaknya sejak bayi hingga menuju kedewasaan. Pernyataan ini selaras

dengan yang diungkapkan oleh Brooks (2011: 11), menyatakan bahwa.

Pengasuhan adalah sebuah proses tindakan dan interaksi antara

orang tua dan anak. Ini adalah proses dimana kedua pihak saling

mengubah satu sama lain saat anak tumbuh menjadi sosok

dewasa. Masyarakat adalah kekuatan dinamis ketiga di dalam

proses tersebut. Masyarakat memeberikan dukungan dan

tekanan bagi orang tua dan anak serta dapat berubah dalam

merespon kebutuhan dan tindakan yang dilakukan orang tua dan

anak.

Parenting merupakan kegiatan yang memberikan efek

kebahagiaan pada orang tua, jika orang tua tersebut tidak mempunyai

permasalahan dengan anaknya. Orang tua adalah penentu dalam

pertumbuhan dan perkembangan anak kaitannya dalam proses

pengasuhan anak. Sedangkan parenting adalah tugas yang kompleks

yang membutuhkan kepekaan dan kemauan untuk melihat apa yang

sedang orang tua lakukan terhadap anaknya dan adanya sebuah

perubahan. Sebagaimana menurut Norton (1977: 1), menjelaskan

bahwa:

19

Parenting is a complex task that requires sensitivity and a

willingness to look at what we are doing to our children and to

change if necessary.

Adapun parenting mengacu pada proses interkasi jangka

panjang yang relatif antara orang dewasa dan anak yang mempengaruhi

perilakunya di masa depan. Perilaku parenting adalah perilaku yang

dapat dilakukan secara sengaja dan tidak sengaja baik secara langsung

maupun tidak langsung dapat besifat positif dan negatif yang

mempengaruhi perilaku anak. Hal ini sebanding dengan, “Parenting

refers to relatively long-term interactions between an adult and child

that influence the child’s future behavior. Parenting behavior can be

intentional or unintentional; it can be positive or negative, and it can

be behavior that directly or indirectly influences a child’s behavior”

(Norton, 1997: 191).

Jadi, parenting adalah proses interaksi antara orang tua dengan

anak dalam jangka waktu yang relatif lama baik secara langsung atau

tidak langsung dapat bersifat positif dan negatif yang mempengaruhi

perilaku anak.

Parenting memiliki tiga komponen penentu, yaitu orang tua,

anak dan masyarakat. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dalam

kehidupan sosial. Masing-masing dari komponen tersebut memiliki

peran tersendiri. Peran dari ketiga komponen tersebut diantaranya:

20

a. Peran anak, yaitu anak memiliki peran penting dalam pengasuhan.

Anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh

pengasuh (orang tua) berupa kebutuhan fisik, psikologis dan sosial.

Kebutuhan fisik, misalnya kebutuhan terhadap tempat tinggal,

makanan, pakaian, dan kehangatan. Sedangkan kebutuhan

psikologis dan sosial berupa hubungan interaksi yang baik secara

berkelanjutan dalam lingkungan sosial yang diberikan oleh

pengasuh dengan oran-orang dewasa disekitarnya. Berkaitan

dengan hal tersebut, Urie Bronfrenbenner dan Pamela Morris yang

dikutip oleh Brooks (2011: 11-12) menyatakan sebagai berikut.

Anak memiliki kebutuhan psikologis dasar untuk: Pertama,

sebuah hubungan berkelanjutan dengan paling sedikit satu

orang dewasa yang amat sangat mencintainya dan

berkomitmen seumur hidup untuk memberikan perhatian.

Kedua, satu orang dewasa sekunder yang ikut terikat secara

emosional dan memberikan perhatian serta dukungan

emosional dan dorongan bagi orang dewasa (pengasuh)

lainnya. Ketiga, interaksi yang stabil dan konsisten dengan

pengasuh dan objek-objek di lingkungan yang membuat

anak dapat mengembangkan perilaku yang lebih kompleks

dan mendapatkan pengetahuan yang lebih besar tentang

dunia.

Pentingnya anak bagi orang tua dan masyarakat, yaitu anak

memenuhi kebutuhan orang tua akan kedekatan, rasa pencapaian,

dan kedewasaan dalam kehidupan. Sedangkan bagi masyarakat,

anak-anak menjaga tradisi dan ritual, serta mewariskannya

kegenerasi berikutnya. Jadi, anak merupakan subjek yang

21

dibutuhkan oleh orang tua dan masyarakat untuk menjaga

keberlangsungan hidup yang harmonis dan sejahtera.

b. Peran orang tua adalah orang tua bertanggung jawab atas

pemeliharaan anak yang memiliki kemampuan dan kebutuhan

dalam proses pengasuhan.

c. Peran masyarakat adalah masyarakat memberikan nilai dan acuan

bertindak bagi tiga mitra pengasuhan, yaitu orang tua, anak dan

masyarakat. Menurut Brooks (2011: 14-15) menyatakan bahwa,

masyarakat merupakan suatu bentuk dorongan yang dinamis yang

berubah sebagai respons atas perubahan ekonomi dan sosial

sehingga mempengaruhi kehidupan orang tua dan anak.

Jadi, program parenting merupakan kegiatan secara terorganisir

yang bertolak pada pola pengasuhan yang mencakup komponen berupa

siswa, orang tua dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mencapai

tujuan pendidikan secara terstruktur yang dilaksanakan di lingkungan

sekolah, keluarga dan masyarakat.

2. Langkah kerja program kemitraan

Program kemitraan merupakan bentuk kerja sama antara sekolah, orang

tua dan masyarakat menurut Epstein (2009: 14) dapat diwujudkan

dalam enam bentuk, yaitu “...pengasuhan, komunikasi, pembelajaran

peserta didik, suakrelawan, pengambilan keputusan sekolah dan

22

advokasi, dan kolaborasi dengan masyarakat...” keenam bentuk

program kemitraan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Pengasuhan (parenting)

Parenting adalah pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua

terhadap anaknya dalam meningkatkan tumbuh kembang anak,

dalam memnuhi kebutuhan baik secara fisik dan psikhis anak,

membentuk hubungan emosional dan membimbing anak dalam

menghadapi kehidupan di dunia.

b. Komunikasi (communicating)

Komunikasi merupakan hal yang dilakukan oleh sekolah dengan

orangtua untuk menjalin hubungan yang harmonis melalui interaksi

baik secara langsung maupun dengan melalui media, dilakukan

secara teratur, terarah, dan penuh makna, bertujuan untuk mengatasi

permasalahan yang muncul dan para peserta didik dapat mencapai

kemajuan yang lebih baik.

c. Pembelajaran peserta didik di rumah (student learning at home)

Orang tua merupakan penanggung jawab dalam perkembangan

belajar anak di rumah. Orang tua membantu anak dalam

mengkondisikan lingkungan keluarga yang kondusif. Sedangkan

upaya tersebut menurut Mulyasa (2007: 167), ada beberapa hal yang

dapat dilakukan orang tua, yaitu: (1) menciptakan budaya belajar di

rumah; (2) memprioritaskan tugas yang terkait secara langsung

23

dengan pembelajaran di sekolah; (3) mendorong anak untuk aktif

dalam berbagai kegiatan sekolah; (4) memberi kesempatan kepada

anak untuk mengembangkan ide dan aktivitas yang menunjang

belajar; (5) menciptakan suasana demokratis di rumah; (6)

memahami program kegiatan di sekolah; (7) menyediakan sarana

belajar yang memadai sesuai dengan kemampuan orang tua dan

kebutuhan sekolah.

d. Sukarelawan (volunteering)

Menurut Epstein (2009: 58) aktivitas sekarelawan di sekolah adalah

“mobilize parents and others who can share their time and talents

to support the school, teachers, and student activities at the school

or in other locations”. Hal ini dimaksudkan untuk memobilisasi

orang tua dan sumber daya lain yang dapat meluangkan waktu dan

kemampuannya untuk mensupport sekolah, guru, pelajar dan

berbagai kegiatan di sekolah atau di tempat lain. Misalnya, program

sukarelawan untuk kelas dan sekolah guna membantu para guru,

pegawai, pelajar dan orang tua.

e. Pengambilan keputusan (decision making)

Pengambilan keputusan merupakan hal yang dapat dilakukan oleh

orang tua sebagai wakil dalam sebuah perkumpulan berupa

paguyuban, komite sekolah dan lain sebagainya dalam pengambilan

24

keputusan kaitannya dengan pelaksanaan program-progam di

sekolah.

f. Kolaborasi dengan masyarakat (collaborating with the community)

Kolaborasi dengan masyarakat dilakukan untuk menjalin hubungan

kerja sama dengan tokoh masyarakat maupun lingkungan sosial

sekitar yang mendukung kagiatan pendidikan di sekolah dan sebagai

tempat aplikasi pembelajaran anak di kehidupan nyata.

3. Style of Parenting (Gaya Pengasuhan)

Orang tua merupakan pelaku utama dalam pola pengasuhan

(parenting). Pola pengasuhan masing-masing orang tua berbeda. Orang

tua pada umumnya memiliki pola atau bentuk pengasuhan yang dapat

diklasifikasikan ke dalam tiga macam bentuk, yaitu pengasuhan

berwenang (authoritative), pengasuhan otoriter (authoritarian), dan

pengasuhan permisif (permissive).

Menurut Beumrind, yang dikutip oleh Jane Brooks (2011: 112)

mengungkapkan bahwa.

Dia mengklasifikasikan tiga pola perilaku pengasuhan terkait

dengan beragam tingkatan dalam kompetensi anak: berwenang

(authoritative), otoriter (authoritarian), permisif (permissive).

25

Adapun bentuk-bentuk pola asuh orang tua dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Pengasuhan berwenang (authoritative) merupakan pola asuh orang tua

dengan menerapkan kontrol tegas atas perilaku anak, tetapi juga

menekankan kemandirian dan individualitas anak. Orang tua memiliki

standar yang jelas pada saat ini dan di masa depan atas perilaku anak,

mereka bersifat rasional, fleksibel, dan memperhatikan kebutuhan serta

kesukaan anak. Hal tersebut memberikan dampak kepada anak berupa

kemandirian, rasa percaya diri, dan mengeksplorasi dunia mereka

dengan senang dan puas.

Menurut Norton (1977: 3), pengasuhan berwenang adalah di jelaskan

sebagai berikut.

The authoritative parent attempt to direct the child’s activities

but in a rational, issue-oriented manner. She encourages verbal

give and take, and shares with the child the reasoning behind

her policy. She values both expressive and instrumental

attributes, both autonomous self- will and disciplined

conformity.

Sedangkan menurut Kaufmann (2000) yang dikutip oleh Grant and Ray

(2010: 77), menjelaskan bahwa.

Authoritative families have a firm discipline style combined with

high levels of warmth and nurturing behaviors. Authoritative

families set rules and limits but have an open communication

style. The adults are willing to listen to their children and adjust

their parenting demands based on their children’s views and

opinions. In families with authoritative parenting styles, adults

are concerned with helping children understand the reasons

26

behind the rules as opposed to enforcing strict adherence to the

rules.

Jadi, pengasuhan berwenang (authoritative) adalah pola asuh yang

memberikan dorongan pada anak untuk mandiri dan tetap menerapkan

batasan yang akan mengontrol mereka. Pola pengasuhan authoritativ

lebih dominan menerapkan pola pendidikan daripada hukuman.

Hubungan antara orang tua dan anak saling terbuka, adanya saling

memberi dan saling menerima, mendengarkan dan didengarka.

Sehingga pola pengasuhan seperti ini bebas dan terbuka tetapi masih

dalam batasan yang wajar.

b. Pengasuhan otoriter (authoritarian) merupakan pola asuh orang tua

yang menerapkan kontrol yang tegas, tetapi secara berwenang-wenang,

berkuasa penuh tanpa memperhatikan individualitas anak. Mereka

menekankan kontrol tanpa pengasuhan atau dukungan untuk

mencapainya. Hal ini mengakibatkan anak menjadi tidak bahagia,

menarik diri, malu-malu, dan tidak bisa dipercaya.

Menurut Gonzalez and Mena (2006), yang dikutip oleh Grant and Ray

(2010: 77), menjelaskan bahwa:

Authoritarian families also have firm control on children’s

behavior but may lack the warmth or negotiation style of the

authoritative family. There is little communication about the

reason for rules or limits. This parenting style may appear to be

punitive, with its focus on obedience to the family demands, as

opposed to understanding the reasons behind the demands.

27

Sedangkan menurut Norton (1977: 3), pola pengasuhan authoritarian

adalah pola pengasuhan yang memiliki ciri-ciri bahwa orang tua

mencoba untuk membentuk, mengendalikan, dan menilai perilaku dan

sikap anak sesuai dengan standar perilaku yang sudah ditetapkan, sudah

termotivasi secara teologis dan dirumuskan oleh otoritas yang lebih

tinggi.

Jadi dari peryataan diatas dapat disimpulkan bahwa, pola pengasuhan

authoritarian merupakan pola asuh yang penuh pembatasan dan

hukuman dalam bentuk kekerasan dengan cara orang tua memaksakan

kehendaknya, sehingga orang tua memegang kendali penuh dalam

mengontrol anak dan orang tua selalu menuntut anak tanpa memberi

kesempatan anak untuk mengungkapkan pendapatnya.

c. Pengasuhan permisif (permissive) merupakan pola asuh orang tua yang

menerapkan sedikit batasan bagi anak. Mereka menerima implusif anak,

memberikan kebebasan sebesar-besarnya meski masih menjaga

keamanan. Mereka terlihat dingin dan tidak terlibat. Pengasuhan

permisif memberikan dampak, yaitu anak cenderung tidak mandiri,

tidak memiliki kontrol diri dan digolongkan sebagai sosok yang tidak

dewasa.

28

Menurut Baumrind (1971) yang dikutip oleh Norton (1977: 3-4),

mengungkapkan bahwa:

Permissive parents attempt to behave in a nonpunitive,

acceptant, and affirmative manner toward the child’s impulses,

desires, and actions. She consults with him about policy

decisions and gives explanations for family rules. She makes few

demands for household responsibility and orderly behavior. She

presents herself to the child as a resource for him to use as he

wishes, not as an active agent responsible for shaping or

altering his ongoing or future behavior. She allows the child to

regulate his own abilities as much as possible, avoid the exercise

of control, and does not encourage him to obey externally-

defined standards. She attempts to use reason, but not

overpower to accomplish her ends.

Adapun menurut Couchenour and Chrisman (2000), pengasuhan

permisif adalah pola asuh yang memiliki ciri-ciri umum, yaitu hangat

dan penuh kasih sayang tanpa adanya harapan dan menerima. Selain itu,

pola asuh permisif menghindari pengendalian pada anak-anak dan

menempatkan sedikit batasan pada mereka. Sehingga, pola asuh seperti

ini orangtua bukan menjadi penguasa tetapi menjadi teman bagi anak-

anaknya dan lebih sabar dalam pengasuhan (Grant and Ray, 2010: 77).

Jadi, pola asuh orang tua secara umum dikategorikan ke dalam

tiga bentuk pengasuhan. Ketiga pola tersebut memiliki ciri khas, yaitu

pengasuhan berwenang menerapkan kontrol tegas, tetapi juga

menekankan kemandirian dan individualitas anak. Hal ini yang berbeda

dalam pengasuhan otoriter yang hanya menerapkan kontrol tegas,

berwenang-wenang, berkuasa secara penuh tanpa adanya kemandirian

29

dan individualitas anak. Sedangkan, pengasuhan permisif memberikan

sedikit batasan pada anak dalam berperilaku. Anak cenderung diberi

kebebasan, tetapi masih dalam kontrol keamanan orang tua. Ketiga pola

tersebut memberikan dampak yang berbeda-beda pada anak setelah

orang tua menerapkan pola tersebut. Misalnya anak dari orang tua

permisif cenderung tidak mandiri disebabkan oleh adanya ruang yang

bebas dengan sedikit kontrol yang tegas dari orang tua.

4. Metode-metode dalam Parenting

Parenting merupakan proses pengasuhan berupa interaksi antara orang

dewasa dengan anak. Orang dewasa adalah penanggung jawab secara

penuh dalam proses pengasuhan. Hal ini berkaitan dengan metode-

metode yang harus diterapkan oleh orang tua dalam mengasuh anak.

Adapun metode-metode yang dilakukan dalam proses parenting untuk

membantu perkembangan anak, sebagai berikut:

a. Improving communication

Komunikasi merupakan salah satu cara untuk menjalin sebuah

hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak. Komunikasi

orang tua dan anak harus dibangun atas dasar kasih sayang antara

kedua belah pihak. Kebutuhan ini dapat diaplikasikan setiap saat

dalam situasi dan kondisi yang efektif. Menurut Mustaqim (2005:

66), menjelaskan bahwa:

30

Prinsip dalam komunikasi adalah bukan seberapa lama

orang tua bersama anak-anak di rumah, melainkan

seberapa jauh intensitas tersebut. Selain itu, komunikasi

orang tua harus dibangun atas dasar kasih sayang yang

dapat diaplikasikan setiap saat dalam situasi dan kondisi

yang efektif.

Menurut Steinberg (2005: 243), komunikasi yang dilakukan orang

tua dan anak dilakukan dengan adanya komunikasi dua arah, yaitu

komunikasi timbal balik antara orang tua dan anak berupa

pemahaman dan keterbukaan antara kedua belah pihak dalam

sebuah perbincangan.

Perbincangan yang dilakukan memberikan manfaat pada orang tua

untuk mengetahui apa yang dilakukan anak baik di rumah maupun

di luar rumah. Sehingga, orang tua lebih memahami perilaku anak.

Selaras dengan pernyataan diatas, Norton (1977: 15), menjelaskan

bahwa:

There are other advantages to knowing what our

children do away from home. Sometimes the thing they

do and say at home carry over from their life away from

home. Knowing the things that happen away from home

can help us understand more completely our child’s

behavior at home.

Adapun situasi dan kondisi yang efektif untuk membangun

komunikasi orang tua dan anak, menurut Mustaqim (2005: 67),

sebagai berikut: pertama, saat makan bersama merupakan kondisi

dimana anak-anak dapat memperoleh keuntungan yang berarti jika

mereka makan bersama keluarga. Secara tidak langsung akan

31

terjalin hubungan kebersamaan dan keakraban antara orang tua dan

anak. kedua, saat berlibur bersama merupakan hal yang sangat

penting untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas kerja dan

pekerjaan rumah serta menyuburkan keakraban semua anggota

keluarga. Ketiga, saat berkumpul di rumah merupakan kondisi

dimana orangtua dan anak bisa berbagi cerita tentang banyak hal

yang dialami sehari-hari.

Sedangkan cara berkomunikasi yang efektif dalam proses parenting

adalah mengetahui cara berbicara yang baik terhadap anak,

memberikan komentar yang positif terhadap anak, mengevaluasi

perilaku anak, dan mengetahui waktu yang tepat berbicara kepada

anak (Norton, 1977: 15-26).

Jadi, meningkatkan komunikasi yang baik terhadap anak merupakan

tugas orang tua untuk memahami lebih dalam perilaku anak. Hal ini

dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan

komentar yang positif terhadap anak.

b. Helping to solve problems

Problem merupakan hal yang tidak akan lepas dari kehidupan,

begitu juga dengan proses pendidikan dan pengajaran anak. Pola

asuh orang tua yang salah dapat menyebabkan dampak

permasalahan yang dihadapi anak. Adapun permasalahan yang

dihadapi oleh anak menurut Crosson & Tower (2007) digolongkan

32

menjadi empat yaitu: “Child abuse and neglect fall into specific

categories with different symptoms and different etiologies. The four

categories most often used are physical abuse, and emotional or

psychological abuse”. Sedangkan menurut Dubois & Krogsrud

(2005), kesewenang-wenangan terhadap anak merupakan salah satu

pemicu munculnya permasalahan anak. Hal ini dapat dikategorikan

dalam empat jenis, yaitu perilaku salah secara fisik, perilaku salah

secara emosional, penelantaran anak, dan perilaku salah secara

seksual.

Adapun permasalahan anak dapat diselesaikan dengan menerapkan

pola asuh yang memberikan dampak positif pada anak dan didasari

dengan rasa kasih sayang. Selain itu, orang tua dapat membantu

menyelesaikan permasalahan anak dengan mengajak berbicara anak

tentang permasalahan yang mereka hadapi. Selama percakapan

orang tua harus peduli dan mencoba mencari tahu mengapa anak

melakukan perilaku tersebut dan memberinya informasi yang benar

(Norton, 1977: 29). Selain itu, sebelum memulai percakapan orang

tua harus memperhatikan beberapa hal, yaitu kapan waktu yang

tepat untuk berbicara kepada anak, bagaimana orang tua lebih

memahami perilaku anak dan orang tua harus menciptakan suasana

tanya jawab yang meningkatkan kejujuran anak. Jadi, permasalahan

anak dapat diselesaikan dengan cara menerapkan pola asuh yang

33

sesuai dengan kebutuhan anak dan berbicara kepada anak tentang

permasalahan yang dihadapi dengan memperhatikan beberapa hal

yang dapat meningkatkan kejujuran anak dalam menjawab setiap

pertanyaan yang diberikan orang tua. Sehingga orang tua akan lebih

memahami dan tepat dalam memberikan solusi atas permasalahan

tersebut.

c. Making punishment effective

Punishment adalah melakukan sesuatu kepada anak yang mengikuti

tingkah lakunya untuk mengurangi kemungkinan perilaku itu akan

terulang. Hal ini bisa memberikan efek pada anak di masa depan.

Akan tetapi jika anak dengan mudah mengulangi perilakunya

meskipun kita memukulnya terakhir kali, pukulan itu tidak sesuai

dengan pengertian hukuman yang sebenarnya (Norton, 2010: 46).

Adapun jenis hukuman ada 3 macam, yaitu Hukuman fisik (physical

punishment), menghapus hak istimewa (removing privileges), dan

hukuman verbal (verbal punishment).

Hukuman fisik (physical punishment) merupakan bentuk hukuman

yang biasa digunakan oleh anak muda. Saat menggunakan hukuman

fisik, kita berinteraksi secara fisik dengan anak dan menyebabkan

anak itu merasa sakit. Bentuk hukuman fisik yang paling umum

adalah memukul, menampar, dan pukulan di pantat.

34

Menghapus hak istimewa (remove privileges) merupakan bentuk

hukuman dengan menghapus hak istimewa anak saat mereka

berperilaku tidak tepat atau melanggar aturan.

Sedangkan, hukuman verbal (verbal punishment) merupakan

bentuk hukuman berupa tindakan secara lisan yang membawa efek

kekerasan, baik secara tersirat maupun tersurat, dan bisa berakibat

buruk pada anak secara fisik dan mental.

Hukuman merupakan salah satu cara untuk mengontrol anak agar

tetap berperilaku sesuai norma yang ada atau sesuai aturan yang

dibuat orang tua. Banyak orang tua yang memberikan hukuman

kepada anaknya jika mereka berbuat kesalahan atau melanggar

aturan. Tetapi sebagian besar menggunakan cara yang tidak baik,

sehingga memberikan dampak negatif terhadap perilaku anak serta

hubungannya antara orang tua dan anak. Sedangkan, hukuman yang

efektif adalah orang tua menggunakan beberapa strategi dan metode

pengajaran yang memberikan dampak positif terhadap perilaku

anak. Kapan hukuman itu menjadi efektif dan kapan seharusnya itu

digunakan? Hukuman efektif (punishment effective) dapat

digunakan dalam situasi tertentu ketika perilaku anak perlu

dikurangi dan saat hukuman itu dilakukan berfungsi untuk

melengkapi metode pengajaran yang lebih positif.

35

Menurut Cruig yang dikutip oleh Sahlan (2002: 94-95),

menjelaskan bahwa. Cara-cara menghukum anak yang efektif,

sebagaimana petunjuk berikut:

1) Hindarilah pemakaian teguran, omelan, ancaman, dan hukuman

bila secara naluri hal itu dapat dihindari.

2) Apabila sungguh-sungguh perlu menghukum, buatlah hukuman

seringan mungkin. Gunakanlah hukuman pertama-tama karena

nilai sebaliknya dan bukan karena nilai terapinya yang diduga

terkandung di dalamnya.

3) Perhitungkan kemungkinan masa depan dari hubungan dan

interaksi orang tua dengan anak kalau hukuman dijatuhkan.

Usahakanlah tidak terjebak pada solusi situasi konflik pribadi

yang yang abadi yang akan menuntut penerapan hukuman yang

lebih keras.

4) Perlembutlah hukuman dengan belas kasihan dan sadarlah

bahwa semuanya itu butuh proses, begitu juga dengan proses

pendidikan dan pengajaran anak.

d. Using rewards

Rewards dapat di artikan sebagai imbalan atau penghargaan, yaitu

hal-hal yang mengikuti perilaku tertentu dan meningkatkan

kemungkinan perilaku itu akan diulangi kembali di masa depan

(Norton, 1977: 71).

36

Imbalan ditentukan dalam hal bagaimana hal itu mempengaruhi

perilaku anak, bukan tentang sesuatu yang anak sukai. Ada beberapa

poin tentang pengertian reward, antara lain: (1) imbalan adalah hal-

hal yang meningkatkan terjadinya suatu perilaku di masa depan, (2)

penghargaan datang setelah perilaku itu terjadi atau sudah

dilakukan, dan (3) pengahargaan yang diinginkan antara satu orang

dan orang lainnya berbeda.

Adapun jenis-jenis reward, Norton membaginya ke-dalam 5 jenis

reawards, sebagai berikut: Pertama, Object rewards adalah hal-hal

yang orang tua berikan kepada anak bahwa ia dapat menyentuh,

memanipulasi, makan, memeluk, dan sebagainya. Hal ini

merupakan hal-hal fisik yang bisa dimainkan, dimakan, atau

dibuang. Misalnya orang tua memberikan hadiah berupa permen

jika anaknya mampu untuk membereskan tempat tidurnya sebelum

ia pergi ke sekolah. Setelah reward tersebut diaplikasikan

memberikan manfaat berupa sesuatu yang membuat perasaan anak

menjadi lebih baik dalam jangka waktu tertentu setelah hadiah

tersebut diberikan. Sedangkan kerugian yang paling berpengaruh

adalah biaya yang mahal. Kedua, imbalan aktivitas (activity

rewards) adalah imbalan atau hadiah dimana seorang anak

mendapatkan hak untuk terlibat dalam beberapa aktivitas yang

diinginkan. Misalnya, anak diperbolehkan begadang untuk

37

menonton acara televisi khusus. Hal ini memberikan manfaat

berupa, hal tersebut membuat anak merasa senang untuk

melakukannya dan biaya yang murah. Ketiga, imbalan sosial (social

rewards) adalah imbalan berupa pujian, senyuman, dan tepukan di

punggung yang diberikan oleh orang tua untuk anaknya atas apa

yang sudah dilakukan. Hal ini memberikan manfaat berupa cara

tersebut dapat digunakan kapan saja tanpa adanya biaya yang harus

dikeluarkan oleh orang tua. Keempat penghargaan secara pribadi

(personal rewards) adalah penghargaan yang diberikan bukan dari

orang tua tetapi dari diri mereka sendiri. Misalnya, anak akan

memuji dirinya sendiri ketika ia mampu melakukan sesuatu, yaitu

dengan senyuaman, atau tepuk tangan. Kelima, token rewards

adalah imbalan berupa hal yang dapat ditukar dengan sesuatu yang

lain. Misalnya, jika anak dapat melakukan sesuatu yang diinginkan

orang tuanya, anak itu akan mendapatkan bintang dan bintang

tersebut dapat ditukarkan dengan sesuatu yang lain yang membuat

anak tersebut merasa senang.

Selaras dengan pernyataan diatas, Orang tua memberikan rewards

kepada anaknya ketika ia mampu untuk meningkatkan perilakunya

dan memberikan nilai manfaat bagi dirinya maupun orang lain.

38

e. Children learn by observing others

Anak belajar menggunakan berbagai cara, salah satunya dengan

mengamati dan menirukan perilaku orang lain terutama perilaku

orang tuanya. Hal ini menjadi salah satu cara dalam mengasuh anak

yang baik dengan memahami bahwa anak belajar dengan cara

mengamati dan menirukan (children learn by observing other).

Teori ini disebut juga dengan Teori imitasi, yaitu perilaku terbentuk

melalui proses imitasi, mengamati peilaku orang lain termasuk

mengamati terhadap efek dari perilaku orang lain. Selain itu, teori

ini disebut juga dengan teori model, yaitu pembentukan perilaku

yang memerlukan model yang dicontoh atau diikuti (Sriyanti, 2013:

73).

Adapun faktor yang mempengaruhi pembelajaran observasi

(observation learning), sebagai berikut:

Observation learning dipengaruhi oleh dua faktor yaitu model

characteristics dan observer characteristics (Norton, 1977: 132).

Karakteristik model merupakan bentuk karakteristik seorang model

yang dapat ditirukan oleh anak. model menjadi penentu baik atau

tidaknya perilaku tersebut ditirukan oleh anak, sehingga anak

membutuhkan model yang baik.

Menurut Sriyanti (2013: 77), model yang bisa ditiru bisa tampil

dalam berbagai bentuk baik di dalam kehidupan anak bahkan selalu

39

hadir dalam kehidupan nyata. Model tersebut berupa: (1) Model

hidup, seperti perilaku orang-orang dalam keluarga. (2) Model

simbolik, seperti model yang ditiru dari film atau semisalnya. (3)

Instruksi verbal berupa instruksi bukan berupa tingkah laku.

Sedangkan karakteristik, yaitu kompetensi model dan status model.

Jika anak merasa bahwa model tersebut berkompeten maka anak

akan menirukan, tetapi sebaliknya jika model dirasa tidak

berkompeten anak tidak akan menirukan. Misalnya, anak

menirukan ayahnya ketika ayahnya bercerita tentang sesuatu

lelucon yang bagus kepada teman-temannya dan mereka tertawa.

Anak merasa ayahnya kompeten karena telah memberikan sesuatu

yang bagus terhadap teman-temannya. Adapun status model

merupakan hal yang dapat mempengaruhi orang tersebut menjadi

model. Misalnya, anak akan bercita-cita menjadi seorang dokter

karena dokter satusnya adalah seorang pahlawan dan memiliki

banyak uang. Karakteristik pengamat (observer characteristics)

merupakan karakter yang dimiliki oleh pengamat (anak). Anak

memiliki beberapa karakter dalam pembelajaran obervasi, yaitu

ketergantungan, harga diri, tingkat kompetensi, dan pengalaman

menirukan seseorang. Hal ini merupakan karakter terpenting yang

dimiliki anak dalam pembelajaran observasi.

40

Jadi, Model characteristics dan observer characteristics merupakan

hal yang dapat mempengaruhi anak dalam menirukan sesuatu, yaitu

dilihat dari karakter yang dimiliki oleh objek (model) dan subjek

(anak) dalam pembelajaran observasi (observation learning).

Adapun hal-hal yang dapat ditirukan oleh anak, yaitu performance

of actions, learning attitude, dan learning emotional behavior. Anak

menirukan bagaiaman berperilaku, belajar bersikap yang baik, dan

belajar perilaku yang bersifat emosional.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran observasi (observation

learning) adalah anak belajar dengan menirukan (imitasi) model

baik di dalam kehidupan anak maupun di luar itu dengan hal-hal

yang dapat dilakukan berupa berperilaku, belajar bersikap yang

baik, dan belajar berperilaku yang bersifat emosional.

B. Pendidikan Agama Islam (PAI)

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam merupakan upaya mendidikkan agama

Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life

(pandangan dan sikap hidup) seseorang. Semua itu dapat diwujudkan

dalam kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok peserta

didik dalam menanamkan atau menumbuhkembangkan ajaran Islam

untuk dijadikan sebagai pandangan hidupnya berupa sikap hidup yang

41

dikembangkan dalam keterampilan hidupnya sehari-hari (Muhaimin,

2007: 8).

Pandangan bahwa agama sebagai pegangan hidup yang

meyakini Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana

dijelaskan pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 Ayat (1) menyatakan

bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa serta berakhlak mulia.

Selaras dengan pernyataan di atas, pendidikan agama Islam

adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik

untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani,

bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam

dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadis, melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman

yang disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain

dalam hubungannya dengan kekurangan antarumat beragama dalam

masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Majid,

2012: 11-12).

42

Menurut Zakiyah Darajat (1987: 87) yang dikutip oleh Majid

(2012: 12) mengungkapkan bahwa.

Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan

mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami

kandungan ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati makna

tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta

menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa, pendidikan agama

Islam adalah upaya secara sadar yang dilakukan oleh orang dewasa

dalam mengembangkan potensi atau fitrah yang dimiliki peserta didik

melalui ajaran Islam dengan dasar keimanan dan ketakwaan sebagai

pandangan hidup dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat.

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan Islam adalah sesuatu perubahan yang

diharapkan untuk membina insan yang beriman dan bertakwa kepada

Allah Swt, membina serta memelihara alam semesta sesuai syari’ah dan

memanfaatkannya sesuai akidah dan akhlak Islam. Pernyataan ini sesuai

dalam konferensi Pendidikan Islam pertama di Mekkah (1977) para ahli

telah sepakat bahwa, tujuan pendidikan Islam adalah untuk membina

insan yang beriman dan bertakwa yang mengabdikan dirinya kepada

Allah Swt, membina serta memlihara alam semesta sesuai dengan

syari’ah dan memanfaatkannya dengan akidah dan akhlak Islam (Daud

Ali, 2008: 181-182).

43

Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, tujuan pendidikan

Islam dapat diklasifikasikan kepada: (1) Tujuan pendidikan jasmani,

yaitu pendidikan mempunyai arah tujuan kepada keterampilan-

keterampilan fisik yang diperlukan anak didik berupa tubuh yang

perkasa dan sehat. (2) Tujuan pendidikan rohani, yaitu pendidikan

bertujuan untuk menjaga hubungan ruhaniyah dengan Allah SWT. (3)

Tujuan pendidikan akal, yaitu pendidikan bertujuan kepada

perkembangan intelegensi yang mengarahkan setiap manusia sebagai

individu untuk menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya. (4)

Tujuan sosial, yaitu pendidikan bertujuan kepada perkembangan

karakter manusia yang unik, agar manusia mampu beradaptasi dengan

standar-standar masyarakat bersama-sama dengan cita-cita yang ada

padanya.

Sedangkan menurut Imam al-Ghazali yang dikutip oleh fatiyah

Hasan Sulaiman menjelaskan bahwa tujuan pendidikan dapat

diklasifikasikan kepada: membentuk insan purna yang pada akhirnya

dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt dan membentuk insan purna

untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat

(Arief, 2002: 22).

Adapun menurut kurikulum PAI (2002) tujuan pendidikan

agama Islam di sekolah/ madrasah adalah menumbuhkan dan

meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan

44

pengatahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik

tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus

berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan

bernegara, serta untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih

tinggi (Majid, 2012: 16).

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, tujuan

pendidikan agama Islam adalah upaya perubahan yang diharapkan

setelah peserta didik memperoleh proses pendidikan untuk menjadi

manusia yang sempurna (insan kamil) yang beriman dan bertakwa

kepada Allah Swt dan menemukan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Sedangkan menurut Majid (2012: 15-16) fungsi pendidikan

agama Islam untuk sekolah/madarasah sebagai berikut:

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan

ketakwaan peserta didik kepada Allah Swt. Yang telah

ditanamkan dalam lingkungan keluarga.

b. Penanaman nilai, yaitu sebagai pedoman hidup untuk

mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan

sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan

ajaran agama Islam.

45

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta

didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran

dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari

lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat

membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya

menuju manusia seutuhnya.

f. Pengajaran, yaitu tentang ilmu pengetahuan keagamaan

secara umum, sistem dan fungsionalnya.

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang

memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat

tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat

dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.

3. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam merupakan bentuk kebutuhan yang

harus dipenuhi oleh umat Islam. Kebutuhan dalam bentuk pendidikan

yang mengajarkan berbagai aspek kehidupan yang sesuai dengan

sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah. Adapun dalam

sumber ajaran tersebut terdapat beberapa ruang lingkup pendidikan

agama Islam. Secara lebih luas runag lingkup pendidikan agama Islam

46

dalam makna Dinul Islam, yaitu Islam sebagai agama yang mengatur

hubungan manusia dengan Allah Swt, mengatur hubungan manusia

dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat dan alam lingkungan

hidupnya (Daud Ali, 2008: 77).

Sedangkan rung lingkup pendidikan agama Islam secara khusus

dapat diklasifikasikan kepada: Islam mencakup dalam beberapa ruang

lingkup yang meliputi aspek Akidah, Syari’ah dan Akhlak. Ketiga aspek

tersebut merupakan aspek utama yang harus dipenuhi dalam proses

pendidikan agama Islam.

Akidah secara etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Sedangkan

pengertian secara teknis artinya adalah iman atau keyakinan. Secara

isltilah akidah adalah meyakini zat mutlak yang Maha Esa yang disebut

Allah yang Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya disebut

juga dengan tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman dan prima causa

seleuruh keyakinan Islam (Daud Ali, 2008: 199-200).

Sedangkan syari’ah merupakan jalan hidup (the way of life)

yang memiliki makna asal jalan ke sumber mata air. Menurut

Mohammad Idris as Syafi’I dalam kitab ar Risalah, Syari’at adalah

peraturan-peraturan lahir dan kesimpulan-kesimpulan yang bersumber

dari wahyu itu mengenai tingkah laku manusia (Daud Ali, 2008: 235).

Sedangkan dilihat dari segi ilmu hukum, syari’at adalah norma hukum

dasar yang diwahyukan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam, baik

47

berhubungan dengan Allah maupun berhubungan dengan sesama

manusia dan benda dalam masyarakat. Pernyataan ini biasa dikenal

dengan sebutan hablum minallah, hablum minannas dan hablum

minalmakhluk.

Adapun akhlak merupakan salah satu komponen utama agama

Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Sedangkan akhlak termasuk

kedalam arti ihsan. Arti ihsan berasal dari kata ahsana-yuhsinu-ihsanun

yang berarti berbuat kebaikan. Akhlak secara etimologi berasal dari

Bahasa arab akhlaq, bentuk jamaknya khuluq yang berarti budi pekerti,

perangai, tingkah laku atau tabi’at (Daud Ali, 2008: 346). Akhlak dalam

pelaksanaan memiliki sifat yang positif (baik) dan negatif (buruk). Yang

termasuk ke dalam pengertian baik adalah segala tingkah laku, tabi’at,

watak dan perangai yang sifatnya benar, amanah, sabar, pemaaf,

pemurah, rendah hati dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk ke

dalam pengertian akhlak yang buruk adalah semua tingkah laku, tabi’at,

watak, perangai sombong, dendam, dengki, khianat dan lain

sebagainya.

Jadi, penulis dapat simpulkan bahwa ruang lingkup pendidikan

agama Islam mencakup ke dalam tiga komponen dasar, yaitu iman,

Islam, dan ihsan. Ketiga komponen dasar tersebut dapat diklasifikasikan

kepada Akidah, Syari’ah dan Akhlak.

48

BAB III

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP Negeri 7 Salatiga

1. Tinjauan Geografis

SMP Negeri 7 Salatiga yang berlokasi di Dusun Warak Desa

Dukuh Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Sekolah ini berdiri diatas

tanah seluas 12. 780 m2 yang di dirikan pada tanggal 7 Juli 1987.

Sekolah ini berstatus hak milik pemerintah Kota Salatiga yang

beroperasi pada tahun 1987.

2. Identitas Sekolah

a. Profil SMPN 7 Salatiga

Nama Sekolah: SMP Negeri 7 Salatiga

Nama Kepala Sekolah: Dra. ANNA MARIA A, M.Pd

Alamat Sekolah:

Jalan: Setiaki No. 15 Salatiga

Kecamatan: Sidomukti

Kota: Salatiga

No. Telepon: (0298)322272

1) NSS: 201036203007

2) NIS: 20007

49

3) Jenjang akreditasi: A

4) Tahun didirikan: 1987

5) Tahun Beroperasi: 1987

6) Kepemilikan tanah: Pemkot Kota Salatiga

Status tanah: SHM

Luas tanah: 12.780 m2

7) Status bangunan: Milik Pemerintah Kota Salatiga

8) Luas seluruh bangunan: 3.039 m2

9) Nomor rekening sekolah: 0081-01-009019-05-5 atas nama SMP

Negeri 7 Salatiga

b. Visi dan Misi SMPN 7 Salatiga

SMP Negeri 7 Salatiga merupakan sekolah yang berkualitas

dengan memiliki visi dan misi yang luhur, yaitu:

1) Visi SMPN 7 Salatiga

Visi SMPN 7 Salatiga adalah Terwujudnya insan yang

‘SIAP berprestasi’ (Santun berperilaku, Iman dalam beragama,

menjaga Asri lingkungannya, dan Percaya diri untuk meraih

prestasi).

2) Misi SMPN 7 Salatiga

Misi SMPN 7 Salatiga adalah menyelenggarakan

pendidikan bermutu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas

50

kompetensi peserta didik, pendidik dan tenaga pendidikan yang

didukung sarana prasarana pembelajaran, lingkungan yang asri,

dan pelayanan prima.

c. Struktur Organisasi SMP Negeri 7 Salatiga

Pendidikan yang efektif dan kondusif dalam pelaksanaannya

tidaklah terlepas dari adanya organisasi struktural untuk mencapai

tujuan dalam proses pendidikan. Adapun struktur organisasi SMP

Negeri 7 Salatiga sebagai berikut:

Tabel. 3.1 Struktur organisasi SMPN 7 Salatiga

NO NAMA JABATAN

1. Drs. Supriyadi S. Komite Sekolah

2. Dra. Anna Maria Andharini, M.Pd. Kepala Sekolah

3. Tri Martini Harwanti, SE Koordinator TAS

4. Nastain Arif, S.Pd. Kesiswaan

5. Drs. Supantiyono Humas

6. Sigih Pratisto, S.Pd. Kurikulum

7. Gisti Waliyatun Sarpras

8. Agus Dwiyono, S.Pd. Kepala Perpus

9. Hj. Krisnuraini, S. Pd. Kepala LAB

10. Dwi Retno Setyaningrum, S. Pd. UKS

51

11. E. Pujono, S. Pd. LAB IPA

12. Nur Kholis, S. Pd. LAB Matematika

13. Sunarmi, S. Pd. LAB IPS

14. Heru Setyo W. S. Pd. LAB Olahraga

15. Slamet Mulyono LAB Mulok

Sumber: Dokumen sekolah SMPN 7 Salatiga, 17 Mei 2017

d. Keadaan Guru SMPN 7 Salatiga

SMP Negeri 7 Salatiga merupakan sekolah yang memiliki guru

tetap dan guru tidak tetap. Adapun jumlah guru yang dimiliki dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 2 Keadaan Guru SMPN 7 Salatiga

No Guru / Staf

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-

Laki

Perempuan

1. Guru Tetap 22 20 42 orang

2. Guru Tidak Tetap 3 3 6 orang

Sumber: Dokumen Sekolah SMPN 7 Salatiga, 17 Mei 2017

e. Keadaan Siswa SMP Negeri 7 Salatiga

Siswa merupakan objek utama dalam pendidikan di sekolah.

Adapun keadaan siswa SMPN 7 Salatiga dapat dilihat pada tabel

berikut:

52

Tabel 3. 3 Keadaan Siswa SMPN 7 Salatiga

No Kelas Jumlah Siswa Agama Jumlah

Seluruh

Siswa L P Islam Kristen Katolik

1 VII A 17 13 30

2 VII B 18 14 32

3 VII C 18 14 32

4 VII D 19 13 32

5 VII E 18 14 32

6 VII F 17 14 31

7 VII G 19 9 28

8 VII H 5 19 24

9 VIII A 12 15 27

10 VIII B 16 12 28

11 VIII C 16 12 28

12 VIII D 16 12 28

13 VIII E 16 12 28

14 VIII F 15 12 27

15 VIII G 16 11 27

16 VIII H 13 10 23

17 IX A 12 15 27

18 IX B 18 9 27

19 IX C 18 10 28

20 IX D 14 11 25

21 IX E 15 11 26

22 IX F 16 10 26

23 IX G 12 10 22

24 IX H 14 9 23

Sumber: Dokumen Sekolah SMPN 7 Salatiga, 17 Mei 2017

53

f. Program parenting di SMP Negeri 7 Salatiga

Program parenting merupakan program keterlibatan orang tua dalam

pendidikan anak baik di rumah maupun di sekolah. Orang tua dilibatkan

secara langsung dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk penguatan

hubungan antara orang tua, anak, sekolah, dan masyarakat. SMPN 7

Salatiga merupakan satu-satunya sekolah tingkat pertama di kota Salatiga

yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai sekolah percontohan untuk

melaksanakan program parenting atau program kemitraan. Program

parenting dilaksanakan sejak tahun 2015 di SMPN 7 Salatiga, terhitung

sudah dua tahun program ini berjalan sampai sekarang.

Adapun mekanisme pelaksanaan program parenting secara umum,

yaitu meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, supervisi dan

evaluasi. Mekanisme pelaksanaan program parenting dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1) Perencanaan program pelibatan orang tua

Perencanaan merupakan hal penting yang harus dilakukan agar

program-program yang terkait dengan trisentra pendidikan (orang

tua, sekolah, dan masyarakat) dapat terlaksana dengan baik dan

tujuan yang direncanakan dapat tercapai. Tahapan perencanaan

yang sebaiknya dilakukan di satuan pendidikan yaitu dengan

menganalisis kebutuhan antara lain: analisis kebutuhan program

54

pendidikan keluarga ditinjau dari peserta didik, orang tua/wali,

masyarakat, dan satuan pendidikan.

Selanjutnya, mengidntifikasi pelibatan orangtua yang pernah

dilakukan sebelumnya antara satuan pendidikan dan orang tua/wali,

masyarakat, sehingga dapat menjadi acuan pada kegiatan

selanjutnya. Selain itu, mengidentifikasi potensi orang tua/wali, dan

masyarakat sebagai mitra satuan pendidikan. Potensi yang

dimaksud bisa dari berbagai sudut pandang, misalnya ekonomi,

pekerjaan, keahlian dan pengalaman, kepentingan, minat,

kegemaran, dan lain sebagainya.

Setelah dilakukan hal-hal sebagaimana dijelaskan diatas, kemudian

dilaksanakannya penyusunan rencana aksi pelibatan orang tua

tersebut dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

mengadakan musyawarah yang melibatkan pihak satuan PNF,

keluarga/orang tua/wali, dan masyarakat; merumuskan tujuan

pelibatan orang tua yang dibangun berbasis pada data dan fakta hasil

analisis kebutuhan dan penentuan skala prioritas; merumuskan

program dan kegiatan pelibatan orang tua yang mengacu pada

tujuan pelibatan yang sudah disepakati; susun draf rencana aksi

pelibatan orangtua dalam format yang sederhana dan mudah

dipahami; bahas draf rencana aksi dalam kegaiatan diskusi

kelompok terumpun; dan buatlah rencana aksi yang sudah

55

disepakati dalam bentuk buku saku dan semua pihak harus

memiliki.

2) Pengorganisasian program pelibatan orang tua

Pengorganisasian program pelibatan orang tua adalah proses

penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam

aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan program pelibatan

orang tua, menempatkan orang-orang pada setiap kegiatan,

menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang

yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan

melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.

Sedangkan, media organisasi yang dapat dikembangkan di satuan

pendidikan diantaranya: pertama, paguyuban orang tua tiap jenjang

program satuan pendidikan. Paguyuban orang tua/wali di tingkat

kelas dibentuk agar semua orang tua/wali peserta didik dapat terlibat

aktif dalam berbgai kegiatan pelibatan orang tua, tidak hanya

diwakili oleh sebagian orang tua perserta didik. Kedua, membentuk

jaringan komunikasi dan informasi. Jaringan komunikasi dan

informasi merupakan kunci keberhasilan dalam menjalin pelibatan

orang tua antara keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.

Sedangkan media yang digunakan dalam hal tersebut adalah berupa

buku penghubung antara pihak satuan pendidikan dengan orang

tua/wali, adanya pertemuan tatap muka antara pihak satuan

56

pendidikan dengan orang tua/wali, dan hubungan melalui media

sosial, misalnya facebook, pesan singkat (SMS), Whatsapp, Twitter

dan lain sebagainya.

3) Pelaksanaan program pelibatan orang tua

Pelaksanaan program pelibatan orangtua merupakan proses

menjalankan kegiatan yang telah diprogramkan dan

diorganisasikan. Adapun pelaksanaan program pelibatan orang tua

adalah pertama, pengambangan kapasitas komponen pembelajaran

yaitu pemahaman semua komponen pembelajaran program tentang

hakikat pelibatan orang tua yang meliputi sesuai visi, misi, dan

tujuannya, program/ kegiatan dan dampak yang diharapkan sebagai

muara akhir pelibatan orang tua tersebut. Sedangkan,

pengembangan kapasitas komponen pembelajaran, misalnya

sosialisasi tentang pelibatan orang tua di lingkungan satuan

pendidikan.

Kedua, pertemuan pendidik dengan orang tua/ wali. Pertemuan

pendidik dengan orang tua/ wali dilaksanakan minimal 3 kali dalam

setiap kesetaraan program dilaksanakan, yakni: pada hari pertama

pembelajaran di bulan juli; pertengahan program di bulan desember;

dan pengambilan hasil ujian.

Ketiga, adanya kelas orang tua/ wali yang bertujuan sebagai wadah

bagi orang tua/ wali untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan

57

mendidik anak. Pelaksanaannya minimal dilakukan 2 kali dalam

satu tahun dengan tema yang membahas tentang pengasuhan positif

dan pengasuhan di era digital dan dapat dilanjutkan dengan tema-

tema sesuai kesepakatan orang tua/ wali dengan pihak satuan

pendidikan dan pertemuan tersebut diharapkan dapat dihadiri oleh

seluruh orang tua/ wali.

Keempat, pelibatan orang tua sebagai motivator/ inspirator bagi

peserta didik. Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong orang tua/

wali yang terpilih untuk hadir memberikan motivasi/ inspirasi

kepada peserta didik. Kegiatan ini dijadwalkan pada waktu yang

strategis, seperti pada waktu upacara bendera atau pada waktu yang

telah disepakati bersama.

Kelima, pentas kelas akhir tahun merupakan ajang untuk kreativitas

siswa yang dilaksanakan di akhir tahun ajaran satuan pendidikan.

Kegiatan ini dilaksanakan dan dirancang oleh paguyuban orang tua/

wali. Tujuan diadakannya pentas kelas akhir tahun salah satunya

adalah untuk memberikan penghargaan atas kiat hebat orang tua/

wali dalam mendukung kemajuan belajar anaknya di rumah.

Keenam, kegiatan pelibatan orang tua/ wali untuk mengamati

kegiatan pendidikan sekaligus membantu pendidik dalam proses

pembelajaran di kelompok/ kelas.

58

4) Supervisi dan evaluasi program pelibatan orang tua

Supervisi program pelibatan orang tua satuan pendidikan,

keluarga, dan masyarakat adalah kegiatan yang dilakukan untuk

memastikan efektivitas pelaksanaan program pendidikan keluarga

di satuan pendidikan. Sedangkan evaluasi program pelibatan orang

tua dilakukan untuk mengetahui efektivitas implementasi program

dan pelibatan orang tua terhadap pencapaian tujuan, baik di tingkat

keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Evaluasi yang

dilakukan mencakup evaluasi diri keluarga dan evaluasi diri satuan

pendidikan.

Selaras dengan adanya mekanisme pelaksanaan program parenting,

maka pelaksanaan program parenting di SMP Negeri 7 Salatiga tahun

2015/2016 adalah sebagai berikut.

Berdasarkan laporan akhir pelaksanaan bantuan penguatan ekosistem

pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga tahun 2015/2016, berikut data

hasil pelaksanaan program parenting pada tahun 2015/2016 di SMP Negeri 7

Salatiga:

Pelaksanaan kegiatan program parenting dalam rangka penguatan

ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga dilaksanakan di SMP

Negeri 7 Salatiga yang beralamatkan di Jl. Setiaki No. 15 Dukuh Salatiga, yang

di kepalai oleh Dra. Anna Maria Andharini, M.Pd. Kegiatan ini

59

diselenggarakan oleh organisasi pengelola program parenting. Adapun susunan

organisasinya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 4 Susunan Organisasi Pengelola Program Parenting

SUSUNAN ORGANISASI PENGELOLA PROGRAM

PARENTING DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2015/2016

NO NAMA JABATAN

1. Dra. Anna Maria Andharini, M.Pd Ketua

2. Jaka Mahargono Sekretaris

3. Gisti Waliyatun Bendahara

4. Drs. Supantiyono Anggota

Sumber: Dokumen Laporan Akhir Pelaksanaan Program Parenting Tahun 2015

Kegiatan ini berupa workshop penguatan ekosistem pendidikan dan

penguatan pendidikan keluarga dengan jumlah peserta yang hadir sebagai

berikut:

1. Jumlah peserta tahun 2015 adalah 72 Orang tua/ wali siswa dan 60 Bpk/ibu

Guru serta karyawan SMPN 7 Salatiga.

2. Jumlah peserta tahun 2016 adalah:

a. Pengurus paguyuban : 72 orang

b. Wali kelas : 24 orang

c. Lingkungan Sekolah : 7 orang

60

d. Komite Sekolah : 5 orang

e. Dinas pendidikan : 4 orang

f. Nara sumber : 2 orang

g. Kep. Sek SMP Negeri : 10 orang

h. Bapak /ibu guru, karyawan : 36 orang

Adapun kurikulum dan bahan ajar pelaksanaan program parenting

dalam penguatan ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga,

yaitu:

1. Kurikulum dan bahan ajar tahun 2015

a. Membangun komunikasi efektif antara keluarga, masyarakat, dan

sekolah;

b. Optimalisasi parenting;

c. Penguatan kemitraan keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat.

2. Kurikulum dan bahan ajar tahun 2016

Kurikulum dan bahan ajar dalam penguatan pendidikan keluarga yaitu

berupa kelas orangtua yang meliputi:

a. Pengasuhan positif

b. Mendidik anak di Era Digital

c. Implementasi pendidikan dalam keluarga

d. Pengalaman alumni yang menginspirasi siswa

61

Proses pelaksanaan program parenting dalam penguatan ekosistem

pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga tahun 2015/2016 dapat dilihat

dalam tabel berikut:

Tabel 3. 5 Proses pelaksanaan Program Parenting

1. Rekruitmen peserta Melalui pemilihan orangtua siswa dari

kelas 7 s. d kelas 9, yang masing-masing

kelas 3 orang dan dipilih yang

mempunyai kemampuan dalam

berorganisasi serta mampu menjadi nara

sumber bagi orangtua yang lain

2. Proses pembelajaran 1. Ceramah

2. Diskusi kelompok/ musyawarah

3. Tanya jawab

3. Evaluasi pembelajaran Menyusun RTL (Rencana Tindak Lanjut/

musyawarah) hasil diskusi (terlampir)

Sumber: Dokumen Laporan Akhir Pelaksanaan Program Parenting Tahun 2015

Berdasarkan proses Pelaksanaan program parenting dalam penguatan

ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga tahun 2015/2016

dapat di ambil hasil sebagai berikut:

Hasil/ output yang di dapat dari jumlah peserta yang menyelesaikan

program, yaitu dari semua peserta yang terbagi menjadi 24 kelompok dari orang

62

tua siswa kelas 7 s.d. kelas 9; semua telah menyelesaikan semua kegiatan dari

awal sampai akhir kegiatan dengan baik:

1. Dapat memahami dan mampu melaksanakan ekosistem pendidikan pada

pendidikan dan ketenaga pendidikan di satuan pendidikan SMP Negeri 7

Salatiga.

2. Terbentuknya paguyuban orang tua/ wali siswa di tiap-tiap kelas.

3. Adanya lingkungan belajar pada satuan/ lembaga pendidikan yang lebih

aman, nyaman dan menyenangkan.

B. Temuan Penelitian

1. Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7

Salatiga Tahun 2017

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan yang berkaitan

dengan pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMP

Negeri 7 Salatiga adalah sebagai berikut.

Pelaksanaan program parenting dilakukan di SMPN 7 Salatiga

sudah berjalan selama 2 tahun. Program ini merupakan program dari

pemerintah, yaitu Dinas pendidikan pemuda dan olahraga kota Salatiga

dan SMPN 7 adalah satu-satunya sekolah menengah pertama yang

ditunjuk sebagai sekolah percontohan yang berkaitan dengan

pelaksanaan program parenting atau biasa disebut dengan program

kemitraan atau program pelibatan orang tua. Program parenting

63

memiliki banyak kegiatan yang sudah terencana sesuai dengan prosedur

yang sudah dibuat oleh pemerintah dan tugas satuan pendidikan hanya

sebatas pelaksana dan fasilitator. Kegiatan tersebut berupa penguatan

ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga. Keduanya

bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak (siswa)

bekerja sama dengan orang tua, satuan pendidikan, dan masyarakat.

Pada dasarnya pelaksanaan program parenting, yaitu orang tua

mengantarkan anak pertama kali ke sekolah untuk menuntut ilmu.

Selain itu, orang tua dapat mengetahui program-program yang dibuat

oleh guru khususnya dalam bidang PAI. Jika program tersebut memiliki

kekurangan orang tua dapat memberikan saran dan menjadikannya

sebagai bahan untuk mensupport kegiatan belajar anak di rumah.

Sebagaimana yang dituturkan oleh LA, sebagai berikut:

“Salah satu pelaksanaan program parenting adalah mengantar

anak pertama kali masuk sekolah, anak menuntut ilmu, orang

tua dapat mengetahui program yang dibuat sekolah salah

satunya PAI. Jika program itu ada kekurangan orang tua dapat

memberikan saran, apabila hal itu baik orang tua dapat

mensupport kegiatan dirumah, sehingga akan terjadi

kesinambungan program yang telah dibuat” (wawancara dengan

LA, 30 Mei 2017).

Kegiatan keagamaan berperan aktif dalam pelaksanaan program

parenting di SMPN 7 Salatiga. Sebagaimana yang telah dituturkan oleh

AM sebagai berikut.

64

“Pada dasarnya parenting berperan aktif dalam bidang

keagamaan. Sebagai contoh di SMPN 7 Salatiga kemaren

mengadakan kegiatan mujahadah yang dilakukan oleh kelas 9

guna menghadapi Ujian Nasional. Selain itu, program parenting

mencakup semuanya dan bidang agama termasuk salah satu

didalamnya. Kemudian, dalam pelaksanaan program parenting,

orang tua dirumah mengisi cek list berkaitan dengan perilaku

siswa dirumah. Seperti contoh anak beribadah dirumah atau

tidak, anak sopan sama orangtua atau tidak, anak disiplin atau

tidak. Dan hal tersebut sebagai bahan evaluasi bagi pihak

sekolah maupun orang tua tentang pelaksanaan program

parenting yang sudah berjalan” (wawancara dengan AM, 22

Mei 2017).

Adapun ceklis pelaksanaan program parenting bagi siswa baik

di sekolah maupun di rumah dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 3. 6 Ceklis Evaluasi Pelaksanaan Program Parenting

No

Indikator

Tujuan

Keterlaksanaan

Sudah Belum

1 Penyambutan

kedatangan peserta

didik

Mengapresiasi

kehadiran anak

2 orang tua/wali

mengantar anak pada

hari pertama masuk

Meningkatkan

kepedulian

orang tua/wali

3 Masa orientasi peserta

didik baru (MOPBD)

Memberi

wawasan

tentang

65

program,

aturan, dan

budaya

sekolah

4 Berdoa sebelum dan

sesudah hari

pembelajaran

Menumbuhkan

ketakwaan

kepada Tuhan

YME

5 Menyanyikan lagu

wajib atau membaca

puisi perjuangan atau

menyampaikan kisah

tokoh nasional

maksimal selama 5

menit sesudah berdoa

Menumbuhkan

jiwa

kebangsaan

6 Pembiasaan beribadah

bersama sesuai

agamanya

Menumbuhkan

ketakwaan

kepada Tuhan

YME

7 Peringatan hari-hari

besar

Menumbuhkan

ketakwaan

66

kepada Tuhan

YME

8 Upacara bendera setiap

hari senin

Menumbuhkan

jiwa

kebangsaan

9 Upacara pada hari besar

Nasional

Menumbuhkan

jiwa

kebangsaan

10 Menyelenggarakan

pertemuan orang tua

pada hari pertama

masuk

Meningkatkan

komitmen

orang tua

11 Menyelenggarakan

kelas orang tua minimal

sekali setahun

Meningkatkan

wawasan

orang tua

terhadap pola

asuh positif

12 Menyelenggarakan

persiapan pentas kelas

akhir tahun ajaran

Memastikan

kesiapan

pentas akhir

67

tahun masing-

masing kelas

13 Turut partisipasi dalam

peringatan hari

keluarga nasional

Meningkatkan

ikatan antar

anggota

keluarga

14 Memberikan salam,

senyum, atau sapaan

saat bertemu orang di

satuan pendidikan

Menumbuhkan

sikap

kesantuanan

15 Melakukan kerja bakti

membersihkan

lingkungan sekolah

minimal sebulan sekali

Menumbuhkan

budaya bersih

Sumber: Dokumen Pelaporan Pelaksanaan program Parenting Tahun 2015

Contoh kegiatan keagamaan di SMPN 7 Salataiga. Sebagaimana

yang dituturkan oleh JM sebagai berikut.

“Satu contoh seperti kegiatan mujahadah itu kan termasuk satu

implementasi yang kita harapkan atau semacam dukungan yang

cukup tinggi dari pihak orang tua kemudian perayaan-perayaan

agama yang lain termasuk di dalamnya kegiatan parenting”

(wawancara dengan JM, 18 Mei 2017).

68

Selain itu, pelaksanaan program parenting yang dilakukan oleh

guru PAI di SMPN 7 Salatiga adalah, Sebagaimana yang dituturkan

oleh MS, sebagai berikut:

“Untuk pelaksanaan program parenting saya baru menerapkan

sholat, mengaji bagi anak. ini juga sebagai dorongan untuk

orang tua dalam mengkondisikan anak di lingkungan keluarga.

Selain itu, guru PAI menerapkan pada anak untuk giat sholat

berjama’ah, yaitu pada waktu dzuhur yang dilakukan ketika jam

istirahat dan Alhamdulillah sudah berjalan dengan baik”

(wawancara dengan MS, 17 Juli 2017).

Selaras dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh DM,

sebagai berikut:

“Pembentukan karakter anak tentunya tidak terbentuk dari pihak

sekolah, namun akan tetapi terpusat pada tripilar yaitu keluarga,

sekolah dan masyarakat. Berjalannya program ini sangat positif

karena dengan adanya hubungan antara orang tua dan sekolah

lebih dekat dan harmonis sehingga dengan itu apabila ada hal

dan kejadian apapun bisa segera diatasi bersama dan apa yang

menjadi keluhan orang tua bisa tersampaikan. Pembiasaan

shalat berjamaah di sekolah dan bimbingan keagamaan jika

terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah yang ada,

pelaksanaan peringatan hari-hari besar di sekolah sangatlah

positif dan meminimalisir kejadian-kejdian negatif. Untuk

kedepan harapan sekolah dengan adanya program ini lebih bisa

membentuk karakter anak yang shaleh-shalehah” (wawancara

dengan DM, 18 Mei 2017).

Sekolah memberikan saran, arahan, dan pemahaman kepada

orang tua. Sebagaimana yang dituturkan oleh LA, sebagai berikut:

69

“Saya menyarankan pengawasan dan kontrol orang tua pada

anak di rumah sangat penting untuk segala aktivitas yang

dilakukan terutama dalam pembelajaran PAI, yaitu dengan cara

pemberian keteladanan dari orang tua pada anak, orang tua harus

terlibat dalam aktivitas sehari-hari baik masalah ubudiyah,

amaliyah, dan akhlak” (wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).

Selaras dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh MS,

sebagai berikut:

“Pada paguyuban itu, guru memberi arahan kepada orang tua

untuk menyuruh anaknya shalat, mengaji dan perilaku yang baik

lainnya. Anak disuruh shalat subuh, pagi di ajak bangun dan

ketika di kelas guru memberikan pertanyaan seputar kegiatan

anak di rumah. Jadi antara orang tua dan guru saling bekerja

sama dan anak terkontrol baik di sekolah maupun di rumah.

Guru memberikan dorongan kepada orang tua untuk

mengarahkan anak untuk beribadah, dibuktikan dengan adanya

ceklis yang dibuat sekolah untuk orang tua kaitannya untuk di

laporkan kepada sekolah tentang kegiatan ibadah anak di rumah.

Selain itu, guru memberikan arahan kepada orang tua untuk

meningkatkan keterampilan agama anak seperti keterampilan

membaca al qur’an, menghafal surat-surat pendek dan tidak

segan-segan guru juga memberikan pelatihan secara cuma-cuma

diluar jam sekolah” (wawancara dengan MS, 17 Juli 2017).

Pernyataan diatas diperkuat dengan apa yang telah dituturkan

oleh DM, sebagai berikut:

“Sekolah selalu dan tidak henti-hentinya memberikan

pemahaman kepada orang tua bahwa, agama adalah pondasi

dalam kehidupan dengan dasaran agama iman dan takwa yang

baik, maka hidup akan lebih terarah dan mempunyai prinsip

hidup” (wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).

70

Sekolah mengadakan kegiatan workshop dan kelas orang tua

dalam pelaksanaan program parenting di SMPN 7 Salatiga.

Sebagaimana yang dituturkan oleh MS, sebagai berikut:

“Kalau workshop khusus PAI belum ada tetapi jika dalam ranah

parenting secara umum baru menyangkut soal kurikulum 2013.

Sedangkan, kalau kita kaitkan dengan agama workshop maupun

kelas orangtua diarahkan dalam bentuk budi pekerti kaitannya

berperilaku yang baik dan sesuai norma” (wawancara dengan

MS, 17 Juli 2017).

Adapaun bentuk kegiatan pendidikan keluarga (kelas orang tua)

di SMPN 7 Salatiga. Sebagaimana yang diuturkan oleh DM, sebagai

berikut:

“Ada! Hal tersebut kemaren di canangkan oleh menteri

pendidikan dengan menerbitkan buku tentang program

pengasuhan. Adanya buku tersebut orang tua pun menambah

wawasan karena kita tahu bahwa banyak orang tua pun yang

berlatar belakang pendidikannya kurang. Terkadang pola asuh

orang tua yang salah itu mempengaruhi perilaku anak. Dengan

parenting seperti ini, dan buku yang menjadi pedoman orang tua

yang hebat itu seperti apa, dari aspek komunikasi, terus

bagaimana cara penanaman kebiasaan-kebiasaan di rumah dan

lain sebagainya. Misalnya, bagaimana menjalin komunikasi

yang baik dengan anak, saling terbuka dan hal itu akan

menentukan keberhasilan anak kedepannya. Ada juga orang tua

yang kadang leleh luweh, tidak menghiraukan anak, tanpa

adanya interaksi dan komunikasi antara keduanya dan hal

tersebut akan berpengaruh buruk pada anak.” (wawancara

dengan DM, 18 Mei 2017).

71

Sedangkan, program-program yang mendukung pelaksanaan

program parenting di SMPN 7 Salatiga. Sebagaimana yang dituturkan

oleh LA, sebagai berikut:

“Program kegiatan dalam berbagi, contoh kegiatan korban,

zakat, infaq, bakti sosial jika ada bencana, besuk jika ada yang

sakit, takziah jika ada yang meninggal” (wawancara dengan LA,

30 Mei 2017).

Sehubungan dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh

DM, sebagai berikut:

“Program yang bertujuan untuk penumbuhan karakter

yang membentuk pribadi anak menjadi baik, yaitu pembiasaan

mengucap salam, betegur sapa, berbicara dengan sopan,

membuang sampah pada tempatnya, karena kebersihan sebagian

dari iman” (wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).

Adapun hal-hal yang dilakukan oleh guru dan orang tua terhadap

pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI antara lain:

Guru dalam proses pengasuhan di sekolah, yaitu membimbing,

mengarahkan, mengajak, memberi hadiah maupun sanksi, teguran, dan

memberikan ruang bergerak untuk anak berekspresi. Sebagaimana yang

dituturkan oleh LA, sebagai berikut:

“Pengasuhan guru di sekolah/ di kelas dengan cara

membimbing, mengarahkan dalam segala aktivitas anak baik di

kelas maupun di luar kelas. Jika ada anak yang salah atau

bermasalah akan segara ditegur dan ditangani” (wawancara

dengan LA, 30 Mei 2017).

72

Sehubungan dengan hal diatas, sebagaimana yang dituturkan

oleh MS, sebagai berikut:

“Guru mengajak anak untuk sholat, bertata kerama, cara

berpakaian yang baik, dan hal-hal yang berkaitan dengan materi

PAI. Selain itu, kita memberikan sanksi, teguran, kadang dengan

cara memberikan ancaman. Jika tidak dilakukan hal seperti itu

kadang anak menyepelekan. Guru juga memberikan ruang pada

anak untuk bebas berekspresi dalam beribadah. Misalnya anak

di beri kesempatan untuk jadi imam dalam sholat berjama’ah”

(wawancara dengan MS, 17 Juli 2017).

Pernyataan di atas diperkuat oleh apa yang disampaikan oleh

DM, sebagai berikut:

“Tentunya dengan bimbingan dan pendidikan karakter

yang berkesinambungan dan pembiasaan-pembiasaan yang baik

akan membentuk karakter yang baik. Tidak memungkiri masa-

masa SMP adalah masa tumbuh kembang anak, dimana anak

mengalami gejolak-gejolak yang mempengaruhi sikologi serta

perilakunya, sehingga timbul permasalahan, seperti membolos,

merokok, memalak, dan banyak hal lagi lainnya. Namun dengan

hal itu BK dan guru agama berkombinasi dan mengarahkan

anak-anak yang mengalami masalah, sehingga masalah yang

ada dapat terselesaikan. Namun semua tidak terlepas dari peran

orang tua” (wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).

Adapun, orang tua memberikan pengasuhan berbasis agama

pada anak di rumah. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW, sebagai

berikut:

“Pengasuhan berbasis agama yang saya terapkan di rumah

dengan sendirinya pengasuhan positif akan terbentuk. Saya

selalu mensupport anak-anak dalam setiap kegiatan,

73

meyakinkan mereka belajar pada kegiatan tersebut, terutama

dalam bidang keagamaan. Harapan saya anak-anak bisa terjun

ke masyarakat dengan akhlak yang kuat serta iman Islam yang

akan mereka junjung tinggi sampai akhir hayat. Membiasakan

diri saya untuk tidak menerapkan kekrasan juga hukuman pada

mereka, sehingga anak-anak merasa senang, tidak terpaksa

melakukan tata tertib atau kesepakatan bersama” (wawancara

dengan NW, 23 Mei 2017).

Guru berkomunikasi dengan anak untuk memberikan nasihat,

motivasi, dan informasi berkaitan tentang pembelajaran PAI di Sekolah.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh MS, sebagai berikut:

“Guru memberikan nasehat tentang kewajiban seorang muslim

berkaitan dengan ibadah. Guru juga memberikan motivasi dan

informasi tentang pendidikan agama Islam. selain itu, guru

berbicara dengan anak kaitannya dengan pengamalan dalam

keagamaan” (wawamncara dengan MS, 17 Juli 2017).

Selaras dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh LA,

sebagai berikut:

“Komunikasi yang dilakukan dapat berupa lisan maupun tulisan,

tidak hanya pada anak tetapi juga dengan orang tua berupa

motivasi dalam mendukung pembelajaran PAI atau berupa

peringatan berupa lisan atau surat yang berisi tentang pernyataan

pelanggaran yang telah dilakukan dan sanksi apa yang akan

diterima” (wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).

Sedangkan orang tua di rumah berkomunikasi aktif dengan anak

baik secara verbal maupun dengan Bahasa tubuh. Sebagaimana yang

dituturkan oleh NW, sebagai berikut:

74

“Komunikasi aktif dengan anak, baik secara verbal maupun

dengan Bahasa tubuh. Untuk urusan agama kita tidak boleh

sembarangan dalam mengajarkan anak-anak, sekarang tidak

akan mudah menerima sesuatu jika kita tidak mempunyai

dasar/jawaban yang tepat. Sehingga sebagai orang tua pun kita

harus selalu belajar dan menggali ilmu untuk anak-anak kita.

Selain itu, komunikasi timbal balik, bukan anak-anak saja yang

harus mendengar serta patuh pada ajaran kita, tetapi adakalanya

kita sebagai orang tua mendengar juga apa yang menjadi

pembicaraan mereka. mungkin itu bisa dipakai dalam

kesepakatan bersama” (wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).

Disamping berkomunikasi yang baik dengan anak, guru

membantu anak dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan

dengan pembelajaran PAI di sekolah maupun di luar sekolah.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh DM, sebagai berikut:

“Guru BK melaksanakan bimbingan kelompok dan konseling

individu terhadap peserta didik yang dianggap mengalami

permasalahan pada PAI. Meminta anak untuk hafalan surat-

surat pendek, dan banyak lagi yang lainnya. Dengan bimbingan

dan layanan konseling individu dengan tema keagamaan besar

harapan konselor anak terhindar dari masalah dan dapat

terentaskan dalam masalah PAI yang dihadapi” (wawancara

dengan DM, 18 Mei 2017).

Selaras dengan pernyataan di atas, sebagaimana yang di tuturkan

oleh MS, sebagai berikut:

“Kalau saya menyelesaikkanya yaitu dengan praktek dan

pelatihan satu persatu tentang pembenaran cara shalat, cara

shalat berjama’ah, mengingatkan sikap shalat yang baik,

mengajari cara sujud dan lain sebagainya. Selain itu, saya juga

menyediakan tempat dan pelatihan membaca dan menghafal al-

75

qur’an di luar jam pelajaran sekolah” (wawancara dengan MS,

17 Juli 2017).

Pernyataan di atas diperkuat dengan apa yang disampaikan oleh

LA, sebagai berikut:

“Bentuk bantuan dalam penyelesaian masalah yaitu dengan

melihat persoalannya terlebih dahulu, jika persoalan dalam

sikap kita bina bekerja sama dengan BK, orang tua, wali kelas

bahkan dapat melibatkan dengan dengan teman atau guru yang

lain. Jika persoalan dalam hal pengetahuan dan keterampilan

dapat kita membimbing dengan berbagai metode dan teknik

sehingga anak benar-benar dapat memahami dan memecahkan

persoalan yang dihadapi” (wawancara dengan LA, 30 Mei

2017).

Orang tua membantu dalam menyelesaikan permasalahan anak.

Sebagaimana yang dituturkan oleh NW, sebagai berikut:

“Kita akan adakan sharing ketika ada permasalahan, bersama

kita cari solusi, untuk masalah PAI saya berusaha untuk

mengajak mereka bertanya pada orang-orang yang lebih ilmu

agamanya, atau mungkin cari referensi di internet dan sekarang

lebih mudah dalam kita belajar” (wawancara dengan NW, 23

Mei 2017).

Guru dalam pengasuhan memberikan reward atau punishment

kepada anak. Sebagaimana yang dituturkan oleh MS, sebagai berikut:

“Ya! guru memberikan hadiah baik secara verbal, materi, dan

biasanya dengan nilai. Misalnya jika ada siswa yang dapat

menghafal sepuluh surat akan diberi hadian uang sepuluh ribu.

Selain itu, pujian ketika anak dapat berjama’ah shalat, bisa

menghafal dan sebagainya” (wawancara dengan MS, 17 Juli

2017).

76

Sehubungan dengan hal itu, sebagaimana yang diungkapkan

oleh LA, sebagai berikut:

“Hadiah atau hukuman diberikan dari konsekuensi aturan yang

sudah disepakati bersama dari awal. Dalam bidang PAI

hukuman diberikan dengan cara mendidik, contohnya ketika ada

pelanggaran anak diminta menghafal atau menulis sebuah ayat.

Hadiah diberikan jika berhasil melakukan sesuatu dengan baik”

(wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).

Hal ini diperkuat oleh apa yang telah diungkapkan oleh DM,

sebagai berikut:

“Hukuman yang mendidik tentunya lebih di sarankan untuk

membuat anak lebih baik. Contohnya: menghafal surat-surat

pendek dan latihan membaca alqur’an” (wawancara dengan

DM, 18 Mei 2017).

Adapun orang tua menerapkan hal yang sama dengan apa yang

dilakukan oleh guru di Sekolah, kaitannya dengan rewards dan

punishment. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW, sebagai berikut:

“Hadiah atau reward, bagi saya adalah sebuah bentuk apresiasi

untuk sebuah keberhasilan pada anak-anak kita. Tidak harus

berwujud benda bisa juga berwujud pujian. Disesuaikan dengan

situasi serta kondisi kita masing-masing. Anak akan merasa

termotivasi dengan reward yang kita berikan, contohnya: pada

bulan ramadhan kemaren saya memberikan hadiah mukena

kepada anak saya jika ia menyelesaikan puasa sebulan penuh

dengan tujuan penyemangat anak dalam beribadah. Sedangkan,

hukuman itu sesekali juga diperlukan, jika anak-anak melanggar

hukuman ini bersifat mendidik. Sehingga anak akan bisa

membatasi perilaku yang salah serta tidak akan mengulanginya

lagi” (wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).

77

Gambaran pemberian contoh dan pembiasaan 5S (senyum, sapa,

salam, sopan dan santun) di sekolah, sebagai berikut:

Pada saat peneliti melakukan pengamatan di SMPN 7 Salatiga,

kebetulan peneliti terlibat langsung dalam kondisi yang akan

diamati. Pada pagi hari, ketika pintu masuk gerbang sekolah

terbuka dan ada seorang satpam tengah mengamankan jalan

karena padatnya siswa yang tengah masuk sekolah. Pintu

gerbang terbuka lebar di iringi siswa yang masuk satu persatu

maupun bergerombol. Kedatangan siswa di sekolah disambut

oleh guru-guru yang berbaris memanjang untuk mengajak anak

berjabat dan mencium tangan serta mengucapkan salam.

Kadang ada siswa yang pakaiannya tidak rapi di ingatkan dan

ditegur langsung oleh guru. Keseluruhan siswa berbaris rapi

mengikuti barisan guru sambil berjabat tangan (Observasi, 18

Mei 2017).

Hal di atas diperkuat dengan apa yang dituturkan oleh DM,

sebagai berikut:

“Wajib dan selalu, yaitu kalau disini selalu dibudayakan 5S

yaitu senyum, sapa, salam, sopan, dan santun. Pembiasaan

tersebut mencerminkan pribadi guru yang selalu dibudayakan

untuk peserta didik di sekolah. Selain itu, Guru selalu

mengajarkan agar peserta didik selalu dapat bersyukur dengan

apa yang diperoleh sampai saat ini. Mengajarkan peserta didik

apa yang dilakukan harus diniati ibadah. Sopan, santun dan

menghargai orang lain, menjaga kebersihan dan selalu berdoa

dan yakin akan sesuatu yang kita lakukan” (wawancara dengan

DM, 18 Mei 2017).

Selaras dengan pernyataan diatas, sebagaimana yang

diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:

“Guru selalu memberikan contoh yang baik pada anak baik dari

ucapan maupun tindakan, karena dengan contoh/ keteladanan itu

78

anak akan mudah dan mengikuti. Contoh, kebiasaan

mengucapkan salam, berjabat tangan ketika bertemu, berbicara

yang sopan dengan siapa pun, menjaga kebersihan, keindahan

kelas dan lingkungan sekolah” selain itu, membiasakan anak

berperilaku baik akan membentuk sebuah karakter. Guru

membiasakan anak khususnya dalam bidang PAI sangatlah

penting karena PAI sendiri mencakup semua aspek kehidupan.

Contoh dalam berwudhu melatih anak untuk berperilaku bersih”

(wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).

Adapun, Orang tua dalam memberikan contoh dan

membiasakan anak adalah hal yang mutlak dan pembiasaan tersebut

dilakukan sejak anak usia dini. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW,

sebagai berikut:

“Kalau menurut saya, itu mutlak. Karena saya sebagai orangtua

adalah figure yang akan diamati serta dicontoh oleh anak-anak

saya. Semua gerak-gerik saya, mulai dari perilaku, cara bicara,

sopan santun kepada orang lain, serta cara berpakaian saya itu

yang akan mereka rekam, dan akan mereka realisasikan kelak

dikehidupan mendatang. Hal kecil seperti shalat. Jika saya tidak

shalat, bagaimana saya menganjurkan kepada anak-anak saya

untuk shalat. Pasti anak-anak akan menjawab ‘Ibu saja tidak

shalat’. Makanya saya mencoba untuk selalu berbuat dan

berperilaku yang baik untuk anak-anak saya. Saya membiasakan

anak di mulai sejak anak usia dini, sehingga setelah besar dan

dewasa anak-anak sudah terbiasa. Saya menghindari kekerasan,

agar anak mudah dan bisa menerima semua yang saya ajarkan,

tanpa ada rasa terpaksa” (wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).

79

2. Problematika Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di

SMPN 7 Salatiga Tahun 2017

Implementasi program parenting dalam satuan pendidikan

tidaklah terlepas dari suatu permasalahan. Problem yang muncul

kaitannya dengan pelaksanaan program parenting dalam bidang

keagamaan di bagi menjadi tiga aspek utama, yaitu orangtua, guru/

satuan pendidikan (sekolah), dan anak (siswa). Ketiga aspek tersebut

memiliki permasalahan yang berbeda-beda dalam situasi dan kondisi

lingkungan yang berbeda antara di lingkungan sekolah dan di

lingkungan keluarga. Adapun permasalahan yang ditimbulkan sebagai

berikut:

Guru mempunyai permasalahan dalam pelaksanaan program

parenting di sekolah. Sebagaimana yang dituturkan oleh LA sebagai

berikut.

“Kalau dari wali kelas problemnya itu, kalau wali kelas kan

tidak hanya membimbing anak ketika di dalam jam pelajaran,

tetapi guru sendiri juga punya pekerjaan yang tidak bisa

ditinggalkan secara administrasi, terus ngajar. Sehingga

waktunya kurang fokus. Karena di sekolahan waktunya terbatas

dan akhirnya waktu itu harus dikorbankan. Kadang orang tua

ngeluhnya di luar jam bekerja dan kita harus siap 24 jam untuk

menerima jika ada keluhan dari orang tua” (wawancara dengan

LA, 30 Mei 2017).

80

Orang tua memiliki karakter dan latar belakang sosial yang

berbeda-beda. Sebagaimana yang dituturkan oleh DM sebagai berikut.

“Namanya orang tua karakternya kan macem-macem begitu

juga dengan anak, pola asuh orang tua itu sangat mempengaruhi

anak itu akan menjadi apa karena kesuksesan dari pendidikan

karakter itu ditentukan dari 3 hal yang pertama orang tua, yang

ke dua pendidikan, hal tersebut kaitannya dengan sekolah, yang

ketiga dengan masyarakat. Apabila dari ketiga hal tersebut dapat

terlaksana dengan baik otomatis karakter anak akan terbentuk

dengan bagus, juga dalam artian bagus tadi itu yang pertama

orang tua apabila mendasari anak dengan nilai keimanan

terhadap Tuhan yang Maha Esa, otomatis anak mempunyai

pondasi untuk bisa lebih baik dalam hal berpikir, bersikap, sopan

santun terhadap kedua orang tua dan dapat menempatkan diri di

tempat dia berada. Yang kedua, dilingkingan sekolah itu juga

ada komunikasi antara orang tua dengan pihak sekolah karena

apa dari pihak BK itu menginginkan bahwa orangtua datang ke

sekolah itu tidak hanya pada saat mengambil rapor untuk tes aja,

kenaikan kelas, dan lain sebagianya. Akan tetapi dengan adanya

kerjasama orang tua dengan sekolah, itu orang tua harus

memahami ‘Oo iya anakku disekolah ada perkembangan seperti

apa? Prestasinya meningkat nggk? Sikapnya di sekolah seperti

apa? Nah, dengan hal-hal tersebut apabila ada komunikasi

dengan orang tua kepada sekolah akan terwujud sebuah nilai

positif. Dalam artian orangtua juga tahu persis perkembangan

anak seperti apa. Akan tetapi sebelum ada masalah, orang tua

tidak mau tahu. Terkadang sibuk dengan pekerjaannya. Kalau

menurut saya seharusnya anak itu nomor satu, padahal orang tua

mencari uang itu kan untuk anaknya, untuk perkembangan

anaknya, akan tetapi dengan dia sibuk mencari uang terkadang

hal itu di kesampingkan. Ada juga orang tua yang datang ke

sekolah itu juga terpaksa karena harus ijin dan sebagainya, yaitu

menjadi kendala kalau memang harus ijin ya ijin saja, karena dia

mencari uang kan untuk anak-anaknya, mungkin kalau ada

masalah dengan anak pekerjaan bisa ditinggalkan, kalau

81

menurut saya prioritas orang tua ya anak itu. Dengan adanya

parenting atau kamitraan di SMPN 7 Salatiga ini juga sangat

membantu dalam hal pengaembangan anak, kemudian,

kemunikasi orang tua terhadap sekolah itu pun juga sangat

mendukung dalam artian yang kemaren aja orang tua yang

datang pada saat pengambilan rapor dengan adanya undangan

saja, tetapi sekarang banyak orang tua yang datang kesekolah

entah tidak ditentukan waktunya. Orang tua tersebut

berkonsultasi dengan BK tentang anak dalam hal pribadi, sosial,

karir, belajar, semua itu dapat terlayani dengan baik. Dengan

adanya hal tersebut, terkadang orang tua pun juga sering sharing

sama guru BK, curhatlah istilahnya seperti itu. Dengan saling

memberikan informasi, orang tua ketika anak dirumah dan BK

memberikan informasi anak ketika di sekolah. Bagaimana

perkembangannya, sikapnya, belajarnya, dan lain sebagainya”

(wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).

Selaras dengan pernyataan di atas, sebagaimana yang dituturkan

oleh AM sebagai berikut.

“Problem yang muncul disebabkan oleh latar belakang sosial

orang tua yang berbeda-beda. Banyak orang tua yang belum

peduli dengan perkembangan anak di sekolah. Misalnya, ketika

dalam kegiatan pun ada saja orang tua yang tidak hadir. Dengan

adanya orang tua seperti itu berdampak pada anak” (wawancara

dengan AM, 22 Mei 2017).

Orang tua terkadang tidak peduli dengan anak. Sebagaimana

yang dituturkan oleh LA sebagai berikut.

“Sedangkan problem dari orang tua, kadang orang tua itu tidak

peduli, kadang malah menutup-nutupi kurang terbuka. Jadi

orangtua itu sudah tahu anaknya salah tetapi dia tidak mau

terbuka jika anaknya sering melanggar” (wawancara dengan

LA, 30 Mei 2017).

82

Anak mengalami rasa jenuh dan sering menggunakan gaget di

rumah. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW sebagai berikut.

“Sedangkan problem pasti ada, kadang ada titik jenuh juga pada

anak-anak dan saya tidak akan pernah atau tidak boleh bosan

untuk selalu mengingatkan. Selain itu, di era gadget ini, anak

lebih sering pegang HP, malah dengan intensitas besar. Butuh

waktu-waktu khusus dalam menjalin komunikasi yang positif.

Misalnya, saat makan malam atau sesudah anak pulang sekolah”

(wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).

Sarana dan prasarana yang belum memadai kaitannya dengan

kegiatan keagamaan di sekolah. Sebagaimana yang dituturkan oleh MS,

sebagai berikut:

“Kurangnya sarana dan prasarana seperti terbatasnya tempat

karena kondisi musola yang kecil dengan jumlah siswa yang

banyak memberikan dampak pemberlakuan kloter dalam

berjamaah, sedangkan waktunya terbatas. Akibatnya anak tidak

semuanya terkontrol dan bisa ikut jamaah semuanya tanpa

terkecuali. Kurangnya dukungan dari guru yang lain sehingga

pengawasan pada anak tidak maksimal. Dengan terbatasnya

waktu ketika anak sudah masuk kembali ke kelas guru tidak bisa

mengingatkan kembali dan anak cenderung bohong, sebetulnya

anak belum shalat tetapi bilang sudah sholat” (wawancara

dengan MS, 17 Juli 2017).

Problem pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI

tidaklah begitu banyak. Sebagaimana yang dituturkan oleh JM sebagai

berikut.

“Kalau dalam keagamaan problem itu sendiri nggak terlalu

banyak karena saya kira semua orang tua kan selalu memberikan

83

pendidikan keagamaan kepada putra putrinya. Jadi nggak

banyak kendala. Kebanyakan mereka yang memang sibuk

bekerja pun tetap mewakilkan entah kakaknya atau saudaranya

hadir ke sekolah. Tetapi anak-anak yang ikut yayasan atau

mungkin di pondok itu kan kadang-kadang kendalanya memang

tidak ada yang mewakili, namun demikian kan tidak terlalu

banyak. Seperti itu tidak terlalu dipermasalahkan, yang jelas

hubungan orangtua melalui keluarga mereka tetap berusaha

tetap hadir dalam kegiatan atau perayaan-perayaan keagamaan

yang lain. Kemaren maulud nabi kita juga mengadakan kegiatan

tujuannya juga untuk meningkatkan akhlak daripada anak

sendiri dengan adanya dukungan orang tua” (wawancara dengan

JM, 18 Mei 2017).

3. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN

7 Salatiga Tahun 2017

Dampak yang di munculkan setelah program parenting

dilaksanakan di SMPN 7 Salatiga yang berkaitan dengan pendidikan

agama Islam sebagai berikut.

Dampak yang dirasakan merupakan hasil sebuah perubahan

berdasarkan sikap dan perilaku siswa di lingkungan sekolah dan di

lingkungan keluarga. Selain itu, tidak hanya dampak terhadap siswa

tetapi perubahan orang tua yang dapat mempengaruhi sikap dan

perilaku siswa terhadap religiusitas dalam kehidupannya sehari-hari.

Sedangkan, sikap dan perilaku siswa yang diperoleh adalah dalam segi

ibadah dan akhlakul karimah.

84

Orang tua sadar dan lebih peduli terhadap perkembangan anak.

Sebagaimana yang dituturkan oleh LA sebagai berikut.

“Dampaknya ya positif, namanya agama itu dalam

pengaplikasiannya bisa naik dan turun. Kadang anak lena dan

dengan adanya parenting kita bisa saling mengingatkan. Kalau

dalam segi ubudiyahnya kami selaku wali kelas tidak

mengetahui secara detail tetapi di lingkungan sekolah dengan

keterbatasan waktu kegiatan ubudiyah dilakukan hanya pada

waktu dzuhur saja dan kegiatan itu dilaksanakan secara

berjamaah. Untuk lebih detailnya orangtua yang lebih tahu.

Sedangkan dampak dari segi akhlak, dengan adanya kontrol dari

guru dan orangtua anak lebih mudah untuk ditasi jika melakukan

hal-hal yang tidak baik. Dan kita bisa melihat bagaimana

perilaku orangtua berpengaruh terhadap perilaku anak. Dan

memang agama itu penting bagi orang tua untuk memotivasi dan

mengingatkan anak. Apalagi jika dasar agama orang tua kurang

ditambah tidak pedulinya orangtua dan guru hanya bisa

membantu di sekolah. Dan dampak yang lain orang tua, anak

lebih care antara sesama teman mungkin juga sesama orang tua

siswa, misalnya ada anak yang tidak masuk sekolah karena sakit

selama satu bulan. Dengan adanya program parenting rasa

kekeluargaan antara siswa satu dengan yang lainnya lebih erat

dan teman-temannya dengan senang hati membantu anak

tersebut untuk mengisi ketertinggalan dalam pelajaran”

(wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).

Adapun, gambaran perilaku siswa kaitannya dengan

pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di sekolah, sebagai

berikut:

Pada saat peneliti mengamati di sekolah, peneliti melihat setiap

siswa bertemu guru baik di kelas, di depan kelas, di kantin, dan

di semua ruang lingkup sekolah, siswa selalu menyapa dan

berjabat dan cium tangan guru dan mereka terlihat sopan dan

85

santun. Selain itu, ketika di kelas, pada saat pembelajaran PAI,

banyak siswa yang antusias dengan adanya pembiasaan

membaca asmaul husna sebelum pembelajaran dimulai. Hanya

segelintir siswa yang tidak membawa bacaan asmaul husna di

karenakan ketinggalan dan lupa. Tetapi hal itu, tidak

mengurangi niat mereka untuk membaca asmaul husna secara

bersama-sama. Kadang siswa yang tidak membawa asmaul

husna, kemudian guru menyuruh siswa tersebut untuk maju ke

depan dan sekaligus memimpin teman-temannya untuk

membaca bersama-sama. Kegiatan seperti ini berjalan dengan

baik di SMPN 7 Salatiga dan sudah menjadi kewajiban sebelum

memulai pembelajaran PAI di setiap kelasnya. Pembiasaan

seperti ini sebagai wujud bahwa pendidikan agama Islam di

SMPN 7 Salatiga benar-benar dilaksanakan dengan sebaik

mungkin dan kebanyakan siswa antusias dan siswa tidak merasa

terbebani (observasi, 22 Mei 2017).

Anak mengerti dan lebih bisa bersikap baik. Sebagaimana yang

dituturkan oleh NW sebagai berikut.

“Kalau saya, anak saya sudah tahu dari semua penilaian tidak

hanya dari akademik saja, kalau saya, akademiknya tidak saya

kejar sebatas mampu, tapi agama, sopan santun, adab dan lain

sebagainya di nomorsatukan, kita lihat sekarang anak-anak yang

di luar sana saya merasa prihatin kondisi mereka, orang tua

terlalu sibuk. Jadi anak-anak malah tidak ada pendidikan untuk

itunya emosionalnya terlalu di los-los tidak terkendali kadang-

kadang sama orangtua tidak sopan walaupun saya dibrumah

Bahasa jawa kami kasar, tapi Alhamdulillah anak saya nggak

pernah dan ini saya lihat anak-anak saya memang belajar dari

sejak kecil ketemu sama orangtua salim dan cium tangan itu

saya seperti itukan dan terbawa sampai sekarang dimanapun.

Jadi saya terapkan kepada siapa pun dimanapun dan mereka

terbiasa ketika betemu saya ya salaman dan cium tangan. Ya dari

parenting yang kita laksanakan dan diterapkan oleh masing-

masing orang tua harus diterapkan sejak kecil. Jadi parenting itu

berdampak dari segi apapun berawal dari agama. Contohnya, di

86

era digital seperti ini butuh sebuah filter yaitu agama”

(wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).

Selaras dengan hal diatas, sebagaimana yang dituturkan oleh

DM sebagai berikut.

“Dampak yang ditimbulkan dalam ranah sikap, lebih meningkat

dengan adanya kerjasama orangtua dengan sekolah.

Dilaksanakan pertemuan setiap satu bulan sekali. Dengan

adanya pertemuan tersebut dikoordinasi oleh wali kelas, wali

kelas pun dapat menyampaikan perkembangan anak di sekolah

seperti apa. Dengan adanya parenting guru BK dikaitkan

apabila ada pertemuan pasti guru BK dilibatkan. pertemuan

tersebut di adakan oleh masing-masing kelas dengan jadwal

yang berbeda-beda. Jadi BK dapat berkontribusi kesemuanya

tanpa terkecuali. Tugas BK disini untuk memberikan masukan-

masukan terhadap pandangan umum sikap anak seperti apa,

perkembangannya seperti apa. Dari situ orang tua juga waspada

dengan apa yang diampaikan guru BK, wali kelas dengan

penanggulangan yang dilakukan seperti apa nantinya”

(wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).

Hal di atas dikuatkan dengan apa yang dituturkan oleh JM

sebagai berikut.

“Kalau dari segi afektifnya saya kira tetap ada. Ya beberapa

anak yang mempunyai latar belakang orang tua mungkin yang

kurang baik, juga cukup masih sangat sulit. Terutama anak-anak

yang broken. Ya ada beberapa tetapi tidak terlalu berdampak.

Tetapi secara keseluruhan, seperti budaya pagi selalu jemput

anak-anak untuk berjabat tangan. Jadi kita menggunakan 5S

yaitu, senyum, sapa, sopan, salam, santun. Selalu kita galakkan

itu kan kelihatan. Jadi ada perubahan karena memang jika tidak

ada kegiatan parenting orang tua hanya membebankan pada

sekolah. Dalam kehidupan agamis, keagamaan. Tapi ternyata

setelah ada parenting banyak hal yang bisa kita tumbuh

87

kembangkan termasuk tadi kegiatan keagamaan yang ada di

sekolah” (wawancara dengan JM, 18 Mei 2017).

Sedangkan, berikut gambaran anak antuisias dalam

melaksanakan kegiatan keagamaan di sekolah, sebagai berikut:

Pada saat peneliti mengamati di SMPN 7 Salatiga, pada waktu

dzuhur tiba siswa berbondong-bondong pergi ke musola

sekolah. Ada koordinator kelas yang membawa buku absen

yang gunanya untuk mengabsen siapa yang jamaah dan tidak

jamaah. Secara bergantian siswa mengmbil wudhu baik siswa

maupun siswi. Para siswi membawa mukena masing-masing

dari rumah begitu juga dengan para siswa, mereka membawa

sarung dari rumah. Jamaah dilakukan secara bergantian per

kloter biasanya setiap kloter di isi 2 baris siswa dan 2 baris siswi.

Dengan kondisi musola yang kecil berukuran sekitar 100 meter

persegi suasananya sangat gaduh di karenakan perilaku siswa

dan siswi yang suka ramai (observasi, 30 Mei 2017).

Pernyataan di atas sama halnya dengan apa yang dituturkan oleh

JM sebagai berikut.

“Cukup besar! Itu bisa kita lihat di kegiatan-kegiatan keagamaan

di sekolah misalnya kalau siang shalat berjamaah sudah berjalan

secara bagus, waktu sekitar 20 menit anak-anak juga sudah

kelihatan, peningkatan dari kegiatan seperti yang dulu kurang

sekarang cukup banyak anak-anak yang shalat berjamaah. Itu

yang nampak di sekolah ya? Di rumahpun saya kira juga sangat

berimbas dan guru agama di sinipun sudah memprogramkan

kegiatan keagamaan secara rutin. Ditambah kegiatan-kegiatan

di bulan ramadhan, seperti pesantren kilat dan lain sebagainya.

Kalau dalam kegiatan di sekolah, shalat berjama’ah itu anak-

anak betul antusias” (wawancara dengan JM, 18 Mei 2017).

88

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7 Salatiga

Tahun 2017

Pada bagian ini penulis akan memberikan analisis tentang data yang

sudah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Untuk memudahkan analisis,

maka akan disusun sesuai dengan pokok masalah. Berdasarkan hasil observasi

dan wawancara di SMPN 7 Salatiga ditemukan implementasi program

parenting dalam bidang PAI, diantaranya adalah sebagai berikut:

Program parenting merupakan program pelibatan orang tua dalam

satuan pendidikan yang berbasis sekolah. Program parenting menerapkan pola

pengasuhan pada anak, yaitu bagaimana pola pengasuhan yang seharusnya

diterapkan oleh guru maupun orang tua baik di sekolah maupun di rumah dan

membantu keluarga dalam membentuk lingkungan keluarga yang mensupport

belajar anak, misalnya menyarankan keluarga agar menciptakan kondisi di

rumah yang mendorong belajar bagi setiap tingkatan kelas, mengadakan

workshop, videotape, pesan leawat e-mail atau yang sejenisnya berkaitan

dengan pengasuhan untuk setiap tingkatan usia dan kelas, mengadakan

pelatihan/ kursus pendidikan bagi orang tua, dan melaksanakan program-

program yang mendukung keluarga untuk mendampingi keluarga tentang

kesehatan, nutrisi dan layanan lainnya.

89

Program parenting adalah salah satu bentuk dari program kemitraan

(sekolah, orang tua, dan masyarakat). Senada dengan apa yang dijelaskan oleh

Eipsten (2009: 14) program kemitraan dapat diwujudkan dalam enam bentuk,

yaitu “...pengasuhan, komunikasi, pembelajaran peserta didik, sukarelawan,

pengambilan keputusan sekolah dan advokasi, dan kolaborasi dengan

masyarakat...”

Sedangkan jika dikaitkan dengan pendidikan agama Islam, program

kemitraan (sekolah, orang tua, dan masyarakat) merupakan komponen yang

bertanggung jawab secara penuh dalam pendidikan. Sebagaimana yang

dijelaskan oleh Ahid (2010: 59-60), sekolah, orang tua (keluarga), dan

masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi antara

satu dengan yang lainnya. Ketiganya harus mampu melaksanakan fungsinya

sebagai sarana yang memberikan motivasi, fasilitas edukatif, wahana

pengembangan potensi yang ada pada diri peserta didik dan pengarahkannya

untuk mampu bernilai efektif-efisien sesuai dengan perkembangan dan

kebutuhan zamannya, serta memberikan bimbingan dan perhatian yang serius

terhadap kebutuhan moral-spiritual peserta didik.

Adapun pelaksanaan program parenting dalam pendidikan agama Islam

adalah sekolah memberikan pelayanan yang sesuai dengan langkah kerja

program parenting secara umum yang dikhususkan pada pembelajaran siswa

dalam bidang pendidikan agama Islam. Sekolah menerapkan berbagai kegiatan

keagamaan yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa keimanan dan ketakwaan

90

siswa, yaitu penekanan pada aspek ubudiyah dan pendidikan karakter siswa

baik di sekolah maupun di rumah. Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di

SMPN 7 Salatiga meliputi kegiatan shalat berjama’ah, pembiasaan bersikap

sopan dan santun, dan berbagai kegiatan sosial, misalnya bakti sosial,

bersedekah, dan kegiatan serupa lainnya. Hal ini, sesuai dengan perencanaan

yang disusun oleh pemerintah melalui kementerian pendidikan dan olahraga

dalam bentuk buku panduan pelaksanaan program parenting. Sekolah dalam

pengaplikasiannya mengkombinasikan antara langkah yang disusun

pemerintah dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang dikembangkan secara

langsung oleh guru kaitannya dalam pendidikan agama Islam.

Pelaksanaan program parenting merupakan program yang dapat secara

langsung diawasi oleh orang tua, sedangkan peran orang tua pada dasarnya

mengantarkan anak pertama kali ke sekolah dan setelah itu orang tua dapat

berhubungan langsung dengan guru kaitannya dengan program-program

keagamaan yang akan dilaksanakan. Orang tua dapat memberikan kritik dan

saran jika program tersebut dirasa tidak sesuai dengan kondisi anak maupun

kondisi lingkungan yang mempengaruhi. Berkaitan dengan peran orang tua

dalam pendidikan anak di sekolah, menurut Ahid (2010: 139), orang tua

berkewajiban untuk menyiapkan suasana yang sesuai dan mendorong untuk

belajar, mengulangi pelajaran, mengerjakan tugas, mengikuti kemajuan

sekolah, bekerja sama dengan sekolah untuk menyelesaikan masalah pelajaran

yang dihadapinya, mendorong mereka cara yang paling sesuai untuk belajar

91

jika mereka paham akan hal tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan oleh LA,

sebagai berikut:

“Salah satu pelaksanaan program parenting adalah mengantar anak

pertama kali masuk sekolah, anak menuntut ilmu, orang tua dapat

mengetahui program yang dibuat sekolah salah satunya PAI. Jika

program itu ada kekurangan orangtua dapat memberikan saran, apabila

hal itu baik orang tua dapat mensupport kegiatan dirumah, sehingga

akan terjadi kesinambungan program yang telah dibuat” (LA, 30-05-

2017).

Senada dengan pernyataan di atas, Epstein (2009: 59) menjelaskan

bahwa “activities enable families to participate in decisions about school

programs that affect their own and other children”. Orang tua berpartisipasi

secara langsung dalam sebuah pertemuan yang diadakan oleh sekolah untuk

menerima informasi dari sekolah tentang program-program sekolah khususnya

dalam bidang keagamaan. Hal ini, membantu orang tua dalam merencanakan

langkah yang harus dilakukan dalam mendidik anak agar berkembang dengan

baik di lingkungan keluarga khususnya.

Program peranting berperan aktif dalam pendidikan agama Islam,

karena pada dasarnya orang tua merupakan penentu keberhasilan sekaligus

bertanggung jawab terhadap pendidikan anak, khususnya dalam pendidikan

agama. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surat At-Tahrim

ayat: 6, sebagai berikut:

ها ملئكة ة م نرا وق ودها الناس و احلجار ايي ها الذين امن وا ق وآ ان فسكم و اهليك علي (٦علون ما ي ؤمرون. )التحرمي: غلظ شداد ال ي عصون هللا مآ امرهم و ي ف

92

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya

malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai (perintah) Allah

terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan

apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim : 6).

Begitu juga dengan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut:

كم يه وسل م قال: كلكم راع وكل وعن بن عمر رضي اهلل عنهما عن الن يب صلى اهلل عله ومسئ ول عن ن رعيته. والرجل راع يف اهل مسئ ول عن رعيته. االمام راع ومسئ ول ع

اع ف مال سي ده و مسئ ولة عن رعيتها والادم ر راعية يف ب يت زوجها و رعيته. والمرأة ن رعيته. )روه البخارى(ع مسئ ول عن رعيته. وكلكم راع ومسئ ول

Artinya: Dari Ibnu Umar RA. Dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Kamu

sekalian adalah pemimpin dan kamu akan ditanya tentang kepemimpinanmu.

Imam adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Orang

laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya

tentang kepemimpinannya. Isteri adalah pemimpin dalam rumah tangga

suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pelayan adalah

pemimpin dalam menjaga harta tuannya dan akan ditanya tentang

kepemimpinannya. Dan masing-masing dari kamu sekalian adalah pemimpin

danakan ditanya tentang kepemimpinannya” (HR Bukhari juz 1: 215).

Sedangkan, menurut Hasan langgulung mengatakan: cara-cara praktis

yang patut digunakan oleh keluarga (orang tua) untuk menanamkan semangat

keagamaan pada diri anak sebagai berikut: (1) memberitahukan yang baik

kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang kepada

ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu, (2)

membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar agama semenjak kecil hingga

penunaian itu menjadi kebiasaan yang mendarah daging, mereka melakukannya

dengan kemauan sendiri dan merasa tentram sebab mereka melakukannya, (3)

93

menyaiapkan suasana agama dan spiritual yang sesuai di rumah dan di mana

mereka berada, (4) membimbing mereka membawa bacaan-bacaan agama yang

berguna dan memikirkan ciptaan-ciptaan Allah untuk menjadi bukti kehalusan

sistem ciptaan itu atas wujud dan keagungannya, dan (5) menggalakkan mereka

turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama (Ahid, 2010: 141-142).

Sekolah dibantu oleh orang tua sudah menerapkan beberapa kegiatan

keagamaan, misalnya shalat berjama’ah, mujahadah, dan penerapan perilaku

sopan dan santun. Sebagaimana yang diungkapkan oleh AM, sebagai berikut:

“Pada dasarnya parenting berperan aktif dalam bidang keagamaan.

Sebagai contoh di SMPN 7 Salatiga kemaren mengadakan kegiatan

mujahadah yang dilakukan oleh kelas 9 guna menghadapi Ujian

Nasional. Selain itu, program parenting mencakup semuanya dan

bidang agama termasuk salah satu didalalmnya. Kemudian, dalam

pelaksanaan program parenting, orang tua dirumah mengisi ceklist

berkaitan dengan perilaku siswa dirumah. Seperti contoh anak

beribadah dirumah atau tidak, anak sopan sama orang tua atau tidak,

anak disiplin atau tidak. Dan hal tersebut sebagai bahan evaluasi bagi

pihak sekolah maupun orang tua tentang pelaksanaan program

parenting yang sudah berjalan” (AM, 22-05- 2017).

Adapun dalam hal ini, guru PAI adalah penentu keberhasilan

pendidikan agama Islam di sekolah. Menurut Khoiriyah (2012: 141), guru PAI

merupakan jabatan atau profesi yang memiliki kemampuan khusus mendidik

secara professional dalam proses interaksi dengan peserta didik dalam

membentuk kepribadian utama berdasarkan ajaran Islam. Sedangkan dalam

pengaplikasiannya guru PAI di SMPN 7 Salatiga baru menerapkan kegiatan

keagamaan yang menekankan pada pembelajaran berupa shalat berjama’ah,

membaca dan menghafal al-Qur’an serta penerapan 5S (senyum, sapa, salam,

94

sopan, dan santun). Hal ini merupakan kegiatan Islamisasi di sekolah. Menurut

Khoiriyah (2012: 76-77), Islamisasi sekolah dimaksudkan agar warga sekolah

terutama yang beragama Islam bisa menjalankan sebagian syariat Islam di

lingkungan sekolah sehingga situasi kondusif bisa tercipta di lingkungan

sekolah tersebut. Sedangkan hal-hal yang dapat dilakukan adalah pembiasaan

untuk membaca al-Qur’an oleh setiap peserta didik, waktu istirahat pertama

digunakan untuk membiasakan siswa shalat dhuha, yang dapat dilakukan oleh

seluruh sivitas akademik, dan waktu istirahat disesuaikan dengan waktu salat

dzuhur, sehingga aparat sekolah dan para pelajar bisa melakukan salat tepat

waktu serta dapat dilakukan dengan berjama’ah.

Salat berjama’ah merupakan kegiatan yang dilaksanakan di SMPN 7

Salatiga pada waktu salat dzuhur ketika jam istirahat, sebelum kegiatan

pembelajaran selesai. Siswa dalam hal ini sangatlah antusias untuk mengikuti

kegiatan salat berjama’ah walaupun dengan kondisi tempat yang terbatas, yaitu

di musola sekolah yang berukuran sedang dan hanya dapat di isi empat puluh

orang saja. Berdasarkan hasil pengamatan salat berjam’ah di sekolah membawa

dampak perubahan positif pada siswa. Adanya pembiasaan salat berjama’ah

diharapkan anak akan terbiasa untuk salat berjama’ah dan tidak meninggalkan

ibadah salat di manapun dirinya berada. Selain itu, penerapan 5S dilakukan

sebagai bentuk pembiasaan sikap sopan dan santun siswa di sekolah dan di luar

sekolah. Berdasarkan hasil pengamatan guru menerapkan pembiasaan 5S

dimulai sejak anak pertama kali masuk melalui gerbang sekolah, yaitu dengan

95

adanya kegiatan jemput anak yang dilakukan oleh guru-guru sebagai bentuk

kasih sayang guru kepada murid. Kegiatan ini dilakukan, yaitu dengan

mengucapkan salam sembari berjabat tangan dan cium tangan guru oleh siswa.

Kegiatan seperti ini sudah menjadi kebiasaan di SMPN 7 Salatiga dan

membawa dampak positif pada siswa.

Adapun hal-hal yang dilakukan oleh sekolah/guru dan orang tua dalam

pelaksanaan program parenting kaitannya dengan pendidikan agama Islam

adalah sebagai berikut:

1. Guru selalu memberikan saran, arahan, dan pemahaman kepada orang tua

dalam membentuk kondisi di rumah yang mensupport pembelajaran anak.

Guru menyarankan kepada orang tua untuk mengawasi dan mengontrol

segala aktivitas anak terutama dalam pembelajaran PAI di rumah. Orang

tua disarankan untuk ikut terlibat dalam aktivitas sehari-hari anak baik

masalah ubudiyah, amaliyah, dan akhlak. Selain itu, dalam forum

paguyuban kelas, guru memberi arahan kepada orang tua untuk menyuruh

anaknya ibadah shalat, membaca al-Qur’an dan berperilaku yang baik

lainnya. Sebagaimana dalam al-Qur’an surat Thaha ayat: 132, sebagai

berikut:

ها ال نسأل ت قوىك رزقا حنن ن رزقك والعاقبة للوأمر أهلك بلصلة واصطب علي Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan

bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki

kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akhirat (yang

baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa” (Q.S. Thaha: 132).

96

Hal ini, orang tua diharapkan mengisi ceklis yang diberikan oleh sekolah

yang berguna sebagai bukti bahwa anak melakukan hal-hal yang sudah

diprogramkan oleh sekolah kaitannya dengan pelaksanaan program

parenting, sekaligus sebagai laporan hasil pelaksanaan program parenting

selama periode tertentu. Sebagaimana yang diungkapkan oleh MS, sebagai

berikut:

“Pada paguyuban itu, guru memberi arahan kepada orang tua

untuk menyuruh anaknya shalat, mengaji dan perilaku yang baik

lainnya. Anak disuruh shalat subuh, pagi di ajak bangun dan

ketika di kelas guru memberikan pertanyaan seputar kegiatan

anak dirumah. Jadi antara orang tua dan guru saling bekerja

sama dan anak terkontrol baik disekolah maupun di rumah. Guru

memberikan dorongan kepada orang tua untuk mengarahkan

anak untuk beribadah, dibuktikan dengan adanya ceklis yang

dibuat sekolah untuk orang tua kaitannya untuk di laporkan

kepada sekolah tentang kegiatan ibadah anak di rumah” (MS,

17-07-2017).

Jadi, guru selalu memberi saran, arahan, dan pemahaman kepada orang tua

melalui kegiatan paguyuban atau pertemuan antara guru dan orang tua baik

secara formal maupun non formal untuk membantu mereka dalam

mengkondisikan anak belajar di rumah.

2. Sekolah mengadakan kegiatan workshop dan kelas orang tua didukung

program-program yang membantu keluarga (orang tua) untuk

mendampingi anak dalam pembelajaran PAI.

Kegiatan workshop dan kelas orang tua merupakan salah satu kegiatan yang

ada dalam pelaksanaan program parenting. Tetapi di SMPN 7 Salatiga

97

belum ada kagiatan workshop dan kelas orang tua yang fokus dalam

pendidikan agama Islam. Kegiatan tersebut lebih bersifat universal, yaitu

membahas tentang kurikulum 2013. Jika dikaitkan dengan pendidikan

agama Islam, kurikulum 2013 lebih mengarah kepada budi pekerti siswa

kaitannya dengan pendidikan karakter (akhlak). Selain itu, pendidikan

keluarga (kelas orang tua) dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian orang

tua dalam program pengasuhan anak. Orang tua diajarkan bagaimana

mengasuh anak yang baik, seberapa penting peran orang tua dalam

pendidikan anak, dan bagaimana menerapkan berbagai metode pengasuhan

yang efektif dan memberikan dampak positif terhadap perilaku anak.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh DM, sebagai berikut:

“Ada! Hal tersebut kemaren di canangkan oleh menteri

pendidikan dengan menerbitkan buku tentang program

pengasuhan. Adanya buku tersebut orang tua pun menambah

wawasan karena kita tahu bahwa banyak orang tua pun yang

berlatar belakang pendidikannya kurang. Terkadang pola asuh

orang tua yang salah itu mempengaruhi perilaku anak. Dengan

parenting seperti ini, dan buku yang menjadi pedoman orangtua

yang hebat itu seperti apa, dari aspek komunikasi, terus

bagaimana cara penanaman kebiasaan-kebiasaan di rumah dan

lain sebagainya. Misalnya, bagaimana menjalin komunikasi

yang baik dengan anak, saling terbuka dan hal itu akan

menentukan keberhasilan anak kedepannya. Ada juga orang tua

yang kadang leleh luweh, tidak menghiraukan anak, tanpa

adanya interaksi dan komunikasi antara keduanya dan hal

tersebut akan berpengaruh buruk pada anak.” (DM, 18-05-

2017).

Selain adanya workshop dan kelas orang tua, guru memberikan beberapa

program yang bertujuan untuk membantu orang tua dalam mendampingi

98

anak belajar kaitannya dengan pendidikan agama Islam. Program-program

tersebut diantaranya adalah program berbagi (sedekah) atau biasa disebut

dengan kegiatan bakti sosial. Misalnya, kegiatan korban, zakat, infak, bakti

sosial jika terjadi bencana, besuk orang sakit dan takziah jika ada yang

meninggal. Kegiatan berbagi yang dilakukan sebagai wujud kepedulian

antara sekolah, orang tua, dan masyarakat kaitannya dalam pelaksanaan

program parenting. Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai

berikut:

“Program kegiatan dalam berbagi, contoh kegiatan korban,

zakat, infak, bakti sosial jika ada bencana, besuk jika ada yang

sakit, takziah jika ada yang meninggal” (wawancara dengan LA,

30 Mei 2017).

Jadi, kegiatan workshop, kelas orang tua, dan program pendukung berupa

kegiatan berbagi (sedekah) dilaksankan di SMPN 7 Salatiga bertujuan

untuk membantu keluarga (orang tua) dalam mendidik anak dengan cara

pengasuhan yang baik dan berdampak pada perilaku anak yang

berhubungan dengan keberhasilan dalam pendidikan agama Islam.

3. Guru/ orang tua menerapkan pola asuh yang efektif

Guru dalam proses pengasuhan di sekolah memberikan bimbingan,

mengajak, mengarahkan, dan memberikan ruang gerak kepada anak untuk

berekspresi dalam berbagai hal khususnya dalam pembelajaran agama.

Berkaitan dengan bimbingan, menurut Mansur (2005: 346), bimbingan

merupakan suatu proses memberi bantuan kepada individu agar individu

99

dapat mengenal dirinya dan dapat memecahkan masalah-masalah hidupnya

sendiri agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya (self

understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance),

kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan

untuk merealisasikan (self realization) sesuai kemampuannya dalam

mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan sehingga ia dapat menikmati

hidup dengan bahagia.

Jika anak berbuat salah guru memberikan teguran dan penanganan secara

langsung. Sebagaimana dalam aspek ubudiyah, guru mengajak anak untuk

salat berjama’ah dan berperilaku yang baik, misalnya dalam hal berpakaian

dan bertata kerama. Selain itu, Guru menerapkan bimbingan dan pendidikan

karakter secara berkesinambungan, sehingga karakter anak akan terbentuk

dengan baik. Jika dikaitkan dengan pola pengasuhan, pola yang diterapkan

oleh guru merupakan pola pengasuhan yang memberi ruang kebebasan pada

anak tetapi dengan pengawasan dan kontrol yang tegas. Pola pengasuhan

tersebut biasa disebut dengan pola pengasuhan authoritativ (pengasuhan

berwenang). Menurut Norton (1977: 3), pola asuh authoritativ adalah pola

asuh yang berusaha mengarahkan anak tetapi dengan cara rasional dan

berorientasi pada masalah serta menghargai atribut ekspresif dan

instrumental baik kemauan mandiri ataupun kesesuaian disiplin. Berkaitan

dengan pola asuh yang diterapkan guru di sekolah, MS mengungkapkan

bahwa:

100

“Guru mengajak anak untuk shalat, bertata kerama, cara

berpakaian yang baik, dan hal-hal yang berkaitan dengan materi

PAI. Selain itu, kita memberikan sanksi, teguran, kadang dengan

cara memberikan ancaman. Jika tidak dilakukan hal seperti itu

kadang anak menyepelekan. Guru juga memberikan ruang pada

anak untuk bebas berekspresi dalam beribadah. Misalnya anak

di beri kesempatan untuk jadi imam dalam shalat berjamaah”

(MS, 17-07- 2017).

Adapun orang tua dalam proses pengasuhan menerapkan pola asuh

demokratis, yaitu pola asuh yang menerapkan kebebasan dan kontrol yang

tegas. Menurut Mansur (2005: 355), pola asuh demokratis adalah pola asuh

yang ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak-

anaknya, dan kemudian anak diberi kesempatan untuk tidak selalu

tergantung pada orang tua. Hal ini diterapkan dan dikombinasikan dengan

pengasuhan yang berbasis agama. Orang tua menerapkan pola pengasuhan

berbasis agama diharapkan akan terbentuk pengasuhan positif pada anak.

Sehingga ketika terjun dimasyarakat, anak tampil dengan akhlak yang kuat

serta rasa keimanan dan keislaman yang selalu mereka tegakkan sampai

akhir hayat. Selain itu, orang tua dalam proses pengasuhan berusaha untuk

menghindari model pengasuhan dalam bentuk kekerasan. Ketika hal itu

dilaksanakan anak akan merasa lebih nyaman dan tidak ada paksaan dalam

berbagai hal yang dilakukan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh NW,

sebagai berikut:

“Pengasuhan berbasis agama yang saya terapkan di rumah

dengan sendirinya pengasuhan positif akan terbentuk. Saya

selalu mensupport anak-anak dalam setiap kegiatan,

101

meyakinkan mereka belajar pada kegiatan tersebut, terutama

dalam bidang keagamaan. Harapan saya anak-anak bisa terjun

ke masyarakat dengan akhlak yang kuat serta iman Islam yang

akan mereka junjung tinggi sampai akhir hayat. Membiasakan

diri saya untuk tidak menerapkan kekerasan juga hukuman pada

mereka, sehingga anak-anak merasa senang, tidak terpaksa

melakukan tata tertib atau kesepakatan bersama” (NW, 23-05-

2017).

Jadi, guru dan orang tua dalam proses pengasuhan menerapkan pola

pengasuhan dengan model pengasuhan berwenang (authoritativ) atau bisa

disebut juga pola asuh demokratis, yaitu adanya bimbingan, arahan, dan

menuntut anak untuk mandiri tetapi dengan pengawasan dan kontrol yang

tegas tanpa adanya kekerasan. Pola tersebut dikombinasikan dengan nilai-

nilai keagamaan agar tercipta pengasuhan positif pada anak.

4. Guru/ orang tua aktif berkomunikasi dengan anak

Guru dan orang tua aktif berkomunikasi dengan anak, yaitu memberikan

motivasi, nasihat, dan informasi tentang pembelajaran PAI. Hal ini

merupakan fungsi dari komunikasi terutama dalam pendidikan. Senada

dengan hal tersebut, menurut Chotimah dan Fatchurrohman (2014: 78),

fungsi komunikasi adalah komunikasi bertindak untuk mengendalikan

perilaku individu, komunikasi membantu perkembangan motivasi,

komunikasi menunjukkan mekanisme fundamental, yaitu menunjukkan

bentuk perasaan, dan komunikasi memberikan informasi yang diperlukan

individu.

102

Guru memberikan nasihat tentang kewajiban beribadah khususnya dalam

melaksanakan ibadah shalat dan perilaku-perilaku baik yang harus

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru merefleksikan

pengalaman anak dengan menanyakan aktivitas yang sudah dilakukan

kaitannya dengan pengamalan beribadah anak di rumah. Misalnya, guru

menanyakan anak sudah melaksanakan shalat subuh apa belum? Ikut

berjama’ah atau tidak? Dan lain sebagainya.

Sedangkan bentuk komunikasi yang diterapkan guru berupa lisan maupun

tulisan yang tidak hanya dengan anak tetapi juga dengan orang tua,

misalnya guru memberikan informasi kepada orang tua berkaitan dengan

pelanggaran yang telah dilakukan anak di sekolah berupa surat teguran dan

sanksi yang akan diterima. Berkaitan dengan bentuk komunikasi, menurut

Chotimah dan fathurrohman (2014: 56-57) kemunikasi menurut cara

penyampaiannya dibedakan menjadi dua, yaitu (1) komunikasi lisan adalah

komunikasi yang dilakukan secara bertatap muka langsung atau secara lisan

tanpa dibatasi oleh ajarak, dan (2) komunikasi tertulis adalah komunikasi

yang dilakukan bisa dalam bentuk surat, naskah, blangko, gamba atau poto

maupun dalam bentuk tulisan yang dimaksudkan untuk menyampaikan

informasi secara singkat, jelas, dan lain sebagainya. Komunikasi yang

dilakukan merupakan wujud interaksi dan terjalinnya hubungan antara

guru, orang tua, dan anak (siswa). Berkaitan dengan bentuk komunikasi

yang dilakukan oleh guru kepada anak, LA mengungkapkan bahwa:

103

“Komunikasi yang dilakukan dapat berupa lisan maupun tulisan,

tidak hanya pada anak tetapi juga dengan orang tua berupa

motivasi dalam mendukung pembelajaran PAI atau berupa

peringatan berupa lisan atau surat yang berisi tentang pernyataan

pelanggaran yang telah dilakukan dan sanksi apa yang akan

diterima” (LA, 30-05-2017).

Sedangkan orang tua di rumah aktif berkomunikasi dengan anak baik secara

verbal maupun dengan Bahasa tubuh. Komunikasi merupakan hal

terpenting dalam proses pengasuhan terutama dalam proses pendidikan

agama, orang tua mempersiapkan hal-hal yang akan ditanyakan anak

berupa materi dan cara pengamalan tentang agama. Selain itu, orang tua

menerapkan komunikasi timbal balik, yaitu anak tidak hanya

mendengarkan dan patuh terhadap apa yang disampaikan orangtua, tetapi

anak juga diberikan kesempatan untuk berbicara dan menyampaikan pesan

yang ingin disampaikan. Sebagaimana menurut Djamarah (2004: 01),

komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih

berganti; bisa dari orang tua ke anak atau anak ke orang tua, atau dari anak

ke anak. Hal ini, dilakukan karena ada sesuatu pesan yang ingin

disampaikan. Berkaitan dengan komunikasi yang dilakukan orang tua

kepada anak, NW mengungkapkan bahwa:

“Komunikasi aktif dengan anak, baik secara verbal maupun

dengan Bahasa tubuh. Untuk urusan agama kita tidak boleh

sembarangan dalam mengajarkan anak-anak, sekarang tidak

akan mudah menerima sesuatu jika kita tidak mempunyai

dasar/jawaban yang tepat. Sehingga sebagai orang tua pun kita

harus selalu belajar dan menggali ilmu untuk anak-anak kita.

Selain itu, komunikasi timbal balik, bukan anak-anak saja yang

104

harus mendengar serta patuh pada ajaran kita, tetapi adakalanya

kita sebagai orang tua mendengar juga apa yang menjadi

pembicaraan mereka. mungkin itu bisa dipakai dalam

kesepakatan bersama” (NW, 23-05-2017).

Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan hal

yang harus diperhatikan oleh guru dan orang tua dalam proses pengasuhan

anak, baik di sekolah maupun di rumah dengan pola timbal balik dan silih

berganti, yaitu bisa dari guru ke siswa, orang tua ke anak atau sebaliknya.

Hal ini, akan mempengaruhi proses belajar anak kaitannya dengan

pendidikan agama Islam.

5. Guru/ orang tua membantu dalam menyelesaikan permasalahan anak dalam

pembelajaran PAI di sekolah dan di rumah.

Permasalahan yang muncul pada anak kaitannya dengan pembelajaran PAI

merupakan masalah yang berkaitan dengan pengamalan beribadah dan

pendidikan karakter anak. Guru memberikan bimbingan kelompok maupun

individu pada anak melalui bimbingan dan konseling di sekolah. Hal ini

didukung dengan, Menurut Mansur (2005: 349), salah satu ciri bimbingan

adalah bantuan yang diberikan kepada setiap individu yang memerlukan

pemecahan masalah atau perkembangannya.

Jadi, bimbingan adalah memberikan bantuan kepada setiap individu untuk

mengatasi masalah yang dihadapi. Hal ini dilakukan agar anak terhindar

dari masalah dan mengoptimalkan pembelajaran PAI di sekolah. Selain itu,

guru memberikan praktek dan pelatihan pada anak yang mengalami

105

masalah kaitannya dengan pembelajaran PAI, yaitu berupa pembenaran

cara shalat, cara berwudhu, dan cara membaca al-Qur’an yang baik dan

benar. Guru memberikan pelatihan tidak hanya di sekolah tetapi di luar

sekolah, yaitu berupa kelompok belajar agama yang dilaksanakan di tempat

yang sudah ditentukan. Berkaitan dengan hal di atas, MS menyampaikan

bahwa:

“Kalau saya menyelesaikkanya yaitu dengan praktek dan

pelatihan satu persatu tentang pembenaran cara shalat, cara

shalat berjamaah, mengingatkan sikap shalat yang baik,

mengajari cara sujud dan lain sebagainya. Selain itu, saya juga

menyediakan tempat dan pelatihan membaca dan menghafal al-

qur’an di luar jam pelajaran sekolah” (MS, 17-07-2017).

Adapun orang tua dalam membantu menyelesaikan permasalahan anak,

yaitu dengan cara sharing (musyawarah) dan menyelesaikan permasalahan

secara bersama-sama. Menurut Thomas Gordon menyelesaikan

permasalahan bersama-sama merupakan teknik yang bermanfaat bagi orang

tua yang merasa situasi harus berubah (Brooks, 2011: 287). Hal ini

dilakukan orang tua untuk mencari solusi dari permasalahan anak kaitannya

dengan pendidikan agama Islam.

Orang tua terkadang mempunyai pengetahuan agama yang kurang,

sehingga orang tua belajar dan mencoba mencari tahu melalui bertanya

kepada yang lebih ahli atau melalui media tertentu. Hal ini bertujuan untuk

mengurangi kesalahan dalam penyampaian kepada anak untuk membantu

menyelesaikan permasalahan yang anak alami. Selaras dengan bentuk

106

bantuan dalam penyelesaian masalah anak, NW mengungkapkan bahwa:

“Kita akan adakan sharing ketika ada permasalahan, bersama

kita cari solusi, untuk masalah PAI saya berusaha untuk

mengajak mereka bertanya pada orang-orang yang lebih ilmu

agamanya, atau mungkin cari referensi di internet dan sekarang

lebih mudah dalam kita belajar” (NW, 23-05-2017).

Jadi, guru dan orang tua membantu dalam menyelesaikan permasalahan

anak, yaitu berupa bimbingan, paktek, pelatihan dan diskusi yang dilakukan

baik di sekolah maupun di rumah.

6. Guru/ orang tua memberikan rewards atau punishment kepada anak dalam

proses pembelajaran PAI.

Reawrds atau punishment diberikan oleh guru kepada anak (siswa) sebagai

bentuk dari konsekuensi yang disepakati bersama. Jika anak dapat

melakukan hal-hal yang sudah disepakati, maka anak akan mendapatkan

hadiah (rewards), yaitu berupa pujian maupun material dan biasanya dalam

bentuk nilai ketika dalam pembelajaran di sekolah. Misalnya, guru

memberikan hadiah uang sejumlah yang telah ditentukan, ketika anak dapat

menghafal sepuluh surat dalam al-Qur’an. Begitu juga dalam lingkungan

keluarga, orang tua memberikan hadiah atau imbalan kepada anak

kaitannya dengan pembelajaran PAI dalam bentuk hadiah berupa pujian

(verbal) maupun material. Misalnya, orang tua memberikan hadiah berupa

material, yaitu memberikan mukena baru kepada anaknya, jika anaknya

dapat berpuasa penuh selain dalam fase menstruasi di bulan Ramadhan.

Orang tua berpendapat bahwa memberikan hadiah kepada anak yang dapat

107

melakukan sesuatu hal yang baik merupakan apresiasi bagi keberhasilan

anak dan hal tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif pada

anak dan terjadinya pengulangan perilaku di masa depan.

Selain adanya rewards, baik guru maupun orang tua memberikan hukuman

jika anak melanggar hal-hal yang talah disepakati. Hukuman yang diberikan

bersifat mendidik. Misalnya jika di sekolah anak melanggar, anak diberikan

hukuman berupa hafalan surat-surat pendek atau membaca al-Qur’an dan

terkadang menulis ayat-ayat al-Qur’an. Adanya hukuman diharapkan dapat

memberikan efek jera pada anak, sehingga anak dapat membatasi perilaku

yang salah dan tidak mengulanginya lagi. Sebagaimana dalam hadist yang

diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut:

ه قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليه ,عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جد ها وهم أب ناء مروا أوالدكم بلصلة وسلم وهم أب ناء سبع سنني واضربوهم علي

ن هم يف المضاجع )روه ابوداود(. عشر وفر قوا ب ي

Artinya: “Dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata,

berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika

berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan

sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki

dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud juz 1: 133).

Berkaitan dengan rewards dan punishment, LA mengungkapkan bahwa:

“Hadiah atau hukuman diberikan dari konsekuensi aturan yang

sudah disepakati bersama dari awal. Dalam bidang PAI

hukuman diberikan dengan cara mendidik, contohnya ketika ada

pelanggaran anak diminta menghafal atau menulis sebuah ayat.

108

Hadiah diberikan jika berhasil melakukan sesuatu dengan baik”

(LA, 30-05-2017).

Jadi dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa, dalam proses

pengasuhan kaitannya dengan pembelajaran PAI, guru maupun orang tua

memberikan hadiah atau hukuman kepada anak sesuai konsekuensi yang

telah disepakati. Hukuman yang diberikan bersifat mendidik tanpa adanya

kekerasan. Hal ini diharapkan, dengan adanya rewards dan punishment

yang diberikan akan membawa pengulangan dalam berperilaku ataupun

pembatasan dalam berperilaku khususnya dalam proses pembelajaran PAI.

7. Guru/ orang tua memberikan contoh dan membiasakan anak berperilaku

baik di sekolah maupun di rumah.

Memberikan contoh kepada anak merupakan suatu kewajiban dan tanggung

jawab bagi pengasuh (guru/ orang tua). Guru dan orang tua selalu

memberikan contoh kepada anak, karena pada dasarnya guru dan orang tua

merupakan figur yang menjadi teladan bagi anak dalam berperilaku,

kaitannya dengan pembelajaran PAI. Sebagaimana menurut Chotimah dan

fathurrohman (2014: 367) keteladanan dari pendidik merupakan faktor

penting dalam penanaman nilai-nilai religius. Tanpa keteladanan dari

pendidik, maka peserta didik akan bermoral bejat dan tidak mempunyai

budi pekerti yang luhur.

Contoh nyata yang dilakukan oleh guru di sekolah adalah mencontohkan

anak dalam beribadah, khususnya dalam hal shalat berjama’ah yang secara

109

rutin telah dilaksanakan di SMPN 7 Salatiga.

Sedangkan dalam lingkungan keluarga, orang tua juga menerapkan hal

yang sama, yaitu orang tua selalu berusaha tampil menjadi figur yang baik

bagi anaknya, misalnya orang tua berusaha untuk rajin shalat lima waktu

dan berperilaku yang baik dengan orang-orang di lingkungan sekitar. Selain

memberikan contoh yang baik, guru/ orang tua sama-sama membiasakan

anak berperilaku yang baik dan sesuai dengan norma agama. Misalnya,

guru membiasakan anak di sekolah untuk bersikap sopan dan santun ketika

bertemu dengan orang yang lebih tua.

Pembiasaan yang dilakukan di SMPN 7 Salatiga, yaitu dibudidayakannya

5S (senyum, sapa, salam, sopan dan santun). Hal ini akan membawa anak

untuk bersikap sopan dan santun kepada guru di sekolah dan akhlak anak

akan terbentuk dengan baik. Sebagaimana menurut Abdullah Dirroj, akhlak

adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan

kehendak berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak

yang benar atau pihak yang jahat. Hal ini dapat terbentuk jika perbuatan

tersebut dilakukan berulang-ulang kali dan menjadi suatu kebiasaan

(Mansur, 2005: 223).

Sedangkan orang tua di rumah membiasakan berperilaku sejak anak masih

usia dini, sehingga setelah dewasa anak-anak sudah terbiasa dan mudah

untuk diarahkan kepada hal yeng lebih baik. Hal ini berkaitan dengan apa

yang dijelaskan oleh Mansur (2005: 92), pada usia dini anak sudah mulai

110

mengenal interaksi sosial, anak sudah mulai membutuhkan teman untuk

bermain, dan anak mulai membentuk karakter pengalaman sosial.

Sedangkan pada masa tersebut sangat menentukan kepribadian anak setelah

anak menjadi dewasa. Dalam hal ini, guru/ orang tua adalah sebagai

pengawas dan pengarah sekaligus figur yang baik bagi anak dimana pun

mereka berada. Berkaitan dengan pemberian contoh dan pembiasaan

perilaku anak, NW menjelaskan bahwa:

“Kalau menurut saya, itu mutlak. Karena saya sebagai orang tua

adalah figur yang akan diamati serta dicontoh oleh anak-anak

saya. Semua gerak-gerik saya, mulai dari perilaku, cara bicara,

sopan santun kepada orang lain, serta cara berpakaian saya itu

yang akan mereka rekam, dan akan mereka realisasikan kelak

dikehidupan mendatang. Hal kecil seperti shalat. Jika saya tidak

shalat, bagaimana saya menganjurkan kepada anak-anak saya

untuk shalat. Pasti anak-anak akan menjawab ‘Ibu saja tidak

shalat’. Makanya saya mencoba untuk selalu berbuat dan

berperilaku yang baik untuk anak-anak saya. Saya membiasakan

anak di mulai sejak usia dini, sehingga setelah besar dan dewasa

anak-anak sudah terbiasa. Saya menghindari kekerasan, agar

anak mudah dan bisa menerima semua yang saya ajarkan, tanpa

ada rasa terpaksa” (NW, 23-05-2017).

Jadi dapat disimpulkan bahwa, guru/ orang tua wajib dan selalu

memberikan contoh dan membiasakan anak berperilaku baik dimana pun

mereka berada, yaitu dengan menjadi figur yang baik dalam beribadah dan

membiasakan hal-hal yang mengantarkan anak terbiasa dalam berperilaku

baik kepada siapa pun.

111

B. Problematika Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di

SMPN 7 Salatiga Tahun 2017

Problematika pelaksanaan program parenting dalam pembelajaran PAI

di SMPN 7 Salatiga adalah sebagai berikut:

1. Terbatasnya waktu pelaksanaan program parenting di sekolah

Pembelajaran di sekolah dalam waktu normal kurang lebih enam jam

perhari. Sedangkan anak butuh bimbingan lebih lama dan perlu

diperhatikan pada setiap individunya. Tugas guru di sekolah tidak hanya

membimbing anak tetapi memiliki tugas, baik secara administrasi maupun

tugas yang bersifat pribadi. Kondisi yang dialami oleh guru dalam

pelaksanaan program parenting, yaitu guru bekerja lebih lama.

Hubungannya dengan pengawasan dan kontrol anak di luar sekolah, guru

berkomunikasi secara langsung dengan orang tua kaitannya dengan

perilaku anak di rumah. Hal ini membutuhkan waktu lebih dan menjadi

problem yang dialami oleh guru. Jika dikaitkan dengan pendidikan agama

Islam, menurut Khoiriyah (2012: 224-225), permasalahan yang

ditimbulkan dalam pendidikan agama Islam khususnya di sekolah-sekolah

umum adalah kurangnya jam pelajaran agama di sekolah. Hal ini yang

dianggap sebagai penyebab utama timbulnya kekurangan para pelajar

dalam memahami, menghayati dan mengamalkan pelajaran agama.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:

112

“Kalau dari wali kelas problemnya itu, kalau wali kelas kan

tidak hanya membimbing anak ketika di dalam jam pelajaran,

tetapi guru sendiri juga punya pekerjaan yang tidak bisa

ditinggalkan secara administrasi, terus ngajar. Sehingga

waktunya kurang fokus. Karena di sekolahan waktunya terbatas

dan akhirnya waktu itu harus dikorbankan. Kadang orang tua

ngeluhnya di luar jam bekerja dan kita harus siap 24 jam untuk

menerima jika ada keluhan dari orang tua” (LA, 30-05-2017).

2. Latar belakang sosial orang tua yang berbeda-beda

Latar belakang sosial merupakan salah satu kendala dalam pelaksanaan

parenting. Menurut Brooks (2011: 136)), status sosial mungkin menjadi

pengaruh yang paling kuat yang membentuk perilaku anak. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan, peneliti membandingkan lingkungan

rumah dari empat kelompok etnik (Eropa Amerika, Afrika Amerika, Latin,

dan Asia Amerika) menemukan bahwa ketika perbedaan atnik

mempengaruhi apa yang dilakukan orang tua, status sosial direfleksikan

dalam sumber daya keluarga yang lebih penting daripada perbedaan etnik

di rumah, dengan orang tua dari anak yang miskin menyediakan sedikit

buku, alat musik, serta pelajaran, dan juga lebih sedikit memberi perhatian

dan kasih sayang.

Setiap keluarga memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda, yaitu

keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke atas maupun menengah ke

bawah, status sosial keluarga dengan pekerjaan sebagai pegawai, karyawan,

petani, dan lain sebagainya.

113

Menurut Mansur (2005: 114), mengenai perbedaan sosial ekonomi juga

sering mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam prestasi akademik anak,

menurut penelitian ditemukan bahwa ada perbedaan yang berarti dalam

tugas intelektual dan akademik antara anak yang berasal dari keluarga

kurang beruntung dibandingkan dengan yang lebih beruntung. Perbedaan

tersebut, kaitannya dengan proses pengasuhan anak memiliki perbedaan

cara pengasuhan dan bimbingan dari orang tua terkait dengan pembelajaran

PAI.

Selain itu, latar belakang sosial agama setiap keluarga berbeda-beda, yaitu

adanya keluarga yang bersifat agamis, keluarga setengah agamis, dan

keluarga non agamis. Hal tersebut mempengaruhi perilaku anak dalam

bersikap, karena lingkungan keluarga merupakan tempat anak membangun

dunianya. Menurut Brooks (2011: 137), kelompok agama membentuk

budaya yang memberikan corak perkembangan dan penentuan cara hidup,

misalnya melarang minum alkohol, melarang mengkonsumsi kafein, dan

beribadah beberapa kali dalam sehari. Hal ini merupakan apa yang orang

tua turunkan kepada anaknya.

Jika anak dalam lingkungan keluarga non agamis dengan kurangnya

kemampuan pengetahuan agama yang dimiliki orang tua, maka sikap anak

dalam beribadah menjadi kurang maksimal. Begitu juga dengan karakter

orang tua yang bermacam-macam, sedangkan jika dikaitkan dengan peran

serta tanggung jawab orang tua dalam proses parenting, maka dapat diambil

114

kesimpulan bahwa hal itu menjadi problem dalam pelaksanaan program

parenting khususnya dalam pembelajaran PAI. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh DM, sebagai berikut:

“Namanya orang tua karakternya kan macem-macem begitu

juga dengan anak, pola asuh orang tua itu sangat mempengaruhi

anak itu akan menjadi apa karena kesuksesan dari pendidikan

karakter itu ditentukan dari 3 hal yang pertama orang tua, yang

ke dua pendidikan, hal tersebut kaitannya dengan sekolah, yang

ketiga dengan masyarakat. Apabila dari ketiga hal tersebut dapat

terlaksana dengan baik otomatis karakter anak akan terbentuk

dengan bagus, juga dalam artian bagus tadi itu yang pertama

orang tua apabila mendasari anak dengan nilai keimanan

terhadap Tuhan yang Maha Esa, otomatis anak mempunyai

pondasi untuk bisa lebih baik dalam hal berpikir, bersikap, sopan

santun terhadap kedua orang tua dan dapat menempatkan diri di

tempat dia berada” (DM, 18-05-2017).

3. Kurangnya kepedulian dari orang tua

Kepedulian masing-masing orang tua terhadap anaknya memiliki tingkat

kapasitas yang berbeda-beda. Disamping itu, orang tua dalam kehidupan

sehari-hari disibukkan dengan hal-hal berupa pekerjaan, masalah rumah

tangga, dan masalah sosial lainnya. Hal ini menjadikan orang tua lupa akan

tugasnya sebagai pengasuh untuk anaknya, sedangkan dukungan secara

penuh dari orang tua sangatlah diperlukan dalam proses tumbuh kembang

anak kaitannya dalam pembelajaran PAI di rumah.

Orang tua yang disibukkan dengan pekerjaan berdampak pada keterbatasan

waktu dalam berinteraksi dengan anak secara langsung, anak cenderung

sendiri dan lebih suka dengan hal-hal yang membuat mereka merasa

115

nyaman, misalnya dengan bermain game, bermain dengan teman, dan lain

sebagainya. Selain itu, kurangnya kepedulian dan kasih sayang dari orang

tua menjadikan anak memiliki permasalahan dalam bimbingan, arahan, dan

pengawasan. Sehingga anak bebas berperilaku tanpa adanya pengawasan

yang tegas dari orang tua, hal ini akan merugikan anak, sehingga hasil yang

diperoleh dalam pembelajaran PAI kurang maksimal.

Terkait dengan pelaksanaan program parenting di sekolah, ada beberapa

orang tua dengan rasa kepedulian yang kurang menjadikan mereka tidak

hadir dalam acara maupun kegiatan pelibatan orang tua di sekolah.

Akibatnya orang tua tidak mengerti dengan hal-hal yang ada didalam

program dan bedampak pada pengasuhan anak. Sebagaimana yang

disampaikan oleh AM, sebagai berikut:

“Problem yang muncul disebabkan oleh latar belakang sosial

orang tua yang berbeda-beda. Banyak orang tua yang belum

peduli dengan perkembangan anak di sekolah. Misalnya, ketika

dalam kegiatan pun ada saja orang tua yang tidak hadir. Dengan

adanya orang tua seperti itu berdampak pada anak” (AM, 22-05-

2017).

4. Kurangnya keterbukaan dari orang tua terhadap permasalahan anak

Hubungan antara orang tua dan guru haruslah terjalin dengan harmonis.

Sehingga komunikasi antara keduanya berjalan dengan lancar dan berguna

dalam mencari solusi permasalahan anak di sekolah melalui diskusi maupun

sharing. Tetapi dalam hal ini, terkadang orangtua masih menutupi hal-hal

yang seharusnya perlu disampaikan kepada guru namun ditutup-tutupi

116

dengan alasan tertentu. Sedangkan, keterbukaan orang tua terhadap

permasalahan anak akan memberikan dampak positif dalam menyelesaikan

permasalahan anak baik di rumah maupun di sekolah. Guru akan lebih

mudah mengerti permasalahan anak dan segera mencari solusi dari

permasalahan tersebut. Jadi, problem yang ditimbulkan adalah kurangnya

keterbukaan orang tua kepada guru kaitannya dengan permasalahan anak,

sehingga menghambat penyelesaian masalah dan tidak maksimalnya hasil

dari pelaksanaan program parenting dalam pembelajaran PAI.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:

“Sedangkan problem dari orangbtua, kadang orang tua itu tidak

peduli, kadang malah menutup-nutupi kurang terbuka. Jadi

orang tua itu sudah tahu anaknya salah tetapi dia tidak mau

terbuka jika anaknya sering melanggar” (LA, 30-05-2017).

5. Anak merasa jenuh dan adanya pengaruh negatif dari perkembangan di era

digital

Anak terkadang mengalami rasa jenuh dalam proses pengasuhan maupun

pembelajaran baik di rumah maupun di sekolah. Hal ini menghambat guru/

orang tua dalam menerapkan pola asuh berupa bimbingan, arahan dan

motivasi. Sehingga anak malas dalam berperilaku sesuai dengan arahan dan

bimbingan yang diterapkan oleh guru maupun orang tua. Hal ini

menjadikan tidak maksimalnya keberhasilan dalam pelaksanaan program

parenting dalam pembelajaran PAI. Selain itu, berkembangnya era digital

memberikan dampak pada anak, yaitu anak lebih suka bermain gaget dan

117

lebih sering bermain HP ketimbang berkomunikasi dengan orang tua.

Keterbatasan komunikasi antara orang tua dan anak akan berdampak pada

proses parenting. Selain itu, Kebanyakan anak belum mampu dalam

menfilter konten-konten negatif pada gaget mereka, hal ini berpengaruh

pada sikap dan perilaku anak kaitannya dengan pembelajaran PAI.

Menurut Brooks (2011: 260-261), penggunaan media membawa dampak

positif dan negatif terhadap perkembangan anak. adapun dampak positif

yang ditimbulkan adalah anak mendapatkan informasi yang lebih luas yang

berguna untuk meningkatkan pengetahuan, sedangkan dampak negatif yang

ditimbulkan adalah anak cenderung agresif dan bersikap negatif serta

perilaku seksual di usia lebih muda. Hal ini disebabkan adanya tayangan

seksual disetiap televisi maupun media yang lain, yang meberikan dorongan

seksual terhadap anak, sehingga banyak anak di usia muda yang bebas

dalam mengekspresikan perilaku seksual.

Pernyataan di atas sama halnya dengan apa yang ditemukan peneliti dalam

wawancara dengan NW, yang mengungkapkan bahwa:

“Sedangkan problem pasti ada, kadang ada titik jenuh juga pada

anak-anak dan saya tidak akan pernah atau tidak boleh bosan

untuk selalu mengingatkan. Selain itu, di era gadget ini, anak

lebih sering pegang HP, malah dengan intensitas besar. Butuh

waktu-waktu khusus dalam menjalin komunikasi yang positif.

Misalnya, saat makan malam atau sesudah anak pulang sekolah”

(NW, 23-05-2017).

118

Adapun kontrol yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap penggunaan

media di era digital, sebagaimana yang dipaparkan oleh Brooks (2011: 264-

265), sebagai berikut:

a. Orang tua dapat membatasi jumlah media di rumah dan

menempatkannya di temapat yang dapat mengurangi penggunanya.

b. Matikan media atau tidak diperbolehkannya penggunaan gaget di saat

makan atau ketika kumpul dengan keluarga.

c. Berinteraksi dengan anak mengenai penggunaan media.

d. Buatlah dan jalankan aturan penggunaan media bagi anak.

e. Mencontohkan penggunaan media yang benar.

f. Gunakan media utamanya untuk belajar dan interaksi keluarga dan

bukan untuk bersantai.

6. Kurangnya dukungan dari guru dan sarana-prasarana pembelajaran PAI di

sekolah yang belum memadai.

Guru membiasakan anak dalam hal-hal yang berkaitan dengan

pembelajaran PAI seperti pembiasaan shalat berjama’ah pada waktu dzuhur

di mushala sekolah. Kegiatan shalat berjama’ah dilakukan secara bersama-

sama dari kelas satu sampai kelas tiga, sehingga dengan terbatasnya sarana-

prasarana sarta tempat yang kurang memadai, menjadikan hambatan bagi

guru untuk menerapkan kegiatan tersebut pada semua anak (siswa),

akibatnya kegiatan tersebut berjalan kurang masimal.

119

Kondisi tempat yang kurang memadai dan terkadang terbatasnya fasilitas

air untuk berwudhu, memperlambat kinerja dalam kegiatan berjama’ah.

Sebagian besar anak tidak mempunyai kesempatan untuk shalat berjama’ah

di sekolah dan guru sulit untuk mengawasi apakah anak sudah

melaksanakan shalat berjama’ah atau belum. Selain itu, kurangnya

dukungan dari guru mapel yang lain dalam membantu mengawasi dan

mengontrol serta membimbing dan mengarahkan anak dalam kegiatan

shalat berjama’ah. Sebagaimana yang dituturkan oleh MS, sebagai berikut:

“Kurangnya sarana dan prasarana seperti terbatasnya tempat

karena kondisi musola yang kecil dengan jumlah siswa yang

banyak memberikan dampak pemberlakuan kloter dalam

berjamaah, sedangkan waktunya terbatas. Akibatnya anak tidak

semuanya terkontrol dan bisa ikut jamaah semuanya tanpa

terkecuali. Kurangnya dukungan dari guru yang lain sehingga

pengawasan pada anak tidak maksimal. Dengan terbatasnya

waktu ketika anak sudah masuk kembali ke kelas guru tidak bisa

mengingatkan kembali dan anak cenderung bohong, sebetulnya

anak belum sholat tetapi bilang sudah sholat” (MS, 17-07-2017).

Jadi dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa,

problematika pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7

Salatiga adalah terbatasnya waktu pelaksanaan di sekolah, latar belakang sosial

orang tua yang berbeda-beda, kurangnya kepedulian dari orang tua, kurangnya

keterbukaan orang tua terhadap permasalahan anak, anak merasa jenuh serta

pengaruh negatif dari perkembangan di era digital, dan kurangnya dukungan

dari guru serta sarana-prasarana pembelajaran PAI di sekolah yang belum

memadai.

120

C. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7

Salatiga Tahun 2017

Dampak pelaksanaan program parenting dalam pembelajaran PAI

adalah sebagai berikut:

1. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara guru, orang tua dan anak

Langkah kerja program parenting di sekolah salah satunya adalah decision

making yaitu melibatkan orang tua dalam pengambilan keputusan di

sekolah, mengembangkan kepemimpinan orangtua dan perwakilan orang

tua, misalnya aktif di organisasi/ perkumpulan orang tua guna

mengembangkan kepemimpinan dan partisipasi orang tua (paguyuban

kelas). Hal ini merupakan salah satu bentuk terjalinnya komunikasi antara

orang tua satu dengan yang lainnya serta komunikasi antara guru dengan

orang tua. Adanya komunikasi yang terjalin secara harmonis memberikan

dampak pada keberhasilan pelaksanaan program parenting khususnya

dalam pembelajaran PAI.

Pada perkumpulan orang tua (paguyuban kelas), guru dan orang tua

mengadakan musyawarah setiap bulannya dengan tujuan untuk

merencanakan maupun mencari solusi permasalahan anak. Sedangkan

dalam paguyuban tersebut orang tua saling berinteraksi dan saling sharing

serta saling mengingatkan satu sama lain dalam hal pembelajaran anak

khususnya dalam bidang keagamaan, misalnya orang tua saling

121

mengingatkan bahwa orang tua harus selalu menjalankan ibadah shalat,

jangan sampai meninggalkannya dan hal-hal yang berkaitan dengan

pendidikan karakter anak. Selain itu, orang tua bertukar pikiran dalam

mengasuh anak yang baik dan efektif dan belajar dari pengalaman masing-

masing orang tua, hal ini menunjukkan bahwa adanya kepedulian dari

masing-masing orang tua.

Disamping terjalinnya hubungan antara guru dengan orangtua serta masing-

masing orangtua, adanya program parenting memberikan dampak pada rasa

kekeluargaan masing-masing anak begitu juga orang tua dan guru. Hal ini

dibuktikan dengan adanya program berbagi berupa jenguk orang sakit,

takziah jika ada salah satu keluarga yang meninggal dunia dan lain

sebagainya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:

“Dampaknya ya positif, namanya agama itu dalam

pengaplikasiannya bisa naik dan turun. Kadang anak lena dan

dengan adanya parenting kita bisa saling mengingatkan. Kalau

dalam segi ubudiyahnya kami selaku wali kelas tidak

mengetahui secara detail tetapi di lingkungan sekolah dengan

keterbatasan waktu kegiatan ubudiyah dilakukan hanya pada

waktu dzuhur saja dan kegiatan itu dilaksanakan secara

berjamaah. Untuk lebih detailnya orang tua yang lebih tahu.

Sedangkan dampak dari segi akhlak, dengan adanya kontrol dari

guru dan orang tua anak lebih mudah untuk ditasi jika

melakukan hal-hal yang tidak baik. Dan kita bisa melihat

bagaimana perilaku orang tua berpengaruh terhadap perilaku

anak. Dan memang agama itu penting bagi orang tua untuk

memotivasi dan mengingatkan anak. Apalagi jika basic agama

orang tua kurang ditambah tidak pedulinya orang tua dan guru

hanya bisa membantu di sekolah. Dan dampak yang lain orang

tua, anak lebih care antara sesama teman mungkin juga sesama

122

orang tua siswa, misalnya ada anak yang tidak masuk sekolah

karena sakit selama satu bulan. Dengan adanya program

parenting rasa kekeluargaan antara siswa satu dengan yang

lainnya lebih erat dan teman-temannya dengan senang hati

membantu anak tersebut untuk mengisi ketertinggalan dalam

pelajaran” (LA, 30-05-2017).

2. Anak lebih bisa bersikap baik dan berakhlakul karimah

Perubahan sikap dan perilaku pada anak, karena adanya pelaksanaan

program parenting berupa kegiatan pembiasaan di sekolah maupun di

rumah. Guru menerapkan pendidikan karekter dengan metode 5S yaitu

senyum, sapa, salam, sopan dan santun. Hal ini diaplikasikan dalam

lingkungan sekolah serta adanya kegiatan jemput siswa yang dilakukan oleh

guru-guru pada waktu anak sampai di sekolah serta pembiasaan berjabat

dan cium tangan guru yang dilakukan oleh anak (siswa). Selain itu, adanya

kerjasama antara guru dan orang tua dalam mengontrol serta mengawasi

perilaku anak, sehingga perilaku anak lebih terarah dan kesalahan dalam

bertindak lebih berkurang. Akibatnya anak lebih bisa bersikap dan

berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun pembiasaan di rumah dilakukan oleh orang tua dengan pola

pengasuhan yang bersifat authoritative (berwenang) dengan tanpa adanya

kekerasan dalam mendidik anak. Pengasuhan yang dilakukan diterapkan

oleh orang tua sejak anak masih usia dini. Hal ini berdampak pada sikap

anak yang lebih patuh kepada orang tua dan anak lebih senang dalam

melakukan hal-hal yang diperintahkan orang tua khususnya dalam bidang

123

keagamaan, seperti perintah untuk rajin shalat lima waktu, bersikap sopan

dan santun terhadap orang lain dan lain sebagainya. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh NW, sebagai berikut:

“Kalau saya, anak saya sudah tahu dari semua penilaian tidak

hanya dari akademik saja, kalau saya, akademiknya tidak saya

kejar sebatas mampu, tapi agama, sopan santun, adab dan lain

sebagainya di nomersatukan, kita lihat sekarang anak-anak yang

di luar sana saya merasa prihatin kondisi mereka, orangtua

terlalu sibuk. Jadi anak-anak malah tidak ada pendidikan untuk

itunya emosionalnya terlalu di los-los tidak terkendali kadang-

kadang sama orang tua tidak sopan walaupun saya dirumah

Bahasa jawa kami kasar, tapi Alhamdulillah anak saya nggak

pernah dan ini saya lihat anak-anak saya memang belajar dari

sejak kecil ketemu sama orangtua salim dan cium tangan itu

saya seperti itukan dan terbawa sampai sekarang dimanapun.

Jadi saya terapkan kepada siapa pun dimanapun dan mereka

terbiasa ketika betemu saya ya salaman dan cium tangan. Ya dari

parenting yang kita laksanakan dan diterapkan oleh masing-

masing orangtua harus diterapkan sejak kecil. Jadi parenting itu

berdampak dari segi apapun berawal dari agama. Contohnya, di

era digital seperti ini butuh sebuah filter yaitu agama” (NW, 23-

05-2017).

3. Anak lebih antusias dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekolah

Program kegaiatan keagamaan di sekolah, yaitu pembiasaan shalat dzuhur

berjama’ah. Kegiatan tersebut dilakukan pada sela-sela waktu pembelajaran

sekitar dua puluh menit setiap harinya, kecuali hari jum’at. Kegiatan shalat

berjama’ah merupakan kegiatan yang memberikan dampak yang besar

terhadap perilaku anak dalam beribadah. Perubahan yang dirasakan adalah

anak lebih antusias untuk shalat berjama’ah di sekolah. Selain itu, guru

menerapkan program-program keagamaan yang mendukung dalam

124

pembelajaran agama di sekolah, misalnya kegiatan mujahadah, kegaiatan

berupa perayaan hari-hari besar Islam, dan lain sebagainya.

Jadi, dengan adanya program-program yang diterapkan oleh guru di

sekolah, siswa menjadi lebih antusias dan lebih terbiasa dalam berperilaku

yang baik khususnya dalam beribadah. Sebagaimana yang dituturkan oleh

JM, sebagai berikut:

“Cukup besar! Itu bisa kita lihat di kegiatan-kegiatan keagamaan

di sekolah misalnya kalau siang sholat berjamaah sudah berjalan

secara bagus, waktu sekitar 20 menit anak-anak juga sudah

kelihatan, peningkatan dari kegiatan seperti yang dulu kurang

sekarang cukup banyak anak-anak yang shalat berjamaah. Itu

yang nampak di sekolah ya? Di rumahpun saya kira juga sangat

berimbas dan guru agama di sinipun sudah memprogramkan

kegiatan keagamaan secara rutin. Ditambah kegiatan-kegiatan

di bulan ramadhan, seperti pesantren kilat dan lain sebagainya.

Kalau dalam kegiatan di sekolah, shalat berjamaah itu anak-anak

betul antusias” (JM, 18-05-2017).

Jadi kesimpulannya, dampak pelaksanaan program parenting di SMPN 7

Salatiga adalah terjalinnya hubungan harmonis antara guru, orang tua, dan

anak (siswa), anak lebih bisa bersikap baik serta berakhlakul karimah, dan

anak lebih antusias dalam kegaiatan keagamaan di sekolah.

125

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut.

1. Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7

Salatiga Tahun 2017 adalah:

Program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga

dilaksanakan dengan menerapkan pembelajaran dalam aspek ubudiyah

dan pendidikan karakter, yaitu melalui kegiatan berupa shalat

berjama’ah, membaca al-Qur’an, dan pembiasaan 5S (senyum, sapa,

salam, sopan dan santun). Selain itu, pelaksanaan program parenting

dalam bidang PAI dilakukan oleh guru maupun orang tua melalui pola

pengasuhan yang efektif, bimbingan, arahan, menjalin komunikasi

yang baik, memberikan reward dan punishment, serta menjadi teladan

yang baik bagi anak (siswa).

126

2. Problematika Pelaksanaan Program parenting dalam Bidang PAI di

SMPN 7 Salatiga Tahun 2017 adalah:

Problem pelaksanaan program parenting di SMPN 7 Salatiga

disebabkan oleh permasalahan yang muncul dari guru, orang tua, dan

anak (siswa). Sedangkan bentuk permasalahan tersebut berupa

kurangnya kepedulian dari orang tua, terbatasnya waktu yang dimiliki

oleh guru di sekolah, serta anak mengalami rasa jenuh dan adanya

pengaruh negatif di era digital.

3. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN

7 Salatiga Tahun 2017 adalah sebagai berikut:

Setelah dilaksanakannya program parenting di SMPN 7 Salatiga,

dampak yang ditimbulkan adalah perubahan dan peningkatan perilaku

anak dalam beribadah dan bersikap. Hal ini diwujudkan dengan adanya

peningkatan perilaku beribadah anak (siswa) di sekolah dan perubahan

sikap anak yang lebih baik, misalnya anak bersikap sopan dan santun

terhadap guru maupun orang tua.

127

B. Saran

Bersadarkan kesimpulan penulis paparkan di atas, maka saran-saran

yang dapat penulis sampaikan adalah:

1. Kepada sekolah/ guru

Program parenting merupakan salah satu program yang efektif dalam

pembelajaran PAI, sehingga perlu dilaksankan seterusnya dan

dikembangkan lagi kaitannya dengan sarana prasarana yang menunjang.

Selain itu, diadakannya kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah yang dapat

menciptakan religiusitas siswa dalam menghadapi situasi dan kondisi

dimanapun mereka berada. Misalnya, kagiatan pengajian (ceramah) satu

bulan sekali, pembiasaan shalat dhuha berjama’ah, dan lain sebagainya.

Adapun guru seharusnya lebih peduli dalam membantu membimbing,

mengawasi, dan mengarahkan peserta didik dalam beribadah, seperti dalam

kegiatan shalat berjama’ah. Selain itu, guru adalah figur bagi peserta didik

di sekolah, jadi sebagai guru haruslah dapat menjadi teladan bagi pesrta

didik untuk berperilaku baik dan menjadi insan kamil (taat dan patuh dalam

agama).

2. Kepada orang tua

Orang tua seharusnya lebih peduli dengan anaknya, karena orang tua adalah

penanggung jawab penuh dalam pendidikan anak, khusunya dalam bidang

PAI. Anak lebih utama dibandingkan pekerjaan dan anak lebih butuh kasih

sayang dan perhatian dari orang tua. Masa depan anak salah satunya

128

ditentukan dari bagaimana orang tua dalam mendidik dan mengasuh.

Sedangkan dalam perspektif agama, anak dilahirkan di dunia dengan

keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut yahudi,

nasrani, atau majusi. Jadi, sebagai orang tua harus lebih peduli dan mengerti

bagaimana mendidik anak, salah satunya dengan mengerti bagaimana cara

mengasuh yang efektif, berkomunikasi dengan anak, dan lain sebagainya.

3. Kepada peneliti lain

Hasil penelitian ini adalah sebagai evaluasi program parenting dalam

bidang PAI di SMPN 7 Salatiga. Jadi peneliti memberikan kesempatan

kepada peneliti yang lain untuk lebih mengembangkan penelitian tersebut

atau melakukan penelitian di tempat lain dan hasilnya dapat menjadi

pembanding dalam mengukur kefektifan pelaksanaan program parenting di

sekolah.

129

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 1987. Ilmu Pendidikan Islam. Salatiga: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.

Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Ali, Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:

Ciputat Pers.

Brooks, Jane. 2011. The process of Parenting. Edisi ke 1. Diterjemahkan oleh: Fajar.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chotimah dan Fatchurrohman. 2014. Komplemen Manajemen Pendidikan Islam.

Yogyakarta: Teras.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. 2006. Undang-undang dan Peraturan

Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI.

Djamarah, Bahri Syaiful. 2004. Pola Komunikasi Orang tua dan Anak dalam

Keluarga. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Epstein, Joyce. L.2009. School, Family, and Community Partnerships. California:

Corwin Press.

Grant and Ray. 2010. Home, School and Community Collaboration: Culturally

Responsive Family Involvement. Califonia: SAGE Publications.

Hamdu, Ghullam, and Lisa Agustina. "Pengaruh Motivasi Belajar Siswa terhadap

Prestasi belajar IPA di sekolah dasar." Jurnal penelitian pendidikan Vol: 12.1

(2011): 90-96.

Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Quantum Parenting: Kiat Sukses Mengasuh Anak

Secara Efektif dan Cerdas. Jogjakarta: Kata Hati.

Kasiram, Moh. 2010. Metodologi Penelitian: Kualitatif-Kuantitatif. Yogyakarta: UIN-

Maliki Press.

Khoiriyah. 2012. Menggagas Sosiologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras.

Lisnawati dan Putra. 2010. Penelitian Kulalitatif Pendidikan Agama Islam. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

130

Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Makbuloh, Deden. 2013. Pendidikan Agama Islam: Arah Baru Pengembangan Ilmu

dan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.

Yogyakarta: Trust Media.

Moleong, lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Moleong, Lexy, J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Muallifah. 2009. Psycho Islamic Smart Parenting. Jogjakarta: DIVA Press.

Muhaimin. 2007. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,

Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mulyasa, E. 2007. Menjadi Kepala Sekolah Efektif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muslih, Sohari, Syafaat. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah

Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Rajawali Press.

Mustaqim, Abdul. 2005. Menjadi Orang tua Bijak, Solusi Kreatif Menangani Berbagai

Masalah pada Anak. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Norton, G. Ron. 1977. Parenting. The United States of America: A Spectrum Book.

Sarosa, Samiji. 2012. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: PT Indeks.

Sriyanti, Lilik. 2013. Psikologi Belajar. Salatiga: STAIN Salatiga.

Steinberg, Laurence. 2004. 10 Prinsip Dasar Pengasuhan Yang Prima Agar Anak

Tidak Menjadi Orangtua Yang Gagal. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Sukardi. 2014. Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Suyanto, Slamet. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat

Publishing.

131

Syafei, M. Sahlan. 2002. Bagaimana Anda Mendidik Anak. Bogor: Ghalia Indonesia.

Uhbiyati, Nur. 2009. Long Life Edication: Pendidikan Anak Sejak dalam Kandungan

sampai Lansia. Semarang: Walisongo Press.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

TRANSLITERASI ARAB – LATIN

(Dari Buku Panduan Standar Penulisan dan Penerjemahan Pustaka Al-Kautsar)

TH = ط A = أ

ZH = ظ B = ب

’ = ع T = ت

GH = غ TS = ث

F = ف J = ج

Q = ق H = ح

K = ك KH = خ

L = ل D = د

M = م DZ = ذ

N = ن R = ر

W = و Z = ز

H = ه S = س

‘ = ء SY = ش

Y = ي SH = ص

DH = ض

DAFTAR SATUAN KREDIT KEGIATAN (SKK)

Nama : Roni Fatakhul Alim

NIM : 111-13-017

Fakultas : FTIK/ PAI

Dosen Pembimbing Akedemik : Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag.

No Jenis Kegiatan Pelaksanaan Jabatan Nilai

1 OPAK STAIN Salatiga “Rekontruksi Paradigma

Mahasiswa yang Cerdas, Peka dan Peduli” oleh

DEMA tahun 2013.

26-27

Agustus 2013

Peserta 3

2 OPAK JurusanTarbiyah STAIN Salatiga

“Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Kearifan Lokal

sebagai Identitas Pendidikan Indonesia” oleh HMJ

Tarbiyah tahun 2013.

29 Agustus

2013

Peserta 3

3 Masa Ta’aruf (MASTA) “Making an Incredible

Youth Generation” oleh IMM KOM STAIN

Salatiga tahun 2013.

06 September

2013

Peserta 2

4

UPT Perpustakaan “Library User Education

(Pendidikan Pemakai Perpustakaan)” oleh UPT

Perpustakaan STAIN Salatiga tahun 2013.

16 September

2013

Peserta 2

5 Pra Ibtida’ “Training Pembuatan Makalah” oleh

LDK Darul Amal STAIN Salatiga tahun 2013.

18September

2013

Peserta 2

6 Seminar Nasional Bahasa Arab “Upaya Menjaga

Eksistensi dan Masa Depan Pembelajaran Bahasa

Arab” oleh ITTAQO tahun 2013.

09 Oktober

2013

Peserta 8

7 Penerimaan Anggota Baru (PAB) “Kristalisasi

Nilai Qur’ani Menuju Insan yang Penuh Hikmah”

oleh JQH STAIN Salatiga tahun 2013.

23-24

November

2013

Peserta 2

8 Certificate “Longman Preparation Course” oleh

STAIN Salatiga Islamic Boarding House tahun

2014.

27-14

Februari 2014

Peserta 2

9 Sarasehan Akbar Bersam Tokoh Nasional

“Komitmen Politik Islam dalam Menata Arah

Masa Depan Bangsa Indonesia” oleh HMI Cabang

Salatiga tahun 2014.

15 Maret

2014

Peserta 8

10 Akhirussanah Ma’had STAIN Salatiga Periode

2013/2014 “Intelektualitas dan Akhlakul Karimah

Mahasiswa” oleh Ma’had STAIN Salatiga tahun

2014.

21 Juni 2014 Panitia 3

11 Eavluasi Belajar tahap Akhir di Ma’had Putra

STAIN Salatiga pada tahun ajaran 2013/2014.

29 September

2014

Peserta 2

12 Gebyar Seni Qur’aniyy (GSQ) Umum ke VI se-

Jawa Tengah” Aktualisasi Makna dan Syi’ar Al-

Qur’an Sebagai Sumber Inspirasi” oleh JQH

STAIN Salatiga tahun 2014.

05 November

2014

Peserta 2

13 Diklat Microteaching oleh Himpunan Mahasiswa

Program Studi (HMPS) Pendidikan Agama Islam

Jurusan Tarbiyah STAIN Slatiga tahun 2014.

08 November

2014

Panitia 3

14 CEC Festifal 2014 “Drama Player as Actor” oleh

CEC STAIN Salatiga tahun 2014.

20-22

November

2014

Peserta 2

15 Workshop Nasional “Sukses Akademik, Sukses

Bakat dan Hidup Bermartabat dengan Karya” oleh

HMPS PAI STAIN Salatiga tahun 2014.

16 Desember

2014

Peserta 8

16 Intensive TOEFL Preparation Training Program

(ITPTP) oleh Fakultas Syari’ah tahun 2015.

5-24 Januari

2015

Peserta 4

17 Lokakarya “Improving Management for Getting

Better Learning Quality” oleh Ma’had Al-Jami’ah

IAIN Salatiga tahun 2015.

10 April 2015 Panitia 3

18 Program “Rihlah dan Wisata Rohani Ma’had Al-

Jami’ah IAIN Salatiga tahun 2015.

5-8 Mei 2015 Panitia 3

19 Agenda Nasional “Diskusi Publik dan Dengar

Pendapat” oleh Barisan Pemuda Bangsa (BPB)

Kota Salatiga tahun 2015.

07 Maret

2015

Peserta 8

20 Gebyar Seni Qur’ani ke- VII Tingkat Jawa

Tengah “Menyiarkan Islam Melalui Apresiasi

Maha Karya Seni Qur’aniyy” oleh JQH Al-Furqan

IAIN Salatiga 2015.

6-8 November

2015

Panitia 3

21 Lomba Cerdas Cermat Ma’had Al-jami’ah IAIN

Salatiga tahun 2015.

14-17

Desember

2015

Panitia 3

22 Functionaries of Ma’had Al-Jami’ah IAIN

Salatiga periode 2015/2016

Tahun 2015 Bendahara 4

23 Ma’had Championship “Togetherness for

Improving Art and Sport Quality” oleh Ma’had

Al-Jami’ah IAIN Salatiga tahun 2015

21-26

Desember

2015

Panitia 3

24 Seminar Kewirausahaan “Membumikan

Seni Qur’an Melalui Wirausaha” oleh JQH

Al-furqan IAIN Salatiga tahun 2015.

25 Desember

2015

Panitia 3

25 Penerimaan Anggota Baru (PAB) JQH Al-Furqan

2015 “Keep on loving Holy Qur’an to Reach a

Peacefullness of Life” oleh JQH Al-Furqan IAIN

Salatiga tahun 2015

25-26

Desember

2015

Panitia 3

26 Bersih Desa “Kembang Arum bersama Wujudkan

Lingkungan nyaman dan Indah” oleh Ma’had Al-

Jami’ah IAIN Salatiga tahun 2015.

28 Desember

2015

Panitia 3

27 Pengangkatan Pengurus Jam’iyyatul Qurro’ Wal

Huffazd (JQH) Al-Furqan IAIN Salatiga Masa

Bakti 2016

Tahun 2016 Pengurus 4

28 Kegiatan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad

Saw oleh Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga tahun

2016.

06 Mei 2016 Panitia 3

RIWAYAT HIDUP PENULIS

A. Data Pribadi

Nama : Roni Fatakhul Alim

Tempat/Tanggal Lahir : Grobogan, 22 Oktober 1995

NIM : 111-13-017

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Alamat : Rejosari RT 07/RW 01 KEC. Grobogan

KAB. Grobogan Jawa Tengah

B. Orang Tua

Ayah : Achmad Zaidun

Ibu : Siti Muslikhah

Pekerjaan : Petani

C. Motto

“Allah Pasti seperti Prasangka Hambaku”.

D. Riwayat Pendidikan

No. Instansi Pendidikan Masuk (Tahun) Lulus (Tahun)

1. MI Al-Atfaliyah Rejosari 2001 2007

2. MTS Al-Atfaliyah Rejosari 2007 2010

3. SMA Islam Plus Bina Insani

Susukan

2010 2013

4. S1 PAI IAIN Salatiga 2012 2017

NOTA PEMBIMBING

SK PENELITIAN

LEMBAR KONSULTASI

Catatan Lapangan

Masalah : Pembiasaan siswa

Hari/tanggal : Kamis/ 18 Mei 2017

Waktu : 06.30-07.15 WIB

Deskripsi:

Pada saat saya melakukan pengamatan di SMPN 7 Salatiga, kebetulan saya

terlibat langsung dalam kondisi yang saya akan amati. Pada saat itu, di pagi hari pintu

masuk gerbang sekolah ada seorang satpam tengah mengamankan jalan karena

padatnya siswa yang tengah masuk sekolah. Pintu gerbang terbuka lebar di iringi siswa

yang masuk satu persatu maupun bergerombol. Kedatangan siswa di sekolah di sambut

oleh guru-guru yang berbaris memanjang untuk mengajak anak berjabat dan mencium

tangan serta mengucapkan salam. Kadang ada siswa yang pakaiannya tidak rapi di

ingatkan dan ditegur langsung oleh guru. Keseluruhan siswa berbaris rapi mengikuti

barisan guru sambil berjabat tangan.

Pembiasaan berjabat tangan merupakan hal yang sangat efektif sebab siswa

akan merasa kedatangannya disambut hangat oleh guru dan hal ini termasuk metode

untuk menjalin kedekatan antara guru dan murid. Hal ini menjadikan anak lebih tertib

dan terkontrol sejak pertama melewati gerbang dan sebelum masuk ke kelas masing-

masing.

Masalah : Perilaku siswa di sekolah

Hari/tanggal : Senin/ 22 Mei 2017

Waktu : 09.00-10.00 WIB

Deskripsi:

Pada saat saya mengamati di sekolah, saya melihat setiap siswa bertemu guru

baik di kelas, di depan kelas, di kantin, dan di semua ruang lingkup sekolah, siswa

selalu menyapa dan berjabat dan cium tangan guru dan mereka terlihat sopan dan

santun. Selain itu, ketika di kelas, pada saat pembelajaran PAI, banyak siswa yang

antusias dengan adanya pembiasaan membaca asmaul husna sebelum pembelajaran

dimulai. Hanya segelintir siswa yang tidak membawa bacaan asmaul husna di

karenakan ketinggalan dan lupa. Tetapi hal itu, tidak mengurangi niat mereka untuk

membaca asmaul husna secara bersama-sama. Kadang siswa yang tidak membawa

asmaul husan, guru menyuruh siswa tersebut untuk maju ked depan dan sekaligus

memimpin teman-temannya untuk membaca bersama-sama. Kegiatan seperti ini

berjalan dengan baik di SMPN 7 Salatiga dan sudah menjadi kewajiban sebelum

memulai pembelajaran PAI di setiap kelasnya. Pembiasaan seperti ini sebagai wujud

bahwa pendidikan agama Islam di SMPN 7 Salatiga benar-benar dilaksanakan dengan

sebaik mungkin dan kebanyakan siswa antusian dan siswa tidak merasa terbebani.

Masalah : Kegiatan Jama’ah Shalat Dzuhur di Sekolah

Hari/ tanggal : Selasa/ 30 Mei 2017

Waktu : 12.00-12.30 WIB

Deskripsi:

Pada saat saya mengamati di SMPN 7 Salatiga, saat waktu dzuhur tiba siswa

berbondong-bondong pergi ke musola sekolah. Ada koordinator kelas yang membawa

buku absen yang gunanya untuk mengabsen siapa yang jamaah dan tidak jamaah.

Secara bergantian siswa mengmbil wudhu baik siswa maupun siswi. Para siswi

membawa mukena masing-masing dari rumah begitu juga dengan para siswa, mereka

membawa sarung dari rumah. Jamaah dilakukan secara bergantian per kloter biasanya

setiap kloter di isi 2 baris siswa dan 2 baris siswi. Dengan kondisi musola yang kecil

berukuran sekitar 100 meter persegi suasananya sangat gaduh di karenakan perilaku

siswa dan siswi yang suka ramai.

Sholat berjamaah merupakan hal yang sangat berpengaruh pada kondisi beribadah

siswa di sekolah khususnya. Siswa antusias untuk berjama’ah terkadang siswa itu

sendiri menjadi imam untuk siswa yang lain. Walaupun karena ada faktor absen dan

sebagainya. Tapi dapat disimpulkan dengan adanya jama’ah sholat dzuhur siswa

merasa antusiaan dan menjadi kebiasaan bagi mereka di sekolah.

PEDOMAN WAWANCARA

Narasumber : Kepala Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga

Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang

Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga

1. Bagaimana pendapat anda tentang program parenting?

2. Apa alasan yang mendasari keputusan sekolah untuk memberlakukan program

parenting di SMP Negeri 7 Salatiga?

3. Apa tujuan utama pelaksanaan program parenting bagi SMP Negeri 7 Salatiga?

4. Apa manfaat yang sudah dirasakan setelah program parenting dilaksanakan sejak

dimulai sampai sekarang di SMP Negeri 7 Salatiga?

5. Bagaimana bentuk-bentuk pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di

SMP Negeri 7 Salatiga?

6. Bagaimana problematika yang dihadapi selama pelaksanaan program parenting

dalam bidang PAI sejauh ini di SMP Negeri 7 Salatiga dan berikan contoh

konkritnya?

7. Apa dampak yang diperoleh setelah dilaksanakannya program parenting dalam

bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?

8. Apa evaluasi dan harapan kedepannya yang perlu dilakukan untuk pelaksanaan

program parenting dalam bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?

PEDOMAN WAWANCARA

Narasumber : Wali kelas di SMP Negeri 7 Salatiga

Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang

Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga

1. Bagaimana pelaksanaan program parenting dalam membantu keluarga/

orangtua untuk membentuk lingkungan rumah yang mensupport pendidikan

agama Islam dan apa problemnya?

2. Bagaimana sekolah/ guru menyarankan orangtua dalam membentuk kondisi di

rumah yang mendorong belajar anak dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?

3. Adakah bentuk kegiatan workshop dan pendidikan orangtua yang mensupport

dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?

4. Apa saja program yang mendukung keluarga untuk mendampingi anak dalam

pembelajaran PAI?

5. Bagaiamana guru dalam mengasuh anak di sekolah? Dan apa problemnya?

6. Bagaimana guru berkomunikasi dengan anak dalam mendukung pendidikan

agama Islam? Apa dampak dan problemnya?

7. Apa yang dilakukan guru dalam membantu anak menyelesaikan permasalahan

khusunya dalam bidang PAI? Apa dampaknya?

8. Apakah guru memberikan hadiah atau hukuman terhadap anak dalam bidang

PAI? Apa dampak dan problemnya?

9. Apakah guru memberikan contoh yang baik kepada anak?

10. Apakah guru membiasakan anak berperilaku baik?

PEDOMAN WAWANCARA

Narasumber : Ketua Pelaksana Program Parenting di SMP Negeri 7 Salatiga

Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang

Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga

1. Bagaimana pendapat anda tentang program parenting?

2. Apa alasan yang mendasari keputusan sekolah untuk memberlakukan program

parenting di SMP Negeri 7 Salatiga?

3. Apa tujuan utama pelaksanaan program parenting bagi SMP Negeri 7 Salatiga?

4. Apa manfaat yang sudah dirasakan setelah program parenting dilaksanakan

sejak dimulai sampai sekarang di SMP Negeri 7 Salatiga?

5. Bagaimana bentuk-bentuk pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI

di SMP Negeri 7 Salatiga?

6. Bagaimana problematika yang dihadapi selama pelaksanaan program

parenting dalam bidang PAI sejauh ini di SMP Negeri 7 Salatiga dan berikan

contoh konkritnya?

7. Apa dampak yang diperoleh setelah dilaksanakannya program parenting

dalam bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?

8. Apa evaluasi dan harapan kedepannya yang perlu dilakukan untuk pelaksanaan

program parenting dalam bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?

PEDOMAN WAWANCARA

Narasumber : Guru Bimbingan Konseling di SMP Negeri 7 Salatiga

Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang

Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga

1. Bagaimana pelaksanaan program parenting dalam membantu keluarga/

orangtua untuk membentuk lingkungan rumah yang mensupport pendidikan

agama Islam dan apa problemnya?

2. Bagaimana sekolah/ guru menyarankan orangtua dalam membentuk kondisi di

rumah yang mendorong belajar anak dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?

3. Adakah bentuk kegiatan workshop dan pendidikan orangtua yang mensupport

dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?

4. Apa saja program yang mendukung keluarga untuk mendampingi anak dalam

pembelajaran PAI?

5. Bagaiamana guru dalam mengasuh anak di sekolah? Dan apa problemnya?

6. Bagaimana guru berkomunikasi dengan anak dalam mendukung pendidikan

agama Islam? Apa dampak dan problemnya?

7. Apa yang dilakukan guru dalam membantu anak menyelesaikan permasalahan

khusunya dalam bidang PAI? Apa dampaknya?

8. Apakah guru memberikan hadiah atau hukuman terhadap anak dalam bidang

PAI? Apa dampak dan problemnya?

9. Apakah guru memberikan contoh yang baik kepada anak?

10. Apakah guru membiasakan anak berperilaku baik?

PEDOMAN WAWANCARA

Narasumber : Guru PAI di SMP Negeri 7 Salatiga

Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang

Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga

1. Bagaimana pelaksanaan program parenting dalam membantu keluarga/

orangtua untuk membentuk lingkungan rumah yang mensupport pendidikan

agama Islam dan apa problemnya?

2. Bagaimana sekolah/ guru menyarankan orangtua dalam membentuk kondisi di

rumah yang mendorong belajar anak dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?

3. Adakah bentuk kegiatan workshop dan pendidikan orangtua yang mensupport

dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?

4. Apa saja program yang mendukung keluarga untuk mendampingi anak dalam

pembelajaran PAI?

5. Bagaiamana guru dalam mengasuh anak di sekolah? Dan apa problemnya?

6. Bagaimana guru berkomunikasi dengan anak dalam mendukung pendidikan

agama Islam? Apa dampak dan problemnya?

7. Apa yang dilakukan guru dalam membantu anak menyelesaikan permasalahan

khusunya dalam bidang PAI? Apa dampaknya?

8. Apakah guru memberikan hadiah atau hukuman terhadap anak dalam bidang

PAI? Apa dampak dan problemnya?

9. Apakah guru memberikan contoh yang baik kepada anak?

10. Apakah guru membiasakan anak berperilaku baik?

PEDOMAN WAWANCARA

Narasumber : Orang Tua siswa di SMP Negeri 7 Salatiga

Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang

Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga

1. Bagaiamana orangtua dalam mengasuh anak di rumah? Dan apa problemnya?

2. Bagaimana orangtua berkomunikasi dengan anak dalam mendukung

pendidikan agama Islam? Apa dampak dan problemnya?

3. Apa yang dilakukan orangtua dalam membantu anak menyelesaikan

permasalahan khusunya dalam bidang PAI? Apa dampaknya?

4. Apakah orangtua memberikan hadiah atau hukuman terhadap anak dalam

bidang PAI? Apa dampak dan problemnya?

5. Apakah orangtua memberikan contoh yang baik kepada anak?

6. Apakah orangtua membiasakan anak berperilaku baik?

VERBATIM WAWANCARA

Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)

di SMP Negeri 7 Salatiga

Narasumber : Dra. Anna Maria, M.Pd.

Jenis kelamin : Perempuan

Asal : Jl. Kemiri Kel. Salatiga Kec. Sidorejo kota Salatiga

Jabatan : Kepala Sekolah SMPN 7 Salatiga

Tempat : Ruang tamu kantor kepala sekolah SMPN 7 Salatiga

Hari/tanggal : Senin/22 Mei 2017

Waktu : 10.00 WIB

NO. PERTANYAAN JAWABAN

1. Bagaimana pendapat

anda tentang program

parenting?

“parenting di SMPN 7 salatiga sebetulnya program

kemitraan dari kementerian anak usia dini salah satunya

diupayakan ada sebuah paguyuban orangtua yang

disebut juga program parenting. Setiap kelas ada

organisasinya, ada ketua, sekretaris, bendahara.

kemudian ditampilkan pada kelas 7, 8, 9. Kemudian

dibagi ditingkat kelas dan diadakan pertemuan yang

dilakukan oleh masing-masing kelas berkoordinasi

langsung dengan wali kelas dan orangtua, dilaksanakan

baik di sekolah maupun di rumah. Tergantung situasi dan

kondisi dan atas persetujuan bersama-sama antara

orangtua dan wali kelas”.

2. Apa alasan yang

mendasari keputusan

sekolah untuk

“Sebenarnya dari sekolah juga sudah ada inisiatif

tentang program parenting, ditambah fungsi parenting

sendiri sekarang kan dalam bentuk paguyuban. Sehingga

kami membudayakan parenting antara sekolah dan

memberlakukan

program parenting di

SMPN 7 Salatiga?

orangtua agar semakin dekat dalam menjalin kerjasama

satu sama lain dalam satuan pendidikan. Ditambah

adanya perintah langsung dari pemerintah untuk

menjalankan program parenting dan SMPN 7 Salatiga

kebetulan terpilih sebagai salah satu sekolah ditingkat

SMP yang menjadi sekolah percontohan di kota

Salatiga”.

3. Bagaimana

pelaksanaan program

parenting dalam

bidang PAI di SMPN

7 Salatiga?

“Pada dasarnya parenting berperan aktif dalam bidang

keagamaan. Sebagai contoh di SMPN 7 Salatiga kemaren

mengadakan kegiatan mujahadah yang dilakukan oleh

kelas 9 guna menghadapi Ujian Nasional. Selain itu,

program parenting mencakup semuanya dan bidang

agama termasuk salah satu didalalmnya. Kemudian,

dalam pelaksanaan program parenting, orangtua

dirumah mengisi cek list berkaitan dengan perilaku siswa

dirumah. Seperti contoh anak beribadah dirumah atau

tidak, anak sopan sama orangtua atau tidak, anak disiplin

atau tidak. Dan hal tersebut sebagai bahan evaluasi bagi

pihak sekolah maupun orangtua tentang pelaksanaan

program parenting yang sudah berjalan.”

4. Bagaimana

problematika yang

dihadapi selama

pelaksanaan program

parenting dalam

bidang PAI di SMPN

7 Salatiga?

“Problem yang muncul disebabkan oleh latar belakang

sosial orangtua yang berbeda-beda. Banyak orangtua

yang belum peduli dengan perkembangan anak di

sekolah. Misalnya, ketika dalam kegiatan pun ada saja

orangtua yang tidak hadir. Dengan adanya orangtua

seperti itu berdampak pada anak.”

5. Apa dampak yang

diperoleh setelah

dilaksanakannya

program parenting

“Anak-anak semakin baik, walaupun tidak secara

langsung berubah, tetapi sudah ada perbedaan dari yang

sebelumnya. Orangtua yang dulu tidak berpartisipasi,

sekarang lebih aktif. Misalnya, ketika ada acara HUT

SMPN 7 Salatiga orangtua antusias untuk mengikuti

kegiatan tersebut. Orangtua dan anak bekerja sama

dalam bidang PAI di

SMPN 7 Salatiga?

menampilkan pertunjukan dan semua itu atas inisiatif

orangtua dan sekolah hanya menfasilitasi.”

6. Apa evaluasi dan

harapan kedepannya

yang perlu dilakukan

untuk pelaksanaan

program parenting

dalam bidang PAI di

SMPN 7 Salatiga?

“Orangtua bisa lebih care dan kegiatan parenting

orangtua bias lebih menyempatkan waktu untuk hadir.

Kemudian, lebih peduli kepada perkembangan anak,

paling tidak ketika pengambilan rapor diambil oleh

orangtua itu sendiri.

Kalau dari pemerintah sudah didukung oleh pemerintah

bidikal dikuatkan dengan program parenting di sekolah

dalam bentuk sarana-prasarana dari sebelumnya tidak

ada menjadi ada. Kemudian, diadakannya kelas

inspirasi, kelas orangtua, seminar dalam menghadapi

era digital dan lainsebagainya.”

VERBATIM WAWANCARA

Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)

di SMP Negeri 7 Salatiga

Narasumber : Jaka Mahargono

Jenis kelamin : Laki-laki

Asal : Cengek, Tingkir lor, Salatiga.

Jabatan : Penanggung jawab Pelaksana program parenting

Tempat : Kantor SMPN 7 Salatiga

Hari/tanggal : 18 Mei 2017

Waktu : 10.00 WIB

NO. PERTANYAAN JAWABAN

1. Bagaimana pendapat

anda tentang program

parenting?

“Yang jelas yang utama adalah kalau pendidikan

tidak hanya dipusatkan pada guru atau umumnya

sekolah ya? Tetapi kerjasama dari pihak guru atau

sekolah dengan orangtua. yang paling pokok adalah

peran aktif di dalam ikut membantu keberhasilan

pendidikan di sekolah dan begitu juga di dalam

bidang-bidang keagamaan. Itu sendiri tergantung

dari momen-momennya. Jadi ketika kita mengadakan

pertemuan dengan orangtua kaitannya dengan

penyampaian hasil UTS atau mungkin kegiatan-

kegiatan yang sifatnya harus melibatkan orangtua

dan pertemuan itu diadakan oleh setiap oganisasi

paguyuban perkelas”.

2. Bagaimana

pelaksanaan program

“satu contoh seperti kegiatan mujahadah itu kan

termasuk satu implementasi yang kita harapkan atau

parenting dalam

bidang PAI di SMPN

7 Salatiga?

semacam dukungan yang cukup tinggi dari pihak

orangtua kemudian perayaan-perayaan agama yang

lain termasuk di dalamnya kegaiatan parenting.”

3. Bagaimana

problematika yang

dihadapi selama

pelaksanaan program

peranting dalam

bidang PAI di SMPN

7 Salatiga?

“kalau dalam keagamaan problem itu sendiri nggak

terlalu banyak karena saya kira semua orangtua kan

selalu memberikan pendidikan keagamaan kepada

putra putrinya. Jadi nggak banyak kendala.

Kebanyakan mereka yang memang sibuk bekerja pun

tetap mewakilkan entah kakaknya atau saudaranya

hadir ke sekolah. Tetapi anak-anak yang ikut yayasan

atau mungkin di pondok itu kan kadang-kadang

kendalanya memang tidak ada yang mewakili, namun

demikian kan tidak terlalu banyak. Seperti itu tidak

terlalu dipermasalahkan, yang jelas hubungan

orangtua melalui keluarga mereka tetap berusaha

tetap hadir dalam kegiatan atau perayaan-perayaan

keagamaan yang lain. Kemaren maulud nabi kita juga

mengadakan kegaiatan tujuannya juga untuk

meningkatkan akhlak daripada anak sendiri dengan

adanya dukungan orangtua”.

4. Apa dampak yang

diperoleh setelah

dilaksanakannya

program parenting

dalam bidang PAI di

SMPN 7 Salatiga?

“cukup besar! Itu bisa kita lihat di kegiatan-kegiatan

keagamaan di sekolah misalnya kalau siang sholat

berjamaah sudah berjalan secara bagus, waktu

sekitar 20 menit anak-anak juga sudah kelihatan,

peningkatan dari kegiatan seperti yang dulu kurang

sekarang cukup banyak anak-anak yang sholat

berjamaah. Itu yang nampak di sekolah ya? Di

rumahpun saya kira juga sangat berimbas dan guru

agama di sinipun sudah memprogramkan kegiatan

keagamaan secara rutin. Ditambah kegiatan-kegiatan

di bulan ramadhan, seperti pesantren kilat dan lain

sebagainya. Kalau dalam kegiatan di sekolah, sholat

berjamaah itu anak-anak betul antusias.

Kalau dari segi afektifnya saya kira tetap ada. Ya

beberapa anak yang mempunyai besik latar belakang

orangtua mungkin yang kurang baik, juga cukup

masih sangat sulit. Terutama anak-anak yang broken.

Ya ada beberapa tetapi tidak terlalu berdampak.

Tetapi secara keseluruhan, seperti budaya pagi selalu

jemput anak-anak untuk berjabat tangan. Jadi kita

menggunakan 5S yaitu, senyum, sapa, sopan, salam,

santun. Selalu kita galakkan itu kan kelihatan. Jadi

ada perubahan karena memang jika tidak ada

kegiatan parenting orang tua hanya membebankan

pada sekolah. Dalam kehidupan agamis, keagamaan.

Tapi ternyata setelah ada parenting banyak hal yang

bisa kita tumbuh kembangkan termasuk tadi kegiatan

keagamaan yang ada di sekolah”.

5. Apa evaluasi dan

harapan kedepannya

yang perlu dilakukan

untuk pelaksanaan

program parenting

dalam bidang PAI di

SMPN 7 Salatiga?

“Yang paling terkendala adalah waktu. Kita mau

mengambil hari efektif misalnya jam kerja kan tidak

mungkin, kemudian mengambil waktu sore atau siang

itu juga banyak orangtua yang tidak bisa. Sehingga

cara kita menanggulanginya, ya kita menggunakan

waktu yang longgar hari minggu, rata-rata mereka

hari minggu kan ya free semua pagi sampai siang.

Jadi tidak mengganggu kedua belah pihak.

Ya tentunya harapan yang paling utama adalah

supaya anak bisa meningkatkan bagaimana

berkehidupan di sekolah, di rumah, di masyarakat,

terutama dalam hal beribadah, bersosialisasi dengan

masyarakat. Harapan yang paling besar itu karena

tujuan kita parenting itu kan untuk mengangkat harkat

martabat anak dalam hal apapun, termasuk bidang

keagamaan. Selain itu, orangtua harus ikut andil

didalam mengantarkan anak kita meraih kesuksesan,

meraih yang betul-betul bermartabat dan berakhlak

mulia. Orangtua ikut mendukung dalam semua

bidang, tentunya dengan adanya parenting itu sendiri

kan akan lebih banyak memberikan motivasi kepada

orangtua untuk tidak lepas begitu saja, tetapi ikut

mengawasi, ikut menangani program sekolah

termasuk dalam bidang keagamaan”.

VERBATIM WAWANCARA

Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)

di SMP Negeri 7 Salatiga

Narasumber : Dian Maret Yunanto, S. Pd

Jenis kelamin : Laki-laki

Asal : Ngawen, Tegalsari RT 05 RW 08 KEL. Mangunsari,

Sidomukti, Salatiga.

Jabatan : Guru Bimbingan Konseling SMPN 7 Salatiga

Tempat : Ruang BK SMPN 7 Salatiga

Hari/tanggal : 18 Mei 2017

Waktu : 08.00 WIB

NO. PERTANYAAN JAWABAN

1 Bagaimana pelaksanaan program

parenting dalam membantu

keluarga/ orangtua untuk

membentuk lingkungan rumah

yang mensupport pendidikan

agama Islam dana pa

problemnya?

“pembentukan karakter anak tentunya

tidak terbentuk dari pihak sekolah, namun

kan tetapi terpusat pada tripilar yaitu

keluarga, sekolah dan masyarakat.

Berjalannya program ini sangat positif

karena dengan adanya hubungan antara

orangtua dan sekolah lebih dekat dan

harmonis sehingga dengan itu apabila

ada hal dan kejadian apapun bisa segera

diatasi bersama dana pa yang menjadi

keluhan orangtua bisa tersampaikan.

Pembiasaan sholat berjamaah di sekolah

dan bimbingan keagamaan jika terjadi

hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah

yang ada, pelaksanaan peringatan hari-

hari besar di sekolah positif dan

meminimalisir kejadian-kejdian negatif.

Untuk kedepan harapan sekolah dengan

adanya program ini lebih bisa membentuk

karakter anak yang sholeh-sholehah.

Problemnya: kesadaran orangtua yang

kurang dengan penanaman religius di

rumah.

2

Apa problematika pelaksanaan

program parenting dalam bidang

PAI di SMPN 7 Salatiga?

“namanya orangtua karakternya kan

macem-macem begitu juga dengan anak,

pola asuh orangtua itu sangat

mempengaruhi anak itu akan menjadi apa

karena kesuksesan dari pendidikan

karakter itu ditentukan dari 3 hal yang

pertama orangtua, yang ke dua

pendidikan, hal tersebut kaitannya

dengan sekolah, yang ketiga dengan

masyarakat. Apabila dari ketiga hal

tersebut dapat terlaksana dengan baik

otomatis karakter anak akan terbentuk

dengan bagus, juga dalam artian bagus

tadi itu yang pertama orangtua apabila

mendasari anak dengan nilai keimanan

terhadap Tuhan yang Maha Esa, otomatis

anak mempunyai pondasi untuk bisa lebih

baik dalam hal berpikir, bersikap, sopan

santun terhadap kedua orangtua dan

dapat menempatkan diri di tempat dia

berada. Yang kedua, dilingkingan sekolah

itu juga ada komunikasi antara orangtua

dengan pihak sekolah karena apa dari

pihak BK itu menginginkan bahwa

orangtua datang ke sekolah itu tidak

hanya pada saat mengambil rapor untuk

tes aja, kenaikan kelas, dan lain

sebagianya. Akan tetapi dengan adanya

kerjasama orangtua dengan sekolah, itu

orangtua harus memahami ‘Oo iya

anakku disekolah ada perkembangan

seperti apa? Prestasinya meningkat

nggk? Sikapnya di sekolah seperti apa?

Nah, dengan hal-hal tersebut apabila ada

komunikasi dengan orangtua kepada

sekolah akan terwujud sebuah nilai

positif. Dalam artian orangtua juga tahu

persis perkembangan anak seperti apa.

Anak juga merasa diperhatikan oleh guru

dan orangtuanya, akan tetapi kendalanya

disini dengan katerkaitan minat orangtua

terhadap sekolah terkadang menjadi

kendala. Orangtua itu hadir apabila

mendapatkan undangan dari sekolah BK

khususnya, apabiala tidak ada undangan

terus tidak ada surat panggilan itu

orangtua pun juga sangat jarang untuk

datang ke sekolah, nah di BK dengan

adanya orangtua seperti itu dan muncul

sebuah permasalahn, setelah muncul

permasalahan, baru ke sekolah. Akan

tetapi sebelum ada masalah, orangtua

tidak mau tahu. Terkadang sibuk dengan

pekerjaannya. Kalua menurut saya

seharusnya anak itu nomer satu, padahal

orangtua mencari uang itu kan untuk

anaknya, untuk perkembangan anaknya,

akan tetapi dengan dia sibuk mencari

uang terkadang hal itu di kesampingkan.

Ada juga orangtua yang datang ke

sekolah itu juga terpaksa karena harus

ijin dan sebagainya, yaitu menjadi

kendala kalua memang harus ijin ya ijin

saja, karena dia mencari uang kan untuk

anak-anaknya, mungkin kalau ada

masalah dengan anak pekerjaan bisa

ditinggalkan, kalau menurut saya

prioritas orangtua ya anak itu. Dengan

adanya parenting atau kamitraan di

SMPN 7 Salatiga ini juga sangat

membantu dalam hal pengaembangan

anak, kemudian, kemunikasi orangtua

terhadap sekolah itu pun juga sangat

mendukung dalam artian yang kemaren

aja orangtua yang datang pada saat

penganbilan rapor dengan adanya

undangan saja, tetapi sekarang banyak

orangtua yang datang kesekolah entah

tidak ditentukan waktunya. Oorangtua

tersebut berkonsultasi dengan BK tentang

anak dalam hal pribadi, sosial, karir,

belajar, semua itu dapat terlayani dengan

baik. Dengan adanya hal tersebut,

terkadang orangtua pun juga sering

sharing sama guruBK, cruhatlah

istilahnya seperti itu. Dengan saling

memberikan informasi, orangtua ketika

anak dirumah dan BK memberikan

informasi anak ketika di sekolah.

Bagaimana perkembangannya, sikapnya,

belajarnya, dan lain sebagainya.”.

3 Bagaimana dampak pelaksanaan

program parenting dalam bidang

PAI di SMPN 7 Salatiga?

“dampak yang ditimbulkan dalam ranah

sikap, lebih meningkat dengan adanya

kerjasama orangtua dengan sekolah.

Dilaksanakan pertemuan setiap satu

bulan sekali. Dengan adanya pertemuan

tersebut dikoordinasi oleh wali kelas,

wali kelas pun dapat menyampaikan

perkembangan anak di sekolah seperti

apa. Dengan adanya parenting guru BK

dikaitkan apabila ada pertemuan pasti

guru BK dilibatkan. pertemuan tersebut

di adakan oleh masing-masing kelas

dengan jadwal yang berbeda-beda. Jadi

BK dapat berkontribusi kesemuanya

tanpa terkecuali. Tugas BK disini untuk

memberikan masukan-masukan terhadap

pandangan umum sikap anak seperti apa,

perkembangannya seperti apa. Dari situ

orangtua juga waspada dengan apa yang

diampaikan guru BK, wali kelas dengan

penanggulangan yang dilakukan seperti

apa nantinya”.

4 Adakah bentuk kegiatan

pendidikan orangtua yang

mensupport dalam parenting?

“ ada!. Hal tersebut kemaren di

canangkan oleh menteri pendidikan

dengan menerbitkan buku tentang

program pengasuhan. Adanya buku

tersebut orangtua pun menambah

wawasan karena kita tahu bahwa banyak

orangtua pun yang berlatar belakang

pendidikannya kurang. Terkadang pola

asuh orangtua yang salah itu

mempengaruhiperilaku anak. Dengan

parenting seperti ini, dan buku yang

menjadi pedoman orangtua yang hebatitu

seperti apa, dari aspek komunikasi, terus

bagaimana cara penanaman kebiasaan-

kebiasaan di rumah dan lain sebagainya.

Misalnya, bagaimana menjalin

komunikasi yang baik dengan anak,

saling terbuka dan hal itu akan

menentukan keberhasilan anak

kedepannya. Ada juga orangtua yang

kadang leleh luweh, tidak menghiraukan

anak, tanpa adanya interaksi dan

komunikasi antara keduanya dan hal

tersebut akan berpengaruh buruk pada

anak.”

5 Bagaimana sekolah/ guru

menyarankan orangtua dalam

membentuk kondisi di rumah

yang mendorong belajar anak

dalam bidang PAI?

“sekolah selalu dan tidak henti-hentinya

memberikan pemahaman kepada

orangtua bahwa, agama adalah pondasi

dalam kehidupan dengan dasaran agama

iman dan takwa yang baik, maka hidup

akan lebih terarah dan mempunyai

prinsip hidup.

Namun kendalanya bahwa masih banyak

orangtua yang tidak beribadah dan minim

dalam pengetahuan agama, sehingga ini

menghalangi anak untuk berkembang,

karena orangtua figure bagi anaknya”

6 Apa saja program yang

mendukung keluarga untuk

mendampingi anak dalam

pembelajaran PAI?

“program yang bertujuan untuk

penumbuhan karakter yang membentuk

pribadi anak menjadi baik, yaitu

pembiasaan mengucap salam, betegur

sapa, berbicara dengan sopan,

membuang sampah pada tempatnya,

karena kebersihan sebagian dari iman”

7 Bagaimana guru dalam mengasuh

anak di sekolah? Dan apa

problemnya?

“tentunya dengan bimbingan dan

pendidikan karakter yang

berkesinambungan dan pembiasaan-

pembiasaan yang baik akan membentuk

karakter yang baik.

Tidak memungkiri masa-masa SMP

adalah masa tumbuh kembang anak,

dimana anak mengalami gejolak-gejolak

yang mempengaruhi sikologi serta

perilakunya, sehingga timbul

permasalahan, seperti membolos,

merokok, memalak, dan banyak hal lagi

lainnya. Namun dengan hal itu BK dan

guru agama berkombinasi dan

mengarahkan anak-anak yang mengalami

masalah, sehingga masalah yang ada

dapat terselesaikan. Namun semua tidak

terlepas dari peran orangtua.

Problemnya:

Jika orangtua dan masyarakat

(lingkungan pergaulan) tidak mendukung

untuk anak berubah amak anak akan sulit

untuk berubah”

8 Bagaimana guru berkomunikasi

dengan anak dalam mendukung

pendidikan agama Islam? apa

dampak dan problemnya?

“sebagai guru BK saya pribadi

selalumenyampaikan bahwa ibadah

sholat itu nomer satu karena kelak yang

ditanyakan di akhirat bagaimana sholat

kamu?

Dengan sholat hati pasti terasa nyaman

dan tenang, sholat bisa mencegah kita

berbuat hal yang bernilai dosa dan pada

dasarnya Allah menciptakan jin dan

manusia hanya untuk beribadah.

Dampaknya: jamaah sholat dzuhur selalu

padat

Problemnya: ada saja anak yang

mempengaruhi untuk tidak sholat”

9 Apa yang dilakukan guru dalam

membantu anak menyelesaikan

permasalahn khususnya dalam

bidang PAI? Apa dampaknya?

“guru BK melaksanakan bimbingan

kelompok dan konseling individu

terhadap peserta didik yang dianggap

mengalami permasalahn pada PAI.

Meminta anak untuk hafalan surat-surat

pendek, dan banyak lagi yang lainnya.

Dengan bimbingan dan layanan

konseling individu dengan tema

keagamaan besar harapan konselor anak

terhindar dari masalah dan dapat

terentaskan dalam masalah PAI yang

dihadapi.

Dampaknya: dengan bimbingan dan

layanan konseling individu, anak bisa

berfikir sebelum bertindak, takut akan

konsep dosa, dan menjadi pribadi yang

taat aturan agama”

10 Apakah guru memberikan hadiah

atau hukuman terhadap anak

dalam bidang PAI?

“hukuman yang mendidik tentunya lebih

di sarankan untuk membuat anak lebih

baik. Contohnya: menghafal surat-surat

pendek dan latihan membaca alqur’an.

Dengan hal tersebut anak akan lebih

mendapatkan wawasan keagamaan dan

anak akan memperoleh manfaat”

11 Apakah guru memberikan contoh

yang baik kepada anak?

khususnya dalam bidang PAI?

“wajib dan selalu, yaitu kalau disini

selalu dibudayakan 5S yaitu senyum,

sapa, salam, sopan, dan santun.

Pembiasaan tersebut mencerminkan

pribadi guru yang selalu dibudayakan

untuk peserta didik di sekolah”

12 Apakah guru membiasakan anak

berperilaku baik? Khususnya

dalam bidang PAI.

“wajib dan selalu yaitu:

Guru selalu mengajarkan agar peserta

didik selalu dapat bersyukur dengan apa

yang diperoleh sampai saat ini.

Mengajarkan peserta didik apa yang

dilakukan harus diniati ibadah. Sopan ,

santun dan menghargai oranglain,

menjaga kebersihan dan selalu berdoa

dan yakin akan sesuatu yang kita

lakukan”

VERBATIM WAWANCARA

Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)

di SMP Negeri 7 Salatiga

Narasumber : Nurwahyuni, S.Pd.

Jenis kelamin : Perempuan

Asal : Rt 02 Rw 06 Gamol Candran Salatiga

Jabatan : Orangtua siswa kelas 9 SMPN 7 Salatiga

Tempat : Ruang tamu kantor SMPN 7 Salatiga

Hari/tanggal : 23 Mei 2017

Waktu : 10.00 WIB

NO. PERTANYAAN JAWABAN

1. Bagaimana orangtua

dalam mengasuh

anak di rumah? Dan

apa problemya?

“pengasuhan berbasis agama yang saya terapkan di

rumah dengan sendirinya pengasuhan positif akan

terbentuk. Saya selalu mensupport anak-anak dalam

setiap kegiatan, meyakinkan mereka belajar pada

kegiatan tersebut, terutama dalam bidang keagamaan.

Harapan saya anak-anak bisa terjun ke masyarakat

dengan akhlak yang kuat serta iman Islamyang akan

mereka junjung tinggi sampai akhir hayat.

Membiasakan diri saya untuk tidak menerapkan kekrasan

juga hukuman pada mereka, sehingga anak-anak merasa

senang, tidak terpaksa melakukan tata tertib atau

kesepakatan bersama.

Sedangkan problem pasti ada, kadang ada titik jenuh

juga para abak-anak. dan saya tidak akan pernah atau

tidak boleh bosan untuk selalu mengingatkan”

2. Bagaimana orangtua

berkomunikasi

dengan anak dalam

mendukung

pendidikan agama

Islam? apa dampak

dan problemnya?

“komunikasi aktif dengan anak, baik secara verbal

maupun dengan Bahasa tubuh. Untuk urusan agama kita

tidak boleh sembarangan dalam mengajarkan anak-

anak, sekarang tidak akan mudah menerima sesuatu jika

kita tidak mempunyai dasar/jawaban yang tepat.

Sehingga sebagai orangtua pun kita harus selalu belajar

dan menggali ilmu untuk anak-anak kita.

Komunikasi timbal balik, bukan anak-anak saja yang

harus mendengar serta patuh pada ajaran kita, tetapi

adakalanya kita sebagai orangtua mendengar juga apa

yang menjadi pembicaraan mereka. mungkin itu bisa

dipakai dalam kesepakatan bersama.

Dampak: anak-anak akan merasa dihargai atau di

‘wongke’ dalam istilah jawa.

Problem: di era gadget ini, anak lebih sering pegang HP,

malah dengan intensitas besar. Butuh waktu-waktu

khusus dalam menjalin komunikasi yang positif.

Misalnya, saat makan malam atau sesudah anak pulang

sekolah”

3. Bagaimana

pelaksanaan program

parenting dalam

bidang PAI di

lingkungan keluarga?

“seperti saya kebetulan bapak sudah tidak ada jadi saya

memberi contoh sendiri. Nek saya nggak sholat saya

tidak bisa mengingatkan anak saya. La wong sholat itu

wajib juga, di satu sisi saya harus memberi contoh

keanak-anak. Saya berpikir begini, ya di jalan ini anak-

anak mudah saya giring dan kita saling mengingatkan,

kadang-kadang kalau saya tidak sholat anak-anak sering

melehke 'kok ibu nggak sholat' tapi kalau kita

menjalankan otomatis anak-anak ya walaupun masih

lambat dan sebagainya, kita bisa membawa anak-anak

untuk melaksanakan semua ibadah”.

4. Apa yang dilakukan

orangtua dalam

membantu anak

“kita akan adakan sharing ketika ada permasalahan,

bersama kita cari solusi, untuk masalah PAI saya

berusaha untuk mengajak mereka bertanya pada orang-

orang yang lebih ilmu agamanya, atau mungkin cari

menyelesaikan

permasalahan

khususnya dalam

bidang PAI? Apa

dampaknya?

referensi di internet dan sekarang lebih mudah dalam

kita belajar.

Dampaknya: anak-anak tidak kesulitan dalam belajar

khususnya PAIyang insyaallah akan mengantarkan

mereka ke masa depan”

5. Apa dampak yang

diperoleh setelah

dilaksanakannya

program parenting

dalam bidang PAI di

lingkungan keluarga?

“kalau saya, anak saya sudah tahu dari semua penilaian

tidak hanya dari akademik saja, kalau saya, akademiknya

tidak saya kejar sebatas mampu, tapi agama, sopan

santun, adab dan lain sebagainya di nomersatukan, kita

lihat sekarang anak-anak yang di luar sana saya merasa

prihatin kondisi mereka, orangtua terlalu sibuk. Jadi

anak-anak malah tidak ada pendidikan untuk itunya

emosionalnya terlalu di los-los tidak terkendali kadang-

kadang sama orangtua tidak sopan walaupun saya

dirumah Bahasa jawa kami kasar, tapi Alhamdulillah

anak saya nggak pernah dan ini saya lihat anak-anak

saya memang belajar dari sejak kecil ketemu sama

orangtua salim dan cium tangan itu saya seperti itukan

dan terbawa sampai sekarang dimanapun. Jadi saya

terapkan kepada siapa pun dimanapun dan mereka

terbiasa ketika betemu saya ya salaman dan cium tangan.

Ya dari parenting yang kita laksanakan dan diterapkan

oleh masing-masing orangtua harus diterapkan sejak

kecil. Jadi parenting itu berdampak dari segi apapun

berawal dari agama. Contohnya, di era digital seperti ini

butuh sebuah filter yaitu agama”.

6. Apakah orangtua

memberikan hadiah

atau hukuman

terhadap anak dalam

bidang PAI?

“hadiah atau reward, bagi saya adalah sebuah bentuk

apresiasi untuk sebuah keberhasilan pada anak-anak

kita. Tidak harus berwujud benda bisa juga berwujud

pujian. Disesuaikan dengan situasi serta kondisi kita

masing-masing. Anak akan merasa termotivasi dengan

reward yang kita berikan, contohnya: pada bulan

ramadhan kemaren saya memberikan hadiah mukena

kepada anak say ajika ia menyelesaikan puasa sebulan

penuh dengan tujuan penyemangat anak dalam

beribadah.

Sedangkan, hukuman itu sesekali juga diperlukan, jika

anak-anak melanggar hukuman ini bersifat mendidik.

Sehingga anak akan bisa membatasi perilaku yang salah

serta tidak akan mengulanginya lagi”

7 Apakah orangtua

memberikan contoh

yang baik kepada

anak? khususnya

dalam bidang PAI.

“kalau menurut saya, itu mutlak. Karena saya sebagai

orangtua adalah figure yang akan diamati serta dicontoh

oleh anak-anak saya. Semua gerak-gerik saya, mulai dari

perilaku, cara bicara, sopan santun kepada orang lain,

serta cara berpakaian saya itu yang akan mereka rekam,

dan akan mereka realisasikan kelak dikehidupan

mendatang. Hal kecil seperti sholat. Jika saya tidak

sholat, bagaimana say menganjurkan kepada anak-anak

saya untuk sholat. Pasti anak-anak akan menjawab ‘Ibu

saja tidak sholat’. Makanya saya mencoba untuk selalu

berbuat dan berperilaku yang baik untuk anak-anak

saya”

8 Apakah orangtua

membiasakan anak

berperilaku baik?

Khususnya dalam

bidang PAI.

“saya membiasakan anak di mulai sejak anak usia dini,

sehingga setelah besar dan dewasa anak-anak sudah

terbiasa. Saya menghindari kekerasan, agar anak mudah

dan bisa menerima semua yang saya ajarkan, tanpa ada

rasa terpaksa”

9 Bagaimana dampak

pelaksanaan program

parenting dalam

bidang PAI di

keluarga?

“Kalau saya, anak saya sudah tahu dari semua penilaian

tidak hanya dari akademik saja, kalau saya, akademiknya

tidak saya kejar sebatas mampu, tapi agama, sopan

santun, adab dan lain sebagainya di nomersatukan, kita

lihat sekarang anak-anak yang di luar sana saya merasa

prihatin kondisi mereka, orangtua terlalu sibuk. Jadi

anak-anak malah tidak ada pendidikan untuk itunya

emosionalnya terlalu di los-los tidak terkendali kadang-

kadang sama orangtua tidak sopan walaupun saya

dirumah Bahasa jawa kami kasar, tapi Alhamdulillah

anak saya nggak pernah dan ini saya lihat anak-anak

saya memang belajar dari sejak kecil ketemu sama

orangtua salim dan cium tangan itu saya seperti itukan

dan terbawa sampai sekarang dimanapun. Jadi saya

terapkan kepada siapa pun dimanapun dan mereka

terbiasa ketika betemu saya ya salaman dan cium tangan.

Ya dari parenting yang kita laksanakan dan diterapkan

oleh masing-masing orangtua harus diterapkan sejak

kecil. Jadi parenting itu berdampak dari segi apapun

berawal dari agama. Contohnya, di era digital seperti ini

butuh sebuah filter yaitu agama”

VERBATIM WAWANCARA

Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)

di SMP Negeri 7 Salatiga

Narasumber : Layli atiqoh

Jenis kelamin : Perempuan

Asal : Kembang Arum, Sidomukti, Salatiga

Jabatan : Guru PAI SMPN 7 Salatiga

Tempat : Ruang Guru

Hari/tanggal : Selasa/30 Mei 2017

Waktu : 10.00 WIB

NO. PERTANYAAN JAWABAN

1 Bagaimana

pelaksanaan program

parenting dalam

membantu keluarga/

orangtua untuk

membentuk

lingkungan rumah

yang mensupport

pendidikan agama

Islam dana pa

problemnya?

“salah satu pelaksanaan program parenting adalah

mengantar anak pertama kali masuk sekolah, anak

menuntut ilmu, orangtua dapat mengetahui program yang

dibuat sekolah salah satunya PAI. Jika program itu ada

kekurangan orangtua dapat memberikan saran, apabila

hal itu baik orangtua dapat mensupport kegiatan

dirumah, sehingga akan terjadi kesinambungan program

yang telah dibuat.

Problemnya: Kalau dari wali kelas problemnya itu, kalau

wali kelas kan tidak hanya membimbing anak ketika di

dalam jam pelajaran, tetapi guru sendiri juga punya

pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan secara

administrasi, terus ngajar. Sehingga waktunya kurang

fokus. Karena di sekolahan waktunya terbatas dan

akhirnya waktu itu harus dikorbankan. Kadang orangtua

ngeluhnya di luar jam bekerja dan kita harus siap 24 jam

untuk menerima jika ada keluhan dari orangtua.

problem dari orangtua, kadang orangtua itu tidak peduli,

kadang malah menutup-nutupi kurang terbuka. Jadi

orangtua itu sudah tahu anaknya salah tetapi dia tidak

mau terbuka jika anaknya sering melanggar.

Banyak keluarga/ orangtua yang belum mengetahui

pentingnya pendidikan keluarga sehingga orangtua

merasa bahwa anak sudah cukup menerima pendidikan di

sekolah”

2 Bagaimana sekolah/

guru menyarankan

orangtua dalam

membentuk kondisi

di rumah yang

mendorong belajar

anak dalam bidang

PAI? Dan apa

problemnya?

“menyarankan pengawasan dan control orangtua pada

anak di rumah sangat penting untuk segala aktivitas yang

dilakukan terutama dalam pembelajaran PAI, yaitu

dengan cara pemberian keteladanan dari orangtua pada

anak, orangtua harus terlibat dalam aktivitas sehari-hari

baik masalah ubudiyah, amaliyah, dan akhlak.

Problemnya: kurangnya pengetahuan dari orangtua

tentang agama dan waktu kebersamaan antara orangtua

dan anak karena faktor pekerjaan atau kondisi keluarga

yang tidak kondusif”

3 Adakah bentuk

kegiatan workshop

dan pendidikan

orangtua yang

mensupport dalam

bidang PAI? Dan apa

problemnya?

“kegiatan workshop parenting diadakan salah satu

tujuannya adalah untuk menyadarkan pada orangtua

akan pentingnya pendidikan keluarga.

Bentuk kegiatan pendidikan agama Islam salah satunya

ada kegiatan doa bersama yang melibatkan orangtua,

siswa, dan guru untuk mensukseskan UN.

Problemnya: masih ada kurangnya kesadaran dari siswa

dan orangtua akan pentingnya support dari orangtua

pada anak. orangtua tidak hanya diharapkan dari

dukungan materi tetapi juga perlu ada dukungan secara

spiritual”

4 Apa saja program

yang mendukung

keluarga untuk

mendampingi anak

dalam pembelajaran

PAI?

“program kegiatan dalam berbagi, contoh kegiatan

korban, zakat, infaq, bakti sosial jika ada bencana, besuk

jika ada yang sakit, takziah jika ada yang meninggal”

5 Bagaimana guru

dalam mengasuh

anak di sekolah? Dan

apa problemnya?

“pengasuhan guru di sekolah/ di kelas dengan cara

membimbing, mengarahkan dalam segala aktivitas anak

baik di kelas maupun di luar kelas. Jika ada anak yang

salah atau bermasalah akan segara ditegur dan

ditangani.

Problemnya: dalam pengasuhan anak membuthkan

perhatian yang sungguh-sungguh dan perlu adanya

kerjasama semua pihak karena masih ada yang kurang

peduli terhadap”

6 Bagaiamana guru

berkomunikasi

dengan anak dalam

mendukung

pendidikan agama

Islam? apa dampak

dan problemnya?

“komunikasi yang dilakukan dapat berupa lisan maupun

tulisan, tidak hanya pada anak tetapi juga dengan

orangtua berupa motivasi dalam mendukung

pembelajaran PAI atau berupa peringatan berupa lisan

atau surat yang berisi tentang pernyataan pelanggaran

yang telah dilakukan dan sanksi apa yang akan diterima.

Dampaknya: anak akan jera.

Problemnya: jika pelanggaran/ persoalan tidak ditangani

dengan baik akan dianggap sebagai permainan dan di

sepelekan”

7 Apa yang dilakukan

guru dalam

membantu anak

menyelesaikan

permasalahan

khususnya dalam

bidang PAI?

“bentuk bantuan dalam penyelesaian masalah yaitu

dengan melihat persoalannya terlebih dahulu, jika

persoalan dalam sikap kita bina bekerja sama dengan

BK, orangtua wali kelas bahkan dapat melibatkan dengan

dengan teman atau guru yang lain.

Jika persoalan dalam hal pengetahuan dan keterampilan

dapat kita membimbing dengan berbagi metode dan

teknik sehingga anak benar-benar dapt memahami dan

memecahkan persoalan yang dihadapi”

8 Apakah guru

memberikan hadiah

atau hukuman

terhadap anak dalam

bidang PAI? Apa

problem dan

dampaknya?

“hadiah atau hukuman diberikan dari konsekuensi aturan

yang sudah disepakati bersama dari awal. Dalam bidang

PAI hukuman diberikan dengan cara mendidik,

contohnya ketika ada pelanggaran anak diminta

menghafal atau menulis sebuah ayat. Hadiah diberikan

jika berhasil melakukan sesuatu dengan baik.

Problem dalam hukuman membutuhkan waktu dan

perhatian yang lebih.

Dampaknya anak lebih tertib dan sadar akan kesalahan

yang telah dilakukan. Dengan hadiah anak akan

semangat dalam mengikuti pembelajaran”

9 Apakah guru

memberikan contoh

yang baik kepada

anak? khususnya

dalam bidang PAI.

“guru selalu memberikan contoh yang baik pada anak

baik dari ucapan maupun tindakan, karena dengan

contoh/ keteladanan itu anak akan mudah dan mengikuti.

Contoh, kebiasaan mengucapkan salam, berjabat tangan

ketika bertemu, berbicara yang sopan dengan siapa pun,

menjaga kebersihan, keindahan kelas dan lingkungan

sekolah”

10 Apakah guru

membiasakan anak

berperilaku baik?

Khususnya dalam

bidang PAI.

“membiasakan anak berperilaku baik akan membentuk

sebuah karakter. Guru membiasakan anak khususnya

dalam bidang PAI sangatlah penting karena PAI sendiri

mencakup semua aspek kehidupan. Contoh dalam

berwudhu melatih anak untuk berperilaku bersih”

11 Bagaimana dampak

secara keseluruhan

pelaksanaan program

parenting dalam

bidang PAI?

“Dampaknya ya positif, namanya agama itu dalam

pengaplikasiannya bisa naik dan turun. Kadang anak

lena dan dengan adanya parenting kita bisa saling

mengingatkan. Kalau dalam segi ubudiyahnya kami

selaku wali kelas tidak mengetahui secara detail tetapi di

lingkungan sekolah dengan keterbatasan waktu kegiatan

ubudiyah dilakukan hanya pada waktu dzuhur saja dan

kegiatan itu dilaksanakan secara berjamaah. Untuk lebih

detailnya orangtua yang lebih tahu. Sedangkan dampak

dari segi akhlak, dengan adanya control dari guru dan

orangtua anak lebih mudah untuk ditasi jika melakukan

hal-hal yang tidak baik. Dan kita bisa melihat bagaimana

perilaku orangtua berpengaruh terhadap perilaku anak.

Dan memang agama itu penting bagi orangtua untuk

memotivasi dan mengingatkan anak. Apalagi jika basic

agama orangtua kurang ditambah tidak pedulinya

orangtua dan guru hanya bisa membantu di sekolah. Dan

dampak yang lain orangtua, anak lebih care antara

sesame teman mungkin juga sesama orangtua siswa,

misalnya ada anak yang tidak masuk sekolah karena sakit

selama satu bulan. Dengan adanya program parenting

rasa kekluargaan antara siswa satu dengan yang lainnya

lebih erat dan teman-temannya dengan senang hati

membantu anak tersebut untuk mengisi ketertinggalan

dalam pelajaran”

VERBATIM WAWANCARA

Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)

di SMP Negeri 7 Salatiga

Narasumber : Mohammad Sintoro

Jenis kelamin : Laki-laki

Asal : Jl. Imam bonjol 115 Salatiga

Jabatan : Guru PAI SMPN 7 Salatiga

Tempat : Rumah

Hari/tanggal : Senin/17 Juli 2017

Waktu : 20.00 WIB

NO. PERTANYAAN JAWABAN

1. Bagaimana

pelaksanaan

program parenting

dalam membantu

keluarga/ orangtua

untuk membentuk

lingkungan rumah

yang mensupport

pendidikan agama

Islam dan apa

problemnya?

“untuk pelaksanaan program parenting saya baru

menerapkan sholat, mengaji bagi anak. ini juga sebagai

dorongan untuk orangtua dalam mengkondisikan anak di

lingkungan keluarga. Selain itu, guru PAI menerapkan

pada anak untuk giat sholat berjamaah, yaitu pada waktu

dzuhur yang dilakukan ketika jam istirahat dan

Alhamdulillah sudah berjalan dengan baik.

Problemnya: kurangnya sarana dan prasarana seperti

terbatasnya tempat karena kondisi musola yang kecil

dengan jumlah siswa yang banyak memberikan dampak

pemberlakuan kloter dalam berjamaah, sedangkan

waktunya terbatas. Akibatnya anak tidak semuanya

terkontrol dan bisa ikut jamaah semuanya tanpa terkecuali.

Kurangnya dukungan dari guru yang lain sehingga

pengawasan pada anak tidak maksimal.

Dengan terbatasnya waktu ketika anak sudah masuk

kembali ke kelas guru tidak bisa mengingatkan kembali dan

anak cenderung bohong, sebetulnya anak belum sholat

tetapi bilang sudah sholat”

2. Bagaimana

sekolah/ guru

menyarankan

orangtua dalam

membentuk kondisi

di rumah yang

mendorong belajar

anak dalam bidang

PAI? Dan apa

problemnya?

“pada paguyuban itu, guru memberi arahan kepada

orangtua untuk menyuruh anaknya sholat, mengaji dan

perilaku yang baik lainnya. Anak disuruh sholat subuh,

pagi di ajak bangun dan ketika di kelas guru memberikan

pertanyaan seputar kegiatan anak dirumah. Jadi antara

orangtua dan guru saling bekerja sama dan anak terkontrol

baik disekolah maupun di rumah.

Guru memberikan dorongan kepada orangtua untuk

mengarahkan anak untuk beribadah, dibuktikan dengan

adanya ceklis yang dibuat sekolah untuk orangtua

kaitannya untuk di laporkan kepada sekolah tentang

kegiatan ibadah anak di rumah.

Guru memberikan arahan kepada orangtua untuk

meningkatkan keterampilan agama anak seperti

keterampilan membaca al qur’an, menghafal surat-surat

pendek dan tidak segan-segan guru juga memberikan

pelatihan secara Cuma-Cuma diluar jam sekolah.

3. Adakah bentuk

kegiatan workshop

dan pendidikan

orangtua yang

mensupport dalam

bidang PAI? Dan

apa problemnya?

“kalau workshop khusus PAI belum ada tetapi jika dalam

ranah parenting secara umum baru menyangkut soal

kurikulum 2013. Sedangkan, kalau kita kaitkan dengan

agama workshop maupun kelas orangtua diarahkan dalam

bentuk budi pekerti kaitannya berperilaku yang baik dan

sesuai norma.

Sedangkan workshop tentang PAI kalau buat guru sudah

ada.

4. Apa saja program

yang mendukung

keluarga untuk

“program yang mendukung yaitu orangtua diarahkan

untuk ikut mengawasi dan mengingatkan anak untuk

beribadah, mengaji, menghafal surat-surat pendek,

mendampingi anak

dalam

pembelajaran PAI?

mengingatkan anak untuk membawa asmaul husna ketika

berangkat ke sekolah dan mengingatkan anak membawa

sarung untuk sholat berjamaah di sekolah. Sehingga

orangtua menjadi peduli dan berkontribusi secara

langsung.

5. Bagaimana guru

dalam mengasuh

abak di sekolah?

Dan apa

problemnya?

“guru mengajak anak untuk sholat, bertata karma, cara

berpakaian yang baik, dan hal-hal yang berkaitan dengan

materi PAI.

Selain itu, kita memberikan sanksi, teguran, kadang

dengan cara memberikan ancaman. Jika tidak dilakukan

hal seperti itu kadang anak menyepelekan.

Guru juga memberikan ruang pada anak untuk bebas

berekspresi dalam beribadah. Misalnya anak di beri

kesempatan untuk jadi imam dalam sholat berjamaah.

6. Bagaimana guru

berkomunikasi

dengan anak

dalammendukung

pendidikan agama

Islam?

“guru memberikan nasehat tentang kewajiban seorang

muslim berkaitan dengan ibadah. Guru juga memberikan

motivasi dan informasi tentang pendidikan agama Islam.

selain itu, guru berbicara dengan anak kaitannya dengan

pengamalan dalam keagamaan.

7.

Apa yang

dilakukan guru

dalam membantu

anak

menyelesaikan

permasalahan

khususnya dalam

bidang PAI?

“kalau saya menyelesaikkanya yaitu dengan praktek dan

pelatihan satu persatu tentang pembenaran cara sholat,

cara sholat berjamaah, mengingatkan sikap sholat yang

baik, mengajari cara sujud dan lain sebagainya.

Selain itu, saya juga menyediakan tempat dan pelatihan

membaca dan menghafal alqur’an di luar jam pelajaran

sekolah.

8. Apakah guru

memberikan hadiah

atau hukuman

terhadap anak

“ya guru memberikan hadiah baik secara verbal, materi,

dan biasanya dengan nilai. Misalnya jika ada sisiwa yang

dapat menghafal sepuluh surat akan diberi hadian uang

dalam bidang PAI?

Apa problemnya?

sepuluh ribu. Selain itu, pujian ketika anak dapat

berjamaah sholat, bisa menghafal dan sebagainya.

Problemnya: adanya hadiah kadang anak mempunyai

niatan semata-mata karena imbalan.

9. Apakah guru

memberikan

contoh yang baik

kepada anak?

khususnya dalam

bidang PAI

“guru memberikan contoh kaitannya dengan kegiatan

sholat, membaca al-qur’an dan puasa-puasa Sunnah. Dan

kalau menurut saya guru PAI itu harus memberikan contoh

pada siswanya, jika tidak itu akan jadi lucu.

10. Apakah guru

membiasakan anak

berperilaku baik?

Khususnya dalam

bidang PAI

“guru membiasakan siswa untuk sholat berjamaah,

membaca asmaul husna setiap sebelum pembelajaran PAI

di mulai, membiasakan berperilaku yang baik berkaitan

dengan muamalah, syariat dan lain sebagainya. Selain itu,

guru juga membiasakan siswa untuk berbicara yang sopan

terhadap orang yang lebih tua.

DOKUMENTASI

1. KEGIATAN WAWANCARA DI SMPN 7 SALATIGA

WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH SMPN 7 SALATIGA

WAWANCARA DENGAN PENANGGUNG JAWAB PROGRAM PARENTING

2. KEGIATAN PAGUYUBAN

SAMBUTAN DARI PENANGGUNG JAWAB PROGRAM PARENTING DI ACARA

PAGUYUBAN ORANG TUA

ORANG TUA SISWA MENGHADIRI KEGIATAN PAGUYUBAN

3. KEGIATAN WORKSHOP PROGRAM PARENTING

PEMATERI DARI LUAR AHLI DI BIDANG PARENTING

KEPALA SEKOLAH MEMIMPIN JALANNYA ACARA

4. KEGIATAN KEAGAMAAN DI SEKOLAH

SHALAT DZUHUR BERJAMA’AH DI MUSOLA

MUJAHADAH BERSAMA DI LAPANGAN SEKOLAH

5. KEGIATAN ESQ SPIRITUAL SISWA

KEPALA SEKOLAH MEMIMPIN JALANNYA ESQ

SISWA MEMPERHATIKAN JALANNYA ESQ

6. KEGIATAN SPIRITUAL DAN CERAMAH

CERAMAH KEAGAMAAN OLEH BP. KYAI

INSPIRASI DARI ALUMNI SMPN 7 SALATIGA