Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat...
Transcript of Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat...
PERAYAAN ZHONG QIU JIE
DI KLENTENG HOK TEK CENG SIN CIBINONG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
Siti Muhaeminah
102032124650
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2007M./1427H.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, 07 Juni 2007
Siti Muhaeminah
PERAYAAN ZHONG QIU JIE
DI KLENTENG HOK TEK CENG SIN CIBINONG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh:
Siti Muhaeminah NIM:102032124650
Dibawah bimbingan
Drs. H. salamuddin
NIP. 150 110 594
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2007M./1427H.
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul PERAYAAN ZHONG QIU JIE DI
KLENTENG HOK TEK CENG SIN CIBINONG telah diujikan disidang
munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan filsafat Jurusan Perbandingan
Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 04 Juni 2007.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada program studi Perbandingan
Agama.
Jakarta, 04 Juni 2007
Sidang Munaqosyah
Ketua merangkap anggota Sekretaris merangkap anggota
Drs. Masri Mansoer M.A H. Maulana M.A NIP: 150 244 493 NIP : 150 293 221
Anggota
Penguji I Penguji II
Dr. Hamid Nasuhi, M.A Dr. Siti Nadrah M.A. NIP : 150 241 817 NIP : 150 282 310
Pembimbing
Drs. H. Salamudin NIP : 150 110 594
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan
kehadirat-Nya. Karena anugrah-Nyalah, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “PERAYAAN ZHONG QIU JIE
DI KLENTENG HOK TEK CENG SIN CIBINONG” , shalawat dan
salam semoga Allah SWT selalu curahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga tidak lepas dari bantuan
pihak-pihak yang selalu membantu. Oleh karena itu, tidak berlebihan
kiranya jika pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih, khususnya kepada :
1. Bapak Dr. Amin Nurdin M.A. Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah (UIN)
Jakarta, beserta seluruh staf dan jajarannya.
2. Dra. Ida Rosyidah MA., selaku Ketua Jurusan Perbandingan
Agama dan Maulana MA., selaku Sekertaris Jurusan Perbandingan
Agama.
3. Drs. H. Salamudin selaku Dosen Pembimbing skripsi yang dengan
sabar meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, konsultasi
dan bimbingan skripsi.
4. Para dosen di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah
memberikan banyak ilmu pada penulis, baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
5. Bapak Tan Wie Tjiang, selaku wakil ketua pengurus klenteng Hok
Tek Ceng Sin Cibinong yang telah meluangkan waktunya kepada
penulis untuk melakukan wawancara.
6. Bapak Iwan yang juga banyak membantu penulis dalam
memberikan keterangan-keterangannya.
7. Bapak Law Tek Hai, selaku mantan ketua / sesepuh klenteng Hok
Tek Ceng Sin Cbinong. Terima kasih atas informasi yang penulis
perlukan dalam penulisan skripsi ini.
8. Pimpinan dan staf perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan
Perpustakaan Sastra Universitas Indonesia yang telah memberikan
pasilitas untuk studi pustaka.
9. Papa dan Mama tercinta, Bapak Zaenal Abidin dan ibu Asnah,
atas pengorbanan dan cinta kasihnya berupa moril dan materil,
serta doa yang tidak terhingga sepanjang masa. Segala hormat dan
bakti ananda persembahkan untuk kalian.
10. Keluarga besar, adik-adikku, Fajar dan Doel, yang telah
memberikan motivasi, agar penulis lebih semangat dalam
mengerjakan skripsi ini.
11. Sahabatku Parida, terima kasih atas bantuan dan motivasinya
selama penulisan skripsi ini.
12. Buat teman-temanku di Perbandingan Agama “angkatan 2002”
Desy, Phei, Nunu, Acoen, Sahal, Tati, Yeyeh, Eha, Oland, Eha,
dan semuanya.
13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuannya, sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulis hanya berharap semoga Allah SWT dapat membalas
semua kebaikan yang telah mereka berikan pada penulis. Dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.
Jakarta, 07 Mei 2007
Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
………………………………………………………… i
DAFTAR ISI
………………………………………………………………….. iv
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah…………………………………….1
B. Perumusan dan Pembatasan
Masalah……………………….5
C. Tujuan
Penulisan……………………………………………5
D. Metode Penelitian…………………………………………..
6
E. Sistematika
Penelitian………………………………………7
Bab II. KLENTENG HOK TEK CENG SIN CIBINONG
A. Pengertian dan Fungsi
Klenteng……………………………8
B. Sejarah dan Tugas Hok Tek Ceng
Sin…………………….13
C. Sejarah Berdirinya Klenteng Hok Tek Ceng Sin
Cibinong………………………………………………….
18
D. Gambaran Umum
Klenteng……………………………….19
E. Struktur Organisasi dan Kegiatan yang ada di Klenteng
Hok Tek Ceng Sin
Cibinong…………………………………..24
Bab III. ASAL MULA PERAYAAN ZHONG QIU JIE
A. Asal Mula Munculnya Perayaan Zhong Qiu
Jie………….30
B. Waktu Pelaksanaan Perayaan Zhong Qiu
Jie…………….36
C. Gambaran Singkat Perayaan Zhong Qiu Jie di
Cina……..38
Bab IV. UPACARA PERAYAAN ZHONG QIU JIE DI
KLENTENG HOK TEK CENG SIN CIBINONG
A. Persiapan Menyambut Perayaan Zhong Qiu Jie………..41
B. Kegiatan Spiritual/Upacara dalam Perayaan Zhong Qiu
Jie………………………………………………………43
1. Sembahyang Bulan Purnama…………………..43
2. Peralatan Sembahyang dan Makna
Simbolisnya……………………………………47
C. Sajian – Sajian Khas Perayaan Zhong Qiu Jie………...48
Bab V. PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………52
B. Saran – Saran………………………………………… 53
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………54
LAMPIRAN
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Bangsa Cina dikenal sebagai suatu bangsa yang memiliki adat
istiadat kehidupan masyarakat dalam beberapa hal:
1. Sangat mengagungkan kepercayaan terhadap hal-hal gaib, roh-roh,
serta para leluhurnya. Dengan kata lain mereka berfaham
animisme.
2. Sangat menjunjung tinggi etika serta upacara-upacara dalam hidup
bermasyarakat.
3. Sangat mementingkan kehidupan mental daripada material 1
Mengingat sangat kuatnya tradisi, pandangan hidup rohaniah yang
berlatar belakang pada kepercayaan pada hal-hal gaib itu, maka dapat
dikatakan bahwa landasan hidup religius bangsa Cina adalah animisme
yang dipadu dengan theisme. Landasan ini dimanifestasikan dalam bentuk
pemujaan-pemujaan terhadap leluhur (nenek moyang), langit dan alam
sekitar.
Landasan hidup demikian dapat berkembang subur di kalangan
masyarakat Cina pada masa itu karena sejak dahulu kala masyarakat Cina
hidup agraris (bertani). Hal ini berarti mereka harus banyak berhubungan
dengan alam sekitarnya. Peristiwa-peristiwa alam sekitar banyak
mempengaruhi kehidupan bertani mereka. Sedang tidak selamanya
peristiwa-peristiwa alam sekitar tersebut dapat dimengerti dengan akal
1 HM. Arifin M., Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta : PT. Golden Trayon Press, 2002 ), h.25
pikirannya maka peristiwa alam sekitar itu dipandang sebagai suatu
kegaiban. Anggapan demikian mengakibatkan timbulnya metode-metode
atau upacara-upacara pemujaan terhadap kegaiban itu dengan tujuan agar
kekuatan gaib yang mereka percayai tidak menimbulkan kerusakan serta
kejahatan kepada kehidupan pertanian mereka, sehingga diharapkan hasil-
hasil pertanian menjadi melimpah-limpah. Setiap tahun diadakan upacara
pemujaan dan kurban-kurban kepada yang gaib itu.2
Menurut kepercayaan orang Cina pada masa itu, suatu kejadian di
bumi disebabkan oleh langit dan bumi yang hakikatnya hanya satu, yaitu
menumbuhkan, melahirkan, mengadakan manusia, hewan dan tumbuhan.
Mereka berkeyakinan bahwa bumi ini dipancarkan oleh langit, maka
dengan apa yang ada dibumi ini semuanya berasal dari langit. Menurut
gambaran orang Cina kuno, langit digambarkan sebagai laki-laki, dan
bumi digambarkan sebagai wanita atau istrinya. Apa yang terjadi dibumi
ini adalah hasil dari percampuran di antara keduanya.
Selain itu, bangsa Cina selalu mengadakan upacara dengan tujuan
untuk menghormati dewa-dewa. Upacara selalu ditetapkan dalam saat-
saat yang khusus dalam kehidupan manusia. Sikap pemujaan semacam ini
menimbulkan hal-hal yang tabu dan sakral dalam kehidupan masyarakat.
Dengan kata lain, kehidupan masyarakat Cina kuno baik kalangan
bangsawan maupun rakyat jelata selalu diikat dengan peraturan yang
bertujuan mempertahankan adanya harmonisasi antara satu dengan yang
lain, antara manusia dengan manusia, antara bawahan dengan atasan,
antara manusia dengan makhluk lainnya, antara susunan dunia dengan
2 Ibid, h. 27
susunan yang ada di langit, dan antara manusia dengan alam sekitarnya.
Keharmonisan ini haruslah dijaga, sebab kalau keharmonisan ini
terganggu, akan timbul hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu,
keharmonisan antara yang hidup dengan yang mati juga harus dijaga.3
Tradisi, kebudayaan dan kepercayaan etnis Cina tak bisa lepas dari
perayaan-perayaan atau festival-festival tradisional Cina yang mereka
rayakan sepanjang tahun. Bangsa Cina memang dikenal sebagai bangsa
yang memiliki kebudayaan yang bernilai tinggi. Perayaan atau festival
tradisional dapat dilihat sebagai kebudayaan bangsa yang unik dan hasil
peradaban manusia. Perayaan terjadi ketika manusia hidup bersama dalam
satu kelompok masyarakat dan menerima kebiasaan tertentu melalui acara
rakyat. Pada awalnya kegiatan merayakan sesuatu dibentuk dari harapan
manusia dan merupakan refleksi kebutuhan psikologis mereka. Seiring
berjalannya waktu, semacam kesepakatan ditetapkan sehingga melahirkan
suatu kebiasaan eksklusif. Perayaan ini pada umumnya merupakan
gambaran kebudayaan yang kompleks yang menyatukan mitos,
kepercayaan dan kebiasaan manusia.4
Di dunia Timur Lama, terdapat kebudayaan-kebudayaan yang
bernafaskan keagamaan dan mempunyai kaitan yang erat dengan alam
semesta.5 Sedikitnya ada tiga macam perayaan yang berhubungan dengan
alam, yaitu : 1) Pesta Matahari, 2) Pesta Rembulan, 3) Pesta Bintang.
3 M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia,
(Jakarta : Pelita Kebajikan, 2005 ), h. 7 4 Goh Pei Ki, Origins Chinese Festival, Asal Mula Festival Cina, ( Jakarta :
Alexmedia Komputindo, 2000 ), h. vii 5 Dalam cerita tradisional Cina menjelaskan bahwa dunia diciptakan oleh
Pangu. “Sebelum dunia diciptakan, tidak ada apa-apa kecuali sebuah massa awal
berbentuk telur dan prinsip universal yin dan yang, yaitu asal mula dan jiwa dari semua kehidupan. Pangu, sang pencipta dunia berasal dari yin dan yang.
Pesta matahari atau yang lebih dikenal dengan Duan Wu Jie,
dilaksanakan pada tanggal 5 bulan 5. sedangkan pesta rembulan diadakan
pada tanggal 15 bulan 8, dan pesta bintang diselenggarakan pada tanggal
7 bulan 7. kesemuanya ini diselenggarakan dalam hitungan kelender
bulan atau Yin Li.6
Di pulau Jawa sendiri, untuk Duan Wu Jie ( pesta matahari) lebih
di kenal dengan Pek Cun atau Double Five ( Go Gwee Cee Go ). Untuk
Zhong Qiu Jie (pesta rembulan) lebih di kenal dengan Tiong Chiu,
sedangkan untuk pesta bintang lebih dikenal dengan hari kasih sayang
atau Double Seven ( Cit Gwee Cit Sek ).
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menulis tentang perayaan
Zhong Qiu Jie atau lebih di kenal dengan perayaan Tiong Chiu atau Tiong
Chiu Phia. Perayaan ini diselenggarakan dalam rangka perayaan musim
gugur karena perayaan tersebut diadakan tepat pada pertengahan musim
gugur dalam penanggalan Cina, yaitu pada hari kelima belas bulan
Setiap hari, selama 18.000 tahun, dia mengalami sembilan perubahan. Dia juga
bekerja, dibantu oleh empat binatang – naga, kura-kura, kuda unicorn dan burung phoenix-untuk membentuk massa itu menjadi dunia seperti sekarang.
Dalam proses ini elemen yang terang dan bersih dipadatkan untuk membentuk bintang, matahari dan bulan, sedangkan elemen yang kotor dan gelap dipadatkan untuk membentuk bumi.
Bumi, surga dan Pangu sendiri membesar, sampai seribu tahun kemudian, lalu Pangu wafat. Tubuhnya berubah secara ajaib. Dagingnya menjadi tanah, darahnya menjadi danau dan sungai, nafasnya menjadi angin, keringatnya menjadi hujan, rambutnya menjadi tanaman, mata kirinya menjadi matahari, mata kanannya menjadi bulan dan suaranya menjadi guntur. Parasit yang memakan tubuhnya menjadi manusia.”
Kaum intelektual Cina , terutama filsuf Taoisme, menganggap bahwa prinsip kosmik yin dan yang sudah ada dari dulu. Prinsip itu bukan saja menjadi dasar semua filosofi, ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan Cina, tapi juga mempengaruhi segala masalah sosial dan kehidupan sehari-hari orang Cina.
Walaupun cerita tadi mungkin menarik bagi petani Cina zaman dulu, tapi para guru Taoisme tidak mungkin mempercayainya. Mereka tidak pernah percaya adanya manusia seperti dewa, atau dewa berbentuk manusia, dan mereka akan menganggap kepercayaan seperti ini terlalu polos. Suatu alam semesta yang diatur oleh dewa berbentuk manusia tidak sesuai dengan teori mereka tentang keserasian kosmik. (Albert Cheng, Tong Sing, Buku Kebijaksanaan Cina Berdasarkan Almanak Cina Kuno, (Jakarta: Abdi Tandur, 2001), h.66)
6 Yoes MS. H., Tradisi dan Kultur Tionghoa, ( Jakarta : Gerak Insani Mandiri, 2004 ), h. 70
delapan (Peh Gwee Cap Go). Konon, masyarakat etnis Cina percaya,
bulan pada saat itu merupakan bulan yang paling bulat dalam satu tahun
dan sinarnya paling terang.7
Zaman dulu perayaan ini dirayakan secara nasional untuk
mempersembahkan kurban kepada bulan agar diberi panen yang
melimpah selama setahun. Dalam perayaan Zhong Qiu Jie ini, masyarakat
mengadakan do’a ritual dengan diiringi musik, suku-suku yang ada
merayakannya dengan menari di bawah sinar rembulan, sambil tak lupa
menyalakan petasan. Kemudian sehubungan dengan perkembangan
zaman, perayaan ini dilaksanakan dengan lebih meriah lagi. Pada hari-hari
perayaan upacara tersebut, masyarakat Cina mendatangi klenteng-
klenteng untuk mengadakan upacara terhadap rembulan dengan berbagai
sesajian.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan gambaran mengenai perayaan Zhong Qiu Jie
tersebut, maka penulis mencoba merumuskan permasalahan yang akan
diteliti dengan batasan:
1. Bagaimana pelaksanaan Perayaan Zhong Qiu Jie di Klenteng Hok
Tek Ceng Sin Cibinong?
2. Apa Fungsi dan maknanya bagi masyarakat Cina di Cibinong?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:
7 Ibid, h.107
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Upacara Perayaan
Zhong Qiu Jie, juga untuk mengetahui Fungsi dan Maknanya bagi
masyarakat Cina di Cibinong
2. Untuk memenuhi tugas-tugas dan melengkapi syarat-syarat guna
mencapai gelar sarjana pada jurusan Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Sebagai sumbangsih dalam memperkaya khasanah kepustakaan
bagi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
D. Metode Penelitian
Dalam mengkaji permasalahan ini, penulis menekankan pada
pendekatan Historis dan Fenomenologis, yaitu penyelidikan sistematis
dari sejarah agama.8 Sebelum penulis menguraikan tata cara dan makna
perayaan Zhong Qiu Jie, penulis menguraikan terlebih dahulu perayaan
Zhong Qiu Jie dari sudut historis.
Adapun metode yang digunakan adalah studi kepustakaan (library
reseach), yaitu meneliti bahan-bahan dan data-data melalui literatur
seperti buku-buku, majalah, surat kabar dan data-data lainnya yang
dianggap relevan dengan pembahasan skripsi ini.
Penelitian lapangan (field reseach), penulis mendatangi dan
mengumpulkan data di lapangan dengan cara observasi dan wawancara
langsung dari obyek yang berkaitan dengan permasalahan dari penelitian
penulis. Dengan tehnik ini, penulis akan memahami bagaimana perayaan
Zhong Qiu Jie dilakukan oleh masyarakat Cina, Khususnya di Klenteng
Hok Tek Ceng Sin Cibinong.
8 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta : Kanisius,
1995), h.25
Sedangkan penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2007”.
E. Sistematika Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis membaginya dalam beberapa
bab dan sub bab dengan perincian sebagai berikut:
Bab I Merupakan Pendahuluan. Dalam bab ini dibahas tentang
latar belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penelitian
dan Teknik Penulisan, serta Sistematika Penulisan..
Bab II ini menjelaskan tentang pengertian dan fungsi klenteng,
sejarah dan tugas Hok Tek Ceng Sin, gambaran umum tentang Klenteng
Hok Tek Ceng Sin Cibinong, struktur organisasi dan kegiatan yang ada di
klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong.
Bab III akan menjelaskan bagaimana asal mula munculnya
perayaan Zhong Qiu Jie, waktu pelaksanaan dan gambaran singkat
perayaan Zhong Qiu Jie di Cina.
Bab IV merupakan bab inti, dimana dalam bab ini penulis
menguraikan tentang perayaan Zhong Qiu Jie di Klenteng Hok Tek Ceng
Sin Cibinong. Pembahasannya meliputi persiapan dalam perayaan Zhong
Qiu Jie, kegiatan spiritual / upacara dalam perayaan Zhong Qiu Jie,
peralatan serta sesajian dalam perayaan tersebut.
Bab V merupakan penutup, disamping berisi kesimpulan seluruh
kajian dan saran-saran, bab ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan
lampiran-lampiran.
Bab II
Klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong
F. Pengertian dan Fungsi Klenteng
Di Indonesia, bukan saja di kota-kota besar melainkan juga di
tempat-tempat terpencil terdapat kuil-kuil Cina.9 Istilah paling umum
digunakan saat ini untuk menyebut kuil Cina adalah Klenteng. Istilah lain,
seperti Vihara untuk kuil Budha, Lithang untuk tempat ibadah konghucu
dan beberapa istilah Cina lainnya seperti Bio dan Kiong juga biasa
dipakai.10
Klenteng merupakan Rumah Ibadah Orang Cina yang beragama
Sam Kao memuja roh leluhur yang mengandung unsur Buddhisme,
Taoisme dan Konghucu (Konfusius )11
Yang dimaksud dengan rumah ibadah Cina adalah :
- Klenteng
- Vihara
- Kuil
- Lithang
- Tempat Ibadah Tridharma
- Citya
- Rumah Toapekong
- Bio
9 Nio Joe Lan, Peradaban Tinghoa Selayang Pandang, ( Jakarta : Keng Po,
1961 ), h. 61 10 James J. Fox, Klenteng dalam Indonesian Heritage, Agama dan Upacara , (
Jakarta : PT. Widyadara, 2002 ), h.56 11 Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, ( Jakarta : Lembaga
Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997 ), h. 504
Dengan kata lain rumah ibadah yang dipimpin oleh orang Cina
yang menyatakan diri beragama Tao, Konghucu dan Budha, merupakan
tempat ibadah Cina.
Sebenarnya rumah ibadah Cina digunakan istilah Klenteng atau
rumah Toapekong, yaitu rumah di dalamnya banyak patung. Klenteng
yang besar disebut “miao” (bio), sedang yang kecil disebut “an” (am)
dalam dialek Fukkien. Menurut sinolog, Nio Joe Lan, menyatakan bahwa
sebutan Klenteng telah tercipta dari tiga kata Cina “Kuan Yin Ting”, yang
berarti “Paseban Kuan Yin”. Jadi dalam nama klenteng itu terkandunglah
suatu arti yang indah tinggi. bagi kebanyakan orang, sebutan klenteng itu
tidak berarti apa-apa, tetapi apabila dikatakan “Paseban Kwan Yin” yaitu
Paseban Dewi Pengasih dan Penyayang (welas asih) yang dianggap oleh
sebagian orang Cina sama dengan “ibu Suci Maria dari Tiongkok”, maka
berubahlah bangunan yang dinamakan klenteng itu dari bangunan
pemujaan biasa menjadi suatu paseban yang indah tinggi dan suci murni
yang layak untuk menjadi tempat bersemayamnya Dewi Kwan Yin.
Sedang “Rumah Toapekong”, maksudnya ialah bahwa apa saja
yang dipuja itu disebut secara umum sebagai Toapekong baik yang dipuja
dalam klenteng itu bersifat Budhis ataupun patung-patung yang bersifat
Taoistis.
Istilah Vihara sering pula digunakan sebagai tempat ibadah
sebagaimana halnya klenteng. Sebenarnya Vihara / Biara atau Klooster
yang dalam bahasa Cina disebut “Szu” merupakan tempat tinggal dan
berkumpul para paderi / pendeta. Dengan pengertian ini sulit dikatakan di
Indonesia terdapat biara, karena banyak sekali kuil dan klenteng yang
tidak mempunyai paderi. Klenteng biasanya hanya diurus oleh orang Cina
setempat yang kemudian mengangkat seorang pengurus yang disebut
“biokong” yang bertugas merawat klenteng dan memberikan pelayanan
bagi orang-orang yang akan bersembahyang di dalam klenteng tersebut.
Dengan kata lain dapat ditegaskan bahwa untuk tugas sehari-hari di dalam
klenteng tersebut diurus oleh biokong, kemudian klenteng itu masih
ditempatkan kepengurusannya dibawah suatu yayasan setempat, dan
selanjutnya yayasan itu bergabung dalam suatu organisasi yang meliputi
seluruh Indonesia.12
Klenteng atau Kelenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah
penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya.
Dikarenakan di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional Tionghoa
sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, maka klenteng
dengan sendirinya disamakan sebagai tempat ibadah agama Konghucu.
Tidak ada catatan resmi bagaimana istilah “klenteng” ini muncul,
tetapi yang pasti istilah ini hanya terdapat di Indonesia karenanya dapat
dipastikan kata ini muncul hanya dari Indonesia. Sampai saat ini, yang
lebih dipercaya sebagai asal mula kata klenteng adalah bunyi teng-teng-
teng dari lonceng di dalam klenteng sebagai bagian ritual ibadah.
Klenteng juga disebut sebagai Bio yang merupakan dialog
Hokkian dari karakter (miao). Ini adalah sebutan umum bagi klenteng di
Tiongkok. Pada mulanya Miao adalah tempat penghormatan pada leluhur,
“Ci” (rumah abu). Pada mulanya masing-masing marga membuat “Ci”
untuk menghormati leluhur mereka sebagai rumah abu. Para Dewa-Dewi
12 Rumah Ibadah Cina (makalah), h.1-2
yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada
awalnya dihormati oleh marga/ family/ klan mereka. Dari perjalanan
waktu maka timbullah penghormatan pada Dewa-Dewi yang kemudian
dibuatkan ruangan khusus untuk para Dewa-Dewi yang sekarang ini kita
kenal dengan miao yang dapat dihormati oleh berbagai macam marga dan
suku. Saat ini, masih di dalam miao juga bisa ditemukan (bagian samping
atau belakang) dikhususkan untuk abu leluhur yang masih tetap dihormati
oleh para sanak keluarga/marga/klan masing-masing. Ada pula didalam
miao disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran/ agama leluhur
seperti ajaran Konghucu, Lao Tze dan bahkan pula yang mempelajari
ajaran Budha.
Miao atau klenteng (dalam bahasa Jawa) dapat membuktikan
selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para suci (Dewa-Dewi),
dan tempat mempelajari berbagai ajaran, juga adalah tempat yang damai
untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apa orang
itu berasal. Saat ini miao (klenteng) bukan lagi milik dari marga, suku,
agama, organisasi tertentu tapi adalah tempat umum yang dipakai
bersama.13
Klenteng adalah sebutan umum sehingga klenteng sendiri terbagi
atas beberapa kategori:
• Klenteng berdasarkan umat
o Konghucu
Lithang
Ci
13 Klenteng, http://id.wikipedia.org/wiki/klenteng.
Miao
o Taoisme
Gong
Guan
o Buddhisme
Si
An
• Klenteng berdasarkan fungsi
o Fungsi Ibadah
o Fungsi Sosial Budaya
o Fungsi Politik
• Klenteng berdasarkan pemilik
o Milik Kekaisaran ( Pejabat )
o Milik Masyarakat
o Milik Pribadi
Kebanyakan Klenteng dinamai menurut Dewa terkemuka atau
pelindung yang menjadi tujuan klenteng didirikan.14 Adapun tujuan utama
klenteng adalah sebagai tempat pemujaan di mana masyarakat yang
percaya meletakkan patung dari orang-orang yang berjasa bagi umat
manusia dan menghormatinya. Sebagai sarana untuk mengingat
tauladannya dalam kehidupan sehari-hari. Selalu menolong sesamanya.
Itulah sebenarnya tujuan utama klenteng.
Pada kehidupan sehari-hari ada orang ke klenteng selain memuja,
mereka juga memohon sesuatu dan ada yang dikabulkan, sehingga ini
14 James J. Fox, Indonesian Heritage, Agama dan Upacara, h.56
diceritakan dari satu orang ke orang lainnya dan akhirnya klenteng
dijadikan tempat meminta segala sesuatu untuk memenuhi hawa nafsu
manusia, yaitu harta, nama, cinta, keberuntungan dan lain-lain. Sehingga
ini menjadi suatu kebiasaaan.
Dari waktu ke waktu maka inti dari pada berkunjung ke klenteng
menjadi kabur sehingga banyak orang ke klenteng selalu mengandung
maksud untuk meminta sesuatu. Klenteng dibangun bukan hanya untuk
meminta tetapi untuk beribadah, dimana saat berkunjung kita lupakan
segala kesibukan dan meluangkan waktu untuk mengingat Tuhan sebagai
pelindung kita dengan memberi sembah sujud kepada Dewa – Dewi yang
ada di klenteng sambil merenungkan cara hidup dan sifat-sifat mereka
yang tulus dan patut kita tiru.15
G. Sejarah dan Tugas Hok Tek Ceng Sin
Hok Tek Ceng Sin berarti malaikat kebajikan penjaga bumi. Kata
Hok Tek Ceng Sin berasal dari dialek Hokkian, selain itu, Hok Tek Ceng
Sin juga dikenal sebagai Fude Zheng Shen yang merupakan dialek bahasa
Han atau Mandarin.
Hok Tek Ceng Sin terdiri dari empat kata, yatu:
1) Hok
Hok yang berarti lima rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa,
yaitu:
Panjang usia
Jiwa sentosa
15 MAKIN, Boen Tek Bio (makalah ), Tanggerang, h.11
Kaya dan makmur
Bersuka cita dalam kebajikan
Senantiasa diuji dan dicoba untuk hidup lebih penuh ujian
sampai akhir hidup
Untuk mendapatkan kelima rahmat tersebut yaitu dengan cara:
- Berdoa
- Berusaha
- Sing (Iman)
- King (Taqwa)
2) Tek
Mengajak manusia untuk mempunyai satu tuntunan, yang
merupakan sarana yang mutlak.
3) Ceng
Berarti kelurusan, yaitu:
Cinta Kasih (sebagai pemimpin)
- Hormat kepada sesama dan sujud kepada Tuhan
- Berjiwa Besar
- Dapat dipercaya
- Cekatan dan Cerdik
- Berbudi kasih
Setia (sebagai bawahan )
Kasih Sayang (sebagai orang tua)
Bakti (sebagai anak)
Dapat dipercaya (dengan sesama)
4) Sin
Kata Sin berarti Dewa atau Malaikat.
Jadi intinya kata Hok Tek Ceng Sin berawal dari kata Firman,
dan Bumi atau Tanah. Bumi sebagai wadah, firman sebagai
sumber daya terang. Artinya bahwa keberadaan atas perkenan
yang maha kuasa untuk memberikan atau menurunkan firman,
jadi Tuhan berfirman di atas bumi yang dibawakan oleh
malaikat.16
Menurut legenda Hok Tek Ceng Sin (Fude Zheng Shen )
dahulunya adalah seorang pejabat yang bernama Thio Hok Tek (Zheng Fu
De), yang lahir pada tahun 1134 SM. Ia hidup pada zaman Dinasti Chao
(Zhao) pada masa pemerintahan Kaisar Chao Bu Ong (Zhao Wu Wang).
Ia adalah seorang yang pandai dan bijaksana serta berhati mulia.17 Saat
berumur 7 tahun sudah belajar bahasa Tionghoa kuno. Ia selalu taat
perintah orang tua. Selain itu, ia juga jujur dan suka menolong fakir
miskin, suka bergaul, dan berkomunikasi dengan petani dan nelayan.
Ketika ia menjabat sebagai menteri urusan pemungutan pajak, ia
selalu bertindak bijaksana dan tidak memberatkan rakyat, sehingga
rakyatpun sangat menghormatinya.
Pada tahun 1236, setelah ia meninggal dunia pada usia 102 tahun.
Penggantinya adalah seorang yang berwatak kejam, selalu bertindak kasar
dalam menarik pajak rakyat, sehingga rakyat sangat menderita dan
banyak yang pergi meninggalkan kampung halaman. Sawah ladang tidak
ada yang mengurus. Orang desa semua bingung dan susah, memikirkan
16 Nurfitri Amalia, Hok Tek Ceng Sin (Dewa Bumi) Menurut Keyakinan Umat
Budha Mahayana, Sarjana Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h.40-43
17 Amurva Bhumi Bhodhisattva (Hok Tek TjengSin), h. 6
saat Thio Hok Tek masih hidup.Walaupun dalam keadaan bingung dan
susah, orang-orang tidak bisa melupakan riwayat ini. Dari sinilah
kemudian muncul gelar Hok Tek Ceng Sin.
Ada satu keluarga miskin, mengharapkan Thio Hok Tek kembali
seperti semula memimpin desa damai dan makmur. Mereka mengambil
empat batu bata, satu buat atapnya, tiga buat temboknya. Dibuat seperti
rumah, didalamya diberi nama “Hok Tek Ceng Sin”. Diletakkannya
pecahan tempayan sebagai tempat pasang hio sua (hio) dan mereka
sembahyang dan memohon kepada Hok tek Ceng Sin.
Mendengar hal itu, Raja Wie menyuruh pengawal untuk
menyelidiki, setelah tahu apa yang diperbuat oleh keluarga miskin itu,
raja menertawakan dan mengejeknya, namun keluarga miskin itu tidak
mempedulikannya sambil mengatakan,”ada uang tinggal di gedung besar,
tidak punya uang tidak punya rumah, tinggal di tempayan pecah.”
Sungguh ajaib, ternyata orang yang sungguh-sungguh bersujud kepada
Hok Tek Ceng Sin tidak lama kemudian menjadi kaya raya.
Berkat permohonan dan ketulusan hatinya, tanaman padi dan
palawija di desa itu mengalami panen besar, hewan ternak bertambah
banyak, sehingga rakyat pun menjadi makmur dan terhindar dari
malapetaka. Orang-orang desa yang percaya kepada kemuliaan Hok Tek
Ceng Sin senantiasa terlindungi dan mendapat berkah. Semua setuju
untuk membangun klenteng untuk berterima kasih atas kebaikan Hok Tek
Ceng Sin.
Orang-orang yang percaya, di rumahnya dibuat meja untuk tempat
sembahyang kepada Hok Tek Ceng Sin setiap pagi dan sore dengan
memasang hio, sekeluarga damai dan makmur.
Mendengar itu semua, Dewa langit memerintahkan Delapan Dewa
untuk menjemput Hok Tek Ceng Sin ke surga untuk menjadi Dewa
Tanah. Berita ini menyebar kemana-mana, orang-orang pun tambah
percaya dan hormat.
Akhirnya, sampai sekarang umat Hok Tek Ceng Sin banyak
sekali. Di negeri Tiongkok, disetiap desa atau kota pasti ada klenteng Hok
Tek Ceng Sin, orang Cina menyebutnya Dewa Pelindung.18
Hok Tek Ceng Sin atau Dewa Bumi selalu ditampilkan dalam
posisi duduk dikursi, seorang tua dengan rambut dan berjanggut putih
dengan paras muka tersenyum ramah. Biasanya Dewa Bumi
menggenggam sebongkah uang emas ditangan kanannya, oleh sebab itu
Dewa Bumi disebut juga sebagai Dewa Rejeki, khususnya oleh kaum
pedagang. Sedangkan pada umumnya, umat memandang sebagai
Pelindung atau Dewa Keselamatan.
Sebagian petani memandangnya sebagai Dewa Pelindung jerih
payahnya, karena dianggap melindungi hasil panennya, karena itu, pada
umumnya setelah masa panen raya, diadakan sembahyang khusus sebagai
ucapan terima kasih kepada Dewa Bumi, dan dilanjutkan dengan
perayaan meriah.
Tugas Dewa Hok Tek Ceng Sin yaitu memelihara pertanian,
kesuburan tumbuh-tumbuhan untuk kehidupan manusia, yaitu mengatur
18 Kitab Suci Amurva Bumi Hok Tek Ceng Sin, h.9-12
hujan, cuaca, tanah, dan sebagainya. Oleh karena itu pula Hok Tek Ceng
Sin disebut juga dengan Dewa Tanah
Tugas Dewa Bumi tidak hanya menyuburkan tanah saja tetapi juga
mencatat kelahiran, kematian dan perkawinan manusia di bumi, bahkan
juga bertindak sebagai mediator atau penghubung antara dewa-dewa dan
manusia.19
H. Sejarah Berdirinya Klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong
Klenteng Hok Tek Ceng Sin, sebenarnya bernama Hok Tek Bio.
Namun masyarakat Cibinong lebih menyebutnya dengan nama Klenteng
Hok Tek Ceng Sin. Klenteng ini berada dalam kawasan Wihara Amurva
Bhumi (Hok Tek Ceng Sin). Terletak dikawasan strategis, tepat di jalan
R. Lukman, kelurahan Cirimekar, kecamatan Cibinong, kabupaten Bogor.
Klenteng ini didirikan oleh beberapa orang etnis Cina yang sudah tidak
dikenal lagi siapa namanya.
Menurut Law Tek Hai, klenteng ini sudah ada sejak zaman
penjajahan Belanda. Hal ini ia ketahui dari orang tuanya yang sudah
meninggal. Diperkirakan klenteng ini sudah berusia 300 tahun.
Pada awalnya klenteng ini hanya berupa sepetak bangunan yang
terbuat dari bilik berisikan patung Dewa Hok Tek Ceng Sin.20 Namun
kini, klenteng ini pun menjadi sebuah bangunan yang cukup besar dengan
luas bangunan 300 m berdiri di atas tanah milik Yayasan Amurva Bhumi
Hok Tek Ceng Sin yang berpusat di Jakarta.
19 Nurfitri Amalia, h. 51-50 20 Wawancara Pribadi dengsn Law Tek Hai, mantan ketua klenteng Hok Tek
Ceng Sin Cibinong. Cibinong, 27 Januari 2007
Klenteng ini mengalami pemugaran pada tanggal 2 april 1989,
dengan dana yang diperoleh dari sumbangan setiap umat yang datang ke
klenteng ini. dan diresmikan pada tanggal 2 Juni 1990 oleh ketua umum
pusat Yayasan Amurva Bhumi Hok Tek Ceng Sin.
Klenteng ini memiliki arti yang sangat mendalam bagi seluruh
umatnya. Mereka yang sebagian besar berasal dari etnis Tionghoa (Cina)
dan mayoritas umatnya adalah pedagang dan wiraswasta yang merasa dan
meyakini bahwa klenteng ini sangat membantu kesuksesan usaha mereka,
selain itu mereka juga menganggap klenteng ini sebagai salah satu tempat
untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa.21
I. Gambaran Umum Klenteng
Bangunan klenteng ini berada dalam lingkungan Wihara Amurva
Bhumi Hok Tek Ceng Sin, klenteng ini berada disebelah kanan, tepatnya
di bagian depan Wihara, yaitu dengan luas bangunan sekitar 300 m.
Berada didepan klenteng, akan langsung terlihat gerbang utama
dengan tembok berwarna merah dan pintu pagar berwarna merah, dengan
hiasan dua ekor naga yang saling berhadapan dengan semburan api dari
mulut kedua naga tersebut yang menjadi ciri khas klenteng sebagai rumah
ibadah Cina. Pada halaman depan klenteng terdapat Thian Than22 yang
tingginya sekitar 2 m. yang di dalamnya terdapat hiolow23 untuk
21 Wawancara Pribadi dengan Iwan, penjaga Klenteng. Cibinong, 27 Januari
2007 22 Thian Than adalah tempat ibadah untuk bersujud kepada Thian, Tuhan Yang
Maha Esa. (MATAKIN, Tata Cara dan Tata Laksana Upacara Agama Konghucu) 23 Hio low merupakan tempat menancapkan batang hio atau dupa yang sudah
dibakar atau setelah sembahyang. Hio low ini terbuat dari tanah liat ataupun besi dengan ukuran yang bermacam-macam. ( Law Tek Hai, mantan ketua klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong, Wawancara pribadi tanggal 27 Januari 2007 )
menancapkan dupa atau hio setelah sembahyang. Di bagian depan Thian
Than terdapat dua buah Killin.24 yang berfungsi untuk mangusir roh-roh
jahat. Di sisi kanan kiri bangunan ini terdapat dua buah kimlo.25
Pada bangunan klenteng ini terdapat tiga pintu yang merupakan
jalan masuk menuju ketiga Dewa yang diutamakan di klenteng ini. Pintu
yang tengah, yang merupakan pintu terbesar merupakan pintu masuk jika
ingin sembahyang kepada Dewa Bumi Hok Tek Ceng Sin. Pintu disebelah
kanan merupakan pintu masuk jika ingin sembahyang kepada Dewi Kwan
Im. Sedangkan pintu sebelah kiri merupakann pintu masuk jika ingin
sembahyang kepada Dewa Kwan Kong. Namun hal itu tidak berpengaruh
karena setiap umat dapat masuk melalui pintu manapun untuk masuk ke
klenteng tersebut.
Pada tembok antara ketiga pintu terdapat Pat Kwa26 yaitu delapan
penjuru. Di atas pintu tersebut terdapat dua lukisan berbentuk ukiran pada
tembok, sebelah kanan yaitu lukisan dewa Cay Tjiu Siu, dimana
janggutnya yang panjang melambangkan panjang umur, anak-anak
didekatnya melambangkan pemberi banyak anak, dan mata uang yang
dipegangnya melambangkan pemberi kekayaan27. Sedangkan pada pintu
24 Killin adalah binatang berkepala naga, bertanduk satu, berbadan singa,
berkaki srigala, bersisi kelopak bunga teratai dan memiliki ekor yang bercabang lima. ( Ibid )
25 Kimlo yaitu dapur untuk membakar uang kertas berwarna kuning, dengan bentuk yang bertingkat-tingkat sampai tingkat tujuh. ( Ibid )
26 Pat Kwa (Delapan Diagram ) yang merupakan cabang dari praktek dan filosofi Taoisme. Sebagian besar penekanannya pada kesehatan, umur panjang, pengobatan dan hubungan yang harmonis, yang menunjukkan bahwa pemikiran mereka bersifat praktis. Dulunya digunakan untuk tujuan meramal dan merupakan bagian dari I Ching, sebuah karya klasik kuno. ( Albert Cheng, Tong Sing, Buku Kebijaksanaan Cina Berdasarkan Almanak Cina Kuno, ( Jakarta : Abdi Tandur, 2001 ), h. 68
27 Rumah Ibadah Cina, h.4
sebelah kiri terdapat lukisan 8 Dewa atau Pat Shen28. Di ruangan depan
terdapat 6 buah tiang dan empat buah lampion29. Masuk ke dalam,
terdapat dua buah tiang yang letaknya sejajar dengan Pat Kwa. Di tengah-
tengah bagian depan terdapat altar Dewa Hok Tek Ceng Sin yang
berbentuk meja persegi panjang yang penuh dengan sesajian berupa buah-
buahan, makanan dan minuman. Dan di tengah-tengah meja besar ini
terdapat hio low dan dua buah lilin yang selalu menyala. Di sisi kanan
meja besar ini terdapat lilin raksasa yang tingginya sekitar 1 m.
Pada bagian belakang terdapat tiga buah altar yang menyerupai
Kio (Joli ) yang sangat besar dengan ukiran naga ditiap tiangnya, di
tengah-tengah merupakan altar Dewa Hok Tek Ceng Sin ( Dewa Bumi ),
di atas altar tersebut terdapat beberapa patung Dewa Hok Tek Ceng Sin
dengan berbagai macam bentuk. Di bawahnya terdapat patung Ong Kwi
How30 dengan sesajian, lampu, hio low serta pelita yang selalu menyala.
Sebelah kanan altar Dewa Hok Tek Ceng Sin terdapat altar Kwan
Im Pho Sat atau Guan Yin atau Guan Shi Yin ( Dewi Welas Asih) seorang
Bobhissatwa dari agama Buddha31 Karena itu ia disebut Kwan Im Pho
Sat. Dengan patungnya dan berbagai sesajian, lampu serta hiolow.
Sebelah kiri altar Dewa Hok Tek Ceng Sin ada patung Dewa
Kwan Kong ( Dewa perang atau panglima perang) seorang dewa yang
28 Pat Shen atau delapan Dewa bertugas untuk menjaga kesejahteraan dan
kebaikan umat ( Tan Wie Tjiang , wawancara pribadi ) 29 Lampion atau lampu kertas berfungsi sebagai penerang diwaktu malam dan
sebagai hiasan yang indah. ( Ibid ) 30 Ong Kwi How adalah patung siluman macan putih yang berfungsi untuk
mengusir roh-roh jahat. ( Ibid ) 31 Kuan Im ( Guan Yin) atau Guan Sian Yin adalah seorang Bodhisattva yaitu
seorang yang hamper masuk Nirvana (surga), tetapi menggugurkan diri terlebih dahulu guna memberikan pertolongan pada manusia lain yang masih menderita.
dari agama Konghucu, dengan memegang tongkat.32 Yang juga tersedia
sesajian, lampu, dan hiolow untuknya.
Diantara altar Dewa Hok Tek Ceng Sin dan Dewi Kwan Im, ada
altar menyerupai kio (joli), namun lebih kecil yaitu altar Hian Tan Kong
dan antara altar Dewa Hok Tek Ceng Sin dan altar Dewa Kwan Kong
terdapat altar Thio Thian Su. Keduanya merupakan panglima perang.
Di setiap altar tersebut juga terdapat hiolow dan alat-alat untuk
ciam sie33
Tidak jauh didepan altar Thio Thian Su dan Hian Tan Kong
terdapat kotak amal bagi umat yang akan bersedekah. Di depan kotak
amal tersebut terdapat masing-masing sebuah meja lilin untuk
menyalakan lilin bagi setiap umat yang datang.
Di dalam klenteng ada juga dua buah Kio (Joli), tempat
Toapekong sewaktu diarak, dan ada juga papan pai untuk memberi isyarat
supaya orang menyingkir dalam pawai itu.34
Dipojok kanan dan kiri terdapat masing-masing sebuah meja
panjang tempat meletakkan lilin penerangan35 yang bertuliskan nama
setiap umat yang ingin memohon sesuatu seperti umur panjang, banyak
rejeki, usaha lancar dan lain sebagainya. Di tengah - tengah antara ketiga
pintu masuk terdapat lemari untuk menyimpan lilin, Hio atau dupa. Bagi
32 Kwan Kong atau Kwan Tek Kun atau Guan Gong, pada mulanya bernama
Kuan I (Guan Yu) adalah seorang jendral besar dari negeri Shu. Kebesaran namanya dicapai berkat kepahlawanan dan kesetiaan dan rasa tanggung jawabnya yang besar dalam menunaikan tugas.
33 Ciam Sie merupakan melihat peruntungan nasib baik tentang jodoh, rezeki dan lain sebagainya.
34 Rumah Ibadah Cina, h. 5 35 Lilin Penerangan adalah lilin yang di nyalakan oleh setiap umat yang datang,
sebagai jalan penerangan untuk kelancaran usaha mereka. Disetiap lilin terdapat nama orang-orang yang menyalakan lilin tersebut. Satu lilin untuk satu orang atau satu keluarga.
umat yang tidak membawa perlengkapan sembahyang tersebut, dapat
meminta / membeli nya pada penjaga klenteng. Di samping kiri belakang
klenteng terdapat tempat untuk membersihkan tangan sebelum dan
sesudah sembahyang.
Denah Lokasi Klenteng Hok Tek Ceng sin Cibinong
7 8 6 10 9
11 13 12 14
15
14
15
5 5
4 4
1 3 3
22
Keterangan :
1. Thian Than / Tempat Ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Killin
3. Kimlo
4. Lemari tempat menyimpan peralatan sembahyang
5. Meja tempat lilin penerangan
6. Altar Dewa Hok Tek Ceng Sin ( aliran Taoisme )
7. Altar Dewi Kwan Im ( asal Buddhis )
8. Altar Dewa Kwan Kong ( aliran Taoisme )
9. Altar Hian Tan Kong (Taoisme )
10. Altar Thio Thian Su ( Taoisme )
11. Meja tempat meletakkan sesajian untuk Dewa Hok Tek Ceng Sin
12. Meja tempat meletakkan sesajian untuk Dewi Kwan Im
13. Meja tempat meletakkan sesajian untuk Dewa Kwan Kong
14. Kotak amal
15. Tempat menyalakan lilin bagi umat yang datang.
J.Struktur Organisasi dan Kegiatan yang ada di Klenteng Hok Tek
Ceng Sin Cibinong
Di dalam klenteng ini terdapat beberapa orang yang mengurus dan
bertanggung jawab mengenai segala sesuatu dalam klenteng. Mulai dari
membuat rencana untuk upacara-upacara keagamaan sampai dengan
persiapan untuk hari-hari besar yang dirayakan dalam klenteng. Para
pengurus tersebut dipilih oleh seluruh umat dan setiap dua tahun sekali
para pengurus itu diganti sesuai pilihan umat yang lain.
Adapun pemilihan ketua dan pengurus dilakukan dengan cara,
memilih terlebih dahulu beberapa orang bakal calon yang layak untuk
dijadikan ketua. Kemudian dilakukan pemilihan oleh seluruh umat dengan
cara menuliskan nama bakal calon yang mereka anggap pantas dan layak
untuk dijadikan ketua, kemudian dihitung. Nama yang paling banyak
dipilih, itulah yang akan menjadi ketua.36 Selain para pengurus tersebut,
ada juga beberapa orang penjaga dan petugas kebersihan yang juga sangat
berperan dalam kelancaran kegiatan yang berlangsung di klenteng
tersebut.
36 Wawancara Pribadi dengan Iwan, penjaga Klenteng Hok Tek Ceng Sin
Cibinong,. Cibinong, 27 Januari 2007.
SUSUNAN PENGURUS KLENTENG HOK TEK CENG SIN
CIBINONG
Rasa bakti seorang umat terhadap panutannya dapat diwujudkan
dengan suatu kebaktian atau upacara keagamaan. Kebaktian atau upacara
keagamaan ini dapat dilakukan di rumah ataupun di klenteng, baik secara
ramai-ramai atau secara sendiri-sendiri.
Adapun kegiatan-kegiatan dan upacara keagamaan yang dilakukan
di klenteng Hok Tek Ceng Sin terbagi menjadi:
1. Thian hio / upacara syukur
Dilakukan setiap hari, pagi dan sore. Sembahyang pada Thian ini
dilakukan secara sendiri-sendiri dengan menggunakan dupa atau
KETUA
Ong Hoat Pow
WAKIL KETUA
Tan Wie Tjiang
SEKRETARIS
Suryadi
BENDAHARA
Tani Wijaya
ANGGOTA
Seluruh Umat
hio. Pertama-tama sembahyang kepada Thian di Thian Than yang
terletak di halaman depan klenteng. Masuk ke dalam klenteng dan
sembahyang kepada Dewa Hok Tek Ceng Sin ( sebagai Dewa tuan
rumah ) yang berada ditengah-tengah, lalu sembahyang kepada
Dewi Kwan Im Pho Sat, setelah itu sembahyang kepada Dewa
Kwan Kong dan terakhir sembahyang kepada Siluman Macan
Putih. Di tiap-tiap tempat sembahyang ditancapkan beberapa
batang hio.
2. Peramalan Nasib/ Ciam Sie
Melihat peruntungan nasib baik tentang rezeki, usaha, perjodohan
dan lain-lain. Cara melakukannya adalah, pertama sembahyang
kepada Thian atau Thikong, lalu sembahyang pada Dewa yang
ingin ditanyakan. Kemudian dilanjutkan dengan langkah kedua
yaitu dengan mengocok Po Ciam37 yang ada di suatu tempat yang
berbentuk seperti tabung yang terbuat dari bambu, sampai keluar
satu batang Po Ciam yang bertuliskan nomor jawaban, lalu
ditancapkan di hio low. Apabila Po Ciam yang keluar lebih dari
satu maka harus diulang lagi sampai kesempatan ketiga. Kalau
pada kesempatan ketiga Po Ciam yang keluar lebih dari satu maka
Ciam Sie tidak dapat dilanjutkan lagi.
Langkah ketiga adalah dengan melambungkan sepasang alat yang
disebut dengan Poak-Poe38, dengan tujuan untuk bertanya kepada
Dewa yang bersangkutan mengenai benar atau tidaknya nomor
37 Po Ciam adalah salah satu peralatan Ciam Sie berupa bambu yang dibuat menjadi batangan-batangan yang bertuliskan nomor pada salah satu ujungnya, yang berjumlah 60 nomor jawaban.
38 Poak-Poe adalah sebuah benda yang terbuat dari kayu yang diukir berbentuk biji buah mangga yang dibelah menjadi dua bagian.
jawaban yang keluar. Apabila dalam keadaan Sio-Poe39 berarti
Dewa membolehkan si penanya untuk melanjutkan langkah
selanjutnya. Tapi bila dalam keadaan Bo-Poe 40 berarti sebaliknya
Dewa tidak merestui.
Langkah selanjutnya yaitu meminta kertas jawaban yang telah
disediakan di dalam klenteng kepada petugas klenteng
3. kegiatan lain di klenteng
a. Hari besar Dewa Hok Tek Ceng Sin
b. Kwan Im Pho Sat
c. Sembahyang Twan Yang
d. Sembahyang Pek Cun
e. Sembahyang Besar Tang Cik
39 Sio-Poe adalah Poak-poe yang dalam keadaan satu terlentang dan yang satu lagi dalam keadaan tengkurap yang berarti Dewa membolehkan atau mengijinkan si penanya melakukan langkah selanjutnya.
40 Bo-Poe adalah kedua benda tersebut dalam keadaan tengkurap, atau keduanya dalam keadaan terlentang. Hal ini berarti Dewa tidak setuju.
BAB III
Asal Mula Munculnya Perayaan Zhong Qiu Zie
Hari raya umum masyarakat Cina, yakni hari raya yang ditaati
rakyat jelata tidaklah banyak. Tapi jika di tambahkan dengan hari raya
yang berhubungan dengan hari ulang tahun Dewa-Dewa yang dipuja
bangsa Cina dan hari peringatan berbagai tokoh bersejarah yang berjasa,
lantas dapat dikatakan, dalam hampir setiap bulan imlek ada hari raya.41
Berikut beberapa kegiatan/hari raya masyarakat Cina:
No Tanggal Nama Bhs. Indonesia
Nama Mandarin Keterangan
1 Tgl. 1 Bulan 1
Tahun Baru Imlek/festival musim semi
Chun Jie
Pertemuan Keluarga. Perayaan besar selama 3
hari dan secara tradisional selama 15 hari.
2 Tgl. 15 Bulan 1
Festival Lampion/ hari kasih sayang
Yuan Xiao Jie
Memakan Yuan xiao dan pemasangan lampion
3 Tgl. 4/5 April
Ching Ming/ Cheng Beng
Qing Ming Jie Ziarah ke makam leluhur
4 Tgl. 5 Bulan 5
Festival Perahu Naga
Duan Wu Jie
Lomba perahu naga dan memakan zongzi
5 Tgl. 7 Bulan 7
Festival Hantu/Festival
para Roh Qiqiao Jie -
6 Tgl. 15 Bulan 7 - Zhong Yuan
Jie -
7 Tgl 15 Bulan 8
Festival pertengahan musim gugur
Zhong Qiu Jie
Pertemuan keluarga dan memakan kue bulan
8 Tgl. 9 Bulan 9
Festival yang ganda
Chong Yang jie
Mendaki gunung dan pertunjukkan bunga
9 Tgl 21/22 Desember
Festival titik balik matahari musim dingin
Dong Jie Pertemuan keluarga
sumber : http : //id.wikipedia.org
41 Nio Joe Lan, Peradaban Tionghoa, Selayang Pandang, ( Jakarta : Keng Po,
1961), h.138
A. Asal Mula Munculnya Perayaan Zhong Qiu Jie
Masyarakat Cina mempunyai sejarah sekitar lima ribu tahun yang
lalu. Mereka mempunyai banyak tradisi untuk merayakan kejadian
penting. Tradisi ini diangkat dari kehidupan sehari-hari atau dari cerita
rakyat yang ditulis dari generasi ke generasi. Namun dengan kemajuan
tekhnologi penyebaran informasi yang cepat, dunia mengalami abad
peralihan. Bentuk keluarga semakin kecil dan kesenjangan generasi pun
semakin melebar, lambat laun generasi muda Cina banyak yang tidak
mengetahui asal mula perayaan yang sudah menjadi adat dan tradisi
masyarakat Cina sendiri.
Di Cina ada tradisi setiap bulan delapan dan ketika purnama raya,
diadakan pesta Kue Bulan. Namanya “Zhong Qiu Jie “. Tetapi pesta yang
benar-benar dalam pengertian kuenya, dinamakan Zhong Qiu Pia. Pia
artinya kue. Zhong Qiu Jie artinya perayaan musim gugur. Musim gugur
dimana panen melimpah ruah dan sesudah kerja keras selama musim
panen itu, dirayakan dengan berpesta sesudah sembahyang dirumah-
rumah ibadah. Di sebut demikian, karena perayaan tersebut diadakan tepat
pada pertengahan musim gugur dalam penanggalan Cina yaitu pada hari
kelima belas bulan delapan (peh gwee cap go). Konon, masyarakat etnis
Cina percaya, bulan pada saat itu merupakan bulan yang paling bulat
dalam satu tahun dan sinarnya paling terang.42
Adapun latar belakang diadakannya upacara ini dapat dibagi
dalam tiga bagian. Pertama, sebelum Dinasty Qin 221-206 SM rakyat
China sudah mengenal tradisi sembahyang Dewi Bulan yang
42 Pesta Kue Bulan, www.indonesia.com/2002/september/buday-0902-
pestakuebulan.htm. diakses pada tanggal 05 Oktober 2006
dihubungkan dengan posisi bulan bagi masyarakat untuk cocok tanam
(agraris). Karena dianggapnya sinar rembulan dapat memberikan
kesuburan dalam ekosistem tanah bagi kaum petani dan di malam
purnama memang bulan terterang sepanjang tahun juga diikuti musim
panen.43
Kedua, dikarenakan adanya legenda yang terkenal. “Pada waktu
kaisar Yao (2346 – 2355 SM) dinobatkan. Negrinya ditimpa berbagai
malapetaka. 10 matahari memancarkan cahaya yang amat terik, sehingga
semua air dibumi ini menguap.
Sesudah itu, bertiup pula angin ribut dengan kerasnya, sehingga
kota-kota dan kampung-kampung hancur dan banyak manusia mati.
Bencana yang ketiga ialah binatang buas yang panjangnya 1000 li. Yang
menelan apa saja yang dijumpai.
Kaisar Yao memerintahkan untuk menyelidiki sebabnya terjadi
malapetaka itu, dan bagaimana menghindarkannya.
Maka adalah seorang laki-laki dinegri itu, yang bernama Ho Tjek.
Telah bertahun-tahun ia berlatih memanah. Karena kepandaiannya, orang
menyebutnya pemanah Ketuhanan.
Ho Tjek, beruntung dapat mengetahui dari mana asalnya bahaya
itu, yaitu sembilan di antara sepuluh matahari itu bukanlah matahari,
melainkan burung-burung yang meludahkan api dan bersarang dipuncak
gunung yang sangat tinggi. Ho Tjek memanahnya sampai mati. Sembilan
gumpalan embun naik, dan yang tertinggal hanya sembilan gumpalan
tanah liat, yang ditembus oleh panah-panah itu.
43 Sejarah dan Makna Tiong Chiu, WWW.harianbatampos.com, diakses pada
tanggal 05 Oktober 2006
Setelah itu Ho Tjek bersiap untuk menahan angin ribut itu. Dewa
Guruh dan Dewa Api bermaksud akan menganiaya manusia yang ada di
bumi ini. Dibukakannya kantung tempat menyimpan angin topan.
Ho Tjek mengajak nya berkelahi dan akhirnya Dewa Guruh dan
Api terpaksa memanggil topan itu kembali kedalam kantongnya.
Setelah itu Ho Tjek mencari binatang buas yang panjangnya 1000
li itu dan yang telah banyak meminta korban. Ia menemukannya dipinggir
sebuah danau, ia menembaknya sekali saja, binatang itu mati.
Kaisar sangat berterimakasih atas kepahlawanannya, sehingga ia
dipandang sebagai orang keramat.
Pada suatu hari Ho Tjek melihat suatu benda yang bercahaya
dilangit. Diikutinya benda itu sampai ke suatu gerbang. Di sana dilihatnya
seekor binatang yang sangat buruk rupanya yang menjaga pintu itu.
“Tunggu…!” Katanya, “Engkaupun akan kubunuh”. Diambilnya
panahnya dan binatang itupun dipanahnya sampai mati.
Ternyata pintu itu merupakan jalan masuk ke surga bagian Barat.
Di sana tinggal Dewi See Ong Bo Nio Nio sang Dewi dengan dayang-
dayangnya yang memerintah Surga Barat.
Dewi itu telah banyak mendengar kepahlawanannya. Selain ahli
panah, ternyata ia juga ahli bangunan.
“Dirikanlah sebuah Istana untuk saya”, kata See Ong Bo Nio Nio.
“Yang indah dan besar, yang belum pernah orang lain dirikan”. Nanti
akan saya berikan padamu sebuah pil sakti yang berkhasiat sebagai
ramuan hidup kekal.
Ho Tjek sangat senang. Didirikanlah sebuah istana yang sangat
indah yang belum pernah dilihat orang. Dindingnya terbuat dari batu Giok
yang mahal-mahal, dan atapnya dari batu-batu layur pilihan.
Sesudah istana itu siap, See Ong Bo Nio Nio sangat senang
melihatnya. Diberikan pil sakti yang dijanjikan itu kepada Ho Tjek.
Tetapi sebelum meminum pil itu, ia harus menjauhkan diri dari segala
noda dunia selama setahun.
Dengan rasa penuh terima kasih di dalam hatinya ditinggalkannya
See Ong Bo Nio Nio. Pil itu ditinggalkannya di atas kasau.
Belum lama ia beristirahat, datanglah seorang suruhan kaisar yang
meminta supaya ia menangkap seorang penjahat, yang mengganggu
beberapa daerah di negri itu. Orang itu dapat dikenal dengan segera,
karena giginya yang sebelah atas menjorok keluar. Karena itu ia disebut
orang “Gigi Pahat”.
Dengan segera, Ho Tjek dapat menangkap dan membunuh
penjahat itu.
Sementara itu pil sakti yang di atas kasau itu memancarkan cahaya
putih. Istri Ho Tjek sangat ingin melihatnya. Diambilnya tangga dan pil
itu diperhatikannya.
“Barangkali ini pil untuk mencantikkan”, pikirnya sambil
menelannya. Ia merasa dirinya sangat ringan, seolah-olah pandai terbang.
Kebetulan Ho Tjek tiba di rumahnya. Dengan segera ia mengetahui,
bahwa pil itu hilang. Sebelum ia sempat bertanya, istrinya telah terbang
keluar melalui jendela. Ia tidak mau menunggu sampai suaminya
menanyakan apakah dia yang memakan pil itu.
Ho Tjek marah sehingga ia ingin memanah istrinya. Tapi angin
kencang meniup dia kepuncak gunung yang tinggi. sesudah ia sadar,
dilihatnya Tuhan yang Kekal berdiri di hadapannya.
“Ampunilah istrimu”, katanya. “Ia tidak tahu, apa yang
diperbuatnya. Ia sekarang ada di istana bulan. Tempatilah istana matahari,
sebab kamu telah berjasa terhadap matahari. Ini ada sebuah jimat.
Pakailah ini, kalau kamu akan mengunjungi istrimu, karena istrimu tidak
dapat datang padamu sebab ia tidak boleh masuk ke dalam istana
matahari.”
Ho Tjek mendapat seekor burung dari langit. Bersama burung itu,
ia terbang ke matahari. Matahari itu sangat besar, Ho Tjek merasa sangat
beruntung. Ia tidak merasa, bahwa matahari itu selalu berputar. Apabila
duduk di atas sinar matahari, ia dapat terbang ke bulan. Bulan itu dingin
dan berkilat-kilat seperti kaca. Di tempat yang dingin inilah istrinya
tinggal.
Waktu Ho Tjek sampai ke bulan, dilihatnya istrinya sedang
kedinginan. Tetapi sinar yang dibawanya menghangatkan bulan itu. Bulan
itupun bercahaya sangat terang tidak seperti biasanya. Tepat pada tanggal
lima belas bulan itu.
Sejak itu, satu kali dalam sebulan pada hari itu juga Ho Tjek
mengunjungi istrinya. Itulah sebabnya, maka pada hari itu bulan
memancarkan cahaya seterang-terangnya dan sangat bulat (menurut
perhitungan bulan Tionghoa).
Pada hari kelimabelas bulan ke delapan (pada pertengahan musim
rontok ) orang merayakan Bulan, untuk menghormati Dewi Bulan, yang
akan memberikan cahaya pada bulan-bulan yang akan datang, waktu
malam sangat dingin dan lama, sebab matahari menjauhkan diri. Orang-
orang menyajikan Tiong Chiu Pia, yang artinya kue pertengahan musim
rontok, dibuat dari tepung gandum dan bulat menyerupai bulan purnama,
yang berisi daging babi dan tangkwe (manisan bligo) atau biji mijen yang
ditumbuk. Diatasnya digambarkan seekor kelinci merah.44
Menurut hikayat di bulan ada seekor kelinci. “ pada zaman
purbakala adalah tiga ekor binatang bersahabat, seekor serigala, seekor
kera dan seekor kelinci. Mereka hidup dengan damai dan sama-sama
menanggung duka dan ria.
Hal ini menarik perhatian yang menjadikan alam. Ia berhajat akan
mengunjungi mereka, lalu menjelma sebagai orang tua. Ia minta makanan
dan berdiam di rumah mereka. Di hutan sangat dingin dan udaranya
lembab.
Serigala itu pergi dengan segera mengambil makanan, kera dan
kelinci mengikutinya. Serigala itu pulang dengan membawa ikan yang
ditangkapnya dirawa yang tidak tertutup es. Kera itu membawa buah-
buahan dari simpanannya untuk musim dingin. Tetapi kelinci tidak
secerdik yang lain-lain itu. Ia pulang dengan tangan hampa dan sangat
bersedih hati.
Setelah ia mengetahui siapa tamunya. Ia berlutut sambil berkata:
“Ampun beribu ampun Tuanku! Saya tidak beruntung mendapat sesuatu
makanan buat Tuanku. Tetapi penggallah saya di dalam api itu, supaya
saya dapat mengenyangkan Tuanku dengan daging saya”.
Seketika itu juga kelinci itu melompat ke dalam api. Orang tua itu
sangat terharu. Diambilnya kelinci yang telah terbakar itu dari api serta
berkata: “..Saudara-saudara, karena ia tidak mementingkan dirinya, ia
44 Han Swen Tiem, Hari Raya Tionghoa, ( Jakarta: J.B. Wolters,1953),h. 48-53
akan diberi upah. Dia akan saya tempatkan dibulan, supaya dihormati
keturunan manusia”.45
Ketiga, kue Tiong Chiu Pia. Pada tahun 1206 M China dijajah
Monggoria pimpinan Tieh Mu Chen hingga tahun 1368 M berarti selama
89 tahun China dijajah Monggol. China berhasil merebut kembali dari
Monggoria berkat upaya kepala pengemis Zhu Yan Chang menjelang
sembahyang Dewi Bulan mengedarkan pesan-pesan dalam kue –kue agar
pada malam purnama (tiong Chiu) kita merebut kekuasaan kembali dari
tangan Monggol dan ternyata berhasil bertepatan pada tanggal 9
September 1368 M. semenjak itulah kue Tiong Chiu mengalami
perkembangan hingga dewasa ini. Dan semenjak inilah berdirinya
kerajaan pertama di Tiongkok dengan sebutan Dinasti Ming (1368-1644
M). masa kepemimpinan Tieh Mu Chen 1206-1368 M oleh adiknya
bernama Hu Pit Lei Han dinamai Dinasty Yan (1206-1368 M).46
B. Waktu Pelaksanaan Perayaan Zhong Qiu Jie
Masyarakat etnis Cina mamakai penanggalan imlek untuk
menentukan hari besar keagamaan, imlek adalah penanggalan yang
berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi. Tanggal satu
penanggalan imlek selalu jatuh pada bulan baru dan tanggal 15 adalah
bulan purnama. Karena waktu edar bulan mengitari bumi lebih kurang 29
hari, maka tiap bulan terdiri dari 29 atau 30 hari. Sedangkan penanggalan
masehi didasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari (yang lek),
45 Ibid, h. 53-54 46 Anly Cenggana, Sejarah dan Makna Tiong Chiu, www.harianbatampos.com
diakses pada tanggal05 Oktober 2006
yang mengutamakan pembagian bulannya sesuai dengan pergantian
musim. Lama edar bumi mengelilingi matahari, lebih kurang 365 hari47
Penanggalan Imlek juga dicocokkan dengan penanggalan Yang
Lek, yang berarti mengutamakan keharmonisan, karena cocok untuk
menentukan bulan baru dan purnama, sekalipun dapat pula untuk
menentukan pergantian musim, untuk mencocokkan dengan penanggalan
Yang Lek (masehi), tiap lima tahun ada dua kali bulan kabisat (Lun-
Gwee), sehingga dalam tahun ini ada 13 bulan.48
Perayaan Zhong Qiu Jie diselenggarakan setiap satu tahun sekali
pada tanggal 15 bulan 8 Imlek (Peh Gwee Cap Go), pada tahun 2006 ini
jatuh pada tanggal 28 September. Waktu pelaksanaannya terhitung mulai
saat Sut Si di mana bulan saat itu mulai memancarkan sinarnya, dan
biasanya perayaan ini berlangsung sampai bulan mulai hilang dari
permukaan langit, yaitu keesokan harinya saat Thio Si pada tanggal 16
bulan 8 Imlek.49
Nama saat-saat/waktu-waktu bersembahyang sepanjang hari:
1. Saat Cu Si : Antara pukul 23.00 – 01.00
2. Saat Thio Si : Antara pukul 01.00 – 03.00
3. Saat Ien Si : Antara pukul 03.00 – 05.00
4. Saat Bau Si : Antara pukul 05.00 – 07.00
5. Saat Sien Si : Antara pukul 07.00 – 09.00
6. Saat Ci Si : Antara pukul 09.00 – 11.00
7. Saat Ngo Si : Antara pukul 11.00 – 13.00
47 Albert Cheng, Tong Sing, Buku Kebijaksanaan Cina Berdasarkan Almanak Cina Kuno, (Jakarta: Abdi Tandur, 2001), h. 84
48 ibad, h.86 49 Wawancara dengan Tan Wie Tjiang, Wakil Ketua Pengurus Klenteng.
Cibinong, 28 September 2006.
8. Saat Bi Si : Antara pukul 13.00 – 15.00
9. Saat Shien Si : Antara pukul 15.00 – 17.00
10. Saat Yu Si : Antara pukul 17.00 – 19.00
11. Saat Sut Si : Antara pukul 19.00 – 21.00
12. Saat Hai Si : Antara pukul 21.00 – 23.0050
Perayaan ini juga dilaksanakan secara religius sebagai pernyataan
syukur kepada malaikat bumi ( Hok Tek Ceng Sin). Dilaksanakan
dihadapan altar leluhur, Hok Tek Ceng Sin maupun di Lithang.
C. Gambaran Singkat Perayaan Zhong Qiun Jie di Cina
Setiap tanggal 15 bulan 8 kalender lunar, orang Cina di seluruh
dunia memperingati Festival Pertengahan Musim Gugur (Zhong Qiu Jie).
Pada hari istimewa ini, orang-orang Cina bersembahyang di rumah-rumah
ibadah dan melakukan acara keluarga di rumah. Setelah malam tiba,
seluruh keluarga menikmati piknik di taman-taman umum.51
Zaman dulu perayaan Zhong Qiu Jie dirayakan secara nasional
untuk mempersembahkan kurban kepada bulan agar diberi panen yang
melimpah selama setahun. Masyarakat mengadakan doa ritual dengan
diiringi musik. Suku-suku yang ada merayakannya dengan menari di
bawah sinar rembulan, sambil tak lupa menyalakan petasan. Kemudian
sehubungan dengan perkembangan zaman perayaan Zhong Qiu Jie
diadakan dengan lebih meriah lagi.
Dimasa Dinasti Song Utara, perayaan ini diselenggarakan secara
besar-besaran. Menurut Berita Ibukota Timur (Dong Jing Menghua Lu),
50 MATAKIN, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Konghucu, h.61 51 Pestival Pertengahan Musim Gugur,
www.ppsatop.com/lain2/zhongqiujie.html
pada malam Zhong Qiu Jie, ibukota menjadi demikian semaraknya
dengan berbagai aktivitas.
Toko-toko penjual arak dicat dengan lampion serta diberi
tambahan penerangan, sehingga malam hari terlihat gemerlapan. Arak
dijualpun adalah arak yang sudah tua, sehingga mutunya amat tinggi.
Toko-toko buah melimpah dengan buah-buahan segar, dan toko-
toko yang buka di malam hari ramai sekali dengan para pembeli.
Demikian pula halnya dengan tempat hiburan malam yang telah penuh
dipesan beberapa hari sebelumnya oleh orang-orang yang ingin
menikmati malam Zhong Qiu Jie itu sambil minum-minum.
Tepat tengah malam, rembulan bersinar penuh, udara dingin
disertai dengan harum bunga akasia. Saat itu semua orang menikmati
pengalaman yang indah. Dihalaman-halaman rumah, orang-orang
menikmati saat itu dengan duduk-duduk bersama keluarga, mengelilingi
sebuah meja.
Di atas meja ada tempat pembakaran dupa untuk sembahyang. Di
dalam pembakaran dupa, selain dupa yang dibakar ditancapkan pula
sebatang ranting kedelai yang dianggap sebagai sebatang pohon akasia di
bulan52. Di samping itu, di atas meja juga diletakkan persembahan yang
berupa aneka buah segar, kacang kedelai rebus, kacang tanah yang telah
dibumbui dan umbi talas.
52 Di istana Bulan, Chang E, istri Ho Tjek bertemu Wu Gang. Wu Gang ada di
bulan untuk menjalani hukuman dikarenakan kesalahan yang dibuatnya ketika ia meditasi untuk mencapai kehidupan kekal. Ia dihukum untuk menebang sebuah pohon akasia.
Telah beberapa puluh kali Wu Gang menebang pohon tersebut, tetapi pohon itu tak kunjung tumbang. Ketika batang pohon dikampaknya, bagian yang sudah terkampak itu tertutup lagi. Akhirnya Wu Gang terus-menerus mangampaki batang pohon akasia tersebut. ( Yoest MSH, Tradisi dan Kultur Tionghoa, Jakarta: Gerak Insani Mandiri, 2004, h.109 )
Ditengah meja diletakkan sebuah kue bulan besar yang telah
dipotong-potong; cukup untuk dimakan oleh seluruh keluarga. Kue bulan
atau Tiong Chiu Phia ini merupakan hidangan khusus untuk peringatan
Zhong Qiu Jie.
Dalam upacara sembahyang biasanya dipimpin oleh seorang
perempuan, karena saat itu mereka sedang bersembahyang untuk Chang
E. selain itu masyarakat etnis Cina percaya, bahwa bulan itu juga
merupakan unsur perempuan. Biasanya perempuan yang telah menikah,
juga pulang ke rumah orang tuanya untuk ikut merayakan upacara Zhong
Qiu Jie bersama-sama dengan keluarganya.
Setiap orang secara bergiliran menundukkan kepalanya. Setelah
selesai sembahyang, seluruh keluarga memakan makanan yang telah
dipersembahkan tadi; kemudian mengobrol sampai larut malam. Para
orang tua biasanya bercerita mengenai legenda Chang E, dan yang lainnya
mendengarkan dengan asyiknya.53
Orang Cina zaman dahulu jarang sekali bepergian terlebih kaum
hawa, pada perayaan malam purnama ini dimanfaatkan oleh para muda-
mudi untuk menikmati hiburan rakyat dan sekaligus memungkinkan
saling tatap muka/bekenalan yang dimanfaatkan saling mencari
persahabatan.54
Sampai saat ini, perayaan Zhong Qiu Jie di negeri China dijadikan
tradisi untuk reuni keluarga.55
53 Yoest MSH, Ibid, h. 109 - 111 54 Anly Cenggana, Sejarah dan Makna Thiong Chiu 55 Yoest M S H., h.111
Bab IV
Perayaan Zhong Qiu Jie
di Klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong
Perayaan Zhong Qiu Jie yang dimaksud di sini adalah Perayaan
Zhong Qiu Jie yang dirayakan di Klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong
pada setiap tanggal 15 bulan 8 Imlek.
Masyarakat Cibinong menyebut perayaan ini tidak dengan sebutan
Perayaan Zhong Qiu Jie, melainkan dengan sebutan perayaan Tiong Chiu
yang berarti pertengahan musim gugur. Meskipun di Indonesia sendiri
tidak mengalami musim gugur, namun masyarakat etnis Cina di Indonesia
selalu merayakan perayaan Zhong Qiu Jie. Ini mereka lakukan karena
perayaan ini merupakan ritual turun temurun. Selain itu, perayaan ini
bukan hanya sebagai perayaan dalam rangka merayakan musim gugur.
Tapi juga sebagai waktu untuk berkumpul keluarga.
Pada perayaan ini, masyarakat etnis Cina sembahyang kepada
Dewa Bumi. Sebagai ucapan syukur atas rezeki yang melimpah selama
setahun. Karena pada saat musim ini para petani melakukan panen atas
hasil pertanian mereka.56
D. Persiapan Menyambut Perayaan Zhong Qiu Jie
Perayaan Zhong Qiu Jie, yaitu perayaan pertengahan musim gugur
di mana orang-orang mengagumi keindahan bulan di musim gugur.
Perayaan ini adalah peninggalan dari masa ketika bulan masih disembah
56 Tan Wie Tjiang, wawancara Pribadi, 21 Oktober 2006
orang.57 Pada hari ini semua masyarakat etnis Cina berdatangan ke
tempat-tempat ibadah, baik Lithang maupun Klenteng.
Sebelum upacara perayaan ini dimulai, telah dibentuk panitia,
sesajian dan perlengkapan. Panitia adalah orang yang mengatur jalannya
upacara, mulai dari menyalakan lilin, menuangkan arak, membagikan hio
dan mengangkat sesajian.
Selain itu, persiapan yang dilakukan di tempat-tempat ibadah
dalam rangka menyambut perayaan Zhong Qiu Jie ini, sudah dimulai
sejak tiga hari sebelum hari perayaan. Adapun persiapan yang dilakukan
adalah pengurus klenteng beserta pihak-pihak yang terkait terlebih dahulu
mempersiapkan alat-alat dan perlengkapan yang dibutuhkan. Seperti
mempersiapkan alat-alat sembahyang seperti hio, lilin, dan uang kertas.
Biasanya semua dipersiapkan pada tiga hari menjelang perayaan, pada
hari itu juga dilakukan pembersihan dan dipasangkan hiasan-hiasan
seperti lampu dan kertas warna agar semua terlihat indah pada saat
perayaan.
Pada dua hari menjelang perayaan Zhong Qiu Jie, di klenteng
dilakukan pembersihan terhadap patung-patung para Dewa-Dewi yang
ada di dalam klenteng, oleh seorang yang telah dipilih, dalam hal ini
adalah ketua dari pengurus klenteng. Ini dilakukan sebagai bentuk
penghormatan terhadap para Dewa - Dewi.
Pada hari-hari menjelang perayaan ini, selain dilakukan persiapan-
persiapan berupa pembersihan dan penyediaan perlengkapan, di klenteng
juga sudah mulai dilaksanakan hiburan-hiburan rakyat berupa pertunjukan
57 Albert Cheng, Tongsing Buku Kebijaksanaan Cina Berdasarkan Almanak
Cina Kuno, Cet. I, Jakarta : Abdi Tandur, 2001, h.48
barongsai. Hiburan ini dilaksanakan pada sore hari menjelang malam,
dimana pada malam itu seluruh masyarakat etnis Cina sangat menikmati
hiburan ini termasuk didalamnya anak-anak. Mereka tak henti nya
bermain-main di halaman depan klenteng dengan teman-teman
sebayanya.
Sedangkan di rumah-rumah, seluruh etnis Cina sudah melakukan
persiapan sejak tujuh hari menjelang perayaan. Setiap keluarga
mempersiapkan makanan-makanan khas seperti Tiong Chiu Pia; kue yang
berbentuk bulat berisikan bermacam-macam rasa, mulai dari kacang-
kacangan hingga daging. Dalam menyambut perayaan ini, setiap keluarga
saling mengantarkan makanan, khususnya Tiong Chiu Pia. Bahkan pada
saat perayaan ini setiap anak perempuan yang sudah menikah dan tinggal
bersama suami, pun pulang ke rumah orang tua mereka untuk berkumpul
bersama keluarga.58
E. Kegiatan Spiritual / Upacara dalam Perayaan Zhong Qiu Jie
1. Sembahyang Bulan Purnama
Setiap agama yang memiliki konsep ketuhanan, pastilah
mempunyai cara untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, didalam
agama Islam misalnya, shalat. Shalat merupakan wujud rasa terimakasih
umatnya kepada Allah, yang dilakukan 5 kali dalam sehari. Begitu juga
bagi orang Cina banyak cara mendekatkan diri kepada Thian (tuhan).59
58 Iwan Suryana, Penjaga Klenteng, Wawancara Pribadi, 28 September 2006 59 Ati Atiyah, Perayaan Twan Yang dan Phe Cun dalam Agama Konghucu
(skripsi Sarjana Theologi), (Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Jurusan Perbandingan Agama, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006), h.30
Tanggal 15 bulan 8 adalah saat bulan purnama dipertengahan
musim gugur di belahan bumi utara. Pada saat itu cuaca baik dan bulan
tampak sangat cemerlang. Pada saat itu juga para petani sibuk dan
gembira karena berada di tengah musim panen. Pada saat bulan purnama
itu dilakukan sembahyang kepada Hok Tek Ceng Sin (malaikat bumi)
untuk menyatakan pernyataan syukur.60 Sembahyang ini dilaksanakan
pada saat perayaan Zhong Qiu Jie, namun demikian, masyarakat lebih
kenal dengan sembahyang Tiong Chiu Pia. Sebenarnya penyebutan ini
tidak tepat namun kenyataan dalam masyarakat tetap demikian.61
Pada saat purnama yang cemerlang itu dilakukan sembahyang
kepada malaikat bumi (Hok Tek Ceng Sin) sebagai pernyataan syukur
atas berkah yang diperoleh. Sebagai sajian khususnya ialah Tiong Chiu
Pia (Kue Bulan) yang melukiskan bulat dan cemerlangnya bulan. Bulan,
seperti juga bumi, melambangkan sifat Thai Iem (sifat negative yang
besar).62 Maka Tiong Chiu Pia yang melukiskan rembulan juga
melambangkan Hok Tek Ceng Sin (malaikat bumi).63
60 M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia,
(Jakarta: pelita Kebajikan, 2005 ), h.172 61 Sejarah dan makna Tiong Chiu, www.harianbatampos.com 62 Tai Chi, yang kadang ditulis Tai Ji, yang diwujudkan dengan kekuatan atau
kutub yin (-) dan yang (+). Yin mewakili hal negative seperti sikap pasif, kelemahan, malam hari, kemunduran dan kematian. Sedangkan yang mewakili hal positif seperti aktifitas, kekuatan, siang hari, pertumbuhan dan kelahiran.
Kekuatan yin dan yang saling menarik, tapi dua kekuatan yin atau dua kekuatan yang akan saling menolak. Ini seperti hukum fisika: kutub berlawanan saling menarik, kutub sejenis saling menolak.
Pada symbol Tai Chi bagian yin berwarna hitan dan berisi lingkaran kecil berwarna putih, sedangkan bagian yang yang berwarna putih dan berisi lingkaran kecil berwarna hitam, ini untuk menunjukkan bahwa yin mengandung sedikit yang dan yang yang mengandung sedikit yin, jadi yin dan yang tidak bisa mendominasi. ( Albert Cheng, Tong Sing, Buku Kebijaksanaan Cina Kuno Berdasarkan Almanak Cina Kuno, (Jakarta: Abdi Tandur, 2001), h.62-63 )
63 MATAKIN, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara dalam agama Konghucu, h.87
Di dalam upacara sembahyang Tiong Chiu hendaklah dihayati
makna yang tersirat bahwa Tuhan Maha Besar, Maha Pengasih dan
segenap berkah karunia hendaknya mendorong dan meneguhkan iman,
menjunjung dan memuliakan Kebajikan karena makna Hok Tek Ceng Sin
ialah Malaikat Sejati Yang membawakan Berkah atas Kebajikan.
Menghormat kepada Hok Tek Ceng Sin hendaknya mengingatkan pula
kepada Sabda Nabi Ie Ien yang berbunyi –“sungguh milikilah yang satu-
satunya, yaitu Kebajikan, Dialah yang benar-benar berkenan di hati Tuhan
senantiasa melindungi yang satu, yakni kebajikan”.
Sembahyang bulan purnama ini biasanya dilakukan di hadapan
altar leluhur, Hok Tek Ceng Sin maupun di tempat ibadah (Lithang /
Klenteng). Tata cara sembahyang yang dilakukan pada perayaan ini, sama
dengan pelaksanaan sembahyang yang dilakukan bagi para suci..
Pertama – tama setiap umat melakukan sembahyang kepada
Thian, dengan melakukan Ting Lee yaitu sikap merangkapkan dua
tangan, mula-mula ditempatkan kedepan di bawah pusat, lalu dinaikkan
hingga di atas dahi. Ini sebagai penyampaian hormat setinggi-tingginya.64
Kemudian sembahyang menghadap Dewa Bumi Hok Tek Ceng
Sin. Juga dengan melakukan Ting Lee. Setelah sembahyang kepada Dewa
Bumi, dilanjutkan kepada Dewi Kwan Im dan Dewa Kwan Kong. Dengan
melakukan Ting Lee masing-masing sebanyak tiga kali. Pada setiap altar
ditancapkan pula beberapa batang hio, biasanya tiga batang hio.65
Adapun Doa / pujian yang dipanjatkan adalah:
64 MATAKIN, Tata Cara dan Tata Laksana Upacara Agama Kunghucu, h. 17 65 Tan Wie Tjiang, 28 September 2006.
“puji syukur kami naikkan, berkenan Thian pada malam suci
bulan purnama bulan 8 imlek ini, kami berhimpun bersama
melaksanakan ibadah sembahyang Tiong Chiu, mensyukuri
rahmat dan karunia yang telah Thian limpahkan bagi kehidupan
makhluk di dunia ini.
Thian telah menciptakan alam semesta dan menjelmakan
makhluk, melengkapinya sehingga genaplah Sam Sai, Tiga Dasar
Kenyataan:
Thian sebagai Khalik yang wajib kami satya, bakti dan
sujudi
Tee, Bumi, Semesta Alam sebagai ciptaan Thian yang
mewujudkan kemahakuasaan, kemahabesaran dan Maha
Kasih Tuhan, serta
Jien, manusia sebagai yang terluhur di antara makhluk di
muka bumi ini, yang mengemban Firman Thian di dalam
hidupnya, sehingga boleh berkembanglah kebajikan,
pancaran kemuliaan Thian.
Sembah dan sujud kami pada malam suci ini berkenan Thian
menerima; semoga meneguhkan Iman dan Satya kami
menghayati Firman Thian yang menjadi watak sejati manusia
dan mengamalkannya, yakni;
Sadar untuk selalu berusaha hidup di dalam Jalan Suci,
Tenggang rasa, Tepa sarira kepada sesama dan memahami
peranan agama sebagai pembimbing di jalan suci, sehingga
rakhmat sentosa dan bahagia boleh meliputi penghidupan
ini.” 66
2. Peralatan Sembahyang dan Makna Simbolisnya
a. Dupa atau Hio
Dupa atau Hio adalah simbol yang menandai semangat dari
kesucian dan persembahan diri sendiri. Dupa memiliki potensi
untuk menghasilkan keharuman, hanya ketika dibakar uap dupa
menyebarkan bau wanginya. Ukuran dupa bermacam-macam,
digunakan hendaknya sesuai dengan ukuran tempat dupa.
Jumlah dupa yang digunakan bermacam-macam dengan fungsi
masing-masing. Tempat dupa biasanya diletakkan tepat
ditengah-tengah altar. Tapi tempat dupa juga bisa diletakkan di
sisi lain, seperti di kanan bawah, kiri bawah, tengah atas, kanan
atas, kiri atas. Tujuan penggunaan dupa ada dua versi, yang
pertama dupa bila dibakar maka asapnya akan melambung ke
atas, ini melambangkan bahwa doa yang dipanjatkan akan
sampai pada Tuhan. Yang kedua adalah sebagai sarana
pengharum ruangan yang bertujuan mempengaruhi konsentrasi
saat berdoa.
b. Hio Low
Adalah tempat untuk menancapkan hio atau dupa yang sudah
dibakar atau setelah sembahyang.
c. Batang Hio
66 MATAKIN, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Konghucu, h.85
Melambangkan jalan suci dari tiga kutub ( sam keu/hakikat
Thian, Tee, Jien)
d. Tempat Lilin
Pada umumnya tempat lilin diletakkan di kanan dan kiri tempat
dupa. Jumlah lilin tidak tentu, mengingat pemasangan lilin ini
hanya merupakan lambang penerangan dunia. Selain sebagai
penerang dunia, lilin juga berfungsi sebagai lambang keabadian,
yang berasal dari api bersifat abadi.
e. Lampu
Lampu melambangkan penerangan. Menghilangkan kegelapan
dan ketidaktahuan dunia. Nyala api pada lilin atau lampu minyak
dan bunga masing-masing dapat diumpamakan sebagai badan
jasmani.67
F. Sajian – Sajian Khas Perayaan Zhong Qiu Jie
Sajian dalam upacara sembahyang bulan purnama di Klenteng
Hok Tek Ceng Sin Cibinong, berbeda dengan di Cina sebagai negeri
asalnya, karena sudah dipengaruhi oleh unsur-unsur tradisi setempat yang
ada di dalamya. Sajian tersebut ialah :
1. Nasi
Nasi ditempatkan pada mangkuk kecil yang berjumlah 72
mangkuk. Sedang kan 72 itu melambangkan 72 lapisan langit dan 72
lapisan bumi.
2. Minuman
67 Tan Wie Tjiang, wawancara pribadi, 28 September 2006.
Teh dan arak juga termasuk dalam sajian dalam upacara ini, the
dan arak ini dimasukkan ke dalam cangkir kecil-kecil yang masing-
masing berjumlah 72 gelas.
3. Hewan
Hewan yang dimaksud di sini adalah babi dan ayam. Babi
mewakili kehidupan darat, sedangkan ayam mewakili kehidupan udara.
Di samping kedua hewan tadi juga masih ada makanan tambahan lain, di
antaranya telur, sayur, tahu tempe dan jamur
4. Buah-buahan
Aneka jenis buah-buahan seperti apel, jeruk, nanas, pisang,
anggur, jambu air dan jambu biji, buah pir, dan belimbing juga dipakai
sebagai sesajian.
5. Bunga-bungaan
Bunga-bungaan dari kertas berwarna-warni diletakkan dalam
mangkok dan piring sebagai pelengkap untuk memperindah sesaji.
6. Kue Bulan/Tiong Chiu Pia
Kue Bulan yang di dalam bahasa Hokkian disebut Tiong Tjiu
Phia, merupakan hidangan yang spesifik pada perayaan Zhong Qiu Jie.
Kue ini sesuai dengan namanya, berbentuk bulat dengan isi yang sekarang
sudah beraneka ragamnya. Ada yang berisi kacang-kacangan, buah-
buahan, kuning telur, dan juga coklat. Kue ini juga disebut kue Reuni
dikarenakan dimakan bersama-sama seluruh anggota keluarga.
Kue bulan mulai dibuat pada masa Dinasti Tang, yang kemudian
berlanjut dan sangat popular pada masa Dinasti Ming, ada kebiasaan
tukar-menukar Kue Bulan. Dan di masa Dinasti Qing, Kue ini mulai diisi
dengan pasta kacang kenari, seperti yang ada sampai sekarang.
Tentang kue bulan ini, terdapat sebuah mythos terkenal tentang
kue bulan ini. Konon, ini berkaitan dengan perjuangan Cu Goan Tjiang
ketika mengusir bangsa Mongolia dan menjatuhkan Dinasti Gwan, serta
mendirikan Ahala Bing.
Dalam hikayat tersebut dikisahkan, ketika itu pemerintahan sangat
kejam. Para pejabat istana banyak yang dimasukkan ke penjara karena
dianggap akan mengadakan makar dan berkhianat pada Negara.
Namun demikian, masih ada tentara yang setia dan mengabdi pada
pejabat yang dipenjarakan. Mereka ingin menggulingkan pemerintahan
yang lalim itu.
Untuk memberikan perintah dan menyatukan komando, digunakan
sarana kue kering bulat yang menjadi bekal para tentara. Hal ini dilakukan
agar luput dari penggeledahan pihak lawan. Di dalam kue bulat tersebut
disisipkan surat perintah dan petunjuk. Perjuangan mereka kiranya
membuahkan hasil.
Hikayat ini lebih diyakini dibandingkan legenda Dewi Bulan atau
sebagainya yang berkaitan dengan perayaan Zhong Qiu Jie.68
Sampai sekarang Kue Bulan masih di produksi, dan masih
menjadi sebagai hidangan utama dalam Zhong Qiu Jie. Bahkan di Beijing
sendiri, sebulan sebelum perayaan Zhong Qiu Jie, pasaran Kue Bulan
sangat ramai. Karena menjelang perayaan tersebut, biasanya orang-orang
saling tukar-menukar Kue Bulan.
68 Yoes MSH., Tradisi dan Kultur Tionghoa, (Jakarta: Gerak Insani Mandiri,
2004) h.115
Kue Bulan yang dalam bahasa mandarin disebut Yue Bing, yang
paling enak dinegri Tirai Bambu ini merupakan produksi dari tiga kota.
Yaitu: jiang Xu, Goang Dong dan Beijing sendiri.
Di Indonesia sendiri, kue ini tidak akan mudah didapat kalau tidak
menjelang perayaan Zhong Qiu Jie. Karena pada hari-hari dan bulan-
bulan setelah perayaan tersebut, kue Bulan akan menghilang dari dari
pasaran.69
69 Yoes MSH., h. 113
Bab V
Penutup
A. Kesimpulan
Setelah penulis memaparkan dan menguraikan keseluruhan
tentang Perayaan Zhong Qiu Jie di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin
Cibinong, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perayaan Zhong Qiu Jie, atau masyarakat etnis Cina di Cibinong
sering menyebutnya dengan “Perayaan Tiong Chiu” merupakan
perayaan dalam rangka memperingati pertengahan musim gugur,
karena pada musim ini merupakan saatnya para petani melakukan
panen raya. Perayaan ini juga merupakan saat di mana seluruh etnis
Cina dapat mengucap syukur kepada Dewa Bumi. Parayaan ini
dilaksanakan pada tanggal 15 bulan 8 saat bulan memancarkan
sinarnya. Mereka percaya cahaya bulan pada saat itu merupakan
cahaya bulan yang paling terang dan yang paling indah.
2. Makna perayaan Zhong Qiu Jie bagi masyarakat etnis Cina,
khususnya di Kecamatan Cibinong adalah upaya mereka untuk
mengucap syukur atas limpahan rezeki selama setahun ini. Selain itu,
perayaan Zhong Qiu Jie ini merupakan saat di mana mereka dapat
berkumpul bersama keluarga. Karena perayaan ini juga merupakan
ajang reuni keluarga.
3. Dalam perayaan Zhong Qiu Jie ini selalu disajikan makanan khas saat
perayaan ini, yaitu kue bulan atau Tiong Chiu Pia yang berbentuk
bulat berwarna putih, menyerupai bulan purnama. Biasanya berisi
daging di dalamnya dan di atas permukaan kue tersebut dilukiskan
gambar Dewi Bulan bersama seekor kelinci.
B. Saran-Saran
Setelah penulis menyelesaikan tulisan ini dengan mempelajari dari
berbagai literatur, maka penulis mencoba untuk memberikan saran-saran
dan masukan-masukan sebagai berikut:
1. Karena perayaan Zhong Qiu Jie ini memiliki peran yang sangat
penting bagi masyarakat etnis Cina dalam upaya meningkatkan
keimanan, maka diharapkan pada pemerintah agar memiliki perhatian
terhadap perayaan ini.
2. Diharapkan juga bagi semua pemeluk agama agar dapat saling
bertoleransi dan menghormati pada setiap perayaan-perayaan yang
dilakukan oleh pemeluk agama lain.
3. Alangkah baiknya apabila buku-buku tentang sejarah dan kebudayaan
Cina lebih diperbanyak lagi, mengingat penulis merasa kesulitan
untuk mendapatkan buku-buku tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
M., Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, Jakarta: PT.
Golden Trayon Press,2002
Cheng, Albert, Tong Sing : Buku Kebijaksanaan Cina Berdasarkan
Almanak Cina Kuno, Jakarta : Abdi Tandur, 2001.
Pei Ki, Goh, Origins Chinese Festival, Asal Mula Festival Cina, Jakarta:
Alexmedia Komputindo,2000
Tanggok, M. Ikhsan, Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di
Indonesia, Jakarta: Pelita Kebajikan, 2005
Chao, Li Lian, Chinese Costums and Tradition, Taipei:National
University of Cheng Ci,1985
Dagun, Save M., Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta : Lembaga
Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997
M.S.H., Yoest, Tradisi dan Kultur Tionghoa, Jakarta:Gerak Insani
Mandiri,2004
Lan, Nio Joe, Peradaban Tionghoa Selayang Pandang, Jakarta: Keng Po,
1961
MATAKIN, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara dalam Agama
Konghucu, Solo, 1984
MATAKIN, Klenteng Boen Tek Bio, Makalah, Tanggerang
“Klenteng”, artikel diakses pada 05 Oktober 2006 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/klenteng
Anly Cenggana “ Sejarah dan Makna Tiong Chiu”, artikel diakses pada
tanggal 05 Oktober 2006 dari www.harianbatampos.com
“Pesta Kue Bulan“, artikel diakses pada tanggal 05 Oktober 2006 dari
www.indonesiamedia.com/2002/september/buday-0902-pestakuebulan.htm
“Festival Pertengahan Musim Gugur”, artikel diakses pada tanggal 05 Oktober 2006 dari
www.ppsatop.com/lain2/zhongqiujie.html
Amurva Bhumi Bhodhisattva (Hok Tek Tjeng Sin)
Kitab Suci Amurva Bumi Hok Tek Ceng Sin
Dhavamoni, Mariasusai, Fenomenologi Agama, Yogyakarta:
Kanisius,1995
Tim Penyusun, Klenteng dalam Indonesian Heritage, Agama dam
Upacara Jakarta: PT. Widyadara, 2002
Tim Penyusun, Klenteng dalam Indonesian Heritage, Arsitektur, Jakarta:
PT. Widyadara, 2002
Tiem, Han Swan, Hari Raya Tionghoa, Jakarta: J.B. Wolters,1953
Wawancara
Law Tek Hai, Mantan ketua klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong
Iwan, Penjaga Klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong
Tan Wie Tjiang, Wakil Ketua Klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong
Rumusan Hasil Wawancara
Nama : Bapak Law Tek Hai
Jabatan : Mantan Ketua Pengurus Klenteng Hok Tek Ceng Sin
Cibinong
Agama : Konghucu
Alamat : Cibinong
Tanggal : 27 Januari 2007
1. T : Sejak kapan klenteng ini berdiri?
J : Saya juga kurang tahu pasti, kapan klenteng ini berdiri. Tapi
menurut orang tua saya, klenteng ini sudah ada sejak zaman
Belanda. Sekitar 300 tahunan.
2. T : Berarti sudah sangat tua ya, siapa pendiri klenteng ini?
J : Tidak ada yang tahu siapa pendiri klenteng ini. Konon pendirinya
adalah masih keturunan tionghoa juga.
3. T : Bagaimana bangunan awal klenteng ini?
J : Seingat saya, ketika saya masih kecil klenteng ini hanya berupa
sebuah bilik yang luasnya hanya 3 x 3 cm. Jadi, diperkirakan
bangunan awal klenteng ini hanya sebuah bilik, didalam klenteng
ini pun hanya ada satu patung Dewa Hok Tek Ceng Sin.
4. T : Memangnya berapa usia bapak sekarang?
J : Usia saya sudah 80 tahun.
5. T : Apa yang dimaksud dengan Hio Low?
J : Hio low merupakan tempat menancapkan batang hio atau dupa
yang sudah dibakar atau setelah sembahyang. Hio low ini terbuat
dari tanah liat ataupun besi dengan ukuran yang bermacam-
macam.
6. T : Apa yang dimaksud dengan Killin dan Kimlo?
J : Killin adalah binatang berkepala naga, bertanduk satu, berbadan
singa, berkaki srigala, bersisi kelopak bunga teratai dan memiliki
ekor memiliki ekor yang bercabang lima. Sedangkan Kimlo yaitu
dapur untuk membakar uang kertas berwarna kuning, dengan
bentuk yang bertingkat-tingkat sampai tingkat tujuh
Rumusan Hasil Wawancara
Nama : Tan Wie Tjiang
Jabatan : Wakil Ketua Pengurus Klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong
Agama : Konghucu
Alamat : Cibinong
Tanggal : 28 September 2006
1. T : Apa yang Bapak ketahui tentang Perayaan Zhong Qiu Jie?
J : Perayaan Zhong Qiu Jie? Saya baru dengar tentang perayaan
tersebut.
2. T : Perayaan yang biasa dilakukan orang etnis Tionghoa setiap tanggal
15 bulan 8.
J : Ooh, kalau kami biasa menyebutnya dengan perayaan Tiong Chiu.
Kebetulan sekarang kami sedang merayakannya.
3. T : Kenapa di sebut Tiong Chiu?
J : Arti dari Tiong Chiu itu sendiri kan pertengahan musim gugur, di
Indonesia memang tidak ada musim gugur, tapi di Cina ada. Jadi
ini merupakan tradisi dari leluhur. Disebut Tiong Chiu juga karena
makanan khas pada perayaan ini adalah kue bulan, orang – orang
cina disini biasa menyebutnya dengan Tiong Chiu Phia. Jadi nama
itu yang lebih dipakai disini.
4. T : Bagaimana perayaan Tiong Chiu ini di klenteng ini?
J : Kalau di klenteng, pada tanggal 15 bulan 8 ini biasanya orang
hanya melakukan sembahyangnya saja, acara hiburan sudah kami
laksanakan beberapa hari sebelum perayaan. Karena kalau pada
tanggal 15 bulan 8 ini, orang-orang lebih memilih merayakannya
bersama keluarga. Ada beberapa umat yang setelah sembahyang
duduk – duduk dihalaman klenteng sekedar berbincang dengan
umat yang lain. Setelah itu mereka pulang merayakannya dengan
keluarga sambil menikmati Tiong Chiu Phia. Pada hari ini kami
juga melakukan sembahyang di klenteng.
5. T : Bagaimana tatacara pelaksanaan sembahyang bulan purnama ini?
J : Sama saja dengan sembahyang yang biasa dilakukan pada hari-hari
biasa, pertama-tama sembahyang kepada Thian, lalu sembahyang
kepada Dewa Bumi Hok Tek Ceng Sin, Dewi Kwan Im dan
Terakhir kepada Dewa Kwan Kong. Dan disetiap altar para Dewa
itu, ditancapkan beberapa batang hio, biasanya masing-masing tiga
batang.
7. T : Bagaimana doa yang diucapkan, apakah sama dengan
sembahyang yang lain atau tidak? Bahasa apa yang digunakan
dalam berdoa?
J : Kalau doa, pasti berbeda. Karena setiap perayaan juga berbeda-
beda tujuan dan maknanya. Nanti saya perlihatkan buku yang
berisi do’a saat sembahyang. Kalau bahasa yang digunakan
diklenteng ini menggunakan bahasa Indonesia.
6. T : Apa yang dimaksud dengan Pat Shen ?
J : Pat Shen atau delapan Dewa bertugas untuk menjaga kesejahteraan
dan kebaikan umat
7. T : Mengapa selalu ada lampion di setiap rumah ibadah Cina ?
J : Lampion atau lampu kertas berfungsi sebagai penerang diwaktu
malam dan sebagai hiasan yang indah.
8. T : Siapa sebenarnya Ong Kwi How itu ?
J : Ong Kwi How adalah patung siluman macan putih yang berfungsi
untuk mengusir roh-roh jahat.
9. T : Siapa yang memimpin upacara sembahyang Tiong Chiu ?
J : Kalau di tempat-tempat ibadah, setiap umat melakukan
sembahyang sendiri-sendiri, tapi biasanya kalau dirumah dalam
suatu keluarga saat upacara sembahyang Tiong Chiu biasanya
dipimpin oleh seorang perempuan, yaitu seorang istri dari kepala
rumah tangga
10. T : Selain kue bulan, apa lagi yang menjadi sajian khusus pada
perayaan Tiong Chiu ini?
J : Hanya kue bulan saja sajian khusus pada perayaan Tiong Chiu ini,
tapi ada lagi yaitu buah semangka. Buah semangka ini bukan
hanya disajikan saat perayaan Tiong Chiu saja, tapi di setiap
upacara sembahyang dalam perayaan apapun pasti ada buah
semangka. Karena kalau tidak ada, akan mengurangi kesakralan
sembahyang
Rumusan Hasil Wawancara
Nama : Tan Wie Tjiang
Jabatan : Wakil Ketua Pengurus Klenteng Hok Tek Ceng Sin Cibinong
Agama : Konghucu
Alamat : Cibinong
Tanggal : 21 Oktober 2006
1. T : Apa makna perayaan Tiong Chiu ini bagi bapa?
J : Makna perayaan Tiong Chiu ini bagi saya, perayaan ini merupakan
saat yang tepat untuk mengucap syukur dan karena biasanya
perayaan ini dijadikan sebagai waktu untuk reuni keluarga. Jadi
melalui perayaan ini saya juga dapat bertemu dengan keluarga lain
yang tinggal di daerah lain.
2. T : Apakah bapak bisa ceritakan bagaimana perayaan Tiong Chiu ini
dirayakan dirumah bapak sendiri?
J : Ya, tentu. Dari sore hari saya sudah diklenteng membantu
mempersiapkan persiapan. Setelah mulai mala, kira-kira jam 19.30
wib keluarga saya menyusul kesini. Kami sembahyang, setelah
sembahyang, sedikit berbincang dengan yang lain. Kemudian
kami pulang. Karena dirumah sudah dipersiapkan makanan untuk
kami makan bersama. Setelah makan kami duduk-duduk depan
dirumah sambil menikmati Tiong Chiu Pia. Tapi biasanya anak-
anak saya kalau sudah diatas jam 23.00 wib mereka sudah mulai
mengantuk. Jadi kami tidak menikmati purnama sampai habis
bersama anak-anak. Hanya yang tua-tua saja yang menghabiskan
malam bersama.
3. T : Setahu saya Tiong Chiu ini adalah perayaan dalam rangka
pertengahan musim gugur, dan di Indonesia tidak ada musim
gugur. Bagaimana menurut bapak?
J : Di Indonesia memang tidak ada musim gugur. Kenapa kami
masyarakat etnis Cina masih merayakannya? Karena ini
merupakan tradisi turun temurun sejak zaman nenek moyang
kami. Dan yang namanya tradisi harus dipertahankan. Lagi pula
perayaan ini bukan hanya perayaan dalam rangka pertengahan
musim gugur. Tapi karena pada musim ini para petani mengalami
panen raya, jadi perayaan ini juga sebagai ucapan syukur pada
Dewa Bumi.
4. T : Mengapa Dewa Bumi?
J : Karena yang menurut kami Dewa Bumi lah yang berjasa atas rejeki
yang kami terima. Selain itu Hok Tek Ceng Sin juga, selain Dewa
Bumi, kami menganggapnya sebagao Dewa rejeki.
Rumusan Hasil Wawancara
Nama : Iwan
Jabatan : Penjaga Klenteng
Agama : Islam
Alamat : Cibinong
Tanggal : 27 Januari 2007
1. T : Sudah berapa lama bapak bekerja sebagai penjaga klenteng?
J : Sudah cukup lama, sejak saya masih menganut konghucu.
Tapatnya pada tahun 1999.
2. T : Apakah setelah pindah dari agama konghucu ke islam, bapak juga
masih merayakan perayaan ini?
J : Ya, saya masih merayakannya. Hanya saja saya sudah tidak lagi
sembahyang pada Thian dan Dewa-Dewa yang lain. Dalam
merayakan Tiong Chiu ini yang saya lakukan hanya berkumpul
keluarga, menikmati Tiong Chiu Pia (tanpa isi daging babi) dan
menikmati keindahan bulan purnama dimalam harinya.
3. T : Apakah bapa tahu tentang sejarah berdirinya klentang ini?
J : Kalau yang saya tahu, klenteng ini berdiri sejak zaman penjajahan
Belanda, itupun saya ketahui dari kakek saya yang sudah
meninggal. Saya tidak tahu pasti tahun berapa klenteng ini
didirikan.
4. T : Berapa luas klenteng ini?
J : Kalau Cuma bangunan klenteng nya saja, luasnya hanya 300 m.
tapi kalau keseluruhan tanah di wihara ini seluas 2000 m.
5. T : Apakah bapak tahu berapa jumlah umat yang biasa datang ke
klenteng ini?
J : Banyak sekali. Dan tidak terhitung, apalagi disini lokasinya sangat
strategis. Dekat dengan pasar, kebanyakan mereka yang datang
adalah para pedagang yang sangat percaya pada Dewa Hok Tek
Ceng Sin. Mereka yang datang juga tidak hanya dari daerah
kecamatan Cibinong saja, melainkan dari luar Cibinong.
6. T : Apakah klenteng ini dinaungi oleh sebuah yayasan?
J : Ya. Klenteng ini dinaungi oleh Yayasan Amurva Bhumi
Bhodisatwa Hok Tek Ceng Sin yang ada di Jakarta.
7. T : Apa yang dimaksud dengan Ciam Sie ?
J : Ciam Sie merupakan melihat peruntungan nasib baik tentang
jodoh, rezeki dan lain sebagainya.
8. T : Bagaimana cara malakukan Ciam Sie ?
J :Caranya melukannya adalah pertama, melakukan kepada Thian atau
Thikong, lalu sembahyang pada Dewa yang ingin ditanyakan.
Kemudian dilanjutkan dilanjutkan dengan langkah kedua yaitu
dengan mengocok Po Ciam yang ada di suatu tempat yang
berbentuk seperti tabung yang terbuat dari bambu, sampai keluar
satu batang Po Ciam yang bertuliskan nomor jawaban, lalu
ditancapkan di hio low. Apabila Po Ciam yang keluar lebih dari
satu maka harus diulang lagi sampai kesempatan ketiga. Kalau
pada kesempatan ketiga Po Ciam yang keluar lebih dari satu maka
Ciam Sie tidak dapat dilanjutkan lagi. Langkah ketiga adalah
dengan melambungkan sepasang alat yang disebut dengan Poak-
Poe, dengan tujuan untuk bertanya kepada Dewa yang
bersangkutan mengenai benar atau tidaknya nomor jawaban yang
keluar. Apabila dalam keadaan Sio-Poe berarti Dewa
membolehkan si penanya untuk melanjutkan langkah selanjutnya.
Tapi bila dalam keadaan Bo-Poe berarti sebaliknya Dewa tidak
merestui. Langkah selanjutnya yaitu meminta kertas jawaban yang
telah disediakan di dalam klenteng kepada petugas klenteng
9. T : Apa yang dimaksud dengan Poak- Poe, Sio Poe, dan Bo Poe ?
J : Poak-Poe adalah sebuah benda yang terbuat dari kayu yang diukir
berbentuk biji buah mangga yang dibelah menjadi dua bagian.
Sio-Poe adalah Poak-poe yang dalam keadaan satu terlentang dan
yang satu lagi dalam keadaan tengjurap yang berarti Dewa
membolehkan atau mengijinkan si penanya melakukan langkah
selanjutnya. Bo-Poe adalah kedua benda tersebut dalam keadaan
tengkurap, atau keduanya dalam keadaan terlentang. Hal ini
berarti Dewa tidak setuju.
.