SKRIPSI - core.ac.uk · Keluarga Pondok An-Nur, Kak Musda, Kak Anres, Kak Indah, ... xi DAFTAR ISI...

55
SKRIPSI ANALISIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE PADA PEMERINTAHAN DESA NEPO KECAMATAN TANASITOLO KABUPATEN WAJO SITI HARDIANTI DARMA PERTIWI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Transcript of SKRIPSI - core.ac.uk · Keluarga Pondok An-Nur, Kak Musda, Kak Anres, Kak Indah, ... xi DAFTAR ISI...

SKRIPSI

ANALISIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP

GOOD GOVERNANCE PADA PEMERINTAHAN DESA NEPO

KECAMATAN TANASITOLO KABUPATEN WAJO

SITI HARDIANTI DARMA PERTIWI

DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2017

ii

SKRIPSI

ANALISIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP

GOOD GOVERNANCE PADA PEMERINTAHAN DESA NEPO

KECAMATAN TANASITOLO KABUPATEN WAJO

sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

disusun dan diajukan oleh

SITI HARDIANTI DARMA PERTIWI A31112021

kepada

DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2017

iii

SKRIPSI

ANALISIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP

GOOD GOVERNANCE PADA PEMERINTAHAN DESA NEPO

KECAMATAN TANASITOLO KABUPATEN WAJO

disusun dan diajukan oleh

SITI HARDIANTI DARMA PERTIWI A31112021

telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Makassar, 20 Januari 2017

Pembimbing I

Dr. Haliah, S.E., M.Si., Ak., CA

Pembimbing II

Dr. Syamsuddin, S.E., Ak., M.Si., CA NIP 19650731 199103 2 002 NIP 19670414 199412 1 001

Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Mediaty, S.E., M.Si., Ak., CA NIP 19650925 199002 2 001

iv

SKRIPSI

ANALISIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP

GOOD GOVERNANCE PADA PEMERINTAHAN DESA NEPO

KECAMATAN TANASITOLO KABUPATEN WAJO

disusun dan diajukan oleh

SITI HARDIANTI DARMA PERTIWI

A31112021

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi pada tanggal 09 Februari 2017 dan

dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan

Menyetujui,

Panitia Penguji

No. Nama Penguji Jabatan Tanda Tangan

1. Dr. Haliah, S.E., M.Si., Ak., CA Ketua 1………………

2. Dr. Syamsuddin, S.E., Ak., M.Si., CA Sekertaris 2………………

3. Dr. Ratna Ayu Damayanti, S.E., Ak., M.Soc., Sc., CA Anggota 3………………

4. Dr. Syarifuddin Rasyid, S.E., M.Si. Anggota 4………………

Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Mediaty, S.E., M.Si., Ak., CA NIP 19650925 199002 2 001

v

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

nama : Siti Hardianti Darma Pertiwi

NIM : A31112021

departemen/program studi : Akuntansi/Strata I

dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

ANALISIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP

GOOD GOVERNANCE PADA PEMERINTAHAN DESA NEPO

KECAMATAN TANASITOLO KABUPATEN WAJO

adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70). Makassar, 16 Februari 2017

Yang membuat pernyataan, Siti Hardianti Darma Pertiwi

vi

PRAKATA

Alhamdulillah robbil „alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT,

Tuhan Yang Maha Meliputi Segalanya, zat yang menghidupkan tumbuhan

bebijian yang dengannya manusia memperoleh manfaat, tidak ada yang luput

dari penglihatanNya, zat pemilik pengetahuan. Bahkan segala pujian tidak akan

mampu mendeskripsikan kebesaranNya sebab kata pujian ini pun adalah

milikNya. Maha suci Allah dengan segala firmanNya.

Shalawat dan Salam kepada kekasihNya, Muhammad SAW yang

kemuliaannya melahirkan kerinduan dan tapak kakinya menggoreskan kesucian,

juga untuk keluarganya yang telah disucikan dari segala noda dan nista serta

para sahabat yang berjihad bersamanya dan selalu setia sepanjang zaman.

Proses belajar di kampus hingga terselesaikannya skripsi ini yang

berjudul “Analisis Implementasi Prinsip-Prinsip Good Governance pada

Pemerintahan Desa Nepo Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo” sebagai

syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi adalah berkat bantuan dari banyak

pihak. Secara khusus skripsi ini peneliti persembahkan kepada Ibu dan Ayah,

Dra. Darmawati dan Muh. Arsyad, S.Pd., MM yang senantiasa mendampingi dan

memberikan dukungan moral dan materi kepada peneliti. Kepada adik-adik

peneliti Ija, Nia, Ira, Ummul dan Ifah untuk tetap berjuang menempuh

sekolahnya. Peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak

yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Gagaring Pagalung, S.E., M.S., Ak., CA selaku Dekan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin beserta jajarannya.

vii

2. Ibu Prof. Dr. Mediaty, S.E., Ak., M.Si., CA. dan bapak Dr. Yohanis Rura,

S.E., M.SA., Ak., CA. selaku Ketua dan Sekertaris Departemen Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Drs. Harryanto, Pgd., Acc., M.Com., Ph.D selaku pembimbing

akademik peneliti.

4. Ibu Dr. Haliah, S.E., M.Si., Ak., CA selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak

Dr. Syamsuddin, S.E., Ak., M.Si., CA selaku Dosen Pembimbing II yang

telah banyak mengerahkan perhatiannya demi kesempurnaan penelitian ini.

5. Ibu Dr. Ratna Ayu Damayanti, S.E., Ak., M.Soc., Sc., CA., Bapak Dr.

Syarifuddin Rasyid, S.E., M.Si., Bapak Drs. Syahrir, Ak., M.Si., CA selaku

Tim Penguji yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang bersifat

membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin yang

telah menitipkan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama menjalani

perkuliahan.

7. Pak Aso‟, Ibu Susi, Pak Safar, Ibu Saharibulan, Pak Bur, Pak Ichal, Pak

Budi, Pak Tarru, Pak Syuaib dan seluruh pegawai akademik yang telah

banyak membantu peneliti selama aktif sebagai mahasiswa.

8. Para aparat desa dan masyarakat Desa Nepo, Kecamatan Tanasitolo,

Kabupaten Wajo yang telah bersedia membantu peneliti dalam proses

pengumpulan data.

9. Saudara-saudariku “DEKers” Syauqah, Ikhlas, Jus, Asrul, Awal, Mita, Fitri,

Lina, Linda, Siti, Ika, Arif, Budi, Kandi, terima kasih telah menjadi sosok yang

selalu memberi canda tawa kepada peneliti dikala kepenatan melanda.

10. Saudara-saudariku, sahabat seperjuangan di SMA hingga sekarang A.Anti,

Bundo, Fikki, Becceng, Kaddi.

viii

11. Keluarga Pondok An-Nur, Kak Musda, Kak Anres, Kak Indah, Kak Mimi, Kak

Ninil, Esse, Uci, dan Ria, Hilda, Uci teman sekosan, saudara yang

senantiasa saling menyemangati berjuang meraih gelar S.E.

12. Ratna, Laras dan Sabrina, teman seperjuangan peneliti selama menyusun

skripsi yang tak henti-hentinya saling menyemangati.

13. Pe12ennial : di kepengurusan IMA FEB-UH (Nue, Arya, Mamat, Thaibi,

Daly, Ii, Ugi, Amir, Sandi, Michael, Rizal, Idham, Faiz, Fandi, Nur, Fadel, Ida,

Retno, Eko, Maxi), Ukhti-ukhti “Kampretos” (Ana-Ani, Abon, Rahma, Gusti,

Widar, Asra, Vita, Elni, Ika, Yuli, Ayu, Rosa),“Kelas perjuangan” (Dhani, Iank,

Yophie, Ifah Fajrina, Lala, Ali, Chaidir, Reksa, Ainul, Awal, Kris, Iksan, Iffah

Adliah, Heri) dan yang telah mengisi hari-hari selama kuliah (Dila Z, Ammi,

Ilmi, Dila M, Erni, Indah, Misna, Pa‟le, Aboy, Yaya, Besse, Febri, Chuse,

Eva, Inggrid, Wilda, Cia, Indri, Diah)

14. Teman-teman MAPERWA FEB-UH ‟15-‟16 Kak Tio, Kak Azhadi, Kak Romi,

Kak Akbar, Kak Syam, Syamsul, Ippank, Parman. Kepada “guru” peneliti di

lembaga Kak Aiman dan Kak Iqbal. Kakak-kakak di LEMA FEB-UH, Kak

Puthe, Kak Nona, Kak Ayu, Kak Nunu dan Kak Jusma (guru bagi

pengaderan), Kak Jeri, Kak Haris „cool‟, Kak Anwar, Kak Haris „cuek‟. Adik-

adik di LEMA FEB-UH, terima kasih telah menyemangati peneliti dengan

tidak berhenti menanyakan kapan wisuda.

15. Sahabat-sahabat di RINTARA JAYA SUL-SEL, 31 orang ENJ 2016

PANGKEP, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, kalian yang

tersayang, Keluarga KKN Tematik Miangas GEL. 90 (Kak Riza, Syura, Izza,

Yari, Kak Fifi, Hajar, Ekki dan yang lainnya), Teman-teman HIPERMAWA

KOP. UNHAS, KM. MDI, KJAI serta Tim Simulasi SBMPTN 2017 Wajo

terima kasih ilmunya.

ix

Dengan segala kerendahan hati, peneliti memohon maaf dan membuka diri

untuk setiap kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang akuntansi.

Makassar, 16 Februari 2017

Siti Hardianti Darma Pertiwi

x

ABSTRAK

Analisis Implementasi Prinsip-Prinsip Good Governance pada Pemerintahan Desa Nepo Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo

Analysis of Good Governance Principles Implementation

in the Nepo Village Government District of Tanasitolo Regency of Wajo

Siti Hardianti Darma Pertiwi Haliah

Syamsuddin Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan implementasi prinsip-prinsip good governance pada pemerintahan desa. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada prinsip transparansi, pemerintah desa memublikasikan informasi keuangan pada forum musyawarah desa, menempel informasi keuangan pada kantor desa dan jalan sentral desa, serta pengadaan website. Pada prinsip akuntabilitas, pemerintah desa telah mengadakan forum pertanggungjawaban kepada masyarakat, serta telah membuat laporan keuangan yang memenuhi unsur kelengkapan dan keteraturan dokumen. Namun, pemerintah desa belum tepat waktu dalam menyusun laporan keuangan. Pada prinsip responsivitas, Badan Permusyawaratan Desa menerapkan mekanisme dalam menampung usulan/keluhan masyarakat, pemerintah desa melakukan diskusi kecil diluar kantor bersama masyarakat, dan melakukan pelatihan untuk peningkatan kapasitas aparat desa. Pada prinsip partisipasi, masyarakat turut mengawasi kinerja pemerintah dengan berpartisipasi aktif dalam kegiatan perencanaan pembangunan di Desa Nepo. Kata kunci : Akuntabilitas, Transparansi, Partisipasi, Responsivitas, Pemerintahan Desa This study aims to analyze and describe implementation of the good governance principles at Nepo village government. Data collected through interviews, observation and documentation using descriptive qualitative method. The results shows that the village government has implemented principle of transparency by publishing financial information in the village discussion forum, attached financial information at the village office and the central street, as well as the website procurement. On the accountability principle, the village government has been held accountability to public forum, and has made a financial statement that meet the elements of completeness and regularity of the document. However, village government has not been timely in preparing the financial statements. On the responsiveness principle, Village Consultative Body implement mechanisms that accommodate the proposal/public complaints while the village government held discussion outside the office, and training to increase the capacity of village officials. On the participation principle, the community monitoring the village government performance by participating development planning in the Nepo village. Keywords : Transparency, Accountability, Participation, Responsivity, Village Government

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................. v PRAKATA ......................................................................................................... vi ABSTRAK ......................................................................................................... x DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 8 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 8 1.5. Sistematika Penulisan .......................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11 2.1. Landasan Teori .................................................................................... 11

2.1.1. Good Governance .......................................................................... 11 2.1.1.1. Definisi Good Governance ....................................................... 11 2.1.1.2. Sejarah Good Governance di Indonesia .................................... 13 2.1.2. Prinsip-prinsip Good Governance pada Pemerintahan Desa .......... 14 2.1.3. Pilar-pilar Good Governance pada Pemerintahan Desa .................. 21 2.1.4. Pemerintahan Desa ....................................................................... 23 2.1.4.1. Desa ........................................................................................ 23 2.1.4.2. Pemerintah Desa ..................................................................... 23

2.2. Penelitian terdahulu .............................................................................. 26 2.3. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 27

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 29 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian .................................................................. 29 3.2. Jenis penelitian ..................................................................................... 29 3.3. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 30 3.3.1. Jenis Data ...................................................................................... 30 3.3.2. Sumber Data .................................................................................. 30 3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 31 3.5. Metode Analisis Data ........................................................................... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 34 4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian ................................................................ 34 4.1.1. Sejarah Desa Nepo ........................................................................ 34 4.1.2. Visi dan Misi ................................................................................... 36 4.1.2.1. Visi .............................................................................................. 36 4.1.2.2. Misi .............................................................................................. 36 4.1.3. Kondisi Umum Desa ...................................................................... 37 4.1.4. Struktur Organisasi Tata Kelembagaan (SOTK) .............................. 39 4.2. Implementasi Prinsip-prisip Good Governance ..................................... 40 4.2.1. Prinsip Transparansi ...................................................................... 40 4.2.2. Prinsip Akuntabilitas ....................................................................... 50

xii

4.2.3. Prinsip Responsivitas ..................................................................... 60 4.2.4. Prinsip Partisipasi ........................................................................... 73

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 87 5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 87 5.2. Saran ................................................................................................... 89 5.3. Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 90 LAMPIRAN ...................................................................................................... 94

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2016 menurut Kab/Kota Provinsi Sulawesi Selatan ....................................................................... 3 2.1 Pilar-Pilar Pendukung Penyelenggaraan Pemerintahan Desa............... 22 2.2 Rincian Penelitian Terdahulu .................................................................. 26

4.1 Rincian sejarah Desa Nepo beserta kejadian-kejadian yang terjadi dari tahun ke tahun.............................................................. 34

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran.......................................................................... 28

4.1 Strutktur Organisasi Tata Kelembagaan (SOTK) Desa Nepo.......................................................................................... 39

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Biodata ......................................................................................... 94

2 Dokumentasi Penelitian ................................................................ 95

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Good governance merupakan sistem yang diterapkan pada pemerintahan

demi terwujudnya pemerintahan yang efektif dan efisien, sehat dan bermutu,

serta memberikan dampak yang baik bagi pemerintah dan masyarakat. Sistem

pemerintahan ini muncul di era reformasi karena tuntutan terhadap keadaan

pemerintah pada era Orde Baru dengan berbagai permasalahan yang terutama

meliputi pemusatan kekuasaan pada presiden. Heriyanto (2015) mengemukakan

bahwa good governance sebagai bagian dari agenda reformasi pada dasarnya

merupakan suatu kondisi ideal yang diharapkan terwujud pada setiap aspek

pemerintahan yang berinteraksi pada masyarakat.

Good governance telah dijabarkan menjadi prinsip-prinsip yang melandasi

bekerjanya sebuah sistem. Hal ini dianggap akan menjamin efektivitas sebuah

pemerintahan. Prinsip-prinsip good governance berkaitan dengan partisipasi,

penegakan hukum, transparansi, orientasi konsensus, keadilan, efektifitas,

efisiensi, dan akuntabilitas. Selain itu, good governance merupakan sebuah

sistem aturan, proses dan perilaku yang mempengaruhi bagaimana kekuasaan

dijalankan pada setiap tingkatan pemerintahan yang berbeda, baik pada

pemerintah pusat hingga ke satuan pemerintahan terendah, yaitu pemerintahan

desa.

Desa diberikan kewenangan demokrasi dan desentralisasi ditandai

dengan lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa

diberi hak dan kewenangan untuk mengatur sendiri urusan rumah tangganya

2

yang berarti desa bukan lagi sebagai objek pembangunan melainkan sebagai

subjek pembangunan. Salah satu bentuk implementasi dari UU ini adalah

dengan mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk

pengembangan potensi dan aset desa. Hal ini dilaksanakan guna mencapai

kesejahteraan bersama serta meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat

desa.

Data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Kementerian Keuangan Republik Indonesia bahwa alokasi dana desa Tahun

Anggaran 2016 untuk masing-masing desa di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar

Rp565.640.000. Dana tersebut terbilang cukup besar untuk desa. Inti dari

pengucuran dana transfer ini dititik beratkan pada pembangunan desa, bukan

pada pemerintahan desa.

Dana yang besar untuk desa menimbulkan peluang dan tantangan.

Peluang dari diterapkannya UU Desa adalah desa dengan mandiri dapat

mengelola keuangannya sendiri karena diterapkannya sistem otonomi desa dan

dapat membangun desanya sendiri tanpa berharap kepada pemerintah daerah

setempat. Dana tersebut dapat pula menjadi ancaman untuk desa, misalnya

dapat memicu pihak-pihak yang memiliki potensi untuk memperebutkan jabatan

kepala desa termasuk jabatan perangkat desa secara tidak sehat serta

meningkatnya jumlah kasus korupsi khususnya pada tingkatan pemerintah desa.

Namun, ancaman tersebut dapat diminimalisir jika setiap desa menerapkan tata

kelola pemerintahan desa yang baik dalam pengelolaan keuangan desa. Rincian

alokasi dana desa tahun anggaran 2016 menurut Kabupaten/Kota Provinisi

Sulawesi Selatan sebagai berikut.

3

Tabel 1.1. Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2016 menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan

(ribu rupiah)

No Nama Daerah Jumlah Desa

Alokasi Dasar Alokasi Formula

Jumlah Per Desa

Per Kab/Kota

1 KAB. BANTAENG 46 565.640 26.019.440 4.282.795 30.302.235

2 KAB. BARRU 40 565.640 22.625.600 4.832.068 27.457.668

3 KAB. BONE 328 565.640 185.529.920 15.392.615 200.922.535

4 KAB. BULUKUMBA 109 565.640 61.654.760 6.881.522 68.536.282

5 KAB. ENREKANG 112 565.640 63.351.680 6.531.169 69.882.849

6 KAB. GOWA 122 565.640 69.008.080 9.733.330 78.741.410

7 KAB. JENEPONTO 82 565.640 46.382.480 8.512.691 54.895.171

8 KAB. LUWU 207 565.640 117.087.480 10.385.435 127.472.915

9 KAB. LUWU UTARA 166 565.640 93.896.240 9.942.659 103.838.899

10 KAB. MAROS 80 565.640 45.251.200 7.426.096 52.677.296

11 KAB. PANGKEP 65 565.640 36.766.600 7.327.159 44.093.759

12 KAB. LUWU TIMUR 124 565.640 70.139.360 7.584.028 77.723.388

13 KAB. PINRANG 69 565.640 39.029.160 5.271.620 44.300.780

14 KAB. SINJAI 67 565.640 37.897.880 5.259.575 43.157.455

15 KAB. KEP. SELAYAR 81 565.640 45.816.840 5.030.145 50.846.985

16 KAB. SIDRAP 68 565.640 38.463.520 4.467.551 42.931.071

17 KAB. SOPPENG 49 565.640 27.716.360 5.200.599 32.916.959

18 KAB. TAKALAR 76 565.640 42.988.640 6.489.631 49.478.271

19 KAB. TANA TORAJA 113 565.640 63.917.320 7.116.066 71.033.386

20 KAB. WAJO 142 565.640 80.320.880 6.873.261 87.194.141

21 KAB. TORAJA UTARA 107 565.640 60.523.480 6.668.076 67.191.556

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2015)

Konsep good governance berkaitan dengan demokrasi karena negara

melalui institusi pemerintahannya dituntut bermitra dengan masyarakat sehingga

satu sama lain (masyarakat dan negara) bisa saling mengontrol (Sholekhan,

2012). Demokrasi memiliki dua dimensi, yaitu dari dimensi masyarakat berupa

partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dari dimensi

4

negara/pemerintah, yaitu meliputi transparansi, responsivitas, dan akuntabilitas

dalam penyelenggaraan pemerintahan. Keempat isu inilah yang menandai

demokratisasi dalam suatu pemerintahan yang menentukan keberhasilan dari

desentralisasi.

Prinsip pertama dalam good governance pada pemerintahan desa adalah

akuntabilitas. Sulistiyani (2005) menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan

perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau

kegagalan pelaksanaan misi organisasi melalui suatu media

pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Pemerintah dikatakan

akuntabel bila kewenangan dan sumber daya yang dimiliki digunakan untuk

mewujudkan kebijakan yang mengemban amanat, mandat, dan kepercayaan dari

masyarakat desa.

Prinsip akuntabilitas dalam pemerintah desa mengharuskan pemerintah

desa mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pemerintahan dan

pelaksanaan pembangunan kepada masyarakat desa. Prinsip ini dapat

mengontrol jalannya pemerintahan agar terhindar dari tindakan koruptif dan

tindak penyalahgunaan wewenang. Kasus korupsi yang melibatkan beberapa

kepala desa diantaranya kepala desa di Kecamatan Sabban, Kabupaten Luwu

Timur, Sulawesi Selatan yang bernama Risba Linting terancam hukuman 20

tahun penjara atas dakwaan kasus korupsi anggaran dana desa (Basri : 2015).

Hal menandakan bahwa lemahnya penerapan prinsip akuntabilitas pada

pemerintahan desa.

Kedua, prinsip transparansi. Warsono (2009) mengemukakan bahwa

penerapan transparansi berupa penyampaian informasi yang material sesuai

dengan substansi yang sesungguhnya dan menjadikan informasi tersebut dapat

diakses dan dipahami secara mudah oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

5

Prinsip transparansi menekankan adanya penyediaan informasi terkait kebijakan

penyelanggaran pemerintahan desa yang dapat diakses oleh seluruh lapisan

masyarakat. Masyarakat desa dapat memiliki informasi yang akurat dan lengkap

sebagai dasar untuk menilai dan mengontrol kinerja pemerintah desa dalam

menjalankan roda pemerintahannya.

Ketiga, prinsip responsivitas. Dwiyanto (2006) mendefinisikan

responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan

masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan mengembangkannya dalam

berbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur daya tanggap organisasi

terhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan warga pengguna

layanan. Rendahnya tanggapan pemerintah terhadap kebutuhan dan aspirasi

masyarakat desa akan menyebabkan kebijakan desa yang dirumuskan

menyimpang dari tujuan penyelenggaraan dan pembangunan desa, yaitu demi

peningkatan kesejahteraan masyarakat desa yang berkeadilan.

Keempat partisipasi. Nasution (2010) berpendapat bahwa partisipasi

anggota masyarakat adalah ketertiban anggota masyarakat dalam pembangunan

yang meliputi kegiatan perencanaan dan pelaksanaan (implementasi)

program/proyek pembangunan. Realitas partisipasi masyarakat hanya sekedar

pelaksanaan kegiatan belaka tanpa ada substansi penyerapan aspirasi. Aspirasi

tersebut diutamakan dari golongan masyarakat menengah ke bawah yang lebih

membutuhkan untuk mendapatkan manfaat dari kebijakan pembangunan desa.

Agenda pembangunan yang dirumuskan lebih banyak berasal dari kalangan elit

desa yang mengharuskan untuk mengacu pada perencanaan pembangunan

tingkat kabupaten/kota.

Studi terkait implementasi prinsip good governance di pemerintahan desa

dilakukan oleh Retnoningsih (2011) dalam tesisnya yang berjudul “Tata Kelola

6

Desa: Isu-Isu Otonomi Desa, Demokrasi Desa dan Pemberdayaan Desa”.

Penelitian ini mengkaji UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 72 Tahun 2005

tentang desa melalui metode analisis isi kebijakan perundangan dan

membuktikan masih lemahnya penerapan demokrasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan desa.

Hasil kajian dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pemilihan

kepala desa langsung belum berjalan dalam ranah yang substanstif dengan

mengedepankan akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Akuntabilitas kepala

desa berupa laporan pertanggungjawaban dilakukan sekedar laporan formalitas

baik kepada kabupaten/kota, BPD dan masyarakat. Masyarakat dan BPD tidak

memiliki peran kontrol atau pengawasan jalannya pemerintahan desa.

Transparansi tidak diatur secara tegas dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa dan yang dilakukan hanyalah sebatas pemberian informasi kepada

masyarakat. Partisipasi masyarakat lebih ditujukan pada partispasi lama yakni

menyalurkan suara dalam pemilihan kepala desa dan pemilihan angota BPD

secara musyawarah mufakat serta tidak ada partisipasi dalam kontrol

penyelenggaraan pemerintahan desa. Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD)

sebagai saluran partispasi masyarakat memiliki ketergantungan yang kuat

kepada pemerintah sehingga mudah terintervensi.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Heriyanto (2015) dengan judul

Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Tata Kelola Pemerintahan

Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman. Peneliti melakukan

analisis penerapan prinsip-prinsip good governance yang terdiri dari

transparansi, partisipasi, akuntabilitas, penegakan hukum, daya tanggap,

profesionalitas, efektivitas dan efisiensi dan orientasi konsensus. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Desa Triharjo telah menerapkan prinsip-prinsip good

7

governance namun belum secara utuh karena adanya beberapa hambatan -

hambatan penerapan prinsip-prinsip good governance. Hambatan tersebut

berupa tuntutan perubahan pola penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai

dengan amanat Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan masalah

pendanaan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan desa.

Penelitian terkait good governance di desa juga dilakukan oleh Setyawan

(2013) dengan judul penelitian Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap

Kinerja Keuangan Lembaga Pekreditan Desa (LPD) Di Kecamatan Mengwi

Kabupaten Badung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh good

corporate governance terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan return on

assets. Variabel penerapan prinsip-prinsip good corporate governance diukur

melalui penerapan transparancy, accountability, responsibility, independency dan

fairness yang dapat disingkat dengan TARIF, sedangkan variabel kinerja

keuangan diukur return on asset. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diketahui

bahwa good corporate governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja keuangan LPD di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu

menghasilkan kesimpulan bahwa penerapan good governance pada

pemerintahan desa belum maksimal. Selain itu, terdapat beberapa kasus korupsi

yang dilakukan oleh kepala desa, diantaranya yang terjadi pada desa di

Kecamatan Sabban, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Untuk itu

penelitian ini perlu dilakukan, terlebih di Tahun 2016 dana desa semakin besar

yakni Rp 565.640.000 per desa di Provinsi Sulawesi Selatan. Sehinga penelitian

ini akan menganalisis implementasi prinsip-prinsip good governance yang

meliputi partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas pada

pemerintahan desa dengan judul penelitian yakni “Analisis Implementasi

8

Prinsip-prinsip Good Governance pada Pemerintahan Desa Nepo,

Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo”.

1.2. Rumusan Masalah

Penelitian ini membahas sejauh mana implementasi prinsip-prinsip good

governance yang meliputi partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan

responsivitas pada pemerintahan desa. Secara ringkas rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana implementasi prinsip partisipasi, transparansi,

akuntabilitas, dan responsivitas pada Pemerintahan Desa Nepo, Kecamatan

Tanasitolo, Kabupaten Wajo ?”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam

penelitian. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah

dijelaskan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan

mendeskripsikan penerapan prinsip-prinsip good governance, yaitu partisipasi,

transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas pada tata kelola pemerintah Desa

Nepo, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat baik bagi

peneliti, akademisi, pemerintah, masyarakat maupun pihak-pihak yang terkait

dengan masalah yang diteliti tersebut. Adapun kegunaan dari penelitian ini

antara lain.

9

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini dapat menambah pemahaman dan pengetahuan

bagi masyarakat ilmiah, mengenai implementasi good governance pada

pemerintahan desa. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi

referensi untuk peneliti selanjutnya demi pengembangan ilmu

pengetahuan.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan informasi dan pengetahuan

kepada penulis tentang good governance pada pemeritahan desa.

Selain itu, peneliti mampu menerapkan serta membandingkan

antara ilmu yang diperoleh dari bangku perkuliahan dengan

keadaan yang sebenarnya secara langsung pada obyek penelitian

serta menambah informasi atau pengetahuan dan pengalaman

dalam dunia kerja.

b. Bagi Pemerintah

Penelitian ini mampu memberikan kontribusi informasi

mengenai implementasi good governance pada pemerintahan desa.

Selain itu, mampu menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintahan

desa sehingga aparatur desa dalam menjalankan pemerintahannya

dapat lebih partisipasi, transparan, akuntabel, dan responsif.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini mampu memberikan informasi bagi

masyarakat tentang implementasi prinsip-prinsip good governance

pada pemerintahan desa khususnya bagi masyarakat Desa Nepo

Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo.

10

1.5 Sistematika Penulisan

Bab I adalah pendahuluan yang mengemukakan latar belakang

permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II adalah tinjauan pustaka yang menjelaskan pengertian teori-teori

yang mendasari dan berkaitan dengan pembahasan yang digunakan sebagai

pedoman dalam menganalisis masalah. Teori-teori yang digunakan berasal dari

literatur-literatur yang relevan baik dari perkuliahan maupun sumber lainnya.

Bab III adalah metode penelitian yang menguraikan perihal objek dan

lokasi penelitian, jenis penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan

data, serta metode analisis data yang akan digunakan.

Bab IV adalah hasil penelitian dan pembahasan yang akan membahas

hasil observasi pada objek studi yang dipilih sebagai tempat mendapatkan

informasi serta data yang dibutuhkan.

Bab V adalah penutup yang berisikan kesimpulan yang berkaitan dengan

pembahasan masalah dalam studi dan saran-saran yang dapat menjadi

pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Good Governance

2.1.1.1. Definisi Good Governance

Good dalam good governance mengandung dua pengertian. Pertama,

nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan nilai yang dapat

meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional),

kemandiran, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek

fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan

tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini tergantung pada sejauh mana

pemerintah mempunyai kompetensi dan sejauh mana struktur serta mekanisme

serta administratif berfungsi secara efektif dan efisien (Sedarmayanti, 2003).

Pengertian governance menurut World Bank adalah the way state power

is used in managing economic and social resources for development of society

(Mardiasmo, 2004). World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu

penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab

yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran

salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun

administratif, menjalankan disiplin anggaran, serta penciptaan legal and political

framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan governance

sebagai the exercise of political, economic, and administrative authority to

manage a nation’s affair at all levels (Sedarmayanti, 2003). Jika World Bank lebih

menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi

12

untuk kepentingan pembangunan masyarakat, maka UNDP lebih menekankan

pada aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan negara. Selain

itu, Lembaga Administrasi Negara (2000) mengemukakan bahwa pengertian

good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan

bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan

interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan

masyarakat.

Penerapan good governance pada pemerintahan untuk mewujudkan

kondisi pemerintahan yang dapat menjamin kepentingan pelayanan publik

secara seimbang dengan melibatkan kerjasama antar semua pihak atau

stakeholder, yaitu negara, masyarakat madani dan sektor swasta (Hardiyansyah,

2011). Mamarimbing (2015) menambahkan bahwa asumsi dasar good

governance haruslah menciptakan sinergi antara sektor pemerintah

(menyediakan perangkat aturan dan kebijakan), sektor bisnis (menggerakkan

roda perekonomian) dan sektor civil society (aktivitas swadaya guna

mengembangkan produktivitas ekonomi, efektivitas, dan efesiensi).

Good governance merupakan sebuah sistem aturan, proses dan perilaku

yang mempengaruhi bagaimana kekuasaan dijalankan pada setiap tingkatan

pemerintahan yang berbeda, baik pada pemerintah pusat hingga ke satuan

pemerintahan terendah, yaitu pemerintahan desa. Sholekhan (2012)

mengemukakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa yang berdasarkan

pada good governance akan mengarahkan pada upaya untuk memperbaiki dan

meningkatkan proses manajemen pemerintahan sehingga kinerja akan lebih

baik. Implementasi good governance pada pemerintahan desa seharusnya

diletakkan pada dua level. Pertama, di level desa penting dibangun good

governance yang memungkinkan keterlibatan seluruh elemen desa dalam urusan

13

publik, penyelenggaraan pemerintahan, dan merumuskan kepentingan desa.

Kedua, demokratisasi dalam pemerintahan desa terbentuk melalui proses

penyelenggaraan pemerintahan yang memperluas ruang publik, pengaktifan

kelompok-kelompok sosial dan forum-forum warga serta jaringan antar

kelompok. Dengan berbasiskan pada model ini maka pembuatan keputusan dan

rumusan kepentingan desa tidak ditentukan oleh elite yang terbatas, melainkan

dilakukan oleh komunitas desa secara partisipatif.

Pengelolaan keuangan desa juga dilakukan berdasarkan prinsip tata

kelola yaitu transparan, akuntabel dan partisipatif serta dilakukan dengan tertib

dan disiplin anggaran. Penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam pengelolaan

keuangan desa dimaksudkan untuk mendukung terwujudnya good governance

pada pemerintahan desa (Santosa, 2008).

2.1.1.2. Sejarah Good Governance di Indonesia

Good governance di Indonesia muncul di era reformasi. Hal tersebut

muncul karena tuntutan terhadap keadaan pemerintah pada era Orde Baru

dengan berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi pemusatan

kekuasaan pada presiden, baik akibat konstitusi (UUD 1945) maupun tidak

berfungsi dengan baik lembaga tertinggi dan tinggi negara lainnya, serta

tersumbatnya saluran partisipasi masyarakat dalam memberikan control social

(Mukhlis, 2015).

Trisnaningsih (2007) menambahkan bahwa munculnya konsep good

governance di Indonesia sebagai reaksi atas perilaku pengelola perusahaan

yang tidak memperhitungkan stakeholder-nya. Hal ini terlihat jelas ketika krisis

terjadi di Indonesia sejak Tahun 1997. Krisis tersebut memberi pelajaran

berharga bahwa pembangunan yang dilaksanakan selama ini ternyata tidak

14

didukung struktur ekonomi yang kokoh. Hampir semua pengusaha besar

menjalankan roda bisnis dengan manajemen yang tidak baik dan sarat praktek

korupsi, kolusi dan nepotisme.

2.1.2. Prinsip-prinsip Good Governance pada Pemerintahan Desa

Sutopo (2015) dalam penelitiannya menganalisis prinsip-prinsip good

governance pada UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Prinsip-prinsip tersebut

adalah sebagai berikut.

1. Transparansi

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 4 ayat 7 dikatakan

transparan adalah prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk

mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang

keuangan daerah. Transparansi menjamin akses atau kebebasan bagi setiap

orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan,

yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanannya,

serta hasil-hasil yang dicapai. Keterbukaan informasi diharapkan akan

menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran dan kebijakan dibuat

berdasarkan pada preferensi publik (Bappenas : 2003).

Implementasi prinsip transparansi dijabarkan menjadi beberapa indikator

agar dapat diukur. Indikator tersebut sebagai berikut.

a. Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari

semua proses pelayanan publik;

b. Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang

berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses

didalam sektor publik;

15

c. Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran

informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam

kegiatan melayani (Bappenas : 2003).

Sutopo (2015) menyatakan bahwa prinsip transparansi tidak dimuat

secara eksplisit dalam UU No. 6 Tahun 2014. Namun dari asas-asas yang

dijadikan dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan desa terdapat asas

keterbukaan yang pengertiannya mendekati konsep transparansi. Asas

keterbukaan yang diatur dalam undang-undang desa memiliki makna yang

lebih sempit dibanding dengan prinsip transparansi. Makna asas keterbukaan

hanya berkaitan dengan keterbukaan informasi tentang penyelenggaraan

pemerintahan desa yang benar, jujur dan tidak diskriminatif. Transparansi juga

berkaitan dengan aspek kemudahan masyarakat dan stakeholders dalam

mengakses informasi. Kriteria Informasi yang disediakan demi mendukung

partisipasi masyarakat, yaitu kemudahan untuk dapat dipahami, ketepatan

waktu, dan kelengkapan informasi tentang penyelenggaraan pemerintah desa.

2. Partisipasi

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 37 Tahun 2007

tentang Pengelolaan Keuangan Desa, partisipasi memakai kata partisipatif,

yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses

pembangunan. Partisipasi menurut LAN dan BPKP (2000) adalah setiap

warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara

langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili

kepentingannya. Partisipasi ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi

dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

16

Partisipasi masyarakat dapat ditinjau dari dua aspek. Pertama,

partisipasi masyarakat dalam penentuan kebijakan publik. Hal ini dapat

menjadi kekuatan pendorong untuk mempercepat terpenuhinya prinsip

akuntabilitas dari penyelenggara pemerintahan di desa. Kedua, partisipasi

masyarakat dalam penganggaran. Partisipasi masyarakat sangat penting

untuk mencegah kebijakan-kebijakan yang menyimpang. Prinsip dan indikator

partisipasi masyarakat menurut Sulistoni (2004) mencakup hal-hal berikut.

a. Adanya akses bagi partisipasi aktif publik dalam proses perumusan

program dan pengambilan keputusan anggaran

b. Adanya peraturan yang memberikan tempat ruang kontrol oleh

lembaga independen dan masyarakat baik secara perorangan

maupun kelembagaan sebagai media check and balances

c. Adanya sikap proaktif pemerintah daerah untuk mendorong

partisipasi warga pada proses penganggaran. Hal ini mengingat

kesenjangan yang tajam antara kesadaran masyarakat tentang cara

berpartisipasi yang efektif dan cita-cita mewujudkan APBD yang

aspiratif.

Sutopo (2015) menyatakan bahwa prinsip partisipasi sudah diatur dalam

undang-undang desa yakni dicantumkan dengan asas partisipatif yang berarti

mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa. Makna partisipatif yang dimuat dalam

undang-undang desa masih bersifat umum sehingga untuk melihat

pengaturan prinsip partisipasi perlu dilihat pada pasal-pasal yang terkait.

Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan desa sudah diberi

ruang yang cukup dalam bentuk voice dan akses. Masyarakat dari seluruh

lapisan termasuk golongan masyarakat menengah ke bawah dilibatkan dalam

17

perumusan kebijakan-kebijakan desa yang mempengaruhi tata kelola

pemerintahan desa. Namun menurut peneliti masih diperlukan ketentuan-

ketentuan lain yang mendukung partisipasi masyarakat, seperti penyediaan

waktu yang optimal dalam musyawarah, serta adanya upaya

pengurangan/pencegahan terjadinya dominasi oleh elit atau kelompok

tertentu.

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan sudah diberi ruang

melalui pelibatannya dengan semangat gotong royong. Namun diperlukan

ketentuan-ketentuan lain yang mengarah pada peningkatan kapasitas dan

penguatan modal sosial masyarakat desa. Hal ini dilakukan agar peran

masyarakat desa tidak hanya menjadi sarana mobilisasi pemerintah desa

dalam mendukung kelancaran dan keberhasilan program pembangunan desa

yang sudah ditetapkan.

Partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap pelaksanaan

kebijakan desa sudah diatur melalui hak untuk melakukan pemantauan

terhadap pelaksanaan kebijakan desa. Namun pengawasan yang dilakukan

masyarakat rentan diabaikan disebabkan karena tidak adanya wewenang

dalam melakukan evaluasi kinerja pemerintah desa, baik secara langsung

maupun melalui BPD. Jika didukung dengan ketentuan yang mewajibkan

masyarakat desa untuk mengevaluasi kinerja maka kontrol yang dimiliki oleh

masyarakat desa akan lebih efektif dalam mengawasi kinerja pemerintah

desa.

3. Akuntabilitas

Ratnawati (2006) mengemukakan bahwa akuntabilitas dapat dilihat

sebagai faktor pendorong yang menimbulkan tekanan kepada aktor-aktor

18

terkait untuk bertanggung jawab atas pelayanan publik dan jaminan adanya

kinerja pelayanan publik yang baik. Akuntabilitas sering disamakan dengan

responsibilitas, pertanggungjawaban, tanggung gugat.

Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan

segala kegiatan, terutama dalam bidang administrasi keuangan kepada pihak

yang lebih tinggi. Media pertanggungjawaban akuntabilitas tidak terbatas pada

laporan pertanggungjawaban, akan tetapi juga mencakup aspek-aspek

kemudahan pemberi mandat untuk mendapatkan informasi, baik langsung

maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan (Sulistiyani, 2005).

Teknis pertanggungjawaban yang dilakukan pemerintah daerah

disampaikan kepada DPRD. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur

dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

pertanggungjawaban yang dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran, yakni

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang didasarkan pada

penilaian program strategis yang dilaksanakan.

b. Pertanggungjawaban akhir masa jabatan, yakni pertanggungjawaban

pada akhir masa jabatan seorang kepala daerah yang menentukan

apakah seseorang dapat dapat dicalonkan kembali atau tidak

sebagai kepala daerah.

c. Pertanggungjawaban hal tertentu. Hal ini berkaitan apabila terjadi

dugaan pidana yang dilakukan kepala daerah sehingga

menyebabkan terkikisnya kepercayaan publik secara luas.

Kinerja pemerintah dinilai dengan parameter dan tolak ukur yang pasti.

Hal ini dimaksudkan agar kesinambungan pembangunan dan pelayanan

19

publik dapat dikontrol dengan kriteria yang terukur. Akuntabilitas dinilai

berdasarkan tiga aspek, ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut.

a. Parameter kinerja. Parameter kinerja pemerintah harus dijadikan

acuan untuk menilai apakah suatu program yang direncanakan

berhasil atau tidak dan upaya untuk mengevaluasi kinerja

pemerintahan yang telah dilaksanakan pada periode tersebut.

b. Tolak ukur yang objektif. Tolak ukur yang objektif merupakan syarat

penting dalam menilai keberhasilan suatu program pemerintah. Hal

ini terkait erat dengan penilaian suatu pertanggungjawaban. Oleh

karena itu, tolak ukur keberhasilan pemerintahan harus objektif dan

jelas

c. Tata cara yang terukur. Misalnya dalam penilaian laporan

pertanggungjawaban kepala daerah, harus dilakukan dengan metode

yang sistematis dan terukur (Sabarno, 2007).

Sutopo (2015) mengemukakan bahwa prinsip akuntabilitas sudah diatur

secara jelas dalam undang-undang desa, dimana secara konseptual

pengertian yang dicantumkan dalam penjelasan undang-undang sudah sesuai

dengan konsep akuntabilitas. Pertanggungjawaban kinerja pemerintahan desa

ditujukan kepada masyarakat desa yang merupakan pemilik sebenarnya dari

kekuasaan yang diberikan kepada pemerintah desa.

Penerapan akuntabilitas pemerintah desa ditemukan lebih condong ke

arah pemerintah supra desa dari pada kepada masyarakat desa. Padahal jika

mengacu pada pengertian yang disampaikan pada penjelasan undang-

undang desa pertanggungjawaban harusnya lebih kepada masyarakat desa.

Selain itu, tidak ditemukan ketentuan yang mengatur kewajiban

pertanggungjawaban anggota BPD. Padahal sebagai lembaga yang dibentuk

20

oleh masyarakat dan menjalankan kewenangan sebagai wakil dari

masyarakat dengan posisi yang sangat strategis dalam tata kelola desa,

seharusnya BPD bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat yang

diwakilinya.

4. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan pemerintah untuk mengenali

kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta

mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan

aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini

mengukur daya tanggap pemerintah terhadap harapan, keinginan dan aspirasi

serta tuntutan publik (Ratminto, 2005).

Dwiyanto (2006) mendefinisikan responsivitas atau daya tanggap adalah

kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat,

menyusun prioritas kebutuhan, dan mengembangkannya dalam berbagai

program pelayanan. Pemerintah harus melakukan upaya untuk mengenali apa

saja kebutuhan masyarakat. Hal tersebut menjadi agenda penting bagi

pemerintah untuk mengembangkan pemberian layanan, sehingga masyarakat

dapat merasa puas. Sedarmayanti (2004) menambahkan bahwa salah satu

dimensi untuk menentukan kualitas pelayanan adalah responsivitas yang

merupakan kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumen dan

memberikan pelayanan yang cepat.

Sutopo (2015) mengemukakan bahwa prinsip responsivitas tidak diatur

secara eksplisit dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pengaturan

prinsip ini dapat dilihat pada proses penyusunan perencanaan pembangunan

desa. Melalui forum ini pemerintah desa dapat mengidentifkasi permasalahan

dan kebutuhan masyarakat desa. Pelaksaan forum ini perlu didukung oleh

21

ketentuan dengan memberikan waktu yang memadai untuk menggali aspirasi

dan permasalahan masyarakat serta mencegah dominasi oleh elit dan

kelompok tertentu agar forum tersebut tidak hanya menjadi formalitas belaka.

Responsivitas BPD sebagai lembaga publik yang mewakili masyarakat

desa sudah diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014. Namun aturan tersebut belum

dilengkapi dengan mekanisme seperti apa yang bisa digunakan anggota BPD

untuk dapat mengidentfikasi kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi

masyarakat desa.

Responsivitas dijabarkan menjadi beberapa indikator. Implementasi

responsivitas dikatakan terwujud jika memenuhi indikator sebagai berikut.

1. Merespon setiap usulan/keluhan yang disampaikan oleh masyarakat.

2. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat. Pelayanan dengan

cepat ini berkaitan dengan kesigapan dan ketulusan penyedia layanan

dalam menjawab pertanyaan dan memenuhi permintaan.

3. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan tepat, yaitu tidak terjadi

kesalahan dalam melayani, artinya pelayanan yang diberikan sesuai

dengan keinginan masyarakat sehingga tidak ada yang merasa dirugikan

atas pelayanan yang didapatnya.

4. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan waktu yang tepat. Waktu

yang tepat berarti pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dapat

diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan sehingga dapat

memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat (Zeithaml, 1990)

2.1.3. Pilar-pilar Good Governance pada Pemerintahan Desa

Pilar-pilar good governance pada pemerintahan desa merupakan

penopang dan relasi pemerintah desa untuk mendukung pelaksanaan

22

pemerintahan yang baik. Pilar-pilar tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pemerintah desa, pelaksananya adalah kepala desa dan perangkatnya

2. Masyarakat politik, pelaksananya adalah Badan Permusyawaratan Desa

(BPD)

3. Masyarakat Sipil, pelaksananya adalah institusi sosial, organisasi sosial dan

warga masyarakat

4. Masyarakat ekonomi pelaksananya adalah personal atau organisasi

ekonomi (Dwipayana, 2003)

Pilar-pilar good governance pada pemerintahan desa dapat

dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu elemen governance, aktor, area,

dan isu rasional. Berikut ini merupakan tabel pilar-pilar pendukung

penyelenggaraan pemerintahan desa.

Tabel 2.1. Pilar-pilar Pendukung Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Elemen Aktor Area Isu

Governance Rasional

Negara Kepala Desa dan Kontrol pada Akuntabilitas,transpa

perangkatnya masyarakat, ransi,responsivitas

Pengelolaan

kebijakan, keuangan

dan pelayanan

Masyarakat Badan Perwakilan, Akuntabilitas dan

Politik Permusyawaratan sosialisasi, kontrol Responsivitas

Desa (BPD)

Masyarakat Institusi sosial, Keswasembadaan, Partisipasi

Sipil organisasi sosial, kerjasama, gotong

warga royong, jaringan

masyarakat. Sosial

Masyarakat Pelaku dan Produksi dan Akses kebijakan

Ekonomi Organisasi Distribusi akuntabilitas sosial

ekonomi Sumber : Dwipayana (2003)

23

2.1.4 Pemerintahan Desa

2.1.4.1 Desa

Desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah

asal, atau tanah kelahiran. Desa atau village diartikan sebagai “a groups of

hauses or shops in a country area, smaller than a town” jika ditinjau dari

perspektif geografis. (Putriyanti, 2012).

Desa menurut UU No. 6 Tahun 2014 bahwa :

“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Desa tumbuh dan berkembang jauh mendahului negara modern yang

sekarang ini dikenal dengan Negara Republik Indonesia. Desa didudukkan

sebagai organ negara dalam tataran paling bawah. Selain itu, dalam cara kerja

birokrasi pemerintahan yang sangat hirarki selama ini, desa berperan tidak lebih

dari sekedar kaki tangan pemerintah.

Desa memiliki dua wajah. Pertama, desa adalah suatu institusi

kemasyarakatan yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat. Melalui

desa ini masyarakat setempat mengatur dan mengurus dirinya sendiri, termasuk

melakukan pengelolaan konflik dan mengembangkan kemaslahatan bersama.

Kedua, desa didefinisikan sebagai suatu masyarakat hukum ataupun entitas

sosial politikyang bukan hanya berhak namun juga mampu mengatur dan

mengurus kepentingan-kepentingannya sendiri (Karim, 2003).

2.1.4.2 Pemerintah Desa

Desa selama ini masih ditempatkan sebagai objek atau sasaran

pembangunan karena kewenangan yang serba terbatas. Berdasarkan UU No. 32

24

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka unit pelaksana program dan

pembangunan daerah adalah pemerintah kabupaten/kota. Desa hanya

merupakan unit pendukung pemerintahan daerah guna menyukseskan otonomi

daerah. Hal ini juga terlihat dari ketentuan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa

yang menyatakan bahwa perencanaan pembangunan desa merupakan satu

kesatuan dengan sistem perencanaan pembangunan kabupaten/kota.

Perubahan yang signifikan terjadi pada 18 Desember 2013 dengan

ditetapkannya RUU Desa oleh DPR RI menjadi Undang-undang. Undang-undang

tersebut secara resmi diterbitkan pemerintah menjadi UU No. 6 Tahun 2014

tentang Desa. Pasal 4 ayat (b) menjelaskan bahwa pengaturan desa bertujuan

untuk memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam

sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi

seluruh rakyat Indonesia. Pasal 4 ayat (i) dijelaskan pula bahwa UU Desa

bertujuan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Pemerintahan desa dapat didefinisikan dengan membedakan terlebih

dahulu istilah pemerintah dan pemerintahan. Pemerintah adalah perangkat

(organ) negara yang menyelenggarakan pemerintahan sedangkan pemerintahan

adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh perangkat negara, yaitu pemerintah.

Dengan demikian, pemerintahan desa dapat diartikan sebagai kegiatan dalam

rangka penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh perangkat atau

organisasi pemerintahan, yaitu pemerintah desa (Pambudi, 2001).

Surasih (2002) menyebutkan bahwa pemerintah desa merupakan bagian

dari pemerintah nasional yang penyelenggaraannya ditujukan kepada desa.

Pemerintahan desa adalah suatu proses dimana usaha-usaha masyarakat desa

yang bersangkutan dipadukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat.

25

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 23 menegaskan bahwa

pemerintahan desa diselenggarakan oleh pemerintah desa. Pasal 1 ayat 3

dirumuskan bahwa pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut

dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan desa. Pemerintah desa merupakan organisasi penyelenggara

pemerintahan desa yang terdiri atas sebagai berikut.

1. Unsur pimpinan, yaitu kepala desa

2. Unsur pembantu kepala desa (perangkat desa), yang terdiri atas:

a. Sekretariat desa

b. Pelaksana kewilayahan

c. Pelaksana teknis.

Proses penyelenggaraan pemerintahan desa salah satunya terkait

penyusunan perencanaan pembangunan desa. Pasal 79 mengemukakan bahwa

pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan

kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan

kabupaten/kota. Perencanaan Pembangunan disusun secara berjangka, yaitu

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) untuk jangka

waktu 6 tahun dan Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut

Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) merupakan penjabaran dari

RPJMDes untuk jangka waktu 1 tahun. RPJMDes dan RKPDes ditetapkan

dengan Peraturan Desa (perdes).

RPJMDes dan RKPDes merupakan pedoman dalam penyusunan

APBDes yang diatur dalam Peraturan Desa. Program pemerintah dan/atau

pemerintah daerah yang berskala lokal desa dikoordinasikan dan/atau

didelegasikan pelaksanaannya kepada desa. Perencanaan pembangunan desa

26

ini merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan

kabupaten/kota.

2.2. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Nama Penulis, Tahun, Judul

Penelitian Variabel Hasil Penelitian

1. Anas Heriyanto (2015). Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman.

Prinsip Good Governan-ce, Pemerin-tahan Desa

a. Penerapan prinsip good governance yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas, penegakan hukum, daya tanggap, profesionalitas, efektivitas dan efisiensi, orientasi konsensus.

b. Hambatan penerapan prinsip good governance yaitu tuntutan perubahan pola penyelenggaraan Pemerintahan Desa sesuai dengan amanat UU Desa dan masalah pendanaan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan desa.

c. Upaya untuk mengatasi hambatan tersebut yaitu peningkatan kapasitas kemampuan perangkat desa melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan dan pembentukan BUM Des.

2. Melisa Olivia Mamarimbing (2015). Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Pembangunan Fisik Desa (Studi Di Desa Tateli I Kec. Mandolang

Good Governan-ce, pemba-ngunan fisik, desa

a. Penerapan good governace dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan fisik dari pengolahan data lapangan berada dalam penilaian baik dan tidak baik.

b. Hambatan penerapan good governance adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan oleh warga dan rendahnya tingkat ekonomi masyarakat yang menyebabkan kepasifan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan roda pemerintahan.

c. Transparansi dan Partisipasi terlihat pada pemerintah desa, yaitu kepala desa kurang menginformasikan atau memberikan sosialisasi tentang keberadaan dokumen perencanaan kepada pihak aparat pemerintah desa yang terkait seperti LPM, BPD, bendahara desa dan masyarakat.

d. Kemampuan mengelola keuangan desa berhubungan dengan akuntabilitas,

27

Lanjutan Tabel 2.2

Sumber : Diolah sendiri

2.3. Kerangka Pemikiran

Pemerintah desa memiliki hak untuk memiliki kemandirian dalam memajukan

masyarakatnya secara demokratis, baik dibidang politik, ekonomi, maupun

budaya. Hal ini memerlukan suatu birokrasi yang reformis, efisien, kreatif,

inovatif, dan mampu menjawab tantangan dalam menghadapi ketidakpastian di

masa kini dan akan datang yang didukung dengan pengimplementasian UU No.

6 Tahun 2014 tentang Desa.

Alokasi dana desa tahun anggaran 2016 di Provinsi Sulawesi Selatan

sebesar Rp 565.640.000 per desa. Dana yang dialokasikan ke tiap desa

menimbulkan peluang dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah desa. Desa

berpeluang membangun desanya sendiri dengan dana tersebut sedangkan

tantangan yang harus dihadapi yaitu adanya asumsi negatif dari banyak

No Nama Penulis, Tahun, Judul

Penelitian Variabel Hasil Penelitian

terlihat pengelolaan yang cukup baik, dimana program pembangunan fisik yang telah selesai telah dipertanggungjawabkan kepada instansi diatas desa dan kepada unsur-unsur desa yakni kepada BPD dan warga masyarakat.

3. Muhklis (2015). Implementasi Prinsip Good Governance Di Pemerintahan Desa (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen).

Good Governan-ce, Pemeri-ntahan Desa

Prinsip Good Governance pada pemerintahan desa dapat dideskripsikan, yaitu adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan, penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan melalui media massa, tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan publik, adanya penyusunan mekanisme pengaduan jika ada peraturan yang dilanggar, adanya pengambilan keputusan yang didasarkan konsensus bersama, kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan keputusan.

28

kalangan praktisi, akademisi dan politisi pesimis akan peberian dana yang cukup

besar, misalnya fenomena money politic maupun anggapan korupsi masuk desa.

Pemerintah desa dituntut untuk menerapkan prinsip good governance.

Penerapan good governance pada pemerintahan desa diharapkan mampu

menepis asumsi negatif yang ada. Prinsip dasar good governance terdiri dari

partisipatif, transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas.

Pengelolaan keuangan desa yang partisipatif, berarti sejak tahap

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggugjawaban

wajib melibatkan masyarakat desa, pemangku kepentingan, serta kelompok

marjinal sebagai penerima manfaat dari program / kegiatan pembangunan di

desa. Transparansi berhubungan dengan keterbukaan aparat pemerintah desa

terkait pengelolaan keuangan desa yang bermakna pengelolaan uang tidak

secara tersembunyi atau dirahasiakan dari masyarakat, dan sesuai dengan

kaidah-kaidah hukum atau peraturan yang berlaku. Akuntabilitas merupakan

kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala kegiatan, terutama dalam

bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi. Responsivitas

merupakan bentuk tanggapan dan kerelaan penyedia layanan dalam membantu

memberikan pertolongan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan.

Uraian kerangka pikir tersebut dapat digambarkan secara jelas ke dalam

bagan. Berikut ini merupakan bagan kerangka pemikiran.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Pemerintah Desa

Good Governance

Partisipatif Akuntabilitas Transparansi Responsivitas

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Dan Lokasi Penelitian

Peneliti memilih Pemerintah Desa Nepo Kecamatan Tanasitolo

Kabupaten Wajo, bertempat di Jalan Poros Anabanua-Sengkang sebagai objek

penelitian guna memperoleh data yang diperlukan untuk mendukung penulisan

skripsi ini. Desa Nepo merupakan salah satu desa yang menerima dana desa

yang cukup besar di Kabupaten Wajo. Selain itu, Desa Nepo merupakan salah

satu desa yang berhasil dalam mengelola dana desa pada tingkat Kabupaten

Wajo. Namun hal ini belum menjamin terwujudnya good governance dalam

pemerintahan Desa Nepo.

3.2 Jenis Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode tersebut

adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok, manusia, suatu objek,

suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada

masa sekarang. Untuk itu peneliti akan membuat deskripsi, gambaran atau

lukisan secara sistematis, faktual dan akurat menganai fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antar fenomena yang diselidiki yang menggambarkan penerapan

good governance pada Desa Nepo.

Peneliti ingin mengamati dan mengkaji data-data faktual tentang

gambaran proses implementasi prinsip good governance pada pemerintahan

desa kemudian mendeskripsikan hasil temuan tersebut dalam bentuk tulisan.

Penulis berusaha untuk mengambil data dalam suasana yang wajar dan tanpa

manipulasi/merekayasa sesuai situasi sehingga data yang diperoleh akan

30

memenuhi validasi data yang diperlukan. Upaya untuk memperoleh data yang

valid dilakukan dengan menggali informasi setuntas mungkin dan mengambil

data sesuai fokus kajian. Pelaporan data disusun dalam bentuk deskriptif setelah

peneliti menarik kesimpulan dari data yang didapatkan.

Penggalian informasi secara mendalam, menyeluruh, dan lengkap dari

masing-masing subjek penelitian akan memberikan hasil penelitian kualitatif.

Penggunaan pendekatan kualitatif didasari oleh pemikiran bahwa pendekatan

tersebut memiliki kesesuaian dengan fokus penelitian. Pengguna metode

penelitian deskriptif dengan paradigma kualitatif diharapkan dapat memperoleh

gambaran yang jelas dan mendalam tentang implementasi prinsip good

governance pada pemerintahan Desa Nepo.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

a. Data Kualitatif, yaitu data yang berupa keterangan-keterangan secara tertulis

maupun lisan khususnya dalam penerapan good governance pada

pemerintahan Desa Nepo, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo.

b. Data Kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka

secara tertulis, seperti peraturan desa dan laporan pertangungjawaban

realisasi pelaksanaan APBDesa tahun anggaran berkenaan.

3.3.2 Sumber Data

a. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari

tangan pertama), dalam hal ini data yang dianalisis diperoleh dari hasil

wawancara ataupun observasi langsung pada objek penelitian.

31

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari berbagai

literatur-literatur seperti buku-buku, jurnal, maupun artikel ilmiah yang terkait

dengan penelitian ini. Selain itu, dokumen-dokumen tentang desa maupun

dokumen yang terkait penerapan good governance pada pemerintahan Desa

Nepo.

3.4. Metode Pengumpulan Data

a. Penelitian lapangan (field research), dengan melakukan pengambilan data

dan informasi dari kegiatan di kancah lapangan kerja penelitian. Penulis

menggunakan beberapa teknik pengumpulan data dari lapangan sebagai

berikut.

1. Wawancara

Wawancara dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab

langsung terhadap pihak-pihak yang bersangkutan guna mendapatkan

data dan keterangan yang berlandaskan pada tujuan penelitian yang

dibantu dengan alat perekam. Wawancara yang dilakukan adalah

wawancara tak-terstruktur berdasarkan indikator tertentu. Wawancara

yang dilakukan dibantu dengan alat perekam. Alat perekam ini berguna

sebagai bahan crosscheck jika pada saat analisa terdapat data,

keterangan, atau informasi yang sempat tidak tercatat oleh pewawancara.

Pihak-pihak yang menjadi informan harus memenuhi kriteria-

kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

a. Informan yang mengalami langsung kejadian terkait penelitian

b. Informan yang mampu menggambarkan fenomena yang dialami

berikut pada sifat alamiah dan maknanya

c. Informan yang bersedia terlibat dalam kegiatan penelitian

32

d. Informan yang bersedia untuk diwawancarai

e. Informan yang memberi persetujuan untuk mempublikasi hasil

wawancara.

Kriteria tersebut menggambarkan bahwa yang dapat menjadi

informan dalam penelitian ini adalah seluruh stakeholder yang terlibat

dalam aktivitas desa. Seluruh stakeholder yang dimaksud meliputi

Pemerintah Desa, BPD, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan

masyarakat desa.

2. Observasi/pengamatan, dilakukan untuk memperoleh data dengan cara

mengamati aktivitas dan kondisi objek penelitian.

b. Dokumentasi, peneliti menggunakan dokumentasi sebagai sarana untuk

mendapatkan data tentang berkas-berkas desa, seperti sejarah, visi dan

misi, struktur organisasi, serta dokumen-dokumen terkait penerapan good

governance pada pemerintahan Desa Nepo.

3.5 Metode analisis data

Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis. Penulis memiliki beberapa langkah dalam melakukan teknik analisis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Reduksi data

Reduksi data dilakukan pada saat peneliti menyeleksi pertanyaan-

pertanyaan hasil wawancara dengan informan. Peneliti memilih dan memilah

pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan konteks penelitian. Selain itu,

peneliti berupaya mengurangi pemborosan kata sejauh tidak mengurangi inti

atau makna dari pertanyaan atas informan. Hal ini dilakukan supaya data-data

yang disajikan tetap fokus dalam menjawab permasalahan penelitian.

33

2. Penyajian data

Komponen ini melibatkan langkah-langkah mengkoordinasi data, yakni

menjalin kelompok data yang satu dengan kelompok data yang lain sehingga

seluruh data yang di analisis benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan. Hal

ini dikarenakan dalam penelitian kualitatif, data biasanya beragam perespektif

dan terasa bertumpuk, maka penyajian data pada umumnya diyakini sangat

membantu proses analisis. Peneliti melakukan proses ini saat menyajikan

data-data hasil wawancara, observasi, dan sumber tertulis sesuai fokus

penelitian. Dengan kata lain, peneliti mengelompokan itu tidak lagi terlihat

saling bertumpuk karena telah disesuaikan dengan kategori berdasarkan

fokus penelitian. Data disajikan dalam bentuk narasi. Dengan menyajikan

data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami

tersebut

3. Penarikan kesimpulan/verifikasi

Pada tahap ini, peneliti pada dasarnya mengimplementasikan prinsip

induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data yang ada atau

kecenderungan dari penyajian data yang telah dibuat. Peneliti masih harus

mengkonfirmasikan, mempertajam, atau mungkin merevisi kesimpulan-

kesimpulan yang telah dibuat untuk sampai pada kesimpulan final berupa

proposisi-proposisi ilmiah mengenai gejala atau realitas yang diteliti.

87

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penerapan prinsip transparansi pada pemerintahan Desa Nepo, yaitu

dengan menempel APBDes Nepo di kantor desa dan pinggir jalan sentral

desa, pengadaan website, adanya forum musyawarah dusun dan

musyawarah desa (musrenbang) khususnya untuk menyampaikan informasi

keuangan. Namun, pemerintah desa belum memiliki tata aturan yang pasti

terkait penerapan transparansi di desa meskipun dalam hal praktik,

pemerintah Desa Nepo telah menerapkan prinsip transparansi dalam tata

kelola pemerintahannya.

Penerapan prinsip akuntabilitas pada pemerintahan Desa Nepo, yaitu

adanya forum pertanggungjawaban kepada masyarakat yang dilaksanakan

sebelum musrenbang, pemerintah desa telah membuat laporan keuangan

yang memenuhi unsur kelengkapan dan keteraturan dokumen pendukung

laporan, dan penggunaan dana APBDes telah sesuai dengan peruntukannya

dalam artian sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang terkandung dalam

RKPDes tahun anggaran yang bersangkutan. Namun, Pemerintah Desa Nepo

belum tepat waktu dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban karena

terlambatnya pencairan dana desa dan perbedaan aturan penatausahaan

keuangan pada PMD, inspektorat dan keuangan.

Penerapan prinsip responsivitas pada pemerintahan Desa Nepo,

yaitu BPD menerapkan mekanisme menampung usulan/keluhan masyarakat,

pemerintah desa melakukan diskusi-diskusi kecil diluar kantor serta merespon

persoalan/keluhan masyarakat melalui akun media sosial yang dimiliki desa

88

maupun aparat desa. Pemerintah desa menerapkan mekanisme dengan

istilah “jemput bola” yang memberikan pelayanan selain di kantor desa, yaitu

di rumah kepala desa. Selain itu, pemerintah desa memberikan pelatihan

kepada aparat desa untuk meningkatkan kapasitas aparat desa sebagai

upaya meminimalisir kesalahan dalam melayani.

Penerapan prinsip partisipasi pada pemerintahan Desa Nepo,

yaitu melibatkan setiap unsur masyarakat dalam forum musyawarah desa.

Forum ini bebas dari tekanan pihak luar dan dominasi kaum elit kapital. Selain

itu, masyarakat Desa Nepo aktif mengawasi pemerintah desa melalui

partisipasinya disetiap kegiatan desa, baik dalam perencanaan maupun

pelaksanaan pembangunan, utamanya kaum perempuan yang rutin

menghadiri undangan rapat pembangunan karena sebagian besar berprofesi

sebagai ibu rumah tangga. Namun, tokoh pendidikan desa ini jarang terlibat

dalam setiap agenda desa, utamanya musyawarah desa karena adanya

kesibukan yang rutin setiap hari, misalnya mengajar tetapi terkhusus untuk

guru mengaji telah partisipasi aktif dalam program pemerintah yang setiap hari

mengajar anak-anak di mesjid. Realitas lainnya yang peneliti temukan bahwa

adanya pihak yang tidak dilibatkan dalam pelaksanaan program pemerintah

desa. Hal ini diakibatkan karena faktor politik di desa.

89

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti memberikan saran kepada :

1. Pemerintah Desa Nepo sebaiknya mengefektifkan pengelolaan dan

publikasi website desa sebagai media transparansi desa yang tentunya

didukung oleh SDM yang berkompeten dibidang teknologi informasi.

Selain itu, peningkatan SDM aparat desa juga diperlukan khususnya

dalam menyusun laporan keuangan untuk mengefektifkan penggunaan

sistem nantinya serta lebih menjalin koordinasi antara PMD, keuangan

dan inspektorat agar tepat waktu dalam pelaporan pertanggungjawaban.

Dalam hal partisipasi, pemerintah Desa Nepo sebaiknya melibatkan

seluruh unsur yang ada di desa baik dalam perencanaan, pelaksanaan,

dan pengawasan tanpa latar belakang politik agar partisipasi masyarakat

dapat menyeluruh.

2. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih dalam terkait

efektifitas sistem penyusunan laporan keuangan desa yang akan segera

diberlakukan untuk seluruh desa di Kabupaten Wajo baik dari segi

penyusunannya maupun dari segi SDM aparat desa.

2.3. Keterbatasan Penelitian

Kekurangan atau keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak

dapat mengikuti proses musyawarah desa (musrenbang) yang dilaksanakan

untuk menyusun RKPDes dan APBDes karena waktu penelitian yang terbatas

sehingga peneliti tidak dapat melihat secara langsung partisipasi aktif

masyarakat dalam forum tersebut.

90

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi. Jakarta : BAPPENAS

Basri, Hasan. 2015. Korupsi Dana Desa, Kades di Lutim Diancam 20 Tahun

Penjara, (online), (http://makassar.tribunnews.com/2015/11/25/korupsi-

dana-desa-kades-di-lutim-diancam-20-tahun-penjara, diakses pada 2

Agustus 2016)

Coryanata, Isma. 2007. Akuntabilitas, Partisipasi Masyarakat, dan Transparansi Kebijakan Publik sebagai Pemoderating Hubungan Pengetahuan Dewan tentang Anggaran Dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD), (online), (https://datakata.files.wordpress.com/2015/01/aspp-06.pdf, diakses pada 19 April 2016)

Desa Nepo Wajo. 2016. Visi dan Misi Profil Desa, (online),

(http://desanepo.blogspot.co.id/, diakses pada 1 November 2016) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. 2015.

Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2016 Menurut Kab./Kota, (online), (www.djpk.kemenkeu.go.id/web/attachments/article/608/DANADESA2016.pdf, diakses pada tanggal 21 Juli 2016)

Dwipayana, Aang Ari, dkk. 2003. Membangun Good Governance di Desa. Yogyakarta : IRE

Dwiyanto, Agus. 2006. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, Indikator dan

Implementasinya. Yogyakarta: Gaya Media. Heriyanto, Anas. 2015. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Tata

Kelola Pemerintahan Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman, (online), (https://repository.upy.ac.id/177/, diakses pada 5 Maret 2016)

Karim, Abdul Gaffar. 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah Di

Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Krina, Loina Lalolo. 2003. Indikator dan Alat Ukur Prinsip Transparasi, Partisipasi

dan Akuntabilitas. Jakarta : BAPPENAS Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta : LAN Lembaga Administrasi Negara. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance.

Jakarta : LAN RI

91

Makagansa, HR. 2008. Tantangan Pemekaran Daerah. Yogyakarta: Fuspad Mamarimbing, Melisa Olivia. 2015. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance

Dalam Pembangunan Fisik Desa (Studi Di Desa Tateli I Kec. Mandolang), (online),(https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/view/7530, diakses pada 19 April 2016)

Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Andi Offset Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya Muhklis, Ahmad. 2015. Implementasi Prinsip Good Governance Di

Pemerintahan Desa (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen). Naskah Publikasi. Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Nasution, Abdul Haris. 2010. Partisipasi Masyarakat Desa terhadap

Pembangunan Prasarana Transportasi Darat. Skripsi. Medan : Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara.

Pambudi, Himawan. 2001. Politik Pemberdayaan, Jalan Mewujudkan Otonomi

Desa. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. 2005. Jakarta :

Sekertaris Negara Republik Indonesia. Putriyanti, Aprisiami. 2012. Penerapan Otonomi Desa dalam Menguatkan

Akuntabilitas Pemerintahan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aglik, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo. Skripsi. Yogyakarta : Pendidikan Kewarganegaraan Dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.

Rachels, James. 2004. Filsafat Moral. Yogyakarta : Kanisius

Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar Ratnawati, Tri. 2006. Potret Pemerintahan Lokal di Indonesia di Masa Perubahan

(Otonomi Daerah Tahun 2000-2005). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Retnoningsih, Diah. 2011. Tata Kelola Desa : Isu-Isu Otonomi Desa, Demokrasi

Desa Dan Pemberdayaan Desa (Analisis Isi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa). Tesis. Yogyakarta : MAP-UGM.

Sabarno, Hari. 2007. Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa.

Jakarta: Sinar Grafika

92

Santosa, P. 2008. Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance.

Bandung: Refika Aditama Sedarmayanti. 2003. Good Governance (kepemerintahan yang Baik). Bandung :

Mandar Maju. Sedarmayanti. 2004. Good Governance. Bandung : Mandar Maju

Setyawan, Komang Meitradi. 2013. Pengaruh Good Corporate Governance

Terhadap Kinerja Keuangan Lembaga Pekreditan Desa Di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, (online), Vol. 5.3, hal. 586-598, (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=131460&val=986, diakses pada 19 April 2016)

Sholekhan, Moh. 2012. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Berbasis

Partisipasi Masyarakat dalam Membangun Mekanisme Akuntabilitas. Malang : Setara Press

Sulistiyani, Ambar Teguh. 2005. Memahami Good Governance Dalam Perspektif

Sumber Daya Manusi. Yogyakarta : Gaya Media Sulistoni, Gatot dan Hendriadi. 2004. Anggaran Tak Sampai. Nusa Tenggara

Barat : Solidaritas Masyarakat Transparansi Surasih, Maria Eni. 2006. Pemerintah Desa dan Implementasinya. Jakarta:

Erlangga Sutopo, Wawan. 2015. Mewujudkan Good Village Governance (Analisis Isi

Prinsip-Prinsip: Transparansi, Responsivitas, Akuntabilitas, dan Partisipasi Masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa). Tesis. Yogyakarta : Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.

Tadikapury, Violetta Jingga. 2011. Penerapan Good Corporate Governance

(GCG) pada Pt Bank X Tbk Kanwil X. Skripsi. Makassar : Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi. 2012. Pedoman Penulisan Skripsi.

Makassar : Universitas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Trisnaningsih, Sri. 2007. Independensi Auditor dan Komitmen Organisasi sebagai

Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Corporate Governance, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Auditor, (online), (https://datakata.files.wordpress.com/2015/01/amkp-02.pdf, diakses pada 5 Maret 2016)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 2014.

Jakarta : Sekertaris Negara Republik Indonesia.

93

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2004. Jakarta : Sekertaris Negara Republik Indonesia.

Warsono, Sony. 2009. Corporate Governance Concept and Model. Yogyakarta :

CGCG FEB UGM World Bank, 1992. Governance and Development. Washington DC : World Bank

Zeithaml, Parasuraman, Berry. 1990. Delivering Quality Service. New York : The

Free Press