Skripsi Cadangan

26
Laporan Keuangan Daerah Buruk 01/02/2012 – 13:31 Dalam tiga tahun terakhir terjadi penurunan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah[i] di Jawa Barat. Sejak tahun buku 2008 belum ada satu pemerintah daerah pun yang mendapat opini[ii] Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)[iii]. Bahkan jumlah daerah yang tidak diberikan pendapat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau disclsimer[iv] justru bertambah. Demikian diungkapkan Ketua Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tahria Syfrudin pada acara “Sawala Pemerintahan Karut-marut Penyusunan Keuangan Daerah” di Kantor Redaksi Pikiran Rakyat Jalan Soekarno Hatta, Bandung. Selain Kepala BPKP Jabar, tampil sebagai pembicara Beni Ruslandi, Kepala Sub Auditorat Jabar III BPK Perwakilan Jawa Barat dan Walikota Banjar Dr. Herman Sutrisno. Terakhir, yang mendapat opini WTP adalah Laporan keuangan Kota Banjar pada Tahun 2007. Predikat disclaimer pada 2008 adalah Pemkab Bandung Barat, Pemkab Cianjur dan Pemkab Karawang. Pada Tahun 2009 laporan Keuangan Pemkab Bandung Barat dan Pemkab Cianjur masih disclaimer, ditambah Pemkot Bandung dan Pemkot Bekasi. Opini disclaimer diberikan terhadap laporan keuangan karena BPK mengalami kesulitan dalam menerapkan prosedur audit pada beberapa pos yang disajikan. Rendahnya kulitas laporan keuangan, secara umum disebabkan penyusunan laporan keuangan yang belum memenuhi standar akuntansi pemerintah. Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern (SPI)[v] yang belum memadai dan kurang ditaatinya ketentuan perundangan. Dari pemeriksaan BPK, banyak temuan berulang dari tahun ke tahun, tanpa ada keterangan bahwa temuan itu sudah ditindak lanjuti oleh pemda. Temuan BPK juga menunjukkan sebagian besar laporan keuangan pemda mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP)[vi] bermasalah pada pencatatan aset/barang milik daerah, umumnya hal itu terjadi karena pencatatan, keberadaan fisik dan pengungkapannya dalam laporan belum memadai. Sementara itu Beni Ruslandi mengungkapkan adanya sejumlah peraturan yang bertabrakan menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas laporan pemda, sehingga pemda menjadi bingung harus berkiblat kemana, apakah ke Kementerian Dalam Negeri atau ke Kementerian Keuangan. Menurut Beni sebenarnya masalah tersebut bisa diatasi jika pemda memiliki komitmen kuat dan konsisten melakukan pembenahan. Sistem harus dibangun sedemikian rupa disertai reward dan punishment yang jelas, untuk mendorong ketertiban pengelolaan laporan. Sementara itu Walikota Banjar Dr. Herman Sutrisno menekankan pentingnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)[vii] dalam mengelola laporan keuangan, peningkatan kualitas SDM khususnya lulusan akuntansi sangat diperlukan agar dapat mengahasilkan laporan keuangan pemda yang ideal dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Sumber Berita : Pikiran Rakyat, 28 Juni 2011 [i] Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) adalah laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pelaksaan APBD yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. [ii] Opini adalah kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan, Pernyataan atau pendapat profesional yang merupakan kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria 1) Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP); 2) Kecukupan pengungkapan (Adequate Disclosures); 3) Kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan ; dan 4) efektifitas Sistem Pengendalian Intern. [iii] Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

description

Alternatif Skripsi

Transcript of Skripsi Cadangan

Page 1: Skripsi Cadangan

Laporan Keuangan Daerah Buruk01/02/2012 – 13:31Dalam tiga tahun terakhir terjadi penurunan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah[i] di Jawa Barat. Sejak tahun buku 2008 belum ada satu pemerintah daerah pun yang mendapat opini[ii] Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)[iii]. Bahkan jumlah daerah yang tidak diberikan pendapat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau disclsimer[iv] justru bertambah. Demikian diungkapkan Ketua Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tahria Syfrudin pada acara “Sawala Pemerintahan Karut-marut Penyusunan Keuangan Daerah” di Kantor Redaksi Pikiran Rakyat Jalan Soekarno Hatta, Bandung. Selain Kepala BPKP Jabar, tampil sebagai pembicara Beni Ruslandi, Kepala Sub Auditorat Jabar III BPK Perwakilan Jawa Barat dan Walikota Banjar Dr. Herman Sutrisno. Terakhir, yang mendapat opini WTP adalah Laporan keuangan Kota Banjar pada Tahun 2007. Predikat disclaimer pada 2008 adalah Pemkab Bandung Barat, Pemkab Cianjur dan Pemkab Karawang. Pada Tahun 2009 laporan Keuangan Pemkab Bandung Barat dan Pemkab Cianjur masih disclaimer, ditambah Pemkot Bandung dan Pemkot Bekasi.Opini disclaimer diberikan terhadap laporan keuangan karena BPK mengalami kesulitan dalam menerapkan prosedur audit pada beberapa pos yang disajikan. Rendahnya kulitas laporan keuangan, secara umum disebabkan penyusunan laporan keuangan yang belum memenuhi standar akuntansi pemerintah. Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern (SPI)[v] yang belum memadai dan kurang ditaatinya ketentuan perundangan. Dari pemeriksaan BPK, banyak temuan berulang dari tahun ke tahun, tanpa ada keterangan bahwa temuan itu sudah ditindak lanjuti oleh pemda. Temuan BPK juga menunjukkan sebagian besar laporan keuangan pemda mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP)[vi] bermasalah pada pencatatan aset/barang milik daerah, umumnya hal itu terjadi karena pencatatan, keberadaan fisik dan pengungkapannya dalam laporan belum memadai.Sementara itu Beni Ruslandi mengungkapkan adanya sejumlah peraturan yang bertabrakan menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas laporan pemda, sehingga pemda menjadi bingung harus berkiblat kemana, apakah ke Kementerian Dalam Negeri atau ke Kementerian Keuangan. Menurut Beni sebenarnya masalah tersebut bisa diatasi jika pemda memiliki komitmen kuat dan konsisten melakukan pembenahan. Sistem harus dibangun sedemikian rupa disertai reward dan punishment yang jelas, untuk mendorong ketertiban pengelolaan laporan. Sementara itu Walikota Banjar Dr. Herman Sutrisno menekankan pentingnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)[vii] dalam mengelola laporan keuangan, peningkatan kualitas SDM khususnya lulusan akuntansi sangat diperlukan agar dapat mengahasilkan laporan keuangan pemda yang ideal dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.  Sumber Berita :Pikiran Rakyat, 28 Juni 2011 

[i] Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) adalah laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pelaksaan APBD yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.[ii] Opini adalah kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan, Pernyataan atau pendapat profesional yang merupakan kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria 1) Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP);  2) Kecukupan pengungkapan (Adequate Disclosures); 3) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan ; dan 4) efektifitas Sistem Pengendalian Intern.[iii] Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.[iv] Discalimer adalah pemeriksa tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan, karena bukti pemeriksaan tidak cukup untuk membuat kesimpulan.[v] Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien kendalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.[vi] Wajar Dengan Pengecualian (WDP) adalah menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang meterial, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali   untuk hal-hal yang dikecualikan.[vii] Sumber daya manusia (SDM) adalah potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan

Page 2: Skripsi Cadangan

yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi

Sumber: (akses 19 mei 2014) http://bandung.bpk.go.id/?p=4439

Bisnis Laporan Keuangan PEMDAPosting By : Dedi Haryadi - 2010-12-11 WIB

Badan Pemeriksa Keungan (BPK) menyatakan disclaimer opinion atas Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah (LKPD) Kota Bandung tahun fiskal 2009. Artinya BPK tidak memberikan pendapat atau menolak

memberikan pendapat. Auditor tidak sampai meyakini bahwa laporan keuangan yang diauditnya benar

atau salah. Informasi dan bukti-bukti audit yang dikumpulkan tidak memungkinkan auditor

menyimpulkan dan menyatakana laporan keuangan benar atau salah.

Selain masuk dalam kategroi disclaimer opinion, bisa saja sebuah LKPD masuk dalam kategori

penilaian yang lain: yaitu : 1) Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion). Ini adalah opini paling

baik. Di sini auditor meyakini, berdasarkan bukti audit yang dikumpulkan, laporan keuangan telah

bebas dari kesalahan material. 2). Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion). Auditor yakin

meskipun ada kekeliruan, akan tetapi kekeliruan tersebut tidak mempengaruhi kewajaran laporan

keuangan. 3) Tidak Wajar (Adverse Opinion). Ini opini paling buruk, auditor meyakini laporan keuangan

banyak kesalahan material. Artinya laporan keuangan tidak mengambarkan keadaan keuangan yang

sebenarnya.

LKPD Kota Bandung masuk ke dalam kategori disclaimer sebab menurt BPK ada enam jenis informasi

yang pengungkapan dan penyajiannya dinilai tidak cukup yaitu : 1) penyertaan modal pemerintah

kepada perusahaan daerah, 2) dana bergulir kepada masyarakat, 3) penggunaan langsung atas

pendapatan yang tidak melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), 4)

penyajian utang dan piutang, 5) persediaan, dan 6) daftar asset.

Mengapa Kota Bandung sampai mendapat predikat disclaimer ? Apakah predikat disclaimer yang

diraih betul-betul mencerminkan ketidakmampuan (teknis) Pemerintah Kota Bandung menyusun

laporan keuangan yang baik ? Saya percaya ini bukan melulu soal teknis. Membuat laporan keuangan

adalah pekerjaan rutin pemerintah Kota Bandung yang sudah berlangsung puluhan tahun. Masa sih

tidak punya kemampunan membuat laporan keuangan yang baik. Kalau pun ada persoalan teknis,

sebenrany ini bisa diatasi dengan mudah. Pemkota Bandung bisa menyewa tenaga ahli (konslutan),

baik lembaga atau perorangan, yang bisa memberikan bantuan teknis untuk membuat laporan

keuangan yang baik. Di Bandung banyak tenaga ahli atau lembaga yang mumpuni dalam memberikan

layanan konsultasi/bantuan teknis seperti itu.

Kalau kita merujuk pada kasus suap Pemerintah Kota Bekasi, kelihatannya pengelolaan keuangan oleh

pemerintah daerah dan pelaporannya bukan semata-mata masalah teknis tapi juga terkait erat

dengan fenomena bisnis pelaporan keuangan. Diwartakan melalui berbagai media masa bahwa Komisi

Page 3: Skripsi Cadangan

Pemberantan Korupsi (KPK) menangkap basah aparat Pemerintah Kota Bekasi yang menyuap audiotr

BPK Provinsi Jawa Barat . Penangkapan terjadi pada senin, 21/6/2010 di Bandung.

Menurut Johan Budi, juru bicara KPK, penyuapan itu ditengarai terkait dengan upaya Pemerintah Kota

Bekasi yang ingin mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian terkait dengan hasil audit LKPD

Pemerintah Kota Bekasi tahun 2009. KPK masih terus menyidik kasus tersebut. Beberapa aparat

Pemkot Bekasi dan auditor BPK yang diduga terlibat sudah dinyatakan sebagai tersangka.

Kasus suap ini memberikan pentunjuk pada kita tentang praktek transkasional dalam mengaudit

laporan keuangan pemerintah daerah. Pemerintah daerah ternyata bisa dan mungkin biasa membeli

predikat penilaian hasil audit laporan keuangan. Pada saat yang sama opini auditor juga bisa dan

mungkin biasa dibeli. Boleh jadi ini sudah dipraktekan sejak lama secara meluas. Itulah mengapa kita

harus tetap kritis dan skeptis membaca hasil audit dari BPK sekalipun. Auditor juga tidak imun (kebal)

terhadap suap.

Kasus penangkapan dugaan penyuapan itu memberi pesan politik yang kuat pada pemerintah daerah

dan juga para auditor yang nakal untuk lebih hati-hati dan waspada dalam melakukan transaksi/bisnis

pelaporan keuangan. Dalam suasana batin (atmosfir) seperti inilah Pemerina Kota Bandung

mendapatkan hasil audit dengan predikat disclaimer opinion. Apakah selama ini Pemerintah Kota

Bandung juga terlibat dalam praktek bisnis pelaporan keuangan: menyuap auditor untuk mendapat

predikat hasil auditor yang diinginkan.? Saya tidak tahu.Tahun lalu predikat hasil audit laporan

keuangan Pemkot Bandung adalah Wajar dengan Pengecualian.

Sebuah ironi dan mungkin juga kesialan menimpa warga Bandung. Diulang tahunnya yang ke-200,

pemerintah Kota Bandung bukannya prestatif, memberiakn sesuatu yang bernilai bagi warganya,

tetapi malah mempersembahkan kado pahit diclaime opinion. Ini indikasi yang cukup jelas pemerintah

Kota Bandung kurang terampil mengelola amanah dan mandat dari warganya.***

Sumber: (akses 19 mei 2014) http://www.taxag.org/artikel-bisnis_laporan_keuangan_pemda-5.html

Akuntabilitas Pelaporan Keuangan

Akuntabilitas Pelaporan Keuangan

 

Sebagai Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), BPKP membantu mewujudkan

akuntabilitas dalam pelaporan keuangan negara dan daerah. Akuntabilitas pelaporan

keuangan negara masih memerlukan perbaikan sebagaimana ditandai dengan masih belum

diperolehnya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2011, demikian juga atas 20 kementerian/lembaga (K/L)

Page 4: Skripsi Cadangan

atau 23% dari total K/L, serta pada hampir semua  pemerintah daerah (pemda), yaitu 431

pemda atau 87% dari 498 pemda yang diaudit BPK.

Kegiatan yang dilakukan BPKP untuk mendukung terwujudnya akuntabilitas pelaporan

keuangan meliputi antara lain :

Kegiatan pendampingan penyusunan laporan keuangan K/L/pemda,

Reviu laporan keuangan K/L/pemda sebelum diaudit oleh BPK,

Menindaklanjuti hasil temuan BPK,

Pendampingan perbaikan sistem pelaporan,

Implementasi Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA),

Sosialisasi, pembentukan satgas, dan workshop SPIP, dan

peningkatan kapasitas SDM pengelolaan keuangan daerah dan APIP

 

Secara umum, beberapa faktor yang menyebabkan laporan keuangan K/L dan pemda

tersebut belum memperoleh opini WTP adalah karena penyajian yang belum sepenuhnya

sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), lemahnya sistem pengendalian intern, belum

tertatanya barang milik negara/daerah dengan tertib, pengadaan barang yang belum

mengikuti ketentuan yang berlaku, dan kurang memadainya kapasitas SDM pengelola

keuangan.

 

Sebagaimana tahun sebelumnya, pada tahun 2012 BPKP secara prokatif telah bekerjasama,

baik dengan K/L maupun pemda, dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan

K/L/pemda menuju opini WTP dan mempertahankan kualitas laporan keuangan bagi

K/L/pemda yang telah memperoleh opini WTP.

Upaya tersebut merupakan tindak lanjut dari direktif Presiden, yang pada intinya

mendorong ditingkatkannya akuntabilitas pengelolaan keuangan negara melalui kerjasama

antara K/L/Pemda dengan BPKP.

Kerjasama tersebut ditujukan terutama untuk mengatasi berbagai faktor penyebab tidak

diperolehnya opini WTP, antara lain mencakup penguatan SPIP pada K/L/Pemda, reviu atas

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), pendampingan penyusunan laporan keuangan

dan pendampingan reviu laporan keuangan instansi bagi APIP K/L/pemda untuk

meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangan agar sesuai dengan SAP, penerapan

aplikasi Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang dibangun oleh BPKP,

pendampingan penataan barang milik negara/daerah, peningkatan kapasitas SDM pengelola

keuangan, sosialisasi peraturan dan pedoman bidang keuangan, bimbingan teknis

pengelolaan keuangan negara/daerah, serta penugasan pegawai BPKP ke berbagai K/L dan

Pemda.

Page 5: Skripsi Cadangan

Upaya perbaikan tersebut menunjukkan komitmen yang tinggi dan langkah nyata dari

pimpinan K/L/pemda yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangannya.

Sumber: (akses 19 mei 2014) http://www.bpkp.go.id/konten/419/Akuntabilitas-Pelaporan-Keuangan.bpkp

Berita Seputar Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Arsip Berita

Sambutan

Penerapan SPIP di lingkungan instansi pemerintah akan mendorong terciptanya reformasi

birokrasi dan tata kelola pemerintah yang baik sesuai dengan amanat Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 - 2014. Hal ini dikarenakan

SPIP mempunyai 4 tujuan yang ingin dicapai yaitu (1) Kegiatan yang efektif dan efisien, (2)

Laporan keuangan yang dapat diandalkan, (3) Pengamanan aset negara, dan (4) Ketaatan

terhadap peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 59 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, BPKP dinyatakan sebagai pembina

penyelenggaraan SPIP yang mempunyai kewajiban menyusun pedoman teknis

penyelenggaraan SPIP, mensosialisasikan SPIP, melakukan pendidikan dan pelatihan SPIP,

melakukan pembimbingan dan konsultansi SPIP, serta melakukan peningkatan kompetensi

auditor aparat pengawasan intern pemerintah.

Kepala BPKP,

Mardiasmo

Sumber: (akses 19 mei 2014) http://www.bpkp.go.id/spip

Page 6: Skripsi Cadangan

BAB IPENDAHULUAN

Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968 menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1933 Nomor 320) menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam perkembangannnya, era reformasi ini telah turut mempengaruhi paradigma pengelolaan maupun pelaporan keuangan daerah secara signifikan. Perubahan paradigma tersebut diawali dengan bergulirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan aturan pelaksananya, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dengan diberlakukannya otonomi ini, Pemerintah Daerah menerima limpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat dalam mengurus rumah tangga daerahnya sendiri yang disertai dengan penyerahan dan pengalihan Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2 pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Meskipun demikian, urusan pemerintahan tertentu

Page 7: Skripsi Cadangan

seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional masih diatur Pemerintah Pusat. Disamping undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengelolaan keuangan daerah saat ini tidak saja harus mengalokasikan dana publik dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, tetapi juga harus mengelola dana publik sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah demi terwujudnya tata pemerintahan yang baik atau good governance. Good governance khususnya di bidang keuangan negara/daerah adalah pilar utama menuju clean government. Demi terwujudnya good governance maka dalam pelaksanaan otonomi daerah diperlukan transparansi dan akuntabilitas publik. Pemerintahan yang transparan dapat dilihat dari adanya kebebasan dan kemudahan dalam memperoleh informasi secara akurat dan memadai bagi mereka yang membutuhkan. Sedangkan akuntabel berhubungan dengan pertanggungjawaban pemerintah kepada stakeholder atas setiap aktivitas yang dilakukannya (Mardiasmo, 2009:18). Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 3 Menurut hasil penelitian Bozz-Allen dan Hamilton (dalam Sadeli, 2008:102) serta Huther dan Shah (2000), tahun 1999 Indonesia menduduki peringkat paling rendah dalam hal indeks good governance dan kualitas governance dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara lainnya. Besarnya indeks good governance Indonesia hanya sebesar 2,88 dibawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72), Thailand (4,89) dan Filipina (3,47). Kualitas governance Indonesia tergolong dalam kategori poor governance (pemerintahan yang buruk), sementara Malaysia dan Singapura tergolong dalam kategori good governance (pemerintahan yang baik) serta Thailand dan Filipina tergolong dalam kategori fair governance (pemerintahan yang cukup baik). Indeks good governance dan kualitas governance ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat good governance menunjukkan pula bahwa akuntabilitas belum berjalan sepenuhnya. Tabel 1.1Good Governance di Asia Tenggara 1999 NEGARAIndeksEfisiensi KorupsiIndeks Peradilan

Page 8: Skripsi Cadangan

Indeks GoodGovernance Kategori KualitasGovernance Malaysia 9,00 7,38 7,72 Good GovernanceSingapura 10,00 8,22 8,93 Good GovernanceThailand 3,25 5,18 4,89 Fair GovernanceFilipina 4,75 7,92 3,47 Fair GovernanceIndonesia 2,50 2,15 2,88 Poor Governance Sumber: ihyaul.staff.umm.ac.id berikut: Adapun kriteria penentuan kategori kualitas governance adalah sebagai Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 4 Tabel 1.2Kriteria Kualitas Good Governance Governance Quality Index Kategori61-80 Good Governance41-60 Fair Governance21-40 Poor Governance Sumber: Huther and Shah Sementara indeks good governance Provinsi Jawa Barat dapat terlihat dalam tabel berikut: Tabel 1.3Indeks Governance Provinsi Jawa Barat Prinsip IndeksPartisipasi 5.07Kewajaran 2.41Akuntabilitas 5.73Transparansi 5.68Efisiensi 8.68Efektivitas 5.70 Sumber: kemitraan.co.id Berikut kriteria kategori governance: Gambar 1.1Index Scale Governance

Very Nearly Nearly Very Poor Poor Poor So-So Good Good Good

Page 9: Skripsi Cadangan

1 2,29 3,57 4,86 6,14 7,43 8,71 10 Sumber: kemitraan.co.id Berdasarkan tabel dan kriteria tersebut maka partisipasi (5.07) maka tergolong dalam kategori so-so governance, kewajaran (2.41) maka tergolong Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 5 dalam kategori poor governance, akuntabilitas (5.73) maka tergolong dalam kategori so-so governance, transparansi (5.68) maka tergolong dalam kategori so-so governance, efisiensi (8.68) maka tergolong dalam kategori good governance, dan efektivitas (5.70) maka tergolong dalam kategori so-so governance. Hal ini menunjukkan bahwa akuntabilitas pemerintah Provinsi Jawa Barat belum berjalan sepenuhnya. Berikut rincian akuntabilitas per indikator pemerintah Provinsi Jawa Barat: Tabel 1.4Akuntabilitas Pemerintah Provinsi Jawa Barat Kode Indikator IndeksG1A1 Koherensi antara Target Pencapaian Pembangunan Tahunan dalam LKPJ dengan tiga target utama dalamRPJMD (Rencana Pembangunan Jangka MenengahDaerah) G1A2 Rasio ditetapkan oleh Peraturan Daerah dan programpemerintah daerah (dalam %) G1A3 Rasio dalam rancangan APBD menjadi APBD tanpaperubahan asumsi dasar, situasi darurat danperubahan kebijakan nasional. G2A1 Ketepatan waktu dalam pemberlakuan PeraturanDaerah tentang APBD G3A1 Rasio Hibah/subsidi dan bantuan sosial untuk belanjabarang dan jasa G4A1 Komitmen DPRD dalam mempertimbangkan aspirasipublik Sumber: kemitraan.co.id Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

4.00 Dari tabel tersebut terlihat bahwa indeks indikator rasio hibah/subsidi dan bantuan sosial untuk belanja barang dan jasa (3.66) yang merupakan indeks terendah, kemudian koherensi antara Target Pencapaian Pembangunan Tahunan dalam LKPJ dengan tiga target utama dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) (4.00), komitmen DPRD dalam mempertimbangkan

Page 10: Skripsi Cadangan

7.47 9.82 7.00 3.66 4.60 6 aspirasi publik (4.60), ketepatan waktu dalam pemberlakuan Peraturan Daerah tentang APBD (7.00), rasio ditetapkan oleh Peraturan Daerah dan program pemerintah daerah (dalam%) (7.47), dan rasio dalam rancangan APBD menjadi APBD tanpa perubahan asumsi dasar, situasi darurat dan perubahan kebijakan nasional (9.82). Fenomena di masyarakat yang menggambarkan akuntabilitas keuangan belum berjalan sepenuhnya antara lain, tingkat korupsi yang masih tinggi, adanya kebocoran anggaran yang timbul akibat praktek pencairan dana yang tidak sesuai dengan anggaran dana yang tersedia, dibuktikan dengan masih banyaknya kebocoran anggaran yang timbul akibat praktek pencairan dana yang tidak sesuai dengan anggaran dana yang tersedia, sementara penerima dana harus mempertanggungjawabkan sesuai dengan anggaran dana yang ditetapkan. Akibatnya penerima dana akan berusaha untuk memperoleh bukti transaksi guna mendukung pertanggungjawaban tersebut sehingga pertanggungjawaban realisasi anggaran sebagai wujud akuntabilitas keuangan instansi pemerintah daerah berisi pertanggungjawaban yang diragukan kebenarannya (Widyaningsih, 2009:9). Pertanggungjawaban pemerintah kepada stakeholder dalam memberikan informasi dan mengungkapkan aktivitas serta kinerja finansialnya dilakukan melalui penyajian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Governmental Accounting Standards Board (GASB) dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting (dalam Mardiasmo, 2009:162) menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan tujuan tertinggi pelaporan keuangan pemerintah. Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 7 Fakta mengenai rendahnya kualitas laporan keuangan tercermin dalam opini yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintah daerah. Pada Semester II Tahun 2012, BPK telah melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2011 pada 94 pemerintah provinsi/ kabupaten/kota. Dengan demikian, selama tahun 2011 BPK telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas 520 LKPD Tahun 2011 dari 524 pemerintah daerah di seluruh Indonesia. BPK telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 67 LKPD, opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas 349 LKPD, opini Tidak Wajar (TW) atas 8 LKPD dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atas 96 LKPD. 100%

Page 11: Skripsi Cadangan

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%Perkembangan opini LKPD tahun 2007 s.d. 2011 sebagai berikut: 1%

Gambar 1.2Grafik Perkembangan Opini LKPD Tahun 2007 - 2011 2% 2% 4% 9% 57% 65% 63% 64% 68% 13% 7% 10% 6% 1%

WTP WDP TW TMP29% 26% 25% 26% 22%

Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2012 Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2007-469 LHP2008-485 LHP2009-504 LHP2010-522 LHP2011-520 LHP8 Sedangkan opini BPK yang diberikan atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) di Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai beikut: Tabel 1.5Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat No.Entitas Pemerintah Daerah2007 2008 2009 2010 2011 1. Kabupaten Bandung WDP WDP WDP WDP WDP2. Kabupaten Bandung Barat - TMP TMP TMP WDP

Page 12: Skripsi Cadangan

3. Kabupaten Bekasi WDP WDP WDP WDP WDP4. Kabupaten Bogor WDP WDP WDP WDP WDP5. Kabupaten Ciamis WDP WDP WDP WDP WDP6. Kabupaten Cianjur TMP WDP TMP WDP WDP7. Kabupaten Cirebon WDP WDP WDP WDP WDP8. Kabupaten Garut TMP WDP WDP WDP WDP9. Kabupaten Indramayu TMP WDP WDP WDP WDP10. Kabupaten Karawang TMP WDP WDP WDP WDP11. Kabupaten Kuningan WDP WDP WDP WDP WDP12. Kabupaten Majalengka WDP WDP WDP WDP WDP13. Kabupaten Purwakarta WDP WDP WDP WDP WDP14. Kabupaten Subang TMP WDP WDP WDP WDP15. Kabupaten Sukabumi WDP WDP WDP WDP WDP16. Kabupaten Sumedang WDP WDP WDP WDP WDP17. Kabupaten Tasikmalaya WDP WDP WDP WDP WDP Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2012 Anggota BPK Ali Masykur Musa menyatakan bahwa hasil audit BPK menggambarkan tingkat kualitas pengelolaan keuangan negara sejak 2007-2011 buruk. Bahkan, sejumlah laporan keuangan pemerintah hingga akhir 2009 banyak ditemukan disclaimer (menolak memberikan opini) karena terjadi pelanggaran Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 9 penggunaan anggaran. Lantas pada 2010 sejumlah audit lembaga negara wajar dengan pengecualian. (www.tempo.co dikutip tanggal 18 Februari 2013) Salah satu kriteria pemberian opini terhadap laporan keuangan menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah penilaian kepatuhan terhadap perundang-undangan. Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian negara/daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakekonomisan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2012, terdapat 5.776 kasus senilai 3,78 triliun sebagai akibat adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang ditemukan pada 426 entitas. Rincian jenis temuan pada tiap-tiap kelompok adalah sebagai berikut: Tabel 1.6Kelompok Temuan Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peundang-undangan dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan PemerintahDaerah Tahun 2011 No. Kelompok Temuan JumlahKasus Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Perundang-Undanganyang Mengakibatkan: Nilai (juta Rp)

Page 13: Skripsi Cadangan

1. Kerugian Daerah 1.609 865.376,782. Potensi Kerugian Daerah 354 1.603.922,083. Kekurangan Penerimaan 945 411.985,754. Administrasi 2.318 -5. Ketidakhematan/Pemborosan 231 183.959,046. Ketidakefisienan 2 537,507. Ketidakefektifan 317 718.080,27 Jumlah 5.776 3.783.861,42Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2012 Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 10 Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2012, nilai ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan atas LKPD Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut: Tabel 1.7Daftar Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peundang-undangan dalam Pemeriksaan LKPD Kabupaten Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 DaerahPotensi No. EntitasKerugian KerugianDaerah KekuranganPeneri-maanAdmi-nistrasiKetidakhematan

1.Kab. Bandung 6.006,40 2.063,43 671,08 6 - - -2.Kab. Bandung Barat206,05 - 68,36 5 - - 3.Kab. Bekasi 380,44 4.829,96 9.031,65 1 94,00 - -4. Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu Ketidakefisienan

Kab. Bogor 1.365,72 - 1.664,40 3 34,16 -

Page 14: Skripsi Cadangan

- 5.Kab. Ciamis 295,54 3.653,10 55,30 6 219,70 - 3,896. Kab. Cianjur 748,31 182,46 455,91 2 - -102,74 7.Kab. Cirebon 2.913,20 - 577,36 6 - - 40,008. Kab. Garut 300,48 11,03 44,26 3 - -- 9.Kab. Indramayu 657,59 72.869,54 599,97 1 - - -10. Kab. Karawang 817,56 - 3.202,19 7 - -- 11.Kab. Kuningan 343,26 1.609,75 751,46 6 - - 20.373,4112. Kab. Majalengka 121,99 - 97,07 1 - -- 13.Kab. Purwakarta 4.211,07 - 250,53 5 16,38 - -14. Kab. Subang 202,55 - - 2 - -- 15.Kab. Sukabumi 1.357,59 178,40 163,04 4 - - -16. Kab. Sumedang 386,97 - 1,23 9 766,49 -2.812,00 17.Kab. Tasikmalaya 596,72 - - 4 - - Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2012 Selain penilaian atas kepatuhan terhadap perundang-undangan, hasil pemeriksaan juga mengungkapkan efektivitas sistem pengendalian intern. Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan Ketidakefektifan

875,00 - 11 keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan pimpinan (Bastian, 2011:450). Menurut hasil evaluasi yang dilakukan BPK atas sistem akuntansi dan

Page 15: Skripsi Cadangan

prosedur pengamanan kekayaan/keuangan pemerintah daerah, atau yang biasa dikenal dengan sistem pengendalian intern (SPI), laporan keuangan pemerintah daerah yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan wajar dengan pengecualian (WDP) pada umumnya memiliki sistem pengendalian intern yang lebih baik dibanding yang memperoleh opini tidak wajar (TW) dan tidak memberikan pendapat (TMP). Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) Nur yasin menjelaskan bahwa akar permasalahan rendahnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara di Indonesia adalah kegagalan Kementerian, Lembaga Negara, BUMN/BUMD, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya dalam mengimplementasikan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP). (www.jurnalparlemen.com dikutip tanggal 22 Juli 2013) Atas berbagai kelemahan tersebut, maka untuk mencapai pengelolaan keuangan yang negara/daerah yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel, gubernur dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintah. Pengendalian Intern pada pemerintah pusat dan daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Sistem pengendalian intern pemerintah memiliki fungsi untuk memberi keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 12 pemerintahan negara, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap undang-undang. Melalui penguatan sistem pengendalian intern pemerintah (SPI) diharapkan upaya perbaikan kualitas penyusunan laporan keuangan dapat lebih dipacu sehingga ke depan dapat memperoleh opini yang semakin baik. Sebab laporan keuangan yang memperoleh opini WTP berarti laporan tersebut dapat dipercaya sebagai alat pengambilan keputusan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders). Selain itu, sistem pengendalian intern (SPI) yang baik dapat mencegah pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat memperoleh efisiensi, efektivitas, dan mencegah terjadinya kerugian keuangan negara (BPK, 2012:5). Akuntabilitas keuangan pemerintah Provinsi Jawa Barat yang tergolong dalam kategori so-so governance sehingga pertanggungjawaban pemerintah kepada stakeholders merupakan pertanggungjawaban yang masih diragukan kebenarannya. Selain itu, LKPD yang memperoleh opini Wajar WTP masih rendah, sementara LKPD yang memperoleh opini WDP, TW bahkan TMP masih sangat tinggi. Akuntabilitas keuangan dan kualitas laporan keuangan yang masih rendah salah satunya disebabkan oleh kelemahan sistem pengendalian intern, yaitu penerapan sistem pengendalian intern pemerintah yang belum dilakukan secara menyeluruh sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

Page 16: Skripsi Cadangan

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengkajinya kembali melalui suatu penelitian dengan judul: “Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 13 Pemerintah (SPIP) terhadap Kualitas Laporan Keuangan dan Implikasinya terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian pada Laporan Realisasi Anggaran di Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 2. Bagaimana gambaran Kualitas Laporan Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 3. Bagaimana gambaran Akuntabilitas Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 4. Bagaimana pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 5. Bagaimana pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Akuntabilitas Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 6. Bagaimana pengaruh Kualitas Laporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 14 7. Bagaimana pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Kualitas Laporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi mengenai gambaran Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Kualitas Laporan Keuangan dan Akuntabilitas Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat, untuk mengetahui pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan, Sistem Pengendalian

Page 17: Skripsi Cadangan

Intern Pemerintah terhadap Akuntabilitas Keuangan, Kualitas Laporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Keuangan serta Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Kualitas Laporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Keuangan. 1.3.2. Tujuan Penelitian adalah: Dalam kaitannya dengan masalah ini, tujuan penelitian yang ingin dicapai 1. Untuk mengetahui gambaran Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 2. Untuk mengetahui gambaran Kualitas Laporan Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 15 3. Untuk mengetahui gambaran Akuntabilitas Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 4. Untuk mengetahui pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 5. Untuk mengetahui pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Akuntabilitas Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 6. Untuk mengetahui pengaruh Kualitas Laporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 7. Untuk mengetahui pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Kualitas Laporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat. 1.4. Kegunaan Penelitian Dari penulisan penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat bagi semua pihak. Adapun kegunaan dari penelitian dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu: 1.4.1 Aspek Teoritis Bagi penulis dapat bertambah pengetahuan mengenai bagaimana Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam pengaruhnya menentukan Kualitas Laporan Keuangan sehingga Akuntabilitas Keuangan dapat terwujud. Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 16 Sedangkan bagi dunia akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

Page 18: Skripsi Cadangan

memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur Akuntansi Sektor Publik terutama dalam pengembangan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) dan dapat dijadikan dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 1.4.2 Aspek Praktis Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten sebagai user utama dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna dalam penerapan sistem pengendalian intern pemerintah yang mana dalam pelaksanaannya dapat menentukan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Kualitas laporan keuangan menjadi hal yang sangat penting karena laporan keuangan merupakan salah satu bentuk akuntabilitas keuangan. Indriya Kartika, 2013Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan DanImplikasinya Terhadap Akuntabilitas Keuangan (Penelitian Pada Laporan Realisasi Anggaran diPemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat)Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu