Skripsi Bab 123
-
Upload
lindon-tampubolon -
Category
Documents
-
view
247 -
download
0
Transcript of Skripsi Bab 123
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
1/48
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS MENGENAI KEBIJAKAN KENAIKAN TARIF
PADA PAJAK REKLAME DI KOTA BEKASI
PROPOSAL SKRIPSI
BATARA TUA PARULIAN
0906533423
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI FISKAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
2013
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
2/48
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kota Bekasi merupakan daerah otonomi dan daerah penyanggah dari kota
Jakarta yang berposisi dibawah provinsi Jawa Barat. Penyanggahan tersebut
dikarenakan adanya aktivitas pada ibukota Indonesia yang cukup besar dan
menjadi salah satu pusat dari kegiatan ekonomi Indonesia. aktivitas ekonomi yan
besar dan membutuhkan banyaknya faktor faktor yang memicu perkembangan
dan pelaksanaan rotasi kegiatan ekonomi tersebut mendorong perkembangan yang juga memicu adanya perkembangan kota disekitar Jakarta. Perkembangan ini
dikarenakan Bekasi memiliki peranan yang juga membantu pelaksanaan kegiatan
ekonomi di Jakarta, salah satu contohnya merupakan kependudukan dari kota
Bekasi yang memiliki pekerjaan di Jakarta. Kerjasama ini memberikan manfaat
pada kota Bekasi seperti adanya peningkatan penduduk yang tinggal ataupun
perluasan usaha dari Jakarta yang mendirikan cabang atau menempatkan salah
satu divisinya di Kota Bekasi.
Peningkatan penduduk merupakan salah satu manfaat yang diperoleh
Kota Bekasi dari pemekaran tersebut. Peningkatan penduduk menunjukkan
adanya ketertarikan masyarakat untuk tinggal di Kota Bekasi. Peningkatan ini
banyak dipengaruhi oleh letak Bekasi yang dekat dengan Jakarta. Akses antara
Jakarta dan Bekasi menjadi tawaran menarik bagi penduduk yang ingin tinggal di
Kota Bekasi. Dan tak hanya segi akses yang dekat, adanya layanan komuter yang
cukup mendukung penduduk Kota Bekasi dalam melaksanakan kegiatan sehari
harinya yang terkadang berhubungan dengan Jakarta. Selain segi transportasi,
Kota Bekasi juga memiliki beberapa perkembangan pada kawasan industri dan
kawasan perbelanjaan. Dengan adanya perkembangan yang terjadi Kota Bekasi,
diharapkan akan mendorong tingkat pertumbuhan penduduk Kota Bekasi dan juga
meningkatkan kualitas hidup penduduk kota tersebut. Berikut adalah data
mengenai pertumbuhan penduduk kota Bekasi;
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
3/48
2
Universitas Indonesia
Tabel 1.1
Pertumbuhan Penduduk Kota Bekasi tahun 2005 - 2011
Tahun
Jumlah
Penduduk
Pertumbuhan Penduduk
(%)
2005 2.001.899 -
2006 2.071.444 3,47%
2007 2.143.804 3,49%
2008 2.238.717 4,43%
2009 2.319.518 3,61%
2010 2.334.871 0,66%
2011 2.422.922 3,77%
Sumber:Pusat Data Statistik Kota Bekasi
Pada Tabel 1.1 dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk kota Bekasi terus
menerus bertambah pada kisaran 3-4%, namun pada 2010 pertumbuhan penduduk
hanya sebesar 0,66%, pertumbuhan penduduk ini tergolong kecil dibandingkan
dengan pertumbuhan penduduk sebelumnya.
Dengan posisi yang bersebelahan dengan kota Jakarta,Bekasi memperoleh
nilai strategis reklame yang cukup besar. Hal ini disebabkan dikarenakan letak
kota bekasi yang menjadi salah satu sasaran utama bagi pemasaran produk
produk produsen barang atau jasa berskala nasional ataupun internasional yang
akan dikonsumsi oleh masyarakat. Alasan lain mengapa kota Bekasi dijadikan
salah satu target pemasaran dari media pemasaran reklame dikarenakan jumlah
penduduk yang cukup tinggi yang pada akhir januari 2012 menurut bekasikota.go.id sebesar 2,5 juta jiwa. Jumlah tersebut juga disertai tingkat
kepadatan penduduk Bekasi pada akhir Januari 2012 mencapai angka 11.877 jiwa
per Km. dengan wilayang yang paling padat penduduknya adalah kecamatan
Bekasi Utara yang angka kepadatannya mencapai 19.387 jiwa per Km.
Perkembangan ekonomi dan peningkatan penduduk menyebabkan
pesatnya usaha penyelenggaraan reklame ini. Pemasaran melalui reklame
memang tergolong efektif pada marketing yang dilaksanakan oleh penjual pada
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
4/48
3
Universitas Indonesia
konsumen dan seiring berkembangnya kegiatan ekonomi yang terjadi,
Penyelenggaraan reklame menjadi semakin banyak dan menggunakan berbagai
macam media, seperti reklame billboard, megatron ataupun sticker. Keberadaan
reklame itu pun bisa dimana, seperti di pinggir jalan, di persimpangan atau bahkan
ditempelkan pada kendaraan. Dengan penempatan reklame yang strategis dan juga
tersebar di daerah yang cukup luas, reklame menjadi salah satu sumber informasi
produk yang ditawarkan produsen pada banyak konsumen yang melihat reklame
tersebut.Dengan tingginya pertumbuhan akan jumlah penyelenggaraan reklame
mendorong Pemerintah Daerah untuk menggali potensi pembiayaan sebagai
bentuk pelaksanaan akan kewajiban mereka memenuhi kebutuhan rumah tangga
Pemerintah Daerah sehari hari.
Untuk memperdalam mengenai apa itu pajak reklame, diperlukan
pengertian akan objek pajak dari pajak reklame tersebut. menurut Perda Bekasi
nomor 14 tahun 2012 yang dimaksud reklame adalah benda, alat, perbuatan atau
media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial
memperkenalkan, menganjurkan, promosi atau menarik perhatian umum terhadap
barang, jasa, orang atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan,
dan/atau dinikmati oleh umum. Dari pengertian yang tertera dalam peraturan
tersebutlah beberapa media promosi dapat digolongkan sebagai objek pajak
reklame. Dan dalam Perda Bekasi nomor 14 tahun 2012, yang termasuk objek
pajak dari pajak reklame tersebut adalah :
a. Reklame papan/ billboard/ videotron/ megatron/ dan sejenisnya;
b. Reklame kain;
c.
Reklame melekat, stiker;d. Reklame Selebaran;
e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame udara;
g. Reklame apung;
h. Reklame suara;
i. Reklame film/ slide; dan
j. Reklame peragaan.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
5/48
4
Universitas Indonesia
Dengan semakin banyaknya reklame yang tersebar pemerintah daerah pun
menggunakan potensi ini sebagai salah satu sumber pemasukan daerah. Melalui
pajak reklame pemerintah dapat menarik adanya pembiayaan dari anggaran
pemerintah daerah melalui penyelengaraan dari reklame tersebut. potensi
pendapatan ini cukup besar untuk menjadi salah satu pembiayaan yang dimiliki
oleh pemerintah daerah.
Dapat kita lihat contohnya pada kota bekasi, tabel 1.2 yang menjelaskann
mengenai beberapa jenis realisasi pemasukan daerah kota bekasi dari sektor pajak.
Tabel 1.2
Realisasi Penerimaan Beberapa Pajak di Kota Bekasi tahun anggaran 2009-
2012 (Dalam Rupiah)
jenis pajak 2009 2010 2011 2012
Pajak Hotel 2.212.566.114 2.711.074.812 3.348.011.541 4.062.680.578
Pajak
Restoran 29.072.724.403 35.993.072.30045.324.573.725
58.706.451.527
Pajak
Hiburan 4.378.328.433 5.940.680.537 8.610.847.387 12.749.787.164
Pajak
Reklame 13.261.397.470 13.875.969.916 16.317.201.997 16.187.872.619
Pajak
Penerangan
Jalan 47.183.166.954 88.323.935.080 117.979.596.235 130.887.027.632
Pajak Parkir 2.877.880.800 3.775.396.045 6.051.487.394 6.108.187.680Pajak Air
Tanah 1.723.347.943 2.355.282.822
Bea
Perolehan
Hak Atas
Tanah dan
Bangunan 176.437.726.551 266.775.741.000
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi (data diolah oleh Peneliti)
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
6/48
5
Universitas Indonesia
Pada tabel 1.2 mengatakan bahwa dari tahun ke tahun pajak reklame
memberikan masukan yang cukup besar bagi pemerintah daerah bekasi.
Penerimaan pajak reklame kota bekasi dari tahun 2009 sebesar Rp13.261.397.470,
ditahun berikutnya ada sedikit peningkatan sebesar 4,63%. lalu ada peningkatan
pada tahun 2011 sebesar 17,59% dan kemudian ada penurunan sedikit pada tahun
2012 sebesar 0,79%.
Tak hanya sebatas dari pemasukan keuangan daerah, ternyata reklame juga
memberi cukup beberapa masalah pada tata kota terkait. Banyaknya reklame pada
Kota Bekasi membuat rusaknya nilai estetika dari kota tersebut. dan perlu adanya
pengetatan aturan pada penyelenggaraan reklame menurut Kepala Bidang
Pertamanan dan Dekorasi Pemkot Bekasi, Mardani (Bekasiraya.com). Oleh sebab
itu pemda Bekasi menaikan tarif dari pajak reklame kota bekasi dengan harapan
fungsi regulerend pada pajak dapat membantu menekan adanya perkembangan
reklame yang cenderung dikatakan telah melewati batas dan mulai merusak nilai
estetika dalam kota tersebut. seperti yang dikatakan dalam republika.com bahwa
Sebelumnya, Perda Nomor 14 Tahun 2012 mengatur soal kenaikan tarif Pajak
Reklame. Sebenarnya Perda ini dibuat untuk mencegah munculnya anggapan
Kota Bekasi sebagai 'Kota Reklame' disebabkan hampir di setiap sudut jalan
penuh dengan reklame. Namun di sisi lain, kenaikan itu justru berpengaruh
kepada minat pengusaha untuk memasang reklame (republika.com). Dan juga
anggota Komisi C DPRD Kota Bekasi, Heli Mulyaningsih mengatakan bahwa
persoalan reklame di Kota Bekasi segera harus dibenahi, baik dalam segi
pendapatan maupun segi esetetika. Menurut Heli, secara estetika, titik reklame
yang ada di Kota Bekasi perlu dibenahi sebab masih sangat semrawut. Dari
kenyataan tersebut, Komisi C DPRD Kota Bekasi memahami betul ketika Pemkot
mematok nilai pajak reklame tinggi yang tujuan awalnya guna membatasi jumlah
reklame agar tidak menimbulkan kesemrawutan. Dengan alasan demikian lah
pemda meningkatkan tarif pajak reklame dengan harapan menekan dari
peningkatan (BekasiRaya.com)
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
7/48
6
Universitas Indonesia
Gambar 1.1
Peletakan Reklame di Kota Bekasi
Sumber: Bekasiraya.com
Peningkatan tarif ini menimbulkan masalah bagi pengusahan reklame yangada di kota tersebut seperti menurunnya jumlah pengguna jasa penyelenggaraan
reklame karena adanya kenaikan tarif yang menurut pihak pengusaha tidak sesuai.
Seperti yang dikatakan oleh salah satu pengusaha Harti Muntako dalam
dakta.com, Salah satu kebijakan yang cukup memberatkan pengusaha di kota
bekasi menurutnya, yakni pajak reklame yang cukup besar, yakni 320 persen.
Dengan kisaran nilai yang cukup besar ini banyak kliennya yang tidak lagi bekerja
sama dengannya dan beralih ke Jakarta untuk pemasangan iklannya , dikarenakan
tarif yang lebih murah ketimbang tarif di kota bekasi. Mahalnya pajak reklame
inilah, yang membuat dirinya mengalami kerugian, dan tentunya juga dirasakan
pemborong.(dakta.com)
Kenaikan tarif sebesar 320% ini memberikan dampak penurunan
signifikan pada pada jumlah reklame yang beredar, ini menunjukkan adanya
keberhasilan kebijakan tersebut dalam fungsi regulerend , tetapi harga ini
kemudian direvisi lagi oleh pemda setempat yang memberikan keringannan
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
8/48
7
Universitas Indonesia
sebesar 50% dikarenakan pada keluhan dari pengusaha biro iklan seperti yang
dikatakan Kepala Seksi Reklame Dinas Pertamanan, Pemakaman, dan Penerangan
Jalan Umum Kota Bekasi. Ini dapat berdampak menurunnya fungsi pajak
regulerend dalam mengontrol penyebaran reklame tersebut. Padahal dengan
penurunan signifikan tersebut pemerintah kota dapat mentata kembali
penyelenggaraan reklame tersebut. (Kabar4.com)
Keberadaaan reklame akan terus ada seiring berjalannya kegiatan
pemasaran yang terjadi dilakukan produsen demi menarik konsumen dalam
menggunakan atau mengkonsumsi barang atau jasa yang mereka produksi.
Tingkat penawaran ini akan terus bertambah seiring bertambahnya jumlah
konsumen yang terus bertambah dan persaingan pasar yang semakin ketat.
Kenaikan tarif sebesar 320% ini memberikan adanya keluhan dari pengusaha yang
bahwa kenaikan tersebut tidaklah wajar dan membuat para pengusaha lebih
memilih Jakarta sebagai tempat investasi usaha reklamenya dikarenakan harga
yang menurut mereka tidak sesuai (dakta.com).
Tabel 1.3
Realisasi dan target pajak reklame pada periode 2009 2012
Tahun Target Realisasi Persentase
2009 13.636.870.000 13.261.397.470 97,25%
2010 17.829.247.000 13.875.969.916 77,83%
2011 17.946.682.000 16.317.201.997 90,92%
2012 19.842.799.800 16.187.872.619 81,58%
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi (data diolah oleh Peneliti)
Dapat dilihat juga pada tabel 1.3 bahwa pajak reklame terus mengalami
peningkatan dalam realisasinya dalam 4 tahun terakhir. Namun pajak reklame
juga masih belum memenuhi target yang telah ditentukan dalam periode tersebut.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
9/48
8
Universitas Indonesia
Tabel 1.4
Jenis Pajak Reklame beserta target dan realisasinya
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi (data diolah oleh Peneliti)
Berdasarkan dari tabel 1.4 mengenai realisasi berbagai jenis reklame yang
dipungut pajak kota bekasi realisasi yang dilaksanakan masih dibawah target
yang ditentukan. Hal ini perlu menjadi salah satu faktor yang diperhatikan
dikarenekan kota Bekasi sendiri membentuk kebijakan kenaikan tarif untuk
mengurangi reklame yang ada.
Kenaikan ini berhasil membuat jumlah reklame pada kota Bekasi yang
sekaligus berdampak pada penyusutan drastis jumlah pengusaha reklame serta
pungutan yang diperoleh dari pajak reklame kota Bekasi namun mengurangi
potensi pendapatan dikarenkan cukup rendahnya pendapatan yang diperoleh dari pajak reklame yang pendapatan pada tahun sebelumnya sebesar
Rp16.187.872.619 yang merupakan jumlah yang tidak kecil untuk pendapatan
daerah. Kenaikan tarif demi fungsi regulerend berarti pemerintah daerah membuat
pemerintah daerah harus siap penurunan potensi pajak demi penataan kota yang
lebih baik dan reklame yang teratur. Namun pelarian pengusaha ini membuat
pihak pembuat kebijakan yaitu DPRD mendesak revisi pada perda kenaikan
reklame tersebut. Revisi tersebut mengeluarkan keputusan baru yang menjadikan
jenis reklametarget realisasi persentase target realisasi persentase
reklame papan/ billboard/megatron/videotron 11.940.000.000 12.483.036.070 104,55% 14.604.692.000 13.570.783.675 92,92%reklame kain 357.500.000 136.566.300 38,20% 616.420.000 304.436.041 49,39%reklame berjalan 155.370.000 127.692.200 82,19% 180.977.000 750.200 0,41%reklame udara 34.000.000 4.781.400 14,06% 39.603.000 -reklame alat bersinar 1.150.000.000 509.321.500 44,29% 2.387.555.000 -total 13.636.870.000 13.261.397.470 97,25% 17.829.247.000 13.875.969.916 77,83%
jenis reklametarget realisasi persentase target realisasi persentase
reklame papan/ billboard/megatron/videotron 16.000.000.000 16.009.126.350 100,06% 17.293.509.900 15.794.745.490 91,33%reklame kain 946.682.000 308.075.647 32,54% 1.469.289.900 393.127.129 26,76%reklame berjalan - - - -reklame udara - - - -reklame alat bersinar 1.000.000.000 - 1.080.000.000 -total 17.946.682.000 16.317.201.997 90,92% 19.842.799.800 16.187.872.619 81,58%
2009 2010
2011 2012
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
10/48
9
Universitas Indonesia
kenaikan hanya sebesar 50%. Namun hal ini membuat melemahnya fungsi
regulerend dari pajak reklame tersebut yang pada dasarnya. Pelemahan fungsi
rregulerend ini membuat pajak reklame akan lebih sulit membantu Bekasi dalam
melepaskan slogan Kota Reklame yang umum di kalangan masyarakat umum.
1.2 Pokok Permasalahan
Kebijakan perubahan Perda Nomor 14 Tahun 2012 ini merupakan salah
satu kunci dalam penataan awal dari reklame tersebut. kebijakan ini dapat
diharapkan dapat mengurangi jumlah reklame yang penyelenggaraannya
cenderung berantakan pada Kota Bekasi. Namun tarif kebijakan ini diturunkan
lagi membuat adanya dilemma arahan fungsi dari pajak reklame tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan analisis dalam mengetahui upaya
pemerintahan kota Bekasi dalam mendukung fungsi regulerend pajak reklame
melalui kenaikan tarif pajak reklame yang dilakukan pemerintah kota bekasi
dimana kenaikan dilakukan pada dasar penghitungan pajak reklame yang
diharapkan dapat mengatur persebaran reklame dan memperbaiki nilai nilai
keindahan dalam tata kota Bekasi.
Berdasarkan masalah tersebut peneliti dapat menentukan permasalahan
penelitian dalam beberapa pertanyaan berikut ini:
1. Apa faktor penghambat dan faktor pendukung dalam formulasi kebijakan
kenaikan tarif pajak reklame kota?
2. Bagaimana proses formulasi kebijakan kenaikan tarif pajak reklame kota
Bekasi dapat mendukung upaya fungsi regulerend pajak reklame?
1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang dan masalah yang terkait, tujuan
skripsi ini adalah untuk menganalisis kebijakan kenaikan tarif pajak
reklame yang dilakukan pemerintah kota Bekasi dalam mendukung upaya
fungsi regulerend pajak reklame kota tersebut.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
11/48
10
Universitas Indonesia
1.3.2 Signifikansi Penelitian
1. Signifikansi Akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menyumbangkan pemikiran dan pendalaman teori di perpajakan pada
bidang Pajak Daerah terutama mengenai pajak reklame . Penelitian ini
diharapan dapat dijadikan acuan untuk kegiatan penelitian selanjutnya
yang lebih luas dan lebih dalam di masa yang akan datang.
2. Signifikansi Praktis, Hasil penelitan ini diharapkan menjadi masukan
yang bermanfaat untuk pemerintah Kota Bekasi dalam melaksanakan
keputusan untuk kebijakan di masa mendatang kelak.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penyusunan laporan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah,
pokok permasalahan, batasan masalah, tujuan penelitian,
signifikansi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN
Pada bagian bab ini akan menjelaskan sumber penelitian
terdahulu yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka oleh peneliti,
kerangka pemikiran yang digunakan dalam melaksanakan
penelitian serta kajian literature yang berisi teori teori pendukung
penelitian seperti, teori pajak daerah, teori pajak reklame dan
formulasi kebijakan publik.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas tentang metode penelitian yang
akan digunakan oleh peneliti, serta akan menjelaskan mengenai
pendekatan dan tipe penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan
penelitian
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
12/48
11
Universitas Indonesia
BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA BEKASI
Bab ini akan menjelaskan informasi mengenai kota bekasi
yaitu keadaan geografis, tata kota, dan keadaan kota. Bab ini juga
berisikan mengenai dinas yang terkait pada pelaksanaan kebijakan
pajak reklame.
BAB V ANALISIS KEBIJAKAN KENAIKAN TARIF PAJAK
REKLAME DALAM UPAYA MENDUKUNG PAJAK
REGULEREND PAJAK REKLAME
Bab ini berisikan seluruh uraian mengenai informasi dan
data yang tersedia dan dikaitkan dengan pemikiran peneliti,
mengenai adanya kenaikan tarif dasar harga air dan berlandaskan
teori yang tersedia dikaitkan dengan pendapat pejabat, praktisi dan
juga pihak pengusaha yang terkait pada kebijakan kenaikan tarif
reklame tersebut.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memberikan hasil akhir penelitian berupa
kesimpulan dan saran mengenai permasalahan pokok yang ada.
Hasil tersebut diharpkan menjadi salah satu rekomendasi
pemerintah terkait dengan solusi alternatif untuk penyusunan
Peraturan Daerah dan kebijakan publik yang selanjutnya.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
13/48
12 Universitas Indonesia
BAB 2
KERANGKA TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Bagian ini akan menjelaskan mengenai eberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya serta beberapa konsep yang akan digunakan pada
penelitian ini. Penelitian yang ditinjau pertama kali oleh peneliti adalah penelitian
yang dilaksanakan oleh Yayan Suryana di tahun 2008, berjudul Kebijakan
Kenaikan Tarif Harga Dasar Air Dalam Mendukung Fungsi Regulerend PajakPengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah tanah (Studi Kasus: Formulasi
Kebijakam dam Pemanfaatan Air Bawah Tanahdi DKI Jakarta). Rendahnya tarif
harga dasar air dibandingkan dengan tarif PDAM membuat masyarakat memilih
alternatif penggunaan air bawah tanah untuk konsumsi sehari hari sehingga
mengakibatkan berkurangnaya volume air bawah tanah DKI Jakarta dan
menyebabkan dampak negatif.
Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui dan menganalisis
bagaimana kebijakan kenaikan tarif harga dasar air sebagai dasar penghitungan
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dalam upaya mendukung
fungsi regulerend Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah. Metode
yang digunakan pada penelitian tersebut untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, jenis penelitian
berdasarkan tujuan adalah penelitian deskriptif dengan dimensi waktu cross
sectional dan pada tehnik pengumpulan data menggunakan penelitian pustaka dan
wawancara mendalam. Pada teori yang digunakan pada skripsi tersebut adalah
fungsi pajak, eksternalitas negatif, dan kebijakan.
Hipotesa awal pada penelitian yang dilakukan Suryana adalah dengan
adanya peningkatan terif harga dasar pada Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan
Air Bawah Tanah maka akan mendukung fungsi regulerend dari Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah yang mendorong masyarakat
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
14/48
13
Universitas Indonesia
untuk menggunakan PDAM dikarenakan penggunaan air tanah lebih mahal dari
PDAM. Dengan kembalinya ke PDAM diharapkan volume air bawah tanah di
DKI tidak mengalami penurunan terus menerus. Setelah pengambilan data dan
analisis data, hasil yang diperoleh oleh peneliti adalah tarif harga dasar air di DKI
Jakarta memang tidak sesuai dengan keadaan yang ada secara khusus untuk
mengatasi pengaruh lingkungan. Hipotesa terbukti bahwa kenaikan tarif harga
dasar air diatas PDAM yang baru telah sesuai untuk fungsi regulerend dari Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah. Fungsi regulerend dalam Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah ditujukan untuk mendorong
masyarakat menggunakan air PDAM.
Karya ilmiah yang selanjutnya ditinjau adalah skripsi yang berjudul
Analisis Formulasi Kebijakan Kenaikan Nilai Sewa Reklame pada Pajak Reklame
di Kota Bandar Lampung tahun 2011 yang ditulis oleh Jenny Anita Lingga.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis proses formulasi kebijakan kenaikan
Nilai Sewa Reklame pada Pajak Reklame di Kota Bandar Lampung tahun 2011.
Pendekatan kualitatif merupakan instrument yang digunakan pada penlitian ini.
Peneliti juga menggunakan beberapa konsep teori yang digunakan dalam analisis
yaitu konsep Kebijakan Publik, formulasi kebijakan, kebijakan pajak, pajak
daerah, pajak reklame, dan tarif.
Hasil penelitian terdahulu ini yaitu proses formulasi kebijakan kenaikan
nilai sewa reklame pada Pajak Reklame di Kota Bandar Lampung beberapa proses
yaitu draf awal yang kemudian dibahas oleh Tim Penentuan Nilai Sewa Reklame
yang kemudian di revisi pertama dan dilaksanakan studi banding. Hasil tersebut
akan di bahas dan di revisi lg oleh tim, setelah siap diajukan pada biro hukum dandi ACC oleh walikota. Hasil dari penelitian tersebut juga menyatakan bahwa
kenaikan dari tarif NSR tersebut merupakan proses penyesuaian dari keadaan
penyelenggaraan reklame yang membuat estetika kota tidak indah lagi dan
penyelengaraaan reklame ini tidak sejalan dengan penerimaan Pajak Reklame
yang seharusnya Berpotensi Besar.
Penelitian ditinjau selanjutnya adalah karya ilmiah yang dibuat oleh Stevie
Thomas (Program Sarjana Studi Ilmu Administrasi FISIP UI) tahun 2005 dengan
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
15/48
14
Universitas Indonesia
judul Analisis Formulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Pajak Hiburan atas Klub
malam. Dalam penelitian tersebut, peneliti menggambarkan dan menganalisis hal
hal yang menjadi latar belakang kenaikan tarif atas Pajak hiburan pada klub
malam. Serta memberikan penjelasan mengenai proses formulasi kebijakan
tersebut serta dampak yang muncul dari diterapkannya kebijakan tersebut. Dalam
penelitian tersebut, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah kualitatif yang membuat peneliti dapat
mengetahui dan menganalisis tentang rangkaian penyusunan kebijakan ini,
masalah publik yang melatarbelakangi formulasi, proses formulasi kebijakan dan
dampak dari berbagai sudut akan penerapan kebijakan kenaikan tarif pajak
hiburan atas klab malam dalam UU no.28 Tahun 2009.
Selanjutnya penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian yang
dibuat oleh Medha Andika Prabowo yang berjudul Analisis Formulasi Kebijakan
Kenaikan Tarif Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum Rawan Macet di Kota
Bogor yang merupakan skripsi FISIP Universitas Indonesia tahun 2013. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis latar belakang kebijakan kenaikan tarif retribusi
parker di tepi jalam umum rawan macet dan mendeskripsikan proses formulasi
kebijakan kenaikan tarif retribussi tersebut dalam peraturan daerah nomor 4 tahun
2012 tentang retribusi jasa umum. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif
dengan metode dan pengumpulan data secara studi lapangan dan studi literature
dengan teknik analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian tersebut adalah
kebijakan kenaikan tarif retribusi parker di tepi jalan umum dilator belakangi agar
mengurangi jumlah kendaraan yang parkir di tepi jalan umum rawan macet,
mengubah penggunaan kendaraan pribadi menjadi penggunaan transportasi
umum, dan mengalihkan parker kendaraan yang semula di tepi jalan umum rawan
macet ke tepi jalan yang tidak macet. Proses formulasi Peraturan Daerah nomor 4
Tahun 2012 melalui 6 tahap yaitu: perencanaan, penyusunan, pembahasan,
evaluasi, penetapan/pengesahan, serta tahap pengundangan dan penyebarluasan.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
16/48
12 Universitas Indonesia
Tabel 2.1
Tinjauan Pustaka
Yayan Suryana Jenny AnitaLingga Stevie ThomasRamosMedha Andika
PrabowoBatara Tua Parulian
Judul KebijakanKenaikan TarifHarga Dasar AirDalamMendukungFungsiRegulerend PajakPengambilan danPemanfaatan AirBawah tanah(Studi Kasus:FormulasiKebijakam dam
Pemanfaatan AirBawah TanahdiDKI Jakarta)
Analisis FormulasiKebijakanKenaikan NilaiSewa ReklamePada PajakReklame di KotaBandar LampungTahun 2011
Analisis FormulasiKebijakan KenaikanTarif Pajak HiburanAtas Klab Malam(Suatu KajianTentang UU PajakDaerah dan RetribusiDaerah No. 28 Tahun2009)
Analisis FormulasiKebijakan KenaikanTarif Retribusi Parkirdi Tepi Jalan UmumRawan Macet diKota Bogor.
Analisis MengenaiKebijakan KenaikanTarif Pada PajakReklame Di KotaBekasi
BentukPeneliti
an
Skripsi Skripsi Skripsi Skripsi Skripsi
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
17/48
13
Universitas Indonesia
Tahun 2010 2012 2010 2013 2013
Pendek atan
penelitian
Kuantitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif
Manfaat
penelitian
Murni Murni Murni Murni Murni
Teknik pengum
pulandata
Wawancara danstudi kepustakaan
Wawancaramendalam danstudi kepustakaan
Wawancara dan studikepustakaan
Wawancaramendalam dan studikepustakaan
Wawancara
mendalam dan Studi
Kepustakaan
TujuanPeneliti
an
1. Untukmengetahui danmenganalisis
bagaimanakebijakankenaikan tarif
harga dasar airsebagai dasar penghitunganPajakPengambilandanPemanfaatan
1. Menganalisis proses formulasikebijakankenaikan NilaiSewa Reklame(NSR) pada pajak
reklame di KotaBandar Lampungtahun 2011
2. Menganalisis latar belakang pemerintahmelakukanformulasikebijakan kenaikan
tarif pajak hiburanatas klab malam.
3. Menjelaskan proses formulasikebijakan kenaikantarif pajak hiburanatas klab malam
1. Untukmenganalisis hal-hal yangmelatarbelakangiformulasikebijakan kenaikan
tarif parkir di tepi jalan umum rawanmacet
2. Untuk menjelaskan proses formulasikebijakan kenaikantarif parkir di tepi
1. menganalisiskebijakan kenaikantarif pajak reklameyang dilakukan
pemerintah kotaBekasi dalam
mendukung upayafungsi regulerend pajak reklame kotatersebut.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
18/48
14
Universitas Indonesia
Air BawahTanah dalamupayamendukungfungsiregulerendPajak
PengambilandanPemanfaatanAir BawahTanah
yang dilakukan tim perumus UU PajakDaerah danRetribusi Daerah
Nomor 28 Tahun2009.
4. Menganalisis potensi dampakyang mungkinterjadi dari
penerapankebijakan kenaikantarif pajak hiburanatas klab malam.
jalan umum rawanmacet
Hasil peneliti
an
1. adanya peningkatanterif harga dasar
pada PajakPengambilandanPemanfaatanAir Bawah
Tanah makaakanmendukungfungsiregulerend dariPajakPengambilan
Masalah dalam penyelenggaraanyang diidentifikasioleh TimPenentuan NilaiSewa Reklameadalah semakin
banyaknya
penyelenggaraanreklame di KotaBandar Lampungyang membuatestetika kota tidakindah lagi dan
penyelenggaraan
3. Latar belakangdalam kenaikantarif pajak hiburanatas klab malamadalah kontribusiPendapat AsliDaerah (PAD) darisektor pajak daerah
terhadap APBD belum signifikansehingga masih
banyak daerahyang bergantung
pada DanaPerimbangan
1. Latar belakangformulasikebijakan iniadalah untukmeminimalisir
jumlah kendaraanyang parkir di tepi
jalan umum rawan
macet, mendorongmasyarakat untukmenggunakantransportasi umum,untuk menarikinvestor parkirsehingga lokasi
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
19/48
15
Universitas Indonesia
danPemanfaatanAir BawahTanah yangmendorongmasyarakatuntuk
menggunakanPDAMdikarenakan
penggunaan airtanah lebihmahal dariPDAM. Dengankembalinya kePDAMdiharapkanvolume air
bawah tanah diDKI tidakmengalami
penurunan terusmenerus.
2. Dampak yangmungkin timbuldariditerapkannyakebijakankenaikan tarifharga dasar air
reklame yang banyak ini ternyatatidak sejalandengan penerimaan
pajak reklame yangseharusnya
berpotensi besar.
Hal ini dikarenakantarif NSR sudahtidak sesuai lagisehinggadibutuhkan
penyempurnaantarif denganmenaikkan NSR.Proses formulasi initerjadi dinamikaantara pihak
pemkot denganAsosiasi PengusahaReklame yaitudalam masalah
penentuan seberapatinggi kenaikan
NSR yang akhirnyadiputuskan NSRdinaikkan sebesar200% dari tarifsebelumnya.Keputusan inikurang tepat karena
Pemerintah Pusatdan pada
prinsipnya ini tidaksesuai dengankebijaka otonomidaerah. Selain itu,cost eksternalitas
negatif yangditimbulkan darikeberadaan klabmalam di tengahmasyarakat dinilaitinggi karenahiburan pada klabmalam tidak sesuaidengan nilai dannorma sosialsehinggamembutuhkan
peran pemerintahdalam memeliharakeamanan danketertiban dalamrangka mencegahterjadinya konflik.Tingginyakunjungan ke klubmalam jugamenjadi salah satumasalah dalamformulasi
parkir off street bertambah,mengantisipasiterjadi perpindahan
parkir ketepi jalanumum dengandiberlakukannya
kenaikan pajak parkir padaPeraturan Daerah
Nomor 10 Tahun2011 tentang pajak
parkir.
2. Kebijakan ataskenaikan tarifretibusi parkir ditepi jalan umumsebelumnya diaturdalam PeraturanDaerah Nomor 6tahun 2008 tentangretribusi di bidanglalu lintas danangkutan jalanyang kemudiandirubah dandisatukan menjadiobjek retribusi jasaumum.Berdasarkan hal
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
20/48
16
Universitas Indonesia
diatas PDAMyang baru telahsesuai untukfungsiregulerend dariPajakPengambilan
danPemanfaatanAir BawahTanah. Fungsiregulerenddalam PajakPengambilandanPemanfaatanAir Bawahditujukan untukmendorongmasyarakatmenggunakanair PDAM.
kenaikan tarif yangtinggi ini tidakdidasari oleh data-data yang akuratdan kenaikan ini
berpotensimemberikan
dampak merugikan baik bagi pemkotyaitu menurunnya
penerimaan dari pajak reklame, pemasang reklameyaitu mengurangilahan untukmempromosikan
barang / jasa dan biro reklame yaitumenurunnya omset
penyewaan pemasanganreklame. Di sisilain, waktu yangcukup lama untukformulasi kebijakanmenunjukkan
bahwa Pemkotingin berbagai
pihak berpartisipasiaktif supayakebijakan yang
kebijakan ini danhiburan ini adalahhiburan yang tidaksesuai dengan
budaya bangsaIndonesia sehinggatidak memerlukan
tanggung jawab pemerintah untukmelestarikannya.
4. Proses formulasikebijakan ini telahmelewati proses
perumusankebijakan publikdengan melihat danmengidentifikasi
permasalahan yang berdampak padamasyarakat, danmasalah tersebutdirumuskan untukmendapatkansolusi dari
pemerintah sebagai policy maker yaitu berupa kebijakanyang dirancangdengan pendekatandari berbagai lini
tersebut maka peraturan daerahKota Bogor yangtermasuk dalam
jenis retribusi jasaumum harusdisesuaikan dengan
UU Nomor 28Tahun 2009,sehingga perludiganti danditetapkan kembali.
3. Proses formulasiKebijakanKenaikan TarifRetribusi Parkir diTepi Jalan Umumyang tertuangdalam PeraturanDaerah Kota Bogor
Nomor 4 tahun2012 melalui 6tahap yaitu:
- Tahap perencanaanyang dilakukan dilingkungan
pemerintah daerahKota Bogorsehingga terbentuk
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
21/48
17
Universitas Indonesia
dihasilkan lebihrepresentatif bagisemua pihak danmengurangi konfliksetelah kebijakandiputuskan.
agar kebijakanyang ada bersifatcomprehensivedalam rangkamenjawab
permasalahan- permasalahan yang
ada. Tahapan inidimulai dariidentifikasi
permasalahan yangada, agenda setting,formulasikebijakan berupadiskresi tarif dan
policy designuntuk memastikankebijakan ini telahdisusun dandirancang untukmenjawab
permasalahan yang benar dengankebijakan yangsesuai dan aktifitas
peramalan dengankriteria untukmenjaminrancangankebijakan ini telah
prolegda tahunsidang 2012 yangdisahkan Balegda;
- Tahap penyusunanyang meliputi
proses penyusunan
rancangan peraturan daerahyang dilakukanoleh Tim Penyusundan Tim AsistensiPembahasanhingga mendapatsurat rekomendasidari walikota;
- Tahap pembahasandimulai dari
penyampaianraperda yangdisampaikan olehWalikota melaluiRapat Paripurna
Penyampaianhingga
pembahasan yangdilakukan olehPanitia KhususRetribusi JasaUmum dan
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
22/48
18
Universitas Indonesia
tepat.
5. Dampak yangmungkin timbuldari diterapkannyakebijakan iniadalah bahwa
kenaikan tarif pajak hiburan atasklab malam tidakakan berpengaruh
pada tingkatkunjunganterutama klab-klabmalam menengahke atas karenahiburan pada klabmalam ini adalah
jenis hiburan yangdikonsumsimasyarakatmenengah ke atas(bersifat inelastis).Tetapi ini akan
berpengaruh padaklab-klab malammenengah ke
bawah yaitumenurunnyakonsumen yangdatang. Dampak
Pemerintah KotaBogor sehinggaterciptakesepahaman
persetujuan bersama.
- Tahap evaluasi,rancangan peraturan daerahyang telah disusundan disetujui
bersama antara pemerintah kota bogor dan DPRDKota Bogordievaluasi olehGubernur JawaBarat
- Tahap penetapan / pengesahan,raperda yang telahdievaluasi
kemudianditetapkan dandisahkan menjadiPerda No.4 Tahun2012 TentangRetribusi JasaUmum pada
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
23/48
19
Universitas Indonesia
Sumber: Data Diolah Peneliti
yang mungkinmuncul ini bisadiantisipasi dengan
penetapan tarifyang tepat denganmelihat danmenyesuaikan
dengankemampuanmasyarakatsetempat.
tanggal 2 Juli 2012
- Tahap pengundangan dan penyebarluasan.Perda yang telahdisahkan
diundangkan dalamLembaran DaerahKota Bogor Tahun2012 Nomor 1SeriC.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
24/48
12 Universitas Indonesia
Pada Penelitian ini, peneliti melakukan penelitian yang berbeda dari
penelitian yang telah dilaksanakan sebelunya. Peneliti menganalisis mengenai
kebijakan kenaikan tarif pada Pajak Reklame di Kota Bekasi. Peneliti
menganalisis mengenai formulasi kebijakan kenaikan tarif pada Pajak Reklame
dengan mengutamakan tujuan fungsi regulerend di Kota Bekasi. peneliti ini
meneliti mengenai sejauh mana fungsi regulerend dalam Pajak Reklame menjadi
pertimbangan dalam formulasi kebijakan kenaikan tarif pada Pajak Reklame di
Kota Bekasi tersebut. perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ada
pada perbedaan kebijakan yang diambil pemerintah dan juga perbedaan jenis
pajak daerah yang di ubah serta adanya dampak akibat kebijakan yang berbeda
beda pada setiap daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
tujuan penelitiannya yang bersifat deskriptif.
2.2. Kerangka Teori
2.2.1 Konsep Pajak Daerah
Pengelompokan pengenaan pajak di Indonesia bedasarkan tingkat
pemerintahan dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu Pajak Negara dan
Pajak Daerah. Pengelompokan ini didasarkan pada criteria siapa atau instansi
mana yang melakukan pemungutan pajak ( Nurjaman, 1992, h. 15). Perbedaan
Pajak Pusat dan Pajak Daerah yang lain adalah sumber bagi pemungutan pajak
pusat relative tidak terbadas, sedangkan objek objek yang dapat dikenakan pajak
pada tingkat daerah. Lapangan Pajak Daerah ialah lapangan yang belum digali
oleh Negara. Ketentuan seperti ini dimaksudkan untuk mencegah pemungutan
pajak ganda yang mengakibatkan sangat memberatkan bagi wajib pajak (Sidik,
1996, h 30). Semua azas pengertian, norma hukum serta teknik yang berlaku bagi
pajak pusat, berlaku pula penyusunan pelaksanaan di daerah. Apabil suatu sasaran
telah dijadikan objek pemungutan pajak pusat, makan daerah tidak dapat
meakukan pemungutan terhadap objek tersebut.
Pajak daerah merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah
kepada penduduk yang mendiami wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung
memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah yang
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
25/48
13
Universitas Indonesia
memungut pajak daerah yang dibayarkannya ( Samudra, 2005, h.31) Pajak daerah
ini diatur dalam peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah dan disetujui oleh
lembaga perwakilan rakyat serta dipungut oleh lembaga yang berada dalam
struktur pemerintah daerah yang bersangkutan.
Daerah otonom yang memiliki kewenangan dan kemampuan untuk
menarik pajak daerah seringkali melakukan pungutan beragam jenis pajak daerah.
Namun seringkali pajak pajak daerah yang dipungut terkadang kurang cocok
untuk diterapkan sebagai penerimaan daerah yang bersumber dari pajak daerah.
Bird mengatakan beberapa cirri pajak daerah ( sub national tax) yaitu ; (Bird,
2000, h.7):
A truly local tax might be defined as of that is:
a. Assessed by a local government.
b. At rates dedicated by that local government.
c. Collected by that government; and
d. Whose proceeds accrue to that government.
dari ciri ciri yang disebutkan Bird tersebut, jelas terlihat bahwa peran pemerintah daerah yang signifikan dalam penetapan dan pemungutan pajak
daerah. Namun demikian, pada prakteknya banyak pajak yang hanya memiliki
satuatau dua karakteristiktersebut seperti diatas,karena kepemilikankewenangan
memungut terkadang masih belum jela. Sebab ada kalanya, pajak daerah itu
dipungut oleh pemerintah pusat, tingkatan pemerintah yang lebih tinggi, namun
hasilnyadiberikan atau dibagihasilkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan
potensi pajakdaerah yang dimiliki daerah tersebut.
Antara pajak umum dan pajak daerah (terutama mengenai azas
hukumnya), dapat dikatakan tidak ada perbedaan secara prinsip. Lapangan pajak
daerah adalah lapanganan yang belum digali oleh Negara. Ketentuan tersebut
dimaksudkan untuk mencegah pemungutan pajak ganda yang sangant membebani
wajib pajak. Dalam hal pemungutan pajak daerah merupakan suatu pajak ganda,
maka daerah hanya berhak memungut tambahan saja atas pajak yang dipungut
oleh negara itu (Brotodiharjo,2003, h 104).
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
26/48
14
Universitas Indonesia
Syarat suatu objek dapat dikategorikan sebagai pajak daerah harus berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
1.
Tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat2. Sederhana
3. Jenisnya tidak terlalu banyak
4. Lapangan pajaknya tidak melampaui atau mencampuri pajak pusat
5. Berkembang sejalan dengan perkembangan kemakmuran di daerah
tersebut.
6. Biaya administrasi rendah
7. Beban pajak relative seimbang
8. Dasar pengenaan yang sama diterapkan secara nasional. (Samudra, 2005,
h.43)
Sektor pajak daerah yang sumber penerimaan yang penting bagi daerah.
Adapun usaha usaha yang mungkin dilakukan guna meningkatkan
pendapatan daerah dari sektor pajak menurut Sumitro (1983) adalah:
1. Perluasan pajak, apabila pajak yang sudah dikenaka wajib pajak tertentu
maka wajib pajak yang belum dikenai pajak supaya diusahakan dikenai
pajak yang bersangkutan, atau sebagai penertiban wajib pajak.
2. Perluasan jenis dan besarnya penghasilan yang dikenai pajak baik pajak
atas pendapatan, pajak atas konsumsi ataupun pajak kekayaan, dengan
mengusahakan macam macam pajak baru yang belum dipungut oleh
daerah akan dapat meningkatkan pajak daerah.
3. Penyempurnaan tarif pajak, di dalam penyempurnaan tarif pajak perlu
diperhatikan kondisi dan kemampun kebanyakan wajib pajak. Bila tingkat
pendapatan rata rata wajib pajak telah tinggi dan dinilai kemampuan
membayar tinggi, maka selayaknya bila tarif pajak diadakanpenyesuaian.
4. Penyempurnaan administrasi pemungutan pajak akan mempunya pengaruh
yang besar pada ketertiban dalam pengelolaan pajak daerah.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
27/48
15
Universitas Indonesia
Antara pajak umum dan daerah (Terutama tentang asas asas dan hukumnya)
dapat dikatakan tidak ada perbedaan secara prinsip, kecuali dalam hal
(Brotodiharjo, 2003, h107):
Fungsi mengatur dalam pajak umum mengatakan bahwa Pajak
Daerah punya asas bahwa pungutannya tidak boleh merupakan
rintangan keluar masuk atau pengangkutan barang ( dan juga
orang) dari atau ke dalam wilayah daerah.
Pemungutan dan pengenaan pajak daerah dipungut oleh
pemerintah daerah sedangkan pajak pusat oleh pemerintah pusat.
Pajak Daerah hanya dikenakan kepada masyarakat yang mendiami
yurisdiksi wilayah daerah sedangkan pajak pusat dikenakan secara
nasional.
Sedangkan dalam bukunya, kaho mengatakan Pajak Daerah adalah pajak
Negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan
perundang undangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah
sebagai badan hukum publik (Kaho, 1997, h.129). Suandi (2002) juga memberkan
definisi Pajak Daerah yang tidak berbeda jauh dengan Kabo, yaitu pajak yangwewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah yang pelaksanaan
pemungutannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (h. 39).
Menurut Davey (1988) perpajakan daerah dapat diartikan sebagai berikut:
1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan peraturan dari derah
sendiri;
2.
Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifditentukan pemerintah daerah.
3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah;
4. Pajak yang dipungut dan diadmistrasikan oleh pemerintah pusat tetapi
hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau dibebani
pungutantambahan (opsen) oleh pemerintah daerah. (h.39)
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
28/48
16
Universitas Indonesia
Dari definisi definisi pajak daerah di atas, dapat dikatakan bahwa pajak
daerah dipungut oleh pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
2.2.2 Formulasi Kebijakan Publik
Formulasi kebijakan publik adalah tapan yang penting dalam proses
kebijakan publik. Widodo (2007,43) mengatakan hal demikian karena jika tidak
diformulaskan dengan baik secara tepat dan komprehensif maka hasil kebijakan
tidak dapat atau sulit diimplementasikan sehingga tujuan dan sasaran kebijakan
yang diformulasikan tidak menjadi solusi untuk permasalahan pada masyarakat.
Tahapan formulasi kebijakan publik sendiri banyak dirumuskan dalam
beberapa literatur, beberapa diantaranya seperti yang dikatakan oleh Widodo,
Islamy, Winarno, dan Anderson. Masing masing dari mereka memiliki pendapat
yang berbeda mengenai formulasi kebijakan publik. Widodo (2007, h.44-77)
membagi formulasi kebijakan menjadi empat tahap, yaitu: (1.) Identifikasi dan
pemahaman masalah ( problem identification), (2.) Penyusunan agenda (Agenda
Setting) , (3.) Formulasi masalah kebijakan ( public policy formulation) , (4.)
Mendesain kebijakan ( policy design).
Sedangkan menurut Islamy (2007,h.78-115) tahapan formulasi kebijakan
publik dibagi menjadi enam tahap yaitu; (1) Perumusuan masalah kebijakan
Negara, (2) Penyusunan agenda pemerintah, (3) Perumusan usulan kebijakan
Negara, (4) Pengesahan kebijakan Negara, (5) Pelaksanaan kebijakan Negara, (6)
Penilaian kebijakan Negara.
Dan menurut Winarni (2002, h.82-84) mencoba mengelompokkan tahapan
formulasi kebijakan menjadi empat yaitu: (1) Perumusan masalah ( defining
problem) , (2) Agenda kebijakan, (3) Pemilihan alternative kebijakan untuk
memecahkan masalah, dan (4) Penetapan kebijakan.
Dan salah satu pendapat mengenai kebijakan Publik berasal dari Anderson (1984,
h.44.54) yang merumuskan pembuatan kebijakan menjadi 3 tahap yaitu:
1. Menemukan masalah kebijakan ( policy problem)
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
29/48
17
Universitas Indonesia
2. Menetapkan agenda kebijakan ( policy agenda)
3. Memformulasikan proposal kebijakan ( policy proposal)
Namun dapat dilihat bahawa tahapan tahapan tersebut hanya memiliki sedikit perbedaan yaitu ada pada pengistilahan. penelitian akan tahapan formulasi
kebijakan akan menggunakan perumusan yang dibuat oleh Anderson yaitu
Menemukan masalah kebijakan ( policy problem) , Menetapkan agenda kebijakan
( policy agenda) , Memformulasikan proposal kebijakan ( policy proposal).
2.2.2.1 Menemukan Masalah Kebijakan ( policy problem)
suatu kebijakan utuk dimplementasika oleh pemerintah biasanya berawal dariadanya permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Masalah masalah dalam
kebijakan publik memiliki pengertian suatu kondisi atau situasi yang
menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang yang
menginginkan pertolongan atau perbaikan (Winarno, 2002, h.49). Dan dapat
dikatakan masalah ini bukan pada indvidu saja melainkan pada banyak orang
yang ada dalam masyarakat tersebut.
Menurut Dye (2002, h.32) proses pengidentifikasi masalah publik diawali
dari adanya pihak pihal dari masyarakat yang mengatakan bahwa ada masalah
yang harus ditangani oleh pemerintah. Hal ini dilihat dari kesimpulan Dye yaitu
bahwa partisipan yang biasanya terlibat di Amerika serikat dalam identifikasi
masalah adalah media massa, kelompok berkepentingan, inisiatif dari masyarakat,
dan opini ublik. Aktivitas yang biasa terjadi dalam identifikasi masalah ada dua
yaitu publikasi akan masalah dalam masrakat dan partisipan meminta pemerintah
melakukan tindakan yang bisa menyelesaikan masalah.
Pendapat serupa mengenai tahapan untuk perumusan masalah kebijakan
oleh Dunn sebagaimana yang dikutip oleh Nugroho (2011, h.278-279) yaitu
(1)pemecahan masalah, (2) pendefinisian masalah, (3) spesifikasi masalah, dan (4)
pengenalan masalah. Dunn (2003, h.70-71) sendiri juga merumuskan beberapa
masalah kebijakan yaitu:
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
30/48
18
Universitas Indonesia
1. Adanya kebergantungan antar masalah kebijakan. Masalah publik
yang satu berkaitan erat dengan masalah yang lain. Contohnya pada
Penyelenggaraan reklame berhubungan dengan nilai estetika kota dan
ketenagakerjaan yang ada pada biro reklame.
2. Mempunyai Subjektivitas. Menurut Dunn, Subjektif berarti Kondisi
eksternalyang menimbulkan masalah didefinisikan, diklasifikasikan,
dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif.
3. Buatan ( artificial ) manusia karena merupakan produk penilaian
subjektif dari manusia, dan
4. Bersifat dinamis karena masalah dan pemecahannya berada dalam
suasana perubahan yang terus menerus sehingga tidak dipecahkan
secara tuntas.
2.2.2.2 Penyusunan Agenda Kebijakan
Dari banyakanya masalah publik yang ada pemerintah perlu memilih
masalah publik mana yang penting dan mendesak untuk diselesaikan. Sebelum
pembuatan kebijakan melangkah lebih lanjut dalam pembuatan kebijakan,
diperlukan akan kepekaan akan perbedaan masalah privat dan masalah publik.
Menurut Anderson (1984, h.46) adalah masalah yang bersifat terbatas untuk
seseorang atau sekelompok orang, sedangkan masalah publik adalah masalah
yang mempunyai dampak luas pada masyarakat.
Berikut urutan penyusunan Agenda setting menurut Anderson (1984, h.48)
Gambar 2.1
Proses Penyusunan Agenda Setting Menurut Anderson
Sumber: James Anderson 1984, h.48 (diolah Peneliti)
Masalah PublikMasalah Privat Isu
AgendaSistemik
AgendaInstitusional
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
31/48
19
Universitas Indonesia
Proses pemilihan mana masalah publik yang akan diselesaikan oleh
pemerintah disebut policy agenda . Untuk mencapai tahapan ini, sebuah masalah
publik harus diubah menjadi isu. Isu timbul apabila masyarakat meminta
pemerintah melakukan sesuatu tentang isu tersebut dan didalam nya terdaoat
oertebtabgab mengenai cara terbaik mengenai isu tersebut (Anderson,1984, h.47)
Ada dua jenis agenda menurut Cobb dan Elder yang dikutip Anderson
(1984, h.47) yaitu agenda sistemik dan agenda institusional atau pemerintah.
Agenda sistemik terdiri atas consists of all issues that are commonly perceived
by members of political community as meriting public attention and as involving
matterswithin the legitimate urisdiction of existing governmental authority.
Semua isu yag menurut pandangan masyarakat politik layak mendapat perhatian
publik dan mencakup masalah dalam yuridiksi wewenang pemerintah secara sah
adalah agenda sistemik, sedangkan agenda institusional adalah an action agenda
and will be more specific and concrete than a systemic agenda atau masalah
publik yang mendapat perhatian sesungguhnya dari pejabat pemerintah
(Anderson,1984,h.48). agenda sistemik adalah agenda diskusi untuk para pembuat
kebijakan dalam membicarakan masalah yang dihadapi dan tindakan apa yang
akan dilakukan dalam menghadapi masalah tersebut. setelah dibicarakan maka
agenda institusional akan dilakukan selanjutnya sehingga tindakan yang benar
benar spesifik dan konkrit (bisa diimplementasikan).
2.2.2.3 Formulasi Proposal Kebijakan
Formulasi kebijakan melibatkan usul dan saran yang diajukan dalam
menghadapi masalah publik (Andersi, 1984, h.53). Perumusan proposal kebiakan
melibatkan pihak pihak yang biasanya ada dalam perumusan proposal
kebijakan. Aktor aktor ini mungkin tidak selalu hadir dalam suatu perumusan
kebijakan namun biasanya lebih dari satu aktor yang terlibat dalam pembuatan
sebuah proposal kebijakan.
Aktor aktor tersebut adalah pejabat pemerintah yang bersangkutan,
komite penasihat atau di Indonesia dikenal dengan tenaga ahli yang memiliki
keahlian dalam membantu perumusan kebijakan. Aktor selanjutnya adalah
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
32/48
20
Universitas Indonesia
anggota legislatif terutama pada kebijakan yang berkaitan dengan pembuatan
undang undang dan masalah yang bersifat global. Aktor terakhir yang biasa
dilibatkan dalam pembuatan kebijakan adalah Interest group atau kelompok
kepentingan. Kelompok kepentingan ini memegang peranan penting dalam
perumusan kebijakan terutama mengenai hal yang bersifat teknis dan fakta yang
ada dilapangan biasanya lebih rumit karena pejabat kekurangan waktu dan
sumberdaya manusia yang bisa memahami permasalahan keseluruhan. (Anderson,
1984, h.54-55)
Formulasi kebijakan dapat dilakukan dengan dua aktivitas penting.
Pertama adalah aktor perumus kebijakan menentukan secara umum apa yang
harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan publik yang ada. Kedua adalah
menulis rancangan peraturan yang akan diterapkan pada masyarakat. Penulisan
rancangan peraturan merupakan tahap yang penting karena proses penulisan
peraturan sangat berpengaruh pada proses pengadministrasiannya kelak dan isi
dari kebijakan publik yang akan diterapkan (Andersom, 1984, h.56)
2.2.3 Pajak Reklame
Pajak Reklame dikenakan pada setiap penyelenggaraan reklame yang
dilakukan pada dalam suatu daerah. Dengan adanya reklame sebagai objek pajak
pada Pajak Reklame, perlu adnya penjelasan mengenai arti dan karakteristik dari
reklame itu sendiri. Menurut Van Baarle dan Hollander dalam Winardi
mengartikan reklame sebagai sesuatu kekuatan menarik yang ditujuan kepada
sekelompok pembeli tertentu, hal mana dilaksanakan oleh produsen atau
pedagang agar supaya dengan demikian dapat dipengaruhi penjualan barang
barang atau jasa jasa dengan cara yang menguntungkan baginya
(Winardi,1984 h.1).
ada lima karakteristik reklame dengan media luar ruang seperti yang
dikatakan Jefkins (1996, h.128-129). Pertama adalah ukuran yang besar sehingga
dapat mendominasi pemandangan dan mudah menarik perhatian. Kedua, reklame
dengan media ini biasanya berwarna sehingga mudah diingat oleh konsumen yang
melihat, selain itu, pesan dalam reklame adalah pesan singkat sehingga dapat
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
33/48
21
Universitas Indonesia
dilihat dengan jelas dari kejauhan. Selanjutnya adalah zoning atau kampanye iklan
biasanya diorganisir dalam suatu daerah atau kota tertentu yang sesuai dengan
target market yang ditentukan perusahaan. Terakhir adalah efeknya yang
mencolok sehingga meninggalkan kesan.
Karakteristik reklame luar ruang memang memiliki kelebihan untuk
diingat orang lebih banyak dan lebih lama karena ukurannya yang besar (reklame
papan) dan kuantitas besar (stiker, spanduk, dll) maka perlu adanya pengaturan
dalam penyelenggaraannyaagar tidak mengganggu nilai estetika dari kota. Jenis
reklame pada prasarana kota, penempatan dan pemasangannya yang terletak atau
menggunakan prasarana kota seperti jalan, taman taman, saluran bangunan milik
pemerintah ataupun perorangan. Reklame kelompok ini harus memenuhi
prasyarat sebagai berikut (Samudra, 2005, h.159-160):
1. Pemasangannya tidak mengganggu ketertiban umum dan keamanan
serta tidak menyimpang dari norma norma sosial dan budaya, tidak
mengganggu keindahan kota, tidak mengganggu lalu lintas pejalan
kaki maupun peraturan lalu lintas.
2. Tidak mengganggu fungsi prasarana kota dan merusak konstruksi prasarana jota, dan yang lebih penting lagi adalah dari segi bahan
reklame itu sendiri, bahwa bahwa bahannya tidak boleh mengganggu
keberishan kota.
Jenis reklame di luar Prasarana kota, penempatan dan pemasangannya
tidak menggunakan prasarana kota dan bangunan. Pemasangan reklame ini paling
tidak harus memperhatikan hal sebagai berikut, yaitu pemasangan reklame ini
paling tidak harus memperhatikan hal sebagai berikut, yaitu pemasangannya tidak
mengganggu ketertiban umum dan keamanan serta tidak menyimpang dari norma
norma sosial dan budaya, tidak mengganggu keindahan kota, tidak mengganggu
lalu lintas pejalan kaki ataupun pengaturan lalu lintas.
Pajak dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatur
penyelenggaraan reklame di daerah. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
pengenaan pajak atats reklame. Nurmantu menyebutkan bahwa Pajak Reklame
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
34/48
22
Universitas Indonesia
atau advertising tax adalah pungutan atas reklame, iklan atau bentuk promosi
lainya yang biasanya ditempatkan di luar ruangan (Nurmantu,2003, h.68).
Pajak reklame dipungut berdasarkan suatu asas pemungutan yaitu bahwa pajak
reklame menitik beratkan pada pengaturan kebersihan, keindahan, dan ketertiban
kota, maka kemajuan tehnik promosi dalam bidang perdagangan serta kondisi
jalan, pertokoan, dan bangunan di suatu kota. (Samudra,2005, h.158)
2.2.4 Fungsi Pajak
Pajak adalah iuran yang dipungut oleh pemerintah yang mempnyai fungsi
di dalam pemungutannya. Pajak dipungut sesuai dengan fungsi apa yang akan
ditargetkan pemerintah. Dengan mengenakan pajak, pemerintah dapat
menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Secara garis besar pajak mempunya
dua fungsi, yaitu (Bohari,2006, h. 133):
a. Fungsi Budgetair , yaitu memasukkan uang sebanyak banyaknya dalam
kas neragara
b. Fungsi regulerend atau fungsi mengatur.
Fungsi anggaran ( budgeter ) dari pajak adalah memasukkkan uang ke kas
Negara sebanyak banyaknya untuk keperluan belanja negara. Dalam hal ini
pajak lebih difungsikan sebagai alat untuk menarik dana dari masyarakat untuk
dimasukkan ke dalam kas Negara.(Anshari,2006, h.12)
Fungsi budgetair disebut sebagai fungsi pajak ntuk memasukkan uang
sebanyak banyakya ke dalam kas negara. Yang dimaksud dengan pemasukan
dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang undang perpajakan yang
berlaku adalah
1. Jangan sampai ada wajib pajak/ subjek pajak yang tidak mematuhi
sepenuhnya kewajiban perpajakannya.
2. Jangan sampai ada objek pajak yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak
kepada fiskus.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
35/48
23
Universitas Indonesia
3. Jangan sampai ada objek pajak yang terlepas dari pengamatan atas
perhitungan fiskus.
Dengan demikian optimalisasi pemasukan dana ke kas negara tidah hanya bergantung pada fiskus saja atau kepada wajib pajak saja namun pada kedua
duanya berdasarkan pada undang undang perpajakan yang berlaku.
(Nurmantu,2005, h.30)
Pajak mempunyai tujuan untuk memasukkan uang sebanyak banyaknya
dalam kas Negara, dengan maksud untuk membiayai pengeluaran pengeluaran
negara. Dikatakan bahwa pajak dalam hal demikian mempunyai fungsi budgetair.
Tetapi pajak disamping fungsinya budgetair, masih mempunyai fungsi mengatur
(regulerend) . Pajak disini bukan semata mata untuk memasukkan uang
sebanyak banyaknya dalam kas negara, melainkan juga dapat digunakan sebagai
alat untuk mencapai tujuan tertentu. (Rochmat,1992, h.2)
Pajak yang dipungut untuk mengoreksi efek eksternalitas negative disebut
dengan pajak Pivogian sesuai dengan nama penggagas pertamanya, Pigou (1877-
1959). Dalam mengatasi eksternalitas negatif para ekonom umumnya
menganjurkan instrument pemungutan pajak karena dianggap lebih efisien untuk
mengurangi polusi dibandingkan jika pemerintah membuat regulasi mengenai
polusi. Dalam hal ini pajak mengatur untuk mengendalikan eksternalitas negatif.
Dalam penyelenggaraan reklame pajak juga berperan dalam mengendalikan efek
eksternalitas negatif karena penyelengaraan reklame dapat menimbulkan
keindahan kota terganggu dan keamanan reklame itu sendiri. (Rosdiana,2012.
h.44)
Fungsi regulerend atau fungsi mengatur disebut juga fungsi tambahan
yaitu suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat
untuk mencapai tujuan tertentu. Disebut sebagai tambahan karena biasanya fungsi
ini hanya sebagai pelengkap fungsi pajak utama, yaitu fungsi budgetair. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka pajak digunakan sebagai alat kebijaksanaan.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
36/48
24
Universitas Indonesia
Fungsi pajak regulerend yang merupakan fungsi mengatur, sebagai alat
untuk mencapai tujuan tujuan tertentu diluar bidang keuangan, misalnya bidang
ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan, seperti:
a. Mengadakan perbuahan tarif dan
b. Memberikan pengecualian, keringanan atau sebaliknya, yang ditujukan
masalah tertentu, (Marsyahrul,2006, h.3)
Didalam Pajak Reklame maka fungsi regulerend difokuskan kepada
keindahan kota, ketertiban, dan keamanan dari reklame itu sendiri. Denan adanya
pajak reklame maka diharapkan penyelenggaraan reklame tidak merusak
keindahan kota dengan berdirinya reklame di mana mana dan dapat
dikendalikan untuk keamanan dari reklame itu sendiri. Dengan adanya pajak
reklame juga dapat menciptakan ketertiban dalam penyelenggaraan reklame bagi
wajib pajak maupun aparat pemerintah. (Brotodihardjo, 2003 h.204)
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran adalah alur pemikiran yang dibuat dan digunakan
peneliti dalam suatu penelitian untuk mendeskripsikan pemikiran penelitimengenai latar belakang permasalan dan tujuan dari pelaksanaan penelitian.
Kerangka pemikiran yang digunakan penelitian dalam penelitian ini tertera pada
gambar sebagai berikut:
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
37/48
25
Universitas Indonesia
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Sumber : Diolah oleh Peneliti
Maraknya PeredaranReklame di Kota
Bekasi
Besarnya PotensiTarget Pemasaran
Media Reklame
Hilangnya Potensi
Kenaikan Tarif Pajak Reklameuntuk menggunakan fungsiregulerend pada Pajak Reklame
Formulasi KebijakanKenaikan PajakReklame pada KotaBekasi
Keluhan PengusahaPenyelenggaraan Reklame
Kota Bekasi yangSemakin
Berkembang
Kebijakan KenaikanPajak Reklame padaKota Bekasi (Perdano. 14 Tahun 2012)
Revisi KebijakanKenaikan PajakReklame pada KotaBekasi (Perda no. 14
Tahun 2012
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
38/48
26
Universitas Indonesia
Kebijakan kenaikan tarif pajak reklame di Kota Bekasi merupakan salah
satu contoh kebijakan pajak yang merupakan tergolong kebijakan publik. Oleh
karena itu untuk melihat proses formulasi kenaikan Pajak Reklame di Kota
Bekasi, peneliti akan menggunakan teori formulasi kebijakan publik.
Pajak Reklame merupakan salah satu pajak daerah, oleh karena itu teori
pajak daerah diperlukan untuk mendalami bagaimana peranan pajak reklame
sebagai pajak daerah yang merupakan salah satu potensi pendapatan daerah dan
adanya kesesuaian antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya
administratifnya. Tujuan dari suatu kebijakan cukup penting dalam menyelesaikan
pokok permasalahan yang ada. Pajak reklame memiliki fungsi regulerend yang
besar dalam mempertahankan nilai estetika dalam penyelenggaraan reklame.
Karena itu teori fungsi pajak diperlukan dalam membahas kebijakan kenaikan dari
Pajak Reklame di Kota Bekasi.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
39/48
37 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menurut Koentjaraningrat, metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat
memahami objek yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan (1986, h.122). Metode
penelitian akan digunakan dalam penelitian untuk mengolah data dan
mendapatkan jawaban akan tujuan asil penelitian ini. Metode penelitian
mengarahkan pelaksanaan dari penelitian memandu bagaimana penelitian
dikakukan sehingga penelitian dapat dikerjakan secara teratur. Menurut Neumann,
2003, h.68) metode penelitian membuat ilmu social lebih ilmiah. Pada penjelasan
berikut akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang akan digunakan oleh
Peneliti dalam peneltian ini.
3.2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian terdapat dua jenis pendekatan yang dapat digunakan oleh
peneliti yakni pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan yang
peneliti gunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif. Menurut
Cresswell (1994, h.1-2) pendekatan penelitian kualitatif memiliki artian sebagai
berikut :
An inquiry process of understanding a social or human problem based
on building a complex, holistic picture, formed with words, reporting,
detailed views of information and conducted in a natural setting.
Berdasarkan definisinya ini dapat dikatakan bahwa menurut Cresswell
penelitian kualitatif memiliki pengertian sebagai penyelidikan untuk mengerti
masalah sosial atau masalah manusia berdasarkanpenciptaan gambaran holistik
lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara
terperinci dan disusun dalam latar alamiah.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
40/48
38
Universitas Indonesia
3.3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan ini akan dikategorikan ke dalam
beberapa jenis yang antara lain adalah jenis penelitian berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian berdasarkan manfaat penelitian, dan jenis penelitian
berdasarkan waktu penelitian, dan jenis penelitian berdasarkan teknik
pengumpulan data.
3.2.1. Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan Penelitian
Berdasarkan tujuan peelitian, penelitian ini termasuk dalam jenis tujuan
deskritif. Penelitian deskriptif memberikan gambaran mengenai sebuah situasi
secara spesifik dan terperinci. Penelitian ini menentukan satu subjek dan
melakukan penelitian untuk mendeskripsi secara akurat. Hasil dari penelitian
deskriptif adalah gambaran yang terperinci pada satu subek (Neuman, 2003, h.35).
hasil yang diharapkan pada penelitian ini adalah adanya analisis terhadap
kebijakan kenaikan tarif Pajak Reklame di Kota Bekasi, seperti faktor
penghambat dan pendorong kebijakan ini dan bagaimana proses penentuan
kebijakan ini dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bekasi.
3.2.2 Jenis Penelitan Berdasarkan Manfaat Penelitian
Berdasarkan Manfaat Penelitan dibagi menjadi dua, yaitu penelitian murni
dan terapan (Neuman, 2003, h.21). Maka berdasarkan manfaat penelitian,
penelitian ini tergolong dalam penelitian murni, seperti yang diungkapkan
Neuman (2003, h.21)
Basic research advance fundamental knowledge abaut the social world.
It focuses on refuting or supporting theories that explain how the social
world operates, what make things happen, why social relation are a
certain way, and why society changes.
Penelitian murni menjelaskan pengetahuan mendasar mengenai dunia social.
Penelitian ini mendukung teori yang menjelaskan bagaimana dunia social,
penyebab dari suatu peristiwa dan penyebab perubahan suatu lingkungan.
Penggunaan konseo yang spesifik dan abstrak pada penelitian murni ini membuat
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
41/48
39
Universitas Indonesia
manfaat penelitian ini tidak dapat langsung digunakan dalam pemecahan masalah,
oleh sebab itu penelitian murni merupakan kebutuhan intelektual bagi penelitan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian initermasuk dalam jenis penelitian murni karena penelitian ini berorentasi akademis
dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peneliti dalam menganalisis kebijakan
kenaikan Pajak Reklame di Kota Bekasi
3.2.3 Jenis Penelitian Berdasarkan Waktu
Berdasarka waktu yang digunakan adalah cross sectional research.
Neuman (2003, h.31) mengatakan penelitian cross sectional research sebagai
berikut:
in cross sectional research, research observe at one point in time.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini bersifat cross
sectional research karena penelitian dilakukan padasatu waktu tertentu dan hanya
sekali
3.2.4 Jenis Penelitian Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan ( Library research)
Penggunaan studi kepustakaan, yaoiitu pengumpulan data dengan
membaca literature yang berhubungan dengan masalah yang diambil,
baik berbentuk buku, Undang Undang Perpajakan, Peraturan Daerah,
Jurnal Ilmiah, World Wide Web(WWW) dan lainnya yang berhubungan
dengan kebijakan kenaikan pajak reklame. Tujuan penggunaan teknik
pengumpulan data secara studi kepustakaan adalah mengoptimalkan
kerangka teori dalam menentukan arahan dan tujuan penelitian dan
konsep dan bahan teoritis yang digunakan dalam permasalahan
penelitian. Studi pustaka akan digunakan sebagai data sekunder
sebagai penunjang dalam proses analisis masalah penelitian yang ada.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
42/48
40
Universitas Indonesia
2. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan metode wawancara, yaitu sebuah
cara yang digunakan untuk mendapatkan keterangan dan pendapat dari
responden secara lisan. Informan yang dipilih merupakan orang yang
memiliki posisi, pengetahuan, pengalaman khusus, dan kemampuan
berkomunikasi (Alwasilah, 2002, h.194). Peneliti tidak membatasi
pilihan jawaban narasumber, sehingga narasumber dalam penelitian ini
dapat menjawab secara bebas dan lengkap sesuai dengan pendapatnya.
Dari wawancara ini akan dihasilkan data kualitatif dalam bentuk
tulisan deskriptif mengenai jawaban dan pertanyaan yang diajukan.
3.3 Tehnik Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengelolaan
data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisa
data yang sudah ada (Prasetyo dan Jannah, 2006, h.182). Teknik analisa data yang
digunakan adalah teknik analisa data kualitatif. Dalam teknik analisa data
kualitatif, model yang akan digunakan adalah Miles and Huberman (1984) yang
menyatakan bahwa aktivitas analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data yaitu
reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Data yang diperoleh dari
studi pustaka dan wawancara mendalam akan dikumpulkan untuk dianalisis.
3.4 Narasumber
Pemilihan narasumber yang tepat sangatlah penting dalam keberhasilan
suatu penelitian. Untuk itu diperlukan narasumber yang kompeten dalam bidangyang diteliti. Neuman (2003,h.394) menjelaskan kriteria pemilihan informan:
a. The Informan is totally familiar with the culture and is position to
witness significant events makes a good informant;
b. The individual is currently involved in field
c. The informant can spend time with the researcher
d. Non analytic individual make better informant
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
43/48
41
Universitas Indonesia
Dengan memenuhi kriteria tersebut, maka informasi yang diperoleh akan
memenuhi syarat yang diperlukan dikarenakan informan menguasai akan bidang
yang sesuai dengan penelitian tersebut. pihak pihak yang terkait pada proses
formulasi kebijakan kenaikan pajak reklame di kota bekasi adalah:
1. Kepala Seksi Perencanaan dan Ekstensifikasi Pendapatan termasuk
dalam bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasional Dinas
Pendapatan Daerah Kota Bekasi, untuk memperoleh informasi perihal
awal dari kebijakan ini dan proses formulasi kebijakan tersebut.
2. Kepala Seksi Evaluasi Rencana dan Pengembangan Kota di Instansi
Dinas Tata Kota Bekasi. Dengan tujuan untuk mengentahui akan
mekanisme dari pajak reklame dalam mendukung fungsi regulerend
dari pajak tersebut. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
kebijakan tersebut
3. Kepala Seksi pengendalian dan Pengawasan di Instansi Dinas
Pekerjaan Umum Kota Bekasi, untuk mengetahui pelaksanaan dari
pajak reklame setelah adanya ketentuan baru.
4. Tenaga Ahli Walikota, untuk mendapatkan informasi mengenai
peranan peranan yang dilakukan pihak walikota dalam pelaksanan
perubahan tarif Pajak Reklame.
5. Akademisi sebagai ahli dalam permasalahan kebijakan pajak daerah
6. Pengusaha Penyelenggaraan Reklame daerah setempat, untuk
mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan reklame dan dampak
dari kebijakan tersebut berdasarkan sisi dari pengusaha.
3.5 Site Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah Administrasi Kota Bekasi. Penelitian
yang dilakukan adalah mengenai analisis kebijakan kenaikan Pajak Reklame di
Kota Bekasi. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan oleh hal berikut ini:
a. Bekasi merupakan kota penyokong dari Jakarta yang memberikan
banyak dampak pada kependudukan dan kegiatan ekonomi dalam Kota
Bekasi.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
44/48
42
Universitas Indonesia
b. Banyaknya jumlah reklame pada Kota Bekasi sehingga munculnya
julukan Kota Reklame untuk Kota Bekasi.
c. Terdapat keluhan dari pihak pengusaha mengenai peningkatan tarif dari
pajak reklame di media online .
3.6 Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti terbatas hanya melakukan penelitian
mengenai analisis kebijakan kenaikan Pajak Reklame di Kota Bekasi yang hanya
difokuskan pada Pajak Reklame Kota Bekasi.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
45/48
Daftar Pustaka
Buku
Alwasilah, Chaedar. 2002. Pokoknya Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya
Anderson, James. 1984. Public Policy Making (3 rd Edition). New York: Holt,Binehart, and Winston.
Anshari, Tunggul. 2006. Pengantar Hukum Pajak. Malang: Bayumedia Publishing
Bird, Richard M. 2000. Taxation in Developing Countries Fourth Edition.Baltimore and London: The John Hopkins University Press
Bohari, H. 2006. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Brontodihardjo, R.Santoso. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak (edisi keempat) . Bandung: PT. Refika Aditama.
Cresswell, John, w. 1994. Research Design : Qualitative and Quantitative Approaches, Thousand Oaks, California, USA: Sage Publication
Davey, K.J. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktek PraktekInternasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga. Jakarta: UI Pres,1988.
Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Terj. Mansri Maris. Jakarta:
Prenada Media Group.
Islamy, M.Irfan. 2007. Prinsip prinsip perumusan kebijaksanaan Negara.Jakarta: Bumi Aksara.
Jefkins, Frank. 1996. Periklanan. Jakarta: Erlangga.
Kaho, Josef Riwu. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik IndonesiaIdentifikasi Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraanya . Jakarta: Raja Grafindo Persada
Neuman, W.Lawrance. 2003. Social Research Method :Qualitative andQuantitative Approaches, Fifth Edition. USA:Pearson Inc.
Nugroho, Riant. 2011. Public Policy (edisi ketiga) . Jakarta: PT.Elex MediaKomputindo.
Nurjaman Arsjad, Bambang Kusmantoro, Yuwoto Prawito, Yuwoto Setato. 1992.Keuangan Negara. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama
Nurantu, Safri. 2003. Pengantar perpajakan. Jakarta: Granit.
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
46/48
Prasetyo, Bambang, dan Lina Mithahul Jannah. 2006. Metode Penelitian Teoiridan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafino Persada.
Rochmat Soemitro. 1992. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi ketigam cetakan
18. Bandung: PT. Eresco.
Rosdiana, Haula. 2012. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi DiIndonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Marsyahrul, Tony. 2006. Pengantar Perpajakan, Cetakan Kedua. Jakarta: PT.Grasindo.
Samudra, Azhari A. 2005 Perpajakan di Indonesia: keuangan, pajak dan retribusi.Jakarta: PT Hecca Mitra Utama.
Soemitro, Rochmat. 1983. Dasar Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pedapatan.Bandung: Eresco NV.
Widodo,Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik. Malang:Bayumedia Publising.
Winardi. 1984. Ilmu reklame. Bandung: Alumni
Winarni, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik.Yogyakarta: PenerbitMedia Pressindo.
Jurnal dan Karya Ilmiah
Publikasi Elektronik
Kenaikan Tarif Pajak Reklame kota Bekasi,http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/02/02/mhlo19-wah-tarif-reklame-bekasi-bakal-naik-320-
persen
Keluhan pengusaha pemasang reklame di Kota Bekasi,http://www.dakta.com/berita/lintas-megapolitan/42537/pajak-reklame-naik-320-pengusaha-teriak.html/
Revisi Tarif Pajak Reklame oleh Pemkot Bekasi,http://kabar4.com/read/2013/03/14/pemkot-bekasi-revisi-kenaikan-pajak-reklame-2013/
http://www.dakta.com/berita/lintas-megapolitan/42537/pajak-reklame-naik-320-pengusaha-teriak.html/http://www.dakta.com/berita/lintas-megapolitan/42537/pajak-reklame-naik-320-pengusaha-teriak.html/http://kabar4.com/read/2013/03/14/pemkot-bekasi-revisi-kenaikan-pajak-reklame-2013/http://kabar4.com/read/2013/03/14/pemkot-bekasi-revisi-kenaikan-pajak-reklame-2013/http://kabar4.com/read/2013/03/14/pemkot-bekasi-revisi-kenaikan-pajak-reklame-2013/http://kabar4.com/read/2013/03/14/pemkot-bekasi-revisi-kenaikan-pajak-reklame-2013/http://www.dakta.com/berita/lintas-megapolitan/42537/pajak-reklame-naik-320-pengusaha-teriak.html/http://www.dakta.com/berita/lintas-megapolitan/42537/pajak-reklame-naik-320-pengusaha-teriak.html/ -
7/22/2019 Skripsi Bab 123
47/48
Pedoman Wawancara
Kepala Seksi Perencanaan dan Ekstensifikasi Pendapatan yang termasuk dalamBidang Perencanaan dan Pengendalian Operasional Dinas Pendapatan DaerahKota Bekasi
1. Peranan Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasional dispendadalam penyenggaraan reklame di Kota Bekasi.
2. Aktor perumusan kebijakan dalam Perda no.14 Tahun 20123. Peranan Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasional Dispenda
dalam perumusan Perda no.14 Tahun 20124. Latar belakang pergantian peraturan menjadi Perda no.14 Tahun 2012
(permasalahan yang ada sehingga perlu terjadi perubahan peraturan)5. Proses perumusuan Perda no.14 Tahun 2012 sampai diundangkan (dari
usulan awal hingga diundangkan).6. Waktu yang diperlukan untuk merumuskan Perda no.14 Tahun 2012
hingga diundangkan7. Faktor penghambat dan pendukung dalam perumusan Perda no.14 atau
permasalahan yang terjadi pada perumusan Perda no.14 Tahun 2012
Kepala Seksi Evaluasi Rencana dan Pengembangan Kota di Instansi Dinas TataKota Bekasi
1. Peranan Dinas Tata Kota Bekasi dalam penyenggaraan reklame di KotaBekasi.
2. Aktor perumusan kebijakan dalam Perda no.14 Tahun 20123. Peranan Dinas Tata Kota Bekasi dalam perumusan Perda no.14 Tahun
20124. Latar belakang pergantian peraturan menjadi Perda no.14 Tahun 2012
(permasalahan yang ada sehingga perlu terjadi perubahan peraturan)5. Proses perumusuan Perda no.14 Tahun 2012 sampai diundangkan (dari
usulan awal hingga diundangkan).6. Waktu yang diperlukan untuk merumuskan Perda no.14 Tahun 2012
hingga diundangkan7. Faktor penghambat dan pendukung dalam perumusan Perda no.14 atau
permasalahan yang terjadi pada perumusan Perda no.14 Tahun 2012
Kepala Seksi Pengendalian dan Pengawasan di Instansi Dinas Pekerjaan umumKota Bekasi
1. Peranan Dinas Pekerjaan Umum dalam penyenggaraan reklame di KotaBekasi.
2. Aktor perumusan kebijakan dalam Perda no.14 Tahun 2012
-
7/22/2019 Skripsi Bab 123
48/48
3. Peranan Dinas Pekerjaan Umum dalam perumusan Perda no.14 Tahun2012
4. Latar belakang pergantian peraturan menjadi Perda no.14 Tahun 2012(permasalahan yang ada sehingga perlu terjadi perubahan peraturan)
5. Proses perumusuan Perda no.14 Tahun 2012 sampai diundangkan (dariusulan awal hingga diundangkan).
6. Waktu yang diperlukan untuk merumuskan Perda no.14 Tahun 2012hingga diundangkan
7. Faktor penghambat dan pendukung dalam perumusan Perda no.14 atau permasalahan yang terjadi pada perumusan Perda no.14 Tahun 2012
Tenaga Ahli Walikota
1. Aktor perumusan kebijakan dalam Perda no.14 Tahun 20122. Peranan Tenaga Ahli dalam perumusan Perda no.14 Tahun 20123. Latar belakang pergantian peraturan menjadi Perda no.14 Tahun 2012
(permasalahan yang ada sehingga perlu terjadi perubahan peraturan)4. Proses perumusuan Perda no.14 Tahun 2012 sampai diundangkan (dari
usulan awal hingga diundangkan).5. Waktu yang diperlukan untuk merumuskan Perda no.14 Tahun 2012
hingga diundangkan6. Faktor penghambat dan pendukung dalam perumusan Perda no.14 atau
permasalahan yang terjadi pada perumusan Perda no.14 Tahun 2012
Pengusaha Reklame
1. Tanggapan pengusaha reklame dengan kondisi reklame yang banyk diKota Bekasi.
2. Latar Belakang naiknya tarif atas Pajak Reklame di Kota Bekasi3. Tanggapan pengusaha reklame atas kenaikan tarif Pajak Reklame di Kota
Bekasi4. Dampak kenaikan tarif atas Pajak Reklame terhadapt perusahaan reklame.
Akademisi
1. Apakah tahapan tahapan dalam formulasi kebijakan berlaku pada perumusan peraturan daerah?
2. Apakah kenaikan dari tarif Pajak reklame merupakan kebijakan yang tepatuntuk mendukung fungsi regulerend dari fungsi reklame dan mengurangi
jumlah penyelenggaraan Reklame.3. Tanggapan pihak akademisi mengenai kenaikan Tarif Pajak reklame
(kenaikan 320% yang kemudian direvisi menjadi 50%)