SKRIPSI ANALISIS SUMBER PENYEBAB KEHILANGAN … · proses produksi makanan ringan Taro, ......

122
SKRIPSI ANALISIS SUMBER PENYEBAB KEHILANGAN (LOSS) MINYAK GORENG PADA PROSES PRODUKSI SNACK TARO DI PT UNILEVER INDONESIA Tbk Oleh : FEBRIANI F24061689 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Transcript of SKRIPSI ANALISIS SUMBER PENYEBAB KEHILANGAN … · proses produksi makanan ringan Taro, ......

SKRIPSI

ANALISIS SUMBER PENYEBAB KEHILANGAN (LOSS) MINYAK

GORENG PADA PROSES PRODUKSI SNACK TARO

DI PT UNILEVER INDONESIA Tbk

Oleh :

FEBRIANI

F24061689

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

ii

ANALISIS SUMBER PENYEBAB KEHILANGAN (LOSS) MINYAK

GORENG PADA PROSES PRODUKSI SNACK TARO

DI PT UNILEVER INDONESIA Tbk

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

FEBRIANI

F24061689

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

iii

Judul Skripsi : Analisis Sumber Kehilangan (Loss) Minyak Goreng pada Proses

Produksi Snack Taro di PT Unilever Indonesia, Tbk.

Nama : Febriani

NRP : F24061689

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Tjahja Muhandri, STP, MT) (Ir. Suwandi Yulia Putra)

NIP 19720515 199702 1 001

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.)

NIP 19650814.199002.1.001

Tanggal ujian akhir sarjana : 27 Oktober 2010

iv

Febriani. F24061689. Analisis Sumber Penyebab Kehilangan (Loss) Minyak

Goreng pada Proses Produksi Snack Taro di PT Unilever Indonesia, Tbk. Di

bawah bimbingan Tjahja Muhandri, S.TP, MT dan Ir. Suwandi Yulia Putra

RINGKASAN

Taro merupakan merek dagang pangan snack yang diproduksi oleh PT

Rasa Mutu Utama, Cicadas, Gunung Putri untuk PT Unilever Indonesia Tbk. Pada

proses produksi makanan ringan Taro, proses penggorengan merupakan proses

penting yang harus diperhatikan. Selama proses produksi, ditemukan fakta bahwa

banyak terjadi kehilangan (loss) pada bahan baku minyak goreng. Tingginya loss

minyak pada proses produksi mengakibatkan peningkatan biaya produksi. Namun

tingginya loss minyak pada proses pembuatan Taro tidak diketahui secara pasti

penyebabnya. Hal ini sangat merugikan bagi pihak produsen. Oleh karena itu,

perlu dianalisis sumber kehilangan minyak goreng serta seberapa banyak

jumlahnya.

Melalui kegiatan magang ini, secara umum dilakukan pengamatan pada

seluruh proses produksi Taro dan secara khusus akan dilakukan pengamatan pada

tahapan penggorengan yang berpotensi menyebabkan terjadinya loss minyak

goreng. Dari hasil analisis sumber penyebab loss ini kemudian akan dibuat

rancangan solusi alternatif perbaikan proses yang diharapkan dapat meminimalisir

terjadinya kehilangan (loss) minyak goreng untuk mencegah kerugian perusahaan.

Tahapan yang digunakan dalam menyelesaikan masalah meliputi : observasi

masalah, menemukan faktor-faktor penyebab masalah, meneliti faktor yang paling

berpengaruh, dan menyusun langkah-langkah perbaikan.

Permasalahan yang ditelusuri adalah tingginya loss minyak goreng pada proses

pembuatan Taro. Loss minyak goreng yang dimaksud adalah banyaknya minyak

goreng yang tidak tercatat penggunaannya pada sistem saat proses produksi

sehingga dianggap sebagai bahan yang hilang selama proses produksi dan

dihitung sebagai kerugian perusahaan. Observasi awal yang dilakukan adalah

observasi langsung pada proses produksi dengan mempelajari proses

penggorengan secara spesifik.

Faktor penyebab masalah loss minyak goreng pada proses produksi Taro

meliputi : minyak yang tercecer di bawah sela-sela oil separator, kelebihan

serapan minyak ke produk, adanya minyak yang tumpah dari kotak oil separator,

banyaknya BS (bad stock) hasil goreng, serapan minyak pada ampas filter,

minyak yang tercecer di bawah tangki filter karena ada pipa bocor, terjadi

overweight pada proses pengemasan, banyaknya hasil gorengan terbuang di

saluran penyaring oil separator, rejected minyak goreng. Rata-rata sebanyak

46,51 kg minyak terbuang dari ketiga batch fryer karena adanya minyak tercecer

di bawah sela-sela oil separator. Pada saat produksi berjalan penuh, kelebihan

serapan minyak hasil goreng dapat menyebabkan loss minyak sebesar 244,15 kg

dalam sehari. Terdapat sebanyak 1048,50 kg minyak goreng yang hilang karena

kelebihan berat saat pengisian produk ke dalam kemasan selama Februari 2010

dan sebanyak 1356,08 kg selama bulan Maret 2010.

Berdasarkan analisis diagram Pareto, faktor penyebab yang paling

berpengaruh terhadap loss minyak goreng adalah kelebihan serapan minyak pada

hasil goreng di batch fryer 1 dan 2. Kelebihan serapan minyak pada hasil goreng,

v

yaitu sebesar 81,06% dari total semua penyebab di proses penggorengan batch

fryer 1 dan 73,79% pada batch fryer 2. Pada batch fryer 3, faktor yang paling

berpengaruh adalah minyak yang tumpah pada saluran saringan oil separator di

batch fryer 3 sebesar 83,89% dari total semua penyebab di proses penggorengan

batch fryer 3.

Kadar air pelet berpengaruh nyata terhadap kadar minyak hasil goreng

sebelum proses pemisahan minyak di batch fryer 1 dan 2 pada tingkat

kepercayaan 95% dengan analisis ANOVA. Semakin tinggi kadar air pelet, maka

semakin tinggi kadar minyak hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak.

Pada batch fryer 1 karakteristik pelet dengan kadar air 10,6 % dan 10,92% tidak

berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng, namun waktu

perputaran oil separator memiliki pengaruh nyata terhadap penurunan kadar

minyak hasil goreng. Pada batch fryer 2 karakteristik pelet dengan kadar air

10,57%, 10,73% dan 12,2% berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar minyak

hasil goreng setelah mengalami proses pemisahan minyak. Selain itu, waktu

setting perputaran oil separator juga berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar

minyak hasil goreng. Ditemukan fakta bahwa waktu setting perputaran oil

separator berbeda dengan waktu aktualnya. Berdasarkan analisis yang dilakukan,

kadar minyak target sebesar 14% dapat dicapai dengan waktu aktual perputaran

oil separator 5,56-8,04 detik pada batch fryer 1 dan 9,83-12,24 detik pada batch

fryer 2 dengan menggunakan pelet yang memiliki kadar air sebesar 10,5-11,5%.

Upaya mengurangi loss minyak goreng yaitu dengan mengatasi masalah

kelebihan serapan minyak goreng pada batch fryer 1 dan 2 serta mengatasi

kerusakan oil separator pada batch fryer 3. Selain itu diperlukan keseragaman

kadar air pelet dan kualitas minyak goreng yang digunakan pada saat proses

penggorengan. Selain itu perlu ditingkatkan kedisiplinan operator agar tidak

mengubah setting mesin batch fryer.

vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 17 Februari

1988 sebagai anak kedua dari pasangan Thio Suherman dan

M. Utami Indah Pratiwi. Penulis menempuh pendidikan

dasar di SD. Strada St. Fransisikus, SLTP Santa Ursula

BSD, dan SMA Santa Ursula BSD. Penulis diterima sebagai

mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui

jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Selama masa studi di IPB, penulis merupakan anggota HIMITEPA dan

KEMAKI. Pengalaman organisasi yang pernah dijalani penulis adalah menjadi

Anggota Biro Kesejahteraan Anggota KEMAKI (2006-2007), anggota Food

Processing Club divisi Meat and Fish (2007) dan Bakery (2008), Ketua Biro

Kesejahteraan Anggota KEMAKI (2007-2008), Tim Materi Asisten Agama

Katolik IPB (2007-2010), Tim Penyuluh Keamanan Pangan Jajanan Sekolah

(2007-2008), Tim penyuluh dalam Penyuluhan Keamanan Pangan untuk

Pedagang Sekitar Kampus IPB (2008) dan Bendahara Keluarga Mahasiswa

Katolik IPB (2008-2009). Selain itu penulis ikut serta dalam kepanitian Lomba

Cepat Tepat Ilmu dan Teknologi Pangan, BAUR’44, Indonesian Food Expo 2009,

Reuni KEMAKI IPB, Paskah Mahasiswa se-Keuskupan Bogor (2007).

Selama mengikuti perkuliahan, seminar dan pelatihan yang pernah diikuti

penulis adalah seminar dan pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal (2009),

seminar dan pelatihan Makanan Vegetarian (2007). Prestasi yang pernah diraih

penulis adalah peraih beasiswa PPA-IPB (2009), penerima dana dari program

Dikti untuk PKMP 2009 yang berjudul “Aplikasi Limbah Bawang Merah (Alium

cepa L.) sebagai Antibrowning Agent pada Apel Fresh Cut”, dan Juara 1 Lomba

Business Plan Fishtech Day IPB (2009).

vii

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

segala rahmat, berkat dan kasih-Nya yang tidak henti sehingga penulis dapat

menyelesaikan kegiatan magang dan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak

terhingga kepada pihak-pihak yang telah sangat membantu penulis, yaitu :

1. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan doa, kasih sayang,

perhatian, semangat dan dukungan kepada penulis

2. Tjahja Muhandri, STP, MT selaku dosen pembimbing akademik dan

pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, dan

nasihat kepada penulis

3. Ir. Suwandi Yulia Putra selaku pembimbing lapang yang telah memberikan

izin, kesempatan, arahan dan bimbingan, saran, dan nasihat selama proses

magang dan penulisan skripsi

4. Ir. Maulana Jumatra yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melakukan magang penelitian dan belajar di PT Unilever Indonesia,

Tbk, khususnya di PT Rasa Mutu Utama

5. Pak Budi Darmawan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melakukan kegiatan penelitian di PT Rasa Mutu Utama, atas saran,

nasihat dan waktu untuk berdiskusi

6. Ir. H. Darwin Kadarisman, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan

atas saran yang diberikan kepada penulis

7. Pak Wakiyo, QC RMU : Pak Fajar, Mas Nanang, Mas Siswoyo, Mas

Purwanto; Supervisor RMU : Pak Atik, Pak Susilo, Pak Idrus, Pak Udin;

leader produksi, karyawan produksi, RMS dan FPS yang telah menerima

penulis dengan hangat dan membantu kelancaran melakukan penelitian

8. Staf RMU : Mbak Yani, Mbak Indri, Mbak Unil, Pak Kamto, Pak Mudji, Pak

Asbi, Mbak Yuli, Pak Richard, Satpam RMU, karyawan bagian kebersihan

viii

yang telah menerima penulis dengan hangat dan ramah di PT Rasa Mutu

Utama serta segala bantuan selama magang penelitian

9. Mbak Emi dan Mas Wiwit atas waktu untuk berdiskusi dan saran pada

peneliti selama magang penelitian dan selama penulisan laporan serta skripsi

10. Septi Dwi Utami dan kelurga yang telah memberikan rumah singgah selama

4 bulan dan kehangatan keluarga selama magang penelitian

11. Petrus Ferry Rabito Luhur atas kasih sayang, doa, semangat dan nasihat yang

telah diberikan pada penulis

12. Kak Stefanus Himawan atas perhatian, doa dan semangat yang telah

diberikan pada penulis

13. Dessyana, Yori, Glen, Narita, Gana, Justian, Rio, Stella, Adit, Adel, Selma,

Oxyana, Hilaria atas dukungan, semangat, persahabatan, rasa saling berbagi

dan kebersamaan selama ini

14. Sahabat-sahabat seperjuangan ITP 43 untuk persahabatan, bantuan, rasa

berbagi dan kebersamaan selama 3 tahun bersama berjuang di ITP

15. Keluarga KEMAKI dan Pendamping IPB atas persahabatan, rasa

kekeluargaan dan dukungannya

16. Seluruh dosen ITP, staf dan teknisi laboratorium ITP atas segala pengajaran,

pendidikan, ilmu, dan bantuan yang telah diberikan

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya.

Semoga skripsi dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Oktober 2010

Penulis

ix

DAFTAR ISI

RINGKASAN ...................................................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................... vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Tujuan ................................................................................................... 2

C. Manfaat ................................................................................................. 2

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ................................................... 3

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan .............................................. 3

B. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan ....................................................... 4

C. Logo .................................................................................................... 6

D. Produk dan Pemasaran ........................................................................ 8

1. Divisi Home Care .......................................................................... 8

2. Divisi Personal Care ..................................................................... 8

3. Divisi Foods .................................................................................. 9

4. Divisi Ice Cream ........................................................................... 9

E. Lokasi Perusahaan ............................................................................... 10

F. Organisasi dan Pengelolaan PT Rasa Mutu Utama ............................. 11

G. Ketenagakerjaan PT Rasa Mutu Utama .............................................. 12

III. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 14

A. Makanan Ringan ................................................................................. 14

B. Proses Penggorengan ........................................................................... 15

1. Perubahan Bahan Pangan selama Proses Penggorengan ............... 16

2. Perubahan Minyak selama Proses Penggorengan ......................... 18

C. Minyak Goreng ................................................................................... 19

D. Penyerapan Minyak Goreng ................................................................ 20

x

E. Profil Penyerapan Minyak Goreng ...................................................... 22

1. Penggantian Air (Water Replacement) .......................................... 22

2. Efek Fase Pendinginan (Cooling Phase Effect) ............................ 22

F. Siklus Pemecahan Masalah ................................................................. 23

G. Diagram Pareto .................................................................................... 24

H. Diagram Sebab Akibat ........................................................................ 25

IV. KEGIATAN MAGANG ......................................................................... 27

A. Deskripsi Kegiatan Magang ............................................................... 27

B. Metode Kerja ...................................................................................... 27

1. Mempelajari Proses Pembuatan Taro ........................................... 27

2. Wawancara ................................................................................... 27

3. Studi pustaka ................................................................................ 28

4. Pengumpulan dan Aanalisis Data ................................................. 28

a. Brainstorming......................................................................... 28

b. Tools kendali mutu ................................................................. 28

1.) Diagram Sebab Akibat ..................................................... 28

2.) Diagram Pareto ................................................................. 29

c. Pembuatan neraca kesetimbangan massa ............................... 29

d. Pengukuran waktu perputaran oil separator .......................... 30

e. Pengukuran kadar air .............................................................. 30

f. Pengukuran kadar minyak goreng dalam produk ................... 31

C. Metodologi Pemecahan Masalah ....................................................... 32

1. Observasi Masalah ....................................................................... 32

2. Menemukan Faktor-Faktor Penyebab Masalah............................ 32

3. Meneliti Faktor yang Paling Berpengaruh ................................... 32

4. Menyusun Langkah Perbaikan ..................................................... 32

V. ASPEK PRODUKSI ............................................................................... 34

A. Material ............................................................................................... 34

1. Bahan-Bahan ................................................................................. 34

a. Tepung terigu .......................................................................... 34

b. Tapioka .................................................................................... 35

c. Minyak goreng ........................................................................ 36

xi

d. Air ............................................................................................ 37

e. Baking powder ......................................................................... 37

f. Gula ......................................................................................... 39

g. Garam ...................................................................................... 39

h. Perisa ....................................................................................... 40

2. Bahan Pengemas ........................................................................... 40

a. Kemasan primer ...................................................................... 40

b. Kemasan sekunder ................................................................... 41

B. Proses Produksi ................................................................................... 41

1. Pemasakan ..................................................................................... 42

2. Pembentukan Lembaran ................................................................ 42

3. Aging ............................................................................................. 43

4. Pemotongan ................................................................................... 43

5. Pengeringan I ................................................................................. 43

6. Pengeringan II ............................................................................... 44

7. Penggorengan ................................................................................ 45

8. Seasoning ...................................................................................... 46

9. Pengemasan dan Penyimpanan ..................................................... 46

C. Penyimpanan dan Penggudangan ........................................................ 46

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 48

A. Observasi Masalah .............................................................................. 48

B. Menemukan Faktor-Faktor Penyebab Masalah ................................... 49

1. Hasil Wawancara ........................................................................... 49

2. Diagram Ishikawa ......................................................................... 53

3. Pengambilan Data ......................................................................... 54

a. Minyak tercecer di bawah sela-sela oil separator .................... 54

b. Kelebihan serapan minyak ke produk ....................................... 57

c. Overweight ................................................................................ 59

C. Meneliti Faktor yang Paling Berpengaruh .......................................... 61

1. Batch fryer 1 .................................................................................. 61

2. Batch fryer 2 .................................................................................. 62

3. Batch fryer 3 .................................................................................. 64

xii

4. Kelebihan serapan minyak pada hasil goreng ............................... 65

a. Pengaruh kadar air pelet terhadap penyerapan minyak goreng 67

b. Pengaruh kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng ....................... 70

5. Minyak yang tumpah di saluran saringan oil separator ................ 76

D. Menyusun Langkah-Langkah Perbaikan ............................................. 77

E. Melaksanakan Langkah-Langkah Perbaikan dan Mengadakan

Evaluasi Hasil Perbaikan ..................................................................... 81

F. Mencegah Keterulangan Masalah ....................................................... 81

G. Mencatat Masalah yang Belum Terselesaikan .................................... 81

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 82

A. Kesimpulan .......................................................................................... 82

B. Saran .................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 85

LAMPIRAN ......................................................................................................... 88

xiii

DAFTAR TABEL

1. Data rata-rata minyak tercecer di bawah oil separator per hari .................. 56

2. Hasil perhitungan kelebihan serapan minyak pada tanggal

18 Maret 2010 .............................................................................................. 58

3. Hasil perhitungan kelebihan serapan minyak pada tanggal

19 Maret 2010 .............................................................................................. 58

4. Data loss minyak goreng karena overweight saat proses pengemasan

Februari 2010 ............................................................................................... 60

5. Data loss minyak goreng karena overweight saat proses

pengemasan Maret 2010 .............................................................................. 60

6. Rata-rata loss minyak goreng pada batch fryer 1 ........................................ 62

7. Rata-rata loss minyak goreng pada batch fryer 2 ........................................ 63

8. Rata-rata loss minyak goreng pada batch fryer 3 ....................................... 64

9. Data perbandingan kadar minyak goreng produk terhadap standar ............. 66

10. Data rata-rata waktu pengukuran waktu aktual perputaran

oil separator ................................................................................................ 70

11. Data waste akibat oil separator pada batch fryer 3 ..................................... 77

xiv

DAFTAR GAMBAR

1. Logo Unilever .............................................................................................. 6

2. Produk home and personal care .................................................................. 9

3. Produk foods dan ice cream ......................................................................... 9

4. Diagram alir pemasaran produk PT Unilever Indonesia, Tbk. .................... 10

5. Struktur organisasi pabrik PT Rasa Mutu Utama ........................................ 11

6. Proses penggorengan secara deep-fat frying ................................................ 15

7. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses deep fat frying ............................ 17

8. Struktur bahan pangan ................................................................................. 20

9. Neraca massa proses penggorengan ............................................................. 29

10. Halogen Moisture Analyzer ......................................................................... 30

11. Soxtec Auto Fat Extraction .......................................................................... 31

12. Diagram alir tahapan langkah-langkah pemecahan masalah ....................... 33

13. Diagram alir proses produksi Taro............................................................... 41

14. Three pass dryer .......................................................................................... 44

15. Batch fryer ................................................................................................... 45

16. Minyak dan gorengan yang tercecer ............................................................ 50

17. Minyak tampungan sementara di kotak oil separator ................................. 51

18. Hasil goreng reject ....................................................................................... 51

19. Ampas dari mesin filter minyak ................................................................... 52

20. Minyak yang tercecer di bawah tangki filter batch fryer 2 .......................... 52

21. Hasil gorengan yang terbawa ke saluran penyaring

oil separator ................................................................................................. 53

22. Diagram Ishikawa penyebab loss minyak goreng ....................................... 54

23. Jumlah minyak yang tercecer di bawah batch fryer pada saat

proses produksi 18 Maret 2010 .................................................................... 55

24. Jumlah minyak yang tercecer di bawah batch fryer pada saat proses

produksi 19 Maret 2010 ............................................................................... 56

25. Jumlah minyak yang tercecer di bawah batch fryer pada saat proses

produksi 23 Maret 2010 ............................................................................... 56

xv

26. Jumlah kelebihan serapan minyak pada produk Taro

pada 18 Maret 2010 .................................................................................. .. 59

27. Jumlah kelebihan serapan minyak pada produk Taro

pada 19 Maret 2010 ..................................................................................... 59

28. Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 1 .............................. 62

29. Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 2 .............................. 63

30. Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 3 .............................. 65

31. Data kadar minyak pada produk di batch fryer 1 ........................................ 65

32. Data kadar minyak pada produk di batch fryer 2 ........................................ 66

33. Hubungan waktu aktual perputaran oil separator terhadap

penurunan kadar minyak hasil goreng di batch fryer 1 ............................... 72

34. Hubungan waktu aktual perputaran oil separator terhadap

penurunan kadar minyak hasil goreng di batch fryer 2. .............................. 74

35. Diagram Ishikawa faktor penyebab kelebihan serapan minyak

pada hasil goreng ......................................................................................... 75

36. Kurva regresi linear hubungan kadar air pelet terhadap kadar minyak

hasil goreng sebelum pemisahan minyak di batch fryer 1 ........................... 78

37. Kurva regresi linear hubungan waktu aktual perputaran oil separator

terhadap penurunan minyak hasil goreng di batch fryer 1 .......................... 78

38. Kurva regresi linear hubungan kadar air pelet terhadap kadar minyak

hasil goreng sebelum pemisahan minyak di batch fryer 2 ........................ .. 79

39. Kurva regresi linear hubungan waktu aktual perputaran oil separator

terhadap penurunan minyak hasil goreng di batch fryer 2 .......................... 80

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Persyaratan mutu tepung terigu...................................................................... 88

2. Persyaratan mutu tapioka ............................................................................... 89

3. Persyaratan mutu minyak goreng ................................................................... 90

4. Persyaratan mutu gula pasir ........................................................................... 91

5. Data minyak dan hasil gorengan yang tercecer di bawah oil separator ........ 92

6. Data kadar minyak bulan Februari 2010 ........................................................ 93

7. Data kadar minyak hasil goreng

a. Pada batch fryer 1 .................................................................................... 94

b. Pada batch fryer 2 .................................................................................... 95

8. Data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng

sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 1 .................................. 96

9. Hasil statistik data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak

hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 1 ............. 97

10. Data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng

sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 2 .................................. 98

11. Hasil statistik data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak

hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 2 ............. 99

12. Data perbandingan waktu setting dan waktu aktual perputaran

oil separator ................................................................................................... 100

13. Hasil trial kadar air pelet dan waktu perputan oil separator terhadap

penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 1 ............................. 101

14. Hasil statistik data trial kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 1. ............. 102

15. Hasil statistik hubungan waktu aktual dan perputaran oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng ............................................ 103

16. Hasil trial kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator terhadap

penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 2 ............................. 104

17. Hasil statistik data trial kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 2. ............. 105

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri snack merupakan salah satu industri pangan yang banyak

diminati dan cukup pesat perkembangannya. Taro merupakan merek dagang

snack yang diproduksi oleh PT Rasa Mutu Utama, Cicadas, Gunung Putri

untuk PT Unilever Indonesia Tbk. Taro merupakan jenis makanan ringan

yang berupa kepingan pipih yang digoreng dan ditambahkan berbagai macam

perisa. Snack ini dibuat melalui tahapan proses pemasakan, pembentukan

lembaran adonan, aging, pemotongan, pengeringan, penggorengan dan

penambahan perisa.

Pada proses produksi Taro, proses penggorengan merupakan proses

penting yang harus diperhatikan. Proses menggoreng adalah perendaman dan

pemasakan bahan pangan dalam minyak panas dengan tujuan untuk

memperoleh produk dengan karakteristik warna, aroma dan tekstur yang khas

(Dana dan Saguy, 2003). Tujuan proses penggorengan antara lain untuk

meningkatkan kualitas makan (eating quality) dari makanan, memperpanjang

daya simpan yang diperoleh karena adanya pemusnahan mikroba, perusakan

enzim-enzim dan pengurangan kadar air (Fellows, 2000).

Dalam proses penggorengan, minyak dipergunakan sebagai medium

penghantar panas. Minyak yang biasa digunakan untuk menggoreng adalah

minyak kelapa sawit. Minyak merupakan salah satu bahan baku yang penting

dalam proses pembuatan Taro dan dibutuhkan dalam jumlah yang cukup

banyak. Penggunaan minyak goreng pada proses penggorengan harus efisien.

Hal ini berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan dan mutu produk yang

dihasilkan.

Selama proses produksi, ditemukan fakta bahwa banyak terjadi

kehilangan (loss) minyak goreng. Tingginya loss minyak pada proses

produksi mengakibatkan peningkatan biaya produksi. Berdasarkan Summary

Losses Material pada perusahaan, terdapat sebanyak 24,73% atau 10293,76

kg minyak goreng yang terhitung sebagai loss minyak goreng pada bulan

Januari 2010. Namun tingginya loss minyak pada proses pembuatan Taro

tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Hal ini sangat merugikan bagi

2

pihak produsen. Oleh karena itu, perlu dianalisis fakta-fakta yang

menyebabkan kehilangan minyak goreng serta jumlahnya di setiap fakta.

Melalui kegiatan magang ini, secara umum dilakukan pengamatan pada

seluruh proses produksi Taro yang berpotensi menyebabkan terjadinya loss

minyak goreng. Dari hasil analisis sumber penyebab loss ini kemudian akan

dibuat rancangan solusi alternatif perbaikan proses yang diharapkan dapat

meminimalkan terjadinya kehilangan (loss) minyak goreng untuk mencegah

kerugian perusahaan.

B. Tujuan

1. Mempelajari aspek produksi Taro baik dari bahan baku serta teknologi

proses produksi yang digunakan

2. Melakukan analisis sumber penyebab kehilangan (loss) minyak goreng

untuk mengetahui sumber penyebab utama sehingga dapat dicari solusi

perbaikan yang dapat dilakukan

3. Memberikan saran perbaikan pada perusahaan sebagai solusi untuk

meminimalkan loss minyak goreng

C. Manfaat

1. Mengembangkan pengetahuan, sikap dan kemampuan profesionalisme

mahasiswa melalui penerapan ilmu, latihan kerja dan latihan langsung

tentang teknik-teknik yang diterapkan di lapangan sesuai dengan bidang

keahlian

2. Mengetahui aspek produksi yang diterapkan selama proses produksi Taro

3. Mengetahui dan menganalisis penyebab loss minyak goreng selama proses

produksi Taro

4. Mendapatkan solusi pemecahan masalah loss minyak goreng pada proses

produksi Taro

3

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT Rasa Mutu Utama telah berdiri pada tahun 1984 dengan nama awal

PT Rasa Murni Utama. Pada tahun 1985, PT Rasa Murni Utama mulai

memproduksi snack Taro. Pada bulan Juni 2003, PT Unilever Indonesia Tbk.

mengakuisisi PT Rasa Murni Utama lengkap dengan pabrik dan segala

fasilitasnya. Setelah diakuisisi, maka pada tahun 2004, PT Rasa Murni Utama

berganti nama menjadi PT Rasa Mutu Utama. Sampai saat ini, PT Rasa Mutu

Utama memproduksi Taro untuk PT Unilever Indonesia Tbk. Setelah 3 tahun

bersama Unilever Indonesia, volume, dan nilai Taro telah mengalami

pertumbuhan pesat dan sekarang menjadi pemimpin pasar untuk kategori

makanan ringan modern. Dengan tingginya permintaan, Taro telah

menambah kapasitas produksinya dengan mendirikan pabrik di tiga lokasi

yaitu Gunung Putri di Bogor, Sidoarjo, dan Medan.

Unilever merupakan salah satu perusahaan terbesar di dunia yang

beroperasi di sekitar 75 negara. Perusahaan yang berlogo “U” ini bergerak di

bidang kebutuhan dasar dengan pasaran utama adalah deterjen, pangan dan

barang kosmetika. Unilever secara resmi berdiri tanggal 1 Januari 1930

dengan kantor pusat di London (Inggris) dan Rotterdam (Belanda).

Pada tahun 1885 terdapat dua perusahaan yang masing-masing

memproduksi sabun dan margarin. Perusahaan yang memproduksi sabun

bernama Lever Brother yang berlokasi di Inggris dan dikelola oleh dua

bersaudara, William dan James Lever. Sedangkan perusahaan yang

memproduksi margarin bernama Margarine Unie yang berlokasi di Belanda

dan dimiliki oleh Anton Jurgens dan keluarga Van den Berg. Kemudian, pada

tahun 1929 kedua perusahaan tersebut melakukan merger dan

mengukuhkannya dengan nama Unilever.

PT. Unilever Indonesia Tbk. didirikan pada 5 Desember 1933 sebagai

Zeepfabrieken N.V. Lever dengan akta No.33 yang dibuat oleh Tn. A.H. van

Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur Jenderal van

Raad van Justitie di Batavia dengan No.302 pada tanggal 22 Desember 1933

4

dan diumumkan dalam Javasche Courant pada tanggal 9 Januari 1934.

Dengan akta no.171 yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal

22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT. Unilever Indonesia.

Dengan akta no.92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H.

tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah lagi menjadi PT. Unilever

Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh Mentri Kehakiman dengan keputusan

No.C2-I.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan di

Berita Negara No.2620 tanggal 15 Mei 1998.

PT Unilever Indonesia Tbk. berhasil mendapat pengakuan di tingkat

nasional dan internasional dengan menerima 66 penghargaan di tahun 2008,

diantaranya yaitu:

1. The Asian Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) 2008, sebagai

perusahaan Indonesia yang paling diminati di Asia .

2. International Energy Globe Award 2008, program Inovasi Pendidikan,

Unilever Indonesia sebagai salah satu pemenang World Energy Globe

Award. Program ini mendapat kehormatan sebagai pemenang nasional

untuk Indonesia.

3. The Indonesia Best Brand (IBBA) Award 2008, yaitu sebelas produk

Unilever Indonesia menerima IBBA seperti Sunlight, Pepsodent, Lux,

Lifebuoy, Sunsilk, Pond’s, Rinso, Citra, dan Molto.

4. Zero Accident Award, Unilever Indonesia menerima penghargaan dari

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk Kecelakaan Nilai dan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

5. Indonesia Best Packaging Award 2008 yang dinilai berdasarkan hasil

survei oleh Marketing Extra Magazine.

B. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan

Visi Unilever Indonesia adalah “Menjadi pilihan utama bagi konsumen,

pelanggan dan masyarakat”. Untuk mencapai visi tersebut, Unilever memiliki

misi, yaitu :

1. Menjadi yang pertama dan terbaik dikelasnya dalam menemukan

kebutuhan dan aspirasi dari konsumen.

5

2. Menjadi dekat dalam pasar untuk langganan dan pemasok.

3. Memindahkan aktivitas tambahan yang tidak bernilai dari semua proses.

4. Mencapai kepuasan kerja untuk semua.

5. Menuju target usaha dan penambahan keuntungan dan kepastian mengenai

upah untuk pekerja dan para pemegang saham.

6. Patut mendapat kehormatan dan kesempurnaan, perhatian terhadap

komunitas dan lingkungan.

PT Unilever Indonesia, Tbk. adalah perusahaan yang bergerak di

bidang industri penyediaan kebutuhan sehari-hari (Consumer Goods). Untuk

itu perusahaan ini menetapkan tujuan pendirian sebagai berikut:

1. Memenuhi kebutuhan sehari-hari setiap anggota masyarakat dimanapun

mereka berada, mengantisipasi aspirasi konsumen dan pelanggan, serta

menanggapi secara kreatif dan kompetitif dengan produk-produk bermerk

dan layanan yang meningkatkan kualitas kehidupan.

2. Akar yang kokoh dalam budaya dan pasar lokal di dunia merupakan

warisan yang tidak ternilai dan menjadi dasar bagi pertumbuhan kami di

masa yang akan datang. Kami akan menyertakan kekayaan pengetahuan

dan kemahiran internasional untuk melayani konsumen lokal sehingga

menjadikan kami perusahaan yang benar-benar multilokal.

3. Keberhasilan jangka panjang kami menuntut komitmen yang menyeluruh

terhadap standar kinerja dan produktivitas yang sangat tinggi terhadap

kerjasama yang sangat efektif dan kesediaan untuk menyerap gagasan-

gagasan baru serta keinginan untuk belajar terus-menerus.

4. Kepercayaan bahwa keberhasilan memerlukan perilaku bersama yang

berstandar tinggi terhadap karyawan, konsumen dan masyarakat, serta

dunia tempat kita tinggal.

Unilever memiliki akar yang kokoh dalam budaya dan pasar lokal di

dunia sehingga memiliki hubungan yang erat dengan konsumen dan

merupakan landasan pertumbuhan Unilever di masa depan. Unilever juga

menyertakan kekayaan pengetahuan dan keahlian internasional dalam

melayani konsumen lokal, menjadikan Unilever sebagai perusahaan

multinasional yang multilokal.

6

Keberhasilan jangka panjang Unilever menuntut komitmen menyeluruh

terhadap standar kinerja dan produktivitas yang sangat tinggi terhadap

kerjasama yang efektif dan kesediaan untuk menyerap gagasan baru serta

keinginan untuk belajar secara terus-menerus. Dengan misi yang diemban

oleh Unilever diharapkan dapat mencapai pertumbuhan yang langgeng dan

menguntungkan untuk menciptakan nilai jangka panjang yang berharga bagi

para pemegang saham, karyawan, dan mitra usaha.

Sebagai perwujudan dari komitmen perusahaan untuk menjamin standar

mutu produk bertaraf internasional, seluruh pabrik PT Unilever Indonesia,

Tbk. telah mendapat sertifikat ISO 9001. Perolehan sertifikat tersebut diawali

oleh pabrik sabun dan kosmetika di Rungkut, Surabaya, pada tahun 1997 dan

disusul oleh pabrik-pabrik lainnya pada 1998. Sebelumnya pabrik-pabrik

Unilever juga sudah mendapatkan sertifikat Total Productive Maintenance

(TPM) dari Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM) Jepang, serta

penghargaan nihil kecelakaan dari Unilever Global maupun pemerintah RI.

Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja karyawan, PT Unilever

Indonesia, Tbk. juga mulai menerapkan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja (SMK3)

C. Logo

Pada tahun 2005, Unilever mengganti logo perusahaannya menjadi

sebuah logo yang menggambarkan visi dan misi Unilever terhadap

peningkatan vitalitas kehidupan melalui berbagai produknya.

Gambar 1. Logo Unilever

Sumber: http://unilever.com

7

Logo baru terdiri atas 22 icon berbeda dimana setiap icon tersebut

melambangkan produk Unilever dan tersusun dalam huruf “U”. Setiap 22

icon tersebut memiliki makna tersendiri, yaitu :

Merupakan sumber primer

alami yang melambangkan

vitalitas.

Melambangkan penampilan

yang baik dan kebersihan

pakaian.

Menggambarkan susunan

kehidupan serta sebagai

simbol dari bio-science.

Lambang kebersihan &

kesegaran.

Lambang kebersihan air

dan kemurnian.

Melambangkan kreatifitas,

kerja keras, dan biodiversitas.

Lambang sensitivitas,

kepedulian & kebutuhan.

Melambangkan cinta,

kepedulian, dan kesehatan.

Melambangkan

keharuman.

Melambangkan kesegaran dan

transformasi wujud benda.

Melambangkan kecantikan dan

kelembutan.

Melambangkan kebersihan,

kesehatan, dan energi.

Merupakan penghasil

minyak kelapa yang

melambangkan sumber

daya alam.

Melambangkan

kebebasan.

Melambangkan mixing dan

stirring.

Melambangkan komitmen

Unilever dalam menjaga

kesinambungan lingkungan.

Melambangkan nutrisi,

rasa, dan masakan.

Melambangkan kecantikan,

penampilan, dan rasa.

8

D. Produk dan Pemasaran

Unilever secara global (termasuk PT Unilever Indonesia Tbk.)

memproduksi barang-barang konsumen (consumer goods). Bidang produksi

PT Unilever Indonesia Tbk. dibagi menjadi empat divisi, yaitu :

1. Divisi Home Care

Divisi ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

a. Non Soap Detergent

Memproduksi deterjen pencuci (bubuk dan krim) yaitu: Rinso, Surf,

Omo, dan Super Busa serta memproduksi cairan pewangi dan pelembut

pakaian yaitu Molto

b. Household Care

Memproduksi barang-barang kebutuhan rumah tangga yaitu: Super

Pell, Sunlight, Vixal dan Domestos

2. Divisi Personal Care

Divisi ini memproduksi barang-barang kebutuhan perawatan pribadi yang

terdiri dari : Hair (Clear. Sunsilk, Brisk), Skin (Pond’s, Dove, Hazeline,

Lux, Lifeboy, Cuddle), Deodorant (Axe dan Rexona) dan Dental

(Pepsodent dan Close Up)

Melambangkan aroma

makanan serta soup dan

masakan siap saji.

Melambangkan kenyamanan dan

kenikmatan.

Melambangkan komposisi

bumbu yang segar.

Melambangkan ekstrak tanaman

dan sebagai simbol kesuburan.

perkebunan..

Melambangkan

makanan, laut, dan air

tawar.

Melambangkan ilmu

pengetahuan.

9

Gambar 2. Produk home and personal care

3. Divisi Foods

Divisi ini dibagi menjadi kategori-kategori, yaitu:

a. Spread Cooking Category and Culinary

Memproduksi margarin, bakery fat bumbu masak dan minuman ringan

siap saji, yaitu Blue Band, VO, Top Bake, Croma Cromix, Royco,

Knorr dan Lipton

b. Tea Based Beverage

Memproduksi teh untuk dikonsumsi dalam negeri dan luar negeri

(ekspor) yaitu: Sariwangi, Bushell, dan Choya

c. Snacks

Memproduksi makanan ringan yaitu Taro

4. Divisi Ice Cream

Divisi ini memproduksi es krim Wall’s dengan berbagai jenis rasa dan

kemasan

Gambar 3. Produk foods dan ice cream

Produk-produk yang diproduksi tersebut akan dipasarkan oleh PT

Unilever Indonesia, Tbk. ke seluruh konsumen yang tersebar di Indonesia

maupun yang ada di luar negeri. PT Unilever Indonesia, Tbk. sebagai

10

perusahaan yang berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) tidak menjual

produknya secara langsung ke konsumen atau pengecer tetapi menjual

melalui distributor dan pedagang-pedagang besar yang berjumlah 300

distributor yang tersebar di seluruh Indonesia.

Produksi(Pabrik)

Gudang Barang Jadi (FPS)

Gudang Pusat (Central Warehouse)

Depot

Distributor

Pedagang Eceran

Konsumen

Gambar 4. Diagram alir pemasaran produk PT Unilever Indonesia, Tbk.

PT Unilever Indonesia, Tbk. memiliki kantor-kantor depot yang

tersebar di beberapa kota besar di Indoneasi antara lain Jakarta, Surabaya,

Medan, Padang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan sebagainya. Masing-

masing depot ini dikelola oleh seorang manajer, yang bertugas membantu

para distributor dalam hal mempromosikan hasil produksi dari perusahaan

untuk dipasarkan kepada konsumen.

E. Lokasi Perusahaan

PT Unilever Indonesia Tbk. berpusat di gedung Graha Unilever, Jl.

Jendral Gatot Subroto Kav. 15, Jakarta 12930, dengan lokasi pabrik yang

beralamatkan di Kawasan Industri Cikarang Jl. Jababeka Raya Blok O

dengan 3 pabrik, yaitu pabrik Spread Cooking Category and Culinary

(SCC&C), Tea Based Beverage (TBB), dan Ice Cream (IC). Sementara untuk

produk Non Soap Detergent and Liquid berada di Kawasan Industri Cikarang

Jl. Jababeka IX Kav. D1-29, serta di Rungkut, Surabaya dan di Subang untuk

pabrik Kecap BANGO.

11

Pabrik Taro merupakan salah satu pabrik yang dimiliki PT Unilever

Indonesia, Tbk. beralamat di Jl. Raya Cicadas km 9, Gunung Putri,

Kabupaten Bogor. Pabrik ini dikelola oleh PT Rasa Mutu Utama.

F. Organisasi dan Pengelolaan PT Rasa Mutu Utama

Gambar 5. Struktur organisasi pabrik PT Rasa Mutu Utama

PT Rasa Mutu Utama bertekad untuk memproduksi produk-produk

dengan mutu yang konsisten, aman, dan halal untuk dikonsumsi, juga

memenuhi peraturan pemerintah yang berlaku, dan persyaratan dari PT Rasa

Mutu Utama dengan efisien dan meminimalkan dampak terhadap lingkungan

serta dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

PT Rasa Mutu Utama menjamin standar mutu yang ditetapkan

memenuhi kebutuhan konsumen dan sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku serta persyaratan-persyaratan untuk keamanan produk dan lingkungan

hidup secara konsisten dengan melakukan peningkatan mutu yang

berkesinambungan pada setiap area secara menyeluruh.

Direktur

Quality

control

Umum

personalia

Pembukuan

keuangan Produksi Finish

Product

Factory

Manager

Supervisor

shift

Raw

material

Production

plan

Maintenance Receptionist-Satpam-

Kebersihan

Ketua seksi

operator

12

Karyawan PT Rasa Mutu Utama sebagai sumber daya utama

keberhasilan oleh karena itu komitmen Perusahaan untuk memberi pelatihan

yang sesuai, mengembangkan serta membekali dengan ketrampilan yang

dibutuhkan untuk mengerjakan tugasnya secara efektif. Perusahaan

mengutamakan dan mematuhi peraturan-peraturan tentang kebijaksanaan

lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan.

Prosedur penarikan produk akan dilaksanakan bila terjadi masalah yang

berhubungan dengan mutu, keamanan produk, kesehatan atau alasan lain

yang dapat menyebabkan gangguan yang merugikan kesehatan konsumen dan

dapat merusak citra produk maupun perusahaan.

G. Ketenagakerjaan PT Rasa Mutu Utama.

PT Rasa Mutu Utama memiliki dua jenis tenaga kerja, yaitu staff dan

non staff. Tenaga kerja bagian staff dan administrasi (dinas normal)

mempunyai jam kerja yang dimulai pukul 08.00 sampai 16.00 dengan waktu

istirahat pukul 12.00 sampai dengan 13.00 untuk hari Senin sampai Jumat dan

pukul 08.00 sampai 13.00 untuk hari Sabtu. Tenaga kerja dinas shift (regu)

bekerja selama 8 jam kerja dari hari Senin sampai Jumat dengan waktu

istirahat selama 1 jam. Pembagian shift per hari yang diterapkan untuk hari

Senin-Jumat adalah sebagai berikut:

1. Shift pagi bekerja dari pukul 06.00 sampai 14.00 dengan waktu istirahat

dari pukul 12.00 sampai 13.00.

2. Shift siang bekerja dari pukul 14.00 sampai 22.00 dengan waktu istirahat

dari pukul 19.00 sampai 20.00.

3. Shift malam bekerja dari pukul 22.00 sampai 06.00 dengan waktu istirahat

dari pukul 03.00 sampai 04.00.

Pada hari Sabtu, jam kerja tenaga kerja dinas shift (regu) selama 4 jam kerja

dan tidak ada jam istirahat. Tenaga kerja dinas shift pagi bekerja mulai pukul

06.00 sampai 11.00. Tenaga kerja dinas shift siang bekerja mulai pukul 11.00

sampai 16.00. Tenaga kerja dinas shift malam bekerja mulai pukul 16.00

sampai 21.00.

13

Pengisian daftar hadir karyawan menggunakan kartu prick clock yang

diisi pada saat masuk dan pulang kerja. Kerja lembur akan dilaksanakan bila

ada pekerjaan yang tidak bisa ditangguhkan atau dilaksanakan pada jam kerja

normal. Sistem pengupahan karyawan PT Rasa Mutu Utama berdasarkan atas

tanggung jawab pekerjaan atau prestasi karyawan tersebut.

Karyawan PT Rasa Mutu Utama memperoleh fasilitas-fasilitas yang

menunjang kesejahteraan karyawan, diantaranya adalah makanan yang

disediakan untuk seluruh karyawan tetap dan kontrak pada jam istirahat di

kantin pabrik, koperasi karyawan, seragam kerja, tunjangan hari raya serta

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Jamsostek yang diberikan meliputi

biaya pengobatan dan tunjangan hari tua.

14

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Makanan Ringan

Makanan ringan (snack food) adalah makanan yang dikonsumsi

diantara jam makan regular. Snack food biasanya disebut juga dengan savory

snack karena pada umumnya, snack diberi flavor savory termasuk rasa asin

atau berbumbu. Menurut Lusas (2001), ciri-ciri snack dengan flavor savory

adalah :

1. Aman dan bebas dari bahaya kimia, substansi toksik dan mikroorganisme

patogen sesuai peraturan yang berlaku

2. Biasanya dipersiapkan secara komersial dalam jumlah besar dengan proses

yang kontinyu

3. Dibumbui, biasanya garam dan kadang-kadang ditambahkan flavor

lainnya.

4. Stabil selama penyimpanan, tidak membutuhkan pendinginan untuk

pengawetan

5. Dikemas dalam bentuk yang siap dikonsumsi, biasanya dibagi menjadi

potongan-potongan ukuran siap makan, mudah ditangani dengan jari dan

memiliki penampakan berminyak atau kering tergantung dengan dugaan

konsumen untuk produk tertentu

6. Dijual kepada konsumen dalam kondisi segar yang dicapai dengan

pemakaian bahan pengemas untuk menghindari air, oksigen dan cahaya,

menjaga kerenyahan produk, memperlambat oksidasi alami minyak dan

menghilangkan katalis oksidasi; menggunakan pengemas atmosfer dengan

gas inert (nitrogen) dan sistem antioksidan untuk proteksi minyak;

pengkodean tanggal pada pengemas dan membuangnya dari rak

penyimpanan jika tidak terjual selama umur simpan produk.

Snack Taro merupakan teknologi ebisen yang berasal dari Jepang.

Produk snack pertama yang menggunakan teknologi ini adalah shrimp

cracknel (Ebi-Senbei) yang merupakan makanan tradisional Jepang. Snack

Taro net merupakan hasil pengembangan dari teknologi ebisen. Pelet snack

ebisen dapat berlapis satu (single layer) dan dua (double layer) tergantung

15

bentuk yang diinginkan. Proses produksi snack ebisen meliputi tahap

pemasakan, sheeting, pendinginan dengan cooling conveyor, rolling, aging,

pemotongan, pengeringan pertama (first dryer), pengeringan kedua (second

dryer), penggorengan, penambahan perisa dan pengemasan (Nagao, 2001).

B. Proses Penggorengan

Proses menggoreng adalah perendaman dan pemasakan bahan pangan

dalam minyak panas dengan tujuan untuk memperoleh produk dengan

karakteristik warna, aroma dan tekstur yang khas (Dana dan Saguy, 2003).

Tujuan proses penggorengan antara lain untuk meningkatkan kualitas makan

(eating quality) dari makanan, meningkatkan daya simpan karena adanya

pemusnahan mikroba, perusakan enzim-enzim dan pengurangan kadar air

(Fellows, 2000). Proses penggorengan secara deep-fat frying menurut

Robertson (1967) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Proses penggorengan secara deep-fat frying

Pada saat bahan pangan masuk ke dalam proses penggorengan, maka

bahan pangan tersebut akan membawa oksigen, air, leachable metal,

komponen warna pada minyak, dan sistem enzim yang melengkapi beberapa

reaksi degradasi walaupun cepat diinaktivasi. Oksigen akan berkontribusi

terhadap oksidasi lemak yang menyebabkan peningkatan komponen volatil

dan polimetrik, air akan berkontribusi terhadap hidrolisis lemak dan

Steam

Finished

fried product

Frying oil

Prepared Raw

Food

Heat Filtered Crumbs

Steam-entrained Fat and

Fatty by product

16

peningkatan asam lemak bebas, monogliserida, digliserida dan gliserin,

(Banks dan Lusas, 2002).

Menurut Blumenthal (1996), kelebihan proses menggoreng adalah

waktu yang lebih singkat, pemasakan yang efektif, minyak yang digunakan

menjadi bagian produk akhir, produk lebih renyah, serta warna produk

menjadi agak kecoklatan yang akan meningkat selama proses penggorengan

tersebut. Proses penggorengan pada umumnya hanya beberapa detik hingga

beberapa menit. Perbedaan suhu yang besar antara minyak dan produk selama

proses penggorengan menyebabkan pemasakan menjadi efektif ketika tingkat

surfaktan mulai meningkat sehingga kontak antara produk dan minyak

menjadi optimal.

Proses menggoreng melibatkan pindah panas, pindah massa dan

interaksi yang kompleks antara produk yang digoreng dan minyak. Fellows

(2000) menyatakan bahwa berdasarkan pindah panas yang terjadi, terdapat

dua metode mengoreng yaitu shallow frying dan deep-fat frying. Pindah

panas pada metode shallow frying ini terjadi secara konduksi melalui lapisan

tipis dari minyak sedangkan pada metode deep-fat frying, pindah panas

terjadi secara kombinasi antara konveksi dalam minyak panas dan konduksi

dari minyak ke dalam produk. Keunggulan metode deep-fat frying dibanding

dengan shallow frying adalah pada metode deep-fat frying semua permukaan

mendapatkan perlakuan panas yang sama sehingga menghasilkan

penampakan produk yang sama.

Suhu yang digunakan untuk menggoreng pada umumnya ditentukan

oleh pertimbangan ekonomi dan persyaratan produk. Pada suhu tinggi (180-

2000C), waktu proses yang diperlukan singkat dan tingkat produksi akan

meningkat. Namun suhu tinggi dapat menyebabkan percepatan kerusakan

minyak dan pembentukan asam lemak bebas yang mengubah viskositas,

aroma dan warna minyak serta berbusa. Hal ini akan meningkatkan frekuensi

penggantian minyak goreng sehingga biaya akan meningkat.

1. Perubahan Bahan Pangan selama Proses Penggorengan

Proses penggorengan bahan pangan melibatkan beberapa tahap proses,

yaitu mulai pemasukan bahan, case hardening, pengerasan permukaan,

17

penurunan kelembaban, akhir penggorengan dan absorpsi minyak. Pada tahap

pemasukan bahan, bahan mentah terendam dalam minyak panas, lalu pati

pada permukaan bahan tergelatinisasi dengan cepat dan permukaan produk

tertutup merata oleh gelembung uap kecil karena air pada permukaan bahan

menguap.

Gambar 7. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses deep fat frying

(Ziaiifar, 2008)

Pada tahap case hardening, lapisan paling luar pada permukaan

produk mengalami dehidrasi. Ketika air permukaan semakin berkurang, air

internal bahan berubah menjadi uap. Pada tahap pengerasan permukaan,

lapisan tambahan dari permukaan sel mulai mengalami dehidrasi dan

mengembangkan struktur kerak (Banks dan Lusas, 2001).

Selama tahap penggorengan akhir, suhu permukaan secara cepat

mendekati suhu minyak. Kadar air rendah dan suhu tinggi mendukung

reaksi asam amino, protein dan karbohidrat. Suhu yang semakin

meningkat mendukung penurunan kadar air akhir, pengembangan kerak,

HEAT

Isomerization Cylisation Polymerisation

Trans Fatty Cyclic Dimers

Acid Compounds Trimers

Polymers

OXYGEN

Oxidation

Hydroperoxydes

Aldehydes

Ketones

Acids

Epoxides

Dimers-Trimers Hydrolysis

WATER

FOOD

FRYING OIL

Oil uptake

Dehydration

Hydrolysis

Mono, di-

glycerides

Glicerol

FFA

Polar

compounds

18

dengan tekstur yang renyah. Kadar minyak dalam bahan akan meningkat

selama proses ini, namun sebagian besar minyak berada di permukaan

bahan. Pada tahap absorpsi minyak, kadar lemak bahan yang digoreng

diperoleh dari pembasahan permukaan, penyerapan minyak melalui kapiler

bahan dan absorpsi vakum. Pada tahap akhir, minyak diabsorpsi oleh

kapiler untuk mengisi kekosongan yang terbentuk pada bahan pangan.

Pada proses pendinginan, uap air dalam produk terkondensasi membentuk

vakum parsial yang mempercepat penyerapan minyak pada permukaan

(Banks dan Lusas, 2001).

2. Perubahan Minyak selama Proses Penggorengan.

Minyak yang digunakan untuk proses penggorengan mengalami

empat perubahan yaitu perubahan warna, oksidasi, polimerisasi dan

hidrolisis. Perubahan warna terjadi karena adanya senyawa dari bahan

pangan yang digoreng seperti pati, protein, fosfat, sulfur, dan metal

(Hawson, 1995).

Oksidasi minyak terjadi akibat adanya kontak antara minyak dengan

oksigen dari udara. Oksidasi menyebabkan minyak menjadi tengik

sehingga dapat mempengaruhi karakteristik organoleptik produk hasil

goreng. Oksidasi terjadi secara berantai. Oksidasi primer menghasilkan

hidroperoksida. Oksidasi sekunder memecah hidroperoksida menjadi

senyawa polar dan oksidasi tersier merupakan reaksi polimerisasi dari

senyawa-senyawa sekunder. Polimerisasi akan mempercepat terjadinya

kerusakan minyak. Polimer yang terbentuk akan meningkatkan viskositas

minyak, mengurangi kemampuan pindah panas, menghasilkan buih selama

penggorengan dan menghasilkan off-colour. Polimer juga dapat

menyebabkan peningkatan penyerapan minyak di produk (Choe dan Min,

2007). Hidrolisis merupakan reaksi yang terjadi antara air dengan

trigliserida.

Menurut Gebhardt (1996), selama proses deep fat frying, minyak

dipanaskan secara terbuka sehingga ada kontak antara minyak dengan

udara sehingga menyebabkan perubahan sifat fisiko-kimia minyak yang

digunakan. Perubahan ini meliputi perubahan fisik seperti bertambahnya

19

kadar air karena perpindahan dari bahan yang digoreng, perubahan kimia

dan interaksi kimia antara minyak goreng dengan komponen bahan yang

digoreng. Perubahan fisiko-kimia akan dipercepat dengan adanya

keberadaan air pada bahan pangan yang digoreng dan menimbulkan reaksi

hidrolisis pada minyak, oksigen dari udara yang kontak dengan

permukaaan minyak dan ketinggian suhu penggorengan. Makin tinggi

suhu penggorengan, makin cepat proses kerusakan minyak

C. Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian

yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi. Jenis

minyak yang digunakan untuk menggoreng umumnya adalah minyak nabati,

sehingga di dalam SII didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan

cara pemurnian minyak nabati dan dipergunakan sebagai bahan makanan.

Minyak nabati yang banyak digunakan sebagai minyak goreng di Indonesia

antara lain minyak kelapa sawit dan minyak kedelai.

Dalam proses penggorengan, minyak berfungsi sebagai medium

penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori

dalam bahan pangan (Ketaren, 1986). Selain itu, minyak goreng memegang

peranan penting karena minyak tersebut menjadi bagian dari produk akhir.

Mutu minyak goreng sangat dipengaruhi oleh komponen asam

lemaknya, karena asam lemak tersebut akan sangat mempengaruhi sifat fisik,

kimia dan stabilitas minyak selama proses penggorengan. Selain komponen

asam lemak yang terdapat pada minyak goreng, stabilitas minyak goreng juga

dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan asam lemaknya, penyebaran ikatan

rangkap dari asam lemaknya serta bahan-bahan yang dapat mempercepat atau

memperlambat terjadinya proses kerusakan minyak terdapat secara alami atau

sengaja ditambahkan (Serena, 1996).

Titik asap berperan dalam menentukan mutu minyak goreng. Minyak

goreng yang mempunyai titik asap tinggi adalah minyak goreng yang

bermutu baik. Titik asap didefinisikan sebagai suhu pemanasan minyak

sampai terbentuk akrolein yang dapat menimbulkan rasa gatal pada

20

tenggorokan (Winarno, 2006). Akrolein terbentuk akibat hidrasi gliserol

ketika dilakukan pemanasan yang berlebihan sehingga gliserol hancur. Titik

asap sendiri ditentukan oleh kandungan asam lemak bebas yang terdapat di

dalam minyak. Semakin rendah kandungan asam lemak bebasnya, maka titik

asap dari minyak goreng tersebut akan semakin tinggi. Menurut AOCS

(1978) titik asap dari suatu minyak goreng tidak boleh kurang dari 2150C.

D. Penyerapan Minyak Goreng

Penyerapan minyak (absorpsi) merupakan proses menyerapnya minyak

goreng ke dalam bahan pangan. Proses absorpsi ini menyebabkan

bertambahnya berat atau volume suatu benda akibat adanya suatu zat yang

terserap ke dalamnya. Absorpsi juga menyebabkan suatu benda mengalami

perubahan tekstur karena minyak yang terabsorpsi tersebut akan melunakkan

bagian luar bahan pangan dan membasahi produk (Robertson, 1967).

Penyerapan minyak oleh makanan yang digoreng dapat diketahui dari

struktur bahan pangan yang dapat dilihat pada Gambar 8. Makanan yang

digoreng pada umumnya mempunyai struktur yang sama yaitu terdiri dari

bagian dalam yang masih mengandung air (core), bagian luar bahan pangan

yang mengalami dehidrasi (outer zone/crust) dan bagian luar yang berwarna

coklat (outer zone surface)

outer zone surface

crust

core

Gambar 8. Struktur bahan pangan

Lapisan bagian dalam dari makanan masih mengandung air. Pada bahan

yang tipis, bagian dalam sangat sedikit sekali atau malah tidak ada, yang ada

hanya bagian tengah (crust). Air yang keluar dari bahan, akan diisi oleh

21

minyak yang terserap. Menurut Robertson (1967), jumlah minyak yang

diserap oleh bahan pangan tergantung dari ketebalan core dengan crust,

makin tebal crust makin banyak minyak yang terserap. Lapisan permukaan

adalah lapisan terluar makanan yang berwarna coklat kekuningan, dimana

warna tersebut merupakan hasil reaksi Maillard (browning non enzimatic).

Minyak yang terabsorpsi ke dalam produk gorengan dapat memberi

dampak positif dan negatif baik terhadap produk itu sendiri maupun

penerimaan konsumen. Menurut Yustica (1997), dampak positif dari

penyerapan minyak yang terabsorpsi dalam bahan pangan yakni

mengempukkan produk, memberi flavor yang khas dan kerenyahan, serta

menambah rasa lezat dan gurih. Sedangkan dampak negatifnya adalah

mengurangi tingkat penerimaan konsumen bila penampakan produk

berminyak. Selain itu juga mempengaruhi mutu produk, dimana produk

dengan absorpsi minyak tinggi akan mudah mengalami ketengikan

dibandingkan dengan produk dengan absorpsi minyak rendah.

Menurut Pokorny (1999), penyerapan minyak oleh produk goreng

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya suhu, waktu, air yang

terkandung dalam bahan pangan yang akan tergantikan oleh minyak selama

proses penggorengan dan kualitas minyak yang digunakan. Jenis bahan

pangan yang akan digoreng pun akan mempengaruhi penyerapan minyak.

Produk goreng yang berasal dari bahan nabati dan mengandung pati akan

menyerap minyak lebih banyak daripada bahan hewani.

Kualitas minyak goreng akan mempengaruhi tingkat penyerapan

minyak dalam produk pangan. Tegangan permukaan antara minyak goreng

dan bahan pangan tinggi saat minyak yang digunakan merupakan fresh oil.

Selama penggorengan berulang, polaritas minyak meningkatkan akibat proses

pemanasan sehingga tegangan permukaan antara minyak goreng dan bahan

pangan yang digoreng menurun. Penyerapan minyak akan meningkat dengan

semakin banyak penggorengan berulang.

22

E. Profil Penyerapan Minyak

Proses penggorengan memungkinkan bahan pangan menyerap sejumlah

minyak selama proses penggorengan. Menurut Dana dan Saguy (2006),

terdapat dua mekanisme yang mungkin dapat menjelaskan fenomena

penyerapan minyak yaitu penggantian air (water replacement) dan efek

pendinginan (cooling-phase effect).

1. Penggantian Air (Water Replacement)

Mekanisme ini menjelaskan bahwa minyak akan menggantikan air

yang menguap selama terjadi proses penggorengan. Ketika produk pangan

terkena suhu penggorengan yang tinggi, air di permukaan produk akan

menguap secara cepat. Permukaan produk akan mengering dan

terbentuklah kerak yang bertekstur pori-pori seperti spons. Air di dalam

produk akan berubah menjadi uap dan menimbulkan gradien tekanan

positif. Uap air akan ini kemudian akan meloloskan diri dari produk

melalui celah, retakan, maupun kapiler yang terbentuk. Selama proses

penguapan air berlangsung, minyak yang menempel pada permukaan akan

menempati lubang-lubang besar dan celah yang terbentuk akibat

perubahan tekstur selama penggorengan. Hal ini didukung fakta bahwa

kadar minyak yang terserap amat dipengaruhi oleh kadar air awal pada

produk (Mellema, 2003). Teori ini tidak dapat berdiri sendiri karena

penelitian-penelitian menunjukkan bahwa penyerapan minyak terutama

terjadi selama fase pendinginan.

2. Efek Fase Pendinginan (Cooling Phase Effect)

Teori ini berpendapat bahwa minyak tidak masuk ke produk selama

proses penggorengan karena terhalang oleh tekanan uap air yang tinggi di

permukaan produk. Minyak bahkan cenderung terdorong ke luar. Baru

ketika proses menggoreng selesai, produk dipindahkan dari penggorengan

dan mulai menjadi dingin. Uap air dalam produk terkondensasi sehingga

tekanan dalam produk turun. Minyak yang melekat pada permukaan

produk akhirnya akan tersedot dikarenakan adanya efek vakum yang

tercipta (Dana dan Saguy, 2006)

23

Proses penyerapan minyak dalam teori ini sangat dipengaruhi oleh

keberadaan kerak dan pori-pori (Mellema, 2003). Hal ini disebabkan

karena air menguap ke permukaan melalui pori-pori produk sehingga

terjadi efek vakum karena terjadi kondensasi uap, minyak akan tersedot

melalui pori-pori tersebut.

F. Siklus Pemecahan Masalah

Berdasarkan Sutalaksana (1979), ada 5 langkah sistematis untuk

memecahkan suatu masalah, yaitu : pendefinisian masalah, analisis masalah,

pencarian alternatif-alternatif, mengevaluasikan alternatif-alternatif dan

pengambilan keputusan. Langkah pertama adalah pendefinisian masalah yang

tidak memerlukan teknis-teknis khusus. Pada tahap ini, tujuan yang akan

dicapai harus dinyatakan, artinya dilakukan penentuan kriteria-kriteria dan

hasil yang diinginkan.

Penganalisisan masalah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada

dibuat spesifikasi dan batasan-batasannya, menyajikan data secara sistematis,

serta melakukan pengujian kembali atas permasalahan. Dilakukan

pembatasan masalah dengan tepat yang dilakukan dengan menentukan

bagaimana persoalan tersebut mempengaruhi kerja unit atau departemen atau

perusahaan, menentukan penyebab masalah dengan menggunakan analisis

sebab-akibat dan memeriksa diagnosis dengan menggunakan check sheet,

samping, grafik dan analisis Pareto (Crocker, et all., 2007).

Berdasarkan analisis masalah yang dilakukan, dicari alternatif-

alternatif yang disusun sebagai alternatif pemecahan masalah. Alternatif-

alternatif yang diperoleh, dipilih yang paling baik dengan menggunakan

prinsip-prinsip dan teknik-teknik yang dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah (Sutalaksana, 1979). Setelah keputusan untuk tindakan pemecahan

masalah akan dilaksanakan, harus dilakukan perencanaan tindakan. Rencana

ini menentukan apa yang akan dijalankan, siapa yang akan melaksanakan,

kapan batas waktunya, bagaimana melakukannya, sumber daya apa yang

diperlukan dan standar yang harus memenuhi. Pemecahan masalah yang telah

dilaksanakan harus dipantau dan dievaluasi. Langkah pemantauan dan

24

evaluasi bertujuan untuk memperoleh kepastian bahwa masalah dapat

terpecahkan, untuk mengukur perbaikan, dan untuk memperbaiki setiap

akibat tambahan yang mungkin tidak diperkirakan tetapi dapat merusak

pemecahan (Crocker, et all., 2007).

Menurut Sutalaksana (1979), untuk melakukan perbaikan sistem kerja,

terdapat delapan langkah pemecahan masalah, yaitu : observasi masalah,

menemukan faktor-faktor penyebab masalah, meneliti faktor-faktor yang

paling berpengaruh, menyusun langkah-langkah perbaikan, mengadakan

evaluasi hasil, mencegah terulang masalah yang sama dan mencatat masalah

yang belum terselesaikan.

G. Diagram Pareto

Analisis Pareto (Pareto analysis) dikembangkan oleh profesor ilmu

ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada akhir abad ke 19 dan

selanjutnya dikenal sebagai Pareto chart. Analisis ini merupakan pendekatan

logis dari tahap awal pada proses perbaikan suatu situasi yang digambarkan

dalam bentuk histogram. Hal ini dikenal sebagai konsep vital few and trivial

many (yang penting itu sedikit, tetapi yang tidak penting itu banyak), yaitu

penelusuran untuk mendapatkan penyebab utama (sesuai urutan

kepentingannya). Dalam penggambarannya, data hasil pengukuran

diklasifikasikan ke dalam kategori yang dinyatakan dalam bentuk balok

(frekuensi cacat atau rusak) dan totalnya digambarkan dalam bentuk grafik

kumulatif (Hubeis dan Kadarisman, 2007).

Diagram Pareto dibuat berdasarkan data statistik (sebab-sebab

kehilangan/kerugian dalam nilai mata uang atau jumlah cacat) dan prinsip

(sebaran yang menyimpan dan pandangan ekonomi) bahwa 20% penyebab

atau bertanggung jawab terhadap 80% masalah yang muncul. Hal tersebut

dapat diartikan koreksi 80% situasi yang ada dengan 20% energi total yang

diperlukan untuk mengatur total masalah atau sebaliknya, untuk

menyelesaikan 20% sisanya harus mengeluarkan energi yang tidak digunakan

(80%). Aksioma tersebut menegaskan bahwa lebih mudah mengurangi bagian

jalur yang terletak di bagian kiri diagram Pareto daripada mencoba untuk

25

menghilangkan secara sistematik lajur yang terletak di sebelah kanan

diagram. Hal ini dapat diartikan bahwa diagram pareto dapat menghilangkan

sedikit sebab penting untuk meningkatkan mutu produk atau jasa (Hubeis dan

Kadarisman, 2007).

Selain itu, Diagram Pareto juga dapat digunakan untuk memastikan dan

mengukur dampak dari upaya peningkatan atau perbaikan yang telah

dilakukan. Jika perbaikan tersebut efisien, maka akan terjadi perubahan

urutan faktor penyebab pada diagram Pareto yang dibuat sebelum dan setelah

perbaikan dilaksanakan. Namun perbandingan tersebut harus dilakukan dalam

interval yang sama antara sebelum dan sesudah pelaksanaan perbaikan

sehingga interpretasi yang dihasilkan akan lebih akurat (Ishikawa, 1982).

Menurut Besterfield (1990), cara membuat diagram Pareto adalah

sebagai berikut :

1. Menentukan metode pengklasifikasian (kategori) data berdasarkan

masalah, penyebab, tipe ketidaksesukaan dan lain-lain

2. Memutuskan apakah jumlah uang atau frekuensi yang akan digunakan

memeringkat data

3. Mengumpulkan data pada selang waktu tertentu

4. Merangkum data, memeringkat mulai dari yang paling besar jumlah atau

frekuesnsinya

5. Menghitung persentase kumulatif dan membuat diagram

H. Diagram Sebab Akibat

Diagram Sebab Akibat ditemukan oleh orang Jepang yang bernama

Kaoru Ishikawa, sehingga sering disebut sebagai Diagram Ishikawa. Selain

itu, diagram ini sering juga disebut sebagai Diagram Tulang Ikan (Fish Bone

Diagram). Penyusunannya dilakukan dengan teknik brainstorming

(Muhandri dan Kadarisman, 2008).

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang digunakan untuk

menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas

(akibat) yang disebabkan faktor-faktor penyebab tersebut (Gaspersz, 1998).

Ishikawa (1989) menyebutkan bahwa diagram sebab akibat dibuat untuk

26

menggambarkan dengan jelas macam-macam sebab yang dapat

mempengaruhi kualitas produk dengan cara menyisihkan dan mencari

hubungannya dengan sebab-sebab tersebut.

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), meskipun tiap perusahaan

dapat menentukan sendiri faktor-faktor utama dalam penyusunan Diagram

Sebab Akibat, namun secara umum terdapat lima faktor yang berpengaruh,

yaitu lingkungan, manusia, metode, bahan, dan mesin peralatan. Langkah-

langkah penyusunannya dijelaskan sebagai berikut :

1. Tentukan masalah (kondisi) akan diperbaiki (diamati). Gambarkan garis

panah dengan kotak diujung garis sebelah kanan dan tuliskan masalah

yang akan diperbaiki itu di dalam kotak.

2. Cari faktor-faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada

masalah (kondisi) tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat di atas

atau di bawah garis panah.

3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci yang berpengaruh terhadap

faktor utama tersebut. Tuliskan faktor-faktor rinci tersebut di kiri atau di

kanan panah penghubung dan buatlah panah di bawah faktor rinci tersebut

menuju garis penghubung.

4. Cari penyebab-penyebab utama. Dari diagram-diagram yang sudah

lengkap, dicari penyebab-penyebab utama dengan menganalisis data yang

sudah ada dan buatlah urutannya dengan memakai Diagram Pareto. Bila

analisis data tidak dapat dilakukan, maka analisislah faktor-faktor mana

saja yang berpengaruh dan mana yang tidak berpengaruh. Faktor yang

tidak berpengaruh untuk sementara dapat diabaikan.

27

IV. KEGIATAN MAGANG

A. Deskripsi Kegiatan Magang

Kegiatan magang dilaksanakan di pabrik Taro PT Unilever Indonesia

Tbk., Gunung Putri, Bogor selama 4 bulan. Kegiatan ini dimulai pada tanggal

13 Maret 2010 sampai 13 Juli 2010 dengan jam kerja pukul 08.00-16.00

WIB, kecuali pada saat pengambilan data di luar jam kerja tersebut. Topik

penelitian ini sudah ditentukan oleh pihak perusahaan yang sesuai dengan

kondisi permasalahan yang terjadi pada proses produksi di pabrik tersebut.

Tugas yang diberikan berkaitan dengan tingginya loss minyak goreng pada

proses produksi pembuatan Taro.

B. Metode Kerja

Kegiatan magang yang dilakukan menggunakan metode kerja sebagai

berikut :

1. Mempelajari Proses Produksi Taro

Pada tahap awal kegiatan observasi, dilakukan pengenalan proses

pembuatan Taro. Sistem produksi yang dipelajari dimulai dari penerimaan

bahan baku sampai penyimpanan finish product. Proses produksi yang

diamati mulai pada tahap penimbangan, pencampuran dan pemasakan,

pembentukan lembaran, aging, pengeringan, penggorengan, seasoning dan

pengemasan, namun secara khusus dipelajari proses penggorengan karena

kaitannya dengan penggunaan minyak goreng.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi secara aktual

yang terjadi. Informasi yang diperoleh dengan wawancara mengenai

proses pembuatan Taro, kondisi umum perusahaan dan operasional

berjalannya proses produksi. Narasumber pada wawancara ini terdiri dari

operator, supervisor, manajer produksi, tim maintenance dan quality

control.

28

3. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi dan literatur

yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan, untuk mendukung serta

mencari alternatif pemecahan permasalahan sesuai dengan bidang ilmu

yang dikaji. Studi pustaka dilakukan dengan pencarian buku dan literatur

lain di perpustakaan serta pencarian dengan media elektronik.

4. Pengumpulan dan Analisis Data

Untuk mengkaji akar dari permasalahan tingginya loss minyak

goreng, diperlukan pengumpulan dan analisis data. Data tersebut

dikumpulkan dan dianalisis dengan cara:

a. Brainstorming

Brainstroming dilakukan dengan pihak perusahaan yang

berkaitan dengan potensi terjadi loss minyak goreng. Dengan

brainstorming, dapat diketahui tahapan proses mana saja yang

berpotensi menyebabkan loss minyak goreng dan parameter yang

perlu diamati untuk mengetahui besarnya loss minyak goreng yang

terjadi.

b. Tools kendali mutu

1.) Diagram Sebab Akibat

Diagram Ishikawa pada tahap pencarian faktor-faktor

penyebab masalah untuk mencari setiap sebab lebih jauh dan

untuk membedakan antara sebab utama dari suatu masalah beserta

akibat-akibatnya. Dalam operasionalnya, diagram ini merupakan

kelanjutan dari penerapan teknik brainstroming pada kegiatan

penyelesaian masalah mutu karena merupakan gabungan dari

seluruh permasalahan dan penjabaran yang bersifat konstruktif

dan produktif. Diagram Ishikawa merupakan visualisasi grafik

sederhana yang dapat mengidentifikasi masalah secara praktis

menurut sebab-sebab tetap (hubungan di antara ciri-ciri dan faktor

yang berpengaruh) dan potensial (cacat yang mudah dideteksi dan

diukur) oleh pemakainya (Hubeis dan Kadarisman, 2007)

29

2.) Diagram Pareto

Diagram Pareto digunakan untuk menemukan faktor utama

penyebab masalah pada tahap proses penggorengan.

Pembuatannya mengunakan data kuantitas. Setelah mendapatkan

fakta faktor penyebab dari diagram sebab-akibat, maka dapat

diperoleh faktor penyebab yang dapat diukur. Lalu dilakukan

pengukuran data dan disajikan dalam bentuk histogram.

c. Pembuatan neraca kesetimbangan massa

Neraca kesetimbangan massa dibuat pada tahap proses

penggorengan untuk mengetahui banyaknya minyak goreng yang

digunakan dan minyak goreng yang terbuang. Untuk membuat neraca

kesetimbangan massa dilakukan penimbangan berat semua bahan

yang masuk (input) dan keluar (output). Hasil dari neraca

kesetimbangan massa digunakan sebagai data pembuatan diagram

Pareto untuk menganalisis faktor terbesar penyebab loss minyak

goreng pada tahap penggorengan. Berikut adalah skema proses pada

tahap penggorengan :

Gambar 9. Neraca massa proses penggorengan

Taro BS

Seasoning

flavor

Taro Penggorengan

minyak

goreng

gorengan pelet

Gorengan BS, minyak

goreng tercecer, uap air,

ampas filter

30

d. Pengukuran waktu perputaran oil separator

Waktu perputaran oil separator dihitung dengan alat stopwatch.

Waktu perputaran oil separator dihitung mulai dari detik ke-0 saat

poros mesin bergerak sampai poros mesin berhenti.

e. Pengukuran kadar air

Pengukuran kadar air dilakukan pada pelet dan produk hasil

gorengan dengan menggunakan alat Halogen Moisture Analyzer

Toledo (Gambar 10). Pengukuran kadar air pelet dilakukan untuk

mengetahui hubungan kadar air pelet dengan penyerapan minyak

goreng produk. Selisih pengukuran kadar air produk hasil gorengan

dengan kadar air pelet digunakan untuk menghitung banyaknya air

yang menguap selama proses penggorengan.

Gambar 10. Halogen Moisture Analyzer Toledo

Prinsip pengukuran alat ini adalah pemanasan bahan yang akan

dianalisis pada suhu tertentu sampai mencapai berat keringnya. Berat

kering tercapai ditandai dengan berat yang stabil. Alat ini mengukur

berat secara kontinu selama proses pengeringan dan menunjukan

penurunan kelembaban. Setelah pengeringan selesai, kelembaban atau

padatan dari sampel akan ditampilkan.

Pada pengukuran kadar air pelet, terlebih dahulu pelet

dipatahkan menjadi empat bagian kemudian dimasukkan ke dalam alat

sebanyak ±3 gram, lalu dilakukan pemanasan pada suhu 2000C sampai

berat keringnya tercapai karena semua air dalam bahan sudah

31

menguap. Pada pengukuran kadar air hasil gorengan, sampel digerus

terlebih dahulu sampai halus lalu dimasukkan ke dalam alat sebanyak

±3 gram, lalu dilakukan pemanasan pada suhu 1050C sampai

mencapai berat keringnya karena semua air dalam bahan sudah

diuapkan. Kadar air sampel dapat dihitung dengan rumus :

Kadar air (%) = berat sampel awal −berat sampel akhir

berat sampel awal × 100%

f. Pengukuran kadar minyak goreng dalam produk

Pengukuran kadar minyak goreng dalam produk hasil gorengan

menggunakan alat Soxtec Auto Fat Extraction dengan prinsip kerja

yang sama dengan alat soxhlet yaitu ekstraksi minyak (Gambar 11).

Gambar 11. Soxtec Auto Fat Extraction

Pelarut yang digunakan adalah heksan analitis. Sampel terlebih

dahulu digerus kemudian ditimbang sebanyak ±2 gram dan

dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring. Setelah itu,

selongsong kertas dimasukkan ke dalam cup selongsong dan

dipasangkan pada alat yang sudah siap pada suhu pemanasan 1500C.

Lalu heksan sebanyak ±80 ml dimasukkan ke dalam cup. Setelah alat

dijalankan (60 menit), sisa minyak goreng yang terekstrak ditimbang.

Kadar minyak goreng yang terdapat pada hasil goreng dihitung

dengan rumus :

Kadar minyak goreng (%) = berat minyak (gram )

berat sampel (gram ) × 100%

32

C. Metodologi Pemecahan Masalah

Langkah-langkah yang dilakukan pada kegiatan magang untuk

memecahkan masalah menggunakan teknik dasar kendali mutu yang sesuai

yaitu sebagai berikut :

1. Observasi Masalah

Tahapan ini dilakukan pemahaman masalah yang terjadi. Observasi

masalah dilakukan dengan teknik wawancara pada pihak-pihak yang

berkaitan dan observasi langsung pada proses.

2. Menemukan Faktor-Faktor Penyebab Masalah

Tahapan ini meliputi pengamatan berbagai macam faktor eksternal

dan internal sehingga dapat ditentukan faktor yang berkontribusi pada

masalah, mengkaji kembali faktor-faktor tersebut sehingga dapat

ditentukan penyebab dari permasalahan dan mengintegrasikan faktor

penyebab masalah tersebut (Hellriegel et al., 2002).

Tahap ini dilakukan wawancara dan menggunakan alat bantu berupa

Diagram Sebab Akibat (Diagram Ishikawa). Diagram Sebab Akibat

berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin (memiliki peluang)

menjadi penyebab munculnya masalah atau berpengaruh terhadap hasil.

(Muhandri dan Kadarisman, 2008). Selain itu juga dilakukan pengambilan

data untuk memverifikasi hasil observasi faktor penyebab yang dilakukan.

3. Meneliti Faktor-Faktor yang Paling Berpengaruh

Setelah dibuat Diagram Ishikawa, akan dianalisis penyebab utama

yang paling berpengaruh terhadap terjadinya loss minyak goreng dengan

membuat Diagram Pareto. Selain itu juga dilakukan analisis untuk

mengetahui faktor-faktor yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan

untuk diperbaiki. Setelah ditemukan faktor utama penyebab loss minyak

goreng, disusun langkah-langkah perbaikan yang akan mungkin dilakukan

sesuai dengan kondisi di lapangan.

4. Menyusun Langkah-Langkah Perbaikan

Dalam penyusunan langkah-langkah perbaikan ini, diperlukan

keikutsertaan pihak perusahaan dalam teknik brainstorming yang akan

dilakukan. Pihak-pihak tersebut terdiri dari bagian produksi, quality

33

control (QC) dan maintenance/engineering. Langkah perbaikan yang

dilakukan harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan.

Langkah tersebut juga harus mempertimbangkan keefektifan dan

keefisienan untuk menjadi prioritas. Langkah-langkah lanjutan dalam

penyelesaian masalah tidak dilaksanakan dalam kegiatan magang ini.

Diagram alir langkah-langkah yang dilakukan untuk pemecahan

masalah dalam kegiatan magang ini dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Skema tahapan yang dilakukan

Observasi masalah

Menemukan faktor-faktor

penyebab masalah

Meneliti faktor-faktor

yang paling berpengaruh

Menyusun langkah-langkah

perbaikan

Observasi proses

penggorengan

Wawancara

Diagram Ishikawa

Verifikasi keterangan (data)

Trial

Diagram Pareto

Trial

34

V. ASPEK PRODUKSI

A. Material

Material yang digunakan untuk membuat produk Taro meliputi bahan-

bahan dalam pembuatan produk dan bahan pengemas. Bahan-bahan yang

digunakan dalam pembuatan produk Taro adalah tepung terigu, minyak

nabati, air, tapioka, perisa, gula, garam, dan baking powder. Bahan pengemas

Taro terdiri dari kemasan primer dan kemasan sekunder. Setiap material yang

digunakan harus memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan untuk

menghasilkan produk yang berkualitas.

1. Bahan-Bahan

a. Tepung terigu

Tepung terigu merupakan bahan baku utama yang digunakan

pada proses pembuatan Taro. Berdasarkan SNI 01-3751-2000, tepung

terigu merupakan bahan makanan hasil pengolahan endosperm dari biji

gandum (Triticum vulgare). Berdasarkan jenis gandum yang dipakai,

tepung terigu dibedakan menjadi 3 jenis yaitu tepung terigu dengan

kandungan protein tinggi, kandungan protein sedang dan kandungan

protein rendah. Persyaratan mutu tepung terigu sebagai bahan makanan

berdasarkan SNI 01-3751-2000 dapat dilihat di Lampiran 1

Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan Taro harus

memiliki spesifikasi yang sesuai standar. Setiap kedatangan tepung

terigu, dilakukan pengujian mutu tepung terigu oleh bagian Quality

Control, misalnya kadar air maksimal sebesar 14% yang diuji setiap

penerimaan bahan baku yang datang. Persyaratan mutu tepung terigu

sebagai bahan makanan berdasarkan SNI 01-3751-2000 dapat dilihat di

Lampiran 1.

Protein merupakan komponen penting tepung terigu. Tepung

terigu mempunyai empat jenis protein yaitu : glutenin, globulin, gliadin

dan albumin. Dari keempat jenis protein tersebut, protein glutenin dan

gliadin mempunyai peranan penting dalam pembentukan adonan.

35

Kedua protein tersebut ditemukan pada gandum sekitar 80-85%,

terutama pada bagian endosperm gandum.

Ketika air ditambahkan pada tepung gandum dan diaduk, protein-

protein yang tidak larut dalam air akan mengikat air dan membentuk

gluten. Gluten berfungsi sebagai penyusun adonan (Pomeranz dan

Shellenberger, 1971). Sifat fisik gluten menyebabkan adonan

mempunyai kemampuan untuk menahan gas pengembang yang

akhirnya menyebabkan terjadinya pengembangan adonan. Kandungan

gluten yang tinggi cenderung menyebabkan penyerapan air lebih

banyak dibandingkan dengan terigu berkadar gluten rendah, sehingga

adonan yang dihasilkan mempunyai daya pengembangan yang lebih

baik dan elastis, tetapi lengket.

Pembuatan Taro menggunakan tepung terigu berkadar protein

rendah karena tidak diinginkan pembentukan adonan yang

mengembang, elastis dan lengket. Selain itu, kandungan gluten yang

rendah cenderung membuat produk lebih renyah dan lebih murah,

sehingga lebih ekonomis.

Pemilihan tepung terigu yang tepat akan menentukan karakteristik

snack yang diinginkan. Tepung terigu yang memiliki perbedaan total

protein akan mengakibatkan perbedaan tingkat pengembangan

(ekspansi) hasil goreng. Semakin tinggi total protein, tingkat ekspansi

hasil goreng semakin rendah. Hal ini dikarenakan gluten menghambat

ekspansi pelet saat digoreng dan membuat tekstur menjadi keras.

Penghambatan ini terjadi karena sifat hidrasi protein, sehingga

menghambat ekspansi tiba-tiba dari uap air.

b. Tapioka

Pati yang digunakan dalam pembuatan Taro adalah tapioka.

Tepung tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong (Manihot

utilisima) yang telah mengalami pencucian, pengeringan dan

penggilingan. Komponen utama dari bahan ini adalah karbohidrat.

Jumlah protein dan lemak yang terkandung pada tapioka sedikit.

36

Tapioka digunakan dalam pembuatan snack karena dapat

memberikan daya pengembangan yang baik pada tingkat kadar air

adonan sedang dan suhu proses yang tinggi. Selain itu, pati diketahui

sebagai puff material dalam pembuatan snack atau bahan yang

berkontribusi dalam pemekaran produk. Pati juga memiliki kapabilitas

yang kuat untuk berasosiasi dengan air sehingga dapat berlaku sebagai

agen yang efektif untuk mengontrol perilaku air pada sistem pangan

kompleks (Pongsawatmanit, et al., 2001)

Digunakan tapioka pada pembuatan Taro karena harga tapioka

yang relatif murah dibandingkan dengan jenis pati lainnya. Kandungan

amilopektin yang tinggi pada tapioka membuat kantung-kantung udara

semakin banyak pada saat proses penggorengan. Standar mutu tapioka

berdasarkan SNI 01-3451-1994 dapat terlihat pada Lampiran 2.

c. Minyak goreng

Minyak merupakan golongan lipid yang berbentuk cair pada suhu

ruang (Akoh dan Min, 2002). Minyak yang biasa digunakan untuk

menggoreng antara lain minyak kelapa sawit, minyak kacang-kacangan

dan minyak kelapa. Minyak yang digunakan untuk menggoreng pada

proses produksi Taro adalah minyak kelapa sawit. Menurut Ketaren

(1986), dalam penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium

penghantar panas, menambah cita rasa gurih, menambah nilai gizi dan

kalori dalam bahan pangan.

Persyaratan mutu minyak goreng berdasarkan SNI 01-3741-1995

(Lampiran 3). Minyak goreng yang digunakan pada proses

penggorengan Taro harus memiliki nilai Free Fatty Acid (FFA) kurang

dari 0,3. Pada setiap awal kedatangan minyak goreng dari supplier,

maka dilakukan pengujian nilai FFA oleh Quality Control. Nilai FFA

minyak goreng pada saat penerimaan tidak boleh melebihi nilai 0,1.

Kandungan asam lemak bebas dalam minyak akan naik pada waktu

proses penggorengan. Naiknya kandungan asam lemak bebas dalam

minyak berhubungan dengan penurunan ketidakjenuhan minyak

(Djatmiko dan Enie, 1985).

37

Pada saat proses penggorengan berlangsung, dilakukan pengujian

kadar asam lemak bebas pada minyak goreng, yaitu pada saat awal dan

pertengahan setiap shift untuk masing-masing batch fryer. Jika saat

pengujian nilai FFA melebihi nilai 0,3, maka minyak goreng tersebut

harus dikuras dan digantikan sepenuhnya dengan minyak baru. Minyak

yang sudah memiliki nilai FFA lebih dari 0,3 akan di-reject dan tidak

dapat digunakan kembali.

d. Air

Air ditambahkan pada saat proses pemasakan adonan. Fungsi

utama air untuk mencampurkan semua adonan, pembentukan dan

pemasakan adonan. Peranan air dalam proses produksi Taro sangat

mempengaruhi karakteristik mutu. Menurut Sunaryo (2006), kadar air

pada berpengaruh terhadap karakteristik organoleptik adonan. Pada

saat proses pemasakan terjadi hidrasi tepung dengan air.

Jumlah air pada pemasakan adonan mempengaruhi proses

gelatinasi pati. Terlalu banyak air yang ditambahkan pada saat

pemasakan, akan menyebabkan adonan berwarna kuning semakin gelap

dan mengkilat serta menghasilkan adonan yang terlalu lunak dan

lengket sehingga akan menempel pada roller sheeter pada proses

sheeting. Jika air yang ditambahan kurang, maka akan terbentuk adonan

berwana kuning cerah dengan tektur agak keras, adonan tidak menyatu

dan bahan-bahan tepung tidak merata. Selain itu kadar air dalam adonan

akan berpengaruh terhadap karakteristik mutu organoleptik produk hasil

penggorengan.

e. Baking powder

Baking powder merupakan leavening agent yaitu bahan yang

dapat melepaskan gas karbon dioksida (CO2) pada kondisi tertentu.

Tujuan utama bahan ini untuk membuat adonan mengembang dengan

menciptakan gelembung gas. Ketika produk tersebut dipanaskan akan

terbentuk kantung-kantung udara yang mengakibatkan produk terasa

ringan dan renyah (Gale, 2006).

38

Penambahan baking powder bertujuan untuk menghasilkan

pengembangan produk yang baik karena kemampuannya menghasilkan

gas CO2. Dengan adanya pengembangan tersebut, penetrasi bumbu ke

dalam adonan akan lebih merata. Baking powder juga akan membentuk

pori-pori adonan yang dapat menyebabkan uap panas dapat dengan

mudah masuk ke dalam adonan sehingga proses pemasakan

berlangsung lebih cepat (Serena, 1996).

Baking powder adalah padatan berwarna putih yang biasanya

memiliki tiga komponen yaitu asam, alkali dan pengisi. Ketika air

ditambahkan pada baking powder, asam dan basa kering larut menjadi

larutan. Pada bentuk ini, komponen-komponen bereaksi memproduksi

gas karbondioksida. Baking powder akan menentukan tekstur akhir

produk dan dapat mempengaruhi flavor, kadar air, serta penerimaan

secara keseluruhan (Gale, 2006).

Baking powder yang digunakan untuk proses produksi Taro

menggunakan natrium bikarbonat sebagai komponen alkali. Natrium

bikarbonat berupa kristal putih larut air dan memproduksi gas karbon

dioksida ketika dipanaskan pada suhu 500C. Asam yang digunakan

adalah asam natrium pirofosfat. Asam natrium pirofosfat merupakan

asam bereaksi lambat. Komponen terakhir adalah pengisi. Bahan yang

digunakan biasanya adalah pati jagung. Fungsi dari pengisi ini adalah

menjaga produk agar tetap kering dan mudah menyebar (flowing),

menjaga asam dan alkali terpisah, mencegah reaksi selama

penyimpanan, menambah bobot pada bubuk serta membuatnya mudah

diukur dan distandarisasi.

Perbedaan utama dari beberapa jenis baking powder adalah waktu

reaksi. Ada dua kategori yaitu aktivitas tunggal dan aktivitas ganda.

Baking powder aktivitas tunggal memproduksi gas secara cepat ketika

bercampur dengan cairan. Baking powder yang digunakan untuk

produksi Taro adalah baking powder aktivitas tunggal. Adonan ini

harus dimasak dengan cepat supaya tidak mengempis (Gale, 2006).

Menurut Suratno (1995), baking powder aktivitas tunggal biasanya

39

hanya terdiri dari satu jenis bahan. Baking powder ini mempunyai

aktivitas cepat karena reaksinya berjalan cepat namun efek

pengembangan yang dihasilkan tidak berlangsung lama.

Baking powder aktivitas ganda pada mulanya hanya

menghasilkan gas dalam jumlah kecil ketika bercampur dengan cairan.

Pelepasan utama gas terjadi ketika adonan dipanaskan selama

pemasakan. Biasanya baking powder aktivitas ganda memiliki dua

macam asam, salah satunya bereaksi langsung dan yang lain bereaksi

ketika dipanaskan (Gale, 2006). Baking powder aktivitas ganda

biasanya terdiri dari natrium bikarbonat dan natrium pirofosfat.

f. Gula

Gula ditambahkan pada proses pembuatan snack untuk

memberikan rasa manis. Selain itu, gula dapat memberikan warna

melalui reaksi reaksi Maillard sekaligus mengontrol waktu

penggorengan. Adanya gula juga dapat menurunkan aw produk

sehingga stabilitas bahan pangan lebih baik karena gula membuat air

tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme. Namun, keberadaan

komponen gula dapat menyebabkan proses pengeringan berlangsung

lebih lama.

Gula bersifat higroskopis (kemampuan menahan air), sehingga

dapat memperbaiki daya tahan produk dalam penyimpanan. Adanya

gula dapat mempengaruhi gelatinisasi pati. Komponen gula akan akan

meningkatkan suhu gelatinisasi pati. Gula yang digunakan harus

memiliki mutu yang baik dan dipilih sesuai dengan SNI Gula

(Lampiran 4)

g. Garam

Garam ditambahkan untuk memberikan rasa asin. Garam larut

dalam gluten dan meningkatkan keliatan gluten serta mengurangi

kelengketan. Selain itu, garam dapat meningkatkan daya adsorbsi air

dari tepung serta memberikan distribusi panas pada snack selama proses

pengeringan.

40

h. Perisa

Snack Taro memiliki 7 macam perisa, yaitu : rumput laut,

barbeque, curly fries, italian pizza, cheese burger, cheese blast dan beef

steak. Perisa ini ditambahkan dalam bentuk bubuk setelah proses

penggorengan.

2. Bahan Pengemas

Bahan kemasan mempunyai fungsi utama untuk menjaga produk

bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan

kontaminasi lain; melindungi makanan terhadap kerusakan fisik,

perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya); mempunyai fungsi yang

baik, efisien dan ekonomis, khususnya selama proses penempatan

makanan ke dalam wadah kemasan; mempunyai kemudahan dalam

membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap

penanganan, pengangkutan dan distribusi; mempunyai ukuran, bentuk dan

bobot yang sesuai dengan standar yang ada, mudah dibuang dan dibentuk

atau dicetak; dan memiliki penampakan teridentifikasi, informasi dan

penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan.

Pengemasan sebagai bahan integral dari proses produksi dan pengawetan

bahan pangan dapat mempengaruhi mutu produk seperti perubahan fisik

dan kimia (Syarief et al., 1989)

a. Kemasan primer

Kemasan primer adalah kemasan utama yang langsung

berhubungan dengan produk pangan yang dikemas. Kemasan snack ini

terdiri dari 5 lapisan yang terdiri dari graphics carrier, printed image,

adhesive layer, barrier layer dan sealing layer. Pada barrier layer,

digunakan aluminium. Keuntungan utama penggunaan aluminium

dibandingkan dengan kemasan lain adalah sifat yang absolut kedap

terhadap gas, uap air dan cahaya.

b. Kemasan sekunder

Kemasan sekunder merupakan kemasan kedua dari produk

pangan dan tidak bersentuhan langsung dengan produk pangan.

Kemasan ini bertujuan untuk melindungi bahan dari kerusakan fisik dan

41

mekanis terutama untuk memudahkan pengaturan dalam gudang

penyimpanan dan distribusi serta memudahkan dalam pengaturan alat

angkut. Bahan pengemas sekunder yang digunakan terbuat dari bahan

karton.

B. Proses Produksi

Tahapan proses untuk memproduksi Taro terdiri dari pemasakan,

pembentukan lembaran, aging, pemotongan, pengeringan I, pengeringan II,

penggorengan, seasoning dan pengemasan. Diagram proses produksi Taro

dapat dilihat pada Gambar 13. Proses produksi Taro telah menerapkan

sistem GMP (Good Manufacturing Pratices) dan HACCP (Hazard Analytical

Critical Control Point) serta Sistem Jaminan Halal.

Gambar 13. Diagram alir proses produksi Taro

1. Pemasakan

Masing-masing bahan ditimbang sesuai formulasi kemudian

dimasukkan ke dalam karung untuk memudahkan pengangkutan ke ruang

proses pemasakan. Pemasakan dilakukan dengan empat tahapan, yaitu pre-

Air

Raw material

Penimbangan

Pemasakan

Sheeting

Cutting

Rolling

Aging

Pelet

Taro Snack

Drying I

Drying II

Frying

Seasoning

Pengemasan

perisa

42

cooking atau dry mix, added water, half steam dan full steam dengan total

waktu pemasakan 10-12 menit. Pada pre-cooking dilakukan pencampuran

bahan-bahan kering agar lebih merata. Setelah itu dilakukan penambahan

air sambil dilakukan proses pencampuran. Half steam dilakukan untuk

mencegah tepung berterbangan saat pemasakkan agar pencampuran

merata. Full steam dilakukan pada tekanan boiler 10 bar dan suhu steam

180-2000C.

Tujuan utama dari proses pemasakan untuk menggelatinisasi pati

sehingga adonan dapat terbentuk dan dapat di-sheeting. Pemasakan yang

disertai dengan pengadukan bertujuan agar hidrasi tepung dan air

berlangsung secara merata dan menarik-narik serat gluten pada terigu.

Proses pemasakan sampai pembuatan lembaran (sheeting) dilakukan

tiga line produksi. Masing-masing line memiliki dua cooker, yaitu cooker

besar dan cooker kecil. Setiap cooker memiliki kapasitas yang berbeda.

Cooker besar dapat menghasilkan dua masakan sedangkan cooker kecil

dapat menghasilkan satu masakan.

Pada saat proses pemasakan, sering kali adonan yang dihasilkan

tidak merata. Hal ini bisa disebabkan karena pada saat proses dry mixing

yang tidak sempurna. Proses dry mixing dilakukan pada mesin cooker

dengan kondisi cooker yang masih panas dan masih terdapat sisa adonan

menempel dari proses pemasakan sebelumnya. Sebaiknya proses dry

mixing dilakukan terpisah dengan mesin pencampur untuk menghasilkan

adonan yang merata

2. Pembentukan Lembaran

Setelah itu, dalam keadaan yang masih panas, adonan dibentuk

menjadi lembaran dengan motif jala (net) dengan ketebalan 1,4-1,8 mm.

Ketebalan yang dihasilkan harus seragam agar proses pengeringan

selanjutnya dapat menghasilkan kadar air yang seragam. Jika pada proses

pemasakan, adonan tidak merata, maka pada lembaran yang dihasilkan

akan terlihat guratan-guratan putih.

Lembaran dilewatkan pada tunnel dryer untuk mengalami proses

winding. Setelah itu lembaran ditaburi tapioka sebelum digulung pada

43

batangan logam. Tapioka ditaburi pada gulungan lembaran berfungsi

untuk mengurangi kelengketan hasil winding, sehingga memudahkan dan

tidak lengket pada saat pemotongan

3. Aging

Dalam bentuk gulungan, adonan di-aging pada suhu ruang selama

8-18 jam. Proses aging dilakukan pada rak terbuka dan tidak adanya

pengontrolan suhu dan kelembaban. Jika proses aging terlalu lama, maka

akan memungkinkan terjadinya pertumbuhan mikroorganisme. Proses

aging terutama dilakukan agar lembaran mudah dipotong. Pada saat aging

terjadi retrogradasi pati dan evaporasi air yang dapat menyebabkan adonan

mudah dipotong, namun jika evaporasi air berlebihan terjadi akan

membuat adonan menjadi keras dan patah saat dipotong.

4. Pemotongan

Setelah tahapan aging, lembaran adonan dipotong menjadi ukuran

1,5x1,5 cm dengan toleransi 2 mm. Masalah yang sering terjadi adalah

tidak terpotongnya lembaran adonan dengan sempurna, sehingga sering

ditemui hasil potong yang tidak sesuai standar. Hal ini disebabkan

ketidakhati-hatian operator dalam memasukkan lembaran adonan pada

mesin cutting. Hasil dari potongan adonan disebut dengan pelet basah.

Setelah pemotongan, pelet basah yang dihasilkan langsung dimasukkan ke

mesin pengering pertama.

5. Pengeringan I

Pengeringan dilakukan dua kali. Pengeringan merupakan aplikasi

panas di bawah kondisi terkontrol untuk menghilangkan sebagian besar air

yang secara normal ada di dalam makanan dengan evaporasi (Fellows,

2000). Tujuan dari proses pengeringan untuk memperpanjang umur

simpan karena pada proses pengeringan terjadi penurunan kadar air dan

aktivitas air (aw) sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim

dapat dihambat.

Pengeringan pertama berlangsung setelah ada 50 masakan yang

berasal dari line mesin cooker yang sama. Pengeringan tersebut

berlangsung pada suhu 50-600C selama 4-6 jam dengan menggunakan

44

aliran udara panas dari boiler sampai menjadi pelet dengan kadar air 12-

14%. Proses ini dapat dilakukan pada tiga mesin pengering yang

berkapasitas 1600 kg bahan (50 masakan). Kecukupan proses pengeringan

bergantung pada hasil analisis sampel pelet. Jika sampel yang dianalisis

sudah memenuhi standar, maka proses pengeringan dihentikan.

Gambar 14. Three pass dyer

Proses pengeringan pertama menghasilkan pelet. Pelet yang telah

dikeringkan pada pengeringan pertama disimpan di gudang pelet sebagai

stock dalam karung plastik atau krat dengan masing-masing berat per

karung 25 kg dan 20 kg per krat. Sebagian dari pelet yang disimpan, akan

dikirimkan ke pabrik lain. Pada gudang penyimpanan, pelet disimpan pada

suhu ruangan dan tidak terdapat pengatur suhu dan kelembaban ruang. Hal

itulah yang menyebabkan selama penyimpanan, pelet mengalami kenaikan

kadar air jika disimpan terlalu lama.

6. Pengeringan II

Sebelum pelet digoreng, dilakukan pengeringan kedua sampai kadar

air pelet sebesar 9-11%. Pengeringan kedua dilakukan untuk meratakan

kadar air pelet. Fungsi utama pengeringan kedua untuk mendapatkan kadar

air pelet siap goreng, sehingga hasil goreng sesuai standar yaitu

mengembang dengan baik, tidak bantat, tidak keriting dan tidak berpori.

Kadar air yang dihasilkan dari proses pengeringan kedua sangat

menentukan tingkat ekspansi produk dan tekstur hasil gorengan (Sunaryo,

2006).

45

Terdapat tujuh mesin pengering yang masing-masing berkapasitas

400 kg pelet dengan dua macam alat pengering. Terdapat dua mesin

pengering yang memiliki pengaturan suhu dengan aliran udara panas

sebagai pemanas dan 5 mesin pengering tanpa pengaturan suhu yang

menggunakan kompor sebagai pemanas. Mesin pengering yang digunakan

adalah mesin pengering tipe silinder yang berputar.

Pada pengeringan kedua, proses pengeringan berlangsung lambat

sehingga perbedaan kadar air bagian pelet dipermukaan dan di bagian

dalam kecil. Untuk mengetahui kecukupan proses pengeringan kedua,

dilakukan uji goreng pelet. Sebanyak satu genggam pelet digoreng, jika

hasilnya sudah sesuai dengan perkiraan operator, maka mesin pengering

dimatikan. Setelah melalui pengeringan kedua, pelet dikondisikan terlebih

dahulu sebelum digoreng sampai suhu pelet sama dengan suhu ruang.

7. Penggorengan

Penggorengan pelet dilakukan pada suhu minyak aktual berkisar

antara 180-1950C. Proses penggorengan dapat dilakukan dengan tiga

mesin fryer dengan cara deep fat frying sistem batch yang memiliki dua

jenis spesifikasi dan pengaturan yang berbeda. Pada batch fryer 1 dan 2

memiliki pengaturan yang sama yaitu waktu penggorengan 20 detik,

penirisan 10 detik, pemisahan minyak selama 3 detik dengan suhu yang

berkisar antara 180-1950C. Batch fryer 3 menggunakan waktu

penggorengan selama 20 detik, penirisan 10 detik dan pemisahan minyak

selama 9 detik. Saat proses penggorengan, air dalam bahan akan menguap

dan menghasilkan tekanan uap untuk mengembangkan struktur jaringan

bahan.

Gambar 15. Batch fryer

46

8. Seasoning

Gorengan yang dihasilkan masuk ke dalam seasoning tumbler

melalui konveyor untuk proses penambahan perisa. Perisa ditimbang

terlebih dahulu untuk takaran sesuai standar per batch. Pemasukkan bubuk

perisa ke dalam tumbler dilakukan secara manual. Terdapat 7 jenis perisa

yang digunakan yaitu perisa barbeque, seaweed, pizza, cheese burger,

curly fries, beef steak dan cheese blast. Setelah itu, Taro dimasukkan ke

dalam kantung-kantung plastik, setiap kantung plastik berisi 12 kg hasil

goreng yang telah diberi perisa kemudian dibawa ke area packing untuk

dilakukan pengemasan.

9. Pengemasan dan Penyimpanan

Ada 2 macam ukuran kemasan, yaitu netto 10 gram (standar) dan 40

gram (family pack). Mesin yang digunakan ada dua macam yaitu mesin

gravimetri dan volumetrik. Bahan kemasan yang digunakan adalah

kemasan alumunium. Jika netto (berat bersih) produk setelah dikemas

kurang dari 8 gram untuk kemasan standar dan kurang dari 38 gram untuk

kemasan family, maka akan dikemas ulang kembali. Setelah itu

dimasukkan ke dalam kemasan sekunder yaitu kardus karton dan disimpan

di ruang Finish Product Storage sebelum dilakukan pengiriman.

C. Penyimpanan dan Penggudangan

Terdapat lima gudang pada pabrik Taro, yaitu gudang bahan baku atau

Raw Material Storage (RMS), gudang bahan baku dingin atau Raw Material

Cold Storage (RMCS), gudang pelet, gudang bahan pengemas dan gudang

produk akhir atau Finish Product Storage (FPS). Gudang bahan baku

merupakan tempat penyimpanan bahan baku tepung terigu, tapioka, gula,

garam dan baking powder. Gudang bahan baku dingin merupakan ruang

penyimpanan flavor. Pada gudang ini, terdapat pendingin ruangan (AC) untuk

mengatur suhu penyimpanan bahan flavor. Gudang pelet digunakan untuk

penyimpanan pelet yang telah melalui proses pengeringan pertama. Gudang

bahan pengemas digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang digunakan

sebagai bahan pengemas, yaitu kemasan alumunium, kemasan karton dan

47

lakban. Gudang produk akhir merupakan tempat penyimpanan produk akhir

yang telah dikemas dalam karton.

48

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Observasi Masalah

Tahapan ini dilakukan untuk menemukan masalah yang terjadi dan

diselesaikan selanjutnya. Berdasarkan data pada Summary Loss Material

perusahaan, minyak goreng merupakan material yang paling banyak hilang

pada saat proses produksi Taro. Loss minyak goreng yang dimaksud adalah

banyaknya minyak goreng yang tidak tercatat penggunaannya pada sistem

saat proses produksi sehingga dianggap sebagai bahan yang hilang selama

proses produksi dan dihitung sebagai kerugian perusahaan. Pengecekan loss

minyak pada sistem perusahaan diketahui dari data pembelian minyak goreng

dan data pemakaian pada produk (rata-rata terdapat 15% minyak goreng pada

produk), kemudian dicocokkan dengan total stock yang ada. Jumlah loss

minyak goreng dihitung dari selisih banyaknya minyak goreng sisa tercatat

pada sistem dengan minyak goreng yang terhitung pada stock take.

Observasi awal yang dilakukan adalah observasi langsung pada proses

produksi dengan mempelajari proses penggorengan secara spesifik. Proses

penggorengan dilakukan pada 3 mesin batch fryer, yaitu batch fryer 1, batch

fryer 2 dan batch fryer 3. Setiap mesin dijalankan secara otomatis sampai

pada proses seasoning. Pada batch fryer 1 dan 2, feeding pelet dilakukan

dengan memasukkan 2 ember pelet (kurang lebih 4 kg pelet) ke bucket feeder

yang dilakukan oleh operator. Dari bucket feeder, pelet dituangkan secara

otomatis ke dalam wajan penggorengan. Pada batch fryer 3, operator

menuangkan pelet ke mesin feeder, lalu mesin feeder akan memasukkan pelet

sebanyak kurang lebih 4 kg pelet ke bucket feeder. Pada batch fryer 3 ini,

terdapat timbangan yang mengatur banyaknya pemasukkan pelet ke bucket

feeder sebanyak 4 kg. Dari bucket feeder, pelet akan dimasukkan ke wajan

penggorengan. Wajan penggorengan ketiga batch fryer berisi kurang lebih

300 liter minyak goreng.

Proses penggorengan dilakukan selama 20 detik dengan suhu 180-

1900C. Selama proses penggorengan dilakukan pengadukan dengan agitator

otomatis. Kemudian hasil gorengan akan diangkat dan ditiriskan. Setelah

49

ditiriskan, hasil gorengan akan dimasukkan ke dalam mesin oil separator.

Pada batch fryer 1 dan 2 setting waktu perputaran oil separator adalah 3

detik. Pada batch fryer 3, waktu setting perputaran oil separator adalah 9

detik. Setelah itu, hasil goreng akan dimasukkan ke seasoning tumbler

dengan konveyor.

Minyak goreng yang digunakan disirkulasi melewati filter. Filter ini

berfungsi untuk menyaring kotoran pada minyak. Pada proses penggorengan

digunakan campuran minyak goreng baru dan minyak goreng hasil kurasan.

Biasanya minyak goreng dikuras setengah volume wajan pada pertengahan

shift dan pada akhir shift 3, dilakukan pengurasan minyak seluruhnya.

Minyak kurasan tersebut ditampung di tangki atas dan akan digunakan

kembali untuk dicampur dengan minyak baru.

B. Menemukan Faktor-Faktor Penyebab Masalah

Pada tahap ini dilakukan observasi untuk menemukan semua faktor

penyebab masalah loss minyak goreng pada proses produksi Taro. Observasi

yang dilakukan dengan wawancara pihak terkait seperti bagian produksi,

quality control, dan maintenance, pembuatan Diagram Ishikawa serta

melakukan pengambilan data. Data yang diambil diperlukan untuk

membuktikan keterangan narasumber dalam wawancara yang dilakukan.

1. Hasil Wawancara

Wawancara dilakukan pada 3 orang bagian quality control, manajer

produksi, pegawai pencatatan produksi, 3 orang supervisor dan 3 orang

operator proses penggorengan serta 2 orang bagian maintenance

engineering. Berdasarkan hasil observasi langsung pada proses produksi

dan wawancara, diperoleh keterangan bahwa faktor yang menjadi

penyebab loss minyak adalah sebagai berikut :

a. Minyak tercecer di bawah sela-sela oil separator

Terdapat minyak goreng yang tercecer di bawah, antara mesin

oil separator dengan konveyor yang menuju tumbler flavoring. Selain

minyak yang tercecer, banyak juga hasil gorengan yang jatuh di

sekitarnya (Gambar 12). Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan,

50

minyak goreng yang tumpah pada tempat tersebut di setiap batch

berbeda jumlahnya, batch 3 terlihat memiliki jumlah yang paling

banyak. Berdasarkan keterangan bagian maintenance, minyak tersebut

berasal dari cipratan minyak pada oil separator yang tidak tertampung

ke pipa saluran.

Gambar 16. Minyak dan hasil gorengan yang tercecer

b. Kelebihan serapan minyak ke produk

Ketidakstabilan serapan minyak pada produk Taro juga

merupakan salah satu penyebab loss minyak goreng jika serapannya

lebih dari standar yang ditetapkan yaitu 15%. Kelebihan serapan

minyak pada produk ini disebabkan banyak faktor yaitu kualitas minyak

goreng yang digunakan, suhu penggorengan yang terkadang diubah dari

setting seharusnya, kadar air pelet yang tinggi dan lamanya oil

separator berputar. Kadar air pelet yang tinggi disebabkan karena tidak

adanya pengukuran kadar air pada saat sebelum menggoreng pelet.

Penggorengan pelet hanya berdasarkan penampakan pelet dan uji

goreng yang dilakukan oleh operator.

c. Adanya minyak yang tumpah dari kotak oil separator.

Kejadian ini sering terjadi jika operator lengah memindahkan

secara manual (menyeroknya dan memasukkan kembali ke wajan

penggorengan) minyak yang tertampung sementara di kotak oil

separator (Gambar 17). Hal ini disebabkan karena pompa penyedot

minyak tersumbat sehingga tidak dapat menyedot minyak kembali ke

51

wajan atau kecepatan penyedotan yang tidak secepat penambahan

minyak dari tirisan oil separator.

Gambar 17. Minyak tampungan sementara di kotak oil separator

d. Banyaknya BS (bad stock) hasil goreng

BS (Bad Stock) hasil goreng adalah hasil goreng yang reject

ataupun gorengan yang tercecer di sekitar area batch fryer (Gambar

18). BS gorengan ada karena hasil goreng tidak sesuai standar hasil

goreng (keriting atau tidak mengembang). Pada hasil goreng BS ini

juga mengandung minyak goreng yang tidak tercatat dalam penggunaan

minyak goreng.

Gambar 18. Hasil goreng reject

e. Serapan minyak pada ampas filter

Ampas pada proses penggorengan dihasilkan dari hasil

penyaringan minyak goreng di mesin filter minyak. Mesin filter minyak

dibersihkan satu jam sekali dari ampas yang dihasilkan. Ampas tersebut

ditampung pada ember untuk dibuang sebagai limbah. Ampas ini

52

mengandung minyak goreng rata-rata sebesar 18,2%. Kandungan

minyak goreng pada ampas dianalisis dengan alat Auto Fat Extraction.

Gambar 19. Ampas dari mesin filter minyak

f. Minyak yang tercecer di bawah tangki filter karena ada pipa bocor

Pada mesin filter di batch fryer 2, terdapat pipa-pipa yang

menyalurkan minyak dari wajan ke tangki filter dan sebaliknya. Di

bawah mesin filter minyak ini, terdapat minyak tercecer dan ditampung

dalam kotak untuk kemudian dibuang.

Gambar 20. Minyak yang tercecer di bawah tangki filter batch fryer 2

g. Overweight pada proses pengemasan.

Proses pengemasan juga dapat menjadi salah satu penyebab

terjadinya loss minyak goreng. Pada proses pengemasan, terjadi

masalah kelebihan berat. Pada sistem pencatatan, kemasan standar

mempunyai berat 10 gram dan kemasan family mempunyai berat 40

gram, namun pada kenyataannya netto kemasan rata-rata memiliki

kelebihan berat (overweight). Minyak yang terkandung dalam

overweight product tidak tercatat pada sistem pencatatan penggunaan

minyak.

53

h. Banyaknya hasil gorengan terbuang di saluran penyaring oil

separator

Terdapat banyak hasil goreng yang terbuang akibat kerusakan oil

separator. Hal ini terjadi karena banyaknya hasil gorengan yang ikut

terbawa ke saluran penyaring oil separator.

Gambar 21. Hasil gorengan yang terbawa ke saluran penyaring

oil separator.

i. Rejected minyak goreng

Standar minyak goreng yang masih bisa digunakan untuk proses

menggoreng adalah kadar FFA (asam lemak bebas) kurang dari 0,3.

Jika kadar FFA minyak goreng melebihi nilai 0,3, maka minyak goreng

tersebut tidak dapat lagi digunakan (rejected). Pengecekan kadar FFA

minyak goreng dilakukan dua kali selama proses penggorengan, yaitu

setiap awal shift dan pertengahan shift.

2. Diagram Ishikawa

Dari hasil keterangan wawancara dan observasi proses produksi,

maka dapat dibuat Diagram Ishikawa untuk mengelompokkan faktor-

faktor penyebab masalah loss minyak goreng pada proses produksi.

Diagram Ishikawa yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 22.

54

Gambar 22. Diagram Ishikawa loss minyak goreng

3. Pengambilan Data

Informasi faktor penyebab dari hasil wawancara divalidasi dengan

pengambilan sampel untuk mencari data yang mendukung. Data yang telah

ada untuk memvalidasi keterangan banyaknya minyak tercecer di oil

separator, kelebihan serapan minyak ke produk hasil goreng, setting

waktu perputaran oil separator, serta adanya overweight yang berpengaruh

pada loss minyak goreng.

d. Minyak tercecer di bawah sela-sela oil separator

Data untuk membuktikan banyaknya minyak tercecer di bawah

oil separator, diperoleh dengan mengambil minyak dan gorengan

tercecer yang berada di bawah oil separator selama shift pagi tanggal

18, 19 dan 23 Maret 2010. Minyak yang dipisahkan dari gorengan,

ditimbang beratnya. Taro yang tercecer genangan minyak juga timbang

Tingginya loss minyak goreng

Manusia Metode

Material Mesin

Ketidakhati-

hatian

Mesin

packing

ketidakdisiplin

an

Penentuan

standar goreng

Tidak diukur

kadar air pelet

pelet

Kadar air

fryer

suhu

Tangki filter

kebocoran

Oil separator

Setting waktu

kebocoran

Design mesin

Minyak goreng

kualitas

Kadar FFA

55

beratnya dan dihitung kadar minyaknya sehingga dapat diperoleh

jumlah minyak total yang terdiri dari minyak dan minyak dalam Taro

yang tercecer.

Asumsi yang dipergunakan dalam perhitungan ini adalah waktu

operasi penggorengan setiap shift selama 6 jam dan semua fryer

beroperasi penuh tiga shift dalam satu hari. Data minyak dan hasil

gorengan yang tercecer di bawah oil separator dapat dilihat pada

Lampiran 5. Hasilnya disajikan pada Gambar 23, Gambar 24 dan

Gambar 25.

Gambar 23. Jumlah minyak (kg) yang tercecer di bawah batch fryer

pada saat proses produksi 18 Maret 2010

Berdasarkan data tersebut, total minyak yang tercecer di bawah

oil separator pada ketiga batch saat produksi 18 Maret 2010 sebesar

48,43 kg. Pada pengambilan data tanggal 19 Maret, total minyak

tercecer di bawah oil separator sebesar 42,83 kg dan pada tanggal 23

Maret 2010 sebanyak 48,26 kg. Pada Tabel 1, terlihat hasil ringkasan

data rata-rata minyak tercecer di bawah oil separator di setiap batch

fryer.

6,1956

14,5026

27,7326

0

5

10

15

20

25

30

Batch Fryer 1 Batch Fryer 2 Batch Fryer 3

56

Gambar 24. Jumlah minyak (kg) yang tercecer di bawah batch fryer

pada saat proses produksi 19 Maret 2010

Gambar 25. Jumlah minyak (kg) yang tercecer di bawah batch fryer

pada saat proses produksi 23 Maret 2010

Tabel 1. Data rata-rata minyak tercecer di bawah oil separator per hari

2,5024

11,7426

28,5882

0

5

10

15

20

25

30

35

Batch Fryer 1 Batch Fryer 2 Batch Fryer 3

1,7712

12,3498

34,1406

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Batch Fryer 1 Batch Fryer 2 Batch Fryer 3

Batch

Fryer

Pengambilan

ke-

Jumlah minyak tercecer

(kg)

Rata-rata

jumlah

1 1 6,1956

2 2,5024 3,49

3 1,7712

2 1 14,5026

2 11,7426 18,28

3 28,5882

3 1 27,7326

2 12,3498 24,74

3 34,1406

57

Berdasarkan data tersebut, diperoleh bahwa sebanyak 46,51 kg

minyak per hari yang terbuang dari ketiga batch fryer karena adanya

minyak tercecer di bawah sela-sela oil separator. Batch fryer 3

memiliki jumlah minyak tercecer yang terbesar yaitu 53,19% diantara

batch fryer yang lainnya. Hal ini terjadi karena batch fryer 3 memiliki

spesifikasi mesin yang berbeda. Pada oil separator, minyak yang turun

tidak tersalurkan ke pipa minyak, melainkan terciprat ke sela-sela mesin

oil separator dan konveyor sehingga minyak tercecer ke lantai.

e. Kelebihan serapan minyak ke produk

Berdasarkan data pada Quality Control, kadar minyak selama

bulan Februari pada produk Taro bervariasi antara 8,05% sampai

dengan 23,96% (Lampiran 6). Dari data yang ada rata-rata kadar

minyak pada Taro masih diatas 15%. Hal ini sangat berpengaruh pada

besarnya jumlah loss minyak. Hal ini dapat terlihat dengan perhitungan

pengambilan data yang dilakukan pada produksi tanggal 18-19 Maret

2010.

Setiap shift pada setiap batch fryer, dihitung jumlah produksi

hasil goreng, yaitu dengan menimbang berat hasil goreng masing-

masing batch fryer. Pada setiap shift, diambil sampel secara acak

masing-masing batch fryer untuk dianalisis kadar minyak pada hasil

goreng tersebut.

Kadar minyak standar yang digunakan adalah rata-rata 15%.

Digunakan standar rata-rata 15% kadar minyak karena catatan pada

sistem menetapkan 15% sebagai minyak yang digunakan untuk proses

penggorengan. Kelebihan serapan minyak pada produk akhir dihitung

dengan selisih kadar minyak standar dengan aktual dikalikan dengan

berat hasil goreng. Data hasil perhitungan kelebihan serapan minyak

terdapat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Berdasarkan data pada Tabel 2 dan Tabel 3, dapat dihitung

jumlah kelebihan serapan minyak pada setiap batch fryer pada tanggal

18 dan 19 Maret 2010 (Gambar 26 dan Gambar 27).

58

Tabel 2. Hasil perhitungan kelebihan serapan minyak pada tanggal 18

Maret 2010

Batch Jumlah

Kadar

minyak

Jumlah kelebihan

minyak

Fryer Shift produksi (kg) aktual (%) pada produk (kg)

1 1 1192 25 116,2200

2 1075,5 15,18 1,9359

3 1140,5 18,89 44,3655

2 1 1839 15,14 2,5746

2 1617 15,43 6,9531

3 2280,5 20,19 118,3580

3 1 1696,4 20,02 85,1593

2 1684,2 8,72 -105,7678

3 1269,8 13 -25,6500

Tabel 3. Hasil perhitungan kelebihan serapan minyak pada tanggal 19

Maret 2010

Batch Jumlah

Kadar

minyak

Jumlah kelebihan

minyak

Fryer Shift produksi (kg) aktual (%) pada produk (kg)

1 1 1415 16,42 20,0930

2 982,5 16,37 13,4603

3 0 0 0

2 1 1548 21,42 99,3816

2 1772 15,46 8,1512

3 2340 17,53 59,2020

3 1 1111 13,73 -14,1097

2 1818,3 11,77 -58,7311

3 1332,2 15 -1,9983

Dari data tersebut, pada tanggal 18 Maret 2010, saat produksi

berjalan penuh, kelebihan serapan minyak dapat menyebabkan loss

minyak sebesar 244,15 kg dalam sehari. Pada tanggal 19 Maret 2010,

saat produksi tidak berjalan penuh, kelebihan serapan minyak dapat

menyebabkan loss minyak sebanyak 125,44 kg dalam sehari,

Berdasarkan jumlah tersebut, dapat diketahui kelebihan serapan minyak

ke produk merupakan salah satu penyebab tingginya loss minyak

goreng.

59

Gambar 26. Jumlah kelebihan serapan minyak pada produk Taro pada

18 Maret 2010

Gambar 27. Jumlah kelebihan serapan minyak pada produk Taro pada

19 Maret 2010

f. Overweight

Masalah overweight pada saat proses packing juga merupakan

salah satu faktor penyebab loss minyak goreng. Hal ini dapat terlihat

pada Tabel 4 dan Tabel 5. Data yang digunakan berasal dari data QC

line pada bulan Februari dan Maret 2010.

Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 terdapat sebanyak 1048,50 kg

minyak goreng yang hilang karena kelebihan berat saat pengisian

produk ke dalam kemasan selama Februari 2010 dan sebanyak 1356,08

kg selama bulan Maret 2010. Pada bulan Februari 2010, proses

produksi berlangsung 23 hari, sehingga terdapat loss minyak goreng

162,5214

127,8857

-46,2584

-100,0000

-50,0000

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

Batch Fryer 1 Batch Fryer 2 Batch Fryer 3

33,5533

166,7348

-74,8391-100,0000

-50,0000

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

Batch Fryer 1 Batch Fryer 2 Batch Fryer 3

60

sebanyak 45,59 kg minyak per hari. Pada bulan Maret 2010, proses

produksi berlangsung 29 hari, sehingga terdapat loss minyak goreng

sebanyak 46,76 kg per hari. Hal ini membuktikan overweight pada

proses packing merupakan salah satu penyebab terjadinya loss minyak

goreng.

Tabel 4. Data loss minyak goreng karena overweight saat proses

pengemasan Februari 2010

Tabel 5. Data loss minyak goreng karena overweight saat proses

pengemasan Maret 2010

No Item

Total

produksi (kg)

Loss

berat (%)

Loss berat

(kg)

Rata-rata

% Oil

Minyak pada

overweight (kg)

1 seaweed 10 45980 3,402 1564,24 15,16 237,14

2 seaweed 40 40176 1,186 476,49 15,16 72,24

3 bbq 10 120120 4,21 5057,05 15,16 766,65

4 bbq 40 49745,28 1,222 607,89 15,16 92,16

5 pizza 10 17460 4,39 766,49 15,16 116,20

6 pizza 40 21408 1,232 263,75 15,16 39,98

7 curly 40 5480 1,118 61,27 15,16 9,29

8 cheese burger 40 12048 1,228 147,95 15,16 22,43

9 cowboy 10 6000 4,01 240,60 15,16 36,47

10 cowboy 40 5760 1,19 68,54 15,16 10,39

11 cheese blast 40 4512 1,125 50,76 15,16 7,70

Total loss minyak karena overweight finish product 1356,08

No Item Total

produksi (kg)

Loss

berat (%)

Loss berat

(kg)

Rata-rata

% Oil

Minyak pada

overweight (kg)

1 seaweed 10 32000 3,51 1123,20 15,88 178,36

2 seaweed 40 32160 1,22 392,35 15,88 62,31

3 bbq 10 84000 4,3 3612,00 15,88 573,59

4 bbq 40 36000 1,2 432,00 15,88 68,60

5 pizza 10 13180 4,47 589,15 15,88 93,56

6 pizza 40 17708 1,27 224,89 15,88 35,71

7 curly 40 10080 0,98 98,78 15,88 15,69

8 cheese burger 40 11040 1,18 130,27 15,88 20,69

Total loss minyak karena overweight finish product 1048,50

61

C. Meneliti Faktor yang Paling Berpengaruh

Setelah semua faktor penyebab diketahui, selanjutnya akan dibuat

Diagram Pareto untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap

masalah loss minyak goreng pada proses produksi Taro. Diagram Pareto

merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan grafik garis yang

menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap

keseluruhan. Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), dengan memakai

Diagram Pareto, dapat terlihat masalah mana yang sedikit tetapi dominan

(vital few) dan masalah yang banyak tetapi kurang dominan (trivial many).

Ketika terdapat banyak faktor penyebab masalah yang terjadi, maka

terlalu berat untuk menganalisis semua faktor penyebab masalah tersebut.

Perlu dilakukan pemilihan untuk menemukan faktor penyebab yang

mempunyai efek besar terhadap masalah. Diagram Pareto digunakan untuk

tujuan tersebut. Selain itu, Diagram Pareto juga dapat digunakan untuk

memastikan dan mengukur dampak dari upaya peningkatan atau perbaikan

yang telah dilakukan. Jika perbaikan tersebut efisien, maka akan terjadi

perubahan urutan faktor penyebab pada Diagram Pareto yang dibuat sebelum

dan setelah perbaikan dilaksanakan. Namun perbandingan tersebut harus

dilakukan dalam interval yang sama antara sebelum dan sesudah pelaksanaan

perbaikan sehingga interpretasi yang dihasilkan akan lebih akurat (Ishikawa,

1982).

Masing-masing batch fryer memiliki spesifikasi dan setting mesin yang

berbeda. Oleh karena itu, untuk meneliti faktor penyebab utama dilakukan

pengamatan dan pengambilan data di setiap batch fryer.

1. Batch Fryer 1

Berdasarkan pengamatan proses penggorengan pada batch fryer 1

menunjukkan bahwa input proses penggorengan adalah pelet, minyak

goreng dan flavor. Output proses penggorengan adalah gorengan jatuh,

uap air, ampas, Taro BS (Bad Stock) dan Taro. Minyak goreng yang

masuk proses (input) akan menghasilkan output minyak yang terserap

pada hasil gorengan, ampas, Taro gorengan yang jatuh dan Taro BS.

Masing-masing output tersebut ditimbang jumlahnya selama 1 shift dan

62

dianalisis kadar minyak goreng dengan alat Auto Fat Extraction. Pada

Tabel 6, terlihat hasil rata-rata loss minyak goreng pada batch fryer 1.

Setelah itu, dibuat diagram Pareto untuk menggambarkan penyebab

masalah yang paling dominan pada setiap batch fryer (Gambar 28).

Tabel 6. Rata-rata loss minyak goreng pada batch fryer 1

Keterangan Jumlah (kg) Loss minyak (%) Kumulatif (%)

Kelebihan serapan 24,04 81,06 81,06

Ampas 3,10 10,44 91,50

Taro gorengan 1,80 6,05 97,55

Taro BS 0,73 2,45 100,00

Jumlah 29,65 100,00

Gambar 28. Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 1

Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 1 menunjukkan

bahwa faktor penyebab utama yang paling dominan adalah kelebihan

serapan minyak pada Taro, yaitu sebesar 81,06% dari total penyebab pada

proses penggorengan batch fryer 1.

2. Batch Fryer 2

Input bahan pada proses penggorengan di batch fryer 2 adalah pelet,

minyak goreng dan flavor. Output proses penggorengan adalah gorengan

jatuh, minyak di bawah filter, uap air, ampas, Taro BS (Bad Stock) dan

Taro. Minyak goreng yang masuk proses (input) akan menghasilkan output

minyak yang terserap pada hasil gorengan, ampas, Taro gorengan yang

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

kelebihan serapan

ampas Taro gorengan

Taro BS

Pe

rse

nta

se lo

ss m

inya

k

Sumber loss

% loss minyak

% Kumulatif

63

jatuh, minyak di bawah filter dan Taro BS. Masing-masing output tersebut

ditimbang jumlahnya selama 1 shift dan dianalis kadar minyak goreng

dengan alat Auto Fat Extraction. Pada Tabel 7, terlihat hasil rata-rata loss

minyak goreng pada batch fryer 2. Setelah itu, dibuat Diagram Pareto

untuk menggambarkan penyebab masalah yang paling dominan pada

setiap batch fryer (Gambar 29).

Tabel 7. Rata-rata loss minyak goreng pada batch fryer 2

Keterangan Jumlah (kg) Loss minyak (%) Kumulatif (%)

Kelebihan serapan 27,98 73,70 73,70

Taro gorengan 5,21 13,72 87,42

Ampas 4,09 10,77 98,20

Minyak di bawah filter 0,53 1,40 99,59

Taro BS 0,16 0,41 100,00

Jumlah 37,97 100,00

Gambar 29. Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 2

Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 2 menunjukkan

bahwa faktor penyebab utama yang paling dominan adalah kelebihan

serapan minyak pada Taro, yaitu sebesar 73,70% dari total semua

penyebab di proses penggorengan batch fryer 2.

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

kelebihan serapan

Taro gorengan

ampas minyak di bawah filter

Taro BS

Pe

rse

nta

se lo

ss m

inya

k

Sumber loss

% loss minyak

% Kumulatif

64

3. Batch Fryer 3

Input bahan pada proses penggorengan di batch fryer 3 adalah pelet,

minyak goreng dan flavor. Output proses penggorengan adalah gorengan

jatuh, minyak yang tumpah di saluran saringan oil separator, minyak di

bawah filter, minyak di bawah oil separator, uap air, ampas, Taro BS (Bad

Stock) dan Taro. Minyak goreng yang masuk proses (input) akan

menghasilkan output minyak yang terserap pada hasil gorengan, ampas,

Taro gorengan yang jatuh, adalah minyak yang tumpah di saluran saringan

oil separator (minyak os), minyak di bawah filter, minyak di bawah oil

separator dan Taro BS. Masing-masing output tersebut ditimbang

jumlahnya selama 1 shift dan dianalis kadar minyak goreng dengan alat

Auto Fat Extraction. Pada Tabel 8, terlihat hasil rata-rata loss minyak

goreng pada batch fryer 3. Setelah itu, dibuat Diagram Pareto untuk

menggambarkan penyebab masalah yang paling dominan pada setiap

batch fryer (Gambar 30).

Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 3 menunjukkan

bahwa faktor penyebab utama yang paling dominan adalah minyak yang

tumpah di saluran saringan oil separator, yaitu sebesar 83,89% dari total

semua penyebab di proses penggorengan batch fryer 3.

Tabel 8. Rata-rata loss minyak goreng pada batch fryer 3

Keterangan Jumlah (kg) Loss minyak (%) Kumulatif (%)

Minyak os 30,98 82,89 82,89

Ampas 3,37 9,00 91,89

Taro BS 1,29 3,45 95,34

Minyak bawah os 1,21 3,24 98,58

Minyak di bawah filter 0,53 1,42 100,00

Jumlah 37,37 100,00

Faktor yang paling berpengaruh antara ketiga batch fryer berbeda-

beda. Pada batch fryer 1 dan 2, faktor yang paling berpengaruh adalah

kelebihan serapan minyak pada hasil goreng, sedangkan pada batch fryer

3, faktor yang paling berpengaruh terhadap loss minyak goreng adalah

minyak yang tumpah di saluran saringan oil separator.

65

Gambar 30. Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 3

4. Kelebihan Serapan Minyak pada Produk Akhir

Pada Gambar 31 dan Gambar 32 terlihat ketidakstabilan kadar

minyak goreng pada produk. Gambar 31 menggambarkan keragaman

kadar minyak goreng pada produk di batch fryer 1 terhadap standar yang

digunakan. Gambar 32 menggambarkan keragaman kadar minyak goreng

pada produk di batch fryer 2 terhadap standar yang digunakan. Standar 1

berdasarkan QM (Quality Manual) yaitu sebesar 14-16% dan Standar 2

berdasarkan ketetapan R&D yaitu sebesar 13-18%.

Gambar 31. Data kadar minyak pada produk di batch fryer 1

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

minyak os

ampas Taro BS minyak bawah os

minyak di bawah filter

Pe

rse

nta

se lo

ss m

inya

k

Sumber loss

% loss minyak

% Kumulatif

66

Gambar 32. Data kadar minyak pada produk di batch fryer 2

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat jumlah sampel yang

memenuhi standar, kurang ataupun melebihi standar. Hal itu dapat terlihat

pada Tabel 9 di bawah ini.

Tabel 9. Data perbandingan kadar minyak goreng produk terhadap standar

Standar Batch Fryer Ketentuan Jumlah Persentase

14%-16% 1 normal 8 30,91

2 normal 9

1 >> batas atas 15 47,27

2 >> batas atas 11

1 << batas bawah 2 21,82

2 << batas bawah 10

Total 55 100

13%-18% 1 normal 19 69,09

2 normal 19

1 >> batas atas 5 16,36

2 >> batas atas 4

1 << batas bawah 1 14,55

2 << batas bawah 7

Total 55 100

67

Data yang diperoleh pada Tabel 9, menunjukkan bahwa kadar

minyak pada hasil goreng masih banyak yang melebihi standar yang

ditetapkan (14%-16%). Hal ini membuktikan terjadi kelebihan serapan

minyak pada hasil goreng. Kelebihan serapan minyak ke produk tidak

hanya menjadi masalah karena dapat menyebabkan loss minyak goreng,

tetapi juga berkaitan dengan kualitas hasil goreng yang dihasilkan dan

berkaitan dengan penerimaan konsumen.

Penyerapan minyak pada produk goreng dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya suhu, waktu penggorengan, air yang terkandung dalam

bahan pangan yang akan tergantikan oleh minyak selama proses

penggorengan, dan kualitas minyak yang digunakan (Pokorny, 1999).

Menurut Moreira (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan

minyak pada produk goreng adalah kualitas minyak dan komponen di

dalamnya, suhu minyak dan waktu penggorengan, komposisi bahan, kadar

air produk awal, porositas bahan, perlakuan khusus terhadap permukaan

produk, tegangan awal permukaan bagian dalam dan ketebalan kerak.

Pada penelitian ini, faktor yang selanjutnya akan diteliti adalah

pengaruh kadar air pelet dan lamanya perputaran oil separator terhadap

serapan minyak pada hasil goreng.

a. Pengaruh kadar air pelet terhadap penyerapan minyak goreng

Dilakukan pengambilan sampel saat proses produksi berjalan

untuk mengetahui hubungan kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil

goreng sebelum proses pemisahan minyak. Sampel pelet diambil

sebelum digoreng untuk dianalisis kadar air pelet. Setelah digoreng,

diambil sampel hasil goreng untuk dianalisis kadar minyak hasil goreng

sebelum proses pemisahan minyak. Pengambilan sampel dilakukan

pada masing-masing batch fryer 1 dan 2.

Data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng

sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 1 dapat dilihat pada

Lampiran 8. Berdasarkan analisis data tersebut, kadar air pelet

berpengaruh nyata terhadap kadar minyak hasil goreng sebelum proses

pemisahan minyak di batch fryer 1 pada tingkat kepercayaan 95%

68

karena nilai sig (0,00) < nilai alfa 0,05 (Lampiran 9). Semakin tinggi

kadar air pelet, maka semakin tinggi serapan minyak goreng pada

proses hasil goreng sebelum proses penirisan minyak di batch fryer 1

sampai pada suatu titik kadar minyak maksimal yang dapat diserap oleh

bahan.

Pada batch fryer 2 juga dilakukan pengambilan sampel dan

dilakukan analisis (Lampiran 10). Dari hasil analisis data tersebut,

dapat dibuktikan kadar air pelet berpengaruh nyata terhadap kadar

minyak hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak di batch fryer 2

pada tingkat kepercayaan 95% karena nilai sig (0,00) < nilai alfa 0,05

(Lampiran 11). Semakin tinggi kadar air pelet, maka semakin tinggi

kadar minyak hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak sampai

pada suatu titik kadar minyak maksimal yang dapat diserap oleh bahan.

Kadar air pelet yang digunakan pada proses produksi sangat

bervariasi antara 10%-13%. Padahal berdasarkan standar Quality

Control, kadar air pelet setelah proses pengeringan kedua harus sebesar

9%-11% untuk mencapai kadar minyak Taro sesuai standar yaitu rata-

rata 15%. Kadar air pelet yang lebih tinggi dari standar menjadi

masalah, karena semakin tinggi kadar air pelet, maka kadar minyak

hasil goreng sebelum pemisahan minyak akan semakin tinggi dengan

kondisi proses penggorengan yang dijalankan.

Kadar minyak yang terserap amat dipengaruhi oleh kadar air awal

pada produk (Mellema, 2003). Pada proses penggorengan, minyak akan

menggantikan air yang menguap. Ketika pelet terkena suhu

penggorengan yang tinggi, air di permukaan pelet akan menguap secara

cepat. Permukaannya akan mengering dan terbentuklah kerak yang

bertekstur pori-pori seperti spons. Air di dalam produk akan berubah

menjadi uap dan menimbulkan gradien tekanan positif. Uap air akan ini

kemudian akan meloloskasn diri dari produk melalui celah, retakan,

maupun kapiler yang terbentuk. Selama proses penguapan air

berlangsung, minyak yang menempel pada akan menempati lubang-

69

lubang besar dan celah yang terbentuk akibat perubahan tekstur selama

penggorengan.

Selain itu juga, menurut penelitian yang yang telah dilakukan

(Sunaryo, 2006), kadar air pelet mempengaruhi karakteristik mutu hasil

goreng. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan hasil goreng

berpori yaitu memiliki tekstur yang gelembung-gelembung besar. Hasil

goreng yang berpori tidak diinginkan karena teksturnya yang terlalu

mengembang karena rongga udara yang besar membuat teksturnya

kurang berisi. Kadar air yang terlalu rendah akan mengakibatkan hasil

goreng bantat, memiliki tekstur yang keras dan tidak ada gelembung.

Kadar air pelet yang sesuai akan menghasilkan hasil goreng dengan

tekstur yang memiliki permukaan yang merata dengan rongga kecil

yang seragam.

b. Pengaruh kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator

terhadap penurunan serapan minyak goreng.

Dilakukan pengambilan data untuk menganalisis hubungan antara

waktu perputaran oil separator terhadap penurunan kadar minyak

goreng pada hasil goreng. Ditemukan fakta bahwa waktu setting

perputaran oil separator berbeda dengan waktu aktualnya. Hal ini dapat

terlihat pada data perbandingan waktu setting dan waktu aktual

perputaran oil separator (Lampiran 12). Dilakukan pengukuran waktu

pada empat hari yang berbeda. Setiap harinya dilakukan pengukuran

waktu sebanyak 10 kali pada saat proses produksi berlangsung. Pada

Tabel 10, disajikan rata-rata hasil pengukuran waktu tersebut.

Data tersebut membuktikan bahwa waktu aktual perputaran oil

separator berbeda dengan waktu setting mesin pada saat proses

produksi berlangsung. Hal ini berlaku untuk semua batch fryer (1,2 dan

3). Oleh karena itu, pada saat trial, dilakukan pengukuran waktu aktual

perputaran oil separator dan mencatat waktu setting pada mesin.

70

Tabel 10. Data rata-rata waktu pengukuran waktu aktual perputaran oil

separator

Batch Fryer Hari ke- Waktu setting Rata-rata waktu aktual

1 1 3 4,58

2 3 4,68

3 3 4,67

4 3 4,68

2 1 3 7,52

2 3 9,93

3 3 7,71

4 3 9,93

3 1 9 9,28

2 9 11,28

3 9 11,85

4 9 11,28

Pengambilan data dilakukan pada proses penggorengan di batch

fryer 1 dan 2. Sampel yang diambil adalah pelet yang berasal dari jalur

produksi yang sama pada setiap batch fryer. Pelet tersebut dianalisis

kadar airnya dengan alat Halogen Moisture Analyzer. Kemudian

diambil sampel hasil goreng sebelum pemisahan minyak, lalu dianalisis

kadar minyak pada sampel tersebut (kadar minyak awal). Dari pelet

tersebut digoreng dengan setting waktu perputaran oil separator yang

berbeda-beda. Variabel setting waktu perputaran oil separator yang

dianalisis adalah 2, 3, 4, 5 dan 6 detik, lalu setiap setting waktu, diukur

waktu aktual perputaran oil separator. Setelah hasil goreng mengalami

proses pemisahan minyak, diambil sampel untuk dianalisis kadar

minyak.

1.) Batch fryer 1

Pada batch fryer 1, pelet yang digunakan memiliki kadar air

10,6 % dan 10,92% dengan setting waktu perputaran oil separator

2, 3, 4, 5 dan 6 detik. Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 13.

Dari data tersebut dianalisis hubungan kadar air pelet, hubungan

waktu setting dan waktu aktual perputaran oil separator terhadap

penurunan kadar minyak hasil goreng. Kadar air pelet tidak

berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng

71

dengan tingkat kepercayaan 95%. Hal ini berdasarkan nilai sig.

(0,07) lebih dari nilai alfa 0,05. Perbedaan kadar air pelet 10,6%

dan kadar air 10,92% tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan

kadar minyak hasil goreng setelah mengalami proses pemisahan

minyak.

Waktu setting perputaran oil separator berpengaruh nyata

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng dengan tingkat

kepercayaan 95%. Hal ini berdasarkan nilai sig. (0,00) kurang dari

nilai alfa 0,05. Semakin lama waktu perputaran oil separator, maka

semakin banyak penurunan kadar minyak hasil goreng. Penurunan

kadar minyak hasil goreng pada setting waktu perputaran oil

separator 2 detik berbeda nyata dengan penurunan kadar minyak

hasil goreng pada setting waktu perputaran oil separator 3 detik

dan 5 detik. Penurunan kadar minyak hasil goreng pada setting

waktu perputaran oil separator 3 detik dan 4 detik tidak berbeda

nyata pada taraf kepercayaan 95%. Penurunan kadar minyak hasil

goreng pada setting waktu perputaran oil separator 4 detik, 5 detik

dan 6 detik tidak berbeda nyata. Penurunan kadar minyak berbeda

nyata pada setting waktu 2 detik dengan 5 detik.

Kadar air pelet dan waktu setting oil separator tidak

memiliki interaksi nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil

goreng. Hal tersebut berarti, kedua variabel tersebut tidak

berinteraksi dalam mempengaruhi penurunan kadar minyak hasil

goreng (Lampiran 14).

Dilakukan analisis data waktu aktual perputaran oil separator

dengan penurunan kadar minyak hasil goreng. Berdasarkan uji

statistik yang dilakukan, waktu aktual perputaran oil separator

berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng

pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai sig (0,00)

kurang dari 0,05. Pada waktu aktual 3,68 detik dan 3,74 detik; 5,11

detik dan 4,86 detik; 6,12 detik, 5,94 detik, 7,29 detik dan 8,16;

72

6,94 detik dan 7,81 detik tidak secara signifikan berpengaruh

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng (Lampiran 15).

Pada Gambar 33 menunjukkan grafik hubungan waktu

aktual perputaran oil separator dengan penurunan kadar minyak

hasil goreng. Semakin lama waktu aktual perputaran oil separator,

maka semakin besar penurunan kadar minyak hasil goreng.

Hubungan linear ini hanya terjadi pada range pengambilan sampel

hasil goreng dengan waktu aktual perputaran oil separator 3,68-

7,81 detik, karena pada satu titik tertentu, penurunan kadar minyak

pada bahan akan konstan.

Gambar 33. Hubungan waktu aktual perputaran oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng di

batch fryer 1.

2.) Batch fryer 2

Digunakan pelet yang memiliki kadar air 10,57 %, 10,73%

dan 12,2% dengan setting waktu perputaran oil separator 2, 3, 4, 5,

dan 6 detik. Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 16. Dari data

tersebut dianalisis hubungan kadar air pelet, hubungan waktu

setting dan waktu aktual perputaran oil separator terhadap

penurunan kadar minyak hasil goreng. Kadar air pelet berpengaruh

nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng dengan

tingkat kepercayaan 95%. Hal ini berdasarkan nilai sig. (0,00)

kurang dari nilai alfa 0,05. Masing-masing perbedaan kadar air

pelet 10,57%, 10,73% dan 12,2% berpengaruh nyata terhadap

y = 1,406x + 10,76R² = 0,846

13,00

15,00

17,00

19,00

21,00

23,00

2 3 4 5 6 7 8 9

pe

nu

run

an k

adar

min

yak

(%)

waktu aktual perputaran oil separator (s)

73

penurunan kadar minyak hasil goreng setelah mengalami proses

pemisahan minyak.

Waktu setting perputaran oil separator berpengaruh nyata

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng dengan tingkat

kepercayaan 95% karena nilai sig. (0,00) kurang dari nilai alfa

0,05. Semakin lama waktu perputaran oil separator, maka semakin

banyak penurunan kadar minyak hasil goreng. Setting waktu

perputaran oil separator 2 dan 3 detik tidak berbeda nyata terhadap

penurunan kadar minyak hasil goreng. Begitu juga pada setting 4

dan 5 detik waktu perputaran oil separator tidak berbeda nyata

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng. Namun pada

setting waktu perputaran oil separator 2, 4 dan 6 detik berpengaruh

nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng. (Lampiran

17).

Hubungan waktu aktual perputaran oil separator terhadap

penurunan kadar minyak dapat terlihat pada Gambar 34.

Hubungan tersebut dipisahkan per kadar air pelet yang berbeda,

karena berdasarkan analisis data sebelumnya (Lampiran 17),

masing-masing kadar air berbeda nyata mempengaruhi penurunan

kadar minyak hasil goreng. Hubungan linear ini hanya terjadi pada

range pengambilan sampel hasil goreng dengan waktu aktual

perputaran oil separator 6,39-12,13 detik, karena pada satu titik

tertentu, penurunan kadar minyak pada bahan akan konstan.

74

Gambar 34. Hubungan waktu aktual perputaran oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng di

batch fryer 2

Selain faktor kadar air dan perputaran oil separator, terdapat faktor-

faktor lain yang menyebabkan kelebihan serapan minyak pada hasil

goreng. Gambar 35 menunjukkan faktor-faktor menyebabkan kelebihan

serapan minyak pada hasil goreng di batch fryer 1 dan 2.

Berdasarkan Gambar 35, faktor ketidakdisiplinan operator dan

kurang terlatihnya operator mempengaruhi kelebihan serapan pada hasil

goreng. Operator yang tidak disiplin mengubah setting waktu batch fryer

untuk mempersingkat waktu proses. Dalam kasus ini di lapangan terjadi

operator yang mengubah setting waktu perputaran oil separator menjadi

lebih singkat agar lebih banyak hasil goreng yang dihasilkan. Operator

yang kurang terlatih dan kurang berpengalaman dalam menentukan

kelayakan uji goreng untuk pelet yang siap digoreng dapat menyebabkan

hasil goreng yang memiliki kadar minyak yang tinggi. Adanya kurang

komunikasi antar tingkat pekerjan antara proses, dapat menyebabkan

masalah. Pada praktiknya banyak hal-hal yang diatur dalam instruksi kerja

produksi, tidak diketahui dan dipahami dengan baik.

y = 0,963x + 14,37R² = 0,924

y = 0,612x + 20,46R² = 0,914

y = 0,732x + 16,57R² = 0,911

20,00

21,00

22,00

23,00

24,00

25,00

26,00

27,00

28,00

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

pe

nu

run

an k

adar

min

yak

has

il go

ren

g

waktu aktual perputaran oil separator (s)

Ka 10,57%

Ka 10,73%

Ka 12,2%

Linear (Ka 10,57%)

Linear (Ka 10,73%)

Linear (Ka 12,2%)

75

Gambar 35. Diagram Ishikawa faktor penyebab kelebihan serapan

minyak pada hasil goreng di batch fryer 1 dan 2

Faktor metode yang mempengaruhi adalah uji pelet yang akan

digoreng. Kecukupan proses pengeringan kedua berdasarkan uji goreng,

yaitu mencoba segenggam pelet untuk digoreng, jika hasil goreng tersebut

sudah memenuhi standar, maka proses pengeringan kedua dihentikan.

Namun uji goreng tersebut tidak dapat mewakili proses penggorengan

sepenuhnya, sehingga dapat memungkinkan hasil goreng yang sebenarnya

tidak sesuai standar dan memiliki serapan minyak yang lebih banyak.

Selain itu, dengan metode seperti itu, tidak dapat dipastikan pelet sudah

mencapai kadar air standar.

Tingginya loss minyak goreng

Manusia Metode

Material Mesin

Ketidakhati-

hatian

ketidakdisiplinan

pelet

Kadar air

fryer

suhu

Uji pelet siap

goreng

Oil separator

Setting waktu

Minyak goreng

kualitas

76

Faktor material yang berpengaruh adalah pelet dan minyak goreng

yang digunakan. Kualitas minyak goreng akan mempengaruhi tingkat

penyerapan minyak dalam produk pangan. Tegangan permukaan antara

minyak goreng dan bahan pangan tinggi saat minyak yang digunakan

merupakan fresh oil. Selama penggorengan berulang, polaritas minyak

meningkatkan akibat proses pemanasan sehingga tegangan permukaan

antara minyak goreng dan bahan pangan yang digoreng menurun.

Penyerapan minyak akan meningkat dengan semakin banyak

penggorengan berulang (Pokorny, 1999). Pelet yang digunakan sebagai

bahan yang akan digoreng juga mempengaruhi penyerapan minyak pada

hasil goreng. Kadar air pelet yang terlalu tinggi akan menyebabkan

serapan minyak yang tinggi.

Faktor mesin yang mempengaruhi adalah mesin oil separator dan

wajan penggoreng. Semakin lama waktu perputaran oil separator, maka

semakin rendah kadar minyak hasil gorengan, semakin singkat waktu

perputaran oil separator, maka semakin tinggi kadar minyak. Menurut

Albabakani (2008), dengan waktu penggorengan namun digunakan suhu

penggorengan yang lebih tinggi, akan menghasilkan produk dengan kadar

minyak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk yang digoreng

dengan suhu penggorengan yang lebih rendah.

5. Minyak yang Tumpah di Saluran Saringan Oil Separator.

Oil separator pada batch fryer 3 seringkali mengalami kerusakan.

Kerusakan tersebut menyebabkan banyak hasil goreng yang terbawa ke

saluran saringan oil separator. Banyaknya hasil goreng yang terbawa

menyebabkan tersumbatnya saluran pompa aliran minyak ke wajan yang

menyebabkan minyak pada kotak penampungan minyak tumpah. Sehingga

karena adanya kerusakan ini, banyak hasil goreng yang terbuang.

Hasil goreng yang tumpah tersebut dianalisis kadar minyak yang

terserap sehingga diperoleh jumlah minyak yang terbuang. Kadar minyak

hasil goreng yang terbuang tersebut sebesar 63,48%. Tabel 11

menunjukkan banyaknya hasil goreng yang terbuang (waste) dan jumlah

minyak yang terbuang.

77

Tabel 11. Data waste akibat oil separator pada batch fryer 3

Tanggal Shift Jumlah waste Jumlah minyak

09-Jun 1 37,56 23,84

2 25,86 16,42

3 39,2 24,88

10-Jun 1 38 24,12

2 19,26 12,23

3 32 20,31

11-Jun 1 59,6 37,83

2 16,4 10,41

3 35,6 22,60

12-Jun 1 21,11 13,40

2 8,4 5,33

3 27,2 17,27

13-Jun 1 46,3 29,39

2 25,7 16,31

3 30,2 19,17

14-Jun 1 51,8 32,88

2 15,64 9,93

3 30,5 19,36

Total 560,33 355,70

D. Menyusun Langkah-Langkah Perbaikan

Setelah meneliti faktor utama yang menyebabkan masalah loss minyak

goreng, maka akan diteliti langkah perbaikan yang akan dilakukan.

Berdasarkan analisis Diagram Pareto, faktor yang paling berpengaruh

terhadap loss minyak goreng adalah kelebihan serapan minyak pada hasil

goreng yang terjadi pada batch fryer 1 dan 2 serta banyaknya waste hasil

goreng pada batch fryer 3 sehingga banyak minyak yang terbuang.

Kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator berpengaruh

terhadap kadar minyak, maka perlu diketahui waktu perputaran oil separator

berputar untuk menghasilkan hasil goreng dengan kadar minyak sesuai

standar. Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak perusahaan, akan ditetapkan

standar kadar minyak hasil goreng sebesar 14% dan kadar air pelet 10,5-

11,5%.

78

Gambar 36. Kurva regresi linear hubungan kadar air pelet terhadap kadar

minyak hasil goreng sebelum pemisahan minyak di batch fryer 1

Dari kurva regresi linear tersebut diperoleh persamaan y = 3,424x –

3,310. Hubungan linear ini hanya terjadi pada range penambilan sampel pelet

dengan kadar air 10,50%-12,44%, karena pada satu titik tertentu, kadar

minyak pada bahan akan konstan, yaitu pada saat titik penyerapan minyak

maksimal. Pelet dengan kadar air 10,5-11,5% akan menghasilkan kadar

minyak hasil goreng sebelum pemisahan minyak pada batch fryer 1 sebesar

32,64-36,07%. Untuk menghasilkan kadar minyak hasil goreng setelah

pemisahan minyak maka diperlukan penurunan kadar minyak sebesar 18,64-

22,07%.

Gambar 37. Kurva regresi linear hubungan waktu aktual perputaran oil

separator terhadap penurunan minyak hasil goreng di batch

fryer 1

y = 3,424x - 3,310R² = 0,957

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

10 10,5 11 11,5 12 12,5 13

Kad

ar m

inya

k se

be

lum

pro

ses

pe

mis

ahan

min

yak

(%)

Kadar air pelet (%)

y = 1,386x + 10,93R² = 0,844

131415161718192021222324

2 3 4 5 6 7 8 9pe

nu

run

an k

adar

min

yak

(%)

waktu aktual perputaran oil separator (s)

79

Dari kurva regresi linear pada Gambar 37, diperoleh persamaan y =

1,386x + 10,93. Hubungan linear ini hanya terjadi pada range pengambilan

sampel hasil goreng dengan waktu aktual perputaran oil separator 3,68-7,81

detik, karena pada satu titik tertentu, penurunan kadar minyak pada bahan

akan konstan. Untuk memperoleh penurunan kadar minyak sebesar 18,64-

22,07%, diperlukan waktu aktual perputaran oil separator sebesar 5,56-8,04

detik. Karena adanya perbedaan waktu setting dengan waktu aktual oil

separator di batch fryer 1. Maka dengan waktu aktual 5,56-8,04 detik, akan

dicapai dengan waktu setting 4 detik.

Gambar 38. Kurva regresi linear hubungan kadar air pelet terhadap kadar

minyak hasil goreng sebelum pemisahan minyak di batch fryer 2

Persamaan regresi liner dari Gambar 38 diperoleh persamaan y =

1,685x – 20,15. Hubungan linear ini hanya terjadi pada range penambilan

sampel pelet dengan kadar air 10,62%-12,37%, karena pada satu titik tertentu,

kadar minyak pada bahan akan konstan, yaitu pada saat titik penyerapan

minyak maksimal. Pada batch fryer 2, pelet dengan kadar air 10,5-11,5%

akan menghasilkan kadar minyak hasil goreng sebelum pemisahan minyak

sebesar 37,84-39,53%. Untuk menghasilkan kadar minyak 14%, diperlukan

penurunan kadar mimyak sebesar 23,84-25,53%.

Berdasarkan kurva regresi linear pada Gambar 39, persamaan regresi

linear y = 0,963x + 14,37 untuk kadar air pelet 10,57% dan y = 0,732x +

16,57 untuk kadar air pelet 12,2%. Hubungan linear ini hanya terjadi pada

range pengambilan sampel hasil goreng dengan waktu aktual perputaran oil

y = 1,685x + 20,15R² = 0,869

37,0037,5038,0038,5039,0039,5040,0040,5041,0041,5042,00

10,50 11,00 11,50 12,00 12,50Kad

ar m

inya

k se

be

lum

pro

ses

pe

mis

ahan

min

yak

(%)

Kadar air pelet (%)

80

separator 6,39-12,13 detik, karena pada satu titik tertentu, penurunan kadar

minyak pada bahan akan konstan. Berdasarkan persamaan linear yang

diperoleh, untuk memperoleh penurunan kadar minyak 23,84-25,53%,

diperlukan waktu aktual perputaran oil separator sebesar 9,83-12,24 detik.

Karena adanya perbedaan waktu setting dengan waktu aktual oil separator di

batch fryer 2, maka dengan waktu aktual 9,83-12,24 detik, akan dicapai

dengan waktu setting 5 detik.

Gambar 39. Kurva regresi linear hubungan waktu aktual perputaran oil

separator terhadap penurunan minyak hasil goreng di batch

fryer 2

Waktu perputaran aktual oil separator tidak sesuai dengan waktu

setting alat, sehingga pada saat proses produksi berlangsung, kadar minyak

hasil goreng dapat berubah. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan mesin

oil separator untuk penyesuaian waktu aktual dengan waktu setting mesin oil

separator. Suhu penggorengan juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi, maka setting suhu yang sudah distandarisasi juga tidak boleh

untuk diubah. Oil separator pada batch fryer 3 perlu diperbaiki karena akibat

kerusakannya, banyak waste hasil goreng terbuang sehingga minyak goreng

juga ikut terbuang. Selain itu, perlu diperlukan metode untuk mengukur kadar

air siap goreng, jika tidak memungkinkan untuk pengukuran dengan alat

analisis, maka diperlukan standar organoleptik pelet. Operator tidak

diperbolehkan mengubah setting mesin yang sudah distandarisasi.

y = 0,963x + 14,37R² = 0,924

y = 0,732x + 16,57R² = 0,911

20,00

21,00

22,00

23,00

24,00

25,00

26,00

27,00

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

pe

nu

run

an k

adar

min

yak

has

il go

ren

g

waktu aktual perputaran oil separator (s)

Ka 10,57%

Ka 12,2%

Linear (Ka 10,57%)

Linear (Ka 12,2%)

81

Dari faktor material minyak, perlu dipastikan keseragaman kualitas

minyak goreng. Diperlukan penelitian lebih mendalam untuk menstandarisasi

kualitas minyak goreng yang telah dipakai berulang untuk dicampur dengan

minyak baru, yaitu dengan mengatur frekuensi penambahan minyak. Dalam

menyusun semua langkah yang akan dilakukan, sebaiknya semua pekerja dari

semua tingkat diikut sertakan agar langkah perbaikan yang akan dijalankan

dapat dilakukan dengan baik.

E. Melaksanakan Langkah Perbaikan dan Mengadakan Evaluasi Hasil

Perbaikan

Pada kegiatan magang yang telah dilakukan, tahap pelaksanaan belum

dapat dilakukan. Jika langkah perbaikan telah dilaksanakan, maka harus

dilakukan evaluasi hasil dari tindakan perbaikan tersebut. Tahap evaluasi

dilakukan untuk menilai keefektifan tindakan perbaikan yang dilakukan.

Evaluasi yang dilakukan dapat menggunakan analisis diagram Pareto.

Pengambilan data untuk evaluasi harus menggunakan waktu yang sama pada

saat pengambilan waktu awal.

F. Mencegah Keterulangan Masalah

Tindakan yang perlu dilakukan untuk mencegah keterulangan masalah

antara lain dengan melakukan revisi standar operasi, inspeksi dan peraturan

bila dirasakan perlu.

G. Mencatat Masalah yang Belum Terselesaikan

Jika masih terdapat masalah yang belum terpecahkan, maka perlu

dicatat untuk rencana perbaikan berikutnya.

82

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Permasalahan yang ditelusuri adalah tingginya loss minyak goreng pada

proses pembuatan Taro. Loss minyak goreng yang dimaksud adalah banyaknya

minyak goreng yang tidak tercatat penggunaannya pada sistem saat proses

produksi sehingga dianggap sebagai bahan yang hilang selama proses produksi

dan dihitung sebagai kerugian perusahaan. Observasi awal yang dilakukan

adalah observasi langsung pada proses produksi dengan mempelajari proses

penggorengan secara spesifik.

Faktor penyebab masalah loss minyak goreng pada proses produksi Taro

meliputi : minyak yang tercecer di bawah sela-sela oil separator, kelebihan

serapan minyak ke produk, adanya minyak yang tumpah dari kotak oil

separator, banyaknya BS (bad stock) hasil goreng, serapan minyak pada ampas

filter, minyak yang tercecer di bawah tangki filter karena ada pipa bocor,

terjadi overweight pada proses pengemasan, banyaknya hasil gorengan

terbuang di saluran penyaring oil separator, dan rejected minyak goreng. Rata-

rata sebanyak 46,51 kg minyak per hari terbuang dari ketiga batch fryer karena

adanya minyak tercecer di bawah sela-sela oil separator. Pada saat produksi

berjalan penuh, kelebihan serapan minyak hasil goreng dapat menyebabkan

loss minyak sebesar 244,15 kg dalam sehari. Terdapat sebanyak 1048,50 kg

minyak goreng yang hilang karena kelebihan berat saat pengisian produk ke

dalam kemasan selama Februari 2010 dan sebanyak 1356,08 kg selama bulan

Maret 2010.

Berdasarkan analisis Diagram Pareto, faktor penyebab yang paling

berpengaruh terhadap loss minyak goreng adalah kelebihan serapan minyak

pada hasil goreng di batch fryer 1 dan 2. Kelebihan serapan minyak pada hasil

goreng, yaitu sebesar 81,06% dari total semua penyebab di proses

penggorengan batch fryer 1 dan 73,79% pada batch fryer 2. Pada batch fryer

3, faktor yang paling berpengaruh adalah minyak yang tumpah pada saluran

saringan oil separator di batch fryer 3 sebesar 83,89% dari total semua

penyebab di proses penggorengan batch fryer 3. Kadar air pelet berpengaruh

83

nyata terhadap kadar minyak hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak

di batch fryer 1 dan 2 pada tingkat kepercayaan 95% dengan analisis ANOVA.

Semakin tinggi kadar air pelet, maka semakin tinggi kadar minyak hasil goreng

sebelum proses pemisahan minyak sampai pada batas maksimal penyerapn

minyak pada bahan.

Pada batch fryer 1 karakteristik pelet dengan kadar air 10,6 % dan

10,92% tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil

goreng, namun waktu perputaran oil separator memiliki pengaruh nyata

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng. Pada batch fryer 2

karakteristik pelet dengan kadar air 10,57%, 10,73% dan 12,2% berpengaruh

nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng setelah mengalami

proses pemisahan minyak. Selain itu, waktu setting perputaran oil separator

juga berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng.

Ditemukan fakta bahwa waktu setting perputaran oil separator berbeda

dengan waktu aktualnya.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, dengan kadar air pelet 10,5-11,5%

dan kadar minyak target hasil goreng sebesar 14% dapat dicapai dengan

waktu aktual perputaran oil separator 5,56-8,04 detik pada batch fryer 1 dan

9,83-12,24 detik pada batch fryer 2. Upaya mengurangi loss minyak goreng

yaitu dengan mengatasi masalah kelebihan serapan minyak goreng pada batch

fryer 1 dan 2 serta mengatasi kerusakan oil separator pada batch fryer 3.

Selain itu diperlukan keseragaman kadar air pelet dan kualitas minyak goreng

yang digunakan pada saat proses penggorengan. Selain itu perlu ditingkatkan

kedisplinan operator agar tidak mengubah setting mesin batch fryer.

B. Saran

Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian untuk mempertahankan

dan meningkatkan mutu produk, yaitu :

1. Perlu diadakan kelompok kendali mutu atau tim mutu yang bertujuan

untuk melakukan kegiatan pengendalian dan peningkatan mutu yang

melibatkan karyawan, mengingat sangat kurangnya kelancaran komunikasi

antara karyawan dalam proses produksi.

84

2. Diperlukan peninjauan spesifikasi dan standarisasi proses produksi yang

telah ada agar relevan dengan kondisi proses dan kapabilitas mesin

produksi.

3. Pelatihan karyawan mengenai proses produksi agar setiap karyawan yang

berkaitan dengan proses produksi dapat melaksanakan dengan baik

tugasnya dan sosialisasi instruksi kerja masing-masing tahapan proses

produksi.

4. Terus diupayakan usaha untuk meminimalisasi loss bahan yang terjadi.

Selain itu, selama kegiatan magang berlangsung, masih terdapat masalah

lain yang harus diperhatikan pihak perusahaan untuk meningkatkan mutu

produk, yaitu :

1. Ketidakseragaman adonan hasil pemasakan

2. Hasil pemotongan pelet yang tidak sesuai

3. Ketidakseragaman proses pengeringan pelet untuk proses penggorengan

4. Ketidakseragaman perisa pada proses seasoning

5. Sanitasi udara seluruh proses produksi, mulai dari gudang bahan baku

sampai gudang penyimpanan produk akhir

6. Overweight pada proses pengemasan

85

DAFTAR PUSTAKA

Albabakani DMI. 2008. Memetakan faktor-faktor yang mempengaruhi

penyerapan minyak pada proses penggorengan kacang salut [skripsi].

Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

[AOCS] American Oil Chemists’ Society. 1987. Official and Tentative Methods

of The American Oil Chemists’ Society. Ed ke-3. Champaign, Illinois:

AOCS.

Banks DE, Lusas EW. 2001. Oils and indutrial frying. Di dalam: Lusas EW,

Rooney LW, editor. Snack Food Processing. Boca Raton: D.C: CRC Press.

Besterfield DH. 1990. Quality Control. New Jersey: Prentice Hall, CL.

Blumenthal MM. 1996. Frying technology. Di dalam: Hui YH, editor. Bailey’s

Industrial Oil and Fat Products Vol 3. Ed ke-5. New York : John Willey

and Sons, Inc.

Choe E, Min DB. 2007. Chemistry of deep fat-frying oils. Journal of Food

Science 72:5

Crocker OL, Charney S, Chiu, JSL. 2007. Gugus Kendali Mutu. Anassidik,

penerjemah. Jakarta : Bumi Aksara. Terjemahan dari: Quality Circle.

Dana D, Saguy S. 2003. Review : mechanism of oil uptake during deep-fat frying

and the surfactant effect-theory and myth. Advances in Colloid and

Interface Science. Boca Raton: CRC Press.

Djatmiko B, Enie AB. 1995. Proses Penggorengan dan Pengaruhnya terhadap

Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak. Bogor: Agro Industri Press.

[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1992. Gula. SNI 10-3140-1992.

[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1994. Tapioka. SNI 01-3451-1994.

[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Minyak Goreng. SNI 01-3741-1995.

[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 2000. Terigu. SNI 01-3751-2000.

Fellows P. 2000. Food Procesing Technology : Principles and Practices. Ed ke-2.

Boca Raton: CRC Press.

Gale T. 2006. Baking Powder. www.madehow.com. [18 Juli 2010].

Gasperz V. 2001. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Hawson H. 1995. Foods and Oils Fat : Technology, Utilization and Nutrition.

New York: Chapman and Hall.

Hellriegel D, Jackson, SE, Slocum JW. 2002. Management: A Competency Based

Approach. Canada: South Western Thomson Learning.

Hubeis M, Kadarisman D. 2007. Pengendalian Mutu pada Industri Pangan.

Jakarta: Universitas Terbuka.

Ishikawa K. 1982. Guide to Quality Control. New York: Quality Resources.

86

Juran JM. 1995. Kepemimpinan Mutu. Nugroho E, penerjemah. Jakarta: PT

Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dari : Juran of Leadership for

Quality.

Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Lucas EW. 2001. Overview. Di dalam: Lusas EW, Rooney LW, editor. Snack

Food Processing. Boca Raton: CRC Press.

Matz SA. 1997. Snack Food Technology. Texas: Pan-Tech International, Inc.

Mellema, M. 2003. Mechanism and reduction of fat uptake in deep-fat fried foods.

Trends in Food Science and Technology 14:164-373.

Moreira RG, Xiuzhi S, Youhong C. 1997. Factors affecting oil uptake in tortila

chips in deep-fat frying. Journal of Food Engineering 31:485-498.

Muhandri T, Kadarisman D. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor:

IPB Press.

Nagao S. 2001. Japanese snack food. Di dalam: Lusas EW, Rooney LW, editor.

Snack Food Processing. Boca Raton: CRC Press

Pokorny J. 1999. Change of nutrient at frying suhues. Di dalam: Bouskous D,

Elmadfa I, editor. Frying of Food : Oxidation, nutrient antioxidants,

biologycally Active Compounds and High Suhues. Lancaster: Technomic

Publishing Co. Inc. hlm. 60-84.

Pomeranz Y, Shellenberger JA. 1971. Bread Science and Technology. Westport,

Connecticut: The Avi Publishing Co. Inc.

Pongsawatmanit R, Thanasukarn P, Ikeda S. 2002. Effect of sucrose on RVA

viscosity parameters, water activity and freezable water fraction of cassava

ctarch suspensions. Science Asia 28 :129-134

Robertson CJ. 1967. The practices of deep fat frying. J. Food Technology. 21:34-

36.

Serena. 1996. Pengaruh suhu dan lama penggorengan tehadap kerusakan minyak

goreng komersial [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

SII. 1972. Standar Industri Minyak Goreng. Balai Penelitian Kimia, Departemen

Perindustrian. Bogor

Sunaryo M. 2006. Mempelajari pengaruh kadar air terhadap karakteristik mutu

dan minimalisasi waste selama proses produksi snack Taro di PT Rasa Mutu

Utama, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Suratno YD. 1995. Mempelajari aspek teknologi pangan di perusahaan makanan

ringan PT Intranesia Bina Citra, Tangerang. [Laporan Praktek Lapang].

Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sutalaksana I. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Bandung.

87

Syarief R, Santausa S, Isyana B. 1989. Buku dan Manograf Teknologi

Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. Bogor: PAU

Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

www.unilever.com

Yustica H. 1997. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi minyak selama

penggorengan keripik sagu. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ziaiifar AM. 2008. Oil absorption during deep-fat frying : mechanisms an

important factors [tesis]. Paris: l’Institut des Sciences et Indutries du Vivant

et de l’Environment.

88

Lampiran 1. Persyaratan mutu tepung terigu (SNI 01-3751-2000)

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bentuk - serbuk

1.2 Bau - normal (bebas dari bau asing)

1.3 Rasa - normal (bebas dari bau asing)

1.4 Warna - putih, khas terigu

2 Benda asing - tidak boleh ada

3 Serangga dalam bentuk

stadia dan potongan - tidak boleh ada

yang tampak

4

Kehalusan, lolos

ayakan - min 95%

212 milimikron

5 Air %, b/b maks 14,5%

6 Abu %, b/b maks 0,6%

7 Protein (Nx5,7) %, b/b min 7,0%

8 Keasaman mg KOH/100g maks 50/100g contoh

9 Falling number detik min. 300

10 Besi (Fe) mg/kg min 50

11 Seng (Zn) mg/kg min 30

12 Vitamin B1 (thiamin) mg/kg min 2,5

13

Vitamin B2

(riboflavin) mg/kg min 4

14 Asam folat m/kg min 2

15 Cemaran logam

15.1 Timbal (Pb) mg/kg maks 1,10

15.2 Raksa (Hg) mg/kg maks 0,05

15.3 Tembaga (Cu) mg/kg maks 0,5

16 Cemaran arsen mg/kg maks 0,5

17 Cemaran mikroba

17.1 Angka lempeng total koloni/g maks 106

17.2 E.coli APM/g maks 10

17.3 Kapang koloni/g maks 104

89

Lampiran 2. Persyaratan mutu tapioka (SNI 01-3451-1994)

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II Mutu III

1 Kadar air (b/b) % maks.15 maks.15 maks. 15

2 Kadar abu (b/b) % maks. 0,60 maks. 0,60 maks.0,60

3 Serat dan benda asing (b/b) % maks. 0,60 maks. 0,60 maks.0,60

4 Derajat putih (BaSO4=100%) % min 94,5 min.92,0 < 92

5 Kekentalan 0Engler 03-Apr 2,5-3 <2,5

6 Derajat asam ml IN NaOH/100g maks.3 maks.3 maks.3

7 Cemaran logam

*Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0 maks. 1,0 maks. 1,0

*Tembaga (Cu) mg/kg maks. 10,0 maks. 10,0 maks. 10,0

*Seng (Zn) mg/kg maks. 40 maks. 40 maks. 40

*Raksa (Hg) mg/kg maks 0,05 maks 0,05 maks 0,05

8 Arsen (As) mg/kg maks. 0,5 maks. 0,5 maks. 0,5

9 Cemaran mikroba

*Angka Lempeng Total koloni/g maks. 1,0x106 maks .1,0x10

6 maks. 1,0x10

6

*E.coli koloni/g maks. 10 maks. 10 maks. 10

*Kapang koloni/g maks. 1,0x104 maks. 1,0x10

4 maks. 1,0x10

4

90

Lampiran 3. Persyaratan mutu minyak goreng (SNI 01-3741-1995)

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau - normal

1.2 Rasa - normal

2 Air % b/b maksimum 0,30

3 Asam lemak bebas % b/b maksimum 0,30

(dihitung sebagai asam

laurat)

4 Minyak pelikan - tidak ternyata

5 Bahan tambahan makanan sesuai SNI 01-0222-1995

dan Peraturan Menkes

No. 722/Menkes/Per/IX.88

6 Cemaran logam

6.1 Besi (Fe) mg/kg maksimum 1,5

6.2 Timbal (Pb) mg/kg maksimum 0,1

6.3 Tembaga (Cu) mg/kg maksimum 0,1

6.4 Seng (Zn) mg/kg maksimum 40,0

6.5 Raksa (Hg) mg/kg maksimum 0,05

6.6 Timah (Sn) mg/kg maksimum 40/250*

7 Arsen (As) mg/kg maksimum 0,1

91

Lampiran 4. Persyaratan mutu gula pasir (SNI 10-3140-1992)

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau - normal

1.2 Rasa - normal

2

Warna (nilai remisi yang

direduksi) % b/b minimal 53

3 Besar jenis butir mm 0,8-1,2

4 Air % b/b maksimum 0,10

5 Sakarosa % b/b minimal 99,3

6 Gula pereduksi % b/b maksimum 0,1

7 Abu % b/b maksimum 0,1

8 Benda asing tidak larut derajat maksimum 5

9 Bahan tambahan makanan

*Belerang dioksida (S02) mg/kg maksimum 20

10 Cemaran logam

Timbal (Pb) mg/kg maksimum 2,0

Tembaga (Cu) mg/kg maksimum 2,0

Seng (Zn) mg/kg maksimum 40,0

Raksa (Hg) mg/kg maksimum 0,03

Timah (Sn) mg/kg maksimum 40,0

11 Arsen (As) mg/kg maksimum 0,1

92

Tanggal Batch Waktu Kadar Berat Berat minyak Berat minyak Berat total Berat total minyak Rata-rata Rata-rata Rata-rata

Fryer pengambilan minyak goreng (A) (kg) dari A (kg) tercecer (B) (kg) minyak tercecer (kg) tercecer per jam (kg) per jam (kg) per shift (kg) per hari (kg)

18-Mar 1 190 menit 0,4636 2,36 1,09 0 1,09 0,3442 0,3442 2,0652 6,1956

2 105 menit 0,6109 1,7 1,04 0,372 1,41 0,8057 0,8057 4,8342 14,5026

3 280 menit 0,5507 5,94 3,27 3,92 7,19 1,5407 1,5407 9,2442 27,7326

19-Mar 1 140 menit 0,3874 1,56 0,6043 0 0,6043 0,259 0,2085 1,2512 2,5024

120 menit 0,3973 0,82 0,3257 0 0,3257 0,1628

70 menit 0,3603 0,66 0,2378 0 0,2378 0,2038

2 140 menit 0,5238 2,62 1,3722 0,6493 2,0215 0,8664 0,6524 3,9142 11,7426

120 menit 0,5664 1,5 0,8495 0,1959 1,0454 0,5227

70 menit 0,4951 1,1 0,5446 0,1181 0,6627 0,568

3 90 menit 0,6006 1,34 0,8048 1,146 1,9508 1,3005 1,5882 9,5294 28,5882

90 menit 0,6494 1,7 1,1039 1,4982 2,6021 1,7347

70 menit 0,599 1,73 1,0363 0,9815 2,0178 1,7295

23-Mar 1 120 menit 0,2422 1 0,2422 0 0,2422 0,1211 0,3364 2,0184 4,0368

105 menit 0,2627 1,16 0,3047 0 0,3047 0,1741

2 120 menit 0,5826 2,28 1,3282 0,0997 1,4279 0,714 1,0695 6,4172 19,2516

150 menit 0,4711 2,86 1,3472 0,0257 1,3729 0,6582

3 110 menit 0,5744 3,1 1,7806 1,5862 3,3668 1,8364 1,8967 11,3802 34,1406

150 menit 0,5347 3,88 2,0744 2,8181 4,8925 1,957

Lampiran 5. Data minyak dan hasil gorengan yang tercecer di bawah oil separator

Berat minyak dari A = kadar minyak x A

Berat total minyak tercecer = berat minyak dari A + B

Berat total minyak tercecer per jam = 60 menit/waktu pengambilan x berat total minyak tercecer

Rata-rata per shift = rata-rata per jam x 6 * 6 adalah rata-rata operasi batch fryer per shift

Rata-rata per hari = rata-rata per shift x 3 * 3 adalah jumlah shift per hari

93

Lampiran 6. Data kadar minyak bulan Februari 2010

SHIFT 1 SHIFT 2 SHIFT 3

Tanggal BF 1 BF 2 BF 3 BF 1 BF 2 BF 3 BF 1 BF 2 BF 3

sample Analisis (%)

Fat

(%)

Fat

(%)

Fat

(%)

Fat

(%)

Fat

(%)

Fat

(%)

Fat

(%)

Fat

(%)

Fat

1 01.02.10 15,96 18,30 19,51 17,07 16,13 16,40 20,37 15,41 16,77

2 02.02.10 17,68 11,44 15,35 15,95 9,47 16,93 15,83

3 03.02.10 16,07 19,26 14,43 14,49 15,13 15,14 14,20 19,61 12,15

4 04.02.10 18,91 19,25 19,66 14,18 17,08 19,23 12,27

5 05.02.10 20,72 15,93 14,20 21,32 11,78 14,41 18,19 13,74 14,40

6 06.02.10 21,35 10,91 13,02 14,26 15,44 13,71 19,01 14,67 14,03

7

8 08.02.10 17,02 15,84 18,39 18,85 16,53 15,83 14,86 11,55

9 09.02.10 16,68 19,63 15,92 14,67 18,94 14,29 16,17 10,64

10 10.02.10 19,84 14,68 9,82 19,68 19,73 12,46 17,04 12,84

11 11.02.10 15,04 14,76 17,58 12,41 12,97 18,92 8,67

12 12.02.10 14,05 10,75 10,91 12,97 15,51

13 13.02.10 22,49 13,47 19,59 18,22 15,63

14

15 15.02.10 19,33 16,41 13,07 14,62 14,80 13,43 15,83 12,75 15,48

16 16.02.10 17,32 17,14 17,72 17,44 20,78 13,83

17 17.02.10 15,72 15,32 9,94 17,33 11,96 14,43 13,69

18 18.02.10 16,94 14,11 15,53 20,04 15,74 16,61 19,32 15,86

19 19.02.10 22,55 18,02 18,16 14,28

20 20.02.10 19,40 17,33

21

22 22.02.10 18,82 18,22 21,15 13,21 16,54 17,53 10,24

23 23.02.10 16,25 13,38 12,83 13,71 17,71 16,49

24 24.02.10 13,44 14,16 15,55 10,87 19,28 11,21

25 25.02.10 17,39 13,10 14,69 12,09 12,12

26 26.02.10 13,53 12,71 18,24 13,67 16,02 10,65

(sumber : QC PT Rasa Mutu Utama)

94

Tanggal Kode U

Sampel Berat sampel (g) Berat minyak (g) %Fat %Fat rata2

06-Apr F1A 1 2,041 0,451 22,10 22,96

2 2,07 0,493 23,82

F1B 1 2,045 0,344 16,82 17,52

2 2,009 0,366 18,22

F1C 1 2,059 0,349 16,95 17,86

2 2,024 0,38 18,77

F1D 1 2,011 0,372 18,50 17,69

2 2,025 0,342 16,89

08-Apr F1A 1 2,008 0,322 16,04 16,78

2 2,032 0,356 17,52

F1B 1 2,038 0,216 10,60 11,57

2 2,025 0,254 12,54

F1C 1 2,002 0,302 15,08 15,28

2 2,023 0,313 15,47

F1D 1 2,066 0,366 17,72 16,75

2 2,071 0,327 15,79

F1E 1 2,075 0,266 12,82 13,91

2 2,059 0,309 15,01

19-Apr F1A 1 2,012 0,519 25,80 25,68

2 2,023 0,517 25,56

F1B 1 2,072 0,361 17,42 17,33

2 2,013 0,347 17,24

F1C 1 2,037 0,271 13,30 13,64

2 2,062 0,288 13,97

F1D 1 2,013 0,307 15,25 15,34

2 2,009 0,31 15,43

F1E 1 2,017 0,324 16,06 16,69

2 2,003 0,347 17,32

26-Apr F1A 1 2,001 0,366 18,29 18,51

2 2,019 0,378 18,72

F1B 1 2,052 0,337 16,42 16,76

2 2,006 0,343 17,10

F1C 1 2,002 0,267 13,34 14,26

2 2,016 0,306 15,18

F1D 1 2,05 0,337 16,44 17,38

2 2,041 0,374 18,32

F1E 1 2,016 0,379 18,80 19,02

2 2,074 0,399 19,24

F1F 1 2,025 0,311 15,36 16,03

2 2,017 0,337 16,71

29-Apr F1A 1 2,003 0,298 14,88 15,10

2 2,01 0,308 15,32

F1B 1 2,047 0,301 14,70 14,40

2 2,015 0,284 14,09

F1C 1 2,089 0,413 19,77 18,56

2 2 0,347 17,35

F1D 1 2,053 0,342 16,66 18,17

2 2,038 0,401 19,68

F1E 1 2,026 0,279 13,77 14,06

2 2,014 0,289 14,35

Kadar minyak serapan

Lampiran 7a. Data kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 1

95

Tanggal Kode U

Sampel Berat sampel (g) Berat minyak (g) %Fat %Fat rata2

06-Apr F2A 1 2,017 0,28 13,88 13,89

2 2,03 0,282 13,89

F2B 1 2,013 0,303 15,05 16,20

2 2,07 0,359 17,34

F2C 1 2,03 0,351 17,29 16,74

2 2,002 0,324 16,18

F2D 1 2,014 0,303 15,04 15,55

2 2 0,321 16,05

F2E 1 2,046 0,227 11,09 11,86

2 2,061 0,26 12,62

F2F 1 2,001 0,299 14,94 14,84

2 2,063 0,304 14,74

08-Apr F2A 1 2,044 0,267 13,06 13,26

2 2,014 0,271 13,46

F2B 1 2,033 0,239 11,76 12,77

2 2,06 0,284 13,79

F2C 1 2,013 0,249 12,37 12,11

2 2,043 0,242 11,85

F2D 1 2,066 0,281 13,60 13,49

2 2,063 0,276 13,38

F2E 1 2,029 0,284 14,00 15,94

2 2,068 0,37 17,89

F2F 1 2,079 0,325 15,63 16,24

2 2,006 0,338 16,85

19-Apr F2A 1 2,015 0,233 11,56 12,26

2 2,015 0,261 12,95

F2B 1 1,992 0,239 12,00 13,16

2 2,075 0,297 14,31

F2C 1 2,023 0,35 17,30 17,32

2 2,041 0,354 17,34

F2D 1 2,025 0,444 21,93 21,96

2 2,065 0,454 21,99

F2E 1 2,059 0,353 17,14 18,07

2 2,063 0,392 19,00

F2F 1 2,013 0,29 14,41 14,09

2 2,003 0,276 13,78

F2G 1 2,046 0,252 12,32 12,48

2 2,008 0,254 12,65

26-Apr F2A 1 2,018 0,3 14,87 14,98

2 2,033 0,307 15,10

F2B 1 2,007 0,382 19,03 18,63

2 2,04 0,372 18,24

F2C 1 2,036 0,249 12,23 11,94

2 2,034 0,237 11,65

F2D 1 2,028 0,353 17,41 17,73

2 2,006 0,362 18,05

F2E 1 2,075 0,356 17,16 16,89

2 2,003 0,333 16,63

F2F 1 2,033 0,251 12,35 12,79

2 2,026 0,268 13,23

29-Apr F2A 1 2,032 0,398 19,59 20,73

2 2,025 0,443 21,88

F2B 1 2,001 0,296 14,79 14,33

2 2,011 0,279 13,87

F2C 1 2,053 0,326 15,88 15,61

2 2,021 0,31 15,34

F2D 1 2,055 0,345 16,79 18,01

2 2,033 0,391 19,23

F2E 1 2,009 0,387 19,26 18,76

2 2,042 0,373 18,27

Kadar minyak serapan

Lampiran 7b. Data kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 2

96

Lampiran 8. Data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng

sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 1

Kode

Kadar air pelet

(DUPLO) Kadar minyak (ULANGAN)

sampel w.awal w.akhir % ka w sample w. Minyak % Minyak

U1A 3,037 2,702 11,03 2,027 0,743 36,66

U2A 3,074 2,736 11,00 2,011 0,754 37,49

U3A rata-rata ka 11,01 2,004 0,755 37,67

U1B 3,073 2,698 12,20 2,013 0,791 39,29

U2B 3,037 2,652 12,68 2,047 0,802 39,18

U3B rata-rata ka 12,44 2,075 0,806 38,84

U1C 3,088 2,713 12,14 2,017 0,751 37,23

U2C 3,002 2,64 12,06 2,037 0,742 36,43

U3C rata-rata ka 12,10 2,004 0,789 39,37

U1D 3,009 2,666 11,40 2,06 0,776 37,67

U2D 3,034 2,679 11,70 2,007 0,757 37,72

U3D rata-rata ka 11,55 2,019 0,731 36,21

U1E 3,07 2,734 10,94 2,013 0,69 34,28

U2E 3,033 2,718 10,39 2,029 0,646 31,84

U3E rata-rata ka 10,67 2,051 0,708 34,52

U1F 3,028 2,704 10,70 2,055 0,665 32,36

U2F 3,041 2,713 10,79 2,043 0,709 34,70

U3F rata-rata ka 10,74 2,007 0,669 33,33

U1G 3,036 2,728 10,14 2,004 0,603 30,09

U2G 3,016 2,688 10,88 2,054 0,659 32,08

U3G rata-rata ka 10,51 2,024 0,685 33,84

U1H 3,04 2,697 11,28 2,039 0,764 37,47

U2H 3,036 2,684 11,59 2,086 0,726 34,80

U3H rata-rata ka 11,44 2,06 0,729 35,39

97

Lampiran 9. Hasil statistik data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak

hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 1

Univariate Analysis of Variance

Post Hoc Tests

kadar_air

Homogeneous Subsets

Between-Subjects Factors

11,01 3

12,44 3

12,10 3

11,55 3

10,67 3

10,74 3

10,51 3

11,44 3

1

2

3

4

5

6

7

8

kadar_air

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: kadar_minyak

130,550a 7 18,650 11,974 ,000

30706,399 1 30706,399 19715,289 ,000

130,550 7 18,650 11,974 ,000

24,920 16 1,557

30861,869 24

155,470 23

Source

Corrected Model

Intercept

kadar_air

Error

Total

Corrected Total

Type I II Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,840 (Adjusted R Squared = ,770)a.

kadar_minyak

Duncana,b

3 32,0033

3 33,4633

3 33,5467

3 35,8867

3 37,2000 37,2000

3 37,2733 37,2733

3 37,6767 37,6767

3 39,1033

,170 ,124 ,104

kadar_air

10,51

10,74

10,67

11,44

11,55

11,01

12,10

12,44

Sig.

N 1 2 3

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1,557.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.a.

Alpha = ,05.b.

98

Lampiran 10. Data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng

sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 2

Kode Kadar air pelet (DUPLO) Kadar minyak (ULANGAN)

sampel w.awal w.akhir % ka w sample w. Minyak % Minyak

U1A 3,009 2,634 12,46 2,003 0,823 41,09

U2A 3,013 2,643 12,28 2,041 0,848 41,55

U3A rata-rata ka 12,37 2,036 0,818 40,18

U1B 3,043 2,678 11,99 2,009 0,74 36,83

U2B 3,027 2,687 11,23 2,052 0,726 35,38

U3B rata-rata ka 11,61 2,045 0,745 36,43

U1C 3,007 2,653 11,77 2,023 0,763 37,72

U2C 3,038 2,68 11,78 2,056 0,829 40,32

U3C rata-rata ka 11,78 2,078 0,846 40,71

U1D 3,004 2,683 10,69 2,01 0,777 38,66

U2D 3,022 2,701 10,62 2,026 0,721 35,59

U3D rata-rata ka 10,65 2,034 0,789 38,79

U1E 3,001 2,684 10,56 2,095 0,82 39,14

U2E 2,999 2,679 10,67 2,063 0,793 38,44

U3E rata-rata ka 10,62 2,083 0,802 38,50

U1F 3,048 2,676 12,20 2,027 0,819 40,40

U2F 3,053 2,68 12,22 2,073 0,855 41,24

U3F rata-rata ka 12,21 2,059 0,829 40,26

U1G 3,022 2,652 12,24 2,029 0,85 41,89

U2G 3,018 2,646 12,33 2,029 0,852 41,99

U3G rata-rata ka 12,28 2,058 0,847 41,16

U1H 3,033 2,669 12,00 2,024 0,812 40,12

U2H 3,058 2,693 11,94 2,035 0,819 40,25

U3H rata-rata ka 11,97 2,094 0,829 39,59

99

kadar_minyak

Duncana,b

3 36,2133

3 37,6800 37,6800

3 38,6933 38,6933

3 39,5833 39,5833

3 39,9867 39,9867 39,9867

3 40,6333 40,6333

3 40,9400 40,9400

3 41,6800

,086 ,225 ,145 ,138 ,069

kadar_air

11,61

10,65

10,62

11,78

11,97

12,21

12,37

12,28

Sig.

N 1 2 3 4 5

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are display ed.

Based on Ty pe III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = ,966.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.a.

Alpha = ,05.b.

Lampiran 11. Hasil statistik data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak

hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 2

Univariate Analysis of Variance

Post Hoc Tests

kadar_air

Homogeneous Subsets

Between-Subjects Factors

12,37 3

11,61 3

11,78 3

10,65 3

10,62 3

12,21 3

12,28 3

11,97 3

1

2

3

4

5

6

7

8

kadar_air

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: kadar_minyak

69,228a 7 9,890 10,237 ,000

37306,301 1 37306,301 38618,026 ,000

69,228 7 9,890 10,237 ,000

15,457 16 ,966

37390,985 24

84,685 23

Source

Corrected Model

Intercept

kadar_air

Error

Total

Corrected Total

Type I II Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,817 (Adjusted R Squared = ,738)a.

100

Fryer Setting (s) Aktual (s) rata-rata Fryer Setting (s) Aktual (S) rata-rata Fryer Setting (S) Aktual (s) rata-rata Fryer Setting (s) Aktual (s) rata-rata

1 3 4,81 4,58 1 3 4,62 4,68 1 3 4,55 4,67 1 3 4,62 4,68

4,33 4,8 4,74 4,8

4,64 4,46 4,57 4,46

4,14 4,3 4,76 4,3

4,46 5,05 4,61 5,05

4,7 4,59 4,53 4,59

4,64 4,8 4,69 4,8

4,65 4,95 4,98 4,95

4,78 4,54 4,66 4,54

4,67 4,73 4,65 4,73

2 3 6,87 7,52 2 3 10,56 9,93 2 3 7,78 7,71 2 3 10,56 9,93

6,99 9,09 7,42 9,09

8,04 10,01 7,54 10,01

7,5 9,87 7,88 9,87

7,34 10,4 7,99 10,4

7,76 9,24 7,93 9,24

7,42 9,97 7,75 9,97

7,78 10,28 7,53 10,28

7,65 10,07 7,86 10,07

7,82 9,8 7,45 9,8

3 9 9,18 9,28 3 9 11,35 11,28 3 9 12,1 11,85 3 9 11,35 11,28

9,59 11,29 12,06 11,29

9,06 11,51 11,37 11,51

9,24 11,09 11,66 11,09

9,24 11,08 11,5 11,08

9,3 11,47 11,84 11,47

9,05 10,86 11,78 10,86

9,26 11,37 12,02 11,37

9,53 11,3 11,88 11,3

9,34 11,48 12,27 11,48

Lampiran 12. Data perbandingan waktu setting dan waktu aktual perputaran oil separator

101

Lampiran 13. Hasil trial kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 1.

Ka

Waktu perputaran oil

separator Ulangan Kadar minyak (%)

(%) Setting (s) Aktual (s) Awal Akhir Penurunan

10,6 2 3,68 1 33,06 19,29 13,77

2 16,82 16,24

3 19,01 14,05

3 5,11 1 15,82 17,24

2 12,09 20,97

3 15,91 17,15

4 6,12 1 12,74 20,32

2 11,92 21,14

3 14,68 18,38

5 7,29 1 14,24 18,82

2 11,15 21,91

3 12,99 20,07

6 8,16 1 12,97 20,09

2 11,19 21,87

3 12,82 20,24

10,92 2 3,74 1 35,18 17,63 17,55

2 18,17 17,01

3 20,62 14,56

3 4,86 1 16,25 18,93

2 16,87 18,31

3 17,06 18,12

4 5,94 1 16,07 19,11

2 14,62 20,56

3 14,75 20,43

5 6,94 1 12,98 22,20

2 12,94 22,24

3 13,43 21,75

6 7,81 1 13,17 22,01

2 12,41 22,77

3 12,96 22,22

102

Between-Subjects Factors

2 6

3 6

4 6

5 6

6 6

10,6 15

10,92 15

1

2

3

4

5

waktu_setting

1

2

kadar_air

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: penurunan_kadar_miny ak

146,440a 9 16,271 9,831 ,000

11137,289 1 11137,289 6728,979 ,000

136,406 4 34,102 20,604 ,000

6,084 1 6,084 3,676 ,070

3,950 4 ,987 ,597 ,669

33,102 20 1,655

11316,832 30

179,543 29

Source

Corrected Model

Intercept

waktu_sett ing

kadar_air

waktu_sett ing * kadar_air

Error

Total

Corrected Total

Type I II Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,816 (Adjusted R Squared = ,733)a.

penurunan_kadar_minyak

Duncana,b

6 15,5300

6 18,4533

6 19,9900 19,9900

6 20,8317

6 21,5333

1,000 ,052 ,062

waktu_set ting

2

3

4

5

6

Sig.

N 1 2 3

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Ty pe III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1,655.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.a.

Alpha = ,05.b.

Lampiran 14. Hasil statistik data trial kadar air pelet dan waktu perputaran oil

separator terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada

batch fryer 1.

103

Between-Subjects Factors

3,68 3

5,11 3

6,12 3

7,29 3

8,16 3

3,74 3

4,86 3

5,94 3

6,94 3

7,81 3

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

waktu_aktual

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: penurunan_kadar_miny ak

146,440a 9 16,271 9,831 ,000

11137,289 1 11137,289 6728,979 ,000

146,440 9 16,271 9,831 ,000

33,102 20 1,655

11316,832 30

179,543 29

Source

Corrected Model

Intercept

waktu_aktual

Error

Total

Corrected Total

Type I II Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,816 (Adjusted R Squared = ,733)a.

penurunan_kadar_minyak

Duncana,b

3 14,6867

3 16,3733 16,3733

3 18,4533 18,4533

3 18,4533 18,4533

3 19,9467 19,9467

3 20,0333 20,0333

3 20,2667 20,2667

3 20,7333 20,7333

3 21,3967

3 22,3333

,124 ,074 ,067 ,056

waktu_aktual

3,68

3,74

5,11

4,86

6,12

5,94

7,29

8,16

6,94

7,81

Sig.

N 1 2 3 4

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Ty pe III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1,655.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.a.

Alpha = ,05.b.

Lampiran 15. Hasil statistik hubungan waktu aktual perputaran oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 1

Univariate Analysis of Variance

Post Hoc Tests

waktu_aktual

Homogeneous Subsets

104

Lampiran 16. Hasil trial kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 2

ka Ulangan

(%) setting (s) aktual (s) awal (%) akhir (%) penurunan (%)

10,57 2 7,9 1 35,95 17,89 18,06

2 13,70 22,25

3 10,98 24,97

3 8,93 1 12,04 23,91

2 12,48 23,47

3 13,03 22,92

4 10,34 1 11,20 24,75

2 11,79 24,16

3 11,91 24,04

5 11,47 1 11,89 24,06

2 10,55 25,40

3 11,14 24,81

6 12,13 1 9,81 26,14

2 9,31 26,64

3 9,12 26,83

10,73 2 6,39 1 38,06 13,07 24,99

2 13,44 24,62

3 14,32 22,76

3 7,69 1 13,04 25,02

2 12,33 25,73

3 13,42 24,64

4 8,74 1 11,25 26,81

2 12,22 25,84

3 11,73 26,33

5 9,7 1 10,32 27,74

2 12,27 25,79

3 12,15 25,91

6 10,95 1 11,70 26,36

2 11,49 26,57

3 10,45 27,61

12,2 2 6,49 1 40,23 19,67 20,65

2 19,33 20,99

3 17,40 22,92

3 7,93 1 18,61 21,71

2 18,88 21,44

3 18,14 22,18

4 8,59 1 17,79 22,53

2 17,71 22,61

3 16,01 24,31

5 9,56 1 16,88 23,44

2 16,68 23,64

3 15,89 24,43

6 10,84 1 15,97 24,35

2 15,98 24,34

3 15,79 24,53

waktu perputaran oil separator kadar minyak

105

Lampiran 17. Hasil statistik data trial kadar air pelet dan waktu perputaran oil

separator terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch

fryer 2.

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

10,57 15

10,73 15

12,2 15

2 9

3 9

4 9

5 9

6 9

1

2

3

kadar_air

1

2

3

4

5

waktu_setting

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: penurunan_kadar_miny ak

132,369a 14 9,455 7,224 ,000

26557,472 1 26557,472 20290,502 ,000

61,030 2 30,515 23,314 ,000

66,198 4 16,550 12,644 ,000

5,141 8 ,643 ,491 ,853

39,266 30 1,309

26729,107 45

171,635 44

Source

Corrected Model

Intercept

kadar_air

waktu_sett ing

kadar_air * waktu_setting

Error

Total

Corrected Total

Type I II Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,771 (Adjusted R Squared = ,664)a.

106

Post Hoc Tests

kadar_air

Homogeneous Subsets

waktu_setting

Homogeneous Subsets

penurunan_kadar_minyak

Duncana,b

15 22,9380

15 24,1607

15 25,7813

1,000 1,000 1,000

kadar_air

12,2

10,57

10,73

Sig.

N 1 2 3

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1,309.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 15,000.a.

Alpha = ,05.b.

penurunan_kadar_minyak

Duncana,b

9 22,4678

9 23,4467

9 24,5978

9 25,0244 25,0244

9 25,9300

,080 ,435 ,104

waktu_set ting

2

3

4

5

6

Sig.

N 1 2 3

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Ty pe III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1,309.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.a.

Alpha = ,05.b.