SKRIPSI ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ...repo.stikesicme-jbg.ac.id/87/1/Skripsi_Ratu.pdfSKRIPSI...
Transcript of SKRIPSI ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ...repo.stikesicme-jbg.ac.id/87/1/Skripsi_Ratu.pdfSKRIPSI...
SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA PADA LANSIA
(Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang)
ANIS SA’ADAH 13.321.0219
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
2017
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN
PENYAKIT ASMA PADA LANSIA
(Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikam pendidikan pada Program Studi S1
Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang
ANIS SA’ADAH 13.321.0219
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2017
ii
iii
iv
vi
“MOTTO”
Saat Allah Takdirkan Bahagia Untukmu
Tiada Siapapun Yang Dapat Menariknya Darimu
Saat Harimu Terluka
Tiada Siapapun Yang Mampu Menyembuhkannya Melainkan Allah
Aku Berjuang Hanya Untuk Dua Hal
Orag Tua Yang Harus Bahagia Di Masa Tua
Dan Cinta Yang Akan Mendampingiku Selamanya
.
By
Ratu Anissa
vii
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, ku persembahkan
karya kecilku ini untuk orang-orang yang kusayangi :
1. Bapak dan Ibu tercinta, motivator terbesar dalam hidupku yang tak pernah
jenuh mendo'akan dan menyayangiku, atas semua pengorbanan dan
kesabaran mengantarku sampai kini. Tak pernah cukup ku membalas cinta
Bapak dan Ibu padaku.
2. Untuk Mbakku tersayang Fifin Rohmawati yang senantiasa memberikan
dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi
3. Untuk pembimbing Skripsi Ibu Hindyah Ike S, S,Kep.Ns.,M.Kep dan Ibu
Dwi Prasetyaningati S.Kep.Ns.,M.Kep terima kasih atas bimbingan yang
diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
4. Saudara kos CANDY terimakasih untuk segala semangat dan motivasi.
kalian memang para pengawal ratu yang keren.
5. Sahabat-sahabatku seperjuangan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan
Cendekia Medika Jombang dan semua teman-temanku yang tak mungkin
penulis sebutkan satu persatu.
6. Dan orang spesial yang mengisi hidupku, terimakasih atas semangat
dukungan dan bantuanya semoga kelak ada kebaikan diantara kita.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan tepat pada waktu, dengan judul
“Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kekambuhan Penyakit Asma Pada Lansia
Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang 2017”.
Tidak lupa penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada, H.Bambang Tutuko,S.H.,S.Kep,Ns.,MH selaku ketua STIKES ICME
Jombang, Inayatur Rosidah S.Kep,Ns.,M.Kep selaku ketua prodi S1 Ilmu
Keperawatan, Muarrofah,S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku penguji utama, Hindyah
Ike,S.Kep,Ns.,M.Kep dan Dwi Prasetyaningati, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan saran dan masukannya sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan, kepada kedua orang tua yang selalu mendukung secara materi,
dukungan moral, dan kebesaran do’anya sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini dengan baik, serta teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang
namanya tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentu belum sempurna, oleh sebab itu
kritik dan saran yang dapat mengembangkan skripsi ini sangat penulis harapkan
guna menambah pengetahuan dan manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan
dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Jombang, Juni 2017
Peneliti
ix
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA
PADA LANSIA (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang)
Oleh
Anis Sa’adah
13.321.0219
Asma merupakan penyakit yang tidak bisa dihilangkan atau di sembuhkan,
serangan asma umumnya timbul karena adanya paparan terhadap faktor pencetus,
gagalnya upaya pencegahan, atau gagalnya tatalaksana asma jangka panjang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang. Desain dalam penelitian ini menggunakan analitik cross sectional. Populasi
sebanyak 203 lansia dan sampel sebanyak 102 lansia menggunakan teknik simple
random sampling. Variabel Independen yaitu lingkungan, excercise, dan stres dan
variabel dependen yaitu kekambuhan asma. Analisa data menggunakan Regresi
Logistik Ganda dengan nilai Alpha (0,05). Hasil penelitian didapatkan sebagian besar dari responden lingkungan cukup
berpengaruh sebanyak 71 responden (69.6%), hampir seluruhnya responden
melakukan excersice 98 responden (96.1%), sebagian besar dari responden
mengalami stres sedang 73 responden (71.6%) dan sebagian besar dari responden
mengalami kekambuhan asma 68 responden (66.6%), uji Regresi Logistik Ganda
didapatkan ρ value = 0,018, 0,036 dan 0,020 dimana ρ value < ɑ (0,05), sehingga
(p<a) maka H1 diterima dan Ho ditolak. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat pengaruh lingkungan
terhadap kekambuhan asma pada lansia. Terdapat pengaruh excercise terhadap
kekambuhan asma. Terdapat pengaruh stres terhadap kekambuhan asma pada
lansia. Faktor lingkungan, excercise dan stres yang mempengaruhi kekambuhan
penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang. Puskesmas dapat memberikan ilmu pengetahuan terhadap masyarakat
tentang masalah pada asma seperti faktor penyebab, pencegahan dan pengobatan
melalui penyuluhan dan bahan pertimbangan untuk meningkatkan progam kerja
puskesmas terutama untuk mengurangi resiko kekambuhan penyakit asma pada
lansia dengan menjaga lingkungan tetap bersih agar lansia tidak mudah
mengalami kekambuhan asma.
Kata kunci : lingkungan, excercise, stres, kekambuhan asma dan lansia
x
ABSTRACT
ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING ASMA DISEASE DIAGNOSES
IN LANSIA
(Study In Work Area Puskesmas Sumobito Jombang District)
By Anis Sa’adah
13.321.0219
Asthma was a disease that can not be eliminated or cured, asthma attacks
generally arise due to exposure to trigger factors, failure of prevention efforts, or
failure of long-term asthma management. The purpose of this study was to analyze
the factors that affect the recurrence of asthma disease in the elderly in the Work Area Puskesmas Sumobito Jombang.
The design in this study used cross sectional analytics. The population of
203 elderly and the sample of this study amounted to 102 elderly technic simple random sampling. Independent variable was Environmental factors, excercise,
and stress and dependent variable risk of recurrence of asthma disease. Data
analysis used Spearman Rank test with Alpha value (0,05). The result of this research showed that most of the respondents were 71
respondents (69.6%), almost all respondents had excersice 98 respondents
(96.1%), most of them had moderate stress (73.6%) and most respondents Asthma
68 respondents (66.6%), Multiple Logistic Regression test obtained ρ value = 0,018, 0,036 and 0,020 where ρ value <ɑ (0,05).
The conclusion from this research that There was environmental influence
to recurrence of asthma in elderly. There was an influence of excercise on the
recurrence of asthma. stress influenced on the recurrence of asthma.
Environmental factors, excercise, and stress that affect the recurrence of asthma
disease in the elderly in the Work Area Puskesmas Sumobito Jombang District.
Puskesmas was expected to be conside to reduce the risk of recurrence of asthma
disease in elderly caused by environmental factors, excercise and stress
experienced by health counseling periodically.
Keywords: environment, excercise, stress, asthma relapse and elderly
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL DALAM .............................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................iii
PENGESAHAN PENGUJI ...................................................................................iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. v
MOTTO ......................................................................................................................vi
PERSEMBAHAN .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
ABSTRAK................................................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xviii
DAFTAR LAMBANG ......................................................................................... xix
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... xx
DAFTAR ISTILAH.............................................................................................. xxi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KonsepLingkungan (Environment) ........................................................... 7
2.1.1. Pengukuran Lingkungan ............................................................... 10
2.2 Konsep Exercise-induced Asthma............................................................ 10
2.2.1. Pengertian Exercise-induced Asthma ......................................... 10
xii
2.2.2. Jenis – jenis aktivitas fisik .................................................... 11
2.2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik ............. 12
2.2.4. Pengukuran Exercise-induced Asthma ................................ 13
2.3 Konsep Stres..................................................................................... 14
2.3.1. Definisi stress ....................................................................... 14
2.3.2. Penyebab stres ...................................................................... 15
2.3.3. Gejala stress ......................................................................... 16
2.3.4. Jenis stres ............................................................................. 17
2.3.5. Tingkatan stres ..................................................................... 18
2.3.6. Tahapan stres ........................................................................ 19
2.3.7. Dampak stres ........................................................................ 21
2.3.8. Cara mengelola stres ............................................................ 22
2.3.9. Pengukuran stres .................................................................. 24
2.4 Konsep Asma ................................................................................... 25
2.4.1. Definisi ................................................................................. 25
2.4.2. Etiologi dan Prevalensi ........................................................ 26
2.4.3. Tipe Asma ............................................................................ 27
2.4.4. Patogenesis Asma ................................................................ 28
2.4.5. Patofisiologi Asma ............................................................... 37
2.4.6. Kekambuhan ........................................................................ 39
2.4.7. Alat ukur (skala) kekambuhan asma .................................... 39
2.5 Konsep Lansia .................................................................................. 40
2.5.1. Definisi ................................................................................. 40
2.5.2. Batasan Lansia ..................................................................... 40
2.5.3. Permasalahan Pada Lanjut Usia ........................................... 41
2.5.4. Teori Proses Menua .............................................................. 42
2.5.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan ......................... 44
2.5.6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia .................... 45
2.6 Hasil Penelitian Orang Yang Terkait Stres dan Kekambuhan Asma
........................................................................................................ 46
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual ....................................................................... 49
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep ......................................................... 50
3.3 Hipotesis ........................................................................................... 50
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain penelitian ........................................................................... 51
4.2 Waktu dan tempat penelitian ......................................................... 52
4.3 Populasi, sampel dan sampling ...................................................... 52
4.4 Kerangka Kerja (Jalannya Penelitian) ........................................... 54
4.5 Identifikasi Variabel ......................................................................... 55
4.6 Definisi Operasional......................................................................... 55
xiii
4.7 Pengumpulan Data ........................................................................... 58
4.8 Pengolahan dan Analisa Data........................................................... 62
4.9 Etika Penelitian ................................................................................ 68
4.10 Keterbatasan Penelitian ................................................................. 69
BAB 5 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 71
5.1.1. Gambaran Lokasi Penelitian .............................................. 71
5.1.2. Data Umum dan data khusus ............................................. 72
5.2 Pembahasan ...................................................................................... 79
5.2.1. Faktor Lingkungan ............................................................ 79
5.2.2. Faktor Excercise ................................................................ 81
5.2.3. Faktor stres ........................................................................ 84
5.2.4. Kekambuhan Asma ............................................................ 88
5.2.5. Pengaruh lingkungan terhadap kekambuhan asma ............ 89
5.2.6. Pengaruh Excercise terhadap kekambuhan asma .............. 90
5.2.7. Pengaruh Stres terhadap kekambuhan asma ...................... 92
5.2.8. Pengaruh Lingkungan, excercise dan Stres terhadap
kekambuhan asma ............................................ .................. 93
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 96
6.2 Saran ................................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Definisi Operasional Analisis faktoryang mempengaruhi
kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang .......................................... 56
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin lansia
penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito
Kabupaten Jombang Tahun 2017 72
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan usialansia
penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito
Kabupaten Jombang Tahun 2017 72
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pendidikan terakhir
pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 73
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan pada
lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 73
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi pengaruh lingkungan pada lansia penderita
Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang Tahun 2017 73
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi pengaruh Excersice pada lansia penderita
Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang Tahun 2017 74
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi pengaruh stres pada lansia penderita Asma
di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang Tahun 2017 74
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi kekambuhan asma pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang Tahun 2017 74
Tabel 5.9 Distribusi pengaruh faktor lingkungan dengan kekambuhan asma
pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 75
xv
Tabel 5.10 Distribusi pengaruh excercise dengan kekambuhan asma pada
lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 ....................................... 76
Tabel 5.11 Distribusi pengaruh faktor stres dengan kekambuhan asma pada
lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 ....................................... 77
Tabel 5.12 Distribusi pengaruh lingkungan, excercise, dan stres dengan
kekambuhan asma pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito
Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017............................................................................................... 78
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian faktor-faktor yang
mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang 49
Gambar 4.1 Kerangka Kerja penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi
kekambuhan penyakit asma pada lansia di wilayah kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang 54
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Lembar Permohonan Menjadi Responden
2. Lampiran 2 : Lembar Pernyataan Menjadi Responden
4. Lampiran 4 : Jadwal kegiatan skripsi
5. Lampiran 5 : Lembar Pernyataan Dari Perpustakaan
6. Lampiran 6 : Lembar Surat Survey Data
7. Lampiran 7 : Studi Pendahuluan dari BAK
8. Lampiran 8 : Lembar Surat balasan pengambilan data
9. Lampiran 9 : Lembar Surat ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan
10. Lampiran 10 : Lembar Surat balasan Penelitian Puskesmas Sumobito
11. Lampiran 11 : Data Umum
12. Lampiran 12 : Data Khusus
13. Lampiran 13 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas Lingkungan
14. Lampiran 14 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas Excercise
15. Lampiran 15 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas Stres
16. Lampiran 16 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas kekambuhan asma
17. Lampiran 17 : Output SPSS
18. Lampiran 18 : Lembar Konsultasi
19. Lampiran 19 : Lembar Pernyataan Keaslian
20. Lampiran 20 : Lembar Bebas Plagiasi
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
DAFTAR LAMBANG
1. H1/Ha : hipotesis alternative
2. n : jumlah sampel
3. N : jumlah populasi
4. % : prosentase
5. ≤ : lebih kecil
6. ≥ : lebih besar
xix
DAFTAR SINGKATAN
STIKES
ICME
Dinkes
Depkes
Jatim
RI
UU
WHO
GABA
IgE
DNA
DASS
: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
: Insan Cendekia Medika Dinkes
: Dinas Kesehatan
: Departemen Kesehatan
: Jawa Timur
: Republik Indonesia
: Undang-Undang
: World Health Organization
: Gamma Amino Butirat Acid
: Imunoglobulin E
: Deoxyribo Nucleic Acids
: Depression, Anciety, And Stress, Scale
xx
DAFTAR ISTILAH
Underdiagnose : kegagalan untuk mengenali atau mendiagnosa
Health Education : pendidikan kesehatan yang mampu meningkatkan
kontrol dan memperbaiki kesehatan individu
Defensive : bertahan atau pembelaan
Self-worth : nilai diri
Self-acceptance : penerimaan diri
Muscle myopathy :otot tertentu mengencang atau melemah
Amenorrhea : tertahannya menstruasi
Idiosinkrasi :suatu reaktivitas abnormal terhadap suatu (obat)
Wheal : pembengkakan kulit dengan karakteristik fana yang
hilang dalam beberapa jam
Flare :terapi obat topical agar perawatan efektif
Airbone :penyakit yang ditularkan langsung melalui udara
Mixed : campuran
Seasonal : musiman
Common cold :suatu infeksi virus pada selaput hidung dari udara
Βeta- adrenergik : penyekat adrenergik
Western red cedar :pohon cedar merah barat
Syncitial : virus sinsitial pernapasan
Exercise : penyebab asma yang sering ditemukan
Hereditas : keturunan
Loos of role : kehilangan peran
xxi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang tidak bisa dihilangkan atau di sembuhkan,
serangan asma umumnya timbul karena adanya paparan terhadap faktor pencetus,
gagalnya upaya pencegahan, atau gagalnya tatalaksana asma jangka panjang.
Sesuai dengan beberapa teori penyebab asma belum diketahui secara pasti
sehingga asma bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Hidayati, 2013)
Pada daerah yang padat penduduknya dapat mengalami gangguan
pernapasan yang lebih berat, selain itu excercise merupakan salah satu penyebab
episode akut asma yang paling sering ditemukan, sehingga kekambuhan masih
menjadi fenomena yang mengkhawatirkan karena suatu kejadian berulang yang
dialami oleh seseorang dalam mengalami suatu penyakit yang biasanya melebihi
kuantitas yang sering dan bersifat tidak menyenangkan (Ismadi,2008). Stres dapat
memicu kekambuhan akut asma, Apabila seseorang mengalami stres, hormon
stres seperti kortisol akan diproduksi secara berlebihan oleh tubuh sehingga dapat
mengakibatkan perubahan imun dan menjadi mudah terkena penyakit (Davison,
2010). Apabila kekebalan tubuh atau imun menurun, berbagai penyakit dan infeksi
akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia. Hal ini tampak asma yang tidak
ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup pada lansia, sehingga
terjadinya penyebab lingkungan, excercise dan stres pada penderita asma terhadap
kontrol yang dapat memicu kekambuhan. Seharusnya pada
1
2
pasien asma diharapkan dapat hidup dengan normal dan melaksanakan aktifitas
kesehariannya seperti orang lainnya.
Penyakit asma menyerang semua orang disegala umur meski sebagian besar
terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa. Prevalensi asma di seluruh dunia
adalah sebesar 8-10% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dalam sepuluh tahun
terakhir meningkat sebesar 50% (Fitri, 2015). Berdasarkan data WHO
memperkirakan pada 2025 di seluruh dunia terdapat 255.000 jiwa meninggal
karena asma. Jumlah ini dapat meningkat lebih besar mengingat asma merupakan
penyakit yang underdiagnose, sedangkan 80% dari jumlah penderita asma
kematian terjadi di negara-negara berkembang. Di Indonesia prevalensi asma
belum diketahui secara pasti namun diperkirakan 2-5% penduduk Indonesia
menderita asma (Depkes RI, 2016). Di Jawa Timur prevalensi asma mencapai
4.264 penderita atau 2,62%. Berdasarkan laporan dari puskesmas se-Kabupaten
Jombang diketahui bahwa penyakit yang paling banyak diderita masyarakat
Kabupaten Jombang tahun 2015 meliputi penyakit infeksi dan degenerative. Salah
satu penyakitnya adalah asma yang mencapai 19.816 penderita atau sebesar
12,2%. Laporan dari Puskesmas Sumobito Jombang selama bulan Januari-
Desember 2016 terdapat jumlah kunjungan sebanyak 647 kunjungan dan jumlah
pasien yang menderita asma diantaranya karena kekambuhan ada 203 penderita
lansia (Dinkes, 2016).
Menurut penelitian Maryono (2008) denngan judul Hubungan Antara
Faktor Lingkungan Dengan Kekambuhan Asma Bronkhiale Pada Klien Rawat
Jalan Di Poliklinik Paru Instalasi Rawat Jalan RSUD DR. Moewardi Surakarta,
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan
3
terhadap kekambuhan asma bronkhiale pada klien Yang berkunjung di Poliklinik
Paru Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian Hidayati
dengan judul “Analisa faktor-faktor pencetus serangan asma pada lansia di
Puskesmas Perak Jombang” menunjukkan bahwa faktor aktivitas fisik
berhubungan dengan serangan asma. Penelitian Menurut penelitian yang
dilakukan Angga dengan judul “Hubungan tingkat kecemasan dengan frekuensi
kekambuhan keluhan sesak nafas pada pasien asma di SMF Paru RSD dr.
Soebandi Jember”, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
tingkat kecemasan dengan frekuensi kekambuhan keluhan sesak nafas pada pasien
asma di SMF Paru RSD dr. Soebandi Jember
Hasil studi pendahulan yang telah dilakukan oleh peneliti di Puskesmas
Sumobito Kabupaten Jombang dengan cara wawancara dengan 10 orang
didapatkan dari faktor pemicu kekambuhan asma diantaranya lingkungan 4 orang
(40%), excercise 4 orang (40%) dan stres ada 2 orang (20%).
Banyaknya kejadian asma, faktor pencetus alergi, lingkungan, aktifitas fisik
dan stres yang menyebabkan kekambuhan asma patut diwaspadai. Semakin
meningkatnya faktor pencetus asma seseorang dapat memperburuk kondisi
patologisnya. Oleh karena itu koping penyebab asma pada penderita asma yang
baik dapat mengurangi resiko kekambuhan asma. Selama ini penderita asma tidak
mampu berupaya dalam pencegahan kekambuhan, hal ini tampak asma yang tidak
ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup pada lansia, sehingga
menurunnya kondisi daya tahan tubuh, kurangnya menjaga kebersihan
lingkungan, aktifitas fisik dan timbulya stres pada penderita asma, sehingga dapat
memicu kekambuhan.
4
Untuk itu perawatan asma untuk lansia haruslah komprehensif mengingat
komplikasi seperti gagal nafas, hipoksemia, yang dapat menyebabkan kematian,
serta harus melibatkan beberapa elemen seperti individu, keluarga dan perawat.
Maka sebagian perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara
langsung kepada individu dan keluarga tentang asma agar mampu menjaga
lingkungan baik di dalam rumah dengan tidak merokok sembarangan dan diluar
rumah dengan selalu membersihkan lingkungan, keluarga juga melakukan
pengawasan kepada lansia agar tidak melakukan aktifitas fisik yang berlebihan
agar tidak menglami kelelahan serta keluarga dapat memahami cara terbaik dalam
mendampingi orang tuanya dengan perawatan yang benar, sehingga orang tua
merasa dirinya diperhatikan, dihargai, dan diperlakukan adil oleh keluargannya
agar tidak mengalami stres. Bagi perawat hendaknya memperhatikan lima tugas
yaitu, mengenal masalah asma, memutuskan pengobatan yang baik, merawat
penderita asma, memodifikasi lingkungan, serta memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan dokter klinik. (Hudoyo, 2008)
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Analisis
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
1.2 Rumusan masalah
Apakah faktor - faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma
pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang?
5
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma
pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi faktor lingkungan pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
2. Mengidentifikasi faktor excercise pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
3. Mengidentifikasi faktor stres pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumobito Kabupaten Jombang.
4. Mengidentifikasi kekambuhan asma pada pasien asma di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
5. Menganalisis faktor lingkungan yang mempengaruhi kekambuhan
penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito
Kabupaten Jombang.
6. Menganalisis faktor excercise yang mempengaruhi kekambuhan penyakit
asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang
7. Menganalisis faktor stres yang mempengaruhi kekambuhan penyakit
asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang
6
8. Menganalisis faktor lingkungan, excercise, dan stres yang mempengaruhi
kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumobito Kabupaten Jombang
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Teoritis
Diharapkan dapat mendukung perkembangan ilmu secara teoritis dalam
bidang kesehatan khususnya program studi ilmu keperawatan di bidang
keperawatan medikal bedah dalam kaitannya dengan faktor – faktor yang
mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
1.4.2 Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan faktor yang
mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia, sehingga dapat
diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan ilmu
pengetahuan tentang penyakit asma dan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh
untuk mengurangi resiko kekambuhan penyakit asma pada lansia yang disebabkan
oleh faktor lingkungan, excercise dan stres yang dialami. Diharapkan bagi peneliti
selanjutnya untuk bahan pertimbangan penelitian yang lebih lanjut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kencederungan Asma
untuk berkembang menjadi Asma, menyebabkan kekambuhan, dan atau
menimbulkan gejala Asma menetap. Beberapa faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi kejadian Asma.
Lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan
tingkah laku makhluk hidup.Segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak
langsung juga merupakan pengertian lingkungan (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, 2005)
Lingkungan adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap
perkembangan menusia dan mencakup antara lain lingkungan sosial, status
ekonomi dan kesehatan (Waluya: 2010).
Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan mahluk hidup lain. Ruang merupakan suatu tempat berbagai komponen
lingkungan hidup menempati dan melakukan proses, sehingga antara ruang dan
komponen lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Asmara:
2008).
Asma merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang paling sering pada
saluran pernapasan disamping rinitis. Di Indonesia belum ada data pasti tentang
8
penyakit Asma akibat kerja namun diperkirakan 2% dari seluruh penderita Asma
di Indonesia adalah Asma akibat kerja. Ada dua jenis Asma akibat kerja:
a) Irritant-induced Occupational Asthma (sebelumnya dikenal sebagai
Reactive Airway Dysfunction Syndrome atau RADS)
b) Allergic Occupational Asthma. Ini adalah jenis Asma akibat
kerja yang paling sering terjadi.
Lingkungan sekitar memiliki banyak jenis polutan dan hal lain yang
sanggup membuat saluran pernafasan. Debu yang berada di dalam rumah
memiliki peran yang penting dalam meningkatkan resiko asma, debu yang
terhirup dapat menjadi sesak nafas.
Lingkungan dibagi 2 yaitu :
a. Lingkungan dalam (internal) meliputi lingkungan psikologi
(psychology enviroment)
F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif
dapat menyebabkan stres fisik dan berpengaruh buruk terhadap
emosi pasien. Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga
rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar matahari, makanan yang
menarik dan aktivitas manual dapat merangsanag semua faktor untuk
membantu pasien dalam mempertahankan emosinya. Komunikasi
dengan pasien dipandang dalam suatu konteks lingkungan secara
menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara terburu-buru atau
terputus-putus. Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter
dan keluarganya sebaiknya dilakukan dilingkungan pasien dan
kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan pasien atau jauh dari
9
pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang terlalu
muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya.
Selain itu membicarkan kondisi-kondisi lingkungna dimana dia
berada atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan para pengunjung
yang baik dapat memberikan rasa nyaman.
b. Lingkungan luar (ekternal)
Lingkungan luar berasal dari polusi udara merupakan salah
satu faktor pencetus yang harus diperhatikan oleh penderita Asma.
Polusi ini bisa berada outdoor seperti di sekitar tempat kerja dan
sekolah, maupun indoor. Polusi udara outdoor dapat berasal dari ;
a. Asap rokok
b. Debu
c. Asap pembakaran
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar
biologis (virus, bakteri, dan jamur), formaldehid, Volatile Organic
Compounds (VOC), dan Combustion Products (CO, NO2, SO2).
Sumber polutan VOC berasal dari penyemprotan serangga, cat,
pembersih, komestik, semprotan rambut (hairspray), deodorant,
pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol
sebagai propelan, dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber
polutan formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi,
furniture, dan karpet. Sedangkan sumber polutan Combustion
Products biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur.
10
2.1.1. Pengukuran Lingkungan
Lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang dapat menyebabkan
sakit asma, alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur lingkungan
penyebab penyakit asma dulihat dari :
1. Komunikasi keluarga
2. Asap rokok
3. Debu
4. Asap pembakaran
Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi menjadi tiga
jenjang untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi yaitu kurang baik,
cukup baik dan baik (Arikunto, 2010).
2.2 Konsep Exercise-induced Asthma
2.2.1. Pengertian Exercise-induced Asthma
Olahraga memang sangat baik bagi kesehatan tubuh, namun olahraga
yang berlebihan sangat tidak disarankan, terutama bagi orang yang memiliki
bakat sebagai penderita asma. Olahraga berlebihan akan sangat mengganggu
kemampuan pernafasan, sehingga gejala asma dan sesak nafas akan timbul
dn sangat mengganggu aktivitas sehari- hari.
Latihan fisik atau excercise yang berlebihan seringkali menimbulkan
Asma. Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Kegiatan olahraga
menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen. Hal ini menyebabkan
meningkatnya tingkat frekuensi pernafasaan yang pada gilirannya memicu
terjadinya serangan Asma. Lari cepat paling sering menimbulkan serangan
11
Asma. Serangan Asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah
aktivitas tersebut selesai. Meskipun olahraga merupakan salah satu pencetus
yang efisien untuk menimbulkan serangan asma, dalam batas-batas tertentu
penderita asma dapat melakukan olahraga tanpa menimbulkan
bronkokonstriksi yang membahayakan sewaktu dan sesudah olahraga. Pada
penderita Asma, gerakan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan otot
pernafasan sangat penting sebab penderita asma kronis umumnya
mengalami penurunan kekuatan otot pernafasan.
Menurut (Almatsier, 2003) aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang
dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah
setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan
pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik)
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara
keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global ( WHO,
2010). Jadi, kesimpulan dari pengertian aktivitas fisik ialah gerakan tubuh
oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya yang memerlukan pengeluaran
energi.
2.2.2. Jenis – jenis aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, aktivitas
fisik yang sesuai untuk lansia sebagai berikut:
a. Kegiatan ringan : hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak
menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan
(endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci
baju/piring, mencuci kendaraan, berdandan, duduk.
12
b. Kegiatan sedang : membutuhkan tenaga intens atau terus menerus,
gerakan otot yang berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh: berlari
kecil, bersepeda.
c. Kegiatan berat: biasanya berhubungan dengan olahraga dan
membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh :
berlari, mengangkat beban berat
2.2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik bagi
lansia, berikut ini beberapa faktor tersebut:
a. Umur
Aktivitas fisik akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari
seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun, tetapi bila rajin
berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya.
b. Jenis kelamin
Biasanya aktivitas fisik lansia laki-laki hampir sama dengan lansia
perempuan.
c. Pola makan
Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas, karena
bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan
merasa mudah lelah, dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olah
raga atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan yang
berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktivitas
sehari-hari ataupun berolahraga, sebaiknya makanan yang akan di
konsumsi dipertimbangkan kandungan gizinya
13
agar tubuh tidak mengalami kelebihan energi namun tidak dapat
dikeluarkan secara maksimal.
d. Penyakit/ kelainan pada tubuh
Berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh,
obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada
tubuh seperti di atas akan mempengaruhi aktivitas yang akan di lakukan.
Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak di
perbolehkan untuk melakukan olah raga yang berat. Obesitas juga
menjadikan kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik. ( Karim, 2002).
Aktivitas jasmani atau olahraga yang berat (Rengganis, 2008). Alat
ukur yang digunakan untuk mengukurexcercise penyebab penyakit asma
dulihat dari :
a. melakukan pekerjaan berat seperti menmencangkul di sawah
b. mengangkat beban berat
c. Senam lansia
d. Olah raga jalan-jalan setiap hari
Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi menjadi dua
jenjang untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi yaitu ringan dan
berat (Arikunto, 2010).
14
2.3 Konsep Stres
2.3.1 Definisi stres
Stres adalah reaksi dari tubuh (respons) terhadap lingkungan yang dapat
memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang
membuat kita tetap hidup (Nasir & Muhith, 2010). Menurut WHO (2015) stres
adalah suatu reaksi atau respon tubuh terhadap stresor psikososial tekanan mental
atau beban kehidupan (Priyoto, 2014).
Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana manusia melihat
adanya tuntutan dalam situasi sebagai beban atau diluar batasan kemampuan
mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut (Nazir, 2011). Stres adalah stimulus
atau situasi yang dapat menyebabkan distres, dan menciptakan tuntutan fisik dan
psikis pada seseorang (Ramadhani, 2014). Stres adalah suatu reaksi fisik dan
psikis terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu
stabilitas kehidupan sehari-hari (Priyoto, 2014)
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan
menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping
dan adaptasi (Isaacs, 2005).
Menurut Sukadiyanto (2010) stres dapat muncul pada seseorang jika terjadi
ketidakseimbangan atau kegagalan untuk memenuhi kebutuhan secara jasmani dan
rohaninya. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau
teori Selye dalam buku Kovacs (2007) menggambarkan stres sebagai kerusakan
yang terjadi pada tubuh, tanpa mempedulikan apakah dampak stres tersebut positif
atau negatif. Respon tubuh dapat diperkirakan tanpa memerhatikan stresor atau
penyebab lain.
15
2.3.2 Penyebab stres
Nasir dan Muhith (2011), beberapa faktor yang dianggap sebagai pemicu
timbulnya stres disebut dengan faktor presipitasi, antara lain sebagai berikut :
1. Faktor fisik dan biologis
a. Riwayat penyakit masa lalu
Beberapa penyakit dimasa lalu mempunyai efek psikologis dimasa depan
dapat berupa penyakit di masa kecil seperti demam tinggi yang
mempengaruhi gendang telinga.
b. Tidur
Kebutuhan tidur sangat berpengaruh pada konsentrasi dan semangat kerja
atau aktifitas yang sedang dikerjakan.
c. Diet
Diet yang dilakukan secara berlebihan akan mengakibatkan stres berat.
Pelaku diet adalah penderita obesitas yang melakukan diet ketat yang
beresiko kematian yang tinggi.
d. Penyakit
Ada beberapa penyakit yang menjadi stresor bagi individu yaitu :
tuberkolusis, kanker, impotensi yang disebabkan penyakit diabetes melitus
dan penyakit lainnya.
2. Faktor psikologis
a. Persepsi
Tingkat stres bergantung dari bagaimana reaksi tiap individu dan bagaimana
kontrol untuk melawan stres tersebut.
16
b. Emosi
Harus mampu mengenal dan mebedakan setiap perasaan emosi, karena
sangat berpengaruh terhadap stres yang dialami.
c. Situasi psikologis
Situasi berupa konflik, frustasi berpengaruh pada konsep berpikir dan
menilai situasi yang mengancam diri.
d. Pengalaman hidup
Pengalaman hidup merupakan keseluruhan kejadian yang memberikan
pengaruh psikologis dan menimbulkan dampak psikologis dan timbulnya
stres.
3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
Keadaan sekeliling dapat memicu terjadinya stres. Hal tersebut dapat berupa
bencana alam, kondisi cuaca, dan lingkungan yang padat.
b. Lingkungan biotik
Gangguan berupa makhluk mikroskopik berupa virus atau bakteri.
c. Lingkungan sosial
Hubungan dengan keluarga maupun orang lain jika tidak berjalan dengan
baik akan menjadi stresor bagi individu jika tidak dapat mengatasinya.
2.3.3 Gejala stres
1. Gejala stres secara fisik pada individu antara lain:
a. Gangguan jantung, dimana detak jantung akan berdebar-debar
daripada saat tidak mengalami stres.
17
b. Tekanan darah tinggi (hipertensi), disebabkan reaksi impuls stres
sehingga tekanan darah meningkat.
c. Ketegangan pada otot
d. Sakit kepala
e. Telapak tangan dan kaki berkeringat, terjadi karena suplai darah ke sel-sel
tingkai dan lengan berkurang.
f. Pernapasan tersengal-sengal
g. Kepala terasa pusing dan perut terasa mual-mual
h. Susah tidur
i. Gangguan menstruasi
2. Gejala secara psikologis pada individu yang mengalami stres, antara lain:
a. Perasaan gugup dan cemas
b. Peka dan mudah tersinggung
c. Penampilan tampak kelelahan
d. Gelisah
e. Perasaan takut
f. Malas melakukan kegiatan
g. Pemusatan diri yang berlebihan
h. Hilangnya spontanitas
i. Mengasingkan diri dari kelompok
j. Phobia
2.3.4 Jenis stres
Menurut Nasir & Muhith (2010), jenis stres ada dua, yaitu stres baik dan
stres buruk:
18
1. Stres yang baik (eustres) adalah sesustu yang positif. Stres dikatakan
berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan
untuk menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu
yang baik dan berharga.
2. Stres yang buruk (distres) adalah stres yang bersifat negatif. Distres
dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu yang buruk, dimana
respons yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu
integritas diri sehingga bisa diartikan sebagai sebuah ancaman.
2.3.5 Tingkatan stres
Menurut Priyoto (2014), stres dibagi menjadi 3 (tiga) tingkat:
1. Stres ringan
Stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang dewasa secara
teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari
atasan. Situasi seperti ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam.
Stresor ringan biasanya tidak disertai timbulnya gejala.
Ciri-cirinya semangat meningkat, penglihatan tajam, energy
meningkat namun cadangan energinya menurun, kekampuan menyelesaikan
pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab, kadang-kadang
terdapat gangguan sistem seperti pencernaan, otot, perasaan tidak santai.
Stres yang ringan berguna karena dapat memacu seseorang untuk berpikiran
berusaha lebih tangguh menghadapi tantangan hidup.
2. Stres sedang
Berlangsung lebih lama sampai beberapa hari. Situasi perselisihan
yang terjadi terselesaikan dengan rekan, anak sakit, atau ketidakhadiran
19
yang lama dari anggota keluarga merupakan penyebab stres. Sedang cirri-
cirinya yaitu sakit perut, mules, otot-otot terasa tegang, perasaan tegang,
gangguan tidur, badan terasa dingin.
3. Stres berat
Adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang yang dapat
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti perselisihan
perkawinan secara terus-menerus, kesulitan financial yang berlangsung lama
karena tidak ada perbaikan, berpisah dengan keluarga, berpindah tempat
tinggal, mempunyai penyakit kronis dan termasuk perubahan fisik,
psikologis, social pada usia lanjut. Makin sering dan makin lama stres,
makin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan. Stres yang berkepanjangan
dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas
perkembangan. Ciri-cirinya yaitu sulit beraktifitas, gangguan hubungan
sosial, sulit tidur, penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan
meningkat, tidak mampu melakukan pekerjaan sederhana, perasaan takut
meningkat.
2.3.6 Tahapan stres
Menurut Dadang (2011), tahapan stres dibagi dalam enam tahap, antara lain:
1. Tahap I
Tahap ini adalah tingkat yang paling ringan yang biasanya ditandai dengan
adanya semangat yang lebih, penglihatan lebih tajam dari biasanya, merasa
bisa menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya namun tanpa sadar energi
dan rasa gugup dikeluarkan berlebihan, dan merasa senang dengan
20
pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari
cadagan energi semakin menipis.
2. Tahap II
Pada tahap ini, dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang
disertai dengan muncul keluhan-keluhan karena cadangan energi habis.
Keluhan-keluhan yang dirasakan seperti letih sewaktu bangun pagi, merasa
tidak bisa santai, tengkuk dan punggung terasa tegang, mudah lelah
menjelang sore hari, adanya gangguan pada pencernaan dan jantung
berdebar-debar.
3. Tahap III
Apabila pada tingkat stres sebelumnya tidak segera ditangani dengan
memadai, maka akan mengalami keluhan yang semakin nyata, seperti terjadi
gangguan pada usus dan lambung (mual-mual, diare), otot-otot semakin
tegang, perasaan tidak tenang dan was-was, perasaan tidak berenergi pada
tubuh, dan munculnya gangguan tidur (sulit tidur, mudah bangun waktu
malam, serta bangun terlalu dini dan tidak bisa tidur lagi).
4. Tahap IV
Pada tahap ini individu akan mengalami tanda-tanda berikut: penurunan
konsentrasi yang berlebihan, timbulnya perasaan negatif, pola tidur semakin
tidak teratur, perasaan takut dan khawatir yang tidak jelas penyebabnya, dan
tidak ada minat untuk melakukan aktivitas.
5. Tahap V
Pada tahapan ini gejala yang ditimbulkan lebih serius yaitu:
ketidakmampuan untuk melakukan pekerjaan yang sederhana, perasaan
21
cemas dan takut semakin meningkat, dan terjadi gangguan pencernaan
yang tambah parah.
6. Tahap VI
Tahap ini merupakan tahap akhir, yang ditandai dengan kesulitan bernapas,
badan gemetar dan keringat keluar berlebihan, detak jantung semakin cepat,
merasa mudah lelah meski melakukan aktivitas ringan, dan kemungkinan
dapat pingsan dan kolaps. Hidayah dalam Atsih,( 2015).
2.3.7 Dampak stres
Menutut Priyoto (2014), dampak stres dibedakan dalam 3 (tiga) kategori,
yaitu:
1. Dampak fisiologik
Secara umum orang yang mengalami stres mengalami sejumlah
gangguan fisik, seperti : mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang
otot (kram), mengalami kegemukan atau menjadi kurus, bisa menderita
penyakit yang serius seperti hypertensi dan lain-lain. Secara rinci
diklasifikasi sebagai berikut :
a. Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam salah satu sistem tertentu
1) Muscle myopathy : otot tertentu mengencang atau melemah
2) Tekanan darah naik : kerusakan jantung dan arteri
3) Sistem pencernaan : maag, diare
b. Gangguan pada sistem reproduksi
1) Amenorhea : tertahannya menstruasi
2) Kegagalan ovulasi pada wanita, impoten pada pria
3) Kehilangan gairah sex
22
c. Gangguan lain, seperti pening, tegang otot, rasa bosan, dst.
2. Dampak psikologik
a. Keletihan emosi, jenuh
b. Kuwalahan/keletihan emosi
c. Pencapaian yang menurun
3. Dampak perilaku
a. Stres menjadi distres, prestasi belajar menurun
b. Level stres yang meningkat berdampak pada pengambilan keputusan
dan langkah ke depan
c. Stres karena sering membolos dan tidak aktif disekolah.
2.3.8 Cara mengelola stres
Kemampuan mengatur stres atau mengelola diri sendiri adalah suatu proses
kesinambungan yang memerlukan adanya kemauan dan kemampuan untuk
mengubah, baik perilaku atau kebiasaan, sehingga pada akhirnya kita mampu
menjadi orang yang efektif. Berikut cara mengelola stres :
1. Identifikasi penyebab
Penyebab stres bisa situasi, aktifitas atau orang yang menyebaban
stres. Memahami penyebab sangatlah penting, karena kita mampu mengatur
stres dengan cara memahami penyebab stres.
2. Manajemen waktu yang baik
Agar dapat meraih banyak tujuan dalam hidup, kita harus mampu
mengatur skala prioritas. Sehingga waktu akan lebih banyak untuk hidup
bersosialisasi dalam keluarga bahkan melakukan hobi dapat lebih
berkualitas.
23
3. Membuat perubahan dalam lingkungan
Sebagai contoh, jika kuwalahan dengan banyak tugas, coba cari
tempat yang sepi untuk menyeleseikan tugas atau mendengarkan musik
yang lembut sejenak. Perubahan ini dapat mengurangi stres.
4. Berbagi dan mengungkapkan
Mecoba terbuka dengan diri sendiri dan orang lain untuk dapat
mengurangi stres.
5. Berbicara dengan orang yang dipercaya
Kita dapat menggunakan bantuan orang lain, bukan berarti kita
bekerja tidak efektif. Carilah cara untuk mengembangkan manajemen stres
dan tanggaplah ketika orang lain membutuhkan bantun.
6. Visualisasi dan perbandingan mental
Dengan mengkhaal diri dalam sebuah situasi, kita dapat memandang
bagaiman perilaku dan tampilan secara ideal, membentuk gambaran mental
diri sendiri dan perasaan ketika mendapatkan hasil yang telah dicapai.
7. Relaksasi
Relaksasi adalah salah satu cara yang untuk menghilangkan stres.
Contoh relaksasi menghirup napas dalam-dalam, selain itu dapat juga
relaksasi otot progresif.
8. Memakan makanan sehat dan olaraga
Hindari alkohol dan kafein, makan secukupna dengan porsi seimbang
dan meluangkan waktu untu bersantai.
24
9. Mengatasi rasa takut dan kegagalan
Ketakutan adalah suatu bentuk emosi yang disebabkan oleh salah satu
dari dua hal, yaitu rangsangan dari luar atau hasil proses internal yang
menjadikan ingatan atau mawa diri.
2.3.9 Pengukuran stres
Menurut Swarth (2002), tingkat stres adalah tingkatan yang memaksa
individu untuk berjuang, tumbuh, berubah, beradaptasi supaya mampu untuk
melewati masalah yang sedang dihadapinya. Lovibond (1995) mengemukakan
bahwa, alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat stres salah satunya
yaitu DASS 4.2 (Depression Anxiety and Stres Scale). Alat ukur DASS
merupakan laporan yang harus diisi oleh orang yang bersangkutan yang di desain
untuk mengukur tingkat emosi negatif dari depresi, ansietas, dan stres.
Pertanyaaan tingkat stres terdiri dari 14 item pertanyaan, dengan 4 poin pilihan
jawaban. Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi menjadi lima
jenjang untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi yaitu normal, ringan,
sedang, berat dan sangat berat (Psychology Foundation of Australia, 2013).
Alat ukur ini terdiri atas 14 item pertanyaan yang masing-masing dinilai
berdasarkan dengan intensitas kejadian. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa
normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Dikatakan normal (nilainya 0-14),
ringan (nilainya 15-18), sedang (nilainya 19-25), berat (nilainya 26-30), dan
sangat berat (nilainya > 33). Pertanyaan tersebut terdiri atas beberapa aspek yakni
jengkel pada hal kecil, reaksi berlebihan, sulit untuk rileks, energi terbuang sia-sia,
sikap tidak sabar, mudah marah, susah mentolerir gangguan, tegang, dan gelisah
(Lovibond & Lovibond, 1995).
25
2.4 Konsep Asma
2.4.1. Definisi
Penyakit asma merupakan penyakit saluran napas yang ditandai oleh
peningkatan daya responsif percabangan trakeobronkial terhadap berbagai jenis
stimulus. Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk
penyempitan yang meluas pada saluran udara pernapasan yang dapat sembuh
spontan atau sembuh dengan terapi dan secara klinis ditandai oleh serangan
mendadak dispnea, batuk. Serta mengidap penyakit ini bersifat episodik dengan
eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala. Secara khas, sebagian
besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit hingga beberapa jam
sesudah itu, pasien tampaknya mengalami kesembuhan klinis yang total. Namun
demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan napas dengan
derajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai
episode yang berat, atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang
berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu, keadaan semacam ini
dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang terdapat,
serangan asma yang akut dapat berakhir dengan kematian (Harrison, 2000).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi (Somantri,
2009).
26
2.4.2. Etiologi dan Prevalensi
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan
diperkirakan 4 hingga 5 persen populasi di Amerika Serikat terjangkit oleh
penyakit ini. Angka yang serupa juga dilaporkan dari Negara lain. Asma bronkial
terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh
kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum
usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan 2
: 1, yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun.
Dari sudut etiologi, asma merupakan penyakit heterogenosa. Oleh sebab itu
bagi kepentingan epidemiologi dan klinis penting untuk membuat klasifikasi asma
berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang
berkaitan dengan episode akut. Akan tetapi, penting untuk ditekankan bahwa
perbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan saja dan jawaban terhadap
subklasifikasi yang diberikan biasanya dapat dibangkitkan oleh lebih dari satu
jenis rangsangan. Dengan mengingat hal ini, kita dapat memperoleh dua kelompok
besar : alergi dan idiosinkrosi.
Asma alergik acapkali disertai dengan riwayat pribadi dan/atau keluarga
mengenai penyakit alergi seperti rhinitis, urtikaria, dan eksema; reaksi kulit wheal
and flare yang positif terhadap penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang
terbawa udara; peningkatan kadar IgE dalam serum; dan/atau respons yang positif
terhadap tes provokasi yang meliputi inhalasi antigen spesifik.
Satu bagian populasi pasien asma akan memperlihatkan riwayat alergi
pribadi maupun keluarga yang negatif, uji kulit yang negatif dan kadar serum IgE
yang normal dan oleh sebab itu tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan
27
mekanisme imunologik yang sudah jelas. Keadaan ini kita sebut sebagai
idiosinkrasi. Banyak pasien kelompok ini akan menderita kompleks gejala yang
khusus berdasarkan gangguan saluran napas atas. Gejala awal mungkin hanya
berupa flu biasa, tetapi setelah beberapa hari pasien mulai mengalami mengi
paroksimal dan dispnea yang dapat berlangsung selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Pasien ini jangan disamakan dengan pasien dengan gejala
bronkospasme yang superimposisi dengan bronkitis kronik dan bronkiektasis.
Sayangnya, banyak pasien tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam
kelompok terdahulu tetapi dimasukkan ke dalam kelompok campuran dengan
gambaran dari tiap-tiap kelompok. Pada umumnya, pasien dengan awitan penyakit
pada usia muda akan cenderung memiliki komponen alergi yang kuat dalam
penyakitnya, sementara pasien yang menderita asma pada usia tua cenderung non
alergi atau memiliki etiologi campuran.
2.4.3. Tipe Asma
Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan
nonalergik atau campuran (mixed).
1. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan alergen
seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain.
Alergen terbanyak adalah airborne dan musiman (seasonal). Klien dengan
asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga
dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi
akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak
kanak-kanak.
28
2. Idiopatik atau nonalergik asma/intrinsik, tidak berhubungan secara langsung
dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran
napas atas, aktivitas, emosi/stres, dan polusi lingkungan akan mencetuskan
serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis β-adrenergik dan
bahan sulfat (penyedap masakan) juga dapat menjadi faktor penyebab.
Serangan dari asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering
kali dengan barjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkitis dan
emfisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma campuran.
Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).
3. Asma campuran (mixed asma), merupakan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau
nonalergi.
2.4.4. Patogenesis Asma
Denominator umum yang mendasari diathesis asma adalah hiper-iritabilitas
nonspesifik saluran trakeobronkial. Pada pasien asma, pathogenesis penyakit yang
sangat berkaitan dengan gambaran klinis penyakit. Bila reaktivitas jalan napas
sangat tinggi, fungsi paru menjadi tidak stabil, gejala menjadi lebih berat serta
menetap, respon akut terhadap bronkodilator menjadi lebih luas dan jumlah terapi
yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan pasien semakin meningkat. Lagi pula,
besarnya fluktuasi diurnal fungsi paru menjadi lebih besar dan pasien cenderung
terbangun di malam hari atau subuh kehabisan napas.
Baik pada individu normal maupun pasien asma, reaktivitas jalan napas
meningkat setelah infeksi virus pada saluran napas dan pajanan terhadap polutan
udara oksidan seperti ozon, dan nitrogen dioksida. Infeksi virus akan
29
memperlihatkan gejala yang lebih nyata dan sepertinya mengikuti pola infeksi
jalan napas bagian atas yang biasa, sehingga respons jalan napas mungkin tetap
tinggi selama berminggu-minggu. Sebaliknya, akibat pajanan terhadap ozon,
reaktivitas saluran napas tetap tinggi selama beberapa hari saja. Alergen dapat
menyebabkan respons jalan napas meningkat dalam beberapa menit dan tetap
tinggi selama berminggu-minggu. Bila jumlah antigen cukup banyak, episode akut
obstruksi dapat terjadi setiap hari untuk waktu yang lebih lama setelah pajanan
tunggal.
Sejumlah penyebab mengenai peningkatan reaktivitas jalan napas terhadap
asma telah disusun; akan tetapi, mekanisme dasar tetap belum diketahui. Hipotesis
yang paling terkenal saat ini adalah peradangan jalan napas. Setelah pajanan
terhadap rangsangan awal, mediator yang mengandung sel seperti sel mast,
basofil, dan makrofag dapat diaktifkan untuk melepaskan beragam senyawa
peradangan yang menghasilkan efek langsung terhadap otot polos jalan napas dan
permeabilitaskapiler, sehingga membangkitkan reaksi setempat yang kuat yang
kemudian dapat diikuti oleh reaksi yang lebih kronik. Reaksi yang terakhir dapat
disebabkan akibat pelepasan faktor kemotaktik yang membutuhkan elemen seluler
pada tempat terjadinya luka. Lagi pula, diperkirakan bahwa efek akut dan kronik
akibat pelepasan mediator dan infiltrasi sel mungkin menimbulkan kerusakan
epitel dan gangguan bagian akhir saraf di dalam jalan napas dan pengaktifan reflek
akson. Pada model ini, fenomena lokal yang penting dapat menjelaskan efek
penyebaran di seluruh saluran trakeobronkial.
Rangsangan yang berinteraksi dengan respons jalan napas dan
membangkitkan akut asma dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok utama:
30
alergik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, yang berkaitan dengan
exercise dan emosi.
1. Alergen
Asma akibat alergi bergantung pada respons IgE yang dikendalikan
oleh limfosit T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan
molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang
mencetuskan asma bersifat airborne dan supaya dapat menginduksi keadaan
sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk
periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitisasi telah terjadi pasien
akan memperlihatkan respons yang sangat baik sehingga sejumlah kecil
alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit
yang jelas. Mekanisme imunologik kelihatannya berhubungan sebab akibat
dengan perkembangan asma pada 25 sampai 35 persen dari semua kasus dan
mungkin berperan pada sepertiga kasus yang lain. Prevalensi yang lebih
tinggi telah dinyatakan, tetapi sulit diketahui bagaimana
menginterpretasikan data karena faktor yang bercampur baur. Asma alergi
biasanya bersifat musiman dan biasanya lebih sering ditemukan pada anak
dan orang dewasa muda. Bentuk tidak musiman mungkin disebabkan alergi
tehadap bulu, kotoran hewan, tungau debu, jamur dan antigen lain yang
ditemukan secara terus menerus di lingkungan. Pajanan terhadap antigen
secara khusus akan menimbulkan respons cepat dengan obstruksi jalan
napas terjadi dalam beberapa menit dan kemudian hilang. Pada 30 sampai
50 persen pasien, serangan bronkokonstriksi kedua, yang disebut sebagai
reaksi terlambat, timbul 6 sampai 10 jam kemudian. Pada kelompok
31
minoritas, hanya reaksi terlambat yang terjadi. Dahulu diperkirakan bahwa
reaksi terlambat penting bagi perkembangan peningkatan reaktivitas jalan
napas yang terjadi setelah pajanan terhadap antigen. Data terakhir
menunjukkan bahwa pemikiran tersebut tidak benar.
2. Rangsangan farmakologik
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut
asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-
adrenergic dan bahan sulfat. Sindroma pernapasan sensitif- aspirin khusus
terutama mengenai orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat
pada masa anak-anak. Masalah ini biasanya berawal dengan rhinitis
vasomotor perennial yang diikuti dengan rinosinusitis hiperplastik dengan
polip nasal. Baru kemudian muncul asma progesif. Pada pajanan terhadap
jumlah aspirin yang sangat kecil sekalipun, pasien secara khusus akan
mengalami kongesti mata dan hidung disertai episode obstruksi jalan napas
akut, bahkan sering berat. Prevalensi sensitivitas aspirin pada pasien asma
bervariasi dari penelitian ke penelitian, tetapi banyak peneliti menduga
bahwa 10 persen merupakan gambaran yang masuk akal. Ditemukan
reaktivasi silang yang besar antara aspirin dan senyawa anti- inflamasi non-
steroid lain. Indometasin, fenoprofen, naproksen, natrium zomepirak,
ibuprofen, asam mefenamat dan fenilbutazon secara khusus penting dalam
hal ini. Sebaliknya, asetaminofen, natrium salisilat, kolin salisilat,
salisilamid dan propoksilen dapat ditoleransi dengan baik. Frekuensi reaksi
silang yang sebenarnya terhadap tartazin dan bahan pewarna lain pada
pasien asma sensitif- aspirin juga masih kontroversial dan sekali lagi, 10
32
persen merupakan gambaran yang masuk akal. Komplikasi khusus asma
sensitif- aspirin bersifat tersembunyi, akan tetapi pada tartazin dan bahan
pewarna lain yang cenderung menimbulkan masalah dapat ditemukan secara
luas di lingkungan dan mungkin tanpa diketahui ditelan oleh pasien yang
sensitif.
Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi
silang juga akan terbentuk terhadap agen anti- inflamasi non- steroid lain.
Mekanisme dengan aspirin dan obat lain dapat menyebabkan bronkospasme
tidak diketahui tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien
yang diinduksi secara khusus oleh aspirin. Hipersensitivitas cepat
kelihatannya tidak terbentuk.
Antagonis beta- adrenergic biasanya menyebabkan obstruksi jalan
napas pada pasien asma demikian juga dengan pasien lain dengan
peningkatan reaktivitas jalan napas dan harus dihindarkan pada pasien ini.
Bahkan agen beta, selektif memiliki efek ini. Khususnya pada dosis yang
lebih tinggi. Sesungguhnya, bahkan penggunaan setempat penghambat beta,
di mata pada terapi glaukoma berhubungan dengan asma yang semakin
memburuk.
Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit,
natrium sulfit dan sulfat dioksida, yang secara luas digunakan dalam industri
makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi dan pengawet, juga dapat
menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada pasien yang sensitif. Pajanan
biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung
33
senyawa ini, misalnya salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.
Eksaserbasi asma pernah dilaporkan setelah penggunaan larutan mata
topikal yang mengandung sulfit, glukokortikoid intravena dan beberapa
larutan bronkodilator inhalan. Insidensi dan mekanisme kerja fenomena ini
masih belum diketahui. Bila timbul kecurigaan, diagnosis dapat dipastikan
dengan provokasi oral maupun inhalasi.
3. Lingkungan dan polusi udara
Lingkungan penyebab asma biasanya berhubungan dengan keadaan
iklim yang menyebabkan konsentrasi polutan atmosfer dan antigen.
Keadaan ini cenderung ditemukan pada daerah yang padat industri ataupun
daerah kumuh yang padat penduduknya dan sering berhubungan dengan
perubahan suhu atau situasi yang berhubungan dengan massa udara yang
terhambat. Pada keadaan seperti ini, walaupun penduduk dapat mengalami
gangguan pernapasan, pasien dengan asma dan penyakit pernapasan lain
cenderung menderita lebih berat. Polutan udara yang diketahui memiliki
efek seperti ini adalah ozon, nitrogen, dioksida dan sulfur oksida. Yang
dibutuhkan kemudian adalah konsentrasi tinggi dan dapat menimbulkan
efek yang paling berat selama periode ventilasi yang banyak.
4. Faktor pekerjaan
Asma yang berkaitan dengan kerja merupakan masalah kesehatan
yang bermakna dan obstruksi jalan napas akut dan kronik dilaporkan terjadi
setelah pajanan terhadap sejumlah besar senyawa yang dapat dihasilkan dari
pekerjaan, atau pajanan terhadap, garam logam (misalnya platinum, krom
dan nikel), debu kayu dan sayuran (misalnya pohon ek, pohon cedar merah
34
barat (western red cedar), padi-padian, tepung, kacang kastor, biji kopi
hijau, mako, gum akasia, gum karay dan tragacanth), bahan farmasi
(misalnya antibiotika, piperazin, dan simetidin), bahan kimia industri dan
plastik (misalnya toluene diisosianat, asam fitalat anhidrat, asam trimelitat
anhidrat, persulfat, etilendiamin, parafenilendiamin dan berbagai bahan
pewarna), enzim biologi (misalnya detergen pencuci baju dan enzim
pankreas) dan kotoran hewan dan serangga, serum dan secret. Penting untuk
mengetahui bahwa pajanan terhadap bahan kimia yang merangsang,
khususnya bahan kimia yang digunakan pada cat, pelarut dan plastik, juga
dapat terjadi selama istirahat atau aktivitas yang tidak berhubungan dengan
kerja.
Mekanisme yang mendasari obstruksi jalan napas ini terbagi atas tiga
kelompok: (1) pada beberapa kasus, agen pengganggu menyebabkan
pembentukan IgE spesifik dan penyebabnya cenderung bersifat imunologik
(reaksi imunologik dapat bersifat cepat, lambat, atau rangkap); (2) pada
kasus yang lain, materi dipergunakan dapat menyebabkan pembebasan
langsung unsur- unsur bronkokonstriktor; dan (3) pada kasus yang lain lagi,
unsur iritan yang berkaitan dengan kerja, secara langsung maupun reflek
akan merangsang jalan napas baik pada pasien yang terpajan oleh alergen
lain yang menghasilkan reaksi imunologik yang cepat dan rangkap, pasien
yang terpajan oleh alergen yang berhubungan dengan kerja akan
memperlihatkan riwayat siklik yang khas. Pasien tersebut sehat saat tiba di
tempat kerja dan gejala akan timbul menjelang akhir pergantian tugas,
bertambah berat saat meninggalkan tempat kerja dan kemudian berkurang.
35
Tidak bekerja karena hari minggu atau libur akan menyebabkan remisi.
Seringkali, ditemukan gejala yang mirip pada pekerja yang lain.
5. Infeksi
Infeksi jalan napas merupakan rangsangan yang paling umum
membangkitkan eksaserbasi akut asma. Penelitian yang dilakukan dengan
baik memperlihatkan bahwa virus jalan napas dan bukan bakteri ataupun
alergi merupakan faktor etiologi yang utama. Pada anak-anak yang lebih
muda, agen infeksi yang paling penting adalah respiratori syncitial virus
(virus sinsitial pernapasan); dan virus parainfluenza. Pada anak yang lebih
tua dan orang dewasa, rhinovirus dan virus influenza merupakan patogen
utama. Koloni kecil pada saluran trakeobronkial sudah cukup untuk
mencetuskan episode akut bronkospasme dan serangan asma terjadi hanya
bila gejala infeksi jalan napas yang sedang berlangsung ditemukan atau
gejala tersebut sudah ada. Mekanisme bagaimana virus menginduksi
timbulnya asma tidak diketahui, tetapi mungkin bahwa hasil perubahan
akibat radang mukosa jalan napas mengubah pertahanan pejamu dan
menyebabkan saluran trakeobronkial lebih rentan terhadap rangsangan
eksogen. Bukti yang mendukung bahwa konsep ini diperoleh dari bukti
bahwa respons jalan napas bahkan dari individu normal (bukan pasien asma)
terhadap rangsangan secra perlahan akan meningkat setelah infeksi virus.
Peningkatan respons jalan napas, yang berhubungan dengan batuk dan yang
lebih jarang mengi, dapat berlangsung dari 2 sampai 8 minggu setelah
infeksi baik pada individu normal maupun pasien asma.
36
6. Exercise
Exercise merupakan salah satu penyebab episode akut asma yang
paling sering ditemukan. Rangsangannya berbeda dengan penyebab alami
lain seperti antigen atau infeksi virus yaitu exercise tidak menimbulkan
cacat yang lama dan juga tidak mengubah reaktivitas jalan napas.
Timbulnya bronkospasme akibat latihan fisik mungkin berpengaruh pada
beberapa pasien asma dan pada beberapa pasien mungkin merupakan
mejanisme pencetus tunggal yang akan menimbulkan gejala asma. Bila
pasien tersebut dirawat untuk waktu yang cukup, pasien tersebut sering
mengalami episode berulang obstruksi jalan napas yang tidak bergantung
pada exercise; jadi awitan masalah ini kadang- kadang dapat bertindak
sebagai manifestasi pertama sindroma asma yang menyeluruh. Ditemukan
interaksi yang bermakna antara ventilasi yang diperoleh dari exercise, suhu
dan kandungan air udara yang diinspirasi dan besarnya obstruksi pasca
exercise. Jadi, untuk kondisi udara yang diinspirasi secara sama, berlari akan
menyebabkan serangan asma lebih berat dibandingkan berjalan. Sebaliknya,
untuk exercise yang diberikan, inhalasi udara dingin selama melakukan
latihan akan meningkatkan respons secara bermakna, sementara udara
panas, lembab akan menghambatnya bahkan menghilangkannya. Akibatnya,
aktivitas seperti bermain es hockey, bermain ski, melintasi alam, atau
berseluncur di es lebih bersifat merangsang dibandingkan berenang di kolam
renang air hangat yang terletak di dalam gedung. Mekanisme bagaimana
exercise akan menghasilkan obstruksi mungkin berhubungan dengan
hyperemia yang disebabkan oleh suhu dan pengisian darah
37
(engorge-ment) mikrovaskuler dinding bronkus dan kelihatannya tidak
mengikutsertakan kontraksi otot polos.
7. Stres emosional
Banyak data obyektif yang tersedia memperlihatkan bahwa faktor
psikologis dapat berinteraksi dengan diathesis asma baik untuk memperberat
atau memperbaiki proses penyakit. Jalur dan gambaran interaksi bersifat
kompleks tetapi dapat diterima pada lebih dari setengah pasien yang diteliti.
Perubahan ukuran jalan napas kelihatannya dicetuskan melalui pengubahan
aktivitas saraf vagus aferen, tetapi endorphin juga dapat berperan. Variabel
yang paling sering diteliti telah disebutkan dan bukti penelitian saat ini
menyatakan bahwa faktor psikologi cukup berperan pada beberapa pasien
asma yang telah diseleksi. Bila pasien yang memberikan respons secara
psikis diberikan saran yang sesuai, pasien sebenarnya dapat menurunkan
atau meningkatkan efek farmakologik rangsangan adrenergik dan kolinergik
pada jalan napasnya. Batasan yang menyebabkan faktor psikologi dapat
berperan pada perangsangan dan/atau kelangsungan eksaserbasi akut masih
belum diketahui tetapi mungkin bervariasi dari pasien ke pasien dan pada
beberapa pasien dari satu episode ke episode lain.
2.4.5. Patofisiologi Asma
Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang dikendalikan oleh
limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE
yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma
bersifat airborne dan agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan
38
tetapi, sekali sensitivisasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respons yang
sangat baik, sehingga sejumlah kecil alergen yang mengganggu sudah dapat
menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma
adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan
bahan sulfat. Sindrom pernapasan sensitif- aspirin khususnya terjadi pada orang
dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah
ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asma
progesif.
Klien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian
obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan
terbentuk terhadap agen anti- inflamasi non-steroid lain. Mekanisme yang
menyebabkan bronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak
diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang
diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis β-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada
klien asma, sama halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan peningkatan
reaktivitas jalan napas dan hal tersebut harus dihindarkan. Obat sulfat, seperti
kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida,
yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen
sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada klien
yang sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang
mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.
39
Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah dengan pencetus lainnya dari
internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi
antigen-antibodi ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya
merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan
dapat berupa histamine, bradikinin, dan anafilaktosin. Hasil dari reaksi tersebut
adalah timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan
permeabilitas kapiler dan peningkatan secret mucus.
2.4.6. Kekambuhan
Kekambuhan adalah kejadian berulang yang alami oleh penderita dalam
mengalami suatu penyakit biasanya terjadi melebihi 3x dengan kuantitas yang
sering terjadi dan biasanya bersifat tidak menyenangkan (Ismadi, 2008 ).
Seseorang dikatakan mengalami kekambuhan terhadap suatu penyakit
ketika gejala penyakit tersebut terulang atau tidak hanya terjadi 3x kali dalam 3
bulan.
2.4.7. Alat ukur (skala) kekambuhan asma
Pengukuran kekambuhan asma ini dilakukan dengan cara wawancara.
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap
muka dan tanya jawab langsung antara pengumpulan data maupun peneliti
terhadap narasumber atau sumber data. Adapun skornya adalah skor : 1= Tidak
sering bila pernyataan tidak sesuai dengan keadaan yang terjadi <2x dalam 3 bulan
dan 2= Sering bila penyataan sesuai dengan keadaan yang terjadi >3x dalam 3
bulan. Kategori : Sering > 50%, Tidak sering < 50% (Hasdianah dkk, 2014 dalam
Hidayati, 2015).
40
2.5. Konsep Lansia
2.5.1. Definisi
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur
55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-
hari dan menerima nafkah dari orang lain (Muhith, 2016).
Menua (menjadi tua) secara normal dari sistem saraf didefinisikan sebagai
perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit
saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari
fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995 dalam
buku Muhith, 2016).
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Proses menua
merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak
lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Muhith, 2016).
2.5.2. Batasan Lansia
Batasan usia Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia
dikelompokkan menjadi:
1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.
3. Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun
41
2.5.3. Permasalahan Pada Lanjut Usia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usia antara lain (Setiabudhi,1999: 40 – 42 dalam buku Muhith, 2016):
1. Permasalahan Umum :
a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga
yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan khusus :
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah
baik fisik, mental maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, telantar dan cacat
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada
tatanan masyarakat individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.
42
2.5.4. Teori Proses Menua
1. Teori-Teori Biologi
a. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari
sel-sel kelamin. (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
"Pemakaian dan Rusak" kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah (terpakai). Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune
Theory). Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap
zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
b. Teori "Immunologi Slow Virus" (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem immun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
c. Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
43
d. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-
sel tidak dapat regenerasi.
e. Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
f. Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
2. Teori Kejiwaan Sosial
a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Dalam akivitas dan kegiatan terdapat beberapa hal sebagai berikut:
1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari
lanjut usia.
3) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar
tetap dari usia pertengahan ke lanjut usia.
44
b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut
usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya.
c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple
Loos), yakni :
1) Kehilangan peran (Loos of Role)
2) Hambatan kontak sosial (Restraction of Contact and Relation Ships)
3) Berkurangnya komitmen (Reduced commitment to Social Mores and
Values)
2.5.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah (Muhith, 2016)
1. Hereditas = ketuaan genetik
2. Nutrisi = makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stres
45
2.5.6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
1. Perubahan-perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ
tubuh diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardio
vaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh, sistem respirasi,
muskuloskletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan integument.
2. Perubahan-perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (Hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-
teman dan keluarga.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
3. Perubahan Psikososial
Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang
menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam
sering bingung panik dan depresif.
46
Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosio
ekonomi.
a. Pensiunan, kehilangan finansial, pendapatan berkurang, kehilangan
status, teman atau relasi
b. Sadar akan datangnya kematian.
c. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
d. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
e. Penyakit kronis.
f. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
g. Gangguan syaraf panca indra.
h. Gizi
i. Kehilangan teman dan keluarga.
j. Berkurangnya kekuatan fisik.
2.6. Hasil Penelitian Orang Yang Terkait Stres dan Kekambuhan Asma
1. Novita (2014)
Menurut penelitian novita dengan judul “Hubungan antara tingkat
stres dengan frekuensi kekambuhan asma pada lansia di posyandu kelurahan
perak Surabaya” Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara
tingkat stres dengan frekuensi kekambuhan asma pada lansia. Stres yang
dimaksud adalah kondisi ketika seseorang merasakan ketidaknyaman mental
dan batin yang diakibatkan perasaan tertekan. Metode penelitian
menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah 38 responden. Pengumpulan data
diambil dengan teknik total sampling dan jumlah sampel dalam penelitian
47
ini adalah 38 orang. Hasil penelitian dengan analisis menggunakan Uji chi
square didapatkan asumsi non-parametrik hasil analisis diperoleh nilai
korelasi antara tingkat stres dengan kekambuhan asma 0,730 dengan p
sebesar 0,000 hal ini menunjukkan hipotesis diterima terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat stres dengan frekuensi kekambuhan asma
pada lansia.
2. Hidayati (2015)
Menurut penelitian Hidayati dengan judul “Analisa faktor-faktor
pencetus serangan asma pada lansia di Puskesmas Perak Jombang” Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor pencetus serangan
asma pada lansia tahun 2013. Metode penelitian menggunakan deskriptif
analitik dengan pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pengunjung penderita asma sebanyak 91 responden.
Pemilihan sampel dilakukan secara simple random sampling sebanyak 74
responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan data dianalisis
dengan analisis Uji Mann-Withney dan Uji Spearmen Rho. Hasil uji Mann-
Whitney didapatkan nilai p value 0,002 yang menunjukkan faktor allergen
dengan serangan asma, dan hasil Uji Spearman Rho didapatkan nilai p value
0,000 yang menunjukkan faktor aktivitas fisik dengan serangan asma.
Dengan seringnya penderita terpapar dengan pencetus-pencetus tersebut
maka serangan asma penderita sering terjadi berulang. Oleh karena itu
diharapkan penderita untuk selalu menghindari faktor pencetus serangan
asma dimana hasil penelitian faktor yang lebih dominan adalah faktor fisik.
48
3. Angga (2014)
Menurut penelitian yang dilakukan Angga dengan judul “ Hubungan
tingkat kecemasan dengan frekuensi kekambuhan keluhan sesak nafas pada
pasien asma d28i SMF Paru RSD dr. Soebandi Jember “Metode penelitian
menggunakan deskriftif analitik dengan pendekatan cross sectional dengan
teknik purposive sampling dan home visiting berdasarkan criteria inklusi
yakni pasien yang telah didiagnosis asma bronchial yang pernah berobat ke
SMF Paru dengan keluhan sesak nafas, periode Juni 2013 sampai dengan
juni 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah 205 pasien. Pemilihan
sampel dilakukan secara simple random sampling sebanyak 30 responden.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner HARS. Berdasarkan hasil
penelitian terhadap 30 pasien, uji analisis Chi-square menunjukkan tingkat
signifikan 0,000 yang menunjukkan p < 0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi
kekambuhan keluhan sesak nafas pada pasien asma di SMF Paru RSD dr.
Soebandi Jember.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan
Faktor pencetus
kekambuhan asma : Alergik
49
antarvariabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam,
2016). Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Faktor yang mempengaruhi pada lansia :
1. Fisik dan biologis
a. Riwayat penyakit masa
lalu
Lingkungan
b. Tidur
Exercise
c. Diet
d. Penyakit Stres
2. Psikologis
a. Persepsi
b. Emosi
Antigen dan
c. Situasi psikologis
antibody
d. Pengalaman hidup
3. Lingkungan
a. Lingkungan dalam
(internal) Asma
b. Lingkungan luar
(ekternal)
Sering Tidak sering
Keterangan :
= Tidak Diteliti
= Di Teliti
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di wilayah kerja Puskesmas
Sumobito Kabupaten Jombang.. 3.2 Penjelasan Kerangka Konsep
Faktor- faktor penyebab kekambuhan asma Alergik farmakologik,
lingkungan, pekerjaan, infeksi, exercise dan stres. Dari beberapa faktor tersebut
lingkungn, exercise dan stres dapat memicu terjadinya kekambuhan asma sering
atau tidak.
50
3.3 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari pertanyaan penelitian atau
rumusan masalah (Nursalam, 2016).
H1 : Ada hubungan faktor lingkungan dengan kekambuhan penyakit asma
pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang.
H1 : Ada hubungan faktor excercise dengan kekambuhan penyakit asma
pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang
H1 : Ada hubungan faktor stres dengan kekambuhan penyakit asma pada
lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang
BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini merupakan cara untuk menjawab suatu permasalahan
dengan menggunakan metode ilmiah. Pada bab ini akan dibahas rancangan
penelitian yang meliputi populasi, sampel, sampling, variabel, definisi
51
operasional, instrumen penelitian, lokasi dan waktu, prosedur pengambilan data,
pengumpulan data dan analisa data.
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analitik
korelasional. Penelitian korelasional adalah jenis penelitian yang digunakan untuk
mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji berdasarkan
teori yang ada. Peneltian ini bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif
antar variabel. Pada rancangan penelitian korelasional peneliti melibatkan
minimal dua variabel (Nursalam, 2016).
Berdasarkan penelitian ini maka desain penelitian yang digunakan yaitu
cross sectional. cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu
pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya pada
satu saat. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai secara simultan
pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2016). Dalam penelitian
ini yang digunakan adalah penelitian analitik korelasi. Peneliti ingin mempelajari
hubungan antara lingkungan, excercise dan stres dengan kekambuhan asma.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu penelitian
Berdasarkan metode penelitian pengambilan sampel yang di gunakan, maka
untuk memenuhi jumlah sampel sesuai dengan yang diharapkan ditetapkan
52
rentang waktu penelitian. Waktu penelitian dilakukan mulai awal pembuatan
proposal yaitu pada bulan Februari sampai Juni 2017 4.2.2 Tempat
penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah di Wilayah Kerja di Puskesmas Sumobito
Kabupaten Jombang.
4.3 Populasi, Sampel dan Sampling
4.3.1 Populasi
Populasi adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan (Nursalam, 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua lansia di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pengunjung penderita Asma di
Puskesmas sumobito tahun 2016 sebanyak 203 orang.
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Ada dua syarat
yang harus dipenuhi dalam menetapkan sampel : (1) representatif, yaitu sampel
yang dapat mewakili populasi yang ada (2) sampel harus cukup banyak.
Menurut Arikunto ( 2010 ) jika populasi > 100 maka bisa diambil 10- 15%
atau 20- 25%. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel banyak 50% dari
populasi. Sehingga dapat dihitung sesuai dengan rumus sebagai berikut :
n = 50% x N
Keterangan :
n =besar sampel N
= besar populasi
53
Besar sampel = x 203 = 101,5 = 102
Jadi, jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah102 orang
4.3.3 Sampling
Sampling penelitian adalah suatu proses seleksi sampel yang digunakan
dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan dari populasi yang ada (Hidayat, 2010).
Cara pengambilan sampling ada dua yaitu probability sampling dan
nonprobability sampling (Nursalam, 2016).Dalam penelitian ini menggunakan
probability sampling dengan simple random sampling yaitu teknik pengambilan/
penetapan sampel dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada
atau tersedia.
4.4 Kerangka Kerja (JalannyaPenelitian)
Kerangka kerja adalah langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah, mulai dari
penetapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal
dilaksanakannya penelitian (Nursalam, 2016).
54
IdentifikasiMasalah
Populasi Semua pengunjung penderita Asma di Puskesmas Sumobito jombang
sejumlah 203 orang
Sampling
Simple random sampling
Sampel Sebagian pengunjung penderita Asma di Puskesmas
Sumobito sebanyak 102 orang
Desain Penelitian Cross sectional
Identifikasi Variabel
Variabel independent Variabel dependent
Lingkungan, Excercise ,Stres Kekambuhan Asma
Pengumpulan Data
Kuesioner
Pengolahan Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating, dan uji regresi logistik
Penyusunan laporan akhir dan kesimpulan
Gambar 4.1 Kerangka Kerja penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di wilayah kerja Puskesmas
Sumobito Kabupaten Jombang. 4.5 Identifikasi Variabel
4.5.1 Variabel penelitian
Variabel adalah konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan
sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian
55
(Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini dibedakan antara variabel independen dan
dependen.
1. Variabel independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain (Nursalam, 2016). Pada penelitian ini variabel
independennya adalah lingkungan kerja exercise dan stres.
2. Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan
oleh variabel lain (Saryono, 2011). Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kekambuhan asma pada lansia penderita asma di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
4.6 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud
atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. (Notoadmodjo,
2012).
Tabel 4.1. Definisi Operasional Analisis faktor yang mempengaruhi kekambuhan
penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
Variabel Definisi Parameter Alat Skala
Skor
ukur
Independen : Keadaan 1. Lingkungan Kuesio O Skor:
lingkunga Internal ner R 0 tidak pernah
n yang a. Komunikasi D 1 jarang
dapat keluarga I 2 kadang
menyebab 2. Lingkungan N 3 sering
kan sakit Ekternal A Kategori:
Lingkungan asma a. Asap rokok L Baik, 76-100%
b. Debu Cukup, 56-75%
c. Asap Kurang, atau ≤ 55% ,
pembakaran (Arikunto, 2010)
bekas
tanaman
padi
56
Excercise Aktifitas a. melakukan Kuesio O Skor:
jasmani pekerjaan berat ner R 0 tidak pernah
yang seperti D 1 jarang
menyebab mencangkul di I 2 kadang
kan sakit sawah N 3 sering
asma b. mengangkat A Kategori:
beban berat L 1 berat >50%
c. Senam lansia 2 ringan ≤ 50%
d. Olah raga jalan- (Hidayat, 2012)
jalan setiap hari
Situasi a. Jengkel pada hal Kuesio O Skor: yang kecil ner R 0 tidak pernah
menimbul b. Reaksi (Depres D 1 jarang
kan berlebihan sion, I 2 kadang
Stres tekanan c. Sulit santai Anxiety N 3 sering
pada d. Energi terbuang , and A
seseorang percuma Stress L Kategori:
yang bisa e. Sikap tidak sabar Scale) Normal (nilai 0-14)
menyebab f. Mudah marah DASS Ringan (nilai 15-18)
kan sakit g. Sulit mentolerir Sedang (nilai 19-25)
gangguan Berat (nilai 26-33)
h. Tegang Gelisah Sangat berat (nilai
≥33)
(Lovibond &
Lovibond, 1995)
Dependen : Kekambuh Parameter Skor:
Kekambuhan an adalah kekambuhan asma : W O 0 =Tidak sering
pada pasien kejadian 1 Asma kambuh A R 1 = Sering
asma yang atau sesak > 3x W D Kategori: : Sering
berulang dalam 3 bulan A I >50%,
kembali terakhir N N Tidak sering ≤ 50%
dalam 2 Minum obat C A (Hasdianah dkk,
gejala asma dalam 3 A L 2014 dalam Hidayati,
asma yang bulan terakhir R 2015).
pernah 3 Berobat ke A
dialami dokter atau
oleh tempat
seseorang pelayanan
kesehatan
dengan sakit
asma dalam 3
bulan terakhir
57
Pengumpulan data
4.6.1 Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat bantu yang dipilih oleh peneliti dalam kegiatan
tersebut menjadi sitematis dan mudah (Nursalam, 2008). Sedangkan kuesioner
adalah daftar pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kepada responden, dimana
responden bisa menjawab secara bebas tentang sejumlah pertanyaan yang
diajukan secara terbuka oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012).
Instrumen yang digunakan lingkungan kerja dan excercise, untuk mengukur
stres pada pasien asma adalah skala holmes sedangkan untuk kekambuhan asma
yang terjadi pada pasien adalah observasi. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner yang ditujukan kepada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Pada penelitian
ini menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner yang berisi :
1. Instrumen pengukuran lingkungan
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data yang dilakukan
dalam pengukuran lingkungan ini adalah menggunakan kuesioner.
Instrumen pengukuran lingkungan ini adalah menggunakan kuesioner rating
scale berdasarkan indikator yang terdiri atas 8 pertanyaan (dengan 4 item
jawaban: tidak pernah, jarang, kadang, dan sering).
2. Instrumen pengukuran excercise
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data yang dilakukan dalam
pengukuran excercise ini adalah menggunakan kuesioner. Instrumen
pengukuran excercise ini adalah menggunakan kuesioner rating
58
scaleberdasarkan indikator yang terdiri atas 8 pertanyaan (dengan 4
item jawaban: tidak pernah, jarang, kadang, dan sering).
3. Instrumen pengukuran stres
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data yang dilakukan
dalam pengukuran stres ini adalah menggunakan kuesioner. Instrumen
pengukuran stres ini adalah menggunakan kuesioner rating scale
berdasarkan skala DASS yang terdiri atas 14 pertanyaan (dengan 4 item
jawaban: tidak pernah, jarang, kadang, dan sering).
4. Instrumen kekambuhan asma
Instrumen yang digunakan untuk kekambuhan asma adalah dengan
wawancara tentang seberapa sering asma tersebut kambuh. Kriteria
pengukuran menggunakan Sering bila > 3 kali dalam 3 bulan dan Tidak
sering < 2 kali dalam 3 bulan (Hasdianah dkk, 2014 dalam Hidayati, 2015).
1. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip
keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2016). Uji validitas
dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi Product Moment dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Sujarweni & Endrayanto, 2012)
Untuk mengetahui apakah suatu instrumen mampu menghasilkan data
yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya diperlukan pengujian validitas.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dalam kuesioner mampu
mengungkapkan apa yang seharusnya akan diukur oleh kuesioner tersebut.
59
Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi
antar variabel atau item dengan skor total variabel. Cara mengukur validitas
konstruk yaitu dengan mencari korelasi antara masing-masing pertanyaan
dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi product moment.
Dengan rumus sebagai berikut:
N XY X Y r
XY
NX2X2NY2Y2
Dimana r : Koefisien korelasi product moment
X : Skor tiap pertanyaan/ item
Y : Skor total
N : Jumlah responden
Dari hasil uji validitas pada 10 responden lansia didapatkan
hasil uji validitas menunjukkan semua item pertanyaan lingkungan,
excercise dan stres memiliki nilai korelasi lebih besar dari r tabel
sehingga dapat digunakan sebagai penelitian selanjutnya.
2. Reabilitas Instrumen
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu
hasilpengukuran relatif konsisten apabila pengukuran dilakukan dua kali
atau lebih. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat
ukur dalam mengukur gejala yang sama. Untuk mengetahui reliabilitas
kuesioner, penelitian ini menggunakan pendekatan pengukuran reliabilitas
konsistensi internal dengan menghitung koefisien alpha. Koefisien alpha ini
berkisar antara 0 sampai 1 suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel
jika memberikan nilai cronbach Alpha > 0,6. Untuk uji reliabilitas
60
menggunakan program SPSS 16. kesamaan hasil pengukuran atau
pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-
kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2016). Jika nilai Alpha > 0,06
maka reliabel.
Rumus untuk menghitung koefisien reabilitas instrument pada
penelitian ini dengan menggunakan Cronbach Alpha adalah sebagai berikut:
k
2
b
2
R11 = ( k
1
)(1-
t )
Keterangan :
R11 : Reliabilitas instrumen
K : Banyaknya butir pertanyaan
2
b : Jumlah varians butir
2
t : Varians total
Dari hasil uji validitas pada 10 responden lansia didapatkan hasil uji
reliabilitas menunjukkan semua item memiliki nilai alpha lebih besar dari
0,6 sehingga semua pertanyaan dinyatakan reliabel untuk penelitian
selanjutnya
4.6.2 Prosedur penelitian
Dalam melakukan penelitian, prosedur yang ditetapkan adalah :
1. Peneliti mengajukan surat rekomendasi penelitian kepada institusi
pendidikan STIKES ICME Jombang.
2. Menyerahkan surat rekomendasi penelitian kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang.
61
3. Menyerahkan surat rekomendasi kepada Kepala Puskesmas Sumobito
Jombang.
4. Menjelaskan kepada Kepala Puskesmas Sumobito Jombang teknik
penelitian yang akan digunakan.
5. Mendatangi responden datang ke Puskesmas Sumobito dan responden
yang tidak ada di Puskesmas.
6. Menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian dan bila bersedia
menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.
7. Waktu pembagian daftar pertanyaan dalam kuesioner dan
wawancara selama 4 hari.
8. Responden harus mengisi semua daftar pertanyaan dalam kuesioner yang
telah diberikan, dan jika telah selesai kuesioner diserahkan pada peneliti.
9. Penyusunan hasil penelitian.
4.7 Pengolahan dan Analisa Data
4.7.1 Pengolahan Data
Setelah data berkumpul maka dilakukan pengolahan data melalui tahapan
Editing, Coding, Scoring, Tabulating.
1. Editing
Adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meneliti kembali apakah isian
pada lembar pengumpulan data (kuesioner) sudah cukup baik sebagai upaya
menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut.
Editing pada penelitian ini meliputi :
a. Kelengkapan jawaban, apakah setiap pertanyaan sudah ada jawabannya.
62
b. Keterbacaan tulisan, tulisan yang tidak terbaca akan
mempersulit pengolahan data.
c. Relevan jawaban, bila ada jawaban yang kurang atau tidak relevan maka
editor harus menolaknya (Setiadi, 2007).
2. Coding
Adalah mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut kriteria
tertentu. Klasifikasi pada umumnya ditandai dengan kode tertentu yang
biasanya berupa angka (Hidayat, 2010).
a. Data umum
1) Kode responden
Responden 1 : R1
Responden 2 : R2
Responden 3 ; R3
2) Jenis kelamin
Laki-laki : J1
Perempuan : J2
3) Usia
60 – 65 tahun : U1
66 – 70 tahun : U2
71 – 80 tahun :U3
>80 tahun : U4
4) Pendidikan terakhir
Tidak tamat SD : B1
SD/sederajat : B2
63
SMP/sederajat : B3
SMA/sederajat : B4
5) Pekerjaan
Tidak Bekerja ( P1 )
Petani ( P2 )
Kuli ( P3)
b. Data Khusus
1) Variabel Independen: lingkungan, excercise dan Stres:
Tidakpernah0
Jarang1
Kadang 2
Sering 3
2) Variabel dependen Kekambuhan Asma :
a) Tidak Sering 0
b) Sering 1
3. Scoring
Scoring adalah memberi skor pada setiap responden dengan melakukan
pemberian nilai terhadap jawaban kuesioner stres (Saryono, 2010).
Setelah data terkumpul diprosentasikan frekuensinya dengan cara
jumlah frekuensi dibagi jumlah responden dan dikalikan 100%. Hasilnya
berupa presentase rumus (Arikunto, 2010).
a. Variabel Independen
1) Lingkungan
64
Skor:
0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang
3 sering
Kategori: Baik,
76-100%
Cukup, 56-75%
2) Exercise
Skor:
0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang
3 sering
Kategori:
berat >50%
ringan ≤ 50% (Hidayat, 2009)
3) Stres:
Skor:
0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang
3 sering
65
Kategori:
Normal (nilai 0-14)
Ringan (nilai 15-18)
Sedang (nilai 19-25)
Berat (nilai 26-33)
Sangat berat (nilai ≥33)
(Lovibond & Lovibond, 1995)
Stres:
a. Variabel Dependen Kekambuhan asma:
Skor:
0 = Tidak sering
1= Sering
Kategori: :
Sering > 50%,
Tidak sering ≤50%
(Hasdianah dkk, 2014 dalam Hidayati, 2015).
Berdasarkan masing-masing variabel pada kriteria :
1) Variabel Independen
Variabel pertama yaitu lingkungan, excercise dan stres dengan
kuesioner dengan skala penilaian 0-3 yaitu :
a) Tidak pernah : 0
b) Jarang : 1
66
c) Kadang-kadang 2
d) Sering 3
2) Variabel Dependen
Sedangkan variabel yang kedua yaitu kekambuhan asma yang
diwawancara dengan skala 0-1 yaitu:
Penilaian kekambuhan asma:
a) Sering (jika mengalami kekambuhan > 3x kali dalam 3 bulan)
b) Tidak sering (jika tidak mengalami kekambuhan < 2x dalam
3 bulan)
4. Tabulating
Tabulating adalah membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian
atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoadmodjo, 2012). Kuesioner yang
dibagikan kepada responden atau data yang sudah dikumpulkan dari
responden kemudian dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi.
Adapun hasil pengolahan data tersebut diinterprestasikan menggunakan
skala kumulatif :
100 % = Seluruhnya
76 % - 99 % = Hampir seluruhnya
51 % - 75 % = Sebagian besar dari responden
50 % = Setengah responden
26 % - 49 % = Hampir dari setengahnya
1 % - 25 % = Sebagian kecil dari responden
0 % = Tidak ada satupun dari responden
(Arikunto, 2010)
67
4.8.2 Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk analisa univariat tergantung
dari jenis datanya.Untuk data numeric digunakan nilai mean atau rata-rata,
median dan standar deviasi (Notoadmodjo, 2012). Analisa univariat pada
penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
kekambuhan penyakit asma pada lansia di wilayah kerja Puskesmas
Sumobito Kabupaten Jombang.
2. Analisa Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kekambuhan asma. Analisis multivariate dilakukan
dengan menggunakan uji regresi logistic berganda, yaitu menghubungkan
beberapa variable bebas dengan variable terikat secara bersamaan. Dari uji
regresi logistik berganda akan diperoleh hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat dan besar pengaruh variabel bebas terhadap asma yang
dinyatakan dalam Adjusted Odds Ratio dengan Confidence Interval 95% / α
= 0,05.
4.9 Etika penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin kepada
Institusi Program Studi S1 Keperawatan STIKES ICME Jombang untuk
mendapatkan persetujuan. Setelah itu melakukan penelitian pada responden
dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :
68
4.9.1 Informed Consent
Tujuannya adalah lansia mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta
dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika lansia bersedia untuk diteliti
maka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika lansia menolak untuk
diteliti maka tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
4.9.2 Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas lansia, peneliti tidak akan
mencantumkan nama pada lembar kuesioner. Lembar tersebut hanya diberi kode
nomor tertentu.
4.9.3 Confidentallity (kerahasiaan)
Peneliti akan senantiasa menjaga kerahasiaan dari data yang diperoleh, dan
hanya akan disajikan kepada kelompok tertentu yang berhubungan dengan
penelitian, sehingga rahasia subyek penelitian benar-benar terjamin.
4.10 Keterbatasan Penelitian
4.10.1 Responden
1. Keterbatasan waktu
Keterbatasan waktu saat penelitian rasakan mulai dari pelaksanaan
penelitian, pengolahan data, sampai dengan penyusunan skripsi sehingga
mempengaruhi hasil penelitian. Waktu penelitian lebih lama tentu akan
memperoleh hasil yang lebih baik.
2. Responden kurang kooperatif
69
Waktu membagikan kuesioner ada beberapa responden yang
kurang kooperatif. Hal ini membuat hasil peneliti kurang maksimal.
3. Keterbatasan data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner mempunyai dampak yang
sangat subjektif sehingga kebenaran data tergantung dari kejujuran
responden. Selain itu juga terjadi kesalahfahaman responden tentang
pernyataan pada kuesioner. Untuk mengatasi hal tersebut peneliti
memberikan kesempatan bagi responden untuk bertanya jika kurang
faham.
4.10.2 Peneliti
1. Keterbatasan biaya selama melakukan penelitian
2. Tempat penelitian yang jauh dari tempat tinggal dan puskesmas
mengakibatkan resiko yang semakin besar untuk sampai ke tempat
penelitian.
70
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah
kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang pada tanggal 19 s/d 22 April 2017
dengan responden 102 orang. Hasil penelitian disajikan dalam dua bagian yaitu
data umum dan data khusus. Data umum dimuat karakteristik : jenis kelamin, usia,
pendidikan terakhir, pekerjaan. Sedangkan data khusus terdiri dari pengaruh
lingkungan, pengaruh Excercise, pengaruh stres, kekambuhan asma serta tabulasi
silang faktor lingkungan, excercise dan stres berpengaruh terhadap kekambuhan
penyakit asma. Hasil pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara
kepada responden penelitian yaitu lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumobito
Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang.
1 Hasil Penelitian
5.1.1. Gambaran umum tempat penelitian
Puskesmas Sumobito terletak di Jl. Raya Sumobito No. 568 Desa Sumobito
Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Puskesmas Sumobito membawahi
desa wilayah kerja antara lain : Sumobito, Gedangan, Curah Malang, Budug
Sidorejo, Kendalsari, Talun Kidul, Madyo Puro, Segodorejo, Sebani, Bakalan dan
Mentoro. Batas wilayah kerja Puskesmas Sumobito sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Kesamben, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan
Trowulan, sebelah barat dan selatan berbatasan dengan Wilayah kerja Puskesmas
Jogoloyo.
71
2 Data umum dan data khusus
Data yang telah dikumpulkan lalu diolah dan didapatkan hasil sebagai
berikut:
1. Data Umum
a. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito
Kabupaten Jombang Tahun 2017.
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 42 41.2
Perempuan 60 58.8
Jumlah 102 100,0
Sumber : Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar jenis
kelamin responden adalah perempuan sebanyak 60 responden (58,8%).
b. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia lansia
penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017.
Usia Frekuensi Persentase (%)
60 – 65 tahun 73 71.5
66 – 70 tahun 26 25.5
71 – 80 tahun 2 2.0
>80 tahun 1 1.0
Jumlah 102 100,0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden berusia 60 – 65 tahun sejumlah 73 responden (71.5%).
72
c. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017.
Pendidikan terakhir Frekuensi Persentase (%)
Tidak tamat SD 72 70.6
SD/sederajat 30 29.4
Jumlah 102 100,0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden sejumlah 72 responden (70.6%) tidak tamat SD.
d. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan pada
lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017.
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Tidak Bekerja 60 58.8
Petani 10 9.8
Kuli 32 31.4
Jumlah 102 100,0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden sejumlah 60 responden (58.8%) tidak bekerja
2. Data Khusus
a. Faktor Lingkungan
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi faktor lingkungan pada lansia penderita asma
di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun
2017
Faktor lingkungan Frekuensi Persentase (%)
Cukup 71 69.6
Kurang 31 30.4
Jumlah 102 100,0
Sumber : Data Primer, 2017
73
Berdasarkan Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden lingkungan cukup berpengaruh sebanyak 71 responden (69.6%).
b. Faktor Excercise
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi faktor excercise pada lansia penderita asma di
Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017
Faktor Excercise Frekuensi Persentase (%)
Berat 98 96.1
Ringan 4 3.9
Jumlah 102 100,0 Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan Tabel 5.6 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya
responden melakukan excercise 98 responden (96.1%).
c. Pengaruh stres
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi faktor stres pada lansia penderita asma di
Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017.
Faktor stres Frekuensi Persentase (%)
Ringan 7 6.9
Sedang 73 71.6
Berat 22 21.5
Jumlah 102 100,0 Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden mengalami stres sedang 73 responden (71.6%).
d. Kekambuhan Asma
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi kekambuhan asma pada lansia penderita asma
di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017.
Kekambuhan asma Frekuensi Persentase (%)
Sering 68 66.7
Tidak sering 34 33.3
Jumlah 102 100,0 Sumber : Data Primer, 2017
74
Berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden mengalami kekambuhan asma 68 responden (66.6%).
3. Tabulasi silang pengaruh faktor lingkungan dengan kekambuhan asma
Tabel 5.9 Distribusi pengaruh faktor lingkungan dengan kekambuhan asma
pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017
Faktor lingkungan Kekambuhan asma Total
Sering % Tidak % N %
Cukup 50 49,0 21 20,6 71 69,6
Kurang 18 17,6 13 12,7 31 30,4
Total/N 68 66,7 34 33,3 102 100
Hasil uji regresi
logistik ρ = 0.018 < α = 0,05
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 5.9 menunjukkan bahwa 50 (49.0%) responden
lingkungan cukup berpengaruh terhadap keseringan kekambuhan asma dan 18
(17.6%) responden sering mengalami kekambuhan asma. Kemudian 21
(20.6%) responden tidak mengalami kekambuhan asma yang berpotensi
pengaruh lingkungan cukup dan 13 (12.7%) responden yang tidak mengalami
kekambuhan asma dengan pengaruh lingkungan yang kurang. Hal itu
menunjukkan bahwa mayoritas responden yang diamati pengaruh lingkungan
berpotensi terjadi kekambuhan asma.
Berdasarkan hasil analisa data penelitian, perhitungan menggunakan uji
regresi logistik didapatkan ρ value = 0,018 dimana ρ value < ɑ (0,05) maka H1
diterima. Hal ini berarti ada hubungan faktor lingkungan dengan kekambuhan
penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang.
75
4. Tabulasi silang pengaruh faktor excercise dengan kekambuhan asma.
Tabel 5.10 Distribusi pengaruh excercise dengan kekambuhan asma pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang Tahun 2017
Faktor Excercise
Kekambuhan asma Total
Sering % Tidak % N %
Berat 65 60,2 33 32,4 98 96,1
Ringan 3 2,8 1 1,0 4 3,9
Total/N 68 66,7 34 33,3 102 100
Hasil uji regresi
logistik ρ = 0.036 < α = 0,05
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 5.10 menunjukkan bahwa 65 (60.2%) responden
melakukan excercise berat dan sering mengalami kekambuhan asma dan 33
(32,4%) melakukan excercise berat sering mengalami kekambuhan asma.
Kemudian 3 (2.8%) responden mempunyai kebiasaan ringan dalam excercise
ringan mengalami kekambuhan asma dan 1 (1.0%) responden melakukan
excercise ringan tidak mengalami kekambuhan asma. Hal itu menunjukkan
bahwa mayoritas responden yang diamati melakukan excercise ringan sering
mengalami kekambuhan asma.
Berdasarkan hasil analisa data penelitian, perhitungan menggunakan uji
regresi logistik didapatkan ρ value = 0,036 dimana ρ value < ɑ (0,05) maka H1
diterima. Hal ini berarti ada hubungan faktor excercise dengan kekambuhan
penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang.
76
5. Tabulasi silang pengaruh faktor stres dengan kekambuhan asma.
Tabel 5.11 Distribusi pengaruh faktor stres dengan kekambuhan asma pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang Tahun 2017
Faktor Stres
Kekambuhan asma Total
Sering % Tidak % N %
Ringan 5 4,9 2 2,0 7 6,9
Sedang 47 46,1 26 25,5 73 71,6
Berat 16 15,7 6 5,9 22 21,6
Sangat Berat - - - - - -
Total/N 68 66,7 34 33,3 102 100
Hasil uji regresi
logistik ρ = 0.020 < α = 0,05
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 5.11 menunjukkan bahwa 47 responden (46.1%)
mengalami stres sedang dan sering mengalami kekambuhan asma 16 responden
(15,7%) mengalami stres berat sering mengalami kekambuhan asma dan 5
responden (4,9%) dengan stres ringan sering mengalami kekambuhan asma.
Kemudian 26 responden (25.5%) responden dengan stres ringan tidak sering
mengalami kekambuhan asma, 6 responden (5,9%) responden mengalami stres
berat tidak sering mengalami kekambuhan asma dan 2 responden (2.0%)
mengalami stres ringan tidak sering mengalami kekambuhan asma. Hal itu
menunjukkan bahwa mayoritas responden yang diamati mengalami stres
sedang sering mengalami kekambuhan asma.
Berdasarkan hasil analisa data penelitian, perhitungan menggunakan uji
regresi logistik didapatkan ρ value = 0,020 dimana ρ value < ɑ (0,05) maka H1
diterima. Hal ini berarti ada hubungan faktor stres dengan kekambuhan
77
penyakit asma pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang
6. Faktor lingkungan, excercise, dan stres berpengaruh terhadap kekambuhan
penyakit asma
Tabel 5.12 Distribusi pengaruh lingkungan, excercise, dan stres dengan kekambuhan asma pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito
Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017
No Variabel B Signifikansi
1 Lingkungan ,605 ,018
2 Excercise 1,737 ,036
3 Stres 1,197 ,020
Berdasarkan hasil analisa data penelitian, perhitungan menggunakan uji
uji Regresi Logistik Ganda dengan metode Backward Stepwise (conditional),
pada tingkat kemaknaan 95% dari tiga variabel yang dianalisis secara bersama-
sama, terbukti berpengaruh terhadap kekambuhan asma pada lansia yaitu faktor
lingkungan, excercise dan stres, perhitungan menggunakan uji Regresi Logistik
didapatkan ρ value = 0,001 dimana ρ value < ɑ (0,05) maka Hipotesis diterima.
Masing-masing faktor lingkungan, excercise dan stres terbukti berpengaruh
terhadap kekambuhan asma pada lansia, perhitungan menggunakan uji Regresi
Logistik didapatkan faktor lingkungan ρ value = 0,018 dimana ρ value < ɑ
(0,05), faktor excercise ρ value = 0,036 dimana ρ value < ɑ (0,05) dan faktor
stres ρ value = 0,020 dimana ρ value < ɑ (0,05). Diatara ketiga faktor
lingkungan, excercise dan stres terbukti faktor lingkungan berpengaruh paling
dminan terhadap kekambuhan asma pada lansia.
78
3 Pembahasan
5.2.1 Faktor Lingkungan
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 didapatkan bahwa sebagian
besar dari responden lingkungan cukup berpengaruh sebanyak 71 responden
(69.6%).
Menurut peneliti lingkungan lansia ada lingkungan yang mempengaruhi
lansia. Lingkungan internal meliputi komunikasi keluarga dan kenyamanan dalam
keluarga, kedua lingkungan ekternal yaitu asap rokok dan debu dalam ruangan,
debu luar ruangan dan asap pembakaran bekas tanaman padi. Pada parameter
faktor lingkungan rata-rata responden menjawab ”sering” dan jawaban tersebut
didapat dari 8 pernyataan. Pernyataan paling sering yaitu lingkungan internal pada
pernyataan nomor 1) Keluarga melakukan komunikasi dengan lansia, pada
pernyataan ini responden menjawab ”sering”, item nomor 2) Keluarga
memberikan rasa nyaman, pada pernyataan ini responden menjawab ”sering”.
Lingkungan eksternal pada lansia penderita asma dilihat adanya kebiasaan
keluarga merokok dirumah serta keadaan rumah yang berdebu akibat kurang
dibersihkan sehingga dapat memicu kekambuhan asma. Menurut peneliti
lingkungan ekternal lansia termasuk lingkungan pedesaan yang sebagian besar
penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani. Banyaknya kendaraan lalu
lalang menyebabkan debu. Debu yang berada di dalam rumah memiliki peran
yang penting dalam meningkatkan resiko asma, debu yang terhirup dapat menjadi
sesak nafas. Lingkungan sekitar memiliki banyak jenis polutan dan hal lain yang
sanggup membuat saluran pernafasan. Debu yang berada di dalam rumah
memiliki peran yang penting dalam meningkatkan resiko asma, debu yang
79
terhirup dapat menjadi sesak nafas.Menurut peneliti responden keluarga jarang
berkomunikasi dengan baik membuat responden nyaman, lingkungan ekternal
nomor 3) Kebiasaan keluarga merokok dirumah, pada pernyataan ini responden
banyak menjawab ”sering”. Menurut peneliti keluarga responden sering merokok
dirumah, nomor 4) salah satu anggota keluarga yang sering merokok didekat
lansia, pada pernyataan ini responden banyak menjawab ” sering”. Menurut
peneliti keluarga responden sering merokok didekat responden, nomor 5) rumah
jarang dibersihkan, pada pernyataan ini responden menjawab ”sering”. Menurut
peneliti rumah responden jarang dibersihkan dan hanya sekali dalam 2 hari, nomor
6) kendaraan yang lalu lalang sehingga banyak debu, pada pernyataan ini
responden menjawab ”jarang”. Menurut peneliti kendaraan jarang lalu lalang
didepan rumah, nomor 7) Keluarga melakukan pembakaran bekas tanaman padi,
pada pernyataan ini responden menjawab ”sering”. Menurut peneliti keluarga
melakukan pembakaran bekas tanaman padi di depan rumah pada saat panen. Dan
nomor 8) Petani selalu membakar bekas tananman padi di depan rumah masing-
masing, pada pernyataan ini responden menjawab ”sering”. Menurut peneliti
petani-petani sering melakukan pembakaran bekas tanaman padi di depan rumah
yang menyebabkan polusi.
Lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan
tingkah laku makhluk hidup.Segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak
langsung juga merupakan pengertian lingkungan (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, 2005). Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan dan mahluk hidup lain. Ruang merupakan suatu tempat berbagai
80
komponen lingkungan hidup menempati dan melakukan proses, sehingga antara
ruang dan komponen lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
(Asmara: 2008). Lingkungan internal meliputi komunikasi dengan pasien
dipandang dalam suatu konteks lingkungan secara menyeluruh, komunikasi
jangan dilakukan secara terburu-buru atau terputus-putus. Komunikasi tentang
pasien yang dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya dilakukan lingkungan
pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan pasien atau jauh dari
pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang terlalu muluk,
menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya. Selain itu kondisi-
kondisi lingkungna dimana dia berada atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan
para pengunjung yang baik dapat memberikan rasa nyaman (Isnaniyah, 2015).
Lingkungan internal berasal dari polusi udara merupakan salah satu faktor
pencetus yang harus diperhatikan oleh penderita Asma. Polusi ini bisa berada
outdoor seperti di sekitar tempat kerja dan sekolah, maupun indoor (Isnaniyah,
2015)
Penelitian Isnaniyah Usman (2015) hasil penelitian membuktikan bahwa
kejadian asma banyak terjadi pada laki-laki, sebagian besar dipengaruhi oleh
perubahan cuaca dan debu.
5.2.2 Faktor Excercise
Hasil penelitian pada tabel 5.6 didapatkan bahwa hampir seluruhnya
responden melakukan kegiatan sehari-hari 98 responden (96.1%) termasuk
excercise berat.
Menurut peneliti aktivitas fisik atau excercise lansia yang berlebihan
seringkali menimbulkan asma. Sebagian besar penderita asma terutama lansia
81
mengalami kekambuhan asma jika melakukan aktivitas fisik yang berat pada
responden perempuan seperti jalan-jalan yang berlebihan. Kegiatan olahraga
dengan jalan-jalan yang berlebihan dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan
oksigen. Hal ini menyebabkan meningkatnya tingkat frekuensi pernafasaan yang
dapat memicu terjadinya serangan asma. Pada responden laki-laki elakukan
aktivitas fisik dengan melakukan pekerjaan berat seperti mencangkul di sawah,
mengangkat beban berat dapat menimbulkan serangan asma. Serangan Asma
karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah aktivitas tersebut selesai dilakukan.
Meskipun aktivitas sehari-hari ini merupakan salah satu pencetus yang dapat
menimbulkan serangan asma, dalam batas-batas tertentu penderita asma dapat
melakukan aktivitas tanpa menimbulkan bronkokonstriksi yang membahayakan
sewaktu dan sesudah melakukan aktivitas sehari-hari. Pada penderita Asma,
aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan kekuatan otot pernafasan sangat
penting sebab penderita asma kronis umumnya mengalami penurunan kekuatan
otot pernafasan.
Menurut peneliti aktivitas fisik responden pada lansia perempuan yang
melakukan jalan-jalan berlebihan dan lansia laki-laki sebagai petani memicu untuk
mengeluarkan tenaga untuk bekerja berat. Aktivitas fisik seperti jalan-jalan
berlebihan sangat mengganggu kemampuan pernafasan, sehingga gejala asma dan
sesak nafas akan timbul. Pada parameter faktor excercise rata-rata responden
menjawab ”sering” dan jawaban tersebut didapat dari 7 pernyataan pada
komponen excercise yaitu pada pernyataan nomor 1) melakukan pekerjaan berat,
pada pernyataan ini responden menjawab ”sering”. Menurut peneliti responden
jarang melakukan pekerjaan-pekerjaan berat, nomor 2) ikut mencangkul di sawah
82
pada pernyataan ini responden menjawab ”sering”. Menurut peneliti responden
jarang ikut mencangkul di sawah. Nomor 3) sering mengangkat beban berat pada
pernyataan ini responden menjawab ”sering”. Menurut peneliti responden sering
melakukan mengangkat beban berat, nomor 4) sering mengangkat hasil panen dari
sawah pada pernyataan ini responden menjawab ”sering”. Menurut peneliti
responden sering mengangkat hasil panen dari sawah, nomor 5) melakukan senam
yang berlebihan pada pernyataan ini responden menjawab ”sering”. Menurut
peneliti responden sering melakukan senam yang berlebihan 6) selalu mengikuti
senam lansia di posyandu pada pernyataan ini responden menjawab ”sering”.
Menurut peneliti responden sering mengikuti senam lansia di Posyandu dengan
baik. 7) sering melakukan olah raga jalan – jalan yang berlebihan pada pernyataan
ini responden menjawab ”sering”. Menurut peneliti responden melakukan olah
raga jalan – jalan pada waktu pagi hari yang berlebihan sehingga memicu
kekambuhan asma.
Menurut Almatsier (2003) aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang dilakukan
oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan
tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.
Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko
independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan
menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). Jadi, kesimpulan dari
pengertian aktivitas fisik ialah gerakan tubuh oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya yang memerlukan pengeluaran energi.
Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar jenis
kelamin responden adalah perempuan sebanyak 60 responden (58,8%).
83
Menurut peneliti aktivitas fisik responden dipengaruhi jenis kelamin. lansia
responden perempuan lebih banyak melakukan senam yang berlebihan, sering
melakukan olah raga jalan – jalan yang berlebihan dan sering mengangkat beban
berat. Responden laki-laki melakukan pekerjaan berat, pada responden lansia laki-
laki sering melakukan aktivitas mencangkul di sawah, sering mengangkat beban
berat seperti mengangkat hasil panen dari sawah. Selain itu dan melakukan
aktivitas fisik yang bisa menyebabkan kelelahan.
Menurut Almatsier (2003) salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas
fisik bagi lansia adalah jenis kelamin dan Aktivitas fisik lansia temasuk kegiatan
berat : biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan
(strength), membuat berkeringat. Contoh : berlari, mengangkat beban berat
5.2.3 Faktor stres
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 didapatkan bahwa sebagian
besar dari responden mengalami stres sedang 73 responden (71.6%).
Menurut peneliti stres yang dialami responden disebabkan stres meliputi
jengkel pada hal kecil, reaksi berlebihan, sulit santai, energi terbuang percuma,
sikap tidak sabar, mudah marah, sulit mentolerir gangguan, tegang dan gelisah.
Dilihat hasil akumulasi penjumlahan beberapa parameter stres yang paling rendah
yaitu pada item pernyataan no. 2 cenderung bereaksi berlebihan terhadap situasi
rata-rata responden menjawab ”jarang”, item pernyataan no. 11 merasa sulit untuk
memaklumi gangguan ketika saya melakukan kegiatan rata-rata responden
menjawab ”jarang” dan item pernyataan no. 13 tidak bisa sabar terhadap apapun
yang membuat saya marah rata-rata responden menjawab ”jarang”
84
Stres adalah reaksi dari tubuh (respons) terhadap lingkungan yang dapat
memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang
membuat kita tetap hidup (Nasir & Muhith, 2010). Menurut WHO (2015) stres
adalah suatu reaksi atau respon tubuh terhadap stresor psikososial tekanan mental
atau beban kehidupan (Priyoto, 2014).
Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana manusia melihat
adanya tuntutan dalam situasi sebagai beban atau diluar batasan kemampuan
mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut (Nazir, 2011). Stres adalah stimulus
atau situasi yang dapat menyebabkan distres, dan menciptakan tuntutan fisik dan
psikis pada seseorang (Ramadhani, 2014). Stres adalah suatu reaksi fisik dan
psikis terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu
stabilitas kehidupan sehari-hari (Priyoto, 2014)
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian
besar jenis kelamin responden adalah perempuan sebanyak 60 responden (58,8%).
Menurut peneliti stres lebih banyak dialami perempuan. Perempuan cenderung
mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Jenis kelamin
berperan terhadap terjadinya stres. Ada perbedaan respon antara laki-laki dan
perempuan saat menghadapi konflik. Otak perempuan memiliki kewaspadaan
yang negatif terhadap adanya konflik dan stres, pada perempuan konflik memicu
hormon negatif sehingga memunculkan stres, gelisah, dan rasa takut. Sedangkan
laki-laki umumnya menikmati adanya konflik dan persaingan, bahkan
menganggap bahwa konflik dapat memberikan dorongan yang positif. Dengan
kata lain, ketika perempuan mendapat tekanan, maka umumnya akan lebih mudah
mengalami stres
85
Penelitian dari McDonough dan Walter (2001) dengan menggunakan
Wheaton’s chronic stres inventory, menemukan bahwa skor distres pada
perempuan lebih tinggi 23% daripada laki-laki. depresiasi secara signifikan yang
lebih besar pada wanita dibandingkan dengan pria, dan juga wanita dinyatakan
lebih cepat menderita kelelahan, kecemasan,somatic symptomatic dan mild
physiological disorder dibandingkan laki-laki. Meskipun demikian laki-laki
umumnya tidak menampakkan gejala-gejala tersebut dalam waktu dekat, sehingga
mereka mungkin akan menderita penyakit yang lebih serius dalam jangka waktu
yang lebih panjang (Sirait, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian
besar dari responden berusia 60 – 65 tahun sejumlah 73 responden (71.5%).
Menurut peneliti stres lebih banyak dialami pada usia 60 – 65 tahun, usia
berkaitan dengan toleransi seseorang terhadap stres. Pada usia dewasa biasanya
seseorang lebih mampu mengontrol stres yang terjadi dibandingkan usia kanak-
kanak maupun usia lanjut. Semakin dewasa usia biasanya akan semakin
menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin bijaksana, semakin mampu
berpikir rasional, semakin mampu mengendalikan emosi, semakin dapat
menunjukkan intelektual dan psikologisnya.
Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stres dan jenis
stressor yang paling menganggu. Pada usia dewasa biasanya lebih mampu
mengontrol stres dibanding dengan usia kanak-kanak dan usia lanjut. Dengan kata
lain orang dewasa biasanya mempunyai toleransi terhdap stres yang lebih baik
(Siswanto, 2007).
86
Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden
sejumlah 72 responden (70.6%) tidak tamat SD
Menurut peneliti stres yang dialami responden dengan tingkat pendidikan
tidak tamat sekolah dasar. Salah satu faktor lain yang mempengaruhi stres adalah
kurangnya pengetahuan lansia. Pendidikan lansia tidak tamat sekolah dasar
memicu ketidaktahuan responden penyakit asma sehingga kurang bisa
meminimalkan stres yang dialami.
Tingkat pendidikan secara tidak langsung juga mempengaruhi tekanan darah.
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup. Tingginya kekambuhan
asma dialami pada lansia dengan pendidikan yang rendah, disebabkan karena
kurangnya pengetahuan pada seseorang yang berpendidikan rendah terhadap
kesehatan dan sulit atau lambat menerima informasi (penyuluhan).
Tingkat pendidikan yang tinggi cenderung menyebabkan perubahan pada pola
berpikir dan pandangan hidup. (Vierdelina, 2008). Seseorang dengan tingkat
pendidikan yang tinggi akan mengalami perubahan pola berpikir dari tradisional
ke arah yang lebih maju sehingga tidak hanya memandang persoalan dari satu sisi
saja melainkan dapat dari berbagai sudut pandang (Vierdelina, 2008) Berdasarkan
hasil penelitian pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian
besar dari responden sejumlah 60 responden (58.8%) tidak bekerja.
Menurut peneliti stres lebih banyak dialami responden yang tidak bekerja
maka besar kemungkinan lansia mengalami stres. Salah satu faktor lain yang
mempengaruhi stres adalah bagaimana lansia itu senidri dalam memasuki masa
tuanya. Bagi lansia yang telah mempersiapkan dirinya sedini mungkin untuk
memasuki masa tua, membuat ia lebih mengerti dan memeahami serta dapat
87
menerima segala perubahan dan keterbatasan yang mendadak muncul pada masa
lanjut usia.
Batasan mengenai masa usia lanjut belum mendapatkan kesepakatan yang
pasti (Hurlock, 1980) menyatakan bahwa masa lanjut usia terdiri dari masa usia
lanjut awal yang berkisar antara 60 tahun sampai 70 tahun dan masa usia lanjut
ditandai dengan dari usia 70 tahun sampai akhir kehidupan seseorang. (Rogers,
1979) menjabarkan bahwa masa usia lanjut ditujukan sebagai orang yang sudah
mulai meninggalkan pekerjaan untuk istirahat. (Haditono, 1989) menyatakan
bahwa rentang usia 65 tahun keatas adalah termasuk dalam masa usia lanjut.
Lebih lanjut (Monks dkk, 1998) menunjukkan bahwa masa usia lanjut (Old Age)
mulai usia 65 hingga meninggal dunia. (Depsos. RI, 2003).
5.2.4 Kekambuhan Asma
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa sebagian
besar dari responden mengalami kekambuhan asma 68 responden (66.6%).
Dilihat hasil akumulasi penjumlahan beberapa parameter kekambuhan asma
yang terdiri dari parameter asma kambuh atau sesak > 3x dalam 3 bulan terakhir,
Minum obat asma dalam 3 bulan terakhir dan Berobat ke dokter atau tempat
pelayanan kesehatan dengan sakit asma dalam 3 bulan terakhir memiliki rata-rata
skor 64,7 % sehigga termasuk kategori sering terjadi asma. Menurut peneliti
kekambuhan asma responden karena lingkungan hal ini diperkuat pernyataan
responden yang menyebabkan polusi akibat kebiasaan keluarga merokok dirumah,
debu dalam rumah akibat rumah yang jarang dibersihkan, kendaraan yang lalu
lalang sehingga banyak debu dan pembakaran daun padi, aktivitas fisik responden
yang berlebihan, misalnya melakukan pekerjaan berat dengan mencangkul
88
disawah, sering mengangkat hasil panen dari sawah dan sering melakukan
aktivitas fisik yang bisa menyebabkan kelelahan. Stres yang dialami responden
akibat merasa mudah marah karena hal-hal sepele, merasa diri saya tidak sabar
ketika harus menunggu dan mdah tersinggung.
Kekambuhan adalah kejadian berulang yang alami oleh penderita dalam
mengalami suatu penyakit biasanya terjadi melebihi 3x dengan kuantitas yang
sering terjadi dan biasanya bersifat tidak menyenangkan (Ismadi, 2008 ).
5.2.5 Pengaruh lingkungan terhadap kekambuhan asma
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9 didapatkan 50 (49.0%)
responden lingkungan cukup berpengaruh terhadap keseringan kekambuhan asma
dan 18 (17.6%) responden sering mengalami kekambhan asma. Kemudian 21
(20.6%) responden tidak mengalami kekambuhan asma yang berpotensi pengaruh
lingkungan cukup dan 13 (12.7%) responden yang tidak mengalami kekambuhan
asma dengan pengaruh lingkungan yang kurang, ini menunjukkan bahwa rata-rata
lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang pengaruh
lingkungan yang berpotensi cukup tinggi dalam kekambuhan asma. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lingkungan lansia terdapat cukup asap rokok, debu
dalam ruangan, debu luar ruangan dan adanya asap pembakaran bekas tanaman
padi.
Menurut peneliti lingkungan lansia menurut pernyataan responden antara
lain asap rokok, debu dalam ruangan, debu luar ruangan dan adanya asap
pembakaran bekas tanaman padi berpotensi cukup tinggi dalam kekambuhan
penyakit asma, karena polusi yang ditimbulkan memiliki banyak jenis polutan dan
hal lain yang sanggup membuat saluran pernafasan. Debu yang berada di dalam
89
rumah memiliki peran yang penting dalam meningkatkan resiko asma, debu yang
terhirup dapat menjadi sesak nafas.
Polusi udara merupakan salah satu faktor pencetus yang harus diperhatikan
oleh penderita Asma. Polusi ini bisa berada outdoor seperti di sekitar tempat kerja
dan sekolah, maupun indoor. Polusi udara outdoor dapat berasal dari asap pabrik,
bengkel, pembakaran sisa atau sampah industri, serta gas buang yang berasal dari
knalpot mobil maupun motor. Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi
bahan pencemar biologis (virus, bakteri, dan jamur), formaldehid, Volatile
Organic Compounds (VOC), dan Combustion Products (CO, NO2, SO2). Sumber
polutan VOC berasal dari penyemprotan serangga, cat, pembersih, komestik,
semprotan rambut (hairspray), deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang
disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan, dan pengencer (solvent) seperti
thinner. Sumber polutan formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan,
insulasi, furniture, dan karpet. Sedangkan sumber polutan Combustion Products
biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur (Almeitser, 2003)
5.2.6 Pengaruh Excercise terhadap kekambuhan asma
Hasil penelitian pada tabel 5.10 didapatkan 41 responden (40.2%)
melakukan excercise ringan dan sering mengalami kekambuhan asma dan 27
responden (26,5%) melakukan excercise berat sering mengalami kekambuhan
asma. Kemudian 28 responden (27.5%) mempunyai kebiasaan ringan dalam
excercise ringan dan 6 responden (5.9%) melakukan excercise berat sering
mengalami kekambuhan asma.
Menurut peneliti responden sebagian besar memiliki kebiasaan melakukan
kegiatan sehar-hari. Hal tersebut dibuktikan dengan responden sebagian besar
90
menyatakan sering dalam melakukan pekerjaan berat seperti mencangkul di
sawah, mengangkat beban berat, senam lansia dan Olahraga jalan-jalan setiap hari.
Latihan fisik atau excercise yang berlebihan seringkali menimbulkan Asma.
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat. Kegiatan olahraga menimbulkan peningkatan
kebutuhan oksigen. Hal ini menyebabkan meningkatnya tingkat frekuensi
pernafasaan yang pada gilirannya memicu terjadinya serangan Asma. Lari cepat
paling sering menimbulkan serangan Asma. Serangan Asma karena aktivitas
biasanya terjadi segera setelah aktivitas tersebut selesai. Meskipun olahraga
merupakan salah satu pencetus yang efisien untuk menimbulkan serangan asma,
dalam batas-batas tertentu penderita asma dapat melakukan olahraga tanpa
menimbulkan bronkokonstriksi yang membahayakan sewaktu dan sesudah
olahraga. Pada penderita Asma, gerakan olahraga yang dapat meningkatkan
kekuatan otot pernafasan sangat penting sebab penderita asma kronis umumnya
mengalami penurunan kekuatan otot pernafasan. Perdasarkan hasil penelitian yang
ada peneliti berpendapat bahwa rata-rata responden lansia di wilayah kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang memiliki kebiasaan melakukan
kegiatan sehari-hari. Kebiasan ini dilakukan karena daerah Sumobito memiliki
mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani, sehingga memungkinkan lansia
melakukan kegiatan yang berat.
Menurut Almatsier (2003) aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang
dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah setiap
gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran
energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor
91
resiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan
menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)
5.2.7 Pengaruh faktor stres terhadap kekambuhan asma
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.11. didapatkan 47 responden
(46.1%) mengalami stres sedang dan sering mengalami kekambuhan asma, 16
responden (15,7%) mengalami stres berat sering mengalami kekambuhan asma
dan 5 responden (4,9 dengan stres ringan sering mengalami kekambuhan asma.
Kemudian 26 responden (25.5%) responden dengan stres ringan tidak sering
mengalami kekambuhan asma, 6 responden (5,9%) responden mengalami stres
berat tidak sering mengalami kekambuhan asma dan 2 responden (2.0%)
responden mengalami stres ringan tidak sering mengalami kekambuhan asma.
Berdasarkan penelitian yang ada peneliti berpendapat bahwa rata-rata
responden mengalami stres dengan tingkat sedang. Stres pada lansia, akan
berpengaruh pada kekambuhan asma. Kekambuhan asma dipengaruhi faktor
psikologis dapat berinteraksi dengan diathesis asma baik untuk memperberat atau
memperbaiki proses penyakit. Faktor psikologi cukup berperan pada beberapa
pasien asma yang telah diseleksi. Bila pasien yang memberikan respons secara
psikis diberikan saran yang sesuai, pasien sebenarnya dapat menurunkan atau
meningkatkan efek farmakologik rangsangan adrenergik dan kolinergik pada jalan
napasnya.
Hasil penelitian didukung oleh penelitian Novita (2014) dengan judul
“Hubungan antara tingkat stres dengan frekuensi kekambuhan asma pada lansia di
posyandu kelurahan perak Surabaya” Tujuan penelitian untuk mengetahui
hubungan antara tingkat stres dengan frekuensi kekambuhan asma pada lansia.
92
Stres yang dimaksud adalah kondisi ketika seseorang merasakan ketidaknyaman
mental dan batin yang diakibatkan perasaan tertekan. Metode penelitian
menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah 38 responden. Pengumpulan data diambil dengan
teknik total sampling dan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 38 orang.
Hasil penelitian dengan analisis menggunakan Uji chi square didapatkan asumsi
non-parametrik hasil analisis diperoleh nilai korelasi antara tingkat stres dengan
kekambuhan asma 0,730 dengan p value sebesar 0,000 hal ini menunjukkan
hipotesis diterima terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan
frekuensi kekambuhan asma pada lansia.
Menurut Sukadiyanto (2010) stres dapat muncul pada seseorang jika terjadi
ketidakseimbangan atau kegagalan untuk memenuhi kebutuhan secara jasmani
dan rohaninya. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum
atau teori Selye dalam buku Kovacs (2007) menggambarkan stres sebagai
kerusakan yang terjadi pada tubuh, tanpa mempedulikan apakah dampak stres
tersebut positif atau negatif. Respon tubuh dapat diperkirakan tanpa
memperhatikan stresor atau penyebab lain.
5.2.8 Pengaruh Lingkungan, excercise dan Stres terhadap kekambuhan asma
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9. didapatkan sebagian besar dari
responden mengalami kekambuhan asma dipengaruhi lingkungan dan excercise 23
responden (22.5%), stres dan excercise 19 responden (18,6), Lingkungan, stres 26
responden (25.5% ), Lingkungan, Excercise, stres 34 responden (33.3% ).
Berdasarkan hasil analisa data penelitian tabel 5.13 dengan perhitungan
menggunakan uji uji Regresi Logistik Ganda dengan metode Backward Stepwise
93
(conditional), pada tingkat kemaknaan 95% dari tiga variabel yang dianalisis
secara bersama-sama, terbukti berpengaruh terhadap kekambuhan asma pada
lansia yaitu faktor lingkungan, excercise dan stres, perhitungan menggunakan uji
Regresi Logistik didapatkan ρ value = 0,001 dimana ρ value < ɑ (0,05) maka
Hipotesis diterima. Masing-masing faktor lingkungan, excercise dan stres terbukti
berpengaruh terhadap kekambuhan asma pada lansia, perhitungan menggunakan
uji Regresi Logistik didapatkan faktor lingkungan ρ value = 0,018 dimana ρ value
< ɑ (0,05), faktor excercise ρ value = 0,036 dimana ρ value < ɑ (0,05) dan faktor
stres ρ value = 0,020 dimana ρ value < ɑ (0,05).
Menurut peneliti faktor lingkungan, excercise dan stres pada lansia
berpengaruh pada kekambuhan asma. Kekambuhan asma dipengaruhi faktor
psikologis dapat berinteraksi dengan diathesis asma baik untuk memperberat atau
memperbaiki proses penyakit. Faktor psikologi cukup berperan pada beberapa
pasien asma yang telah diseleksi. Bila pasien yang memberikan respons secara
psikis diberikan saran yang sesuai, pasien sebenarnya dapat menurunkan atau
meningkatkan efek farmakologik rangsangan adrenergik dan kolinergik pada jalan
napasnya. Faktor lingkungan berpengaruh paling dominan terhadap kekambuhan
asma pada lansia.
Hasil penelitian didukung oleh penelitian Novita (2014) dengan judul
“Hubungan antara tingkat stres dengan frekuensi kekambuhan asma pada lansia di
posyandu kelurahan perak Surabaya” Hasil penelitian dengan analisis
menggunakan Uji chi square didapatkan asumsi non-parametrik hasil analisis
diperoleh nilai korelasi antara tingkat stres dengan kekambuhan asma 0,730
dengan p sebesar 0,000 hal ini menunjukkan hipotesis diterima terdapat hubungan
94
yang signifikan antara tingkat stres dengan frekuensi kekambuhan asma pada
lansia.
Hasil penelitian didukung penelitian Isnaniyah Usman (2015) hasil
penelitian membuktikan bahwa kejadian asma banyak terjadi sebagian besar
dipengaruhi oleh perubahan cuaca dan debu.
95
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
9. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sumobito
Kabupaten Jombang tahun 2017 maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengaruh faktor lingkungan pada lansia di wilayah kerja Puskesmas
Sumobito Kabupaten Jombang dalam kategori cukup.
2. Pengaruh faktor Excercise pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumobito
Kabupaten Jombang dalam kategori berat.
3. Pengaruh faktor stres pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumobito
Kabupaten Jombang dalam kategori sedang
4. Kekambuhan asma pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumobito
Kabupaten Jombang dalam kategori sering
5. Terdapat pengaruh lingkungan terhadap kekambuhan asma pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
6. Terdapat pengaruh excercise terhadap kekambuhan asma pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
7. Terdapat pengaruh stres terhadap kekambuhan asma pada lansia di wilayah
kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang
8. Faktor lingkungan, excercise, dan stres yang mempengaruhi kekambuhan
penyakit asma pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang. Faktor lingkungan berpengaruh paling dominan terhadap
96
96
kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang
10. Saran
1. Bagi Kader desa
Bagi pihak kader desa diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk
memberikan pengetahuan mengenai lingkungan yang sehat untuk mengurangi
resiko kekambuhan penyakit asma pada lansia dengan menjaga lingkungan
tetap bersih bebas polusi agar lansia tidak mudah mengalami kekambuhan
asma.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Untuk penelitian lebih lanjut dapat melakukan penelitian lebih
mendalam lagi mengenai resiko kekambuhan penyakit asma pada lansia
terutama faktor lingkungan.
98
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2010. Riset Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Angga. 2014. Hubungan tingkat kecemasan dengan frekuensi kekambuhan keluhan sesak nafas pada pasien asma di SMF Paru RSD dr. Soebandi.
E-Jurnal. Jember. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ jkp/article/download/ 14071/13647 diakses 20 februari 2017
Arif, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Cetakan 1. Jakarta:
Media Aesculapius
Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta
Arikunto, Suharsini. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Praktek.
Arikunto. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Atsih, M. D., 2015. Koping Emosional Dengan Tingkat Stres Pada Lansia.
Skripsi: Jombang. S1 Keperawatan, Insan Cendekia Medika
Bull, Elanor. 2005. Asma. Jakarta: Erlangga
Capernito, Lynda Jual.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. (Alih Bahasa).
Monica Ester. Edisi 8. Jakarta: EGC
Data
Dinas Kabupaten
Jombang.
2016.
Data
Penyakit
Asma.
Tidak Dipublikasikan.
Dinas
Kesehatan.
2015.
Profil
Kesehatan
Kabupaten
Jombang.
Tidak
Dipublikasikan
Dinas
Kesehatan.
2016.
Profil
Kesehatan
Kabupaten
Jombang.
Tidak
Dipublikasikan.
Fitri. 2015. Hubungan tingkatan stres dengan kekambuhan asma di puskesmas babat kabupaten lamongan.
Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 1. Jakarta : EGC.
Hawari, Dadang. 2009. Psikometri alat ukur (skala) kesehatan jiwa. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Hawari, Dadang. 2011. Menejemen Stres Cemas, Dan Depresi. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Hidayat A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2007. Metodologi Penelitian keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.
99
Hidayati. 2015. Analisa faktor-faktor pencetus serangan asma pada lansia di
puskesmas perak jombang. E-Jurnal. http://stikespemkabjombang. ac.id/
ejurnal/index.php/Juli-2013/article/download/33/63 Diakses 20 februari
2017
Isnaniyah Usman. 2015. Faktor Risiko dan Faktor Pencetus yang Mempengaruhi
Kejadian Asma pada Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang. http://jurnal.fk.unand.ac.id Diakses 26 mei 2017
Isaacs, Ann. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa Dan Psikiatrik. Jakarta : EGC.
Ismad. 2008. Kekambuhan Asma. Salemba Medika. Jakarta : EGC
Kozier. 2004. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses DanPraktik.
Jakarta : EGC
Lueckenotte. 1998 . Pengkajian Gerontologi. Jakarta : EGC
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika
Medya, Ratih. 2005. Psikologi Abnormal Edisi 5. Jakarta : Erlangga.
Mickey, Stanly. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Muhith, Abdul. 2016, Keperawatan gerontik , Salemba Medika, Jakarta
Nasir & Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta, h. 75-88
Nasir & Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta, h. 75-88
Nevid, Jeffery S.,dkk. 2005. Psikologi Abnormal Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. Dr. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Notoatmojo, Soekidjo.2012.”Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta:Rineka
Cipta.
Novita. 2014. Hubungan antara tingkat stres dengan frekuensi kekambuhan asma
pada lansia di posyandu kelurahan perak Surabaya”. E-Jurnal. http://www.fk.ugm.ac.id/wp-content/. Diakses 21 februari 2017
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.
Nursalam. 2016. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2016. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses Dan Praktek. Jakarta : EGC
100
Prawitasari, J. E., 1998, Stres dan Kecemasan, Simposium Stres dan Kecemasan, Jogjakarta, Fakultas Kedokteran UGM.
Price, Sylvia A. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6. Jakarta: EGC
Priyoto. 2014.Konsep Manajemen Stres, Nuha Medika,Yogyakarta, h. 1-15
Purba. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
Safety, National. 2004. Manajemen Stres. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Stanley, M.& Beare, P. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik (Edisi 2). Jakarta : EGC
Stockslager, Jaime L dan Liz Schaeffer. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatrik, Edisi 2., Jakarta : EGC
Stuart & Sundeen 1991, Buku saku keperawatan jiwa, buku kedokteran jiwa. Jakarta : EGC
Sugiyono. 2002. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Alfabeta, Bandung
Suparyanto. 2012. Konsep Dukungan Keluarga. http://dr- suparyanto.
blogspot.com/2012/03/konsep-dukungan-keluarga. html diakses
tanggal 08 Februari 2013.
Tamher, S. dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan
Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
3. Jakarta: Balai Pustaka
Tomey, Ann W., 2010. Nursing Theorists and Their Work Seventh Edition. United States of America: Mosby Elsevier
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Dengan Hormat,
Saya sebagai mahasiswa progam studi S1 Keperawatan STIKES ICME Jombang :
Nama : Anis Sa’adah
NIM : 133210219
Judul : Analisis faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma
pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang.
Mengajukan dengan hormat kepada saudara/i untuk bersedia menjadi
responden penelitian saya. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui
Analisis faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang. Untuk itu saya mohon
kesediaan untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan kerahasiaan
responden dalam penelitian ini akan saya jamin.
Jombang, April 2017
Peneliti
Anis Sa’adah
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: ............................................................. (Kode)
Umur
:.............................................................
Pekerjaan
: .............................................................
Alamat
: .............................................................
Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta mengetahui
manfaat dan resiko penelitian yang berjudul “Analisis faktor yang mempengaruhi
kekambuhan penyakit asma pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Sumobito
Kabupaten Jombang” dengan sukarela menyetujui diikutsertakan sebagai
responden dalam penelitian ini, dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan
dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini. Saya percaya apa yang
saya informasikan dijamin kerahasiaannya.
Jombang,
April 2017
Peneliti
Responden
ANIS SA’ADAH (.......................................)
Lampiran 3
KUESIONER
KUESIONER LINGKUNGAN, EXCERCISE DAN STRES PADA
LANSIA PENDERITA ASMA
A. Identitas Responden
Nama Responden : (kode)
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Tingkat pendidikan terakhir :
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Jenis Pekerjaan :
Tidak Bekerja
1. Berilah tanda (√) pada jawaban yang saudara anggap sesuai
dengan pendapat saudara
2. Pengisian quesioner tidak boleh diwakilkan dan jangka waktu 3
bulan terakhir pengalaman
3. Semua soal (42 soal) harus dijawab sesuai dengan pendapat saudara
4. Kode responden diisi oleh peneliti
5. Keterangan: 1). Selalu
2). Sering
3). Kadang - kadang
4). Tidak pernah
Kode responden
A. Lingkungan No Pertanyaan Sering Kadang Jarang Tidak
pernah
1 Keluarga melakukan komunikasi dengan
dengan anda
2 Keluarga memberikan rasa nyaman
3 Kebiasaan keluarga anda merokok
dirumah?
4 Adanya salah satu anggota keluarga
yang sering merokok didekat anda
5 Rumah Anda jarang dibersihkan
6 Adanya kendaraan yang lalu
lalang sehingga banyak debu
7 Keluarga Anda melakukan
pembakaran bekas tananman padi
8s Petani selalu membakar bekas tananman
padi di depan rumah masing-masing
B. Excercise No Pertanyaan Sering Kadang Jarang Tidak pernah
1 Anda melakukan pekerjaan berat 2 Anda ikut mencangkul di sawah 3 Anda sering mengangkat beban berat
4 Anda sering mengangkat hasil
panen dari sawah 5 Anda melakukan senam yang berlebihan
6 Anda selalu mengikuti senam lansia di
posyandu 7 Anda sering melakkan olah raga jalan –
jalan yang berlebihan 8 Anda sering melakukan aktivitas fisik
yang bisa menyebabkan kelelahan
KUESIONER DASS
Petunjuk Pengisian Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan
pengalaman Bapak/Ibu/Saudara dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari.
Terdapat empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu: 0 : tidak pernah. 1 : kadang kadang. 2 : sering. 3 : selalu.
KUESIONER DASS (Depression Anciety And Stress Scale)
Beri tanda centang pada tiap item pertanyaan sesuai dengan keadaan anda.
No Pertanyaan TP JRG KDG SRG
1 Saya merasa mudah marah karena hal-hal sepele
2 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap situasi
3 Saya merasa sulit bersantai
4 Saya dapati diri saya mudah kesal
5 Saya merasa bahwa saya menggunakan banyak
energi
6 Saya merasa diri saya tidak sabar ketika harus
menunggu
7 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung
8 Saya merasa sulit istirahat
9 Saya menemukan bahwa saya sangat mudah marah
10 Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu
membuat saya kesal
11 Saya merasa sulit untuk memaklumi gangguan
ketika saya melakukan kegiatan
12 Saya merasa mudah gelisah
13 Saya tidak bisa sabar terhadap apapun yang
membuat saya marah
14 Saya menemukan bahwa diri saya mudah gelisah
Keterangan:
TP : Tidak pernah
JRG : Jarang
KDG : Kadang
SRG : Sering
KISI-KISI SOAL KUESIONER
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA
PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMOBITO KABUPATEN
JOMBANG
1. Lingkungan
No Indikator Nomor soal
Lingkungan Internal
1 Asap rokok 1,2
2 Debu dalam ruangan 3,4
Lingkungan Ekternal
3 Debu luar ruangan 4,5
4 Asap pembakaran bekas tanaman padi 6,7
2. Exercise
No Indikator Nomor soal
1 pekerjaan berat seperti mencangkul di sawah 1, 2
2 mengangkat beban berat 3,4
3 Senam lansia 5, 6
4 Olah raga jalan-jalan setiap hari 7,8
3. DASS
No Indikator Nomor soal
1 Jengkel pada hal kecil 1, 2, 3
2 Reaksi berlebihan 4
3 Sulit rileks 5, 6, 7
4 Energi terbuang percuma 8
5 Sikap tidak sabar 9
6 Mudah marah 10
7 Sulit mentolelir gangguan 11, 12
8 Tegang 13
9 Gelisah 14
KISI – KISI WAWANCARA
No Parameter Nilai
0 tidak pernah
1 a. Jengkel pada hal kecil 1 jarang
2 kadang
3 sering
0 tidak pernah
2 b. Reaksi berlebihan 1 jarang
2 kadang
3 sering
1 tidak pernah
3 0 Sulit santai 1 jarang
2 kadang
3 sering
3 tidak pernah
4 2 Energi terbuang percuma 1 jarang
2 kadang
3 sering
0 tidak pernah
5 4 Sikap tidak sabar 1 jarang
2 kadang
3 sering
0 tidak pernah
6 1 Mudah marah 1 jarang
2 kadang
3 sering
Lampiran 4
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
No. Kegiatan Bulan
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Konsultasi judul
2. Penyusunan proposal
3. Pendaftaran ujian proposal
4. Ujian proposal
5. Revisi proposal
6. Pengambilan data
7. Pengolahan data
8. Konsultasi hasil
9. Pendaftaran ujian hasil
10. Ujian hasil
11. Revisi hasil
12. Penggandaan dan pengumpulan skripsi
Lampiran 5
Lampiran 6
Survei data Studi
Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kekambuhan Penyakit Asma Pada Lansia
Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kekambuhan Penyakit Asma Pada Lansia
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
TABULASI DATA UMUM RESPONDEN
Resp
Kode
Keterangan :
1 2 3 4
1 2 2 2 2 1 Jenis Kelamin 1= laki-laki
2 1 1 1 1 2= perempuan
3 1 2 2 2 2 Usia 1= 60 – 65 tahun
2= 66 – 70 tahun
4 1 2 2 1
5 2 2 2 1 3= 71 – 80 tahun
6 2 1 1 1 4 = >80 tahun
7 1 2 1 1
8 2 1 1 3 3 Pendidikan terakhir 1= Tidak tamat SD
9 1 2 1 1 2= SD/sederajat
10 1 1 1 1 3=SMP/sederajat
11 2 2 2 1 4= SMA/sederajat
12 2 1 1 1 4 Pekerjaan 1= Tidak Bekerja
13 1 2 1 1 2= Buruh pabrik
14 2 2 1 3 3= Kuli
15 2 2 2 1 16 2 2 1 3 17 2 1 1 1 18 2 2 2 1 19 1 2 1 3 20 2 1 1 1 21 1 2 2 3 22 1 2 1 1 23 2 2 1 1 24 2 3 1 1 25 2 1 1 3 26 2 2 1 1 27 2 1 2 3 28 2 2 1 3 29 1 2 1 3 30 1 1 2 3 31 1 2 1 1 32 1 2 1 1 33 2 2 1 3 34 2 2 1 3 35 2 2 1 1 36 2 2 2 2 37 1 3 1 2 38 1 2 2 2 39 1 2 2 1 40 2 2 2 2 41 2 1 1 1
42 1 2 1 1 43 2 4 1 1 44 1 2 1 1 45 1 1 1 3 46 2 2 2 1 47 2 1 1 1 48 1 2 1 1 49 2 2 1 1 50 2 2 2 1 51 2 2 1 3 52 2 1 1 1 53 2 2 2 3 54 1 2 1 1 55 2 1 1 1 56 1 2 2 3 57 1 2 1 1 58 2 2 1 3 59 2 1 1 1 60 2 1 1 1 61 2 2 1 1 62 2 1 2 3 63 2 2 1 1 64 1 2 1 3 65 1 1 2 3 66 1 2 1 3 67 1 2 1 3 68 2 2 1 1 69 2 2 1 1 70 2 2 1 3 71 2 2 2 3 72 1 1 1 1 73 1 2 2 2 74 1 2 2 2 75 2 2 2 2 76 2 1 1 1 77 1 2 1 2 78 2 1 1 1 79 1 2 1 1 80 1 1 1 1 81 2 2 2 1 82 2 1 1 3 83 1 2 1 1 84 2 2 1 1 85 2 2 2 1 86 2 2 1 1
87 2 1 1 1
88 2 2 2 3
89 1 2 1 1
90 2 1 1 3
91 1 2 2 1
92 1 2 1 1
93 2 2 1 3
94 2 1 1 1
95 2 1 1 3
96 2 2 1 1
97 2 1 2 1
98 2 2 1 1
99 1 2 1 3
100 1 1 2 1
101 1 2 1 3
102 1 2 1 3
Lampiran 12
TABULASI DATA KHUSUS RESPONDEN
Lampiran 13
TABULASI DATA
VALIDITAS DAN RELIABILITAS LINGKUNGAN
RESP PERTANYAAN
TOTAL
1 2 3 4 5
6 7 8
1 4 4 3 4 4 4 4 4 31
2 4 4 4 4 4 4 4 4 32
3 4 4 4 4 4 4 4 4 32
4 4 4 4 4 2 4 4 4 30
5 2 3 3 2 3 4 2 2 21
6 1 1 1 1 1 4 1 1 11
7 3 4 3 3 3 4 3 3 26
8 2 2 2 2 2 4 3 3 20
9 3 3 3 3 3 4 3 4 26
10 4 3 3 4 4 4 4 4 30
Correlations
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 Total
Pearson Correlation 1 ,860**
,857**
1,000**
,766**
-,766**
,958**
,924**
,983**
L1 Sig. (2-tailed) ,001 ,002 ,000 ,010 ,010 ,000 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,860**
1 ,913**
,860**
,714* -,612 ,792
** ,752
* ,906
**
L2 Sig. (2-tailed) ,001 ,000 ,001 ,020 ,060 ,006 ,012 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,857**
,913**
1 ,857**
,671* -,559 ,799
** ,779
** ,903
**
L3 Sig. (2-tailed) ,002 ,000 ,002 ,034 ,093 ,006 ,008 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation 1,000**
,860**
,857**
1 ,766**
-,766**
,958**
,924**
,983**
L4 Sig. (2-tailed) ,000 ,001 ,002 ,010 ,010 ,000 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,766**
,714* ,671
* ,766
** 1 -,500 ,714
* ,697
* ,823
**
L5 Sig. (2-tailed) ,010 ,020 ,034 ,010 ,141 ,020 ,025 ,003
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation -,766**
-,612 -,559 -,766**
-,500 1 -,868**
-,896**
-,768**
L6 Sig. (2-tailed) ,010 ,060 ,093 ,010 ,141 ,001 ,000 ,009
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,958**
,792**
,799**
,958**
,714* -,868
** 1 ,955
** ,954
**
L7 Sig. (2-tailed) ,000 ,006 ,006 ,000 ,020 ,001 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,924**
,752* ,779
** ,924
** ,697
* -,896
** ,955
** 1 ,932
**
L8 Sig. (2-tailed) ,000 ,012 ,008 ,000 ,025 ,000 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,983**
,906**
,903**
,983**
,823**
-,768**
,954**
,932**
1
Total Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,003 ,009 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability
Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary
N %
Valid 10 100,0
Cases Excludeda 0 ,0
Total 10 100,0 a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha N of Items
Based on
Standardized
Items
,928 ,867 8
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Cronbach's Alpha
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation if Item Deleted
L1 23,00 29,111 ,973 . ,900
L2 22,90 30,767 ,877 . ,909
L3 23,10 31,656 ,880 . ,910
L4 23,00 29,111 ,973 . ,900
L5 23,10 31,656 ,768 . ,918
L6 21,90 46,100 -,768 . ,972
L7 22,90 30,322 ,922 . ,905
L8 22,80 30,400 ,886 . ,908
Lampiran 14
TABULASI DATA
VALIDITAS DAN RELIABILITAS EXCERSICE
RESP PERTANYAAN
TOTAL
1 2 3 4 5
6 7 8
1 4 4 4 4 4 3 3 4 30
2 4 4 4 4 4 4 4 4 32
3 4 4 4 4 4 4 4 4 32
4 4 4 4 4 4 4 4 4 32
5 2 2 2 2 2 3 2 2 17
6 1 1 1 1 1 2 1 1 9
7 3 3 3 3 3 4 3 3 25
8 2 2 2 2 2 2 2 2 16
9 3 3 4 4 3 3 3 3 26
10 4 4 4 4 4 3 3 4 30
Correlations
E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 Total
Pearson Correlation 1 1,000**
,960**
,960**
1,000**
,742* ,924
** 1,000
** ,991
**
E1 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,014 ,000 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation 1,000**
1 ,960**
,960**
1,000**
,742* ,924
** 1,000
** ,991
**
E2 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,014 ,000 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,960**
,960**
1 1,000**
,960**
,695* ,905
** ,960
** ,974
**
E3 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,026 ,000 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,960**
,960**
1,000**
1 ,960**
,695* ,905
** ,960
** ,974
**
E4 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,026 ,000 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation 1,000**
1,000**
,960**
,960**
1 ,742* ,924
** 1,000
** ,991
**
E5 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,014 ,000 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,742* ,742
* ,695
* ,695
* ,742
* 1 ,878
** ,742
* ,798
**
E6 Sig. (2-tailed) ,014 ,014 ,026 ,026 ,014 ,001 ,014 ,006
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,924**
,924**
,905**
,905**
,924**
,878**
1 ,924**
,957**
E7 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation 1,000**
1,000**
,960**
,960**
1,000**
,742* ,924
** 1 ,991
**
E8 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,014 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Pearson Correlation ,991**
,991**
,974**
,974**
,991**
,798**
,957**
,991**
1
Total Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,006 ,000 ,000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability
Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary
N %
Valid 10 100,0
Cases Excludeda 0 ,0
Total 10 100,0 a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,988 8
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Item Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
E1 21,80 49,956 ,989 ,984
E2 21,80 49,956 ,989 ,984
E3 21,70 49,789 ,965 ,985
E4 21,70 49,789 ,965 ,985
E5 21,80 49,956 ,989 ,984
E6 21,70 56,900 ,758 ,994
E7 22,00 52,000 ,945 ,986
E8 21,80 49,956 ,989 ,984
Lampiran 15
UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
TABULASI DATA
VALIDITAS DAN RELIABILITAS DASS
Resp. PERNYATAAN
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 42
2 1 1 0 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 0 18
3 0 0 2 2 0 2 2 0 3 2 2 2 2 2 21
4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 42
5 1 1 1 2 3 2 1 2 2 3 2 2 2 2 26
6 3 2 2 2 1 3 2 2 2 3 2 2 2 3 31
7 1 2 1 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 35
8 3 2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 37
9 3 1 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 39
10 0 2 2 2 2 1 2 2 2 2 0 2 2 0 21
HASIL UJI VALIDITAS DASS
Correlations
D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 D11 D12 D13 D14 Total D1 Pearson Correlation 1 ,569 ,577 ,450 ,476 ,677* ,450 ,588 ,358 ,769** ,771** ,784** ,641* ,714* ,835** Sig. (2-tailed) ,086 ,081 ,192 ,165 ,032 ,192 ,074 ,310 ,009 ,009 ,007 ,046 ,020 ,003 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D2 Pearson Correlation ,569 1 ,436 ,503 ,578 ,555 ,503 ,714* ,248 ,509 ,204 ,499 ,556 ,343 ,674*
Sig. (2-tailed) ,086 ,208 ,138 ,080 ,096 ,138 ,020 ,489 ,133 ,572 ,142 ,095 ,332 ,033 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D3 Pearson Correlation ,577 ,436 1 ,712* ,315 ,448 ,546 ,267 ,711* ,393 ,389 ,736* ,530 ,564 ,699*
Sig. (2-tailed) ,081 ,208 ,021 ,375 ,194 ,102 ,455 ,021 ,261 ,266 ,015 ,115 ,090 ,024 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D4 Pearson Correlation ,450 ,503 ,712* 1 ,638* ,620 ,756* ,609 ,815** ,648* ,430 ,574 ,781** ,723* ,836**
Sig. (2-tailed) ,192 ,138 ,021 ,047 ,056 ,011 ,062 ,004 ,043 ,215 ,083 ,008 ,018 ,003 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D5 Pearson Correlation ,476 ,578 ,315 ,638* 1 ,404 ,348 ,809** ,415 ,729* ,383 ,606 ,743* ,446 ,724*
Sig. (2-tailed) ,165 ,080 ,375 ,047 ,247 ,324 ,005 ,233 ,017 ,274 ,063 ,014 ,197 ,018 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D6 Pearson Correlation ,677* ,555 ,448 ,620 ,404 1 ,420 ,352 ,668* ,810** ,646* ,470 ,640* ,922** ,803**
Sig. (2-tailed) ,032 ,096 ,194 ,056 ,247 ,227 ,318 ,035 ,004 ,044 ,170 ,046 ,000 ,005 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D7 Pearson Correlation ,450 ,503 ,546 ,756* ,348 ,420 1 ,609 ,582 ,307 ,430 ,574 ,781** ,455 ,692*
Sig. (2-tailed) ,192 ,138 ,102 ,011 ,324 ,227 ,062 ,078 ,389 ,215 ,083 ,008 ,186 ,027 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D8 Pearson Correlation ,588 ,714* ,267 ,609 ,809** ,352 ,609 1 ,171 ,651* ,342 ,515 ,688* ,354 ,709*
Sig. (2-tailed) ,074 ,020 ,455 ,062 ,005 ,318 ,062 ,637 ,042 ,333 ,128 ,028 ,315 ,022 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D9 Pearson Correlation ,358 ,248 ,711* ,815** ,415 ,668* ,582 ,171 1 ,488 ,513 ,609 ,745* ,767** ,722*
Sig. (2-tailed) ,310 ,489 ,021 ,004 ,233 ,035 ,078 ,637 ,153 ,129 ,062 ,013 ,010 ,018 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D10 Pearson Correlation ,769** ,509 ,393 ,648* ,729* ,810** ,307 ,651* ,488 1 ,651* ,535 ,655* ,861** ,846**
Sig. (2-tailed) ,009 ,133 ,261 ,043 ,017 ,004 ,389 ,042 ,153 ,042 ,111 ,040 ,001 ,002 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D11 Pearson Correlation ,771** ,204 ,389 ,430 ,383 ,646* ,430 ,342 ,513 ,651* 1 ,749* ,688* ,748* ,736*
Sig. (2-tailed) ,009 ,572 ,266 ,215 ,274 ,044 ,215 ,333 ,129 ,042 ,013 ,028 ,013 ,015 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D12 Pearson Correlation ,784** ,499 ,736* ,574 ,606 ,470 ,574 ,515 ,609 ,535 ,749* 1 ,816** ,560 ,829**
Sig. (2-tailed) ,007 ,142 ,015 ,083 ,063 ,170 ,083 ,128 ,062 ,111 ,013 ,004 ,092 ,003 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D13 Pearson Correlation ,641* ,556 ,530 ,781** ,743* ,640* ,781** ,688* ,745* ,655* ,688* ,816** 1 ,686* ,900**
Sig. (2-tailed) ,046 ,095 ,115 ,008 ,014 ,046 ,008 ,028 ,013 ,040 ,028 ,004 ,029 ,000 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 D14 Pearson Correlation ,714* ,343 ,564 ,723* ,446 ,922** ,455 ,354 ,767** ,861** ,748* ,560 ,686* 1 ,847**
Sig. (2-tailed) ,020 ,332 ,090 ,018 ,197 ,000 ,186 ,315 ,010 ,001 ,013 ,092 ,029 ,002 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Total Pearson Correlation ,835** ,674* ,699* ,836** ,724* ,803** ,692* ,709* ,722* ,846** ,736* ,829** ,900** ,847** 1
Sig. (2-tailed) ,003 ,033 ,024 ,003 ,018 ,005 ,027 ,022 ,018 ,002 ,015 ,003 ,000 ,002 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel. Pada uji reliabilitas dan validitas dalam penelitian ini jumlah sampel (n) = 10 maka r tabel = 0,632 (r tabel pada n = 10 dengan uji dua sisi).
Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N % Valid 10 100,0
CasesExcludeda 0 ,0
Total 10 100,0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
,935 14
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item Correlation Deleted D1 29,40 65,156 ,782 ,930 D2 29,50 72,722 ,611 ,933 D3 29,30 71,789 ,637 ,933 D4 28,90 73,656 ,811 ,929 D5 29,00 69,778 ,656 ,933 D6 28,90 72,100 ,768 ,929 D7 28,90 75,433 ,650 ,932 D8 29,00 72,444 ,653 ,932 D9 28,70 74,678 ,682 ,931 D10 28,50 76,278 ,830 ,931 D11 29,00 72,000 ,684 ,931 D12 28,80 75,956 ,810 ,931 D13 28,70 75,122 ,888 ,929 D14 29,00 66,000 ,801 ,928
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
31,20 83,511 9,138 14
Lampiran 16
TABULASI DATA
VALIDITAS DAN RELIABILITAS KEKAMBUHAN ASMA
Resp. PERTANYAAN
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 17
3 1 2 1 1 1 2 2 1 1 12
4 2 2 1 2 2 2 2 2 2 17
5 1 1 1 1 1 1 1 2 1 10
6 2 2 2 2 1 2 2 2 2 17
7 2 2 2 1 1 2 2 2 1 15
8 2 1 1 1 1 1 1 1 1 10
9 2 1 1 2 2 2 2 2 2 16
10 1 1 1 2 1 2 1 1 1 11
UJI VALIDITAS KEKAMBUHAN ASMA
Correlations [DataSet0]
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Total K1 Pearson Correlation 1 ,356 ,535 ,356 ,535 ,218 ,524 ,524 ,535 ,712* Sig. (2-tailed) ,312 ,111 ,312 ,111 ,545 ,120 ,120 ,111 ,021 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 K2 Pearson Correlation ,356 1 ,667* ,167 ,250 ,612 ,802** ,356 ,250 ,686*
Sig. (2-tailed) ,312 ,035 ,645 ,486 ,060 ,005 ,312 ,486 ,028 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 K3 Pearson Correlation ,535 ,667* 1 ,250 ,167 ,408 ,535 ,535 ,167 ,659*
Sig. (2-tailed) ,111 ,035 ,486 ,645 ,242 ,111 ,111 ,645 ,038 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 K4 Pearson Correlation ,356 ,167 ,250 1 ,667* ,612 ,356 ,356 ,667* ,686*
Sig. (2-tailed) ,312 ,645 ,486 ,035 ,060 ,312 ,312 ,035 ,028 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 K5 Pearson Correlation ,535 ,250 ,167 ,667* 1 ,408 ,535 ,535 ,583 ,726*
Sig. (2-tailed) ,111 ,486 ,645 ,035 ,242 ,111 ,111 ,077 ,017 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 K6 Pearson Correlation ,218 ,612 ,408 ,612 ,408 1 ,764* ,218 ,408 ,708*
Sig. (2-tailed) ,545 ,060 ,242 ,060 ,242 ,010 ,545 ,242 ,022 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 K7 Pearson Correlation ,524 ,802** ,535 ,356 ,535 ,764* 1 ,524 ,535 ,856**
Sig. (2-tailed) ,120 ,005 ,111 ,312 ,111 ,010 ,120 ,111 ,002 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 K8 Pearson Correlation ,524 ,356 ,535 ,356 ,535 ,218 ,524 1 ,535 ,712*
Sig. (2-tailed) ,120 ,312 ,111 ,312 ,111 ,545 ,120 ,111 ,021 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 K9 Pearson Correlation ,535 ,250 ,167 ,667* ,583 ,408 ,535 ,535 1 ,726*
Sig. (2-tailed) ,111 ,486 ,645 ,035 ,077 ,242 ,111 ,111 ,017 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Total Pearson Correlation ,712* ,686* ,659* ,686* ,726* ,708* ,856** ,712* ,726* 1
Sig. (2-tailed) ,021 ,028 ,038 ,028 ,017 ,022 ,002 ,021 ,017 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel. Pada uji reliabilitas dan validitas dalam penelitian ini jumlah sampel (n) = 10 maka r tabel = 0,632 (r tabel pada n = 10 dengan uji dua sisi).
Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N % Valid 10 100,0
CasesExcludeda 0 ,0
Total 10 100,0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's N of Items Alpha
,882 9
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item Correlation Deleted K1 12,60 8,267 ,624 ,869 K2 12,70 8,233 ,585 ,873 K3 12,90 8,322 ,552 ,876 K4 12,70 8,233 ,585 ,873 K5 12,90 8,100 ,635 ,869 K6 12,50 8,500 ,633 ,869 K7 12,60 7,822 ,806 ,854 K8 12,60 8,267 ,624 ,869 K9 12,90 8,100 ,635 ,869
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
14,30 10,233 3,199 9
Lampiran 17
Analisis Univariat
Data Umum
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Laki-laki 42 41,2 41,2 41,2
Valid Perempuan 60 58,8 58,8 100,0
Total 102 100,0 100,0
Usia
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
60 – 65 tahun 73 71,5 71,5 71,5
66 – 70 tahun 26 25,5 25,5 97,0
Valid 71 – 80 tahun 2 2,0 2,0 99,0
>80 tahun 1 1,0 1,0 100,0
Total 102 100,0 100,0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tidak tamat SD 72 70,6 70,6 70,6
Valid SD/sederajat 30 29,4 29,4 100,0
Total 102 100,0 100,0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tidak Bekerja 60 58,8 58,8 58,8
Buruh pabrik 10 9,8 9,8 68,6 Valid
Kuli 32 31,4 31,4 100,0
Total 102 100,0 100,0
Data Khusus
Lingkungan (X1)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Cukup 71 69,6 69,6 69,6
Valid Kurang 31 30,4 30,4 100,0
Total 102 100,0 100,0
Excercise (X2)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Berat 98 96,1 96,1 96,1
Valid Ringan 4 3,9 3,9 100,0
Total 102 100,0 100,0
Stres (X3)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ringan 7 6,9 6,9 6,9
Sedang 73 71,6 71,6 78,4 Valid
Berat 22 21,5 21,5 100,0
Total 102 100,0 100,0
Kekambuhan Asma (Y)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Sering 68 66,7 66,7 66,7
Valid Tidak Sering 34 33,3 33,3 100,0
Total 102 100,0 100,0
Crosstabs
Tabulasi Silang lingkungan dengan kekambuhan asma
Lingkungan (X1) * Kekambuhan Asma (Y) Crosstabulation
Count
Kekambuhan Asma (Y) Total
Sering Tidak Sering
Cukup 50 21 71 Lingkungan (X1)
Kurang 18 13 31
Total 68 34 102
Tabulasi Silang excercise dengan kekambuhan asma
Excercise (X2) * Kekambuhan Asma (Y) Crosstabulation
Count
Kekambuhan Asma (Y) Total
Sering Tidak Sering
Berat 65 33 98 Excercise (X2)
Ringan 3 1 4
Total 68 34 102
Tabulasi Silang stres dengan kekambuhan asma
Stres (X3) * Kekambuhan Asma (Y) Crosstabulation
Count
Kekambuhan Asma (Y) Total
Sering Tidak Sering
Ringan 5 2 7
Stres (X3) Sedang 47 26 73
Berat 16 6 22
Total 68 34 102
Analisis Multivariate
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
X1 ,605 ,458 1,746 1 ,018 1,831
X2 1,737 1,204 ,375 1 ,036 ,479
Step 1a
X3 1,197 ,415 ,224 1 ,020 ,821
Constant 1,716 1,997 ,129 1 ,186 ,489
a. Variable(s) entered on step 1: X1, X2, X3.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -,693 ,210 10,890 1 ,001 ,500
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Nagelkerke R
Square Square
1 127,792a ,020 ,028
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20