Skipsi Strategi Pengembangan Usaha
-
Upload
indira-gita-adelia -
Category
Documents
-
view
54 -
download
9
Transcript of Skipsi Strategi Pengembangan Usaha
i
ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA
JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)
(Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
SKRIPSI
ABED NEGO HERBOWO
H34070011
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
ii
RINGKASAN
ABED NEGO HERBOWO. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur
Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi Kasus: Desa Tugu Selatan,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di
bawah bimbingan TINTIN SARIANTI).
Jamur merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang dapat
memberikan kontribusi yang besar sebagai penyumbang devisa negara.
Pemasaran jamur tidak hanya dilakukan untuk pasar domestik melainkan juga
pasar luar negeri atau ekspor. Permintaan jamur di pasar domestik dan pasar luar
negeri sangat besar dan terus meningkat, namun tingginya permintaan akan jamur
tersebut tidak diiringi dengan jumlah produksi yang mencukupi. Jamur tiram putih
merupakan salah satu jamur yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat.
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu penghasil jamur
tiram di Pulau Jawa. Wilayah Bogor memiliki kondisi alam yang cocok bagi
pertumbuhan jamur tiram dan Kecamatan Cisarua merupakan daerah yang
memiliki jumlah baglog dan produksi jamur tiram putih tertinggi serta
produktivitas jamur tiram putih yang cukup tinggi di Kabupaten Bogor.
Prospek pasar yang tinggi tersebut akan merangsang pengusaha untuk
menekuni atau meningkatkan produksi budidaya jamur tiram putih. Saat ini
pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menerima permintaan log
jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar yang cukup besar, namun
permintaan tersebut belum dapat dipenuhi secara keseluruhan. Hal tersebut
menyebabkan pelaku usaha akan melakukan pengembangan usaha dengan
meningkatkan skala usahanya. Pengembangan usaha tersebut dilakukan dengan
menggunakan modal sendiri. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari
bagaimana kelayakan pengusahaan dalam usaha jamur tiram putih tersebut pada
tiga skenario yang merupakan tiga kegiatan pengembangan usaha yang akan
dilakukan pelaku usaha, yaitu skenario I (hanya menjual log jamur tiram putih),
skenario II (membeli log untuk budidaya jamur tiram putih), dan skenario III
(membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha
jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat dari aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek
lingkungan, menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu
Selatan dari aspek finansial pada ketiga skenario, dan menganalisis tingkat
kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan
jika terjadi penurunan harga jual log jamur tiram putih, penurunan harga jual
jamur tiram putih segar, dan peningkatan biaya variabel.
Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung hanya pada tiga
pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dikarenakan ketiga pelaku
usaha tersebut telah menggambarkan ketiga skenario yang dilakukan dan
memiliki informasi yang lengkap. Data sekunder didapatkan dari laporan yang
telah dipublikasikan maupun laporan yang tidak dipublikasikan dari berbagai
bersumber. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi langsung di
iii
lokasi penelitian, yakni dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung
serta melalui penelurusan pustaka ataupun literatur. Data dan informasi yang telah
dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif yang diolah dengan
menggunakan bantuan komputer, yakni program Microsoft Excel 2010. Analisis
kualitatif dilakukan dengan menganalisis aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek
lingkungan, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menilai kelayakan
pengembangan usaha jamur tiram putih secara finansial. Penilaian kelayakan
secara finansial dilakukan dengan melakukan perhitungan kriteria investasi yang
terdiri dari NPV, IRR, Net B/C, dan payback period. Selain itu, dilakukan juga
analisis switching value (nilai pengganti) untuk mencari perubahan maksimum
yang dapat ditolerir agar usaha masih dapat dilaksanakan dan masih memberikan
keuntungan normal.
Aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek lingkungan menunjukkan
bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan usaha jamur tiram
putih ini memiliki peluang pasar yang tinggi, kondisi iklim lokasi yang cocok
untuk usaha jamur tiram putih, sarana prasarana usaha yang memadai serta usaha
jamur tiram putih ini memberikan dampak yang baik secara sosial ekonomi
budaya dan lingkungan sekitar usaha.
Berdasarkan aspek finansial, kriteria kelayakan investasi usaha jamur
tiram putih menunjukkan bahwa ketiga skenario yaitu skenario I (menjual log
jamur tiram putih), skenario II (membeli log jamur tiram putih), dan skenario III
(menjual log dan jamur tiram putih segar) layak untuk dijalankan. Hal ini
disebabkan ketiga skenario memiliki nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net B/C
lebih besar dari satu, IRR lebih besar dari discount rate yang digunakan dan
payback period berada sebelum umur usaha berakhir. Skenario I menghasilkan
kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 708.104.697,01, nilai Net B/C sebesar
2,32, nilai IRR 45 persen, dan PP selama 3 tahun, 6 bulan, 29 hari. Skenario II
menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 403.502.827,98, nilai Net
B/C sebesar 1,69, nilai IRR 27 persen, dan PP selama 4 tahun, 3 bulan, 11 hari.
Skenario III menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp
2.095.013.894,70, nilai Net B/C sebesar 2,77, nilai IRR 59 persen, dan PP selama
2 tahun, 10 bulan, 6 hari.
Analisis switching value yang dilakukan pada ketiga skenario diperoleh
dua parameter untuk skenario I dan skenario II dan tiga parameter untuk skenario
III. Pada skenario I perubahan terhadap parameter penurunan harga jual log jamur
tiram putih sebesar 22,97 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter
peningkatan biaya variabel sebesar 35,41 persen. Pada skenario II perubahan
terhadap parameter penurunan harga jual jamur tiram putih segar sebesar 14,14
persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya
variabel sebesar 20,32 persen. Pada skenario III perubahan terhadap parameter
penurunan harga jual jamur tiram putih segar sebesar 53,28 persen lebih sensitif
dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya variabel sebesar 68,14
persen dan perubahan parameter penurunan harga jual log jamur tiram putih
sebesar 94,18 persen. Presentase terhadap parameter-parameter tersebut
merupakan presentase maksimum yang dapat ditolerir pelaku usaha jamur tiram
putih di Desa Tugu Selatan agar usaha tetap layak untuk dijalankan.
iv
ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA
JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)
(Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
ABED NEGO HERBOWO
H34070011
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
v
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram
Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi Kasus: Desa Tugu
Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat)
Nama : Abed Nego Herbowo
NIM : H34070011
Menyetujui,
Pembimbing
Tintin Sarianti, SP, MM
NIP. 19750316 200501 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi
Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”
adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011
Abed Nego Herbowo
H34070011
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 September 1989, sebagai
anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak R. Samuel Iswadi M. dan
Ibu Endang Sulistyowati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Swasta Angkasa 7 Jakarta
pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004
di SLTPN 109 Jakarta. Pendidikan menengah atas di SMUN 81 Jakarta yang
diselesaikan pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan pada
tahun 2007 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Departemen
Budaya, Olahraga, dan Seni periode tahun 2008-2009. Selain itu, penulis juga
aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan baik di tingkat fakultas dan kampus serta
aktif dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2009-2011.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi
Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan pengembangan
usaha jamur tiram putih pada aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar,
aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi budaya, dan
aspek lingkungan, menganalisis kelayakan pengembangan usaha jamur tiram
putih pada aspek finansial dengan menggunakan empat kriteria investasi, yaitu
Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio
(Net B/C), dan Payback Period (PP) pada tiga skenario yaitu skenario I (hanya
menjual log jamur tiram putih), skenario II (membeli log untuk budidaya jamur
tiram putih), dan skenario III (membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan
dibudidaya) serta menganalisis sensitivitas (switching value) pengembangan
usaha untuk melihat dampak suatu perubahan keadaan pada hasil analisis
kelayakan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan skripsi ini. Namun demikian, sangat disadari masih
terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga
skripsi ini dapat memberikan dukungan kontribusi pemikiran bagi semua pihak
yang berkepentingan.
Bogor, September 2011
Abed Nego Herbowo
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ingin menyampaikan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan, cinta kasih, dan doa
yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
2. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama pada ujian sidang
penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran
demi perbaikan skripsi ini.
4. Suprehatin, SP, MAB selaku dosen penguji dari wakil Departemen Agribisnis
yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi
perbaikan skripsi ini.
5. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi yang telah menjadi pembimbing akademik dan
seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis.
6. Arief Rahman Hakim selaku pembahas seminar, terima kasih atas masukan
dan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi.
7. Aparat Desa Tugu Selatan, petani, karyawan, dan pedagang pengumpul jamur
tiram putih, serta masyarakat Desa Tugu Selatan yang telah membantu dalam
kelancaran penyelesaian skripsi.
8. Pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Direktorat Jenderal
Hortikultura, dan Badan Pusat Statistik atas informasi yang diberikan kepada
penulis berkaitan dengan penyusunan skripsi ini.
9. Dosen koordinator dan teman-teman asisten Dasar-Dasar Komunikasi yang
tidak bisa disebutkan satu per satu. Masa-masa menyenangkan dalam
kelompok asisten tidak akan penulis lupakan.
10. Teman-teman satu bimbingan skripsi Alwiyah, Shinta, dan Farhan atas
kerjasama dan dukungan selama penyelesaian skripsi ini.
x
11. Tim Gladikarya Desa Tugu Selatan: Gita, Novia, Nuning, dan Dini
Damayanti atas kebersamaan dan pengalaman berharga selama menjalankan
kegiatan gladikarya.
12. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis 44 atas semangat
dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi serta pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas semangat dan bantuannya
selama penulis menyelesaikan skripsi.
Bogor, September 2011
Abed Nego Herbowo
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xvi
I PENDAHULUAN ... ............................................................... 1
1.1. Latar Belakang ….............................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 9
1.4. Manfaat Penelitian …........................................................ 10
II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 11
2.1. Gambaran Umum Jamur ….............................................. 11
2.2. Karakteristik Jamur Tiram Putih ...................................... 12
2.3. Budidaya Jamur Tiram Putih ............................................ 13
2.4. Panen dan Pasca Panen Jamur Tiram Putih ...................... 15
2.5. Kajian Penelitian Terdahulu ............................................. 15
III KERANGKA PEMIKIRAN ................................................ 21
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................... 21
3.1.1. Investasi ……………………................................. 21
3.1.2. Studi Kelayakan Bisnis ……….............................. 22
3.1.3. Teori Manfaat dan Biaya ....................................... 23
3.1.4. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis ................... 25
3.1.4.1. Aspek Pasar ............................................... 25
3.1.4.2. Aspek Teknis ............................................ 26
3.1.4.3. Aspek Manajemen dan Hukum ................ 27
3.1.4.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ....... 28
3.1.4.5. Aspek Lingkungan .................................... 28
3.1.4.6. Aspek Finansial ......................................... 29
3.1.5. Analisis Switching Value ........................................ 30
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ..................................... 31
IV METODE PENELITIAN ..................................................... 34
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................... 34
4.2. Data dan Instrumentasi .................................................... 34
4.3. Metode Pengumpulan Data .............................................. 34
4.4. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data .................... 35
4.4.1. Analisis Aspek Pasar .............................................. 35
4.4.2. Analisis Aspek Teknis ............................................ 35
4.4.3. Analisis Aspek Manajemen dan Hukum ................ 36
4.4.4. Analisis Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ....... 36
4.4.5. Analisis Aspek Lingkungan ................................... 37
4.4.6. Analisis Aspek Finansial ........................................ 37
4.4.6.1. Net Present Value ...................................... 37
4.4.6.2. Internal Rate of Return .............................. 38
4.4.6.3. Net Benefit Cost Ratio ............................... 39
xii
4.4.6.4. Payback Period ......................................... 40
4.4.7. Analisis Switching Value ........................................ 40
4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan ......................................... 41
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............... 43
5.1. Profil Kecamatan Cisarua ................................................. 43
5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis ................................ 43
5.1.2. Keadaan Alam ........................................................ 43
5.2. Profil Desa Tugu Selatan .................................................. 43
5.2.1. Letak dan Keadaan Geografis ................................ 43
5.2.2. Keadaan Alam ........................................................ 44
5.2.3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ..................... 44
5.3. Gambaran Umum Usaha Jamur Tiram Putih ................... 46
VI HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 48
6.1. Analisis Aspek Non Finansial .......................................... 48
6.1.1. Aspek Pasar ............................................................ 48
6.1.1.1. Potensi Pasar .............................................. 48
6.1.1.2. Bauran Pemasaran ..................................... 50
6.1.2. Aspek Teknis .......................................................... 53
6.1.2.1. Pemilihan Lokasi Usaha ............................ 53
6.1.2.2. Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan .. 56
6.1.2.3. Proses Produksi …………………………. 57
6.1.2.4. Tata Letak Usaha ....................................... 62
6.1.3. Aspek Manajemen dan Hukum .............................. 63
6.1.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ..................... 65
6.1.5. Aspek Lingkungan .................................................. 66
6.1.6. Hasil Analisis Aspek Non Finansial ....................... 67
6.2. Analisis Aspek Finansial .................................................. 67
6.2.1. Arus Penerimaan (Inflow) ....................................... 68
6.2.2. Nilai Sisa ................................................................ 72
6.2.3. Pengeluaran Perusahaan (Outflow) ......................... 74
6.2.3.1. Biaya Investasi ........................................... 74
6.2.3.2. Biaya Operasional ……………………….. 79
6.2.4. Analisis Rugi Laba ................................................. 85
6.2.5. Analisis Kelayakan Finansial ................................. 87
6.2.6. Analisis Switching Value ........................................ 91
6.2.7. Hasil Analisis Aspek Finansial ............................... 94
VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 96
7.1. Kesimpulan ....................................................................... 96
7.2. Saran ................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 98
LAMPIRAN ....................................................................................... 100
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Konsumsi Per Kapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2009
(dalam kg per tahun) ….................................................................. 1
2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2005-2009 ....... 2
3. Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur di Indonesia
Tahun 2003-2009 ………………................................................... 3
4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dengan Bahan
Makanan Lain ………………........................................................ 4
5. Kandungan Asam Amino Esensial ................................................ 5
6. Harga Jamur Merang, Jamur Tiram, dan Jamur Kuping pada
Dua Minggu Pertama Bulan September 2007 ............................... 5
7. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jamur Tiram di
Pulau Jawa Tahun 2009 ................................................................. 6
8. Jumlah, Produksi, dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di
Kabupaten Bogor Tahun 2007 ....................................................... 7
9. Mata Pencaharian Penduduk Desa Tugu Selatan
Tahun 2010 .................................................................................... 45
10. Fasilitas Pendidikan di Desa Tugu Selatan Tahun 2010 ............... 45
11. Perkembangan Produksi Jamur di Jawa Barat Tahun 2004-2009 . 49
12. Perhitungan Proyeksi Perkembangan Jamur di Jawa Barat .......... 49
13. Kebutuhan Bahan Baku pelaku usaha jamur tiram putih di
Desa Tugu Selatan ......................................................................... 54
14. Penerimaan Log Jamur Tiram Putih Pelaku Usaha di
Desa Tugu Selatan (Skenario I) ..................................................... 69
15. Penerimaan Jamur Tiram Putih Segar Pelaku Usaha di
Desa Tugu Selatan (Skenario II) .................................................... 70
16. Penerimaan Log Jamur Tiram Putih Pelaku Usaha di
Desa Tugu Selatan (Skenario III) .................................................. 71
17. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario I) ............... 75
18. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario II) ............. 77
19. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario III) ............ 78
20. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu
Selatan (Skenario I) ........................................................................ 80
21. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu
Selatan (Skenario II) ...................................................................... 81
xiv
22. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu
Selatan (Skenario III) ..................................................................... 82
23. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa
Tugu Selatan (Skenario I) .............................................................. 83
24. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa
Tugu Selatan (Skenario II) ............................................................. 84
25. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa
Tugu Selatan (Skenario III) ........................................................... 85
26. Hasil Analisis Laporan Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih ....... 86
27. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario I ................................ 87
28. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario II .............................. 89
29. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario III ............................. 90
30. Perbandingan Hasil Switching Value Usaha Jamur Tiram Putih ... 92
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Hubungan Antara NPV dan IRR ......................................... 30
2. Hubungan Antara NPV dan IRR Saat Dilakukan Analisis
Switching Value .................................................................... 31
3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ........................ 33
4. Baglog Jamur Tiram Putih .................................................... 51
5. Jamur Tiram Putih Segar ...................................................... 51
6. Saluran Distribusi Baglog Jamur Tiram Putih di
Desa tugu Selatan ................................................................. 52
7. Saluran Distribusi Jamur Tiram Putih Segar di
Desa tugu Selatan ................................................................. 52
8. Oven Pengukusan Baglog .................................................... 56
9. Stimer Penyiraman Baglog .................................................. 56
10. Log Jamur Siap Budidaya .................................................... 59
11. Log Jamur Gagal .................................................................. 59
12. Awal Pertumbuhan Tubuh Buah Jamur ............................... 59
13. Perangkap Plastik ................................................................. 60
14. Jamur Tiram Putih Siap Panen ............................................. 61
15. Pemotongan Akar Jamur ...................................................... 61
16. Pengemasan Jamur Tiram .................................................... 61
17. Proses Produksi Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan .. 61
18. Layout Kumbung Depan ...................................................... 63
19. Layout Kumbung Dalam ...................................................... 63
20. Struktur Organisasi Usaha Jamur Tiram Putih di
Desa Tugu Selatan ............................................................... 65
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Tata Letak Usaha Jamur Tiram Putih ................................... 101
2. Siklus Tanam Log Jamur Tiram Putih Sebanyak 100.000
Log per Tiga Bulan (Skenario II) ........................................ 102
3. Siklus Tanam Log Jamur Tiram Putih Sebanyak 47.757
Log per Bulan (Skenario III) ............................................... 103
4. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario I) ........................................................................... 104
5. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario II) ………………................................................. 105
6. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario III) ....................................................................... 106
7. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario I) ........................................................................... 107
8. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario II) ......................................................................... 109
9. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario III) ....................................................................... 111
10. Switching Value Penurunan Harga Log Jamur Tiram Putih
22,97% (Skenario I) ............................................................. 113
11. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 35,41%
(Skenario I) .......................................................................... 115
12. Switching Value Penurunan Harga Jamur Tiram Putih Segar
14,14% (Skenario II) ............................................................ 117
13. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 20,32%
(Skenario II) ......................................................................... 119
14. Switching Value Penurunan Harga Jamur Tiram Putih Segar
53,28% (Skenario III) .......................................................... 121
15. Switching Value Penurunan Harga Log Jamur Tiram Putih
94,18% (Skenario III) .......................................................... 123
16. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 68,14%
(Skenario III) ........................................................................ 125
1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris memiliki jenis komoditas pertanian yang
beragam. Keberagaman tersebut merupakan aset yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan, salah satu subsektor yang memiliki potensi tersebut adalah
subsektor hortikultura. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2010), komoditas
hortikultura cukup potensial dikembangkan secara agribisnis, karena memiliki
nilai ekonomis dan nilai tambah cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas
lainnya. Salah satu yang masuk dalam jenis hortikultura adalah sayuran.
Sayuran dapat dibudidayakan dengan baik di Indonesia dan merupakan
sumber pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat setiap hari. Kebutuhan
manusia terhadap sayuran semakin meningkat seiring dengan pertambahan
penduduk dan kesadaran akan pola hidup dan pola makan yang sehat dimana
sayuran mengandung banyak serat yang baik untuk kesehatan (Tabel 1).
Tabel 1. Konsumsi Per Kapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2009 (dalam
kg per tahun)
Komoditi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sayur-sayuran 40,95 38,80 38,72 40,02 46,39 45,46 38,95
Sumber: BPS (2010)
Berdasarkan data produksi tanaman sayuran di Indonesia pada tahun 2005
sampai dengan 2009, dapat dilihat bahwa secara umum jumlah produksi sayuran
mengalami kenaikkan (Tabel 2). Total produksi sayuran pada tahun 2005 sebesar
9.101.987 ton dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 16,03 persen
menjadi 10.561.348 ton. Untuk komoditas jamur, total produksi pada tahun 2005
sebesar 30.854 ton dan mengalami peningkatan sekitar 24,67 persen pada tahun
2009 menjadi 38.465 ton. Peningkatan total produksi jamur tersebut
memperlihakan bahwa jamur merupakan tanaman sayuran yang potensial untuk
dikembangkan.
2
Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2005-2009
No Komoditas Produksi (Ton)
2005 2006 2007 2008 2009
1 Bawang merah 732.610 794.929 802.810 853.615 965.164
2 Bawang putih 20.733 21.052 17.312 12.339 15.419
3 Bawang daun 501.437 571.264 479.924 547.743 549.365
4 Kentang 1.009.619 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304
5 Lobak 54.226 49.344 42.076 48.376 29.759
6 Kol/Kubis 1.292.984 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113
7 Petsai/Sawi 548.453 590.400 564.912 565.636 562.838
8 Wortel 440.001 391.370 350.170 367.111 358.014
9 Kacang merah 132.218 125.251 112.271 115.817 110.051
10 Kembang kol 127.320 135.517 124.252 109.497 96.038
11 Cabe besar 661.730 736.019 676.828 695.707 787.433
12 Cabe rawit 396.293 449.040 451.965 457.353 591.294
13 Tomat 647.020 629.744 635.474 725.973 853.061
14 Terung 333.328 358.095 390.846 427.166 451.564
15 Buncis 283.649 269.533 266.790 266.551 290.993
16 Timun 552.891 598.892 581.205 540.122 583.139
17 Labu siam 180.029 212.697 254.056 394.386 321.023
18 Bayam 123.785 149.435 155.863 163.817 173.750
19 Kacang panjang 466.387 461.239 488.499 455.524 483.793
20 Jamur 30.854 23.559 48.247 43.047 38.465
21 Melinjo 210.836 239.209 205.728 230.654 221.097
22 Kangkung 229.997 292.950 335.086 323.757 360.992
23 Petai 125.587 148.268 178.680 213.536 183.679
Total 9.101.987 9.527.463 9.455.463 10.035.094 10.561.348
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2009)
Jamur merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang disukai
masyarakat dan dapat memberikan kontribusi yang besar sebagai penyumbang
devisa negara. Pemasaran jamur tidak hanya dilakukan untuk pasar domestik
melainkan juga pasar luar negeri atau ekspor. Negara tujuan ekspor jamur adalah
Asia, Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Uni Emirat Arab (Direktorat Jenderal
Hortikultura 2009). Potensi mengenai pasar jamur tersebut dapat dilihat dari
volume ekspor dan impor jamur Indonesia (Tabel 3).
3
Tabel 3. Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur di Indonesia Tahun
2003-2009
Tahun Volume Ekspor
(Kg)
Presentase
(%)
Volume Impor
(Kg)
Presentase
(%)
2003 16.113.207 - 1.524.872 -
2004 3.333.723 -79,31 194.010 -87,28
2005 22.558.977 575,69 2.913.432 1401,69
2006 18.351.038 -18,65 3.594.073 22,89
2007 20.571.404 12,10 3.370.435 -6,22
2008 19.452.421 -5,44 3.431.709 1,82
2009 15.272.001 -21,49 4.081.488 18,94 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2010)
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa dalam jangka waktu 2003 sampai
2009 volume ekspor jamur lebih tinggi daripada impor jamur, sehingga jamur
merupakan penghasil devisa bagi negara. Pada tahun 2004 ekspor dan impor
jamur mengalami penurunan volume yang sangat drastis. Hal ini diduga
disebabkan oleh adanya kegagalan panen dan kondisi perekonomian yang tidak
stabil sehingga mempengaruhi volume ekspor dan impor jamur (Direktorat
Jenderal Hortikultura 2009). Setelah kondisi tersebut jamur mengalami
peningkatan volume ekspor dan impor yang drastis. Volume ekspor jamur
mengalami peningkatan sebesar 19.645.545 kg dan volume impor jamur
meningkat sebesar 2.719.422 kg, sedangkan periode setelah tahun 2007 volume
ekspor jamur terus mengalami penurunan namun volume impor terus mengalami
kenaikkan. Hal tersebut diduga karena permintaan jamur di Indonesia terus
meningkat. Berdasarkan hal diatas menunjukkan bahwa permintaan jamur di pasar
domestik dan pasar luar negeri sangat besar.
Tingginya permintaan akan jamur tidak diiringi dengan jumlah produksi
yang mencukupi. Produksi jamur Indonesia hanya mampu memenuhi 50% dari
permintaan pasar dalam negeri dan belum termasuk permintaan pasar luar negeri,
seperti Asia, Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Uni Emirat Arab. Indonesia
dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi baru mampu memasok 0,9%
dari pasar dunia. Presentase tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan China
yang memasok 33,2% pasar jamur dunia (Martawijaya & Nurjayadi 2010).
Jamur tiram merupakan salah satu jamur yang cukup dikenal dan digemari
oleh masyarakat karena dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar,
4
dalam bentuk masakan maupun dalam bentuk olahan. Terdapat beberapa jenis
jamur tiram yang dapat dikonsumsi, yaitu jamur tiram putih, jamur tiram merah
jambu, jamur tiram abu-abu, jamur tiram coklat, jamur tiram hitam, dan jamur
tiram kuning. Namun, jamur tiram yang sering dikonsumsi masyarakat dan
dibudidayakan adalah jamur tiram putih karena memiliki tekstur daging yang
lembut dan rasanya hampir menyerupai daging ayam serta memiliki kandungan
gizi yang tinggi dan berbagai macam asam amino essensial, protein, lemak,
mineral, dan vitamin (Martawijaya & Nurjayadi 2010). Jamur tiram memiliki nilai
gizi paling tinggi dibandingkan dengan jenis jamur lainnya maupun hewani
(Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Pada Tabel 4 terlihat bahwa jamur tiram
memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang lebih tinggi daripada daging
sapi, namun kandungan lemaknya jauh lebih rendah.
Tabel 4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dengan Bahan Makanan Lain
(dalam %)
Bahan Makanan Protein Lemak Karbohidrat
Jamur merang 1,8 0,3 4,0
Jamur tiram putih 27 1,6 58,0
Jamur kuping 8,4 0,5 82,8
Daging sapi 21 5,5 0,5
Bayam - 2,2 1,7
Kentang 2,0 - 20,9
Kubis 1,5 0,1 4,2
Seledri - 1,3 0,2
Buncis - 2,4 0,2
Sumber : Martawijaya dan Nurjayadi (2010)
Selain itu, kandungan asam amino pada jamur tiram hampir sama dengan
kandungan asam amino pada telur ayam, namun lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan asam amino pada jamur kancing, shittake, dan merang (Tabel 5).
Asam amino merupakan senyawa penyusun protein yang menjadi bahan
pembentuk tubuh manusia dan hewan (Ardiansyah 2006, diacu dalam
Martawijaya & Nurjayadi 2010). Asam amino pada jamur tiram yang tinggi
5
membuat jamur tiram menjadi salah satu sumber protein nabati yang dianjurkan.
Kandungan lain yang dimiliki jamur tiram yaitu kandungan B kompleks.
Tabel 5. Kandungan Asam Amino Esensial (gram per 100 gram protein)
Asam Amino Jenis Jamur
Telur ayam Kancing Shiitake Tiram putih Merang
Leusin 7,5 7,9 7,5 4,5 8,8
Isoleusin 4,5 4,9 5,2 3,4 6,6
Valin 2,5 3,7 6,9 5,4 7,3
Triptopan 2,0 - 1,1 1,5 1,6
Lisin 9,1 3,9 9,9 7,1 6,4
Treanin 5,5 5,9 6,1 3,5 5,1
Fenilalanin 4,2 5,9 3,5 2,6 5,8
Metionin 0,9 1,9 3,0 1,1 3,1
Histidin 2,7 1,9 2,8 3,8 2,4
Total 38,9 36 46 32,9 47,1
Sumber : Chang dan Miles (2004), diacu dalam Martawijaya & Nurjayadi (2010)
Harga jamur dapat dikatakan lebih stabil dibandingkan dengan komoditas
sayuran lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena jamur bukan suatu komoditas
pokok seperti beras, cabai, maupun bawang merah (Masyarakat Agribisnis Jamur
2007). Pada Tabel 6 dapat dilihat harga jamur merang, jamur tiram, dan jamur
kuping di Indonesia dalam dua minggu pertama bulan September 2007 menurut
hasil survei yang dilakukan oleh Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia.
Tabel 6. Harga Jamur Merang, Jamur Tiram, dan Jamur Kuping Pada Dua
Minggu Pertama Bulan September 2007
No Jenis Jamur Harga di Petani (Rp/kg) Harga di Pasar(Rp/kg)
1 Jamur Merang 9.000-10.000 15.000-20.000
2 Jamur Tiram 5.300 6.000-10.000
3 Jamur Kuping 6.000 8.000
Sumber: Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (2007)
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa harga jamur merang memiliki
selisih harga di tingkat pengumpul yang lebih tinggi daripada di tingkat petani.
6
Hal ini disebabkan oleh rantai tataniaga yang cukup panjang, sehingga
keuntungan dari bisnis jamur merang lebih banyak dinikmati para pengumpul.
Berbeda halnya dengan jamur tiram, keuntungan lebih banyak dinikmati oleh
petani dibandingkan dengan pengumpul. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
usahatani jamur tiram lebih menguntungkan bagi petani dan relatif lebih mudah
dalam budidayanya. Masyarakat juga lebih menyukai jamur tiram karena
harganya yang lebih murah dan rasanya yang lezat (Masyarakat Agribisnis Jamur
2007). Selain itu, ditinjau dari aspek biologisnya, jamur tiram relatif lebih mudah
dibudidayakan. Pengembangan jamur tiram tidak memerlukan lahan yang luas.
Masa produksi jamur tiram relatif lebih cepat sehingga periode dan waktu panen
lebih singkat dan dapat berlanjut selama masa produktif jamur (Martawijaya &
Nurjayadi 2010).
Budidaya jamur tiram putih tersebar pada berbagai daerah di wilayah
Indonesia. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa ada empat provinsi di Pulau
Jawa yang menjadi sentra produksi jamur tiram putih. Jawa Tengah merupakan
provinsi dengan produktivitas tertinggi, sedangkan Provinsi Jawa Barat memiliki
luas panen tertinggi kedua setelah Jawa Timur namun produktivitasnya terendah.
Hal tersebut diduga disebabkan oleh kondisi para petani dalam melakukan
usahatani jamur tiram putih yang pada umumnya masih bersifat tradisional
dan tergolong usahatani kecil. Luas panen, produksi, dan produktivitas jamur
tiram di pulau Jawa pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jamur Tiram di Pulau Jawa
Tahun 2009
Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
Jawa Barat 291,79 7.306,75 25,04
Jawa Tengah 15,23 1.838,93 120,75
D.I. Yogyatakarta 5,86 651,32 111,23
Jawa Timur 385,09 28.557,05 74,16
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2009)
Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten
Bogor. Wilayah Bogor memiliki kondisi alam yang cocok bagi pertumbuhan
jamur tiram. Hal tersebut menjadi faktor pendorong utama bagi usaha budidaya
7
jamur tiram. Tabel 8 menyajikan data tentang jumlah, produksi, dan
produktivitas jamur tiram putih di Kabupaten Bogor pada tahun 2007.
Tabel 8. Jumlah, Produksi, dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten
Bogor Tahun 2007
No Kecamatan Jumlah (log) Produksi (kg) Produktivitas (kg/log)
1 Pamijahan 61.700 8.638 0,18
2 Leuwi Sadeng 20.000 3.000 0,15
3 Rancabungur 34.000 4.420 0,13
4 Tamansari 191.500 38.300 0,20
5 Cijeruk 17.000 2.040 0,12
6 Cisarua 780.000 173.250 0,17
7 Sukaraja 10.000 1.200 0,12
Rata-rata 0,15
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2007)
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa Kecamatan Cisarua memiliki
jumlah baglog dan produksi jamur tiram putih tertinggi serta produktivitas jamur
tiram putih yang cukup tinggi di Kabupaten Bogor dengan besar secara berurutan
780.000 log, 173.250 kg, dan 0,17 kg/log. Berdasarkan hal tersebut, penulis
mengambil lokasi penelitian pada Desa Tugu Selatan yang merupakan bagian dari
Kecamatan Cisarua.
1.2. Perumusan Masalah
Kenaikan permintaan jamur tiram putih sekitar 20 sampai 25 persen per
tahun (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2007) belum dapat dipenuhi oleh
pengusaha, sehingga berapapun jumlah jamur tiram putih yang dibawa ke pasar
selalu habis terjual. Kandungan gizi yang cukup baik juga menyebabkan
permintaan jamur tiram terus meningkat. Saat ini masih sedikit pihak yang
melakukan usaha di bidang jamur tiram putih. Hal tersebut pada umumnya
disebabkan kurangnya modal dan pengetahuan untuk melakukan budidaya jamur
tiram. Prospek pasar yang tinggi tersebut akan merangsang pengusaha untuk
menekuni atau meningkatkan produksi budidaya jamur tiram putih.
8
Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan
salah satu sentra penghasil jamur tiram putih. Saat ini ada empat pelaku usaha
yang melakukan usaha di bidang jamur tiram putih. Unit bisnis yang diusahakan
para pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan, yaitu membeli log
jamur tiram putih untuk dibudidaya, menjual log jamur tiram putih, dan membuat
log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya. Tiga bentuk usaha dari jamur
tiram putih tersebut memberikan tingkat pendapatan yang berbeda bagi setiap
pelaku usaha.
Saat ini pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menerima
permintaan log jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar yang cukup besar,
namun permintaan tersebut belum dapat dipenuhi secara keseluruhan. Permintaan
log jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar yang diterima oleh pelaku usaha
di Desa Tugu Selatan masing-masing mencapai sekitar 3167 log/hari dan 7,34
ku/hari. Namun, pada saat ini pelaku usaha baru mampu memenuhi permintaan
log jamur tiram putih sebesar 1067 log/hari dan permintaan jamur tiram putih
segar sebesar 6,66 ku/hari. Selisih antara permintaan dan penawaran tersebut
menyebabkan pelaku usaha akan melakukan pengembangan usaha dengan
meningkatkan skala usahanya. Pelaku usaha jamur tiram putih akan meningkatkan
produksi log jamur yang akan dijual menjadi 1733 log/hari dan produksi jamur
tiram putih segar menjadi 8,88 ku/hari. Selain pengembangan dalam skala usaha,
pelaku usaha juga akan melakukan pengembangan dalam hal teknologi berupa
mengganti drum pengukusan dengan oven dalam kegiatan sterilisasi baglog
jamur. Oven digunakan karena memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan
dengan drum sehingga mendukung pengembangan skala usaha yang akan
dilakukan serta dapat mensterilkan baglog dengan lebih baik.
Pengembangan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan modal
sendiri. Untuk melakukan pengembangan kegiatan pembuatan log jamur tiram
putih maupun budidaya jamur tiram putih membutuhkan biaya yang cukup besar.
Pelaku usaha tentunya sangat memerlukan suatu informasi mengenai prospek dan
kelayakan dari usahanya dengan melakukan pengembangan tersebut serta
besarnya risiko yang mungkin terjadi sebagai pertimbangan dalam menanamkan
modalnya mengingat bahwa harga input dan output produksi dapat mengalami
9
perubahan. Perubahan-perubahan tersebut dapat mempengaruhi keuntungan yang
akan diperoleh, sehingga diperlukan suatu analisis kelayakan usaha untuk
mengetahui apakah suatu usaha yang akan atau sedang dijalankan mendatangkan
keuntungan atau kerugian dan sebagai informasi bagi pelaku usaha dalam
melakukan investasi. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari bagaimana
kelayakan pengusahaan dalam usaha jamur tiram putih tersebut pada tiga skenario
yang merupakan tiga kegiatan pengembangan usaha yang akan dilakukan pelaku
usaha, yaitu skenario I (hanya menjual log jamur tiram putih), skenario II
(membeli log untuk budidaya jamur tiram putih), dan skenario III (membuat log
jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya). Berdasarkan uraian di atas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini:
1) Bagaimana kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dari
aspek non finansial?
2) Bagaimana kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dari
aspek finansial pada ketiga skenario?
3) Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha jamur tiram putih
di Desa Tugu Selatan jika terjadi penurunan harga jual log jamur tiram putih,
penurunan harga jual jamur tiram putih segar, dan peningkatan biaya
variabel?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat
dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial
ekonomi budaya, dan aspek lingkungan.
2) Menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dari
aspek finansial pada ketiga skenario.
3) Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha jamur tiram
putih di Desa Tugu Selatan jika terjadi penurunan harga jual log jamur tiram
putih, penurunan harga jual jamur tiram putih segar, dan peningkatan biaya
variabel.
10
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermanfaat bagi pemilik usaha pembuatan log jamur tiram putih dan budidaya
jamur tiram putih mengenai kelayakan pengembangan usaha. Bagi penulis, untuk
penerapan ilmu yang didapat selama masa perkuliahan serta melatih dan
menambah kemampuan penulis dalam melakukan analisis kelayakan usaha. Bagi
investor atau pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi
sebagai informasi pengusahaan jamur tiram putih, serta pertimbangan ketika ingin
terjun ke dalam usaha jamur tiram putih. Bagi akademisi, penelitian ini sebagai
informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.
11
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Jamur
Jamur merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di alam. Jamur sudah
dikenal oleh masyarakat sejak dulu dan tumbuh liar di hutan-hutan pada musim
hujan dikarenakan kelembaban yang cukup tinggi menyebabkan jamur dapat
tumbuh dengan baik (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Saat ini masyarakat
sudah mengenal jamur sebagai salah satu sumber bahan makanan nabati yang
mengandung gizi tinggi maupun untuk pengobatan yang memiliki efek kesehatan.
Selain mengandung protein, lemak tidak jenuh, serat, dan asam amino esensial,
dalam jamur juga terkandung sejumlah penting vitamin, mineral, hormon, enzim
serta senyawa aktif (Jaelani 2008). Namun, ada beberapa jenis jamur yang
beracun apabila dikonsumsi, sehingga mengakibatkan keracunan pada manusia
bahkan sampai pada kematian.
Sebagian jenis jamur telah dapat dibudidayakan secara komersial. Dengan
berkembangnya teknologi dan pengetahuan mengenai budidaya, jamur dapat
dibudidayakan dengan membuat rumah produksi (kumbung) yang suhunya dapat
diatur sesuai dengan syarat bertumbuhnya jamur tersebut dengan baik. Jamur
mulai menjadi salah satu sayuran primadona dan dalam beberapa tahun terakhir
jamur memiliki peminat yang semakin banyak untuk dikonsumsi baik dari dalam
negeri maupun mancanegara (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Selain itu,
jamur memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari harga
jual jamur yang umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lainnya.
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), jamur dapat digolongkan
berdasarkan jenis media tumbuhnya, yaitu jamur dengan media jerami, media
serbuk kayu, dan media campuran. Jamur dengan media jerami yaitu jamur
merang (Volvariella volvaceae). Jamur merang banyak tumbuh di daerah dataran
rendah terutama daerah persawahan, sedangkan jamur tiram putih (Pleurotus sp.),
jamur tiram abu-abu (Pleurotus sp.), jamur kuping (Auricularia sp.), dan jamur
shiitake (Lentinus edodes) merupakan jamur dengan media serbuk kayu yang
banyak dikembangkan di daerah dataran tinggi yang berhawa dingin. Jenis jamur
dengan media campuran yaitu media dengan berbagai bahan dasar seperti serbuk
12
gergaji, kompos, dan lainnya diantaranya jamur kancing (Agaricus bisporus) dan
ling zhi (Ganoderma lucidum).
2.2. Karakteristik Jamur Tiram Putih
Jamur tiram (Pleurotus sp.) merupakan jenis jamur kayu yang mudah
dibudidayakan dan mulai banyak digemari oleh masyarakat. Jamur tiram dapat
tumbuh pada berbagai macam jenis substrat dan memiliki kemampuan yang tinggi
untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai
hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah
terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau
pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu
jenis jamur kayu. Bentuk tudung jamur tiram sedikit membulat, lonjong, dan
menyerupai cangkang kerang atau tiram (Suharjo 2008). Menurut Cahyana
(1997), jamur tiram digolongkan ke dalam:
Kingdom : Mycetea
Divisio : Amastigomycotae
Phylum : Basidiomycotae
Kelas : Hymenomycetes
Ordo : Agaricales
Family : Pleurotaceae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus ostreatus
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), jamur tiram merupakan
jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan karena memiliki produktivitas
yang relatif tinggi. Dari seribu gram substrat kering, 50% sampai 70% jamur segar
dapat dihasilkan bahkan saat ini sudah dapat ditingkatkan hingga 120% sampai
150%. Jamur tiram memiliki rasa yang lezat dan kandungan gizi yang cukup
tinggi. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2010), terdapat beberapa jenis jamur
tiram yang dapat dikonsumsi yaitu diantaranya:
1) Jamur tiram putih (Pluerotus ostreatus)
2) Jamur tiram merah jambu (Pluerotus flabellatus)
3) Jamur tiram abu-abu (Pluerotus sajor caju)
4) Jamur tiram cokelat (Pluerotus cystidiosus)
13
5) Jamur tiram hitam (Pluerotus sapidus)
6) Jamur tiram kuning (Pluerotus citrinopileatus)
Hasil penelitian Departemen Sain, Kementerian Industri Thailand, jamur
tiram mengandung protein 5,94%, karbohidrat 50,59%, serat 1,56%, lemak
0,17%, dan abu 1,14%. Setiap 100 gram jamur tiram segar mengandung 45,65
kalori, 8,9 miligram kalsium, 1,9 miligram besi, 17,0 miligram fosfor, 0,15
miligram vitamin B1, 0,75 miligram vitamin B2, dan 12,40 miligram vitamin C.
Jamur tiram juga mengandung folic acid yang cukup tinggi dimana kandungan
tersebut diduga mampu menyembuhkan anemia (Suharjo 2008).
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), ada beberapa syarat agar
jamur tiram dapat tumbuh dengan baik yaitu jamur tiram dapat tumbuh jika
berada pada suhu berkisar 22°C-28°C untuk masa inkubasi atau pembentukan
miselium dan 16°C-22°C untuk masa pembentukan tubuh buah. Selama masa
pertumbuhan miselium kelembaban udara dipertahankan antara 60%-70%,
sedangkan pada pertumbuhan badan buah kelembaban yang dipertahankan
berkisar antara 80%-90%. Suhu dan kelembaban dapat diatur dengan melakukan
penyemprotan air ke dalam kumbung. Selain itu, pertumbuhan jamur sangat peka
terhadap cahaya secara langsung. Intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan sekitar 200 lux (10%), sedangkan pada pertumbuhan miselium tidak
diperlukan cahaya. Miselium jamur akan tumbuh lebih cepat dalam keadaan gelap
atau tanpa sinar daripada di tempat yang terang dengan cahaya matahari
berlimpah, tetapi pada masa pertumbuhan badan buah memerlukan adanya
rangsangan sinar. Pada tempat yang sama sekali tidak ada cahaya badan buah
tidak dapat tumbuh, oleh karena itu pada masa terbentuknya badan buah pada
permukaan media harus mulai mendapat sinar. Untuk kandungan air dalam
substrat, diperlukan berkisar antara 60%-65%. Jika kondisi kering atau
kekurangan air maka pertumbuhan jamur akan terganggu atau terhenti. Namun,
jika kadar air terlalu tinggi maka miselium akan membusuk dan mati.
2.3. Budidaya Jamur Tiram Putih
Media tanam jamur tiram putih dibuat menyerupai kondisi tempat tumbuh
jamur tiram di alam. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010), bahan baku
yang digunakan sebagai media dalam budidaya jamur tiram adalah serbuk gergaji,
14
kapur yang berfungsi sebagai penetral keasaman dengan mengontrol pH tetap
stabil pada saat proses pengomposan atau pemeraman, gips yang berfungsi
sebagai bahan penambah mineral dan menguatkan kepadatan media tanam, serta
dedak yang mengandung karbohidrat, karbon, nitrogen, dan vitamin B yang dapat
mempercepat pertumbuhan miselium jamur tiram.
Ada beberapa komposisi campuran media antara serbuk gergaji dengan
bahan baku lainnya. Salah satu komposisi campuran media tanam jamur tiram
putih adalah serbuk gergaji 86 persen, dedak 10 persen, kapur 3 persen, dan gips
1 persen (Direktorat Jenderal Hortikultura 2010).
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010), ada beberapa hal dalam
budidaya jamur tiram putih yang perlu diperhatikan meliputi pembuatan kumbung
dan pemeliharaan log jamur tiram putih. Berikut adalah kegiatan yang perlu
dilakukan dalam budidaya jamur tiram putih:
1) Pembuatan Kumbung
Kumbung adalah bangunan tempat tumbuhnya jamur tiram putih yang terbuat
dari bilik bambu atau tembok permanen. Di dalamnya tersusun rak-rak tempat
media tumbuh atau baglog jamur tiram putih. Baglog adalah kantong plastik
transparan yang berisi campuran media tanam jamur. Ukuran kumbung
bervariasi tergantung dari luas lahan yang dimiliki. Tujuan untuk pembuatan
kumbung adalah untuk menyimpan baglog sesuai dengan persyaratan tumbuh
yang dikehendaki jamur tersebut. Rak dalam kumbung disusun sedemikian
rupa agar mudah dalam melakukan pemeliharaan dan menjaga sirkulasi
udara.
2) Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan jamur tiram putih meliputi penyemprotan atau
pengkabutan serta pengendalian hama dan penyakit. Penyemprotan dilakukan
dengan menggunakan air bersih pada ruang kumbung dan media tumbuh
jamur tiram putih. Penyiraman bertujuan untuk menjaga kelembaban
kumbung. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan untuk
mengkoordinasikan media tumbuh dan tubuh buah yang bebas dari organisme
pengganggu dengan tujuan untuk menghindari kegagalan panen yang
diakibatkan oleh serangan hama, penyakit, dan cendawan pengganggu.
15
Pengendalian hama dan penyakit tidak dianjurkan menggunakan pestisida
tetapi menggunakan perangkap serangga serta menjaga kondisi dalam
kumbung tetap bersih.
2.4. Panen dan Pasca Panen Jamur Tiram Putih
Kegiatan panen jamur tiram putih dapat dilakukan sebanyak empat hingga
enam kali tergantung pada kandungan nutrisi dalam media tanam dan kegiatan
pemeliharaan yang dilakukan. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010),
kegiatan panen dan pasca panen budidaya jamur tiram putih meliputi:
1) Panen
Panen merupakan kegiatan memetik badan buah jamur tiram putih yang telah
cukup umur, yaitu tiga puluh hari sejak inokulasi atau seminggu setelah
baglog dibuka atau dua sampai tiga hari setelah munculnya primordia (pin
head). Jamur tiram putih yang siap panen memiliki warna tudung putih
terang, tidak keriting, dan tidak pecah serta diusahakan tudung belum mekar
penuh.
2) Pasca Panen
Pasca panen merupakan kegiatan sortasi, penimbangan, dan pengemasan
jamur tiram putih hasil penen, sehingga siap untuk dijual kepada konsumen.
2.5. Kajian Penelitian Terdahulu
Masruri (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan
Usaha Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Yayasan Paguyuban Ikhlas, Desa
Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)" meneliti mengenai
kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek non finansial dan aspek
finansial dengan menggunakan dua skenario, yaitu skenario I Yayasan Paguyuban
Ikhlas membeli log jamur dalam usahanya dan skenario II Yayasan Paguyuban
Ikhlas memproduksi sendiri log jamur tiram putih. Selain itu, dalam penelitian ini
dilakukan juga analisis switching value usaha budidaya jamur tiram putih jika
terjadi penurunan harga jamur tiram putih dan peningkatan biaya variabel.
Penelitian ini memiliki persamaan dalam penggunaan skenario yaitu
membeli log jamur untuk usaha budidaya jamur tiram putih dan skenario
menghasilkan log jamur sendiri untuk budidaya. Namun, dalam penelitian ini
tidak terdapat skenario mengenai usaha yang hanya menjual log jamur tiram putih
16
tanpa melakukan kegiatan budidaya. Penelitian ini juga berbeda dalam hal sumber
modal yang diperoleh, yaitu melalui modal sendiri dan pinjaman, sehingga
discount rate yang digunakan berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha
jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas baik skenario I maupun skenario II
layak untuk dilaksanakan secara non finansial maupun secara finansial, tetapi
usaha jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas akan lebih layak jika
menggunakan skenario I yaitu membeli log jamur untuk kegiatan usaha budidaya
jamur tiram putih daripada memproduksi sendiri. Pada analisis switching value
diketahui bahwa maksimum penurunan harga jamur tiram putih yang
menghasilkan NPV=0 pada skenario I sebesar 12,25% dan pada skenario II
sebesar 9,29%. Dapat diketahui juga bahwa maksimum peningkatan biaya
variabel yang menghasilkan NPV=0 pada skenario I sebesar 20,08% dan pada
skenario II sebesar 11,42%.
Nasution (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan
Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih (Kasus Perusahaan X di Desa Cibitung
Kulon, Kecamatan Pamijahan, Bogor, Jawa Barat)" meneliti mengenai kelayakan
usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek
pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen serta aspek finansial dengan
menggunakan tiga skenario, yaitu skenario I usaha mengunakan bahan bakar dari
kayu bakar, skenario II usaha menggunakan bahan bakar dari gas alam, dan
skenario III usaha akan melakukan peningkatan produksi dengan menggunakan
modal yang berasal dari pinjaman. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga
analisis sensitivitas usaha budidaya jamur tiram putih jika terjadi penurunan harga
jamur tiram putih dan peningkatan harga input.
Penelitian ini berbeda dalam menganalisis aspek non finansial, dimana
pada penelitian ini hanya terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek
manajemen. Selain itu, skenario yang digunakan untuk menganalisis kelayakan
finansial usaha jamur tiram putih juga berbeda. Hasil penelitian menunjukan
bahwa usaha jamur tiram putih pada perusahaan baik skenario I, skenario II, dan
skenario III layak untuk dilaksanakan secara non finansial dan secara finansial.
Pada skenario I dan skenario II discount rate yang digunakan didasarkan pada
suku bunga deposito BRI periode Juli-Desember 2009 sebesar 6,5%, sedangkan
17
pada skenario III discount rate didasarkan pada suku bunga pinjam sebesar 15%.
Hasil analisis finansial skenario I maupun skenario II tidak memiliki perbedaan
yang signifikan dalam kriteria kelayakan finansialnya. Dengan demikian usaha
jamur tiram putih tersebut jika menggunakan bahan bakar kayu bakar ataupun gas
alam tidak akan memberikan perbedaan yang besar terhadap hasil finansialnya.
Sedangkan skenario III memiliki kriteria kelayakan yang tidak lebih baik daripada
skenario I dan skenario II.
Putri (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan
Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Sistem Kemitraan
(Studi Kasus: D’ Lup Farm, Desa Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)" meneliti mengenai kelayakan usahatani jamur
tiram putih dengan sistem kemitraan dari aspek non finansial dan aspek finansial
serta kelayakan usahatani jamur tiram putih dengan sistem kemitraan dari aspek
finansial jika terjadi risiko produksi. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan
juga analisis switching value usahatani jamur tiram putih jika terjadi penurunan
harga jual jamur tiram putih dan peningkatan harga bahan baku.
Penelitian ini memiliki perbedaan dalam menghitung risiko produksi yang
terjadi, dimana pada penelitian ini menggunakan analisis risiko. Selain itu,
discount rate yang digunakan berbeda. Pada penelitian ini discount rate
didasarkan pada keuntungan atau pendapatan bersih yang diinginkan investor.
Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha jamur tiram putih D’ Lup Farm dengan
sistem kemitraan tanpa perhitungan risiko produksi layak untuk dilaksanakan
secara non finansial dan secara finansial. Namun, untuk kelayakan usaha D’ Lup
Farm dengan adanya risiko produksi sebesar 33,3% secara finansial tidak layak.
Besar risiko tersebut diperoleh dari nilai coef. variation dalam perhitungan risiko
produksi. Pada analisis switching value diketahui bahwa maksimum penurunan
harga jual jamur tiram putih yang menghasilkan NPV=0 sebesar 3,59% dan
maksimum peningkatan harga bahan baku yang menghasilkan NPV=0 sebesar
17,75%.
Rahayu (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi
Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, Provinsi Jawa Barat” meneliti
mengenai saluran dan tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar. Hasil
18
penelitian menunjukan bahwa sistem pemasaran jamur tiram segar di Bogor
dilakukan melalui enam lembaga saluran pemasaran, yaitu produsen, pengumpul,
pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, dan supplier. Saluran pemasaran
jamur tiram segar di Bogor terdiri dari delapan buah saluran pemasaran, yaitu (I)
Produsen dan konsumen, (II) Produsen, pengumpul, dan konsumen, (III)
Produsen, pedagang besar, dan konsumen, (IV) Produsen, pengumpul, pedagang
besar, pedagang menengah, dan konsumen, (V) Produsen, pengumpul, pedagang
besar, pedagang menengah, pengecer, dan konsumen, (VI) Produsen, pengecer,
dan konsumen. Dua saluran lain yang tidak dapat diteliti secara lengkap adalah
(VII) Produsen, supplier, supermarket, dan konsumen serta (VIII) Produsen,
pengumpul, pedagang besar, supplier, supermarket, dan konsumen.
Saluran antara produsen langsung kepada konsumen akhir memiliki
tingkat efisiensi terbaik dengan Farmer’s share sebesar 100 persen dan nilai
margin pemasaran saluran sebesar 63,73 persen dari harga beli konsumen. Saluran
pemasaran dengan tingkat efisiensi terendah adalah saluran pemasaran yang
mencakup produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer,
dan konsumen, yakni dengan nilai farmer’s share terkecil sebesar 52,38 persen
dan margin pemasaran yang cukup besar, yaitu 65,87 persen dari harga beli
konsumen. Perbedaan dalam penelitian ini menganalisis saluran pemasaran jamur
tiram segar secara mendalam.
Nasution (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Usahatani
Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening,
Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)” meneliti mengenai usahatani jamur
tiram putih, biaya, dan pendapatan usahatani jamur tiram putih serta efisiensi
usahatani jamur tiram putih.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem usahatani jamur tiram putih
yang dilaksanakan di Komunitas Petani Jamur Ikhlas tersebut dimulai pada
tahapan pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, penyiraman, pengendalian hama,
pengaturan suhu ruangan, dan panen, kemudian dijual ke Komunitas Petani Jamur
Ikhlas. Komunitas Petani Jamur Ikhlas memiliki biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan. Komponen biaya tunai usaha jamur tiram putih di KPJI
diantaranya baglog, upah pada saat panen, ongkos pengangkutan baglog, dan gaji
19
manajemen, sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan yaitu penyusutan
bangunan dan peralatan serta upah petani. Pendapatan usahatani terdiri dari
pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai pada petani sebesar Rp
44.928.000,00 dan pendapatan biaya total Rp 43.398.000,00, sedangkan
pendapatan tunai pada KPJI sebesar Rp 117.404.544,00 dan pendapatan biaya
total Rp 116.514.988.7,00. Usahatani jamur tiram putih yang dilakukan
Komunitas Petani Jamur Ikhlas sudah efisien, dengan memiliki nilai R/C > 1.
Persamaan dalam penelitian ini dalam proses budidaya jamur tiram putih yang
dilakukan.
Ginting (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Risiko Produksi Jamur
Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor”
meneliti mengenai pengaruh risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram
putih terhadap pendapatan yang diperoleh dan alternatif strategi yang dapat
dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya risiko produksi mengakibatkan
hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami
penurunan. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient
variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka Baru
menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Adapun sumber yang menjadi penyebab
terjadinya risiko produksi tersebut yaitu; pertama, perubahan cuaca dan iklim
yang semakin sulit diprediksi karena cuaca sudah tidak sesuai dengan siklus
normalnya. Kedua, serangan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan karena
karakteristik jamur tiram putih rentan terhadap hama dan penyakit. Ketiga,
ketersediaan tenaga kerja terampil pada Cempaka Baru masih kurang memadai,
dimana tenaga kerja tersebut sangat berperan dalam setiap kegiatan usaha.
Keempat, teknologi pengukusan yang digunakan memiliki tingkat kegagalan
sebesar lima persen.
Strategi penanganan risiko produksi yang dapat dilakukan usaha Cempaka
Baru adalah strategi preventif, yaitu strategi yang bertujuan untuk menghindari
terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu, pertama
meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang
sulit diprediksi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas
20
penyiraman, dimana pada saat kondisi normal dilakukan penyiraman sebanyak
dua kali dalam sehari maka dengan kondisi musim kemarau dilakukan
penyiraman minimal empat kali dalam sehari. Kedua, membersihkan area yang
dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya rayap, tikus, dan mikroba serta
memperbaiki dan merawat fasilitas fisik yang dilakukan dengan mengganti
peralatan rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan
produksi. Ketiga, melakukan perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan
memastikan semua bahan baku memiliki kualitas yang baik dengan cara
melakukan penyortiran. Keempat, mengembangkan sumberdaya manusia dengan
mengikuti pelatihan maupun penyuluhan mengenai jamur tiram putih dan yang
kelima, menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit
murni ke dalam media tanam.
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas memperlihatkan bahwa pada
umumnya usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan serta memiliki berbagai
skenario kegiatan usaha yang dapat memberikan tingkat penerimaan yang
berbeda. Penulis menggunakan beberapa komponen yang terdapat pada penelitian
tersebut untuk digunakan pada penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan
Nasution (2010), penulis menggunakan informasi mengenai usahatani jamur tiram
putih. Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Masruri (2010), Nasution
(2010), dan Putri (2010) peneliti menggunakan konsep dan informasi mengenai
kelayakan usaha yang dianalisis secara finansial maupun non finansial serta
skenario yang dilakukan. Pada penelitian Rahayu (2004), penulis memperoleh
informasi bahwa Farmer’s share dari usaha jamur tiram putih cukup tinggi,
sedangkan penelitian Ginting (2009), penulis memperoleh informasi mengenai
sumber risiko pada usaha jamur tiram putih serta tindakan preventif yang dapat
dilakukan. Semua hasil penelitian terdahulu akan digunakan sebagai pembanding
penelitian ini. Dengan mengetahui kelayakan usaha jamur tiram putih pada
berbagai skenario, diharapkan mampu menjadi input bagi para pengusaha dalam
memulai maupun mengembangkan usahanya.
21
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran peneliti yang
didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu
tujuan penelitian. Pengetahuan dapat diperoleh dari ilmu yang telah dipelajari
yang berasal dari sumber bacaan baik dari buku teks, jurnal, dan logika peneliti
yang telah terbangun dari pengalaman penelitian sebelumnya. Berikut ini
beberapa teori yang mendasari kerangka pemikiran yang peneliti lakukan.
3.1.1. Investasi
Investasi di dalam perusahaan adalah penggunaan sumber-sumber yang
diharapkan akan memberikan imbalan (pengembalian) yang menguntungkan di
masa yang akan datang. Investasi pada prinsipnya adalah penggunaan sumber
keuangan atau usaha dalam waktu tertentu dari setiap orang yang menginginkan
keuntungan darinya. Dari sudut pandang jangka waktu penanamannya, investasi
dibagi dalam dua tipe yaitu investasi jangka pendek biasanya kurang dari satu
tahun yang bertujuan untuk mendayagunakan atau memanfaatkan dana yang
sementara menganggur serta bersifat marketable (mudah untuk diperjualbelikan)
dan investasi jangka panjang yang ukuran jangka waktunya lebih dari satu tahun
serta tidak bersifat marketable karena investasi ini menyangkut kelangsungan
hidup usaha di masa yang akan datang (Suratman 2002).
Menurut Suratman (2002), salah satu konsep investasi adalah
penganggaran modal karena penganggaran modal merupakan suatu konsep
penggunaan dana di masa yang akan datang yang diharapkan akan memberikan
keuntungan. Investasi dalam usaha umumnya memiliki karakteristik berupa
sebagian besar investasi mencakup aktiva yang dapat didepresiasi dan keuntungan
atas sebagian besar investasi meluas di atas periode waktu yang panjang. Aktiva
yang dapat didepresiasi menunjukkan bahwa aktiva tersebut umumnya
mempunyai nilai jual kembali yang murah atau tidak mempunyai nilai jual
kembali pada akhir masa manfaatnya, sedangkan keuntungan atas sebagian besar
investasi meluas atas periode waktu yang panjang menunjukkan bahwa perlu
penggunaan teknik-teknik penilaian investasi yang mengakui nilai waktu uang.
22
Investasi yang menjanjikan keuntungan lebih awal akan lebih disukai
daripada yang menjanjikan keuntungan kemudian. Di dalam investasi banyak
mengandung risiko dan ketidakpastian. Investasi menurut karakteristiknya dapat
dibagi menjadi beberapa golongan antara lain (1) investasi yang tidak dapat
diukur labanya; (2) investasi yang tidak menghasilkan laba; (3) investasi yang
dapat diukur labanya. Untuk investasi yang dapat diukur labanya perlu dilakukan
studi kelayakan yang melihat berbagai aspek. Namun, tidak berarti bahwa jenis
investasi yang lain tidak memerlukan studi kelayakan. Studi kelayakan tetap
diperlukan, namun dengan intensitas dan penekanan untuk masing-masing aspek
berbeda (Suratman 2002).
Menurut Husnan dan Suwarsono (1994), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi intensitas studi kelayakan diantaranya adalah besar dana yang
ditanamkan, tingkat ketidakpastian proyek, dan kompleksitas elemen-elemen yang
mempengaruhi proyek. Semakin besar dana yang tertanam dalam proyek
investasi, semakin tidak pasti estimasi yang dibuat, dan semakin kompleks faktor-
faktor yang mempengaruhinya maka semakin intens atau mendalam penelitian
yang dilakukan. Dengan demikian apapun bentuk investasi yang akan dilakukan
diperlukan studi kelayakan meskipun intensitasnya berbeda. Hal ini dikarenakan
masa mendatang mengandung penuh ketidakpastian.
3.1.2. Studi Kelayakan Bisnis
Bisnis adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh
keuntungan sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditetapkan dalam berbagai
bidang, baik dalam jumlah maupun waktunya (Kasmir & Jakfar 2009). Secara
umum bisnis merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan biaya untuk
digunakan dalam menghasilkan barang dan/atau jasa dengan harapan akan
memperoleh hasil atau keuntungan di kemudian hari. Menurut Kasmir dan Jakfar
(2009), agar tujuan suatu bisnis dapat dicapai hendaknya sebelum melakukan
investasi didahului dengan suatu studi untuk menilai apakah investasi yang
ditanamkan akan memberikan suatu manfaat atau tidak.
Studi kelayakan bisnis adalah suatu penelitian terhadap rencana bisnis
dimana penelitian ini tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis yang
akan didirikan, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka untuk
23
mencapai keuntungan (Umar 2003). Menurut Ibrahim (2003), studi kelayakan
bisnis adalah kegiatan untuk menilai besarnya manfaat yang dapat diperoleh
dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Berdasarkan hal tersebut, studi
kelayakan merupakan bahan pertimbangan untuk melakukan pengambilan
keputusan mengenai apakah suatu rencana bisnis diterima atau ditolak serta
apakah akan menghentikan atau mempertahankan bisnis yang sudah atau sedang
dilaksanakan (Nurmalina et al. 2009).
Studi kelayakan bisnis bertujuan untuk mengetahui tingkat benefit yang
dicapai dari suatu bisnis yang akan atau telah dijalankan, memilih alternatif bisnis
yang menguntungkan, dan menentukan prioritas investasi berdasarkan pada
alternatif bisnis yang menguntungkan tersebut. Selain itu, studi kelayakan bisnis
juga dapat digunakan untuk menghindari pemborosan sumberdaya (Nurmalina et
al. 2009). Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), ada lima tujuan studi kelayakan
bisnis dilakukan yaitu untuk menghindari risiko kerugian, memudahkan
perencanaan, memudahkan pelaksanaan pekerjaan, memudahkan pengawasan,
dan memudahkan pengendalian.
3.1.3. Teori Manfaat dan Biaya
Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan
definisi mengenai biaya dan manfaat. Biaya merupakan pengeluaran atau
pengorbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang kita
terima, sedangkan manfaat adalah sesuatu yang menimbulkan kontribusi terhadap
tujuan suatu proyek (Nurmalina et al. 2009). Biaya yang umumnya dimasukkan
dalam analisis bisnis adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh terhadap
suatu investasi, antara lain biaya investasi dan biaya operasional.
Menurut Nurmalina et a.l (2009), komponen yang termasuk dalam biaya,
yaitu:
1) Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan
dan pada saat tertentu untuk memperoleh manfaat beberapa tahun kemudian,
biasanya memerlukan biaya yang besar. Biaya investasi umumnya digunakan
untuk pengadaan tanah, gedung dan prasarana, mesin dan peralatan serta
24
peralatan kantor. Biaya investasi juga dapat dikeluarkan pada beberapa tahun
setelah bisnis berjalan yang disebut dengan biaya reinvestasi.
2) Biaya Operasional
Biaya operasional menggambarkan pengeluaran untuk menghasilkan
produksi yang digunakan bagi setiap proses produksi dalam satu periode
kegiatan produksi. Biaya operasional terdiri dari dua komponen utama, yaitu
biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang besar
kecilnya selaras dengan perkembangan produksi atau penjualan setiap tahun.
Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya sarana produksi, biaya
bahan pembantu, dan upah tenaga kerja langsung, sedangkan biaya tetap
adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah
produksi atau penjualan dalam satu tahun. Biaya yang termasuk dalam biaya
tetap, yaitu gaji dan jaminan sosial, premi asuransi, dan biaya overhead
seperti biaya telepon, listrik, dan air.
3) Debt Service
Debt Service merupakan pembayaran yang dilakukan berupa suku bunga dan
modal yang dipinjam. Biaya ini dikeluarkan untuk pembayaran modal
pinjaman yang diterima oleh suatu usaha.
4) Pajak
Pajak berhubungan dengan pengurangan manfaat bersih yang diterima bisnis.
Menurut Nurmalina et al. (2009), manfaat terdiri dari tiga macam, yaitu
tangible benefit, indirect or secondary benefit, dan intangible benefit. Tangible
benefit adalah manfaat yang dapat diukur seperti disebabkan oleh peningkatan
produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan lokasi penjualan,
perubahan bentuk produk, mekanisasi pertanian, pengurangan biaya transportasi,
dan penurunan atau menghindari kerugian. Indirect or secondary benefit adalah
manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu sendiri sehingga mempengaruhi keadaan
eksternal di luar bisnis. Intangible benefit adalah manfaat yang rill ada tapi sulit
diukur seperti bisnis pertamanan yang memberikan manfaat berupa keindahan,
kenyamanan, kesegaran, dan kesehatan.
25
3.1.4. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis
Dalam studi kelayakan bisnis memiliki berbagai aspek yang harus diteliti,
diukur, dan dinilai. Menurut Nurmalina et al. (2009), dalam studi kelayakan bisnis
terdapat dua kelompok aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek non finansial
dan aspek finansial. Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek
lingkungan. Masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa jika salah satu aspek tidak dipenuhi maka perlu
dilakukan perbaikan atau tambahan yang diperlukan (Kasmir & Jakfar 2009).
3.1.4.1. Aspek Pasar
Aspek pasar adalah inti dari penyusunan studi kelayakan. Walaupun suatu
bisnis secara teknis telah menunjukkan hasil yang layak untuk dilaksanakan,
namun tidak ada atinya jika aspek pasar tidak layak seperti tidak adanya
konsumen yang mau membeli produk yang dihasilkan (Ibrahim 2003). Jika pasar
yang dituju tidak jelas, prospek bisnis ke depan juga menjadi tidak jelas, maka
kegagalan bisnis menjadi besar. Analisis aspek pasar pada dasarnya bertujuan
untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market
share dari produk yang akan dihasilkan (Umar 2003). Menurut Nurmalina et al.
(2009), aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari tentang:
1) Permintaan
Permintaan yang diamati baik secara keseluruhan maupun diperinci menurut
daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai serta memperkirakan
proyeksi permintaan tersebut.
2) Penawaran
Penawaran dapat berasal dari dalam negeri maupun berasal dari impor.
Bagaimana perkembangan di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa
yang akan datang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran ini
seperti jenis barang yang dapat menyaingi, kebijakan dari pemerintah, dan
sebagainya.
26
3) Harga
Harga ditentukan berdasarkan perbandingan dengan barang-barang impor dan
produksi dalam negeri lainnya. Apakah ada kecenderungan perubahan harga
dan bagaimana polanya.
4) Perkiraan Penjualan yang Dapat Dicapai Perusahaan
Market share yang bisa dikuasai perusahaan dapat dihitung dengan cara:
Jumlah penjualan perusahaan (unit)
Market share = x 100%
Jumlah penjualan industri (unit)
3.1.4.2. Aspek Teknis
Studi aspek teknis mengungkapkan kebutuhan apa yang diperlukan dan
bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan (Umar 2003).
Menurut Nurmalina et al. (2009), aspek teknis merupakan suatu aspek yang
berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya
setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Aspek-aspek teknis dapat dianalisis dari
beberapa faktor, yaitu
1) Penentuan Lokasi Bisnis
Hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan lokasi bisnis antara lain
ketersedian bahan baku, letak pasar yang dituju, ketersediaan tenaga kerja,
dan iklim serta keadaan tanah (agroekosistem) dari lokasi bisnis
2) Proses Produksi
Berdasarkan proses produksi dikenal adanya tiga jenis proses, yaitu proses
produksi yang terputus-putus, kontinu, dan kombinasi. Sistem yang kontinu
akan lebih mampu menekan risiko kerugian akibat fluktuasi harga dan
efektivitas tenaga kerja yang lebih baik dibandingkan dengan sistem terputus.
3) Layout
Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan
fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Pengertian layout mencakup
layout site (layout lahan lokasi bisnis), layout pabrik, layout bangunan bukan
pabrik, dan fasilitas-fasilitasnya.
27
4) Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment
Kriteria yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah
seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang
diharapkan, disamping kriteria yang lain yakni:
a) Ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah yang
digunakan.
b) Keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut di tempat lain yang
memiliki ciri-ciri yang mendekati dengan lokasi bisnis.
c) Kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat dan
kemungkinan pengembangannya, juga kemungkinan penggunaan tenaga
kerja asing.
d) Pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan sebagai salinan
teknologi yang akan dipilih sebagai akibat keusangan.
Mesin dan peralatan meliputi yang bergerak dan tidak bergerak, yang
secara umum digolongkan dalam mesin pabrik, peralatan mekanik, peralatan
elektronik, peralatan angkutan, dan peralatan lainnya. Pemilihan mesin wajib
mengikuti ketentuan jenis teknologi yang telah ditetapkan dan perlu
mempertimbangkan berbagai macam faktor non teknologis seperti:
1) Keadaan infrastruktur dan fasilitas pengangkutan mesin dari tempat
pembongkaran pertama sampai ke lokasi bisnis.
2) Keadaan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan mesin maupun peralatan yang
ada di sekitar lokasi bisnis.
3) Kemungkinan memperoleh tenaga ahli yang akan mengelola mesin dan
peralatan tersebut.
3.1.4.3. Aspek Manajemen dan Hukum
Ada dua macam studi aspek manajemen yang dilaksanakan, yaitu
manajemen saat pembangunan suatu bisnis dan manajemen saat bisnis telah
dioperasikan secara rutin (Umar 2003). Menurut Nurmalina et al. (2009), aspek
manajemen juga mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan
bisnis dan manajemen dalam masa operasi. Pada masa pembangunan, aspek
manajemen mempelajari siapa yang akan menjadi pelaksana bisnis, jadwal
penyelesaian bisnis, dan siapa yang akan melakukan studi kelayakan bisnis untuk
28
masing-masing aspek. Manajemen dalam operasi mempelajari bentuk organisasi
yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi setiap jabatan, jumlah tenaga kerja
yang akan digunakan, dan menentukan anggota direksi serta tenaga ahli.
Aspek hukum berisi mengenai masalah kelengkapan dan keabsahan
dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang
dimiliki (Kasmir & Jakfar 2009). Aspek hukum mempelajari jaminan-jaminan
yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman,
berbagai akta, sertifikat, dan izin. Selain itu, aspek hukum diperlukan dalam hal
mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan
kerjasama dengan pihak lain (Nurmalina et al. 2009).
3.1.4.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Menurut Nurmalina et al. (2009), yang akan dinilai dalam aspek ini adalah
seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap
masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan
kesempatan kerja atau pengangguran, pemerataan kesempatan kerja, dan
bagaimana bisnis tersebut terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis seperti
semakin ramainya daerah tersebut, lalu lintas yang semakin lancar, adanya
penerangan listrik, telepon, dan sarana lain. Pada aspek ekonomi yang dipelajari
yaitu apakah suatu bisnis dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan
masyarakat, pendapatan asli daerah, pendapatan dari pajak, dan dapat menambah
aktivitas ekonomi. Secara budaya, perubahan dalam teknologi atau peralatan
mekanis dalam bisnis dapat mengubah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
masyarakat.
3.1.4.5. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan merupakan analisis yang dibutuhkan saat ini karena
setiap bisnis yang dijalankan akan memberikan dampak terhadap lingkungan di
sekitarnya (Kasmir & Jakfar 2009). Apabila bisnis tidak bersahabat dengan
lingkungan akan mempengaruhi jalannya usaha tersebut dalam jangka panjang
atau tidak ada bisnis yang akan bertahan lama.
29
3.1.4.6. Aspek Finansial
Suatu bisnis dapat dikatakan sehat jika memberikan keuntungan yang
layak dan mampu memenuhi kewajiban finansialnya. (Umar 2003). Dalam aspek
finansial dilakukan penelitian untuk menilai biaya-biaya apa saja yang akan
dikeluarkan dan seberapa besar biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Aspek ini juga
meneliti seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika bisnis akan dijalankan
(Kasmir & Jakfar 2009). Aspek finansial mencakup jumlah dana yang diperlukan
untuk membangun dan mengoperasikan bisnis, sumber dana tersebut diperoleh,
dan jumlah penghasilan yang akan diperoleh selama bisnis berjalan. Selain itu,
analisis finansial juga berperan dalam mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran
kas dari suatu bisnis, sehingga dapat diketahui apakah suatu bisnis layak atau
tidak untuk dijalankan. Analisis secara finansial menggunakan perhitungan
kriteria investasi yang terdiri dari empat bagian yaitu:
1) Net Present Value (NPV)
Net Present Value adalah selisih dari total present value manfaat dengan total
present value biaya atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan
selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah NPV lebih besar
dari nol (NPV>0) yang menunjukkan bahwa jumlah seluruh manfaat yang
diterima lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Apabila NPV lebih kecil
dari nol (NPV<0) maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan.
2) Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan 0 dan
dapat menunjukkan seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi
yang ditanamkan. Sebuah bisnis dikatakan layak jika IRR lebih besar dari
opportunity cost oif capital (OCC) atau discount rate (DR).
30
Gambar 1. Hubungan Antara NPV dan IRR
3) Net Benefit-Cost Ratio
Net benefit-cost ratio (Net B/C) adalah rasio antara manfaat bersih yang
bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis
dapat dikatan layak jika Net B/C lebih besar dari satu dan tidak layak jika Net
B/C kurang dari satu.
4) Payback Period
Analisis payback period dalam studi kelayakan digunakan untuk mengetahui
berapa lama usaha dapat mengembalikan investasi yang ditanamkan. Bisnis
yang payback period-nya singkat atau cepat pengembaliannya kemungkinan
besar akan dipilih. Usaha ini dikatakan layak jika nilai PP kurang dari umur
bisnis (PP < umur bisnis).
3.1.5. Analisis Switching Value
Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan switching value.
Menurut Gittinger (1986), analisis switching value adalah suatu analisa untuk
dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-
ubah. Pendekatan switching value (nilai pengganti), merupakan analisis yang
mencari perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar usaha masih bisa
dilaksanakan dan masih memberikan keuntungan normal. Perubahan-perubahan
yang terjadi, misalnya perubahan pada tingkat produksi, harga jual output,
maupun kenaikkan harga input. Analisis ini dilakukan dengan teknik coba-coba
IRR
DR
NPV
31
terhadap perubahan yang terjadi, sehingga dapat diketahui tingkat kenaikkan dan
penurunan maksimum yang boleh terjadi dalam usaha jamur tiram putih agar
usaha masih memperoleh keuntungan normal.
Pengujian analisis switching value dilakukan sampai mencapai tingkat
maksimum, dimana usaha dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa
besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang
menjadi nol (NPV=0). Nilai NPV sama dengan nol akan membuat IRR menjadi
sama dengan tingkat dscount rate yang ditentukan (IRR=DR) dan Net B/C rasio
menjadi sama dengan satu (Net B/C=1).
Gambar 2. Hubungan Antara NPV dan IRR Saat Dilakukan Analisis Switching
Value
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Budidaya jamur tiram memiliki peluang pasar yang besar baik dari pasar
domestik maupun pasar luar negeri. Hal tersebut dapat dilihat dari permintaan
akan jamur tiram yang cenderung semakin meningkat. Permintaan yang semakin
meningkat tersebut tidak diimbangi dengan produksi atau penawaran yang
mencukupi. Selain itu, jamur tiram memiliki harga jual yang cukup tinggi di
pasar, yaitu Rp 6.000/kg sampai Rp 10.000/kg. Harga yang tinggi dan masih
besarnya peluang pasar jamur tiram tersebut dapat menjadi dorongan bagi pelaku
usaha untuk mengembangkan usaha budidaya jamur tiram putih.
Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan
salah satu sentra penghasil jamur tiram putih. Terdapat tiga pelaku usaha yang
IRR = DR
DR
NPV
0
NPV = 0
32
melakukan usaha di bidang jamur tiram putih dengan kegiatan bisnis yang
berbeda. Unit bisnis yang diusahakan para pelaku usaha jamur tiram putih di Desa
Tugu Selatan, yaitu membeli log jamur tiram putih untuk dibudidaya, menjual log
jamur tiram putih, dan membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan
dibudidayakan secara pribadi. Tiga bentuk usaha dari jamur tiram putih tersebut
memberikan tingkat pendapatan yang berbeda bagi setiap pelaku usaha.
Saat ini pelaku usaha jamur tiram putih Desa Tugu Selatan akan
melakukan pengembangan usaha jamur tiram putih. Pengembangan usaha tersebut
dilakukan dengan menggunakan modal sendiri dan mengeluarkan dana yang
cukup besar. Mengingat bahwa setiap usaha memiliki risiko, maka perlu
dilakukan analisis kelayakan usaha dari pengembangan usaha jamur tiram putih
tersebut.
Pengembangan usaha jamur tiram putih ini perlu dikaji kelayakan
usahanya dari aspek non finansial dan aspek finansial untuk melihat apakah usaha
ini layak atau tidak layak dalam pengembangannya. Pada aspek non finansial
dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial,
ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan. Pada aspek finansial akan ditinjau
kelayakannya dengan menggunakan kriteria investasi diantaranya NPV, IRR, Net
B/C, dan Payback Period (PP). Setelah menganalisis aspek non finansial dan
aspek finansial dilanjutkan dengan menganalisis switching value dari usaha jamur
tiram putih tersebut. Analisis switching value dilakukan untuk mengetahui
perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar usaha masih bisa dilaksanakan
dan masih memberikan keuntungan normal.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tiga skenario untuk mengukur
kelayakan usaha berdasarkan aspek finansial, yaitu skenario I pelaku usaha hanya
menjual log jamur tiram putih, skenario II pelaku usaha membeli log untuk
budidaya jamur tiram putih, dan skenario III pelaku usaha membuat log untuk
dijual dan dibudidayakan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha tersebut,
peneliti akan memberikan rekomendasi atas pengembangan usaha yang akan
dilakukan pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan. Gambar 3 berikut
ini akan memperjelas bagan kerangka pemikiran yang dilaksanakan.
33
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Tidak Layak Layak
Saran dan Rekomendasi
Pelaksanaan Pengembangan usaha
Analisis Switching Value
Analisis Non Finansial
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek Sosial, Ekonomi, dan
Budaya
Aspek Lingkungan Analisis Finansial
NPV
IRR
Net B/C ratio
Payback Period
Skenario I
Skenario II
Skenario III
Analisis Kelayakan Usaha
Jumlah konsumsi sayuran di Indonesia memiliki tren yang meningkat
Permintaan jamur cukup besar, namun produksi jamur masih terbatas
Harga jamur yang tinggi
Pelaku usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat akan
melakukan pengembangan usaha
34
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Tugu Selatan merupakan salah satu
sentra produksi jamur tiram putih di Kabupaten Bogor. Selain itu, pelaku usaha
jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan akan melakukan pengembangan usaha
dan belum pernah melakukan studi kelayakan usaha jamur tiram putihnya.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Juni 2011.
4.2. Data dan Instrumentasi
Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung hanya pada tiga
pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dikarenakan ketiga pelaku
usaha tersebut telah menggambarkan ketiga skenario yang dilakukan dan
memiliki informasi yang lengkap. Selain pada ketiga pelaku usaha tersebut,
pengamatan juga dilakukan pada karyawan usaha jamur tiram putih, pedagang
pengumpul, dan masyarakat sekitar. Data sekunder didapatkan dari laporan yang
telah dipublikasikan maupun laporan yang tidak dipublikasikan yang bersumber
dari Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Hortikultura Jakarta, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor, Kecamatan Cisarua, Desa Tugu Selatan, penelitian terdahulu
dan literatur yang terkait dengan penelitian serta media internet.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi langsung di lokasi
penelitian, yakni dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung dengan
berbagai pihak yang terkait di sekitar lokasi penelitian dan juga pihak atau instansi
terkait dengan penelitian mengenai pengembangan usaha jamur tiram putih.
Selain itu, data juga dikumpulkan melalui penelurusan pustaka ataupun literatur di
perpustakaan IPB, instansi terkait, dan media internet.
35
4.4. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Data dan informasi yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif yang diolah dengan menggunakan bantuan komputer, yakni program
Microsoft Excel 2010. Analisis kualitatif dilakukan dengan menganalisis aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan
budaya serta aspek lingkungan. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui
apakah pengembangan usaha jamur tiram putih tersebut layak atau tidak secara
non finansial, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menilai kelayakan
pengembangan usaha jamur tiram putih secara finansial pada tiga skenario, yaitu
skenario I pelaku usaha hanya menjual log jamur tiram putih, skenario II pelaku
usaha membeli log untuk budidaya jamur tiram putih, dan skenario III pelaku
usaha membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya. Penilaian
kelayakan dilakukan dengan melakukan perhitungan kriteria investasi. Selain itu,
dilakukan juga analisis switching value (nilai pengganti) untuk mencari perubahan
maksimum yang dapat ditolerir agar usaha masih dapat dilaksanakan dan masih
memberikan keuntungan normal. Secara lebih jelas, jenis-jenis analisis yang
dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
4.4.1. Analisis Aspek Pasar
Analisis aspek pasar perlu dikaji secara deskriptif meliputi potensi pasar,
pangsa pasar serta bauran pemasaran dari log jamur tiram putih dan jamur tiram
putih segar. Potensi pasar dapat diprediksi dengan menganalisis jumlah
permintaan dan penawaran. Selain itu, perlu diketahui jumlah market share dari
pelaku usaha pembuatan log jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram putih di
Desa Tugu Selatan serta bauran pemasaran yang bertujuan untuk memperoleh
laba yang optimal dengan mengkombinasikan variable-variabel seperti produk,
harga, promosi, dan distribusi. Aspek pasar dinyatakan layak jika terdapat potensi
pasar dan peluang pasar yang dapat diraih oleh pelaku usaha dalam melakukan
pengembangan usaha atas produk log jamur tiram putih dan jamur tiram putih
segar.
4.4.2. Analisis Aspek Teknis
Analisis secara teknis berhubungan dengan input usaha (penyediaan) dan
produksi berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Aspek teknis memiliki
36
pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha khususnya dalam proses
produksi. Pengkajian analisis teknis dilakukan pada analisis penentuan lokasi
usaha jamur tiram putih, pemilihan jenis teknologi dan peralatan, proses produksi
yang dilakukan dalam usaha jamur tiram putih, baik proses pembuatan log jamur
maupun proses budidaya jamur tiram putih pada pelaku usaha pembuatan log
jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan serta tata
letak usaha. Analisis aspek teknis dilakukan secara kualitatif untuk mengetahui
apakah usaha secara teknis dapat dilaksanakan dengan baik dan layak. Aspek
teknis dinyatakan layak jika lokasi usaha, teknologi, proses produksi, dan tata
letak usaha dapat menghasilkan produk secara optimal serta mendukung kegiatan
pengembangan usaha dalam memperoleh laba.
4.4.3. Analisis Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen meliputi bagaimana merencanakan pengelolaan usaha.
Aspek manajemen dikaji secara deskriptif untuk mengetahui bentuk usaha,
pengadaan tenaga kerja, struktur organisasi, dan jumlah tenaga kerja yang akan
digunakan. Aspek hukum juga dikaji secara deskriptif. Analisis aspek hukum
dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha, mulai
dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki seperti izin mendirikan
bangunan, izin usaha, dan sebagainya. Aspek manajemen dan hukum dinyatakan
layak jika kegiatan usaha yang dilakukan telah terkoordinasi dengan baik dalam
hal pembagian pekerjaan dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan serta usaha
telah memiliki legalitas dalam menjalankan operasionalnya di daerah usaha
berlangsung.
4.4.4. Analisis Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Analisis aspek sosial, ekonomi, dan budaya dikaji secara deskriptif untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan dengan adanya usaha terhadap
penambahan kesempatan kerja atau pengangguran, peningkatan pendapatan
masyarakat, dan pengaruh kegiatan usaha pada budaya masyarakat sekitar. Aspek
sosial, ekonomi, dan budaya dinyatakan layak jika kegiatan pengembangan usaha
memberikan manfaat pada masyarakat sekitar usaha seperti dalam membuka
lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta tidak
mengganggu budaya masyarakat sekitar.
37
4.4.5. Analisis Aspek Lingkungan
Analisis aspek lingkungan dikaji secara deskriptif untuk mengetahui
dampak adanya usaha terhadap lingkungan di sekitarnya. Aspek lingkungan
umumnya berhubungan dengan adanya pencemaran terhadap lingkungan sekitar
lokasi usaha atau tidak yang berasal dari limbah usaha berupa log jamur yang
telah digunakan untuk budidaya. Aspek lingkungan dinyatakan layak jika kegiatan
usaha tidak menimbulkan limbah yang dapat merusak lingkungan dan
mengganggu masyarakat sekitar.
4.4.6. Analisis Aspek Finansial
Analisis aspek finansial dikaji secara kuantitatif. Analisis finansial usaha
jamur tiram putih pada pelaku usaha pembuatan log jamur tiram putih dan
budidaya jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilakukan dengan menggunakan
tiga skenario. Skenario I pelaku usaha hanya menjual log jamur tiram putih,
skenario II pelaku usaha membeli log untuk budidaya jamur tiram putih, dan
skenario III pelaku usaha membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan
dibudidaya. Dari setiap skenario akan dikaji analisis biaya dan manfaat, laba rugi
serta kriteria investasinya. Analisis biaya dan manfaat dilakukan untuk
mengidentifikasi berbagai biaya yang dikeluarkan serta manfaat yang akan
diterima selama usaha dijalankan. Hasil analisis tersebut akan diolah dan dapat
menghasilkan analisis laba rugi.
Pada analisis laba rugi tersebut akan menghasilkan komponen pajak yang
digunakan untuk penyusunan cashflow. Pajak merupakan komponen pengurang
dalam cashflow. Dasar perhitungan kriteria investasi diperoleh dari hasil cashflow.
Kriteria investasi yang digunakan, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period
(PP). Hasil kriteria investasi NPV lebih diutamakan pada penelitian ini karena
nilai NPV telah mempertimbangkan nilai waktu uang dan menggunakan dasar
aliran kas secara keseluruhan dalam umur usaha untuk perhitungannya serta hasil
yang diperoleh berupa nilai absolut. Kriteria investasi akan menunjukkan layak
atau tidak layak usaha untuk dijalankan dari aspek finansial.
4.4.6.1. Net Present Value
Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang
dihasilkan oleh penanaman investasi. NPV merupakan selisih antara total present
38
value manfaat dengan total present value biaya selama umur usaha. Nilai yang
dihasilkan oleh perhitungan NPV berupa satuan mata uang (Rp). Rumus yang
digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Bt = Benefit atau penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t
Ct = Cost atau biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t
i = Tingkat suku bunga (%)
t = umur proyek suatu usaha (t = 1,2,3,...,n)
Kriteria kelayakan investasi berdasarkan NPV, yaitu:
NPV > 0, artinya suatu usaha sudah dinyatakan menguntungkan dan layak
untuk dilaksanankan.
NPV < 0, artinya usaha tidak menghasilkan manfaat sebesar biaya yang
digunakan yang artinya bahwa usaha merugikan dan tidak layak untuk
dilaksanakan.
NPV = 0, artinya usaha mampu mengembalikan sebesar biaya yang
dikeluarkan yang artinya usaha tidak untung maupun rugi.
Namun, pada penelitian ini perhitungan NPV tidak dilakukan secara
manual. Perhitungan NPV dilakukan dengan menggunakan formula yang telah
tersedia pada software Microsoft Excel 2010.
4.4.6.2. Internal Rate of Return
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat rata-rata keuntungan intern
tahunan usaha yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen.
IRR merupakan nilai discount rate yang membuat NPV dari suatu usaha sama
dengan nol. Suatu usaha atau kegiatan investasi dinyatakan layak apabila nilai
IRR lebih besar dari tingkat discount rate yang ditentukan, sedangkan jika IRR
lebih kecil dari tingkat discount rate yang ditentukan maka usaha atau kegiatan
investasi tidak layak untuk dijalankan. Secara matematis IRR dapat dirumuskan
sebagai berikut:
39
Keterangan:
NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
i1 = Discount rate (tingkat suku bunga) yang menghasilkan NPV positif
i2 = Discount rate (tingkat suku bunga) yang menghasilkan NPV negatif
Kriteria kelayakan investasi berdasarkan IRR, yaitu:
IRR > i, artinya usaha layak untuk dilakukan
IRR < i, artinya usaha tidak layak untuk dilakukan
Namun, pada penelitian ini perhitungan IRR tidak dilakukan secara
manual. Perhitungan IRR dilakukan dengan menggunakan formula yang telah
tersedia pada software Microsoft Excel 2010.
4.4.6.3. Net Benefit Cost Ratio
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) merupakan perbandingan present
value dari net benefit yang bernilai positif dengan present value dari net benefit
yang bernilai negatif. Net B/C ratio menunjukkan tingkat tambahan manfaat pada
setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Usaha layak untuk dilaksanakan jika
nilai Net B/C ratio lebih dari satu. Secara matematis Net Benefit Cost Ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
Bt = Manfaat (benefit) yang diperoleh pada tahun ke-t
Ct = Biaya (cost) yang dikeluarkan pada tahun ke-t
i = Tingkat suku bunga (%)
t = umur proyek suatu usaha (t= 1,2,3,...,n)
Kriteria kelayakan investasi berdasarkan Net B/C ratio, yaitu:
Net B/C ratio > 1, artinya usaha menguntungkan sehingga usaha layak untuk
dilaksanakan.
Net B/C ratio < 1, artinya usaha merugikan sehingga usaha tidak layak untuk
dilaksanakan.
Net B/C ratio = 1, artinya usaha tidak untung maupun rugi.
40
Namun, pada penelitian ini perhitungan Net B/C ratio tidak dilakukan
secara manual. Perhitungan Net B/C ratio dilakukan dengan menggunakan
formula yang telah tersedia pada software Microsoft Excel 2010.
4.4.6.4. Payback Period
Payback Period (PP) merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi
suatu usaha. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik usaha tersebut
untuk dilaksanakan. Usaha layak untuk dilaksanakan jika payback period lebih
kecil dari umur proyek. Secara matematis payback period dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Keterangan:
PP = jumlah waktu (tahun) yang diperlukan untuk mengembalikan modal
investasi yang ditanamkan.
I = Jumlah modal investasi.
Ab = Net benefit yang diperoleh pada setiap tahunnya.
Kriteria kelayakan investasi berdasarkan PP, yaitu:
PP < n, artinya usaha layak untuk dilaksanakan.
4.4.7. Analisis Switching Value
Analisis switching value digunakan untuk melihat dampak suatu
perubahan keadaan pada hasil analisis kelayakan. Analisis ini bertujuan untuk
menilai hasil analisis kelayakan investasi apabila terjadi perubahan pada
perhitungan biaya atau manfaat. Dari hasil analisis tersebut akan terlihat apakah
kelayakan suatu investasi sensitif terhadap perubahan.
Perubahan-perubahan yang dapat terjadi, misalnya perubahan pada harga
jual output maupun kenaikkan biaya input. Analisis ini dilakukan dengan teknik
coba-coba terhadap perubahan yang terjadi, sehingga dapat diketahui tingkat
kenaikkan dan penurunan maksimum yang boleh terjadi dalam usaha jamur tiram
putih agar usaha masih memperoleh keuntungan normal (Nurmalina et all, 2009).
41
4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan
1) Pelaku usaha pembuatan log jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram
putih di Desa Tugu Selatan akan melakukan pengembangan usaha jamur
tiram putih dengan menggunakan modal sendiri.
2) Persiapan pengembangan usaha membutuhkan waktu enam bulan.
3) Umur usaha berdasarkan umur teknis bangunan kumbung sebagai investasi
yang paling penting dalam usaha, yaitu selama 5 tahun.
4) Jenis output yang dihasilkan adalah baglog jamur tiram putih pada skenario I
dan skenario III serta jamur tiram putih segar pada skenario II dan skenario
III.
5) Tingkat diskonto yang digunakan berdasarkan BI rate rata-rata bulan
Februari-Mei 2011 sebesar 6,75 persen.
6) Harga-harga yang berlaku merupakan harga yang terjadi pada saat
dilaksanakan penelitian.
7) Tingkat kegagalan produksi dalam budidaya jamur tiram putih pada skenario
II dan skenario III diasumsikan 20 persen, hal ini didasarkan pada
pengalaman pelaku usaha dalam melakukan budidaya jamur tiram putih
tersebut.
8) Produkivitas rata-rata jamur tiram putih pada skenario II dan skenario III
diasumsikan 5 ons/log pada kondisi normal.
9) Harga jual baglog jamur ke pembudidaya jamur pada skenario I dan skenario
III, yaitu Rp 1.800/log.
10) Harga jual jamur tiram segar ke pedagang pengumpul pada skenario II dan
skenario III diasumsikan sama, yaitu Rp 6.500/kg yang diperoleh berdasarkan
rata-rata harga tertinggi sebesar Rp 7.000/kg dengan harga terendah sebesar
Rp 6.000/kg yang diterima pelaku usaha.
11) Harga seluruh input dan output yang digunakan dalam analisis ini besumber
dari hasil wawancara dan survei lapang pada pemilik sekaligus pengelola
usaha serta kepada para karyawan usaha.
12) Dalam satu tahun diasumsikan terdiri dari 12 bulan, 51 minggu, dan 360 hari,
sedangkan satu bulan diasumsikan terdiri dari 30 hari.
13) Penyusutan dihitung dengan menggunakan Metode Garis Lurus.
42
14) Pajak pendapatan yang digunakan berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia No.36 Tahun 2008, pasal 17 ayat 2a, yang merupakan perubahan
keempat atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan,
yaitu pasal 17 ayat 2a yang berisi bahwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b menjadi 25 persen mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
15) Semua lahan usaha jamur tiam putih berada pada satu kawasan yang sama,
yaitu di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat dengan keadaan lokasi, iklim, air, tanah, dan keadaan geografis lainnya
yang sama. Seluruh kumbung dan baglog juga diasumsikan menggunakan
komposisi bahan, proses sterilisasi, dan pemeliharaan yang sama.
43
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Profil Kecamatan Cisarua
5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis
Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor
pada 06°42’LS dan 106°56’ BB. Kecamatan Cisarua merupakan salah satu
organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Bogor. Secara administratif Kecamatan
Cisarua terdiri dari Sembilan desa dan satu kelurahan, 32 dusun, 73 RW, dan 260
RT, dengan luas wilayah 6.373,62 Ha. Batas wilayah kerja Kecamatan Cisarua
yaitu sebelah utara Kecamatan Megamendung, sebelah selatan adalah Kabupaten
Cianjur, sebelah barat Kecamatan Megamendung, dan berbatasan dengan
Kabupaten Cianjur untuk sebelah timur.
Berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan Cisarua termasuk ke dalam
kawasan Bogor – Puncak – Cianjur (Bopuncar) yang dilalui Daerah Aliran Sungai
(DAS) Ciliwung Huku yang merupakan wilayah khusus dalam penanganan dan
dalam pengembangannya Kecamatan Cisarua merupakan wilayah pertanian,
perkebunan, pariwisata, dan daerah penyangga kawasan hutan lindung.
5.1.2. Keadaan Alam
Kecamatan Cisarua memiliki ketinggian dari permukaan laut (dpl) antara
650 M-1400 M dpl, dengan curah hujan rata-rata 3178 mm/thn dan suhu udara
antara 17,580C-23,91°C. Bentuk wilayah Kecamatan Cisarua terdiri dari
perbukitan sampai bergunung 25 persen, berombak sampai berbukit 40 persen,
dan datar sampai berombak 35 persen.
Dengan alam yang berbukit sampai bergunung dengan suhu yang sejuk,
wilayah Kecamatan Cisarua cocok untuk dikembangkan tanaman jenis
hortikultura seperti buah-buahan, sayuran, dan tanaman keras lain yang tumbuh
dengan baik di dataran tinggi.
5.2. Profil Desa Tugu Selatan
5.2.1. Letak dan Keadaan Geografis
Berdasarkan kondisi geografisnya, Desa Tugu Selatan terletak pada 1025
m-1052 m dari ketinggian permukaan laut. Desa Tugu Selatan merupakan salah
44
satu desa yang berada pada Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Berdasarkan
letak geografisnya, Desa Tugu Selatan berbatasan dengan Desa Tugu Utara di
sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Desa Cilota, Kecamatan Pacet,
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, dan sebelah barat
berbatasan dengan Desa Cibeureum. Luas wilayah Desa Tugu selatan adalah
1.712,435 ha/m2. Orbitasi/jarak tempuh menuju ibukota provinsi kurang lebih
90,3 km atau sekitar empat jam, sedangkan jarak dengan ibukota kabupaten
kurang lebih 45 km, dan jarak dengan ibukota kecamatan kurang lebih 6 km.
5.2.2. Keadaan Alam
Desa Tugu Selatan memiliki curah hujan 33 mm dengan tingkat suhu rata-
rata harian yaitu 200C-24
0C. Wilayah Desa Tugu selatan adalah 100% berupa
daerah perbukitan, sedangkan berdasarkan topografinya, Desa Tugu Selatan
memiliki kedalaman solum tanah antara 50 cm-99 cm.
Berdasarkan sumber daya air yang dimiliki, Desa Tugu Selatan
mempunyai potensi air irigasi dari mata air yang debitnya mencapai 5 m3/dtk. Air
minum di Desa Tugu Selatan diperoleh dari lima mata air, 6 sumur gali, dan 22
sumur pompa. Sumber mata air Desa Tugu Selatan meliputi mata air Ciburial,
Cikamasa, Cisampay, Cikamsey, dan Pariuk.
5.2.3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Desa Tugu Selatan memiliki jumlah penduduk sebanyak 15.082 orang,
dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 4.192 KK. Penduduk Desa Tugu
Selatan terdiri dari 7.770 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 7.312 jiwa berjenis
kelamin perempuan.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Tugu Selatan adalah
sebagai karyawan. Selain itu, penduduk Desa Tugu Selatan bermata pencaharian
sebagai pengusaha kecil dan menengah, buruh tani, pegawai negeri sipil, dan
sebagainya. Data mengenai jenis mata pencaharian penduduk Desa Tugu Selatan
ditunjukkan pada Tabel 9.
45
Tabel 9. Mata Pencaharian Penduduk Desa Tugu Selatan Tahun 2010
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)
1 Buruh Tani 465
2 Pegawai Negeri Sipil 372
3 Pengrajin Industri Rumah Tangga 75
4 Pedagang Keliling 129
5 Peternak 48
6 Montir 12
7 Bidan Swasta 2
8 Perawat Swasta 1
9 Pembantu Rumah Tangga 127
10 Polisi 23
11 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 240
12 Pengusaha Kecil dan Menengah 1133
13 Dukun 7
13 Karyawan Perusahaan 1792 Sumber : Pemerintah Desa Tugu Selatan (2010)
Penduduk Desa Tugu Selatan berdasarkan tingkat pendidikannya terdapat
279 orang lulusan SD, 675 orang lulusan SMP, 160 orang lulusan SMA, 22 orang
lulusan DI-D3, dan 25 orang lulusan SI. Fasilitas pendidikan formal yang dimilki
Desa Tugu Selatan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Fasilitas Pendidikan di Desa Tugu Selatan Tahun 2010
No. Jenis Lembaga Pendidikan Jumlah (unit)
1 TK 3
2 SD 5
3 SMP 1
4 SMA -
5 Lembaga Pendidikan agama 14
6 Lembaga Pendidikan lain 2
Total 25 Sumber : Pemerintah Desa Tugu Selatan (2010)
46
5.3. Gambaran Umum Usaha Jamur Tiram Putih
Pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menjadikan usaha
pembuatan log jamur tiram putih atau budidaya jamur tiram putih sebagai mata
pencaharian yang dapat menghasilkan pendapatan cukup memuaskan,
dibandingkan usaha lain seperti dagang dan usahatani lainnya. Selain sebagai
pemilik jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan, pelaku usaha ada yang berprofesi
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan swasta. Potensi budidaya
jamur di Desa Tugu Selatan sampai tahun 2010 memiliki produktivitas sebesar 2
ton/ha dengan total luas areal lahan 0,45 Ha menyebar di wilayah Desa Tugu
Selatan. Jamur tiram putih dapat dipanen sekitar 30 hari setelah masa inkubasi.
Total produksi satu log jamur tiram putih sebesar 0,5 kg jamur segar yang dipanen
secara bertahap hingga lima kali dengan waktu antar panen sekitar 12 hari sampai
14 hari.
Kegiatan usaha jamur tiram putih ini mulai memasyarakat di Desa Tugu
Selatan karena selain keuntungan yang ditawarkan dari hasil usaha cukup
memuaskan, cara pembudidayaannya relatif tidak terlalu sulit terutama dalam hal
pengalokasian waktu. Faktor alam juga sangat mendukung usaha tersebut. Suhu
rata-rata di Desa Tugu Selatan sebesar 200C-24
0C dan curah hujan rata-rata 33
mm/hari. Hal tersebut menyebabkan kelembaban di Desa Tugu Selatan cukup
tinggi dan mendukung perkembangan jamur tiram putih.
Salah satu faktor yang penting dalam budidaya jamur tiram putih adalah
kumbung jamur. Kumbung jamur tiram putih dibuat dengan ukuran tertentu,
disesuaikan dengan kapasitas dan produksi yang akan dihasilkan. Kumbung yang
dimiliki petani jamur tiram putih di lokasi penelitian terbuat dari bilik bambu
dengan rak dan tingkat tiap rak yang bermacam-macam tergantung dari luas dan
tinggi bangunan kumbung. Selain bangunan kumbung perlu rumah persiapan yang
digunakan dalam proses pembuatan log, inokulasi, dan penyimpanan bahan serta
alat.
Terdapat tiga pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan yang
diteliti dimana setiap pelaku usaha memiliki fokus kegiatan usaha yang berbeda.
Kegiatan usaha jamur tiram putih yang pertama berfokus pada pembuatan log
jamur tiram putih untuk dijual kepada pembudidaya di daerah Cibedug, Cipanas,
47
dan Cianjur. Pembuatan log jamur tiram putih pada usaha ini menggunakan oven
yang dipanaskan dengan kayu bakar sebagai alat untuk mensterilisasi log jamur.
Usaha jamur tiram putih yang kedua berfokus pada budidaya jamur tiram putih.
Log jamur tiram putih pada usaha ini diperoleh dari pelaku usaha lain di sekitar
Cisarua yang bertindak sebagai inti dan usaha ini sebagai plasma. Kegiatan
budidaya atau pola produksi dari usaha ini dikontrol secara teratur oleh inti agar
hasil panen yang diperoleh optimal dan memiliki kualitas yang baik. Adanya
hubungan inti plasma dalam usaha ini menyebabkan pola produksi telah terkonsep
dengan baik, meskipun usaha ini baru dijalankan. Usaha jamur tiram putih yang
ketiga memproduksi log secara pribadi untuk dibudidaya. Berbeda halnya dengan
usaha pertama yang menggunakan oven sebagai alat sterilisasi, usaha ini
menggunakan drum yang dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar gas
untuk proses sterilisasi dalam pembuatan log jamur tiram putih.
Pada ketiga kegiatan usaha jamur tiram putih tersebut terdapat kumbung
jamur yang memiliki fungsi yang berbeda. Pada kegiatan usaha jamur tiram putih
yang pertama, kumbung jamur berfungsi sebagai tempat inkubasi baglog jamur
tiram putih sebelum dijual kepada pembudidaya. Penempatan baglog tersebut
tidak berlangsung sampai baglog jamur siap untuk dibudidaya, melainkan hanya
selama beberapa hari untuk memastikan bahwa baglog jamur tidak gagal atau
telah terdapat miselium yang merambat. Pada kegiatan usaha jamur tiram putih
yang kedua, kumbung jamur berfungsi sebagai tempat budidaya baglog jamur
sampai baglog tersebut sudah tidak produktif. Pada kegiatan usaha jamur tiram
putih yang ketiga, kumbung jamur berfungsi sebagai tempat inkubasi baglog
jamur tiram putih sekaligus sebagai tempat budidaya baglog jamur. Hal tersebut
dilakukan untuk mengurangi biaya pembuatan kumbung, efisiensi lahan, dan
efisiensi waktu kegiatan budidaya karena tidak perlu memindahkan baglog jamur
yang telah siap dibudidaya dari kumbung inkubasi ke kumbung pemeliharaan.
48
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Aspek Non Finansial
Analisis aspek–aspek non finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan
pengembangan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat dari aspek-
aspek non finansial. Aspek kelayakan non finansial mencakup pembahasan
mengenai aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial,
ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan.
6.1.1. Aspek Pasar
Aspek pasar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
menentukan kelayakan pada suatu usaha. Tidak tersedianya pasar yang baik dalam
menyerap produk yang dihasilkan suatu usaha maka usaha tersebut akan sulit
untuk berjalan dengan lancar. Berikut ini adalah analisis lebih lanjut mengenai
komponen-komponen dari aspek pasar.
6.1.1.1. Potensi Pasar (Permintaan dan Penawaran)
Terdapat dua jenis permintaan yang terjadi pada pelaku usaha jamur tiram
putih di Desa Tugu Selatan, yaitu permintaan log jamur tiram putih dan jamur
tiram putih segar. Kedua jenis permintaan tersebut belum mampu terpenuhi oleh
pelaku usaha. Saat ini, pelaku usaha dapat menghasilkan log jamur tiram putih
sebanyak 32.000 log/bulan, sedangkan permintaan yang diterima mencapai
95.000 log/bulan. Permintaan tersebut berasal dari Cibedug sebesar 16.667
log/bulan, Cipanas sebesar 33.333 log/bulan, Cianjur 5000 log/bulan, dan
Kabupaten Bandung sebesar 40.000 log/bulan. Selisih penawaran dan permintaan
yang tinggi tersebut menyebabkan log jamur tiram putih yang diproduksi selalu
terserap oleh pasar dan menjadi peluang yang baik bagi pelaku usaha jamur tiram
putih di Desa Tugu Selatan untuk melakukan pengembangan usaha pembuatan log
jamur tiram putih. Pelaku usaha akan melakukan pengembangan usaha produksi
log menjadi 52.000 log/bulan untuk mengambil peluang tersebut yang didasarkan
pada kapasitas teknologi sterilisasi yang mampu menampung baglog sampai
2000-2200 log.
Pasar jamur tiram putih segar yang menjadi sasaran utama dari pelaku
usaha jamur tiram putih Desa Tugu Selatan adalah pasar di Jakarta, Depok, dan
49
Tangerang. Wilayah tersebut menjadi sasaran pasar utama dikarenakan harga jual
yang cukup tinggi mencapai Rp 9000/kg. Permintaan dari pasar di Jakarta, Depok,
dan Tangerang masing-masing mencapai 8 ku/hari, 2 ku/hari, dan 4 ku/ hari.
Namun, pada saat ini pelaku usaha jamur tiram putih baru mampu memenuhi
permintaan tersebut sebesar 6,66 ku/hari. Selisih antara penawaran dan
permintaan yang terjadi saat ini sebesar 7,34 ku/hari menyebabkan jamur tiram
putih segar selalu terjual habis di pasar. Selain permintaan dari pasar di atas, pada
akhir tahun 2011 akan terdapat permintaan baru dari Batam dan wilayah Jawa
masing-masing sebesar 2 ku/hari dan 6 ku/hari. Melihat peluang tersebut pelaku
usaha akan melakukan pengembangan budidaya jamur tiram putih menjadi
sebesar 8,88 ku/hari. Pelaku usaha jamur tiram di Desa Tugu Selatan perlu
meningkatkan terus produksinya agar dapat mengisi peluang-peluang pasar
tersebut. Berikut merupakan perkembangan produksi jamur di Jawa Barat (Tabel
11).
Tabel 11. Perkembangan Produksi Jamur di Jawa Barat Tahun 2004-2009
Tahun Produksi (kg) Presentase (%)
2004 9.500.000 -
2005 13.662.000 43,81
2006 10.173.800 -25,53
2007 5.133.000 -49,55
2008 5.416.094 5,52
2009 7.306.746 34,91 Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)
Proyeksi produksi pada tahun 2011 diperoleh melalui analisis deret waktu
berupa metode kuadrat terkecil dengan persamaan:
dimana, dan
Tabel 12. Perhitungan Proyeksi Perkembangan Jamur di Jawa Barat
Tahun X Y X2
XY
2004 -3 9.500.000 9 -28.500.000
2005 -2 13.662.000 4 -27.324.000
2006 -1 10.173.800 1 -10.173.800
2007 1 5.133.000 1 5.133.000
2008 2 5.416.094 4 10.832.188
2009 3 7.306.746 9 21.920.238
Jumlah (∑) 51.191.640 28 -28.112.374
50
Dari perhitungan di atas diperoleh persamaan
sehingga proyeksi produksi pada tahun 2011 (X=5) sebesar 3.511.873,21 kg.
Dengan mengetahui produksi industri dan produksi pelaku usaha dapat diketahui
market share dari usaha jamur tiram putih segar di Desa Tugu Selatan, saat ini
dan setelah dilakukan pengembangan.
Market share saat ini (sebelum pengembangan usaha):
= 6,83%
Market share setelah pengembangan usaha:
= 9,11%
Market share yang diterima pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan
saat ini sebesar 6,83% dan akan meningkat menjadi 9,11% setelah dilakukan
pengembangan usaha. Perhitungan market share tersebut memiliki kelemahan
dalam penentuan jumlah produksi jamur industri karena diperoleh dengan asumsi
bahwa produksi dan penjualan jamur tiram dilakukan di wilayah Provinsi DKI
Jakarta dan Jawa Barat, sehingga jumlah produksi industri didasarkan pada total
produksi jamur pada kedua provinsi tersebut.
6.1.1.2. Bauran Pemasaran
1. Produk
Pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menghasilkan
produk berupa log jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar. Baglog yang
saat ini dihasilkan pelaku usaha sebesar 2176 log/hari, dimana sekitar 1067 log
untuk dijual dan 1109 log untuk dibudidayakan, sedangkan baglog yang akan
dihasilkan pelaku usaha setelah pengembangan sebesar 2843 log/hari, dimana
sekitar 1734 log untuk dijual dan 1109 log untuk dibudidayakan. Jumlah baglog
yang akan digunakan untuk kegiatan budidaya tidak meningkat, namun jumlah
jamur tiram segar di Desa Tugu Selatan yang saat ini sekitar 666 kg/hari akan
51
meningkat menjadi 888,18 kg/hari dimana diasumsikan log menghasilkan 5
ons/log pada setiap masa panen. Hal tersebut terjadi dikarenakan terdapat pelaku
usaha yang akan melakukan pengembangan usaha dengan membeli log jamur
tiram putih untuk dibudidaya yang diperoleh dari petani di sekitar Cisarua, namun
diluar dari pelaku usaha yang diteliti. Jamur segar yang dihasilkan pelaku usaha
merupakan jamur dengan kualitas baik yaitu segar langsung dijual, berwarna putih
dengan sedikit kekuningan, berukuran standar (banyak diminati pasar), dan
berdaging tebal, sedangkan untuk baglog jamur yang diproduksi memiliki berat
sekitar 1,2 kg dan dapat menghasilkan jamur segar rata-rata 5 ons/log. Masa
produktif dari log sekitar 70 hari. Selama masa produktif tersebut log jamur dapat
dipanen sebanyak lima kali.
Gambar 4. Baglog Jamur Tiram Putih Gambar 5. Jamur Tiram Putih Segar
2. Harga
Harga jamur tiram putih segar yang diterima pelaku usaha jamur tiram
putih di Desa Tugu Selatan sebesar Rp 6.500/kg dengan sistem jual di tempat.
Penjualan jamur segar dilakukan dengan sistem penjualan secara langsung ke
pedagang pengumpul. Harga jual log jamur tiram putih yang ditetapkan oleh
pelaku usaha sebesar Rp 1.800/log. Harga jual tersebut ditetapkan berdasarkan
biaya produksi yang diperlukan untuk memproduksi log yang mencapai Rp
1.200/log, sehingga diperoleh selisih sebesar Rp 600/log yang merupakan
keuntungan yang diterima pelaku usaha.
3. Tempat (Saluran Distribusi)
Output yang dihasilkan dari usaha ini berupa jamur tiram putih segar dan
log jamur tiram putih. Log jamur tiram putih dari pelaku usaha dipasarkan ke
daerah sekitar Cibedug, Cipanas, dan Cianjur. Pemasaran dari log jamur tiram
putih ini dengan cara mengantarkan log jamur langsung ke konsumen dengan
biaya transport Rp 100/log.
52
Gambar 6. Saluran Distribusi Baglog Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
Pemasaran jamur tiram putih segar berbeda dengan baglog jamur tiram
putih dimana pelaku usaha tidak menjual langsung jamur tiram putih segar kepada
konsumen akhir melainkan melalui pedagang pengumpul. Jamur tiram putih segar
dipasarkan ke daerah sekitar Jakarta, Depok, dan Tangerang. Jamur tiram segar
yang dijual ke pedagang pengumpul tidak menghasilkan biaya transport bagi
pelaku usaha dikarenakan pedagang pengumpul sendiri yang akan datang ke
lokasi usaha dan diangkut dengan mobil milik pedagang pengumpul. Berikut
distribusi jamur tiram putih segar dari pelaku usaha di Desa Tugu Selatan:
Gambar 7. Saluran Distribusi Jamur Tiram Putih Segar di Desa Tugu Selatan
Pada saluran pertama, jamur tiram putih segar yang dihasilkan dijual ke
pedagang pengumpul. Selanjutnya pedagang pengumpul menjual jamur tiram
putih segar tersebut ke pedagang pengecer pertama yang berjualan di Pasar
Jakarta, Depok, dan Tangerang seperti Ciputat dan Pasar Induk Kramat Jati. Dari
pedagang pengecer ini kemudian sampai di konsumen akhir.
Saluran kedua, pelaku usaha tetap menjual kepada pedagang pengumpul
dan dari pedagang pengumpul dijual ke pedagang pengecer pertama. Pedagang
pengecer pertama kemudian menjual ke pedagang pengecer kedua seperti
Pelaku Usaha di
Desa Tugu Selatan
Pedagang
Pengumpul
Pedagang
Pengecer 1
Pedagang
Pengecer 2
Konsumen
Akhir
1
2
Pelaku Usaha di Desa Tugu
Selatan
Petani Cibedug
Petani Cipanas
Petani Cianjur
53
pedagang di Pasar Pondok Gede dan Pasar Jatinegara. Dari pedagang pengecer
kedua kemudian sampai kepada konsumen akhir.
4. Promosi
Promosi merupakan kegiatan memperkenalkan produk yang dihasilkan.
Kegiatan promosi yang dilakukan oleh pelaku usaha jamur tiram putih di Desa
Tugu Selatan pada awal usaha yaitu dengan memberikan contoh log jamur tiram
putih dan jamur tiram putih segar kepada konsumen atau pasar, sehingga
konsumen atau pasar tersebut dapat mengetahui kualitas dari log dan jamur segar
tersebut. Saat ini promosi yang terjadi hanya melalui word of mouth karena
beberapa pasar sudah mengetahui kualitas yang baik dari log dan jamur segar
pelaku usaha di Desa Tugu Selatan.
Berdasarkan uraian tesebut, pada aspek pasar pengembangan usaha jamur
tiram putih layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan besarnya potensi pasar dan
peluang pasar yang ditunjukkan dengan nilai market share dan selisih antara
permintaan dan penawaran yang diperoleh pelaku usaha.
6.1.2. Aspek Teknis
Aspek teknis yang dikaji berkaitan dengan pemilihan lokasi usaha,
pemilihan jenis teknologi dan peralatan, proses produksi, dan tata letak usaha.
6.1.2.1. Pemilihan Lokasi Usaha
Pada dasarnya, pelaku usaha jamur tiram putih memilih lokasi usaha di
Desa Tugu Selatan berdasarkan kondisi lingkungan dan agroekosistem yang
cocok untuk pertumbuhan tanaman jamur tiram putih, ketersediaan bahan baku,
ketersediaan tenaga kerja, letak pasar yang dituju, dan ketersediaan sarana
prasarana serta fasilitas transportasi.
a) Lingkungan Agroekosistem
Pelaku usaha jamur tiram putih berada di Desa Tugu Selatan, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Tugu Selatan terletak pada 1025 m-
1052 m dari ketinggian permukaan laut dengan tingkat suhu rata-rata harian, yaitu
200C-24
0C. Suhu dan kelembaban udara tersebut cocok untuk kegiatan budidaya
jamur tiram putih. Suhu yang baik saat jamur tiram putih membentuk miselium
atau pada masa inkubasi adalah berkisar antara 220C-28
0C dengan kelembaban
udara 60%-70%, sedangkan suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara
54
160C-22
0C dengan kelembaban 80-90% (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006).
Syarat tumbuh jamur tersebut memperlihatkan bahwa Desa Tugu Selatan cukup
baik dan cocok untuk pertumbuhan jamur didukung dengan pemeliharaan jamur
yang baik.
b) Ketersediaan Bahan Baku
Pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan memiliki kegiatan
bisnis yang berbeda. Ada pelaku usaha yang memproduksi baglog untuk dijual
maupun untuk dibudidayakan. Kegiatan produksi baglog tersebut memerlukan
beberapa bahan baku utama, yaitu serbuk kayu, dedak, kapur, jagung, gips, dan
bibit jamur tiram putih. Pelaku usaha tersebut akan memproduksi 2843 log setiap
hari, sehingga ketersediaan bahan baku perlu diperhatikan agar kelancaran
kegiatan produksi dapat terjamin.
Bahan baku dibeli dari pemasok yang berada di beberapa daerah, yaitu
Sukabumi, Cianjur, dan sekitar Cisarua. Bahan baku serbuk kayu diperoleh dari
pemasok di daerah Sukabumi. Pemasok tersebut dipilih karena mampu memenuhi
permintaan dari pelaku usaha secara kontinu. Bahan baku berupa dedak dan bibit
berasal dari daerah Cianjur yang cukup dekat dengan lokasi usaha. Bibit yang
digunakan adalah bibit F2 yang memiliki jaminan kualitas dari pemasok. Bahan
baku lain seperti kapur, jagung, karet, dan plastik diperoleh dari pasar di Cisarua,
sehingga memiliki biaya transportasi yang rendah dikarenakan jarak yang sangat
dekat dengan lokasi usaha. Berikut bahan baku yang digunakan pelaku usaha
jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan:
Tabel 13. Kebutuhan Bahan Baku pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu
Selatan
No. Jenis Bahan Baku Satuan Kebutuhan (per bulan) Asal Bahan Baku
1 Serbuk kayu Karung 2.132 Sukabumi
2 Dedak Kg 6.396 Cianjur
3 Kapur Kg 1.279,2 Cisarua
4 Jagung Kg 2.558,4 Cisarua
5 Gips Kg 639,6 Tajur
6 Bibit Log 2132 Cianjur
7 Plastik Kg 460,973 Cisarua
8 Koran Kg 42,64 Cianjur
9 Ring bambu Ring 85.280 Cisarua
10 Karet Kg 28,427 Cisarua
55
c) Ketersediaan Tenaga Kerja
Lokasi usaha jamur tiram putih di daerah Desa Tugu Selatan, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan lokasi yang memiliki jumlah ketersediaan
tenaga kerja cukup banyak. Saat ini terdapat 17 orang yang menjadi tenaga kerja
tetap dan 16 orang pekerja borongan. Untuk pengembangan usaha yang akan
dilakukan menyebabkan kebutuhan tenaga kerja meningkat menjadi 25 orang
tenaga kerja tetap dan 21 orang pekerja borongan. Tenaga kerja tersebut
melakukan berbagai pekerjaan kegiatan budidaya jamur tiram putih seperti
pengadukan, loging, perebusan, inokulasi, pemeliharaan, dan pemanenan. Tenaga
kerja tidak diharuskan memiliki keterampilan atau keahlian khusus dalam
budidaya jamur tiram putih, tetapi memiliki keinginan untuk belajar dan bekerja
serta disiplin dalam bekerja. Pelaku usaha akan melakukan pelatihan kepada calon
tenaga kerja sebelum mereka bekerja. Sebagian besar tenaga kerja berasal dari
wilayah sekitar lokasi usaha. Hal ini dapat mengurangi angka pengangguran bagi
desa tersebut.
d) Letak Pasar yang Dituju
Pasar tujuan dari baglog jamur tiram putih adalah Cibedug, Cipanas, dan
Cianjur. Daerah tersebut tidak terlalu jauh dari lokasi usaha dan cukup mudah
diakses dengan menggunakan mobil. Pemasaran baglog jamur tiram putih
dilakukan sendiri dengan menyewa mobil bak terbuka.
Pasar tujuan jamur tiram putih segar dari pelaku usaha jamur tiram putih di
Desa Tugu Selatan adalah Jakarta, Depok, dan Tangerang. Pelaku usaha
mempercayakan pemasaran jamur tiram putih segar kepada pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul mengambil jamur tiram putih segar langsung di lokasi
usaha. Pedagang pengumpul mengambil menggunakan mobil, sehingga para
pelaku usaha tidak mengeluarkan biaya transportasi.
e) Ketersediaan Sarana Prasarana dan Fasilitas Transportasi
Pelaku usaha memiliki akses yang mudah dijangkau dan cukup dekat
dengan pasar bahan baku serta pasar baglog jamur tiram putih, sehingga biaya
transportasi yang dikeluarkan tidak besar. Lokasi usaha berjarak sekitar 500 m
dari jalan utama, sehingga memudahkan pelaku usaha melakukan mobilisasi ke
56
berbagai wilayah. Jalan utama di sekitar lokasi telah beraspal dan cukup lebar
serta akses kendaraan umum mudah didapat.
6.1.2.2. Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan
Pemilihan teknologi dan peralatan produksi pada pelaku usaha jamur tiram
putih di Desa Tugu Selatan termasuk dalam teknologi dan peralatan sederhana.
Pada proses pengadukan media log dan loging menggunakan peralatan seperti
sekop, cangkul, ayakan, sarung tangan, ember, dan timbangan. Pada proses
sterilisasi atau pengukusan menggunakan drum atau oven, termometer, gas, dan
roli. Namun, drum memiliki kelemahan dalam kepastian pematangan log karena
hanya didasarkan pada habisnya tabung gas 12 kg yang digunakan sebanyak dua
tabung selama kurang lebih delapan jam tanpa mengetahui suhu perebusan yang
dilakukan dan drum hanya memiliki kapasitas 600-700 baglog sehingga dalam
penelitian ini akan menggunakan oven sebagai alat sterilisasi yang dipanaskan
menggunakan kayu bakar.
Proses sterilisasi menggunakan oven dilakukan sampai suhu mencapai
900C-100
0C yang dapat dilihat pada termometer yang terpasang pada oven
tersebut. Proses pengukusan dengan menggunakan oven memiliki kapasitas yang
mencapai 2000-2200 baglog dengan bahan bakar berupa kayu bakar yang
diperoleh dari daerah sekitar lokasi usaha. Proses inkubasi, pemeliharaan, dan
pemanenan menggunakan cutter, keranjang, timbangan, stimer, termometer, dan
selang air. Stimer digunakan untuk proses penyiraman baglog. Pada saat proses
inkubasi dan pemeliharaan sebaiknya menggunakan barometer yang berfungsi
untuk mengetahui kelembaban ruangan, sehingga pertumbuhan miselium dan
pertumbuhan jamur menjadi lebih baik.
Gambar 8. Oven Pengukusan Baglog Gambar 9. Stimer Penyiraman Baglog
57
6.1.2.3. Proses Produksi
Adapun rangkaian kegiatan proses produksi yang dilakukan oleh pelaku
usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan Media Tanam
a. Pengayakan
Serbuk kayu yang akan digunakan sebagai media tanam jamur
tiram putih disaring dengan menggunakan ayakan untuk mendapatkan
serbuk kayu yang halus dan seragam. Pengayakan dilakukan untuk
mendapatkan kepadatan tertentu tanpa ada kerusakan plastik dan
mendapatkan tingkat pertumbuhan miselium yang merata.
b. Pencampuran
Serbuk kayu yang telah halus dicampur dengan dedak, kapur,
jagung, dan gips. Komposisi pencampuran ini terdiri dari dedak 10%,
kapur 2%, jagung 4%, dan gips 1%. Presentase tersebut mengacu dari
jumlah serbuk kayu sebagai media utamanya. Dedak dan jagung berfungsi
sebagai nutrisi yang baik untuk pertumbuhan miselium jamur tiram putih.
Kapur berfungsi sebagai penetral keasaman dengan mengontrol pH tetap
stabil pada proses pemeraman dan gips berfungsi menguatkan kepadatan
baglog. Setelah bahan dicampur hingga merata, ditambah air secukupnya.
Penambahan air dilakukan sampai campuran tidak hancur saat digenggam
dan tidak mengeluarkan air.
c. Pemeraman/Pengomposan
Pemeraman merupakan kegiatan menimbun campuran media tanam
selama satu malam dengan cara menutupnya secara rapat menggunakan
terpal. Proses ini dilakukan untuk fermentasi campuran media, sehingga
kandungan yang terdapat dalam media tersebut terurai menjadi senyawa
sederhana yang mudah dicerna oleh jamur. Penguraian senyawa-senyawa
kompleks tersebut terjadi dengan bantuan mikroba agar diperoleh
senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna
oleh jamur.
58
d. Pengisian Media ke Kantung Plastik (Baglog)
Media produksi dimasukkan ke dalam plastik polipropilen ukuran
17x35 cm dengan kepadatan tertentu agar miselium jamur dapat tumbuh
maksimal dan menghasilkan panen yang optimal. Media dipadatkan
sampai memiliki bobot sekitar 1,2 kg.
e. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses yang dilakukan untuk mematikan mikroba
baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu
pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan dengan
memasukkan baglog ke dalam oven pengukusan hingga suhu 90-100 0C.
f. Pendinginan
Proses pendinginan merupakan upaya menurunkan suhu media
tanam setelah disterilkan agar bibit jamur yang akan dimasukan ke dalam
baglog tidak mati. Pendinginan dilakukan selama semalam sebelum
dilakukan inokulasi.
2. Inokulasi Bibit (Penanaman)
Inokulasi merupakan proses kegiatan pemindahan sejumlah kecil
miselium jamur tiram putih dari biakan induk ke dalam media tanam yang
telah disediakan. Satu log bibit dapat digunakan untuk 40 log jamur budidaya.
Inokulasi dilakukan dalam ruangan yang bersih dan steril agar tidak terjadi
kontaminasi yang dapat membuat pertumbuhan jamur menjadi tidak baik.
Setelah diberi bibit, baglog ditutup dengan menggunakan koran, ring bambu,
dan karet.
3. Inkubasi
Inkubasi merupakan proses menempatkan media tanam yang telah
diinokulasi pada kondisi ruang tertentu agar miselium jamur tiram putih
tumbuh. Pelaku usaha umumnya tidak memiliki kumbung inkubasi khusus.
Baglog yang telah diinokulasi langsung dimasukkan ke dalam kumbung yang
nantinya juga akan digunakan sebagai tempat pemeliharaan dan pemanenan.
Hal ini dilakukan untuk melakukan penghematan ruang budidaya dan
efisisiensi proses produksi. Suhu yang diperlukan untuk perumbuhan
miselium jamur sekitar 22°C-28°C dengan kelembaban 60%-70%. Inkubasi
59
dilakukan sampai seluruh permukaan dalam baglog berwarna putih merata
yang umumnya berlangsung selama 30 hari. Apabila setelah satu minggu
tidak terdapat pertumbuhan miselium jamur tiram putih maka kemungkinan
besar jamur tersebut tidak tumbuh dan lebih baik dimusnahkan.
Gambar 10. Log Jamur Siap Budidaya Gambar 11. Log Jamur Gagal
4. Pemeliharaan
Setelah baglog berwarna putih merata, jamur tiram putih akan mulai
tumbuh sehingga sumbatan koran pada baglog harus dibuka. Kelembaban
udara diatur sekitar 90 persen agar media tidak mengering. Kelembaban udara
dapat dijaga dengan melakukan penyiraman. Penyiraman dilakukan tiga kali
dalam sehari jika cuaca panas, sedangkan saat musim penghujan penyiraman
dapat tidak dilakukan sama sekali sampai satu atau dua kali penyiraman
selama sehari. Kegagalan pada budidaya jamur ditandai dengan tumbuhnya
serat/miselium jamur tiram berwarna, misalnya hitam, biru, coklat, dan
kuning yang dapat disebabkan kurang matangnya dalam proses pengukusan
baglog atau kurang strerilnya dalam proses inokulasi, sehingga tumbuhnya
jamur lain yang merugikan. Penanganan selanjutnya adalah jamur tiram
segera dipisahkan ke luar ruangan dan cepat dibakar. Pertumbuhan tubuh
buah awal umumnya ditandai dengan adanya bintik-bintik serat berwarna
putih yang semakin lama membesar dan setelah selang beberapa hari akan
tumbuh jamur tiram kecil.
Gambar 12. Awal Pertumbuhan Tubuh Buah Jamur
60
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Kegiatan pengendalian hama dan penyakit dilakukan untuk
mengkoordinasikan baglog dan tubuh buah yang bebas dari organisme
pengganggu dengan tujuan untuk menghindari kegagalan panen yang
diakibatkan oleh serangan hama, penyakit, dan cendawan pengganggu.
Umumnya hama yang sering menyerang jamur tiram putih adalah tikus, kutu,
dan bintik nyamuk. Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan tidak
menggunakan pestisida, tetapi dengan menjaga kebersihan kumbung dan
memasang perangkap plastik yang diberi minyak jelantah agar hama nyamuk
dan kutu dapat terperangkap.
Gambar 13. Perangkap Plastik
6. Panen
Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat
optimal, yaitu cukup besar tetapi belum maksimal. Panen jamur dilakukan
dengan cara mencabut seluruh jamur hingga bagian pangkal jamur yang
terdapat pada baglog. Bagian lubang baglog harus bersih dari sisa jamur yang
lama agar tidak terjadi pembusukan yang dapat menghambat pembentukan
jamur baru. Panen dilakukan pada pagi hari dan didiamkan sekitar satu jam
untuk mengurangi kadar air dalam jamur. Hal tersebut dilakukan agar jamur
tidak mudah rusak saat pengemasan. Satu baglog jamur dapat dipanen
sebanyak lima kali dengan waktu antar panen berkisar antara 12-14 hari.
61
Gambar 14. Jamur Tiram Putih Siap Panen
7. Pasca Panen
Kegiatan pasca panen yang dilakukan berupa membersihkan jamur
dari kotoran dan memotong akar jamur yang kotor dengan menggunakan
cutter. Jamur yang telah bersih ditimbang dan dikemas dalam kantong plastik
dengan kapasitas 5 kg.
Gambar 15. Pemotongan Akar Jamur Gambar 16. Pengemasan Jamur Tiram
Pelaku usaha yang menjual log jamur tiram putih hanya memiliki kegiatan
produksi sampai proses inkubasi, pelaku usaha yang hanya melakukan budidaya
jamur tiram putih kegiatan produksi dimulai pada tahap inkubasi, dan pelaku
usaha yang membuat log serta budidaya jamur tiram putih memiliki kegiatan
mulai dari pembuatan media tanam sampai pemanenan dan pasca panen.
Gambar 17. Proses Produksi Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
62
6.1.2.4. Tata Letak Usaha
Pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan memiliki tiga lokasi
usaha yang berbeda dengan luas lahan pada usaha penjualan baglog jamur tiram
putih sebesar 2.000 m2, pada usaha membeli log untuk budidaya jamur tiram putih
sebesar 2.000 m2, dan pada usaha membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan
dibudidaya sebesar 4.000 m2. Tata letak lokasi usaha ini akan disesuaikan dengan
skenario yang dilakukan. Lokasi pelaku usaha pada skenario pertama merupakan
tempat usaha pembuatan baglog jamur tiram putih yang akan dijual kepada
pembudidaya. Pada lokasi tersebut terdapat beberapa bangunan, yaitu ruang
produksi yang terdiri dari ruang pengadukan, ruang inokulasi, dan ruang sterilisasi
serta kumbung jamur dan ruangan karyawan. Bangunan-bangunan tersebut
memiliki ukuran yang berbeda, ruang pengadukan berukuran 6x6 m2, ruang
inokulasi berukuran 10x6 m2, ruang sterilisasi berukuran 6x5 m
2, kumbung jamur
berukuran 17x16 m2, dan ruang karyawan berukuran 5x5 m
2 (Lampiran 1).
Lokasi pelaku usaha pada skenario kedua merupakan tempat usaha
budidaya jamur tiram putih. Pada lokasi tersebut hanya terdapat beberapa
bangunan, yaitu dua kumbung budidaya jamur dan ruangan karyawan. Bangunan-
bangunan tersebut memiliki ukuran yang berbeda, kumbung jamur berukuran
16x16 m2 dan ruang karyawan berukuran 5x5 m
2 (Lampiran 1). Lokasi pelaku
usaha pada skenario ketiga merupakan tempat usaha pembuatan baglog jamur
tiram putih yang akan dijual dan dibudidayakan. Tata letak lokasi pada skenario
ini pada umumnya merupakan gabungan antara tata letak lokasi usaha skenario
pertama dengan tata letak lokasi usaha skenario kedua, namun disesuaikan dengan
jumlah produksi yang akan dilakukan. Pada lokasi ini terdapat beberapa
bangunan, yaitu ruang produksi yang terdiri dari ruang pengadukan, ruang
inokulasi, dan ruang sterilisasi serta kumbung jamur dan ruangan karyawan.
Bangunan-bangunan tersebut memiliki ukuran yang berbeda, ruang pengadukan
berukuran 8x8 m2, ruang inokulasi berukuran 12x8 m
2, ruang sterilisasi berukuran
7x7 m2, tiga kumbung jamur berukuran masing-masing 16x16 m
2, dan ruang
karyawan berukuran 10x10 m2 (Lampiran 1). Berikut merupakan layout kumbung
jamur pelaku usaha di Desa Tugu Selatan baik dari luar maupun dalam kumbung.
63
Gambar 18. Layout Kumbung Depan Gambar 19. Layout Kumbung Dalam
Berdasarkan analisis tersebut dapat dikatakan bahwa secara teknis
pengembangan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan layak untuk
dijalankan. Pada setiap kriteria dari aspek teknis secara keseluruhan tidak terdapat
kendala dan permasalahan yang menghambat jalannya usaha. Pemilihan lokasi
usaha, teknologi, proses produksi, dan tata letak usaha mampu menghasilkan
produk secara optimal serta mendukung kegiatan pengembangan usaha dalam
memperoleh laba.
6.1.3. Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen mengkaji bentuk usaha, pengadaan tenaga kerja,
struktur organisasi, dan jumlah tenaga kerja yang akan digunakan. Pada aspek
hukum berisi mengenai masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha,
mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki (Kasmir & Jakfar
2009).
1. Manajemen
Tenaga kerja yang dimiliki pelaku usaha diperoleh melalui proses
perekrutan yang sederhana berupa mencari masyarakat sekitar lokasi usaha yang
membutuhkan pekerjaan dan memiliki disipilin dalam bekerja. Beberapa pemilik
usaha mencari tenaga kerja yang memiliki pengalaman dalam usaha jamur tiram
putih, namun pemilik usaha lain tidak mengharuskan calon tenaga kerja memiliki
keterampilan atau keahlian khusus dalam budidaya jamur tiram putih. Pemilik
usaha tersebut akan melakukan pelatihan kepada calon tenaga kerja sebelum
mereka mempraktekannya dalam pekerjaan mereka. Pada usaha jamur tiram putih
ini umumnya menggunakan tenaga kerja pria karena diperlukan dalam pekerjaan
berat seperti melakukan proses pencampuran dan proses sterilisasi dalam
pembuatan media tanam. Namun, terdapat juga tenaga borongan wanita yang
bekerja dalam proses loging dan inokulasi. Untuk pengembangan usaha yang akan
64
dilakukan membutukan tenaga kerja sebanyak 25 orang tenaga kerja tetap dan 21
orang pekerja borongan.
Rata-rata jam kerja buruh tani usaha jamur tiram putih adalah delapan jam
per hari yang dimulai dari pukul delapan pagi sampai empat sore. Gaji yang
diperoleh pekerja tetap sebesar Rp 750.000/bulan. Besar gaji tersebut berdasarkan
rata-rata gaji para tenaga kerja pada bidang yang sama di wilayah sekitar lokasi
usaha. Upah yang diterima pekerja borongan sebesar Rp 110/log dimana besar
upah tersebut juga didasarkan rata-rata upah para pekerja borongan pada bidang
yang sama di wilayah sekitar lokasi usaha. Kegiatan pembuatan media tanam
yang meliputi proses pengayakan hingga inokulasi akan dilakukan oleh delapan
orang tenaga kerja tetap dan dua puluh satu orang pekerja borongan. Kegiatan
pasca pembuatan media tanam yang meliputi inkubasi hingga pasca panen
dilakukan oleh empat belas orang tenaga kerja tetap. Setiap lokasi usaha memiliki
tenaga kerja yang bertugas sebagai supervisor. Pemilihan supervisor oleh pemilik
usaha umumnya orang yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai
usaha jamur tiram putih dengan baik. Supervisor tidak hanya mengawasi tenaga
kerja dalam bekerja, tetapi juga melakukan pembukuan dan membantu proses
pembuatan log atau budidaya jamur tiram putih.
Secara normatif suatu usaha yang baik memiliki struktur organisasi yang
baku dan deskripsi yang jelas pada setiap jenis pekerjaannya. Hal tersebut
dilakukan untuk mendukung dan memastikan bahwa kegiatan usaha yang
dilakukan berlangsung dengan baik dan sesuai dengan pencapaian tujuan usaha.
Pada usaha jamur tiram putih ini belum memiliki struktur organisasi yang baku.
Struktur organisasi usaha jamur tiram putih umumnya terdiri dari pemilik,
supervisor, tenaga kerja tetap, dan pekerja borongan yang berasal dari masyarakat
sekitar (Gambar 20). Namun, setiap pekerja telah mengetahui dengan pasti
pekerjaan yang harus mereka lakukan dan disiplin dalam bekerja, sehingga
kegiatan operasional usaha jamur tiram putih dapat berlangsung dengan baik.
Supervisor telah mampu mengkoordinir semua tenaga kerja dengan baik sesuai
dengan pekerjaan mereka masing-masing. Berdasarkan hal tersebut, maka aspek
manajemen pengembangan usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan.
65
Gambar 20. Struktur Organisasi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
2. Hukum
Secara normatif suatu usaha yang baik memiliki badan usaha yang legal,
sehingga kehadiran usaha tersebut telah memiliki kekuatan hukum dan
mempermudah serta memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin kerjasama
dengan pihak lain. Namun, pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan
belum memiliki badan usaha yang resmi dari pemerintah setempat. Pelaku usaha
hanya tergabung dalam Kelompok Tani Jamur Mekar Rasa yang telah memiliki
legalitas dari pemerintahan setempat yang ditandai dengan adanya surat keputusan
dari Kepala Desa Tugu Selatan. Pada awal dilakukannya kegiatan usaha jamur
tiram putih, pelaku usaha telah melakukan lapor izin usaha kepada pemerintah
setempat. Perizinan yang telah dimiliki oleh pelaku usaha, yaitu Izin Mendirikan
Bangunan (IMB). Berdasarkan hal tersebut, walaupun usaha jamur tiram putih
belum memiliki badan usaha, tetapi usaha tersebut telah memiliki legalitas dari
pemerintah setempat untuk melakukan kegiatan operasional sehari-hari. Hal ini
menunjukkan bahwa berdasarkan aspek hukum pengembangan usaha jamur tiram
putih layak untuk dijalankan
6.1.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Dalam menyusun studi kelayakan bisnis, salah satu faktor yang perlu
dinilai menyangkut aspek sosial. Pada umumnya, aspek sosial dapat dinilai dari
segi manfaat yang diberikan suatu usaha terhadap perkembangan perekonomian
masyarakat secara keseluruhan seperti terbukanya kesempatan kerja dan
bertambahnya sarana serta prasarana daerah sekitar usaha. Ditinjau dari aspek
sosial keberadaan pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat memiliki kontribusi dalam
Pemilik
Supervisor
Bagian Pencampuran
dan Sterilisasi
Bagian loging dan
inokulasi
Bagian Budidaya,
Panen, dan Pasca Panen
66
pemberian kesempatan kerja bagi masyarakat setempat. Selain itu, masyarakat
dapat belajar mengenai usaha jamur tiram putih. Masyarakat dapat belajar dengan
cara melihat langsung proses produksi yang sedang dilakukan. Hal ini akan
menambah pengetahuan dan kemampuan masyarakat sekitar dalam budidaya
jamur tiram putih.
Dari segi ekonomi, adanya pelaku usaha dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat. Hal ini terlihat dari asal pekerja tetap dan pekerja borongan yang
dimiliki usaha. Pekerja tetap dan pekerja borongan yang dimiliki usaha sebagian
besar berasal dari daerah sekitar usaha. Para pekerja borongan merupakan ibu-ibu
rumah tangga sekitar yang melakukan kegiatan produksi pada proses loging dan
inokulasi dengan upah Rp 110/log, sedangkan pekerja tetap sebagian besar
merupakan pekerja pria yang berasal dari daerah sekitar lokasi usaha dengan gaji
Rp 750.000/bulan. Dilihat dari aspek budaya keberadaan usaha jamur tiram putih
tidak mengganggu atau merusak kebiasaan masyarakat sekitar baik dilihat dari
agama, nilai sosial, dan norma sosial masyarakat. Pemilik usaha yang bukan
berasal dari daerah setempat dapat berbaur dengan masyarakat sekitar yang asli
Sunda. Berdasarkan hal tersebut, aspek sosial, ekonomi, dan budaya pada
pengembangan usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan.
6.1.5. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan,
terutama dampak dari suatu usaha terhadap kelestarian lingkungan. Dampak
lingkungan dengan adanya usaha ini adalah limbah plastik dan limbah log jamur
tiram putih yang sudah tidak produktif. Penanggulangan limbah plastik yang
dilakukan pelaku usaha yaitu menjual limbah plastik kepada penampung limbah
plastik yang berada di sekitar lokasi usaha. Limbah berupa log jamur tiram putih
digunakan sebagai pupuk organik bagi tanaman oleh masyarakat sekitar dan
pemilik usaha sayuran lainnya di Desa Tugu Selatan. Berdasarkan hal tersebut,
pengembangan usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan secara aspek
lingkungan karena kegiatan usaha tidak menimbulkan limbah yang dapat merusak
lingkungan dan mengganggu masyarakat sekitar.
67
6.1.6. Hasil Analisis Aspek Non Finansial
Ditinjau dari beberapa aspek non finansial usaha jamur tiram putih di Desa
Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dapat dikatakan
layak. Aspek pasar dapat dilihat dari adanya peluang usaha yang cukup potensial
di kegiatan penjualan log jamur tiram putih maupun jamur tiram putih segar. Total
permintaan jamur tiram putih segar yang diterima pelaku usaha sebesar 22
ku/hari, tetapi penawaran yang baru mampu dihasilkan pelaku usaha sebesar 6,66
ku/hari dan akan ditingkatkan menjadi 8,88 ku/hari. Total permintaan log jamur
tiram putih yang diterima pelaku usaha sebesar 95.000 log/bulan, tetapi
penawaran yang mampu dihasilkan pelaku usaha sebesar 32.000 log/bulan. Hal
tersebut menunjukan peluang pasar yang dapat diambil perusahaan masih sangat
besar. Aspek teknis yang dilakukan pelaku usaha sudah memenuhi kriteria
budidaya jamur tiram putih yang telah dirujuk oleh beberapa teori tentang
budidaya jamur tiram putih.
Pada aspek manajemen dan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha
layak untuk dijalankan. Walaupun tidak memiliki struktur organisasi yang baku
serta tidak memiliki badan hukum secara pribadi, namun para pelaku usaha
tergabung dalam kelompok tani yang telah memiliki legalitas serta telah memiliki
ijin berupa surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Ditinjau dari aspek sosial,
adanya pelaku usaha memberikan kontribusi dalam memperluas kesempatan kerja
bagi masyarakat sekitar. Aspek ekonomi dapat dilihat dari adanya peningkatan
pendapatan masyarakat. Aspek budaya, masyarakat tidak terganggu dengan
adanya pelaku usaha di Desa Tugu Selatan. Aspek lingkungan dapat dilihat dari
limbah yang dihasilkan. Usaha jamur tiram putih ini menghasilkan limbah plastik
dan log jamur. Limbah berupa plastik dijual kepada penampung limbah plastik
yang berada di sekitar lokasi usaha dan limbah log jamur tiram putih digunakan
sebagai pupuk organik bagi tanaman oleh masyarakat sekitar dan pemilik usaha
sayuran lainnya di Desa Tugu Selatan, sehingga limbah tersebut tidak
menimbulkan dampak negatif bagi daerah sekitar usaha.
6.2. Analisis Aspek Finansial
Analisis aspek finansial usaha jamur tiram putih perlu dilakukan untuk
melihat apakah secara finansial usaha dapat dikatakan layak atau tidak layak.
68
Penelitian ini akan menggunakan tiga skenario, yaitu skenario I (hanya menjual
log jamur tiram putih), skenario II (membeli log untuk budidaya jamur tiram
putih), dan skenario III (membuat log untuk dijual dan dibudidaya). Skenario I
pelaku usaha memproduksi log jamur tiram putih sebanyak 52.000 log setiap
bulan yang disesuaikan dengan kapasitas oven pengukusan yang mampu
memproduksi sebanyak 2000-2200 log per hari. Dari kegiatan tersebut pemilik
usaha memperoleh output yaitu log jamur tiram putih. Skenario II pelaku usaha
membeli log jamur tiram putih dari petani lain sebanyak 100.000 log setiap tiga
bulan yang disesuaikan dengan kapasitas kumbung. Dari kegiatan tersebut pemilik
usaha memperoleh output yaitu jamur tiram putih segar. Pada skenario III pelaku
usaha memproduksi log jamur tiram putih sebanyak 85.280 log setiap bulan. Dari
kegiatan tersebut pelaku usaha menghasilkan dua jenis output produksi, yaitu
jamur tiram putih segar dan log jamur tiram putih. Ketiga skenario tersebut
menggunakan modal sendiri. Dilakukan evaluasi pada ketiga skala usaha tersebut
untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dari masing-masing kegiatan usaha
jamur tiram. Umur usaha didasarkan pada umur ekonomis kumbung, yaitu selama
lima tahun dikarenakan kumbung merupakan aset terbesar dan investasi paling
penting dalam usaha jamur tiram putih.
6.2.1. Arus Penerimaan (Inflow)
Arus penerimaan merupakan aliran kas masuk ke usaha dan ini merupakan
pendapatan bagi usaha. Penerimaan pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu
Selatan berasal dari penjualan jamur tiram putih segar, penjualan baglog jamur
tiram putih, dan nilai sisa dari investasi yang diperhitungkan pada akhir umur
usaha.
1. Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)
Penerimaan log jamur tiram putih merupakan penerimaan yang bersumber
dari produksi log yang dilakukan pelaku usaha. Pada penelitian ini, jumlah
produksi log yang dihasilkan pelaku usaha sebanyak 52.000 log per bulan.
Produksi sebanyak 52.000 log berdasarkan pada kapasitas mesin produksi, yaitu
oven pengukusan yang mampu mengukus baglog sebanyak 2000-2200 log per
hari. Harga jual log jamur tiram putih sebesar Rp 1.800 per log. Harga tersebut
ditetapkan berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi log jamur
69
tiram putih sebesar Rp 1.200 per log. Adapun penerimaan log jamur tiram putih
dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Penerimaan Log Jamur Tiram Putih Pelaku Usaha di Desa Tugu
Selatan (Skenario I)
Tahun Produksi Log
(Bulan)
Harga
(Rp)
Siklus Penjualan Log
(Bulan)
Penerimaan/Tahun
(Rp)
1 52.000 1.800 6 561.600.000
2 52.000 1.800 12 1.123.200.000
3 52.000 1.800 12 1.123.200.000
4 52.000 1.800 12 1.123.200.000
5 52.000 1.800 12 1.123.200.000
Total Penerimaan Log 5.054.400.000
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 14, dapat dilihat bahwa
penerimaan dari penjualan log jamur tiram putih yang dihasilkan pada tahun
pertama sebesar Rp 561.600.000. Angka tersebut diperoleh dari jumlah produksi
log sebanyak 52.000 per bulan dikali dengan harga jual sebesar Rp 1.800 per log
dan siklus penjualan log pada tahun pertama sebanyak enam kali sama dengan Rp
561.600.000. Penjualan log pada tahun pertama sebanyak enam kali disebabkan
pelaku usaha melakukan kegiatan investasi pada enam bulan pertama. Pada tahun
kedua sampai tahun kelima pelaku usaha telah mampu memproduksi log jamur
tiram putih setiap bulannya, sehingga penerimaan yang diperoleh pelaku usaha
tetap sebesar Rp 1.123.200.000. Angka tersebut diperoleh dari jumlah produksi
log sebanyak 52.000 per bulan dikali dengan harga jual sebesar Rp 1.800 per log
dan siklus penjualan log setiap tahunnya sebanyak dua belas kali sama dengan Rp
1.123.200.000. Dari hasil usaha jamur tiram putih pada skenario I total
penerimaan dari penjualan log jamur tiram putih sebesar Rp 5.054.400.000.
2. Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)
Penerimaan yang diperoleh pelaku usaha pada skenario II dengan membeli
log jamur tiram putih sebanyak 100.000 log per tiga bulan, yaitu jamur tiram putih
segar sebanyak 8.000 kg setiap siklus panennya. Siklus panen setiap log jamur
tiram sebanyak lima kali selama tiga bulan dengan menghasilkan 0,1 kg jamur
tiram putih segar setiap siklusnya dimana tingkat kegagalan log sebesar 20% dari
total log. Tingkat kegagalan log sebesar 20% tersebut didasarkan pada
pengalaman pelaku usaha dalam melakukan budidaya jamur tiram putih. Angka
70
8.000 kg diperoleh dari total log jamur tiram putih sebanyak 100.000 log dikali
dengan 80% log jamur yang berhasil tumbuh dan jumlah panen setiap log sebesar
0,1 kg per siklus sama dengan 8.000 kg. Log tersebut diperoleh pelaku usaha dari
petani jamur tiram putih di sekitar Kecamatan Cisarua diluar petani yang diteliti.
Pemanenan dapat dilakukan setelah log berumur tujuh hari sampai sepuluh
hari setelah pembelian log di petani jamur tiram putih. Pelaku usaha dapat
melakukan pemanenan selama sekitar 70 hari dengan siklus panen lima kali.
Jamur tiram putih segar yang dihasilkan dijual dengan harga Rp 6.500 per
kilogram. Penjualan dilakukan kepada pedagang pengumpul yang datang ke
lokasi usaha. Pedagang pengumpul akan menjual jamur tiram putih tersebut ke
pasar di daerah Jakarta, Depok, dan Tangerang. Adapun penerimaan jamur tiram
putih segar pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Penerimaan Jamur Tiram Putih Segar Pelaku Usaha di Desa Tugu
Selatan (Skenario II)
Tahun Total Panen
(Kg/3 bulan)
Harga
(Rp)
Periode Produksi
Penerimaan/Tahun
(Rp)
1 40.000 6.500 2 520.000.000
2 40.000 6.500 4 1.040.000.000
3 40.000 6.500 4 1.040.000.000
4 40.000 6.500 4 1.040.000.000
5 40.000 6.500 4 1.040.000.000
Total Penerimaan Log 4.680.000.000
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa
penerimaan dari penjualan jamur tiram putih segar yang dihasilkan pada tahun
pertama sebesar Rp 520.000.000. Angka tersebut diperoleh dari total panen jamur
tiram putih segar pada satu periode (tiga bulan) sebanyak 40.000 kg dikali dengan
harga jual sebesar Rp 6.500 per kilogram dan periode produksi pada tahun
pertama sebanyak dua kali sama dengan Rp 520.000.000. Periode produksi pada
tahun pertama sebanyak dua kali disebabkan pelaku usaha melakukan kegiatan
investasi pada enam bulan pertama. Pada tahun kedua sampai tahun kelima
periode produksi yang telah dilakukan pelaku usaha sebanyak empat kali dalam
satu tahun, sehingga penerimaan yang diperoleh pelaku usaha sebesar Rp
1.040.000.000. Angka tersebut diperoleh dari total panen jamur tiram putih segar
pada satu periode (tiga bulan) sebanyak 40.000 kg dikali dengan harga jual
71
sebesar Rp 6.500 per kilogram dan periode produksi pada tahun kedua sampai
tahun kelima sebanyak empat kali kali sama dengan Rp 1.040.000.000. Dari hasil
usaha jamur tiram putih pada skenario II total penerimaan dari penjualan jamur
tiram putih segar sebesar Rp 4.680.000.000.
3. Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram Putih Segar)
Penerimaan yang diperoleh pelaku usaha pada skenario III dengan
memproduksi log jamur tiram putih sebanyak 85.280 log per bulan, yaitu log
jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar. Proporsi penjualan log jamur tiram
putih dari total baglog yang diproduksi sebesar 44 % dan jumlah baglog yang
akan dibudidayakan memiliki proprosi sebesar 56 %. Proporsi yang diperoleh
tersebut diasumsikan sama dengan perbandingan jumlah log jamur tiram putih
yang dijual dengan jumlah log yang dibudidayakan oleh pelaku usaha di Desa
Tugu Selatan.
Dengan proporsi tersebut jumlah log jamur tiram putih yang dijual
sebanyak 37.523 log per bulan dan yang dibudidayakan sebanyak 47.757 log per
bulan. Harga jual log jamur tiram putih sebesar Rp 1.800 per log dan harga jual
jamur tiram putih segar sebesar Rp 6.500 per kilogram. Adapun penerimaan dari
penjualan log jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Penerimaan Log Jamur Tiram Putih Pelaku Usaha di Desa Tugu
Selatan (Skenario III)
Tahun Produksi Log
(Bulan)
Harga
(Rp)
Siklus Penjualan Log
(Bulan)
Penerimaan/Tahun
(Rp)
1 37.523 1.800 6 405.248.400
2 37.523 1.800 12 810.496.800
3 37.523 1.800 12 810.496.800
4 37.523 1.800 12 810.496.800
5 37.523 1.800 12 810.496.800
Total Penerimaan Log 3.647.235.600 Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 16, dapat dilihat bahwa
penerimaan dari penjualan log jamur tiram putih yang dihasilkan pada tahun
pertama sebesar Rp 405.248.400. Angka tersebut diperoleh dari jumlah produksi
log sebanyak 37.523 per bulan dikali dengan harga jual sebesar Rp 1.800 per log
dan siklus penjualan log pada tahun pertama sebanyak enam kali sama dengan Rp
405.248.400. Pada tahun kedua sampai tahun kelima pelaku usaha telah mampu
72
memproduksi log jamur tiram putih setiap bulannya, sehingga penerimaan yang
diperoleh pelaku usaha sebesar Rp 810.496.800. Angka tersebut diperoleh dari
jumlah produksi log sebanyak 37.523 per bulan dikali dengan harga jual sebesar
Rp 1.800 per log dan siklus penjualan log setiap tahunnya sebanyak dua belas kali
sama dengan Rp 810.496.800. Dari hasil perhitungan tersebut total penerimaan
dari penjualan log jamur tiram putih pada skenario III sebesar Rp 3.647.235.600.
Pada skenario ini jumlah jamur tiram segar yang diperoleh setiap siklusnya
sebesar 3.820,56 kg dan log jamur tiram putih yang akan dibudidaya, diproduksi
setiap bulan (Lampiran 3). Siklus panen setiap log jamur tiram sebanyak lima kali
selama tiga bulan dengan menghasilkan 0,1 kg jamur tiram putih segar setiap
siklusnya dimana tingkat kegagalan log sebesar 20% dari total log. Tingkat
kegagalan log sebesar 20% tersebut didasarkan pada pengalaman pelaku usaha
dalam melakukan budidaya jamur tiram putih. Angka 3.820,56 kg diperoleh dari
total log jamur tiram putih sebanyak 47.757 log dikali dengan 80% log jamur
yang berhasil tumbuh dan jumlah panen setiap log sebesar 0,1 kg per siklus sama
dengan 3.820,56 kg, sehingga pada tahun pertama diperoleh penerimaan dari
penjualan jamur tiram putih segar sebesar Rp 521.506.440 dan pada tahun kedua
sampai kelima sebesar Rp 1.490.018.400. Dari hasil perhitungan tersebut total
penerimaan dari penjualan jamur tiram putih segar pada skenario III sebesar Rp
6.481.580.040 dan total penerimaan dari keseluruhan hasil usaha jamur tiram
putih pada skenario III sebesar Rp 10.128.815.640.
6.2.2. Nilai Sisa
Nilai sisa adalah nilai barang atau peralatan yang tidak habis selama usaha
berjalan. Nilai sisa tersebut menjadi tambahan manfaat bagi usaha. Penelitian ini
digunakan tiga skenario, dimana skenario I (menjual log jamur tiram putih) dari
pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan memproduksi 52.000 log
per bulan, skenario II (membeli log jamur tiram putih) dari pelaku usaha jamur
tiram putih di Desa Tugu Selatan membeli 100.000 log per tiga bulan untuk
dibudidaya, dan skenario III (menjual log dan jamur tiram putih segar) dari pelaku
usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan memproduksi 85.280 log per bulan.
73
1. Nilai Sisa Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)
Total nilai sisa usaha jamur tiram putih pada skenario I yaitu sebesar Rp
618.346.666,67. Perhitungan nilai sisa dilakukan dengan cara harga beli barang
dibagi dengan umur ekonomis dimana pada akhir umur ekonomis diasumsikan
nilai barang telah habis. Contoh perhitungan dapat dijelaskan sebagai berikut, jika
harga beli ayakan Rp 100.000 dengan umur ekonomis dua tahun, maka nilai sisa
pada akhir umur usaha (tahun kelima) adalah Rp 50.000. Komponen yang masih
memiliki nilai sisa diantaranya lahan, bangunan pembuatan log, bangunan
pekerja, sekop, cangkul, ayakan, sekop kecil, sepatu boot, ember, instalasi air, dan
instalasi listrik. Nilai sisa lahan diasumsikan sama dengan nilai belinya sebesar Rp
600.000.000, sedangkan investasi yang lainnya didasarkan pada nilai beli
dikurangi dengan nilai penyusutan setiap tahunnya, yaitu bangunan pembuatan
log Rp 13.500.000, bangunan pekerja Rp 2.500.000, sekop Rp 108.333,33,
cangkul Rp 26.666,67, ayakan Rp 50.000, sekop kecil Rp 21.666,67, sepatu boot
Rp 110.000, ember Rp 30.000, instalasi air Rp 1.500.000, dan instalasi listrik Rp
500.000 (Tabel 17).
2. Nilai Sisa Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)
Total nilai sisa usaha jamur tiram putih pada skenario II yaitu sebesar Rp
604.950.000. Perhitungan nilai sisa dilakukan dengan cara harga beli barang
dibagi dengan umur ekonomis dimana pada akhir umur ekonomis diasumsikan
nilai barang telah habis. Contoh perhitungan dapat dijelaskan sebagai berikut, jika
harga beli keranjang Rp 7.000 dengan umur ekonomis dua tahun, maka nilai sisa
pada akhir umur usaha (tahun kelima) adalah Rp 3.500. Komponen yang masih
memiliki nilai sisa diantaranya lahan, bangunan pekerja, sepatu boot, kursi plastik,
keranjang, instalasi air, dan instalasi listrik. Nilai sisa lahan diasumsikan sama
dengan nilai belinya sebesar Rp 600.000.000, sedangkan investasi yang lainnya
didasarkan pada nilai beli dikurangi dengan nilai penyusutan setiap tahunnya,
yaitu bangunan pekerja Rp 2.500.000, sepatu boot Rp 165.000, kursi plastik Rp
75.000, keranjang Rp 210.000, instalasi air Rp 1.500.000, dan instalasi listrik Rp
500.000 (Tabel 18).
74
3. Nilai Sisa Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram Putih Segar)
Total nilai sisa usaha jamur tiram putih pada skenario III yaitu sebesar Rp
1.230.471.000. Perhitungan nilai sisa dilakukan dengan cara harga beli barang
dibagi dengan umur ekonomis dimana pada akhir umur ekonomis diasumsikan
nilai barang telah habis. Contoh perhitungan dapat dijelaskan sebagai berikut, jika
harga beli ayakan Rp 50.000 dengan umur ekonomis dua tahun, maka nilai sisa
pada akhir umur usaha (tahun kelima) adalah Rp 25.000. Komponen yang masih
memiliki nilai sisa diantaranya lahan, bangunan pembuatan log, bangunan
pekerja, sekop, cangkul, ayakan, sekop kecil, sepatu boot, ember, keranjang, kursi
plastik, instalasi air, dan instalasi listrik. Nilai sisa lahan diasumsikan sama
dengan nilai belinya sebesar Rp 1.200.000.000, sedangkan investasi yang lainnya
didasarkan pada nilai beli dikurangi dengan nilai penyusutan setiap tahunnya,
yaitu bangunan pembuatan log Rp 22.250.000, bangunan pekerja Rp 5.000.000,
sekop Rp 173.333,33, cangkul Rp 40.000, ayakan Rp 75.000, sekop kecil Rp
35.000, sepatu boot Rp 411.666,67, ember Rp 50.000, keranjang Rp 301.000,
kursi plastik Rp 135.000, instalasi air Rp 1.500.000, dan instalasi listrik Rp
500.000 (Tabel 19).
6.2.3. Pengeluaran Perusahaan (Outflow)
Arus biaya (outflow) adalah aliran kas yang dikeluarkan oleh usaha. Arus
biaya pada usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan terdiri dari biaya
investasi dan biaya operasional. Biaya-biaya yang dikeluarkan ini merupakan
biaya yang dikeluarkan usaha dalam mengembangkan usaha dan menjalankan
operasional usaha jamur tiram putih selama umur usaha.
6.2.3.1. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memulai suatu
usaha. Pada penelitian ini menggunakan tiga skenario yaitu skenario I (menjual
log jamur tiram putih), skenario II (membeli log jamur tiram putih), dan skenario
III (menjual log dan jamur tiram putih segar), sehingga biaya yang dikeluarkan
pelaku usaha disesuaikan dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan. Adapun
rincian biaya investasi terhadap ketiga skenario tersebut dapat dilihat dibawah ini.
75
1. Biaya Investasi Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)
Biaya investasi yang dilakukan untuk usaha penjualan log jamur tiram
putih terdiri dari lahan, bangunan pembuatan log, bangunan pekerja, kumbung,
oven, sekop, cangkul, selang air, ayakan, sekop kecil, sepatu boot, timbangan 10
kg, rolly, termometer, kipas angin, ember, instalasi air, dan instalasi listrik. Dana
investasi yang dikeluarkan untuk usaha ini mencapai Rp 700.590.000. Adapun
rincian penggunaan biaya investasi ini dapat diliihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario I)
No Uraian Umur
Ekonomis
(Tahun)
Harga Satuan
(Rp)
Nilai Investasi
(Rp)
Nilai Sisa
(Rp)
Penyusutan
(Rp)
1. Lahan 2000 m2 300.000 600.000.000 600.000.000 0
2. Bangunan
Produksi Log
10 27.000.000 27.000.000 13.500.000 2.700.000
3. Kumbung 5 52.000.000 52.000.000 0 10.400.000
4. Bangunan
Pekerja
10 5.000.000 5.000.000 2.500.000 500.000
5. Oven 5 8.340.000 8.340.000 0 1.668.000
6. Sekop 3 65.000 325.000 108.333,33 108.333,33
7. Cangkul 3 40.000 80.000 26.666,67 26.666,67
8. Selang air 5 240.000 240.000 0 48.000
9. Ayakan 2 50.000 100.000 50.000 50.000
10. Sekop kecil 3 5.000 65.000 21.666,67 21.666,67
11. Sepatu boot 3 55.000 330.000 110.000 110.000
12. Timbangan 10 kg 5 150.000 300.000 0 60.000
13. Rolly 5 450.000 2.250.000 0 450.000
14. Termometer 5 100.000 100.000 0 20.000
15. Kipas angin 5 200.000 400.000 0 80.000
16. Ember 2 20.000 60.000 30.000 30.000
17. Instalasi air 10 3.000.000 3.000.000 1.500.000 300.000
18. Instalasi listrik 10 1.000.000 1.000.000 500.000 100.000
Total 700.590.000 618.346.666,67 16.672.666,67
Berdasarkan Tabel 17, bagian terbesar investasi dialokasikan untuk
pembelian lahan, yaitu sebesar Rp 600.000.000, pembuatan fasilitas kegiatan
usaha berupa kumbung sebesar Rp 52.000.000, dan bangunan produksi log Rp
27.000.000. Barang investasi ini mengalami penyusutan setiap tahunnya. Nilai
penyusutan ini dipengaruhi oleh umur ekonomis dari masing-masing barang
investasi. Umur ekonomis suatu barang merupakan tingkat kemampuan suatu
barang untuk dapat digunakan secara layak dan masih memiliki fungsi yang baik
untuk mendukung jalannya suatu usaha. Umur ekonomis dari setiap barang
investasi berbeda-beda. Umur ekonomis ayakan dan ember selama dua tahun,
sedangkan sekop, cangkul, sekop kecil, dan sepatu boot memiliki umur ekonomis
selama tiga tahun. Hal tersebut dikarenakan barang-barang investasi tersebut
76
setelah dua atau tiga tahun harus digantikan karena sudah tidak berfungsi optimal.
Bangunan pembuatan log, bangunan pekerja, instalasi air, dan instalasi listrik
memiliki umur ekonomis 10 tahun. Kumbung, oven, selang air, timbangan, rolly,
termometer, dan kipas angin memiliki umur ekonomis lima tahun.
Barang-barang investasi dengan umur ekonomis yang berbeda tersebut
memiliki penyusutan yang besarnya tergantung pada nilai beli, umur ekonomis,
dan nilai sisa. Lahan tidak memiliki nilai penyusutan karena penggunaan lahan
tidak memiliki batas umur ekonomis tertentu, sedangkan peralatan investasi lain
memiliki nilai penyusutan. Investasi usaha seperti bangunan pembuatan log,
kumbung, oven, dan barang investasi lainnya memiliki nilai penyusutan yang
berbeda (Tabel 17).
Reinvestasi atau pergantian barang-barang investasi merupakan biaya yang
dikeluarkan usaha setelah barang-barang investasi usaha telah habis umur
ekonomisnya. Biaya reinvestasi tepat dikeluarkan setelah secara umur ekonomis
barang investasi sudah tidak dapat digunakan secara optimal. Biaya reinvestasi ini
dikeluarkan pada tahun yang berbeda-beda. Pada tahun kedua tidak ada biaya
reinvestasi. Pada tahun ketiga dan kelima ada biaya reinvestasi sebesar Rp
160.000 untuk keperluan ember dan ayakan. Pada tahun keempat biaya reinvestasi
yang dikeluarkan sebesar Rp 800.000 untuk keperluan sekop, sekop kecil,
cangkul, dan sepatu boot.
2. Biaya Investasi Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)
Biaya investasi yang dilakukan untuk usaha budidaya jamur tiram putih
terdiri dari lahan, kumbung, bangunan pekerja, stimer, rolly, selang air, timbangan
10 kg, gentong, termometer, sepatu boot, kursi plastik, keranjang, instalasi air, dan
instalasi listrik. Dana investasi yang dikeluarkan untuk usaha ini mencapai Rp
714.955.000. Adapun rincian penggunaan biaya investasi ini dapat diliihat pada
Tabel 18.
77
Tabel 18. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario II)
No Uraian Umur Teknis
(Tahun)
Harga Satuan
(Rp)
Nilai Investasi
(Rp)
Nilai Sisa
(Rp)
Penyusutan
(Rp)
1. Lahan 2000 m2 300.000 600.000.000 600.000.000 0
2. Kumbung 5 50.000.000 100.000.000 0 20.000.000
3. Bangunan
Pekerja
10 5.000.000 5.000.000 2.500.000 500.000
4. Stimer 5 2.200.000 2.200.000 0 440.000
5. Rolly 5 450.000 1.800.000 0 360.000
6. Selang air 5 240.000 240.000 0 48.000
7. Timbangan 10 kg 5 150.000 300.000 0 60.000
8. Gentong 5 150.000 150.000 0 30.000
9. Termometer 5 100.000 200.000 0 40.000
10. Sepatu boot 3 55.000 495.000 165.000 165.000
11. Kursi plastik 2 30.000 150.000 75.000 75.000
12. Keranjang 2 7.000 420.000 210.000 210.000
13. Instalasi air 10 3.000.000 3.000.000 1.500.000 300.000
14. Instalasi listrik 10 1.000.000 1.000.000 500.000 100.000
Total 714.955.000 604.950.000 22.328.000
Berdasarkan Tabel 18, bagian terbesar investasi dialokasikan untuk
pembelian lahan, yaitu sebesar Rp 600.000.000 dan pembuatan fasilitas kegiatan
usaha berupa kumbung sebesar Rp 100.000.000. Barang investasi ini juga
mengalami penyusutan setiap tahunnya. Umur ekonomis kursi plastik dan
keranjang selama dua tahun, sedangkan sepatu boot memiliki umur ekonomis
selama tiga tahun. Bangunan pekerja, instalasi air, dan instalasi listrik memiliki
umur ekonomis 10 tahun. Kumbung, stimer, rolly, selang air, timbangan, gentong,
dan termometer memiliki umur ekonomis lima tahun.
Barang-barang investasi tersebut memiliki penyusutan yang besarnya
berbeda. Lahan tidak memiliki nilai penyusutan karena penggunaan lahan tidak
memiliki batas umur ekonomis tertentu, sedangkan peralatan investasi lain
memiliki nilai penyusutan. Investasi usaha seperti bangunan pekerja, kumbung,
stimer, dan barang investasi lainnya memiliki nilai penyusutan yang berbeda
(Tabel 18).
Biaya reinvestasi pada skenario ini juga dikeluarkan pada tahun yang
berbeda-beda. Pada tahun kedua tidak ada biaya reinvestasi. Pada tahun ketiga dan
kelima ada biaya reinvestasi sebesar Rp 570.000 untuk keperluan kursi plastik dan
keranjang. Pada tahun keempat biaya reinvestasi yang dikeluarkan sebesar Rp
495.000 untuk keperluan sepatu boot.
78
3. Biaya Investasi Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram Putih Segar)
Biaya investasi yang dilakukan untuk usaha penjualan log dan budidaya
jamur tiram putih terdiri dari lahan, bangunan pembuatan log, kumbung,
bangunan pekerja, oven, sekop, cangkul, selang air, stimer, gentong, ayakan,
sekop kecil, sepatu boot, timbangan 10 kg, rolly, termometer, kipas angin, ember,
kursi plastik, keranjang, instalasi air, dan instalasi listrik. Dana investasi yang
dikeluarkan untuk usaha ini mencapai Rp 1.475.472.000. Adapun rincian
penggunaan biaya investasi ini dapat diliihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario III)
No Uraian Umur Teknis
(Tahun)
Harga Satuan
(Rp)
Nilai Investasi
(Rp)
Nilai Sisa
(Rp)
Penyusutan
(Rp)
1. Lahan 4000 m2 300.000 1.200.000.000 1.200.000.000 0
2. Bangunan
Produksi Log
10 44.500.000 44.500.000 22.250.000 4.450.000
3. Kumbung
budidaya
5 50.000.000 150.000.000 0 30.000.000
4. Kumbung
inkubasi
5 38.000.000 38.000.000 0 7.600.000
5. Bangunan
Pekerja
10 10.000.000 10.000.000 5.000.000 1.000.000
6. Oven 5 8.340.000 16.680.000 0 3.336.000
7. Sekop 3 65.000 520.000 173.333,33 173.333,33
8. Cangkul 3 40.000 120.000 40.000 40.000
9. Selang air 5 240.000 240.000 0 48.000
10. Stimer 5 2.200.000 2.200.000 0 440.000
11. Gentong 5 150.000 150.000 0 30.000
12. Ayakan 2 50.000 150.000 75.000 75.000
13. Sekop kecil 3 5.000 105.000 35.000 35.000
14. Sepatu boot 3 55.000 1.235.000 411.666,67 411.666,67
15. Timbangan 10 kg 5 150.000 900.000 0 180.000
16. Rolly 5 450.000 4.500.000 0 900.000
17. Termometer 5 100.000 600.000 0 120.000
18. Kipas angin 5 200.000 600.000 0 120.000
19. Ember 2 20.000 100.000 50.000 50.000
20. Keranjang 2 7.000 602.000 301.000 301.000
21. Kursi plastik 2 30.000 270.000 135.000 135.000
22. Instalasi air 10 3.000.000 3.000.000 1.500.000 300.000
23. Instalasi listrik 10 1.000.000 1.000.000 500.000 100.000
Total 1.475.472.000 1.230.471.000 49.845.000
Berdasarkan Tabel 19, bagian terbesar investasi dialokasikan untuk
pembelian lahan yaitu sebesar Rp 1.200.000.000, pembuatan fasilitas kegiatan
usaha berupa kumbung budidaya sebesar Rp 150.000.000, kumbung inkubasi Rp
38.000.000, dan bangunan produksi log sebesar Rp 44.500.000. Barang investasi
ini juga mengalami penyusutan setiap tahunnya. Umur ekonomis ember, ayakan,
kursi plastik, dan keranjang selama dua tahun, sedangkan sekop, sekop kecil,
cangkul, dan sepatu boot memiliki umur ekonomis selama tiga tahun. Bangunan
79
pembuatan log, bangunan pekerja, instalasi air, dan instalasi listrik memiliki umur
ekonomis 10 tahun. Kumbung, oven, stimer, gentong, rolly, selang air, timbangan,
kipas angin, dan termometer memiliki umur ekonomis lima tahun.
Barang-barang investasi tersebut memiliki penyusutan yang besarnya
berbeda. Lahan tidak memiliki nilai penyusutan karena penggunaan lahan tidak
memiliki batas umur ekonomis tertentu, sedangkan peralatan investasi lain
memiliki nilai penyusutan. Investasi usaha seperti bangunan pembuatan log,
kumbung, stimer, oven, dan barang investasi lainnya memiliki nilai penyusutan
yang berbeda (Tabel 19).
Biaya reinvestasi pada skenario ini juga dikeluarkan pada tahun yang
berbeda-beda. Pada tahun kedua tidak ada biaya reinvestasi. Pada tahun ketiga dan
kelima ada biaya reinvestasi sebesar Rp 1.122.000 untuk keperluan ayakan,
ember, kursi plastik, dan keranjang. Pada tahun keempat biaya reinvestasi yang
dikeluarkan sebesar Rp 1.980.000 untuk keperluan sekop, sekop kecil, cangkul,
dan sepatu boot.
6.2.3.2. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan keseluruhan biaya yang berkaitan dengan
kegiatan operasional usaha. Biaya operasional ini dikeluarkan secara berkala
selama usaha tersebut berjalan, Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan
biaya variabel.
1. Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan tanpa mempengaruhi
jumlah produksi perusahaan. Biaya tetap tidak berubah walaupun volume
produksi bertambah atau berkurang. Biaya tetap yang dikeluarkan pelaku usaha
jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan pada ketiga skenario meliputi biaya
pembelian cutter, sarung tangan, masker, sapu lidi, sapu ijuk, pengki, gaji
karyawan, gaji supervisor, listrik, komunikasi, pemeliharaan oven, dan biaya tak
terduga.
a. Biaya Tetap Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)
Biaya tetap yang dikeluarkan pada skenario I sebesar Rp 33.296.000 pada
tahun pertama dan bertambah menjadi Rp 65.846.000 pada tahun kedua sampai
kelima. Kenaikkan tersebut disebabkan oleh siklus penjualan log jamur tiram
80
putih pada tahun pertama hanya enam bulan, sedangkan pada tahun kedua sampai
kelima dua belas bulan. Adapun rincian biaya tetap yang dikeluarkan oleh pelaku
usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan pada skenario I dapat dilihat pada
Tabel 20.
Tabel 20. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario I)
No. Uraian Tahun ke-
1 2 3 4 5
1 Cutter 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000
2 Sarung tangan 76.000 76.000 76.000 76.000 76.000
3 Masker 95.000 95.000 95.000 95.000 95.000
4 Sapu lidi 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
5 Sapu ijuk 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
6 Pengki 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
7 Gaji karyawan 22.500.000 45.000.000 45.000.000 45.000.000 45.000.000
8 Gaji supervisor 7.200.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
9 Listrik 450.000 900.000 900.000 900.000 900.000
10 Komunikasi 600.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000
11 Pemeliharaan
oven
500.000 500.000 500.000 500.000 500.000
12 Biaya tak
terduga
1.800.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000
Total 33.296.000 65.846.000 65.846.000 65.846.000 65.846.000
Berdasarkan pada Tabel 20, dapat dilihat bahwa biaya tetap yang
dikeluarkan pelaku usaha setiap tahunnya berupa pembelian lima unit cutter
sebesar Rp 25.000, 19 pasang sarung tangan sebesar Rp 76.000, 19 unit masker
sebesar Rp 95.000, dua unit sapu lidi sebesar Rp 10.000, dua unit sapu ijuk
sebesar Rp 30.000, satu unit pengki sebesar Rp 10.000, gaji lima karyawan
sebesar Rp 22.500.000 pada tahun pertama dan Rp 45.000.000 pada tahun kedua
sampai kelima, gaji supervisor Rp 7.200.000 pada tahun pertama dan Rp
14.400.000 pada tahun kedua sampai kelima, listrik sebesar Rp 450.000 pada
tahun pertama dan Rp 900.000 pada tahun kedua sampai kelima, komunikasi
sebesar Rp 600.000 pada tahun pertama dan Rp 1.200.000 pada tahun kedua
sampai kelima, pemeliharaan satu unit oven sebesar Rp 500.000 serta biaya tak
terduga sebesar Rp 1.800.000 pada tahun pertama dan Rp 3.600.000 pada tahun
kedua sampai kelima.
b. Biaya Tetap Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)
Biaya tetap yang dikeluarkan pada skenario II sebesar Rp 46.221.000 pada
tahun pertama dan bertambah menjadi Rp 92.271.000 pada tahun kedua sampai
81
kelima. Kenaikkan tersebut disebabkan oleh bulan produksi pada tahun pertama
hanya enam bulan, sedangkan pada tahun kedua sampai kelima dua belas bulan.
Adapun rincian biaya tetap yang dikeluarkan oleh pelaku usaha jamur tiram putih
di Desa Tugu Selatan pada skenario II dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario II)
No. Uraian Tahun ke-
1 2 3 4 5
1 Cutter 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000
2 Sarung tangan 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000
3 Masker 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000
4 Sapu lidi 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
5 Sapu ijuk 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
6 Pengki 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
7 Gaji karyawan 36.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000
8 Gaji supervisor 7.200.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
9 Listrik 450.000 900.000 900.000 900.000 900.000
10 Komunikasi 600.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000
11 Biaya tak
terduga
1.800.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000
Total 46.221.000 92.271.000 92.271.000 92.271.000 92.271.000
Berdasarkan pada Tabel 21, dapat dilihat bahwa biaya tetap yang
dikeluarkan pelaku usaha setiap tahunnya berupa pembelian delapan unit cutter
sebesar Rp 40.000, sembilan pasang sarung tangan sebesar Rp 36.000, sembilan
unit masker sebesar Rp 45.000, dua unit sapu lidi sebesar Rp 10.000, dua unit
sapu ijuk sebesar Rp 30.000, satu unit pengki sebesar Rp 10.000, gaji delapan
karyawan sebesar Rp 36.000.000 pada tahun pertama dan Rp 72.000.000 pada
tahun kedua sampai kelima, gaji supervisor Rp 7.200.000 pada tahun pertama dan
Rp 14.400.000 pada tahun kedua sampai kelima, listrik sebesar Rp 450.000 pada
tahun pertama dan Rp 900.000 pada tahun kedua sampai kelima, komunikasi
sebesar Rp 600.000 pada tahun pertama dan Rp 1.200.000 pada tahun kedua
sampai kelima serta biaya tak terduga sebesar Rp 1.800.000 pada tahun pertama
dan Rp 3.600.000 pada tahun kedua sampai kelima.
c. Biaya Tetap Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram Putih Segar)
Biaya tetap yang dikeluarkan pada skenario III sebesar Rp 99.195.000
pada tahun pertama dan bertambah menjadi Rp 196.845.000 pada tahun kedua
sampai kelima. Kenaikkan tersebut disebabkan oleh bulan produksi pada tahun
pertama hanya enam bulan, sedangkan pada tahun kedua sampai kelima dua belas
82
bulan. Adapun rincian biaya tetap yang dikeluarkan oleh pelaku usaha jamur tiram
putih di Desa Tugu Selatan pada skenario III dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario III)
No. Uraian Tahun ke-
1 2 3 4 5
1 Cutter 85.000 85.000 85.000 85.000 85.000
2 Sarung tangan 160.000 160.000 160.000 160.000 160.000
3 Masker 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000
4 Sapu lidi 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000
5 Sapu ijuk 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000
6 Pengki 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000
7 Gaji
karyawan
76.500.000 153.000.000 153.000.000 153.000.000 153.000.000
8 Gaji
supervisor
14.400.000 28.800.000 28.800.000 28.800.000 28.800.000
9 Listrik 750.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
10 Komunikasi 1.200.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000
11 Pemeliharaan
oven
1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
12 Biaya tak
terduga
4.800.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000
Total 99.195.000 196.845.000 196.845.000 196.845.000 196.845.000
Berdasarkan pada Tabel 22, dapat dilihat bahwa biaya tetap yang
dikeluarkan pelaku usaha setiap tahunnya berupa pembelian tujuh belas unit cutter
sebesar Rp 85.000, 40 pasang sarung tangan sebesar Rp 160.000, 40 unit masker
sebesar Rp 200.000, empat unit sapu lidi sebesar Rp 20.000, empat unit sapu ijuk
sebesar Rp 60.000, dua unit pengki sebesar Rp 20.000, gaji tujuh belas karyawan
sebesar Rp 76.500.000 pada tahun pertama dan Rp 153.000.000 pada tahun kedua
sampai kelima, gaji dua orang supervisor Rp 14.400.000 pada tahun pertama dan
Rp 28.800.000 pada tahun kedua sampai kelima, listrik sebesar Rp 750.000 pada
tahun pertama dan Rp 1.500.000 pada tahun kedua sampai kelima, komunikasi
sebesar Rp 1.200.000 pada tahun pertama dan Rp 2.400.000 pada tahun kedua
sampai kelima, pemeliharaan oven dua unit sebesar Rp 1.000.000 serta biaya tak
terduga sebesar Rp 4.800.000 pada tahun pertama dan Rp 9.600.000 pada tahun
kedua sampai kelima.
2. Biaya Variabel
Biaya variabel merupakan biaya yang harus dikeluarkan suatu usaha
dimana biaya ini tergantung besar kecilnya volume produksi. Total biaya variabel
yang digunakan pada ketiga skenario berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan
83
tujuan dari usaha yang akan dijalankan. Adapun rincian biaya variabel yang
dikeluarkan pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan pada ketiga
skenario dapat dilihat di bawah ini.
a. Biaya Variabel Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)
Unsur-unsur yang termasuk ke dalam komponen biaya variabel pada
skenario I meliputi serbuk kayu, dedak, kapur, jagung, gips, koran, ring bambu,
kayu bakar, bibit, karet, plastik, transportasi penjualan log, dan tenaga kerja
borongan. Adapun rincian biaya variabel yang dikeluarkan oleh pelaku usaha
jamur tiram putih Desa Tugu Selatan pada skenario I dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario I)
No. Uraian Satuan Jumlah Harga Satuan
(Rp)
Harga Total
(Rp/Tahun)
1 Serbuk kayu Karung/bulan 1.300 5.000 78.000.000
2 Dedak Kg/bulan 3.900 1.800 84.240.000
3 Kapur Kg/bulan 780 300 2.808.000
4 Jagung Kg/bulan 1.560 6.000 112.320.000
5 Gips Kg/bulan 390 2.500 11.700.000
6 Koran Kg/bulan 27,5 4.000 1.320.000
7 Ring bambu Ring/bulan 55.000 50 33.000.000
8 Kayu bakar Bak/bulan 26 150.000 46.800.000
9 Bibit Log/bulan 1.300 8.000 124.800.000
10 Karet Kg/bulan 18,34 26.500 5.832.120
11 Plastik Kg/bulan 297,3 25.000 89.190.000
12 Transportasi Log/bulan 55.000 100 66.000.000
13 Tenaga kerja borongan Orang/bulan 13 465.384,6154 72.600.000
Total 728.610.120
Berdasarkan Tabel 23, diketahui bahwa biaya variabel yang dikeluarkan
untuk usaha penjualan log jamur tiram putih sebesar Rp 728.610.120 dalam satu
tahun, sehingga biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan sebesar Rp 60.717.510.
Pada tahun pertama usaha, biaya variabel yang dikeluarkan dalam satu tahun
sebesar Rp 364.305.060 dikarenakan enam bulan awal pada tahun pertama
digunakan untuk kegiatan investasi. Biaya variabel yang dikeluarkan pelaku usaha
sebagian besar digunakan untuk membeli jagung, bibit, serbuk kayu, dedak, dan
plastik dengan biaya total per tahun masing-masing Rp 112.320.000, Rp
124.800.000, Rp 78.000.000, Rp 84.240.000, dan Rp 89.190.000.
84
b. Biaya Variabel Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)
Unsur-unsur yang termasuk ke dalam komponen biaya variabel pada
skenario II meliputi bensin stimer penyiraman dan pembelian log jamur tiram
putih. Adapun rincian biaya variabel yang dikeluarkan oleh pelaku usaha jamur
tiram putih Desa Tugu Selatan pada skenario II dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario II)
No. Uraian Satuan Jumlah Harga Satuan
(Rp)
Harga Total
(Rp/Tahun)
1 Bensin Liter/bulan 66,67 4.500 3.600.000
2 Log jamur tiram putih Log/bulan 33.333,33 1.800 720.000000
Total 723.600.000
Berdasarkan Tabel 24, diketahui bahwa biaya variabel yang dikeluarkan
untuk usaha budidaya jamur tiram putih dengan cara membeli baglog sebesar Rp
723.600.000 dalam satu tahun, sehingga biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan
sebesar Rp 60.300.000. Pada tahun pertama usaha, biaya variabel yang
dikeluarkan dalam satu tahun sebesar Rp 361.800.000 dikarenakan enam bulan
awal pada tahun pertama digunakan untuk kegiatan investasi. Biaya variabel yang
dikeluarkan pelaku usaha hanya digunakan untuk membeli bensin stimer
penyiraman dan log jamur tiram putih dengan biaya total per tahun masing-
masing Rp 3.600.000 dan Rp 720.000.000.
c. Biaya Variabel Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram Putih Segar)
Unsur-unsur yang termasuk ke dalam komponen biaya variabel pada
skenario III sama dengan skenario I meliputi serbuk kayu, dedak, kapur, jagung,
gips, koran, ring bambu, kayu bakar, bibit, karet, plastik, transportasi penjualan
log, serta tenaga kerja borongan dan hanya ditambah dengan biaya bensin stimer
penyiraman. Hal tersebut dikarenakan pada skenario III selain pelaku usaha
membuat log jamur tiram sendiri untuk dijual juga untuk dibudidaya. Adapun
rincian biaya variabel yang dikeluarkan oleh pelaku usaha jamur tiram putih Desa
Tugu Selatan pada skenario III dapat dilihat pada Tabel 25.
85
Tabel 25. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario III)
No. Uraian Satuan Jumlah Harga Satuan
(Rp)
Harga Total
(Rp/Tahun)
1 Serbuk kayu Karung/bulan 2.132 5.000 127.920.000
2 Dedak Kg/bulan 6.396 1.800 138.153.600
3 Kapur Kg/bulan 1.279,2 300 4.605.120
4 Jagung Kg/bulan 2.558,4 6.000 184.204.800
5 Gips Kg/bulan 639,6 2.500 19.188.000
6 Koran Kg/bulan 44,14 4.000 2.046.720
7 Ring bambu Ring/bulan 85.280 50 51.168.000
8 Kayu bakar Bak/bulan 42,64 150.000 78.000.000
9 Bibit Log/bulan 2.132 8.000 204.672.000
10 Karet Kg/bulan 29,433 26.500 9.039.786
11 Plastik Kg/bulan 479,2 25.000 138.291.900
12 Transportasi Log/bulan 37.523 100 45.027.600
13 Tenaga kerja borongan Orang/bulan 21 446.704,7619 112.569.600
14 Bensin Liter/bulan 100 4.500 5.400.000
Total 1.120.287.126
Berdasarkan Tabel 25, diketahui bahwa biaya variabel yang dikeluarkan
untuk usaha penjualan log dan budidaya jamur tiram putih sebesar Rp
1.120.287.126 dalam satu tahun, sehingga biaya yang dikeluarkan dalam satu
bulan sebesar Rp 93.357.260,5. Pada tahun pertama usaha, biaya variabel yang
dikeluarkan dalam satu tahun sebesar Rp 560.143.563 dikarenakan enam bulan
awal pada tahun pertama digunakan untuk kegiatan investasi. Biaya variabel yang
dikeluarkan pelaku usaha sebagian besar digunakan untuk membeli jagung, bibit,
serbuk kayu, dedak, dan plastik dengan biaya total per tahun masing-masing Rp
184.204.800, Rp 204.672.000, Rp 127.920.000, Rp 138.153.600, dan Rp
138.291.900.
6.2.4. Analisis Rugi Laba
Analisis rugi laba digunakan untuk mengetahui perkembangan usaha
dalam kurun waktu tertentu. Komponen rugi laba terdiri dari penerimaan, biaya
operasional, biaya penyusutan, dan biaya lain diluar usaha serta pajak penghasilan
usaha. Rincian perhitungan rugi laba, dimana perhitungan rugi laba akan
berpengaruh terhadap pajak penghasilan usaha yang secara otomatis akan
mempengaruhi hasil perhitungan cashflow.
Pada penelitian ini digunakan tiga skenario skala usaha jamur tiram putih,
sehingga dalam laporan rugi laba akan diketahui keuntungan maksimum dari
86
ketiga skenario usaha yang akan dikembangkan. Hasil rugi laba dari tiga skenario
tersebut dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Hasil Analisis Laporan Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih
Tahun
Nilai
Skenario I
(Rp)
Skenario II
(Rp)
Skenario III
(Rp)
1 110.494.705,00 67.238.250,00 163.178.457,75
2 234.053.410,00 151.350.750,00 700.153.555,50
3 234.053.410,00 151.350.750,00 700.153.555,50
4 234.053.410,00 151.350.750,00 700.153.555,50
5 234.053.410,00 151.350.750,00 700.153.555,50
Rata-Rata per Tahun 209.341.669,00 134.528.250,00 592.758.536,00
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 26, dapat dilihat bahwa pada
skenario I merupakan hasil analisis laba rugi dari satu output produksi yaitu log
jamur tiram putih, pada skenario II juga merupakan hasil analisis laba rugi dari
satu output produksi yaitu jamur tiram putih segar, dan skenario III merupakan
hasil analisis laba rugi dari dua output produksi yaitu log jamur tiram putih dan
jamur tiram putih segar.
Pada skenario I diperoleh rata-rata penerimaan selama lima tahun yaitu
sebesar Rp 209.341.669,00, skenario II diperoleh rata-rata penerimaan selama
lima tahun sebesar Rp 134.528.250,00, dan skenario III diperoleh rata-rata
penerimaan selama lima tahun sebesar Rp 592.758.536,00. Berdasarkan hasil
tersebut terlihat bahwa dengan analisis rugi laba pada skenario III mendapatkan
laba yang lebih besar dibandingkan dengan laba yang diperoleh pada skenario I
maupun skenario II. Hal ini diduga disebabkan pada jumlah produksi log jamur
tiram putih yang besar pada skenario III dibandingkan skenario I dan skenario II,
sehingga menghasilkan penjualan jamur tiram putih segar yang lebih banyak
dimana penjualan jamur tiram putih segar memiliki harga jual yang tinggi yaitu
sebesar Rp 6.500 per kilogram. Selain itu, perbedaan rata-rata laba yang cukup
tinggi antara skenario III dengan skenario I dan skenario II diduga dikarenakan
pada skenario III pelaku usaha memproduksi baglog sendiri untuk kegiatan
budidaya, sehingga biaya produksi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan
dengan membeli seperti pada skenario II.
87
6.2.5. Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial yang diukur pada penelitan ini berdasarkan
dari pendekatan empat kriteria, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Hasil
perhitungan kriteria investasi ini diperoleh dari hasil pengurangan komponen
outflow dengan inflow.
1. Analisis Kelayakan Finansial Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)
Analisis kelayakan finansial pada skenario I, yaitu menjual log jamur tiram
putih menggunakan tingkat discount rate 6,75% yang ditentukan berdasarkan
rata-rata tingkat BI rate bulan Februari sampai Mei 2011. Pada skenario I,
perhitungan kelayakan menggunakan manfaat bersih (net benefit) yang diperoleh
dari selisih antara biaya dan manfaat setiap tahunnya serta dikurangi pajak
penghasilan usaha. Berdasarkan ketentuan pajak nomor 36 tahun 2009, pasal 17
ayat 2a, tarif pajak pendapatan usaha sebesar 25 persen dari penghasilan usaha,
sehingga diperoleh pajak penghasilan usaha pada tahun pertama sebesar Rp
36.831.568,33 dan pada tahun kedua hingga tahun kelima sebesar Rp
78.017.803,33.
Tabel 27. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario I
No Kriteria Investasi Nilai
1 NPV 708.104.697,01
2 Net B/C 2,32
3 IRR 45%
4 Payback Period 3,58
Berdasarkan perhitungan kriteria investasi yang telah dilakukan dengan
umur usaha selama lima tahun, nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp
708.104.697,01 yang menunjukkan bahwa manfaat bersih atau keuntungan yang
diperoleh pelaku usaha selama lima tahun dengan tingkat diskonto 6,75 persen
sebesar Rp 708.104.697,01. Nilai tersebut lebih besar dari nol, sehingga
berdasarkan kriteria NPV, usaha jamur tiram putih dengan skenario I layak untuk
dijalankan.
Perhitungan Net B/C menghasilkan nilai sebesar 2,32 yang menunjukkan
bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan untuk usaha penjualan log jamur
tiram putih ini akan memberikan keuntungan yang nilainya sebesar 2,32 satuan.
88
Nilai Net B/C ini lebih besar dari satu maka pada kriteria ini, untuk usaha jamur
tiram putih dengan skenario I layak untuk dijalankan.
Sementara itu, nilai IRR dari usaha jamur tiram putih dengan skenario I
sebesar 45 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi
yang ditanamkan pada usaha jamur tiram putih dengan skenario I sebesar 45
persen. Nilai ini lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan, yaitu 6,75
persen. Maka, dapat dikatakan bahwa usaha jamur tiram putih dengan skenario I
berdasarkan kriteria IRR layak untuk dijalankan.
Nilai Payback Period (PP) dari usaha ini adalah selama 3 tahun, 6 bulan,
29 hari. Nilai ini menunjukkan bahwa seluruh biaya investasi yang ditanamkan
dalam usaha jamur tiram putih dengan skenario I akan dapat dikembalikan pada
tahun ketiga, bulan ketujuh, hari kedua puluh sembilan. Payback period memiliki
periode yang lebih kecil dibandingkan dari umur usaha jamur tiram putih yang
berlangsung selama lima tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha jamur
tiram putih dengan skenario I layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria
pengembalian investasinya. Dilihat dari beberapa kriteria investasi yaitu NPV,
Net B/C, IRR, dan PP usaha jamur tiram putih dengan skenario I ini layak secara
finansial.
2. Analisis Kelayakan Finansial Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)
Analisis kelayakan finansial pada skenario II, yaitu budidaya jamur tiram
putih dengan cara membeli log jamur tiram putih menggunakan tingkat discount
rate 6,75% yang ditentukan berdasarkan rata-rata tingkat BI rate bulan Februari
sampai Mei 2011. Pada skenario II, perhitungan kelayakan menggunakan manfaat
bersih (net benefit) yang diperoleh dari selisih antara biaya dan manfaat setiap
tahunnya serta dikurangi pajak penghasilan usaha. Berdasarkan ketentuan pajak
nomor 36 tahun 2009, pasal 17 ayat 2a, tarif pajak pendapatan usaha sebesar 25
persen dari penghasilan usaha, sehingga diperoleh pajak penghasilan usaha pada
tahun pertama sebesar Rp 22.412.750 dan pada tahun kedua hingga tahun kelima
sebesar Rp 50.450.250.
89
Tabel 28. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario II
No Kriteria Investasi Nilai
1 NPV 403.502.827,98
2 Net B/C 1,69
3 IRR 27%
4 Payback Period 4,28
Berdasarkan perhitungan kriteria investasi yang telah dilakukan dengan
umur usaha selama lima tahun, nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp
403.502.827,98 yang menunjukkan bahwa manfaat bersih atau keuntungan yang
diperoleh pelaku usaha selama lima tahun dengan tingkat diskonto 6,75 persen
sebesar Rp 403.502.827,98. Nilai tersebut lebih besar dari nol, sehingga
berdasarkan kriteria NPV, usaha jamur tiram putih dengan skenario II layak untuk
dijalankan.
Perhitungan Net B/C menghasilkan nilai sebesar 1,69 yang menunjukkan
bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya jamur
tiram putih dengan membeli log ini akan memberikan keuntungan yang nilainya
sebesar 1,69 satuan. Nilai Net B/C ini lebih besar dari satu maka pada kriteria ini,
untuk usaha jamur tiram putih dengan skenario II layak untuk dijalankan.
Sementara itu, nilai IRR dari usaha jamur tiram putih dengan skenario II
sebesar 27 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi
yang ditanamkan pada usaha jamur tiram putih dengan skenario II sebesar 27
persen. Nilai ini lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yaitu 6,75
persen. Maka, dapat dikatakan bahwa usaha jamur tiram putih dengan skenario II
berdasarkan kriteria IRR layak untuk dijalankan.
Nilai Payback Period (PP) dari usaha ini adalah selama 4 tahun, 3 bulan,
11 hari. Nilai ini menunjukkan bahwa seluruh biaya investasi yang ditanamkan
dalam usaha jamur tiram putih dengan skenario II akan dapat dikembalikan pada
tahun keempat, bulan keempat, hari kesebelas. Payback period memiliki periode
yang lebih kecil dibandingkan dari umur usaha jamur tiram putih yang
berlangsung selama lima tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha jamur
tiram putih dengan skenario II layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria
pengembalian investasinya. Dilihat dari beberapa kriteria investasi yaitu NPV,
90
Net B/C, IRR, dan PP usaha jamur tiram putih dengan skenario II ini layak secara
finansial.
3. Analisis Kelayakan Finansial Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram
Putih Segar)
Analisis kelayakan finansial dengan skenario III yaitu menjual log dan
jamur tiram putih segar menggunakan tingkat discount rate 6,75% yang
ditentukan berdasarkan tingkat rata-rata BI rate bulan Februari sampai Mei 2011.
Pada skenario III, perhitungan kelayakan menggunakan manfaat bersih (net
benefit) yang diperoleh dari selisih antara biaya dan manfaat setiap tahunnya dan
dikurangi pajak penghasilan usaha. Berdasarkan ketentuan pajak nomor 36 tahun
2009, pasal 17 ayat 2a, tarif pajak pendapatan usaha sebesar 25 persen dari
penghasilan usaha, sehingga diperoleh pajak penghasilan usaha pada tahun
pertama sebesar Rp 54.392.819,25 dan pada tahun kedua hingga tahun kelima
sebesar Rp 233.384.518,50.
Tabel 29. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario III
No Kriteria Investasi Nilai
1 NPV 2.095.013.894,70
2 Net B/C 2,77
3 IRR 59%
4 Payback Period 2,85
Berdasarkan perhitungan kriteria investasi yang telah dilakukan dengan
umur usaha selama lima tahun, nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp
2.095.013.894,70 yang menunjukkan bahwa manfaat bersih atau keuntungan yang
diperoleh pelaku usaha selama lima tahun dengan tingkat diskonto 6,75 persen
sebesar Rp 2.095.013.894,70. Nilai tersebut lebih besar dari nol, sehingga
berdasarkan kriteria NPV, usaha jamur tiram putih dengan skenario III layak
untuk dijalankan.
Perhitungan Net B/C menghasilkan nilai sebesar 2,77 yang menunjukkan
bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan untuk usaha penjualan log dan
jamur tiram putih segar ini akan memberikan keuntungan yang nilainya sebesar
2,77 satuan. Nilai Net B/C ini lebih besar dari satu maka pada kriteria ini, untuk
usaha jamur tiram putih dengan skenario III layak untuk dijalankan.
91
Sementara itu, nilai IRR dari usaha jamur tiram putih dengan skenario III
sebesar 59 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi
yang ditanamkan pada usaha jamur tiram putih dengan skenario III sebesar 59
persen. Nilai ini lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yaitu 6,75
persen. Maka, dapat dikatakan bahwa usaha jamur tiram putih dengan skenario III
berdasarkan kriteria IRR layak untuk dijalankan.
Nilai Payback Period (PP) dari usaha ini adalah selama 2 tahun, 10 bulan,
6 hari. Nilai ini menunjukkan bahwa seluruh biaya investasi yang ditanamkan
dalam usaha jamur tiram putih dengan skenario III akan dapat dikembalikan pada
tahun kedua, bulan kesebelas, hari keenam. Payback period memiliki periode
yang lebih kecil dibandingkan dari umur usaha jamur tiram putih yang
berlangsung selama lima tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha jamur
tiram putih dengan skenario III layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria
pengembalian investasinya. Dilihat dari beberapa kriteria investasi yaitu NPV,
Net B/C, IRR, dan PP usaha jamur tiram putih dengan skenario III ini layak secara
finansial.
6.2.6. Analisis Switching Value
Analisis switching value digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan
harga output produksi dan biaya, sehingga keuntungan mendekati normal dimana
NPV sama dengan nol. Analisis switching value merupakan bagian dari analisis
sensitivitas yang digunakan untuk melihat perubahan maksimal yang masih
ditoleransi agar usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan layak untuk
dijalankan secara finansial. Analisis switching value yang dilakukan adalah
dengan menghitung perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat adanya
perubahan parameter. Parameter yang digunakan yaitu penurunan harga jamur
tiram putih segar, penurunan harga jual log jamur tiram putih, dan peningkatan
biaya variabel.
Penurunan harga jamur tiram putih segar dan log jamur tiram putih dapat
terjadi mengingat usaha jamur tiram putih merupakan pasar persaingan sempurna
dimana setiap pelaku usaha mempunyai peluang memasuki usaha ini karena harga
jamur tiram putih yang cukup tinggi menjadi daya tarik pelaku usaha untuk terjun
pada usaha jamur tiram putih. Semakin banyak pesaing atau investor masuk pada
92
usaha jamur tiram putih berdampak terhadap harga yang berlaku dipasaran terjadi
penurunan, sehingga perlu dikaji sejauh mana sensitivitas melalui pendekatan
switching value masih bisa layak untuk dijalankan. Begitu juga terhadap
perubahan biaya variabel yang dikeluarkan dapat terjadi kenaikkan jika misalnya
pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak yang berimbas terhadap
kenaikkan biaya variabel.
Untuk mengetahui risiko mana yang lebih sensitif terhadap perubahan
parameter tersebut, maka perlu dilakukan analisis switching value pada skenario I,
skenario II, dan skenario III. Hasil analisis sensitivitas melalui pendekatan
switching value dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Perbandingan Hasil Switching Value Usaha Jamur Tiram Putih
Parameter Switching Value (%)
Skenario I Skenario II Skenario III
Maksimum Penurunan Harga Jamur Tiram Putih
Segar
- 14,14 53,28
Maksimum Penurunan Harga Log Jamur Tiram
Putih
22,97 - 94,18
Maksimum Peningkatan Biaya Variabel 35,41 20,32 68,14
Pada Tabel 30, terlihat bahwa presentase maksimum penurunan harga log
jamur tiram putih pada skenario I (menjual log jamur tiram putih) yaitu sebesar
22,97 persen, sedangkan presentase maksimum peningkatan biaya variabel
sebesar 35,41 persen. Pada skenario ini perubahan terhadap kedua parameter
menunjukkan bahwa penurunan harga jual log jamur tiram putih lebih sensitif
dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya variabel. Pelaku usaha
tidak akan mendapatkan keuntungan pada saat mengalami penurunan harga jual
log jamur tiram putih sebesar 22,97 persen dan peningkatan biaya variabel sebesar
35,41 persen.
Presentase maksimum penurunan harga jamur tiram putih segar pada
skenario II (membeli log jamur tiram putih) yaitu sebesar 14,14 persen, sedangkan
presentase maksimum peningkatan biaya variabel sebesar 20,32 persen. Pada
skenario ini perubahan terhadap kedua parameter menunjukkan bahwa penurunan
harga jual jamur tiram putih segar lebih sensitif dibandingkan perubahan
parameter peningkatan biaya variabel. Pelaku usaha tidak akan mendapatkan
93
keuntungan pada saat mengalami penurunan harga jual jamur tiram putih segar
sebesar 14,14 persen dan peningkatan biaya variabel sebesar 20,32 persen.
Presentase maksimum penurunan harga jamur tiram putih segar pada
skenario III (menjual log dan jamur tiram putih segar) yaitu sebesar 53,28 persen,
presentase maksimum penurunan harga log jamur tiram putih sebesar 94,18
persen, dan presentase maksimum peningkatan biaya variabel sebesar 68,14
persen. Pada skenario ini perubahan terhadap ketiga parameter menunjukkan
bahwa penurunan harga jual jamur tiram putih segar lebih sensitif dibandingkan
perubahan parameter peningkatan biaya variabel dan perubahan parameter
penurunan harga jual log jamur tiram putih. Pelaku usaha tidak akan mendapatkan
keuntungan pada saat mengalami penurunan harga jual jamur tiram putih segar
sebesar 53,28 persen, penurunan harga jual log jamur tiram putih sebesar 94,18
persen, dan peningkatan biaya variabel sebesar 68,14 persen.
Presentase terhadap parameter-parameter tersebut merupakan presentase
maksimum yang dapat ditolerir pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu
Selatan. Apabila presentase penurunan harga jual jamur tiram putih segar,
penurunan harga jual log jamur tiram putih, dan peningkatan biaya variabel
mengalami peningkatan lebih besar dari presentase di atas, maka usaha jamur
tiram putih tidak mendapatkan keuntungan atau menjadi tidak layak untuk
dijalankan. Hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh habis digunakan untuk
menutupi biaya kegiatan usaha jamur tiram putih.
Selain untuk mengetahui perubahan maksimal yang masih ditoleransi agar
usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan layak untuk dijalankan secara
finansial, hasil analisis switching value yang diperoleh juga dapat digunakan
pelaku usaha untuk melakukan tindakan preventif jika parameter-parameter
tersebut mengalami perubahan pada saat usaha telah berjalan. Pelaku usaha dapat
mengantisipasi peningkatan biaya variabel yang cukup besar dengan memiliki
pemasok bahan baku cadangan atau menggunakan bahan baku lain yang memiliki
fungsi yang sama dengan bahan baku utama seperti gula dan tepung kanji sebagai
pengganti sumber nutrisi pada pembuatan baglog jamur tiram putih. Pelaku usaha
dapat mengantisipasi penurunan harga jual log jamur tiram putih yang cukup
besar dengan melakukan budidaya untuk meningkatkan harga output yang
94
dihasilkan yaitu berupa jamur tiram putih segar. Untuk mengantisipasi penurunan
harga jual jamur tiram putih segar yang cukup besar, pelaku usaha dapat menjual
atau mengolah produk tersebut menjadi produk olahan seperti jamur crispy,
keripik jamur, dan sate jamur dimana olahan tersebut telah dikenal baik oleh
masyarakat.
6.2.7. Hasil Analisis Aspek Finansial
Analisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan secara
aspek finansial menggunakan tiga skenario yang berbeda yaitu skenario I
(menjual log jamur tiram putih), skenario II (membeli log jamur tiram putih), dan
skenario III (menjual log dan jamur tiram putih segar). Skenario I menghasilkan
kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 708.104.697,01, nilai Net B/C sebesar
2,32, nilai IRR 45 persen, dan PP selama 3 tahun, 6 bulan, 29 hari. Kriteria
kelayakan investasi pada skenario I telah memenuhi kriteria sehingga dapat
dikatakan pada skenario I ini usaha layak dijalankan secara finansial.
Analisis kelayakan pada skenario II yaitu membeli log jamur tiram putih
untuk dibudidaya menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp
403.502.827,98, nilai Net B/C sebesar 1,69, nilai IRR 27 persen, dan PP selama 4
tahun, 3 bulan, 11 hari. Kriteria kelayakan investasi pada skenario II juga telah
memenuhi kriteria sehingga dapat dikatakan pada skenario II ini usaha layak
dijalankan secara finansial.
Analisis kelayakan pada skenario III yaitu menjual log dan jamur tiram
putih segar menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp
2.095.013.894,70, nilai Net B/C sebesar 2,77, nilai IRR 59 persen, dan PP selama
2 tahun, 10 bulan, 6 hari. Kriteria kelayakan investasi pada skenario III juga telah
memenuhi kriteria sehingga dapat dikatakan pada skenario III ini usaha layak
dijalankan secara finansial.
Kemudian dilakukan analisis switching value pada ketiga skenario
tersebut. Pada skenario I perubahan terhadap parameter penurunan harga jual log
jamur tiram putih sebesar 22,97 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan
parameter peningkatan biaya variabel sebesar 35,41 persen. Pada skenario II
perubahan terhadap parameter penurunan harga jual jamur tiram putih segar
sebesar 14,14 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter
95
peningkatan biaya variabel sebesar 20,32 persen. Pada skenario III perubahan
terhadap parameter penurunan harga jual jamur tiram putih segar sebesar 53,28
persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya
variabel sebesar 68,14 persen dan perubahan parameter penurunan harga jual log
jamur tiram putih sebesar 94,18 persen. Presentase terhadap parameter-parameter
tersebut merupakan presentase maksimum yang dapat ditolerir pelaku usaha
jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan agar usaha tetap layak untuk dijalankan.
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa hasil kriteria investasi berupa
nilai NPV, Net B/C, dan IRR serta analisis switching value pada skenario III
mendapatkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh pada
skenario I maupun skenario II, sedangkan nilai payback period pada skenario III
lebih rendah dibandingkan dengan yang diperoleh pada skenario I maupun
skenario II. Hal ini diduga disebabkan pada jumlah produksi log jamur tiram putih
yang besar pada skenario III dibandingkan skenario I dan skenario II, sehingga
menghasilkan penjualan jamur tiram putih segar yang lebih banyak dimana
penjualan jamur tiram putih segar memiliki harga jual yang tinggi, yaitu sebesar
Rp 6.500 per kilogram. Selain itu, perbedaan yang cukup tinggi antara skenario III
dengan skenario I dan skenario II juga diduga dikarenakan pada skenario III
pelaku usaha memproduksi baglog sendiri untuk kegiatan budidaya, sehingga
biaya produksi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan membeli
seperti pada skenario II.
96
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan
diantaranya:
1. Berdasarkan aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek lingkungan usaha
ini layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan usaha jamur tiram putih ini
memiliki peluang pasar yang tinggi, kondisi iklim lokasi yang cocok untuk
usaha jamur tiram putih, sarana prasarana usaha yang memadai serta usaha
jamur tiram putih ini memberikan dampak yang baik secara sosial ekonomi
budaya dan lingkungan sekitar usaha.
2. Berdasarkan aspek finansial, kriteria kelayakan investasi usaha jamur tiram
putih menunjukkan bahwa ketiga skenario yaitu skenario I (menjual log
jamur tiram putih), skenario II (membeli log jamur tiram putih), dan skenario
III (menjual log dan jamur tiram putih segar) layak untuk dijalankan. Hal ini
disebabkan ketiga skenario memiliki nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net
B/C lebih besar dari satu, IRR lebih besar dari discount rate yang digunakan
dan payback period berada sebelum umur usaha berakhir. Skenario I
menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 708.104.697,01, nilai
Net B/C sebesar 2,32, nilai IRR 45 persen, dan PP selama 3 tahun, 6 bulan,
29 hari. Skenario II menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp
403.502.827,98, nilai Net B/C sebesar 1,69, nilai IRR 27 persen, dan PP
selama 4 tahun, 3 bulan, 11 hari. Skenario III menghasilkan kriteria investasi
yaitu NPV sebesar Rp 2.095.013.894,70, nilai Net B/C sebesar 2,77, nilai
IRR 59 persen, dan PP selama 2 tahun, 10 bulan, 6 hari.
3. Berdasarkan hasil analisis switching value yang dilakukan pada ketiga
skenario diperoleh dua parameter untuk skenario I dan skenario II dan tiga
parameter untuk skenario III. Pada skenario I perubahan terhadap parameter
penurunan harga jual log jamur tiram putih sebesar 22,97 persen lebih sensitif
dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya variabel sebesar 35,41
persen. Pada skenario II perubahan terhadap parameter penurunan harga jual
jamur tiram putih segar sebesar 14,14 persen lebih sensitif dibandingkan
97
perubahan parameter peningkatan biaya variabel sebesar 20,32 persen. Pada
skenario III perubahan terhadap parameter penurunan harga jual jamur tiram
putih segar sebesar 53,28 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan
parameter peningkatan biaya variabel sebesar 68,14 persen dan perubahan
parameter penurunan harga jual log jamur tiram putih sebesar 94,18 persen.
Presentase terhadap parameter-parameter tersebut merupakan presentase
maksimum yang dapat ditolerir pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu
Selatan agar usaha tetap layak untuk dijalankan.
7.2. Saran
Berdasarkan hasil dari analisis penelitian ini, ada beberapa saran yang
dapat dijadikan rekomendasi bagi pelaku usaha, diantaranya:
1. Pelaku usaha secara keseluruhan lebih baik memproduksi log secara pribadi
untuk meminimalkan biaya produksi, sehingga keuntungan yang dapat
diperoleh pelaku usaha lebih tinggi.
2. Pelaku usaha memiliki sarana tranportasi untuk melakukan pemasaran secara
pribadi tanpa melalui pedagang pengumpul untuk memperoleh harga jual
jamur yang lebih baik. Hal ini didasarkan pada letak pasar yang tidak terlalu
jauh dari lokasi usaha.
98
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan
Semusim. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Perkembangan Persentase Konsumsi Sayuran
per Kapita di Indonesia Periode 2003-2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Cahyana YA. 1997. Pembibitan dan Budidaya Jamur Tiram Putih. Jakarta: Papas
Sinar Sinanti. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2006. Profil Jamur. Jakarta: Direktorat Jenderal
Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Vademekum Budidaya dan Usaha
Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. Jakarta: Direktorat Jenderal
Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Statistik Produksi Hortikultura Tahun
2009. Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Budidaya Jamur Tiram. Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura. Ginting LE. 2009. Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru
di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Jakarta: UI Press. Husnan S, Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: Unit Penerbit
dan Pencetak AMP YKPN. Ibrahim Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta. Jaelani. 2008. Jamur Berkhasiat Obat. Ed ke-1. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Kasmir, Jakfar. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Ed ke-2. Jakarta: Prenada Media
Group. Martawijaya EI, Nurjayadi MY. 2010. Bisnis Jamur Tiram di Rumah Sendiri.
Bogor: IPB Press. Masruri N. 2010. Analisis Kelayakan Usaha Jamur Tiram Putih (Studi Kasus:
Yayasan Paguyuban Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor. Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia. 2007. Kunci Utama Keberhasilan
Budidaya Jamur. http://www.agrina-online.com. [Maret 2011]. Nasution PH. 2010. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas
Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten
Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
99
Nasution S. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih (Kasus
Perusahaan X di Desa Cibitung Kulon, Kecamatan Pamijahan, Bogor,
Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor. Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor:
Depatemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor. Pemerintah Desa Tugu Selatan. 2010. Profil Desa Tugu Selatan Kecamatan
Cisarua. Bogor: Pemerintah Desa Tugu Selatan. Pemerintah Kecamatan Cisarua. 2009. Profil Kecamatan Cisarua. Bogor:
Pemerintah Kecamatan Cisarua. Putri SN. 2010. Analisis Kelayakan Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus
ostreatus) dengan Sistem Kemitraan (Studi Kasus: D’ Lup Farm, Desa
Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor. Rahayu. 2004. Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor,
Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Suharjo E. 2008. Budidaya Jamur Merang dengan Media Kardus. Jakarta: PT
Agromedia Pustaka. Suratman. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Suriawiria U. 2001. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu Shiitake-Kuping-Tiram.
Depok: PT Penebar Swadaya. Umar H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Ed ke-2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
100
LAMPIRAN
101
Lampiran 1. Tata Letak Usaha Jamur Tiram Putih
Skenario I
Skenario II
Skenario III
U
Ruang
Inokulasi
Ruang
Pengadukan
Ruang
Sterilisasi
Ruang
Karyawan
Kumbung Jamur
Kumbung Jamur
Kumbung Jamur
U
Ruang
Karyawan
U
Ruang
Inokulasi
Ruang
Pengadukan
Ruang
Sterilisasi
Ruang
Karyawan
Kumbung Jamur Kumbung Jamur Kumbung Jamur
102
Lampiran 2. Siklus Tanam Log Jamur Tiram Putih Sebanyak 100.000 Log per Tiga Bulan (Skenario II)
102
103
Lampiran 3. Siklus Tanam Log Jamur Tiram Putih Sebanyak 47.757 Log per Bulan (Skenario III)
103
104
Lampiran 4. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario I)
1 2 3 4 5
Penjualan log jamur tiram putih 561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00
TOTAL INFLOW 561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00
2. BIAYA TETAP
Cutter 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00
Sarung tangan 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00
Masker 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00
Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Sapu Ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00
Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Gaji karyawan 22,500,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00
Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00
Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00
Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00
Pemeliharaan oven 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00
Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
Biaya penyusutan 16,672,666.67 16,672,666.67 16,672,666.67 16,672,666.67 16,672,666.67
TOTAL BIAYA TETAP 49,968,666.67 82,518,666.67 82,518,666.67 82,518,666.67 82,518,666.67
3. BIAYA VARIABEL
Serbuk kayu 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00
Dedak 42,120,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00
Kapur 1,404,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00
Jagung 56,160,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00
Gips 5,850,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00
Koran 660,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00
Ring bambu 16,500,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00
Kayu bakar 23,400,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00
Bibit 62,400,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00
Karet 2,916,060.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00
Plastik 44,595,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00
Transportasi 33,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00
Upah tenaga kerja borongan 36,300,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 364,305,060.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00
TOTAL OUTFLOW 414,273,726.67 811,128,786.67 811,128,786.67 811,128,786.67 811,128,786.67
LABA KOTOR 147,326,273.33 312,071,213.33 312,071,213.33 312,071,213.33 312,071,213.33
PAJAK (25%) 36,831,568.33 78,017,803.33 78,017,803.33 78,017,803.33 78,017,803.33
LABA BERSIH 110,494,705.00 234,053,410.00 234,053,410.00 234,053,410.00 234,053,410.00
Uraian
INFLOW
Tahun ke-
OUTFLOW
105
Lampiran 5. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario II)
1 2 3 4 5
Penjualan jamur tiram putih segar 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00
TOTAL INFLOW 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00
2. BIAYA TETAP
Sarung tangan 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00
Masker 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00
Cutter 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00
Sapu ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00
Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Gaji karyawan 36,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00
Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00
Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00
Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00
Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
Biaya penyusutan 22,328,000.00 22,328,000.00 22,328,000.00 22,328,000.00 22,328,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 68,549,000.00 114,599,000.00 114,599,000.00 114,599,000.00 114,599,000.00
3. BIAYA VARIABEL
Bensin 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
Pembelian log 360,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 361,800,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00
TOTAL OUTFLOW 430,349,000.00 838,199,000.00 838,199,000.00 838,199,000.00 838,199,000.00
LABA KOTOR 89,651,000.00 201,801,000.00 201,801,000.00 201,801,000.00 201,801,000.00
PAJAK (25%) 22,412,750.00 50,450,250.00 50,450,250.00 50,450,250.00 50,450,250.00
LABA BERSIH 67,238,250.00 151,350,750.00 151,350,750.00 151,350,750.00 151,350,750.00
Uraian
INFLOW
Tahun ke-
OUTFLOW
106
Lampiran 6. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario III)
1 2 3 4 5
Penjualan jamur tiram putih segar 521,506,440.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00
Penjualan log jamur tiram putih 405,248,400.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00
TOTAL INFLOW 926,754,840.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00
2. BIAYA TETAP
Masker 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00
Sarung tangan 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00
Cutter 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00
Pengki 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Sapu lidi 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Sapu Ijuk 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00
Gaji karyawan 76,500,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00
Gaji supervisor 14,400,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00
Listrik 750,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00
Komunikasi 1,200,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00
Pemeliharaan oven 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00
Biaya tak terduga 4,800,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00
Biaya penyusutan 49,845,000.00 49,845,000.00 49,845,000.00 49,845,000.00 49,845,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 149,040,000.00 246,690,000.00 246,690,000.00 246,690,000.00 246,690,000.00
3. BIAYA VARIABEL
Serbuk kayu 63,960,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00
Dedak 69,076,800.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00
Kapur 2,302,560.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00
Jagung 92,102,400.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00
Gips 9,594,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00
Koran 1,023,360.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00
Ring bambu 25,584,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00
Bibit 102,336,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00
Karet 4,519,893.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00
Plastik 69,145,950.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00
Kayu Bakar 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00
Upah tenaga kerja tidak tetap 56,284,800.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00
Bensin 2,700,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00
Transportasi 22,513,800.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 560,143,563.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00
TOTAL OUTFLOW 709,183,563.00 1,366,977,126.00 1,366,977,126.00 1,366,977,126.00 1,366,977,126.00
LABA KOTOR 217,571,277.00 933,538,074.00 933,538,074.00 933,538,074.00 933,538,074.00
PAJAK (25%) 54,392,819.25 233,384,518.50 233,384,518.50 233,384,518.50 233,384,518.50
LABA BERSIH 163,178,457.75 700,153,555.50 700,153,555.50 700,153,555.50 700,153,555.50
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
107
Lampiran 7. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario I)
1 2 3 4 5
Penjualan log jamur tiram putih 561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00
Nilai Sisa 618,346,666.67
TOTAL INFLOW 561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,741,546,666.67
1. BIAYA INVESTASI
Lahan 2000m2 600,000,000.00
Bangunan produksi log 27,000,000.00
Kumbung 52,000,000.00
Bangunan pekerja 5,000,000.00
Oven 8,340,000.00
Sekop 325,000.00 325,000.00
Cangkul 80,000.00 80,000.00
Selang air 240,000.00
Ayakan 100,000.00 100,000.00 100,000.00
Sekop kecil 65,000.00 65,000.00
Sepatu Boot 330,000.00 330,000.00
Timbangan 10kg 300,000.00
Rolly 2,250,000.00
Termometer 100,000.00
Kipas angin 400,000.00
Ember 60,000.00 60,000.00 60,000.00
Instalasi air 3,000,000.00
Instalasi listrik 1,000,000.00
TOTAL BIAYA INVESTASI 700,590,000.00 0.00 160,000.00 800,000.00 160,000.00
2. BIAYA TETAP
Cutter 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00
Sarung tangan 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00
Masker 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00
Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Sapu Ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00
Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Gaji karyawan 22,500,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00
Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00
Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
108
Lampiran 7. (lanjutan)
Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00
Pemeliharaan oven 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00
Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 33,296,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00
3. BIAYA VARIABEL
Serbuk kayu 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00
Dedak 42,120,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00
Kapur 1,404,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00
Jagung 56,160,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00
Gips 5,850,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00
Koran 660,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00
Ring bambu 16,500,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00
Kayu bakar 23,400,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00
Bibit 62,400,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00
Karet 2,916,060.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00
Plastik 44,595,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00
Transportasi 33,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00
Upah tenaga kerja tidak tetap 36,300,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 364,305,060.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00
PAJAK PENGHASILAN 36,831,568.33 78,017,803.33 78,017,803.33 78,017,803.33 78,017,803.33
TOTAL OUTFLOW 1,135,022,628.33 872,473,923.33 872,633,923.33 873,273,923.33 872,633,923.33
Net Benefit -573,422,628.33 250,726,076.67 250,566,076.67 249,926,076.67 868,912,743.34
Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72
PV/TAHUN -537,164,054.64 220,020,799.03 205,976,949.42 192,459,803.00 626,811,200.21
PV positif 1,245,268,751.65
PV negatif -537,164,054.64
NPV 708,104,697.01
IRR 45%
Net B/C 2.32
PP 3.58
109
Lampiran 8. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario II)
1 2 3 4 5
Penjualan jamur tiram putih segar 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00
Nilai Sisa 604,950,000.00
TOTAL INFLOW 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,644,950,000.00
1. BIAYA INVESTASI
Lahan 2000m2 600,000,000.00
Kumbung 100,000,000.00
Bangunan Pekerja 5,000,000.00
Stimer 2,200,000.00
Rolly 1,800,000.00
selang air 240,000.00
Timbangan 10kg 300,000.00
Termometer 200,000.00
Gentong 150,000.00
Instalasi air 3,000,000.00
Instalasi listrik 1,000,000.00
Sepatu boot 495,000.00 495,000.00
Kursi plastik 150,000.00 150,000.00 150,000.00
Keranjang 420,000.00 420,000.00 420,000.00
TOTAL BIAYA INVESTASI 714,955,000.00 0.00 570,000.00 495,000.00 570,000.00
2. BIAYA TETAP
Sarung tangan 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00
Masker 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00
Cutter 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00
Sapu ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00
Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Gaji karyawan 36,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00
Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00
Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00
Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00
Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 46,221,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
110
Lampiran 8. (lanjutan)
3. BIAYA VARIABEL
Bensin 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
Pembelian log 360,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 361,800,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00
PAJAK PENGHASILAN 22,412,750.00 50,450,250.00 50,450,250.00 50,450,250.00 50,450,250.00
TOTAL OUTFLOW 1,145,388,750.00 866,321,250.00 866,891,250.00 866,816,250.00 866,891,250.00
Net Benefit -625,388,750.00 173,678,750.00 173,108,750.00 173,183,750.00 778,058,750.00
Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72
PV/TAHUN -585,844,262.30 152,409,106.61 142,303,430.36 133,363,076.20 561,271,477.09
PV positif 989,347,090.27
PV negatif -585,844,262.30
NPV 403,502,827.98
IRR 27%
Net B/C 1.69
PP 4.28
111
Lampiran 9. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan
(Skenario III)
1 2 3 4 5
Penjualan jamur tiram putih segar 521,506,440.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00
Penjualan log jamur tiram putih 405,248,400.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00
Nilai Sisa 1,230,471,000.00
TOTAL INFLOW 926,754,840.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 3,530,986,200.00
1. BIAYA INVESTASI
Lahan 2000m2 1,200,000,000.00
Bangunan produksi log 44,500,000.00
Kumbung budidaya 150,000,000.00
Kumbung inkubasi 38,000,000.00
Bangunan pekerja 10,000,000.00
Oven 16,680,000.00
Sekop 520,000.00 520,000.00
Cangkul 120,000.00 120,000.00
Selang air 240,000.00
Stimer 2,200,000.00
Gentong air 150,000.00
Ayakan 150,000.00 150,000.00 150,000.00
Sekop kecil 105,000.00 105,000.00
Sepatu Boot 1,235,000.00 1,235,000.00
Timbangan 10kg 900,000.00
Rolly 4,500,000.00
Termometer 600,000.00
Kipas angin 600,000.00
Ember 100,000.00 100,000.00 100,000.00
Keranjang 602,000.00 602,000.00 602,000.00
Kursi plastik 270,000.00 270,000.00 270,000.00
Instalasi air 3,000,000.00
Instalasi listrik 1,000,000.00
TOTAL BIAYA INVESTASI 1,475,472,000.00 1,122,000.00 1,980,000.00 1,122,000.00
2. BIAYA TETAP
Masker 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00
Sarung tangan 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00
Cutter 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
112
Lampiran 9. (lanjutan)
Pengki 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Sapu lidi 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Sapu Ijuk 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00
Gaji karyawan 76,500,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00
Gaji supervisor 14,400,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00
Listrik 750,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00
Komunikasi 1,200,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00
Pemeliharaan oven 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00
Biaya tak terduga 4,800,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 99,195,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00
3. BIAYA VARIABEL
Serbuk kayu 63,960,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00
Dedak 69,076,800.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00
Kapur 2,302,560.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00
Jagung 92,102,400.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00
Gips 9,594,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00
Koran 1,023,360.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00
Ring bambu 25,584,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00
Bibit 102,336,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00
Karet 4,519,893.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00
Plastik 69,145,950.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00
Kayu Bakar 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00
Upah tenaga kerja tidak tetap 56,284,800.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00
Bensin 2,700,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00
Transportasi 22,513,800.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 560,143,563.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00
PAJAK PENGHASILAN 54,392,819.25 233,384,518.50 233,384,518.50 233,384,518.50 233,384,518.50
TOTAL OUTFLOW 2,189,203,382.25 1,550,516,644.50 1,551,638,644.50 1,552,496,644.50 1,551,638,644.50
Net Benefit -1,262,448,542.25 749,998,555.50 748,876,555.50 748,018,555.50 1,979,347,555.50
Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72
PV/TAHUN -1,182,621,585.25 658,149,657.38 615,611,300.79 576,024,341.87 1,427,850,179.90
PV positif 3,277,635,479.94
PV negatif -1,182,621,585.25
NPV 2,095,013,894.70
IRR 59%
Net B/C 2.77
PP 2.85
113
Lampiran 10. Switching Value Penurunan Harga Log Jamur Tiram Putih 22,97%
(Skenario I)
1 2 3 4 5
Penjualan log jamur tiram putih432,598,233.60 865,196,467.20 865,196,467.20 865,196,467.20 865,196,467.20
Nilai Sisa 618,346,666.67
TOTAL INFLOW 432,598,233.60 865,196,467.20 865,196,467.20 865,196,467.20 1,483,543,133.87
1. BIAYA INVESTASI
Lahan 2000m2 600,000,000.00
Bangunan produksi log 27,000,000.00
Kumbung 52,000,000.00
Bangunan pekerja 5,000,000.00
Oven 8,340,000.00
Sekop 325,000.00 325,000.00
Cangkul 80,000.00 80,000.00
Selang air 240,000.00
Ayakan 100,000.00 100,000.00 100,000.00
Sekop kecil 65,000.00 65,000.00
Sepatu Boot 330,000.00 330,000.00
Timbangan 10kg 300,000.00
Rolly 2,250,000.00
Termometer 100,000.00
Kipas angin 400,000.00
Ember 60,000.00 60,000.00 60,000.00
Instalasi air 3,000,000.00
Instalasi listrik 1,000,000.00
TOTAL BIAYA INVESTASI 700,590,000.00 0.00 160,000.00 800,000.00 160,000.00
2. BIAYA TETAP
Cutter 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00
Sarung tangan 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00
Masker 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00
Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Sapu Ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00
Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Gaji karyawan 22,500,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00
Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00
Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
114
Lampiran 10. (lanjutan)
Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00
Pemeliharaan oven 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00
Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 33,296,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00
3. BIAYA VARIABEL
Serbuk kayu 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00
Dedak 42,120,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00
Kapur 1,404,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00
Jagung 56,160,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00
Gips 5,850,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00
Koran 660,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00
Ring bambu 16,500,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00
Kayu bakar 23,400,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00
Bibit 62,400,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00
Karet 2,916,060.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00
Plastik 44,595,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00
Transportasi 33,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00
Upah tenaga kerja tidak tetap 36,300,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 364,305,060.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00
PAJAK PENGHASILAN 4,581,126.73 13,516,920.13 13,516,920.13 13,516,920.13 13,516,920.13
TOTAL OUTFLOW 1,102,772,186.73 807,973,040.13 808,133,040.13 808,773,040.13 808,133,040.13
Net Benefit -670,173,953.13 57,223,427.07 57,063,427.07 56,423,427.07 675,410,093.74
Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72
PV/TAHUN -627,797,614.18 50,215,535.27 46,908,786.64 43,449,814.45 487,223,388.92
PV positif 627,797,614.18
PV negatif -627,797,614.18
NPV 0.00
IRR 6.75%
Net B/C 1.00
PP 5.00
115
Lampiran 11. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 35,41% (Skenario I)
1 2 3 4 5
Penjualan log jamur tiram putih561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00
Nilai Sisa 618,346,666.67
TOTAL INFLOW 561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,741,546,666.67
1. BIAYA INVESTASI
Lahan 2000m2 600,000,000.00
Bangunan produksi log 27,000,000.00
Kumbung 52,000,000.00
Bangunan pekerja 5,000,000.00
Oven 8,340,000.00
Sekop 325,000.00 325,000.00
Cangkul 80,000.00 80,000.00
Selang air 240,000.00
Ayakan 100,000.00 100,000.00 100,000.00
Sekop kecil 65,000.00 65,000.00
Sepatu Boot 330,000.00 330,000.00
Timbangan 10kg 300,000.00
Rolly 2,250,000.00
Termometer 100,000.00
Kipas angin 400,000.00
Ember 60,000.00 60,000.00 60,000.00
Instalasi air 3,000,000.00
Instalasi listrik 1,000,000.00
TOTAL BIAYA INVESTASI 700,590,000.00 0.00 160,000.00 800,000.00 160,000.00
2. BIAYA TETAP
Cutter 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00
Sarung tangan 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00
Masker 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00
Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Sapu Ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00
Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Gaji karyawan 22,500,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00
Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00
Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
116
Lampiran 11. (lanjutan)
Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00
Pemeliharaan oven 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00
Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 33,296,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00
3. BIAYA VARIABEL
Serbuk kayu 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00
Dedak 42,120,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00
Kapur 1,404,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00
Jagung 56,160,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00
Gips 5,850,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00
Koran 660,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00
Ring bambu 16,500,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00
Kayu bakar 23,400,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00
Bibit 62,400,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00
Karet 2,916,060.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00
Plastik 44,595,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00
Transportasi 33,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00
Upah tenaga kerja tidak tetap 36,300,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 493,306,574.66 986,613,149.32 986,613,149.32 986,613,149.32 986,613,149.32
PAJAK PENGHASILAN 4,581,189.67 13,517,046.00 13,517,046.00 13,517,046.00 13,517,046.00
TOTAL OUTFLOW 1,231,773,764.33 1,065,976,195.32 1,066,136,195.32 1,066,776,195.32 1,066,136,195.32
Net Benefit -670,173,764.33 57,223,804.68 57,063,804.68 56,423,804.68 675,410,471.35
Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72
PV/TAHUN -627,797,437.31 50,215,866.64 46,909,097.06 43,450,105.24 487,223,661.32
PV positif 627,797,437.31
PV negatif -627,797,437.31
NPV 0.00
IRR 6.75%
Net B/C 1.00
PP 5.00
117
Lampiran 12. Switching Value Penurunan Harga Jamur Tiram Putih Segar
14,14% (Skenario II)
1 2 3 4 5
Penjualan jamur tiram putih segar 446,490,200.00 892,980,400.00 892,980,400.00 892,980,400.00 892,980,400.00
Nilai Sisa 604,950,000.00
TOTAL INFLOW 446,490,200.00 892,980,400.00 892,980,400.00 892,980,400.00 1,497,930,400.00
1. BIAYA INVESTASI
Lahan 2000m2 600,000,000.00
Kumbung 100,000,000.00
Bangunan Pekerja 5,000,000.00
Stimer 2,200,000.00
Rolly 1,800,000.00
selang air 240,000.00
Timbangan 10kg 300,000.00
Termometer 200,000.00
Gentong 150,000.00
Instalasi air 3,000,000.00
Instalasi listrik 1,000,000.00
Sepatu boot 495,000.00 495,000.00
Kursi plastik 150,000.00 150,000.00 150,000.00
Keranjang 420,000.00 420,000.00 420,000.00
TOTAL BIAYA INVESTASI 714,955,000.00 0.00 570,000.00 495,000.00 570,000.00
2. BIAYA TETAP
Sarung tangan 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00
Masker 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00
Cutter 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00
Sapu ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00
Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Gaji karyawan 36,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00
Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00
Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00
Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00
Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 46,221,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
118
Lampiran 12. (lanjutan)
3. BIAYA VARIABEL
Bensin 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
Pembelian log 360,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 361,800,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00
PAJAK PENGHASILAN 4,035,300.00 13,695,350.00 13,695,350.00 13,695,350.00 13,695,350.00
TOTAL OUTFLOW 1,127,011,300.00 829,566,350.00 830,136,350.00 830,061,350.00 830,136,350.00
Net Benefit -680,521,100.00 63,414,050.00 62,844,050.00 62,919,050.00 667,794,050.00
Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72
PV/TAHUN -637,490,491.80 55,648,020.89 51,660,727.10 48,451,878.77 481,729,371.77
PV positif 637,490,491.80
PV negatif -637,490,491.80
NPV 0.00
IRR 6.75%
Net B/C 1.00
PP 5.00
119
Lampiran 13. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 20,32% (Skenario II)
1 2 3 4 5
Penjualan jamur tiram putih segar 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00
Nilai Sisa 604,950,000.00
TOTAL INFLOW 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,644,950,000.00
1. BIAYA INVESTASI
Lahan 2000m2 600,000,000.00
Kumbung 100,000,000.00
Bangunan Pekerja 5,000,000.00
Stimer 2,200,000.00
Rolly 1,800,000.00
selang air 240,000.00
Timbangan 10kg 300,000.00
Termometer 200,000.00
Gentong 150,000.00
Instalasi air 3,000,000.00
Instalasi listrik 1,000,000.00
Sepatu boot 495,000.00 495,000.00
Kursi plastik 150,000.00 150,000.00 150,000.00
Keranjang 420,000.00 420,000.00 420,000.00
TOTAL BIAYA INVESTASI 714,955,000.00 0.00 570,000.00 495,000.00 570,000.00
2. BIAYA TETAP
Sarung tangan 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00
Masker 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00
Cutter 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00
Sapu ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00
Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00
Gaji karyawan 36,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00
Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00
Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00
Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00
Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 46,221,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
120
Lampiran 13. (lanjutan)
3. BIAYA VARIABEL
Bensin 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00
Pembelian log 360,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 435,309,800.40 870,619,600.80 870,619,600.80 870,619,600.80 870,619,600.80
PAJAK PENGHASILAN 4,035,299.90 13,695,349.80 13,695,349.80 13,695,349.80 13,695,349.80
TOTAL OUTFLOW 1,200,521,100.30 976,585,950.60 977,155,950.60 977,080,950.60 977,155,950.60
Net Benefit -680,521,100.30 63,414,049.40 62,844,049.40 62,919,049.40 667,794,049.40
Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72
PV/TAHUN -637,490,492.08 55,648,020.36 51,660,726.61 48,451,878.31 481,729,371.34
PV positif 637,490,492.08
PV negatif -637,490,492.08
NPV 0.00
IRR 6.75%
Net B/C 1.00
PP 5.00
121
Lampiran 14. Switching Value Penurunan Harga Jamur Tiram Putih Segar
53,28% (Skenario III)
1 2 3 4 5
Penjualan jamur tiram putih segar 243,670,755.05 696,202,157.29 696,202,157.29 696,202,157.29 696,202,157.29
Penjualan log jamur tiram putih 405,248,400.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00
Nilai Sisa 1,230,471,000.00
TOTAL INFLOW 648,919,155.05 1,506,698,957.29 1,506,698,957.29 1,506,698,957.29 2,737,169,957.29
1. BIAYA INVESTASI
Lahan 2000m2 1,200,000,000.00
Bangunan produksi log 44,500,000.00
Kumbung budidaya 150,000,000.00
Kumbung inkubasi 38,000,000.00
Bangunan pekerja 10,000,000.00
Oven 16,680,000.00
Sekop 520,000.00 520,000.00
Cangkul 120,000.00 120,000.00
Selang air 240,000.00
Stimer 2,200,000.00
Gentong air 150,000.00
Ayakan 150,000.00 150,000.00 150,000.00
Sekop kecil 105,000.00 105,000.00
Sepatu Boot 1,235,000.00 1,235,000.00
Timbangan 10kg 900,000.00
Rolly 4,500,000.00
Termometer 600,000.00
Kipas angin 600,000.00
Ember 100,000.00 100,000.00 100,000.00
Keranjang 602,000.00 602,000.00 602,000.00
Kursi plastik 270,000.00 270,000.00 270,000.00
Instalasi air 3,000,000.00
Instalasi listrik 1,000,000.00
TOTAL BIAYA INVESTASI 1,475,472,000.00 1,122,000.00 1,980,000.00 1,122,000.00
2. BIAYA TETAP
Masker 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00
Sarung tangan 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00
Cutter 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
122
Lampiran 14. (lanjutan)
Pengki 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Sapu lidi 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Sapu Ijuk 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00
Gaji karyawan 76,500,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00
Gaji supervisor 14,400,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00
Listrik 750,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00
Komunikasi 1,200,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00
Pemeliharaan oven 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00
Biaya tak terduga 4,800,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 99,195,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00
3. BIAYA VARIABEL
Serbuk kayu 63,960,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00
Dedak 69,076,800.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00
Kapur 2,302,560.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00
Jagung 92,102,400.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00
Gips 9,594,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00
Koran 1,023,360.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00
Ring bambu 25,584,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00
Bibit 102,336,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00
Karet 4,519,893.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00
Plastik 69,145,950.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00
Kayu Bakar 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00
Upah tenaga kerja tidak tetap 56,284,800.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00
Bensin 2,700,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00
Transportasi 22,513,800.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 560,143,563.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00
PAJAK PENGHASILAN -15,066,101.99 34,930,457.82 34,930,457.82 34,930,457.82 34,930,457.82
TOTAL OUTFLOW 2,119,744,461.01 1,352,062,583.82 1,353,184,583.82 1,354,042,583.82 1,353,184,583.82
Net Benefit -1,470,825,305.96 154,636,373.47 153,514,373.47 152,656,373.47 1,383,985,373.47
Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72
PV/TAHUN -1,377,822,300.67 135,698,762.98 126,195,943.04 117,555,622.67 998,371,286.03
PV positif 1,377,822,300.67
PV negatif -1,377,822,300.67
NPV 0.00
IRR 6.75%
Net B/C 1.00
PP 5.00
123
Lampiran 15. Switching Value Penurunan Harga Log Jamur Tiram Putih 94,18%
(Skenario III)
1 2 3 4 5
Penjualan jamur tiram putih segar 521,506,440.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00
Penjualan log jamur tiram putih 23,585,456.88 47,170,913.76 47,170,913.76 47,170,913.76 47,170,913.76
Nilai Sisa 1,230,471,000.00
TOTAL INFLOW 545,091,896.88 1,537,189,313.76 1,537,189,313.76 1,537,189,313.76 2,767,660,313.76
1. BIAYA INVESTASI
Lahan 2000m2 1,200,000,000.00
Bangunan produksi log 44,500,000.00
Kumbung budidaya 150,000,000.00
Kumbung inkubasi 38,000,000.00
Bangunan pekerja 10,000,000.00
Oven 16,680,000.00
Sekop 520,000.00 520,000.00
Cangkul 120,000.00 120,000.00
Selang air 240,000.00
Stimer 2,200,000.00
Gentong air 150,000.00
Ayakan 150,000.00 150,000.00 150,000.00
Sekop kecil 105,000.00 105,000.00
Sepatu Boot 1,235,000.00 1,235,000.00
Timbangan 10kg 900,000.00
Rolly 4,500,000.00
Termometer 600,000.00
Kipas angin 600,000.00
Ember 100,000.00 100,000.00 100,000.00
Keranjang 602,000.00 602,000.00 602,000.00
Kursi plastik 270,000.00 270,000.00 270,000.00
Instalasi air 3,000,000.00
Instalasi listrik 1,000,000.00
TOTAL BIAYA INVESTASI 1,475,472,000.00 1,122,000.00 1,980,000.00 1,122,000.00
2. BIAYA TETAP
Masker 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00
Sarung tangan 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00
Cutter 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
124
Lampiran 15. (lanjutan)
Pengki 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Sapu lidi 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Sapu Ijuk 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00
Gaji karyawan 76,500,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00
Gaji supervisor 14,400,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00
Listrik 750,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00
Komunikasi 1,200,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00
Pemeliharaan oven 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00
Biaya tak terduga 4,800,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 99,195,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00
3. BIAYA VARIABEL
Serbuk kayu 63,960,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00
Dedak 69,076,800.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00
Kapur 2,302,560.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00
Jagung 92,102,400.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00
Gips 9,594,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00
Koran 1,023,360.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00
Ring bambu 25,584,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00
Bibit 102,336,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00
Karet 4,519,893.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00
Plastik 69,145,950.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00
Kayu Bakar 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00
Upah tenaga kerja tidak tetap 56,284,800.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00
Bensin 2,700,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00
Transportasi 22,513,800.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 560,143,563.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00
PAJAK PENGHASILAN -41,022,916.53 42,553,046.94 42,553,046.94 42,553,046.94 42,553,046.94
TOTAL OUTFLOW 2,093,787,646.47 1,359,685,172.94 1,360,807,172.94 1,361,665,172.94 1,360,807,172.94
Net Benefit -1,548,695,749.59 177,504,140.82 176,382,140.82 175,524,140.82 1,406,853,140.82
Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72
PV/TAHUN -1,450,768,852.07 155,766,019.29 144,994,309.61 135,165,333.74 1,014,867,502.49
PV positif 1,450,768,852.07
PV negatif -1,450,768,852.07
NPV 0.00
IRR 6.75%
Net B/C 1.00
PP 5.00
125
Lampiran 16. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 68,14% (Skenario III)
1 2 3 4 5
Penjualan jamur tiram putih segar 521,506,440.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00
Penjualan log jamur tiram putih 405,248,400.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00
Nilai Sisa 1,230,471,000.00
TOTAL INFLOW 926,754,840.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 3,530,986,200.00
1. BIAYA INVESTASI
Lahan 2000m2 1,200,000,000.00
Bangunan produksi log 44,500,000.00
Kumbung budidaya 150,000,000.00
Kumbung inkubasi 38,000,000.00
Bangunan pekerja 10,000,000.00
Oven 16,680,000.00
Sekop 520,000.00 520,000.00
Cangkul 120,000.00 120,000.00
Selang air 240,000.00
Stimer 2,200,000.00
Gentong air 150,000.00
Ayakan 150,000.00 150,000.00 150,000.00
Sekop kecil 105,000.00 105,000.00
Sepatu Boot 1,235,000.00 1,235,000.00
Timbangan 10kg 900,000.00
Rolly 4,500,000.00
Termometer 600,000.00
Kipas angin 600,000.00
Ember 100,000.00 100,000.00 100,000.00
Keranjang 602,000.00 602,000.00 602,000.00
Kursi plastik 270,000.00 270,000.00 270,000.00
Instalasi air 3,000,000.00
Instalasi listrik 1,000,000.00
TOTAL BIAYA INVESTASI 1,475,472,000.00 1,122,000.00 1,980,000.00 1,122,000.00
2. BIAYA TETAP
Masker 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00
Sarung tangan 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00
Cutter 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00
UraianTahun ke-
INFLOW
OUTFLOW
126
Lampiran 16. (lanjutan)
Pengki 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Sapu lidi 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Sapu Ijuk 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00
Gaji karyawan 76,500,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00
Gaji supervisor 14,400,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00
Listrik 750,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00
Komunikasi 1,200,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00
Pemeliharaan oven 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00
Biaya tak terduga 4,800,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00
TOTAL BIAYA TETAP 99,195,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00
3. BIAYA VARIABEL
Serbuk kayu 63,960,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00
Dedak 69,076,800.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00
Kapur 2,302,560.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00
Jagung 92,102,400.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00
Gips 9,594,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00
Koran 1,023,360.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00
Ring bambu 25,584,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00
Bibit 102,336,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00
Karet 4,519,893.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00
Plastik 69,145,950.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00
Kayu Bakar 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00
Upah tenaga kerja tidak tetap 56,284,800.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00
Bensin 2,700,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00
Transportasi 22,513,800.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00
TOTAL BIAYA VARIABEL 941,825,386.83 1,883,650,773.66 1,883,650,773.66 1,883,650,773.66 1,883,650,773.66
PAJAK PENGHASILAN -41,027,636.71 42,543,606.59 42,543,606.59 42,543,606.59 42,543,606.59
TOTAL OUTFLOW 2,475,464,750.12 2,123,039,380.24 2,124,161,380.24 2,125,019,380.24 2,124,161,380.24
Net Benefit -1,548,709,910.12 177,475,819.76 176,353,819.76 175,495,819.76 1,406,824,819.76
Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72
PV/TAHUN -1,450,782,117.21 155,741,166.58 144,971,028.38 135,143,524.63 1,014,847,072.41
PV positif 1,450,782,117.21
PV negatif -1,450,782,117.21
NPV 0.00
IRR 6.75%
Net B/C 1.00
PP 5.00
cxxvii