Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

143
ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) (Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI ABED NEGO HERBOWO H34070011 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Transcript of Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

Page 1: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

i

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

(Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

SKRIPSI

ABED NEGO HERBOWO

H34070011

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 2: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

ii

RINGKASAN

ABED NEGO HERBOWO. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur

Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi Kasus: Desa Tugu Selatan,

Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen

Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di

bawah bimbingan TINTIN SARIANTI).

Jamur merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang dapat

memberikan kontribusi yang besar sebagai penyumbang devisa negara.

Pemasaran jamur tidak hanya dilakukan untuk pasar domestik melainkan juga

pasar luar negeri atau ekspor. Permintaan jamur di pasar domestik dan pasar luar

negeri sangat besar dan terus meningkat, namun tingginya permintaan akan jamur

tersebut tidak diiringi dengan jumlah produksi yang mencukupi. Jamur tiram putih

merupakan salah satu jamur yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat.

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu penghasil jamur

tiram di Pulau Jawa. Wilayah Bogor memiliki kondisi alam yang cocok bagi

pertumbuhan jamur tiram dan Kecamatan Cisarua merupakan daerah yang

memiliki jumlah baglog dan produksi jamur tiram putih tertinggi serta

produktivitas jamur tiram putih yang cukup tinggi di Kabupaten Bogor.

Prospek pasar yang tinggi tersebut akan merangsang pengusaha untuk

menekuni atau meningkatkan produksi budidaya jamur tiram putih. Saat ini

pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menerima permintaan log

jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar yang cukup besar, namun

permintaan tersebut belum dapat dipenuhi secara keseluruhan. Hal tersebut

menyebabkan pelaku usaha akan melakukan pengembangan usaha dengan

meningkatkan skala usahanya. Pengembangan usaha tersebut dilakukan dengan

menggunakan modal sendiri. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari

bagaimana kelayakan pengusahaan dalam usaha jamur tiram putih tersebut pada

tiga skenario yang merupakan tiga kegiatan pengembangan usaha yang akan

dilakukan pelaku usaha, yaitu skenario I (hanya menjual log jamur tiram putih),

skenario II (membeli log untuk budidaya jamur tiram putih), dan skenario III

(membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya).

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha

jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat dari aspek pasar, aspek teknis,

aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek

lingkungan, menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu

Selatan dari aspek finansial pada ketiga skenario, dan menganalisis tingkat

kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan

jika terjadi penurunan harga jual log jamur tiram putih, penurunan harga jual

jamur tiram putih segar, dan peningkatan biaya variabel.

Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan sekunder.

Data primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung hanya pada tiga

pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dikarenakan ketiga pelaku

usaha tersebut telah menggambarkan ketiga skenario yang dilakukan dan

memiliki informasi yang lengkap. Data sekunder didapatkan dari laporan yang

telah dipublikasikan maupun laporan yang tidak dipublikasikan dari berbagai

bersumber. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi langsung di

Page 3: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

iii

lokasi penelitian, yakni dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung

serta melalui penelurusan pustaka ataupun literatur. Data dan informasi yang telah

dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif yang diolah dengan

menggunakan bantuan komputer, yakni program Microsoft Excel 2010. Analisis

kualitatif dilakukan dengan menganalisis aspek pasar, aspek teknis, aspek

manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek

lingkungan, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menilai kelayakan

pengembangan usaha jamur tiram putih secara finansial. Penilaian kelayakan

secara finansial dilakukan dengan melakukan perhitungan kriteria investasi yang

terdiri dari NPV, IRR, Net B/C, dan payback period. Selain itu, dilakukan juga

analisis switching value (nilai pengganti) untuk mencari perubahan maksimum

yang dapat ditolerir agar usaha masih dapat dilaksanakan dan masih memberikan

keuntungan normal.

Aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek

manajemen, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek lingkungan menunjukkan

bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan usaha jamur tiram

putih ini memiliki peluang pasar yang tinggi, kondisi iklim lokasi yang cocok

untuk usaha jamur tiram putih, sarana prasarana usaha yang memadai serta usaha

jamur tiram putih ini memberikan dampak yang baik secara sosial ekonomi

budaya dan lingkungan sekitar usaha.

Berdasarkan aspek finansial, kriteria kelayakan investasi usaha jamur

tiram putih menunjukkan bahwa ketiga skenario yaitu skenario I (menjual log

jamur tiram putih), skenario II (membeli log jamur tiram putih), dan skenario III

(menjual log dan jamur tiram putih segar) layak untuk dijalankan. Hal ini

disebabkan ketiga skenario memiliki nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net B/C

lebih besar dari satu, IRR lebih besar dari discount rate yang digunakan dan

payback period berada sebelum umur usaha berakhir. Skenario I menghasilkan

kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 708.104.697,01, nilai Net B/C sebesar

2,32, nilai IRR 45 persen, dan PP selama 3 tahun, 6 bulan, 29 hari. Skenario II

menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 403.502.827,98, nilai Net

B/C sebesar 1,69, nilai IRR 27 persen, dan PP selama 4 tahun, 3 bulan, 11 hari.

Skenario III menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp

2.095.013.894,70, nilai Net B/C sebesar 2,77, nilai IRR 59 persen, dan PP selama

2 tahun, 10 bulan, 6 hari.

Analisis switching value yang dilakukan pada ketiga skenario diperoleh

dua parameter untuk skenario I dan skenario II dan tiga parameter untuk skenario

III. Pada skenario I perubahan terhadap parameter penurunan harga jual log jamur

tiram putih sebesar 22,97 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter

peningkatan biaya variabel sebesar 35,41 persen. Pada skenario II perubahan

terhadap parameter penurunan harga jual jamur tiram putih segar sebesar 14,14

persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya

variabel sebesar 20,32 persen. Pada skenario III perubahan terhadap parameter

penurunan harga jual jamur tiram putih segar sebesar 53,28 persen lebih sensitif

dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya variabel sebesar 68,14

persen dan perubahan parameter penurunan harga jual log jamur tiram putih

sebesar 94,18 persen. Presentase terhadap parameter-parameter tersebut

merupakan presentase maksimum yang dapat ditolerir pelaku usaha jamur tiram

putih di Desa Tugu Selatan agar usaha tetap layak untuk dijalankan.

Page 4: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

iv

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

(Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

ABED NEGO HERBOWO

H34070011

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 5: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

v

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram

Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi Kasus: Desa Tugu

Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa

Barat)

Nama : Abed Nego Herbowo

NIM : H34070011

Menyetujui,

Pembimbing

Tintin Sarianti, SP, MM

NIP. 19750316 200501 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus:

Page 6: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi

Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”

adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Abed Nego Herbowo

H34070011

Page 7: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 September 1989, sebagai

anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak R. Samuel Iswadi M. dan

Ibu Endang Sulistyowati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Swasta Angkasa 7 Jakarta

pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004

di SLTPN 109 Jakarta. Pendidikan menengah atas di SMUN 81 Jakarta yang

diselesaikan pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan pada

tahun 2007 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Badan

Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Departemen

Budaya, Olahraga, dan Seni periode tahun 2008-2009. Selain itu, penulis juga

aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan baik di tingkat fakultas dan kampus serta

aktif dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2009-2011.

Page 8: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi

Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan pengembangan

usaha jamur tiram putih pada aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar,

aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi budaya, dan

aspek lingkungan, menganalisis kelayakan pengembangan usaha jamur tiram

putih pada aspek finansial dengan menggunakan empat kriteria investasi, yaitu

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio

(Net B/C), dan Payback Period (PP) pada tiga skenario yaitu skenario I (hanya

menjual log jamur tiram putih), skenario II (membeli log untuk budidaya jamur

tiram putih), dan skenario III (membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan

dibudidaya) serta menganalisis sensitivitas (switching value) pengembangan

usaha untuk melihat dampak suatu perubahan keadaan pada hasil analisis

kelayakan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu menyelesaikan skripsi ini. Namun demikian, sangat disadari masih

terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga

skripsi ini dapat memberikan dukungan kontribusi pemikiran bagi semua pihak

yang berkepentingan.

Bogor, September 2011

Abed Nego Herbowo

Page 9: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai

bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ingin menyampaikan

terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan, cinta kasih, dan doa

yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

2. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,

waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama

penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama pada ujian sidang

penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran

demi perbaikan skripsi ini.

4. Suprehatin, SP, MAB selaku dosen penguji dari wakil Departemen Agribisnis

yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi

perbaikan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi yang telah menjadi pembimbing akademik dan

seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis.

6. Arief Rahman Hakim selaku pembahas seminar, terima kasih atas masukan

dan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi.

7. Aparat Desa Tugu Selatan, petani, karyawan, dan pedagang pengumpul jamur

tiram putih, serta masyarakat Desa Tugu Selatan yang telah membantu dalam

kelancaran penyelesaian skripsi.

8. Pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Direktorat Jenderal

Hortikultura, dan Badan Pusat Statistik atas informasi yang diberikan kepada

penulis berkaitan dengan penyusunan skripsi ini.

9. Dosen koordinator dan teman-teman asisten Dasar-Dasar Komunikasi yang

tidak bisa disebutkan satu per satu. Masa-masa menyenangkan dalam

kelompok asisten tidak akan penulis lupakan.

10. Teman-teman satu bimbingan skripsi Alwiyah, Shinta, dan Farhan atas

kerjasama dan dukungan selama penyelesaian skripsi ini.

Page 10: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

x

11. Tim Gladikarya Desa Tugu Selatan: Gita, Novia, Nuning, dan Dini

Damayanti atas kebersamaan dan pengalaman berharga selama menjalankan

kegiatan gladikarya.

12. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis 44 atas semangat

dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi serta pihak yang tidak

dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas semangat dan bantuannya

selama penulis menyelesaikan skripsi.

Bogor, September 2011

Abed Nego Herbowo

Page 11: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xvi

I PENDAHULUAN ... ............................................................... 1

1.1. Latar Belakang ….............................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah .......................................................... 7

1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 9

1.4. Manfaat Penelitian …........................................................ 10

II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 11

2.1. Gambaran Umum Jamur ….............................................. 11

2.2. Karakteristik Jamur Tiram Putih ...................................... 12

2.3. Budidaya Jamur Tiram Putih ............................................ 13

2.4. Panen dan Pasca Panen Jamur Tiram Putih ...................... 15

2.5. Kajian Penelitian Terdahulu ............................................. 15

III KERANGKA PEMIKIRAN ................................................ 21

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................... 21

3.1.1. Investasi ……………………................................. 21

3.1.2. Studi Kelayakan Bisnis ……….............................. 22

3.1.3. Teori Manfaat dan Biaya ....................................... 23

3.1.4. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis ................... 25

3.1.4.1. Aspek Pasar ............................................... 25

3.1.4.2. Aspek Teknis ............................................ 26

3.1.4.3. Aspek Manajemen dan Hukum ................ 27

3.1.4.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ....... 28

3.1.4.5. Aspek Lingkungan .................................... 28

3.1.4.6. Aspek Finansial ......................................... 29

3.1.5. Analisis Switching Value ........................................ 30

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ..................................... 31

IV METODE PENELITIAN ..................................................... 34

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................... 34

4.2. Data dan Instrumentasi .................................................... 34

4.3. Metode Pengumpulan Data .............................................. 34

4.4. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data .................... 35

4.4.1. Analisis Aspek Pasar .............................................. 35

4.4.2. Analisis Aspek Teknis ............................................ 35

4.4.3. Analisis Aspek Manajemen dan Hukum ................ 36

4.4.4. Analisis Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ....... 36

4.4.5. Analisis Aspek Lingkungan ................................... 37

4.4.6. Analisis Aspek Finansial ........................................ 37

4.4.6.1. Net Present Value ...................................... 37

4.4.6.2. Internal Rate of Return .............................. 38

4.4.6.3. Net Benefit Cost Ratio ............................... 39

Page 12: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

xii

4.4.6.4. Payback Period ......................................... 40

4.4.7. Analisis Switching Value ........................................ 40

4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan ......................................... 41

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............... 43

5.1. Profil Kecamatan Cisarua ................................................. 43

5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis ................................ 43

5.1.2. Keadaan Alam ........................................................ 43

5.2. Profil Desa Tugu Selatan .................................................. 43

5.2.1. Letak dan Keadaan Geografis ................................ 43

5.2.2. Keadaan Alam ........................................................ 44

5.2.3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ..................... 44

5.3. Gambaran Umum Usaha Jamur Tiram Putih ................... 46

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 48

6.1. Analisis Aspek Non Finansial .......................................... 48

6.1.1. Aspek Pasar ............................................................ 48

6.1.1.1. Potensi Pasar .............................................. 48

6.1.1.2. Bauran Pemasaran ..................................... 50

6.1.2. Aspek Teknis .......................................................... 53

6.1.2.1. Pemilihan Lokasi Usaha ............................ 53

6.1.2.2. Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan .. 56

6.1.2.3. Proses Produksi …………………………. 57

6.1.2.4. Tata Letak Usaha ....................................... 62

6.1.3. Aspek Manajemen dan Hukum .............................. 63

6.1.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ..................... 65

6.1.5. Aspek Lingkungan .................................................. 66

6.1.6. Hasil Analisis Aspek Non Finansial ....................... 67

6.2. Analisis Aspek Finansial .................................................. 67

6.2.1. Arus Penerimaan (Inflow) ....................................... 68

6.2.2. Nilai Sisa ................................................................ 72

6.2.3. Pengeluaran Perusahaan (Outflow) ......................... 74

6.2.3.1. Biaya Investasi ........................................... 74

6.2.3.2. Biaya Operasional ……………………….. 79

6.2.4. Analisis Rugi Laba ................................................. 85

6.2.5. Analisis Kelayakan Finansial ................................. 87

6.2.6. Analisis Switching Value ........................................ 91

6.2.7. Hasil Analisis Aspek Finansial ............................... 94

VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 96

7.1. Kesimpulan ....................................................................... 96

7.2. Saran ................................................................................. 97

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 98

LAMPIRAN ....................................................................................... 100

Page 13: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Konsumsi Per Kapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2009

(dalam kg per tahun) ….................................................................. 1

2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2005-2009 ....... 2

3. Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur di Indonesia

Tahun 2003-2009 ………………................................................... 3

4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dengan Bahan

Makanan Lain ………………........................................................ 4

5. Kandungan Asam Amino Esensial ................................................ 5

6. Harga Jamur Merang, Jamur Tiram, dan Jamur Kuping pada

Dua Minggu Pertama Bulan September 2007 ............................... 5

7. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jamur Tiram di

Pulau Jawa Tahun 2009 ................................................................. 6

8. Jumlah, Produksi, dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di

Kabupaten Bogor Tahun 2007 ....................................................... 7

9. Mata Pencaharian Penduduk Desa Tugu Selatan

Tahun 2010 .................................................................................... 45

10. Fasilitas Pendidikan di Desa Tugu Selatan Tahun 2010 ............... 45

11. Perkembangan Produksi Jamur di Jawa Barat Tahun 2004-2009 . 49

12. Perhitungan Proyeksi Perkembangan Jamur di Jawa Barat .......... 49

13. Kebutuhan Bahan Baku pelaku usaha jamur tiram putih di

Desa Tugu Selatan ......................................................................... 54

14. Penerimaan Log Jamur Tiram Putih Pelaku Usaha di

Desa Tugu Selatan (Skenario I) ..................................................... 69

15. Penerimaan Jamur Tiram Putih Segar Pelaku Usaha di

Desa Tugu Selatan (Skenario II) .................................................... 70

16. Penerimaan Log Jamur Tiram Putih Pelaku Usaha di

Desa Tugu Selatan (Skenario III) .................................................. 71

17. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario I) ............... 75

18. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario II) ............. 77

19. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario III) ............ 78

20. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu

Selatan (Skenario I) ........................................................................ 80

21. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu

Selatan (Skenario II) ...................................................................... 81

Page 14: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

xiv

22. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu

Selatan (Skenario III) ..................................................................... 82

23. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa

Tugu Selatan (Skenario I) .............................................................. 83

24. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa

Tugu Selatan (Skenario II) ............................................................. 84

25. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa

Tugu Selatan (Skenario III) ........................................................... 85

26. Hasil Analisis Laporan Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih ....... 86

27. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario I ................................ 87

28. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario II .............................. 89

29. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario III ............................. 90

30. Perbandingan Hasil Switching Value Usaha Jamur Tiram Putih ... 92

Page 15: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hubungan Antara NPV dan IRR ......................................... 30

2. Hubungan Antara NPV dan IRR Saat Dilakukan Analisis

Switching Value .................................................................... 31

3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ........................ 33

4. Baglog Jamur Tiram Putih .................................................... 51

5. Jamur Tiram Putih Segar ...................................................... 51

6. Saluran Distribusi Baglog Jamur Tiram Putih di

Desa tugu Selatan ................................................................. 52

7. Saluran Distribusi Jamur Tiram Putih Segar di

Desa tugu Selatan ................................................................. 52

8. Oven Pengukusan Baglog .................................................... 56

9. Stimer Penyiraman Baglog .................................................. 56

10. Log Jamur Siap Budidaya .................................................... 59

11. Log Jamur Gagal .................................................................. 59

12. Awal Pertumbuhan Tubuh Buah Jamur ............................... 59

13. Perangkap Plastik ................................................................. 60

14. Jamur Tiram Putih Siap Panen ............................................. 61

15. Pemotongan Akar Jamur ...................................................... 61

16. Pengemasan Jamur Tiram .................................................... 61

17. Proses Produksi Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan .. 61

18. Layout Kumbung Depan ...................................................... 63

19. Layout Kumbung Dalam ...................................................... 63

20. Struktur Organisasi Usaha Jamur Tiram Putih di

Desa Tugu Selatan ............................................................... 65

Page 16: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Tata Letak Usaha Jamur Tiram Putih ................................... 101

2. Siklus Tanam Log Jamur Tiram Putih Sebanyak 100.000

Log per Tiga Bulan (Skenario II) ........................................ 102

3. Siklus Tanam Log Jamur Tiram Putih Sebanyak 47.757

Log per Bulan (Skenario III) ............................................... 103

4. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario I) ........................................................................... 104

5. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario II) ………………................................................. 105

6. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario III) ....................................................................... 106

7. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario I) ........................................................................... 107

8. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario II) ......................................................................... 109

9. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario III) ....................................................................... 111

10. Switching Value Penurunan Harga Log Jamur Tiram Putih

22,97% (Skenario I) ............................................................. 113

11. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 35,41%

(Skenario I) .......................................................................... 115

12. Switching Value Penurunan Harga Jamur Tiram Putih Segar

14,14% (Skenario II) ............................................................ 117

13. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 20,32%

(Skenario II) ......................................................................... 119

14. Switching Value Penurunan Harga Jamur Tiram Putih Segar

53,28% (Skenario III) .......................................................... 121

15. Switching Value Penurunan Harga Log Jamur Tiram Putih

94,18% (Skenario III) .......................................................... 123

16. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 68,14%

(Skenario III) ........................................................................ 125

Page 17: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris memiliki jenis komoditas pertanian yang

beragam. Keberagaman tersebut merupakan aset yang mempunyai potensi untuk

dikembangkan, salah satu subsektor yang memiliki potensi tersebut adalah

subsektor hortikultura. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2010), komoditas

hortikultura cukup potensial dikembangkan secara agribisnis, karena memiliki

nilai ekonomis dan nilai tambah cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas

lainnya. Salah satu yang masuk dalam jenis hortikultura adalah sayuran.

Sayuran dapat dibudidayakan dengan baik di Indonesia dan merupakan

sumber pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat setiap hari. Kebutuhan

manusia terhadap sayuran semakin meningkat seiring dengan pertambahan

penduduk dan kesadaran akan pola hidup dan pola makan yang sehat dimana

sayuran mengandung banyak serat yang baik untuk kesehatan (Tabel 1).

Tabel 1. Konsumsi Per Kapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2009 (dalam

kg per tahun)

Komoditi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sayur-sayuran 40,95 38,80 38,72 40,02 46,39 45,46 38,95

Sumber: BPS (2010)

Berdasarkan data produksi tanaman sayuran di Indonesia pada tahun 2005

sampai dengan 2009, dapat dilihat bahwa secara umum jumlah produksi sayuran

mengalami kenaikkan (Tabel 2). Total produksi sayuran pada tahun 2005 sebesar

9.101.987 ton dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 16,03 persen

menjadi 10.561.348 ton. Untuk komoditas jamur, total produksi pada tahun 2005

sebesar 30.854 ton dan mengalami peningkatan sekitar 24,67 persen pada tahun

2009 menjadi 38.465 ton. Peningkatan total produksi jamur tersebut

memperlihakan bahwa jamur merupakan tanaman sayuran yang potensial untuk

dikembangkan.

Page 18: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

2

Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2005-2009

No Komoditas Produksi (Ton)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Bawang merah 732.610 794.929 802.810 853.615 965.164

2 Bawang putih 20.733 21.052 17.312 12.339 15.419

3 Bawang daun 501.437 571.264 479.924 547.743 549.365

4 Kentang 1.009.619 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304

5 Lobak 54.226 49.344 42.076 48.376 29.759

6 Kol/Kubis 1.292.984 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113

7 Petsai/Sawi 548.453 590.400 564.912 565.636 562.838

8 Wortel 440.001 391.370 350.170 367.111 358.014

9 Kacang merah 132.218 125.251 112.271 115.817 110.051

10 Kembang kol 127.320 135.517 124.252 109.497 96.038

11 Cabe besar 661.730 736.019 676.828 695.707 787.433

12 Cabe rawit 396.293 449.040 451.965 457.353 591.294

13 Tomat 647.020 629.744 635.474 725.973 853.061

14 Terung 333.328 358.095 390.846 427.166 451.564

15 Buncis 283.649 269.533 266.790 266.551 290.993

16 Timun 552.891 598.892 581.205 540.122 583.139

17 Labu siam 180.029 212.697 254.056 394.386 321.023

18 Bayam 123.785 149.435 155.863 163.817 173.750

19 Kacang panjang 466.387 461.239 488.499 455.524 483.793

20 Jamur 30.854 23.559 48.247 43.047 38.465

21 Melinjo 210.836 239.209 205.728 230.654 221.097

22 Kangkung 229.997 292.950 335.086 323.757 360.992

23 Petai 125.587 148.268 178.680 213.536 183.679

Total 9.101.987 9.527.463 9.455.463 10.035.094 10.561.348

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2009)

Jamur merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang disukai

masyarakat dan dapat memberikan kontribusi yang besar sebagai penyumbang

devisa negara. Pemasaran jamur tidak hanya dilakukan untuk pasar domestik

melainkan juga pasar luar negeri atau ekspor. Negara tujuan ekspor jamur adalah

Asia, Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Uni Emirat Arab (Direktorat Jenderal

Hortikultura 2009). Potensi mengenai pasar jamur tersebut dapat dilihat dari

volume ekspor dan impor jamur Indonesia (Tabel 3).

Page 19: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

3

Tabel 3. Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur di Indonesia Tahun

2003-2009

Tahun Volume Ekspor

(Kg)

Presentase

(%)

Volume Impor

(Kg)

Presentase

(%)

2003 16.113.207 - 1.524.872 -

2004 3.333.723 -79,31 194.010 -87,28

2005 22.558.977 575,69 2.913.432 1401,69

2006 18.351.038 -18,65 3.594.073 22,89

2007 20.571.404 12,10 3.370.435 -6,22

2008 19.452.421 -5,44 3.431.709 1,82

2009 15.272.001 -21,49 4.081.488 18,94 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2010)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa dalam jangka waktu 2003 sampai

2009 volume ekspor jamur lebih tinggi daripada impor jamur, sehingga jamur

merupakan penghasil devisa bagi negara. Pada tahun 2004 ekspor dan impor

jamur mengalami penurunan volume yang sangat drastis. Hal ini diduga

disebabkan oleh adanya kegagalan panen dan kondisi perekonomian yang tidak

stabil sehingga mempengaruhi volume ekspor dan impor jamur (Direktorat

Jenderal Hortikultura 2009). Setelah kondisi tersebut jamur mengalami

peningkatan volume ekspor dan impor yang drastis. Volume ekspor jamur

mengalami peningkatan sebesar 19.645.545 kg dan volume impor jamur

meningkat sebesar 2.719.422 kg, sedangkan periode setelah tahun 2007 volume

ekspor jamur terus mengalami penurunan namun volume impor terus mengalami

kenaikkan. Hal tersebut diduga karena permintaan jamur di Indonesia terus

meningkat. Berdasarkan hal diatas menunjukkan bahwa permintaan jamur di pasar

domestik dan pasar luar negeri sangat besar.

Tingginya permintaan akan jamur tidak diiringi dengan jumlah produksi

yang mencukupi. Produksi jamur Indonesia hanya mampu memenuhi 50% dari

permintaan pasar dalam negeri dan belum termasuk permintaan pasar luar negeri,

seperti Asia, Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Uni Emirat Arab. Indonesia

dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi baru mampu memasok 0,9%

dari pasar dunia. Presentase tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan China

yang memasok 33,2% pasar jamur dunia (Martawijaya & Nurjayadi 2010).

Jamur tiram merupakan salah satu jamur yang cukup dikenal dan digemari

oleh masyarakat karena dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar,

Page 20: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

4

dalam bentuk masakan maupun dalam bentuk olahan. Terdapat beberapa jenis

jamur tiram yang dapat dikonsumsi, yaitu jamur tiram putih, jamur tiram merah

jambu, jamur tiram abu-abu, jamur tiram coklat, jamur tiram hitam, dan jamur

tiram kuning. Namun, jamur tiram yang sering dikonsumsi masyarakat dan

dibudidayakan adalah jamur tiram putih karena memiliki tekstur daging yang

lembut dan rasanya hampir menyerupai daging ayam serta memiliki kandungan

gizi yang tinggi dan berbagai macam asam amino essensial, protein, lemak,

mineral, dan vitamin (Martawijaya & Nurjayadi 2010). Jamur tiram memiliki nilai

gizi paling tinggi dibandingkan dengan jenis jamur lainnya maupun hewani

(Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Pada Tabel 4 terlihat bahwa jamur tiram

memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang lebih tinggi daripada daging

sapi, namun kandungan lemaknya jauh lebih rendah.

Tabel 4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dengan Bahan Makanan Lain

(dalam %)

Bahan Makanan Protein Lemak Karbohidrat

Jamur merang 1,8 0,3 4,0

Jamur tiram putih 27 1,6 58,0

Jamur kuping 8,4 0,5 82,8

Daging sapi 21 5,5 0,5

Bayam - 2,2 1,7

Kentang 2,0 - 20,9

Kubis 1,5 0,1 4,2

Seledri - 1,3 0,2

Buncis - 2,4 0,2

Sumber : Martawijaya dan Nurjayadi (2010)

Selain itu, kandungan asam amino pada jamur tiram hampir sama dengan

kandungan asam amino pada telur ayam, namun lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan asam amino pada jamur kancing, shittake, dan merang (Tabel 5).

Asam amino merupakan senyawa penyusun protein yang menjadi bahan

pembentuk tubuh manusia dan hewan (Ardiansyah 2006, diacu dalam

Martawijaya & Nurjayadi 2010). Asam amino pada jamur tiram yang tinggi

Page 21: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

5

membuat jamur tiram menjadi salah satu sumber protein nabati yang dianjurkan.

Kandungan lain yang dimiliki jamur tiram yaitu kandungan B kompleks.

Tabel 5. Kandungan Asam Amino Esensial (gram per 100 gram protein)

Asam Amino Jenis Jamur

Telur ayam Kancing Shiitake Tiram putih Merang

Leusin 7,5 7,9 7,5 4,5 8,8

Isoleusin 4,5 4,9 5,2 3,4 6,6

Valin 2,5 3,7 6,9 5,4 7,3

Triptopan 2,0 - 1,1 1,5 1,6

Lisin 9,1 3,9 9,9 7,1 6,4

Treanin 5,5 5,9 6,1 3,5 5,1

Fenilalanin 4,2 5,9 3,5 2,6 5,8

Metionin 0,9 1,9 3,0 1,1 3,1

Histidin 2,7 1,9 2,8 3,8 2,4

Total 38,9 36 46 32,9 47,1

Sumber : Chang dan Miles (2004), diacu dalam Martawijaya & Nurjayadi (2010)

Harga jamur dapat dikatakan lebih stabil dibandingkan dengan komoditas

sayuran lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena jamur bukan suatu komoditas

pokok seperti beras, cabai, maupun bawang merah (Masyarakat Agribisnis Jamur

2007). Pada Tabel 6 dapat dilihat harga jamur merang, jamur tiram, dan jamur

kuping di Indonesia dalam dua minggu pertama bulan September 2007 menurut

hasil survei yang dilakukan oleh Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia.

Tabel 6. Harga Jamur Merang, Jamur Tiram, dan Jamur Kuping Pada Dua

Minggu Pertama Bulan September 2007

No Jenis Jamur Harga di Petani (Rp/kg) Harga di Pasar(Rp/kg)

1 Jamur Merang 9.000-10.000 15.000-20.000

2 Jamur Tiram 5.300 6.000-10.000

3 Jamur Kuping 6.000 8.000

Sumber: Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (2007)

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa harga jamur merang memiliki

selisih harga di tingkat pengumpul yang lebih tinggi daripada di tingkat petani.

Page 22: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

6

Hal ini disebabkan oleh rantai tataniaga yang cukup panjang, sehingga

keuntungan dari bisnis jamur merang lebih banyak dinikmati para pengumpul.

Berbeda halnya dengan jamur tiram, keuntungan lebih banyak dinikmati oleh

petani dibandingkan dengan pengumpul. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa

usahatani jamur tiram lebih menguntungkan bagi petani dan relatif lebih mudah

dalam budidayanya. Masyarakat juga lebih menyukai jamur tiram karena

harganya yang lebih murah dan rasanya yang lezat (Masyarakat Agribisnis Jamur

2007). Selain itu, ditinjau dari aspek biologisnya, jamur tiram relatif lebih mudah

dibudidayakan. Pengembangan jamur tiram tidak memerlukan lahan yang luas.

Masa produksi jamur tiram relatif lebih cepat sehingga periode dan waktu panen

lebih singkat dan dapat berlanjut selama masa produktif jamur (Martawijaya &

Nurjayadi 2010).

Budidaya jamur tiram putih tersebar pada berbagai daerah di wilayah

Indonesia. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa ada empat provinsi di Pulau

Jawa yang menjadi sentra produksi jamur tiram putih. Jawa Tengah merupakan

provinsi dengan produktivitas tertinggi, sedangkan Provinsi Jawa Barat memiliki

luas panen tertinggi kedua setelah Jawa Timur namun produktivitasnya terendah.

Hal tersebut diduga disebabkan oleh kondisi para petani dalam melakukan

usahatani jamur tiram putih yang pada umumnya masih bersifat tradisional

dan tergolong usahatani kecil. Luas panen, produksi, dan produktivitas jamur

tiram di pulau Jawa pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jamur Tiram di Pulau Jawa

Tahun 2009

Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

Jawa Barat 291,79 7.306,75 25,04

Jawa Tengah 15,23 1.838,93 120,75

D.I. Yogyatakarta 5,86 651,32 111,23

Jawa Timur 385,09 28.557,05 74,16

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2009)

Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten

Bogor. Wilayah Bogor memiliki kondisi alam yang cocok bagi pertumbuhan

jamur tiram. Hal tersebut menjadi faktor pendorong utama bagi usaha budidaya

Page 23: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

7

jamur tiram. Tabel 8 menyajikan data tentang jumlah, produksi, dan

produktivitas jamur tiram putih di Kabupaten Bogor pada tahun 2007.

Tabel 8. Jumlah, Produksi, dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten

Bogor Tahun 2007

No Kecamatan Jumlah (log) Produksi (kg) Produktivitas (kg/log)

1 Pamijahan 61.700 8.638 0,18

2 Leuwi Sadeng 20.000 3.000 0,15

3 Rancabungur 34.000 4.420 0,13

4 Tamansari 191.500 38.300 0,20

5 Cijeruk 17.000 2.040 0,12

6 Cisarua 780.000 173.250 0,17

7 Sukaraja 10.000 1.200 0,12

Rata-rata 0,15

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2007)

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa Kecamatan Cisarua memiliki

jumlah baglog dan produksi jamur tiram putih tertinggi serta produktivitas jamur

tiram putih yang cukup tinggi di Kabupaten Bogor dengan besar secara berurutan

780.000 log, 173.250 kg, dan 0,17 kg/log. Berdasarkan hal tersebut, penulis

mengambil lokasi penelitian pada Desa Tugu Selatan yang merupakan bagian dari

Kecamatan Cisarua.

1.2. Perumusan Masalah

Kenaikan permintaan jamur tiram putih sekitar 20 sampai 25 persen per

tahun (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2007) belum dapat dipenuhi oleh

pengusaha, sehingga berapapun jumlah jamur tiram putih yang dibawa ke pasar

selalu habis terjual. Kandungan gizi yang cukup baik juga menyebabkan

permintaan jamur tiram terus meningkat. Saat ini masih sedikit pihak yang

melakukan usaha di bidang jamur tiram putih. Hal tersebut pada umumnya

disebabkan kurangnya modal dan pengetahuan untuk melakukan budidaya jamur

tiram. Prospek pasar yang tinggi tersebut akan merangsang pengusaha untuk

menekuni atau meningkatkan produksi budidaya jamur tiram putih.

Page 24: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

8

Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan

salah satu sentra penghasil jamur tiram putih. Saat ini ada empat pelaku usaha

yang melakukan usaha di bidang jamur tiram putih. Unit bisnis yang diusahakan

para pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan, yaitu membeli log

jamur tiram putih untuk dibudidaya, menjual log jamur tiram putih, dan membuat

log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya. Tiga bentuk usaha dari jamur

tiram putih tersebut memberikan tingkat pendapatan yang berbeda bagi setiap

pelaku usaha.

Saat ini pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menerima

permintaan log jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar yang cukup besar,

namun permintaan tersebut belum dapat dipenuhi secara keseluruhan. Permintaan

log jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar yang diterima oleh pelaku usaha

di Desa Tugu Selatan masing-masing mencapai sekitar 3167 log/hari dan 7,34

ku/hari. Namun, pada saat ini pelaku usaha baru mampu memenuhi permintaan

log jamur tiram putih sebesar 1067 log/hari dan permintaan jamur tiram putih

segar sebesar 6,66 ku/hari. Selisih antara permintaan dan penawaran tersebut

menyebabkan pelaku usaha akan melakukan pengembangan usaha dengan

meningkatkan skala usahanya. Pelaku usaha jamur tiram putih akan meningkatkan

produksi log jamur yang akan dijual menjadi 1733 log/hari dan produksi jamur

tiram putih segar menjadi 8,88 ku/hari. Selain pengembangan dalam skala usaha,

pelaku usaha juga akan melakukan pengembangan dalam hal teknologi berupa

mengganti drum pengukusan dengan oven dalam kegiatan sterilisasi baglog

jamur. Oven digunakan karena memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan

dengan drum sehingga mendukung pengembangan skala usaha yang akan

dilakukan serta dapat mensterilkan baglog dengan lebih baik.

Pengembangan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan modal

sendiri. Untuk melakukan pengembangan kegiatan pembuatan log jamur tiram

putih maupun budidaya jamur tiram putih membutuhkan biaya yang cukup besar.

Pelaku usaha tentunya sangat memerlukan suatu informasi mengenai prospek dan

kelayakan dari usahanya dengan melakukan pengembangan tersebut serta

besarnya risiko yang mungkin terjadi sebagai pertimbangan dalam menanamkan

modalnya mengingat bahwa harga input dan output produksi dapat mengalami

Page 25: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

9

perubahan. Perubahan-perubahan tersebut dapat mempengaruhi keuntungan yang

akan diperoleh, sehingga diperlukan suatu analisis kelayakan usaha untuk

mengetahui apakah suatu usaha yang akan atau sedang dijalankan mendatangkan

keuntungan atau kerugian dan sebagai informasi bagi pelaku usaha dalam

melakukan investasi. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari bagaimana

kelayakan pengusahaan dalam usaha jamur tiram putih tersebut pada tiga skenario

yang merupakan tiga kegiatan pengembangan usaha yang akan dilakukan pelaku

usaha, yaitu skenario I (hanya menjual log jamur tiram putih), skenario II

(membeli log untuk budidaya jamur tiram putih), dan skenario III (membuat log

jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya). Berdasarkan uraian di atas, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini:

1) Bagaimana kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dari

aspek non finansial?

2) Bagaimana kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dari

aspek finansial pada ketiga skenario?

3) Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha jamur tiram putih

di Desa Tugu Selatan jika terjadi penurunan harga jual log jamur tiram putih,

penurunan harga jual jamur tiram putih segar, dan peningkatan biaya

variabel?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat

dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial

ekonomi budaya, dan aspek lingkungan.

2) Menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dari

aspek finansial pada ketiga skenario.

3) Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha jamur tiram

putih di Desa Tugu Selatan jika terjadi penurunan harga jual log jamur tiram

putih, penurunan harga jual jamur tiram putih segar, dan peningkatan biaya

variabel.

Page 26: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

10

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang

bermanfaat bagi pemilik usaha pembuatan log jamur tiram putih dan budidaya

jamur tiram putih mengenai kelayakan pengembangan usaha. Bagi penulis, untuk

penerapan ilmu yang didapat selama masa perkuliahan serta melatih dan

menambah kemampuan penulis dalam melakukan analisis kelayakan usaha. Bagi

investor atau pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi

sebagai informasi pengusahaan jamur tiram putih, serta pertimbangan ketika ingin

terjun ke dalam usaha jamur tiram putih. Bagi akademisi, penelitian ini sebagai

informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.

Page 27: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

11

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Jamur

Jamur merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di alam. Jamur sudah

dikenal oleh masyarakat sejak dulu dan tumbuh liar di hutan-hutan pada musim

hujan dikarenakan kelembaban yang cukup tinggi menyebabkan jamur dapat

tumbuh dengan baik (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Saat ini masyarakat

sudah mengenal jamur sebagai salah satu sumber bahan makanan nabati yang

mengandung gizi tinggi maupun untuk pengobatan yang memiliki efek kesehatan.

Selain mengandung protein, lemak tidak jenuh, serat, dan asam amino esensial,

dalam jamur juga terkandung sejumlah penting vitamin, mineral, hormon, enzim

serta senyawa aktif (Jaelani 2008). Namun, ada beberapa jenis jamur yang

beracun apabila dikonsumsi, sehingga mengakibatkan keracunan pada manusia

bahkan sampai pada kematian.

Sebagian jenis jamur telah dapat dibudidayakan secara komersial. Dengan

berkembangnya teknologi dan pengetahuan mengenai budidaya, jamur dapat

dibudidayakan dengan membuat rumah produksi (kumbung) yang suhunya dapat

diatur sesuai dengan syarat bertumbuhnya jamur tersebut dengan baik. Jamur

mulai menjadi salah satu sayuran primadona dan dalam beberapa tahun terakhir

jamur memiliki peminat yang semakin banyak untuk dikonsumsi baik dari dalam

negeri maupun mancanegara (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Selain itu,

jamur memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari harga

jual jamur yang umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lainnya.

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), jamur dapat digolongkan

berdasarkan jenis media tumbuhnya, yaitu jamur dengan media jerami, media

serbuk kayu, dan media campuran. Jamur dengan media jerami yaitu jamur

merang (Volvariella volvaceae). Jamur merang banyak tumbuh di daerah dataran

rendah terutama daerah persawahan, sedangkan jamur tiram putih (Pleurotus sp.),

jamur tiram abu-abu (Pleurotus sp.), jamur kuping (Auricularia sp.), dan jamur

shiitake (Lentinus edodes) merupakan jamur dengan media serbuk kayu yang

banyak dikembangkan di daerah dataran tinggi yang berhawa dingin. Jenis jamur

dengan media campuran yaitu media dengan berbagai bahan dasar seperti serbuk

Page 28: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

12

gergaji, kompos, dan lainnya diantaranya jamur kancing (Agaricus bisporus) dan

ling zhi (Ganoderma lucidum).

2.2. Karakteristik Jamur Tiram Putih

Jamur tiram (Pleurotus sp.) merupakan jenis jamur kayu yang mudah

dibudidayakan dan mulai banyak digemari oleh masyarakat. Jamur tiram dapat

tumbuh pada berbagai macam jenis substrat dan memiliki kemampuan yang tinggi

untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai

hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah

terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau

pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu

jenis jamur kayu. Bentuk tudung jamur tiram sedikit membulat, lonjong, dan

menyerupai cangkang kerang atau tiram (Suharjo 2008). Menurut Cahyana

(1997), jamur tiram digolongkan ke dalam:

Kingdom : Mycetea

Divisio : Amastigomycotae

Phylum : Basidiomycotae

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Agaricales

Family : Pleurotaceae

Genus : Pleurotus

Spesies : Pleurotus ostreatus

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), jamur tiram merupakan

jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan karena memiliki produktivitas

yang relatif tinggi. Dari seribu gram substrat kering, 50% sampai 70% jamur segar

dapat dihasilkan bahkan saat ini sudah dapat ditingkatkan hingga 120% sampai

150%. Jamur tiram memiliki rasa yang lezat dan kandungan gizi yang cukup

tinggi. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2010), terdapat beberapa jenis jamur

tiram yang dapat dikonsumsi yaitu diantaranya:

1) Jamur tiram putih (Pluerotus ostreatus)

2) Jamur tiram merah jambu (Pluerotus flabellatus)

3) Jamur tiram abu-abu (Pluerotus sajor caju)

4) Jamur tiram cokelat (Pluerotus cystidiosus)

Page 29: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

13

5) Jamur tiram hitam (Pluerotus sapidus)

6) Jamur tiram kuning (Pluerotus citrinopileatus)

Hasil penelitian Departemen Sain, Kementerian Industri Thailand, jamur

tiram mengandung protein 5,94%, karbohidrat 50,59%, serat 1,56%, lemak

0,17%, dan abu 1,14%. Setiap 100 gram jamur tiram segar mengandung 45,65

kalori, 8,9 miligram kalsium, 1,9 miligram besi, 17,0 miligram fosfor, 0,15

miligram vitamin B1, 0,75 miligram vitamin B2, dan 12,40 miligram vitamin C.

Jamur tiram juga mengandung folic acid yang cukup tinggi dimana kandungan

tersebut diduga mampu menyembuhkan anemia (Suharjo 2008).

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), ada beberapa syarat agar

jamur tiram dapat tumbuh dengan baik yaitu jamur tiram dapat tumbuh jika

berada pada suhu berkisar 22°C-28°C untuk masa inkubasi atau pembentukan

miselium dan 16°C-22°C untuk masa pembentukan tubuh buah. Selama masa

pertumbuhan miselium kelembaban udara dipertahankan antara 60%-70%,

sedangkan pada pertumbuhan badan buah kelembaban yang dipertahankan

berkisar antara 80%-90%. Suhu dan kelembaban dapat diatur dengan melakukan

penyemprotan air ke dalam kumbung. Selain itu, pertumbuhan jamur sangat peka

terhadap cahaya secara langsung. Intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan sekitar 200 lux (10%), sedangkan pada pertumbuhan miselium tidak

diperlukan cahaya. Miselium jamur akan tumbuh lebih cepat dalam keadaan gelap

atau tanpa sinar daripada di tempat yang terang dengan cahaya matahari

berlimpah, tetapi pada masa pertumbuhan badan buah memerlukan adanya

rangsangan sinar. Pada tempat yang sama sekali tidak ada cahaya badan buah

tidak dapat tumbuh, oleh karena itu pada masa terbentuknya badan buah pada

permukaan media harus mulai mendapat sinar. Untuk kandungan air dalam

substrat, diperlukan berkisar antara 60%-65%. Jika kondisi kering atau

kekurangan air maka pertumbuhan jamur akan terganggu atau terhenti. Namun,

jika kadar air terlalu tinggi maka miselium akan membusuk dan mati.

2.3. Budidaya Jamur Tiram Putih

Media tanam jamur tiram putih dibuat menyerupai kondisi tempat tumbuh

jamur tiram di alam. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010), bahan baku

yang digunakan sebagai media dalam budidaya jamur tiram adalah serbuk gergaji,

Page 30: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

14

kapur yang berfungsi sebagai penetral keasaman dengan mengontrol pH tetap

stabil pada saat proses pengomposan atau pemeraman, gips yang berfungsi

sebagai bahan penambah mineral dan menguatkan kepadatan media tanam, serta

dedak yang mengandung karbohidrat, karbon, nitrogen, dan vitamin B yang dapat

mempercepat pertumbuhan miselium jamur tiram.

Ada beberapa komposisi campuran media antara serbuk gergaji dengan

bahan baku lainnya. Salah satu komposisi campuran media tanam jamur tiram

putih adalah serbuk gergaji 86 persen, dedak 10 persen, kapur 3 persen, dan gips

1 persen (Direktorat Jenderal Hortikultura 2010).

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010), ada beberapa hal dalam

budidaya jamur tiram putih yang perlu diperhatikan meliputi pembuatan kumbung

dan pemeliharaan log jamur tiram putih. Berikut adalah kegiatan yang perlu

dilakukan dalam budidaya jamur tiram putih:

1) Pembuatan Kumbung

Kumbung adalah bangunan tempat tumbuhnya jamur tiram putih yang terbuat

dari bilik bambu atau tembok permanen. Di dalamnya tersusun rak-rak tempat

media tumbuh atau baglog jamur tiram putih. Baglog adalah kantong plastik

transparan yang berisi campuran media tanam jamur. Ukuran kumbung

bervariasi tergantung dari luas lahan yang dimiliki. Tujuan untuk pembuatan

kumbung adalah untuk menyimpan baglog sesuai dengan persyaratan tumbuh

yang dikehendaki jamur tersebut. Rak dalam kumbung disusun sedemikian

rupa agar mudah dalam melakukan pemeliharaan dan menjaga sirkulasi

udara.

2) Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan jamur tiram putih meliputi penyemprotan atau

pengkabutan serta pengendalian hama dan penyakit. Penyemprotan dilakukan

dengan menggunakan air bersih pada ruang kumbung dan media tumbuh

jamur tiram putih. Penyiraman bertujuan untuk menjaga kelembaban

kumbung. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan untuk

mengkoordinasikan media tumbuh dan tubuh buah yang bebas dari organisme

pengganggu dengan tujuan untuk menghindari kegagalan panen yang

diakibatkan oleh serangan hama, penyakit, dan cendawan pengganggu.

Page 31: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

15

Pengendalian hama dan penyakit tidak dianjurkan menggunakan pestisida

tetapi menggunakan perangkap serangga serta menjaga kondisi dalam

kumbung tetap bersih.

2.4. Panen dan Pasca Panen Jamur Tiram Putih

Kegiatan panen jamur tiram putih dapat dilakukan sebanyak empat hingga

enam kali tergantung pada kandungan nutrisi dalam media tanam dan kegiatan

pemeliharaan yang dilakukan. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010),

kegiatan panen dan pasca panen budidaya jamur tiram putih meliputi:

1) Panen

Panen merupakan kegiatan memetik badan buah jamur tiram putih yang telah

cukup umur, yaitu tiga puluh hari sejak inokulasi atau seminggu setelah

baglog dibuka atau dua sampai tiga hari setelah munculnya primordia (pin

head). Jamur tiram putih yang siap panen memiliki warna tudung putih

terang, tidak keriting, dan tidak pecah serta diusahakan tudung belum mekar

penuh.

2) Pasca Panen

Pasca panen merupakan kegiatan sortasi, penimbangan, dan pengemasan

jamur tiram putih hasil penen, sehingga siap untuk dijual kepada konsumen.

2.5. Kajian Penelitian Terdahulu

Masruri (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan

Usaha Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Yayasan Paguyuban Ikhlas, Desa

Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)" meneliti mengenai

kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek non finansial dan aspek

finansial dengan menggunakan dua skenario, yaitu skenario I Yayasan Paguyuban

Ikhlas membeli log jamur dalam usahanya dan skenario II Yayasan Paguyuban

Ikhlas memproduksi sendiri log jamur tiram putih. Selain itu, dalam penelitian ini

dilakukan juga analisis switching value usaha budidaya jamur tiram putih jika

terjadi penurunan harga jamur tiram putih dan peningkatan biaya variabel.

Penelitian ini memiliki persamaan dalam penggunaan skenario yaitu

membeli log jamur untuk usaha budidaya jamur tiram putih dan skenario

menghasilkan log jamur sendiri untuk budidaya. Namun, dalam penelitian ini

tidak terdapat skenario mengenai usaha yang hanya menjual log jamur tiram putih

Page 32: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

16

tanpa melakukan kegiatan budidaya. Penelitian ini juga berbeda dalam hal sumber

modal yang diperoleh, yaitu melalui modal sendiri dan pinjaman, sehingga

discount rate yang digunakan berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha

jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas baik skenario I maupun skenario II

layak untuk dilaksanakan secara non finansial maupun secara finansial, tetapi

usaha jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas akan lebih layak jika

menggunakan skenario I yaitu membeli log jamur untuk kegiatan usaha budidaya

jamur tiram putih daripada memproduksi sendiri. Pada analisis switching value

diketahui bahwa maksimum penurunan harga jamur tiram putih yang

menghasilkan NPV=0 pada skenario I sebesar 12,25% dan pada skenario II

sebesar 9,29%. Dapat diketahui juga bahwa maksimum peningkatan biaya

variabel yang menghasilkan NPV=0 pada skenario I sebesar 20,08% dan pada

skenario II sebesar 11,42%.

Nasution (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan

Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih (Kasus Perusahaan X di Desa Cibitung

Kulon, Kecamatan Pamijahan, Bogor, Jawa Barat)" meneliti mengenai kelayakan

usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek

pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen serta aspek finansial dengan

menggunakan tiga skenario, yaitu skenario I usaha mengunakan bahan bakar dari

kayu bakar, skenario II usaha menggunakan bahan bakar dari gas alam, dan

skenario III usaha akan melakukan peningkatan produksi dengan menggunakan

modal yang berasal dari pinjaman. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga

analisis sensitivitas usaha budidaya jamur tiram putih jika terjadi penurunan harga

jamur tiram putih dan peningkatan harga input.

Penelitian ini berbeda dalam menganalisis aspek non finansial, dimana

pada penelitian ini hanya terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek

manajemen. Selain itu, skenario yang digunakan untuk menganalisis kelayakan

finansial usaha jamur tiram putih juga berbeda. Hasil penelitian menunjukan

bahwa usaha jamur tiram putih pada perusahaan baik skenario I, skenario II, dan

skenario III layak untuk dilaksanakan secara non finansial dan secara finansial.

Pada skenario I dan skenario II discount rate yang digunakan didasarkan pada

suku bunga deposito BRI periode Juli-Desember 2009 sebesar 6,5%, sedangkan

Page 33: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

17

pada skenario III discount rate didasarkan pada suku bunga pinjam sebesar 15%.

Hasil analisis finansial skenario I maupun skenario II tidak memiliki perbedaan

yang signifikan dalam kriteria kelayakan finansialnya. Dengan demikian usaha

jamur tiram putih tersebut jika menggunakan bahan bakar kayu bakar ataupun gas

alam tidak akan memberikan perbedaan yang besar terhadap hasil finansialnya.

Sedangkan skenario III memiliki kriteria kelayakan yang tidak lebih baik daripada

skenario I dan skenario II.

Putri (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan

Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Sistem Kemitraan

(Studi Kasus: D’ Lup Farm, Desa Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi,

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)" meneliti mengenai kelayakan usahatani jamur

tiram putih dengan sistem kemitraan dari aspek non finansial dan aspek finansial

serta kelayakan usahatani jamur tiram putih dengan sistem kemitraan dari aspek

finansial jika terjadi risiko produksi. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan

juga analisis switching value usahatani jamur tiram putih jika terjadi penurunan

harga jual jamur tiram putih dan peningkatan harga bahan baku.

Penelitian ini memiliki perbedaan dalam menghitung risiko produksi yang

terjadi, dimana pada penelitian ini menggunakan analisis risiko. Selain itu,

discount rate yang digunakan berbeda. Pada penelitian ini discount rate

didasarkan pada keuntungan atau pendapatan bersih yang diinginkan investor.

Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha jamur tiram putih D’ Lup Farm dengan

sistem kemitraan tanpa perhitungan risiko produksi layak untuk dilaksanakan

secara non finansial dan secara finansial. Namun, untuk kelayakan usaha D’ Lup

Farm dengan adanya risiko produksi sebesar 33,3% secara finansial tidak layak.

Besar risiko tersebut diperoleh dari nilai coef. variation dalam perhitungan risiko

produksi. Pada analisis switching value diketahui bahwa maksimum penurunan

harga jual jamur tiram putih yang menghasilkan NPV=0 sebesar 3,59% dan

maksimum peningkatan harga bahan baku yang menghasilkan NPV=0 sebesar

17,75%.

Rahayu (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi

Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, Provinsi Jawa Barat” meneliti

mengenai saluran dan tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar. Hasil

Page 34: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

18

penelitian menunjukan bahwa sistem pemasaran jamur tiram segar di Bogor

dilakukan melalui enam lembaga saluran pemasaran, yaitu produsen, pengumpul,

pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, dan supplier. Saluran pemasaran

jamur tiram segar di Bogor terdiri dari delapan buah saluran pemasaran, yaitu (I)

Produsen dan konsumen, (II) Produsen, pengumpul, dan konsumen, (III)

Produsen, pedagang besar, dan konsumen, (IV) Produsen, pengumpul, pedagang

besar, pedagang menengah, dan konsumen, (V) Produsen, pengumpul, pedagang

besar, pedagang menengah, pengecer, dan konsumen, (VI) Produsen, pengecer,

dan konsumen. Dua saluran lain yang tidak dapat diteliti secara lengkap adalah

(VII) Produsen, supplier, supermarket, dan konsumen serta (VIII) Produsen,

pengumpul, pedagang besar, supplier, supermarket, dan konsumen.

Saluran antara produsen langsung kepada konsumen akhir memiliki

tingkat efisiensi terbaik dengan Farmer’s share sebesar 100 persen dan nilai

margin pemasaran saluran sebesar 63,73 persen dari harga beli konsumen. Saluran

pemasaran dengan tingkat efisiensi terendah adalah saluran pemasaran yang

mencakup produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer,

dan konsumen, yakni dengan nilai farmer’s share terkecil sebesar 52,38 persen

dan margin pemasaran yang cukup besar, yaitu 65,87 persen dari harga beli

konsumen. Perbedaan dalam penelitian ini menganalisis saluran pemasaran jamur

tiram segar secara mendalam.

Nasution (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Usahatani

Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening,

Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)” meneliti mengenai usahatani jamur

tiram putih, biaya, dan pendapatan usahatani jamur tiram putih serta efisiensi

usahatani jamur tiram putih.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem usahatani jamur tiram putih

yang dilaksanakan di Komunitas Petani Jamur Ikhlas tersebut dimulai pada

tahapan pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, penyiraman, pengendalian hama,

pengaturan suhu ruangan, dan panen, kemudian dijual ke Komunitas Petani Jamur

Ikhlas. Komunitas Petani Jamur Ikhlas memiliki biaya tunai dan biaya yang

diperhitungkan. Komponen biaya tunai usaha jamur tiram putih di KPJI

diantaranya baglog, upah pada saat panen, ongkos pengangkutan baglog, dan gaji

Page 35: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

19

manajemen, sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan yaitu penyusutan

bangunan dan peralatan serta upah petani. Pendapatan usahatani terdiri dari

pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai pada petani sebesar Rp

44.928.000,00 dan pendapatan biaya total Rp 43.398.000,00, sedangkan

pendapatan tunai pada KPJI sebesar Rp 117.404.544,00 dan pendapatan biaya

total Rp 116.514.988.7,00. Usahatani jamur tiram putih yang dilakukan

Komunitas Petani Jamur Ikhlas sudah efisien, dengan memiliki nilai R/C > 1.

Persamaan dalam penelitian ini dalam proses budidaya jamur tiram putih yang

dilakukan.

Ginting (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Risiko Produksi Jamur

Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor”

meneliti mengenai pengaruh risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram

putih terhadap pendapatan yang diperoleh dan alternatif strategi yang dapat

dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya risiko produksi mengakibatkan

hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami

penurunan. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient

variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka Baru

menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Adapun sumber yang menjadi penyebab

terjadinya risiko produksi tersebut yaitu; pertama, perubahan cuaca dan iklim

yang semakin sulit diprediksi karena cuaca sudah tidak sesuai dengan siklus

normalnya. Kedua, serangan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan karena

karakteristik jamur tiram putih rentan terhadap hama dan penyakit. Ketiga,

ketersediaan tenaga kerja terampil pada Cempaka Baru masih kurang memadai,

dimana tenaga kerja tersebut sangat berperan dalam setiap kegiatan usaha.

Keempat, teknologi pengukusan yang digunakan memiliki tingkat kegagalan

sebesar lima persen.

Strategi penanganan risiko produksi yang dapat dilakukan usaha Cempaka

Baru adalah strategi preventif, yaitu strategi yang bertujuan untuk menghindari

terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu, pertama

meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang

sulit diprediksi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas

Page 36: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

20

penyiraman, dimana pada saat kondisi normal dilakukan penyiraman sebanyak

dua kali dalam sehari maka dengan kondisi musim kemarau dilakukan

penyiraman minimal empat kali dalam sehari. Kedua, membersihkan area yang

dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya rayap, tikus, dan mikroba serta

memperbaiki dan merawat fasilitas fisik yang dilakukan dengan mengganti

peralatan rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan

produksi. Ketiga, melakukan perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan

memastikan semua bahan baku memiliki kualitas yang baik dengan cara

melakukan penyortiran. Keempat, mengembangkan sumberdaya manusia dengan

mengikuti pelatihan maupun penyuluhan mengenai jamur tiram putih dan yang

kelima, menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit

murni ke dalam media tanam.

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas memperlihatkan bahwa pada

umumnya usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan serta memiliki berbagai

skenario kegiatan usaha yang dapat memberikan tingkat penerimaan yang

berbeda. Penulis menggunakan beberapa komponen yang terdapat pada penelitian

tersebut untuk digunakan pada penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan

Nasution (2010), penulis menggunakan informasi mengenai usahatani jamur tiram

putih. Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Masruri (2010), Nasution

(2010), dan Putri (2010) peneliti menggunakan konsep dan informasi mengenai

kelayakan usaha yang dianalisis secara finansial maupun non finansial serta

skenario yang dilakukan. Pada penelitian Rahayu (2004), penulis memperoleh

informasi bahwa Farmer’s share dari usaha jamur tiram putih cukup tinggi,

sedangkan penelitian Ginting (2009), penulis memperoleh informasi mengenai

sumber risiko pada usaha jamur tiram putih serta tindakan preventif yang dapat

dilakukan. Semua hasil penelitian terdahulu akan digunakan sebagai pembanding

penelitian ini. Dengan mengetahui kelayakan usaha jamur tiram putih pada

berbagai skenario, diharapkan mampu menjadi input bagi para pengusaha dalam

memulai maupun mengembangkan usahanya.

Page 37: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

21

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran peneliti yang

didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

tujuan penelitian. Pengetahuan dapat diperoleh dari ilmu yang telah dipelajari

yang berasal dari sumber bacaan baik dari buku teks, jurnal, dan logika peneliti

yang telah terbangun dari pengalaman penelitian sebelumnya. Berikut ini

beberapa teori yang mendasari kerangka pemikiran yang peneliti lakukan.

3.1.1. Investasi

Investasi di dalam perusahaan adalah penggunaan sumber-sumber yang

diharapkan akan memberikan imbalan (pengembalian) yang menguntungkan di

masa yang akan datang. Investasi pada prinsipnya adalah penggunaan sumber

keuangan atau usaha dalam waktu tertentu dari setiap orang yang menginginkan

keuntungan darinya. Dari sudut pandang jangka waktu penanamannya, investasi

dibagi dalam dua tipe yaitu investasi jangka pendek biasanya kurang dari satu

tahun yang bertujuan untuk mendayagunakan atau memanfaatkan dana yang

sementara menganggur serta bersifat marketable (mudah untuk diperjualbelikan)

dan investasi jangka panjang yang ukuran jangka waktunya lebih dari satu tahun

serta tidak bersifat marketable karena investasi ini menyangkut kelangsungan

hidup usaha di masa yang akan datang (Suratman 2002).

Menurut Suratman (2002), salah satu konsep investasi adalah

penganggaran modal karena penganggaran modal merupakan suatu konsep

penggunaan dana di masa yang akan datang yang diharapkan akan memberikan

keuntungan. Investasi dalam usaha umumnya memiliki karakteristik berupa

sebagian besar investasi mencakup aktiva yang dapat didepresiasi dan keuntungan

atas sebagian besar investasi meluas di atas periode waktu yang panjang. Aktiva

yang dapat didepresiasi menunjukkan bahwa aktiva tersebut umumnya

mempunyai nilai jual kembali yang murah atau tidak mempunyai nilai jual

kembali pada akhir masa manfaatnya, sedangkan keuntungan atas sebagian besar

investasi meluas atas periode waktu yang panjang menunjukkan bahwa perlu

penggunaan teknik-teknik penilaian investasi yang mengakui nilai waktu uang.

Page 38: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

22

Investasi yang menjanjikan keuntungan lebih awal akan lebih disukai

daripada yang menjanjikan keuntungan kemudian. Di dalam investasi banyak

mengandung risiko dan ketidakpastian. Investasi menurut karakteristiknya dapat

dibagi menjadi beberapa golongan antara lain (1) investasi yang tidak dapat

diukur labanya; (2) investasi yang tidak menghasilkan laba; (3) investasi yang

dapat diukur labanya. Untuk investasi yang dapat diukur labanya perlu dilakukan

studi kelayakan yang melihat berbagai aspek. Namun, tidak berarti bahwa jenis

investasi yang lain tidak memerlukan studi kelayakan. Studi kelayakan tetap

diperlukan, namun dengan intensitas dan penekanan untuk masing-masing aspek

berbeda (Suratman 2002).

Menurut Husnan dan Suwarsono (1994), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi intensitas studi kelayakan diantaranya adalah besar dana yang

ditanamkan, tingkat ketidakpastian proyek, dan kompleksitas elemen-elemen yang

mempengaruhi proyek. Semakin besar dana yang tertanam dalam proyek

investasi, semakin tidak pasti estimasi yang dibuat, dan semakin kompleks faktor-

faktor yang mempengaruhinya maka semakin intens atau mendalam penelitian

yang dilakukan. Dengan demikian apapun bentuk investasi yang akan dilakukan

diperlukan studi kelayakan meskipun intensitasnya berbeda. Hal ini dikarenakan

masa mendatang mengandung penuh ketidakpastian.

3.1.2. Studi Kelayakan Bisnis

Bisnis adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh

keuntungan sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditetapkan dalam berbagai

bidang, baik dalam jumlah maupun waktunya (Kasmir & Jakfar 2009). Secara

umum bisnis merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan biaya untuk

digunakan dalam menghasilkan barang dan/atau jasa dengan harapan akan

memperoleh hasil atau keuntungan di kemudian hari. Menurut Kasmir dan Jakfar

(2009), agar tujuan suatu bisnis dapat dicapai hendaknya sebelum melakukan

investasi didahului dengan suatu studi untuk menilai apakah investasi yang

ditanamkan akan memberikan suatu manfaat atau tidak.

Studi kelayakan bisnis adalah suatu penelitian terhadap rencana bisnis

dimana penelitian ini tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis yang

akan didirikan, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka untuk

Page 39: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

23

mencapai keuntungan (Umar 2003). Menurut Ibrahim (2003), studi kelayakan

bisnis adalah kegiatan untuk menilai besarnya manfaat yang dapat diperoleh

dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Berdasarkan hal tersebut, studi

kelayakan merupakan bahan pertimbangan untuk melakukan pengambilan

keputusan mengenai apakah suatu rencana bisnis diterima atau ditolak serta

apakah akan menghentikan atau mempertahankan bisnis yang sudah atau sedang

dilaksanakan (Nurmalina et al. 2009).

Studi kelayakan bisnis bertujuan untuk mengetahui tingkat benefit yang

dicapai dari suatu bisnis yang akan atau telah dijalankan, memilih alternatif bisnis

yang menguntungkan, dan menentukan prioritas investasi berdasarkan pada

alternatif bisnis yang menguntungkan tersebut. Selain itu, studi kelayakan bisnis

juga dapat digunakan untuk menghindari pemborosan sumberdaya (Nurmalina et

al. 2009). Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), ada lima tujuan studi kelayakan

bisnis dilakukan yaitu untuk menghindari risiko kerugian, memudahkan

perencanaan, memudahkan pelaksanaan pekerjaan, memudahkan pengawasan,

dan memudahkan pengendalian.

3.1.3. Teori Manfaat dan Biaya

Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan

definisi mengenai biaya dan manfaat. Biaya merupakan pengeluaran atau

pengorbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang kita

terima, sedangkan manfaat adalah sesuatu yang menimbulkan kontribusi terhadap

tujuan suatu proyek (Nurmalina et al. 2009). Biaya yang umumnya dimasukkan

dalam analisis bisnis adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh terhadap

suatu investasi, antara lain biaya investasi dan biaya operasional.

Menurut Nurmalina et a.l (2009), komponen yang termasuk dalam biaya,

yaitu:

1) Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan

dan pada saat tertentu untuk memperoleh manfaat beberapa tahun kemudian,

biasanya memerlukan biaya yang besar. Biaya investasi umumnya digunakan

untuk pengadaan tanah, gedung dan prasarana, mesin dan peralatan serta

Page 40: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

24

peralatan kantor. Biaya investasi juga dapat dikeluarkan pada beberapa tahun

setelah bisnis berjalan yang disebut dengan biaya reinvestasi.

2) Biaya Operasional

Biaya operasional menggambarkan pengeluaran untuk menghasilkan

produksi yang digunakan bagi setiap proses produksi dalam satu periode

kegiatan produksi. Biaya operasional terdiri dari dua komponen utama, yaitu

biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang besar

kecilnya selaras dengan perkembangan produksi atau penjualan setiap tahun.

Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya sarana produksi, biaya

bahan pembantu, dan upah tenaga kerja langsung, sedangkan biaya tetap

adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah

produksi atau penjualan dalam satu tahun. Biaya yang termasuk dalam biaya

tetap, yaitu gaji dan jaminan sosial, premi asuransi, dan biaya overhead

seperti biaya telepon, listrik, dan air.

3) Debt Service

Debt Service merupakan pembayaran yang dilakukan berupa suku bunga dan

modal yang dipinjam. Biaya ini dikeluarkan untuk pembayaran modal

pinjaman yang diterima oleh suatu usaha.

4) Pajak

Pajak berhubungan dengan pengurangan manfaat bersih yang diterima bisnis.

Menurut Nurmalina et al. (2009), manfaat terdiri dari tiga macam, yaitu

tangible benefit, indirect or secondary benefit, dan intangible benefit. Tangible

benefit adalah manfaat yang dapat diukur seperti disebabkan oleh peningkatan

produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan lokasi penjualan,

perubahan bentuk produk, mekanisasi pertanian, pengurangan biaya transportasi,

dan penurunan atau menghindari kerugian. Indirect or secondary benefit adalah

manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu sendiri sehingga mempengaruhi keadaan

eksternal di luar bisnis. Intangible benefit adalah manfaat yang rill ada tapi sulit

diukur seperti bisnis pertamanan yang memberikan manfaat berupa keindahan,

kenyamanan, kesegaran, dan kesehatan.

Page 41: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

25

3.1.4. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis

Dalam studi kelayakan bisnis memiliki berbagai aspek yang harus diteliti,

diukur, dan dinilai. Menurut Nurmalina et al. (2009), dalam studi kelayakan bisnis

terdapat dua kelompok aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek non finansial

dan aspek finansial. Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis,

aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek

lingkungan. Masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa jika salah satu aspek tidak dipenuhi maka perlu

dilakukan perbaikan atau tambahan yang diperlukan (Kasmir & Jakfar 2009).

3.1.4.1. Aspek Pasar

Aspek pasar adalah inti dari penyusunan studi kelayakan. Walaupun suatu

bisnis secara teknis telah menunjukkan hasil yang layak untuk dilaksanakan,

namun tidak ada atinya jika aspek pasar tidak layak seperti tidak adanya

konsumen yang mau membeli produk yang dihasilkan (Ibrahim 2003). Jika pasar

yang dituju tidak jelas, prospek bisnis ke depan juga menjadi tidak jelas, maka

kegagalan bisnis menjadi besar. Analisis aspek pasar pada dasarnya bertujuan

untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market

share dari produk yang akan dihasilkan (Umar 2003). Menurut Nurmalina et al.

(2009), aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari tentang:

1) Permintaan

Permintaan yang diamati baik secara keseluruhan maupun diperinci menurut

daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai serta memperkirakan

proyeksi permintaan tersebut.

2) Penawaran

Penawaran dapat berasal dari dalam negeri maupun berasal dari impor.

Bagaimana perkembangan di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa

yang akan datang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran ini

seperti jenis barang yang dapat menyaingi, kebijakan dari pemerintah, dan

sebagainya.

Page 42: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

26

3) Harga

Harga ditentukan berdasarkan perbandingan dengan barang-barang impor dan

produksi dalam negeri lainnya. Apakah ada kecenderungan perubahan harga

dan bagaimana polanya.

4) Perkiraan Penjualan yang Dapat Dicapai Perusahaan

Market share yang bisa dikuasai perusahaan dapat dihitung dengan cara:

Jumlah penjualan perusahaan (unit)

Market share = x 100%

Jumlah penjualan industri (unit)

3.1.4.2. Aspek Teknis

Studi aspek teknis mengungkapkan kebutuhan apa yang diperlukan dan

bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan (Umar 2003).

Menurut Nurmalina et al. (2009), aspek teknis merupakan suatu aspek yang

berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya

setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Aspek-aspek teknis dapat dianalisis dari

beberapa faktor, yaitu

1) Penentuan Lokasi Bisnis

Hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan lokasi bisnis antara lain

ketersedian bahan baku, letak pasar yang dituju, ketersediaan tenaga kerja,

dan iklim serta keadaan tanah (agroekosistem) dari lokasi bisnis

2) Proses Produksi

Berdasarkan proses produksi dikenal adanya tiga jenis proses, yaitu proses

produksi yang terputus-putus, kontinu, dan kombinasi. Sistem yang kontinu

akan lebih mampu menekan risiko kerugian akibat fluktuasi harga dan

efektivitas tenaga kerja yang lebih baik dibandingkan dengan sistem terputus.

3) Layout

Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan

fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Pengertian layout mencakup

layout site (layout lahan lokasi bisnis), layout pabrik, layout bangunan bukan

pabrik, dan fasilitas-fasilitasnya.

Page 43: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

27

4) Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment

Kriteria yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah

seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang

diharapkan, disamping kriteria yang lain yakni:

a) Ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah yang

digunakan.

b) Keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut di tempat lain yang

memiliki ciri-ciri yang mendekati dengan lokasi bisnis.

c) Kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat dan

kemungkinan pengembangannya, juga kemungkinan penggunaan tenaga

kerja asing.

d) Pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan sebagai salinan

teknologi yang akan dipilih sebagai akibat keusangan.

Mesin dan peralatan meliputi yang bergerak dan tidak bergerak, yang

secara umum digolongkan dalam mesin pabrik, peralatan mekanik, peralatan

elektronik, peralatan angkutan, dan peralatan lainnya. Pemilihan mesin wajib

mengikuti ketentuan jenis teknologi yang telah ditetapkan dan perlu

mempertimbangkan berbagai macam faktor non teknologis seperti:

1) Keadaan infrastruktur dan fasilitas pengangkutan mesin dari tempat

pembongkaran pertama sampai ke lokasi bisnis.

2) Keadaan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan mesin maupun peralatan yang

ada di sekitar lokasi bisnis.

3) Kemungkinan memperoleh tenaga ahli yang akan mengelola mesin dan

peralatan tersebut.

3.1.4.3. Aspek Manajemen dan Hukum

Ada dua macam studi aspek manajemen yang dilaksanakan, yaitu

manajemen saat pembangunan suatu bisnis dan manajemen saat bisnis telah

dioperasikan secara rutin (Umar 2003). Menurut Nurmalina et al. (2009), aspek

manajemen juga mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan

bisnis dan manajemen dalam masa operasi. Pada masa pembangunan, aspek

manajemen mempelajari siapa yang akan menjadi pelaksana bisnis, jadwal

penyelesaian bisnis, dan siapa yang akan melakukan studi kelayakan bisnis untuk

Page 44: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

28

masing-masing aspek. Manajemen dalam operasi mempelajari bentuk organisasi

yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi setiap jabatan, jumlah tenaga kerja

yang akan digunakan, dan menentukan anggota direksi serta tenaga ahli.

Aspek hukum berisi mengenai masalah kelengkapan dan keabsahan

dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang

dimiliki (Kasmir & Jakfar 2009). Aspek hukum mempelajari jaminan-jaminan

yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman,

berbagai akta, sertifikat, dan izin. Selain itu, aspek hukum diperlukan dalam hal

mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan

kerjasama dengan pihak lain (Nurmalina et al. 2009).

3.1.4.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Menurut Nurmalina et al. (2009), yang akan dinilai dalam aspek ini adalah

seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap

masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan

kesempatan kerja atau pengangguran, pemerataan kesempatan kerja, dan

bagaimana bisnis tersebut terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis seperti

semakin ramainya daerah tersebut, lalu lintas yang semakin lancar, adanya

penerangan listrik, telepon, dan sarana lain. Pada aspek ekonomi yang dipelajari

yaitu apakah suatu bisnis dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan

masyarakat, pendapatan asli daerah, pendapatan dari pajak, dan dapat menambah

aktivitas ekonomi. Secara budaya, perubahan dalam teknologi atau peralatan

mekanis dalam bisnis dapat mengubah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh

masyarakat.

3.1.4.5. Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan merupakan analisis yang dibutuhkan saat ini karena

setiap bisnis yang dijalankan akan memberikan dampak terhadap lingkungan di

sekitarnya (Kasmir & Jakfar 2009). Apabila bisnis tidak bersahabat dengan

lingkungan akan mempengaruhi jalannya usaha tersebut dalam jangka panjang

atau tidak ada bisnis yang akan bertahan lama.

Page 45: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

29

3.1.4.6. Aspek Finansial

Suatu bisnis dapat dikatakan sehat jika memberikan keuntungan yang

layak dan mampu memenuhi kewajiban finansialnya. (Umar 2003). Dalam aspek

finansial dilakukan penelitian untuk menilai biaya-biaya apa saja yang akan

dikeluarkan dan seberapa besar biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Aspek ini juga

meneliti seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika bisnis akan dijalankan

(Kasmir & Jakfar 2009). Aspek finansial mencakup jumlah dana yang diperlukan

untuk membangun dan mengoperasikan bisnis, sumber dana tersebut diperoleh,

dan jumlah penghasilan yang akan diperoleh selama bisnis berjalan. Selain itu,

analisis finansial juga berperan dalam mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran

kas dari suatu bisnis, sehingga dapat diketahui apakah suatu bisnis layak atau

tidak untuk dijalankan. Analisis secara finansial menggunakan perhitungan

kriteria investasi yang terdiri dari empat bagian yaitu:

1) Net Present Value (NPV)

Net Present Value adalah selisih dari total present value manfaat dengan total

present value biaya atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan

selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah NPV lebih besar

dari nol (NPV>0) yang menunjukkan bahwa jumlah seluruh manfaat yang

diterima lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Apabila NPV lebih kecil

dari nol (NPV<0) maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan.

2) Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan 0 dan

dapat menunjukkan seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi

yang ditanamkan. Sebuah bisnis dikatakan layak jika IRR lebih besar dari

opportunity cost oif capital (OCC) atau discount rate (DR).

Page 46: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

30

Gambar 1. Hubungan Antara NPV dan IRR

3) Net Benefit-Cost Ratio

Net benefit-cost ratio (Net B/C) adalah rasio antara manfaat bersih yang

bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis

dapat dikatan layak jika Net B/C lebih besar dari satu dan tidak layak jika Net

B/C kurang dari satu.

4) Payback Period

Analisis payback period dalam studi kelayakan digunakan untuk mengetahui

berapa lama usaha dapat mengembalikan investasi yang ditanamkan. Bisnis

yang payback period-nya singkat atau cepat pengembaliannya kemungkinan

besar akan dipilih. Usaha ini dikatakan layak jika nilai PP kurang dari umur

bisnis (PP < umur bisnis).

3.1.5. Analisis Switching Value

Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan switching value.

Menurut Gittinger (1986), analisis switching value adalah suatu analisa untuk

dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-

ubah. Pendekatan switching value (nilai pengganti), merupakan analisis yang

mencari perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar usaha masih bisa

dilaksanakan dan masih memberikan keuntungan normal. Perubahan-perubahan

yang terjadi, misalnya perubahan pada tingkat produksi, harga jual output,

maupun kenaikkan harga input. Analisis ini dilakukan dengan teknik coba-coba

IRR

DR

NPV

Page 47: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

31

terhadap perubahan yang terjadi, sehingga dapat diketahui tingkat kenaikkan dan

penurunan maksimum yang boleh terjadi dalam usaha jamur tiram putih agar

usaha masih memperoleh keuntungan normal.

Pengujian analisis switching value dilakukan sampai mencapai tingkat

maksimum, dimana usaha dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa

besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang

menjadi nol (NPV=0). Nilai NPV sama dengan nol akan membuat IRR menjadi

sama dengan tingkat dscount rate yang ditentukan (IRR=DR) dan Net B/C rasio

menjadi sama dengan satu (Net B/C=1).

Gambar 2. Hubungan Antara NPV dan IRR Saat Dilakukan Analisis Switching

Value

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Budidaya jamur tiram memiliki peluang pasar yang besar baik dari pasar

domestik maupun pasar luar negeri. Hal tersebut dapat dilihat dari permintaan

akan jamur tiram yang cenderung semakin meningkat. Permintaan yang semakin

meningkat tersebut tidak diimbangi dengan produksi atau penawaran yang

mencukupi. Selain itu, jamur tiram memiliki harga jual yang cukup tinggi di

pasar, yaitu Rp 6.000/kg sampai Rp 10.000/kg. Harga yang tinggi dan masih

besarnya peluang pasar jamur tiram tersebut dapat menjadi dorongan bagi pelaku

usaha untuk mengembangkan usaha budidaya jamur tiram putih.

Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan

salah satu sentra penghasil jamur tiram putih. Terdapat tiga pelaku usaha yang

IRR = DR

DR

NPV

0

NPV = 0

Page 48: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

32

melakukan usaha di bidang jamur tiram putih dengan kegiatan bisnis yang

berbeda. Unit bisnis yang diusahakan para pelaku usaha jamur tiram putih di Desa

Tugu Selatan, yaitu membeli log jamur tiram putih untuk dibudidaya, menjual log

jamur tiram putih, dan membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan

dibudidayakan secara pribadi. Tiga bentuk usaha dari jamur tiram putih tersebut

memberikan tingkat pendapatan yang berbeda bagi setiap pelaku usaha.

Saat ini pelaku usaha jamur tiram putih Desa Tugu Selatan akan

melakukan pengembangan usaha jamur tiram putih. Pengembangan usaha tersebut

dilakukan dengan menggunakan modal sendiri dan mengeluarkan dana yang

cukup besar. Mengingat bahwa setiap usaha memiliki risiko, maka perlu

dilakukan analisis kelayakan usaha dari pengembangan usaha jamur tiram putih

tersebut.

Pengembangan usaha jamur tiram putih ini perlu dikaji kelayakan

usahanya dari aspek non finansial dan aspek finansial untuk melihat apakah usaha

ini layak atau tidak layak dalam pengembangannya. Pada aspek non finansial

dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial,

ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan. Pada aspek finansial akan ditinjau

kelayakannya dengan menggunakan kriteria investasi diantaranya NPV, IRR, Net

B/C, dan Payback Period (PP). Setelah menganalisis aspek non finansial dan

aspek finansial dilanjutkan dengan menganalisis switching value dari usaha jamur

tiram putih tersebut. Analisis switching value dilakukan untuk mengetahui

perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar usaha masih bisa dilaksanakan

dan masih memberikan keuntungan normal.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tiga skenario untuk mengukur

kelayakan usaha berdasarkan aspek finansial, yaitu skenario I pelaku usaha hanya

menjual log jamur tiram putih, skenario II pelaku usaha membeli log untuk

budidaya jamur tiram putih, dan skenario III pelaku usaha membuat log untuk

dijual dan dibudidayakan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha tersebut,

peneliti akan memberikan rekomendasi atas pengembangan usaha yang akan

dilakukan pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan. Gambar 3 berikut

ini akan memperjelas bagan kerangka pemikiran yang dilaksanakan.

Page 49: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

33

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Tidak Layak Layak

Saran dan Rekomendasi

Pelaksanaan Pengembangan usaha

Analisis Switching Value

Analisis Non Finansial

Aspek Pasar

Aspek Teknis

Aspek Manajemen dan Hukum

Aspek Sosial, Ekonomi, dan

Budaya

Aspek Lingkungan Analisis Finansial

NPV

IRR

Net B/C ratio

Payback Period

Skenario I

Skenario II

Skenario III

Analisis Kelayakan Usaha

Jumlah konsumsi sayuran di Indonesia memiliki tren yang meningkat

Permintaan jamur cukup besar, namun produksi jamur masih terbatas

Harga jamur yang tinggi

Pelaku usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan,

Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat akan

melakukan pengembangan usaha

Page 50: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

34

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua,

Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Tugu Selatan merupakan salah satu

sentra produksi jamur tiram putih di Kabupaten Bogor. Selain itu, pelaku usaha

jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan akan melakukan pengembangan usaha

dan belum pernah melakukan studi kelayakan usaha jamur tiram putihnya.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Juni 2011.

4.2. Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan sekunder.

Data primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung hanya pada tiga

pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dikarenakan ketiga pelaku

usaha tersebut telah menggambarkan ketiga skenario yang dilakukan dan

memiliki informasi yang lengkap. Selain pada ketiga pelaku usaha tersebut,

pengamatan juga dilakukan pada karyawan usaha jamur tiram putih, pedagang

pengumpul, dan masyarakat sekitar. Data sekunder didapatkan dari laporan yang

telah dipublikasikan maupun laporan yang tidak dipublikasikan yang bersumber

dari Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Hortikultura Jakarta, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Dinas Pertanian dan Kehutanan

Kabupaten Bogor, Kecamatan Cisarua, Desa Tugu Selatan, penelitian terdahulu

dan literatur yang terkait dengan penelitian serta media internet.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi langsung di lokasi

penelitian, yakni dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung dengan

berbagai pihak yang terkait di sekitar lokasi penelitian dan juga pihak atau instansi

terkait dengan penelitian mengenai pengembangan usaha jamur tiram putih.

Selain itu, data juga dikumpulkan melalui penelurusan pustaka ataupun literatur di

perpustakaan IPB, instansi terkait, dan media internet.

Page 51: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

35

4.4. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan

kuantitatif yang diolah dengan menggunakan bantuan komputer, yakni program

Microsoft Excel 2010. Analisis kualitatif dilakukan dengan menganalisis aspek

pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan

budaya serta aspek lingkungan. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui

apakah pengembangan usaha jamur tiram putih tersebut layak atau tidak secara

non finansial, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menilai kelayakan

pengembangan usaha jamur tiram putih secara finansial pada tiga skenario, yaitu

skenario I pelaku usaha hanya menjual log jamur tiram putih, skenario II pelaku

usaha membeli log untuk budidaya jamur tiram putih, dan skenario III pelaku

usaha membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya. Penilaian

kelayakan dilakukan dengan melakukan perhitungan kriteria investasi. Selain itu,

dilakukan juga analisis switching value (nilai pengganti) untuk mencari perubahan

maksimum yang dapat ditolerir agar usaha masih dapat dilaksanakan dan masih

memberikan keuntungan normal. Secara lebih jelas, jenis-jenis analisis yang

dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

4.4.1. Analisis Aspek Pasar

Analisis aspek pasar perlu dikaji secara deskriptif meliputi potensi pasar,

pangsa pasar serta bauran pemasaran dari log jamur tiram putih dan jamur tiram

putih segar. Potensi pasar dapat diprediksi dengan menganalisis jumlah

permintaan dan penawaran. Selain itu, perlu diketahui jumlah market share dari

pelaku usaha pembuatan log jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram putih di

Desa Tugu Selatan serta bauran pemasaran yang bertujuan untuk memperoleh

laba yang optimal dengan mengkombinasikan variable-variabel seperti produk,

harga, promosi, dan distribusi. Aspek pasar dinyatakan layak jika terdapat potensi

pasar dan peluang pasar yang dapat diraih oleh pelaku usaha dalam melakukan

pengembangan usaha atas produk log jamur tiram putih dan jamur tiram putih

segar.

4.4.2. Analisis Aspek Teknis

Analisis secara teknis berhubungan dengan input usaha (penyediaan) dan

produksi berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Aspek teknis memiliki

Page 52: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

36

pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha khususnya dalam proses

produksi. Pengkajian analisis teknis dilakukan pada analisis penentuan lokasi

usaha jamur tiram putih, pemilihan jenis teknologi dan peralatan, proses produksi

yang dilakukan dalam usaha jamur tiram putih, baik proses pembuatan log jamur

maupun proses budidaya jamur tiram putih pada pelaku usaha pembuatan log

jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan serta tata

letak usaha. Analisis aspek teknis dilakukan secara kualitatif untuk mengetahui

apakah usaha secara teknis dapat dilaksanakan dengan baik dan layak. Aspek

teknis dinyatakan layak jika lokasi usaha, teknologi, proses produksi, dan tata

letak usaha dapat menghasilkan produk secara optimal serta mendukung kegiatan

pengembangan usaha dalam memperoleh laba.

4.4.3. Analisis Aspek Manajemen dan Hukum

Aspek manajemen meliputi bagaimana merencanakan pengelolaan usaha.

Aspek manajemen dikaji secara deskriptif untuk mengetahui bentuk usaha,

pengadaan tenaga kerja, struktur organisasi, dan jumlah tenaga kerja yang akan

digunakan. Aspek hukum juga dikaji secara deskriptif. Analisis aspek hukum

dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha, mulai

dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki seperti izin mendirikan

bangunan, izin usaha, dan sebagainya. Aspek manajemen dan hukum dinyatakan

layak jika kegiatan usaha yang dilakukan telah terkoordinasi dengan baik dalam

hal pembagian pekerjaan dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan serta usaha

telah memiliki legalitas dalam menjalankan operasionalnya di daerah usaha

berlangsung.

4.4.4. Analisis Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Analisis aspek sosial, ekonomi, dan budaya dikaji secara deskriptif untuk

mengetahui dampak yang ditimbulkan dengan adanya usaha terhadap

penambahan kesempatan kerja atau pengangguran, peningkatan pendapatan

masyarakat, dan pengaruh kegiatan usaha pada budaya masyarakat sekitar. Aspek

sosial, ekonomi, dan budaya dinyatakan layak jika kegiatan pengembangan usaha

memberikan manfaat pada masyarakat sekitar usaha seperti dalam membuka

lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta tidak

mengganggu budaya masyarakat sekitar.

Page 53: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

37

4.4.5. Analisis Aspek Lingkungan

Analisis aspek lingkungan dikaji secara deskriptif untuk mengetahui

dampak adanya usaha terhadap lingkungan di sekitarnya. Aspek lingkungan

umumnya berhubungan dengan adanya pencemaran terhadap lingkungan sekitar

lokasi usaha atau tidak yang berasal dari limbah usaha berupa log jamur yang

telah digunakan untuk budidaya. Aspek lingkungan dinyatakan layak jika kegiatan

usaha tidak menimbulkan limbah yang dapat merusak lingkungan dan

mengganggu masyarakat sekitar.

4.4.6. Analisis Aspek Finansial

Analisis aspek finansial dikaji secara kuantitatif. Analisis finansial usaha

jamur tiram putih pada pelaku usaha pembuatan log jamur tiram putih dan

budidaya jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilakukan dengan menggunakan

tiga skenario. Skenario I pelaku usaha hanya menjual log jamur tiram putih,

skenario II pelaku usaha membeli log untuk budidaya jamur tiram putih, dan

skenario III pelaku usaha membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan

dibudidaya. Dari setiap skenario akan dikaji analisis biaya dan manfaat, laba rugi

serta kriteria investasinya. Analisis biaya dan manfaat dilakukan untuk

mengidentifikasi berbagai biaya yang dikeluarkan serta manfaat yang akan

diterima selama usaha dijalankan. Hasil analisis tersebut akan diolah dan dapat

menghasilkan analisis laba rugi.

Pada analisis laba rugi tersebut akan menghasilkan komponen pajak yang

digunakan untuk penyusunan cashflow. Pajak merupakan komponen pengurang

dalam cashflow. Dasar perhitungan kriteria investasi diperoleh dari hasil cashflow.

Kriteria investasi yang digunakan, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period

(PP). Hasil kriteria investasi NPV lebih diutamakan pada penelitian ini karena

nilai NPV telah mempertimbangkan nilai waktu uang dan menggunakan dasar

aliran kas secara keseluruhan dalam umur usaha untuk perhitungannya serta hasil

yang diperoleh berupa nilai absolut. Kriteria investasi akan menunjukkan layak

atau tidak layak usaha untuk dijalankan dari aspek finansial.

4.4.6.1. Net Present Value

Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang

dihasilkan oleh penanaman investasi. NPV merupakan selisih antara total present

Page 54: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

38

value manfaat dengan total present value biaya selama umur usaha. Nilai yang

dihasilkan oleh perhitungan NPV berupa satuan mata uang (Rp). Rumus yang

digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Bt = Benefit atau penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t

Ct = Cost atau biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t

i = Tingkat suku bunga (%)

t = umur proyek suatu usaha (t = 1,2,3,...,n)

Kriteria kelayakan investasi berdasarkan NPV, yaitu:

NPV > 0, artinya suatu usaha sudah dinyatakan menguntungkan dan layak

untuk dilaksanankan.

NPV < 0, artinya usaha tidak menghasilkan manfaat sebesar biaya yang

digunakan yang artinya bahwa usaha merugikan dan tidak layak untuk

dilaksanakan.

NPV = 0, artinya usaha mampu mengembalikan sebesar biaya yang

dikeluarkan yang artinya usaha tidak untung maupun rugi.

Namun, pada penelitian ini perhitungan NPV tidak dilakukan secara

manual. Perhitungan NPV dilakukan dengan menggunakan formula yang telah

tersedia pada software Microsoft Excel 2010.

4.4.6.2. Internal Rate of Return

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat rata-rata keuntungan intern

tahunan usaha yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen.

IRR merupakan nilai discount rate yang membuat NPV dari suatu usaha sama

dengan nol. Suatu usaha atau kegiatan investasi dinyatakan layak apabila nilai

IRR lebih besar dari tingkat discount rate yang ditentukan, sedangkan jika IRR

lebih kecil dari tingkat discount rate yang ditentukan maka usaha atau kegiatan

investasi tidak layak untuk dijalankan. Secara matematis IRR dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Page 55: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

39

Keterangan:

NPV1 = NPV yang bernilai positif

NPV2 = NPV yang bernilai negatif

i1 = Discount rate (tingkat suku bunga) yang menghasilkan NPV positif

i2 = Discount rate (tingkat suku bunga) yang menghasilkan NPV negatif

Kriteria kelayakan investasi berdasarkan IRR, yaitu:

IRR > i, artinya usaha layak untuk dilakukan

IRR < i, artinya usaha tidak layak untuk dilakukan

Namun, pada penelitian ini perhitungan IRR tidak dilakukan secara

manual. Perhitungan IRR dilakukan dengan menggunakan formula yang telah

tersedia pada software Microsoft Excel 2010.

4.4.6.3. Net Benefit Cost Ratio

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) merupakan perbandingan present

value dari net benefit yang bernilai positif dengan present value dari net benefit

yang bernilai negatif. Net B/C ratio menunjukkan tingkat tambahan manfaat pada

setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Usaha layak untuk dilaksanakan jika

nilai Net B/C ratio lebih dari satu. Secara matematis Net Benefit Cost Ratio dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Bt = Manfaat (benefit) yang diperoleh pada tahun ke-t

Ct = Biaya (cost) yang dikeluarkan pada tahun ke-t

i = Tingkat suku bunga (%)

t = umur proyek suatu usaha (t= 1,2,3,...,n)

Kriteria kelayakan investasi berdasarkan Net B/C ratio, yaitu:

Net B/C ratio > 1, artinya usaha menguntungkan sehingga usaha layak untuk

dilaksanakan.

Net B/C ratio < 1, artinya usaha merugikan sehingga usaha tidak layak untuk

dilaksanakan.

Net B/C ratio = 1, artinya usaha tidak untung maupun rugi.

Page 56: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

40

Namun, pada penelitian ini perhitungan Net B/C ratio tidak dilakukan

secara manual. Perhitungan Net B/C ratio dilakukan dengan menggunakan

formula yang telah tersedia pada software Microsoft Excel 2010.

4.4.6.4. Payback Period

Payback Period (PP) merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk

membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi

suatu usaha. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik usaha tersebut

untuk dilaksanakan. Usaha layak untuk dilaksanakan jika payback period lebih

kecil dari umur proyek. Secara matematis payback period dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Keterangan:

PP = jumlah waktu (tahun) yang diperlukan untuk mengembalikan modal

investasi yang ditanamkan.

I = Jumlah modal investasi.

Ab = Net benefit yang diperoleh pada setiap tahunnya.

Kriteria kelayakan investasi berdasarkan PP, yaitu:

PP < n, artinya usaha layak untuk dilaksanakan.

4.4.7. Analisis Switching Value

Analisis switching value digunakan untuk melihat dampak suatu

perubahan keadaan pada hasil analisis kelayakan. Analisis ini bertujuan untuk

menilai hasil analisis kelayakan investasi apabila terjadi perubahan pada

perhitungan biaya atau manfaat. Dari hasil analisis tersebut akan terlihat apakah

kelayakan suatu investasi sensitif terhadap perubahan.

Perubahan-perubahan yang dapat terjadi, misalnya perubahan pada harga

jual output maupun kenaikkan biaya input. Analisis ini dilakukan dengan teknik

coba-coba terhadap perubahan yang terjadi, sehingga dapat diketahui tingkat

kenaikkan dan penurunan maksimum yang boleh terjadi dalam usaha jamur tiram

putih agar usaha masih memperoleh keuntungan normal (Nurmalina et all, 2009).

Page 57: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

41

4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan

1) Pelaku usaha pembuatan log jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram

putih di Desa Tugu Selatan akan melakukan pengembangan usaha jamur

tiram putih dengan menggunakan modal sendiri.

2) Persiapan pengembangan usaha membutuhkan waktu enam bulan.

3) Umur usaha berdasarkan umur teknis bangunan kumbung sebagai investasi

yang paling penting dalam usaha, yaitu selama 5 tahun.

4) Jenis output yang dihasilkan adalah baglog jamur tiram putih pada skenario I

dan skenario III serta jamur tiram putih segar pada skenario II dan skenario

III.

5) Tingkat diskonto yang digunakan berdasarkan BI rate rata-rata bulan

Februari-Mei 2011 sebesar 6,75 persen.

6) Harga-harga yang berlaku merupakan harga yang terjadi pada saat

dilaksanakan penelitian.

7) Tingkat kegagalan produksi dalam budidaya jamur tiram putih pada skenario

II dan skenario III diasumsikan 20 persen, hal ini didasarkan pada

pengalaman pelaku usaha dalam melakukan budidaya jamur tiram putih

tersebut.

8) Produkivitas rata-rata jamur tiram putih pada skenario II dan skenario III

diasumsikan 5 ons/log pada kondisi normal.

9) Harga jual baglog jamur ke pembudidaya jamur pada skenario I dan skenario

III, yaitu Rp 1.800/log.

10) Harga jual jamur tiram segar ke pedagang pengumpul pada skenario II dan

skenario III diasumsikan sama, yaitu Rp 6.500/kg yang diperoleh berdasarkan

rata-rata harga tertinggi sebesar Rp 7.000/kg dengan harga terendah sebesar

Rp 6.000/kg yang diterima pelaku usaha.

11) Harga seluruh input dan output yang digunakan dalam analisis ini besumber

dari hasil wawancara dan survei lapang pada pemilik sekaligus pengelola

usaha serta kepada para karyawan usaha.

12) Dalam satu tahun diasumsikan terdiri dari 12 bulan, 51 minggu, dan 360 hari,

sedangkan satu bulan diasumsikan terdiri dari 30 hari.

13) Penyusutan dihitung dengan menggunakan Metode Garis Lurus.

Page 58: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

42

14) Pajak pendapatan yang digunakan berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia No.36 Tahun 2008, pasal 17 ayat 2a, yang merupakan perubahan

keempat atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan,

yaitu pasal 17 ayat 2a yang berisi bahwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b menjadi 25 persen mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.

15) Semua lahan usaha jamur tiam putih berada pada satu kawasan yang sama,

yaitu di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa

Barat dengan keadaan lokasi, iklim, air, tanah, dan keadaan geografis lainnya

yang sama. Seluruh kumbung dan baglog juga diasumsikan menggunakan

komposisi bahan, proses sterilisasi, dan pemeliharaan yang sama.

Page 59: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

43

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Profil Kecamatan Cisarua

5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis

Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor

pada 06°42’LS dan 106°56’ BB. Kecamatan Cisarua merupakan salah satu

organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Bogor. Secara administratif Kecamatan

Cisarua terdiri dari Sembilan desa dan satu kelurahan, 32 dusun, 73 RW, dan 260

RT, dengan luas wilayah 6.373,62 Ha. Batas wilayah kerja Kecamatan Cisarua

yaitu sebelah utara Kecamatan Megamendung, sebelah selatan adalah Kabupaten

Cianjur, sebelah barat Kecamatan Megamendung, dan berbatasan dengan

Kabupaten Cianjur untuk sebelah timur.

Berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan Cisarua termasuk ke dalam

kawasan Bogor – Puncak – Cianjur (Bopuncar) yang dilalui Daerah Aliran Sungai

(DAS) Ciliwung Huku yang merupakan wilayah khusus dalam penanganan dan

dalam pengembangannya Kecamatan Cisarua merupakan wilayah pertanian,

perkebunan, pariwisata, dan daerah penyangga kawasan hutan lindung.

5.1.2. Keadaan Alam

Kecamatan Cisarua memiliki ketinggian dari permukaan laut (dpl) antara

650 M-1400 M dpl, dengan curah hujan rata-rata 3178 mm/thn dan suhu udara

antara 17,580C-23,91°C. Bentuk wilayah Kecamatan Cisarua terdiri dari

perbukitan sampai bergunung 25 persen, berombak sampai berbukit 40 persen,

dan datar sampai berombak 35 persen.

Dengan alam yang berbukit sampai bergunung dengan suhu yang sejuk,

wilayah Kecamatan Cisarua cocok untuk dikembangkan tanaman jenis

hortikultura seperti buah-buahan, sayuran, dan tanaman keras lain yang tumbuh

dengan baik di dataran tinggi.

5.2. Profil Desa Tugu Selatan

5.2.1. Letak dan Keadaan Geografis

Berdasarkan kondisi geografisnya, Desa Tugu Selatan terletak pada 1025

m-1052 m dari ketinggian permukaan laut. Desa Tugu Selatan merupakan salah

Page 60: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

44

satu desa yang berada pada Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Berdasarkan

letak geografisnya, Desa Tugu Selatan berbatasan dengan Desa Tugu Utara di

sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Desa Cilota, Kecamatan Pacet,

sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, dan sebelah barat

berbatasan dengan Desa Cibeureum. Luas wilayah Desa Tugu selatan adalah

1.712,435 ha/m2. Orbitasi/jarak tempuh menuju ibukota provinsi kurang lebih

90,3 km atau sekitar empat jam, sedangkan jarak dengan ibukota kabupaten

kurang lebih 45 km, dan jarak dengan ibukota kecamatan kurang lebih 6 km.

5.2.2. Keadaan Alam

Desa Tugu Selatan memiliki curah hujan 33 mm dengan tingkat suhu rata-

rata harian yaitu 200C-24

0C. Wilayah Desa Tugu selatan adalah 100% berupa

daerah perbukitan, sedangkan berdasarkan topografinya, Desa Tugu Selatan

memiliki kedalaman solum tanah antara 50 cm-99 cm.

Berdasarkan sumber daya air yang dimiliki, Desa Tugu Selatan

mempunyai potensi air irigasi dari mata air yang debitnya mencapai 5 m3/dtk. Air

minum di Desa Tugu Selatan diperoleh dari lima mata air, 6 sumur gali, dan 22

sumur pompa. Sumber mata air Desa Tugu Selatan meliputi mata air Ciburial,

Cikamasa, Cisampay, Cikamsey, dan Pariuk.

5.2.3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Desa Tugu Selatan memiliki jumlah penduduk sebanyak 15.082 orang,

dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 4.192 KK. Penduduk Desa Tugu

Selatan terdiri dari 7.770 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 7.312 jiwa berjenis

kelamin perempuan.

Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Tugu Selatan adalah

sebagai karyawan. Selain itu, penduduk Desa Tugu Selatan bermata pencaharian

sebagai pengusaha kecil dan menengah, buruh tani, pegawai negeri sipil, dan

sebagainya. Data mengenai jenis mata pencaharian penduduk Desa Tugu Selatan

ditunjukkan pada Tabel 9.

Page 61: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

45

Tabel 9. Mata Pencaharian Penduduk Desa Tugu Selatan Tahun 2010

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)

1 Buruh Tani 465

2 Pegawai Negeri Sipil 372

3 Pengrajin Industri Rumah Tangga 75

4 Pedagang Keliling 129

5 Peternak 48

6 Montir 12

7 Bidan Swasta 2

8 Perawat Swasta 1

9 Pembantu Rumah Tangga 127

10 Polisi 23

11 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 240

12 Pengusaha Kecil dan Menengah 1133

13 Dukun 7

13 Karyawan Perusahaan 1792 Sumber : Pemerintah Desa Tugu Selatan (2010)

Penduduk Desa Tugu Selatan berdasarkan tingkat pendidikannya terdapat

279 orang lulusan SD, 675 orang lulusan SMP, 160 orang lulusan SMA, 22 orang

lulusan DI-D3, dan 25 orang lulusan SI. Fasilitas pendidikan formal yang dimilki

Desa Tugu Selatan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Fasilitas Pendidikan di Desa Tugu Selatan Tahun 2010

No. Jenis Lembaga Pendidikan Jumlah (unit)

1 TK 3

2 SD 5

3 SMP 1

4 SMA -

5 Lembaga Pendidikan agama 14

6 Lembaga Pendidikan lain 2

Total 25 Sumber : Pemerintah Desa Tugu Selatan (2010)

Page 62: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

46

5.3. Gambaran Umum Usaha Jamur Tiram Putih

Pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menjadikan usaha

pembuatan log jamur tiram putih atau budidaya jamur tiram putih sebagai mata

pencaharian yang dapat menghasilkan pendapatan cukup memuaskan,

dibandingkan usaha lain seperti dagang dan usahatani lainnya. Selain sebagai

pemilik jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan, pelaku usaha ada yang berprofesi

sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan swasta. Potensi budidaya

jamur di Desa Tugu Selatan sampai tahun 2010 memiliki produktivitas sebesar 2

ton/ha dengan total luas areal lahan 0,45 Ha menyebar di wilayah Desa Tugu

Selatan. Jamur tiram putih dapat dipanen sekitar 30 hari setelah masa inkubasi.

Total produksi satu log jamur tiram putih sebesar 0,5 kg jamur segar yang dipanen

secara bertahap hingga lima kali dengan waktu antar panen sekitar 12 hari sampai

14 hari.

Kegiatan usaha jamur tiram putih ini mulai memasyarakat di Desa Tugu

Selatan karena selain keuntungan yang ditawarkan dari hasil usaha cukup

memuaskan, cara pembudidayaannya relatif tidak terlalu sulit terutama dalam hal

pengalokasian waktu. Faktor alam juga sangat mendukung usaha tersebut. Suhu

rata-rata di Desa Tugu Selatan sebesar 200C-24

0C dan curah hujan rata-rata 33

mm/hari. Hal tersebut menyebabkan kelembaban di Desa Tugu Selatan cukup

tinggi dan mendukung perkembangan jamur tiram putih.

Salah satu faktor yang penting dalam budidaya jamur tiram putih adalah

kumbung jamur. Kumbung jamur tiram putih dibuat dengan ukuran tertentu,

disesuaikan dengan kapasitas dan produksi yang akan dihasilkan. Kumbung yang

dimiliki petani jamur tiram putih di lokasi penelitian terbuat dari bilik bambu

dengan rak dan tingkat tiap rak yang bermacam-macam tergantung dari luas dan

tinggi bangunan kumbung. Selain bangunan kumbung perlu rumah persiapan yang

digunakan dalam proses pembuatan log, inokulasi, dan penyimpanan bahan serta

alat.

Terdapat tiga pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan yang

diteliti dimana setiap pelaku usaha memiliki fokus kegiatan usaha yang berbeda.

Kegiatan usaha jamur tiram putih yang pertama berfokus pada pembuatan log

jamur tiram putih untuk dijual kepada pembudidaya di daerah Cibedug, Cipanas,

Page 63: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

47

dan Cianjur. Pembuatan log jamur tiram putih pada usaha ini menggunakan oven

yang dipanaskan dengan kayu bakar sebagai alat untuk mensterilisasi log jamur.

Usaha jamur tiram putih yang kedua berfokus pada budidaya jamur tiram putih.

Log jamur tiram putih pada usaha ini diperoleh dari pelaku usaha lain di sekitar

Cisarua yang bertindak sebagai inti dan usaha ini sebagai plasma. Kegiatan

budidaya atau pola produksi dari usaha ini dikontrol secara teratur oleh inti agar

hasil panen yang diperoleh optimal dan memiliki kualitas yang baik. Adanya

hubungan inti plasma dalam usaha ini menyebabkan pola produksi telah terkonsep

dengan baik, meskipun usaha ini baru dijalankan. Usaha jamur tiram putih yang

ketiga memproduksi log secara pribadi untuk dibudidaya. Berbeda halnya dengan

usaha pertama yang menggunakan oven sebagai alat sterilisasi, usaha ini

menggunakan drum yang dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar gas

untuk proses sterilisasi dalam pembuatan log jamur tiram putih.

Pada ketiga kegiatan usaha jamur tiram putih tersebut terdapat kumbung

jamur yang memiliki fungsi yang berbeda. Pada kegiatan usaha jamur tiram putih

yang pertama, kumbung jamur berfungsi sebagai tempat inkubasi baglog jamur

tiram putih sebelum dijual kepada pembudidaya. Penempatan baglog tersebut

tidak berlangsung sampai baglog jamur siap untuk dibudidaya, melainkan hanya

selama beberapa hari untuk memastikan bahwa baglog jamur tidak gagal atau

telah terdapat miselium yang merambat. Pada kegiatan usaha jamur tiram putih

yang kedua, kumbung jamur berfungsi sebagai tempat budidaya baglog jamur

sampai baglog tersebut sudah tidak produktif. Pada kegiatan usaha jamur tiram

putih yang ketiga, kumbung jamur berfungsi sebagai tempat inkubasi baglog

jamur tiram putih sekaligus sebagai tempat budidaya baglog jamur. Hal tersebut

dilakukan untuk mengurangi biaya pembuatan kumbung, efisiensi lahan, dan

efisiensi waktu kegiatan budidaya karena tidak perlu memindahkan baglog jamur

yang telah siap dibudidaya dari kumbung inkubasi ke kumbung pemeliharaan.

Page 64: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

48

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Aspek Non Finansial

Analisis aspek–aspek non finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan

pengembangan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat dari aspek-

aspek non finansial. Aspek kelayakan non finansial mencakup pembahasan

mengenai aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial,

ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan.

6.1.1. Aspek Pasar

Aspek pasar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam

menentukan kelayakan pada suatu usaha. Tidak tersedianya pasar yang baik dalam

menyerap produk yang dihasilkan suatu usaha maka usaha tersebut akan sulit

untuk berjalan dengan lancar. Berikut ini adalah analisis lebih lanjut mengenai

komponen-komponen dari aspek pasar.

6.1.1.1. Potensi Pasar (Permintaan dan Penawaran)

Terdapat dua jenis permintaan yang terjadi pada pelaku usaha jamur tiram

putih di Desa Tugu Selatan, yaitu permintaan log jamur tiram putih dan jamur

tiram putih segar. Kedua jenis permintaan tersebut belum mampu terpenuhi oleh

pelaku usaha. Saat ini, pelaku usaha dapat menghasilkan log jamur tiram putih

sebanyak 32.000 log/bulan, sedangkan permintaan yang diterima mencapai

95.000 log/bulan. Permintaan tersebut berasal dari Cibedug sebesar 16.667

log/bulan, Cipanas sebesar 33.333 log/bulan, Cianjur 5000 log/bulan, dan

Kabupaten Bandung sebesar 40.000 log/bulan. Selisih penawaran dan permintaan

yang tinggi tersebut menyebabkan log jamur tiram putih yang diproduksi selalu

terserap oleh pasar dan menjadi peluang yang baik bagi pelaku usaha jamur tiram

putih di Desa Tugu Selatan untuk melakukan pengembangan usaha pembuatan log

jamur tiram putih. Pelaku usaha akan melakukan pengembangan usaha produksi

log menjadi 52.000 log/bulan untuk mengambil peluang tersebut yang didasarkan

pada kapasitas teknologi sterilisasi yang mampu menampung baglog sampai

2000-2200 log.

Pasar jamur tiram putih segar yang menjadi sasaran utama dari pelaku

usaha jamur tiram putih Desa Tugu Selatan adalah pasar di Jakarta, Depok, dan

Page 65: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

49

Tangerang. Wilayah tersebut menjadi sasaran pasar utama dikarenakan harga jual

yang cukup tinggi mencapai Rp 9000/kg. Permintaan dari pasar di Jakarta, Depok,

dan Tangerang masing-masing mencapai 8 ku/hari, 2 ku/hari, dan 4 ku/ hari.

Namun, pada saat ini pelaku usaha jamur tiram putih baru mampu memenuhi

permintaan tersebut sebesar 6,66 ku/hari. Selisih antara penawaran dan

permintaan yang terjadi saat ini sebesar 7,34 ku/hari menyebabkan jamur tiram

putih segar selalu terjual habis di pasar. Selain permintaan dari pasar di atas, pada

akhir tahun 2011 akan terdapat permintaan baru dari Batam dan wilayah Jawa

masing-masing sebesar 2 ku/hari dan 6 ku/hari. Melihat peluang tersebut pelaku

usaha akan melakukan pengembangan budidaya jamur tiram putih menjadi

sebesar 8,88 ku/hari. Pelaku usaha jamur tiram di Desa Tugu Selatan perlu

meningkatkan terus produksinya agar dapat mengisi peluang-peluang pasar

tersebut. Berikut merupakan perkembangan produksi jamur di Jawa Barat (Tabel

11).

Tabel 11. Perkembangan Produksi Jamur di Jawa Barat Tahun 2004-2009

Tahun Produksi (kg) Presentase (%)

2004 9.500.000 -

2005 13.662.000 43,81

2006 10.173.800 -25,53

2007 5.133.000 -49,55

2008 5.416.094 5,52

2009 7.306.746 34,91 Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Proyeksi produksi pada tahun 2011 diperoleh melalui analisis deret waktu

berupa metode kuadrat terkecil dengan persamaan:

dimana, dan

Tabel 12. Perhitungan Proyeksi Perkembangan Jamur di Jawa Barat

Tahun X Y X2

XY

2004 -3 9.500.000 9 -28.500.000

2005 -2 13.662.000 4 -27.324.000

2006 -1 10.173.800 1 -10.173.800

2007 1 5.133.000 1 5.133.000

2008 2 5.416.094 4 10.832.188

2009 3 7.306.746 9 21.920.238

Jumlah (∑) 51.191.640 28 -28.112.374

Page 66: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

50

Dari perhitungan di atas diperoleh persamaan

sehingga proyeksi produksi pada tahun 2011 (X=5) sebesar 3.511.873,21 kg.

Dengan mengetahui produksi industri dan produksi pelaku usaha dapat diketahui

market share dari usaha jamur tiram putih segar di Desa Tugu Selatan, saat ini

dan setelah dilakukan pengembangan.

Market share saat ini (sebelum pengembangan usaha):

= 6,83%

Market share setelah pengembangan usaha:

= 9,11%

Market share yang diterima pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan

saat ini sebesar 6,83% dan akan meningkat menjadi 9,11% setelah dilakukan

pengembangan usaha. Perhitungan market share tersebut memiliki kelemahan

dalam penentuan jumlah produksi jamur industri karena diperoleh dengan asumsi

bahwa produksi dan penjualan jamur tiram dilakukan di wilayah Provinsi DKI

Jakarta dan Jawa Barat, sehingga jumlah produksi industri didasarkan pada total

produksi jamur pada kedua provinsi tersebut.

6.1.1.2. Bauran Pemasaran

1. Produk

Pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menghasilkan

produk berupa log jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar. Baglog yang

saat ini dihasilkan pelaku usaha sebesar 2176 log/hari, dimana sekitar 1067 log

untuk dijual dan 1109 log untuk dibudidayakan, sedangkan baglog yang akan

dihasilkan pelaku usaha setelah pengembangan sebesar 2843 log/hari, dimana

sekitar 1734 log untuk dijual dan 1109 log untuk dibudidayakan. Jumlah baglog

yang akan digunakan untuk kegiatan budidaya tidak meningkat, namun jumlah

jamur tiram segar di Desa Tugu Selatan yang saat ini sekitar 666 kg/hari akan

Page 67: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

51

meningkat menjadi 888,18 kg/hari dimana diasumsikan log menghasilkan 5

ons/log pada setiap masa panen. Hal tersebut terjadi dikarenakan terdapat pelaku

usaha yang akan melakukan pengembangan usaha dengan membeli log jamur

tiram putih untuk dibudidaya yang diperoleh dari petani di sekitar Cisarua, namun

diluar dari pelaku usaha yang diteliti. Jamur segar yang dihasilkan pelaku usaha

merupakan jamur dengan kualitas baik yaitu segar langsung dijual, berwarna putih

dengan sedikit kekuningan, berukuran standar (banyak diminati pasar), dan

berdaging tebal, sedangkan untuk baglog jamur yang diproduksi memiliki berat

sekitar 1,2 kg dan dapat menghasilkan jamur segar rata-rata 5 ons/log. Masa

produktif dari log sekitar 70 hari. Selama masa produktif tersebut log jamur dapat

dipanen sebanyak lima kali.

Gambar 4. Baglog Jamur Tiram Putih Gambar 5. Jamur Tiram Putih Segar

2. Harga

Harga jamur tiram putih segar yang diterima pelaku usaha jamur tiram

putih di Desa Tugu Selatan sebesar Rp 6.500/kg dengan sistem jual di tempat.

Penjualan jamur segar dilakukan dengan sistem penjualan secara langsung ke

pedagang pengumpul. Harga jual log jamur tiram putih yang ditetapkan oleh

pelaku usaha sebesar Rp 1.800/log. Harga jual tersebut ditetapkan berdasarkan

biaya produksi yang diperlukan untuk memproduksi log yang mencapai Rp

1.200/log, sehingga diperoleh selisih sebesar Rp 600/log yang merupakan

keuntungan yang diterima pelaku usaha.

3. Tempat (Saluran Distribusi)

Output yang dihasilkan dari usaha ini berupa jamur tiram putih segar dan

log jamur tiram putih. Log jamur tiram putih dari pelaku usaha dipasarkan ke

daerah sekitar Cibedug, Cipanas, dan Cianjur. Pemasaran dari log jamur tiram

putih ini dengan cara mengantarkan log jamur langsung ke konsumen dengan

biaya transport Rp 100/log.

Page 68: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

52

Gambar 6. Saluran Distribusi Baglog Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

Pemasaran jamur tiram putih segar berbeda dengan baglog jamur tiram

putih dimana pelaku usaha tidak menjual langsung jamur tiram putih segar kepada

konsumen akhir melainkan melalui pedagang pengumpul. Jamur tiram putih segar

dipasarkan ke daerah sekitar Jakarta, Depok, dan Tangerang. Jamur tiram segar

yang dijual ke pedagang pengumpul tidak menghasilkan biaya transport bagi

pelaku usaha dikarenakan pedagang pengumpul sendiri yang akan datang ke

lokasi usaha dan diangkut dengan mobil milik pedagang pengumpul. Berikut

distribusi jamur tiram putih segar dari pelaku usaha di Desa Tugu Selatan:

Gambar 7. Saluran Distribusi Jamur Tiram Putih Segar di Desa Tugu Selatan

Pada saluran pertama, jamur tiram putih segar yang dihasilkan dijual ke

pedagang pengumpul. Selanjutnya pedagang pengumpul menjual jamur tiram

putih segar tersebut ke pedagang pengecer pertama yang berjualan di Pasar

Jakarta, Depok, dan Tangerang seperti Ciputat dan Pasar Induk Kramat Jati. Dari

pedagang pengecer ini kemudian sampai di konsumen akhir.

Saluran kedua, pelaku usaha tetap menjual kepada pedagang pengumpul

dan dari pedagang pengumpul dijual ke pedagang pengecer pertama. Pedagang

pengecer pertama kemudian menjual ke pedagang pengecer kedua seperti

Pelaku Usaha di

Desa Tugu Selatan

Pedagang

Pengumpul

Pedagang

Pengecer 1

Pedagang

Pengecer 2

Konsumen

Akhir

1

2

Pelaku Usaha di Desa Tugu

Selatan

Petani Cibedug

Petani Cipanas

Petani Cianjur

Page 69: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

53

pedagang di Pasar Pondok Gede dan Pasar Jatinegara. Dari pedagang pengecer

kedua kemudian sampai kepada konsumen akhir.

4. Promosi

Promosi merupakan kegiatan memperkenalkan produk yang dihasilkan.

Kegiatan promosi yang dilakukan oleh pelaku usaha jamur tiram putih di Desa

Tugu Selatan pada awal usaha yaitu dengan memberikan contoh log jamur tiram

putih dan jamur tiram putih segar kepada konsumen atau pasar, sehingga

konsumen atau pasar tersebut dapat mengetahui kualitas dari log dan jamur segar

tersebut. Saat ini promosi yang terjadi hanya melalui word of mouth karena

beberapa pasar sudah mengetahui kualitas yang baik dari log dan jamur segar

pelaku usaha di Desa Tugu Selatan.

Berdasarkan uraian tesebut, pada aspek pasar pengembangan usaha jamur

tiram putih layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan besarnya potensi pasar dan

peluang pasar yang ditunjukkan dengan nilai market share dan selisih antara

permintaan dan penawaran yang diperoleh pelaku usaha.

6.1.2. Aspek Teknis

Aspek teknis yang dikaji berkaitan dengan pemilihan lokasi usaha,

pemilihan jenis teknologi dan peralatan, proses produksi, dan tata letak usaha.

6.1.2.1. Pemilihan Lokasi Usaha

Pada dasarnya, pelaku usaha jamur tiram putih memilih lokasi usaha di

Desa Tugu Selatan berdasarkan kondisi lingkungan dan agroekosistem yang

cocok untuk pertumbuhan tanaman jamur tiram putih, ketersediaan bahan baku,

ketersediaan tenaga kerja, letak pasar yang dituju, dan ketersediaan sarana

prasarana serta fasilitas transportasi.

a) Lingkungan Agroekosistem

Pelaku usaha jamur tiram putih berada di Desa Tugu Selatan, Kecamatan

Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Tugu Selatan terletak pada 1025 m-

1052 m dari ketinggian permukaan laut dengan tingkat suhu rata-rata harian, yaitu

200C-24

0C. Suhu dan kelembaban udara tersebut cocok untuk kegiatan budidaya

jamur tiram putih. Suhu yang baik saat jamur tiram putih membentuk miselium

atau pada masa inkubasi adalah berkisar antara 220C-28

0C dengan kelembaban

udara 60%-70%, sedangkan suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara

Page 70: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

54

160C-22

0C dengan kelembaban 80-90% (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006).

Syarat tumbuh jamur tersebut memperlihatkan bahwa Desa Tugu Selatan cukup

baik dan cocok untuk pertumbuhan jamur didukung dengan pemeliharaan jamur

yang baik.

b) Ketersediaan Bahan Baku

Pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan memiliki kegiatan

bisnis yang berbeda. Ada pelaku usaha yang memproduksi baglog untuk dijual

maupun untuk dibudidayakan. Kegiatan produksi baglog tersebut memerlukan

beberapa bahan baku utama, yaitu serbuk kayu, dedak, kapur, jagung, gips, dan

bibit jamur tiram putih. Pelaku usaha tersebut akan memproduksi 2843 log setiap

hari, sehingga ketersediaan bahan baku perlu diperhatikan agar kelancaran

kegiatan produksi dapat terjamin.

Bahan baku dibeli dari pemasok yang berada di beberapa daerah, yaitu

Sukabumi, Cianjur, dan sekitar Cisarua. Bahan baku serbuk kayu diperoleh dari

pemasok di daerah Sukabumi. Pemasok tersebut dipilih karena mampu memenuhi

permintaan dari pelaku usaha secara kontinu. Bahan baku berupa dedak dan bibit

berasal dari daerah Cianjur yang cukup dekat dengan lokasi usaha. Bibit yang

digunakan adalah bibit F2 yang memiliki jaminan kualitas dari pemasok. Bahan

baku lain seperti kapur, jagung, karet, dan plastik diperoleh dari pasar di Cisarua,

sehingga memiliki biaya transportasi yang rendah dikarenakan jarak yang sangat

dekat dengan lokasi usaha. Berikut bahan baku yang digunakan pelaku usaha

jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan:

Tabel 13. Kebutuhan Bahan Baku pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu

Selatan

No. Jenis Bahan Baku Satuan Kebutuhan (per bulan) Asal Bahan Baku

1 Serbuk kayu Karung 2.132 Sukabumi

2 Dedak Kg 6.396 Cianjur

3 Kapur Kg 1.279,2 Cisarua

4 Jagung Kg 2.558,4 Cisarua

5 Gips Kg 639,6 Tajur

6 Bibit Log 2132 Cianjur

7 Plastik Kg 460,973 Cisarua

8 Koran Kg 42,64 Cianjur

9 Ring bambu Ring 85.280 Cisarua

10 Karet Kg 28,427 Cisarua

Page 71: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

55

c) Ketersediaan Tenaga Kerja

Lokasi usaha jamur tiram putih di daerah Desa Tugu Selatan, Kecamatan

Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan lokasi yang memiliki jumlah ketersediaan

tenaga kerja cukup banyak. Saat ini terdapat 17 orang yang menjadi tenaga kerja

tetap dan 16 orang pekerja borongan. Untuk pengembangan usaha yang akan

dilakukan menyebabkan kebutuhan tenaga kerja meningkat menjadi 25 orang

tenaga kerja tetap dan 21 orang pekerja borongan. Tenaga kerja tersebut

melakukan berbagai pekerjaan kegiatan budidaya jamur tiram putih seperti

pengadukan, loging, perebusan, inokulasi, pemeliharaan, dan pemanenan. Tenaga

kerja tidak diharuskan memiliki keterampilan atau keahlian khusus dalam

budidaya jamur tiram putih, tetapi memiliki keinginan untuk belajar dan bekerja

serta disiplin dalam bekerja. Pelaku usaha akan melakukan pelatihan kepada calon

tenaga kerja sebelum mereka bekerja. Sebagian besar tenaga kerja berasal dari

wilayah sekitar lokasi usaha. Hal ini dapat mengurangi angka pengangguran bagi

desa tersebut.

d) Letak Pasar yang Dituju

Pasar tujuan dari baglog jamur tiram putih adalah Cibedug, Cipanas, dan

Cianjur. Daerah tersebut tidak terlalu jauh dari lokasi usaha dan cukup mudah

diakses dengan menggunakan mobil. Pemasaran baglog jamur tiram putih

dilakukan sendiri dengan menyewa mobil bak terbuka.

Pasar tujuan jamur tiram putih segar dari pelaku usaha jamur tiram putih di

Desa Tugu Selatan adalah Jakarta, Depok, dan Tangerang. Pelaku usaha

mempercayakan pemasaran jamur tiram putih segar kepada pedagang pengumpul.

Pedagang pengumpul mengambil jamur tiram putih segar langsung di lokasi

usaha. Pedagang pengumpul mengambil menggunakan mobil, sehingga para

pelaku usaha tidak mengeluarkan biaya transportasi.

e) Ketersediaan Sarana Prasarana dan Fasilitas Transportasi

Pelaku usaha memiliki akses yang mudah dijangkau dan cukup dekat

dengan pasar bahan baku serta pasar baglog jamur tiram putih, sehingga biaya

transportasi yang dikeluarkan tidak besar. Lokasi usaha berjarak sekitar 500 m

dari jalan utama, sehingga memudahkan pelaku usaha melakukan mobilisasi ke

Page 72: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

56

berbagai wilayah. Jalan utama di sekitar lokasi telah beraspal dan cukup lebar

serta akses kendaraan umum mudah didapat.

6.1.2.2. Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan

Pemilihan teknologi dan peralatan produksi pada pelaku usaha jamur tiram

putih di Desa Tugu Selatan termasuk dalam teknologi dan peralatan sederhana.

Pada proses pengadukan media log dan loging menggunakan peralatan seperti

sekop, cangkul, ayakan, sarung tangan, ember, dan timbangan. Pada proses

sterilisasi atau pengukusan menggunakan drum atau oven, termometer, gas, dan

roli. Namun, drum memiliki kelemahan dalam kepastian pematangan log karena

hanya didasarkan pada habisnya tabung gas 12 kg yang digunakan sebanyak dua

tabung selama kurang lebih delapan jam tanpa mengetahui suhu perebusan yang

dilakukan dan drum hanya memiliki kapasitas 600-700 baglog sehingga dalam

penelitian ini akan menggunakan oven sebagai alat sterilisasi yang dipanaskan

menggunakan kayu bakar.

Proses sterilisasi menggunakan oven dilakukan sampai suhu mencapai

900C-100

0C yang dapat dilihat pada termometer yang terpasang pada oven

tersebut. Proses pengukusan dengan menggunakan oven memiliki kapasitas yang

mencapai 2000-2200 baglog dengan bahan bakar berupa kayu bakar yang

diperoleh dari daerah sekitar lokasi usaha. Proses inkubasi, pemeliharaan, dan

pemanenan menggunakan cutter, keranjang, timbangan, stimer, termometer, dan

selang air. Stimer digunakan untuk proses penyiraman baglog. Pada saat proses

inkubasi dan pemeliharaan sebaiknya menggunakan barometer yang berfungsi

untuk mengetahui kelembaban ruangan, sehingga pertumbuhan miselium dan

pertumbuhan jamur menjadi lebih baik.

Gambar 8. Oven Pengukusan Baglog Gambar 9. Stimer Penyiraman Baglog

Page 73: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

57

6.1.2.3. Proses Produksi

Adapun rangkaian kegiatan proses produksi yang dilakukan oleh pelaku

usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan Media Tanam

a. Pengayakan

Serbuk kayu yang akan digunakan sebagai media tanam jamur

tiram putih disaring dengan menggunakan ayakan untuk mendapatkan

serbuk kayu yang halus dan seragam. Pengayakan dilakukan untuk

mendapatkan kepadatan tertentu tanpa ada kerusakan plastik dan

mendapatkan tingkat pertumbuhan miselium yang merata.

b. Pencampuran

Serbuk kayu yang telah halus dicampur dengan dedak, kapur,

jagung, dan gips. Komposisi pencampuran ini terdiri dari dedak 10%,

kapur 2%, jagung 4%, dan gips 1%. Presentase tersebut mengacu dari

jumlah serbuk kayu sebagai media utamanya. Dedak dan jagung berfungsi

sebagai nutrisi yang baik untuk pertumbuhan miselium jamur tiram putih.

Kapur berfungsi sebagai penetral keasaman dengan mengontrol pH tetap

stabil pada proses pemeraman dan gips berfungsi menguatkan kepadatan

baglog. Setelah bahan dicampur hingga merata, ditambah air secukupnya.

Penambahan air dilakukan sampai campuran tidak hancur saat digenggam

dan tidak mengeluarkan air.

c. Pemeraman/Pengomposan

Pemeraman merupakan kegiatan menimbun campuran media tanam

selama satu malam dengan cara menutupnya secara rapat menggunakan

terpal. Proses ini dilakukan untuk fermentasi campuran media, sehingga

kandungan yang terdapat dalam media tersebut terurai menjadi senyawa

sederhana yang mudah dicerna oleh jamur. Penguraian senyawa-senyawa

kompleks tersebut terjadi dengan bantuan mikroba agar diperoleh

senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna

oleh jamur.

Page 74: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

58

d. Pengisian Media ke Kantung Plastik (Baglog)

Media produksi dimasukkan ke dalam plastik polipropilen ukuran

17x35 cm dengan kepadatan tertentu agar miselium jamur dapat tumbuh

maksimal dan menghasilkan panen yang optimal. Media dipadatkan

sampai memiliki bobot sekitar 1,2 kg.

e. Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses yang dilakukan untuk mematikan mikroba

baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu

pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan dengan

memasukkan baglog ke dalam oven pengukusan hingga suhu 90-100 0C.

f. Pendinginan

Proses pendinginan merupakan upaya menurunkan suhu media

tanam setelah disterilkan agar bibit jamur yang akan dimasukan ke dalam

baglog tidak mati. Pendinginan dilakukan selama semalam sebelum

dilakukan inokulasi.

2. Inokulasi Bibit (Penanaman)

Inokulasi merupakan proses kegiatan pemindahan sejumlah kecil

miselium jamur tiram putih dari biakan induk ke dalam media tanam yang

telah disediakan. Satu log bibit dapat digunakan untuk 40 log jamur budidaya.

Inokulasi dilakukan dalam ruangan yang bersih dan steril agar tidak terjadi

kontaminasi yang dapat membuat pertumbuhan jamur menjadi tidak baik.

Setelah diberi bibit, baglog ditutup dengan menggunakan koran, ring bambu,

dan karet.

3. Inkubasi

Inkubasi merupakan proses menempatkan media tanam yang telah

diinokulasi pada kondisi ruang tertentu agar miselium jamur tiram putih

tumbuh. Pelaku usaha umumnya tidak memiliki kumbung inkubasi khusus.

Baglog yang telah diinokulasi langsung dimasukkan ke dalam kumbung yang

nantinya juga akan digunakan sebagai tempat pemeliharaan dan pemanenan.

Hal ini dilakukan untuk melakukan penghematan ruang budidaya dan

efisisiensi proses produksi. Suhu yang diperlukan untuk perumbuhan

miselium jamur sekitar 22°C-28°C dengan kelembaban 60%-70%. Inkubasi

Page 75: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

59

dilakukan sampai seluruh permukaan dalam baglog berwarna putih merata

yang umumnya berlangsung selama 30 hari. Apabila setelah satu minggu

tidak terdapat pertumbuhan miselium jamur tiram putih maka kemungkinan

besar jamur tersebut tidak tumbuh dan lebih baik dimusnahkan.

Gambar 10. Log Jamur Siap Budidaya Gambar 11. Log Jamur Gagal

4. Pemeliharaan

Setelah baglog berwarna putih merata, jamur tiram putih akan mulai

tumbuh sehingga sumbatan koran pada baglog harus dibuka. Kelembaban

udara diatur sekitar 90 persen agar media tidak mengering. Kelembaban udara

dapat dijaga dengan melakukan penyiraman. Penyiraman dilakukan tiga kali

dalam sehari jika cuaca panas, sedangkan saat musim penghujan penyiraman

dapat tidak dilakukan sama sekali sampai satu atau dua kali penyiraman

selama sehari. Kegagalan pada budidaya jamur ditandai dengan tumbuhnya

serat/miselium jamur tiram berwarna, misalnya hitam, biru, coklat, dan

kuning yang dapat disebabkan kurang matangnya dalam proses pengukusan

baglog atau kurang strerilnya dalam proses inokulasi, sehingga tumbuhnya

jamur lain yang merugikan. Penanganan selanjutnya adalah jamur tiram

segera dipisahkan ke luar ruangan dan cepat dibakar. Pertumbuhan tubuh

buah awal umumnya ditandai dengan adanya bintik-bintik serat berwarna

putih yang semakin lama membesar dan setelah selang beberapa hari akan

tumbuh jamur tiram kecil.

Gambar 12. Awal Pertumbuhan Tubuh Buah Jamur

Page 76: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

60

5. Pengendalian Hama dan Penyakit

Kegiatan pengendalian hama dan penyakit dilakukan untuk

mengkoordinasikan baglog dan tubuh buah yang bebas dari organisme

pengganggu dengan tujuan untuk menghindari kegagalan panen yang

diakibatkan oleh serangan hama, penyakit, dan cendawan pengganggu.

Umumnya hama yang sering menyerang jamur tiram putih adalah tikus, kutu,

dan bintik nyamuk. Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan tidak

menggunakan pestisida, tetapi dengan menjaga kebersihan kumbung dan

memasang perangkap plastik yang diberi minyak jelantah agar hama nyamuk

dan kutu dapat terperangkap.

Gambar 13. Perangkap Plastik

6. Panen

Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat

optimal, yaitu cukup besar tetapi belum maksimal. Panen jamur dilakukan

dengan cara mencabut seluruh jamur hingga bagian pangkal jamur yang

terdapat pada baglog. Bagian lubang baglog harus bersih dari sisa jamur yang

lama agar tidak terjadi pembusukan yang dapat menghambat pembentukan

jamur baru. Panen dilakukan pada pagi hari dan didiamkan sekitar satu jam

untuk mengurangi kadar air dalam jamur. Hal tersebut dilakukan agar jamur

tidak mudah rusak saat pengemasan. Satu baglog jamur dapat dipanen

sebanyak lima kali dengan waktu antar panen berkisar antara 12-14 hari.

Page 77: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

61

Gambar 14. Jamur Tiram Putih Siap Panen

7. Pasca Panen

Kegiatan pasca panen yang dilakukan berupa membersihkan jamur

dari kotoran dan memotong akar jamur yang kotor dengan menggunakan

cutter. Jamur yang telah bersih ditimbang dan dikemas dalam kantong plastik

dengan kapasitas 5 kg.

Gambar 15. Pemotongan Akar Jamur Gambar 16. Pengemasan Jamur Tiram

Pelaku usaha yang menjual log jamur tiram putih hanya memiliki kegiatan

produksi sampai proses inkubasi, pelaku usaha yang hanya melakukan budidaya

jamur tiram putih kegiatan produksi dimulai pada tahap inkubasi, dan pelaku

usaha yang membuat log serta budidaya jamur tiram putih memiliki kegiatan

mulai dari pembuatan media tanam sampai pemanenan dan pasca panen.

Gambar 17. Proses Produksi Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

Page 78: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

62

6.1.2.4. Tata Letak Usaha

Pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan memiliki tiga lokasi

usaha yang berbeda dengan luas lahan pada usaha penjualan baglog jamur tiram

putih sebesar 2.000 m2, pada usaha membeli log untuk budidaya jamur tiram putih

sebesar 2.000 m2, dan pada usaha membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan

dibudidaya sebesar 4.000 m2. Tata letak lokasi usaha ini akan disesuaikan dengan

skenario yang dilakukan. Lokasi pelaku usaha pada skenario pertama merupakan

tempat usaha pembuatan baglog jamur tiram putih yang akan dijual kepada

pembudidaya. Pada lokasi tersebut terdapat beberapa bangunan, yaitu ruang

produksi yang terdiri dari ruang pengadukan, ruang inokulasi, dan ruang sterilisasi

serta kumbung jamur dan ruangan karyawan. Bangunan-bangunan tersebut

memiliki ukuran yang berbeda, ruang pengadukan berukuran 6x6 m2, ruang

inokulasi berukuran 10x6 m2, ruang sterilisasi berukuran 6x5 m

2, kumbung jamur

berukuran 17x16 m2, dan ruang karyawan berukuran 5x5 m

2 (Lampiran 1).

Lokasi pelaku usaha pada skenario kedua merupakan tempat usaha

budidaya jamur tiram putih. Pada lokasi tersebut hanya terdapat beberapa

bangunan, yaitu dua kumbung budidaya jamur dan ruangan karyawan. Bangunan-

bangunan tersebut memiliki ukuran yang berbeda, kumbung jamur berukuran

16x16 m2 dan ruang karyawan berukuran 5x5 m

2 (Lampiran 1). Lokasi pelaku

usaha pada skenario ketiga merupakan tempat usaha pembuatan baglog jamur

tiram putih yang akan dijual dan dibudidayakan. Tata letak lokasi pada skenario

ini pada umumnya merupakan gabungan antara tata letak lokasi usaha skenario

pertama dengan tata letak lokasi usaha skenario kedua, namun disesuaikan dengan

jumlah produksi yang akan dilakukan. Pada lokasi ini terdapat beberapa

bangunan, yaitu ruang produksi yang terdiri dari ruang pengadukan, ruang

inokulasi, dan ruang sterilisasi serta kumbung jamur dan ruangan karyawan.

Bangunan-bangunan tersebut memiliki ukuran yang berbeda, ruang pengadukan

berukuran 8x8 m2, ruang inokulasi berukuran 12x8 m

2, ruang sterilisasi berukuran

7x7 m2, tiga kumbung jamur berukuran masing-masing 16x16 m

2, dan ruang

karyawan berukuran 10x10 m2 (Lampiran 1). Berikut merupakan layout kumbung

jamur pelaku usaha di Desa Tugu Selatan baik dari luar maupun dalam kumbung.

Page 79: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

63

Gambar 18. Layout Kumbung Depan Gambar 19. Layout Kumbung Dalam

Berdasarkan analisis tersebut dapat dikatakan bahwa secara teknis

pengembangan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan layak untuk

dijalankan. Pada setiap kriteria dari aspek teknis secara keseluruhan tidak terdapat

kendala dan permasalahan yang menghambat jalannya usaha. Pemilihan lokasi

usaha, teknologi, proses produksi, dan tata letak usaha mampu menghasilkan

produk secara optimal serta mendukung kegiatan pengembangan usaha dalam

memperoleh laba.

6.1.3. Aspek Manajemen dan Hukum

Aspek manajemen mengkaji bentuk usaha, pengadaan tenaga kerja,

struktur organisasi, dan jumlah tenaga kerja yang akan digunakan. Pada aspek

hukum berisi mengenai masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha,

mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki (Kasmir & Jakfar

2009).

1. Manajemen

Tenaga kerja yang dimiliki pelaku usaha diperoleh melalui proses

perekrutan yang sederhana berupa mencari masyarakat sekitar lokasi usaha yang

membutuhkan pekerjaan dan memiliki disipilin dalam bekerja. Beberapa pemilik

usaha mencari tenaga kerja yang memiliki pengalaman dalam usaha jamur tiram

putih, namun pemilik usaha lain tidak mengharuskan calon tenaga kerja memiliki

keterampilan atau keahlian khusus dalam budidaya jamur tiram putih. Pemilik

usaha tersebut akan melakukan pelatihan kepada calon tenaga kerja sebelum

mereka mempraktekannya dalam pekerjaan mereka. Pada usaha jamur tiram putih

ini umumnya menggunakan tenaga kerja pria karena diperlukan dalam pekerjaan

berat seperti melakukan proses pencampuran dan proses sterilisasi dalam

pembuatan media tanam. Namun, terdapat juga tenaga borongan wanita yang

bekerja dalam proses loging dan inokulasi. Untuk pengembangan usaha yang akan

Page 80: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

64

dilakukan membutukan tenaga kerja sebanyak 25 orang tenaga kerja tetap dan 21

orang pekerja borongan.

Rata-rata jam kerja buruh tani usaha jamur tiram putih adalah delapan jam

per hari yang dimulai dari pukul delapan pagi sampai empat sore. Gaji yang

diperoleh pekerja tetap sebesar Rp 750.000/bulan. Besar gaji tersebut berdasarkan

rata-rata gaji para tenaga kerja pada bidang yang sama di wilayah sekitar lokasi

usaha. Upah yang diterima pekerja borongan sebesar Rp 110/log dimana besar

upah tersebut juga didasarkan rata-rata upah para pekerja borongan pada bidang

yang sama di wilayah sekitar lokasi usaha. Kegiatan pembuatan media tanam

yang meliputi proses pengayakan hingga inokulasi akan dilakukan oleh delapan

orang tenaga kerja tetap dan dua puluh satu orang pekerja borongan. Kegiatan

pasca pembuatan media tanam yang meliputi inkubasi hingga pasca panen

dilakukan oleh empat belas orang tenaga kerja tetap. Setiap lokasi usaha memiliki

tenaga kerja yang bertugas sebagai supervisor. Pemilihan supervisor oleh pemilik

usaha umumnya orang yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai

usaha jamur tiram putih dengan baik. Supervisor tidak hanya mengawasi tenaga

kerja dalam bekerja, tetapi juga melakukan pembukuan dan membantu proses

pembuatan log atau budidaya jamur tiram putih.

Secara normatif suatu usaha yang baik memiliki struktur organisasi yang

baku dan deskripsi yang jelas pada setiap jenis pekerjaannya. Hal tersebut

dilakukan untuk mendukung dan memastikan bahwa kegiatan usaha yang

dilakukan berlangsung dengan baik dan sesuai dengan pencapaian tujuan usaha.

Pada usaha jamur tiram putih ini belum memiliki struktur organisasi yang baku.

Struktur organisasi usaha jamur tiram putih umumnya terdiri dari pemilik,

supervisor, tenaga kerja tetap, dan pekerja borongan yang berasal dari masyarakat

sekitar (Gambar 20). Namun, setiap pekerja telah mengetahui dengan pasti

pekerjaan yang harus mereka lakukan dan disiplin dalam bekerja, sehingga

kegiatan operasional usaha jamur tiram putih dapat berlangsung dengan baik.

Supervisor telah mampu mengkoordinir semua tenaga kerja dengan baik sesuai

dengan pekerjaan mereka masing-masing. Berdasarkan hal tersebut, maka aspek

manajemen pengembangan usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan.

Page 81: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

65

Gambar 20. Struktur Organisasi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

2. Hukum

Secara normatif suatu usaha yang baik memiliki badan usaha yang legal,

sehingga kehadiran usaha tersebut telah memiliki kekuatan hukum dan

mempermudah serta memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin kerjasama

dengan pihak lain. Namun, pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan

belum memiliki badan usaha yang resmi dari pemerintah setempat. Pelaku usaha

hanya tergabung dalam Kelompok Tani Jamur Mekar Rasa yang telah memiliki

legalitas dari pemerintahan setempat yang ditandai dengan adanya surat keputusan

dari Kepala Desa Tugu Selatan. Pada awal dilakukannya kegiatan usaha jamur

tiram putih, pelaku usaha telah melakukan lapor izin usaha kepada pemerintah

setempat. Perizinan yang telah dimiliki oleh pelaku usaha, yaitu Izin Mendirikan

Bangunan (IMB). Berdasarkan hal tersebut, walaupun usaha jamur tiram putih

belum memiliki badan usaha, tetapi usaha tersebut telah memiliki legalitas dari

pemerintah setempat untuk melakukan kegiatan operasional sehari-hari. Hal ini

menunjukkan bahwa berdasarkan aspek hukum pengembangan usaha jamur tiram

putih layak untuk dijalankan

6.1.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Dalam menyusun studi kelayakan bisnis, salah satu faktor yang perlu

dinilai menyangkut aspek sosial. Pada umumnya, aspek sosial dapat dinilai dari

segi manfaat yang diberikan suatu usaha terhadap perkembangan perekonomian

masyarakat secara keseluruhan seperti terbukanya kesempatan kerja dan

bertambahnya sarana serta prasarana daerah sekitar usaha. Ditinjau dari aspek

sosial keberadaan pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan,

Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat memiliki kontribusi dalam

Pemilik

Supervisor

Bagian Pencampuran

dan Sterilisasi

Bagian loging dan

inokulasi

Bagian Budidaya,

Panen, dan Pasca Panen

Page 82: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

66

pemberian kesempatan kerja bagi masyarakat setempat. Selain itu, masyarakat

dapat belajar mengenai usaha jamur tiram putih. Masyarakat dapat belajar dengan

cara melihat langsung proses produksi yang sedang dilakukan. Hal ini akan

menambah pengetahuan dan kemampuan masyarakat sekitar dalam budidaya

jamur tiram putih.

Dari segi ekonomi, adanya pelaku usaha dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat. Hal ini terlihat dari asal pekerja tetap dan pekerja borongan yang

dimiliki usaha. Pekerja tetap dan pekerja borongan yang dimiliki usaha sebagian

besar berasal dari daerah sekitar usaha. Para pekerja borongan merupakan ibu-ibu

rumah tangga sekitar yang melakukan kegiatan produksi pada proses loging dan

inokulasi dengan upah Rp 110/log, sedangkan pekerja tetap sebagian besar

merupakan pekerja pria yang berasal dari daerah sekitar lokasi usaha dengan gaji

Rp 750.000/bulan. Dilihat dari aspek budaya keberadaan usaha jamur tiram putih

tidak mengganggu atau merusak kebiasaan masyarakat sekitar baik dilihat dari

agama, nilai sosial, dan norma sosial masyarakat. Pemilik usaha yang bukan

berasal dari daerah setempat dapat berbaur dengan masyarakat sekitar yang asli

Sunda. Berdasarkan hal tersebut, aspek sosial, ekonomi, dan budaya pada

pengembangan usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan.

6.1.5. Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan,

terutama dampak dari suatu usaha terhadap kelestarian lingkungan. Dampak

lingkungan dengan adanya usaha ini adalah limbah plastik dan limbah log jamur

tiram putih yang sudah tidak produktif. Penanggulangan limbah plastik yang

dilakukan pelaku usaha yaitu menjual limbah plastik kepada penampung limbah

plastik yang berada di sekitar lokasi usaha. Limbah berupa log jamur tiram putih

digunakan sebagai pupuk organik bagi tanaman oleh masyarakat sekitar dan

pemilik usaha sayuran lainnya di Desa Tugu Selatan. Berdasarkan hal tersebut,

pengembangan usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan secara aspek

lingkungan karena kegiatan usaha tidak menimbulkan limbah yang dapat merusak

lingkungan dan mengganggu masyarakat sekitar.

Page 83: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

67

6.1.6. Hasil Analisis Aspek Non Finansial

Ditinjau dari beberapa aspek non finansial usaha jamur tiram putih di Desa

Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dapat dikatakan

layak. Aspek pasar dapat dilihat dari adanya peluang usaha yang cukup potensial

di kegiatan penjualan log jamur tiram putih maupun jamur tiram putih segar. Total

permintaan jamur tiram putih segar yang diterima pelaku usaha sebesar 22

ku/hari, tetapi penawaran yang baru mampu dihasilkan pelaku usaha sebesar 6,66

ku/hari dan akan ditingkatkan menjadi 8,88 ku/hari. Total permintaan log jamur

tiram putih yang diterima pelaku usaha sebesar 95.000 log/bulan, tetapi

penawaran yang mampu dihasilkan pelaku usaha sebesar 32.000 log/bulan. Hal

tersebut menunjukan peluang pasar yang dapat diambil perusahaan masih sangat

besar. Aspek teknis yang dilakukan pelaku usaha sudah memenuhi kriteria

budidaya jamur tiram putih yang telah dirujuk oleh beberapa teori tentang

budidaya jamur tiram putih.

Pada aspek manajemen dan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha

layak untuk dijalankan. Walaupun tidak memiliki struktur organisasi yang baku

serta tidak memiliki badan hukum secara pribadi, namun para pelaku usaha

tergabung dalam kelompok tani yang telah memiliki legalitas serta telah memiliki

ijin berupa surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Ditinjau dari aspek sosial,

adanya pelaku usaha memberikan kontribusi dalam memperluas kesempatan kerja

bagi masyarakat sekitar. Aspek ekonomi dapat dilihat dari adanya peningkatan

pendapatan masyarakat. Aspek budaya, masyarakat tidak terganggu dengan

adanya pelaku usaha di Desa Tugu Selatan. Aspek lingkungan dapat dilihat dari

limbah yang dihasilkan. Usaha jamur tiram putih ini menghasilkan limbah plastik

dan log jamur. Limbah berupa plastik dijual kepada penampung limbah plastik

yang berada di sekitar lokasi usaha dan limbah log jamur tiram putih digunakan

sebagai pupuk organik bagi tanaman oleh masyarakat sekitar dan pemilik usaha

sayuran lainnya di Desa Tugu Selatan, sehingga limbah tersebut tidak

menimbulkan dampak negatif bagi daerah sekitar usaha.

6.2. Analisis Aspek Finansial

Analisis aspek finansial usaha jamur tiram putih perlu dilakukan untuk

melihat apakah secara finansial usaha dapat dikatakan layak atau tidak layak.

Page 84: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

68

Penelitian ini akan menggunakan tiga skenario, yaitu skenario I (hanya menjual

log jamur tiram putih), skenario II (membeli log untuk budidaya jamur tiram

putih), dan skenario III (membuat log untuk dijual dan dibudidaya). Skenario I

pelaku usaha memproduksi log jamur tiram putih sebanyak 52.000 log setiap

bulan yang disesuaikan dengan kapasitas oven pengukusan yang mampu

memproduksi sebanyak 2000-2200 log per hari. Dari kegiatan tersebut pemilik

usaha memperoleh output yaitu log jamur tiram putih. Skenario II pelaku usaha

membeli log jamur tiram putih dari petani lain sebanyak 100.000 log setiap tiga

bulan yang disesuaikan dengan kapasitas kumbung. Dari kegiatan tersebut pemilik

usaha memperoleh output yaitu jamur tiram putih segar. Pada skenario III pelaku

usaha memproduksi log jamur tiram putih sebanyak 85.280 log setiap bulan. Dari

kegiatan tersebut pelaku usaha menghasilkan dua jenis output produksi, yaitu

jamur tiram putih segar dan log jamur tiram putih. Ketiga skenario tersebut

menggunakan modal sendiri. Dilakukan evaluasi pada ketiga skala usaha tersebut

untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dari masing-masing kegiatan usaha

jamur tiram. Umur usaha didasarkan pada umur ekonomis kumbung, yaitu selama

lima tahun dikarenakan kumbung merupakan aset terbesar dan investasi paling

penting dalam usaha jamur tiram putih.

6.2.1. Arus Penerimaan (Inflow)

Arus penerimaan merupakan aliran kas masuk ke usaha dan ini merupakan

pendapatan bagi usaha. Penerimaan pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu

Selatan berasal dari penjualan jamur tiram putih segar, penjualan baglog jamur

tiram putih, dan nilai sisa dari investasi yang diperhitungkan pada akhir umur

usaha.

1. Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)

Penerimaan log jamur tiram putih merupakan penerimaan yang bersumber

dari produksi log yang dilakukan pelaku usaha. Pada penelitian ini, jumlah

produksi log yang dihasilkan pelaku usaha sebanyak 52.000 log per bulan.

Produksi sebanyak 52.000 log berdasarkan pada kapasitas mesin produksi, yaitu

oven pengukusan yang mampu mengukus baglog sebanyak 2000-2200 log per

hari. Harga jual log jamur tiram putih sebesar Rp 1.800 per log. Harga tersebut

ditetapkan berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi log jamur

Page 85: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

69

tiram putih sebesar Rp 1.200 per log. Adapun penerimaan log jamur tiram putih

dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Penerimaan Log Jamur Tiram Putih Pelaku Usaha di Desa Tugu

Selatan (Skenario I)

Tahun Produksi Log

(Bulan)

Harga

(Rp)

Siklus Penjualan Log

(Bulan)

Penerimaan/Tahun

(Rp)

1 52.000 1.800 6 561.600.000

2 52.000 1.800 12 1.123.200.000

3 52.000 1.800 12 1.123.200.000

4 52.000 1.800 12 1.123.200.000

5 52.000 1.800 12 1.123.200.000

Total Penerimaan Log 5.054.400.000

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 14, dapat dilihat bahwa

penerimaan dari penjualan log jamur tiram putih yang dihasilkan pada tahun

pertama sebesar Rp 561.600.000. Angka tersebut diperoleh dari jumlah produksi

log sebanyak 52.000 per bulan dikali dengan harga jual sebesar Rp 1.800 per log

dan siklus penjualan log pada tahun pertama sebanyak enam kali sama dengan Rp

561.600.000. Penjualan log pada tahun pertama sebanyak enam kali disebabkan

pelaku usaha melakukan kegiatan investasi pada enam bulan pertama. Pada tahun

kedua sampai tahun kelima pelaku usaha telah mampu memproduksi log jamur

tiram putih setiap bulannya, sehingga penerimaan yang diperoleh pelaku usaha

tetap sebesar Rp 1.123.200.000. Angka tersebut diperoleh dari jumlah produksi

log sebanyak 52.000 per bulan dikali dengan harga jual sebesar Rp 1.800 per log

dan siklus penjualan log setiap tahunnya sebanyak dua belas kali sama dengan Rp

1.123.200.000. Dari hasil usaha jamur tiram putih pada skenario I total

penerimaan dari penjualan log jamur tiram putih sebesar Rp 5.054.400.000.

2. Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)

Penerimaan yang diperoleh pelaku usaha pada skenario II dengan membeli

log jamur tiram putih sebanyak 100.000 log per tiga bulan, yaitu jamur tiram putih

segar sebanyak 8.000 kg setiap siklus panennya. Siklus panen setiap log jamur

tiram sebanyak lima kali selama tiga bulan dengan menghasilkan 0,1 kg jamur

tiram putih segar setiap siklusnya dimana tingkat kegagalan log sebesar 20% dari

total log. Tingkat kegagalan log sebesar 20% tersebut didasarkan pada

pengalaman pelaku usaha dalam melakukan budidaya jamur tiram putih. Angka

Page 86: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

70

8.000 kg diperoleh dari total log jamur tiram putih sebanyak 100.000 log dikali

dengan 80% log jamur yang berhasil tumbuh dan jumlah panen setiap log sebesar

0,1 kg per siklus sama dengan 8.000 kg. Log tersebut diperoleh pelaku usaha dari

petani jamur tiram putih di sekitar Kecamatan Cisarua diluar petani yang diteliti.

Pemanenan dapat dilakukan setelah log berumur tujuh hari sampai sepuluh

hari setelah pembelian log di petani jamur tiram putih. Pelaku usaha dapat

melakukan pemanenan selama sekitar 70 hari dengan siklus panen lima kali.

Jamur tiram putih segar yang dihasilkan dijual dengan harga Rp 6.500 per

kilogram. Penjualan dilakukan kepada pedagang pengumpul yang datang ke

lokasi usaha. Pedagang pengumpul akan menjual jamur tiram putih tersebut ke

pasar di daerah Jakarta, Depok, dan Tangerang. Adapun penerimaan jamur tiram

putih segar pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Penerimaan Jamur Tiram Putih Segar Pelaku Usaha di Desa Tugu

Selatan (Skenario II)

Tahun Total Panen

(Kg/3 bulan)

Harga

(Rp)

Periode Produksi

Penerimaan/Tahun

(Rp)

1 40.000 6.500 2 520.000.000

2 40.000 6.500 4 1.040.000.000

3 40.000 6.500 4 1.040.000.000

4 40.000 6.500 4 1.040.000.000

5 40.000 6.500 4 1.040.000.000

Total Penerimaan Log 4.680.000.000

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa

penerimaan dari penjualan jamur tiram putih segar yang dihasilkan pada tahun

pertama sebesar Rp 520.000.000. Angka tersebut diperoleh dari total panen jamur

tiram putih segar pada satu periode (tiga bulan) sebanyak 40.000 kg dikali dengan

harga jual sebesar Rp 6.500 per kilogram dan periode produksi pada tahun

pertama sebanyak dua kali sama dengan Rp 520.000.000. Periode produksi pada

tahun pertama sebanyak dua kali disebabkan pelaku usaha melakukan kegiatan

investasi pada enam bulan pertama. Pada tahun kedua sampai tahun kelima

periode produksi yang telah dilakukan pelaku usaha sebanyak empat kali dalam

satu tahun, sehingga penerimaan yang diperoleh pelaku usaha sebesar Rp

1.040.000.000. Angka tersebut diperoleh dari total panen jamur tiram putih segar

pada satu periode (tiga bulan) sebanyak 40.000 kg dikali dengan harga jual

Page 87: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

71

sebesar Rp 6.500 per kilogram dan periode produksi pada tahun kedua sampai

tahun kelima sebanyak empat kali kali sama dengan Rp 1.040.000.000. Dari hasil

usaha jamur tiram putih pada skenario II total penerimaan dari penjualan jamur

tiram putih segar sebesar Rp 4.680.000.000.

3. Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram Putih Segar)

Penerimaan yang diperoleh pelaku usaha pada skenario III dengan

memproduksi log jamur tiram putih sebanyak 85.280 log per bulan, yaitu log

jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar. Proporsi penjualan log jamur tiram

putih dari total baglog yang diproduksi sebesar 44 % dan jumlah baglog yang

akan dibudidayakan memiliki proprosi sebesar 56 %. Proporsi yang diperoleh

tersebut diasumsikan sama dengan perbandingan jumlah log jamur tiram putih

yang dijual dengan jumlah log yang dibudidayakan oleh pelaku usaha di Desa

Tugu Selatan.

Dengan proporsi tersebut jumlah log jamur tiram putih yang dijual

sebanyak 37.523 log per bulan dan yang dibudidayakan sebanyak 47.757 log per

bulan. Harga jual log jamur tiram putih sebesar Rp 1.800 per log dan harga jual

jamur tiram putih segar sebesar Rp 6.500 per kilogram. Adapun penerimaan dari

penjualan log jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Penerimaan Log Jamur Tiram Putih Pelaku Usaha di Desa Tugu

Selatan (Skenario III)

Tahun Produksi Log

(Bulan)

Harga

(Rp)

Siklus Penjualan Log

(Bulan)

Penerimaan/Tahun

(Rp)

1 37.523 1.800 6 405.248.400

2 37.523 1.800 12 810.496.800

3 37.523 1.800 12 810.496.800

4 37.523 1.800 12 810.496.800

5 37.523 1.800 12 810.496.800

Total Penerimaan Log 3.647.235.600 Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 16, dapat dilihat bahwa

penerimaan dari penjualan log jamur tiram putih yang dihasilkan pada tahun

pertama sebesar Rp 405.248.400. Angka tersebut diperoleh dari jumlah produksi

log sebanyak 37.523 per bulan dikali dengan harga jual sebesar Rp 1.800 per log

dan siklus penjualan log pada tahun pertama sebanyak enam kali sama dengan Rp

405.248.400. Pada tahun kedua sampai tahun kelima pelaku usaha telah mampu

Page 88: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

72

memproduksi log jamur tiram putih setiap bulannya, sehingga penerimaan yang

diperoleh pelaku usaha sebesar Rp 810.496.800. Angka tersebut diperoleh dari

jumlah produksi log sebanyak 37.523 per bulan dikali dengan harga jual sebesar

Rp 1.800 per log dan siklus penjualan log setiap tahunnya sebanyak dua belas kali

sama dengan Rp 810.496.800. Dari hasil perhitungan tersebut total penerimaan

dari penjualan log jamur tiram putih pada skenario III sebesar Rp 3.647.235.600.

Pada skenario ini jumlah jamur tiram segar yang diperoleh setiap siklusnya

sebesar 3.820,56 kg dan log jamur tiram putih yang akan dibudidaya, diproduksi

setiap bulan (Lampiran 3). Siklus panen setiap log jamur tiram sebanyak lima kali

selama tiga bulan dengan menghasilkan 0,1 kg jamur tiram putih segar setiap

siklusnya dimana tingkat kegagalan log sebesar 20% dari total log. Tingkat

kegagalan log sebesar 20% tersebut didasarkan pada pengalaman pelaku usaha

dalam melakukan budidaya jamur tiram putih. Angka 3.820,56 kg diperoleh dari

total log jamur tiram putih sebanyak 47.757 log dikali dengan 80% log jamur

yang berhasil tumbuh dan jumlah panen setiap log sebesar 0,1 kg per siklus sama

dengan 3.820,56 kg, sehingga pada tahun pertama diperoleh penerimaan dari

penjualan jamur tiram putih segar sebesar Rp 521.506.440 dan pada tahun kedua

sampai kelima sebesar Rp 1.490.018.400. Dari hasil perhitungan tersebut total

penerimaan dari penjualan jamur tiram putih segar pada skenario III sebesar Rp

6.481.580.040 dan total penerimaan dari keseluruhan hasil usaha jamur tiram

putih pada skenario III sebesar Rp 10.128.815.640.

6.2.2. Nilai Sisa

Nilai sisa adalah nilai barang atau peralatan yang tidak habis selama usaha

berjalan. Nilai sisa tersebut menjadi tambahan manfaat bagi usaha. Penelitian ini

digunakan tiga skenario, dimana skenario I (menjual log jamur tiram putih) dari

pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan memproduksi 52.000 log

per bulan, skenario II (membeli log jamur tiram putih) dari pelaku usaha jamur

tiram putih di Desa Tugu Selatan membeli 100.000 log per tiga bulan untuk

dibudidaya, dan skenario III (menjual log dan jamur tiram putih segar) dari pelaku

usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan memproduksi 85.280 log per bulan.

Page 89: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

73

1. Nilai Sisa Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)

Total nilai sisa usaha jamur tiram putih pada skenario I yaitu sebesar Rp

618.346.666,67. Perhitungan nilai sisa dilakukan dengan cara harga beli barang

dibagi dengan umur ekonomis dimana pada akhir umur ekonomis diasumsikan

nilai barang telah habis. Contoh perhitungan dapat dijelaskan sebagai berikut, jika

harga beli ayakan Rp 100.000 dengan umur ekonomis dua tahun, maka nilai sisa

pada akhir umur usaha (tahun kelima) adalah Rp 50.000. Komponen yang masih

memiliki nilai sisa diantaranya lahan, bangunan pembuatan log, bangunan

pekerja, sekop, cangkul, ayakan, sekop kecil, sepatu boot, ember, instalasi air, dan

instalasi listrik. Nilai sisa lahan diasumsikan sama dengan nilai belinya sebesar Rp

600.000.000, sedangkan investasi yang lainnya didasarkan pada nilai beli

dikurangi dengan nilai penyusutan setiap tahunnya, yaitu bangunan pembuatan

log Rp 13.500.000, bangunan pekerja Rp 2.500.000, sekop Rp 108.333,33,

cangkul Rp 26.666,67, ayakan Rp 50.000, sekop kecil Rp 21.666,67, sepatu boot

Rp 110.000, ember Rp 30.000, instalasi air Rp 1.500.000, dan instalasi listrik Rp

500.000 (Tabel 17).

2. Nilai Sisa Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)

Total nilai sisa usaha jamur tiram putih pada skenario II yaitu sebesar Rp

604.950.000. Perhitungan nilai sisa dilakukan dengan cara harga beli barang

dibagi dengan umur ekonomis dimana pada akhir umur ekonomis diasumsikan

nilai barang telah habis. Contoh perhitungan dapat dijelaskan sebagai berikut, jika

harga beli keranjang Rp 7.000 dengan umur ekonomis dua tahun, maka nilai sisa

pada akhir umur usaha (tahun kelima) adalah Rp 3.500. Komponen yang masih

memiliki nilai sisa diantaranya lahan, bangunan pekerja, sepatu boot, kursi plastik,

keranjang, instalasi air, dan instalasi listrik. Nilai sisa lahan diasumsikan sama

dengan nilai belinya sebesar Rp 600.000.000, sedangkan investasi yang lainnya

didasarkan pada nilai beli dikurangi dengan nilai penyusutan setiap tahunnya,

yaitu bangunan pekerja Rp 2.500.000, sepatu boot Rp 165.000, kursi plastik Rp

75.000, keranjang Rp 210.000, instalasi air Rp 1.500.000, dan instalasi listrik Rp

500.000 (Tabel 18).

Page 90: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

74

3. Nilai Sisa Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram Putih Segar)

Total nilai sisa usaha jamur tiram putih pada skenario III yaitu sebesar Rp

1.230.471.000. Perhitungan nilai sisa dilakukan dengan cara harga beli barang

dibagi dengan umur ekonomis dimana pada akhir umur ekonomis diasumsikan

nilai barang telah habis. Contoh perhitungan dapat dijelaskan sebagai berikut, jika

harga beli ayakan Rp 50.000 dengan umur ekonomis dua tahun, maka nilai sisa

pada akhir umur usaha (tahun kelima) adalah Rp 25.000. Komponen yang masih

memiliki nilai sisa diantaranya lahan, bangunan pembuatan log, bangunan

pekerja, sekop, cangkul, ayakan, sekop kecil, sepatu boot, ember, keranjang, kursi

plastik, instalasi air, dan instalasi listrik. Nilai sisa lahan diasumsikan sama

dengan nilai belinya sebesar Rp 1.200.000.000, sedangkan investasi yang lainnya

didasarkan pada nilai beli dikurangi dengan nilai penyusutan setiap tahunnya,

yaitu bangunan pembuatan log Rp 22.250.000, bangunan pekerja Rp 5.000.000,

sekop Rp 173.333,33, cangkul Rp 40.000, ayakan Rp 75.000, sekop kecil Rp

35.000, sepatu boot Rp 411.666,67, ember Rp 50.000, keranjang Rp 301.000,

kursi plastik Rp 135.000, instalasi air Rp 1.500.000, dan instalasi listrik Rp

500.000 (Tabel 19).

6.2.3. Pengeluaran Perusahaan (Outflow)

Arus biaya (outflow) adalah aliran kas yang dikeluarkan oleh usaha. Arus

biaya pada usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan terdiri dari biaya

investasi dan biaya operasional. Biaya-biaya yang dikeluarkan ini merupakan

biaya yang dikeluarkan usaha dalam mengembangkan usaha dan menjalankan

operasional usaha jamur tiram putih selama umur usaha.

6.2.3.1. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memulai suatu

usaha. Pada penelitian ini menggunakan tiga skenario yaitu skenario I (menjual

log jamur tiram putih), skenario II (membeli log jamur tiram putih), dan skenario

III (menjual log dan jamur tiram putih segar), sehingga biaya yang dikeluarkan

pelaku usaha disesuaikan dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan. Adapun

rincian biaya investasi terhadap ketiga skenario tersebut dapat dilihat dibawah ini.

Page 91: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

75

1. Biaya Investasi Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)

Biaya investasi yang dilakukan untuk usaha penjualan log jamur tiram

putih terdiri dari lahan, bangunan pembuatan log, bangunan pekerja, kumbung,

oven, sekop, cangkul, selang air, ayakan, sekop kecil, sepatu boot, timbangan 10

kg, rolly, termometer, kipas angin, ember, instalasi air, dan instalasi listrik. Dana

investasi yang dikeluarkan untuk usaha ini mencapai Rp 700.590.000. Adapun

rincian penggunaan biaya investasi ini dapat diliihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario I)

No Uraian Umur

Ekonomis

(Tahun)

Harga Satuan

(Rp)

Nilai Investasi

(Rp)

Nilai Sisa

(Rp)

Penyusutan

(Rp)

1. Lahan 2000 m2 300.000 600.000.000 600.000.000 0

2. Bangunan

Produksi Log

10 27.000.000 27.000.000 13.500.000 2.700.000

3. Kumbung 5 52.000.000 52.000.000 0 10.400.000

4. Bangunan

Pekerja

10 5.000.000 5.000.000 2.500.000 500.000

5. Oven 5 8.340.000 8.340.000 0 1.668.000

6. Sekop 3 65.000 325.000 108.333,33 108.333,33

7. Cangkul 3 40.000 80.000 26.666,67 26.666,67

8. Selang air 5 240.000 240.000 0 48.000

9. Ayakan 2 50.000 100.000 50.000 50.000

10. Sekop kecil 3 5.000 65.000 21.666,67 21.666,67

11. Sepatu boot 3 55.000 330.000 110.000 110.000

12. Timbangan 10 kg 5 150.000 300.000 0 60.000

13. Rolly 5 450.000 2.250.000 0 450.000

14. Termometer 5 100.000 100.000 0 20.000

15. Kipas angin 5 200.000 400.000 0 80.000

16. Ember 2 20.000 60.000 30.000 30.000

17. Instalasi air 10 3.000.000 3.000.000 1.500.000 300.000

18. Instalasi listrik 10 1.000.000 1.000.000 500.000 100.000

Total 700.590.000 618.346.666,67 16.672.666,67

Berdasarkan Tabel 17, bagian terbesar investasi dialokasikan untuk

pembelian lahan, yaitu sebesar Rp 600.000.000, pembuatan fasilitas kegiatan

usaha berupa kumbung sebesar Rp 52.000.000, dan bangunan produksi log Rp

27.000.000. Barang investasi ini mengalami penyusutan setiap tahunnya. Nilai

penyusutan ini dipengaruhi oleh umur ekonomis dari masing-masing barang

investasi. Umur ekonomis suatu barang merupakan tingkat kemampuan suatu

barang untuk dapat digunakan secara layak dan masih memiliki fungsi yang baik

untuk mendukung jalannya suatu usaha. Umur ekonomis dari setiap barang

investasi berbeda-beda. Umur ekonomis ayakan dan ember selama dua tahun,

sedangkan sekop, cangkul, sekop kecil, dan sepatu boot memiliki umur ekonomis

selama tiga tahun. Hal tersebut dikarenakan barang-barang investasi tersebut

Page 92: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

76

setelah dua atau tiga tahun harus digantikan karena sudah tidak berfungsi optimal.

Bangunan pembuatan log, bangunan pekerja, instalasi air, dan instalasi listrik

memiliki umur ekonomis 10 tahun. Kumbung, oven, selang air, timbangan, rolly,

termometer, dan kipas angin memiliki umur ekonomis lima tahun.

Barang-barang investasi dengan umur ekonomis yang berbeda tersebut

memiliki penyusutan yang besarnya tergantung pada nilai beli, umur ekonomis,

dan nilai sisa. Lahan tidak memiliki nilai penyusutan karena penggunaan lahan

tidak memiliki batas umur ekonomis tertentu, sedangkan peralatan investasi lain

memiliki nilai penyusutan. Investasi usaha seperti bangunan pembuatan log,

kumbung, oven, dan barang investasi lainnya memiliki nilai penyusutan yang

berbeda (Tabel 17).

Reinvestasi atau pergantian barang-barang investasi merupakan biaya yang

dikeluarkan usaha setelah barang-barang investasi usaha telah habis umur

ekonomisnya. Biaya reinvestasi tepat dikeluarkan setelah secara umur ekonomis

barang investasi sudah tidak dapat digunakan secara optimal. Biaya reinvestasi ini

dikeluarkan pada tahun yang berbeda-beda. Pada tahun kedua tidak ada biaya

reinvestasi. Pada tahun ketiga dan kelima ada biaya reinvestasi sebesar Rp

160.000 untuk keperluan ember dan ayakan. Pada tahun keempat biaya reinvestasi

yang dikeluarkan sebesar Rp 800.000 untuk keperluan sekop, sekop kecil,

cangkul, dan sepatu boot.

2. Biaya Investasi Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)

Biaya investasi yang dilakukan untuk usaha budidaya jamur tiram putih

terdiri dari lahan, kumbung, bangunan pekerja, stimer, rolly, selang air, timbangan

10 kg, gentong, termometer, sepatu boot, kursi plastik, keranjang, instalasi air, dan

instalasi listrik. Dana investasi yang dikeluarkan untuk usaha ini mencapai Rp

714.955.000. Adapun rincian penggunaan biaya investasi ini dapat diliihat pada

Tabel 18.

Page 93: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

77

Tabel 18. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario II)

No Uraian Umur Teknis

(Tahun)

Harga Satuan

(Rp)

Nilai Investasi

(Rp)

Nilai Sisa

(Rp)

Penyusutan

(Rp)

1. Lahan 2000 m2 300.000 600.000.000 600.000.000 0

2. Kumbung 5 50.000.000 100.000.000 0 20.000.000

3. Bangunan

Pekerja

10 5.000.000 5.000.000 2.500.000 500.000

4. Stimer 5 2.200.000 2.200.000 0 440.000

5. Rolly 5 450.000 1.800.000 0 360.000

6. Selang air 5 240.000 240.000 0 48.000

7. Timbangan 10 kg 5 150.000 300.000 0 60.000

8. Gentong 5 150.000 150.000 0 30.000

9. Termometer 5 100.000 200.000 0 40.000

10. Sepatu boot 3 55.000 495.000 165.000 165.000

11. Kursi plastik 2 30.000 150.000 75.000 75.000

12. Keranjang 2 7.000 420.000 210.000 210.000

13. Instalasi air 10 3.000.000 3.000.000 1.500.000 300.000

14. Instalasi listrik 10 1.000.000 1.000.000 500.000 100.000

Total 714.955.000 604.950.000 22.328.000

Berdasarkan Tabel 18, bagian terbesar investasi dialokasikan untuk

pembelian lahan, yaitu sebesar Rp 600.000.000 dan pembuatan fasilitas kegiatan

usaha berupa kumbung sebesar Rp 100.000.000. Barang investasi ini juga

mengalami penyusutan setiap tahunnya. Umur ekonomis kursi plastik dan

keranjang selama dua tahun, sedangkan sepatu boot memiliki umur ekonomis

selama tiga tahun. Bangunan pekerja, instalasi air, dan instalasi listrik memiliki

umur ekonomis 10 tahun. Kumbung, stimer, rolly, selang air, timbangan, gentong,

dan termometer memiliki umur ekonomis lima tahun.

Barang-barang investasi tersebut memiliki penyusutan yang besarnya

berbeda. Lahan tidak memiliki nilai penyusutan karena penggunaan lahan tidak

memiliki batas umur ekonomis tertentu, sedangkan peralatan investasi lain

memiliki nilai penyusutan. Investasi usaha seperti bangunan pekerja, kumbung,

stimer, dan barang investasi lainnya memiliki nilai penyusutan yang berbeda

(Tabel 18).

Biaya reinvestasi pada skenario ini juga dikeluarkan pada tahun yang

berbeda-beda. Pada tahun kedua tidak ada biaya reinvestasi. Pada tahun ketiga dan

kelima ada biaya reinvestasi sebesar Rp 570.000 untuk keperluan kursi plastik dan

keranjang. Pada tahun keempat biaya reinvestasi yang dikeluarkan sebesar Rp

495.000 untuk keperluan sepatu boot.

Page 94: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

78

3. Biaya Investasi Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram Putih Segar)

Biaya investasi yang dilakukan untuk usaha penjualan log dan budidaya

jamur tiram putih terdiri dari lahan, bangunan pembuatan log, kumbung,

bangunan pekerja, oven, sekop, cangkul, selang air, stimer, gentong, ayakan,

sekop kecil, sepatu boot, timbangan 10 kg, rolly, termometer, kipas angin, ember,

kursi plastik, keranjang, instalasi air, dan instalasi listrik. Dana investasi yang

dikeluarkan untuk usaha ini mencapai Rp 1.475.472.000. Adapun rincian

penggunaan biaya investasi ini dapat diliihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario III)

No Uraian Umur Teknis

(Tahun)

Harga Satuan

(Rp)

Nilai Investasi

(Rp)

Nilai Sisa

(Rp)

Penyusutan

(Rp)

1. Lahan 4000 m2 300.000 1.200.000.000 1.200.000.000 0

2. Bangunan

Produksi Log

10 44.500.000 44.500.000 22.250.000 4.450.000

3. Kumbung

budidaya

5 50.000.000 150.000.000 0 30.000.000

4. Kumbung

inkubasi

5 38.000.000 38.000.000 0 7.600.000

5. Bangunan

Pekerja

10 10.000.000 10.000.000 5.000.000 1.000.000

6. Oven 5 8.340.000 16.680.000 0 3.336.000

7. Sekop 3 65.000 520.000 173.333,33 173.333,33

8. Cangkul 3 40.000 120.000 40.000 40.000

9. Selang air 5 240.000 240.000 0 48.000

10. Stimer 5 2.200.000 2.200.000 0 440.000

11. Gentong 5 150.000 150.000 0 30.000

12. Ayakan 2 50.000 150.000 75.000 75.000

13. Sekop kecil 3 5.000 105.000 35.000 35.000

14. Sepatu boot 3 55.000 1.235.000 411.666,67 411.666,67

15. Timbangan 10 kg 5 150.000 900.000 0 180.000

16. Rolly 5 450.000 4.500.000 0 900.000

17. Termometer 5 100.000 600.000 0 120.000

18. Kipas angin 5 200.000 600.000 0 120.000

19. Ember 2 20.000 100.000 50.000 50.000

20. Keranjang 2 7.000 602.000 301.000 301.000

21. Kursi plastik 2 30.000 270.000 135.000 135.000

22. Instalasi air 10 3.000.000 3.000.000 1.500.000 300.000

23. Instalasi listrik 10 1.000.000 1.000.000 500.000 100.000

Total 1.475.472.000 1.230.471.000 49.845.000

Berdasarkan Tabel 19, bagian terbesar investasi dialokasikan untuk

pembelian lahan yaitu sebesar Rp 1.200.000.000, pembuatan fasilitas kegiatan

usaha berupa kumbung budidaya sebesar Rp 150.000.000, kumbung inkubasi Rp

38.000.000, dan bangunan produksi log sebesar Rp 44.500.000. Barang investasi

ini juga mengalami penyusutan setiap tahunnya. Umur ekonomis ember, ayakan,

kursi plastik, dan keranjang selama dua tahun, sedangkan sekop, sekop kecil,

cangkul, dan sepatu boot memiliki umur ekonomis selama tiga tahun. Bangunan

Page 95: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

79

pembuatan log, bangunan pekerja, instalasi air, dan instalasi listrik memiliki umur

ekonomis 10 tahun. Kumbung, oven, stimer, gentong, rolly, selang air, timbangan,

kipas angin, dan termometer memiliki umur ekonomis lima tahun.

Barang-barang investasi tersebut memiliki penyusutan yang besarnya

berbeda. Lahan tidak memiliki nilai penyusutan karena penggunaan lahan tidak

memiliki batas umur ekonomis tertentu, sedangkan peralatan investasi lain

memiliki nilai penyusutan. Investasi usaha seperti bangunan pembuatan log,

kumbung, stimer, oven, dan barang investasi lainnya memiliki nilai penyusutan

yang berbeda (Tabel 19).

Biaya reinvestasi pada skenario ini juga dikeluarkan pada tahun yang

berbeda-beda. Pada tahun kedua tidak ada biaya reinvestasi. Pada tahun ketiga dan

kelima ada biaya reinvestasi sebesar Rp 1.122.000 untuk keperluan ayakan,

ember, kursi plastik, dan keranjang. Pada tahun keempat biaya reinvestasi yang

dikeluarkan sebesar Rp 1.980.000 untuk keperluan sekop, sekop kecil, cangkul,

dan sepatu boot.

6.2.3.2. Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan keseluruhan biaya yang berkaitan dengan

kegiatan operasional usaha. Biaya operasional ini dikeluarkan secara berkala

selama usaha tersebut berjalan, Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan

biaya variabel.

1. Biaya Tetap

Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan tanpa mempengaruhi

jumlah produksi perusahaan. Biaya tetap tidak berubah walaupun volume

produksi bertambah atau berkurang. Biaya tetap yang dikeluarkan pelaku usaha

jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan pada ketiga skenario meliputi biaya

pembelian cutter, sarung tangan, masker, sapu lidi, sapu ijuk, pengki, gaji

karyawan, gaji supervisor, listrik, komunikasi, pemeliharaan oven, dan biaya tak

terduga.

a. Biaya Tetap Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)

Biaya tetap yang dikeluarkan pada skenario I sebesar Rp 33.296.000 pada

tahun pertama dan bertambah menjadi Rp 65.846.000 pada tahun kedua sampai

kelima. Kenaikkan tersebut disebabkan oleh siklus penjualan log jamur tiram

Page 96: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

80

putih pada tahun pertama hanya enam bulan, sedangkan pada tahun kedua sampai

kelima dua belas bulan. Adapun rincian biaya tetap yang dikeluarkan oleh pelaku

usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan pada skenario I dapat dilihat pada

Tabel 20.

Tabel 20. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario I)

No. Uraian Tahun ke-

1 2 3 4 5

1 Cutter 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000

2 Sarung tangan 76.000 76.000 76.000 76.000 76.000

3 Masker 95.000 95.000 95.000 95.000 95.000

4 Sapu lidi 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000

5 Sapu ijuk 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000

6 Pengki 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000

7 Gaji karyawan 22.500.000 45.000.000 45.000.000 45.000.000 45.000.000

8 Gaji supervisor 7.200.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000

9 Listrik 450.000 900.000 900.000 900.000 900.000

10 Komunikasi 600.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000

11 Pemeliharaan

oven

500.000 500.000 500.000 500.000 500.000

12 Biaya tak

terduga

1.800.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Total 33.296.000 65.846.000 65.846.000 65.846.000 65.846.000

Berdasarkan pada Tabel 20, dapat dilihat bahwa biaya tetap yang

dikeluarkan pelaku usaha setiap tahunnya berupa pembelian lima unit cutter

sebesar Rp 25.000, 19 pasang sarung tangan sebesar Rp 76.000, 19 unit masker

sebesar Rp 95.000, dua unit sapu lidi sebesar Rp 10.000, dua unit sapu ijuk

sebesar Rp 30.000, satu unit pengki sebesar Rp 10.000, gaji lima karyawan

sebesar Rp 22.500.000 pada tahun pertama dan Rp 45.000.000 pada tahun kedua

sampai kelima, gaji supervisor Rp 7.200.000 pada tahun pertama dan Rp

14.400.000 pada tahun kedua sampai kelima, listrik sebesar Rp 450.000 pada

tahun pertama dan Rp 900.000 pada tahun kedua sampai kelima, komunikasi

sebesar Rp 600.000 pada tahun pertama dan Rp 1.200.000 pada tahun kedua

sampai kelima, pemeliharaan satu unit oven sebesar Rp 500.000 serta biaya tak

terduga sebesar Rp 1.800.000 pada tahun pertama dan Rp 3.600.000 pada tahun

kedua sampai kelima.

b. Biaya Tetap Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)

Biaya tetap yang dikeluarkan pada skenario II sebesar Rp 46.221.000 pada

tahun pertama dan bertambah menjadi Rp 92.271.000 pada tahun kedua sampai

Page 97: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

81

kelima. Kenaikkan tersebut disebabkan oleh bulan produksi pada tahun pertama

hanya enam bulan, sedangkan pada tahun kedua sampai kelima dua belas bulan.

Adapun rincian biaya tetap yang dikeluarkan oleh pelaku usaha jamur tiram putih

di Desa Tugu Selatan pada skenario II dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario II)

No. Uraian Tahun ke-

1 2 3 4 5

1 Cutter 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000

2 Sarung tangan 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000

3 Masker 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000

4 Sapu lidi 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000

5 Sapu ijuk 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000

6 Pengki 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000

7 Gaji karyawan 36.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000

8 Gaji supervisor 7.200.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000

9 Listrik 450.000 900.000 900.000 900.000 900.000

10 Komunikasi 600.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000

11 Biaya tak

terduga

1.800.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Total 46.221.000 92.271.000 92.271.000 92.271.000 92.271.000

Berdasarkan pada Tabel 21, dapat dilihat bahwa biaya tetap yang

dikeluarkan pelaku usaha setiap tahunnya berupa pembelian delapan unit cutter

sebesar Rp 40.000, sembilan pasang sarung tangan sebesar Rp 36.000, sembilan

unit masker sebesar Rp 45.000, dua unit sapu lidi sebesar Rp 10.000, dua unit

sapu ijuk sebesar Rp 30.000, satu unit pengki sebesar Rp 10.000, gaji delapan

karyawan sebesar Rp 36.000.000 pada tahun pertama dan Rp 72.000.000 pada

tahun kedua sampai kelima, gaji supervisor Rp 7.200.000 pada tahun pertama dan

Rp 14.400.000 pada tahun kedua sampai kelima, listrik sebesar Rp 450.000 pada

tahun pertama dan Rp 900.000 pada tahun kedua sampai kelima, komunikasi

sebesar Rp 600.000 pada tahun pertama dan Rp 1.200.000 pada tahun kedua

sampai kelima serta biaya tak terduga sebesar Rp 1.800.000 pada tahun pertama

dan Rp 3.600.000 pada tahun kedua sampai kelima.

c. Biaya Tetap Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram Putih Segar)

Biaya tetap yang dikeluarkan pada skenario III sebesar Rp 99.195.000

pada tahun pertama dan bertambah menjadi Rp 196.845.000 pada tahun kedua

sampai kelima. Kenaikkan tersebut disebabkan oleh bulan produksi pada tahun

pertama hanya enam bulan, sedangkan pada tahun kedua sampai kelima dua belas

Page 98: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

82

bulan. Adapun rincian biaya tetap yang dikeluarkan oleh pelaku usaha jamur tiram

putih di Desa Tugu Selatan pada skenario III dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario III)

No. Uraian Tahun ke-

1 2 3 4 5

1 Cutter 85.000 85.000 85.000 85.000 85.000

2 Sarung tangan 160.000 160.000 160.000 160.000 160.000

3 Masker 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000

4 Sapu lidi 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

5 Sapu ijuk 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000

6 Pengki 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

7 Gaji

karyawan

76.500.000 153.000.000 153.000.000 153.000.000 153.000.000

8 Gaji

supervisor

14.400.000 28.800.000 28.800.000 28.800.000 28.800.000

9 Listrik 750.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000

10 Komunikasi 1.200.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000

11 Pemeliharaan

oven

1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000

12 Biaya tak

terduga

4.800.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000

Total 99.195.000 196.845.000 196.845.000 196.845.000 196.845.000

Berdasarkan pada Tabel 22, dapat dilihat bahwa biaya tetap yang

dikeluarkan pelaku usaha setiap tahunnya berupa pembelian tujuh belas unit cutter

sebesar Rp 85.000, 40 pasang sarung tangan sebesar Rp 160.000, 40 unit masker

sebesar Rp 200.000, empat unit sapu lidi sebesar Rp 20.000, empat unit sapu ijuk

sebesar Rp 60.000, dua unit pengki sebesar Rp 20.000, gaji tujuh belas karyawan

sebesar Rp 76.500.000 pada tahun pertama dan Rp 153.000.000 pada tahun kedua

sampai kelima, gaji dua orang supervisor Rp 14.400.000 pada tahun pertama dan

Rp 28.800.000 pada tahun kedua sampai kelima, listrik sebesar Rp 750.000 pada

tahun pertama dan Rp 1.500.000 pada tahun kedua sampai kelima, komunikasi

sebesar Rp 1.200.000 pada tahun pertama dan Rp 2.400.000 pada tahun kedua

sampai kelima, pemeliharaan oven dua unit sebesar Rp 1.000.000 serta biaya tak

terduga sebesar Rp 4.800.000 pada tahun pertama dan Rp 9.600.000 pada tahun

kedua sampai kelima.

2. Biaya Variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang harus dikeluarkan suatu usaha

dimana biaya ini tergantung besar kecilnya volume produksi. Total biaya variabel

yang digunakan pada ketiga skenario berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan

Page 99: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

83

tujuan dari usaha yang akan dijalankan. Adapun rincian biaya variabel yang

dikeluarkan pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan pada ketiga

skenario dapat dilihat di bawah ini.

a. Biaya Variabel Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)

Unsur-unsur yang termasuk ke dalam komponen biaya variabel pada

skenario I meliputi serbuk kayu, dedak, kapur, jagung, gips, koran, ring bambu,

kayu bakar, bibit, karet, plastik, transportasi penjualan log, dan tenaga kerja

borongan. Adapun rincian biaya variabel yang dikeluarkan oleh pelaku usaha

jamur tiram putih Desa Tugu Selatan pada skenario I dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario I)

No. Uraian Satuan Jumlah Harga Satuan

(Rp)

Harga Total

(Rp/Tahun)

1 Serbuk kayu Karung/bulan 1.300 5.000 78.000.000

2 Dedak Kg/bulan 3.900 1.800 84.240.000

3 Kapur Kg/bulan 780 300 2.808.000

4 Jagung Kg/bulan 1.560 6.000 112.320.000

5 Gips Kg/bulan 390 2.500 11.700.000

6 Koran Kg/bulan 27,5 4.000 1.320.000

7 Ring bambu Ring/bulan 55.000 50 33.000.000

8 Kayu bakar Bak/bulan 26 150.000 46.800.000

9 Bibit Log/bulan 1.300 8.000 124.800.000

10 Karet Kg/bulan 18,34 26.500 5.832.120

11 Plastik Kg/bulan 297,3 25.000 89.190.000

12 Transportasi Log/bulan 55.000 100 66.000.000

13 Tenaga kerja borongan Orang/bulan 13 465.384,6154 72.600.000

Total 728.610.120

Berdasarkan Tabel 23, diketahui bahwa biaya variabel yang dikeluarkan

untuk usaha penjualan log jamur tiram putih sebesar Rp 728.610.120 dalam satu

tahun, sehingga biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan sebesar Rp 60.717.510.

Pada tahun pertama usaha, biaya variabel yang dikeluarkan dalam satu tahun

sebesar Rp 364.305.060 dikarenakan enam bulan awal pada tahun pertama

digunakan untuk kegiatan investasi. Biaya variabel yang dikeluarkan pelaku usaha

sebagian besar digunakan untuk membeli jagung, bibit, serbuk kayu, dedak, dan

plastik dengan biaya total per tahun masing-masing Rp 112.320.000, Rp

124.800.000, Rp 78.000.000, Rp 84.240.000, dan Rp 89.190.000.

Page 100: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

84

b. Biaya Variabel Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)

Unsur-unsur yang termasuk ke dalam komponen biaya variabel pada

skenario II meliputi bensin stimer penyiraman dan pembelian log jamur tiram

putih. Adapun rincian biaya variabel yang dikeluarkan oleh pelaku usaha jamur

tiram putih Desa Tugu Selatan pada skenario II dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario II)

No. Uraian Satuan Jumlah Harga Satuan

(Rp)

Harga Total

(Rp/Tahun)

1 Bensin Liter/bulan 66,67 4.500 3.600.000

2 Log jamur tiram putih Log/bulan 33.333,33 1.800 720.000000

Total 723.600.000

Berdasarkan Tabel 24, diketahui bahwa biaya variabel yang dikeluarkan

untuk usaha budidaya jamur tiram putih dengan cara membeli baglog sebesar Rp

723.600.000 dalam satu tahun, sehingga biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan

sebesar Rp 60.300.000. Pada tahun pertama usaha, biaya variabel yang

dikeluarkan dalam satu tahun sebesar Rp 361.800.000 dikarenakan enam bulan

awal pada tahun pertama digunakan untuk kegiatan investasi. Biaya variabel yang

dikeluarkan pelaku usaha hanya digunakan untuk membeli bensin stimer

penyiraman dan log jamur tiram putih dengan biaya total per tahun masing-

masing Rp 3.600.000 dan Rp 720.000.000.

c. Biaya Variabel Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram Putih Segar)

Unsur-unsur yang termasuk ke dalam komponen biaya variabel pada

skenario III sama dengan skenario I meliputi serbuk kayu, dedak, kapur, jagung,

gips, koran, ring bambu, kayu bakar, bibit, karet, plastik, transportasi penjualan

log, serta tenaga kerja borongan dan hanya ditambah dengan biaya bensin stimer

penyiraman. Hal tersebut dikarenakan pada skenario III selain pelaku usaha

membuat log jamur tiram sendiri untuk dijual juga untuk dibudidaya. Adapun

rincian biaya variabel yang dikeluarkan oleh pelaku usaha jamur tiram putih Desa

Tugu Selatan pada skenario III dapat dilihat pada Tabel 25.

Page 101: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

85

Tabel 25. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario III)

No. Uraian Satuan Jumlah Harga Satuan

(Rp)

Harga Total

(Rp/Tahun)

1 Serbuk kayu Karung/bulan 2.132 5.000 127.920.000

2 Dedak Kg/bulan 6.396 1.800 138.153.600

3 Kapur Kg/bulan 1.279,2 300 4.605.120

4 Jagung Kg/bulan 2.558,4 6.000 184.204.800

5 Gips Kg/bulan 639,6 2.500 19.188.000

6 Koran Kg/bulan 44,14 4.000 2.046.720

7 Ring bambu Ring/bulan 85.280 50 51.168.000

8 Kayu bakar Bak/bulan 42,64 150.000 78.000.000

9 Bibit Log/bulan 2.132 8.000 204.672.000

10 Karet Kg/bulan 29,433 26.500 9.039.786

11 Plastik Kg/bulan 479,2 25.000 138.291.900

12 Transportasi Log/bulan 37.523 100 45.027.600

13 Tenaga kerja borongan Orang/bulan 21 446.704,7619 112.569.600

14 Bensin Liter/bulan 100 4.500 5.400.000

Total 1.120.287.126

Berdasarkan Tabel 25, diketahui bahwa biaya variabel yang dikeluarkan

untuk usaha penjualan log dan budidaya jamur tiram putih sebesar Rp

1.120.287.126 dalam satu tahun, sehingga biaya yang dikeluarkan dalam satu

bulan sebesar Rp 93.357.260,5. Pada tahun pertama usaha, biaya variabel yang

dikeluarkan dalam satu tahun sebesar Rp 560.143.563 dikarenakan enam bulan

awal pada tahun pertama digunakan untuk kegiatan investasi. Biaya variabel yang

dikeluarkan pelaku usaha sebagian besar digunakan untuk membeli jagung, bibit,

serbuk kayu, dedak, dan plastik dengan biaya total per tahun masing-masing Rp

184.204.800, Rp 204.672.000, Rp 127.920.000, Rp 138.153.600, dan Rp

138.291.900.

6.2.4. Analisis Rugi Laba

Analisis rugi laba digunakan untuk mengetahui perkembangan usaha

dalam kurun waktu tertentu. Komponen rugi laba terdiri dari penerimaan, biaya

operasional, biaya penyusutan, dan biaya lain diluar usaha serta pajak penghasilan

usaha. Rincian perhitungan rugi laba, dimana perhitungan rugi laba akan

berpengaruh terhadap pajak penghasilan usaha yang secara otomatis akan

mempengaruhi hasil perhitungan cashflow.

Pada penelitian ini digunakan tiga skenario skala usaha jamur tiram putih,

sehingga dalam laporan rugi laba akan diketahui keuntungan maksimum dari

Page 102: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

86

ketiga skenario usaha yang akan dikembangkan. Hasil rugi laba dari tiga skenario

tersebut dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Hasil Analisis Laporan Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih

Tahun

Nilai

Skenario I

(Rp)

Skenario II

(Rp)

Skenario III

(Rp)

1 110.494.705,00 67.238.250,00 163.178.457,75

2 234.053.410,00 151.350.750,00 700.153.555,50

3 234.053.410,00 151.350.750,00 700.153.555,50

4 234.053.410,00 151.350.750,00 700.153.555,50

5 234.053.410,00 151.350.750,00 700.153.555,50

Rata-Rata per Tahun 209.341.669,00 134.528.250,00 592.758.536,00

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 26, dapat dilihat bahwa pada

skenario I merupakan hasil analisis laba rugi dari satu output produksi yaitu log

jamur tiram putih, pada skenario II juga merupakan hasil analisis laba rugi dari

satu output produksi yaitu jamur tiram putih segar, dan skenario III merupakan

hasil analisis laba rugi dari dua output produksi yaitu log jamur tiram putih dan

jamur tiram putih segar.

Pada skenario I diperoleh rata-rata penerimaan selama lima tahun yaitu

sebesar Rp 209.341.669,00, skenario II diperoleh rata-rata penerimaan selama

lima tahun sebesar Rp 134.528.250,00, dan skenario III diperoleh rata-rata

penerimaan selama lima tahun sebesar Rp 592.758.536,00. Berdasarkan hasil

tersebut terlihat bahwa dengan analisis rugi laba pada skenario III mendapatkan

laba yang lebih besar dibandingkan dengan laba yang diperoleh pada skenario I

maupun skenario II. Hal ini diduga disebabkan pada jumlah produksi log jamur

tiram putih yang besar pada skenario III dibandingkan skenario I dan skenario II,

sehingga menghasilkan penjualan jamur tiram putih segar yang lebih banyak

dimana penjualan jamur tiram putih segar memiliki harga jual yang tinggi yaitu

sebesar Rp 6.500 per kilogram. Selain itu, perbedaan rata-rata laba yang cukup

tinggi antara skenario III dengan skenario I dan skenario II diduga dikarenakan

pada skenario III pelaku usaha memproduksi baglog sendiri untuk kegiatan

budidaya, sehingga biaya produksi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan

dengan membeli seperti pada skenario II.

Page 103: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

87

6.2.5. Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial yang diukur pada penelitan ini berdasarkan

dari pendekatan empat kriteria, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of

Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Hasil

perhitungan kriteria investasi ini diperoleh dari hasil pengurangan komponen

outflow dengan inflow.

1. Analisis Kelayakan Finansial Skenario I (Menjual Log Jamur Tiram Putih)

Analisis kelayakan finansial pada skenario I, yaitu menjual log jamur tiram

putih menggunakan tingkat discount rate 6,75% yang ditentukan berdasarkan

rata-rata tingkat BI rate bulan Februari sampai Mei 2011. Pada skenario I,

perhitungan kelayakan menggunakan manfaat bersih (net benefit) yang diperoleh

dari selisih antara biaya dan manfaat setiap tahunnya serta dikurangi pajak

penghasilan usaha. Berdasarkan ketentuan pajak nomor 36 tahun 2009, pasal 17

ayat 2a, tarif pajak pendapatan usaha sebesar 25 persen dari penghasilan usaha,

sehingga diperoleh pajak penghasilan usaha pada tahun pertama sebesar Rp

36.831.568,33 dan pada tahun kedua hingga tahun kelima sebesar Rp

78.017.803,33.

Tabel 27. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario I

No Kriteria Investasi Nilai

1 NPV 708.104.697,01

2 Net B/C 2,32

3 IRR 45%

4 Payback Period 3,58

Berdasarkan perhitungan kriteria investasi yang telah dilakukan dengan

umur usaha selama lima tahun, nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp

708.104.697,01 yang menunjukkan bahwa manfaat bersih atau keuntungan yang

diperoleh pelaku usaha selama lima tahun dengan tingkat diskonto 6,75 persen

sebesar Rp 708.104.697,01. Nilai tersebut lebih besar dari nol, sehingga

berdasarkan kriteria NPV, usaha jamur tiram putih dengan skenario I layak untuk

dijalankan.

Perhitungan Net B/C menghasilkan nilai sebesar 2,32 yang menunjukkan

bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan untuk usaha penjualan log jamur

tiram putih ini akan memberikan keuntungan yang nilainya sebesar 2,32 satuan.

Page 104: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

88

Nilai Net B/C ini lebih besar dari satu maka pada kriteria ini, untuk usaha jamur

tiram putih dengan skenario I layak untuk dijalankan.

Sementara itu, nilai IRR dari usaha jamur tiram putih dengan skenario I

sebesar 45 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi

yang ditanamkan pada usaha jamur tiram putih dengan skenario I sebesar 45

persen. Nilai ini lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan, yaitu 6,75

persen. Maka, dapat dikatakan bahwa usaha jamur tiram putih dengan skenario I

berdasarkan kriteria IRR layak untuk dijalankan.

Nilai Payback Period (PP) dari usaha ini adalah selama 3 tahun, 6 bulan,

29 hari. Nilai ini menunjukkan bahwa seluruh biaya investasi yang ditanamkan

dalam usaha jamur tiram putih dengan skenario I akan dapat dikembalikan pada

tahun ketiga, bulan ketujuh, hari kedua puluh sembilan. Payback period memiliki

periode yang lebih kecil dibandingkan dari umur usaha jamur tiram putih yang

berlangsung selama lima tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha jamur

tiram putih dengan skenario I layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria

pengembalian investasinya. Dilihat dari beberapa kriteria investasi yaitu NPV,

Net B/C, IRR, dan PP usaha jamur tiram putih dengan skenario I ini layak secara

finansial.

2. Analisis Kelayakan Finansial Skenario II (Membeli Log Jamur Tiram Putih)

Analisis kelayakan finansial pada skenario II, yaitu budidaya jamur tiram

putih dengan cara membeli log jamur tiram putih menggunakan tingkat discount

rate 6,75% yang ditentukan berdasarkan rata-rata tingkat BI rate bulan Februari

sampai Mei 2011. Pada skenario II, perhitungan kelayakan menggunakan manfaat

bersih (net benefit) yang diperoleh dari selisih antara biaya dan manfaat setiap

tahunnya serta dikurangi pajak penghasilan usaha. Berdasarkan ketentuan pajak

nomor 36 tahun 2009, pasal 17 ayat 2a, tarif pajak pendapatan usaha sebesar 25

persen dari penghasilan usaha, sehingga diperoleh pajak penghasilan usaha pada

tahun pertama sebesar Rp 22.412.750 dan pada tahun kedua hingga tahun kelima

sebesar Rp 50.450.250.

Page 105: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

89

Tabel 28. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario II

No Kriteria Investasi Nilai

1 NPV 403.502.827,98

2 Net B/C 1,69

3 IRR 27%

4 Payback Period 4,28

Berdasarkan perhitungan kriteria investasi yang telah dilakukan dengan

umur usaha selama lima tahun, nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp

403.502.827,98 yang menunjukkan bahwa manfaat bersih atau keuntungan yang

diperoleh pelaku usaha selama lima tahun dengan tingkat diskonto 6,75 persen

sebesar Rp 403.502.827,98. Nilai tersebut lebih besar dari nol, sehingga

berdasarkan kriteria NPV, usaha jamur tiram putih dengan skenario II layak untuk

dijalankan.

Perhitungan Net B/C menghasilkan nilai sebesar 1,69 yang menunjukkan

bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya jamur

tiram putih dengan membeli log ini akan memberikan keuntungan yang nilainya

sebesar 1,69 satuan. Nilai Net B/C ini lebih besar dari satu maka pada kriteria ini,

untuk usaha jamur tiram putih dengan skenario II layak untuk dijalankan.

Sementara itu, nilai IRR dari usaha jamur tiram putih dengan skenario II

sebesar 27 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi

yang ditanamkan pada usaha jamur tiram putih dengan skenario II sebesar 27

persen. Nilai ini lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yaitu 6,75

persen. Maka, dapat dikatakan bahwa usaha jamur tiram putih dengan skenario II

berdasarkan kriteria IRR layak untuk dijalankan.

Nilai Payback Period (PP) dari usaha ini adalah selama 4 tahun, 3 bulan,

11 hari. Nilai ini menunjukkan bahwa seluruh biaya investasi yang ditanamkan

dalam usaha jamur tiram putih dengan skenario II akan dapat dikembalikan pada

tahun keempat, bulan keempat, hari kesebelas. Payback period memiliki periode

yang lebih kecil dibandingkan dari umur usaha jamur tiram putih yang

berlangsung selama lima tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha jamur

tiram putih dengan skenario II layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria

pengembalian investasinya. Dilihat dari beberapa kriteria investasi yaitu NPV,

Page 106: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

90

Net B/C, IRR, dan PP usaha jamur tiram putih dengan skenario II ini layak secara

finansial.

3. Analisis Kelayakan Finansial Skenario III (Menjual Log dan Jamur Tiram

Putih Segar)

Analisis kelayakan finansial dengan skenario III yaitu menjual log dan

jamur tiram putih segar menggunakan tingkat discount rate 6,75% yang

ditentukan berdasarkan tingkat rata-rata BI rate bulan Februari sampai Mei 2011.

Pada skenario III, perhitungan kelayakan menggunakan manfaat bersih (net

benefit) yang diperoleh dari selisih antara biaya dan manfaat setiap tahunnya dan

dikurangi pajak penghasilan usaha. Berdasarkan ketentuan pajak nomor 36 tahun

2009, pasal 17 ayat 2a, tarif pajak pendapatan usaha sebesar 25 persen dari

penghasilan usaha, sehingga diperoleh pajak penghasilan usaha pada tahun

pertama sebesar Rp 54.392.819,25 dan pada tahun kedua hingga tahun kelima

sebesar Rp 233.384.518,50.

Tabel 29. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario III

No Kriteria Investasi Nilai

1 NPV 2.095.013.894,70

2 Net B/C 2,77

3 IRR 59%

4 Payback Period 2,85

Berdasarkan perhitungan kriteria investasi yang telah dilakukan dengan

umur usaha selama lima tahun, nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp

2.095.013.894,70 yang menunjukkan bahwa manfaat bersih atau keuntungan yang

diperoleh pelaku usaha selama lima tahun dengan tingkat diskonto 6,75 persen

sebesar Rp 2.095.013.894,70. Nilai tersebut lebih besar dari nol, sehingga

berdasarkan kriteria NPV, usaha jamur tiram putih dengan skenario III layak

untuk dijalankan.

Perhitungan Net B/C menghasilkan nilai sebesar 2,77 yang menunjukkan

bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan untuk usaha penjualan log dan

jamur tiram putih segar ini akan memberikan keuntungan yang nilainya sebesar

2,77 satuan. Nilai Net B/C ini lebih besar dari satu maka pada kriteria ini, untuk

usaha jamur tiram putih dengan skenario III layak untuk dijalankan.

Page 107: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

91

Sementara itu, nilai IRR dari usaha jamur tiram putih dengan skenario III

sebesar 59 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi

yang ditanamkan pada usaha jamur tiram putih dengan skenario III sebesar 59

persen. Nilai ini lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yaitu 6,75

persen. Maka, dapat dikatakan bahwa usaha jamur tiram putih dengan skenario III

berdasarkan kriteria IRR layak untuk dijalankan.

Nilai Payback Period (PP) dari usaha ini adalah selama 2 tahun, 10 bulan,

6 hari. Nilai ini menunjukkan bahwa seluruh biaya investasi yang ditanamkan

dalam usaha jamur tiram putih dengan skenario III akan dapat dikembalikan pada

tahun kedua, bulan kesebelas, hari keenam. Payback period memiliki periode

yang lebih kecil dibandingkan dari umur usaha jamur tiram putih yang

berlangsung selama lima tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha jamur

tiram putih dengan skenario III layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria

pengembalian investasinya. Dilihat dari beberapa kriteria investasi yaitu NPV,

Net B/C, IRR, dan PP usaha jamur tiram putih dengan skenario III ini layak secara

finansial.

6.2.6. Analisis Switching Value

Analisis switching value digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan

harga output produksi dan biaya, sehingga keuntungan mendekati normal dimana

NPV sama dengan nol. Analisis switching value merupakan bagian dari analisis

sensitivitas yang digunakan untuk melihat perubahan maksimal yang masih

ditoleransi agar usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan layak untuk

dijalankan secara finansial. Analisis switching value yang dilakukan adalah

dengan menghitung perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat adanya

perubahan parameter. Parameter yang digunakan yaitu penurunan harga jamur

tiram putih segar, penurunan harga jual log jamur tiram putih, dan peningkatan

biaya variabel.

Penurunan harga jamur tiram putih segar dan log jamur tiram putih dapat

terjadi mengingat usaha jamur tiram putih merupakan pasar persaingan sempurna

dimana setiap pelaku usaha mempunyai peluang memasuki usaha ini karena harga

jamur tiram putih yang cukup tinggi menjadi daya tarik pelaku usaha untuk terjun

pada usaha jamur tiram putih. Semakin banyak pesaing atau investor masuk pada

Page 108: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

92

usaha jamur tiram putih berdampak terhadap harga yang berlaku dipasaran terjadi

penurunan, sehingga perlu dikaji sejauh mana sensitivitas melalui pendekatan

switching value masih bisa layak untuk dijalankan. Begitu juga terhadap

perubahan biaya variabel yang dikeluarkan dapat terjadi kenaikkan jika misalnya

pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak yang berimbas terhadap

kenaikkan biaya variabel.

Untuk mengetahui risiko mana yang lebih sensitif terhadap perubahan

parameter tersebut, maka perlu dilakukan analisis switching value pada skenario I,

skenario II, dan skenario III. Hasil analisis sensitivitas melalui pendekatan

switching value dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Perbandingan Hasil Switching Value Usaha Jamur Tiram Putih

Parameter Switching Value (%)

Skenario I Skenario II Skenario III

Maksimum Penurunan Harga Jamur Tiram Putih

Segar

- 14,14 53,28

Maksimum Penurunan Harga Log Jamur Tiram

Putih

22,97 - 94,18

Maksimum Peningkatan Biaya Variabel 35,41 20,32 68,14

Pada Tabel 30, terlihat bahwa presentase maksimum penurunan harga log

jamur tiram putih pada skenario I (menjual log jamur tiram putih) yaitu sebesar

22,97 persen, sedangkan presentase maksimum peningkatan biaya variabel

sebesar 35,41 persen. Pada skenario ini perubahan terhadap kedua parameter

menunjukkan bahwa penurunan harga jual log jamur tiram putih lebih sensitif

dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya variabel. Pelaku usaha

tidak akan mendapatkan keuntungan pada saat mengalami penurunan harga jual

log jamur tiram putih sebesar 22,97 persen dan peningkatan biaya variabel sebesar

35,41 persen.

Presentase maksimum penurunan harga jamur tiram putih segar pada

skenario II (membeli log jamur tiram putih) yaitu sebesar 14,14 persen, sedangkan

presentase maksimum peningkatan biaya variabel sebesar 20,32 persen. Pada

skenario ini perubahan terhadap kedua parameter menunjukkan bahwa penurunan

harga jual jamur tiram putih segar lebih sensitif dibandingkan perubahan

parameter peningkatan biaya variabel. Pelaku usaha tidak akan mendapatkan

Page 109: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

93

keuntungan pada saat mengalami penurunan harga jual jamur tiram putih segar

sebesar 14,14 persen dan peningkatan biaya variabel sebesar 20,32 persen.

Presentase maksimum penurunan harga jamur tiram putih segar pada

skenario III (menjual log dan jamur tiram putih segar) yaitu sebesar 53,28 persen,

presentase maksimum penurunan harga log jamur tiram putih sebesar 94,18

persen, dan presentase maksimum peningkatan biaya variabel sebesar 68,14

persen. Pada skenario ini perubahan terhadap ketiga parameter menunjukkan

bahwa penurunan harga jual jamur tiram putih segar lebih sensitif dibandingkan

perubahan parameter peningkatan biaya variabel dan perubahan parameter

penurunan harga jual log jamur tiram putih. Pelaku usaha tidak akan mendapatkan

keuntungan pada saat mengalami penurunan harga jual jamur tiram putih segar

sebesar 53,28 persen, penurunan harga jual log jamur tiram putih sebesar 94,18

persen, dan peningkatan biaya variabel sebesar 68,14 persen.

Presentase terhadap parameter-parameter tersebut merupakan presentase

maksimum yang dapat ditolerir pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu

Selatan. Apabila presentase penurunan harga jual jamur tiram putih segar,

penurunan harga jual log jamur tiram putih, dan peningkatan biaya variabel

mengalami peningkatan lebih besar dari presentase di atas, maka usaha jamur

tiram putih tidak mendapatkan keuntungan atau menjadi tidak layak untuk

dijalankan. Hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh habis digunakan untuk

menutupi biaya kegiatan usaha jamur tiram putih.

Selain untuk mengetahui perubahan maksimal yang masih ditoleransi agar

usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan layak untuk dijalankan secara

finansial, hasil analisis switching value yang diperoleh juga dapat digunakan

pelaku usaha untuk melakukan tindakan preventif jika parameter-parameter

tersebut mengalami perubahan pada saat usaha telah berjalan. Pelaku usaha dapat

mengantisipasi peningkatan biaya variabel yang cukup besar dengan memiliki

pemasok bahan baku cadangan atau menggunakan bahan baku lain yang memiliki

fungsi yang sama dengan bahan baku utama seperti gula dan tepung kanji sebagai

pengganti sumber nutrisi pada pembuatan baglog jamur tiram putih. Pelaku usaha

dapat mengantisipasi penurunan harga jual log jamur tiram putih yang cukup

besar dengan melakukan budidaya untuk meningkatkan harga output yang

Page 110: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

94

dihasilkan yaitu berupa jamur tiram putih segar. Untuk mengantisipasi penurunan

harga jual jamur tiram putih segar yang cukup besar, pelaku usaha dapat menjual

atau mengolah produk tersebut menjadi produk olahan seperti jamur crispy,

keripik jamur, dan sate jamur dimana olahan tersebut telah dikenal baik oleh

masyarakat.

6.2.7. Hasil Analisis Aspek Finansial

Analisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan secara

aspek finansial menggunakan tiga skenario yang berbeda yaitu skenario I

(menjual log jamur tiram putih), skenario II (membeli log jamur tiram putih), dan

skenario III (menjual log dan jamur tiram putih segar). Skenario I menghasilkan

kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 708.104.697,01, nilai Net B/C sebesar

2,32, nilai IRR 45 persen, dan PP selama 3 tahun, 6 bulan, 29 hari. Kriteria

kelayakan investasi pada skenario I telah memenuhi kriteria sehingga dapat

dikatakan pada skenario I ini usaha layak dijalankan secara finansial.

Analisis kelayakan pada skenario II yaitu membeli log jamur tiram putih

untuk dibudidaya menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp

403.502.827,98, nilai Net B/C sebesar 1,69, nilai IRR 27 persen, dan PP selama 4

tahun, 3 bulan, 11 hari. Kriteria kelayakan investasi pada skenario II juga telah

memenuhi kriteria sehingga dapat dikatakan pada skenario II ini usaha layak

dijalankan secara finansial.

Analisis kelayakan pada skenario III yaitu menjual log dan jamur tiram

putih segar menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp

2.095.013.894,70, nilai Net B/C sebesar 2,77, nilai IRR 59 persen, dan PP selama

2 tahun, 10 bulan, 6 hari. Kriteria kelayakan investasi pada skenario III juga telah

memenuhi kriteria sehingga dapat dikatakan pada skenario III ini usaha layak

dijalankan secara finansial.

Kemudian dilakukan analisis switching value pada ketiga skenario

tersebut. Pada skenario I perubahan terhadap parameter penurunan harga jual log

jamur tiram putih sebesar 22,97 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan

parameter peningkatan biaya variabel sebesar 35,41 persen. Pada skenario II

perubahan terhadap parameter penurunan harga jual jamur tiram putih segar

sebesar 14,14 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter

Page 111: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

95

peningkatan biaya variabel sebesar 20,32 persen. Pada skenario III perubahan

terhadap parameter penurunan harga jual jamur tiram putih segar sebesar 53,28

persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya

variabel sebesar 68,14 persen dan perubahan parameter penurunan harga jual log

jamur tiram putih sebesar 94,18 persen. Presentase terhadap parameter-parameter

tersebut merupakan presentase maksimum yang dapat ditolerir pelaku usaha

jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan agar usaha tetap layak untuk dijalankan.

Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa hasil kriteria investasi berupa

nilai NPV, Net B/C, dan IRR serta analisis switching value pada skenario III

mendapatkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh pada

skenario I maupun skenario II, sedangkan nilai payback period pada skenario III

lebih rendah dibandingkan dengan yang diperoleh pada skenario I maupun

skenario II. Hal ini diduga disebabkan pada jumlah produksi log jamur tiram putih

yang besar pada skenario III dibandingkan skenario I dan skenario II, sehingga

menghasilkan penjualan jamur tiram putih segar yang lebih banyak dimana

penjualan jamur tiram putih segar memiliki harga jual yang tinggi, yaitu sebesar

Rp 6.500 per kilogram. Selain itu, perbedaan yang cukup tinggi antara skenario III

dengan skenario I dan skenario II juga diduga dikarenakan pada skenario III

pelaku usaha memproduksi baglog sendiri untuk kegiatan budidaya, sehingga

biaya produksi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan membeli

seperti pada skenario II.

Page 112: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

96

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan

diantaranya:

1. Berdasarkan aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis,

aspek manajemen, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek lingkungan usaha

ini layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan usaha jamur tiram putih ini

memiliki peluang pasar yang tinggi, kondisi iklim lokasi yang cocok untuk

usaha jamur tiram putih, sarana prasarana usaha yang memadai serta usaha

jamur tiram putih ini memberikan dampak yang baik secara sosial ekonomi

budaya dan lingkungan sekitar usaha.

2. Berdasarkan aspek finansial, kriteria kelayakan investasi usaha jamur tiram

putih menunjukkan bahwa ketiga skenario yaitu skenario I (menjual log

jamur tiram putih), skenario II (membeli log jamur tiram putih), dan skenario

III (menjual log dan jamur tiram putih segar) layak untuk dijalankan. Hal ini

disebabkan ketiga skenario memiliki nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net

B/C lebih besar dari satu, IRR lebih besar dari discount rate yang digunakan

dan payback period berada sebelum umur usaha berakhir. Skenario I

menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 708.104.697,01, nilai

Net B/C sebesar 2,32, nilai IRR 45 persen, dan PP selama 3 tahun, 6 bulan,

29 hari. Skenario II menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp

403.502.827,98, nilai Net B/C sebesar 1,69, nilai IRR 27 persen, dan PP

selama 4 tahun, 3 bulan, 11 hari. Skenario III menghasilkan kriteria investasi

yaitu NPV sebesar Rp 2.095.013.894,70, nilai Net B/C sebesar 2,77, nilai

IRR 59 persen, dan PP selama 2 tahun, 10 bulan, 6 hari.

3. Berdasarkan hasil analisis switching value yang dilakukan pada ketiga

skenario diperoleh dua parameter untuk skenario I dan skenario II dan tiga

parameter untuk skenario III. Pada skenario I perubahan terhadap parameter

penurunan harga jual log jamur tiram putih sebesar 22,97 persen lebih sensitif

dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya variabel sebesar 35,41

persen. Pada skenario II perubahan terhadap parameter penurunan harga jual

jamur tiram putih segar sebesar 14,14 persen lebih sensitif dibandingkan

Page 113: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

97

perubahan parameter peningkatan biaya variabel sebesar 20,32 persen. Pada

skenario III perubahan terhadap parameter penurunan harga jual jamur tiram

putih segar sebesar 53,28 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan

parameter peningkatan biaya variabel sebesar 68,14 persen dan perubahan

parameter penurunan harga jual log jamur tiram putih sebesar 94,18 persen.

Presentase terhadap parameter-parameter tersebut merupakan presentase

maksimum yang dapat ditolerir pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu

Selatan agar usaha tetap layak untuk dijalankan.

7.2. Saran

Berdasarkan hasil dari analisis penelitian ini, ada beberapa saran yang

dapat dijadikan rekomendasi bagi pelaku usaha, diantaranya:

1. Pelaku usaha secara keseluruhan lebih baik memproduksi log secara pribadi

untuk meminimalkan biaya produksi, sehingga keuntungan yang dapat

diperoleh pelaku usaha lebih tinggi.

2. Pelaku usaha memiliki sarana tranportasi untuk melakukan pemasaran secara

pribadi tanpa melalui pedagang pengumpul untuk memperoleh harga jual

jamur yang lebih baik. Hal ini didasarkan pada letak pasar yang tidak terlalu

jauh dari lokasi usaha.

Page 114: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

98

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan

Semusim. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Perkembangan Persentase Konsumsi Sayuran

per Kapita di Indonesia Periode 2003-2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Cahyana YA. 1997. Pembibitan dan Budidaya Jamur Tiram Putih. Jakarta: Papas

Sinar Sinanti. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2006. Profil Jamur. Jakarta: Direktorat Jenderal

Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Vademekum Budidaya dan Usaha

Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. Jakarta: Direktorat Jenderal

Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Statistik Produksi Hortikultura Tahun

2009. Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Budidaya Jamur Tiram. Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura. Ginting LE. 2009. Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru

di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Jakarta: UI Press. Husnan S, Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: Unit Penerbit

dan Pencetak AMP YKPN. Ibrahim Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta. Jaelani. 2008. Jamur Berkhasiat Obat. Ed ke-1. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Kasmir, Jakfar. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Ed ke-2. Jakarta: Prenada Media

Group. Martawijaya EI, Nurjayadi MY. 2010. Bisnis Jamur Tiram di Rumah Sendiri.

Bogor: IPB Press. Masruri N. 2010. Analisis Kelayakan Usaha Jamur Tiram Putih (Studi Kasus:

Yayasan Paguyuban Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan,

Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor. Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia. 2007. Kunci Utama Keberhasilan

Budidaya Jamur. http://www.agrina-online.com. [Maret 2011]. Nasution PH. 2010. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas

Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten

Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor.

Page 115: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

99

Nasution S. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih (Kasus

Perusahaan X di Desa Cibitung Kulon, Kecamatan Pamijahan, Bogor,

Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor. Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor:

Depatemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor. Pemerintah Desa Tugu Selatan. 2010. Profil Desa Tugu Selatan Kecamatan

Cisarua. Bogor: Pemerintah Desa Tugu Selatan. Pemerintah Kecamatan Cisarua. 2009. Profil Kecamatan Cisarua. Bogor:

Pemerintah Kecamatan Cisarua. Putri SN. 2010. Analisis Kelayakan Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus

ostreatus) dengan Sistem Kemitraan (Studi Kasus: D’ Lup Farm, Desa

Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa

Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor. Rahayu. 2004. Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor,

Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor. Suharjo E. 2008. Budidaya Jamur Merang dengan Media Kardus. Jakarta: PT

Agromedia Pustaka. Suratman. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi. Suriawiria U. 2001. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu Shiitake-Kuping-Tiram.

Depok: PT Penebar Swadaya. Umar H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Ed ke-2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Page 116: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

100

LAMPIRAN

Page 117: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

101

Lampiran 1. Tata Letak Usaha Jamur Tiram Putih

Skenario I

Skenario II

Skenario III

U

Ruang

Inokulasi

Ruang

Pengadukan

Ruang

Sterilisasi

Ruang

Karyawan

Kumbung Jamur

Kumbung Jamur

Kumbung Jamur

U

Ruang

Karyawan

U

Ruang

Inokulasi

Ruang

Pengadukan

Ruang

Sterilisasi

Ruang

Karyawan

Kumbung Jamur Kumbung Jamur Kumbung Jamur

Page 118: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

102

Lampiran 2. Siklus Tanam Log Jamur Tiram Putih Sebanyak 100.000 Log per Tiga Bulan (Skenario II)

102

Page 119: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

103

Lampiran 3. Siklus Tanam Log Jamur Tiram Putih Sebanyak 47.757 Log per Bulan (Skenario III)

103

Page 120: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

104

Lampiran 4. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario I)

1 2 3 4 5

Penjualan log jamur tiram putih 561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00

TOTAL INFLOW 561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00

2. BIAYA TETAP

Cutter 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00

Sarung tangan 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00

Masker 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00

Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Sapu Ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00

Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Gaji karyawan 22,500,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00

Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00

Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00

Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00

Pemeliharaan oven 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00

Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

Biaya penyusutan 16,672,666.67 16,672,666.67 16,672,666.67 16,672,666.67 16,672,666.67

TOTAL BIAYA TETAP 49,968,666.67 82,518,666.67 82,518,666.67 82,518,666.67 82,518,666.67

3. BIAYA VARIABEL

Serbuk kayu 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00

Dedak 42,120,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00

Kapur 1,404,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00

Jagung 56,160,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00

Gips 5,850,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00

Koran 660,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00

Ring bambu 16,500,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00

Kayu bakar 23,400,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00

Bibit 62,400,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00

Karet 2,916,060.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00

Plastik 44,595,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00

Transportasi 33,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00

Upah tenaga kerja borongan 36,300,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 364,305,060.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00

TOTAL OUTFLOW 414,273,726.67 811,128,786.67 811,128,786.67 811,128,786.67 811,128,786.67

LABA KOTOR 147,326,273.33 312,071,213.33 312,071,213.33 312,071,213.33 312,071,213.33

PAJAK (25%) 36,831,568.33 78,017,803.33 78,017,803.33 78,017,803.33 78,017,803.33

LABA BERSIH 110,494,705.00 234,053,410.00 234,053,410.00 234,053,410.00 234,053,410.00

Uraian

INFLOW

Tahun ke-

OUTFLOW

Page 121: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

105

Lampiran 5. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario II)

1 2 3 4 5

Penjualan jamur tiram putih segar 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00

TOTAL INFLOW 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00

2. BIAYA TETAP

Sarung tangan 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00

Masker 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00

Cutter 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00

Sapu ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00

Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Gaji karyawan 36,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00

Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00

Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00

Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00

Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

Biaya penyusutan 22,328,000.00 22,328,000.00 22,328,000.00 22,328,000.00 22,328,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 68,549,000.00 114,599,000.00 114,599,000.00 114,599,000.00 114,599,000.00

3. BIAYA VARIABEL

Bensin 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

Pembelian log 360,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 361,800,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00

TOTAL OUTFLOW 430,349,000.00 838,199,000.00 838,199,000.00 838,199,000.00 838,199,000.00

LABA KOTOR 89,651,000.00 201,801,000.00 201,801,000.00 201,801,000.00 201,801,000.00

PAJAK (25%) 22,412,750.00 50,450,250.00 50,450,250.00 50,450,250.00 50,450,250.00

LABA BERSIH 67,238,250.00 151,350,750.00 151,350,750.00 151,350,750.00 151,350,750.00

Uraian

INFLOW

Tahun ke-

OUTFLOW

Page 122: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

106

Lampiran 6. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario III)

1 2 3 4 5

Penjualan jamur tiram putih segar 521,506,440.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00

Penjualan log jamur tiram putih 405,248,400.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00

TOTAL INFLOW 926,754,840.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00

2. BIAYA TETAP

Masker 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00

Sarung tangan 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00

Cutter 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00

Pengki 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00

Sapu lidi 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00

Sapu Ijuk 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00

Gaji karyawan 76,500,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00

Gaji supervisor 14,400,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00

Listrik 750,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00

Komunikasi 1,200,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00

Pemeliharaan oven 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00

Biaya tak terduga 4,800,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00

Biaya penyusutan 49,845,000.00 49,845,000.00 49,845,000.00 49,845,000.00 49,845,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 149,040,000.00 246,690,000.00 246,690,000.00 246,690,000.00 246,690,000.00

3. BIAYA VARIABEL

Serbuk kayu 63,960,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00

Dedak 69,076,800.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00

Kapur 2,302,560.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00

Jagung 92,102,400.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00

Gips 9,594,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00

Koran 1,023,360.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00

Ring bambu 25,584,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00

Bibit 102,336,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00

Karet 4,519,893.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00

Plastik 69,145,950.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00

Kayu Bakar 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00

Upah tenaga kerja tidak tetap 56,284,800.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00

Bensin 2,700,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00

Transportasi 22,513,800.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 560,143,563.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00

TOTAL OUTFLOW 709,183,563.00 1,366,977,126.00 1,366,977,126.00 1,366,977,126.00 1,366,977,126.00

LABA KOTOR 217,571,277.00 933,538,074.00 933,538,074.00 933,538,074.00 933,538,074.00

PAJAK (25%) 54,392,819.25 233,384,518.50 233,384,518.50 233,384,518.50 233,384,518.50

LABA BERSIH 163,178,457.75 700,153,555.50 700,153,555.50 700,153,555.50 700,153,555.50

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 123: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

107

Lampiran 7. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario I)

1 2 3 4 5

Penjualan log jamur tiram putih 561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00

Nilai Sisa 618,346,666.67

TOTAL INFLOW 561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,741,546,666.67

1. BIAYA INVESTASI

Lahan 2000m2 600,000,000.00

Bangunan produksi log 27,000,000.00

Kumbung 52,000,000.00

Bangunan pekerja 5,000,000.00

Oven 8,340,000.00

Sekop 325,000.00 325,000.00

Cangkul 80,000.00 80,000.00

Selang air 240,000.00

Ayakan 100,000.00 100,000.00 100,000.00

Sekop kecil 65,000.00 65,000.00

Sepatu Boot 330,000.00 330,000.00

Timbangan 10kg 300,000.00

Rolly 2,250,000.00

Termometer 100,000.00

Kipas angin 400,000.00

Ember 60,000.00 60,000.00 60,000.00

Instalasi air 3,000,000.00

Instalasi listrik 1,000,000.00

TOTAL BIAYA INVESTASI 700,590,000.00 0.00 160,000.00 800,000.00 160,000.00

2. BIAYA TETAP

Cutter 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00

Sarung tangan 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00

Masker 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00

Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Sapu Ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00

Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Gaji karyawan 22,500,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00

Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00

Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 124: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

108

Lampiran 7. (lanjutan)

Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00

Pemeliharaan oven 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00

Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 33,296,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00

3. BIAYA VARIABEL

Serbuk kayu 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00

Dedak 42,120,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00

Kapur 1,404,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00

Jagung 56,160,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00

Gips 5,850,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00

Koran 660,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00

Ring bambu 16,500,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00

Kayu bakar 23,400,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00

Bibit 62,400,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00

Karet 2,916,060.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00

Plastik 44,595,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00

Transportasi 33,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00

Upah tenaga kerja tidak tetap 36,300,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 364,305,060.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00

PAJAK PENGHASILAN 36,831,568.33 78,017,803.33 78,017,803.33 78,017,803.33 78,017,803.33

TOTAL OUTFLOW 1,135,022,628.33 872,473,923.33 872,633,923.33 873,273,923.33 872,633,923.33

Net Benefit -573,422,628.33 250,726,076.67 250,566,076.67 249,926,076.67 868,912,743.34

Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72

PV/TAHUN -537,164,054.64 220,020,799.03 205,976,949.42 192,459,803.00 626,811,200.21

PV positif 1,245,268,751.65

PV negatif -537,164,054.64

NPV 708,104,697.01

IRR 45%

Net B/C 2.32

PP 3.58

Page 125: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

109

Lampiran 8. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario II)

1 2 3 4 5

Penjualan jamur tiram putih segar 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00

Nilai Sisa 604,950,000.00

TOTAL INFLOW 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,644,950,000.00

1. BIAYA INVESTASI

Lahan 2000m2 600,000,000.00

Kumbung 100,000,000.00

Bangunan Pekerja 5,000,000.00

Stimer 2,200,000.00

Rolly 1,800,000.00

selang air 240,000.00

Timbangan 10kg 300,000.00

Termometer 200,000.00

Gentong 150,000.00

Instalasi air 3,000,000.00

Instalasi listrik 1,000,000.00

Sepatu boot 495,000.00 495,000.00

Kursi plastik 150,000.00 150,000.00 150,000.00

Keranjang 420,000.00 420,000.00 420,000.00

TOTAL BIAYA INVESTASI 714,955,000.00 0.00 570,000.00 495,000.00 570,000.00

2. BIAYA TETAP

Sarung tangan 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00

Masker 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00

Cutter 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00

Sapu ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00

Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Gaji karyawan 36,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00

Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00

Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00

Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00

Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 46,221,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 126: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

110

Lampiran 8. (lanjutan)

3. BIAYA VARIABEL

Bensin 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

Pembelian log 360,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 361,800,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00

PAJAK PENGHASILAN 22,412,750.00 50,450,250.00 50,450,250.00 50,450,250.00 50,450,250.00

TOTAL OUTFLOW 1,145,388,750.00 866,321,250.00 866,891,250.00 866,816,250.00 866,891,250.00

Net Benefit -625,388,750.00 173,678,750.00 173,108,750.00 173,183,750.00 778,058,750.00

Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72

PV/TAHUN -585,844,262.30 152,409,106.61 142,303,430.36 133,363,076.20 561,271,477.09

PV positif 989,347,090.27

PV negatif -585,844,262.30

NPV 403,502,827.98

IRR 27%

Net B/C 1.69

PP 4.28

Page 127: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

111

Lampiran 9. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario III)

1 2 3 4 5

Penjualan jamur tiram putih segar 521,506,440.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00

Penjualan log jamur tiram putih 405,248,400.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00

Nilai Sisa 1,230,471,000.00

TOTAL INFLOW 926,754,840.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 3,530,986,200.00

1. BIAYA INVESTASI

Lahan 2000m2 1,200,000,000.00

Bangunan produksi log 44,500,000.00

Kumbung budidaya 150,000,000.00

Kumbung inkubasi 38,000,000.00

Bangunan pekerja 10,000,000.00

Oven 16,680,000.00

Sekop 520,000.00 520,000.00

Cangkul 120,000.00 120,000.00

Selang air 240,000.00

Stimer 2,200,000.00

Gentong air 150,000.00

Ayakan 150,000.00 150,000.00 150,000.00

Sekop kecil 105,000.00 105,000.00

Sepatu Boot 1,235,000.00 1,235,000.00

Timbangan 10kg 900,000.00

Rolly 4,500,000.00

Termometer 600,000.00

Kipas angin 600,000.00

Ember 100,000.00 100,000.00 100,000.00

Keranjang 602,000.00 602,000.00 602,000.00

Kursi plastik 270,000.00 270,000.00 270,000.00

Instalasi air 3,000,000.00

Instalasi listrik 1,000,000.00

TOTAL BIAYA INVESTASI 1,475,472,000.00 1,122,000.00 1,980,000.00 1,122,000.00

2. BIAYA TETAP

Masker 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00

Sarung tangan 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00

Cutter 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 128: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

112

Lampiran 9. (lanjutan)

Pengki 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00

Sapu lidi 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00

Sapu Ijuk 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00

Gaji karyawan 76,500,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00

Gaji supervisor 14,400,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00

Listrik 750,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00

Komunikasi 1,200,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00

Pemeliharaan oven 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00

Biaya tak terduga 4,800,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 99,195,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00

3. BIAYA VARIABEL

Serbuk kayu 63,960,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00

Dedak 69,076,800.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00

Kapur 2,302,560.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00

Jagung 92,102,400.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00

Gips 9,594,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00

Koran 1,023,360.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00

Ring bambu 25,584,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00

Bibit 102,336,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00

Karet 4,519,893.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00

Plastik 69,145,950.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00

Kayu Bakar 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00

Upah tenaga kerja tidak tetap 56,284,800.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00

Bensin 2,700,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00

Transportasi 22,513,800.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 560,143,563.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00

PAJAK PENGHASILAN 54,392,819.25 233,384,518.50 233,384,518.50 233,384,518.50 233,384,518.50

TOTAL OUTFLOW 2,189,203,382.25 1,550,516,644.50 1,551,638,644.50 1,552,496,644.50 1,551,638,644.50

Net Benefit -1,262,448,542.25 749,998,555.50 748,876,555.50 748,018,555.50 1,979,347,555.50

Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72

PV/TAHUN -1,182,621,585.25 658,149,657.38 615,611,300.79 576,024,341.87 1,427,850,179.90

PV positif 3,277,635,479.94

PV negatif -1,182,621,585.25

NPV 2,095,013,894.70

IRR 59%

Net B/C 2.77

PP 2.85

Page 129: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

113

Lampiran 10. Switching Value Penurunan Harga Log Jamur Tiram Putih 22,97%

(Skenario I)

1 2 3 4 5

Penjualan log jamur tiram putih432,598,233.60 865,196,467.20 865,196,467.20 865,196,467.20 865,196,467.20

Nilai Sisa 618,346,666.67

TOTAL INFLOW 432,598,233.60 865,196,467.20 865,196,467.20 865,196,467.20 1,483,543,133.87

1. BIAYA INVESTASI

Lahan 2000m2 600,000,000.00

Bangunan produksi log 27,000,000.00

Kumbung 52,000,000.00

Bangunan pekerja 5,000,000.00

Oven 8,340,000.00

Sekop 325,000.00 325,000.00

Cangkul 80,000.00 80,000.00

Selang air 240,000.00

Ayakan 100,000.00 100,000.00 100,000.00

Sekop kecil 65,000.00 65,000.00

Sepatu Boot 330,000.00 330,000.00

Timbangan 10kg 300,000.00

Rolly 2,250,000.00

Termometer 100,000.00

Kipas angin 400,000.00

Ember 60,000.00 60,000.00 60,000.00

Instalasi air 3,000,000.00

Instalasi listrik 1,000,000.00

TOTAL BIAYA INVESTASI 700,590,000.00 0.00 160,000.00 800,000.00 160,000.00

2. BIAYA TETAP

Cutter 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00

Sarung tangan 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00

Masker 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00

Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Sapu Ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00

Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Gaji karyawan 22,500,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00

Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00

Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 130: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

114

Lampiran 10. (lanjutan)

Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00

Pemeliharaan oven 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00

Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 33,296,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00

3. BIAYA VARIABEL

Serbuk kayu 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00

Dedak 42,120,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00

Kapur 1,404,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00

Jagung 56,160,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00

Gips 5,850,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00

Koran 660,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00

Ring bambu 16,500,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00

Kayu bakar 23,400,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00

Bibit 62,400,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00

Karet 2,916,060.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00

Plastik 44,595,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00

Transportasi 33,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00

Upah tenaga kerja tidak tetap 36,300,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 364,305,060.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00 728,610,120.00

PAJAK PENGHASILAN 4,581,126.73 13,516,920.13 13,516,920.13 13,516,920.13 13,516,920.13

TOTAL OUTFLOW 1,102,772,186.73 807,973,040.13 808,133,040.13 808,773,040.13 808,133,040.13

Net Benefit -670,173,953.13 57,223,427.07 57,063,427.07 56,423,427.07 675,410,093.74

Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72

PV/TAHUN -627,797,614.18 50,215,535.27 46,908,786.64 43,449,814.45 487,223,388.92

PV positif 627,797,614.18

PV negatif -627,797,614.18

NPV 0.00

IRR 6.75%

Net B/C 1.00

PP 5.00

Page 131: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

115

Lampiran 11. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 35,41% (Skenario I)

1 2 3 4 5

Penjualan log jamur tiram putih561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00

Nilai Sisa 618,346,666.67

TOTAL INFLOW 561,600,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,123,200,000.00 1,741,546,666.67

1. BIAYA INVESTASI

Lahan 2000m2 600,000,000.00

Bangunan produksi log 27,000,000.00

Kumbung 52,000,000.00

Bangunan pekerja 5,000,000.00

Oven 8,340,000.00

Sekop 325,000.00 325,000.00

Cangkul 80,000.00 80,000.00

Selang air 240,000.00

Ayakan 100,000.00 100,000.00 100,000.00

Sekop kecil 65,000.00 65,000.00

Sepatu Boot 330,000.00 330,000.00

Timbangan 10kg 300,000.00

Rolly 2,250,000.00

Termometer 100,000.00

Kipas angin 400,000.00

Ember 60,000.00 60,000.00 60,000.00

Instalasi air 3,000,000.00

Instalasi listrik 1,000,000.00

TOTAL BIAYA INVESTASI 700,590,000.00 0.00 160,000.00 800,000.00 160,000.00

2. BIAYA TETAP

Cutter 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00 25,000.00

Sarung tangan 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00 76,000.00

Masker 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00 95,000.00

Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Sapu Ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00

Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Gaji karyawan 22,500,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00 45,000,000.00

Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00

Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 132: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

116

Lampiran 11. (lanjutan)

Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00

Pemeliharaan oven 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00

Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 33,296,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00 65,846,000.00

3. BIAYA VARIABEL

Serbuk kayu 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00

Dedak 42,120,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00 84,240,000.00

Kapur 1,404,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00 2,808,000.00

Jagung 56,160,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00 112,320,000.00

Gips 5,850,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00 11,700,000.00

Koran 660,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00 1,320,000.00

Ring bambu 16,500,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00 33,000,000.00

Kayu bakar 23,400,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00 46,800,000.00

Bibit 62,400,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00 124,800,000.00

Karet 2,916,060.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00 5,832,120.00

Plastik 44,595,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00 89,190,000.00

Transportasi 33,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00 66,000,000.00

Upah tenaga kerja tidak tetap 36,300,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00 72,600,000.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 493,306,574.66 986,613,149.32 986,613,149.32 986,613,149.32 986,613,149.32

PAJAK PENGHASILAN 4,581,189.67 13,517,046.00 13,517,046.00 13,517,046.00 13,517,046.00

TOTAL OUTFLOW 1,231,773,764.33 1,065,976,195.32 1,066,136,195.32 1,066,776,195.32 1,066,136,195.32

Net Benefit -670,173,764.33 57,223,804.68 57,063,804.68 56,423,804.68 675,410,471.35

Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72

PV/TAHUN -627,797,437.31 50,215,866.64 46,909,097.06 43,450,105.24 487,223,661.32

PV positif 627,797,437.31

PV negatif -627,797,437.31

NPV 0.00

IRR 6.75%

Net B/C 1.00

PP 5.00

Page 133: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

117

Lampiran 12. Switching Value Penurunan Harga Jamur Tiram Putih Segar

14,14% (Skenario II)

1 2 3 4 5

Penjualan jamur tiram putih segar 446,490,200.00 892,980,400.00 892,980,400.00 892,980,400.00 892,980,400.00

Nilai Sisa 604,950,000.00

TOTAL INFLOW 446,490,200.00 892,980,400.00 892,980,400.00 892,980,400.00 1,497,930,400.00

1. BIAYA INVESTASI

Lahan 2000m2 600,000,000.00

Kumbung 100,000,000.00

Bangunan Pekerja 5,000,000.00

Stimer 2,200,000.00

Rolly 1,800,000.00

selang air 240,000.00

Timbangan 10kg 300,000.00

Termometer 200,000.00

Gentong 150,000.00

Instalasi air 3,000,000.00

Instalasi listrik 1,000,000.00

Sepatu boot 495,000.00 495,000.00

Kursi plastik 150,000.00 150,000.00 150,000.00

Keranjang 420,000.00 420,000.00 420,000.00

TOTAL BIAYA INVESTASI 714,955,000.00 0.00 570,000.00 495,000.00 570,000.00

2. BIAYA TETAP

Sarung tangan 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00

Masker 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00

Cutter 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00

Sapu ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00

Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Gaji karyawan 36,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00

Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00

Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00

Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00

Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 46,221,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 134: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

118

Lampiran 12. (lanjutan)

3. BIAYA VARIABEL

Bensin 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

Pembelian log 360,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 361,800,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00 723,600,000.00

PAJAK PENGHASILAN 4,035,300.00 13,695,350.00 13,695,350.00 13,695,350.00 13,695,350.00

TOTAL OUTFLOW 1,127,011,300.00 829,566,350.00 830,136,350.00 830,061,350.00 830,136,350.00

Net Benefit -680,521,100.00 63,414,050.00 62,844,050.00 62,919,050.00 667,794,050.00

Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72

PV/TAHUN -637,490,491.80 55,648,020.89 51,660,727.10 48,451,878.77 481,729,371.77

PV positif 637,490,491.80

PV negatif -637,490,491.80

NPV 0.00

IRR 6.75%

Net B/C 1.00

PP 5.00

Page 135: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

119

Lampiran 13. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 20,32% (Skenario II)

1 2 3 4 5

Penjualan jamur tiram putih segar 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00

Nilai Sisa 604,950,000.00

TOTAL INFLOW 520,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,040,000,000.00 1,644,950,000.00

1. BIAYA INVESTASI

Lahan 2000m2 600,000,000.00

Kumbung 100,000,000.00

Bangunan Pekerja 5,000,000.00

Stimer 2,200,000.00

Rolly 1,800,000.00

selang air 240,000.00

Timbangan 10kg 300,000.00

Termometer 200,000.00

Gentong 150,000.00

Instalasi air 3,000,000.00

Instalasi listrik 1,000,000.00

Sepatu boot 495,000.00 495,000.00

Kursi plastik 150,000.00 150,000.00 150,000.00

Keranjang 420,000.00 420,000.00 420,000.00

TOTAL BIAYA INVESTASI 714,955,000.00 0.00 570,000.00 495,000.00 570,000.00

2. BIAYA TETAP

Sarung tangan 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00 36,000.00

Masker 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00 45,000.00

Cutter 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00 40,000.00

Sapu ijuk 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00 30,000.00

Sapu lidi 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Pengki 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00 10,000.00

Gaji karyawan 36,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00 72,000,000.00

Gaji supervisor 7,200,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00 14,400,000.00

Listrik 450,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00 900,000.00

Komunikasi 600,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00 1,200,000.00

Biaya tak terduga 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 46,221,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00 92,271,000.00

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 136: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

120

Lampiran 13. (lanjutan)

3. BIAYA VARIABEL

Bensin 1,800,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00 3,600,000.00

Pembelian log 360,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00 720,000,000.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 435,309,800.40 870,619,600.80 870,619,600.80 870,619,600.80 870,619,600.80

PAJAK PENGHASILAN 4,035,299.90 13,695,349.80 13,695,349.80 13,695,349.80 13,695,349.80

TOTAL OUTFLOW 1,200,521,100.30 976,585,950.60 977,155,950.60 977,080,950.60 977,155,950.60

Net Benefit -680,521,100.30 63,414,049.40 62,844,049.40 62,919,049.40 667,794,049.40

Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72

PV/TAHUN -637,490,492.08 55,648,020.36 51,660,726.61 48,451,878.31 481,729,371.34

PV positif 637,490,492.08

PV negatif -637,490,492.08

NPV 0.00

IRR 6.75%

Net B/C 1.00

PP 5.00

Page 137: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

121

Lampiran 14. Switching Value Penurunan Harga Jamur Tiram Putih Segar

53,28% (Skenario III)

1 2 3 4 5

Penjualan jamur tiram putih segar 243,670,755.05 696,202,157.29 696,202,157.29 696,202,157.29 696,202,157.29

Penjualan log jamur tiram putih 405,248,400.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00

Nilai Sisa 1,230,471,000.00

TOTAL INFLOW 648,919,155.05 1,506,698,957.29 1,506,698,957.29 1,506,698,957.29 2,737,169,957.29

1. BIAYA INVESTASI

Lahan 2000m2 1,200,000,000.00

Bangunan produksi log 44,500,000.00

Kumbung budidaya 150,000,000.00

Kumbung inkubasi 38,000,000.00

Bangunan pekerja 10,000,000.00

Oven 16,680,000.00

Sekop 520,000.00 520,000.00

Cangkul 120,000.00 120,000.00

Selang air 240,000.00

Stimer 2,200,000.00

Gentong air 150,000.00

Ayakan 150,000.00 150,000.00 150,000.00

Sekop kecil 105,000.00 105,000.00

Sepatu Boot 1,235,000.00 1,235,000.00

Timbangan 10kg 900,000.00

Rolly 4,500,000.00

Termometer 600,000.00

Kipas angin 600,000.00

Ember 100,000.00 100,000.00 100,000.00

Keranjang 602,000.00 602,000.00 602,000.00

Kursi plastik 270,000.00 270,000.00 270,000.00

Instalasi air 3,000,000.00

Instalasi listrik 1,000,000.00

TOTAL BIAYA INVESTASI 1,475,472,000.00 1,122,000.00 1,980,000.00 1,122,000.00

2. BIAYA TETAP

Masker 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00

Sarung tangan 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00

Cutter 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 138: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

122

Lampiran 14. (lanjutan)

Pengki 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00

Sapu lidi 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00

Sapu Ijuk 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00

Gaji karyawan 76,500,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00

Gaji supervisor 14,400,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00

Listrik 750,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00

Komunikasi 1,200,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00

Pemeliharaan oven 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00

Biaya tak terduga 4,800,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 99,195,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00

3. BIAYA VARIABEL

Serbuk kayu 63,960,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00

Dedak 69,076,800.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00

Kapur 2,302,560.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00

Jagung 92,102,400.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00

Gips 9,594,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00

Koran 1,023,360.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00

Ring bambu 25,584,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00

Bibit 102,336,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00

Karet 4,519,893.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00

Plastik 69,145,950.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00

Kayu Bakar 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00

Upah tenaga kerja tidak tetap 56,284,800.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00

Bensin 2,700,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00

Transportasi 22,513,800.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 560,143,563.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00

PAJAK PENGHASILAN -15,066,101.99 34,930,457.82 34,930,457.82 34,930,457.82 34,930,457.82

TOTAL OUTFLOW 2,119,744,461.01 1,352,062,583.82 1,353,184,583.82 1,354,042,583.82 1,353,184,583.82

Net Benefit -1,470,825,305.96 154,636,373.47 153,514,373.47 152,656,373.47 1,383,985,373.47

Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72

PV/TAHUN -1,377,822,300.67 135,698,762.98 126,195,943.04 117,555,622.67 998,371,286.03

PV positif 1,377,822,300.67

PV negatif -1,377,822,300.67

NPV 0.00

IRR 6.75%

Net B/C 1.00

PP 5.00

Page 139: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

123

Lampiran 15. Switching Value Penurunan Harga Log Jamur Tiram Putih 94,18%

(Skenario III)

1 2 3 4 5

Penjualan jamur tiram putih segar 521,506,440.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00

Penjualan log jamur tiram putih 23,585,456.88 47,170,913.76 47,170,913.76 47,170,913.76 47,170,913.76

Nilai Sisa 1,230,471,000.00

TOTAL INFLOW 545,091,896.88 1,537,189,313.76 1,537,189,313.76 1,537,189,313.76 2,767,660,313.76

1. BIAYA INVESTASI

Lahan 2000m2 1,200,000,000.00

Bangunan produksi log 44,500,000.00

Kumbung budidaya 150,000,000.00

Kumbung inkubasi 38,000,000.00

Bangunan pekerja 10,000,000.00

Oven 16,680,000.00

Sekop 520,000.00 520,000.00

Cangkul 120,000.00 120,000.00

Selang air 240,000.00

Stimer 2,200,000.00

Gentong air 150,000.00

Ayakan 150,000.00 150,000.00 150,000.00

Sekop kecil 105,000.00 105,000.00

Sepatu Boot 1,235,000.00 1,235,000.00

Timbangan 10kg 900,000.00

Rolly 4,500,000.00

Termometer 600,000.00

Kipas angin 600,000.00

Ember 100,000.00 100,000.00 100,000.00

Keranjang 602,000.00 602,000.00 602,000.00

Kursi plastik 270,000.00 270,000.00 270,000.00

Instalasi air 3,000,000.00

Instalasi listrik 1,000,000.00

TOTAL BIAYA INVESTASI 1,475,472,000.00 1,122,000.00 1,980,000.00 1,122,000.00

2. BIAYA TETAP

Masker 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00

Sarung tangan 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00

Cutter 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 140: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

124

Lampiran 15. (lanjutan)

Pengki 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00

Sapu lidi 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00

Sapu Ijuk 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00

Gaji karyawan 76,500,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00

Gaji supervisor 14,400,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00

Listrik 750,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00

Komunikasi 1,200,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00

Pemeliharaan oven 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00

Biaya tak terduga 4,800,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 99,195,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00

3. BIAYA VARIABEL

Serbuk kayu 63,960,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00

Dedak 69,076,800.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00

Kapur 2,302,560.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00

Jagung 92,102,400.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00

Gips 9,594,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00

Koran 1,023,360.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00

Ring bambu 25,584,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00

Bibit 102,336,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00

Karet 4,519,893.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00

Plastik 69,145,950.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00

Kayu Bakar 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00

Upah tenaga kerja tidak tetap 56,284,800.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00

Bensin 2,700,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00

Transportasi 22,513,800.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 560,143,563.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00 1,120,287,126.00

PAJAK PENGHASILAN -41,022,916.53 42,553,046.94 42,553,046.94 42,553,046.94 42,553,046.94

TOTAL OUTFLOW 2,093,787,646.47 1,359,685,172.94 1,360,807,172.94 1,361,665,172.94 1,360,807,172.94

Net Benefit -1,548,695,749.59 177,504,140.82 176,382,140.82 175,524,140.82 1,406,853,140.82

Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72

PV/TAHUN -1,450,768,852.07 155,766,019.29 144,994,309.61 135,165,333.74 1,014,867,502.49

PV positif 1,450,768,852.07

PV negatif -1,450,768,852.07

NPV 0.00

IRR 6.75%

Net B/C 1.00

PP 5.00

Page 141: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

125

Lampiran 16. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 68,14% (Skenario III)

1 2 3 4 5

Penjualan jamur tiram putih segar 521,506,440.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00 1,490,018,400.00

Penjualan log jamur tiram putih 405,248,400.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00 810,496,800.00

Nilai Sisa 1,230,471,000.00

TOTAL INFLOW 926,754,840.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 2,300,515,200.00 3,530,986,200.00

1. BIAYA INVESTASI

Lahan 2000m2 1,200,000,000.00

Bangunan produksi log 44,500,000.00

Kumbung budidaya 150,000,000.00

Kumbung inkubasi 38,000,000.00

Bangunan pekerja 10,000,000.00

Oven 16,680,000.00

Sekop 520,000.00 520,000.00

Cangkul 120,000.00 120,000.00

Selang air 240,000.00

Stimer 2,200,000.00

Gentong air 150,000.00

Ayakan 150,000.00 150,000.00 150,000.00

Sekop kecil 105,000.00 105,000.00

Sepatu Boot 1,235,000.00 1,235,000.00

Timbangan 10kg 900,000.00

Rolly 4,500,000.00

Termometer 600,000.00

Kipas angin 600,000.00

Ember 100,000.00 100,000.00 100,000.00

Keranjang 602,000.00 602,000.00 602,000.00

Kursi plastik 270,000.00 270,000.00 270,000.00

Instalasi air 3,000,000.00

Instalasi listrik 1,000,000.00

TOTAL BIAYA INVESTASI 1,475,472,000.00 1,122,000.00 1,980,000.00 1,122,000.00

2. BIAYA TETAP

Masker 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00 200,000.00

Sarung tangan 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00 160,000.00

Cutter 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00 85,000.00

UraianTahun ke-

INFLOW

OUTFLOW

Page 142: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

126

Lampiran 16. (lanjutan)

Pengki 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00

Sapu lidi 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00

Sapu Ijuk 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00 60,000.00

Gaji karyawan 76,500,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00 153,000,000.00

Gaji supervisor 14,400,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00 28,800,000.00

Listrik 750,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00 1,500,000.00

Komunikasi 1,200,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00 2,400,000.00

Pemeliharaan oven 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00

Biaya tak terduga 4,800,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00 9,600,000.00

TOTAL BIAYA TETAP 99,195,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00 196,845,000.00

3. BIAYA VARIABEL

Serbuk kayu 63,960,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00 127,920,000.00

Dedak 69,076,800.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00 138,153,600.00

Kapur 2,302,560.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00 4,605,120.00

Jagung 92,102,400.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00 184,204,800.00

Gips 9,594,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00 19,188,000.00

Koran 1,023,360.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00 2,046,720.00

Ring bambu 25,584,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00 51,168,000.00

Bibit 102,336,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00 204,672,000.00

Karet 4,519,893.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00 9,039,786.00

Plastik 69,145,950.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00 138,291,900.00

Kayu Bakar 39,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00 78,000,000.00

Upah tenaga kerja tidak tetap 56,284,800.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00 112,569,600.00

Bensin 2,700,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00 5,400,000.00

Transportasi 22,513,800.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00 45,027,600.00

TOTAL BIAYA VARIABEL 941,825,386.83 1,883,650,773.66 1,883,650,773.66 1,883,650,773.66 1,883,650,773.66

PAJAK PENGHASILAN -41,027,636.71 42,543,606.59 42,543,606.59 42,543,606.59 42,543,606.59

TOTAL OUTFLOW 2,475,464,750.12 2,123,039,380.24 2,124,161,380.24 2,125,019,380.24 2,124,161,380.24

Net Benefit -1,548,709,910.12 177,475,819.76 176,353,819.76 175,495,819.76 1,406,824,819.76

Discount Factor (6,75%) 0.94 0.88 0.82 0.77 0.72

PV/TAHUN -1,450,782,117.21 155,741,166.58 144,971,028.38 135,143,524.63 1,014,847,072.41

PV positif 1,450,782,117.21

PV negatif -1,450,782,117.21

NPV 0.00

IRR 6.75%

Net B/C 1.00

PP 5.00

Page 143: Skipsi Strategi Pengembangan Usaha

cxxvii